Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2011 -
Baca: 2 Tesalonika 2:13-17
"Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis." 2 Tesalonika 2:15
Berpegang teguh di dalam iman yang dimaksudkan Paulus di sini adalah berpegang teguh pada kebenaran atau isi dari Injil Kristus. Setan tidak dapat merebut iman keselamatan kita, namun ia dapat dan seringkali membuat orang Kristen mudah bimbang atau ragu akan kualitas imannya sendiri.
Apabila kita tidak berakar kuat di dalam firman dan tidak berpegang teguh pada Injil, kita akan mudah terpedaya dan mulai mengkompromikan hal-hal di luar kebenaran. Hal ini terjadi dan dialami oleh orang-orang di Korintus pada waktu itu, di mana mereka menganggap bahwa kebenaran Injil adalah sebuah kebodohan, sehingga mereka pun lebih condong mengandalkan filsafat dan hikmat manusia sebagai pegangan hidup mereka. Karena keadaan itulah Rasul Paulus menegur mereka dengan keras dan memberikan perintah kepada mereka agar berdiri teguh di dalam iman dan tetap berpegang pada kebenaran Injil Kristus. Bertindak sebagai laki-laki artinya bertindak berprilaku selayaknya sebagai orang yang dewasa. Orang dewasa seharusnyalah memiliki penguasaan diri, pola pikir yang sudah matang, serta mampu membedakan mana yang baik dan tidak, serta memiliki semangat yang tidak dimiliki oleh seorang anak kecil, apalagi bayi. Jadi "Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!" (1 Korintus 14:20). Kekristenan yang hidup adalah kekristenan yang terus bertumbuh, makin hari makin dewasa. Kedewasaan adalah salah satu tanda dari kasih (1 Korintus 13:11).
Bagaimana seorang percaya dapat bertumbuh dan menjadi dewasa? Milikilah rasa haus dan lapar akan susu yang murni dan yang rohani (baca 1 Petrus 2:2). Alkitab menyediakan segala kebutuhan rohani kita, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (2 Timotius 3:16-17).
Untuk menjadi seorang Kristen yang dewasa kita harus berpegang teguh pada firman Tuhan dan menjadi pelaku dari firman itu!
Monday, August 22, 2011
Sunday, August 21, 2011
HIDUP PENUH KUASA: Berjaga-jaga Senantiasa!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2011 -
Baca: 1 Korintus 16:13-18
"Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat! Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" 1 Korintus 16:13-14
Rasul Paulus memberikan perintah terakhirnya kepada jemaat di Korintus supaya mereka berjaga-jaga, berdiri teguh dalam iman, bersikap sebagai laki-laki, tetap kuat dan melakukan segala sesuatu di dalam kasih.
Mengapa kita harus senantiasa berjaga-jaga? Dalam bahasa aslinya, kata berjaga-jaga itu dapat diartikan berhati-hati, bangun dan waspada. Berjaga-jaga terhadap apa? Kita harus berjaga-jaga terhadap si Iblis, sebab ia (Iblis) "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama." (1 Petrus 5:8,9). Karena itu kita harus dapat memahami strategi dari Iblis yang, walaupun secara halus dan perlahan, pasti akan berusaha untuk menghancurkan manusia. Selain itu kita juga harus berjaga-jaga terhadap pencobaan sebagaimana yang Tuhan Yesus katakan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Markus 14:38).
Apabila kita tidak berjaga-jaga serta melekat kepada Tuhan melalui doa-doa kita, seringkali kita terlambat untuk menyadari ternyata pencobaan telah menimpa kita. Karena itu bangun terus hubungan dengan Tuhan. Jangan hanya berdoa pas ada masalah saja, sementara ketika segala sesuatunya berjalan dengan baik, kita tidak lagi berdoa. Itulah sebabnya Tuhan menegur jemaat yang ada di Sardis karena mereka beranggapakan bahwa mereka memiliki kehidupan rohani yang berkenan kepada Tuhan, padahal mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya mereka mengalami kematian rohani; pekerjaan atau pelayanan yang mereka lakukan hanya sebatas rutinitas belaka. Tuhan berkata, "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satu pun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku." (Wahyu 3:1-2). Jika saat ini kita merasa bahwa kerohanian kita sudah mapan, berhati-hatilah! Jangan pernah berpuas diri.
Yang menilai kualitas iman kita, pekerjaan kita dan jaga pelayanan kita adalah Tuhan, bukan diri kita sendiri, karena itu jangan sekali-kali memegahkan diri!
Baca: 1 Korintus 16:13-18
"Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat! Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" 1 Korintus 16:13-14
Rasul Paulus memberikan perintah terakhirnya kepada jemaat di Korintus supaya mereka berjaga-jaga, berdiri teguh dalam iman, bersikap sebagai laki-laki, tetap kuat dan melakukan segala sesuatu di dalam kasih.
Mengapa kita harus senantiasa berjaga-jaga? Dalam bahasa aslinya, kata berjaga-jaga itu dapat diartikan berhati-hati, bangun dan waspada. Berjaga-jaga terhadap apa? Kita harus berjaga-jaga terhadap si Iblis, sebab ia (Iblis) "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama." (1 Petrus 5:8,9). Karena itu kita harus dapat memahami strategi dari Iblis yang, walaupun secara halus dan perlahan, pasti akan berusaha untuk menghancurkan manusia. Selain itu kita juga harus berjaga-jaga terhadap pencobaan sebagaimana yang Tuhan Yesus katakan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Markus 14:38).
Apabila kita tidak berjaga-jaga serta melekat kepada Tuhan melalui doa-doa kita, seringkali kita terlambat untuk menyadari ternyata pencobaan telah menimpa kita. Karena itu bangun terus hubungan dengan Tuhan. Jangan hanya berdoa pas ada masalah saja, sementara ketika segala sesuatunya berjalan dengan baik, kita tidak lagi berdoa. Itulah sebabnya Tuhan menegur jemaat yang ada di Sardis karena mereka beranggapakan bahwa mereka memiliki kehidupan rohani yang berkenan kepada Tuhan, padahal mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya mereka mengalami kematian rohani; pekerjaan atau pelayanan yang mereka lakukan hanya sebatas rutinitas belaka. Tuhan berkata, "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satu pun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku." (Wahyu 3:1-2). Jika saat ini kita merasa bahwa kerohanian kita sudah mapan, berhati-hatilah! Jangan pernah berpuas diri.
Yang menilai kualitas iman kita, pekerjaan kita dan jaga pelayanan kita adalah Tuhan, bukan diri kita sendiri, karena itu jangan sekali-kali memegahkan diri!
