Friday, October 28, 2011

MENJADI BERKAT OLEH ANUGERAHNYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  28 Oktober 2011 -

Baca:  Roma 4

"Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham,..."  Roma 4:16a

Alkitab mencatat,  "Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain."  (Yosua 24:2).  Melalui ayat ini jelas dinyatakan bahwa Terah, ayah Abraham, adalah penyembah berhala.  Ini menunjukkan bahwa pada awalnya Abraham bukanlah orang percaya.  Seperti orang-orang sezamannya, ia adalah penyembah berhala yang memuja berhala di Ur-Kasdim.  Namun dalam Kejadian 12:1 Tuhan mengatakan padanya,  "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;"  (Kejadian 12:1).  Inilah awal Abraham menjadi orang percaya.

     Tuhan menyatakan diriNya secara pribadi kepada Abraham karena Dia memiliki rencana besar atas kehidupan Abraham, hendak menjadikannya bapa bagi bangsa-bangsa.  Hidup Abraham dipakai Tuhan bukan karena ia orang benar, tetapi karena anugerahNya semata.  "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri,..."  (2 Timotius 1:9).  Abraham merespons panggilan Tuhan ini dengan ketaatan.  Ketika diperintahkan pergi ke suatu negeri yang belum diketahuinya, dengan konsekuensi harus meninggalkan sanak keluarga dan tanah leluhurnya, Abraham taat.  Ini bukanlah perkara mudah, apalagi perintah itu ia terima dari Tuhan yang baru saja dikenalnya.  Namun respons Abraham telah menghasilkan keselamatan bagi seluruh umat manusia, di mana melalui keturunan Abraham inilah Allah menggenapi janjiNya dengan mengutus Yesus Kristus datang ke dunia.

     Prinsip pemilihan Tuhan terhadap Abraham sama dengan prinsip Tuhan memilih kita.  Kita yang sebelumnya adalah orang-orang berdosa, ditebus melalui darah Kristus yang kudus sehingga kita menjadi orang-orang yang dibenarkan, lalu diangkat sebagai anak-anakNya, artinya kita juga ahli waris Kerajaan Allah.

Mari introspeksi diri:  adakah kita memiliki ketaatan seperti Abraham?  Berani mengambil keputusan untuk mengikuti dan melayani Tuhan dengan segenap hati serta rela meninggalkan segala kenyamanan yang ada selama ini?

Thursday, October 27, 2011

HIDUP KEKRISTENAN: Terpisah dari Dosa!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  27 Oktober 2011 -

Baca:  Keluaran 19

"Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus.  Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel."  Keluaran 19:6

"Kekudusan lagi!  Topik itu melulu, bosan ahh!"  Mungkin itu reaksi kita.  Kekudusan adalah topik yang sangat tidak disukai dan sebisa mungkin dihindari oleh orang Kristen.  Mengapa?  Karena berbicara tentang kekudusan berarti jemaat akan ditegur, dikoreksi, di  'ditelanjangi'  dosa-dosanya.  Namun, mau tidak mau, suka tidak suka, topik itu harus tetap disampaikan kepada orang percaya sampai Tuhan datang kali kedua, karena kekudusan adalah syarat mutlak untuk dapat melihat Tuhan.  "...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14).  Jadi kekudusan adalah sasaran hidup setiap orang percaya.

     Apakah sebenarnya kekudusan itu?  Secara umum kudus berarti tak berdosa.  Siapa manusia yang tidak berdosa, selain Yesus?  Kata kudus dalam bahasa Ibrani adalah qodosh, yang memiliki arti dasar pemisahan.  Kepada Musa Tuhan berfirman demikian:  "Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka:  Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus."  (Imamat 19:2).  Ini menunjukkan bahwa keberadaan Tuhan adalah kudus dan tidak bisa diganggu gugat!  Dia tidak bisa disamakan dengan ilah-ilah lain.  Karena itu Tuhan melarang bangsa Israel menyembah ilah-ilah lain karena hanya Tuhan saja yang layak disembah.  Tuhan memanggil bangsa Israel untuk dikuduskan atau dipisahkan dari bangsa-bangsa lain dan diangkat menjadi umat pilihanNya.  Begitu juga Tuhan Yesus datang ke dunia untuk mencari dan menyelamatkan kita orang-orang berdosa dan memisahkan kita dari dunia ini, serta menjadikan kita sebagai  "...bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil keluar dai kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib;"  (1 Petrus 2:9).

     Alkitab menyatakan bahwa melalui karya kudusNya di kayu salib Yesus membenarkan, meneguduskan, menebus kita  (baca  1 Korintus 1:30).  Karena telah dipisahkan dari dosa, Tuhan menghendaki kita juga  'berbeda'  dari dunia dan tidak turut dalam perbuatan-perbuatan mereka.

"Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu."  (2 Korintus 6:17).

Wednesday, October 26, 2011

JANGAN BIARKAN KESEMPATAN ITU LEWAT!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  26 Oktober 2011 -

Baca:  Galatia 6:1-10

"Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman."  Galatia 6:10

Ada kata bijak yang menyatakan bahwa kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya.  Oleh karena itu jangan pernah sia-siakan setiap kesempatan yang ada.  Banyak orang yang menyesal begitu rupa saat kesempatan itu tidak digunakan dengan baik.  Yang ada tinggallah penyesalan.

     Tuhan memberikan kesempatan kepada orang-orang di zaman Nuh selama 120 tahun untuk bertobat, tapi mereka tidak mempergunakannya dengan baik dan akhirnya penyesalan pun tiada guna.  Dan saat Tuhan menenggelamkan bumi dengan air bah, binasalah mereka semua kecuali Nuh dan keluarganya yang selamat.  Begitu juga seluruh penduduk kota Sodam dan Gomora yang dibumihanguskan oleh Tuhan.  Selama masih hidup mereka menyia-nyiakan kesempatan yang ada dan tetap hidup di dalam dosa.  Juga kisah orang kaya dan Lazarus  (baca  Lukas 16:19-31). Saat di dunia si kaya hidup dalam gelimang harta, tapi ia lupa diri dan tidak pernah menabur atau memperhatikan orang-orang lemah.  Akhirnya ia mengalami kebinasaan kekal.  Ia lupa bahwa hidup di dunia ini adalah kesempatan bagi kita untuk mempersiapkan hidup di dalam kekekalan.

     Berapa lama kita memiliki kesempatan hidup di dunia ini?  Selamanyakah?  Dalam mazmurnya Daud berkata,  "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan;  sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap."  (Mazmur 90:10).  Menyadari bahwa kesempatan itu sangatlah terbatas, Daud pun berdoa,  "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana."  (Mazmur 90:12).  Jadi tugas kita menemukan kesempata dalam setiap situasi yang ada, sebab jika hidup ini berakhir tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat.  Sesudah mati tidak ada lagi kesempatan untuk berbuat baik bagi diri sendiri atau sesama sehingga raja Salomo menasihati,  "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, kemana engkau akan pergi."  (Pengkotbah 9:10).

Selagi Tuhan memberi kesempatan, gunakan sebaik mungkin supaya tidak ada penyesalan di kemudian hari!

Tuesday, October 25, 2011

TETAP KOKOH BERDIRI MESKI DI TENGAH BADAI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  25 Oktober 2011 -

Baca:  Matius 7:24-27

"Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu."  Matius 7:25

Meski berada di tengah badai persoalan, jika kehidupan rohani kita dibangun di atas pondasi yang kuat, kita akan tetap kokoh berdiri.  Sebaliknya, orang Kristen yag kehidupan rohaninya dibangun di atas pasir akan mudah hancur saat diterpa badai:  stres, frustasi, menyalahkan Tuhan dan lalu meninggalkan Tuhan.

     Membangun di atas batu  (pondasi yang kuat)  artinya mendengarkan firman dan juga melakukan firman itu.  Sedangkan orang yang membangun di atas pasir adalah orang yang mendengarkan firman tetapi tidak melakukannya.  Itulah sebabnya mengapa Tuhan mengijinkan kita berada di  'padang gurun'  atau mengalami badai persoalan, yaitu untuk membuktikan apakah kita sudah tinggal dalam firmanNya atau belum.  Dengan adanya masalah atau badai persoalan kehidupa rohani seseorang akan terlihat kualitasnya.

     Orang Kristen yang hidup dalam firman pasti akan tetap teguh berdiri meski berada di tengah badai, karena ia tahu benar bahwa jika Tuhan mengijinkan hal itu terjadi pasti tidak melebihi kekuatan dan Dia selalu menyediakan jalan ke luar.  Ada tertulis:  "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia.  Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu.  Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."  (1 Korintus 10:13).  Namun jika kehidupan rohani kita dibangun di atas pasir kita akan mudah terhempas ketika badai persoalan datang, karena kita tidak berakar kuat di dalam firman seperti yang dikatakan Ayub,  "Mereka menjadi seperti jerami di depan angin, seperti sekam yag diterbangkan badai."  (Ayub 21:18).  Kita tak ubahnya seperti sekam.  Apa itu sekam?  Sekam adalah kulit padi.  Sekam akan bertebaran ke mana-mana jika diterpa angin karena tidak memiliki berat  (ringan),  tidak berbobot.  Oleh karena itu mari terus melekat kepada Tuhan dan hidup seturut akan firmanNya.  Badai kehidupan boleh terjadi, tetapi bagi setiap orang percaya ada jaminan pertolongan dari Tuhan.

"Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu.  Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus;  Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu."  Yesaya 46:4

Monday, October 24, 2011

TUHAN MENOPANG: Di Segala Perjalanan Hidup Kita!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  24 Oktober 2011 -

Baca:  Ulangan 1:19-33

"dan di padang gurun, di mana engkau melihat bahwa Tuhan, Allahmu, mendukung engkau, seperti seseorang mendukung anaknya, sepanjang jalan yang kamu tempuh, sampai kamu tiba di tempat ini."  Ulangan 1:31

Empat puluh tahun bukanlah waktu yang singkat, tapi begitu lama dan sangat melelahkan.  Itulah yang dialami oleh bangsa Israel:  selama 40 tahun mereka harus melintasi padang gurun itu, mulai dari tanah Mesir sampai ke Kanaan, hanya dalam waktu beberapa hari saja.  Sebuah perjalanan yang tidak mudah karena di padang gurun hampir tidak akan kita jumpai tanaman, kecuali di tempat-tempat tertentu.  Belum lagi perbedaan suhu yang ekstrim antara siang dan malam, serta banyaknya binatang buas yang berkeliaran di padang gurun.  Mengapa bangsa Israel begitu lama berada di padang gurun?  Itu akibat dari ketidakpercayaan bangsa Israel sendiri sehingga Tuhan membiarkan mereka berputar-putar mengelilingi padang gurun tersebut selama 40 tahun hingga generasi pertama dari bangsa itu tidak ada lagi, hanya Kaleb dan Yosua saja dari generasi pertama bangsa itu yang memasuki Tanah Perjanjian.

