Tuesday, September 5, 2017

YABES: Menang Atas Penderitaan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 September 2017

Baca:  1 Tawarikh 4:9-10

"Yabes lebih dimuliakan dari pada saudara-saudaranya; nama Yabes itu diberi ibunya kepadanya sebab katanya: 'Aku telah melahirkan dia dengan kesakitan.'"  1 Tawarikh 4:9

Alkitab menyatakan bahwa Yabes disebut sebagai keturunan Yehuda dari cabang lain.  Itu artinya ia berasal dari keturunan yang sama sekali tidak diperhitungkan.  Begitu juga dengan namanya, bukan merupakan nama yang memiliki arti baik.  Nama Yabes berarti sakit, membawa kemalangan dan kesusahan.  Namun pada akhirnya hidup Yabes dan namanya pun terdaftar sebagai orang-orang yang dimuliakan.

     Inilah rahasia doa Yabes sehingga beroleh jawaban dari Tuhan:  1.  Doanya tidak bertele-tele.  Dalam hal berdoa Tuhan Yesus mengajarkan,  "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya."  (Matius 6:7-8).  Tuhan kita adalah Tuhan yang Mahatahu, Ia tahu apa yang ada di dalam hati, pikiran, dan rencana kita.  "TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita."  (1 Tawarikh 28:9).  Karena itu Tuhan menghendaki kita untuk berdoa dengan tidak bertele-tele, melainkan doa yang singkat, jelas, dan tepat pada sasaran.  Itulah yang dilakukan oleh Yabes saat berdoa!

     2.  Tidak mudah putus asa.  Sekalipun namanya memiliki arti negatif, buruk dan penuh kemalangan, Yabes tidak larut dalam penyesalan atau mengasihani diri sendiri seperti yang biasa dilakukan oleh banyak orang dengan berkata:  "Mengapa hidupku seperti ini... mengapa aku harus menanggung penderitaan ini?"  Ia juga tidak menyalahkan keadaan, menyalahkan orangtua yang memberinya nama, apalagi menyalahkan Tuhan.  Yabes berjuang untuk mengalahkan penderitaan yang tertulis dalam namanya dengan hidup mengandalkan Tuhan sepenuhnya, karena ia sangat percaya bahwa tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan!  "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?"  (Lukas 18:7).

"Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?"  Amsal 18:14

Monday, September 4, 2017

JANGAN ANDALKAN APA PUN SELAIN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 September 2017

Baca:  Amos 6:1-14

"Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tenteram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang!"  Amos 6:1

Melalui nabi Amos Tuhan memperingatkan umat-Nya agar tidak merasa aman di Sion, merasa tenteram di Samaria, serta tidak mengandalkan manusia.

     Sion adalah pusat ibadah bangsa Yehuda, di mana mereka melakukan kegiatan keagamaan:  ibadah, mempersembahkan korban dan perayaan.  Seringkali kita berpikir bahwa ketika kita sudah rajin beribadah, aktif pelayanan dan memberi persembahan kita sudah menyenangkan hati Tuhan.  Ibadah dan pelayanan yang sesungguhnya itu berbicara tentang ketaatan terhadap firman Tuhan.  Ibadah hanya akan disebut rutinitas agamawi apabila tidak disertai ketaatan.  Tertulis:  "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan."  (1 Samuel 15:22).

     Samaria adalah ibukota kerajaan Israel bagian utara, gambaran tentang pusat kekayaan dan kekuasaan.  Kata tenteram  (batach)  berarti percaya atau mengandalkan pada ... Banyak orang mengandalkan kekayaan yang dimiliki dan juga membangga-banggakan jabatan, kedudukan atau kekuasaan.  Padahal Alkitab jelas menyatakan bahwa kekayaan adalah sesuatu yang tidak pasti.  "Kalau engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia (kekayaan), karena tiba-tiba ia bersayap, lalu terbang ke angkasa seperti rajawali."  (Amsal 23:5).

     Orang terkemuka berbicara tentang orang-orang yang biasa kita andalkan, koneksi, relasi, atau yang kepadanya kita berharap mendapatkan pertolongan.  Berharap kepada manusia pasti akan berujung pada kekecewaan, sebab manusia itu mudah sekali berubah.  Karena itu  "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?"  (Yesaya 2:22).  Usia, kekuatan dan kemampuan manusia itu sangatlah terbatas, bersifat fana dan pada akhirnya akan mati.  Artinya bahwa di dalam diri kita ini tidak ada yang dapat diandalkan!

