Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2014
Baca: Markus 11:15-19
"Sesudah Yesus masuk ke Bait Allah, mulailah Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Allah." Markus 11:15
Fungsi bait Allah adalah tempat orang percaya berkumpul untuk berdoa, memuji dan menyembah Tuhan serta mendengarkan kebenaran firman Tuhan; tempat di mana kita menjumpai dan dijumpai Tuhan! Itulah yang menjadi alasan mengapa Tuhan Yesus menindak tegas setiap orang yang menyalahgunakan bait Allah tersebut.
Suatu ketika Tuhan Yesus melihat bahwa bait Allah tampak kotor karena digunakan oleh orang-orang untuk berjual beli. Bait Allah yang seharusnya dijaga dan dirawat supaya tetap bersih dan rapi malah dirusak dan dikotori. Hal itu menimbulkan kemarahan Tuhan Yesus. "Meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dibalikkan-Nya, dan Ia tidak memperbolehkan orang membawa barang-barang melintasi halaman Bait Allah." (Markus 11:15-16). Tidak seharusnya bait Allah dipergunakan sebagai ajang untuk bisnis atau tempat untuk mencari uang, mengeruk keuntungan secara materi! Tuhan Yesus berkata, "Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!" (Markus 11:17). Yesus marah bukan karena Dia membenci orang-orang itu, tapi Dia hendak menegaskan dan mengingatkan bahwa bait Allah adalah rumah doa, yang adalah kudus. Ironisnya para imam dan ahli-ahli Taurat yang tahu kebenaran firman malah membiarkan dan mengijinkan orang-orang berjualan di bait Allah, dan kemungkinan besar mereka juga mendapatkan fee dari praktek-praktek jual-beli ini! Bukan hanya itu, mereka juga "...berusaha untuk membinasakan Dia," (ayat 18); mereka membenci Yesus dan berusaha menyingkirkan Dia karena takut kehilangan pamor di mata orang banyak. "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan
membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah
kamu." (1 Korintus 3:16-17).
Tubuh kita adalah bait Allah, karena itu kita harus menjaga dan memeliharanya supaya tetap berkenan di hadapan Tuhan. Jangan sampai kita pergunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan cemar yang menyimpang dari kebenaran!
Persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup dan berkenan padaNya!
Friday, August 22, 2014
Thursday, August 21, 2014
BERITA SALIB: Kebodohan Bagi Dunia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2014
Baca: Roma 6:15-23
"Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." Roma 6:23
Ayat nas menyatakan upah dosa ialah maut. Akibat dosa dan pelanggaran, manusia suatu saat akan mati dan akan menerima penghukuman kekal. "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi," (Ibrani 9:27).
Sangat berbeda dengan Yesus Kristus, Dia mati bukan seperti manusia sebagai akibat dari dosa yang telah diperbuat-Nya, sebab Dia tidak memiliki satu noda dosa pun. Yesus Kristus tidak dilahirkan di dalam dosa seperti kita. "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." (Mazmur 51:7). Tetapi Yesus Kristus dilahirkan oleh Roh Kudus, di mana benih dan tubuh-Nya dalam rahim perawan Maria disediakan oleh Allah sendiri. Tertulis: "Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: "Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki-tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku-." (Ibrani 10:5). Jadi Yesus Kristus adalah rupa Allah dalam manusia. Akan tetapi fakta sejarah menyatakan bahwa Yesus Kristus mati tersalib si Kalvari. Itulah sebabnya manusia tidak dapat memahaminya, bahkan mereka menghujat dan menolak-Nya. "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18). Memang manusia tidak akan dapat memahami dan mengenal jalan-jalan Allah karena pikiran dan akalnya yang sangat terbatas.
Bagi kita orang yang percaya, Yesus Kristus mati dan kemudian bangkit di hari yang ke-3 adalah sebuah kebenaran dan bukti dari kekuatan Allah dan hikmat Allah yang tak terselami. Yesus Kristus mati untuk menggantikan kita; Yesus Kristus dihukum karena pelanggaran-pelanggaran kita. Yesus Kristus mati sebagai korban perdamaian atau korban pendamaian untuk keselamatan kita. Darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib menghapus segala dosa kita. Tubuh-Nya yang hancur dan terpecah-pecah telah menyembuhkan segala penyakit kita. Melalui pengorban Yesus Kristus ini kita yang percaya kepada-Nya beroleh keselamatan yang sempurna.
Penghukuman kekal telah tersedia bagi siapa saja yang menolak Yesus Kristus!
Baca: Roma 6:15-23
"Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." Roma 6:23
Ayat nas menyatakan upah dosa ialah maut. Akibat dosa dan pelanggaran, manusia suatu saat akan mati dan akan menerima penghukuman kekal. "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi," (Ibrani 9:27).
Sangat berbeda dengan Yesus Kristus, Dia mati bukan seperti manusia sebagai akibat dari dosa yang telah diperbuat-Nya, sebab Dia tidak memiliki satu noda dosa pun. Yesus Kristus tidak dilahirkan di dalam dosa seperti kita. "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." (Mazmur 51:7). Tetapi Yesus Kristus dilahirkan oleh Roh Kudus, di mana benih dan tubuh-Nya dalam rahim perawan Maria disediakan oleh Allah sendiri. Tertulis: "Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: "Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki-tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku-." (Ibrani 10:5). Jadi Yesus Kristus adalah rupa Allah dalam manusia. Akan tetapi fakta sejarah menyatakan bahwa Yesus Kristus mati tersalib si Kalvari. Itulah sebabnya manusia tidak dapat memahaminya, bahkan mereka menghujat dan menolak-Nya. "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18). Memang manusia tidak akan dapat memahami dan mengenal jalan-jalan Allah karena pikiran dan akalnya yang sangat terbatas.
Bagi kita orang yang percaya, Yesus Kristus mati dan kemudian bangkit di hari yang ke-3 adalah sebuah kebenaran dan bukti dari kekuatan Allah dan hikmat Allah yang tak terselami. Yesus Kristus mati untuk menggantikan kita; Yesus Kristus dihukum karena pelanggaran-pelanggaran kita. Yesus Kristus mati sebagai korban perdamaian atau korban pendamaian untuk keselamatan kita. Darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib menghapus segala dosa kita. Tubuh-Nya yang hancur dan terpecah-pecah telah menyembuhkan segala penyakit kita. Melalui pengorban Yesus Kristus ini kita yang percaya kepada-Nya beroleh keselamatan yang sempurna.
Penghukuman kekal telah tersedia bagi siapa saja yang menolak Yesus Kristus!
Wednesday, August 20, 2014
TIDAK ADA YANG MUSTAHIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2014
Baca: Lukas 1:26-38
"Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." Lukas 1:37
Kabar sukacita apa yang diterima oleh Maria dari sorga? "Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus." (ayat 31). Mungkinkah? Karena secara logika Maria belum bersuami. Jawab malaikat itu, "...bagi Allah tidak ada yang mustahil." (ayat nas). Maria pun percaya dan firman-Nya pun digenapi dalam hidupnya.
Di segala situasi dalam hidup ini marilah kita belajar untuk memiliki sikap seperti Maria yang percaya kepada Tuhan dan memiliki penyerahan penuh kepada-Nya dengan berkata, "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (ayat 38). Kata 'tidak ada yang mustahil' berarti tidak ada sesuatu pun yang tak sanggup Allah kerjakan dalam kehidupan manusia karena Dia adalah Allah yang ajaib dan perbuatan-perbuatan-Nya heran, serta sulit untuk kita pahami. Dia sanggup melakukan mujizat, membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9).
Inilah yang tidak dipahami oleh manusia hingga detik ini sehingga manusia menutup telinga terhadap kabar sukacita ini dan menolak Juruselamat. Padahal kita yang sebelumnya terbelenggu oleh dosa, karena kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus, dibebaskan dan dilepaskan sehingga menjadi orang yang merdeka. Tanpa kuasa Allah tidak mungkin kita yang berdosa dapat melepaskan diri dari belenggu dan dosa; dan kuasa itu ada pada diri Tuhan Yesus, "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-10). Kini kuasa itu diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya! Dengan kuasa itu kita beroleh kekuatan untuk hidup dalam kebenaran melayani Tuhan.
Andalkan Tuhan dalam segala perkara dan jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri, karena tidak ada yang mustahil bagi Dia!
Baca: Lukas 1:26-38
"Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." Lukas 1:37
Kabar sukacita apa yang diterima oleh Maria dari sorga? "Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus." (ayat 31). Mungkinkah? Karena secara logika Maria belum bersuami. Jawab malaikat itu, "...bagi Allah tidak ada yang mustahil." (ayat nas). Maria pun percaya dan firman-Nya pun digenapi dalam hidupnya.
Di segala situasi dalam hidup ini marilah kita belajar untuk memiliki sikap seperti Maria yang percaya kepada Tuhan dan memiliki penyerahan penuh kepada-Nya dengan berkata, "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (ayat 38). Kata 'tidak ada yang mustahil' berarti tidak ada sesuatu pun yang tak sanggup Allah kerjakan dalam kehidupan manusia karena Dia adalah Allah yang ajaib dan perbuatan-perbuatan-Nya heran, serta sulit untuk kita pahami. Dia sanggup melakukan mujizat, membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9).
Inilah yang tidak dipahami oleh manusia hingga detik ini sehingga manusia menutup telinga terhadap kabar sukacita ini dan menolak Juruselamat. Padahal kita yang sebelumnya terbelenggu oleh dosa, karena kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus, dibebaskan dan dilepaskan sehingga menjadi orang yang merdeka. Tanpa kuasa Allah tidak mungkin kita yang berdosa dapat melepaskan diri dari belenggu dan dosa; dan kuasa itu ada pada diri Tuhan Yesus, "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-10). Kini kuasa itu diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya! Dengan kuasa itu kita beroleh kekuatan untuk hidup dalam kebenaran melayani Tuhan.
Andalkan Tuhan dalam segala perkara dan jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri, karena tidak ada yang mustahil bagi Dia!
Tuesday, August 19, 2014
MARIA: Beroleh Kasih Karunia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2014
Baca: Lukas 1:28-38
"Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Lukas 1:28
Bagaimana reaksi Saudara ketika tiba-tiba ditegur disapa oleh orang asing atau seseorang yang belum pernah kita kenal sebelumnya? Tentunya kita pasti akan terkejut, bertanya-tanya dalam hati, atau mungkin juga takut. Perasaan demikian juga dirasakan oleh Maria, apalagi yang menyapanya bukan sembarang orang, melainkan seorang malaikat yang adalah utusan dari sorga yang bernama Gabriel. Wajarlah jika Maria sangat terkejut mendengar sapaan salam dari malaikat tersebut.
Malaikat Gabriel menjelaskan maksud kedatangannya, "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah." (ayat 30). Kedatangan malaikat Gabriel bukan tanpa maksud, tapi ia membawa kabar sukacita dari sorga, karena Maria beroleh kasih karunia dari Allah. Allah memakai hidup Maria untuk menyatakan kasih karunia-Nya kepada umat manusia. Kasih karunia ini berkenaan dengan keselamatan, sesuatu yang diberikan Allah secara cuma-cuma melalui diri Yesus Kristus. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yohanes 3:16-17). Tak seorang pun manusia dapat menyelamatkan dirinya dari dosa selain oleh kasih karunia Allah, sebagaimana ditegaskan rasul Paulus bahwa "...karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9).
Dengan kasih karunia ini bukan berarti kita dapat hidup sekehendak hati kita dan tetap berkompromi dengan dosa, melainkan kita harus mengerjakan keselamatan yang telah kita terima itu dengan takut dan gentar (baca Filipi 2:12), sebab dengan kasih karunia yang telah kita terima ini setiap kita yang ada di dalam Kristus adalah 'manusia-manusia baru', artinya kehidupan manusia lama harus benar-benar kita tinggalkan.
Melalui Yesus Kristus kita beroleh kasih karunia dan diselamatkan!
Baca: Lukas 1:28-38
"Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Lukas 1:28
Bagaimana reaksi Saudara ketika tiba-tiba ditegur disapa oleh orang asing atau seseorang yang belum pernah kita kenal sebelumnya? Tentunya kita pasti akan terkejut, bertanya-tanya dalam hati, atau mungkin juga takut. Perasaan demikian juga dirasakan oleh Maria, apalagi yang menyapanya bukan sembarang orang, melainkan seorang malaikat yang adalah utusan dari sorga yang bernama Gabriel. Wajarlah jika Maria sangat terkejut mendengar sapaan salam dari malaikat tersebut.
Malaikat Gabriel menjelaskan maksud kedatangannya, "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah." (ayat 30). Kedatangan malaikat Gabriel bukan tanpa maksud, tapi ia membawa kabar sukacita dari sorga, karena Maria beroleh kasih karunia dari Allah. Allah memakai hidup Maria untuk menyatakan kasih karunia-Nya kepada umat manusia. Kasih karunia ini berkenaan dengan keselamatan, sesuatu yang diberikan Allah secara cuma-cuma melalui diri Yesus Kristus. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yohanes 3:16-17). Tak seorang pun manusia dapat menyelamatkan dirinya dari dosa selain oleh kasih karunia Allah, sebagaimana ditegaskan rasul Paulus bahwa "...karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9).
Dengan kasih karunia ini bukan berarti kita dapat hidup sekehendak hati kita dan tetap berkompromi dengan dosa, melainkan kita harus mengerjakan keselamatan yang telah kita terima itu dengan takut dan gentar (baca Filipi 2:12), sebab dengan kasih karunia yang telah kita terima ini setiap kita yang ada di dalam Kristus adalah 'manusia-manusia baru', artinya kehidupan manusia lama harus benar-benar kita tinggalkan.
Melalui Yesus Kristus kita beroleh kasih karunia dan diselamatkan!
Monday, August 18, 2014
OTNIEL: Tuhan adalah Kekuatan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2014
Baca: Yosua 15:13-19
"Dan Otniel, anak Kenas saudara Kaleb, merebut kota itu; lalu Kaleb memberikan kepadanya Akhsa, anaknya, menjadi isterinya. " Yosua 15:17
Otniel adalah salah satu dari tentara yang beserta dengan Kaleb mampu menguasai dan merebut Kiryat-Arba, yaitu Hebron. Ia adalah anak Kenas, saudara daripada Kaleb sendiri. Ada pun arti nama Otniel adalah 'Tuhan adalah kekuatan'.
Suatu ketika Kaleb mengadakan sebuah sayembara: siapa saja yang dapat menaklukkan dan merebut Kiryat-Sefer, akan diberikannya anak perempuannya, Akhsa, sebagi hadiah. Kita tahu bahwa penduduk Kiryat-Arba ataupun Kiryat-Sefer adalah orang-orang berperawakan tinggi seperti raksasa, suatu negeri yang memakan penduduknya, bahkan sepuluh pengintai yang diutus Musa mengatakan, "...kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:33). Namun meski harus menghadapi orang-orang raksasa, Otniel tidak sedikit pun menunjukkan rasa gentar dan takut, melainkan merespons tantangan Kaleb itu dengan sikap seorang pemberani; ia dengan penuh keberanian menghadapi penduduk Kiryat-Sefer. Keberhasilannya menggempur dan merebut Kiryat-Sefer membuat Otniel tampil sebagai pemenang sayembara dan ia pun berhak mendapatkan Akhsa sebagai isteri. Keberanian yang ditunjukkan oleh Otniel ini bukan didasari oleh keinginannya untuk mendapatkan Akhsa semata, juga bukan karena perbuatan nekat, namun ia memiliki dasar iman yang kuat di dalam Tuhan. Otniel berani berperang melawan musuh oleh karena ia mengandalkan Tuhan. Otniel sangat percaya jika ia senantiasa berjalan bersama Tuhan dan melibatkan Dia di setiap langkahnya, tidak ada yang perlu ditakutkan. "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14). Sungguh benar apa yang dikatakan bani Korah dalam mazmurnya, "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Tuhan telah menjadi kekuatan dan penolong bagi Otniel!
Karena memiliki keberanian dan semangat kepahlawanan yang luar biasa, Tuhan pun mempercayakan perkara-perkara yang lebih besar kepada Otniel di kemudian hari!
Otniel diangkat Tuhan sebagai hakim atas Israel, "Lalu amanlah negeri itu empat puluh tahun lamanya." Hakim-Hakim 3:11
Baca: Yosua 15:13-19
"Dan Otniel, anak Kenas saudara Kaleb, merebut kota itu; lalu Kaleb memberikan kepadanya Akhsa, anaknya, menjadi isterinya. " Yosua 15:17
Otniel adalah salah satu dari tentara yang beserta dengan Kaleb mampu menguasai dan merebut Kiryat-Arba, yaitu Hebron. Ia adalah anak Kenas, saudara daripada Kaleb sendiri. Ada pun arti nama Otniel adalah 'Tuhan adalah kekuatan'.
