Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Januari 2015
Baca: Yohanes 15:18-27
"Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu." Yohanes 15:18
Menderita bagi Kristus berarti harus siap dan rela bila dunia membenci dan menolak kita. Ini adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari, sebab dunia telah lebih dahulu membenci Kristus dari pada kita. Oleh karena itu janganlah merasa heran jika selama hidup di dunia ini banyak orang Kristen yang harus mengalami tekanan dan perlakuan yang tidak adil, baik itu di tempat kerja maupun di lingkungan masyarakat. Orang dunia membenci kita oleh karena nama Yesus dan tidak mengenal Bapa yang telah mengutus Dia (ayat 21).
Di akhir zaman ini banyak orang menyangka bahwa menganiaya pengikut Kristus adalah wujud dari ibadah, seperti tertulis: "Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang
membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah." (Yohanes 16:2). Di tengah tantangan yang berat ini haruskah kita takut, tawar hati dan terbersit niat meninggalkan Kristus? Tuhan Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Matius 5:10). Rasul Petrus juga menguatkan, "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah." (1 Petrus 2:19, 20b). Apapun keadaannya, kita harus tetap setia mengiring Kristus sampai akhir hayat kita, sebab kita tidak berjuang di dunia ini sendirian. "...semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam
Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan,
menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika
lamanya." (1 Petrus 9-10).
Tuhan Yesus juga telah memberikan Roh Kudus, Dialah yang akan menyertai dan menolong kita dalam mengemban tugas sebagai pemberita Injil dan saksi-saksi-Nya di tengah dunia. Mari belajar dari kisah hidup Paulus yang setia melayani Tuhan sampai garis akhir hidupnya!
"Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat." Matius 10:22
Friday, January 30, 2015
Thursday, January 29, 2015
MENGIKUTI JEJAK KRISTUS: Menderita Bagi Kristus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Januari 2015
Baca: Filipi 1:27-30
"Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," Filipi 1:29
Mengikuti jejak Kristus berarti harus mau menderita bagi Dia. Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Menyangkal diri berarti pada saat dihadapkan pada dosa, dengan kesadaran penuh memutuskan tidak berbuat dosa dan lebih memilih melakukan kehendak Tuhan. Kita berani berkata tidak terhadap kenyamanan dan keinginan daging yang seringkali menjadi penghalang untuk hidup menurut kehendak Tuhan.
Orang yang menyadari akan statusnya sebagai 'ciptaan baru' di dalam Kristus akan bertekad untuk menanggalkan manusia lamanya dan terus mengenakan manusia baru, supaya tubuh dosa hilang kuasanya. "Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--," (1 Petrus 4:1). Namun banyak orang Kristen yang berusaha menghindari firman yang menyinggung tentang penyangkalan diri, ketaatan, pikul salib, ujian dan bayar harga. Yang mereka cari dan kejar-kejar adalah khotbah-khotbah hamba Tuhan yang hanya berbicara tentang kekayaan, kelimpahan, berkat dan mujizat. Akibatnya ketika menghadapi masalah, penderitaan dan teguran firman yang keras mereka langsung kecewa, lemah, putus asa, dan bahkan berani menyalahkan Tuhan.
Sebagai pengikut Kristus kita tidak dapat menghindarkan diri dari penderitaan, sebab selain kita dikaruniai percaya, juga dikaruniai menderita bagi Kristus (ayat nas). Mengapa penderitaan diijinkan Tuhan? Penderitaan adalah salah satu cara yang dipakai Tuhan untuk menegur dan menyadarkan kita agar berhenti berbuat dosa. Tuhan yesus meninggalkan teladan mengenai penderitaan secara badani. "Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya," (Ibrani 5:8), tapi Yesus tidak pernah berbuat dosa. Setiap penderitaan akan menghasilkan ketaatan dan menarik seseorang mendekat kepada Tuhan.
"Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." Mazmur 119:71
Baca: Filipi 1:27-30
"Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," Filipi 1:29
Mengikuti jejak Kristus berarti harus mau menderita bagi Dia. Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Menyangkal diri berarti pada saat dihadapkan pada dosa, dengan kesadaran penuh memutuskan tidak berbuat dosa dan lebih memilih melakukan kehendak Tuhan. Kita berani berkata tidak terhadap kenyamanan dan keinginan daging yang seringkali menjadi penghalang untuk hidup menurut kehendak Tuhan.
Orang yang menyadari akan statusnya sebagai 'ciptaan baru' di dalam Kristus akan bertekad untuk menanggalkan manusia lamanya dan terus mengenakan manusia baru, supaya tubuh dosa hilang kuasanya. "Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--," (1 Petrus 4:1). Namun banyak orang Kristen yang berusaha menghindari firman yang menyinggung tentang penyangkalan diri, ketaatan, pikul salib, ujian dan bayar harga. Yang mereka cari dan kejar-kejar adalah khotbah-khotbah hamba Tuhan yang hanya berbicara tentang kekayaan, kelimpahan, berkat dan mujizat. Akibatnya ketika menghadapi masalah, penderitaan dan teguran firman yang keras mereka langsung kecewa, lemah, putus asa, dan bahkan berani menyalahkan Tuhan.
Sebagai pengikut Kristus kita tidak dapat menghindarkan diri dari penderitaan, sebab selain kita dikaruniai percaya, juga dikaruniai menderita bagi Kristus (ayat nas). Mengapa penderitaan diijinkan Tuhan? Penderitaan adalah salah satu cara yang dipakai Tuhan untuk menegur dan menyadarkan kita agar berhenti berbuat dosa. Tuhan yesus meninggalkan teladan mengenai penderitaan secara badani. "Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya," (Ibrani 5:8), tapi Yesus tidak pernah berbuat dosa. Setiap penderitaan akan menghasilkan ketaatan dan menarik seseorang mendekat kepada Tuhan.
"Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." Mazmur 119:71
Wednesday, January 28, 2015
HIDUP DALAM KASIH: Melayani Sesama
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Januari 2015
Baca: Ayub 2:11-13
"Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia." Ayub 2:11b
Kita dikatakan hidup dalam kasih apabila memiliki kerelaan melayani orang lain. Tuhan Yesus berkata, "Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45). Sebagai pengikut-Nya kita wajib mengikuti dan meneladani Tuhan Yesus. janganlah kita melayani orang lain karena ada sesuatu yang menguntungkan bagi kita, namun ketika sudah tidak ada lagi peluang memperoleh keuntungan secepat itu pula kasih kita berakhir, atau istilahnya populernya 'habis manis sepah dibuang'. Kita tidak boleh menerapkan kasih model demikian, sebab kasih harus dilakukan dengan tulus dan tanpa pamrih seperti kasih seorang sahabat yang "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17).
Melayani sesama berarti memiliki kepedulian yang besar kepada orang lain. Setidaknya meliputi tiga hal: peduli pada penderitaan, peduli pada kebutuhan dan juga peduli pada keselamatan orang lain. Peduli pada penderitaan sesama disebut empati. Empati artinya memiliki perasaan yang sama seperti yang dialami orang lain, khususnya mereka yang sedang tertimpa musibah, kemalangan dan juga permasalahan hidup. Alkitab menasihatkan, "...menangislah dengan orang yang menangis!" (Roma 12:15).
Peduli pada kebutuhan sesama menyangkut persoalan ekonomi, kesembuhan jasmani dan rohani. Tuhan Yesus sangat peduli terhadap kebutuhan jenis ini: kita melihat orang banyak kelaparan, hati-Nya pun tergerak oleh belas kasihan, lalu diberi-Nya mereka makan hingga kenyang; ketika bertemu dengan orang yang menderita sakit-penyakit hati Tuhan pun tersentuh, tangan-Nya yang penuh kuasa menjamah dan menyembuhkan mereka. Tuhan Yesus juga memperingatkan semua orang, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Matius 4:17), bahkan Ia rela mengorbankan nyawa-Nya demi menebus dosa manusia, supaya barangsiapa yang percaya kepada-Nya beroleh pengampunan dosa dan diselamatkan. Ini bukti kepedulian-Nya terhadap keselamatan orang lain.
Milikilah hati yang senantiasa peduli terhadap orang lain seperti Yesus!
Baca: Ayub 2:11-13
"Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia." Ayub 2:11b
Kita dikatakan hidup dalam kasih apabila memiliki kerelaan melayani orang lain. Tuhan Yesus berkata, "Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45). Sebagai pengikut-Nya kita wajib mengikuti dan meneladani Tuhan Yesus. janganlah kita melayani orang lain karena ada sesuatu yang menguntungkan bagi kita, namun ketika sudah tidak ada lagi peluang memperoleh keuntungan secepat itu pula kasih kita berakhir, atau istilahnya populernya 'habis manis sepah dibuang'. Kita tidak boleh menerapkan kasih model demikian, sebab kasih harus dilakukan dengan tulus dan tanpa pamrih seperti kasih seorang sahabat yang "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17).
Melayani sesama berarti memiliki kepedulian yang besar kepada orang lain. Setidaknya meliputi tiga hal: peduli pada penderitaan, peduli pada kebutuhan dan juga peduli pada keselamatan orang lain. Peduli pada penderitaan sesama disebut empati. Empati artinya memiliki perasaan yang sama seperti yang dialami orang lain, khususnya mereka yang sedang tertimpa musibah, kemalangan dan juga permasalahan hidup. Alkitab menasihatkan, "...menangislah dengan orang yang menangis!" (Roma 12:15).
Peduli pada kebutuhan sesama menyangkut persoalan ekonomi, kesembuhan jasmani dan rohani. Tuhan Yesus sangat peduli terhadap kebutuhan jenis ini: kita melihat orang banyak kelaparan, hati-Nya pun tergerak oleh belas kasihan, lalu diberi-Nya mereka makan hingga kenyang; ketika bertemu dengan orang yang menderita sakit-penyakit hati Tuhan pun tersentuh, tangan-Nya yang penuh kuasa menjamah dan menyembuhkan mereka. Tuhan Yesus juga memperingatkan semua orang, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Matius 4:17), bahkan Ia rela mengorbankan nyawa-Nya demi menebus dosa manusia, supaya barangsiapa yang percaya kepada-Nya beroleh pengampunan dosa dan diselamatkan. Ini bukti kepedulian-Nya terhadap keselamatan orang lain.
Milikilah hati yang senantiasa peduli terhadap orang lain seperti Yesus!
Tuesday, January 27, 2015
MENGIKUTI JEJAK KRISTUS: Hidup Dalam Kasih
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2015
Baca: Yohanes 13:31-35
"Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." Yohanes 13:35
Bagi orang percaya kasih bukan sekedar suatu ajaran yang harus dipahami dan dimengerti, melainkan lebih daripada itu, kasih adalah inti kekristenan yang harus dipraktekkan dan dilakukan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan yesus berkata, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Dalam hal kasih ini Tuhan Yesus bukan sekedar mengajarkan dan memerintahkan para pengikut-Nya untuk saling mengasihi, tetapi diri-Nya sendiri telah menjadi model bagaimana seharusnya kita mengasihi dengan benar.
Mengasihi orang lain selalu identik dengan tindakan memberi atau berkorban. Tuhan Yesus telah membuktikan betapa Ia mengasihi kita dengan mengorbankan nyawa-Nya di kayu salib. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Karena kita telah mengalami kasih Kristus, maka sudah selayaknya kita membagikan kasih itu kepada orang lain. Mengasihi yang diajarkan oleh Tuhan Yesus bukan sebuah kasih yang kita berikan karena orang lain mengasihi kita, tetapi kita juga harus mampu mengasihi orang yang membenci kita sekalipun. "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-33).
Kita menyadari bahwa mengasihi musuh adalah perkara yang tidak mudah, namun jika kita mampu melakukannya kita akan menjadi orang yang 'berbeda' dari dunia sebagaimana yang Tuhan inginkan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Mengasihi bukanlah perbuatan alternatif atau manasuka yang ditawarkan oleh Tuhan, tapi suatu perintah yang harus ditaati oleh setiap pengikut Kristus!
Mengasihi sesama adalah perwujudan kasih kita kepada Tuhan juga!
Baca: Yohanes 13:31-35
"Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." Yohanes 13:35
Bagi orang percaya kasih bukan sekedar suatu ajaran yang harus dipahami dan dimengerti, melainkan lebih daripada itu, kasih adalah inti kekristenan yang harus dipraktekkan dan dilakukan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan yesus berkata, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Dalam hal kasih ini Tuhan Yesus bukan sekedar mengajarkan dan memerintahkan para pengikut-Nya untuk saling mengasihi, tetapi diri-Nya sendiri telah menjadi model bagaimana seharusnya kita mengasihi dengan benar.
Mengasihi orang lain selalu identik dengan tindakan memberi atau berkorban. Tuhan Yesus telah membuktikan betapa Ia mengasihi kita dengan mengorbankan nyawa-Nya di kayu salib. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Karena kita telah mengalami kasih Kristus, maka sudah selayaknya kita membagikan kasih itu kepada orang lain. Mengasihi yang diajarkan oleh Tuhan Yesus bukan sebuah kasih yang kita berikan karena orang lain mengasihi kita, tetapi kita juga harus mampu mengasihi orang yang membenci kita sekalipun. "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-33).
Kita menyadari bahwa mengasihi musuh adalah perkara yang tidak mudah, namun jika kita mampu melakukannya kita akan menjadi orang yang 'berbeda' dari dunia sebagaimana yang Tuhan inginkan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Mengasihi bukanlah perbuatan alternatif atau manasuka yang ditawarkan oleh Tuhan, tapi suatu perintah yang harus ditaati oleh setiap pengikut Kristus!
Mengasihi sesama adalah perwujudan kasih kita kepada Tuhan juga!
Monday, January 26, 2015
KETAATAN ADALAH SEBUAH PILIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2015
Baca: Ulangan 30:11-20
"Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan." Ulangan 30:14
Setiap pagi ketika kita beranjak dari tempat tidur kita selalu dihadapkan pada pilihan dan keputusan. Akankah kita menyambut hari baru dengan lemah lunglai karena terus dibayangi oleh masalah yang kita pikirkan semalam-malaman? Ataukah kita menyambut hari baru dengan penuh semangat karena kita telah menyerahkan semua beban dan pergumulan yang ada kepada Tuhan? Karena kita tahu bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Akankah kita bertekad untuk menjalani hari baru dengan sikap hati yang benar, yaitu memilih taat kepada Tuhan, atau tetap saja hidup menuruti kehendak diri sendiri? Pilihan ada di tangan kita masing-masing.
Musa pun menawarkan suatu pilihan kepada bangsa Israel: ketaatan atau ketidaktaatan. Manakah yang akan mereka pilih? Kehidupan, kemenangan, keberhasilan, keberuntungan dan berkat akan menjadi bagian mereka yang mau taat dan "...mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya," (Ulangan 30:16); sebaliknya pintu-pintu berkat dan keberhasilan akan semakin tertutup sehingga kegagalan demi kegagalan yang akan dituai, apabila hati mereka berpaling dari Tuhan, memberontak kepada-Nya dan memilih untuk sujud menyembah dan beribadah kepada allah lain. Jelas sekali bahwa setiap pilihan (taat atau tidak taat) selalu mengandung konsekuensi.
Seringkali kita lebih memilih berjalan menurut kehendak diri sendiri dan menyenangkan daging kita daripada tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, padahal kita tahu persis bahwa setiap ketaatan selalu mendatangkan upah dari Tuhan. Rasul Yohanes menulis: "Perintah-perintah-Nya itu tidak berat, sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia." (1 Yohanes 5:3b-4), artinya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak taat karena Tuhan telah memberikan iman kepada kita. Karena imanlah kita beroleh kekuatan untuk melakukan setiap perintah Tuhan. Tanpa iman dan kasih kepada Tuhan sulit rasanya orang hidup dalam ketaatan.
Taat atau tidak? Pilihan kita hari ini menentukan masa depan kita!
