Saturday, October 4, 2014

TUHAN YESUS: Sahabat Sejati Kita (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2014

Baca:  Yohanes 15:9-17

"Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya."  Yohanes 15:13

Amsal 17:17:  "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."  Yesus telah membuktikan kasih-Nya yang besar bagi kita melalui kematian-Nya di kayu salib.  Dia rela mengorbankan nyawa-Nya menebus dosa-dosa kita.  Kalau nyawa-Nya saja rela Dia serahkan, kita pun percaya apapun yang kita butuhkan dan perlukan pasti Tuhan sediakan bagi kita.  "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus."  (Filii 4:19).

     Karena Yesus telah menunjukkan kasih-Nya sedemikian rupa, kita pun harus mengasihi Dia dengan sepenuh hati.  Apabila kita mengasihi Tuhan selayaknya kasih seorang sahabat, maka kita akan berusaha untuk menjaga perasaan sahabat kita, serta berpikir seribu kali bila hendak menyakiti atau melukai perasaan-Nya.  Namun justru kita sering menyakiti hati Tuhan dan mengecewakan Dia melalui tindakan dan perbuatan kita.  Jangankan taat melakukan perintah-Nya, menyediakan waktu untuk bersekutu dan mendekat kepada-Nya saja jarang sekali kita lakukan.  Kita berkutat dengan kesibukan diri sendiri dan mengabaikan kehadiran-Nya.  Jika demikian layakkah kita disebut sahabat Tuhan?  Padahal Tuhan sudah mengulurkan tangan-Nya untuk menjalin persahabatan dengan kita.  Yakobus menasihati,  "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu."  (Yakobus 4:8a).

     Tuhan Yesus adalah sahabat sejati orang percaya.  Sahabat yang sejati rela berkorban, dan Yesus sudah membuktikannya dengan memberikan nyawa-Nya untuk kita.  Bukan hanya itu, Dia juga berjanji tidak akan meninggalkan kita dan akan terus menyertai kita sampai kesudahan zaman.  Bahkan, di setiap perjalanan hidup yang kita tempuh Tuhan berjanji,  "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu."  (Yesaya 46:4).

Tuhan Yesus adalah sahabat sejati kita:  Dia rela mati untuk kita, menyertai, mengasihi dan menyediakan pertolongan tepat pada waktu-Nya!

Friday, October 3, 2014

TUHAN YESUS: Sahabat Sejati Kita (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2014

Baca:  Yohanes 15:9-17

"Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku."  Yohanes 15:15

Suatu anugerah luar biasa yang diperoleh setiap orang percaya karena Yesus tidak lagi menyebut kita sebagai hamba, tapi  "...menyebut kamu sahabat,"  (ayat nas).  Sahabat bukanlah sekedar hubungan biasa, melainkan terjalin sangat intim  (karib)  serta dilandasi oleh sebuah kepercayaan.  Untuk menjadi orang yang bisa dipercaya oleh orang lain bukanlah hal yang mudah, terlebih-lebih yang memberi kepercayaan itu adalah Tuhan.

     Bukti kepercayaan Tuhan adalah diberitahukan-Nya segala sesuatu yang didengar-Nya dari Bapa.  Pemazmur juga menegaskan,  "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).  Secara manusia sulit untuk dipahami bahwa Tuhan mau dan menginginkan kita menjadi sahabat-Nya.  Namun hal itu menunjukkan bahwa Tuhan sangat menginginkan kita makin mengenal-Nya lebih dekat.  Inilah hak istimewa dan terbesar bagi setiap orang percaya:  dikenal, dikasihi dan dijadikan sahabat oleh Tuhan.  Memiliki seorang sahabat berarti kita dapat berjalan seiring sejalan, saling menguatkan dan saling berbagi kasih yang tulus;  dan hanya sahabat sejatilah yang mau tetap ada untuk kita di segala keadaan.  Alangkah indahnya saat kita mengetahui bahwa Tuhan Yesus sudah menyatakan diri-Nya sendiri sebagai sahabat sejati bagi orang percaya.  Artinya segala hal yang baik dan istimewa yang tidak bisa kita dapatkan dari seorang sahabat di dunia ini bisa kita dapatkan jauh lebih dari apapun melalui kasih yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus.

     Bagaimana kita bisa layak disebut sebagai sahabat Tuhan Yesus?  Kata-Nya,  "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu."  (Yohanes 15:14).  Melakukan perintah Tuhan adalah syarat utama untuk beroleh kepercayaan sebagai sahabat Tuhan Yesus.  "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu."  (Yohanes 15:!2).

Apabila kita taat melakukan apa yang diperintahkan Tuhan yaitu saling mengasihi, maka kita memperoleh hak yang sangat istimewa yaitu menjadi sahabat Tuhan Yesus.

Thursday, October 2, 2014

PERSAHABATAN DENGAN ALLAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2014

Baca:  1 Yohanes 4:7-21

"Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita."  1 Yohanes 4:10

Mungkin saat ini Saudara merasa sendiri karena tidak ada orang lain yang mempedulikan dan memperhatikan.  Saat berada di situasi sulit justru teman-teman dekat mundur teratur dan beranjak menjauh.  Hari-hari Saudara pun terasa hampa dan sepi.  Jangan terus larut dalam kepedihan dan merasa sendiri.  Tidak!  Kita tidak pernah sendiri, ada Yesus yang akan selalu menyertai, menemani dan memeluk kita.  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).

     Mari kita flashback sejenak.  Di awal penciptaan manusia kita melihat suatu hubungan yang sangat karib terjalin antara Allah dengan manusia di taman Eden.  Adam dan Hawa menikmati persahabatan begitu mesra dengan Allah.  Tidak ada ritual agama, tidak ada upacara, yang ada hanyalah hubungan kasih yang begitu intim antara Allah dengan manusia yang diciptakan-Nya.  Tidak ada jarak antara Allah dan manusia!  Tetapi setelah manusia jatuh dalam dosa, hubungan yang karib itu lenyap dan terputus.  "...yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu."  (Yesaya 59:2).  Namun Yesus mengubah segala sesuatunya ketika Dia membayar dosa-dosa kita di Kalvari.  "...tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah,"  (Matius 27:51).

     Tabir Bait Suci yang melambangkan pemisahan dari Allah telah robek dari atas ke bawah, artinya jalan masuk kepada Allah kembali tersedia.  Kini setiap orang percaya bisa mendekati Allah dengan penuh keberanian.  "Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya."  (Efesus 3:12).  Persahabatan dengan Allah dimungkinkan hanya karena kasih karunia yang dinyatakan melalui Yesus Kristus.  "Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya..."  (2 Korintus 5:18).

Inisiatif pemulihan hubungan itu datangnya dari Allah sendiri melalui pengorbanan Yesus, yang oleh-Nya kita beroleh persekutuan karib seperti sediakala.

Wednesday, October 1, 2014

PERSAHABATAN SEJATI: Daud dan Yonatan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2014

Baca:  1 Samuel 18:1-5

"Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri."  1 Samuel 18:3

Di dalam Alkitab kita akan menemukan seorang persahabatan sejati yaitu persahabatan antara Daud dan Yonatan.  Alkitab menyatakan,  "Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri."  (1 Samuel 18:1).  Kata berpadulah artinya terjalin begitu erat dan kuat, tak terpisahkan.  Kasih yang terjalin di antara keduanya melebihi kasih saudara kandung.  Inilah kasih seorang sahabat sejati yang  "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."  (Amsal 17:17).  Atas dasar kasih inilah Yonatan dan Daud mengikat perjanjian dan saling berkomitmen.  Perjanjian adalah bukti adanya kesatuan dalam hati dan jiwa.

     Kasih seorang sahabat tidak melihat rupa, tingkat pendidikan, status atau pun pangkat.  Yonatan, yang adalah putera raja Saul, tidak pernah merasa malu telah menjadikan Daud sebagai sahabatnya meski profesi Daud hanyalah seorang gembala.  Perbedaan status bak langit dan bumi bukan jadi penghalang bagi keduanya untuk membangun sebuah persahabatan.  Ketika Daud hendak terjun ke medan peperangan, Yonatan pun rela  "...menanggalkan jubah yang dipakainya, dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya dan ikat pinggangnya."  (1 Samuel 18:4), padahal jubah dan perlengkapan perang adalah lambang kehormatan dan kedudukan.  Namun inilah bukti kasih dan kerendahan hati Yonatan.  Bukan hanya itu, Yonatan juga rela mempertaruhkan nyawanya demi Daud  (baca 1 Samuel 20:30-34).  Sahabat sejati pasti mau dan rela berkorban demi sahabatnya.

     Setelah menduduki tahta Israel Daud tidak begitu saja melupakan janji dan komitmennya dengan Yonatan.  Meski Yonatan telah tiada kasih Daud tidak berubah, terbukti dari tindakan Daud yang bersedia merawat anak Yonatan yaitu Mefiboset.  Kata Daud,  "Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku."  (2 Samuel 9:7).

Persahabatan sejati:  ada kasih, kesetiaan dan komitmen.

Tuesday, September 30, 2014

PERSAHABATAN: Kasih Yang Tulus

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2014

Baca:  Amsal 17:1-28

"Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."  Amsal 17:17

Walter Winchell, seorang wartawan dan juga komentator radio kenamaan Amerika berpendapat tentang arti seorang sahabat:  "Sahabat adalah seseorang yang menghampiri Anda, menemani Anda, di saat orang lain meninggalkan Anda."  Artinya seorang sahabat yang sejati itu bukan hadir di kala senang saja, melainkan juga saat susah.  Alkitab lebih jelas menyatakan bahwa  "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu,"  Kualitas seorang sahabat akan teruji saat sahabatnya sedang berada di  'bawah'  atau jatuh.  Karena didasari oleh kasih yang tulus, seorang sahabat akan tetap berada di sisi sahabatnya di segala keadaan dan mau menerima keberadaannya secara utuh apa adanya.