Saturday, August 20, 2011
HATI YANG MAU DIBENTUK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2011 -
Baca: Mazmur 51
"Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." Mazmur 51:5
Adalah tidak mudah bagi kita untuk menerima teguran dari orang lain. Seringkali kita menjadi marah, tersinggung atau merasa direndahkan ketika orang lain menegur dan mengingatkan kesalahan yang telah kita perbuat.
Ada teguran yang mendidik yang membuat seseorang sadar akan kesalahannya, namun ada pula teguran yang justru mematahkan semangat. Teguran yang bertujuan untuk mendidik dan meluruskan jalan yang bengkok adalah yang sesuai dengan firman Tuhan, seperti teguran Natan terhadap Daud berkenaan dengan perselingkuhannya dengan Betsyeba: "Mengapa engkau menghina Tuhan dengan melakukan apa yang jahat dimataNya? Uria, orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya kauambil menjadi isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon." (2 Samuel 12:9). Meski sebagai raja atau pemimpin besar, Daud tidak tersinggung dengan teguran itu. Sebagai seorang pemimpin besar pun, kita harus siap menerima teguran. Karena pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau diajar dan ditegur. Inilah yang disebut kerendahan hati. Alkitab menegaskan, "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Daud menerima teguran keras dari nabi Natan tersebut yang akhirnya membuat Daud bertobat dan menulis Mazmur 51 ini sebagai doa pengakuannya. Dengan hati yang hancur Daud datang kepada Tuhan dan memohon pengampunan atas segala dosa-dosanya, memohon pengudusan serta perkenanan Tuhan. Daud juga senantiasa membuka hati untuk dikoreksi dan diselidiki oleh Tuhan. "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12). Hati yang terbuka artinya hati yang siap ditegur dan dikoreksi oleh Roh Kudus.
Karena memiliki hati yang tulus dan jujur mengakui dosa-dosanya di hadapan seluruh rakyat dan tidak takut dipermalukan oleh manusia, Daud beroleh pengampunan dari Tuhan. Pertobatan menghasilkan pemulihan dan urapan yang baru! Setelah jatuh, Daud tidak membiarkan dirinya terpuruk, ia tetap bangkit sekalipun harus bayar harga yang sangat mahal.
Asal kita mau merendahkan diri di hadapan Tuhan, siap ditegur dan bertobat dengan sungguh, Tuhan pasti akan memulihkan keadaan kita!
Baca: Mazmur 51
"Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." Mazmur 51:5
Adalah tidak mudah bagi kita untuk menerima teguran dari orang lain. Seringkali kita menjadi marah, tersinggung atau merasa direndahkan ketika orang lain menegur dan mengingatkan kesalahan yang telah kita perbuat.
Ada teguran yang mendidik yang membuat seseorang sadar akan kesalahannya, namun ada pula teguran yang justru mematahkan semangat. Teguran yang bertujuan untuk mendidik dan meluruskan jalan yang bengkok adalah yang sesuai dengan firman Tuhan, seperti teguran Natan terhadap Daud berkenaan dengan perselingkuhannya dengan Betsyeba: "Mengapa engkau menghina Tuhan dengan melakukan apa yang jahat dimataNya? Uria, orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya kauambil menjadi isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon." (2 Samuel 12:9). Meski sebagai raja atau pemimpin besar, Daud tidak tersinggung dengan teguran itu. Sebagai seorang pemimpin besar pun, kita harus siap menerima teguran. Karena pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau diajar dan ditegur. Inilah yang disebut kerendahan hati. Alkitab menegaskan, "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Daud menerima teguran keras dari nabi Natan tersebut yang akhirnya membuat Daud bertobat dan menulis Mazmur 51 ini sebagai doa pengakuannya. Dengan hati yang hancur Daud datang kepada Tuhan dan memohon pengampunan atas segala dosa-dosanya, memohon pengudusan serta perkenanan Tuhan. Daud juga senantiasa membuka hati untuk dikoreksi dan diselidiki oleh Tuhan. "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12). Hati yang terbuka artinya hati yang siap ditegur dan dikoreksi oleh Roh Kudus.
Karena memiliki hati yang tulus dan jujur mengakui dosa-dosanya di hadapan seluruh rakyat dan tidak takut dipermalukan oleh manusia, Daud beroleh pengampunan dari Tuhan. Pertobatan menghasilkan pemulihan dan urapan yang baru! Setelah jatuh, Daud tidak membiarkan dirinya terpuruk, ia tetap bangkit sekalipun harus bayar harga yang sangat mahal.
Asal kita mau merendahkan diri di hadapan Tuhan, siap ditegur dan bertobat dengan sungguh, Tuhan pasti akan memulihkan keadaan kita!
Friday, August 19, 2011
TETAP TEGUH DAN TETAP BERKOMITMEN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2011 -
Baca: 1 Korintus 15:35-58
"Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." 1 Korintus 15:58
Saat diutus ke dalam dunia, Yesus dengan penuh komitmen melakukan kehendak Bapa. Yesus bukan sekedar menjalankan perintah Bapa, tetapi juga didasari oleh visi yang telah diterimaNya: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk meberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Yesus mengerjakan visi ini dengan ketaatan penuh dan tak tergoyahkan meskipun harus menghadapi resiko yang besar. Alkitab mencatat: "...Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:5-8). Oleh karena itu Paulus memberi nasihat agar setiap orang percaya meneladani Tuhan Yesus yang taat sampai mati di kayu salib! Dalam keadaan apa pun hendaknya kita tetap teguh, tidak goyah dan semakin giat dalam melayani Tuhan. Kata teguh dalam bahasa aslinya berarti setia. Dalam kesetiaan terkandung komitmen yang tinggi. Ingat! Perjalanan kekristenan itu tidak mudah, ada banyak ujian dan tantangan, namun Tuhan berjanji akan memberikan kekuatan kepada kita, seperti yang disampaikan oleh Rasul Paulus, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Jika kita mengandalkan kekuatan sendiri, kita tidak akan mampu dan pasti akan gagal.
Akhir-akhir ini tidak sedikit orang Kristen yang mulai goyah imannya dan tidak lagi giat melayani Tuhan: ibadah kendor, berdoa kendor, pelayanan kendor dan sebagainya karena masalah atau penderitaan yang dialaminya. Namun justru ketika berada dalam ujian seharusnya kita makin melekat kepada Tuhan Yesus sebagai pokok anggur, sebab di luar Dia kita tidak dapat berbuat apa-apa (baca Yohanes 15:5b). Mari kita koreksi kehidupan kita, apakah kita sudah melenceng dari kehendak Tuhan? Mari kita perbarui komitmen kita.
