Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Mei 2015
Baca: Kolose 3:5-17
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara
kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang
akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan
nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu." Kolose 3:16
Perkataan yang diucapkan oleh Kristus itu bukan berasal dari akal manusia melainkan perkataan yang diberikan oleh Bapa kepada-Nya untuk diucapkan. Tertulis: "Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang
mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang
harus Aku katakan dan Aku sampaikan." (Yohanes 12:49). Karena itu kita yang mengaku diri sebagai pengikut Kristus sudah selayaknya "...perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya..." di dalam kita.
Memperkatakan perkataan Kristus berarti memperkatakan firman Tuhan. Mengapa setiap anak Tuhan harus selalu memperkatakan firman Tuhan? Karena firman-Nya itu hidup dan berkuasa. "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang
bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan
roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan
pikiran hati kita." (Ibrani 4:12) dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar,
untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Itulah sebabnya ketika seseorang memberitakan firman Tuhan kepada orang lain, perkataannya itu dapat menjamah, menggerakkan, mengubah dan membuat orang lain menjadi hancur hati sehingga mereka mau menerima Injil dan percaya kepada Tuhan Yesus. Itu bukan karena kehebatan seseorang atau karena ia fasih bicara, tapi karena kuasa firman yang bekerja!
Kita harus memperkatakan firman Tuhan sebagai bukti bahwa kita ini percaya terhadap firman-Nya. Rasul Paulus mengatakan, "Namun karena kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: 'Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata', maka kami juga percaya dan
sebab itu kami juga berkata-kata." (2 Korintus 4:13).
"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali
kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang
Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." Yesaya 55:11
Tuesday, May 19, 2015
Monday, May 18, 2015
LIDAH: Memperkatakan Firman (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2015
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Kita harus berhati-hati dan waspada terhadap setiap ucapan atau perkataan yang keluar dari mulut kita, karena di dalam ucapan terkandung suatu kuasa, baik itu kuasa yang mendatangkan kebaikan atau keburukan, kuasa yang bersifat membangun atau justru merusak, yang kesemuanya bergantung bagaimana kita bisa mengendalikannya.
Sadar atau tidak, setiap hari kita berada di dalam pertempuran melawan Iblis, dunia dan juga kedagingan kita sendiri. Karena itu kita tidak boleh sedikit pun menjadi lelah dan kendor untuk berjaga-jaga. "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16). Salah satu bentuk kewaspadaan kita adalah dengan mendisiplinkan, mengontrol dan menundukkan satu bagian dari tubuh kita yang dapat mempengaruhi seluruh eksistensi kita yaitu lidah. Begitu kita dapat menundukkan bagian tubuh yang satu ini maka kita akan mampu mendisiplinkan seluruh tubuh kita. "Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya." (Yakobus 3:2). Dengan kekuatan sendiri kita tidak akan mampu mengendalikan lidah kita, hanya dengan menyerahkan di bawah pengawasan Roh Kuduslah kita akan beroleh kekuatan untuk mendisiplinkan dan mengontrol lidah kita. Karena itu Daud berdoa, "Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!" (Mazmur 141:3). Dengan pertolongan Roh Kudus kita akan mampu memfungsikan lidah kita dengan benar, supaya "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (ayat nas).
Adalah keharusan untuk kita memperkatakan perkataan yang positif, bukan perkataan yang kosong, hambar, kotor dan sia-sia. Karena itu marilah kita meneladani perkataan-perkataan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus. Mengapa? Karena "Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup." (Yohanes 6:63b).
Perkataan kita akan selaras dengan perkataan Tuhan Yesus jika kita senantiasa mengisi perbendaharaan hati kita dengan firman-Nya!
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Kita harus berhati-hati dan waspada terhadap setiap ucapan atau perkataan yang keluar dari mulut kita, karena di dalam ucapan terkandung suatu kuasa, baik itu kuasa yang mendatangkan kebaikan atau keburukan, kuasa yang bersifat membangun atau justru merusak, yang kesemuanya bergantung bagaimana kita bisa mengendalikannya.
Sadar atau tidak, setiap hari kita berada di dalam pertempuran melawan Iblis, dunia dan juga kedagingan kita sendiri. Karena itu kita tidak boleh sedikit pun menjadi lelah dan kendor untuk berjaga-jaga. "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16). Salah satu bentuk kewaspadaan kita adalah dengan mendisiplinkan, mengontrol dan menundukkan satu bagian dari tubuh kita yang dapat mempengaruhi seluruh eksistensi kita yaitu lidah. Begitu kita dapat menundukkan bagian tubuh yang satu ini maka kita akan mampu mendisiplinkan seluruh tubuh kita. "Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya." (Yakobus 3:2). Dengan kekuatan sendiri kita tidak akan mampu mengendalikan lidah kita, hanya dengan menyerahkan di bawah pengawasan Roh Kuduslah kita akan beroleh kekuatan untuk mendisiplinkan dan mengontrol lidah kita. Karena itu Daud berdoa, "Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!" (Mazmur 141:3). Dengan pertolongan Roh Kudus kita akan mampu memfungsikan lidah kita dengan benar, supaya "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (ayat nas).
Adalah keharusan untuk kita memperkatakan perkataan yang positif, bukan perkataan yang kosong, hambar, kotor dan sia-sia. Karena itu marilah kita meneladani perkataan-perkataan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus. Mengapa? Karena "Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup." (Yohanes 6:63b).
Perkataan kita akan selaras dengan perkataan Tuhan Yesus jika kita senantiasa mengisi perbendaharaan hati kita dengan firman-Nya!
Sunday, May 17, 2015
HIDUP DAN MATI DIKUASAI LIDAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Mei 2015
Baca: Hakim-Hakim 12:1-7
"Pada waktu itu tewaslah dari suku Efraim empat puluh dua ribu orang." Hakim-Hakim 12:6b
Mengapa kita harus bisa mengendalkan lidah atau ucapan kita? Karena ucapan yang keluar dari mulut kita itu akan menunjukkan jati diri kita, menggambarkan siapa diri kita sesungguhnya. Ada tertulis, "Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." (Matius 12:35).
Ada satu kisah menarik di dalam Alkitab yang berkenaan dengan ucapan seseorang yang ternyata menentukan hidup dan matinya. Pada waktu itu, terjadi peperangan antara suku Gilead dan Efraim. Peperangan tersebut dimenangkan oleh suku Gilead. Mereka menduduki tempat-tempat penyeberangan sungai Yordan dengan tujuan untuk mengantisipasi kedatangan orang-orang Efraim yang telah tercerai-berai yang berusaha untuk menemukan jalan pulang ke rumah mereka melalui jalur sungai di tepi-tepi sungai Yordan. Setiap kali bertemu dengan orang yang menyeberang sungai Yordan suku Gilead akan bertanya, "'Orang Efraimkah engkau?' Dan jika ia menjawab: 'Bukan,' maka mereka berkata kepadanya: 'Coba katakan dahulu: syibolet.' Jika ia berkata: sibolet, jadi tidak dapat mengucapkannya dengan tepat, maka mereka menangkap dia dan menyembelihnya dekat tempat-tempat penyeberangan sungai Yordan itu." (Hakim-Hakim 12:5-6). Hanya karena salah dalam mengucapkan satu kata 'syibolet' akhirnya terbongkarlah jati diri (identitas) seseorang dan sekaligus menjadi penentu hidup dan mati seseorang, sehingga tewaslah 42.000 ribu orang dari suku Efraim!
Berhati-hatilah dengan ucapan kita, karena apa yang ada di dalam hati akan terungkap melalui ucapan bibir kita. Jadi tutur kata atau ucapan seseorang adalah penyingkap rahasia yang jitu, yang akan memberikan gambaran jelas mengenai karakter sekaligus isi hati dari orang yang mengucapkannya. Bahkan lidah kita dan ucapan-ucapan kita dapat menentukan jalan hidup kita sendiri, apakah kita akan hidup dalam kemenangan atau kekalahan, berkat atau kutuk.
"Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." Matius 12:37
Baca: Hakim-Hakim 12:1-7
"Pada waktu itu tewaslah dari suku Efraim empat puluh dua ribu orang." Hakim-Hakim 12:6b
Mengapa kita harus bisa mengendalkan lidah atau ucapan kita? Karena ucapan yang keluar dari mulut kita itu akan menunjukkan jati diri kita, menggambarkan siapa diri kita sesungguhnya. Ada tertulis, "Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." (Matius 12:35).
Ada satu kisah menarik di dalam Alkitab yang berkenaan dengan ucapan seseorang yang ternyata menentukan hidup dan matinya. Pada waktu itu, terjadi peperangan antara suku Gilead dan Efraim. Peperangan tersebut dimenangkan oleh suku Gilead. Mereka menduduki tempat-tempat penyeberangan sungai Yordan dengan tujuan untuk mengantisipasi kedatangan orang-orang Efraim yang telah tercerai-berai yang berusaha untuk menemukan jalan pulang ke rumah mereka melalui jalur sungai di tepi-tepi sungai Yordan. Setiap kali bertemu dengan orang yang menyeberang sungai Yordan suku Gilead akan bertanya, "'Orang Efraimkah engkau?' Dan jika ia menjawab: 'Bukan,' maka mereka berkata kepadanya: 'Coba katakan dahulu: syibolet.' Jika ia berkata: sibolet, jadi tidak dapat mengucapkannya dengan tepat, maka mereka menangkap dia dan menyembelihnya dekat tempat-tempat penyeberangan sungai Yordan itu." (Hakim-Hakim 12:5-6). Hanya karena salah dalam mengucapkan satu kata 'syibolet' akhirnya terbongkarlah jati diri (identitas) seseorang dan sekaligus menjadi penentu hidup dan mati seseorang, sehingga tewaslah 42.000 ribu orang dari suku Efraim!
Berhati-hatilah dengan ucapan kita, karena apa yang ada di dalam hati akan terungkap melalui ucapan bibir kita. Jadi tutur kata atau ucapan seseorang adalah penyingkap rahasia yang jitu, yang akan memberikan gambaran jelas mengenai karakter sekaligus isi hati dari orang yang mengucapkannya. Bahkan lidah kita dan ucapan-ucapan kita dapat menentukan jalan hidup kita sendiri, apakah kita akan hidup dalam kemenangan atau kekalahan, berkat atau kutuk.
"Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." Matius 12:37
Saturday, May 16, 2015
TAK MUDAH MENGENDALIKAN LIDAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2015
Baca: Yakobus 3:1-12
"Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar." Yakobus 3:5a
Pemberian hadiah Nobel merupakan salah satu ajang penghargaan paling bergengsi di dunia. Penghargaan ini diberikan kepada orang-orang yang telah melakukan perjuangan luar biasa dan menghasilkan suatu karya yang luar biasa. Hadiah Nobel diberikan kepada mereka yang telah membuat penemuan baru dan alat tersebut berguna bagi banyak orang, atau mereka yang telah memberikan sumbangsih besar bagi kepentingan kemanusiaan. Tapi tahukah Anda? Gagasan pemberian hadiah Nobel ini justru bermula dari kekecewaan sang penggagas, yaitu Alfred Bernhard Nobel, yang lahir di Stockholm (Swedia) pada 21 Oktober 1833. Alfred Nobel sendiri seorang penemu dinamit. Ia kecewa, marah dan sekaligus geram karena hasil temuannya tersebut telah disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang merusak sehingga merugikan banyak orang.
Sesungguhnya dinamit temuan Alfred ini sangat berguna untuk kepentingan umum: pekerjaan konstruksi, pengeboran saluran, penghancuran gunung batu guna pembuatan terowongan, pembangunan jembatan dan gedung, dan masih banyak manfaat lainnya. Pada hakikatnya penemuan dinamit adalah suatu keuntungan besar bagi umat manusia, namun dinamit akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya dan berakibat fatal apabila disalahgunakan: bisa menghancurkan dan membunuh manusia.
Demikian pula dengan lidah, tak ubahnya seperti dinamit, bila terkendali dengan baik dari lidah akan keluar ucapan yang dapat membangun dan memberkati orang lain, tapi bila lidah tidak terkendali justru dapat menyakiti, melemahkan dan menghancurkan sesamanya. Lidah itu ibarat api, seperti yang disampaikan Yakobus, "Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka." (Yakobus 3:5b-6). Semua jenis binatang buas, begitu pula dengan kapal yang besar dapat dikendalikan oleh manusia!
...namun bukanlah pekerjaan yang mudah bagi seseorang untuk mengendalikan lidahnya sendiri!
Baca: Yakobus 3:1-12
"Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar." Yakobus 3:5a
Pemberian hadiah Nobel merupakan salah satu ajang penghargaan paling bergengsi di dunia. Penghargaan ini diberikan kepada orang-orang yang telah melakukan perjuangan luar biasa dan menghasilkan suatu karya yang luar biasa. Hadiah Nobel diberikan kepada mereka yang telah membuat penemuan baru dan alat tersebut berguna bagi banyak orang, atau mereka yang telah memberikan sumbangsih besar bagi kepentingan kemanusiaan. Tapi tahukah Anda? Gagasan pemberian hadiah Nobel ini justru bermula dari kekecewaan sang penggagas, yaitu Alfred Bernhard Nobel, yang lahir di Stockholm (Swedia) pada 21 Oktober 1833. Alfred Nobel sendiri seorang penemu dinamit. Ia kecewa, marah dan sekaligus geram karena hasil temuannya tersebut telah disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang merusak sehingga merugikan banyak orang.
Sesungguhnya dinamit temuan Alfred ini sangat berguna untuk kepentingan umum: pekerjaan konstruksi, pengeboran saluran, penghancuran gunung batu guna pembuatan terowongan, pembangunan jembatan dan gedung, dan masih banyak manfaat lainnya. Pada hakikatnya penemuan dinamit adalah suatu keuntungan besar bagi umat manusia, namun dinamit akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya dan berakibat fatal apabila disalahgunakan: bisa menghancurkan dan membunuh manusia.
Demikian pula dengan lidah, tak ubahnya seperti dinamit, bila terkendali dengan baik dari lidah akan keluar ucapan yang dapat membangun dan memberkati orang lain, tapi bila lidah tidak terkendali justru dapat menyakiti, melemahkan dan menghancurkan sesamanya. Lidah itu ibarat api, seperti yang disampaikan Yakobus, "Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka." (Yakobus 3:5b-6). Semua jenis binatang buas, begitu pula dengan kapal yang besar dapat dikendalikan oleh manusia!
...namun bukanlah pekerjaan yang mudah bagi seseorang untuk mengendalikan lidahnya sendiri!
Friday, May 15, 2015
TUHAN YESUS: Jaminan Dan Pengharapan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2015
Baca: Yohanes 14:1-14
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." Yohanes 14:1
Mengapa kita harus bersukacita menyambut hari kenaikan Yesus Kristus ke sorga? Dengan naiknya Tuhan Yesus ke sorga orang percaya memperoleh jaminan yang pasti tentang keselamatan dan kehidupan yang kekal, karena Dia kembali ke sorga untuk menyediakan tempat bagi kita orang percaya. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Yang mengatakan janji ini adalah Tuhan Yesus sendiri, dan apa yang dijanjikan Tuhan pasti tidak pernah diingkari-Nya. Karena itu, "Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23).
