Thursday, April 30, 2015

BERANI MENABUR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 April 2015

Baca:  Hosea 10:9-15

"Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia!"  Hosea 10:12a

Alkitab menyatakan  "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya....ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;"  (Pengkotbah 3:1-2).  Dalam hidup ini ada waktunya menabur dan ada waktunya menuai apa yang ditabur.  Karena itu selagi ada waktu dan kesempatan milikilah keberanian dan jangan pernah lelah menabur.  "Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik."  (Pengkotbah 11:6), sebab  "...apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah."  (Galatia 6:9).  Ada banyak orang Kristen yang enggan, ragu dan berpikir 1000x ketika hendak menabur, entah itu menabur waktu, tenaga, pikiran dan juga materi untuk pekerjaan Tuhan, apalagi untuk sesama, karena menabur identik dengan berkorban, kehilangan sesuatu, atau mengalami kerugian.  Adakah petani menuai hasil jika ia sendiri tidak menabur benih?  Di dalam 2 Timotius 2:6 tertulis:  "Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya."

     Ketika terjadi kelaparan di negeri tempat ia tinggal Ishak memutuskan untuk  "...pergi ke Gerar, kepada Abimelekh, raja orang Filistin."  (Kejadian 26:1).  Artinya Ishak tinggal sebagai orang asing di negeri musuh.  Perhatikan!  Di tengah situasi yang buruk dan tidak mendukung sekalipun Ishak membuat tindakan iman,  "Maka menaburlah Ishak di tanah itu dan dalam tahun itu juga ia mendapat hasil seratus kali lipat; sebab ia diberkati TUHAN."  (Kejadian 26:12).  Karena keberaniannya menabur Ishak mengalami breakthrough dalam hidupnya:  hidupnya dipulihkan dan diberkati secara luar biasa.

     Musim panen merupakan akhir kerja keras, cucuran keringat dan air mata, terbayarnya semua pengorbanan.  Untuk sampai ke sana dibutuhkan ketekunan, kesabaran, ketabahan hati,  "Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi."  (Yakobus 5:7).

Apa yang kita tuai di masa depan ditentukan oleh keberanian untuk menabur di masa kini.

Wednesday, April 29, 2015

HIDUP DALAM DAMAI SEJAHTERA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 April 2015

Baca:  Yesaya 48:12-22

"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti,"  Yesaya 48:18

Masalah, tantangan, konflik, ujian dan berbagai macam pergumulan merupakan bagian hidup manusia di muka bumi ini, bukan hanya orang-orang dunia yang mengalaminya, tapi umat Tuhan pun tak luput dari itu.  Meski demikian bukanlah alasan bagi kita untuk larut dalam kesedihan dan kehilangan damai sejahtera, sebab selalu ada pertolongan dan jalan ke luar bagi setiap orang yang hidup di dalam Tuhan,  "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;"  (Mazmur 34:20).

     Pada malam sebelum Ia disalibkan Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bahwa tidak lama lagi mereka tidak melihat Dia lagi, karena secara jasmani Ia akan kembali kepada Bapa  (naik ke sorga), meninggalkan murid-murid-Nya.  Meski demikian Tuhan Yesus menghendaki murid-muridNya tetap kuat, tidak gelisah dan gentar, sebab  Tuhan Yesus tidak meninggalkan begitu saja.  "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu."  (Yohanes 14:27).  Adapun damai sejahtera yang diberikan Tuhan berbeda 180 derajat dibandingkan yang dunia berikan.  Damai sejahtera Tuhan adalah damai sejahtera sejati, tidak dipengaruhi situasi dan kondisi yang ada, tetapi timbul dari dalam hati sebagai dampak ketaatan seseorang melakukan firman-Nya.

     Selama kita hidup benar di hadapan Tuhan dengan tidak menyimpang ke kanan ke kiri serta menjauhkan diri dari segala kejahatan, tidak ada yang perlu ditakutkan dan dikuatirkan dalam hidup ini, sebab ada jaminan pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, bahkan kita akan dikelilingi-Nya, diawasi-Nya dan dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya  (baca  Ulangan 32:10b).  Damai sejahtera akan kita rasakan ketika kita menyadari bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja dan apa yang terjadi di dalam kehidupan kita adalah yang terbaik dari Tuhan.

"Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya."  Yesaya 32:17

Tuesday, April 28, 2015

GEREJA: Tempat Untuk Bertumbuh

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 April 2015

Baca:  Efesus 4:1-16

"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih."  Efesus 4:16

Bayi yang baru lahir akan bertumbuh dan berada dalam sebuah keluarga baru yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.  Demikian pula Tuhan menempatkan setiap orang yang  'lahir baru'  berada dalam satu keluarga rohani yang secara bersama-sama hidup dalam sebuah persekutuan yang karib, saling berkomitmen dan bertumbuh bersama di dalam Tuhan dengan menempatkan Kristus dan ajaran-Nya sebagai teladan utama.  Di dalam gereja yang berfungsi keluarga inilah terjadi proses  'saling'  guna terwujudnya keluarga yang utuh dan sempurna.

     Agar kita mengalami pertumbuhan rohani yang sehat tidak ada jalan lain selain kita harus berada dalam suatu keluarga, dengan cara bergabung dan tertanam dalam gereja lokal sebagai tempat mempraktekkan gaya hidup sorgawi secara efektif, kontinyu dan konsisten.  Di gereja lokal inilah kita mengalami Kristus bersama-sama, membangun hubungan dengan dasar kasih Tuhan, terikat komitmen dan dapat berperan sebagaimana mestinya.  "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh."  (Efesus 2:19-22).

     Namun banyak orang Kristen tidak mau tertanam di gereja lokal sehingga keberadaan mereka tidak lebih dari seorang simpatisan, suka sekali berpindah-pindah gereja dan hunting pengkhotbah sesuai dengan selera hati.  Karena suka berpindah-pindah akhirnya mereka tidak punya komitmen apa pun.  Padahal dalam sebuah keluarga ada rasa saling:  saling mengasihi, saling melayani, saling memperhatikan, saling menopang, saling menguatkan, saling menghibur dan sebagainya.

Jika kita tidak mau memiliki komitmen dan tertanam di sebuah gereja lokal sebagai bagian dari keluarga, sampai kapan pun kita tidak akan bertumbuh!

Monday, April 27, 2015

KELUARGA: Nasihat Dan Keteladanan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2015

Baca:  Amsal 4:1-27

"Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku;"  Amsal 4:20

Timotius adalah salah satu tokoh muda di dalam Alkitab yang memiliki kualitas hidup rohani yang mumpuni sebagai dampak dari keteladanan keluarga yang sangat mengasihi Tuhan.  Karena kesetiaan dan ketekunannya yang teruji Timotius beroleh kepercayaan mengerjakan tugas-tugas pelayanan yang jauh lebih besar dan menjadi rekan kerja Paulus di ladang Tuhan.  Kualitas hidup Timotius tidak terbentuk secara kebetulan atau terjadi secara instan, tetapi karena benih iman yang ditanam keluarganya.  Rasul Paulus berkata,  "Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu."  (2 Timotius 1:5).

     Selain bertanggung jawab memenuhi kebutuhan jasmani anak-anaknya, orangtua juga harus mampu menjalankan perannya menjadi teladan dalam kerohanian dan membawa anak-anaknya mengasihi Tuhan.  Memang bukan perkara mudah bagi orangtua menanamkan benih iman kepada anak-anak apabila orangtua gagal memberikan teladan hidup yang benar dalam kesehariannya.  Perbuatan yang terlihat secara nyata dari orangtua itu jauh lebih bermakna daripada nasihat, sekalipun nasihat itu disusun dalam kalimat yang indah seindah puisi para pujangga, sebab seorang anak memiliki kecenderungan meniru polah tingkah orangtuanya atau terkondisi melakukan hal-hal yang dialami, terlihat dan yang terjadi.  Semisal orangtua menyuruh anaknya rajin berdoa dan baca Alkitab, sementara orangtua jarang sekali berdoa dan baca Alkitab, hal itu bisa menjadi bumerang.  Ketika orangtua menghendaki anaknya aktif beribadah dan terlibat pelayanan, sedangkan orangtua sibuk terus dengan urusan pekerjaannya dan sama sekali tidak peduli terhadap perkara-perkara rohani, kemungkinan besar perintah tersebut dianggap angin lalu.  Ketika orangtua mengajar anaknya supaya mereka memiliki kasih, tapi hampir setiap hari mereka melihat dengan mata kepala sendiri orangtua ribut, mudah sekali marah, bersikap kasar dan sebagainya, maka pengaruh orangtua terhadap anak pun akan menjadi pudar.  Harus ada keselarasan antara nasihat dan perbuatan!

