Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2014
Baca: Matius 24:37-44
"Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." Matius 24:44
Hari demi hari berlalu begitu cepatnya, semakin bertambahnya bulan dan tahun yang kita jalani sesungguhnya semakin mendekatkan kita kepada waktu kedatangan Tuhan yang kedua kalinya. Seharusnya ini memacu kita lebih bersungguh-sungguh mengerjakan keselamatan kita, dan semakin mengejar perkara-perkara rohani lebih dari apa pun.
Dalam kenyataannya masih banyak orang Kristen yang kurang peka akan hari kedatangan Tuhan, mereka menanggapinya dengan biasa-biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa, bahkan cenderung apatis. Berhati-hatilah! "Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum,
kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan
melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan
Anak Manusia." (Matius 24:37-39). Pada waktu itu orang-orang di zaman Nuh sudah diperingatkan agar mereka segera bertobat dan siap sedia karena akan terjadi air bah, namun mereka menanggapinya dengan dingin, mengabaikan dan tidak percaya. Malahan perbuatan jahat mereka semakin menjadi-jadi. Akhirnya ketika air bah itu benar-benar datang dan pintu bahtera itu ditutup semua orang baru menunjukkan penyesalan, tapi semua sudah terlambat, dan akhirnya mereka harus mengalami kebinasaan, kecuali Nuh dan keluarganya yang selamat karena mereka merespons panggilan Tuhan dan memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang sezamannya. "Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9).
Akankah kita tetap mengeraskan hati seperti orang-orang yang hidup di zaman Nuh, meski kita tahu bahwa tanda-tanda kedatangan Tuhan sudah di ambang pintu? Hari ini kita diperingatkan: "...berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang." (Matius 24:42).
Maukah kita bernasib sama seperti orang-orang di zaman Nuh yang binasa karena air bah?
Sunday, August 31, 2014
Saturday, August 30, 2014
ROH KUDUS: Awan Kemuliaan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2014
Baca: Keluaran 13:17-22
"Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." Keluaran 13:22
Selain air dan angin, unsur alam lain yang juga digunakan sebagai lambang Roh Kudus adalah awan. Kalau kita perhatikan awan memiliki sifat-sifat sebagai berikut: bergerak di langit, peneduh terhadap terik panas matahari, menunjukkan arah angin dan juga membawa air hujan ke bumi. Pada zaman Perjanjian Lama kehadiran dan lawatan Roh Kudus di tengah-tengah umat-Nya seringkali dinyatakan dalam wujud awan. Inilah yang disebut dengan awan kemuliaan Tuhan! Setiap kali awan kemuliaan Tuhan memenuhi bait-Nya yang kudus tak seorang pun dapat tahan berdiri di hadapan-Nya, termasuk juga para imam yang melayani. Hal itu membuktikan kedahsyatan kuasa Tuhan!
Kehadiran dan lawatan Roh Kudus benar-benar dialami dan dirasakan oleh umat Israel tatkala mereka ke luar dari negeri perbudakan (Mesir), di mana Tuhan menuntun mereka pada siang hari dengan tiang awan dan pada malam hari dengan tiang api, "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam." (Keluaran 13:21). Tiang awan dan tiang api ini adalah lambang kehadiran dan penyertaan Roh Tuhan. Ketika Musa selesai membangun Tabernakel dan mentahbiskannya, awan kemuliaan Tuhan juga menutupi seluruh ruangan tersebut sehingga tempat itu dipenuhi oleh kemuliaan Tuhan. Begitu pula saat Yesus dipermuliakan di atas gunung Hermon, di mana waktu itu Ia mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes turut serta, Roh Kudus hadir dalam bentuk awan, "...turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: 'Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.'" (Matius 17:5).
Jika sampai hari ini kita masih melihat awan di langit, itu juga pertanda Roh Kudus selalu ada bersama kita dan menyertai kita, bahkan penyertaan-Nya atas kita sampai kesudahan zaman. Karena itu jangan pernah takut menghadapi apa pun, karena Dia ada di pihak kita.
Di mana awan kemuliaan Tuhan memenuhi gereja-Nya, perkara-perkara besar pasti terjadi!
Baca: Keluaran 13:17-22
"Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." Keluaran 13:22
Selain air dan angin, unsur alam lain yang juga digunakan sebagai lambang Roh Kudus adalah awan. Kalau kita perhatikan awan memiliki sifat-sifat sebagai berikut: bergerak di langit, peneduh terhadap terik panas matahari, menunjukkan arah angin dan juga membawa air hujan ke bumi. Pada zaman Perjanjian Lama kehadiran dan lawatan Roh Kudus di tengah-tengah umat-Nya seringkali dinyatakan dalam wujud awan. Inilah yang disebut dengan awan kemuliaan Tuhan! Setiap kali awan kemuliaan Tuhan memenuhi bait-Nya yang kudus tak seorang pun dapat tahan berdiri di hadapan-Nya, termasuk juga para imam yang melayani. Hal itu membuktikan kedahsyatan kuasa Tuhan!
Kehadiran dan lawatan Roh Kudus benar-benar dialami dan dirasakan oleh umat Israel tatkala mereka ke luar dari negeri perbudakan (Mesir), di mana Tuhan menuntun mereka pada siang hari dengan tiang awan dan pada malam hari dengan tiang api, "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam." (Keluaran 13:21). Tiang awan dan tiang api ini adalah lambang kehadiran dan penyertaan Roh Tuhan. Ketika Musa selesai membangun Tabernakel dan mentahbiskannya, awan kemuliaan Tuhan juga menutupi seluruh ruangan tersebut sehingga tempat itu dipenuhi oleh kemuliaan Tuhan. Begitu pula saat Yesus dipermuliakan di atas gunung Hermon, di mana waktu itu Ia mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes turut serta, Roh Kudus hadir dalam bentuk awan, "...turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: 'Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.'" (Matius 17:5).
Jika sampai hari ini kita masih melihat awan di langit, itu juga pertanda Roh Kudus selalu ada bersama kita dan menyertai kita, bahkan penyertaan-Nya atas kita sampai kesudahan zaman. Karena itu jangan pernah takut menghadapi apa pun, karena Dia ada di pihak kita.
Di mana awan kemuliaan Tuhan memenuhi gereja-Nya, perkara-perkara besar pasti terjadi!
Friday, August 29, 2014
ROH KUDUS: Minyak Urapan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2014
Baca: Keluaran 30:22-33
"Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus." Keluaran 30:25
Di dalam Perjanjian Lama, minyak zaitun yang telah diramu dengan rempah-rempah dipergunakan untuk mengurapi benda-benda suci atau perabotan yang ada di Tabernakel atau rumah Tuhan, serta dipergunakan untuk mengurapi dan menahbiskan para imam yang melayani pekerjaan Tuhan, raja-raja dan termasuk pula nabi-nabi untuk setiap tugas yang dipercayakan kepadanya. dalam hal ini minyak adalah juga lambang daripada Roh Kudus, berfungsi untuk mengurapi, menguduskan dan menyucikan.
Benda atau perabot yang telah diurapi minyak keberadaannya menjadi suci dan kudus. Pula para imam, raja dan nabi yang menerima pengurapan minyak ini, selain dikuduskan dan disucikan, juga dilayakkan untuk menerima kuasa, beroleh jaminan penyertaan dan perlindungan dari Tuhan sehingga mereka beroleh kuasa untuk mengerjakan setiap tugas dan tanggung jawabnya di bawah kendali Roh Tuhan. Ada pun pengurapan ini bukanlah inisiatif mereka sendiri melainkan dilakukan oleh seseorang yang telah dipilih dan ditunjuk Tuhan secara khusus. Kita tahu sifat minyak adalah melicinkan, menghaluskan, membersihkan, sanggup menjangkau bagian-bagian yang tersembunyi, memberikan terang, mempertahankan nyala api dan juga menyembuhkan. Itulah pekerjaan Roh Kudus dalam hidup orang percaya! Roh Kudus adalah minyak rohani serbaguna.
Minyak urapan adalah gambaran dari kehadiran Roh Kudus, Roh yang kuasanya tak terbatas yang bekerja dan menyertai pelayanan hamba-hamba Tuhan, sehingga melalui urapan-Nya ini orang yang sakit disembuhkan, yang terbelenggu kuasa gelap dibebaskan dan beroleh pemulihan. Inilah nasihat Yakobus, "Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni." (Yakobus 5:14-15).
Minyak Urapan adalah lambang kehadiran Roh Kudus, yang oleh-Nya kita mengalami mujizat!
Baca: Keluaran 30:22-33
"Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus." Keluaran 30:25
Di dalam Perjanjian Lama, minyak zaitun yang telah diramu dengan rempah-rempah dipergunakan untuk mengurapi benda-benda suci atau perabotan yang ada di Tabernakel atau rumah Tuhan, serta dipergunakan untuk mengurapi dan menahbiskan para imam yang melayani pekerjaan Tuhan, raja-raja dan termasuk pula nabi-nabi untuk setiap tugas yang dipercayakan kepadanya. dalam hal ini minyak adalah juga lambang daripada Roh Kudus, berfungsi untuk mengurapi, menguduskan dan menyucikan.
Benda atau perabot yang telah diurapi minyak keberadaannya menjadi suci dan kudus. Pula para imam, raja dan nabi yang menerima pengurapan minyak ini, selain dikuduskan dan disucikan, juga dilayakkan untuk menerima kuasa, beroleh jaminan penyertaan dan perlindungan dari Tuhan sehingga mereka beroleh kuasa untuk mengerjakan setiap tugas dan tanggung jawabnya di bawah kendali Roh Tuhan. Ada pun pengurapan ini bukanlah inisiatif mereka sendiri melainkan dilakukan oleh seseorang yang telah dipilih dan ditunjuk Tuhan secara khusus. Kita tahu sifat minyak adalah melicinkan, menghaluskan, membersihkan, sanggup menjangkau bagian-bagian yang tersembunyi, memberikan terang, mempertahankan nyala api dan juga menyembuhkan. Itulah pekerjaan Roh Kudus dalam hidup orang percaya! Roh Kudus adalah minyak rohani serbaguna.
Minyak urapan adalah gambaran dari kehadiran Roh Kudus, Roh yang kuasanya tak terbatas yang bekerja dan menyertai pelayanan hamba-hamba Tuhan, sehingga melalui urapan-Nya ini orang yang sakit disembuhkan, yang terbelenggu kuasa gelap dibebaskan dan beroleh pemulihan. Inilah nasihat Yakobus, "Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni." (Yakobus 5:14-15).
Minyak Urapan adalah lambang kehadiran Roh Kudus, yang oleh-Nya kita mengalami mujizat!
Thursday, August 28, 2014
ROH KUDUS: Burung Merpati
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2014
Baca: Matius 3:13-17
"Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya," Matius 3:16
Tatkala Yesus keluar dari air setelah menerima baptisan air di sungai Yordan dari Yohanes Pembaptis, Roh kudus datang mengurapi-Nya dengan tampak seekor burung merpati yang hinggap di atas-Nya. Seketika itu terdengar suara dari sorga, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." (Matius 3:17).
Lambang Roh Kudus lain yang dinyatakan oleh Alkitab adalah burung merpati. Mengapa merpati dipilih menggambarkan Roh Kudus? Bukankah ada banyak sekali jenis burung lain yang mungkin lebih indah warnanya dan lebih merdu kicauannya? Ia dipilih karena memiliki sifat-sifat khusus yang tidak dimiliki burung lainnya. Seringkali merpati dijadikan sebagai simbol perdamaian dan lambang cinta kasih oleh karena ia tidak suka bermusuhan, selalu berdampingan dan sangat setia terhadap pasangan. Merpati juga lambang dari kesucian karena sifatnya yang penuh ketulusan, kelemahlembutan dan sangat tenang. Bila Roh Kudus memenuhi hati kita, kehidupan kita akan memancarkan sifat atau karakter yang tidak jauh berbeda dari burung merpati ini: kita akan mudah berdamai, tidak suka bertengkar (bermusuhan), sehingga kehadiran kita benar-benar membawa kedamaian bagi semua orang, "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9). Seseorang yang di dalam hidupnya ada Roh Kudus pasti mengasihi Tuhan dengan sungguh dan setia kepada-Nya, sebab "Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!" (Yakobus 4:5). Tuhan sangat mengasihi kita dengan cemburu Ilahi, karena itu kita pun harus setia kepada-Nya. Jika kita tidak setia kepada Tuhan, Roh Kudus pun tidak akan tinggal di dalam kita, akan meninggalkan kita, sebab "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22).
Apabila hidup kita dipimpin oleh Roh Kudus setiap waktu kita akan beroleh kekuatan untuk bersikap tegas terhadap dosa dan tidak lagi berkompromi dengan segala jenis kejahatan, sehingga dunia dapat melihat Kristus melalui kehidupan kita.
Tanpa Roh Kudus mustahil kehidupan kita akan memancarkan sifat atau karakter seperti Kristus!
Baca: Matius 3:13-17
"Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya," Matius 3:16
Tatkala Yesus keluar dari air setelah menerima baptisan air di sungai Yordan dari Yohanes Pembaptis, Roh kudus datang mengurapi-Nya dengan tampak seekor burung merpati yang hinggap di atas-Nya. Seketika itu terdengar suara dari sorga, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." (Matius 3:17).
Lambang Roh Kudus lain yang dinyatakan oleh Alkitab adalah burung merpati. Mengapa merpati dipilih menggambarkan Roh Kudus? Bukankah ada banyak sekali jenis burung lain yang mungkin lebih indah warnanya dan lebih merdu kicauannya? Ia dipilih karena memiliki sifat-sifat khusus yang tidak dimiliki burung lainnya. Seringkali merpati dijadikan sebagai simbol perdamaian dan lambang cinta kasih oleh karena ia tidak suka bermusuhan, selalu berdampingan dan sangat setia terhadap pasangan. Merpati juga lambang dari kesucian karena sifatnya yang penuh ketulusan, kelemahlembutan dan sangat tenang. Bila Roh Kudus memenuhi hati kita, kehidupan kita akan memancarkan sifat atau karakter yang tidak jauh berbeda dari burung merpati ini: kita akan mudah berdamai, tidak suka bertengkar (bermusuhan), sehingga kehadiran kita benar-benar membawa kedamaian bagi semua orang, "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9). Seseorang yang di dalam hidupnya ada Roh Kudus pasti mengasihi Tuhan dengan sungguh dan setia kepada-Nya, sebab "Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!" (Yakobus 4:5). Tuhan sangat mengasihi kita dengan cemburu Ilahi, karena itu kita pun harus setia kepada-Nya. Jika kita tidak setia kepada Tuhan, Roh Kudus pun tidak akan tinggal di dalam kita, akan meninggalkan kita, sebab "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22).
Apabila hidup kita dipimpin oleh Roh Kudus setiap waktu kita akan beroleh kekuatan untuk bersikap tegas terhadap dosa dan tidak lagi berkompromi dengan segala jenis kejahatan, sehingga dunia dapat melihat Kristus melalui kehidupan kita.
Tanpa Roh Kudus mustahil kehidupan kita akan memancarkan sifat atau karakter seperti Kristus!
Wednesday, August 27, 2014
ROH KUDUS: Air Kehidupan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2014
Baca: Yohanes 4:16-30
"Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau." Yohanes 4:26
Banyak orang beranggapan sumber kepuasan dan kebahagiaan ada dalam harta benda atau materi, sehingga mereka berupaya sedemikian rupa dan berlomba-lomba mendapatkan harta sebanyak mungkin. Dengan cara demikian mereka berharap kepuasan dan kebahagiaan pasti didapat. Faktanya? Tidak. Justru keresahan, kegelisahan, ketakutan, kegersangan dan kekeringan yang mereka rasakan.
Apa pun yang manusia lakukan adalah sia-sia, seperti yang dialami oleh perempuan Samaria pada kisah kemarin. Perempuan ini memiliki kehidupan yang 'tidak biasa'; demi mengejar kepuasan dan kebahagiaan, perempuan ini selalu berganti-ganti suami. Bahkan saat bertemu dengan Tuhan Yesus perempuan ini sedang tidak bersuami, tetapi hidup dengan laki-laki yang bukan suaminya. Ini membuktikan betapa kering dan gersangnya kehidupan perempuan ini. Bersyukur sekali akhirnya ia bertemu Yesus yang membawa kabar sukacita dan menawarinya 'Air Hidup' yang bisa memberikan kepuasan dan kebahagiaan sejati. "...barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya." (Yohanes 4:14). Perempuan itu pun meminta air itu kepada Yesus. Dan dengan cara-Nya yang luar bisa Tuhan Yesus menyatakan siapa diri-Nya yang sebenarnya dan menegor perempuan itu dari kehidupannya yang kelam. Tuhan Yesus pun menunjukkan jalan yang benar untuk mendapatkan kebahagiaan sejati, bukan kepuasan dan kebahagiaan semu yang membuat orang semakin merasakan kegersangan dan kekeringan. Akhirnya perempuan Samaria itu membuka hatinya untuk menerima 'Air Hidup' yang mendatangkan kebahagiaan dan kepuasan sejati itu.
Air kehidupan yang dimaksud oleh Tuhan Yesus melambangkan Roh Kudus. Jika hidup kita dialiri dan dipenuhi oleh 'Air Hidup' yang diberikan Tuhan Yesus ini, kita tidak akan merasa haus lagi, dahaga kita akan dipuaskan, bahkan 'Air Hidup' ini akan menjadi mata air di dalam diri kita yang terus-menerus memancar. Inilah kabar baik bagi setiap orang yang mendambakan kepuasan, sukacita dan kebahagiaan sejati yang tidak akan pernah mereka dapatkan dari dunia ini.
