Tuesday, November 19, 2013

AMAN DAN TENTRAM PALSU (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2013 -

Baca:  Amsal 14:1-35

"Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya."  Amsal 14:26

Maukah kita ini disebut orang-orang munafik?  Tentu tidak.  Maka kita harus mengerti apa itu ibadah yang berkenan kepada Tuhan, yaitu ibadah yang disertai ketaatan melakukan firmannya.  Jadi  "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat."  (Penghkotbah 4:17).  Tuhan Yesus berkata,  "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku."  (Yohanes 14:15).

     Peringatan selanjutnya ditujukan kepada orang-orang yang merasa tenteram di Samaria.  Samaria adalah ibukota kerajaan Israel bagian utara.  Kota Samaria lambang kemakmuran dan kekuasaan.  Ketika itu orang-orang di Samaria berlimpah harta dan kekayaan.  Daerah Basan terkenal dengan hasil peternakannya yang bernilai sangat tinggi, sehingga kehidupan orang-orang di Samaria secara ekonomi bisa dikatakan makmur.  Sayang, dengan kekayaan yang dimiliki mereka bertindak semena-mena terhadap sesamanya:  memeras orang lemah dan menginjak orang miskin.  "Dengarlah firman ini, hai lembu-lembu Basan, yang ada di gunung Samaria, yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin, yang mengatakan kepada tuan-tuanmu: bawalah ke mari, supaya kita minum-minum! Tuhan ALLAH telah bersumpah demi kekudusan-Nya: sesungguhnya, akan datang masanya bagimu, bahwa kamu diangkat dengan kait dan yang tertinggal di antara kamu dengan kail ikan."  (Amos 4:1-2).  Mereka lebih mempercayakan hidupnya kepada harta kekayaan daripada bersandar kepada Tuhan.

     Orang-orang Israel tidak lagi menjadikan Tuhan sebagai sumber pertolongan.  Mereka lebih memilih mencari pertolongan kepada manusia atau bangsa lain yang mereka sangka lebih bisa diandalkan dan diharapkan.  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5).

"Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan."  Wahyu 2:5a

Monday, November 18, 2013

AMAN DAN TENTRAM PALSU (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 November 2013 -

Baca:  Amos 6:1-14

"Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tenteram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang!"  Amos 6:1

Melalui nabi Amos Tuhan memperingatkan dengan keras orang-orang Israel agar mereka tidak terlena dengan kenyamanan yang sedang mereka rasakan:  nyaman di Sion, merasa tenteram di gunung Samaria dan atas orang-orang terkemuka yang seringkali mereka andalkan.  Apa maksudnya?

     Sion adalah kota pusat peribadatan bangsa Yehuda.  Ini berbicara tentang kegiatan-kegiatan ibadah yang dilakukan orang percaya.  Seringkali kita berpikir bahwa kita sudah melakukan yang terbaik bagi Tuhan.  Kita tidak pernah absen memenuhi bangku-bangku gereja di hari Minggu, aktif di persekutuan, rutin berpuasa, memberi banyak persembahan, bahkan sudah terlibat dalam pelayanan.  Kita pun akhirnya berpikir bahwa segala sesuatu yang kita lakukan ini sudah menyenangkan hati Tuhan dan berkenan di hadapanNya.  Ingat!  Tuhan sama sekali tidak tertarik dengan kegiatan rohani kita apabila hal itu tidak disertai dengan ketaatan kita dalam melakukan kehendakNya.  Tuhan berkata,  "Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar."  (Amos 5:21-23).

     Perhatikan kehidupan ahli-ahli Taurat dan juga orang-orang Farisi!  Bukankah secara kasat mata mereka adalah orang-orang yang rajin beribadah, mengerti firman Tuhan, dan sudah terjun dalam pelayanan?  Tetapi apa kata Tuhan?  "...turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya."  (Matius 23:3).  Ternyata segala ibadah yang mereka lakukan adalah sia-sia di hadapan Tuhan, sebab disertai motivasi tidak benar yaitu supaya dipuji dan dihormati manusia, padahal mereka sendiri tidak hidup dalam ketaatan.  Ibadah yang demikian merupan kebencian bagi Tuhan.  (Bersambung)

Sunday, November 17, 2013

ORANG PERCAYA: Harus Percaya Diri

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 November 2013 -

Baca:  1 Yohanes 4:1-6

"Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia."  1 Yohanes 4:4

Perasaan minder, tidak percaya diri, mengasihani diri sendiri, putus asa dan gampang menyerah pada keadaan seringkali mewarnai perjalanan hidup orang percaya.  Tidak seharusnya kita bersikap demikian!  Sebab sesungguhnya orang-orang percaya di tengah dunia ini bukanlah orang-orang yang biasa;  kita ini di atas rata-rata, bukan pecundang, melainkan pemenang.

     Sejak awal kita diciptakan, Tuhan sudah memiliki rancangan yang luar biasa.  "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."  (Kejadian 1:26).  Ini akan membangkitkan semangat kita menjalani hidup jika menyadari bahwa kita ini diciptakan serupa dan segambar dengan Allah.  Tuhan pun menegaskan,  "...Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).  Di dalam Roma 8:37 dikatakan:  "...kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."  Orang-orang yang berhasil dan para pemenang adalah orang-orang yang memiliki sikap percaya diri.  Tanpa rasa percaya diri mustahil orang mampu meraih apa yang menjadi impian dalam hidupnya.

     Jadi memiliki rasa percaya diri yang berarti memiliki rasa optimis dan senantiasa berpikiran positif adalah salah satu modal menggapai kesuksesan.  Karena itu  "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."  (Filipi 4:8).  Dampak dari itu semua adalah membawa kita pada semangat untuk menjalani hidup ini dalam situasi apa pun.

Kita harus punya rasa percaya diri karena kita adalah istimewa di pemandangan Tuhan!

Saturday, November 16, 2013

ACUH DAN TAK BERGAIRAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 November 2013 -

Baca:  Zefanya 2:1-3

"Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh,"  Zefanya 2:1

Hari-hari ini 'penyakit' suam-suam kuku dan acuh tak acuh terhadap perkara-perkara rohani menyerang banyak orang.  Yang menjadi salah satu faktor penyebabnya adalah tekanan ekonomi.  Tidak bisa dipungkiri, tingginya biaya kebutuhan hidup membuat banyak orang dihantui rasa kuatir.  Keadaan ini tidak hanya melanda orang-orang dunia tapi juga dialami oleh banyak anak Tuhan, padahal firman Tuhan tak henti-hentinya mengingatkan,  "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?"  (Matius 6:25).  Kenyataannya kekuatiran timbul dalam hati dan pikiran kita.  Hal ini tak ubahnya benih yang ditaburkan di tengah semak duri yaitu  "...orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah."  (Matius 13:22).

     Rasa kuatir akan kebutuhan hidup  (ekonomi)  ini membuat kita tidak lagi punya gairah dan kerinduan mencari Tuhan.  Hal ini juga dialami bangsa Israel sehingga Tuhan harus menegur mereka dengan keras melalui nabi Zefanya.  Bangsa Israel cuek dan bersikap acuh tak acuh terhadap hal-hal rohani.  Mereka tidak lagi bergairah mencari Tuhan, perkara-perkara rohani mereka kesampingkan.  Kita pun sama, disibukkan dengan pekerjaan yang menyita hampir seluruh waktu kita.  Dari pagi sampai malam yang ada di pikiran kita hanyalah bagaimana mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, bagaimana supaya harta dan kekayaan kita makin berlimpah.  24 jam waktu yang diberikan Tuhan kita habiskan untuk mengejar perkara-perkara duniawi.  Seminar-seminar kiat jitu menjadi kaya mendadak, menjadi miliarder tanpa modal dan sebagainya diserbu orang.  Sementara untuk bersekutu dengan Tuhan dan mencari wajahNya kita sama sekali tidak punya gairah dan semangat sedikit pun.  Akhirnya semua ibadah kita hanyalah sebatas rutinitas belaka.

     Sampai kapan ini akan terjadi?  Mari, selagi ada waktu dan kesempatan milikilah kesungguhan mencari Tuhan.

"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  Roma 12:11

Friday, November 15, 2013

BERKAT-BERKAT PADANG GURUN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2013 -

Baca:  Mazmur 136:1-26

"Kepada Dia yang memimpin umat-Nya melalui padang gurun! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya."  Mazmur 136:16

Selama melewati padang gurun bangsa Israel justru mengalami mujizat-mujizat luar biasa.  Tuhan menyediakan segala sesuatu yang mereka butuhkan.  Alkitab menyatakan,  "Empat puluh tahun lamanya Engkau memberikan mereka makan di padang gurun. Mereka tidak berkekurangan, pakaian mereka tidak rusak, dan kaki mereka tidak bengkak."  (Nehemia 9:21).  Penyertaan Tuhan tidak pernah berkurang dan kasihNya tidak pernah berubah sedikit pun meskipun bangsa Israel berulangkali menyakiti hati Tuhan dengan ketidaktaatan mereka.  Di sepanjang perjalanan mereka tidak pernah berhenti mengeluh, bersungut-sungut, mengomel, menyalahkan pemimpin, bahkan menyalahkan Tuhan.  Terhadap mereka Tuhan berkata,  "Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk."  (Keluaran 32:9).

