Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2013 -
Baca: Mazmur 100:1-5
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" Mazmur 100:2
Ingin bertemu dengan Tuhan? Jangan tinggalkan jam-jam peribadatan. Firman Tuhan menasihati, "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita,
seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling
menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang
mendekat." (Ibrani 10:25).
Di dalam BaitNya yang kudus Tuhan akan menyatakan kasih setiaNya dan mengenyangkan umatNya dengan segala kebaikan. "Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat
untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala
yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus." (Mazmur 65:5). Maka milikilah kerinduan dan roh yang menyala-nyala untuk datang ke Rumah Tuhan, seperti Daud, "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di
tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada
diam di kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:2, 3, 11).
Seringkali kita lupa bahwa tubuh kita adalah tempat kediaman Tuhan juga sebagaimana rasul Paulus katakan, "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan
membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah
kamu." (1 Korintus 3:16-17), atau "...tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di
dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu
bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20). Oleh karena itu kita harus mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan sebagai ibadah yang sejati (baca Roma 12:1). "Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya." (Roma 6:12).
Tuhan itu tidak jauh dari kita, karena itu datanglah kepadaNya setiap waktu!
Saturday, September 28, 2013
Friday, September 27, 2013
TEMPAT KEDIAMAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2013 -
Baca: Mazmur 11:1-7
"TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus; TUHAN, takhta-Nya di sorga; mata-Nya mengamat-amati, sorot mata-Nya menguji anak-anak manusia." Mazmur 11:4
Setiap orang pasti memiliki tempat di mana ia bisa tinggal, baik itu rumah sendiri, kontrakan, kos-kosan dan sebagainya. Dengan adanya tempat tinggal yang tetap keberadaan kita akan jelas, sehingga orang lain pun akan dengan mudah menemui kita atau datang berkunjung. Tentunya akan berbeda jika kita tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, orang lain akan susah mencari dan menjumpai kita. Begitu juga dengan Tuhan kita, Ia pun memiliki tempat kediaman sehingga sewaktu-waktu kita bisa datang kepadaNya dan menemuiNya. Setiap saat Tuhan selalu siap untuk kita temui. Memang Tuhan adalah Mahahadir, namun Ia juga memiliki tempat di mana Ia tinggal.
Adapun tempat kediaman Tuhan yang pertama adalah di dalam Kerajaan Sorga. Sorga adalah takhtaNya, di sanalah Tuhan bersemayam (baca Mazmur 2:4). Dari sorga Tuhan mengawasi segala perbuatan dan tindak-tanduk manusia, serta menguji setiap pekerjaan manusia. Jadi "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Dari sorga pula Tuhan mendengarkan, memperhatikan dan menjawab setiap seruan doa umatNya. Tertulis: "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka. Sekarang mata-Ku terbuka dan telinga-Ku menaruh perhatian kepada doa dari tempat ini." (2 Tawarikh 7:14-15). Bukan hanya itu, di dalam sorga juga tersedia segala berkat-berkat Tuhan: "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." (Efesus 1:3).
Tempat kediaman Tuhan berikutnya adalah di dalam Bait SuciNya. Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus ketika Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Suci, "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." (Yohanes 2:16). Dia menyebut Bait Suci atau gereja sebagai rumah Bapa. Artinya Tuhan senantiasa ada di BaitNya yang kudus. (Bersambung)
Baca: Mazmur 11:1-7
"TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus; TUHAN, takhta-Nya di sorga; mata-Nya mengamat-amati, sorot mata-Nya menguji anak-anak manusia." Mazmur 11:4
Setiap orang pasti memiliki tempat di mana ia bisa tinggal, baik itu rumah sendiri, kontrakan, kos-kosan dan sebagainya. Dengan adanya tempat tinggal yang tetap keberadaan kita akan jelas, sehingga orang lain pun akan dengan mudah menemui kita atau datang berkunjung. Tentunya akan berbeda jika kita tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, orang lain akan susah mencari dan menjumpai kita. Begitu juga dengan Tuhan kita, Ia pun memiliki tempat kediaman sehingga sewaktu-waktu kita bisa datang kepadaNya dan menemuiNya. Setiap saat Tuhan selalu siap untuk kita temui. Memang Tuhan adalah Mahahadir, namun Ia juga memiliki tempat di mana Ia tinggal.
Adapun tempat kediaman Tuhan yang pertama adalah di dalam Kerajaan Sorga. Sorga adalah takhtaNya, di sanalah Tuhan bersemayam (baca Mazmur 2:4). Dari sorga Tuhan mengawasi segala perbuatan dan tindak-tanduk manusia, serta menguji setiap pekerjaan manusia. Jadi "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Dari sorga pula Tuhan mendengarkan, memperhatikan dan menjawab setiap seruan doa umatNya. Tertulis: "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka. Sekarang mata-Ku terbuka dan telinga-Ku menaruh perhatian kepada doa dari tempat ini." (2 Tawarikh 7:14-15). Bukan hanya itu, di dalam sorga juga tersedia segala berkat-berkat Tuhan: "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." (Efesus 1:3).
Tempat kediaman Tuhan berikutnya adalah di dalam Bait SuciNya. Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus ketika Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Suci, "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." (Yohanes 2:16). Dia menyebut Bait Suci atau gereja sebagai rumah Bapa. Artinya Tuhan senantiasa ada di BaitNya yang kudus. (Bersambung)
Thursday, September 26, 2013
KESEMPATAN ADALAH BERKAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 September 2013 -
Baca: Amsal 20:1-30
"Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa." Amsal 20:4
Ada dua kata bijak yang menyatakan bahwa kesempatan itu tidak datang untuk keduakalinya. Ini menunjukkan bahwa kesempatan begitu sangat berharga. Maka kita harus mempergunakan setiap kesempatan yang ada sebaik mungkin. Mengapa? Karena waktu terus melaju dan kita tidak bisa memutarnya kembali. Selagi musim menabur tiba gunakan kesempatan untuk menabur, supaya ketika musim menuai datang kita pun mendapatkan tuaian seperti yang diharapkan.
Salomo mengingatkan agar kita tidak mudah membuang-buang waktu atau kesempatan yang ada, karena orang yang suka membuang-buang waktu identik dengan orang yang malas, yang kesukaannya menunda-nunda mengerjakan suatu hal yang seharusnya bisa segera diselesaikan. Kita perlu belajar dari semut! "...pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (Amsal 6:6-8). Jadi waktu dan kesempatan adalah berkat dari Tuhan yang tak ternilai harganya bagi kita. Waktu itu bisa pagi, siang, petang, bahkan pada malam hari. Ratapan 3:22-23 menulis: "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ketika di padang gurun bangsa Israel menikmati berkat Tuhan berupa manna atau roti dari sorga setiap pagi sehingga mereka tidak mengalami kelaparan. "Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu." (Keluaran 16:15), dan pada waktu petang Tuhan mengirimkan burung puyuh kepada mereka.
Pemazmur berkata, "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur." (Mazmur 127:2). Pada malam hari, bahkan ketika kita tidur pun Tuhan menyediakan berkatNya. Artinya di setiap waktu dan kesempatan selalu ada berkat Tuhan tersedia bagi kita.
Mulai sekarang gunakan setiap kesempatan yang Tuhan beri sebaik mungkin jika kita rindu berkat-berkatNya dicurahkan atas hidup kita.
Baca: Amsal 20:1-30
"Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa." Amsal 20:4
Ada dua kata bijak yang menyatakan bahwa kesempatan itu tidak datang untuk keduakalinya. Ini menunjukkan bahwa kesempatan begitu sangat berharga. Maka kita harus mempergunakan setiap kesempatan yang ada sebaik mungkin. Mengapa? Karena waktu terus melaju dan kita tidak bisa memutarnya kembali. Selagi musim menabur tiba gunakan kesempatan untuk menabur, supaya ketika musim menuai datang kita pun mendapatkan tuaian seperti yang diharapkan.
Salomo mengingatkan agar kita tidak mudah membuang-buang waktu atau kesempatan yang ada, karena orang yang suka membuang-buang waktu identik dengan orang yang malas, yang kesukaannya menunda-nunda mengerjakan suatu hal yang seharusnya bisa segera diselesaikan. Kita perlu belajar dari semut! "...pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (Amsal 6:6-8). Jadi waktu dan kesempatan adalah berkat dari Tuhan yang tak ternilai harganya bagi kita. Waktu itu bisa pagi, siang, petang, bahkan pada malam hari. Ratapan 3:22-23 menulis: "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ketika di padang gurun bangsa Israel menikmati berkat Tuhan berupa manna atau roti dari sorga setiap pagi sehingga mereka tidak mengalami kelaparan. "Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu." (Keluaran 16:15), dan pada waktu petang Tuhan mengirimkan burung puyuh kepada mereka.
Pemazmur berkata, "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur." (Mazmur 127:2). Pada malam hari, bahkan ketika kita tidur pun Tuhan menyediakan berkatNya. Artinya di setiap waktu dan kesempatan selalu ada berkat Tuhan tersedia bagi kita.
Mulai sekarang gunakan setiap kesempatan yang Tuhan beri sebaik mungkin jika kita rindu berkat-berkatNya dicurahkan atas hidup kita.
Wednesday, September 25, 2013
JANGAN MENABUR RUMPUT!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 September 2013 -
Baca: Mazmur 129:1-8
"Mereka seperti rumput di atas sotoh, yang menjadi layu, sebelum dicabut," Mazmur 129:6
Orang Kristen seringkali menggunakan prinsip ekonomi dalam menabur yaitu inginnya menabur sesedikit mungkin tapi mengharapkan tuaian yang sebesar-besarnya. Ada juga yang tidak ingin menabur atau memberi, maunya hanya menerima saja. Itu adalah cara pikir duniawi yang berbeda dengan prinsip firman Tuhan. "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Artinya siapa menabur sedikit akan menuai sedikit dan yang menabur banyak akan menuai banyak pula. Orang yang menabur banyak tidak akan mengalami kerugian atau hidup dalam kekurangan, apalagi kalau untuk tuaian yang bersifat kekal. "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." (Amsal 11:24-25).
Orang yang menabur sedikit tapi ingin menuai banyak itu sama halnya dengan menabur benih rumput. Rumput memiliki ciri mudah layu, mudah dicabut, kering, tidak tahan cuaca dan tidak memiliki banyak kegunaan. Apabila rumput sudah kering tidak ada alternatif lain selain dibakar dalam nyala api. Memang, sedikit benih rumput pada saatnya akan menuai padang rumput dan bunga-bunganya, namun Alkitab menegaskan bahwa semuanya tidak bisa bertahan lama, ia akan kering dan layu, "Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya." (Yesaya 40:8).
Mana yang Saudar pilih? Menabur sedikit, ala kadarnya dan hasil tuaiannya pun tidak berguna, atau kita mau menabur banyak dengan benih berkualitas disertai motivasi yang benar dan menghasilkan tuaian yang berlipatkali ganda? Mari menabur benih yang baik dan berkualitas baik dalam pelayanan maupun kehidupan sehari-hari. Jangan sampai waktu dan kesempatan terlewatkan begitu saja. Berkat materi yang kita miliki pun jangan sampai menjadi penghalang bagi kita untuk lebih banyak menabur!
Taburlah benih yang baik dan berkualitas untuk Tuhan dan juga sesama, maka tuaian besar menanti kita!
Baca: Mazmur 129:1-8
"Mereka seperti rumput di atas sotoh, yang menjadi layu, sebelum dicabut," Mazmur 129:6
Orang Kristen seringkali menggunakan prinsip ekonomi dalam menabur yaitu inginnya menabur sesedikit mungkin tapi mengharapkan tuaian yang sebesar-besarnya. Ada juga yang tidak ingin menabur atau memberi, maunya hanya menerima saja. Itu adalah cara pikir duniawi yang berbeda dengan prinsip firman Tuhan. "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Artinya siapa menabur sedikit akan menuai sedikit dan yang menabur banyak akan menuai banyak pula. Orang yang menabur banyak tidak akan mengalami kerugian atau hidup dalam kekurangan, apalagi kalau untuk tuaian yang bersifat kekal. "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." (Amsal 11:24-25).
Orang yang menabur sedikit tapi ingin menuai banyak itu sama halnya dengan menabur benih rumput. Rumput memiliki ciri mudah layu, mudah dicabut, kering, tidak tahan cuaca dan tidak memiliki banyak kegunaan. Apabila rumput sudah kering tidak ada alternatif lain selain dibakar dalam nyala api. Memang, sedikit benih rumput pada saatnya akan menuai padang rumput dan bunga-bunganya, namun Alkitab menegaskan bahwa semuanya tidak bisa bertahan lama, ia akan kering dan layu, "Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya." (Yesaya 40:8).
Mana yang Saudar pilih? Menabur sedikit, ala kadarnya dan hasil tuaiannya pun tidak berguna, atau kita mau menabur banyak dengan benih berkualitas disertai motivasi yang benar dan menghasilkan tuaian yang berlipatkali ganda? Mari menabur benih yang baik dan berkualitas baik dalam pelayanan maupun kehidupan sehari-hari. Jangan sampai waktu dan kesempatan terlewatkan begitu saja. Berkat materi yang kita miliki pun jangan sampai menjadi penghalang bagi kita untuk lebih banyak menabur!
Taburlah benih yang baik dan berkualitas untuk Tuhan dan juga sesama, maka tuaian besar menanti kita!
Tuesday, September 24, 2013
MENABUR: Perhatikan Kualitas Benihnya! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 September 2013 -
Baca: Matius 13:1-23
"...dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat." Matius 13:23
Inilah janji Tuhan kepada Abraham, "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat." (Kejadian 12:2). Abraham menanti-nantikan janji Tuhan itu dengan iman dan penuh kesabaran. Ia pun menabur ketaatan, kesetiaan, kasih dan melakukan yang terbaik bagi Tuhan sampai akhirnya ia menuai. Abraham mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya meski itu membutuhkan waktu penantian yang tidak singkat. Janji-janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya. Dikatakan, "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Pemazmur pun berkata, "Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." (Mazmur 119:38).
Pertanyaan: benih jenis apa yang Saudara tabur saat ini? Apakah kita menabur untuk tuaian yang tahan lama atau tidak? Biarlah kita semakin giat menabur, khususnya untuk hal-hal yang berhubungan dengan Roh, karena inilah taburan yang dapat bertahan lama atau bersifat kekal, sebab "barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Mari kita menabur waktu, tenaga, pikiran, materi, talenta dan seluruh keberadaan hidup kita untuk melayani Tuhan dan mendukung pekerjaanNya di bumi ini. Pada saatnya kita pasti akan menuai berkat/upah dari Tuhan.
Ada banyak orang Kristen yang begitu hitung-hitungan dengan Tuhan sehingga mereka enggan untuk berkorban. Jangankan berkorban materi, berkorban waktu dan tenaga untuk melayani Tuhan saja kita ogah-ogahan. Banyak sekali alasan dan dalih yang kita kemukakan: sibuk, tidak bisa meninggalkan pekerjaan, nanti saja kalau sudah berhasil atau kalau anak-anak sudah menikah. Atau kita sudah menabur untuk Tuhan, baik itu melalui pelayanan ataupun berkorban secara materi, tapi mungkin secara asal-asalan, terpaksa, tidak sepenuh hati dan tidak disertai motivasi yang benar.
Jika kita menabur dengan tujuan menyenangkan manusia, dan bukan untuk menyenangkan hati Tuhan, yang kita tuai adalah sebatas pujian manusia itu!
Baca: Matius 13:1-23
"...dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat." Matius 13:23
Inilah janji Tuhan kepada Abraham, "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat." (Kejadian 12:2). Abraham menanti-nantikan janji Tuhan itu dengan iman dan penuh kesabaran. Ia pun menabur ketaatan, kesetiaan, kasih dan melakukan yang terbaik bagi Tuhan sampai akhirnya ia menuai. Abraham mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya meski itu membutuhkan waktu penantian yang tidak singkat. Janji-janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya. Dikatakan, "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Pemazmur pun berkata, "Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu." (Mazmur 119:38).
Pertanyaan: benih jenis apa yang Saudara tabur saat ini? Apakah kita menabur untuk tuaian yang tahan lama atau tidak? Biarlah kita semakin giat menabur, khususnya untuk hal-hal yang berhubungan dengan Roh, karena inilah taburan yang dapat bertahan lama atau bersifat kekal, sebab "barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Mari kita menabur waktu, tenaga, pikiran, materi, talenta dan seluruh keberadaan hidup kita untuk melayani Tuhan dan mendukung pekerjaanNya di bumi ini. Pada saatnya kita pasti akan menuai berkat/upah dari Tuhan.
Ada banyak orang Kristen yang begitu hitung-hitungan dengan Tuhan sehingga mereka enggan untuk berkorban. Jangankan berkorban materi, berkorban waktu dan tenaga untuk melayani Tuhan saja kita ogah-ogahan. Banyak sekali alasan dan dalih yang kita kemukakan: sibuk, tidak bisa meninggalkan pekerjaan, nanti saja kalau sudah berhasil atau kalau anak-anak sudah menikah. Atau kita sudah menabur untuk Tuhan, baik itu melalui pelayanan ataupun berkorban secara materi, tapi mungkin secara asal-asalan, terpaksa, tidak sepenuh hati dan tidak disertai motivasi yang benar.
