Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2017
Baca: Amsal 23:29-35
"Jangan melihat kepada anggur, kalau merah menarik warnanya, dan mengilau dalam cawan, yang mengalir masuk dengan nikmat," Amsal 23:31
Alkitab menyatakan bahwa "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu." (Matius 6:22-23). Sebelum Adam dan Hawa memakan buah yang dilarang Tuhan, Iblis terlebih dahulu memprovokasi Hawa tentang buah kehidupan itu, lalu "Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap
kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi
pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan
diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan
suaminyapun memakannya." (Kejadian 3:6). Kejatuhan dosa manusia pertama dimulai dari mata!
Mengapa kita harus menjaga penglihatan kita? 1. Apa yang kita lihat akan mempengaruhi keputusan kita. Kita bisa belajar dari pengalaman hidup Lot. "Lalu Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah
Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir, sampai
ke Zoar. --Hal itu terjadi sebelum TUHAN memusnahkan Sodom dan Gomora.
-- Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah." (Kejadian 13:10-11). Namun Lot harus menelan pil pahit kehidupan karena ia salah dalam membuat keputusan; bukannya berdoa atau meminta petunjuk dari Tuhan terlebih dahulu, tapi keputusannya didasarkan pada apa yang terlihat secara mata jasmani.
2. Apa yang kita lihat akan mempengaruhi iman kita. Tak bisa dipungkiri apa yang kita imani seringkali berbeda dengan kenyataan, itulah sebabnya banyak orang Kristen kecewa dan akhirnya berhenti berharap kepada Tuhan. "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju
kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah
itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Milikilah prinsip hidup rasul Paulus, "kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan,
karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan
adalah kekal." (2 Korintus 4:18).
Yang terlihat oleh mata seringkali menipu, oleh karena itu arahkan pandangan hanya kepada Tuhan Yesus!
Wednesday, May 24, 2017
Tuesday, May 23, 2017
PERCAYAKAH BAHWA TUHAN DAPAT MELAKUKAN?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2017
Baca: Matius 9:27-31
"'Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?' Mereka menjawab: 'Ya Tuhan, kami percaya.'" Matius 9:28
Kisah tentang Tuhan Yesus menyembuhkan mata dua orang buta ini adalah kisah yang hanya ditulis di Injil Matius. Ketika bertemu dengan dua orang buta ada sebuah pertanyaan yang tak biasa Tuhan sampaikan. Tuhan Yesus terlebih dahulu bertanya kepada kedua orang buta itu, "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" (ayat nas). Dan kedua orang buta itu pun dengan penuh keyakinan menjawab, "Ya Tuhan, kami percaya." (ayat nas). Meskipun kedua orang itu tidak dapat melihat secara mata jasmaniah, tapi mata rohani mereka dapat melihat Tuhan dengan kebesaran kuasa-Nya, sehingga mereka percaya bahwa Dia pasti sanggup melakukan mujizat kesembuhan. Karena memiliki respons hati yang benar Tuhan Yesus pun bertindak untuk menjamah mereka, "Jadilah kepadamu menurut imanmu... Maka meleklah mata mereka." (ayat 29-30).
Ada banyak orang Kristen secara fisik tidak mengalami kebutaan, mata jasmani mereka dapat melihat apa pun, tetapi mata rohaninya 'buta' seperti pelayan Elisa yang tak mampu melihat kebesaran kuasa Tuhan. Sedikit saja dihadapkan pada masalah atau kesulitan, mereka sudah diliputi oleh ketakutan, mereka lupa dengan pertolongan Tuhan dalam hidupnya di waktu-waktu lalu. Pemazmur menasihati, "...dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2). Pada situasi-situasi seperti itu yang diperlukan adalah iman. Iman dan ketakutan adalah dua hal yang sangat kontradiktif. Ketakutan hanya akan membawa kita untuk mempercayai hal-hal yang buruk terjadi, seperti yang Ayub katakan, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25).
Iman membawa kita untuk percaya bahwa hal-hal yang baik dan dahsyat pasti akan terjadi. Iman membuka mata rohani kita sehingga kita dapat mempercayai bahwa Tuhan sanggup melakukan perkara-perkara yang dahsyat... alhasil kita tidak menyerah dengan keadaan yang ada. Iman menuntun kita untuk melewati kemustahilan, sedangkan ketakutan hanya akan memunculkan kata mustahil dalam hidup ini.
"Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga. Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Mu..." Mazmur 145:3-4
Baca: Matius 9:27-31
"'Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?' Mereka menjawab: 'Ya Tuhan, kami percaya.'" Matius 9:28
Kisah tentang Tuhan Yesus menyembuhkan mata dua orang buta ini adalah kisah yang hanya ditulis di Injil Matius. Ketika bertemu dengan dua orang buta ada sebuah pertanyaan yang tak biasa Tuhan sampaikan. Tuhan Yesus terlebih dahulu bertanya kepada kedua orang buta itu, "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" (ayat nas). Dan kedua orang buta itu pun dengan penuh keyakinan menjawab, "Ya Tuhan, kami percaya." (ayat nas). Meskipun kedua orang itu tidak dapat melihat secara mata jasmaniah, tapi mata rohani mereka dapat melihat Tuhan dengan kebesaran kuasa-Nya, sehingga mereka percaya bahwa Dia pasti sanggup melakukan mujizat kesembuhan. Karena memiliki respons hati yang benar Tuhan Yesus pun bertindak untuk menjamah mereka, "Jadilah kepadamu menurut imanmu... Maka meleklah mata mereka." (ayat 29-30).
Ada banyak orang Kristen secara fisik tidak mengalami kebutaan, mata jasmani mereka dapat melihat apa pun, tetapi mata rohaninya 'buta' seperti pelayan Elisa yang tak mampu melihat kebesaran kuasa Tuhan. Sedikit saja dihadapkan pada masalah atau kesulitan, mereka sudah diliputi oleh ketakutan, mereka lupa dengan pertolongan Tuhan dalam hidupnya di waktu-waktu lalu. Pemazmur menasihati, "...dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2). Pada situasi-situasi seperti itu yang diperlukan adalah iman. Iman dan ketakutan adalah dua hal yang sangat kontradiktif. Ketakutan hanya akan membawa kita untuk mempercayai hal-hal yang buruk terjadi, seperti yang Ayub katakan, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25).
Iman membawa kita untuk percaya bahwa hal-hal yang baik dan dahsyat pasti akan terjadi. Iman membuka mata rohani kita sehingga kita dapat mempercayai bahwa Tuhan sanggup melakukan perkara-perkara yang dahsyat... alhasil kita tidak menyerah dengan keadaan yang ada. Iman menuntun kita untuk melewati kemustahilan, sedangkan ketakutan hanya akan memunculkan kata mustahil dalam hidup ini.
"Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga. Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Mu..." Mazmur 145:3-4
Monday, May 22, 2017
HAL MUSTAHIL ADALAH BAGIAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2017
Baca: Mazmur 114:1-8
"Gemetarlah, hai bumi, di hadapan TUHAN, di hadapan Allah Yakub, yang mengubah gunung batu menjadi kolam air, dan batu yang keras menjadi mata air!" Mazmur 114:7-8
Ada satu kata yang seringkali menjadi momok bagi semua orang yaitu kata mustahil. Ketika sakit parah dan banyak orang bilang kalau sakitnya mustahil untuk disembuhkan, orang pasti mengalami kesedihan yang mendalam, stress dan putus asa; ketika krisis keuangan melanda dalam rumah tangga, dan sepertinya tidak ada jalan keluar, ditambah lagi dengan pernyataan orang lain yang mengatakan bahwa keadaannya mustahil untuk dipulihkan, orang pasti langsung drop. Ya... Iblis memang tidak pernah berhenti untuk melepaskan panah 'kemustahilan' ini kepada semua orang agar mereka hidup dalam ketakutan, kekuatiran, dan keputusasaan.
Dalam hidup ini seringkali kita dibawa kepada suatu masalah, situasi atau keadaan yang secara manusia memang mustahil untuk mendapatkan pertolongan, jawaban atau jalan keluar. Namun pemazmur kembali menegaskan dan menguatkan bahwa manusia boleh saja berkata bahwa segala sesuatu itu tidak mungkin alias mustahil, tapi bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil, dan bahkan Alkitab menyatakan bahwa "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23). Artinya jika kita senantiasa mengandalkan Tuhan dan percaya terhadap janji firman-Nya maka semuanya tidak ada yang mustahil. Ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Jangan pernah takut menghadapi apa pun, karena Tuhan kita adalah ahli dalam mengerjakan hal-hal yang mustahil! "Bukankah Engkau yang mengeringkan laut, air samudera raya yang hebat? yang membuat laut yang dalam menjadi jalan, supaya orang-orang yang diselamatkan dapat menyeberang?" (Yesaya 51:10); Tuhan yang sanggup mengubah air menjadi anggur; Tuhan yang sanggup membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Karena itu jangan pernah kita membatasi kuasa Tuhan dengan logika kita yang terbatas, sebab "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9).
Tidak ada yang terlalu sukar bagi Tuhan, karena Dia Tuhan yang Mahakuasa!
Baca: Mazmur 114:1-8
"Gemetarlah, hai bumi, di hadapan TUHAN, di hadapan Allah Yakub, yang mengubah gunung batu menjadi kolam air, dan batu yang keras menjadi mata air!" Mazmur 114:7-8
Ada satu kata yang seringkali menjadi momok bagi semua orang yaitu kata mustahil. Ketika sakit parah dan banyak orang bilang kalau sakitnya mustahil untuk disembuhkan, orang pasti mengalami kesedihan yang mendalam, stress dan putus asa; ketika krisis keuangan melanda dalam rumah tangga, dan sepertinya tidak ada jalan keluar, ditambah lagi dengan pernyataan orang lain yang mengatakan bahwa keadaannya mustahil untuk dipulihkan, orang pasti langsung drop. Ya... Iblis memang tidak pernah berhenti untuk melepaskan panah 'kemustahilan' ini kepada semua orang agar mereka hidup dalam ketakutan, kekuatiran, dan keputusasaan.
Dalam hidup ini seringkali kita dibawa kepada suatu masalah, situasi atau keadaan yang secara manusia memang mustahil untuk mendapatkan pertolongan, jawaban atau jalan keluar. Namun pemazmur kembali menegaskan dan menguatkan bahwa manusia boleh saja berkata bahwa segala sesuatu itu tidak mungkin alias mustahil, tapi bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil, dan bahkan Alkitab menyatakan bahwa "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23). Artinya jika kita senantiasa mengandalkan Tuhan dan percaya terhadap janji firman-Nya maka semuanya tidak ada yang mustahil. Ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Jangan pernah takut menghadapi apa pun, karena Tuhan kita adalah ahli dalam mengerjakan hal-hal yang mustahil! "Bukankah Engkau yang mengeringkan laut, air samudera raya yang hebat? yang membuat laut yang dalam menjadi jalan, supaya orang-orang yang diselamatkan dapat menyeberang?" (Yesaya 51:10); Tuhan yang sanggup mengubah air menjadi anggur; Tuhan yang sanggup membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Karena itu jangan pernah kita membatasi kuasa Tuhan dengan logika kita yang terbatas, sebab "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9).
Tidak ada yang terlalu sukar bagi Tuhan, karena Dia Tuhan yang Mahakuasa!