Karena itu jangan sekali-kali kita mengandalkan apa pun yang ada di dunia ini!

Sunday, September 3, 2017

CIRI ORANG YANG MENGANDALKAN TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 September 2017

Baca:  Mazmur 91:1-16

"Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku."  Mazmur 91:14

Akar suatu pohon atau tanaman itu pasti mendekat dan melekat pada batang air.  Air berbicara tentang firman Tuhan, dan firman Tuhan itu adalah Kristus sendiri.  Ini berbicara tentang pentingnya sebuah persekutuan.  Kata persekutuan artinya dipersatukan menjadi satu.  Jadi, apabila ada persekutuan akan terjadi satu ikatan  (batin, roh)  antara satu dengan yang lainnya dengan begitu erat, bersatu dan tidak dapat dipisahkan.

     Ada lagi ciri orang yang hidup mengandalkan Tuhan:  hatinya melekat kepada Tuhan.  Melekat kepada Tuhan artinya memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan.  Ini adalah tanda ketergantungan kita kepada Tuhan, sama seperti ranting-ranting yang tidak dapat hidup dan berbuah tanpa melekat kepada pokok anggur.  Tuhan Yesus berkata,  "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."  (Yohanes 15:5).  Pemazmur menegaskan bahwa ada berkat yang luar biasa bagi orang yang hidup melekat kepada Tuhan, yaitu hidupnya senantiasa dalam pengawasan Tuhan dan pertolongan-Nya pasti dinyatakan.  "Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku."  (Mazmur 91:15-16).  Tuhan Yesus juga memberikan sebuah jaminan yang pasti bahwa  "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya."  (Yohanes 15:7).

     Orang yang hatinya melekat kepada Tuhan adalah orang yang suka sekali merenungkan firman Tuhan setiap hari, memperkatakannya dengan iman serta melakukannya, sebab  "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu."  (Roma 10:8).  Firman itulah yang akan menuntun langkah hidupnya, sebab  "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku."  (Mazmur 119:105).

Karena hatinya senantiasa melekat kepada Tuhan dan firman-Nya, apa saja yang diperbuatnya menjadi berhasil dan beruntung!

Saturday, September 2, 2017

CIRI ORANG YANG MENGANDALKAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 September 2017

Baca:  Yeremia 17:5-10

"Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  Yeremia 17:5

Mengapa kita harus mengandalkan Tuhan Yesus dalam hidup ini?  Karena Dia adalah Tuhan yang penuh kuasa dan tidak ada perkara yang mustahil bagi-Nya.  Tuhan Yesus berkata,  "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi."  (Matius 28:18).  Karena itu kita tidak perlu takut menghadapi goncangan-goncangan yang ada di dunia ini, sebab kita punya Tuhan yang tak pernah melepaskan tangan-Nya untuk menuntun kita.  Ada tertulis:  "TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan."  (Yesaya 58:11), dan penyertaan-Nya yang sempurna tidak akan berakhir.  "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."  (Matius 28:20b).

     Apa ciri-ciri orang yang hidup mengandalkan tuhan?  Tidak hidup mengandalkan diri sendiri atau kekuatan sendiri.  Mengandalkan diri sendiri sama artinya mengandalkan apa yang dimiliki:  asal-usul, pendidikan, status kekayaan, kedudukan, kepintaran dan sebagainya.  Pemazmur mengingatkan siapa diri kita di hadapan Tuhan, bahwa kita ini adalah debu  (baca  Mazmur 103:14).  Seharusnya kita sadar bahwa pada akhirnya segala perkara yang melekat pada kita tidak akan berguna, tidak dapat menolong, apalagi menyelamatkan dan meluputkan kita dari goncangan-goncangan dunia.  Digambarkan tentang keadaan orang yang hidup mengandalkan diri sendiri dan menjauh daripada Tuhan:  "Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk."  (Yeremia 17:6).