Bagi orang yang percaya Yesus sebagai Tuhan Juruselamat, sorga itu bukanlah sekedar angan-angan tapi sebuah kenyataan, karena di mana Tuhan Yesus tinggal di situ pula kita akan tinggal. Jadi keberadaan kita di bumi ini hanyalah sementara. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Naik ke sorga berarti Tuhan Yesus tidak lagi ada di tengah-tengah umat-Nya secara jasmani, namun "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7).
Adalah baik jika Tuhan Yesus naik ke sorga, dengan demikian orang percaya akan menerima Roh Kudus yaitu Roh yang "...lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4), yang diutus untuk menguatkan, menopang, menghibur dan memperlengkapi kita dengan kuasa-Nya yang dahsyat! Melalui Roh-Nya, Tuhan Yesus tetap hadir untuk menyertai kita sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20b).
Pengharapan di dalam Tuhan Yesus tidak pernah mengecewakan, karena ada jaminan dan pengharapan yang pasti!
Baca: Yohanes 14:1-14
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." Yohanes 14:1
Mengapa kita harus bersukacita menyambut hari kenaikan Yesus Kristus ke sorga? Dengan naiknya Tuhan Yesus ke sorga orang percaya memperoleh jaminan yang pasti tentang keselamatan dan kehidupan yang kekal, karena Dia kembali ke sorga untuk menyediakan tempat bagi kita orang percaya. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Yang mengatakan janji ini adalah Tuhan Yesus sendiri, dan apa yang dijanjikan Tuhan pasti tidak pernah diingkari-Nya. Karena itu, "Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23).
Bagi orang yang percaya Yesus sebagai Tuhan Juruselamat, sorga itu bukanlah sekedar angan-angan tapi sebuah kenyataan, karena di mana Tuhan Yesus tinggal di situ pula kita akan tinggal. Jadi keberadaan kita di bumi ini hanyalah sementara. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Naik ke sorga berarti Tuhan Yesus tidak lagi ada di tengah-tengah umat-Nya secara jasmani, namun "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7).
Adalah baik jika Tuhan Yesus naik ke sorga, dengan demikian orang percaya akan menerima Roh Kudus yaitu Roh yang "...lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4), yang diutus untuk menguatkan, menopang, menghibur dan memperlengkapi kita dengan kuasa-Nya yang dahsyat! Melalui Roh-Nya, Tuhan Yesus tetap hadir untuk menyertai kita sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20b).
Pengharapan di dalam Tuhan Yesus tidak pernah mengecewakan, karena ada jaminan dan pengharapan yang pasti!
Thursday, May 14, 2015
NAIK KE SORGA: Ke-Ilahi-an Kristus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2015
Baca: Markus 16:9-20
"Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah." Markus 16:19
Kenaikan Yesus Kristus ke sorga adalah peristiwa yang terjadi 40 hari setelah Dia bangkit dari kematian dan 10 hari sebelum hari raya Pentakosta. Kenaikan Yesus Kristus ke sorga adalah suatu fakta, rill, bukan dongeng 1001 mimpi, bukan cerita fiksi atau sekedar ilustrasi. Jadi tubuh-Nya benar-benar naik ke sorga. Alkitab menjelaskan bahwa kenaikan-Nya ke sorga disaksikan langsung oleh murid-murid-Nya. Adapun kenaikan-Nya terjadi secara perlahan-lahan, jelas terlihat dengan kasat mata, secara jasmaniah dan normal. "Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: 'Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.'" (Kisah 1:9-11). Kenaikan Yesus Kristus ke sorga menjadi bukti ke-Ilahi-an Kristus. Bahkan Alkitab menegaskan pula bahwa cara Ia naik ke sorga juga akan menggambarkan kelak Ia akan datang kembali untuk yang kedua kalinya.
Mengapa Yesus Kristus harus naik ke sorga? Setelah bangkit dari antara orang mati Yesus mempunyai tubuh kebangkitan yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, karena tubuh-Nya adalah tubuh kemuliaan. Tubuh-Nya yang mulia itu tidak sesuai dengan keadaan di bumi ini, karena itu Dia harus naik ke sorga, suatu tempat yang sesuai dengan tubuh rohani-Nya. Yesus Kristus datang ke dunia dengan caranya yang ajaib pula. Tuhan Yesus berkata, "Aku dari atas...Aku bukan dari dunia ini." (Yohanes 8:23), "...Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah." (Yohanes 13:3).
Bagi umat Tuhan, hari kenaikan Yesus Kristus adalah hari yang sangat berarti dan patut disambut dengan penuh sukacita. Kenaikan-Nya ke sorga membuktikan bahwa apa yang difirmankan-Nya adalah ya dan amin! Tidak ada janji yang tidak ditepati-Nya.
Yesus Kristus naik ke sorga membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan yang berkuasa!
Baca: Markus 16:9-20
"Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah." Markus 16:19
Kenaikan Yesus Kristus ke sorga adalah peristiwa yang terjadi 40 hari setelah Dia bangkit dari kematian dan 10 hari sebelum hari raya Pentakosta. Kenaikan Yesus Kristus ke sorga adalah suatu fakta, rill, bukan dongeng 1001 mimpi, bukan cerita fiksi atau sekedar ilustrasi. Jadi tubuh-Nya benar-benar naik ke sorga. Alkitab menjelaskan bahwa kenaikan-Nya ke sorga disaksikan langsung oleh murid-murid-Nya. Adapun kenaikan-Nya terjadi secara perlahan-lahan, jelas terlihat dengan kasat mata, secara jasmaniah dan normal. "Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: 'Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.'" (Kisah 1:9-11). Kenaikan Yesus Kristus ke sorga menjadi bukti ke-Ilahi-an Kristus. Bahkan Alkitab menegaskan pula bahwa cara Ia naik ke sorga juga akan menggambarkan kelak Ia akan datang kembali untuk yang kedua kalinya.
Mengapa Yesus Kristus harus naik ke sorga? Setelah bangkit dari antara orang mati Yesus mempunyai tubuh kebangkitan yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, karena tubuh-Nya adalah tubuh kemuliaan. Tubuh-Nya yang mulia itu tidak sesuai dengan keadaan di bumi ini, karena itu Dia harus naik ke sorga, suatu tempat yang sesuai dengan tubuh rohani-Nya. Yesus Kristus datang ke dunia dengan caranya yang ajaib pula. Tuhan Yesus berkata, "Aku dari atas...Aku bukan dari dunia ini." (Yohanes 8:23), "...Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah." (Yohanes 13:3).
Bagi umat Tuhan, hari kenaikan Yesus Kristus adalah hari yang sangat berarti dan patut disambut dengan penuh sukacita. Kenaikan-Nya ke sorga membuktikan bahwa apa yang difirmankan-Nya adalah ya dan amin! Tidak ada janji yang tidak ditepati-Nya.
Yesus Kristus naik ke sorga membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan yang berkuasa!
Wednesday, May 13, 2015
BELAS KASIHAN TUHAN DAN IMAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2015
Baca: Matius 9:27-31
"Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Matius 9:28
Bagaimana keadaan Saudara hari ini? Mungkin Saudara sedang terbaring lemah di tempat tidur karena sakit-penyakit? Atau mungkin Saudara sudah merasa putus asa karena dokter sudah mengangkat tangan sebagai pertanda ketidaksanggupan menangani sakit yang Saudara derita? Jangan berputus asa, karena bagi orang percaya pengharapan itu selalu ada! Berserulah kepada Tuhan Yesus dan mohon belas kasihan-Nya, karena Dia adalah Jehovah Rapha, Allah yang menyembuhkan. "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Matius 8:17). Ini merupakan penggenapan dari nubuatan yang disampaikan oleh nabi Yesaya, "Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah." (Yesaya 53:4) dan "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b).
Seseorang beroleh kesembuhan dari Tuhan bukan karena ia baik dan layak, atau karena ia adalah seorang fulltimer gereja, keluarga pendeta, orang kaya, orang berpangkat, terkenal, berparas cantik atau tampan, melainkan semata-mata oleh karena belas kasihan dari Tuhan. Selain karena belas kasihan Tuhan, yang menjadi kunci untuk mendapatkan mujizat dari Tuhan adalah iman kita, karena "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1), tanpa iman tak seorang pun berkenan kepada Tuhan dan Ia "...memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia." (Ibrani 11:6).
Ketika bertemu orang yang sakit, seperti dalam pembacaan hari ini bertemu dengan dua orang buta, Ia tidak pernah bertanya, "Berapa banyaknya uangmu? Kamu berasal dari gereja mana?" Yang Ia tanyakan, "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" (ayat nas). Imanlah yang dituntut. Dari manakah iman kita dapatkan? "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Semakin kita banyak mendengar firman Tuhan dan tinggal di dalam firman-Nya iman kita akan semakin bertumbuh dan apa yang kita imani akan menjadi sebuah kenyataan!
"Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia;" Yakobus 5:15
Baca: Matius 9:27-31
"Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Matius 9:28
Bagaimana keadaan Saudara hari ini? Mungkin Saudara sedang terbaring lemah di tempat tidur karena sakit-penyakit? Atau mungkin Saudara sudah merasa putus asa karena dokter sudah mengangkat tangan sebagai pertanda ketidaksanggupan menangani sakit yang Saudara derita? Jangan berputus asa, karena bagi orang percaya pengharapan itu selalu ada! Berserulah kepada Tuhan Yesus dan mohon belas kasihan-Nya, karena Dia adalah Jehovah Rapha, Allah yang menyembuhkan. "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Matius 8:17). Ini merupakan penggenapan dari nubuatan yang disampaikan oleh nabi Yesaya, "Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah." (Yesaya 53:4) dan "Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:24b).
Seseorang beroleh kesembuhan dari Tuhan bukan karena ia baik dan layak, atau karena ia adalah seorang fulltimer gereja, keluarga pendeta, orang kaya, orang berpangkat, terkenal, berparas cantik atau tampan, melainkan semata-mata oleh karena belas kasihan dari Tuhan. Selain karena belas kasihan Tuhan, yang menjadi kunci untuk mendapatkan mujizat dari Tuhan adalah iman kita, karena "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1), tanpa iman tak seorang pun berkenan kepada Tuhan dan Ia "...memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia." (Ibrani 11:6).
Ketika bertemu orang yang sakit, seperti dalam pembacaan hari ini bertemu dengan dua orang buta, Ia tidak pernah bertanya, "Berapa banyaknya uangmu? Kamu berasal dari gereja mana?" Yang Ia tanyakan, "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" (ayat nas). Imanlah yang dituntut. Dari manakah iman kita dapatkan? "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Semakin kita banyak mendengar firman Tuhan dan tinggal di dalam firman-Nya iman kita akan semakin bertumbuh dan apa yang kita imani akan menjadi sebuah kenyataan!
"Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia;" Yakobus 5:15
Tuesday, May 12, 2015
BELAS KASIHAN TUHAN DAN IMAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2015
Baca: Matius 9:35-38
"Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan." Matius 9:35
Berdasarkan ayat nas di atas, secara garis besar ada tiga pekerjaan yang Tuhan Yesus lakukan selama berada di bumi yaitu: mengajar, memberitakan kabar baik dan menyembuhkan. Ini menunjukkan bahwa misi Tuhan Yesus adalah untuk melayani, bukan dilayani. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Dasar untuk melayani orang lain adalah kasih. Tanpa memiliki kasih seseorang tidak mungkin bisa melayani orang lain dengan benar, tetapi tendensius.
Apa itu belas kasihan? Adalah emosi seseorang yang muncul akibat melihat penderitaan orang lain; perasaan iba melihat orang lain menderita. Belas kasihan itu lebih kuat daripada empati karena menimbulkan suatu tindakan aktif untuk meringankan penderitaan orang lain. Inilah hati Tuhan Yesus! Hati yang dipenuhi oleh belas kasihan. Setiap mujizat yang dihasilkan dari pelayanan Tuhan Yesus adalah hasil dari belas kasihan yang timbul dalam hati-Nya. Di mana pun dan kapan pun bertemu dengan orang-orang yang bermasalah, hati Tuhan Yesus selalu tergerak untuk menolong mereka. Ketika bertemu dengan orang yang sakit kusta Tuhan Yesus mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang kusta tersebut. Seketika itu juga tahirlah orang tersebut dari kustanya (Matius 8:1-4); ketika melihat ibu mertua Petrus sakit demam, hati Tuhan Yesus pun tergerak oleh belas kasihan, Ia memegang tangan perempuan itu dan lenyaplah demamnya (Matius 8:14-17); ketika bertemu dengan orang lumpuh, berkatalah Tuhan Yesus kepadanya, "Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" (Matius 9:6), maka berjalanlah orang yang tadinya lumpuh itu; ketika bertemu dengan dua orang yang buta, dijamah-Nya mereka, maka meleklah matanya (baca Matius 9:27-31).
Alkitab mencatat banyak sekali mujizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus berkenaan dengan segala macam penyakit, dan kesembuhan terjadi oleh karena belas kasihan yang ditunjukkan Tuhan Yesus! (Bersambung)
Baca: Matius 9:35-38
"Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan." Matius 9:35
Berdasarkan ayat nas di atas, secara garis besar ada tiga pekerjaan yang Tuhan Yesus lakukan selama berada di bumi yaitu: mengajar, memberitakan kabar baik dan menyembuhkan. Ini menunjukkan bahwa misi Tuhan Yesus adalah untuk melayani, bukan dilayani. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Dasar untuk melayani orang lain adalah kasih. Tanpa memiliki kasih seseorang tidak mungkin bisa melayani orang lain dengan benar, tetapi tendensius.
Apa itu belas kasihan? Adalah emosi seseorang yang muncul akibat melihat penderitaan orang lain; perasaan iba melihat orang lain menderita. Belas kasihan itu lebih kuat daripada empati karena menimbulkan suatu tindakan aktif untuk meringankan penderitaan orang lain. Inilah hati Tuhan Yesus! Hati yang dipenuhi oleh belas kasihan. Setiap mujizat yang dihasilkan dari pelayanan Tuhan Yesus adalah hasil dari belas kasihan yang timbul dalam hati-Nya. Di mana pun dan kapan pun bertemu dengan orang-orang yang bermasalah, hati Tuhan Yesus selalu tergerak untuk menolong mereka. Ketika bertemu dengan orang yang sakit kusta Tuhan Yesus mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang kusta tersebut. Seketika itu juga tahirlah orang tersebut dari kustanya (Matius 8:1-4); ketika melihat ibu mertua Petrus sakit demam, hati Tuhan Yesus pun tergerak oleh belas kasihan, Ia memegang tangan perempuan itu dan lenyaplah demamnya (Matius 8:14-17); ketika bertemu dengan orang lumpuh, berkatalah Tuhan Yesus kepadanya, "Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" (Matius 9:6), maka berjalanlah orang yang tadinya lumpuh itu; ketika bertemu dengan dua orang yang buta, dijamah-Nya mereka, maka meleklah matanya (baca Matius 9:27-31).