Bukalah hati dan milikilah rasa haus akan Roh Kudus-Nya, maka Dia akan menjadi air kehidupan bagi kita!
Baca: Yohanes 4:16-30
"Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau." Yohanes 4:26
Banyak orang beranggapan sumber kepuasan dan kebahagiaan ada dalam harta benda atau materi, sehingga mereka berupaya sedemikian rupa dan berlomba-lomba mendapatkan harta sebanyak mungkin. Dengan cara demikian mereka berharap kepuasan dan kebahagiaan pasti didapat. Faktanya? Tidak. Justru keresahan, kegelisahan, ketakutan, kegersangan dan kekeringan yang mereka rasakan.
Apa pun yang manusia lakukan adalah sia-sia, seperti yang dialami oleh perempuan Samaria pada kisah kemarin. Perempuan ini memiliki kehidupan yang 'tidak biasa'; demi mengejar kepuasan dan kebahagiaan, perempuan ini selalu berganti-ganti suami. Bahkan saat bertemu dengan Tuhan Yesus perempuan ini sedang tidak bersuami, tetapi hidup dengan laki-laki yang bukan suaminya. Ini membuktikan betapa kering dan gersangnya kehidupan perempuan ini. Bersyukur sekali akhirnya ia bertemu Yesus yang membawa kabar sukacita dan menawarinya 'Air Hidup' yang bisa memberikan kepuasan dan kebahagiaan sejati. "...barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya." (Yohanes 4:14). Perempuan itu pun meminta air itu kepada Yesus. Dan dengan cara-Nya yang luar bisa Tuhan Yesus menyatakan siapa diri-Nya yang sebenarnya dan menegor perempuan itu dari kehidupannya yang kelam. Tuhan Yesus pun menunjukkan jalan yang benar untuk mendapatkan kebahagiaan sejati, bukan kepuasan dan kebahagiaan semu yang membuat orang semakin merasakan kegersangan dan kekeringan. Akhirnya perempuan Samaria itu membuka hatinya untuk menerima 'Air Hidup' yang mendatangkan kebahagiaan dan kepuasan sejati itu.
Air kehidupan yang dimaksud oleh Tuhan Yesus melambangkan Roh Kudus. Jika hidup kita dialiri dan dipenuhi oleh 'Air Hidup' yang diberikan Tuhan Yesus ini, kita tidak akan merasa haus lagi, dahaga kita akan dipuaskan, bahkan 'Air Hidup' ini akan menjadi mata air di dalam diri kita yang terus-menerus memancar. Inilah kabar baik bagi setiap orang yang mendambakan kepuasan, sukacita dan kebahagiaan sejati yang tidak akan pernah mereka dapatkan dari dunia ini.
Bukalah hati dan milikilah rasa haus akan Roh Kudus-Nya, maka Dia akan menjadi air kehidupan bagi kita!
Tuesday, August 26, 2014
ROH KUDUS: Air Kehidupan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2014
Baca: Yohanes 4:1-15
"...barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." Yohanes 4:14
Salah satu kebutuhan pokok semua makhluk hidup di dunia ini adalah air. Tidak hanya bagi manusia, air juga merupakan kebutuhan penting bagi ciptaan Tuhan lainnya seperti hewan dan tumbuhan. Tanpa air semua makhluk hidup tidak akan dapat bertahan hidup alias mati. Tak terkecuali manusia, yang sebagian besar tubuhnya terdiri dari air, sekitar tiga perempat atau 73%. Mungkinkah manusia bertahan hidup jika tanpa air? Tentu tidak! Jadi potensi air adalah pemberi kehidupan bagi semua makhluk. Air bukan sekedar pelepas dahaga, tapi juga untuk keperluan hidup sehari-hari: mandi, memasak, mencuci. Bidang kehidupan lainnya pun memerlukan air: pertanian, perindustrian, pembangkit tenaga listrik, alat transportasi dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa kebutuhan akan air adalah mutlak adanya.
Saat melintasi daerah Samaria Tuhan Yesus bertemu dengan seorang perempuan setempat yang hendak menimba air. Terjadilah percakapan antara Tuhan Yesus dengan perempuan itu di dekat sumur Yakub. Berbicara tentang sumur adalah sangat identik dengan mataair, karena dari sumur tersebut orang bisa mendapatkan air bersih untuk segala kebutuhannya. Namun untuk mendapatkan air dari sumur bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan tali dan juga ember untuk menimba air dari dalam sumur itu. Adapun sumur tempat di mana Tuhan Yesus bertemu dengan perempuan Samaria adalah sumur peninggalan Yakub, berarti sumur itu dibuat ribuan tahun silam sebelum momen pertemuan Yesus dengan perempuan itu, alias sudah tua; dan kalau setiap hari orang menimba air di situ bisa dipastikan semakin hari airnya akan semakin berkurang dan permukaan airnya makin dalam. Itu berarti kalau orang ingin mendapatkan air tersebut diperlukan usaha yang lebih keras lagi dan juga tali yang lebih panjang.
Itulah cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan air, meski kita tahu bahwa air yang berasal dari sumur sampai kapan pun tidak akan pernah memberikan kepuasan. "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi," (Yohanes 4:13). (Bersambung)
Baca: Yohanes 4:1-15
"...barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." Yohanes 4:14
Salah satu kebutuhan pokok semua makhluk hidup di dunia ini adalah air. Tidak hanya bagi manusia, air juga merupakan kebutuhan penting bagi ciptaan Tuhan lainnya seperti hewan dan tumbuhan. Tanpa air semua makhluk hidup tidak akan dapat bertahan hidup alias mati. Tak terkecuali manusia, yang sebagian besar tubuhnya terdiri dari air, sekitar tiga perempat atau 73%. Mungkinkah manusia bertahan hidup jika tanpa air? Tentu tidak! Jadi potensi air adalah pemberi kehidupan bagi semua makhluk. Air bukan sekedar pelepas dahaga, tapi juga untuk keperluan hidup sehari-hari: mandi, memasak, mencuci. Bidang kehidupan lainnya pun memerlukan air: pertanian, perindustrian, pembangkit tenaga listrik, alat transportasi dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa kebutuhan akan air adalah mutlak adanya.
Saat melintasi daerah Samaria Tuhan Yesus bertemu dengan seorang perempuan setempat yang hendak menimba air. Terjadilah percakapan antara Tuhan Yesus dengan perempuan itu di dekat sumur Yakub. Berbicara tentang sumur adalah sangat identik dengan mataair, karena dari sumur tersebut orang bisa mendapatkan air bersih untuk segala kebutuhannya. Namun untuk mendapatkan air dari sumur bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan tali dan juga ember untuk menimba air dari dalam sumur itu. Adapun sumur tempat di mana Tuhan Yesus bertemu dengan perempuan Samaria adalah sumur peninggalan Yakub, berarti sumur itu dibuat ribuan tahun silam sebelum momen pertemuan Yesus dengan perempuan itu, alias sudah tua; dan kalau setiap hari orang menimba air di situ bisa dipastikan semakin hari airnya akan semakin berkurang dan permukaan airnya makin dalam. Itu berarti kalau orang ingin mendapatkan air tersebut diperlukan usaha yang lebih keras lagi dan juga tali yang lebih panjang.
Itulah cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan air, meski kita tahu bahwa air yang berasal dari sumur sampai kapan pun tidak akan pernah memberikan kepuasan. "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi," (Yohanes 4:13). (Bersambung)
Monday, August 25, 2014
ALASAN MENGUCAP SYUKUR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2014
Baca: Mazmur 66:1-20
"mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian!" Mazmur 66:2
Ada banyak orang Kristen yang sulit sekali mengucap syukur kepada Tuhan, hanya karena kecewa doanya tidak dijawab atau belum beroleh jawaban dari Tuhan. Lalu kita melakukan aksi mogok dan marah kepada Tuhan. Maunya sekali berdoa, apa yang kita perlukan atau minta kepada Tuhan langsung dikabulkan. Kita memaksakan kehendak kita. Kita ingin Tuhan mengikuti agenda dan waktu kita dan tidak mau bersabar menunggu waktu-Nya, padahal "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Alkitab mengingatkan agar kita senantiasa berdoa dengan tidak jemu-jemu, berdoa dengan tiada berkeputusan. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7).
Ada alasan lain mengapa harus mengucap syukur: Tuhan telah memilih kita dan menjadikan kita berharga di mata-Nya. "Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu!" (Mazmur 65:5a). Kita dipilih Tuhan di antara sekian miliar manusia di muka bumi ini, artinya kita adalah orang-orang yang sangat spesial dan berharga di mata Tuhan. "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Jadi bukan kita yang memilih Tuhan, tapi Tuhan sendiri yang telah memilih kita. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu." (Yohanes 15:16). Haleluya!
Kita pun patut bersyukur kepada Tuhan karena kebaikan-Nya melimpah atas kita. "Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus." (Mazmur 65:5b). Siapakah di antara kita yang tidak pernah merasakan kasih, kemurahan dan kebaikan Tuhan? Sungguh keterlaluan jika kita melupakan kebaikan Tuhan. Jika demikian kita benar-benar tidak tahu berterima kasih. Ucapan syukur inilah yang akan memberikan kita kekuatan untuk terus memandang Tuhan dan melihat kebaikan-Nya. "...janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2).
"Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Mazmur 136:1
Baca: Mazmur 66:1-20
"mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian!" Mazmur 66:2
Ada banyak orang Kristen yang sulit sekali mengucap syukur kepada Tuhan, hanya karena kecewa doanya tidak dijawab atau belum beroleh jawaban dari Tuhan. Lalu kita melakukan aksi mogok dan marah kepada Tuhan. Maunya sekali berdoa, apa yang kita perlukan atau minta kepada Tuhan langsung dikabulkan. Kita memaksakan kehendak kita. Kita ingin Tuhan mengikuti agenda dan waktu kita dan tidak mau bersabar menunggu waktu-Nya, padahal "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Alkitab mengingatkan agar kita senantiasa berdoa dengan tidak jemu-jemu, berdoa dengan tiada berkeputusan. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7).
Ada alasan lain mengapa harus mengucap syukur: Tuhan telah memilih kita dan menjadikan kita berharga di mata-Nya. "Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu!" (Mazmur 65:5a). Kita dipilih Tuhan di antara sekian miliar manusia di muka bumi ini, artinya kita adalah orang-orang yang sangat spesial dan berharga di mata Tuhan. "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Jadi bukan kita yang memilih Tuhan, tapi Tuhan sendiri yang telah memilih kita. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu." (Yohanes 15:16). Haleluya!
Kita pun patut bersyukur kepada Tuhan karena kebaikan-Nya melimpah atas kita. "Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus." (Mazmur 65:5b). Siapakah di antara kita yang tidak pernah merasakan kasih, kemurahan dan kebaikan Tuhan? Sungguh keterlaluan jika kita melupakan kebaikan Tuhan. Jika demikian kita benar-benar tidak tahu berterima kasih. Ucapan syukur inilah yang akan memberikan kita kekuatan untuk terus memandang Tuhan dan melihat kebaikan-Nya. "...janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!" (Mazmur 103:2).
"Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Mazmur 136:1
Sunday, August 24, 2014
ALASAN MENGUCAP SYUKUR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2014
Baca: Mazmur 65:1-14
"Bagi-Mulah puji-pujian di Sion, ya Allah; dan kepada-Mulah orang membayar nazar." Mazmur 65:2
Alasan pengucapan syukur bagi orang percaya bukan semata-mata berkenaan dengan perkara-perkara jasmani atau hal-hal lahiriah yang terlihat secara kasat mata semata, seperti: ketika sedang keberkatan, disembuhkan dari sakit, usaha lancar, keuangan tercukupi, studi berhasil atau karena doa-doa kita yang beroleh jawaban dari Tuhan.
Sesungguhnya ada beberapa alasan utama mengapa setiap orang percaya harus selalu mengucap syukur kepada Tuhan: 1. Karena Tuhan telah mengampuni dosa-dosa kita. Pemazmur berkata, "Bilamana pelanggaran-pelanggaran kami melebihi kekuatan kami, Engkaulah yang menghapuskannya." (Mazmur 65:4). Melalui pengorbanan Kristus di kayu salib kita percaya kepada-Nya beroleh pengampunan dosa dan diselamatkan. Firman Tuhan juga menyatakan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18), bahkan "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12). Ucapan syukur seharusnya merupakan respons kita terhadap keselamatan yang telah kita terima sebagai anugerah dari Tuhan ini, sebab kita seharusnya mengalami kebinasaan kekal dan dimurkai oleh Allah karena dosa dan pelanggaran, namun kini beroleh anugerah pengampunan oleh karena karya kudus Kristus di atas kayu salib. Inilah dasar utama orang percaya untuk mengucap syukur kepada Tuhan. 2. Karena Tuhan selalu memperhatikan dan mendengar setiap seruan umat-Nya. Dikatakan, "Engkau yang mendengarkan doa." (ayat 3a). Kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang hidup, yang tidak pernah terlelap dan tertidur. Tuhan tahu persis sekecil apa pun pergumulan yang kita alami. Inilah janjiNya, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Bawa semua beban dan persoalan hidup ini kepada Tuhan melalui doa-doa kita, sebab Dia senantiasa menyendengan telinganya untuk setiap seruan doa umat-Nya. Tidak berarti Tuhan akan selalu menjawab semua doa kita, tapi ada bagian yang harus kita kerjakan yaitu tetap bertekun dan menanti-nantikan Dia. (Bersambung)
Baca: Mazmur 65:1-14
"Bagi-Mulah puji-pujian di Sion, ya Allah; dan kepada-Mulah orang membayar nazar." Mazmur 65:2
Alasan pengucapan syukur bagi orang percaya bukan semata-mata berkenaan dengan perkara-perkara jasmani atau hal-hal lahiriah yang terlihat secara kasat mata semata, seperti: ketika sedang keberkatan, disembuhkan dari sakit, usaha lancar, keuangan tercukupi, studi berhasil atau karena doa-doa kita yang beroleh jawaban dari Tuhan.
Sesungguhnya ada beberapa alasan utama mengapa setiap orang percaya harus selalu mengucap syukur kepada Tuhan: 1. Karena Tuhan telah mengampuni dosa-dosa kita. Pemazmur berkata, "Bilamana pelanggaran-pelanggaran kami melebihi kekuatan kami, Engkaulah yang menghapuskannya." (Mazmur 65:4). Melalui pengorbanan Kristus di kayu salib kita percaya kepada-Nya beroleh pengampunan dosa dan diselamatkan. Firman Tuhan juga menyatakan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18), bahkan "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12). Ucapan syukur seharusnya merupakan respons kita terhadap keselamatan yang telah kita terima sebagai anugerah dari Tuhan ini, sebab kita seharusnya mengalami kebinasaan kekal dan dimurkai oleh Allah karena dosa dan pelanggaran, namun kini beroleh anugerah pengampunan oleh karena karya kudus Kristus di atas kayu salib. Inilah dasar utama orang percaya untuk mengucap syukur kepada Tuhan. 2. Karena Tuhan selalu memperhatikan dan mendengar setiap seruan umat-Nya. Dikatakan, "Engkau yang mendengarkan doa." (ayat 3a). Kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang hidup, yang tidak pernah terlelap dan tertidur. Tuhan tahu persis sekecil apa pun pergumulan yang kita alami. Inilah janjiNya, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Bawa semua beban dan persoalan hidup ini kepada Tuhan melalui doa-doa kita, sebab Dia senantiasa menyendengan telinganya untuk setiap seruan doa umat-Nya. Tidak berarti Tuhan akan selalu menjawab semua doa kita, tapi ada bagian yang harus kita kerjakan yaitu tetap bertekun dan menanti-nantikan Dia. (Bersambung)
Saturday, August 23, 2014
MENGUCAP SYUKUR: Mudah Tapi Sulit Dilakukan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2014
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." 1 Tesalonika 5:18
Mengucapkan syukur dalam segala hal adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya. Banyak orang Kristen yang beranggapan bahwa mengucap syukur adalah perkara yang mudah karena tanpa modal apa pun, hanya lewat ucapan bibir kita.
Namun kenyataannya mengucap syukur adalah perkara yang sulit kita lakukan. Jangankan dalam kondisi susah dan berbeban berat, saat segala sesuatu berjalan dengan baik dan normal pun ternyata kita sulit untuk mengucap syukur dan dengan sengaja kita melupakannya. Jika kita teliti, banyak sekali ayat dalam firman Tuhan yang membahas tentang pengucapan syukur. Artinya hal pengucapan syukur adalah bagian penting dalam kehidupan orang percaya yang tidak boleh diabaikan dan disepelekan. Hati yang penuh ucapan syukur kepada Tuhan inilah yang mendorong terciptanya mazmur pujian yang ditulis oleh Daud. "Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib;" (Mazmur 9:2). Bila kita merenungkan kasih dan kebaikan Tuhan, sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengucap syukur kepadaNya, bahkan pengucapan syukur itu seharusnya seperti nafas hidup kita yang tak pernah berhenti untuk berhembus selama kita hidup. Namun seringkali ucapan syukur keluar dari mulut kita hanya saat kita menikmati dan mengalami hal-hal yang baik dari Tuhan. Ketika hal-hal yang tidak baik (menurut penilaian kita) terjadi dan menimpa hidup kita, sulit sekali kita mengucap syukur kepada Tuhan, sebaliknya yang keluar dari bibir kita hanya ungkapan kekecewaan, kekesalan, keputusasaan, sungut-sungut, omelan dan bahkan kita berani menuduh dan menyalahkan Tuhan, seperti yang diperbuat oleh bangsa Israel.
