Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2015
Baca: Lukas 8:16-18
"Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan
tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan." Lukas 8:17
Pelita adalah lampu dengan bahan bakar minyak. Di zaman sekarang ini sudah jarang sekali orang menggunakan pelita untuk menerangi rumahnya karena semua orang menggunakan tenaga listrik. Terkecuali di daerah-daerah terpencil, pelosok, pedalaman atau di lereng-lereng pegunungan mungkin masih ada orang yang menggunakan pelita sebagai alat penerangan.
Menjadi pelita adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya. Mengapa? Karena Tuhan telah memindahkan kita dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Karena itu Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan yang bersinar di tengah-tengah dunia ini. Kita pasti hafal dengan lirik lagu rohani ini: "Jadikanku berkat-Mu Tuhan. Jadi terang bagi sesama. Kami yang telah diselamatkan, jadi terang Tuhan. Reff: Bagaikan pelita yang menyala di tengah kegelapan, yang hidup bercahaya di depan semua orang. Agar mereka lihat dan memuliakan Allah Bapa di sorga." Menjadi pelita berarti menjadi berkat bagi orang lain. Menjadi pelita di mana? Di mana pun kita berada dan kapan pun waktunya: bisa di kantor, di pabrik, di sekolah, di kampus, dan juga di tempat kita tinggal. Menjadi pelita bagi orang lain tidak harus selalu menjadi seorang fulltimer di gereja. Apalah artinya kita sibuk dengan jadwal pelayanan yang padat, jika kehidupan kita sendiri tidak menjadi terang dan tidak berdampak bagi orang lain? "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh
bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang
lain." (Galatia 6:4).
Ketika pelita dinyalakan sumbunya akan semakin terbakar, artinya mendatangkan kerugian bagi orang yang menyalakan pelita itu. Jadi ada harga yang harus kita bayar untuk menjadi pelita bagi orang lain! Kita harus siap untuk berkorban dan rugi. Jika kita menyayangkan hal itu maka pelita tidak akan pernah menyala. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26-27). Menjadi pelita berarti harus rela menjadi hamba dan pelayan bagi orang lain, sebagaimana Tuhan Yesus teladankan bagi kita! (Bersambung)
Sunday, January 18, 2015
Saturday, January 17, 2015
ORANG KRISTEN adalah ANAK TERANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Januari 2015
Baca: Efesus 5:1-21
"Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan." Efesus 5:8
Alkitab menegaskan: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Sebagai ciptaan baru berarti kita telah menanggalkan manusia lama kita dan hidup mengenakan manusia baru. Mengapa? Sebab Tuhan sudah memindahkan kita dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Jadi kita tidak lagi berada di dalam kegelapan, melainkan di dalam terang Tuhan. Status kita pun berubah menjadi anak-anak terang, yang hanya "...berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (Efesus 5:9).
Hidup sebagai anak terang berarti kita tidak lagi "...turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (Efesus 5:11). Dengan kata lain kita tidak lagi berkompromi dengan dosa, kita tidak lagi hidup menuruti keinginan daging. "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya." (Galatia 5:19-21). Sementara, dunia saat ini dipenuhi kegelapan yang hanya bisa dikalahkan oleh terang. Kegelapan tidak dapat mengalahkan terang, tetapi terang dapat mengalahkan kegelapan. Ketika kita menyalakan sebuah lampu atau obor di tempat yang gelap seketika itu juga kegelapan akan sirna. Sepekat apa pun kegelapan itu, terang tetap mampu menembusnya.
Sebagai anak-anak terang kita harus mampu menembus dan mengalahkan kegelapan dunia ini yaitu melalui keteladanan hidup kita, sebab keteladanan itu jauh lebih dahsyat dari kekuatan perkataan. Kekristenan adalah sesuatu yang bisa dilihat, bukan hanya di dalam gedung gereja dengan segala kegiatan yang berbau pelayanan, tetapi harus bisa dilihat oleh dunia, baik melalui perkataan dan perbuatan, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.
"...jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari." Amsal 4:18
Baca: Efesus 5:1-21
"Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan." Efesus 5:8
Alkitab menegaskan: "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Sebagai ciptaan baru berarti kita telah menanggalkan manusia lama kita dan hidup mengenakan manusia baru. Mengapa? Sebab Tuhan sudah memindahkan kita dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Jadi kita tidak lagi berada di dalam kegelapan, melainkan di dalam terang Tuhan. Status kita pun berubah menjadi anak-anak terang, yang hanya "...berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (Efesus 5:9).
Hidup sebagai anak terang berarti kita tidak lagi "...turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (Efesus 5:11). Dengan kata lain kita tidak lagi berkompromi dengan dosa, kita tidak lagi hidup menuruti keinginan daging. "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya." (Galatia 5:19-21). Sementara, dunia saat ini dipenuhi kegelapan yang hanya bisa dikalahkan oleh terang. Kegelapan tidak dapat mengalahkan terang, tetapi terang dapat mengalahkan kegelapan. Ketika kita menyalakan sebuah lampu atau obor di tempat yang gelap seketika itu juga kegelapan akan sirna. Sepekat apa pun kegelapan itu, terang tetap mampu menembusnya.
Sebagai anak-anak terang kita harus mampu menembus dan mengalahkan kegelapan dunia ini yaitu melalui keteladanan hidup kita, sebab keteladanan itu jauh lebih dahsyat dari kekuatan perkataan. Kekristenan adalah sesuatu yang bisa dilihat, bukan hanya di dalam gedung gereja dengan segala kegiatan yang berbau pelayanan, tetapi harus bisa dilihat oleh dunia, baik melalui perkataan dan perbuatan, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.
"...jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari." Amsal 4:18
Friday, January 16, 2015
ORANG KRISTEN adalah TERANG DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2015
Baca: Matius 5:14-16
"Kamu adalah terang dunia." Matius 5:14a
Tuhan Yesus berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Rasul Yohanes dalam suratnya menegaskan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Karena Tuhan Yesus adalah terang dunia, kita sebagai pengikut-Nya pun dituntut untuk menjadi terang bagi dunia ini yaitu menghadirkan terang di tengah dunia yang diliputi kegelapan. Di dalam Tuhan setiap orang percaya memiliki kedudukan yang tinggi sebagaimana oleh rasul Petrus, "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9).
Keberadaan kita seperti kota di atas gunung yang tidak mungkin tersembunyi. Semua mata akan tertuju kepada kita karena kita berada di tempat tinggi dan memiliki cahaya kemuliaan Kristus. Sebagai terang, sesungguhnya setiap orang percaya mempunyai kuasa untuk menguasai dan mengubah keadaan. Bagaimana kita bisa menjadi terang apabila pelita kita tertutup gantang? Terang dari Tuhan tidak boleh ditutupi, disembunyikan, apalagi dipadamkan, sebaliknya harus dipancarkan kepada semua orang, diangkat ke tempat yang tinggi agar dapat menerangi sekitarnya seperti pelita yang menyala, di mana cahayanya menerangi seluruh ruangan di dalam rumah.
Gantang adalah wadah untuk mengukur atau menakar beras, ukuran takaran yang berisikan 3,125 kg. Sebuah pelita yang ditutup dengan gantang berarti tidak akan memancarkan terang atau cahaya. Pelita yang ditutup dengan gantang sama dengan kehidupan orang Kristen yang tidak bisa menjadi berkat, yang cahayanya tidak bisa memancar keluar oleh karena masalah ekonomi atau penghidupannya. Banyak sekali orang Kristen yang dikalahkan oleh masalah atau situasi yang ada sehingga hidupnya setali tiga uang dengan orang-orang di luar Tuhan, dan malah menjadi batu sandungan bagi mereka.
Sudahkan kehidupan kita bercahaya bagi orang-orang di sekitar kita?
Baca: Matius 5:14-16
"Kamu adalah terang dunia." Matius 5:14a
Tuhan Yesus berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Rasul Yohanes dalam suratnya menegaskan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Karena Tuhan Yesus adalah terang dunia, kita sebagai pengikut-Nya pun dituntut untuk menjadi terang bagi dunia ini yaitu menghadirkan terang di tengah dunia yang diliputi kegelapan. Di dalam Tuhan setiap orang percaya memiliki kedudukan yang tinggi sebagaimana oleh rasul Petrus, "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9).
Keberadaan kita seperti kota di atas gunung yang tidak mungkin tersembunyi. Semua mata akan tertuju kepada kita karena kita berada di tempat tinggi dan memiliki cahaya kemuliaan Kristus. Sebagai terang, sesungguhnya setiap orang percaya mempunyai kuasa untuk menguasai dan mengubah keadaan. Bagaimana kita bisa menjadi terang apabila pelita kita tertutup gantang? Terang dari Tuhan tidak boleh ditutupi, disembunyikan, apalagi dipadamkan, sebaliknya harus dipancarkan kepada semua orang, diangkat ke tempat yang tinggi agar dapat menerangi sekitarnya seperti pelita yang menyala, di mana cahayanya menerangi seluruh ruangan di dalam rumah.
Gantang adalah wadah untuk mengukur atau menakar beras, ukuran takaran yang berisikan 3,125 kg. Sebuah pelita yang ditutup dengan gantang berarti tidak akan memancarkan terang atau cahaya. Pelita yang ditutup dengan gantang sama dengan kehidupan orang Kristen yang tidak bisa menjadi berkat, yang cahayanya tidak bisa memancar keluar oleh karena masalah ekonomi atau penghidupannya. Banyak sekali orang Kristen yang dikalahkan oleh masalah atau situasi yang ada sehingga hidupnya setali tiga uang dengan orang-orang di luar Tuhan, dan malah menjadi batu sandungan bagi mereka.
Sudahkan kehidupan kita bercahaya bagi orang-orang di sekitar kita?
Thursday, January 15, 2015
GARAM DUNIA: Hidup Dalam Kemurnian
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Januari 2015
Baca: 2 Raja-Raja 2:19-22
"Demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa." 2 Raja-Raja 2:22
Perikop dari pembacaan firman kita adalah Elisa menyehatkan air di Yerikho. Penduduk kota Yerikho menyampaikan keluhannya kepada Elisa tentang keberadaan air di kota itu yang keadaannya tidak baik, sehingga "...di negeri ini sering ada keguguran bayi." (2 Raja-Raja 2:19). Atas petunjuk Tuhan, Elisa memerintahkan orang-orang di kota itu untuk mengambil sebuah pinggan baru dan menaruhkan garam ke dalamnya dan kemudian melemparkan garam itu ke mata air di kota itu. Mujizat pun terjadi. "Telah Kusehatkan air ini, maka tidak akan terjadi lagi olehnya kematian atau keguguran bayi." (2 Raja-Raja 2:21). Dalam kasus ini garam memiliki fungsi untuk memurnikan dan mensterilkan air dari racun-racun yang mematikan, sehingga "...air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa." (ayat nas).
Untuk menjadi garam dunia kita pun dituntut memiliki kemurnian hidup. Arti kata kemurnian adalah keadaan murni, keaslian, kesucian. Bagaimana mungkin kita bisa memurnikan orang lain atau menjadi berkat bagi orang lain jika kita sendiri tidak hidup dalam kekudusan dan kesucian? Sebab "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Keberadaan kita harus dapat memurnikan dunia yang dipenuhi oleh segala bentuk kecemaran ini. Karena itu kita harus terbebas dari segala jenis kejahatan dan kecemaran terlebih dahulu. Hidup dalam kemurnian berarti menjadi teladan "...dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Air di kota Yerikho itu menjadi sehat oleh karena kuasa firman yang disampaikan Elisa, artinya Tuhan bekerja melalui media garam untuk memurnikan air yang cemar itu. Kehidupan kita pun akan menjadi 'garam' bagi dunia dan mampu menjalankan fungsinya dengan baik apabila kuasa firman Tuhan bekerja di dalam kita. "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?" (Yeremia 23:29).
"...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," 1 Petrus 1:15
Baca: 2 Raja-Raja 2:19-22
"Demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa." 2 Raja-Raja 2:22
Perikop dari pembacaan firman kita adalah Elisa menyehatkan air di Yerikho. Penduduk kota Yerikho menyampaikan keluhannya kepada Elisa tentang keberadaan air di kota itu yang keadaannya tidak baik, sehingga "...di negeri ini sering ada keguguran bayi." (2 Raja-Raja 2:19). Atas petunjuk Tuhan, Elisa memerintahkan orang-orang di kota itu untuk mengambil sebuah pinggan baru dan menaruhkan garam ke dalamnya dan kemudian melemparkan garam itu ke mata air di kota itu. Mujizat pun terjadi. "Telah Kusehatkan air ini, maka tidak akan terjadi lagi olehnya kematian atau keguguran bayi." (2 Raja-Raja 2:21). Dalam kasus ini garam memiliki fungsi untuk memurnikan dan mensterilkan air dari racun-racun yang mematikan, sehingga "...air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa." (ayat nas).
Untuk menjadi garam dunia kita pun dituntut memiliki kemurnian hidup. Arti kata kemurnian adalah keadaan murni, keaslian, kesucian. Bagaimana mungkin kita bisa memurnikan orang lain atau menjadi berkat bagi orang lain jika kita sendiri tidak hidup dalam kekudusan dan kesucian? Sebab "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Keberadaan kita harus dapat memurnikan dunia yang dipenuhi oleh segala bentuk kecemaran ini. Karena itu kita harus terbebas dari segala jenis kejahatan dan kecemaran terlebih dahulu. Hidup dalam kemurnian berarti menjadi teladan "...dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Air di kota Yerikho itu menjadi sehat oleh karena kuasa firman yang disampaikan Elisa, artinya Tuhan bekerja melalui media garam untuk memurnikan air yang cemar itu. Kehidupan kita pun akan menjadi 'garam' bagi dunia dan mampu menjalankan fungsinya dengan baik apabila kuasa firman Tuhan bekerja di dalam kita. "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?" (Yeremia 23:29).
"...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," 1 Petrus 1:15
Wednesday, January 14, 2015
ORANG KRISTEN adalah GARAM DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Januari 2015
Baca: Matius 5:13
"Kamu adalah garam dunia." Matius 5:13
Apa yang Saudara ketahui tentang garam? Garam adalah salah satu kebutuhan dapur utama di tiap-tiap rumah tangga. Kehadiran garam di dapur membuat semua masakan terasa mantap dan sedap. Bila para ibu rumah tangga memasak sayur tanpa garam bisa-bisa akan dimarahi suaminya karena rasa sayur akan terasa hambar. Garam, baru akan memiliki nilai guna apabila memiliki rasa asin. "Garam memang baik, tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya baik untuk ladang maupun untuk pupuk, dan orang membuangnya saja." (Lukas 14:34-35a).
Manfaat garam selain membuat sesuatu yang tawar menjadi ada rasanya, juga sebagai bahan pengawet makanan, dapat membunuh kuman, mencegah pembusukan dan juga membuat steril. Adapun makanan yang diawetkan dengan garam antara lain telur, ikan, daging, makanan kaleng dan lainnya. Ikan yang diawetkan dengan garam dapat dikonsumsi berbulan-bulan kemudian. Ada beberapa unsur yang terkandung di dalam garam, di antaranya adalah natrium dan klorida. Secara kimia kedua unsur tersebut adalah zat beracun, namun apabila kedua unsur tersebut digabungkan justru menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Cara kerja garam itu perlahan-lahan namun pasti: meleleh, melebur dan akhirnya tidak terlihat lagi wujudnya, yang tinggal hanya rasanya. Jika garam itu tetap mempertahankan wujud asalnya, apakah orang akan mau memakannya? Tentu saja tidak!