Baca: Ulangan 30:11-20
"Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan." Ulangan 30:14
Setiap pagi ketika kita beranjak dari tempat tidur kita selalu dihadapkan pada pilihan dan keputusan. Akankah kita menyambut hari baru dengan lemah lunglai karena terus dibayangi oleh masalah yang kita pikirkan semalam-malaman? Ataukah kita menyambut hari baru dengan penuh semangat karena kita telah menyerahkan semua beban dan pergumulan yang ada kepada Tuhan? Karena kita tahu bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Akankah kita bertekad untuk menjalani hari baru dengan sikap hati yang benar, yaitu memilih taat kepada Tuhan, atau tetap saja hidup menuruti kehendak diri sendiri? Pilihan ada di tangan kita masing-masing.
Musa pun menawarkan suatu pilihan kepada bangsa Israel: ketaatan atau ketidaktaatan. Manakah yang akan mereka pilih? Kehidupan, kemenangan, keberhasilan, keberuntungan dan berkat akan menjadi bagian mereka yang mau taat dan "...mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya," (Ulangan 30:16); sebaliknya pintu-pintu berkat dan keberhasilan akan semakin tertutup sehingga kegagalan demi kegagalan yang akan dituai, apabila hati mereka berpaling dari Tuhan, memberontak kepada-Nya dan memilih untuk sujud menyembah dan beribadah kepada allah lain. Jelas sekali bahwa setiap pilihan (taat atau tidak taat) selalu mengandung konsekuensi.
Seringkali kita lebih memilih berjalan menurut kehendak diri sendiri dan menyenangkan daging kita daripada tunduk kepada pimpinan Roh Kudus, padahal kita tahu persis bahwa setiap ketaatan selalu mendatangkan upah dari Tuhan. Rasul Yohanes menulis: "Perintah-perintah-Nya itu tidak berat, sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia." (1 Yohanes 5:3b-4), artinya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak taat karena Tuhan telah memberikan iman kepada kita. Karena imanlah kita beroleh kekuatan untuk melakukan setiap perintah Tuhan. Tanpa iman dan kasih kepada Tuhan sulit rasanya orang hidup dalam ketaatan.
Taat atau tidak? Pilihan kita hari ini menentukan masa depan kita!
Sunday, January 25, 2015
MENGIKUTI JEJAK KRISTUS: Pelaku Firman
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2015
Baca: Lukas 6:46-49
"Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?" Lukas 6:46
Hati Tuhan akan disenangkan apabila kita mengasihi Dia lebih dari segala-galanya. Bukti bahwa kita mengasihi Tuhan adalah ketika kita mentaati firman-Nya dengan sepenuh hati. Tertulis: "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15). Ketika kita tidak taat berarti kita belum sepenuhnya mengasihi Tuhan. Ketaatan berarti bersedia dan rela mengosongkan diri, mengesempingkan keinginan pribadi dan lebih mengutamakan apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita, seperti yang Tuhan Yesus katakan, "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Inilah yang disebut penyangkalan diri.
Menjadi pengikut Kristus berarti siap untuk melakukan firman Tuhan. Mengapa ketaatan itu penting? Karena ketaatan adalah fondasi yang kuat bagi kehidupan orang percaya. Ketika kita tidak hidup dalam ketaatan, kita akan mudah sekali lemah, goyah dn bahkan roboh ketika diterjang oleh badai kehidupan karena kita membangun hidup kita di atas tanah tanpa fondasi yang kokoh. "...setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Matius 7:26-27). Tetapi ketika kita hidup dalam ketaatan, "ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun." (Lukas 6:48).
Ketaatan adalah kunci memiliki kehidupan Kristen yang berdampak bagi dunia. Sebaliknya ketika kita tidak taat melakukan kehendak Tuhan, dengan kata lain tidak menjadi pelaku firman, kita pun akan kehilangan pengaruhnya, sama seperti garam yang kehilangan rasa asinnya. Oleh karena itu kita harus terus melatih diri dalam hal ketaatan ini, sebab ketaatan tidak terjadi secara instan tapi melalui proses demi proses.
Jadilah pelaku firman, bukan hanya sebagai pendengar; inilah kehendak Tuhan!
Baca: Lukas 6:46-49
"Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?" Lukas 6:46
Hati Tuhan akan disenangkan apabila kita mengasihi Dia lebih dari segala-galanya. Bukti bahwa kita mengasihi Tuhan adalah ketika kita mentaati firman-Nya dengan sepenuh hati. Tertulis: "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15). Ketika kita tidak taat berarti kita belum sepenuhnya mengasihi Tuhan. Ketaatan berarti bersedia dan rela mengosongkan diri, mengesempingkan keinginan pribadi dan lebih mengutamakan apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita, seperti yang Tuhan Yesus katakan, "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Inilah yang disebut penyangkalan diri.
Menjadi pengikut Kristus berarti siap untuk melakukan firman Tuhan. Mengapa ketaatan itu penting? Karena ketaatan adalah fondasi yang kuat bagi kehidupan orang percaya. Ketika kita tidak hidup dalam ketaatan, kita akan mudah sekali lemah, goyah dn bahkan roboh ketika diterjang oleh badai kehidupan karena kita membangun hidup kita di atas tanah tanpa fondasi yang kokoh. "...setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Matius 7:26-27). Tetapi ketika kita hidup dalam ketaatan, "ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun." (Lukas 6:48).
Ketaatan adalah kunci memiliki kehidupan Kristen yang berdampak bagi dunia. Sebaliknya ketika kita tidak taat melakukan kehendak Tuhan, dengan kata lain tidak menjadi pelaku firman, kita pun akan kehilangan pengaruhnya, sama seperti garam yang kehilangan rasa asinnya. Oleh karena itu kita harus terus melatih diri dalam hal ketaatan ini, sebab ketaatan tidak terjadi secara instan tapi melalui proses demi proses.
Jadilah pelaku firman, bukan hanya sebagai pendengar; inilah kehendak Tuhan!
Saturday, January 24, 2015
MENGIKUTI JEJAK KRISTUS: Taat Seperti Kristus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2015
Baca: Filipi 2:1-11
"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Filipi 2:8
Mengikuti jejak Kristus berarti meneladani ketaatanNya melakukan kehendak Bapa. Yesus teladan utama dalam hal ketaatan. Dia berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Ketika dihadapkan pada cawan penderitaan Yesus berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Bagi Yesus melakukan kehendak Bapa adalah yang terutama dan melebihi segala-galanya. Itulah sebabnya rasul Paulus menasihati kita, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:5-7). Karena ketaatan-Nya maka "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Tuhan menghendaki kita menjadi orang-orang yang taat, bukan taat yang setengah-setengah atau taat secara musiman, melainkan taat secara total di segala keadaan. Seringkali kita baru mau taat ketika kita sedang baik dan tidak ada masalah: diberkati, disembuhkan, usaha lancar atau saat sedang mood saja. Begitu ada masalah: penderitaan, krisis, sakit, susah dan mengalami situasi-situasi yang tidak mengenakkan secepat kilat kita pun berubah sikap, tidak lagi mau taat kepada Tuhan: ogah-ogahan berdoa, malas baca Alkitab, malas melayani dan malah menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah karena kita merasa kecewa kepada Tuhan.
Ketaatan berkaitan dengan hati hamba. Tugas utama hamba adalah taat melakukan semua kehendak tuannya. Jadi mari kita berkata, "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10).
Tuhan Yesus rela menjadi hamba dan taat kepada Bapa supaya kita pun meneladani Dia!
Baca: Filipi 2:1-11
"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Filipi 2:8
Mengikuti jejak Kristus berarti meneladani ketaatanNya melakukan kehendak Bapa. Yesus teladan utama dalam hal ketaatan. Dia berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Ketika dihadapkan pada cawan penderitaan Yesus berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Bagi Yesus melakukan kehendak Bapa adalah yang terutama dan melebihi segala-galanya. Itulah sebabnya rasul Paulus menasihati kita, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:5-7). Karena ketaatan-Nya maka "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Tuhan menghendaki kita menjadi orang-orang yang taat, bukan taat yang setengah-setengah atau taat secara musiman, melainkan taat secara total di segala keadaan. Seringkali kita baru mau taat ketika kita sedang baik dan tidak ada masalah: diberkati, disembuhkan, usaha lancar atau saat sedang mood saja. Begitu ada masalah: penderitaan, krisis, sakit, susah dan mengalami situasi-situasi yang tidak mengenakkan secepat kilat kita pun berubah sikap, tidak lagi mau taat kepada Tuhan: ogah-ogahan berdoa, malas baca Alkitab, malas melayani dan malah menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah karena kita merasa kecewa kepada Tuhan.
Ketaatan berkaitan dengan hati hamba. Tugas utama hamba adalah taat melakukan semua kehendak tuannya. Jadi mari kita berkata, "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10).
Tuhan Yesus rela menjadi hamba dan taat kepada Bapa supaya kita pun meneladani Dia!
Friday, January 23, 2015
MENGIKUTI JEJAK KRISTUS: Karib Dengan Bapa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2015
Baca: 1 Petrus 2:18-25
"Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya." 1 Petrus 2:21
Kamus Webster mendefinisikan orang Kristen sebagai orang yang percaya kepada Yesus sebagai Kristus, seorang yang percaya kepada agama yang berdasarkan pengajaran Yesus, atau bisa diartikan sebagai pengikut Kristus. Sedangkan kata Kristen itu sendiri muncul sebanyak tiga kali dalam Alkitab. Kita bisa membacanya dalam Kisah 11:26, Kisah 26:28 dan 1 Petrus 4:16. Adapun bukti nyata bahwa seseorang disebut sebagai pengikut Kristus bukanlah KTP yang bertuliskan Kristen atau orang yang tampak sibuk ke luar masuk gedung gereja, tapi seorang yang mengikuti jejak Kristus dengan meneladani bagaimana Kristus telah hidup. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Mengikuti jejak Kristus berarti harus hidup dalam persekutuan yang karib denganNya. Mengapa? Karena Ia pun memiliki persekutuan karib dengan Bapa di sorga. Semasa pelayanan-Nya di bumi Kristus senantiasa menyediakan waktu untuk bersekutu dengan Bapa. Jadi, doa adalah nafas hidup orang percaya! Alkitab mencatat: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Doa adalah tanda ketergantungan kita kepada Tuhan, bukan sekedar aktivitas rohani atau pengisi waktu senggang. Sebagaimana ranting tidak dapat berbuah jika tidak melekat kepada pokok anggur, begitu pula kita tidak bisa berbuat apa-apa jika kita tidak melekat kepada Tuhan Yesus, yang adalah pokok anggur kita. Hidup kita ini sangat bergantung sepenuhnya kepada Tuhan! Jika Kristus saja memiliki kedisiplinan dalam berdoa, sebagai bukti bahwa Dia sangat bergantung kepada Bapa dan karib dengan-Nya, siapakah kita ini sehingga kita mengabaikan jam-jam doa?
Sesibuk apa pun, baik dalam pelayanan, pekerjaan atau aktivitas sehari-hari, jangan sampai kita melupakan jam-jam doa atau bersaat teduh secara pribadi dengan Tuhan, karena doa adalah nafas hidup kita. "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan:" (Matius 26:41).
Jangan sekalipun melewatkan hari tanpa berdoa, karena doa adalah kunci kekuatan orang percaya!
Baca: 1 Petrus 2:18-25
"Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya." 1 Petrus 2:21
Kamus Webster mendefinisikan orang Kristen sebagai orang yang percaya kepada Yesus sebagai Kristus, seorang yang percaya kepada agama yang berdasarkan pengajaran Yesus, atau bisa diartikan sebagai pengikut Kristus. Sedangkan kata Kristen itu sendiri muncul sebanyak tiga kali dalam Alkitab. Kita bisa membacanya dalam Kisah 11:26, Kisah 26:28 dan 1 Petrus 4:16. Adapun bukti nyata bahwa seseorang disebut sebagai pengikut Kristus bukanlah KTP yang bertuliskan Kristen atau orang yang tampak sibuk ke luar masuk gedung gereja, tapi seorang yang mengikuti jejak Kristus dengan meneladani bagaimana Kristus telah hidup. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Mengikuti jejak Kristus berarti harus hidup dalam persekutuan yang karib denganNya. Mengapa? Karena Ia pun memiliki persekutuan karib dengan Bapa di sorga. Semasa pelayanan-Nya di bumi Kristus senantiasa menyediakan waktu untuk bersekutu dengan Bapa. Jadi, doa adalah nafas hidup orang percaya! Alkitab mencatat: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Doa adalah tanda ketergantungan kita kepada Tuhan, bukan sekedar aktivitas rohani atau pengisi waktu senggang. Sebagaimana ranting tidak dapat berbuah jika tidak melekat kepada pokok anggur, begitu pula kita tidak bisa berbuat apa-apa jika kita tidak melekat kepada Tuhan Yesus, yang adalah pokok anggur kita. Hidup kita ini sangat bergantung sepenuhnya kepada Tuhan! Jika Kristus saja memiliki kedisiplinan dalam berdoa, sebagai bukti bahwa Dia sangat bergantung kepada Bapa dan karib dengan-Nya, siapakah kita ini sehingga kita mengabaikan jam-jam doa?
Sesibuk apa pun, baik dalam pelayanan, pekerjaan atau aktivitas sehari-hari, jangan sampai kita melupakan jam-jam doa atau bersaat teduh secara pribadi dengan Tuhan, karena doa adalah nafas hidup kita. "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan:" (Matius 26:41).
Jangan sekalipun melewatkan hari tanpa berdoa, karena doa adalah kunci kekuatan orang percaya!
Thursday, January 22, 2015
SURAT KRISTUS: Mempermuliakan Kristus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2015
Baca: Galatia 1:11-24
"berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi," Galatia 1:16
Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Kuasa yang dimaksudkan oleh Yesus adalah kuasa yang erat hubungannya dengan tugas setiap orang percaya sebagai saksi-saksi-Nya, yaitu menjadi saksi di Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi. Janji itu sudah digenapi-Nya, Roh Kudus dicurahkan di hari Pentakosta. Bahkan Alkitab menyatakan bahwa Roh Kudus itu tinggal di dalam orang percaya. "...tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah," (1 Korintus 6:19).
Roh Kudus-lah yang memampukan orang percaya untuk menjadi 'surat Kristus' di tengah-tengah dunia ini, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk takut, malu dan merasa tidak mampu menjalankan tugas yang dipercayakan Tuhan ini. Rasul Paulus menasihati, "...janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita" (1 Timotius 1:8). Memang kesaksian itu mengandung resiko, karena ada orang yang suka dengan kesaksian kita, tapi juga tidak sedikit orang yang mencela, terlebih-lebih bila kehidupan kita secara nyata tidak menjadi teladan baik bagi orang lain.
Menjadi 'surat Kristus' berarti meneladani bagaimana Kristus telah hidup dan mengimpartasikan karakter-Nya secara nyata sehingga keberadaan kita benar-benar menjadi berkat. Menjadi berkat bukan hanya ketika kita mampu memberi orang lain secara materi semata, namun yang lebih utama adalah melalui sikap dan tindakan kita.
"Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku," (Yohanes 13:35). Perlu ditegaskan bahwa menjadi 'surat Kristus' berarti fokus kita adalah mempermuliakan Kristus, bukan mencari hormat dan pujian untuk diri sendiri. Nama Tuhan Yesus dan karya-karya-Nya yang harus dikedepankan dan diberitakan!
Biarlah hati dan perbuatan kita selalu selaras dengan firman Tuhan, sehingga kapan pun dan di mana pun berada kita menjadi 'surat Kristus'.
Baca: Galatia 1:11-24
"berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi," Galatia 1:16
Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Kuasa yang dimaksudkan oleh Yesus adalah kuasa yang erat hubungannya dengan tugas setiap orang percaya sebagai saksi-saksi-Nya, yaitu menjadi saksi di Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi. Janji itu sudah digenapi-Nya, Roh Kudus dicurahkan di hari Pentakosta. Bahkan Alkitab menyatakan bahwa Roh Kudus itu tinggal di dalam orang percaya. "...tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah," (1 Korintus 6:19).