Hal-hal yang baik atau buruk, keberhasilan atau kegagalan, sakit atau sehat, dalam kelimpahan atau kekurangan, suka atau duka, adalah warna-warni dalam kehidupan manusia. Satu hal yang seharusnya menguatkan kita adalah "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan" (Roma 8:28), karena itu tetaplah mengucap syukur apa pun keadaannya.
Mengucap syukur adalah perintah dan kehendak Tuhan yang harus kita taati.
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." 1 Tesalonika 5:18
Mengucapkan syukur dalam segala hal adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya. Banyak orang Kristen yang beranggapan bahwa mengucap syukur adalah perkara yang mudah karena tanpa modal apa pun, hanya lewat ucapan bibir kita.
Namun kenyataannya mengucap syukur adalah perkara yang sulit kita lakukan. Jangankan dalam kondisi susah dan berbeban berat, saat segala sesuatu berjalan dengan baik dan normal pun ternyata kita sulit untuk mengucap syukur dan dengan sengaja kita melupakannya. Jika kita teliti, banyak sekali ayat dalam firman Tuhan yang membahas tentang pengucapan syukur. Artinya hal pengucapan syukur adalah bagian penting dalam kehidupan orang percaya yang tidak boleh diabaikan dan disepelekan. Hati yang penuh ucapan syukur kepada Tuhan inilah yang mendorong terciptanya mazmur pujian yang ditulis oleh Daud. "Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib;" (Mazmur 9:2). Bila kita merenungkan kasih dan kebaikan Tuhan, sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengucap syukur kepadaNya, bahkan pengucapan syukur itu seharusnya seperti nafas hidup kita yang tak pernah berhenti untuk berhembus selama kita hidup. Namun seringkali ucapan syukur keluar dari mulut kita hanya saat kita menikmati dan mengalami hal-hal yang baik dari Tuhan. Ketika hal-hal yang tidak baik (menurut penilaian kita) terjadi dan menimpa hidup kita, sulit sekali kita mengucap syukur kepada Tuhan, sebaliknya yang keluar dari bibir kita hanya ungkapan kekecewaan, kekesalan, keputusasaan, sungut-sungut, omelan dan bahkan kita berani menuduh dan menyalahkan Tuhan, seperti yang diperbuat oleh bangsa Israel.
Hal-hal yang baik atau buruk, keberhasilan atau kegagalan, sakit atau sehat, dalam kelimpahan atau kekurangan, suka atau duka, adalah warna-warni dalam kehidupan manusia. Satu hal yang seharusnya menguatkan kita adalah "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan" (Roma 8:28), karena itu tetaplah mengucap syukur apa pun keadaannya.
Mengucap syukur adalah perintah dan kehendak Tuhan yang harus kita taati.
Friday, August 22, 2014
JANGAN MENCEMARI BAIT ALLAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2014
Baca: Markus 11:15-19
"Sesudah Yesus masuk ke Bait Allah, mulailah Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Allah." Markus 11:15
Fungsi bait Allah adalah tempat orang percaya berkumpul untuk berdoa, memuji dan menyembah Tuhan serta mendengarkan kebenaran firman Tuhan; tempat di mana kita menjumpai dan dijumpai Tuhan! Itulah yang menjadi alasan mengapa Tuhan Yesus menindak tegas setiap orang yang menyalahgunakan bait Allah tersebut.
Suatu ketika Tuhan Yesus melihat bahwa bait Allah tampak kotor karena digunakan oleh orang-orang untuk berjual beli. Bait Allah yang seharusnya dijaga dan dirawat supaya tetap bersih dan rapi malah dirusak dan dikotori. Hal itu menimbulkan kemarahan Tuhan Yesus. "Meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dibalikkan-Nya, dan Ia tidak memperbolehkan orang membawa barang-barang melintasi halaman Bait Allah." (Markus 11:15-16). Tidak seharusnya bait Allah dipergunakan sebagai ajang untuk bisnis atau tempat untuk mencari uang, mengeruk keuntungan secara materi! Tuhan Yesus berkata, "Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!" (Markus 11:17). Yesus marah bukan karena Dia membenci orang-orang itu, tapi Dia hendak menegaskan dan mengingatkan bahwa bait Allah adalah rumah doa, yang adalah kudus. Ironisnya para imam dan ahli-ahli Taurat yang tahu kebenaran firman malah membiarkan dan mengijinkan orang-orang berjualan di bait Allah, dan kemungkinan besar mereka juga mendapatkan fee dari praktek-praktek jual-beli ini! Bukan hanya itu, mereka juga "...berusaha untuk membinasakan Dia," (ayat 18); mereka membenci Yesus dan berusaha menyingkirkan Dia karena takut kehilangan pamor di mata orang banyak. "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:16-17).
Tubuh kita adalah bait Allah, karena itu kita harus menjaga dan memeliharanya supaya tetap berkenan di hadapan Tuhan. Jangan sampai kita pergunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan cemar yang menyimpang dari kebenaran!
Persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup dan berkenan padaNya!
Baca: Markus 11:15-19
"Sesudah Yesus masuk ke Bait Allah, mulailah Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Allah." Markus 11:15
Fungsi bait Allah adalah tempat orang percaya berkumpul untuk berdoa, memuji dan menyembah Tuhan serta mendengarkan kebenaran firman Tuhan; tempat di mana kita menjumpai dan dijumpai Tuhan! Itulah yang menjadi alasan mengapa Tuhan Yesus menindak tegas setiap orang yang menyalahgunakan bait Allah tersebut.
Suatu ketika Tuhan Yesus melihat bahwa bait Allah tampak kotor karena digunakan oleh orang-orang untuk berjual beli. Bait Allah yang seharusnya dijaga dan dirawat supaya tetap bersih dan rapi malah dirusak dan dikotori. Hal itu menimbulkan kemarahan Tuhan Yesus. "Meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dibalikkan-Nya, dan Ia tidak memperbolehkan orang membawa barang-barang melintasi halaman Bait Allah." (Markus 11:15-16). Tidak seharusnya bait Allah dipergunakan sebagai ajang untuk bisnis atau tempat untuk mencari uang, mengeruk keuntungan secara materi! Tuhan Yesus berkata, "Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!" (Markus 11:17). Yesus marah bukan karena Dia membenci orang-orang itu, tapi Dia hendak menegaskan dan mengingatkan bahwa bait Allah adalah rumah doa, yang adalah kudus. Ironisnya para imam dan ahli-ahli Taurat yang tahu kebenaran firman malah membiarkan dan mengijinkan orang-orang berjualan di bait Allah, dan kemungkinan besar mereka juga mendapatkan fee dari praktek-praktek jual-beli ini! Bukan hanya itu, mereka juga "...berusaha untuk membinasakan Dia," (ayat 18); mereka membenci Yesus dan berusaha menyingkirkan Dia karena takut kehilangan pamor di mata orang banyak. "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:16-17).
Tubuh kita adalah bait Allah, karena itu kita harus menjaga dan memeliharanya supaya tetap berkenan di hadapan Tuhan. Jangan sampai kita pergunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan cemar yang menyimpang dari kebenaran!
Persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup dan berkenan padaNya!
Thursday, August 21, 2014
BERITA SALIB: Kebodohan Bagi Dunia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2014
Baca: Roma 6:15-23
"Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." Roma 6:23
Ayat nas menyatakan upah dosa ialah maut. Akibat dosa dan pelanggaran, manusia suatu saat akan mati dan akan menerima penghukuman kekal. "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi," (Ibrani 9:27).
Sangat berbeda dengan Yesus Kristus, Dia mati bukan seperti manusia sebagai akibat dari dosa yang telah diperbuat-Nya, sebab Dia tidak memiliki satu noda dosa pun. Yesus Kristus tidak dilahirkan di dalam dosa seperti kita. "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." (Mazmur 51:7). Tetapi Yesus Kristus dilahirkan oleh Roh Kudus, di mana benih dan tubuh-Nya dalam rahim perawan Maria disediakan oleh Allah sendiri. Tertulis: "Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: "Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki-tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku-." (Ibrani 10:5). Jadi Yesus Kristus adalah rupa Allah dalam manusia. Akan tetapi fakta sejarah menyatakan bahwa Yesus Kristus mati tersalib si Kalvari. Itulah sebabnya manusia tidak dapat memahaminya, bahkan mereka menghujat dan menolak-Nya. "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18). Memang manusia tidak akan dapat memahami dan mengenal jalan-jalan Allah karena pikiran dan akalnya yang sangat terbatas.
Bagi kita orang yang percaya, Yesus Kristus mati dan kemudian bangkit di hari yang ke-3 adalah sebuah kebenaran dan bukti dari kekuatan Allah dan hikmat Allah yang tak terselami. Yesus Kristus mati untuk menggantikan kita; Yesus Kristus dihukum karena pelanggaran-pelanggaran kita. Yesus Kristus mati sebagai korban perdamaian atau korban pendamaian untuk keselamatan kita. Darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib menghapus segala dosa kita. Tubuh-Nya yang hancur dan terpecah-pecah telah menyembuhkan segala penyakit kita. Melalui pengorban Yesus Kristus ini kita yang percaya kepada-Nya beroleh keselamatan yang sempurna.
Penghukuman kekal telah tersedia bagi siapa saja yang menolak Yesus Kristus!
Baca: Roma 6:15-23
"Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." Roma 6:23
Ayat nas menyatakan upah dosa ialah maut. Akibat dosa dan pelanggaran, manusia suatu saat akan mati dan akan menerima penghukuman kekal. "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi," (Ibrani 9:27).
Sangat berbeda dengan Yesus Kristus, Dia mati bukan seperti manusia sebagai akibat dari dosa yang telah diperbuat-Nya, sebab Dia tidak memiliki satu noda dosa pun. Yesus Kristus tidak dilahirkan di dalam dosa seperti kita. "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." (Mazmur 51:7). Tetapi Yesus Kristus dilahirkan oleh Roh Kudus, di mana benih dan tubuh-Nya dalam rahim perawan Maria disediakan oleh Allah sendiri. Tertulis: "Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: "Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki-tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku-." (Ibrani 10:5). Jadi Yesus Kristus adalah rupa Allah dalam manusia. Akan tetapi fakta sejarah menyatakan bahwa Yesus Kristus mati tersalib si Kalvari. Itulah sebabnya manusia tidak dapat memahaminya, bahkan mereka menghujat dan menolak-Nya. "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18). Memang manusia tidak akan dapat memahami dan mengenal jalan-jalan Allah karena pikiran dan akalnya yang sangat terbatas.
Bagi kita orang yang percaya, Yesus Kristus mati dan kemudian bangkit di hari yang ke-3 adalah sebuah kebenaran dan bukti dari kekuatan Allah dan hikmat Allah yang tak terselami. Yesus Kristus mati untuk menggantikan kita; Yesus Kristus dihukum karena pelanggaran-pelanggaran kita. Yesus Kristus mati sebagai korban perdamaian atau korban pendamaian untuk keselamatan kita. Darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib menghapus segala dosa kita. Tubuh-Nya yang hancur dan terpecah-pecah telah menyembuhkan segala penyakit kita. Melalui pengorban Yesus Kristus ini kita yang percaya kepada-Nya beroleh keselamatan yang sempurna.
Penghukuman kekal telah tersedia bagi siapa saja yang menolak Yesus Kristus!
Wednesday, August 20, 2014
TIDAK ADA YANG MUSTAHIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2014
Baca: Lukas 1:26-38
"Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." Lukas 1:37
Kabar sukacita apa yang diterima oleh Maria dari sorga? "Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus." (ayat 31). Mungkinkah? Karena secara logika Maria belum bersuami. Jawab malaikat itu, "...bagi Allah tidak ada yang mustahil." (ayat nas). Maria pun percaya dan firman-Nya pun digenapi dalam hidupnya.
Di segala situasi dalam hidup ini marilah kita belajar untuk memiliki sikap seperti Maria yang percaya kepada Tuhan dan memiliki penyerahan penuh kepada-Nya dengan berkata, "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (ayat 38). Kata 'tidak ada yang mustahil' berarti tidak ada sesuatu pun yang tak sanggup Allah kerjakan dalam kehidupan manusia karena Dia adalah Allah yang ajaib dan perbuatan-perbuatan-Nya heran, serta sulit untuk kita pahami. Dia sanggup melakukan mujizat, membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9).
Inilah yang tidak dipahami oleh manusia hingga detik ini sehingga manusia menutup telinga terhadap kabar sukacita ini dan menolak Juruselamat. Padahal kita yang sebelumnya terbelenggu oleh dosa, karena kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus, dibebaskan dan dilepaskan sehingga menjadi orang yang merdeka. Tanpa kuasa Allah tidak mungkin kita yang berdosa dapat melepaskan diri dari belenggu dan dosa; dan kuasa itu ada pada diri Tuhan Yesus, "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-10). Kini kuasa itu diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya! Dengan kuasa itu kita beroleh kekuatan untuk hidup dalam kebenaran melayani Tuhan.
Andalkan Tuhan dalam segala perkara dan jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri, karena tidak ada yang mustahil bagi Dia!
Baca: Lukas 1:26-38
"Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." Lukas 1:37
Kabar sukacita apa yang diterima oleh Maria dari sorga? "Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus." (ayat 31). Mungkinkah? Karena secara logika Maria belum bersuami. Jawab malaikat itu, "...bagi Allah tidak ada yang mustahil." (ayat nas). Maria pun percaya dan firman-Nya pun digenapi dalam hidupnya.
Di segala situasi dalam hidup ini marilah kita belajar untuk memiliki sikap seperti Maria yang percaya kepada Tuhan dan memiliki penyerahan penuh kepada-Nya dengan berkata, "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (ayat 38). Kata 'tidak ada yang mustahil' berarti tidak ada sesuatu pun yang tak sanggup Allah kerjakan dalam kehidupan manusia karena Dia adalah Allah yang ajaib dan perbuatan-perbuatan-Nya heran, serta sulit untuk kita pahami. Dia sanggup melakukan mujizat, membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9).
Inilah yang tidak dipahami oleh manusia hingga detik ini sehingga manusia menutup telinga terhadap kabar sukacita ini dan menolak Juruselamat. Padahal kita yang sebelumnya terbelenggu oleh dosa, karena kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus, dibebaskan dan dilepaskan sehingga menjadi orang yang merdeka. Tanpa kuasa Allah tidak mungkin kita yang berdosa dapat melepaskan diri dari belenggu dan dosa; dan kuasa itu ada pada diri Tuhan Yesus, "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-10). Kini kuasa itu diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya! Dengan kuasa itu kita beroleh kekuatan untuk hidup dalam kebenaran melayani Tuhan.
Andalkan Tuhan dalam segala perkara dan jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri, karena tidak ada yang mustahil bagi Dia!
Tuesday, August 19, 2014
MARIA: Beroleh Kasih Karunia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2014
Baca: Lukas 1:28-38
"Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Lukas 1:28
Bagaimana reaksi Saudara ketika tiba-tiba ditegur disapa oleh orang asing atau seseorang yang belum pernah kita kenal sebelumnya? Tentunya kita pasti akan terkejut, bertanya-tanya dalam hati, atau mungkin juga takut. Perasaan demikian juga dirasakan oleh Maria, apalagi yang menyapanya bukan sembarang orang, melainkan seorang malaikat yang adalah utusan dari sorga yang bernama Gabriel. Wajarlah jika Maria sangat terkejut mendengar sapaan salam dari malaikat tersebut.
Malaikat Gabriel menjelaskan maksud kedatangannya, "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah." (ayat 30). Kedatangan malaikat Gabriel bukan tanpa maksud, tapi ia membawa kabar sukacita dari sorga, karena Maria beroleh kasih karunia dari Allah. Allah memakai hidup Maria untuk menyatakan kasih karunia-Nya kepada umat manusia. Kasih karunia ini berkenaan dengan keselamatan, sesuatu yang diberikan Allah secara cuma-cuma melalui diri Yesus Kristus. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yohanes 3:16-17). Tak seorang pun manusia dapat menyelamatkan dirinya dari dosa selain oleh kasih karunia Allah, sebagaimana ditegaskan rasul Paulus bahwa "...karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9).
Dengan kasih karunia ini bukan berarti kita dapat hidup sekehendak hati kita dan tetap berkompromi dengan dosa, melainkan kita harus mengerjakan keselamatan yang telah kita terima itu dengan takut dan gentar (baca Filipi 2:12), sebab dengan kasih karunia yang telah kita terima ini setiap kita yang ada di dalam Kristus adalah 'manusia-manusia baru', artinya kehidupan manusia lama harus benar-benar kita tinggalkan.
Melalui Yesus Kristus kita beroleh kasih karunia dan diselamatkan!
Baca: Lukas 1:28-38
"Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Lukas 1:28
Bagaimana reaksi Saudara ketika tiba-tiba ditegur disapa oleh orang asing atau seseorang yang belum pernah kita kenal sebelumnya? Tentunya kita pasti akan terkejut, bertanya-tanya dalam hati, atau mungkin juga takut. Perasaan demikian juga dirasakan oleh Maria, apalagi yang menyapanya bukan sembarang orang, melainkan seorang malaikat yang adalah utusan dari sorga yang bernama Gabriel. Wajarlah jika Maria sangat terkejut mendengar sapaan salam dari malaikat tersebut.
Malaikat Gabriel menjelaskan maksud kedatangannya, "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah." (ayat 30). Kedatangan malaikat Gabriel bukan tanpa maksud, tapi ia membawa kabar sukacita dari sorga, karena Maria beroleh kasih karunia dari Allah. Allah memakai hidup Maria untuk menyatakan kasih karunia-Nya kepada umat manusia. Kasih karunia ini berkenaan dengan keselamatan, sesuatu yang diberikan Allah secara cuma-cuma melalui diri Yesus Kristus. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yohanes 3:16-17). Tak seorang pun manusia dapat menyelamatkan dirinya dari dosa selain oleh kasih karunia Allah, sebagaimana ditegaskan rasul Paulus bahwa "...karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9).