Bila kita teguh dalam melakukan kehendak Tuhan, Dia akan mempercayakan perkara-perkara besar kepada kita, meskipun itu harus dimulai dari perkara kecil dahulu.
Baca: 1 Korintus 15:35-58
"Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." 1 Korintus 15:58
Saat diutus ke dalam dunia, Yesus dengan penuh komitmen melakukan kehendak Bapa. Yesus bukan sekedar menjalankan perintah Bapa, tetapi juga didasari oleh visi yang telah diterimaNya: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk meberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Yesus mengerjakan visi ini dengan ketaatan penuh dan tak tergoyahkan meskipun harus menghadapi resiko yang besar. Alkitab mencatat: "...Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:5-8). Oleh karena itu Paulus memberi nasihat agar setiap orang percaya meneladani Tuhan Yesus yang taat sampai mati di kayu salib! Dalam keadaan apa pun hendaknya kita tetap teguh, tidak goyah dan semakin giat dalam melayani Tuhan. Kata teguh dalam bahasa aslinya berarti setia. Dalam kesetiaan terkandung komitmen yang tinggi. Ingat! Perjalanan kekristenan itu tidak mudah, ada banyak ujian dan tantangan, namun Tuhan berjanji akan memberikan kekuatan kepada kita, seperti yang disampaikan oleh Rasul Paulus, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Jika kita mengandalkan kekuatan sendiri, kita tidak akan mampu dan pasti akan gagal.
Akhir-akhir ini tidak sedikit orang Kristen yang mulai goyah imannya dan tidak lagi giat melayani Tuhan: ibadah kendor, berdoa kendor, pelayanan kendor dan sebagainya karena masalah atau penderitaan yang dialaminya. Namun justru ketika berada dalam ujian seharusnya kita makin melekat kepada Tuhan Yesus sebagai pokok anggur, sebab di luar Dia kita tidak dapat berbuat apa-apa (baca Yohanes 15:5b). Mari kita koreksi kehidupan kita, apakah kita sudah melenceng dari kehendak Tuhan? Mari kita perbarui komitmen kita.
Bila kita teguh dalam melakukan kehendak Tuhan, Dia akan mempercayakan perkara-perkara besar kepada kita, meskipun itu harus dimulai dari perkara kecil dahulu.
Thursday, August 18, 2011
BELAJAR MENGHARGAI PENYERTAAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2011 -
Baca: 1 Raja-Raja 8:54-66
"Kiranya Tuhan, Allah kita, menyertai kita sebagaimana ia telah menyertai nenek moyang kita, janganlah Ia meninggalkan kita dan janganlah Ia membuangkan kita," 1 Raja-Raja 8-57
Firman Tuhan menegaskan bahwa "...tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Jelas bahwa yang menjadi pemisah hubungan antara Tuhan dan manusia adalah dosa. Ini yang seringkali tidak kita sadari! Ketika sedang dalam kesesakan, menderita sakit-penyakit atau mengalami pergumulan yang berat kita langsung menyimpulkan bahwa Tuhan telah meninggalkan kita dan tidak lagi menyertai kita.
Sejak dari mulanya Tuhan itu tidak pernah meninggalkan kita sebagaimana firmanNya yang mengatakan, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Dia adalah Imanuel, Allah yang menyertai kita dan penyertaanNya itu sempurna. Banyak orang Kristen yang berdoa dan memohon agar Tuhan menyertai dan menjaga hidupnya, namun di sisi lain mereka kurang bisa menghargai penyertaanNya. Mungkin kita berkata, "Kapan saya tidak menghargai penyertaan Tuhan?" Ialah ketika kita tidak lagi hidup dalam ketaatan dan lebih memilih hidup menurut keinginan daging kita, itulah saat kita sedang tidak menghargai penyertaanNya; ketika kita membenci orang lain dan tidak mau pengampuni; ketika kita berbohong; ketika kita mengabaikan jam-jam ibadah, malas berdoa, malas baca firman; ketika kita menutup 'mata' terhadap orang yang miskin atau lemah dan sebagainya. Saat kita melakukan itu semua kita sedang tidak menghargai penyertaanNya.
Maka dari itu mari kita terus mencondongkan hati kepada Tuhan (1 Raja-Raja 8:58) dan berpaut kepadaNya (61) supaya langkah hidup kita senantiasa selaras dengan kehendak dan rencanaNya. Selain itu kita harus mempersembahkan yang terbaik dari hidup kita, bukan hanya dalam bentuk materi/uang, tetapi juga tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepadaNya (1 Raja-Raja 8:62).
Hidup dalam kebenaran firmanNya adalah tanda bahwa kita ini menghargai penyertaan Tuhan dalam hidup ini!
Baca: 1 Raja-Raja 8:54-66
"Kiranya Tuhan, Allah kita, menyertai kita sebagaimana ia telah menyertai nenek moyang kita, janganlah Ia meninggalkan kita dan janganlah Ia membuangkan kita," 1 Raja-Raja 8-57
Firman Tuhan menegaskan bahwa "...tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Jelas bahwa yang menjadi pemisah hubungan antara Tuhan dan manusia adalah dosa. Ini yang seringkali tidak kita sadari! Ketika sedang dalam kesesakan, menderita sakit-penyakit atau mengalami pergumulan yang berat kita langsung menyimpulkan bahwa Tuhan telah meninggalkan kita dan tidak lagi menyertai kita.
Sejak dari mulanya Tuhan itu tidak pernah meninggalkan kita sebagaimana firmanNya yang mengatakan, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Dia adalah Imanuel, Allah yang menyertai kita dan penyertaanNya itu sempurna. Banyak orang Kristen yang berdoa dan memohon agar Tuhan menyertai dan menjaga hidupnya, namun di sisi lain mereka kurang bisa menghargai penyertaanNya. Mungkin kita berkata, "Kapan saya tidak menghargai penyertaan Tuhan?" Ialah ketika kita tidak lagi hidup dalam ketaatan dan lebih memilih hidup menurut keinginan daging kita, itulah saat kita sedang tidak menghargai penyertaanNya; ketika kita membenci orang lain dan tidak mau pengampuni; ketika kita berbohong; ketika kita mengabaikan jam-jam ibadah, malas berdoa, malas baca firman; ketika kita menutup 'mata' terhadap orang yang miskin atau lemah dan sebagainya. Saat kita melakukan itu semua kita sedang tidak menghargai penyertaanNya.