     Betapa banyak orang percaya yang ketika sentosa seperti tidak membutuhkan Tuhan, sehingga teguran dan peringatan Tuhan dianggapnya remeh karena merasa diri mampu.  "Aku telah berbicara kepadamu selagi engkau sentosa, tetapi engkau berkata: 'Aku tidak mau mendengarkan!' Itulah tingkah langkahmu dari sejak masa mudamu, sebab engkau tidak mau mendengarkan suara-Ku!"  (Yeremia 22:21).  Kata sentosa  (shalvah)  diartikan:  aman, sukses, makmur dan baik-baik saja.

Friday, September 1, 2017

HIDUPLAH MENGANDALKAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 September 2017

Baca:  Yeremia 17:5-10

"Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!"  Yeremia 17:7

Hari ini kita memasuki hari pertama di bulan September.  Jika memperhatikan keadaan dunia saat ini, semakin baikkah?  Sebaliknya, bukan?  Semakin hari semakin banyak goncangan terjadi.  Secara naluriah goncangan-goncangan yang ada membuat kita semakin was-was, gelisah dan takut.  Kemudian karena terpengaruh oleh keadaan atau situasi yang ada, tidak sedikit orang percaya yang awalnya memiliki roh yang menyala-nyala dalam melayani Tuhan atau mengerjakan perkara-perkara rohani akhirnya menjadi suam-suam kuku.  Mereka mulai kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan, dan klimaksnya mereka mengakhirnya dengan hidup di dalam daging  (baca  Galatia 3:3).

     Hal ini tidak akan terjadi apaila kita hidup mengandalkan Tuhan dan bersandar kepada-Nya.  Keadaan orang yang hidup mengandalkan Tuhan pasti berbeda dari orang tidak mengandalkan Tuhan.  Orang yang hidup mengandalkan Tuhan  "...akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah."  (Yeremia 17:8).  Orang yang hidupnya mengandalkan Tuhan tidak akan terpengaruh oleh situasi atau keadaan, tidak perlu takut pada musim-musim kering, tidak perlu takut menghadapi goncangan.  Seperti pohon yang akar-akarnya merambat ke tepi batang air, maka daunnya tidak akan pernah layu, selalu hijau, dan senantiasa menghasilkan buah pada musimnya.  Berbuahnya pun tidak sekedar berbuah, tetapi lebat dan manis rasanya.

     Sesungguhnya goncangan sudah terjadi sejak dahulu.  Ketika Tuhan Yesus dilahirkan, goncangan dan aniaya hebat terjadi, sampai-sampai Ia harus dibawa mengungsi ke Mesir.  Meski demikian terang yang dibawa Kristus tidak pernah redup, bahkan terang-Nya mampu mengalahkan kegelapan dunia, sebagaimana tujuan Kristus datang ke bumi adalah untuk menyatakan keberadaan dan kebenaran Bapa, sehingga  "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa;"  (Yohanes 14:9).

Hidup kita akan tetap menunjukkan kualitas berbeda di tengah goncangan asal kita senantiasa mengandalkan Tuhan!

Thursday, August 31, 2017

PADA TUHANLAH KUASA DAN KEMENANGAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2017

Baca:  Ayub 12:1-25

"Pada Dialah kuasa dan kemenangan, Dialah yang menguasai baik orang yang tersesat maupun orang yang menyesatkan."  Ayub 12:16

Dalam kepahitan dan kegetiran hati karena beratnya penderitaan yang dialami, pada akhirnya Ayub tersadar dan mengerti bahwa di dalam Tuhan ada kuasa dan kemenangan.  Ayub akhirnya juga ingat akan kuasa Tuhan yang sanggup mengubah keadaan hidupnya.  Jika Tuhan turut campur tangan dalam kehidupan seseorang, segala sesuatu yang tak beres pasti dapat diubah-Nya, asal kita memiliki penyerahan diri penuh kepada kekuatan kuasa-Nya.  Ada tertulis:  "Bila Ia membongkar, tidak ada yang dapat membangun kembali; bila Ia menangkap seseorang, tidak ada yang dapat melepaskannya."  (Ayub 12:14).  Kalau Tuhan ingin memperbaiki hidup seseorang yang tak benar, tak seorang pun dapat mencegahnya.