     Berkat-berkat apa saja yang dialami bangsa Israel ketika berada di padang gurun?  Mari membahas dua hal saja:  1.  Berkat pemeliharaan.  Selama 40 tahun di padang gurun bangsa Israel tidak pernah kekurangan makanan karena Tuhan selalu menyediakan manna setiap pagi yang  "... warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti rasa kue madu."  (Keluaran 16:31), serta burung puyuh di waktu petang.  Selain itu mereka juga melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Tuhan memberi mereka minum dengan cara yang ajaib.  Sungguh, Tuhan selalu punya cara yang ajaib untuk menolong mereka.

     2.  Berkat perlindungan.  Padang gurun adalah tempat yang sangat ekstrem dan ganas.  Siang hari begitu panas, malam hari sangat dingin.  Tetapi  "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam."  (Keluaran 13:21).  Ini membuktikan bahwa Tuhan sangat mengasihi umatNya.  Sungguh,  "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti."  (Mazmur 46:2).  Sayang, sebagian besar umat Israel harus mati di padang gurun sebelum mereka mencapai Tanah Perjanjian oleh karena ketidaktaatan mereka sendiri.

Di padang gurun pun Tuhan selalu punya cara ajaib untuk menolong umatNya!

Thursday, November 14, 2013

UJIAN PADANG GURUN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2013 -

Baca:  Ulangan 8:1-20

"Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak."  Ulangan 8:2

Bagi bangsa Israel padang gurun adalah tempat transisi menuju Tanah Perjanjian, sekaligus tempat latihan perang prajurit-prajurit Tuhan.  Sebelum memasuki Tanah Perjanjian, yang penuh berkat, berlimpah susu dan madu, Tuhan membawa kita ke padang gurun untuk mempersiapkan kita menjadi pribadi-pribadi tangguh dan berkualitas, sehingga pada saatnya kita menjadi prajurit Tuhan yang siap terjun ke medan peperangan di Tanah Perjanjian.

     Apa tujuan Tuhan membawa umatNya melewati padang gurun terlebih dahulu?  Ia ingin kita memiliki kerendahan hati.  Ulangan 8:2:  "Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu."  (ayat nas), karena itu  "...Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN."  (Ulangan 8:3).  Tuhan membenci dosa kesombongan.  Betapa banyak orang Kristen merasa mampu dengan mengandalkan kekuatan, kepintaran dan segala hal yang dimiliki sehingga tidak bersandar kepada Tuhan sepenuhnya.  Selain itu Tuhan hendak menguji isi hati, apakah kita sungguh-sungguh berpegang pada firman Tuhan,  "dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak."  (Ulangan 8:2).

     Adakalanya masalah diijinkan terjadi karena Tuhan hendak mengetahui motivasi kita dalam mengikut Dia:  apakah kita sungguh-sungguh menanti-nantikan Tuhan dan menaati firmanNya dengan sepenuh hati atau tidak.  Seringkali kita giat mencari Tuhan saat dalam masalah saja, tapi ketika masalah sudah selesai kita pun meninggalkan Tuhan.  Tetaplah mengucap syukur ketika harus melewati padang gurun karena Tuhan memiliki rencana yang indah di balik itu!

Wednesday, November 13, 2013

UJIAN PADANG GURUN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2013 -

Baca:  Matius 4:1-11

"Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis."  Matius 4:1

Perjalanan hidup orang percaya takkan pernah lepas dari proses pembentukan Tuhan.  Ada pun proses itu bertujuan memurnikan kita dan menguatkan iman kita.  Proses pembentukan Tuhan ini sering disebut dengan 'padang gurun'.  Tuhan Yesus pun harus melewati 'padang gurun' sebelum Ia memulai pelayananNya.

     Bagi kebanyakan orang padang gurun adalah tempat yang sangat tidak enak sehingga mereka berusaha menghindarinya.  Namun bagi umat Tuhan padang gurun adalah tempat di mana karakter kita makin dibentuk dan kita dibawa Tuhan kepada pengalaman-pengalaman rohani yang luar biasa.  Mungkin saat ini kita sedang merasakan cobaan hidup yang berat, percayalah bahwa Tuhan  "...sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b)  dan  "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia."  (1 Korintus 10:13a).  Sebagaimana Tuhan menyertai dan memelihara bangsa Issrael di padang gurun, Ia pun akan menyertai dan memelihara kita.

     Beberapa macam ujian:  pertama, ujian kebutuhan hidup.  Iblis berkata,  "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti."  (Matius 4:3).  Roti berbicara tentang kebutuhan hidup.  Saat itu Iblis tahu bahwa Yesus sedang berpuasa 40 hari 40 malam dan pastilah Ia merasa lapar.  Karena itu Iblis 'memberi jalan ke luar' agar Yesus mau mengubah batu menjadi roti agar mendapatkan makanan.  Namun Yesus tidak menuruti, Ia berkata,  "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."  (Matius 4:4).  Masalah ekonomi acapkali menjadi penyebab banyak orang Kristen meninggalkan Tuhan, bahkan ada yang sampai nekat mencari pertolongan kuasa gelap.  Kedua, ujian kemewahan dunia.  Iblis juga menawarkan dunia dengan segala kemewahannya kepada Yesus,  "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku."  (Matius 4:9), asal Dia mau menuruti permintaannya.  Akhirnya dengan keras Yesus berkata,  "Enyahlah, Iblis!"  (Matius 4:10).  Hari-hari ini ada banyak orang yang rela menjual iman dan keselamatannya karena tergiur mendapatkan jabatan, pasangan hidup dan segala hal yang ditawarkan oleh dunia ini.  (Bersambung)

Tuesday, November 12, 2013

DEWASA ROHANI: Tidak Tergantung Usia (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 November 2013 -

Baca:  2 Tawarikh 34:1-7

"Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan hidup seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri."  2 Tawarikh 34:2

Kedewasaan rohani Daud terbentuk melalui proses panjang yang merupakan dampak kedekatannya dengan Tuhan.  Sejak usia muda Daud sudah mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh.  Ia senantiasa membangun keintiman dengan Tuhan.  "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu."  (Mazmur 119:97)  dan  "...pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku."  (Mazmur 42:9).  Daud juga mencintai firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam.  "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari."  (Mazmur 119:97).  Ini membuktikan bahwa Daud sangat mengasihi Tuhan dan sungguh-sungguh mencari Dia.  Kehidupan Daud pun berkenan pada Tuhan dan ia pun menjadi kesaksian bagi bangsanya.  Tuhan pun berkata,  "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku."  (Kisah 13:22).

     Contoh lain adalah Yosia.  Meski berusia muda ia mampu menjadi pemimpin yang baik bagi bangsanya dan menjadi teladan dalam hal kerohanian.  Ini terjadi karena Yosia mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh.  Ia pun sanggup melakukan reformasi rohani atas bangsanya.  Ia menyerukan pertobatan nasional dengan jalan membersihkan penyembahan berhala:  segala perkakas yang telah dibuat untuk baal dibakarnya, orang-orang yang terlibat di dalamnya pun diberhentikan, tugu-tugu dan tiang-tiang berhala dimusnahkan  (baca  2 Raja-Raja 23:1-30).  Melalui kehidupan Yosia ini seluruh rakyat dibimbing kepada kebenaran dan memiliki hati takut akan Tuhan.  "Sebelum dia tidak ada raja seperti dia yang berbalik kepada TUHAN dengan segenap hatinya, dengan segenap jiwanya dan dengan segenap kekuatannya, sesuai dengan segala Taurat Musa; dan sesudah dia tidak ada bangkit lagi yang seperti dia."  (2 Raja-Raja 23:25).

"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  1 Timotius 4:12

Monday, November 11, 2013

DEWASA ROHANI: Tidak Tergantung Usia (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 November 2013 -

Baca:  Mazmur 119:97-104

"Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu."  Mazmur 119:100

Banyak orang berpendapat bahwa semakin tua usia seseorang semakin dewasa pula kerohaniannya.  Benarkah demikian?  Jawabannya:  tidak selalu demikian.  Ada banyak orang yang sudah masuk kategori dewasa atau tua umurnya tapi masih saja belum dewasa rohani, alias masih sebagai kanak-kanak rohani.

     Perlu digarisbawahi di sini bahwa kedewasaan rohani seseorang itu tidak selalu sejalan dengan kedewasaan secara usia atau fisik.  Begitu juga lamanya seseorang dalam mengikut Tuhan atau menjadi Kristen tidak menjamin bahwa orang itu memiliki kedewasaan rohani.  Memang secara teori seharusnya demikian, namun faktanya tidaklah seperti itu;  semuanya sangat bergantung pada kesungguhan kita dalam mengejar perkara-perkara rohani.  Tanpa kesungguhan kita mencari Tuhan, orang yang sudah lama menjadi Kristen pun akan kalah dewasa secara rohani dengan orang muda yang sungguh-sungguh mencari Tuhan dalam hidupnya.  Tidak sedikit orang muda Kristen yang justru memiliki kedewasaan rohani dan jauh lebih mumpuni bila dibandingkan dengan mereka yang berusia tua.  Ada tertulis:  "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  (Ibrani 5:12-14).