Alkitab mencatat banyak sekali mujizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus berkenaan dengan segala macam penyakit, dan kesembuhan terjadi oleh karena belas kasihan yang ditunjukkan Tuhan Yesus! (Bersambung)
Monday, May 11, 2015
ORANG BENAR DIBELA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2015
Baca: Daniel 3:1-30
"siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala!" Daniel 3:6
Apa reaksi seseorang ketika hidup dalam tekanan dan ancaman, apalagi ini berhubungan dengan nyawa? Pasti akan mengalami ketakutan yang luar biasa, pasrah dan mungkin akan memilih untuk berkompromi daripada harus menanggung resiko. Tapi hal ini tidak dilakukan oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego, rekan-rekan Daniel. Meski hidup dalam tekanan dan ancaman di Babel ketiga pemuda ini tidak melepaskan kepercayaannya dan kemudian menyangkal Tuhan seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang di zaman sekarang ini. Mereka tetap teguh pendirian dan tidak terbawa arus!
Suatu ketika "Raja Nebukadnezar membuat sebuah patung emas yang tingginya enam puluh hasta dan lebarnya enam hasta yang didirikannya di dataran Dura di wilayah Babel." (Daniel 3:1), dan memberi titah bahwa siapa pun yang tidak mau menyembah kepada patung, mereka akan dilemparkan ke dapur perapian yang menyala-nyala. Karena ketiga pemuda itu tidak turut serta menyembah patung buatan raja, orang-orang Kasdim pun melaporkannya kepada raja sehingga raja memerintahkan supaya tiga pemuda itu dilemparkan ke dapur perapian. Jawab ketiga pemuda itu, "Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Daniel 3:17-18). Jaewaban ini menimbulkan kegeraman yang luar biasa dalam diri raja sehingga tungku perapian pun dibuat 7x lebih panas dari yang biasanya.
Apa yang terjadi? Ketiga pemuda itu sama sekali tidak hangus terbakar oleh api yang menyala-nyala, padahal orang-orang yang mengangkat mereka hangus terbakar. Melalui peristiwa itu nama Tuhan ditinggikan dan dipermuliakan; dan sejak saat itu raja Nebukadnezar mengeluarkan titah baru yaitu rakyat Babel tidak boleh melakukan penghinaan terhadap Tuhan-nya Sadrakh, Mesakh dan Abenego! Terpujilah Tuhan!
Selalu ada mujizat bagi orang-orang yang taat, karena "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar," (Mazmur 34:16).
Baca: Daniel 3:1-30
"siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala!" Daniel 3:6
Apa reaksi seseorang ketika hidup dalam tekanan dan ancaman, apalagi ini berhubungan dengan nyawa? Pasti akan mengalami ketakutan yang luar biasa, pasrah dan mungkin akan memilih untuk berkompromi daripada harus menanggung resiko. Tapi hal ini tidak dilakukan oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego, rekan-rekan Daniel. Meski hidup dalam tekanan dan ancaman di Babel ketiga pemuda ini tidak melepaskan kepercayaannya dan kemudian menyangkal Tuhan seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang di zaman sekarang ini. Mereka tetap teguh pendirian dan tidak terbawa arus!
Suatu ketika "Raja Nebukadnezar membuat sebuah patung emas yang tingginya enam puluh hasta dan lebarnya enam hasta yang didirikannya di dataran Dura di wilayah Babel." (Daniel 3:1), dan memberi titah bahwa siapa pun yang tidak mau menyembah kepada patung, mereka akan dilemparkan ke dapur perapian yang menyala-nyala. Karena ketiga pemuda itu tidak turut serta menyembah patung buatan raja, orang-orang Kasdim pun melaporkannya kepada raja sehingga raja memerintahkan supaya tiga pemuda itu dilemparkan ke dapur perapian. Jawab ketiga pemuda itu, "Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Daniel 3:17-18). Jaewaban ini menimbulkan kegeraman yang luar biasa dalam diri raja sehingga tungku perapian pun dibuat 7x lebih panas dari yang biasanya.
Apa yang terjadi? Ketiga pemuda itu sama sekali tidak hangus terbakar oleh api yang menyala-nyala, padahal orang-orang yang mengangkat mereka hangus terbakar. Melalui peristiwa itu nama Tuhan ditinggikan dan dipermuliakan; dan sejak saat itu raja Nebukadnezar mengeluarkan titah baru yaitu rakyat Babel tidak boleh melakukan penghinaan terhadap Tuhan-nya Sadrakh, Mesakh dan Abenego! Terpujilah Tuhan!
Selalu ada mujizat bagi orang-orang yang taat, karena "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar," (Mazmur 34:16).
Sunday, May 10, 2015
DANIEL: Kedisiplinan Rohani
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Mei 2015
Baca: Daniel 6:1-29
"Maka Daniel ini melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja itu, karena ia mempunyai roh yang luar biasa; dan raja bermaksud untuk menempatkannya atas seluruh kerajaannya." Daniel 6:4
Ayat nas menyatakan bahwa Daniel mempunyai roh yang luar biasa, memiliki kemampuan di atas rata-rata sebagai buah kedisiplinannya mengerjakan perkara-perkara rohani. Itu tidak terjadi begitu saja, tapi karena ia mau membayar harga!
Ketika mendapatkan penglihatan dari Tuhan Daniel tidak dengan serta merta langsung pamer atau mem-blow up penglihatan yang diterimanya kepada orang lain supaya mereka tahu betapa rohaninya ia, tapi ia mampu menahan diri atau menyimpan perkara tersebut dan menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikannya. "Adapun aku, Daniel, pikiran-pikiranku sangat menggelisahkan aku, sehingga aku menjadi pucat; dan aku menyimpan hal itu dalam ingatanku." (Daniel 7:28). Ini menunjukkan bahwa Daniel memiliki penguasaan diri, yang merupakan satu dari sembilan buah Roh yang harus dimiliki oleh orang percaya (Galatia 5:22-23). Tidak semua orang mendapatkan penglihatan dari Tuhan, hanya orang-orang yang bergaul karib dengan-Nya. "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Ini bukti bahwa Daniel memiliki kekariban dengan Tuhan! Alkitab menyatakan, "...Daniel, memperhatikan dalam kumpulan Kitab jumlah tahun yang menurut firman TUHAN kepada nabi Yeremia akan berlaku atas timbunan puing Yerusalem, yakni tujuh puluh tahun." (Daniel 9:2). Kalimat 'memperhatikan dalam kumpulan kitab' menunjukkanbahwa Daniel senantiasa membaca, mempelajari dan merenungkan firman Tuhan itu siang dan malam.
Kuasa firman itulah yang bekerja di dalam diri Daniel sehingga ia tampil sebagai pribadi yang luar biasa. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Ia pun suka bersekutu dengan Tuhan (Daniel 6:11), bahkan berpuasa selama 21 hari (Daniel 10:2-3).
Tanpa kedisiplinan rohani yang tinggi Daniel tidak akan mampu melewati setiap tantangan!
Baca: Daniel 6:1-29
"Maka Daniel ini melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja itu, karena ia mempunyai roh yang luar biasa; dan raja bermaksud untuk menempatkannya atas seluruh kerajaannya." Daniel 6:4
Ayat nas menyatakan bahwa Daniel mempunyai roh yang luar biasa, memiliki kemampuan di atas rata-rata sebagai buah kedisiplinannya mengerjakan perkara-perkara rohani. Itu tidak terjadi begitu saja, tapi karena ia mau membayar harga!
Ketika mendapatkan penglihatan dari Tuhan Daniel tidak dengan serta merta langsung pamer atau mem-blow up penglihatan yang diterimanya kepada orang lain supaya mereka tahu betapa rohaninya ia, tapi ia mampu menahan diri atau menyimpan perkara tersebut dan menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikannya. "Adapun aku, Daniel, pikiran-pikiranku sangat menggelisahkan aku, sehingga aku menjadi pucat; dan aku menyimpan hal itu dalam ingatanku." (Daniel 7:28). Ini menunjukkan bahwa Daniel memiliki penguasaan diri, yang merupakan satu dari sembilan buah Roh yang harus dimiliki oleh orang percaya (Galatia 5:22-23). Tidak semua orang mendapatkan penglihatan dari Tuhan, hanya orang-orang yang bergaul karib dengan-Nya. "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Ini bukti bahwa Daniel memiliki kekariban dengan Tuhan! Alkitab menyatakan, "...Daniel, memperhatikan dalam kumpulan Kitab jumlah tahun yang menurut firman TUHAN kepada nabi Yeremia akan berlaku atas timbunan puing Yerusalem, yakni tujuh puluh tahun." (Daniel 9:2). Kalimat 'memperhatikan dalam kumpulan kitab' menunjukkanbahwa Daniel senantiasa membaca, mempelajari dan merenungkan firman Tuhan itu siang dan malam.
Kuasa firman itulah yang bekerja di dalam diri Daniel sehingga ia tampil sebagai pribadi yang luar biasa. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Ia pun suka bersekutu dengan Tuhan (Daniel 6:11), bahkan berpuasa selama 21 hari (Daniel 10:2-3).
Tanpa kedisiplinan rohani yang tinggi Daniel tidak akan mampu melewati setiap tantangan!
Saturday, May 9, 2015
DANIEL: Lebih Dari Pemenang (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Mei 2015
Baca: Daniel 2:1-49
"Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan!" Daniel 2:20
Selama bekerja di istana Babel Daniel dan ketiga rekannya menunjukkan kualitas hidup yang di atas rata-rata, dan raja mendapati bahwa kemampuan mereka melebihi pegawai-pegawai raja lainnya dalam hal hikmat dan kebijaksanaan. Alkitab menyatakan: "Dalam tiap-tiap hal yang memerlukan kebijaksanaan dan pengertian, yang ditanyakan raja kepada mereka, didapatinya bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya." (Daniel 1:20), sehingga raja sangat mengasihi mereka. Hal ini menimbulkan masalah baru yaitu banyak pihak yang tidak menyukainya dan berusaha untuk mencelakainya.
Orang-orang Kasdim sangat tidak menyukai Daniel dan kebenciannya semakin memuncak ketika tahu bahwa Daniel berhasil memberitahukan arti mimpi raja, sehingga raja menganugerahinya "...dengan banyak pemberian yang besar, dan dibuatnya dia menjadi penguasa atas seluruh wilayah Babel dan menjadi kepala semua orang bijaksana di Babel." (Daniel 2:48), dan "Atas permintaan Daniel, raja menyerahkan pemerintahan wilayah Babel itu kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego, sedang Daniel sendiri tinggal di istana raja." (Daniel 2:49). Selain itu para pejabat kerajaan juga selalu mencari-cari alasan dan dakwaan terhadap Daniel. Meski demikian mereka tidak mendapati sedikit pun kesalahan dalam diri Daniel, yang ada hanya hal ibadahnya kepada Tuhan, sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk menghancurkan hidup Daniel. Mereka meminta raja untuk membuat peraturan baru: "...barangsiapa yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali kepada tuanku, ya raja, maka ia akan dilemparkan ke dalam gua singa." (Daniel 6:8).
Takut dan gemetarkah Daniel? Tidak. Daniel tetap membangun persekutuan dengan Tuhan seperti yang biasa dilakukan, "...tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Meski harus menanggung resiko dimasukkan ke gua singa, Daniel tetap tidak mau berkompromi dengan dosa.
"Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak." Mazmur 32:7
Baca: Daniel 2:1-49
"Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan!" Daniel 2:20
Selama bekerja di istana Babel Daniel dan ketiga rekannya menunjukkan kualitas hidup yang di atas rata-rata, dan raja mendapati bahwa kemampuan mereka melebihi pegawai-pegawai raja lainnya dalam hal hikmat dan kebijaksanaan. Alkitab menyatakan: "Dalam tiap-tiap hal yang memerlukan kebijaksanaan dan pengertian, yang ditanyakan raja kepada mereka, didapatinya bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya." (Daniel 1:20), sehingga raja sangat mengasihi mereka. Hal ini menimbulkan masalah baru yaitu banyak pihak yang tidak menyukainya dan berusaha untuk mencelakainya.
Orang-orang Kasdim sangat tidak menyukai Daniel dan kebenciannya semakin memuncak ketika tahu bahwa Daniel berhasil memberitahukan arti mimpi raja, sehingga raja menganugerahinya "...dengan banyak pemberian yang besar, dan dibuatnya dia menjadi penguasa atas seluruh wilayah Babel dan menjadi kepala semua orang bijaksana di Babel." (Daniel 2:48), dan "Atas permintaan Daniel, raja menyerahkan pemerintahan wilayah Babel itu kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego, sedang Daniel sendiri tinggal di istana raja." (Daniel 2:49). Selain itu para pejabat kerajaan juga selalu mencari-cari alasan dan dakwaan terhadap Daniel. Meski demikian mereka tidak mendapati sedikit pun kesalahan dalam diri Daniel, yang ada hanya hal ibadahnya kepada Tuhan, sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk menghancurkan hidup Daniel. Mereka meminta raja untuk membuat peraturan baru: "...barangsiapa yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali kepada tuanku, ya raja, maka ia akan dilemparkan ke dalam gua singa." (Daniel 6:8).
Takut dan gemetarkah Daniel? Tidak. Daniel tetap membangun persekutuan dengan Tuhan seperti yang biasa dilakukan, "...tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Meski harus menanggung resiko dimasukkan ke gua singa, Daniel tetap tidak mau berkompromi dengan dosa.
"Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak." Mazmur 32:7
Friday, May 8, 2015
DANIEL: Lebih Dari Pemenang (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Mei 2015
Baca: Daniel 1:1-21
"Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya." Daniel 1:8
Pada tahun ketiga pemerintahan Yoyakim (raja Yehuda), raja Nebukadnezar dari Babel menyerbu serta menduduki kota Yerusalem. Kesempatan emas itu pun tidak disia-siakan oleh raja Babel tersebut untuk membawa beberapa orang Israel pilihan yang berasal dari keturunan raja dan kaum bangsawan yaitu orang-orang muda yang tidak bercacat cela, berperawakan baik, penuh hikmat dan pengetahuan serta memiliki kecakapan dan keterampilan untuk dipekerjakan di dalam istana kerajaan Babel (ayat 3-4).
Sebelum diperjakan sebagai pegawai raja mereka terlebih dahulu dididik selama tiga tahun sebelum dipekerjakan pada raja. Dari beberapa orang Israel yang diangkut ke Babel di antaranya adalah orang-orang Yehuda yaitu Daniel, Hananya, Misael dan Azarya. Supaya pemuda-pemuda itu bisa diterima sebagai pegawai kerajaan, mereka memberi nama Babel kepada mereka. Daniel yang artinya 'Allah adalah hakimku' dinamai Beltsazar, Hananya yang berarti 'Tuhan menunjukkan kasih karunia' dinamai Sadrakh, Misael yang artinya 'Siapa yang seperti Allah? dinamainya Mesakh, sedangkan Azarya yang artinya 'Tuhan menolong' dinamainya Abednego. Sekalipun memperoleh nama-nama baru yang berbau Babel tidak mengubah sikap hati dan jati diri mereka sebagai anak-anak Tuhan, mereka tetap setia kepada Tuhan yang benar!
