Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Maret 2017
Baca: Yohanes 3:31-36
"Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi
barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup,
melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." Yohanes 3:36
Percaya kepada Yesus sebagai Tuhan adalah sesuatu yang luar biasa, sangat berharga, mulia, tak ternilai dan tak bisa digantikan dengan uang, emas, perak, harta, atau apa pun yang ada di dunia. Mengapa? Sebab percaya kepada-Nya adalah syarat untuk memperoleh hidup yang kekal. Namun tidak sedikit orang datang kepada Yesus bukan karena percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat, "...melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Mereka mencari Tuhan Yesus didorong oleh motif yang tidak murni: ingin berkat, mujizat, kesembuhan dan sebagainya.
Ketika percaya kepada Tuhan Yesus tidak secara otomatis kita menjadi kaya materi, bebas dari masalah atau krisis, semua berjalan mulus atau apa yang kita inginkan terpenuhi! Itu yang kurang dipahami oleh semua orang; begitu fakta berkata lain, kita pun terus membanding-bandingkan keadaan semasa berada di Mesir, dan timbul niat untuk kembali ke sana. Percaya kepada Tuhan Yesus berarti mengenal Dia secara pribadi, percaya perkataan-Nya, mengimani setiap janji-janji-Nya, dan percaya segala sesuatu yang telah Kristus perbuat. Inilah pengakuan Petrus, "Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah." (Yohanes 6:68-69).
Orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan Yesus akan menempatkan Dia sebagai Raja dan Pemimpin bagi kehidupannya sehingga ia akan taat melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Selain itu orang yang benar-benar percaya kepada Tuhan pasti tidak akan pernah mendua atau bercabang hati, melainkan berkomitmen untuk mengabdikan diri kepada Tuhan di segala keadaan, bahkan sampai akhir hidupnya, sebab ada tertulis: "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24).
Sebagai orang percaya jangan sekali-kali kita melepaskan kepercayaan kepada Tuhan Yesus, apa pun alasannya, karena upah besar menanti kita!
Monday, March 13, 2017
Sunday, March 12, 2017
HAJARAN TUHAN UNTUK MENYELAMATKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Maret 2017
Baca: Mazmur 94:1-23
"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu," Mazmur 94:12
Mendengar kata hajaran pasti timbul kengerian di benak kita, karena terbayang keadaan seseorang yang sedang merintih kesakitan dalam kondisi babak belur, terluka dan berdarah-darah akibat menerima pukulan. Dalam kehidupan Kristiani, menerima hajaran dari Tuhan adalah perkara yang tak bisa dihindari, terlebih-lebih jika kita berlaku menyimpang dari firman Tuhan, siap-siaplah menerima 'hajaran' Tuhan.
Tuhan menghajar umat-Nya bukan berarti membenci atau tidak mengasihi kita, justru hajaran-Nya adalah wujud kasih-Nya kepada kita. Hajaran Tuhan adalah bentuk proses pendisiplinan supaya hidup kita semakin sempurna dan lebih baik dari sebelumnya. Tidak sedikit orang Kristen yang mulai meninggalkan Tuhan, tidak lagi bersungguh-sungguh dalam hal-hal rohani setelah hidupnya diberkati atau mengalami kelimpahan. Karena itu perlu sekali Tuhan mengijinkan masalah atau memberikan jalan yang tidak rata, hidup yang ada tantangannya. Itu pertanda bahwa Tuhan sedang menegur; tetapi jika tetap saja mengeraskan hati, mulailah Tuhan harus menghajar. Setiap hajaran Tuhan selalu mendatangkan kebaikan bagi kita, karena Dia menghajar dengan target dan tujuan secara khusus. Karena itu milikilah respons yang benar ketika sedang dihajar dan diproses Tuhan seperti Ayub yang bisa berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Sampai berapa lama Tuhan menghajar kita? Itu sangat tergantung pada respons kita, apakah kita segera sadar dan mau menyerah penuh kepada Tuhan. Kalau kita terus memberontak dan mengeraskan hati maka hajaran Tuhan akan berlangsung lama seperti yang dialami oleh bangsa Israel yang harus 'diproses dan dihajar' Tuhan selama 40 tahun di padang gurun. Karena itu pemazmur berkata, "Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka," (Mazmur 94:12-13). Orang yang memiliki kepekaan rohani tidak akan pernah memberontak atau pun lari ketika sedang 'dihajar' Tuhan.
"Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia." 1 Korintus 11:32
Baca: Mazmur 94:1-23
"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu," Mazmur 94:12
Mendengar kata hajaran pasti timbul kengerian di benak kita, karena terbayang keadaan seseorang yang sedang merintih kesakitan dalam kondisi babak belur, terluka dan berdarah-darah akibat menerima pukulan. Dalam kehidupan Kristiani, menerima hajaran dari Tuhan adalah perkara yang tak bisa dihindari, terlebih-lebih jika kita berlaku menyimpang dari firman Tuhan, siap-siaplah menerima 'hajaran' Tuhan.
Tuhan menghajar umat-Nya bukan berarti membenci atau tidak mengasihi kita, justru hajaran-Nya adalah wujud kasih-Nya kepada kita. Hajaran Tuhan adalah bentuk proses pendisiplinan supaya hidup kita semakin sempurna dan lebih baik dari sebelumnya. Tidak sedikit orang Kristen yang mulai meninggalkan Tuhan, tidak lagi bersungguh-sungguh dalam hal-hal rohani setelah hidupnya diberkati atau mengalami kelimpahan. Karena itu perlu sekali Tuhan mengijinkan masalah atau memberikan jalan yang tidak rata, hidup yang ada tantangannya. Itu pertanda bahwa Tuhan sedang menegur; tetapi jika tetap saja mengeraskan hati, mulailah Tuhan harus menghajar. Setiap hajaran Tuhan selalu mendatangkan kebaikan bagi kita, karena Dia menghajar dengan target dan tujuan secara khusus. Karena itu milikilah respons yang benar ketika sedang dihajar dan diproses Tuhan seperti Ayub yang bisa berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Sampai berapa lama Tuhan menghajar kita? Itu sangat tergantung pada respons kita, apakah kita segera sadar dan mau menyerah penuh kepada Tuhan. Kalau kita terus memberontak dan mengeraskan hati maka hajaran Tuhan akan berlangsung lama seperti yang dialami oleh bangsa Israel yang harus 'diproses dan dihajar' Tuhan selama 40 tahun di padang gurun. Karena itu pemazmur berkata, "Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka," (Mazmur 94:12-13). Orang yang memiliki kepekaan rohani tidak akan pernah memberontak atau pun lari ketika sedang 'dihajar' Tuhan.
"Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia." 1 Korintus 11:32
Saturday, March 11, 2017
BUKAN SIAPA-SIAPA DI MATA MANUSIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Maret 2017
Baca: Hakim-Hakim 3:31
"Samgar bin Anat; ia menewaskan orang Filistin dengan tongkat penghalau lembu, enam ratus orang banyaknya." Hakim-Hakim 3:31
Kebanyakan orang berpikir bahwa Tuhan hanya akan memakai orang-orang yang di pandangan manusia memiliki banyak kelebihan: cerdas, pintar, kaya, cantik, tampan atau punya sesuatu yang dibanggakan di hadapan sesamanya. Tuhan tidak pernah memperhatikan apa pun yang tampak hebat secara kasat mata! Yang Tuhan perhatikan dan perhitungkan adalah respons hati seseorang ketika menerima panggilan Tuhan. "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Apalah artinya seseorang tampak hebat di mata manusia, atau punya multi talenta, jika ia sendiri tidak mau mengembangkan potensi yang ada dengan penuh kesetiaan.
Samgar adalah orang sederhana yang hanya berprofesi sebagai peternak atau petani, suatu profesi yang dipandang remeh, sepele dan sangat tidak diperhitungkan oleh manusia, namun justru dipilih Tuhan untuk melakukan perkara yang luar biasa. Karena namanya hanya disebut sebanyak 2X di Alkitab, tidaklah mengherankan jika nama Samgar masih terdengar asing di telinga, padahal ia adalah salah satu tokoh hebat di Israel. Ia hidup pada masa setelah Ehud sukses menundukkan bangsa Moab (sehingga bangsa Israel menjadi aman selama 80 tahun). Kalahnya bangsa Moab tidak membuat bangsa Israel terbebas dari musuh sepenuhnya, karena ada banyak musuh yang sewaktu-waktu bisa datang, salah satunya adalah bangsa Filistin. Di tengah ancaman bangsa Filistin ini tampillah Samgar sebagai pahlawan bagi bangsanya.
Meski hanya berbekal tongkat penghalau lembu (tongkat yang terbuat dari kayu panjangnya kira-kira 8 feet (2,4m), dilengkapi paku-paku besi runcing di ujungnya, biasanya berfungsi menggiring lembu pada waktu membajak tanah) Samgar mampu menewaskan 600 tentara Filistin. Tongkat penghalau lembu adalah tongkat biasa, tapi jika Tuhan turut campur tangan, "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14a). Mungkin di mata manusia kita ini bukanlah siapa-siapa, tapi jika Tuhan ada di pihak kita, siapakah lawan kita?
"Tetapi...apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat," 1 Korintus 1:27
Baca: Hakim-Hakim 3:31
"Samgar bin Anat; ia menewaskan orang Filistin dengan tongkat penghalau lembu, enam ratus orang banyaknya." Hakim-Hakim 3:31
Kebanyakan orang berpikir bahwa Tuhan hanya akan memakai orang-orang yang di pandangan manusia memiliki banyak kelebihan: cerdas, pintar, kaya, cantik, tampan atau punya sesuatu yang dibanggakan di hadapan sesamanya. Tuhan tidak pernah memperhatikan apa pun yang tampak hebat secara kasat mata! Yang Tuhan perhatikan dan perhitungkan adalah respons hati seseorang ketika menerima panggilan Tuhan. "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Apalah artinya seseorang tampak hebat di mata manusia, atau punya multi talenta, jika ia sendiri tidak mau mengembangkan potensi yang ada dengan penuh kesetiaan.
Samgar adalah orang sederhana yang hanya berprofesi sebagai peternak atau petani, suatu profesi yang dipandang remeh, sepele dan sangat tidak diperhitungkan oleh manusia, namun justru dipilih Tuhan untuk melakukan perkara yang luar biasa. Karena namanya hanya disebut sebanyak 2X di Alkitab, tidaklah mengherankan jika nama Samgar masih terdengar asing di telinga, padahal ia adalah salah satu tokoh hebat di Israel. Ia hidup pada masa setelah Ehud sukses menundukkan bangsa Moab (sehingga bangsa Israel menjadi aman selama 80 tahun). Kalahnya bangsa Moab tidak membuat bangsa Israel terbebas dari musuh sepenuhnya, karena ada banyak musuh yang sewaktu-waktu bisa datang, salah satunya adalah bangsa Filistin. Di tengah ancaman bangsa Filistin ini tampillah Samgar sebagai pahlawan bagi bangsanya.
Meski hanya berbekal tongkat penghalau lembu (tongkat yang terbuat dari kayu panjangnya kira-kira 8 feet (2,4m), dilengkapi paku-paku besi runcing di ujungnya, biasanya berfungsi menggiring lembu pada waktu membajak tanah) Samgar mampu menewaskan 600 tentara Filistin. Tongkat penghalau lembu adalah tongkat biasa, tapi jika Tuhan turut campur tangan, "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14a). Mungkin di mata manusia kita ini bukanlah siapa-siapa, tapi jika Tuhan ada di pihak kita, siapakah lawan kita?