     Dalam perjalanan hidup ini terkadang kita juga harus mengalami seolah-olah sedang berada di padang gurun.  Tetapi ada hal yang hendak Tuhan sampaikan kepada kita:  "Sebab Tuhan, Allahmu, memberkati engkau dalam segala pekerjaan tanganmu.  Ia memperhatikan perjalananmu melalui padang gurun yang besar ini;  keempat puluh tahun ini Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, dan engkau tidak kekuarangan apa pun."  (Ulangan 2:7).  Di tengah badai kehidupan yang seberat apa pun janganlah sampai kita melupakan segala kebaikan Tuhan.  Pengalaman hidup bangsa Israel ini menjadi bukti nyata betapa sempurna penyertaan Tuhan terhadap mereka.  Namun meskipun berada di padang gurun selama bertahun-tahun bangsa Israel tetap berada dalam pemeliharaan Tuhan, sehingga mereka tidak kekurangan suatu apa pun juga.

     Seringkali ketika permasalah datang menerpa hidup ini kita bertanya:  di manakah Tuhan?  Kita merasa Tuhan tidak mempedulikan kita dan membiarkan kita bergumul sendirian.  Akibatnya kita menjadi lemah dan tak berdaya.  Ibarat sebuah bangunan,  'rumah rohani'  kita hancur berkeping-keping dan tinggal puing-puing berserakan.  Mengapa bisa terjadi? 

Sesungguhnya ada banyak orang percaya yang tetap kuat dan mampu bertahan di tengah persoalan.

Sunday, October 23, 2011

PENTINGNYA KERENDAHAN HATI DALAM DOA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  23 Oktober 2011 -

Baca:  Mazmur 34

"Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya."  Mazmur 34:19

Petrus menasihati dalam 1 Petrus 5:5b-6,  "Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab:  'Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.'  Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya."  (1 Petrus 5:5b-6).

     Penting bagi setiap orang percaya memiliki kerendahan hati.  Perhatikan sikap dari seorang Farisi saat ia datang kepada Tuhan.  Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini:  "Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;  aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku."  (Lukas 18:11-12).  Orang Farisi tersebut datang kepada Tuhan tanpa kerendahan hati, ia memamerkan kebenaran dan kesucian hidupnya.  Siapakah kita ini di hadapan Tuhan, sehingga kita bersikap tinggi hati?

     Jangan pernah membanggakan diri oleh karena kita kaya, terpandang, sudah menjadi Kristen selama bertahun-tahun atau sudah melayani Tuhan.  Semuanya itu tidak boleh menjadi alasan untuk merasa sombong atau bermegah di hadapan Tuhan.  Ayat nas di atas menyatakan bahwa Tuhan begitu dekat dengan orang-orang yang memiliki hati hancur.  Inilah wujud kerendahan hati yang benar:  hati yang hancur disertai dengan linangan air mata, lalu tersungkur di bawah kaki Tuhan Yesus, memohon belas kasih dan kemurahanNya.  Hati yang hancur adalah suatu korban yang menyenangkan hati Tuhan;  tak ada sesuatu yang lebih berharga di mata Tuhan kecuali hati yang hancur.  Orang-orang yang patah, jiwa yang remuk, hati yang benar-benar merindukan Tuhan adalah modal bagi Tuhan untuk menjadikan mereka alat yang berguna bagi kemuliaanNya, karena hati yang hancur  (kerendahan hati)  adalah syarat yang penting untuk menghampiri Tuhan.  Dan doa yang dinaikkan kepada Tuhan dengan hati yang hancur selalu didengar dan dijawab oleh Tuhan.  Oleh karena itu jangan keraskan hatimu!

Tuhan Yesus sendiri juga banyak mencucurkan air mata dalam doaNya seperti tertulis:  "Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia,..."  (Ibrani 5:7).

Saturday, October 22, 2011

PENTINGNYA KERENDAHAN HATI DALAM DOA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  22 Oktober 2011 -

Baca:  Yakobus 4:1-10

"Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu."  Yakobus 4:3

Pernahkah doa Saudara tidak dijawab oleh Tuhan?  Sebagian besar dari kita pasti akan menjawab,  "Wah, sudah tak terhitung banyaknya doa saya tidak dijawab oleh Tuhan."  Dan ujung dari semua itu adalah kita menjadi kecewa dan kemudian menyalahkan Tuhan.  Namun jarang sekali kita mau mengevaluasi diri mengapa doa kita sampai tidak dijawab oleh Tuhan, tidak pernah mengintrospeksi diri kita mengapa doa kita itu tidak dijawabNya.

     Ternyata sikap seseorang dalam berdoa juga sangat menentukan apakah doanya akan dijawab atau tidak oleh Tuhan.  Bila kita memiliki sikap hati yang benar dalam berdoa, apa saja yang kita minta dari Tuhan dalam nama Yesus Kristus, kita pasti akan menerimanya.  Kita harus ingat bahwa berdoa itu bukan hanya mengucapkan perkataan-perkataan yang teratur di hadapan Tuhan, melainkan suatu pernyataan dari tubuh, jiwa dan roh kita kepada Tuhan.  Hal ini berkenaan dengan hati kita.  Kita harus menyadari bahwa sesungguhnya Tuhan memandang hati kita,  "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;  manusia melihat apa yang ada di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati."  (1 Samuel 16:7b), sebab suatu doa yang keluar dari dasar hati yang benar, walau diucapkan hanya dengan sederhana atau hanya melalui linangan air mata, akan sampai ke telinga Tuhan dan Dia pasti bertindak.

     Ada tertulis:  "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi."  (Matius 5:5).  Kata lemah lembut ini berbicara tentang kerendahan hati.  Kerendahan hati dapat diartikan sebagai kemurnian atau kelemahlembutan.  Dalam bahasa Yunani kerendahan hati dituliskan dengan kata  'praios'  yang berarti juga lemah lembut, bisa diartikan seseorang yang memiliki penyerahan atau ketergantungan total kepada Tuhan.  Rasul Paulus juga menulis bahwa kerendahan hati atau kelemahlembutan adalah salah satu dari buah Roh.  Mengapa kita harus memiliki kerendahan hati?  Firman Tuhan menegaskan,  "Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan."  (Amsal 18:12).

Kerendahan hati adalah syarat yang mutlak yang Tuhan tetapkan untuk setiap orang yang rindu doa-doanya beroleh jawaban, sebab pintu hati Tuhan terbuka bagi orang-orang yang memiliki kerendahan hati.

Friday, October 21, 2011

MENJADI PENDOA SYAFAAT: Tugas yang Sangat Mulia!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  21 Oktober 2011 -

Baca:  Kolose 1:1-14

"Sebab itu sejak waktu kami  (Paulus dan rekan)  mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu."  Kolose 1:9a

Doa syafaat adalah doa yang dinaikkan oleh seorang anak Tuhan atau hamba Tuhan untuk kepentingan orang lain.  Dalam berdoa syafaat orang berdiri sebagai imam-imam Tuhan untuk kepentingan orang lain.  Tuhan Yesus adalah figur seorang pendoa syafaat sejati.  Yohanes pasal 17 adalah doa yang dinaikkan oleh Tuhan Yesus kepada Bapa di sorga untuk murid-muridNya  (orang percaya)  sebelum Ia terpisah dari dunia ini.  Ayat nas di atas juga menunjukkan bahwa rasul Paulus adalah seorang pendoa syafaat.  Kepada jemaat di Kolose Paulus menyatakan,  "...kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu.  Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidupmu layak di hadapanNya serta berkenan kepadaNya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah,"  (ayat 9-10).

     Berdoa syafaat adalah wujud nyata tali pengikat yang kuat diantara sesama anak Tuhan.  Mendoakan orang lain dan sesama saudara seiman adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya.  Namun menjadi seorang pendoa syafaat adalah tidak mudah karena tidak semua orang mau berdoa untuk orang lain.  Adalah lebih mudah berdoa untuk diri sendiri.  Itulah sebabnya banyak orang Kristen kurang memahami dan menyadari arti doa syafaat sehingga mereka pun menolak dan menghindarkan diri dari berdoa syafaat.  Berdoa untuk diri sendiri adalah hal yang biasa, tetapi berdoa untuk orang lain adalah luar biasa.

     Alkitab menyatakan bahwa semua anak Tuhan harus melakukan doa syafaat:  berdoa untuk keselamatan orang lain, kesembuhan saudara seiman yang sakit, berdoa untuk bangsa dan negara, berdoa untuk para hamba Tuhan dan sebagainya.  Terlebih lagi para hamba Tuhan harus banyak berdoa untuk setiap anggota jemaatnya.  Tetapi untuk menjadi seorang pendoa syafaat kita harus hidup dalam kekudusan karena Tuhan adalah kudus;  maka hendaknya kita juga kudus dalam seluruh aspek kehidupan kita  (baca  1 Petrus 1:14-16).

Hanya orang-orang yang hidup dalam kekudusan dan yang memiliki kekariban dengan Tuhan yang akan berdiri sebagai imam-imam Tuhan dan berdoa bersyafaat untuk keselamatan orang lain.

Thursday, October 20, 2011

TERLALU SIBUK: Tidak Ada Waktu Untuk Berdoa!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  20 Oktober 2011 -

Baca:  Matius 9:35-38

"Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa;  Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan."  Matius 9:35

Saat berada di bumi Tuhan Yesus tidak pernah berhenti untuk bekerja.  Dia berkata,  "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga."  (Yohanes 5:17).  Alkitab pun menyatakan bahwa Yesus datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani semua orang  (baca  Matius 20:28).  Ayat nas di atas menunjukkan betapa sibuknya Yesus melayani jiwa-jiwa;  Ia berjalan berkeliling ke semua kota dan desa sambil mengajar, memberitakan Injil serta menyembuhkan segala penyakit.  Demikian sibuknya sampai-sampai Yesus tidak mempunyai tempat untuk sekedar meletakkan kepalaNya  (baca  Matius 8:20).  Walaupun demikian Yesus tidak pernah mengabaikan jam-jam doa;  Ia selalu mempunyai waktu untuk berdoa.  Di waktu pagi sebelum fajar merekah Yesus bangun dan mengasingkan diriNya untuk berdoa  (baca  Markus 1:35), bahkan pada waktu malam Ia juga mencari tempat yang sunyi senyap untuk berdoa sepanjang malam  (Baca  Lukas 6:12). 

