Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Maret 2016
Baca: Yohanes 1:1-18
"Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;" Yohanes 1:12
Ketika mendengar kata 'Kristen' yang langsung timbul di dalam pikiran semua orang adalah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus atau pengikut Kristus. Dalam kitab Perjanjian Baru kata Kristen ini muncul sebanyak tiga kali yaitu di Kisah Para Rasul 11:26, Kisah Para Rasul 26:8, dan 1 Petrus 4:16. Orang-orang menyebut pengikut Kristus sebagai Kristen untuk pertama kalinya di Anthiokia, awalnya sebagai nada ejekan dan penghinaan karena mendapati bahwa sikap dan perbuatan mereka sehari-hari sama seperti Guru-nya. Memang adalah suatu keharusan orang Kristen memiliki kehidupan yang sama seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Kamus Webster pun mendefinisikan orang Kristen sebagai orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Kristus, atau percaya kepada agama yang berdasarkan pengajaran Yesus Kristus.
Orang Kristen disebut orang percaya karena percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya. Percaya kepada Tuhan Yesus berarti percaya segala sesuatu mengenai Dia: perkataan-Nya, janji-Nya dan yang diperbuat-Nya. Karena itu orang percaya tidak boleh lagi hidup mengandalkan kekuatan sendiri dan bersandar kepada pengertian sendiri. "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:5, 7).
Percaya kepada Tuhan Yesus berarti mau membayar harga dalam hidupnya dan hidup menurut kehendak-Nya. Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Percaya kepada Kristus berarti menghargai pengorbanan Kristus di kayu salib, karena "...di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." (Kolose 1:14). Percaya kepada Tuhan Yesus berarti menghargai pengorbanan Kristus di kayu salib dengan tidak lagi berkompromi dengan dosa dan hidup sebagai manusia baru.
Percaya kepada Tuhan Yesus harus dibuktikan melalui kehidupan yang menghasilkan buah-buah sesuai dengan pertobatan secara nyata!
Tuesday, March 8, 2016
Monday, March 7, 2016
DIBANGUN DI ATAS BATU KARANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Maret 2016
Baca: Matius 16:13-20
"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." Matius 16:18
Di zaman sekarang ini kita melihat banyak sekali gedung gereja dibangun, bahkan ada gedung gereja yang sanggup menampung jemaat yang jumlahnya ribuan. Itu adalah berita yang sangat menggembirakan, membuktikan bahwa gereja semakin hari semakin berkembang secara pesat. Kita berharap perkembangan tersebut bukan hanya dari segi kuantitas atau jumlah saja, tetapi yang terpenting adalah kualitas setiap jemaatnya.
Marilah kita simak pernyataan Tuhan ini: "Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku?" (Yesaya 66:1). Gedung gereja secara fisik merupakan tempat jemaat berkumpul untuk berbakti dan beribadah kepada Tuhan. Namun yang dimaksudkan Tuhan Yesus dengan 'gereja' sesungguhnya adalah jemaat itu sendiri. Tuhan tidak menginginkan rumah atau gedung yang fana, yang Ia kehendaki adalah setiap jemaat dibangun di atas fondasi yang kuat dan teguh yaitu batu karang, yang adalah gambaran Kristus sendiri yang telah disalibkan, mati, bangkit dan kemudian naik ke sorga kembali kepada Bapa. Inilah yang seharusnya menjadi fondasi sebuah pembangunan gereja Tuhan. Jadi gereja yang sejati adalah gereja yang menghargai pengorbanan Kristus yang telah menebus dan menyelamatkannya. "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).
Tanpa fondasi yang benar ini keberadaan gereja tidak berarti apa-apa dan takkan memberi dampak bagi dunia ini. Gedung gereja secara fisik pun harus didirikan di atas 'Batu Karang Kristus' dengan tujuan hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Bila gereja bertujuan kemegahan diri, kesombongan, mengeruk kekayaan atau mencari popularitas, keberadaan gedung gereja tidak ada bedanya dengan gedung-gedung biasa lainnya di mana Roh Tuhan tak mendiaminya, sehingga jemaat tak akan mengalami kuasa Tuhan.
Jangan sekali-kali mendirikan gereja atas dasar ambisi atau motivasi pribadi!
Baca: Matius 16:13-20
"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." Matius 16:18
Di zaman sekarang ini kita melihat banyak sekali gedung gereja dibangun, bahkan ada gedung gereja yang sanggup menampung jemaat yang jumlahnya ribuan. Itu adalah berita yang sangat menggembirakan, membuktikan bahwa gereja semakin hari semakin berkembang secara pesat. Kita berharap perkembangan tersebut bukan hanya dari segi kuantitas atau jumlah saja, tetapi yang terpenting adalah kualitas setiap jemaatnya.
Marilah kita simak pernyataan Tuhan ini: "Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku?" (Yesaya 66:1). Gedung gereja secara fisik merupakan tempat jemaat berkumpul untuk berbakti dan beribadah kepada Tuhan. Namun yang dimaksudkan Tuhan Yesus dengan 'gereja' sesungguhnya adalah jemaat itu sendiri. Tuhan tidak menginginkan rumah atau gedung yang fana, yang Ia kehendaki adalah setiap jemaat dibangun di atas fondasi yang kuat dan teguh yaitu batu karang, yang adalah gambaran Kristus sendiri yang telah disalibkan, mati, bangkit dan kemudian naik ke sorga kembali kepada Bapa. Inilah yang seharusnya menjadi fondasi sebuah pembangunan gereja Tuhan. Jadi gereja yang sejati adalah gereja yang menghargai pengorbanan Kristus yang telah menebus dan menyelamatkannya. "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).
Tanpa fondasi yang benar ini keberadaan gereja tidak berarti apa-apa dan takkan memberi dampak bagi dunia ini. Gedung gereja secara fisik pun harus didirikan di atas 'Batu Karang Kristus' dengan tujuan hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Bila gereja bertujuan kemegahan diri, kesombongan, mengeruk kekayaan atau mencari popularitas, keberadaan gedung gereja tidak ada bedanya dengan gedung-gedung biasa lainnya di mana Roh Tuhan tak mendiaminya, sehingga jemaat tak akan mengalami kuasa Tuhan.
Jangan sekali-kali mendirikan gereja atas dasar ambisi atau motivasi pribadi!
Sunday, March 6, 2016
MENJADI PENJALA JIWA BAGI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Maret 2016
Baca: Lukas 5:1-11
"Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Lukas 5:10
Adalah kesalahan besar jika keberhasilan seseorang dalam pelayanan adalah karena hasil usaha, kepintaran atau kerja kerasnya sendiri. Ada banyak pelayan Tuhan merasa diri punya jasa besar atau andil besar bagi perkembangan gereja dan jemaat yang dilayani. Jika kita mampu memenangkan banyak jiwa bagi Tuhan itu bukan karena siapa kita, tapi semata-mata karena Roh Tuhan yang berkerja di dalam kita. Karena tanpa panggilan Tuhan kita tidak akan mampu menjadi penjala jiwa. Tuhan berkata, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19).
Keberadaan seorang pelayan Tuhan digambarkan seperti murid-murid Tuhan Yesus, adalah nelayan-nelayan ulung sarat pengalaman, yang semalam suntuk telah bekerja keras namun tidak mendapatkan seekor ikan pun. "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga. Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak." (Lukas 5:5-6). Namun ketika mereka mau menaati apa perintah Tuhan barulah mereka dapat menangkap sejumlah ikan besar. Ijazah teologia, jam terbang atau pengalaman, kekuatan dan kepintaran manusia tidak menjamin sepenuhnya seseorang akan berhasil dalam pelayanan jika tanpa disertai ketaatan dan pertolongan Roh Tuhan. Jadi jangan pernah samakan pekerjaan Tuhan atau pelayanan seperti pekerjaan duniawi atau sekuler. Untuk pekerjaan duniawi kita bisa saja hanya mengandalkan ijazah, pengetahuan, keterampilan atau pengalaman saja, tetapi untuk melayani pekerjaan Tuhan dibutuhkan lebih dari itu, yaitu hati yang terpanggil dan terbeban untuk pekerjaan-Nya. Jika kita tidak terpanggil dan terbeban kita akan mudah sekali kecewa, frustasi dan mundur di tengah jalan.
Untuk terjun ke ladang pekerjaan Tuhan ada harga yang harus dibayar yaitu mengasihi Tuhan dengan sungguh, berkomitmen untuk menyalibkan keinginan daging dan melayani jiwa-jiwa dengan kasih.
Modal utama melayani pekerjaan Tuhan adalah hati yang terbeban dan kuasa Roh Kudus, karena tanpa penyertaan Roh Tuhan kita tidak akan mampu berbuat apa-apa, dan kita bukan siapa-siapa!
Baca: Lukas 5:1-11
"Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Lukas 5:10
Adalah kesalahan besar jika keberhasilan seseorang dalam pelayanan adalah karena hasil usaha, kepintaran atau kerja kerasnya sendiri. Ada banyak pelayan Tuhan merasa diri punya jasa besar atau andil besar bagi perkembangan gereja dan jemaat yang dilayani. Jika kita mampu memenangkan banyak jiwa bagi Tuhan itu bukan karena siapa kita, tapi semata-mata karena Roh Tuhan yang berkerja di dalam kita. Karena tanpa panggilan Tuhan kita tidak akan mampu menjadi penjala jiwa. Tuhan berkata, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19).
Keberadaan seorang pelayan Tuhan digambarkan seperti murid-murid Tuhan Yesus, adalah nelayan-nelayan ulung sarat pengalaman, yang semalam suntuk telah bekerja keras namun tidak mendapatkan seekor ikan pun. "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga. Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak." (Lukas 5:5-6). Namun ketika mereka mau menaati apa perintah Tuhan barulah mereka dapat menangkap sejumlah ikan besar. Ijazah teologia, jam terbang atau pengalaman, kekuatan dan kepintaran manusia tidak menjamin sepenuhnya seseorang akan berhasil dalam pelayanan jika tanpa disertai ketaatan dan pertolongan Roh Tuhan. Jadi jangan pernah samakan pekerjaan Tuhan atau pelayanan seperti pekerjaan duniawi atau sekuler. Untuk pekerjaan duniawi kita bisa saja hanya mengandalkan ijazah, pengetahuan, keterampilan atau pengalaman saja, tetapi untuk melayani pekerjaan Tuhan dibutuhkan lebih dari itu, yaitu hati yang terpanggil dan terbeban untuk pekerjaan-Nya. Jika kita tidak terpanggil dan terbeban kita akan mudah sekali kecewa, frustasi dan mundur di tengah jalan.
Untuk terjun ke ladang pekerjaan Tuhan ada harga yang harus dibayar yaitu mengasihi Tuhan dengan sungguh, berkomitmen untuk menyalibkan keinginan daging dan melayani jiwa-jiwa dengan kasih.
Modal utama melayani pekerjaan Tuhan adalah hati yang terbeban dan kuasa Roh Kudus, karena tanpa penyertaan Roh Tuhan kita tidak akan mampu berbuat apa-apa, dan kita bukan siapa-siapa!
Saturday, March 5, 2016
HABAKUK: Tidak Terpengaruh Situasi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Maret 2016
Baca: Habakuk 3:1-19
"namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." Habakuk 3:18
Dalam pasal 3 ini disebutkan bahwa Habakuk berdoa dengan nada ratapan, hal yang tidak dituliskan di pasal-pasal sebelumnya. Awalnya ia tidak mengerti maksud Tuhan yang sepertinya menutup mata terhadap kefasikan, serta membiarkan bangsanya ditindas bangsa lain, namun akhirnya terjawab sudah pergumulan Habakuk selama ini, bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan orang-orang yang hidup benar di hadapan-Nya, karena itu meski kegelapan masih melingkupi bangsanya Habakuk tidak membiarkan diri larut dalam kepedihan yang berkepanjangan.
Di dalam Tuhan selalu ada masa depan dan harapan. Walau sepertinya berlambat-lambat, saatnya pasti akan tiba, karena janji Tuhan adalah ya dan amin. "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Tidak selamanya orang jahat berada di atas angin, pada saatnya mereka akan menuai akibatnya. "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Oleh karena itu habakuk berketetapan hati untuk tetap mengarahkan pandangan kepada Tuhan dan mempercayai janji firman-Nya. Ini bukanlah perkara yang mudah, diperlukan iman dan penyerahan diri penuh. Dengan mata iman, Habakuk mampu melihat jauh ke depan melampaui realita dan kemustahilan yang ada. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18).
Ini adalah bukti kedewasaan rohani. Sekalipun situasi tidak mendukung, Habakuk tetap bisa bersukacita dan mengucap syukur.
Iman yang sejati tidak pernah terpengaruh situasi dan kondisi, karena arah pandangnya selalu tertuju kepada Tuhan.
Baca: Habakuk 3:1-19
"namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." Habakuk 3:18
Dalam pasal 3 ini disebutkan bahwa Habakuk berdoa dengan nada ratapan, hal yang tidak dituliskan di pasal-pasal sebelumnya. Awalnya ia tidak mengerti maksud Tuhan yang sepertinya menutup mata terhadap kefasikan, serta membiarkan bangsanya ditindas bangsa lain, namun akhirnya terjawab sudah pergumulan Habakuk selama ini, bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan orang-orang yang hidup benar di hadapan-Nya, karena itu meski kegelapan masih melingkupi bangsanya Habakuk tidak membiarkan diri larut dalam kepedihan yang berkepanjangan.
Di dalam Tuhan selalu ada masa depan dan harapan. Walau sepertinya berlambat-lambat, saatnya pasti akan tiba, karena janji Tuhan adalah ya dan amin. "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Tidak selamanya orang jahat berada di atas angin, pada saatnya mereka akan menuai akibatnya. "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Oleh karena itu habakuk berketetapan hati untuk tetap mengarahkan pandangan kepada Tuhan dan mempercayai janji firman-Nya. Ini bukanlah perkara yang mudah, diperlukan iman dan penyerahan diri penuh. Dengan mata iman, Habakuk mampu melihat jauh ke depan melampaui realita dan kemustahilan yang ada. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18).
Ini adalah bukti kedewasaan rohani. Sekalipun situasi tidak mendukung, Habakuk tetap bisa bersukacita dan mengucap syukur.
Iman yang sejati tidak pernah terpengaruh situasi dan kondisi, karena arah pandangnya selalu tertuju kepada Tuhan.
Friday, March 4, 2016
HABAKUK: Dalam Keluh Kesah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Maret 2016
Baca: Habakuk 1:1-17
"Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: 'Penindasan!' tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi." Habakuk 1:2-3
Meski sebagai utusan Tuhan Habakuk tetaplah manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan, yang terkadang mengeluhkan pelbagai masalah yang menimpanya. "Mengapa ini terjadi? Kapan penderitaan ini segera berlalu? Mengapa orang jahat sepertinya hidup mujur?"
Pergumulan inilah yang dirasakan Habakuk ketika dengan mata kepala sendiri ia melihat kejahatan, kekerasan dan ketidakadilan begitu merajalela di negerinya. Sementara posisi orang benar terjepit, "...sebab orang fasik mengepung orang benar;" (ayat 4). Ia pun mengungkapkan rasa kecewanya kepada Tuhan yang seolah-olah menutup mata dan berdiam diri melihat penderitaan orang benar, sampai-sampai ia mempertanyakan di mana keadilan Tuhan. "Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?" (ayat 13). Pergumulan semacam ini timbul karena manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan dan rancangan-Nya. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kefasikan, tetapi Ia selalu punya waktu yang tepat untuk menyelesaikannya.