Sunday, May 21, 2017
HIDUP ADALAH SUATU PILIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2017
Baca: Lukas 13:22-30
"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat." Lukas 13:24
Hidup ini adalah sebuah pilihan, kita harus memilih mana yang baik dan benar, mana yang berguna dan bermanfaat. Tidak ada istilah kompromi dalam menjalani hidup ini, sebab kita semua tahu bahwa tidak ada orang yang dapat berdiri di atas dua perahu dengan kedua kakinya sekaligus. Kita tidak bisa terus-menerus berada di persimpangan jalan, mau tidak mau kita harus membuat ketegasan dalam memilih! Keputusan yang kita ambil itulah yang akan menentukan apakah kita akan berhasil atau gagal dalam hidup ini.
Demikian dalam hidup kerohanian, kita juga dihadapkan pada pilihan hidup: taat atau tidak taat, berjalan menurut kehendak sendiri atau menurut kehendak Tuhan, berkat atau kutuk. Tuhan menegur jemaat di Laodikia oleh karena mereka 'tidak dingin dan tidak panas' alias suam-suam kuku. "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Hidup di zaman ini seringkali kita diombang-ambingkan antara memilih kenikmatan dan kesenangan dunia yang sifatnya hanya sementara, ataukah tetap berjuang melawan keinginan daging, yang meski sakit tapi mendatangkan upah yaitu kehidupan kekal.
Pergumulan berat juga di alami oleh orang-orang yang hidup di zaman Perjanjian Lama, di mana Tuhan menghadapkan mereka pada pilihan hidup: "Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN,..." (Ulangan 30:15-16). Jangan pernah terbuai dengan apa yang tampak indah menurut mata jasmaniah, tetapi pastikan bahwa yang kita pilih adalah pilihan yang benar dan sesuai kehendak Tuhan, "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:13-14).
Pilihan hidup harus tegas! Jangan sekali-kali melakukan tindakan berkompromi!
Baca: Lukas 13:22-30
"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat." Lukas 13:24
Hidup ini adalah sebuah pilihan, kita harus memilih mana yang baik dan benar, mana yang berguna dan bermanfaat. Tidak ada istilah kompromi dalam menjalani hidup ini, sebab kita semua tahu bahwa tidak ada orang yang dapat berdiri di atas dua perahu dengan kedua kakinya sekaligus. Kita tidak bisa terus-menerus berada di persimpangan jalan, mau tidak mau kita harus membuat ketegasan dalam memilih! Keputusan yang kita ambil itulah yang akan menentukan apakah kita akan berhasil atau gagal dalam hidup ini.
Demikian dalam hidup kerohanian, kita juga dihadapkan pada pilihan hidup: taat atau tidak taat, berjalan menurut kehendak sendiri atau menurut kehendak Tuhan, berkat atau kutuk. Tuhan menegur jemaat di Laodikia oleh karena mereka 'tidak dingin dan tidak panas' alias suam-suam kuku. "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Hidup di zaman ini seringkali kita diombang-ambingkan antara memilih kenikmatan dan kesenangan dunia yang sifatnya hanya sementara, ataukah tetap berjuang melawan keinginan daging, yang meski sakit tapi mendatangkan upah yaitu kehidupan kekal.
Pergumulan berat juga di alami oleh orang-orang yang hidup di zaman Perjanjian Lama, di mana Tuhan menghadapkan mereka pada pilihan hidup: "Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN,..." (Ulangan 30:15-16). Jangan pernah terbuai dengan apa yang tampak indah menurut mata jasmaniah, tetapi pastikan bahwa yang kita pilih adalah pilihan yang benar dan sesuai kehendak Tuhan, "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya." (Matius 7:13-14).
Pilihan hidup harus tegas! Jangan sekali-kali melakukan tindakan berkompromi!
Saturday, May 20, 2017
TIDAK LAGI MEMEGANG KOMITMEN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2017
Baca: 1 Samuel 13:1-22
"Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya." 1 Samuel 13:13
Di zaman sekarang ini tidaklah mudah menemukan orang yang benar-benar memiliki komitmen terhadap suatu hal. Umumnya orang mau melakukan sesuatu yang penuh komitmen apabila diiming-imingi bonus atau hadiah yang menggiurkan. Orang juga akan bersemangat melakukan sesuatu ketika mood-nya lagi dapat. Begitu mood-nya gak dapat, semangatnya untuk melakukan sesuatu pun meredup. Seseorang yang punya komitmen pasti tidak mempunyai alasan apa pun untuk berhenti di tengah jalan meski ada rintangan yang menghadang di depan, apalagi sampai ingkar.
Komitmen adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam meraih kesuksesan atau keberhasilan. Orang bisa saja dengan mudah mengucapkan komitmen, tapi tindakanlah yang akan membuktikan sebuah komitmen. Saul adalah raja pertama Israel yang pada awalnya tampak hebat dan berkomitmen untuk hidup taat, tetapi apa yang menjadi komitmennya ketika diurapi menjadi raja tidak lagi mampu dipertahankannya, justru pelanggaran demi pelanggaran dilakukan oleh Saul; dan ketika ditegur oleh Samuel, bukannya menyesali kesalahannya, malah ia selalu berkilah. Perbuatan Saul ini sangat menyakiti hati Tuhan. Oleh karena gagal memegang komitmennya akhirnya Saul harus menelan pil pahit, ia ditolak sebagai raja, dan bahkan Tuhan menyatakan penyesalan-Nya: "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (1 Samuel 15:11).
Komitmen adalah hal penting yang harus dimiliki oleh setiap orang yang sudah mengambil keputusan untuk percaya kepada Tuhan Yesus, yaitu komitmen untuk taat kepada perintah-perintah-Nya dan setia mengikuti-Nya sampai garis akhir hidup. Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." (Roma 14:8). Milikilah komitmen seperti rasul Paulus, "Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." (Roma 14:8).
Orang yang punya komitmen takkan berubah sikap, apa pun keadaannya!
Baca: 1 Samuel 13:1-22
"Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya." 1 Samuel 13:13
Di zaman sekarang ini tidaklah mudah menemukan orang yang benar-benar memiliki komitmen terhadap suatu hal. Umumnya orang mau melakukan sesuatu yang penuh komitmen apabila diiming-imingi bonus atau hadiah yang menggiurkan. Orang juga akan bersemangat melakukan sesuatu ketika mood-nya lagi dapat. Begitu mood-nya gak dapat, semangatnya untuk melakukan sesuatu pun meredup. Seseorang yang punya komitmen pasti tidak mempunyai alasan apa pun untuk berhenti di tengah jalan meski ada rintangan yang menghadang di depan, apalagi sampai ingkar.
Komitmen adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam meraih kesuksesan atau keberhasilan. Orang bisa saja dengan mudah mengucapkan komitmen, tapi tindakanlah yang akan membuktikan sebuah komitmen. Saul adalah raja pertama Israel yang pada awalnya tampak hebat dan berkomitmen untuk hidup taat, tetapi apa yang menjadi komitmennya ketika diurapi menjadi raja tidak lagi mampu dipertahankannya, justru pelanggaran demi pelanggaran dilakukan oleh Saul; dan ketika ditegur oleh Samuel, bukannya menyesali kesalahannya, malah ia selalu berkilah. Perbuatan Saul ini sangat menyakiti hati Tuhan. Oleh karena gagal memegang komitmennya akhirnya Saul harus menelan pil pahit, ia ditolak sebagai raja, dan bahkan Tuhan menyatakan penyesalan-Nya: "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (1 Samuel 15:11).
Komitmen adalah hal penting yang harus dimiliki oleh setiap orang yang sudah mengambil keputusan untuk percaya kepada Tuhan Yesus, yaitu komitmen untuk taat kepada perintah-perintah-Nya dan setia mengikuti-Nya sampai garis akhir hidup. Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." (Roma 14:8). Milikilah komitmen seperti rasul Paulus, "Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." (Roma 14:8).
Orang yang punya komitmen takkan berubah sikap, apa pun keadaannya!
Friday, May 19, 2017
PERISAI IMAN: Ada Jaminan Kemenangan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Mei 2017
Baca: Mazmur 3:1-9
"Tetapi Engkau, TUHAN, adalah perisai yang melindungi aku, Engkaulah kemuliaanku dan yang mengangkat kepalaku." Mazmur 3:4
Di tengah-tengah dunia yang penuh gejolak ini rasul Paulus mengingatkan agar dalam segala keadaan kita menggunakan perisai iman! Dengan perisai iman kita dapat menangkal setiap serangan musuh. Ketika berada dalam keadaan terjepit karena tekanan dan serangan musuh, dan ketika orang-orang mengatakan bahwa tidak ada pertolongan, Daud justru menemukan kekuatan di dalam Tuhan, karena ia sangat percaya bahwa Tuhan adalah perisai yang melindunginya. "Aku tidak takut kepada puluhan ribu orang yang siap mengepung aku." (ayat 7). Sungguh... Tuhan telah menjadi perisai hidup Daud!
Sebagai perisai artinya Tuhan yang melindungi kita dan memadamkan segala serangan musuh. Bukan berarti peperangan telah usai atau serangan musuh berhenti, karena Iblis selalu mencari cara dan celah untuk menyerang, "...menunggu waktu yang baik." (Lukas 4:13). Alkitab menasihatkan agar kita selalu berjaga-jaga dan berdoa, dan "...dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman," (Efesus 6:16). Karena Tuhan menjadi perisai kita, maka kita tetap terlindungi dan tak mudah untuk ditaklukkan. Untuk mendapatkan perlindungan dari Tuhan kita harus memiliki iman yang tertuju hanya kepada Tuhan, yaitu iman yang tidak tergantung pada keadaan atau situasi.
Orang yang memiliki iman di dalam Tuhan akan tetap percaya, walaupun apa yang terlihat tidak sesuai dengan kenyataan. Sehebat apa pun serangan yang dilancarkan oleh pihak musuh, sedahsyat apa pun goncangan, kita tetap tenang karena Tuhan di pihak kita, "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita." (1 Yohanes 5:4). Karena ada perlindungan yang pasti dari Tuhan kita menjadi tenang, dan dalam keadaan tenang kita pun dapat berpikir bagaimana mengalahkan dan menghancurkan musuh. Ada tertulis: "...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Bila Tuhan yang menjadi perisai ada jaminan kemenangan bagi yang percaya kepada-Nya.
"Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." Mazmur 20:7
Baca: Mazmur 3:1-9
"Tetapi Engkau, TUHAN, adalah perisai yang melindungi aku, Engkaulah kemuliaanku dan yang mengangkat kepalaku." Mazmur 3:4
Di tengah-tengah dunia yang penuh gejolak ini rasul Paulus mengingatkan agar dalam segala keadaan kita menggunakan perisai iman! Dengan perisai iman kita dapat menangkal setiap serangan musuh. Ketika berada dalam keadaan terjepit karena tekanan dan serangan musuh, dan ketika orang-orang mengatakan bahwa tidak ada pertolongan, Daud justru menemukan kekuatan di dalam Tuhan, karena ia sangat percaya bahwa Tuhan adalah perisai yang melindunginya. "Aku tidak takut kepada puluhan ribu orang yang siap mengepung aku." (ayat 7). Sungguh... Tuhan telah menjadi perisai hidup Daud!
Sebagai perisai artinya Tuhan yang melindungi kita dan memadamkan segala serangan musuh. Bukan berarti peperangan telah usai atau serangan musuh berhenti, karena Iblis selalu mencari cara dan celah untuk menyerang, "...menunggu waktu yang baik." (Lukas 4:13). Alkitab menasihatkan agar kita selalu berjaga-jaga dan berdoa, dan "...dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman," (Efesus 6:16). Karena Tuhan menjadi perisai kita, maka kita tetap terlindungi dan tak mudah untuk ditaklukkan. Untuk mendapatkan perlindungan dari Tuhan kita harus memiliki iman yang tertuju hanya kepada Tuhan, yaitu iman yang tidak tergantung pada keadaan atau situasi.