Suatu ketika Kaleb mengadakan sebuah sayembara: siapa saja yang dapat menaklukkan dan merebut Kiryat-Sefer, akan diberikannya anak perempuannya, Akhsa, sebagi hadiah. Kita tahu bahwa penduduk Kiryat-Arba ataupun Kiryat-Sefer adalah orang-orang berperawakan tinggi seperti raksasa, suatu negeri yang memakan penduduknya, bahkan sepuluh pengintai yang diutus Musa mengatakan, "...kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:33). Namun meski harus menghadapi orang-orang raksasa, Otniel tidak sedikit pun menunjukkan rasa gentar dan takut, melainkan merespons tantangan Kaleb itu dengan sikap seorang pemberani; ia dengan penuh keberanian menghadapi penduduk Kiryat-Sefer. Keberhasilannya menggempur dan merebut Kiryat-Sefer membuat Otniel tampil sebagai pemenang sayembara dan ia pun berhak mendapatkan Akhsa sebagai isteri. Keberanian yang ditunjukkan oleh Otniel ini bukan didasari oleh keinginannya untuk mendapatkan Akhsa semata, juga bukan karena perbuatan nekat, namun ia memiliki dasar iman yang kuat di dalam Tuhan. Otniel berani berperang melawan musuh oleh karena ia mengandalkan Tuhan. Otniel sangat percaya jika ia senantiasa berjalan bersama Tuhan dan melibatkan Dia di setiap langkahnya, tidak ada yang perlu ditakutkan. "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14). Sungguh benar apa yang dikatakan bani Korah dalam mazmurnya, "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Tuhan telah menjadi kekuatan dan penolong bagi Otniel!
Karena memiliki keberanian dan semangat kepahlawanan yang luar biasa, Tuhan pun mempercayakan perkara-perkara yang lebih besar kepada Otniel di kemudian hari!
Otniel diangkat Tuhan sebagai hakim atas Israel, "Lalu amanlah negeri itu empat puluh tahun lamanya." Hakim-Hakim 3:11
Sunday, August 17, 2014
TERBEBAS DARI BELENGGU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2014
Baca: Lukas 13:10-17
"Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah." Lukas 13:13
Ketika Tuhan Yesus mengajar di sebuah rumah ibadat atau sinagoga tiba-tiba perhatian-Nya tertuju kepada seorang wanita yang sudah 18 tahun dirasuk oleh roh jahat sehingga menderita sakit; punggungnya bungkuk dan tidak dapat berdiri tegak. Hati Tuhan Yesus pun tergerak oleh belas kasihan sehingga Dia meletakkan tangan-Nya atas wanita itu dan seketika itu juga sembuhlah ia. Wanita itu pun dapat berdiri tegak untuk pertama kalinya setelah 18 tahun!
Sesungguhnya wanita itu memiliki alasan kuat untuk tetap tinggal di rumahnya sepanjang hari karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan untuk pergi ke rumah Tuhan, tetapi wanita itu tetap meneguhkan hatinya untuk beribadah kepada Tuhan tanpa mempedulikan sakit yang dialaminya dan mungkin juga cemoohan orang lain. Setan bisa saja menyerang fisik wanita ini tapi tidak berdaya menyerang rohnya, terbukti meski menderita sakit yang luar biasa wanita itu tetap tekun beribadah ke rumah Tuhan! Imannya yang besar ini telah menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak sehingga kuasa setan dipatahkan-Nya! Satu-satunya Pribadi yang sanggup melepaskan dan membebaskan manusia dari belenggu setan adalah Tuhan Yesus! Hari itu benar-benar menjadi hari pembebasan baginya; hari yang sangat bersejarah dalam hidupnya karena telah terbebas dari penderitaan jasmani dan rohani yang telah mengikatnya selama belasan tahun! Karena itulah ia memuliakan Tuhan sebagai tanda ucapan syukur.
Hari ini, 69 tahun silam, tepatnya 17 Agustus 1945 adalah hari yang juga sangat spesial dan bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia, karena untuk pertama kalinya bangsa kita memproklamirkan hari kemerdekaannya. Pekik merdeka pun berkumandang di seluruh persada negeri! Merdeka berarti bebas, tidak lagi menjadi budak dari bangsa lain, tidak lagi hidup dalam tekanan dan belenggu, tapi menjadi bangsa yang benar-benar merdeka. Namun ingatlah bahwa kemerdekaan bangsa kita tidak akan pernah bisa diraih tanpa campur tangan Tuhan, karena itu kita wajib untuk memuliakan nama-Nya.
"Jadi apabila Anak itu (Yesus Kristus) memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." Yohanes 8:36
Baca: Lukas 13:10-17
"Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah." Lukas 13:13
Ketika Tuhan Yesus mengajar di sebuah rumah ibadat atau sinagoga tiba-tiba perhatian-Nya tertuju kepada seorang wanita yang sudah 18 tahun dirasuk oleh roh jahat sehingga menderita sakit; punggungnya bungkuk dan tidak dapat berdiri tegak. Hati Tuhan Yesus pun tergerak oleh belas kasihan sehingga Dia meletakkan tangan-Nya atas wanita itu dan seketika itu juga sembuhlah ia. Wanita itu pun dapat berdiri tegak untuk pertama kalinya setelah 18 tahun!
Sesungguhnya wanita itu memiliki alasan kuat untuk tetap tinggal di rumahnya sepanjang hari karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan untuk pergi ke rumah Tuhan, tetapi wanita itu tetap meneguhkan hatinya untuk beribadah kepada Tuhan tanpa mempedulikan sakit yang dialaminya dan mungkin juga cemoohan orang lain. Setan bisa saja menyerang fisik wanita ini tapi tidak berdaya menyerang rohnya, terbukti meski menderita sakit yang luar biasa wanita itu tetap tekun beribadah ke rumah Tuhan! Imannya yang besar ini telah menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak sehingga kuasa setan dipatahkan-Nya! Satu-satunya Pribadi yang sanggup melepaskan dan membebaskan manusia dari belenggu setan adalah Tuhan Yesus! Hari itu benar-benar menjadi hari pembebasan baginya; hari yang sangat bersejarah dalam hidupnya karena telah terbebas dari penderitaan jasmani dan rohani yang telah mengikatnya selama belasan tahun! Karena itulah ia memuliakan Tuhan sebagai tanda ucapan syukur.
Hari ini, 69 tahun silam, tepatnya 17 Agustus 1945 adalah hari yang juga sangat spesial dan bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia, karena untuk pertama kalinya bangsa kita memproklamirkan hari kemerdekaannya. Pekik merdeka pun berkumandang di seluruh persada negeri! Merdeka berarti bebas, tidak lagi menjadi budak dari bangsa lain, tidak lagi hidup dalam tekanan dan belenggu, tapi menjadi bangsa yang benar-benar merdeka. Namun ingatlah bahwa kemerdekaan bangsa kita tidak akan pernah bisa diraih tanpa campur tangan Tuhan, karena itu kita wajib untuk memuliakan nama-Nya.
"Jadi apabila Anak itu (Yesus Kristus) memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." Yohanes 8:36
Saturday, August 16, 2014
JANGAN LARI DARI PANGGILAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2014
Baca: Yunus 1:1-17
"Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN;" Yunus 1:3
Di masa-masa sekarang ini ada banyak orang Kristen, yang awalnya memiliki semangat menggebu-gebu dalam melayani Tuhan dan begitu antusias mengembangkan talentanya, kini berangsur-angsur surut semangatnya dan tidak lagi setia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena mereka tidak tahan menghadapi tantangan atau masalah yang ada. Mereka pun berusaha memutar otak mencari alasan untuk menghindarkan diri dari panggilan Tuhan dan mulai menimbang-nimbang jika diutus oleh Tuhan.
Yunus adalah contoh utusan Tuhan yang mencoba lari dari panggilan Tuhan karena takut menghadapi tantangan. Berfirmanlah Tuhan kepada Yunus, "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (ayat 2). Pada saat diutus Tuhan untuk pergi ke Niniwe Yunus justru memilih lari dari tanggung jawabnya dan pergi ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan. Yunus memilih untuk menuruti keinginan dagingnya daripada harus tunduk kepada kehendak Tuhan, padahal keinginan daging itu berlawanan dengan keinginan Roh! "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24). Akibat lari dari dari panggilan Tuhan ini Yunus harus mengalami masalah yang hebat, "...TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur." (Yunus 1:4). Bahkan Yunus harus mengalami peristiwa paling mengerikan seumur hidupnya yaitu masuk dalam perut ikan selama tiga hari tiga malam. Namun Tuhan mengasihi Yunus sehingga Dia memberi kesempatan Yunus bertobat. Akhirnya Yunus pergi ke Niniwe dan menjalankan tugasnya sebagai utusan Tuhan. Melalui pelayanannya orang-orang Niniwe bertobat dan seluruh penduduk kota itu diselamatkan.
Jika kita dipercaya Tuhan melayaniNya mari melakukannya dengan setia dan penuh tanggung jawab, karena tidak semua orang beroleh kesempatan yang sama.
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." Yohanes 9:4
Baca: Yunus 1:1-17
"Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN;" Yunus 1:3
Di masa-masa sekarang ini ada banyak orang Kristen, yang awalnya memiliki semangat menggebu-gebu dalam melayani Tuhan dan begitu antusias mengembangkan talentanya, kini berangsur-angsur surut semangatnya dan tidak lagi setia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena mereka tidak tahan menghadapi tantangan atau masalah yang ada. Mereka pun berusaha memutar otak mencari alasan untuk menghindarkan diri dari panggilan Tuhan dan mulai menimbang-nimbang jika diutus oleh Tuhan.
Yunus adalah contoh utusan Tuhan yang mencoba lari dari panggilan Tuhan karena takut menghadapi tantangan. Berfirmanlah Tuhan kepada Yunus, "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (ayat 2). Pada saat diutus Tuhan untuk pergi ke Niniwe Yunus justru memilih lari dari tanggung jawabnya dan pergi ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan. Yunus memilih untuk menuruti keinginan dagingnya daripada harus tunduk kepada kehendak Tuhan, padahal keinginan daging itu berlawanan dengan keinginan Roh! "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24). Akibat lari dari dari panggilan Tuhan ini Yunus harus mengalami masalah yang hebat, "...TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur." (Yunus 1:4). Bahkan Yunus harus mengalami peristiwa paling mengerikan seumur hidupnya yaitu masuk dalam perut ikan selama tiga hari tiga malam. Namun Tuhan mengasihi Yunus sehingga Dia memberi kesempatan Yunus bertobat. Akhirnya Yunus pergi ke Niniwe dan menjalankan tugasnya sebagai utusan Tuhan. Melalui pelayanannya orang-orang Niniwe bertobat dan seluruh penduduk kota itu diselamatkan.
Jika kita dipercaya Tuhan melayaniNya mari melakukannya dengan setia dan penuh tanggung jawab, karena tidak semua orang beroleh kesempatan yang sama.
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." Yohanes 9:4
Friday, August 15, 2014
UTUSAN TUHAN: Setia dan Bertanggung Jawab
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2014
Baca: Matius 25:14-30
"Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." Matius 25:29
Talenta yang ada pada kita harus dikembangkan supaya makin bertambah atau berlipat ganda. Jika kita tidak mau mengembangkannya, tidak mau bekerja, diam saja, bersikap pasif, itu sama artinya kita tidak menghargai Tuhan sebagai pemberi talenta.
Maukah kita disebut sebagai hamba-hamba Tuhan yang jahat dan tidak setia? Suatu kelak nanti kita akan dimintai pertanggungan jawab di hadapan Tuhan perihal talenta ini. Apakah kita seperti hamba yang menerima lima atau dua talenta, yang dengan setia mengembangkan talentanya, sehingga Tuhan berkata: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (ayat 21 dan 23). Ataukah kita bertindak seperti hamba yang diberi satu talenta, yang tidak setia dan tidak mau mengembangkan talenta yang ada, malahan "...pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya." (ayat 18), dan inilah konsekuensi yang harus ditanggung: "Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (ayat 30). Dalam mengembangkan talenta, kita tidak perlu fokus kepada berapa besarnya hasil yang akan kita dapatkan, sebab Tuhan tidak memuji para hambanya berdasarkan jumlah hasil atau besarnya laba, melainkan Tuhan memuji sikap hati dan kesetiaan mereka dalam melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Meski demikian, bagi seseorang yang telah diberikan talenta lebih baik, wajib untuk menghasilkan laba yang lebih besar pula bagi Tuhan, tidak bisa tidak!
Setiap utusan Tuhan kita harus belajar menjadi orang-orang setia dan bertanggung jawab terhadap apa pun yang dipercayakan kepada kita. Mari kita kembangkan talenta kita semaksimal mungkin untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan!
"Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." Lukas 12:48b
Baca: Matius 25:14-30
"Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." Matius 25:29
Talenta yang ada pada kita harus dikembangkan supaya makin bertambah atau berlipat ganda. Jika kita tidak mau mengembangkannya, tidak mau bekerja, diam saja, bersikap pasif, itu sama artinya kita tidak menghargai Tuhan sebagai pemberi talenta.
Maukah kita disebut sebagai hamba-hamba Tuhan yang jahat dan tidak setia? Suatu kelak nanti kita akan dimintai pertanggungan jawab di hadapan Tuhan perihal talenta ini. Apakah kita seperti hamba yang menerima lima atau dua talenta, yang dengan setia mengembangkan talentanya, sehingga Tuhan berkata: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (ayat 21 dan 23). Ataukah kita bertindak seperti hamba yang diberi satu talenta, yang tidak setia dan tidak mau mengembangkan talenta yang ada, malahan "...pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya." (ayat 18), dan inilah konsekuensi yang harus ditanggung: "Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (ayat 30). Dalam mengembangkan talenta, kita tidak perlu fokus kepada berapa besarnya hasil yang akan kita dapatkan, sebab Tuhan tidak memuji para hambanya berdasarkan jumlah hasil atau besarnya laba, melainkan Tuhan memuji sikap hati dan kesetiaan mereka dalam melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Meski demikian, bagi seseorang yang telah diberikan talenta lebih baik, wajib untuk menghasilkan laba yang lebih besar pula bagi Tuhan, tidak bisa tidak!
Setiap utusan Tuhan kita harus belajar menjadi orang-orang setia dan bertanggung jawab terhadap apa pun yang dipercayakan kepada kita. Mari kita kembangkan talenta kita semaksimal mungkin untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan!
"Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." Lukas 12:48b
Thursday, August 14, 2014
UTUSAN TUHAN: Mengembangkan Talenta
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2014
Baca: Matius 25:14-30
"Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka." Matius 25:14
Dalam hal melayani pekerjaan-Nya Tuhan tidak hanya sekedar mengutus anak-anak-Nya, tapi Dia juga membekali setiap orang percaya dengan talenta, "...untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus," (Efesus 4:12). Jadi tidak ada alasan bagi kita berkata 'tidak' terhadap panggilan Tuhan!
Talenta berbicara tentang banyak hal: bakat, kecakapan, keahlian, kemampuan, harta dan sebagainya sebagai sesuatu yang Tuhan berikan dalam hidup kita. Adapun besarnya talenta dari tiap-tiap orang itu berbeda-beda: "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya," (Matius 25:16). Dalam Perjanjian Lama talenta adalah ukuran timbangan sebesar 3000 syikal atau kurang lebih 34 kilogram. Dalam Perjanjian Baru talenta adalah ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya yaitu 6000 dinar. Dinar adalah mata uang Romawi. Satu dinar sama dengan upah pekerja harian dalam satu hari, jadi 1 talenta = upah 6000 hari (identik dengan upah hampir enam setengah tahun!). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah tidak memberikan talenta kepada manusia, bahkan minimal Dia akan memberikan satu talenta kepada seseorang, yang sesungguhnya memiliki nilai yang sangat besar. Sedangkan pemberian talenta itu sendiri bukan karena kita yang memintanya kepada Tuhan, tetapi sepenuhnya adalah kewenangan Tuhan; Ia sendiri yang menentukan. Maka dari itu kita pun tidak boleh menuntut kepada Tuhan, atau membanding-bandingkan talenta yang Tuhan berikan kepada kita dengan yang Tuhan berikan kepada orang lain. dengan demikian tiap-tiap orang sudah mendapatkan porsinya masing-masing, yang kesemuanya itu didasarkan pada kesanggupan kita!
Tuhan menghendaki kita mengembangkan setiap talenta yang Dia berikan itu! Jangan sampai kita menyia-nyiakannya dengan 'menyimpan' serta 'menyembunyikannya' di dalam tanah, seperti yang diperbuat oleh hamba yang menerima satu talenta (Matius 25:18), padahal kita diberi waktu dan kesempatan yang sama.
Sudahkah kita mengembangkan setiap talenta yang Tuhan berikan?
Baca: Matius 25:14-30
"Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka." Matius 25:14
Dalam hal melayani pekerjaan-Nya Tuhan tidak hanya sekedar mengutus anak-anak-Nya, tapi Dia juga membekali setiap orang percaya dengan talenta, "...untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus," (Efesus 4:12). Jadi tidak ada alasan bagi kita berkata 'tidak' terhadap panggilan Tuhan!