Maka dari itu mari kita terus mencondongkan hati kepada Tuhan (1 Raja-Raja 8:58) dan berpaut kepadaNya (61) supaya langkah hidup kita senantiasa selaras dengan kehendak dan rencanaNya. Selain itu kita harus mempersembahkan yang terbaik dari hidup kita, bukan hanya dalam bentuk materi/uang, tetapi juga tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepadaNya (1 Raja-Raja 8:62).
Hidup dalam kebenaran firmanNya adalah tanda bahwa kita ini menghargai penyertaan Tuhan dalam hidup ini!
Wednesday, August 17, 2011
MERDEKA BANGSAKU, MENANGIS NEGERIKU!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2011 -
Baca: Galatia 5:1-15
"Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,..." Galatia 5:13b
Hari ini seluruh rakyat Indonesia bersukacita merayakan kemerdekaan yang ke-66. Gegap gempita bergema dipelosok negeri. Beragam kegiatan digelar, mulai dari upacara bendera, berkumandangnya lagu Indonesia Raya, pembacaan naskah proklamasi, tabur bunga di makam pahlawan, hingga diadakannya berbagai jenis perlombaan tradisional: karnaval, makan kerupuk, panjat pinang, lomba kelereng, balap karung, bola kasti dan lain-lain. Kita patut merayakan kemerdekaan ini sebagai perwujudan rasa syukur kita kepada Tuhan, karena dengan pertolonganNya bangsa kita meraih kemerdekaan dan terbebas dari belenggu penjajahan bangsa lain. Rasa terima kasih tak terhingga juga patut kita haturkan kepada para pahlawan bangsa, di mana mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya demi membela bangsa dan negara. Ini merupakan hasil dari sebuah perjuangan terus menerus tak kenal lelah dari para pejuang kita melawan para penjajah di negeri ini.
Dan kini sebagai generasi penerus bangsa, tugas kita adalah mengisi kemerdekaan itu dengan prestasi. Tapi sayang, kini kemerdekaan RI ternodai oleh ulah para anak bangsa sendiri yang tidak menghargai perjuangan para pahlawan bangsa. Mereka justru "...mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,..." Siapa itu? Para koruptor yang tidak lain adalah orang-orang yang dipercaya oleh rakyat, yang justru mengatasnamakan kepentingan rakyat, menimbun kekayaan untuk diri sendiri dan juga golongan. Para pejuang dahulu berharap bahwa dengan kemerdekaan, bangsa Indonesia memiliki kesempatan besar untuk membangun bangsa demi kesejahteraan seluruh rakyat. Namun tak bisa dipungkiri bahwa sampai saat ini pembangunan yang ada belum juga mampu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Begitu juga dalam hal pendidikan, daerah-daerah terpencil terabaikan.
Di mana hati nurani para pemimpin negeri ini? Bersyukur, bangsa Indonesia masih bisa berbangga oleh kiprah para atlit yang berprestasi di berbagai cabang olahraga, para pelajar yang sukses menjuarai olympiade science. Di tengah keterpurukan negeri ini mereka masih menunjukkan prestasi dan membawa harum nama bangsa di mata dunia!
Dirgahayu bangsaku! Merdeka! Merdeka!
Baca: Galatia 5:1-15
"Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,..." Galatia 5:13b
Hari ini seluruh rakyat Indonesia bersukacita merayakan kemerdekaan yang ke-66. Gegap gempita bergema dipelosok negeri. Beragam kegiatan digelar, mulai dari upacara bendera, berkumandangnya lagu Indonesia Raya, pembacaan naskah proklamasi, tabur bunga di makam pahlawan, hingga diadakannya berbagai jenis perlombaan tradisional: karnaval, makan kerupuk, panjat pinang, lomba kelereng, balap karung, bola kasti dan lain-lain. Kita patut merayakan kemerdekaan ini sebagai perwujudan rasa syukur kita kepada Tuhan, karena dengan pertolonganNya bangsa kita meraih kemerdekaan dan terbebas dari belenggu penjajahan bangsa lain. Rasa terima kasih tak terhingga juga patut kita haturkan kepada para pahlawan bangsa, di mana mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya demi membela bangsa dan negara. Ini merupakan hasil dari sebuah perjuangan terus menerus tak kenal lelah dari para pejuang kita melawan para penjajah di negeri ini.
Dan kini sebagai generasi penerus bangsa, tugas kita adalah mengisi kemerdekaan itu dengan prestasi. Tapi sayang, kini kemerdekaan RI ternodai oleh ulah para anak bangsa sendiri yang tidak menghargai perjuangan para pahlawan bangsa. Mereka justru "...mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,..." Siapa itu? Para koruptor yang tidak lain adalah orang-orang yang dipercaya oleh rakyat, yang justru mengatasnamakan kepentingan rakyat, menimbun kekayaan untuk diri sendiri dan juga golongan. Para pejuang dahulu berharap bahwa dengan kemerdekaan, bangsa Indonesia memiliki kesempatan besar untuk membangun bangsa demi kesejahteraan seluruh rakyat. Namun tak bisa dipungkiri bahwa sampai saat ini pembangunan yang ada belum juga mampu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Begitu juga dalam hal pendidikan, daerah-daerah terpencil terabaikan.
Di mana hati nurani para pemimpin negeri ini? Bersyukur, bangsa Indonesia masih bisa berbangga oleh kiprah para atlit yang berprestasi di berbagai cabang olahraga, para pelajar yang sukses menjuarai olympiade science. Di tengah keterpurukan negeri ini mereka masih menunjukkan prestasi dan membawa harum nama bangsa di mata dunia!
Dirgahayu bangsaku! Merdeka! Merdeka!
Tuesday, August 16, 2011
WAKTU TUHAN ADALAH YANG TERBAIK!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2011 -
Baca: 1 Tawarikh 12:23-40
"Dari bani Isakhar orang-orang yang mempunyai pengertian tentang saat-saat yang baik, sehingga mereka mengetahui apa yang harus diperbuat orang Israel: dua ratus orang kepala dengan segala saudara sesukunya yang di bawah perintah mereka." 1 Tawarikh 12:32
Ketidaksabaran seringkali menjadi penyebab utama mengapa kita tidak mengalami penggenapan janji Tuhan. Kita selalu tergesa-gesa dan tidak sabar dalam menantikan waktu Tuhan sehingga semuanya menjadi berantakan! Kita selalu ingin mendapatkan hasil secara instan atau serba cepat. Tapi harus kita ingat bahwa waktu kita bukanlah waktu Tuhan! Tuhan bekerja sesuai dengan waktuNya sendiri, dan yakinlah bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,..." (Pengkhotbah 3:11a).