Akhirnya Tuhan membiarkan dan memakai orang Kasdim menindas mereka. "Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir." (Habakuk 1:9). Sesungguhnya yang menjadi alasan utama Habakuk berkeluh kesah kepada Tuhan bukanlah kelakuan orang Kasdim itu, melainkan kebejatan moral yang dilakukan bangsanya sendiri, yang mengaku menyembah Tuhan tetapi berlaku fasik.
Tuhan tidak pernah membiarkan kefasikan, pada saatnya Ia pasti bertindak!
Baca: Habakuk 1:1-17
"Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: 'Penindasan!' tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi." Habakuk 1:2-3
Meski sebagai utusan Tuhan Habakuk tetaplah manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan, yang terkadang mengeluhkan pelbagai masalah yang menimpanya. "Mengapa ini terjadi? Kapan penderitaan ini segera berlalu? Mengapa orang jahat sepertinya hidup mujur?"
Pergumulan inilah yang dirasakan Habakuk ketika dengan mata kepala sendiri ia melihat kejahatan, kekerasan dan ketidakadilan begitu merajalela di negerinya. Sementara posisi orang benar terjepit, "...sebab orang fasik mengepung orang benar;" (ayat 4). Ia pun mengungkapkan rasa kecewanya kepada Tuhan yang seolah-olah menutup mata dan berdiam diri melihat penderitaan orang benar, sampai-sampai ia mempertanyakan di mana keadilan Tuhan. "Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?" (ayat 13). Pergumulan semacam ini timbul karena manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan dan rancangan-Nya. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kefasikan, tetapi Ia selalu punya waktu yang tepat untuk menyelesaikannya.
Akhirnya Tuhan membiarkan dan memakai orang Kasdim menindas mereka. "Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir." (Habakuk 1:9). Sesungguhnya yang menjadi alasan utama Habakuk berkeluh kesah kepada Tuhan bukanlah kelakuan orang Kasdim itu, melainkan kebejatan moral yang dilakukan bangsanya sendiri, yang mengaku menyembah Tuhan tetapi berlaku fasik.
Tuhan tidak pernah membiarkan kefasikan, pada saatnya Ia pasti bertindak!
Thursday, March 3, 2016
JANGAN BANYAK ALASAN DAN DALIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Maret 2016
Baca: Lukas 14:15-24
"Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf." Lukas 14:18a
Tuhan Yesus memberikan suatu perumpamaan tentang orang-orang yang berdalih, yang memiliki 1001 alasan untuk lari dan menghindarkan diri dari panggilan Tuhan. "Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang." (ayat 16). Inilah reaksi orang-orang yang diundang untuk datang ke perjamuan besar, yaitu tidak merespons undangan tersebut dengan berbagai alasan, dalih atau kesibukan: "Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang." (ayat 18b-20).
Ladang berbicara tentang pekerjaan, bisnis atau karir; lima pasang lembu kebiri gambaran tentang kekayaan; kawin ini berkaitan dengan pasangan hidup atau keluarga. Bukankah di masa sekarang ini banyak orang menghindari panggilan Tuhan dengan alasan sibuk bekerja, meeting dengan klien atau rekan bisnis, capai karena lembur kerja. Mereka lebih memilih menghabiskan waktu untuk perkara duniawi daripada perkara-perkara rohani. Mereka lebih mengasihi uang atau hartanya daripada mengasihi Tuhan. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang rela meninggalkan Tuhan Yesus, menjual iman demi pacar atau pasangan hidup. Alkitab menyatakan, "Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Matius 19:30).
Jangan sampai kemewahan dan fasilitas yang dunia tawarkan membuat kita tidak bergairah lagi mengikut Tuhan. Waktu-waktu ini sudah berada di penghujung zaman, marilah kita bekerja untuk Tuhan karena banyak orang di luar sana sedang berjalan menuju kepada kebinasaan kekal. Kalau tidak sekarang, kapan lagi kita mau bersaksi?
Milikilah tekad seperti Paulus, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:22a
Baca: Lukas 14:15-24
"Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf." Lukas 14:18a
Tuhan Yesus memberikan suatu perumpamaan tentang orang-orang yang berdalih, yang memiliki 1001 alasan untuk lari dan menghindarkan diri dari panggilan Tuhan. "Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang." (ayat 16). Inilah reaksi orang-orang yang diundang untuk datang ke perjamuan besar, yaitu tidak merespons undangan tersebut dengan berbagai alasan, dalih atau kesibukan: "Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang." (ayat 18b-20).
Ladang berbicara tentang pekerjaan, bisnis atau karir; lima pasang lembu kebiri gambaran tentang kekayaan; kawin ini berkaitan dengan pasangan hidup atau keluarga. Bukankah di masa sekarang ini banyak orang menghindari panggilan Tuhan dengan alasan sibuk bekerja, meeting dengan klien atau rekan bisnis, capai karena lembur kerja. Mereka lebih memilih menghabiskan waktu untuk perkara duniawi daripada perkara-perkara rohani. Mereka lebih mengasihi uang atau hartanya daripada mengasihi Tuhan. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang rela meninggalkan Tuhan Yesus, menjual iman demi pacar atau pasangan hidup. Alkitab menyatakan, "Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Matius 19:30).
Jangan sampai kemewahan dan fasilitas yang dunia tawarkan membuat kita tidak bergairah lagi mengikut Tuhan. Waktu-waktu ini sudah berada di penghujung zaman, marilah kita bekerja untuk Tuhan karena banyak orang di luar sana sedang berjalan menuju kepada kebinasaan kekal. Kalau tidak sekarang, kapan lagi kita mau bersaksi?
Milikilah tekad seperti Paulus, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:22a
Wednesday, March 2, 2016
HIDUP MANUSIA SEPERTI UAP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Maret 2016
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Manusia adalah makhluk yang terbatas kekuatan dan kemampuannya. Bukti nyata keterbatasan manusia adalah memprediksi apa yang akan terjadi. Jangankan minggu, bulan atau tahun, dalam hitungan detik, menit dan jam saja manusia tidak tahu apa yang akan terjadi didepannya. "...sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:14). Selain tidak tahu apa yang akan terjadi, manusia juga tidak tahu kapan hari kematian akan menjemput. Hidup manusia di dunia ini hanyalah seperti uap, yang sebentar ada dan berlalunya teramat cepat.
Banyak orang berpikir bahwa kematian adalah akhir segalanya. Salah besar! Setelah kematian, manusia masih akan dihadapkan pada kekekalan, baik itu kebinasaan kekal atau kehidupan kekal. Ketika seseorang hidup sembrono dan hanya disibukkan dengan segala urusan duniawi tanpa mempedulikan perkara-perkara rohani, itu adalah tanda bahwa ia menganggap remeh kekekalan setelah kematian. Padahal semua yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Keberhasilan dan kejayaan hidup semasa di dunia tidak menjamin seseorang akan berhasil dan berjaya dalam kekekalan. Apalah gunanya berlimpah harta di dunia bila kita tidak kaya (miskin) di hadapan Tuhan. Inilah yang terjadi pada diri orang kaya yang bodoh, yang lupa bahwa kematian sewaktu-waktu dapat menjemputnya. "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Jika kita menyadari bahwa hidup ini singkat kita pasti berusaha untuk hidup berkenan kepada Tuhan. Setiap hari yang kita lakukan dan perbuat adalah bagaimana kita melakukan hal-hal yang baik. "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17).
Bila kita menjalani hidup dengan hati yang takut akan Tuhan kita tidak akan takut akan hari esok, bahkan kematian pun menjadi suatu keuntungan di dalam Kristus!
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Manusia adalah makhluk yang terbatas kekuatan dan kemampuannya. Bukti nyata keterbatasan manusia adalah memprediksi apa yang akan terjadi. Jangankan minggu, bulan atau tahun, dalam hitungan detik, menit dan jam saja manusia tidak tahu apa yang akan terjadi didepannya. "...sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:14). Selain tidak tahu apa yang akan terjadi, manusia juga tidak tahu kapan hari kematian akan menjemput. Hidup manusia di dunia ini hanyalah seperti uap, yang sebentar ada dan berlalunya teramat cepat.
Banyak orang berpikir bahwa kematian adalah akhir segalanya. Salah besar! Setelah kematian, manusia masih akan dihadapkan pada kekekalan, baik itu kebinasaan kekal atau kehidupan kekal. Ketika seseorang hidup sembrono dan hanya disibukkan dengan segala urusan duniawi tanpa mempedulikan perkara-perkara rohani, itu adalah tanda bahwa ia menganggap remeh kekekalan setelah kematian. Padahal semua yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Keberhasilan dan kejayaan hidup semasa di dunia tidak menjamin seseorang akan berhasil dan berjaya dalam kekekalan. Apalah gunanya berlimpah harta di dunia bila kita tidak kaya (miskin) di hadapan Tuhan. Inilah yang terjadi pada diri orang kaya yang bodoh, yang lupa bahwa kematian sewaktu-waktu dapat menjemputnya. "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Jika kita menyadari bahwa hidup ini singkat kita pasti berusaha untuk hidup berkenan kepada Tuhan. Setiap hari yang kita lakukan dan perbuat adalah bagaimana kita melakukan hal-hal yang baik. "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17).
Bila kita menjalani hidup dengan hati yang takut akan Tuhan kita tidak akan takut akan hari esok, bahkan kematian pun menjadi suatu keuntungan di dalam Kristus!
Tuesday, March 1, 2016
MARI MENGHITUNG HARI!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Maret 2016
Baca: Mazmur 90:1-17
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Para penggemar musik pop Indonesia pasti tidak asing dengan lagu berjudul 'Menghitung Hari' yang dilantunkan dengan sangat apik oleh salah seorang diva pop Indonesia, Kris Dayanti. Lagu karya Melly Goeslaw ini begitu populer di tahun 1999 yang melambungkan nama "KD" ke puncak popularitas.
Jika menyadari masa hidup manusia di dunia ini sangat singkat dan berlalunya begitu cepat, pemazmur menasihati agar kita menghitung hari-hari yang ada sedemikian rupa. "Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh. Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (ayat 9-10). Menghitung hari berarti menghargai setiap hari yang Tuhan beri, sebab di dalam setiap hari selalu ada rencana Tuhan, ada pelajaran berharga yang mendatangkan kebaikan bagi kita. Selain itu ada berkat yang Tuhan sediakan bagi kita. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Jangan sampai kita kehilangan berkat Tuhan yang selalu baru setiap hari. Karena itu sebelum memulai segala sesuatu di pagi hari utamakanlah Tuhan dan kerajaan-Nya terlebih dahulu, seperti yang biasa Daud lakukan. "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu,..." (Mazmur 5:4).
Menghitung hari berarti senantiasa memperbaharui komitmen kita untuk memilih berjalan bersama Tuhan dan mengikuti kemana pun Ia menuntun langkah kita. Menghitung hari berarti juga kita tidak akan membiarkan waktu yang ada berlalu dengan percuma, atau mengisinya untuk hal-hal yang sia-sia, melainkan kita pergunakan waktu yang ada untuk segala sesuatu yang bermanfaat kepada kekekalan. Karenanya jadikanlah setiap hari sebagai hari untuk bekerja, berkarya dan mengabdikan hidup sepenuhnya untuk melayani Tuhan.
"Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal," Yohanes 6:27
Baca: Mazmur 90:1-17
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Para penggemar musik pop Indonesia pasti tidak asing dengan lagu berjudul 'Menghitung Hari' yang dilantunkan dengan sangat apik oleh salah seorang diva pop Indonesia, Kris Dayanti. Lagu karya Melly Goeslaw ini begitu populer di tahun 1999 yang melambungkan nama "KD" ke puncak popularitas.
Jika menyadari masa hidup manusia di dunia ini sangat singkat dan berlalunya begitu cepat, pemazmur menasihati agar kita menghitung hari-hari yang ada sedemikian rupa. "Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh. Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (ayat 9-10). Menghitung hari berarti menghargai setiap hari yang Tuhan beri, sebab di dalam setiap hari selalu ada rencana Tuhan, ada pelajaran berharga yang mendatangkan kebaikan bagi kita. Selain itu ada berkat yang Tuhan sediakan bagi kita. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Jangan sampai kita kehilangan berkat Tuhan yang selalu baru setiap hari. Karena itu sebelum memulai segala sesuatu di pagi hari utamakanlah Tuhan dan kerajaan-Nya terlebih dahulu, seperti yang biasa Daud lakukan. "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu,..." (Mazmur 5:4).
Menghitung hari berarti senantiasa memperbaharui komitmen kita untuk memilih berjalan bersama Tuhan dan mengikuti kemana pun Ia menuntun langkah kita. Menghitung hari berarti juga kita tidak akan membiarkan waktu yang ada berlalu dengan percuma, atau mengisinya untuk hal-hal yang sia-sia, melainkan kita pergunakan waktu yang ada untuk segala sesuatu yang bermanfaat kepada kekekalan. Karenanya jadikanlah setiap hari sebagai hari untuk bekerja, berkarya dan mengabdikan hidup sepenuhnya untuk melayani Tuhan.
"Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal," Yohanes 6:27
Monday, February 29, 2016
JANGAN SUKA PROTES
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Februari 2016
Baca: Roma 9:1-29
"Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" Roma 9:21
Salah satu sikap negatif yang dimiliki oleh hampir banyak orang adalah kurang bersyukur atau tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki atau diterimanya. Wujud nyata dari sikap kurang bersyukur atau tidak pernah puas adalah mengeluh, menggerutu, bersungut-sungut, mengomel, bahkan berani protes kepada Tuhan.
Protes adalah pernyataan tidak menyetujui, menentang atau menyangkal. Orang protes kepada Tuhan karena merasa keadaan hidupnya tidak sama dengan orang lain, atau orang lain lebih baik dan lebih beruntung darinya. Kita merasa bahwa Tuhan telah berlaku tidak adil atau pilih kasih. Lalu dalam hati timbul rasa kecewa dan pahit yang mendalam. Siapakah kita ini sehingga berani protes kepada Tuhan? "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?'" (Roma 9:20). Jika kita merenungkan betapa besar kasih dan anugerah Tuhan dalam hidup ini tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengucap syukur kepada-Nya. Dijadikan apa saja kita, seharusnya hati kita tetap berlimpah dengan ucapan syukur, karena Tuhan tahu yang terbaik bagi kehidupan kita. Seandainya kita diberi kelimpahan secara materi, tapi tubuh jasmani kita selalu sakit-sakitan, besar kemungkinan kita akan mengeluh dan protes kepada Tuhan. Uang, kekayaan, pangkat dan segala kenyamanan yang ada bukan menjadi jaminan bagi seseorang untuk tidak protes kepada Tuhan, malahan bisa membuat hatinya makin menjauh dari Tuhan.
Ucapkan syukur atas keberadaan Saudara saat ini. Bukankah tukang periuk berhak membentuk tanah liat menurut kehendak hatinya? Entah membuat perabot untuk tujuan yang mulia atau pun perabot untuk tujuan yang biasa. Mengomel, bersungut-sungut, menggerutu dan memrotes Tuhan bukanlah jalan keluarnya! Jalan yang terbaik adalah tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuhan dan tetap mengucap syukur.
"Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Roma 9:15
Baca: Roma 9:1-29
"Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" Roma 9:21
Salah satu sikap negatif yang dimiliki oleh hampir banyak orang adalah kurang bersyukur atau tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki atau diterimanya. Wujud nyata dari sikap kurang bersyukur atau tidak pernah puas adalah mengeluh, menggerutu, bersungut-sungut, mengomel, bahkan berani protes kepada Tuhan.
Protes adalah pernyataan tidak menyetujui, menentang atau menyangkal. Orang protes kepada Tuhan karena merasa keadaan hidupnya tidak sama dengan orang lain, atau orang lain lebih baik dan lebih beruntung darinya. Kita merasa bahwa Tuhan telah berlaku tidak adil atau pilih kasih. Lalu dalam hati timbul rasa kecewa dan pahit yang mendalam. Siapakah kita ini sehingga berani protes kepada Tuhan? "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?'" (Roma 9:20). Jika kita merenungkan betapa besar kasih dan anugerah Tuhan dalam hidup ini tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengucap syukur kepada-Nya. Dijadikan apa saja kita, seharusnya hati kita tetap berlimpah dengan ucapan syukur, karena Tuhan tahu yang terbaik bagi kehidupan kita. Seandainya kita diberi kelimpahan secara materi, tapi tubuh jasmani kita selalu sakit-sakitan, besar kemungkinan kita akan mengeluh dan protes kepada Tuhan. Uang, kekayaan, pangkat dan segala kenyamanan yang ada bukan menjadi jaminan bagi seseorang untuk tidak protes kepada Tuhan, malahan bisa membuat hatinya makin menjauh dari Tuhan.
Ucapkan syukur atas keberadaan Saudara saat ini. Bukankah tukang periuk berhak membentuk tanah liat menurut kehendak hatinya? Entah membuat perabot untuk tujuan yang mulia atau pun perabot untuk tujuan yang biasa. Mengomel, bersungut-sungut, menggerutu dan memrotes Tuhan bukanlah jalan keluarnya! Jalan yang terbaik adalah tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuhan dan tetap mengucap syukur.
"Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Roma 9:15
Sunday, February 28, 2016
ANUGERAH KESELAMATAN: Jangan Disia-siakan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Februari 2016
Baca: 2 Korintus 6:1-10
"Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima." 2 Korintus 6:1
Rasul Paulus menasihati jemaat di Korintus supaya mereka jangan menyia-nyiakan kasih karunia yang telah diterimanya. Kasih karunia yang dimaksudkan adalah hal keselamatan sebagai anugerah dari Allah melalui Putera-Nya, Yesus Kristus. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8).
Kasih karunia atau anugerah adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kita yang sesungguhnya tidak layak kita terima karena keberadaan kita sebagai orang berdosa. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Karena kita telah diselamatkan, adalah wajib bagi kita untuk berjuang begitu rupa mempertahankan dan mengerjakan keselamatan yang telah kita terima. "...karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda," (Filipi 2:12-15).
Banyak orang Kristen kurang menghargai dan memandang rendah karya keselamatan Kristus di kayu salib. Terbukti dari cara hidup yang masih sembrono, tetap saja berkompromi dengan dosa, terbawa arus dunia ini. Sampai kapan kita berlaku demikian? Jangan menunda-nunda waktu untuk hidup benar! Jangan menunda-nunda waktu untuk melayani Tuhan! Jangan biarkan waktu berlalu percuma dengan mengisi waktu dengan hal-hal fana. Tertulis: "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Kapan kita harus melakukan pekerjaan baik itu? Sekarang, bukan esok, lusa atau nanti! "Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2b).
Kerjakan keselamatanmu dengan hati takut dan gentar sampai Tuhan datang!
Baca: 2 Korintus 6:1-10
"Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima." 2 Korintus 6:1
Rasul Paulus menasihati jemaat di Korintus supaya mereka jangan menyia-nyiakan kasih karunia yang telah diterimanya. Kasih karunia yang dimaksudkan adalah hal keselamatan sebagai anugerah dari Allah melalui Putera-Nya, Yesus Kristus. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8).
Kasih karunia atau anugerah adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kita yang sesungguhnya tidak layak kita terima karena keberadaan kita sebagai orang berdosa. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Karena kita telah diselamatkan, adalah wajib bagi kita untuk berjuang begitu rupa mempertahankan dan mengerjakan keselamatan yang telah kita terima. "...karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda," (Filipi 2:12-15).
Banyak orang Kristen kurang menghargai dan memandang rendah karya keselamatan Kristus di kayu salib. Terbukti dari cara hidup yang masih sembrono, tetap saja berkompromi dengan dosa, terbawa arus dunia ini. Sampai kapan kita berlaku demikian? Jangan menunda-nunda waktu untuk hidup benar! Jangan menunda-nunda waktu untuk melayani Tuhan! Jangan biarkan waktu berlalu percuma dengan mengisi waktu dengan hal-hal fana. Tertulis: "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Kapan kita harus melakukan pekerjaan baik itu? Sekarang, bukan esok, lusa atau nanti! "Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2b).
Kerjakan keselamatanmu dengan hati takut dan gentar sampai Tuhan datang!
Saturday, February 27, 2016
BERKAT TUHAN ADALAH PASTI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Februari 2016
Baca: Mazmur 115:1-18
"memberkati orang-orang yang takut akan TUHAN, baik yang kecil maupun yang besar." Mazmur 115:13
Berkat adalah topik yang paling menarik dan selalu punya pusat perhatian bagi orang Kristen. Siapa pun tidak ada yang akan menolak berkat dari Tuhan karena berkat adalah sesuatu yang selalu ditunggu-tunggu dan diharapkan. Bagi orang percaya berkat Tuhan adalah sesuatu yang pasti.
Untuk mengalami berkat Tuhan pemazmur memberikan kuncinya yaitu takut akan Tuhan. Berbicara tentang berkat bukan berarti mengiring Tuhan akan terbebas dari masalah dan persoalan; bukan berarti di depan kita tidak akan ada tantangan; bukan berarti kita akan melihat langit selalu biru. Inilah yang tidak dipahami oleh banyak orang Kristen. Kita hanya menuntut berkat tetapi tidak mau mengikuti jalan Tuhan, padahal "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." (Mazmur 25:10). Berkat Tuhan adalah pasti bagi orang yang takut akan Dia. Berkat Tuhan juga pasti bagi orang yang mau melakukan sesuatu bagi Tuhan atau bekerja bagi Dia. "supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." (Mazmur 67:3). Mengapa kita harus bekerja? "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Jika Bapa dan Tuhan Yesus saja bekerja sampai sekarang, masakan kita hanya berpangku tangan dan bermalas-malasan? "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Eesus 2:10).
Orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang mau berjalan dalam tuntunan Tuhan. Artinya memiliki keberanian untuk tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, apa pun keadaannya. Tuhan Yesus tunduk sepenuhnya-Nya kepada kehendak Bapa sehingga Ia berkata: "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39).
Untuk menikmati berkat Tuhan tidak ada jalan lain, kita harus hidup takut akan Tuhan dan mengikuti jalan-Nya. "Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku." Mazmur 25:4.
Baca: Mazmur 115:1-18
"memberkati orang-orang yang takut akan TUHAN, baik yang kecil maupun yang besar." Mazmur 115:13
Berkat adalah topik yang paling menarik dan selalu punya pusat perhatian bagi orang Kristen. Siapa pun tidak ada yang akan menolak berkat dari Tuhan karena berkat adalah sesuatu yang selalu ditunggu-tunggu dan diharapkan. Bagi orang percaya berkat Tuhan adalah sesuatu yang pasti.
Untuk mengalami berkat Tuhan pemazmur memberikan kuncinya yaitu takut akan Tuhan. Berbicara tentang berkat bukan berarti mengiring Tuhan akan terbebas dari masalah dan persoalan; bukan berarti di depan kita tidak akan ada tantangan; bukan berarti kita akan melihat langit selalu biru. Inilah yang tidak dipahami oleh banyak orang Kristen. Kita hanya menuntut berkat tetapi tidak mau mengikuti jalan Tuhan, padahal "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." (Mazmur 25:10). Berkat Tuhan adalah pasti bagi orang yang takut akan Dia. Berkat Tuhan juga pasti bagi orang yang mau melakukan sesuatu bagi Tuhan atau bekerja bagi Dia. "supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." (Mazmur 67:3). Mengapa kita harus bekerja? "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Jika Bapa dan Tuhan Yesus saja bekerja sampai sekarang, masakan kita hanya berpangku tangan dan bermalas-malasan? "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Eesus 2:10).
Orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang mau berjalan dalam tuntunan Tuhan. Artinya memiliki keberanian untuk tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, apa pun keadaannya. Tuhan Yesus tunduk sepenuhnya-Nya kepada kehendak Bapa sehingga Ia berkata: "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39).
Untuk menikmati berkat Tuhan tidak ada jalan lain, kita harus hidup takut akan Tuhan dan mengikuti jalan-Nya. "Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku." Mazmur 25:4.
Friday, February 26, 2016
TUHAN YANG MENUMBUHKAN BENIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Februari 2016
Baca: 1 Korintus 3:1-9
"Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah." 1 Korintus 1:3-9
Adalah suatu anugerah jika kita dipanggil Tuhan untuk melayani Dia atau bekerja di ladang-Nya. Tuhan memilih dan memakai kita untuk menjadi alat-Nya bukan karena kita lebih hebat, lebih kuat dan lebih pintar dibandingkan dengan orang lain.
Keberhasilan kita dalam pelayanan bukan karena kuat dan gagah kita, tapi karena Roh Tuhan yang bekerja di dalam kita. Jangan berkata bahwa suatu gereja menjadi besar karena kitalah donatur terbesarnya; sekelompok jemaat sangat berkembang karena hasil usaha dan jerih lelah kita; suatu pelayanan misi tidak akan berjalan tanpa kita; kesembuhan dan mujizat terjadi karena kita yang melayani dan berdoa. Rasul Paulus berkata, "Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan." (ayat 6). Yang terpenting bukan siapa pendetanya, siapa gembalanya, siapa pengkhotbahnya atau penginjilnya, melainkan Tuhan sendiri yang memberi pertumbuhan. Semua pelayan Tuhan, baik itu pendeta, gembala, penginjil, pemimpin pujian, guru sekolah minggu hanyalah kawan sekerja yang bekerjasama dengan Tuhan untuk memelihara, menjaga dan mengembangkan jemaat atau gereja di dunia ini. Tanpa pertolongan Roh kudus apa yang dapat kita capai dalam pelayanan kita? Kemampuan, talenta dan juga karunia, Tuhanlah yang memberi. Ibarat mendirikan sebuah rumah, kita adalah seorang tukang, sedangkan Tuhan adalah pemberi modal, menyediakan bahan bangunan dan alat-alat pertukangannya, peralatannya. Jika Tuhan tidak menyediakan modal, tidak menyediakan bahan dan alat-alatnya, mungkinkah kita bisa membangun sebuah rumah? Tidak seharusnya kita menjadi sombong dan memegahkan diri karena kita tak lebih dari seorang hamba atau pelayan yang bertugas untuk melayani Tuan kita.
"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10). Tanpa pertolongan Roh Kudus kita tidak mungkin bisa memenangkan jiwa bagi Tuhan.
Boleh saja kita mahir dalam berkhotbah dan mengajar, tapi kalau Tuhan tidak menumbuhkan benih firman yang kita tabur, semua usaha kita akan sia-sia!
Baca: 1 Korintus 3:1-9
"Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah." 1 Korintus 1:3-9
Adalah suatu anugerah jika kita dipanggil Tuhan untuk melayani Dia atau bekerja di ladang-Nya. Tuhan memilih dan memakai kita untuk menjadi alat-Nya bukan karena kita lebih hebat, lebih kuat dan lebih pintar dibandingkan dengan orang lain.
Keberhasilan kita dalam pelayanan bukan karena kuat dan gagah kita, tapi karena Roh Tuhan yang bekerja di dalam kita. Jangan berkata bahwa suatu gereja menjadi besar karena kitalah donatur terbesarnya; sekelompok jemaat sangat berkembang karena hasil usaha dan jerih lelah kita; suatu pelayanan misi tidak akan berjalan tanpa kita; kesembuhan dan mujizat terjadi karena kita yang melayani dan berdoa. Rasul Paulus berkata, "Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan." (ayat 6). Yang terpenting bukan siapa pendetanya, siapa gembalanya, siapa pengkhotbahnya atau penginjilnya, melainkan Tuhan sendiri yang memberi pertumbuhan. Semua pelayan Tuhan, baik itu pendeta, gembala, penginjil, pemimpin pujian, guru sekolah minggu hanyalah kawan sekerja yang bekerjasama dengan Tuhan untuk memelihara, menjaga dan mengembangkan jemaat atau gereja di dunia ini. Tanpa pertolongan Roh kudus apa yang dapat kita capai dalam pelayanan kita? Kemampuan, talenta dan juga karunia, Tuhanlah yang memberi. Ibarat mendirikan sebuah rumah, kita adalah seorang tukang, sedangkan Tuhan adalah pemberi modal, menyediakan bahan bangunan dan alat-alat pertukangannya, peralatannya. Jika Tuhan tidak menyediakan modal, tidak menyediakan bahan dan alat-alatnya, mungkinkah kita bisa membangun sebuah rumah? Tidak seharusnya kita menjadi sombong dan memegahkan diri karena kita tak lebih dari seorang hamba atau pelayan yang bertugas untuk melayani Tuan kita.
"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10). Tanpa pertolongan Roh Kudus kita tidak mungkin bisa memenangkan jiwa bagi Tuhan.
Boleh saja kita mahir dalam berkhotbah dan mengajar, tapi kalau Tuhan tidak menumbuhkan benih firman yang kita tabur, semua usaha kita akan sia-sia!
Thursday, February 25, 2016
TENANG MENGHADAPI SEGALA HAL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Februari 2016
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7
Hari-hari ini banyak orang mudah sekali terpancing emosi dalam bertindak alias tidak tenang. Karena tidak tenang kita pun sering keliru dalam membuat keputusan, sehingga ini berimbas kepada tindakan yang ceroboh.
Rasul Petrus menasihati orang percaya untuk bisa menguasai diri dan tetap tenang di segala situasi supaya dapat berdoa. Ketika kita dalam posisi tidak tenang, panik, gelisah, emosi, jengkel, marah, galau atau gundah gulana tentunya akan sulit untuk berdoa. Ada banyak hal di dunia ini yang membuat orang tidak bisa tenang dalam menjalani hidup: masalah, tekanan, tuntutan pekerjaan, pengaruh lingkungan dan masih banyak lagi. Sampai kapan pun dunia tidak akan pernah memberikan rasa tenang bagi kita. Karena itu rasa tenang dalam diri orang percaya seharusnya tidak ditentukan oleh situasi atau keadaan yang terjadi di sekitarnya, sebab rasa tenang itu sesungguhnya merupakan sebuah keputusan atau ketetapan hati. Sedahsyat apa pun badai gelombang menerpa kita bisa membuat keputusan untuk tetap tenang. Mengapa kita harus selalu tenang? "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Milikilah reaksi dan sikap positif untuk setiap situasi atau masalah yang terjadi. Bila sikap kita positif maka hati dan pikiran kita dipenuhi oleh "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji..." (Filipi 4:8).