Talenta berbicara tentang banyak hal: bakat, kecakapan, keahlian, kemampuan, harta dan sebagainya sebagai sesuatu yang Tuhan berikan dalam hidup kita. Adapun besarnya talenta dari tiap-tiap orang itu berbeda-beda: "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya," (Matius 25:16). Dalam Perjanjian Lama talenta adalah ukuran timbangan sebesar 3000 syikal atau kurang lebih 34 kilogram. Dalam Perjanjian Baru talenta adalah ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya yaitu 6000 dinar. Dinar adalah mata uang Romawi. Satu dinar sama dengan upah pekerja harian dalam satu hari, jadi 1 talenta = upah 6000 hari (identik dengan upah hampir enam setengah tahun!). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah tidak memberikan talenta kepada manusia, bahkan minimal Dia akan memberikan satu talenta kepada seseorang, yang sesungguhnya memiliki nilai yang sangat besar. Sedangkan pemberian talenta itu sendiri bukan karena kita yang memintanya kepada Tuhan, tetapi sepenuhnya adalah kewenangan Tuhan; Ia sendiri yang menentukan. Maka dari itu kita pun tidak boleh menuntut kepada Tuhan, atau membanding-bandingkan talenta yang Tuhan berikan kepada kita dengan yang Tuhan berikan kepada orang lain. dengan demikian tiap-tiap orang sudah mendapatkan porsinya masing-masing, yang kesemuanya itu didasarkan pada kesanggupan kita!
Tuhan menghendaki kita mengembangkan setiap talenta yang Dia berikan itu! Jangan sampai kita menyia-nyiakannya dengan 'menyimpan' serta 'menyembunyikannya' di dalam tanah, seperti yang diperbuat oleh hamba yang menerima satu talenta (Matius 25:18), padahal kita diberi waktu dan kesempatan yang sama.
Sudahkah kita mengembangkan setiap talenta yang Tuhan berikan?
Wednesday, August 13, 2014
ORANG PERCAYA: Menghasilkan Buah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2014
Baca: Yohanes 15:1-8
"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." Yohanes 15:8
Sebuah pohon dapat menghasilkan buah dalam jumlah banyak, hanya dari satu batang pohon. Dengan cara yang sama pula Roh Kudus menjadi sumber dari buah-buah dalam kehidupan orang percaya. Semakin kita melekat kepada Pokok Anggur dan hidup dalam pimpinan Roh Kudus semakin kita memancarkan karakter seperti Kristus dan hal ini membawa kemuliaan bagi Bapa.
Ada pun langkah menuju kepada kehidupan Kristen yang berbuah adalah: "Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita." (1 Yohanes 2:5). Ketaatan kita terhadap firman Tuhan adalah bukti kita tinggal di dalam firman-Nya. Jika kita tidak menaati firman-Nya, sampai kapan pun kita tidak akan pernah berbuah. Ada konsekuensi bagi orang-orang yang tidak mau tinggal di dalam firman-Nya, tidak melekat pada Pokok Anggur dan yang hidupnya tidak berbuah, yaitu "...ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:6).
Buah-buah apa yang seharusnya dihasilkan oleh orang percaya? Buah jiwa-jiwa, yaitu orang-orang yang kita bawa kepada Kristus oleh karena dampak dari kehidupan kita yang menjadi berkat dan kesaksian bagi mereka. Buah pelayanan, yaitu waktu, tenaga, pikiran, talenta yang kita curahkan untuk melayani Tuhan dan juga materi yang kita persembahkan untuk mendukung pekabaran Injil di bumi. Milikilah roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan, sebab jerih lelah kita tidak akan pernah sia-sia. Melalui pelayanan ini kita percaya bahwa Injil makin berkembang dan disebarluaskan ke seluruh penjuru ujung bumi. Buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. Ke-9 buah Roh ini hanya dapat dihasilkan bila kita mau tinggal di dalam Tuhan dan melekat kepada-Nya.
Berbuah adalah tanda bahwa kerohanian seseorang itu hidup dan bertumbuh!
Baca: Yohanes 15:1-8
"Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." Yohanes 15:8
Sebuah pohon dapat menghasilkan buah dalam jumlah banyak, hanya dari satu batang pohon. Dengan cara yang sama pula Roh Kudus menjadi sumber dari buah-buah dalam kehidupan orang percaya. Semakin kita melekat kepada Pokok Anggur dan hidup dalam pimpinan Roh Kudus semakin kita memancarkan karakter seperti Kristus dan hal ini membawa kemuliaan bagi Bapa.
Ada pun langkah menuju kepada kehidupan Kristen yang berbuah adalah: "Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita." (1 Yohanes 2:5). Ketaatan kita terhadap firman Tuhan adalah bukti kita tinggal di dalam firman-Nya. Jika kita tidak menaati firman-Nya, sampai kapan pun kita tidak akan pernah berbuah. Ada konsekuensi bagi orang-orang yang tidak mau tinggal di dalam firman-Nya, tidak melekat pada Pokok Anggur dan yang hidupnya tidak berbuah, yaitu "...ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:6).
Buah-buah apa yang seharusnya dihasilkan oleh orang percaya? Buah jiwa-jiwa, yaitu orang-orang yang kita bawa kepada Kristus oleh karena dampak dari kehidupan kita yang menjadi berkat dan kesaksian bagi mereka. Buah pelayanan, yaitu waktu, tenaga, pikiran, talenta yang kita curahkan untuk melayani Tuhan dan juga materi yang kita persembahkan untuk mendukung pekabaran Injil di bumi. Milikilah roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan, sebab jerih lelah kita tidak akan pernah sia-sia. Melalui pelayanan ini kita percaya bahwa Injil makin berkembang dan disebarluaskan ke seluruh penjuru ujung bumi. Buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. Ke-9 buah Roh ini hanya dapat dihasilkan bila kita mau tinggal di dalam Tuhan dan melekat kepada-Nya.
Berbuah adalah tanda bahwa kerohanian seseorang itu hidup dan bertumbuh!
Tuesday, August 12, 2014
PEMBERSIHAN: Proses Pembentukan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2014
Baca: Yohanes 15:1-8
"Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya." Yohanes 15:1
Pernyataan Tuhan Yesus, "Akulah pokok anggur yang benar" adalah sebagai penegasan bahwa Dia adalah satu-satunya Pokok Anggur yang asli dan sah, tidak ada yang lain. Sebagai satu-satunya Pokok Anggur, setiap ranting harus melekat kepada-Nya. Itulah satu-satunya cara untuk bisa menghasilkan buah!
Melekat berarti memiliki persekutuan yang erat secara kontinyu dengan Pokok Anggur. Tanpa melekat kepada Pokok Anggur ranting-ranting itu akan kering, dan cepat atau lambat pasti akan mati, karena tidak ada kehidupan di dalamnya, sebab Pokok Anggur adalah sumber kehidupan. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Jadi tanpa Pokok Anggur ranting tidak punya kekuatan apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tuhan Yesus juga menambahkan, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Kita tahu bahwa setiap pemilik kebun pasti berharap bahwa benih yang ia taburkan di tanah kelak akan menghasilkan buah. Ia tidak hanya sekedar menabur benih dan menanam, tapi juga mengolah tanahnya sedemikian rupa serta merawatnya. Dan ketika benih itu tumbuh dan mulai mengeluarkan ranting-ranting si pemilik kebun makin bekerja secara ekstra. Jika ada ranting yang kering akan dipotongnya dan dibuang, sedangkan ranting yang hidup tak luput dari perhatian si pemilik kebun, dibersihkannya ranting itu supaya bukan sekedar lebat daunnya, tapi supaya ada buah yang dihasilkan.
Saat masuk dalam proses 'pembersihan' inilah mau tidak mau kita akan merasakan sakit, tidak enak dan terluka. Namun bukan berarti Tuhan jahat, kejam dan tidak mengasihi kita, karena Dia melakukannya sesuai dengan hikmat dan kasih-Nya. Ingat, jika kita tidak dibersihkan, sampai kapan pun kita tidak akan pernah bertumbuh dan berbuah. Tuhan membersihkan segala hal yang menghalangi kita untuk bertumbuh. Jadi pembersihan dari Tuhan memiliki arah dan tujuan karena Dia selalu tahu apa yang terbaik bagi kita dan sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti kita.
Pembersihan inilah yan disebut pembentukan dari Tuhan, sebagai wujud pendisiplinan dari Tuhan.
Baca: Yohanes 15:1-8
"Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya." Yohanes 15:1
Pernyataan Tuhan Yesus, "Akulah pokok anggur yang benar" adalah sebagai penegasan bahwa Dia adalah satu-satunya Pokok Anggur yang asli dan sah, tidak ada yang lain. Sebagai satu-satunya Pokok Anggur, setiap ranting harus melekat kepada-Nya. Itulah satu-satunya cara untuk bisa menghasilkan buah!
Melekat berarti memiliki persekutuan yang erat secara kontinyu dengan Pokok Anggur. Tanpa melekat kepada Pokok Anggur ranting-ranting itu akan kering, dan cepat atau lambat pasti akan mati, karena tidak ada kehidupan di dalamnya, sebab Pokok Anggur adalah sumber kehidupan. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Jadi tanpa Pokok Anggur ranting tidak punya kekuatan apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tuhan Yesus juga menambahkan, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2). Kita tahu bahwa setiap pemilik kebun pasti berharap bahwa benih yang ia taburkan di tanah kelak akan menghasilkan buah. Ia tidak hanya sekedar menabur benih dan menanam, tapi juga mengolah tanahnya sedemikian rupa serta merawatnya. Dan ketika benih itu tumbuh dan mulai mengeluarkan ranting-ranting si pemilik kebun makin bekerja secara ekstra. Jika ada ranting yang kering akan dipotongnya dan dibuang, sedangkan ranting yang hidup tak luput dari perhatian si pemilik kebun, dibersihkannya ranting itu supaya bukan sekedar lebat daunnya, tapi supaya ada buah yang dihasilkan.
Saat masuk dalam proses 'pembersihan' inilah mau tidak mau kita akan merasakan sakit, tidak enak dan terluka. Namun bukan berarti Tuhan jahat, kejam dan tidak mengasihi kita, karena Dia melakukannya sesuai dengan hikmat dan kasih-Nya. Ingat, jika kita tidak dibersihkan, sampai kapan pun kita tidak akan pernah bertumbuh dan berbuah. Tuhan membersihkan segala hal yang menghalangi kita untuk bertumbuh. Jadi pembersihan dari Tuhan memiliki arah dan tujuan karena Dia selalu tahu apa yang terbaik bagi kita dan sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti kita.
Pembersihan inilah yan disebut pembentukan dari Tuhan, sebagai wujud pendisiplinan dari Tuhan.
Monday, August 11, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Tinggal Dalam Firman (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2014
Baca: Mazmur 119:1-8
"Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati," Mazmur 119:2
Hidup benar dan kudus di tengah-tengah dunia yang jahat ini, bagi orang-orang di luar Tuhan, adalah perkara yang sangat mustahil. Bagaimana dengan orang percaya?
Kita pun tidak akan pernah bisa bila kita bersandar pada pengertian sendiri dan mengandalkan kekuatan sendiri. Namun kita tahu bahwa hidup benar dan kudus adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya! Asal kita mau tunduk kepada pimpinan dan kehendak Tuhan sepenuhnya hal itu bukanlah perkara yang mustahil, karena di dalam kita ada kuasa yang bekerja dengan tak terbatas yaitu Roh Kudus, "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Jadi tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak hidup dalam kebenaran dan kekudusan.
Tuhan mempunyai banyak cara untuk menyatakan kehendak-Nya dan salah satunya adalah melalui firman yang tertulis di dalam Alkitab ini. Bagian kita adalah membuka hati dan menerima firman Tuhan dengan lemah lembut seperti tanah yang gembur, supaya benih firman yang ditabur itu tertanam di hati, lalu tumbuh dan menghasilkan buah seperti yang dikehendaki oleh Tuhan. Kunci untuk hidup benar dan kudus adalah tinggal di dalam firman-Nya, karena kuasa firmanlah yang dapat mengubah dan memperbaharui hidup kita dari hari ke sehari, "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). "...Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Itulah sebabnya kita harus mau dan siap untuk diajar, ditegur, diperbaiki, bahkan ditelanjangi oleh firman Tuhan, "...ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2).
Utusan Tuhan harus siap menerima 'makanan keras' ini supaya pancainderanya kian terlatih (baca Ibrani 5:14), bukti bahwa kita sudah dewasa rohani.
Tanpa tinggal di dalam firman-Nya kita tidak akan mampu menjadi pelaku firman.
Baca: Mazmur 119:1-8
"Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati," Mazmur 119:2
Hidup benar dan kudus di tengah-tengah dunia yang jahat ini, bagi orang-orang di luar Tuhan, adalah perkara yang sangat mustahil. Bagaimana dengan orang percaya?
Kita pun tidak akan pernah bisa bila kita bersandar pada pengertian sendiri dan mengandalkan kekuatan sendiri. Namun kita tahu bahwa hidup benar dan kudus adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya! Asal kita mau tunduk kepada pimpinan dan kehendak Tuhan sepenuhnya hal itu bukanlah perkara yang mustahil, karena di dalam kita ada kuasa yang bekerja dengan tak terbatas yaitu Roh Kudus, "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Jadi tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak hidup dalam kebenaran dan kekudusan.
Tuhan mempunyai banyak cara untuk menyatakan kehendak-Nya dan salah satunya adalah melalui firman yang tertulis di dalam Alkitab ini. Bagian kita adalah membuka hati dan menerima firman Tuhan dengan lemah lembut seperti tanah yang gembur, supaya benih firman yang ditabur itu tertanam di hati, lalu tumbuh dan menghasilkan buah seperti yang dikehendaki oleh Tuhan. Kunci untuk hidup benar dan kudus adalah tinggal di dalam firman-Nya, karena kuasa firmanlah yang dapat mengubah dan memperbaharui hidup kita dari hari ke sehari, "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). "...Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Itulah sebabnya kita harus mau dan siap untuk diajar, ditegur, diperbaiki, bahkan ditelanjangi oleh firman Tuhan, "...ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2).
Utusan Tuhan harus siap menerima 'makanan keras' ini supaya pancainderanya kian terlatih (baca Ibrani 5:14), bukti bahwa kita sudah dewasa rohani.
Tanpa tinggal di dalam firman-Nya kita tidak akan mampu menjadi pelaku firman.
Sunday, August 10, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Tinggal Dalam Firman (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2014
Baca: Matius 13:1-23
"Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat." Matius 13:23
Sebagai utusan Tuhan tugas kita adalah memberitakan kabar baik dari sorga! Dapatkah kita lakukan jika kita sendiri tidak mengalami pertumbuhan rohani dengan baik?. Adapun benih pertumbuhan rohani bagi orang percaya adalah firman Tuhan. Oleh karena itu kita harus menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani kita setiap hari, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Tanpa benih firman yang tertanam tidak akan pernah ada pertumbuhan iman dan buah yang dihasilkan (pelipatgandaan) dalam kehidupan kita, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Jadi utusan Tuhan harus taat membaca, meneliti, merenungkan firman Tuhan.
Pemazmur menyatakan bahwa orang "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. " (Mazmur 1:2-3). Semakin kita menyukai firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam, kita akan semakin berakar di dalam firman-Nya; dan ketika kita berakar kuat di dalam firman-Nya seluruh aspek hidup kita akan semakin diarahkan, diatur dan dibentuk oleh firman. Inilah yang disebut tinggal di dalam firman Tuhan, di mana kita memiliki kepekaan rohani dan sedang berada dalam proses untuk menjadi serupa dengan Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Tinggal di dalam firman Tuhan berkenaan dengan ketaatan seseorang terhadap perintah Tuhan. Firman-Nya berkata, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Jadi hidup dalam kebenaran dan kekudusan adalah syarat mutlak bagi seorang utusan Tuhan.
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97
Baca: Matius 13:1-23
"Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat." Matius 13:23
Sebagai utusan Tuhan tugas kita adalah memberitakan kabar baik dari sorga! Dapatkah kita lakukan jika kita sendiri tidak mengalami pertumbuhan rohani dengan baik?. Adapun benih pertumbuhan rohani bagi orang percaya adalah firman Tuhan. Oleh karena itu kita harus menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani kita setiap hari, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Tanpa benih firman yang tertanam tidak akan pernah ada pertumbuhan iman dan buah yang dihasilkan (pelipatgandaan) dalam kehidupan kita, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Jadi utusan Tuhan harus taat membaca, meneliti, merenungkan firman Tuhan.
Pemazmur menyatakan bahwa orang "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. " (Mazmur 1:2-3). Semakin kita menyukai firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam, kita akan semakin berakar di dalam firman-Nya; dan ketika kita berakar kuat di dalam firman-Nya seluruh aspek hidup kita akan semakin diarahkan, diatur dan dibentuk oleh firman. Inilah yang disebut tinggal di dalam firman Tuhan, di mana kita memiliki kepekaan rohani dan sedang berada dalam proses untuk menjadi serupa dengan Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6).
