Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Februari 2014
Baca: 2 Korintus 6:11-18
"Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka,
firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan
menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Jika ada orang Kristen yang kembali kepada dunia dan menyangkal imannya berarti sedang berbalik arah, ke luar dari jalan kehidupan kekal (sorga) ke jalan kebinasaan kekal (neraka).
Kembali kepada dunia berarti berkompromi dengan dosa dan tidak lagi hidup dalam kekudusan. Yang Tuhan kehendaki adalah kita tetap bertahan di segala situasi, baik kelimpahan atau kekurangan, suka atau duka sampai akhir hidup kita, sebab apa yang akan kita peroleh di kekekalan kelak tidak sebanding dengan apa yang kita dapatkan di dunia ini. "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18). Terhadap orang percaya yang murtad itu Alkitab menyatakan, "...mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian,
hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi
diri mereka dan menghina-Nya di muka umum." (Ibrani 6:4-6). Adalah lebih baik jika seseorang tidak pernah mengenal kebenaran sama sekali, daripada sudah mengenal kebenaran tapi berbalik lagi kepada dunia, karena orang yang demikian keadaannya akan lebih buruk dari keadaan sebelumnya. Tidak saja lebih buruk, namun ia telah melakukan penghinaan besar terhadap pengorbanan Kristus di atas Kalvari demi menebus dosa-dosanya.
Bukankah saat ini banyak orang Kristen yang meremehkan korban Kristen di kayu salib? Mereka menyia-nyiakan anugerah keselamatan yang telah diterimanya, menjual dan menukarnya dengan apa yang ada di dunia ini. Mereka rela menyangkal Kristus demi harta kekayaan, uang, pasangan hidup, jabatan, popularitas dan sebagainya. Ironis sekali!
"Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia! Galatia 3:3-4
Monday, February 17, 2014
Sunday, February 16, 2014
KEMBALI KEPADA DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Februari 2014
Baca: 2 Petrus 2:1-22
"Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: 'Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.'" 2 Petrus 2:22
Di zaman sekarang ini banyak anak Tuhan mengalami kejatuhan. Mereka tak segan-segan meninggalkan Tuhan karena tergiur segala perkara yang ditawarkan oleh dunia. Padahal awalnya mereka begitu mengasihi Tuhan, memiliki semangat yang berkobar-kobar dalam melayani pekerjaan Tuhan, dan tiada hari tanpa membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan. Sebuah langkah awal yang sangat indah! Sangat disesalkan, dalam perjalanan selanjutnya kerohanian mereka bukannya makin bertumbuh, namun sebaliknya makin merosot. Mereka kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan seperti yang dialami jemaat di Efesus sehingga Tuhan menegur mereka dengan keras, "Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat." (Wahyu 2:5).
Mengapa banyak orang Kristen kehilangan kasih mula-mula dan kemudian meninggalkan Tuhan? Karena mereka telah terpesona dan terpikat oleh gemerlap dunia ini sehingga mereka mengalami kesuaman, tidak dingin dan tidak panas, berkompromi lagi dengan dosa. Firman Tuhan menegaskan, "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Jika kita tidak waspada dan tak segera menyadari hal ini tidak tertutup kemungkinan kita yang sudah melayani Tuhan pun bisa kembali kepada kehidupan lama dan bersahabat dengan dunia yang sarat dengan segala keinginan dan rupa-rupa kecemaran ini...lupa atau sengaja lupa status kita sebagai anak-anak terang, yang telah dipindahkan dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib dengan tujuan supaya kita menceritakan perbuatan-perbuatan besar dari Tuhan.
"Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8).
Sebagai orang percaya kita dipanggil bukan untuk melakukan hal-hal yang cemar, melainkan apa yang kudus (baca 1 Tesalonika 4:7). Masakan kita kembali lagi kepada dunia?
Baca: 2 Petrus 2:1-22
"Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: 'Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.'" 2 Petrus 2:22
Di zaman sekarang ini banyak anak Tuhan mengalami kejatuhan. Mereka tak segan-segan meninggalkan Tuhan karena tergiur segala perkara yang ditawarkan oleh dunia. Padahal awalnya mereka begitu mengasihi Tuhan, memiliki semangat yang berkobar-kobar dalam melayani pekerjaan Tuhan, dan tiada hari tanpa membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan. Sebuah langkah awal yang sangat indah! Sangat disesalkan, dalam perjalanan selanjutnya kerohanian mereka bukannya makin bertumbuh, namun sebaliknya makin merosot. Mereka kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan seperti yang dialami jemaat di Efesus sehingga Tuhan menegur mereka dengan keras, "Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat." (Wahyu 2:5).
Mengapa banyak orang Kristen kehilangan kasih mula-mula dan kemudian meninggalkan Tuhan? Karena mereka telah terpesona dan terpikat oleh gemerlap dunia ini sehingga mereka mengalami kesuaman, tidak dingin dan tidak panas, berkompromi lagi dengan dosa. Firman Tuhan menegaskan, "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Jika kita tidak waspada dan tak segera menyadari hal ini tidak tertutup kemungkinan kita yang sudah melayani Tuhan pun bisa kembali kepada kehidupan lama dan bersahabat dengan dunia yang sarat dengan segala keinginan dan rupa-rupa kecemaran ini...lupa atau sengaja lupa status kita sebagai anak-anak terang, yang telah dipindahkan dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib dengan tujuan supaya kita menceritakan perbuatan-perbuatan besar dari Tuhan.
"Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8).
Sebagai orang percaya kita dipanggil bukan untuk melakukan hal-hal yang cemar, melainkan apa yang kudus (baca 1 Tesalonika 4:7). Masakan kita kembali lagi kepada dunia?
Saturday, February 15, 2014
MELAYANI TUHAN: Komitmen Seumur Hidup
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Februari 2014
Baca: Roma 14:1-12
"Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." Roma 14:9
Tanpa memiliki komitmen yang kuat sulit rasanya seseorang dapat bertahan lama melayani Tuhan. Sedangkan untuk dapat berkomitmen melayani Tuhan seumur hidup kita harus mendasarinya dengan kasih dan kesetiaan. Jika kita mengasihi Tuhan dengan sungguh, apa pun yang kita perbuat akan kita lakukan dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (baca Kolose 3:23). Apabila kasih kepada Tuhan ini sudah menjadi dasar, kita pun akan setia mengerjakan segala perkara, baik itu perkara kecil maupun besar sampai akhir hidup kita.
Raja Saul adalah contoh orang yang tidak bisa memegang komitmennya dalam melayani Tuhan sampai akhir: berhasil pada tahap awal, tetapi gagal pada akhirnya. Begitu juga dengan Salomo, setelah dipercaya Tuhan dengan segala kekayaan dan hikmat yang luar biasa, ia akhirnya gagal menjaga kekudusan hidupnya dan jatuh dalam penyembahan berhala. "Sebab pada waktu Salomo sudah tua, isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN, Allahnya, seperti Daud, ayahnya." (1 Raja-Raja 11:4). Lebih baik kita gagal di awal tetapi berhasil sampai garis akhir seperti Rasul Paulus. "Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati." (Pengkotbah 7:8). Bukan langkah pertama yang penting tapi langkah yang terakhir itulah yang menentukan. "...banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Matius 19:30). Meski demikian, yang terbaik adalah berkomitmen dan setia dari awal sampai akhir seperti yang diteladankan oleh Tuhan Yesus.
Di akhir zaman ini banyak orang yang begitu mudah berubah. Mereka tidak lagi setia melayani Tuhan oleh karena masalah sakit-penyakit, penderitaan, bahkan juga berkelimpahan. Mereka berkata, "Percuma melayani Tuhan, hanya buang-buang waktu dan uang." Kita lupa bahwa dengan melayani tuhan seumur hidup kita akan diberkati oleh Tuhan sehingga pekerjaan kita berhasil dan tahan uji.
Tuhan Yesus sudah berkorban dan rela mati bagi kita, masakan kita tidak mau melayani dan melakukan yang terbaik bagi Dia seumur hidup kita?
Baca: Roma 14:1-12
"Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." Roma 14:9
Tanpa memiliki komitmen yang kuat sulit rasanya seseorang dapat bertahan lama melayani Tuhan. Sedangkan untuk dapat berkomitmen melayani Tuhan seumur hidup kita harus mendasarinya dengan kasih dan kesetiaan. Jika kita mengasihi Tuhan dengan sungguh, apa pun yang kita perbuat akan kita lakukan dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (baca Kolose 3:23). Apabila kasih kepada Tuhan ini sudah menjadi dasar, kita pun akan setia mengerjakan segala perkara, baik itu perkara kecil maupun besar sampai akhir hidup kita.
Raja Saul adalah contoh orang yang tidak bisa memegang komitmennya dalam melayani Tuhan sampai akhir: berhasil pada tahap awal, tetapi gagal pada akhirnya. Begitu juga dengan Salomo, setelah dipercaya Tuhan dengan segala kekayaan dan hikmat yang luar biasa, ia akhirnya gagal menjaga kekudusan hidupnya dan jatuh dalam penyembahan berhala. "Sebab pada waktu Salomo sudah tua, isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN, Allahnya, seperti Daud, ayahnya." (1 Raja-Raja 11:4). Lebih baik kita gagal di awal tetapi berhasil sampai garis akhir seperti Rasul Paulus. "Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati." (Pengkotbah 7:8). Bukan langkah pertama yang penting tapi langkah yang terakhir itulah yang menentukan. "...banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Matius 19:30). Meski demikian, yang terbaik adalah berkomitmen dan setia dari awal sampai akhir seperti yang diteladankan oleh Tuhan Yesus.
Di akhir zaman ini banyak orang yang begitu mudah berubah. Mereka tidak lagi setia melayani Tuhan oleh karena masalah sakit-penyakit, penderitaan, bahkan juga berkelimpahan. Mereka berkata, "Percuma melayani Tuhan, hanya buang-buang waktu dan uang." Kita lupa bahwa dengan melayani tuhan seumur hidup kita akan diberkati oleh Tuhan sehingga pekerjaan kita berhasil dan tahan uji.
Tuhan Yesus sudah berkorban dan rela mati bagi kita, masakan kita tidak mau melayani dan melakukan yang terbaik bagi Dia seumur hidup kita?
Friday, February 14, 2014
MELAYANI TUHAN: Jangan Dengar Suara Iblis
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Februari 2014
Baca: 1 Yohanes 3:1-10
"Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu." 1 Yohanes 3:7a
Jika suara Tuhan adalah suara yang membawa seseorang kepada keselamatan, kesembuhan dan keberkatan, sebaliknya suara Iblis adalah suara yang membawa kepada kebinasaan, kehancuran dan kegagalan, karena misi Iblis adalah untuk mencuri, membunuh dan membinasakan manusia (baca Yohanes 10:10a).
Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa dan harus terusir dari taman Eden karena mereka mendengar suara Iblis (baca Kejadian 3:1-7). Tidak ada kebenaran di dalam diri Iblis karena suaranya adalah dusta dan kebohongan, "...sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." (Yohanes 8:44). Maka jangan sekali-kali membuka telinga atau memberi kesempatan sedikit pun kepada Iblis untuk memperdengarkan suaranya. Suara Iblis hanyalah menghasut, mengintimidasi, melemahkan dan mendakwa manusia. Iblis memakai dunia ini sebagai sarana untuk memikat, menggoda, memperdaya dan menyeret manusia agar semakin jauh dari kebenaran. Firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:15-17).
Karena mendengar suara Iblis banyak orang lebih memilih berkompromi dengan dosa dan mengasihi dunia ini daripada Tuhan. "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?" (Yakobus 4:4). Akhirnya fokus hidup mereka hanya untuk mengejar materi semata sehingga hari-hari mereka dipenuhi segala keinginan untuk memuaskan nafsu kedagingannya. "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya...barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. (Galatia 5:19-21).
Semakin mendengar suara Iblis semakin kita hidup dalam kekuatiran, ketakutan dan kebimbangan, yang kesemuanya adalah tanda ketidakpercayaan kepada Tuhan.
Baca: 1 Yohanes 3:1-10
"Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu." 1 Yohanes 3:7a
Jika suara Tuhan adalah suara yang membawa seseorang kepada keselamatan, kesembuhan dan keberkatan, sebaliknya suara Iblis adalah suara yang membawa kepada kebinasaan, kehancuran dan kegagalan, karena misi Iblis adalah untuk mencuri, membunuh dan membinasakan manusia (baca Yohanes 10:10a).
Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa dan harus terusir dari taman Eden karena mereka mendengar suara Iblis (baca Kejadian 3:1-7). Tidak ada kebenaran di dalam diri Iblis karena suaranya adalah dusta dan kebohongan, "...sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." (Yohanes 8:44). Maka jangan sekali-kali membuka telinga atau memberi kesempatan sedikit pun kepada Iblis untuk memperdengarkan suaranya. Suara Iblis hanyalah menghasut, mengintimidasi, melemahkan dan mendakwa manusia. Iblis memakai dunia ini sebagai sarana untuk memikat, menggoda, memperdaya dan menyeret manusia agar semakin jauh dari kebenaran. Firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:15-17).
Karena mendengar suara Iblis banyak orang lebih memilih berkompromi dengan dosa dan mengasihi dunia ini daripada Tuhan. "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah?" (Yakobus 4:4). Akhirnya fokus hidup mereka hanya untuk mengejar materi semata sehingga hari-hari mereka dipenuhi segala keinginan untuk memuaskan nafsu kedagingannya. "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya...barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. (Galatia 5:19-21).
Semakin mendengar suara Iblis semakin kita hidup dalam kekuatiran, ketakutan dan kebimbangan, yang kesemuanya adalah tanda ketidakpercayaan kepada Tuhan.
Thursday, February 13, 2014
MELAYANI TUHAN: Peka Suara Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Februari 2014
Baca: Pengkotbah 4:7-17
"Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh," Pengkotbah 4:17
Supaya dapat menghasilkan perkataan atau ucapan yang positif seorang pelayan Tuhan harus mempertajam pendengarannya setiap hari untuk mendengar seperti seorang murid. "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Kita tidak akan mampu berkata-kata tentang hal-hal yang baik dan benar sebelum kita membiasakan diri mendengar kebenaran, di mana sumber kebenaran itu adalah firman Tuhan. "Dasar firman-Mu adalah kebenaran" (Mazmur 119:160).
Memperkatakan kebenaran adalah tugas pelayan Tuhan. Memperkatakan kebenaran berarti apa yang keluar dari mulut kita adalah perkataan yang senantiasa memberitakan kabar keselamatan kepada orang lain, menghibur, menguatkan, mendorong dan dipenuhi oleh kasih, dan untuk itu diperlukan suatu proses atau latihan seumur hidup kita yaitu dengan mempertajam pendengaran kita terhadap firman Tuhan setiap hari. Saat kita mendengarkan firman Tuhan kita sedang mendengar suara Tuhan. Mengapa kita harus selalu mendengar suara Tuhan? Karena suaraNya adalah suara yang mendatangkan iman dan kehidupan. "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Saat berada di bumi kehadiran Yesus benar-benar membawa dampak yang luar biasa. Di mana ada Yesus di situ selalu terjadi mujizat. Ketika mendengar suaraNya orang sakit disembuhkan, angin ribut menjadi teduh saat Yesus memperdengarkan suaraNya. Ketika Yesus berkata, "...marilah keluar!", maka Lazarus yang sudah empat hari terbaring di dalam kubur pun bangkit dan hidup kembali.
Perkataan Tuhan Yesus adalah firman yang berkuasa, yang sanggup menyelamatkan, menyembuhkan, memulihkan dan mengubahkan hidup siapa pun yang mau mendengar dan percaya kepadaNya; dan kita yang sudah mendengar suara Tuhan ini memiliki tugas sebagai penyambung lidahNya untuk memberitakan kebenaran dan bersaksi tentang Dia.
"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." Yesaya 55:11.
Baca: Pengkotbah 4:7-17
"Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh," Pengkotbah 4:17
Supaya dapat menghasilkan perkataan atau ucapan yang positif seorang pelayan Tuhan harus mempertajam pendengarannya setiap hari untuk mendengar seperti seorang murid. "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Kita tidak akan mampu berkata-kata tentang hal-hal yang baik dan benar sebelum kita membiasakan diri mendengar kebenaran, di mana sumber kebenaran itu adalah firman Tuhan. "Dasar firman-Mu adalah kebenaran" (Mazmur 119:160).
Memperkatakan kebenaran adalah tugas pelayan Tuhan. Memperkatakan kebenaran berarti apa yang keluar dari mulut kita adalah perkataan yang senantiasa memberitakan kabar keselamatan kepada orang lain, menghibur, menguatkan, mendorong dan dipenuhi oleh kasih, dan untuk itu diperlukan suatu proses atau latihan seumur hidup kita yaitu dengan mempertajam pendengaran kita terhadap firman Tuhan setiap hari. Saat kita mendengarkan firman Tuhan kita sedang mendengar suara Tuhan. Mengapa kita harus selalu mendengar suara Tuhan? Karena suaraNya adalah suara yang mendatangkan iman dan kehidupan. "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Saat berada di bumi kehadiran Yesus benar-benar membawa dampak yang luar biasa. Di mana ada Yesus di situ selalu terjadi mujizat. Ketika mendengar suaraNya orang sakit disembuhkan, angin ribut menjadi teduh saat Yesus memperdengarkan suaraNya. Ketika Yesus berkata, "...marilah keluar!", maka Lazarus yang sudah empat hari terbaring di dalam kubur pun bangkit dan hidup kembali.