Roh Kudus-lah yang memampukan orang percaya untuk menjadi 'surat Kristus' di tengah-tengah dunia ini, "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk takut, malu dan merasa tidak mampu menjalankan tugas yang dipercayakan Tuhan ini. Rasul Paulus menasihati, "...janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita" (1 Timotius 1:8). Memang kesaksian itu mengandung resiko, karena ada orang yang suka dengan kesaksian kita, tapi juga tidak sedikit orang yang mencela, terlebih-lebih bila kehidupan kita secara nyata tidak menjadi teladan baik bagi orang lain.
Menjadi 'surat Kristus' berarti meneladani bagaimana Kristus telah hidup dan mengimpartasikan karakter-Nya secara nyata sehingga keberadaan kita benar-benar menjadi berkat. Menjadi berkat bukan hanya ketika kita mampu memberi orang lain secara materi semata, namun yang lebih utama adalah melalui sikap dan tindakan kita.
"Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku," (Yohanes 13:35). Perlu ditegaskan bahwa menjadi 'surat Kristus' berarti fokus kita adalah mempermuliakan Kristus, bukan mencari hormat dan pujian untuk diri sendiri. Nama Tuhan Yesus dan karya-karya-Nya yang harus dikedepankan dan diberitakan!
Biarlah hati dan perbuatan kita selalu selaras dengan firman Tuhan, sehingga kapan pun dan di mana pun berada kita menjadi 'surat Kristus'.
Wednesday, January 21, 2015
SURAT KRISTUS: Tidak Menjadi Batu Sandungan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2015
Baca: 2 Korintus 6:1-10
"Dalam hal apapun kami tidak memberi sebab orang tersandung, supaya pelayanan kami jangan sampai dicela." 2 Korintus 6:3
Menjadi 'surat Kristus' berarti kita sedang menyampaikan kesaksian dan menjadi saksi bagi Kristus, dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai pengikut Kristus, kita adalah saksi Kristus, dan sebagai saksi-Nya kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyampaikan kesaksian, baik itu melalui perkataan dan terlebih penting lagi melalui perbuatan nyata. Inilah yang sedang dilihat dan dibaca oleh orang lain!
Ada banyak orang Kristen yang tidak menyadari atau berlagak tidak tahu bahwa dirinya adalah 'surat Kristus' yang dibaca oleh semua orang, terbukti jelas dari tingkah lakunya yang tidak bisa menjadi teladan bagi orang lain. Orang-orang dunia pun akhirnya merasa alergi dan antipati ketika mendengar kata 'Kristen' karena mereka melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kehidupan orang yang berlabel 'Kristen' sangat mengecewakan dan sama sekali tidak mencerminkan karakter Kristus. Akhirnya hal ini menjadi penghalang bagi orang dunia untuk mengenal lebih dalam tentang Kristus, apalagi percaya kepada-Nya. Mahatma Gandhi, seorang pejuang hak-hak asasi manusia terkenal dunia, sebagai penganut Hindu yang taat juga sangat mengagumi Yesus Kristus dan ajaran-Nya (Injil). Di dalam otobiografinya ia bersaksi bahwa sewaktu muda sesungguhnya ia berkeinginan menjadi seorang Kristen karena melihat keteladanan Yesus Kristus. Ia pun datang menghadiri ibadah di sebuah gereja terdekat dan hendak mengutarakan niatnya untuk dibaptis. Betapa kecewanya ia karena jemaat di gereja itu memperlakukan dia secara tidak adil. Tidak seorang pun dari jemaat memberinya tempat duduk, bahkan mereka menyuruh Gandhi untuk pergi ke gereja orang-orang negro saja. Seketika itu juga Gandi meninggalkan gereja dengan sedih hati dan niatnya untuk menjadi Kristen pun langsung luntur.
Keinginan Gandi 'bertemu' Kristus secara pribadi justru di halangi orang Kristen sendiri. Bukankah masih banyak jemaat Tuhan, bahkan pelayan Tuhan memperlakukan saudara seiman dengan membeda-bedakan status dan memandang muka?
Inikah 'surat Kristus'? Tindakan yang demikian justru menjadi batu sandungan dan mencoreng nama Tuhan!
Baca: 2 Korintus 6:1-10
"Dalam hal apapun kami tidak memberi sebab orang tersandung, supaya pelayanan kami jangan sampai dicela." 2 Korintus 6:3
Menjadi 'surat Kristus' berarti kita sedang menyampaikan kesaksian dan menjadi saksi bagi Kristus, dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai pengikut Kristus, kita adalah saksi Kristus, dan sebagai saksi-Nya kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyampaikan kesaksian, baik itu melalui perkataan dan terlebih penting lagi melalui perbuatan nyata. Inilah yang sedang dilihat dan dibaca oleh orang lain!
Ada banyak orang Kristen yang tidak menyadari atau berlagak tidak tahu bahwa dirinya adalah 'surat Kristus' yang dibaca oleh semua orang, terbukti jelas dari tingkah lakunya yang tidak bisa menjadi teladan bagi orang lain. Orang-orang dunia pun akhirnya merasa alergi dan antipati ketika mendengar kata 'Kristen' karena mereka melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kehidupan orang yang berlabel 'Kristen' sangat mengecewakan dan sama sekali tidak mencerminkan karakter Kristus. Akhirnya hal ini menjadi penghalang bagi orang dunia untuk mengenal lebih dalam tentang Kristus, apalagi percaya kepada-Nya. Mahatma Gandhi, seorang pejuang hak-hak asasi manusia terkenal dunia, sebagai penganut Hindu yang taat juga sangat mengagumi Yesus Kristus dan ajaran-Nya (Injil). Di dalam otobiografinya ia bersaksi bahwa sewaktu muda sesungguhnya ia berkeinginan menjadi seorang Kristen karena melihat keteladanan Yesus Kristus. Ia pun datang menghadiri ibadah di sebuah gereja terdekat dan hendak mengutarakan niatnya untuk dibaptis. Betapa kecewanya ia karena jemaat di gereja itu memperlakukan dia secara tidak adil. Tidak seorang pun dari jemaat memberinya tempat duduk, bahkan mereka menyuruh Gandhi untuk pergi ke gereja orang-orang negro saja. Seketika itu juga Gandi meninggalkan gereja dengan sedih hati dan niatnya untuk menjadi Kristen pun langsung luntur.
Keinginan Gandi 'bertemu' Kristus secara pribadi justru di halangi orang Kristen sendiri. Bukankah masih banyak jemaat Tuhan, bahkan pelayan Tuhan memperlakukan saudara seiman dengan membeda-bedakan status dan memandang muka?
Inikah 'surat Kristus'? Tindakan yang demikian justru menjadi batu sandungan dan mencoreng nama Tuhan!
Tuesday, January 20, 2015
ORANG KRISTEN adalah SURAT KRISTUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Januari 2015
Baca: 2 Korintus 3:1-18
"...kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup," 2 Korintus 3:3
Selain sebagai garam dunia, terang dunia dan anak terang, keberadaan orang percaya di tengah dunia adalah sebagai surat Kristus. Apa maksudnya? Sebagai pengikut Kristus keberadaan kita seperti surat yang terbuka, yang dapat dibaca dan dikenal oleh semua orang. Melalui kehidupan kita orang lain akan melihat apakah Kristus ada di dalam kita. Oleh karena itu kita tidak boleh sembarangan atau sembrono dalam menjalani kehidupan kekristenan kita, karena di mana pun kita berada, ke mana pun kita pergi dan kapan pun waktunya, kita sedang mempertaruhkan nama Kristus di mata dunia. Sikap, tutur kata dan perilaku kita sehari-hari akan terlihat jelas seperti coretan di lembaran kertas kehidupan; inilah surat terbuka kita, di mana orang lain dapat melihat dan membacanya secara langsung.
Rasul Paulus menegaskan bahwa tulisan-tulisan yang dapat dibaca oleh orang lain itu bukan ditulis dengan tinta biasa, melainkan dengan Roh dari Allah yang hidup. Di zaman bangsa Israel Tuhan menuliskan hukum-hukum-Nya pada loh batu di gunung Sinai (baca Keluaran 31:18), tapi kini Tuhan memberikan firman-Nya pada loh hati orang percaya, "Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka;" (Yeremia 31:33). Tuhan menambahkan, "Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia;" (Yehezkiel 11:19-20). Artinya, Firman Tuhan "...dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8).
'Menjadi surat Kristus' berbicara tentang sikap hati kita terhadap firman Tuhan. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Bagaimana menjaga hati kita? Dengan menjaganya sesuai dengan firman Tuhan (ketaatan). Ketaatan adalah sebuah pilihan hidup, bukan masalah bakat atau talenta, dan Tuhan sudah memberikan kepada kita Penolong yaitu Roh Kudus, yang menuntun, membimbing dan memberi kesanggupan kepada kita untuk melakukan firman Tuhan!
Ketaatan terhadap firman adalah langkah awal menjadi surat Kristus!
Baca: 2 Korintus 3:1-18
"...kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup," 2 Korintus 3:3
Selain sebagai garam dunia, terang dunia dan anak terang, keberadaan orang percaya di tengah dunia adalah sebagai surat Kristus. Apa maksudnya? Sebagai pengikut Kristus keberadaan kita seperti surat yang terbuka, yang dapat dibaca dan dikenal oleh semua orang. Melalui kehidupan kita orang lain akan melihat apakah Kristus ada di dalam kita. Oleh karena itu kita tidak boleh sembarangan atau sembrono dalam menjalani kehidupan kekristenan kita, karena di mana pun kita berada, ke mana pun kita pergi dan kapan pun waktunya, kita sedang mempertaruhkan nama Kristus di mata dunia. Sikap, tutur kata dan perilaku kita sehari-hari akan terlihat jelas seperti coretan di lembaran kertas kehidupan; inilah surat terbuka kita, di mana orang lain dapat melihat dan membacanya secara langsung.
Rasul Paulus menegaskan bahwa tulisan-tulisan yang dapat dibaca oleh orang lain itu bukan ditulis dengan tinta biasa, melainkan dengan Roh dari Allah yang hidup. Di zaman bangsa Israel Tuhan menuliskan hukum-hukum-Nya pada loh batu di gunung Sinai (baca Keluaran 31:18), tapi kini Tuhan memberikan firman-Nya pada loh hati orang percaya, "Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka;" (Yeremia 31:33). Tuhan menambahkan, "Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia;" (Yehezkiel 11:19-20). Artinya, Firman Tuhan "...dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8).
'Menjadi surat Kristus' berbicara tentang sikap hati kita terhadap firman Tuhan. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Bagaimana menjaga hati kita? Dengan menjaganya sesuai dengan firman Tuhan (ketaatan). Ketaatan adalah sebuah pilihan hidup, bukan masalah bakat atau talenta, dan Tuhan sudah memberikan kepada kita Penolong yaitu Roh Kudus, yang menuntun, membimbing dan memberi kesanggupan kepada kita untuk melakukan firman Tuhan!
Ketaatan terhadap firman adalah langkah awal menjadi surat Kristus!
Monday, January 19, 2015
PELITA YANG BERCAHAYA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Januari 2015
Baca: Markus 4:21-25
"Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian." Markus 4:21
Kita tahu bahwa fungsi utama dari sebuah pelita adalah memberi penerangan di kegelapan. Dunia tempat kita berpijak ini adalah dunia yang dipenuhi dan dikuasai oleh kegelapan, karena itu banyak orang yang tersesat dan "...lebih menyukai kegelapan dari pada terang," (Yohanes 3:19). Namun kita yang telah menerima terang Kristus "...jangan tinggal di dalam kegelapan." (Yohanes 12:46), jalankan fungsi sebagai pelita yang memancarkan cahaya.
Selain berguna sebagai penerangan, orang membawa pelita di tengah kegelapan malam dengan tujuan supaya tidak mengalami kedinginan. Dalam hal ini pelita juga berfungsi untuk menghangatkan tubuh. Begitulah seharusnya keberadaan orang percaya di tengah dunia ini yaitu mampu menghadirkan kehangatan dan keteduhan bagi orang-orang di sekitarnya, sebab dunia saat ini telah menjadi dingin, maka kasih kebanyakan orang pun akan menjadi dingin. "Manusia akan mencintai dirinya sendiri...tidak tahu berterima kasih...tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai..." (baca 2 Timotius 3:2-4). Mampukah kita tampil sebagai pribadi yang berbeda, yang menghasilkan buah Roh: "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Galatia 5:22-23). Di samping itu, biasanya orang menggunakan pelita ketika sedang mencari sesuatu yang hilang atau tersembunyi. Orang-orang dunia saat ini telah kehilangan banyak hal: kasih yang tulus, kebaikan, perhatian, damai sejahtera dan sukacita. Adakah kehadiran kita mampu mengisi sisi yang hilang yang selama ini tidak mereka dapatkan dari dunia ini?
Namun ternyata banyak orang Kristen yang tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai pelita karena terhalang oleh kesaksian hidupnya sendiri yang tidak bisa menjadi berkat bagi orang lain, di mana perkataan tidak sesuai perbuatan. Karena itu perlu sekali kita mengoreksi diri, sebab "...iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (Yakobus 2:22).
"...hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Matius 5:16
Baca: Markus 4:21-25
"Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian." Markus 4:21
Kita tahu bahwa fungsi utama dari sebuah pelita adalah memberi penerangan di kegelapan. Dunia tempat kita berpijak ini adalah dunia yang dipenuhi dan dikuasai oleh kegelapan, karena itu banyak orang yang tersesat dan "...lebih menyukai kegelapan dari pada terang," (Yohanes 3:19). Namun kita yang telah menerima terang Kristus "...jangan tinggal di dalam kegelapan." (Yohanes 12:46), jalankan fungsi sebagai pelita yang memancarkan cahaya.
Selain berguna sebagai penerangan, orang membawa pelita di tengah kegelapan malam dengan tujuan supaya tidak mengalami kedinginan. Dalam hal ini pelita juga berfungsi untuk menghangatkan tubuh. Begitulah seharusnya keberadaan orang percaya di tengah dunia ini yaitu mampu menghadirkan kehangatan dan keteduhan bagi orang-orang di sekitarnya, sebab dunia saat ini telah menjadi dingin, maka kasih kebanyakan orang pun akan menjadi dingin. "Manusia akan mencintai dirinya sendiri...tidak tahu berterima kasih...tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai..." (baca 2 Timotius 3:2-4). Mampukah kita tampil sebagai pribadi yang berbeda, yang menghasilkan buah Roh: "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Galatia 5:22-23). Di samping itu, biasanya orang menggunakan pelita ketika sedang mencari sesuatu yang hilang atau tersembunyi. Orang-orang dunia saat ini telah kehilangan banyak hal: kasih yang tulus, kebaikan, perhatian, damai sejahtera dan sukacita. Adakah kehadiran kita mampu mengisi sisi yang hilang yang selama ini tidak mereka dapatkan dari dunia ini?
Namun ternyata banyak orang Kristen yang tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai pelita karena terhalang oleh kesaksian hidupnya sendiri yang tidak bisa menjadi berkat bagi orang lain, di mana perkataan tidak sesuai perbuatan. Karena itu perlu sekali kita mengoreksi diri, sebab "...iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (Yakobus 2:22).
"...hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Matius 5:16
Sunday, January 18, 2015
PELITA YANG BERCAHAYA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2015
Baca: Lukas 8:16-18
"Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan." Lukas 8:17
Pelita adalah lampu dengan bahan bakar minyak. Di zaman sekarang ini sudah jarang sekali orang menggunakan pelita untuk menerangi rumahnya karena semua orang menggunakan tenaga listrik. Terkecuali di daerah-daerah terpencil, pelosok, pedalaman atau di lereng-lereng pegunungan mungkin masih ada orang yang menggunakan pelita sebagai alat penerangan.