Jika kita menabur dengan tujuan menyenangkan manusia, dan bukan untuk menyenangkan hati Tuhan, yang kita tuai adalah sebatas pujian manusia itu!
Monday, September 23, 2013
MENABUR: Perhatikan Kualitas Benihnya! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 September 2013 -
Baca: Pengkotbah 11:1-8
"Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." Pengkotbah 11:4
Kehidupan di muka bumi ini tidak bisa lepas dari musim menabur dan menuai. Ketika menabur kita tidak akan dapat sekaligus menuai, ada waktu yang tidak singkat yang dibutuhkan untuk sampai pada masa penuaian.
Demikian pula kehidupan kita sebagai orang percaya. Jikalau kita menabur hal-hal rohani atau jasmani, dalam waktu tertentu kita pasti menuainya, bahkan untuk hal-hal rohani penuaiannya berlangsung terus sampai kita masuk ke dalam Kerajaan Allah. Ada tertulis, "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Maka dari itu ada hal-hal penting yang perlu kita perhatikan. Salah satunya adalah memilih jenis benih yang hendak kita tabur, sebab kualitas benih yang akan kita tanam akan menentukan hasil tuaian atau panenan. Jenis benih yang akan kita tanam haruslah jenis benih yang baik dan berkualitas. Kita harus pastikan bahwa kita akan memperoleh tuaian yang baik apabila benih yang kita tabur adalah baik pula. Alangkah baiknya pula jika benih yang kita tanam adalah jenis pohon yang dapat bertahan lama alias tidak mudah mati dalam waktu singkat, tapi semakin lama semakin kuat dan semakin banyak buahnya sehingga kita tidak perlu menanam lagi. Contohnya: kita menanam buah alpukat, rambutan atau mangga. Memang untuk menghasilkan buah dibutuhkan waktu yang cukup lama, namun pohon tersebut tidak langsung mati setelah dipanen, justru semakin lama semakin kuat dan tetap menghasilkan buah pada musimnya.
Karena itu janganlah kita menabur dengan sembarangan benih, tanamlah benih atau pohon yang dapat bertahan lama. Inilah yang dilakukan oleh Abraham, di mana ia "...menanam sebatang pohon tamariska di Bersyeba, dan memanggil di sana nama TUHAN, Allah yang kekal. (Kejadian 21:33). Apa istimewanya jenis pohon ini? Pohon tamariska memiliki masa hidup yang cukup lama, bisa mencapai puluhan tahun: kayunya sangat kuat dan berdaun sangat lebat, bahkan pada zaman dahulu sering digunakan untuk menaungi kemah atau dipakai sebagai atap untuk rumah Tuhan. Pohon tamariska melambangkan janji Tuhan yang teruji dan tidak pernah berubah. (Bersambung)
Baca: Pengkotbah 11:1-8
"Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." Pengkotbah 11:4
Kehidupan di muka bumi ini tidak bisa lepas dari musim menabur dan menuai. Ketika menabur kita tidak akan dapat sekaligus menuai, ada waktu yang tidak singkat yang dibutuhkan untuk sampai pada masa penuaian.
Demikian pula kehidupan kita sebagai orang percaya. Jikalau kita menabur hal-hal rohani atau jasmani, dalam waktu tertentu kita pasti menuainya, bahkan untuk hal-hal rohani penuaiannya berlangsung terus sampai kita masuk ke dalam Kerajaan Allah. Ada tertulis, "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Maka dari itu ada hal-hal penting yang perlu kita perhatikan. Salah satunya adalah memilih jenis benih yang hendak kita tabur, sebab kualitas benih yang akan kita tanam akan menentukan hasil tuaian atau panenan. Jenis benih yang akan kita tanam haruslah jenis benih yang baik dan berkualitas. Kita harus pastikan bahwa kita akan memperoleh tuaian yang baik apabila benih yang kita tabur adalah baik pula. Alangkah baiknya pula jika benih yang kita tanam adalah jenis pohon yang dapat bertahan lama alias tidak mudah mati dalam waktu singkat, tapi semakin lama semakin kuat dan semakin banyak buahnya sehingga kita tidak perlu menanam lagi. Contohnya: kita menanam buah alpukat, rambutan atau mangga. Memang untuk menghasilkan buah dibutuhkan waktu yang cukup lama, namun pohon tersebut tidak langsung mati setelah dipanen, justru semakin lama semakin kuat dan tetap menghasilkan buah pada musimnya.
Karena itu janganlah kita menabur dengan sembarangan benih, tanamlah benih atau pohon yang dapat bertahan lama. Inilah yang dilakukan oleh Abraham, di mana ia "...menanam sebatang pohon tamariska di Bersyeba, dan memanggil di sana nama TUHAN, Allah yang kekal. (Kejadian 21:33). Apa istimewanya jenis pohon ini? Pohon tamariska memiliki masa hidup yang cukup lama, bisa mencapai puluhan tahun: kayunya sangat kuat dan berdaun sangat lebat, bahkan pada zaman dahulu sering digunakan untuk menaungi kemah atau dipakai sebagai atap untuk rumah Tuhan. Pohon tamariska melambangkan janji Tuhan yang teruji dan tidak pernah berubah. (Bersambung)
Sunday, September 22, 2013
MASALAH: Melihat Intervensi Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 September 2013 -
Baca: Mazmur 136:1-26
"Kepada Dia yang seorang diri melakukan keajaiban-keajaiban besar! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Mazmur 136:4
Tuhan juga hendak memakai masalah untuk mengoreksi dan menegur kita supaya kita berubah. Mungkin selama ini kita mengandalkan kekuatan sendiri dan berlaku sombong, maka melalui maslah yang terjadi Tuhan ingin mengajar kita menjadi orang yang rendah hati, menyadari keterbatasan dan kelemahan kita sehingga kita pun belajar bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Selama masih banyak perkara-perkara buruk dalam kita, tiada hentinya Tuhan akan membentuk, memproses dan memurnikan kita melalui masalah sampai kita timbul seperti emas. Namun seringkali yang menjadi masalah bukanlah situasi yang ada atau pun orang-orang yang ada di sekitar kita, melainkan keadaan hati kita sendiri. Bangsa Israel tetap saja punya sikap yang tidak benar (bersungut-sungut, mengomel, menyalahkan Musa, bahkan menyalahkan Tuhan) saat berada di padang gurun, padahal di setiap langkah hidup mereka Tuhan senantiasa menyatakan pertolonganNya yang heran dan ajaib.
Dengan masalah yang terjadi Tuhan juga hendak membuka mata rohani kita supaya kita dapat melihat campur tanganNya. Sadrakh, Mesakh dan Abednego merasakan campur tangan Tuhan saat mereka dimasukkan ke dalam dapur perapian yang menyala-nyala. Jadi, apa pun masalah yang sedang terjadi, majulah terus, lewati dan hadapi semua dengan iman, maka kita akan merasakan tangan Tuhan turun menyelesaikannya dengan cara yang ajaib bagi kita. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Satu hal yang harus kita percayai adalah Tuhan itu berdaulat mutlak atas hidup kita. Semua yang terjadi dalam hidup kita selalu ada di dalam kontrol dan kuasaNya, bahkan juga untuk hal-hal yang sukar dimengerti dan dipahami oleh pikiran kita. Jadi mengucap syukurlah di segala keadaan, itulah yang dikehendaki Tuhan!
"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Roma 8:28
Baca: Mazmur 136:1-26
"Kepada Dia yang seorang diri melakukan keajaiban-keajaiban besar! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Mazmur 136:4
Tuhan juga hendak memakai masalah untuk mengoreksi dan menegur kita supaya kita berubah. Mungkin selama ini kita mengandalkan kekuatan sendiri dan berlaku sombong, maka melalui maslah yang terjadi Tuhan ingin mengajar kita menjadi orang yang rendah hati, menyadari keterbatasan dan kelemahan kita sehingga kita pun belajar bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Selama masih banyak perkara-perkara buruk dalam kita, tiada hentinya Tuhan akan membentuk, memproses dan memurnikan kita melalui masalah sampai kita timbul seperti emas. Namun seringkali yang menjadi masalah bukanlah situasi yang ada atau pun orang-orang yang ada di sekitar kita, melainkan keadaan hati kita sendiri. Bangsa Israel tetap saja punya sikap yang tidak benar (bersungut-sungut, mengomel, menyalahkan Musa, bahkan menyalahkan Tuhan) saat berada di padang gurun, padahal di setiap langkah hidup mereka Tuhan senantiasa menyatakan pertolonganNya yang heran dan ajaib.
Dengan masalah yang terjadi Tuhan juga hendak membuka mata rohani kita supaya kita dapat melihat campur tanganNya. Sadrakh, Mesakh dan Abednego merasakan campur tangan Tuhan saat mereka dimasukkan ke dalam dapur perapian yang menyala-nyala. Jadi, apa pun masalah yang sedang terjadi, majulah terus, lewati dan hadapi semua dengan iman, maka kita akan merasakan tangan Tuhan turun menyelesaikannya dengan cara yang ajaib bagi kita. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Satu hal yang harus kita percayai adalah Tuhan itu berdaulat mutlak atas hidup kita. Semua yang terjadi dalam hidup kita selalu ada di dalam kontrol dan kuasaNya, bahkan juga untuk hal-hal yang sukar dimengerti dan dipahami oleh pikiran kita. Jadi mengucap syukurlah di segala keadaan, itulah yang dikehendaki Tuhan!
"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Roma 8:28
Saturday, September 21, 2013
MASALAH: Kesempatan Praktek Firman
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 September 2013 -
Baca: Mazmur 34:1-23
"Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" Mazmur 34:20
Mazmur 34 ini ditulis oleh orang yang sangat dekat dengan Tuhan. Meskipun demikian ia menyadari bahwa ia tetap bukanlah orang yang kebal masalah. Siapa pun kita, di dalam Tuhan atau di luar Tuhan, semuanya pasti tak luput dari masalah. Hanya orang mati yang tidak punya masalah. Jadi jangalah heran, terkejut atau kecewa jika dalam pengiringan kita kepada Tuhan ada masalah yang menerpa. Yang penting kita menyadari bahwa kekristenan adalah IMANUEL. Tuhan beserta kita, bahkan penyertaanNya atas kita sampai kepada akhir zaman (baca Matius 28:20b).
Daud menyatakan bahwa ada dua macam orang yaitu orang benar dan orang fasik. Saat keduanya dalam masalah, apa yang membedakannya? Ketika orang benar dalam masalah, ada tangan Tuhan yang akan memberikan pertolongan. "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:18). Sedangkan bagi orang fasik, kemalangan justru akan mematikannya karena tidak ada pembelaan dari Tuhan. Saat orang benar menghadapi masalah ada Tuhan yang menyertainya, tetapi orang fasik akan menghadapi masalahnya seorang diri.
Tuhan tidak mendisain kita untuk bebas dari masalah, melainkan untuk memiliki persekutuan yang karib dengan Dia. Karena itu bangunlah kekariban dengan Tuhan dengan merenungkan firmannya siang dan malam. Pada awalnya firman yang kita terima adalah logos, dan belum hidup dalam kita. Saat firmanNya berkata jangan kuatir, jangan takut dan sebagainya, sementara hidup kita baik-baik saja, bisakah kita mengaplikasikan firman itu? Tuhan mau setiap firman yang Dia berikan menjadi solusi untuk setiap masalah yang datang. Jadi masalah diijinkan Tuhan terjadi sebagai kesempatan bagi kita mempraktekkan firman. Ini berbicara tentang respons kita terhadap masalah. Bila kita menanggapi setiap masalah dengan sikap yang benar, kita akan melihat kuasa firman itu bekerja dalam kita.
Banyak orang Kristen malas membaca firman Tuhan sehingga hatinya dipenuhi oleh hal-hal negatif; ketika masalah datang, ia pun gagal sebagai pemenang!
Baca: Mazmur 34:1-23
"Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" Mazmur 34:20
Mazmur 34 ini ditulis oleh orang yang sangat dekat dengan Tuhan. Meskipun demikian ia menyadari bahwa ia tetap bukanlah orang yang kebal masalah. Siapa pun kita, di dalam Tuhan atau di luar Tuhan, semuanya pasti tak luput dari masalah. Hanya orang mati yang tidak punya masalah. Jadi jangalah heran, terkejut atau kecewa jika dalam pengiringan kita kepada Tuhan ada masalah yang menerpa. Yang penting kita menyadari bahwa kekristenan adalah IMANUEL. Tuhan beserta kita, bahkan penyertaanNya atas kita sampai kepada akhir zaman (baca Matius 28:20b).
Daud menyatakan bahwa ada dua macam orang yaitu orang benar dan orang fasik. Saat keduanya dalam masalah, apa yang membedakannya? Ketika orang benar dalam masalah, ada tangan Tuhan yang akan memberikan pertolongan. "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:18). Sedangkan bagi orang fasik, kemalangan justru akan mematikannya karena tidak ada pembelaan dari Tuhan. Saat orang benar menghadapi masalah ada Tuhan yang menyertainya, tetapi orang fasik akan menghadapi masalahnya seorang diri.
Tuhan tidak mendisain kita untuk bebas dari masalah, melainkan untuk memiliki persekutuan yang karib dengan Dia. Karena itu bangunlah kekariban dengan Tuhan dengan merenungkan firmannya siang dan malam. Pada awalnya firman yang kita terima adalah logos, dan belum hidup dalam kita. Saat firmanNya berkata jangan kuatir, jangan takut dan sebagainya, sementara hidup kita baik-baik saja, bisakah kita mengaplikasikan firman itu? Tuhan mau setiap firman yang Dia berikan menjadi solusi untuk setiap masalah yang datang. Jadi masalah diijinkan Tuhan terjadi sebagai kesempatan bagi kita mempraktekkan firman. Ini berbicara tentang respons kita terhadap masalah. Bila kita menanggapi setiap masalah dengan sikap yang benar, kita akan melihat kuasa firman itu bekerja dalam kita.
Banyak orang Kristen malas membaca firman Tuhan sehingga hatinya dipenuhi oleh hal-hal negatif; ketika masalah datang, ia pun gagal sebagai pemenang!
Friday, September 20, 2013
JANJI TUHAN PASTI TERGENAPI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 September 2013 -
Baca: Yohanes 10:1-10
"Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." Yohanes 10:10b
Banyak orang Kristen berpikir dan bertanya-tanya dalam hati: ketika mereka membuat keputusan untuk hidup benar, bersungguh-sungguh di dalam Tuhan dan melakukan kehendakNya, serasa masalah dan tantangan justru datang mendera dan kian menjadi-jadi. Semisal: makin dijauhi oleh keluarga, dicibir dan dihindari oleh teman-teman terdekat, perlakuan semena-mena dari atasan dan sebagainya, serasa berkat dan janji Tuhan kian menjauh dari kehidupan mereka. Mereka pun mulai melemah dan timbul keinginan untuk kembali kepada kehidupan lama. Haruskah mereka bersikap demikian? Kita harus tetap berkeyakinan bahwa rencana Tuhan tidak akan dapat digagalkan oleh siapa pun dan seburuk apa pun keadaan yang terjadi. Inilah pernyataan Ayub, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Merupakan tugas dan tanggung jawab kita untuk tetap memegang teguh setiap janji Tuhan dengan menjaga setiap ucapan dan perkataan kita selaras dengan firmanNya. Pasalnya, janji Tuhan tidak dapat tergenapi begitu saja tanpa kita secara konsisten benar-benar menjaga ucapan dan perbuatan kita, serta menantikannya dengan sungguh sampai janji itu menjadi milik kita, sebab "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Selama kita hidup dalam kehendak dan mengutamakan Tuhan lebih dari apa pun juga, tidak ada yang bisa mencuri firmanNya yang berkata, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Hidup orang percaya berada dalam kerajaan Allah yang tak tergoncangkan, jadi situasi apa pun takkan mampu menggoncang dan menggoyahkan. Kerajaan Allah pun mempunyai aturan-aturan, dan tugas kita mengikut aturan-aturan tersebut, yang tak lain tak bukan adalah firman Tuhan. Jadi kita harus melakukan apa yang Tuhan perintahkan kepada kita. Itu saja!
Jika kita rindu firman Tuhan digenapi dalam hidup ini, lakukan bagian kita. Di dalam kita sudah ada talenta dan karunia, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bisa mengerjakan kehendakNya!
Cepat atau lambat setiap ketaatan pasti mendatangkan upah dari Tuhan!