Kalimat "Kamu adalah garam dunia." adalah sebuah kalimat penegasan, artinya keberadaan orang percaya sesungguhnya adalah garam dunia. Artinya keberadaan kita di tengah-tengah dunia haruslah dapat memberi rasa bagi dunia yang sedang tawar ini, rasa yang dapat dinikmati dan berguna bagi semua orang. Garam yang tidak asin atau sudah menjadi tawar adalah gambaran dari kehidupan orang Kristen yang tidak bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarnya. Untuk menjadi garam dunia dibutuhkan sebuah pengorbanan. Sebagaimana garam itu harus meleleh, melebur dan tidak terlihat lagi wujudnya, kita pun harus rela menanggalkan 'manusia lama' kita: menyalibkan kedagingan kita, dan tidak lagi menjadi orang yang egois.
Tanpa pengorbanan, hidup kita takkan pernah bisa menjadi 'garam' bagi dunia ini!
Baca: Matius 5:13
"Kamu adalah garam dunia." Matius 5:13
Apa yang Saudara ketahui tentang garam? Garam adalah salah satu kebutuhan dapur utama di tiap-tiap rumah tangga. Kehadiran garam di dapur membuat semua masakan terasa mantap dan sedap. Bila para ibu rumah tangga memasak sayur tanpa garam bisa-bisa akan dimarahi suaminya karena rasa sayur akan terasa hambar. Garam, baru akan memiliki nilai guna apabila memiliki rasa asin. "Garam memang baik, tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya baik untuk ladang maupun untuk pupuk, dan orang membuangnya saja." (Lukas 14:34-35a).
Manfaat garam selain membuat sesuatu yang tawar menjadi ada rasanya, juga sebagai bahan pengawet makanan, dapat membunuh kuman, mencegah pembusukan dan juga membuat steril. Adapun makanan yang diawetkan dengan garam antara lain telur, ikan, daging, makanan kaleng dan lainnya. Ikan yang diawetkan dengan garam dapat dikonsumsi berbulan-bulan kemudian. Ada beberapa unsur yang terkandung di dalam garam, di antaranya adalah natrium dan klorida. Secara kimia kedua unsur tersebut adalah zat beracun, namun apabila kedua unsur tersebut digabungkan justru menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Cara kerja garam itu perlahan-lahan namun pasti: meleleh, melebur dan akhirnya tidak terlihat lagi wujudnya, yang tinggal hanya rasanya. Jika garam itu tetap mempertahankan wujud asalnya, apakah orang akan mau memakannya? Tentu saja tidak!
Kalimat "Kamu adalah garam dunia." adalah sebuah kalimat penegasan, artinya keberadaan orang percaya sesungguhnya adalah garam dunia. Artinya keberadaan kita di tengah-tengah dunia haruslah dapat memberi rasa bagi dunia yang sedang tawar ini, rasa yang dapat dinikmati dan berguna bagi semua orang. Garam yang tidak asin atau sudah menjadi tawar adalah gambaran dari kehidupan orang Kristen yang tidak bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarnya. Untuk menjadi garam dunia dibutuhkan sebuah pengorbanan. Sebagaimana garam itu harus meleleh, melebur dan tidak terlihat lagi wujudnya, kita pun harus rela menanggalkan 'manusia lama' kita: menyalibkan kedagingan kita, dan tidak lagi menjadi orang yang egois.
Tanpa pengorbanan, hidup kita takkan pernah bisa menjadi 'garam' bagi dunia ini!
Tuesday, January 13, 2015
MENGUCAP SYUKUR: Menjadi Berkat Bagi Dunia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Januari 2015
Baca: Mazmur 105:1-45
"Bersyukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!" Mazmur 105:1
Bagi orang percaya, hidup ditengah-tengah dunia ini bukanlah perkara mudah. Mengapa? Karena orang-orang dunia menolak berita Injil dan juga menolak Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Itulah sebabnya Alkitab menyebut kita berada di tengah-tengah angkatan yang bengkok dan sesat. Dan bila dunia membenci kita dan memperlakukan kita secara tidak adil, kita tidak perlu terkejut lagi, karena firman Tuhan sudah menyatakannya.
"Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Meski demikian "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:17, 21). Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan yang 'berbeda' dari dunia supaya mereka melihat sebuah keteladanan. Sikap, perkataan dan perbuatan kita harus mampu menjadi berkat bagi mereka. "Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33b).
Ketika punya banyak masalah biasanya orang akan terus bermuram durja, uring-uringan, kecut, stres, mudah sekali marah dan tersinggung. Hal ini akan berdampak negatif bukan hanya bagi diri sendiri tapi orang lain pun akan terbawa atmosfir negatifnya. Bila kita tetap mengucap syukur meski diterpa badai masalah, orang lain yang melihat akan dikuatkan dan terberkati karena ada sesuatu yang berbeda dalam hidup kita. Akhirnya kesempatan untuk bersaksi semakin terbuka lebar. Saksikan campur tangan Tuhan: kebaikan-Nya, kasih-Nya, penyertaan-Nya, kemurahan-Nya, pertolongan-Nya. Dengan mengucap syukur dalam segala hal kita bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita, "...sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15).
Bersyukurlah senantiasa, supaya nama Tuhan semakin dipermuliakan melalui kehidupan kita!
Baca: Mazmur 105:1-45
"Bersyukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!" Mazmur 105:1
Bagi orang percaya, hidup ditengah-tengah dunia ini bukanlah perkara mudah. Mengapa? Karena orang-orang dunia menolak berita Injil dan juga menolak Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Itulah sebabnya Alkitab menyebut kita berada di tengah-tengah angkatan yang bengkok dan sesat. Dan bila dunia membenci kita dan memperlakukan kita secara tidak adil, kita tidak perlu terkejut lagi, karena firman Tuhan sudah menyatakannya.
"Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Meski demikian "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:17, 21). Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan yang 'berbeda' dari dunia supaya mereka melihat sebuah keteladanan. Sikap, perkataan dan perbuatan kita harus mampu menjadi berkat bagi mereka. "Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33b).
Ketika punya banyak masalah biasanya orang akan terus bermuram durja, uring-uringan, kecut, stres, mudah sekali marah dan tersinggung. Hal ini akan berdampak negatif bukan hanya bagi diri sendiri tapi orang lain pun akan terbawa atmosfir negatifnya. Bila kita tetap mengucap syukur meski diterpa badai masalah, orang lain yang melihat akan dikuatkan dan terberkati karena ada sesuatu yang berbeda dalam hidup kita. Akhirnya kesempatan untuk bersaksi semakin terbuka lebar. Saksikan campur tangan Tuhan: kebaikan-Nya, kasih-Nya, penyertaan-Nya, kemurahan-Nya, pertolongan-Nya. Dengan mengucap syukur dalam segala hal kita bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita, "...sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," (Filipi 2:15).
Bersyukurlah senantiasa, supaya nama Tuhan semakin dipermuliakan melalui kehidupan kita!
Monday, January 12, 2015
MENGUCAP SYUKUR: Pintu Gerbang Mujizat (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Januari 2015
Baca: Yohanes 6:1-15
"Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." Yohanes 6:11
Suatu waktu, setelah berkhotbah di hadapan ribuan orang yang menyembuhkan sakit-penyakit banyak orang, Tuhan Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memberi makan kepada orang banyak itu. Karena sudah seharian mengikut Tuhan, pastilah mereka lapar. Ini adalah bukti bahwa Ia tidak hanya memperhatikan kebutuhan rohani manusia namun juga memperhatikan kebutuhan jasmani, salah satunya berkenaan dengan makanan.
Mendapat perintah Tuhan ini murid-murid-Nya pun kelabakan. "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" (ayat 5). Tiba-tiba ada seorang anak yang mempunyai lima roti dan dua ikan menyerahkannya kepada murid-murid Yesus. Artinya ada korban yang dipersembahkan dari keterbatasan yang ada. Secara manusia lima roti dan dua ikan manalah cukup untuk memberi makan orang yang jumlahnya ribuan. Ini adalah mission impossible! Namun di tengah keterbatasan yang ada, yaitu lima roti dan dua ikan, Tuhan Yesus tetap mengucap syukur kepada Bapa di sorga. Setelah mengucap syukur, apa yang terjadi? Mujizat terjadi! Dengan hanya berbekal lima roti dan dua ikan Tuhan Yesus sanggap melakukan perkara yang dahsyat! Lima ribu orang laki-laki, tidak termasuk wanita dan anak-anak, diberi-Nya makan sampai kenyang, bahkan setelah dihitung masih ada sisa dua belas bakul. Bagi manusia itu mustahil, tetapi "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14).
Pekerjaan Tuhan tidak dapat diselami oleh pikiran dan logika manusia. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Karena itu jangan pernah membatasi kuasa Tuhan yang tak terbatas itu dengan keterbatasan kita. Percayalah, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Perintah Tuhan acapkali memang tak masuk akal, aneh, dan sulit diterima dengan pikiran, salah satunya mengucap syukur dalam segala hal ini.
Jika kita mau membayar harga dan taat melakukan, ada mujizat dinyatakan!
Baca: Yohanes 6:1-15
"Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." Yohanes 6:11
Suatu waktu, setelah berkhotbah di hadapan ribuan orang yang menyembuhkan sakit-penyakit banyak orang, Tuhan Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memberi makan kepada orang banyak itu. Karena sudah seharian mengikut Tuhan, pastilah mereka lapar. Ini adalah bukti bahwa Ia tidak hanya memperhatikan kebutuhan rohani manusia namun juga memperhatikan kebutuhan jasmani, salah satunya berkenaan dengan makanan.
Mendapat perintah Tuhan ini murid-murid-Nya pun kelabakan. "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" (ayat 5). Tiba-tiba ada seorang anak yang mempunyai lima roti dan dua ikan menyerahkannya kepada murid-murid Yesus. Artinya ada korban yang dipersembahkan dari keterbatasan yang ada. Secara manusia lima roti dan dua ikan manalah cukup untuk memberi makan orang yang jumlahnya ribuan. Ini adalah mission impossible! Namun di tengah keterbatasan yang ada, yaitu lima roti dan dua ikan, Tuhan Yesus tetap mengucap syukur kepada Bapa di sorga. Setelah mengucap syukur, apa yang terjadi? Mujizat terjadi! Dengan hanya berbekal lima roti dan dua ikan Tuhan Yesus sanggap melakukan perkara yang dahsyat! Lima ribu orang laki-laki, tidak termasuk wanita dan anak-anak, diberi-Nya makan sampai kenyang, bahkan setelah dihitung masih ada sisa dua belas bakul. Bagi manusia itu mustahil, tetapi "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?" (Kejadian 18:14).
Pekerjaan Tuhan tidak dapat diselami oleh pikiran dan logika manusia. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Karena itu jangan pernah membatasi kuasa Tuhan yang tak terbatas itu dengan keterbatasan kita. Percayalah, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Perintah Tuhan acapkali memang tak masuk akal, aneh, dan sulit diterima dengan pikiran, salah satunya mengucap syukur dalam segala hal ini.
Jika kita mau membayar harga dan taat melakukan, ada mujizat dinyatakan!
Sunday, January 11, 2015
MENGUCAP SYUKUR: Pintu Gerbang Mujizat (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2015
Baca: Mazmur 118:1-29
"Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Mazmur 118:1
Bila kita renungkan, sesungguhnya perjalanan hidup kita adalah rangkaian dari mujizat. Namun umumnya orang beranggapan bahwa yang disebut dengan mujizat adalah suatu perkara yang luar biasa, mengherankan dan tampak spektakuler seperti yang terjadi di acara-acara KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani): orang lumpuh bisa berjalan, orang tuli bisa mendengar, orang buta dicelikkan matanya dan sebagainya. Sementara hal-hal yang kita alami sehari-hari: kita bisa bernafas, memiliki tubuh yang sehat, bisa bangun pagi dengan kekuatan yang baru, bisa beraktivitas atau bekerja, anak-anak tumbuh cerdas dan berhasil dalam studi kita nilai sebagai hal yang biasa dan sepele. Kita berpikir itu semua karena kuat dan gagah kita, padahal semua itu karena campur tangan Tuhan. Oleh karena itu kita patut bersyukur kepada Tuhan untuk semua itu.
Mengucap syukur adalah sikap yang mendatangkan mujizat. Dengan bersyukur kita mempersiapkan diri untuk menerima mujizat dari Tuhan. Pemazmur berkata, "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!" (Mazmur 100:4). Jadi pintu gerbang memasuki kehidupan yang berkemenangan dan berkelimpahan adalah melalui ucapan syukur. Artinya ketika kita mengucap syukur pintu kesempatan, pintu kesembuhan, pintu pemulihan, pintu mujizat, pintu pertolongan, pintu berkat akan semakin terbuka bagi kita, sebab orang yang selalu bersyukur mampu melihat sisi positif di balik masalah, mampu melihat kebaikan di balik hal-hal buruk sekalipun, mampu melihat keajaiban di balik kemustahilan karena tahu bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Sebaliknya orang yang suka bersungut-sungut hanya melihat hal-hal negatif di balik masalah, karena pikiran dipenuhi dengan keraguan, ketakutan dan kekuatiran sebagai tanda ketidakpercayaan akan kuasa Tuhan.
Ketika kita bersyukur kita sedang menyerahkan segala pergumulan hidup ini kepada Tuhan dan mengijinkan Dia bekerja sepenuhnya di dalam kita.
"TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Baca: Mazmur 118:1-29
"Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Mazmur 118:1
Bila kita renungkan, sesungguhnya perjalanan hidup kita adalah rangkaian dari mujizat. Namun umumnya orang beranggapan bahwa yang disebut dengan mujizat adalah suatu perkara yang luar biasa, mengherankan dan tampak spektakuler seperti yang terjadi di acara-acara KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani): orang lumpuh bisa berjalan, orang tuli bisa mendengar, orang buta dicelikkan matanya dan sebagainya. Sementara hal-hal yang kita alami sehari-hari: kita bisa bernafas, memiliki tubuh yang sehat, bisa bangun pagi dengan kekuatan yang baru, bisa beraktivitas atau bekerja, anak-anak tumbuh cerdas dan berhasil dalam studi kita nilai sebagai hal yang biasa dan sepele. Kita berpikir itu semua karena kuat dan gagah kita, padahal semua itu karena campur tangan Tuhan. Oleh karena itu kita patut bersyukur kepada Tuhan untuk semua itu.
Mengucap syukur adalah sikap yang mendatangkan mujizat. Dengan bersyukur kita mempersiapkan diri untuk menerima mujizat dari Tuhan. Pemazmur berkata, "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!" (Mazmur 100:4). Jadi pintu gerbang memasuki kehidupan yang berkemenangan dan berkelimpahan adalah melalui ucapan syukur. Artinya ketika kita mengucap syukur pintu kesempatan, pintu kesembuhan, pintu pemulihan, pintu mujizat, pintu pertolongan, pintu berkat akan semakin terbuka bagi kita, sebab orang yang selalu bersyukur mampu melihat sisi positif di balik masalah, mampu melihat kebaikan di balik hal-hal buruk sekalipun, mampu melihat keajaiban di balik kemustahilan karena tahu bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Sebaliknya orang yang suka bersungut-sungut hanya melihat hal-hal negatif di balik masalah, karena pikiran dipenuhi dengan keraguan, ketakutan dan kekuatiran sebagai tanda ketidakpercayaan akan kuasa Tuhan.
Ketika kita bersyukur kita sedang menyerahkan segala pergumulan hidup ini kepada Tuhan dan mengijinkan Dia bekerja sepenuhnya di dalam kita.
"TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." Keluaran 14:14
Saturday, January 10, 2015
MENGUCAP SYUKUR: Tanda Kedewasaan Rohani
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Januari 2015
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." 1 Tesalonika 5:18
Mengalami masa-masa sulit adalah perkara yang tidak mudah diterima oleh banyak anak Tuhan. Kita maunya hanya menerima yang baik-baik saja, menerima berkat Tuhan tanpa ada embel-embel masalah di belakangnya. Ayub pun berkata kepada isterinya, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10). Orang lebih mudah mengucap syukur tatkala dalam keadaan baik dan diberkati saja. Jika keadaan sedang tidak baik rasanya sulit sekali untuk mengucap syukur. Tuhan menghendaki kita untuk mengucap syukur dalam segala hal. Kata dalam segala hal berarti di segala situasi: baik atau tidak baik keadaannya, sedang krisis atau berkelimpahan, untung atau rugi, saat sehat atau sakit, berhasil atau pun gagal. Jadi mengucap syukur bukanlah sekedar saran atau himbauan, melainkan suatu perintah atau kehendak Tuhan. Perintah berarti harus ditaatai.
Mengucap syukur adalah tanda kedewasaan rohani. Seorang anak biasanya memiliki sifat manja, labil, cengeng, dan kurang sabar. Menghadapi masalah sedikit saja atau ketika kemauannya tidak dituruti akan langsung ngambek, marah dan tidak mau makan. Sifat kekanak-kanakan pada dasarnya adalah usaha meminta dan memaksa Tuhan untuk menuruti keinginannya. Apakah kita mau menjadi kanak-kanak terus? Tentunya tidak. Kita pasti ingin mengalami pertumbuhan dari hari ke sehari hingga mencapai kedewasaan penuh. "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11).
Orang dewasa rohani pasti memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan. "Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14), sehingga sesulit apa pun keadaannya kita bisa berkata, "Bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu."
Dalam segala perkara Tuhan turut bekerja, karena itu tetaplah mengucap syukur dalam segala hal!
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." 1 Tesalonika 5:18
Mengalami masa-masa sulit adalah perkara yang tidak mudah diterima oleh banyak anak Tuhan. Kita maunya hanya menerima yang baik-baik saja, menerima berkat Tuhan tanpa ada embel-embel masalah di belakangnya. Ayub pun berkata kepada isterinya, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10). Orang lebih mudah mengucap syukur tatkala dalam keadaan baik dan diberkati saja. Jika keadaan sedang tidak baik rasanya sulit sekali untuk mengucap syukur. Tuhan menghendaki kita untuk mengucap syukur dalam segala hal. Kata dalam segala hal berarti di segala situasi: baik atau tidak baik keadaannya, sedang krisis atau berkelimpahan, untung atau rugi, saat sehat atau sakit, berhasil atau pun gagal. Jadi mengucap syukur bukanlah sekedar saran atau himbauan, melainkan suatu perintah atau kehendak Tuhan. Perintah berarti harus ditaatai.
Mengucap syukur adalah tanda kedewasaan rohani. Seorang anak biasanya memiliki sifat manja, labil, cengeng, dan kurang sabar. Menghadapi masalah sedikit saja atau ketika kemauannya tidak dituruti akan langsung ngambek, marah dan tidak mau makan. Sifat kekanak-kanakan pada dasarnya adalah usaha meminta dan memaksa Tuhan untuk menuruti keinginannya. Apakah kita mau menjadi kanak-kanak terus? Tentunya tidak. Kita pasti ingin mengalami pertumbuhan dari hari ke sehari hingga mencapai kedewasaan penuh. "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1 Korintus 13:11).
Orang dewasa rohani pasti memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan. "Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14), sehingga sesulit apa pun keadaannya kita bisa berkata, "Bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu."
Dalam segala perkara Tuhan turut bekerja, karena itu tetaplah mengucap syukur dalam segala hal!
Friday, January 9, 2015
BERSUNGUT-SUNGUT: Hal Kebutuhan Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Januari 2015
Baca: Keluaran 16:13-36
"Tetapi Musa berkata kepada mereka: 'Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu." Keluaran 16:15b
Hal kebutuhan hidup atau urusan 'perut' seringkali menjadi alasan banyak orang bersungut-sungut. Mereka mengeluhkan keadaan ekonominya yang belum pulih. Alasan makanan (ekonomi) ini jugalah yang membuta bangsa Israel bersungut-sungut kepada Tuhan; dan karena sungut-sungut serta keluh kesah bangsa Israel yang begitu hebatnya inilah akhirnya Tuhan memberikan manna sebagai makanan bagi mereka.
Manna disebut pula dengan roti dari sorga, makanan yang diberikan Tuhan kepada orang Israel selama berada di padang gurun: "...warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti rasa kue madu." (Keluaran 16:31). Tuhan menurunkan manna setiap hari, kecuali pada hari Sabat, dengan maksud supaya mereka beristirahat dan menguduskan hari Tuhan. Namun meski sudah mendapatkan cukup makanan, umat Israel tetap saja bersungut-sungut, bukan hanya kepada pemimpin mereka tapi juga kepada Tuhan. Mereka terus membanding-bandingkan keadaan saat di Mesir, "Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat." (Bilangan 11:5-6).
Mungkin keadaan kita saat ini seperti berada di padang gurun dan kita pun bersikap seperti bangsa Israel yang terus bersungut-sungut kepada Tuhan, padahal kita sudah menerima 'manna' dari sorga, gambaran dari firman Tuhan untuk menguatkan kita. Tetapi seringkali "...kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah." (Matius 13:22). Kita pun membanding-bandingkan diri dengan keadaan orang-orang di luar Tuhan yang sepertinya hidup penuh kenyamanan, sementara kita tidak. Daya tarik 'Mesir', lambang kehidupan duniawi yang penuh kemewahan pun begitu menyilaukan mata kita, sehingga kita tidak bisa mensyukuri berkat Tuhan. Berhentilah bersungut-sungut!
Berada di 'padang gurun' adalah kesempatan bagi kita melihat dan mengalami mujizat Tuhan!
Baca: Keluaran 16:13-36
"Tetapi Musa berkata kepada mereka: 'Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu." Keluaran 16:15b
Hal kebutuhan hidup atau urusan 'perut' seringkali menjadi alasan banyak orang bersungut-sungut. Mereka mengeluhkan keadaan ekonominya yang belum pulih. Alasan makanan (ekonomi) ini jugalah yang membuta bangsa Israel bersungut-sungut kepada Tuhan; dan karena sungut-sungut serta keluh kesah bangsa Israel yang begitu hebatnya inilah akhirnya Tuhan memberikan manna sebagai makanan bagi mereka.
Manna disebut pula dengan roti dari sorga, makanan yang diberikan Tuhan kepada orang Israel selama berada di padang gurun: "...warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti rasa kue madu." (Keluaran 16:31). Tuhan menurunkan manna setiap hari, kecuali pada hari Sabat, dengan maksud supaya mereka beristirahat dan menguduskan hari Tuhan. Namun meski sudah mendapatkan cukup makanan, umat Israel tetap saja bersungut-sungut, bukan hanya kepada pemimpin mereka tapi juga kepada Tuhan. Mereka terus membanding-bandingkan keadaan saat di Mesir, "Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat." (Bilangan 11:5-6).
Mungkin keadaan kita saat ini seperti berada di padang gurun dan kita pun bersikap seperti bangsa Israel yang terus bersungut-sungut kepada Tuhan, padahal kita sudah menerima 'manna' dari sorga, gambaran dari firman Tuhan untuk menguatkan kita. Tetapi seringkali "...kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah." (Matius 13:22). Kita pun membanding-bandingkan diri dengan keadaan orang-orang di luar Tuhan yang sepertinya hidup penuh kenyamanan, sementara kita tidak. Daya tarik 'Mesir', lambang kehidupan duniawi yang penuh kemewahan pun begitu menyilaukan mata kita, sehingga kita tidak bisa mensyukuri berkat Tuhan. Berhentilah bersungut-sungut!
Berada di 'padang gurun' adalah kesempatan bagi kita melihat dan mengalami mujizat Tuhan!
Thursday, January 8, 2015
BERSUNGUT-SUNGUT: Suka Menjadi Budak
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Januari 2015
Baca: Keluaran 16:1-12
"Di padang gurun itu bersungut-sungutlah segenap jemaah Israel kepada Musa dan Harun;" Keluaran 16:2
Ketika bangsa Israel berada di Mara dan mendapati bahwa air di situ rasanya pahit sehingga tidak bisa diminum mereka pun langsung bersungut-sungut kepada Musa. Tuhan menyatakan mujizat-Nya di hadapan bangsa itu dengan memerintahkan Musa melemparkan kayu ke dalam air, "...lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25).
Ketika perjalanan mereka sampai di Elim, "...di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma," (Keluaran 15:27). Begitu pula ketika berada di padang gurun Sinai, yang terletak di antara Elim dan gunung Sinai, segenap umat Israel kembali bersungut-sungut, katanya, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Susah sedikit saja mereka mengeluh, menggerutu dan mengomel tiada henti. Itulah karakter bangsa Israel! Musa seringkali dipersalahkan dan dianggap sebagai penyebab semuanya itu. Bahkan mereka berani menyalahkan Tuhan karena merasa tidak mendapatkan apa yang diharapkan.
Bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan kepada Tuhan dan tidak mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan. Adapun maksud Tuhan membawa bangsa Israel ke padang gurun bukanlah karena Tuhan tidak mengasihi mereka, justru ada tujuan yang indah yaitu mendidik dan melatih iman, serta mengajar mereka agar bergantung kepada Tuhan dan mengandalkan Dia setiap hari. Tetapi hal ini direspons negatif oleh umat Israel. Malah mereka berdalih lebih suka tinggal di Mesir daripada harus menderita di padang gurun, lebih suka hidup dalam perbudakan daripada menjadi orang yang merdeka, padahal untuk mendapatkan nafkah di Mesir mereka harus bekerja mati-matian, bahkan orang Mesir "...memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (Keluaran 1:14).
Bangsa Israel merasa nyaman di Mesir meski harus menjadi budak!
Baca: Keluaran 16:1-12
"Di padang gurun itu bersungut-sungutlah segenap jemaah Israel kepada Musa dan Harun;" Keluaran 16:2
Ketika bangsa Israel berada di Mara dan mendapati bahwa air di situ rasanya pahit sehingga tidak bisa diminum mereka pun langsung bersungut-sungut kepada Musa. Tuhan menyatakan mujizat-Nya di hadapan bangsa itu dengan memerintahkan Musa melemparkan kayu ke dalam air, "...lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25).
Ketika perjalanan mereka sampai di Elim, "...di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma," (Keluaran 15:27). Begitu pula ketika berada di padang gurun Sinai, yang terletak di antara Elim dan gunung Sinai, segenap umat Israel kembali bersungut-sungut, katanya, "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Susah sedikit saja mereka mengeluh, menggerutu dan mengomel tiada henti. Itulah karakter bangsa Israel! Musa seringkali dipersalahkan dan dianggap sebagai penyebab semuanya itu. Bahkan mereka berani menyalahkan Tuhan karena merasa tidak mendapatkan apa yang diharapkan.
Bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan kepada Tuhan dan tidak mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan. Adapun maksud Tuhan membawa bangsa Israel ke padang gurun bukanlah karena Tuhan tidak mengasihi mereka, justru ada tujuan yang indah yaitu mendidik dan melatih iman, serta mengajar mereka agar bergantung kepada Tuhan dan mengandalkan Dia setiap hari. Tetapi hal ini direspons negatif oleh umat Israel. Malah mereka berdalih lebih suka tinggal di Mesir daripada harus menderita di padang gurun, lebih suka hidup dalam perbudakan daripada menjadi orang yang merdeka, padahal untuk mendapatkan nafkah di Mesir mereka harus bekerja mati-matian, bahkan orang Mesir "...memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu." (Keluaran 1:14).
Bangsa Israel merasa nyaman di Mesir meski harus menjadi budak!
Wednesday, January 7, 2015
BERSUNGUT-SUNGUT: Di Tengah Mujizat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Januari 2015
Baca: Keluaran 15:22-27
"Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa," Keluaran 15:24
Bersungut-sungut memiliki arti menggerutu atau mengomel. Bersungut-sungut adalah lawan dari bersukacita. Berbicara tentang bersungut-sungut, Alkitab memberikan satu pelajaran berharga melalui kehidupan bangsa Israel.
Kita tahu bahwa bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan, yang begitu dikasihi dan dipelihara Tuhan begitu rupa. Tuhan membawa mereka ke luar dari perbudakannya di Mesir, dan saat berada di padang gurun mereka senantiasa mengecap pertolongan Tuhan dan penyertaan-Nya secara luar biasa. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." (Keluaran 13:21-22). Dengan tiang awan bangsa Israel terlindungi dari panas teriknya matahari di waktu siang, dan dengan tiang api mereka beroleh penerangan dan kehangatan di kala malam. Sekalipun bangsa Israel belum tahu persis jalan yang harus ditempuhnya, melalui daerah seperti apa, tidak tahu apa yang akan dihadapi, serta tantangan apa yang menghadang di depan, keberadaan tiang awan dan tiang api adalah petunjuk yang mengarahkan mereka kepada perjalanan yang dipenuhi dengan keajaiban.
Begitu pula ketika menghadapi jalan buntu karena di depan ada laut Teberau, dengan mata kepala sendiri mereka melihat bagaimana Tuhan melakukan perkara yang dahsyat yaitu membelah laut Teberau, sehingga "...orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:22). Ketika orang Mesir lari menuju air laut; "Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka." (Keluaran 14:28). Pasukan Firaun pun binasa di laut Teberau, sehingga bangsa Israel selamat dari kejaran Firaun dan bala tentaranya.
Mengalami banyak mujizat Tuhan tidak serta merta membuat bangsa Israel menghentikan kebiasaannya bersungut-sungut!
Baca: Keluaran 15:22-27
"Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa," Keluaran 15:24
Bersungut-sungut memiliki arti menggerutu atau mengomel. Bersungut-sungut adalah lawan dari bersukacita. Berbicara tentang bersungut-sungut, Alkitab memberikan satu pelajaran berharga melalui kehidupan bangsa Israel.
Kita tahu bahwa bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan, yang begitu dikasihi dan dipelihara Tuhan begitu rupa. Tuhan membawa mereka ke luar dari perbudakannya di Mesir, dan saat berada di padang gurun mereka senantiasa mengecap pertolongan Tuhan dan penyertaan-Nya secara luar biasa. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." (Keluaran 13:21-22). Dengan tiang awan bangsa Israel terlindungi dari panas teriknya matahari di waktu siang, dan dengan tiang api mereka beroleh penerangan dan kehangatan di kala malam. Sekalipun bangsa Israel belum tahu persis jalan yang harus ditempuhnya, melalui daerah seperti apa, tidak tahu apa yang akan dihadapi, serta tantangan apa yang menghadang di depan, keberadaan tiang awan dan tiang api adalah petunjuk yang mengarahkan mereka kepada perjalanan yang dipenuhi dengan keajaiban.
Begitu pula ketika menghadapi jalan buntu karena di depan ada laut Teberau, dengan mata kepala sendiri mereka melihat bagaimana Tuhan melakukan perkara yang dahsyat yaitu membelah laut Teberau, sehingga "...orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:22). Ketika orang Mesir lari menuju air laut; "Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka." (Keluaran 14:28). Pasukan Firaun pun binasa di laut Teberau, sehingga bangsa Israel selamat dari kejaran Firaun dan bala tentaranya.
Mengalami banyak mujizat Tuhan tidak serta merta membuat bangsa Israel menghentikan kebiasaannya bersungut-sungut!