"Tetapi...apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat," 1 Korintus 1:27
Friday, March 10, 2017
BERPUASA: Melepaskan Belenggu Dosa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Maret 2017
Baca: Yesaya 58:1-12
"Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi." Yesaya 58:4
Tuhan tidak pernah melihat cara berpuasa secara lahiriah, yang Ia perhatikan adalah hati. Puasa seseorang akan menjadi sia-sia jika tidak disertai dengan sikap hati yang benar, atau tetap melakukan perbuatan dosa (terbelenggu dosa). Adalah penting sekali kita menyediakan waktu secara khusus untuk berdoa dan berpuasa supaya dengan pertolongan Roh Kudus kita dilepaskan dari roh-roh jahat yang selama ini membelenggu hidup kita: roh percabulan, roh kesombongan, roh iri dengki, roh amarah, roh sulit mengampuni dan sebagainya. Puasa jenis ini adalah bentuk pertobatan secara pribadi!
Secara terperinci, jujur dan terbuka kita mengakui segala dosa dan kesalahan di hadapan Tuhan. Jangan pernah menyembunyikan dosa sekecil apa pun, sebab "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Dosa harus benar-benar dibereskan di hadapan Tuhan secara tuntas, jika tidak, pertumbuhan rohani kita tidak akan pernah maksimal dan berkat-berkat Tuhan pun akan menjadi terhalang. Karena itu kita harus menjadi orang Kristen yang benar-benar merdeka, terbebas dari segala belenggu dosa dan kuk. Tuhan berkata, "Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk," (Yesaya 58:6).
Kesalahan yang sering dilakukan ketika sedang berpuasa yaitu berpuasa tanpa disertai pertobatan. Puasa model demikian tak lebih dari sekedar rutinitas dan hanya akan menyiksa badan tanpa membawa hasil, karena "...suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi." (ayat nas), doa kita tidak akan didengar Tuhan. Berpuasa yang benar adalah belajar menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Menyalibkan kedagingan itu memang sakit, tetapi buahnya kelak pasti manis.
Puasa yang benar adalah puasa yang disertai dengan pertobatan, olehnya kita dibebaskan dari belenggu dosa dan menjadi seorang yang lebih dari pemenang!
Baca: Yesaya 58:1-12
"Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi." Yesaya 58:4
Tuhan tidak pernah melihat cara berpuasa secara lahiriah, yang Ia perhatikan adalah hati. Puasa seseorang akan menjadi sia-sia jika tidak disertai dengan sikap hati yang benar, atau tetap melakukan perbuatan dosa (terbelenggu dosa). Adalah penting sekali kita menyediakan waktu secara khusus untuk berdoa dan berpuasa supaya dengan pertolongan Roh Kudus kita dilepaskan dari roh-roh jahat yang selama ini membelenggu hidup kita: roh percabulan, roh kesombongan, roh iri dengki, roh amarah, roh sulit mengampuni dan sebagainya. Puasa jenis ini adalah bentuk pertobatan secara pribadi!
Secara terperinci, jujur dan terbuka kita mengakui segala dosa dan kesalahan di hadapan Tuhan. Jangan pernah menyembunyikan dosa sekecil apa pun, sebab "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Dosa harus benar-benar dibereskan di hadapan Tuhan secara tuntas, jika tidak, pertumbuhan rohani kita tidak akan pernah maksimal dan berkat-berkat Tuhan pun akan menjadi terhalang. Karena itu kita harus menjadi orang Kristen yang benar-benar merdeka, terbebas dari segala belenggu dosa dan kuk. Tuhan berkata, "Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk," (Yesaya 58:6).
Kesalahan yang sering dilakukan ketika sedang berpuasa yaitu berpuasa tanpa disertai pertobatan. Puasa model demikian tak lebih dari sekedar rutinitas dan hanya akan menyiksa badan tanpa membawa hasil, karena "...suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi." (ayat nas), doa kita tidak akan didengar Tuhan. Berpuasa yang benar adalah belajar menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Menyalibkan kedagingan itu memang sakit, tetapi buahnya kelak pasti manis.
Puasa yang benar adalah puasa yang disertai dengan pertobatan, olehnya kita dibebaskan dari belenggu dosa dan menjadi seorang yang lebih dari pemenang!
Thursday, March 9, 2017
BERPUASA: MERENDAHKAN DIRI DAN BERTOBAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Maret 2017
Baca: Ezra 8:21-30
"Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami." Ezra 8:23
Ketika hendak memimpin rombongan orang-orang Israel kembali ke Yerusalem setelah menjadi tawanan di Babel, Ezra dihadapkan pada dua pilihan: langsung meminta pertolongan kepada raja (apalagi ia memiliki hubungan yang dekat dan dipercaya raja), atau datang kepada Tuhan meminta campur tangan-Nya.
Tercatat bahwa Ezra membuat keputusan yang benar yaitu mencari Tuhan dengan sungguh. Hal itu menunjukkan bahwa ia tidak bertindak menurut akalnya sendiri atau menggunakan jurus 'aji mumpungnya' dengan berharap kepada raja. Kesungguhannya mencari Tuhan ditunjukkan dengan memaklumkan puasa kepada seluruh rakyat: "Kemudian di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya kami merendahkan diri di hadapan Allah kami dan memohon kepada-Nya jalan yang aman bagi kami, bagi anak-anak kami dan segala harta benda kami. Karena aku malu meminta tentara dan orang-orang berkuda kepada raja untuk mengawal kami terhadap musuh di jalan; sebab kami telah berkata kepada raja, demikian: 'Tangan Allah kami melindungi semua orang yang mencari Dia demi keselamatan mereka, tetapi kuasa murka-Nya menimpa semua orang yang meninggalkan Dia.' Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami." (ayat 21-23).
Berpuasa dengan disertai berbagai permintaan kepada Tuhan, tanpa terlebih dahulu merendahkan diri dan bertobat, tidak akan mendatangkan faedah apa-apa. Puasa yang sesuai dengan kehendak Tuhanlah yang dapat mendatangkan kuasa, menggerakkan tangan Tuhan untuk berbuat sesuatu. Sekalipun keadaan sepertinya tidak ada harapan, asal kita mau datang kepada Tuhan dengan merendahkan diri dan berpuasa, jalan pemulihan pasti terbuka. Puasa kudus adalah obat mujarab untuk segala macam kesulitan dan kesesakan. Namun tidak sedikit orang melakukan puasa dengan tujuan bukan rohaniah, misalnya ingin menguruskan badan (diet), atau melakukan puasa hanya karena kebiasaan (rutinitas) dengan bergantung pada hari-hari tertentu.
Berpuasa harus punya tujuan yang khusus ke hadirat Tuhan, dan tujuan utama berpuasa adalah merendahkan diri di hadapan Tuhan dan bertobat!
Baca: Ezra 8:21-30
"Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami." Ezra 8:23
Ketika hendak memimpin rombongan orang-orang Israel kembali ke Yerusalem setelah menjadi tawanan di Babel, Ezra dihadapkan pada dua pilihan: langsung meminta pertolongan kepada raja (apalagi ia memiliki hubungan yang dekat dan dipercaya raja), atau datang kepada Tuhan meminta campur tangan-Nya.
Tercatat bahwa Ezra membuat keputusan yang benar yaitu mencari Tuhan dengan sungguh. Hal itu menunjukkan bahwa ia tidak bertindak menurut akalnya sendiri atau menggunakan jurus 'aji mumpungnya' dengan berharap kepada raja. Kesungguhannya mencari Tuhan ditunjukkan dengan memaklumkan puasa kepada seluruh rakyat: "Kemudian di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya kami merendahkan diri di hadapan Allah kami dan memohon kepada-Nya jalan yang aman bagi kami, bagi anak-anak kami dan segala harta benda kami. Karena aku malu meminta tentara dan orang-orang berkuda kepada raja untuk mengawal kami terhadap musuh di jalan; sebab kami telah berkata kepada raja, demikian: 'Tangan Allah kami melindungi semua orang yang mencari Dia demi keselamatan mereka, tetapi kuasa murka-Nya menimpa semua orang yang meninggalkan Dia.' Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami." (ayat 21-23).
Berpuasa dengan disertai berbagai permintaan kepada Tuhan, tanpa terlebih dahulu merendahkan diri dan bertobat, tidak akan mendatangkan faedah apa-apa. Puasa yang sesuai dengan kehendak Tuhanlah yang dapat mendatangkan kuasa, menggerakkan tangan Tuhan untuk berbuat sesuatu. Sekalipun keadaan sepertinya tidak ada harapan, asal kita mau datang kepada Tuhan dengan merendahkan diri dan berpuasa, jalan pemulihan pasti terbuka. Puasa kudus adalah obat mujarab untuk segala macam kesulitan dan kesesakan. Namun tidak sedikit orang melakukan puasa dengan tujuan bukan rohaniah, misalnya ingin menguruskan badan (diet), atau melakukan puasa hanya karena kebiasaan (rutinitas) dengan bergantung pada hari-hari tertentu.
Berpuasa harus punya tujuan yang khusus ke hadirat Tuhan, dan tujuan utama berpuasa adalah merendahkan diri di hadapan Tuhan dan bertobat!
Wednesday, March 8, 2017
JANGAN TUNDA WAKTU UNTUK BERTOBAT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Maret 2017
Baca: Yoel 2:12-17
"Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu." Yoel 2:14
Tuhan memakai hama belalang sebagai teguran dan bentuk pendisiplinan terhadap umat Israel yang telah menyimpang dari jalan-jalan-Nya. Ini adalah momentum tepat bagi mereka untuk menginstropeksi diri dan bertobat. Selagi waktu masih bergulir, selagi pintu kesempatan masih terbuka, jangan tunda-tunda waktu lagi untuk bertobat, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi, "'Tetapi sekarang juga,' demikianlah firman TUHAN, 'berbaliklahh kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.'" (ayat 12). Jika tidak, maka 'hari Tuhan' akan datang sebagai bencana yang jauh lebih dahsyat dan mengerikan daripada hama belalang.
Tuhan mengutus Yoel untuk menyerukan pertobatan secara massal disertai dengan puasa. "Tiuplah sangkakala di Sion, adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orang-orang yang tua, kumpulkanlah anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu; baiklah penganten laki-laki keluar dari kamarnya, dan penganten perempuan dari kamar tidurnya; baiklah para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah," (ayat 15-17). Tujuan diadakannya puasa raya ini adalah untuk merendahkan diri dihadapan Tuhan dan bertobat. Mereka juga diperintahkan untuk 'mengoyakkan hati', artinya datang kepada Tuhan dengan hati yang hancur dan patah, sebab tertulis: "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19); dan inilah janji Tuhan, "...umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14).
Sekarang ini bencana terjadi di mana-mana: banjir bandang, gempa bumi, tindak kejahatan, konflik, perpecahan dan sebagainya -yang tidak kalah hebat dari bencana belalang- sedang terjadi.
Tuhan akan menyatakan kuasa-Nya untuk memulihkan keadaan yang ada apabila kita hidup dalam pertobatan, baik itu secara pribadi maupun bangsa.
Baca: Yoel 2:12-17
"Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu." Yoel 2:14
Tuhan memakai hama belalang sebagai teguran dan bentuk pendisiplinan terhadap umat Israel yang telah menyimpang dari jalan-jalan-Nya. Ini adalah momentum tepat bagi mereka untuk menginstropeksi diri dan bertobat. Selagi waktu masih bergulir, selagi pintu kesempatan masih terbuka, jangan tunda-tunda waktu lagi untuk bertobat, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi, "'Tetapi sekarang juga,' demikianlah firman TUHAN, 'berbaliklahh kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.'" (ayat 12). Jika tidak, maka 'hari Tuhan' akan datang sebagai bencana yang jauh lebih dahsyat dan mengerikan daripada hama belalang.
Tuhan mengutus Yoel untuk menyerukan pertobatan secara massal disertai dengan puasa. "Tiuplah sangkakala di Sion, adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orang-orang yang tua, kumpulkanlah anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu; baiklah penganten laki-laki keluar dari kamarnya, dan penganten perempuan dari kamar tidurnya; baiklah para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah," (ayat 15-17). Tujuan diadakannya puasa raya ini adalah untuk merendahkan diri dihadapan Tuhan dan bertobat. Mereka juga diperintahkan untuk 'mengoyakkan hati', artinya datang kepada Tuhan dengan hati yang hancur dan patah, sebab tertulis: "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19); dan inilah janji Tuhan, "...umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14).