Dengan kasih karunia ini bukan berarti kita dapat hidup sekehendak hati kita dan tetap berkompromi dengan dosa, melainkan kita harus mengerjakan keselamatan yang telah kita terima itu dengan takut dan gentar (baca Filipi 2:12), sebab dengan kasih karunia yang telah kita terima ini setiap kita yang ada di dalam Kristus adalah 'manusia-manusia baru', artinya kehidupan manusia lama harus benar-benar kita tinggalkan.
Melalui Yesus Kristus kita beroleh kasih karunia dan diselamatkan!
Monday, August 18, 2014
OTNIEL: Tuhan adalah Kekuatan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2014
Baca: Yosua 15:13-19
"Dan Otniel, anak Kenas saudara Kaleb, merebut kota itu; lalu Kaleb memberikan kepadanya Akhsa, anaknya, menjadi isterinya. " Yosua 15:17
Otniel adalah salah satu dari tentara yang beserta dengan Kaleb mampu menguasai dan merebut Kiryat-Arba, yaitu Hebron. Ia adalah anak Kenas, saudara daripada Kaleb sendiri. Ada pun arti nama Otniel adalah 'Tuhan adalah kekuatan'.
Suatu ketika Kaleb mengadakan sebuah sayembara: siapa saja yang dapat menaklukkan dan merebut Kiryat-Sefer, akan diberikannya anak perempuannya, Akhsa, sebagi hadiah. Kita tahu bahwa penduduk Kiryat-Arba ataupun Kiryat-Sefer adalah orang-orang berperawakan tinggi seperti raksasa, suatu negeri yang memakan penduduknya, bahkan sepuluh pengintai yang diutus Musa mengatakan, "...kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:33). Namun meski harus menghadapi orang-orang raksasa, Otniel tidak sedikit pun menunjukkan rasa gentar dan takut, melainkan merespons tantangan Kaleb itu dengan sikap seorang pemberani; ia dengan penuh keberanian menghadapi penduduk Kiryat-Sefer. Keberhasilannya menggempur dan merebut Kiryat-Sefer membuat Otniel tampil sebagai pemenang sayembara dan ia pun berhak mendapatkan Akhsa sebagai isteri. Keberanian yang ditunjukkan oleh Otniel ini bukan didasari oleh keinginannya untuk mendapatkan Akhsa semata, juga bukan karena perbuatan nekat, namun ia memiliki dasar iman yang kuat di dalam Tuhan. Otniel berani berperang melawan musuh oleh karena ia mengandalkan Tuhan. Otniel sangat percaya jika ia senantiasa berjalan bersama Tuhan dan melibatkan Dia di setiap langkahnya, tidak ada yang perlu ditakutkan. "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14). Sungguh benar apa yang dikatakan bani Korah dalam mazmurnya, "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Tuhan telah menjadi kekuatan dan penolong bagi Otniel!
Karena memiliki keberanian dan semangat kepahlawanan yang luar biasa, Tuhan pun mempercayakan perkara-perkara yang lebih besar kepada Otniel di kemudian hari!
Otniel diangkat Tuhan sebagai hakim atas Israel, "Lalu amanlah negeri itu empat puluh tahun lamanya." Hakim-Hakim 3:11
Baca: Yosua 15:13-19
"Dan Otniel, anak Kenas saudara Kaleb, merebut kota itu; lalu Kaleb memberikan kepadanya Akhsa, anaknya, menjadi isterinya. " Yosua 15:17
Otniel adalah salah satu dari tentara yang beserta dengan Kaleb mampu menguasai dan merebut Kiryat-Arba, yaitu Hebron. Ia adalah anak Kenas, saudara daripada Kaleb sendiri. Ada pun arti nama Otniel adalah 'Tuhan adalah kekuatan'.
Suatu ketika Kaleb mengadakan sebuah sayembara: siapa saja yang dapat menaklukkan dan merebut Kiryat-Sefer, akan diberikannya anak perempuannya, Akhsa, sebagi hadiah. Kita tahu bahwa penduduk Kiryat-Arba ataupun Kiryat-Sefer adalah orang-orang berperawakan tinggi seperti raksasa, suatu negeri yang memakan penduduknya, bahkan sepuluh pengintai yang diutus Musa mengatakan, "...kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:33). Namun meski harus menghadapi orang-orang raksasa, Otniel tidak sedikit pun menunjukkan rasa gentar dan takut, melainkan merespons tantangan Kaleb itu dengan sikap seorang pemberani; ia dengan penuh keberanian menghadapi penduduk Kiryat-Sefer. Keberhasilannya menggempur dan merebut Kiryat-Sefer membuat Otniel tampil sebagai pemenang sayembara dan ia pun berhak mendapatkan Akhsa sebagai isteri. Keberanian yang ditunjukkan oleh Otniel ini bukan didasari oleh keinginannya untuk mendapatkan Akhsa semata, juga bukan karena perbuatan nekat, namun ia memiliki dasar iman yang kuat di dalam Tuhan. Otniel berani berperang melawan musuh oleh karena ia mengandalkan Tuhan. Otniel sangat percaya jika ia senantiasa berjalan bersama Tuhan dan melibatkan Dia di setiap langkahnya, tidak ada yang perlu ditakutkan. "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14). Sungguh benar apa yang dikatakan bani Korah dalam mazmurnya, "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Tuhan telah menjadi kekuatan dan penolong bagi Otniel!
Karena memiliki keberanian dan semangat kepahlawanan yang luar biasa, Tuhan pun mempercayakan perkara-perkara yang lebih besar kepada Otniel di kemudian hari!
Otniel diangkat Tuhan sebagai hakim atas Israel, "Lalu amanlah negeri itu empat puluh tahun lamanya." Hakim-Hakim 3:11
Sunday, August 17, 2014
TERBEBAS DARI BELENGGU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2014
Baca: Lukas 13:10-17
"Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah." Lukas 13:13
Ketika Tuhan Yesus mengajar di sebuah rumah ibadat atau sinagoga tiba-tiba perhatian-Nya tertuju kepada seorang wanita yang sudah 18 tahun dirasuk oleh roh jahat sehingga menderita sakit; punggungnya bungkuk dan tidak dapat berdiri tegak. Hati Tuhan Yesus pun tergerak oleh belas kasihan sehingga Dia meletakkan tangan-Nya atas wanita itu dan seketika itu juga sembuhlah ia. Wanita itu pun dapat berdiri tegak untuk pertama kalinya setelah 18 tahun!
Sesungguhnya wanita itu memiliki alasan kuat untuk tetap tinggal di rumahnya sepanjang hari karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan untuk pergi ke rumah Tuhan, tetapi wanita itu tetap meneguhkan hatinya untuk beribadah kepada Tuhan tanpa mempedulikan sakit yang dialaminya dan mungkin juga cemoohan orang lain. Setan bisa saja menyerang fisik wanita ini tapi tidak berdaya menyerang rohnya, terbukti meski menderita sakit yang luar biasa wanita itu tetap tekun beribadah ke rumah Tuhan! Imannya yang besar ini telah menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak sehingga kuasa setan dipatahkan-Nya! Satu-satunya Pribadi yang sanggup melepaskan dan membebaskan manusia dari belenggu setan adalah Tuhan Yesus! Hari itu benar-benar menjadi hari pembebasan baginya; hari yang sangat bersejarah dalam hidupnya karena telah terbebas dari penderitaan jasmani dan rohani yang telah mengikatnya selama belasan tahun! Karena itulah ia memuliakan Tuhan sebagai tanda ucapan syukur.
Hari ini, 69 tahun silam, tepatnya 17 Agustus 1945 adalah hari yang juga sangat spesial dan bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia, karena untuk pertama kalinya bangsa kita memproklamirkan hari kemerdekaannya. Pekik merdeka pun berkumandang di seluruh persada negeri! Merdeka berarti bebas, tidak lagi menjadi budak dari bangsa lain, tidak lagi hidup dalam tekanan dan belenggu, tapi menjadi bangsa yang benar-benar merdeka. Namun ingatlah bahwa kemerdekaan bangsa kita tidak akan pernah bisa diraih tanpa campur tangan Tuhan, karena itu kita wajib untuk memuliakan nama-Nya.
"Jadi apabila Anak itu (Yesus Kristus) memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." Yohanes 8:36
Baca: Lukas 13:10-17
"Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah." Lukas 13:13
Ketika Tuhan Yesus mengajar di sebuah rumah ibadat atau sinagoga tiba-tiba perhatian-Nya tertuju kepada seorang wanita yang sudah 18 tahun dirasuk oleh roh jahat sehingga menderita sakit; punggungnya bungkuk dan tidak dapat berdiri tegak. Hati Tuhan Yesus pun tergerak oleh belas kasihan sehingga Dia meletakkan tangan-Nya atas wanita itu dan seketika itu juga sembuhlah ia. Wanita itu pun dapat berdiri tegak untuk pertama kalinya setelah 18 tahun!
Sesungguhnya wanita itu memiliki alasan kuat untuk tetap tinggal di rumahnya sepanjang hari karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan untuk pergi ke rumah Tuhan, tetapi wanita itu tetap meneguhkan hatinya untuk beribadah kepada Tuhan tanpa mempedulikan sakit yang dialaminya dan mungkin juga cemoohan orang lain. Setan bisa saja menyerang fisik wanita ini tapi tidak berdaya menyerang rohnya, terbukti meski menderita sakit yang luar biasa wanita itu tetap tekun beribadah ke rumah Tuhan! Imannya yang besar ini telah menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak sehingga kuasa setan dipatahkan-Nya! Satu-satunya Pribadi yang sanggup melepaskan dan membebaskan manusia dari belenggu setan adalah Tuhan Yesus! Hari itu benar-benar menjadi hari pembebasan baginya; hari yang sangat bersejarah dalam hidupnya karena telah terbebas dari penderitaan jasmani dan rohani yang telah mengikatnya selama belasan tahun! Karena itulah ia memuliakan Tuhan sebagai tanda ucapan syukur.
Hari ini, 69 tahun silam, tepatnya 17 Agustus 1945 adalah hari yang juga sangat spesial dan bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia, karena untuk pertama kalinya bangsa kita memproklamirkan hari kemerdekaannya. Pekik merdeka pun berkumandang di seluruh persada negeri! Merdeka berarti bebas, tidak lagi menjadi budak dari bangsa lain, tidak lagi hidup dalam tekanan dan belenggu, tapi menjadi bangsa yang benar-benar merdeka. Namun ingatlah bahwa kemerdekaan bangsa kita tidak akan pernah bisa diraih tanpa campur tangan Tuhan, karena itu kita wajib untuk memuliakan nama-Nya.
"Jadi apabila Anak itu (Yesus Kristus) memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." Yohanes 8:36
Saturday, August 16, 2014
JANGAN LARI DARI PANGGILAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2014
Baca: Yunus 1:1-17
"Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN;" Yunus 1:3
Di masa-masa sekarang ini ada banyak orang Kristen, yang awalnya memiliki semangat menggebu-gebu dalam melayani Tuhan dan begitu antusias mengembangkan talentanya, kini berangsur-angsur surut semangatnya dan tidak lagi setia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena mereka tidak tahan menghadapi tantangan atau masalah yang ada. Mereka pun berusaha memutar otak mencari alasan untuk menghindarkan diri dari panggilan Tuhan dan mulai menimbang-nimbang jika diutus oleh Tuhan.
Yunus adalah contoh utusan Tuhan yang mencoba lari dari panggilan Tuhan karena takut menghadapi tantangan. Berfirmanlah Tuhan kepada Yunus, "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (ayat 2). Pada saat diutus Tuhan untuk pergi ke Niniwe Yunus justru memilih lari dari tanggung jawabnya dan pergi ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan. Yunus memilih untuk menuruti keinginan dagingnya daripada harus tunduk kepada kehendak Tuhan, padahal keinginan daging itu berlawanan dengan keinginan Roh! "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24). Akibat lari dari dari panggilan Tuhan ini Yunus harus mengalami masalah yang hebat, "...TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur." (Yunus 1:4). Bahkan Yunus harus mengalami peristiwa paling mengerikan seumur hidupnya yaitu masuk dalam perut ikan selama tiga hari tiga malam. Namun Tuhan mengasihi Yunus sehingga Dia memberi kesempatan Yunus bertobat. Akhirnya Yunus pergi ke Niniwe dan menjalankan tugasnya sebagai utusan Tuhan. Melalui pelayanannya orang-orang Niniwe bertobat dan seluruh penduduk kota itu diselamatkan.
Jika kita dipercaya Tuhan melayaniNya mari melakukannya dengan setia dan penuh tanggung jawab, karena tidak semua orang beroleh kesempatan yang sama.
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." Yohanes 9:4
Baca: Yunus 1:1-17
"Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN;" Yunus 1:3
Di masa-masa sekarang ini ada banyak orang Kristen, yang awalnya memiliki semangat menggebu-gebu dalam melayani Tuhan dan begitu antusias mengembangkan talentanya, kini berangsur-angsur surut semangatnya dan tidak lagi setia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena mereka tidak tahan menghadapi tantangan atau masalah yang ada. Mereka pun berusaha memutar otak mencari alasan untuk menghindarkan diri dari panggilan Tuhan dan mulai menimbang-nimbang jika diutus oleh Tuhan.
Yunus adalah contoh utusan Tuhan yang mencoba lari dari panggilan Tuhan karena takut menghadapi tantangan. Berfirmanlah Tuhan kepada Yunus, "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (ayat 2). Pada saat diutus Tuhan untuk pergi ke Niniwe Yunus justru memilih lari dari tanggung jawabnya dan pergi ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan. Yunus memilih untuk menuruti keinginan dagingnya daripada harus tunduk kepada kehendak Tuhan, padahal keinginan daging itu berlawanan dengan keinginan Roh! "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24). Akibat lari dari dari panggilan Tuhan ini Yunus harus mengalami masalah yang hebat, "...TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur." (Yunus 1:4). Bahkan Yunus harus mengalami peristiwa paling mengerikan seumur hidupnya yaitu masuk dalam perut ikan selama tiga hari tiga malam. Namun Tuhan mengasihi Yunus sehingga Dia memberi kesempatan Yunus bertobat. Akhirnya Yunus pergi ke Niniwe dan menjalankan tugasnya sebagai utusan Tuhan. Melalui pelayanannya orang-orang Niniwe bertobat dan seluruh penduduk kota itu diselamatkan.
Jika kita dipercaya Tuhan melayaniNya mari melakukannya dengan setia dan penuh tanggung jawab, karena tidak semua orang beroleh kesempatan yang sama.
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." Yohanes 9:4
Friday, August 15, 2014
UTUSAN TUHAN: Setia dan Bertanggung Jawab
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2014
Baca: Matius 25:14-30
"Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." Matius 25:29
Talenta yang ada pada kita harus dikembangkan supaya makin bertambah atau berlipat ganda. Jika kita tidak mau mengembangkannya, tidak mau bekerja, diam saja, bersikap pasif, itu sama artinya kita tidak menghargai Tuhan sebagai pemberi talenta.
Maukah kita disebut sebagai hamba-hamba Tuhan yang jahat dan tidak setia? Suatu kelak nanti kita akan dimintai pertanggungan jawab di hadapan Tuhan perihal talenta ini. Apakah kita seperti hamba yang menerima lima atau dua talenta, yang dengan setia mengembangkan talentanya, sehingga Tuhan berkata: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (ayat 21 dan 23). Ataukah kita bertindak seperti hamba yang diberi satu talenta, yang tidak setia dan tidak mau mengembangkan talenta yang ada, malahan "...pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya." (ayat 18), dan inilah konsekuensi yang harus ditanggung: "Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (ayat 30). Dalam mengembangkan talenta, kita tidak perlu fokus kepada berapa besarnya hasil yang akan kita dapatkan, sebab Tuhan tidak memuji para hambanya berdasarkan jumlah hasil atau besarnya laba, melainkan Tuhan memuji sikap hati dan kesetiaan mereka dalam melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Meski demikian, bagi seseorang yang telah diberikan talenta lebih baik, wajib untuk menghasilkan laba yang lebih besar pula bagi Tuhan, tidak bisa tidak!
Setiap utusan Tuhan kita harus belajar menjadi orang-orang setia dan bertanggung jawab terhadap apa pun yang dipercayakan kepada kita. Mari kita kembangkan talenta kita semaksimal mungkin untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan!
"Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." Lukas 12:48b
Baca: Matius 25:14-30
"Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." Matius 25:29
Talenta yang ada pada kita harus dikembangkan supaya makin bertambah atau berlipat ganda. Jika kita tidak mau mengembangkannya, tidak mau bekerja, diam saja, bersikap pasif, itu sama artinya kita tidak menghargai Tuhan sebagai pemberi talenta.
Maukah kita disebut sebagai hamba-hamba Tuhan yang jahat dan tidak setia? Suatu kelak nanti kita akan dimintai pertanggungan jawab di hadapan Tuhan perihal talenta ini. Apakah kita seperti hamba yang menerima lima atau dua talenta, yang dengan setia mengembangkan talentanya, sehingga Tuhan berkata: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (ayat 21 dan 23). Ataukah kita bertindak seperti hamba yang diberi satu talenta, yang tidak setia dan tidak mau mengembangkan talenta yang ada, malahan "...pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya." (ayat 18), dan inilah konsekuensi yang harus ditanggung: "Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (ayat 30). Dalam mengembangkan talenta, kita tidak perlu fokus kepada berapa besarnya hasil yang akan kita dapatkan, sebab Tuhan tidak memuji para hambanya berdasarkan jumlah hasil atau besarnya laba, melainkan Tuhan memuji sikap hati dan kesetiaan mereka dalam melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Meski demikian, bagi seseorang yang telah diberikan talenta lebih baik, wajib untuk menghasilkan laba yang lebih besar pula bagi Tuhan, tidak bisa tidak!