Tanpa keteladanan hidup semua nasihat dan ajaran menjadi kurang berfaedah!

Sunday, April 26, 2015

KELUARGA: Pembentuk Karakter

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2015

Baca:  2 Timotius 3:10-17

"Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus."  2 Timotius 3:15

Meski sebagai lembaga atau unit masyarakat terkecil, keberadaan keluarga memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar bagi pertumbuhan suatu generasi bangsa.  Di dalam keluarga terbangun suatu persekutuan karib yang terikat berdasarkan hubungan darah:  ayah, ibu dan anak.  Mengapa keberadaan keluarga memiliki peranan penting bagi suatu generasi?  Karena berawal dari keluargalah nilai-nilai moral mulai ditanamkan dan dipraktekkan secara efektif, kontinyu dan konsisten dari hari ke sehari sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga adalah faktor utama penentu karakter.

     Seringkali orangtua hanya bisa memanjakan anak-anak dengan materi atau memenuhi kebutuhan jasmaninya.  Orangtua yang mampu rela mengeluarkan dana yang besar demi memberikan pendidikan intelektual kepada anaknya, bahkan sampai menyekolahkan mereka ke luar negeri.  Itu baik sekali!  Orangtua yang bijak pasti akan memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya demi masa depannya.  Tetapi banyak orangtua yang justru lupa dan kurang memperhatikan  'makanan rohani'  bagi anak-anaknya.  Adapun makanan rohani itu adalah firman Tuhan.  Alkitab menyatakan,  "Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun."  (Ulangan 6:5-7).

     Tuhan menghendaki para orangtua mengajarkan kepada anak-anaknya tentang nilai-nilai kebenaran firman Tuhan secara terus-menerus, berulang-ulang, di mana pun dan kapan pun waktunya.  Mengapa?  Sebab  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).

Orangtua harus membekali iman anak-anak sejak dini supaya mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang takut akan Tuhan!

Saturday, April 25, 2015

JAWABAN DOA: Tidak Atau Tunggu

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 April 2015

Baca:  Mazmur 22:1-6

"Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku."  Mazmur 22:2b

Jika apa pun yang kita doakan langsung dijawab  'ya'  oleh Tuhan tidak akan ada masalah.  Bagaimana kalau jawaban dari Tuhan adalah  'tidak'?  Umumnya reaksi negatif yang kita tunjukkan:  kecewa, bersungut-sungut, mengeluh, marah dan kemudian menyalahkan Tuhan.  Kita tidak siap menerima kenyataan.  Jika Tuhan tidak mengiyakan atau menolak permintaan kita bukan berarti Tuhan pilih-pilih orang atau bertindak jahat kepada kita.  Tuhan berkata  'tidak'  oleh sebab kita salah berdoa:  apa yang kita minta dalam doa semata-mata hanya bertujuan untuk memuaskan keinginan daging kita.  "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu."  (Yakobus 4:3).

     Terkadang jawaban Tuhan terhadap doa kita adalah  'tunggu'.  Banyak orang berpendapat bahwa menunggu adalah pekerjaan yang sangat membosankan sehingga kita tidak sabar menanti-nantikan Tuhan.  Ketidaksabaran menunggu jawaban dari Tuhan inilah yang seringkali menjadi penyebab kegagalan kita mengalami penggenapan janji Tuhan.  Daud dalam mazmurnya menasihati,  "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!"  (Mazmur 27:14).  Sudah menjadi sifat alamiah bahwa manusia umumnya menginginkan segala sesuatunya secara instan.  Dan ketika pertolongan Tuhan sepertinya berlambat-lambat kita pun menyerah di tengah jalan dan tidak lagi berdoa.  Berdoa itu membutuhkan konsistensi dari orang yang melakukannya.  Karena itu Tuhan Yesus menasihati kita agar berdoa dengan tidak jemu-jemu  (baca  Lukas 18:1-8).  Jangan menyerah sampai kita melihat Tuhan bekerja!

     Bukan Tuhan sengaja mengulur-ulur waktu, tetapi Ia tahu waktu yang tepat dan terbaik bagi kita.  Waktu Tuhan itu tidak pernah terlambat atau terlalu cepat,  "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,"  (Pengkotbah 3:11).  Selalu ada maksud dan tujuan Tuhan di balik penundaan-Nya:  Ia ingin menguji kesabaran kita, menguji ketekunan kita dan mengajar kita untuk bergantung kepada-Nya.  Yang pasti janji Tuhan adalah ya dan amin!

"Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menepati janji yang telah Kukatakan..."  Yeremia 33:14

Friday, April 24, 2015

DOA YANG MENYENTUH HATI TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 April 2015

Baca:  Mazmur 145:1-21

"TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan."  Mazmur 145:18

Hati Tuhan tidak tahan mendengar orang benar berseru-seru kepada-Nya meminta pertolongan.  "Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka."  (Mazmur 145:19).

     Doa orang benar dapat menembus hadirat Tuhan, menyentuh hati-Nya dan menggerakkan tangan-Nya untuk bertindak.  Karena itu jika masih ada dosa akuilah dengan jujur di hadapan Tuhan dan segeralah bertobat, sebab ada tertulis,  "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."  (1 Yohanes 1:9).  Doa kita akan terbentur di langit-langit kamar apabila di dalam hati kita masih menyimpan kepahitan, kebencian, dendam, iri hati atau tidak mau mengampuni kesalahan orang lain.  Dikatakan,  "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."  (Matius 6:14-15). 

     Faktor lain yang semakin membuka peluang kita beroleh jawaban doa dari Tuhan adalah apabila kita berdoa dengan iman dan penuh keyakinan.  Sebaliknya jika kita ragu atau bimbang dengan doa-doa kita sendiri jangan berharap doa kita akan membawa hasil, karena keraguan dan kebimbangan adalah tanda ketidakpercayaan.  Tertulis:  "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan."  (Yakobus 1:6-7).  Keraguan dan kebimbangan timbul ketika mata kita tertuju kepada apa yang kelihatan atau yang sedang terjadi, seperti dialami Petrus saat berjalan di atas air:  "...Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: 'Tuhan, tolonglah aku!' Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: 'Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?'"  (Matius 14:30-31).  Saat Petrus mulai ragu dan bimbang, saat itulah ia tenggelam.

"Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya."  Matius 21:22

Thursday, April 23, 2015

DOA YANG MENYENTUH HATI TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 April 2015

Baca:  Mazmur 4:1-9

"Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku."  Mazmur 4:2a

Selain membangun hubungan yang dekat dengan Sang Pencipta dan juga mengungkapkan rasa kagum dan hormat kita kepada-Nya, doa juga merupakan sarana menumpahkan isi hati, keluh kesah dan permohonan.

     Dalam keseharian tentunya kita selalu berdoa kepada Tuhan untuk kebutuhan, perlindungan, kelepasan, kesembuhan dan sebagainya.  "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."  (Filipi 4:6).  Inilah janji Tuhan:  "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya."  (Matius 21:22).  Tetapi kita seringkali merasa kurang yakin dengan doa kita sendiri, lalu kita berusaha meminta orang lain yang kita anggap lebih rohani dari kita untuk berdoa bagi kita.  Kita menganggap doa mereka lebih mujarab dibanding kalau kita sendiri yang berdoa.  Tidaklah salah meminta dukungan doa dari orang lain.  Dalam hal berdoa Tuhan tidak pernah membatasi siapa yang boleh menaikkan doa yang memiliki kuasa, karena setiap orang percaya memiliki kesempatan sama, sebab di dalam diri kita ada Roh kudus yang  "...membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan."  (Roma 8:26).