Sekarang ini bencana terjadi di mana-mana: banjir bandang, gempa bumi, tindak kejahatan, konflik, perpecahan dan sebagainya -yang tidak kalah hebat dari bencana belalang- sedang terjadi.
Tuhan akan menyatakan kuasa-Nya untuk memulihkan keadaan yang ada apabila kita hidup dalam pertobatan, baik itu secara pribadi maupun bangsa.
Tuesday, March 7, 2017
JANGAN TUNDA WAKTU UNTUK BERTOBAT (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Maret 2017
Baca: Yoel 2:12-17
"Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya." Yoel 2:13
Nama Yoel memiliki arti Yehovah adalah Allah. Ada pun kata kunci dari kitab Yoel ini adalah tentang hari Tuhan. Pada zaman Yoel ini bermacam-macam belalang menyerbu dan tidak menyisakan satu pun tanaman di dataran Palestina. Hama belalang menimpa seluruh negeri sehingga tumbuh-tumbuhan rusak karena serangan ini. Ini menjadi bencana nasional! Yoel memperingatkan bahwa serangan belalang ini merupakan hukuman Tuhan sebagai dampak dari dosa-dosa yang diperbuat manusia. Yoel pun mengingatkan umat Israel akan kedatangan hari Tuhan, itulah sebabnya Yoel terkenal dan dikenal sebagi nabi hari Tuhan.
Ditimpa bencana hama belalang saja sudah mendatangkan penderitaan dan kengerian yang teramat dahsyat, apalagi jika hari Tuhan yang sesungguhnya itu datang, pasti akan jauh lebih dahsyat lagi. Bagi orang percaya yang setia dan taat melakukan kehendak Tuhan, hari Tuhan itu akan menjadi hari kelepasan dan penuh sukacita, "Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:4). Sebaliknya bagi orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan tetap hidup dalam dosa, hari Tuhan akan menjadi malapetaka, karena penghukuman kekal sudah ada di depan mata. Maka sebelum terjadi, harapan satu-satunya untuk mengubah malapetaka menjadi sesuatu yang mendatangkan kelepasan dan sukacita adalah melalui pertobatan. Karena itu Yoel menyerukan umat Israel untuk segera bertobat dari kehidupan mereka yang jahat. "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman" (Ibrani 3:15).
Dalam bahasa aslinya kata bertobat itu berarti: berubah arah tujuan, yaitu dari jalan orang berdosa yang selama ini dijalaninya ke arah jalan kehendak Tuhan. Atau secara umum pertobatan selalu mempunyai arti berbalik dari jalan semula, lalu berubah (berbalik dari dosa dan jalan kita) kepada Tuhan. Intinya, pertobatan itu selalu menuju kepada perubahan, yang tentunya ke arah yang baik dan benar. (Bersambung)
Baca: Yoel 2:12-17
"Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya." Yoel 2:13
Nama Yoel memiliki arti Yehovah adalah Allah. Ada pun kata kunci dari kitab Yoel ini adalah tentang hari Tuhan. Pada zaman Yoel ini bermacam-macam belalang menyerbu dan tidak menyisakan satu pun tanaman di dataran Palestina. Hama belalang menimpa seluruh negeri sehingga tumbuh-tumbuhan rusak karena serangan ini. Ini menjadi bencana nasional! Yoel memperingatkan bahwa serangan belalang ini merupakan hukuman Tuhan sebagai dampak dari dosa-dosa yang diperbuat manusia. Yoel pun mengingatkan umat Israel akan kedatangan hari Tuhan, itulah sebabnya Yoel terkenal dan dikenal sebagi nabi hari Tuhan.
Ditimpa bencana hama belalang saja sudah mendatangkan penderitaan dan kengerian yang teramat dahsyat, apalagi jika hari Tuhan yang sesungguhnya itu datang, pasti akan jauh lebih dahsyat lagi. Bagi orang percaya yang setia dan taat melakukan kehendak Tuhan, hari Tuhan itu akan menjadi hari kelepasan dan penuh sukacita, "Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:4). Sebaliknya bagi orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan tetap hidup dalam dosa, hari Tuhan akan menjadi malapetaka, karena penghukuman kekal sudah ada di depan mata. Maka sebelum terjadi, harapan satu-satunya untuk mengubah malapetaka menjadi sesuatu yang mendatangkan kelepasan dan sukacita adalah melalui pertobatan. Karena itu Yoel menyerukan umat Israel untuk segera bertobat dari kehidupan mereka yang jahat. "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman" (Ibrani 3:15).
Dalam bahasa aslinya kata bertobat itu berarti: berubah arah tujuan, yaitu dari jalan orang berdosa yang selama ini dijalaninya ke arah jalan kehendak Tuhan. Atau secara umum pertobatan selalu mempunyai arti berbalik dari jalan semula, lalu berubah (berbalik dari dosa dan jalan kita) kepada Tuhan. Intinya, pertobatan itu selalu menuju kepada perubahan, yang tentunya ke arah yang baik dan benar. (Bersambung)
Monday, March 6, 2017
MENCARI TUHAN: Rahasia Keberhasilan Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Maret 2017
Baca: 2 Tawarikh 14:2-15
"Ia memerintahkan orang Yehuda supaya mereka mencari TUHAN, Allah nenek moyang mereka, dan mematuhi hukum dan perintah." 2 Tawarikh 14:4
Rancangan Tuhan bagi orang percaya adalah rancangan hidup yang penuh dengan kemenangan, keberhasilan, kelimpahan dan hari depan yang berpengharapan. "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Supaya rancangan Tuhan tergenapi dalam hidup ini kita harus terlebih dahulu mengerjakan apa yang menjadi bagian kita: "apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati," (Yeremia 29:13). Orang yang mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh pasti akan menemukan Dia, "...sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mazmur 9:11).
Sepanjang masa pemerintahan Rehabeam dan Abia terjadi kemerosotan rohani di Israel karena penyembahan berhala begitu meningkat dan berbagai tempat penyembahan berhala didirikan. Namun ketika Asa menjadi raja, ia mulai membersihkan Yehuda dari penyembahan berhala dan mendorong umat mencari Tuhan yang benar dan menaati perintah-perintah-Nya. Raja Asa "...melakukan apa yang baik dan yang benar di mata TUHAN, Allahnya. Ia menjauhkan mezbah-mezbah asing dan bukit-bukit pengorbanan, memecahkan tugu-tugu berhala, dan menghancurkan tiang-tiang berhala." (2 Tawarikh 14:2-3), lalu mencari Tuhan dengan sungguh. Kata mencari Tuhan ditulis sebanyak 29X dalam seluruh kitab Tawarikh ini, menunjukkan bahwa mencari Tuhan adalah faktor penting dalam kehidupan ini. Mencari Tuhan dengan sungguh berarti berbalik kepada Tuhan dengan segenap hati, punya rasa haus dan lapar akan kebenaran dan kehadiran Tuhan, taat mengikuti kehendak Tuhan, dan bersandar sepenuhnya kepada Tuhan.
Sebagai raja, sesungguhnya Asa punya otoritas dan kuasa, namun ia tidak mengandalkan apa yang dimiliki, melainkan mencari Tuhan dan mengandalkan-Nya. Karena kesungguhannya mencari Tuhan, apa yang dilakukan Asa berhasil: Zerah beserta tentaranya yang berjumlah sejuta orang dan tiga ratus keretanya dikalahkan.
Tuhan memberi upah kepada orang yang sungguh mencari Dia (baca Ibrani 11:6).
Baca: 2 Tawarikh 14:2-15
"Ia memerintahkan orang Yehuda supaya mereka mencari TUHAN, Allah nenek moyang mereka, dan mematuhi hukum dan perintah." 2 Tawarikh 14:4
Rancangan Tuhan bagi orang percaya adalah rancangan hidup yang penuh dengan kemenangan, keberhasilan, kelimpahan dan hari depan yang berpengharapan. "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Supaya rancangan Tuhan tergenapi dalam hidup ini kita harus terlebih dahulu mengerjakan apa yang menjadi bagian kita: "apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati," (Yeremia 29:13). Orang yang mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh pasti akan menemukan Dia, "...sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mazmur 9:11).
Sepanjang masa pemerintahan Rehabeam dan Abia terjadi kemerosotan rohani di Israel karena penyembahan berhala begitu meningkat dan berbagai tempat penyembahan berhala didirikan. Namun ketika Asa menjadi raja, ia mulai membersihkan Yehuda dari penyembahan berhala dan mendorong umat mencari Tuhan yang benar dan menaati perintah-perintah-Nya. Raja Asa "...melakukan apa yang baik dan yang benar di mata TUHAN, Allahnya. Ia menjauhkan mezbah-mezbah asing dan bukit-bukit pengorbanan, memecahkan tugu-tugu berhala, dan menghancurkan tiang-tiang berhala." (2 Tawarikh 14:2-3), lalu mencari Tuhan dengan sungguh. Kata mencari Tuhan ditulis sebanyak 29X dalam seluruh kitab Tawarikh ini, menunjukkan bahwa mencari Tuhan adalah faktor penting dalam kehidupan ini. Mencari Tuhan dengan sungguh berarti berbalik kepada Tuhan dengan segenap hati, punya rasa haus dan lapar akan kebenaran dan kehadiran Tuhan, taat mengikuti kehendak Tuhan, dan bersandar sepenuhnya kepada Tuhan.
Sebagai raja, sesungguhnya Asa punya otoritas dan kuasa, namun ia tidak mengandalkan apa yang dimiliki, melainkan mencari Tuhan dan mengandalkan-Nya. Karena kesungguhannya mencari Tuhan, apa yang dilakukan Asa berhasil: Zerah beserta tentaranya yang berjumlah sejuta orang dan tiga ratus keretanya dikalahkan.
Tuhan memberi upah kepada orang yang sungguh mencari Dia (baca Ibrani 11:6).
Sunday, March 5, 2017
MEMBANGUN YANG TELAH MUSNAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Maret 2017
Baca: Yehezkiel 36:1-38
"Dan bangsa-bangsa yang tertinggal, yang ada di sekitarmu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, yang membangun kembali yang sudah musnah dan menanami kembali yang sudah tandus. Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan akan membuatnya." Yehezkiel 36:36
Keadaan dunia sekarang ini semakin tidak menentu, tak seorang pun termasuk para ahli dapat menebak segala sesuatunya karena banyak hal yang tak terduga terjadi. Jika demikian, apa yang bisa dibanggakan dalam hidup seseorang selain harus bergantung penuh kepada Tuhan? Tidak sedikit orang frustasi karena apa yang semula diyakini akan berhasil justru menuai kegagalan dan kehancuran.
Secara akal apa yang sudah hancur tak mungkin bisa dipulihkan kembali. Benar, orang-orang di luar sana boleh saja berkata seperti itu, tapi orang percaya tidak seharusnya bersikap demikian, sebab kita selalu memiliki harapan di dalam Tuhan. "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23). Asalkan kita sungguh-sungguh mempercayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan dan mengandalkan Dia, masalah separah apa pun pasti ada pertolongan dan jalan keluarnya karena Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang sanggup membangun kembali apa yang telah musnah. "Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang." (Matius 12:20).
Jangan terprovokasi oleh bisikan Iblis yang selalu berusaha melemahkan dan menghancurkan hidup kita! Sekalipun keadaan sudah teramat parah dan secara manusia tak mungkin untuk dipulihkan dan diperbaiki, tetaplah arahkan pandangan kepada Tuhan Yesus, Dia Tuhan yang Mahabesar, jauh lebih besar dari masalah apa pun di dunia ini, yang kasih dan kuasa-Nya tak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan selamanya, "...yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," (Ibrani 12:2). Tuhan Yesus menegaskan, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup." (Yohanes 14:6). Karena itu jangan sekali-kali mencari jalan atau pertolongan di luar Dia! Tuhan Yesus lebih dari cukup bagi kita, sebab sekalipun kita jatuh, "...tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya." (Mazmur 37:24).