Menjadi pelita adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya. Mengapa? Karena Tuhan telah memindahkan kita dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Karena itu Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan yang bersinar di tengah-tengah dunia ini. Kita pasti hafal dengan lirik lagu rohani ini: "Jadikanku berkat-Mu Tuhan. Jadi terang bagi sesama. Kami yang telah diselamatkan, jadi terang Tuhan. Reff: Bagaikan pelita yang menyala di tengah kegelapan, yang hidup bercahaya di depan semua orang. Agar mereka lihat dan memuliakan Allah Bapa di sorga." Menjadi pelita berarti menjadi berkat bagi orang lain. Menjadi pelita di mana? Di mana pun kita berada dan kapan pun waktunya: bisa di kantor, di pabrik, di sekolah, di kampus, dan juga di tempat kita tinggal. Menjadi pelita bagi orang lain tidak harus selalu menjadi seorang fulltimer di gereja. Apalah artinya kita sibuk dengan jadwal pelayanan yang padat, jika kehidupan kita sendiri tidak menjadi terang dan tidak berdampak bagi orang lain? "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Ketika pelita dinyalakan sumbunya akan semakin terbakar, artinya mendatangkan kerugian bagi orang yang menyalakan pelita itu. Jadi ada harga yang harus kita bayar untuk menjadi pelita bagi orang lain! Kita harus siap untuk berkorban dan rugi. Jika kita menyayangkan hal itu maka pelita tidak akan pernah menyala. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26-27). Menjadi pelita berarti harus rela menjadi hamba dan pelayan bagi orang lain, sebagaimana Tuhan Yesus teladankan bagi kita! (Bersambung)
Baca: Lukas 8:16-18
"Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan." Lukas 8:17
Pelita adalah lampu dengan bahan bakar minyak. Di zaman sekarang ini sudah jarang sekali orang menggunakan pelita untuk menerangi rumahnya karena semua orang menggunakan tenaga listrik. Terkecuali di daerah-daerah terpencil, pelosok, pedalaman atau di lereng-lereng pegunungan mungkin masih ada orang yang menggunakan pelita sebagai alat penerangan.
Menjadi pelita adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya. Mengapa? Karena Tuhan telah memindahkan kita dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Karena itu Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan yang bersinar di tengah-tengah dunia ini. Kita pasti hafal dengan lirik lagu rohani ini: "Jadikanku berkat-Mu Tuhan. Jadi terang bagi sesama. Kami yang telah diselamatkan, jadi terang Tuhan. Reff: Bagaikan pelita yang menyala di tengah kegelapan, yang hidup bercahaya di depan semua orang. Agar mereka lihat dan memuliakan Allah Bapa di sorga." Menjadi pelita berarti menjadi berkat bagi orang lain. Menjadi pelita di mana? Di mana pun kita berada dan kapan pun waktunya: bisa di kantor, di pabrik, di sekolah, di kampus, dan juga di tempat kita tinggal. Menjadi pelita bagi orang lain tidak harus selalu menjadi seorang fulltimer di gereja. Apalah artinya kita sibuk dengan jadwal pelayanan yang padat, jika kehidupan kita sendiri tidak menjadi terang dan tidak berdampak bagi orang lain? "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4).
Ketika pelita dinyalakan sumbunya akan semakin terbakar, artinya mendatangkan kerugian bagi orang yang menyalakan pelita itu. Jadi ada harga yang harus kita bayar untuk menjadi pelita bagi orang lain! Kita harus siap untuk berkorban dan rugi. Jika kita menyayangkan hal itu maka pelita tidak akan pernah menyala. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26-27). Menjadi pelita berarti harus rela menjadi hamba dan pelayan bagi orang lain, sebagaimana Tuhan Yesus teladankan bagi kita! (Bersambung)
Saturday, January 17, 2015
ORANG KRISTEN adalah ANAK TERANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Januari 2015
Baca: Efesus 5:1-21
"Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan." Efesus 5:8
Alkitab menegaskan: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Sebagai ciptaan baru berarti kita telah menanggalkan manusia lama kita dan hidup mengenakan manusia baru. Mengapa? Sebab Tuhan sudah memindahkan kita dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Jadi kita tidak lagi berada di dalam kegelapan, melainkan di dalam terang Tuhan. Status kita pun berubah menjadi anak-anak terang, yang hanya "...berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (Efesus 5:9).
Hidup sebagai anak terang berarti kita tidak lagi "...turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (Efesus 5:11). Dengan kata lain kita tidak lagi berkompromi dengan dosa, kita tidak lagi hidup menuruti keinginan daging. "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya." (Galatia 5:19-21). Sementara, dunia saat ini dipenuhi kegelapan yang hanya bisa dikalahkan oleh terang. Kegelapan tidak dapat mengalahkan terang, tetapi terang dapat mengalahkan kegelapan. Ketika kita menyalakan sebuah lampu atau obor di tempat yang gelap seketika itu juga kegelapan akan sirna. Sepekat apa pun kegelapan itu, terang tetap mampu menembusnya.
Sebagai anak-anak terang kita harus mampu menembus dan mengalahkan kegelapan dunia ini yaitu melalui keteladanan hidup kita, sebab keteladanan itu jauh lebih dahsyat dari kekuatan perkataan. Kekristenan adalah sesuatu yang bisa dilihat, bukan hanya di dalam gedung gereja dengan segala kegiatan yang berbau pelayanan, tetapi harus bisa dilihat oleh dunia, baik melalui perkataan dan perbuatan, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.
"...jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari." Amsal 4:18
Baca: Efesus 5:1-21
"Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan." Efesus 5:8
Alkitab menegaskan: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Sebagai ciptaan baru berarti kita telah menanggalkan manusia lama kita dan hidup mengenakan manusia baru. Mengapa? Sebab Tuhan sudah memindahkan kita dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Jadi kita tidak lagi berada di dalam kegelapan, melainkan di dalam terang Tuhan. Status kita pun berubah menjadi anak-anak terang, yang hanya "...berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (Efesus 5:9).
Hidup sebagai anak terang berarti kita tidak lagi "...turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (Efesus 5:11). Dengan kata lain kita tidak lagi berkompromi dengan dosa, kita tidak lagi hidup menuruti keinginan daging. "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya." (Galatia 5:19-21). Sementara, dunia saat ini dipenuhi kegelapan yang hanya bisa dikalahkan oleh terang. Kegelapan tidak dapat mengalahkan terang, tetapi terang dapat mengalahkan kegelapan. Ketika kita menyalakan sebuah lampu atau obor di tempat yang gelap seketika itu juga kegelapan akan sirna. Sepekat apa pun kegelapan itu, terang tetap mampu menembusnya.
Sebagai anak-anak terang kita harus mampu menembus dan mengalahkan kegelapan dunia ini yaitu melalui keteladanan hidup kita, sebab keteladanan itu jauh lebih dahsyat dari kekuatan perkataan. Kekristenan adalah sesuatu yang bisa dilihat, bukan hanya di dalam gedung gereja dengan segala kegiatan yang berbau pelayanan, tetapi harus bisa dilihat oleh dunia, baik melalui perkataan dan perbuatan, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.
"...jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari." Amsal 4:18
Friday, January 16, 2015
ORANG KRISTEN adalah TERANG DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2015
Baca: Matius 5:14-16
"Kamu adalah terang dunia." Matius 5:14a
Tuhan Yesus berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Rasul Yohanes dalam suratnya menegaskan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Karena Tuhan Yesus adalah terang dunia, kita sebagai pengikut-Nya pun dituntut untuk menjadi terang bagi dunia ini yaitu menghadirkan terang di tengah dunia yang diliputi kegelapan. Di dalam Tuhan setiap orang percaya memiliki kedudukan yang tinggi sebagaimana oleh rasul Petrus, "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9).
Keberadaan kita seperti kota di atas gunung yang tidak mungkin tersembunyi. Semua mata akan tertuju kepada kita karena kita berada di tempat tinggi dan memiliki cahaya kemuliaan Kristus. Sebagai terang, sesungguhnya setiap orang percaya mempunyai kuasa untuk menguasai dan mengubah keadaan. Bagaimana kita bisa menjadi terang apabila pelita kita tertutup gantang? Terang dari Tuhan tidak boleh ditutupi, disembunyikan, apalagi dipadamkan, sebaliknya harus dipancarkan kepada semua orang, diangkat ke tempat yang tinggi agar dapat menerangi sekitarnya seperti pelita yang menyala, di mana cahayanya menerangi seluruh ruangan di dalam rumah.
Gantang adalah wadah untuk mengukur atau menakar beras, ukuran takaran yang berisikan 3,125 kg. Sebuah pelita yang ditutup dengan gantang berarti tidak akan memancarkan terang atau cahaya. Pelita yang ditutup dengan gantang sama dengan kehidupan orang Kristen yang tidak bisa menjadi berkat, yang cahayanya tidak bisa memancar keluar oleh karena masalah ekonomi atau penghidupannya. Banyak sekali orang Kristen yang dikalahkan oleh masalah atau situasi yang ada sehingga hidupnya setali tiga uang dengan orang-orang di luar Tuhan, dan malah menjadi batu sandungan bagi mereka.
Sudahkan kehidupan kita bercahaya bagi orang-orang di sekitar kita?
Baca: Matius 5:14-16
"Kamu adalah terang dunia." Matius 5:14a
Tuhan Yesus berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Rasul Yohanes dalam suratnya menegaskan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Karena Tuhan Yesus adalah terang dunia, kita sebagai pengikut-Nya pun dituntut untuk menjadi terang bagi dunia ini yaitu menghadirkan terang di tengah dunia yang diliputi kegelapan. Di dalam Tuhan setiap orang percaya memiliki kedudukan yang tinggi sebagaimana oleh rasul Petrus, "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9).
Keberadaan kita seperti kota di atas gunung yang tidak mungkin tersembunyi. Semua mata akan tertuju kepada kita karena kita berada di tempat tinggi dan memiliki cahaya kemuliaan Kristus. Sebagai terang, sesungguhnya setiap orang percaya mempunyai kuasa untuk menguasai dan mengubah keadaan. Bagaimana kita bisa menjadi terang apabila pelita kita tertutup gantang? Terang dari Tuhan tidak boleh ditutupi, disembunyikan, apalagi dipadamkan, sebaliknya harus dipancarkan kepada semua orang, diangkat ke tempat yang tinggi agar dapat menerangi sekitarnya seperti pelita yang menyala, di mana cahayanya menerangi seluruh ruangan di dalam rumah.
Gantang adalah wadah untuk mengukur atau menakar beras, ukuran takaran yang berisikan 3,125 kg. Sebuah pelita yang ditutup dengan gantang berarti tidak akan memancarkan terang atau cahaya. Pelita yang ditutup dengan gantang sama dengan kehidupan orang Kristen yang tidak bisa menjadi berkat, yang cahayanya tidak bisa memancar keluar oleh karena masalah ekonomi atau penghidupannya. Banyak sekali orang Kristen yang dikalahkan oleh masalah atau situasi yang ada sehingga hidupnya setali tiga uang dengan orang-orang di luar Tuhan, dan malah menjadi batu sandungan bagi mereka.
Sudahkan kehidupan kita bercahaya bagi orang-orang di sekitar kita?
Thursday, January 15, 2015
GARAM DUNIA: Hidup Dalam Kemurnian
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Januari 2015
Baca: 2 Raja-Raja 2:19-22
"Demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa." 2 Raja-Raja 2:22
Perikop dari pembacaan firman kita adalah Elisa menyehatkan air di Yerikho. Penduduk kota Yerikho menyampaikan keluhannya kepada Elisa tentang keberadaan air di kota itu yang keadaannya tidak baik, sehingga "...di negeri ini sering ada keguguran bayi." (2 Raja-Raja 2:19). Atas petunjuk Tuhan, Elisa memerintahkan orang-orang di kota itu untuk mengambil sebuah pinggan baru dan menaruhkan garam ke dalamnya dan kemudian melemparkan garam itu ke mata air di kota itu. Mujizat pun terjadi. "Telah Kusehatkan air ini, maka tidak akan terjadi lagi olehnya kematian atau keguguran bayi." (2 Raja-Raja 2:21). Dalam kasus ini garam memiliki fungsi untuk memurnikan dan mensterilkan air dari racun-racun yang mematikan, sehingga "...air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa." (ayat nas).
Untuk menjadi garam dunia kita pun dituntut memiliki kemurnian hidup. Arti kata kemurnian adalah keadaan murni, keaslian, kesucian. Bagaimana mungkin kita bisa memurnikan orang lain atau menjadi berkat bagi orang lain jika kita sendiri tidak hidup dalam kekudusan dan kesucian? Sebab "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Keberadaan kita harus dapat memurnikan dunia yang dipenuhi oleh segala bentuk kecemaran ini. Karena itu kita harus terbebas dari segala jenis kejahatan dan kecemaran terlebih dahulu. Hidup dalam kemurnian berarti menjadi teladan "...dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Air di kota Yerikho itu menjadi sehat oleh karena kuasa firman yang disampaikan Elisa, artinya Tuhan bekerja melalui media garam untuk memurnikan air yang cemar itu. Kehidupan kita pun akan menjadi 'garam' bagi dunia dan mampu menjalankan fungsinya dengan baik apabila kuasa firman Tuhan bekerja di dalam kita. "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?" (Yeremia 23:29).
"...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," 1 Petrus 1:15
Baca: 2 Raja-Raja 2:19-22
"Demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa." 2 Raja-Raja 2:22
Perikop dari pembacaan firman kita adalah Elisa menyehatkan air di Yerikho. Penduduk kota Yerikho menyampaikan keluhannya kepada Elisa tentang keberadaan air di kota itu yang keadaannya tidak baik, sehingga "...di negeri ini sering ada keguguran bayi." (2 Raja-Raja 2:19). Atas petunjuk Tuhan, Elisa memerintahkan orang-orang di kota itu untuk mengambil sebuah pinggan baru dan menaruhkan garam ke dalamnya dan kemudian melemparkan garam itu ke mata air di kota itu. Mujizat pun terjadi. "Telah Kusehatkan air ini, maka tidak akan terjadi lagi olehnya kematian atau keguguran bayi." (2 Raja-Raja 2:21). Dalam kasus ini garam memiliki fungsi untuk memurnikan dan mensterilkan air dari racun-racun yang mematikan, sehingga "...air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa." (ayat nas).
Untuk menjadi garam dunia kita pun dituntut memiliki kemurnian hidup. Arti kata kemurnian adalah keadaan murni, keaslian, kesucian. Bagaimana mungkin kita bisa memurnikan orang lain atau menjadi berkat bagi orang lain jika kita sendiri tidak hidup dalam kekudusan dan kesucian? Sebab "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Keberadaan kita harus dapat memurnikan dunia yang dipenuhi oleh segala bentuk kecemaran ini. Karena itu kita harus terbebas dari segala jenis kejahatan dan kecemaran terlebih dahulu. Hidup dalam kemurnian berarti menjadi teladan "...dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Air di kota Yerikho itu menjadi sehat oleh karena kuasa firman yang disampaikan Elisa, artinya Tuhan bekerja melalui media garam untuk memurnikan air yang cemar itu. Kehidupan kita pun akan menjadi 'garam' bagi dunia dan mampu menjalankan fungsinya dengan baik apabila kuasa firman Tuhan bekerja di dalam kita. "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?" (Yeremia 23:29).
"...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," 1 Petrus 1:15
Wednesday, January 14, 2015
ORANG KRISTEN adalah GARAM DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Januari 2015
Baca: Matius 5:13
"Kamu adalah garam dunia." Matius 5:13
Apa yang Saudara ketahui tentang garam? Garam adalah salah satu kebutuhan dapur utama di tiap-tiap rumah tangga. Kehadiran garam di dapur membuat semua masakan terasa mantap dan sedap. Bila para ibu rumah tangga memasak sayur tanpa garam bisa-bisa akan dimarahi suaminya karena rasa sayur akan terasa hambar. Garam, baru akan memiliki nilai guna apabila memiliki rasa asin. "Garam memang baik, tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya baik untuk ladang maupun untuk pupuk, dan orang membuangnya saja." (Lukas 14:34-35a).