Saul ditolak menjadi raja Israel karena ketidaksabarannya menantikan waktu Tuhan (baca 1 Samuel 13:5-14). Ketika Lazarus jatuh sakit Alkitab mencatat: "... Ia (Yesus) sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada." (Yohanes 11:6). Kemudian dinyatakan bahwa Lazarus telah empat hari dibaringkan di dalam kubur (meninggal). Secara manusia, Marta dan Maria kecewa karena Yesus menunda waktu untuk datang, sehingga saudaranya (Lazarus) akhirnya meninggal. Tetapi tidak ada kata terlambat bagi Tuhan! Tuhan Yesus justru berkata, "tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya." (Yohanes 11:15a). Dan pada waktu yang tepat, Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian. Selalu ada rencanaNya yang indah di balik masalah yang kita alami. Sering kita berkata, "Mengapa Tuhan tidak segera menolongku? Mengapa Tuhan sepertinya diam dan tidak bertindak?" Kita kecewa dan tidak lagi tekun menantikan Dia.
Ayat nas menyatakan bahwa bani Isakhar adalah orang-orang yang mengerti waktu Tuhan sehingga mereka tidak gegabah dalam bertindak. Saat menghadapi orang Filistin, Tuhan meminta Daud untuk sabar menantikan waktuNya, tidak asal serang (1 Tawarikh 14:15), lalu Daud pun "...berbuat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, maka mereka memukul kalah tentara orang Filistin, mulai dari Gibeon sampai Gezer." (1 Tawarikh 14:16). Karena taat kepada tuntunan Tuhan, Daud mengalami kemenangan. Kita harus bisa memahami cara kerja dan waktu Tuhan!
Sabar menantikan waktu Tuhan adalah kunci mengalami pertolongan dari Tuhan dan menikmati janji-janjiNya!
Baca: 1 Tawarikh 12:23-40
"Dari bani Isakhar orang-orang yang mempunyai pengertian tentang saat-saat yang baik, sehingga mereka mengetahui apa yang harus diperbuat orang Israel: dua ratus orang kepala dengan segala saudara sesukunya yang di bawah perintah mereka." 1 Tawarikh 12:32
Ketidaksabaran seringkali menjadi penyebab utama mengapa kita tidak mengalami penggenapan janji Tuhan. Kita selalu tergesa-gesa dan tidak sabar dalam menantikan waktu Tuhan sehingga semuanya menjadi berantakan! Kita selalu ingin mendapatkan hasil secara instan atau serba cepat. Tapi harus kita ingat bahwa waktu kita bukanlah waktu Tuhan! Tuhan bekerja sesuai dengan waktuNya sendiri, dan yakinlah bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,..." (Pengkhotbah 3:11a).
Saul ditolak menjadi raja Israel karena ketidaksabarannya menantikan waktu Tuhan (baca 1 Samuel 13:5-14). Ketika Lazarus jatuh sakit Alkitab mencatat: "... Ia (Yesus) sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada." (Yohanes 11:6). Kemudian dinyatakan bahwa Lazarus telah empat hari dibaringkan di dalam kubur (meninggal). Secara manusia, Marta dan Maria kecewa karena Yesus menunda waktu untuk datang, sehingga saudaranya (Lazarus) akhirnya meninggal. Tetapi tidak ada kata terlambat bagi Tuhan! Tuhan Yesus justru berkata, "tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya." (Yohanes 11:15a). Dan pada waktu yang tepat, Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian. Selalu ada rencanaNya yang indah di balik masalah yang kita alami. Sering kita berkata, "Mengapa Tuhan tidak segera menolongku? Mengapa Tuhan sepertinya diam dan tidak bertindak?" Kita kecewa dan tidak lagi tekun menantikan Dia.
Ayat nas menyatakan bahwa bani Isakhar adalah orang-orang yang mengerti waktu Tuhan sehingga mereka tidak gegabah dalam bertindak. Saat menghadapi orang Filistin, Tuhan meminta Daud untuk sabar menantikan waktuNya, tidak asal serang (1 Tawarikh 14:15), lalu Daud pun "...berbuat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, maka mereka memukul kalah tentara orang Filistin, mulai dari Gibeon sampai Gezer." (1 Tawarikh 14:16). Karena taat kepada tuntunan Tuhan, Daud mengalami kemenangan. Kita harus bisa memahami cara kerja dan waktu Tuhan!
Sabar menantikan waktu Tuhan adalah kunci mengalami pertolongan dari Tuhan dan menikmati janji-janjiNya!
Monday, August 15, 2011
MENDENGAR, MENDENGAR DAN MENDENGAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2011 -
Baca: Yesaya 42:18-25
"Engkau melihat banyak, tetapi tidak memperhatikan, engkau memasang telinga, tetapi tidak mendengar." Yesaya 42:20
Bukanlah tanpa tujuan jika Tuhan menciptakan 2 telinga dan 1 mulut bagi manusia; tujuannya adalah supaya kita lebih banyak mendengar daripada berkata-kata, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Maka dari itu firman Tuhan menasihatkan, "setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata,..." (Yakobus 1:19). Tuhan menghendaki kita banyak mendengar, terutama dalam hal mendengarkan firman, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Banyak orang yang maunya hanya didengar oleh orang lain sementara dirinya sendiri tidak mau mendengar orang lain.
Ketahuilah, salah satu penyebab kegagalan bangsa Israel adalah karena mereka tidak mendengarkan firman Tuhan dengan baik. "...engkau memasang telinga, tetapi tidak mendengar." Karenanya Tuhan menyebut mereka sebagai bangsa yang tegar tengkuk. Banyak orang Kristen yang kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh ketika mereka sedang mendengarkan firman Tuhan. Secara fisik mereka berada di dalam gereja, tapi telinga tidak sepenuhnya diarahkan pada firman. Sementara seorang pengkotbah menyampaikan firman Tuhan, ada yang justru tertidur pulas, atau memikirkan hal-hal lain di luar ibadah. Tetapi terhadap berita-berita yang negatif, gosip tentang kejelekan orang lain dan sebagainya, kita memasang telinga lebar-lebar. Semakin kita banyak mendengar berita-berita dari dunia ini semakin kehidupan kita terbentuk sama seperti orang-orang dunia. Itulah sebabnya mengapa banyak orang Kristen yang tidak bertumbuh imannya, masih mengenakan manusia lama, padahal Alkitab jelas menyatakan bahwa "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Apabila kita dengan sungguh-sungguh mendengarkan firman Tuhan dan menerima firman itu di dalam hati kita, iman kita akan bangkit, aktif dan berfungsi dengan benar, sebab "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a).