     Jadi bukan perkara yang mustahil bila orang muda malah bisa menjadi teladan dalam hal kerohanian, bahkan menjadi pemimpin rohani.  Oleh karena itu jangan sekali-kali kita memandang sebelah mata terhadap anak-anak muda Kristen bila kita sendiri tidak bersungguh-sungguh di dalam Tuhan!  Daud adalah contoh orang muda yang memiliki kedewasaan rohani sehingga ia pun dapat berkata,  "Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu."  (ayat nas).  Dalam hal ini Daud bukan asal bicara, tapi benar-benar terbukti!  (Bersambung)

Sunday, November 10, 2013

SALOMO: Gagal Ujian Berkat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 November 2013 -

Baca:  1 Raja-Raja 11:1-13

"Sebab itu TUHAN menunjukkan murka-Nya kepada Salomo, sebab hatinya telah menyimpang dari pada TUHAN, Allah Israel, yang telah dua kali menampakkan diri kepadanya,"  1 Raja-Raja 11:9

Hikmat yang diberikan Tuhan untuk memperlengkapi Salomo sebagai pemimpin Israel berdampak positif dalam kehidupannya:  Salomo menjadi sangat terkenal dengan kebijaksanaannya.  Imbasnya adalah ke seluruh aspek kehidupannya, Salomo menjadi orang yang cakap di segala bidang, makin hari makin berhasil dan makin hari makin diberkati.  Akhirnya Salomo pun berlimpah dengan harta dan kekayaan.  Takhta, kekuasaan dan harta ada dalam genggamannya;  namun biasanya seseorang yang memiliki takhta dan harta kehidupannya tak jauh pula dari wanita.  Terbukti  "...raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het,"  (1 Raja-Raja 11:1).

     Ternyata kehidupan yang diberkati Tuhan tidak menjamin seseorang akan semakin mengasihi Tuhan dan hidup dalam ketaatan.  Ada dua kemungkinan:  berkat dan kedudukan tinggi akan membuat seseorang semakin mengasihi Tuhan, atau malah sebaliknya membuat seseorang menjadi lupa diri, makin terlena dengan kenikmatan yang ada, dan akhirnya meninggalkan Tuhan dan berkompromi dengan dosa.  Inilah yang terjadi dalam diri salomo:  harta dan takhta membuatnya berubah, awalnya begitu mengasihi Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia, kini hatinya lebih condong kepada perkara-perkara duniawi.  Dengan harta yang melimpah Salomo berkesempatan memiliki banyak wanita dan memuaskan keinginan dagingnya, padahal Tuhan sudah mengingatkan,  "'Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka.'  Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta."  (1 Raja-Raja 11:2).  Bahkan Alkitab mencatat:  "Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada TUHAN."  (1 Raja-Raja 11:3).

     Karena harta, takhta dan wanita Salomo jatuh ke dalam penyembahan berhala.  Inilah yang menjadi awal kehancuran hidup Salomo!

Berkat melimpah membawa bumerang bagi Salomo, ia makin jauh dari Tuhan.

Saturday, November 9, 2013

BERKAT-BERKAT SALOMO (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2013 -

Baca:  1 Raja-Raja 4:21-34

"Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut, sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir."  1 Raja-Raja 4:29-30

Hikmat yang diminta Salomo dipandang baik di mata Tuhan.  "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya."  (Mazmur 111:10).  Ini menunjukkan bahwa Salomo lebih mengutamakan perkara-perkara rohani daripada perkara yang ada di dunia ini.  Tuhan berkata:  "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  (Matius 6:33).  Terbukti bahwa Tuhan menambahkan segala sesuatu dalam kehidupan Salomo,  "Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja."  (1 Raja-Raja 3:13).

     Ketika kita mengutamakan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia, apa yang menjadi kebutuhan kita pasti disediakanNya.  Bahkan  "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  (1 Korintus 2:9).  Berkat Tuhan selalu mengikuti kehidupan orang-orang yang takut akan Tuhan.  Tempat, keadaan, situasi, waktu, siapa pun dan apa pun tidak akan mampu menghentikan berkat-berkat Tuhan selama kita mengasihi Tuhan dan mengutamakan Dia, karena Dia adalah Sumber segala berkat.  Ketika Salomo hidup takut akan Tuhan berkat-berkat Tuhan selalu mengikutinya.  Alkitab menyatakan,  "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat."  (1 Raja-Raja 10:23).

     Jika sampai saat ini kita belum mengalami hidup yang terberkati jangan langsung marah dan menyalahkan Tuhan, tetapi yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri dan mengoreksi komitmen kita untuk mengejar perkara-perkara rohani lebih sungguh-sungguh lagi.  Sudahkah kita memiliki hati yang takut akan Tuhan dan utamakan Dia senantiasa?

Karena Tuhan  "...memberkati orang-orang yang takut akan TUHAN, baik yang kecil maupun yang besar."  Mazmur 115:13

Friday, November 8, 2013

BERKAT-BERKAT SALOMO (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2013 -

Baca:  1 Raja-Raja 3:16-28

"Ketika seluruh orang Israel mendengar keputusan hukum yang diberikan raja, maka takutlah mereka kepada raja, sebab mereka melihat, bahwa hikmat dari pada Allah ada dalam hatinya untuk melakukan keadilan."  1 Raja-Raja 3:28

Inilah jawaban Salomo,  "'Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?'  Lalu adalah baik di mata Tuhan bahwa Salomo meminta hal yang demikian."  (1 Raja-Raja 3:9-10).  Mungkin banyak orang akan berkata bahwa Salomo itu bodoh, disuruh Tuhan untuk meminta apa saja kok dia cuma menginginkan hikmat.

     Mengapa Salomo hanya meminta hikmat?  Karena hikmat adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan pemimpin dalam menjalankan tugasnya.  Tanpa hikmat seorang raja atau pemimpin tidak akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik.  Salomo tahu benar apa yang ia butuhkan saat itu dan hanya Tuhan yang sanggup memenuhi keinginannya itu.  "Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian."  (Amsal 2:6).  Salomo pun menulis:  "Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas. Ia lebih berharga dari pada permata; apapun yang kauinginkan, tidak dapat menyamainya."  (Amsal 3:13-15).  Dengan hikmat dari Tuhan Salomo dapat membuat keputusan dengan bijak, dapat membedakan mana yang baik dan yang jahat, serta dapat menegakkan kebenaran dan keadilan atas perkara yang terjadi pada bangsa Israel.  Dalam hal ini Salomo lebih mengutamakan kebutuhan terpenting berkenaan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin, karena sebagai pemimpin ia harus bisa menjadi panutan bagi rakyatnya dan harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadinya.

     Di zaman sekarang ini sulit sekali menemukan pemimpin yang demikian.  Kebanyakan orang yang sudah menduduki jabatan penting atau berada di 'atas' lebih memikirkan kepentingannya sendiri.  Dengan jabatan dan kekuasaan yang dimiliki mereka berusaha untuk memperkaya diri sendiri dengan menekan orang-orang yang lemah.  (Bersambung)

Thursday, November 7, 2013

BERKAT-BERKAT SALOMO (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2013 -

Baca:  1 Raja-Raja 3:1-15

"Dan Salomo menunjukkan kasihnya kepada TUHAN dengan hidup menurut ketetapan-ketetapan Daud, ayahnya; hanya, ia masih mempersembahkan korban sembelihan dan ukupan di bukit-bukit pengorbanan."  1 Raja-Raja 3:3

Jika mempelajari hidup Salomo, secara garis besar kita dapat mengklasifikasikan dalam tiga tahap yaitu tahap awal ketika ia memiliki rasa takut akan Tuhan, tahap kedua yaitu masa keemasan atau kejayaannya dan kemudian tahap akhir saat ia mengalami kemerosotan rohani.

     Di tahap awal ketika menjabat sebagai pemimpin tertinggi Israel menggantikan ayahnya (Daud), Salomo memiliki hati yang takut akan Tuhan.  Ia menunjukkan motivasi pelayanan yang baik.  Ketaatan dan kasihnya kepada Tuhan begitu menyala-nyala sehingga ia berusaha melakukan apa pun untuk memuliakan Tuhan.  Salomo selalu teringat akan nasihat terakhir ayahnya sebelum meninggal:  "Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan dan ketentuan-Nya, seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya engkau beruntung dalam segala yang kaulakukan dan dalam segala yang kautuju, dan supaya TUHAN menepati janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yakni: Jika anak-anakmu laki-laki tetap hidup di hadapan-Ku dengan setia, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, maka keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel."  (1 Raja-Raja 2:3-4).  Hal ini terlihat ketika Tuhan bertanya kepadanya,  "Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu."  (1 Raja-Raja 3:5).  Jika seseorang ditawari suatu pemberian oleh orang lain, terlebih-lebih yang menawari orang kaya atau memiliki kedudukan lebih tinggi, pada umumnya orang akan menggunakan jurus 'aji mumpung';  gayung pun bersambut, ia pasti akan menyodorkan daftar permintaan sesuai dengan keinginan hatinya.  Mungkin ia akan meminta uang dalam jumlah tertentu, rumah, mobil atau fasilitas-fasilitas lainnya.