     Bagaimana supaya Tuhan menjawab  'ya'  untuk doa-doa kita?  "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."  (Yakobus 5:16b).  Kita harus benar di hadapan Tuhan, jadi apabila ada ganjalan atau hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan harus segera kita bereskan, sebab dosa penghalang utama memperoleh jawaban Tuhan.  "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu."  (Yesaya 59:1-2).

"Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar."  Mazmur 66:18

Wednesday, April 22, 2015

PERNAFASAN YANG SEHAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 April 2015

Baca:  Yesaya 56:1-12

"sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa."  Yesaya 56:7b

Setiap orang yang sudah menikmati makanan rohani, yaitu firman Tuhan, sudah seharusnya mengalami pertumbuhan rohani yang baik dan semakin dewasa di dalam Tuhan.  Tanpa adanya pertumbuhan secara rohani perjalanan kekristenan kita bisa disebut jalan di tempat atau stagnan, ibarat tanaman, kita akan disebut bonsai alias kerdil.  Apalah artinya mengikut Tuhan selama bertahun-tahun jika kita tetap saja kerdil?  Karena itu, selain makanan rohani yang sehat  (firman Tuhan), untuk bertumbuh dibutuhkan pula pernafasan yang sehat sebagai pertanda bahwa ada kehidupan di dalamnya.  Seseorang dikatakan hidup dan bertubuh sehat jika ia memiliki sistem pernafasan yang baik, lancar, normal, tidak tersendat-sendat, apalagi sampai terputus.

     Pernafasan yang sehat bagi pertumbuhan rohani adalah doa.  Itulah sebabnya doa disebut nafas hidup orang percaya.  Meski tahu apa itu doa dan pentingnya berdoa tidak sedikit orang Kristen yang salah memahami arti doa.  Ada yang berpikiran bahwa doa itu tidak jauh berbeda dengan sebuah mantera, kalau diucapkan dan dihafalkan pada saat diperlukan atau dalam situasi genting akan menjadi manjur atau mujarab;  karenanya mereka berdoa hanya seperlunya saja, saat butuh atau dalam masalah.  Tetapi kalau tidak punya masalah mereka menjadi malas dan tidak mau lagi berdoa.

     Doa yang dimaksudkan bukan sekedar doa bangun tidur, hendak makan atau sebelum beranjak tidur, melainkan doa sebagai wujud persekutuan kita dengan Tuhan.  Sesungguhnya berdoa adalah berkat dan juga hak istimewa orang percaya, karena kita telah dibenarkan melalui darah Kristus yang tercurah di Kalvari.  "Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya."  (Ibrani 3:12).  Karena itu  "...marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya."  (Ibrani 4:16).  Melalui doa kita dapat bertemu Tuhan secara pribadi, berkomunikasi dua arah, bergaul karib denganNya.

Jika jarang berdoa sama artinya nafas kita sedang tersendat-sendat;  berhati-hatilah, karena kita sedang berada di ambang kematian rohani.

Tuesday, April 21, 2015

TANAMAN YANG MEMBERI HASIL

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2015

Baca:  Mazmur 67:1-8

"Tanah telah memberi hasilnya; Allah, Allah kita, memberkati kita."  (Mazmur 67:7)

Harapan dari setiap orang yang menanam pohon adalah pohonnya berakar kuat, bertumbuh dengan baik dan dapat dinikmati buahnya.  Tiga perkara  (berakar, bertumbuh dan berbuah)  inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya, sehingga keberadaannya seperti pohon tarbantin.

     Akar tumbuhnya pasti ke dalam tanah.  Akar yang bekerja di dalam tanah inilah yang memungkinkan sebuah pohon dapat bertumbuh dan berbuah.  Semakin dalam akar itu menembus tanah semakin ia mencapai sumber air dan mendapatkan sari-sari makanan.  Berakar kuat berarti kita tinggal di dalam firman-Nya, sebab  "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).  Bagaimana agar kita berakar atau tinggal di dalam firman?  Yakobus menyampaikan tahap-tahap bagaimana kita berakar dalam firman  (baca  Yakobus 1:21-25)  yaitu harus menerima firman dengan hati yang lemah lembut supaya firman tersebut dapat tertanam di dalam hati kita.  Hati ibarat tanah yang siap ditaburi benih firman.  Kondisi hati kita menentukan apakah benih firman itu dapat bertumbuh dengan baik atau tidak.  Hati yang lembah lembut adalah hati yang  'gembur'  (tidak keras), tidak gampang memberontak, mau dibentuk, selalu terbuka terhadap nasihat dan teguran.  "Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak."  (Amsal 15:31).

     Tahap berikutnya adalah meneliti dan merenungkan firman yang telah kita terima sampai kita memahami apa yang kehendak Tuhan.  "...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."  (Mazmur 1:2-3).  Kemudian kita mempraktekkan firman tersebut.  Bila kita sudah mencapai tahap ini,  "...apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya."  (Yohanes 15:7).  Sementara orang Kristen yang tidak suka membaca dan merenungkan firman Than semakin menjauhkan dirinya dari sumber air kehidupan itu.

'Akar'  orang benar tidak akan goncang dan senantiasa mendatangkan hasil!  (Amsal 12:3, 12).

Monday, April 20, 2015

SEPERTI POHON TARBANTIN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 April 2015

Baca:  Yesaya 61:1-11

"...sehingga semua orang yang melihat mereka akan mengakui, bahwa mereka adalah keturunan yang diberkati TUHAN."  Yesaya 61:9

Ada berbagai jenis tanaman atau pohon yang tercatat di dalam Alkitab yang seringkali dipakai sebagai ilustrasi untuk menggambarkan keadaan hidup manusia, salah satunya adalah pohon tarbantin.  Melalui nabi Yesaya Tuhan mengingatkan bahwa kehidupan orang percaya di tengah-tengah dunia ini seharusnya seperti pohon tarbantin ini.  "supaya orang menyebutkan mereka "pohon tarbantin kebenaran", "tanaman TUHAN" untuk memperlihatkan keagungan-Nya."  (ayat 3).

     Pohon tarbantin adalah salah satu pohon terbesar di Timur Tengah, tumbuh di daerah padang gurun.  Pohon ini memiliki ukuran yang cukup besar dan berdaun lebat.  Yang luar biasa lagi dan mungkin tak terpikirkan oleh kita adalah akar-akarnya yang dapat menjulur sampai kedalaman 45-65 m untuk mencari sumber mata air murni untuk pertumbuhannya.  Karena berakar kuat sampai ke dalam maka pohon ini tetap kuat bertahan di musim kering sekalipun, karena ia memiliki sumber mata air murni, segar, dan tidak pernah kering.  Karena daunnya yang lebat dan rindang pohon ini seringkali menjadi tempat peristirahatan bagi banyak orang untuk berteduh.

     Alkitab menyebutkan bahwa pohon tarbantin adalah tanaman Tuhan.  Kita pun akan menjadi 'tanaman Tuhan' apabila berakar kuat di dalam Dia.  Akar adalah bagian pokok di samping batang dan daun bagi tumbuhan yang tumbuh menuju inti bumi.  Fungsi akar bagi tumbuhan adalah untuk menyokong dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya, menyerap air dan zat-zat hara dari dalam tanah, mengangkut air dan zat-zat makanan yang sudah diserap ke bagian-bagian tumbuhan yang memerlukan.  Bagi orang percaya Tuhan Yesus adalah sumber mata air kehidupan!  "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup."  (Yohanes 7:37-38).  Jika kita ingin menjadi  'tanamannya Tuhan', tiada cara lain selain kita harus memiliki kerinduan seperti Daud:  "...jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup."  (Yohanes 7:37-38). 

Kunci supaya kita tetap kuat di segala situasi adalah berakar di dalam Tuhan.

Sunday, April 19, 2015

KELAPARAN ROHANI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 April 2015

Baca:  Amos 8:11-14

"Aku akan mengirimkan kelaparan ke negeri ini, bukan kelaparan akan makanan dan bukan kehausan akan air, melainkan akan mendengarkan firman TUHAN."  Amos 8:11

Nabi Amos menubuatkan bahwa di masa-masa akhir zaman ini akan terjadi kelaparan hebat melanda umat manusia.  Namun kelaparan yang dimaksud bukanlah kelaparan fisik karena kekurangan makanan melainkan kelaparan secara rohani yaitu kelaparan akan kebenaran firman Tuhan.  Mengapa bisa terjadi?  Sebab  "...akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng."  (2 Timotius 4:3-4).  Banyak orang lebih memilih mengejar perkara-perkara duniawi sehingga mereka mengabaikan perkara-perkara rohani.