     Ada peribahasa yang mengatakan,  'Time is money'.  Banyak orang yang sangat memperhitungkan waktunya secara mendetil.  Waktu yang ada sebisa mungkin dipergunakan sebaik-baiknya.  Bagi mereka, membuang waktu sama artinya kehilangan keuntungan;  semua diukur dengan uang.  Dari sekian waktu yang digunakan untuk bekerja  (mencari uang), adakah yang mereka gunakan untuk berdoa dan mencari hadirat Tuhan?  Tak terkecuali orang Kristen dan mungkin para hamba Tuhan terlalu disibukkan dengan banyak pekerjaan dan juga jadwal pelayanan, sehingga malah tidak punya waktu untuk berdoa.  Kita bisa menyediakan waktu berjalan-jalan dengan keluarga, menyalurkan hobi memasak dan berkebun, berolahraga, nonton konser musik dan lain-lain, tetapi kita sulit menyediakan waktu untuk berdoa 1 jam sama.  Untuk perkara-perkara rohani kita tidak bisa mengatur dan membagi waktu!  Tapi untuk perkara-perkara duniawi  (daging), apa pun itu pasti kita sempat-sempatkan.  Sibuk!  Sibuk!  Itu yang kita katakan.  Kita tidak ada waktu untuk berdoa.  Iblis akan bersorak-sorai bila kita melalaikan doa.  Semakin kita meninggalkan doa semakin mudah Iblis menghancurkan hidup kita.

Jangan hanya berdoa saat dalam masalah saja, tapi berdoalah setiap waktu!

Wednesday, October 19, 2011

DOA PRIBADI: Sebagai Kebutuhan Utama

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  19 Oktober 2011 -

Baca:  Markus 1:35-39

"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar.  Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana."  Markus 1:35

Sebagai orang percaya, terlebih lagi kita yang sudah terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, pasti dengan sendirinya juga memiliki doa pribadi di rumah setiap hari.  Bukankah demikian?  Kenyataannya masih banyak dari kita yang kurang menyadari betapa pentingnya doa itu.  Selama kita belum menjadikan doa sebagai kebutuhan utama kita seperti makan, minum, tidur atau bekerja, kita belum memiliki kehidupan doa.  Rahasia kehidupan seorang Kristen yang berhasil dan diberkati adalah memiliki doa pribadi setiap hari.  Doa pribadi bukan hanya berlaku bagi para hamba Tuhan atau pengerja gereja namun untuk semua orang Kristen tanpa terkecuali.  Doa pribadi bukanlah suatu kewajiban agama, tetapi harus menjadi bagian hidup kita yang terus-menerus mengalir seperti sungai.  Tidak ada orang yang terlalu pintar, terlalu payah, terlalu susah atau terlalu repot yang tidak dapat melakukan doa secara pribadi.

     Tuhan Yesus mengajar agar kita melakukan doa pribadi dengan cara demikian:  "...masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.  Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."  (Matius 6:6), dan bertekun di dalam doa sampai kita menerima apa yang kita butuhkan.  Tertulis:  "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya?  Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?"  (Lukas 18:7).  Keberhasilan Rasul Paulus menjungkirbalikkan dunia dengan Injil bukanlah karena kepintarannya, tapi karena kekuatan doanya.  Itulah sebabnya Rasul Paulus menasihati,  "Tetaplah berdoa."  (1 Tesalonika 5:17).

     Sudahkah kita memiliki kehidupan doa secara pribadi setiap hari dan melakukannya dengan penuh ketekunan?  Masihkah kita ogah-ogahan berdoa dan merasa tidak yakin dengan doa kita sendiri, sehingga selalu berharap kepada pendeta atau hamba Tuhan besar yang berdoa bagi kita?  Ataukah kita mengucapkan doa dengan sungguh hanya saat berada di gereja, sedangkan saat di rumah kita lebih banyak berada di depan televisi atau tidur mendengkur?  Kemalasan kita dalam berdoa adalah akar dari segala kelemahan dan kegagalan kita. 

Jika kita ingin menerima yang baik dari Tuhan dan rindu dipakaiNya secara luar biasa, kita harus meningkatkan intensitas doa kita!

Tuesday, October 18, 2011

PENGENALAN AKAN TUHAN: Menyadari Panggilan Kita!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  18 Oktober 2011 -

Baca:  Hosea 6:1-6

"Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran."  Hosea 6:6

Memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan adalah sangat penting bagi orang percaya, karena tanpa pengenalan yang benar akan Tuhan iman kita tidak akan bertumbuh.  Memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan membuat kita semakin memahami rencana-rencanaNya dan juga keberadaan kita di dalam Dia.  Oleh karena itu rasul Paulus berdoa untuk jemaat di Efesus:  "...meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar."  (Efesus 1:17).  Itulah yang disukai dan dirindukan Tuhan.

     Mengenal Tuhan berbeda dengan sekedar tahu akan Tuhan.  Dalam pengenalan akan Tuhan terkandung suatu hubungan yang erat, penyerahan diri penuh dan juga kepercayaan.  Semakin kita mengenal Tuhan semakin kita memahami panggilan Tuhan, dan semakin menyadari keberadaan kita di hadapanNya.  Tuhan berkata,  "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan aku ini mengasihi engkau,..."  (Yesaya 43:4a).  Pengenalan akan Tuhan membuat kita dapat mengerti panggilanNya sehingga kita sadar betapa mulianya bagian yang ditentukan Tuhan bagi kita.  Namun ada banyak orang percaya yang belum menyadari bagian yang mulia yang disediakan Tuhan bagi mereka, karena tidak mengerti panggilan Tuhan di dalam hidupnya.  Panggilan berbeda dari karunia, karena panggilan berbicara tentang suatu tempat atau posisi di mana kita berada yang dikehendaki oleh Tuhan.  Alkitab menyatakan,  "Dahulu memang kamu hamba dosa,... Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran."  (Roma 6:17b-18).  Tuhan memanggil kita sebagai hambaNya, bukan hamba dosa, melainkan menjadi hamba kebenaran.  Salah satu ciri hamba adalah tidak punya hak berbicara, hanya tunduk dan wajib menaati segala perintah tuannya.

     Sebagai umat yang telah dimerdekakan dari dosa, kita wajib hidup dalam kebenaran, tidak lagi hidup menurut keinginan daging.  Dikatakan,  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).  Sudahkah kita menjadi hamba-hamba Tuhan yang taat dan mengabdikan hidup sepenuhnya bagi Tuhan?

Paulus berkata,  "Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus."  Galatia 1:10c

Monday, October 17, 2011

SARA: Tuhan Tak Pernah Mengecewakan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  17 Oktober 2011 -

Baca:  Kejadian 12:10-20

"dan ketika punggawa-punggawa Firaun melihat Sarai, mereka memuji-mujinya di hadapan Firaun, sehingga perempuan itu dibawa ke istananya."  Kejadian 12:15

Sejak dari semula Tuhan memiliki rencana yang indah atas kehidupan Sara.  Dia merancang kehidupan Sara begitu istimewa:  dianugerahi kecantikan yang luar biasa dan menjadi isteri Abraham, seorang yang dipilih Tuhan untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa;  bahkan kecantikan Sara tidak luntur di usianya yang sudah lanjut sehingga Abraham pun merasa was-was saat memutuskan untuk pergi ke Mesir.  Tertulis,  "Memang aku tahu, bahwa engkau adalah perempuan yang cantik parasnya.  Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan berkata:  Itu isterinya.  Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup."  (ayat 11-12).

     Sedemikian cantiknya, sampai-sampai Firaun berniat untuk meminang Sara;  dan Abraham mengkompromikan hal ini.  Sesungguhnya hati Sara begitu pilu ketika Abraham, suami yang sangat ia sayangi dan percayai dalam hidupnya, tega  'menjualnya'  pada Firaun.  Dari  'transaksi'  ini Abraham  "...mendapat kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta."  (ayat 16).  Hal ini menunjukkan betapa Abraham lebih mementingkan dirinya sendiri daripada menjaga perasaan isterinya.

     Bagaimana pun juga Abraham adalah manusia biasa, yang bisa saja membuat kesalahan dan juga mengecewakan.  Namun ada satu Pribadi yang tidak pernah mengecewakan yaitu Tuhan.  Itulah sebabnya firman Tuhan mengingatkan,  "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?"  (Yesaya 2:22).  Tidak ada janji yang tidak ditepatiNya!  Alkitab menyatakan,  "Tetapi TUHAN menimpakan tulah yang hebat kepada Firaun, demikian juga kepada seisi istananya, karena Sarai, isteri Abram itu."  (Kejadian 12:17).  Tuhan memberi tulah tersebut bukan sekedar untuk menghukum Firaun.  Bisa dikatakan bahwa Firaun merupakan korban ketidakjujuran Abraham.  Tuhan memberi tulah tersebut juga bukan sekedar untuk mengembalikan Sara pada Abraham, sebab Dia tidak membenarkan perbuatan suami yang  'menjual'  isterinya.  Tuhan memberi tulah tersebut untuk menunjukkan tidak ada rencanaNya yang gagal.

Tuhan yang menjanjikan keturunan kepada Sara adalah Tuhan yang tidak pernah mengecewakan, sekali pun orang yang paling kita kasihi mengecewakan.  (NK)

Sunday, October 16, 2011

HAL YANG TIDAK MENYENANGKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  16 Oktober 2011 -

Baca:  Mazmur 54

"Sesungguhnya, Allah adalah penolongku;  Tuhanlah yang menopang aku."  Mazmur 54:6

Saudara pernah mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan?  Semua orang tanpa terkecuali pasti pernah merasakan hal-hal yang tidak menyenangkan.  Pertengkaran dalam rumah tangga, diputus oleh pacar, tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah, ditolak saat melamar pekerjaan, diusir dari kontrakan karena tidak bisa bayar ketika jatuh tempo, terbaring sakit dan sebagainya adalah contoh hal-hal yang tidak menyenangkan.  Suatu saat Tuhan ijinkan kita melewati masa-masa sukar dalam hidup ini.  Perkara yang tidak enak itu bisa saja datang dari keluarga, teman, rekan pelayanan, pekerjaan dan lain-lain.  Bagaimana reaksi kita menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut?  Biasanya kita langsung naik pitam  (marah), stress, kecewa, sedih, putus asa, menyalahkan Tuhan dan lalu meninggalkan Dia.

     Daud pun tak luput dari situasi-situasi yang tidak menyenangkan.  Daud harus tinggal di padang gurun atau di tempat-tempat perlindungan karena dikejar-kejar oleh Saul yang hendak membunuhnya.  Tertulis:  "Ia tinggal di pegunungan, di padang gurun Zif.  Dan selama waktu itu Saul mencari dia, tetapi Allah tidak menyerahkan dia ke dalam tangannya."  (1 Samuel 23:14b).  Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Daud pada waktu itu:  takut, cemas, kuatir, was-was berkecamuk jadi satu.  Namun, Yonatan sahabatnya menguatkan Daud  (baca  1 Samuel 23:17).  Inilah yang mendasari Daud menuangkan gejolak hatinya dalam Mazmur 54 ini.  Seru Daud,  "Ya Allah, selamatkanlah aku karena nama-Mu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaan-Mu!  Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!"  (Mazmur 54:3-4).

     Ketika mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan marilah kita belajar untuk menguatkan hati kepada Tuhan.  Berhentilah untuk mengeluh dan menyalahkan Tuhan.  Stop memperkatakan hal yang negatif karena ini adalah siasat yang digunakan Iblis untuk menghancurkan dan melemahkan iman kita.  Hal-hal yang tidak menyenangka bisa terjadi oleh karena kesalahan kita atau karena Tuhan hendak melatih dan mendewasakan iman kita.