Selalu berpikiran positif itulah yang membuat kita tetap tenang, karena kita tahu benar bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, dan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan kita, karena di dalam Tuhan selalu ada jalan keluarnya. Kegagalan seringkali kita alami bukan karena kita terlalu lemah atau masalah yang terlalu besar, tetapi karena kita sendiri tidak tenang menghadapinya.
Dalam situasi apa pun, "Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut..." Yesaya 7:4
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7
Hari-hari ini banyak orang mudah sekali terpancing emosi dalam bertindak alias tidak tenang. Karena tidak tenang kita pun sering keliru dalam membuat keputusan, sehingga ini berimbas kepada tindakan yang ceroboh.
Rasul Petrus menasihati orang percaya untuk bisa menguasai diri dan tetap tenang di segala situasi supaya dapat berdoa. Ketika kita dalam posisi tidak tenang, panik, gelisah, emosi, jengkel, marah, galau atau gundah gulana tentunya akan sulit untuk berdoa. Ada banyak hal di dunia ini yang membuat orang tidak bisa tenang dalam menjalani hidup: masalah, tekanan, tuntutan pekerjaan, pengaruh lingkungan dan masih banyak lagi. Sampai kapan pun dunia tidak akan pernah memberikan rasa tenang bagi kita. Karena itu rasa tenang dalam diri orang percaya seharusnya tidak ditentukan oleh situasi atau keadaan yang terjadi di sekitarnya, sebab rasa tenang itu sesungguhnya merupakan sebuah keputusan atau ketetapan hati. Sedahsyat apa pun badai gelombang menerpa kita bisa membuat keputusan untuk tetap tenang. Mengapa kita harus selalu tenang? "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Milikilah reaksi dan sikap positif untuk setiap situasi atau masalah yang terjadi. Bila sikap kita positif maka hati dan pikiran kita dipenuhi oleh "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji..." (Filipi 4:8).
Selalu berpikiran positif itulah yang membuat kita tetap tenang, karena kita tahu benar bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, dan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan kita, karena di dalam Tuhan selalu ada jalan keluarnya. Kegagalan seringkali kita alami bukan karena kita terlalu lemah atau masalah yang terlalu besar, tetapi karena kita sendiri tidak tenang menghadapinya.
Dalam situasi apa pun, "Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut..." Yesaya 7:4
Wednesday, February 24, 2016
ORANG PERCAYA: Tidak Perlu Takut
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Februari 2016
Baca: Mazmur 56:1-14
"Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut." Mazmur 56:4-5
Di hari-hari seperti sekarang ini tak bisa dipungkiri banyak orang dihantui rasa takut. Banyak faktor yang membuat orang menjadi takut: keadaan ekonomi yang buruk, nilai mata uang rupiah yang merosot, bencana alam terjadi di mana-mana sehingga orang menjadi takut terhadap masa depan hidupnya. Kata takut berarti merasa gentar atau ngeri menghadapi sesuatu yang dianggapnya akan mendatangkan bencana. Jika ketakutan dibiarkan berlarut-larut sehingga menjadi sangat berlebihan akan menimbulkan phobia, yaitu rasa ketakutan yang berlebihan terhadap suatu benda, situasi atau kejadian yang ditandai dengan keinginan untuk lari atau menjauhi sesuatu yang ditakuti tersebut.
Punya rasa takut adalah hal yang manusiawi, tetapi jika kita terus hidup dalam ketakutan setiap hari adalah tidak wajar, apalagi bagi kita orang percaya. Ketakutan yang terus dipelihara akan berdampak sangat buruk bagi diri sendiri. "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:25-26). Jangan biarkan roh ketakutan membelenggu hidup kita! Kalau kita percaya sungguh kepada Tuhan, percaya akan firman-Nya dan memegang teguh setiap janji-Nya tentu kita tidak akan hidup dalam ketakutan lagi.
Kunci agar terbebas dari ketakutan adalah hidup dalam kebenaran. Asal kita melakukan apa yang baik dan benar, taat melakukan yang Tuhan kehendaki maka kita akan hidup dalam damai sejahtera, ketenangan dan ketenteraman. "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17). Jika Tuhan ada di pihak orang benar, "Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:5b). Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi, semua kembali pada seberapa besar iman percaya kita terhadap janji Tuhan.
Bersama Tuhan kita cakap menanggung segala sesuatunya, sebab "...tangan kanan-Mu memegang aku." Mazmur 139:10
Baca: Mazmur 56:1-14
"Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut." Mazmur 56:4-5
Di hari-hari seperti sekarang ini tak bisa dipungkiri banyak orang dihantui rasa takut. Banyak faktor yang membuat orang menjadi takut: keadaan ekonomi yang buruk, nilai mata uang rupiah yang merosot, bencana alam terjadi di mana-mana sehingga orang menjadi takut terhadap masa depan hidupnya. Kata takut berarti merasa gentar atau ngeri menghadapi sesuatu yang dianggapnya akan mendatangkan bencana. Jika ketakutan dibiarkan berlarut-larut sehingga menjadi sangat berlebihan akan menimbulkan phobia, yaitu rasa ketakutan yang berlebihan terhadap suatu benda, situasi atau kejadian yang ditandai dengan keinginan untuk lari atau menjauhi sesuatu yang ditakuti tersebut.
Punya rasa takut adalah hal yang manusiawi, tetapi jika kita terus hidup dalam ketakutan setiap hari adalah tidak wajar, apalagi bagi kita orang percaya. Ketakutan yang terus dipelihara akan berdampak sangat buruk bagi diri sendiri. "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:25-26). Jangan biarkan roh ketakutan membelenggu hidup kita! Kalau kita percaya sungguh kepada Tuhan, percaya akan firman-Nya dan memegang teguh setiap janji-Nya tentu kita tidak akan hidup dalam ketakutan lagi.
Kunci agar terbebas dari ketakutan adalah hidup dalam kebenaran. Asal kita melakukan apa yang baik dan benar, taat melakukan yang Tuhan kehendaki maka kita akan hidup dalam damai sejahtera, ketenangan dan ketenteraman. "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17). Jika Tuhan ada di pihak orang benar, "Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:5b). Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi, semua kembali pada seberapa besar iman percaya kita terhadap janji Tuhan.
Bersama Tuhan kita cakap menanggung segala sesuatunya, sebab "...tangan kanan-Mu memegang aku." Mazmur 139:10
Tuesday, February 23, 2016
TIDAK TERPENGARUH KEADAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Februari 2016
Baca: Mazmur 13:1-6
"Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu." Mazmur 13:6a
Adakalanya dalam perjalanan hidup ini kita harus melewati masa-masa yang sangat sulit dan kelam seperti Daud. Setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan, lari dari satu tempat ke tempat lain, bersembunyi dari satu lembah ke lembah lain (karena terus dikejar-kejar Saul yang menginginkan kematiannya) maka sampailah Daud kepada raja Akhis, orang Filistin, dan menetap di sana untuk beberapa waktu lamanya. Di sana ia pun beroleh kepercayaan dari raja Akhis sehingga raja memberikan daerah Ziklag kepada Daud dan pengikutnya untuk didiami (baca 1 Samuel 30:1-25).
Suatu ketika terjadilah peperangan antara orang Filistin dan orang-orang Israel, dan raja Akhis mengajak Daud untuk turut berperang. Tetapi keberadaan Daud dalam team perang ini menimbulkan kecurigaan orang-orang Filistin, mereka meragukan loyalitas Daud, pikir mereka: Jangan-jangan Daud tidak berperang dengan sepenuh hati, lalu berubah haluan memihak kepada bangsanya sendiri." Maka mereka pun sepakat memulangkan Daud beserta orang-orangnya kembali ke Ziklag. Apa yang terjadi? Ternyata Ziklag telah dibumihanguskan oleh orang-orang Amalek, semua harta benda dijarah, isteri-isteri dan anak-anak mereka ditawan. Peristiwa ini benar-benar memilukan hati, sampai-sampai para pengikutnya hendak melempari Daud dengan batu. "Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya." (1 Samuel 30:6). Secara manusia Daud punya alasan menjadi lemah, kecewa dan frustasi, tetapi ada sikap yang patut kita teladani yaitu Daud tidak terprovokasi oleh situasi yang ada, melainkan menguatkan hatinya untuk tetap percaya kepada Tuhan. Terbukti Daud menyuruh imam Abyatar untuk mengambilkan baju efod untuknya (baca 1 Samuel 30:7). Baju Efod adalah pakaian khusus untuk seorang imam besar sebagai pertanda bahwa ia sedang mencari kehendak Tuhan atau meminta petunjuk dari Tuhan.
Mencari hadirat Tuhan adalah cara terbaik untuk membangun iman. Dalam keadaan terjepit umumnya orang mudah sekali panik, tidak lagi berpikir jernih, menyalahkan orang lain dan keadaan, bahkan berani menyalahkan Tuhan.
"kepada TUHAN aku percaya dengan tidak ragu-ragu." Mazmur 26:1
Baca: Mazmur 13:1-6
"Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu." Mazmur 13:6a
Adakalanya dalam perjalanan hidup ini kita harus melewati masa-masa yang sangat sulit dan kelam seperti Daud. Setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan, lari dari satu tempat ke tempat lain, bersembunyi dari satu lembah ke lembah lain (karena terus dikejar-kejar Saul yang menginginkan kematiannya) maka sampailah Daud kepada raja Akhis, orang Filistin, dan menetap di sana untuk beberapa waktu lamanya. Di sana ia pun beroleh kepercayaan dari raja Akhis sehingga raja memberikan daerah Ziklag kepada Daud dan pengikutnya untuk didiami (baca 1 Samuel 30:1-25).
Suatu ketika terjadilah peperangan antara orang Filistin dan orang-orang Israel, dan raja Akhis mengajak Daud untuk turut berperang. Tetapi keberadaan Daud dalam team perang ini menimbulkan kecurigaan orang-orang Filistin, mereka meragukan loyalitas Daud, pikir mereka: Jangan-jangan Daud tidak berperang dengan sepenuh hati, lalu berubah haluan memihak kepada bangsanya sendiri." Maka mereka pun sepakat memulangkan Daud beserta orang-orangnya kembali ke Ziklag. Apa yang terjadi? Ternyata Ziklag telah dibumihanguskan oleh orang-orang Amalek, semua harta benda dijarah, isteri-isteri dan anak-anak mereka ditawan. Peristiwa ini benar-benar memilukan hati, sampai-sampai para pengikutnya hendak melempari Daud dengan batu. "Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya." (1 Samuel 30:6). Secara manusia Daud punya alasan menjadi lemah, kecewa dan frustasi, tetapi ada sikap yang patut kita teladani yaitu Daud tidak terprovokasi oleh situasi yang ada, melainkan menguatkan hatinya untuk tetap percaya kepada Tuhan. Terbukti Daud menyuruh imam Abyatar untuk mengambilkan baju efod untuknya (baca 1 Samuel 30:7). Baju Efod adalah pakaian khusus untuk seorang imam besar sebagai pertanda bahwa ia sedang mencari kehendak Tuhan atau meminta petunjuk dari Tuhan.
Mencari hadirat Tuhan adalah cara terbaik untuk membangun iman. Dalam keadaan terjepit umumnya orang mudah sekali panik, tidak lagi berpikir jernih, menyalahkan orang lain dan keadaan, bahkan berani menyalahkan Tuhan.
"kepada TUHAN aku percaya dengan tidak ragu-ragu." Mazmur 26:1
Monday, February 22, 2016
TUHAN ADALAH KEKUATAN KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Februari 2016
Baca: Yesaya 40:12-31
"...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya;" Yesaya 40:31
Saat berbagai persoalan hidup mendera, semua orang berharap mendapatkan jalan keluar atau solusi sesegera mungkin. Kita berharap Tuhan tidak menunda-nunda waktu untuk menolong dan menjawab doa kita.
Semua orang menginginkan segala sesuatu yang serba instan, padahal jalan Tuhan tidak ada yang instan, semua melalui proses. Ketidaksabaran menantikan Tuhan bertindak adalah faktor yang menyebabkan kita gagal melihat dan mengalami perkara-perkara besar dari Tuhan. Nabi Habakuk menasihati, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Mengapa kita harus menanti-nantikan Tuhan? Karena waktu Tuhan bukanlah waktu kita. Melalui kesabaran dan ketekunanlah seseorang akan menerima apa yang dijanjikan-Nya, sebab segala sesuatu yang dijanjikan Tuhan tidak ada yang terlambat, dan juga tidak terlalu cepat. Jangan merasa lelah dan putus asa saat menantikan pertolongan Tuhan, sebab orang yang menanti-nantikan Dia mendapat kekuatan baru. "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29), sehingga kita sanggup melewati badai persoalan sebesar apa pun. Itulah sebabnya nabi Yesaya mendorong kita untuk tetap menantikan Tuhan, karena kekuatan orang percaya bukan berasal dari apa yang ada di dunia ini, tapi berasal dari Tuhan.
Burung rajawali tatkala ada badai menyerang tidak terbang menghindar sejauh mungkin dari badai itu, tetapi ia membiarkan dirinya berada di dalam badai dengan membentangkan kedua sayapnya untuk mengikuti ke mana arah putaran badai itu. Dengan menyerap kekuatan badai tersebut si rajawali dapat terbang semakin tinggi di angkasa. Terbang bersama badai adalah cara untuk melatih sayapnya sehingga ia semakin kuat dan kokoh. Kedahsyatan badai justru berdampak positi bagi burung rajawali itu sendiri.
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Timotius 1:7
Baca: Yesaya 40:12-31
"...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya;" Yesaya 40:31
Saat berbagai persoalan hidup mendera, semua orang berharap mendapatkan jalan keluar atau solusi sesegera mungkin. Kita berharap Tuhan tidak menunda-nunda waktu untuk menolong dan menjawab doa kita.
Semua orang menginginkan segala sesuatu yang serba instan, padahal jalan Tuhan tidak ada yang instan, semua melalui proses. Ketidaksabaran menantikan Tuhan bertindak adalah faktor yang menyebabkan kita gagal melihat dan mengalami perkara-perkara besar dari Tuhan. Nabi Habakuk menasihati, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Mengapa kita harus menanti-nantikan Tuhan? Karena waktu Tuhan bukanlah waktu kita. Melalui kesabaran dan ketekunanlah seseorang akan menerima apa yang dijanjikan-Nya, sebab segala sesuatu yang dijanjikan Tuhan tidak ada yang terlambat, dan juga tidak terlalu cepat. Jangan merasa lelah dan putus asa saat menantikan pertolongan Tuhan, sebab orang yang menanti-nantikan Dia mendapat kekuatan baru. "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29), sehingga kita sanggup melewati badai persoalan sebesar apa pun. Itulah sebabnya nabi Yesaya mendorong kita untuk tetap menantikan Tuhan, karena kekuatan orang percaya bukan berasal dari apa yang ada di dunia ini, tapi berasal dari Tuhan.
Burung rajawali tatkala ada badai menyerang tidak terbang menghindar sejauh mungkin dari badai itu, tetapi ia membiarkan dirinya berada di dalam badai dengan membentangkan kedua sayapnya untuk mengikuti ke mana arah putaran badai itu. Dengan menyerap kekuatan badai tersebut si rajawali dapat terbang semakin tinggi di angkasa. Terbang bersama badai adalah cara untuk melatih sayapnya sehingga ia semakin kuat dan kokoh. Kedahsyatan badai justru berdampak positi bagi burung rajawali itu sendiri.