Setiap utusan Tuhan kita harus belajar menjadi orang-orang setia dan bertanggung jawab terhadap apa pun yang dipercayakan kepada kita. Mari kita kembangkan talenta kita semaksimal mungkin untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan!
"Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." Lukas 12:48b
Thursday, August 14, 2014
UTUSAN TUHAN: Mengembangkan Talenta
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2014
Baca: Matius 25:14-30
"Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka." Matius 25:14
Dalam hal melayani pekerjaan-Nya Tuhan tidak hanya sekedar mengutus anak-anak-Nya, tapi Dia juga membekali setiap orang percaya dengan talenta, "...untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus," (Efesus 4:12). Jadi tidak ada alasan bagi kita berkata 'tidak' terhadap panggilan Tuhan!
Talenta berbicara tentang banyak hal: bakat, kecakapan, keahlian, kemampuan, harta dan sebagainya sebagai sesuatu yang Tuhan berikan dalam hidup kita. Adapun besarnya talenta dari tiap-tiap orang itu berbeda-beda: "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya," (Matius 25:16). Dalam Perjanjian Lama talenta adalah ukuran timbangan sebesar 3000 syikal atau kurang lebih 34 kilogram. Dalam Perjanjian Baru talenta adalah ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya yaitu 6000 dinar. Dinar adalah mata uang Romawi. Satu dinar sama dengan upah pekerja harian dalam satu hari, jadi 1 talenta = upah 6000 hari (identik dengan upah hampir enam setengah tahun!). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah tidak memberikan talenta kepada manusia, bahkan minimal Dia akan memberikan satu talenta kepada seseorang, yang sesungguhnya memiliki nilai yang sangat besar. Sedangkan pemberian talenta itu sendiri bukan karena kita yang memintanya kepada Tuhan, tetapi sepenuhnya adalah kewenangan Tuhan; Ia sendiri yang menentukan. Maka dari itu kita pun tidak boleh menuntut kepada Tuhan, atau membanding-bandingkan talenta yang Tuhan berikan kepada kita dengan yang Tuhan berikan kepada orang lain. dengan demikian tiap-tiap orang sudah mendapatkan porsinya masing-masing, yang kesemuanya itu didasarkan pada kesanggupan kita!
Tuhan menghendaki kita mengembangkan setiap talenta yang Dia berikan itu! Jangan sampai kita menyia-nyiakannya dengan 'menyimpan' serta 'menyembunyikannya' di dalam tanah, seperti yang diperbuat oleh hamba yang menerima satu talenta (Matius 25:18), padahal kita diberi waktu dan kesempatan yang sama.
Sudahkah kita mengembangkan setiap talenta yang Tuhan berikan?
Baca: Matius 25:14-30
"Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka." Matius 25:14
Dalam hal melayani pekerjaan-Nya Tuhan tidak hanya sekedar mengutus anak-anak-Nya, tapi Dia juga membekali setiap orang percaya dengan talenta, "...untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus," (Efesus 4:12). Jadi tidak ada alasan bagi kita berkata 'tidak' terhadap panggilan Tuhan!
Talenta berbicara tentang banyak hal: bakat, kecakapan, keahlian, kemampuan, harta dan sebagainya sebagai sesuatu yang Tuhan berikan dalam hidup kita. Adapun besarnya talenta dari tiap-tiap orang itu berbeda-beda: "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya," (Matius 25:16). Dalam Perjanjian Lama talenta adalah ukuran timbangan sebesar 3000 syikal atau kurang lebih 34 kilogram. Dalam Perjanjian Baru talenta adalah ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya yaitu 6000 dinar. Dinar adalah mata uang Romawi. Satu dinar sama dengan upah pekerja harian dalam satu hari, jadi 1 talenta = upah 6000 hari (identik dengan upah hampir enam setengah tahun!). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah tidak memberikan talenta kepada manusia, bahkan minimal Dia akan memberikan satu talenta kepada seseorang, yang sesungguhnya memiliki nilai yang sangat besar. Sedangkan pemberian talenta itu sendiri bukan karena kita yang memintanya kepada Tuhan, tetapi sepenuhnya adalah kewenangan Tuhan; Ia sendiri yang menentukan. Maka dari itu kita pun tidak boleh menuntut kepada Tuhan, atau membanding-bandingkan talenta yang Tuhan berikan kepada kita dengan yang Tuhan berikan kepada orang lain. dengan demikian tiap-tiap orang sudah mendapatkan porsinya masing-masing, yang kesemuanya itu didasarkan pada kesanggupan kita!
Tuhan menghendaki kita mengembangkan setiap talenta yang Dia berikan itu! Jangan sampai kita menyia-nyiakannya dengan 'menyimpan' serta 'menyembunyikannya' di dalam tanah, seperti yang diperbuat oleh hamba yang menerima satu talenta (Matius 25:18), padahal kita diberi waktu dan kesempatan yang sama.
Sudahkah kita mengembangkan setiap talenta yang Tuhan berikan?
Wednesday, August 13, 2014
ORANG PERCAYA: Menghasilkan Buah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2014
Baca: Yohanes 15:1-8
"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." Yohanes 15:8
Sebuah pohon dapat menghasilkan buah dalam jumlah banyak, hanya dari satu batang pohon. Dengan cara yang sama pula Roh Kudus menjadi sumber dari buah-buah dalam kehidupan orang percaya. Semakin kita melekat kepada Pokok Anggur dan hidup dalam pimpinan Roh Kudus semakin kita memancarkan karakter seperti Kristus dan hal ini membawa kemuliaan bagi Bapa.
Ada pun langkah menuju kepada kehidupan Kristen yang berbuah adalah: "Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita." (1 Yohanes 2:5). Ketaatan kita terhadap firman Tuhan adalah bukti kita tinggal di dalam firman-Nya. Jika kita tidak menaati firman-Nya, sampai kapan pun kita tidak akan pernah berbuah. Ada konsekuensi bagi orang-orang yang tidak mau tinggal di dalam firman-Nya, tidak melekat pada Pokok Anggur dan yang hidupnya tidak berbuah, yaitu "...ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:6).
Buah-buah apa yang seharusnya dihasilkan oleh orang percaya? Buah jiwa-jiwa, yaitu orang-orang yang kita bawa kepada Kristus oleh karena dampak dari kehidupan kita yang menjadi berkat dan kesaksian bagi mereka. Buah pelayanan, yaitu waktu, tenaga, pikiran, talenta yang kita curahkan untuk melayani Tuhan dan juga materi yang kita persembahkan untuk mendukung pekabaran Injil di bumi. Milikilah roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan, sebab jerih lelah kita tidak akan pernah sia-sia. Melalui pelayanan ini kita percaya bahwa Injil makin berkembang dan disebarluaskan ke seluruh penjuru ujung bumi. Buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. Ke-9 buah Roh ini hanya dapat dihasilkan bila kita mau tinggal di dalam Tuhan dan melekat kepada-Nya.
Berbuah adalah tanda bahwa kerohanian seseorang itu hidup dan bertumbuh!
Baca: Yohanes 15:1-8
"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." Yohanes 15:8
Sebuah pohon dapat menghasilkan buah dalam jumlah banyak, hanya dari satu batang pohon. Dengan cara yang sama pula Roh Kudus menjadi sumber dari buah-buah dalam kehidupan orang percaya. Semakin kita melekat kepada Pokok Anggur dan hidup dalam pimpinan Roh Kudus semakin kita memancarkan karakter seperti Kristus dan hal ini membawa kemuliaan bagi Bapa.
Ada pun langkah menuju kepada kehidupan Kristen yang berbuah adalah: "Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita." (1 Yohanes 2:5). Ketaatan kita terhadap firman Tuhan adalah bukti kita tinggal di dalam firman-Nya. Jika kita tidak menaati firman-Nya, sampai kapan pun kita tidak akan pernah berbuah. Ada konsekuensi bagi orang-orang yang tidak mau tinggal di dalam firman-Nya, tidak melekat pada Pokok Anggur dan yang hidupnya tidak berbuah, yaitu "...ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:6).
Buah-buah apa yang seharusnya dihasilkan oleh orang percaya? Buah jiwa-jiwa, yaitu orang-orang yang kita bawa kepada Kristus oleh karena dampak dari kehidupan kita yang menjadi berkat dan kesaksian bagi mereka. Buah pelayanan, yaitu waktu, tenaga, pikiran, talenta yang kita curahkan untuk melayani Tuhan dan juga materi yang kita persembahkan untuk mendukung pekabaran Injil di bumi. Milikilah roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan, sebab jerih lelah kita tidak akan pernah sia-sia. Melalui pelayanan ini kita percaya bahwa Injil makin berkembang dan disebarluaskan ke seluruh penjuru ujung bumi. Buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. Ke-9 buah Roh ini hanya dapat dihasilkan bila kita mau tinggal di dalam Tuhan dan melekat kepada-Nya.
Berbuah adalah tanda bahwa kerohanian seseorang itu hidup dan bertumbuh!
Tuesday, August 12, 2014
PEMBERSIHAN: Proses Pembentukan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2014
Baca: Yohanes 15:1-8
"Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya." Yohanes 15:1
Pernyataan Tuhan Yesus, "Akulah pokok anggur yang benar" adalah sebagai penegasan bahwa Dia adalah satu-satunya Pokok Anggur yang asli dan sah, tidak ada yang lain. Sebagai satu-satunya Pokok Anggur, setiap ranting harus melekat kepada-Nya. Itulah satu-satunya cara untuk bisa menghasilkan buah!
Melekat berarti memiliki persekutuan yang erat secara kontinyu dengan Pokok Anggur. Tanpa melekat kepada Pokok Anggur ranting-ranting itu akan kering, dan cepat atau lambat pasti akan mati, karena tidak ada kehidupan di dalamnya, sebab Pokok Anggur adalah sumber kehidupan. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Jadi tanpa Pokok Anggur ranting tidak punya kekuatan apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tuhan Yesus juga menambahkan, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Kita tahu bahwa setiap pemilik kebun pasti berharap bahwa benih yang ia taburkan di tanah kelak akan menghasilkan buah. Ia tidak hanya sekedar menabur benih dan menanam, tapi juga mengolah tanahnya sedemikian rupa serta merawatnya. Dan ketika benih itu tumbuh dan mulai mengeluarkan ranting-ranting si pemilik kebun makin bekerja secara ekstra. Jika ada ranting yang kering akan dipotongnya dan dibuang, sedangkan ranting yang hidup tak luput dari perhatian si pemilik kebun, dibersihkannya ranting itu supaya bukan sekedar lebat daunnya, tapi supaya ada buah yang dihasilkan.
Saat masuk dalam proses 'pembersihan' inilah mau tidak mau kita akan merasakan sakit, tidak enak dan terluka. Namun bukan berarti Tuhan jahat, kejam dan tidak mengasihi kita, karena Dia melakukannya sesuai dengan hikmat dan kasih-Nya. Ingat, jika kita tidak dibersihkan, sampai kapan pun kita tidak akan pernah bertumbuh dan berbuah. Tuhan membersihkan segala hal yang menghalangi kita untuk bertumbuh. Jadi pembersihan dari Tuhan memiliki arah dan tujuan karena Dia selalu tahu apa yang terbaik bagi kita dan sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti kita.
Pembersihan inilah yan disebut pembentukan dari Tuhan, sebagai wujud pendisiplinan dari Tuhan.
Baca: Yohanes 15:1-8
"Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya." Yohanes 15:1
Pernyataan Tuhan Yesus, "Akulah pokok anggur yang benar" adalah sebagai penegasan bahwa Dia adalah satu-satunya Pokok Anggur yang asli dan sah, tidak ada yang lain. Sebagai satu-satunya Pokok Anggur, setiap ranting harus melekat kepada-Nya. Itulah satu-satunya cara untuk bisa menghasilkan buah!
Melekat berarti memiliki persekutuan yang erat secara kontinyu dengan Pokok Anggur. Tanpa melekat kepada Pokok Anggur ranting-ranting itu akan kering, dan cepat atau lambat pasti akan mati, karena tidak ada kehidupan di dalamnya, sebab Pokok Anggur adalah sumber kehidupan. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Jadi tanpa Pokok Anggur ranting tidak punya kekuatan apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tuhan Yesus juga menambahkan, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Kita tahu bahwa setiap pemilik kebun pasti berharap bahwa benih yang ia taburkan di tanah kelak akan menghasilkan buah. Ia tidak hanya sekedar menabur benih dan menanam, tapi juga mengolah tanahnya sedemikian rupa serta merawatnya. Dan ketika benih itu tumbuh dan mulai mengeluarkan ranting-ranting si pemilik kebun makin bekerja secara ekstra. Jika ada ranting yang kering akan dipotongnya dan dibuang, sedangkan ranting yang hidup tak luput dari perhatian si pemilik kebun, dibersihkannya ranting itu supaya bukan sekedar lebat daunnya, tapi supaya ada buah yang dihasilkan.
Saat masuk dalam proses 'pembersihan' inilah mau tidak mau kita akan merasakan sakit, tidak enak dan terluka. Namun bukan berarti Tuhan jahat, kejam dan tidak mengasihi kita, karena Dia melakukannya sesuai dengan hikmat dan kasih-Nya. Ingat, jika kita tidak dibersihkan, sampai kapan pun kita tidak akan pernah bertumbuh dan berbuah. Tuhan membersihkan segala hal yang menghalangi kita untuk bertumbuh. Jadi pembersihan dari Tuhan memiliki arah dan tujuan karena Dia selalu tahu apa yang terbaik bagi kita dan sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti kita.
Pembersihan inilah yan disebut pembentukan dari Tuhan, sebagai wujud pendisiplinan dari Tuhan.
Monday, August 11, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Tinggal Dalam Firman (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2014
Baca: Mazmur 119:1-8
"Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati," Mazmur 119:2
Hidup benar dan kudus di tengah-tengah dunia yang jahat ini, bagi orang-orang di luar Tuhan, adalah perkara yang sangat mustahil. Bagaimana dengan orang percaya?
Kita pun tidak akan pernah bisa bila kita bersandar pada pengertian sendiri dan mengandalkan kekuatan sendiri. Namun kita tahu bahwa hidup benar dan kudus adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya! Asal kita mau tunduk kepada pimpinan dan kehendak Tuhan sepenuhnya hal itu bukanlah perkara yang mustahil, karena di dalam kita ada kuasa yang bekerja dengan tak terbatas yaitu Roh Kudus, "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Jadi tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak hidup dalam kebenaran dan kekudusan.
Tuhan mempunyai banyak cara untuk menyatakan kehendak-Nya dan salah satunya adalah melalui firman yang tertulis di dalam Alkitab ini. Bagian kita adalah membuka hati dan menerima firman Tuhan dengan lemah lembut seperti tanah yang gembur, supaya benih firman yang ditabur itu tertanam di hati, lalu tumbuh dan menghasilkan buah seperti yang dikehendaki oleh Tuhan. Kunci untuk hidup benar dan kudus adalah tinggal di dalam firman-Nya, karena kuasa firmanlah yang dapat mengubah dan memperbaharui hidup kita dari hari ke sehari, "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). "...Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Itulah sebabnya kita harus mau dan siap untuk diajar, ditegur, diperbaiki, bahkan ditelanjangi oleh firman Tuhan, "...ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2).
Utusan Tuhan harus siap menerima 'makanan keras' ini supaya pancainderanya kian terlatih (baca Ibrani 5:14), bukti bahwa kita sudah dewasa rohani.
Tanpa tinggal di dalam firman-Nya kita tidak akan mampu menjadi pelaku firman.
Baca: Mazmur 119:1-8
"Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati," Mazmur 119:2
Hidup benar dan kudus di tengah-tengah dunia yang jahat ini, bagi orang-orang di luar Tuhan, adalah perkara yang sangat mustahil. Bagaimana dengan orang percaya?
Kita pun tidak akan pernah bisa bila kita bersandar pada pengertian sendiri dan mengandalkan kekuatan sendiri. Namun kita tahu bahwa hidup benar dan kudus adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya! Asal kita mau tunduk kepada pimpinan dan kehendak Tuhan sepenuhnya hal itu bukanlah perkara yang mustahil, karena di dalam kita ada kuasa yang bekerja dengan tak terbatas yaitu Roh Kudus, "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Jadi tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak hidup dalam kebenaran dan kekudusan.
Tuhan mempunyai banyak cara untuk menyatakan kehendak-Nya dan salah satunya adalah melalui firman yang tertulis di dalam Alkitab ini. Bagian kita adalah membuka hati dan menerima firman Tuhan dengan lemah lembut seperti tanah yang gembur, supaya benih firman yang ditabur itu tertanam di hati, lalu tumbuh dan menghasilkan buah seperti yang dikehendaki oleh Tuhan. Kunci untuk hidup benar dan kudus adalah tinggal di dalam firman-Nya, karena kuasa firmanlah yang dapat mengubah dan memperbaharui hidup kita dari hari ke sehari, "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). "...Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Itulah sebabnya kita harus mau dan siap untuk diajar, ditegur, diperbaiki, bahkan ditelanjangi oleh firman Tuhan, "...ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2).