     Makanan adalah sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan oleh manusia.  Tak seorang pun dapat bertahan hidup jika tidak mengonsumsi makanan secara teratur setiap hari.  Coba bayangkan jika tubuh jasmani kita kekurangan makanan, bisa dipastikan kesehatan tubuh kita terganggu:  mudah sekali terserang berbagai penyakit dan pertumbuhan fisik pun tidak akan maksimal, bahkan bisa berakibat kepada kematian.  Demikian halnya dengan tubuh rohani kita juga membutuhkan makanan rohani yang sehat supaya bertumbuh.  Jika kita kekurangan makanan rohani kita pun akan mengalami kelaparan rohani;  dan bila hal ini dibiarkan terus-menerus, selain kita mengalami  'kematian rohani'  ada dampak yang bersifat kekal yaitu mengalami kebinasaan kekal.

     Jika saat ini kita mulai kehilangan rasa haus dan lapar terhadap kebenaran, kehilangan nafsu untuk makan makanan rohani, kehilangan selera untuk berdoa dan bersekutu dengan Tuhan, berhati-hatilah, sebab segala sesuatu ada waktunya.  Selagi ada waktu dan kesempatan mari kita pergunakan sebaik mungkin untuk mengonsumsi makanan rohani sebanyak-banyaknya supaya kita kuat.  Ada tertulis:  "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."  (Matius 4:4).

"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan."  Matius 5:6

Saturday, April 18, 2015

KETELADANAN HIDUP DAUD (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 April 2015

Baca:  Mazmur 143:1-12

"Hidupkanlah aku oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, keluarkanlah jiwaku dari dalam kesesakan demi keadilan-Mu!"  Mazmur 143:11

Keteladanan hidup bagaimana yang telah Daud tunjukkan, sehingga ia tampil sebagai pribadi yang berdampak bagi orang-orang disekitarnya?  1.  Daud suka merenungkan firman Tuhan.  "Ya, peringatan-peringatan-Mu menjadi kegemaranku, menjadi penasihat-penasihatku."  (Mazmur 119:24), karena itu  "...merenungkannya sepanjang hari."  (Mazmur 119:97).  2.  Daud suka memuji-muji Tuhan.  Tertulis:  "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku."  (Mazmur 34:2), bahkan  "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau,"  (Mazmur 119:164).  Hal itu menunjukkan bahwa Daud adalah seorang yang sangat karib dengan Tuhan.

     Bukan hal yang kebetulan jika Daud harus berada di gua Adulam, tinggal bersama dengan orang-orang yang frustasi, karena ternyata di balik situasi sulit yang dialami ini Tuhan memiliki rencana indah yaitu supaya melalui kehidupan Daud ini orang-orang yang tidak berpengharapan beroleh pemulihan.  Itu bukan karena kuat dan gagah Daud, tapi karena Roh Tuhan yg bekerja di dalam diri Daud.  "Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara,"  (Yesaya 61:1).  Orang-orang yang ada di gua Adulam hidupnya diubahkan:  dari yang negatif ke arah yang positif, dari pecundang menjadi seorang pemenang, dari orang-orang buangan yang tidak berharga di mata manusia menjadi pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa  (baca  2 Samuel 23:8-39).

     Gua Adulam adalah gambaran dari keadaan dunia saat ini, dimana ada banyak orang yang sedang hidup dalam kesulitan dan tertimpa berbagai masalah:  sakit-penyakit, utang-piutang, frustasi, sakit hati, kepahitan, sulit mengampuni dan luka-luka batin lainnya.  Tuhan menghendaki kita untuk menjadi saluran berkat bagi mereka.  Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila kita tidak menjadi teladan yang baik bagi mereka?

Hidup dalam persekutuan yang karib dengan Tuhan dan Roh Kudus adalah langkah awal menjadi pribadi-pribadi yang berdampak!

Friday, April 17, 2015

KETELADANAN HIDUP DAUD (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 April 2015

Baca:  Mazmur 57:1-12

"Aku terbaring di tengah-tengah singa yang suka menerkam anak-anak manusia, yang giginya laksana tombak dan panah, dan lidahnya laksana pedang tajam."  Mazmur 57:5

Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Daud saat berada di tengah-tengah orang yang bermasalah meski ia juga mengalami masalah yang berat pula.  Namun Daud tidak komplain atau marah kepada Tuhan, ia tetap memandang Tuhan dan berseru kepada-Nya karena sadar tidak ada pribadi yang lain yang sanggup menolongnya selain Allah.  "Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu."  (Mazmur 57:2).

     Kalau kita berada di posisi Daud mungkin kita akan semakin stres dan sulit untuk mengucap syukur.  Namun saat berada di dalam gua Adulam inilah Daud menumpahkan carut-marut perasaannya, karena itulah Daud terus membangun imannya dengan bermazmur dan menaikkan puji-pujian bagi Tuhan.  "Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!"  (Mazmur 57:8-9).  Ia percaya di mana ada pujian bagi Tuhan di situ pasti ada lawatan Roh Tuhan, sebab  "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel."  (Mazmur 22:4).  Ketika berada di gua Adulam Daud tetap membangun cara hidup sebagaimana yang biasa dilakukannya setiap hari, yaitu bersekutu dan memuji Tuhan sehingga Roh Tuhan mengurapinya.  Karena Roh Tuhan ada padanya, keberadaan Daud akhirnya membawa dampak yang luar biasa terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya.  Terbukti  "...ia menjadi pemimpin mereka."  (1 Samuel 22:2), artinya karena urapan Roh Tuhan semua orang yang berada di dalam gua Adulam mendukung dan mengangkat Daud menjadi pemimpin atas mereka.  Daud beroleh kepercayaan karena ia telah menunjukkan keteladanan hidup.

     Nasihat yang sama juga disampaikan rasul Paulus kepada Timotius,  "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  (1 Timotius 4:12).

Hidup kita pasti akan berdampak bagi orang lain jika kita terlebih dahulu memberikan teladan hidup!

Thursday, April 16, 2015

DI GUA ADULAM

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2015

Baca:  1 Samuel 22:1-5

"Lalu Daud pergi dari sana dan melarikan diri ke gua Adulam."  1 Samuel 22:1a

Dalam keadaan tertekan, takut dan sangat frustasi oleh karena intimidasi Saul yang mengejarnya dan berkeinginan untuk membunuhnya, Daud pun melarikan diri dan sampailah ia ke gua Adulam.  Kata Adulam memiliki arti tempat yang tertutup.  Di kala itu, gua menjadi tempat persembunyian paling favorit bagi orang-orang yang bermasalah seperti buronan, penjahat, perampok, preman atau yang sering disebut sebagai  'sampah'  masyarakat.  Saat berada di dalam gua Adulam inilah Daud bertemu dengan orang-orang  "...yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati,"  (1 Samuel 22:2).  Artinya di dalam gua tersebut berkumpullah orang-orang yang senasib, sama-sama mengalami frustasi, kepahitan, sakit hati dan luka-luka batin lainnya yang jumlahnya ada kira-kira empat ratus orang.

     Mengapa mereka memilih untuk bersembunyi ke dalam gua?  Karena letak gua berada di lereng bukit yang sangat terjal dan sulit dijangkau oleh siapa pun.  Mungkin keadaan kita saat ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada di dalam gua Adulam.  Kita frustasi karena masalah-masalah berat yang kita hadapi:  kita diremehkan, diabaikan dan tidak dianggap oleh orang lain.  Atau mungkin kita memiliki masa lalu yang sangat kelam dan dosa-dosa kita setinggi langit sehingga kita merasa diri tidak berharga, tidak layak dan tidak pantas, baik itu dihadapan manusia, terlebih lagi di hadapan Tuhan.  Kita berpikir mustahil hidup kita dipulihkan, mustahil Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, mustahil Tuhan mau memakai hidup kita untuk menjadi alat-Nya.