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Timotius 1:7
Sunday, February 21, 2016
JANGAN MENYEBARKAN GOSIP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Februari 2016
Baca: Mazmur 39:1-14
"Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku." Mazmur 39:2
Memperbincangkan orang lain berkenaan dengan kelemahan, kekurangan, kesalahan atau keburukannya, walaupun sebenarnya kita tidak tahu persis kebenarannya, bagi sebagian orang merupakan hal yang sangat menarik, menyenangkan dan menimbulkan kepuasan tersendiri. Itulah gosip! Gosip adalah obrolan dan cerita negatif tentang orang lain, pergunjingan. Bagi penggosip, menggosip adalah aktivitas menghibur, apalagi ditambahi 'bumbu-bumbu' yang sedap; namanya juga 'gosip', semakin digosok semakin sip!
Mendengar kata orang fasik kita sering mengidentikkan dengan orang-orang yang melakukan tindak kejahatan, seperti membunuh, mencuri, merampok, memukul, menghujat Tuhan dan sebagainya. Ketahuilah bahwa orang yang suka memfitnah, bergosip, 'bocor mulut', menghakimi sesama adalah termasuk juga orang fasik. Selama ini secara tidak sadar banyak orang Kristen berkompromi, bahkan turut terlibat dengan orang-orang yang kesukaannya menggosip. Rasanya puas sekali berkumpul dengan teman mengupas tuntas kejelekan orang lain. Adalah berbahaya jika kita tak mampu mengekang lidah, yang "...walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar...ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." (Yakobus 3:5, 8).
Kalau mata tidak melihat sendiri dan telinga tidak mendengar langsung jangan sekali-kali menyebarkan fitnah atau menyebarkan berita yang belum tentu tentu kebenarannya. Tidak seharusnya menyebarkan berita yang bukan urusan kita! Tugas orang Kristen memberitakan firman Tuhan dan bersaksi tentang Kristus, bukan bergosip. Jangan mau diperalat Iblis menjadi penyambung lidah untuk perkara-perkara yang tidak benar. "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" (Mazmur 34:14).
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Baca: Mazmur 39:1-14
"Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku." Mazmur 39:2
Memperbincangkan orang lain berkenaan dengan kelemahan, kekurangan, kesalahan atau keburukannya, walaupun sebenarnya kita tidak tahu persis kebenarannya, bagi sebagian orang merupakan hal yang sangat menarik, menyenangkan dan menimbulkan kepuasan tersendiri. Itulah gosip! Gosip adalah obrolan dan cerita negatif tentang orang lain, pergunjingan. Bagi penggosip, menggosip adalah aktivitas menghibur, apalagi ditambahi 'bumbu-bumbu' yang sedap; namanya juga 'gosip', semakin digosok semakin sip!
Mendengar kata orang fasik kita sering mengidentikkan dengan orang-orang yang melakukan tindak kejahatan, seperti membunuh, mencuri, merampok, memukul, menghujat Tuhan dan sebagainya. Ketahuilah bahwa orang yang suka memfitnah, bergosip, 'bocor mulut', menghakimi sesama adalah termasuk juga orang fasik. Selama ini secara tidak sadar banyak orang Kristen berkompromi, bahkan turut terlibat dengan orang-orang yang kesukaannya menggosip. Rasanya puas sekali berkumpul dengan teman mengupas tuntas kejelekan orang lain. Adalah berbahaya jika kita tak mampu mengekang lidah, yang "...walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar...ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." (Yakobus 3:5, 8).
Kalau mata tidak melihat sendiri dan telinga tidak mendengar langsung jangan sekali-kali menyebarkan fitnah atau menyebarkan berita yang belum tentu tentu kebenarannya. Tidak seharusnya menyebarkan berita yang bukan urusan kita! Tugas orang Kristen memberitakan firman Tuhan dan bersaksi tentang Kristus, bukan bergosip. Jangan mau diperalat Iblis menjadi penyambung lidah untuk perkara-perkara yang tidak benar. "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" (Mazmur 34:14).
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Saturday, February 20, 2016
MUJIZAT BAGI KELUARGA: Memahami Waktu Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Februari 2016
Baca: Yohanes 2:1-11
"Kata Yesus kepadanya: 'Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.'" Yohanes 2:4
Mujizat pasti terjadi apabila Tuhan senantiasa hadir di tengah-tengah keluarga kita. Secara garis besar mujizat Tuhan bagi umat-Nya meliputi: mujizat Ilahi: mujizat supranatural yang dilakukan Tuhan dalam hidup orang percaya, contoh: kusta menjadi tahir, wanita pendarahan 12 tahun sembuh, buta sejak lahir dicelikkan; mujizat pelipatgandaan: kesanggupan Tuhan memberkati dari yang sedikit menjadi berkelimpahan seperti yang dialami oleh janda Sarat, lima roti dan dua ikan mengenyangkan lima ribu orang bahkan bersisa 12 bakul; mujizat pelepasan: kesanggupan Tuhan melepaskan kita dari setiap persoalan dan kesesakan. Di dalam Tuhan tidak ada persoalan yang tidak ada jalan keluarnya, sebab "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2); mujizat penyertaan: Tuhan adalah Imanuel, apa pun yang terjadi Dia tidak pernah meninggalkan dan membiarkan kita, Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau. Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?'" (Ibrani 13:5b-6).
Ada pertanyaan: mengapa mujizat Tuhan seolah-olah menjauh? Mengapa ekonomi kita belum dipulihkan? Mengapa sakit belum sembuh? Seringkali yang menghalangi kita untuk mengalami penggenapan janji Tuhan adalah ketidaksabaran kita menantikan waktu Tuhan. Kalimat 'saat-Ku belum tiba' adalah penegasan bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita. Betapa sering kita memaksa Tuhan mengikuti waktu kita; dan ketika pertolongan Tuhan seperti terlambat kita pun berusaha mengatasi masalah dengan kekuatan sendiri atau mencari pertolongan instan kepada manusia.
Milikilah hati yang berserah kepada Tuhan, karena kehendak dan waktu Tuhan adalah yang terbaik. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkhotbah 3:11). Terkadang kehendak Tuhan itu sulit dimengerti, namun tetaplah taat melakukan kehendak-Nya, sebab ada upah untuk setiap ketaatan kita.
Ketika kita taat dan sabar menantikan waktu Tuhan, di situlah mujizat dinyatakan!
Baca: Yohanes 2:1-11
"Kata Yesus kepadanya: 'Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.'" Yohanes 2:4
Mujizat pasti terjadi apabila Tuhan senantiasa hadir di tengah-tengah keluarga kita. Secara garis besar mujizat Tuhan bagi umat-Nya meliputi: mujizat Ilahi: mujizat supranatural yang dilakukan Tuhan dalam hidup orang percaya, contoh: kusta menjadi tahir, wanita pendarahan 12 tahun sembuh, buta sejak lahir dicelikkan; mujizat pelipatgandaan: kesanggupan Tuhan memberkati dari yang sedikit menjadi berkelimpahan seperti yang dialami oleh janda Sarat, lima roti dan dua ikan mengenyangkan lima ribu orang bahkan bersisa 12 bakul; mujizat pelepasan: kesanggupan Tuhan melepaskan kita dari setiap persoalan dan kesesakan. Di dalam Tuhan tidak ada persoalan yang tidak ada jalan keluarnya, sebab "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2); mujizat penyertaan: Tuhan adalah Imanuel, apa pun yang terjadi Dia tidak pernah meninggalkan dan membiarkan kita, Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau. Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?'" (Ibrani 13:5b-6).
Ada pertanyaan: mengapa mujizat Tuhan seolah-olah menjauh? Mengapa ekonomi kita belum dipulihkan? Mengapa sakit belum sembuh? Seringkali yang menghalangi kita untuk mengalami penggenapan janji Tuhan adalah ketidaksabaran kita menantikan waktu Tuhan. Kalimat 'saat-Ku belum tiba' adalah penegasan bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita. Betapa sering kita memaksa Tuhan mengikuti waktu kita; dan ketika pertolongan Tuhan seperti terlambat kita pun berusaha mengatasi masalah dengan kekuatan sendiri atau mencari pertolongan instan kepada manusia.
Milikilah hati yang berserah kepada Tuhan, karena kehendak dan waktu Tuhan adalah yang terbaik. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkhotbah 3:11). Terkadang kehendak Tuhan itu sulit dimengerti, namun tetaplah taat melakukan kehendak-Nya, sebab ada upah untuk setiap ketaatan kita.
Ketika kita taat dan sabar menantikan waktu Tuhan, di situlah mujizat dinyatakan!
Friday, February 19, 2016
MUJIZAT BAGI KELUARGA: Membangun Mezbah Doa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Februari 2016
Baca: Yohanes 2:1-11
"Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: 'Mereka kehabisan anggur.'" Yohanes 2:3
Banyak orang baru menyadari betapa pentingnya kehadiran Tuhan dalam kehidupan keluarga ketika dalam keadaan terjepit dan menemui jalan buntu, ketika krisis keuangan menimpa, ketika anggota keluarga sakit keras. Ingatlah, yang terpenting dan terutama dalam hidup ini adalah kehadiran Tuhan. Biarlah kita merasakan kehadiran Tuhan bukan hanya saat berada di tempat ibadah atau gereja, tetapi juga dalam keseharian hidup kita bersama keluarga. Undanglah Tuhan Yesus dalam kehidupan keluarga kita, dan ijinkan Dia memimpin dan menjadi Raja atas keluarga kita.
Ketika pesta perkawinan masih berlangsung, tiba-tiba mereka kehabisan anggur. Bagi kalangan orang Yahudi anggur merupakan minuman wajib di setiap pesta perkawinan. Kehabisan anggur di tengah pesta adalah masalah yang sangat genting dan darurat, karena bisa menimbulkan rasa malu bagi si tuan rumah. Memberitahukan masalah kepada Yesus berbicara tentang doa. Penting sekali membangun mezbah doa keluarga setiap hari. Mezbah doa berbicara mengenai kehidupan doa, pujian dan perenungan firman Tuhan yang dilakukan bersama seluruh anggota keluarga; mezbah doa adalah waktu yang berkualitas bagi seluruh anggota untuk menyembah Tuhan dan merenungkan firman-Nya; mezbah doa juga menggambarkan tentang kesatuan hati dan roh di antara anggota keluarga sehingga tercipta sebuah ikatan yang kuat. Kesatuan itulah yang mendatangkan kekuatan dan kemenangan. Bila keluarga hidup dalam kesatuan, "...ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:3), sebaliknya "...jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan." (Markus 3:25).
Jika Tuhan hadir di tengah-tengah keluarga kita maka kita tidak akan salah lagi dalam melangkah atau membuat keputusan, sebab Ia akan memimpin, menyertai, menuntun dan juga mengarahkan kita. Kehadiran Tuhan inilah yang sanggup mengubah yang buruk menjadi baik, mengubah yang tak mungkin menjadi mungkin.
Membangun mezbah doa haruslah menjadi prioritas utama dalam kehidupan setiap keluarga Kristen!
Baca: Yohanes 2:1-11
"Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: 'Mereka kehabisan anggur.'" Yohanes 2:3
Banyak orang baru menyadari betapa pentingnya kehadiran Tuhan dalam kehidupan keluarga ketika dalam keadaan terjepit dan menemui jalan buntu, ketika krisis keuangan menimpa, ketika anggota keluarga sakit keras. Ingatlah, yang terpenting dan terutama dalam hidup ini adalah kehadiran Tuhan. Biarlah kita merasakan kehadiran Tuhan bukan hanya saat berada di tempat ibadah atau gereja, tetapi juga dalam keseharian hidup kita bersama keluarga. Undanglah Tuhan Yesus dalam kehidupan keluarga kita, dan ijinkan Dia memimpin dan menjadi Raja atas keluarga kita.
Ketika pesta perkawinan masih berlangsung, tiba-tiba mereka kehabisan anggur. Bagi kalangan orang Yahudi anggur merupakan minuman wajib di setiap pesta perkawinan. Kehabisan anggur di tengah pesta adalah masalah yang sangat genting dan darurat, karena bisa menimbulkan rasa malu bagi si tuan rumah. Memberitahukan masalah kepada Yesus berbicara tentang doa. Penting sekali membangun mezbah doa keluarga setiap hari. Mezbah doa berbicara mengenai kehidupan doa, pujian dan perenungan firman Tuhan yang dilakukan bersama seluruh anggota keluarga; mezbah doa adalah waktu yang berkualitas bagi seluruh anggota untuk menyembah Tuhan dan merenungkan firman-Nya; mezbah doa juga menggambarkan tentang kesatuan hati dan roh di antara anggota keluarga sehingga tercipta sebuah ikatan yang kuat. Kesatuan itulah yang mendatangkan kekuatan dan kemenangan. Bila keluarga hidup dalam kesatuan, "...ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:3), sebaliknya "...jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan." (Markus 3:25).
Jika Tuhan hadir di tengah-tengah keluarga kita maka kita tidak akan salah lagi dalam melangkah atau membuat keputusan, sebab Ia akan memimpin, menyertai, menuntun dan juga mengarahkan kita. Kehadiran Tuhan inilah yang sanggup mengubah yang buruk menjadi baik, mengubah yang tak mungkin menjadi mungkin.
Membangun mezbah doa haruslah menjadi prioritas utama dalam kehidupan setiap keluarga Kristen!
Thursday, February 18, 2016
MUJIZAT BAGI KELUARGA: Mengundang Tuhan Yesus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Februari 2016
Baca: Yohanes 2:1-11
"Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu." Yohanes 2:2
Injil Yohanes menyatakan bahwa mujizat air menjadi anggur adalah mujizat pertama yang dikerjakan Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya. Mujizat itu terjadi di Kana, sebuah desa kecil di Galilea. Hal yang menarik dalam peristiwa ini adalah Tuhan Yesus melakukan mujizat-Nya di tengah-tengah pesta perkawinan.
Pesta perkawinan adalah gerbang memasuki kehidupan baru, persiapan membangun mahligai rumah tangga, dan ada janji bahwa masing-masing mempelai akan memberikan perhatian (concern) pada keluarga. Keluarga disebut sebagai gereja kecil, tempat pertama bagi kita mempraktekkan dan mengalami kasih yang tulus, tempat pertama membangun iman. Pembangunan iman adalah sesuatu yang sangat penting bagi anak-anak selaku generasi masa depan. Jika iman anak-anak kuat tidak akan terbawa oleh arus dunia yang begitu deras. Itulah sebabnya kehadiran keluarga memegang peranan besar bagi perkembangan karakter anak dan juga menentukan keberadaan gereja di masa mendatang. Keluarga sehat, gereja juga akan sehat!
Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dan dipersiapkan oleh sebuah keluarga agar mengalami mujizat dari Tuhan? Dalam perkawinan di Kana "Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu." (ayat 2). Kata 'diundang' berarti diminta untuk hadir, dipastikan kehadirannya. Kehadiran Tuhan Yesus atau mengundang Dia dalam kehidupan keluarga adalah langkah awal untuk mengalami perkara-perkara besar dari Tuhan. Sudahkah kita mengundang Tuhan Yesus dalam kehidupan keluarga kita? Adakah perkara yang mudah bagi seseorang membuka pintu rumahnya untuk persekutuan, kebaktian atau ibadah, tapi tidak secara otomatis ia membuka pintu hati atau ruang hatinya untuk kehadiran Tuhan. Ketika keadaan rumah tangga sedang tidak ada masalah yang serius Tuhan tidak kita harapkan kehadiran-Nya di tengah-tengah keluarga kita, karena kita merasa diri mampu dan sanggup mengatasi semua persoalan dengan kekuatan dan kepintaran kita. Kita tidak ingin Tuhan turut campur tangan dalam setiap keputusan dan tindakan yang kita ambil.