Manfaat garam selain membuat sesuatu yang tawar menjadi ada rasanya, juga sebagai bahan pengawet makanan, dapat membunuh kuman, mencegah pembusukan dan juga membuat steril. Adapun makanan yang diawetkan dengan garam antara lain telur, ikan, daging, makanan kaleng dan lainnya. Ikan yang diawetkan dengan garam dapat dikonsumsi berbulan-bulan kemudian. Ada beberapa unsur yang terkandung di dalam garam, di antaranya adalah natrium dan klorida. Secara kimia kedua unsur tersebut adalah zat beracun, namun apabila kedua unsur tersebut digabungkan justru menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Cara kerja garam itu perlahan-lahan namun pasti: meleleh, melebur dan akhirnya tidak terlihat lagi wujudnya, yang tinggal hanya rasanya. Jika garam itu tetap mempertahankan wujud asalnya, apakah orang akan mau memakannya? Tentu saja tidak!
Kalimat "Kamu adalah garam dunia." adalah sebuah kalimat penegasan, artinya keberadaan orang percaya sesungguhnya adalah garam dunia. Artinya keberadaan kita di tengah-tengah dunia haruslah dapat memberi rasa bagi dunia yang sedang tawar ini, rasa yang dapat dinikmati dan berguna bagi semua orang. Garam yang tidak asin atau sudah menjadi tawar adalah gambaran dari kehidupan orang Kristen yang tidak bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarnya. Untuk menjadi garam dunia dibutuhkan sebuah pengorbanan. Sebagaimana garam itu harus meleleh, melebur dan tidak terlihat lagi wujudnya, kita pun harus rela menanggalkan 'manusia lama' kita: menyalibkan kedagingan kita, dan tidak lagi menjadi orang yang egois.
Tanpa pengorbanan, hidup kita takkan pernah bisa menjadi 'garam' bagi dunia ini!
Baca: Matius 5:13
"Kamu adalah garam dunia." Matius 5:13
Apa yang Saudara ketahui tentang garam? Garam adalah salah satu kebutuhan dapur utama di tiap-tiap rumah tangga. Kehadiran garam di dapur membuat semua masakan terasa mantap dan sedap. Bila para ibu rumah tangga memasak sayur tanpa garam bisa-bisa akan dimarahi suaminya karena rasa sayur akan terasa hambar. Garam, baru akan memiliki nilai guna apabila memiliki rasa asin. "Garam memang baik, tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya baik untuk ladang maupun untuk pupuk, dan orang membuangnya saja." (Lukas 14:34-35a).
Manfaat garam selain membuat sesuatu yang tawar menjadi ada rasanya, juga sebagai bahan pengawet makanan, dapat membunuh kuman, mencegah pembusukan dan juga membuat steril. Adapun makanan yang diawetkan dengan garam antara lain telur, ikan, daging, makanan kaleng dan lainnya. Ikan yang diawetkan dengan garam dapat dikonsumsi berbulan-bulan kemudian. Ada beberapa unsur yang terkandung di dalam garam, di antaranya adalah natrium dan klorida. Secara kimia kedua unsur tersebut adalah zat beracun, namun apabila kedua unsur tersebut digabungkan justru menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Cara kerja garam itu perlahan-lahan namun pasti: meleleh, melebur dan akhirnya tidak terlihat lagi wujudnya, yang tinggal hanya rasanya. Jika garam itu tetap mempertahankan wujud asalnya, apakah orang akan mau memakannya? Tentu saja tidak!
Kalimat "Kamu adalah garam dunia." adalah sebuah kalimat penegasan, artinya keberadaan orang percaya sesungguhnya adalah garam dunia. Artinya keberadaan kita di tengah-tengah dunia haruslah dapat memberi rasa bagi dunia yang sedang tawar ini, rasa yang dapat dinikmati dan berguna bagi semua orang. Garam yang tidak asin atau sudah menjadi tawar adalah gambaran dari kehidupan orang Kristen yang tidak bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarnya. Untuk menjadi garam dunia dibutuhkan sebuah pengorbanan. Sebagaimana garam itu harus meleleh, melebur dan tidak terlihat lagi wujudnya, kita pun harus rela menanggalkan 'manusia lama' kita: menyalibkan kedagingan kita, dan tidak lagi menjadi orang yang egois.
Tanpa pengorbanan, hidup kita takkan pernah bisa menjadi 'garam' bagi dunia ini!
Tuesday, January 13, 2015
MENGUCAP SYUKUR: Menjadi Berkat Bagi Dunia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Januari 2015
Baca: Mazmur 105:1-45
"Bersyukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!" Mazmur 105:1
Bagi orang percaya, hidup ditengah-tengah dunia ini bukanlah perkara mudah. Mengapa? Karena orang-orang dunia menolak berita Injil dan juga menolak Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Itulah sebabnya Alkitab menyebut kita berada di tengah-tengah angkatan yang bengkok dan sesat. Dan bila dunia membenci kita dan memperlakukan kita secara tidak adil, kita tidak perlu terkejut lagi, karena firman Tuhan sudah menyatakannya.
"Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Meski demikian "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:17, 21). Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan yang 'berbeda' dari dunia supaya mereka melihat sebuah keteladanan. Sikap, perkataan dan perbuatan kita harus mampu menjadi berkat bagi mereka. "Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33b).
Ketika punya banyak masalah biasanya orang akan terus bermuram durja, uring-uringan, kecut, stres, mudah sekali marah dan tersinggung. Hal ini akan berdampak negatif bukan hanya bagi diri sendiri tapi orang lain pun akan terbawa atmosfir negatifnya. Bila kita tetap mengucap syukur meski diterpa badai masalah, orang lain yang melihat akan dikuatkan dan terberkati karena ada sesuatu yang berbeda dalam hidup kita. Akhirnya kesempatan untuk bersaksi semakin terbuka lebar. Saksikan campur tangan Tuhan: kebaikan-Nya, kasih-Nya, penyertaan-Nya, kemurahan-Nya, pertolongan-Nya. Dengan mengucap syukur dalam segala hal kita bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita, "...sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15).
Bersyukurlah senantiasa, supaya nama Tuhan semakin dipermuliakan melalui kehidupan kita!
Baca: Mazmur 105:1-45
"Bersyukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!" Mazmur 105:1
Bagi orang percaya, hidup ditengah-tengah dunia ini bukanlah perkara mudah. Mengapa? Karena orang-orang dunia menolak berita Injil dan juga menolak Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Itulah sebabnya Alkitab menyebut kita berada di tengah-tengah angkatan yang bengkok dan sesat. Dan bila dunia membenci kita dan memperlakukan kita secara tidak adil, kita tidak perlu terkejut lagi, karena firman Tuhan sudah menyatakannya.
"Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Meski demikian "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:17, 21). Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan yang 'berbeda' dari dunia supaya mereka melihat sebuah keteladanan. Sikap, perkataan dan perbuatan kita harus mampu menjadi berkat bagi mereka. "Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33b).
Ketika punya banyak masalah biasanya orang akan terus bermuram durja, uring-uringan, kecut, stres, mudah sekali marah dan tersinggung. Hal ini akan berdampak negatif bukan hanya bagi diri sendiri tapi orang lain pun akan terbawa atmosfir negatifnya. Bila kita tetap mengucap syukur meski diterpa badai masalah, orang lain yang melihat akan dikuatkan dan terberkati karena ada sesuatu yang berbeda dalam hidup kita. Akhirnya kesempatan untuk bersaksi semakin terbuka lebar. Saksikan campur tangan Tuhan: kebaikan-Nya, kasih-Nya, penyertaan-Nya, kemurahan-Nya, pertolongan-Nya. Dengan mengucap syukur dalam segala hal kita bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita, "...sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15).
Bersyukurlah senantiasa, supaya nama Tuhan semakin dipermuliakan melalui kehidupan kita!
Monday, January 12, 2015
MENGUCAP SYUKUR: Pintu Gerbang Mujizat (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Januari 2015
Baca: Yohanes 6:1-15
"Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." Yohanes 6:11
Suatu waktu, setelah berkhotbah di hadapan ribuan orang yang menyembuhkan sakit-penyakit banyak orang, Tuhan Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memberi makan kepada orang banyak itu. Karena sudah seharian mengikut Tuhan, pastilah mereka lapar. Ini adalah bukti bahwa Ia tidak hanya memperhatikan kebutuhan rohani manusia namun juga memperhatikan kebutuhan jasmani, salah satunya berkenaan dengan makanan.
Mendapat perintah Tuhan ini murid-murid-Nya pun kelabakan. "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" (ayat 5). Tiba-tiba ada seorang anak yang mempunyai lima roti dan dua ikan menyerahkannya kepada murid-murid Yesus. Artinya ada korban yang dipersembahkan dari keterbatasan yang ada. Secara manusia lima roti dan dua ikan manalah cukup untuk memberi makan orang yang jumlahnya ribuan. Ini adalah mission impossible! Namun di tengah keterbatasan yang ada, yaitu lima roti dan dua ikan, Tuhan Yesus tetap mengucap syukur kepada Bapa di sorga. Setelah mengucap syukur, apa yang terjadi? Mujizat terjadi! Dengan hanya berbekal lima roti dan dua ikan Tuhan Yesus sanggap melakukan perkara yang dahsyat! Lima ribu orang laki-laki, tidak termasuk wanita dan anak-anak, diberi-Nya makan sampai kenyang, bahkan setelah dihitung masih ada sisa dua belas bakul. Bagi manusia itu mustahil, tetapi "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14).
Pekerjaan Tuhan tidak dapat diselami oleh pikiran dan logika manusia. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Karena itu jangan pernah membatasi kuasa Tuhan yang tak terbatas itu dengan keterbatasan kita. Percayalah, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Perintah Tuhan acapkali memang tak masuk akal, aneh, dan sulit diterima dengan pikiran, salah satunya mengucap syukur dalam segala hal ini.
Jika kita mau membayar harga dan taat melakukan, ada mujizat dinyatakan!
Baca: Yohanes 6:1-15
"Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." Yohanes 6:11
Suatu waktu, setelah berkhotbah di hadapan ribuan orang yang menyembuhkan sakit-penyakit banyak orang, Tuhan Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memberi makan kepada orang banyak itu. Karena sudah seharian mengikut Tuhan, pastilah mereka lapar. Ini adalah bukti bahwa Ia tidak hanya memperhatikan kebutuhan rohani manusia namun juga memperhatikan kebutuhan jasmani, salah satunya berkenaan dengan makanan.
Mendapat perintah Tuhan ini murid-murid-Nya pun kelabakan. "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" (ayat 5). Tiba-tiba ada seorang anak yang mempunyai lima roti dan dua ikan menyerahkannya kepada murid-murid Yesus. Artinya ada korban yang dipersembahkan dari keterbatasan yang ada. Secara manusia lima roti dan dua ikan manalah cukup untuk memberi makan orang yang jumlahnya ribuan. Ini adalah mission impossible! Namun di tengah keterbatasan yang ada, yaitu lima roti dan dua ikan, Tuhan Yesus tetap mengucap syukur kepada Bapa di sorga. Setelah mengucap syukur, apa yang terjadi? Mujizat terjadi! Dengan hanya berbekal lima roti dan dua ikan Tuhan Yesus sanggap melakukan perkara yang dahsyat! Lima ribu orang laki-laki, tidak termasuk wanita dan anak-anak, diberi-Nya makan sampai kenyang, bahkan setelah dihitung masih ada sisa dua belas bakul. Bagi manusia itu mustahil, tetapi "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14).
Pekerjaan Tuhan tidak dapat diselami oleh pikiran dan logika manusia. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Karena itu jangan pernah membatasi kuasa Tuhan yang tak terbatas itu dengan keterbatasan kita. Percayalah, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Perintah Tuhan acapkali memang tak masuk akal, aneh, dan sulit diterima dengan pikiran, salah satunya mengucap syukur dalam segala hal ini.
Jika kita mau membayar harga dan taat melakukan, ada mujizat dinyatakan!
Sunday, January 11, 2015
MENGUCAP SYUKUR: Pintu Gerbang Mujizat (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2015
Baca: Mazmur 118:1-29
"Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Mazmur 118:1
Bila kita renungkan, sesungguhnya perjalanan hidup kita adalah rangkaian dari mujizat. Namun umumnya orang beranggapan bahwa yang disebut dengan mujizat adalah suatu perkara yang luar biasa, mengherankan dan tampak spektakuler seperti yang terjadi di acara-acara KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani): orang lumpuh bisa berjalan, orang tuli bisa mendengar, orang buta dicelikkan matanya dan sebagainya. Sementara hal-hal yang kita alami sehari-hari: kita bisa bernafas, memiliki tubuh yang sehat, bisa bangun pagi dengan kekuatan yang baru, bisa beraktivitas atau bekerja, anak-anak tumbuh cerdas dan berhasil dalam studi kita nilai sebagai hal yang biasa dan sepele. Kita berpikir itu semua karena kuat dan gagah kita, padahal semua itu karena campur tangan Tuhan. Oleh karena itu kita patut bersyukur kepada Tuhan untuk semua itu.
Mengucap syukur adalah sikap yang mendatangkan mujizat. Dengan bersyukur kita mempersiapkan diri untuk menerima mujizat dari Tuhan. Pemazmur berkata, "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!" (Mazmur 100:4). Jadi pintu gerbang memasuki kehidupan yang berkemenangan dan berkelimpahan adalah melalui ucapan syukur. Artinya ketika kita mengucap syukur pintu kesempatan, pintu kesembuhan, pintu pemulihan, pintu mujizat, pintu pertolongan, pintu berkat akan semakin terbuka bagi kita, sebab orang yang selalu bersyukur mampu melihat sisi positif di balik masalah, mampu melihat kebaikan di balik hal-hal buruk sekalipun, mampu melihat keajaiban di balik kemustahilan karena tahu bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Sebaliknya orang yang suka bersungut-sungut hanya melihat hal-hal negatif di balik masalah, karena pikiran dipenuhi dengan keraguan, ketakutan dan kekuatiran sebagai tanda ketidakpercayaan akan kuasa Tuhan.
Ketika kita bersyukur kita sedang menyerahkan segala pergumulan hidup ini kepada Tuhan dan mengijinkan Dia bekerja sepenuhnya di dalam kita.
"TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Baca: Mazmur 118:1-29
"Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Mazmur 118:1
Bila kita renungkan, sesungguhnya perjalanan hidup kita adalah rangkaian dari mujizat. Namun umumnya orang beranggapan bahwa yang disebut dengan mujizat adalah suatu perkara yang luar biasa, mengherankan dan tampak spektakuler seperti yang terjadi di acara-acara KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani): orang lumpuh bisa berjalan, orang tuli bisa mendengar, orang buta dicelikkan matanya dan sebagainya. Sementara hal-hal yang kita alami sehari-hari: kita bisa bernafas, memiliki tubuh yang sehat, bisa bangun pagi dengan kekuatan yang baru, bisa beraktivitas atau bekerja, anak-anak tumbuh cerdas dan berhasil dalam studi kita nilai sebagai hal yang biasa dan sepele. Kita berpikir itu semua karena kuat dan gagah kita, padahal semua itu karena campur tangan Tuhan. Oleh karena itu kita patut bersyukur kepada Tuhan untuk semua itu.