Perkataan Tuhan Yesus adalah firman yang berkuasa, yang sanggup menyelamatkan, menyembuhkan, memulihkan dan mengubahkan hidup siapa pun yang mau mendengar dan percaya kepadaNya; dan kita yang sudah mendengar suara Tuhan ini memiliki tugas sebagai penyambung lidahNya untuk memberitakan kebenaran dan bersaksi tentang Dia.
"demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." Yesaya 55:11.
Wednesday, February 12, 2014
MELAYANI TUHAN: Mengekang Lidah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Februari 2014
Baca: Yesaya 50:4-11
"Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu." Yesaya 50:4a
Yakobus dalam suratnya mengatakan, "Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya." (1:26). Sia-sialah melayani jika kita tidak bisa mengekang lidah atau menjaga ucapan. Orang lain akan menertawakan pelayanan kita jika kita tidak bisa menguasai diri dalam bertutur kata: bergosip, berkata jorok, mengumpat, dan lain-lain.
Menjadi pelayan Tuhan bukanlah pekerjaan mudah, karena selain perbuatan, ucapannya pun harus benar-benar bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan juga manusia. Lidah pelayan Tuhan seharusnya lidah yang sudah dikendalikan sehingga perkataan yang keluar tidak sembarangan. "Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." (Kolose 4:6). Maka dari itu "Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit." (Pengkotbah 5:1). Hati-hatilah dengan ucapan kita, sebab "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Jangan sampai karena ucapan kita orang lain kecewa, sakit hati, terluka, patah semangat, apalagi sampai mundur meninggalkan Tuhan.
Supaya lidah atau mulut berfungsi seperti yang Tuhan kehendaki kita harus senantiasa mempertajam pendengaran kita terhadap firman Tuhan, membaca dan merenungkan firmanNya setiap hari dan bergaul karib dengan Roh Kudus melalui jam-jam doa. Dengan demikian pikiran kita dipenuhi perkara-perkara positif, dan secara otomatis yang keluar dari mulut kita juga positif. Inilah yang harus dilakukan oleh orang yang melayani: mengekang lidah!
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Baca: Yesaya 50:4-11
"Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu." Yesaya 50:4a
Yakobus dalam suratnya mengatakan, "Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya." (1:26). Sia-sialah melayani jika kita tidak bisa mengekang lidah atau menjaga ucapan. Orang lain akan menertawakan pelayanan kita jika kita tidak bisa menguasai diri dalam bertutur kata: bergosip, berkata jorok, mengumpat, dan lain-lain.
Menjadi pelayan Tuhan bukanlah pekerjaan mudah, karena selain perbuatan, ucapannya pun harus benar-benar bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan juga manusia. Lidah pelayan Tuhan seharusnya lidah yang sudah dikendalikan sehingga perkataan yang keluar tidak sembarangan. "Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." (Kolose 4:6). Maka dari itu "Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit." (Pengkotbah 5:1). Hati-hatilah dengan ucapan kita, sebab "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37). Jangan sampai karena ucapan kita orang lain kecewa, sakit hati, terluka, patah semangat, apalagi sampai mundur meninggalkan Tuhan.
Supaya lidah atau mulut berfungsi seperti yang Tuhan kehendaki kita harus senantiasa mempertajam pendengaran kita terhadap firman Tuhan, membaca dan merenungkan firmanNya setiap hari dan bergaul karib dengan Roh Kudus melalui jam-jam doa. Dengan demikian pikiran kita dipenuhi perkara-perkara positif, dan secara otomatis yang keluar dari mulut kita juga positif. Inilah yang harus dilakukan oleh orang yang melayani: mengekang lidah!
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Tuesday, February 11, 2014
MELAYANI TUHAN: Punya Kasih dan Empati
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Februari 2014
Baca: Yakobus 1:19-27
"setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;" Yakobus 1:19
Kehidupan orang yang berkomitmen melayani Tuhan adalah kehidupan yang harus memancarkan terang bagi sekelilingnya, seperti sebuah pelita yang diletakkan "...di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu." (Matius 5:15). Jika tidak, ia hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Ada banyak orang yang mengeluh dan kecewa ketika melihat pelayan Tuhan yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak menunjukkan sifat atau karakter kristus. Bukankah hal ini sangat menyedihkan? Padahal Alkitab menegaskan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Di lingkup gereja mereka tampak begitu rohani dan berhati seperti Yesus, tapi begitu berada di tengah-tengah dunia ia sama sekali tidak peduli dengan orang lain dan sangat egois. Kasih mereka menjadi sangat dingin. Jika demikian, apa bedanya kita dengan orang-orang yang belum percaya? Padahal Tuhan Yesus telah memberikan teladan hidup yang luar biasa, Ia datang "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45).
Bagaimana kita bisa memenangkan jiwa bagi kerajaan Allah jika kita sendiri tidak mengasihi jiwa-jiwa? Namanya pelayan Tuhan, berarti tugas kita adalah melayani seperti Tuhan Yesus melayani karena hati Yesus selalu dipenuhi belas kasihan dan empati terhadap orang lain. Namun kita seringkali dengan sengaja menghindar dan menjauhi orang lain karena kita tidak mau berkorban dan direpotkan. Mengasihi orang lain atau memiliki kepedulian terhadap orang lain tidak harus berkorban secara materi. Salah satu wujud kasih kepada orang lain adalah kerelaan kita mendengar ungkapan hati mereka, belajar menjadi good listener (pendengar yang baik) untuk setiap keluh kesah mereka. Jadi permulaan kasih kepada sesama dimulai dari belajar mendengarkan; dan kemauan untuk mendengar adalah syarat utama yang dibutuhkan dengan muatan belas kasihan dan kesabaran. Dengan belajar mendengar ungkapan hati orang lain kita sedang mendisiplinkan diri untuk mendengarkan suara Tuhan.
Bisakah kita disebut melayani jika kita tidak punya kasih dan empati?
Baca: Yakobus 1:19-27
"setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;" Yakobus 1:19
Kehidupan orang yang berkomitmen melayani Tuhan adalah kehidupan yang harus memancarkan terang bagi sekelilingnya, seperti sebuah pelita yang diletakkan "...di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu." (Matius 5:15). Jika tidak, ia hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Ada banyak orang yang mengeluh dan kecewa ketika melihat pelayan Tuhan yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak menunjukkan sifat atau karakter kristus. Bukankah hal ini sangat menyedihkan? Padahal Alkitab menegaskan, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Di lingkup gereja mereka tampak begitu rohani dan berhati seperti Yesus, tapi begitu berada di tengah-tengah dunia ia sama sekali tidak peduli dengan orang lain dan sangat egois. Kasih mereka menjadi sangat dingin. Jika demikian, apa bedanya kita dengan orang-orang yang belum percaya? Padahal Tuhan Yesus telah memberikan teladan hidup yang luar biasa, Ia datang "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45).
Bagaimana kita bisa memenangkan jiwa bagi kerajaan Allah jika kita sendiri tidak mengasihi jiwa-jiwa? Namanya pelayan Tuhan, berarti tugas kita adalah melayani seperti Tuhan Yesus melayani karena hati Yesus selalu dipenuhi belas kasihan dan empati terhadap orang lain. Namun kita seringkali dengan sengaja menghindar dan menjauhi orang lain karena kita tidak mau berkorban dan direpotkan. Mengasihi orang lain atau memiliki kepedulian terhadap orang lain tidak harus berkorban secara materi. Salah satu wujud kasih kepada orang lain adalah kerelaan kita mendengar ungkapan hati mereka, belajar menjadi good listener (pendengar yang baik) untuk setiap keluh kesah mereka. Jadi permulaan kasih kepada sesama dimulai dari belajar mendengarkan; dan kemauan untuk mendengar adalah syarat utama yang dibutuhkan dengan muatan belas kasihan dan kesabaran. Dengan belajar mendengar ungkapan hati orang lain kita sedang mendisiplinkan diri untuk mendengarkan suara Tuhan.
Bisakah kita disebut melayani jika kita tidak punya kasih dan empati?
Monday, February 10, 2014
MELAYANI TUHAN: Rajin dan Tidak Malas
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Februari 2014
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." Roma 12:11
Jika saat ini kita beroleh kesempatan dan kepercayaan untuk terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan mari kita lakukan dengan sungguh-sungguh. Sering kita jumpai banyak orang Kristen yang tidak menunjukkan kesungguhannya dalam melayani Tuhan: ogah-ogahan, malas dan asal-asalan dalam melayani. Kalau sudah berkomitmen untuk melayani maka kita harus memiliki kemauan untuk bekerja. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor," (ayat nas), artinya kita harus melayani Tuhan dengan rajin.
Rajin berarti sungguh-sungguh bekerja dan berusaha dengan giat. Tidak ada kerugian sama sekali jika kita melakukan segala sesuatu dengan rajin, bahkan Alkitab mencatat ada banyak berkat yang tersedia bagi orang-orang rajin. "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4), "Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa." (Amsal 12:24). Rajin adalah salah satu kunci meraih keberhasilan. Orang yang rajin pasti tidak menunggu sampai besok apa yang bisa dikerjakan hari ini; orang yang rajin pasti berusaha menggunakan setiap kesempatan untuk melayani Tuhan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya orang yang malas pasti punya seribu satu alasan untuk lari dari tanggung jawab dan menghindari tugas. Alkitab menyebut orang yang malas sebagai orang yang jahat di mata Tuhan karena telah menyia-nyiakan kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Kemalasan berbicara tentang rendahnya motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan, atau keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya ia bisa lakukan. Malas berarti menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun dan tidak produktif. Mustahil kita bisa mewujudkan segala keinginan dan cita-cita jika masih 'memeluk erat' rasa malas. Ada tertulis: "Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." (Pengkotbah 10:18). Selagi ada waktu mari kita melayani Tuhan dengan rajin, jangan malas.
"...dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." 1 Korintus 15:58
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." Roma 12:11
Jika saat ini kita beroleh kesempatan dan kepercayaan untuk terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan mari kita lakukan dengan sungguh-sungguh. Sering kita jumpai banyak orang Kristen yang tidak menunjukkan kesungguhannya dalam melayani Tuhan: ogah-ogahan, malas dan asal-asalan dalam melayani. Kalau sudah berkomitmen untuk melayani maka kita harus memiliki kemauan untuk bekerja. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor," (ayat nas), artinya kita harus melayani Tuhan dengan rajin.
Rajin berarti sungguh-sungguh bekerja dan berusaha dengan giat. Tidak ada kerugian sama sekali jika kita melakukan segala sesuatu dengan rajin, bahkan Alkitab mencatat ada banyak berkat yang tersedia bagi orang-orang rajin. "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4), "Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa." (Amsal 12:24). Rajin adalah salah satu kunci meraih keberhasilan. Orang yang rajin pasti tidak menunggu sampai besok apa yang bisa dikerjakan hari ini; orang yang rajin pasti berusaha menggunakan setiap kesempatan untuk melayani Tuhan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya orang yang malas pasti punya seribu satu alasan untuk lari dari tanggung jawab dan menghindari tugas. Alkitab menyebut orang yang malas sebagai orang yang jahat di mata Tuhan karena telah menyia-nyiakan kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Kemalasan berbicara tentang rendahnya motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan, atau keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya ia bisa lakukan. Malas berarti menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun dan tidak produktif. Mustahil kita bisa mewujudkan segala keinginan dan cita-cita jika masih 'memeluk erat' rasa malas. Ada tertulis: "Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." (Pengkotbah 10:18). Selagi ada waktu mari kita melayani Tuhan dengan rajin, jangan malas.
"...dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." 1 Korintus 15:58
Sunday, February 9, 2014
MELAYANI TUHAN: Kerendahan Hati
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Februari 2014
Baca: Markus 10:35-45
"dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya." Markus 10:44
Tuhan Yesus memberikan teladan yang luar biasa bagaimana seharusnya seorang Kristen melayani. Saat jamuan menjelang hari raya Paskah, Tuhan Yesus dan para muridNya berkumpul, namun tidak seorang pun dari antara mereka yang mau saling melayani. "Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu." (Yohanes 13:4-5).
Membasuh kaki orang biasanya dilakukan oleh orang yang paling rendah jabatannya, tapi Tuhan Yesus rela melakukanya. KataNya, "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yohanes 13:14-15). Memiliki kerendahan hati seperti Yesus adalah syarat mutlak yang harus dimiliki setiap orang percaya, dan pelayanan adalah cara yang paling efektif menghasilkan sifat rendah hati. "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6).
Kalau kita rindu pelayanan kita berkenan kepada Tuhan kita harus membuang sifat sombong dan belajar untuk rendah hati; jadi jangan buru-buru menyebut diri kita sebagi pelayan Tuhan, sebab karakter yang baik itulah yang akan menentukan kualitas pelayanan kita. Sering dijumpai ada banyak orang Kristen yang terlibat dalam pelayanan tapi memiliki karakter yang kurang baik. Jika demikian, bagaimana kita bisa menjadi berkat? Kita juga tidak boleh menilai kerohanian seseorang dari talenta atau karunia yang dimiliki, tetapi dari buah yang dihasilkannya. "Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka." (Matius 7:17, 20).
Seberapa banyak buah-buah Roh yang kita hasilkan itulah yang terpenting dan terutama, bukan aktivitas pelayanan semata!
Baca: Markus 10:35-45
"dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya." Markus 10:44
Tuhan Yesus memberikan teladan yang luar biasa bagaimana seharusnya seorang Kristen melayani. Saat jamuan menjelang hari raya Paskah, Tuhan Yesus dan para muridNya berkumpul, namun tidak seorang pun dari antara mereka yang mau saling melayani. "Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu." (Yohanes 13:4-5).
Membasuh kaki orang biasanya dilakukan oleh orang yang paling rendah jabatannya, tapi Tuhan Yesus rela melakukanya. KataNya, "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yohanes 13:14-15). Memiliki kerendahan hati seperti Yesus adalah syarat mutlak yang harus dimiliki setiap orang percaya, dan pelayanan adalah cara yang paling efektif menghasilkan sifat rendah hati. "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6).
Kalau kita rindu pelayanan kita berkenan kepada Tuhan kita harus membuang sifat sombong dan belajar untuk rendah hati; jadi jangan buru-buru menyebut diri kita sebagi pelayan Tuhan, sebab karakter yang baik itulah yang akan menentukan kualitas pelayanan kita. Sering dijumpai ada banyak orang Kristen yang terlibat dalam pelayanan tapi memiliki karakter yang kurang baik. Jika demikian, bagaimana kita bisa menjadi berkat? Kita juga tidak boleh menilai kerohanian seseorang dari talenta atau karunia yang dimiliki, tetapi dari buah yang dihasilkannya. "Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka." (Matius 7:17, 20).
Seberapa banyak buah-buah Roh yang kita hasilkan itulah yang terpenting dan terutama, bukan aktivitas pelayanan semata!
Saturday, February 8, 2014
MELAYANI TUHAN: Motivasi dan Terbeban
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Februari 2014
Baca: 2 Korintus 5:11-21
"Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." 2 Korintus 5:15
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam melayani Tuhan adalah motivasi kita. Motivasi pelayanan yang berkenan kepada Tuhan bukan semata-mata supaya diberkati, melainkan kita rela melayani oleh karena kasih. "Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil," (Filipi 1:16).
Adapun ciri-ciri orang yang melayani Tuhan karena kerelaan dan kasih adalah: tidak memperhitungkan untung-rugi, tidak menonjolkan diri sendiri dan tidak mencari hormat dan pujian dari manusia. Hal ini sangat bertolak belakang dengan orang yang melayani Tuhan karena terpaksa dan memiliki motivasi terselubung: selalu menghitug jasa, ingin dihormati dan beroleh pujian dari manusia, ingin diutamakan, tidak mau menanggung rugi, mudah sekali mengeluh, kecewa dan akhirnya pelayanannya pun tidak bertahan lama. Orang yang melayani Tuhan harus memiliki beban yang dalam untuk melayani. Seperti Tuhan Yesus yang melayani jiwa-jiwa karena hatinya tergerak oleh belas kasihan. "Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala." (Matius 9:36). Sedangkan keberadaan orang percaya di tengah dunia adalah untuk menjadi saksiNya: menjadi garam dan terang dunia, "...supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Jadi ladang pelayanan itu sesungguhnya sangat luas, tapi seringkali kita salah dalam memahami arti sebuah pelayanan. Kita beranggapan bahwa melayani Tuhan berarti harus menjadi pendeta, penginjil atau terlibat dalam pelayanan mimbar, dan terlebih dahulu masuk Sekolah Alkitab. Padahal Tuhan ingin agar kita memberitakan Injil melalui sikap dan tindakan kita sehari-hari, di mana pun kita berada dan kapan saja, sesuai dengan profesi kita masing-masing.
Melayani Tuhan adalah jika kita melakukan firmanNya dan menyelesaikan pekerjaanNya. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Baca: 2 Korintus 5:11-21
"Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." 2 Korintus 5:15
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam melayani Tuhan adalah motivasi kita. Motivasi pelayanan yang berkenan kepada Tuhan bukan semata-mata supaya diberkati, melainkan kita rela melayani oleh karena kasih. "Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil," (Filipi 1:16).