Tinggal di dalam firman Tuhan berkenaan dengan ketaatan seseorang terhadap perintah Tuhan. Firman-Nya berkata, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Jadi hidup dalam kebenaran dan kekudusan adalah syarat mutlak bagi seorang utusan Tuhan.
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." Mazmur 119:97
Saturday, August 9, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Seorang yang Berdoa (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2014
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7
Sering timbul pertanyaan mengapa pelayanan kita sepertinya jalan di tempat dan tidak mengalami breakthrough, mengapa pula masih banyak bangku kosong di setiap ibadah; jawabannya adalah karena jam doa kita masih kurang atau kita sama sekali tidak berdoa.
Inilah yang dilakukan Yesus: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Di dalam Lukas 6:12 juga di catat: "Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." Berdoa adalah bagian terpenting dalam kehidupan Yesus. Itulah sebabnya pelayanan Yesus membawa dampak yang luar biasa bagi dunia. Kekariban-Nya dengan Bapa adalah kunci terbesar keberhasilan pelayanan Yesus. Maka sesibuk dan sepadat apa pun aktivitas dan pelayanan kita, marilah kita meneladani Tuhan Yesus, yang selalu menyediakan waktu untuk berdoa.
Daniel, memiliki roh yang luar biasa dan hidupnya berdampak meski berada di negeri pembuangan (Babel) karena ia memiliki kedisiplinan dalam berdoa. Tercatat: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Sebagai utusan Tuhan kita pun harus punya kedisiplinan dalam hal doa supaya kehendak Tuhan 'dipaksakan' untuk terjadi di dalam segala aspek kehidupan kita; kita pun harus percaya bahwa Tuhan akan memakai kita untuk 'memaksakan' kehendak-Nya tersebut. "Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:" (Yesaya 14:24).
Kita tidak akan menjadi utusan yang berkenan di hati Tuhan dan mengalami breakthrough dalam pelayanan jika kita tidak mau membayar harga, yaitu menyediakan waktu bersekutu dengan Tuhan secara intensif. Karena terhadap orang yang kariblah Tuhan memberitahukan kehendak dan rencana-Nya, sehingga di sinilah pelayanan seseorang akan menjadi berkat dan berdampak bagi orang-orang yang dilayaninya.
"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7
Sering timbul pertanyaan mengapa pelayanan kita sepertinya jalan di tempat dan tidak mengalami breakthrough, mengapa pula masih banyak bangku kosong di setiap ibadah; jawabannya adalah karena jam doa kita masih kurang atau kita sama sekali tidak berdoa.
Inilah yang dilakukan Yesus: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Di dalam Lukas 6:12 juga di catat: "Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." Berdoa adalah bagian terpenting dalam kehidupan Yesus. Itulah sebabnya pelayanan Yesus membawa dampak yang luar biasa bagi dunia. Kekariban-Nya dengan Bapa adalah kunci terbesar keberhasilan pelayanan Yesus. Maka sesibuk dan sepadat apa pun aktivitas dan pelayanan kita, marilah kita meneladani Tuhan Yesus, yang selalu menyediakan waktu untuk berdoa.
Daniel, memiliki roh yang luar biasa dan hidupnya berdampak meski berada di negeri pembuangan (Babel) karena ia memiliki kedisiplinan dalam berdoa. Tercatat: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Sebagai utusan Tuhan kita pun harus punya kedisiplinan dalam hal doa supaya kehendak Tuhan 'dipaksakan' untuk terjadi di dalam segala aspek kehidupan kita; kita pun harus percaya bahwa Tuhan akan memakai kita untuk 'memaksakan' kehendak-Nya tersebut. "Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:" (Yesaya 14:24).
Kita tidak akan menjadi utusan yang berkenan di hati Tuhan dan mengalami breakthrough dalam pelayanan jika kita tidak mau membayar harga, yaitu menyediakan waktu bersekutu dengan Tuhan secara intensif. Karena terhadap orang yang kariblah Tuhan memberitahukan kehendak dan rencana-Nya, sehingga di sinilah pelayanan seseorang akan menjadi berkat dan berdampak bagi orang-orang yang dilayaninya.
"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Friday, August 8, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Seorang yang Berdoa (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2014
Baca: Mazmur 141:1-10
"Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang." Mazmur 141:2
Alkitab menyatakan: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Ketaatan pun harus dimulai dari perkara-perkara kecil dan sederhana.
Ketaatan dasar yang harus kita bangun agar kita dapat hidup dalam ketaatan di segala aspek adalah hal berdoa. Ada banyak orang Kristen, bahkan tidak sedikit dari mereka yang sudah berstatus pelayan Tuhan, masih saja menganggap remeh dan mengabaikan jam-jam doa. Mereka berpikir bahwa menghadiri ibadah dan terlibat dalam pelayanan itu sudah lebih dari cukup, berdoa seperlunya saja. Benarkah demikian? Nasihat Paulus, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18). Rasul Paulus perlu sekali mengingatkan ini, karena ia paham betul bahwa manusia umumnya memiliki sifat malas, terutama sekali malas untuk berdoa. "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Karena itu kita perlu diperingatkan dengan keras agar kita selalu berjaga-jaga dan berdoa setiap waktu. Artinya kita harus selalu berdoa dengan tiada putus-putusnya, dengan tidak jemu-jemu di segala situasi. Ketahuilah, "Hari sudah jauh malam, telah hampir siang." (Roma 13:12a) dan di depan kita ada banyak sekali tantangan karena kita hidup menjelang akhir zaman. Adalah berbahaya sekali jika kita sampai tertidur secara rohani, sementara Iblis sedang giat-giatnya melancarkan serangannya (1 Petrus 5:8). Maka saat berdoa diibaratkan kita sedang membangun menara dan kubu pertahanan yang kokoh, sehingga musuh yaitu si Iblis tidak dapat menembusnya; saat kita tekun berdoa Tuhan "...menjadi tempat perlindunganku, menara yang kuat terhadap musuh." (Mazmur 61:4).
Berdoa adalah kunci keberhasilan utusan Tuhan, yaitu doa yang bukan sebatas rutinitas dan kewajiban semata, tapi didasari oleh kerinduan mendalam untuk berjumpa dengan Tuhan dan melibatkan Dia di segala aspek kehidupan kita.
Kelalaian berdoa menjadi faktor utama kegagalan pelayanan kita.
Baca: Mazmur 141:1-10
"Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang." Mazmur 141:2
Alkitab menyatakan: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Ketaatan pun harus dimulai dari perkara-perkara kecil dan sederhana.
Ketaatan dasar yang harus kita bangun agar kita dapat hidup dalam ketaatan di segala aspek adalah hal berdoa. Ada banyak orang Kristen, bahkan tidak sedikit dari mereka yang sudah berstatus pelayan Tuhan, masih saja menganggap remeh dan mengabaikan jam-jam doa. Mereka berpikir bahwa menghadiri ibadah dan terlibat dalam pelayanan itu sudah lebih dari cukup, berdoa seperlunya saja. Benarkah demikian? Nasihat Paulus, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18). Rasul Paulus perlu sekali mengingatkan ini, karena ia paham betul bahwa manusia umumnya memiliki sifat malas, terutama sekali malas untuk berdoa. "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Karena itu kita perlu diperingatkan dengan keras agar kita selalu berjaga-jaga dan berdoa setiap waktu. Artinya kita harus selalu berdoa dengan tiada putus-putusnya, dengan tidak jemu-jemu di segala situasi. Ketahuilah, "Hari sudah jauh malam, telah hampir siang." (Roma 13:12a) dan di depan kita ada banyak sekali tantangan karena kita hidup menjelang akhir zaman. Adalah berbahaya sekali jika kita sampai tertidur secara rohani, sementara Iblis sedang giat-giatnya melancarkan serangannya (1 Petrus 5:8). Maka saat berdoa diibaratkan kita sedang membangun menara dan kubu pertahanan yang kokoh, sehingga musuh yaitu si Iblis tidak dapat menembusnya; saat kita tekun berdoa Tuhan "...menjadi tempat perlindunganku, menara yang kuat terhadap musuh." (Mazmur 61:4).
Berdoa adalah kunci keberhasilan utusan Tuhan, yaitu doa yang bukan sebatas rutinitas dan kewajiban semata, tapi didasari oleh kerinduan mendalam untuk berjumpa dengan Tuhan dan melibatkan Dia di segala aspek kehidupan kita.
Kelalaian berdoa menjadi faktor utama kegagalan pelayanan kita.
Thursday, August 7, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Hidup Dalam Ketaatan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2014
Baca: Lukas 17:7-10
"Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Sebagai seorang utusan kita harus tunduk dan taat kepada orang yang mengutus kita, seperti hamba yang tunduk sepenuhnya kepada tuannya. Ketaatan yang dimaksud adalah ketaatan yang benar-benar murni, tanpa disertai motivasi atau tendensi tertentu; dan apabila kita sudah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan Tuhan jangan pernah merasa bahwa kita ini sudah berjasa kepada Tuhan, sebaliknya kita harus bisa berkata, "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (ayat nas). Sebagai hamba, sesungguhnya kita tidak punya hak lagi atas diri kita sendiri.
Setelah 'ditangkap' oleh Kristus dan dipilih menjadi utusan-Nya, rasul Paulus pun menjadi orang yang memiliki ketaatan secara mutlak, hidupnya sepenuhnya diperhambakan untuk Kristus. "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20). Memiliki hati hamba adalah modal dasar yang harus dimiliki oleh seorang utusan Tuhan. Jika seseorang sudah berhati hamba ia pasti akan melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi di segala situasi. Adakah seorang tuan akan "...berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?" (Lukas 17:9). Tuhan tidak melihat seberapa hebat, pintar, tampan, cantik, gagah dan kuatnya seseorang, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Yang Tuhan ingini dari kita adalah hati yang mau dan rela untuk dibentuk dan dipakai-Nya.
Saat kita hidup dalam ketaatan kita menjadikan Kristus sebagai raja atas kita, mempersilahkan Dia berdaulat dan memerintah penuh di dalam segala aspek kehidupan kita. Tuhan Yesus sendiri tidak hanya mengutus kita, Ia juga telah memberikan teladan hidup dalam hal ketaatan. Melakukan kehendak Bapa adalah makanan-Nya (baca Yohanes 4:34). "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Jika kita tidak taat, bagaimana kita bisa membawa kabar baik kepada orang lain?
Baca: Lukas 17:7-10
"Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Sebagai seorang utusan kita harus tunduk dan taat kepada orang yang mengutus kita, seperti hamba yang tunduk sepenuhnya kepada tuannya. Ketaatan yang dimaksud adalah ketaatan yang benar-benar murni, tanpa disertai motivasi atau tendensi tertentu; dan apabila kita sudah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan Tuhan jangan pernah merasa bahwa kita ini sudah berjasa kepada Tuhan, sebaliknya kita harus bisa berkata, "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (ayat nas). Sebagai hamba, sesungguhnya kita tidak punya hak lagi atas diri kita sendiri.
Setelah 'ditangkap' oleh Kristus dan dipilih menjadi utusan-Nya, rasul Paulus pun menjadi orang yang memiliki ketaatan secara mutlak, hidupnya sepenuhnya diperhambakan untuk Kristus. "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20). Memiliki hati hamba adalah modal dasar yang harus dimiliki oleh seorang utusan Tuhan. Jika seseorang sudah berhati hamba ia pasti akan melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi di segala situasi. Adakah seorang tuan akan "...berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?" (Lukas 17:9). Tuhan tidak melihat seberapa hebat, pintar, tampan, cantik, gagah dan kuatnya seseorang, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Yang Tuhan ingini dari kita adalah hati yang mau dan rela untuk dibentuk dan dipakai-Nya.
Saat kita hidup dalam ketaatan kita menjadikan Kristus sebagai raja atas kita, mempersilahkan Dia berdaulat dan memerintah penuh di dalam segala aspek kehidupan kita. Tuhan Yesus sendiri tidak hanya mengutus kita, Ia juga telah memberikan teladan hidup dalam hal ketaatan. Melakukan kehendak Bapa adalah makanan-Nya (baca Yohanes 4:34). "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8).
Jika kita tidak taat, bagaimana kita bisa membawa kabar baik kepada orang lain?
Wednesday, August 6, 2014
SERI UTUSAN TUHAN: Hidup Dalam Ketaatan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2014
Baca: Yohanes 20:19-23
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Yohanes 20:21b
Sebagaimana Yesus berpesan kepada murid-murid-Nya ketika Ia menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya (ayat nas), pesan itu juga berlaku untuk semua orang percaya. Setiap kita yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, yang telah diselamatkan dan mengalami lahir baru, "...ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17), memiliki sebuah tanggung jawab besar, karena kita menyandang predikat sebagai utusan-utusan Kristus di tengah dunia ini, sama seperti tugas yang diemban oleh malaikat Gabriel, "...melayani Allah dan ... diutus untuk berbicara ... untuk menyampaikan kabar baik ..." (Lukas 1:19).
Menjadi utusan Kristus bukanlah hal yang sembarangan, apalagi di zaman akhir seperti sekarang ini, karena di mana pun berada dan kemana pun pergi kita mempertaruhkan nama Kristus. Oleh karena itu untuk menjadi utusan-utusan Tuhan kita harus benar-benar memenuhi kriteria seperti yang Tuhan inginkan. Kita layak disebut sebagai utusan-Nya jika kita memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan seperti penilaian Tuhan terhadap Daud. "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22).
Seseorang dikatakan memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan apabila ia hidup dalam ketaatan. Ketaatan adalah syarat utama! Banyak orang berusaha untuk hidup taat dalam seluruh aspek kehidupannya, namun mereka seringkali menuai kegagalan. Mengapa? Karena ketaatan itu bisa diibaratkan seperti sebuah pohon: ada ranting, daun, batang dan juga buah, yang kesemuanya itu bersumber pada akar. Akar memiliki peranan yang sangat vital karena sebagai sumber yang membawa makanan ke seluruh bagian pohon. Begitu pula dengan ketaatan, harus dimulai dari akarnya. Akhirnya kita harus memulai ketaatan itu dari hal-hal yang paling mendasar, di mana hal ini akan menjadi 'akar' bagi ketaatan-ketaatan lainnya.
Jika kita taat dalam perkara yang paling mendasar ini kita pasti akan memiliki ketaatan pada seluruh aspek kehidupan kita.
Baca: Yohanes 20:19-23
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Yohanes 20:21b
Sebagaimana Yesus berpesan kepada murid-murid-Nya ketika Ia menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya (ayat nas), pesan itu juga berlaku untuk semua orang percaya. Setiap kita yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, yang telah diselamatkan dan mengalami lahir baru, "...ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17), memiliki sebuah tanggung jawab besar, karena kita menyandang predikat sebagai utusan-utusan Kristus di tengah dunia ini, sama seperti tugas yang diemban oleh malaikat Gabriel, "...melayani Allah dan ... diutus untuk berbicara ... untuk menyampaikan kabar baik ..." (Lukas 1:19).
Menjadi utusan Kristus bukanlah hal yang sembarangan, apalagi di zaman akhir seperti sekarang ini, karena di mana pun berada dan kemana pun pergi kita mempertaruhkan nama Kristus. Oleh karena itu untuk menjadi utusan-utusan Tuhan kita harus benar-benar memenuhi kriteria seperti yang Tuhan inginkan. Kita layak disebut sebagai utusan-Nya jika kita memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan seperti penilaian Tuhan terhadap Daud. "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22).
Seseorang dikatakan memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan apabila ia hidup dalam ketaatan. Ketaatan adalah syarat utama! Banyak orang berusaha untuk hidup taat dalam seluruh aspek kehidupannya, namun mereka seringkali menuai kegagalan. Mengapa? Karena ketaatan itu bisa diibaratkan seperti sebuah pohon: ada ranting, daun, batang dan juga buah, yang kesemuanya itu bersumber pada akar. Akar memiliki peranan yang sangat vital karena sebagai sumber yang membawa makanan ke seluruh bagian pohon. Begitu pula dengan ketaatan, harus dimulai dari akarnya. Akhirnya kita harus memulai ketaatan itu dari hal-hal yang paling mendasar, di mana hal ini akan menjadi 'akar' bagi ketaatan-ketaatan lainnya.
Jika kita taat dalam perkara yang paling mendasar ini kita pasti akan memiliki ketaatan pada seluruh aspek kehidupan kita.
Tuesday, August 5, 2014
MEMBAWA ORANG KEPADA YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2014
Baca: 2 Korintus 5:11-21
"Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus," 2 Korintus 5:20
Allah telah menunjukkan kasih-Nya yang luar biasa kepada dunia dengan memberikan Putera-Nya yaitu Yesus Kristus, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Melalui pengorbanan Kristus di kayu salib inilah kita diperdamaikan dengan Allah. Karena Allah telah mendamaikan kita dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan dosa dan pelanggaran kita, maka Ia pun memberikan tugas dan tanggung jawab kepada setiap kita untuk memberitakan kabar damai ini kepada dunia. Ini sebuah kepercayaan yang tak ternilai harganya; jadi kita ini adalah duta-duta Tuhan di tengah dunia.