Mari kita terus belajar mempertajam pendengaran kita terhadap firman setiap hari supaya kita beroleh kekuatandalam menghadapi permasalahan hidup.
Baca: Yesaya 42:18-25
"Engkau melihat banyak, tetapi tidak memperhatikan, engkau memasang telinga, tetapi tidak mendengar." Yesaya 42:20
Bukanlah tanpa tujuan jika Tuhan menciptakan 2 telinga dan 1 mulut bagi manusia; tujuannya adalah supaya kita lebih banyak mendengar daripada berkata-kata, sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19). Maka dari itu firman Tuhan menasihatkan, "setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata,..." (Yakobus 1:19). Tuhan menghendaki kita banyak mendengar, terutama dalam hal mendengarkan firman, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Banyak orang yang maunya hanya didengar oleh orang lain sementara dirinya sendiri tidak mau mendengar orang lain.
Ketahuilah, salah satu penyebab kegagalan bangsa Israel adalah karena mereka tidak mendengarkan firman Tuhan dengan baik. "...engkau memasang telinga, tetapi tidak mendengar." Karenanya Tuhan menyebut mereka sebagai bangsa yang tegar tengkuk. Banyak orang Kristen yang kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh ketika mereka sedang mendengarkan firman Tuhan. Secara fisik mereka berada di dalam gereja, tapi telinga tidak sepenuhnya diarahkan pada firman. Sementara seorang pengkotbah menyampaikan firman Tuhan, ada yang justru tertidur pulas, atau memikirkan hal-hal lain di luar ibadah. Tetapi terhadap berita-berita yang negatif, gosip tentang kejelekan orang lain dan sebagainya, kita memasang telinga lebar-lebar. Semakin kita banyak mendengar berita-berita dari dunia ini semakin kehidupan kita terbentuk sama seperti orang-orang dunia. Itulah sebabnya mengapa banyak orang Kristen yang tidak bertumbuh imannya, masih mengenakan manusia lama, padahal Alkitab jelas menyatakan bahwa "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Apabila kita dengan sungguh-sungguh mendengarkan firman Tuhan dan menerima firman itu di dalam hati kita, iman kita akan bangkit, aktif dan berfungsi dengan benar, sebab "...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:6a).
Mari kita terus belajar mempertajam pendengaran kita terhadap firman setiap hari supaya kita beroleh kekuatandalam menghadapi permasalahan hidup.
Sunday, August 14, 2011
MARI MELAYANI TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2011 -
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." 1 Petrus 4:10
Sebagai orang percaya yang telah diselamatkan kita memiliki tugas dan tanggungjawab yang tidak mudah. Kita harus dapat memelihara dan mempertahankan keselamatan yang telah kita terima dan kita juga harus dapat mempertahankan identitas kita sebagai umat pilihan Allah, "...imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9). Salah satu caranya adalah dengan terlibat di dalam pelayanan.
Apakah Saudara sudah melayani Tuhan? Banyak orang Kristen menyatakan bahwa mereka sudah melayani: ada yang terlibat dalam pelayanan musik pujian, tim bezuk, tim pendoa, bahkan sudah menyampaikan firman Tuhan di kelompok sel atau persekutuan-persekutuan doa. Tapi masih ada juga orang Kristen yang alergi dengan pelayanan dengan alasan malas, sibuk, tidak punya talenta dan sebagainya. Mengapa kita harus melayani Tuhan? Karena Ia telah terlebih dahulu melayani kita; Dia memberikan hidupNya bagi kita. Alkitab menyatakan: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Itulah sebabnya kita harus mengikuti teladanNya. Tidak ada alasan untuk tidak melayani Tuhan karena kita diciptakan untuk melayani Dia, "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Jadi, kita diselamatkan dan dipanggil untuk melayani Tuhan! Paulus pun menyampaikan ini kepada jemaat di Galatia, "...Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa..." (Galatia 1:15).
Tuhan tidak hanya memanggil kita untuk melayani, tapi Dia juga memberikan karunia yang berbeda-beda kepada kita untuk melayani dan saling melengkapi. Jangan tunda-tunda waktu untuk melayani!
...karena pada saatnya kita harus memberi pertanggungan jawab kepada Tuhan, dan pastilah ada berkat yang disediakan Tuhan bagi orang-orang yang setia melayani Dia!
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." 1 Petrus 4:10
Sebagai orang percaya yang telah diselamatkan kita memiliki tugas dan tanggungjawab yang tidak mudah. Kita harus dapat memelihara dan mempertahankan keselamatan yang telah kita terima dan kita juga harus dapat mempertahankan identitas kita sebagai umat pilihan Allah, "...imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9). Salah satu caranya adalah dengan terlibat di dalam pelayanan.
Apakah Saudara sudah melayani Tuhan? Banyak orang Kristen menyatakan bahwa mereka sudah melayani: ada yang terlibat dalam pelayanan musik pujian, tim bezuk, tim pendoa, bahkan sudah menyampaikan firman Tuhan di kelompok sel atau persekutuan-persekutuan doa. Tapi masih ada juga orang Kristen yang alergi dengan pelayanan dengan alasan malas, sibuk, tidak punya talenta dan sebagainya. Mengapa kita harus melayani Tuhan? Karena Ia telah terlebih dahulu melayani kita; Dia memberikan hidupNya bagi kita. Alkitab menyatakan: "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Itulah sebabnya kita harus mengikuti teladanNya. Tidak ada alasan untuk tidak melayani Tuhan karena kita diciptakan untuk melayani Dia, "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Jadi, kita diselamatkan dan dipanggil untuk melayani Tuhan! Paulus pun menyampaikan ini kepada jemaat di Galatia, "...Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa..." (Galatia 1:15).
Tuhan tidak hanya memanggil kita untuk melayani, tapi Dia juga memberikan karunia yang berbeda-beda kepada kita untuk melayani dan saling melengkapi. Jangan tunda-tunda waktu untuk melayani!
...karena pada saatnya kita harus memberi pertanggungan jawab kepada Tuhan, dan pastilah ada berkat yang disediakan Tuhan bagi orang-orang yang setia melayani Dia!