Adapun ciri-ciri orang yang melayani Tuhan karena kerelaan dan kasih adalah: tidak memperhitungkan untung-rugi, tidak menonjolkan diri sendiri dan tidak mencari hormat dan pujian dari manusia. Hal ini sangat bertolak belakang dengan orang yang melayani Tuhan karena terpaksa dan memiliki motivasi terselubung: selalu menghitug jasa, ingin dihormati dan beroleh pujian dari manusia, ingin diutamakan, tidak mau menanggung rugi, mudah sekali mengeluh, kecewa dan akhirnya pelayanannya pun tidak bertahan lama. Orang yang melayani Tuhan harus memiliki beban yang dalam untuk melayani. Seperti Tuhan Yesus yang melayani jiwa-jiwa karena hatinya tergerak oleh belas kasihan. "Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala." (Matius 9:36). Sedangkan keberadaan orang percaya di tengah dunia adalah untuk menjadi saksiNya: menjadi garam dan terang dunia, "...supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16).
Jadi ladang pelayanan itu sesungguhnya sangat luas, tapi seringkali kita salah dalam memahami arti sebuah pelayanan. Kita beranggapan bahwa melayani Tuhan berarti harus menjadi pendeta, penginjil atau terlibat dalam pelayanan mimbar, dan terlebih dahulu masuk Sekolah Alkitab. Padahal Tuhan ingin agar kita memberitakan Injil melalui sikap dan tindakan kita sehari-hari, di mana pun kita berada dan kapan saja, sesuai dengan profesi kita masing-masing.
Melayani Tuhan adalah jika kita melakukan firmanNya dan menyelesaikan pekerjaanNya. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Friday, February 7, 2014
TIDAK MELAYANI: Berhutang Kepada Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Februari 2014
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." 1 Petrus 4:10
Rasul Paulus menegaskan, "...kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita." (Roma 12:6-8). Kita harus melayani karena kita dirancang dan diciptakan Tuhan dengan tujuan "...melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10).
Siapakah yang harus kita layani? Tuhan adalah pribadi utama yang harus kita layani. Maka dari itu haruslah "dengan segala rendah hati aku melayani Tuhan. Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku." (Kisah 20:19). Hidup Paulus sepenuhnya dicurahkan untuk melayani Tuhan. Ujian dan tantangan yang ada tak menyurutkan semangatnya untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan. Jangan sekali-kali kita melayani Tuhan hanya karena mengikuti tren atau sekedar ikut-ikutan. Rasul Paulus menyadari, "...Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi," (Galatia 1:15-16).
Paulus merasa dirinya berhutang kepada Kristus jika tidak melayani Tuhan, sebab "...kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).
"Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang." Lukas 12:43
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." 1 Petrus 4:10
Rasul Paulus menegaskan, "...kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita." (Roma 12:6-8). Kita harus melayani karena kita dirancang dan diciptakan Tuhan dengan tujuan "...melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10).
Siapakah yang harus kita layani? Tuhan adalah pribadi utama yang harus kita layani. Maka dari itu haruslah "dengan segala rendah hati aku melayani Tuhan. Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku." (Kisah 20:19). Hidup Paulus sepenuhnya dicurahkan untuk melayani Tuhan. Ujian dan tantangan yang ada tak menyurutkan semangatnya untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan. Jangan sekali-kali kita melayani Tuhan hanya karena mengikuti tren atau sekedar ikut-ikutan. Rasul Paulus menyadari, "...Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi," (Galatia 1:15-16).
Paulus merasa dirinya berhutang kepada Kristus jika tidak melayani Tuhan, sebab "...kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).
"Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang." Lukas 12:43
Thursday, February 6, 2014
HIDUP KEKRISTENAN ADALAH MELAYANI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Februari 2014
Baca: 1 Petrus 4:1-6
"supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah." 1 Petrus 4:2
Setelah beroleh keselamatan secara cuma-cuma dari Tuhan ada bagian yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai umat tebusanNya yaitu memelihara, mengerjakan dan mempertahankan keselamatan tersebut dengan takut dan gentar. Salah satu caranya adalah dengan melibatkan diri dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.
Ada dua kata kunci bagi setiap orang Kristen yaitu marilah dan pergilah. Tuhan berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28), dan juga "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus," (Matius 28:19). Jadi kita dipanggil bukan hanya untuk menerima karunia keselamatan, tetapi juga untuk melaksanakan Amanat AgungNya: pergi dan menghasilkan buah. Tuhan tidak ingin kita hidup tanpa bekerja, tetapi aktif bekerja bagi Dia.
Kita memiliki tugas memenangkan jiwa bagi kerajaan Allah. Inilah undangan Yesus kepada setiap orang percaya, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19). Mengapa kita harus melayani? 1. Karena Tuhan Yesus telah terlebih dahulu memberikan teladan hidup kepada kita. "...sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Sebagai pengikut Kristus adalah mutlak bagi kita mengikuti teladanNya. 2. Karena Tuhan telah memberikan talenta dan karunia kepada kita yang kesemuanya itu harus kita kembangkan dan maksimalkan. Jangan sekali-kali kita berlaku seperti hamba yang mendapat satu talenta dan menyembunyikan talentanya itu di dalam tanah. Ia tidak mau bekerja dan berkarya bagi Tuhan. Akhirnya hamba itu pun harus menanggung akibatnya (baca Matius 25:30).
Jika kita tidak berbuat apa-apa bagi kerajaan Allah kita bersikap sama seperti hamba yang jahat, malas dan tidak berguna. Dosanya tidak terletak pada apa yang dilakukannya, melainkan pada apa yang tidak dilakukannya, di mana ia telah menyia-nyiakan kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan oleh tuannya itu.
Tanggapilah panggilan Tuhan dengan benar!
Baca: 1 Petrus 4:1-6
"supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah." 1 Petrus 4:2
Setelah beroleh keselamatan secara cuma-cuma dari Tuhan ada bagian yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai umat tebusanNya yaitu memelihara, mengerjakan dan mempertahankan keselamatan tersebut dengan takut dan gentar. Salah satu caranya adalah dengan melibatkan diri dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.
Ada dua kata kunci bagi setiap orang Kristen yaitu marilah dan pergilah. Tuhan berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28), dan juga "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus," (Matius 28:19). Jadi kita dipanggil bukan hanya untuk menerima karunia keselamatan, tetapi juga untuk melaksanakan Amanat AgungNya: pergi dan menghasilkan buah. Tuhan tidak ingin kita hidup tanpa bekerja, tetapi aktif bekerja bagi Dia.
Kita memiliki tugas memenangkan jiwa bagi kerajaan Allah. Inilah undangan Yesus kepada setiap orang percaya, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19). Mengapa kita harus melayani? 1. Karena Tuhan Yesus telah terlebih dahulu memberikan teladan hidup kepada kita. "...sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Sebagai pengikut Kristus adalah mutlak bagi kita mengikuti teladanNya. 2. Karena Tuhan telah memberikan talenta dan karunia kepada kita yang kesemuanya itu harus kita kembangkan dan maksimalkan. Jangan sekali-kali kita berlaku seperti hamba yang mendapat satu talenta dan menyembunyikan talentanya itu di dalam tanah. Ia tidak mau bekerja dan berkarya bagi Tuhan. Akhirnya hamba itu pun harus menanggung akibatnya (baca Matius 25:30).
Jika kita tidak berbuat apa-apa bagi kerajaan Allah kita bersikap sama seperti hamba yang jahat, malas dan tidak berguna. Dosanya tidak terletak pada apa yang dilakukannya, melainkan pada apa yang tidak dilakukannya, di mana ia telah menyia-nyiakan kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan oleh tuannya itu.
Tanggapilah panggilan Tuhan dengan benar!
Wednesday, February 5, 2014
HIDUP BENAR ADALAH KUNCI BERTAHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Februari 2014
Baca: Mazmur 25:1-22
"Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" mazmur 25:3
Jika menghadapi situasi yang serba tidak menentu, kita sebagai anak-anak Tuhan harus memiliki sikap yang berbeda, karena kita memiliki keyakinan bahwa bersama Roh Kudus kita memiliki kesanggupan untuk menjalani hari-hari berat kita. "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7) dan "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Kekuatan adikodrati inilah yag senantiasa menguatkan, menopang dan menyertai kita. Pemazmur menyatakan, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Tantangan, penderitaan, masalah, ancaman dan sebagainya akan selalu ada dan mewarnai hari-hari manusia. Bagi orang dunia itu adalah hal yang menakutkan dan mengkhawatirkan, tapi bagi kita adalah kesempatan untuk melihat dan mengalami mujizat Tuhan dinyatakan. "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14).
Supaya kita dapat bertahan di tengah pergumulan yang berat kita perlu tetap fokus pada janji Tuhan, sebab "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian,..." (2 Petrus 3:9). Apa pun keadaannya kita harus tetap menanti-nantikan Tuhan karena Dia tidak pernah lalai menepati janjiNya. Dalam menantikan Tuhan terkandung beberapa aspek yang harus dipenuhi, yaitu kesabaran, ketekunan dan penguasaan diri; dan kesemuanya itu tidak terlepas dari tindakan kita membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan. Ketika kita sabar dan tekun menanti-nantikan Tuhan, iman kita sedang dilatih supaya kuat.
Fokus pada janji Tuhan berarti memahami bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu 'saya', sehingga kita tidak berubah sikap sampai Tuhan bertindak. Fokus pada janji Tuhan berarti kita 'tinggal' di dalam firmanNya, artinya kita mengerjakan bagian kita yaitu hidup dalam kebenaran dengan melakukan firmanNya setiap hari.
"Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." Mazmur 25:10
Baca: Mazmur 25:1-22
"Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;" mazmur 25:3
Jika menghadapi situasi yang serba tidak menentu, kita sebagai anak-anak Tuhan harus memiliki sikap yang berbeda, karena kita memiliki keyakinan bahwa bersama Roh Kudus kita memiliki kesanggupan untuk menjalani hari-hari berat kita. "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7) dan "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Kekuatan adikodrati inilah yag senantiasa menguatkan, menopang dan menyertai kita. Pemazmur menyatakan, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Tantangan, penderitaan, masalah, ancaman dan sebagainya akan selalu ada dan mewarnai hari-hari manusia. Bagi orang dunia itu adalah hal yang menakutkan dan mengkhawatirkan, tapi bagi kita adalah kesempatan untuk melihat dan mengalami mujizat Tuhan dinyatakan. "TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14).
Supaya kita dapat bertahan di tengah pergumulan yang berat kita perlu tetap fokus pada janji Tuhan, sebab "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian,..." (2 Petrus 3:9). Apa pun keadaannya kita harus tetap menanti-nantikan Tuhan karena Dia tidak pernah lalai menepati janjiNya. Dalam menantikan Tuhan terkandung beberapa aspek yang harus dipenuhi, yaitu kesabaran, ketekunan dan penguasaan diri; dan kesemuanya itu tidak terlepas dari tindakan kita membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan. Ketika kita sabar dan tekun menanti-nantikan Tuhan, iman kita sedang dilatih supaya kuat.
Fokus pada janji Tuhan berarti memahami bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu 'saya', sehingga kita tidak berubah sikap sampai Tuhan bertindak. Fokus pada janji Tuhan berarti kita 'tinggal' di dalam firmanNya, artinya kita mengerjakan bagian kita yaitu hidup dalam kebenaran dengan melakukan firmanNya setiap hari.
"Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." Mazmur 25:10
Tuesday, February 4, 2014
HIDUP DIWARNAI KEKUATIRAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Februari 2014
Baca: Mazmur 55:1-24
"Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." Mazmur 55:23
Tak bisa dipungkiri, dunia saat ini dipenuhi berbagai gejolak di segala aspek kehidupan. Semua orang tanpa terkecuali merasakan dampak dari situasi yang ada. Namun tidak seharusnya hal ini mengejutkan kita orang percaya, sebab Alkitab sudah menyatakan bahwa menjelang kedatangan Tuhan kali yang kedua akan datang masa-masa yang sukar yang merupakan masa yang sangat menentukan bagi perjalanan kekristenan kita.
Masa-masa sukar adalah masa ujian bagi kita, masa pemurnian iman, masa penentuan apakah kita terus melangkah maju atau mengalami kemunduran rohani. "sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." (1 Korintus 3:13-14). Menghadapi situasi berat ini banyak orang berkata, "Kuatir itu wajar, sebab sebagai manusia kita pasti punya banyak kelemahan." Hal ini pun seringkali kita jadikan dalih ketika kita sedang merasa kuatir. "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27). Satu hasta itu digambarkan seperti jarak antara siku sampai ujung jari seseorang, yang secara rata-rata sekitar 45 cm. Suatu ukuran yang relatif pendek; meski demikian, tak seorang pun manusia dapat menambah panjang langkah hidupnya. Adakah orang yang karena kekuatirannya dapat menambah sehari saja umur hidupnya? Sebaliknya menurut ilmu kedokteran, kekuatiran justru sangat berdampak buruk bagi kesehatan tubuh manusia, bahkan bisa memperpendek umur seseorang. "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia." (Amsal 12:25).
Kekuatiran tidak dapat menyelesaikan persoalan, malahan menambah beban hidup kita, menguras energi dan pikiran, serta membuang waktu kita secara percuma.
"Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?" (Matius 6:25), sebab "...Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17).
Baca: Mazmur 55:1-24
"Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." Mazmur 55:23
Tak bisa dipungkiri, dunia saat ini dipenuhi berbagai gejolak di segala aspek kehidupan. Semua orang tanpa terkecuali merasakan dampak dari situasi yang ada. Namun tidak seharusnya hal ini mengejutkan kita orang percaya, sebab Alkitab sudah menyatakan bahwa menjelang kedatangan Tuhan kali yang kedua akan datang masa-masa yang sukar yang merupakan masa yang sangat menentukan bagi perjalanan kekristenan kita.
Masa-masa sukar adalah masa ujian bagi kita, masa pemurnian iman, masa penentuan apakah kita terus melangkah maju atau mengalami kemunduran rohani. "sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." (1 Korintus 3:13-14). Menghadapi situasi berat ini banyak orang berkata, "Kuatir itu wajar, sebab sebagai manusia kita pasti punya banyak kelemahan." Hal ini pun seringkali kita jadikan dalih ketika kita sedang merasa kuatir. "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27). Satu hasta itu digambarkan seperti jarak antara siku sampai ujung jari seseorang, yang secara rata-rata sekitar 45 cm. Suatu ukuran yang relatif pendek; meski demikian, tak seorang pun manusia dapat menambah panjang langkah hidupnya. Adakah orang yang karena kekuatirannya dapat menambah sehari saja umur hidupnya? Sebaliknya menurut ilmu kedokteran, kekuatiran justru sangat berdampak buruk bagi kesehatan tubuh manusia, bahkan bisa memperpendek umur seseorang. "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia." (Amsal 12:25).
Kekuatiran tidak dapat menyelesaikan persoalan, malahan menambah beban hidup kita, menguras energi dan pikiran, serta membuang waktu kita secara percuma.
"Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?" (Matius 6:25), sebab "...Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17).
Monday, February 3, 2014
BERTAHAN DI TENGAH PENDERITAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Februari 2014
Baca: 2 Korintus 11:23-33
"Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut." 2 Korintus 11:23
Banyak orang Kristen mengeluh dan bersungut-sungut jika sedang dalam masalah dan penderitaan. Mari belajar dari kehidupan rasul Paulus, seorang pemberita Injil yang dipakai Tuhan secara luar biasa.
Meski sudah melayani Tuhan, apakah hidup Paulus terbebas dari masalah? Justru sebaliknya: hari-hari yang dijalani Paulus dipenuhi oleh penderitaan dan pergumuluan yang berat. Meski demikian hal itu tidak menyurutkan semangat Paulus untuk melayani Tuhan dan memberitakan Injil. Seburuk apa pun keadaannya Paulus tetap memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. "Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian," ( 2 Korintus 11:23-27). Apa yang mendasari Paulus sehingga ia tetap kuat dan mampu bertahan di tengah penderitaan? Dasarnya adalah pengorbanan Kristus dibawah kayu salib. Ia menyadari bahwa "...setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya," (2 Timotius 3:12).
Setiap orang percaya kita hidup di dalam kasih karunia; meski demikian, tidak berarti kita akan terbebas dari masalah dan persoalan. Masalah dan persoalan boleh saja tetap menerpa, tapi dalam keadaan buruk sekalipun kasih karunia Tuhan yang akan menopang dan menolong, sehingga kita dapat melewati segala sesuatunya.
"Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." 2 Korintus 12:9
Baca: 2 Korintus 11:23-33
"Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut." 2 Korintus 11:23
Banyak orang Kristen mengeluh dan bersungut-sungut jika sedang dalam masalah dan penderitaan. Mari belajar dari kehidupan rasul Paulus, seorang pemberita Injil yang dipakai Tuhan secara luar biasa.
Meski sudah melayani Tuhan, apakah hidup Paulus terbebas dari masalah? Justru sebaliknya: hari-hari yang dijalani Paulus dipenuhi oleh penderitaan dan pergumuluan yang berat. Meski demikian hal itu tidak menyurutkan semangat Paulus untuk melayani Tuhan dan memberitakan Injil. Seburuk apa pun keadaannya Paulus tetap memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. "Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian," ( 2 Korintus 11:23-27). Apa yang mendasari Paulus sehingga ia tetap kuat dan mampu bertahan di tengah penderitaan? Dasarnya adalah pengorbanan Kristus dibawah kayu salib. Ia menyadari bahwa "...setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya," (2 Timotius 3:12).