     Salomo berbeda.  Ia tidak dengan serta-merta menggunakan kesempatan ini dengan meminta perkara-perkara yang memuaskan kedagingannya, padahal yang menawari itu adalah Tuhan, Si empunya langit dan bumi dan segala isinya.  Ia tidak meminta harta kekayaan, kekuasaan, kemenangan dan sebagainya.  (Bersambung)

Wednesday, November 6, 2013

DOA DALAM PENYERAHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 November 2013 -

Baca:  1 Petrus 5:1-11

"Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu."  1 Petrus 5:7

Pernahkah doa-doa Saudara tidak beroleh jawaban dari Tuhan, padahal Saudara sudah berdoa sekian lama?  Mungkin sering sekali.  Banyak faktor yang menyebabkan doa-doa kita tak dijawab Tuhan, salah satunya adalah karena doa kita tidak seperti yang Tuhan kehendaki, yaitu berdoa dengan penuh penyerahan diri.  Meski sudah berdoa tapi hati kita masih saja diliputi kekuatiran dan kebimbangan:  "Apakah Tuhan sanggup menolongku, memulihkan keluargaku dan menyembuhkan sakitku?"  Ini membuktikan bahwa kita tidak memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan.  Doa dalam penyerahan artinya menyerahkan semua permasalahan hidup kepada Tuhan, termasuk semua kekuatiran, keraguan, kegelisahan dan kebimbangan kepada Tuhan sepenuhnya.  Tuhan tidak menghendaki kita terus diliputi perasaan-perasaan negatif.  Ayub memiliki pengalaman  akan hal ini:  "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul."  (Ayub 3:25-26).

     Jadi kita harus segenap hati melepaskan semua masalah dan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan.  Bila kita sungguh-sungguh menyerahkan semuanya kepada Tuhan, kita tidak perlu kuatir lagi karena segala beban tidak lagi berada di atas pundak kita, tetapi ada di tangan Tuhan.  Sesunggunya kita tahu bahwa Tuhan itu berkuasa dan sanggup melakukan segala perkara, tetapi kita tidak memberiNya kesempatan untuk menyatakan kuasaNya.  Kita membatasi Tuhan untuk bertindak padahal kita sudah membawa semua pergumulan melalui doa;  namun ketika kita melangkah pergi kita mengambil kembali beban itu dan memikulnya di atas pundak kita.  Jadi kita sendiri yang sebenarnya tidak mau melepaskan diri dari masalah tersebut.  Tuhan Yesus tidak menghendaki kita terus diliputi oleh kekuatiran dan kegelisahan setiap hari.

     Sudahkah kita benar-benar memiliki penyerahan diri kepada Tuhan, ataukah penyerahan kita kepadaNya hanya basa-basi saja?

"Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;"  Mazmur 37:5

Tuesday, November 5, 2013

NAMA YESUS: Kunci Jawaban Doa (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 November 2013 -

Baca:  Yohanes 14:1-14

"dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak."  Yohanes 14:13

Seringkali kita berpikir bahwa Bapa di sorga harus menjawab doa-doa kita oleh karena kebaikan kita dan jasa-jasa kita.  Jika doa kita dijawab bukanlah karena kita baik, tapi terutama adalah karena nama Yesus.  Ia telah memberikan kepada kita hak dan wewenang menggunakan namaNya.  Jadi segala doa dan permohonan yang kita tujukan kepada Bapa harus di dalam nama Yesus.

     Berdoa dalam nama Yesus berarti berdoa dengan otoritas Yesus.  Saat kita percaya bahwa nama Yesus itu berkuasa, dan kita berdoa menggunakan kuasa itu, kita memiliki otoritas di dalam berdoa.  "Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu."  (Lukas 10:19).  Jadi Yesus memberikan kepada kita kuasa atau hak untuk menggunakan namaNya.  Hal ini dibuktikan oleh ketujuh orang murid yang diutus oleh Yesus:  "Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu."  (Lukas 10:17).

     Persoalan apa pun yang sedang kita alami janganlah coba diatasi dengan kekuatan sendiri, sebab jika demikian kita sedang menghalangi Tuhan untuk mengulurkan tanganNya atas kita;  seperti memikul beban sendiri, bukannya mengijinkan Tuhan mengambil alih semuanya.  Jika kita berdoa tetapi tetap saja dihinggapi rasa cemas dan kuatir, doa kita pun tidak akan ada faedahnya.  "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."  (Filipi 4:6).  Ketika berdoa kita harus percaya bahwa apa yang kita minta akan kita terima, asal doa itu kita tujukan kepada Bapa di dalam nama Tuhan Yesus.  Setiap anak Tuhan, tanpa terkecuali, memiliki otoritas dan kuasa di dalam nama Tuhan Yesus.  Ini adalah hak semua orang percaya, bukan hanya untuk pendeta-pendeta terkenal atau para fulltimer saja.  Alkitab menyatakan bahwa  "Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya:"  (Markus 16:17).

"Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya."  Yohanes 14:14

Monday, November 4, 2013

NAMA YESUS: Kunci Jawaban Doa (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 November 2013 -

Baca:  Yohanes 16:16-33

"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku."  Yohanes 16:23b

Saudara memiliki kunci?  Entah itu kunci rumah, kunci motor, kunci mobil, kunci brankas dan sebagainya.  Untuk bisa membuka pintu rumah, mobil, brankas, menghidupkan mesin mobil atau motor kita pasti membutuhkan kunci tersebut.  Kunci benar-benar memegang peranan yang sangat penting.  Begitu juga dalam hal berdoa, ada kuncinya yang dapat membuka pintu sorga, menggerakkan Bapa bertindak dan memberikan jaminan bahwa doa-doa kita akan terjawab.  Ada pun kunci itu tak lain dan tak bukan adalah nama Yesus.  Mengapa?  Karena nama Yesus adalah nama yang berkuasa.  Tertulis:  "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!"  (Filipi 2:9-11).

     Yesus adalah Pengantara kita dan Juru Syafaat kita.  Dia berdiri di tengah-tengah antara kita dan Bapa di sorga.  Karena Yesus Kristus  "...kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah."  (Ibrani 19-20).  Jadi Tuhan Yesus adalah jalan pendamaian antara kita dengan bapa di sorga.  Oleh karena itu Yesus memerintahkan kita, anak-anakNya, untuk berdoa kepada Bapa di dalam namaNya.  Bila kita merasa bahwa doa-doa kita selama ini tidak mampu menyentuh hati Bapa, mungkin doa kita tidak sesuai dengan yang disampaikan Yesus dalam firmanNya ini.  Ketika kita berdoa dan meminta segala sesuatu ke Bapa, kita harus memintanya dalam nama Tuhan Yesus.  Inilah kunci utama doa orang percaya!  Jadi nama Yesus merupakan akses menuju kepada Bapa di sorga.  Yesus sendiri berkata,  "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."  (Yohanes 14:6).

     Bila kita ingin beroleh jawaban atas doa kita, tidak ada cara lain bagi kita selain harus menaati ajaran firman Tuhan dan berdoa kepada Bapa di dalam nama Yesus.  (Bersambung)

Sunday, November 3, 2013

BERDOA SECARA EFEKTIF (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 November 2013 -

Baca:  Filipi 4:1-9

"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."  Filipi 4:8

Mari kita belajar seperti Paulus, di mana ia  "...tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan,"  (2 Korintus 4:18), dan  "...hidup karena percaya, bukan karena melihat."  (2 Korintus 5:7).  Jangan biarkan Iblis menyerang pikiran dan hati kita dengan menanamkan benih-benih keraguan dan kebimbangan.

     Semua hal yang negatif:  keraguan, kebimbangan, kekuatiran, ketakutan dan sebagainya berasal dari Iblis.  Karena itu kita harus melawan Iblis agar ia  "...lari dari padamu!"  (Yakobus 4:7).  Kita harus berjaga-jaga terhadap setiap pikiran negatif yang menyerang supaya tidak memasuki pikiran kita karena, selama kita masih bimbang, ragu dan kuatir, doa-doa kita takkan ada faedahnya.  Ketika kita berdoa kepada Tuhan, lalu di tengah jalan timbul rasa bimbang dan ragu di dalam pikiran dan hati kita, berarti kita sedang berputar haluan yaitu berpaling dari Tuhan dan membatalkan doa kita sendiri.  Maka dari itu,  "Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku; janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu. Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka."  (Amsal 4:20-22).  Buanglah semua pikiran negatif yang tidak mendukung iman kita.  Sebaliknya arahkan hati dan pikiran kita kepada firman Tuhan, maka pada saatnya Dia akan menggenapi firmanNya.

     Bagaimana supaya firman Tuhan tergenapi dalam kehidupan kita?  Jika firman itu dekat dengan kita, kita akan memiliki dasar yang kuat untuk mengalami penggenapan janji Tuhan.  Tetapi bila firman Tuhan itu jauh dari kita, janji-janjiNya juga semakin menjauh dari kehidupan kita karena Tuhan bekerja dan berkarya melalui firmanNya  (baca  Yesaya 55:11);  dan jika kita setia terhadap firmanNya, Tuhan pun akan setia terhadap kita.

Mantapkan iman percaya kita dalam menyatakan permohonan kepada Tuhan, serta renungkan firmanNya yang menjanjikan jawaban sesuai kebutuhan kita;  pada saat yang tepat, pertolongan Tuhan pasti nyata atas kita!

Saturday, November 2, 2013

BERDOA SECARA EFEKTIF (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 November 2013 -

Baca:  Matius 7:7-11

"Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."  Matius 7:11b

Ketika kita mengerti kehendak Tuhan melalui firmanNya kita akan yakin dengan apa yang sedang kita doakan.  Maka,  "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung."  (Yosua 1:8).  Dengan menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari kita akan semakin memahami apa yang menjadi kehendakNya untuk dilakukan, sehingga kita pun dapat memanfaatkan dengan baik setiap janji Tuhan untuk setiap kebutuhan kita.