Banyak orang Kristen yang tidak menyadari bahwa dirinya menyandang predikat sebagai utusan Kristus. Sebagai utusan Kristus kita memiliki tugas untuk bersaksi tentang Kristus dan karya keselamatan-Nya kepada dunia. Inilah pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada kita yaitu pelayanan pendamaian. Pelayanan pendamaian adalah mengenai bagaimana kita membawa orang lain kepada Tuhan Yesus dan membawa Tuhan Yesus kepada orang lain. Setia hadir di gereja setiap Minggu dan aktif terlibat dalam pelayanan tidak secara otomatis membuat Tuhan Yesus berkata, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia." Namun, melakukan pelayanan pendamaian dengan membawa orang lain mengenal Tuhan Yesus dan menghadirkan Tuhan Yesus dalam kehidupan orang lainlah yang menyenangkan hati Tuhan. Jadi, kita tidak akan mampu menjalankan tugas pelayanan pendamaian ini bila kita sendiri tidak memiliki kehidupan seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Inilah sebabnya Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9).
Keberadaan orang percaya seharusnya demikian, selalu membawa damai bagi orang lain. Membawa damai berarti mengekspresikan karakter kasih Allah. Bukan sebaliknya, menjadi batu sandungan atau membuat orang lain kecewa dan terluka.
Bukti bahwa kita sudah menjalankan tugas pelayanan pendamaian adalah ketika hidup kita menjadi kesaksian bagi banyak orang!
Baca: 2 Korintus 5:11-21
"Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus," 2 Korintus 5:20
Allah telah menunjukkan kasih-Nya yang luar biasa kepada dunia dengan memberikan Putera-Nya yaitu Yesus Kristus, "...supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Melalui pengorbanan Kristus di kayu salib inilah kita diperdamaikan dengan Allah. Karena Allah telah mendamaikan kita dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan dosa dan pelanggaran kita, maka Ia pun memberikan tugas dan tanggung jawab kepada setiap kita untuk memberitakan kabar damai ini kepada dunia. Ini sebuah kepercayaan yang tak ternilai harganya; jadi kita ini adalah duta-duta Tuhan di tengah dunia.
Banyak orang Kristen yang tidak menyadari bahwa dirinya menyandang predikat sebagai utusan Kristus. Sebagai utusan Kristus kita memiliki tugas untuk bersaksi tentang Kristus dan karya keselamatan-Nya kepada dunia. Inilah pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada kita yaitu pelayanan pendamaian. Pelayanan pendamaian adalah mengenai bagaimana kita membawa orang lain kepada Tuhan Yesus dan membawa Tuhan Yesus kepada orang lain. Setia hadir di gereja setiap Minggu dan aktif terlibat dalam pelayanan tidak secara otomatis membuat Tuhan Yesus berkata, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia." Namun, melakukan pelayanan pendamaian dengan membawa orang lain mengenal Tuhan Yesus dan menghadirkan Tuhan Yesus dalam kehidupan orang lainlah yang menyenangkan hati Tuhan. Jadi, kita tidak akan mampu menjalankan tugas pelayanan pendamaian ini bila kita sendiri tidak memiliki kehidupan seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Inilah sebabnya Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9).
Keberadaan orang percaya seharusnya demikian, selalu membawa damai bagi orang lain. Membawa damai berarti mengekspresikan karakter kasih Allah. Bukan sebaliknya, menjadi batu sandungan atau membuat orang lain kecewa dan terluka.
Bukti bahwa kita sudah menjalankan tugas pelayanan pendamaian adalah ketika hidup kita menjadi kesaksian bagi banyak orang!
Monday, August 4, 2014
KIKIR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2014
Baca: Amsal 28:1-28
"Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan." Amsal 28:22
Tuhan menghendaki anak-anakNya mengikuti teladan-Nya, salah satunya adalah dalam hal kemurahan hati. Rugikah kita jika kita senantiasa bermurah hati kepada orang lain? Sama sekali tidak. Sesungguhnya, "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri,..." (Amsal 11:7a).
Banyak orang Kristen yang secara materi berkelimpahan justru sulit sekali menyatakan kemurahan hatinya terhadap orang lain. Sebaliknya mereka justru semakin pelit dan kikir. Tidak mau peduli, bersikap masa bodoh atau sengaja menutup mata serta telinga terhadap rintahan saudara-saudara seiman lain yang hidup miskin dan berkekurangan. Orang yang kikir disebut pula sebagai orang yang tamak yang terikat pada uangnya dan diperhamba oleh uang. Ia tidak berkuasa atas uangnya, tetapi uangnya berkuasa atas dirinya sehingga mengumpulkan uanglah yang menjadi tujuan dan kesenangan hidupnya. Ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan selalu merasa kurang untuk mengumpulkan harta dunia. Tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9). Karena itu orang yang kikir tidak pernah merasa bahagia, sebab apa yang memenuhi hati dan pikirannya hanyalah uang, uang dan uang. Ia berusaha begitu rupa untuk selalu mendapatkan uang, tetapi sulit dan susah hati kalau harus mengeluarkan uang. Untuk diri sendiri dan keluarga saja rasanya sayang mengeluarkan uang, apalagi untuk menabur atau mendukung pekerjaan Tuhan, yang baginya adalah sebuah kerugian besar. Inilah prinsip hidupnya: 'Lebih baik menerima daripada memberi', padahal firman Tuhan menegaskan: "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Apakah kita termasuk orang kikir? Jika jawabannya 'ya', maka tidak ada pilihan lain selain harus segera bertobat, sebab kikir adalah dosa di hadapan Tuhan. Ingat, walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu (baca Lukas 12:15).
Orang kikir tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10).
Baca: Amsal 28:1-28
"Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan." Amsal 28:22
Tuhan menghendaki anak-anakNya mengikuti teladan-Nya, salah satunya adalah dalam hal kemurahan hati. Rugikah kita jika kita senantiasa bermurah hati kepada orang lain? Sama sekali tidak. Sesungguhnya, "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri,..." (Amsal 11:7a).
Banyak orang Kristen yang secara materi berkelimpahan justru sulit sekali menyatakan kemurahan hatinya terhadap orang lain. Sebaliknya mereka justru semakin pelit dan kikir. Tidak mau peduli, bersikap masa bodoh atau sengaja menutup mata serta telinga terhadap rintahan saudara-saudara seiman lain yang hidup miskin dan berkekurangan. Orang yang kikir disebut pula sebagai orang yang tamak yang terikat pada uangnya dan diperhamba oleh uang. Ia tidak berkuasa atas uangnya, tetapi uangnya berkuasa atas dirinya sehingga mengumpulkan uanglah yang menjadi tujuan dan kesenangan hidupnya. Ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan selalu merasa kurang untuk mengumpulkan harta dunia. Tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9). Karena itu orang yang kikir tidak pernah merasa bahagia, sebab apa yang memenuhi hati dan pikirannya hanyalah uang, uang dan uang. Ia berusaha begitu rupa untuk selalu mendapatkan uang, tetapi sulit dan susah hati kalau harus mengeluarkan uang. Untuk diri sendiri dan keluarga saja rasanya sayang mengeluarkan uang, apalagi untuk menabur atau mendukung pekerjaan Tuhan, yang baginya adalah sebuah kerugian besar. Inilah prinsip hidupnya: 'Lebih baik menerima daripada memberi', padahal firman Tuhan menegaskan: "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b).
Apakah kita termasuk orang kikir? Jika jawabannya 'ya', maka tidak ada pilihan lain selain harus segera bertobat, sebab kikir adalah dosa di hadapan Tuhan. Ingat, walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu (baca Lukas 12:15).
Orang kikir tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10).
Sunday, August 3, 2014
KAYA DALAM KEBAJIKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2014
Baca: Yeremia 9:23-24
"...janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya," Yeremia 9:23
Tidak ada ayat dalam Alkitab yang menyebutkan bahwa orang Kristen tidak boleh kaya dan hidup dalam kelimpahan. Justru sebaliknya, Tuhan rindu anak-anakNya memiliki kehidupan yang berhasil dan diberkati, karena untuk itulah Dia datang (baca Yohanes 10:10b). Tuhan rindu memberkati anak-anak-Nya supaya kita menjadi berkat bagi orang lain. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Rasul Paulus sangat percaya hal ini.
Rasul Paulus tidak pernah memerintahkan Timotius untuk berbicara kepada orang kaya supaya mereka meninggalkan kekayaannya dan menjadi orang miskin atau hidup dalam kekurangan atau pas-pasan. Yang dimaksudkan oleh Paulus adalah agar orang-orang kaya, yang secara materi berlebihan, memiliki sikap hati yang benar terhadap kekayaan yang dimilikinya. Paulus berkata kepada Timotius, "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya." (1 Timotius 6:17-19). Jadi, tidak ada alasan bagi orang percaya untuk takut memiliki kekayaan yang berlimpah dan uang yang banyak. Yang patut diwaspadai adalah jangan sampai kita terjerat cinta uang dan kemudian hati kita melekat kepada kekayaan tersebut. "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh;" (Amsal 11:28).
Dengan kekayaan yang ada kita memiliki kesempatan yang luas untuk berbuat kebajikan, suka memberi dan membagi, serta memuliakan Tuhan dengan harta yang kita miliki ini.
Jangan sampai kita seperti orang muda yang kaya, yang lebih mencintai kekayaan daripada mengasihi Tuhan, sehingga keberatan ketika diperintahkan Tuhan untuk berbagi dengan orang-orang yang berkekurangan (baca Matius 19:21-22).
Baca: Yeremia 9:23-24
"...janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya," Yeremia 9:23
Tidak ada ayat dalam Alkitab yang menyebutkan bahwa orang Kristen tidak boleh kaya dan hidup dalam kelimpahan. Justru sebaliknya, Tuhan rindu anak-anakNya memiliki kehidupan yang berhasil dan diberkati, karena untuk itulah Dia datang (baca Yohanes 10:10b). Tuhan rindu memberkati anak-anak-Nya supaya kita menjadi berkat bagi orang lain. "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19). Rasul Paulus sangat percaya hal ini.
Rasul Paulus tidak pernah memerintahkan Timotius untuk berbicara kepada orang kaya supaya mereka meninggalkan kekayaannya dan menjadi orang miskin atau hidup dalam kekurangan atau pas-pasan. Yang dimaksudkan oleh Paulus adalah agar orang-orang kaya, yang secara materi berlebihan, memiliki sikap hati yang benar terhadap kekayaan yang dimilikinya. Paulus berkata kepada Timotius, "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya." (1 Timotius 6:17-19). Jadi, tidak ada alasan bagi orang percaya untuk takut memiliki kekayaan yang berlimpah dan uang yang banyak. Yang patut diwaspadai adalah jangan sampai kita terjerat cinta uang dan kemudian hati kita melekat kepada kekayaan tersebut. "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh;" (Amsal 11:28).
Dengan kekayaan yang ada kita memiliki kesempatan yang luas untuk berbuat kebajikan, suka memberi dan membagi, serta memuliakan Tuhan dengan harta yang kita miliki ini.
Jangan sampai kita seperti orang muda yang kaya, yang lebih mencintai kekayaan daripada mengasihi Tuhan, sehingga keberatan ketika diperintahkan Tuhan untuk berbagi dengan orang-orang yang berkekurangan (baca Matius 19:21-22).
Saturday, August 2, 2014
MILIKILAH RASA CUKUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2014
Baca: Ibrani 13:5-8
"Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Ibrani 13:5
Uang tidaklah jahat, tapi cinta terhadap uanglah yang jahat. Karena cinta uang banyak orang menjadi 'gelap mata' dan menyimpang dari kebenaran. Mereka rela melakukan apa saja demi uang, bahkan berani menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, tidak peduli apakah itu mengorbankan orang lain atau melanggar hukum.
Memang harus diakui bahwa uang itu penting bagi kehidupan kita, tapi uang bukanlah segala-galanya karena banyak hal di dalam kehidupan ini yang tidak dapat diukur, dibeli dan digantikan oleh uang. Apakah uang bisa membeli sukacita, bahagia, ketenangan, apalagi keselamatan jiwa? Tentu tidak! Salomo, yang meskipun memiliki kekayaan yang melimpah, bahkan dikatakan bahwa "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23), mengakui bahwa berlimpahnya materi ternyata tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Salomo berkata, "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Ketidakpuasan ini bersumber dari cinta uang dan hati yang terfokus pada kekayaan semata. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Karena cinta uang dan hati yang melekat kepada kekayaan, seseorang tidak pernah merasa cukup, sebaliknya selalu merasa kurang dan kurang. Sebanyak apa pun uang dan kekayaan yang dimiliki tidak serta merta membuat orang merasa puas dan cukup.
Rasa puas dan rasa cukup berbicara soal hati. Bila hati kita dipenuhi ucapan syukur maka di segala keadaan kita pasti bisa berkata cukup. Cukup tidak berarti kita berhenti bekerja dan berusaha, malah berpuas diri. Kita bisa berkata cukup bila kita melihat dan menikmati apa yang telah kita terima dan dapatkan, bukan pada apa yang belum kita peroleh. Rasul Paulus menasihati kita, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Baca: Ibrani 13:5-8
"Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Ibrani 13:5
Uang tidaklah jahat, tapi cinta terhadap uanglah yang jahat. Karena cinta uang banyak orang menjadi 'gelap mata' dan menyimpang dari kebenaran. Mereka rela melakukan apa saja demi uang, bahkan berani menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, tidak peduli apakah itu mengorbankan orang lain atau melanggar hukum.
Memang harus diakui bahwa uang itu penting bagi kehidupan kita, tapi uang bukanlah segala-galanya karena banyak hal di dalam kehidupan ini yang tidak dapat diukur, dibeli dan digantikan oleh uang. Apakah uang bisa membeli sukacita, bahagia, ketenangan, apalagi keselamatan jiwa? Tentu tidak! Salomo, yang meskipun memiliki kekayaan yang melimpah, bahkan dikatakan bahwa "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja-Raja 10:23), mengakui bahwa berlimpahnya materi ternyata tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Salomo berkata, "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9). Ketidakpuasan ini bersumber dari cinta uang dan hati yang terfokus pada kekayaan semata. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Karena cinta uang dan hati yang melekat kepada kekayaan, seseorang tidak pernah merasa cukup, sebaliknya selalu merasa kurang dan kurang. Sebanyak apa pun uang dan kekayaan yang dimiliki tidak serta merta membuat orang merasa puas dan cukup.
Rasa puas dan rasa cukup berbicara soal hati. Bila hati kita dipenuhi ucapan syukur maka di segala keadaan kita pasti bisa berkata cukup. Cukup tidak berarti kita berhenti bekerja dan berusaha, malah berpuas diri. Kita bisa berkata cukup bila kita melihat dan menikmati apa yang telah kita terima dan dapatkan, bukan pada apa yang belum kita peroleh. Rasul Paulus menasihati kita, "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Lukas 12:15
Friday, August 1, 2014
UANG: Penting Namun Berbahaya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Agustus 2014
Baca: 2 Timotius 3:1-9
"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang." 2 Timotius 3:2a
Rasul Paulus mengingatkan Timotius sebuah fenomena yang terjadi di akhir zaman ini yaitu manusia akan mencintai dirinya sendiri, berfokus pada diri sendiri, tidak peduli terhadap orang lain dan menjadi hamba uang. Artinya kini banyak orang diperbudak oleh uang. Mereka menempatkan uang sebagai segala-galanya dalam hidup ini. Bangun tidur yang dipikirkan uang, sepanjang hari yang diburu uang, rencana bagaimana untuk mendapatkan uang di esok hari. Ada pepatah Tiongkok kuno yang mengatakan: 'Uang bukan segalanya, tetapi tanpa uang manusia tidak dapat berbuat apa-apa.'
Harus kita akui bahwa uang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab tidak ada satu pun kegiatan hidup manusia di bawah kolong langit dan di atas bumi ini, baik itu dalam kehidupan sehari-hari sampai kepada kegiatan yang bersifat kerohanian (pelayanan atau gereja), yang tidak memerlukan uang. Semisal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar sehari-hari saja kita membutuhkan uang yang tidak sedikit. Belum lagi jika kita menginginkan suatu kehidupan yang lebih layak lagi: sekolah yang berkualitas, les/kursus, transportasi, sarana untuk berolahraga, tidak sedikit biaya yang harus kita keluarkan. Tak terkecuali untuk melaksanakan tugas panggilan dalam pelayanan: para hamba Tuhan yang bekerja di ladang-Nya, gereja, misi penginjilan melalui media cetak ataupun elektronik, semuanya juga membutuhkan dana yang banyak.
Sejauh uang menjadi alat atau sarana menopang kegiatan hidup tidak akan menimbulkan masalah. Namun menjadi masalah jika uang sudah mempengaruhi prinsip dan gaya hidup tiap-tiap pribadi dan juga gereja. Uang akan menimbulkan polemik bila kita cinta uang dan diperhamba olehnya. Alkitab memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi hamba uang..." (Ibrani 13:5), karena "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10).