Baca: Yohanes 10:1-10
"Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." Yohanes 10:10b
Banyak orang Kristen berpikir dan bertanya-tanya dalam hati: ketika mereka membuat keputusan untuk hidup benar, bersungguh-sungguh di dalam Tuhan dan melakukan kehendakNya, serasa masalah dan tantangan justru datang mendera dan kian menjadi-jadi. Semisal: makin dijauhi oleh keluarga, dicibir dan dihindari oleh teman-teman terdekat, perlakuan semena-mena dari atasan dan sebagainya, serasa berkat dan janji Tuhan kian menjauh dari kehidupan mereka. Mereka pun mulai melemah dan timbul keinginan untuk kembali kepada kehidupan lama. Haruskah mereka bersikap demikian? Kita harus tetap berkeyakinan bahwa rencana Tuhan tidak akan dapat digagalkan oleh siapa pun dan seburuk apa pun keadaan yang terjadi. Inilah pernyataan Ayub, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Merupakan tugas dan tanggung jawab kita untuk tetap memegang teguh setiap janji Tuhan dengan menjaga setiap ucapan dan perkataan kita selaras dengan firmanNya. Pasalnya, janji Tuhan tidak dapat tergenapi begitu saja tanpa kita secara konsisten benar-benar menjaga ucapan dan perbuatan kita, serta menantikannya dengan sungguh sampai janji itu menjadi milik kita, sebab "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Selama kita hidup dalam kehendak dan mengutamakan Tuhan lebih dari apa pun juga, tidak ada yang bisa mencuri firmanNya yang berkata, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Hidup orang percaya berada dalam kerajaan Allah yang tak tergoncangkan, jadi situasi apa pun takkan mampu menggoncang dan menggoyahkan. Kerajaan Allah pun mempunyai aturan-aturan, dan tugas kita mengikut aturan-aturan tersebut, yang tak lain tak bukan adalah firman Tuhan. Jadi kita harus melakukan apa yang Tuhan perintahkan kepada kita. Itu saja!
Jika kita rindu firman Tuhan digenapi dalam hidup ini, lakukan bagian kita. Di dalam kita sudah ada talenta dan karunia, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bisa mengerjakan kehendakNya!
Cepat atau lambat setiap ketaatan pasti mendatangkan upah dari Tuhan!
Thursday, September 19, 2013
BAIT TUHAN BUKAN LADANG BISNIS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 September 2013 -
Baca: Matius 21:12-17
"Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." Matius 21:13
Bait Tuhan adalah tempat kudus, di mana Tuhan hadir melawat umatNya. "TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus;" (Mazmur 11:4). Kita tidak boleh sembarangan bila berada di baitNya yang kudus. "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah" (Pengkotbah 4:17). Ada orang-orang yang melakukan tindakan tidak terpuji, melakukan praktek jual beli di halaman Bait Tuhan, padahal mereka tahu bahwa Bait Tuhan adalah tempat umat beribadah kepada Tuhan. Menjadikan Bait Tuhan sebagai tempat berjual-beli adalah suatu hal yang tidak pantas dan itu merupakan sebuah penghinaan terhadap Tuhan, karena mereka telah mencemari BaitNya yang kudus. Melihat kejadian itu bangkitlah amarah Yesus dan Ia pun bertindak tegas terhadap orang-orang yang menggunakan Bait Tuhan tersebut sebagai tempat berdagang atau melakukan transaksi bisnis. "Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati." (Matius 21:12b).
Secara fisik, bait Tuhan harus dirawat dan dijaga kebersihannya supaya orang yang berada di dalamnya merasa nyaman, apalagi secara rohani, karena Bait Tuhan adalah tempat berjumpa dan dijumpai Tuhan; tempat kita memberikan pelayanan pujian dan penyembahan kepada Tuhan; tempat di mana kebenaran firman Tuhan disampaikan; namun masih ada orang-orang yang menyalahgunkan fungsi Bait Tuhan. Mengatasnamakan pelayanan, mereka menjadikan Bait Tuhan sebagai ladang bisnis, mencari uang dan mengeruk keuntungan materi semata. Tujuan dan motivasi dalam melayani bukan lagi untuk kemuliaan nama Tuhan, tapi untuk ambisi dan kepentingan pribadi. Karena itu Yesus berkata, "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." (Yohanes 2:16). Ketika BaitNya beralih fungsi, Tuhan pasti tidak akan tinggal diam. Ia tidak mau ada kenajisan di dalamnya; Bait-Nya harus tetap kudus. Bait Tuhan tidak berbicara soal bangunan atau gedung, "Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri." (Yohanes 2:21).
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16).
Baca: Matius 21:12-17
"Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." Matius 21:13
Bait Tuhan adalah tempat kudus, di mana Tuhan hadir melawat umatNya. "TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus;" (Mazmur 11:4). Kita tidak boleh sembarangan bila berada di baitNya yang kudus. "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah" (Pengkotbah 4:17). Ada orang-orang yang melakukan tindakan tidak terpuji, melakukan praktek jual beli di halaman Bait Tuhan, padahal mereka tahu bahwa Bait Tuhan adalah tempat umat beribadah kepada Tuhan. Menjadikan Bait Tuhan sebagai tempat berjual-beli adalah suatu hal yang tidak pantas dan itu merupakan sebuah penghinaan terhadap Tuhan, karena mereka telah mencemari BaitNya yang kudus. Melihat kejadian itu bangkitlah amarah Yesus dan Ia pun bertindak tegas terhadap orang-orang yang menggunakan Bait Tuhan tersebut sebagai tempat berdagang atau melakukan transaksi bisnis. "Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati." (Matius 21:12b).
Secara fisik, bait Tuhan harus dirawat dan dijaga kebersihannya supaya orang yang berada di dalamnya merasa nyaman, apalagi secara rohani, karena Bait Tuhan adalah tempat berjumpa dan dijumpai Tuhan; tempat kita memberikan pelayanan pujian dan penyembahan kepada Tuhan; tempat di mana kebenaran firman Tuhan disampaikan; namun masih ada orang-orang yang menyalahgunkan fungsi Bait Tuhan. Mengatasnamakan pelayanan, mereka menjadikan Bait Tuhan sebagai ladang bisnis, mencari uang dan mengeruk keuntungan materi semata. Tujuan dan motivasi dalam melayani bukan lagi untuk kemuliaan nama Tuhan, tapi untuk ambisi dan kepentingan pribadi. Karena itu Yesus berkata, "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." (Yohanes 2:16). Ketika BaitNya beralih fungsi, Tuhan pasti tidak akan tinggal diam. Ia tidak mau ada kenajisan di dalamnya; Bait-Nya harus tetap kudus. Bait Tuhan tidak berbicara soal bangunan atau gedung, "Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri." (Yohanes 2:21).
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16).
Wednesday, September 18, 2013
TIDAK PERCAYA MUJIZAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 September 2013 -
Baca: Yesaya 25:1-5
"sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancangan-Mu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu." Yesaya 25:1
Banyak orang Kristen yang berpikiran keliru berkenaan dengan mujizat Tuhan. Mereka berpikir bahwa mujizat Tuhan itu hanya berlaku pada zaman dahulu saja, yaitu zaman para nabi-nabi di Perjanjian Lama dan juga era Tuhan Yesus hadir di tengah-tengah dunia; mujizat hanyalah cerita lalu yang usang. Akibatnya mereka tidak lagi percaya dan cenderung skeptis terhadap mujizat-mujizat yang terjadi saat ini. Bukankah kita sering melihat dan menyaksikan di acara-acara KKR banyak orang sakit mengalami mujizat, beroleh kesembuhan secara ajaib? Bukan hanya di KKR saja, tak terhitung jumlahnya saudara kita seiman yang mengalami pemulihan dari Tuhan ketika mereka berdoa dengan penuh iman. Ini membuktikan bahwa "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Itu semua karena pertolongan Tuhan. Jadi Tuhan masih melakukan mujizat. MujizatNya masih terjadi dan akan terus terjadi.
Bila ada orang Kristen yang tidak pernah mengalami mujizat bukanlah karena Tuhan tidak sanggup melakukannyam tetapi karena mereka tidak percaya pada mujizat itu sendiri. Tuhan kita adalah Tuhan yang tidak pernah berubah kuasaNya. "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Dia adalah Allah Sang Pembuat keajaiban. "Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban; Engkau telah menyatakan kuasa-Mu di antara bangsa-bangsa." (Mazmur 77:15). Jadi "Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?" (Keluaran 15:11).
Tidak ada perkara yang tak sanggup Tuhan lakukan! Kalau kita percaya bahwa Tuhan Yesus penuh kuasa, berkuasa, tapi kita tidak percaya mujizatNya, maka kita adalah orang-orang yang paling bodoh dan malang di muka bumi ini. Sampai kapan kita tetap mengeraskan hati dan tidak percaya mujizat Tuhan?
"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." 1 Korintus 2:9
Baca: Yesaya 25:1-5
"sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancangan-Mu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu." Yesaya 25:1
Banyak orang Kristen yang berpikiran keliru berkenaan dengan mujizat Tuhan. Mereka berpikir bahwa mujizat Tuhan itu hanya berlaku pada zaman dahulu saja, yaitu zaman para nabi-nabi di Perjanjian Lama dan juga era Tuhan Yesus hadir di tengah-tengah dunia; mujizat hanyalah cerita lalu yang usang. Akibatnya mereka tidak lagi percaya dan cenderung skeptis terhadap mujizat-mujizat yang terjadi saat ini. Bukankah kita sering melihat dan menyaksikan di acara-acara KKR banyak orang sakit mengalami mujizat, beroleh kesembuhan secara ajaib? Bukan hanya di KKR saja, tak terhitung jumlahnya saudara kita seiman yang mengalami pemulihan dari Tuhan ketika mereka berdoa dengan penuh iman. Ini membuktikan bahwa "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Itu semua karena pertolongan Tuhan. Jadi Tuhan masih melakukan mujizat. MujizatNya masih terjadi dan akan terus terjadi.
Bila ada orang Kristen yang tidak pernah mengalami mujizat bukanlah karena Tuhan tidak sanggup melakukannyam tetapi karena mereka tidak percaya pada mujizat itu sendiri. Tuhan kita adalah Tuhan yang tidak pernah berubah kuasaNya. "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Dia adalah Allah Sang Pembuat keajaiban. "Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban; Engkau telah menyatakan kuasa-Mu di antara bangsa-bangsa." (Mazmur 77:15). Jadi "Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?" (Keluaran 15:11).
Tidak ada perkara yang tak sanggup Tuhan lakukan! Kalau kita percaya bahwa Tuhan Yesus penuh kuasa, berkuasa, tapi kita tidak percaya mujizatNya, maka kita adalah orang-orang yang paling bodoh dan malang di muka bumi ini. Sampai kapan kita tetap mengeraskan hati dan tidak percaya mujizat Tuhan?
"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." 1 Korintus 2:9
Tuesday, September 17, 2013
JATUH DALAM DOSA DAN PENCOBAAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 September 2013 -
Baca: Yakobus 1:12-18
"Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." Yakobus 1:14
Musuh kedua kita dalam peperangan rohani adalah kedagingan kita sendiri, karena seringkali membuat kita mudah jatuh ke dalam pencobaan. Keinginan daging yang membuka celah dan akhirnya menyeret kita. "Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:15). Musuh inilah yang tidak kita sadari tetapi sangat berbahaya. Kedagingan atau kelemahan tubuh kita seringkali dimanfaatkan Iblis untuk membangkitkan keinginan kita melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan. Apalagi setiap hari kita dihadapkan pada tawaran-tawaran dunia yang menggiurkan dan meninabobokan. Melalui berbagai media, cetak maupun elektronik, aneka ragam informasi disuguhkan kepada kita: mulai dari berita yang menakutkan, menghibur, sampai hal-hal yang membangkitkan hawa nafsu. Sesungguhnya "...dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya," (1 Yohanes 2:17). Akibatnya kita lebih banyak mendapatkan input yang bersifat duniawi daripada informasi atau berita yang bersifat sorgawi.
Alkitab menegaskan, "...semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:16). Semakin kita terpikat dengan dunia ini semakin kita terikat dan menjadi sahabatnya. "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4). Bersahabat dengan dunia berarti mengutamakan perkara-perkara dunia ini dan mengabaikan perkara-perkara rohani. Inilah yang dikehendaki Iblis bagi kita! Karena itu jangan membuka celah terhadap keinginan daging kita yang menimbulkan pencobaan dan membuat kita jatuh dalam dosa. Mustahil kita akan menang atas pencobaan jika kita tidak meningkatkan jam-jam doa kita untuk bersekutu dengan Tuhan.
Dengan melekat kepada Tuhan setiap saat RohNya akan menolong kita dan menguatkan kita menghadapi setiap pencobaan yang ada. "...Roh membantu kita dalam kelemahan kita;" Roma 8:26
Baca: Yakobus 1:12-18
"Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." Yakobus 1:14
Musuh kedua kita dalam peperangan rohani adalah kedagingan kita sendiri, karena seringkali membuat kita mudah jatuh ke dalam pencobaan. Keinginan daging yang membuka celah dan akhirnya menyeret kita. "Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:15). Musuh inilah yang tidak kita sadari tetapi sangat berbahaya. Kedagingan atau kelemahan tubuh kita seringkali dimanfaatkan Iblis untuk membangkitkan keinginan kita melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan. Apalagi setiap hari kita dihadapkan pada tawaran-tawaran dunia yang menggiurkan dan meninabobokan. Melalui berbagai media, cetak maupun elektronik, aneka ragam informasi disuguhkan kepada kita: mulai dari berita yang menakutkan, menghibur, sampai hal-hal yang membangkitkan hawa nafsu. Sesungguhnya "...dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya," (1 Yohanes 2:17). Akibatnya kita lebih banyak mendapatkan input yang bersifat duniawi daripada informasi atau berita yang bersifat sorgawi.
Alkitab menegaskan, "...semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:16). Semakin kita terpikat dengan dunia ini semakin kita terikat dan menjadi sahabatnya. "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4). Bersahabat dengan dunia berarti mengutamakan perkara-perkara dunia ini dan mengabaikan perkara-perkara rohani. Inilah yang dikehendaki Iblis bagi kita! Karena itu jangan membuka celah terhadap keinginan daging kita yang menimbulkan pencobaan dan membuat kita jatuh dalam dosa. Mustahil kita akan menang atas pencobaan jika kita tidak meningkatkan jam-jam doa kita untuk bersekutu dengan Tuhan.
Dengan melekat kepada Tuhan setiap saat RohNya akan menolong kita dan menguatkan kita menghadapi setiap pencobaan yang ada. "...Roh membantu kita dalam kelemahan kita;" Roma 8:26
Monday, September 16, 2013
JATUH DALAM DOSA DAN PENCOBAAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 September 2013 -
Baca: Matius 26:36-46
"Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." Matius 26:41
Mengapa Tuhan menasihati kita supaya selalu berjaga-jaga dan berdoa? Tentu supaya kita tidak jatuh ke dalam pencobaan, karena tidak ada seorang pun kebal terhadap dosa. Kedagingan kita lemah sekali. Buktinya? Banyak orang Kristen yang seringkali jatuh dalam dosa dan kesalahan yang sama, padahal mereka selalu berusaha menghindarinya, tetapi selalu saja tidak punya kekuatan untuk melawan. Rasul Paulus berkata, "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." (Roma 7:19).
Kita harus mencari penyebab mengapa kita mudah sekali jatuh dalam dosa. Inilah yang disebut dengan peperangan rohani. Kita tahu bahwa di setiap peperangan pasti ada musuh yang menjadi lawan kita. Adakah seorang prajurit berleha-leha atau bersantai saat berada di medan peperangan? "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4). Jika lengah sedikit ia pasti akan menjadi sasaran empuk musuh dan nyawanya akan terancam.
Siapakah yang menjadi musuh kita dalam peperangan rohani ini? Pertama, musuh kita adalah si Iblis. Ia adalah penyebab seseorang jatuh dalam dosa. Tiada hentinya ia "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Tujuannya adalah untuk mencuri, membunuh dan membinasakan manusia (baca Yohanes 10:10a), serta menjauhkan orang-orang percaya dari kasih karunia Tuhan. Siang dan malam tak henti-hentinya Iblis mendakwa, menghasut, menuduh, menyalahkan, mngungkit-ungkit masa lalu dan sebagainya sehingga kita memiliki citra diri yang buruk. Dengan segala tipu dayanya Iblis menanamkan hal-hal yang negatif di dalam pikiran dan hati kita yang membuat kita kehilangan pengharapan, timbul keraguan, ketakutan, lalu kita pun mulai menyalahkan Tuhan. Akhirnya, "...yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:25-26). (Bersambung)
Baca: Matius 26:36-46
"Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." Matius 26:41
Mengapa Tuhan menasihati kita supaya selalu berjaga-jaga dan berdoa? Tentu supaya kita tidak jatuh ke dalam pencobaan, karena tidak ada seorang pun kebal terhadap dosa. Kedagingan kita lemah sekali. Buktinya? Banyak orang Kristen yang seringkali jatuh dalam dosa dan kesalahan yang sama, padahal mereka selalu berusaha menghindarinya, tetapi selalu saja tidak punya kekuatan untuk melawan. Rasul Paulus berkata, "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." (Roma 7:19).