Mengucap syukur adalah sikap yang mendatangkan mujizat. Dengan bersyukur kita mempersiapkan diri untuk menerima mujizat dari Tuhan. Pemazmur berkata, "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!" (Mazmur 100:4). Jadi pintu gerbang memasuki kehidupan yang berkemenangan dan berkelimpahan adalah melalui ucapan syukur. Artinya ketika kita mengucap syukur pintu kesempatan, pintu kesembuhan, pintu pemulihan, pintu mujizat, pintu pertolongan, pintu berkat akan semakin terbuka bagi kita, sebab orang yang selalu bersyukur mampu melihat sisi positif di balik masalah, mampu melihat kebaikan di balik hal-hal buruk sekalipun, mampu melihat keajaiban di balik kemustahilan karena tahu bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Sebaliknya orang yang suka bersungut-sungut hanya melihat hal-hal negatif di balik masalah, karena pikiran dipenuhi dengan keraguan, ketakutan dan kekuatiran sebagai tanda ketidakpercayaan akan kuasa Tuhan.
Ketika kita bersyukur kita sedang menyerahkan segala pergumulan hidup ini kepada Tuhan dan mengijinkan Dia bekerja sepenuhnya di dalam kita.
"TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Saturday, January 10, 2015
MENGUCAP SYUKUR: Tanda Kedewasaan Rohani
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Januari 2015
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." 1 Tesalonika 5:18
Mengalami masa-masa sulit adalah perkara yang tidak mudah diterima oleh banyak anak Tuhan. Kita maunya hanya menerima yang baik-baik saja, menerima berkat Tuhan tanpa ada embel-embel masalah di belakangnya. Ayub pun berkata kepada isterinya, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10). Orang lebih mudah mengucap syukur tatkala dalam keadaan baik dan diberkati saja. Jika keadaan sedang tidak baik rasanya sulit sekali untuk mengucap syukur. Tuhan menghendaki kita untuk mengucap syukur dalam segala hal. Kata dalam segala hal berarti di segala situasi: baik atau tidak baik keadaannya, sedang krisis atau berkelimpahan, untung atau rugi, saat sehat atau sakit, berhasil atau pun gagal. Jadi mengucap syukur bukanlah sekedar saran atau himbauan, melainkan suatu perintah atau kehendak Tuhan. Perintah berarti harus ditaatai.
Mengucap syukur adalah tanda kedewasaan rohani. Seorang anak biasanya memiliki sifat manja, labil, cengeng, dan kurang sabar. Menghadapi masalah sedikit saja atau ketika kemauannya tidak dituruti akan langsung ngambek, marah dan tidak mau makan. Sifat kekanak-kanakan pada dasarnya adalah usaha meminta dan memaksa Tuhan untuk menuruti keinginannya. Apakah kita mau menjadi kanak-kanak terus? Tentunya tidak. Kita pasti ingin mengalami pertumbuhan dari hari ke sehari hingga mencapai kedewasaan penuh. "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11).
Orang dewasa rohani pasti memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan. "Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14), sehingga sesulit apa pun keadaannya kita bisa berkata, "Bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu."
Dalam segala perkara Tuhan turut bekerja, karena itu tetaplah mengucap syukur dalam segala hal!
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." 1 Tesalonika 5:18
Mengalami masa-masa sulit adalah perkara yang tidak mudah diterima oleh banyak anak Tuhan. Kita maunya hanya menerima yang baik-baik saja, menerima berkat Tuhan tanpa ada embel-embel masalah di belakangnya. Ayub pun berkata kepada isterinya, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10). Orang lebih mudah mengucap syukur tatkala dalam keadaan baik dan diberkati saja. Jika keadaan sedang tidak baik rasanya sulit sekali untuk mengucap syukur. Tuhan menghendaki kita untuk mengucap syukur dalam segala hal. Kata dalam segala hal berarti di segala situasi: baik atau tidak baik keadaannya, sedang krisis atau berkelimpahan, untung atau rugi, saat sehat atau sakit, berhasil atau pun gagal. Jadi mengucap syukur bukanlah sekedar saran atau himbauan, melainkan suatu perintah atau kehendak Tuhan. Perintah berarti harus ditaatai.
Mengucap syukur adalah tanda kedewasaan rohani. Seorang anak biasanya memiliki sifat manja, labil, cengeng, dan kurang sabar. Menghadapi masalah sedikit saja atau ketika kemauannya tidak dituruti akan langsung ngambek, marah dan tidak mau makan. Sifat kekanak-kanakan pada dasarnya adalah usaha meminta dan memaksa Tuhan untuk menuruti keinginannya. Apakah kita mau menjadi kanak-kanak terus? Tentunya tidak. Kita pasti ingin mengalami pertumbuhan dari hari ke sehari hingga mencapai kedewasaan penuh. "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11).
Orang dewasa rohani pasti memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan. "Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14), sehingga sesulit apa pun keadaannya kita bisa berkata, "Bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu."
Dalam segala perkara Tuhan turut bekerja, karena itu tetaplah mengucap syukur dalam segala hal!
Friday, January 9, 2015
BERSUNGUT-SUNGUT: Hal Kebutuhan Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Januari 2015
Baca: Keluaran 16:13-36
"Tetapi Musa berkata kepada mereka: 'Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu." Keluaran 16:15b
Hal kebutuhan hidup atau urusan 'perut' seringkali menjadi alasan banyak orang bersungut-sungut. Mereka mengeluhkan keadaan ekonominya yang belum pulih. Alasan makanan (ekonomi) ini jugalah yang membuta bangsa Israel bersungut-sungut kepada Tuhan; dan karena sungut-sungut serta keluh kesah bangsa Israel yang begitu hebatnya inilah akhirnya Tuhan memberikan manna sebagai makanan bagi mereka.
Manna disebut pula dengan roti dari sorga, makanan yang diberikan Tuhan kepada orang Israel selama berada di padang gurun: "...warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti rasa kue madu." (Keluaran 16:31). Tuhan menurunkan manna setiap hari, kecuali pada hari Sabat, dengan maksud supaya mereka beristirahat dan menguduskan hari Tuhan. Namun meski sudah mendapatkan cukup makanan, umat Israel tetap saja bersungut-sungut, bukan hanya kepada pemimpin mereka tapi juga kepada Tuhan. Mereka terus membanding-bandingkan keadaan saat di Mesir, "Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat." (Bilangan 11:5-6).
Mungkin keadaan kita saat ini seperti berada di padang gurun dan kita pun bersikap seperti bangsa Israel yang terus bersungut-sungut kepada Tuhan, padahal kita sudah menerima 'manna' dari sorga, gambaran dari firman Tuhan untuk menguatkan kita. Tetapi seringkali "...kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah." (Matius 13:22). Kita pun membanding-bandingkan diri dengan keadaan orang-orang di luar Tuhan yang sepertinya hidup penuh kenyamanan, sementara kita tidak. Daya tarik 'Mesir', lambang kehidupan duniawi yang penuh kemewahan pun begitu menyilaukan mata kita, sehingga kita tidak bisa mensyukuri berkat Tuhan. Berhentilah bersungut-sungut!
Berada di 'padang gurun' adalah kesempatan bagi kita melihat dan mengalami mujizat Tuhan!
Baca: Keluaran 16:13-36
"Tetapi Musa berkata kepada mereka: 'Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu." Keluaran 16:15b
Hal kebutuhan hidup atau urusan 'perut' seringkali menjadi alasan banyak orang bersungut-sungut. Mereka mengeluhkan keadaan ekonominya yang belum pulih. Alasan makanan (ekonomi) ini jugalah yang membuta bangsa Israel bersungut-sungut kepada Tuhan; dan karena sungut-sungut serta keluh kesah bangsa Israel yang begitu hebatnya inilah akhirnya Tuhan memberikan manna sebagai makanan bagi mereka.
Manna disebut pula dengan roti dari sorga, makanan yang diberikan Tuhan kepada orang Israel selama berada di padang gurun: "...warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti rasa kue madu." (Keluaran 16:31). Tuhan menurunkan manna setiap hari, kecuali pada hari Sabat, dengan maksud supaya mereka beristirahat dan menguduskan hari Tuhan. Namun meski sudah mendapatkan cukup makanan, umat Israel tetap saja bersungut-sungut, bukan hanya kepada pemimpin mereka tapi juga kepada Tuhan. Mereka terus membanding-bandingkan keadaan saat di Mesir, "Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat." (Bilangan 11:5-6).
Mungkin keadaan kita saat ini seperti berada di padang gurun dan kita pun bersikap seperti bangsa Israel yang terus bersungut-sungut kepada Tuhan, padahal kita sudah menerima 'manna' dari sorga, gambaran dari firman Tuhan untuk menguatkan kita. Tetapi seringkali "...kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah." (Matius 13:22). Kita pun membanding-bandingkan diri dengan keadaan orang-orang di luar Tuhan yang sepertinya hidup penuh kenyamanan, sementara kita tidak. Daya tarik 'Mesir', lambang kehidupan duniawi yang penuh kemewahan pun begitu menyilaukan mata kita, sehingga kita tidak bisa mensyukuri berkat Tuhan. Berhentilah bersungut-sungut!
Berada di 'padang gurun' adalah kesempatan bagi kita melihat dan mengalami mujizat Tuhan!
Thursday, January 8, 2015
BERSUNGUT-SUNGUT: Suka Menjadi Budak
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Januari 2015
Baca: Keluaran 16:1-12
"Di padang gurun itu bersungut-sungutlah segenap jemaah Israel kepada Musa dan Harun;" Keluaran 16:2
Ketika bangsa Israel berada di Mara dan mendapati bahwa air di situ rasanya pahit sehingga tidak bisa diminum mereka pun langsung bersungut-sungut kepada Musa. Tuhan menyatakan mujizat-Nya di hadapan bangsa itu dengan memerintahkan Musa melemparkan kayu ke dalam air, "...lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25).
Ketika perjalanan mereka sampai di Elim, "...di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma," (Keluaran 15:27). Begitu pula ketika berada di padang gurun Sinai, yang terletak di antara Elim dan gunung Sinai, segenap umat Israel kembali bersungut-sungut, katanya, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Susah sedikit saja mereka mengeluh, menggerutu dan mengomel tiada henti. Itulah karakter bangsa Israel! Musa seringkali dipersalahkan dan dianggap sebagai penyebab semuanya itu. Bahkan mereka berani menyalahkan Tuhan karena merasa tidak mendapatkan apa yang diharapkan.
Bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan kepada Tuhan dan tidak mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan. Adapun maksud Tuhan membawa bangsa Israel ke padang gurun bukanlah karena Tuhan tidak mengasihi mereka, justru ada tujuan yang indah yaitu mendidik dan melatih iman, serta mengajar mereka agar bergantung kepada Tuhan dan mengandalkan Dia setiap hari. Tetapi hal ini direspons negatif oleh umat Israel. Malah mereka berdalih lebih suka tinggal di Mesir daripada harus menderita di padang gurun, lebih suka hidup dalam perbudakan daripada menjadi orang yang merdeka, padahal untuk mendapatkan nafkah di Mesir mereka harus bekerja mati-matian, bahkan orang Mesir "...memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (Keluaran 1:14).
Bangsa Israel merasa nyaman di Mesir meski harus menjadi budak!
Baca: Keluaran 16:1-12
"Di padang gurun itu bersungut-sungutlah segenap jemaah Israel kepada Musa dan Harun;" Keluaran 16:2
Ketika bangsa Israel berada di Mara dan mendapati bahwa air di situ rasanya pahit sehingga tidak bisa diminum mereka pun langsung bersungut-sungut kepada Musa. Tuhan menyatakan mujizat-Nya di hadapan bangsa itu dengan memerintahkan Musa melemparkan kayu ke dalam air, "...lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25).
Ketika perjalanan mereka sampai di Elim, "...di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma," (Keluaran 15:27). Begitu pula ketika berada di padang gurun Sinai, yang terletak di antara Elim dan gunung Sinai, segenap umat Israel kembali bersungut-sungut, katanya, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Susah sedikit saja mereka mengeluh, menggerutu dan mengomel tiada henti. Itulah karakter bangsa Israel! Musa seringkali dipersalahkan dan dianggap sebagai penyebab semuanya itu. Bahkan mereka berani menyalahkan Tuhan karena merasa tidak mendapatkan apa yang diharapkan.
Bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan kepada Tuhan dan tidak mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan. Adapun maksud Tuhan membawa bangsa Israel ke padang gurun bukanlah karena Tuhan tidak mengasihi mereka, justru ada tujuan yang indah yaitu mendidik dan melatih iman, serta mengajar mereka agar bergantung kepada Tuhan dan mengandalkan Dia setiap hari. Tetapi hal ini direspons negatif oleh umat Israel. Malah mereka berdalih lebih suka tinggal di Mesir daripada harus menderita di padang gurun, lebih suka hidup dalam perbudakan daripada menjadi orang yang merdeka, padahal untuk mendapatkan nafkah di Mesir mereka harus bekerja mati-matian, bahkan orang Mesir "...memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (Keluaran 1:14).
Bangsa Israel merasa nyaman di Mesir meski harus menjadi budak!
Wednesday, January 7, 2015
BERSUNGUT-SUNGUT: Di Tengah Mujizat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Januari 2015
Baca: Keluaran 15:22-27
"Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa," Keluaran 15:24
Bersungut-sungut memiliki arti menggerutu atau mengomel. Bersungut-sungut adalah lawan dari bersukacita. Berbicara tentang bersungut-sungut, Alkitab memberikan satu pelajaran berharga melalui kehidupan bangsa Israel.
Kita tahu bahwa bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan, yang begitu dikasihi dan dipelihara Tuhan begitu rupa. Tuhan membawa mereka ke luar dari perbudakannya di Mesir, dan saat berada di padang gurun mereka senantiasa mengecap pertolongan Tuhan dan penyertaan-Nya secara luar biasa. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." (Keluaran 13:21-22). Dengan tiang awan bangsa Israel terlindungi dari panas teriknya matahari di waktu siang, dan dengan tiang api mereka beroleh penerangan dan kehangatan di kala malam. Sekalipun bangsa Israel belum tahu persis jalan yang harus ditempuhnya, melalui daerah seperti apa, tidak tahu apa yang akan dihadapi, serta tantangan apa yang menghadang di depan, keberadaan tiang awan dan tiang api adalah petunjuk yang mengarahkan mereka kepada perjalanan yang dipenuhi dengan keajaiban.
Begitu pula ketika menghadapi jalan buntu karena di depan ada laut Teberau, dengan mata kepala sendiri mereka melihat bagaimana Tuhan melakukan perkara yang dahsyat yaitu membelah laut Teberau, sehingga "...orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:22). Ketika orang Mesir lari menuju air laut; "Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka." (Keluaran 14:28). Pasukan Firaun pun binasa di laut Teberau, sehingga bangsa Israel selamat dari kejaran Firaun dan bala tentaranya.
Mengalami banyak mujizat Tuhan tidak serta merta membuat bangsa Israel menghentikan kebiasaannya bersungut-sungut!
Baca: Keluaran 15:22-27
"Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa," Keluaran 15:24
Bersungut-sungut memiliki arti menggerutu atau mengomel. Bersungut-sungut adalah lawan dari bersukacita. Berbicara tentang bersungut-sungut, Alkitab memberikan satu pelajaran berharga melalui kehidupan bangsa Israel.
Kita tahu bahwa bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan, yang begitu dikasihi dan dipelihara Tuhan begitu rupa. Tuhan membawa mereka ke luar dari perbudakannya di Mesir, dan saat berada di padang gurun mereka senantiasa mengecap pertolongan Tuhan dan penyertaan-Nya secara luar biasa. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." (Keluaran 13:21-22). Dengan tiang awan bangsa Israel terlindungi dari panas teriknya matahari di waktu siang, dan dengan tiang api mereka beroleh penerangan dan kehangatan di kala malam. Sekalipun bangsa Israel belum tahu persis jalan yang harus ditempuhnya, melalui daerah seperti apa, tidak tahu apa yang akan dihadapi, serta tantangan apa yang menghadang di depan, keberadaan tiang awan dan tiang api adalah petunjuk yang mengarahkan mereka kepada perjalanan yang dipenuhi dengan keajaiban.