Uang memang penting, tapi akan sangat berbahaya jika kita menjadi hamba uang dan cinta uang!
Baca: 2 Timotius 3:1-9
"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang." 2 Timotius 3:2a
Rasul Paulus mengingatkan Timotius sebuah fenomena yang terjadi di akhir zaman ini yaitu manusia akan mencintai dirinya sendiri, berfokus pada diri sendiri, tidak peduli terhadap orang lain dan menjadi hamba uang. Artinya kini banyak orang diperbudak oleh uang. Mereka menempatkan uang sebagai segala-galanya dalam hidup ini. Bangun tidur yang dipikirkan uang, sepanjang hari yang diburu uang, rencana bagaimana untuk mendapatkan uang di esok hari. Ada pepatah Tiongkok kuno yang mengatakan: 'Uang bukan segalanya, tetapi tanpa uang manusia tidak dapat berbuat apa-apa.'
Harus kita akui bahwa uang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab tidak ada satu pun kegiatan hidup manusia di bawah kolong langit dan di atas bumi ini, baik itu dalam kehidupan sehari-hari sampai kepada kegiatan yang bersifat kerohanian (pelayanan atau gereja), yang tidak memerlukan uang. Semisal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar sehari-hari saja kita membutuhkan uang yang tidak sedikit. Belum lagi jika kita menginginkan suatu kehidupan yang lebih layak lagi: sekolah yang berkualitas, les/kursus, transportasi, sarana untuk berolahraga, tidak sedikit biaya yang harus kita keluarkan. Tak terkecuali untuk melaksanakan tugas panggilan dalam pelayanan: para hamba Tuhan yang bekerja di ladang-Nya, gereja, misi penginjilan melalui media cetak ataupun elektronik, semuanya juga membutuhkan dana yang banyak.
Sejauh uang menjadi alat atau sarana menopang kegiatan hidup tidak akan menimbulkan masalah. Namun menjadi masalah jika uang sudah mempengaruhi prinsip dan gaya hidup tiap-tiap pribadi dan juga gereja. Uang akan menimbulkan polemik bila kita cinta uang dan diperhamba olehnya. Alkitab memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi hamba uang..." (Ibrani 13:5), karena "...akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10).
Uang memang penting, tapi akan sangat berbahaya jika kita menjadi hamba uang dan cinta uang!
Thursday, July 31, 2014
MENCAPAI GARIS AKHIR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2014
Baca: Ibrani 3:7-19
"Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." Ibrani 3:14
Masih terlihat banyak orang Kristen yang bersikap santai dan tidak menunjukkan kesungguhannya dalam mengiring Tuhan, padahal tahu bahwa hari-hari ini adalah jahat, kita diingatkan: "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," (Efesus 5:15).
Mengapa kita harus memperhatikan hidup dengan saksama? Karena "...Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Iblis tidak pernah senang melihat orang percaya bekerja untuk Tuhan dan menyelesaikan tugas itu dengan baik. Ketika kita sedang menyelesaikan tugas yang dipercayakan Tuhan ini Iblis selalu berusaha menghalangi dan menginterupsi kita dengan berbagai hambatan supaya kita tidak dapat bertahan dan akhirnya menyerah. Sikap yang harus kita kembangkan menghadapi situasi yang demikian adalah selalu berjaga-jaga dan berdoa, "...supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok dan nanti, bahkan menit demi menit di depan tak seorang pun tahu. Oleh karena itu jangan pernah merasa kuat! "... siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Jadi kita harus tetap fokus dan mengarahkan pandangan kepada Tuhan supaya segala perkara yang ada di dunia ini tidak membelokkan arah langkah kita. Ada banyak hal yang membuat orang tidak dapat memelihara iman dan mencapai garis akhir dengan baik: cinta uang, lebih mengasihi harta kekayaan, tergiur jabatan dan popularitas, serta disibukkan oleh perkara-perkara duniawi lainnya sehingga mereka rela meninggalkan Tuhan dan mengorbankan keselamatan yang telah diterimanya.
Mari kita semakin giat bekerja untuk Tuhan selagi hari masih siang, karena jika malam sudah datang, kita tidak lagi dapat bekerja!
"Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir." Lukas 13:30
Baca: Ibrani 3:7-19
"Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." Ibrani 3:14
Masih terlihat banyak orang Kristen yang bersikap santai dan tidak menunjukkan kesungguhannya dalam mengiring Tuhan, padahal tahu bahwa hari-hari ini adalah jahat, kita diingatkan: "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," (Efesus 5:15).
Mengapa kita harus memperhatikan hidup dengan saksama? Karena "...Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Iblis tidak pernah senang melihat orang percaya bekerja untuk Tuhan dan menyelesaikan tugas itu dengan baik. Ketika kita sedang menyelesaikan tugas yang dipercayakan Tuhan ini Iblis selalu berusaha menghalangi dan menginterupsi kita dengan berbagai hambatan supaya kita tidak dapat bertahan dan akhirnya menyerah. Sikap yang harus kita kembangkan menghadapi situasi yang demikian adalah selalu berjaga-jaga dan berdoa, "...supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok dan nanti, bahkan menit demi menit di depan tak seorang pun tahu. Oleh karena itu jangan pernah merasa kuat! "... siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Jadi kita harus tetap fokus dan mengarahkan pandangan kepada Tuhan supaya segala perkara yang ada di dunia ini tidak membelokkan arah langkah kita. Ada banyak hal yang membuat orang tidak dapat memelihara iman dan mencapai garis akhir dengan baik: cinta uang, lebih mengasihi harta kekayaan, tergiur jabatan dan popularitas, serta disibukkan oleh perkara-perkara duniawi lainnya sehingga mereka rela meninggalkan Tuhan dan mengorbankan keselamatan yang telah diterimanya.
Mari kita semakin giat bekerja untuk Tuhan selagi hari masih siang, karena jika malam sudah datang, kita tidak lagi dapat bekerja!
"Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir." Lukas 13:30
Wednesday, July 30, 2014
MENCAPAI GARIS AKHIR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2014
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." 2 Timotius 4:7
Saat ini kita hidup di penghujung zaman, di mana tanda-tanda kedatangan Tuhan kali kedua sudah tampak nyata dan akan segera di genapi. Langit dan bumi akan segera berlalu dan Tuhan akan datang menjemput umatNya. "Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir." (1 Yohanes 2:18). Mampukah kita bertahan sampai garis akhir? Ataukah kita akan berhenti di tengah jalan dan kemudian menyerah? "Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup." (Ibrani 10:39). Setiap orang percaya pasti mencapai garis akhir asalkan dapat menyelesaikan setiap tugas yang Tuhan percayakan dengan baik.
Alkitab menyatakan waktunya sudah teramat singkat. Di waktu yang singkat ini apakah kita lebih baik tidak usah bekerja sampai menunggu Tuhan datang menjemput kita? Atau sebaliknya, lebih giat lagi bekerja karena waktu yang tersedia tinggal sedikit saja? Justru di waktu yang sangat singkat ini kita harus mempergunakan kesempatan secara maksimal dan mempersiapkan diri: memperbaiki yang tidak benar dengan meninggalkan segala kefasikan, dan semakin berapi-api melayani Tuhan hingga mencapai "...kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala." (Efesus 4:13-15).
Waktu yang sisa ini hendaknya kita gunakan sebaik mungkin, dengan demikian kapan pun Tuhan datang kita sudah dalam keadaan siap sedia. Rasul Paulus penuh keyakinan menantikan mahkota yang telah disediakan baginya karena ia telah menyelesaikan pertandingannya dengan baik.
Mahkota disediakan Tuhan bagi setiap orang percaya yang dapat menyelesaikan tugas sampai garis akhir.
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." 2 Timotius 4:7
Saat ini kita hidup di penghujung zaman, di mana tanda-tanda kedatangan Tuhan kali kedua sudah tampak nyata dan akan segera di genapi. Langit dan bumi akan segera berlalu dan Tuhan akan datang menjemput umatNya. "Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir." (1 Yohanes 2:18). Mampukah kita bertahan sampai garis akhir? Ataukah kita akan berhenti di tengah jalan dan kemudian menyerah? "Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup." (Ibrani 10:39). Setiap orang percaya pasti mencapai garis akhir asalkan dapat menyelesaikan setiap tugas yang Tuhan percayakan dengan baik.
Alkitab menyatakan waktunya sudah teramat singkat. Di waktu yang singkat ini apakah kita lebih baik tidak usah bekerja sampai menunggu Tuhan datang menjemput kita? Atau sebaliknya, lebih giat lagi bekerja karena waktu yang tersedia tinggal sedikit saja? Justru di waktu yang sangat singkat ini kita harus mempergunakan kesempatan secara maksimal dan mempersiapkan diri: memperbaiki yang tidak benar dengan meninggalkan segala kefasikan, dan semakin berapi-api melayani Tuhan hingga mencapai "...kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala." (Efesus 4:13-15).
Waktu yang sisa ini hendaknya kita gunakan sebaik mungkin, dengan demikian kapan pun Tuhan datang kita sudah dalam keadaan siap sedia. Rasul Paulus penuh keyakinan menantikan mahkota yang telah disediakan baginya karena ia telah menyelesaikan pertandingannya dengan baik.
Mahkota disediakan Tuhan bagi setiap orang percaya yang dapat menyelesaikan tugas sampai garis akhir.
Tuesday, July 29, 2014
MEMBAYAR HUTANG KASIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juli 2014
Baca: Roma 8:12-17
"Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging." Roma 8:12
Sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang berhutang kepada Tuhan. Hutang yang dimaksud bukan dalam pengertian daging, tetapi kita berhutang kepada Roh yaitu supaya kita hidup oleh Roh. "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13). Apabila kita tidak mengasihi sesama, kita dikatakan telah berhutang kepada sesama. Begitu pula bila kita tidak mengasihi Tuhan dengan sungguh, maka sesungguhnya kita adalah orang yang berhutang kepada Tuhan.
Dahulu kita adalah orang berdosa, berarti kita berhutang kepada dosa, sehingga kita harus menjadi hamba dosa. Namun sekarang, kita "...telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18), oleh sebab Kristus telah lunas membayar surat hutang dosa kita di kayu salib, bukan dengan emas atau perak, tetapi dengan darahNya sendiri (baca 1 Petrus 1:18-19). Rasul Paulus menulis: "dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka." (Kolose 2:14, 15).
Jadi sekarang, bagaimana caranya kita membayar hutang itu? Yaitu dengan cara mengasihi sesama kita sama seperti kita mengasihi Tuhan. Mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan secara mata jasmani tidak mungkin dapat kita lakukan, namun dapat kita lakukan dengan cara beribadah kepadaNya dengan sungguh dan mengasihi sesama kita. "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20). Jadi mengasihi sesama adalah bukti bahwa kita ini berasal dari Allah dan mengenal Allah.
"... semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." Yohanes 13:35
Baca: Roma 8:12-17
"Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging." Roma 8:12
Sebagai orang percaya kita adalah orang-orang yang berhutang kepada Tuhan. Hutang yang dimaksud bukan dalam pengertian daging, tetapi kita berhutang kepada Roh yaitu supaya kita hidup oleh Roh. "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13). Apabila kita tidak mengasihi sesama, kita dikatakan telah berhutang kepada sesama. Begitu pula bila kita tidak mengasihi Tuhan dengan sungguh, maka sesungguhnya kita adalah orang yang berhutang kepada Tuhan.
Dahulu kita adalah orang berdosa, berarti kita berhutang kepada dosa, sehingga kita harus menjadi hamba dosa. Namun sekarang, kita "...telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18), oleh sebab Kristus telah lunas membayar surat hutang dosa kita di kayu salib, bukan dengan emas atau perak, tetapi dengan darahNya sendiri (baca 1 Petrus 1:18-19). Rasul Paulus menulis: "dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka." (Kolose 2:14, 15).
Jadi sekarang, bagaimana caranya kita membayar hutang itu? Yaitu dengan cara mengasihi sesama kita sama seperti kita mengasihi Tuhan. Mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan secara mata jasmani tidak mungkin dapat kita lakukan, namun dapat kita lakukan dengan cara beribadah kepadaNya dengan sungguh dan mengasihi sesama kita. "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20). Jadi mengasihi sesama adalah bukti bahwa kita ini berasal dari Allah dan mengenal Allah.
"... semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." Yohanes 13:35
Monday, July 28, 2014
PEMBALASAN: Hak Mutlak Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juli 2014
Baca: Roma 12:14-21
"...janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan." Roma 12:19
Bagi orang yang menaruh dendam atau niat pembalasan terhadap orang lain, di dalam hatinya tidak ada hal-hal yang positif, melainkan hanya rancangan-rancangan jahat. Saul menyimpan kebencian dan dendam kepada Daud oleh karena banyak orang mengelu-elukan Daud: "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Samuel 18:17). Karena hati Saul dipenuhi oleh rasa dendam, maka ekspresi yang keluar pun hal-hal negatif semata, baik itu melalui perkataan dan juga perbuatan. Pembalasan dendam hanya akan menciptakan penderitaan batin si pelaku.
Yusuf adalah contoh orang yang sanggup mengasihi dan mengampuni musuhnya. Meski dianiaya dan dibuat menderita oleh saudara-asaudaranya Yusuf tidak menyimpan dendam sedikit pun, tapi ia malah menunjukkan kasih dan kemurahannya. "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." (Kejadian 50:20-21).
Kita tidak diperkenan membalas dendam kepada musuh karena pembalasan adalah hak mutlak Tuhan. Barangsiapa berusaha membalas dendam kepada orang lain berarti ia telah mencuri hak mutlak milik Tuhan. Pembalasan itu bukan hak kita, melainkan milik Tuhan sendiri. Yang menjadi bagian kita adalah mengijinkan Tuhan untuk menangani orang lain. Biarlah Tuhan sendiri yang bertindak karena Ia punya cara dan waktu sendiri untuk menangani masalah yang terjadi. Yang harus dilakukan adalah ini: "...jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya." (Roma 12:20). Jadi cara tepat dalam memperlakukan musuh adalah menunjukkan kasih dan kemurahan kepadanya. "...kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21).
Mengasihi, bermurah hati dan mengampuni musuh adalah bagian kita; bagian Tuhan adalah menyelesaikan dengan cara dan waktuNya sendiri.
Baca: Roma 12:14-21
"...janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan." Roma 12:19
Bagi orang yang menaruh dendam atau niat pembalasan terhadap orang lain, di dalam hatinya tidak ada hal-hal yang positif, melainkan hanya rancangan-rancangan jahat. Saul menyimpan kebencian dan dendam kepada Daud oleh karena banyak orang mengelu-elukan Daud: "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." (1 Samuel 18:17). Karena hati Saul dipenuhi oleh rasa dendam, maka ekspresi yang keluar pun hal-hal negatif semata, baik itu melalui perkataan dan juga perbuatan. Pembalasan dendam hanya akan menciptakan penderitaan batin si pelaku.
Yusuf adalah contoh orang yang sanggup mengasihi dan mengampuni musuhnya. Meski dianiaya dan dibuat menderita oleh saudara-asaudaranya Yusuf tidak menyimpan dendam sedikit pun, tapi ia malah menunjukkan kasih dan kemurahannya. "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." (Kejadian 50:20-21).
Kita tidak diperkenan membalas dendam kepada musuh karena pembalasan adalah hak mutlak Tuhan. Barangsiapa berusaha membalas dendam kepada orang lain berarti ia telah mencuri hak mutlak milik Tuhan. Pembalasan itu bukan hak kita, melainkan milik Tuhan sendiri. Yang menjadi bagian kita adalah mengijinkan Tuhan untuk menangani orang lain. Biarlah Tuhan sendiri yang bertindak karena Ia punya cara dan waktu sendiri untuk menangani masalah yang terjadi. Yang harus dilakukan adalah ini: "...jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya." (Roma 12:20). Jadi cara tepat dalam memperlakukan musuh adalah menunjukkan kasih dan kemurahan kepadanya. "...kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21).
Mengasihi, bermurah hati dan mengampuni musuh adalah bagian kita; bagian Tuhan adalah menyelesaikan dengan cara dan waktuNya sendiri.
Sunday, July 27, 2014
JANGAN MEMBALAS DENDAM
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juli 2014
Baca: Roma 12:14-21
"Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!" Roma 12:14
Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain di tengah-tengah hiruk pikuk dunia ini. Kita pasti membutuhkan orang lain untuk saling bekerjasama dalam segala hal. Namun dalam membangun hubungan dengan orang lain acapkali kita dihadapkan pada banyak kendala atau masalah. Mengapa demikian? Karena setiap orang memiliki latar belakang dan kepribadian yang berbeda-beda satu sama lain sehingga otomatis masing-masing punya kehendak, keinginan, ide dan pendapat yang berbeda pula. Akibatnya perselisihan, ketegangan, kebencian, marah, selisih paham, kesal, jengkel, sakit hati seringkali timbul dan hal itu berujung kepada permusuhan. Banyak sekali kasus kejahatan terjadi karena dipicu permusuhan antarindividu, dan biasanya orang yang bermusuhan akan mencari cara untuk membalaskan dendamnya.