Utusan Tuhan harus siap menerima 'makanan keras' ini supaya pancainderanya kian terlatih (baca Ibrani 5:14), bukti bahwa kita sudah dewasa rohani.
Tanpa tinggal di dalam firman-Nya kita tidak akan mampu menjadi pelaku firman.
Sunday, August 10, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Tinggal Dalam Firman (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2014
Baca: Matius 13:1-23
"Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat." Matius 13:23
Sebagai utusan Tuhan tugas kita adalah memberitakan kabar baik dari sorga! Dapatkah kita lakukan jika kita sendiri tidak mengalami pertumbuhan rohani dengan baik?. Adapun benih pertumbuhan rohani bagi orang percaya adalah firman Tuhan. Oleh karena itu kita harus menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani kita setiap hari, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Tanpa benih firman yang tertanam tidak akan pernah ada pertumbuhan iman dan buah yang dihasilkan (pelipatgandaan) dalam kehidupan kita, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Jadi utusan Tuhan harus taat membaca, meneliti, merenungkan firman Tuhan.
Pemazmur menyatakan bahwa orang "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. " (Mazmur 1:2-3). Semakin kita menyukai firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam, kita akan semakin berakar di dalam firman-Nya; dan ketika kita berakar kuat di dalam firman-Nya seluruh aspek hidup kita akan semakin diarahkan, diatur dan dibentuk oleh firman. Inilah yang disebut tinggal di dalam firman Tuhan, di mana kita memiliki kepekaan rohani dan sedang berada dalam proses untuk menjadi serupa dengan Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Tinggal di dalam firman Tuhan berkenaan dengan ketaatan seseorang terhadap perintah Tuhan. Firman-Nya berkata, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Jadi hidup dalam kebenaran dan kekudusan adalah syarat mutlak bagi seorang utusan Tuhan.
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97
Baca: Matius 13:1-23
"Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat." Matius 13:23
Sebagai utusan Tuhan tugas kita adalah memberitakan kabar baik dari sorga! Dapatkah kita lakukan jika kita sendiri tidak mengalami pertumbuhan rohani dengan baik?. Adapun benih pertumbuhan rohani bagi orang percaya adalah firman Tuhan. Oleh karena itu kita harus menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani kita setiap hari, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Tanpa benih firman yang tertanam tidak akan pernah ada pertumbuhan iman dan buah yang dihasilkan (pelipatgandaan) dalam kehidupan kita, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Jadi utusan Tuhan harus taat membaca, meneliti, merenungkan firman Tuhan.
Pemazmur menyatakan bahwa orang "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. " (Mazmur 1:2-3). Semakin kita menyukai firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam, kita akan semakin berakar di dalam firman-Nya; dan ketika kita berakar kuat di dalam firman-Nya seluruh aspek hidup kita akan semakin diarahkan, diatur dan dibentuk oleh firman. Inilah yang disebut tinggal di dalam firman Tuhan, di mana kita memiliki kepekaan rohani dan sedang berada dalam proses untuk menjadi serupa dengan Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Tinggal di dalam firman Tuhan berkenaan dengan ketaatan seseorang terhadap perintah Tuhan. Firman-Nya berkata, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Jadi hidup dalam kebenaran dan kekudusan adalah syarat mutlak bagi seorang utusan Tuhan.
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97
Saturday, August 9, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Seorang yang Berdoa (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2014
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7
Sering timbul pertanyaan mengapa pelayanan kita sepertinya jalan di tempat dan tidak mengalami breakthrough, mengapa pula masih banyak bangku kosong di setiap ibadah; jawabannya adalah karena jam doa kita masih kurang atau kita sama sekali tidak berdoa.
Inilah yang dilakukan Yesus: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Di dalam Lukas 6:12 juga di catat: "Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." Berdoa adalah bagian terpenting dalam kehidupan Yesus. Itulah sebabnya pelayanan Yesus membawa dampak yang luar biasa bagi dunia. Kekariban-Nya dengan Bapa adalah kunci terbesar keberhasilan pelayanan Yesus. Maka sesibuk dan sepadat apa pun aktivitas dan pelayanan kita, marilah kita meneladani Tuhan Yesus, yang selalu menyediakan waktu untuk berdoa.
Daniel, memiliki roh yang luar biasa dan hidupnya berdampak meski berada di negeri pembuangan (Babel) karena ia memiliki kedisiplinan dalam berdoa. Tercatat: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Sebagai utusan Tuhan kita pun harus punya kedisiplinan dalam hal doa supaya kehendak Tuhan 'dipaksakan' untuk terjadi di dalam segala aspek kehidupan kita; kita pun harus percaya bahwa Tuhan akan memakai kita untuk 'memaksakan' kehendak-Nya tersebut. "Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:" (Yesaya 14:24).
Kita tidak akan menjadi utusan yang berkenan di hati Tuhan dan mengalami breakthrough dalam pelayanan jika kita tidak mau membayar harga, yaitu menyediakan waktu bersekutu dengan Tuhan secara intensif. Karena terhadap orang yang kariblah Tuhan memberitahukan kehendak dan rencana-Nya, sehingga di sinilah pelayanan seseorang akan menjadi berkat dan berdampak bagi orang-orang yang dilayaninya.
"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7
Sering timbul pertanyaan mengapa pelayanan kita sepertinya jalan di tempat dan tidak mengalami breakthrough, mengapa pula masih banyak bangku kosong di setiap ibadah; jawabannya adalah karena jam doa kita masih kurang atau kita sama sekali tidak berdoa.
Inilah yang dilakukan Yesus: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Di dalam Lukas 6:12 juga di catat: "Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." Berdoa adalah bagian terpenting dalam kehidupan Yesus. Itulah sebabnya pelayanan Yesus membawa dampak yang luar biasa bagi dunia. Kekariban-Nya dengan Bapa adalah kunci terbesar keberhasilan pelayanan Yesus. Maka sesibuk dan sepadat apa pun aktivitas dan pelayanan kita, marilah kita meneladani Tuhan Yesus, yang selalu menyediakan waktu untuk berdoa.
Daniel, memiliki roh yang luar biasa dan hidupnya berdampak meski berada di negeri pembuangan (Babel) karena ia memiliki kedisiplinan dalam berdoa. Tercatat: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Sebagai utusan Tuhan kita pun harus punya kedisiplinan dalam hal doa supaya kehendak Tuhan 'dipaksakan' untuk terjadi di dalam segala aspek kehidupan kita; kita pun harus percaya bahwa Tuhan akan memakai kita untuk 'memaksakan' kehendak-Nya tersebut. "Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:" (Yesaya 14:24).
Kita tidak akan menjadi utusan yang berkenan di hati Tuhan dan mengalami breakthrough dalam pelayanan jika kita tidak mau membayar harga, yaitu menyediakan waktu bersekutu dengan Tuhan secara intensif. Karena terhadap orang yang kariblah Tuhan memberitahukan kehendak dan rencana-Nya, sehingga di sinilah pelayanan seseorang akan menjadi berkat dan berdampak bagi orang-orang yang dilayaninya.
"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Friday, August 8, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Seorang yang Berdoa (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2014
Baca: Mazmur 141:1-10
"Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang." Mazmur 141:2
Alkitab menyatakan: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Ketaatan pun harus dimulai dari perkara-perkara kecil dan sederhana.
Ketaatan dasar yang harus kita bangun agar kita dapat hidup dalam ketaatan di segala aspek adalah hal berdoa. Ada banyak orang Kristen, bahkan tidak sedikit dari mereka yang sudah berstatus pelayan Tuhan, masih saja menganggap remeh dan mengabaikan jam-jam doa. Mereka berpikir bahwa menghadiri ibadah dan terlibat dalam pelayanan itu sudah lebih dari cukup, berdoa seperlunya saja. Benarkah demikian? Nasihat Paulus, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18). Rasul Paulus perlu sekali mengingatkan ini, karena ia paham betul bahwa manusia umumnya memiliki sifat malas, terutama sekali malas untuk berdoa. "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Karena itu kita perlu diperingatkan dengan keras agar kita selalu berjaga-jaga dan berdoa setiap waktu. Artinya kita harus selalu berdoa dengan tiada putus-putusnya, dengan tidak jemu-jemu di segala situasi. Ketahuilah, "Hari sudah jauh malam, telah hampir siang." (Roma 13:12a) dan di depan kita ada banyak sekali tantangan karena kita hidup menjelang akhir zaman. Adalah berbahaya sekali jika kita sampai tertidur secara rohani, sementara Iblis sedang giat-giatnya melancarkan serangannya (1 Petrus 5:8). Maka saat berdoa diibaratkan kita sedang membangun menara dan kubu pertahanan yang kokoh, sehingga musuh yaitu si Iblis tidak dapat menembusnya; saat kita tekun berdoa Tuhan "...menjadi tempat perlindunganku, menara yang kuat terhadap musuh." (Mazmur 61:4).
Berdoa adalah kunci keberhasilan utusan Tuhan, yaitu doa yang bukan sebatas rutinitas dan kewajiban semata, tapi didasari oleh kerinduan mendalam untuk berjumpa dengan Tuhan dan melibatkan Dia di segala aspek kehidupan kita.
Kelalaian berdoa menjadi faktor utama kegagalan pelayanan kita.
Baca: Mazmur 141:1-10
"Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang." Mazmur 141:2
Alkitab menyatakan: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Ketaatan pun harus dimulai dari perkara-perkara kecil dan sederhana.
Ketaatan dasar yang harus kita bangun agar kita dapat hidup dalam ketaatan di segala aspek adalah hal berdoa. Ada banyak orang Kristen, bahkan tidak sedikit dari mereka yang sudah berstatus pelayan Tuhan, masih saja menganggap remeh dan mengabaikan jam-jam doa. Mereka berpikir bahwa menghadiri ibadah dan terlibat dalam pelayanan itu sudah lebih dari cukup, berdoa seperlunya saja. Benarkah demikian? Nasihat Paulus, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18). Rasul Paulus perlu sekali mengingatkan ini, karena ia paham betul bahwa manusia umumnya memiliki sifat malas, terutama sekali malas untuk berdoa. "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Karena itu kita perlu diperingatkan dengan keras agar kita selalu berjaga-jaga dan berdoa setiap waktu. Artinya kita harus selalu berdoa dengan tiada putus-putusnya, dengan tidak jemu-jemu di segala situasi. Ketahuilah, "Hari sudah jauh malam, telah hampir siang." (Roma 13:12a) dan di depan kita ada banyak sekali tantangan karena kita hidup menjelang akhir zaman. Adalah berbahaya sekali jika kita sampai tertidur secara rohani, sementara Iblis sedang giat-giatnya melancarkan serangannya (1 Petrus 5:8). Maka saat berdoa diibaratkan kita sedang membangun menara dan kubu pertahanan yang kokoh, sehingga musuh yaitu si Iblis tidak dapat menembusnya; saat kita tekun berdoa Tuhan "...menjadi tempat perlindunganku, menara yang kuat terhadap musuh." (Mazmur 61:4).
Berdoa adalah kunci keberhasilan utusan Tuhan, yaitu doa yang bukan sebatas rutinitas dan kewajiban semata, tapi didasari oleh kerinduan mendalam untuk berjumpa dengan Tuhan dan melibatkan Dia di segala aspek kehidupan kita.
Kelalaian berdoa menjadi faktor utama kegagalan pelayanan kita.
Thursday, August 7, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Hidup Dalam Ketaatan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2014
Baca: Lukas 17:7-10
"Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Sebagai seorang utusan kita harus tunduk dan taat kepada orang yang mengutus kita, seperti hamba yang tunduk sepenuhnya kepada tuannya. Ketaatan yang dimaksud adalah ketaatan yang benar-benar murni, tanpa disertai motivasi atau tendensi tertentu; dan apabila kita sudah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan Tuhan jangan pernah merasa bahwa kita ini sudah berjasa kepada Tuhan, sebaliknya kita harus bisa berkata, "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (ayat nas). Sebagai hamba, sesungguhnya kita tidak punya hak lagi atas diri kita sendiri.
Setelah 'ditangkap' oleh Kristus dan dipilih menjadi utusan-Nya, rasul Paulus pun menjadi orang yang memiliki ketaatan secara mutlak, hidupnya sepenuhnya diperhambakan untuk Kristus. "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20). Memiliki hati hamba adalah modal dasar yang harus dimiliki oleh seorang utusan Tuhan. Jika seseorang sudah berhati hamba ia pasti akan melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi di segala situasi. Adakah seorang tuan akan "...berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?" (Lukas 17:9). Tuhan tidak melihat seberapa hebat, pintar, tampan, cantik, gagah dan kuatnya seseorang, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Yang Tuhan ingini dari kita adalah hati yang mau dan rela untuk dibentuk dan dipakai-Nya.
Saat kita hidup dalam ketaatan kita menjadikan Kristus sebagai raja atas kita, mempersilahkan Dia berdaulat dan memerintah penuh di dalam segala aspek kehidupan kita. Tuhan Yesus sendiri tidak hanya mengutus kita, Ia juga telah memberikan teladan hidup dalam hal ketaatan. Melakukan kehendak Bapa adalah makanan-Nya (baca Yohanes 4:34). "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Jika kita tidak taat, bagaimana kita bisa membawa kabar baik kepada orang lain?
Baca: Lukas 17:7-10
"Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Sebagai seorang utusan kita harus tunduk dan taat kepada orang yang mengutus kita, seperti hamba yang tunduk sepenuhnya kepada tuannya. Ketaatan yang dimaksud adalah ketaatan yang benar-benar murni, tanpa disertai motivasi atau tendensi tertentu; dan apabila kita sudah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan Tuhan jangan pernah merasa bahwa kita ini sudah berjasa kepada Tuhan, sebaliknya kita harus bisa berkata, "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (ayat nas). Sebagai hamba, sesungguhnya kita tidak punya hak lagi atas diri kita sendiri.
Setelah 'ditangkap' oleh Kristus dan dipilih menjadi utusan-Nya, rasul Paulus pun menjadi orang yang memiliki ketaatan secara mutlak, hidupnya sepenuhnya diperhambakan untuk Kristus. "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20). Memiliki hati hamba adalah modal dasar yang harus dimiliki oleh seorang utusan Tuhan. Jika seseorang sudah berhati hamba ia pasti akan melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi di segala situasi. Adakah seorang tuan akan "...berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?" (Lukas 17:9). Tuhan tidak melihat seberapa hebat, pintar, tampan, cantik, gagah dan kuatnya seseorang, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Yang Tuhan ingini dari kita adalah hati yang mau dan rela untuk dibentuk dan dipakai-Nya.
Saat kita hidup dalam ketaatan kita menjadikan Kristus sebagai raja atas kita, mempersilahkan Dia berdaulat dan memerintah penuh di dalam segala aspek kehidupan kita. Tuhan Yesus sendiri tidak hanya mengutus kita, Ia juga telah memberikan teladan hidup dalam hal ketaatan. Melakukan kehendak Bapa adalah makanan-Nya (baca Yohanes 4:34). "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Jika kita tidak taat, bagaimana kita bisa membawa kabar baik kepada orang lain?
Wednesday, August 6, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Hidup Dalam Ketaatan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2014
Baca: Yohanes 20:19-23
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Yohanes 20:21b
Sebagaimana Yesus berpesan kepada murid-murid-Nya ketika Ia menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya (ayat nas), pesan itu juga berlaku untuk semua orang percaya. Setiap kita yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, yang telah diselamatkan dan mengalami lahir baru, "...ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17), memiliki sebuah tanggung jawab besar, karena kita menyandang predikat sebagai utusan-utusan Kristus di tengah dunia ini, sama seperti tugas yang diemban oleh malaikat Gabriel, "...melayani Allah dan ... diutus untuk berbicara ... untuk menyampaikan kabar baik ..." (Lukas 1:19).
Menjadi utusan Kristus bukanlah hal yang sembarangan, apalagi di zaman akhir seperti sekarang ini, karena di mana pun berada dan kemana pun pergi kita mempertaruhkan nama Kristus. Oleh karena itu untuk menjadi utusan-utusan Tuhan kita harus benar-benar memenuhi kriteria seperti yang Tuhan inginkan. Kita layak disebut sebagai utusan-Nya jika kita memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan seperti penilaian Tuhan terhadap Daud. "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22).
Seseorang dikatakan memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan apabila ia hidup dalam ketaatan. Ketaatan adalah syarat utama! Banyak orang berusaha untuk hidup taat dalam seluruh aspek kehidupannya, namun mereka seringkali menuai kegagalan. Mengapa? Karena ketaatan itu bisa diibaratkan seperti sebuah pohon: ada ranting, daun, batang dan juga buah, yang kesemuanya itu bersumber pada akar. Akar memiliki peranan yang sangat vital karena sebagai sumber yang membawa makanan ke seluruh bagian pohon. Begitu pula dengan ketaatan, harus dimulai dari akarnya. Akhirnya kita harus memulai ketaatan itu dari hal-hal yang paling mendasar, di mana hal ini akan menjadi 'akar' bagi ketaatan-ketaatan lainnya.
Jika kita taat dalam perkara yang paling mendasar ini kita pasti akan memiliki ketaatan pada seluruh aspek kehidupan kita.
Baca: Yohanes 20:19-23
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Yohanes 20:21b
Sebagaimana Yesus berpesan kepada murid-murid-Nya ketika Ia menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya (ayat nas), pesan itu juga berlaku untuk semua orang percaya. Setiap kita yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, yang telah diselamatkan dan mengalami lahir baru, "...ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17), memiliki sebuah tanggung jawab besar, karena kita menyandang predikat sebagai utusan-utusan Kristus di tengah dunia ini, sama seperti tugas yang diemban oleh malaikat Gabriel, "...melayani Allah dan ... diutus untuk berbicara ... untuk menyampaikan kabar baik ..." (Lukas 1:19).