Tidak ada yang terlalu sukar bagi Tuhan untuk mengubah keadaan orang benar!
Baca: Yehezkiel 36:1-38
"Dan bangsa-bangsa yang tertinggal, yang ada di sekitarmu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, yang membangun kembali yang sudah musnah dan menanami kembali yang sudah tandus. Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan akan membuatnya." Yehezkiel 36:36
Keadaan dunia sekarang ini semakin tidak menentu, tak seorang pun termasuk para ahli dapat menebak segala sesuatunya karena banyak hal yang tak terduga terjadi. Jika demikian, apa yang bisa dibanggakan dalam hidup seseorang selain harus bergantung penuh kepada Tuhan? Tidak sedikit orang frustasi karena apa yang semula diyakini akan berhasil justru menuai kegagalan dan kehancuran.
Secara akal apa yang sudah hancur tak mungkin bisa dipulihkan kembali. Benar, orang-orang di luar sana boleh saja berkata seperti itu, tapi orang percaya tidak seharusnya bersikap demikian, sebab kita selalu memiliki harapan di dalam Tuhan. "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23). Asalkan kita sungguh-sungguh mempercayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan dan mengandalkan Dia, masalah separah apa pun pasti ada pertolongan dan jalan keluarnya karena Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang sanggup membangun kembali apa yang telah musnah. "Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang." (Matius 12:20).
Jangan terprovokasi oleh bisikan Iblis yang selalu berusaha melemahkan dan menghancurkan hidup kita! Sekalipun keadaan sudah teramat parah dan secara manusia tak mungkin untuk dipulihkan dan diperbaiki, tetaplah arahkan pandangan kepada Tuhan Yesus, Dia Tuhan yang Mahabesar, jauh lebih besar dari masalah apa pun di dunia ini, yang kasih dan kuasa-Nya tak pernah berubah dari dahulu, sekarang dan selamanya, "...yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan," (Ibrani 12:2). Tuhan Yesus menegaskan, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup." (Yohanes 14:6). Karena itu jangan sekali-kali mencari jalan atau pertolongan di luar Dia! Tuhan Yesus lebih dari cukup bagi kita, sebab sekalipun kita jatuh, "...tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya." (Mazmur 37:24).
Tidak ada yang terlalu sukar bagi Tuhan untuk mengubah keadaan orang benar!
Saturday, March 4, 2017
KEGAGALAN BUKANLAH AKHIR SEGALANYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Maret 2017
Baca: Amsal 24:15-20
"Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana." Amsal 24:16
Semua orang pasti pernah mengalami kegagalan di sepanjang hidupnya, bukan sekali atau dua kali, tapi mungkin berkali-kali. Ketika gagal kebanyakan orang merespons dengan sikap negatif: menyerah dan berputus asa. Namun sebagai orang percaya kita diajar untuk tidak gampang menyerah dalam situasi apa pun, melainkan terus berusaha dan berjuang. Ketika gagal adakalanya kita merasa lelah untuk berdoa dan berharap, lalu kita mulai membuat banyak banyak alasan untuk berhenti berdoa dan berusaha. Ada tertulis: "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." (Pengkhotbah 11:4). Tuhan tidak menghendaki kita terpaku kepada kegagalan-kegagalan masa lalu, melainkan terus maju menatap ke depan.
Justru kita harus menjadikan kegagalan sebagai cambuk untuk kita keluar dari zona nyaman dan mengijinkan Tuhan untuk bekerja lebih lagi di dalam kita. "...aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus." (Filipi 1:6). Tetaplah percaya kepada Tuhan bahkan saat kita berada di titik terendah sekali pun dan tak berdaya, sebab "Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu." (Mazmur 121:3-5). Janji Tuhan adalah ya dan amin, tiada janji yang tak ditepati-Nya!
Yusuf adalah salah satu contoh orang yang mengalami berbagai masalah berat dan berada di situasi yang seolah-olah mengantarkannya kepada kehancuran; namun ketika ia terus menjaga konsistensi iman dan tetap mempertahankan hidup benar di hadapan Tuhan, proses demi proses yang dijalaninya semakin mengantarkannya kepada penggenapan janji Tuhan, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan. Oleh karena itu jangan sekali-kali bersandar pada apa yang kita lihat secara jasmani, melainkan percayalah pada kuasa adikodrati-Nya! (Baca Mazmur 37:5).
"Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi." Mazmur 126:1
Baca: Amsal 24:15-20
"Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana." Amsal 24:16
Semua orang pasti pernah mengalami kegagalan di sepanjang hidupnya, bukan sekali atau dua kali, tapi mungkin berkali-kali. Ketika gagal kebanyakan orang merespons dengan sikap negatif: menyerah dan berputus asa. Namun sebagai orang percaya kita diajar untuk tidak gampang menyerah dalam situasi apa pun, melainkan terus berusaha dan berjuang. Ketika gagal adakalanya kita merasa lelah untuk berdoa dan berharap, lalu kita mulai membuat banyak banyak alasan untuk berhenti berdoa dan berusaha. Ada tertulis: "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." (Pengkhotbah 11:4). Tuhan tidak menghendaki kita terpaku kepada kegagalan-kegagalan masa lalu, melainkan terus maju menatap ke depan.
Justru kita harus menjadikan kegagalan sebagai cambuk untuk kita keluar dari zona nyaman dan mengijinkan Tuhan untuk bekerja lebih lagi di dalam kita. "...aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus." (Filipi 1:6). Tetaplah percaya kepada Tuhan bahkan saat kita berada di titik terendah sekali pun dan tak berdaya, sebab "Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu." (Mazmur 121:3-5). Janji Tuhan adalah ya dan amin, tiada janji yang tak ditepati-Nya!
Yusuf adalah salah satu contoh orang yang mengalami berbagai masalah berat dan berada di situasi yang seolah-olah mengantarkannya kepada kehancuran; namun ketika ia terus menjaga konsistensi iman dan tetap mempertahankan hidup benar di hadapan Tuhan, proses demi proses yang dijalaninya semakin mengantarkannya kepada penggenapan janji Tuhan, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan. Oleh karena itu jangan sekali-kali bersandar pada apa yang kita lihat secara jasmani, melainkan percayalah pada kuasa adikodrati-Nya! (Baca Mazmur 37:5).
"Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi." Mazmur 126:1
Friday, March 3, 2017
MENANTIKAN TUHAN: Ibadah Dengan Sungguh
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Maret 2017
Baca: Mazmur 2:1-12
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar," Mazmur 2:11
Kita semua tidak tahu secara pasti kapan Kristus datang, namun melihat akta-fakta yang ada (kekristenan mengalami tekanan yang semakin berat, munculnya organisasi tertentu yang ditunggangi roh antikristus untuk melakukan penganiayaan terhadap orang percaya, bencana alam yang datang silih berganti dan sebagainya) semakin memperjelas bahwa Tuhan datang tidak akan lama lagi. Siapakah kita menyambut kedatangan Tuhan?
Hal mendasar yang harus kita perhatikan adalah perihal ibadah! Apakah selama ini kita sudah beribadah kepada Tuhan dengan sungguh? Orang yang sungguh-sungguh beribadah pasti mengalami kuasa ibadah itu sendiri. Kenyataannya, meski banyak orang tampak aktif ke gereja setiap Minggu, tidak semua mengalami kuasa ibadah, karena mereka beribadah kepada Tuhan dengan sikap hati yang benar. Ada tertulis: "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat." (Pengkhotbah 4:17). Ibadah dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai service, artinya pelayanan, sedang dalam bahasa aslinya adalah abodau yang artinya bekerja, melayani Tuhan, dan menjadikan diri sebagai seorang hamba. Ada pun kata hamba selalu identik dengan labour yang artinya bekerja keras. Jadi ibadah yang benar itu bukan sekedar duduk, memuji Tuhan ala kadarnya dan mendengarkan firman Tuhan sambil lalu, tetapi kita bekerja keras untuk memberikan yang terbaik kepada Tuhan.
Di Perjanjian Lama untuk beribadah kepada Tuhan setiap orang harus membawa korban binatang seperti domba, kambing, burung merpati dan sebagainya. Kini kita tidak perlu lagi membawa korban binatang ketika datang beribadah, karena Kristus sudah mati menjadi korban tebusan bagi kita melalui kematian-Nya di kayu salib, namun hal ini tidak boleh mengubah arti ibadah yang sesungguhnya yaitu kita mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan (baca Roma 12:1).
"...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." 1 Timotius 4:8
Baca: Mazmur 2:1-12
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar," Mazmur 2:11
Kita semua tidak tahu secara pasti kapan Kristus datang, namun melihat akta-fakta yang ada (kekristenan mengalami tekanan yang semakin berat, munculnya organisasi tertentu yang ditunggangi roh antikristus untuk melakukan penganiayaan terhadap orang percaya, bencana alam yang datang silih berganti dan sebagainya) semakin memperjelas bahwa Tuhan datang tidak akan lama lagi. Siapakah kita menyambut kedatangan Tuhan?
Hal mendasar yang harus kita perhatikan adalah perihal ibadah! Apakah selama ini kita sudah beribadah kepada Tuhan dengan sungguh? Orang yang sungguh-sungguh beribadah pasti mengalami kuasa ibadah itu sendiri. Kenyataannya, meski banyak orang tampak aktif ke gereja setiap Minggu, tidak semua mengalami kuasa ibadah, karena mereka beribadah kepada Tuhan dengan sikap hati yang benar. Ada tertulis: "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat." (Pengkhotbah 4:17). Ibadah dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai service, artinya pelayanan, sedang dalam bahasa aslinya adalah abodau yang artinya bekerja, melayani Tuhan, dan menjadikan diri sebagai seorang hamba. Ada pun kata hamba selalu identik dengan labour yang artinya bekerja keras. Jadi ibadah yang benar itu bukan sekedar duduk, memuji Tuhan ala kadarnya dan mendengarkan firman Tuhan sambil lalu, tetapi kita bekerja keras untuk memberikan yang terbaik kepada Tuhan.
Di Perjanjian Lama untuk beribadah kepada Tuhan setiap orang harus membawa korban binatang seperti domba, kambing, burung merpati dan sebagainya. Kini kita tidak perlu lagi membawa korban binatang ketika datang beribadah, karena Kristus sudah mati menjadi korban tebusan bagi kita melalui kematian-Nya di kayu salib, namun hal ini tidak boleh mengubah arti ibadah yang sesungguhnya yaitu kita mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan (baca Roma 12:1).
"...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." 1 Timotius 4:8
Thursday, March 2, 2017
HIDUP DI AKHIR ZAMAN: Penuh Tipuan Iblis (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Maret 2017
Baca: 1 Korintus 6:12-20
"Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan?" 1 Korintus 6:15
Alkitab menyatakan bahwa situasi akhir zaman akan sama seperti zaman Sodom, Gomora dan zaman Nuh, di mana dosa seks (percabulan) dan kejahatan begitu merajalela. "Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua." (Lukas 17:26-29).
Sekarang ini kejahatan seksual semakin hari semakin meningkat: pencabulan terhadap anak di bawah umur, pemerkosaan, prostitusi, penyimpangan seks yang akhirnya memunculkan istilah 'LGBT'. Tertulis: "...isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka." (Roma 1:26-27). Situasi serupa juga terjadi di Korintus di masa pelayanan rasul Paulus. Kemerosotan moral mengakibatkan orang kehilangan perasaan berdosa dan menganggap dosa seksual sebagai hal yang biasa dan lagi ngetren.
Rasul Paulus memperingatkan bahwa "...tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh." (1 Korintus 6:13). Karena itu "...matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)." (Kolose 3:5-6). Bila ingin hidup tidak bercacat dan tidak bernoda di hadapan Tuhan, tidak ada jalan lain, selain harus menjaga kekudusan hidup dan menjauhkan diri dari segala kecemaran.