Bagaimana sikap orang Kristen dalam menghadapi situasi yang demikian? Bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang telah berbuat salah, menyakiti, melukai dan memusuhi kita? Haruskah kita menganggap mereka sebagai musuh bebuyutan yang sewaktu-waktu harus kita beri pelajaran dengan memperlakukannya dengan tidak baik? Prinsip yang dilakukan oleh orang-orang dunia terhadap musuh adalah memperlakukan musuh sebagaimana ia sudah diperlakukan, artinya ia akan berusaha membalas setimpal dengan perbuatan mereka, bahkan akan berlaku pembalasan lebih kejam daripada perbuatan. Jadi cara yang salah dalam memperlakukan orang lain yang kita anggap sebagai musuh adalah membalas dendam. Sebagai orang percaya kita tidak diperbolehkan berlaku demikian. Sikap atau pikiran untuk membalas dendam kepada orang lain sedikit pun tidak boleh berada di benak dan di dalam praktek hidup kita.
Mengapa tidak boleh membalas dendam? Ada tertulis: "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan;" (Roma 12:17). Tuhan melarang kita untuk membalas kejahatan dengan kejahatan. Ini adalah perintah Tuhan yang harus kita taati. Jika ada orang lain yang berbuat jahat kepada kita, lalu kita pun secepat kilat merancang kejahatan dan berusaha balas dendam, kita telah melanggar firman Tuhan!
Tuhan melarang kita untuk melakukan balas dendam!
Baca: Roma 12:14-21
"Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!" Roma 12:14
Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain di tengah-tengah hiruk pikuk dunia ini. Kita pasti membutuhkan orang lain untuk saling bekerjasama dalam segala hal. Namun dalam membangun hubungan dengan orang lain acapkali kita dihadapkan pada banyak kendala atau masalah. Mengapa demikian? Karena setiap orang memiliki latar belakang dan kepribadian yang berbeda-beda satu sama lain sehingga otomatis masing-masing punya kehendak, keinginan, ide dan pendapat yang berbeda pula. Akibatnya perselisihan, ketegangan, kebencian, marah, selisih paham, kesal, jengkel, sakit hati seringkali timbul dan hal itu berujung kepada permusuhan. Banyak sekali kasus kejahatan terjadi karena dipicu permusuhan antarindividu, dan biasanya orang yang bermusuhan akan mencari cara untuk membalaskan dendamnya.
Bagaimana sikap orang Kristen dalam menghadapi situasi yang demikian? Bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang telah berbuat salah, menyakiti, melukai dan memusuhi kita? Haruskah kita menganggap mereka sebagai musuh bebuyutan yang sewaktu-waktu harus kita beri pelajaran dengan memperlakukannya dengan tidak baik? Prinsip yang dilakukan oleh orang-orang dunia terhadap musuh adalah memperlakukan musuh sebagaimana ia sudah diperlakukan, artinya ia akan berusaha membalas setimpal dengan perbuatan mereka, bahkan akan berlaku pembalasan lebih kejam daripada perbuatan. Jadi cara yang salah dalam memperlakukan orang lain yang kita anggap sebagai musuh adalah membalas dendam. Sebagai orang percaya kita tidak diperbolehkan berlaku demikian. Sikap atau pikiran untuk membalas dendam kepada orang lain sedikit pun tidak boleh berada di benak dan di dalam praktek hidup kita.
Mengapa tidak boleh membalas dendam? Ada tertulis: "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan;" (Roma 12:17). Tuhan melarang kita untuk membalas kejahatan dengan kejahatan. Ini adalah perintah Tuhan yang harus kita taati. Jika ada orang lain yang berbuat jahat kepada kita, lalu kita pun secepat kilat merancang kejahatan dan berusaha balas dendam, kita telah melanggar firman Tuhan!
Tuhan melarang kita untuk melakukan balas dendam!
Saturday, July 26, 2014
HATI YANG PATAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2014
Baca: Mazmur 34:1-23
"TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." Mazmur 34:19
Penulis seringkali mendapat 'curhat' dari anak-anak muda Kristen yang sedang mengalami masalah. Umumnya masalah yang mereka hadapi sama yaitu perihal putus cinta, diduakan cintanya atau diselingkuhi pacar, ditolak pacar, status hubungan yang tidak jelas dan sebagainya. Kebanyakan dari mereka patah hati, sakit hati, terluka, kecewa, sedih berlarut-larut, mengurung diri di kamar berhari-hari, sulit melupakan pacar karena sudah terlanjur sayang. Ini membawa dampak yang sangat buruk: tidak konsentrasi belajar, nilai-nilai di sekolah terjun bebas, kuliah berantakan dan aktivitas-aktivitas lain pun menjadi terganggu termasuk dalam hal kerohanian. Rata-rata dari mereka berkata, "Hidupku tidak ada artinya lagi. Tuhan tidak sayang padaku." Galau meliputi hati mereka!
Banyak para pemuda yang menempuh berbagai cara untuk melupakan rasa sakit hatinya. Sayang, sedikit dari mereka yang menempuh jalan yang benar, kebanyakan justru melakukan tindakan-tindakan yang negatif. Ada yang menumpahkan segala kekesalan hati melalui twitter/facebook dengan kata-kata yang kasar dan kurang pantas. Bahkan banyak pula yang malah lari kepada rokok, mabuk-mabukan, 'dugem', bahkan ada yang sampai mengkonsumsi obat-obat terlarang.
Haruskah anak-anak muda Kristen mengikuti cara-cara yang salah seperti yang ditempuh oleh anak-anak dunia dalam mengatasi luka-luka hatinya? Masalah yang ada tidak seharusnya membuat kita give up dan kian terpuruk. Seburuk apa pun situasinya, kita harus tetap move on! Bagaimana caranya? Mendekatkanlah kepada Tuhan melalui doa dan sediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firmanNya. Ayat nas menyatakan bahwa Tuhan itu sangat dekat dengan orang-orang yang patah hati. Artinya Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita sendirian melewati pergumulan yang berat itu; Dia mengerti dan mempedulikan kita. Oleh karena itu jangan terfokus pada masalah yang ada, tapi arahkan mata kepada Tuhan.
"TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya." Nahum 1:7
Baca: Mazmur 34:1-23
"TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." Mazmur 34:19
Penulis seringkali mendapat 'curhat' dari anak-anak muda Kristen yang sedang mengalami masalah. Umumnya masalah yang mereka hadapi sama yaitu perihal putus cinta, diduakan cintanya atau diselingkuhi pacar, ditolak pacar, status hubungan yang tidak jelas dan sebagainya. Kebanyakan dari mereka patah hati, sakit hati, terluka, kecewa, sedih berlarut-larut, mengurung diri di kamar berhari-hari, sulit melupakan pacar karena sudah terlanjur sayang. Ini membawa dampak yang sangat buruk: tidak konsentrasi belajar, nilai-nilai di sekolah terjun bebas, kuliah berantakan dan aktivitas-aktivitas lain pun menjadi terganggu termasuk dalam hal kerohanian. Rata-rata dari mereka berkata, "Hidupku tidak ada artinya lagi. Tuhan tidak sayang padaku." Galau meliputi hati mereka!
Banyak para pemuda yang menempuh berbagai cara untuk melupakan rasa sakit hatinya. Sayang, sedikit dari mereka yang menempuh jalan yang benar, kebanyakan justru melakukan tindakan-tindakan yang negatif. Ada yang menumpahkan segala kekesalan hati melalui twitter/facebook dengan kata-kata yang kasar dan kurang pantas. Bahkan banyak pula yang malah lari kepada rokok, mabuk-mabukan, 'dugem', bahkan ada yang sampai mengkonsumsi obat-obat terlarang.
Haruskah anak-anak muda Kristen mengikuti cara-cara yang salah seperti yang ditempuh oleh anak-anak dunia dalam mengatasi luka-luka hatinya? Masalah yang ada tidak seharusnya membuat kita give up dan kian terpuruk. Seburuk apa pun situasinya, kita harus tetap move on! Bagaimana caranya? Mendekatkanlah kepada Tuhan melalui doa dan sediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firmanNya. Ayat nas menyatakan bahwa Tuhan itu sangat dekat dengan orang-orang yang patah hati. Artinya Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita sendirian melewati pergumulan yang berat itu; Dia mengerti dan mempedulikan kita. Oleh karena itu jangan terfokus pada masalah yang ada, tapi arahkan mata kepada Tuhan.
"TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya." Nahum 1:7
Friday, July 25, 2014
MASALAH BERAT: Pasti Ada Hikmahnya (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2014
Baca: Roma 5:1-11
"...bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan." Roma 5:3-4
Setiap masalah yang terjadi pasti ada sisi positifnya. Tidak ada masalah yang terlalu besar yang tidak dapat terselesaikan karena kita tidak sendirian menghadapinya, ada Tuhan di pihak kita. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Kita harus berkeyakinan bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Oleh karena itu hadapilah setiap masalah dengan iman.
Melalui masalah, kita diajar untuk memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan. Acapkali ketika segala sesuatu berjalan dengan baik dan lancar kita melupakan Tuhan, cenderung mengandalkan kekuatan sendiri, jam-jam doa kita abaikan, ibadah pun kita anggap sebagai kebiasaan dan rutinitas belaka. FirmanNya mengingatkan, "...janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak," (Amsal 3:5, 7). Masalah adalah sarana yang dipakai Tuhan untuk menarik kita semakin mendekat kepadaNya, belajar berjalan bersama Dia dan melibatkan Dia di segala aspek kehidupan sehingga kita dapat membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan setiap saat. Akhirnya pemazmur pun mengakui, "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:67, 71). Tuhan juga memakai masalah sebagai alat uji ketekunan dan kesabaran kita, karena biasanya saat masalah datang kita semakin ogah-ogahan mencari Tuhan dan berusaha mencari solusi sendiri di luar Tuhan, bukannya makin bertekun mencariNya. Kita pun tidak sabar menunggu waktu Tuhan. Namun Yakobus menasihati, "...ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." (Yakobus 1:3).
Bagi bangsa Israel, perjalanan mereka di padang gurun justru memberi mereka banyak kesempatan untuk melihat dan mengalami mujizat serta kuasa Tuhan.
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Baca: Roma 5:1-11
"...bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan." Roma 5:3-4
Setiap masalah yang terjadi pasti ada sisi positifnya. Tidak ada masalah yang terlalu besar yang tidak dapat terselesaikan karena kita tidak sendirian menghadapinya, ada Tuhan di pihak kita. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Kita harus berkeyakinan bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Oleh karena itu hadapilah setiap masalah dengan iman.
Melalui masalah, kita diajar untuk memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan. Acapkali ketika segala sesuatu berjalan dengan baik dan lancar kita melupakan Tuhan, cenderung mengandalkan kekuatan sendiri, jam-jam doa kita abaikan, ibadah pun kita anggap sebagai kebiasaan dan rutinitas belaka. FirmanNya mengingatkan, "...janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak," (Amsal 3:5, 7). Masalah adalah sarana yang dipakai Tuhan untuk menarik kita semakin mendekat kepadaNya, belajar berjalan bersama Dia dan melibatkan Dia di segala aspek kehidupan sehingga kita dapat membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan setiap saat. Akhirnya pemazmur pun mengakui, "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:67, 71). Tuhan juga memakai masalah sebagai alat uji ketekunan dan kesabaran kita, karena biasanya saat masalah datang kita semakin ogah-ogahan mencari Tuhan dan berusaha mencari solusi sendiri di luar Tuhan, bukannya makin bertekun mencariNya. Kita pun tidak sabar menunggu waktu Tuhan. Namun Yakobus menasihati, "...ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." (Yakobus 1:3).
Bagi bangsa Israel, perjalanan mereka di padang gurun justru memberi mereka banyak kesempatan untuk melihat dan mengalami mujizat serta kuasa Tuhan.
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Thursday, July 24, 2014
MASALAH BERAT: Pasti Ada Hikmahnya (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2014
Baca: Ayub 7:1-21
"dan Kaudatangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat?" Ayub 7:18
Masalah adalah bagian dari kehidupan manusia di dunia ini. Musa pun mengakuinya, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan;" (Mazmur 90:10). Sekuat apa pun manusia dan secemerlang apa pun otak manusia takkan mampu menghindarkannya dari masalah. Tak seorang pun manusia yang masih bernafas yang akan terluput dari masalah dan pergumulan hidup meski dalam bentuk dan porsi yang berbeda-beda. Inilah nanti yang membedakan respons dari tiap-tiap orang dalam menghadapi masalah tersebut.
Umumnya orang tidak suka dihadapkan pada masalah dan kesulitan. Kita maunya hanya menerima hal-hal yang baik saja dari Tuhan dan merasa keberatan bila harus mengalami hal-hal yang tidak baik menurut penilaian kita. Namun Ayub menegur keras isterinya, "'Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?' Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya." (Ayub 2:10). Sikap Ayub dalam menghadapi masalah berat yang menimpa ini berbanding berbalik atau berbeda 180 derajat dari sikap isteri. Ayub tidak menunjukkan sikap putus asa dan menyerah pada keadaan. Inilah yang patut kita contoh supaya ketika dihadapkan pada masalah kita tetap kuat dan tidak lagi mengucapkan perkataan yang negatif, apalagi sampai menyalahkan Tuhan.
Apakah Saudara mengalami pergumulan seberat Ayub saat ini? Mari belajar menyerahkan seluruh pergumulan kita kepada Tuhan dan mohon kekuatan kepada Roh Kudus supaya kita diberi kesanggupan menanggung beban yang ada. Percayalah bahwa "...Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13b). Dalam menyikapi permasalahan hidup yang terjadi ingatlah janji firmanNya: "Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10).
Saat diterpa masalah jangan sekali-kali menyalahkan Tuhan!
Baca: Ayub 7:1-21
"dan Kaudatangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat?" Ayub 7:18
Masalah adalah bagian dari kehidupan manusia di dunia ini. Musa pun mengakuinya, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan;" (Mazmur 90:10). Sekuat apa pun manusia dan secemerlang apa pun otak manusia takkan mampu menghindarkannya dari masalah. Tak seorang pun manusia yang masih bernafas yang akan terluput dari masalah dan pergumulan hidup meski dalam bentuk dan porsi yang berbeda-beda. Inilah nanti yang membedakan respons dari tiap-tiap orang dalam menghadapi masalah tersebut.
Umumnya orang tidak suka dihadapkan pada masalah dan kesulitan. Kita maunya hanya menerima hal-hal yang baik saja dari Tuhan dan merasa keberatan bila harus mengalami hal-hal yang tidak baik menurut penilaian kita. Namun Ayub menegur keras isterinya, "'Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?' Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya." (Ayub 2:10). Sikap Ayub dalam menghadapi masalah berat yang menimpa ini berbanding berbalik atau berbeda 180 derajat dari sikap isteri. Ayub tidak menunjukkan sikap putus asa dan menyerah pada keadaan. Inilah yang patut kita contoh supaya ketika dihadapkan pada masalah kita tetap kuat dan tidak lagi mengucapkan perkataan yang negatif, apalagi sampai menyalahkan Tuhan.
Apakah Saudara mengalami pergumulan seberat Ayub saat ini? Mari belajar menyerahkan seluruh pergumulan kita kepada Tuhan dan mohon kekuatan kepada Roh Kudus supaya kita diberi kesanggupan menanggung beban yang ada. Percayalah bahwa "...Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13b). Dalam menyikapi permasalahan hidup yang terjadi ingatlah janji firmanNya: "Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10).
Saat diterpa masalah jangan sekali-kali menyalahkan Tuhan!
Wednesday, July 23, 2014
MASALAH BERAT: Seperti Terlilit Tali Maut
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2014
Baca: Mazmur 116:1-19
"Tali-tali maut telah meliliti aku, dan kegentaran terhadap dunia orang mati menimpa aku, aku mengalami kesesakan dan kedukaan." Mazmur 116:3
Topik hari ini adalah gambaran tentang seseorang yang sedang berada dalam pergumulan berat karena beban dan masalah yang menimpa. Seperti inilah kondisi yang dialami oleh Daud ketika hidupnya terus berada dalam ancaman dan marabahaya oleh karena Saul yang tak pernah berhenti mengejar dan hendak membunuhnya. "Tali-tali maut telah meliliti aku, dan banjir-banjir jahanam telah menimpa aku, tali-tali dunia orang mati telah membelit aku, perangkap-perangkap maut terpasang di depanku." (Mazmur 18:5-6). Dalam keadaan tertekan dan terhimpit tak ada yang bisa dilakukan Daud selain "...berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya." (Mazmur 18:7).