Setiap orang percaya kita hidup di dalam kasih karunia; meski demikian, tidak berarti kita akan terbebas dari masalah dan persoalan. Masalah dan persoalan boleh saja tetap menerpa, tapi dalam keadaan buruk sekalipun kasih karunia Tuhan yang akan menopang dan menolong, sehingga kita dapat melewati segala sesuatunya.
"Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." 2 Korintus 12:9
Sunday, February 2, 2014
NASI SUDAH MENJADI BUBUR?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Februari 2014
Baca: Yohanes 11:33-44
"Jawab Yesus: 'Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?'" Yohanes 11:40
Semua orang pasti akan berkata, "Nasi sudah menjadi bubur!" setelah mendapati Lazarus sudah mati, bahkan telah empat hari dikuburkan.
Nada penyesalan tersirat dalam pernyataan Marta, "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati." (Yohanes 11:21). Sambil tersungkur di bawah kaki Yesus Maria pun mengungkapkan hal yang sama, "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati." (Yohanes 11:32). Kita pun seringkali bersikap demikian, kecewa dan bersungut-sungut dengan mengatakan bahwa semuanya sudah terlambat, "Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati." (Yohanes 11:32). Benarkah demikian? Pertolongan Tuhan itu tidak pernah terlambat, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Hal ini dibuktikan ketika Yesus bertindak dengan berkata, "'Lazarus, marilah ke luar!' Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh." (Yohanes 11:43-44). Luar biasa! Lazarus yang sudah mati selama empat hari pun dibangkitkanNya!
Jika saat ini kita sedang mengalami pergumulan berat: sakit-penyakit, perekonomian, keuangan, karir/pekerjaan sepertinya sudah mati dan tiada harapan lagi, janganlah menyerah pada keadaan! Tetaplah berserah kepada Tuhan dan nantikan pertolongannya dengan sabar, maka kita akan melihat mujizatNya dinyatakan. Selalu ada rencana indah di balik 'keterlambatan' Tuhan dalam bertindak. Jika 'seolah-olah' Tuhan terlambat dan lamban, di balik itu pasti ada sesuatu yang sedang Dia kerjakan. Tuhan ingin kita belajar untuk percaya. Selama ini murid-murid atau orang-orang sudah biasa melihat Yesus menyembuhkan orang sakit, namun mereka belum melihat Yesus membangkitkan orang mati. Dalam hal ini Yesus sedang mengajar murid-muridNya untuk mengembangkan iman mereka supaya mereka tahu bahwa Yesus adalah kebangkitan dan hidup.
"...syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya." Yohanes 11:15
Baca: Yohanes 11:33-44
"Jawab Yesus: 'Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?'" Yohanes 11:40
Semua orang pasti akan berkata, "Nasi sudah menjadi bubur!" setelah mendapati Lazarus sudah mati, bahkan telah empat hari dikuburkan.
Nada penyesalan tersirat dalam pernyataan Marta, "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati." (Yohanes 11:21). Sambil tersungkur di bawah kaki Yesus Maria pun mengungkapkan hal yang sama, "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati." (Yohanes 11:32). Kita pun seringkali bersikap demikian, kecewa dan bersungut-sungut dengan mengatakan bahwa semuanya sudah terlambat, "Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati." (Yohanes 11:32). Benarkah demikian? Pertolongan Tuhan itu tidak pernah terlambat, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Hal ini dibuktikan ketika Yesus bertindak dengan berkata, "'Lazarus, marilah ke luar!' Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh." (Yohanes 11:43-44). Luar biasa! Lazarus yang sudah mati selama empat hari pun dibangkitkanNya!
Jika saat ini kita sedang mengalami pergumulan berat: sakit-penyakit, perekonomian, keuangan, karir/pekerjaan sepertinya sudah mati dan tiada harapan lagi, janganlah menyerah pada keadaan! Tetaplah berserah kepada Tuhan dan nantikan pertolongannya dengan sabar, maka kita akan melihat mujizatNya dinyatakan. Selalu ada rencana indah di balik 'keterlambatan' Tuhan dalam bertindak. Jika 'seolah-olah' Tuhan terlambat dan lamban, di balik itu pasti ada sesuatu yang sedang Dia kerjakan. Tuhan ingin kita belajar untuk percaya. Selama ini murid-murid atau orang-orang sudah biasa melihat Yesus menyembuhkan orang sakit, namun mereka belum melihat Yesus membangkitkan orang mati. Dalam hal ini Yesus sedang mengajar murid-muridNya untuk mengembangkan iman mereka supaya mereka tahu bahwa Yesus adalah kebangkitan dan hidup.
"...syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya." Yohanes 11:15
Saturday, February 1, 2014
PERTOLONGAN TUHAN: Tidak Pernah Terlambat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Februari 2014
Baca: Yohanes 11:1-32
"Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada;" Yohanes 11:6
Dalam perjalanan hidup ini kita seringkali dihadapkan pada berbagai macam persoalan dan pergumulan. Respons kita terhadap persoalan pun bermacam-macam, umumnya kita gampang kecewa dan putus asa karena merasa bahwa pertolongan dari Tuhan itu tidak tepat waktu seperti yang kita harapkan.
Perihal waktu inilah yang selalu menjadi masalah serius dalam kehidupan orang percaya. Mengapa? Karena kita menghendaki pertolongan dan jawaban doa dari Tuhan itu secara cepat, tidak perlu menunggu lama. Itulah keinginan kita! Padahal waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Adakalanya jawaban Tuhan terhadap doa dan permohonan kita adalah: tunggu. Namun yang pasti suatu saat janji Tuhan pasti akan digenapi, karena janjiNya adalah ya dan amin. Firman Tuhan berisi ribuan janji Tuhan dan tak satu pun janjiNya yang tak ditepatiNya. "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7).
Benarkah pertolongan Tuhan itu terlambat? Kita menganggap bahwa pertolongan Tuhan itu terlambat dan tidak tepat waktu oleh karena kita mengukurnya menurut agenda, rencana dan waktu kita. Sementara Tuhan bertindak sesuai dengan waktuNya. Mungkin kita tidak akan mendapat masalah bila waktu Tuhan itu sama dengan waktu kita.
Inilah yang mungkin juga dirasakan oleh sebuah keluarga di Betania. Suatu ketika Maria dan Marta sedang menghadapi persoalan yang sangat berat, di mana Lazarus, saudaranya, sedang sakit parah. Lalu mereka mengirim kabar tentang sakit yang dialami Lazarus ini kepada Yesus, dengan harapan Yesus akan bergegas datang ke Betania dan menyembuhkan saudaranya itu. Kenyataannya? Respons Yesus benar-benar di luar dugaan. "...setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada;" (ayat nats). Setelah itu, sesuai dengan waktuNya, Yesus pun datang ke rumah mereka, namun apa yang terjadi? "...ketika Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur." (Yohanes 11:17).
Secara manusia, kedatangan Tuhan Yesus ke rumah Lazarus sudah terlambat, tetapi dibalik itu ada rencanaNya yang luar biasa.
Baca: Yohanes 11:1-32
"Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada;" Yohanes 11:6
Dalam perjalanan hidup ini kita seringkali dihadapkan pada berbagai macam persoalan dan pergumulan. Respons kita terhadap persoalan pun bermacam-macam, umumnya kita gampang kecewa dan putus asa karena merasa bahwa pertolongan dari Tuhan itu tidak tepat waktu seperti yang kita harapkan.
Perihal waktu inilah yang selalu menjadi masalah serius dalam kehidupan orang percaya. Mengapa? Karena kita menghendaki pertolongan dan jawaban doa dari Tuhan itu secara cepat, tidak perlu menunggu lama. Itulah keinginan kita! Padahal waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Adakalanya jawaban Tuhan terhadap doa dan permohonan kita adalah: tunggu. Namun yang pasti suatu saat janji Tuhan pasti akan digenapi, karena janjiNya adalah ya dan amin. Firman Tuhan berisi ribuan janji Tuhan dan tak satu pun janjiNya yang tak ditepatiNya. "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7).
Benarkah pertolongan Tuhan itu terlambat? Kita menganggap bahwa pertolongan Tuhan itu terlambat dan tidak tepat waktu oleh karena kita mengukurnya menurut agenda, rencana dan waktu kita. Sementara Tuhan bertindak sesuai dengan waktuNya. Mungkin kita tidak akan mendapat masalah bila waktu Tuhan itu sama dengan waktu kita.
Inilah yang mungkin juga dirasakan oleh sebuah keluarga di Betania. Suatu ketika Maria dan Marta sedang menghadapi persoalan yang sangat berat, di mana Lazarus, saudaranya, sedang sakit parah. Lalu mereka mengirim kabar tentang sakit yang dialami Lazarus ini kepada Yesus, dengan harapan Yesus akan bergegas datang ke Betania dan menyembuhkan saudaranya itu. Kenyataannya? Respons Yesus benar-benar di luar dugaan. "...setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada;" (ayat nats). Setelah itu, sesuai dengan waktuNya, Yesus pun datang ke rumah mereka, namun apa yang terjadi? "...ketika Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur." (Yohanes 11:17).
Secara manusia, kedatangan Tuhan Yesus ke rumah Lazarus sudah terlambat, tetapi dibalik itu ada rencanaNya yang luar biasa.
Friday, January 31, 2014
YESUS: Ada Kuasa di Balik Doa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Januari 2014
Baca: Markus 1:40-45
"Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir." Markus 1:42
Inilah dampak kedisiplinan Yesus dalam berdoa, "Semua orang mencari Engkau." (Markus 1:37). Orang banyak ingin bertemu denganNya karena melihat hal-hal yang luar biasa dalam diriNya. Keberadaan Yesus benar-benar menjadi 'magnet' bagi banyak orang.
Setelah mengawali hari baru dengan membangun persekutuan intim dengan Bapa, Yesus mengisi hari-hariNya dengan "...pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang." (Markus 1:38). Ini menunjukkan bahwa di mana pun dan ke mana pun pergi Yesus selalu membawa misi. Dia selalu fokus dan memiliki semangat yang menyala-nyala untuk mengerjakan panggilanNya yaitu memberitakan Injil kerajaan Allah, melayani jiwa-jiwa, menyembuhkan orang yang sakit, mengusir setan serta "...mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10). Dewasa ini ada banyak jiwa di sekitar kita yang sedang 'sakit' dan 'tersesat', sangat membutuhkan uluran tangan kita. Adakah hati kita tergerak menjangkau mereka?
Iman kita haruslah iman yang aktif, artinya melangkah atau melakukan sesuatu. Kita tidak dapat menunggu atau berdiam diri sampai seseorang datang kepada kita baru kita mau menginjil dan melayani mereka. Yesus selalu datang dan menghampiri orang-orang dan hatiNya selalu tergerak oleh belas-kasihan. Hadirat Allah benar-benar memenuhi kehidupan Yesus, karena itu Ia tidak dapat berdiam diri melihat penderitaan orang lain, terlebih jika ada perbuatan mereka yang menyimpang dari kebenaran. Setiap orang yang mengalami perjumpaan dengan Yesus hidupnya diubahkan: yang sakit disembuhkan, yang buta dicelikkan, yang lemah dikuatkan, yang susah dihiburkan, yang terbelenggu dibebaskanNya.
Memiliki hati seperti Yesus inilah yang harus menjadi tujuan hidup setiap orang percaya karena dunia ini sedang haus dan lapar akan kasih Tuhan. Tuhan memanggil kita untuk menjadi alat kemuliaanNya, melakukan pekerjaan besar di tengah-tengah dunia ini.
Untuk bisa dipercaya Tuhan mengerjakan misi ini kita harus memiliki persekutuan karib denganNya melalui doa-doa kita, sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Baca: Markus 1:40-45
"Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir." Markus 1:42
Inilah dampak kedisiplinan Yesus dalam berdoa, "Semua orang mencari Engkau." (Markus 1:37). Orang banyak ingin bertemu denganNya karena melihat hal-hal yang luar biasa dalam diriNya. Keberadaan Yesus benar-benar menjadi 'magnet' bagi banyak orang.
Setelah mengawali hari baru dengan membangun persekutuan intim dengan Bapa, Yesus mengisi hari-hariNya dengan "...pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang." (Markus 1:38). Ini menunjukkan bahwa di mana pun dan ke mana pun pergi Yesus selalu membawa misi. Dia selalu fokus dan memiliki semangat yang menyala-nyala untuk mengerjakan panggilanNya yaitu memberitakan Injil kerajaan Allah, melayani jiwa-jiwa, menyembuhkan orang yang sakit, mengusir setan serta "...mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10). Dewasa ini ada banyak jiwa di sekitar kita yang sedang 'sakit' dan 'tersesat', sangat membutuhkan uluran tangan kita. Adakah hati kita tergerak menjangkau mereka?
Iman kita haruslah iman yang aktif, artinya melangkah atau melakukan sesuatu. Kita tidak dapat menunggu atau berdiam diri sampai seseorang datang kepada kita baru kita mau menginjil dan melayani mereka. Yesus selalu datang dan menghampiri orang-orang dan hatiNya selalu tergerak oleh belas-kasihan. Hadirat Allah benar-benar memenuhi kehidupan Yesus, karena itu Ia tidak dapat berdiam diri melihat penderitaan orang lain, terlebih jika ada perbuatan mereka yang menyimpang dari kebenaran. Setiap orang yang mengalami perjumpaan dengan Yesus hidupnya diubahkan: yang sakit disembuhkan, yang buta dicelikkan, yang lemah dikuatkan, yang susah dihiburkan, yang terbelenggu dibebaskanNya.
Memiliki hati seperti Yesus inilah yang harus menjadi tujuan hidup setiap orang percaya karena dunia ini sedang haus dan lapar akan kasih Tuhan. Tuhan memanggil kita untuk menjadi alat kemuliaanNya, melakukan pekerjaan besar di tengah-tengah dunia ini.
Untuk bisa dipercaya Tuhan mengerjakan misi ini kita harus memiliki persekutuan karib denganNya melalui doa-doa kita, sebab "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Thursday, January 30, 2014
YESUS: Disiplin Dalam Doa (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Januari 2014
Baca: Lukas 6:12-16
"Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." Lukas 6:12
Kehebatan pelayanan Yesus bukan disebabkan karena Ia mengandalkan keilahianNya sebagai Anak Allah, Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, melainkan kehidupan sebagai Anak Manusia yang sepenuhnya mengandalkan Allah BapaNya. Di tengah-tengah kesibukan pelayanNya Yesus tidak pernah mengesampingkan doa. "Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23). Bahkan saat tergantung di atas kayu salib dan pada embusan nafas terakhirnya pun Ia masih berdoa. Saat ini ketika berada di sorga Yesus terus berdoa karena "...Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka." (Ibrani 7:25).
Jika kita rindu memiliki kehidupan yang berkualitas, kita pun harus mendisiplinkan diri dalam hal doa. Semakin disiplin berdoa semakin kita mengenal kehendak, rencana dan kuasa Tuhan. Bisakah? Disiplin berdoa pasti bisa dilakukan oleh setiap orang percaya karena Yesus sudah memberikan Roh KudusNya untuk membantu kita dalam berdoa. "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26). Roh kuduslah yang kan mengingatkan dan membangkitkan kerinduan kita untuk berdoa. Ketika kita taat terhadap tuntunan Roh Kudus Ia akan menolong kita mengembangkan sikap disiplin dalam berdoa. Kita akan diajar dan mengalami berdoa dalam Roh (bukan berarti selalu berdoa dalam bahasa roh, melainkan berdoa di segala waktu dan tempat).
Ketika kita secara konsisten mendisiplinkan diri dalam berdoa, Roh Kudus akan membawa kita kepada level yang lebih tinggi lagi, di mana melakukan kehendak Tuhan akan menjadi suatu kegemaran bagi kita, akhirnya kita pun akan menjadi saluran kuasa Roh Kudus bekerja sebagaimana janjiNya, "...melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12).
Tanpa disiplin berdoa mustahil kita bisa melakuka kehendak Tuhan dalam hidup ini!
Baca: Lukas 6:12-16
"Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah." Lukas 6:12
Kehebatan pelayanan Yesus bukan disebabkan karena Ia mengandalkan keilahianNya sebagai Anak Allah, Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, melainkan kehidupan sebagai Anak Manusia yang sepenuhnya mengandalkan Allah BapaNya. Di tengah-tengah kesibukan pelayanNya Yesus tidak pernah mengesampingkan doa. "Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23). Bahkan saat tergantung di atas kayu salib dan pada embusan nafas terakhirnya pun Ia masih berdoa. Saat ini ketika berada di sorga Yesus terus berdoa karena "...Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka." (Ibrani 7:25).
Jika kita rindu memiliki kehidupan yang berkualitas, kita pun harus mendisiplinkan diri dalam hal doa. Semakin disiplin berdoa semakin kita mengenal kehendak, rencana dan kuasa Tuhan. Bisakah? Disiplin berdoa pasti bisa dilakukan oleh setiap orang percaya karena Yesus sudah memberikan Roh KudusNya untuk membantu kita dalam berdoa. "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26). Roh kuduslah yang kan mengingatkan dan membangkitkan kerinduan kita untuk berdoa. Ketika kita taat terhadap tuntunan Roh Kudus Ia akan menolong kita mengembangkan sikap disiplin dalam berdoa. Kita akan diajar dan mengalami berdoa dalam Roh (bukan berarti selalu berdoa dalam bahasa roh, melainkan berdoa di segala waktu dan tempat).