Orang percaya dipanggil untuk melakukan apa yang kudus, bukan yang cemar!
Baca: 1 Korintus 6:12-20
"Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan?" 1 Korintus 6:15
Alkitab menyatakan bahwa situasi akhir zaman akan sama seperti zaman Sodom, Gomora dan zaman Nuh, di mana dosa seks (percabulan) dan kejahatan begitu merajalela. "Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua." (Lukas 17:26-29).
Sekarang ini kejahatan seksual semakin hari semakin meningkat: pencabulan terhadap anak di bawah umur, pemerkosaan, prostitusi, penyimpangan seks yang akhirnya memunculkan istilah 'LGBT'. Tertulis: "...isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka." (Roma 1:26-27). Situasi serupa juga terjadi di Korintus di masa pelayanan rasul Paulus. Kemerosotan moral mengakibatkan orang kehilangan perasaan berdosa dan menganggap dosa seksual sebagai hal yang biasa dan lagi ngetren.
Rasul Paulus memperingatkan bahwa "...tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh." (1 Korintus 6:13). Karena itu "...matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)." (Kolose 3:5-6). Bila ingin hidup tidak bercacat dan tidak bernoda di hadapan Tuhan, tidak ada jalan lain, selain harus menjaga kekudusan hidup dan menjauhkan diri dari segala kecemaran.
Orang percaya dipanggil untuk melakukan apa yang kudus, bukan yang cemar!
Wednesday, March 1, 2017
HIDUP DI AKHIR ZAMAN: Penuh Tipuan Iblis (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Maret 2017
Baca: 2 Petrus 3:10-16
"Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia." 2 Petrus 3:14
Menjadi mempelai Kristus yang tak bercacat dan tak bernoda adalah tujuan hidup orang percaya. Mengapa kita harus dalam keadaan tak bercacat dan tak bernoda? Karena Tuhan Yesus telah mencurahkan darah-Nya untuk menyucikan dan menyempurnakan mempelai-Nya, sehingga kalau kita tetap dalam keadaan cacat dan bercela ketika Tuhan menjemput kita, berarti kita telah menyia-nyiakan pengorbanan Kristus di kayu salib. Hari-hari yang sedang kita hadapi ini adalah hari-hari akhir menjelang kedatangan Kristus. Jadi bukan waktunya kita main-main dalam menjalani hidup. "Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
Alkitab menyatakan bahwa di akhir zaman yang jahat akan semakin jahat dan yang suci akan semakin suci. Karena itu kita harus semakin terpacu untuk hidup benar dan tidak lagi berkompromi dengan dosa. Waspadalah dan berjaga-jagalah, karena Iblis selalu mencari celah sekecil apa pun untuk menipu semua orang. Salah satu tipuan Iblis adalah berkenaan dengan 'waktu'. Iblis berusaha mengalihkan fokus hidup semua orang agar menyibukkan diri untuk hal-hal duniawi. Waktu mereka tersita oleh berbagai aktivitas sampai-sampai mereka tidak lagi punya waktu untuk memikirkan perkara-perkara rohani (bersaat teduh atau melayani Tuhan). Mereka berkata "Waktu kok terasa begitu cepat... pekerjaan ini dan itu belum selesai." Sungguh, waktu akan berlalu begitu cepatnya seperti sekam yang ditiup oleh angin (baca Zafanya 2:2).
Bila kita tidak bisa menggunakan waktu dengan bijaksana, waktu itu akan habis untuk perkara yang sia-sia. Itulah yang menjadi tujuan Iblis! Bukan berarti kita tidak boleh melakukan pekerjaan atau aktivitas apa pun, namun hendaknya jangan semua perkara yang ada di dunia ini semakin menjauhkan kita dari Tuhan. Hendaklah segala sesuatu yang kita kerjakan berorientasi kepada perkara-perkara yang menuju kepada kekekalan!
Evaluasilah waktu-waktu yang Saudara pakai dan prioritaskan Tuhan.
Baca: 2 Petrus 3:10-16
"Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia." 2 Petrus 3:14
Menjadi mempelai Kristus yang tak bercacat dan tak bernoda adalah tujuan hidup orang percaya. Mengapa kita harus dalam keadaan tak bercacat dan tak bernoda? Karena Tuhan Yesus telah mencurahkan darah-Nya untuk menyucikan dan menyempurnakan mempelai-Nya, sehingga kalau kita tetap dalam keadaan cacat dan bercela ketika Tuhan menjemput kita, berarti kita telah menyia-nyiakan pengorbanan Kristus di kayu salib. Hari-hari yang sedang kita hadapi ini adalah hari-hari akhir menjelang kedatangan Kristus. Jadi bukan waktunya kita main-main dalam menjalani hidup. "Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
Alkitab menyatakan bahwa di akhir zaman yang jahat akan semakin jahat dan yang suci akan semakin suci. Karena itu kita harus semakin terpacu untuk hidup benar dan tidak lagi berkompromi dengan dosa. Waspadalah dan berjaga-jagalah, karena Iblis selalu mencari celah sekecil apa pun untuk menipu semua orang. Salah satu tipuan Iblis adalah berkenaan dengan 'waktu'. Iblis berusaha mengalihkan fokus hidup semua orang agar menyibukkan diri untuk hal-hal duniawi. Waktu mereka tersita oleh berbagai aktivitas sampai-sampai mereka tidak lagi punya waktu untuk memikirkan perkara-perkara rohani (bersaat teduh atau melayani Tuhan). Mereka berkata "Waktu kok terasa begitu cepat... pekerjaan ini dan itu belum selesai." Sungguh, waktu akan berlalu begitu cepatnya seperti sekam yang ditiup oleh angin (baca Zafanya 2:2).
Bila kita tidak bisa menggunakan waktu dengan bijaksana, waktu itu akan habis untuk perkara yang sia-sia. Itulah yang menjadi tujuan Iblis! Bukan berarti kita tidak boleh melakukan pekerjaan atau aktivitas apa pun, namun hendaknya jangan semua perkara yang ada di dunia ini semakin menjauhkan kita dari Tuhan. Hendaklah segala sesuatu yang kita kerjakan berorientasi kepada perkara-perkara yang menuju kepada kekekalan!
Evaluasilah waktu-waktu yang Saudara pakai dan prioritaskan Tuhan.
Tuesday, February 28, 2017
SANJUNGAN YANG MELENAKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Februari 2017
Baca: Kisah Para Rasul 14:8-20
"Maka datanglah imam dewa Zeus, yang kuilnya terletak di luar kota, membawa lembu-lembu jantan dan karangan-karangan bunga ke pintu gerbang kota untuk mempersembahkan korban bersama-sama dengan orang banyak kepada rasul-rasul itu." Kisah 14:13
Mengerjakan Amanat Agung Tuhan Yesus adalah tanggung jawab semua orang percaya, karena itulah "Merekapun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya." (Markus 16:20). Ke mana pun hamba-hamba Tuhan pergi memberitakan Injil Roh Kudus menyertai dan turut bekerja. Di mana ada Roh Kudus sesuatu yang dahsyat pasti terjadi, perkara-perkara adikodrati dinyatakan: yang sakit disembuhkan, yang terbelenggu dibebaskan, yang buta pun dicelikkan, yang lumpuh berjalanlah!
Di Listra ada orang yang lumpuh kakinya sejak lahir. "Ia duduk mendengarkan, ketika Paulus berbicara. Dan Paulus menatap dia dan melihat, bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan. Lalu kata Paulus dengan suara nyaring: 'Berdirilah tegak di atas kakimu!' Dan orang itu melonjak berdiri, lalu berjalan kian ke mari." (Kisah 14:9-10). Orang-orang pun kagum dan mengelu-elukan Paulus dan Barnabas, bahkan mereka menganggap keduanya dewa yang turun dari langit. Paulus disebutnya Hermes, dan Barnabas disebut Zeus! Mereka mengira bahwa yang melakukan mujizat adalah hamba Tuhan tersebut, tak mengerti bahwa yang mengerjakan semua mujizat itu sesungguhnya adalah Tuhan sendiri melalui kuasa Roh-Nya, sedangkan hamba Tuhan adalah alat-Nya.
Sanjungan manusia acapkali melenakan dan membuat orang lupa daratan. Ini berbahaya! Ada banyak pelayan Tuhan jatuh ketika mereka sedang 'di atas' karena tidak tahan dengan pujian, hormat dan sanjungan manusia. Memang sulit untuk tetap rendah hati dalam situasi seperti itu. Ketika dielu-elukan segeralah Paulus dan Barnabas lari ke tengah-tengah mereka dan berkata, "Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu." (Kisah 14:15a). Di zaman sekarang tidak sedikit pelayan Tuhan yang justru membusungkan dada ketika namanya semakin dikenal oleh khalayak ramai.
Sanjungan adalah untuk Tuhan, jangan sekali-kali kita mencuri kemuliaan-Nya!
Baca: Kisah Para Rasul 14:8-20
"Maka datanglah imam dewa Zeus, yang kuilnya terletak di luar kota, membawa lembu-lembu jantan dan karangan-karangan bunga ke pintu gerbang kota untuk mempersembahkan korban bersama-sama dengan orang banyak kepada rasul-rasul itu." Kisah 14:13
Mengerjakan Amanat Agung Tuhan Yesus adalah tanggung jawab semua orang percaya, karena itulah "Merekapun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya." (Markus 16:20). Ke mana pun hamba-hamba Tuhan pergi memberitakan Injil Roh Kudus menyertai dan turut bekerja. Di mana ada Roh Kudus sesuatu yang dahsyat pasti terjadi, perkara-perkara adikodrati dinyatakan: yang sakit disembuhkan, yang terbelenggu dibebaskan, yang buta pun dicelikkan, yang lumpuh berjalanlah!
Di Listra ada orang yang lumpuh kakinya sejak lahir. "Ia duduk mendengarkan, ketika Paulus berbicara. Dan Paulus menatap dia dan melihat, bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan. Lalu kata Paulus dengan suara nyaring: 'Berdirilah tegak di atas kakimu!' Dan orang itu melonjak berdiri, lalu berjalan kian ke mari." (Kisah 14:9-10). Orang-orang pun kagum dan mengelu-elukan Paulus dan Barnabas, bahkan mereka menganggap keduanya dewa yang turun dari langit. Paulus disebutnya Hermes, dan Barnabas disebut Zeus! Mereka mengira bahwa yang melakukan mujizat adalah hamba Tuhan tersebut, tak mengerti bahwa yang mengerjakan semua mujizat itu sesungguhnya adalah Tuhan sendiri melalui kuasa Roh-Nya, sedangkan hamba Tuhan adalah alat-Nya.
Sanjungan manusia acapkali melenakan dan membuat orang lupa daratan. Ini berbahaya! Ada banyak pelayan Tuhan jatuh ketika mereka sedang 'di atas' karena tidak tahan dengan pujian, hormat dan sanjungan manusia. Memang sulit untuk tetap rendah hati dalam situasi seperti itu. Ketika dielu-elukan segeralah Paulus dan Barnabas lari ke tengah-tengah mereka dan berkata, "Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu." (Kisah 14:15a). Di zaman sekarang tidak sedikit pelayan Tuhan yang justru membusungkan dada ketika namanya semakin dikenal oleh khalayak ramai.
Sanjungan adalah untuk Tuhan, jangan sekali-kali kita mencuri kemuliaan-Nya!
Monday, February 27, 2017
BERBAHAGIALAH ORANG YANG DIINGAT TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Februari 2017
Baca: Mazmur 25:1-22
"Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN." Mazmur 25:7
Semua orang pasti berharap dirinya selalu diingat dan tidak dilupakan oleh sesamanya, seperti teman, kerabat atau saudara. Betapa sedih dan kecewanya bila pada suatu kesempatan kita bertemu dengan teman lama, ternyata teman kita itu sudah tidak lagi mengingat kita alias lupa. Kita patut bersyukur, sekalipun manusia bisa saja melupakan dan tidak lagi mengingat kita tapi Tuhan tak pernah melupakan kita. "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:4-5).