Selama berada di Babel Daniel dan teman-temannya harus menghadapi tantangan yang sangat berat, mulai dari kebiasaan hidup yang berkenaan dengan makanan dan minuman, terlebih lagi dalam hal ibadah, karena situasi moral di Babel sepenuhnya kafir. Orang-orang di Babel menyembah kepada dewa-dewa. Meski berada di tengah lingkungan dan pergaulan yang sangat bertentangan dengan kebenaran Daniel dan teman-teman tidak terbawa arus yang ada. Ayat nas menyatakan bahwa Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum oleh raja. Hal itu sebagai bukti bahwa Daniel lebih memilih takut akan Tuhan!
Meski dihadapkan dengan banyak pencobaan, Daniel dan teman-teman tetap memiliki iman yang teguh sehingga mereka tidak mau berkompromi dengan dosa!
Baca: Daniel 1:1-21
"Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya." Daniel 1:8
Pada tahun ketiga pemerintahan Yoyakim (raja Yehuda), raja Nebukadnezar dari Babel menyerbu serta menduduki kota Yerusalem. Kesempatan emas itu pun tidak disia-siakan oleh raja Babel tersebut untuk membawa beberapa orang Israel pilihan yang berasal dari keturunan raja dan kaum bangsawan yaitu orang-orang muda yang tidak bercacat cela, berperawakan baik, penuh hikmat dan pengetahuan serta memiliki kecakapan dan keterampilan untuk dipekerjakan di dalam istana kerajaan Babel (ayat 3-4).
Sebelum diperjakan sebagai pegawai raja mereka terlebih dahulu dididik selama tiga tahun sebelum dipekerjakan pada raja. Dari beberapa orang Israel yang diangkut ke Babel di antaranya adalah orang-orang Yehuda yaitu Daniel, Hananya, Misael dan Azarya. Supaya pemuda-pemuda itu bisa diterima sebagai pegawai kerajaan, mereka memberi nama Babel kepada mereka. Daniel yang artinya 'Allah adalah hakimku' dinamai Beltsazar, Hananya yang berarti 'Tuhan menunjukkan kasih karunia' dinamai Sadrakh, Misael yang artinya 'Siapa yang seperti Allah? dinamainya Mesakh, sedangkan Azarya yang artinya 'Tuhan menolong' dinamainya Abednego. Sekalipun memperoleh nama-nama baru yang berbau Babel tidak mengubah sikap hati dan jati diri mereka sebagai anak-anak Tuhan, mereka tetap setia kepada Tuhan yang benar!
Selama berada di Babel Daniel dan teman-temannya harus menghadapi tantangan yang sangat berat, mulai dari kebiasaan hidup yang berkenaan dengan makanan dan minuman, terlebih lagi dalam hal ibadah, karena situasi moral di Babel sepenuhnya kafir. Orang-orang di Babel menyembah kepada dewa-dewa. Meski berada di tengah lingkungan dan pergaulan yang sangat bertentangan dengan kebenaran Daniel dan teman-teman tidak terbawa arus yang ada. Ayat nas menyatakan bahwa Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum oleh raja. Hal itu sebagai bukti bahwa Daniel lebih memilih takut akan Tuhan!
Meski dihadapkan dengan banyak pencobaan, Daniel dan teman-teman tetap memiliki iman yang teguh sehingga mereka tidak mau berkompromi dengan dosa!
Thursday, May 7, 2015
SALOMO: Akibat Pergaulan Buruk (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2015
Baca: 1 Raja-Raja 11:14-40
"Dan untuk itu Aku akan merendahkan keturunan Daud, tetapi bukan untuk selamanya." 1 Raja-Raja 11:39
Umumnya, jatuhnya kehormatan manusia tidak jauh dari kasus klasik yang mencakup 3 hal: harta, tahta dan wanita. Inilah yang terjadi dan dialami oleh Salomo! Karena kedudukannya sebagai raja dengan harta yang berlimpah maka kesempatan bagi Salomo untuk memuaskan segala keinginannya semakin terbuka lebar.
Pada waktu itu Salomo mulai membangun hubungan dan mencintai perempuan-perempuan bangsa Kanaan dan terlibat dalam pergaulan yang buruk. Padahal firman Tuhan sudah sangat jelas memperingatkan agar ia tidak bergaul dengan mereka, tetapi Salomo tidak menghiraukan peringatan Tuhan tersebut. Benteng pertahanan iman Salomo menjadi runtuh dan ia pun gagal mempertahankan kemurnian hatinya, "sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN, Allahnya, seperti Daud, ayahnya." (1 Raja-Raja 11:4). Bahkan ketika isteri-isterinya meminta dia untuk membangun bukit-bukit pengorbanan bagi allah-allah mereka, Salomo tak kuasa untuk menolak. "Pada waktu itu Salomo mendirikan bukit pengorbanan bagi Kamos, dewa kejijikan
sembahan orang Moab, di gunung di sebelah timur Yerusalem dan bagi Molokh, dewa kejijikan sembahan bani Amon. Demikian juga dilakukannya bagi semua isterinya, orang-orang asing itu, yang mempersembahkan korban ukupan dan korban sembelihan kepada allah-allah mereka." (1 Raja-Raja 11:7-8). Karena tidak lagi hidup dalam ketaatan maka berfirmanlah Tuhan kepada Salomo, "Oleh karena begitu kelakuanmu, yakni engkau tidak berpegang pada perjanjian dan segala ketetapan-Ku yang telah Kuperintahkan kepadamu, maka sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari padamu dan akan memberikannya kepada hambamu." (1 Raja-Raja 11:11).
Tuhan membangkitkan lawan-lawan bagi Salomo (baca 1 Raja-Raja 11:14-40), dan di akhir hidupnya tanda-tanda kemerosotan dan perpecahan kerajaan Israel menjadi kenyataan: Kerajaan Israel terpecah menjadi 2 bagian yaitu kerajaan Israel bagian utara dengan ibukota di Samaria, dan kerajaan Yehuda dengan ibukota di Yerusalem.
Karena terlibat pergaulan dengan perempuan-perempuan asing Salomo mengalami kemerosotan rohani dan jatuh ke dalam dosa penyembahan berhala!
Baca: 1 Raja-Raja 11:14-40
"Dan untuk itu Aku akan merendahkan keturunan Daud, tetapi bukan untuk selamanya." 1 Raja-Raja 11:39
Umumnya, jatuhnya kehormatan manusia tidak jauh dari kasus klasik yang mencakup 3 hal: harta, tahta dan wanita. Inilah yang terjadi dan dialami oleh Salomo! Karena kedudukannya sebagai raja dengan harta yang berlimpah maka kesempatan bagi Salomo untuk memuaskan segala keinginannya semakin terbuka lebar.
Pada waktu itu Salomo mulai membangun hubungan dan mencintai perempuan-perempuan bangsa Kanaan dan terlibat dalam pergaulan yang buruk. Padahal firman Tuhan sudah sangat jelas memperingatkan agar ia tidak bergaul dengan mereka, tetapi Salomo tidak menghiraukan peringatan Tuhan tersebut. Benteng pertahanan iman Salomo menjadi runtuh dan ia pun gagal mempertahankan kemurnian hatinya, "sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN, Allahnya, seperti Daud, ayahnya." (1 Raja-Raja 11:4). Bahkan ketika isteri-isterinya meminta dia untuk membangun bukit-bukit pengorbanan bagi allah-allah mereka, Salomo tak kuasa untuk menolak. "Pada waktu itu Salomo mendirikan bukit pengorbanan bagi Kamos, dewa kejijikan
sembahan orang Moab, di gunung di sebelah timur Yerusalem dan bagi Molokh, dewa kejijikan sembahan bani Amon. Demikian juga dilakukannya bagi semua isterinya, orang-orang asing itu, yang mempersembahkan korban ukupan dan korban sembelihan kepada allah-allah mereka." (1 Raja-Raja 11:7-8). Karena tidak lagi hidup dalam ketaatan maka berfirmanlah Tuhan kepada Salomo, "Oleh karena begitu kelakuanmu, yakni engkau tidak berpegang pada perjanjian dan segala ketetapan-Ku yang telah Kuperintahkan kepadamu, maka sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari padamu dan akan memberikannya kepada hambamu." (1 Raja-Raja 11:11).
Tuhan membangkitkan lawan-lawan bagi Salomo (baca 1 Raja-Raja 11:14-40), dan di akhir hidupnya tanda-tanda kemerosotan dan perpecahan kerajaan Israel menjadi kenyataan: Kerajaan Israel terpecah menjadi 2 bagian yaitu kerajaan Israel bagian utara dengan ibukota di Samaria, dan kerajaan Yehuda dengan ibukota di Yerusalem.
Karena terlibat pergaulan dengan perempuan-perempuan asing Salomo mengalami kemerosotan rohani dan jatuh ke dalam dosa penyembahan berhala!
Wednesday, May 6, 2015
SALOMO: Akibat Pergaulan Buruk (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2015
Baca: 1 Raja-Raja 11:1-13
"Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka." 1 Raja-Raja 11:2
Tuhan menciptakan manusia bukan sebagai makhluk individu melainkan sebagai makhluk sosial, artinya kita tidak bisa hidup seorang diri, tapi membutuhkan orang lain. Kita perlu membangun hubungan dengan orang lain, saling berinteraksi. Pergaulan merupakan salah satu cara kita bersosialisasi. Tetapi yang harus diperhatikan adalah jangan sembarangan bergaul, sebab jika kita salah bergaul akan berdampak buruk bagi kehidupan kita.
Berada di lingkungan yang baik serta ditunjang pergaulan yang baik sama artinya sedang memupuk kekuatan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan hidup yang buruk. Sebaliknya, ketika kita terlibat dalam pergaulan yang tidak sehat sama artinya kita sedang membuka celah selebar-lebarnya terhadap hal-hal yang buruk untuk mempengaruhi kita. "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33), sebab "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20).
Mari belajar dari kisah hidup Salomo yang dalam bahasa Ibraninya Shelomoh, memiliki arti damai. Nama lain dari Salomo adalah Yedija, yang berarti dikasihi oleh Tuhan. "...dan dengan perantaraan nabi Natan Ia menyuruh (Daud) menamakan anak itu Yedija, oleh karena TUHAN." (2 Samuel 12:25). Karena kasih-Nya kepada Salomo Tuhan pun berfirman, "Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku." (2 Samuel 7:13-14a). Alkitab juga mencatat bahwa Tuhan menampakkan diri kepada Salomo sebanyak 2x yaitu saat Salomo meminta hikmat dan ketika mendirikan Bait Suci. Di setiap kesempatan Tuhan selalu memperingatkan, "Jika engkau hidup menurut segala ketetapan-Ku", artinya janji Tuhan pasti digenapi-Nya. Terbukti: ketika Salomo hidup dalam ketaatan, Tuhan memberkatinya sehingga "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23). (Bersambung).
Baca: 1 Raja-Raja 11:1-13
"Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka." 1 Raja-Raja 11:2
Tuhan menciptakan manusia bukan sebagai makhluk individu melainkan sebagai makhluk sosial, artinya kita tidak bisa hidup seorang diri, tapi membutuhkan orang lain. Kita perlu membangun hubungan dengan orang lain, saling berinteraksi. Pergaulan merupakan salah satu cara kita bersosialisasi. Tetapi yang harus diperhatikan adalah jangan sembarangan bergaul, sebab jika kita salah bergaul akan berdampak buruk bagi kehidupan kita.
Berada di lingkungan yang baik serta ditunjang pergaulan yang baik sama artinya sedang memupuk kekuatan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan hidup yang buruk. Sebaliknya, ketika kita terlibat dalam pergaulan yang tidak sehat sama artinya kita sedang membuka celah selebar-lebarnya terhadap hal-hal yang buruk untuk mempengaruhi kita. "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33), sebab "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20).
Mari belajar dari kisah hidup Salomo yang dalam bahasa Ibraninya Shelomoh, memiliki arti damai. Nama lain dari Salomo adalah Yedija, yang berarti dikasihi oleh Tuhan. "...dan dengan perantaraan nabi Natan Ia menyuruh (Daud) menamakan anak itu Yedija, oleh karena TUHAN." (2 Samuel 12:25). Karena kasih-Nya kepada Salomo Tuhan pun berfirman, "Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku." (2 Samuel 7:13-14a). Alkitab juga mencatat bahwa Tuhan menampakkan diri kepada Salomo sebanyak 2x yaitu saat Salomo meminta hikmat dan ketika mendirikan Bait Suci. Di setiap kesempatan Tuhan selalu memperingatkan, "Jika engkau hidup menurut segala ketetapan-Ku", artinya janji Tuhan pasti digenapi-Nya. Terbukti: ketika Salomo hidup dalam ketaatan, Tuhan memberkatinya sehingga "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23). (Bersambung).
Tuesday, May 5, 2015
DOA MENGUBAH SEGALA SESUATU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Mei 2015
Baca: Mazmur 3:1-9
"Dengan nyaring aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku dari gunung-Nya yang kudus." Mazmur 3:5
Tuhan yang kita sembah di dalam nama Yesus Kristus adalah Tuhan yang kuasa-Nya sungguh tidak terbatas, tidak ada sesuatu pun yang tidak dapat dilakukan-Nya, bahkan Ia sanggup "...melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," (Efesus 3:20). Ketika Yabes berdoa dengan iman Tuhan pun menyatakan kuasa-Nya. Alkitab menyatakan: "Dan Allah mengabulkan permintaannya itu." (1 Tawarikh 4:10b), bahkan "Yabes lebih dimuliakan dari pada saudara-saudaranya;" (1 Tawarikh 4:9). Tuhan tidak hanya memulihkan keadaan Yabes, tapi memberkatinya dengan double portion. Sungguh, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Mungkin keadaan Saudara sedang terpuruk dan mengalami situasi tersulit dalm hidup ini: ekonomi morat marit, mengalami perlakuan yang tidak adil di tempat kerja, dikucilkan, diabaikan dan dipandang sebelah mata oleh karena keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki. Jangan pernah putus asa! Kita memang teerbatas, namun jika kita menyerahkan segala keterbatasan kita ke dalam tangan Tuhan, tangan-Nya yang kuat dan perkasa itu yang akan menopang dan menguatkan kita, "Punya-Mulah lengan yang perkasa, kuat tangan-Mu dan tinggi tangan kanan-Mu." (Mazmur 89:14) dan "Tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan, tangan kanan TUHAN berkuasa meninggikan, tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan!" (Mazmur 118:15b-16).