     Secara manusia mungkin kita tidak lagi punya masa depan dan pengharapan, tapi Alkitab menegaskan bahwa bagi orang percaya  "... bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain."  (Mazmur 75:7).  Seburuk apa pun keadaan kita Tuhan sanggup mengubahnya asal kita mau bangkit dari keterpurukan, datang kepada Tuhan dan bertobat dengan sungguh!

Berdiam dirilah di  'gua Adulam', tempat tertutup dan tidak terjangkau oleh orang lain, di situlah kesempatan kita merefleksi diri dan mencari Tuhan!

Wednesday, April 15, 2015

TERBATAS MENJADI TAK TERBATAS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 April 2015

Baca:  Lukas 9:10-17

"Kamu harus memberi mereka makan!"  Lukas 9:13

Selama berada di bumi waktu dan tenaga Tuhan Yesus sepenuhnya dicurahkan untuk mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh Bapa yaitu melayani jiwa-jiwa.  "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."  (Matius 20:28).  Itulah sebabnya hati Yesus selalu dipenuhi oleh kasih dan rasa belas kasihan terhadap orang lain.  Di mana pun dan kapan pun berada hati Yesus senantiasa peka terhadap kebutuhan manusia.  Ia tidak hanya memperhatikan kebutuhan rohani saja tapi juga sangat peduli dengan kebutuhan jasmani manusia.  Seorang tokoh terkenal India, Mahatma Gandhi, pun belajar dari teladan hidup Tuhan Yesus, ia berpendapat,  "Orang yang lapar hanya bisa mengerti kata-kata yang indah, setelah mereka dikenyangkan."

     Menurut logika lima roti dan dua ikan itu sangat tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan jumlah orang yang mengikut Yesus,  "Sebab di situ ada kira-kira lima ribu orang laki-laki."  (Lukas 9:14).  Namun dari keterbatasan inilah mujizat dinyatakan karena Tuhan senang membuat perkara besar dari hal-hal yang kecil,  "...dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah."  (1 Korintus 1:28-29).  Seorang janda di Sarfat pun mengalaminya, segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli sanggup dilipatgandakan Tuhan:  "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia."  (1 Raja-Raja 17:16).

     Sesuatu yang kecil, sederhana dan tidak berarti jika kita letakkan di tangan Tuhan akan menjadi sesuatu yang berharga dan berkelimpahan.  Karena itu jangan sekalipun meremehkan hal-hal yang kecil, sebab jika kita setia dalam perkara-perkara kecil maka perkara-perkara yang besar akan dinyatakan Tuhan bagi kita asal kita mau mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan, seperti anak kecil yang rela menyerahkan lima roti dan dua ikan miliknya kepada Tuhan Yesus.

Di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti dan mujizat dan kelimpahan!

Tuesday, April 14, 2015

SERAHKAN MASALAHMU KEPADA TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 April 2015

Baca:  2 Raja-Raja 4:1-7

"Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu."  2 Raja-Raja 4:7

Ketika tertimpa masalah berat banyak dari kita yang lebih memilih mengatasi masalahnya dengan akal dan kekuatan sendiri.  Kita enggan membawa masalah kita kepada Tuhan atau berkonsultasi kepada hamba Tuhan.  Bahkan kita pun mulai mengkompromikan banyak hal, termasuk menerima masukan dan tawaran untuk mencari pertolongan instan ke  'orang pintar'  atau dukun.  Kalau pun ada yang datang kepada hamba Tuhan, yang dilakukannya adalah mengeluh dan meminta pertolongan secara materi kepadanya.  Alkitab dengan keras memperingatkan agar kita tidak mengandalkan manusia dan berharap kepadanya.  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5).

     Tuhan mau menolong kita asal kita mau datang kepada-Nya dan menyerahkan semua masalah kita seperti yang dilakukan oleh janda pada bacaan di atas dengan datang kepada Elisa.  Sebagai manusia biasa Elisa tidak dapat melunasi utang-utangnya, tapi yang ia dapat perbuat adalah berseru kepada Tuhan dengan iman.  "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku."  (Mazmur 50:15), sebab  "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."  (Yakobus 5:16b).  Elisa pun bertanya,  "'Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Beritahukanlah kepadaku apa-apa yang kaupunya di rumah.' Berkatalah perempuan itu: 'Hambamu ini tidak punya sesuatu apapun di rumah, kecuali sebuah buli-buli berisi minyak.'"  (2 Raja-Raja 4:2).

     Di mata manusia buli-buli kecil berisi minyak itu mungkin tidak ada artinya, tapi bila kita mau menyerahkan hal yang tampaknya  'sepele dan kecil'  kepada Tuhan, Ia sanggup membuatnya menjadi besar dan berharga.  "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?"  (Kejadian 18:14a).  Tuhan Yesus berkata,  "Jadilah kepadamu menurut imanmu."  (Matius 9:29), dan "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"  (Markus 9:23).

Bila kita percaya kepada firman Tuhan dan mau bertindak dengan iman, mujizat-Nya pasti dinyatakan!

Monday, April 13, 2015

SERAHKAN MASALAHMU KEPADA TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 April 2015

Baca:  2 Raja-Raja 4:1-7

"Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya."  2 Raja-Raja 4:1b

Sungguh benar apa yang dikatakan oleh penulis Amsal bahwa  "yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi."  (Amsal 22:7).  Orang yang memiutangi biasanya akan  'berkuasa'  terhadap orang yang berutang.  Ia bisa saja menekan dan bertindak semena-mena sehingga orang yang memiliki utang benar-benar berada di bawah kendali orang yang memiutangi.  Hal ini dialami oleh isteri seorang nabi.  Nabi tersebut meninggalkan utang kepada keluarga yang ditinggalkannya sehingga menjadi beban berat bagi keluarganya.  Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti kata nabi adalah seorang utusan Tuhan, orang yang terpilih karena keimanan dan akhlaknya yang baik sehingga ia diangkat Tuhan untuk menjadi utusan-Nya di bumi.  Dengan kata lain nabi adalah seorang yang takut akan Tuhan.

     Ditinjau dari sisi kerohanian tak diragukan lagi bahwa sebagai nabi ia adalah seorang yang sukses dalam pelayanan.  Sayangnya keberhasilannya dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak disertai dengan keberhasilan secara ekonomi.  Terbukti ia memiliki banyak utang.  Akibat utang yang tidak terbayarkan keluarga yang ditinggalkan harus menanggung beban hidup yang berat, si isteri menjadi stres berat, bahkan kedua anaknya hendak dijadikan budak oleh si pemberi piutang.  Dalam keadaan demikian dapatkah kehidupan keluarga nabi ini menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan?  Yang terjadi justru sebaliknya, ia akan menjadi batu sandungan bagi orang lain.  Mungkin orang akan berkata,  "Ah percuma melayani Tuhan.  Buktinya hidupmu tidak berubah.  Utangmu ada di mana-mana.  Ekonomimu tetap saja morat-marit."  Orang lain akan menganggap bahwa Tuhan yang mereka layani tidak sanggup menolong dan janji-janji-Nya hanyalah isapan jempol.  Akhirnya pelayanan yang dikerjakan serasa sia-sia oleh karena kehidupannya tidak menjadi berkat.

     Dalam keadaan terjepit isteri dari nabi tersebut segera mengadukan permasalahannya kepada Elisa, pemimpin dari para nabi.  Artinya ia tidak mengatasi masalahnya dengan kekuatan sendiri, melainkan membawa masalah tersebut kepada Tuhan serta meminta nasihat atau petunjuk hamba Tuhan.  (Bersambung)

Sunday, April 12, 2015

BESAR PASAK DARIPADA TIANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 April 2015

Baca:  Amsal 22:1-16

"Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi."  Amsal 22:7

Masalah atau persoalan adalah bagian dari kehidupan manusia di atas muka bumi ini.  Tak seorang pun manusia yang kebal terhadap masalah.  Masalah atau persoalan dapat menimpa siapa saja, tanpa mengenal status:  entah itu orang kaya, orang miskin, orang berpangkat, orang rendahan, selebriti, semuanya pasti mengalami masalah dalam hidupnya.  Ada masalah rumah tangga, masalah keuangan, masalah pekerjaan, masalah studi, masalah kesehatan, dan masalah-masalah lainnya.  Musa pun mengakui bahwa kebangaan hidup manusia  "...adalah kesukaran dan penderitaan;"  (Mazmur 90:10).