     Selain itu sahabat adalah orang yang tidak hanya sekedar menyenangkan hati sahabatnya semata, tetapi juga mau menegor dan ditegor, mau mengoreksi dan dikoreksi, yang kesemuanya itu demi kebaikan bersama.  Tidak seperti Yudas, meski secara kasat mata mencium Yesus, namun sesungguhnya ia menikam dari belakang dan mengkhianati Dia.  "Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah."  (Amsal 27:6).  Sikap yang ditunjukkan Yudas adalah bentuk persahabatan yang palsu, penuh kepura-puraan karena ada motivasi yang terselubung.  Kasih yang tulus itu  "...tidak mencari keuntungan diri sendiri."  (1 Korintus 13:5).  Sahabat yang sejati juga akan menjaga komitmennya untuk tidak membuka rahasia pribadi sahabatnya ke orang lain demi kepentingan diri sendiri.  Kasih itu  "...Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu."  (1 Korintus 13:7).

     Oleh karena itu  "Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib."  (Amsal 17:9).  Kasih yang tulus identik dengan kesetiaan!  Tanpa kasih mustahil seseorang akan menunjukkan kesetiaan dengan sungguh.  Itulah sebabnya  "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;"  (Amsal 19:22).

Kasih seorang sahabat tak lekang oleh waktu, penuh komitmen dan teruji kesetiaannya,;  semua dilakukan bukan karena terpaksa, tapi penuh kerelaan.

Monday, September 29, 2014

PERSAHABATAN: Adanya Keterbukaan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2014

Baca:  Amsal 27:1-27

"Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah."  Amsal 27:6

Mungkin ada komentar,  "Jaman sekarang ini adakah persahabatan sejati?  Yang ada cuma kepentingan abadi saja!"  Tidaklah gampang menemukan sahabat di jaman sekarang ini, di mana orang lebih cenderung mementingkan diri sendiri, mencintai dirinya sendiri dan  "...kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."  (Matius 24:12), sehingga hubungan antarindividu lebih didasarkan pada sebuah kepentingan.  Akibatnya banyak orang lebih memilih menarik diri, membangun tembok-tembok di sekeliling sebagai pembatas, menyendiri dan menjadi pribadi yang tertutup.  Mereka merasa enggan membuka diri, apalagi melepaskan dan mengungkapkan perasaan terdalam kepada orang lain.

     Sementara untuk membangun suatu persahabatan dibutuhan tahap demi tahap dan tidak semua orang mau menempuhnya, padahal sahabat tidak dapat kita temukan secara instan.  Tahapan itu dimulai dari perkenalan, saling membuka diri, lalu kesediaan untuk memberi dan menerima, berjalan dalam kebersamaan di segala situasi baik itu suka maupun duka, serta mampu memberi nilai tambah yang positif bagi kita.  Secara garis besar, seorang sahabat haruslah memenuhi kriteria yang konstrufktif.  Di samping itu adanya keterbukaan satu sama lain.  Faktor inilah yang mempererat sebuah persahabatan.  Sydney Jourard, seorang ahli jiwa, dalam bukunya yang berjudul The Transparent Self menyatakan bahwa secara alamiah kepribadian manusia itu memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan dirinya;  dan apabila hal itu terhambat dan kita menutup diri terhadap orang lain, maka kita akan mengalami gangguan secara emosional.

     Bagaimanapun juga suatu persahabatan dimulai karena adanya kepentingan, tapi bukan kepentingan secara sepihak atau ada motivasi terselubung, namun sebuah bentuk kerjasama yang saling terbuka, menguntungkan, memahami dan mengisi satu sama lain.  Adalah gampang untuk membangun pertemanan karena bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, bahkan dalam waktu yang singkat sekalipun.  Hal ini tidak berlaku untuk mencari sahabat!

Persahabatan dibangun melalui proses waktu yang diawali oleh keterbukaan satu sama lain, sebab sahabat bukanlah teman biasa!

Sunday, September 28, 2014

MEMBANGUN PERSAHABATAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2014

Baca:  Amsal 27:1-27

"Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya."  Amsal 27:17

Adakah di antara saudara yang merasa diri tidak membutuhkan orang lain dalam hidup ini?  Atau mungkin ada yang berkata,  "Ah...aku tidak butuh orang lain, karena aku bisa melakukan segala sesuatu sendiri dan punya segala-galanya."  Benarkah demikian?  Sekecil apapun aktivitas keseharian kita akan selalu bersentuhan dengan orang lain, artinya selalu terjalin interaksi dengan orang lain, dengan hadirnya orang-orang di dekat kita.  Di lingkungan tempat tinggal, kita mempunyai tetangga;  di sekolah, kita menghabiskan banyak waktu dengan teman sekelas untuk belajar dan berdiskusi, di tempat pekerjaan ada rekan-rekan kerja yang bekerja sama, bahkan di gereja pun kita membangun persekutuan yang erat dengan saudara-saudara seiman lainnya.

     Ayat nas di atas menyatakan bahwa  "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya."  Artinya pembentukan atau pematangan pribadi seseorang itu sangat ditentukan oleh kerelaannya  'digosok dan digesek'  oleh orang lain.  Dengan persekutuan dengan sesamanya seseorang akan mengalami penajaman-penajaman sebagai proses.  Jadi penajam-penajam kita itu bukanlah dari orang yang jauh, melainkan dari orang-orang yang berada di sekitar kita.  Karena itu  "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang."  (Amsal 13:20).  Dengan siapa kita bergaul dan orang-orang terdekat yang bagaimana itulah yang akan berpengaruh besar dalam perjalanan hidup kita.  Rasul Paulus pun mengingatkan kita,  "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33).  Sydney Smith mengatakan,  "Hidup ini harus diisi dengan banyak persahabatan.  Mengasihi dan dikasihi adalah kebahagiaan terbesar dalam kehidupan."  Kehadiran orang lain dalam hidup kita, entah itu teman atau sahabat adalah sangat penting.

     Jika kita rindu memiliki seseorang untuk kita jadikan sebagai sahabat, kita perlu ekstra hati-hati dan harus benar-benar selektif, sebab seorang sahabat bukanlah sekedar teman biasa.  Perjumpaan dengan seorang sahabat bukanlah suatu hal yang secara kebetulan, namun merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan, dan hal itu membutuhkan waktu yang tidak singakat.

Sahabat adalah orang spesial dalam hidup, jadi jangan asal dalam memilih.

Saturday, September 27, 2014

MENJADI TAWANAN ROH KUDUS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2014

Baca:  Kisah Para Rasul 20:17-38

"Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ."  Kisah 20:22

Dalam Galatia 5:24-25 tertulis:  "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,"  Artinya setiap orang yang memutuskan untuk menjadi mengikut Kristus  "...wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).

     Kita tidak akan dapat hidup sama seperti Kristus telah hidup jika kita tidak mau membayar harga.  Adapun harga itu adalah penyangkalan diri.  Menyangkal diri berarti  'mati'  terhadap kedagingan kita dan menjalani hidup seutuhnya sebagai manusia baru, dengan meninggalkan kehidupan lama;  menaruh kehendak Tuhan di atas kehendak pribadi serta menyerahkan hak dan otoritas diri kita sepenuhnya kepada Tuhan serta mengakui Dia sebagai pemegang hak dan otoritas penuh untuk menentukan bagaimana kita harus hidup.  Dengan kekuatan sendiri mustahil kita bisa menyangkal diri, tapi dengan pertolongan Roh Kudus kita beroleh kekuatan dan kesanggupan untuk menyangkal diri.  Hanya Roh Kudus yang mampu mematikan setiap keinginan daging kita karena Ia berperan memimpin orang percaya kepada segala kebenaran.  Jadi segala sesuatu yang berkenaan dengan kebenaran, kekudusan atau hidup yang tak bercacat cela sepenuhnya ada dalam kontrol Roh Kudus dan menjadi arah ke mana kita akan dibawa-Nya.  Hidup dalam pimpinan Roh Kudus inilah yang menjadi tanda bahwa kita ini adalah anak-anak Allah.  "Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah."  (Roma 8:14).

     Rasul Paulus memberi sebuah keteladanan hidup yang sepenuhnya dipimpin oleh Roh Kudus, bahkan ia menyebut dirinya sebagai tawanan Roh.  Arti kata tawanan adalah orang yang ditawan, ditangkap atau ditahan.  Menjadi tawanan Roh berarti hidup Paulus sepenuhnya dikendalikan oleh Roh Kudus.  Terbukti:  Paulus rela meninggalkan segala-galanya demi Kristus  (Filipi 3:7-8), rela menderita demi Injil dan menyerahkan seluruh hidupnya secara penuh untuk melayani Tuhan sampai garis akhir hidupnya.

"Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."  Filip 1:21-22

Friday, September 26, 2014

DORONGAN ROH KUDUS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 September 2014

Baca:  Kisah Para Rasul 16:4-12

"Pada malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan: ada seorang Makedonia berdiri di situ dan berseru kepadanya, katanya: "Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!"  Kisah 16:9

Tidak dapat dipungkiri bahwa dosa selalu atraktif untuk semua orang karena dapat memuaskan nafsu fisik dan menjanjikan banyak sekali kesenangan.  Itulah sebabnya banyak orang cenderung memilih berkompromi dengan dosa karena sangat menyenangkan daging.  Sebaliknya, hidup menurut dorongan Roh Kudus adalah perkara yang sangat tidak enak, dibutuhkan pengorbanan besar karena sakit secara daging.  Namun, suka atau tidak suka, mau tidak mau, hidup menurut kehendak Roh Kudus adalah hal yang mutlak bagi setiap orang percaya,  "...hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging."  (Galatia 5:16).