Kita harus mencari penyebab mengapa kita mudah sekali jatuh dalam dosa. Inilah yang disebut dengan peperangan rohani. Kita tahu bahwa di setiap peperangan pasti ada musuh yang menjadi lawan kita. Adakah seorang prajurit berleha-leha atau bersantai saat berada di medan peperangan? "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya." (2 Timotius 2:4). Jika lengah sedikit ia pasti akan menjadi sasaran empuk musuh dan nyawanya akan terancam.
Siapakah yang menjadi musuh kita dalam peperangan rohani ini? Pertama, musuh kita adalah si Iblis. Ia adalah penyebab seseorang jatuh dalam dosa. Tiada hentinya ia "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Tujuannya adalah untuk mencuri, membunuh dan membinasakan manusia (baca Yohanes 10:10a), serta menjauhkan orang-orang percaya dari kasih karunia Tuhan. Siang dan malam tak henti-hentinya Iblis mendakwa, menghasut, menuduh, menyalahkan, mngungkit-ungkit masa lalu dan sebagainya sehingga kita memiliki citra diri yang buruk. Dengan segala tipu dayanya Iblis menanamkan hal-hal yang negatif di dalam pikiran dan hati kita yang membuat kita kehilangan pengharapan, timbul keraguan, ketakutan, lalu kita pun mulai menyalahkan Tuhan. Akhirnya, "...yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:25-26). (Bersambung)
Sunday, September 15, 2013
MELAYANI TUHAN: Mendapatkan Upah! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 September 2013 -
Baca: Amsal 10:1-32
"Upah pekerjaan orang benar membawa kepada kehidupan," Amsal 10:16
Upah apa saja yang akan kita terima bila kita bekerja bagi Tuhan? Upah terbesar yang akan kita terima adalah upah yang sifatnya kekal yaitu sorga. Upah tersebut akan kita terima setelah kematian yaitu nanti pada saat hari Tuhan dinyatakan atas kita. "Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga;" (Lukas 6:2). Maka berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut dalam melayani Tuhan meski harus diperhadapkan dengan masalah atau ujian, sebab "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18). Lalu, selama kita hidup di bumi ini? Tuhan pun akan menyediakan berkat-berkatNya. Kita akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dalam kehidupan ini, bahkan "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Yang terpenting adalah kerjakan bagian kita, maka Tuhan akan mengerjakan bagianNya. Melayani Tuhan bukan berarti harus berada di belakang mimbar atau terjun langsung sebagai fulltimer di gereja. Kita bisa melayani Tuhan sesuai profesi kita masing-masing. Di mana pun kita berada dan kapan pun waktunya biarlah kita memiliki kehidupan yang senantiasa melayani Tuhan. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya." (Kolose 3:23-24). Sikap, tindakan, perbuatan dan perkataan kita harus menyenangkan hati Tuhan dan bisa menjadi kesaksian bagi orang lain. Seringkali manusia lebih terkesan dengan apa yang nampak dari luar, tetapi Tuhan lebih tertarik dengan motivasi dan kemurnian hati di balik setiap pekerjaan dan pelayanan yang kita lakukan.
Ketika Tuhan memberi upah Ia melakukannya berdasarkan kualitas, bukan karena orang itu kaya, pintar, gagah, tampan atau cantik. Jadi setiap orang memiliki kesempatan yang sama menerima upahnya. Jika Tuhan yang berjanji, janjiNya itu pasti akan ditepati.
Tetaplah semangat mengiring Tuhan, ada upah disediakan untuk saat ini dan nanti!
Baca: Amsal 10:1-32
"Upah pekerjaan orang benar membawa kepada kehidupan," Amsal 10:16
Upah apa saja yang akan kita terima bila kita bekerja bagi Tuhan? Upah terbesar yang akan kita terima adalah upah yang sifatnya kekal yaitu sorga. Upah tersebut akan kita terima setelah kematian yaitu nanti pada saat hari Tuhan dinyatakan atas kita. "Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga;" (Lukas 6:2). Maka berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut dalam melayani Tuhan meski harus diperhadapkan dengan masalah atau ujian, sebab "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18). Lalu, selama kita hidup di bumi ini? Tuhan pun akan menyediakan berkat-berkatNya. Kita akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dalam kehidupan ini, bahkan "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Yang terpenting adalah kerjakan bagian kita, maka Tuhan akan mengerjakan bagianNya. Melayani Tuhan bukan berarti harus berada di belakang mimbar atau terjun langsung sebagai fulltimer di gereja. Kita bisa melayani Tuhan sesuai profesi kita masing-masing. Di mana pun kita berada dan kapan pun waktunya biarlah kita memiliki kehidupan yang senantiasa melayani Tuhan. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya." (Kolose 3:23-24). Sikap, tindakan, perbuatan dan perkataan kita harus menyenangkan hati Tuhan dan bisa menjadi kesaksian bagi orang lain. Seringkali manusia lebih terkesan dengan apa yang nampak dari luar, tetapi Tuhan lebih tertarik dengan motivasi dan kemurnian hati di balik setiap pekerjaan dan pelayanan yang kita lakukan.
Ketika Tuhan memberi upah Ia melakukannya berdasarkan kualitas, bukan karena orang itu kaya, pintar, gagah, tampan atau cantik. Jadi setiap orang memiliki kesempatan yang sama menerima upahnya. Jika Tuhan yang berjanji, janjiNya itu pasti akan ditepati.
Tetaplah semangat mengiring Tuhan, ada upah disediakan untuk saat ini dan nanti!
Saturday, September 14, 2013
MELAYANI TUHAN: Mendapatkan Upah! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 September 2013 -
Baca: Wahyu 22:6-17
"Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya." Wahyu 22:12
Kita patut bersyukur kepada Allah, oleh karena iman kita di dalam Yesus Kristus kita beroleh keselamatan secara cuma-cuma. Tertulis: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah," (Efesus 2:8). Jadi kita harus menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang baik di dalam diri manusia yang membuat kita layak untuk diselamatkan. Keselamatan yang kita terima itu bukan karena kita melakukan perbuatan baik. "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita," (2 Timotius 1:9). Jadi "...jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:9). Setiap kita yang telah beroleh kasih karunia ini (keselamatan) wajib untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang telah dipersiapkan oleh Allah sebelumnya (baca Efesus 2:10).
Untuk selanjutnya, masih ada upah yang disediakan Tuhan bagi orang-orang yang percaya. Namun upah akan diberikan bagi mereka yang bekerja bagi Tuhan, "Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya." (Matius 16:27). Marilah kita mengerjakan keselamatan yang telah kita terima itu dengan ketaatan, dan gunakan waktu yang ada untuk bekerja bagi Tuhan dan melayani Dia. Hendaknya yang mendorong dan memotivasi kita untuk berkarya bagi Tuhan bukan semata-mata karena upah, melainkan karena kita mengasihi Tuhan yang rela mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa-dosa kita. Jerih lelah kita untuk melayani Tuhan itu tidak akan pernah sia-sia. Sekecil apa pun yang kita perbuat kepada salah seorang yang kecil di bumi dan juga untuk Kerajaan Allah, Tuhan berkata, "Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya." (Matius 10:42b). Rasul Paulus juga menyatakan, "Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri." (1 Korintus 3:8).
Sudahkah kita menjadi kawan sekerja Allah? "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). (Bersambung)
Baca: Wahyu 22:6-17
"Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya." Wahyu 22:12
Kita patut bersyukur kepada Allah, oleh karena iman kita di dalam Yesus Kristus kita beroleh keselamatan secara cuma-cuma. Tertulis: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah," (Efesus 2:8). Jadi kita harus menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang baik di dalam diri manusia yang membuat kita layak untuk diselamatkan. Keselamatan yang kita terima itu bukan karena kita melakukan perbuatan baik. "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita," (2 Timotius 1:9). Jadi "...jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:9). Setiap kita yang telah beroleh kasih karunia ini (keselamatan) wajib untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang telah dipersiapkan oleh Allah sebelumnya (baca Efesus 2:10).
Untuk selanjutnya, masih ada upah yang disediakan Tuhan bagi orang-orang yang percaya. Namun upah akan diberikan bagi mereka yang bekerja bagi Tuhan, "Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya." (Matius 16:27). Marilah kita mengerjakan keselamatan yang telah kita terima itu dengan ketaatan, dan gunakan waktu yang ada untuk bekerja bagi Tuhan dan melayani Dia. Hendaknya yang mendorong dan memotivasi kita untuk berkarya bagi Tuhan bukan semata-mata karena upah, melainkan karena kita mengasihi Tuhan yang rela mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa-dosa kita. Jerih lelah kita untuk melayani Tuhan itu tidak akan pernah sia-sia. Sekecil apa pun yang kita perbuat kepada salah seorang yang kecil di bumi dan juga untuk Kerajaan Allah, Tuhan berkata, "Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya." (Matius 10:42b). Rasul Paulus juga menyatakan, "Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri." (1 Korintus 3:8).
Sudahkah kita menjadi kawan sekerja Allah? "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4). (Bersambung)
Friday, September 13, 2013
RASUL PAULUS: Hidup Bagi Injil Kristus!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 September 2013 -
Baca: Galatia 1:11-24
"Mereka hanya mendengar, bahwa ia yang dahulu menganiaya mereka, sekarang memberitakan iman, yang pernah hendak dibinasakannya." Galatia 1:23
Sering kita jumpai banyak pelayan Tuhan yang lebih mengutamakan penampilan lahiriah. Mereka dianggap berhasil atau dipakai Tuhan secara luar biasa bila secara kasat mata bergelimang materi: kaya, bermobil mewah, mengenakan pakaian atau aksesoris mahal dan bermerek. Alkitab menyatakan, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Dalam melayani Tuhan Paulus adalah seorang yang apa adanya. Ia tidak malu mengakui kelemahan dan kekurangannya. Dengan jujur ia mengakui bahwa dirinya adalah mantan orang berdosa, "aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman...di antara mereka akulah yang paling berdosa." (1 Timotius 1:13, 15). Berbeda dengan orang-orang Kristen di zaman sekarang ini yang kebanyakan berusaha menyembunyikan kekurangan dan kelemahannya karena takut reputasinya menjadi rusak. Rasul Paulus menyadari bahwa beroleh kesempatan melayani Tuhan adalah suatu anugerah yang tak ternilai harganya. Karena itu ia berkomitmen untuk bekerja mati-matian demi Injil. Ke mana pun ia pergi, di mana pun berada, dan kapan pun waktunya, tak henti-hentinya ia bersaksi tentang salib Kristus dan juga membagikan kasih yang telah diterimanya dari Tuhan. Meski didera oleh berbagai macam kesulitan, ujian, aniaya dan penderitaan, tak menyurutkan langkahnya untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan. Dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini Paulus tidak mencari nama besar atau pujian dari manusia. Ia selalu memperkenalkan Yesus Kristus yang telah menyelamatkan manusia dari kuasa dosa dan maut. Jadi tujuan utamanya adalah membawa orang sebanyak-banyaknya kepada Kristus dan diselamatkan.
Seorang pelayan Tuhan sejati akan mengagungkan dan mengutamakan Tuhan, semua hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Yang tak dilupakan Paulus adalah keseimbangan antara perkataan dan perbuatan. Ia tidak hanya berbicara, namun juga mempraktekkan apa yang dikatakannya!
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Baca: Galatia 1:11-24
"Mereka hanya mendengar, bahwa ia yang dahulu menganiaya mereka, sekarang memberitakan iman, yang pernah hendak dibinasakannya." Galatia 1:23
Sering kita jumpai banyak pelayan Tuhan yang lebih mengutamakan penampilan lahiriah. Mereka dianggap berhasil atau dipakai Tuhan secara luar biasa bila secara kasat mata bergelimang materi: kaya, bermobil mewah, mengenakan pakaian atau aksesoris mahal dan bermerek. Alkitab menyatakan, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Dalam melayani Tuhan Paulus adalah seorang yang apa adanya. Ia tidak malu mengakui kelemahan dan kekurangannya. Dengan jujur ia mengakui bahwa dirinya adalah mantan orang berdosa, "aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman...di antara mereka akulah yang paling berdosa." (1 Timotius 1:13, 15). Berbeda dengan orang-orang Kristen di zaman sekarang ini yang kebanyakan berusaha menyembunyikan kekurangan dan kelemahannya karena takut reputasinya menjadi rusak. Rasul Paulus menyadari bahwa beroleh kesempatan melayani Tuhan adalah suatu anugerah yang tak ternilai harganya. Karena itu ia berkomitmen untuk bekerja mati-matian demi Injil. Ke mana pun ia pergi, di mana pun berada, dan kapan pun waktunya, tak henti-hentinya ia bersaksi tentang salib Kristus dan juga membagikan kasih yang telah diterimanya dari Tuhan. Meski didera oleh berbagai macam kesulitan, ujian, aniaya dan penderitaan, tak menyurutkan langkahnya untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan. Dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini Paulus tidak mencari nama besar atau pujian dari manusia. Ia selalu memperkenalkan Yesus Kristus yang telah menyelamatkan manusia dari kuasa dosa dan maut. Jadi tujuan utamanya adalah membawa orang sebanyak-banyaknya kepada Kristus dan diselamatkan.
Seorang pelayan Tuhan sejati akan mengagungkan dan mengutamakan Tuhan, semua hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Yang tak dilupakan Paulus adalah keseimbangan antara perkataan dan perbuatan. Ia tidak hanya berbicara, namun juga mempraktekkan apa yang dikatakannya!
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya," 2 Timotius 4:2
Thursday, September 12, 2013
RASUL PAULUS: Hidup yang Diubahkan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 September 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 9:1-19a
"Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel." Kisah 9:15
Hari ini kita belajar dari seorang yang telah diubahkan hidupnya dan menjadi pelayan Tuhan yang luar biasa: Rasul Paulus, dahulu bernama Saulus, dilahirkan di Tarsus. Secara keturunan ia terlahir sebagai bangsa Yahudi dan tumbuh sebagai seorang ahli Taurat.
Sebelum bertemu dengan Yesus dan bertobat ia adalah seorang pemeluk agama Yahudi yang taat dan sangat membenci pengikut Kristus. Namun pertemuannya dengan Yesus telah mengubah hidupnya secara drastis: "Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: 'Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?' Jawab Saulus: 'Siapakah Engkau, Tuhan?' Kata-Nya: 'Akulah Yesus yang kauaniaya itu.'" (Kisah 9:3-5). Setelah itu "Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum." (Kisah 9:9). Pengalaman adikodrati ini telah membuka mati hati Paulus bahwa ia telah dipanggil Tuhan untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa kafir dan dipilih Tuhan untuk melaksanakan Amanat Agung Tuhan. Firman Tuhan kepada Paulus, "Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam!" (Kisah 18:9). Ini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki rencana indah atas hidupnya. Ia pun berkomitmen untuk mengabdikan seluruh hidupnya bagi Injil. Pertobatannya mengubah pandangan hidupnya secara total.
Dalam melayani Tuhan rasul Paulus bukanlah orang yang mengedepankan penampilan lahiriahnya, melainkan pada sesuatu yang ada di dalam dirinya: karakter, sikap dan kepribadiannya. Tidak ada kepura-puraan dalam pelayanan Paulus, atau melayani demi kepentingan pribadi dan dengan motivasi yang tidak benar. Yang ada dalam benaknya hanyalah bagaimana ia bisa memuliakan Kristus, yang telah mati bagi dirinya: "Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah...Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:20-22a).
Hidup Paulus berubah total setelah bertemu dengan Yesus!
Baca: Kisah Para Rasul 9:1-19a
"Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel." Kisah 9:15
Hari ini kita belajar dari seorang yang telah diubahkan hidupnya dan menjadi pelayan Tuhan yang luar biasa: Rasul Paulus, dahulu bernama Saulus, dilahirkan di Tarsus. Secara keturunan ia terlahir sebagai bangsa Yahudi dan tumbuh sebagai seorang ahli Taurat.
Sebelum bertemu dengan Yesus dan bertobat ia adalah seorang pemeluk agama Yahudi yang taat dan sangat membenci pengikut Kristus. Namun pertemuannya dengan Yesus telah mengubah hidupnya secara drastis: "Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: 'Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?' Jawab Saulus: 'Siapakah Engkau, Tuhan?' Kata-Nya: 'Akulah Yesus yang kauaniaya itu.'" (Kisah 9:3-5). Setelah itu "Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum." (Kisah 9:9). Pengalaman adikodrati ini telah membuka mati hati Paulus bahwa ia telah dipanggil Tuhan untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa kafir dan dipilih Tuhan untuk melaksanakan Amanat Agung Tuhan. Firman Tuhan kepada Paulus, "Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam!" (Kisah 18:9). Ini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki rencana indah atas hidupnya. Ia pun berkomitmen untuk mengabdikan seluruh hidupnya bagi Injil. Pertobatannya mengubah pandangan hidupnya secara total.