     Satu dari sekian masalah yang dialami oleh manusia, yang seringkali menjadi beban berat dalam hidup ini adalah masalah ekonomi.  Banyak orang tidak berhenti untuk mengeluh, bersungut-sungut, lalu kecewa dan akhirnya berputus asa ketika mengalami guncangan dalam hal ekonomi.  Masalah ekonomi seringkali muncul ketika penghasilan seseorang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pengeluaran setiap hari.  Akibatnya jika pengeluaran lebih besar daripada pendapatan orang tidak akan mungkin bisa menabung atau menyisihkan uangnya, malahan orang akan berutang kesana-kemari demi menutupi kebutuhannya.  Penyebab lain yang menyebabkan orang berutang terhadap orang lain mungkin karena usahanya sedang pailit atau ditipu, tapi ada pula yang karena kesalahannya sendiri yaitu memiliki gaya hidup yang terlalu konsumtif.  Untuk menutupi pengeluarannya yang lebih besar daripada penghasilan orang kemudian berutang.  Apabila hal ini dilakukan terus-menerus ia akan terbelit masalah utang.

     Ketidakmampuan untuk membayar utang membuat seseorang mengalami frustasi dan akhirnya putus asa.  Lebih berbahaya lagi, orang bisa melakukan perbuatan nekat:  gali lubang tutup lubang, ada yang melakukan penipuan, korupsi, mencaplok uang yang telah dipinjam dan tidak mau mengembalikan kepada orang yang telah meminjaminya, bahkan ada pula yang sampai berbuat sadis dengan menghabisi nyawa orang yang menagih utangnya.  Ada tertulis,  "Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali, tetapi orang benar adalah pengasih dan pemurah."  (Mazmur 37:21).

"Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga,"  Roma 13:8

Saturday, April 11, 2015

KEBAHAGIAAN ORANG PERCAYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 April 2015

Baca:  Mazmur 25:1-22

"Oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, ampunilah kesalahanku, sebab besar kesalahan itu."  Mazmur 25:11

Firman Tuhan berulang kali mengingatkan bahwa keberadaan orang percaya di tengah-tengah dunia seharusnya memiliki kualitas hidup yang berbeda dari orang-orang yang belum percaya.  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,"  (Roma 12:2).

     Salah satu sikap yang membedakan orang percaya dengan orang dunia adalah hal kebahagiaan.  Bahagia memiliki arti keadaan atau suasana hati yang tenteram dan damai, bebas dari rasa susah.  Umumnya rasa bahagia yang dimiliki orang-orang dunia sangat ditentukan oleh situasi-situasi yang terjadi atau bergantung pada sesuatu yang dimilikinya.  Namun fakta membuktikan bahwa sukacita yang mereka rasakan tidak bertahan lama atau bersifat musiman saja.  Itulah kebahagiaan semu yang diberikan oleh dunia!  Mungkin kita akan berkata,  "Bagaimana bisa berbahagia kalau masalah yang kita hadapi datang secara bertubi-tubi, tiada kunjung berhenti di sepanjang hari?"  Bagi orang percaya kebahagiaan seharusnya menjadi bagian hidup yang senantiasa terpancar dalam kehidupan sehari-hari.  Alasan utama kita berbahagia bukan semata-mata karena berkat-berkat materi yang telah kita terima dari Tuhan, atau karena tidak ada masalah dalam hidup ini, tetapi karena berkat rohani yang Tuhan berikan.  Berkat rohani tersebut berupa pengampunan dosa.  Dosa adalah masalah terbesar manusia, sebab upah dosa ialah maut atau kematian kekal, tapi karena kasih-Nya yang besar dosa-dosa kita telah diampuni.  Uang, harta kekayaan, agama, perbuatan baik tidak bisa membereskan dosa-dosa manusia.  Satu-satunya hal yang sanggup membereskan dosa manusia adalah darah Tuhan Yesus.  "...dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa."  (1 Yohanes 1:7).

     Itulah sebabnya Daud menulis:  "Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN,"  (Mazmur 32:1-2).  Karena pelanggaran kita diampuni dan dosa kita ditutupi, maka kita selalu punya alasan untuk tetap berbahagia bagaimana pun keadaan kita.

"sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita."  Mazmur 103:12

Friday, April 10, 2015

JANGAN MELEPASKAN KEPERCAYAAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 April 2015

Baca:  Ibrani 10:32-39

"Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya."  Ibrani 10:35

Iblis tahu benar titik lemah yang seringkali membuat manusia mengalami kejatuhan, yaitu berkenaan dengan materi dan segala kenyamanan daging.  Iming-iming uang atau kekayaan, kedudukan atau pangkat, popularitas dan juga soal jodoh seringkali membuat banyak orang tidak tahan dan akhirnya bertekuk lutut.

     Setelah gagal mencobai Yesus di padang gurun,  "...ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik."  (Lukas 4:13).  Artinya Iblis tidak pernah menyerah begitu saja, ia menunggu waktu yang tepat dengan mencari celah sekecil apa pun untuk menjatuhkan manusia.  "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh,"  (1 Petrus 5:8-9).  Menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat hari penghukuman bagi Iblis dan bala tentaranya sudah di depan mata, karena itu Iblis tidak menyia-nyiakan waktu, rela bekerja overtime demi mencari mangsa sebanyak-banyaknya.

     Kalau Iblis sedang giat-giatnya bekerja, di sisi lain banyak sekali orang Kristen bermalas-malasan mengejar perkara-perkara rohani oleh karena fokus mereka yang mengalami pergeseran:  tidak lagi mengumpulkan  'harta'  di sorga tapi berlomba-lomba mengumpulkan  'harta'  duniawi.  Bahkan tidak sedikit yang mundur dari iman dan rela menanggalkan atributnya sebagai pengikut Kristus karena tergiur oleh tawaran-tawaran dunia yang menggiurkan, sehingga matanya menjadi silau dan akhirnya pertahanan iman pun roboh.  Rasul Paulus menasihati,  "...tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya."  (Filipi 2:12-13).  Jangan sekali-kali mundur dari iman, sebab apabila kita melakukannya dengan tekun kita akan menerima upah yang besar dari Tuhan, sebab tanpa iman tak seorang pun berkenan kepada Tuhan.

"Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?"  Galatia 3:3

Thursday, April 9, 2015

TUHAN YESUS: Anugerah Terindah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 April 2015

Baca:  Roma 8:31-39

"Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?"  Roma 8:32

Alkitab menegaskan:  "Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita"  (1 Yohanes 4:10).  Bukti nyata Allah mengasihi kita adalah Ia tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita  (ayat nas).  Bagi orang percaya Yesus Kristus adalah anugerah terbesar dan terindah dari sorga.

     Mengapa Yesus Kristus disebut sebagai anugerah terbesar dan terindah?  Karena segala kepenuhan Allah ada di dalam diri-Nya.  Jika Allah rela menyerakan Anak-Nya yang tunggal, kita percaya bahwa Ia pasti tidak akan menahan segala yang baik untuk diberikan kepada kita...  "...bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?"  (ayat nas).  Artinya segala sesuatu yang kita perlukan pasti akan disediakan Allah bagi kita di dalam nama Tuhan Yesus.  Dan pemberian dari Allah itu sifatnya tidak terbatas dan berkelimpahan, karena Dia adalah sumber segalanya sebagaimana yang ditegaskan oleh rasul Paulus,  "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus."  (Filipi 4:19).  Bangsa Israel adalah contoh nyata bagaimana Allah mengasihi umat-Nya.  Ia memperhatikan kesengsaraan umat Israel dan membebaskan mereka dari belenggu perbudakan di Mesir.  Lalu dengan tangan-Nya yang kuat dan perkasa Allah menuntun dan menyertai perjalanan bangsa Israel di padang gurun sehingga mereka tidak mengalami kekurangan suatu apa pun.  Tiada hari terlewati tanpa mereka mengalami mujizat, kemenangan dan keajaiban.