     Sesungguhnya setiap saat Roh Kudus mendorong kita melakukan segala hal yang selaras dengan firman Tuhan, tapi acapkali kita tidak menyadarinya atau bahkan kita dengan sengaja mengeraskan hati dan tidak menghiraukan suara-Nya.  Maka dibutuhkan komitmen dan keberanian untuk mematahkan segala keinginan hawa nafsu dan kedagingan kita, lalu tunduk mengikuti kemana pun Roh Kudus.  Yang pasti Roh Kudus akan membimbing, mengarahkan dan membentuk kita menjadi pribadi-pribadi yang taat.  "Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh."  (Yohanes 3:8).  Orang yang hidupnya dipimpin Roh Kudus akan merasakan tiupan angin yang adalah lambang Roh Kudus, dan angin itu akan mendorong kita melangkah kepada satu tujuan.

     Dorongan Roh Kudus bisa berupa visi, nubuatan, penglihatan dan kata hati.  Paulus mendapatkan penglihatan bahwa ada seorang makedonia yang sedang berdiri di hadapannya dan berseru,  "Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!"  (ayat nas).  Sebelum itu Roh Kudus mencegahnya memberitahukan Injil di Asia dan tidak mengijinkan masuk ke daerah Bitinia.  Paulus pun peka akan Roh Kudus sehingga ia bergegas mencari kesempatan pergi ke Makedonia dan memberitakan Injil di situ.

Dorongan Roh Kudus hanya dirasakan oleh orang yang punya kepekaan rohani!

Thursday, September 25, 2014

TUHAN SANGGUP MENYEDIAKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 September 2014

Baca:  Matius 6:25-34

"Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu."  Matius 6:29

Saat bangun dari tidur seringkali pikiran kita langsung dipenuhi kekuatiran dan kecemasan tentang apa yang hendak kita makan, minum dan pakai.  Selama kita terus kuatir berarti kita belum percaya sepenuhnya kepada Tuhan.  Belajarlah dari Ayub:  "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul."  (Ayub 3:25-26).  Berhentilah untuk kuatir dan cemas!

     Tuhan memerintahkan kita untuk tidak kuatir dan cemas tentang kebutuhan hidup kita karena sesungguhnya Tuhan tahu persis apa yang kita butuhkan.  Jika Tuhan begitu bermurah hati memelihara burung-burung di udara,  "...yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung,"  (Matius 6:26), serta mendandani bunga bakung di ladang,  "...yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,"  (Matius 6:28), bukankah keberadaan kita ini lebih berharga di mata Tuhan?  Tuhan sendiri menegaskan,  "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,"  (Yesaya 43:4).  Salomo saja dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah dari salah satu bunga bakung.  Padahal Salomo adalah seorang raja yang sangat kaya raya,  "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat."  (1 Raja-Raja 10:23).  Pernyataan  "Ia akan terlebih lagi mendandani kamu,"  (Matius 6:30)  merupakan janji Tuhan kepada anak-anak-Nya yang hidup di zaman yang penuh dengan problema ini;  Tuhan akan bertanggung jawab penuh atas kehidupan orang-orang yang punya penyerahan diri penuh kepada-Nya.

     Tuhan adalah Jehovah Jireh, penyedia bagi kita.  Mengutamakan Tuhan berarti menjadi pelaku firman, memiliki kehidupan yang sesuai dengan standar kerajaan Allah.  Sebagai orang percaya, sesungguhnya kewargaan kita adalah dalam sorga  (baca  Filipi 3:20).  Adalah wajar jika kita pun dituntut mengutamakan perkara-perkara yang di atas.

"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  1 Korintus 2:9

Wednesday, September 24, 2014

MEMPRIORITASKAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 September 2014

Baca:  Matius 6:25-34

"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  Matius 6:33

Banyak orang Kristen bertanya-tanya dalam hati,  "Kalau kita mengikut Tuhan, katanya hidup kita akan diberkati, apa saja dibuat-Nya berhasil, semua usaha akan lancar dan kita akan terbebas dari masalah.  Namun mengapa tidak demikian?"  Adalah benar bila hidup di dalam Tuhan itu selalu ada berkat, perlindungan dan juga jaminan pemeliharaan karena ada penyertaan Tuhan di setiap langkah hidup kita.  Inilah janji Tuhan,  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).  Tapi adakalanya dalam perjalanan hidup ini kita diperhadapkan dengan jalan yang berbatu, penuh cadas dan mendaki, ada masalah dan juga ujian.  Namun yakinlah bahwa semuanya adalah bagian dari proses yang harus kita jalani.  "Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu."  (1 Korintus 10:13b).  Tuhan selalu buka jalan saat tiada jalan, tangan-Nya selalu menopang kita saat jatuh sehingga kita tidak sampai tergeletak  (baca  Mazmur 37:24).

     Agar janji berkat pertolongan, pemeliharaan dan pembelaan Tuhan benar-benar digenapi dalam hidup ini ada harga yang harus kita bayar, yaitu  "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  (ayat nas).  Kata mencari menunjuk kepada usaha yang dilakukan dengan sungguh dan secara terus-menerus sampai mendapatkan sesuatu.  Artinya kita harus menempatkan Tuhan Yesus sebagai yang terutama dalam hidup ini;  mengejar perkara-perkara rohani lebih daripada perkara-perkara yang ada di dunia.  Rasul Paulus pun menasihati,  "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi."  (Kolose 3:1-2).  Melalui pertolongan Roh Kudus kita berusaha menaati perintah Tuhan.  Jika kita melakukan apa yang diperintahkan Tuhan ini, tidak ada alasan bagi kita untuk merasa kuatir dan cemas akan kebutuhan kita sebab semuanya pasti akan disediakan Tuhan.

     Sudahkah kita memperhatikan jam-jam doa, menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman-Nya, tekun beribadah serta melayani Dia sepenuh hati?

Bila kita belum melakukan itu artinya kita belum memprioritaskan Tuhan.

Tuesday, September 23, 2014

PERSEMBAHAN YANG BERKENAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 September 2014

Baca:  Ibrani 11:4

"Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain."  Ibrani 11:4a

Selain melihat pribadi dari si pemberi persembahan, Tuhan juga sangat memperhatikan motivasi hati.  Persembahan Kain ditolak oleh Tuhan karena persembahannya tidak sesuai dengan kehendak-Nya.  Alkitab mencatat bahwa Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanahnya, artinya ia memberi sekedarnya, tidak memberi yang terbaik dan tidak dengan sepenuh hati.  Berbeda dengan Habel yang mempersembahkan  'anak sulung'  dari kambing dombanya.  Dalam hal ini Habel memberi yang terbaik dari yang dimilikinya;  ia tidak memberi secara asal, melainkan mempersembahkan domba-domba yang terpilih yaitu yang sulung dan gemuk.  Mempersembahkan yang sulung sebagai bukti bahwa ia sangat menghargai dan menghormati Tuhan.

     Setelah persembahannya ditolak Tuhan Kain menjadi marah, panas hati dan mukanya menjadi muram.  Reaksi kemarahan adalah tanda ketidakmurnian hati Kain saat memberi.  Ia memberi dengan harapan beroleh suatu balasan, baik itu berupa pujian atau sanjungan dari orang lain;  dan sikap hati yang salah inilah akhirnya mendorong Kain untuk melakukan perbuatan jahat yaitu tega membunuh Habel, yang adalah adik kandungnya sendiri;  sementara, Habel memberikan persembahan kepada Tuhan dengan motivasi yang benar-benar tulus.  Kerelaan hati dan kasihnya yang besar kepada Tuhan menjadi dasar baginya untuk memberikan yang terbaik.  Inilah tindakan iman!  Habel memberi bukan menurut kehendak sendiri, tapi memberi sesuai standar yang diinginkan Tuhan.  "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia."  (Ibrani 11:6).

     Segala sesuatu yang kita kerjakan dan perbuat untuk Tuhan  (ibadah, pelayanan dan memberi persembahan)  haruslah dilandaskan kepada iman yang benar kepada Tuhan.  "...iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna."  (Yakobus 2:22).

Persembahan harus dilandaskan pada motivasi yang benar dan dengan iman, yang olehnya kita akan selalu memberi yang terbaik bagi Tuhan!

Monday, September 22, 2014

PERSEMBAHAN YANG BERKENAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 September 2014

Baca:  Kejadian 4:1-16

"Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,"  Kejadian 4:4

Setiap kita pasti punya kerinduan yang sama yaitu apa pun yang kita kerjakan  (ibadah, pelayanan)  dan juga persembahan yang kita bawa kepada Tuhan itu sesuai dengan kemauan Tuhan, diterima oleh-Nya.  Kita pasti tidak berharap bahwa persembahan kita  (waktu, tenaga, pikiran, bahkan materi)  yang kita berikan kepada Tuhan menjadi sia-sia, ditolak dan diabaikan Tuhan.

     Kain dan Habel sama-sama memberikan korbah persembahan kepada Tuhan.  "...Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan;  Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya,"  (Kejadian 4:3-4).  Alkitab menyatakan bahwa Tuhan mengindahkan persembahan Habel, namun tidak persembahan Kain.  Mengapa?  Kalau kita teliti lebih dalam, Tuhan terlebih dahulu memperhatikan pribadi, setelah itu baru persembahannya.  Dikatakan,  "...TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya."  (Kejadian 4:4-5).  Artinya, siapa yang memberikan persembahan itu menjadi perhatian utama Tuhan dan jauh lebih penting dari persembahan itu sendiri,  "...sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya."  (1 Tawarikh 28:9).  Dalam memberikan persembahan kepada Tuhan, kita harus terlebih dahulu dalam kondisi benar dan memiliki kehidupan yang layak di hadapan Tuhan.  Jangan pernah berpikir bahwa Tuhan bisa kita sogok atau suap dengan persembahan kita, sementara kita sendiri hidup dalam ketidaktaatan.