Begitu pula ketika menghadapi jalan buntu karena di depan ada laut Teberau, dengan mata kepala sendiri mereka melihat bagaimana Tuhan melakukan perkara yang dahsyat yaitu membelah laut Teberau, sehingga "...orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:22). Ketika orang Mesir lari menuju air laut; "Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka." (Keluaran 14:28). Pasukan Firaun pun binasa di laut Teberau, sehingga bangsa Israel selamat dari kejaran Firaun dan bala tentaranya.
Mengalami banyak mujizat Tuhan tidak serta merta membuat bangsa Israel menghentikan kebiasaannya bersungut-sungut!
Tuesday, January 6, 2015
BERSUKACITALAH SENANTIASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Januari 2015
Baca: Filipi 4:4-9
"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" Filipi 4:4
Sukacita seharusnya menjadi bagian penting dalam hidup orang percaya. Sukacita yang dimaksud bukanlah seperti yang dunia berikan, yang sifatnya semu dan bergantung kepada hal-hal lahiriah semata, melainkan yang bersifat kekal, yang diberikan oleh Roh Kudus, yang keluar dari dalam hati kita dan mengalir secara berlimpah meski berada di tengah badai sekalipun. Sukacita berbicara tentang kedamaian dan kesukaan di dalam hati oleh karena Tuhan, sumber sukacita itu sendiri, "...di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11).
Mengapa harus selalu bersukacita? Karena kita beroleh keselamatan dari Allah di dalam Kristus. "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir. Bergembiralah akan hal itu," (1 Petrus 1:3-6).
Sukacita adalah salah satu dari sembilan buah Roh (baca Galatia 5:22-23). Tanda dari kehidupan orang yang dewasa rohani adalah dihasilkannya buah Roh dalam keseharian hidupnya. "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Alkitab menegaskan bahwa kita dapat menghasilkan buah apabila kita memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Tuhan Yesus berkata, "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya." (Yohanes 15:10), artinya kunci untuk mengalami sukacita sejati adalah taat melakukan firman dan hidup di dalam kasih.
Tak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak bersukacita!
Baca: Filipi 4:4-9
"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" Filipi 4:4
Sukacita seharusnya menjadi bagian penting dalam hidup orang percaya. Sukacita yang dimaksud bukanlah seperti yang dunia berikan, yang sifatnya semu dan bergantung kepada hal-hal lahiriah semata, melainkan yang bersifat kekal, yang diberikan oleh Roh Kudus, yang keluar dari dalam hati kita dan mengalir secara berlimpah meski berada di tengah badai sekalipun. Sukacita berbicara tentang kedamaian dan kesukaan di dalam hati oleh karena Tuhan, sumber sukacita itu sendiri, "...di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11).
Mengapa harus selalu bersukacita? Karena kita beroleh keselamatan dari Allah di dalam Kristus. "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir. Bergembiralah akan hal itu," (1 Petrus 1:3-6).
Sukacita adalah salah satu dari sembilan buah Roh (baca Galatia 5:22-23). Tanda dari kehidupan orang yang dewasa rohani adalah dihasilkannya buah Roh dalam keseharian hidupnya. "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Alkitab menegaskan bahwa kita dapat menghasilkan buah apabila kita memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Tuhan Yesus berkata, "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya." (Yohanes 15:10), artinya kunci untuk mengalami sukacita sejati adalah taat melakukan firman dan hidup di dalam kasih.
Tak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak bersukacita!
Monday, January 5, 2015
ADA PEMELIHARAAN DAN PENGAWASAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Januari 2015
Baca: Ulangan 11:12-32
"suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun." Ulangan 11:12
Meski jalan di mana Tuhan hendak menuntun kita tidaklah selalu rata, namun ada kebenaran yang harus selalu kita pegang yaitu ada pemeliharaan Tuhan. Dikatakan, "...mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit; suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu:" (Ulangan 11:11-12). Jika burung-burung di udara yang tidak menabur saja dipelihara oleh Bapa di sorga, begitu juga dengan bunga bakung dan rumput di ladang, apalagi kita umat-Nya pasti dipelihara Tuhan dengan sempurna, bahkan Alkitab mencatat: "...rambut kepalamupun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Matius 10:30-31). Inilah bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi dan mempedulikan kita. Bukan hanya itu, "...mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun." (Ulangan 11:12), artinya kita senantiasa berada dalam pengawasanNya, Ia menjadi benteng perlindungan kita. "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 118:6).
Sekecil atau sebesar apa pun masalah dan pergumulan kita Tuhan selalu ada dan melihat. Waktu kita bertekun dan berjerih lelah untuk pekerjaan-Nya Tuhan pun tidak pernah menutup mata, meski manusia seringkali mengabaikan dan meremehkan apa yang kita perbuat. Ketika bangsa Israel mengalami tekanan dan penderitaan yang hebat di Mesir, Tuhan memperhatikan. "Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka." (Keluaran 3:9). Begitu pula ketika Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadapi dapur api yang panasnya tujuh kali lipat dari biasanya, Tuhan tidak tinggal diam, dan akhirnya kita melihat bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11).
Sekarang kita dihadapkan pada dua pilihan hidup: taat dan mengasihi Tuhan atau hidup menurut kehendak sendiri (tidak taat). Jika kita taat melakukan kehendak Tuhan kita akan mengalami pemeliharaan dan pengawasan Tuhan; sebaliknya jika kita tidak taat kita tidak akan merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup ini.
Ketaatanlah yang akan menghantarkan seseorang mencapai Tanah Perjanjian!
Baca: Ulangan 11:12-32
"suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun." Ulangan 11:12
Meski jalan di mana Tuhan hendak menuntun kita tidaklah selalu rata, namun ada kebenaran yang harus selalu kita pegang yaitu ada pemeliharaan Tuhan. Dikatakan, "...mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit; suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu:" (Ulangan 11:11-12). Jika burung-burung di udara yang tidak menabur saja dipelihara oleh Bapa di sorga, begitu juga dengan bunga bakung dan rumput di ladang, apalagi kita umat-Nya pasti dipelihara Tuhan dengan sempurna, bahkan Alkitab mencatat: "...rambut kepalamupun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Matius 10:30-31). Inilah bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi dan mempedulikan kita. Bukan hanya itu, "...mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun." (Ulangan 11:12), artinya kita senantiasa berada dalam pengawasanNya, Ia menjadi benteng perlindungan kita. "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 118:6).
Sekecil atau sebesar apa pun masalah dan pergumulan kita Tuhan selalu ada dan melihat. Waktu kita bertekun dan berjerih lelah untuk pekerjaan-Nya Tuhan pun tidak pernah menutup mata, meski manusia seringkali mengabaikan dan meremehkan apa yang kita perbuat. Ketika bangsa Israel mengalami tekanan dan penderitaan yang hebat di Mesir, Tuhan memperhatikan. "Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka." (Keluaran 3:9). Begitu pula ketika Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadapi dapur api yang panasnya tujuh kali lipat dari biasanya, Tuhan tidak tinggal diam, dan akhirnya kita melihat bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11).
Sekarang kita dihadapkan pada dua pilihan hidup: taat dan mengasihi Tuhan atau hidup menurut kehendak sendiri (tidak taat). Jika kita taat melakukan kehendak Tuhan kita akan mengalami pemeliharaan dan pengawasan Tuhan; sebaliknya jika kita tidak taat kita tidak akan merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup ini.
Ketaatanlah yang akan menghantarkan seseorang mencapai Tanah Perjanjian!
Sunday, January 4, 2015
JALAN HIDUP TAK SELALU RATA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Januari 2015
Baca: Ulangan 11:8-11
"Tetapi negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, ialah negeri yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, yang mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit;" Ulangan 11:11
Menikmati Kanaan adalah rancangan Tuhan bagi kehidupan bangsa Israel. Kanaan adalah negeri yang dijanjikan Tuhan, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Untuk mencapai tanah perjanjian tersebut bukanlah perkara yang mudah, sebab tempat di mana Tuhan menuntun bangsa Israel bukanlah tempat yang jalannya selalu rata dan mulus, tapi ada yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, bahkan ada banyak musuh yang harus ditaklukkan. Tertulis, "...bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar," (Bilangan 13:28), dan orang-orang yang tinggal di sana memiliki perawakan tinggi-tinggi seperti raksasa. Karena itulah pada waktu menempuh perjalanan menuju Tanah Perjanjian itu banyak di antara umat Israel yang tidak tahan dengan ujian dan tantangan yang ada. Mereka pun mengeluh, bersungut-sungut, kecewa, marah dan bahkan berani menyalahkan Tuhan. Akhirnya sebagian dari mereka gagal di tengah jalan dan tidak menikmati Kanaan.
Bukan hanya bangsa Israel saja yang harus melewati perjalanan yang penuh liku sebelum mencapai Tanah Perjanjian, kita pun terkadang diijinkan Tuhan melewati jalan-jalan yang tidak rata, berkelok-kelok, melewati bukit-bukit, gunung-gunung, lembah-lembah, bahkan jurang yang tajam dan dalam. Namun "Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN!" (Mazmur 130:1). Ya...tetap arahkan pandangan kepada Tuhan dan nanti-nantikanlah pertolongan-Nya. Janganlah menyerah dan menjadi tawar hati, sebab "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Elia juga pernah mengalami pergumulan yang teramat berat dalam hidupnya sehingga ia merasa lelah, kesepian, takut dan nyaris saja frustasi, namun Tuhan menolong dan menguatkan dia. Walaupun jalan yang kita tempuh tidak enak, janganlah menjadi lemah.
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." Mazmur 16:8
Baca: Ulangan 11:8-11
"Tetapi negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, ialah negeri yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, yang mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit;" Ulangan 11:11
Menikmati Kanaan adalah rancangan Tuhan bagi kehidupan bangsa Israel. Kanaan adalah negeri yang dijanjikan Tuhan, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Untuk mencapai tanah perjanjian tersebut bukanlah perkara yang mudah, sebab tempat di mana Tuhan menuntun bangsa Israel bukanlah tempat yang jalannya selalu rata dan mulus, tapi ada yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, bahkan ada banyak musuh yang harus ditaklukkan. Tertulis, "...bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar," (Bilangan 13:28), dan orang-orang yang tinggal di sana memiliki perawakan tinggi-tinggi seperti raksasa. Karena itulah pada waktu menempuh perjalanan menuju Tanah Perjanjian itu banyak di antara umat Israel yang tidak tahan dengan ujian dan tantangan yang ada. Mereka pun mengeluh, bersungut-sungut, kecewa, marah dan bahkan berani menyalahkan Tuhan. Akhirnya sebagian dari mereka gagal di tengah jalan dan tidak menikmati Kanaan.
Bukan hanya bangsa Israel saja yang harus melewati perjalanan yang penuh liku sebelum mencapai Tanah Perjanjian, kita pun terkadang diijinkan Tuhan melewati jalan-jalan yang tidak rata, berkelok-kelok, melewati bukit-bukit, gunung-gunung, lembah-lembah, bahkan jurang yang tajam dan dalam. Namun "Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN!" (Mazmur 130:1). Ya...tetap arahkan pandangan kepada Tuhan dan nanti-nantikanlah pertolongan-Nya. Janganlah menyerah dan menjadi tawar hati, sebab "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Elia juga pernah mengalami pergumulan yang teramat berat dalam hidupnya sehingga ia merasa lelah, kesepian, takut dan nyaris saja frustasi, namun Tuhan menolong dan menguatkan dia. Walaupun jalan yang kita tempuh tidak enak, janganlah menjadi lemah.
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." Mazmur 16:8
Saturday, January 3, 2015
"KAIROS"
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Januari 2015
Baca: Pengkotbah 9:10-12
"Karena manusia tidak mengetahui waktunya." Pengkotbah 9:12a
Dalam menjalani hidup ini umumnya kita cenderung berjalan dengan kekuatan sendiri dan memandang segala sesuatu dari sudut pandang mata jasmaniah, akibatnya kita seringkali jatuh dan menuai kegagalan, sebab cara pandang kita akan berdampak pada tindakan-tindakan kita.
Kalau kita menatap hari-hari yang kita jalani ini sebagai sesuatu yang sangat keras dan sukar, maka kita akan merasakan betapa berat beban hidup ini, sehingga kita pun akan melangkah dengan gontai, tanpa semangat dan penuh keluh kesah. Gontai berarti terhuyung-huyung dan lemah. Dikatakan, "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Tapi kalau kita melihat hidup ini dengan kacamata iman, kita akan memaknai hidup sebagai suatu kesempatan yang diberikan Tuhan bagi kita. Jika menyadari bahwa hidup ini adalah kesempatan, maka kita akan menjalani hidup ini dengan penuh semangat. Karena itu kita tidak akan membiarkan waktu berlalu begitu saja, sebaliknya kita akan mengisi waktu tersebut dengan perkara-perkara yang positif dan melakukan segala sesuatunya sebaik mungkin, sebagaimana yang dinasihatkan rasul Paulus kepada jemaat di Kolose, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Kesempatan tidak datang dua kali! Terbukti ada banyak orang yang menyesal bukan main saat kesempatan yang diberikan itu tidak dipergunakan. Akhirnya yang ada hanyalah penyesalan tiada guna. Inilah yang disebut kairos, yaitu suatu periode tertentu, yang kalau sudah lewat tidak akan kembali lagi; inilah kesempatan emas, yang tidak datang dua kali. Penting bagi kita untuk peka memperhatikan kapan waktu Tuhan membuka pintu dan menutup pintu (kesempatan), sebab "...apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka." (Wahyu 3:7). Saat ini masih banyak orang tidak mau menggunakan kesempatan yang diberikan untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan, sebaliknya mereka lebih memilih menikmati kesenangan duniawi dan mengabaikan kehadiran-Nya.
"Waktu untuk bertindak telah tiba bagi Tuhan;" Mazmur 119:126
Baca: Pengkotbah 9:10-12
"Karena manusia tidak mengetahui waktunya." Pengkotbah 9:12a
Dalam menjalani hidup ini umumnya kita cenderung berjalan dengan kekuatan sendiri dan memandang segala sesuatu dari sudut pandang mata jasmaniah, akibatnya kita seringkali jatuh dan menuai kegagalan, sebab cara pandang kita akan berdampak pada tindakan-tindakan kita.
Kalau kita menatap hari-hari yang kita jalani ini sebagai sesuatu yang sangat keras dan sukar, maka kita akan merasakan betapa berat beban hidup ini, sehingga kita pun akan melangkah dengan gontai, tanpa semangat dan penuh keluh kesah. Gontai berarti terhuyung-huyung dan lemah. Dikatakan, "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Tapi kalau kita melihat hidup ini dengan kacamata iman, kita akan memaknai hidup sebagai suatu kesempatan yang diberikan Tuhan bagi kita. Jika menyadari bahwa hidup ini adalah kesempatan, maka kita akan menjalani hidup ini dengan penuh semangat. Karena itu kita tidak akan membiarkan waktu berlalu begitu saja, sebaliknya kita akan mengisi waktu tersebut dengan perkara-perkara yang positif dan melakukan segala sesuatunya sebaik mungkin, sebagaimana yang dinasihatkan rasul Paulus kepada jemaat di Kolose, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Kesempatan tidak datang dua kali! Terbukti ada banyak orang yang menyesal bukan main saat kesempatan yang diberikan itu tidak dipergunakan. Akhirnya yang ada hanyalah penyesalan tiada guna. Inilah yang disebut kairos, yaitu suatu periode tertentu, yang kalau sudah lewat tidak akan kembali lagi; inilah kesempatan emas, yang tidak datang dua kali. Penting bagi kita untuk peka memperhatikan kapan waktu Tuhan membuka pintu dan menutup pintu (kesempatan), sebab "...apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka." (Wahyu 3:7). Saat ini masih banyak orang tidak mau menggunakan kesempatan yang diberikan untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan, sebaliknya mereka lebih memilih menikmati kesenangan duniawi dan mengabaikan kehadiran-Nya.