Ketika kita secara konsisten mendisiplinkan diri dalam berdoa, Roh Kudus akan membawa kita kepada level yang lebih tinggi lagi, di mana melakukan kehendak Tuhan akan menjadi suatu kegemaran bagi kita, akhirnya kita pun akan menjadi saluran kuasa Roh Kudus bekerja sebagaimana janjiNya, "...melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12).
Tanpa disiplin berdoa mustahil kita bisa melakuka kehendak Tuhan dalam hidup ini!
Wednesday, January 29, 2014
YESUS: Disiplin Dalam Doa (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Januari 2014
Baca: Markus 1:35-39
"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." Markus 1:35
Para tokoh iman dan orang-orang pilihan yang dipakai Tuhan secara luar biasa yang tercatat di dalam Alkitab, juga para hamba Tuhan yang hidup di zaman sekarang ini adalah orang-orang yang mau membayar harga dalam hidupnya sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang istimewa di mata Tuhan. Kita perlu berusaha meneladani dan mengikuti jejak hidup mereka seperti yang disampaikan Rasul Paulus, "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1). Tidak ada maksud menyombongkan diri dan menganggap diri sempurna sehingga ia memerintahkan orang lain untuk mencontoh dan mengikutinya. Dalam hal ini rasul Paulus ingin menekankan bahwa pribadi yang harus menjadi teladan utama dalam hidup ini adalah Kristus, sebagaimana ia juga menjadikan Kristus sebagai teladan dalam hidupnya.
Mengikuti, menaati dan meneladani Tuhan Yesus adalah langkah awal untuk menjadi orang Kristen yang berdampak bagi orang lain. Mengapa kita harus meneladani Tuhan Yesus? Karena hal yang paling terutama dalam hidup Yesus adalah melakukan kehendak Bapa di sorga, apa pun dan berapa pun harga yang harus dibayar, bahkan sampai mati di kayu salib. Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Tiada hari terlewatkan begitu saja bagi Yesus tanpa membangun persekutuan dengan Bapa. Berdoa bagi Yesus adalah langkah awal persiapanNya untuk melakukan kehendak Bapa. Pagi-pagi benar waktu hari masih gelap, ketika sebagian besar orang memilih untuk bersembunyi di balik selimut tebalnya, Yesus sudah pergi ke luar untuk berdoa. Banyak orang Kristen, kalaupun bangun pagi-pagi benar, sesegera mungkin mengambil koran, minum kopi, menonton berita terhangat di televisi, atau melakukan aktivitas lain yang jauh dari doa. Namun bagi Yesus, hal pertama yang Ia lakukan untuk memulai hariNya adalah berdoa dan membangun keintiman dengan Bapa. Inilah kunci keberhasilan pelayanan Yesus!
Dengan berdoa Yesus beroleh kekuatan dan kesanggupan untuk melakukan semua kehendak Bapa!
Baca: Markus 1:35-39
"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." Markus 1:35
Para tokoh iman dan orang-orang pilihan yang dipakai Tuhan secara luar biasa yang tercatat di dalam Alkitab, juga para hamba Tuhan yang hidup di zaman sekarang ini adalah orang-orang yang mau membayar harga dalam hidupnya sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang istimewa di mata Tuhan. Kita perlu berusaha meneladani dan mengikuti jejak hidup mereka seperti yang disampaikan Rasul Paulus, "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1). Tidak ada maksud menyombongkan diri dan menganggap diri sempurna sehingga ia memerintahkan orang lain untuk mencontoh dan mengikutinya. Dalam hal ini rasul Paulus ingin menekankan bahwa pribadi yang harus menjadi teladan utama dalam hidup ini adalah Kristus, sebagaimana ia juga menjadikan Kristus sebagai teladan dalam hidupnya.
Mengikuti, menaati dan meneladani Tuhan Yesus adalah langkah awal untuk menjadi orang Kristen yang berdampak bagi orang lain. Mengapa kita harus meneladani Tuhan Yesus? Karena hal yang paling terutama dalam hidup Yesus adalah melakukan kehendak Bapa di sorga, apa pun dan berapa pun harga yang harus dibayar, bahkan sampai mati di kayu salib. Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34).
Tiada hari terlewatkan begitu saja bagi Yesus tanpa membangun persekutuan dengan Bapa. Berdoa bagi Yesus adalah langkah awal persiapanNya untuk melakukan kehendak Bapa. Pagi-pagi benar waktu hari masih gelap, ketika sebagian besar orang memilih untuk bersembunyi di balik selimut tebalnya, Yesus sudah pergi ke luar untuk berdoa. Banyak orang Kristen, kalaupun bangun pagi-pagi benar, sesegera mungkin mengambil koran, minum kopi, menonton berita terhangat di televisi, atau melakukan aktivitas lain yang jauh dari doa. Namun bagi Yesus, hal pertama yang Ia lakukan untuk memulai hariNya adalah berdoa dan membangun keintiman dengan Bapa. Inilah kunci keberhasilan pelayanan Yesus!
Dengan berdoa Yesus beroleh kekuatan dan kesanggupan untuk melakukan semua kehendak Bapa!
Tuesday, January 28, 2014
TANAH LIAT DI TANGAN PENJUNAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Januari 2014
Baca: Roma 9:20-29
"Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?'" Roma 9:20
Tuhan selalu punya cara membentuk dan meproses kita, bisa melalui masalah, ujian, penderitaan, sakit-penyakit, krisis keuangan, bahkan melalui berkat atau kelimpahan.
"Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" (Roma 9:21). Artinya Tuhan memiliki hak penuh atas hidup kita karena Dialah Sang Penjunan, sedangkan kita ini adalah tanah liatNya, karena itu Ia akan membentuk kita sesuai dengan kehendak dan recanaNya. Sebagai tanah liat kita tidak dapat menentukan sendiri akan menjadi bejana yang bagaimana dan seperti apa kita ini karena hal itu sepenuhnya tergantung dari Sang Penjunan. Bagaimana supaya kita menjadi bejanaNya yang mulia? Tidak ada jalan lain selain kita harus tunduk, taat dan berserah penuh kepada Tuhan, menanggalkan manusia lama dengan menyucikan diri terhadap hal-hal yang jahat supaya kita layak dipakai untuk setiap pekerjaan yang baik dan mulia (baca 2 Timotius 2:21). Karena itu "...jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran." (2 Timotius 2:22-23).
Ada banyak orang Kristen yang sudah merasa cukup menjadi perabot Tuhan untuk tujuan yang biasa-biasa. Mereka tidak mau membayar harga, enggan meninggalkan dosa dan segala bentuk kecemaran dunia ini, padahal Alkitab tegas mengingatkan: "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Tuhan akan dan siap memakai kita untuk tujuannya yang mulia asal kita terlebih dahulu mau menyucikan diri.
Ingin menjadi bejana Tuhan yang mulia? "Keluarlah kamu...dan pisahkanlah dirimu...dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Baca: Roma 9:20-29
"Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?'" Roma 9:20
Tuhan selalu punya cara membentuk dan meproses kita, bisa melalui masalah, ujian, penderitaan, sakit-penyakit, krisis keuangan, bahkan melalui berkat atau kelimpahan.
"Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" (Roma 9:21). Artinya Tuhan memiliki hak penuh atas hidup kita karena Dialah Sang Penjunan, sedangkan kita ini adalah tanah liatNya, karena itu Ia akan membentuk kita sesuai dengan kehendak dan recanaNya. Sebagai tanah liat kita tidak dapat menentukan sendiri akan menjadi bejana yang bagaimana dan seperti apa kita ini karena hal itu sepenuhnya tergantung dari Sang Penjunan. Bagaimana supaya kita menjadi bejanaNya yang mulia? Tidak ada jalan lain selain kita harus tunduk, taat dan berserah penuh kepada Tuhan, menanggalkan manusia lama dengan menyucikan diri terhadap hal-hal yang jahat supaya kita layak dipakai untuk setiap pekerjaan yang baik dan mulia (baca 2 Timotius 2:21). Karena itu "...jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran." (2 Timotius 2:22-23).
Ada banyak orang Kristen yang sudah merasa cukup menjadi perabot Tuhan untuk tujuan yang biasa-biasa. Mereka tidak mau membayar harga, enggan meninggalkan dosa dan segala bentuk kecemaran dunia ini, padahal Alkitab tegas mengingatkan: "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Tuhan akan dan siap memakai kita untuk tujuannya yang mulia asal kita terlebih dahulu mau menyucikan diri.
Ingin menjadi bejana Tuhan yang mulia? "Keluarlah kamu...dan pisahkanlah dirimu...dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Monday, January 27, 2014
TANAH LIAT DI TANGAN PENJUNAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2014
Baca: Yeremia 18:1-17
"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." Yeremia 18:4
Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap orang Kristen pasti menginginkan berkat-berkat Tuhan dalam hidupnya. Namun dalam pengiringan kita kepada Tuhan janganlah kita hanya ingin menikmati berkat-berkatNya saja, sementara kita tidak mau dibentuk dan diproses Tuhan. Siapakah kita ini di hadapan Tuhan sehingga kita mau mengatur Tuhan? Ingat, kita ini adalah tanah liat dan Tuhan adalah Sang Penjunan. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan Yeremia untuk pergi ke tukang periuk supaya ia dapat belajar dari apa yang diperbuat si tukang periuk terhadap tanah liat sebelum menjadi bejana yang indah dan memiliki nilai guna. "Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: 'Apakah yang kaubuat?' atau yang telah dibuatnya: 'Engkau tidak punya tangan!'" (Yesaya 45:9).
Agar kita menjadi bejana Tuhan yang berharga dan digunakan untuk tujuan yang mulia kita pun harus rela dan mau dibentuk oleh Tuhan, sebab tanah liat tidak secara otomatis berubah menjadi bejana yang halus dan menarik tanpa melewati proses terlebih dahulu. Proses inilah yang seringkali kita hindari karena kita merasakan sakit yang luar biasa sehingga kita memberontak, kecewa dan marah kepada Tuhan. Namun semakin memberontak proses itu akan terasa lama dan menyakitkan. Bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan Tuhan di padang gurun selama 40 tahun lamanya oleh karena mereka suka memberontak, bersungut-sungut, mengeluh dan hidup dalam ketidaktaatan alias tegar tengkuk. Bisa saja tukang periuk membuat bejana itu secara cepat atau instan ('SKS' - sistem kebut semalam), tapi hasilnya? Tidak bisa dijamin kualitasnya, dan mungkin saja bejana tersebut tidak bisa bertahan lama, retak dan mudah pecah.
Maukah kita menjadi bejana atau perabot Tuhan yang bermutu rendah, biasa saja dan berharga murah? Setiap kita pasti ingin menjadi bejana Tuhan untuk tujuan yang mulia, menjadi anak-anak Tuhan yang outclass (unggul). Untuk itu ada harga yang harus dibayar. Karena itu jangan mengeraskan hati! Hati yang keras tak ubahnya seperti tanah keras yang perlu dilebur dan digemburkan sampai tanah itu benar-benar siap untuk dibentuk menjadi bejana sesuai dengan rencana si tukang periuk.
Baca: Yeremia 18:1-17
"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." Yeremia 18:4
Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap orang Kristen pasti menginginkan berkat-berkat Tuhan dalam hidupnya. Namun dalam pengiringan kita kepada Tuhan janganlah kita hanya ingin menikmati berkat-berkatNya saja, sementara kita tidak mau dibentuk dan diproses Tuhan. Siapakah kita ini di hadapan Tuhan sehingga kita mau mengatur Tuhan? Ingat, kita ini adalah tanah liat dan Tuhan adalah Sang Penjunan. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan Yeremia untuk pergi ke tukang periuk supaya ia dapat belajar dari apa yang diperbuat si tukang periuk terhadap tanah liat sebelum menjadi bejana yang indah dan memiliki nilai guna. "Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: 'Apakah yang kaubuat?' atau yang telah dibuatnya: 'Engkau tidak punya tangan!'" (Yesaya 45:9).
Agar kita menjadi bejana Tuhan yang berharga dan digunakan untuk tujuan yang mulia kita pun harus rela dan mau dibentuk oleh Tuhan, sebab tanah liat tidak secara otomatis berubah menjadi bejana yang halus dan menarik tanpa melewati proses terlebih dahulu. Proses inilah yang seringkali kita hindari karena kita merasakan sakit yang luar biasa sehingga kita memberontak, kecewa dan marah kepada Tuhan. Namun semakin memberontak proses itu akan terasa lama dan menyakitkan. Bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan Tuhan di padang gurun selama 40 tahun lamanya oleh karena mereka suka memberontak, bersungut-sungut, mengeluh dan hidup dalam ketidaktaatan alias tegar tengkuk. Bisa saja tukang periuk membuat bejana itu secara cepat atau instan ('SKS' - sistem kebut semalam), tapi hasilnya? Tidak bisa dijamin kualitasnya, dan mungkin saja bejana tersebut tidak bisa bertahan lama, retak dan mudah pecah.
Maukah kita menjadi bejana atau perabot Tuhan yang bermutu rendah, biasa saja dan berharga murah? Setiap kita pasti ingin menjadi bejana Tuhan untuk tujuan yang mulia, menjadi anak-anak Tuhan yang outclass (unggul). Untuk itu ada harga yang harus dibayar. Karena itu jangan mengeraskan hati! Hati yang keras tak ubahnya seperti tanah keras yang perlu dilebur dan digemburkan sampai tanah itu benar-benar siap untuk dibentuk menjadi bejana sesuai dengan rencana si tukang periuk.
Sunday, January 26, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi MempelaiNya (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2014
Baca: Wahyu 19:6-10
"Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia." Wahyu 19:7
Alkitab menyatakan bahwa "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Sementara di masa-masa sekarang ini tidak sedikit orang kristen yang mulai tidak setia mengiring Tuhan. Karena masalah, kesesakan atau doa-doa yang belum terjawab mereka begitu mudahnya kecewa, marah, menyalahkan Tuhan, lalu berpaling dari Tuhan, meninggalkan Dia dan menambatkan hati kepada dunia ini. "...maukah kita membangkitkan cemburu Tuhan?" (1 Korintus 10:22). Sungguh benar kata pemazmur, "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2). Mari kita belajar untuk setia menanti-nantikan Tuhan. "Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi." (Mazmur 130:5-6).
Ketiga, kita diminta untuk mengasihi Tuhan lebih dari segala yang ada, "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:37). Faktanya? Banyak orang lebih mencintai uang, harta, pekerjaan, popularitas atau jabatan, daripada mengasihi Tuhan. Akhirnya mereka meremehkan dan mengabaikan jam-jam ibadah dan persekutuan dengan Tuhan dan memilih menghabiskan waktu untuk perkara-perkara duniawi. Jika seseorang tidak mengasihi pasangannya lebih dari yang lain, bagaimana hubungan ini bisa berlanjut ke jenjang pernikahan? Tak seorang pun mau jika calon pasangannya itu selingkuh atau mempunyai affair dengan yang lain. Setiap pasangan pasti menginginkan suatu hubungan yang semakin hari semakin dekat dan saling mengasihi satu sama lain.
Milikilah kerinduan yang dalam kepada Tuhan, "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11).
Sebagai calon mempelai Kristus, kita harus menjaga hidup kita supaya tetap kudus, memiliki kesetiaan dan mengasihi Dia lebih dari segalanya, sampai Ia datang!
Baca: Wahyu 19:6-10
"Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia." Wahyu 19:7
Alkitab menyatakan bahwa "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Sementara di masa-masa sekarang ini tidak sedikit orang kristen yang mulai tidak setia mengiring Tuhan. Karena masalah, kesesakan atau doa-doa yang belum terjawab mereka begitu mudahnya kecewa, marah, menyalahkan Tuhan, lalu berpaling dari Tuhan, meninggalkan Dia dan menambatkan hati kepada dunia ini. "...maukah kita membangkitkan cemburu Tuhan?" (1 Korintus 10:22). Sungguh benar kata pemazmur, "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2). Mari kita belajar untuk setia menanti-nantikan Tuhan. "Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi." (Mazmur 130:5-6).
Ketiga, kita diminta untuk mengasihi Tuhan lebih dari segala yang ada, "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:37). Faktanya? Banyak orang lebih mencintai uang, harta, pekerjaan, popularitas atau jabatan, daripada mengasihi Tuhan. Akhirnya mereka meremehkan dan mengabaikan jam-jam ibadah dan persekutuan dengan Tuhan dan memilih menghabiskan waktu untuk perkara-perkara duniawi. Jika seseorang tidak mengasihi pasangannya lebih dari yang lain, bagaimana hubungan ini bisa berlanjut ke jenjang pernikahan? Tak seorang pun mau jika calon pasangannya itu selingkuh atau mempunyai affair dengan yang lain. Setiap pasangan pasti menginginkan suatu hubungan yang semakin hari semakin dekat dan saling mengasihi satu sama lain.
Milikilah kerinduan yang dalam kepada Tuhan, "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11).
Sebagai calon mempelai Kristus, kita harus menjaga hidup kita supaya tetap kudus, memiliki kesetiaan dan mengasihi Dia lebih dari segalanya, sampai Ia datang!