Orang yang memiliki iman di dalam Tuhan akan tetap percaya, walaupun apa yang terlihat tidak sesuai dengan kenyataan. Sehebat apa pun serangan yang dilancarkan oleh pihak musuh, sedahsyat apa pun goncangan, kita tetap tenang karena Tuhan di pihak kita, "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita." (1 Yohanes 5:4). Karena ada perlindungan yang pasti dari Tuhan kita menjadi tenang, dan dalam keadaan tenang kita pun dapat berpikir bagaimana mengalahkan dan menghancurkan musuh. Ada tertulis: "...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Bila Tuhan yang menjadi perisai ada jaminan kemenangan bagi yang percaya kepada-Nya.
"Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN memberi kemenangan kepada orang yang diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." Mazmur 20:7
Thursday, May 18, 2017
PERISAI IMAN: Menangkal Serangan Musuh
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2017
Baca: Efesus 6:10-20
"dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat," Efesus 6:16
Perisai adalah alat untuk melindungi diri pada masa peperangan dari serangan musuh; salah satu perlengkapan perang yang berfungsi untuk mempertahankan diri dan melindungi tubuh si prajurit. Pada zaman dahulu perisai seringkali dibuat atau disalut dengan emas atau tembaga. Biasanya alat ini digunakan pada tangan dan didampingkan dengan senjata lain seperti pedang, tombak atau gada. Permukaan perisai biasanya dijaga supaya tetap berkilau dengan minyak, yang merefleksikan matahari, dengan tujuan untuk membutakan musuh. Perisai adalah menggambarkan perlindungan dan keamanan.
Setiap hari dalam hidup ini adalah sebuah peperangan. Terutama sekali kita berperang melawan Iblis dengan segala tipu muslihatnya yang tak pernah berhenti untuk melepaskan panah api kepada orang percaya: panah api ketakutan, keraguan, kebimbangan dan ketidakpercayaan, dengan tujuan supaya orang percaya tidak lagi percaya kepada Tuhan dan janji firman-Nya. Belum lagi kita juga harus berperang melawan diri sendiri, berperang melawan keinginan daging seperti Yakobus tulis: "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Jadi, ini bukanlah perkara yang mudah! Rasul Paulus memiliki pengalaman: "Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." (Roma 7:15, 19).
Kalau kita berjuang dengan kekuatan sendiri kita takkan mampu, kita akan tertatih-tatih, jatuh bangun dan bahkan kalah dalam peperangan. Karena itu kita perlu campur tangan Tuhan dan pertolongan Roh Kudus. Dalam hal ini dibutuhkan penyerahan diri secara total kepada Tuhan. Dengan iman kita dapat melihat dengan pandangan rohani bahwa Tuhan bekerja di dalam kita untuk menyatakan kuasa-Nya.
Tuhan berkata, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Korintus 12:9
Baca: Efesus 6:10-20
"dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat," Efesus 6:16
Perisai adalah alat untuk melindungi diri pada masa peperangan dari serangan musuh; salah satu perlengkapan perang yang berfungsi untuk mempertahankan diri dan melindungi tubuh si prajurit. Pada zaman dahulu perisai seringkali dibuat atau disalut dengan emas atau tembaga. Biasanya alat ini digunakan pada tangan dan didampingkan dengan senjata lain seperti pedang, tombak atau gada. Permukaan perisai biasanya dijaga supaya tetap berkilau dengan minyak, yang merefleksikan matahari, dengan tujuan untuk membutakan musuh. Perisai adalah menggambarkan perlindungan dan keamanan.
Setiap hari dalam hidup ini adalah sebuah peperangan. Terutama sekali kita berperang melawan Iblis dengan segala tipu muslihatnya yang tak pernah berhenti untuk melepaskan panah api kepada orang percaya: panah api ketakutan, keraguan, kebimbangan dan ketidakpercayaan, dengan tujuan supaya orang percaya tidak lagi percaya kepada Tuhan dan janji firman-Nya. Belum lagi kita juga harus berperang melawan diri sendiri, berperang melawan keinginan daging seperti Yakobus tulis: "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Jadi, ini bukanlah perkara yang mudah! Rasul Paulus memiliki pengalaman: "Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." (Roma 7:15, 19).
Kalau kita berjuang dengan kekuatan sendiri kita takkan mampu, kita akan tertatih-tatih, jatuh bangun dan bahkan kalah dalam peperangan. Karena itu kita perlu campur tangan Tuhan dan pertolongan Roh Kudus. Dalam hal ini dibutuhkan penyerahan diri secara total kepada Tuhan. Dengan iman kita dapat melihat dengan pandangan rohani bahwa Tuhan bekerja di dalam kita untuk menyatakan kuasa-Nya.
Tuhan berkata, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Korintus 12:9
Wednesday, May 17, 2017
ORANG PERCAYA HARUS PUNYA VISI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Mei 2017
Baca: Amsal 29:18-27
"Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat." Amsal 29:18
Dalam hidup Kristen, antara visi dan keinginan/cita-cita itu jelas sangat berbeda. Visi itu berbicara tentang sesuatu yang Tuhan taruh dalam hidup kita, karena Tuhan tahu apa yang terbaik bagi hidup kita. Kalau keinginan dan cita-cita itu datang dan timbul dari diri sendri, sedangkan visi diperoleh dari doa kita kepada Tuhan dan jawaban Tuhan atas ketaatan kita melakukan kehendak-Nya. Maka kita harus lebih bersungguh-sungguh mencari kehendak Tuhan, melatih kepekaan untuk mendengar suara Tuhan melalui persekutuan yang karib dengan-Nya, sebab "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14).
Visi mendorong kita untuk memiliki prioritas-prioritas dan membuat pilihan-pilihan hidup yang benar; visi mendorong kita untuk memiliki semangat dan motivasi yang lebih lagi dalam melakukan segala sesuatu. Bisa dikatakan bahwa visi sangat menentukan arah hidup seseorang. Karena mengerti dan memahami visi yang Tuhan taruh dalam hidupnya, rasul Paulus berkomitmen: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14).
Ada banyak orang Kristen tak mampu melihat visi Tuhan dalam hidupnya. Terlihat dari cara hidup mereka dalam mengerjakan perkara-perkara yang tidak ada greget sama sekali! Tidaklah mengherankan jika kehidupan rohaninya tidak mengalami kemajuan yang berarti, "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." (Ibrani 5:12). Tuhan Yesus telah berfirman, "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12). Kuasa Tuhan akan dinyatakan dengan luar biasa kepada setiap orang percaya yang mau melangkah untuk mengerjakan panggilan Tuhan.
Jangan sia-siakan visi yang Tuhan taruh dalam hidup ini, melainkan kerjakan itu dengan roh yang menyala-nyala!
Baca: Amsal 29:18-27
"Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat." Amsal 29:18
Dalam hidup Kristen, antara visi dan keinginan/cita-cita itu jelas sangat berbeda. Visi itu berbicara tentang sesuatu yang Tuhan taruh dalam hidup kita, karena Tuhan tahu apa yang terbaik bagi hidup kita. Kalau keinginan dan cita-cita itu datang dan timbul dari diri sendri, sedangkan visi diperoleh dari doa kita kepada Tuhan dan jawaban Tuhan atas ketaatan kita melakukan kehendak-Nya. Maka kita harus lebih bersungguh-sungguh mencari kehendak Tuhan, melatih kepekaan untuk mendengar suara Tuhan melalui persekutuan yang karib dengan-Nya, sebab "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14).
Visi mendorong kita untuk memiliki prioritas-prioritas dan membuat pilihan-pilihan hidup yang benar; visi mendorong kita untuk memiliki semangat dan motivasi yang lebih lagi dalam melakukan segala sesuatu. Bisa dikatakan bahwa visi sangat menentukan arah hidup seseorang. Karena mengerti dan memahami visi yang Tuhan taruh dalam hidupnya, rasul Paulus berkomitmen: "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14).
Ada banyak orang Kristen tak mampu melihat visi Tuhan dalam hidupnya. Terlihat dari cara hidup mereka dalam mengerjakan perkara-perkara yang tidak ada greget sama sekali! Tidaklah mengherankan jika kehidupan rohaninya tidak mengalami kemajuan yang berarti, "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras." (Ibrani 5:12). Tuhan Yesus telah berfirman, "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12). Kuasa Tuhan akan dinyatakan dengan luar biasa kepada setiap orang percaya yang mau melangkah untuk mengerjakan panggilan Tuhan.
Jangan sia-siakan visi yang Tuhan taruh dalam hidup ini, melainkan kerjakan itu dengan roh yang menyala-nyala!
Tuesday, May 16, 2017
ORANG PERCAYA HARUS PUNYA VISI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2017
Baca: 2 Raja-Raja 6:8-23
"'Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.' Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." 2 Raja-Raja 6:17
Dalam kehidupan rohani, orang percaya perlu punya visi. Jika tidak, perjalanan hidup kekristenannya akan tersendat-sendat, sulit alami pertumbuhan rohani yang maksimal.
Visi merupakan penglihatan akan apa yang terjadi, baik itu peristiwa, perbuatan atau tindakan, karya, maupun situasi atau keadaan lingkungan. Di dalam Alkitab istilah visi bersifat nabiah atau pewahyuan, di mana Tuhan menyatakan kehendak dan rencana-Nya, baik itu kepada individu atau pun kelompok, khususnya kepada bangsa Israel. Dan Tuhan menyatakan visi-Nya bisa melalui mimpi, penglihatan atau juga melalui perantaraan nabi-nabi-Nya. Visi juga bisa diartikan pandangan rohani. Apa yang tidak dilihat orang lain itulah yang diwahyukan Tuhan kepada kita. Dengan kata lain kita melihat apa yang orang lain tidak lihat.
Karena memiliki pandangan rohani, nabi Elisa dapat melihat bala tentara sorgawi dengan kuda dan kereta berapi yang jumlahnya lebih banyak dari tentara raja Aram. Berbeda dengan pelayan Elisa yang tidak memiliki pandangan rohani (tidak mempunyai visi yang sama), sehingga ia sangat ketakutan ketika melihat tentara Aram telah mengepung kota Dotan. Karena itu Elisa berdoa supaya Tuhan membuka mata rohani bujangnya itu dan Tuhan pun mengabulkan doanya. Akhirnya pelayan Elisa itu pun dapat melihat bahwa gunung itu penuh dengan tentara sorga, berkuda dengan kereta berapi mengelilingi Elisa (ayat nas).
Begitu pula Musa, karena memiliki visi dari Tuhan, "...Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah." (Ibrani 11:24-26). Musa mampu melihat apa yang orang lain tidak mampu lihat, ia tahu bahwa "...yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18).
Milikilah kepekaan rohani supaya kita mampu menangkap visi yang Tuhan beri!
Baca: 2 Raja-Raja 6:8-23
"'Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.' Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa." 2 Raja-Raja 6:17
Dalam kehidupan rohani, orang percaya perlu punya visi. Jika tidak, perjalanan hidup kekristenannya akan tersendat-sendat, sulit alami pertumbuhan rohani yang maksimal.
Visi merupakan penglihatan akan apa yang terjadi, baik itu peristiwa, perbuatan atau tindakan, karya, maupun situasi atau keadaan lingkungan. Di dalam Alkitab istilah visi bersifat nabiah atau pewahyuan, di mana Tuhan menyatakan kehendak dan rencana-Nya, baik itu kepada individu atau pun kelompok, khususnya kepada bangsa Israel. Dan Tuhan menyatakan visi-Nya bisa melalui mimpi, penglihatan atau juga melalui perantaraan nabi-nabi-Nya. Visi juga bisa diartikan pandangan rohani. Apa yang tidak dilihat orang lain itulah yang diwahyukan Tuhan kepada kita. Dengan kata lain kita melihat apa yang orang lain tidak lihat.