Alkitab menegaskan orang benarlah yang selalu diingat oleh Tuhan, "...orang benar itu akan diingat selama-lamanya." (Mazmur 112:6). Namun ada seorang penjahat yang diingat Tuhan, karena pada saat akhir perjalanan hidupnya ia merendahkan diri dan berpengharapan penuh kepada Tuhan. Oleh karena imannya itu Ia tidak lagi memperhitungkan dosa-dosanya, sebaliknya Ia mengingat dan menyelamatkannya. Orang itu adalah salah seorang penjahat yang disalibkan bersama Tuhan Yesus. Ketika penjahat lain menghujat-Nya, "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!" (Lukas 23:39), tetapi penjahat yang satunya justru berkata, "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Lukas 23:42). Ketika Tuhan Yesus dalam keadaan tak berdaya, masih tergantung di atas kayu salib, penjahat ini percaya bahwa Dia adalah Raja. Karena imannya berkatalah Tuhan Yesus kepadanya, "...sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (Lukas 23:43).
Walaupun tadinya penjahat itu sama seperti penjahat lain di sebelah Tuhan Yesus, namun ia telah membuat keputusan penting dalam hidupnya yaitu bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pada saat ia masih berada di atas kayu salib. Ia menerima Tuhan Yesus sebagai Raja sebelum ia mati.
Kehidupan di masa lalu tak menentukan keselamatan: asal kita mau bertobat, langkah terakhir dari hidup ini yang menentukan!
Baca: Mazmur 25:1-22
"Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN." Mazmur 25:7
Semua orang pasti berharap dirinya selalu diingat dan tidak dilupakan oleh sesamanya, seperti teman, kerabat atau saudara. Betapa sedih dan kecewanya bila pada suatu kesempatan kita bertemu dengan teman lama, ternyata teman kita itu sudah tidak lagi mengingat kita alias lupa. Kita patut bersyukur, sekalipun manusia bisa saja melupakan dan tidak lagi mengingat kita tapi Tuhan tak pernah melupakan kita. "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:4-5).
Alkitab menegaskan orang benarlah yang selalu diingat oleh Tuhan, "...orang benar itu akan diingat selama-lamanya." (Mazmur 112:6). Namun ada seorang penjahat yang diingat Tuhan, karena pada saat akhir perjalanan hidupnya ia merendahkan diri dan berpengharapan penuh kepada Tuhan. Oleh karena imannya itu Ia tidak lagi memperhitungkan dosa-dosanya, sebaliknya Ia mengingat dan menyelamatkannya. Orang itu adalah salah seorang penjahat yang disalibkan bersama Tuhan Yesus. Ketika penjahat lain menghujat-Nya, "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!" (Lukas 23:39), tetapi penjahat yang satunya justru berkata, "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Lukas 23:42). Ketika Tuhan Yesus dalam keadaan tak berdaya, masih tergantung di atas kayu salib, penjahat ini percaya bahwa Dia adalah Raja. Karena imannya berkatalah Tuhan Yesus kepadanya, "...sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (Lukas 23:43).
Walaupun tadinya penjahat itu sama seperti penjahat lain di sebelah Tuhan Yesus, namun ia telah membuat keputusan penting dalam hidupnya yaitu bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pada saat ia masih berada di atas kayu salib. Ia menerima Tuhan Yesus sebagai Raja sebelum ia mati.
Kehidupan di masa lalu tak menentukan keselamatan: asal kita mau bertobat, langkah terakhir dari hidup ini yang menentukan!
Sunday, February 26, 2017
PILIHAN ADA PADA MANUSIA SENDIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Februari 2017
Baca: Wahyu 3:14-22
"Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." Wahyu 3:20
Orang bertanya-tanya, jika Tuhan itu berkuasa mengapa Dia seolah-olah membiarkan sakit-penyakit dan kesusahan menimpa semua orang? Mengapa Ia tidak langsung menyembuhkan atau memberkati? Tentu saja Tuhan itu Mahakuasa, tetapi Dia hanya akan mengerjakan sesuatu dalam diri seseorang ketika orang itu mengijinkan Dia bekerja. Ada orang yang berbantah lagi, "Kalau Tuhan berkuasa, tentunya Ia dapat melakukan segala sesuatu menurut kehendak-Nya sendiri!" Dalam sekejap mata Tuhan pasti sanggup untuk menyembuhkan, memberkati, menolong dan menyelamatkan setiap orang yang berdosa tanpa melalui proses pertobatan.
Tuhan tak ingin manusia ciptaan-Nya itu seperti robot yang dapat dijadikan apa saja. Sesungguhnya Tuhan dapat saja memaksa setiap orang untuk bertobat dan menerima-Nya sebagai Juruselamat dalam hidupnya. Tetapi Tuhan memberikan kepada setiap manusia free will (kehendak bebas), sehingga manusia mempunyai hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Manusia dapat memilih untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya, atau sebaliknya mereka melakukan seperti orang dunia lakukan saat ini yaitu membenci, menghujat dan menolak Yesus Kristus. Tuhan Yesus hanya berdiri di depan pintu hati setiap orang dan mengetuk. Jika kita mendengar suara-Nya dan membukakan pintu hati bagi-Nya, Dia kan masuk ke dalam kehidupan kita. Jadi Tuhan tak pernah memaksa kita, walaupun sesungguhnya Ia begitu ingin semua orang mendapatkan keselamatan kekal melalui iman percaya kepada-Nya, "...tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9).
Bahkan setelah seseorang bertobat dan lahir baru ia juga tak kehilangan kehendak bebasnya untuk memilih taat kepada firman atau tidak taat. Yang harus disadari adalah, bahwa "...ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2), sebaliknya kalau kita mau taat maka berkatlah yang menjadi bagian hidup kita.
"...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran;" Wahyu 22:11
Baca: Wahyu 3:14-22
"Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." Wahyu 3:20
Orang bertanya-tanya, jika Tuhan itu berkuasa mengapa Dia seolah-olah membiarkan sakit-penyakit dan kesusahan menimpa semua orang? Mengapa Ia tidak langsung menyembuhkan atau memberkati? Tentu saja Tuhan itu Mahakuasa, tetapi Dia hanya akan mengerjakan sesuatu dalam diri seseorang ketika orang itu mengijinkan Dia bekerja. Ada orang yang berbantah lagi, "Kalau Tuhan berkuasa, tentunya Ia dapat melakukan segala sesuatu menurut kehendak-Nya sendiri!" Dalam sekejap mata Tuhan pasti sanggup untuk menyembuhkan, memberkati, menolong dan menyelamatkan setiap orang yang berdosa tanpa melalui proses pertobatan.
Tuhan tak ingin manusia ciptaan-Nya itu seperti robot yang dapat dijadikan apa saja. Sesungguhnya Tuhan dapat saja memaksa setiap orang untuk bertobat dan menerima-Nya sebagai Juruselamat dalam hidupnya. Tetapi Tuhan memberikan kepada setiap manusia free will (kehendak bebas), sehingga manusia mempunyai hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Manusia dapat memilih untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya, atau sebaliknya mereka melakukan seperti orang dunia lakukan saat ini yaitu membenci, menghujat dan menolak Yesus Kristus. Tuhan Yesus hanya berdiri di depan pintu hati setiap orang dan mengetuk. Jika kita mendengar suara-Nya dan membukakan pintu hati bagi-Nya, Dia kan masuk ke dalam kehidupan kita. Jadi Tuhan tak pernah memaksa kita, walaupun sesungguhnya Ia begitu ingin semua orang mendapatkan keselamatan kekal melalui iman percaya kepada-Nya, "...tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9).
Bahkan setelah seseorang bertobat dan lahir baru ia juga tak kehilangan kehendak bebasnya untuk memilih taat kepada firman atau tidak taat. Yang harus disadari adalah, bahwa "...ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal," (Ibrani 2:2), sebaliknya kalau kita mau taat maka berkatlah yang menjadi bagian hidup kita.
"...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran;" Wahyu 22:11
Saturday, February 25, 2017
SIAPKAH MENGHADAPI PENGADILAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Februari 2017
Baca: 2 Korintus 5:1-10
"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." 2 Korintus 5:10
Banyak orang berpikir bahwa hidup di dunia ini hanya satu kali saja, lalu mati dan tamat. Karena itu ada orang berprinsip: "Selagi masih hidup mari kita bersenang-senang dan melakukan apa saja yang kita mau." Ingatlah bahwa kematian itu bukan akhir dari segalanya, justru menjadi awal dari kehidupan yang sesungguhnya. "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi," (Ibrani 9:27). Manusia lupa bahwa ada penghakiman setelah kematian!
Rasul Yohanes mendapat penglihatan, "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." (Wahyu 20:12). Apa pun yang diperbuat manusia selama hidup di dunia pada saatnya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Sesungguhnya Tuhan tidak senang menghukum manusia karena itu Ia mengutus hamba-hamba-Nya untuk memberitakan Injil ke penjuru bumi bahwa "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6), dan "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Sungguh teramat disayangkan banyak orang menolak mentah-mentah berita tentang salib, "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa," (1 Korintus 1:18).
Hidup ini sungguh teramat singkat, tak lebih dari sebuah persinggahan sementara. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Karena itu waktu yang terbatas ini mari kita pergunakan sebaik mungkin untuk mempersiapkan diri sebelum kematian menjemput!
Buat keputusan mulai sekarang, sebab penyesalan di kemudian hari tiada guna.
Baca: 2 Korintus 5:1-10
"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." 2 Korintus 5:10
Banyak orang berpikir bahwa hidup di dunia ini hanya satu kali saja, lalu mati dan tamat. Karena itu ada orang berprinsip: "Selagi masih hidup mari kita bersenang-senang dan melakukan apa saja yang kita mau." Ingatlah bahwa kematian itu bukan akhir dari segalanya, justru menjadi awal dari kehidupan yang sesungguhnya. "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi," (Ibrani 9:27). Manusia lupa bahwa ada penghakiman setelah kematian!
Rasul Yohanes mendapat penglihatan, "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." (Wahyu 20:12). Apa pun yang diperbuat manusia selama hidup di dunia pada saatnya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Sesungguhnya Tuhan tidak senang menghukum manusia karena itu Ia mengutus hamba-hamba-Nya untuk memberitakan Injil ke penjuru bumi bahwa "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6), dan "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Sungguh teramat disayangkan banyak orang menolak mentah-mentah berita tentang salib, "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa," (1 Korintus 1:18).
Hidup ini sungguh teramat singkat, tak lebih dari sebuah persinggahan sementara. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Karena itu waktu yang terbatas ini mari kita pergunakan sebaik mungkin untuk mempersiapkan diri sebelum kematian menjemput!
Buat keputusan mulai sekarang, sebab penyesalan di kemudian hari tiada guna.
Friday, February 24, 2017
BERSEDIA MEMIKUL SALIB
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Februari 2017
Baca: Lukas 14:25-35
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku." Lukas 14:27
Dunia ini dipenuhi dengan ketidakadilan, penyimpangan, kekerasan dan hidup yang mementingkan diri sendiri. Manusia lebih memilih berjalan menurut kehendaknya sendiri, tidak lagi peduli apakah itu sesat dan merugikan orang lain. Ketika dihadapkan pada fenomena ini, haruskah orang percaya mengikuti jejak orang dunia dengan pola hidupnya yang bertentangan dengan kebenaran, ataukah tetap teguh meneladani Kristus hidup?