Andalkan Tuhan dan libatkan Dia di segala aspek kehidupan keluarga kita karena itu adalah awal kehidupan yang diberkati dan berkemenangan!
Baca: Yohanes 2:1-11
"Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu." Yohanes 2:2
Injil Yohanes menyatakan bahwa mujizat air menjadi anggur adalah mujizat pertama yang dikerjakan Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya. Mujizat itu terjadi di Kana, sebuah desa kecil di Galilea. Hal yang menarik dalam peristiwa ini adalah Tuhan Yesus melakukan mujizat-Nya di tengah-tengah pesta perkawinan.
Pesta perkawinan adalah gerbang memasuki kehidupan baru, persiapan membangun mahligai rumah tangga, dan ada janji bahwa masing-masing mempelai akan memberikan perhatian (concern) pada keluarga. Keluarga disebut sebagai gereja kecil, tempat pertama bagi kita mempraktekkan dan mengalami kasih yang tulus, tempat pertama membangun iman. Pembangunan iman adalah sesuatu yang sangat penting bagi anak-anak selaku generasi masa depan. Jika iman anak-anak kuat tidak akan terbawa oleh arus dunia yang begitu deras. Itulah sebabnya kehadiran keluarga memegang peranan besar bagi perkembangan karakter anak dan juga menentukan keberadaan gereja di masa mendatang. Keluarga sehat, gereja juga akan sehat!
Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dan dipersiapkan oleh sebuah keluarga agar mengalami mujizat dari Tuhan? Dalam perkawinan di Kana "Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu." (ayat 2). Kata 'diundang' berarti diminta untuk hadir, dipastikan kehadirannya. Kehadiran Tuhan Yesus atau mengundang Dia dalam kehidupan keluarga adalah langkah awal untuk mengalami perkara-perkara besar dari Tuhan. Sudahkah kita mengundang Tuhan Yesus dalam kehidupan keluarga kita? Adakah perkara yang mudah bagi seseorang membuka pintu rumahnya untuk persekutuan, kebaktian atau ibadah, tapi tidak secara otomatis ia membuka pintu hati atau ruang hatinya untuk kehadiran Tuhan. Ketika keadaan rumah tangga sedang tidak ada masalah yang serius Tuhan tidak kita harapkan kehadiran-Nya di tengah-tengah keluarga kita, karena kita merasa diri mampu dan sanggup mengatasi semua persoalan dengan kekuatan dan kepintaran kita. Kita tidak ingin Tuhan turut campur tangan dalam setiap keputusan dan tindakan yang kita ambil.
Andalkan Tuhan dan libatkan Dia di segala aspek kehidupan keluarga kita karena itu adalah awal kehidupan yang diberkati dan berkemenangan!
Wednesday, February 17, 2016
KUNCI KEBAHAGIAAN KELUARGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Februari 2016
Baca: Mazmur 128:1-6
"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!" Mazmur 128:1
Setiap orang yang sudah berumah tangga pasti memiliki harapan rumah tangga yang dibangunnya kokoh, langgeng, berbahagia. Untuk mewujudkan itu hal utama yang harus diperhatikan adalah kekuatan fondasinya, sebab fondasi menentukan kekokohan suatu bangunan menghadapi goncangan dan badai.
Fondasi yang kuat bagi kehidupan rumah tangga atau keluarga adalah takut akan Tuhan (ayat nas). Takut akan Tuhan berarti "...hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya." Jika kita sudah membangun fondasi keluarga dengan hati takut akan Tuhan, maka berkat akan dicurahkan dalam kehidupan keluarga kita. "...engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!" (ayat 2). Kalimat 'hasil jerih payah tanganmu' berbicara tentang pekerjaan, usaha, bisnis atau apa saja yang kita kerjakan, termasuk pelayanan, yang akan dijadikan Tuhan berhasil dan beruntung. Takut akan Tuhan berbicara ketaatan, dimana setiap ketaatan selalu mendatangkan upah atau berkat dari Tuhan. Berkat tersebut akan dinikmati oleh seluruh anggota keluarga, bahkan sampai keturunan selanjutnya.
Adalah sia-sia jika kita membangun rumah tangga jika tidak melibatkan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia. "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur." (Mazmur 127:2). Keadaan ini sama seperti yang disampaikan nabi Hagai, "Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? demikianlah firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri." (Hagai 1:9). Jangan karena terlalu sibuk mengejar materi duniawi lalu mengenyampingkan perkara-perkara rohani, lupa membangun mezbah doa, lupa mengembalikan persepuluhan, yang akhirnya justru menghalangi berkat kita sendiri.
Kunci kebahagiaan keluarga tidak diperoleh dari apa yang ada di dunia ini, namun hanya diperoleh ketika kita memiliki hati yang takut akan Tuhan.
Baca: Mazmur 128:1-6
"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!" Mazmur 128:1
Setiap orang yang sudah berumah tangga pasti memiliki harapan rumah tangga yang dibangunnya kokoh, langgeng, berbahagia. Untuk mewujudkan itu hal utama yang harus diperhatikan adalah kekuatan fondasinya, sebab fondasi menentukan kekokohan suatu bangunan menghadapi goncangan dan badai.
Fondasi yang kuat bagi kehidupan rumah tangga atau keluarga adalah takut akan Tuhan (ayat nas). Takut akan Tuhan berarti "...hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya." Jika kita sudah membangun fondasi keluarga dengan hati takut akan Tuhan, maka berkat akan dicurahkan dalam kehidupan keluarga kita. "...engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!" (ayat 2). Kalimat 'hasil jerih payah tanganmu' berbicara tentang pekerjaan, usaha, bisnis atau apa saja yang kita kerjakan, termasuk pelayanan, yang akan dijadikan Tuhan berhasil dan beruntung. Takut akan Tuhan berbicara ketaatan, dimana setiap ketaatan selalu mendatangkan upah atau berkat dari Tuhan. Berkat tersebut akan dinikmati oleh seluruh anggota keluarga, bahkan sampai keturunan selanjutnya.
Adalah sia-sia jika kita membangun rumah tangga jika tidak melibatkan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia. "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur." (Mazmur 127:2). Keadaan ini sama seperti yang disampaikan nabi Hagai, "Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? demikianlah firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri." (Hagai 1:9). Jangan karena terlalu sibuk mengejar materi duniawi lalu mengenyampingkan perkara-perkara rohani, lupa membangun mezbah doa, lupa mengembalikan persepuluhan, yang akhirnya justru menghalangi berkat kita sendiri.
Kunci kebahagiaan keluarga tidak diperoleh dari apa yang ada di dunia ini, namun hanya diperoleh ketika kita memiliki hati yang takut akan Tuhan.
Tuesday, February 16, 2016
TUHAN SEBAGAI FONDASI KELUARGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Februari 2016
Baca: Mazmur 127:1-5
"Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;" Mazmur 127:1
Definisi bebas dari kata keluarga adalah kumpulan manusia yang dihubungkan melalui pertalian darah, perkawinan atau pengambilan anak angkat. DepKes RI tahun 1988 memaknai keluarga sebagai unit terkecil masyarakat, terdiri dari kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap yang memiliki ketergantungan.
Keluarga adalah lembaga pertama yang Tuhan dirikan bagi umat manusia, komunitas paling kecil, paling intim dan mendasar dalam hidup manusia. Inisiatif membangun sebuah keluarga datangnya dari Tuhan sendiri: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia... Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: 'Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.' Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." (Kejadian 2:18, 21, 22, 23, 24).
Karena itu untuk membangun rumah tangga atau keluarga kita harus melibatkan Tuhan dan mengandalkan Dia. Mulai dari masa berpacaran, bertunangan, terlebih-lebih saat hendak memutuskan siapa yang akan menjadi pasangan hidup kita, libatkan Tuhan, jangan gegabah. Hanya karena 'deadline' umur banyak anak muda Kristen bertindak 'hantam kromo' dalam memilih pasangan hidup; rela meninggalkan Tuhan dan menyangkal imannya hanya karena pasangan hidup. "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" (2 Korintus 6:14).
Pasangan hidup adalah satu untuk seumur hidup, karena itu tidak ada istilah coba-coba, sebab pilihan kita saat ini menentukan masa depan keluarga kita!
Baca: Mazmur 127:1-5
"Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;" Mazmur 127:1
Definisi bebas dari kata keluarga adalah kumpulan manusia yang dihubungkan melalui pertalian darah, perkawinan atau pengambilan anak angkat. DepKes RI tahun 1988 memaknai keluarga sebagai unit terkecil masyarakat, terdiri dari kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap yang memiliki ketergantungan.
Keluarga adalah lembaga pertama yang Tuhan dirikan bagi umat manusia, komunitas paling kecil, paling intim dan mendasar dalam hidup manusia. Inisiatif membangun sebuah keluarga datangnya dari Tuhan sendiri: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia... Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: 'Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.' Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." (Kejadian 2:18, 21, 22, 23, 24).
Karena itu untuk membangun rumah tangga atau keluarga kita harus melibatkan Tuhan dan mengandalkan Dia. Mulai dari masa berpacaran, bertunangan, terlebih-lebih saat hendak memutuskan siapa yang akan menjadi pasangan hidup kita, libatkan Tuhan, jangan gegabah. Hanya karena 'deadline' umur banyak anak muda Kristen bertindak 'hantam kromo' dalam memilih pasangan hidup; rela meninggalkan Tuhan dan menyangkal imannya hanya karena pasangan hidup. "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" (2 Korintus 6:14).
Pasangan hidup adalah satu untuk seumur hidup, karena itu tidak ada istilah coba-coba, sebab pilihan kita saat ini menentukan masa depan keluarga kita!
Monday, February 15, 2016
MENCARI TUHAN DI SEGALA KEADAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Februari 2016
Baca: Amsal 1:20-33
"Pada waktu itu mereka akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab, mereka akan bertekun mencari aku, tetapi tidak akan menemukan aku." Amsal 1:28
Adalah rahasia umum bahwa orang mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh ketika sedang dalam keadaan terdesak atau berada dalam situasi sulit. Begitu tertimpa masalah berat dan jalan buntu kita menghampiri Tuhan dengan ratapan dan linangan air mata. Kita rela berdoa semalam-malaman dan hampir di setiap jadwal peribadatan kita rela datang, berharap sesegera mungkin mendapatkan jalan keluar dan pertolongan dari Tuhan. Namun begitu masalah teratasi, sakit-penyakit disembuhkan, ekonomi keluarga dipulihkan, segala sesuatunya kembali berjalan baik dan normal, mereka tidak lagi gigih mencari Tuhan. Semangat kita mencari Tuhan perlahan redup dan roh pun tidak lagi menyala-nyala bagi Tuhan. Ibadah kembali dilakukan dengan asal-asalan dan sebatas rutinitas belaka.
"Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:7-9). Ketika didorong untuk terlibat pelayanan kita tidak segan-segan menolak dan menghindar dengan 1001 alasan. "Oleh karena ketika Aku memanggil, kamu tidak menjawab, ketika Aku berbicara, kamu tidak mendengar, tetapi kamu ...lebih menyukai apa yang tidak berkenan kepada-Ku." (Yesaya 65:12b). Kita lupa dengan semua yang Tuhan telah perbuat dalam hidup kita. Kita lupa berterima kasih kepada Tuhan, seperti sembilan dari sepuluh orang yang disembuhkan Tuhan dari penyakit kusta, yang pergi begitu saja dan meninggalkan Tuhan tanpa mengucap syukur dan berterima kasih kepada-Nya. "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" (Lukas 17:17-18).
Jangan mencari Tuhan hanya di kala perlu saja, tapi carilah Dia di segala keadaan: kelimpahan atau kekurangan, sehat atau sakit, berkat atau krisis.
Jangan menganggap Tuhan yang membutuhkan kita, melainkan kitalah yang sangat membutuhkan Dia!
Baca: Amsal 1:20-33
"Pada waktu itu mereka akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab, mereka akan bertekun mencari aku, tetapi tidak akan menemukan aku." Amsal 1:28
Adalah rahasia umum bahwa orang mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh ketika sedang dalam keadaan terdesak atau berada dalam situasi sulit. Begitu tertimpa masalah berat dan jalan buntu kita menghampiri Tuhan dengan ratapan dan linangan air mata. Kita rela berdoa semalam-malaman dan hampir di setiap jadwal peribadatan kita rela datang, berharap sesegera mungkin mendapatkan jalan keluar dan pertolongan dari Tuhan. Namun begitu masalah teratasi, sakit-penyakit disembuhkan, ekonomi keluarga dipulihkan, segala sesuatunya kembali berjalan baik dan normal, mereka tidak lagi gigih mencari Tuhan. Semangat kita mencari Tuhan perlahan redup dan roh pun tidak lagi menyala-nyala bagi Tuhan. Ibadah kembali dilakukan dengan asal-asalan dan sebatas rutinitas belaka.
"Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:7-9). Ketika didorong untuk terlibat pelayanan kita tidak segan-segan menolak dan menghindar dengan 1001 alasan. "Oleh karena ketika Aku memanggil, kamu tidak menjawab, ketika Aku berbicara, kamu tidak mendengar, tetapi kamu ...lebih menyukai apa yang tidak berkenan kepada-Ku." (Yesaya 65:12b). Kita lupa dengan semua yang Tuhan telah perbuat dalam hidup kita. Kita lupa berterima kasih kepada Tuhan, seperti sembilan dari sepuluh orang yang disembuhkan Tuhan dari penyakit kusta, yang pergi begitu saja dan meninggalkan Tuhan tanpa mengucap syukur dan berterima kasih kepada-Nya. "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" (Lukas 17:17-18).
Jangan mencari Tuhan hanya di kala perlu saja, tapi carilah Dia di segala keadaan: kelimpahan atau kekurangan, sehat atau sakit, berkat atau krisis.
Jangan menganggap Tuhan yang membutuhkan kita, melainkan kitalah yang sangat membutuhkan Dia!
Sunday, February 14, 2016
YOHANES PEMBAPTIS: Hamba Tuhan Sederhana (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Februari 2016
Baca: Yohanes 3:22-36
"Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya." Yohanes 3:28
Jika ditinjau dari latar belakang hidupnya, secara manusia Yohanes Pembaptis punya alasan kuat untuk membanggakan diri. Mengapa? Karena kelahirannya dipenuhi dengan mujizat dan perkara-perkara yang sulit dipahami akal. Ayahnya bernama Zakharia dan ibunya bernama Elisabet. Keduanya sudah berusia sangat lanjut kala itu, bahkan Alkitab menyatakan bahwa "...Elisabet mandul..." (Lukas 1:7). Tetapi Tuhan sanggup mengubah yang tak mungkin menjadi mungkin, tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! Yohanes justru lahir dari seorang wanita yang mandul. Bahkan kelahirannya diberitahukan secara langsung oleh malaikat Gabriel kepada Zakharia dan ia pun dinubuatkan akan menjadi orang yang besar, "...ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka," (Lukas 1:16). Bukan hanya itu, sejak dari dalam kandungan Yohanes sudah dipenuhi dengan Roh Kudus. Luar biasa!