Menjadi utusan Kristus bukanlah hal yang sembarangan, apalagi di zaman akhir seperti sekarang ini, karena di mana pun berada dan kemana pun pergi kita mempertaruhkan nama Kristus. Oleh karena itu untuk menjadi utusan-utusan Tuhan kita harus benar-benar memenuhi kriteria seperti yang Tuhan inginkan. Kita layak disebut sebagai utusan-Nya jika kita memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan seperti penilaian Tuhan terhadap Daud. "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22).
Seseorang dikatakan memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan apabila ia hidup dalam ketaatan. Ketaatan adalah syarat utama! Banyak orang berusaha untuk hidup taat dalam seluruh aspek kehidupannya, namun mereka seringkali menuai kegagalan. Mengapa? Karena ketaatan itu bisa diibaratkan seperti sebuah pohon: ada ranting, daun, batang dan juga buah, yang kesemuanya itu bersumber pada akar. Akar memiliki peranan yang sangat vital karena sebagai sumber yang membawa makanan ke seluruh bagian pohon. Begitu pula dengan ketaatan, harus dimulai dari akarnya. Akhirnya kita harus memulai ketaatan itu dari hal-hal yang paling mendasar, di mana hal ini akan menjadi 'akar' bagi ketaatan-ketaatan lainnya.
Jika kita taat dalam perkara yang paling mendasar ini kita pasti akan memiliki ketaatan pada seluruh aspek kehidupan kita.
Tuesday, August 5, 2014
MEMBAWA ORANG KEPADA YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2014
Baca: 2 Korintus 5:11-21
"Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus," 2 Korintus 5:20
Allah telah menunjukkan kasih-Nya yang luar biasa kepada dunia dengan memberikan Putera-Nya yaitu Yesus Kristus, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Melalui pengorbanan Kristus di kayu salib inilah kita diperdamaikan dengan Allah. Karena Allah telah mendamaikan kita dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan dosa dan pelanggaran kita, maka Ia pun memberikan tugas dan tanggung jawab kepada setiap kita untuk memberitakan kabar damai ini kepada dunia. Ini sebuah kepercayaan yang tak ternilai harganya; jadi kita ini adalah duta-duta Tuhan di tengah dunia.
Banyak orang Kristen yang tidak menyadari bahwa dirinya menyandang predikat sebagai utusan Kristus. Sebagai utusan Kristus kita memiliki tugas untuk bersaksi tentang Kristus dan karya keselamatan-Nya kepada dunia. Inilah pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada kita yaitu pelayanan pendamaian. Pelayanan pendamaian adalah mengenai bagaimana kita membawa orang lain kepada Tuhan Yesus dan membawa Tuhan Yesus kepada orang lain. Setia hadir di gereja setiap Minggu dan aktif terlibat dalam pelayanan tidak secara otomatis membuat Tuhan Yesus berkata, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia." Namun, melakukan pelayanan pendamaian dengan membawa orang lain mengenal Tuhan Yesus dan menghadirkan Tuhan Yesus dalam kehidupan orang lainlah yang menyenangkan hati Tuhan. Jadi, kita tidak akan mampu menjalankan tugas pelayanan pendamaian ini bila kita sendiri tidak memiliki kehidupan seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Inilah sebabnya Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9).
Keberadaan orang percaya seharusnya demikian, selalu membawa damai bagi orang lain. Membawa damai berarti mengekspresikan karakter kasih Allah. Bukan sebaliknya, menjadi batu sandungan atau membuat orang lain kecewa dan terluka.
Bukti bahwa kita sudah menjalankan tugas pelayanan pendamaian adalah ketika hidup kita menjadi kesaksian bagi banyak orang!
Baca: 2 Korintus 5:11-21
"Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus," 2 Korintus 5:20
Allah telah menunjukkan kasih-Nya yang luar biasa kepada dunia dengan memberikan Putera-Nya yaitu Yesus Kristus, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Melalui pengorbanan Kristus di kayu salib inilah kita diperdamaikan dengan Allah. Karena Allah telah mendamaikan kita dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan dosa dan pelanggaran kita, maka Ia pun memberikan tugas dan tanggung jawab kepada setiap kita untuk memberitakan kabar damai ini kepada dunia. Ini sebuah kepercayaan yang tak ternilai harganya; jadi kita ini adalah duta-duta Tuhan di tengah dunia.
Banyak orang Kristen yang tidak menyadari bahwa dirinya menyandang predikat sebagai utusan Kristus. Sebagai utusan Kristus kita memiliki tugas untuk bersaksi tentang Kristus dan karya keselamatan-Nya kepada dunia. Inilah pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada kita yaitu pelayanan pendamaian. Pelayanan pendamaian adalah mengenai bagaimana kita membawa orang lain kepada Tuhan Yesus dan membawa Tuhan Yesus kepada orang lain. Setia hadir di gereja setiap Minggu dan aktif terlibat dalam pelayanan tidak secara otomatis membuat Tuhan Yesus berkata, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia." Namun, melakukan pelayanan pendamaian dengan membawa orang lain mengenal Tuhan Yesus dan menghadirkan Tuhan Yesus dalam kehidupan orang lainlah yang menyenangkan hati Tuhan. Jadi, kita tidak akan mampu menjalankan tugas pelayanan pendamaian ini bila kita sendiri tidak memiliki kehidupan seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Inilah sebabnya Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9).
Keberadaan orang percaya seharusnya demikian, selalu membawa damai bagi orang lain. Membawa damai berarti mengekspresikan karakter kasih Allah. Bukan sebaliknya, menjadi batu sandungan atau membuat orang lain kecewa dan terluka.
Bukti bahwa kita sudah menjalankan tugas pelayanan pendamaian adalah ketika hidup kita menjadi kesaksian bagi banyak orang!
Monday, August 4, 2014
KIKIR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2014
Baca: Amsal 28:1-28
"Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan." Amsal 28:22
Tuhan menghendaki anak-anakNya mengikuti teladan-Nya, salah satunya adalah dalam hal kemurahan hati. Rugikah kita jika kita senantiasa bermurah hati kepada orang lain? Sama sekali tidak. Sesungguhnya, "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri,..." (Amsal 11:7a).
Banyak orang Kristen yang secara materi berkelimpahan justru sulit sekali menyatakan kemurahan hatinya terhadap orang lain. Sebaliknya mereka justru semakin pelit dan kikir. Tidak mau peduli, bersikap masa bodoh atau sengaja menutup mata serta telinga terhadap rintahan saudara-saudara seiman lain yang hidup miskin dan berkekurangan. Orang yang kikir disebut pula sebagai orang yang tamak yang terikat pada uangnya dan diperhamba oleh uang. Ia tidak berkuasa atas uangnya, tetapi uangnya berkuasa atas dirinya sehingga mengumpulkan uanglah yang menjadi tujuan dan kesenangan hidupnya. Ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan selalu merasa kurang untuk mengumpulkan harta dunia. Tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9). Karena itu orang yang kikir tidak pernah merasa bahagia, sebab apa yang memenuhi hati dan pikirannya hanyalah uang, uang dan uang. Ia berusaha begitu rupa untuk selalu mendapatkan uang, tetapi sulit dan susah hati kalau harus mengeluarkan uang. Untuk diri sendiri dan keluarga saja rasanya sayang mengeluarkan uang, apalagi untuk menabur atau mendukung pekerjaan Tuhan, yang baginya adalah sebuah kerugian besar. Inilah prinsip hidupnya: 'Lebih baik menerima daripada memberi', padahal firman Tuhan menegaskan: "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Apakah kita termasuk orang kikir? Jika jawabannya 'ya', maka tidak ada pilihan lain selain harus segera bertobat, sebab kikir adalah dosa di hadapan Tuhan. Ingat, walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu (baca Lukas 12:15).
Orang kikir tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10).
Baca: Amsal 28:1-28
"Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan." Amsal 28:22
Tuhan menghendaki anak-anakNya mengikuti teladan-Nya, salah satunya adalah dalam hal kemurahan hati. Rugikah kita jika kita senantiasa bermurah hati kepada orang lain? Sama sekali tidak. Sesungguhnya, "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri,..." (Amsal 11:7a).
Banyak orang Kristen yang secara materi berkelimpahan justru sulit sekali menyatakan kemurahan hatinya terhadap orang lain. Sebaliknya mereka justru semakin pelit dan kikir. Tidak mau peduli, bersikap masa bodoh atau sengaja menutup mata serta telinga terhadap rintahan saudara-saudara seiman lain yang hidup miskin dan berkekurangan. Orang yang kikir disebut pula sebagai orang yang tamak yang terikat pada uangnya dan diperhamba oleh uang. Ia tidak berkuasa atas uangnya, tetapi uangnya berkuasa atas dirinya sehingga mengumpulkan uanglah yang menjadi tujuan dan kesenangan hidupnya. Ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan selalu merasa kurang untuk mengumpulkan harta dunia. Tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9). Karena itu orang yang kikir tidak pernah merasa bahagia, sebab apa yang memenuhi hati dan pikirannya hanyalah uang, uang dan uang. Ia berusaha begitu rupa untuk selalu mendapatkan uang, tetapi sulit dan susah hati kalau harus mengeluarkan uang. Untuk diri sendiri dan keluarga saja rasanya sayang mengeluarkan uang, apalagi untuk menabur atau mendukung pekerjaan Tuhan, yang baginya adalah sebuah kerugian besar. Inilah prinsip hidupnya: 'Lebih baik menerima daripada memberi', padahal firman Tuhan menegaskan: "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Apakah kita termasuk orang kikir? Jika jawabannya 'ya', maka tidak ada pilihan lain selain harus segera bertobat, sebab kikir adalah dosa di hadapan Tuhan. Ingat, walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu (baca Lukas 12:15).
Orang kikir tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10).
Sunday, August 3, 2014
KAYA DALAM KEBAJIKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2014
Baca: Yeremia 9:23-24
"...janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya," Yeremia 9:23
Tidak ada ayat dalam Alkitab yang menyebutkan bahwa orang Kristen tidak boleh kaya dan hidup dalam kelimpahan. Justru sebaliknya, Tuhan rindu anak-anakNya memiliki kehidupan yang berhasil dan diberkati, karena untuk itulah Dia datang (baca Yohanes 10:10b). Tuhan rindu memberkati anak-anak-Nya supaya kita menjadi berkat bagi orang lain. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Rasul Paulus sangat percaya hal ini.
Rasul Paulus tidak pernah memerintahkan Timotius untuk berbicara kepada orang kaya supaya mereka meninggalkan kekayaannya dan menjadi orang miskin atau hidup dalam kekurangan atau pas-pasan. Yang dimaksudkan oleh Paulus adalah agar orang-orang kaya, yang secara materi berlebihan, memiliki sikap hati yang benar terhadap kekayaan yang dimilikinya. Paulus berkata kepada Timotius, "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya." (1 Timotius 6:17-19). Jadi, tidak ada alasan bagi orang percaya untuk takut memiliki kekayaan yang berlimpah dan uang yang banyak. Yang patut diwaspadai adalah jangan sampai kita terjerat cinta uang dan kemudian hati kita melekat kepada kekayaan tersebut. "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh;" (Amsal 11:28).
Dengan kekayaan yang ada kita memiliki kesempatan yang luas untuk berbuat kebajikan, suka memberi dan membagi, serta memuliakan Tuhan dengan harta yang kita miliki ini.
Jangan sampai kita seperti orang muda yang kaya, yang lebih mencintai kekayaan daripada mengasihi Tuhan, sehingga keberatan ketika diperintahkan Tuhan untuk berbagi dengan orang-orang yang berkekurangan (baca Matius 19:21-22).
Baca: Yeremia 9:23-24
"...janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya," Yeremia 9:23
Tidak ada ayat dalam Alkitab yang menyebutkan bahwa orang Kristen tidak boleh kaya dan hidup dalam kelimpahan. Justru sebaliknya, Tuhan rindu anak-anakNya memiliki kehidupan yang berhasil dan diberkati, karena untuk itulah Dia datang (baca Yohanes 10:10b). Tuhan rindu memberkati anak-anak-Nya supaya kita menjadi berkat bagi orang lain. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Rasul Paulus sangat percaya hal ini.
Rasul Paulus tidak pernah memerintahkan Timotius untuk berbicara kepada orang kaya supaya mereka meninggalkan kekayaannya dan menjadi orang miskin atau hidup dalam kekurangan atau pas-pasan. Yang dimaksudkan oleh Paulus adalah agar orang-orang kaya, yang secara materi berlebihan, memiliki sikap hati yang benar terhadap kekayaan yang dimilikinya. Paulus berkata kepada Timotius, "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya." (1 Timotius 6:17-19). Jadi, tidak ada alasan bagi orang percaya untuk takut memiliki kekayaan yang berlimpah dan uang yang banyak. Yang patut diwaspadai adalah jangan sampai kita terjerat cinta uang dan kemudian hati kita melekat kepada kekayaan tersebut. "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh;" (Amsal 11:28).
Dengan kekayaan yang ada kita memiliki kesempatan yang luas untuk berbuat kebajikan, suka memberi dan membagi, serta memuliakan Tuhan dengan harta yang kita miliki ini.
Jangan sampai kita seperti orang muda yang kaya, yang lebih mencintai kekayaan daripada mengasihi Tuhan, sehingga keberatan ketika diperintahkan Tuhan untuk berbagi dengan orang-orang yang berkekurangan (baca Matius 19:21-22).
Saturday, August 2, 2014
MILIKILAH RASA CUKUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2014
Baca: Ibrani 13:5-8
"Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Ibrani 13:5
Uang tidaklah jahat, tapi cinta terhadap uanglah yang jahat. Karena cinta uang banyak orang menjadi 'gelap mata' dan menyimpang dari kebenaran. Mereka rela melakukan apa saja demi uang, bahkan berani menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, tidak peduli apakah itu mengorbankan orang lain atau melanggar hukum.
Memang harus diakui bahwa uang itu penting bagi kehidupan kita, tapi uang bukanlah segala-galanya karena banyak hal di dalam kehidupan ini yang tidak dapat diukur, dibeli dan digantikan oleh uang. Apakah uang bisa membeli sukacita, bahagia, ketenangan, apalagi keselamatan jiwa? Tentu tidak! Salomo, yang meskipun memiliki kekayaan yang melimpah, bahkan dikatakan bahwa "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23), mengakui bahwa berlimpahnya materi ternyata tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Salomo berkata, "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Ketidakpuasan ini bersumber dari cinta uang dan hati yang terfokus pada kekayaan semata. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Karena cinta uang dan hati yang melekat kepada kekayaan, seseorang tidak pernah merasa cukup, sebaliknya selalu merasa kurang dan kurang. Sebanyak apa pun uang dan kekayaan yang dimiliki tidak serta merta membuat orang merasa puas dan cukup.
Rasa puas dan rasa cukup berbicara soal hati. Bila hati kita dipenuhi ucapan syukur maka di segala keadaan kita pasti bisa berkata cukup. Cukup tidak berarti kita berhenti bekerja dan berusaha, malah berpuas diri. Kita bisa berkata cukup bila kita melihat dan menikmati apa yang telah kita terima dan dapatkan, bukan pada apa yang belum kita peroleh. Rasul Paulus menasihati kita, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Baca: Ibrani 13:5-8
"Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Ibrani 13:5
Uang tidaklah jahat, tapi cinta terhadap uanglah yang jahat. Karena cinta uang banyak orang menjadi 'gelap mata' dan menyimpang dari kebenaran. Mereka rela melakukan apa saja demi uang, bahkan berani menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, tidak peduli apakah itu mengorbankan orang lain atau melanggar hukum.
Memang harus diakui bahwa uang itu penting bagi kehidupan kita, tapi uang bukanlah segala-galanya karena banyak hal di dalam kehidupan ini yang tidak dapat diukur, dibeli dan digantikan oleh uang. Apakah uang bisa membeli sukacita, bahagia, ketenangan, apalagi keselamatan jiwa? Tentu tidak! Salomo, yang meskipun memiliki kekayaan yang melimpah, bahkan dikatakan bahwa "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23), mengakui bahwa berlimpahnya materi ternyata tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Salomo berkata, "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Ketidakpuasan ini bersumber dari cinta uang dan hati yang terfokus pada kekayaan semata. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Karena cinta uang dan hati yang melekat kepada kekayaan, seseorang tidak pernah merasa cukup, sebaliknya selalu merasa kurang dan kurang. Sebanyak apa pun uang dan kekayaan yang dimiliki tidak serta merta membuat orang merasa puas dan cukup.
Rasa puas dan rasa cukup berbicara soal hati. Bila hati kita dipenuhi ucapan syukur maka di segala keadaan kita pasti bisa berkata cukup. Cukup tidak berarti kita berhenti bekerja dan berusaha, malah berpuas diri. Kita bisa berkata cukup bila kita melihat dan menikmati apa yang telah kita terima dan dapatkan, bukan pada apa yang belum kita peroleh. Rasul Paulus menasihati kita, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Friday, August 1, 2014
UANG: Penting Namun Berbahaya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Agustus 2014
Baca: 2 Timotius 3:1-9
"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang." 2 Timotius 3:2a
Rasul Paulus mengingatkan Timotius sebuah fenomena yang terjadi di akhir zaman ini yaitu manusia akan mencintai dirinya sendiri, berfokus pada diri sendiri, tidak peduli terhadap orang lain dan menjadi hamba uang. Artinya kini banyak orang diperbudak oleh uang. Mereka menempatkan uang sebagai segala-galanya dalam hidup ini. Bangun tidur yang dipikirkan uang, sepanjang hari yang diburu uang, rencana bagaimana untuk mendapatkan uang di esok hari. Ada pepatah Tiongkok kuno yang mengatakan: 'Uang bukan segalanya, tetapi tanpa uang manusia tidak dapat berbuat apa-apa.'