     Jangan bangga dahulu jika kita merasa telah memberikan persembahan bagi pekerjaan Tuhan atau bahkan menjadi donatur gereja bila hal itu semata-mata untuk menutupi dosa-dosa kita.

Ketaatan seseorang adalah hal utama yang akan menentukan apakah persembahan itu berkenan kepada Tuhan atau tidak!

Sunday, September 21, 2014

IBADAH: Sesuai Standar Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 September 2014

Baca:  Ulangan 10:12-22

"...selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu,"  Ulangan 10:12

Pernahkah kita bertanya pada diri sendiri apakah ibadah dan pelayanan kita pasti berkenan dan menyenangkan hati Tuhan?  Ataukah kita bersikap masa bodoh?

     Ketahuilah, Tuhan memiliki standar kualitas yang menjadi ketetapan-Nya untuk mengukur kelayakan ibadah dan pelayanan seseorang.  "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati."  Kata ibadah berasal dari kata Yunani latreia, artinya pelayanan;  kata sejati berasal dari kata Yunani logika, yang bisa diartikan sesuatu yang pantas dan masuk akal.  Secara harfiah ibadah sejati berarti pelayanan yang pantas atau memenuhi syarat.

     Adapun pelayanan yang pantas dan memenuhi syarat yang dikehendaki Tuhan adalah dengan mempersembahkan tubuh kita sebagai korban.  Tanpa itu, ibadah atau pelayanan yang kita kerjakan tidak akan berkenan kepada Tuhan.  Mempersembahkan tubuh sebagai korban berarti memberi, yaitu mengalihkan atau memindahkan hak milik dari si pemberi kepada si penerima.  Sudahkah kita menyerahkan hidup kita secara penuh kepada Tuhan sebagai persembahan sejati?  Inilah yang diperbuat Paulus:  "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku."  (Galatia 2:20a).  Inilah hakikat ibadah dan pelayanan yang berkenan kepada Tuhan!  Jangan sampai ibadah dan pelayanan kita sebatas rutinitas dan liturgi belaka, tapi harus ada penyerahan diri total kepada kehendak Tuhan dan ada penyaliban daging.  "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya."  (Galatia 5:24).

     Jadi, ibadah yang sejati adalah persembahan  'tubuh'  yang sudah dibaharui dan kesediaan untuk hidup dalam pimpinan Roh Kudus.

Selama kita masih mencemarkan diri dengan dunia, ibadah dan pelayanan kita belum sesuai standar Tuhan!

Saturday, September 20, 2014

PUJIAN: Menghancurkan Musuh (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 September 2014

Baca:  Mazmur 9:1-21

"sebab musuhku mundur, tersandung jatuh dan binasa di hadapan-Mu."  Mazmur 9:4

Memuji Tuhan bisa diartikan kita berbicara kepada Tuhan dengan kata-kata yang dibalut dengan iman, serta memandang wajah-Nya dengan penuh rasa hormat dan pengagungan.  Tidakkah Tuhan tersentuh hati ketika melihat umat-Nya berbuat demikian?  Pasti yang terjadi adalah Tuhan akan semakin mengarahkan mata-Nya dan juga menyendengkan telinga-Nya ke arah kita.  Inilah mujizat dari puji-pujian!  Saat kita memuji-muji Tuhan berarti kita sedang mengundang hadirat Tuhan, di mana kehadiran hadirat-Nya selalu disertai dengan mujizat dan karya-karya-Nya yang heran dan dahsyat.

     Di sini lain, puji-pujian kepada Tuhan adalah hal yang menakutkan bagi musuh.  Siapakah musuh yang dimaksudkan di sini?  Bukankah sebagai orang percaya kita harus mengasihi semua orang, termasuk musuh kita?  Musuh yang dimaksudkan bukanlah sesama kita, melainkan pemerintah-pemerintah, penguasa-penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, seperti roh-roh jahat di udara  (baca  Efesus 6:12).  Jadi, musuh utama kita adalah Iblis.  Iblis akan bertekuk lutut dan tak berkutik saat mendengar puji-pujian.  Saat kita memuji-muji Tuhan kita sedang menyerahkan segala pergumulan kita kepada Tuhan dan mempercayai Dia berperang ganti kita.  Tuhan akan bertindak untuk menghancurkan Iblis dengan segala pekerjaan dan rencana jahatnya sehingga jarahan-jarahan yang sudah dicuri Iblis dapat direbut kembali.

     Jadikan pujian kepada Tuhan sebagai gaya hidup kita sehari-hari, bukan hanya saat keadaan sedang baik, sehat, keberkatan atau berhasil, tapi di segala keadaan.  "Marilah kita bersorak-sorai untuk TUHAN, bersorak-sorak bagi gunung batu keselamatan kita."  (Mazmur 95:1), karena sorak-sorai untuk Tuhan itu mengundang perhatian-Nya.  Sorak-sorai itu memperlihatkan semangat, rasa percaya diri dan tekad, serta bersifat nubuatan dan membangun iman.  Firman-Nya serta bersifat nubuatan dan membangun iman.  Firman-Nya memerintahkan kita untuk bersorak-sorai,  "...elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai!"  (Mazmur 47:2), karena ada kuasa yang besar dalam sebuah sorak-sorai.  Saat kita menyerukan nama Yesus dengan sorak-sorai segala belenggu dan tembok-tembok persoalan akan runtuh!

Saat kita memuji-muji Tuhan,  "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja."  Keluaran 14:14

Friday, September 19, 2014

PUJIAN: Menghancurkan Musuh (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 September 2014

Baca:  Mazmur 8:1-10

"Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam."  Mazmur 8:3

Tidak ada pribadi yang lebih layak dipuji dan disembah selain daripada Tuhan kita Yesus Kristus.  Hanya Dia yang layak menerima pujian dan pengagungan kita.  Saat kita memuji-Nya hati Tuhan disenangkan, sebaliknya Iblis benci.  Iblis tidak sanggup bertahan mendengar puji-pujian kita, ia akan lari tunggang langgang sebab puji-pujian itu ibarat senjata tajam, siap menghujam, menghancurkan dan memporak-porandakan pertahanan Iblis.  Karena itu jangan sekali-kali meremehkan kuasa puji-pujian kepada Tuhan.  Tuhan sudah meletakkan kekuatan di mulut bayi-bayi dan anak-anak untuk membungkam musuh dengan puji-pujian  (ayat nas), artinya ada kekuatan dahsyat di balik pujian.

     Daud adalah manusia biasa sama seperti kita yang tak luput dari masalah, kesesakan, tekanan, dan ujian.  Namun hal itu tidak membuatnya larut dalam keputusasaan, justru ia semakin menguatkan hati, bahkan memaksa jiwanya untuk tetap memuji Tuhan,  "Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah-gulana; bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan. Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!"  (Mazmur 42:5-6).  Daud percaya ketika ia secara intensif memuji Tuhan pintu-pintu kesempatan semakin terbuka untuk mengubah yang mustahil menjadi mungkin, mengubah kekalahan menjadi kemenangan, serta mengubah kepedihan menjadi sukacita besar, oleh karena Tuhan hadir di setiap pujiannya.

     Paulus dan Silas juga mengalami dampak dari kuasa pujian!  Saat keduanya berada di dalam penjara,  "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka."  (Kisah 16:25), maka terjadilah gempa bumi yang hebat, sendi-sendi penjara itu goyah, sehingga semua pintu dan belenggu pun terlepas.

Dalam situasi buruk sekali pun tetaplah perkatakan iman melalui puji-pujian bagi Tuhan!

Thursday, September 18, 2014

BERSEMAYAM DI ATAS PUJIAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 September 2014

Baca:  Mazmur 22:1-32

"Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel."  Mazmur  22:4

Tak bisa dibayangkan Tuhan dengan segala kemahaan-Nya melawat dan tinggal di setiap pujian dan penyembahan yang sedang kita naikkan.  Hal itu membuktikan bahwa Tuhan selalu ada dan akan menyatakan kuasa-Nya saat puji-pujian yang diperuntukkan bagi-Nya berkumandang.  Kehadiran-nya itu pun pasti disertai dengan perbuatan-Nya yang heran dan ajaib:  kesembuhan, pengampunan, kemurahan, kebaikan dan segala perkara yang baik.  "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa"  (Yakobus 1:17)

     Apa yang Saudara pergumulkan saat ini?  Jangan diam saja dan membisu, angkat suaramu dan naikkan pujian bagi Tuhan, sembahlah Dia.  Semua kerinduan kita pasti Tuhan sediakan saat kita memuji-muji Dia, sebab Dia bersemayam di atas puji-pujian kita bukan hanya saat kita beribadah, namun kapan pun waktunya dan di manapun tempatnya.  Tuhan hadir saat kita memuji Tuhan di rumah, di kamar, saat memasak, saat mengendarai mobil, di tempat kerja, di sekolah atau di dapur saat memasak sekalipun.  Jadi pujian dan penyembahan itu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, artinya setiap kali kita memuji, meninggikan, mengagungkan dan menyembah Tuhan Ia selalu hadir untuk memenuhi kerinduan kita, karena Dia tak dapat menolak pujian dan penyembahan kita.

     Kata bersemayam bisa diartikan bahwa Tuhan hadir dengan segala kuasa dan otoritas-Nya;  bukan hanya itu, Dia juga akan tinggal diam dan bergaul karib dengan kita.  Pemazmur mengatakan,  "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).  Perjanjian-Nya saja Ia beritahukan, terlebih lagi apa pun yang kita minta dan perlukan pasti juga diberikan-Nya bagi kita.  "...jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."  (Matius 7:11).  Memuji dan menyembah Tuhan itu membawa keuntungan besar bagi yang melakukannya.

Selagi kita masih bernafas jangan pernah berhenti untuk memuji dan menyembah Tuhan!