Nama Yohanes memiliki arti: karunia, anugerah, atau kasih karunia Tuhan. Meski telah dinubuatkan bahwa kelak akan menjadi orang yang besar, Yohanes tetap hidup dalam kesederhanaan. Tertulis: "Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan." (Matius 3:4). Di sepanjang hidupnya ia rela membayar harga dengan tidak minum anggur dan minuman keras serta mengalami proses pembentukan Tuhan di padang gurun. Ini menunjukkan bahwa Yohanes setia mengerjakan panggilan hidupnya dengan hidup menurut pimpinan Roh, tidak lagi menuruti keinginan daging, sehingga ia "...bertambah besar dan makin kuat rohnya." (Lukas 1:80a). Inilah yang patut diteladani oleh hamba-hamba Tuhan dan semua orang percaya yang hidup di zaman sekarang ini. Jangan hanya fokus kepada penampilan luar! Yang terutama adalah apakah seorang hamba Tuhan itu berintegritas, tidak berkompromi dengan dosa dan terus menyuarakan kebenaran, apa pun situasinya.
Meski memiliki banyak pengikut tidak membuat Yohanes membanggakan diri, sombong, atau merasa punya jasa besar bagi pekerjaan Tuhan. Ia tetaplah seorang hamba yang sederhana dan rendah hati. Yang layak menerima pujian, hormat dan kemuliaan hanyalah Tuhan Yesus saja, bukan dirinya.
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." Yohanes 3:30
Baca: Yohanes 3:22-36
"Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya." Yohanes 3:28
Jika ditinjau dari latar belakang hidupnya, secara manusia Yohanes Pembaptis punya alasan kuat untuk membanggakan diri. Mengapa? Karena kelahirannya dipenuhi dengan mujizat dan perkara-perkara yang sulit dipahami akal. Ayahnya bernama Zakharia dan ibunya bernama Elisabet. Keduanya sudah berusia sangat lanjut kala itu, bahkan Alkitab menyatakan bahwa "...Elisabet mandul..." (Lukas 1:7). Tetapi Tuhan sanggup mengubah yang tak mungkin menjadi mungkin, tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! Yohanes justru lahir dari seorang wanita yang mandul. Bahkan kelahirannya diberitahukan secara langsung oleh malaikat Gabriel kepada Zakharia dan ia pun dinubuatkan akan menjadi orang yang besar, "...ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka," (Lukas 1:16). Bukan hanya itu, sejak dari dalam kandungan Yohanes sudah dipenuhi dengan Roh Kudus. Luar biasa!
Nama Yohanes memiliki arti: karunia, anugerah, atau kasih karunia Tuhan. Meski telah dinubuatkan bahwa kelak akan menjadi orang yang besar, Yohanes tetap hidup dalam kesederhanaan. Tertulis: "Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan." (Matius 3:4). Di sepanjang hidupnya ia rela membayar harga dengan tidak minum anggur dan minuman keras serta mengalami proses pembentukan Tuhan di padang gurun. Ini menunjukkan bahwa Yohanes setia mengerjakan panggilan hidupnya dengan hidup menurut pimpinan Roh, tidak lagi menuruti keinginan daging, sehingga ia "...bertambah besar dan makin kuat rohnya." (Lukas 1:80a). Inilah yang patut diteladani oleh hamba-hamba Tuhan dan semua orang percaya yang hidup di zaman sekarang ini. Jangan hanya fokus kepada penampilan luar! Yang terutama adalah apakah seorang hamba Tuhan itu berintegritas, tidak berkompromi dengan dosa dan terus menyuarakan kebenaran, apa pun situasinya.
Meski memiliki banyak pengikut tidak membuat Yohanes membanggakan diri, sombong, atau merasa punya jasa besar bagi pekerjaan Tuhan. Ia tetaplah seorang hamba yang sederhana dan rendah hati. Yang layak menerima pujian, hormat dan kemuliaan hanyalah Tuhan Yesus saja, bukan dirinya.
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." Yohanes 3:30
Saturday, February 13, 2016
YOHANES PEMBAPTIS: Hamba Tuhan Sederhana (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Februari 2016
Baca: Matius 3:1-6
"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" Matius 3:2
Yohanes Pembaptis adalah penginjil pertama yang memberitakan bahwa Kerajaan Sorga sudah dekat, karena itu ia menyerukan agar semua orang segera bertobat. Pertobatan adalah pesan utama yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis ini karena ia diutus untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan meluruskan jalan bagi-Nya (ayat 3).
Makna dasar pertobatan (metanoeo) adalah berbalik dari cara hidup yang sia-sia (jahat) kepada Kristus, meninggalkan cara hidup yang lama dan menjalani hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus. Pertobatan adalah sebuah keputusan sukarela dalam diri orang berdosa, yang oleh karena kasih karunia beroleh kemampuan untuk melakukannya ketika mereka mendengar dan percaya kepada Injil. Yang membuat seseorang bertobat dan percaya kepada Kristus bukanlah kehebatan hamba Tuhan tertentu, tetapi semata-mata karena Roh Kudus yang telah menjamah hati orang tersebut.
Khotbah yang disampaikan Yohanes Pembaptis to the point, singkat, jelas, tidak berbelit-belit tetapi tepat sasaran. Kata-katanya bukan kata-kata yang meninabobokkan jemaat atau kata-kata penuh lelucon yang membuat si pendengar tertawa terpingkal-pingkal (namun kemudian lupa dengan inti khotbah). Jadi sekalipun khotbahnya sangat sederhana, sesederhana penampilannya, namun mengandung kuasa yang sangat dahsyat karena sanggup meruntuhkan benteng-benteng dan kubu keangkuhan manusia sehingga banyak orang tertempelak dan kemudian membuat keputusan untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, percaya kepada Injil dan bertobat. "Maka datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan." (ayat 5).
Banyak orang bertobat dan memberi diri untuk dibaptis bukan karena tekanan pihak lain atau paksaan, bukan pula karena Yohanes yang fasih bicara dan mahir berkhotbah, namun semua karena kuasa Tuhan yang bekerja di dalam dirinya. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6).
Pertobatan adalah berita utama Yohanes Pembaptis dalam pelayanannya.
Baca: Matius 3:1-6
"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" Matius 3:2
Yohanes Pembaptis adalah penginjil pertama yang memberitakan bahwa Kerajaan Sorga sudah dekat, karena itu ia menyerukan agar semua orang segera bertobat. Pertobatan adalah pesan utama yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis ini karena ia diutus untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan meluruskan jalan bagi-Nya (ayat 3).
Makna dasar pertobatan (metanoeo) adalah berbalik dari cara hidup yang sia-sia (jahat) kepada Kristus, meninggalkan cara hidup yang lama dan menjalani hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus. Pertobatan adalah sebuah keputusan sukarela dalam diri orang berdosa, yang oleh karena kasih karunia beroleh kemampuan untuk melakukannya ketika mereka mendengar dan percaya kepada Injil. Yang membuat seseorang bertobat dan percaya kepada Kristus bukanlah kehebatan hamba Tuhan tertentu, tetapi semata-mata karena Roh Kudus yang telah menjamah hati orang tersebut.
Khotbah yang disampaikan Yohanes Pembaptis to the point, singkat, jelas, tidak berbelit-belit tetapi tepat sasaran. Kata-katanya bukan kata-kata yang meninabobokkan jemaat atau kata-kata penuh lelucon yang membuat si pendengar tertawa terpingkal-pingkal (namun kemudian lupa dengan inti khotbah). Jadi sekalipun khotbahnya sangat sederhana, sesederhana penampilannya, namun mengandung kuasa yang sangat dahsyat karena sanggup meruntuhkan benteng-benteng dan kubu keangkuhan manusia sehingga banyak orang tertempelak dan kemudian membuat keputusan untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan, percaya kepada Injil dan bertobat. "Maka datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan." (ayat 5).
Banyak orang bertobat dan memberi diri untuk dibaptis bukan karena tekanan pihak lain atau paksaan, bukan pula karena Yohanes yang fasih bicara dan mahir berkhotbah, namun semua karena kuasa Tuhan yang bekerja di dalam dirinya. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6).
Pertobatan adalah berita utama Yohanes Pembaptis dalam pelayanannya.
Friday, February 12, 2016
OBED EDOM: Hidup Yang Diberkati
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Februari 2016
Baca: 1 Tawarikh 26:4-8
"Mereka sekalian adalah dari keturunan Obed-Edom, yakni mereka sendiri, anak-anak mereka dan saudara-saudara mereka, masing-masing orang yang gagah perkasa, cakap untuk pekerjaan itu, enam puluh dua orang jumlahnya dari Obed-Edom." 1 Tawarikh 26:8
Di zaman sekarang ini ada banyak orang yang tidak lagi menempatkan Tuhan dan perkara-perkara rohani sebagai prioritas dalam hidupnya. Hati dan pikiran mereka semata-mata tertuju kepada hal-hal duniawi. Ibadah, doa dan pelayanan dianggap hal yang tidak penting dan pemborosan waktu saja. Pikirnya, "Banyak orang di luar sana yang tidak beribadah kepada Tuhan hidupnya baik-baik saja, malah sepertinya lebih sukses dan lebih mujur." Namun Tuhan sangat memperhatikan hidup orang benar dan Ia akan membuat perbedaan antara orang yang beribadah kepada-Nya dan yang tidak beribadah.
Kita tidak perlu iri terhadap orang fasik sebab kebahagiaan mereka semu, kemujurannya hanya bersifat sementara. "Karena sedikit waktu lagi, maka lenyaplah orang fasik; jika engkau memperhatikan tempatnya, maka ia sudah tidak ada lagi." (Mazmur 37:10). Karena itu jangan pernah berpikir bahwa ibadah, pelayanan dan jerih lelah kita untuk Tuhan tidak berarti apa-apa. Sesungguhnya semua diperhitungkan-Nya. Obed Edom adalah contoh orang yang menikmati berkat Tuhan secara luar biasa karena ia sangat menghormati hadirat Tuhan, padahal hanya tiga bulan tabut Allah berada di rumahnya (baca 2 Samuel 6:11-12). Keluarga ini pun menjadi buah bibir dan kesaksian yang baik bagi banyak orang, bahkan beritanya sampai ke telinga raja Daud. Alkitab mencatat bahwa Obed Edom yang sebelumnya tinggal di Kirad Yearim rela pergi ke Yerusalem untuk melayani sebagai penunggu kemah Tuhan, di mana Tabut Allah berada. Ini menunjukkan besar kerinduannya melayani Tuhan dan tinggal dalam hadirat Tuhan. "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58).
Karena kesungguhannya melayani Tuhan bukan hanya Obed Edom yang diberkati, tetapi sampai ke anak cucunya, bahkan anak-anak Obed Edom disebut pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa dan cakap dalam pekerjaan.
Pemazmur menulis: "...tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;" Mazmur 37:25
Baca: 1 Tawarikh 26:4-8
"Mereka sekalian adalah dari keturunan Obed-Edom, yakni mereka sendiri, anak-anak mereka dan saudara-saudara mereka, masing-masing orang yang gagah perkasa, cakap untuk pekerjaan itu, enam puluh dua orang jumlahnya dari Obed-Edom." 1 Tawarikh 26:8
Di zaman sekarang ini ada banyak orang yang tidak lagi menempatkan Tuhan dan perkara-perkara rohani sebagai prioritas dalam hidupnya. Hati dan pikiran mereka semata-mata tertuju kepada hal-hal duniawi. Ibadah, doa dan pelayanan dianggap hal yang tidak penting dan pemborosan waktu saja. Pikirnya, "Banyak orang di luar sana yang tidak beribadah kepada Tuhan hidupnya baik-baik saja, malah sepertinya lebih sukses dan lebih mujur." Namun Tuhan sangat memperhatikan hidup orang benar dan Ia akan membuat perbedaan antara orang yang beribadah kepada-Nya dan yang tidak beribadah.
Kita tidak perlu iri terhadap orang fasik sebab kebahagiaan mereka semu, kemujurannya hanya bersifat sementara. "Karena sedikit waktu lagi, maka lenyaplah orang fasik; jika engkau memperhatikan tempatnya, maka ia sudah tidak ada lagi." (Mazmur 37:10). Karena itu jangan pernah berpikir bahwa ibadah, pelayanan dan jerih lelah kita untuk Tuhan tidak berarti apa-apa. Sesungguhnya semua diperhitungkan-Nya. Obed Edom adalah contoh orang yang menikmati berkat Tuhan secara luar biasa karena ia sangat menghormati hadirat Tuhan, padahal hanya tiga bulan tabut Allah berada di rumahnya (baca 2 Samuel 6:11-12). Keluarga ini pun menjadi buah bibir dan kesaksian yang baik bagi banyak orang, bahkan beritanya sampai ke telinga raja Daud. Alkitab mencatat bahwa Obed Edom yang sebelumnya tinggal di Kirad Yearim rela pergi ke Yerusalem untuk melayani sebagai penunggu kemah Tuhan, di mana Tabut Allah berada. Ini menunjukkan besar kerinduannya melayani Tuhan dan tinggal dalam hadirat Tuhan. "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58).
Karena kesungguhannya melayani Tuhan bukan hanya Obed Edom yang diberkati, tetapi sampai ke anak cucunya, bahkan anak-anak Obed Edom disebut pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa dan cakap dalam pekerjaan.
Pemazmur menulis: "...tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;" Mazmur 37:25
Thursday, February 11, 2016
TUHAN MEMERHATIKAN ORANG BENAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Februari 2016
Baca: Maleakhi 3:13-18
"Kamu berkata: 'Adalah sia-sia beribadah kepada Allah. Apakah untungnya kita memelihara apa yang harus dilakukan terhadap-Nya dan berjalan dengan pakaian berkabung di hadapan TUHAN semesta alam?'" Maleakhi 3:14
Dalam menjalani kehidupan di dunia banyak orang cenderung mengandalkan kekuatan, kepintaran, uang, kekayaan, koneksi, jabatan dan sebagainya daripada berharap dan mengandalkan Tuhan. Bahkan ketika dihadapkan pada pergumulan hidup yang berat ada orang yang berani berkata: "Ah...percuma saja ibadah atau berdoa...tidak ada pengaruhnya!" Benarkah demikian?
Ketidaksabaran menantikan Tuhan bertindak seringkali menjadi permasalahan utama kebanyakan orang Kristen sehingga mereka kecewa, mengeluh, bersungut-sungut, putus asa dan menyerah. Lalu mereka memilih berkompromi dengan dosa. Karena termakan tipu muslihat Iblis mereka pun menerima tawaran-tawarannya yang menjanjikan kenikmatan, kesenangan dan pertolongan instan, padahal di balik itu ada jebakan yang sangat mematikan, sebab Iblis datang "...hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Di zaman sulit seperti sekarang ini seharusnya kita back to the bible, semakin melekat kepada Tuhan, semakin meningkatkan kualitas ibadah kita dan juga jam-jam doa kita; dengan kata lain kita harus berusaha hidup benar di hadapan Tuhan. Mengapa? karena "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat..." (Mazmur 34:16-17). Selama kita hidup dalam kebenaran kita akan menjadi umat kesayangan-Nya sehingga kita akan dijaga-Nya seperti biji mata-Nya, dan Alkitab menyatakan bahwa "...siapa yang menjamah kamu (orang benar), berarti menjamah biji mata-Nya." (Zakharia 2:8). Yakobus juga menulis, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b).