Daud sadar masalah yang ia alami adalah bagian rencana Tuhan;  Dia sedang memproses dan mempersiapkan dirinya menjadi seorang pemimpin!

Saturday, October 15, 2011

BUKTIKAN KALAU SAUDARA MENGASIHI TUHAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  15 Oktober 2011 -

Baca:  Yohanes 14:15-24 

"Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia."  Yohanes 14:23

Sebagai orang percaya kita pasti akan tersinggung dan marah jika ada yang mengatakan,  "Kamu tidak mengasihi Tuhan!"  Dengan berbagai alasan kita akan menegaskan bahwa kita ini sangat mengasihi Tuhan, plus menyertakan  'bukti-bukti'  untuk menunjukkan bahwa kita benar-benar mengasihi Tuhan:  "Aku sudah melayani Tuhan sebagai guru sekolah Minggu, Worship Leader, singer, tim penginjilan, tim musik di gereja, aktif di persekutuan-persekutuan doa, donatur gereja."  dan sebagainya.  Bukankah ini sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa kita mengasihi Tuhan?

     Tidak sedikit orang Kristen terlibat dalam pelayanan bukan karena ia mengasihi Tuhan, tapi karena ada motivasi lain di balik itu:  ingin mencari nama  (popularitas)  diri sendiri, uang, rutinitas atau juga karena terpaksa.  Ada tertulis:  "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku."  (Matius 15:8).  Mengasihi Tuhan tidaklah cukup hanya sekedar diucapkan atau sebatas melalui kegiatan kerohanian yang kita lakukan.  Kita harus membuktikan kasih kita kepada Tuhan melalui perbuatan dan tindakan nyata.  FirmanNya menegaskan,  "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku."  (Yohanes 14:15).

     Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa seseorang mengasihi Tuhan:  1.  Ia bersukacita melakukan firman Tuhan.  Kita menaati firman Tuhan bukan karena terpaksa atau dengan sedih hati, tapi penuh sukacita.  2.  Ia memiliki hubungan yang karib dengan Tuhan.  Jika kita mengasihi seseorang, kita akan menyediakan waktu terbaik untuk dia walau hanya sekedar untuk ngobrol atau jalan-jalan.  Tertulis:  "...Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia."  3.  Ia tetap kuat di tengah pencobaan.  Seberat apa pun masalah yang dialami, sikap hatinya tetap positif karena dia tahu persis bahwa  "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,..."  (Roma 8:28).  4.  Ia memiliki kehidupan dalam kasih.  Dikatakan,  "Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya."  (1 Yohanes 4:21).

Kasih yang berkenan kepada Tuhan bukan sekedar diucapkan di mulut saja, tetapi dibuktikan melalui sikap hidup kita yaitu ketaatan.

Friday, October 14, 2011

ORANG KRISTEN ADALAH TERANG DUNIA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  14 Oktober 2011 -

Baca:  Matius 5:13-16

"Kamu adalah terang dunia.  Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi."  Matius 5:14

Di zaman Tuhan Yesus orang-orang memakai pelita sebagai alat penerangan.  Ada unsur-unsur dalam sebuah pelita yang membuatnya bisa menyala:  harus ada bejana, entah terbuat dari emas, perak atau pun besi, minyak, sumbu dan juga sumber api.  Masing-masing unsur itu melengkapi satu sama lain sehingga menghasilkan cahaya atau terang.  Jika hanya ada sumbu saja tanpa ada bejana atau minyak maka pelita itu tidak akan bisa menyala, bahkan tidak bisa disebut pelita.

     2.  Terang Dunia.  Itulah keberadaan orang percaya, harus bisa menjadi terang bagi dunia.  Dikatakan,  "...orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu."  (Matius 5:15).  Artinya terang dari Tuhan itu tidak boleh ditutupi, disembunyikan, terlebih lagi dipadamkan.  Terang dari Tuhan harus dinyatakan kepada seluruh orang, harus diangkat ke tempat yang lebih tinggi sehingga memberi terang kepada dunia sekitar laksana kota yang letaknya di atas bukit, di mana keberadaannya jelas terlihat dan tidak mungkin disembunyikan.  Itulah keberaaan kita sebagai orang percaya yang adalah terang di tengah kegelapan dunia ini.  Orang lain akan melihat kita dengan jelas.  Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa pelita itu tidak boleh ditaruh di bawah gantang, yang artinya dimatikan, sehingga sama sekali tidak memiliki fungsi sebagai pelita lagi.  Atau ditaruh di bawah tempat tidur, artinya disembunyikan, sehingga pelita itu pun tidak akan bisa menerangi seluruh rumah.

     Hidup kita tidak boleh menjadi hidup yang ditutupi oleh gantang, melainkan harus transparan, sehingga bisa terlihat oleh orang lain.  Alkitab menyatakan,  "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan.  Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran,"  (Efesus 5:8-9).  Menjadi terang berarti hidup kita menjadi kesaksian bagi orang lain.  Kesaksian hidup kita berbicara lebih tajam dari perkataan kita.  Kesaksian hidup kita lebih penting daripada kotbah yang kita sampaikan.  Bila di dalam kita ada Kristus, tanpa harus digembar-gemborkan, orang lain akan tahu dari perbuatan kita.

Sudahkah kita menjadi pelita yang menyala dan menjadi kesaksian yang hidup bagi orang-orang di sekitar kita?

Thursday, October 13, 2011

ORANG KRISTEN ADALAH GARAM DUNIA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  13 Oktober 2011 -

Baca:  Matius 5:13-16

"Kamu adalah garam dunia.  Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?  Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang."  Matius 5:13

Saat mengajar orang banyak terkadang Yesus menggunkan perumpamaan sederhana dengan menggunakan hal-hal yang mudah dipahami oleh orang-orang Yahudi, yaitu sesuatu yang biasa mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari agar mereka dapat menangkap makna kebenaran firman yang disampaikanNya itu lebih jelas lagi.

     Pada suatu kesempatan Yesus menyampaikan dua hal penting yang harus dipahami oleh setiap orang percaya tentang keberadaannya sebagai garam dunia dan terang dunia.  1.  Garam Dunia.  Pulau Madura di Jawa Timur mendapat julukan sebagai pulau garam.  Mengapa?  Karena di pulau ini dihasilkan banyak garam.  Siapa yang tidak tahu garam?  Dapat dipastikan semua orang, besar kecil, tua muda, kaya miskin, di mana pun mereka tinggal, pernah menggunakan dan mengenal rasa garam, sebab garam selalu tersedia di dapur rumah setiap orang.  Mungkin di rumah kita tidak ada mobil, tidak ada AC, tidak ada kulkas, tetapi minimal pasti ada garam.  Benda ini kelihatannya sangat sepele, berharga murah, tetapi sangat dibutuhkan oleh semua orang.

     Apa maksud Tuhan Yesus menyatakan bahwa setiap orang percaya adalah garam dunia?  Pertanyaan Yesus ini adalah sebagai penegasan, bukan himbauan atau perintah, melainkan suatu penegasan bahwa keberadaan orang percaya itu bernilai dan mempunyai fungsi penting bagi lingkungan mereka.  Namun,  "Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?  Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang."  Kita tahu bahwa garam itu baru ada gunanya kalau ada rasa asinnya sehingga makanan yang hambar menjadi berasa, bisa pula membunuh kuman dan mencegah pembusukan.  Namun untuk menjadi garam dunia ada harga yang harus dibayar, diperlukan pengorbanan sebagaimana garam pun mengorbankan dirinya.  Garam harus meleleh, melebur dan tidak terlihat lagi wujudnya, yang tinggal hanya rasanya.  Sanggupkah kita?  Sampai saat ini masih banyak orang Kristen yang belum bisa menjalankan fungsinya sebagai garam dunia karena memiliki hidup yang tak jauh berbeda dari orang-orang di luar Tuhan.

Jika kita tidak bisa menjadi garam dunia atau berkat bagi orang lain, berarti kita telah gagal menjalankan hidup kekristenan kita.

Wednesday, October 12, 2011

UANG DAN KEKAYAAN: Tak Dapat Memuaskan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  12 Oktober 2011 -

Baca:  Pengkotbah 5:7-19

"Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya."  Pengkotbah 5:9a

Banyak orang mengukur dan menilai keberhasilan dan kebahagiaan dengan uang atau kekayaan yang dimiliki.  Bisa dimaklumi, karena dengan memiliki uang seseorang bisa mendapatkan segalanya:  tidur di hotel berbintang, berkeliling dunia, beli rumah di kawasan elite, beli mobil mewah, mendapatkan isteri cantik dan sebagainya.  Apakah dengan uang dan kekayaan orang benar-benar berbahagia dan puas?  Ayat nas jelas menyatakan bahwa  "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tiadak akan puas dengan penghasilannya."

     Orang yang memiliki banyak uang sampai kapan pun tidak akan pernah puas dengan uang yang dimilikinya.  Begitu pula orang kaya, tidak pernah puas akan kekayaannya.  Seringkali kita menganggap bahwa ada hubungan erat antara kepuasan dengan jumlah uang atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.  Kita mengira jika orang mempunyai uang dalam jumlah besar ia akan merasa puas dan berbahagia.  Ketika seseorang mendapatkan gaji 1 juta rupiah/bulan, ia berpikir bahwa hidupnya akan lebih dari cukup dan berbahagia jika gajinya 3 juta rupiah/bulan.  Anggapan ini kelihatannya benar, tapi ketika ia mendapatkan gaji 3 juta rupiah/bulan ia merasakan bahwa masih banyak hal yang tidak bisa dipenuhi dengan gajinya tersebut.  Kita selalu merasa masih kurang dan tidak pernah merasa cukup.

     Bolehkah kita memiliki banyak uang dan menjadi kaya?  Tentu saja setiap orang percaya boleh memiliki banyak uang dan menikmati kekayaan yang diperolehnya, hanya saja dengan cara yang bekenan kepada Tuhan.  Dan jangan sampai kita menjadi tamak akan uang!  Uang dan kekayaan itu sendiri tidak membahayakan, tetapi cinta uang dan kekayaan itulah yang berbahaya,  "Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."  (1 Timotius 6:10b).  Alkitab tidak mengatakan bahwa uang adalah akar segala kejahatan, tetapi cinta uang itu adalah akar segala kejahatan.  Uang adalah baik, tidak jahat, tetapi manusia yang terperangkap ke dalam ketamakan, kikir, iri hati dan sebagainya inilah yang menyimpang dari firman Tuhan, karena saat ini banyak orang ingin cepat kaya dengan cara yang salah.

Sebanyak apa pun harta kita, tidak sepeser pun kita bawa saat kita meninggalkan dunia ini!

Tuesday, October 11, 2011

DUDUK DIAM DI BAWAH KAKI YESUS!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  11 Oktober 2011 -

Baca:  Lukas 10:38-42

"Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya."  Lukas 10:39b

Adalah lebih mudah bagi seseorang untuk tampil di muka, berbicara, tampak sibuk dan dikenal oleh banyak orang, karena hampir semua orang ingin pekerjaannya dipuji dan dihargai oleh orang lain.  Tetapi tidak mudah bagi kita untuk duduk di tempat yang 'rendah' dan mau menjadi seorang pendengar yang baik.

     Inilah yang dilakukan Maria, memilih duduk diam di bawah kaki Tuhan untuk mendengarkan perkataanNya.  Maria menyadari bahwa  "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).  Ini menunjukkan bahwa Maria telah terbiasa merendahkan diri mencari Tuhan dengan sepenuh hati dalam doa, sehingga mudah baginya duduk tenang berjam-jam mendengarkan apa yang Yesus ajarkan.  Berbeda dengan saudaranya, Marta, yang lebih memilih menyibukkan diri sampai-sampai Yesus menegurnya,  "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,"  (ayat 41).  Orang yang senang duduk diam di bawah kaki Tuhan dan mencari wajahNya adalah orang yang tekun berdoa, bukan hanya berdoa untuk kepentingan diri sendiri, tapi juga tipe orang yang terbeban.

     Sesibuk apakah kita sehingga tidak memiliki waktu untuk duduk diam di bawah kaki Tuhan?  Jangankan berdoa syafaat, berdoa untuk diri sendiri saja mungkin kita jarang melakukannya.  Berdoa adalah membangun hubungan dengan Tuhan, sedangkan bersyafaat artinya menghubungkan orang lain dengan Tuhan, atau berdoa untuk kepentingan orang lain.  Mengapa kita harus mendoakan orang lain?  Karena kita ada sebagaimana saat ini juga tidak terlepas dari doa syafaat yang dipanjatkan saudara seiman lainnya.  Yakobus 5:16 mengatakan,  "Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh.  Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."  Jadi Tuhan hanya mendengar doa yang dinaikkan oleh orang benar.  Siapa orang benar itu?  Orang yang hidup dalam ketaatan (melakukan firmanNya).  Ada pun kata dengan yakin berarti percaya dengan sungguh dan tidak ragu.  Alkitab menyatakan bahwa Tuhan  "...melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia."  (2 Tawarikh 16:9a).

Ketekunan Maria dalam doa menghasilkan dampak yang luar biasa:  Tuhan mendengar doanya sehingga Lazarus yang sudah mati selama 4 hari dihidupkan kembali.

Monday, October 10, 2011

JANGAN TAKUT: Tuhan Sanggup Membuka Jalan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  10 Oktober 2011 -

Baca:  Yesaya 43:8-21

"Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya?  Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara."  Yesaya 43:19

Pernahkah Saudara mengalami jalan buntu dalam permasalahan?  Apa yang dilakukan seseorang ketika sedang mengahdapi jalan buntu?  Pada umumnya mereka menjadi putus asa dan cenderung mengandalkan kekuatan lain, baik itu kekuatan manusia atau bahkan lari kepada kuasa gelap, yang penting masalahnya segera mendapatkan jalan keluar.

     Bangsa Israel juga pernah mengalami jalan buntu.  Tatkala keluar dari Mesir untuk menuju tanah Perjanjian, mereka dikejar-kejar pasukan Firaun.  Sementara di depan mereka terbentang Laut Teberau, dari kanan kiri mereka terhimpit gugusan gunung-gunung.  Secara logika, bangsa Israel benar-benar mengalami jalan buntu.  Bangsa Israel yang adalah bangsa pilihan Tuhan juga diijinkan mengalami masalah, oleh karena itu jgangan heran bila kita pun menghadapi masalah meski dalam bentuk berbeda.  Namun Tuhan tidak pernah mengajarkan kita untuk lari dari masalah itu, melainkan berani menghadapinya karena Ia menyertai kita.  "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  (Filipi 4:13).  Saat menghadapi jalan buntu, bangsa Israel menjadi sangat takut, sepertinya mustahil lepas dari kejaran tentara Firaun.  Saat terdesak inilah mereka berseru-seru kepada Tuhan dan Ia menyelamatkan mereka dengan caraNya yang ajaib.  Sungguh benar firmanNya,  "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku."  (Mazmur 50:15).  Milikilah penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan andalkan Dia dalam segala hal.  Jangan menunggu sampai kita berada dalam masalah.  Yakinlah bahwa Tuhan pasti sanggup membuka jalan baru untuk setiap permasalahan yang kita alami.  Reaksi pertama bangsa Israel ketika mengalami jalan buntu adalah ingin kembali ke Mesir.  Mereka berpikir lebih menjadi budak di Mesir daripada harus mati sia-sia di padang gurun.

     Adakalanya kita harus mengalami persoalan.  Bukan berarti Tuhan tidak mengasihi kita, justru Dia ingin membentuk dan melatih iman kita supaya makin berakar kuat di dalamNya.  "...Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."  (Ibrani 12:6).  Masalah justru menjadi alat bagi Tuhan menyatakan kuasaNya atas kita.

Selalu ada jalan buat persoalan kita!

Sunday, October 9, 2011

JEMUKAH KITA MENANTIKAN JANJI TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  9 Oktober 2011 -

Baca:  Mazmur 27

"Nantikanlah Tuhan!  Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu!  Ya, nantikanlah Tuhan!"  Mazmur 27:14

Di sepanjang perjalanan hidup ini kita tak pernah lepas dari kata menanti.  Sepasang suami isteri sedang berdebar-debar menanti kelahiran bayinya;  seorang gadis menantikan kedatangan suami yang lama merantau ke luar negeri dan tak pulang-pulang.  Harus kita akui bahwa menanti adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan sangat membosankan.  Juga dalam hal menantikan janji Tuhan digenapi, banyak orang Kristen yang sudah merasa jemu dan bosan sehingga mereka tidak lagi berharap kepada Tuhan, bukannya menguatkan iman dan bersabar.  Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa janji Tuhan itu ya dan amin"apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh."  (Habakuk 2:3b).  Jadi kita tidak boleh jemu, sebaliknya kita harus tetap sabar dan tekun.  Melalui kesabaran dan ketekunan seseorang akan menerima apa yang telah dijanjikanNya sebab segala sesuatu yang dijanjikan Tuhan yang telah dijanjikanNya sebab segala sesuatu yang dijanjikan Tuhan itu tidak terlambat;  Tuhan memberkati tepat pada waktuNya. 

     Mari belajar dari kehidupan Kaleb.  Ketika menerima janji Tuhan melalui Musa, Kaleb berusia 40 tahun dan akhirnya janji Tuhan itu digenapi ketika Kaleb berusia 85 tahun.  Kita tahu bahwa 45 tahun bukanlah waktu yang pendek melainkan sangat panjang.  Namun dalam kurun waktu yang cukup lama ini Kaleb tidak pernah putus asa, apalagi sampai undur dari Tuhan, tetap sungguh-sungguh dan sepenuh hati melayani Tuhan.  Kaleb begitu sabar dan tekun sampai janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya.

     Sudah berapa lama Saudara berdoa meminta sesuatu dari Tuhan?  Seringkali ketika belum ada tanda jawaban dari Tuhan kita sudah tidak lagi bertekun;  ketika permohonan kita belum dijawab Tuhan kita undur dan kecewa, lalu kita mulai mengandalkan kekuatan sendiri untuk mencapai apa yang kita inginkan.  Dikatakan,  "Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya."  (Habakuk 2:4).  Maunya segala sesuatu kita dapatkan secara cepat atau instan tanpa mau melewati proses yang panjang.  Di zaman sekarang ini jarang sekali orang mau sabar dan tekun.  Tetapi Tuhan menghendaki agar kita senantiasa sabar dan tekun dalam menantikan janjiNya. 

Waktu Tuhan adalah yang terbaik, karena itu tetaplah sabar dan tekun menantikan Dia!

Saturday, October 8, 2011

JANGAN SEDIH HATI, BERGEMBIRALAH!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  8 Oktober 2011 -

Baca:  Amsal 17

"Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."  Amsal 17:22

Dalam versi The Amplified Bible ayat nas di atas berbunyi demikian:  "Hati yang gembira adalah obat yang manjur dan pikiran yang ceria memberikan kesembuhan."  Ternyata hati yang gembira dan pikiran yang ceria  (positif)  bisa menjadi obat yang mujarab dan menyembuhkan.  Karena itulah rasul Paulus juga menasihati jemaat di Filipi,  "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan!  Sekali lagi kukatakan:  Bersukacitalah!"  (Filipi 4:4).

     Mengapa kita harus bersukacita senantiasa?  Karena dengan bersukacita hati kita akan tetap terjaga dalam kondisi yang baik sehingga pikiran dan perkataan kita pun akan positif,  "karena yang diucapkan mulut meluap dari hati."  (Matius 12:34b).  Kapan Saudara memiliki hati yang gembira?  Ketika hutang-hutangku sudah terbayar lunas, hati jadi gembira;  hatiku bergembira kala melihat anak-anak tumbuh dengan sehat dan pintar;  hatiku bergembira karena aku lulus dengan nilai memuaskan dan diterima di sekolah favorit.  Bergembira saat kita mengalami dan merasakan hal-hal yang menyenangkan, itu wajar.  Bagaimana jika kita sedang menghadapi masalah, terbaring lemah karena sakit, dapatkah hati kita bergembira?

     Banyak cara dilakukan orang untuk menjaga hatinya agar bergembira, salah satunya adalah dengan mendengarkan musik.  Ketika kita mendengarkan musik kita turut bersenandung dan hati pun terhibur.  Jika kita memiliki hati yang gembira tugas yag berat pun terasa ringan untuk dikerjakan, sepertinya ada energi baru yang mengalir.  Sebaliknya jika hati kita suntuk, sedih dan stres, seringan apa pun pekerjaan, terasa berat untuk dikerjakan.  Kita menjadi lemah dan tak berdaya.  Mana yang Saudara pilih:  terus menggerutu dengan muka masam selama menghadapi masalah, atau menghadapi masalah dengan hati tetap gembira?  Jika hati kita semakin gembira kita akan menjadi semakin sehat.  Bahkan di dalam Amsal 15:13 dikatakan:  "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat."  Ternyata selain menjadi obat yang manjur, hati yang gembira membuat muka kita menjadi berseri-seri, dan orang lain pun akan senang melihatnya.

     Mari belajar tetap bergembira di segala keadaan sehingga orang di sekeliling kita juga terkena dampak positifnya.  Belajarlah menikmati apa pun yang sedang kita kerjakan dan alami.

Yakinlah bahwa kita tidak sendirian, ada Yesus yang selalu peduli.

Friday, October 7, 2011

MEMILIKI HATI HAMBA: Mau Merendahkan Hati dan Melayani

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  7 Oktober 2011 -

Baca:  Markus 9:33-37

"Kata-Nya kepada mereka  (para murid):  'Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.'"  Markus 9:35

Ada suatu tradisi atau adat bangsa Yahudi yang dapat kita jadikan pelajaran yang baik dan berharga, di mana biasanya seorang hamba dalam keluarga harus membasuh kaki para tamu tuannya.