Wednesday, September 17, 2014

ATMOSFER KERAJAAN SORGA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 September 2014

Baca:  Mazmur 147:1-20

"Sungguh, bermazmur bagi Allah kita itu baik, bahkan indah, dan layaklah memuji-muji itu."  Mazmur 147:1

Ayat nas menyatakan bahwa bermazmur bagi Tuhan itu baik dan indah di pemandangan mata Tuhan, maka sudah selayaknya setiap orang percaya memiliki kehidupan yang dipenuhi oleh puji-pujian.

     Jangan sekali-kali kita terintimidasi oleh keadaan atau situasi yang ada, yang seringkali menghalangi kita untuk memuji dan menyembah Tuhan, sebab ada banyak orang Kristen yang sukar sekali diajak memuji dan menyembah Tuhan karena hatinya masih terbelenggu oleh beban dan permasalahan hidup.

     Tuhan menghendaki setiap anak-Nya memiliki gaya hidup suka memuji dan menyembah Tuhan, apa pun keadaannya.  Memuji dan menyembah Tuhan yang bukan sekedar formalitas berdasarkan liturgi belaka, atau hanya sebatas lips service, tapi pujian dan penyembahan yang ke luar dari sikap hati yang tulus, yang didasari kerinduan untuk berjumpa dengan Tuhan dan menyenangkan Dia.  Jangan sampai Tuhan menilai kita demikian:  "...bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan,"  (Yesaya 29:13).

     Memuji dan menyembah Tuhan haruslah menjadi gaya hidup kita sehari-hari tanpa harus dibuat-buat dengan harapan beroleh pujian dari orang lain yang melihatnya.  Atmosfer Kerajaan Sorga itu dipenuhi oleh pujian dan penyembahan.  Nah, oleh karena kewargaan kita adalah warga Kerajaan Sorga  (baca  Filipi 3:20), maka kita pun harus membiasakan diri akan atmosfer ini dengan suka memuji serta menyembah Tuhan.

     Rindu menjadi bagian orang-orang yang turut memerintah dalam Kerajaan Sorga?  Jadilah pemuji-pemuji Tuhan.  Inilah atmosfer yang disukai Tuhan, suatu pujian dan penyembahan yang ke luar dari hati yang tulus dan mengasihi Dia.

Saat kita memuji dan menyembah Tuhan Dia bergerak bebas dan berkarya.

Tuesday, September 16, 2014

PENYEMBAHAN YANG TERBAIK (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 September 2014

Baca:  Lukas 7:41-50

"Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih."  Lukas 7:47

Perempuan berdosa itu datang kepada Yesus dengan menangis sebagai ungkapan syukur karena telah mengalami jamahan kasih Tuhan.  Ketika semua orang menolak dan mengucilkannya Yesus mau menerima dirinya yang hina dina.  Bahkan dosa-dosanya yang tak terbilang jumlahnya juga telah diampuni Tuhan.  "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba."  (Yesaya 1:18).

     Karena itu ia membasahi kaki Yesus dengan linangan air matanya, menyeka dengan rambutnya, mencium kaki-Nya, serta meminyakinya dengan minyak wangi yang sangat mahal.  Secara tradisi, minyak wangi dalam buli-buli biasanya dituang di atas kepala seseorang dan hanya dipergunakan untuk mengurapi orang yang dihormati saja.  Tapi perempuan itu memakainya untuk meminyaki kaki Yesus.  Ini menimbulkan reaksi negatif karena dianggap sebagai suatu pemborosan.  Mereka menghitung bahwa nilai minyak wangi itu sangat mahal, sebesar upah pekerja satu tahun.  Inilah yang acapkali dilakukan banyak orang Kristen:  hitung-hitungan dengan Tuhan dan mengukur pelayanannya dengan uang atau materi.

     Apa yang diperbuat perempuan itu terhadap Yesus adalah wujud kerendahan hatinya dan bentuk penyembahan yang terbaik kepada Tuhan.  Ia sangat menghargai nilai pengampunan dosa yang diberikan Tuhan kepadanya, karena itu ia pun melakukan perbuatan yang lebih dari batas kewajaran;  membuatnya mengasihi Tuhan Yesus lebih daripada yang orang lain perbuat dengan memberikan penyembahan yang melampaui batas akal sehat, semaksimal mungkin yang dapat dilakukannya.  Sesungguhnya keberadaan kita sebelum diampuni Tuhan adalah sama dengan perempuan itu, hutang dosa kita tak terbilang jumlahnya.  Kini hutang dosa kita telah dibayar lunas oleh Yesus melalui pengorban-nya di kayu salib  (baca  1 Korintus 6:20).

Kristus telah memberikan hidup-Nya bagi kita, sudah seharusnya kita pun memberikan penyembahan yang luar biasa kepada-Nya melampaui batas dan yang sangat berharga, bukan penyembahan ala kadarnya dan sisa-sisa hidup kita.

Monday, September 15, 2014

PENYEMBAHAN YANG TERBAIK (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 September 2014

Baca:  Lukas 7:36-40

"Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu."  Lukas 7:38

Bila kita teliti, tema utama dari Injil Lukas adalah berbicara tentang keselamatan.  Dalam Injil ini kita menemukan catatan-catatan unik yang tidak kita temukan di ketiga Injil lainnya, yaitu mengenai sisi lain dari keselamatan, salah satunya adalah perihal Yesus diurapi oleh perempuan yang berdosa.  Lukas mencatat secara detil ungkapan syukur yang tiada tara dari seorang perempuan berdosa yang telah beroleh anugerah keselamatan.  Kedatangan Yesus memenuhi undangan orang Farisi dalam perjamuan makan pun menunjukkan bahwa Dia dekat dengan semua orang dari kalangan manapun, tanpa mengenal status sosial seseorang.  Sama seperti Injil yang berisikan tentang kabar keselamatan, kabar keselamatan juga diperuntukkan bagi setiap orang tanpa terkecuali.

     Di sini ada tiga tokoh utama yaitu Tuhan Yesus, orang Farisi yang bernama Simon dan seorang perempuan berdosa.  Lukas tidak menyebutkan siapa nama perempuan tersebut, dia hanya menyebutkan bahwa perempuan itu adalah orang berdosa yang sangat  'terkenal', artinya memiliki reputasi yang sangat buruk, semua orang di kota itu mengenalnya.  Mendengar bahwa Yesus sedang berada di rumah orang Farisi itu perempuan berdosa itu pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, segeralah ia datang kepada Yesus dengan membawa sebuah buli-buli pualam yang berisikan minyak wangi yang harganya sangat mahal;  artinya ia datang kepada Yesus tidak dengan tangan hampa, melainkan membawa yang terbaik yang ia miliki untuk dipersembahkan kepada Yesus tanpa mempedulikan cibiran atau cemoohan orang lain terhadap dirinya yang memiliki kehidupan sangat kelam.  Tekadnya hanya satu:  bertemu dengan Yesus.

     Ayat nas menggambarkan wujud penghormatan yang luar bisa yang ditunjukkan oleh perempuan berdosa itu terhadap Tuhan Yesus, suatu tindakan yang tidak lazim di budaya Yahudi pada jaman itu:  membasuh kaki dengan air mata, menyekanya dengan rambut, mencium kaki Yesus dan meminyaki dengan minyak wangi.  Perempuan itu datang kepada Yesus dengan totalitas dan penuh kerendahan hati.

Sudahkah kita datang kepada Tuhan Yesus dengan totalitas hidup kita?

Sunday, September 14, 2014

PENYEMBAHAN: Penyerahan Diri

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 September 2014

Baca:  Roma 6:12-14

"Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya."  Roma 6:12

Bukanlah perkara mudah memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan.  Secara naluriah manusia lebih suka hidup bebas, tinggal dalam comfort zone, dan tidak berada di bawah kendali atau tekanan pihak luar mana pun.  Ketika mendengar kata  'menyerahkan diri'  kita pun memaknainya dengan konotasi negatif.  Terbayang dalam pikiran kita penjahat yang tertangkap aparat dan kemudian diserahkan kepada pihak yang berwajib untuk diadili.  Menyerahkan diri kita anggap kekalahan yang mamalukan alias seperti pecundang.

     'Menyerahkan diri'  yang dimaksud adalah wujud respons seseorang yang telah mengalami dan merasakan kasih Tuhan yang besar dalam hidupnya.  Ketika kita menyerahkan diri kepada Tuhan bukan berarti kita dalam kondisi pasrah secara pasif  (karena sedang mengalami jalan buntu), tetapi berbicara tentang kerelaan kita mengorbankan seluruh hidup untuk dibentuk Tuhan dan mempercayai-Nya sebagai pemegang kendali hidup kita.  Jadi, percaya adalah unsur yang sangat diperlukan seseorang untuk berserah diri.  Hal ini akan semakin mudah apabila kita menyadari akan kasih Tuhan yang unconditional  (tanpa syarat)  itu, di mana  "...Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:8).  Menyerahkan diri kepada Tuhan berbicara tentang harga yang harus kita bayar, yaitu bersedia menaati perintah-perintah-Nya, tunduk kepada kehendak-Nya dengan menyalibkan keinginan-keinginan tubuh alias menolak menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada dosa, melainkan mempersembahkannya kepada Tuhan untuk dipakai sebagai senjata kebenaran.

     Tuhan Yesus adalah teladan terbesar dan terutama dari penyerahan diri.  Dia menyerahkan diri secara penuh kepada Bapa dengan berkata,  "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki."  (Matius 26:39).  Inilah penyembahan yang menyenangkan hati Bapa!

Harga sebuah penyembahan yang berkenan kepada Tuhan adalah sebuah penyerahan diri!

Saturday, September 13, 2014

PENYEMBAHAN: Persembahan Hidup

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 September 2014

Baca:  Kejadian 22:1-19

"Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?"  Kejadian 22:7

Malaikat dari penyembahan yang berkenan kepada Tuhan adalah mempersembahkan diri sebagai korban.  Inilah standar yang ditetapkan Tuhan!  Artinya tanpa mempersembahkan atau menjadikan diri kita sebagai korban maka penyembahan kepada Tuhan akan menjadi sia-sia dan tidak mungkin berkenan kepada-Nya.