     Kita tidak bisa lari dari hadapan Tuhan untuk menghindarkan diri dari proses-Nya ini.  Pemazmur berkata,  "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?  Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku."  (Mazmur 139:7-10).  Ada banyak kesaksian, sebelum seseorang bertobat bisnisnya sangat lancar.  Tetapi setelah ia bertobat dan mengikut Tuhan, bisnisnya justru menjadi bangkrut.  Dalam keadaan seperti ini banyak di antara mereka yang memilih lari meninggalkan Tuhan.  Mengapa bisa terjadi?  

     Sesungguhnya Tuhan ingin  'membersihkan'  hidup orang, siapa tahu dahulu bisnis dan kekayaan yang dimilikinya didapatnya dari cara yang tak wajar atau bertentangan dengan firman Tuhan;  dan kini Tuhan mau kita memulai segala sesuatu dari nol bersama-Nya dan bertumbuh kembali dalam kelimpahan berkat yang benar, jujur dan berkenan di mata Tuhan.  Pada saat dibentuk Tuhan, apabila kita mau merendahkan diri dan berserah, Tuhan yang adalah sumber hikmat dan kekuatan, pasti akan menolong kita sehingga kita dapat bertahan dan mampu melewati masa kritis itu dengan kemenangan.

"Tetapi pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian."  Ayub 12:13

Wednesday, August 30, 2017

MEMERHATIKAN YANG KELIHATAN PASTI KECEWA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2017

Baca:  2 Korintus 4:16-18

"Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari."  2 Korintus 4:16

Pada banyak kesempatan Tuhan Yesus sering memperingatkan umat-Nya untuk tidak mudah kecewa, karena pada dasarnya Tuhan tahu bahwa tidak seorang pun manusia yang kebal terhadap kekecewaan.  Inilah yang gencar diperbuat Iblis, yaitu mencari cara untuk melemahkan dan membuat orang percaya mudah kecewa.  Di masa-masa seperti ini Iblis ingin sekali membuat kita hanya mengarahkan pandangan atau memerhatikan hal-hal yang sifatnya tampak kasat mata.  Karena dengan memerhatikan apa yang kelihatan, pada akhirnya semua itu akan menuntun kita kepada kekecewaan demi kekecewaan.

     Memang kalau kita melihat yang kelihatan di depan mata, siapa pun orangnya pasti akan kecewa:  masalah datang silih berganti, penderitaan dirasa makin hari makin berat, keadaan semakin hari semakin menyulitkan.  Namun rasul Paulus mengingatkan,  "...penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami."  (2 Korintus 4:17).  Mengapa dikatakan penderitaan ringan?  Bukankah berat?  "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."  (1 Korintus 10:13).  Kita tidak menghadapi pergumulan itu sendirian, sebab Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi-Nya  (baca  Roma 8:28).

     Karena kesemuanya itulah rasul Paulus bertekad untuk  "...tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal."  (2 Korintus 4:18).  Sesulit apa pun keadaannya, jangan kecewa, sebab semua itu sementara.  Marilah belajar melihat apa yang tidak kelihatan, yaitu mengarahkan pandangan kepada Yesus dan janji firman-Nya.

"Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya."  Ibrani 10:35

Tuesday, August 29, 2017

TAK PERNAH MEMAKSA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2017

Baca:  Yohanes 13:1-20

"Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan."  Yohanes 13:13

Dunia saat ini penuh orang-orang yang suka memaksakan kehendaknya kepada orang lain.  Terkadang pemaksaan itu disertai tekanan dan ancaman.  Berbeda dengan Tuhan Yesus, Ia tak pernah memaksa orang untuk menyebut Dia sebagai Tuhan.  Tuhan Yesus tidak pernah berkata,  "kamu harus sujud dibawah kaki-Ku, kamu harus menyembah Aku, kamu harus..."  Tuhan memberikan kehendak bebas kepada setiap manusia.  Demikian bebasnya sampai-sampai ada orang yang  "...meludahi muka-Nya dan meninju-Nya; orang-orang lain memukul Dia,"  (Matius 26:67)  Itulah yang diperbuat orang-orang yang membenci dan memusuhi-Nya, bahkan menghujat, mengumpat, menjadikan Dia bahan tertawaan atau lelucon.  Puncaknya mereka membunuh dan menyalibkan Dia di atas Golgota.