Saturday, August 13, 2011
TANPA KETEKUNAN MUSTAHIL MENCAPAI HASIL MAKSIMAL!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2011 -
Baca: Amsal 8:1-36
"Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." Amsal 8:17
Banyak orang Kristen yang pada awal-awal mengikut Tuhan tampak begitu bersemangat dan menggebu-gebu di dalam Tuhan. Namun seiring berjalannya waktu semangat itu tidak lagi tampak. Yang sebelumnya begitu tekun melayani Tuhan kini mulai kendor. Yang sebelumnya begitu tekun bersaat teduh setiap hari kini sudah bolong-bolong. Alkitab menasihatkan, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Kita telah kehilangan kasih mula-mula kita kepada Tuhan seperti yang terjadi pada jemaat di Efesus. "...Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula." (Wahyu 2:4). Tanpa ketekunan, apa pun yang kita kerjakan tidak akan pernah membawa hasil yang maksimal.
Tekun adalah ketetapan hati yang kuat (teguh) untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan tugas apa pun. Tekun juga berarti fokus, konsisten dan tidak mudah putus asa terhadap apa yang sedang dikerjakannya. Alkitab mencatat: "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperolah apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Orang yang tekun sajalah yang akan menghasilkan buah dan menikmati upah. Ada tertulis: "Yang jauh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan." (Lukas 8:15). Banyak orang Kristen yang sangat merindukan agar janji-janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya, namun hal itu akan sulit terwujud apabila tidak disertai dengan ketekunan kita dalam melakukan kehendak Tuhan. Jadi ketekunan adalah unsur terpenting dalam setiap keberhasilan. Terlebih di era sekarang ini, semua orang menginginkan segala sesuatu yang serba instan. Ingin cepat kaya, tapi tidak mau bekerja keras; ingin berhasil, tapi tidak mau berusaha.
Bagaimana ketekunan itu dapat tebentuk? 1. Melalui ujian (baca Yakobus 1:3). Itulah sebabnya terkadang Tuhan ijinkan masalah terjadi dalam hidup kita dengan tujuan agar kita memiliki ketekunan. 2. Melalui latihan. Ketekunan itu tidak terjadi dalam sekejap mata tetapi perlu dilatih dari perkara-perkara yang kecil.
Ingin menikmati janji Tuhan? Tekunlah dalam segala hal!
Baca: Amsal 8:1-36
"Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." Amsal 8:17
Banyak orang Kristen yang pada awal-awal mengikut Tuhan tampak begitu bersemangat dan menggebu-gebu di dalam Tuhan. Namun seiring berjalannya waktu semangat itu tidak lagi tampak. Yang sebelumnya begitu tekun melayani Tuhan kini mulai kendor. Yang sebelumnya begitu tekun bersaat teduh setiap hari kini sudah bolong-bolong. Alkitab menasihatkan, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Kita telah kehilangan kasih mula-mula kita kepada Tuhan seperti yang terjadi pada jemaat di Efesus. "...Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula." (Wahyu 2:4). Tanpa ketekunan, apa pun yang kita kerjakan tidak akan pernah membawa hasil yang maksimal.
Tekun adalah ketetapan hati yang kuat (teguh) untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan tugas apa pun. Tekun juga berarti fokus, konsisten dan tidak mudah putus asa terhadap apa yang sedang dikerjakannya. Alkitab mencatat: "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperolah apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Orang yang tekun sajalah yang akan menghasilkan buah dan menikmati upah. Ada tertulis: "Yang jauh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan." (Lukas 8:15). Banyak orang Kristen yang sangat merindukan agar janji-janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya, namun hal itu akan sulit terwujud apabila tidak disertai dengan ketekunan kita dalam melakukan kehendak Tuhan. Jadi ketekunan adalah unsur terpenting dalam setiap keberhasilan. Terlebih di era sekarang ini, semua orang menginginkan segala sesuatu yang serba instan. Ingin cepat kaya, tapi tidak mau bekerja keras; ingin berhasil, tapi tidak mau berusaha.
Bagaimana ketekunan itu dapat tebentuk? 1. Melalui ujian (baca Yakobus 1:3). Itulah sebabnya terkadang Tuhan ijinkan masalah terjadi dalam hidup kita dengan tujuan agar kita memiliki ketekunan. 2. Melalui latihan. Ketekunan itu tidak terjadi dalam sekejap mata tetapi perlu dilatih dari perkara-perkara yang kecil.
Ingin menikmati janji Tuhan? Tekunlah dalam segala hal!
Friday, August 12, 2011
MENGUATKAN HATI UNTUK TETAP PERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2011 -
Baca: 1 Samuel 30:1-25
"Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis." 1 Samuel 30:4
Ayat nas di atas menunjukkan betapa berat pergumulan yang dialami Daud sehingga ia dan seluruh rakyatnya menangis dengan nyaringnya sampai akhirnya mereka sudah tidak kuat lagi menangis. Rasa-rasanya sudah tidak kuat lagi menanggungnya, "...tampaklah kota itu terbakar habis, dan isteri mereka serta anak mereka yang laki-laki dan perempuan telah ditawan." (ayat 3). Sungguh, "...Daud sangat terjepit, karena rakyat mengatakan hendak melempari dia dengan batu." (ayat 6a).
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, begitulah keadaan Daud pada waktu itu. Mungkin apa yang menimpa Daud ini juga pernah kita rasakan, atau malahan sedang kita alami. Orang-orang terdekat, teman, sahabat, dan kerabat yang kita harapkan dapat menolong, menguatkan dan meneguhkan kita justru beranjak menjauh dan meninggalkan kita. Dalam keadaan yang seperti ini, sebagai orang percaya, hendaknya kita tidak cepat putus asa. Mari kita belajar untuk menyikapinya dengan benar seperti yang dilakukan Daud yaitu "...menguatkan kepercayaannya kepada Tuhan, Allahnya." (ayat 6c). Peristiwa demi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita bukanlah sebuah kebetulan, sesungguhnya ada rencana Tuhan di balik itu semua, sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Ketika masalah berat menimpa kita, jangan panik! Kuatkan hati untuk datang kepada Tuhan, karena "...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Daud menguatkan hatinya dan mau mendengarkan Tuhan sehingga ia dapat mengerti apa kehendakNya. Daud tidak lagi lemah, semangatnya bangkit kembali. Semangatlah menjadikan kita kuat, dan siap mengatasi setiap masalah yang ada. "maka Daud melanjutkan pengejaran itu beserta empat ratus orang." (ayat 10a).