     Abraham yang rela mempersembahkan Ishak, anak semata wayangnya.  "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."  (Kejadian 22:2).  Abraham membawa korban yang terbaik dalam hidupnya sebagai persembahan kepada Tuhan.  Korban atau persembahan yang terbaik di hadapan Tuhan adalah ketika kita mempersembahkan hidup kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada-Nya.

     Pada zaman Perjanjian Lama tugas seorang imam dalam penyelenggaraan sebuah ibadah adalah menjaga supaya api di atas mezbah Tuhan tetap dalam keadaan menyala.  Agar api bisa menyala terus-menerus, di atas mezbah harus selalu ada yang dipersembahkan atau dikorbankan.  Begitu pula keberadaan orang percaya adalah imam-imam Tuhan yang telah dipanggil dan diutus melayani Dia, karena itu kita juga harus mempersembahkan korban di atas mezbah Tuhan yaitu dengan mempersembahkan tubuh dan segenap kehidupan kita.  Bagaimana caranya?  Mari bertekad memisahkan diri dari dunia dan tidak lagi menjadi serupa dengan dunia, dengan jalan berkomitmen untuk mati terhadap dosa sehingga tubuh kita benar-benar layak menjadi persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan.  "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!"  (1 Korintus 6:20).

     Inilah penyembahan yang berkenan dan menyenangkan hati Tuhan, di mana kita mempersembahkan keberadaan kita secara total untuk melayani Dia dan menjadi alat kemuliaan-Nya, karena Tuhan telah lebih dulu berkorban bagi kita.

"Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia,"  2 Korintus 5:15

Friday, September 12, 2014

PENYEMBAHAN: Sepenuhnya Tentang Yesus

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 September 2014

Baca:  Mazmur 73:25-28

"Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi."  Mazmur 73:25

Mengapa penyembahan sepenuhnya tentang Yesus?  Karena Dia telah menyelamatkan dan menebus dosa kita.  "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."  (1 Petrus 1:18-19).  Kita dapat menyembah Tuhan dengan sungguh hanya bila kita menyadari kebesaran-Nya, kebaikan-Nya dan segala hal yang telah dikerjakan-Nya bagi kita.  Dengan demikian penyembahan merupakan suatu tanggapan dari hati yang mengungkapkan sukacita, ucapan syukur dan kerinduan bersekutu dengan Tuhan.  Karena itu ijinkan Ia menjadi Raja atas hidup kita, berotoritas penuh memerintah dan bertahta di hati kita.

     Bagaimana seharusnya kita menyembah?  "Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran;"  (Yohanes 4:22-23).  Tuhan itu Roh, karena itu kita harus menyembah Dia dalam roh dan kebenaran, bukan dalam daging dan dalam keadaan tidak benar.  Menyembah dalam roh artinya menghampiri Tuhan dengan hati yang sungguh dan roh yang benar-benar diarahkan dan kendalikan Roh Kudus;  dan karena Tuhan adalah kebenaran, maka mutlak bagi kita yang menyembah-Nya benar-benar diarahkan dan dikendalikan Roh Kudus;  dan karena Tuhan adalah kebenaran, maka mutlak bagi kita yang menyembah-Nya benar-benar dalam posisi hidup benar dan berkenan kepada Tuhan.

     Ketika bangsa Israel berada dalam perbudakan di Mesir Tuhan mengutus Musa membawa mereka ke luar dari Mesir, sebab Tuhan ingin umat-Nya itu beribadah dan menyembah kepada-Nya secara bebas.  Tuhan pun menginginkan kita menyembah Dia dengan kebebasan dan kemerdekaan, tidak dalam keadaan terbelenggu dosa.  Melalui karya-Nya di kayu salib Ia sudah melepaskan dan memerdekakan kita dari dosa dan Iblis.

Kita harus menyembah Tuhan dalam roh dan kebenaran karena Dia telah membebaskan kita dari dosa.

Thursday, September 11, 2014

DIRANCANG UNTUK MENYEMBAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 September 2014

Baca:  Mazmur 148:1-14

"Baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta."  Mazmur 148:5

Sejak dari semula manusia dicipta dan dirancang Tuhan untuk menyembah Dia, karena itu secara naluriah manusia memiliki kecenderungan untuk menyembah sesuatu.  Sayang, tidak semua manusia menyembah Tuhan, malah menyembah obyek yang salah:  menyembah dewa-dewa, patung, binatang, pohon, gunung, batu, kuburan, matahari dan sebagainya.  Padahal tiada lain yang layak disembah selain daripada Tuhan.  Adapun arti dari penyembahan  (proskuneo)  adalah sikap tubuh yang menyembah sampai ke tanah yang menunjukkan suatu penghormatan, pengaguman dan kasih kepada Tuhan.

     Penyembahan itu tidak berbicara tentang bakat atau talenta seseorang dalam hal bernyanyi.  Mungkin ada orang Kristen yang berkata,  "Suaraku tidak bagus, karena itu aku tidak bisa menyembah Tuhan;  karena aku seorang penyanyi yang sudah menghasilkan album rohani maka aku harus banyak menyembah Tuhan;  karena dipercaya melayani sebagai worship leader dan singer digereja, maka aku harus meluangkan banyak waktu untuk menyembah Tuhan."  Jika kita memandang penyembahan itu hanyalah sebuah bakat atau talenta semata maka penyembahan kita tidak akan bertahan lama.  Perlu digarisbawahi di sini bahwa penyembahan itu adalah sepenuhnya tentang Tuhan.  Jika kita menyadari akan hal ini maka kita akan menjadikan penyembahan itu sebagai gaya hidup, di mana kita akan menyembah Tuhan di segala keadaan:  baik itu susah dan senang, saat baik atau buruk, kondisi sehat maupun sakit, berhasil atau gagal, keberkatan atau krisis, atau saat ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi sekalipun.

     Penyembahan yang benar kepada Tuhan tidak terbatas pada ruang dan waktu, atau saat menghadiri ibadah di gereja atau persekutuan saja, tapi di mana pun kita berada dan kapan pun itu, karena kita tahu bahwa penyembahan adalah sepenuhnya untuk Tuhan, bukan untuk manusia;  Dialah yang menjadi alasan utama kita untuk tetap menyembah.

Inilah yang sedang Tuhan cari:  hati manusia yang dengan kerinduan dan kesadaran penuh datang menyembah Dia, bukan karena tradisi atau liturgi belaka. 

Wednesday, September 10, 2014

HIDUP TANPA KEPAHITAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 September 2014

Baca:  Mazmur 73:1-24

"...hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya,"  Mazmur 73:21

Jika kita menyadari bahwa dalam menjalani hidup ini kita tidak sendiri, maka seberat apa pun masalah, kesesakan, atau penderitaan tidak akan memahitkan hati kita.  Kita harus selalu ingat bahwa ada pribadi yang tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita yaitu Tuhan Yesus.  Janji-janji-Nya kepada kita,  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).

     Inilah yang seharusnya menguatkan dan menghibur kita!  Kita tidak perlu takut dan kuatir bahwa Tuhan akan meninggalkan atau membiarkan kita,  "Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?'"  (Ibrani 13:6).  Karena itu bangunlah persekutuan yang karib dengan Tuhan setiap hari.  Saat kita tinggal di dalam hadirat-Nya kita akan selalu diingatkan bahwa Tuhan selalu ada di pihak kita dan menyertai kita, bahkan penyertaan-Nya atas kita sampai kesudahan zaman  (baca  Matius 28:20).  "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan,"  (Ibrani 12:2).  Percayalah bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan kita, dan pada saat yang tepat Tuhan pasti memberikan jalan keluar yang terbaik  (baca  1 Korintus 10:13).  Seringkali ketika situasi-situasi di sekitar kita tampak begitu buruk dan tidak sesuai harapan, arah mata kita semata-mata tertuju kepada masalah, bukan kepada Tuhan dan janji firman-Nya, sehingga hari-hari kita pun dipenuhi kepahitan.

     Kepahitan sama sekali tidak membawa dampak positif dalam hidup kita, sebaliknya, ia hanya akan merusak dan menghancurkan.  Selama kita hidup dalam kepahitan berarti kita belum sepenuhnya hidup sebagai  'manusia baru'  melainkan masih mengenakan  'manusia lama'.  Bukankah setiap orang yang ada di dalam Kristus adalah ciptaan baru?  (baca  2 Korintus 5:17).  Oleh karena itu mari kita buang segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, dan fitnah dan juga segala kejahatan  (baca  Efesus 4:31).  Saat kita membuang segala kepahitan, kita akan mendapatkan sukacita, damai dan hal-hal baik lainnya.

Hidup kita terlalu berharga bila diisi dengan kepahitan hati!

Tuesday, September 9, 2014

HIDUP TANPA KEPAHITAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 September 2014

Baca:  Keluaran 1:1-22

"Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa orang Israel bekerja, dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu."  Keluaran 1:13-14

Dari pembacaan firman hari ini dinyatakan bahwa Iblis memakai Firaun untuk  'memahitkan'  hati bangsa Israel dengan pekerjaan yang berat dan kejam.  Kekejaman orang-orang Mesir membuat bangsa Israel mengalami kepahitan yang luar biasa.  Bangsa Israel adalah contoh nyata dampak buruk yang ditimbulkan oleh rasa pahit yang terpendam bertahun-tahun di dalam hati.  Perlakuan kejam bangsa Mesir benar-benar menorehkan luka mendalam di hati mereka.