Dalam keadaan demikian banyak orang memiliki kecenderungan untuk berputus asa, frustasi, stres, bahkan tidak sedikit yang kehilangan akal sehatnya sehingga tanpa berpikir panjang mereka pun berbuat nekat dengan mengakhiri hidupnya. Ada pula yang berusaha lari dari masalah dengan menjerumuskan diri kepada hal-hal yang negarif: terlibat obat-obat terlarang, 'dugem', pergaulan bebas dan sebagainya. Tidak jarang juga mereka berani marah dan menyalahkan Tuhan atas segala sesuatu yang menimpa hidupnya, sepeerti yang diperbuat oleh isteri Ayub. Ketika tidak tahan dengan penderitaan dan masalah yang datang secara bertubi-tubi menimpa keluarga dan suaminya, isteri Ayub berkata, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (Ayub 2:9).
Inilah reaksi alamiah manusia pada umumnya! Secara manusia Ayub punya banyak alasan untuk mengeluh, kecewa, putus asa atau pun menyalahkan Tuhan walaupun Alkitab menyatakan bahwa Ayub adalah orang yang "...saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:1). Seluruh harta bendanya ludes, kesepuluh anaknya mati dan Ayub pun harus menderita sakit yang sangat parah. "...dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya." (Ayub 2:7). Saat tertimpa masalah berat manusia cenderung putus asa, menyalahkan Tuhan!
Tuhan mengijinkan penderitaan melanda hidup Ayub untuk memprosesnya.
Baca: Mazmur 116:1-19
"Tali-tali maut telah meliliti aku, dan kegentaran terhadap dunia orang mati menimpa aku, aku mengalami kesesakan dan kedukaan." Mazmur 116:3
Topik hari ini adalah gambaran tentang seseorang yang sedang berada dalam pergumulan berat karena beban dan masalah yang menimpa. Seperti inilah kondisi yang dialami oleh Daud ketika hidupnya terus berada dalam ancaman dan marabahaya oleh karena Saul yang tak pernah berhenti mengejar dan hendak membunuhnya. "Tali-tali maut telah meliliti aku, dan banjir-banjir jahanam telah menimpa aku, tali-tali dunia orang mati telah membelit aku, perangkap-perangkap maut terpasang di depanku." (Mazmur 18:5-6). Dalam keadaan tertekan dan terhimpit tak ada yang bisa dilakukan Daud selain "...berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya." (Mazmur 18:7).
Dalam keadaan demikian banyak orang memiliki kecenderungan untuk berputus asa, frustasi, stres, bahkan tidak sedikit yang kehilangan akal sehatnya sehingga tanpa berpikir panjang mereka pun berbuat nekat dengan mengakhiri hidupnya. Ada pula yang berusaha lari dari masalah dengan menjerumuskan diri kepada hal-hal yang negarif: terlibat obat-obat terlarang, 'dugem', pergaulan bebas dan sebagainya. Tidak jarang juga mereka berani marah dan menyalahkan Tuhan atas segala sesuatu yang menimpa hidupnya, sepeerti yang diperbuat oleh isteri Ayub. Ketika tidak tahan dengan penderitaan dan masalah yang datang secara bertubi-tubi menimpa keluarga dan suaminya, isteri Ayub berkata, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (Ayub 2:9).
Inilah reaksi alamiah manusia pada umumnya! Secara manusia Ayub punya banyak alasan untuk mengeluh, kecewa, putus asa atau pun menyalahkan Tuhan walaupun Alkitab menyatakan bahwa Ayub adalah orang yang "...saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:1). Seluruh harta bendanya ludes, kesepuluh anaknya mati dan Ayub pun harus menderita sakit yang sangat parah. "...dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya." (Ayub 2:7). Saat tertimpa masalah berat manusia cenderung putus asa, menyalahkan Tuhan!
Tuhan mengijinkan penderitaan melanda hidup Ayub untuk memprosesnya.
Tuesday, July 22, 2014
KEMATIAN ORANG PERCAYA: Hanya Berpindah Tempat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2014
Baca: 2 Korintus 5:1-10
"Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita." 2 Korintus 5:5
Cepat atau lambat kehidupan manusia pasti akan berakhir dengan kematian. Bahkan dalam perjalanan hidup sekarang ini pun manusia selalu berada dalam bahaya maut yang berujung kepada kematian, dan hal itu sewaktu-waktu bisa terjadi. Sekuat, sehebat dan sepintar apa pun manusia, tak seorang pun yang mampu lari dari kenyataan ini, yaitu pada waktunya hidup manusia akan berakhir dengan kematian. Inilah bukti nyata tentang keterbatasan manusia. Adalah fakta bahwa hidup ini memiliki awal dan akhir. Artinya segala sesuatu yang kita kerjakan dan miliki di dunia ini hanyalah bersifat sementara alias tidak abadi. Karena itu rasul Paulus mengingatkan agar kita benar-benar menggunakan waktu dan kesempatan yang ada dengan sebaik mungkin.
Bagi orang percaya, sesungguhnya kematian hanyalah perpindahan tempat, dari dunia yang fana ke suatu tempat yang disediakan Tuhan. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Benarkah? Inilah perkataan Tuhan Yesus: "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu." (Yohanes 14:2). Jadi, seharusnya kematian bukan lagi sebagai hal yang menakutkan bagi orang percaya, sebab Tuhan sudah menyediakan tempat bagi kita di sorga, karena itu kita harus bisa berkata seperti rasul Paulus, "...mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21).
Dengan berpindahnya tempat ini maka status kewargaan kita pun turut berubah dari kewargaan bumi berpindah kepada kewargaan sorga, sehingga tubuh kita yang hina pun diubahkan menjadi serupa dengan tubuhNya yang mulia (baca Filipi 2:20-21). Dengan demikian bagi kita yang percaya kepada Tuhan Yesus, kematian bukan lagi perkara yang menakutkan, melainkan suatu kebahagiaan yang kita tungg-tunggu, karena merupakan awal dari kehidupan yang kekal dan berakhirnya penderitaan kita di dunia ini.
Di tempat baru itulah kita akan bertemu dengan Tuhan Yesus.
Baca: 2 Korintus 5:1-10
"Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita." 2 Korintus 5:5
Cepat atau lambat kehidupan manusia pasti akan berakhir dengan kematian. Bahkan dalam perjalanan hidup sekarang ini pun manusia selalu berada dalam bahaya maut yang berujung kepada kematian, dan hal itu sewaktu-waktu bisa terjadi. Sekuat, sehebat dan sepintar apa pun manusia, tak seorang pun yang mampu lari dari kenyataan ini, yaitu pada waktunya hidup manusia akan berakhir dengan kematian. Inilah bukti nyata tentang keterbatasan manusia. Adalah fakta bahwa hidup ini memiliki awal dan akhir. Artinya segala sesuatu yang kita kerjakan dan miliki di dunia ini hanyalah bersifat sementara alias tidak abadi. Karena itu rasul Paulus mengingatkan agar kita benar-benar menggunakan waktu dan kesempatan yang ada dengan sebaik mungkin.
Bagi orang percaya, sesungguhnya kematian hanyalah perpindahan tempat, dari dunia yang fana ke suatu tempat yang disediakan Tuhan. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (2 Korintus 5:1). Benarkah? Inilah perkataan Tuhan Yesus: "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu." (Yohanes 14:2). Jadi, seharusnya kematian bukan lagi sebagai hal yang menakutkan bagi orang percaya, sebab Tuhan sudah menyediakan tempat bagi kita di sorga, karena itu kita harus bisa berkata seperti rasul Paulus, "...mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21).
Dengan berpindahnya tempat ini maka status kewargaan kita pun turut berubah dari kewargaan bumi berpindah kepada kewargaan sorga, sehingga tubuh kita yang hina pun diubahkan menjadi serupa dengan tubuhNya yang mulia (baca Filipi 2:20-21). Dengan demikian bagi kita yang percaya kepada Tuhan Yesus, kematian bukan lagi perkara yang menakutkan, melainkan suatu kebahagiaan yang kita tungg-tunggu, karena merupakan awal dari kehidupan yang kekal dan berakhirnya penderitaan kita di dunia ini.
Di tempat baru itulah kita akan bertemu dengan Tuhan Yesus.
Monday, July 21, 2014
KEMATIAN ORANG PERCAYA: Bukan Akhir Segalanya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2014
Baca: 1 Tesalonika 4:13-18
"Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia." 1 Tesalonika 4:14
Kematian seringkali menjadi sebuah berita yang menakutkan dan juga momok yang sangat mengerikan bagi semua orang. Itulah sebabnya tak seorang pun yang antusias, bahkan sebaliknya, merasa enggan dan berusaha menghindarkan diri memperbincangkan hal ini. Andaikata disuruh memilih antara kematian dan kehidupan, semua orang pasti akan memilih kehidupan. Namun berita buruknya, tak seorang pun dari kita yang bisa menghindarkan diri dari kematian, artinya cepat atau lambat semua orang pasti akan mengalami kematian; dan kematian itu tidak mengenal status, usia dan juga pangkat. "...tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian." (Pengkotbah 8:8).
Yang menjadi pertanyaan dan merupakan tanda tanya besar adalah ke mana manusia setelah mereka mati dan meninggalkan dunia yang fana ini? Inilah yang menjadi sebuah pergumulan berat setiap orang. Tidaklah mengherankan bila ada banyak orang yang ketika berada di detik-detik menjelang ajalnya mengalami ketakutan yang luar biasa. Bukan hanya itu, kematian seseorang juga mendatangkan dukacita yang sangat mendalam bagi sanak-saudara yang ditinggalkan. Di mana ada kematian di situ pasti ada uraian air mata sebagai tanda kesedihan. Mereka sepertinya tidak rela jika orang yang begitu mereka kasihi itu pergi untuk selama-lamanya. Sungguh, kematian dan air mata adalah dua hal yang tak terpisahkan.
Berdukacita atas meninggalnya seseorang adalah hal yang sangat manusiawi. Tapi, haruskah kita terus-menerus larut dalam dukacita dan kesedihan yang berkepanjangan? Jika demikian, apa bedanya kita dengan orang-orang yang belum percaya? Sebab kehidupan orang percaya itu bukanlah kehidupan yang tak berpengharapan, seperti mereka yang belum percaya itu. Begitu juga dengan kematian orang percaya bukanlah akhir dari segala-galanya, justru itu merupakan awal dari kehidupan yang sesungguhnya, sebab ada jaminan yang pasti bagi orang yang mati di dalam Tuhan Yesus.
Jika kita percaya bahwa Yesus telah mati dan bangkit, maka kita juga harus percaya bahwa kita pun akan dibangkitkan dan akan tinggal bersamaNya!
Baca: 1 Tesalonika 4:13-18
"Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia." 1 Tesalonika 4:14
Kematian seringkali menjadi sebuah berita yang menakutkan dan juga momok yang sangat mengerikan bagi semua orang. Itulah sebabnya tak seorang pun yang antusias, bahkan sebaliknya, merasa enggan dan berusaha menghindarkan diri memperbincangkan hal ini. Andaikata disuruh memilih antara kematian dan kehidupan, semua orang pasti akan memilih kehidupan. Namun berita buruknya, tak seorang pun dari kita yang bisa menghindarkan diri dari kematian, artinya cepat atau lambat semua orang pasti akan mengalami kematian; dan kematian itu tidak mengenal status, usia dan juga pangkat. "...tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian." (Pengkotbah 8:8).
Yang menjadi pertanyaan dan merupakan tanda tanya besar adalah ke mana manusia setelah mereka mati dan meninggalkan dunia yang fana ini? Inilah yang menjadi sebuah pergumulan berat setiap orang. Tidaklah mengherankan bila ada banyak orang yang ketika berada di detik-detik menjelang ajalnya mengalami ketakutan yang luar biasa. Bukan hanya itu, kematian seseorang juga mendatangkan dukacita yang sangat mendalam bagi sanak-saudara yang ditinggalkan. Di mana ada kematian di situ pasti ada uraian air mata sebagai tanda kesedihan. Mereka sepertinya tidak rela jika orang yang begitu mereka kasihi itu pergi untuk selama-lamanya. Sungguh, kematian dan air mata adalah dua hal yang tak terpisahkan.
Berdukacita atas meninggalnya seseorang adalah hal yang sangat manusiawi. Tapi, haruskah kita terus-menerus larut dalam dukacita dan kesedihan yang berkepanjangan? Jika demikian, apa bedanya kita dengan orang-orang yang belum percaya? Sebab kehidupan orang percaya itu bukanlah kehidupan yang tak berpengharapan, seperti mereka yang belum percaya itu. Begitu juga dengan kematian orang percaya bukanlah akhir dari segala-galanya, justru itu merupakan awal dari kehidupan yang sesungguhnya, sebab ada jaminan yang pasti bagi orang yang mati di dalam Tuhan Yesus.
Jika kita percaya bahwa Yesus telah mati dan bangkit, maka kita juga harus percaya bahwa kita pun akan dibangkitkan dan akan tinggal bersamaNya!
Sunday, July 20, 2014
HIDUP KEKAL: Mengenal Tuhan Dengan Benar
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2014
Baca: Yohanes 17:1-5
"Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus." Yohanes 17:3
Kata mengenal bukan sekedar kita tahu siapa Tuhan kita. Mengenal merupakan suatu hubungan yang intim dan benar dengan Tuhan, yang secara otomatis disertai dengan pengalaman pribadi yang menghasilkan buah.
Buah yang dimaksudkan adalah buah pertobatan. "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Jika seseorang berkata bahwa ia sudah mengenal Tuhan tetapi tidak ada buah pertobatan yang dihasilkan sebagai bukti pengenalannya, maka dapat dikatakan bahwa ia belum mengenal Tuhan; dan orang yang belum mengenal Tuhan berarti belum diselamatkan. Sampai berapa lama kita harus memiliki pengenalan akan Tuhan hingga kita beroleh hidup yang kekal? Sampai selama-lamanya. Artinya suatu tindakan yang harus kita lakukan secara terus-menerus, sebab hidup kekal itu bukan sekedar berbicara tentang Kerajaan Sorga, tetapi suatu hubungan yang karib dengan Tuhan sampai selama-lamanya. Sudahkah kita memiliki keintiman dengan Tuhan secara pribadi? Semua orang bisa saja berkata bahwa ia telah mengenal Tuhan, namun hal itu tidak menjamin bahwa mereka sudah dikenal oleh Tuhan. Dikatakan,: "Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah." (1 Korintus 8:3). Jangan sampai kita menjadi orang Kristen selama bertahun-tahun tapi pada akhirnya Tuhan berkata, "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:23). Jadi Saudaraku, kita bisa mengasihi Tuhan jika kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan.
Mari kita ingat bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik yang kita perbuat, tetapi karena kasih karunia, melalui iman kita (baca Efesus 2:8-9), di mana iman itu datang dari pengenalan akan Tuhan secara benar, melalui firmanNya. Adapun iman yang benar mempunyai dua unsur: percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan percaya kepadaNya sebagai Juruselamat. "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9).
Percaya kepada Yesus sebagai Tuhan berarti harus percaya karya penebusanNya.
Baca: Yohanes 17:1-5
"Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus." Yohanes 17:3
Kata mengenal bukan sekedar kita tahu siapa Tuhan kita. Mengenal merupakan suatu hubungan yang intim dan benar dengan Tuhan, yang secara otomatis disertai dengan pengalaman pribadi yang menghasilkan buah.
Buah yang dimaksudkan adalah buah pertobatan. "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Jika seseorang berkata bahwa ia sudah mengenal Tuhan tetapi tidak ada buah pertobatan yang dihasilkan sebagai bukti pengenalannya, maka dapat dikatakan bahwa ia belum mengenal Tuhan; dan orang yang belum mengenal Tuhan berarti belum diselamatkan. Sampai berapa lama kita harus memiliki pengenalan akan Tuhan hingga kita beroleh hidup yang kekal? Sampai selama-lamanya. Artinya suatu tindakan yang harus kita lakukan secara terus-menerus, sebab hidup kekal itu bukan sekedar berbicara tentang Kerajaan Sorga, tetapi suatu hubungan yang karib dengan Tuhan sampai selama-lamanya. Sudahkah kita memiliki keintiman dengan Tuhan secara pribadi? Semua orang bisa saja berkata bahwa ia telah mengenal Tuhan, namun hal itu tidak menjamin bahwa mereka sudah dikenal oleh Tuhan. Dikatakan,: "Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah." (1 Korintus 8:3). Jangan sampai kita menjadi orang Kristen selama bertahun-tahun tapi pada akhirnya Tuhan berkata, "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:23). Jadi Saudaraku, kita bisa mengasihi Tuhan jika kita memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan.
Mari kita ingat bahwa kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik yang kita perbuat, tetapi karena kasih karunia, melalui iman kita (baca Efesus 2:8-9), di mana iman itu datang dari pengenalan akan Tuhan secara benar, melalui firmanNya. Adapun iman yang benar mempunyai dua unsur: percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan percaya kepadaNya sebagai Juruselamat. "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9).
Percaya kepada Yesus sebagai Tuhan berarti harus percaya karya penebusanNya.
Subscribe to:
Posts (Atom)