     Kini bisa menjalani hidup ini dengan kepala tegak karena tidak ada yang perlu ditakutkan dan kuatirkan, sebab kita punya Tuhan,  "...yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita,"  (Efesus 3:20).  Apa yang dikerjakan Tuhan itu sungguh tidak terbatas, tak terjangkau oleh akal dan pikiran manusia.

"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga."  Efesus 1:3

Wednesday, April 8, 2015

Kebangkitan Kristus: Beritakanlah Kepada Dunia!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 April 2015

Baca:  Markus 16:1-8

"Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu."  Markus 16:7

Apa yang diperbuat Maria Magdalena, maria ibu Yakobus dan Salome setelah mendapati kubur Yesus telah kosong sebagai bukti Ia telah bangkit?  "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu."  (Markus 16:6-7).  Meski sempat gentar dan takut mereka merespons apa yang disampaikan malaikat.  Maka  "Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya."  (Markus 16:8).

     Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita diperintahkan untuk memberitakan kabar kebangkitan Kristus ini kepada dunia. Mengapa harus diberitakan?  Karena ini adalah inti berita Injil.  Kabar sukacita inilah yang juga menjadi inti khotbah rasul Petrus  (setelah hari Pentakosta):  "Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu."  (Kisah 2:23-24), dan  "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  (Kisah 4:12).

     Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak pergi menyampaikan kabar sukacita ini!  Kata pergilah menunjuk pada perintah dan suatu pertanggungjawaban.  Memang tugas ini tidak mudah karena kita hidup di tengah-tengah dunia yang jahat.  "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah."  (1 Korintus 1:18).

Jika kita rindu banyak jiwa diselamatkan, mari kita kerjakan tugas ini dengan penuh tanggung jawab!

Tuesday, April 7, 2015

KEBANGKITAN KRISTUS: Kemenangan Orang Percaya (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 April 2015

Baca:  1 Yohanes 5:1-5

"Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?"  1 Yohanes 5:5

Sampai hari ini ada banyak orang Kristen yang tidak mengalami kuasa kebangkitan Kristus dalam hidupnya.  Dengan kata lain mereka masih menjalani hari-harinya dengan kepala yang tertunduk tanda kekalahan.  Kita tetap saja menjadi orang Kristen yang berjalan terseok-seok dengan beban berat di pundak.  Perjalanan hidup kita dipenuhi oleh kekecewaan, sakit hati, kepahitan dan hilang pengharapan.  Masalah-masalah yang terjadi dalam hidup ini semakin menenggelamkan kita dalam keterpurukan.  Lebih parah lagi, kita memilih untuk meninggalkan 'Yerusalem'.

     Dalam keputusasaan, kita terus bertanya dalam hati,  "Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?"  (Markus 16:3).  Batu adalah gambaran dari masalah dan tantangan dalam kehidupan ini.  Namun perhatikan:  "Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka."  (Lukas 24:15).  Kebangkitan Tuhan Yesus dari kematian adalah fakta, bukan omong kosong atau sekedar gosip murahan.  Namun hal ini tidak disadari oleh murid-murid-Nya sampai-sampai mereka berkata kepada Yesus,  "Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?"  (Lukas 24:18).

     Ketika menghadapi pergumulan hidup yang berat kita pun seringkali tidak merasakan kehadiran Tuhan Yesus.  Kita menganggap bahwa Tuhan itu jauh dari kita dan tidak mempedulikan kita.  Salah besar!  Tindakan Tuhan Yesus mendekati murid-Nya yang sedang galau adalah bukti bahwa Dia begitu mengasihi dan mempedulikan hidup mereka.  Tuhan berkata,  "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu."  (Yesaya 46:4).  Tuhan Yesus adalah Allah yang setia, yang kasih dan kuasa-Nya tidak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya, apabila Ia berjanji pasti akan ditepati-Nya!

Karena Tuhan Yesus sudah bangkit, tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya!

Monday, April 6, 2015

KEBANGKITAN KRISTUS: Kemenangan Orang Percaya (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 April 2015

Baca:  Lukas 24:13-35

"Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem,"  Lukas 24:13

Kebangkitan Kristus seharusnya menjadi titik balik bagi kehidupan orang Kristen, sebab kebangkitan-Nya berarti kemenangan terhadap masalah terbesar yang dihadapi oleh manusia yaitu dosa, yang telah diselesaikan-Nya,  "'Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?' Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita."  (1 Korintus 15:54-57).  Jika masalah terbesar manusia saja sudah diselesaikan-Nya, alangkah mudahnya masalah kehidupan kita sehari-hari.  "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita."  (Matius 8:17), sehingga kita menjadi  "...lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."  (Roma 8:37).

     Banyak orang Kristen yang tidak merespons berita kebangkitan Kristus:  bersikap dingin, biasa-biasa saja dan tidak antusias sedikit pun.  Mereka menganggap bahwa peringatan kebangkitan Yesus Kristus tak lebih dari sekedar tradisi tahunan orang Kristen.  Sikap kurang antusias juga ditunjukkan oleh murid-murid Yesus sendiri, bahkan dua orang dari antara mereka ada yang memilih untuk meninggalkan Yerusalem menuju Emaus yang berjark 7 mil jauhnya.  Kata Yerusalem yang berarti kota sejahtera, justru mereka tinggalkan dengan perasaan yang teramat kecewa dan pedih hati karena peristiwa penyaliban dan kematian Sang Guru yang mereka harapkan dapat membawa pemulihan bagi Israel dan tampil sebagai Raja yang dapat membebaskan mereka dari penjajahan pemerintahan Romawi pada waktu itu, namun yang terjadi justru sebaliknya, mereka melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Yesus harus mengalami aniaya, dipermalukan dan mati tergantung di kayu salib, serta menjadi tontonan banyak orang.  Itulah sebabnya mereka tidak bisa menerima kenyataan dan menjadi kecewa.

     Tuhan Yesus menegaskan bahwa jika biji gandum tidak mati maka ia tetap satu biji saja  (baca  Yohanes 12:24), namun jika ia mati ia akan menghasilkan banyak buah.

Itulah yang Yesus Kristus kerjakan di kayu salib, Dia mati agar kehidupan baru yang berkemenangan dapat dinikmati oleh setiap orang percaya!

Sunday, April 5, 2015

KEBANGKITAN KRISTUS ADALAH FAKTA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 April 2015

Baca:  1 Korintus 15:1-11

"...Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci;"  1 Korintus 15:4

Bagi umat Kristiani Paskah merupakan peringatan hari kebangkitan Yesus Kristus.  Perayaan ini disebut pula dengan Minggu Paskah, Hari Kebangkitan atau Minggu Kebangkitan.  Paskah berasal dari kata bahasa Ibrani Pesakh, yang arti harafiahnya adalah lewat atau Tuhan lewat.  Hal ini menunjuk pada kisah Perjanjian Lama yaitu peristiwa kematian semua anak sulung di tanah Mesir, baik manusia maupun binatang.  Di situ Allah berjalan melewati  (pesakh)  setiap rumah yang pintunya ada tanda darah.  Sedangkan rumah-rumah tanpa tanda darah akan mengalami tulah pemusnahan.

     Pengertian Paskah dalam Perjanjian Baru secara harafiah adalah Kristus telah bangkit;  arti rohaninya adalah Anak Domba Allah yang dikorbankan.  Kematian Yesus Kristus bukanlah kematian yang bisa disamakan dengan kematian para nabi atau tokoh-tokoh besar dunia mana pun, karena mereka mati dan tidak bangkit lagi.  Yesus Kristus mati dan kemudian bangkit pada hari yang ke-3 membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa!  Rasul Paulus berkata,  "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus--padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu."  (1 Korintus 15:14-17).

     Kubur itu telah kosong ditandai tergulingnya batu besar.  Kebangkitan-Nya merupakan penggenapan apa yang Yesus katakan di Galilea,  "Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga."  (Matius 16:21).

"Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit."  Lukas 24:5

Saturday, April 4, 2015

KEMATIAN KRISTUS: Kasih Karunia Allah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 April 2015

Baca:  Roma 11:25-36

"Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya."  Roma 11:29

Peristiwa kematian Yesus Kristus mengingatkan kita tentang kasih terbesar Allah bagi umat-Nya.  "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya."  (1 Yohanes 4:9).  Oleh kasih karunia Allah melalui kematian Putera-Nya kita menerima pengampunan dosa.