     Kepahitan itu bisa digambarkan seperti sebuah akar.  Akar tidak bisa dilihat karena berada jauh di dalam tanah, tapi kita dapat merasakan dan melihatnya dari buah yang dihasilkannya.  Akar yang pahit menghasilkan buah yang pahit juga.  "Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat."  (Matius 12:34b-35).  Karena itu kita harus bisa menjaga kondisi hati kita.  "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."  (Amsal 4:23).  Karena hatinya teramat pahit, bangsa Israel pun menunjukkan sikap yang memberontak kepada Tuhan.

     Bagaimana supaya terbebas dari kepahitan hati?  Semua tergantung bagaimana kita menyikapi setiap permasalahan yang terjadi.  "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia."  (Amsal 23:7a).  Kita harus membuat suatu tindakan nyata untuk melepaskan diri dari belenggu kepahitan itu.  "Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit..."  (Ibrani 12:15).  Akar pahit akan semakin tumbuh subur apabila kita hidup jauh dari kasih karunia Tuhan.  Hanya oleh kasih karunia Tuhanlah kita dituntun kepada kehidupan yang terbebas dari kepahitan.  Maka dari itu bukalah hati dan ijinkan Roh Kudus memimpin langkah hidup kita.

Jika senantiasa dipimpin Roh Kudus, hati kita akan terbebas dari kepahitan!

Monday, September 8, 2014

KEPAHITAN HATI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 September 2014

Baca:  Ayub 10:1-22

"Aku telah bosan hidup, aku hendak melampiaskan keluhanku, aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku."  Ayub 10:1

Beberapa waktu yang lalu salah satu surat kabar harian nasional mengupas tentang kepahitan hati yang dirasakan oleh kurang lebih 61 juta anak di negeri Cina.  Mereka disebutnya sebagai generasi yang patah hati.  Kepahitan hati anak-anak negeri Tirai Bambu ini timbul karena merasa diabaikan dan tidak lagi diperhatikan oleh orangtua atau keluarga mereka sendiri.  Karena desakan ekonomi, para orangtua memilih untuk meninggalkan anak-anaknya di kampung halaman mereka, pergi ke kota demi memburu Yuan sehingga menimbulkan kepahitan mendalam dalam diri anak-anak.  Mereka merasa tertolak dan disia-siakan oleh orangtuanya.  Hati mereka menjadi sangat pahit dan merana, bahkan tidak sedikit yang menjadi korban pelecehan orang lain karena kurangnya perlindungan dan pengawasan dari orangtua.

     Ayub adalah orang yang  "...saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."  (Ayub 1:1), namun bukan berarti ia terbebas dari masalah dan penderitaan, justru harus mengalami ujian yang sangat berat.  Beratnya penderitaan yang dialami sampai-sampai membuatnya putus asa dan menyerah pada keadaan.  Ia merasa telah diperlakukan Tuhan secara tidak adil.  Ia pun mencurahkan dan melampiaskan keluh kesah dan kepahitan hatinya kepada Tuhan,  "Mengapa Engkau menyebabkan aku keluar dari kandungan? Lebih baik aku binasa, sebelum orang melihat aku!"  (Ayub 10:18).  Menurut penelitian, 70% orang yang mengalami kepahitan hati memiliki kecenderungan untuk melampiaskannya dengan kemarahan.

     Sungguh, kepahitan adalah salah satu penyakit rohani yang sangat berbahaya!  Apabila kepahitan hati ini terus dibiarkan ia akan seperti kanker yang dapat menggerogoti tubuh manusia:  merusak kehidupan rumah tangga, memporakporandakan karir, membuat orang mudah jatuh sakit, putus asa dan bahkan bisa mendorong orang untuk melakukan perbuatan nekat yaitu bunuh diri.

Kepahitan adalah salah satu senjata yang dipakai Iblis untuk menghancurkan kehidupan manusia, karena Iblis datang untuk mencuri, membunuh dan membinasakan  (baca  Yohanes 10:10a).

Sunday, September 7, 2014

PEMBEBASAN TUHAN: Jalan Keluar Atas Masalah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 September 2014

Baca:  Mazmur 34:16-23

"Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;"  Mazmur 34:20

Pembebasan lain yang dikerjakan Tuhan bagi umat-Nya adalah membebaskan dari segala kesesakan dan penderitaan, artinya selalu ada jalan keluar untuk setiap masalah dan kesesakan yang kita alami.  Maka dari itu saat dalam masalah jangan sekali-kali menjauhkan diri dari Tuhan, apalagi sampai meninggalkan Dia.  Kita harus lebih lagi mencari wajah Tuhan, karena semakin kita melangkah jauh dari Tuhan semakin jauhlah kita dari tangan-Nya yang kuat, sehingga kita semakin tidak punya kekuatan menghadapi masalah.  Sebaliknya jika kita tinggal dekat Tuhan ada jaminan perlindungan.  "TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya."  (Mazmur 37:23-24).  Sehelai rambut pun tidak akan jatuh tanpa sepengetahuan Tuhan  (baca  Matius 10:30).

     Ketika para rasul  (utusan Tuhan)  ditangkap oleh Imam Besar dan orang-orang Saduki yang membencinya dan dimasukkan ke dalam penjara kota, tiba-tiba  "...waktu malam seorang malaikat Tuhan membuka pintu-pintu penjara itu dan membawa mereka ke luar, katanya: Pergilah, berdirilah di Bait Allah dan beritakanlah seluruh firman hidup itu kepada orang banyak."  Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk membebaskan rasul-rasul itu dengan cara-Nya yang ajaib,  "...sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu."  (Mazmur 91:11).  Sangat jelas bahwa Tuhan memiliki banyak cara untuk membebaskan, melepaskan dan meluputkan umat-Nya dari segala bentuk kesukaran, ujian dan pergumulan yang ada.  Salah satu caranya adalah mengirimkan para malaikat-Nya untuk menjaga di segala jalan kita.  Malaikat-malaikat diutus Tuhan untuk melayani umat yang memerlukan pertolongan-Nya.  Janji perlindungan Tuhan pun benar-benar terbukti.

     Andalkan Tuhan dan libatkan Dia di segala aspek hidup ini,  "...janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."  (Amsal 3:5), maka pada saat yang tepat Tuhan akan bertindak menolong kita dan meluputkan kita dari kesukaran.

"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  Filipi 4:13

Saturday, September 6, 2014

YESUS DATANG: Pekerjaan Iblis Dihancurkan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 September 2014

Baca:  1 Yohanes 3:1-10

"Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu."  1 Yohanes 3:8b

Alkitab menyatakan:  "barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya."  (1 Yohanes 3:8a).  Dari pernyataan ini bisa disimpulkan bahwa asal usul dosa adalah Iblis.  Untuk itulah Yesus Kristus, Anak Allah, diutus datang ke dunia dengan tujuan menghancurkan segala perbuatan yang dikerjakan Iblis.

     Kita tahu pekerjaan Iblis adalah  "...untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;"  (Yohanes 10:10a).  Iblis berusaha memisahkan manusia dari kasih Tuhan.  Itulah sebabnya langkah awal yang dikerjakan Tuhan dalam rangka penyelamatan manusia adalah terlebih dahulu menghancurkan segala perbuatan Iblis ini.  Iblis lah yang menghalangi manusia memperoleh keselamatan dengan jalan membutakan pikiran manusia.  "Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa, yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah."  (2 Korintus 4:3-4).  Orang yang dibutakan pikirannya oleh Iblis sulit sekali menerima Injil, bahkan pemberitaan tentang salib dianggapnya sebagai sebuah kebodohan.  Akibatnya mereka tetap hidup dalam kegelapan dengan perbuatan-perbuatannya yang jauh dari kebenaran oleh karena mereka tidak melihat dan tidak diterangi oleh cahaya Injil.

     Hanya terang Tuhan yang dapat membuka pikiran yang gelap dan terang itu ada di dalam Kristus.  "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup."  (Yohanes 8:12).  Bila pikiran manusia sudah diterangi Injil akan dapat melihat perkara-perkara dahsyat yang dikerjakan Tuhan, mengerti kehendak-Nya, rencana-Nya, serta memahami  "...betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus"  (Efesus 1:19-20).  Akhirnya manusia dapat merespons karya keselamatan yang dikerjakan Kristus melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.

Kuasa-Nya hebat atas kita dan karena-Nya setiap kita yang percaya  "...lebih dari pada orang-orang yang menang,"  Roma 8:37

Friday, September 5, 2014

PEMBEBASAN TUHAN: Terbebas Dari Dosa

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 September 2014

Baca:  Yesaya 6:1-11

"Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara,"  Yesaya 61:1

Pembebasan yang dilakukan Tuhan bagi orang-orang percaya adalah membebaskan dari belenggu dosa.  Dalam suratnya kepada jemaat di Roma rasul Paulus menegaskan bahwa semua manusia adalah orang yang berdosa.  "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak."  (Roma 3:10).  Karena semua orang telah berbuat dosa, mereka pun kehilangan kemuliaan Allah.

     Namun ada kabar sukacita:  setiap orang yang mau datang kepada Tuhan dengan pertobatan yang sungguh akan diampuni dan dipulihkan-Nya mereka.  Artinya Tuhan selalu memberi kesempatan kepada setiap orang mengalami pembebasan dari belenggu dosa ini.  "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."  (1 Yohanes 1:9).  Tangan Tuhan selalu terbuka untuk menyambut kita karena Dia rindu kita memiliki hubungan yang dekat dengan Bapa, karena sekian lama terpisah jauh karena dosa dan pelanggaran kita, sama seperti yang dilakukan oleh bapa kepada anak yang terhilang.  Ketika anak itu kembali kepada bapanya, bapa memberikan 3 hal kepada anaknya itu:  jubah, cincin dan kasut.