Tuhan Yesus berkata, "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga." (Matius 16:19a), namun 'kunci' itu tidak Ia berikan kepada semua orang, hanya kepada mereka yang bersedia untuk membayar harga yaitu memikul salib dan mengikut Dia. Memikul salib berarti bersedia untuk menyangkal diri sendiri. Itu tidak mudah, karena kehendak dan kemauan kita cenderung berlawanan dengan kehendak Tuhan. Kehendak dan kemauan kita adalah melakukan apa yang menyenangkan daging, "Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging;" (Roma 8:5). Untuk layak disebut murid Tuhan tidak ada jalan lain selain harus melawan keinginan daging. Sakit memang! Namun rasa sakit itu tidak sebanding dengan penderitaan Tuhan Yesus yang sudah memikul salib-Nya, dan salib yang dipikul-Nya adalah masalah terberat yang dihadapi oleh seluruh umat manusia yaitu dosa, dan "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Matius 8:17), bahkan Ia rela mencucurkan darah-Nya dan mati bagi kita di kayu salib. Jadi salib yang harus kita pikul setiap hari sesungguhnya tidak sebanding dengan kemenangan yang Tuhan berikan.
Memikul salib juga berarti rela menderita karena kebenaran. Tuhan Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:10-12).
"Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." Galatia 5:24
Baca: Lukas 14:25-35
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku." Lukas 14:27
Dunia ini dipenuhi dengan ketidakadilan, penyimpangan, kekerasan dan hidup yang mementingkan diri sendiri. Manusia lebih memilih berjalan menurut kehendaknya sendiri, tidak lagi peduli apakah itu sesat dan merugikan orang lain. Ketika dihadapkan pada fenomena ini, haruskah orang percaya mengikuti jejak orang dunia dengan pola hidupnya yang bertentangan dengan kebenaran, ataukah tetap teguh meneladani Kristus hidup?
Tuhan Yesus berkata, "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga." (Matius 16:19a), namun 'kunci' itu tidak Ia berikan kepada semua orang, hanya kepada mereka yang bersedia untuk membayar harga yaitu memikul salib dan mengikut Dia. Memikul salib berarti bersedia untuk menyangkal diri sendiri. Itu tidak mudah, karena kehendak dan kemauan kita cenderung berlawanan dengan kehendak Tuhan. Kehendak dan kemauan kita adalah melakukan apa yang menyenangkan daging, "Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging;" (Roma 8:5). Untuk layak disebut murid Tuhan tidak ada jalan lain selain harus melawan keinginan daging. Sakit memang! Namun rasa sakit itu tidak sebanding dengan penderitaan Tuhan Yesus yang sudah memikul salib-Nya, dan salib yang dipikul-Nya adalah masalah terberat yang dihadapi oleh seluruh umat manusia yaitu dosa, dan "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Matius 8:17), bahkan Ia rela mencucurkan darah-Nya dan mati bagi kita di kayu salib. Jadi salib yang harus kita pikul setiap hari sesungguhnya tidak sebanding dengan kemenangan yang Tuhan berikan.
Memikul salib juga berarti rela menderita karena kebenaran. Tuhan Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:10-12).
"Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." Galatia 5:24
Thursday, February 23, 2017
SEMANGAT TANPA KETAATAN ADALAH PERCUMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Februari 2017
Baca: 2 Samuel 6:1-23
"Ketika mereka sampai ke tempat pengirikan Nakhon, maka Uza mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu, lalu memegangnya, karena lembu-lembu itu tergelincir." 2 Samuel 6:6
Dari pembacaan firman ini kita melihat betapa bersemangatnya bangsa Israel saat membawa tabut Tuhan kembali ke Yerusalem. "Mereka menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang baru setelah mengangkatnya dari rumah Abinadab yang di atas bukit. Lalu Uza dan Ahyo, anak-anak Abinadab, mengantarkan kereta itu. Daud dan seluruh kaum Israel menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian, kecapi, gambus, rebana, kelentung dan ceracap." (ayat 3, 5). Tabut adalah tanda kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya dan menjadi pusat dari kehidupan bangsa Israel.
Karena terlalu bersemangat sampai-sampai mereka mengabaikan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa tak seorang pun diperbolehkan menyentuh tabut perjanjian, lambang kehadiran Tuhan itu. "...janganlah mereka kena kepada barang-barang kudus itu, nanti mereka mati." (Bilangan 4:15). Namun Uza telah melanggar ketetapan Tuhan itu, yaitu "...mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu," (ayat nas). Karena keteledorannya ini Uza harus menuai akibatnya, "...ia mati di sana dekat tabut Allah itu." (2 Samuel 6:7). Ternyata, bermodalkan semangat saja dalam melayani Tuhan tidaklah cukup tanpa disertai pengenalan yang benar akan Tuhan dan taat melakukan kehendak-Nya. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Dalam penilaian Tuhan ketaatan itu jauh lebih berharga daripada sekedar semangat dalam melayani, bahkan jauh bernilai dibandingkan dengan korban persembahan kita.
Mungkin kita cakap berkhotbah, menjadi worship leader hebat, atau memiliki jam terbang pelayanan mumpuni, tapi jika kita tidak menjadi pelaku firman, maka apa yang kita lakukan tak lebih seremonial belaka. Memang kita hidup di bawah kasih karunia, namun setiap pelanggaran atau ketidaktaatan tetaplah memiliki konsekuensi.
Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan (taat) adalah tanda kita menghargai hadirat Tuhan!
Baca: 2 Samuel 6:1-23
"Ketika mereka sampai ke tempat pengirikan Nakhon, maka Uza mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu, lalu memegangnya, karena lembu-lembu itu tergelincir." 2 Samuel 6:6
Dari pembacaan firman ini kita melihat betapa bersemangatnya bangsa Israel saat membawa tabut Tuhan kembali ke Yerusalem. "Mereka menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang baru setelah mengangkatnya dari rumah Abinadab yang di atas bukit. Lalu Uza dan Ahyo, anak-anak Abinadab, mengantarkan kereta itu. Daud dan seluruh kaum Israel menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian, kecapi, gambus, rebana, kelentung dan ceracap." (ayat 3, 5). Tabut adalah tanda kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya dan menjadi pusat dari kehidupan bangsa Israel.
Karena terlalu bersemangat sampai-sampai mereka mengabaikan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa tak seorang pun diperbolehkan menyentuh tabut perjanjian, lambang kehadiran Tuhan itu. "...janganlah mereka kena kepada barang-barang kudus itu, nanti mereka mati." (Bilangan 4:15). Namun Uza telah melanggar ketetapan Tuhan itu, yaitu "...mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu," (ayat nas). Karena keteledorannya ini Uza harus menuai akibatnya, "...ia mati di sana dekat tabut Allah itu." (2 Samuel 6:7). Ternyata, bermodalkan semangat saja dalam melayani Tuhan tidaklah cukup tanpa disertai pengenalan yang benar akan Tuhan dan taat melakukan kehendak-Nya. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Dalam penilaian Tuhan ketaatan itu jauh lebih berharga daripada sekedar semangat dalam melayani, bahkan jauh bernilai dibandingkan dengan korban persembahan kita.
Mungkin kita cakap berkhotbah, menjadi worship leader hebat, atau memiliki jam terbang pelayanan mumpuni, tapi jika kita tidak menjadi pelaku firman, maka apa yang kita lakukan tak lebih seremonial belaka. Memang kita hidup di bawah kasih karunia, namun setiap pelanggaran atau ketidaktaatan tetaplah memiliki konsekuensi.
Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan (taat) adalah tanda kita menghargai hadirat Tuhan!
Wednesday, February 22, 2017
PENGAKUAN TUHAN ADALAH YANG UTAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Februari 2017
Baca: Matius 7:15-23
"Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?" Matius 7:22
Banyak orang Kristen beranggapan bahwa percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat itu sudah cukup untuk memperoleh keselamatan, apalagi ditambah dengan keterlibatannya dalam pelayanan, lengkaplah sudah dan itu sudah pasti menyenangkan hati Tuhan. Benarkah? Tidak demikian. Keselamatan tidak berhenti sampai kita percaya kepada Tuhan Yesus saja, tetapi kita harus terus bertumbuh sampai dapat berstatus sebagai pelaku firman, sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (ayat 21). Tidak ada yang lebih utama dalam hidup orang percaya selain melakukan kehendak Bapa.
Melakukan kehendak Bapa atau tidak melakukan kehendak Bapa adalah ukuran Tuhan dalam menilai hidup seseorang. "Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (ayat 23). Kata berterus terang ini dalam Alkitab King James diterjemahkan confess, atau dalam versi English Amplified diterjemahkan declare, artinya mengakui di depan umum. Pada saatnya nanti Tuhan akan mengakui di depan umum atau berterus terang di hadapan khalayak. Betapa malang dan suatu bencana yang mengerikan, jika pada hari penghakiman kelak Tuhan tidak mengakui kita, alias menolak kita. Ditolak Tuhan berarti penghukuman kekal ada di depan mata!
Orang yang tidak diakui dan ditolak Tuhan dalam ayat 21-23 ini bukanlah mereka yang tidak mengenal Tuhan Yesus, namun adalah orang-orang yang secara kasat mata tampak melayani pekerjaan Tuhan, bahkan bukan sembarangan melayani: sudah bernubuat, sudah mengusir setan dan mengadakan banyak mujizat. Dengan kata lain mereka memiliki jam terbang yang tak diragukan lagi dalam pelayanan, punya reputasi (hebat, beken, terkenal) di mata manusia. Ternyata prestasi seseorang dalam pelayanan bukan jaminan beroleh pengakuan dari Tuhan atau dikenal Tuhan.
Melakukan kehendak Tuhan adalah modal dasar beroleh pengakuan dari Tuhan!
Baca: Matius 7:15-23
"Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?" Matius 7:22
Banyak orang Kristen beranggapan bahwa percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat itu sudah cukup untuk memperoleh keselamatan, apalagi ditambah dengan keterlibatannya dalam pelayanan, lengkaplah sudah dan itu sudah pasti menyenangkan hati Tuhan. Benarkah? Tidak demikian. Keselamatan tidak berhenti sampai kita percaya kepada Tuhan Yesus saja, tetapi kita harus terus bertumbuh sampai dapat berstatus sebagai pelaku firman, sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (ayat 21). Tidak ada yang lebih utama dalam hidup orang percaya selain melakukan kehendak Bapa.
Melakukan kehendak Bapa atau tidak melakukan kehendak Bapa adalah ukuran Tuhan dalam menilai hidup seseorang. "Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (ayat 23). Kata berterus terang ini dalam Alkitab King James diterjemahkan confess, atau dalam versi English Amplified diterjemahkan declare, artinya mengakui di depan umum. Pada saatnya nanti Tuhan akan mengakui di depan umum atau berterus terang di hadapan khalayak. Betapa malang dan suatu bencana yang mengerikan, jika pada hari penghakiman kelak Tuhan tidak mengakui kita, alias menolak kita. Ditolak Tuhan berarti penghukuman kekal ada di depan mata!
Orang yang tidak diakui dan ditolak Tuhan dalam ayat 21-23 ini bukanlah mereka yang tidak mengenal Tuhan Yesus, namun adalah orang-orang yang secara kasat mata tampak melayani pekerjaan Tuhan, bahkan bukan sembarangan melayani: sudah bernubuat, sudah mengusir setan dan mengadakan banyak mujizat. Dengan kata lain mereka memiliki jam terbang yang tak diragukan lagi dalam pelayanan, punya reputasi (hebat, beken, terkenal) di mata manusia. Ternyata prestasi seseorang dalam pelayanan bukan jaminan beroleh pengakuan dari Tuhan atau dikenal Tuhan.
Melakukan kehendak Tuhan adalah modal dasar beroleh pengakuan dari Tuhan!
Tuesday, February 21, 2017
LAYAK DISEBUT ANAK TUHAN ATAU BELUM?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Februari 2017
Baca: Roma 8:1-17
"Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." Roma 8:14
Alkitab menegaskan bahwa orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh Tuhan akan disebut anak Tuhan. Kebalikannya, orang yang hidupnya tidak dipimpin oleh Roh Tuhan tidak layak atau bukan disebut anak Tuhan. Yang dapat menilai dan membuat kesimpulan apakah kita ini layak disebut anak Tuhan adau bukan adalah diri kita sendiri, yaitu dengan jalan mengoreksi diri apakah selama menjalani hidup ini kita mau dan taat sepenuhnya dalam pimpinan Roh Kudus atau tidak.