     Membasuh kaki adalah tugas dan pekerjaan seorang hamba.  Pantaskah jika tugas ini dilakukan oleh seorang raja atau tuan?  Seorang raja biasanya hanya duduk di atas singgasana, memerintah rakyatnya dan dilayani para hamba.  Adalah mustahil raja mau turun melakukan pekerjaan yang layak dilakukan oleh seorang hamba  (budak), apalagi sampai membasuh kaki seseorang.  Tetapi inilah yang dilakukan oleh Yesus, Raja di atas segala raja, Putera Tunggal Allah, yang  "...telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia."  (Filipi 2:7).  Yesus rela turun ke bumi mengambil rupa seorang hamba dengan membasuh kaki murid-muridNya.  "Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya.  Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-muridNya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya."  (Yohanes 13:4-5).  Dalam hal ini Yesus memberikan satu teladan hidup supaya setiap orang percaya memiliki kerendahan hati dan mau melayani satu sama lain.  Apa yang dilakukan Yesus ini menjadi suatu peringatan bagi kita agar mau melakukan pekerjaan yang diangap paling hina oleh orang lain, tetapi di hadapan Tuhan pekerjaan itu sangat berarti.  Tuhan Yesus berkata,  "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;"  (Matius 20:26b-27).

     Jadi kita ini adalah hamba yang bertugas melayani, bukan dilayani.  Saat ini banyak orang yang sudah dipakai Tuhan sebagai alatNya dan berhasil di dalam pelayanannya justru tidak lagi memiliki  'hati hamba', sebaliknya justru menjadi sombong dan semakin tinggi hati.  Mereka lebih mempertahankan harga dirinya dan menganggap diri lebih dari orang lain.  Inikah yang diajarkan Yesus?  Ia mengajar kita untuk selalu ingat siapa sebenarnya diri kita di hadapanNya.

Jika sampai saat ini kita dipercaya melayani Tuhan, bahkan dengan karunia atau talenta yang luar biasa, itu semata-mata karena anugerahNya, bukan karena kuat dan gagah kita!

Thursday, October 6, 2011

MEMBANGUN IMAN DENGAN ORANG TERDEKAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  6 Oktober 2011 -

Baca:  Mazmur 119:57-64

"Aku  (Daud - Red.)  bersekutu dengan semua orang yang takut kepada-Mu, dan dengan orang-orang yang berpegang pada titah-titahMu."  Mazmur 119:63

Alkitab mencatat bahwa Abraham adalah orang yang sangat kaya dan diberkati Tuhan.  Janji Tuhan yang mengatakan,  "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur;  dan engkau akan menjadi berkat."  (Kejadian 12:2)  benar-benar tergenapi dalam kehidupan Abraham.  Saat Abraham meninggalkan negerinya,  "...Lot pun ikut bersama-sama dengan dia;"  (Kejadian 12:4).

     Keberadaan Abraham benar-benar membawa dampak luar biasa bagi kehidupan Lot.  Abraham menjadi berkat bagi Lot.  Karena mengikuti Abrahamlah Lot turut diberkati dan memiliki banyak harta;  ini merupakan anugerah Tuhan oleh karena Abraham.  Semua berkat yang Lot terima adalah karena kedekatannya dengan Abraham.  Lot bukanlah orang pilihan Tuhan seperti Abraham, namun Lot bisa menikmati kekayaan dan berkat Tuhan karena dia tinggal dekat dengan Abraham.  Dampak kekariban Abraham dan Tuhanlah yang menyebabkan semua orang yaang ada bersama dengannya turut diberkati.  Namun keputusan Lot berpisah dari Abraham adalah awal kehancurannya.  Seluruh kekayaan Lot turut musnah terbakar bersama kota Sodom dan Gomora yang dibumihanguskan Tuhan;  isterinya pun menjadi tiang garam.

     Melalui Lot ini kita dapat belajar bahwa dengan siapa kita membangun hubungan akan menentukan hari depan kita.  Kesalahan dalam menentukan pertemanan akan mempengaruhi kehidupan rohani kita.  Pemazmur menasihatkan agar orang percaya  "...tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, ...tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan ...tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,"  (Mazmur 1:1), karena  "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33b).  Kita harus membangun pergaulan dengan orang-orang yang sama-sama haus dan lapar akan Tuhan.  Bukan berarti kita tidak boleh bergaul dengan orang-orang dunia, tapi untuk membangun manusia roh, kita membutuhkan rekan-rekan yang lebih rohani.  Pergaulan kita akan menyatakan siapa kita sebenarnya.  Daud memilih bersekutu dengan orang-orang yang tahut akan Tuhan  (ayat nas)  sehingga imannya terbangun;  ketika lemah ada yang menguatkan, ketika mulai menyimpang dari firman ada yang menegur.

Milikilah hubungan karib dengan orang-orang yang mengasihi Tuhan supaya iman kita semakin kuat!

Wednesday, October 5, 2011

MELEKAT PADA TUHAN: Syarat Utama Berbuah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  5 Oktober 2011 -

Baca:  Yohanes 15:1-8

"Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur,..."  Yohanes 15:4b

Pohon dan ranting atau carang merupakan simbol dari hubungan yang erat.  Carang tidak akan mungkin hidup, apalagi menghasilkan buah, jika tidak menyatu dengan pokoknya.  Pokok menjadi sumber utama dan tempat hidup bagi carang.  Demikian pula hubungan orang percaya dengan Kristus, dapat bertumbuh dan menghasilkan buah hanya jika melekat kepada Tuhan,  "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."  (ayat 5b).  Jadi Tuhan Yesus Kristus adalah sumber hidup bagi kita, dan di luar Kristus kita tidak akan hidup alias mati.

     Tuhan menghendaki kehidupan orang percaya adalah kehidupan yang berbuah dan itu adalah proses.  Dalam dunia pertanian ada istilah yang disebut dengan pemangkasan.  Ada pun tujuan pemangkasan adalah untuk menyingkirkan daun dan carang kering yang tidak berguna atau berpenyakit yang dapat mengurangi kemampuan pohon untuk berbuah.  Oleh karena itu kita harus mengijinkan Tuhan membentuk kita, karena Dia memanggil kita untuk dijadikan  'orang-orang yang berbeda'  dan untuk melakukan perkara yang besar bersama Dia.  Firman Tuhan adalah alat untuk membentuk kita:  sebagai gunting pemangkas sifat dan kebiasaan buruk kita yang menghalangi kita berbuah.  Tertulis:  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).  Orang Kristen yang sudah mengalami proses pemangkasan akan meghasilkan buah.  Memang, dipangkas berarti sakit dan terluka, tapi semua itu mendatangkan kebaikan bagi kita,  "Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat;  Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula."  (Ayub 5:18).

     Ada pun buah yang dimaksud pada renungan hari ini adalah karakter Kristiani atau disebut pula dengan sembilan buah-buah Roh  (Galatia 5:22-23).  Buah Roh bersifat utuh  (tunggal)  tetapi memiliki sifat yang berbeda.  Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk mementingkan salah satu atau beberapa sifat tertentu dan menolak sifat lainnya dengan alasan apa pun.  Dalam arti lain, buah yang dihasilkan dapat pula mengacu pada jiwa-jiwa baru yang dibawa keapda Tuhan  (baca  Filipi 1:22).

Jika kita tinggal di dalam Kristus, Ia juga akan tinggal di dalam kita, artinya Ia akan memimpin dan menuntun hidup kita.

Tuesday, October 4, 2011

PENDERITAAN: Ujian Menuju Keberkatan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  4 Oktober 2011 -

Baca:  Ayub 7

"Bukankah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan?"  Ayub 7:1

Sejak jatuh dalam dosa manusia harus menanggung akibatnya:  terusir dari taman Eden dan harus mengalami penderitaan serta kesulitan.  Namun di balik penderitaan yang harus dialami oleh manusia akibat dosa tercipta kesempatan bagi Allah untuk menyatakan kasih dan karyaNya yang agung melalui Yesus Kristus.  "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."  (Yohanes 3:16).  Yesus Kristus rela menderita di atas kayu salib demi menebus dosa umat manusia.  Dan karena ketaatannya melakukan kehendak Bapa sampai mati di kayu salib itu Yesus beroleh peninggian.  Dikatakan,  "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,"  (Filipi 2:9).  Di balik penderitaan ada kemuliaan!

     Kita harus memahami bahwa setiap masalah atau penderitaan yang terjadi dalam hidup ini pada dasarnya mendatangkan kebaikan bagi diri kita.  Begitu pula karakter yang ada dalam diri seseorang  (ketaatan, ketekunan, kesetiaan, iman dan sebagainya)  dikembangkan melalui proses ujian dan penderitaan.  Selama kita hidup tak henti-hentinya kita akan diuji dan diproses seperti tanah liat di tangan Penjunan.  "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."  (Yeremia 18:4).  Jadi sadarilah bahwa setiap saat kita berada dalam perhatian dan pengawasanNya.

     Mengapa Tuhan tidak pernah berhenti menguji kita?  Tuhan hendak mengetahui sejauh mana kesetiaan dan ketekunan kita mengiring Dia.  Banyak orang tidak tahan saat berada dalam ujian dan akhirnya berubah sikap terhadap Tuhan:  tidak lagi setia beribadah, tidak lagi tekun berdoa dan tidak lagi menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam hidupnya.

Untuk mengetahui kesetiaan kita melakukan perkara-perkara yang dipercayakanNya pada kita, untuk mengetahui kemurnian hati kita melayaniNya, dan untuk membuat kehidupan kita semakin berkenan dan indah di hadapanNya, kita terus diujiNya!

Monday, October 3, 2011

KETAATAN ELIA DI TENGAH KRISIS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  3 Oktober 2011 -

Baca:  1 Raja-Raja 17

"Tetapi sesudah beberapa waktu, sungai itu menjadi kering, sebab hujan tiada turun di negeri itu."  1 Raja-Raja 17:7

Tahun 1998 lalu adalah awal masa-masa sulit bagi bangsa Indonesia karena pada waktu itu terjadi krisis moneter.  Tentunya hal ini berdampak buruk di segala aspek kehidupan;  tidak hanya dialami oleh orang-orang di luar Tuhan, tetapi orang percaya pun juga mengalami akibat dari krisis tersebut.  Meski demikian ada berita baiknya:  walaupun semua orang mengalami masalah yang sama, anak-anak Tuhan tetap berada dalam pemeliharaan Tuhan.  Pemazmur berkata,  "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semua itu;"  (Mazmur 34:20).

     Ketika seluruh negeri mengalami masa-masa sukar karena dilanda bencana kekeringan, Tuhan tetap memperhatikan dan memelihara Elia dengan caraNya yang ajaib.  Tuhan membawa Elia ke sungai Kerit, di  "...sebelah timur sungai Yordan."  (1 Raja-Raja 17:6).  Dan ketika sungai itu mulai mengering dan sepertinya sudah tidak ada harapan lagi, Tuhan terus melanjutkan karyaNya atas Elia.  Ia diperintahkan Tuhan untuk pergi ke Sarfat karena Tuhan telah memerintahkan seorang janda, untuk memberinya makan.