Saturday, January 25, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi MempelaiNya (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2014
Baca: Yesaya 62:1-12
"Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu." Yesaya 62:5
Setelah menjadi sahabat Kristus kita tidak berhenti di sini, namun kita harus bertumbuh menjadi mempelai Kristus yang dewasa. Seperti halnya seorang laki-laki hanya akan menikah dengan wanita yang sudah dewasa dan sepadan dengannya, begitu pula Kristus, Ia hanya akan memilih orang-orang Kristen yang dewasa rohani dan memiliki kehidupan yang berkenan untuk menjadi mempelaiNya. Setiap orang percaya adalah calon mempelai Kristus. "Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." (2 Korintus 11:2b).
Dalam menanti-nantikan kedatangan Sang Mempelai (Kristus), yang tidak akan lama lagi, ada hal-hal yang harus kita perhatikan. Pertama, kita harus hidup dalam kekudusan. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Menjaga kekudusan dan kesucian adalah hal utama bagi calon mempelai Kristus. Seorang mempelai pria pasti menginginkan pasangannya nanti (mempelai wanita) dalam keadaan suci dan tidak bernoda sampai hari pernikahan. "supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela." (Efesus 5:27). Hidup dalam kekudusan berarti tidak berkompromi dengan dosa; tidak mencemarkan diri dengan kehidupan duniawi; tidak menyerahkan anggota tubuh kepada dosa untuk dipakai senjata kelaliman, sebab "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).
Kedua, kita harus setia menantikan kedatanganNya. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Tanpa kesetiaan, seseorang akan mudah kecewa dan berubah sikap saat yang dinanti-nantikan itu belum juga datang.
Baca: Yesaya 62:1-12
"Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu." Yesaya 62:5
Setelah menjadi sahabat Kristus kita tidak berhenti di sini, namun kita harus bertumbuh menjadi mempelai Kristus yang dewasa. Seperti halnya seorang laki-laki hanya akan menikah dengan wanita yang sudah dewasa dan sepadan dengannya, begitu pula Kristus, Ia hanya akan memilih orang-orang Kristen yang dewasa rohani dan memiliki kehidupan yang berkenan untuk menjadi mempelaiNya. Setiap orang percaya adalah calon mempelai Kristus. "Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." (2 Korintus 11:2b).
Dalam menanti-nantikan kedatangan Sang Mempelai (Kristus), yang tidak akan lama lagi, ada hal-hal yang harus kita perhatikan. Pertama, kita harus hidup dalam kekudusan. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Menjaga kekudusan dan kesucian adalah hal utama bagi calon mempelai Kristus. Seorang mempelai pria pasti menginginkan pasangannya nanti (mempelai wanita) dalam keadaan suci dan tidak bernoda sampai hari pernikahan. "supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela." (Efesus 5:27). Hidup dalam kekudusan berarti tidak berkompromi dengan dosa; tidak mencemarkan diri dengan kehidupan duniawi; tidak menyerahkan anggota tubuh kepada dosa untuk dipakai senjata kelaliman, sebab "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).
Kedua, kita harus setia menantikan kedatanganNya. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Tanpa kesetiaan, seseorang akan mudah kecewa dan berubah sikap saat yang dinanti-nantikan itu belum juga datang.
Friday, January 24, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi SahabatNya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2014
Baca: Yohanes 15:9-17
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." Yohanes 15:14
Tuhan menginginkan agar setiap orang percaya makin hari makin meningkatkan hubungan denganNya, semakin hari semakin intim dan karib dengan Dia seperti hubungan seorang sahabat. Tuhan mau kita menjadi sahabat-sahabatNya.
Orang yang menjadi sahabat Kristus adalah orang yang senantiasa bergaul karib dengan Dia, seia-sekata di segala keadaan, baik itu suka maupun duka. Menjadi sahabat berarti lebih dari sekedar teman: kedua belah pihak sudah saling mengenal luar-dalam, saling memahami, saling berbagi. Ada unsur kesetiaan dan juga komitmen di dalamnya. Jadi hubungan persahabatan itu hubungan yang sangat spesial atau khusus, di mana kedua belah pihak saling membagi isi hati, bahkan tidak ada hal yang dirahasiakan. Penulis Amsal menggambarkan, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17), bahkan "...ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." (Amsal 18:24). Itulah arti seorang sahabat! Tuhan Yesus berkata, "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:14-15). Pada saat kita belajar menjadi sahabat Yesus kita sedang belajar untuk mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan dan juga kehendakNya. Bagaimana kita bisa mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan, dan kehendak Tuhan? Yaitu melalui firmanNya. Kita harus tinggal di dalam firmanNya, artinya kita tidak lupa memperkatakan kitab Taurat tersebut, merenungkan itu siang dan malam dan bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya. (baca Yosua 1:8).
Seberapa dekat hubungan kita dengan Tuhan? Apakah kita mendekat kepadaNya hanya ketika sedang dalam permasalahan yang berat? Ataukah kekariban kita dengan Tuhan seperti hubungan antarsahabat di setiap waktu? Sudahkah kita layak disebut sebagai sahabat Kristus?
"TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." Mazmur 25:14
Baca: Yohanes 15:9-17
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." Yohanes 15:14
Tuhan menginginkan agar setiap orang percaya makin hari makin meningkatkan hubungan denganNya, semakin hari semakin intim dan karib dengan Dia seperti hubungan seorang sahabat. Tuhan mau kita menjadi sahabat-sahabatNya.
Orang yang menjadi sahabat Kristus adalah orang yang senantiasa bergaul karib dengan Dia, seia-sekata di segala keadaan, baik itu suka maupun duka. Menjadi sahabat berarti lebih dari sekedar teman: kedua belah pihak sudah saling mengenal luar-dalam, saling memahami, saling berbagi. Ada unsur kesetiaan dan juga komitmen di dalamnya. Jadi hubungan persahabatan itu hubungan yang sangat spesial atau khusus, di mana kedua belah pihak saling membagi isi hati, bahkan tidak ada hal yang dirahasiakan. Penulis Amsal menggambarkan, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17), bahkan "...ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." (Amsal 18:24). Itulah arti seorang sahabat! Tuhan Yesus berkata, "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku." (Yohanes 15:14-15). Pada saat kita belajar menjadi sahabat Yesus kita sedang belajar untuk mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan dan juga kehendakNya. Bagaimana kita bisa mengenal dan memahami isi hati, pikiran, perasaan, dan kehendak Tuhan? Yaitu melalui firmanNya. Kita harus tinggal di dalam firmanNya, artinya kita tidak lupa memperkatakan kitab Taurat tersebut, merenungkan itu siang dan malam dan bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya. (baca Yosua 1:8).
Seberapa dekat hubungan kita dengan Tuhan? Apakah kita mendekat kepadaNya hanya ketika sedang dalam permasalahan yang berat? Ataukah kekariban kita dengan Tuhan seperti hubungan antarsahabat di setiap waktu? Sudahkah kita layak disebut sebagai sahabat Kristus?
"TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." Mazmur 25:14
Thursday, January 23, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi TentaraNya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2014
Baca: Mazmur 148:1-14
"Pujilah Dia, hai segala malaikat-Nya, pujilah Dia, hai segala tentara-Nya!" Mazmur 148:2
Setelah kita menjadi murid Yesus kita pun harus melangkah untuk menjadi muridNya yang penuh loyalitas, radikal dan sungguh-sungguh mau membyar harga dengan ketaatan, bahkan menderita bagiNya sehingga kita dapat disebut sebagai tentara atau prajurit Kristus. "Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus." (2 Timotius 2:3). Kita semua tahu bahwa tidak semua orang bisa menjadi tentara atau prajurit. Mereka adalah orang-orang pilihan yang telah lulus seleksi secara ketat: mulai dari postur tubuh, tes fisik, tes kesehatan dan sebagainya. Tidak ada profesi lain yang melebihi profesi tentara/prajurit dalam hal pengabdian dan pengorbanan kepada bangsa dan negaranya. Bukan hanya itu! Tidak ada profesi lain yang melebihi profesi tentara/prajurit yang rela mati untuk bangsa dan negaranya. Itulah sebabnya firman Tuhan menjadikan tentara atau prajurit sebagai salah satu bentuk keteladanan bagi orang percaya.
Tentara harus mengalami proses tempaan di 'kawah candradimuka', masuk dalam camp dan menjalani latihan dengan disiplin yang sangat tinggi. Kita mungkin berpikir modal menjadi tentara cukup badan tegap dan kekar karena harus melakukan latihan fisik yang keras. Memang, tentara dituntut memiliki fisik yang kuat, namun bukan hanya itu, diperlukan pula kecerdasan intelektual karena mereka harus terus mengikuti pendidikan berjenjang dalam karir kemiliterannya, sehingga ilmu strategi perang mereka makin bertambah supaya pada saat terjun di medan peperangan yang sesungguhnya mampu mengalahkan lawan-lawannya dan tampil sebagai pemenang. Jadi memiliki fisik yang kuat tidaklah cukup, ia juga harus cerdas dan terampil. Namun lebih dari semua itu, yang paling diperlukan dari tentara/prajurit sejati adalah kesetiaan dan pengabdiannya. Demikian pula bagi tentara Kristus! Dan inilah kunci menjadi prajurit Kristus yang baik: "...tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4).
Sudahkah kita setia mengerjakan tugas yang dipercayakan Tuhan dan mengabdi penuh kepadaNya? Ia adalah komandan kita, karena itu kita harus taat kepadaNya.
Setia dan penuh pengabdian adalah karakter utama seorang tentara Kristus!
Baca: Mazmur 148:1-14
"Pujilah Dia, hai segala malaikat-Nya, pujilah Dia, hai segala tentara-Nya!" Mazmur 148:2
Setelah kita menjadi murid Yesus kita pun harus melangkah untuk menjadi muridNya yang penuh loyalitas, radikal dan sungguh-sungguh mau membyar harga dengan ketaatan, bahkan menderita bagiNya sehingga kita dapat disebut sebagai tentara atau prajurit Kristus. "Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus." (2 Timotius 2:3). Kita semua tahu bahwa tidak semua orang bisa menjadi tentara atau prajurit. Mereka adalah orang-orang pilihan yang telah lulus seleksi secara ketat: mulai dari postur tubuh, tes fisik, tes kesehatan dan sebagainya. Tidak ada profesi lain yang melebihi profesi tentara/prajurit dalam hal pengabdian dan pengorbanan kepada bangsa dan negaranya. Bukan hanya itu! Tidak ada profesi lain yang melebihi profesi tentara/prajurit yang rela mati untuk bangsa dan negaranya. Itulah sebabnya firman Tuhan menjadikan tentara atau prajurit sebagai salah satu bentuk keteladanan bagi orang percaya.
Tentara harus mengalami proses tempaan di 'kawah candradimuka', masuk dalam camp dan menjalani latihan dengan disiplin yang sangat tinggi. Kita mungkin berpikir modal menjadi tentara cukup badan tegap dan kekar karena harus melakukan latihan fisik yang keras. Memang, tentara dituntut memiliki fisik yang kuat, namun bukan hanya itu, diperlukan pula kecerdasan intelektual karena mereka harus terus mengikuti pendidikan berjenjang dalam karir kemiliterannya, sehingga ilmu strategi perang mereka makin bertambah supaya pada saat terjun di medan peperangan yang sesungguhnya mampu mengalahkan lawan-lawannya dan tampil sebagai pemenang. Jadi memiliki fisik yang kuat tidaklah cukup, ia juga harus cerdas dan terampil. Namun lebih dari semua itu, yang paling diperlukan dari tentara/prajurit sejati adalah kesetiaan dan pengabdiannya. Demikian pula bagi tentara Kristus! Dan inilah kunci menjadi prajurit Kristus yang baik: "...tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4).
Sudahkah kita setia mengerjakan tugas yang dipercayakan Tuhan dan mengabdi penuh kepadaNya? Ia adalah komandan kita, karena itu kita harus taat kepadaNya.
Setia dan penuh pengabdian adalah karakter utama seorang tentara Kristus!
Wednesday, January 22, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi MuridNya (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2014
Baca: Matius 16:21-28
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." Matius 16:24
Ada tiga perkara yang harus kita lakukan supaya kita layak disebut sebagai murid Yesus. Di antaranya adalah: menyangkal diri, berarti mehyangkal keinginan daging kita: ego, ambisi, pikiran, perasaan dan kehendak diri sendiri, lalu bertekad melakukan apa yang Tuhan Yesus kehendaki. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Pada saat kita berkomitmen untuk menjadi murid Yesus kita sedang belajar untuk berpikir, berperasaan, dan berkehendak seperti Tuhan Yesus (baca Filipi 2:5). Namun banyak orang Kristen yang sulit sekali menyangkal diri. Contoh simpelnya dalam hal berdoa dan membaca Alkitab. Seringkali kita malas melakukan, atau kita kerjakan sambil lalu saja termasuk dalam hal melayani Tuhan, di mana kita menunjukkan sikap ogah-ogahan dan tak bersemangat dengan berbagai alasan: capai, lembur kerja, tidak punya talenta dan sebagainya.
Memikul salib berarti mau menderita bagi Kristus. "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29). Menderita bisa berupa perlakuan tidak adil, dibenci, dikucilkan, diintimidasi oleh orang lain karena status kita sebagai pengikut Kristus. "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung...Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya." (1 Petrus 2:19-21).
Mengikut Yesus artinya taat melakukan firman Tuhan. "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku." (Yohanes 8:31). Saat kita taat melakukan firmanNya kita sedang melangkah menuju standar seperti Yesus. "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya," (Roma 8:29).
"Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya." Lukas 6:40
Baca: Matius 16:21-28
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." Matius 16:24
Ada tiga perkara yang harus kita lakukan supaya kita layak disebut sebagai murid Yesus. Di antaranya adalah: menyangkal diri, berarti mehyangkal keinginan daging kita: ego, ambisi, pikiran, perasaan dan kehendak diri sendiri, lalu bertekad melakukan apa yang Tuhan Yesus kehendaki. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Pada saat kita berkomitmen untuk menjadi murid Yesus kita sedang belajar untuk berpikir, berperasaan, dan berkehendak seperti Tuhan Yesus (baca Filipi 2:5). Namun banyak orang Kristen yang sulit sekali menyangkal diri. Contoh simpelnya dalam hal berdoa dan membaca Alkitab. Seringkali kita malas melakukan, atau kita kerjakan sambil lalu saja termasuk dalam hal melayani Tuhan, di mana kita menunjukkan sikap ogah-ogahan dan tak bersemangat dengan berbagai alasan: capai, lembur kerja, tidak punya talenta dan sebagainya.
Memikul salib berarti mau menderita bagi Kristus. "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29). Menderita bisa berupa perlakuan tidak adil, dibenci, dikucilkan, diintimidasi oleh orang lain karena status kita sebagai pengikut Kristus. "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung...Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya." (1 Petrus 2:19-21).
Mengikut Yesus artinya taat melakukan firman Tuhan. "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku." (Yohanes 8:31). Saat kita taat melakukan firmanNya kita sedang melangkah menuju standar seperti Yesus. "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya," (Roma 8:29).
"Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya." Lukas 6:40
Tuesday, January 21, 2014
SERUPA KRISTUS: Menjadi MuridNya (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2014
Baca: Galatia 3:15-29
"Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus." Galatia 3:27
Sebagai umat pilihan Tuhan yang dirancang untuk tujuan mulia, kita pun harus mau dan siap diproses dan dibentuk Tuhan sebagaimana ketika Tuhan memilih dan menetapkan 12 orang murid sebagai mitra kerjaNya selama 3,5 tahun di bumi. Ia berkata, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19). Mereka tidak langsung diutus untuk menjangkau jiwa-jiwa, tapi mereka terlebih dahulu diajar, dilatih dan dipersiapkan Tuhan secara khusus sampai akhirnya dipercaya untuk mengemban Amanat AgungNya. Awal kehidupan murid Kristus harus dimulai dengan mengerti apa artinya menjadi Kristen, sebab ada banyak orang Kristen yang sudah lama menjadi Kristen tetapi belum mengerti tujuan dan arti hidupnya sebagai orang Kristen.
Jika kita baca dalam kitab Kisah Para Rasul, sebutan murid ditujukan kepada orang percaya yang menunjukkan karakteristik tertentu, yaitu memiliki sifat atau karakter seperti Kristus. Menjadi Kristen bertahun-tahun namun jika tindakan atau perbuatan kita tidak mencerminkan sifat atau karakter Kristus, layakkah kita ini disebut murid Kristus? Apa arti kata murid? Murid adalah seseorang yang mengikatkan dirinya atau memiliki komitmen terhadap orang lain untuk memperoleh pengetahuan, baik itu secara teori dan juga praktek; seorang yang mau mendisiplinkan diri untuk belajar dan mau diajar oleh gurunya. Menjadi murid Kristus adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya. Kita yang telah menerima keselamatan secara cuma-cuma dari Tuhan harus melangkah ke tingkat selanjutnya yaitu menjadi muridNya. Dengan demikian menjadi murid Kristus berarti memiliki komitmen dan mendisiplinkan diri untuk belajar dan mau diajar oleh guru kita, yaitu Tuhan Yesus sendiri. Ia adalah Guru Agung kita, dan untuk bisa memahami apa kehendak Sang Guru, kita membutuhkan Roh Kudus. "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Matius 16:24 mengatakan, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."