Tuesday, January 6, 2015
BERSUKACITALAH SENANTIASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Januari 2015
Baca: Filipi 4:4-9
"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" Filipi 4:4
Sukacita seharusnya menjadi bagian penting dalam hidup orang percaya. Sukacita yang dimaksud bukanlah seperti yang dunia berikan, yang sifatnya semu dan bergantung kepada hal-hal lahiriah semata, melainkan yang bersifat kekal, yang diberikan oleh Roh Kudus, yang keluar dari dalam hati kita dan mengalir secara berlimpah meski berada di tengah badai sekalipun. Sukacita berbicara tentang kedamaian dan kesukaan di dalam hati oleh karena Tuhan, sumber sukacita itu sendiri, "...di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11).
Mengapa harus selalu bersukacita? Karena kita beroleh keselamatan dari Allah di dalam Kristus. "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir. Bergembiralah akan hal itu," (1 Petrus 1:3-6).
Sukacita adalah salah satu dari sembilan buah Roh (baca Galatia 5:22-23). Tanda dari kehidupan orang yang dewasa rohani adalah dihasilkannya buah Roh dalam keseharian hidupnya. "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Alkitab menegaskan bahwa kita dapat menghasilkan buah apabila kita memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Tuhan Yesus berkata, "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya." (Yohanes 15:10), artinya kunci untuk mengalami sukacita sejati adalah taat melakukan firman dan hidup di dalam kasih.
Tak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak bersukacita!
Baca: Filipi 4:4-9
"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" Filipi 4:4
Sukacita seharusnya menjadi bagian penting dalam hidup orang percaya. Sukacita yang dimaksud bukanlah seperti yang dunia berikan, yang sifatnya semu dan bergantung kepada hal-hal lahiriah semata, melainkan yang bersifat kekal, yang diberikan oleh Roh Kudus, yang keluar dari dalam hati kita dan mengalir secara berlimpah meski berada di tengah badai sekalipun. Sukacita berbicara tentang kedamaian dan kesukaan di dalam hati oleh karena Tuhan, sumber sukacita itu sendiri, "...di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11).
Mengapa harus selalu bersukacita? Karena kita beroleh keselamatan dari Allah di dalam Kristus. "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir. Bergembiralah akan hal itu," (1 Petrus 1:3-6).
Sukacita adalah salah satu dari sembilan buah Roh (baca Galatia 5:22-23). Tanda dari kehidupan orang yang dewasa rohani adalah dihasilkannya buah Roh dalam keseharian hidupnya. "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Alkitab menegaskan bahwa kita dapat menghasilkan buah apabila kita memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Tuhan Yesus berkata, "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya." (Yohanes 15:10), artinya kunci untuk mengalami sukacita sejati adalah taat melakukan firman dan hidup di dalam kasih.
Tak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak bersukacita!
Monday, January 5, 2015
ADA PEMELIHARAAN DAN PENGAWASAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Januari 2015
Baca: Ulangan 11:12-32
"suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun." Ulangan 11:12
Meski jalan di mana Tuhan hendak menuntun kita tidaklah selalu rata, namun ada kebenaran yang harus selalu kita pegang yaitu ada pemeliharaan Tuhan. Dikatakan, "...mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit; suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu:" (Ulangan 11:11-12). Jika burung-burung di udara yang tidak menabur saja dipelihara oleh Bapa di sorga, begitu juga dengan bunga bakung dan rumput di ladang, apalagi kita umat-Nya pasti dipelihara Tuhan dengan sempurna, bahkan Alkitab mencatat: "...rambut kepalamupun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Matius 10:30-31). Inilah bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi dan mempedulikan kita. Bukan hanya itu, "...mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun." (Ulangan 11:12), artinya kita senantiasa berada dalam pengawasanNya, Ia menjadi benteng perlindungan kita. "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 118:6).
Sekecil atau sebesar apa pun masalah dan pergumulan kita Tuhan selalu ada dan melihat. Waktu kita bertekun dan berjerih lelah untuk pekerjaan-Nya Tuhan pun tidak pernah menutup mata, meski manusia seringkali mengabaikan dan meremehkan apa yang kita perbuat. Ketika bangsa Israel mengalami tekanan dan penderitaan yang hebat di Mesir, Tuhan memperhatikan. "Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka." (Keluaran 3:9). Begitu pula ketika Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadapi dapur api yang panasnya tujuh kali lipat dari biasanya, Tuhan tidak tinggal diam, dan akhirnya kita melihat bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11).
Sekarang kita dihadapkan pada dua pilihan hidup: taat dan mengasihi Tuhan atau hidup menurut kehendak sendiri (tidak taat). Jika kita taat melakukan kehendak Tuhan kita akan mengalami pemeliharaan dan pengawasan Tuhan; sebaliknya jika kita tidak taat kita tidak akan merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup ini.
Ketaatanlah yang akan menghantarkan seseorang mencapai Tanah Perjanjian!
Baca: Ulangan 11:12-32
"suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun." Ulangan 11:12
Meski jalan di mana Tuhan hendak menuntun kita tidaklah selalu rata, namun ada kebenaran yang harus selalu kita pegang yaitu ada pemeliharaan Tuhan. Dikatakan, "...mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit; suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu:" (Ulangan 11:11-12). Jika burung-burung di udara yang tidak menabur saja dipelihara oleh Bapa di sorga, begitu juga dengan bunga bakung dan rumput di ladang, apalagi kita umat-Nya pasti dipelihara Tuhan dengan sempurna, bahkan Alkitab mencatat: "...rambut kepalamupun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Matius 10:30-31). Inilah bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi dan mempedulikan kita. Bukan hanya itu, "...mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun." (Ulangan 11:12), artinya kita senantiasa berada dalam pengawasanNya, Ia menjadi benteng perlindungan kita. "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 118:6).
Sekecil atau sebesar apa pun masalah dan pergumulan kita Tuhan selalu ada dan melihat. Waktu kita bertekun dan berjerih lelah untuk pekerjaan-Nya Tuhan pun tidak pernah menutup mata, meski manusia seringkali mengabaikan dan meremehkan apa yang kita perbuat. Ketika bangsa Israel mengalami tekanan dan penderitaan yang hebat di Mesir, Tuhan memperhatikan. "Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka." (Keluaran 3:9). Begitu pula ketika Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadapi dapur api yang panasnya tujuh kali lipat dari biasanya, Tuhan tidak tinggal diam, dan akhirnya kita melihat bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11).
Sekarang kita dihadapkan pada dua pilihan hidup: taat dan mengasihi Tuhan atau hidup menurut kehendak sendiri (tidak taat). Jika kita taat melakukan kehendak Tuhan kita akan mengalami pemeliharaan dan pengawasan Tuhan; sebaliknya jika kita tidak taat kita tidak akan merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup ini.
Ketaatanlah yang akan menghantarkan seseorang mencapai Tanah Perjanjian!
Sunday, January 4, 2015
JALAN HIDUP TAK SELALU RATA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Januari 2015
Baca: Ulangan 11:8-11
"Tetapi negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, ialah negeri yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, yang mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit;" Ulangan 11:11
Menikmati Kanaan adalah rancangan Tuhan bagi kehidupan bangsa Israel. Kanaan adalah negeri yang dijanjikan Tuhan, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Untuk mencapai tanah perjanjian tersebut bukanlah perkara yang mudah, sebab tempat di mana Tuhan menuntun bangsa Israel bukanlah tempat yang jalannya selalu rata dan mulus, tapi ada yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, bahkan ada banyak musuh yang harus ditaklukkan. Tertulis, "...bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar," (Bilangan 13:28), dan orang-orang yang tinggal di sana memiliki perawakan tinggi-tinggi seperti raksasa. Karena itulah pada waktu menempuh perjalanan menuju Tanah Perjanjian itu banyak di antara umat Israel yang tidak tahan dengan ujian dan tantangan yang ada. Mereka pun mengeluh, bersungut-sungut, kecewa, marah dan bahkan berani menyalahkan Tuhan. Akhirnya sebagian dari mereka gagal di tengah jalan dan tidak menikmati Kanaan.
Bukan hanya bangsa Israel saja yang harus melewati perjalanan yang penuh liku sebelum mencapai Tanah Perjanjian, kita pun terkadang diijinkan Tuhan melewati jalan-jalan yang tidak rata, berkelok-kelok, melewati bukit-bukit, gunung-gunung, lembah-lembah, bahkan jurang yang tajam dan dalam. Namun "Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN!" (Mazmur 130:1). Ya...tetap arahkan pandangan kepada Tuhan dan nanti-nantikanlah pertolongan-Nya. Janganlah menyerah dan menjadi tawar hati, sebab "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Elia juga pernah mengalami pergumulan yang teramat berat dalam hidupnya sehingga ia merasa lelah, kesepian, takut dan nyaris saja frustasi, namun Tuhan menolong dan menguatkan dia. Walaupun jalan yang kita tempuh tidak enak, janganlah menjadi lemah.
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." Mazmur 16:8
Baca: Ulangan 11:8-11
"Tetapi negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, ialah negeri yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, yang mendapat air sebanyak hujan yang turun dari langit;" Ulangan 11:11
Menikmati Kanaan adalah rancangan Tuhan bagi kehidupan bangsa Israel. Kanaan adalah negeri yang dijanjikan Tuhan, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Untuk mencapai tanah perjanjian tersebut bukanlah perkara yang mudah, sebab tempat di mana Tuhan menuntun bangsa Israel bukanlah tempat yang jalannya selalu rata dan mulus, tapi ada yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah, bahkan ada banyak musuh yang harus ditaklukkan. Tertulis, "...bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar," (Bilangan 13:28), dan orang-orang yang tinggal di sana memiliki perawakan tinggi-tinggi seperti raksasa. Karena itulah pada waktu menempuh perjalanan menuju Tanah Perjanjian itu banyak di antara umat Israel yang tidak tahan dengan ujian dan tantangan yang ada. Mereka pun mengeluh, bersungut-sungut, kecewa, marah dan bahkan berani menyalahkan Tuhan. Akhirnya sebagian dari mereka gagal di tengah jalan dan tidak menikmati Kanaan.
Bukan hanya bangsa Israel saja yang harus melewati perjalanan yang penuh liku sebelum mencapai Tanah Perjanjian, kita pun terkadang diijinkan Tuhan melewati jalan-jalan yang tidak rata, berkelok-kelok, melewati bukit-bukit, gunung-gunung, lembah-lembah, bahkan jurang yang tajam dan dalam. Namun "Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN!" (Mazmur 130:1). Ya...tetap arahkan pandangan kepada Tuhan dan nanti-nantikanlah pertolongan-Nya. Janganlah menyerah dan menjadi tawar hati, sebab "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). Elia juga pernah mengalami pergumulan yang teramat berat dalam hidupnya sehingga ia merasa lelah, kesepian, takut dan nyaris saja frustasi, namun Tuhan menolong dan menguatkan dia. Walaupun jalan yang kita tempuh tidak enak, janganlah menjadi lemah.
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." Mazmur 16:8
Saturday, January 3, 2015
"KAIROS"
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Januari 2015
Baca: Pengkotbah 9:10-12
"Karena manusia tidak mengetahui waktunya." Pengkotbah 9:12a
Dalam menjalani hidup ini umumnya kita cenderung berjalan dengan kekuatan sendiri dan memandang segala sesuatu dari sudut pandang mata jasmaniah, akibatnya kita seringkali jatuh dan menuai kegagalan, sebab cara pandang kita akan berdampak pada tindakan-tindakan kita.
Kalau kita menatap hari-hari yang kita jalani ini sebagai sesuatu yang sangat keras dan sukar, maka kita akan merasakan betapa berat beban hidup ini, sehingga kita pun akan melangkah dengan gontai, tanpa semangat dan penuh keluh kesah. Gontai berarti terhuyung-huyung dan lemah. Dikatakan, "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Tapi kalau kita melihat hidup ini dengan kacamata iman, kita akan memaknai hidup sebagai suatu kesempatan yang diberikan Tuhan bagi kita. Jika menyadari bahwa hidup ini adalah kesempatan, maka kita akan menjalani hidup ini dengan penuh semangat. Karena itu kita tidak akan membiarkan waktu berlalu begitu saja, sebaliknya kita akan mengisi waktu tersebut dengan perkara-perkara yang positif dan melakukan segala sesuatunya sebaik mungkin, sebagaimana yang dinasihatkan rasul Paulus kepada jemaat di Kolose, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Kesempatan tidak datang dua kali! Terbukti ada banyak orang yang menyesal bukan main saat kesempatan yang diberikan itu tidak dipergunakan. Akhirnya yang ada hanyalah penyesalan tiada guna. Inilah yang disebut kairos, yaitu suatu periode tertentu, yang kalau sudah lewat tidak akan kembali lagi; inilah kesempatan emas, yang tidak datang dua kali. Penting bagi kita untuk peka memperhatikan kapan waktu Tuhan membuka pintu dan menutup pintu (kesempatan), sebab "...apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka." (Wahyu 3:7). Saat ini masih banyak orang tidak mau menggunakan kesempatan yang diberikan untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan, sebaliknya mereka lebih memilih menikmati kesenangan duniawi dan mengabaikan kehadiran-Nya.
"Waktu untuk bertindak telah tiba bagi Tuhan;" Mazmur 119:126
Baca: Pengkotbah 9:10-12
"Karena manusia tidak mengetahui waktunya." Pengkotbah 9:12a
Dalam menjalani hidup ini umumnya kita cenderung berjalan dengan kekuatan sendiri dan memandang segala sesuatu dari sudut pandang mata jasmaniah, akibatnya kita seringkali jatuh dan menuai kegagalan, sebab cara pandang kita akan berdampak pada tindakan-tindakan kita.
Kalau kita menatap hari-hari yang kita jalani ini sebagai sesuatu yang sangat keras dan sukar, maka kita akan merasakan betapa berat beban hidup ini, sehingga kita pun akan melangkah dengan gontai, tanpa semangat dan penuh keluh kesah. Gontai berarti terhuyung-huyung dan lemah. Dikatakan, "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Tapi kalau kita melihat hidup ini dengan kacamata iman, kita akan memaknai hidup sebagai suatu kesempatan yang diberikan Tuhan bagi kita. Jika menyadari bahwa hidup ini adalah kesempatan, maka kita akan menjalani hidup ini dengan penuh semangat. Karena itu kita tidak akan membiarkan waktu berlalu begitu saja, sebaliknya kita akan mengisi waktu tersebut dengan perkara-perkara yang positif dan melakukan segala sesuatunya sebaik mungkin, sebagaimana yang dinasihatkan rasul Paulus kepada jemaat di Kolose, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Kesempatan tidak datang dua kali! Terbukti ada banyak orang yang menyesal bukan main saat kesempatan yang diberikan itu tidak dipergunakan. Akhirnya yang ada hanyalah penyesalan tiada guna. Inilah yang disebut kairos, yaitu suatu periode tertentu, yang kalau sudah lewat tidak akan kembali lagi; inilah kesempatan emas, yang tidak datang dua kali. Penting bagi kita untuk peka memperhatikan kapan waktu Tuhan membuka pintu dan menutup pintu (kesempatan), sebab "...apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka." (Wahyu 3:7). Saat ini masih banyak orang tidak mau menggunakan kesempatan yang diberikan untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan, sebaliknya mereka lebih memilih menikmati kesenangan duniawi dan mengabaikan kehadiran-Nya.