     Untuk bisa mengalami perkara-perkara dahsyat seperti Elia kita harus:  1.  Taat terhadap perintah Tuhan.  Ketika 'sungai Kerit' menjadi kering, banyak orang percaya yang akhirnya putus asa dan menyerah pada keadaan.  Sungai Kerit adalah zona nyaman bagi Elia, di situ segala kebutuhannya dicukupi Tuhan.  Namun ketika Tuhan memerintahkan Elia untuk meninggalkan zona itu, Elia tetap taat.  Selama kita tidak mau bayar harga dan tetap menikmati 'zona nyaman' yang selama ini meninabobokan kita, kita tidak akan mengalami perubahan.  2.  Jangan takut dan kuatir.  Sesungguhnya Elia punya alasan untuk takut dan kuatir karena ia diperintahkan pergi ke Sarfat, padahal Sarfat berada di wilayah Sidon.  Raja Sidon adalah orangtua Izebel, isteri Ahab yang pernah mengancam hidup Elia.  Meski demikian Elia tetap mengikuti cara Tuhan karena ia tahu bahwa Tuhan menyertainya.  Dan ketika Elia mengikuti cara Tuhan, melalui janda Sarfat yang sederhana, ternyata Tuhan sanggup melakukan perkara yang ajaib!

Tidak hanya diberkati, Elia juga menjadi saluran berkat bagi orang lain.

Sunday, October 2, 2011

MENGASIHI TUHAN ATAU HARTA?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  2 Oktober 2011 -

Baca:  Matius 19:16-26

"Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya."  Matius 19:22

Saat ini pikiran banyak orang tertuju kepada materi, bagaimana cara menumpuk harta dan kekayaan.  Siang dan malam membanting tulang demi mewujudkan keinginannya itu.  Tak jarang pula orang menempuh jalan sesat guna mendapatkan uang atau kekayaan dengan cara instan.  Adalah perkara yang sukar bagi manusia untuk merasa puas dengan apa yang dimiliki.  Berapa banyak uang yang harus dimiliki agar kita terpuaskan dan merasa bahagia?  Sampai kapan pun uang tidak pernah dapat membeli kepuasan atau pun kebahagiaan.  Tentunya tidak ada yang salah dengan mencari uang, selama kegiatan mencari uang itu tidak melanggar hukum negara dan prinsip-prinsip firman Tuhan.  Memang, kekayaan bisa menjadi tanda seseorang diberkati Tuhan, tetapi juga bisa menjadi penghalang bagi seseorang untuk beribadah kepada Tuhan.

     Ada seorang anak muda yang hebat sekaligus kaya.  Ia datang kepada Yesus dan bertanya bagaimana supaya bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah.  Orang muda ini sekaligus ingin mencari penegasan apakah semua yang sudah dilakukannya selama ini dapat menjamin dia memperoleh hidup kekal.  "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?"  (ayat 20).  Ia berpikir bahwa keselamatan kekal dapat diperoleh melalui usaha manusia, yaitu dengan berbuat baik dan sebagainya.  Alkitab jelas menyatakan bahwa  "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita,..."  (2 Timotius 1:9).  Karena harta kekayaan melimpah, anak muda ini pun memilih bergantung pada apa yang ia miliki, bukannya menjadi saluran berkat seperti perintah Tuhan, sehingga ketika Tuhan memerintahkan:  "...pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin,..."  (Matius 21:22) pergilah ia dengan sedih.  Ia mencintai hartanya daripada harus mengikut Kristus.

     Manakah yang Saudara pilih:  menumpuk kekayaan yang bersifat sementara di dunia ataukah mempersiapkan kekayaan rohani untuk kehidupan kekal mendatang?  Rasul Paulus berpesan kepada Timotius agar ia memperingatkan orang-orang kaya supaya  "...mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi  (1 Timotius 6:18).

Tuhan memberkati kita supaya kita bisa menjadi saluran berkat bagi orang lain, bukannya semakin mencondongkan hati kita menjauh dari Tuhan.

Saturday, October 1, 2011

RELAKAH KITA MENUNAIKAN AMANAT TUHAN?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  1 Oktober 2011 -

Baca:  2 Timotius 4:1-8

"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran."  2 Timotius 4:2

Sebagaimana dinyatakan dalam renungan kemarin, Yesus  "...datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."  (Matius 9:13).  Jadi Yesus turun ke dunia dengan tujuan untuk menyelamatkan jiwa manusia.  Inilah amanat yang harus diemban oleh Yesus.

     Dengan kesadaran penuh Dia menyelesaikan tugas dari Bapa ini sampai tuntas tanpa keluh kesah atau persungutan.  "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).  Tanpa keraguan sedikit pun Yesus mengorbankan nyawaNya, karena Ia tahu bahwa tidak ada jalan lain bagi manusia untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.  Hanya melalui kematianNya di atas kayu salib inilah manusia memiliki pengharapan hidup kekal karena kutuk maut telah dipatahkan!  Ketika Yesus naik ke sorga, amanat itu pun diserahterimakan kepada murid-muridNya.  Yesus berkata,  "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.  Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum."  (Markus 16:15-16), dan  "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."  (Kisah 1:8).  Perkataan Yesus ini bukan sekedar kata-kata perpisahanNya kepada para muridNya, melainkan suatu Amanat Agung yang harus dilaksanakan.

     Saat ini tidak semua orang Kristen terpanggil untuk mengerjakan amanat ini.  Mereka pasti berpikir bahwa memberitakan Injil Keselamatan itu penuh resiko:  menantang segala macam kesukaran, penderitaan, penolakan, ejekan, cemoohan dan mungkin juga aniaya.  Berbeda dengan hamba-hamba Tuhan di masa lalu yang dengan gigih berjuang memberitakan Injil Kristus;  mereka rela mempertaruhkan hidup demi Injil.  Dan tak terbilang banyaknya jumlah orang yang bertobat, percaya dan dipulihkan hidupnya melalui pelayanan mereka.  Bagaimana kita?  Ingatlah, memberitakan Injil tidak selalu harus pergi ke tempat yang jauh, terpencil, ke pelosok atau di pedalaman.  Memberitakan Injil bisa dilakukan di lingkungan terdekat kita sendiri.  Maukah kita melakukannya?

Tuhan mengukur keberhasilan pemberitaan Injil kita bukan pada jumlah orang yang diselamatkan, tetapi pada seberapa besar kerelaan hati kita.

Friday, September 30, 2011

TUHAN MENGASIHI ORANG BERDOSA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  30 September 2011 -

Baca:  Wahyu 1:4-8

"Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya, -dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan,"  Wahyu 1:5b-6a

Alkitab menyatakan semua manusia berdosa.  Siapa pun dan apa pun warna kulit kita, tanpa terkecuali,  "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak."  (Roma 3:10);  semua telah kehilangan kemuliaan Allah.  Pemazmur menegaskan bahwa di antara yang hidup tidak seorang pun yang benar di hadapan Allah  (baca  Mazmur 143:2).  Namun kita patut bersyukur karena Yesus berkata,  "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."  (Matius 9:13).

     Apa yang diperbuat Yesus terhadap kita orang yang berdosa?  Pertama,  Tuhan Yesus mengasihi kita.  Dikatakan,  "Bagi Dia, yang mengasihi kita..."  Kita tidak perlu mengerjakan sesuatu terlebih dahulu untuk menarik kasihNya karena Ia adalah kasih.  "Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:8).  Ia mengasihi kita apa adanya, kasih yang tak bersyarat dan berisikan pengorbanan.  Dan kematian Kristus di Kalvari adalah bukti nyata bahwa Ia rela mati untuk menebus dosa-dosa kita.  Kedua,  Tuhan Yesus melepaskan kita dari dosa oleh darahNya.  Tertulis:  "...yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya."  Arti kata melepaskan di sini adalah menyucikan.  Dalam Yesaya 1:18 dinyatakan bahwa  "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju;  sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba."  Tuhan Yesus melepaskan kita dari dosa dengan jalan memberikan diriNya sendiri melalui cucuran darahNya  (baca  1 Petrus 1:18-19).  Ketiga,  Tuhan  Yesus mengangkat kita keluar dari dosa kita,  "dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya,;"  (Wahyu 1:6)  Melalui karya kudusNya di atas kayu salib kita tidak hanya dipulihkan, tapi status kita juga diubahkan, dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran.  Kita dibawa dari hidup dalam dosa ke suatu dimensi hidup yang baru yaitu hidup dalam kebenaran.  Tidak hanya itu,  "...kamu bukan lagi hamba, melainkan anak;  jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah."  (Galatia 4:7).  Ada pun dampak dari semua ini sungguh luar biasa, di mana kita berhak mengalami dan menikmati berkat-berkat rohani di dalam sorga  (baca  Efesus 1:-3).

Tanpa pengorbanan Kristus di kayu salib, kita semua tidak memiliki masa depan dan pengharapan!

Thursday, September 29, 2011

IMAN MENGALAHKAN PERSOALAN SEBESAR APA PUN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  29 September 2011 -

Baca:  1 Yohanes 5:1-5

"Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?"  1 Yohanes 5:5

Dari 12 orang pengintai yang diutus Musa untuk mengintai tanah Kanaan, 10 orang di antaranya membawa kabar buruk.  Kata mereka,  "Negeri yang telah kamu lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya.  Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami."  (Bilangan 13:32-33).  Mereka sangat pesimis bisa masuk ke Kanaan!  Adalah mustahil untuk bisa mengalahkan 'raksasa-raksasa', pikirnya.  Tetapi Kaleb berkata,  "Tidak!  Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya."  (Bilangan 13:30).

     Apa yang timbul di pikiran jika mendengar kata 'raksasa'?  Yang kita bayangkan sosok makhluk tinggi besar dan sangat menakutkan!  Ketika harus menghadapi Goliat, pahlawan bangsa Filistin yang tingginya enam jengkal, raja Saul dan rakyatnya mengalami ketakutan yang luar bisa.  Tetapi Daud, orang muda yang disertai Tuhan itu berkata,  "Janganlah seseorang menjadi tawar hati karena dia;  hambamu ini akan pergi melawan orang Filistin itu."  (1 Samuel 17:32).

     Raksasa berbicara tentang masalah dan pergumulan yang sedang kita hadapi.  Seringkali kita pun menjadi takut, tawar hati dan putus asa oleh karena permasalahan yang ada dan masalah itu sepertinya sulit terselesaikan, bak raksasa yang siap menerkam kita.  Bagaimana supaya kita menang terhadap raksasa?  1.  Tahu siapa Tuhan itu bagi kita.  Pengenalan akan Tuhan secara benar akan menjadi kunci penting bagi kemenangan setiap orang percaya.  Daud berkata,  "Adapun Allah, jalan-Nya sempurna;  janji Tuhan adalah murni;  Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya."  (Mazmur 18:31).  2.  Tahu siapa kita di dalam Tuhan.  Tertulis:  "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."  (Roma 8:37).  Oleh karena itu  "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  (Filipi 4:13).