Harus kita akui bahwa uang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab tidak ada satu pun kegiatan hidup manusia di bawah kolong langit dan di atas bumi ini, baik itu dalam kehidupan sehari-hari sampai kepada kegiatan yang bersifat kerohanian (pelayanan atau gereja), yang tidak memerlukan uang. Semisal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar sehari-hari saja kita membutuhkan uang yang tidak sedikit. Belum lagi jika kita menginginkan suatu kehidupan yang lebih layak lagi: sekolah yang berkualitas, les/kursus, transportasi, sarana untuk berolahraga, tidak sedikit biaya yang harus kita keluarkan. Tak terkecuali untuk melaksanakan tugas panggilan dalam pelayanan: para hamba Tuhan yang bekerja di ladang-Nya, gereja, misi penginjilan melalui media cetak ataupun elektronik, semuanya juga membutuhkan dana yang banyak.
Sejauh uang menjadi alat atau sarana menopang kegiatan hidup tidak akan menimbulkan masalah. Namun menjadi masalah jika uang sudah mempengaruhi prinsip dan gaya hidup tiap-tiap pribadi dan juga gereja. Uang akan menimbulkan polemik bila kita cinta uang dan diperhamba olehnya. Alkitab memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi hamba uang..." (Ibrani 13:5), karena "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10).
Uang memang penting, tapi akan sangat berbahaya jika kita menjadi hamba uang dan cinta uang!
Baca: 2 Timotius 3:1-9
"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang." 2 Timotius 3:2a
Rasul Paulus mengingatkan Timotius sebuah fenomena yang terjadi di akhir zaman ini yaitu manusia akan mencintai dirinya sendiri, berfokus pada diri sendiri, tidak peduli terhadap orang lain dan menjadi hamba uang. Artinya kini banyak orang diperbudak oleh uang. Mereka menempatkan uang sebagai segala-galanya dalam hidup ini. Bangun tidur yang dipikirkan uang, sepanjang hari yang diburu uang, rencana bagaimana untuk mendapatkan uang di esok hari. Ada pepatah Tiongkok kuno yang mengatakan: 'Uang bukan segalanya, tetapi tanpa uang manusia tidak dapat berbuat apa-apa.'
Harus kita akui bahwa uang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab tidak ada satu pun kegiatan hidup manusia di bawah kolong langit dan di atas bumi ini, baik itu dalam kehidupan sehari-hari sampai kepada kegiatan yang bersifat kerohanian (pelayanan atau gereja), yang tidak memerlukan uang. Semisal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar sehari-hari saja kita membutuhkan uang yang tidak sedikit. Belum lagi jika kita menginginkan suatu kehidupan yang lebih layak lagi: sekolah yang berkualitas, les/kursus, transportasi, sarana untuk berolahraga, tidak sedikit biaya yang harus kita keluarkan. Tak terkecuali untuk melaksanakan tugas panggilan dalam pelayanan: para hamba Tuhan yang bekerja di ladang-Nya, gereja, misi penginjilan melalui media cetak ataupun elektronik, semuanya juga membutuhkan dana yang banyak.
Sejauh uang menjadi alat atau sarana menopang kegiatan hidup tidak akan menimbulkan masalah. Namun menjadi masalah jika uang sudah mempengaruhi prinsip dan gaya hidup tiap-tiap pribadi dan juga gereja. Uang akan menimbulkan polemik bila kita cinta uang dan diperhamba olehnya. Alkitab memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi hamba uang..." (Ibrani 13:5), karena "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10).
Uang memang penting, tapi akan sangat berbahaya jika kita menjadi hamba uang dan cinta uang!
Thursday, July 31, 2014
MENCAPAI GARIS AKHIR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2014
Baca: Ibrani 3:7-19
"Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." Ibrani 3:14
Masih terlihat banyak orang Kristen yang bersikap santai dan tidak menunjukkan kesungguhannya dalam mengiring Tuhan, padahal tahu bahwa hari-hari ini adalah jahat, kita diingatkan: "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," (Efesus 5:15).
Mengapa kita harus memperhatikan hidup dengan saksama? Karena "...Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Iblis tidak pernah senang melihat orang percaya bekerja untuk Tuhan dan menyelesaikan tugas itu dengan baik. Ketika kita sedang menyelesaikan tugas yang dipercayakan Tuhan ini Iblis selalu berusaha menghalangi dan menginterupsi kita dengan berbagai hambatan supaya kita tidak dapat bertahan dan akhirnya menyerah. Sikap yang harus kita kembangkan menghadapi situasi yang demikian adalah selalu berjaga-jaga dan berdoa, "...supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok dan nanti, bahkan menit demi menit di depan tak seorang pun tahu. Oleh karena itu jangan pernah merasa kuat! "... siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Jadi kita harus tetap fokus dan mengarahkan pandangan kepada Tuhan supaya segala perkara yang ada di dunia ini tidak membelokkan arah langkah kita. Ada banyak hal yang membuat orang tidak dapat memelihara iman dan mencapai garis akhir dengan baik: cinta uang, lebih mengasihi harta kekayaan, tergiur jabatan dan popularitas, serta disibukkan oleh perkara-perkara duniawi lainnya sehingga mereka rela meninggalkan Tuhan dan mengorbankan keselamatan yang telah diterimanya.
Mari kita semakin giat bekerja untuk Tuhan selagi hari masih siang, karena jika malam sudah datang, kita tidak lagi dapat bekerja!
"Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir." Lukas 13:30
Baca: Ibrani 3:7-19
"Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." Ibrani 3:14
Masih terlihat banyak orang Kristen yang bersikap santai dan tidak menunjukkan kesungguhannya dalam mengiring Tuhan, padahal tahu bahwa hari-hari ini adalah jahat, kita diingatkan: "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," (Efesus 5:15).
Mengapa kita harus memperhatikan hidup dengan saksama? Karena "...Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Iblis tidak pernah senang melihat orang percaya bekerja untuk Tuhan dan menyelesaikan tugas itu dengan baik. Ketika kita sedang menyelesaikan tugas yang dipercayakan Tuhan ini Iblis selalu berusaha menghalangi dan menginterupsi kita dengan berbagai hambatan supaya kita tidak dapat bertahan dan akhirnya menyerah. Sikap yang harus kita kembangkan menghadapi situasi yang demikian adalah selalu berjaga-jaga dan berdoa, "...supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok dan nanti, bahkan menit demi menit di depan tak seorang pun tahu. Oleh karena itu jangan pernah merasa kuat! "... siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Jadi kita harus tetap fokus dan mengarahkan pandangan kepada Tuhan supaya segala perkara yang ada di dunia ini tidak membelokkan arah langkah kita. Ada banyak hal yang membuat orang tidak dapat memelihara iman dan mencapai garis akhir dengan baik: cinta uang, lebih mengasihi harta kekayaan, tergiur jabatan dan popularitas, serta disibukkan oleh perkara-perkara duniawi lainnya sehingga mereka rela meninggalkan Tuhan dan mengorbankan keselamatan yang telah diterimanya.
Mari kita semakin giat bekerja untuk Tuhan selagi hari masih siang, karena jika malam sudah datang, kita tidak lagi dapat bekerja!
"Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir." Lukas 13:30
Wednesday, July 30, 2014
MENCAPAI GARIS AKHIR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2014
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." 2 Timotius 4:7
Saat ini kita hidup di penghujung zaman, di mana tanda-tanda kedatangan Tuhan kali kedua sudah tampak nyata dan akan segera di genapi. Langit dan bumi akan segera berlalu dan Tuhan akan datang menjemput umatNya. "Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir." (1 Yohanes 2:18). Mampukah kita bertahan sampai garis akhir? Ataukah kita akan berhenti di tengah jalan dan kemudian menyerah? "Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup." (Ibrani 10:39). Setiap orang percaya pasti mencapai garis akhir asalkan dapat menyelesaikan setiap tugas yang Tuhan percayakan dengan baik.
Alkitab menyatakan waktunya sudah teramat singkat. Di waktu yang singkat ini apakah kita lebih baik tidak usah bekerja sampai menunggu Tuhan datang menjemput kita? Atau sebaliknya, lebih giat lagi bekerja karena waktu yang tersedia tinggal sedikit saja? Justru di waktu yang sangat singkat ini kita harus mempergunakan kesempatan secara maksimal dan mempersiapkan diri: memperbaiki yang tidak benar dengan meninggalkan segala kefasikan, dan semakin berapi-api melayani Tuhan hingga mencapai "...kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala." (Efesus 4:13-15).
Waktu yang sisa ini hendaknya kita gunakan sebaik mungkin, dengan demikian kapan pun Tuhan datang kita sudah dalam keadaan siap sedia. Rasul Paulus penuh keyakinan menantikan mahkota yang telah disediakan baginya karena ia telah menyelesaikan pertandingannya dengan baik.
Mahkota disediakan Tuhan bagi setiap orang percaya yang dapat menyelesaikan tugas sampai garis akhir.
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." 2 Timotius 4:7
Saat ini kita hidup di penghujung zaman, di mana tanda-tanda kedatangan Tuhan kali kedua sudah tampak nyata dan akan segera di genapi. Langit dan bumi akan segera berlalu dan Tuhan akan datang menjemput umatNya. "Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir." (1 Yohanes 2:18). Mampukah kita bertahan sampai garis akhir? Ataukah kita akan berhenti di tengah jalan dan kemudian menyerah? "Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup." (Ibrani 10:39). Setiap orang percaya pasti mencapai garis akhir asalkan dapat menyelesaikan setiap tugas yang Tuhan percayakan dengan baik.
Alkitab menyatakan waktunya sudah teramat singkat. Di waktu yang singkat ini apakah kita lebih baik tidak usah bekerja sampai menunggu Tuhan datang menjemput kita? Atau sebaliknya, lebih giat lagi bekerja karena waktu yang tersedia tinggal sedikit saja? Justru di waktu yang sangat singkat ini kita harus mempergunakan kesempatan secara maksimal dan mempersiapkan diri: memperbaiki yang tidak benar dengan meninggalkan segala kefasikan, dan semakin berapi-api melayani Tuhan hingga mencapai "...kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala." (Efesus 4:13-15).
Waktu yang sisa ini hendaknya kita gunakan sebaik mungkin, dengan demikian kapan pun Tuhan datang kita sudah dalam keadaan siap sedia. Rasul Paulus penuh keyakinan menantikan mahkota yang telah disediakan baginya karena ia telah menyelesaikan pertandingannya dengan baik.
Mahkota disediakan Tuhan bagi setiap orang percaya yang dapat menyelesaikan tugas sampai garis akhir.
Tuesday, July 29, 2014
MEMBAYAR HUTANG KASIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juli 2014
Baca: Roma 8:12-17
"Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging." Roma 8:12
Sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang berhutang kepada Tuhan. Hutang yang dimaksud bukan dalam pengertian daging, tetapi kita berhutang kepada Roh yaitu supaya kita hidup oleh Roh. "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13). Apabila kita tidak mengasihi sesama, kita dikatakan telah berhutang kepada sesama. Begitu pula bila kita tidak mengasihi Tuhan dengan sungguh, maka sesungguhnya kita adalah orang yang berhutang kepada Tuhan.
Dahulu kita adalah orang berdosa, berarti kita berhutang kepada dosa, sehingga kita harus menjadi hamba dosa. Namun sekarang, kita "...telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18), oleh sebab Kristus telah lunas membayar surat hutang dosa kita di kayu salib, bukan dengan emas atau perak, tetapi dengan darahNya sendiri (baca 1 Petrus 1:18-19). Rasul Paulus menulis: "dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka." (Kolose 2:14, 15).
Jadi sekarang, bagaimana caranya kita membayar hutang itu? Yaitu dengan cara mengasihi sesama kita sama seperti kita mengasihi Tuhan. Mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan secara mata jasmani tidak mungkin dapat kita lakukan, namun dapat kita lakukan dengan cara beribadah kepadaNya dengan sungguh dan mengasihi sesama kita. "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20). Jadi mengasihi sesama adalah bukti bahwa kita ini berasal dari Allah dan mengenal Allah.
"... semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." Yohanes 13:35
Baca: Roma 8:12-17
"Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging." Roma 8:12
Sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang berhutang kepada Tuhan. Hutang yang dimaksud bukan dalam pengertian daging, tetapi kita berhutang kepada Roh yaitu supaya kita hidup oleh Roh. "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13). Apabila kita tidak mengasihi sesama, kita dikatakan telah berhutang kepada sesama. Begitu pula bila kita tidak mengasihi Tuhan dengan sungguh, maka sesungguhnya kita adalah orang yang berhutang kepada Tuhan.
Dahulu kita adalah orang berdosa, berarti kita berhutang kepada dosa, sehingga kita harus menjadi hamba dosa. Namun sekarang, kita "...telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18), oleh sebab Kristus telah lunas membayar surat hutang dosa kita di kayu salib, bukan dengan emas atau perak, tetapi dengan darahNya sendiri (baca 1 Petrus 1:18-19). Rasul Paulus menulis: "dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka." (Kolose 2:14, 15).
Jadi sekarang, bagaimana caranya kita membayar hutang itu? Yaitu dengan cara mengasihi sesama kita sama seperti kita mengasihi Tuhan. Mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan secara mata jasmani tidak mungkin dapat kita lakukan, namun dapat kita lakukan dengan cara beribadah kepadaNya dengan sungguh dan mengasihi sesama kita. "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20). Jadi mengasihi sesama adalah bukti bahwa kita ini berasal dari Allah dan mengenal Allah.
"... semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." Yohanes 13:35
Monday, July 28, 2014
PEMBALASAN: Hak Mutlak Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juli 2014
Baca: Roma 12:14-21
"...janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan." Roma 12:19
Bagi orang yang menaruh dendam atau niat pembalasan terhadap orang lain, di dalam hatinya tidak ada hal-hal yang positif, melainkan hanya rancangan-rancangan jahat. Saul menyimpan kebencian dan dendam kepada Daud oleh karena banyak orang mengelu-elukan Daud: "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Samuel 18:17). Karena hati Saul dipenuhi oleh rasa dendam, maka ekspresi yang keluar pun hal-hal negatif semata, baik itu melalui perkataan dan juga perbuatan. Pembalasan dendam hanya akan menciptakan penderitaan batin si pelaku.
Yusuf adalah contoh orang yang sanggup mengasihi dan mengampuni musuhnya. Meski dianiaya dan dibuat menderita oleh saudara-asaudaranya Yusuf tidak menyimpan dendam sedikit pun, tapi ia malah menunjukkan kasih dan kemurahannya. "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." (Kejadian 50:20-21).
Kita tidak diperkenan membalas dendam kepada musuh karena pembalasan adalah hak mutlak Tuhan. Barangsiapa berusaha membalas dendam kepada orang lain berarti ia telah mencuri hak mutlak milik Tuhan. Pembalasan itu bukan hak kita, melainkan milik Tuhan sendiri. Yang menjadi bagian kita adalah mengijinkan Tuhan untuk menangani orang lain. Biarlah Tuhan sendiri yang bertindak karena Ia punya cara dan waktu sendiri untuk menangani masalah yang terjadi. Yang harus dilakukan adalah ini: "...jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya." (Roma 12:20). Jadi cara tepat dalam memperlakukan musuh adalah menunjukkan kasih dan kemurahan kepadanya. "...kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21).
Mengasihi, bermurah hati dan mengampuni musuh adalah bagian kita; bagian Tuhan adalah menyelesaikan dengan cara dan waktuNya sendiri.
Baca: Roma 12:14-21
"...janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan." Roma 12:19
Bagi orang yang menaruh dendam atau niat pembalasan terhadap orang lain, di dalam hatinya tidak ada hal-hal yang positif, melainkan hanya rancangan-rancangan jahat. Saul menyimpan kebencian dan dendam kepada Daud oleh karena banyak orang mengelu-elukan Daud: "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Samuel 18:17). Karena hati Saul dipenuhi oleh rasa dendam, maka ekspresi yang keluar pun hal-hal negatif semata, baik itu melalui perkataan dan juga perbuatan. Pembalasan dendam hanya akan menciptakan penderitaan batin si pelaku.
Yusuf adalah contoh orang yang sanggup mengasihi dan mengampuni musuhnya. Meski dianiaya dan dibuat menderita oleh saudara-asaudaranya Yusuf tidak menyimpan dendam sedikit pun, tapi ia malah menunjukkan kasih dan kemurahannya. "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." (Kejadian 50:20-21).
Kita tidak diperkenan membalas dendam kepada musuh karena pembalasan adalah hak mutlak Tuhan. Barangsiapa berusaha membalas dendam kepada orang lain berarti ia telah mencuri hak mutlak milik Tuhan. Pembalasan itu bukan hak kita, melainkan milik Tuhan sendiri. Yang menjadi bagian kita adalah mengijinkan Tuhan untuk menangani orang lain. Biarlah Tuhan sendiri yang bertindak karena Ia punya cara dan waktu sendiri untuk menangani masalah yang terjadi. Yang harus dilakukan adalah ini: "...jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya." (Roma 12:20). Jadi cara tepat dalam memperlakukan musuh adalah menunjukkan kasih dan kemurahan kepadanya. "...kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21).
Mengasihi, bermurah hati dan mengampuni musuh adalah bagian kita; bagian Tuhan adalah menyelesaikan dengan cara dan waktuNya sendiri.
Subscribe to:
Posts (Atom)