     Tuhan berkata,  "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu."  (Matius 7:7).  "...Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya."  (Matius 6:8).  Sebelum kita berdoa dan meminta sesuatu kepada Tuhan Ia telah mengetahui semua kebutuhan kita, namun yang dikehendakiNya adalah kita menyatakan kebutuhan tersebut dan meminta kepadaNya melalui doa-doa kita.  Terhadap apa pun yang sedang kita doakan  "...percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu."  (Markus 11:24).  Kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang kita butuhkan itu telah disediakan Tuhan bagi kita dalam nama Tuhan Yesus Kristus.  Secara kasat mata mungkin tak tampak, namun sesungguhnya semua telah disediakan Tuhan bagi kita.  Rasul Paulus menyatakan,  "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga."  (Efesus 1:3).

     Hal-hal yang ada di alam roh akan dinyatakan secara fisik melalui iman percaya kita, karena iman memiliki kuasa untuk mencipta yaitu menciptakan yang belum ada menjadi ada, yang belum tampak menjadi kenyataan dalam hidup kita, sebab  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  (Ibrani 11:1).  Memang hal ini tidak bisa dipahami oleh pikiran dan logika kita, namun sebagai orang percaya, kita harus berjalan dengan iman setiap hari, bukan berdasarkan pada apa yang terjadi dan yang terlihat secara lahiriah.  (Bersambung)

Friday, November 1, 2013

BERDOA SECARA EFEKTIF (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 November 2013 -

Baca:  Yakobus 1:1-8

"Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin."  Yakobus 1:6

Dalam hal berdoa kepada Tuhan diperlukan suatu ketegasan dan kepastian terhadap apa yang kita doakan.  Sebagaimana disampaikan oleh Yakobus, jika seseorang bimbang atau ragu-ragu dalam berdoa, ia tidak akan menerima sesuatu apa pun dari Tuhan.  Seringkali kita tidak tahu secara persis tentang apa yang sedang kita doakan.  Kita berdoa hanya sekedarnya daripada tidak berdoa.  Ada jenis doa yang berisikan pujian dan penyembahan kita kepada Tuhan, tetapi ada pula doa yang berisikan permohonan tentang apa yang kita perlukan dan ini membutuhkan jawaban dari Tuhan.

     Doa yang tidak jelas isinya bisa digambarkan seperti seseorang yang pergi ke sebuah pasar swalayan dengan tujuan membeli barang-barang tertentu.  Tidak mungkin kita hanya berkeliling atau berputar-putar menyusuri setiap lorong dengan troli barang tanpa membeli sesuatu apa pun.  Hal ini juga berlaku pada doa.  Adalah lebih baik kita berdoa secara singkat namun isi doa kita jelas dan kita tahu benar apa yang sedang kita doakan, daripada kita berdoa berjam-jam dengan bertele-tele tanpa suatu tujuan yang jelas dan pasti.  Dikatakan,  "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan."  (Matius 6:7).

     Bagaimana supaya doa kita kian efektif dan mampu menyentuh hati Tuhan?  Kita harus terlebih dahulu tinggal di dalam firmanNya.  Tuhan berkata,  "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya."  (Yohanes 15:7).  Semakin kita tinggal di dalam firmanNya semakin kita mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan di tengah situasi yang sedang kita hadapai.  Akhirnya kita pun tidak asal-asalan dalam berdoa, melainkan selaras dengan apa yang dijanjikan Tuhan dalam firmanNya sehingga kita pun memiliki keyakinan yang kuat bahwa Tuhan akan menjawab doa kita dan memberikan apa yang sedang kita perlukan, tepat pada waktunya.  (Bersambung)

Thursday, October 31, 2013

KARENA TUHAN, KITA SANGGUP

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2013 -

Baca:  Filipi 4:10-19

"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  Filipi 4:13

Rasul Paulus telah memberikan teladan hidup yang luar biasa bukan hanya bagi orang-orang yang hidup sezamannya, tapi juga bagi kita yang hidup di masa-masa akhir zaman ini.  Salah satu teladan hidup yang menonjol dalam diri Paulus adalah semangat hidupnya dalam melayani Tuhan.  Ia tidak pernah menunjukkan sikap pesimis yang penuh keluh kesah, gerutuan ataupun kekecewaan meski dalam pelayanan ia harus menghadapi banyak sekali ujian, tantangan, aniaya dan juga penderitaan.  Sebaliknya ia selalu optimis, memberikan kemenangan di dalam Tuhan sehingga ia selalu sanggup menasihati orang-orang agar mereka kuat dalam menghadapi segala tantangan hidup dan tetap memiliki roh yang menyala-nyala dalam melayani Tuhan.  "...syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana."  (2 Korintus 2:14).

     Meski kehidupannya telah dipakai Tuhan secara luar biasa sebagai pemberita Injil dan menjadi kesaksian bagi banyak orang, tidak dengan serta-merta ia menjadi sombong atau membanggakan diri sendiri.  "Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia."  (Galatia 6:14).  Fokus Paulus adalah melakukan yang terbaik bagi Tuhan dan terus maju mengerjakan panggilan Tuhan apa pun keadaannya, bahkan ia terus  "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus."  (Filipi 3:14).

     Kekuatan, keuletan dan kegigihan yang dimiliki Paulus bukan karena ia tidak punya kelemahan atau kekurangan, itu semata-mata karena Roh Kudus yang bekerja di dalam dia.  Dengan jujur ia mengakui penuh kelemahan dan kekurangan tapi ia tidak mau tenggelam dalam kelemahan yang ada.  Justru dalam kelemahanlah ia percaya bahwa kuasa Tuhan makin sempurna dinyatakan.  "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku."  (2 Korintus 12:9).

"Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup...kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah."  2 Korintus 3:5

Wednesday, October 30, 2013

KEBERANIAN ADIKODRATI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2013 -

Baca:  Kisah Para Rasul 4:1-22

"Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar."  Kisah 4:20

Pasca hari Pentakosta ada perubahan hidup yang luar biasa dalam diri murid-murid Tuhan Yesus.  Mereka yang dulunya selalu dihinggapi rasa was-was, ragu dan takut berubah menjadi orang-orang pemberani karena Roh Kudus yang bekerja di dalam mereka.

     Sebelum terangkat ke sorga Yesus berkata,  "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."  (Kisah 1:8).  Hal itu tergenapi di hari Pentakosta, hari di mana Roh Kudus dicurahkan atas umat Tuhan.  Alkitab menegaskan bahwa  "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."  (2 Timotius 1:7).  Kuasa adikodrati inilah yang memberikan keberanian kepada Petrus dan Yohanes untuk berbicara secara lantang di hadapan Mahkamah Agama, bersaksi tentang Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sehingga  "Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka;"  (Kisah 4:13).

     Keberanian ini juga yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya, berani menghadapi segala sesuatu yang paling sulit sekali pun dalam kehidupan ini.  Banyak orang tidak tahan terhadap badai permasalahan yang sedang terjadi karena di dalam diri mereka tidak ada kuasa;  tetapi di dalam kita ada kuasa Roh Kudus yang memampukan kita untuk tetap berdiri dan tak tergoyahkan.  Dengan Roh Kudus kita punya kuasa untuk menghancurkan pekerjaan-pekerjaan Iblis.  Karena itu jangan pernah takut dan malu untuk bersaksi tentang Yesus Kristus kepada orang-orang yang belum percaya.  Keberanian bukan berarti tidak ada ujian dan tantangan, melainkan karena penyertaan Roh Kudus dalam hidup kita, di mana penyertaanNya sampai kepada kesudahaan zaman  (baca  Matius 28:20b).  Dunia dengan segala cara berusaha menentang dan menghambat pemberitaan Injil.  Di mana Injil diberitakan di situ pasti ada tekanan.  Namun kita harus terus maju!

Jadilah orang-orang Kristen yang berani,  "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia."  1 Yohanes 4:4

Tuesday, October 29, 2013

KESEMPATAN DI BALIK KESUKARAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2013 -

Baca:  Bilangan 13:1-33

"Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!"  Bilangan 13:30

Kita harus menyadari bahwa selama kaki kita masih menginjak bumi, masalah dan kesukaran selalu ada di mana saja dan kapan saja.  Itu bisa menimpa siapa saja tanpa memandang bulu.  Akankah kita terus larut dalam masalah dan kesukaran yang ada?  Tawar hati hanya akan membuat semangat hidup kita padam dan iman menjadi lemah.  Mata rohani pun menjadi buta sehingga kita tak mampu melihat kebesaran kuasa Tuhan.  Tuhan menjadi tampak kecil sedangkan persoalan kian menjadi besar.