Tak perlu takut menghadapi persoalan yang ada karena kita memiliki Tuhan yang berkuasa dan di dalam Dia kita lebih dari pemenang, dan bersama Yesus kita dapa melakukan perkara yang besar!

Wednesday, September 28, 2011

DAUD: Hidup Yang Diurapi!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  28 September 2011 -

Baca:  1 Samuel 16:14-23

"Berkatalah Saul kepada hamba-hambanya itu:  'Carilah bagiku seorang yang dapat main kecapi dengan baik, dan bawalah dia kepadaku.'"  1 Samuel 16:17

Dari semula Tuhan telah disembah dengan musik dan puji-pujian.  Musik adalah kekuatan yang penuh kuasa yang diciptakan Tuhan untuk menggugah hati seseorang secara khusus.  Tertulis:  "Bermazmurlah bagi Tuhan dengan kecapi, dengan kecapi dan lagu yang nyaring, dengan nafiri dan sangkakala yang nyaring bersorak-soraklah di hadapan Raja, yakni Tuhan!"  (Mazmur 98:5-6).

     Jadi alat musik adalah bagian penting dalam pujian dan penyembahan.  Coba bayangkan jika di zaman sekarang ini suatu ibadah tidak diiringi oleh alat musik, pasti terasa kurang semarak atau khidmat.  Begitu juga di zaman Daud, salah satu alat musik yang sangat terkenal pada waktu itu adalah kecapi.  Dan Alkitab mencatat bahwa Daud sangat mahir memainkan alat musik ini:  "...salah seorang anak laki-laki Isai, orang Betlehem itu, yang pandai main kecapi.  Ia seorang pahlawan yang gagah perkasa, seorang prajurit, yang pandai bicara, elok perawakannya;  dan Tuhan menyertai dia."  (1 Samuel 16:18).  Pada waktu itu pasti ada orang lain juga yang bisa memainkan kecapi, tapi mengapa hanya ketika Daud yang memainkan kecapi itu maka roh jahat lari dari raja Saul?  Apakah karena kecapinya sangat istimewa dan belinya di luar negeri?  Tidak.  Bukan karena kualitas kecapinya yang membuat roh jahat itu pergi.  Tetapi semua tergantung pada siapa yang memainkan alat tersebut.  Selain karena memang mahir memainkannya, Daud diurapi Tuhan.  Karena itulah kuasa Tuhan menyertai dia.  Itulah kuncinya!  "Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya;  Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur daripadanya."  (1 Samuel 16:23).

     Roh jahat tidak takut dengan apa pun yang besifat lahiriah, tapi roh jahat takut dan mati kutu bila berhadapan dengan kuasa Tuhan.  Dan kuasa Tuhan yang bekerja di dalam diri Daud membuat apa saja yang dikerjakan Daud menjadi berhasil dan membawa dampak yang luar biasa bagi orang lain.  Untuk mengalami lawatan kuasa Tuhan tidak semudah membalik telapak tangan, itu adalah buah dari ketekunan dan kedekatan Daud dari Tuhan.

Ketika seseorang karib dengan Tuhan, urapan dan kuasaNya diimpartasikan pada orang tersebut sehingga hidupnya berbeda dan berdampak!

Tuesday, September 27, 2011

SEBURUK APA PUN, TUHAN SANGGUP UBAHKAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  27 September 2011 -

Baca:  Hakim-Hakim 11:29-40

"Lalu Roh Tuhan menghinggapi Yefta;  ia berjalan melalui daerah Gilead dan daerah Manasye,"  Hakim-Hakim 11:29

Alkitab mencatat bahwa Yefta adalah salah satu saksi iman seperti tertulis:  "Dan apakah lagi yang harus aku sebut?  Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi, yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat."  (Ibrani 11:32-34a).

     Mengapa iman Yefta bisa dipersamakan dengan Gideon, Barak, Simson, Daud, Samuel dan para nabi lainnya?  Bukankah Yefta memiliki latar belakang hidup yang tidak baik dan sangat tidak mendukung untuk dia menyandang predikat sebagai saksi iman seperti nabi-nabi lain?  Perlu kita ketahui Yefta adalah keturunan dari seorang perempuan sundal yang tidak jelas asal-usulnya.  Ada pun ayah Yefta adalah Gilead yang juga termasuk keturunan dari suku yang terendah moralnya.  Sesungguhnya Gilead memiliki isteri yang sah, tetapi ia selingkuh dengan perempuan sundal hingga lahirlah si Yefta ini.  Setelah dewasa keberadaan Yefta tidak diinginkan oleh keluarga Gilead, maka terusirlah ia dari mereka dan ia pun melarikan diri di tanah Tob,  "di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi merampok bersama-sama dengan dia."  (Hakim-Hakim 11:3).

     Ayat nas menyatakan bahwa Roh Tuhan menghinggapi Yefta.  Mengapa Tuhan memakai Yefta?  Bukankah kehidupan Yefta banyak sisi negatifnya?  Kita harus ingat bahwa Tuhan memiliki kedaulatan penuh untuk memilih seseorang yang hendak dipakai sebagai alat kemuliaanNya.  Dan apabila Tuhan memilih seseorang.  Ia tidak pernah melihat latar belakangnya  (kaya, miskin, pintar, bodoh), termasuk Yefta yang mendapat anugerah dari Tuhan.

     Siapakah kita ini?  Kita juga adalah orang-orang berdosa yang beroleh kemurahan karena iman kita kepada Tuhan Yesus.  Tuhan Yesus rela mati untuk kita;  Dia memilih kita tanpa mempedulikan seburuk apa pun latar belakang hidup kita.  Asal kita mau bertobat dengan sungguh, Tuhan sanggup mengubahkan hidup kita dari yang hina menjadi mulia, yang tidak berarti menjadi berarti dan dijadikannya kita berharga di mataNya.

Maka dari itu jangan pernah membatasi kuasa Tuhan yang sedang bekerja dalam kehidupan kita karena tidak ada yang mustahil bagi Dia!

Monday, September 26, 2011

DOMBA SANGAT MEMBUTUHKAN GEMBALA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  26 September 2011 -

Baca:  Matius 10:16-32

"...Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati."  Matius 10:16

Sebagai orang percaya kita telah dipilih dan dipanggil Tuhan untuk masuk ke medan peperangan.  Dan setiap orang yang hendak berperang pasti mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya, baik dalam hal kekuatan, strategi, maupun senjata yang harus dibawa, sebab kita tidak dapat berperang dengan tangan kosong.  Jadi,  "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;"  (Efesus 6:11).

     Peperangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, penguasa-penguasa, penghulu-penghulu di dunia yang gelap, dan melawan roh-roh jahat di udara  (baca  Efesus 6:12).  Seringkali yang menjadi musuh utama kita adalah ego yang ada di dalam diri kita sendiri.  Maka dari itu diperlukan adanya penguasaan diri.  Banyak kejahatan atau konflik terjadi di sekitar kita karena seseorang tidak mampu menahan emosinya di saat mereka menghadapi suatu tantangan, dan semua itu bersumber dari hati.  Iblis begitu licik dalam membuat strategi untuk menghancurkan anak-anak Tuhan.  Adalah penting bagi kita untuk menjaga hati agar iman kita tidak mudah goyah.  Jadi,  "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."  (Amsal 4:23).

     Ayat nas di atas menegaskan bahwa keberadaan kita  (orang percaya)  adalah seperti domba yang berada di tengah-tengah serigala.  Domba adalah binatang yang sangat lemah jika dibandingkan dengan serigala.  Karena itu ia membutuhkan seorang gembala untuk membimbing dan membawanya ke padang rumput serta melindunginya dari serangan musuh, terutama dari serangan binatang buas  (serigala).  Dari sini kita tahu bahwa musuh kita bukanlah sembarangan, kita harus dengar-dengaran  (karib)  akan suara gembala kita dan memiliki hati yang taat untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh gembala kita.

Tuhan mengutus kita ke tengah-tengah serigala bukan bermaksud mencelakakan, tapi untuk membuktikan bahwa Dia adalah gembala yang baik;  Dia pasti menopang dan senantiasa memberi kekuatan kepada kita melawan si jahat.

Sunday, September 25, 2011

PERCAYA SUDAH MENERIMA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi  25 September 2011 -

Baca:  Markus 11:20-26

"Karena itu Aku berkata kepadamu:  apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu."  Markus 11:24

Sering khotbah mengingatkan kita agar percaya akan kuasa Tuhan tapi seringkali kita lupa dan mengabaikannya begitu saja.  Terlebih saat masalah dan penderitaan menimpa kita, entah itu sakit, krisis keuangan dan sebagainya, kita panik, stres, kecewa dan mengeluh kepada Tuhan.  Dalam Ibrani 11:1 tertulis:  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  Namun, sudahkah kita memahami dan mengaplikasikan iman tersebut dalam kehidupan kita secara nyata?  Yakobus menegaskan bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati  (baca  Yakobus 2:17).

     Iman perlu adanya tindakan yang membuktikan bahwa kita benar-benar percaya pada kuasa Tuhan.  Jadi  "...manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman."  (Yakobus 2:24).  Saat kita berada di lingkungan gereja, di pertemuan-pertemuan ibadah atau bersekutu dengan saudara seiman, iman kita diteguhkan melalui doa, kesaksian, puji-pujian yang kita naikkan ke hadirat Tuhan;  terlebih saat pemberitaan Firman Tuhan disampaikan, iman kita pun mulai menyala-nyala.  Tetapi saat kita dihadapkan pada masalah yang silih berganti, sakit-penyakit yang belum kunjung sembuh, anak-anak yang memberontak pada orang tua dan berbagai doa meminta pertolongan dari Tuhan yang belum juga beroleh jawaban, iman kita mulai lemah dan keraguan menguasai hati dan pikiran kita:  "Apakah mungkin masalahku terselesaikan?  Dokter sudah memvonis bahwa sakitku tidak bisa disembuhkan.  Apa Tuhan sanggup menyembuhkan?"  FirmanNya menyatakan,  "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"  (Markus 9:23).  Arti percaya di sini adalah penyerahan diri secara total kepada Tuhan.  Bagian kita hanya percaya, dan bagian Tuhan adalah melakukan apa yang kita percayai.  Tuhan berkata,  "...Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini:  Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut!  Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya."  (Markus 11:23).

     Segala sesuatu yang tidak mungkin dan tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia, itulah yang Tuhan lakukan atas hidup kita, asal iman kita tidak goyah dan tetap teguh.  Namun sering kita tidak sabar dalam menanti pertolongan Tuhan.

Sungguh kuasa Tuhan itu tidak terbatasi oleh apa pun juga!