     Apa itu kasih karunia?  Kasih karunia adalah anugerah atau kemurahan Allah yang sebenarnya tidak layak kita terima, tetapi oleh karena kasih-Nya kita dilayakkan menerimanya.  Kita yang seharusnya menanggung hukuman sebagai akibat dari dosa, oleh kasih-Nya Allah berinisiatif menyelamatkan kita.  Tindakan inilah yang disebut tindakan pembenaran, suatu tindakan yang dikerjakan Allah membenarkan manusia yang berdosa melalui iman percaya kepada Yesus Kristus.  "Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar--tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati--. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:6-8).

     Melalui kematian Kristus kita yang percaya kepada-Nya mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat:  beroleh pengampunan dosa  (Ibrani 9:28),  beroleh pembenaran  (Roma 5:16), terbebas dari hukuman  (Roma 8:1-2), diperdamaikan dengan Allah  (Kolose 1:20), dan beroleh jaminan kehidupan kekal.  Ada tertulis,  "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."  (Roma 6:23).  Yesus Kristus rela menderita dan mati di kayu salib sebagai pengganti bagi kita, di mana kita yang seharusnya dihukum oleh karena dosa dan pelanggaran telah digantikan oleh Kristus yang rela menjadi kutuk karena kita,  "sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!'"  (Galatia 3:13).  Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengucap syukur, sebab kita hidup sampai hari ini semata-mata karena kasih karunia Allah.  Jika demikian, pantaskah kita memegahkan diri sendiri dan menjadi sombong?

"Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia."  Roma 6:14

Friday, April 3, 2015

KEMATIAN KRISTUS: Membayar Hutang Dosa

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 April 2015

Baca:  Kolose 2:6-15

"dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib:"  Kolose 2:14

Hari ini seluruh umat Tuhan memperingati hari Jumat Agung di mana kita kembali diingatkan tentang pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib sebagai bukti ketaatan-Nya secara total melakukan kehendak Bapa.

     Kematian Yesus Kristus di atas kayu salib bukanlah suatu peristiwa kematian yang umum seperti peristiwa kematian dalam sejarah hidup manusia.  Mungkin saja orang beranggapan bahwa kematian Yesus itu tidak lebih dari kematian seorang pahlawan atau pejuang Kristen yang rela mati demi mempertahankan prinsip atau ajaran-Nya, sehingga mereka menyamaratakan kematian Yesus Kristus itu  'sebelas duabelas'  (tidak jauh berbeda)  dengan kematian para martir yaitu orang yang rela menderita atau mati daripada menyerah karena mempertahankan agama atau kepercayaan, orang yang mati dalam memperjuangkan kebenaran agama itu.  Itu mungkin benar jika kematian Yesus Kristus tidak disertai dengan peristiwa kebangkitan-Nya.

     Alkitab menegaskan bahwa Yesus Kristus rela mengorbankan diri-Nya di kayu salib karena mengerjakan Misi Agung dari Bapa,  "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."  (Matius 20:28), supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal  (baca  Yohanes 3:16).  Kematian Yesus merupakan penggenapan terhadap bentuk-bentuk korban yang terdapat dalam Perjanjian Lama;  darah-Nya yang tercurah adalah korban sempurna yang dipersembahkan oleh seorang Imam Besar, yaitu adalah diri-Nya sendiri  (baca  Ibrani 9:11-12).  Jadi, Yesus Kristus selaku Imam Besar datang kepada Allah dengan membawa korban dan korban itu adalah tubuh-Nya sendiri.  Dalam Perjanjian Lama, korban adalah simbol pengampunan dosa dan jalan pendamaian manusia dengan Allah.  Maka melalui kematian-Nya Yesus Kristus telah membayar hutang dosa seluruh umat manusia.

Melalui pengorbanan Yesus Kristus kita dilayakkan menerima pengampunan dosa, sebab seluruh hutang dosa kita telah lunas terbayar!

Thursday, April 2, 2015

KETEKUNAN: Kunci Untuk Bertahan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 April 2015

Baca:  2 Korintus 4:16-18

"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal."  2 Korintus 4:18

Melihat sisi positif setiap pencobaan yang terjadi dalam hidup ini akan memampukan kita bertahan dan tidak akan mengurangi sedikit pun rasa bahagia di dalam hati, karena kita memiliki alasan yang kuat.  Apa alasannya?

     Kita percaya bahwa Tuhan pasti akan memberi kita kekuatan untuk menghadapinya dan juga memberi jalan keluar yang terbaik, karena  "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."  (1 Korintus 10:13).  Alasan selanjutnya adalah karena Tuhan telah berjanji bahwa Ia tidak akan meninggalkan dan membiarkan kita sendirian.  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).  Kasih karunia Tuhan sudah cukup bagi kita untuk menang terhadap segala pencobaan yang ada.

     Kebahagiaan sejati keluar dari dalam hati kita dan tidak terpengaruh oleh keadaan atau situasi di sekitarnya.  Kebahagiaan sejati akan mengalir dari dalam hati apabila kita  "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat."  (2 Korintus 5:7).  Sikap inilah yang mendorong kita terus bertekun.  Ketekunan adalah kemampuan menghadapi segala macam masalah, kesulitan, pencobaan dan penderitaan dengan ketabahan dan kesetiaan yang teguh.  Dengan kata lain kita tidak berdiam diri tanpa berbuat apa pun, melainkan berkeras hati dan bersungguh-sungguh  (bekerja, belajar, dan berusaha).  Inilah yang dilakukan Ayub di tengah pencobaan,  "Ia tetap tekun dalam kesalehannya,"  (Ayub 2:3).  Ketekunan pasti mendatangkan upah!  "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu."  (Ibrani 10:36).

"Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia."  Yakobus 1:12

Wednesday, April 1, 2015

BAHAGIA DI TENGAH PENCOBAAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 April 2015

Baca:  Yakobus 1:2-8

"Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,"  Yakobus 1:2

Umumnya orang akan berbahagia apabila ia mengalami hal-hal yang baik dalam hidupnya, perjalanan hidup terasa mulus tanpa rintangan dan hambatan yang berarti.  Keadaan akan berubah secara drastis ketika berbagai pencobaan terjadi sehingga sulit rasanya menemukan orang yang tetap berbahagia saat itu.  Ketika pencobaan datang kita cenderung tidak bisa menerima keadaan yang ada sehingga respons kita terhadap pencobaan pun lebih mengarah kepada hal-hal yang negatif:  marah, kecewa, murung, bersedih, pahit hati, putus asa, tersinggung dan berontak.

     Firman Tuhan hari ini justru menyatakan bahwa ketika dihadapkan pada berbagai pencobaan kita harus menganggapnya sebagai suatu kebahagiaan.  Dengan kata lain kita harus tetap bisa mengucap syukur!  Pencobaan yang dimaksudkan adalah masalah-masalah yang berasal dari luar atau masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang bertujuan menguji iman kita.  Oleh karena itu kita harus bisa menyikapinya dengan sikap hati yang benar, karena justru melalui pencobaan yang ada kadar iman dan kesungguhan kita dalam mengikut Tuhan sedang diuji dan ditempa menjadi orang-orang Kristen yang semakin berkualitas dan berkarakter,  "sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan."  (ayat 3), sehingga kita dapat berkata seperti yang Ayub katakan,  "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."  (Ayub 23:10).  Di balik pencobaan-pencobaan yang dialami Ayub ada maksud dan tujuan yang indah.

     Jika kita diijinkan mengalami berbagai-bagai pencobaan jangan pernah berpikir bahwa Tuhan itu jahat dan tidak mengasihi kita.  Justru hal itu mendatangkan kebaikan bagi kita karena dalam segala perkara Tuhan pasti turut bekerja  (baca  Roma 8:28).  Adalah sangat mungkin kita tetap berbahagia sekalipun situasi-situasi yang ada tidak mendukung bila kita memahami maksud dan rencana Tuhan ini;  berbahagia tanpa disertai ketakutan dan kekuatiran.

Mungkinkah berbahagia di tengah pencobaan?  Sangat mungkin, karena tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya!