Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Oktober 2016
Baca: Yesaya 48:1-11
"Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan." Yesaya 48:10
Agar menjadi logam yang berkualitas dan berharga, perak atau emas harus dimurnikan terlebih dahulu di dapur api dengan tujuan agar semua kotoran yang melekat pada logam itu keluar. Logam perak mempunyai titik lebur lebih rendah daripada emas!
Ketika menjalankan tugas pelayanan-Nya di bumi Tuhan Yesus harus mengalami segala macam pengujian 'perak' dan Ia lulus dengan sempurna. Dikatakan: "...sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ibrani 4:15b). Dalam menghadapi segala macam pencobaan Kristus telah mampu mengatasinya dan tampil sebagai pemenang tanpa berbuat suatu dosa. Kemudian 'suhu api' dinaikkan lagi hingga mencapai titik lebur untuk pengujian emas dan hal ini sungguh teramat berat, sampai-sampai "...Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." (Lukas 22:44b), namun Tuhan Yesus bisa berkata, "...bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Lukas 22:42). Ia pun dapat menyelesaikan ujian terakhirnya di kayu salib. Akhirnya Tuhan Yesus mencapai persatuan kembali dengan Bapa-Nya, dan di saat kemenangan itu terwujudlah emas di dalam-Nya.
Untuk menjadi serupa dengan Kristus kita pun harus bertumbuh secara bertahap melalui proses demi proses. Adakalanya Tuhan mengijinkan kita melalui masa-masa padang gurun. Setelah kita berhasil lulus dalam ujian perak ini, maka suhu api dinaikkan sedikit lagi seperti pengujian bagi emas. Ujian untuk emas yang berlaku dalam kehidupan ini memang sangat menyengsarakan (ayat nas), tetapi tujuannya adalah untuk membuang sisa-sisa Adam 'lama' yang masih melekat di dalam diri kita. Sifat-sifat Adam 'lama' ini tak pernah nampak sampai ada tekanan yang menimpanya. Dalam keadaan normal dan api tidak dinyalakan orang Kristen dapat saja memerlihatkan perilaku yang baik seperti Kristus, tapi ini bukan sifat sesungguhnya yang dimiliki. Karena apabila api dinyalakan, pencobaan mulai datang, saat itulah karakter aslinya akan muncul, topeng-topeng mulai ditanggalkan, semua sifat Adam 'lama' akan tampak secara nyata.
Hanya orang-orang yang lulus dalam ujian perak dan emas yang dapat memiliki sifat Kristus dalam dirinya!
Sunday, October 9, 2016
Saturday, October 8, 2016
TAHU TAPI TIDAK MELAKUKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2016
Baca: Yakobus 4:13-17
"Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." Yakobus 4:17
Semua orang tahu bagaimana harus berbuat baik. Meski demikian tidak semua orang mau berbuat baik, sebaliknya masih banyak yang melakukan tindak kejahatan.
Seperti apa berbuat baik? Memberi makan orang yang kelaparan, memberi bantuan kepada mereka yang tertimpa musibah atau bencana, memberi sedekat kepada janda atau anak-anak yatim piatu kah? Betul, semua itu perbuatan baik. Namun ada satu hal yang sering diabaikan yaitu berbuat baik untuk menyelamatkan jiwanya dari api neraka. Dengan cara bagaimana kita menyelamatkan jiwa orang lain? Tak ada cara lain selain melalui pemberitaan Injil dan memerkenalkan Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kepada mereka, sebab "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Bila kita tidak dapat berkhotbah atau mengabarkan Injil kita bisa bersaksi kepada orang lain tentang kasih Tuhan Yesus. Kesaksian hidup adalah hal penting! Selain itu kita bisa menggunakan uang kita untuk mendukung pekerjaan Tuhan melalui gereja-gereja, pos-pos penginjilan, badan-badan misi atau memberikan bacaan rohani kepada orang-orang yang kita kenal atau sanak saudara kita. Tidak berbuat baik kepada orang lain yang sedang berjalan menuju kepada kebinasaan, padahal kita tahu itu, berarti kita tidak melakukan apa yang Tuhan Yesus perintahkan. Mengasihi sesama dengan merebut mereka dari api neraka adalah wujud ketaatan kita terhadap firman Tuhan yang mengatakan, "Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api." (Yudas 1:22-23a). Adalah tidak sia-sia kita berkorban, "Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan." (Efesus 6:8).
"Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya." Daniel 12:3
Baca: Yakobus 4:13-17
"Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." Yakobus 4:17
Semua orang tahu bagaimana harus berbuat baik. Meski demikian tidak semua orang mau berbuat baik, sebaliknya masih banyak yang melakukan tindak kejahatan.
Seperti apa berbuat baik? Memberi makan orang yang kelaparan, memberi bantuan kepada mereka yang tertimpa musibah atau bencana, memberi sedekat kepada janda atau anak-anak yatim piatu kah? Betul, semua itu perbuatan baik. Namun ada satu hal yang sering diabaikan yaitu berbuat baik untuk menyelamatkan jiwanya dari api neraka. Dengan cara bagaimana kita menyelamatkan jiwa orang lain? Tak ada cara lain selain melalui pemberitaan Injil dan memerkenalkan Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kepada mereka, sebab "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Bila kita tidak dapat berkhotbah atau mengabarkan Injil kita bisa bersaksi kepada orang lain tentang kasih Tuhan Yesus. Kesaksian hidup adalah hal penting! Selain itu kita bisa menggunakan uang kita untuk mendukung pekerjaan Tuhan melalui gereja-gereja, pos-pos penginjilan, badan-badan misi atau memberikan bacaan rohani kepada orang-orang yang kita kenal atau sanak saudara kita. Tidak berbuat baik kepada orang lain yang sedang berjalan menuju kepada kebinasaan, padahal kita tahu itu, berarti kita tidak melakukan apa yang Tuhan Yesus perintahkan. Mengasihi sesama dengan merebut mereka dari api neraka adalah wujud ketaatan kita terhadap firman Tuhan yang mengatakan, "Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api." (Yudas 1:22-23a). Adalah tidak sia-sia kita berkorban, "Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan." (Efesus 6:8).
"Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya." Daniel 12:3
Friday, October 7, 2016
TAKUT AKAN TUHAN, ITULAH HIKMAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2016
Baca: Ayub 28:1-28
"Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi." Ayub 28:28
Untuk menjadi pengikut Kristus sejati kita tidak bisa menjalani hidup kekristenan ala kadarnya. Rajin ke gereja, memberi persembahan dan terlibat dalam pelayanan tidaklah cukup dan tidak ada artinya jika tidak memiliki hikmat. "Hikmat itu, dari manakah datangnya, atau akal budi, di manakah tempatnya?" (ayat 20). Hikmat itu datang ketika orang memiliki hati yang takut akan Tuhan. Itulah yang terpenting dalam kekristenan! Apalah artinya menjadi Kristen bertahun-tahun jika tidak disertai hati yang takut akan Tuhan. Karenanya hikmat itu sangat penting, "...memiliki hikmat adalah lebih baik dari pada mutiara." (ayat 18).
Ada banyak orang Kristen yang secara lahiriah tampak rajin beribadah tapi sesungguhnya hati mereka menjauh dari Tuhan. "...bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan," (Yesaya 29:13). Terbukti perilaku mereka di luar jam-jam ibadah atau pelayanan masih berkompromi dengan dosa dan tak segan-segan melakukan segala hal yang menjadi kebencian Tuhan. Hal ini bisa terjadi karena mereka tidak takut akan Tuhan dan tak mempunyai hikmat, sebab hikmat takkan mungkin mereka temukan di dunia ini. "Kata samudera raya: Ia tidak terdapat di dalamku, dan kata laut: Ia tidak ada padaku." (Ayub 28:14). Jelas sekali bahwa hikmat tak dapat diperoleh di luar Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa sumber segala hikmat adalah Kristus, "sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan." (Kolose 2:3).
Bagaimana memperoleh hikmat dari Kristus? Yaitu dengan mempelajari firman-Nya: "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:15-16).
Merenungkan firman Tuhan setiap hari adalah kunci memperoleh hikmat!
Baca: Ayub 28:1-28
"Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi." Ayub 28:28
Untuk menjadi pengikut Kristus sejati kita tidak bisa menjalani hidup kekristenan ala kadarnya. Rajin ke gereja, memberi persembahan dan terlibat dalam pelayanan tidaklah cukup dan tidak ada artinya jika tidak memiliki hikmat. "Hikmat itu, dari manakah datangnya, atau akal budi, di manakah tempatnya?" (ayat 20). Hikmat itu datang ketika orang memiliki hati yang takut akan Tuhan. Itulah yang terpenting dalam kekristenan! Apalah artinya menjadi Kristen bertahun-tahun jika tidak disertai hati yang takut akan Tuhan. Karenanya hikmat itu sangat penting, "...memiliki hikmat adalah lebih baik dari pada mutiara." (ayat 18).
Ada banyak orang Kristen yang secara lahiriah tampak rajin beribadah tapi sesungguhnya hati mereka menjauh dari Tuhan. "...bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan," (Yesaya 29:13). Terbukti perilaku mereka di luar jam-jam ibadah atau pelayanan masih berkompromi dengan dosa dan tak segan-segan melakukan segala hal yang menjadi kebencian Tuhan. Hal ini bisa terjadi karena mereka tidak takut akan Tuhan dan tak mempunyai hikmat, sebab hikmat takkan mungkin mereka temukan di dunia ini. "Kata samudera raya: Ia tidak terdapat di dalamku, dan kata laut: Ia tidak ada padaku." (Ayub 28:14). Jelas sekali bahwa hikmat tak dapat diperoleh di luar Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa sumber segala hikmat adalah Kristus, "sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan." (Kolose 2:3).
Bagaimana memperoleh hikmat dari Kristus? Yaitu dengan mempelajari firman-Nya: "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:15-16).
Merenungkan firman Tuhan setiap hari adalah kunci memperoleh hikmat!
Thursday, October 6, 2016
TUJUAN TUHAN DATANG KEMBALI KE DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Oktober 2016
Baca: Markus 13:24-32
"Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya." Markus 13:26
Kedatangan Kristus yang pertama ke dunia dalam wujud Anak Manusia, yang dikandung melalui Maria dan lahir di kandang Betlehem, adalah mengemban rencana Allah Bapa dalam rangka penyelamatan umat manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Dalam mengerjakan tugas yang dipercayakan Bapa kepada-Nya, Kristus taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib, dan bangkit di hari yang ke-3. Kedatangan Kristus yang pertama ini tidak untuk menghakimi dunia, "Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yohanes 3:17). Kemudian Kristus naik ke sorga.
"Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11). Apa tujuan-Nya datang kembali ke dunia untuk yang kedua kalinya? 1. Membalas setiap orang sesuai dengan perbuatannya. "Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya." (Matius 16:27). 2. Memisahkan orang yang baik dari yang jahat. "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya." (Matius 25:31-33). 3. Menghakimi semua orang. Alkitab menyatakan bahwa Allah Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan Ia telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak (baca Yohanes 5:22). "Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik..." (Yudas 1:14-15).
Sudah siapkah kita menyambut kedatangan Kristus yang ke dua kalinya?
Baca: Markus 13:24-32
"Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya." Markus 13:26
Kedatangan Kristus yang pertama ke dunia dalam wujud Anak Manusia, yang dikandung melalui Maria dan lahir di kandang Betlehem, adalah mengemban rencana Allah Bapa dalam rangka penyelamatan umat manusia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Dalam mengerjakan tugas yang dipercayakan Bapa kepada-Nya, Kristus taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib, dan bangkit di hari yang ke-3. Kedatangan Kristus yang pertama ini tidak untuk menghakimi dunia, "Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yohanes 3:17). Kemudian Kristus naik ke sorga.
"Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." (Kisah 1:11). Apa tujuan-Nya datang kembali ke dunia untuk yang kedua kalinya? 1. Membalas setiap orang sesuai dengan perbuatannya. "Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya." (Matius 16:27). 2. Memisahkan orang yang baik dari yang jahat. "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya." (Matius 25:31-33). 3. Menghakimi semua orang. Alkitab menyatakan bahwa Allah Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan Ia telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak (baca Yohanes 5:22). "Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudus-Nya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik..." (Yudas 1:14-15).
Sudah siapkah kita menyambut kedatangan Kristus yang ke dua kalinya?
Wednesday, October 5, 2016
YOSAFAT: Pertolongan Dalam Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Oktober 2016
Baca: 2 Tawarikh 20:16-30
"Dan kerajaan Yosafat amanlah, karena Allahnya mengaruniakan keamanan kepadanya di segala penjuru." 2 Tawarikh 20:30
Hal lain yang dilakukan Yosafat, yang namanya berarti Tuhan adalah Hakim, adalah: 2. Mengakui kebesaran Tuhan. Tidak mudah orang mengakui kelemahan dan keterbatasan diri, terlebih bagi mereka yang punya harta kekayaan, jabatan atau kedudukan tinggi, yang cenderung bermegah dengan apa yang dimilikinya. Meski menjadi seorang raja Yosafat tidak membangga-banggakan diri, justru ia mengakui keterbatasan, kekurangan dan kelemahannya, serta mengakui kebesaran Tuhan. "Ya TUHAN, Allah nenek moyang kami, bukankah Engkau Allah di dalam sorga? Bukankah Engkau memerintah atas segenap kerajaan bangsa? Kuasa dan keperkasaan ada di dalam tangan-Mu, sehingga tidak ada orang yang dapat bertahan melawan Engkau." (ayat 6). Dalam menghadapi persoalan kita pun harus merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui bahwa hanya Dialah yang sanggup menolong dan menyelesaikan segala persoalan bagi kita, tak peduli betapa dahsyat persoalan itu. Firman-Nya berkata, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14).
3. Berseru sampai Ia bertindak. "Dan kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami." (2 Tawarikh 20:9b). Yosafat terus berseru-seru kepada Tuhan dan memohon belas kasih-Nya dengan mengakui bahwa ia tak berdaya apa-apa menghadapi musuh. "Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu." (2 Tawarikh 20:12b).
Dalam kesesakan biarlah mata kita hanya tertuju kepada Tuhan, bukan pada masalah atau situasi! jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri dan tawar hati. "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Berdoalah dengan penuh iman, berserulah hanya kepada Tuhan, karena Dia adalah Tuhan yang perkasa, Dia adalah El Gibor, Tuhan Sang Panglima perang. Bersama Tuhan kita pasti sanggup menghadapi musuh dan meraih kemenangan yang gemilang!
Musuh terpukul kalah bukan karena hebat manusia, tapi Tuhan yang turun tangan!
Baca: 2 Tawarikh 20:16-30
"Dan kerajaan Yosafat amanlah, karena Allahnya mengaruniakan keamanan kepadanya di segala penjuru." 2 Tawarikh 20:30
Hal lain yang dilakukan Yosafat, yang namanya berarti Tuhan adalah Hakim, adalah: 2. Mengakui kebesaran Tuhan. Tidak mudah orang mengakui kelemahan dan keterbatasan diri, terlebih bagi mereka yang punya harta kekayaan, jabatan atau kedudukan tinggi, yang cenderung bermegah dengan apa yang dimilikinya. Meski menjadi seorang raja Yosafat tidak membangga-banggakan diri, justru ia mengakui keterbatasan, kekurangan dan kelemahannya, serta mengakui kebesaran Tuhan. "Ya TUHAN, Allah nenek moyang kami, bukankah Engkau Allah di dalam sorga? Bukankah Engkau memerintah atas segenap kerajaan bangsa? Kuasa dan keperkasaan ada di dalam tangan-Mu, sehingga tidak ada orang yang dapat bertahan melawan Engkau." (ayat 6). Dalam menghadapi persoalan kita pun harus merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui bahwa hanya Dialah yang sanggup menolong dan menyelesaikan segala persoalan bagi kita, tak peduli betapa dahsyat persoalan itu. Firman-Nya berkata, "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14).
3. Berseru sampai Ia bertindak. "Dan kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami." (2 Tawarikh 20:9b). Yosafat terus berseru-seru kepada Tuhan dan memohon belas kasih-Nya dengan mengakui bahwa ia tak berdaya apa-apa menghadapi musuh. "Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu." (2 Tawarikh 20:12b).
Dalam kesesakan biarlah mata kita hanya tertuju kepada Tuhan, bukan pada masalah atau situasi! jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri dan tawar hati. "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Berdoalah dengan penuh iman, berserulah hanya kepada Tuhan, karena Dia adalah Tuhan yang perkasa, Dia adalah El Gibor, Tuhan Sang Panglima perang. Bersama Tuhan kita pasti sanggup menghadapi musuh dan meraih kemenangan yang gemilang!
Musuh terpukul kalah bukan karena hebat manusia, tapi Tuhan yang turun tangan!
Tuesday, October 4, 2016
YOSAFAT: Pertolongan Dalam Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2016
Baca: 2 Tawarikh 20:1-15
"Karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi laskar yang besar ini, yang datang menyerang kami." 2 Tawarikh 20:12b
Kita tidak pernah tahu kapan musuh datang menyerang, karena kalau tahu kita pasti dalam posisi sigap dan berjaga-jaga. Berita buruknya, musuh datang menyerang kehidupan kita tanpa disangka-sangka dan tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Musuh abadi kita adalah Iblis, yang "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Kapan pun dan di mana pun Iblis selalu berusaha mencari celah dan "...menunggu waktu yang baik." (Lukas 4:13) untuk menyerang dan inilah yang seringkali membuat semua orang menjadi sangat terkejut dan mengalami ketakutan. Seperti Yosafat yang diserang secara tiba-tiba oleh suatu laskar besar yang terdiri dari orang-orang bani Moab dan bani Amon, ditambah sepasukan orang Meunim.
Mendapatkan serangan secara mendadak "Yosafat menjadi takut," (2 Tawarikh 20:3a). Reaksi alamiah seseorang ketika dihadapkan pada masalah yang sangat berat adalah takut. Tindakan Yosafat dalam menghadapi serangan musuh dapat kita jadikan sebagai contoh, karena dalam ketakutannya yang sangat ia tidak dengan serta merta mencari pertolongan kepada manusia, namun mengambil beberapa langkah: 1. Mencari Tuhan dan meminta pertolongan kepada-Nya (2 Tawarikh 20:3, 4). Dalam keadaan sangat terdesak biasanya orang tidak bisa berpikir secara jernih, yang dipikirkan adalah bagaimana caranya keluar dari 'lubang jarum' secepatnya atau mendapatkan jalan keluar secara instan, dimana pikiran pasti langsung tertuju kepada manusia atau sesamanya. Ada tertulis: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Yosafat membuat keputusan yang tepat yaitu mencari Tuhan dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya, bukan kepada yang lain. Pemazmur berkata, "...tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mazmur 9:11).
"...apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku;" Yeremia 29:13
Baca: 2 Tawarikh 20:1-15
"Karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi laskar yang besar ini, yang datang menyerang kami." 2 Tawarikh 20:12b
Kita tidak pernah tahu kapan musuh datang menyerang, karena kalau tahu kita pasti dalam posisi sigap dan berjaga-jaga. Berita buruknya, musuh datang menyerang kehidupan kita tanpa disangka-sangka dan tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Musuh abadi kita adalah Iblis, yang "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Kapan pun dan di mana pun Iblis selalu berusaha mencari celah dan "...menunggu waktu yang baik." (Lukas 4:13) untuk menyerang dan inilah yang seringkali membuat semua orang menjadi sangat terkejut dan mengalami ketakutan. Seperti Yosafat yang diserang secara tiba-tiba oleh suatu laskar besar yang terdiri dari orang-orang bani Moab dan bani Amon, ditambah sepasukan orang Meunim.
Mendapatkan serangan secara mendadak "Yosafat menjadi takut," (2 Tawarikh 20:3a). Reaksi alamiah seseorang ketika dihadapkan pada masalah yang sangat berat adalah takut. Tindakan Yosafat dalam menghadapi serangan musuh dapat kita jadikan sebagai contoh, karena dalam ketakutannya yang sangat ia tidak dengan serta merta mencari pertolongan kepada manusia, namun mengambil beberapa langkah: 1. Mencari Tuhan dan meminta pertolongan kepada-Nya (2 Tawarikh 20:3, 4). Dalam keadaan sangat terdesak biasanya orang tidak bisa berpikir secara jernih, yang dipikirkan adalah bagaimana caranya keluar dari 'lubang jarum' secepatnya atau mendapatkan jalan keluar secara instan, dimana pikiran pasti langsung tertuju kepada manusia atau sesamanya. Ada tertulis: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Yosafat membuat keputusan yang tepat yaitu mencari Tuhan dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya, bukan kepada yang lain. Pemazmur berkata, "...tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mazmur 9:11).
"...apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku;" Yeremia 29:13
Monday, October 3, 2016
BANGUN RUMAH ROHANI: Ada Pemulihan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2016
Baca: Hagai 2:1b-10
"Adapun Rumah ini, kemegahannya yang kemudian akan melebihi kemegahannya yang semula, firman TUHAN semesta alam, dan di tempat ini Aku akan memberi damai sejahtera, demikianlah firman TUHAN semesta alam." Hagai 2:10
Ada banyak orang percaya yang tidak lagi memerhatikan rumah 'rohani'nya karena mereka terlalu disibukkan dengan kepentingan pribadi. Rumah 'rohani'nya dibiarkan rusak, tidak terawat dan dipenuhi kotoran-kotoran di dalamnya: kepahitan, sakit hati, kebencian dan sebagainya. "...rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" (Hagai 1:4). Firman Tuhan memeringatkan: "Beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN." (Hagai 1:7-8). Rumah rohani kita harus dirombak dan dibangun kembali!
Naiklah ke gunung berarti naik ke gunung doa dengan membawa 'kayu'. Kayu berbicara mengenai 'beban kayu salib'. Bangunlah rumah itu artinya dengan salib Kristus kita harus membangun rumah rohani kita. Tuhan Yesus sebagai 'batu penjuru' dan kita sebagai batu-batu lainnya. Batu-batu ini harus diratakan satu dengan lainnya agar dapat dipakai menjadi bangunan yang baik. "Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh." (Efesus 2:21-22).
Tuhan berkata, "...bekerjalah, sebab Aku ini menyertai kamu," (Hagai 2:5). Jika kita bekerja untuk Tuhan jangan pernah pikirkan soal materi (berkat), sebab "Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman TUHAN semesta alam." (Hagai 2:9). Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa bila kita bekerja sungguh-sungguh untuk Tuhan menurut rencana-Nya, Tuhan berkata, "Aku akan menggoncangkan segala bangsa, sehingga barang yang indah-indah kepunyaan segala bangsa datang mengalir, maka Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemegahan, firman TUHAN semesta alam." (Hagai 2:8). Yang terpenting adalah Roh Tuhan menyertai kita seperti firman-Nya, "Dan Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu. Janganlah takut!" (Hagai 2:6).
Ada berkat-berkat luar biasa yang Tuhan sediakan bagi orang-orang yang memerhatikan dan sungguh-sungguh bekerja untuk rumah 'rohani'!
Baca: Hagai 2:1b-10
"Adapun Rumah ini, kemegahannya yang kemudian akan melebihi kemegahannya yang semula, firman TUHAN semesta alam, dan di tempat ini Aku akan memberi damai sejahtera, demikianlah firman TUHAN semesta alam." Hagai 2:10
Ada banyak orang percaya yang tidak lagi memerhatikan rumah 'rohani'nya karena mereka terlalu disibukkan dengan kepentingan pribadi. Rumah 'rohani'nya dibiarkan rusak, tidak terawat dan dipenuhi kotoran-kotoran di dalamnya: kepahitan, sakit hati, kebencian dan sebagainya. "...rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" (Hagai 1:4). Firman Tuhan memeringatkan: "Beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN." (Hagai 1:7-8). Rumah rohani kita harus dirombak dan dibangun kembali!
Naiklah ke gunung berarti naik ke gunung doa dengan membawa 'kayu'. Kayu berbicara mengenai 'beban kayu salib'. Bangunlah rumah itu artinya dengan salib Kristus kita harus membangun rumah rohani kita. Tuhan Yesus sebagai 'batu penjuru' dan kita sebagai batu-batu lainnya. Batu-batu ini harus diratakan satu dengan lainnya agar dapat dipakai menjadi bangunan yang baik. "Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh." (Efesus 2:21-22).
Tuhan berkata, "...bekerjalah, sebab Aku ini menyertai kamu," (Hagai 2:5). Jika kita bekerja untuk Tuhan jangan pernah pikirkan soal materi (berkat), sebab "Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman TUHAN semesta alam." (Hagai 2:9). Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa bila kita bekerja sungguh-sungguh untuk Tuhan menurut rencana-Nya, Tuhan berkata, "Aku akan menggoncangkan segala bangsa, sehingga barang yang indah-indah kepunyaan segala bangsa datang mengalir, maka Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemegahan, firman TUHAN semesta alam." (Hagai 2:8). Yang terpenting adalah Roh Tuhan menyertai kita seperti firman-Nya, "Dan Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu. Janganlah takut!" (Hagai 2:6).
Ada berkat-berkat luar biasa yang Tuhan sediakan bagi orang-orang yang memerhatikan dan sungguh-sungguh bekerja untuk rumah 'rohani'!
Sunday, October 2, 2016
TUHAN PERHATIKAN SENGSARA KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2016
Baca: Mazmur 56:1-14
"Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" Mazmur 56:9
Menjalani hidup di dunia ini tak seorang pun dapat menghindarkan diri dari kesengsaraan. Arti kata sengsara adalah kesulitan dan kesusahan hidup, penderitaan; menderita kesusahan, kesukaran dan sebagainya. Memang itulah kebanggaan hidup manusia (baca Mazmur 90:10), tak terkecuali bagi orang percaya. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Ada contoh kesengsaraan yang dialami umat Israel. Walaupun raja Mesir telah mati bukan berarti berakhir pula kesengsaraan mereka. "...orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada Allah." (Keluaran 2:23-24). Ketika umat Israel mengerang dan berteriak kepada Tuhan, Tuhan tidak hanya sekedar mendengar tetapi melihat dan memerhatikan kesengsaraan mereka (Keluaran 2:25), Ia mengutus Musa untuk memimpin mereka keluar dari negeri perbudakan.
Mungkin saat ini kita sedang menderita sengsara karena beraneka ragam masalah yang menimpa dan berputus asa, hilang pengharapan. Mari kita tetap bersyukur karena kita punya Tuhan yang sangat peduli dan berlimpah dengan kasih. Apabila kita mengerang dan berteriak kepada Tuhan dalam doa niscaya Ia akan mendengar seruan kita dan bertindak untuk melepaskan kita dari kesengsaraan dengan berjuta-juta cara, sebab "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," (Efesus 3:20). Dalam kesengsaraan yang kita alami Tuhan Yesus juga turut merasakan, "Sebab Imam Besar (Yesus Kristus) yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ibrani 4:15). Dalam yesaya 63:9 dikatakan, "dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala."
Tuhan selalu punya jalan keajaiban untuk melepaskan kita dari kesengsaraan!
Baca: Mazmur 56:1-14
"Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" Mazmur 56:9
Menjalani hidup di dunia ini tak seorang pun dapat menghindarkan diri dari kesengsaraan. Arti kata sengsara adalah kesulitan dan kesusahan hidup, penderitaan; menderita kesusahan, kesukaran dan sebagainya. Memang itulah kebanggaan hidup manusia (baca Mazmur 90:10), tak terkecuali bagi orang percaya. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Ada contoh kesengsaraan yang dialami umat Israel. Walaupun raja Mesir telah mati bukan berarti berakhir pula kesengsaraan mereka. "...orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada Allah." (Keluaran 2:23-24). Ketika umat Israel mengerang dan berteriak kepada Tuhan, Tuhan tidak hanya sekedar mendengar tetapi melihat dan memerhatikan kesengsaraan mereka (Keluaran 2:25), Ia mengutus Musa untuk memimpin mereka keluar dari negeri perbudakan.
Mungkin saat ini kita sedang menderita sengsara karena beraneka ragam masalah yang menimpa dan berputus asa, hilang pengharapan. Mari kita tetap bersyukur karena kita punya Tuhan yang sangat peduli dan berlimpah dengan kasih. Apabila kita mengerang dan berteriak kepada Tuhan dalam doa niscaya Ia akan mendengar seruan kita dan bertindak untuk melepaskan kita dari kesengsaraan dengan berjuta-juta cara, sebab "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," (Efesus 3:20). Dalam kesengsaraan yang kita alami Tuhan Yesus juga turut merasakan, "Sebab Imam Besar (Yesus Kristus) yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ibrani 4:15). Dalam yesaya 63:9 dikatakan, "dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala."
Tuhan selalu punya jalan keajaiban untuk melepaskan kita dari kesengsaraan!
Saturday, October 1, 2016
RELA DIPENJARA KARENA INJIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2016
Baca: Filipi 1:12-26
"Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil," Filipi 1:12
Ketika menulis surat untuk jemaat di Filipi ini, secara manusia rasul Paulus sedang berada dalam keadaan yang tidak baik, sebab ia sedang dipenjara. Namun kokohnya tembok penjara tidak mampu menghalanginya untuk tetap on fire dalam melayani Tuhan; kokohnya tembok penjara tak mampu menyurutkan semangatnya untuk menjangkau jiwa-jiwa; kokohnya tembok penjara tak mampu merampas sukacitanya, karena di dalam penjara sekalipun ia senantiasa bersukacita dan sanggup menguatkan jemaat Tuhan melalui surat-surat yang ia tulis.
Semua orang tahu bahwa penjara adalah tempat bagi para pesakitan, mereka yang telah melanggar hukum atau melakukan tindak kejahatan. Berbeda dengan rasul Paulus yang dijebloskan ke penjara bukan karena kasus kriminalitas, tapi karena keyakinannya terhadap Yesus Kristus serta pembelaannya terhadap Injil. Di balik pemenjaraan Paulus ini ada dampak rohani yang luar biasa: umat Tuhan bukan semakin lemah dalam melayani pekerjaan Tuhan, namun mereka semakin berani memberitakan Injil, "...bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut." (ayat 14). Orang-orang bisa saja membelenggu para hamba Tuhan seperti penjahat, "...tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9).
Mengapa rasul Paulus rela dipenjara karena Injil? Sebab Kristus telah mati untuk menebus dosa-dosanya, dan penderitaan yang dialami oleh Paulus itu tidak sebanding dengan penderitaan dan pengorbanan Kristus saat tergantung di kayu salib. Kesadaran inilah yang menyebabkan rasul Paulus rela melakukan apa saja untuk Injil, dipenjara pun ia tidak takut, bahkan mampu membuatnya tetap bersukacita. Bagi rasul Paulus memberitakan Injil itu bersifat wajib dan sangat mendesak, bahkan ia merasa sangat berhutang bila tidak menjalankan tugas pemberitaan Injil (baca Roma 1:14-15).
Tugas pemberitaan Injil sepatutnya dilaksanakan dengan penuh sukacita sebagai tanggung jawab terhadap Amanat Agung Tuhan Yesus kepada orang percaya!
Baca: Filipi 1:12-26
"Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil," Filipi 1:12
Ketika menulis surat untuk jemaat di Filipi ini, secara manusia rasul Paulus sedang berada dalam keadaan yang tidak baik, sebab ia sedang dipenjara. Namun kokohnya tembok penjara tidak mampu menghalanginya untuk tetap on fire dalam melayani Tuhan; kokohnya tembok penjara tak mampu menyurutkan semangatnya untuk menjangkau jiwa-jiwa; kokohnya tembok penjara tak mampu merampas sukacitanya, karena di dalam penjara sekalipun ia senantiasa bersukacita dan sanggup menguatkan jemaat Tuhan melalui surat-surat yang ia tulis.
Semua orang tahu bahwa penjara adalah tempat bagi para pesakitan, mereka yang telah melanggar hukum atau melakukan tindak kejahatan. Berbeda dengan rasul Paulus yang dijebloskan ke penjara bukan karena kasus kriminalitas, tapi karena keyakinannya terhadap Yesus Kristus serta pembelaannya terhadap Injil. Di balik pemenjaraan Paulus ini ada dampak rohani yang luar biasa: umat Tuhan bukan semakin lemah dalam melayani pekerjaan Tuhan, namun mereka semakin berani memberitakan Injil, "...bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut." (ayat 14). Orang-orang bisa saja membelenggu para hamba Tuhan seperti penjahat, "...tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2 Timotius 2:9).
Mengapa rasul Paulus rela dipenjara karena Injil? Sebab Kristus telah mati untuk menebus dosa-dosanya, dan penderitaan yang dialami oleh Paulus itu tidak sebanding dengan penderitaan dan pengorbanan Kristus saat tergantung di kayu salib. Kesadaran inilah yang menyebabkan rasul Paulus rela melakukan apa saja untuk Injil, dipenjara pun ia tidak takut, bahkan mampu membuatnya tetap bersukacita. Bagi rasul Paulus memberitakan Injil itu bersifat wajib dan sangat mendesak, bahkan ia merasa sangat berhutang bila tidak menjalankan tugas pemberitaan Injil (baca Roma 1:14-15).
Tugas pemberitaan Injil sepatutnya dilaksanakan dengan penuh sukacita sebagai tanggung jawab terhadap Amanat Agung Tuhan Yesus kepada orang percaya!
Friday, September 30, 2016
TAKUT AKAN TUHAN: Cara Terbaik Menjalani Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2016
Baca: Amsal 9:1-18
"Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." Amsal 9:10
Kata hikmat berasal dari istilah Ibrani chokmah, yang secara umum dapat diterjemahkan sebagai kepandaian, kecerdasan dan kebijaksanaan. Hikmat berarti pula kemampuan seseorang membedakan perkara yang baik dan jahat. Langkah pertama mendapatkan hikmat adalah takut akan Tuhan.
Takut akan Tuhan berkaitan dengan pelaksanaan perintah Tuhan dalam seluruh kehidupan. Orang dapat dikatakan memiliki hati yang takut akan Tuhan apabila ia memraktekkan nilai-nilai kebenaran (firman Tuhan) dalam kehidupan nyata, jadi bukan hanya sekedar berteori, melainkan menjadi pelaku firman. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Takut akan Tuhan berbeda dengan rasa takut terhadap orang jahat, takut melihat film horror, atau rasa takut yang berlebihan terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu (phobia). Yang dimaksud penulis Amsal, takut akan Tuhan adalah takut yang penuh dengan ketakjuban atas kuasa dan kemahaan Tuhan dalam hidup orang percaya sehingga timbul keinginan untuk taat dan tunduk kepada-Nya, wujud sikap hormat dan tunduk pada kuasa Tuhan. Takut akan Tuhan membawa kita semakin mendekat kepada Tuhan, bukan sebaliknya semakin menjauh daripada-Nya. Ini adalah proses pemelajaran seumur hidup kita! "Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang." (Pengkhotbah 12:13).
Mengapa harus takut akan Tuhan? "Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat." (Pengkhotbah 12:14). Bukan waktunya hidup sembrono, tetapi kita wajib menjalani hidup ini dengan rasa takut akan Tuhan, sebab segala sesuatu yang kita perbuat di dunia ini pada saatnya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
"...orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya." Pengkhotbah 8:12
Baca: Amsal 9:1-18
"Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." Amsal 9:10
Kata hikmat berasal dari istilah Ibrani chokmah, yang secara umum dapat diterjemahkan sebagai kepandaian, kecerdasan dan kebijaksanaan. Hikmat berarti pula kemampuan seseorang membedakan perkara yang baik dan jahat. Langkah pertama mendapatkan hikmat adalah takut akan Tuhan.
Takut akan Tuhan berkaitan dengan pelaksanaan perintah Tuhan dalam seluruh kehidupan. Orang dapat dikatakan memiliki hati yang takut akan Tuhan apabila ia memraktekkan nilai-nilai kebenaran (firman Tuhan) dalam kehidupan nyata, jadi bukan hanya sekedar berteori, melainkan menjadi pelaku firman. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Takut akan Tuhan berbeda dengan rasa takut terhadap orang jahat, takut melihat film horror, atau rasa takut yang berlebihan terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu (phobia). Yang dimaksud penulis Amsal, takut akan Tuhan adalah takut yang penuh dengan ketakjuban atas kuasa dan kemahaan Tuhan dalam hidup orang percaya sehingga timbul keinginan untuk taat dan tunduk kepada-Nya, wujud sikap hormat dan tunduk pada kuasa Tuhan. Takut akan Tuhan membawa kita semakin mendekat kepada Tuhan, bukan sebaliknya semakin menjauh daripada-Nya. Ini adalah proses pemelajaran seumur hidup kita! "Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang." (Pengkhotbah 12:13).
Mengapa harus takut akan Tuhan? "Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat." (Pengkhotbah 12:14). Bukan waktunya hidup sembrono, tetapi kita wajib menjalani hidup ini dengan rasa takut akan Tuhan, sebab segala sesuatu yang kita perbuat di dunia ini pada saatnya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
"...orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya." Pengkhotbah 8:12
Thursday, September 29, 2016
ANAK ALLAH: Wajib Meniru Allah (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2016
Baca: Efesus 5:1-21
"Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." Efesus 5:11
Dunia penuh perbuatan-perbuatan kegelapan. Karena status kita anak-anak Allah, bukan dari dunia ini, maka ada tanggung jawab yang kita emban yaitu menjadi terang bagi dunia yang gelap ini. 2. Hidup dalam terang. Menjadi terang berarti menunjukkan kualitas hidup yang benar-benar berbeda, "karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (ayat 9). Terang artinya dapat terlihat dan bukan tersembunyi, suatu kehidupan yang mampu menjadi berkat atau kesaksian, bukan menjadi batu sandungan. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Hidup dalam terang berarti juga hidup dalam kekudusan. "Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus." (ayat 3). Kekudusan bagi anak-anak Allah adalah mutlak, sebab Allah adalah kudus. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Hidup kudus adalah keharusan, bukan suatu pilihan. Kata kudus diterjemahkan dari kata sifat Yunani, hagios, yang menunjuk pada pengertian pemisahan atau pemotongan. Sebagai anak-anak Allah kita adalah orang-orang yang dipisahkan dari dunia ini, dipanggil ke luar dari kegelapan terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9).
Bila Tuhan memerintahkan kita hidup kudus artinya Ia tahu kita mampu hidup dalam kekudusan, sebab Ia telah memberikan Penolong yaitu Roh Kudus yang akan menuntun, menyertai, menghibur dan menguatkan kita. Tinggal respons kita mau atau tidak. Kita dimampukan hidup dalam kekudusan sebab Kristus telah menyucikan kita dari dosa melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Baca: Efesus 5:1-21
"Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." Efesus 5:11
Dunia penuh perbuatan-perbuatan kegelapan. Karena status kita anak-anak Allah, bukan dari dunia ini, maka ada tanggung jawab yang kita emban yaitu menjadi terang bagi dunia yang gelap ini. 2. Hidup dalam terang. Menjadi terang berarti menunjukkan kualitas hidup yang benar-benar berbeda, "karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (ayat 9). Terang artinya dapat terlihat dan bukan tersembunyi, suatu kehidupan yang mampu menjadi berkat atau kesaksian, bukan menjadi batu sandungan. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Hidup dalam terang berarti juga hidup dalam kekudusan. "Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus." (ayat 3). Kekudusan bagi anak-anak Allah adalah mutlak, sebab Allah adalah kudus. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Hidup kudus adalah keharusan, bukan suatu pilihan. Kata kudus diterjemahkan dari kata sifat Yunani, hagios, yang menunjuk pada pengertian pemisahan atau pemotongan. Sebagai anak-anak Allah kita adalah orang-orang yang dipisahkan dari dunia ini, dipanggil ke luar dari kegelapan terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9).
Bila Tuhan memerintahkan kita hidup kudus artinya Ia tahu kita mampu hidup dalam kekudusan, sebab Ia telah memberikan Penolong yaitu Roh Kudus yang akan menuntun, menyertai, menghibur dan menguatkan kita. Tinggal respons kita mau atau tidak. Kita dimampukan hidup dalam kekudusan sebab Kristus telah menyucikan kita dari dosa melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Wednesday, September 28, 2016
ANAK ALLAH: Wajib Meniru Allah (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2016
Baca: Efesus 5:1-21
"dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." Efesus 5:2
Karena status orang percaya bukan dari dunia maka kita tidak boleh turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang biasa dilakukan orang-orang dunia. Yang Tuhan kehendaki adalah kehidupan yang selaras dengan ajaran dan perbuatan Allah, yaitu menjadi penurut-penurut Allah (ayat 1). Kata penurut-penurut Allah dapat diartikan peniru-peniru Allah. Rasul Paulus menekankan dalam perikop ini bahwa kita adalah anak-anak Allah, sehingga harus meniru kehidupan Allah atau meneladani-Nya supaya kita benar-benar layak disebut anak-anak-Nya. Pepatah 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya' menunjuk kepada suatu kesamaan atau kedekatan antara pohon dan buahnya, antara anak dan bapanya. Tidak malukah kita mengaku anak Allah, sementara perilaku kita sama seperti orang-orang dunia yang bukan anak Allah? Tuhan menghendaki kita tidak serupa dengan dunia (baca Roma 12:2).
Kita harus meneladani Allah dalam hal: 1. Hidup dalam kasih. "...hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita..." (Efesus 5:2). Kita diperintahkan hidup dalam kasih, "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Mengasihi haruslah menjadi gaya hidup anak-anak Allah. Sifat manusia lama yang mementingkan diri sendiri (egois), tidak peduli terhadap orang lain harus benar-benar kita tinggalkan, dan menjalani hidup sebagai manusia baru yaitu hidup yang mengasihi. Ingat! Kekristenan tanpa kasih adalah sia-sia, sebab "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1).
Hidup di dalam kasih adalah perintah, karena kita adalah anak-anak yang dikasihi Allah, yang karena kasih-Nya rela memberikan Putera-Nya Yesus Kristus. Kita harus mengasihi karena kita adalah umat tebusan Allah. Yesus mau membayar harga melalui pengorbanan-Nya di kayu salib karena kasih. Tidakkah kita bersedia membayar harga untuk mengasihi sesama, termasuk mengasihi musuh? (Bersambung)
Baca: Efesus 5:1-21
"dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." Efesus 5:2
Karena status orang percaya bukan dari dunia maka kita tidak boleh turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang biasa dilakukan orang-orang dunia. Yang Tuhan kehendaki adalah kehidupan yang selaras dengan ajaran dan perbuatan Allah, yaitu menjadi penurut-penurut Allah (ayat 1). Kata penurut-penurut Allah dapat diartikan peniru-peniru Allah. Rasul Paulus menekankan dalam perikop ini bahwa kita adalah anak-anak Allah, sehingga harus meniru kehidupan Allah atau meneladani-Nya supaya kita benar-benar layak disebut anak-anak-Nya. Pepatah 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya' menunjuk kepada suatu kesamaan atau kedekatan antara pohon dan buahnya, antara anak dan bapanya. Tidak malukah kita mengaku anak Allah, sementara perilaku kita sama seperti orang-orang dunia yang bukan anak Allah? Tuhan menghendaki kita tidak serupa dengan dunia (baca Roma 12:2).
Kita harus meneladani Allah dalam hal: 1. Hidup dalam kasih. "...hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita..." (Efesus 5:2). Kita diperintahkan hidup dalam kasih, "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Mengasihi haruslah menjadi gaya hidup anak-anak Allah. Sifat manusia lama yang mementingkan diri sendiri (egois), tidak peduli terhadap orang lain harus benar-benar kita tinggalkan, dan menjalani hidup sebagai manusia baru yaitu hidup yang mengasihi. Ingat! Kekristenan tanpa kasih adalah sia-sia, sebab "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1).
Hidup di dalam kasih adalah perintah, karena kita adalah anak-anak yang dikasihi Allah, yang karena kasih-Nya rela memberikan Putera-Nya Yesus Kristus. Kita harus mengasihi karena kita adalah umat tebusan Allah. Yesus mau membayar harga melalui pengorbanan-Nya di kayu salib karena kasih. Tidakkah kita bersedia membayar harga untuk mengasihi sesama, termasuk mengasihi musuh? (Bersambung)
Tuesday, September 27, 2016
ORANG PERCAYA: Bukan Dari Dunia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2016
Baca: Yohanes 15:18-27
"Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia," Yohanes 15:19
Tidak banyak orang Kristen memahami apa yang dikatakan Tuhan bahwa setiap orang percaya bukan dari dunia. Ayat nas adalah penegasan bahwa setiap orang yang percaya kepada Tuhan adalah orang yang memiliki kewargaan baru sebagai warga Kerajaan Sorga, meski secara fisik masih menjalani hidup di bumi ini. Artinya orang percaya bukanlah milik dunia ini tapi milik Tuhan sepenuhnya. Jadi hanya mereka yang berstatus sebagai milik Tuhanlah yang disebut bukan berasal dari dunia ini. "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat," (Filipi 3:20). Karena itu hari-hari yang kita jalani ini seharusnya menjadi persiapan untuk menetap dan tinggal di Kerajaan Sorga. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).
Dalam wujud apa persiapan itu? Apakah kita harus mengumpulkan uang atau harta duniawi sebanyak-banyaknya, mumpung masih ada di dunia ini, sebagai bekal pergi ke sorga nanti? Salah besar! Firman Tuhan: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi;" (Matius 6:19), "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Yang harus dipersiapkan adalah harta sorgawi. Ini berbicara mengenai kehidupan yang seturut dengan kehendak Tuhan secara mutlak; dan karena orang percaya masih berada di dunia maka Tuhan Yesus pun berdoa memohon kepada Bapa agar Bapa melindungi umat-Nya dari segala yang jahat, agar terhindar dari cara hidup yang bertentangan dengan lingkungan sorga.
Untuk mendapatkan jaminan perlindungan dari Bapa maka setiap orang percaya harus menunjukkan perilaku sebagai anak-anak Allah, memiliki karakter Allah dan menjadi penurut-penurut Allah. "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:1-2).
Kalau ingin disebut bukan dari dunia maka kita harus memiliki cara hidup yang berbeda dengan dunia ini, dengan cara hidup seturut kehendak Tuhan!
Baca: Yohanes 15:18-27
"Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia," Yohanes 15:19
Tidak banyak orang Kristen memahami apa yang dikatakan Tuhan bahwa setiap orang percaya bukan dari dunia. Ayat nas adalah penegasan bahwa setiap orang yang percaya kepada Tuhan adalah orang yang memiliki kewargaan baru sebagai warga Kerajaan Sorga, meski secara fisik masih menjalani hidup di bumi ini. Artinya orang percaya bukanlah milik dunia ini tapi milik Tuhan sepenuhnya. Jadi hanya mereka yang berstatus sebagai milik Tuhanlah yang disebut bukan berasal dari dunia ini. "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat," (Filipi 3:20). Karena itu hari-hari yang kita jalani ini seharusnya menjadi persiapan untuk menetap dan tinggal di Kerajaan Sorga. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).
Dalam wujud apa persiapan itu? Apakah kita harus mengumpulkan uang atau harta duniawi sebanyak-banyaknya, mumpung masih ada di dunia ini, sebagai bekal pergi ke sorga nanti? Salah besar! Firman Tuhan: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi;" (Matius 6:19), "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Yang harus dipersiapkan adalah harta sorgawi. Ini berbicara mengenai kehidupan yang seturut dengan kehendak Tuhan secara mutlak; dan karena orang percaya masih berada di dunia maka Tuhan Yesus pun berdoa memohon kepada Bapa agar Bapa melindungi umat-Nya dari segala yang jahat, agar terhindar dari cara hidup yang bertentangan dengan lingkungan sorga.
Untuk mendapatkan jaminan perlindungan dari Bapa maka setiap orang percaya harus menunjukkan perilaku sebagai anak-anak Allah, memiliki karakter Allah dan menjadi penurut-penurut Allah. "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:1-2).
Kalau ingin disebut bukan dari dunia maka kita harus memiliki cara hidup yang berbeda dengan dunia ini, dengan cara hidup seturut kehendak Tuhan!
Monday, September 26, 2016
GUNUNG BUKAN SUMBER PERTOLONGAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 September 2016
Baca: Mazmur 121:1-8
"Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 121:2
Alkitab menyatakan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9). Mereka mudah sekali melupakan kebaikan Tuhan. Karena itu mereka perlu selalu diingatkan bahwa tidak ada pertolongan lain selain dari Tuhan. Ayat nas ini biasanya dibacakan ketika umat Israel hendak memulai ibadah di Bait Suci di Yerusalem atau ketika mereka sedang melakukan ziarah ke Bait Allah. Pernyataan, seruan atau pengakuan yang dibacakan sebelum ibadah dimulai ini disebut votum. Ini bukan sekedar pernyataan atau pengakuan biasa sebagai pembuka ibadah, melainkan sebuah pengakuan terhadap kemahakuasaan Tuhan. Seruan atau pernyataan adalah hal penting untuk didengar dan diketahui semua orang bahwa sumber pertolongan itu datangnya dari Tuhan, bukan yang lain.
Bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan berusaha mencari pertolongan kepada berhala-berhala, seperti benda-benda keramat, patung, pohon atau kuburan. Mereka berpikir bahwa berhala-berhala itu dapat memberikan pertolongan atau solusi untuk setiap masalah yang dihadapi, padahal "Berhala bangsa-bangsa adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, juga nafas tidak ada dalam mulut mereka. Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, semua orang yang percaya kepadanya." (Mazmur 135:15-18). Mereka juga pergi ke laut atau gunung-gunung untuk mencari perlindungan dan keselamatan. Hasilnya? Nihil. Pemazmur membuktikannya: "Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?" (Mazmur 121:1). Tidak ada pertolongan di sana!
Bagi umat Israel pertolongan datang bukan dari laut atau gunung, tetapi dari Tuhan yang adalah pencipta langit dan bumi dan seluruh isinya. Dengan kata lain, yang menjadi sumber pertolongan umat Israel bukanlah benda-benda mati atau berhala-berhala buatan tangan manusia, tetapi Tuhan yang hidup, Tuhan yang tidak pernah tertidur dan terlelap. Tuhanlah yang menjadi Penjaga Israel dari sekarang sampai selamanya!
Biarlah setiap orang percaya berkata, "Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 124:8
Baca: Mazmur 121:1-8
"Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 121:2
Alkitab menyatakan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9). Mereka mudah sekali melupakan kebaikan Tuhan. Karena itu mereka perlu selalu diingatkan bahwa tidak ada pertolongan lain selain dari Tuhan. Ayat nas ini biasanya dibacakan ketika umat Israel hendak memulai ibadah di Bait Suci di Yerusalem atau ketika mereka sedang melakukan ziarah ke Bait Allah. Pernyataan, seruan atau pengakuan yang dibacakan sebelum ibadah dimulai ini disebut votum. Ini bukan sekedar pernyataan atau pengakuan biasa sebagai pembuka ibadah, melainkan sebuah pengakuan terhadap kemahakuasaan Tuhan. Seruan atau pernyataan adalah hal penting untuk didengar dan diketahui semua orang bahwa sumber pertolongan itu datangnya dari Tuhan, bukan yang lain.
Bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan berusaha mencari pertolongan kepada berhala-berhala, seperti benda-benda keramat, patung, pohon atau kuburan. Mereka berpikir bahwa berhala-berhala itu dapat memberikan pertolongan atau solusi untuk setiap masalah yang dihadapi, padahal "Berhala bangsa-bangsa adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, juga nafas tidak ada dalam mulut mereka. Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, semua orang yang percaya kepadanya." (Mazmur 135:15-18). Mereka juga pergi ke laut atau gunung-gunung untuk mencari perlindungan dan keselamatan. Hasilnya? Nihil. Pemazmur membuktikannya: "Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?" (Mazmur 121:1). Tidak ada pertolongan di sana!
Bagi umat Israel pertolongan datang bukan dari laut atau gunung, tetapi dari Tuhan yang adalah pencipta langit dan bumi dan seluruh isinya. Dengan kata lain, yang menjadi sumber pertolongan umat Israel bukanlah benda-benda mati atau berhala-berhala buatan tangan manusia, tetapi Tuhan yang hidup, Tuhan yang tidak pernah tertidur dan terlelap. Tuhanlah yang menjadi Penjaga Israel dari sekarang sampai selamanya!
Biarlah setiap orang percaya berkata, "Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 124:8
Sunday, September 25, 2016
BERGANTUNG KEPADA TUHAN SETIAP HARI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 September 2016
Baca: Lukas 11:1-13
"Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya" Lukas 11:3
Tidak pernah merasa puas adalah sifat manusia. Dalam banyak hal manusia selalu menginginkan lebih dari apa yang telah diperoleh, selalu ingin mendapatkan lebih dari cukup.
Pengkhotbah menulis tentang ketidakpuasan manusia: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkhotbah 5:9). Tuhan tahu bahwa manusia tidak pernah merasa puas, cenderung serakah, karena itu Ia mengajarkan murid-murid-Nya berdoa demikian: "Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya" (ayat nas). Ini mengajarkan kita bergantung penuh kepada pemeliharaan Bapa setiap hari. Kalau kita dapat menyerahkan kehidupan kita hari demi hari, kita tidak akan kuatir dan serakah.
Keinginan meraih hidup yang terlalu jauh ke depan sungguh sangat melelahkan. Alkitab menasihati, "Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Sebagai manusia kita takkan mampu menjangkau apa yang jauh di depan. Apa yang akan terjadi di kemudian hari, entah itu esok atau lusa, 1 minggu, 1 bulan, bahkan 1 jam di depan tak seorang pun tahu; hari esok bukanlah milik kita, tetapi sepenuhnya di dalam kendali Tuhan, Dialah yang empunya hari esok. Maka dari itu "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Jika hari esok itu tiba, percayalah Bapa telah menyediakan segala sesuatu yang terbaik yang kita perlukan.
Patut direnungkan: apakah kita dapat makan makanan untuk 1 minggu ke depan hanya dengan sekali makan? Apakah manusia dapat menghirup udara sekaligus untuk disimpan sebagai cadangan selama 1 bulan ke depan hanya dengan satu kali tarikan nafas? Tidak! Kita hanya dapat menerima kasih karunia Tuhan setiap hari sesuai yang kita butuhkan. Hal ini mengajarkan kepada kita untuk bergantung kepada Tuhan setiap hari!
"Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ratapan 3:22-23
Baca: Lukas 11:1-13
"Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya" Lukas 11:3
Tidak pernah merasa puas adalah sifat manusia. Dalam banyak hal manusia selalu menginginkan lebih dari apa yang telah diperoleh, selalu ingin mendapatkan lebih dari cukup.
Pengkhotbah menulis tentang ketidakpuasan manusia: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkhotbah 5:9). Tuhan tahu bahwa manusia tidak pernah merasa puas, cenderung serakah, karena itu Ia mengajarkan murid-murid-Nya berdoa demikian: "Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya" (ayat nas). Ini mengajarkan kita bergantung penuh kepada pemeliharaan Bapa setiap hari. Kalau kita dapat menyerahkan kehidupan kita hari demi hari, kita tidak akan kuatir dan serakah.
Keinginan meraih hidup yang terlalu jauh ke depan sungguh sangat melelahkan. Alkitab menasihati, "Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Sebagai manusia kita takkan mampu menjangkau apa yang jauh di depan. Apa yang akan terjadi di kemudian hari, entah itu esok atau lusa, 1 minggu, 1 bulan, bahkan 1 jam di depan tak seorang pun tahu; hari esok bukanlah milik kita, tetapi sepenuhnya di dalam kendali Tuhan, Dialah yang empunya hari esok. Maka dari itu "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Jika hari esok itu tiba, percayalah Bapa telah menyediakan segala sesuatu yang terbaik yang kita perlukan.
Patut direnungkan: apakah kita dapat makan makanan untuk 1 minggu ke depan hanya dengan sekali makan? Apakah manusia dapat menghirup udara sekaligus untuk disimpan sebagai cadangan selama 1 bulan ke depan hanya dengan satu kali tarikan nafas? Tidak! Kita hanya dapat menerima kasih karunia Tuhan setiap hari sesuai yang kita butuhkan. Hal ini mengajarkan kepada kita untuk bergantung kepada Tuhan setiap hari!
"Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ratapan 3:22-23
Saturday, September 24, 2016
SEBURUK APA PUN JANGAN PERNAH MENYERAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 September 2016
Baca: Yunus 2:1-10
"Telah Kaulemparkan aku ke tempat yang dalam, ke pusat lautan, lalu aku terangkum oleh arus air; segala gelora dan gelombang-Mu melingkupi aku." Yunus 2:3
Dalam pengiringan akan Tuhan tidak selamanya perjalanan yang kita tempuh mulus tanpa aral, terkadang Tuhan ijinkan kita melewati jalan gelap dan lembah-lembah kekelaman.
Yunus, yang namanya berarti merpati harus mengalami masa-masa yang paling kelam dalam hidupnya yaitu berada di dalam perut ikan, yang secara akal sudah tidak memiliki harapan untuk hidup karena sudah berada di dalam bayang-bayang maut. Ketika berada dalam kemustahilan dengan jiwa yang letih lesu teringatlah Yunus kepada Tuhan dan menguatkan iman percayanya kepada Tuhan, sebab ia tahu bahwa satu-satunya yang dapat menolong adalah Tuhan. "Dalam kesusahanku aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku, dari tengah-tengah dunia orang mati aku berteriak, dan Kaudengarkan suaraku." (ayat 2). Seringkali ketika keadaan buruk menimpa, dengan penuh kepanikan kita berusaha mengatasinya dengan akal dan kekuatan sendiri; jika gagal, pikiran pun langsung tertuju kepada manusia yang kita harapkan dapat menolong. Hasilnya? Berharap kepada manusia pasti akan kecewa karena manusia penuh dengan keterbatasan.
Jalan terbaik adalah lari secepatnya kepada Tuhan! Dobraklah pintu sorga dan ketuklah hati Tuhan dengan seruan yang lahir dari jiwa yang letih lesu. Berhentilah mengeluh, sebaliknya tetap ucapkan syukur untuk semua yang telah terjadi, seperti yang dikatakan Yunus: "Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN!" (ayat 9). Dengan mengucap syukur semangat yang padam menjadi pulih kembali, iman yang sudah lemah dapat bekerja kembali. Ketika iman telah bangkit di situlah kuasa Tuhan akan dinyatakan, karena musuh yang paling ampuh untuk memadamkan kuasa Tuhan adalah iman yang telah gugur. Sekalipun sudah berada dalam kegelapan yang terdalam dan tiada sinar cahaya menembus, asal kita punya iman, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan: "...berfirmanlah TUHAN kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat." (ayat 10).
"Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau," Mazmur 50:15
Baca: Yunus 2:1-10
"Telah Kaulemparkan aku ke tempat yang dalam, ke pusat lautan, lalu aku terangkum oleh arus air; segala gelora dan gelombang-Mu melingkupi aku." Yunus 2:3
Dalam pengiringan akan Tuhan tidak selamanya perjalanan yang kita tempuh mulus tanpa aral, terkadang Tuhan ijinkan kita melewati jalan gelap dan lembah-lembah kekelaman.
Yunus, yang namanya berarti merpati harus mengalami masa-masa yang paling kelam dalam hidupnya yaitu berada di dalam perut ikan, yang secara akal sudah tidak memiliki harapan untuk hidup karena sudah berada di dalam bayang-bayang maut. Ketika berada dalam kemustahilan dengan jiwa yang letih lesu teringatlah Yunus kepada Tuhan dan menguatkan iman percayanya kepada Tuhan, sebab ia tahu bahwa satu-satunya yang dapat menolong adalah Tuhan. "Dalam kesusahanku aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku, dari tengah-tengah dunia orang mati aku berteriak, dan Kaudengarkan suaraku." (ayat 2). Seringkali ketika keadaan buruk menimpa, dengan penuh kepanikan kita berusaha mengatasinya dengan akal dan kekuatan sendiri; jika gagal, pikiran pun langsung tertuju kepada manusia yang kita harapkan dapat menolong. Hasilnya? Berharap kepada manusia pasti akan kecewa karena manusia penuh dengan keterbatasan.
Jalan terbaik adalah lari secepatnya kepada Tuhan! Dobraklah pintu sorga dan ketuklah hati Tuhan dengan seruan yang lahir dari jiwa yang letih lesu. Berhentilah mengeluh, sebaliknya tetap ucapkan syukur untuk semua yang telah terjadi, seperti yang dikatakan Yunus: "Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN!" (ayat 9). Dengan mengucap syukur semangat yang padam menjadi pulih kembali, iman yang sudah lemah dapat bekerja kembali. Ketika iman telah bangkit di situlah kuasa Tuhan akan dinyatakan, karena musuh yang paling ampuh untuk memadamkan kuasa Tuhan adalah iman yang telah gugur. Sekalipun sudah berada dalam kegelapan yang terdalam dan tiada sinar cahaya menembus, asal kita punya iman, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan: "...berfirmanlah TUHAN kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat." (ayat 10).
"Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau," Mazmur 50:15
Friday, September 23, 2016
PRINSIP HIDUP PERCAYA, BUKAN MELIHAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 September 2016
Baca: Roma 10:4-15
"Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan." Roma 10:11
Manusia seringkali memerhatikan dan menilai baik buruknya segala sesuatu dari pandangan mata jasmaninya, kemudian disampaikan ke dalam pikiran, dan apa yang ada di dalam pikiran itulah yang akhirnya menjadi sebuah kesimpulan dan juga tindakan. Semua tindakan yang berlandaskan pada apa yang kelihatan oleh mata ternyata seringkali menipu dan menjadi faktor penyebab kegagalan hidup seseorang.
Lot adalah contoh orang yang melihat dan menilai sesuatu dari apa yang tampak oleh mata: "Lalu Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar. --Hal itu terjadi sebelum TUHAN memusnahkan Sodom dan Gomora. --" (Kejadian 13:10). Akhirnya? Alkitab mencatat bahwa Lot harus menelan pil pahit sebagai akibat kesalahannya dalam membuat pilihan. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12).
Yakobus juga menulis demikian: "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Tak bisa dipungkiri, kedagingan kita selalu tertarik kepada apa yang tampak indah oleh mata, padahal itu hanya sementara dan sia-sia: dan karena terlalu terfokus terhadap apa yang kelihatan akhirnya kita pun menjadi tak berdaya, sementara apa yang tidak terlihat oleh mata jasmani yang sesungguhnya bernilai kekal justru seringkali kita abaikan. Hal itu menunjukkan bahwa kedagingan kita ini terlalu lemah, alias tidak kuat menghadapi segala tantangan dan godaan yang ada. Oleh karena itu Tuhan Yesus memeringatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Di segala keadaan, biarlah kita senantiasa menggunakan mata iman, memandang kepada Tuhan, percaya kepada-Nya, dan mengandalkan Dia sepenuhnya!
Sebagai orang percaya, sudahkah kita menerapkan prinsip hidup yang Alkitab ajarkan: hidup karena percaya, bukan karena melihat? (Baca 2 Korintus 5:7).
Baca: Roma 10:4-15
"Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan." Roma 10:11
Manusia seringkali memerhatikan dan menilai baik buruknya segala sesuatu dari pandangan mata jasmaninya, kemudian disampaikan ke dalam pikiran, dan apa yang ada di dalam pikiran itulah yang akhirnya menjadi sebuah kesimpulan dan juga tindakan. Semua tindakan yang berlandaskan pada apa yang kelihatan oleh mata ternyata seringkali menipu dan menjadi faktor penyebab kegagalan hidup seseorang.
Lot adalah contoh orang yang melihat dan menilai sesuatu dari apa yang tampak oleh mata: "Lalu Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar. --Hal itu terjadi sebelum TUHAN memusnahkan Sodom dan Gomora. --" (Kejadian 13:10). Akhirnya? Alkitab mencatat bahwa Lot harus menelan pil pahit sebagai akibat kesalahannya dalam membuat pilihan. "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12).
Yakobus juga menulis demikian: "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Tak bisa dipungkiri, kedagingan kita selalu tertarik kepada apa yang tampak indah oleh mata, padahal itu hanya sementara dan sia-sia: dan karena terlalu terfokus terhadap apa yang kelihatan akhirnya kita pun menjadi tak berdaya, sementara apa yang tidak terlihat oleh mata jasmani yang sesungguhnya bernilai kekal justru seringkali kita abaikan. Hal itu menunjukkan bahwa kedagingan kita ini terlalu lemah, alias tidak kuat menghadapi segala tantangan dan godaan yang ada. Oleh karena itu Tuhan Yesus memeringatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41).
Di segala keadaan, biarlah kita senantiasa menggunakan mata iman, memandang kepada Tuhan, percaya kepada-Nya, dan mengandalkan Dia sepenuhnya!
Sebagai orang percaya, sudahkah kita menerapkan prinsip hidup yang Alkitab ajarkan: hidup karena percaya, bukan karena melihat? (Baca 2 Korintus 5:7).
Thursday, September 22, 2016
ENGGAN MELEPASKAN IKATAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 September 2016
Baca: Kolose 1:3-14
"Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih;" Kolose 1:13
Rasul Paulus memberikan penegasan bahwa Tuhan Yesus telah melepaskan kita dari segala ikatan dan belenggu melalui karya-Nya di kayu salib. Dengan demikian setiap orang yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya sudah tidak terbelenggu lagi, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Oleh kuasa firman Tuhan hidup kita telah diperbaharui dan dimerdekakan dari segala ikatan, seperti tertulis: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32). Merdeka berarti bebas dari perhambaan atau tidak terikat. Tuhan telah memerdekakan kita, berarti hidup kita tak lagi dibelenggu oleh apa pun juga. "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18).
Banyak orang Kristen tampak setia beribadah dan melayani Tuhan, dan nampak seolah-olah sudah meninggalkan kehidupan dosa, tapi ternyata masih terikat roh berhala. Mungkin di antara kita langsung menyangkalnya: "Aku tidak pernah pergi ke Gunung Kawi, kuburan atau tempat-tempat keramat, tidak menyembah patung." Tetapi tanpa sadar mereka masih terikat tradisi-tradisi nenek moyang: mencari hari baik, percaya kepada feng shui dan lainnya. Ada pula yang masih terikat roh percabulan: kecanduan film atau gambar-gambar porno yang dilakukan sembunyi-sembunyi, "Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh." (1 Korintus 6:13b). Tidak sedikit pula orang Kristen yang terikat dan kecanduan rokok atau minuman keras (miras), padahal itu tidak membawa manfaat atau faedah sedikit pun, malah merugikan dan bahkan merusak tubuh. "...tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu,..." (1 Korintus 6:19).
Sebagai ciptaan baru di dalam Kristus seharusnya kita membuang semua kebiasaan-kebiasaan lama yang menyebabkan kita terikat atau terbelenggu.
"Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" 1 Korintus 6:20
Baca: Kolose 1:3-14
"Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih;" Kolose 1:13
Rasul Paulus memberikan penegasan bahwa Tuhan Yesus telah melepaskan kita dari segala ikatan dan belenggu melalui karya-Nya di kayu salib. Dengan demikian setiap orang yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya sudah tidak terbelenggu lagi, sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Oleh kuasa firman Tuhan hidup kita telah diperbaharui dan dimerdekakan dari segala ikatan, seperti tertulis: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32). Merdeka berarti bebas dari perhambaan atau tidak terikat. Tuhan telah memerdekakan kita, berarti hidup kita tak lagi dibelenggu oleh apa pun juga. "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18).
Banyak orang Kristen tampak setia beribadah dan melayani Tuhan, dan nampak seolah-olah sudah meninggalkan kehidupan dosa, tapi ternyata masih terikat roh berhala. Mungkin di antara kita langsung menyangkalnya: "Aku tidak pernah pergi ke Gunung Kawi, kuburan atau tempat-tempat keramat, tidak menyembah patung." Tetapi tanpa sadar mereka masih terikat tradisi-tradisi nenek moyang: mencari hari baik, percaya kepada feng shui dan lainnya. Ada pula yang masih terikat roh percabulan: kecanduan film atau gambar-gambar porno yang dilakukan sembunyi-sembunyi, "Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh." (1 Korintus 6:13b). Tidak sedikit pula orang Kristen yang terikat dan kecanduan rokok atau minuman keras (miras), padahal itu tidak membawa manfaat atau faedah sedikit pun, malah merugikan dan bahkan merusak tubuh. "...tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu,..." (1 Korintus 6:19).
Sebagai ciptaan baru di dalam Kristus seharusnya kita membuang semua kebiasaan-kebiasaan lama yang menyebabkan kita terikat atau terbelenggu.
"Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" 1 Korintus 6:20
Wednesday, September 21, 2016
TUHAN MENGETAHUI HATI MANUSIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 September 2016
Baca: Yeremia 17:9-10
"Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?" Yeremia 17:9
Alkitab menyatakan bahwa secara alamiah hati manusia itu tidak baik dan cenderung mengarah kepada hal-hal jahat. Manusia tidak mengerti keadaan hatinya sendiri dikarenakan pengaruh dosa yang ada di dalam diri manusia. "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Siapa yang mengetahui keadaan hati manusia? Alkitab memberikan jawaban secara gamblang bahwa hanya Tuhanlah yang mengetahui hati setiap manusia. "Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin," (Yeremia 17:10a). Pemazmur juga menyatakan, "masakan Allah tidak akan menyelidikinya? Karena Ia mengetahui rahasia hati!" (Mazmur 44:22). Bahkan Tuhan mengerti segala niat dan cita-cita manusia (baca 1 Tawarikh 28:9).
Jika mengetahui kebenaran bahwa hati manusia cenderung mengarah kepada hal-hal negatif kita tidak akan bersikap statis, melainkan berupaya sedemikian rupa bagaimana supaya hati kita berkenan kepada Tuhan. Rasul Paulus memberikan nasihat: "Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." (Galatia 5:16). Tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, itulah kuncinya! Karena hanya Roh Kuduslah yang dapat mengubah segala sesuatu, "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Daya cipta, persepsi, imajinasi dan motivasi, itulah yang akan Roh kudus kerjakan di dalam kita sesuai iman kita. "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a).
Ketika kita tunduk kepada pimpinan Roh Kudus Ia akan membawa kita memiliki persekutuan karib dengan Tuhan dan menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani setiap hari, sehingga ucapan dan tindakan kita pun akan sesuai dengan firman Tuhan, sebab perbendaharaan hati kita dipenuhi dengan "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji," (Filipi 4:8).
"Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" Mazmur 51:12
Baca: Yeremia 17:9-10
"Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?" Yeremia 17:9
Alkitab menyatakan bahwa secara alamiah hati manusia itu tidak baik dan cenderung mengarah kepada hal-hal jahat. Manusia tidak mengerti keadaan hatinya sendiri dikarenakan pengaruh dosa yang ada di dalam diri manusia. "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Siapa yang mengetahui keadaan hati manusia? Alkitab memberikan jawaban secara gamblang bahwa hanya Tuhanlah yang mengetahui hati setiap manusia. "Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin," (Yeremia 17:10a). Pemazmur juga menyatakan, "masakan Allah tidak akan menyelidikinya? Karena Ia mengetahui rahasia hati!" (Mazmur 44:22). Bahkan Tuhan mengerti segala niat dan cita-cita manusia (baca 1 Tawarikh 28:9).
Jika mengetahui kebenaran bahwa hati manusia cenderung mengarah kepada hal-hal negatif kita tidak akan bersikap statis, melainkan berupaya sedemikian rupa bagaimana supaya hati kita berkenan kepada Tuhan. Rasul Paulus memberikan nasihat: "Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." (Galatia 5:16). Tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, itulah kuncinya! Karena hanya Roh Kuduslah yang dapat mengubah segala sesuatu, "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Daya cipta, persepsi, imajinasi dan motivasi, itulah yang akan Roh kudus kerjakan di dalam kita sesuai iman kita. "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7a).
Ketika kita tunduk kepada pimpinan Roh Kudus Ia akan membawa kita memiliki persekutuan karib dengan Tuhan dan menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani setiap hari, sehingga ucapan dan tindakan kita pun akan sesuai dengan firman Tuhan, sebab perbendaharaan hati kita dipenuhi dengan "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji," (Filipi 4:8).
"Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" Mazmur 51:12
Tuesday, September 20, 2016
JAGA DAN PELIHARA HATIMU!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 September 2016
Baca: Amsal 27:1-27
"Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." Amsal 27:19
Ayat nas menyatakan bahwa hati manusia mencerminkan manusia, artinya apa yang ada dalam hati seseorang pasti akan terefleksi dalam ucapan dan tindakannya. Kalau hati tidak beres maka segala ucapan dan tindakannya pun pasti tidak beres. Itulah sebabnya penulis Amsal menasihati kita agar senantiasa menjaga hati dengan penuh kewaspadaan agar tetap dalam kondisi baik dan beres. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Mengapa hati harus selalu dijaga? Karena dapat menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan keseharian kita.
Tuhan menunjukkan bahwa ada banyak persoalan yang dapat terjadi dalam hati manusia: 1. Hati sumber kejahatan. "Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:19). Segala macam tindak kejahatan seperti membunuh, merampok, mencuri, menipu, memerkosa dan sebagainya berawal dari niat yang ada di dalam hati si pelaku. Sungguh sangat mengerikan sekali jika hati tidak dijaga dan dipelihara dengan baik.
2. Hati dapat menjadi degil. "...hati mereka tetap degil." (Markus 6:52b). Degil adalah sebuah kata yang sebenarnya sangat mengerikan, karena istilah Yunani yang dipakai di sini adalah porosis, yang berasal dari kata poros, artinya semacam batu yang kerasnya luar biasa; tertutupi oleh sesuatu yang tebal, mengeras, tidak kunjung paham. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata degil berarti: tidak mau menuruti nasihat orang; tetap keras kepala; atau berkepala batu.
3. Semua ucapan mulut. Apa pun yang terucap di mulut orang semua berasal dari hati. Kalau hati benar, yang keluar dari mulut pasti benar. Sebaliknya apabila hati dalam keadaan keruh, pasti yang keluar dari mulut adalah hal-hal yang negatif. "Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." (Matius 12:34b-35).
Hati itu ibarat sehelai kanvas yang akan terbentuk coraknya sesuai cat yang disapukan di atasnya!
Baca: Amsal 27:1-27
"Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." Amsal 27:19
Ayat nas menyatakan bahwa hati manusia mencerminkan manusia, artinya apa yang ada dalam hati seseorang pasti akan terefleksi dalam ucapan dan tindakannya. Kalau hati tidak beres maka segala ucapan dan tindakannya pun pasti tidak beres. Itulah sebabnya penulis Amsal menasihati kita agar senantiasa menjaga hati dengan penuh kewaspadaan agar tetap dalam kondisi baik dan beres. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Mengapa hati harus selalu dijaga? Karena dapat menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan keseharian kita.
Tuhan menunjukkan bahwa ada banyak persoalan yang dapat terjadi dalam hati manusia: 1. Hati sumber kejahatan. "Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:19). Segala macam tindak kejahatan seperti membunuh, merampok, mencuri, menipu, memerkosa dan sebagainya berawal dari niat yang ada di dalam hati si pelaku. Sungguh sangat mengerikan sekali jika hati tidak dijaga dan dipelihara dengan baik.
2. Hati dapat menjadi degil. "...hati mereka tetap degil." (Markus 6:52b). Degil adalah sebuah kata yang sebenarnya sangat mengerikan, karena istilah Yunani yang dipakai di sini adalah porosis, yang berasal dari kata poros, artinya semacam batu yang kerasnya luar biasa; tertutupi oleh sesuatu yang tebal, mengeras, tidak kunjung paham. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata degil berarti: tidak mau menuruti nasihat orang; tetap keras kepala; atau berkepala batu.
3. Semua ucapan mulut. Apa pun yang terucap di mulut orang semua berasal dari hati. Kalau hati benar, yang keluar dari mulut pasti benar. Sebaliknya apabila hati dalam keadaan keruh, pasti yang keluar dari mulut adalah hal-hal yang negatif. "Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." (Matius 12:34b-35).
Hati itu ibarat sehelai kanvas yang akan terbentuk coraknya sesuai cat yang disapukan di atasnya!
Monday, September 19, 2016
JANGAN SARAT PESTA PORA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 September 2016
Baca: Markus 13:33-37
"Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba." Markus 13:33
Apa yang terjadi dengan hari esok tak seorang pun tahu! Namun yang pasti di depan kita akan semakin banyak tantangan yang harus dihadapi. Kita pun harus siap secara mental supaya kita tidak gagal dan jatuh di tengah perjalanan. Terkadang orang jatuh bukan karena terantuk batu yang besar tetapi justru terpeleset kerikil-kerikil kecil. Kejatuhan orang terkadang bukan karena besarnya persoalan atau masalah yang dialami, tetapi justru saat segala sesuatunya berjalan dengan baik, nyaman dan aman dalam segala hal, di situlah awal kelengahan. Rasul Paulus mengingatkan, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12).
Bagaimana supaya kita tidak jatuh? Berjaga-jaga dan berdoalah. Sampai kapan kita harus berjaga-jaga dan berdoa? Sampai kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Lalu kapan Tuhan Yesus datang? Tepatnya tanggal, hari dan tahun kedatangan Tuhan adalah rahasia Ilahi Allah Bapa. "Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja." (Markus 13:32). Tetapi yang jelas tanda-tanda Tuhan segera datang sudah tampak nyata! Salah satu tandanya adalah kemerosotan moral manusia: kejahatan semakin menjadi-jadi, konflik, pertikaian, percabulan atau pornografi, kriminalitas sudah menjadi berita biasa setiap hari. "...jika kamu lihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu." (Markus 13:29).
Sekali lagi ditekankan supaya kita berjaga-jaga dan berdoa sebab hari Tuhan itu datangnya secara tiba-tiba dan tak terduga. Bagi orang percaya hari-hari ini seharusnya adalah waktu dan kesempatan memersiapkan diri. Jangan malah bertindak sebaliknya, hidup dalam kemabukan dan pesta pora dunia. Bagi orang yang tidak siap, maka "...hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap." (2 Petrus 3:10).
Di mana posisi Saudara? Sedang berjaga dan berdoa, atau hanyut dalam pesta pora?
Baca: Markus 13:33-37
"Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba." Markus 13:33
Apa yang terjadi dengan hari esok tak seorang pun tahu! Namun yang pasti di depan kita akan semakin banyak tantangan yang harus dihadapi. Kita pun harus siap secara mental supaya kita tidak gagal dan jatuh di tengah perjalanan. Terkadang orang jatuh bukan karena terantuk batu yang besar tetapi justru terpeleset kerikil-kerikil kecil. Kejatuhan orang terkadang bukan karena besarnya persoalan atau masalah yang dialami, tetapi justru saat segala sesuatunya berjalan dengan baik, nyaman dan aman dalam segala hal, di situlah awal kelengahan. Rasul Paulus mengingatkan, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12).
Bagaimana supaya kita tidak jatuh? Berjaga-jaga dan berdoalah. Sampai kapan kita harus berjaga-jaga dan berdoa? Sampai kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Lalu kapan Tuhan Yesus datang? Tepatnya tanggal, hari dan tahun kedatangan Tuhan adalah rahasia Ilahi Allah Bapa. "Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja." (Markus 13:32). Tetapi yang jelas tanda-tanda Tuhan segera datang sudah tampak nyata! Salah satu tandanya adalah kemerosotan moral manusia: kejahatan semakin menjadi-jadi, konflik, pertikaian, percabulan atau pornografi, kriminalitas sudah menjadi berita biasa setiap hari. "...jika kamu lihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu." (Markus 13:29).
Sekali lagi ditekankan supaya kita berjaga-jaga dan berdoa sebab hari Tuhan itu datangnya secara tiba-tiba dan tak terduga. Bagi orang percaya hari-hari ini seharusnya adalah waktu dan kesempatan memersiapkan diri. Jangan malah bertindak sebaliknya, hidup dalam kemabukan dan pesta pora dunia. Bagi orang yang tidak siap, maka "...hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap." (2 Petrus 3:10).
Di mana posisi Saudara? Sedang berjaga dan berdoa, atau hanyut dalam pesta pora?
Sunday, September 18, 2016
JANGAN SARAT PESTA PORA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 September 2016
Baca: Lukas 21:34-38
"Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat." Lukas 21:34
Tidak ada satu orang pun yang kebal terhadap dosa, untuk itu kita perlu berjaga-jaga supaya tidak jatuh ke dalam dosa. Terlebih hidup di tengah dunia yang menawarkan banyak hal yang menyenangkan daging: kekayaan, kesenangan, kemewahan, popularitas dan segala kenikmatan. Bila kita tidak berhati-hati dan tidak memiliki sikap berjaga-jaga kita akan mudah terjebak dan terbawa arus, akhirnya tenggelam dalam pesta pora dunia ini. Arti kata pesta pora: berpesta besar, bersuka ria (makan minum), yang membuat seseorang menjadi terlena dan lupa diri. Kita sering mendengar celoteh orang yang berkata: "Hidup ini hanya satu kali, bersenang-senanglah, nikmatilah hidup! kalau tidak sekarang, kapan lagi?" Bisa diartikan selama masih hidup di dunia bersenang-senanglah dan nikmatilah hidupmu, tidak perlu pusing memikirkan perkara-perkara rohani, tidak perlu capai-capai ibadah atau pelayanan. Tapi ada tertulis: "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Keadaan dunia semakin hari semakin jahat dan kian memburuk, terkadang bisa dengan kuat menyeret kita terlibat di dalamnya. Sebagai orang percaya seharusnya kita bisa menanggapi situasi-situasi yang ada dengan hikmat Tuhan, sebab Tuhan banyak berbicara melalui peristiwa atau kejadian yang sedang terjadi. Firman Tuhan memperingatkan, "Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora..." (ayat nas). Kata jagalah ini mengarah pada perilaku kita supaya segala sesuatu yang kita lakukan tidak seperti yang dilakukan oleh orang-orang dunia, tetapi sesuai dengan kehendak Tuhan, karena secara tidak sadar kita mudah sekali terpancing mengikuti pola hidup duniawi yang sarat sifat serakah, kemabukan dan pesta pora.
Apa yang harus kita perbuat? Berdoa dan berjaga-jaga: dua perkara yang saling terkait, sebab tanpa berdoa kita pasti akan gagal dalam berjaga-jaga, sebab sumber kekuatan utama kita datangnya hanya dari Tuhan. (Bersambung)
Baca: Lukas 21:34-38
"Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat." Lukas 21:34
Tidak ada satu orang pun yang kebal terhadap dosa, untuk itu kita perlu berjaga-jaga supaya tidak jatuh ke dalam dosa. Terlebih hidup di tengah dunia yang menawarkan banyak hal yang menyenangkan daging: kekayaan, kesenangan, kemewahan, popularitas dan segala kenikmatan. Bila kita tidak berhati-hati dan tidak memiliki sikap berjaga-jaga kita akan mudah terjebak dan terbawa arus, akhirnya tenggelam dalam pesta pora dunia ini. Arti kata pesta pora: berpesta besar, bersuka ria (makan minum), yang membuat seseorang menjadi terlena dan lupa diri. Kita sering mendengar celoteh orang yang berkata: "Hidup ini hanya satu kali, bersenang-senanglah, nikmatilah hidup! kalau tidak sekarang, kapan lagi?" Bisa diartikan selama masih hidup di dunia bersenang-senanglah dan nikmatilah hidupmu, tidak perlu pusing memikirkan perkara-perkara rohani, tidak perlu capai-capai ibadah atau pelayanan. Tapi ada tertulis: "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Keadaan dunia semakin hari semakin jahat dan kian memburuk, terkadang bisa dengan kuat menyeret kita terlibat di dalamnya. Sebagai orang percaya seharusnya kita bisa menanggapi situasi-situasi yang ada dengan hikmat Tuhan, sebab Tuhan banyak berbicara melalui peristiwa atau kejadian yang sedang terjadi. Firman Tuhan memperingatkan, "Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora..." (ayat nas). Kata jagalah ini mengarah pada perilaku kita supaya segala sesuatu yang kita lakukan tidak seperti yang dilakukan oleh orang-orang dunia, tetapi sesuai dengan kehendak Tuhan, karena secara tidak sadar kita mudah sekali terpancing mengikuti pola hidup duniawi yang sarat sifat serakah, kemabukan dan pesta pora.
Apa yang harus kita perbuat? Berdoa dan berjaga-jaga: dua perkara yang saling terkait, sebab tanpa berdoa kita pasti akan gagal dalam berjaga-jaga, sebab sumber kekuatan utama kita datangnya hanya dari Tuhan. (Bersambung)
Saturday, September 17, 2016
MANUSIA MUDAH BERUBAH, TUHAN TAK BERUBAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 September 2016
Baca: Mazmur 102:1-29
"tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan." Mazmur 102:28
Kita sering mendengar ada pasutri yang mengeluh karena pasangannya sudah mulai banyak berubah. Suami yang dulunya sabar dan penuh perhatian kini berubah menjadi pemarah, kasar, bahkan suka memukul; isteri yang dulunya kalem dan halus budi bahasanya kini cerewetnya minta ampun.... Berbeda sekali saat baru menikah! Banyak pula orangtua mengeluhkan perubahan dalam diri anak-anaknya... mereka yang dulunya penurut kini suka sekali memberontak. Mungkin kita juga mengenal seseorang yang kita anggap baik dan kita berpikir bahwa kebaikan itu akan terus berlangsung... tetapi ternyata sekarang ia berubah. Betapa sering kita dikecewakan orang lain yang ingkar terhadap janji-janjinya. Tak ada jaminan bahwa manusia yang kita kenal akan tetap sama selamanya. Mudah berubah...itulah manusia!
Karena itu jangan sekali-kali "...berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22). Bahkan nabi Yeremia memeringatkan keras: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Berharap dan mengandalkan manusia hanya akan membuat kita kecewa, sakit hati dan frustasi karena manusia mudah sekali berubah!
Siapa yang tidak pernah berubah? Tuhan "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah," (Maleakhi 3:6). Hanya Tuhan, satu-satunya pribadi yang "...Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8), yang selalu konsisten dengan apa yang diucapkan atau janjikan, sebab "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19), artinya Tuhan tidak pernah melupakan atau melalaikan apa yang pernah dijanjikan-Nya. Tuhan tidak pernah berubah dengan tujuan agar manusia diselamatkan dan memperoleh apa yang dijanjikan-Nya. Semangatlah menjalani hidup ini, karena kita punya Tuhan yang tidak berubah!
"Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah," Ibrani 6:17
Baca: Mazmur 102:1-29
"tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan." Mazmur 102:28
Kita sering mendengar ada pasutri yang mengeluh karena pasangannya sudah mulai banyak berubah. Suami yang dulunya sabar dan penuh perhatian kini berubah menjadi pemarah, kasar, bahkan suka memukul; isteri yang dulunya kalem dan halus budi bahasanya kini cerewetnya minta ampun.... Berbeda sekali saat baru menikah! Banyak pula orangtua mengeluhkan perubahan dalam diri anak-anaknya... mereka yang dulunya penurut kini suka sekali memberontak. Mungkin kita juga mengenal seseorang yang kita anggap baik dan kita berpikir bahwa kebaikan itu akan terus berlangsung... tetapi ternyata sekarang ia berubah. Betapa sering kita dikecewakan orang lain yang ingkar terhadap janji-janjinya. Tak ada jaminan bahwa manusia yang kita kenal akan tetap sama selamanya. Mudah berubah...itulah manusia!
Karena itu jangan sekali-kali "...berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22). Bahkan nabi Yeremia memeringatkan keras: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Berharap dan mengandalkan manusia hanya akan membuat kita kecewa, sakit hati dan frustasi karena manusia mudah sekali berubah!
Siapa yang tidak pernah berubah? Tuhan "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah," (Maleakhi 3:6). Hanya Tuhan, satu-satunya pribadi yang "...Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8), yang selalu konsisten dengan apa yang diucapkan atau janjikan, sebab "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19), artinya Tuhan tidak pernah melupakan atau melalaikan apa yang pernah dijanjikan-Nya. Tuhan tidak pernah berubah dengan tujuan agar manusia diselamatkan dan memperoleh apa yang dijanjikan-Nya. Semangatlah menjalani hidup ini, karena kita punya Tuhan yang tidak berubah!
"Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah," Ibrani 6:17
Friday, September 16, 2016
HIDUP BENAR: Menggetarkan Hati Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 September 2016
Baca: 1 Yohanes 3:19-24
"Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah," 1 Yohanes 3:21
Alkitab menyatakan: "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Jelas dosa atau ketidaktaatan adalah penyebab utama Tuhan tidak mengindahkan doa-doa kita, bahkan Ia akan menyembunyikan wajah-Nya.
Dosa benar-benar menjauhkan siapa saja dari Tuhan! Padahal sesungguhnya tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar. Dengan kata lain, untuk mendapatkan perhatian dari Tuhan, menggetarkan hati Tuhan, sehingga perhatian-Nya tertuju kepada kita adalah ketika kita hidup dalam ketaatan. Tuhan berkata, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Tinggal di dalam Tuhan dan firman-Nya berarti hidup dalam kebenaran dan menjadi pelaku firman. Ada pepatah mengatakan, "Berani karena benar, takut karena salah." Kalau tahu secara pasti bahwa kita hidup dalam kebenaran firman, tidak ada yang perlu dikuatirkan, ditakutkan atau diragukan apakah doa-doa kita dijawab Tuhan atau tidak. Kalau kita berada dalam kebenaran kita mempunyai keberanian mendekat kepada Tuhan, "dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya." (1 Yohanes 3:22). Sebaliknya kalau kita berbuat dosa, kita tak dapat menyangkal hati nurani sendiri, karena hati nurani kita akan menuduh kita.
Sesungguhnya firman Tuhan bukan sesuatu yang terlalu berat dilakukan (baca 1 Yohanes 5:3-4), karena ada Roh Kudus menolong, menuntun dan memampukan. Yang merasa berat adalah kita sendiri karena kita enggan meninggalkan zona nyaman dan lebih menuruti keinginan daging.
Hidup dalam kebenaran adalah sebuah jaminan untuk mengalami penggenapan janji Tuhan!
Baca: 1 Yohanes 3:19-24
"Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah," 1 Yohanes 3:21
Alkitab menyatakan: "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Jelas dosa atau ketidaktaatan adalah penyebab utama Tuhan tidak mengindahkan doa-doa kita, bahkan Ia akan menyembunyikan wajah-Nya.
Dosa benar-benar menjauhkan siapa saja dari Tuhan! Padahal sesungguhnya tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar. Dengan kata lain, untuk mendapatkan perhatian dari Tuhan, menggetarkan hati Tuhan, sehingga perhatian-Nya tertuju kepada kita adalah ketika kita hidup dalam ketaatan. Tuhan berkata, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Tinggal di dalam Tuhan dan firman-Nya berarti hidup dalam kebenaran dan menjadi pelaku firman. Ada pepatah mengatakan, "Berani karena benar, takut karena salah." Kalau tahu secara pasti bahwa kita hidup dalam kebenaran firman, tidak ada yang perlu dikuatirkan, ditakutkan atau diragukan apakah doa-doa kita dijawab Tuhan atau tidak. Kalau kita berada dalam kebenaran kita mempunyai keberanian mendekat kepada Tuhan, "dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya." (1 Yohanes 3:22). Sebaliknya kalau kita berbuat dosa, kita tak dapat menyangkal hati nurani sendiri, karena hati nurani kita akan menuduh kita.
Sesungguhnya firman Tuhan bukan sesuatu yang terlalu berat dilakukan (baca 1 Yohanes 5:3-4), karena ada Roh Kudus menolong, menuntun dan memampukan. Yang merasa berat adalah kita sendiri karena kita enggan meninggalkan zona nyaman dan lebih menuruti keinginan daging.
Hidup dalam kebenaran adalah sebuah jaminan untuk mengalami penggenapan janji Tuhan!