Jangan pernah takut untuk bermimpi! Asal disertai tekad yang kuat, usaha yang pantang menyerah, bertekun di dalam Tuhan dan tetap menanti-nantikan Dia, apapun yang kita impikan dan rindukan pasti akan terwujud. Walaupun arti dari nama 'Yabes' adalah kesedihan, kesusahan dan penderitaan, tetapi saat ia berseru-seru kepada Tuhan Ia mendengarkan permintaannya: menolong dan memulihkan keadaan Yabes sehingga hidup Yabes bisa menjadi kesaksian dan berkat bagi orang lain.
"apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." Markus 11:24
Baca: Mazmur 3:1-9
"Dengan nyaring aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku dari gunung-Nya yang kudus." Mazmur 3:5
Tuhan yang kita sembah di dalam nama Yesus Kristus adalah Tuhan yang kuasa-Nya sungguh tidak terbatas, tidak ada sesuatu pun yang tidak dapat dilakukan-Nya, bahkan Ia sanggup "...melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," (Efesus 3:20). Ketika Yabes berdoa dengan iman Tuhan pun menyatakan kuasa-Nya. Alkitab menyatakan: "Dan Allah mengabulkan permintaannya itu." (1 Tawarikh 4:10b), bahkan "Yabes lebih dimuliakan dari pada saudara-saudaranya;" (1 Tawarikh 4:9). Tuhan tidak hanya memulihkan keadaan Yabes, tapi memberkatinya dengan double portion. Sungguh, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Mungkin keadaan Saudara sedang terpuruk dan mengalami situasi tersulit dalm hidup ini: ekonomi morat marit, mengalami perlakuan yang tidak adil di tempat kerja, dikucilkan, diabaikan dan dipandang sebelah mata oleh karena keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki. Jangan pernah putus asa! Kita memang teerbatas, namun jika kita menyerahkan segala keterbatasan kita ke dalam tangan Tuhan, tangan-Nya yang kuat dan perkasa itu yang akan menopang dan menguatkan kita, "Punya-Mulah lengan yang perkasa, kuat tangan-Mu dan tinggi tangan kanan-Mu." (Mazmur 89:14) dan "Tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan, tangan kanan TUHAN berkuasa meninggikan, tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan!" (Mazmur 118:15b-16).
Jangan pernah takut untuk bermimpi! Asal disertai tekad yang kuat, usaha yang pantang menyerah, bertekun di dalam Tuhan dan tetap menanti-nantikan Dia, apapun yang kita impikan dan rindukan pasti akan terwujud. Walaupun arti dari nama 'Yabes' adalah kesedihan, kesusahan dan penderitaan, tetapi saat ia berseru-seru kepada Tuhan Ia mendengarkan permintaannya: menolong dan memulihkan keadaan Yabes sehingga hidup Yabes bisa menjadi kesaksian dan berkat bagi orang lain.
"apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." Markus 11:24
Monday, May 4, 2015
BERDOA DAN MERENDAHKAN DIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Mei 2015
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Hidup seseorang dan masa depannya tidak tergantung dari apa yang orang lain katakan, tetapi sepenuhnya ada dalam kuasa Tuhan dan firman-Nya. Karena itu jangan sekalipun terpengaruh oleh omongan orang lain yang cenderung melemahkan. Jangan pula terintimidasi oleh hasutan Iblis yang selalu mengungkit-ungkit masa lalu, kelemahan dan kegagalan kita. Tetapi arahkan mata rohani kita kepada Tuhan, karena Ia memiliki "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Mindset inilah yang membangkitkan iman Yabes dan mendorongnya untuk berdoa dan berseru-seru kepada Tuhan, karena tidak ada yang tak mungkin saat orang benar berdoa dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Inilah janji Tuhan! "Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati," (Yeremia 29:12-13). Yabes pun berdoa kepada Tuhan, "Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku dari pada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku!" Dan Allah mengabulkan permintaannya itu." (1 Tawarikh 4:10).
Inilah pokok doa Yabes kepada Tuhan: berkat yang melimpah, daerah yang diperluas, penyertaan dan perlindungan Tuhan. Meski tampak singkat dan sederhana, doa Yabes mengandung isi yang luar biasa! Saat dalam tekanan yang berat Yabes bisa saja frustasi atau mencari jalan pintas dengan meminta pertolongan kepada dukun untuk diramal supaya terbebas dari kesialan, tapi hal itu tidak dilakukan oleh Yabes. Ia lari kepada Tuhan dan bersandar penuh kepada-Nya, karena percaya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, Dialah Jehovah Jireh, yang sanggup menyediakan segala kebutuhannya. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19).
Hanya Tuhan yang sanggup menolong dan memberi kita kelegaan.
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Hidup seseorang dan masa depannya tidak tergantung dari apa yang orang lain katakan, tetapi sepenuhnya ada dalam kuasa Tuhan dan firman-Nya. Karena itu jangan sekalipun terpengaruh oleh omongan orang lain yang cenderung melemahkan. Jangan pula terintimidasi oleh hasutan Iblis yang selalu mengungkit-ungkit masa lalu, kelemahan dan kegagalan kita. Tetapi arahkan mata rohani kita kepada Tuhan, karena Ia memiliki "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Mindset inilah yang membangkitkan iman Yabes dan mendorongnya untuk berdoa dan berseru-seru kepada Tuhan, karena tidak ada yang tak mungkin saat orang benar berdoa dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Inilah janji Tuhan! "Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati," (Yeremia 29:12-13). Yabes pun berdoa kepada Tuhan, "Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku dari pada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku!" Dan Allah mengabulkan permintaannya itu." (1 Tawarikh 4:10).
Inilah pokok doa Yabes kepada Tuhan: berkat yang melimpah, daerah yang diperluas, penyertaan dan perlindungan Tuhan. Meski tampak singkat dan sederhana, doa Yabes mengandung isi yang luar biasa! Saat dalam tekanan yang berat Yabes bisa saja frustasi atau mencari jalan pintas dengan meminta pertolongan kepada dukun untuk diramal supaya terbebas dari kesialan, tapi hal itu tidak dilakukan oleh Yabes. Ia lari kepada Tuhan dan bersandar penuh kepada-Nya, karena percaya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, Dialah Jehovah Jireh, yang sanggup menyediakan segala kebutuhannya. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19).
Hanya Tuhan yang sanggup menolong dan memberi kita kelegaan.
Sunday, May 3, 2015
YABES: Pergumulan Yang Berat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Mei 2015
Baca: 1 Tawarikh 4:9-10
"...nama Yabes itu diberi ibunya kepadanya sebab katanya: "Aku telah melahirkan dia dengan kesakitan." 1 Tawarikh 4:9
Seorang pujangga besar William Shakespeare mengatakan, "Apala arti sebuah nama?" Tetapi bagi para orangtua nama bagi seorang anak sangat penting karena akan menentukan perjalanan hidup anak tersebut di kemudian hari. Oleh karena itu mereka tidak akan sembarangan dalam memberikan nama bagi anak-anaknya. Umumnya orangtua memberikan nama kepada anak-anaknya sebagai sebuah doa atau pengharapan.
Pada zaman dahulu orangtua seringkali memberi nama kepada anaknya sesuai dengan keadaan atau kejadian yang menyertainya. Salah satu contohnya adalah nama Yabes yang diberikan oleh ibunya oleh karena si ibu mengalami kesakitan yang luar biasa saat melahirkan; sebab arti nama Yabes itu sendiri dalam bahasa Ibraninya Ya'bets: dia yang membuat sakit atau menderita. Karena arti namanya yang bermakna negatif ini Yabes harus menanggung beban mental di sepanjang perjalanan hidupnya. Mungkin orang-orang di sekitar akan terus mengejek, mencemooh, mencibir, memandang rendah dan menganggap bahwa Yabes adalah anak pembawa sial atau penyebab penderitaan. Meski demikian Yabes tidak bersungut-sungut, marah, mengeluh, kecewa, menyalahkan diri sendiri atau bahkan menyalahkan Tuhan. Dalam pergumulan yang berat ini pun Yabes tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji atau melakukan tindakan yang nekat, tapi ia membawa permasalahan tersebut kepada Tuhan melalui doa.
Mengapa Yabes berseru-seru kepada Tuhan? Karena ia sangat percaya bahwa hanya Tuhan satu-satunya tempat untuk berlindung dan berharap. "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Hanya Tuhanlah yang sanggup memulihkan keadaan seseorang: mengubah yang buruk menjadi baik, mengubah yang tidak berarti menjadi sangat berarti, dari hopeless menjadi hopeful. Alkitab menegaskan bahwa bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18).
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." Mazmur 75:7-8
Baca: 1 Tawarikh 4:9-10
"...nama Yabes itu diberi ibunya kepadanya sebab katanya: "Aku telah melahirkan dia dengan kesakitan." 1 Tawarikh 4:9
Seorang pujangga besar William Shakespeare mengatakan, "Apala arti sebuah nama?" Tetapi bagi para orangtua nama bagi seorang anak sangat penting karena akan menentukan perjalanan hidup anak tersebut di kemudian hari. Oleh karena itu mereka tidak akan sembarangan dalam memberikan nama bagi anak-anaknya. Umumnya orangtua memberikan nama kepada anak-anaknya sebagai sebuah doa atau pengharapan.
Pada zaman dahulu orangtua seringkali memberi nama kepada anaknya sesuai dengan keadaan atau kejadian yang menyertainya. Salah satu contohnya adalah nama Yabes yang diberikan oleh ibunya oleh karena si ibu mengalami kesakitan yang luar biasa saat melahirkan; sebab arti nama Yabes itu sendiri dalam bahasa Ibraninya Ya'bets: dia yang membuat sakit atau menderita. Karena arti namanya yang bermakna negatif ini Yabes harus menanggung beban mental di sepanjang perjalanan hidupnya. Mungkin orang-orang di sekitar akan terus mengejek, mencemooh, mencibir, memandang rendah dan menganggap bahwa Yabes adalah anak pembawa sial atau penyebab penderitaan. Meski demikian Yabes tidak bersungut-sungut, marah, mengeluh, kecewa, menyalahkan diri sendiri atau bahkan menyalahkan Tuhan. Dalam pergumulan yang berat ini pun Yabes tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji atau melakukan tindakan yang nekat, tapi ia membawa permasalahan tersebut kepada Tuhan melalui doa.
Mengapa Yabes berseru-seru kepada Tuhan? Karena ia sangat percaya bahwa hanya Tuhan satu-satunya tempat untuk berlindung dan berharap. "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Hanya Tuhanlah yang sanggup memulihkan keadaan seseorang: mengubah yang buruk menjadi baik, mengubah yang tidak berarti menjadi sangat berarti, dari hopeless menjadi hopeful. Alkitab menegaskan bahwa bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18).
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." Mazmur 75:7-8
Saturday, May 2, 2015
SABAR MENANTI: Tuhan Menyelamatkan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Mei 2015
Baca: Yesaya 30:1-17
"'Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat,' maka kamu akan lari dan lenyap. Katamu pula: 'Kami mau mengendarai kuda tangkas,' maka para pengejarmu akan lebih tangkas lagi." Yesaya 30:16
Manakala kita menghadapi problem apa pun dalam hidup ini yang biasa kita lakukan adalah mencari cara bagaimana agar segera terbebas dari problem tersebut. Kita pun memutar otak sedemikian rupa mereka-reka rencana.
Inilah yang juga dilakukan oleh bangsa Israel ketika mereka dalam keadaan terjepit terkepung musuh! Dalam ketakutan dan kepanikannya mereka berusaha menyelamatkan diri. Tujuannya adalah ke Mesir dan mencari pertolongan kepada Firaun. "Celakalah....yang berangkat ke Mesir dengan tidak meminta keputusan-Ku, untuk berlindung pada Firaun dan untuk berteduh di bawah naungan Mesir. Tetapi perlindungan Firaun akan memalukan kamu, dan perteduhan di bawah naungan Mesir akan menodai kamu." (Yesaya 30:1-3). Mesir dan Firaun adalah gambaran dunia, berbicara tentang harta, kekayaan, koneksi atau orang-orang yang kita anggap kuat dan mampu menolong. Hasilnya? Mesir dan rajanya tidak mampu menolong dan menyelamatkan bangsa Israel, sebaliknya justru menghantarkan mereka kepada kehancuran.
Mungkin Saudara sedang dan sudah berdoa sekian lama meminta pertolongan Tuhan, bahkan mungkin sudah mencapai tahap keraguan dan hilang kesabaran, sehingga Saudara berpikir sia-sia apa yang telah dilakukan. Benarkah sia-sia jerih lelah dan persekutuan kita di dalam Tuhan? Adakalanya Tuhan menghendaki kita menanti dengan tujuan supaya kita tekun berdoa dengan tidak jemu-jemu dan berjuang melawan keputusasaan. Mengapa Tuhan sepertinya menunda-nunda waktu untuk menjawab doa kita padahal kita sedang terdesak? Sebab Tuhan melihat waktu-Nya belum tepat. Ketika pesta perkawinan di Kana sedang kehabisan anggur, Ibu Yesus menyampaikan masalah ini kepada Yesus, jawab-Nya: "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba." (Yohanes 2:4). Dalam keadaan tertentu Tuhan sedang mengatur dan mempersiapkan berkat-Nya untuk kita, di sisi lain kita sendiri juga harus dipersiapkan.
Pertolongan kita ialah dari Tuhan, bukan Mesir! Karena itu nantikanlah Dia!
Baca: Yesaya 30:1-17
"'Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat,' maka kamu akan lari dan lenyap. Katamu pula: 'Kami mau mengendarai kuda tangkas,' maka para pengejarmu akan lebih tangkas lagi." Yesaya 30:16
Manakala kita menghadapi problem apa pun dalam hidup ini yang biasa kita lakukan adalah mencari cara bagaimana agar segera terbebas dari problem tersebut. Kita pun memutar otak sedemikian rupa mereka-reka rencana.
Inilah yang juga dilakukan oleh bangsa Israel ketika mereka dalam keadaan terjepit terkepung musuh! Dalam ketakutan dan kepanikannya mereka berusaha menyelamatkan diri. Tujuannya adalah ke Mesir dan mencari pertolongan kepada Firaun. "Celakalah....yang berangkat ke Mesir dengan tidak meminta keputusan-Ku, untuk berlindung pada Firaun dan untuk berteduh di bawah naungan Mesir. Tetapi perlindungan Firaun akan memalukan kamu, dan perteduhan di bawah naungan Mesir akan menodai kamu." (Yesaya 30:1-3). Mesir dan Firaun adalah gambaran dunia, berbicara tentang harta, kekayaan, koneksi atau orang-orang yang kita anggap kuat dan mampu menolong. Hasilnya? Mesir dan rajanya tidak mampu menolong dan menyelamatkan bangsa Israel, sebaliknya justru menghantarkan mereka kepada kehancuran.