Jadi seorang murid Yesus yang sejati adalah orang yang mau menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Dia.
Baca: Galatia 3:15-29
"Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus." Galatia 3:27
Sebagai umat pilihan Tuhan yang dirancang untuk tujuan mulia, kita pun harus mau dan siap diproses dan dibentuk Tuhan sebagaimana ketika Tuhan memilih dan menetapkan 12 orang murid sebagai mitra kerjaNya selama 3,5 tahun di bumi. Ia berkata, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19). Mereka tidak langsung diutus untuk menjangkau jiwa-jiwa, tapi mereka terlebih dahulu diajar, dilatih dan dipersiapkan Tuhan secara khusus sampai akhirnya dipercaya untuk mengemban Amanat AgungNya. Awal kehidupan murid Kristus harus dimulai dengan mengerti apa artinya menjadi Kristen, sebab ada banyak orang Kristen yang sudah lama menjadi Kristen tetapi belum mengerti tujuan dan arti hidupnya sebagai orang Kristen.
Jika kita baca dalam kitab Kisah Para Rasul, sebutan murid ditujukan kepada orang percaya yang menunjukkan karakteristik tertentu, yaitu memiliki sifat atau karakter seperti Kristus. Menjadi Kristen bertahun-tahun namun jika tindakan atau perbuatan kita tidak mencerminkan sifat atau karakter Kristus, layakkah kita ini disebut murid Kristus? Apa arti kata murid? Murid adalah seseorang yang mengikatkan dirinya atau memiliki komitmen terhadap orang lain untuk memperoleh pengetahuan, baik itu secara teori dan juga praktek; seorang yang mau mendisiplinkan diri untuk belajar dan mau diajar oleh gurunya. Menjadi murid Kristus adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya. Kita yang telah menerima keselamatan secara cuma-cuma dari Tuhan harus melangkah ke tingkat selanjutnya yaitu menjadi muridNya. Dengan demikian menjadi murid Kristus berarti memiliki komitmen dan mendisiplinkan diri untuk belajar dan mau diajar oleh guru kita, yaitu Tuhan Yesus sendiri. Ia adalah Guru Agung kita, dan untuk bisa memahami apa kehendak Sang Guru, kita membutuhkan Roh Kudus. "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26). Matius 16:24 mengatakan, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."
Jadi seorang murid Yesus yang sejati adalah orang yang mau menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Dia.
Monday, January 20, 2014
BANGGA MENJADI ORANG PERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Januari 2014
Baca: Yesaya 60:1-22
"...sekarang Aku akan membuat engkau menjadi kebanggaan abadi, menjadi kegirangan turun-temurun." Yesaya 60:15
Masih banyak orang Kristen yang malu dengan keberadaannya sebagai pengikut Kristus; dengan segala cara mereka berusaha menutupi diri rapat-rapat di hadapan orang lain.
Tidak seharusnya kita malu dengan status kita sebagai orang Kristen, "Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Markus 8:38); mestinya kita bangga menjadi pengikut Kristus karena kita adalah orang-orang pilihan Tuhan, artinya kita ini istimewa dan sangat berharga di mata Tuhan. "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:9-10). Kita pun adalah warga Kerajaan Sorga (baca Filipi 3:20). Sedangkan Tuhan telah memanggil dan memilih kita "... sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya," (Efesus 1:4-5). Jadi Tuhan memiliki rancangan yang luar biasa bagi hidup kita.
Rancangan Tuhan bagi kita bukan hanya berkaitan dengan jaminan hidup kekal di dalam Kerajaan Sorga, tapi juga berlaku pada saat kita masih menjalani hari-hari kita di dunia yang fana ini. "...Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Atas dasar inilah Tuhan menghendaki supaya kita tidak menjadi orang yang minder, sebaliknya dengan penuh semangat kita memberitakan kabar baik ini kepada orang dan hidup sesuai dengan panggilan Tuhan tersebut!
Baca: Yesaya 60:1-22
"...sekarang Aku akan membuat engkau menjadi kebanggaan abadi, menjadi kegirangan turun-temurun." Yesaya 60:15
Masih banyak orang Kristen yang malu dengan keberadaannya sebagai pengikut Kristus; dengan segala cara mereka berusaha menutupi diri rapat-rapat di hadapan orang lain.
Tidak seharusnya kita malu dengan status kita sebagai orang Kristen, "Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Markus 8:38); mestinya kita bangga menjadi pengikut Kristus karena kita adalah orang-orang pilihan Tuhan, artinya kita ini istimewa dan sangat berharga di mata Tuhan. "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:9-10). Kita pun adalah warga Kerajaan Sorga (baca Filipi 3:20). Sedangkan Tuhan telah memanggil dan memilih kita "... sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya," (Efesus 1:4-5). Jadi Tuhan memiliki rancangan yang luar biasa bagi hidup kita.
Rancangan Tuhan bagi kita bukan hanya berkaitan dengan jaminan hidup kekal di dalam Kerajaan Sorga, tapi juga berlaku pada saat kita masih menjalani hari-hari kita di dunia yang fana ini. "...Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Atas dasar inilah Tuhan menghendaki supaya kita tidak menjadi orang yang minder, sebaliknya dengan penuh semangat kita memberitakan kabar baik ini kepada orang dan hidup sesuai dengan panggilan Tuhan tersebut!
Sunday, January 19, 2014
YEHUDA: Berjiwa Pemimpin
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Januari 2014
Baca: Kejadian 49:1-28
"Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa." Kejadian 49:10
Ayat nas di atas adalah perkataan terakhir yang disampaikan Yakub kepada Yehuda. Perkataan Yakub ini adalah nubuatan yang berisikan berkat bagi Yehuda, atau lebih tepatnya bagi keturunan Yehuda, yaitu akan menjadi seorang pemimpin atau raja. Sebagai puncaknya, nubuatan itu tergenapi di dalam diri Yesus Kristus, Dia yang adalah Raja di atas segala raja adalah berasal dari garis keturunan Yehuda. Kita bisa membacanya di dalam Matius 1:1-16 tentang silsilah Yesus Kristus. Dalam Kitab Wahyu 5:5 dikatakan bahwa Yesus Kristus disebut pula 'singa dari suku Yehuda.'.
Yehuda adalah anak keempat Yakub dan Lea. Ia menikah dengan Tamar dan memiliki dua anak: Peres dan Zerah. Arti nama Yehuda adalah berterima kasih atau memuji. Mungkin ini sebagai ucapakan terima kasih atau rasa syukur Lea kepada Tuhan. Apa kelebihan Yehuda? Sedari muda Yehuda telah menunjukkan kualitas hidup sebagai seorang pemimpin yang luar biasa bagi saudara-saudaranya. Setiap perkataan, ide dan nasihatnya selalu didengar dan ditaati oleh saudara-saudaranya. Ketika saudara-saudaranya berniat hendak membunuh Yusuf, dengan tegas ia melarangnya, "'Apakah untungnya kalau kita membunuh adik kita itu dan menyembunyikan darahnya? Marilah kita jual dia kepada orang Ismael ini, tetapi janganlah kita apa-apakan dia, karena ia saudara kita, darah daging kita.' Dan saudara-saudaranya mendengarkan perkataannya itu." (Kejadian 37:26-27). nasihatnya didengarkan sehingga Yusuf tidak jadi dibunuh.
Juga saat Yusuf bersandiwara hendak menahan Benyamin dan menjadikannya sebagai budak di Mesir. Sementara saudara-saudaranya tidak bisa berbuat apa-apa, Yehuda berani angkat bicara membela Benyamin, bahkan ia menawarkan diri menjadi budak Yusuf sebagai ganti adiknya itu. "...baiklah hambamu ini tinggal menjadi budak tuanku menggantikan anak itu, dan biarlah anak itu pulang bersama-sama dengan saudara-saudaranya." (Kejadian 44:33).
Yakub memberkati Yehuda dengan berkat kekuasaan dan kepemimpinan karena selama hidupnya ia telah menunjukkan karakter sebagai seorang pemimpin sejati!
Baca: Kejadian 49:1-28
"Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa." Kejadian 49:10
Ayat nas di atas adalah perkataan terakhir yang disampaikan Yakub kepada Yehuda. Perkataan Yakub ini adalah nubuatan yang berisikan berkat bagi Yehuda, atau lebih tepatnya bagi keturunan Yehuda, yaitu akan menjadi seorang pemimpin atau raja. Sebagai puncaknya, nubuatan itu tergenapi di dalam diri Yesus Kristus, Dia yang adalah Raja di atas segala raja adalah berasal dari garis keturunan Yehuda. Kita bisa membacanya di dalam Matius 1:1-16 tentang silsilah Yesus Kristus. Dalam Kitab Wahyu 5:5 dikatakan bahwa Yesus Kristus disebut pula 'singa dari suku Yehuda.'.
Yehuda adalah anak keempat Yakub dan Lea. Ia menikah dengan Tamar dan memiliki dua anak: Peres dan Zerah. Arti nama Yehuda adalah berterima kasih atau memuji. Mungkin ini sebagai ucapakan terima kasih atau rasa syukur Lea kepada Tuhan. Apa kelebihan Yehuda? Sedari muda Yehuda telah menunjukkan kualitas hidup sebagai seorang pemimpin yang luar biasa bagi saudara-saudaranya. Setiap perkataan, ide dan nasihatnya selalu didengar dan ditaati oleh saudara-saudaranya. Ketika saudara-saudaranya berniat hendak membunuh Yusuf, dengan tegas ia melarangnya, "'Apakah untungnya kalau kita membunuh adik kita itu dan menyembunyikan darahnya? Marilah kita jual dia kepada orang Ismael ini, tetapi janganlah kita apa-apakan dia, karena ia saudara kita, darah daging kita.' Dan saudara-saudaranya mendengarkan perkataannya itu." (Kejadian 37:26-27). nasihatnya didengarkan sehingga Yusuf tidak jadi dibunuh.
Juga saat Yusuf bersandiwara hendak menahan Benyamin dan menjadikannya sebagai budak di Mesir. Sementara saudara-saudaranya tidak bisa berbuat apa-apa, Yehuda berani angkat bicara membela Benyamin, bahkan ia menawarkan diri menjadi budak Yusuf sebagai ganti adiknya itu. "...baiklah hambamu ini tinggal menjadi budak tuanku menggantikan anak itu, dan biarlah anak itu pulang bersama-sama dengan saudara-saudaranya." (Kejadian 44:33).
Yakub memberkati Yehuda dengan berkat kekuasaan dan kepemimpinan karena selama hidupnya ia telah menunjukkan karakter sebagai seorang pemimpin sejati!
Saturday, January 18, 2014
BENYAMIN: Anak Kebahagiaan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2014
Baca: Kejadian 35:16-22a
"Dan ketika ia hendak menghembuskan nafas--sebab ia mati kemudian--diberikannyalah nama Ben-oni kepada anak itu, tetapi ayahnya menamainya Benyamin." kejadian 35:18
Setiap orangtua pasti tidak akan asal-aaslan ketika hendak memberikan nama kepada anaknya. Setiap nama yang diberikan pasti memiliki arti, sejarah atau harapan bagi orangtua. Dewasa ini setiap pasangan muda yang hendak menantikan kelahiran anaknya pasti sibuk hunting dan browsing untuk mencari info sebanyak mungkin tentang daftar nama-nama yang dinilai bagus dan cocok untuk calon bayinya; dan mereka pasti akan mencari nama yang memiliki arti positif dengan harapan anak itu akan memiliki karakter atau nasib yang baik sesuai dengan arti namanya.
Benyamin adalah anak kedua Yakub dari Rahel. Di awal kelahirannya, Benyamin diberi nama Ben-oni yang berarti anak dukacita oleh sang ibu sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir sesaat setelah melahirkan. Mungkin Rahel sudah merasakan kepedihan yang mendalam karena kondisinya yang tidak baik saat mengandung dan memiliki firasat bahwa ia akan segera pergi meninggalkan anaknya untuk selama-lamanya. Namun dengan segera Yakub mengganti nama Ben-oni (anak dukacita) menjadi Benyamin, yang berarti anak kebahagiaan. Yakub menaruh pengharapan besar bahwa kelak Benyamin akan menjadi anak yang membanggakan dan mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya; dan seiring berjalannya waktu, harapan dan kerinduan Yakub pun terjawab sudah. Alkitab menyatakan bahwa dari garis keturunan Yakub ini Benyamin merupakan nenek moyang salah satu dari dua belas suku yang ada di Israel yaitu suku Benyamin.
Selain itu, jika diperhatikan, keberadaan Benyamin juga menjadi 'magnet' tersendiri bagi Yusuf, yang adalah saudara kandungnya dari ibu Rahel, yang pada waktu itu menjabat perdana menteri di Mesir. "Bawalah dia ke mari kepadaku, supaya mataku memandang dia." (Kejadian 44:21). Setelah bertemu dengan Benyamin itulah Yusuf mau membuka jati dirinya di hadapan saudara-saudaranya. "...Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong." (Kejadian 45:8).
Akhirnya Yakub dan keluarga besarnya pun pindah ke Mesir dan hidup terberkati. Sungguh, Benyamin telah menjadi anak kebahagiaan bagi Yakub.!
Baca: Kejadian 35:16-22a
"Dan ketika ia hendak menghembuskan nafas--sebab ia mati kemudian--diberikannyalah nama Ben-oni kepada anak itu, tetapi ayahnya menamainya Benyamin." kejadian 35:18
Setiap orangtua pasti tidak akan asal-aaslan ketika hendak memberikan nama kepada anaknya. Setiap nama yang diberikan pasti memiliki arti, sejarah atau harapan bagi orangtua. Dewasa ini setiap pasangan muda yang hendak menantikan kelahiran anaknya pasti sibuk hunting dan browsing untuk mencari info sebanyak mungkin tentang daftar nama-nama yang dinilai bagus dan cocok untuk calon bayinya; dan mereka pasti akan mencari nama yang memiliki arti positif dengan harapan anak itu akan memiliki karakter atau nasib yang baik sesuai dengan arti namanya.
Benyamin adalah anak kedua Yakub dari Rahel. Di awal kelahirannya, Benyamin diberi nama Ben-oni yang berarti anak dukacita oleh sang ibu sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir sesaat setelah melahirkan. Mungkin Rahel sudah merasakan kepedihan yang mendalam karena kondisinya yang tidak baik saat mengandung dan memiliki firasat bahwa ia akan segera pergi meninggalkan anaknya untuk selama-lamanya. Namun dengan segera Yakub mengganti nama Ben-oni (anak dukacita) menjadi Benyamin, yang berarti anak kebahagiaan. Yakub menaruh pengharapan besar bahwa kelak Benyamin akan menjadi anak yang membanggakan dan mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya; dan seiring berjalannya waktu, harapan dan kerinduan Yakub pun terjawab sudah. Alkitab menyatakan bahwa dari garis keturunan Yakub ini Benyamin merupakan nenek moyang salah satu dari dua belas suku yang ada di Israel yaitu suku Benyamin.
Selain itu, jika diperhatikan, keberadaan Benyamin juga menjadi 'magnet' tersendiri bagi Yusuf, yang adalah saudara kandungnya dari ibu Rahel, yang pada waktu itu menjabat perdana menteri di Mesir. "Bawalah dia ke mari kepadaku, supaya mataku memandang dia." (Kejadian 44:21). Setelah bertemu dengan Benyamin itulah Yusuf mau membuka jati dirinya di hadapan saudara-saudaranya. "...Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong." (Kejadian 45:8).
Akhirnya Yakub dan keluarga besarnya pun pindah ke Mesir dan hidup terberkati. Sungguh, Benyamin telah menjadi anak kebahagiaan bagi Yakub.!
Friday, January 17, 2014
HAMBA TUHAN: Benar atau Palsu (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Januari 2014
Baca: 2 Petrus 1:1-22
"Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu." 2 Petrus 2:1a
Secara luar penampilan para nabi palsu itu sangat meyakinkan dan lebih keren, istilah di zaman sekarang ini adalah 'glamour', sehingga banyak orang terkecoh dan masuk dalam perangkapnya. Berbeda dengan Yehezkiel, utusan Tuhan yang benar yang berpenampilan sangat sederhana. Perlu kita ingat bahwa sebutan hamba Tuhan tidak hanya mengacu kepada pendeta atau penginjil saja, tetapi setiap orang percaya adalah hamba-hamba Tuhan yang diutusNya untuk memberitakan Injil, bersaksi dan menjadi berkat di tengah-tengah dunia ini. "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20).
Seorang hamba Tuhan yang benar memiliki motivasi yang benar dalam pelayanan. Fokus pelayanannya adalah untuk hormat dan kemuliaan Tuhan sehingga hati dan pikirannya dipenuhi dengan visi dari Tuhan, bukan full ambisi dan keinginan pribadinya. Tidak ada tendensi mencari popularitas pribadi, apalagi memperkaya diri sendiri, sehingga masalah, penderitaan, ujian, tantangan, tekanan dan berbagai kesulitan yang ada tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap melakukan yang terbaik bagi Tuhan, artinya Rohnya selalu menyala-nyala bagi Tuhan di segala keadaan. Sebaliknya, hamba Tuhan yang tidak benar atau palsu orientasi pelayanannya berfokus pada diri sendiri, mencari pujian dari manusia, bahkan menjadikan pelayanan sebagai ladang bisnis sehingga tidak segan-segannya mereka memasang banderol tinggi alias mematok tarif dengan harga tertentu, disertai request fasilitas terbaik bila diundang untuk melayani.