Karena memiliki pandangan rohani, nabi Elisa dapat melihat bala tentara sorgawi dengan kuda dan kereta berapi yang jumlahnya lebih banyak dari tentara raja Aram. Berbeda dengan pelayan Elisa yang tidak memiliki pandangan rohani (tidak mempunyai visi yang sama), sehingga ia sangat ketakutan ketika melihat tentara Aram telah mengepung kota Dotan. Karena itu Elisa berdoa supaya Tuhan membuka mata rohani bujangnya itu dan Tuhan pun mengabulkan doanya. Akhirnya pelayan Elisa itu pun dapat melihat bahwa gunung itu penuh dengan tentara sorga, berkuda dengan kereta berapi mengelilingi Elisa (ayat nas).
Begitu pula Musa, karena memiliki visi dari Tuhan, "...Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah." (Ibrani 11:24-26). Musa mampu melihat apa yang orang lain tidak mampu lihat, ia tahu bahwa "...yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18).
Milikilah kepekaan rohani supaya kita mampu menangkap visi yang Tuhan beri!
Monday, May 15, 2017
KUAT BERDIRI DI ATAS BADAI HIDUP (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2017
Baca: Kisah Rasul Paulus 27:14-44
"Demikianlah mereka semua selamat naik ke darat." Kisah 27:44b
Kemana kita mengarahkan pengharapan hidup ini? Ada tertulis: "Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya." (Ibrani 6:19-20). Badai sebesar apa pun boleh saja menyerang dalam kehidupan ini, baik itu dalam pekerjaan, keluarga, kesehatan, keuangan dan sebagainya. Namun saat kita mmeiliki pengharapan di dalam Tuhan, kita tidak akan binasa. Pengharapan berbicara tentang iman....
Selama empat belas hari, 276 orang lebih tidak melihat terang maupun bintang, mereka juga tidak makan, kelaparan, kacau balau, terkatung-katung di tengah laut. Tetapi pada akhirnya mereka bisa selamat... Karena ada 1 orang yang memiliki iman yaitu rasul Paulus. "Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku." (Kisah 27:25). Rasul Paulus sangat percaya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Ia bisa berkata demikian karena pandangannya tertuju kepada Tuhan, bukan kepada situasi atau keadaan yang ada. "-sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat-" (2 Korintus 5:7). Iman adalah output ketika seseorang memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17).
"Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku," (Kisah 27:23). Di tengah kesesakan hebat rasul Paulus masih dapat bersekutu dengan Tuhan melalui doa dan penyembahan. Saat berada di tengah badai, masihkah kita memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan? ataukah kita justru larut lari meninggalkan Tuhan dan mencari pertolongan kepada sumber yang lain? Walaupun berada di tengah badai jangan pernah tawar hati, sebab Tuhan telah berjanji, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5).
Kunci agar kuat di tengah hantaman badai adalah tetap mengarahkan pandangan hanya kepada Tuhan dan memelihara persekutuan yang karib dengan-Nya!
Baca: Kisah Rasul Paulus 27:14-44
"Demikianlah mereka semua selamat naik ke darat." Kisah 27:44b
Kemana kita mengarahkan pengharapan hidup ini? Ada tertulis: "Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya." (Ibrani 6:19-20). Badai sebesar apa pun boleh saja menyerang dalam kehidupan ini, baik itu dalam pekerjaan, keluarga, kesehatan, keuangan dan sebagainya. Namun saat kita mmeiliki pengharapan di dalam Tuhan, kita tidak akan binasa. Pengharapan berbicara tentang iman....
Selama empat belas hari, 276 orang lebih tidak melihat terang maupun bintang, mereka juga tidak makan, kelaparan, kacau balau, terkatung-katung di tengah laut. Tetapi pada akhirnya mereka bisa selamat... Karena ada 1 orang yang memiliki iman yaitu rasul Paulus. "Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku." (Kisah 27:25). Rasul Paulus sangat percaya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Ia bisa berkata demikian karena pandangannya tertuju kepada Tuhan, bukan kepada situasi atau keadaan yang ada. "-sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat-" (2 Korintus 5:7). Iman adalah output ketika seseorang memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17).
"Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku," (Kisah 27:23). Di tengah kesesakan hebat rasul Paulus masih dapat bersekutu dengan Tuhan melalui doa dan penyembahan. Saat berada di tengah badai, masihkah kita memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan? ataukah kita justru larut lari meninggalkan Tuhan dan mencari pertolongan kepada sumber yang lain? Walaupun berada di tengah badai jangan pernah tawar hati, sebab Tuhan telah berjanji, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5).
Kunci agar kuat di tengah hantaman badai adalah tetap mengarahkan pandangan hanya kepada Tuhan dan memelihara persekutuan yang karib dengan-Nya!
Sunday, May 14, 2017
KUAT BERDIRI DI ATAS BADAI HIDUP (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2017
Baca: Kisah Para Rasul 27:14-44
"Tetapi tidak berapa lama kemudian turunlah dari arah pulau itu angin badai, yang disebut angin 'Timur Laut'. Kapal itu dilandanya dan tidak tahan menghadapi angin haluan." Kisah 27:14-15a
Dikisahkan terdapat 276 jiwa berada dalam satu kapal yang sedang mengalami pencobaan yang sangat berat saat menempuh perjalanan menuju Roma. Kapal tersebut terkena angin sakal sehingga terombang-ambing di tengah lautan. Lebih mengerikan lagi, saat kejadian berlangsung langit dalam keadaan gelap gulita sampai-sampai mereka tidak melihat matahari selama hampir 14 hari. Begitu dahsyatnya angin sakal dan gelombang laut yang menghantam kapal, orang-orang menjadi tawar hati dan hilang pengharapan. "Setelah beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam kami, akhirnya putuslah segala harapan kami untuk dapat menyelamatkan diri kami." (ayat 20). Alkitab menyatakan, "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10).
Ketika orang-orang sudah sangat pesimistis dan merasa sudah tidak memiliki harapan untuk selamat, rasul Paulus -yang kebetulan menjadi salah satu penumpang di kapal itu-, memiliki sikap hati yang berbeda. Di tengah kepanikan yang hebat rasul Paulus mampu menguatkan orang banyak itu: "Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini." (Kisah 27:22). Dengan penuh iman ia berkata, "Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya." (Kisah 27:34b). Kemudian untuk mengantisipasi supaya kapal tidak kandas di salah satu batu karang mereka pun sepakat membuang sauh, bahkan empat sauh sekaligus (Kisah 27:29). Sauh/jangkar adalah alat berkait dan berat, dibuat dari besi, yang dilabuhkan dari kapal ke dasar laut supaya kapal dapat berhenti dan tidak terbawa oleh arus. Dengan sauh sebuah kapal akan tetap kokoh menghadapi hantaman ombak!
Hati kita ibarat kapal yang sedang mengarungi lautan kehidupan sedangkan 'sauh' berbicara tentang pengharapan. Hati kita akan tetap kuat di tengah badai atau hantaman ombak sebesar apa pun, apabila kita memiliki pengharapan. Pertanyaannya: ke arah manakah sauh atau pengharapan itu akan kita labuhkan? (Berlanjut)
Baca: Kisah Para Rasul 27:14-44
"Tetapi tidak berapa lama kemudian turunlah dari arah pulau itu angin badai, yang disebut angin 'Timur Laut'. Kapal itu dilandanya dan tidak tahan menghadapi angin haluan." Kisah 27:14-15a
Dikisahkan terdapat 276 jiwa berada dalam satu kapal yang sedang mengalami pencobaan yang sangat berat saat menempuh perjalanan menuju Roma. Kapal tersebut terkena angin sakal sehingga terombang-ambing di tengah lautan. Lebih mengerikan lagi, saat kejadian berlangsung langit dalam keadaan gelap gulita sampai-sampai mereka tidak melihat matahari selama hampir 14 hari. Begitu dahsyatnya angin sakal dan gelombang laut yang menghantam kapal, orang-orang menjadi tawar hati dan hilang pengharapan. "Setelah beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam kami, akhirnya putuslah segala harapan kami untuk dapat menyelamatkan diri kami." (ayat 20). Alkitab menyatakan, "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10).
Ketika orang-orang sudah sangat pesimistis dan merasa sudah tidak memiliki harapan untuk selamat, rasul Paulus -yang kebetulan menjadi salah satu penumpang di kapal itu-, memiliki sikap hati yang berbeda. Di tengah kepanikan yang hebat rasul Paulus mampu menguatkan orang banyak itu: "Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini." (Kisah 27:22). Dengan penuh iman ia berkata, "Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya." (Kisah 27:34b). Kemudian untuk mengantisipasi supaya kapal tidak kandas di salah satu batu karang mereka pun sepakat membuang sauh, bahkan empat sauh sekaligus (Kisah 27:29). Sauh/jangkar adalah alat berkait dan berat, dibuat dari besi, yang dilabuhkan dari kapal ke dasar laut supaya kapal dapat berhenti dan tidak terbawa oleh arus. Dengan sauh sebuah kapal akan tetap kokoh menghadapi hantaman ombak!
Hati kita ibarat kapal yang sedang mengarungi lautan kehidupan sedangkan 'sauh' berbicara tentang pengharapan. Hati kita akan tetap kuat di tengah badai atau hantaman ombak sebesar apa pun, apabila kita memiliki pengharapan. Pertanyaannya: ke arah manakah sauh atau pengharapan itu akan kita labuhkan? (Berlanjut)
Saturday, May 13, 2017
APA YANG MENJADI FONDASI HIDUPMU?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2017
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya." 1 Korintus 2:10b
Semakin tinggi suatu bangunan atau gedung, semakin dalam dan semakin kokoh fondasi yang harus ditanam. Jika tidak, saat badai atau goncangan datang menyerang, bangunan tersebut pasti tidak akan mampu berdiri tegak alias bakalan roboh. Begitu pula tak seorang pun dapat menduga dan mengira kapan datangnya angin, badai atau goncangan dalam kehidupan ini. Oleh karena itu penting sekali memiliki fondasi hidup yang kuat dan kokoh, supaya ketika angin, badai, gelombang atau goncangan melanda kehidupan ini kita tetap mampu berdiri tegak dan tak tergoyahkan!
Dengan apakah kita membangun fondasi hidup ini? "Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak." (1 Korintus 3:10b-13a). Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." (Matius 7:24-25). Jika kita membangun fondasi hidup kita di atas Batu Karang yang teguh yaitu Tuhan Yesus dan firman-Nya, kita akan menjadi kuat, sekalipun harus melewati angin, badai, goncangan dan gelombang kehidupan. Rasul Paulus menasihati, "...hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya." (Efesus 6:10).
Saat ini banyak orang tak berdaya dan akhirnya tenggelam dalam badai dan gelombang kehidupan karena mereka membangun fondasi hidupnya di atas perkara-perkara yang ada di dunia ini atau hal-hal yang sifatnya jasmaniah, sedangkan hatinya menjauh dari Tuhan. Sayangnya apa yang selama ini mereka andalkan, harapkan dan bangga-banggakan, tak mampu menolongnya...