Mungkin Saudara sedang dan sudah berdoa sekian lama meminta pertolongan Tuhan, bahkan mungkin sudah mencapai tahap keraguan dan hilang kesabaran, sehingga Saudara berpikir sia-sia apa yang telah dilakukan. Benarkah sia-sia jerih lelah dan persekutuan kita di dalam Tuhan? Adakalanya Tuhan menghendaki kita menanti dengan tujuan supaya kita tekun berdoa dengan tidak jemu-jemu dan berjuang melawan keputusasaan. Mengapa Tuhan sepertinya menunda-nunda waktu untuk menjawab doa kita padahal kita sedang terdesak? Sebab Tuhan melihat waktu-Nya belum tepat. Ketika pesta perkawinan di Kana sedang kehabisan anggur, Ibu Yesus menyampaikan masalah ini kepada Yesus, jawab-Nya: "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba." (Yohanes 2:4). Dalam keadaan tertentu Tuhan sedang mengatur dan mempersiapkan berkat-Nya untuk kita, di sisi lain kita sendiri juga harus dipersiapkan.
Pertolongan kita ialah dari Tuhan, bukan Mesir! Karena itu nantikanlah Dia!
Friday, May 1, 2015
MENANTI DAN TERUS MENANTI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Mei 2015
Baca: Mazmur 27:1-14
"Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup!" Mazmur 27:13
Menanti adalah sebuah pekerjaan yang mungkin tidak membutuhkan tenaga besar, tapi bagi kebanyakan orang merupakan hal yang sulit dilakukan, suatu pekerjaan yang sangat membosankan, menjemukan dan bahkan sangat menguras emosi. Orang akan gampang sekali marah, kesal, jengkel dan kecewa ketika harus menanti sekian lama, namun yang dinantikan ternyata tidak kunjung datang. Dalam perjalanan hidup ini menanti selalu mewarnai keseharian kita. Saat berobat ke dokter kita harus menanti giliran di ruang tunggu, di supermarket pun kita harus menanti giliran membayar di kasir, saat di gedung bioskop mau tidak mau kita harus rela mengantri tiket, seorang gadis menanti dengan galau akan kepastian hubungan dari pacar, saat bekerja kita juga menanti waktu tibanya jam pulang kantor, isteri-isteri dengan hati gelisah harus menanti pulangnya suami dari luar kota, orangtua menanti anak-anak pulang dari sekolah dan sebagainya.
Tak terkecuali di dalam kehidupan kekristenan ini banyak orang Kristen yang tidak tahan ketika harus melewati proses menanti yaitu menanti jawaban doa dari Tuhan, menanti Tuhan bertindak, menanti Tuhan menggenapi janji-Nya. Ketidaksabaran dalam menanti waktu Tuhan inilah yang seringkali menjadi penghalang untuk kita melihat mujizat. Harus kita akui bahwa menanti itu ternyata bukanlah perkara yang mudah. Karena itu firman Tuhan mengingatkan, "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Kata kuatkanlah dan teguhkanlah berarti kita diperintahkan bukan hanya menanti, tetapi menanti dengan sabar, setia dan tetap tidak berubah apapun keadaannya.
Ada berkat disediakan Tuhan bagi orang-orang yang mau mempraktekkan kesabaran dan kesetiannya di dalam penantian terhadap-Nya: "... orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri." (Mazmur 37:9). 'Mewarisi negeri' berarti berkat yang diberikan Tuhan bukanlah berkat yang biasa-biasa saja, tapi berkat yang berkelimpahan. Karena itu janganlah menyerah di tengah jalan!
"Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" Mazmur 25:3a
Baca: Mazmur 27:1-14
"Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup!" Mazmur 27:13
Menanti adalah sebuah pekerjaan yang mungkin tidak membutuhkan tenaga besar, tapi bagi kebanyakan orang merupakan hal yang sulit dilakukan, suatu pekerjaan yang sangat membosankan, menjemukan dan bahkan sangat menguras emosi. Orang akan gampang sekali marah, kesal, jengkel dan kecewa ketika harus menanti sekian lama, namun yang dinantikan ternyata tidak kunjung datang. Dalam perjalanan hidup ini menanti selalu mewarnai keseharian kita. Saat berobat ke dokter kita harus menanti giliran di ruang tunggu, di supermarket pun kita harus menanti giliran membayar di kasir, saat di gedung bioskop mau tidak mau kita harus rela mengantri tiket, seorang gadis menanti dengan galau akan kepastian hubungan dari pacar, saat bekerja kita juga menanti waktu tibanya jam pulang kantor, isteri-isteri dengan hati gelisah harus menanti pulangnya suami dari luar kota, orangtua menanti anak-anak pulang dari sekolah dan sebagainya.
Tak terkecuali di dalam kehidupan kekristenan ini banyak orang Kristen yang tidak tahan ketika harus melewati proses menanti yaitu menanti jawaban doa dari Tuhan, menanti Tuhan bertindak, menanti Tuhan menggenapi janji-Nya. Ketidaksabaran dalam menanti waktu Tuhan inilah yang seringkali menjadi penghalang untuk kita melihat mujizat. Harus kita akui bahwa menanti itu ternyata bukanlah perkara yang mudah. Karena itu firman Tuhan mengingatkan, "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Kata kuatkanlah dan teguhkanlah berarti kita diperintahkan bukan hanya menanti, tetapi menanti dengan sabar, setia dan tetap tidak berubah apapun keadaannya.
Ada berkat disediakan Tuhan bagi orang-orang yang mau mempraktekkan kesabaran dan kesetiannya di dalam penantian terhadap-Nya: "... orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri." (Mazmur 37:9). 'Mewarisi negeri' berarti berkat yang diberikan Tuhan bukanlah berkat yang biasa-biasa saja, tapi berkat yang berkelimpahan. Karena itu janganlah menyerah di tengah jalan!
"Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" Mazmur 25:3a
Thursday, April 30, 2015
BERANI MENABUR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 April 2015
Baca: Hosea 10:9-15
"Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia!" Hosea 10:12a
Alkitab menyatakan "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya....ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;" (Pengkotbah 3:1-2). Dalam hidup ini ada waktunya menabur dan ada waktunya menuai apa yang ditabur. Karena itu selagi ada waktu dan kesempatan milikilah keberanian dan jangan pernah lelah menabur. "Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik." (Pengkotbah 11:6), sebab "...apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9). Ada banyak orang Kristen yang enggan, ragu dan berpikir 1000x ketika hendak menabur, entah itu menabur waktu, tenaga, pikiran dan juga materi untuk pekerjaan Tuhan, apalagi untuk sesama, karena menabur identik dengan berkorban, kehilangan sesuatu, atau mengalami kerugian. Adakah petani menuai hasil jika ia sendiri tidak menabur benih? Di dalam 2 Timotius 2:6 tertulis: "Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya."
Ketika terjadi kelaparan di negeri tempat ia tinggal Ishak memutuskan untuk "...pergi ke Gerar, kepada Abimelekh, raja orang Filistin." (Kejadian 26:1). Artinya Ishak tinggal sebagai orang asing di negeri musuh. Perhatikan! Di tengah situasi yang buruk dan tidak mendukung sekalipun Ishak membuat tindakan iman, "Maka menaburlah Ishak di tanah itu dan dalam tahun itu juga ia mendapat hasil seratus kali lipat; sebab ia diberkati TUHAN." (Kejadian 26:12). Karena keberaniannya menabur Ishak mengalami breakthrough dalam hidupnya: hidupnya dipulihkan dan diberkati secara luar biasa.
Musim panen merupakan akhir kerja keras, cucuran keringat dan air mata, terbayarnya semua pengorbanan. Untuk sampai ke sana dibutuhkan ketekunan, kesabaran, ketabahan hati, "Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." (Yakobus 5:7).
Apa yang kita tuai di masa depan ditentukan oleh keberanian untuk menabur di masa kini.
Baca: Hosea 10:9-15
"Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia!" Hosea 10:12a
Alkitab menyatakan "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya....ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;" (Pengkotbah 3:1-2). Dalam hidup ini ada waktunya menabur dan ada waktunya menuai apa yang ditabur. Karena itu selagi ada waktu dan kesempatan milikilah keberanian dan jangan pernah lelah menabur. "Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik." (Pengkotbah 11:6), sebab "...apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9). Ada banyak orang Kristen yang enggan, ragu dan berpikir 1000x ketika hendak menabur, entah itu menabur waktu, tenaga, pikiran dan juga materi untuk pekerjaan Tuhan, apalagi untuk sesama, karena menabur identik dengan berkorban, kehilangan sesuatu, atau mengalami kerugian. Adakah petani menuai hasil jika ia sendiri tidak menabur benih? Di dalam 2 Timotius 2:6 tertulis: "Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya."
Ketika terjadi kelaparan di negeri tempat ia tinggal Ishak memutuskan untuk "...pergi ke Gerar, kepada Abimelekh, raja orang Filistin." (Kejadian 26:1). Artinya Ishak tinggal sebagai orang asing di negeri musuh. Perhatikan! Di tengah situasi yang buruk dan tidak mendukung sekalipun Ishak membuat tindakan iman, "Maka menaburlah Ishak di tanah itu dan dalam tahun itu juga ia mendapat hasil seratus kali lipat; sebab ia diberkati TUHAN." (Kejadian 26:12). Karena keberaniannya menabur Ishak mengalami breakthrough dalam hidupnya: hidupnya dipulihkan dan diberkati secara luar biasa.
Musim panen merupakan akhir kerja keras, cucuran keringat dan air mata, terbayarnya semua pengorbanan. Untuk sampai ke sana dibutuhkan ketekunan, kesabaran, ketabahan hati, "Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." (Yakobus 5:7).
Apa yang kita tuai di masa depan ditentukan oleh keberanian untuk menabur di masa kini.
Wednesday, April 29, 2015
HIDUP DALAM DAMAI SEJAHTERA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 April 2015
Baca: Yesaya 48:12-22
"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti," Yesaya 48:18
Masalah, tantangan, konflik, ujian dan berbagai macam pergumulan merupakan bagian hidup manusia di muka bumi ini, bukan hanya orang-orang dunia yang mengalaminya, tapi umat Tuhan pun tak luput dari itu. Meski demikian bukanlah alasan bagi kita untuk larut dalam kesedihan dan kehilangan damai sejahtera, sebab selalu ada pertolongan dan jalan ke luar bagi setiap orang yang hidup di dalam Tuhan, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Pada malam sebelum Ia disalibkan Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bahwa tidak lama lagi mereka tidak melihat Dia lagi, karena secara jasmani Ia akan kembali kepada Bapa (naik ke sorga), meninggalkan murid-murid-Nya. Meski demikian Tuhan Yesus menghendaki murid-muridNya tetap kuat, tidak gelisah dan gentar, sebab Tuhan Yesus tidak meninggalkan begitu saja. "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu." (Yohanes 14:27). Adapun damai sejahtera yang diberikan Tuhan berbeda 180 derajat dibandingkan yang dunia berikan. Damai sejahtera Tuhan adalah damai sejahtera sejati, tidak dipengaruhi situasi dan kondisi yang ada, tetapi timbul dari dalam hati sebagai dampak ketaatan seseorang melakukan firman-Nya.
Selama kita hidup benar di hadapan Tuhan dengan tidak menyimpang ke kanan ke kiri serta menjauhkan diri dari segala kejahatan, tidak ada yang perlu ditakutkan dan dikuatirkan dalam hidup ini, sebab ada jaminan pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, bahkan kita akan dikelilingi-Nya, diawasi-Nya dan dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya (baca Ulangan 32:10b). Damai sejahtera akan kita rasakan ketika kita menyadari bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja dan apa yang terjadi di dalam kehidupan kita adalah yang terbaik dari Tuhan.
"Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." Yesaya 32:17
Baca: Yesaya 48:12-22
"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti," Yesaya 48:18
Masalah, tantangan, konflik, ujian dan berbagai macam pergumulan merupakan bagian hidup manusia di muka bumi ini, bukan hanya orang-orang dunia yang mengalaminya, tapi umat Tuhan pun tak luput dari itu. Meski demikian bukanlah alasan bagi kita untuk larut dalam kesedihan dan kehilangan damai sejahtera, sebab selalu ada pertolongan dan jalan ke luar bagi setiap orang yang hidup di dalam Tuhan, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Pada malam sebelum Ia disalibkan Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bahwa tidak lama lagi mereka tidak melihat Dia lagi, karena secara jasmani Ia akan kembali kepada Bapa (naik ke sorga), meninggalkan murid-murid-Nya. Meski demikian Tuhan Yesus menghendaki murid-muridNya tetap kuat, tidak gelisah dan gentar, sebab Tuhan Yesus tidak meninggalkan begitu saja. "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu." (Yohanes 14:27). Adapun damai sejahtera yang diberikan Tuhan berbeda 180 derajat dibandingkan yang dunia berikan. Damai sejahtera Tuhan adalah damai sejahtera sejati, tidak dipengaruhi situasi dan kondisi yang ada, tetapi timbul dari dalam hati sebagai dampak ketaatan seseorang melakukan firman-Nya.
Selama kita hidup benar di hadapan Tuhan dengan tidak menyimpang ke kanan ke kiri serta menjauhkan diri dari segala kejahatan, tidak ada yang perlu ditakutkan dan dikuatirkan dalam hidup ini, sebab ada jaminan pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, bahkan kita akan dikelilingi-Nya, diawasi-Nya dan dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya (baca Ulangan 32:10b). Damai sejahtera akan kita rasakan ketika kita menyadari bahwa dalam segala perkara Tuhan turut bekerja dan apa yang terjadi di dalam kehidupan kita adalah yang terbaik dari Tuhan.
"Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." Yesaya 32:17
Tuesday, April 28, 2015
GEREJA: Tempat Untuk Bertumbuh
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 April 2015
Baca: Efesus 4:1-16
"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." Efesus 4:16
Bayi yang baru lahir akan bertumbuh dan berada dalam sebuah keluarga baru yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Demikian pula Tuhan menempatkan setiap orang yang 'lahir baru' berada dalam satu keluarga rohani yang secara bersama-sama hidup dalam sebuah persekutuan yang karib, saling berkomitmen dan bertumbuh bersama di dalam Tuhan dengan menempatkan Kristus dan ajaran-Nya sebagai teladan utama. Di dalam gereja yang berfungsi keluarga inilah terjadi proses 'saling' guna terwujudnya keluarga yang utuh dan sempurna.
Agar kita mengalami pertumbuhan rohani yang sehat tidak ada jalan lain selain kita harus berada dalam suatu keluarga, dengan cara bergabung dan tertanam dalam gereja lokal sebagai tempat mempraktekkan gaya hidup sorgawi secara efektif, kontinyu dan konsisten. Di gereja lokal inilah kita mengalami Kristus bersama-sama, membangun hubungan dengan dasar kasih Tuhan, terikat komitmen dan dapat berperan sebagaimana mestinya. "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh." (Efesus 2:19-22).