"Waktu untuk bertindak telah tiba bagi Tuhan;" Mazmur 119:126
Friday, January 2, 2015
TAHUN PENUH KEBAIKAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Januari 2015
Baca: Mazmur 65:1-14
"Engkau memahkotai tahun dengan kebaikan-Mu, jejak-Mu mengeluarkan lemak;" Mazmur 65:12
Berbicara tentang mahkota pastilah identik dengan raja atau ratu yang memerintah suatu kerajaan. Mahkota adalah hiasan kepala yang menunjukkan kebesaran dan kekuasaan bagi seorang raja atau ratu. Jika kita menjadikan Tuhan sebagai Raja dalam kehidupan ini Ia akan berkuasa dan bertanggung jawab penuh atas hidup kita. Tuhan bukan hanya melindungi dan menjaga kita sehingga kita merasakan ketenangan dan keamanan, tapi Ia juga akan mencukupkan segala yang kita butuhkan. "...jejak-Mu mengeluarkan lemak;" (ayat nas). Kata lemak adalah lambang dari kelimpahan, suatu keadaan yang subur dan berlimpah-limpah karena dipenuhi dengan berkat Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa Tuhan akan menyatakan kebaikan-Nya kepada kita bukan hanya untuk satu hari dua hari, satu minggu dua minggu, satu bulan dua bulan saja, tetapi setiap hari di sepanjang tahun.
Kalau orang-orang dunia memiliki kepercayaan bahwa ada hari-hari yang mereka anggap sebagai hari baik dan ada pula hari-hari yang dianggapnya sebagai hari yang membawa kesialan, bagi anak-anak Tuhan tidak ada hari yang membawa sial karena semua hari adalah baik adanya. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23), artinya Tuhan akan menyediakan berkat-Nya yang selalu baru setiap pagi, bukan berkat yang sisa-sisa. Karena itu tetaplah semangat dalam menjalani hidup ini. Namun untuk mengalami kebaikan Tuhan kita harus mau berjalan bersama-Nya setiap hari, artinya kita mengikuti kemana pun Tuhan melangkah sebagaimana komitmen Ayub, "Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya." (Ayub 23:12).
Sebagai Gembala yang baik Tuhan tidak ingin domba-domba-Nya tersesat, "Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:2-3).
Hari-hari orang percaya adalah hari yang dipenuhi dengan kebaikan Tuhan!
Baca: Mazmur 65:1-14
"Engkau memahkotai tahun dengan kebaikan-Mu, jejak-Mu mengeluarkan lemak;" Mazmur 65:12
Berbicara tentang mahkota pastilah identik dengan raja atau ratu yang memerintah suatu kerajaan. Mahkota adalah hiasan kepala yang menunjukkan kebesaran dan kekuasaan bagi seorang raja atau ratu. Jika kita menjadikan Tuhan sebagai Raja dalam kehidupan ini Ia akan berkuasa dan bertanggung jawab penuh atas hidup kita. Tuhan bukan hanya melindungi dan menjaga kita sehingga kita merasakan ketenangan dan keamanan, tapi Ia juga akan mencukupkan segala yang kita butuhkan. "...jejak-Mu mengeluarkan lemak;" (ayat nas). Kata lemak adalah lambang dari kelimpahan, suatu keadaan yang subur dan berlimpah-limpah karena dipenuhi dengan berkat Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa Tuhan akan menyatakan kebaikan-Nya kepada kita bukan hanya untuk satu hari dua hari, satu minggu dua minggu, satu bulan dua bulan saja, tetapi setiap hari di sepanjang tahun.
Kalau orang-orang dunia memiliki kepercayaan bahwa ada hari-hari yang mereka anggap sebagai hari baik dan ada pula hari-hari yang dianggapnya sebagai hari yang membawa kesialan, bagi anak-anak Tuhan tidak ada hari yang membawa sial karena semua hari adalah baik adanya. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23), artinya Tuhan akan menyediakan berkat-Nya yang selalu baru setiap pagi, bukan berkat yang sisa-sisa. Karena itu tetaplah semangat dalam menjalani hidup ini. Namun untuk mengalami kebaikan Tuhan kita harus mau berjalan bersama-Nya setiap hari, artinya kita mengikuti kemana pun Tuhan melangkah sebagaimana komitmen Ayub, "Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya." (Ayub 23:12).
Sebagai Gembala yang baik Tuhan tidak ingin domba-domba-Nya tersesat, "Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:2-3).
Hari-hari orang percaya adalah hari yang dipenuhi dengan kebaikan Tuhan!
Thursday, January 1, 2015
TAHUN BARU: Bermegah Dalam Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Januari 2015
Baca: Mazmur 20:1-10
"Kiranya diberikan-Nya kepadamu apa yang kaukehendaki dan dijadikan-Nya berhasil apa yang kaurancangkan." Mazmur 20:5
Hari ini adalah hari pertama kita memasuki tahun yang baru: 2015. Dalam mengawali hari baru di tahun yang baru ini semua orang pasti membawa segudang angan-angan, keinginan, harapan dan cita-cita yang mungkin sempat tertunda dan belum mampu diraih di waktu lalu, serta bertekad mewujudkannya di tahun ini. Tetapi bila melihat fakta yang ada, banyak orang bersikap skeptis dengan pikiran-pikiran negatif yang berkecamuk, "Keadaan sekarang terasa amat berat, sulit diprediksi dan serba tidak pasti. Sanggupkah aku menjalaninya?"
Sebagai orang percaya, haruskah kita bersikap pesimistis, kuatir dan terus dihantui ketakutan menghadapi hari esok? Ingat pengalaman Ayub, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). Alkitab memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita harus memiliki pola pikir dan cara pandang yang berbeda dengan orang-orang dunia. Meski dunia dipenuhi dengan ketidakpastian dan semakin tidak baik keadaannya, kita harus tetap berpikiran positif dan optimistis karena kita mempunyai alasan yang kuat untuk bermegah. Bermegah berbeda dengan sombong. Sombong adalah salah dalam bermegah.
Dalam hal ini kita bermegah bukan karena kekuatan, kemampuan, kepitaran, harta kekayaan, kedudukan, koneksi, popularitas, atau segala hal yang ada di dunia ini, "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita." (Mazmur 20:8). Tuhan-lah yang menjadi alasan untuk kita bermegah. Kita bermegah karena janji penyertaan-Nya, "Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b), dan kita bermegah karena Dia turut bekerja dalam segala perkara, sehingga kita dapat berkata: "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Bermegah di dalam Tuhan adalah kunci menghadapi tahun 2015.
Baca: Mazmur 20:1-10
"Kiranya diberikan-Nya kepadamu apa yang kaukehendaki dan dijadikan-Nya berhasil apa yang kaurancangkan." Mazmur 20:5
Hari ini adalah hari pertama kita memasuki tahun yang baru: 2015. Dalam mengawali hari baru di tahun yang baru ini semua orang pasti membawa segudang angan-angan, keinginan, harapan dan cita-cita yang mungkin sempat tertunda dan belum mampu diraih di waktu lalu, serta bertekad mewujudkannya di tahun ini. Tetapi bila melihat fakta yang ada, banyak orang bersikap skeptis dengan pikiran-pikiran negatif yang berkecamuk, "Keadaan sekarang terasa amat berat, sulit diprediksi dan serba tidak pasti. Sanggupkah aku menjalaninya?"
Sebagai orang percaya, haruskah kita bersikap pesimistis, kuatir dan terus dihantui ketakutan menghadapi hari esok? Ingat pengalaman Ayub, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). Alkitab memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita harus memiliki pola pikir dan cara pandang yang berbeda dengan orang-orang dunia. Meski dunia dipenuhi dengan ketidakpastian dan semakin tidak baik keadaannya, kita harus tetap berpikiran positif dan optimistis karena kita mempunyai alasan yang kuat untuk bermegah. Bermegah berbeda dengan sombong. Sombong adalah salah dalam bermegah.
Dalam hal ini kita bermegah bukan karena kekuatan, kemampuan, kepitaran, harta kekayaan, kedudukan, koneksi, popularitas, atau segala hal yang ada di dunia ini, "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda, tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita." (Mazmur 20:8). Tuhan-lah yang menjadi alasan untuk kita bermegah. Kita bermegah karena janji penyertaan-Nya, "Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b), dan kita bermegah karena Dia turut bekerja dalam segala perkara, sehingga kita dapat berkata: "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13).
Bermegah di dalam Tuhan adalah kunci menghadapi tahun 2015.
Wednesday, December 31, 2014
WAKTU CEPAT BERLALU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Desember 2014
Baca: Mazmur 90:1-17
"Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh." Mazmur 90:9
Beberapa saat lagi kita akan mengakhiri perjalanan hidup di tahun 2014. Kita pun berguman dalam hati: "Begitu cepatnya waktu berlalu, dari detik ke menit, dari menit ke jam, dari jam ke hari, dari hari ke minggu, dari minggu ke bulan dan dari bulan ke tahun, semuanya berjalan seolah-olah hanya sekejap mata." Musa pun merasakan, "Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:4-6). Rasa-rasanya masih terlintas di benak kita beberapa waktu lalu bagaimana gegap gempitanya orang-orang menyambut malam tutup tahun dengan pawai dan gebyar pesta kembang api. Momen yang sama ternyata sudah ada di depan mata kita.
Hari-hari yang telah kita lalui di sepanjang tahun dipenuhi dengan rona-rona kehidupan: ada suka, ada duka, ada tawa, ada tangis, ada keberhasilan, ada kegagalan, ada doa yang telah dijawab Tuhan, tapi banyak pula doa-doa kita yang belum ada jawabannya. Semuanya itu menjadi pelajaran berharga untuk kita! Karena waktu itu begitu singkat, cepat berlalu, tidak akan pernah kembali terulang dan kita pun tak sanggup menghentikannya, maka kita pun harus segera sadar dan berbenah supaya tidak ada penyesalan yang muncul di kemudian hari dikarenakan kita telah membuang waktu dan kesempatan yang ada secara percuma, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).
Namun satu hal yang tidak boleh kita lupakan yaitu mengucap syukur kepada Tuhan: bersyukur atas kesehatan, bersyukur atas panjang umur, bersyukur atas berkat dan pemeliharaan, bersyukur atas penyertaan-Nya sehingga kita beroleh kesanggupan untuk menjalani hari-hari di sepanjang tahun 2014 ini. Nyata benar bahwa Tuhan itu "...bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Kalau bukan karena anugerah dan kasih karunia Tuhan, kita tidak mungkin dapat melewati setiap ujian dan tantangan yang ada.
Bersyukurlah kepada Tuhan, karena-Nya kita bisa sampai di penghujung tahun!
Baca: Mazmur 90:1-17
"Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh." Mazmur 90:9
Beberapa saat lagi kita akan mengakhiri perjalanan hidup di tahun 2014. Kita pun berguman dalam hati: "Begitu cepatnya waktu berlalu, dari detik ke menit, dari menit ke jam, dari jam ke hari, dari hari ke minggu, dari minggu ke bulan dan dari bulan ke tahun, semuanya berjalan seolah-olah hanya sekejap mata." Musa pun merasakan, "Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:4-6). Rasa-rasanya masih terlintas di benak kita beberapa waktu lalu bagaimana gegap gempitanya orang-orang menyambut malam tutup tahun dengan pawai dan gebyar pesta kembang api. Momen yang sama ternyata sudah ada di depan mata kita.
Hari-hari yang telah kita lalui di sepanjang tahun dipenuhi dengan rona-rona kehidupan: ada suka, ada duka, ada tawa, ada tangis, ada keberhasilan, ada kegagalan, ada doa yang telah dijawab Tuhan, tapi banyak pula doa-doa kita yang belum ada jawabannya. Semuanya itu menjadi pelajaran berharga untuk kita! Karena waktu itu begitu singkat, cepat berlalu, tidak akan pernah kembali terulang dan kita pun tak sanggup menghentikannya, maka kita pun harus segera sadar dan berbenah supaya tidak ada penyesalan yang muncul di kemudian hari dikarenakan kita telah membuang waktu dan kesempatan yang ada secara percuma, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).
Namun satu hal yang tidak boleh kita lupakan yaitu mengucap syukur kepada Tuhan: bersyukur atas kesehatan, bersyukur atas panjang umur, bersyukur atas berkat dan pemeliharaan, bersyukur atas penyertaan-Nya sehingga kita beroleh kesanggupan untuk menjalani hari-hari di sepanjang tahun 2014 ini. Nyata benar bahwa Tuhan itu "...bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Kalau bukan karena anugerah dan kasih karunia Tuhan, kita tidak mungkin dapat melewati setiap ujian dan tantangan yang ada.
Bersyukurlah kepada Tuhan, karena-Nya kita bisa sampai di penghujung tahun!
Tuesday, December 30, 2014
ASPEK JANJI TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Desember 2014
Baca: Galatia 3:15-29
"Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." Galatia 3:29
Kita sebagai orang percaya adalah keturunan-keturunan Abraham secara rohani, maka karenanya kita berhak menerima janji-janji Tuhan. "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus." (Galatia 3:28).
2. Janji Tuhan itu berlaku bagi setiap orang percaya. Artinya ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus, janji-janji Tuhan tersebut berlaku bagi kita. Hal ini menunjukkan bahwa janji Tuhan itu sangat mahal, namun diberikan secara cuma-cuma. Dikatakan mahal karena janji tersebut tidak berlaku untuk semua orang, hanya berlaku dan disediakan bagi milik Kristus yaitu pengikut Kristus atau orang percaya. Dikatakan cuma-cuma, karena barangsiapa yang mau bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, janji-janji Tuhan itu berlaku dan diberikan pula kepada orang tersebut secara cuma-cuma. Seberat apa pun ujian dan tantangan yang ada takkan mengubah dan menggoyahkannya, janji Tuhan tetap berlaku untuk kita. Oleh karena itu kita harus tetap kuat dalam iman. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Namun untuk mengalami janji Tuhan dalam hidup ini ada syarat yang harus kita lakukan. Tuhan berjanji kepada Yosua, "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3), tetapi dengan persyaratan, "...bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam," (Yosua 1:7-8).
Demikian juga dengan janji yang Tuhan berikan kepada kita, tentu ada syaratnya yaitu kita harus tinggal di dalam firman-Nya (baca Yohanes 15:7), alias harus taat melakukan firman-Nya. Jangan hanya menuntut Tuhan, tapi lakukan juga kewajiban kita.
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Baca: Galatia 3:15-29
"Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." Galatia 3:29
Kita sebagai orang percaya adalah keturunan-keturunan Abraham secara rohani, maka karenanya kita berhak menerima janji-janji Tuhan. "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus." (Galatia 3:28).
2. Janji Tuhan itu berlaku bagi setiap orang percaya. Artinya ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus, janji-janji Tuhan tersebut berlaku bagi kita. Hal ini menunjukkan bahwa janji Tuhan itu sangat mahal, namun diberikan secara cuma-cuma. Dikatakan mahal karena janji tersebut tidak berlaku untuk semua orang, hanya berlaku dan disediakan bagi milik Kristus yaitu pengikut Kristus atau orang percaya. Dikatakan cuma-cuma, karena barangsiapa yang mau bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, janji-janji Tuhan itu berlaku dan diberikan pula kepada orang tersebut secara cuma-cuma. Seberat apa pun ujian dan tantangan yang ada takkan mengubah dan menggoyahkannya, janji Tuhan tetap berlaku untuk kita. Oleh karena itu kita harus tetap kuat dalam iman. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Namun untuk mengalami janji Tuhan dalam hidup ini ada syarat yang harus kita lakukan. Tuhan berjanji kepada Yosua, "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3), tetapi dengan persyaratan, "...bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam," (Yosua 1:7-8).
Demikian juga dengan janji yang Tuhan berikan kepada kita, tentu ada syaratnya yaitu kita harus tinggal di dalam firman-Nya (baca Yohanes 15:7), alias harus taat melakukan firman-Nya. Jangan hanya menuntut Tuhan, tapi lakukan juga kewajiban kita.
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Monday, December 29, 2014
ASPEK JANJI TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Desember 2014
Baca: Mazmur 18:31-51
"Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; janji TUHAN adalah murni;" Mazmur 18:31
Di dalam Alkitab ada banyak sekali janji Tuhan yang ditujukan kepada umat-Nya, artinya setiap anak Tuhan bisa mengalami dan menikmati janji Tuhan setiap hari, bukan hanya di waktu-waktu tertentu, sebab "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Adalah rugi besar bila kita sudah mengikut Tuhan Yesus selama bertahun-tahun tetapi tidak mengerti janji-janji Tuhan yang disediakan bagi kita.