Dalam melayani Tuhan rasul Paulus bukanlah orang yang mengedepankan penampilan lahiriahnya, melainkan pada sesuatu yang ada di dalam dirinya: karakter, sikap dan kepribadiannya. Tidak ada kepura-puraan dalam pelayanan Paulus, atau melayani demi kepentingan pribadi dan dengan motivasi yang tidak benar. Yang ada dalam benaknya hanyalah bagaimana ia bisa memuliakan Kristus, yang telah mati bagi dirinya: "Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah...Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:20-22a).
Hidup Paulus berubah total setelah bertemu dengan Yesus!
Wednesday, September 11, 2013
PELAYAN TUHAN YANG BENAR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 September 2013 -
Baca: Matius 20:20-28
"...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Matius 20:28
Ciri pelayan Tuhan yang baik adalah memiliki keintiman dengan Tuhan, "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." (Mazmur 1:2), memiliki rasa haus dan lapar akan kebenaran seperti Daud: "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3), senantiasa bertekun membaca Kitab Suci (baca 1 Timotius 4:13) dan setiap hari "...menyelidiki Kitab Suci..." (Kisah 17:11). Jika sudah terdidik dan mendisiplinkan diri pada hal-hal rohani, hidup pelayan Tuhan pun otomatis akan bertumbuh secara rohani. Bila hanya terlatih mempelajari firman secara teori namun tidak terlatih dalam ibadah, kita akan seperti ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang hanya bisa mengajarkan kebenaran tetapi mereka sendiri tidak hidup dalam kebenaran. Jadi belajar dan beribadah, teori dan praktek harus mendapatkan porsi seimbang.
Mari kita tunaikan tugas pelayanan kita dengan penuh tanggungjawab, sebab "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37), dan "Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai." (Yohanes 4:35). Yang harus kita miliki adalah 'hati' dalam melayani jiwa-jiwa. Bukankah banyak pelayan Tuhan yang maunya malah memerintah, inginnya dilayani, dihormati, dipuji dan dihargai oleh orang lain? Mereka ingin beroleh prioritas dan diutamakan. FirmanNya menyatakan dengan tegas: "dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26-27).
Tuhan Yesus telah meninggalkan teladan utama bagi kita bagaiman menjadi seorang hamba yang benar. Dia, "...yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:6-8).
Sudahkah kita menjadi pelayan Tuhan yang benar?
Baca: Matius 20:20-28
"...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Matius 20:28
Ciri pelayan Tuhan yang baik adalah memiliki keintiman dengan Tuhan, "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." (Mazmur 1:2), memiliki rasa haus dan lapar akan kebenaran seperti Daud: "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3), senantiasa bertekun membaca Kitab Suci (baca 1 Timotius 4:13) dan setiap hari "...menyelidiki Kitab Suci..." (Kisah 17:11). Jika sudah terdidik dan mendisiplinkan diri pada hal-hal rohani, hidup pelayan Tuhan pun otomatis akan bertumbuh secara rohani. Bila hanya terlatih mempelajari firman secara teori namun tidak terlatih dalam ibadah, kita akan seperti ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang hanya bisa mengajarkan kebenaran tetapi mereka sendiri tidak hidup dalam kebenaran. Jadi belajar dan beribadah, teori dan praktek harus mendapatkan porsi seimbang.
Mari kita tunaikan tugas pelayanan kita dengan penuh tanggungjawab, sebab "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37), dan "Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai." (Yohanes 4:35). Yang harus kita miliki adalah 'hati' dalam melayani jiwa-jiwa. Bukankah banyak pelayan Tuhan yang maunya malah memerintah, inginnya dilayani, dihormati, dipuji dan dihargai oleh orang lain? Mereka ingin beroleh prioritas dan diutamakan. FirmanNya menyatakan dengan tegas: "dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26-27).
Tuhan Yesus telah meninggalkan teladan utama bagi kita bagaiman menjadi seorang hamba yang benar. Dia, "...yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:6-8).
Sudahkah kita menjadi pelayan Tuhan yang benar?
Tuesday, September 10, 2013
PELAYAN TUHAN YANG BENAR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 September 2013 -
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini." 1 Timotius 4:6
Banyak orang Kristen yang turut terlibat dalam pelayanan. Ini adalah berita bagus! Namun seringkali kita kurang memahami arti kata pelayan itu sendiri. Tugas seorang pelayan adalah melayani majikan dengan menyediakan makanan di atas mejanya. Jika kita menyebut diri sebagai pelayan Tuhan berarti kita menjadikan Tuhan Yesus sebagai majikan dan Tuan kita, sedangkan kita adalah pelayanNya. Kita harus melayani Tuhan Yesus dengan sepenuh hati dan tanpa sungut-sungut.
Sebagai seorang pelayan Kristus yang baik kita harus senantiasa mengingatkan kebenaran yang telah kita terima dan membagikannya kepada saudara seiman lainnya (ayat nas). Arti mengingatkan di sini adalah mengajarkannya sehingga tertanam dalam pikiran dan hati saudara seiman. Dengan menyimpan di dalam pikiran dan hati, kita berpotensi untuk memiliki gaya hidup yang selaras dengan firman Tuhan. "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya," (Yosua 1:8). Mengapa kita harus bertindak hati-hati? Karena di akhir zaman ini ada banyak sekali ajaran yang menyesatkan sehingga orang lebih memilih percaya kepada takhayul, dongeng dan nasihat paranormal, plus kejahatan dunia yang kian merajalela. Ini adalah tugas yang tidak ringan bagi para pelayan Tuhan! Kita tidak boleh jemu-jemu saling menegur dan mengingatkan. Firman Tuhan akan berfungsi sebagai alarm bagi kita.
Seorang pelayan Tuhan harus memiliki kecakapan dan terdidik dalam hal pengajaran. Bukan semata-mata cakap memahami Injil, tapi haruslah juga mampu untuk melakukan atau mempraktekkan firman yang diterimanya dalam setiap aspek kehidupannya. Mereka "...harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat." (1 Timotius 3:10). Oleh karena itu "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b), seperti yang rasul Paulus lakukan: "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27). (Bersambung)
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini." 1 Timotius 4:6
Banyak orang Kristen yang turut terlibat dalam pelayanan. Ini adalah berita bagus! Namun seringkali kita kurang memahami arti kata pelayan itu sendiri. Tugas seorang pelayan adalah melayani majikan dengan menyediakan makanan di atas mejanya. Jika kita menyebut diri sebagai pelayan Tuhan berarti kita menjadikan Tuhan Yesus sebagai majikan dan Tuan kita, sedangkan kita adalah pelayanNya. Kita harus melayani Tuhan Yesus dengan sepenuh hati dan tanpa sungut-sungut.
Sebagai seorang pelayan Kristus yang baik kita harus senantiasa mengingatkan kebenaran yang telah kita terima dan membagikannya kepada saudara seiman lainnya (ayat nas). Arti mengingatkan di sini adalah mengajarkannya sehingga tertanam dalam pikiran dan hati saudara seiman. Dengan menyimpan di dalam pikiran dan hati, kita berpotensi untuk memiliki gaya hidup yang selaras dengan firman Tuhan. "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya," (Yosua 1:8). Mengapa kita harus bertindak hati-hati? Karena di akhir zaman ini ada banyak sekali ajaran yang menyesatkan sehingga orang lebih memilih percaya kepada takhayul, dongeng dan nasihat paranormal, plus kejahatan dunia yang kian merajalela. Ini adalah tugas yang tidak ringan bagi para pelayan Tuhan! Kita tidak boleh jemu-jemu saling menegur dan mengingatkan. Firman Tuhan akan berfungsi sebagai alarm bagi kita.
Seorang pelayan Tuhan harus memiliki kecakapan dan terdidik dalam hal pengajaran. Bukan semata-mata cakap memahami Injil, tapi haruslah juga mampu untuk melakukan atau mempraktekkan firman yang diterimanya dalam setiap aspek kehidupannya. Mereka "...harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat." (1 Timotius 3:10). Oleh karena itu "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b), seperti yang rasul Paulus lakukan: "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27). (Bersambung)
Monday, September 9, 2013
PEMIMPIN YANG RENDAH HATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 September 2013 -
Baca: Filipi 3:17-21
"Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu." Filipi 3:17
Apa yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Filipi pada ayat nas bukanlah dimaksudkan untuk menguasai orang lain atau supaya ia dikultuskan dan dianut, karena ia bukanlah orang yang gila hormat. Tetapi maksudnya adalah agar setiap orang yang dilayani benar-benar meneladani apa yang dilakukan paulus, di mana ia berusaha hidup seturut dengan kehendak Tuhan dan menjadikan kristus sebagai teladan hidupnya. "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1). Dalam hal ini Paulus ingin orang lain mengikuti jejaknya sebagai pengikut Kristus. Jadi fokus utamanya adalah menjadi pengikut Kristus, bukan Paulus.
Salah satu sikap hidup Paulus yang patut kita teladani adalah perihal kerendahan hati. Meski telah menjadi pemberita Injil dan pemimpin rohani yang dipakai Tuhan scara luar biasa, dan juga memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi -bila dibandingkan dengan orang lain- Paulus tetaplah orang yang rendah hati. Ia sadar di hadapan Tuhan dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak ada apa-apanya. Ia sama sekali tidak menganggap dirinya pemimpin yang harus dihormati dan dipuja. Paulus ingat apa yang disampaikan Yesus, "Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Matius 23:10-12). Karena itu Paulus berusaha mengikuti teladan Kristus. Ketahuilah bahwa "...kerendahan hati mendahului kehormatan." (Amsal 15:33).
Banyak pemimpin di dunia ini cenderung meninggikan diri, merasa selalu benar, menganggap orang lain lebih rendah, selalu ingin dilayani dan dinomorsatukan. Pemimpin yang demikian pasti akan ditinggalkan oleh pengikutnya karena ia tidak bisa menjadi panutan atau teladan yang baik. Selama berada di bumi, Tuhan "...datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Paulus mengembalikan segala hormat, pujian dan kemuliaan hanya bagi Tuhan; kita pun harus meneladaninya!
Baca: Filipi 3:17-21
"Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu." Filipi 3:17
Apa yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Filipi pada ayat nas bukanlah dimaksudkan untuk menguasai orang lain atau supaya ia dikultuskan dan dianut, karena ia bukanlah orang yang gila hormat. Tetapi maksudnya adalah agar setiap orang yang dilayani benar-benar meneladani apa yang dilakukan paulus, di mana ia berusaha hidup seturut dengan kehendak Tuhan dan menjadikan kristus sebagai teladan hidupnya. "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1). Dalam hal ini Paulus ingin orang lain mengikuti jejaknya sebagai pengikut Kristus. Jadi fokus utamanya adalah menjadi pengikut Kristus, bukan Paulus.
Salah satu sikap hidup Paulus yang patut kita teladani adalah perihal kerendahan hati. Meski telah menjadi pemberita Injil dan pemimpin rohani yang dipakai Tuhan scara luar biasa, dan juga memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi -bila dibandingkan dengan orang lain- Paulus tetaplah orang yang rendah hati. Ia sadar di hadapan Tuhan dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak ada apa-apanya. Ia sama sekali tidak menganggap dirinya pemimpin yang harus dihormati dan dipuja. Paulus ingat apa yang disampaikan Yesus, "Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Matius 23:10-12). Karena itu Paulus berusaha mengikuti teladan Kristus. Ketahuilah bahwa "...kerendahan hati mendahului kehormatan." (Amsal 15:33).
Banyak pemimpin di dunia ini cenderung meninggikan diri, merasa selalu benar, menganggap orang lain lebih rendah, selalu ingin dilayani dan dinomorsatukan. Pemimpin yang demikian pasti akan ditinggalkan oleh pengikutnya karena ia tidak bisa menjadi panutan atau teladan yang baik. Selama berada di bumi, Tuhan "...datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Paulus mengembalikan segala hormat, pujian dan kemuliaan hanya bagi Tuhan; kita pun harus meneladaninya!
Sunday, September 8, 2013
MENANTI DENGAN PENUH IMAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 September 2013 -
Baca: Mazmur 40:1-18
"Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong." Mazmur 40:2
Bagi kebanyakan orang menanti adalah suatu pekerjaan yang sangat membosankan, suatu kondisi yang paling tidak menyenangkan. Menanti sering membuat seseorang mudah terpancing emosi, marah, kecewa, kesal, tersinggung dan juga jengkel karena merasa dipermainkan, apalagi menanti sesuatu yang tidak jelas kepastiannya. Seringkali keadaan kita runyam oleh omongan orang lain yang melemahkan.
Tak terkecuali dalam pengiringan kita akan Tuhan. Kita begitu mudahnya termakan oleh intimidasi Iblis yang berbisik, "Percuma menantikan pertolongan dari Tuhan, buktinya sudah berdoa bertahun-tahun tetap tidak ada jawaban. Lebih baik mencari pertolongan kepada orang pintar, pertolongannya secepat kilat." Akhirnya kita pun memutar haluan, tidak lagi tekun menanti-nantikan Tuhan. Pada dasarnya di dalam suatu penantian, ketekunan dan kesabaran kita diuji. Kita dilatih untuk bersikap tenang, tidak terburu-buru dan senantiasa berpikiran positif. Melalui 'menanti' ini kita juga diajar untuk mengerti keadaan orang lain, terlebih-lebih kita dididik untuk memahami kehendak Tuhan dan menyadari bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita.
Sebagai orang percaya, apa saja yang kita nantikan? Kita menantikan jawaban atas doa-doa kita dan juga janji-janji Tuhan digenapi dalam kehidupan kita yang meliput berkat, pemulihan, kesembuhan dan sebagainya. Alkitab nasihatkan mengenai hal ini: "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Jangan pernah berhenti berdoa dan percayalah kepada Tuhan, karena pertolongan Tuhan akan dinyatakan tepat waktuNya. Bila kita diijinkan untuk mengalami masa-masa penantian berarti Tuhan sedang mempersiapkan kita menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas, sebab penantian "...menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan." (Roma 5:3-4).
Tetaplah mengucap syukur di segala keadaan sambil terus memahami kehendak dan rencana Tuhan supaya kita dapat berkata, "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39).
Baca: Mazmur 40:1-18
"Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong." Mazmur 40:2
Bagi kebanyakan orang menanti adalah suatu pekerjaan yang sangat membosankan, suatu kondisi yang paling tidak menyenangkan. Menanti sering membuat seseorang mudah terpancing emosi, marah, kecewa, kesal, tersinggung dan juga jengkel karena merasa dipermainkan, apalagi menanti sesuatu yang tidak jelas kepastiannya. Seringkali keadaan kita runyam oleh omongan orang lain yang melemahkan.
Tak terkecuali dalam pengiringan kita akan Tuhan. Kita begitu mudahnya termakan oleh intimidasi Iblis yang berbisik, "Percuma menantikan pertolongan dari Tuhan, buktinya sudah berdoa bertahun-tahun tetap tidak ada jawaban. Lebih baik mencari pertolongan kepada orang pintar, pertolongannya secepat kilat." Akhirnya kita pun memutar haluan, tidak lagi tekun menanti-nantikan Tuhan. Pada dasarnya di dalam suatu penantian, ketekunan dan kesabaran kita diuji. Kita dilatih untuk bersikap tenang, tidak terburu-buru dan senantiasa berpikiran positif. Melalui 'menanti' ini kita juga diajar untuk mengerti keadaan orang lain, terlebih-lebih kita dididik untuk memahami kehendak Tuhan dan menyadari bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita.
Sebagai orang percaya, apa saja yang kita nantikan? Kita menantikan jawaban atas doa-doa kita dan juga janji-janji Tuhan digenapi dalam kehidupan kita yang meliput berkat, pemulihan, kesembuhan dan sebagainya. Alkitab nasihatkan mengenai hal ini: "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Jangan pernah berhenti berdoa dan percayalah kepada Tuhan, karena pertolongan Tuhan akan dinyatakan tepat waktuNya. Bila kita diijinkan untuk mengalami masa-masa penantian berarti Tuhan sedang mempersiapkan kita menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas, sebab penantian "...menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan." (Roma 5:3-4).
Tetaplah mengucap syukur di segala keadaan sambil terus memahami kehendak dan rencana Tuhan supaya kita dapat berkata, "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39).
Saturday, September 7, 2013
TUHAN ADALAH PERLINDUNGANKU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 September 2013 -
Baca: Mazmur 27:1-14
"TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" Mazmur 27:1
Tak seorang pun tahu perihal hari esok! Karena itu Alkitab menasihati: "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Manusia hanya bisa meramal, merancang dan membuat perkiraan-perkiraan, tapi hanya Tuhan yang tahu pasti. "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21), sebab "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita..." (Ulangan 29:29). Mari jalani hidup ini dengan penuh penyerahan diri kepada Tuhan. Kita tahu bahwa hidup penuh tantangan, ujian dan ketidakmengertian kita akan masa depan, sehingga banyak orang menempuh segala cara untuk mencoba melihat masa depannya dengan bertanya kepada dukun, paranormal dan sebagainya dengan harapan beroleh kekuatan, perlindungan dan jaminan. Namun sebagai orang percaya kita punya Tuhan Yesus yang senantiasa menjaga, melindungi dan menyertai kita.