Tuhan Yesus sudah mengingatkan: "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." Yohanes 15:5b
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya." 1 Korintus 2:10b
Semakin tinggi suatu bangunan atau gedung, semakin dalam dan semakin kokoh fondasi yang harus ditanam. Jika tidak, saat badai atau goncangan datang menyerang, bangunan tersebut pasti tidak akan mampu berdiri tegak alias bakalan roboh. Begitu pula tak seorang pun dapat menduga dan mengira kapan datangnya angin, badai atau goncangan dalam kehidupan ini. Oleh karena itu penting sekali memiliki fondasi hidup yang kuat dan kokoh, supaya ketika angin, badai, gelombang atau goncangan melanda kehidupan ini kita tetap mampu berdiri tegak dan tak tergoyahkan!
Dengan apakah kita membangun fondasi hidup ini? "Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak." (1 Korintus 3:10b-13a). Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." (Matius 7:24-25). Jika kita membangun fondasi hidup kita di atas Batu Karang yang teguh yaitu Tuhan Yesus dan firman-Nya, kita akan menjadi kuat, sekalipun harus melewati angin, badai, goncangan dan gelombang kehidupan. Rasul Paulus menasihati, "...hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya." (Efesus 6:10).
Saat ini banyak orang tak berdaya dan akhirnya tenggelam dalam badai dan gelombang kehidupan karena mereka membangun fondasi hidupnya di atas perkara-perkara yang ada di dunia ini atau hal-hal yang sifatnya jasmaniah, sedangkan hatinya menjauh dari Tuhan. Sayangnya apa yang selama ini mereka andalkan, harapkan dan bangga-banggakan, tak mampu menolongnya...
Tuhan Yesus sudah mengingatkan: "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." Yohanes 15:5b
Friday, May 12, 2017
TUHAN ADALAH KOTA BENTENG ORANG PERCAYA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2017
Baca: Mazmur 27:1-14
"TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" Mazmur 27:1b
Pertolongan, perlindungan dan kekuatan yang sejati hanya kita dapatkan di dalam Tuhan, karena Dia adalah benteng hidup kita. Ada tertulis: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Seberat apa pun masalah dan tantangan yang kita hadapi, jika kita mau bersandar dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan, kita pasti beroleh kekuatan untuk menanggungnya, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Saat itulah kita pun dapat berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Setiap kita pasti punya pengalaman dalam hidup ini. Ada saat-saat di mana kita berada dalam posisi terjepit, mengalami jalan buntu, tidak tahu lagi harus berbuat apa, dan tak seorang pun dapat menolong kita. Kita seakan-akan berada di dalam jurang yang teramat dalam. Namun, ketika "Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN!" (Mazmur 130:1), berserah berseru-seru memohon pertolongan-Nya, pada saat yang tepat Ia akan bertindak dan memberi pertolongan kepada kita. Saat itulah kita baru menyadari bahwa Tuhan benar-benar menjadi kota benteng kita, "...sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2).
Hidup adalah sebuah peperangan! Setiap hari kita dihadapkan pada peperangan: menghadapi masalah dan keinginan daging, terlebih lagi berperang melawan penghulu-penghulu di udara (roh-roh jahat) atau Iblis dengan bala tentaranya. Asal kita tetap tinggal dekat Tuhan, berada di kota benteng-Nya, kita pasti akan menang, sebab Tuhan ada di pihak kita, "...pandanglah pekerjaan TUHAN, yang mengadakan pemusnahan di bumi, yang menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar kereta-kereta perang dengan api!" (Mazmur 46:9-10).
Di dalam Tuhan ada jaminan keamanan dan perlindungan yang sempurna!
Baca: Mazmur 27:1-14
"TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" Mazmur 27:1b
Pertolongan, perlindungan dan kekuatan yang sejati hanya kita dapatkan di dalam Tuhan, karena Dia adalah benteng hidup kita. Ada tertulis: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Seberat apa pun masalah dan tantangan yang kita hadapi, jika kita mau bersandar dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan, kita pasti beroleh kekuatan untuk menanggungnya, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Saat itulah kita pun dapat berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Setiap kita pasti punya pengalaman dalam hidup ini. Ada saat-saat di mana kita berada dalam posisi terjepit, mengalami jalan buntu, tidak tahu lagi harus berbuat apa, dan tak seorang pun dapat menolong kita. Kita seakan-akan berada di dalam jurang yang teramat dalam. Namun, ketika "Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN!" (Mazmur 130:1), berserah berseru-seru memohon pertolongan-Nya, pada saat yang tepat Ia akan bertindak dan memberi pertolongan kepada kita. Saat itulah kita baru menyadari bahwa Tuhan benar-benar menjadi kota benteng kita, "...sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2).
Hidup adalah sebuah peperangan! Setiap hari kita dihadapkan pada peperangan: menghadapi masalah dan keinginan daging, terlebih lagi berperang melawan penghulu-penghulu di udara (roh-roh jahat) atau Iblis dengan bala tentaranya. Asal kita tetap tinggal dekat Tuhan, berada di kota benteng-Nya, kita pasti akan menang, sebab Tuhan ada di pihak kita, "...pandanglah pekerjaan TUHAN, yang mengadakan pemusnahan di bumi, yang menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar kereta-kereta perang dengan api!" (Mazmur 46:9-10).
Di dalam Tuhan ada jaminan keamanan dan perlindungan yang sempurna!
Thursday, May 11, 2017
TUHAN ADALAH KOTA BENTENG ORANG PERCAYA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2017
Baca: Mazmur 46:1-12
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan," Mazmur 46:12
Di zaman dahulu setiap kota selalu memiliki benteng, pintu gerbang kota dan juga tembok yang mengelilingi kota itu, dengan tujuan supaya kota itu terjaga aman dan terlindungi dari serangan musuh. Namun bagaimanapun juga perlindungan dan penjagaan yang dibangun oleh manusia adalah terbatas adanya, tidak seratus persen dapat memberikan jaminan keamanan dan keselamatan yang sempurna. "...jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga." (Mazmur 127:1b).
Bani Korah dalam nyanyiannya menyatakan bahwa kota benteng orang percaya adalah Tuhan, Dialah bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan. Artinya ketika kita masuk ke kota benteng perlindungan itu kita akan beroleh jaminan keamanan, ketenangan dan perlindungan, karena "Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang;" (Mazmur 46:6). Adakah tempat di dunia ini yang dapat menjamin keamanan dan perlindungan bagi manusia? Tidak ada. Di masa sekarang ini banyak orang mengalami ketakutan yang luar biasa karena goncangan terjadi di mana-mana, "Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang..." (Mazmur 46:7), namun sebagai orang percaya kita tidak perlu kuatir dan takut, "...karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28). Sekalipun musuh menyerang, sekalipun setiap hari kita disuguhi berita-berita menggemparkan, perlindungan yang Tuhan sediakan sudah lebih dari cukup untuk membuat kita aman, tenteram dan merasakan damai sejahtera yang luar biasa.
Tuhan sebagai kota benteng berarti Ia adalah sebagai tempat perlindungan dan kekuatan bagi kita. Ada banyak orang mengeluh, berputus asa atau frustasi karena merasa sudah tidak kuat, tidak sanggup dan tidak mampu menanggung beban hidup yang teramat berat. Dalam kondisi seperti itu mereka bukannya mencari Tuhan, tetapi menempuh cara-cara instan dengan melakukan tindakan kompromi dengan dosa alias berbuat nekat. Solusi atau jalan keluar tidak mereka dapatkan, mereka justru semakin terjerumus ke lubang yang semakin dalam. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12).
Adalah sia-sia belaka jika kita mencari pertolongan di luar Tuhan!
Baca: Mazmur 46:1-12
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan," Mazmur 46:12
Di zaman dahulu setiap kota selalu memiliki benteng, pintu gerbang kota dan juga tembok yang mengelilingi kota itu, dengan tujuan supaya kota itu terjaga aman dan terlindungi dari serangan musuh. Namun bagaimanapun juga perlindungan dan penjagaan yang dibangun oleh manusia adalah terbatas adanya, tidak seratus persen dapat memberikan jaminan keamanan dan keselamatan yang sempurna. "...jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga." (Mazmur 127:1b).
Bani Korah dalam nyanyiannya menyatakan bahwa kota benteng orang percaya adalah Tuhan, Dialah bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan. Artinya ketika kita masuk ke kota benteng perlindungan itu kita akan beroleh jaminan keamanan, ketenangan dan perlindungan, karena "Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang;" (Mazmur 46:6). Adakah tempat di dunia ini yang dapat menjamin keamanan dan perlindungan bagi manusia? Tidak ada. Di masa sekarang ini banyak orang mengalami ketakutan yang luar biasa karena goncangan terjadi di mana-mana, "Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang..." (Mazmur 46:7), namun sebagai orang percaya kita tidak perlu kuatir dan takut, "...karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28). Sekalipun musuh menyerang, sekalipun setiap hari kita disuguhi berita-berita menggemparkan, perlindungan yang Tuhan sediakan sudah lebih dari cukup untuk membuat kita aman, tenteram dan merasakan damai sejahtera yang luar biasa.
Tuhan sebagai kota benteng berarti Ia adalah sebagai tempat perlindungan dan kekuatan bagi kita. Ada banyak orang mengeluh, berputus asa atau frustasi karena merasa sudah tidak kuat, tidak sanggup dan tidak mampu menanggung beban hidup yang teramat berat. Dalam kondisi seperti itu mereka bukannya mencari Tuhan, tetapi menempuh cara-cara instan dengan melakukan tindakan kompromi dengan dosa alias berbuat nekat. Solusi atau jalan keluar tidak mereka dapatkan, mereka justru semakin terjerumus ke lubang yang semakin dalam. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12).
Adalah sia-sia belaka jika kita mencari pertolongan di luar Tuhan!
Wednesday, May 10, 2017
YOSUA: Pemegang Tongkat Estafet (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2017
Baca: Ulangan 31:1-8
"Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." Ulangan 31:6
Ketika dipilih Tuhan untuk menggantikan Musa, kemungkinan besar respons Yosua adalah terkejut, gelisah, dan tidak tenang, kemungkinan juga ada keraguan dan kekuatiran berkecamuk dibenaknya: dapatkah ia memimpin suatu bangsa yang besar ini, bagaimana reaksi umat Israel jika ternyata kemampuannya dalam memimpin tidak sebanding dengan pemimpin sebelumnya (Musa). Itu sebabnya, Musa memberikan nasihat yang menguatkan dan meneguhkan, "...janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (ayat nas).
Menjadi pemimpin adalah sebuah kepercayaan yang tidak semua orang bisa mendapatkannya! Yosua harus menangkap ini sebagai kesempatan untuk memaksimalkan semua potensi yang sudah Tuhan taruh dalam hidupnya. Memang untuk mengerjakan visi besar dari Tuhan yaitu menuntun bangsa Israel menuju Tanah perjanjian, bukanlah perkara mudah, karena ada banyak sekali tantangan dan juga musuh-musuh yang harus ditaklukkan. Jadi, seorang pemimpin haruslah bermental baja, berani dan tidak mudah menyerah. Yang perlu ditegaskan lagi kepada Yosua bahwa ia tidak sendirian, "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati." (ayat 8). Karena itu Yosua harus terus maju dengan berpegang teguh kepada janji firman Tuhan. "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3).
Tuhan memberikan kunci rahasia untuk mencapai keberhasilan: "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Kunci kepemimpinan yang berhasil adalah berjalan bersama Tuhan, senantiasa mengandalkan-Nya, dan berpegang teguh pada janji firman-Nya!
Baca: Ulangan 31:1-8
"Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." Ulangan 31:6
Ketika dipilih Tuhan untuk menggantikan Musa, kemungkinan besar respons Yosua adalah terkejut, gelisah, dan tidak tenang, kemungkinan juga ada keraguan dan kekuatiran berkecamuk dibenaknya: dapatkah ia memimpin suatu bangsa yang besar ini, bagaimana reaksi umat Israel jika ternyata kemampuannya dalam memimpin tidak sebanding dengan pemimpin sebelumnya (Musa). Itu sebabnya, Musa memberikan nasihat yang menguatkan dan meneguhkan, "...janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (ayat nas).