Thursday, September 15, 2016
BERDOA TIDAK LAGI DIANGGAP PENTING
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 September 2016
Baca: Amsal 4:1-27
"Janganlah meninggalkan hikmat itu, maka engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka engkau akan dijaganya." Amsal 4:6
Ketika orang berada dalam pergumulan berat, kesesakan hebat, mempunyai keperluan mendesak, lemah, tertekan, terjepit, belum punya apa-apa, belum menjadi siapa-siapa, kebanyakan ia akan sungguh-sungguh berdoa, giat beribadah dan melayani Tuhan. Namun begitu sudah ditolong Tuhan, pekerjaan mapan, ekonomi dipulihkan, sakit-penyakit disembuhkan, studi berhasil dan sebagainya, berdoa tidak lagi dianggap penting...kerajinan beribadah mengendur dan pelayanan pun ditinggalkan. Pemikirannya berubah: semua bukan lagi karena anugerah dan campur tangan Tuhan, tetapi hasil kerja keras diri sendiri, kemampuan, kekuatan dan kepintaran sendiri!
Dalam keadaan seperti itu Iblis serasa 'berada di atas angin' karena telah berhasil merusak dan menghancurkan kehidupan doa seseorang! Alkitab memperingatkan: "...janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (Ulangan 8:17-18). Sadarilah bahwa kesuksesan kita dalam pekerjaan dan pelayanan adalah karena anugerah Tuhan. Jangan pernah memuji diri sendiri, tetapi akuilah karya dan kebesaran Tuhan yang telah dinyatakan dalam kehidupan kita, serta mengucap syukurlah sesudah menerima segala berkat-Nya.
Sesibuk apa pun jangan pernah meninggalkan jam-jam doa! Tetapkanlah sendiri kapan Anda mau duduk diam di bawah kaki Yesus seperti Maria untuk menyembah dan mendengarkan Ia berbicara. Kalau pagi-pagi benar Anda tidak punya waktu berdoa karena terlalu sibuk, carilah alternatif waktu lain, karena orang tidak bisa memaksa atau menetapkan kapan kita harus berdoa. "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3).
Jangan tinggalkan jam-jam doa meski keadaan sudah baik, sebab semua karena Tuhan!
Baca: Amsal 4:1-27
"Janganlah meninggalkan hikmat itu, maka engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia, maka engkau akan dijaganya." Amsal 4:6
Ketika orang berada dalam pergumulan berat, kesesakan hebat, mempunyai keperluan mendesak, lemah, tertekan, terjepit, belum punya apa-apa, belum menjadi siapa-siapa, kebanyakan ia akan sungguh-sungguh berdoa, giat beribadah dan melayani Tuhan. Namun begitu sudah ditolong Tuhan, pekerjaan mapan, ekonomi dipulihkan, sakit-penyakit disembuhkan, studi berhasil dan sebagainya, berdoa tidak lagi dianggap penting...kerajinan beribadah mengendur dan pelayanan pun ditinggalkan. Pemikirannya berubah: semua bukan lagi karena anugerah dan campur tangan Tuhan, tetapi hasil kerja keras diri sendiri, kemampuan, kekuatan dan kepintaran sendiri!
Dalam keadaan seperti itu Iblis serasa 'berada di atas angin' karena telah berhasil merusak dan menghancurkan kehidupan doa seseorang! Alkitab memperingatkan: "...janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (Ulangan 8:17-18). Sadarilah bahwa kesuksesan kita dalam pekerjaan dan pelayanan adalah karena anugerah Tuhan. Jangan pernah memuji diri sendiri, tetapi akuilah karya dan kebesaran Tuhan yang telah dinyatakan dalam kehidupan kita, serta mengucap syukurlah sesudah menerima segala berkat-Nya.
Sesibuk apa pun jangan pernah meninggalkan jam-jam doa! Tetapkanlah sendiri kapan Anda mau duduk diam di bawah kaki Yesus seperti Maria untuk menyembah dan mendengarkan Ia berbicara. Kalau pagi-pagi benar Anda tidak punya waktu berdoa karena terlalu sibuk, carilah alternatif waktu lain, karena orang tidak bisa memaksa atau menetapkan kapan kita harus berdoa. "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3).
Jangan tinggalkan jam-jam doa meski keadaan sudah baik, sebab semua karena Tuhan!
Wednesday, September 14, 2016
SEDIAKAN WAKTU 'TUK BERDOA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 September 2016
Baca: Amsal 6:1-19
"janganlah membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu mengantuk;" Amsal 6:4
Ada kalimat bijak mengatakan, "Perjalanan seribu mil dimulai dari langkah pertama." Awal yang baik akan menentukan hasil akhir. Maka dari itu sebelum kaki kita melangkah lebih jauh menapaki hari baru, awalilah segala sesuatu dengan berdoa: bersyukur atas pemeliharaan dan perlindungan Tuhan di sepanjang malam, bersyukur atas kekuatan dan kesehatan yang baru, bersyukur atas kesempatan yang Tuhan beri untuk kita menikmati berkat-berkat-Nya yang baru. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Kita memohon anugerah-Nya agar dimampukan melakukan segala tugas dan kewajiban kita, serta menyerahkan semua rencana kita kepada Tuhan, karena "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21). Kalau Tuhan yang menuntun dan menyertai langkah kita mulai dari pagi hari, maka hari itu akan menjadi hari kemenangan bagi kita. Namun bukan perkara mudah menyediakan waktu secara konsisten di pagi hari untuk berdoa. Ini adalah sebuah proses, butuh latihan. Jika kita berkomitmen untuk berdoa di pagi hari secara rutin, kita pun harus bisa mengatur waktu dengan baik, janganlah tidur terlalu larut supaya tidak terlambat bangun.
Di tengah jadwal pelayanan-Nya yang teramat padat, ketika hari masih sangat dini, bahkan sebelum ayam berkokok, Tuhan Yesus pergi ke tempat yang sunyi senyap berdoa kepada Bapa. Tuhan Yesus mencari kehendak Bapa terlebih dahulu sebelum mengerjakan segala pekerjaan yang dipercayakan Bapa kepada-Nya! Kehendak Bapa adalah yang terutama dalam hidup-Nya, karena itu Ia memulai hari-hari-Nya dengan berdoa.
Bagaimana dengan Saudara? Maukah Anda bangun pagi-pagi untuk berdoa? "janganlah membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu mengantuk;" (Amsal 6:4). Dikatakan bahwa orang yang suka tidur lebih dari batasnya, yang tidak suka bangun pagi-pagi untuk berdoa, akan mengalami masalah dalam hidupnya. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
Datanglah terlebih dahulu kepada Tuhan sebelum melakukan segala sesuatu, niscaya berkat Tuhan akan menyertai hidupmu!
Baca: Amsal 6:1-19
"janganlah membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu mengantuk;" Amsal 6:4
Ada kalimat bijak mengatakan, "Perjalanan seribu mil dimulai dari langkah pertama." Awal yang baik akan menentukan hasil akhir. Maka dari itu sebelum kaki kita melangkah lebih jauh menapaki hari baru, awalilah segala sesuatu dengan berdoa: bersyukur atas pemeliharaan dan perlindungan Tuhan di sepanjang malam, bersyukur atas kekuatan dan kesehatan yang baru, bersyukur atas kesempatan yang Tuhan beri untuk kita menikmati berkat-berkat-Nya yang baru. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Kita memohon anugerah-Nya agar dimampukan melakukan segala tugas dan kewajiban kita, serta menyerahkan semua rencana kita kepada Tuhan, karena "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21). Kalau Tuhan yang menuntun dan menyertai langkah kita mulai dari pagi hari, maka hari itu akan menjadi hari kemenangan bagi kita. Namun bukan perkara mudah menyediakan waktu secara konsisten di pagi hari untuk berdoa. Ini adalah sebuah proses, butuh latihan. Jika kita berkomitmen untuk berdoa di pagi hari secara rutin, kita pun harus bisa mengatur waktu dengan baik, janganlah tidur terlalu larut supaya tidak terlambat bangun.
Di tengah jadwal pelayanan-Nya yang teramat padat, ketika hari masih sangat dini, bahkan sebelum ayam berkokok, Tuhan Yesus pergi ke tempat yang sunyi senyap berdoa kepada Bapa. Tuhan Yesus mencari kehendak Bapa terlebih dahulu sebelum mengerjakan segala pekerjaan yang dipercayakan Bapa kepada-Nya! Kehendak Bapa adalah yang terutama dalam hidup-Nya, karena itu Ia memulai hari-hari-Nya dengan berdoa.
Bagaimana dengan Saudara? Maukah Anda bangun pagi-pagi untuk berdoa? "janganlah membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu mengantuk;" (Amsal 6:4). Dikatakan bahwa orang yang suka tidur lebih dari batasnya, yang tidak suka bangun pagi-pagi untuk berdoa, akan mengalami masalah dalam hidupnya. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
Datanglah terlebih dahulu kepada Tuhan sebelum melakukan segala sesuatu, niscaya berkat Tuhan akan menyertai hidupmu!
Tuesday, September 13, 2016
SEDIAKAN WAKTU 'TUK BERDOA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 September 2016
Baca: Mazmur 59:1-18
"Tetapi aku mau menyanyikan kekuatan-Mu, pada waktu pagi aku mau bersorak-sorai karena kasih setia-Mu; sebab Engkau telah menjadi kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku." Mazmur 59:17
Meski status orang percaya adalah warga sorgawi, harus diingat bahwa dua kaki kita masih berpijak di atas muka bumi ini, artinya kita juga dihadapkan pada segala kesukaran dan masalah setiap hari, sama seperti yang dirasakan dan dialami orang-orang di luar Tuhan. Kita tidak mungkin lari dari segala kesukaran dan masalah; suka tidak suka, mau tidak mau kita harus menghadapinya. Banyak orang Kristen hidup dalam kegagalan demi kegagalan, merasa tidak sanggup menghadapi segala kesukaran dan kesulitan karena tidak memiliki kehidupan doa. Bagaimana bisa menang atas segala pergumulan kalau kita tidak mau berperang terlebih dahulu, tidak mau menyangkal diri, tidak mau membayar harga!
Raja Salomo menulis: "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkhotbah 3:1). Kebenaran ini berlaku bagi kita semua dalam segala hal dan keadaan, begitu juga dalam kehidupan doa. Selagi ada kesempatan dan waktu, "Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!" (Yesaya 55:6). Kalau kita ingin menang atas segala pergumulan, tetap tegak berdiri di atas badai dan gelombang kehidupan, jalan satu-satunya adalah harus memiliki kehidupan doa! Dengan kata lain berdoa harus menjadi bagian yang tetap dalam keseharian hidup kita! Oleh karena itu sediakanlah waktu yang tetap setiap hari untuk berdoa, jangan sekali-kali menundanya.
Kapan waktu yang tepat untuk berdoa? Tuhan bersedia ditemui kapan pun kita menyediakan waktu bersekutu dengan-Nya. Bisa pada pagi hari sebelum matahari menyingsing, saat suasana masih sunyi senyap, belum ada kesibukan, belum terdengar keributan. Ketika banyak orang memilih bersembunyi di balik selimut, kita bisa datang kepada Tuhan melalui doa. Pagi-pagi benar adalah bagian yang pertama dari hari yang akan kita lalui yang seharusnya kita persembahkan kepada Tuhan, seperti yang dilakukan Daud: "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." (Mazmur 5:4). (Bersambung)
Baca: Mazmur 59:1-18
"Tetapi aku mau menyanyikan kekuatan-Mu, pada waktu pagi aku mau bersorak-sorai karena kasih setia-Mu; sebab Engkau telah menjadi kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku." Mazmur 59:17
Meski status orang percaya adalah warga sorgawi, harus diingat bahwa dua kaki kita masih berpijak di atas muka bumi ini, artinya kita juga dihadapkan pada segala kesukaran dan masalah setiap hari, sama seperti yang dirasakan dan dialami orang-orang di luar Tuhan. Kita tidak mungkin lari dari segala kesukaran dan masalah; suka tidak suka, mau tidak mau kita harus menghadapinya. Banyak orang Kristen hidup dalam kegagalan demi kegagalan, merasa tidak sanggup menghadapi segala kesukaran dan kesulitan karena tidak memiliki kehidupan doa. Bagaimana bisa menang atas segala pergumulan kalau kita tidak mau berperang terlebih dahulu, tidak mau menyangkal diri, tidak mau membayar harga!
Raja Salomo menulis: "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkhotbah 3:1). Kebenaran ini berlaku bagi kita semua dalam segala hal dan keadaan, begitu juga dalam kehidupan doa. Selagi ada kesempatan dan waktu, "Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!" (Yesaya 55:6). Kalau kita ingin menang atas segala pergumulan, tetap tegak berdiri di atas badai dan gelombang kehidupan, jalan satu-satunya adalah harus memiliki kehidupan doa! Dengan kata lain berdoa harus menjadi bagian yang tetap dalam keseharian hidup kita! Oleh karena itu sediakanlah waktu yang tetap setiap hari untuk berdoa, jangan sekali-kali menundanya.
Kapan waktu yang tepat untuk berdoa? Tuhan bersedia ditemui kapan pun kita menyediakan waktu bersekutu dengan-Nya. Bisa pada pagi hari sebelum matahari menyingsing, saat suasana masih sunyi senyap, belum ada kesibukan, belum terdengar keributan. Ketika banyak orang memilih bersembunyi di balik selimut, kita bisa datang kepada Tuhan melalui doa. Pagi-pagi benar adalah bagian yang pertama dari hari yang akan kita lalui yang seharusnya kita persembahkan kepada Tuhan, seperti yang dilakukan Daud: "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." (Mazmur 5:4). (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)