     Inilah yang terjadi pada bangsa Israel ketika mendengar laporan negatif dari sepuluh orang pengintai.  Bangsa Israel menangis dengan suara nyaring, menyesali diri, menyalahkan pemimpin, bahkan menyalahkan Tuhan dan meminta untuk kembali ke Mesir  (baca  Bilangan 14:1-4).  Namun Kaleb dan Yosua tampil sebagai pribadi yang berbeda.  Keduanya memiliki Roh yang berbeda, di mana mereka mampu melihat kesempatan di balik kesukaran yang ada meskipun secara kasat mata mustahil bisa mengalahkan musuh, karena penduduk Kanaan memiliki perawakan tinggi-tinggi seperti raksasa.  Namun Kaleb dan Yosua tidak terbawa arus, keduanya tetap menguatkan hati dan tidak memusatkan perhatian pada masalah dan kesukaran, tapi mengarahkan mata rohaninya kepada Tuhan yang hidup, yang memiliki rencana yang indah bagi kehidupan mereka.  Visi inilah yang membuat keduanya mampu menguasai keadaan dan bersikap tenang.  Mereka sangat percaya akan rencana Tuhan membawa bangsa Israel ke luar dari Mesir ke  "...suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus."  (Keluaran 3:8);  bukan untuk mati di padang gurun, tetapi mewarisi tanah Kanaan, tanah Perjanjian.

     Dalam kesukaran selalu ada kesempatan yang terbuka ketika kita menaruh pengharapan kepada Tuhan, bukan mengandalkan kekuatan dan kemampuan manusia, karena kuasa Tuhan sangat tak terbatas, sementara kekuatan manusia sangatlah terbatas!

"Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku?"  Yeremia 32:27

Monday, October 28, 2013

KESEMPATAN DI TENGAH KESUKARAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2013 -

Baca:  Bilangan 13:1-33

"Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita."  Bilangan 13:31

Sebelum menduduki Tanah Perjanjian Tuhan memerintahkan Musa mengirimkan beberapa orang untuk menyelidiki tanah tersebut,  "Suruhlah beberapa orang mengintai tanah Kanaan, yang akan Kuberikan kepada orang Israel; dari setiap suku nenek moyang mereka haruslah kausuruh seorang, semuanya pemimpin-pemimpin di antara mereka."  (Bilangan 13:2).  Akhirnya Musa pun menyuruh orang-orang sesuai dengan perintah Tuhan, dan orang-orang itu adalah kepala-kepala di antara orang Israel.  Jumlah mereka ada 12 orang banyaknya, dan  "Sesudah lewat empat puluh hari pulanglah mereka dari pengintaian negeri itu,"  (Bilangan 13:25).  Masing-masing dari mereka memberikan laporan hasil investigasi selama 40 hari tersebut.

     Inilah laporan mereka:  sepuluh orang memberikan laporan yang membuat banyak orang merinding mendengarnya.  Apa yang disampaikan mereka itu benar-benar membuat ciut nyali, mematahkan semangat dan menciptakan ketakutan yang luar biasa.  "Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita."  (Bilangan 13:31).  Mengapa mereka berkata demikian?  Inilah alasannya:  "Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami."  (Bilangan 13:32-33).  Sepuluh orang begitu membesar-besarkan masalah dan kesulitan yang sedang dihadapi sehingga fokus mereka hanya tertuju kepada ketidakberdayaan, ketidakmampuan, keterbatasan dan kemustahilan.  Mereka tidak mampu melihat sedikitpun kesempatan di balik kesukaran.  Bagi mereka kesukaran adalah bencana dan akhir dari segalanya.  Hal ini berdampak buruk bagi orang-orang yang mendengarnya.

     Sebagian besar umat Israel turut terintimidasi perkataan-perkataan negatif yang ke luar dari mulut sepuluh orang pengintai itu.  Padahal  "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10).  (Bersambung)

Sunday, October 27, 2013

TIDAK BERANI BERKATA 'TIDAK'

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2013 -

Baca:  Mazmur 36:1-13

"Kejahatan dirancangkannya di tempat tidurnya, ia menempatkan dirinya di jalan yang tidak baik; apa yang jahat tidak ditolaknya."  Mazmur 36:5

Perhatikan teguran Tuhan kepada jemaat di Laodikia ini,  "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku."  (Wahyu 3:16).  Bukankah banyak orang Kristen yang kondisinya suam-suam kuku, tidak dingin atau panas?  Ibadah memang rajin, tapi mereka tetap saja berkompromi dengan dosa.  Mereka sulit sekali berkata 'tidak' terhadap dunia ini.

     Ketidakberanian dan ketidaktegasan untuk berkata 'tidak' kepada dosa seringkali menjadi penyebab utama kita tidak bisa maju di dalam Tuhan.  Akhirnya kekristenan kita tetap saja standar, biasa-biasa saja dan tidak berdampak terhadap orang lain.  Apalagi dalam budaya timur seringkali kita merasa sungkan dan sulit sekali menolak ajakan orang lain, walaupun kita tahu ajakan itu untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari kebenaran.  Sungguh benar ayat nas di atas:  "...apa yang jahat tidak ditolaknya."

     Sebagai anak-anak Tuhan, yaitu anak-anak terang, kita harus bersikap tegas terhadap pilihan-pilihan yang seringkali menjerumuskan kita ke dalam dosa;  memiliki keberanian untuk berkata 'tidak' terhadap segala bentuk kejahatan meski terkadang kita harus berhadapan dengan resiko yang tidak mudah.  Contoh Yusuf, karena takut akan Tuhan ia dengan penuh ketegasan menolak bujuk rayu isteri Potifar.  "'Marilah tidur dengan aku.'  Tetapi Yusuf menolak...Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?  Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia."  (baca Kejadain 39:7-10).  Dan karena keberanian menolak rayuan isteri Potifar ini Yusuf harus menanggung resiko yaitu difitnah dan akhirnya dijebloskan ke dalam penjara.  Ada harga yang harus dibayar untuk hidup dalam kebenaran!  Mampukah kita bersikap seperti Yusuf ini?  Atau malah sebaliknya, kita tak berdaya dan dengan gampanya berkata 'ya' meski kita tahu benar bahwa perbuatan itu dosa?  Mana yang harus Saudara pilih:  takut kepada manusia atau kepada Tuhan?

Berkompromi dengan dosa bukti bahwa kita ini hanyalah Kristen-Kristenan!

Saturday, October 26, 2013

HARGA SEBUAH PENANTIAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2013 -

Baca:  Matius 7:7-11

"Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan."  Matius 7:8

Saat ini masih ada orang Kristen yang bermalas-malasan membaca Alkitab.  Mereka membaca Alkitab hanya saat beribadah saja, sedangkan di luar jam-jam itu Alkitab sama sekali tidak disentuhnya.  Itu adalah kerugian besar!  Pemazmur menegaskan bahwa  "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."  (Mazmur 1:2-3).  Begitu juga pesan Tuhan kepada Yosua,  "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung."  (Yosua 1:8).  Itulah sebabnya Daud pun berkata,  "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari."  (Mazmur 119:97).  Jadi membaca dan merenungkan firman Tuhan serta melakukannya setiap hari adalah kunci mengalami hidup yang berkemenangan, diberkati, berhasil dan beruntung.

     Firman Tuhan dipenuhi janji-janji Tuhan yang akan dinyatakan dalam kehidupan orang percaya.  Ada pun janji Tuhan itu adalah ya dan amin.  Salah satu janji Tuhan yang tertulis dalam firmanNya adalah:  "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu."  (Matius 7:7).  Janji Tuhan tersebut cepat atau lambat pasti akan digenapi asalkan kita berjalan di jalur yang benar  (sesuai dengan firmanNya).  Dalam Yesaya 40:31 dikatakan,  "...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." 

     Nasihat ini bukan sekedar untuk menghibur tetapi untuk kita praktekkan dalam kehidupan setiap hari.  Namun untuk melakukannya dibutuhkan iman yang aktif, karena dalam masa penantian ini ada harga yang harus kita bayar:  kesabaran, ketekunan, dan kesetiaan.

Sudahkah kita sabar, tekun dan setia mengerjakan bagian kita?

Friday, October 25, 2013

HAMBA YANG SETIA ATAU JAHAT (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2013 -

Baca:  Pengkotbah 9:1-12

"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi."  Pengkotbah 9:10

Inilah konsekuensi yang harus diterima oleh hamba yang jahat dan malas:  "Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."  (Matius 25:28, 30).  Sebaliknya terhadap hamba yang setia dan tekun mengembangkan talenta yang dipercayakan, tuannya berkata,  "...Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu."  (Matius 25:23).  Kita termasuk hamba yang mana?  Hamba yang baik dan setia atau hamba yang jahat dan malas?

     Karena itu biarlah kita lakukan dengan setia dan penuh tanggung jawab segala tugas yang dipercayakan Tuhan kepada kita.  Jangan sekalipun kita menganggap remeh atau sepele!  Jangan pula kita kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan!  Banyak orang Kristen yang pada awalnya begitu menyala-nyala dalam melayani Tuhan, namun seiring berjalannya waktu, terlebih-lebih saat menghadapi masalah dan ujian, semangatnya perlahan-lahan mengendur, makin hari makin merosot dan mengalami kemunduran.  Mereka telah kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan, lari dari tanggung jawab, dan akhirnya meninggalkan pelayanan.  Janganlah kita lupa bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan di dunia ini pada saatnya harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.

     Tidak semua orang beroleh kepercayaan dari Tuhan, maka adalah berkat dan anugerah yang tak ternilai jika saat ini kita dipercaya Tuhan untuk mengembangkan talenta itu!  Mungkin saja saat ini kita belum mengalami penggenapan janji-janji Tuhan sepenuhnya atau kenyataan yang kita alami belum seperti yang kita harapkan, namun Tuhan tidak pernah tertidur, jerih lelah kita tidak akan pernah sia-sia!