"Waktu untuk bertindak telah tiba bagi Tuhan;" Mazmur 119:126
Friday, January 2, 2015
TAHUN PENUH KEBAIKAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Januari 2015
Baca: Mazmur 65:1-14
"Engkau memahkotai tahun dengan kebaikan-Mu, jejak-Mu mengeluarkan lemak;" Mazmur 65:12
Berbicara tentang mahkota pastilah identik dengan raja atau ratu yang memerintah suatu kerajaan. Mahkota adalah hiasan kepala yang menunjukkan kebesaran dan kekuasaan bagi seorang raja atau ratu. Jika kita menjadikan Tuhan sebagai Raja dalam kehidupan ini Ia akan berkuasa dan bertanggung jawab penuh atas hidup kita. Tuhan bukan hanya melindungi dan menjaga kita sehingga kita merasakan ketenangan dan keamanan, tapi Ia juga akan mencukupkan segala yang kita butuhkan. "...jejak-Mu mengeluarkan lemak;" (ayat nas). Kata lemak adalah lambang dari kelimpahan, suatu keadaan yang subur dan berlimpah-limpah karena dipenuhi dengan berkat Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa Tuhan akan menyatakan kebaikan-Nya kepada kita bukan hanya untuk satu hari dua hari, satu minggu dua minggu, satu bulan dua bulan saja, tetapi setiap hari di sepanjang tahun.
Kalau orang-orang dunia memiliki kepercayaan bahwa ada hari-hari yang mereka anggap sebagai hari baik dan ada pula hari-hari yang dianggapnya sebagai hari yang membawa kesialan, bagi anak-anak Tuhan tidak ada hari yang membawa sial karena semua hari adalah baik adanya. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23), artinya Tuhan akan menyediakan berkat-Nya yang selalu baru setiap pagi, bukan berkat yang sisa-sisa. Karena itu tetaplah semangat dalam menjalani hidup ini. Namun untuk mengalami kebaikan Tuhan kita harus mau berjalan bersama-Nya setiap hari, artinya kita mengikuti kemana pun Tuhan melangkah sebagaimana komitmen Ayub, "Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya." (Ayub 23:12).
Sebagai Gembala yang baik Tuhan tidak ingin domba-domba-Nya tersesat, "Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:2-3).
Hari-hari orang percaya adalah hari yang dipenuhi dengan kebaikan Tuhan!
Baca: Mazmur 65:1-14
"Engkau memahkotai tahun dengan kebaikan-Mu, jejak-Mu mengeluarkan lemak;" Mazmur 65:12
Berbicara tentang mahkota pastilah identik dengan raja atau ratu yang memerintah suatu kerajaan. Mahkota adalah hiasan kepala yang menunjukkan kebesaran dan kekuasaan bagi seorang raja atau ratu. Jika kita menjadikan Tuhan sebagai Raja dalam kehidupan ini Ia akan berkuasa dan bertanggung jawab penuh atas hidup kita. Tuhan bukan hanya melindungi dan menjaga kita sehingga kita merasakan ketenangan dan keamanan, tapi Ia juga akan mencukupkan segala yang kita butuhkan. "...jejak-Mu mengeluarkan lemak;" (ayat nas). Kata lemak adalah lambang dari kelimpahan, suatu keadaan yang subur dan berlimpah-limpah karena dipenuhi dengan berkat Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa Tuhan akan menyatakan kebaikan-Nya kepada kita bukan hanya untuk satu hari dua hari, satu minggu dua minggu, satu bulan dua bulan saja, tetapi setiap hari di sepanjang tahun.
Kalau orang-orang dunia memiliki kepercayaan bahwa ada hari-hari yang mereka anggap sebagai hari baik dan ada pula hari-hari yang dianggapnya sebagai hari yang membawa kesialan, bagi anak-anak Tuhan tidak ada hari yang membawa sial karena semua hari adalah baik adanya. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23), artinya Tuhan akan menyediakan berkat-Nya yang selalu baru setiap pagi, bukan berkat yang sisa-sisa. Karena itu tetaplah semangat dalam menjalani hidup ini. Namun untuk mengalami kebaikan Tuhan kita harus mau berjalan bersama-Nya setiap hari, artinya kita mengikuti kemana pun Tuhan melangkah sebagaimana komitmen Ayub, "Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya." (Ayub 23:12).
Sebagai Gembala yang baik Tuhan tidak ingin domba-domba-Nya tersesat, "Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:2-3).
Hari-hari orang percaya adalah hari yang dipenuhi dengan kebaikan Tuhan!
Thursday, January 1, 2015
TAHUN BARU: Bermegah Dalam Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Januari 2015
Baca: Mazmur 20:1-10
"Kiranya diberikan-Nya kepadamu apa yang kaukehendaki dan dijadikan-Nya berhasil apa yang kaurancangkan." Mazmur 20:5
Hari ini adalah hari pertama kita memasuki tahun yang baru: 2015. Dalam mengawali hari baru di tahun yang baru ini semua orang pasti membawa segudang angan-angan, keinginan, harapan dan cita-cita yang mungkin sempat tertunda dan belum mampu diraih di waktu lalu, serta bertekad mewujudkannya di tahun ini. Tetapi bila melihat fakta yang ada, banyak orang bersikap skeptis dengan pikiran-pikiran negatif yang berkecamuk, "Keadaan sekarang terasa amat berat, sulit diprediksi dan serba tidak pasti. Sanggupkah aku menjalaninya?"
Sebagai orang percaya, haruskah kita bersikap pesimistis, kuatir dan terus dihantui ketakutan menghadapi hari esok? Ingat pengalaman Ayub, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). Alkitab memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita harus memiliki pola pikir dan cara pandang yang berbeda dengan orang-orang dunia. Meski dunia dipenuhi dengan ketidakpastian dan semakin tidak baik keadaannya, kita harus tetap berpikiran positif dan optimistis karena kita mempunyai alasan yang kuat untuk bermegah. Bermegah berbeda dengan sombong. Sombong adalah salah dalam bermegah.
Dalam hal ini kita bermegah bukan karena kekuatan, kemampuan, kepitaran, harta kekayaan, kedudukan, koneksi, popularitas, atau segala hal yang ada di dunia ini, "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita." (Mazmur 20:8). Tuhan-lah yang menjadi alasan untuk kita bermegah. Kita bermegah karena janji penyertaan-Nya, "Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b), dan kita bermegah karena Dia turut bekerja dalam segala perkara, sehingga kita dapat berkata: "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Bermegah di dalam Tuhan adalah kunci menghadapi tahun 2015.
Baca: Mazmur 20:1-10
"Kiranya diberikan-Nya kepadamu apa yang kaukehendaki dan dijadikan-Nya berhasil apa yang kaurancangkan." Mazmur 20:5
Hari ini adalah hari pertama kita memasuki tahun yang baru: 2015. Dalam mengawali hari baru di tahun yang baru ini semua orang pasti membawa segudang angan-angan, keinginan, harapan dan cita-cita yang mungkin sempat tertunda dan belum mampu diraih di waktu lalu, serta bertekad mewujudkannya di tahun ini. Tetapi bila melihat fakta yang ada, banyak orang bersikap skeptis dengan pikiran-pikiran negatif yang berkecamuk, "Keadaan sekarang terasa amat berat, sulit diprediksi dan serba tidak pasti. Sanggupkah aku menjalaninya?"
Sebagai orang percaya, haruskah kita bersikap pesimistis, kuatir dan terus dihantui ketakutan menghadapi hari esok? Ingat pengalaman Ayub, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). Alkitab memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita harus memiliki pola pikir dan cara pandang yang berbeda dengan orang-orang dunia. Meski dunia dipenuhi dengan ketidakpastian dan semakin tidak baik keadaannya, kita harus tetap berpikiran positif dan optimistis karena kita mempunyai alasan yang kuat untuk bermegah. Bermegah berbeda dengan sombong. Sombong adalah salah dalam bermegah.
Dalam hal ini kita bermegah bukan karena kekuatan, kemampuan, kepitaran, harta kekayaan, kedudukan, koneksi, popularitas, atau segala hal yang ada di dunia ini, "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita." (Mazmur 20:8). Tuhan-lah yang menjadi alasan untuk kita bermegah. Kita bermegah karena janji penyertaan-Nya, "Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b), dan kita bermegah karena Dia turut bekerja dalam segala perkara, sehingga kita dapat berkata: "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Bermegah di dalam Tuhan adalah kunci menghadapi tahun 2015.
Wednesday, December 31, 2014
WAKTU CEPAT BERLALU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Desember 2014
Baca: Mazmur 90:1-17
"Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh." Mazmur 90:9
Beberapa saat lagi kita akan mengakhiri perjalanan hidup di tahun 2014. Kita pun berguman dalam hati: "Begitu cepatnya waktu berlalu, dari detik ke menit, dari menit ke jam, dari jam ke hari, dari hari ke minggu, dari minggu ke bulan dan dari bulan ke tahun, semuanya berjalan seolah-olah hanya sekejap mata." Musa pun merasakan, "Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:4-6). Rasa-rasanya masih terlintas di benak kita beberapa waktu lalu bagaimana gegap gempitanya orang-orang menyambut malam tutup tahun dengan pawai dan gebyar pesta kembang api. Momen yang sama ternyata sudah ada di depan mata kita.
Hari-hari yang telah kita lalui di sepanjang tahun dipenuhi dengan rona-rona kehidupan: ada suka, ada duka, ada tawa, ada tangis, ada keberhasilan, ada kegagalan, ada doa yang telah dijawab Tuhan, tapi banyak pula doa-doa kita yang belum ada jawabannya. Semuanya itu menjadi pelajaran berharga untuk kita! Karena waktu itu begitu singkat, cepat berlalu, tidak akan pernah kembali terulang dan kita pun tak sanggup menghentikannya, maka kita pun harus segera sadar dan berbenah supaya tidak ada penyesalan yang muncul di kemudian hari dikarenakan kita telah membuang waktu dan kesempatan yang ada secara percuma, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).
Namun satu hal yang tidak boleh kita lupakan yaitu mengucap syukur kepada Tuhan: bersyukur atas kesehatan, bersyukur atas panjang umur, bersyukur atas berkat dan pemeliharaan, bersyukur atas penyertaan-Nya sehingga kita beroleh kesanggupan untuk menjalani hari-hari di sepanjang tahun 2014 ini. Nyata benar bahwa Tuhan itu "...bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Kalau bukan karena anugerah dan kasih karunia Tuhan, kita tidak mungkin dapat melewati setiap ujian dan tantangan yang ada.
Bersyukurlah kepada Tuhan, karena-Nya kita bisa sampai di penghujung tahun!
Baca: Mazmur 90:1-17
"Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh." Mazmur 90:9
Beberapa saat lagi kita akan mengakhiri perjalanan hidup di tahun 2014. Kita pun berguman dalam hati: "Begitu cepatnya waktu berlalu, dari detik ke menit, dari menit ke jam, dari jam ke hari, dari hari ke minggu, dari minggu ke bulan dan dari bulan ke tahun, semuanya berjalan seolah-olah hanya sekejap mata." Musa pun merasakan, "Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:4-6). Rasa-rasanya masih terlintas di benak kita beberapa waktu lalu bagaimana gegap gempitanya orang-orang menyambut malam tutup tahun dengan pawai dan gebyar pesta kembang api. Momen yang sama ternyata sudah ada di depan mata kita.
Hari-hari yang telah kita lalui di sepanjang tahun dipenuhi dengan rona-rona kehidupan: ada suka, ada duka, ada tawa, ada tangis, ada keberhasilan, ada kegagalan, ada doa yang telah dijawab Tuhan, tapi banyak pula doa-doa kita yang belum ada jawabannya. Semuanya itu menjadi pelajaran berharga untuk kita! Karena waktu itu begitu singkat, cepat berlalu, tidak akan pernah kembali terulang dan kita pun tak sanggup menghentikannya, maka kita pun harus segera sadar dan berbenah supaya tidak ada penyesalan yang muncul di kemudian hari dikarenakan kita telah membuang waktu dan kesempatan yang ada secara percuma, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).
Namun satu hal yang tidak boleh kita lupakan yaitu mengucap syukur kepada Tuhan: bersyukur atas kesehatan, bersyukur atas panjang umur, bersyukur atas berkat dan pemeliharaan, bersyukur atas penyertaan-Nya sehingga kita beroleh kesanggupan untuk menjalani hari-hari di sepanjang tahun 2014 ini. Nyata benar bahwa Tuhan itu "...bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Kalau bukan karena anugerah dan kasih karunia Tuhan, kita tidak mungkin dapat melewati setiap ujian dan tantangan yang ada.
Bersyukurlah kepada Tuhan, karena-Nya kita bisa sampai di penghujung tahun!
Tuesday, December 30, 2014
ASPEK JANJI TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Desember 2014
Baca: Galatia 3:15-29
"Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." Galatia 3:29
Kita sebagai orang percaya adalah keturunan-keturunan Abraham secara rohani, maka karenanya kita berhak menerima janji-janji Tuhan. "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus." (Galatia 3:28).
2. Janji Tuhan itu berlaku bagi setiap orang percaya. Artinya ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus, janji-janji Tuhan tersebut berlaku bagi kita. Hal ini menunjukkan bahwa janji Tuhan itu sangat mahal, namun diberikan secara cuma-cuma. Dikatakan mahal karena janji tersebut tidak berlaku untuk semua orang, hanya berlaku dan disediakan bagi milik Kristus yaitu pengikut Kristus atau orang percaya. Dikatakan cuma-cuma, karena barangsiapa yang mau bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, janji-janji Tuhan itu berlaku dan diberikan pula kepada orang tersebut secara cuma-cuma. Seberat apa pun ujian dan tantangan yang ada takkan mengubah dan menggoyahkannya, janji Tuhan tetap berlaku untuk kita. Oleh karena itu kita harus tetap kuat dalam iman. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Namun untuk mengalami janji Tuhan dalam hidup ini ada syarat yang harus kita lakukan. Tuhan berjanji kepada Yosua, "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3), tetapi dengan persyaratan, "...bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam," (Yosua 1:7-8).
Demikian juga dengan janji yang Tuhan berikan kepada kita, tentu ada syaratnya yaitu kita harus tinggal di dalam firman-Nya (baca Yohanes 15:7), alias harus taat melakukan firman-Nya. Jangan hanya menuntut Tuhan, tapi lakukan juga kewajiban kita.
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Baca: Galatia 3:15-29
"Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." Galatia 3:29
Kita sebagai orang percaya adalah keturunan-keturunan Abraham secara rohani, maka karenanya kita berhak menerima janji-janji Tuhan. "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus." (Galatia 3:28).
2. Janji Tuhan itu berlaku bagi setiap orang percaya. Artinya ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus, janji-janji Tuhan tersebut berlaku bagi kita. Hal ini menunjukkan bahwa janji Tuhan itu sangat mahal, namun diberikan secara cuma-cuma. Dikatakan mahal karena janji tersebut tidak berlaku untuk semua orang, hanya berlaku dan disediakan bagi milik Kristus yaitu pengikut Kristus atau orang percaya. Dikatakan cuma-cuma, karena barangsiapa yang mau bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, janji-janji Tuhan itu berlaku dan diberikan pula kepada orang tersebut secara cuma-cuma. Seberat apa pun ujian dan tantangan yang ada takkan mengubah dan menggoyahkannya, janji Tuhan tetap berlaku untuk kita. Oleh karena itu kita harus tetap kuat dalam iman. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Namun untuk mengalami janji Tuhan dalam hidup ini ada syarat yang harus kita lakukan. Tuhan berjanji kepada Yosua, "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3), tetapi dengan persyaratan, "...bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam," (Yosua 1:7-8).
Demikian juga dengan janji yang Tuhan berikan kepada kita, tentu ada syaratnya yaitu kita harus tinggal di dalam firman-Nya (baca Yohanes 15:7), alias harus taat melakukan firman-Nya. Jangan hanya menuntut Tuhan, tapi lakukan juga kewajiban kita.
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Subscribe to:
Posts (Atom)