Dalam Mazmur 27 Daud menyatakan bahwa ada banyak tantangan yang datang dari mana saja yang mungkin terjadi dalam kehidupan orang percaya. Tantangan itu bisa datang dari orang-orang di sekitar yang berniat jahat untuk menjatuhkan dan menghancurkan kita (ayat 2); masalah atau persoalan yang sedang terjadi dan kita alami (ayat 3); ditinggalkan oleh orang-orang terdekat dan yang kita kasihi (ayat 10); orang-orang yang iri dengki yang berusaha memfitnah kita (ayat 12) dan masih banyak lagi. Sikap dalam menghadapi semua itu adalah harus tetap percaya kepada Tuhan dan terus bertekun mencari Dia. "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17); dan yang terutama sekali adalah kita harus menjaga hidup ini supaya tidak menyimpang dari jalan-jalan Tuhan.
Hidup dalam ketaatan adalah kunci untuk beroleh perlindungan dari Tuhan, "Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai." (Mazmur 5:13).
Semakin mendekat kepada Tuhan semakin kita beroleh kekuatan dan mampu tegak berdiri di atas persoalan, karena Dia adalah perlindungan kita!
Baca: Mazmur 27:1-14
"TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" Mazmur 27:1
Tak seorang pun tahu perihal hari esok! Karena itu Alkitab menasihati: "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Manusia hanya bisa meramal, merancang dan membuat perkiraan-perkiraan, tapi hanya Tuhan yang tahu pasti. "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21), sebab "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita..." (Ulangan 29:29). Mari jalani hidup ini dengan penuh penyerahan diri kepada Tuhan. Kita tahu bahwa hidup penuh tantangan, ujian dan ketidakmengertian kita akan masa depan, sehingga banyak orang menempuh segala cara untuk mencoba melihat masa depannya dengan bertanya kepada dukun, paranormal dan sebagainya dengan harapan beroleh kekuatan, perlindungan dan jaminan. Namun sebagai orang percaya kita punya Tuhan Yesus yang senantiasa menjaga, melindungi dan menyertai kita.
Dalam Mazmur 27 Daud menyatakan bahwa ada banyak tantangan yang datang dari mana saja yang mungkin terjadi dalam kehidupan orang percaya. Tantangan itu bisa datang dari orang-orang di sekitar yang berniat jahat untuk menjatuhkan dan menghancurkan kita (ayat 2); masalah atau persoalan yang sedang terjadi dan kita alami (ayat 3); ditinggalkan oleh orang-orang terdekat dan yang kita kasihi (ayat 10); orang-orang yang iri dengki yang berusaha memfitnah kita (ayat 12) dan masih banyak lagi. Sikap dalam menghadapi semua itu adalah harus tetap percaya kepada Tuhan dan terus bertekun mencari Dia. "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17); dan yang terutama sekali adalah kita harus menjaga hidup ini supaya tidak menyimpang dari jalan-jalan Tuhan.
Hidup dalam ketaatan adalah kunci untuk beroleh perlindungan dari Tuhan, "Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai." (Mazmur 5:13).
Semakin mendekat kepada Tuhan semakin kita beroleh kekuatan dan mampu tegak berdiri di atas persoalan, karena Dia adalah perlindungan kita!
Friday, September 6, 2013
MERAGUKAN TUHAN YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 September 2013 -
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya." Matius 28:6a
Sampai saat ini masih banyak orang meragukan keilahian Kristus, tidak percaya bahwa Ia adalah Tuhan dan Juruselamat. Selalu timbul pertanyaan: benarkah Yesus disalibkan dan bangkit dari kematian? Benarkah Dia menebus dosa manusia? Banyak orang Kristen turut terprovokasi sehingga menjadi ragu-ragu terhadap imannya sendiri. "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18).
Sebagai orang percaya kita tidak perlu meragukan Tuhan kita Yesus Kristus. Dia adalah penebus dosa kita seperti tertulis: "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21). Ditegaskan pula bahwa "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Orang dunia boleh saja ragu akan Yesus Kristus, tapi kita harus yakin bahwa Ia sudah bangkit dan kebangkitanNya ini menjadi dasar iman kita yang teguh. Perihal kematianNya nabi Yesaya sudah menubuatkan, "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:5). Begitu juga tentang kebangkitanNya: "Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: 'Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah.'" (Matius 27:54). Kubur kosong membuktikan bahwa Yesus telah bangkit dan makin dipertegas di mana Ia juga menampakkan diri kepada murid-murid dan banyak orang (baca 1 Korintus 15:4-6). Jadi setelah membayar hukuman atas dosa kita melalui kematianNya, Yesus bangkit.
Dengan demikian kematian dan kebangkitan Kristus menjadi hal yang sangat prinsipal bagi orang percaya.
Rasul Paulus menulis, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu." 1 Korintus 15:14.
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya." Matius 28:6a
Sampai saat ini masih banyak orang meragukan keilahian Kristus, tidak percaya bahwa Ia adalah Tuhan dan Juruselamat. Selalu timbul pertanyaan: benarkah Yesus disalibkan dan bangkit dari kematian? Benarkah Dia menebus dosa manusia? Banyak orang Kristen turut terprovokasi sehingga menjadi ragu-ragu terhadap imannya sendiri. "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18).
Sebagai orang percaya kita tidak perlu meragukan Tuhan kita Yesus Kristus. Dia adalah penebus dosa kita seperti tertulis: "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21). Ditegaskan pula bahwa "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Orang dunia boleh saja ragu akan Yesus Kristus, tapi kita harus yakin bahwa Ia sudah bangkit dan kebangkitanNya ini menjadi dasar iman kita yang teguh. Perihal kematianNya nabi Yesaya sudah menubuatkan, "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:5). Begitu juga tentang kebangkitanNya: "Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: 'Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah.'" (Matius 27:54). Kubur kosong membuktikan bahwa Yesus telah bangkit dan makin dipertegas di mana Ia juga menampakkan diri kepada murid-murid dan banyak orang (baca 1 Korintus 15:4-6). Jadi setelah membayar hukuman atas dosa kita melalui kematianNya, Yesus bangkit.
Dengan demikian kematian dan kebangkitan Kristus menjadi hal yang sangat prinsipal bagi orang percaya.
Rasul Paulus menulis, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu." 1 Korintus 15:14.
Thursday, September 5, 2013
RASUL PAULUS: Punya Kepekaan Rohani!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 September 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 17:16-34
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala." Kisah 17:16
Hati Paulus sangat sedih ketika melihat bahwa kota Athena dipenuhi patung-patung berhala. Kesedihannya berhubungan dengan sesuatu yang berlawanan dengan rohnya. Itulah sebabnya roh Paulus bergejolak. Ia tidak bisa menerima keadaan tersebut.
Kesedihan Paulus menyiratkan bahwa ia memiliki kepekaan rohani terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Banyaknya patung berhala menandakan bahwa orang-orang di Atena menyembah kepada dewa-dewa, bukan kepada Allah yang benar dan berkuasa. Karena itu dengan sangat geram Paulus berkata, "Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu." (Kisah 17:22-23). Kepekaan rohani membuat seseorang berduka terhadap perbuatan yang mendukakan Roh Kudus; berduka terhadap setiap dosa dan pelanggaran.
Adakah kita punya kepekaan terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar kita? Kita melihat sekarang ini banyak orang sudah tidak lagi mengindahkan perkara-perkara rohani. Mereka lebih cenderung mengejar kesenangan duniawi. Jika kita tidak peka terhadap situasi-situasi di sekitar, hidup kita akan mudah di ombang-ambingkan oleh ilah zaman ini dan kita akan terbawa arus di dalamnya. Apalagi ada banyak orang Kristen yang lebih memikirkan berkat dan materi daripada berusaha bagaimana memiliki kehidupan yang menyenangkan hati Tuhan. Padahal sebagai pengikut Kristus kita memiliki tanggung jawab yang tidak mudah; kita dipanggil untuk memiliki kehidupan yang berbeda dengan dunia ini yaitu hidup dalam kekudusan sebagaimana tertulis; "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Tanpa kekudusan kita tidak akan mampu mengemban tugas sebagai saksi Kristus di tengah dunia.
Kepekaan rohani membuat seseorang bersikap tegas terhadap dosa dan berkomitmen untuk melayani Tuhan dengan sungguh!
Baca: Kisah Para Rasul 17:16-34
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala." Kisah 17:16
Hati Paulus sangat sedih ketika melihat bahwa kota Athena dipenuhi patung-patung berhala. Kesedihannya berhubungan dengan sesuatu yang berlawanan dengan rohnya. Itulah sebabnya roh Paulus bergejolak. Ia tidak bisa menerima keadaan tersebut.
Kesedihan Paulus menyiratkan bahwa ia memiliki kepekaan rohani terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Banyaknya patung berhala menandakan bahwa orang-orang di Atena menyembah kepada dewa-dewa, bukan kepada Allah yang benar dan berkuasa. Karena itu dengan sangat geram Paulus berkata, "Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu." (Kisah 17:22-23). Kepekaan rohani membuat seseorang berduka terhadap perbuatan yang mendukakan Roh Kudus; berduka terhadap setiap dosa dan pelanggaran.
Adakah kita punya kepekaan terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar kita? Kita melihat sekarang ini banyak orang sudah tidak lagi mengindahkan perkara-perkara rohani. Mereka lebih cenderung mengejar kesenangan duniawi. Jika kita tidak peka terhadap situasi-situasi di sekitar, hidup kita akan mudah di ombang-ambingkan oleh ilah zaman ini dan kita akan terbawa arus di dalamnya. Apalagi ada banyak orang Kristen yang lebih memikirkan berkat dan materi daripada berusaha bagaimana memiliki kehidupan yang menyenangkan hati Tuhan. Padahal sebagai pengikut Kristus kita memiliki tanggung jawab yang tidak mudah; kita dipanggil untuk memiliki kehidupan yang berbeda dengan dunia ini yaitu hidup dalam kekudusan sebagaimana tertulis; "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Tanpa kekudusan kita tidak akan mampu mengemban tugas sebagai saksi Kristus di tengah dunia.
Kepekaan rohani membuat seseorang bersikap tegas terhadap dosa dan berkomitmen untuk melayani Tuhan dengan sungguh!
Wednesday, September 4, 2013
DAUD: Punya Kepekaan rohani!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 September 2013 -
Baca: Mazmur 119:97-104
"Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu." Mazmur 119:101
Daud adalah contoh orang yang memiliki kepekaan rohani. Dalam segala hal ia senantiasa melibatkan dan meminta petunjuk Tuhan sebelum mengambil keputusan apa pun.
Suatu ketika orang-orang Filistin mendengar bahwa Daud telah diurapi menjadi raja Israel. Mereka pun berniat mencarinya dan hendak mencabut nyawanya. Menghadapi ancaman tersebut Daud tidak langsung bertindak dengan mengumpulkan bala tentaranya dan menyusun strategi perang, tapi ia merendahkan diri di hadapan Tuhan dan meminta nasihatNya, "'Apakah aku harus maju melawan orang Filistin itu? Akan Kauserahkankah mereka ke dalam tanganku?' TUHAN menjawab Daud: 'Majulah, sebab Aku pasti akan menyerahkan orang Filistin itu ke dalam tanganmu.'" (2 Samuel 5:19). Setelah mendengar suara Tuhan dan mengerti kehendakNya ia melaksanakan perintah Tuhan. Hal ini membuktikan bahwa Daud sangat menghargai pikiran dan perasaan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan berkata, "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22b).
Apa yang dilakukan Daud sehingga ia menjadi orang yang begitu peka rohaninya? 1. Hati yang terbuka terhadap teguran. Hati Daud mudah hancur. Ketika ditegur oleh Natan karena dosa perzinahannya dengan Betsyeba, Daud pun menyesali dosanya. "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4). Daud senantiasa rindu dibaharui oleh Tuhan supaya ia tidak lengah rohani atau jatuh dalam kesalahan lagi. 2. Daud senantiasa merenungkan firman Tuhan. Dia melakukannya bukan karena kebiasaan atau kewajiban, tapi karena kasihnya kepada Tuhan. "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97).
Jika kita mengasihi Tuhan kita pasti rindu selalu dekat denganNya dan mendengar suaraNya sehingga hidup kita bisa seirama dengan kehendak Tuhan.
Hati yang rela dibentuk dan senantiasa membangun kekariban dengan Tuhan adalah langkah menuju kepekaan rohani.
Baca: Mazmur 119:97-104
"Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu." Mazmur 119:101
Daud adalah contoh orang yang memiliki kepekaan rohani. Dalam segala hal ia senantiasa melibatkan dan meminta petunjuk Tuhan sebelum mengambil keputusan apa pun.
Suatu ketika orang-orang Filistin mendengar bahwa Daud telah diurapi menjadi raja Israel. Mereka pun berniat mencarinya dan hendak mencabut nyawanya. Menghadapi ancaman tersebut Daud tidak langsung bertindak dengan mengumpulkan bala tentaranya dan menyusun strategi perang, tapi ia merendahkan diri di hadapan Tuhan dan meminta nasihatNya, "'Apakah aku harus maju melawan orang Filistin itu? Akan Kauserahkankah mereka ke dalam tanganku?' TUHAN menjawab Daud: 'Majulah, sebab Aku pasti akan menyerahkan orang Filistin itu ke dalam tanganmu.'" (2 Samuel 5:19). Setelah mendengar suara Tuhan dan mengerti kehendakNya ia melaksanakan perintah Tuhan. Hal ini membuktikan bahwa Daud sangat menghargai pikiran dan perasaan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan berkata, "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22b).
Apa yang dilakukan Daud sehingga ia menjadi orang yang begitu peka rohaninya? 1. Hati yang terbuka terhadap teguran. Hati Daud mudah hancur. Ketika ditegur oleh Natan karena dosa perzinahannya dengan Betsyeba, Daud pun menyesali dosanya. "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4). Daud senantiasa rindu dibaharui oleh Tuhan supaya ia tidak lengah rohani atau jatuh dalam kesalahan lagi. 2. Daud senantiasa merenungkan firman Tuhan. Dia melakukannya bukan karena kebiasaan atau kewajiban, tapi karena kasihnya kepada Tuhan. "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97).
Jika kita mengasihi Tuhan kita pasti rindu selalu dekat denganNya dan mendengar suaraNya sehingga hidup kita bisa seirama dengan kehendak Tuhan.
Hati yang rela dibentuk dan senantiasa membangun kekariban dengan Tuhan adalah langkah menuju kepekaan rohani.
Tuesday, September 3, 2013
KRISTEN DEWASA: Peka Rohani!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 September 2013 -
Baca: Efesus 4:1-16
"sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13).
Tuhan menghendaki kita menjadi orang-orang Kristen yang makin hari makin bertumbuh di dalam kedewasaan rohani. Orang yang dewasa telah meninggalkan sifat kanak-kanaknya (baca 1 Korintus 13:11). Di dalam Ibrani 5:13-14 dikatakan, "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." Orang yang dewasa rohani memiliki pancaindera yang terlatih sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang berkenan kepada Tuhan dan mana yang tidak berkenan. Inilah yang disebut dengan kepekaan rohani.
Apa itu kepekaan rohani? Kemampuan memahami pimpinan atau kegerakan Roh Kudus, mengerti kehendak Tuhan, merespons kasih dan kebaikanNya, serta menyadari kesalahan dan pelanggaran yang telah diperbuat. Orang yang memiliki kepekaan rohani akan memiliki kehidupan yang selaras dengan firman Tuhan dan seirama dengan hati Tuhan. Kepada jemaat di Filipi rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Bagaimana supaya kita punya kepekaan rohani? Terus melatihnya dengan belajar mengutamakan perkara-perkara rohani sebagaimana rasul Paulus sampaikan, "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada,...Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:1-2), karena kepekaan rohani tidak terjadi dalam semalam. Artinya kita harus terus berproses untuk menjadi pribadi yang peka rohani. Proses itu harus kita kerjakan dari hari ke sehari, seumur hidup kita, selama kita masih bernafas.
Semakin kita mengutamakan perkara rohani semakin dengan sendirinya kita akan memikirkan Tuhan dan firmanNya setiap hari.
Mari merindukan untuk selalu menyenangkan hati Tuhan dengan melakukan apa kehendakNya sebagai balasan kebaikan dan kasih Tuhan yang telah kita terima.
Baca: Efesus 4:1-16
"sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13).
Tuhan menghendaki kita menjadi orang-orang Kristen yang makin hari makin bertumbuh di dalam kedewasaan rohani. Orang yang dewasa telah meninggalkan sifat kanak-kanaknya (baca 1 Korintus 13:11). Di dalam Ibrani 5:13-14 dikatakan, "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." Orang yang dewasa rohani memiliki pancaindera yang terlatih sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang berkenan kepada Tuhan dan mana yang tidak berkenan. Inilah yang disebut dengan kepekaan rohani.