Adapun aspek dari janji Tuhan yang harus kita ketahui adalah: 1. Janji Tuhan itu adalah janji yang murni. Pemazmur berkata, "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Jika kita memahami bahwa janji Tuhan adalah janji yang pasti, maka kita akan menjalani hari-hari kita dengan penuh ucapan syukur, tidak akan menjadi orang Kristen yang cengeng, mudah kecewa dan berputus asa, apalagi sampai marah dan memberontak kepada Tuhan ketika janji tersebut belum digenapi dalam hidup kita, sebab hidup orang percaya adalah "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat" (2 Korintus 5:7). Kita percaya bahwa Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya dan pasti menggenapi janji-Nya tepat pada waktunya, tidak pernah terlambat atau pun terlalu cepat, sebab Ia mempunyai waktu yang terbaik.
Mari belajar dan meneladani Abraham. "Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," (Roma 4:20). Ketika menerima janji Tuhan perihal keturunan, meski usia Abraham sudah tua dan Sara pun sudah mati haid, ia tidak goyah, malah menguatkan imannya di dalam Tuhan sehingga akhirnya Tuhan pun menggenapi janji-Nya dengan memberikan Ishak. Seringkali ketika sedang menanti-nantikan janji Tuhan keadaan yang kita alami sepertinya malah semakin buruk dan tidak baik sehingga hal ini mempengaruhi kita: iman menjadi lemah, kecewa, tidak lagi tekun berdoa dan kian malas beribadah kepada Tuhan. Adakalanya Tuhan mengijinkan masalah terjadi sebagai bagian dari proses untuk menguji kualitas iman kita, menguji ketekunan, kesetiaan dan kesabaran kita.
Janji Tuhan itu murni, karena itu jangan bimbang!
Baca: Mazmur 18:31-51
"Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; janji TUHAN adalah murni;" Mazmur 18:31
Di dalam Alkitab ada banyak sekali janji Tuhan yang ditujukan kepada umat-Nya, artinya setiap anak Tuhan bisa mengalami dan menikmati janji Tuhan setiap hari, bukan hanya di waktu-waktu tertentu, sebab "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Adalah rugi besar bila kita sudah mengikut Tuhan Yesus selama bertahun-tahun tetapi tidak mengerti janji-janji Tuhan yang disediakan bagi kita.
Adapun aspek dari janji Tuhan yang harus kita ketahui adalah: 1. Janji Tuhan itu adalah janji yang murni. Pemazmur berkata, "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Jika kita memahami bahwa janji Tuhan adalah janji yang pasti, maka kita akan menjalani hari-hari kita dengan penuh ucapan syukur, tidak akan menjadi orang Kristen yang cengeng, mudah kecewa dan berputus asa, apalagi sampai marah dan memberontak kepada Tuhan ketika janji tersebut belum digenapi dalam hidup kita, sebab hidup orang percaya adalah "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat" (2 Korintus 5:7). Kita percaya bahwa Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya dan pasti menggenapi janji-Nya tepat pada waktunya, tidak pernah terlambat atau pun terlalu cepat, sebab Ia mempunyai waktu yang terbaik.
Mari belajar dan meneladani Abraham. "Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah," (Roma 4:20). Ketika menerima janji Tuhan perihal keturunan, meski usia Abraham sudah tua dan Sara pun sudah mati haid, ia tidak goyah, malah menguatkan imannya di dalam Tuhan sehingga akhirnya Tuhan pun menggenapi janji-Nya dengan memberikan Ishak. Seringkali ketika sedang menanti-nantikan janji Tuhan keadaan yang kita alami sepertinya malah semakin buruk dan tidak baik sehingga hal ini mempengaruhi kita: iman menjadi lemah, kecewa, tidak lagi tekun berdoa dan kian malas beribadah kepada Tuhan. Adakalanya Tuhan mengijinkan masalah terjadi sebagai bagian dari proses untuk menguji kualitas iman kita, menguji ketekunan, kesetiaan dan kesabaran kita.
Janji Tuhan itu murni, karena itu jangan bimbang!
Sunday, December 28, 2014
TUHAN TIDAK PERNAH BERUBAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Desember 2014
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan 'Amin' untuk memuliakan Allah." 2 Korintus 1:20
Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya disebut sebagai anak-anak Allah, "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah," (Roma 8:17). Mungkin saat ini Saudara sedang gelisah, galau, putus asa dan bertanya-tanya dalam hati, "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Seringkali kita mempertanyakan janji-janji Tuhan yang berkenaan dengan: pertolongan, pemulihan, pembelaan, kesembuhan, dan kemenangan. Kita berpikir bahwa kita sudah melakukan bagian kita, tapi mengapa Tuhan belum juga menunjukkan tanda-tanda untuk menggenapi janji-Nya dalam kita.
Yosua menegur keras orang-orang Israel demikian, "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" (Yosua 18:3). Sesungguhnya Tanah Perjanjian sudah disediakan bagi bangsa Israel, tapi mereka tidak mau membayar harga untuk melangkah menduduki negeri tersebut. Kemalasan, ketidaksabaran, ketidaktekunan, kekuatiran, ketakutan, keraguan, atau persungutan yang kita tunjukkan adalah hal-hal yang menjadi faktor menghalang bagi kita untuk mengalami penggenapan janji Tuhan, padahal janji Tuhan itu sudah disediakan bagi kita. Nabi Habakuk pun mengingatkan kita, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3).
Tidak ada janji yang Tuhan berikan kepada umat-Nya yang tidak Ia genapi. Tuhan yang dahulu berjanji kepada Abraham atau Yosua adalah Tuhan yang sama yang juga berjanji kepada kita: "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap." (Maleakhi 3:6). Di segala keadaan, sebab semua orang yang menantikan Tuhan takkan mendapat malu (baca Mazmur 25:3).
"Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." Ibrani 13:8. AMIN!
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan 'Amin' untuk memuliakan Allah." 2 Korintus 1:20
Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya disebut sebagai anak-anak Allah, "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah," (Roma 8:17). Mungkin saat ini Saudara sedang gelisah, galau, putus asa dan bertanya-tanya dalam hati, "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Seringkali kita mempertanyakan janji-janji Tuhan yang berkenaan dengan: pertolongan, pemulihan, pembelaan, kesembuhan, dan kemenangan. Kita berpikir bahwa kita sudah melakukan bagian kita, tapi mengapa Tuhan belum juga menunjukkan tanda-tanda untuk menggenapi janji-Nya dalam kita.
Yosua menegur keras orang-orang Israel demikian, "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" (Yosua 18:3). Sesungguhnya Tanah Perjanjian sudah disediakan bagi bangsa Israel, tapi mereka tidak mau membayar harga untuk melangkah menduduki negeri tersebut. Kemalasan, ketidaksabaran, ketidaktekunan, kekuatiran, ketakutan, keraguan, atau persungutan yang kita tunjukkan adalah hal-hal yang menjadi faktor menghalang bagi kita untuk mengalami penggenapan janji Tuhan, padahal janji Tuhan itu sudah disediakan bagi kita. Nabi Habakuk pun mengingatkan kita, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3).
Tidak ada janji yang Tuhan berikan kepada umat-Nya yang tidak Ia genapi. Tuhan yang dahulu berjanji kepada Abraham atau Yosua adalah Tuhan yang sama yang juga berjanji kepada kita: "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap." (Maleakhi 3:6). Di segala keadaan, sebab semua orang yang menantikan Tuhan takkan mendapat malu (baca Mazmur 25:3).
"Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." Ibrani 13:8. AMIN!
Saturday, December 27, 2014
PERSEMBAHAN ORANG MAJUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Desember 2014
Baca: Matius 2:1-12
"Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur." Matius 2:11b
Kelahiran Yesus Sang Juruselamat ditandai dengan adanya bintang di timur, dan bintang itulah yang menjadi penunjuk jalan yang menuntun orang-orang Majus ke tempat dimana Yesus dilahirkan. "Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia." (Matius 2:10-11).
Siapa orang-orang Majus itu? Orang Majus disebut pula orang bijak atau raja-raja dari timur. Mereka adalah ahli astronomi (ilmu perbintangan), tahu benar letak bintang, pergerakan dan tanda-tandanya. Bukan hanya itu, mereka juga percaya bahwa matahari, bulan dan bintang-bintang secara periodik memberi tanda-tanda yang dapat dipakai meramalkan peristiwa-peristiwa masa depan dan nasib seseorang atau bangsa. Karena itu mereka tahu benar apa arti bintang yang nampak di timur tersebut. Peristiwa ini semakin menegaskan bahwa Allah dapat memakai siapa saja dan apa saja untuk menggenapi setiap rencana-Nya. Selain memanggil dan memilih orang-orang yang sederhana, seperti Maria dan Yusuf, serta para gembala di padang yang menurut pandangan manusia tidak pantas dan tidak layak, ternyata Allah juga memakai orang-orang terpelajar supaya dengan pengetahuan yang dimiliki mereka memahami kehendak Allah dalam hidupnya. Selain itu kita dapat belajar tentang kerendahan hati. Kita tahu bahwa orang-orang Majus ini adalah raja-raja dari timur dan astronom, tetapi mereka rela meninggalkan kesibukan dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk mencari bayi yang baru dilahirkan.
Setelah bertemu dengan Yesus mereka sujud menyembah Dia. Bagi mereka Yesus jauh lebih utama dan jauh lebih berharga dari segala sesuatu yang dimilikinya. Mereka pun "...mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur." (ayat nas). Emas gambaran dari barang yang berharga, kemenyan berbicara tentang pujian dan penyembahan, sedangkan mur berbicara tentang ketekunan.
Sudahkah kita memberi yang terbaik kepada Tuhan Yesus dan punya kerendahan hati seperti orang-orang Majus ini?
Baca: Matius 2:1-12
"Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur." Matius 2:11b
Kelahiran Yesus Sang Juruselamat ditandai dengan adanya bintang di timur, dan bintang itulah yang menjadi penunjuk jalan yang menuntun orang-orang Majus ke tempat dimana Yesus dilahirkan. "Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia." (Matius 2:10-11).
Siapa orang-orang Majus itu? Orang Majus disebut pula orang bijak atau raja-raja dari timur. Mereka adalah ahli astronomi (ilmu perbintangan), tahu benar letak bintang, pergerakan dan tanda-tandanya. Bukan hanya itu, mereka juga percaya bahwa matahari, bulan dan bintang-bintang secara periodik memberi tanda-tanda yang dapat dipakai meramalkan peristiwa-peristiwa masa depan dan nasib seseorang atau bangsa. Karena itu mereka tahu benar apa arti bintang yang nampak di timur tersebut. Peristiwa ini semakin menegaskan bahwa Allah dapat memakai siapa saja dan apa saja untuk menggenapi setiap rencana-Nya. Selain memanggil dan memilih orang-orang yang sederhana, seperti Maria dan Yusuf, serta para gembala di padang yang menurut pandangan manusia tidak pantas dan tidak layak, ternyata Allah juga memakai orang-orang terpelajar supaya dengan pengetahuan yang dimiliki mereka memahami kehendak Allah dalam hidupnya. Selain itu kita dapat belajar tentang kerendahan hati. Kita tahu bahwa orang-orang Majus ini adalah raja-raja dari timur dan astronom, tetapi mereka rela meninggalkan kesibukan dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk mencari bayi yang baru dilahirkan.
Setelah bertemu dengan Yesus mereka sujud menyembah Dia. Bagi mereka Yesus jauh lebih utama dan jauh lebih berharga dari segala sesuatu yang dimilikinya. Mereka pun "...mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur." (ayat nas). Emas gambaran dari barang yang berharga, kemenyan berbicara tentang pujian dan penyembahan, sedangkan mur berbicara tentang ketekunan.
Sudahkah kita memberi yang terbaik kepada Tuhan Yesus dan punya kerendahan hati seperti orang-orang Majus ini?
Friday, December 26, 2014
PERBUATAN ALLAH YANG BESAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Desember 2014
Baca: Lukas 2:1-20
"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." Lukas 2:14
Selain berisikan kabar sukacita besar lahirnya Sang Juruselamat, momen natal juga menyadarkan kita akan perbuatan-perbuatan Allah yang besar dan ajaib. Kuasa-Nya yang tak terbatas tak mampu diselami oleh pikiran manusia. "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9).
Perbuatan-perbuatan Allah yang besar dan ajaib berkenaan kelahiran Yesus: 1. Allah mengutus malaikat-Nya turun ke bumi menjumpai dan berbicara kepada Maria, "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi." (Lukas 1:30-32). Luar biasa! Maria mendapat pernyataan langsung dari utusan sorga bahwa ia beroleh kasih karunia Allah. Adalah mustahil seorang perawan mengandung bayi, tapi "...bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37), dan itu terjadi, dialami oleh Maria, "sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus." (Matius 1:20). Apa yang dikerjakan Allah secara manusia sangat tidak masuk akal, namun sebagai pertanda bahwa kuasa-Nya sungguh tak terbatas dan tidak dapat dibatasi siapa pun dan apa pun. 2. Kelahiran Yesus adalah bukti tidak ada rencana Allah yang gagal, sebab rencana kelahiran Sang Juruselamat sudah dinubuatkan ribuan tahun sebelumnya, artinya Allah mempunyai rencana yang luar biasa dan takkan pernah gagal. Ayub mengakuinya, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:20).
Karena kasih-Nya yang besar akan dunia ini "...Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal," (Yohanes 3:16). Turunnya Yesus ke dalam dunia ini merupakan wujud kasih Allah yang tak terbatas. Dia rela meninggalkan sorga demi kita orang-orang berdosa.
Seandainya Yesus tidak datang ke dunia dan menyelamatkan kita maka kita akan tetap menjadi orang-orang malang dan binasa.
Baca: Lukas 2:1-20
"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." Lukas 2:14
Selain berisikan kabar sukacita besar lahirnya Sang Juruselamat, momen natal juga menyadarkan kita akan perbuatan-perbuatan Allah yang besar dan ajaib. Kuasa-Nya yang tak terbatas tak mampu diselami oleh pikiran manusia. "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9).
Perbuatan-perbuatan Allah yang besar dan ajaib berkenaan kelahiran Yesus: 1. Allah mengutus malaikat-Nya turun ke bumi menjumpai dan berbicara kepada Maria, "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi." (Lukas 1:30-32). Luar biasa! Maria mendapat pernyataan langsung dari utusan sorga bahwa ia beroleh kasih karunia Allah. Adalah mustahil seorang perawan mengandung bayi, tapi "...bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37), dan itu terjadi, dialami oleh Maria, "sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus." (Matius 1:20). Apa yang dikerjakan Allah secara manusia sangat tidak masuk akal, namun sebagai pertanda bahwa kuasa-Nya sungguh tak terbatas dan tidak dapat dibatasi siapa pun dan apa pun. 2. Kelahiran Yesus adalah bukti tidak ada rencana Allah yang gagal, sebab rencana kelahiran Sang Juruselamat sudah dinubuatkan ribuan tahun sebelumnya, artinya Allah mempunyai rencana yang luar biasa dan takkan pernah gagal. Ayub mengakuinya, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:20).
Karena kasih-Nya yang besar akan dunia ini "...Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal," (Yohanes 3:16). Turunnya Yesus ke dalam dunia ini merupakan wujud kasih Allah yang tak terbatas. Dia rela meninggalkan sorga demi kita orang-orang berdosa.