"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu."  Ibrani 10:36

Thursday, October 24, 2013

HAMBA YANG SETIA ATAU JAHAT (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2013 -

Baca:  Matius 25:14-30

"Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu."  Matius 25:21

Kita sudah sering mendengar dan membaca tentang perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus ini, perumpamaan tentang talenta yang menggambarkan betapa pentingnya sebuah kesetiaan dan ketekunan yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya.

     Sebagai anak-anak Tuhan kita masing-masing mendapatkan karunia dari Tuhan sebagai modal melayaniNya.  Karunia-karunia yang kita dapatkan dari Tuhan ini digambarkan sebagai talenta.  Talenta berbicara tentang kecakapan, kemampuan, kemahiran, waktu dan juga kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita.  Setiap talenta yang dipercayakan Tuhan telah disesuaikanNya dengan kemampuan masing-masing.  Jadi besarnya talenta masing-masing orang berbeda-beda.  "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya,"  (Matius 25:15).  Meski besarnya talenta tersebut berbeda-beda, setiap kita memiliki hak yang sama untuk menjadi hamba yang baik dan setia, tergantung kepada kesetiaan dan ketekunan kita sendiri.  Setiap talenta adalah kepercayaan;  berapa pun talenta yang diberikan kepada kita, apakah itu lima, dua atau satu sekalipun adalah kepercayaan.  Dengan demikian  "...tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik."  (2 Timotius 3:17), dan  "...untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin."  (Ibrani 13:21).

     Jadi setiap talenta yang telah kita terima dari Tuhan harus kita kembangkan.  Apabila kita tidak mau mengembangkan talenta yang telah kita terima, atau dengan sengaja mengabaikannya seperti yang dilakukan oleh hamba yang mendapatkan satu talenta, di mana ia  "...pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya."  (Matius 25:18), ada konsekuensi yang harus kita tanggung.  Terhadap orang yang mendapatkan satu talenta tapi tidak mau mengembangkannya, si tuan menyebut dia sebagai hamba yang jahat dan malas.  Maukah kita disebut sebagai anak-anak Tuhan yang jahat dan malas?  (Bersambung)

Wednesday, October 23, 2013

MENOLAK UNDANGAN TUHAN (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2013 -

Baca:  Matius 10:34-42

"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku."  Matius 10:38

Alasan yang ke-2 adalah:  pekerjaan.  Perhatikan ini:  "Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya;"  (Lukas 14:19).  Ini berbicara tentang pekerjaan, karir atau bisnis.  Seringkali karena kesibukan kita dalam bekerja, berkarir dan berbisnis kita tidak punya waktu berdoa dan merenungkan firman Tuhan, jam-jam ibadah kita abaikan.  Kita juga menolak melayani Tuhan dengan alasan sibuk dan tidak ada waktu luang sedikit pun.  Kita lebih mementingkan pekerjaan daripada bersekutu dengan Tuhan.

     Pekerjaan, karir atau bisnis adalah salah satu cara Tuhan memberkati hidup kita.  Tetapi apabila itu kita anggap lebih penting daripada beribadah kepada Tuhan, maka akan menjadi berhala bagi kita.  Itu akan membuat seseorang makin jauh dari panggilan Tuhan.  Padahal,  "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah-sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur."  (Mazmur 127:1-2).  Ketaatan kita kepada Tuhan harus menjadi prioritas utama dalam hidup.  "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  (Matius 6:33).

     Alasan selanjutnya adalah:  karena keluarga"Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang."  (Lukas 14:20).  Keluarga adalah orang-orang yang sangat kita kasihi, suami, isteri dan anak-anak adalah bagian hidup kita.  Bersama mereka kita menjalani hari-hari suka maupun duka.  Mereka sungguh sangat berarti!  Tanpa support mereka kita tidak takkan mampu meraih semua harapan dan keinginan.  Meski demikian kita harus tetap menempatkan Tuhan sebagai segala-galanya bagi kita.  Seringkali keinginan menyenangkan suami, isteri atau anak-anak melebihi ketaatan dan kasih kita kepada Tuhan.  "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku."  (Matius 10:37-38).

Utamakan Dia lebih dari apa pun di dunia ini agar kehidupan kita berkenan kepada Tuhan!

Tuesday, October 22, 2013

MENOLAK UNDANGAN TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2013 -

Baca:  Matius 22:1-14

"Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih."  Matius 22:14

Kalau kita menyadari bahwa hidup ini adalah karena kasih karunia Tuhan semata, maka seharusnya kita memiliki respons yang benar akan keselamatan yang Tuhan berikan dan juga panggilanNya.  Sampai saat ini pintu anugerah keselamatan dan berkat-berkatNya masih terbuka dan tersedia untuk siapa pun yang mau datang memenuhi undangan Tuhan.  Tapi masih banyak dari kita yang tidak mengalami dan menikmati berkat-berkat Tuhan sepenuhnya, padahal kita telah percaya dan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi.  Yang menjadi persoalan adalah kita memiliki banyak sekali alasan untuk menghindari undangan Tuhan.  Alasan-alasan inilah yang dijadikan senjata oleh Iblis untuk menjauhkan orang percaya dari kasih karunia Tuhan.  Alasan dan dalih sesungguhnya adalah bentuk dari pelemparan tanggung jawab.  Orang yang suka mencari-cari alasan atau dalih adalah orang yang tidak punya rasa tanggung jawab dan sulit untuk bisa dipercaya.

     Inilah yang seringkali menjadi alassan banyak orang untuk menolak dan menghindari undangan Tuhan Yesus:  1.  Karena harta kekayaan.  Mereka berkata,  "Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan."  (Lukas 14:18).  Ladang berbicara tentang harta kekayaan.  Seringkali banyak orang lebih mengasihi harta kekayaannya daripada mengasihi Tuhan, hatinya melekat kepada harta dan tidak lagi kepada Tuhan;  lebih mengutamakan perkara-perkara duniawi daripada rohani;  uang, rumah mewah, mobil, perhiasan dan sebagainya telah membutakan mata rohani mereka.  Kita bisa belajar dari pengalaman orang muda yang kaya  (baca  Matius 19:16-26), yang lebih memilih meninggalkan Yesus daripada harus membagi hartanya kepada orang miskin.  Kita patut bersyukur jika Tuhan melimpahkan berkat melimpah, namun semua itu tidak boleh menjadi berhala dalam hidup kita atau mengalihkan fokus kita dari Tuhan.  Jika itu terjadi, itu merupakan kejahatan di mata Tuhan.

     Di zaman sekarang ini orang lebih beriorientasi mengejar harta siang dan malam, sementara ibadah, pelayanan dan menabur tidak mereka pedulikan sama sekali.  "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?"  (Matius 16:26).  (Bersambung)

Monday, October 21, 2013

MENOLAK UNDANGAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2013 -

Baca:  Lukas 14:15-24

"Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf."  Lukas 14:18a

Perikop dari pembacaan firman hari ini adalah perumpamaan tentang orang-orang yang berdalih.  Dalam perumpamaan ini Tuhan Yesus menggambarkan hal Kerajaan Sorga seperti seorang Tuan yang sedang mengadakan jamuan yang besar dan mengundang banyak orang untuk datang di pestanya.  Biasanya orang akan antuasias ketika diundang ke sebuah pesta.  Pesta atau jamuan besar itu identik dengan makanan enak dan acara meriah.  Namun dalam kisah ini respons orang-orang yang diundang justru sangat mengejutkan, sekaligus mengecewakan.  Mereka malah menolak undangan itu dengan berbagai dalih atau alasan, padahal si Tuan yang empunya acara ini berkata,  "...rumahku harus penuh."  (ayat 23).  Menolak undangan berarti kehilangan kesempatan untuk menikmati perjamuan.

     Inilah gambaran dari orang-orang yang menganggap remeh berita salib!  Memang,  "...pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah."  (1 Korintus 1:18).  Mereka secara terang-terangan menolak anugerah keselamatan yang ditawarkan Allah melalui PuteraNya Yesus Kristus.  Padahal  "...begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah."  (Yohanes 3:16-19).  Tidak sedikit pula orang yang dengan sengaja melecehkan dan mempermainkan nama Yesus Kristus.  Padahal hanya oleh iman di dalam Yesus Kristus kita diselematkan.

     Kita yang sudah menerima anugerah keselamatan dari Tuhan pun acapkali menyia-nyiakannya dengan tidak mengerjakan keselematan itu dengan hati yang takut dan gentar  (baca  Filipi 2:12-13).  Kita tidak lagi merespons dengan benar keselamatan yang telah kita terima dengan cuma-cuma itu dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan, dan menganggapnya sebagai hal yang biasa!  (Bersambung)

Sunday, October 20, 2013

BATU HIDUP atau BATU MATI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2013 -

Baca:  1 Petrus 2:1-10

"Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan."  1 Petrus 2:8

Keberadaan orang percaya digambarkan sebagai batu-batu hidup yang dipergunakan untuk pembangunan rumah rohani.  Dengan demikian setiap kita memiliki peran dan fungsi.  Tertulis:  "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib; kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan."  (1 Petrus 2:9-10).

     Menjadi batu yang hidup berarti memiliki kehidupan yang berpadanan dengan panggilan Tuhan.  "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus."  (1 Tesalonika 4:7).  Jadi,  "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."  (1 Petrus 1:15-16).  Hidup di dalam kekudusan berarti tidak  "...menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran."  (Roma 6:13).