Menjadi pemimpin adalah sebuah kepercayaan yang tidak semua orang bisa mendapatkannya! Yosua harus menangkap ini sebagai kesempatan untuk memaksimalkan semua potensi yang sudah Tuhan taruh dalam hidupnya. Memang untuk mengerjakan visi besar dari Tuhan yaitu menuntun bangsa Israel menuju Tanah perjanjian, bukanlah perkara mudah, karena ada banyak sekali tantangan dan juga musuh-musuh yang harus ditaklukkan. Jadi, seorang pemimpin haruslah bermental baja, berani dan tidak mudah menyerah. Yang perlu ditegaskan lagi kepada Yosua bahwa ia tidak sendirian, "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati." (ayat 8). Karena itu Yosua harus terus maju dengan berpegang teguh kepada janji firman Tuhan. "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3).
Tuhan memberikan kunci rahasia untuk mencapai keberhasilan: "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Kunci kepemimpinan yang berhasil adalah berjalan bersama Tuhan, senantiasa mengandalkan-Nya, dan berpegang teguh pada janji firman-Nya!
Tuesday, May 9, 2017
YOSUA: Pemegang Tongkat Estafet (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2017
Baca: Ulangan 31:1-8
"Yosua, dialah yang akan menyeberang di depanmu, seperti yang difirmankan TUHAN." Ulangan 31:3
Pada suatu kesempatan Musa berdiri di hadapan seluruh umat Israel untuk menyampaikan pesan yang sangat penting. Musa menyadari ia telah berusia sangat lanjut dan tidak lama lagi akan meninggal. Karena itu umat Israel sewaktu-waktu harus siap menghadapi sebuah perubahan. Salah satu perubahan itu adalah soal kepemimpinan. Umat Israel tidak perlu takut dan kuatir jika nantinya Musa tidak lagi ada bersama-sama dengan mereka. Musa mengingatkan agar umat Israel tetap mengarahkan pandangan hanya kepada Tuhan yang adalah pemimpin utama mereka, bukan kepada manusia. "TUHAN, Allahmu, Dialah yang akan menyeberang di depanmu; Dialah yang akan memunahkan bangsa-bangsa itu dari hadapanmu, sehingga engkau dapat memiliki negeri mereka; Yosua, dialah yang akan menyeberang di depanmu, seperti yang difirmankan TUHAN." (ayat 3). Kini Tuhan telah menunjuk dan memilih Yosua untuk melanjutkan kepemimpinan menggantikan Musa.
Siapakah Yosua? Yosua adalah keturunan Efraim, anak dari Nun, yang masa mudanya banyak dihabiskan di padang gurun dalam pengembaraan menuju Kanaan. Ia adalah abdi atau pelayan Musa yang setia. Sebagai abdi ia pun mengalami masa-masa yang sulit, penuh ujian dan tantangan bersama Musa. Nama sebenarnya adalah Hosea, yang artinya Keselamatan. Tetapi Musa memanggilnya Yosua (baca Bilangan 13:16), yang artinya Ia akan menyelamatkan atau keselamatan dari Yehovah. Yosua tidak pernah membayangkan suatu saat akan dipilih dan dipercaya Tuhan untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan menggantikan Musa. Adalah tidak mudah untuk beroleh sebuah kepercayaan! Yosua dipercaya oleh karena ia setia menjalani proses: "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Alkitab menyatakan bahwa orang-orang yang setialah yang dipakai Tuhan untuk menggenapi rencana-Nya.
Di masa-masa seperti sekarang ini sulit sekali menemukan orang yang memiliki kesetiaan seperti Yosua ini. Umumnya orang setia kalau ada embel-embel di belakangnya. Sungguh benar apa yang dikatakan pemazmur: "...orang saleh telah habis, telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2).
Karena kesetiaannya sangat teruji Yosua dipercaya menggantikan Musa!
Baca: Ulangan 31:1-8
"Yosua, dialah yang akan menyeberang di depanmu, seperti yang difirmankan TUHAN." Ulangan 31:3
Pada suatu kesempatan Musa berdiri di hadapan seluruh umat Israel untuk menyampaikan pesan yang sangat penting. Musa menyadari ia telah berusia sangat lanjut dan tidak lama lagi akan meninggal. Karena itu umat Israel sewaktu-waktu harus siap menghadapi sebuah perubahan. Salah satu perubahan itu adalah soal kepemimpinan. Umat Israel tidak perlu takut dan kuatir jika nantinya Musa tidak lagi ada bersama-sama dengan mereka. Musa mengingatkan agar umat Israel tetap mengarahkan pandangan hanya kepada Tuhan yang adalah pemimpin utama mereka, bukan kepada manusia. "TUHAN, Allahmu, Dialah yang akan menyeberang di depanmu; Dialah yang akan memunahkan bangsa-bangsa itu dari hadapanmu, sehingga engkau dapat memiliki negeri mereka; Yosua, dialah yang akan menyeberang di depanmu, seperti yang difirmankan TUHAN." (ayat 3). Kini Tuhan telah menunjuk dan memilih Yosua untuk melanjutkan kepemimpinan menggantikan Musa.
Siapakah Yosua? Yosua adalah keturunan Efraim, anak dari Nun, yang masa mudanya banyak dihabiskan di padang gurun dalam pengembaraan menuju Kanaan. Ia adalah abdi atau pelayan Musa yang setia. Sebagai abdi ia pun mengalami masa-masa yang sulit, penuh ujian dan tantangan bersama Musa. Nama sebenarnya adalah Hosea, yang artinya Keselamatan. Tetapi Musa memanggilnya Yosua (baca Bilangan 13:16), yang artinya Ia akan menyelamatkan atau keselamatan dari Yehovah. Yosua tidak pernah membayangkan suatu saat akan dipilih dan dipercaya Tuhan untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan menggantikan Musa. Adalah tidak mudah untuk beroleh sebuah kepercayaan! Yosua dipercaya oleh karena ia setia menjalani proses: "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Alkitab menyatakan bahwa orang-orang yang setialah yang dipakai Tuhan untuk menggenapi rencana-Nya.
Di masa-masa seperti sekarang ini sulit sekali menemukan orang yang memiliki kesetiaan seperti Yosua ini. Umumnya orang setia kalau ada embel-embel di belakangnya. Sungguh benar apa yang dikatakan pemazmur: "...orang saleh telah habis, telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2).
Karena kesetiaannya sangat teruji Yosua dipercaya menggantikan Musa!
Monday, May 8, 2017
JANGAN MAIN-MAIN DENGAN IBADAH (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Mei 2017
Baca: Nehemia 8:1-9
"Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu." Nehemia 8:4b
Adalah menyedihkan sekali jika orang Kristen tidak lagi tertarik beribadah ke gereja, merasa rugi telah membuang waktu percuma. Bagi mereka waktu adalah uang! Mereka berpikir adalah lebih baik mengerjakan pekerjaan yang menghasilkan atau mendatangkan keuntungan materi: tetap buka toko atau kerja lembur di kantor, daripada menghabiskan waktu beberapa jam di tempat ibadah. Ada orang yang datang ke gereja hanya mengisi waktu senggang, daripada menganggur di rumah. Sebagian lagi ada orang Kristen yang begitu sibuk melayani pekerjaan Tuhan, tapi disertai motivasi yang tidak benar yaitu semata-mata memamerkan kehebatan atau talentanya supaya beroleh pujian. Berhati-hatilah!
2. Fokus dan memperhatikan sungguh-sungguh. Ketika Ezra, ahli kitab, membawa kitab Taurat itu ke hadapan jemaat, ia "...membacakan beberapa bagian dari pada kitab itu di halaman di depan pintu gerbang Air dari pagi sampai tengah hari di hadapan laki-laki dan perempuan dan semua orang yang dapat mengerti. Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu." (ayat 4). Meski ibadah berlangsung cukup lama yaitu dari pagi hingga tengah hari, dan berada di area outdoor (terkena terik matahari), umat Israel tetap fokus dan memberikan perhatian penuh. Alkitab mencatat bahwa umat yang berkumpul, "...ada empat puluh dua ribu tiga ratus enam puluh orang, selain dari budak mereka laki-laki dan perempuan yang berjumlah tujuh ribu tiga ratus tiga puluh tujuh orang. Pada mereka ada dua ratus empat puluh lima penyanyi laki-laki dan perempuan." (Nehemia 7:66-67).
Sering dijumpai banyak anak Tuhan yang tidak fokus beribadah. Tubuh memang ada di gereja, namun hati dan pikiran melayang kemana-mana. Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan (baca Roma 12:1). Sebuah ibadah tanpa disertai rasa takut akan Tuhan dan menghormati hadirat-Nya adalah sia-sia dan tidak berkenan di hadapan Tuhan.
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar, supaya Ia jangan murka dan kamu binasa di jalan, sebab mudah sekali murka-Nya menyala." Mazmur 2:11-12
Baca: Nehemia 8:1-9
"Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu." Nehemia 8:4b
Adalah menyedihkan sekali jika orang Kristen tidak lagi tertarik beribadah ke gereja, merasa rugi telah membuang waktu percuma. Bagi mereka waktu adalah uang! Mereka berpikir adalah lebih baik mengerjakan pekerjaan yang menghasilkan atau mendatangkan keuntungan materi: tetap buka toko atau kerja lembur di kantor, daripada menghabiskan waktu beberapa jam di tempat ibadah. Ada orang yang datang ke gereja hanya mengisi waktu senggang, daripada menganggur di rumah. Sebagian lagi ada orang Kristen yang begitu sibuk melayani pekerjaan Tuhan, tapi disertai motivasi yang tidak benar yaitu semata-mata memamerkan kehebatan atau talentanya supaya beroleh pujian. Berhati-hatilah!
2. Fokus dan memperhatikan sungguh-sungguh. Ketika Ezra, ahli kitab, membawa kitab Taurat itu ke hadapan jemaat, ia "...membacakan beberapa bagian dari pada kitab itu di halaman di depan pintu gerbang Air dari pagi sampai tengah hari di hadapan laki-laki dan perempuan dan semua orang yang dapat mengerti. Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu." (ayat 4). Meski ibadah berlangsung cukup lama yaitu dari pagi hingga tengah hari, dan berada di area outdoor (terkena terik matahari), umat Israel tetap fokus dan memberikan perhatian penuh. Alkitab mencatat bahwa umat yang berkumpul, "...ada empat puluh dua ribu tiga ratus enam puluh orang, selain dari budak mereka laki-laki dan perempuan yang berjumlah tujuh ribu tiga ratus tiga puluh tujuh orang. Pada mereka ada dua ratus empat puluh lima penyanyi laki-laki dan perempuan." (Nehemia 7:66-67).
Sering dijumpai banyak anak Tuhan yang tidak fokus beribadah. Tubuh memang ada di gereja, namun hati dan pikiran melayang kemana-mana. Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan (baca Roma 12:1). Sebuah ibadah tanpa disertai rasa takut akan Tuhan dan menghormati hadirat-Nya adalah sia-sia dan tidak berkenan di hadapan Tuhan.
