Tuesday, February 11, 2014

MELAYANI TUHAN: Punya Kasih dan Empati

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Februari 2014

Baca:  Yakobus 1:19-27

"setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;"  Yakobus 1:19

Kehidupan orang yang berkomitmen melayani Tuhan adalah kehidupan yang harus memancarkan terang bagi sekelilingnya, seperti sebuah pelita yang diletakkan  "...di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu."  (Matius 5:15).  Jika tidak, ia hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain.

     Ada banyak orang yang mengeluh dan kecewa ketika melihat pelayan Tuhan yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak menunjukkan sifat atau karakter kristus.  Bukankah hal ini sangat menyedihkan?  Padahal Alkitab menegaskan,  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).  Di lingkup gereja mereka tampak begitu rohani dan berhati seperti Yesus, tapi begitu berada di tengah-tengah dunia ia sama sekali tidak peduli dengan orang lain dan sangat egois.  Kasih mereka menjadi sangat dingin.  Jika demikian, apa bedanya kita dengan orang-orang yang belum percaya?  Padahal Tuhan Yesus telah memberikan teladan hidup yang luar biasa, Ia datang  "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."  (Markus 10:45).

     Bagaimana kita bisa memenangkan jiwa bagi kerajaan Allah jika kita sendiri tidak mengasihi jiwa-jiwa?  Namanya pelayan Tuhan, berarti tugas kita adalah melayani seperti Tuhan Yesus melayani karena hati Yesus selalu dipenuhi belas kasihan dan empati terhadap orang lain.  Namun kita seringkali dengan sengaja menghindar dan menjauhi orang lain karena kita tidak mau berkorban dan direpotkan.  Mengasihi orang lain atau memiliki kepedulian terhadap orang lain tidak harus berkorban secara materi.  Salah satu wujud kasih kepada orang lain adalah kerelaan kita mendengar ungkapan hati mereka, belajar menjadi good listener  (pendengar yang baik)  untuk setiap keluh kesah mereka.  Jadi permulaan kasih kepada sesama dimulai dari belajar mendengarkan;  dan kemauan untuk mendengar adalah syarat utama yang dibutuhkan dengan muatan belas kasihan dan kesabaran.  Dengan belajar mendengar ungkapan hati orang lain kita sedang mendisiplinkan diri untuk mendengarkan suara Tuhan.

Bisakah kita disebut melayani jika kita tidak punya kasih dan empati?

No comments:

Post a Comment