Mujizat, kemenangan dan pemulihan akan dinyatakan saat orang benar berdoa kepada Tuhan. Inilah janji Tuhan! Kalau kita ingin mengalami mujizat dari Tuhan beribadahlah sungguh-sungguh kepada Tuhan dan janganlah pernah berhenti berdoa.
"Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." Mazmur 34:18
Baca: Maleakhi 3:13-18
"Kamu berkata: 'Adalah sia-sia beribadah kepada Allah. Apakah untungnya kita memelihara apa yang harus dilakukan terhadap-Nya dan berjalan dengan pakaian berkabung di hadapan TUHAN semesta alam?'" Maleakhi 3:14
Dalam menjalani kehidupan di dunia banyak orang cenderung mengandalkan kekuatan, kepintaran, uang, kekayaan, koneksi, jabatan dan sebagainya daripada berharap dan mengandalkan Tuhan. Bahkan ketika dihadapkan pada pergumulan hidup yang berat ada orang yang berani berkata: "Ah...percuma saja ibadah atau berdoa...tidak ada pengaruhnya!" Benarkah demikian?
Ketidaksabaran menantikan Tuhan bertindak seringkali menjadi permasalahan utama kebanyakan orang Kristen sehingga mereka kecewa, mengeluh, bersungut-sungut, putus asa dan menyerah. Lalu mereka memilih berkompromi dengan dosa. Karena termakan tipu muslihat Iblis mereka pun menerima tawaran-tawarannya yang menjanjikan kenikmatan, kesenangan dan pertolongan instan, padahal di balik itu ada jebakan yang sangat mematikan, sebab Iblis datang "...hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Di zaman sulit seperti sekarang ini seharusnya kita back to the bible, semakin melekat kepada Tuhan, semakin meningkatkan kualitas ibadah kita dan juga jam-jam doa kita; dengan kata lain kita harus berusaha hidup benar di hadapan Tuhan. Mengapa? karena "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat..." (Mazmur 34:16-17). Selama kita hidup dalam kebenaran kita akan menjadi umat kesayangan-Nya sehingga kita akan dijaga-Nya seperti biji mata-Nya, dan Alkitab menyatakan bahwa "...siapa yang menjamah kamu (orang benar), berarti menjamah biji mata-Nya." (Zakharia 2:8). Yakobus juga menulis, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b).
Mujizat, kemenangan dan pemulihan akan dinyatakan saat orang benar berdoa kepada Tuhan. Inilah janji Tuhan! Kalau kita ingin mengalami mujizat dari Tuhan beribadahlah sungguh-sungguh kepada Tuhan dan janganlah pernah berhenti berdoa.
"Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." Mazmur 34:18
Wednesday, February 10, 2016
SIAPA MENABUR SIAPA MENUAI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Februari 2016
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga." 2 Korintus 9:6
Di era tahun 80-an ada lagu yang cukup populer berjudul 'Siapa menabur siapa menuai' karya Rinto Harahap, yang dilantunkan oleh Hetty Koes Endang. Tak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan ini berlaku hukum tabur-tuai: siapa yang menabur, dia yang akan menuai; apa yang ditabur itu juga yang akan dituai.
Rasul Paulus memperingatkan, "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7-8). Bila kita menabur kebaikan kita pasti akan menuai kebaikan. Kalau kita menabur keburukan, maka hal-hal yang buruk pula yang akan kita tuai. Contoh konkret menabur adalah tindakan memberi: memberi persembahan untuk Tuhan maupun memberi sesuatu kepada orang lain. Dalam hal memberi sikap hati harus diperhatikan. Jangan sampai kita memberi semata-mata karena mengharapkan balasan atau imbalan. Bagaimanapun juga tindakan memberi itu bagaikan menabur benih yang suatu saat nanti akan menghasilkan buah. Jadi tindakan memberi bukanlah tindakan sia-sia atau percuma, justru merupakan tindakan yang baik dan tepat. "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:9-10). Jangan pernah menunda-nunda waktu untuk berbuat baik. Biarlah kebaikan itu terus mengalir dari hari ke sehari, sehingga "...kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!" (Filipi 4:5).
Memberi harus dengan kerelaan hati: bukan berarti memberi dengan sesuka hati, tapi memberi sepantasnya sesuai dengan berkat Tuhan yang telah kita terima. Namun bukanlah hal yang mudah bagi orang yang hatinya melekat pada uang dan harta.
Buanglah sifat kikir, egois dan materialistis dalam diri kita, dan jadilah berkat bagi orang lain, karena apa yang kita tabur tidak akan pernah sia-sia!
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga." 2 Korintus 9:6
Di era tahun 80-an ada lagu yang cukup populer berjudul 'Siapa menabur siapa menuai' karya Rinto Harahap, yang dilantunkan oleh Hetty Koes Endang. Tak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan ini berlaku hukum tabur-tuai: siapa yang menabur, dia yang akan menuai; apa yang ditabur itu juga yang akan dituai.
Rasul Paulus memperingatkan, "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7-8). Bila kita menabur kebaikan kita pasti akan menuai kebaikan. Kalau kita menabur keburukan, maka hal-hal yang buruk pula yang akan kita tuai. Contoh konkret menabur adalah tindakan memberi: memberi persembahan untuk Tuhan maupun memberi sesuatu kepada orang lain. Dalam hal memberi sikap hati harus diperhatikan. Jangan sampai kita memberi semata-mata karena mengharapkan balasan atau imbalan. Bagaimanapun juga tindakan memberi itu bagaikan menabur benih yang suatu saat nanti akan menghasilkan buah. Jadi tindakan memberi bukanlah tindakan sia-sia atau percuma, justru merupakan tindakan yang baik dan tepat. "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:9-10). Jangan pernah menunda-nunda waktu untuk berbuat baik. Biarlah kebaikan itu terus mengalir dari hari ke sehari, sehingga "...kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!" (Filipi 4:5).
Memberi harus dengan kerelaan hati: bukan berarti memberi dengan sesuka hati, tapi memberi sepantasnya sesuai dengan berkat Tuhan yang telah kita terima. Namun bukanlah hal yang mudah bagi orang yang hatinya melekat pada uang dan harta.
Buanglah sifat kikir, egois dan materialistis dalam diri kita, dan jadilah berkat bagi orang lain, karena apa yang kita tabur tidak akan pernah sia-sia!
Monday, February 8, 2016
TUHAN YESUS SEBAGAI ARAH PANDANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Februari 2016
Baca: Mazmur 16:1-11
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." Mazmur 16:8
Mata memiliki fungsi sangat vital yaitu untuk melihat suatu obyek. Alkitab menyatakan, "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Matius 6:22-23). Jika kita memfungsikan mata ini dengan baik dan benar akan berdampak positif bagi seluruh aspek kehidupan kita. Sebaliknya jika kita memfungsikan mata kita untuk hal-hal yang negatif dampaknya pun akan negatif. Untuk mendapatkan hasil terbaik dan maksimal penting sekali kita mengarahkan mata kita ke obyek yang benar, sebab jika salah memandang bisa berakibat sangat fatal.
Alkitab mencatat, "Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya." (2 Samuel 11:2). Karena matanya terarah ke Betsyeba yang sedang mandi akhirnya Daud jatuh dalam dosa perzinahan dan harus menanggung akibatnya. Berhati-hatilah! ke mana arah kita memandang menentukan masa depan kita. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah." (Ibrani 12:2). Mengarahkan pandangan kepada Tuhan Yesus berarti berfokus kepada-Nya, meneladani karakter-Nya, mengikut jalan-Nya dan memegang teguh janji-Nya.
Ketika perahu murid-murid dilanda angin sakal datanglah Tuhan Yesus menghampiri mereka untuk menolong. Tetapi ketika "...Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: 'Itu hantu!', lalu berteriak-teriak karena takut." (Matius 14:26). Mereka menyangka bahwa yang mendatangi mereka adalah hantu. Tuhan Yesus berkata, "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" (Matius 14:27).
Ketika arah pandang kita mulai bergeser, tidak lagi terarah kepada Tuhan Yesus, tapi kepada masalah, kita pasti akan takut dan lemah!
Baca: Mazmur 16:1-11
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." Mazmur 16:8
Mata memiliki fungsi sangat vital yaitu untuk melihat suatu obyek. Alkitab menyatakan, "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Matius 6:22-23). Jika kita memfungsikan mata ini dengan baik dan benar akan berdampak positif bagi seluruh aspek kehidupan kita. Sebaliknya jika kita memfungsikan mata kita untuk hal-hal yang negatif dampaknya pun akan negatif. Untuk mendapatkan hasil terbaik dan maksimal penting sekali kita mengarahkan mata kita ke obyek yang benar, sebab jika salah memandang bisa berakibat sangat fatal.
Alkitab mencatat, "Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya." (2 Samuel 11:2). Karena matanya terarah ke Betsyeba yang sedang mandi akhirnya Daud jatuh dalam dosa perzinahan dan harus menanggung akibatnya. Berhati-hatilah! ke mana arah kita memandang menentukan masa depan kita. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah." (Ibrani 12:2). Mengarahkan pandangan kepada Tuhan Yesus berarti berfokus kepada-Nya, meneladani karakter-Nya, mengikut jalan-Nya dan memegang teguh janji-Nya.
Ketika perahu murid-murid dilanda angin sakal datanglah Tuhan Yesus menghampiri mereka untuk menolong. Tetapi ketika "...Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: 'Itu hantu!', lalu berteriak-teriak karena takut." (Matius 14:26). Mereka menyangka bahwa yang mendatangi mereka adalah hantu. Tuhan Yesus berkata, "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" (Matius 14:27).
Ketika arah pandang kita mulai bergeser, tidak lagi terarah kepada Tuhan Yesus, tapi kepada masalah, kita pasti akan takut dan lemah!
ADAKAH YANG MUSTAHIL BAGI TUHAN?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Februari 2016
Baca: Lukas 9:37-43a
"Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu dan sabar terhadap kamu? Bawa anakmu itu kemari!" Lukas 9:41
Ada seorang anak yang sejak kecil menderita sakit karena kerasukan setan. Seringkali kejang-kejang dan mulutnya berbusa karena pekerjaan roh jahat yang berusaha membunuhnya. Terkadang roh jahat membawanya ke air agar tenggelam atau ke dalam api agar mati terbakar.
Suatu ketika orangtua si anak mendengar kabar tentang mujizat-mujizat yang kerjakan Tuhan Yesus. Tanpa menunda-nunda waktu ia pun membawa anaknya kepada Tuhan Yesus. "Guru, aku memohon supaya Engkau menengok anakku, sebab ia adalah satu-satunya anakku. Sewaktu-waktu ia diserang roh, lalu mendadak ia berteriak dan roh itu menggoncang-goncangkannya sehingga mulutnya berbusa. Roh itu terus saja menyiksa dia dan hampir-hampir tidak mau meninggalkannya." (ayat 38-39). Orangtua si anak juga complain karena ia pernah membawa anaknya kepada murid-murid-Nya untuk didoakan, tapi tidak ada kesembuhan. Inilah respons Tuhan Yesus, "Hai kamu angkatan yang tidak percaya... Bawa anakmu itu kemari!" (ayat nas). Inilah yang terjadi dalam diri banyak orang Kristen: tahu bahwa Tuhan sanggup melakukan mujizat, bahkan hampir di setiap ibadah sering mendengar khotbah tentang kuasa Tuhan dan pekerjaan besar-Nya; namun begitu dihadapkan pada masalah dan situasi yang sulit, secepat kilat lupa dengan firman Tuhan, lupa dengan kebesaran kuasa-Nya, kita pun menjadi panik, kalang kabut, menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain. Kita menjadi cemas, kuatir, bimbang, ragu, mempertanyakan kuasa Tuhan. "Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:7).
Tidak ada perkara yang mustahil asal kita percaya! Percaya bahwa kuasa Tuhan tidak dapat dibatasi oleh situasi dan keadaan apa pun. Situasi atau keadaan seringkali membuat iman lemah. Supaya iman semakin kuat kita harus banyak mendengar firman Tuhan, sebab iman timbul dari pendengaran akan firman-Nya. Selama kita fokus kepada janji Tuhan dan kuasa-Nya, sebesar apa pun masalah pasti kita sanggup melewatinya, sebab kita percaya bahwa Tuhan selalu punya 1001 cara untuk menolong kita.
"Maka takjublah semua orang itu karena kebesaran Allah." Lukas 9:43a
Baca: Lukas 9:37-43a
"Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu dan sabar terhadap kamu? Bawa anakmu itu kemari!" Lukas 9:41
Ada seorang anak yang sejak kecil menderita sakit karena kerasukan setan. Seringkali kejang-kejang dan mulutnya berbusa karena pekerjaan roh jahat yang berusaha membunuhnya. Terkadang roh jahat membawanya ke air agar tenggelam atau ke dalam api agar mati terbakar.
Suatu ketika orangtua si anak mendengar kabar tentang mujizat-mujizat yang kerjakan Tuhan Yesus. Tanpa menunda-nunda waktu ia pun membawa anaknya kepada Tuhan Yesus. "Guru, aku memohon supaya Engkau menengok anakku, sebab ia adalah satu-satunya anakku. Sewaktu-waktu ia diserang roh, lalu mendadak ia berteriak dan roh itu menggoncang-goncangkannya sehingga mulutnya berbusa. Roh itu terus saja menyiksa dia dan hampir-hampir tidak mau meninggalkannya." (ayat 38-39). Orangtua si anak juga complain karena ia pernah membawa anaknya kepada murid-murid-Nya untuk didoakan, tapi tidak ada kesembuhan. Inilah respons Tuhan Yesus, "Hai kamu angkatan yang tidak percaya... Bawa anakmu itu kemari!" (ayat nas). Inilah yang terjadi dalam diri banyak orang Kristen: tahu bahwa Tuhan sanggup melakukan mujizat, bahkan hampir di setiap ibadah sering mendengar khotbah tentang kuasa Tuhan dan pekerjaan besar-Nya; namun begitu dihadapkan pada masalah dan situasi yang sulit, secepat kilat lupa dengan firman Tuhan, lupa dengan kebesaran kuasa-Nya, kita pun menjadi panik, kalang kabut, menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain. Kita menjadi cemas, kuatir, bimbang, ragu, mempertanyakan kuasa Tuhan. "Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:7).
Tidak ada perkara yang mustahil asal kita percaya! Percaya bahwa kuasa Tuhan tidak dapat dibatasi oleh situasi dan keadaan apa pun. Situasi atau keadaan seringkali membuat iman lemah. Supaya iman semakin kuat kita harus banyak mendengar firman Tuhan, sebab iman timbul dari pendengaran akan firman-Nya. Selama kita fokus kepada janji Tuhan dan kuasa-Nya, sebesar apa pun masalah pasti kita sanggup melewatinya, sebab kita percaya bahwa Tuhan selalu punya 1001 cara untuk menolong kita.
"Maka takjublah semua orang itu karena kebesaran Allah." Lukas 9:43a
Subscribe to:
Posts (Atom)