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar, supaya Ia jangan murka dan kamu binasa di jalan, sebab mudah sekali murka-Nya menyala." Mazmur 2:11-12
Sunday, May 7, 2017
JANGAN MAIN-MAIN DENGAN IBADAH (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2017
Baca: Nehemia 8:1-19
"maka serentak berkumpullah seluruh rakyat di halaman di depan pintu gerbang Air. Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab itu, supaya ia membawa kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang diberikan TUHAN kepada Israel." Nehemia 8:2
Ada banyak orang Kristen yang menganggap bahwa menghadiri sebuah kebaktian tak ada bedanya dengan menghadiri sebuah pertunjukan musik. Yang menjadi pusat perhatian mereka adalah si pemimpin pujian dan tim musiknya. Apabila mereka tampil kurang maksimal dalam melayani, kita selaku penonton merasa kecewa, tidak puas, tidak terhibur, serta mengkritiknya habis-habisnya. Sikap kita dalam beribadah pun berubah: tidak lagi antusias, ogah-obahan dalam memuji Tuhan, mendengarkan firman pun sambil lalu. Inikah sikap ibadah yang benar? Ingatlah bahwa fokus utama dalam beribadah adalah Tuhan, bukan manusia. Jika kita menyadari bahwa yang menjadi pusat ibadah adalah Tuhan kita pasti tidak akan main-main lagi dalam beribadah.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika beribadah: 1. Miliki kerinduan untuk bertemu Tuhan. Sudah lama orang-orang Israel (dalam bacaan) tidak melakukan ibadah secara bersama-sama (ibadah raya) karena mereka berada di pembuangan di Babel. Setelah kembali dari pembuangan mereka memiliki kerinduan yang besar untuk bertemu dengan Tuhan. Alkitab menyatakan ketika bulan yang ketujuh tiba serentak berkumpullah umat untuk beribadah kepada Tuhan (ayat nas). Kata serentak menunjukkan bahwa rakyat secara kompak dan sangat antusias berkumpul bersama-sama untuk melakukan ibadah raya tanpa ada paksaan dari pihak lain, atau harus didorong-dorong terlebih dahulu, tapi kerinduan untuk bertemu Tuhan benar-benar timbul dari hati. Umat Israel secara serempak berkumpul untuk beribadah bukan karena sedang menggelar sebuah perayaan atau memperingati hari raya tertentu, tapi karena kerinduan yang besar untuk bertemu dengan Tuhan yang mendorong mereka untuk berkumpul secara serempak.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita beribadah karena dilandasi kerinduan untuk bertemu Tuhan, atau kita melakukan hanya sebatas rutinitas, atau bahkan karena terpaksa? Daud berkata, "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3). (Berlanjut)
Baca: Nehemia 8:1-19
"maka serentak berkumpullah seluruh rakyat di halaman di depan pintu gerbang Air. Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab itu, supaya ia membawa kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang diberikan TUHAN kepada Israel." Nehemia 8:2
Ada banyak orang Kristen yang menganggap bahwa menghadiri sebuah kebaktian tak ada bedanya dengan menghadiri sebuah pertunjukan musik. Yang menjadi pusat perhatian mereka adalah si pemimpin pujian dan tim musiknya. Apabila mereka tampil kurang maksimal dalam melayani, kita selaku penonton merasa kecewa, tidak puas, tidak terhibur, serta mengkritiknya habis-habisnya. Sikap kita dalam beribadah pun berubah: tidak lagi antusias, ogah-obahan dalam memuji Tuhan, mendengarkan firman pun sambil lalu. Inikah sikap ibadah yang benar? Ingatlah bahwa fokus utama dalam beribadah adalah Tuhan, bukan manusia. Jika kita menyadari bahwa yang menjadi pusat ibadah adalah Tuhan kita pasti tidak akan main-main lagi dalam beribadah.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika beribadah: 1. Miliki kerinduan untuk bertemu Tuhan. Sudah lama orang-orang Israel (dalam bacaan) tidak melakukan ibadah secara bersama-sama (ibadah raya) karena mereka berada di pembuangan di Babel. Setelah kembali dari pembuangan mereka memiliki kerinduan yang besar untuk bertemu dengan Tuhan. Alkitab menyatakan ketika bulan yang ketujuh tiba serentak berkumpullah umat untuk beribadah kepada Tuhan (ayat nas). Kata serentak menunjukkan bahwa rakyat secara kompak dan sangat antusias berkumpul bersama-sama untuk melakukan ibadah raya tanpa ada paksaan dari pihak lain, atau harus didorong-dorong terlebih dahulu, tapi kerinduan untuk bertemu Tuhan benar-benar timbul dari hati. Umat Israel secara serempak berkumpul untuk beribadah bukan karena sedang menggelar sebuah perayaan atau memperingati hari raya tertentu, tapi karena kerinduan yang besar untuk bertemu dengan Tuhan yang mendorong mereka untuk berkumpul secara serempak.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita beribadah karena dilandasi kerinduan untuk bertemu Tuhan, atau kita melakukan hanya sebatas rutinitas, atau bahkan karena terpaksa? Daud berkata, "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3). (Berlanjut)
Saturday, May 6, 2017
MASALAH ADALAH BAGIAN DARI PROSES (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2017
Baca: Ayub 23:1-17
"Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." Ayub 23:10
Saat mengalami masalah kita menyadari betapa kita sangat membutuhkan Tuhan, dan menyadari bahwa Tuhan satu-satunya sumber pertolongan. Ada berkat yang baru yang Tuhan sediakan di balik masalah. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23), sehingga Tuhan mempersiapkan kita dulu melalui proses, supaya kita layak untuk menerima berkat-Nya yang baru itu. "Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." (Yesaya 43:19).
Berkat yang baru harus ditaruh di 'wadah' yang baru, "Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula." (Markus 2:22); anggur yang baru harus disimpan di kirbat yang baru. Sudahkah kita benar-benar hidup sebagai 'manusia baru'? Selama kita masih mengenakan 'manusia lama' Tuhan akan terus memproses kita, "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah,...Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:7, 8). Tuhan memproses kita melalui masalah supaya kehidupan kita menjadi kesaksian bagi orang lain. Setiap masalah takkan melebihi kekuatan kita, "Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).
Ketika melihat orang yang buta sejak lahir murid-murid bertanya, "'Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?' Jawab Yesus: 'Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.'" (Yohanes 9:2-3).
Masalah dipakai Tuhan sebagai proses untuk membentuk, mempersiapkan dan menjadikan kita sesuai rencana-Nya!
Baca: Ayub 23:1-17
"Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." Ayub 23:10
Saat mengalami masalah kita menyadari betapa kita sangat membutuhkan Tuhan, dan menyadari bahwa Tuhan satu-satunya sumber pertolongan. Ada berkat yang baru yang Tuhan sediakan di balik masalah. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23), sehingga Tuhan mempersiapkan kita dulu melalui proses, supaya kita layak untuk menerima berkat-Nya yang baru itu. "Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." (Yesaya 43:19).
Berkat yang baru harus ditaruh di 'wadah' yang baru, "Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula." (Markus 2:22); anggur yang baru harus disimpan di kirbat yang baru. Sudahkah kita benar-benar hidup sebagai 'manusia baru'? Selama kita masih mengenakan 'manusia lama' Tuhan akan terus memproses kita, "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah,...Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:7, 8). Tuhan memproses kita melalui masalah supaya kehidupan kita menjadi kesaksian bagi orang lain. Setiap masalah takkan melebihi kekuatan kita, "Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).
Ketika melihat orang yang buta sejak lahir murid-murid bertanya, "'Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?' Jawab Yesus: 'Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.'" (Yohanes 9:2-3).
Masalah dipakai Tuhan sebagai proses untuk membentuk, mempersiapkan dan menjadikan kita sesuai rencana-Nya!
Friday, May 5, 2017
MASALAH ADALAH BAGIAN DARI PROSES (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2017
Baca: Mazmur 38:1-23
"TUHAN, janganlah menghukum aku dalam geram-Mu, dan janganlah menghajar aku dalam kepanasan murka-Mu;" Mazmur 38:2
Perjalanan hidup kekristenan adalah sebuah perjalanan yang tidak mudah, tidak selalu melewati jalan yang rata, tapi penuh dengan tantangan, seperti perjalanan bangsa Israel sebelum mencapai Tanah Perjanjian: harus menaklukkan musuh-musuh. "Tetapi negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, ialah negeri yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, yang mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit; suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun." (Ulangan 11:11-12). Kalimat 'bergunung-gunung dan berlembah-lembah' adalah gambaran bahwa perjalanan yang harus kita tempuh adalah perjalanan yang penuh liku-liku, masalah bisa datang secara tiba-tiba tapi yang menyertai kita (Tuhan) jauh lebih besar dari semua masalah yang ada, dan Ia tidak akan melepaskan pandangan-Nya, tetapi mengawasi kita dari awal sampai akhir!
Apa tujuan Tuhan memproses kita? "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Tuhan perlu proses kita supaya kita memiliki kualitas hidup yang lebih baik lagi. Semakin kita memiliki kehidupan yang berkualitas, semakin kita menjadi perabot untuk maksud yang mulia (baca 2 Timotius 2:21). Tuhan menggunakan masalah untuk mengembangkan karakter kita, menjadikan masalah sebagai latihan rohani yang bertujuan untuk menguatkan iman kita. Jangan jadikan masalah sebagai beban yang justru akan membuat kita semakin stress, tapi anggaplah sebagai kesempatan untuk lebih mendekat kepada Tuhan, mencari wajah-Nya lebih sungguh dan bergantung penuh kepada-Nya.
Berdasarkan pengalaman, penyembahan yang mendalam dan doa yang tulus dan murni biasanya terjadi ketika seseorang berada dalam masalah yang berat. "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya. TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." (Mazmur 34:18-19). (Bersambung)
Baca: Mazmur 38:1-23
"TUHAN, janganlah menghukum aku dalam geram-Mu, dan janganlah menghajar aku dalam kepanasan murka-Mu;" Mazmur 38:2
Perjalanan hidup kekristenan adalah sebuah perjalanan yang tidak mudah, tidak selalu melewati jalan yang rata, tapi penuh dengan tantangan, seperti perjalanan bangsa Israel sebelum mencapai Tanah Perjanjian: harus menaklukkan musuh-musuh. "Tetapi negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, ialah negeri yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, yang mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit; suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun." (Ulangan 11:11-12). Kalimat 'bergunung-gunung dan berlembah-lembah' adalah gambaran bahwa perjalanan yang harus kita tempuh adalah perjalanan yang penuh liku-liku, masalah bisa datang secara tiba-tiba tapi yang menyertai kita (Tuhan) jauh lebih besar dari semua masalah yang ada, dan Ia tidak akan melepaskan pandangan-Nya, tetapi mengawasi kita dari awal sampai akhir!
Apa tujuan Tuhan memproses kita? "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Tuhan perlu proses kita supaya kita memiliki kualitas hidup yang lebih baik lagi. Semakin kita memiliki kehidupan yang berkualitas, semakin kita menjadi perabot untuk maksud yang mulia (baca 2 Timotius 2:21). Tuhan menggunakan masalah untuk mengembangkan karakter kita, menjadikan masalah sebagai latihan rohani yang bertujuan untuk menguatkan iman kita. Jangan jadikan masalah sebagai beban yang justru akan membuat kita semakin stress, tapi anggaplah sebagai kesempatan untuk lebih mendekat kepada Tuhan, mencari wajah-Nya lebih sungguh dan bergantung penuh kepada-Nya.