Apa itu kepekaan rohani? Kemampuan memahami pimpinan atau kegerakan Roh Kudus, mengerti kehendak Tuhan, merespons kasih dan kebaikanNya, serta menyadari kesalahan dan pelanggaran yang telah diperbuat. Orang yang memiliki kepekaan rohani akan memiliki kehidupan yang selaras dengan firman Tuhan dan seirama dengan hati Tuhan. Kepada jemaat di Filipi rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Bagaimana supaya kita punya kepekaan rohani? Terus melatihnya dengan belajar mengutamakan perkara-perkara rohani sebagaimana rasul Paulus sampaikan, "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada,...Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:1-2), karena kepekaan rohani tidak terjadi dalam semalam. Artinya kita harus terus berproses untuk menjadi pribadi yang peka rohani. Proses itu harus kita kerjakan dari hari ke sehari, seumur hidup kita, selama kita masih bernafas.
Semakin kita mengutamakan perkara rohani semakin dengan sendirinya kita akan memikirkan Tuhan dan firmanNya setiap hari.
Mari merindukan untuk selalu menyenangkan hati Tuhan dengan melakukan apa kehendakNya sebagai balasan kebaikan dan kasih Tuhan yang telah kita terima.
Monday, September 2, 2013
TENANGLAH DAN JANGAN TAKUT! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 September 2013 -
Baca: Mazmur 116:1-19
"Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." Mazmur 116:7
Untuk membuktikan bahwa sosok yang berjalan di atas air itu Yesus, Petrus berseru kepadaNya, "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air. Kata Yesus: 'Datanglah!' Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus." (Matius 14:28-29). Sayang, saat merasakan angin yang kencang Petrus takut dan mulai tenggelam, lalu berteriak, "Tuhan, tolonglah aku!" (Matius 14:30).
Ketika menghadapi persoalan hidup yang berat seringkali kita bersikap seperti murid-murid Yesus. Reaksi pertama kita adalah takut, kuatir dan bimbang, padahal kita tahu bahwa Tuhan sanggup menolong dan memberi jalan ke luar untuk setiap persoalan kita, tapi kita tetap saja terpengaruh situasi yang ada. Akhirnya mata hati kita tidak lagi tertuju kepada Tuhan melainkan makin tenggelam dan larut dalam masalah, sehingga kita tidak lagi menyadari kehadiran Tuhan. Kita berpikir bahwa Tuhan begitu jauh meninggalkan kita, padahal Ia sangat dekat, hanya sejauh doa kita. "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8). Seruan dan permohonan Petrus saat tenggelam benar-benar lahir dari pengakuan imannya kepada Yesus. Petrus sadar bahwa di luar Tuhan ia tidak bisa berbuat apa-apa, kekuatannya sangat terbatas. Satu-satunya Pribadi yang sanggup menolongnya hanyalah Tuhan Yesus.
Di segala keadaan, bukan hanya saat-saat sukar dan bermasalah, seharusnya mata hati kita terus tertuju kepada Tuhan dan firmanNya. Jangan sampai situasi di sekitar kita membelokkan iman dan pengharapan kita kepada Tuhan. Ketika kita mulai terpengaruh, rasa takut dan bimbang menguasai hati dan pikiran kita sehingga iman dan firman yang ada di dalam diri kita tidak dapat berfungsi secara efektif. Sebaliknya ketika mata rohani kita tetap fokus dan kita bergantung penuh kepada Yesus kita akan dimampukan untuk terus berjalan di atas 'air', melewati angin dan badai kehidupan. Karena itu bangunlah kekariban denganNya dan renungkan firmanNya setiap hari supaya iman kita makin kuat.
Jangan pernah merasa sendiri dalam menjalani hidup ini, ada Tuhan yang selalu menyertai kita; dengan suaraNya yang lembut Ia selalu mengingatkan, "Aku ini, jangan takut!"
Baca: Mazmur 116:1-19
"Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." Mazmur 116:7
Untuk membuktikan bahwa sosok yang berjalan di atas air itu Yesus, Petrus berseru kepadaNya, "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air. Kata Yesus: 'Datanglah!' Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus." (Matius 14:28-29). Sayang, saat merasakan angin yang kencang Petrus takut dan mulai tenggelam, lalu berteriak, "Tuhan, tolonglah aku!" (Matius 14:30).
Ketika menghadapi persoalan hidup yang berat seringkali kita bersikap seperti murid-murid Yesus. Reaksi pertama kita adalah takut, kuatir dan bimbang, padahal kita tahu bahwa Tuhan sanggup menolong dan memberi jalan ke luar untuk setiap persoalan kita, tapi kita tetap saja terpengaruh situasi yang ada. Akhirnya mata hati kita tidak lagi tertuju kepada Tuhan melainkan makin tenggelam dan larut dalam masalah, sehingga kita tidak lagi menyadari kehadiran Tuhan. Kita berpikir bahwa Tuhan begitu jauh meninggalkan kita, padahal Ia sangat dekat, hanya sejauh doa kita. "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8). Seruan dan permohonan Petrus saat tenggelam benar-benar lahir dari pengakuan imannya kepada Yesus. Petrus sadar bahwa di luar Tuhan ia tidak bisa berbuat apa-apa, kekuatannya sangat terbatas. Satu-satunya Pribadi yang sanggup menolongnya hanyalah Tuhan Yesus.
Di segala keadaan, bukan hanya saat-saat sukar dan bermasalah, seharusnya mata hati kita terus tertuju kepada Tuhan dan firmanNya. Jangan sampai situasi di sekitar kita membelokkan iman dan pengharapan kita kepada Tuhan. Ketika kita mulai terpengaruh, rasa takut dan bimbang menguasai hati dan pikiran kita sehingga iman dan firman yang ada di dalam diri kita tidak dapat berfungsi secara efektif. Sebaliknya ketika mata rohani kita tetap fokus dan kita bergantung penuh kepada Yesus kita akan dimampukan untuk terus berjalan di atas 'air', melewati angin dan badai kehidupan. Karena itu bangunlah kekariban denganNya dan renungkan firmanNya setiap hari supaya iman kita makin kuat.
Jangan pernah merasa sendiri dalam menjalani hidup ini, ada Tuhan yang selalu menyertai kita; dengan suaraNya yang lembut Ia selalu mengingatkan, "Aku ini, jangan takut!"
Sunday, September 1, 2013
TENANGLAH DAN JANGAN TAKUT! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 September 2013 -
Baca: Matius 14:22-23
"Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: 'Tenanglah! Aku ini, jangan takut!'" Matius 14:27
Kita sudah memasuki bulan September. Masihkah kita selalu takut dan ragu-ragu? Mari belajar dari pengalaman murid-murid Yesus. Dalam Injil Matius tercatat dua kali mereka mengalami ketakutan yang luar biasa diterpa angin dan ombak pada perahu mereka.
Pertama, Matius 8:23-27. "Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang," (Matius 8:24). Waktu itu Yesus ada bersama-sama dengan mereka namun sedang tidur. Maka segeralah mereka membangunkan Yesus untuk minta pertolongan, lalu Dia "...menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali." (Matius 8:26b).
Kedua, ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini, murid-murid tertimpa masalah yang sama. Bedanya, Yesus sedang tidak bersama dengan mereka karena Ia "...naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri." (Matius 14:23). Jadi dalam pergumulan yang berat ini mereka sepertinya harus berjuang sendirian melawan badai dan ombak tanpa penyertaan Tuhan, padahal "Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai..." (Matius 14:24). Perahu yang mereka naiki telah berada jauh di tengah danau sehingga tidak mungkin meminta pertolongan kepada Yesus. Tidaklah mengherankan mereka menjadi sangat ketakutan yang kian menjadi-jadi ketika tiba-tiba mereka melihat sesosok manusia mendekati mereka dengan berjalan di atas air. Spontan mereka pun berteriak, "Itu hantu!" (Matius 14:26). Mereka tidak menyadari bahwa yang berjalan di atas air dan mendekat kepada mereka adalah Yesus dan bukan hantu. Kemudian Tuhan Yesus menenangkan mereka dengan berkata, "Aku ini, jangan takut!" (Matius 14:27). Kata Aku ini menunjuk tentang keberadaan Yesus yang adalah manifestasi diri dari Allah sendiri, sebagaimana Tuhan menyatakan diriNya kepada Musa dengan berkata, "AKU ADALAH AKU." (Keluaran 3:14). Ini adalah penegasan bahwa Dia adalah Tuhan yang sangat peduli; Tuhan yang senantiasa hadir di tengah-tengah umatNya untuk memberi pertolongan; Dia adalah Imanuel, Tuhan yang selalu beserta kita, bahkan penyertaanNya atas kita "...senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). (Bersambung)
Baca: Matius 14:22-23
"Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: 'Tenanglah! Aku ini, jangan takut!'" Matius 14:27
Kita sudah memasuki bulan September. Masihkah kita selalu takut dan ragu-ragu? Mari belajar dari pengalaman murid-murid Yesus. Dalam Injil Matius tercatat dua kali mereka mengalami ketakutan yang luar biasa diterpa angin dan ombak pada perahu mereka.
Pertama, Matius 8:23-27. "Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang," (Matius 8:24). Waktu itu Yesus ada bersama-sama dengan mereka namun sedang tidur. Maka segeralah mereka membangunkan Yesus untuk minta pertolongan, lalu Dia "...menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali." (Matius 8:26b).
Kedua, ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini, murid-murid tertimpa masalah yang sama. Bedanya, Yesus sedang tidak bersama dengan mereka karena Ia "...naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri." (Matius 14:23). Jadi dalam pergumulan yang berat ini mereka sepertinya harus berjuang sendirian melawan badai dan ombak tanpa penyertaan Tuhan, padahal "Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai..." (Matius 14:24). Perahu yang mereka naiki telah berada jauh di tengah danau sehingga tidak mungkin meminta pertolongan kepada Yesus. Tidaklah mengherankan mereka menjadi sangat ketakutan yang kian menjadi-jadi ketika tiba-tiba mereka melihat sesosok manusia mendekati mereka dengan berjalan di atas air. Spontan mereka pun berteriak, "Itu hantu!" (Matius 14:26). Mereka tidak menyadari bahwa yang berjalan di atas air dan mendekat kepada mereka adalah Yesus dan bukan hantu. Kemudian Tuhan Yesus menenangkan mereka dengan berkata, "Aku ini, jangan takut!" (Matius 14:27). Kata Aku ini menunjuk tentang keberadaan Yesus yang adalah manifestasi diri dari Allah sendiri, sebagaimana Tuhan menyatakan diriNya kepada Musa dengan berkata, "AKU ADALAH AKU." (Keluaran 3:14). Ini adalah penegasan bahwa Dia adalah Tuhan yang sangat peduli; Tuhan yang senantiasa hadir di tengah-tengah umatNya untuk memberi pertolongan; Dia adalah Imanuel, Tuhan yang selalu beserta kita, bahkan penyertaanNya atas kita "...senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). (Bersambung)
Saturday, August 31, 2013
MELAYANI SAMPAI GARIS AKHIR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2013 -
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Tak henti-hentinya rasul Paulus mendorong dan menguatkan Timotius supaya terus maju dalam memberitakan Injil. Memang seyogianya Timotius meneladani pemimpin rohaninya itu, yang meski dipenjara tak surut semangatnya berkarya bagi Tuhan. Paulus sadar bahwa "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18), sehingga ia dapat menasihati, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Selagi masih ada kesempatan mari tunaikan tugas pelayanan kita sebaik mungkin, jangan disia-siakan. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4), "Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat," (2 Timotius 4:3). Jadi tugas memberitakan Injil Kristus dan menyatakan kebenaran secara tegas adalah tugas Ilahi yang bersifat wajib dan sangat mendesak, karena jemaat akhir zaman ini kian tertidur rohaninya dan makin disibukkan oleh perkara-perkara duniawi. Bukan hanya itu, mereka juga lebih suka "...mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." (2 Timotius 4:3-4).
Sudahkah kita menjalankan tugas pelayanan kita dengan benar? Butuh komitmen tinggi, kesetiaan, kesabaran dan kesungguhan hati untuk menjadi seorang pelayan Tuhan! Selain itu kita pun harus punya dasar iman dan pengajaran yang kuat yang diperoleh dengan cara bertekun membaca, meneliti dan merenungkan firman Tuhan. Terpenting, kita harus hidup di dalam firman dan menjadi pelaku firman Tuhan, "...supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang." (1 Timotius 4:15). Menjadi pelayan tuhan berarti terlebih dahulu memberikan teladan hidup bagi orang lain.
Jadilah pelayan Tuhan yang berkenan kepada Tuhan: motivasi benar, memberi yang terbaik dan hidup dalam kebenaran sampai akhir hidup kita!
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Tak henti-hentinya rasul Paulus mendorong dan menguatkan Timotius supaya terus maju dalam memberitakan Injil. Memang seyogianya Timotius meneladani pemimpin rohaninya itu, yang meski dipenjara tak surut semangatnya berkarya bagi Tuhan. Paulus sadar bahwa "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18), sehingga ia dapat menasihati, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Selagi masih ada kesempatan mari tunaikan tugas pelayanan kita sebaik mungkin, jangan disia-siakan. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4), "Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat," (2 Timotius 4:3). Jadi tugas memberitakan Injil Kristus dan menyatakan kebenaran secara tegas adalah tugas Ilahi yang bersifat wajib dan sangat mendesak, karena jemaat akhir zaman ini kian tertidur rohaninya dan makin disibukkan oleh perkara-perkara duniawi. Bukan hanya itu, mereka juga lebih suka "...mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." (2 Timotius 4:3-4).
Sudahkah kita menjalankan tugas pelayanan kita dengan benar? Butuh komitmen tinggi, kesetiaan, kesabaran dan kesungguhan hati untuk menjadi seorang pelayan Tuhan! Selain itu kita pun harus punya dasar iman dan pengajaran yang kuat yang diperoleh dengan cara bertekun membaca, meneliti dan merenungkan firman Tuhan. Terpenting, kita harus hidup di dalam firman dan menjadi pelaku firman Tuhan, "...supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang." (1 Timotius 4:15). Menjadi pelayan tuhan berarti terlebih dahulu memberikan teladan hidup bagi orang lain.
Jadilah pelayan Tuhan yang berkenan kepada Tuhan: motivasi benar, memberi yang terbaik dan hidup dalam kebenaran sampai akhir hidup kita!
Friday, August 30, 2013
MELAYANI SAMPAI GARIS AKHIR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2013 -
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." 1 Timotius 4:16a
Dewasa ini makin banyak anak Tuhan turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Ini adalah berita baik! Namun menjadi pelayan Tuhan yang benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada harga yang harus kita bayar! Kita tidak bisa melayani Tuhan dengan asal-asalan atau sekedar latah karena ikut-ikutan. Melayani Tuhan adalah tugas yang sangat mulia, karena itu kita harus melakukannya dengan kesungguhan hati dan komitmen yang tinggi.
Timotius adalah seorang pemuda yang bertalenta dan memiliki kehidupan rohani yang mumpuni. Komitmennya dalam melayani Tuhan tak diragukan lagi. Itulah sebabnya rasul Paulus tak henti-hentinya berdoa untuk Timotius supaya ia tetap memiliki semangat dalam melayani Tuhan. "...kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (1 Timotius 1:6). Ada banyak alasan bagi Timotius untuk menjadi lemah dan patah semangat melayani karena banyak tantangan dan ujian menghadang langkahnya dalam mengemban Amanat Agung Tuhan ini. Apalagi saat itu Paulus selaku pembina rohani Timotius sedang dipenjara oleh karena Injil; secara manusia mental Timotius pasti terpengaruh dan terganggu!
Orang berpendapat bahwa orang muda itu masih 'hijau', minim pengalaman, belum banyak mengenyam asam garam kehidupan, sehingga mereka memandang Timotius dengan sebelah mata. Mereka berpendapat orang muda belum layak menjadi pemimpin rohani. Belum lagi permasalahan yang ada dalam jemaat di Efesus yang begitu kompleks. Ibarat suatu penyakit, maka penyakit jemaat Efesus itu stadium empat atau sudah kronis. Pada saat itu ada banyak pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat menebarkan ajarannya yang menyimpang dari kebenaran Injil, sehingga jemaat mulai terjebak dengan takhayul dan dongeng-dongeng. Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Inilah tantangan tersendiri bagi Timotius untuk menunjukkan kualitas hidupnya sebagai pelayan Tuhan muda! (Bersambung)
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." 1 Timotius 4:16a
Dewasa ini makin banyak anak Tuhan turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Ini adalah berita baik! Namun menjadi pelayan Tuhan yang benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada harga yang harus kita bayar! Kita tidak bisa melayani Tuhan dengan asal-asalan atau sekedar latah karena ikut-ikutan. Melayani Tuhan adalah tugas yang sangat mulia, karena itu kita harus melakukannya dengan kesungguhan hati dan komitmen yang tinggi.