     Jubah adalah lambang kebenaran.  "dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus."  (Roma 3:24).  Cincin adalah lambang otoritas.  Karena Kristus, kita memiliki otoritas untuk menjadi orang-orang yang berhasil, berkemenangan dan berkelimpahan.  Kasut adalah gambaran bahwa setiap kita yang ada di dalam Kristus tidak lagi menjadi budak atau hamba dosa, melainkan  "...telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran."  (Roma 6:18).  Status kita bukan lagi orang-orang yang terjajah oleh Iblis, tapi orang-orang yang merdeka.  "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka."  (Yohanes 8:36).

Pengampunan tersedia bagi setiap orang yang mau mengakui dosanya dan bertobat, mereka akan menerima pembebasan melalui darah Kristus!

Thursday, September 4, 2014

JANJI PEMBEBASAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 September 2014

Baca:  Mazmur 49:1-21

"Tetapi Allah akan membebaskan nyawaku dari cengkeraman dunia orang mati, sebab Ia akan menarik aku."  Mazmur 49:16

Dalam Lukas 24:51 dikatakan bahwa ketika Yesus naik ke sorga Dia tidak pergi meninggalkan murid-muridNya begitu saja, tapi Ia dalam posisi memberkati umat-Nya sebagai bukti kepedulian dan kasih-Nya yang besar kepada umat.  "Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga."  (Kisah 1:11), artinya Tuhan Yesus yang naik ke sorga suatu saat kelak pasti akan datang kembali keduakalinya untuk menjemput umat-Nya  dan sebagai umat Tuhan kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menyambut kedatangan-Nya itu, karena siap atau tidak siap Dia pasti akan datang kembali.

     Alkitab menyatakan bahwa ketika Yesus naik ke sorga Ia tidak hanya memberkati, tapi juga  "...membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia."  (Efesus 4:8).  Makna rohaninya adalah Tuhan akan melepaskan dan membebaskan umat-Nya dari segala belenggu yang selama ini mengikat dan menindas kehidupan mereka dan membawa mereka kepada kehidupan yang dipulihkan dan berkemenangan, sehingga semua tawanan mendapatkan kebebasan/kelepasan dari ketertawanannya,  "sebab Ia telah memandang dari ketinggian-Nya yang kudus, TUHAN memandang dari sorga ke bumi, untuk mendengar keluhan orang tahanan, untuk membebaskan orang-orang yang ditentukan mati dibunuh,"  (Mazmur 102:21).  Dari situ dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dasar pelayanan Tuhan Yesus adalah kasih, karena Dia  "...datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."  (Markus 10:45).

     Melalui pelayanan Yesus orang buta dapat melihat, yang lumpuh dapat berjalan, yang kusta menjadi tahir, yang tuli dapat mendengar, bahkan yang mati dibangkitkan-Nya.  Kedatangan-Nya benar-benar untuk menyelamatkan dan membebaskan.  Inilah yang seharusnya juga menjadi dasar pelayanan kita yaitu kasih kepada jiwa-jiwa yang tersesat dan membebaskan mereka dari segala keterikatan.

Bagi setiap orang yang percaya:  ada pertolongan, kelepasan dan juga pembebasan!
 

Wednesday, September 3, 2014

KASIH TUHAN TAK TERBILANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 September 2014

Baca:  Mazmur 63:1-12

"Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau."  Mazmur 63:4

Dapatkah kita menghitung kasih dan kebaikan Tuhan dalam hidup ini?  Tak satu pun yang sanggup menghitungnya.  "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, ...Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita,"  (Efesus 3:18, 20).  Jika hal itu senantiasa kita sadari maka hati kita akan senantiasa berlimpah dengan ucapan syukur.

     Namun fakta yang terjadi justru sebaliknya, ada banyak orang Kristen yang sulit sekali bersyukur kepada Tuhan, enggan memuliakan nama Tuhan, padahal kalau kita renungkan hidup ini, detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari tak sedikit pun terlewatkan campur tangan Tuhan.  Contoh nyata:  tahukah Saudara berapa harga oksigen di rumah sakit?  Harganya adalah Rp 25.000/liter.  Sedangkan nitrogen adalah seharga Rp 10.000/liter.  Kita tahu bahwa oksigen dan nitrogen adalah unsur yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia.  Tahukah pula Saudara bahwa dalam sehari umumnya manusia menghirup 2.880 liter oksigen dan 11.376 liter nitrogen?  Jika semua itu dihargai dengan uang, maka oksigen dan nitrogen yang kita hirup akan mencapai Rp 185 juta setiap harinya.  Coba Saudara kalikan kebutuhan manusia akan oksigen dan nitrogen dalam satu bulan saja, yaitu Rp 185 juta x 30 hari = Rp 5,5 miliar/orang!  Bahkan seorang konglomerat atau orang yang paling kaya sedunia sekali pun tidak akan pernah sanggup melunasi seluruh biaya nafas untuk hidupnya, apabila Tuhan mau hitung-hitungan dengan kita secara matematika atau menggunakan rumus dagang seperti yang dilakukan oleh manusia.

     Seringkali kita hitung-hitungan dengan Tuhan dan merasa sayang berkorban bagiNya:  waktu, tenaga, pikiran, apalagi korban materi untuk pekerjaan-Nya.  Itu baru sebatas kebutuhan nafas saja seharusnya kita membayar Rp 5,5 M/bulan kepada Tuhan, namun selama ini kita menerimanya secara cuma-cuma, belum kebutuhan hidup lainnya.

"Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!"  Mazmur 117:2

Tuesday, September 2, 2014

MEREMEHKAN HAK KESULUNGAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 September 2014

Baca:  Ibrani 12:15-17

"Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan."  Ibrani 12:16

Menyandang status sebagai anak-anak Tuhan berarti memiliki  'hak kesulungan'  yaitu hak untuk menjadi ahli waris Kerajaan Sorga dan juga memerintah bersama dengan Kristus;  artinya hak kesulungan yang kita terima memiliki nilai yang jauh lebih besar dan mulia daripada sekedar harta warisan yang ada di dunia ini.  Karena itu berhati-hatilah!  Jangan sampai kita menjual hak kesulungan kita hanya demi pasangan hidup, harta kekayaan, jabatan/pangkat atau popularitas yang sifatnya hanya sementara.

     Kalau kita tahu dan menyadari bagaiman proses seseorang memperoleh hak kesulungan, kita sekali-kali tidak akan pernah menyepelekan, memandang rendah dan menyia-nyiakan kasih karunia Tuhan ini.  Alkitab menyatakan:  "Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman."  (Yohanes 6:44).  Tuhan Yesus juga menegaskan,  "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."  (Yohanes 14:6).  Artinya tidak ada sedikit pun campur tangan manusia sehingga manusia dapat menerima kasih karunia Allah dan dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga.  Tertulis:  "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri."  (Efesus 2:8-9).  Jadi jikalau ada seseorang yang meremehkan kasih karunia Allah ini, maka orang tersebut akan bernasib seperti Esau,  "...ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata."  (Ibrani 12:17).

     Ingatlah Saudaraku, keberadaan kita ini berbeda dengan orang-orang dunia, karena kita adalah orang-orang pilihan Tuhan yang telah dipanggil dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib  (baca  1 Petrus 2:9).  Jadi kita harus menghormati dan menghargai kasih karunia Tuhan ini dengan hati yang takut dan gentar.

Akankah kita mengikuti jejak Esau, yang harus kehilangan berkat-berkat Tuhan yang luar biasa karena tergiur dengan kenikmatan yang ditawarkan dunia?

Monday, September 1, 2014

MEREMEHKAN HAK KESULUNGAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 September 2014

Baca:  Kejadian 25:1-19-34

"Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?"  Kejadian 25:32

Pada zaman Israel kuno setiap anak laki-laki sulung memiliki hak kesulungan, yaitu hak yang dimiliki oleh anak sulung yang terdiri atas:  hak kepemimpinan dalam ibadah dan keluarga, bagian ganda dalam harta warisan, hak memperoleh berkat perjanjian yang dijanjikan Allah kepada Abraham.

     Dalam pembacaan Alkitab hari ini dikisahkan bahwa Esau, yang adalah anak sulung Ishak, memilih untuk menjual hak kesulungannya demi semangkuk sup kacang merah.  Menjual hak kesulungan menunjukkan bahwa Esau memandang rendah berkat-berkat Allah dan janji-janji perjanjian-Nya.  Bahkan Alkitab menyatakan bahwa Esau mempunyai nafsu yang sangat rendah karena menjual hak kesulungannya dengan makanan.  Tindakan Esau ini merupakan sebuah tindakan yang sangat bodoh.  Berbeda dengan sikap Yakub yang justru sangat menghargai dan menghormati hak kesulungan, karena ia tahu bahwa ada berkat-berkat yang luar biasa di balik hak kesulungan tersebut;  karena itu Yakub mengejarnya begitu rupa supaya ia memperoleh berkat dari ayahnya, Ishak, sehingga Esau pun benar-benar kehilangan hak kesulungannya itu.  Alkitab pun menyatakan bahwa karena sikapnya inilah maka Tuhan lebih mengasihi Yakub dan membenci Esau  (baca  Maleakhi 1:2-3).  Mengapa?  Karena Esau tidak menghargai berkat yang datang dari Tuhan.  Akhirnya dari Yakublah lahir kedua belas suku Israel. 

     Tindakan Esau meremehkan hak kesulungan adalah gambaran kehidupan banyak orang Kristen di akhir zaman ini, yang meremehkan anugerah keselamatan demi kenikmatan duniawi atau hal-hal yang fana.  Mereka meninggalkan Yesus dan memilih mencintai dunia ini, padahal Alkitab menyatakan bahwa setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dan lahir baru berhak menerima hak kesulungan, yaitu sebagai ahli waris Kerajaan Sorga, karena telah diangkat sebagai anak-anak Allah.  Tertulis:  "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah,"  (Roma 8:17).  Jadi,  "...jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah."  (Galatia 4:7).

Meremehkan hak kesulungan berarti meremehkan kasih karunia Tuhan!