Ada tertulis: "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: 'ya Abba, ya Bapa!'" (Roma 8:15a). Orang percaya yang hidupnya dalam pimpinan Roh Kudus tidak lagi dipimpin oleh roh perbudakan. Namun fakta berkata lain, ada banyak orang Kristen yang mengaku diri sebagai anak Tuhan tapi mereka masih berada dalam belenggu atau diperbudak oleh dosa. Terbukti mereka masih enggan meninggalkan dosa, suka melakukan hal-hal cemar secara sembunyi-sembunyi, ada pula yang masih terbelenggu oleh adat istiadat, tradisi, jampi-jampi, feng shui, tahayul, ramalan, primbon dan sebagainya. Menjadi anak Tuhan berarti sudah terlepas secara tuntas dari kuasa kegelapan, alias tidak lagi berkompromi dengan segala hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, sebab "Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih;" (Kolose 1:13). Maka dari itu "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7).
Di zaman sekarang ini kita perlu ekstra waspada, "...supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus." (Kolose 2:8). Bagaimana caranya? Kita harus membangun fondasi hidup kita dengan firman Tuhan, dan mengijinkan Roh Kudus menjadi pemimpin dan berhak memerintah hidup kita. Jika Roh Kudus yang memimpin, "Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:3b).
Hidup anak Tuhan sejati adalah hidup menurut Roh, bukan menuruti daging!
Baca: Roma 8:1-17
"Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." Roma 8:14
Alkitab menegaskan bahwa orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh Tuhan akan disebut anak Tuhan. Kebalikannya, orang yang hidupnya tidak dipimpin oleh Roh Tuhan tidak layak atau bukan disebut anak Tuhan. Yang dapat menilai dan membuat kesimpulan apakah kita ini layak disebut anak Tuhan adau bukan adalah diri kita sendiri, yaitu dengan jalan mengoreksi diri apakah selama menjalani hidup ini kita mau dan taat sepenuhnya dalam pimpinan Roh Kudus atau tidak.
Ada tertulis: "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: 'ya Abba, ya Bapa!'" (Roma 8:15a). Orang percaya yang hidupnya dalam pimpinan Roh Kudus tidak lagi dipimpin oleh roh perbudakan. Namun fakta berkata lain, ada banyak orang Kristen yang mengaku diri sebagai anak Tuhan tapi mereka masih berada dalam belenggu atau diperbudak oleh dosa. Terbukti mereka masih enggan meninggalkan dosa, suka melakukan hal-hal cemar secara sembunyi-sembunyi, ada pula yang masih terbelenggu oleh adat istiadat, tradisi, jampi-jampi, feng shui, tahayul, ramalan, primbon dan sebagainya. Menjadi anak Tuhan berarti sudah terlepas secara tuntas dari kuasa kegelapan, alias tidak lagi berkompromi dengan segala hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, sebab "Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih;" (Kolose 1:13). Maka dari itu "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7).
Di zaman sekarang ini kita perlu ekstra waspada, "...supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus." (Kolose 2:8). Bagaimana caranya? Kita harus membangun fondasi hidup kita dengan firman Tuhan, dan mengijinkan Roh Kudus menjadi pemimpin dan berhak memerintah hidup kita. Jika Roh Kudus yang memimpin, "Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:3b).
Hidup anak Tuhan sejati adalah hidup menurut Roh, bukan menuruti daging!
Monday, February 20, 2017
ORANG PERCAYA: Bukanlah Produk Massal
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Februari 2017
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri," 1 Petrus 2:9
Sudah menjadi rahasia umum jika manusia menilai sesamanya berdasarkan pada atribut yang melekat kepadanya: harta kekayaan, profesi, status, pangkat/kedudukan, kepopuleran dan pencapaiannya di segala bidang kehidupan. Karena itulah semua orang akan mencari cara dan bahkan rela menghalalkan segalanya untuk meraih semuanya itu dengan harapan keberadaannya di tengah lingkungan atau masyarakat diakui, dikenal, dihormati dan dihargai. Sebaliknya ketika seseorang tidak memiliki apa pun yang bisa dibanggakan mereka pun menjadi sangat rendah diri (minder), karena merasa tidak berharga di mata orang lain. Ini sangat berbahaya!
Bagaimana penilaian Tuhan? Tuhan menilai manusia tidak tergantung pada apa yang terlihat secara kasat mata. Tuhan tidak melihat harta, pangkat atau embel-embel lain yang melekat pada diri manusia. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;... tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mungkin Saudara sedang mengalami krisis percaya diri: "Hidupku tidak ada harganya di mata manusia, apalagi di hadapan Tuhan. Aku sangat tidak layak. Dosa dan pelanggaranku tak terhitung banyaknya seperti bintang-bintang di langit." Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita merasa rendah diri atau minder, karena "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Saat kita jatuh ke dalam dosa, Iblis memang tidak pernah berhenti untuk menuduh dan mendakwa kita siang dan malam sehingga kita menjadi orang yang tertuduh dan tertolak. Namun tidak dengan Tuhan, Dia selalu membuka tangan-Nya dan menyambut kita setiap saat seperti Bapa yang merindukan si bungsu, karena Dia Mahapengampun dan penuh belas kasihan.
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Mazmur 139:13-14). Manusia boleh saja merendahkan dan tidak menganggap keberadaan kita, namun kita tetaplah pribadi yang istimewa dan berharga di mata Tuhan.
Orang percaya adalah limited edition di mata Tuhan, bukan produk massal!
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri," 1 Petrus 2:9
Sudah menjadi rahasia umum jika manusia menilai sesamanya berdasarkan pada atribut yang melekat kepadanya: harta kekayaan, profesi, status, pangkat/kedudukan, kepopuleran dan pencapaiannya di segala bidang kehidupan. Karena itulah semua orang akan mencari cara dan bahkan rela menghalalkan segalanya untuk meraih semuanya itu dengan harapan keberadaannya di tengah lingkungan atau masyarakat diakui, dikenal, dihormati dan dihargai. Sebaliknya ketika seseorang tidak memiliki apa pun yang bisa dibanggakan mereka pun menjadi sangat rendah diri (minder), karena merasa tidak berharga di mata orang lain. Ini sangat berbahaya!
Bagaimana penilaian Tuhan? Tuhan menilai manusia tidak tergantung pada apa yang terlihat secara kasat mata. Tuhan tidak melihat harta, pangkat atau embel-embel lain yang melekat pada diri manusia. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;... tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mungkin Saudara sedang mengalami krisis percaya diri: "Hidupku tidak ada harganya di mata manusia, apalagi di hadapan Tuhan. Aku sangat tidak layak. Dosa dan pelanggaranku tak terhitung banyaknya seperti bintang-bintang di langit." Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita merasa rendah diri atau minder, karena "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Saat kita jatuh ke dalam dosa, Iblis memang tidak pernah berhenti untuk menuduh dan mendakwa kita siang dan malam sehingga kita menjadi orang yang tertuduh dan tertolak. Namun tidak dengan Tuhan, Dia selalu membuka tangan-Nya dan menyambut kita setiap saat seperti Bapa yang merindukan si bungsu, karena Dia Mahapengampun dan penuh belas kasihan.
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Mazmur 139:13-14). Manusia boleh saja merendahkan dan tidak menganggap keberadaan kita, namun kita tetaplah pribadi yang istimewa dan berharga di mata Tuhan.
Orang percaya adalah limited edition di mata Tuhan, bukan produk massal!
Sunday, February 19, 2017
KESAKSIAN YANG BUKAN BASA-BASI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Februari 2017
Baca: Yohanes 3:22-36
"Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya." Yohanaes 3:26
Yohanes Pembaptis, orang yang diutus Allah untuk mendahului Yesus Kristus, membuka jalan bagi pelayanan Kristus seperti yang telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya: "Ada suara yang berseru-seru: 'Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!'" (Yesaya 40:3; Matius 3:3). Ia adalah termasuk keturunan suku Lewi, putra dari Elisabet, dan saudara sepupu Maria, ibu Yesus (baca Lukas 1:36). Ayahnya (Zakharia) adalah seorang imam dari rombongan Abia yang bertugas di Bait Allah. Perihal masa kecil Yohanes tidak banyak dikupas di Alkitab, kecuali ketika masih dalam kandungan Elisabet, di mana ia melonjak kegirangan sewaktu Maria berkunjung ke rumah ibunya.
Secara manusia sesungguhnya Yohanes punya alasan untuk iri hati dan cemburu kepada Tuhan Yesus, karena ia yang lebih dahulu memulai pelayanan, tetapi Tuhan Yesus yang lebih sukses dan lebih populer dibanding dirinya. Inilah yang Yohanes beritakan kepada orang banyak: "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus." (Markus 1:7-8). Yohanes Pembaptis justru menunjukkan kasih persaudaraan yang tulus dengan menghargai dan menghormati pelayanan Tuhan Yesus yang jauh lebih tinggi dari dirinya sendiri. Sebelum Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya banyak sekali pengikut Yohanes Pembaptis, tetapi setelah Tuhan Yesus melayani, banyak orang yang beralih untuk mengikuti Tuhan Yesus (ayat nas). Merasa tersaigikah Yohanes? Justru ia menegaskan: "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya." (Yohanes 3:28). Yohanes Pembaptis dengan sportif dan rendah hati menyadari siapa dirinya dan siapa sesungguhnya Yesus.
Jika setiap orang mengerti akan tugas dan panggilannya masing-masing, maka tak akan terjadi persaingan dan saling mendiskreditkan di antara saudara seiman
"Ia harus makin besar, tetapi aku (Yohanes) harus makin kecil." Yohanes 3:30
Baca: Yohanes 3:22-36
"Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya." Yohanaes 3:26
Yohanes Pembaptis, orang yang diutus Allah untuk mendahului Yesus Kristus, membuka jalan bagi pelayanan Kristus seperti yang telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya: "Ada suara yang berseru-seru: 'Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!'" (Yesaya 40:3; Matius 3:3). Ia adalah termasuk keturunan suku Lewi, putra dari Elisabet, dan saudara sepupu Maria, ibu Yesus (baca Lukas 1:36). Ayahnya (Zakharia) adalah seorang imam dari rombongan Abia yang bertugas di Bait Allah. Perihal masa kecil Yohanes tidak banyak dikupas di Alkitab, kecuali ketika masih dalam kandungan Elisabet, di mana ia melonjak kegirangan sewaktu Maria berkunjung ke rumah ibunya.
Secara manusia sesungguhnya Yohanes punya alasan untuk iri hati dan cemburu kepada Tuhan Yesus, karena ia yang lebih dahulu memulai pelayanan, tetapi Tuhan Yesus yang lebih sukses dan lebih populer dibanding dirinya. Inilah yang Yohanes beritakan kepada orang banyak: "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus." (Markus 1:7-8). Yohanes Pembaptis justru menunjukkan kasih persaudaraan yang tulus dengan menghargai dan menghormati pelayanan Tuhan Yesus yang jauh lebih tinggi dari dirinya sendiri. Sebelum Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya banyak sekali pengikut Yohanes Pembaptis, tetapi setelah Tuhan Yesus melayani, banyak orang yang beralih untuk mengikuti Tuhan Yesus (ayat nas). Merasa tersaigikah Yohanes? Justru ia menegaskan: "Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya." (Yohanes 3:28). Yohanes Pembaptis dengan sportif dan rendah hati menyadari siapa dirinya dan siapa sesungguhnya Yesus.
Jika setiap orang mengerti akan tugas dan panggilannya masing-masing, maka tak akan terjadi persaingan dan saling mendiskreditkan di antara saudara seiman
"Ia harus makin besar, tetapi aku (Yohanes) harus makin kecil." Yohanes 3:30
Subscribe to:
Posts (Atom)