     Sebagai orang percaya kita menyerahkan hidup sepenuhnya di bawah kekuasaan Tuhan Yesus dan taat kepada-Nya karena kemahakudusan-Nya, karena ke-Ilahian-Nya, bukan karena kita dipaksa dan diintimidasi untuk melakukan hal itu.  Tuhan Yesus tak pernah memaksa kita untuk taat kepada-Nya, tetapi karena kita tahu bahwa Dia adalah Tuhan, Juruselamat, dan Raja di atas segala raja, maka patutlah kita menghormati, menyanjung dan meninggikan nama-Nya, karena Bapa sendiri  "...
sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!'"  (Filipi 2:9-11).  Adalah kebodohan besar jika kita tak mau percaya dan taat kepada Tuhan Yesus, karena  "...baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup."  (Roma 14:8b-9).

     Inilah keunggulan Tuhan Yesus, lebih dari nabi-nabi yang telah ada, sebab Dia bukanlah nabi, tapi Dia adalah Tuhan dan Raja di atas segala raja, tapi manusia enggan mengakuinya.

"Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya;...  Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya."  Yohanes 3:31

Monday, August 28, 2017

PENGUASAAN DIRI PERLU DILATIH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2017

Baca:  Titus 2:1-10

"Demikian juga orang-orang muda; nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal..."  Titus 2:6

Sebagian orang Kristen merasa bangga dan menganggap diri kuat secara rohani jika telah melayani pekerjaan Tuhan atau terlibat secara aktif dalam kegiatan-kegiatan kerohanian gereja.  Namun masih sering kita dengar dan lihat dengan mata kepala sendiri banyak di antara mereka yang jatuh dalam dosa, sekalipun sudah melayani di atas mimbar.  Ada yang terlibat dalam pertikaian keluarga karena urusan warisan, saling berselisih dengan sesama hamba Tuhan dan saling menjatuhkan, ada pula yang jatuh dalam dosa meski dilakukan secara sembunyi-sembunyi!  Hendaklah kita pahami bahwa menjadi percaya pada Tuhan Yesus tidak secara otomatis menjadikan kita ini kebal terhadap segala macam godaan dari si jahat, sebab  "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8).  Oleh karena itu kita harus senantiasa berjaga-jaga dalam berdoa supaya kita tidak jatuh!

     Keberadaan kita sebagai jemaat awam, terlebih-lebih bagi kita yang sudah masuk dalam dunia pelayanan, mengharuskan kita memiliki kehidupan yang berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan.  Siapa pun yang mempercayakan hidup kepada Tuhan Yesus wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup  (baca  1 Yohanes 2:6), sehingga keberadaannya mampu menjadi teladan...  "dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu,"  (Titus 2:7).

     Demikian pula untuk dapat menjadi teladan, kita memerlukan latihan dalam hal penguasaan diri.  "Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."  (1 Korintus 9:27).  Melatih tubuh dan menguasai seluruhnya berarti berjuang untuk dapat menguasai diri dari belenggu keinginan-keinginan dagingnya yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, supaya ia tidak ditolak oleh Tuhan.  Bagaimana mungkin kita bisa menjadi teladan dan mampu memenangkan jiwa bagi Tuhan, bila kita sendiri masih belum memiliki penguasaan diri terhadap keinginan-keinginan daging?

Ada harga yang harus dibayar untuk menjadi berkat dan teladan yang baik!

Sunday, August 27, 2017

DI BALIK LAYAR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2017

Baca:  Kisah Para Rasul 9:1-19

"Ia menumpangkan tangannya ke atas Saulus, katanya: 'Saulus, saudaraku, Tuhan Yesus, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus.'"  Kisah 9:17

Banyak orang terkagum-kagum dengan kebesaran, kehebatan atau prestasi yang diraih seseorang dalam bidang yang ditekuninya.  Misalnya adalah Susi Susanti.  Siapa yang tidak mengenal sosok Susi Susanti  Salah satu legenda bulutangkis Indonesia.  Lucia Fransisca Susi Susanti  (nama lengkapnya), lahir 11 Februari 1971 di Tasikmalaya  (Jawa Barat).  Serentetan prestasi telah diukir Susi Susanti:  medali emas Olipiade, juara dunia 1993, juara piala dunia  (6x), juara final Grand Prix  (6x), dan masih banyak lagi.  Tapi tahukah siapa orang-orang yang berperan besar dalam keberhasilan Susi Susanti?  Tak semua orang tahu.  Selain kedua orangtua, ada peran pelatih, baik yang melatih Susi mulai dari klub kecil atau yang melatihnya saat berada di pelatnas Cipayung.  Meski hanya berada di balik layar mereka memiliki sumbangsih yang cukup berarti bagi karir Susi Susanti.