Selain itu hamba Tuhan yang benar menguasai diri dalam segala hal dan mati terhadap daging. Paulus berkata, "Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27). Kita harus berani bertindak tegas terhadap dosa dan tidak lagi berkompromi. Namun masih ada hamba Tuhan yang takut menegur atau dengan sengaja bungkam ketika melihat jemaatnya hidup dalam ketidaktaatan. Setelah ditelusuri ternyata jemaat tersebut adalah orang yang paling berpengaruh, kaya dan donatur tetap gereja.
Jadilah hamba Tuhan yang benar, jangan dipenuhi oleh kepalsuan!
Baca: 2 Petrus 1:1-22
"Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu." 2 Petrus 2:1a
Secara luar penampilan para nabi palsu itu sangat meyakinkan dan lebih keren, istilah di zaman sekarang ini adalah 'glamour', sehingga banyak orang terkecoh dan masuk dalam perangkapnya. Berbeda dengan Yehezkiel, utusan Tuhan yang benar yang berpenampilan sangat sederhana. Perlu kita ingat bahwa sebutan hamba Tuhan tidak hanya mengacu kepada pendeta atau penginjil saja, tetapi setiap orang percaya adalah hamba-hamba Tuhan yang diutusNya untuk memberitakan Injil, bersaksi dan menjadi berkat di tengah-tengah dunia ini. "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20).
Seorang hamba Tuhan yang benar memiliki motivasi yang benar dalam pelayanan. Fokus pelayanannya adalah untuk hormat dan kemuliaan Tuhan sehingga hati dan pikirannya dipenuhi dengan visi dari Tuhan, bukan full ambisi dan keinginan pribadinya. Tidak ada tendensi mencari popularitas pribadi, apalagi memperkaya diri sendiri, sehingga masalah, penderitaan, ujian, tantangan, tekanan dan berbagai kesulitan yang ada tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap melakukan yang terbaik bagi Tuhan, artinya Rohnya selalu menyala-nyala bagi Tuhan di segala keadaan. Sebaliknya, hamba Tuhan yang tidak benar atau palsu orientasi pelayanannya berfokus pada diri sendiri, mencari pujian dari manusia, bahkan menjadikan pelayanan sebagai ladang bisnis sehingga tidak segan-segannya mereka memasang banderol tinggi alias mematok tarif dengan harga tertentu, disertai request fasilitas terbaik bila diundang untuk melayani.
Selain itu hamba Tuhan yang benar menguasai diri dalam segala hal dan mati terhadap daging. Paulus berkata, "Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27). Kita harus berani bertindak tegas terhadap dosa dan tidak lagi berkompromi. Namun masih ada hamba Tuhan yang takut menegur atau dengan sengaja bungkam ketika melihat jemaatnya hidup dalam ketidaktaatan. Setelah ditelusuri ternyata jemaat tersebut adalah orang yang paling berpengaruh, kaya dan donatur tetap gereja.
Jadilah hamba Tuhan yang benar, jangan dipenuhi oleh kepalsuan!
Thursday, January 16, 2014
HAMBA TUHAN: Benar atau Palsu (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2014
Baca: Yehezkiel 13:1-16
"Celakalah nabi-nabi yang bebal yang mengikuti bisikan hatinya sendiri dan yang tidak melihat sesuatu penglihatan." Yehezkiel 13:3
Sejak dahulu hingga sekarang tugas hamba Tuhan tidaklah mudah. Selalu ada tekanan, ujian, hambatan dan tantangan. Tidak sedikit yang harus mengalami aniaya, penyiksaan, bahkan harus rela kehilangan nyawanya karena menyampaikan berita kebenaran tersebut. Tantangan itu bukan hanya datang dari orang-orang yang menolak Injil atau yang dengan sengaja menutup telinganya untuk kebenaran, namun juga datang dari orang-orang 'dalam' yang terlihat turut serta mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan.
Contohnya adalah apa yang dialami Amos ketika menyampaikan pesan Tuhan. Ia justru ditentang oleh Amazia, yang adalah nabi tulen. Ia dilaporkan kepada raja Yerobeam atas keberaniannya menyuarakan kebenaran. Dengan keras Amazia mengusir Amos, "Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana!" (Amos 7:12).
Ketika diutus Tuhan menegakkan kebenaran di tengah-tengah bangsa yang sedang mengalami kemerosotan iman, Yehezkiel mengalami juga tantangan dan ujian berat dengan banyaknya bermunculan hamba-hamba Tuhan palasu di Israel. Namanya saja palsu, maka yang mereka beritakan bukanlah ajaran yang mengandung nilai-nilai kebenaran, melainkan kepalsuan dan penyimpangan. Mereka "...bernubuat sesuka hatinya saja:" (ayat 2), artinya menyatakan nubuatan hasil rekayasa sendiri yang dipenuhi dengan tipu muslihat, bukan berdasarkan petunjuk dari Tuhan. Apa itu nubuat? Nubuat adalah pemberitahuan atau penyampaian tentang hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari. Itu datangnya hanya dari Tuhan melalui orang-orang pilihannya untuk menyatakan maksud dan kehendakNya. Sementara nubuatan yang disampaikan oleh para nabi palsu itu tidak datang dari Allah, artinya nubuatan tersebut diciptakan sendiri, hasil mereka-reka, mengikuti bisikan hatinya sendiri, dengan tujuan untuk menyenangkan hati orang yang mendengarnya dan untuk mendapatkan keuntungan dari pelayanan yang dilakukan, padahal "Penglihatan mereka menipu dan tenungan mereka adalah bohong; mereka berkata: Demikianlah firman TUHAN, padahal TUHAN tidak mengutus mereka, dan mereka menanti firman itu digenapi-Nya." (Yehezkiel 13:6).
Baca: Yehezkiel 13:1-16
"Celakalah nabi-nabi yang bebal yang mengikuti bisikan hatinya sendiri dan yang tidak melihat sesuatu penglihatan." Yehezkiel 13:3
Sejak dahulu hingga sekarang tugas hamba Tuhan tidaklah mudah. Selalu ada tekanan, ujian, hambatan dan tantangan. Tidak sedikit yang harus mengalami aniaya, penyiksaan, bahkan harus rela kehilangan nyawanya karena menyampaikan berita kebenaran tersebut. Tantangan itu bukan hanya datang dari orang-orang yang menolak Injil atau yang dengan sengaja menutup telinganya untuk kebenaran, namun juga datang dari orang-orang 'dalam' yang terlihat turut serta mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan.
Contohnya adalah apa yang dialami Amos ketika menyampaikan pesan Tuhan. Ia justru ditentang oleh Amazia, yang adalah nabi tulen. Ia dilaporkan kepada raja Yerobeam atas keberaniannya menyuarakan kebenaran. Dengan keras Amazia mengusir Amos, "Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana!" (Amos 7:12).
Ketika diutus Tuhan menegakkan kebenaran di tengah-tengah bangsa yang sedang mengalami kemerosotan iman, Yehezkiel mengalami juga tantangan dan ujian berat dengan banyaknya bermunculan hamba-hamba Tuhan palasu di Israel. Namanya saja palsu, maka yang mereka beritakan bukanlah ajaran yang mengandung nilai-nilai kebenaran, melainkan kepalsuan dan penyimpangan. Mereka "...bernubuat sesuka hatinya saja:" (ayat 2), artinya menyatakan nubuatan hasil rekayasa sendiri yang dipenuhi dengan tipu muslihat, bukan berdasarkan petunjuk dari Tuhan. Apa itu nubuat? Nubuat adalah pemberitahuan atau penyampaian tentang hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari. Itu datangnya hanya dari Tuhan melalui orang-orang pilihannya untuk menyatakan maksud dan kehendakNya. Sementara nubuatan yang disampaikan oleh para nabi palsu itu tidak datang dari Allah, artinya nubuatan tersebut diciptakan sendiri, hasil mereka-reka, mengikuti bisikan hatinya sendiri, dengan tujuan untuk menyenangkan hati orang yang mendengarnya dan untuk mendapatkan keuntungan dari pelayanan yang dilakukan, padahal "Penglihatan mereka menipu dan tenungan mereka adalah bohong; mereka berkata: Demikianlah firman TUHAN, padahal TUHAN tidak mengutus mereka, dan mereka menanti firman itu digenapi-Nya." (Yehezkiel 13:6).
Wednesday, January 15, 2014
AMOS: Saluran Isi Hati Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Januari 2014
Baca: Amos 5:21-27
"Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu." Amos 5:21
Secara eksternal bangsa Israel mengalami kemajuan dan kemapanan ekonomi. Namun yang disesalkan hal ini tidak diimbangi kemajuan dari sisi rohani. Yang terjadi justru sebaliknya, bangsa Israel sedang menuju kehancuran dan kemerosotan moral, terutama di kalangan orang-orang kaya atau masyarakat lapisan atas yang merasa nyaman dengan keadaan mereka yang berlimpah materi/kekayaan. Karena merasa punya uang mereka bertindak semena-mena dengan melakukan penindasan terhadap rakyat kecil. Akhirnya negeri dipenuhi ketidakadilan, ketidakbenaran, keserakahan, kelaliman. Hati Tuhan sangat sedih melihat dosa dan pelanggaran bangsa Israel yang begitu kronis ini dan Ia sangat peduli terhadap orang-orang yang tertindas. "Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:7).
Melalui Amos Tuhan menegur bangsa Israel dengan keras agar mereka segera bertobat! Teguran Tuhan adalah bukti bahwa Ia sangat mengasihi bangsa Israel meski berulangkali mereka memberontak dan hidup dalam ketidaktaatan. Tuhan menghendaki agar mereka segera bertobat; jika tidak, Tuhan akan bertindak dengan tanganNya sendiri untuk menghakimi. Penglihatan yang diterima oleh Amos di pasal 7-9 adalah bukti bahwa Tuhan tidak main-main dengan ucapanNya. Tuhan sangat membenci kepura-puraan. Ibadah dan persembahan tidak akan berarti apa-apa di hadapan Tuhan bila tidak disertai dengan ketaatan melakukan firmanNya. Bangsa Israel berpikir bahwa Tuhan dapat disuap atau disogok dengan besarnya persembahan yang mereka bawa ke rumahNya.
Teguran Amos ini juga berlaku bagi kita-kita yang hidup di zaman sekarang ini. Bukankah ada banyak orang Kristen yang sedang terlena karena merasa berada di 'puncak' dengan harta kekayaannya yang melimpah, sehingga mereka tidak lagi mengindahkan firman Tuhan? Kita berpikir bahwa dengan memberikan banyak persembahan di gereja dan aktif di gereja Tuhan akan diam saja melihat kejahatan dan ketidaktaatan kita. Amos, yang sama sekali tidak diperhitungkan oleh manusia, hari ini dipakai Tuhan untuk mengingatkan kita.
Masihkan kita mengeraskan hati dan mengabaikan teguranNya?
Baca: Amos 5:21-27
"Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu." Amos 5:21
Secara eksternal bangsa Israel mengalami kemajuan dan kemapanan ekonomi. Namun yang disesalkan hal ini tidak diimbangi kemajuan dari sisi rohani. Yang terjadi justru sebaliknya, bangsa Israel sedang menuju kehancuran dan kemerosotan moral, terutama di kalangan orang-orang kaya atau masyarakat lapisan atas yang merasa nyaman dengan keadaan mereka yang berlimpah materi/kekayaan. Karena merasa punya uang mereka bertindak semena-mena dengan melakukan penindasan terhadap rakyat kecil. Akhirnya negeri dipenuhi ketidakadilan, ketidakbenaran, keserakahan, kelaliman. Hati Tuhan sangat sedih melihat dosa dan pelanggaran bangsa Israel yang begitu kronis ini dan Ia sangat peduli terhadap orang-orang yang tertindas. "Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:7).
Melalui Amos Tuhan menegur bangsa Israel dengan keras agar mereka segera bertobat! Teguran Tuhan adalah bukti bahwa Ia sangat mengasihi bangsa Israel meski berulangkali mereka memberontak dan hidup dalam ketidaktaatan. Tuhan menghendaki agar mereka segera bertobat; jika tidak, Tuhan akan bertindak dengan tanganNya sendiri untuk menghakimi. Penglihatan yang diterima oleh Amos di pasal 7-9 adalah bukti bahwa Tuhan tidak main-main dengan ucapanNya. Tuhan sangat membenci kepura-puraan. Ibadah dan persembahan tidak akan berarti apa-apa di hadapan Tuhan bila tidak disertai dengan ketaatan melakukan firmanNya. Bangsa Israel berpikir bahwa Tuhan dapat disuap atau disogok dengan besarnya persembahan yang mereka bawa ke rumahNya.
Teguran Amos ini juga berlaku bagi kita-kita yang hidup di zaman sekarang ini. Bukankah ada banyak orang Kristen yang sedang terlena karena merasa berada di 'puncak' dengan harta kekayaannya yang melimpah, sehingga mereka tidak lagi mengindahkan firman Tuhan? Kita berpikir bahwa dengan memberikan banyak persembahan di gereja dan aktif di gereja Tuhan akan diam saja melihat kejahatan dan ketidaktaatan kita. Amos, yang sama sekali tidak diperhitungkan oleh manusia, hari ini dipakai Tuhan untuk mengingatkan kita.
Masihkan kita mengeraskan hati dan mengabaikan teguranNya?
Tuesday, January 14, 2014
AMOS: Saluran Isi Hati Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Januari 2014
Baca: Amos 5:14-17
"Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup;" Amos 5:14
Amos adalah salah satu tokoh penting dalam Alkitab yang patut menjadi inspirasi kita. Ia bukanlah berasal dari keluarga yang berada dan berpendidikan tinggi. Dikatakan, "Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan." (Amos 7:14). Amos adalah orang biasa: peternak dan pemungut buah ara di hutan, serta bertempat tinggal di sebuah desa kecil bernama Tekoa yang termasuk wilayah Yehuda. Itulah sebabnya Amos sering disebut sebagai penggembala dari Tekoa atau peladang pohon ara dari selatan.
Meski dari kalangan orang 'bawah' bukan berarti Amos tidak punya masa depan dan tidak layak dipakai Tuhan. Justru dari kesederhanaannya ini Tuhan memilih Amos untuk alatNya. Ada tertulis: "...apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:27-29). Jangan pernah minder atau berkecil hati dengan keadaan yang ada dan janganlah berkata, "Mana mungkin hidupku dipakai Tuhan, sementara aku tidak pernah mengenyam pendidikan teologia, tidak fasih bicara, wajahku pas-pasan, aku tidak punya harta yang bisa dibanggakan. Semua orang pasti memandangku dengan sebelah mata." Tuhan tidak pernah memilih seseorang dari fisik, jabatan, kekayaan dan sebagainya. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Setiap orang percaya memiliki kesempatan yang sama untuk dipakai Tuhan sebagai alat kemuliaanNya.
Tuhan memakai Amos untuk sebuah misi besar yang luar biasa yaitu menyampaikan pesan penting yang berisi teguran dan peringatan kepada bangsa Israel bagian utara yang pada waktu itu sedang berada di puncak kejayaan. Mungkinkah? Tidak ada yang tak mungkin bagi orang percaya, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja. Dengan kekuatan sendiri Amos tidak akan mampu, tapi ada Roh Tuhan yang menyertainya.
Baca: Amos 5:14-17
"Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup;" Amos 5:14
Amos adalah salah satu tokoh penting dalam Alkitab yang patut menjadi inspirasi kita. Ia bukanlah berasal dari keluarga yang berada dan berpendidikan tinggi. Dikatakan, "Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan." (Amos 7:14). Amos adalah orang biasa: peternak dan pemungut buah ara di hutan, serta bertempat tinggal di sebuah desa kecil bernama Tekoa yang termasuk wilayah Yehuda. Itulah sebabnya Amos sering disebut sebagai penggembala dari Tekoa atau peladang pohon ara dari selatan.
Meski dari kalangan orang 'bawah' bukan berarti Amos tidak punya masa depan dan tidak layak dipakai Tuhan. Justru dari kesederhanaannya ini Tuhan memilih Amos untuk alatNya. Ada tertulis: "...apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:27-29). Jangan pernah minder atau berkecil hati dengan keadaan yang ada dan janganlah berkata, "Mana mungkin hidupku dipakai Tuhan, sementara aku tidak pernah mengenyam pendidikan teologia, tidak fasih bicara, wajahku pas-pasan, aku tidak punya harta yang bisa dibanggakan. Semua orang pasti memandangku dengan sebelah mata." Tuhan tidak pernah memilih seseorang dari fisik, jabatan, kekayaan dan sebagainya. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Setiap orang percaya memiliki kesempatan yang sama untuk dipakai Tuhan sebagai alat kemuliaanNya.
Tuhan memakai Amos untuk sebuah misi besar yang luar biasa yaitu menyampaikan pesan penting yang berisi teguran dan peringatan kepada bangsa Israel bagian utara yang pada waktu itu sedang berada di puncak kejayaan. Mungkinkah? Tidak ada yang tak mungkin bagi orang percaya, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja. Dengan kekuatan sendiri Amos tidak akan mampu, tapi ada Roh Tuhan yang menyertainya.
Subscribe to:
Posts (Atom)