Seandainya Yesus tidak datang ke dunia dan menyelamatkan kita maka kita akan tetap menjadi orang-orang malang dan binasa.
Thursday, December 25, 2014
LAHIRNYA SANG JURUSELAMAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Desember 2014
Baca: Yesaya 9:1-6
"Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Yesaya 9:5
Hari ini apa yang telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya ribuan tahun silam telah tergenapi, yaitu lahirnya Sang Juruselamat dunia yaitu Yesus Kristus. Kelahiran-Nya di Betlehem bukan sekedar kisah kelahiran seorang bayi biasa anak dari Yusuf dan Maria yang lahir di sebuah palungan sederhana. Tetapi kelahiran-Nya di dunia membawa satu misi yang sangat spektakuler yaitu menegakkan pemerintahan kerajaan Allah di bumi. Dia yang adalah Allah sendiri, Sang Pencipta langit dan bumi, Tuhan semesta alam, rela datang ke bumi untuk menegakkan kerajaan-Nya di seluruh bumi.
Yesaya mencatat empat nama yang akan menandai tugas Yesus selaku Juruselamat yaitu: Penasibat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal dan Raja Damai. Ini membuktikan bahwa nama 'Yesus' bukanlah nama sembarang nama yang tidak diberikan oleh malaikat, atau pun oleh Maria dan Yusuf, melainkan datang dari sorga, pemberian Allah sendiri. Nama 'Yesus' adalah padanan Yunani untuk kata Ibrani Yeshua, yang artinya adalah Tuhan menyelamatkan. "Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." (Matius 1:21). Jadi Yesus datang ke dunia mengerjakan sebuah misi yaitu menyelamatkan manusia melalui kematian-Nya dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Natal adalah momen yang selalu dinanti-nantikan oleh jutaan umat Kristiani di belahan bumi ini, sebab natal identik dengan kabar sukacita sebagaimana disampaikan oleh malaikat kepada para gembala di padang, "...sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud." (Lukas 2:10-11).
Dengan kelahiran Yesus Kristus kita yang percaya kepada-Nya memiliki pengharapan yang pasti: "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Ada kesukaan besar di bumi karena Sang Juruselamat dunia telah lahir!
Baca: Yesaya 9:1-6
"Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Yesaya 9:5
Hari ini apa yang telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya ribuan tahun silam telah tergenapi, yaitu lahirnya Sang Juruselamat dunia yaitu Yesus Kristus. Kelahiran-Nya di Betlehem bukan sekedar kisah kelahiran seorang bayi biasa anak dari Yusuf dan Maria yang lahir di sebuah palungan sederhana. Tetapi kelahiran-Nya di dunia membawa satu misi yang sangat spektakuler yaitu menegakkan pemerintahan kerajaan Allah di bumi. Dia yang adalah Allah sendiri, Sang Pencipta langit dan bumi, Tuhan semesta alam, rela datang ke bumi untuk menegakkan kerajaan-Nya di seluruh bumi.
Yesaya mencatat empat nama yang akan menandai tugas Yesus selaku Juruselamat yaitu: Penasibat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal dan Raja Damai. Ini membuktikan bahwa nama 'Yesus' bukanlah nama sembarang nama yang tidak diberikan oleh malaikat, atau pun oleh Maria dan Yusuf, melainkan datang dari sorga, pemberian Allah sendiri. Nama 'Yesus' adalah padanan Yunani untuk kata Ibrani Yeshua, yang artinya adalah Tuhan menyelamatkan. "Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." (Matius 1:21). Jadi Yesus datang ke dunia mengerjakan sebuah misi yaitu menyelamatkan manusia melalui kematian-Nya dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Natal adalah momen yang selalu dinanti-nantikan oleh jutaan umat Kristiani di belahan bumi ini, sebab natal identik dengan kabar sukacita sebagaimana disampaikan oleh malaikat kepada para gembala di padang, "...sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud." (Lukas 2:10-11).
Dengan kelahiran Yesus Kristus kita yang percaya kepada-Nya memiliki pengharapan yang pasti: "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Ada kesukaan besar di bumi karena Sang Juruselamat dunia telah lahir!
Wednesday, December 24, 2014
JANJI TUHAN SANGAT TERUJI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Desember 2014
Baca: Mazmur 119:137-144
"Janji-Mu sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya." Mazmur 119:140
Setiap orang di dunia ini umumnya pernah berjanji kepada orang lain atau dijanjikan sesuatu oleh orang lain. Misalnya: orangtua berjanji membelikan sesuatu kepada anaknya; anak berjanji akan membahagiakan ayah-ibu di masa tuanya; seorang pemuda berjanji kepada kekasihnya; seorang pemimpin perusahaan berjanji untuk menyejahterakan karyawannya dan sebagainya. Faktanya: tidak semua janji yang diucapkan oleh manusia itu ditepati, bahkan manusia memiliki kecenderungan untuk mengingkari janji yang pernah diucapkannya. Itulah sifat manusia: terlalu mudah membuat janji dan semudah itu pula mengingkarinya. Puji syukur kita punya Tuhan yang tidak pernah ingkar terhadap apa pun yang dijanjikan-Nya. Jika Tuhan yang berjanji Ia pasti akan menepati janji-Nya.
Sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang berhak memperoleh janji-janji Tuhan. Di manakah kita temukan janji-janji Tuhan? Alkitab! Karena itu sediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari supaya kita memahami betapa tak terhitungnya janji-janji Tuhan bagi umat-Nya, baik itu janji yang sudah digenapi-Nya, sedang digenapi-Nya dan yang akan digenapi-Nya. Percayalah bahwa cepat atau lambat semua janji Tuhan pasti digenapi-Nya. "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Janji Tuhan inilah yang menjadi pengharapan orang percaya!
Keadaan dunia ini boleh saja berubah, situasi ekonomi boleh saja berubah, tetapi kita percaya bahwa janji Tuhan tidak pernah berubah. Janji-Nya tetap 'ya' dan 'amin'. "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Matius 24:35). Apa pun yang ada di dunia ini boleh saja bergoncang, tapi kita tetap percaya bahwa "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28). Selama kita tidak terpengaruh oleh situasi, tetap percaya kepada firman-Nya, tekun menanti-nantikan Tuhan, serta setia mengerjakan apa yang menjadi bagian kita, janji Tuhan pasti akan tergenapi dalam hidup ini.
"Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." Mazmur 119:38
Baca: Mazmur 119:137-144
"Janji-Mu sangat teruji, dan hamba-Mu mencintainya." Mazmur 119:140
Setiap orang di dunia ini umumnya pernah berjanji kepada orang lain atau dijanjikan sesuatu oleh orang lain. Misalnya: orangtua berjanji membelikan sesuatu kepada anaknya; anak berjanji akan membahagiakan ayah-ibu di masa tuanya; seorang pemuda berjanji kepada kekasihnya; seorang pemimpin perusahaan berjanji untuk menyejahterakan karyawannya dan sebagainya. Faktanya: tidak semua janji yang diucapkan oleh manusia itu ditepati, bahkan manusia memiliki kecenderungan untuk mengingkari janji yang pernah diucapkannya. Itulah sifat manusia: terlalu mudah membuat janji dan semudah itu pula mengingkarinya. Puji syukur kita punya Tuhan yang tidak pernah ingkar terhadap apa pun yang dijanjikan-Nya. Jika Tuhan yang berjanji Ia pasti akan menepati janji-Nya.
Sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang berhak memperoleh janji-janji Tuhan. Di manakah kita temukan janji-janji Tuhan? Alkitab! Karena itu sediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari supaya kita memahami betapa tak terhitungnya janji-janji Tuhan bagi umat-Nya, baik itu janji yang sudah digenapi-Nya, sedang digenapi-Nya dan yang akan digenapi-Nya. Percayalah bahwa cepat atau lambat semua janji Tuhan pasti digenapi-Nya. "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Janji Tuhan inilah yang menjadi pengharapan orang percaya!
Keadaan dunia ini boleh saja berubah, situasi ekonomi boleh saja berubah, tetapi kita percaya bahwa janji Tuhan tidak pernah berubah. Janji-Nya tetap 'ya' dan 'amin'. "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Matius 24:35). Apa pun yang ada di dunia ini boleh saja bergoncang, tapi kita tetap percaya bahwa "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28). Selama kita tidak terpengaruh oleh situasi, tetap percaya kepada firman-Nya, tekun menanti-nantikan Tuhan, serta setia mengerjakan apa yang menjadi bagian kita, janji Tuhan pasti akan tergenapi dalam hidup ini.
"Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." Mazmur 119:38
Tuesday, December 23, 2014
TUHAN TIDAK MEMANDANG MUKA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Desember 2014
Baca: Galatia 2:1-10
"...sebab Allah tidak memandang muka..." Galatia 2:6
Sesuatu yang bersifat lahiriah adalah apa yang dipandang baik dan menarik di mata manusia. Manusia menilai sesamanya dengan memandang muka, penampilan lahiriah, atau apa yang tampak secara kasat mata. Namun ukuran yang dipakai Tuhan untuk menilai seseorang itu berbeda. Tuhan sama sekali tidak tertarik atau berminat dengan apa yang tampak, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Tuhan tidak pernah terpesona dengan apa yang kita kerjakan, tapi perhatian Tuhan adalah motivasi di balik segala sesuatu yang kita kerjakan. Motivasi berbicara tentang sikap hati seseorang.
Mengapa Tuhan memperhatikan hati? "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Hati adalah dasar untuk menentukan kualitas pikiran, perkataan dan perbuatan seseorang. Ketika hati kita bersih akan berdampak positif terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan kita. "...dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:19). Oleh sebab itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kita bisa saja mengelabui sesama kita dengan penampilan lahiriah kita atau memakai sesuatu yang tampak dari luar untuk menutupi hatinya. Itulah kemunafikan! Namun "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13).
Sikap hati berbicara tentang ketulusan, ketekunan, kesetiaan dan pengorbanan seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Mungkin kita dipandang sebelah mata oleh orang lain, bahkan kesetiaan, ketulusan dan pengorbanan kita sepertinya tidak dianggap. Jangan putus asa, tetap lakukan dengan setia apa yang menjadi bagian kita! "Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" (Mazmur 56:9).
Tuhan tidak pernah terlelap dan tertidur, Dia memperhatikan pergumulan kita dan melihat hati kita!
Baca: Galatia 2:1-10
"...sebab Allah tidak memandang muka..." Galatia 2:6
Sesuatu yang bersifat lahiriah adalah apa yang dipandang baik dan menarik di mata manusia. Manusia menilai sesamanya dengan memandang muka, penampilan lahiriah, atau apa yang tampak secara kasat mata. Namun ukuran yang dipakai Tuhan untuk menilai seseorang itu berbeda. Tuhan sama sekali tidak tertarik atau berminat dengan apa yang tampak, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Tuhan tidak pernah terpesona dengan apa yang kita kerjakan, tapi perhatian Tuhan adalah motivasi di balik segala sesuatu yang kita kerjakan. Motivasi berbicara tentang sikap hati seseorang.
Mengapa Tuhan memperhatikan hati? "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." (Amsal 27:19). Hati adalah dasar untuk menentukan kualitas pikiran, perkataan dan perbuatan seseorang. Ketika hati kita bersih akan berdampak positif terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan kita. "...dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:19). Oleh sebab itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kita bisa saja mengelabui sesama kita dengan penampilan lahiriah kita atau memakai sesuatu yang tampak dari luar untuk menutupi hatinya. Itulah kemunafikan! Namun "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13).
Sikap hati berbicara tentang ketulusan, ketekunan, kesetiaan dan pengorbanan seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Mungkin kita dipandang sebelah mata oleh orang lain, bahkan kesetiaan, ketulusan dan pengorbanan kita sepertinya tidak dianggap. Jangan putus asa, tetap lakukan dengan setia apa yang menjadi bagian kita! "Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" (Mazmur 56:9).
Tuhan tidak pernah terlelap dan tertidur, Dia memperhatikan pergumulan kita dan melihat hati kita!
Monday, December 22, 2014
PRINSIP DUNIA: Memandang Muka (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Desember 2014
Baca: Yakobus 2:1-13
"Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." Yakobus 2:9
Dunia di mana kita hidup adalah dunia yang memiliki kecenderungan untuk menilai seseorang dengan memandang muka, warna kulit atau melihat penampilan fisik, padahal Alkitab menyatakan: "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia," (Amsal 31:30), dan "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi," (1 Samuel 16:7). Bukan hanya itu, dunia seringkali juga menilai seseorang dari status sosialnya: pangkat dan harta kekayaan yang dimilikinya, sehingga "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Perihal penampilan luar seseorang, Anaxagoras, seorang filusuf Yunani mengatakan, "Penampilan fisik hanyalah sekilas dari apa yang sebenarnya tidak terlihat."
Menilai dan membedakan orang lain dengan memandang muka, warna kulit dan status sosial ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang-orang di zaman sekarang ini, tapi orang Kristen di era Yakobus pun melakukan hal yang sama. Mereka memperlakukan orang-orang kaya secara khusus dan istimewa, sebaliknya mereka memandang rendah dan hina jemaat yang miskin. Ini dipandang Yakobus sebagai tindakan jahat: "bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?" (Yakobus 2:4), padahal Tuhan sendiri tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Di hadapan Tuhan semua manusia sama dan sederajat. "Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya;" (Amsal 17:5), artinya siapa bertindak semena-mena terhadap orang miskin berarti melakukan tindakan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab Tuhan justru sangat mengasihi dan memperhatikan orang-orang yang dipandang lemah, hina dan miskin di pemandangan manusia.
Banyak orang Kristen: jemaat biasa, bahkan pendeta atau gembala sidang yang memperlakukan saudara seiman dengan memandang muka. Yang kaya dan berpangkat begitu dihormati dan diperlakukan secara khusus di gereja, sehingga banyak orang menjadi kecewa.
Jika kita memandang muka berarti kita tidak hidup dalam kasih, padahal dasar hidup Kristiani adalah kasih!
Baca: Yakobus 2:1-13
"Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." Yakobus 2:9
Dunia di mana kita hidup adalah dunia yang memiliki kecenderungan untuk menilai seseorang dengan memandang muka, warna kulit atau melihat penampilan fisik, padahal Alkitab menyatakan: "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia," (Amsal 31:30), dan "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi," (1 Samuel 16:7). Bukan hanya itu, dunia seringkali juga menilai seseorang dari status sosialnya: pangkat dan harta kekayaan yang dimilikinya, sehingga "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Perihal penampilan luar seseorang, Anaxagoras, seorang filusuf Yunani mengatakan, "Penampilan fisik hanyalah sekilas dari apa yang sebenarnya tidak terlihat."
Menilai dan membedakan orang lain dengan memandang muka, warna kulit dan status sosial ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang-orang di zaman sekarang ini, tapi orang Kristen di era Yakobus pun melakukan hal yang sama. Mereka memperlakukan orang-orang kaya secara khusus dan istimewa, sebaliknya mereka memandang rendah dan hina jemaat yang miskin. Ini dipandang Yakobus sebagai tindakan jahat: "bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?" (Yakobus 2:4), padahal Tuhan sendiri tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Di hadapan Tuhan semua manusia sama dan sederajat. "Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya;" (Amsal 17:5), artinya siapa bertindak semena-mena terhadap orang miskin berarti melakukan tindakan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab Tuhan justru sangat mengasihi dan memperhatikan orang-orang yang dipandang lemah, hina dan miskin di pemandangan manusia.
Banyak orang Kristen: jemaat biasa, bahkan pendeta atau gembala sidang yang memperlakukan saudara seiman dengan memandang muka. Yang kaya dan berpangkat begitu dihormati dan diperlakukan secara khusus di gereja, sehingga banyak orang menjadi kecewa.