Timotius adalah seorang pemuda yang bertalenta dan memiliki kehidupan rohani yang mumpuni. Komitmennya dalam melayani Tuhan tak diragukan lagi. Itulah sebabnya rasul Paulus tak henti-hentinya berdoa untuk Timotius supaya ia tetap memiliki semangat dalam melayani Tuhan. "...kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (1 Timotius 1:6). Ada banyak alasan bagi Timotius untuk menjadi lemah dan patah semangat melayani karena banyak tantangan dan ujian menghadang langkahnya dalam mengemban Amanat Agung Tuhan ini. Apalagi saat itu Paulus selaku pembina rohani Timotius sedang dipenjara oleh karena Injil; secara manusia mental Timotius pasti terpengaruh dan terganggu!
Orang berpendapat bahwa orang muda itu masih 'hijau', minim pengalaman, belum banyak mengenyam asam garam kehidupan, sehingga mereka memandang Timotius dengan sebelah mata. Mereka berpendapat orang muda belum layak menjadi pemimpin rohani. Belum lagi permasalahan yang ada dalam jemaat di Efesus yang begitu kompleks. Ibarat suatu penyakit, maka penyakit jemaat Efesus itu stadium empat atau sudah kronis. Pada saat itu ada banyak pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat menebarkan ajarannya yang menyimpang dari kebenaran Injil, sehingga jemaat mulai terjebak dengan takhayul dan dongeng-dongeng. Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Inilah tantangan tersendiri bagi Timotius untuk menunjukkan kualitas hidupnya sebagai pelayan Tuhan muda! (Bersambung)
Thursday, August 29, 2013
MENJADI TERANG DI TENGAH DUNIA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2013 -
Baca: Yohanes 1:1-18
"ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya." Yohanes 1:7
Sebagai orang percaya di dalam kita ada terang ilahi yang harus terpancar. Tugas kita bercahaya di tengah dunia yang diliputi kegelapan. Inilah panggilan hidup kita! "Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya." (Yohanes 1:5).
Banyak orang Kristen yang hanya menjadi terang di tengah lingkungan yang juga terang. Kita bersinar di antara sesama anak Tuhan, jadi secara otomatis terang kita tidak tampak nyata. Sementara ketika berada di tengah-tengah dunia yang gelap kita justru larut di dalam kegelapan, turut terlibat dalam perbuatan-perbuatan gelap. Firman Tuhan menegaskan, "...sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8). Sebagai anak-anak terang tidak seharusnya kita berkompromi dengan kegelapan dunia ini. Sebaliknya hidup kita harus bercahaya sehingga orang-orang di luar Tuhan dapat melihatnya, karena kita memiliki kehidupan yang berbeda. Jadi "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Karena tugas kita adalah sebagai terang dunia berarti kita harus menjadi saksi Kristus yang adalah Terang sejati. Sebagai saksi Kristus kita tidak berhak mendapatkan pujian dan hormat dari manusia melebihi Terang Kristus yang kita jadikan subyek kesaksian kita. Jadi Tuhan Yesus haruslah menjadi yang terutama di dalam hidup ini, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Tujuan kita bersaksi adalah membawa orang lain kepada terang sejati, artinya membuat orang lain menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Begitulah sesungguhnya maksud Tuhan menempatkan kita di dunia yang gelap ini, yaitu agar terang Tuhan bercahaya di tengah-tengah dunia, sehingga dunia mempermuliakan Tuhan Yesus Sang Terang Sejati itu. Bagaimana kita dapat menerangi dunia ini dengan terang Kristus? Yaitu melalui perbuatan dan tindakan kita yang menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi orang lain!
Inilah kehendak Tuhan itu: "...supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," Filipi 2:15
Baca: Yohanes 1:1-18
"ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya." Yohanes 1:7
Sebagai orang percaya di dalam kita ada terang ilahi yang harus terpancar. Tugas kita bercahaya di tengah dunia yang diliputi kegelapan. Inilah panggilan hidup kita! "Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya." (Yohanes 1:5).
Banyak orang Kristen yang hanya menjadi terang di tengah lingkungan yang juga terang. Kita bersinar di antara sesama anak Tuhan, jadi secara otomatis terang kita tidak tampak nyata. Sementara ketika berada di tengah-tengah dunia yang gelap kita justru larut di dalam kegelapan, turut terlibat dalam perbuatan-perbuatan gelap. Firman Tuhan menegaskan, "...sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8). Sebagai anak-anak terang tidak seharusnya kita berkompromi dengan kegelapan dunia ini. Sebaliknya hidup kita harus bercahaya sehingga orang-orang di luar Tuhan dapat melihatnya, karena kita memiliki kehidupan yang berbeda. Jadi "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Karena tugas kita adalah sebagai terang dunia berarti kita harus menjadi saksi Kristus yang adalah Terang sejati. Sebagai saksi Kristus kita tidak berhak mendapatkan pujian dan hormat dari manusia melebihi Terang Kristus yang kita jadikan subyek kesaksian kita. Jadi Tuhan Yesus haruslah menjadi yang terutama di dalam hidup ini, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Tujuan kita bersaksi adalah membawa orang lain kepada terang sejati, artinya membuat orang lain menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Begitulah sesungguhnya maksud Tuhan menempatkan kita di dunia yang gelap ini, yaitu agar terang Tuhan bercahaya di tengah-tengah dunia, sehingga dunia mempermuliakan Tuhan Yesus Sang Terang Sejati itu. Bagaimana kita dapat menerangi dunia ini dengan terang Kristus? Yaitu melalui perbuatan dan tindakan kita yang menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi orang lain!
Inilah kehendak Tuhan itu: "...supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," Filipi 2:15
Wednesday, August 28, 2013
MENJADI TERANG DI TENGAH DUNIA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2013 -
Baca: Yohanes 8:12-20
"Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." Yohanes 8:12
Coba bayangkan bila dunia ini gelap gulita, tanpa secercah cahaya sedikit pun. Pasti tidak akan ada kehidupan karena manusia tidak bisa melakukan apa-apa, dan tidak ada makhluk yang dapat hidup. Karena itu berfirmanlah Tuhan, "Jadilah terang. Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam." (Kejadian 1:3-5a). Tuhan pun melengkapi dengan benda-benda langit: matahari, bulan dan bintang. Dengan adanya terang, makhluk hidup dapat bertumbuh dan ada kehidupan, manusia pun dapat melakukan aktivitasnya. Sungguh, semua orang membutuhkan terang atau cahaya. Memang, kita memiliki mata yang berfungsi untuk melihat, tetapi apabila tidak ada terang atau cahaya, mata kita pun tidak dapat berfungsi untuk melihat.
Saat ini dunia masih diliputi oleh kegelapan rohani karena dunia telah dipenuhi oleh segala macam kejahatan dan dosa. Akibatnya banyak orang mata rohaninya menjadi buta sehingga mereka tidak dapat melihat kebenaran. Kegelapan inilah yang menuntun manusia kepada kematian kekal. Itulah sebabnya dunia sangat membutuhkan terang sejati. Adapun terang sejati itu adalah Tuhan Yesus kristus: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (ayat nas). Dua ribu tahun silam Yesus menyinari dunia ini dengan terangNya yang ajaib. Seluruh waktu, tenaga dan hidupnya Dia curahkan untuk melayani jiwa-jiwa dengan penuh kasih: mengajar, menyembuhkan orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati. Bukan hanya itu, ia pun rela menyerahkan nyawaNya, mati di atas Kalvari untuk menebus dosa seluruh umat manusia.
Kini Tuhan Yesus menyerahkan tongkat estafet itu kepada kita, anak-anakNya, untuk melanjutkan tugasNya menyinari dunia ini dengan terang sorgawi. Tuhan Yesus berkata, "Kamu adalah terang dunia. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14, 16).
Tuhan Yesus adalah Terang Sejati bagi dunia!
Baca: Yohanes 8:12-20
"Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." Yohanes 8:12
Coba bayangkan bila dunia ini gelap gulita, tanpa secercah cahaya sedikit pun. Pasti tidak akan ada kehidupan karena manusia tidak bisa melakukan apa-apa, dan tidak ada makhluk yang dapat hidup. Karena itu berfirmanlah Tuhan, "Jadilah terang. Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam." (Kejadian 1:3-5a). Tuhan pun melengkapi dengan benda-benda langit: matahari, bulan dan bintang. Dengan adanya terang, makhluk hidup dapat bertumbuh dan ada kehidupan, manusia pun dapat melakukan aktivitasnya. Sungguh, semua orang membutuhkan terang atau cahaya. Memang, kita memiliki mata yang berfungsi untuk melihat, tetapi apabila tidak ada terang atau cahaya, mata kita pun tidak dapat berfungsi untuk melihat.
Saat ini dunia masih diliputi oleh kegelapan rohani karena dunia telah dipenuhi oleh segala macam kejahatan dan dosa. Akibatnya banyak orang mata rohaninya menjadi buta sehingga mereka tidak dapat melihat kebenaran. Kegelapan inilah yang menuntun manusia kepada kematian kekal. Itulah sebabnya dunia sangat membutuhkan terang sejati. Adapun terang sejati itu adalah Tuhan Yesus kristus: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (ayat nas). Dua ribu tahun silam Yesus menyinari dunia ini dengan terangNya yang ajaib. Seluruh waktu, tenaga dan hidupnya Dia curahkan untuk melayani jiwa-jiwa dengan penuh kasih: mengajar, menyembuhkan orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati. Bukan hanya itu, ia pun rela menyerahkan nyawaNya, mati di atas Kalvari untuk menebus dosa seluruh umat manusia.
Kini Tuhan Yesus menyerahkan tongkat estafet itu kepada kita, anak-anakNya, untuk melanjutkan tugasNya menyinari dunia ini dengan terang sorgawi. Tuhan Yesus berkata, "Kamu adalah terang dunia. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14, 16).
Tuhan Yesus adalah Terang Sejati bagi dunia!
Tuesday, August 27, 2013
ORANG KRISTEN HARUS BIJAK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2013 -
Baca: Efesus 5:1-21
"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," Efesus 5:15
Menghadapi hari-hari yang semakin sukar dan jahat ini dibutuhkan sebuah hati yang bijak supaya kita mampu menjalaninya, dengan tidak keluar dari koridor Tuhan. Karena itu milikilah hati yang bijaksana.
Orang Kristen dapat disebut bijak apabila ia: 1. Selalu mawas diri. Banyak orang mengalami kegagalan dalam hidupnya karena tidak bisa berlaku secara bijaksana. Hikmat dari Tuhan melalui firmanNyalah yang akan memampukan kita untuk berlaku bijaksana dan membuat pancaindera kita semakin peka dan terlatih, "...sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kata perhatikanlah dengan saksama (ayat nas) meminta kita selalu berjaga-jaga, melihat dan mengawasi keadaan sekitar kita, jangan sampai kita tertidur secara rohani dan tidak mawas diri. Orang yang mawas diri senantiasa melakukan pengujian tentang apa yang berkenan bagi Tuhan. Paulus menasihati jemaat Tesalonika akan hal ini, "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." (1 Tesalonika 5:21).
2. Dapat mengatur waktu dengan baik. "...pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Efektivitas hidup seseorang sangat ditentukan dari waktu yang diaturnya dengan baik. Siapa pun kita, tanpa terkecuali, mendapatkan waktu yang sama dari Tuhan yaitu 24 jam dalam sehari. Meskipun demikian tiap-tiap orang memiliki efektivitas dan produktivitas yang berbeda-beda. Semua tergantung bagaimana kita mengatur waktu dengan bijak. Ingat, waktu terus berjalan dan tidak bisa terulang kembali. Karena itu jangan sia-siakan waktu yang ada. Hidup kita sangatlah singkat, jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Isilah untuk hal-hal yang berguna.
3. Mengerti kehendak Tuhan. "...usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Orang bijak adalah yang mengerti kehendak Tuhan. Apa tandanya? Tidak lagi hidup menurut keinginan daging, melainkan menurut pimpinan Roh Kudus (baca Galatia 5:16).
"Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini;...sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus, dan orang benar menempuhnya," Hosea 14:10
Baca: Efesus 5:1-21
"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," Efesus 5:15
Menghadapi hari-hari yang semakin sukar dan jahat ini dibutuhkan sebuah hati yang bijak supaya kita mampu menjalaninya, dengan tidak keluar dari koridor Tuhan. Karena itu milikilah hati yang bijaksana.
Orang Kristen dapat disebut bijak apabila ia: 1. Selalu mawas diri. Banyak orang mengalami kegagalan dalam hidupnya karena tidak bisa berlaku secara bijaksana. Hikmat dari Tuhan melalui firmanNyalah yang akan memampukan kita untuk berlaku bijaksana dan membuat pancaindera kita semakin peka dan terlatih, "...sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kata perhatikanlah dengan saksama (ayat nas) meminta kita selalu berjaga-jaga, melihat dan mengawasi keadaan sekitar kita, jangan sampai kita tertidur secara rohani dan tidak mawas diri. Orang yang mawas diri senantiasa melakukan pengujian tentang apa yang berkenan bagi Tuhan. Paulus menasihati jemaat Tesalonika akan hal ini, "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." (1 Tesalonika 5:21).
2. Dapat mengatur waktu dengan baik. "...pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Efektivitas hidup seseorang sangat ditentukan dari waktu yang diaturnya dengan baik. Siapa pun kita, tanpa terkecuali, mendapatkan waktu yang sama dari Tuhan yaitu 24 jam dalam sehari. Meskipun demikian tiap-tiap orang memiliki efektivitas dan produktivitas yang berbeda-beda. Semua tergantung bagaimana kita mengatur waktu dengan bijak. Ingat, waktu terus berjalan dan tidak bisa terulang kembali. Karena itu jangan sia-siakan waktu yang ada. Hidup kita sangatlah singkat, jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Isilah untuk hal-hal yang berguna.
3. Mengerti kehendak Tuhan. "...usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Orang bijak adalah yang mengerti kehendak Tuhan. Apa tandanya? Tidak lagi hidup menurut keinginan daging, melainkan menurut pimpinan Roh Kudus (baca Galatia 5:16).
"Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini;...sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus, dan orang benar menempuhnya," Hosea 14:10
Monday, August 26, 2013
ORANG KRISTEN HARUS BIJAK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2013 -
Baca: Mazmur 90:1-17
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Menjadi orang yang berhasil, punya kedudukan tinggi, pintar, terkenal dan kaya raya adalah impian dari semua orang; inilah dunia, di mana setiap individu selalu menilai orang lain berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Hanya sedikit orang yang punya kerinduan untuk menjadi orang yang bijaksana. Namun Alkitab mengatakan demikian, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Tuhan menghendaki setiap kita memiliki hati yang bijak, menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana. Bijaksana tidak selalu berkaitan dengan kecerdasan atau kepintaran seseorang. Banyak orang yang cerdas dan berintelejensi tinggi hidup secara tidak bijaksana. Itulah sebabnya firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:7).
Untuk bisa menjadi orang yang bijaksana tiada jalan lain selain harus melekat kepada Tuhan, menyediakan banyak waktu untuk bersekutu denganNya dan merenungkan firmanNya. Semakin kita menyukai Taurat Tuhan semakin kita dibentuk menjadi pribadi yang bijak. Inilah yang dirasakan Daud, "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu." (Mazmur 119:97-100). Karena itu Musa pun berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (ayat nas).
Membaca banyak buku ilmu pengetahuan apa pun sangat bagus, karena membuat wawasan kita bertambah. Namun jangan pernah lupa membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Bangsa Israel beroleh teguran keras dari Tuhan karena mereka melupakan ajaranNya, "...hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana?" (Ulangan 32:6).
Langkah awal menjadi orang Kristen yang bijak adalah mencintai firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam. Sudahkah kita melakukannya setiap hari?
Baca: Mazmur 90:1-17
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Menjadi orang yang berhasil, punya kedudukan tinggi, pintar, terkenal dan kaya raya adalah impian dari semua orang; inilah dunia, di mana setiap individu selalu menilai orang lain berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Hanya sedikit orang yang punya kerinduan untuk menjadi orang yang bijaksana. Namun Alkitab mengatakan demikian, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Tuhan menghendaki setiap kita memiliki hati yang bijak, menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana. Bijaksana tidak selalu berkaitan dengan kecerdasan atau kepintaran seseorang. Banyak orang yang cerdas dan berintelejensi tinggi hidup secara tidak bijaksana. Itulah sebabnya firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:7).
Untuk bisa menjadi orang yang bijaksana tiada jalan lain selain harus melekat kepada Tuhan, menyediakan banyak waktu untuk bersekutu denganNya dan merenungkan firmanNya. Semakin kita menyukai Taurat Tuhan semakin kita dibentuk menjadi pribadi yang bijak. Inilah yang dirasakan Daud, "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu." (Mazmur 119:97-100). Karena itu Musa pun berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (ayat nas).
Membaca banyak buku ilmu pengetahuan apa pun sangat bagus, karena membuat wawasan kita bertambah. Namun jangan pernah lupa membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Bangsa Israel beroleh teguran keras dari Tuhan karena mereka melupakan ajaranNya, "...hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana?" (Ulangan 32:6).
Langkah awal menjadi orang Kristen yang bijak adalah mencintai firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam. Sudahkah kita melakukannya setiap hari?
Subscribe to:
Posts (Atom)