     Begitu pula rasul Paulus, semua orang percaya pasti mengenal namanya!  Seorang tokoh besar di dalam Perjanjian Baru yang dipakai Tuhan secara luar biasa dalam pemberitaan Injil.  Namun di balik kesuksesan rasul Paulus dalam pelayanan ada orang yang tak boleh dilupakan dan dianggap remeh perannya.  Orang itu adalah Ananias, orang Kristen pada abad pertama Masehi di kota Damsyik atau Damaskus.  Disebutkan bahwa Ananias diperintahkan Tuhan untuk menyembuhkan kebutaan Paulus, yang waktu itu masih bernama Saulus.  "Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel."  (Kisah 9:15), membaptisnya menjadi seorang pengikut Kristus  (Kristen), serta membimbingnya untuk mengenal Tuhan Yesus lebih lagi.  Bisa dikatakan Ananias menjadi tokoh di balik layar yang mengantarkan Paulus menjadi hamba Tuhan besar.

     Mungkin saat ini Saudara hanya bekerja  'di balik layar'  pelayanan, tidak semua orang mengenal siapa Saudara dan mungkin Saudara dipandang remeh oleh banyak orang.  Namun jangan merasa kecil hati, percayalah bahwa Tuhan melihat, memperhatikan dan memperhitungkan setiap jerih lelah Saudara!

Meski manusia tak melihat, Tuhan tidak pernah terlelap dan tertidur!

Saturday, August 26, 2017

ORANG PERCAYA: Berasal dari Kebenaran

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2017

Baca:  1 Yohanes 3:19-24

"Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran."  Yohanes 3:19

Meski masih menjalani hidup di dunia ini Alkitab menegaskan bahwa keberadaan orang percaya bukanlah dari dunia ini, sehingga tidak sepatutnya kita memiliki pola hidup seperti dunia.  "...kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu."  (Yohanes 15:19);  dan karena kita berasal dari kebenaran  (ayat nas), maka Tuhan memberikan Roh Kudus untuk menyertai dan menolong kita.  Selain itu Tuhan memberikan sebuah amanat bagi orang percaya yaitu supaya menjadi garam dan terang bagi dunia ini  (baca  Matius 5:13-16).

     Inilah ciri hidup orang yang berasal dari kebenaran yaitu hidup dalam ketenangan.  Kalau kita berasal dari kebenaran dan hidup dalam kebenaran kita pasti akan tenang dalam menjalani hidup.  "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya."  (Yesaya 32:17).  Yang membuat orang tidak hidup tenang adalah ketika ia hidup dikuasai oleh dosa sehingga setiap saat selalu timbul rasa bersalah, karena Iblis terus mendakwanya.  Selama kita hidup dalam kebenaran Tuhan pasti akan membela dan memberkati hidup kita.  Orang yang berasal dari kebenaran pasti memiliki kerinduan yang besar untuk tinggal dekat Tuhan, sebab ia menyadari bahwa  "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku."  (Mazmur 62:2).  Karena itu  "...lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik."  (Mazmur 84:11).  Di mana pun kita berada dan seberat apa pun tantangan, kita akan mampu melewatinya selama kita dekat dengan-Nya.

     Orang yang berasal dari kebenaran pasti taat melakukan perintah Tuhan dan berbuat apa yang berkenan kepada Tuhan,  "dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya."  (1 Yohanes 3:22).  Jaminan bagi orang yang taat melakukan perintah Tuhan dan berbuat apa yang berkenan adalah apa yang diminta dan didoakan pasti dijawab oleh Tuhan!

Sudahkah kita benar-benar memenuhi kriteria sebagai orang yang berasal dari kebenaran?