Namun banyak orang Kristen tidak mau tertanam di gereja lokal sehingga keberadaan mereka tidak lebih dari seorang simpatisan, suka sekali berpindah-pindah gereja dan hunting pengkhotbah sesuai dengan selera hati. Karena suka berpindah-pindah akhirnya mereka tidak punya komitmen apa pun. Padahal dalam sebuah keluarga ada rasa saling: saling mengasihi, saling melayani, saling memperhatikan, saling menopang, saling menguatkan, saling menghibur dan sebagainya.
Jika kita tidak mau memiliki komitmen dan tertanam di sebuah gereja lokal sebagai bagian dari keluarga, sampai kapan pun kita tidak akan bertumbuh!
Baca: Efesus 4:1-16
"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." Efesus 4:16
Bayi yang baru lahir akan bertumbuh dan berada dalam sebuah keluarga baru yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Demikian pula Tuhan menempatkan setiap orang yang 'lahir baru' berada dalam satu keluarga rohani yang secara bersama-sama hidup dalam sebuah persekutuan yang karib, saling berkomitmen dan bertumbuh bersama di dalam Tuhan dengan menempatkan Kristus dan ajaran-Nya sebagai teladan utama. Di dalam gereja yang berfungsi keluarga inilah terjadi proses 'saling' guna terwujudnya keluarga yang utuh dan sempurna.
Agar kita mengalami pertumbuhan rohani yang sehat tidak ada jalan lain selain kita harus berada dalam suatu keluarga, dengan cara bergabung dan tertanam dalam gereja lokal sebagai tempat mempraktekkan gaya hidup sorgawi secara efektif, kontinyu dan konsisten. Di gereja lokal inilah kita mengalami Kristus bersama-sama, membangun hubungan dengan dasar kasih Tuhan, terikat komitmen dan dapat berperan sebagaimana mestinya. "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh." (Efesus 2:19-22).
Namun banyak orang Kristen tidak mau tertanam di gereja lokal sehingga keberadaan mereka tidak lebih dari seorang simpatisan, suka sekali berpindah-pindah gereja dan hunting pengkhotbah sesuai dengan selera hati. Karena suka berpindah-pindah akhirnya mereka tidak punya komitmen apa pun. Padahal dalam sebuah keluarga ada rasa saling: saling mengasihi, saling melayani, saling memperhatikan, saling menopang, saling menguatkan, saling menghibur dan sebagainya.
Jika kita tidak mau memiliki komitmen dan tertanam di sebuah gereja lokal sebagai bagian dari keluarga, sampai kapan pun kita tidak akan bertumbuh!
Monday, April 27, 2015
KELUARGA: Nasihat Dan Keteladanan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2015
Baca: Amsal 4:1-27
"Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku;" Amsal 4:20
Timotius adalah salah satu tokoh muda di dalam Alkitab yang memiliki kualitas hidup rohani yang mumpuni sebagai dampak dari keteladanan keluarga yang sangat mengasihi Tuhan. Karena kesetiaan dan ketekunannya yang teruji Timotius beroleh kepercayaan mengerjakan tugas-tugas pelayanan yang jauh lebih besar dan menjadi rekan kerja Paulus di ladang Tuhan. Kualitas hidup Timotius tidak terbentuk secara kebetulan atau terjadi secara instan, tetapi karena benih iman yang ditanam keluarganya. Rasul Paulus berkata, "Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu." (2 Timotius 1:5).
Selain bertanggung jawab memenuhi kebutuhan jasmani anak-anaknya, orangtua juga harus mampu menjalankan perannya menjadi teladan dalam kerohanian dan membawa anak-anaknya mengasihi Tuhan. Memang bukan perkara mudah bagi orangtua menanamkan benih iman kepada anak-anak apabila orangtua gagal memberikan teladan hidup yang benar dalam kesehariannya. Perbuatan yang terlihat secara nyata dari orangtua itu jauh lebih bermakna daripada nasihat, sekalipun nasihat itu disusun dalam kalimat yang indah seindah puisi para pujangga, sebab seorang anak memiliki kecenderungan meniru polah tingkah orangtuanya atau terkondisi melakukan hal-hal yang dialami, terlihat dan yang terjadi. Semisal orangtua menyuruh anaknya rajin berdoa dan baca Alkitab, sementara orangtua jarang sekali berdoa dan baca Alkitab, hal itu bisa menjadi bumerang. Ketika orangtua menghendaki anaknya aktif beribadah dan terlibat pelayanan, sedangkan orangtua sibuk terus dengan urusan pekerjaannya dan sama sekali tidak peduli terhadap perkara-perkara rohani, kemungkinan besar perintah tersebut dianggap angin lalu. Ketika orangtua mengajar anaknya supaya mereka memiliki kasih, tapi hampir setiap hari mereka melihat dengan mata kepala sendiri orangtua ribut, mudah sekali marah, bersikap kasar dan sebagainya, maka pengaruh orangtua terhadap anak pun akan menjadi pudar. Harus ada keselarasan antara nasihat dan perbuatan!
Tanpa keteladanan hidup semua nasihat dan ajaran menjadi kurang berfaedah!
Baca: Amsal 4:1-27
"Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku;" Amsal 4:20
Timotius adalah salah satu tokoh muda di dalam Alkitab yang memiliki kualitas hidup rohani yang mumpuni sebagai dampak dari keteladanan keluarga yang sangat mengasihi Tuhan. Karena kesetiaan dan ketekunannya yang teruji Timotius beroleh kepercayaan mengerjakan tugas-tugas pelayanan yang jauh lebih besar dan menjadi rekan kerja Paulus di ladang Tuhan. Kualitas hidup Timotius tidak terbentuk secara kebetulan atau terjadi secara instan, tetapi karena benih iman yang ditanam keluarganya. Rasul Paulus berkata, "Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu." (2 Timotius 1:5).
Selain bertanggung jawab memenuhi kebutuhan jasmani anak-anaknya, orangtua juga harus mampu menjalankan perannya menjadi teladan dalam kerohanian dan membawa anak-anaknya mengasihi Tuhan. Memang bukan perkara mudah bagi orangtua menanamkan benih iman kepada anak-anak apabila orangtua gagal memberikan teladan hidup yang benar dalam kesehariannya. Perbuatan yang terlihat secara nyata dari orangtua itu jauh lebih bermakna daripada nasihat, sekalipun nasihat itu disusun dalam kalimat yang indah seindah puisi para pujangga, sebab seorang anak memiliki kecenderungan meniru polah tingkah orangtuanya atau terkondisi melakukan hal-hal yang dialami, terlihat dan yang terjadi. Semisal orangtua menyuruh anaknya rajin berdoa dan baca Alkitab, sementara orangtua jarang sekali berdoa dan baca Alkitab, hal itu bisa menjadi bumerang. Ketika orangtua menghendaki anaknya aktif beribadah dan terlibat pelayanan, sedangkan orangtua sibuk terus dengan urusan pekerjaannya dan sama sekali tidak peduli terhadap perkara-perkara rohani, kemungkinan besar perintah tersebut dianggap angin lalu. Ketika orangtua mengajar anaknya supaya mereka memiliki kasih, tapi hampir setiap hari mereka melihat dengan mata kepala sendiri orangtua ribut, mudah sekali marah, bersikap kasar dan sebagainya, maka pengaruh orangtua terhadap anak pun akan menjadi pudar. Harus ada keselarasan antara nasihat dan perbuatan!
Tanpa keteladanan hidup semua nasihat dan ajaran menjadi kurang berfaedah!
Sunday, April 26, 2015
KELUARGA: Pembentuk Karakter
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2015
Baca: 2 Timotius 3:10-17
"Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." 2 Timotius 3:15
Meski sebagai lembaga atau unit masyarakat terkecil, keberadaan keluarga memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar bagi pertumbuhan suatu generasi bangsa. Di dalam keluarga terbangun suatu persekutuan karib yang terikat berdasarkan hubungan darah: ayah, ibu dan anak. Mengapa keberadaan keluarga memiliki peranan penting bagi suatu generasi? Karena berawal dari keluargalah nilai-nilai moral mulai ditanamkan dan dipraktekkan secara efektif, kontinyu dan konsisten dari hari ke sehari sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga adalah faktor utama penentu karakter.
Seringkali orangtua hanya bisa memanjakan anak-anak dengan materi atau memenuhi kebutuhan jasmaninya. Orangtua yang mampu rela mengeluarkan dana yang besar demi memberikan pendidikan intelektual kepada anaknya, bahkan sampai menyekolahkan mereka ke luar negeri. Itu baik sekali! Orangtua yang bijak pasti akan memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya demi masa depannya. Tetapi banyak orangtua yang justru lupa dan kurang memperhatikan 'makanan rohani' bagi anak-anaknya. Adapun makanan rohani itu adalah firman Tuhan. Alkitab menyatakan, "Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:5-7).
Tuhan menghendaki para orangtua mengajarkan kepada anak-anaknya tentang nilai-nilai kebenaran firman Tuhan secara terus-menerus, berulang-ulang, di mana pun dan kapan pun waktunya. Mengapa? Sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Orangtua harus membekali iman anak-anak sejak dini supaya mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang takut akan Tuhan!
Baca: 2 Timotius 3:10-17
"Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." 2 Timotius 3:15
Meski sebagai lembaga atau unit masyarakat terkecil, keberadaan keluarga memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar bagi pertumbuhan suatu generasi bangsa. Di dalam keluarga terbangun suatu persekutuan karib yang terikat berdasarkan hubungan darah: ayah, ibu dan anak. Mengapa keberadaan keluarga memiliki peranan penting bagi suatu generasi? Karena berawal dari keluargalah nilai-nilai moral mulai ditanamkan dan dipraktekkan secara efektif, kontinyu dan konsisten dari hari ke sehari sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga adalah faktor utama penentu karakter.
Seringkali orangtua hanya bisa memanjakan anak-anak dengan materi atau memenuhi kebutuhan jasmaninya. Orangtua yang mampu rela mengeluarkan dana yang besar demi memberikan pendidikan intelektual kepada anaknya, bahkan sampai menyekolahkan mereka ke luar negeri. Itu baik sekali! Orangtua yang bijak pasti akan memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya demi masa depannya. Tetapi banyak orangtua yang justru lupa dan kurang memperhatikan 'makanan rohani' bagi anak-anaknya. Adapun makanan rohani itu adalah firman Tuhan. Alkitab menyatakan, "Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:5-7).
Tuhan menghendaki para orangtua mengajarkan kepada anak-anaknya tentang nilai-nilai kebenaran firman Tuhan secara terus-menerus, berulang-ulang, di mana pun dan kapan pun waktunya. Mengapa? Sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Orangtua harus membekali iman anak-anak sejak dini supaya mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang takut akan Tuhan!
Saturday, April 25, 2015
JAWABAN DOA: Tidak Atau Tunggu
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 April 2015
Baca: Mazmur 22:1-6
"Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku." Mazmur 22:2b
Jika apa pun yang kita doakan langsung dijawab 'ya' oleh Tuhan tidak akan ada masalah. Bagaimana kalau jawaban dari Tuhan adalah 'tidak'? Umumnya reaksi negatif yang kita tunjukkan: kecewa, bersungut-sungut, mengeluh, marah dan kemudian menyalahkan Tuhan. Kita tidak siap menerima kenyataan. Jika Tuhan tidak mengiyakan atau menolak permintaan kita bukan berarti Tuhan pilih-pilih orang atau bertindak jahat kepada kita. Tuhan berkata 'tidak' oleh sebab kita salah berdoa: apa yang kita minta dalam doa semata-mata hanya bertujuan untuk memuaskan keinginan daging kita. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3).
Terkadang jawaban Tuhan terhadap doa kita adalah 'tunggu'. Banyak orang berpendapat bahwa menunggu adalah pekerjaan yang sangat membosankan sehingga kita tidak sabar menanti-nantikan Tuhan. Ketidaksabaran menunggu jawaban dari Tuhan inilah yang seringkali menjadi penyebab kegagalan kita mengalami penggenapan janji Tuhan. Daud dalam mazmurnya menasihati, "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Sudah menjadi sifat alamiah bahwa manusia umumnya menginginkan segala sesuatunya secara instan. Dan ketika pertolongan Tuhan sepertinya berlambat-lambat kita pun menyerah di tengah jalan dan tidak lagi berdoa. Berdoa itu membutuhkan konsistensi dari orang yang melakukannya. Karena itu Tuhan Yesus menasihati kita agar berdoa dengan tidak jemu-jemu (baca Lukas 18:1-8). Jangan menyerah sampai kita melihat Tuhan bekerja!
Bukan Tuhan sengaja mengulur-ulur waktu, tetapi Ia tahu waktu yang tepat dan terbaik bagi kita. Waktu Tuhan itu tidak pernah terlambat atau terlalu cepat, "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Selalu ada maksud dan tujuan Tuhan di balik penundaan-Nya: Ia ingin menguji kesabaran kita, menguji ketekunan kita dan mengajar kita untuk bergantung kepada-Nya. Yang pasti janji Tuhan adalah ya dan amin!
"Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menepati janji yang telah Kukatakan..." Yeremia 33:14
Baca: Mazmur 22:1-6
"Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku." Mazmur 22:2b
Jika apa pun yang kita doakan langsung dijawab 'ya' oleh Tuhan tidak akan ada masalah. Bagaimana kalau jawaban dari Tuhan adalah 'tidak'? Umumnya reaksi negatif yang kita tunjukkan: kecewa, bersungut-sungut, mengeluh, marah dan kemudian menyalahkan Tuhan. Kita tidak siap menerima kenyataan. Jika Tuhan tidak mengiyakan atau menolak permintaan kita bukan berarti Tuhan pilih-pilih orang atau bertindak jahat kepada kita. Tuhan berkata 'tidak' oleh sebab kita salah berdoa: apa yang kita minta dalam doa semata-mata hanya bertujuan untuk memuaskan keinginan daging kita. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3).
Terkadang jawaban Tuhan terhadap doa kita adalah 'tunggu'. Banyak orang berpendapat bahwa menunggu adalah pekerjaan yang sangat membosankan sehingga kita tidak sabar menanti-nantikan Tuhan. Ketidaksabaran menunggu jawaban dari Tuhan inilah yang seringkali menjadi penyebab kegagalan kita mengalami penggenapan janji Tuhan. Daud dalam mazmurnya menasihati, "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Sudah menjadi sifat alamiah bahwa manusia umumnya menginginkan segala sesuatunya secara instan. Dan ketika pertolongan Tuhan sepertinya berlambat-lambat kita pun menyerah di tengah jalan dan tidak lagi berdoa. Berdoa itu membutuhkan konsistensi dari orang yang melakukannya. Karena itu Tuhan Yesus menasihati kita agar berdoa dengan tidak jemu-jemu (baca Lukas 18:1-8). Jangan menyerah sampai kita melihat Tuhan bekerja!
Bukan Tuhan sengaja mengulur-ulur waktu, tetapi Ia tahu waktu yang tepat dan terbaik bagi kita. Waktu Tuhan itu tidak pernah terlambat atau terlalu cepat, "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Selalu ada maksud dan tujuan Tuhan di balik penundaan-Nya: Ia ingin menguji kesabaran kita, menguji ketekunan kita dan mengajar kita untuk bergantung kepada-Nya. Yang pasti janji Tuhan adalah ya dan amin!
"Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menepati janji yang telah Kukatakan..." Yeremia 33:14
Friday, April 24, 2015
DOA YANG MENYENTUH HATI TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 April 2015
Baca: Mazmur 145:1-21
"TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." Mazmur 145:18
Hati Tuhan tidak tahan mendengar orang benar berseru-seru kepada-Nya meminta pertolongan. "Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." (Mazmur 145:19).
Doa orang benar dapat menembus hadirat Tuhan, menyentuh hati-Nya dan menggerakkan tangan-Nya untuk bertindak. Karena itu jika masih ada dosa akuilah dengan jujur di hadapan Tuhan dan segeralah bertobat, sebab ada tertulis, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Doa kita akan terbentur di langit-langit kamar apabila di dalam hati kita masih menyimpan kepahitan, kebencian, dendam, iri hati atau tidak mau mengampuni kesalahan orang lain. Dikatakan, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15).
Faktor lain yang semakin membuka peluang kita beroleh jawaban doa dari Tuhan adalah apabila kita berdoa dengan iman dan penuh keyakinan. Sebaliknya jika kita ragu atau bimbang dengan doa-doa kita sendiri jangan berharap doa kita akan membawa hasil, karena keraguan dan kebimbangan adalah tanda ketidakpercayaan. Tertulis: "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Keraguan dan kebimbangan timbul ketika mata kita tertuju kepada apa yang kelihatan atau yang sedang terjadi, seperti dialami Petrus saat berjalan di atas air: "...Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: 'Tuhan, tolonglah aku!' Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: 'Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?'" (Matius 14:30-31). Saat Petrus mulai ragu dan bimbang, saat itulah ia tenggelam.
"Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." Matius 21:22
Baca: Mazmur 145:1-21
"TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." Mazmur 145:18
Hati Tuhan tidak tahan mendengar orang benar berseru-seru kepada-Nya meminta pertolongan. "Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." (Mazmur 145:19).
Doa orang benar dapat menembus hadirat Tuhan, menyentuh hati-Nya dan menggerakkan tangan-Nya untuk bertindak. Karena itu jika masih ada dosa akuilah dengan jujur di hadapan Tuhan dan segeralah bertobat, sebab ada tertulis, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Doa kita akan terbentur di langit-langit kamar apabila di dalam hati kita masih menyimpan kepahitan, kebencian, dendam, iri hati atau tidak mau mengampuni kesalahan orang lain. Dikatakan, "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15).
Faktor lain yang semakin membuka peluang kita beroleh jawaban doa dari Tuhan adalah apabila kita berdoa dengan iman dan penuh keyakinan. Sebaliknya jika kita ragu atau bimbang dengan doa-doa kita sendiri jangan berharap doa kita akan membawa hasil, karena keraguan dan kebimbangan adalah tanda ketidakpercayaan. Tertulis: "...orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Keraguan dan kebimbangan timbul ketika mata kita tertuju kepada apa yang kelihatan atau yang sedang terjadi, seperti dialami Petrus saat berjalan di atas air: "...Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: 'Tuhan, tolonglah aku!' Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: 'Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?'" (Matius 14:30-31). Saat Petrus mulai ragu dan bimbang, saat itulah ia tenggelam.
"Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." Matius 21:22
Thursday, April 23, 2015
DOA YANG MENYENTUH HATI TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 April 2015
Baca: Mazmur 4:1-9
"Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku." Mazmur 4:2a
Selain membangun hubungan yang dekat dengan Sang Pencipta dan juga mengungkapkan rasa kagum dan hormat kita kepada-Nya, doa juga merupakan sarana menumpahkan isi hati, keluh kesah dan permohonan.
Dalam keseharian tentunya kita selalu berdoa kepada Tuhan untuk kebutuhan, perlindungan, kelepasan, kesembuhan dan sebagainya. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Inilah janji Tuhan: "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Tetapi kita seringkali merasa kurang yakin dengan doa kita sendiri, lalu kita berusaha meminta orang lain yang kita anggap lebih rohani dari kita untuk berdoa bagi kita. Kita menganggap doa mereka lebih mujarab dibanding kalau kita sendiri yang berdoa. Tidaklah salah meminta dukungan doa dari orang lain. Dalam hal berdoa Tuhan tidak pernah membatasi siapa yang boleh menaikkan doa yang memiliki kuasa, karena setiap orang percaya memiliki kesempatan sama, sebab di dalam diri kita ada Roh kudus yang "...membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26).
Bagaimana supaya Tuhan menjawab 'ya' untuk doa-doa kita? "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Kita harus benar di hadapan Tuhan, jadi apabila ada ganjalan atau hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan harus segera kita bereskan, sebab dosa penghalang utama memperoleh jawaban Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
"Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar." Mazmur 66:18
Baca: Mazmur 4:1-9
"Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku." Mazmur 4:2a
Selain membangun hubungan yang dekat dengan Sang Pencipta dan juga mengungkapkan rasa kagum dan hormat kita kepada-Nya, doa juga merupakan sarana menumpahkan isi hati, keluh kesah dan permohonan.
Dalam keseharian tentunya kita selalu berdoa kepada Tuhan untuk kebutuhan, perlindungan, kelepasan, kesembuhan dan sebagainya. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Inilah janji Tuhan: "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Tetapi kita seringkali merasa kurang yakin dengan doa kita sendiri, lalu kita berusaha meminta orang lain yang kita anggap lebih rohani dari kita untuk berdoa bagi kita. Kita menganggap doa mereka lebih mujarab dibanding kalau kita sendiri yang berdoa. Tidaklah salah meminta dukungan doa dari orang lain. Dalam hal berdoa Tuhan tidak pernah membatasi siapa yang boleh menaikkan doa yang memiliki kuasa, karena setiap orang percaya memiliki kesempatan sama, sebab di dalam diri kita ada Roh kudus yang "...membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26).
Bagaimana supaya Tuhan menjawab 'ya' untuk doa-doa kita? "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Kita harus benar di hadapan Tuhan, jadi apabila ada ganjalan atau hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan harus segera kita bereskan, sebab dosa penghalang utama memperoleh jawaban Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
"Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar." Mazmur 66:18
Wednesday, April 22, 2015
PERNAFASAN YANG SEHAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 April 2015
Baca: Yesaya 56:1-12
"sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa." Yesaya 56:7b
Setiap orang yang sudah menikmati makanan rohani, yaitu firman Tuhan, sudah seharusnya mengalami pertumbuhan rohani yang baik dan semakin dewasa di dalam Tuhan. Tanpa adanya pertumbuhan secara rohani perjalanan kekristenan kita bisa disebut jalan di tempat atau stagnan, ibarat tanaman, kita akan disebut bonsai alias kerdil. Apalah artinya mengikut Tuhan selama bertahun-tahun jika kita tetap saja kerdil? Karena itu, selain makanan rohani yang sehat (firman Tuhan), untuk bertumbuh dibutuhkan pula pernafasan yang sehat sebagai pertanda bahwa ada kehidupan di dalamnya. Seseorang dikatakan hidup dan bertubuh sehat jika ia memiliki sistem pernafasan yang baik, lancar, normal, tidak tersendat-sendat, apalagi sampai terputus.
Pernafasan yang sehat bagi pertumbuhan rohani adalah doa. Itulah sebabnya doa disebut nafas hidup orang percaya. Meski tahu apa itu doa dan pentingnya berdoa tidak sedikit orang Kristen yang salah memahami arti doa. Ada yang berpikiran bahwa doa itu tidak jauh berbeda dengan sebuah mantera, kalau diucapkan dan dihafalkan pada saat diperlukan atau dalam situasi genting akan menjadi manjur atau mujarab; karenanya mereka berdoa hanya seperlunya saja, saat butuh atau dalam masalah. Tetapi kalau tidak punya masalah mereka menjadi malas dan tidak mau lagi berdoa.
Doa yang dimaksudkan bukan sekedar doa bangun tidur, hendak makan atau sebelum beranjak tidur, melainkan doa sebagai wujud persekutuan kita dengan Tuhan. Sesungguhnya berdoa adalah berkat dan juga hak istimewa orang percaya, karena kita telah dibenarkan melalui darah Kristus yang tercurah di Kalvari. "Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya." (Ibrani 3:12). Karena itu "...marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibrani 4:16). Melalui doa kita dapat bertemu Tuhan secara pribadi, berkomunikasi dua arah, bergaul karib denganNya.
Jika jarang berdoa sama artinya nafas kita sedang tersendat-sendat; berhati-hatilah, karena kita sedang berada di ambang kematian rohani.
Baca: Yesaya 56:1-12
"sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa." Yesaya 56:7b
Setiap orang yang sudah menikmati makanan rohani, yaitu firman Tuhan, sudah seharusnya mengalami pertumbuhan rohani yang baik dan semakin dewasa di dalam Tuhan. Tanpa adanya pertumbuhan secara rohani perjalanan kekristenan kita bisa disebut jalan di tempat atau stagnan, ibarat tanaman, kita akan disebut bonsai alias kerdil. Apalah artinya mengikut Tuhan selama bertahun-tahun jika kita tetap saja kerdil? Karena itu, selain makanan rohani yang sehat (firman Tuhan), untuk bertumbuh dibutuhkan pula pernafasan yang sehat sebagai pertanda bahwa ada kehidupan di dalamnya. Seseorang dikatakan hidup dan bertubuh sehat jika ia memiliki sistem pernafasan yang baik, lancar, normal, tidak tersendat-sendat, apalagi sampai terputus.
Pernafasan yang sehat bagi pertumbuhan rohani adalah doa. Itulah sebabnya doa disebut nafas hidup orang percaya. Meski tahu apa itu doa dan pentingnya berdoa tidak sedikit orang Kristen yang salah memahami arti doa. Ada yang berpikiran bahwa doa itu tidak jauh berbeda dengan sebuah mantera, kalau diucapkan dan dihafalkan pada saat diperlukan atau dalam situasi genting akan menjadi manjur atau mujarab; karenanya mereka berdoa hanya seperlunya saja, saat butuh atau dalam masalah. Tetapi kalau tidak punya masalah mereka menjadi malas dan tidak mau lagi berdoa.
Doa yang dimaksudkan bukan sekedar doa bangun tidur, hendak makan atau sebelum beranjak tidur, melainkan doa sebagai wujud persekutuan kita dengan Tuhan. Sesungguhnya berdoa adalah berkat dan juga hak istimewa orang percaya, karena kita telah dibenarkan melalui darah Kristus yang tercurah di Kalvari. "Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya." (Ibrani 3:12). Karena itu "...marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibrani 4:16). Melalui doa kita dapat bertemu Tuhan secara pribadi, berkomunikasi dua arah, bergaul karib denganNya.
Jika jarang berdoa sama artinya nafas kita sedang tersendat-sendat; berhati-hatilah, karena kita sedang berada di ambang kematian rohani.
Tuesday, April 21, 2015
TANAMAN YANG MEMBERI HASIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2015
Baca: Mazmur 67:1-8
"Tanah telah memberi hasilnya; Allah, Allah kita, memberkati kita." (Mazmur 67:7)
Harapan dari setiap orang yang menanam pohon adalah pohonnya berakar kuat, bertumbuh dengan baik dan dapat dinikmati buahnya. Tiga perkara (berakar, bertumbuh dan berbuah) inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya, sehingga keberadaannya seperti pohon tarbantin.
Akar tumbuhnya pasti ke dalam tanah. Akar yang bekerja di dalam tanah inilah yang memungkinkan sebuah pohon dapat bertumbuh dan berbuah. Semakin dalam akar itu menembus tanah semakin ia mencapai sumber air dan mendapatkan sari-sari makanan. Berakar kuat berarti kita tinggal di dalam firman-Nya, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Bagaimana agar kita berakar atau tinggal di dalam firman? Yakobus menyampaikan tahap-tahap bagaimana kita berakar dalam firman (baca Yakobus 1:21-25) yaitu harus menerima firman dengan hati yang lemah lembut supaya firman tersebut dapat tertanam di dalam hati kita. Hati ibarat tanah yang siap ditaburi benih firman. Kondisi hati kita menentukan apakah benih firman itu dapat bertumbuh dengan baik atau tidak. Hati yang lembah lembut adalah hati yang 'gembur' (tidak keras), tidak gampang memberontak, mau dibentuk, selalu terbuka terhadap nasihat dan teguran. "Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak." (Amsal 15:31).
Tahap berikutnya adalah meneliti dan merenungkan firman yang telah kita terima sampai kita memahami apa yang kehendak Tuhan. "...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Kemudian kita mempraktekkan firman tersebut. Bila kita sudah mencapai tahap ini, "...apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Sementara orang Kristen yang tidak suka membaca dan merenungkan firman Than semakin menjauhkan dirinya dari sumber air kehidupan itu.
'Akar' orang benar tidak akan goncang dan senantiasa mendatangkan hasil! (Amsal 12:3, 12).
Baca: Mazmur 67:1-8
"Tanah telah memberi hasilnya; Allah, Allah kita, memberkati kita." (Mazmur 67:7)
Harapan dari setiap orang yang menanam pohon adalah pohonnya berakar kuat, bertumbuh dengan baik dan dapat dinikmati buahnya. Tiga perkara (berakar, bertumbuh dan berbuah) inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya, sehingga keberadaannya seperti pohon tarbantin.
Akar tumbuhnya pasti ke dalam tanah. Akar yang bekerja di dalam tanah inilah yang memungkinkan sebuah pohon dapat bertumbuh dan berbuah. Semakin dalam akar itu menembus tanah semakin ia mencapai sumber air dan mendapatkan sari-sari makanan. Berakar kuat berarti kita tinggal di dalam firman-Nya, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Bagaimana agar kita berakar atau tinggal di dalam firman? Yakobus menyampaikan tahap-tahap bagaimana kita berakar dalam firman (baca Yakobus 1:21-25) yaitu harus menerima firman dengan hati yang lemah lembut supaya firman tersebut dapat tertanam di dalam hati kita. Hati ibarat tanah yang siap ditaburi benih firman. Kondisi hati kita menentukan apakah benih firman itu dapat bertumbuh dengan baik atau tidak. Hati yang lembah lembut adalah hati yang 'gembur' (tidak keras), tidak gampang memberontak, mau dibentuk, selalu terbuka terhadap nasihat dan teguran. "Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak." (Amsal 15:31).
Tahap berikutnya adalah meneliti dan merenungkan firman yang telah kita terima sampai kita memahami apa yang kehendak Tuhan. "...kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Kemudian kita mempraktekkan firman tersebut. Bila kita sudah mencapai tahap ini, "...apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Sementara orang Kristen yang tidak suka membaca dan merenungkan firman Than semakin menjauhkan dirinya dari sumber air kehidupan itu.
'Akar' orang benar tidak akan goncang dan senantiasa mendatangkan hasil! (Amsal 12:3, 12).
Subscribe to:
Posts (Atom)