    Sebaliknya jika kita tetap hidup dalam ketidaktaatan dan ketidaksetiaan dalam melakukan kehendak Tuhan dan memiliki gaya hidup yang duniawi, maka keberadaan kita sama seperti batu-batu yang mati.  Artinya kita telah gagal dalam menjalankan peran dan fungsi kita sebagai anak-anak Tuhan.  Kita tidak lagi mencerminkan umat tebusan Tuhan dan imamat yang rajani, melainkan telah menjadi batu sandungan bagi orang lain, apalagi jika saat dalam masalah dan penderitaan kita mengeluh, bersungut-sungut, mengumpat, ikut-ikutan mencari pertolongan kepada dunia, mata rohani tidak lagi tertuju kepada Tuhan Yesus, selaku Batu Penjuru kita, sehingga orang-orang dunia pun tidak melihat Kristus ada di dalam kita.

Kita menjadi batu-batu yang mati!

Saturday, October 19, 2013

TUHAN YESUS SEBAGAI BATU PENJURU

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2013 -

Baca:  1 Petrus 2:1-10

"Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan."  1 Petrus 2:6

Rasul Petrus menegaskan bahwa Yesus disebut sebagai batu yang terpilih dan merupakan batu penjuru yang mahal, sehingga barangsiapa percaya kepadaNya tidak akan dipermalukan  (ayat nas).

     Mengapa Tuhan Yesus disebut sebagai batu pilihan?  Karena Dia telah dipilih secara khusus oleh Allah dan ditentukan sebagai pondasi kehidupan serta dasar keselamatan bagi setiap orang yang percaya kepadaNya.  Tertulis:  "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  (Kisah 4:12).  Jadi,  "...jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan."  (Roma 10:9).  Hal ini menunjukkan bahwa  "...tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus."  (1 Korintus 3:11).

     Batu penjuru adalah batu yang menentukan arah sebuah bangunan, batu yang pertama kali diletakkan yang menjadi patokan pembangunan.  Sebagai batu penjuru Tuhan Yesus adalah pusat dari segala aspek kehidupan kita;  Dia adalah batu yang menentukan arah kehidupan kita.  Karena itu kita harus menjadikan Tuhan Yesus sebagai prioritas dan tujuan hidup kita karena Dia adalah Pemegang kendali hidup kita;  artinya Dia harus menjadi pusat dan tujuan hidup kita karena Dia adalah Alfa dan Omega,  "...yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa."  (Wahyu 1:8).  Dialah yang mengawali seluruh kehidupan ini dan juga yang menjadi tujuan akhir dari kehidupan ini.  Seluruh keberadaan hidup kita pada hakekatnya menuju ke arah Yesus.  Jika kita mengaku sebagai orang Kristen tapi tidak mengarahkan hidup sepenuhnya kepada Yesus sama artinya kita sedang berusaha melepaskan diri dari bangunan tersebut.  Yesus menegaskan,  "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar."  (Yohanes 15:5b-6).  (Bersambung)

Friday, October 18, 2013

HIDUP ADALAH UNTUK KRISTUS (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Oktober 2013 -

Baca:  2 Korintus 5:1-10

"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya,"  2 Korintus 5:10

Rasul Paulus memiliki keyakinan kokoh akan Injil yang diberitakannya,  "...karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya,"  (Roma 1:16).

     Baginya kematian berarti meninggalkan semua penderitaan, masalah dan kesesakan yang menjadi bagian hidup manusia di muka bumi ini.  "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."  (Roma 8:18).  Jadi,  "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini,"  (2 Korintus 5:1-2).  Namun ia pun merasa terbeban tinggal lebih lama di dunia ini.  Bukan bertujuan menikmati hidup tapi bekerja bagi Kristus, melayani Dia dan menghasilkan buah pelayanannya.  Inilah pilihan yang harus dihadapi Paulus yaitu antara melayani Kristus di dunia ini atau tinggal bersama Dia di sorga.

     Bagi kebanyakan orang yang tidak mengerti akan panggilan hidupnya, hidup adalah untuk mengejar materi atau kekayaan, mengutamakan diri sendiri, serta memuaskan segala keinginan daging.  Akhirnya kematian bukan lagi sebagai keuntungan, tapi musibah dan malapetaka.  Oleh karena itu manusia selalu ketakutan menghadapi kematian, bahkan menyebut dan membicarakannya saja mereka enggan.  Namun bagi orang percaya yang merespons panggilan hidupnya sebagai kesempatan melayani Kristus, memberi buah bagiNya dan memuliakanNya melalui perkataan dan perbuatan, akan berkata bahwa mati adalah keuntungan.

     Kita yang masih diberi hidup sampai detik ini sudahkah mengisi hari-hari dengan takut akan Tuhan dan mempersembahkan hidup bagi Dia?  Marilah pergunakan setiap talenta dan karunia kita untuk melayani Tuhan dan menghasilkan buah sesuai pertobatan.

"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja."  Yohanes 9:4

Thursday, October 17, 2013

HIDUP ADALAH UNTUK KRISTUS (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Oktober 2013 -

Baca:  Filipi 1:12-26

"Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus--itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu."  Filipi 1:23-24

Dalam perjalanan hidup ini acapkali kita diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang sangat berat, baik dalam hal membuat keputusan, memilih pasangan hidup, memilih sekolah yang bagus, memilih pekerjaan yang sesuai, mengerjakan tugas pelayanan dan sebagainya.  Terlebih-lebih jika kita diperhadapkan dengan dua pilihan yang sama beratnya dan sangat menentukan masa depan hidup kita.  Rasul Paulus pun diperhadapkan dengan dua pilihan yang dilematis, namun bukan pilihan seperti buah simalakama, melainkan dua pilihan yang mengandung berkat luar biasa, yaitu:  "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan."  (Filipi 1:21).

     Rasul Paulus menulis surat ini tidak sedang dalam keadaan yang baik dan menyenangkan, melainkan saat ia berada di penjara.  Namun hal itu tidak membuatnya sedih, kecewa dan putus pengharapan, justru rohnya makin menyala-nyala bagi Tuhan.  Ia pun berprinsip jika Tuhan menghendakinya untuk hidup lebih lama lagi di dunia ini berarti ada suatu kesempatan baginya untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan, melayani Dia dan memberikan Injil lebih lagi.  "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."  (Filipi 1:22a).  Jadi hidup yang dijalani Paulus bukan lagi hidup untuk diri sendiri, namun untuk Kristus sepenuhnya.  Bagi Paulus Kristus adalah segala-galanya, melebihi apa pun yang ada di dunia ini.  "...apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya."  (Filipi 3:7-8a).  Sebaliknya, andai pun penguasa Romawi harus menjatuhkan hukuman mati kepadanya bukanlah malapetaka bagi Paulus, justru ini adalah berkat yang luar biasa baginya, karena Paulus tahu benar bahwa setelah kematian ada kehidupan yang sesungguhnya.  Ia tahu ke mana akan pergi dan di mana ia akan berada.

     Jadi, kematian bagi Paulus merupakan sebuah keuntungan yang besar, sebab ia akan segera bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus, Sang Juruselamat, di dalam Kerajaan Sorga dan memerintah bersama Dia.  (Bersambung)

Wednesday, October 16, 2013

CARA HIDUP YANG SIA-SIA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Oktober 2013 -

Baca:  Galatia 3:1-14

"Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!"  Galatia 3:4

Adakalanya kita tak ubahnya seperti  "...orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya."  (Matius 7:26).

     Adapun dasar hidup yang benar bagi orang percaya adalah firman Tuhan.  Jika firman Tuhan yang menjadi dasar hidup kita, kita akan mengalami campur tangan Tuhan yang luar biasa, sebab firmanNya adalah ya dan amin, karena  "...firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya."  (Yesaya 55:11).  Jadi,  "... seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:"  (Yesaya 14:24), dan  "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan,"  (Yesaya 46:10).  Kita juga dikatakan memiliki cara hidup yang sia-sia apabila kita tidak menyelesaikan apa yang sudah kita mulai.  Kepada jemaat di Galatia rasul Paulus menegur dengan keras,  "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?"  (Galatia 3:3).  Seseorang dikatakan bodoh bukan karena ia tidak berbuat apa-apa;  mungkin ia melakukan segala sesuatu, namun tidak pernah menyelesaikannya sampai akhir sehingga apa yang dikerjakan itu pun menjadi tidak berguna.  Inilah yang dilakukan rasul Paulus,  "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman."  (2 Timotius 4:7), agar  "...supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."  (1 Korintus 9:27).

     Ingin menjadi pribadi yang berdampak bagi orang lain, hidup berkemenangan dan makin berkenan kepada Tuhan?  Mulai dari sekarang tinggalkan cara hidup yang sia-sia.  Tuhan memanggil kita untuk menjadi kepala, bukan ekor  (Ulangan 28:13);  untuk menjadi garam dan terang dunia  (Matius 5:13-16).  Karena itu jangna hanya berfokus pada diri sendiri, tapi berusahalah supaya kehidupan kita menjadi berkat dan berdampak bagi orang lain.  Jadikan firman Tuhan sebagai pedoman hidup dan andalkan Tuhan dalam segala hal, serta kerjakan segala perkara yang dipercayakan kepada kita dengan setia sampai akhir.

Jangan sia-siakan pengorbanan Kristus dengan melakukan hal yang sia-sia lagi!