Jika kita memandang muka berarti kita tidak hidup dalam kasih, padahal dasar hidup Kristiani adalah kasih!
Sunday, December 21, 2014
PRINSIP DUNIA: Memandang Muka (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Desember 2014
Baca: Yakobus 2:1-13
"Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka." Yakobus 2:1
Ada kalimat bijak yang mengatakan, "Don't judge a book by its cover!" Begitulah kata mereka yang menganggap bahwa isi buku itu jauh lebih penting daripada kulit luarnya. Namun kita pun tidak bisa memungkiri bahwa kulit luar buku (cover) juga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap orang yang melihatnya, sebab sebelum kita mengetahui isi dari sebuah buku, maka cover-lha yang pertama kali menarik minat dan perhatian kita sehingga kita ingin membeli dan memiliki buku tersebut.
Sudah menjadi sifat manusia bahwa mereka suka menilai sesamanya berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Contoh nyata: ketika kita bertemu dengan orang-orang baru, misalnya relasi bisnis, kesan pertama yang muncul dalam benak kita adalah penampilan luar orang yang kita temui tersebut. Yang menjadi pusat perhatian kita adalah kerapiannya dalam berpakaian, perawakan atau bentuk tubuhnya, kebersihannya, bahkan ketampanan atau kecantikannya, kemudian barulah kita menilai sikap dan kualitas orang tersebut. Jujur kita akui seringkali kita mengomentari orang lain karena penampilan fisiknya. Inilah yang menjadi prinsip orang-orang dunia dalam menilai seseorang "...manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7).
Itulah sebabnya salon-salon kecantikan, kursus-kursus kepribadian, dan juga pusat-pusat kebugaran diserbu oleh banyak orang. Mereka berlomba-lomba menjaga penampilannya agar tetap menarik, fresh dan semakin percaya diri karena hal itu adalah nilai plus di mata dunia. Mulai dari cara berpakaian saja orang sudah memikirkannya begitu rupa: pakaian yang mereka kenakan bukan sekedar tampak bersih dan rapi, tapi mereka berpikir bagaimana agar seluruh tatanan luar yang mereka tampilkan itu bersinergi, berkesesuaian dan berpadu indah, sebab pakaian yang kita kenakan acapkali memiliki efek langsung pada penilaian orang lain terhadap kita; dan demi menjaga penampilan luarnya pula seseorang tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang untuk pergi ke salon melakukan perawatan tubuh, wajah, rambut dan sebagainya.
Menjaga penampilan luar itu sah-sah saja, baik dan berguna bagi tubuh jasmani kita, tapi jangan sampai hal itu menjadi fokus utama kita!
Baca: Yakobus 2:1-13
"Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka." Yakobus 2:1
Ada kalimat bijak yang mengatakan, "Don't judge a book by its cover!" Begitulah kata mereka yang menganggap bahwa isi buku itu jauh lebih penting daripada kulit luarnya. Namun kita pun tidak bisa memungkiri bahwa kulit luar buku (cover) juga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap orang yang melihatnya, sebab sebelum kita mengetahui isi dari sebuah buku, maka cover-lha yang pertama kali menarik minat dan perhatian kita sehingga kita ingin membeli dan memiliki buku tersebut.
Sudah menjadi sifat manusia bahwa mereka suka menilai sesamanya berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Contoh nyata: ketika kita bertemu dengan orang-orang baru, misalnya relasi bisnis, kesan pertama yang muncul dalam benak kita adalah penampilan luar orang yang kita temui tersebut. Yang menjadi pusat perhatian kita adalah kerapiannya dalam berpakaian, perawakan atau bentuk tubuhnya, kebersihannya, bahkan ketampanan atau kecantikannya, kemudian barulah kita menilai sikap dan kualitas orang tersebut. Jujur kita akui seringkali kita mengomentari orang lain karena penampilan fisiknya. Inilah yang menjadi prinsip orang-orang dunia dalam menilai seseorang "...manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7).
Itulah sebabnya salon-salon kecantikan, kursus-kursus kepribadian, dan juga pusat-pusat kebugaran diserbu oleh banyak orang. Mereka berlomba-lomba menjaga penampilannya agar tetap menarik, fresh dan semakin percaya diri karena hal itu adalah nilai plus di mata dunia. Mulai dari cara berpakaian saja orang sudah memikirkannya begitu rupa: pakaian yang mereka kenakan bukan sekedar tampak bersih dan rapi, tapi mereka berpikir bagaimana agar seluruh tatanan luar yang mereka tampilkan itu bersinergi, berkesesuaian dan berpadu indah, sebab pakaian yang kita kenakan acapkali memiliki efek langsung pada penilaian orang lain terhadap kita; dan demi menjaga penampilan luarnya pula seseorang tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang untuk pergi ke salon melakukan perawatan tubuh, wajah, rambut dan sebagainya.
Menjaga penampilan luar itu sah-sah saja, baik dan berguna bagi tubuh jasmani kita, tapi jangan sampai hal itu menjadi fokus utama kita!
Saturday, December 20, 2014
HIDUP SEPENUHNYA BAGI KRISTUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Desember 2014
Baca: Roma 6:1-14
"Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus." Roma 6:11
Melalui kehidupan Yesus Kristus Allah menawarkan anugerah keselamatan-Nya kepada manusia, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Yesus Kristus diutus Bapa datang ke dunia "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Penebusan Kristus di atas kayu salib inilah yang akan melahirkan kita kembali menjadi 'ciptaan baru'. Kuasa penebusan Kristus memampukan kita untuk menanggalkan manusia lama.
Melalui kematian Kristus "...manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (Roma 6:6), sebab "...kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah." (Roma 6:10). Saat kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat serta bertobat, kita meninggalkan dosa-dosa kita dan mati terhadap dosa. Karena itu kita pun akan dibangkitkan bersama Kristus dan memiliki kuasa kebangkitan-Nya. Mati terhadap dosa menghasilkan kuasa kebangkitan di dalam diri kita dan inilah yang memungkinkan kita hidup sepenuhnya bagi Kristus, sebab tidak ada kebangkitan sebelum ada kematian.
Hidup sepenuhnya bagi Kristus adalah tujuan dari penebusan Kristus! Kita dapat hidup sepenuhnya bagi Kristus ketika kita sudah ditebus Kristus dan menjadi milik Kristus, sebab sebelum Kristus menebus dosa-dosa kita keberadaan kita adalah sebagai tawanan Iblis, tapi melalui pengorbanan-Nya kita dibebaskan dan dilepaskan dari setiap belenggu dosa. Kita bukan lagi menjadi hamba dosa tapi menjadi hamba kebenaran. Jika kita menyadari betapa besar kasih pengorbanan Kristus bagi kita akankah kita kembali kepada kehidupan kita yang lama? "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Sebagai ciptaan baru "...bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20
Baca: Roma 6:1-14
"Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus." Roma 6:11
Melalui kehidupan Yesus Kristus Allah menawarkan anugerah keselamatan-Nya kepada manusia, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Yesus Kristus diutus Bapa datang ke dunia "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Penebusan Kristus di atas kayu salib inilah yang akan melahirkan kita kembali menjadi 'ciptaan baru'. Kuasa penebusan Kristus memampukan kita untuk menanggalkan manusia lama.
Melalui kematian Kristus "...manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (Roma 6:6), sebab "...kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah." (Roma 6:10). Saat kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat serta bertobat, kita meninggalkan dosa-dosa kita dan mati terhadap dosa. Karena itu kita pun akan dibangkitkan bersama Kristus dan memiliki kuasa kebangkitan-Nya. Mati terhadap dosa menghasilkan kuasa kebangkitan di dalam diri kita dan inilah yang memungkinkan kita hidup sepenuhnya bagi Kristus, sebab tidak ada kebangkitan sebelum ada kematian.
Hidup sepenuhnya bagi Kristus adalah tujuan dari penebusan Kristus! Kita dapat hidup sepenuhnya bagi Kristus ketika kita sudah ditebus Kristus dan menjadi milik Kristus, sebab sebelum Kristus menebus dosa-dosa kita keberadaan kita adalah sebagai tawanan Iblis, tapi melalui pengorbanan-Nya kita dibebaskan dan dilepaskan dari setiap belenggu dosa. Kita bukan lagi menjadi hamba dosa tapi menjadi hamba kebenaran. Jika kita menyadari betapa besar kasih pengorbanan Kristus bagi kita akankah kita kembali kepada kehidupan kita yang lama? "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Sebagai ciptaan baru "...bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20
Friday, December 19, 2014
HIDUP SEPENUHNYA BAGI KRISTUS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Desember 2014
Baca: Roma 14:1-12
"Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." Roma 14:8
Dalam suratnya Petrus mengingatkan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Karena kita sudah ditebus dengan darah Kristus yang mahal, yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat, maka sudah seharusnya kita hidup sepenuhnya bagi Dia. Dengan demikian hidup kita bukanlah milik kita sendiri, melainkan milik Kristus.
Menjadi milik Kristus berarti kita rela untuk dibentuk dan diubahkan oleh Kristus menjadi apa saja yang Ia inginkan. Apa pun yang menjadi kehendak Tuhan kita harus taat dan tunduk kepada-Nya. pertanyaan: mungkinkah kita hidup sepenuhnya bagi Kristus? Sangat mungkin!
"Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." (2 Korintus 5:14-15), artinya kita dapat hidup sepenuhnya bagi Kristus ketika kuasa penebusan Kristus di atas Kalvari bekerja di dalam kita. Sebelum kita percaya kepada Tuhan Yesus keberadaan kita ini adalah orang-orang berdosa, dan disebut sebagai manusia lama. Manusia lama menunjuk kepada suatu keadaan dosa yang telah membelenggu diri manusia sehingga manusia menjadi hamba atau budak dari berbagai keinginan dosa. Karena itu manusia lama diidentikkan dengan tubuh dosa, yaitu keadaan dosa yang menyebabkan seluruh diri manusia kehilangan kemampuan untuk hidup benar di hadapan Tuhan.
Kehidupan manusia lama tidak akan pernah dapat berubah menjadi manusia baru dengan hanya kita berbuat baik (amal jariah) dan melakukan peraturan-peraturan keagamaan, karena itu manusia membutuhkan seorang Juruselamat. Jadi hanya dengan pertolongan Allah sendiri manusia dapat berubah menjadi manusia baru. (Bersambung)
Baca: Roma 14:1-12
"Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." Roma 14:8
Dalam suratnya Petrus mengingatkan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Karena kita sudah ditebus dengan darah Kristus yang mahal, yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat, maka sudah seharusnya kita hidup sepenuhnya bagi Dia. Dengan demikian hidup kita bukanlah milik kita sendiri, melainkan milik Kristus.
Menjadi milik Kristus berarti kita rela untuk dibentuk dan diubahkan oleh Kristus menjadi apa saja yang Ia inginkan. Apa pun yang menjadi kehendak Tuhan kita harus taat dan tunduk kepada-Nya. pertanyaan: mungkinkah kita hidup sepenuhnya bagi Kristus? Sangat mungkin!
"Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." (2 Korintus 5:14-15), artinya kita dapat hidup sepenuhnya bagi Kristus ketika kuasa penebusan Kristus di atas Kalvari bekerja di dalam kita. Sebelum kita percaya kepada Tuhan Yesus keberadaan kita ini adalah orang-orang berdosa, dan disebut sebagai manusia lama. Manusia lama menunjuk kepada suatu keadaan dosa yang telah membelenggu diri manusia sehingga manusia menjadi hamba atau budak dari berbagai keinginan dosa. Karena itu manusia lama diidentikkan dengan tubuh dosa, yaitu keadaan dosa yang menyebabkan seluruh diri manusia kehilangan kemampuan untuk hidup benar di hadapan Tuhan.
Kehidupan manusia lama tidak akan pernah dapat berubah menjadi manusia baru dengan hanya kita berbuat baik (amal jariah) dan melakukan peraturan-peraturan keagamaan, karena itu manusia membutuhkan seorang Juruselamat. Jadi hanya dengan pertolongan Allah sendiri manusia dapat berubah menjadi manusia baru. (Bersambung)
Thursday, December 18, 2014
KRISTUS: Mengendalikan Tindakan Kita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Desember 2014
Baca: 1 Tesalonika 4:1-12
"Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." 1 Tesalonika 4:7
Tak terhitung banyaknya kita membuat kesalahan-kesalahan fatal dalam hidup yang kita jalani ini oleh karena kita melakukan apa yang diperintahkan oleh pikiran kita, padahal kita tahu bahwa hal ini negatif dan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab tindakan kita adalah buah dan hasil dari sesuatu yang kita pikirkan. Karena itu dalam aspek tindakan ini pun penting sekali bagi kita untuk memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, mengijinkan Tuhan sebagai pengendali penuh setiap tindakan kita.
Dengan kekuatan sendiri sulit bagi kita untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan, sebab tubuh dan tabiat dosa cenderung menarik kita untuk melakukan tindakan yang semata-mata memuaskan keinginan daging, padahal "...keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." (Galatia 5:17). Namun bila kita mau tunduk kepada Roh Kudus kita akan dipimpin-Nya kepada kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, selaras dengan pikiran, perasaan dan hati Tuhan. "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Hidup Kristiani bukanlah soal apakah kita mampu atau tidak, melainkan apa kita mau atau tidak. Karena kalau kita mau, Tuhan akan memberikan kekuatan dan kemampuan. "Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah." (2 Korintus 1:20a), artinya selama kita mau dan siap melakukan firman, maka Kristus melalui Roh Kudus akan memampukan, menguatkan dan menyempurnakan kita untuk melakukan kehendak-Nya.
Hidup dalam kebenaran dan kekudusan adalah bagian yang tak terpisahkan dari iman Kristiani dan merupakan harga mati, sebab ada tertulis: "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Jadi, "...inilah kehendak Allah: pengudusanmu," (1 Tesalonika 4:3).
Kita dapat hidup dalam kekudusan jika kita mau menyerahkan kendali hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan!
Baca: 1 Tesalonika 4:1-12
"Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." 1 Tesalonika 4:7
Tak terhitung banyaknya kita membuat kesalahan-kesalahan fatal dalam hidup yang kita jalani ini oleh karena kita melakukan apa yang diperintahkan oleh pikiran kita, padahal kita tahu bahwa hal ini negatif dan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab tindakan kita adalah buah dan hasil dari sesuatu yang kita pikirkan. Karena itu dalam aspek tindakan ini pun penting sekali bagi kita untuk memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan, mengijinkan Tuhan sebagai pengendali penuh setiap tindakan kita.
Dengan kekuatan sendiri sulit bagi kita untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan, sebab tubuh dan tabiat dosa cenderung menarik kita untuk melakukan tindakan yang semata-mata memuaskan keinginan daging, padahal "...keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki." (Galatia 5:17). Namun bila kita mau tunduk kepada Roh Kudus kita akan dipimpin-Nya kepada kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, selaras dengan pikiran, perasaan dan hati Tuhan. "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Hidup Kristiani bukanlah soal apakah kita mampu atau tidak, melainkan apa kita mau atau tidak. Karena kalau kita mau, Tuhan akan memberikan kekuatan dan kemampuan. "Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah." (2 Korintus 1:20a), artinya selama kita mau dan siap melakukan firman, maka Kristus melalui Roh Kudus akan memampukan, menguatkan dan menyempurnakan kita untuk melakukan kehendak-Nya.
Hidup dalam kebenaran dan kekudusan adalah bagian yang tak terpisahkan dari iman Kristiani dan merupakan harga mati, sebab ada tertulis: "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Jadi, "...inilah kehendak Allah: pengudusanmu," (1 Tesalonika 4:3).
Kita dapat hidup dalam kekudusan jika kita mau menyerahkan kendali hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)