Berdasarkan pengalaman, penyembahan yang mendalam dan doa yang tulus dan murni biasanya terjadi ketika seseorang berada dalam masalah yang berat. "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya. TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." (Mazmur 34:18-19). (Bersambung)
Thursday, May 4, 2017
MASALAH ADALAH BAGIAN DARI PROSES (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2017
Baca: Mazmur 35:1-28
"Ya, TUHAN, siapakah yang seperti Engkau, yang melepaskan orang sengsara dari tangan orang yang lebih kuat dari padanya, orang sengsara dan miskin dari tangan orang yang merampasi dia?" Mazmur 35:10
Dalam hidup ini ada sesuatu yang tidak pernah bisa dihindari oleh semua orang tanpa terkecuali, ialah masalah. Senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap kita pasti menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan ini. Oleh karena itu jangan pernah lari dari masalah, karena yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana caranya kita dapat menghindarkan diri dari masalah, namun yang paling utama adalah bagaimana respons hati kita terhadap masalah yang terjadi.
Kita seringkali lupa bahwa perjalanan hidup kekristenan itu tidak hanya sekedar berbicara tentang berkat, mujizat, kemenangan, pemulihan dan sebagainya, tetapi juga proses; berkat, mujizat, kemenangan, pemulihan adalah output atau hasil dari sebuah proses. Masalah adalah satu bentuk dari proses itu sendiri! Berkat, mujizat, kemenangan dan pemulihan adalah hal yang pasti Tuhan sediakan, karena Dia adalah Tuhan yang selalu memegang setiap janji-Nya. "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Seringkali kita terlalu sibuk memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan berkat Tuhan, tapi ketika dihadapkan pada masalah sebagai bagian dari proses, kita memiliki repons yang tidak benar: mengomel, bersungut-sungut, marah, berontak, mengambinghitamkan orang lain atau keadaan, dan bahkan berani menyalahkan Tuhan.
Adalah hal mudah bagi Tuhan untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir karena Firaun dan bala tentaranya bukanlah suatu halangan berarti, tapi untuk membentuk dan memproses bangsa Israel Tuhan membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 40 tahun di padang gurun, karena bangsa Israel dikenal sebagai bangsa yang tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9). Pertanyaan: apakah kita mau taat atau tidak, punya penyerahan diri atau tidak, ketika sedang berada dalam 'proses'nya Tuhan? Yang pasti, setiap proses yang Tuhan ijinkan terjadi dan kita alami semuanya mendatangkan kebaikan bagi kita, karena Tuhan tidak pernah merancang hal-hal yang jahat terhadap kita. (Bersambung)
Baca: Mazmur 35:1-28
"Ya, TUHAN, siapakah yang seperti Engkau, yang melepaskan orang sengsara dari tangan orang yang lebih kuat dari padanya, orang sengsara dan miskin dari tangan orang yang merampasi dia?" Mazmur 35:10
Dalam hidup ini ada sesuatu yang tidak pernah bisa dihindari oleh semua orang tanpa terkecuali, ialah masalah. Senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap kita pasti menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan ini. Oleh karena itu jangan pernah lari dari masalah, karena yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana caranya kita dapat menghindarkan diri dari masalah, namun yang paling utama adalah bagaimana respons hati kita terhadap masalah yang terjadi.
Kita seringkali lupa bahwa perjalanan hidup kekristenan itu tidak hanya sekedar berbicara tentang berkat, mujizat, kemenangan, pemulihan dan sebagainya, tetapi juga proses; berkat, mujizat, kemenangan, pemulihan adalah output atau hasil dari sebuah proses. Masalah adalah satu bentuk dari proses itu sendiri! Berkat, mujizat, kemenangan dan pemulihan adalah hal yang pasti Tuhan sediakan, karena Dia adalah Tuhan yang selalu memegang setiap janji-Nya. "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Seringkali kita terlalu sibuk memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan berkat Tuhan, tapi ketika dihadapkan pada masalah sebagai bagian dari proses, kita memiliki repons yang tidak benar: mengomel, bersungut-sungut, marah, berontak, mengambinghitamkan orang lain atau keadaan, dan bahkan berani menyalahkan Tuhan.
Adalah hal mudah bagi Tuhan untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir karena Firaun dan bala tentaranya bukanlah suatu halangan berarti, tapi untuk membentuk dan memproses bangsa Israel Tuhan membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 40 tahun di padang gurun, karena bangsa Israel dikenal sebagai bangsa yang tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9). Pertanyaan: apakah kita mau taat atau tidak, punya penyerahan diri atau tidak, ketika sedang berada dalam 'proses'nya Tuhan? Yang pasti, setiap proses yang Tuhan ijinkan terjadi dan kita alami semuanya mendatangkan kebaikan bagi kita, karena Tuhan tidak pernah merancang hal-hal yang jahat terhadap kita. (Bersambung)
Wednesday, May 3, 2017
TUHAN MENINGGALKAN KITA KETIKA... (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Mei 2017
Baca: Mazmur 22:1-32
"Tetapi Engkau, TUHAN, janganlah jauh; ya kekuatanku, segeralah menolong aku!" Mazmur 22:20
Ada pula mereka yang merasa diri hebat, pintar, berpangkat atau terkenal, tidak lagi hidup mengandalkan Tuhan, tapi mengandalkan kepintaran dan kekuatan sendiri. Firman Tuhan menasihati: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak," (Amsal 3:5-7). Ketika kita menyandarkan hdiup kepada materi dan mengandalkan kekuatan sendiri saat itulah Tuhan akan meninggalkan mereka.
2. Tuhan meninggalkan ketika kita terus menerus hidup dalam dosa. Dosa memisahkan manusia dari Tuhan dan membuat Tuhan memalingkan wajah-Nya, sebagaimana tertulis: "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Alkitab menyatakan bahwa jika orang sudah mengerti tentang kebenaran, namun dengan sengaja terus melakukan dosa, maka tidak ada lagi pengampunan. "Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu." (Ibrani 10:26). Seberapa banyak kita jatuh tidak menjadi persoalan asalkan kita mau bertobat dengan sungguh-sungguh dan mengakui dosa-dosa kita yang secara jujur, tanpa ditutup-tutupi di hadapan Tuhan, Tuhan pasti akan mengampuni dan menerima kita apa adanya. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9).
Daud berkata, "Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: 'Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,' dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku." (Mazmur 32:5).
Ketika kita merasa telah ditinggalkan Tuhan, hal yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri, dan bereskan semua hal yang membuat Ia meninggalkan kita!
Baca: Mazmur 22:1-32
"Tetapi Engkau, TUHAN, janganlah jauh; ya kekuatanku, segeralah menolong aku!" Mazmur 22:20
Ada pula mereka yang merasa diri hebat, pintar, berpangkat atau terkenal, tidak lagi hidup mengandalkan Tuhan, tapi mengandalkan kepintaran dan kekuatan sendiri. Firman Tuhan menasihati: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak," (Amsal 3:5-7). Ketika kita menyandarkan hdiup kepada materi dan mengandalkan kekuatan sendiri saat itulah Tuhan akan meninggalkan mereka.
2. Tuhan meninggalkan ketika kita terus menerus hidup dalam dosa. Dosa memisahkan manusia dari Tuhan dan membuat Tuhan memalingkan wajah-Nya, sebagaimana tertulis: "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Alkitab menyatakan bahwa jika orang sudah mengerti tentang kebenaran, namun dengan sengaja terus melakukan dosa, maka tidak ada lagi pengampunan. "Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu." (Ibrani 10:26). Seberapa banyak kita jatuh tidak menjadi persoalan asalkan kita mau bertobat dengan sungguh-sungguh dan mengakui dosa-dosa kita yang secara jujur, tanpa ditutup-tutupi di hadapan Tuhan, Tuhan pasti akan mengampuni dan menerima kita apa adanya. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9).
Daud berkata, "Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: 'Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,' dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku." (Mazmur 32:5).
Ketika kita merasa telah ditinggalkan Tuhan, hal yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri, dan bereskan semua hal yang membuat Ia meninggalkan kita!
Tuesday, May 2, 2017
TUHAN MENINGGALKAN KITA KETIKA... (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Mei 2017
Baca: Mazmur 22:1-32
"Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku." Mazmur 22:2
Ketika berada dalam masalah atau situasi sulit yang sepertinya tidak ada jalan keluar, saat itulah kita merasa sendiri, Tuhan serasa jauh, dan kita pun beranggapan bahwa Tuhan tidak lagi memperdulikan kita. Dalam situasi ini kita juga berpikir bahwa Tuhan diam seribu basa dan tidak melakukan sesuatu apa pun untuk kita. Akhirnya kita berubah sikap: berputus asa, mengeluh, hilang harapan, dan arah pandang kita tidak lagi tertuju kepada Tuhan, melainkan kepada masalah dan situasi yang ada. Kita mulai memutar otak mencari cara bagaimana bisa melepaskan diri dari jerat masalah dengan menggunakan kekuatan sendiri dan berusaha untuk mencari pertolongan kepada sumber yang lain.
Benarkah Tuhan meninggalkan kita dan tidak berbuat sesuatu apa pun untuk kita? Di segala situasi sesungguhnya Tuhan tetaplah Pribadi yang mengasihi dan memperhatikan, sebagaimana yang Ia janjikan, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Kita menganggap Tuhan tidak melakukan sesuatu karena kita kurang memahami cara dan jalan Tuhan yang memang tidak seperti yang kita pikirkan, sebab "...rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8).
Bila Tuhan sepertinya berada di tempat yang teramat jauh dan meninggalkan kita tentunya Ia punya alasan. 1. Tuhan meninggalkan ketika kita merasa tidak membutuhkan Tuhan. Banyak orang merasa tidak lagi membutuhkan Tuhan karena hatinya melekat kepada harta dan uang. Mereka berpikir dengan harta dan uang yang dimiliki mereka bisa melakukan apa saja tanpa campur tangan Tuhan. Akhirnya harta dan uang menjadi sandaran hidup, padahal harta dan uang sama sekali tak bisa menolong dan menyelamatkan. Rasul Paulus berpesan, "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17). (Bersambung)
Baca: Mazmur 22:1-32
"Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku." Mazmur 22:2
Ketika berada dalam masalah atau situasi sulit yang sepertinya tidak ada jalan keluar, saat itulah kita merasa sendiri, Tuhan serasa jauh, dan kita pun beranggapan bahwa Tuhan tidak lagi memperdulikan kita. Dalam situasi ini kita juga berpikir bahwa Tuhan diam seribu basa dan tidak melakukan sesuatu apa pun untuk kita. Akhirnya kita berubah sikap: berputus asa, mengeluh, hilang harapan, dan arah pandang kita tidak lagi tertuju kepada Tuhan, melainkan kepada masalah dan situasi yang ada. Kita mulai memutar otak mencari cara bagaimana bisa melepaskan diri dari jerat masalah dengan menggunakan kekuatan sendiri dan berusaha untuk mencari pertolongan kepada sumber yang lain.
Benarkah Tuhan meninggalkan kita dan tidak berbuat sesuatu apa pun untuk kita? Di segala situasi sesungguhnya Tuhan tetaplah Pribadi yang mengasihi dan memperhatikan, sebagaimana yang Ia janjikan, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Kita menganggap Tuhan tidak melakukan sesuatu karena kita kurang memahami cara dan jalan Tuhan yang memang tidak seperti yang kita pikirkan, sebab "...rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8).
Bila Tuhan sepertinya berada di tempat yang teramat jauh dan meninggalkan kita tentunya Ia punya alasan. 1. Tuhan meninggalkan ketika kita merasa tidak membutuhkan Tuhan. Banyak orang merasa tidak lagi membutuhkan Tuhan karena hatinya melekat kepada harta dan uang. Mereka berpikir dengan harta dan uang yang dimiliki mereka bisa melakukan apa saja tanpa campur tangan Tuhan. Akhirnya harta dan uang menjadi sandaran hidup, padahal harta dan uang sama sekali tak bisa menolong dan menyelamatkan. Rasul Paulus berpesan, "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17). (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)