Di balik semangat hidup ada kekuatan iman. Dengan menguatkan hati di dalam Tuhan Daud lebih tenang dan sabar meski banyak prajuritnya tidak kuat dan berbalik meninggalkannya. Daud yakin bahwa Tuhan ada di pihaknya dan akan memberikan kemenangan.
Seberat apa pun masalah kita, jangan putus asa, tetapi kuatkan hati di dalam Tuhan karena pertolonganNya selalu tepat pada waktunya!
Baca: 1 Samuel 30:1-25
"Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis." 1 Samuel 30:4
Ayat nas di atas menunjukkan betapa berat pergumulan yang dialami Daud sehingga ia dan seluruh rakyatnya menangis dengan nyaringnya sampai akhirnya mereka sudah tidak kuat lagi menangis. Rasa-rasanya sudah tidak kuat lagi menanggungnya, "...tampaklah kota itu terbakar habis, dan isteri mereka serta anak mereka yang laki-laki dan perempuan telah ditawan." (ayat 3). Sungguh, "...Daud sangat terjepit, karena rakyat mengatakan hendak melempari dia dengan batu." (ayat 6a).
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, begitulah keadaan Daud pada waktu itu. Mungkin apa yang menimpa Daud ini juga pernah kita rasakan, atau malahan sedang kita alami. Orang-orang terdekat, teman, sahabat, dan kerabat yang kita harapkan dapat menolong, menguatkan dan meneguhkan kita justru beranjak menjauh dan meninggalkan kita. Dalam keadaan yang seperti ini, sebagai orang percaya, hendaknya kita tidak cepat putus asa. Mari kita belajar untuk menyikapinya dengan benar seperti yang dilakukan Daud yaitu "...menguatkan kepercayaannya kepada Tuhan, Allahnya." (ayat 6c). Peristiwa demi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita bukanlah sebuah kebetulan, sesungguhnya ada rencana Tuhan di balik itu semua, sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Ketika masalah berat menimpa kita, jangan panik! Kuatkan hati untuk datang kepada Tuhan, karena "...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Daud menguatkan hatinya dan mau mendengarkan Tuhan sehingga ia dapat mengerti apa kehendakNya. Daud tidak lagi lemah, semangatnya bangkit kembali. Semangatlah menjadikan kita kuat, dan siap mengatasi setiap masalah yang ada. "maka Daud melanjutkan pengejaran itu beserta empat ratus orang." (ayat 10a).
Di balik semangat hidup ada kekuatan iman. Dengan menguatkan hati di dalam Tuhan Daud lebih tenang dan sabar meski banyak prajuritnya tidak kuat dan berbalik meninggalkannya. Daud yakin bahwa Tuhan ada di pihaknya dan akan memberikan kemenangan.
Seberat apa pun masalah kita, jangan putus asa, tetapi kuatkan hati di dalam Tuhan karena pertolonganNya selalu tepat pada waktunya!
Thursday, August 11, 2011
HIDUP DALAM KEBENARAN: Kunci Jawaban Doa!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2011 -
Baca: Amsal 15
"Tuhan itu jauh dari pada orang fasik, tetapi doa orang benar didengar-Nya." Amsal 15:29
Berapa kali Saudara berdoa dalam sehari? "Kadang-kadang sih, kalau sempat. Tahu sendiri 'kan, Jakarta macet, berangkat ke kantor harus sepagi mungkin untuk menghindari kemacetan, sementara pulang dari kantor sudah larut malam. Capai, lelah, bete, campur aduk jadi satu. Tapi saya sempatkan berdoa sebentar sebelum tidur." Alasan-alasan seperti ini sepertinya sudah menjadi hal yang biasa.
Banyak orang Kristen yang malas atau jarang berdoa dengan alasan capai atau sibuk. Sebaliknya, kalau kita sedang dalam masalah yang berat? Menderita sakit? Usaha seret? Tanpa harus dikomando kita berdoa all out, siang dan malam terus berseru-seru kepada Tuhan. Perhatikan Daniel, "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalam; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11b). Secara konsisten Daniel berdoa 3x sehari termasuk ketika berada dalam ancaman. Doa adalah hal terpenting di dalam hidup kekristenan kita. Karena itu kita harus berdoa senantiasa, tidak tergantung pada waktu, tidak dibatasi oleh tempat, di mana saja dan kapan saja. Doa adalah sarana untuk kita bertemu dengan Tuhan, berkomunikasi dengan Dia, serta mencurahkan seluruh pengharapan kita kepadanya. Dan kita berharap Tuhan berkenan menjawab setiap permohonan doa kita. Persoalannya, tidak sedikit orang percaya yang menjadi bimbang ketika doa mereka belum menerima jawaban. Apa kendalanya? Iman. Kita harus berdoa dengan iman. Sebelum melihat bukti kita harus sudah percaya bahwa Tuhan pasti menjawab doa kita. Itulah iman! (baca Yakobus 1:6-7).
Banyak dari kita yang berdoa dengan tidak sungguh-sungguh, hanya asal-asalan atau rutinitas belaka. Berdoa dengan hati hancur, itulah yang berkenan bagi Tuhan. Ini membuktikan kesungguhan hati kita. Tertulis: "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Ketika doa belum dijawab Tuhan, jangan putus asa, apalagi berhenti berdoa. Justru kita harus berdoa dengan tidak berkeputusan dan tidak jemu-jemu (baca Lukas 18:1). Dan kunci utama agar doa kita beroleh jawaban dari Tuhan adalah kita harus hidup dalam kebenarannya, karena doa orang benar itu besar kuasanya.
...sebaliknya, dosa adalah penghalang utama untuk memperoleh jawaban doa!
Baca: Amsal 15
"Tuhan itu jauh dari pada orang fasik, tetapi doa orang benar didengar-Nya." Amsal 15:29
Berapa kali Saudara berdoa dalam sehari? "Kadang-kadang sih, kalau sempat. Tahu sendiri 'kan, Jakarta macet, berangkat ke kantor harus sepagi mungkin untuk menghindari kemacetan, sementara pulang dari kantor sudah larut malam. Capai, lelah, bete, campur aduk jadi satu. Tapi saya sempatkan berdoa sebentar sebelum tidur." Alasan-alasan seperti ini sepertinya sudah menjadi hal yang biasa.
Banyak orang Kristen yang malas atau jarang berdoa dengan alasan capai atau sibuk. Sebaliknya, kalau kita sedang dalam masalah yang berat? Menderita sakit? Usaha seret? Tanpa harus dikomando kita berdoa all out, siang dan malam terus berseru-seru kepada Tuhan. Perhatikan Daniel, "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalam; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11b). Secara konsisten Daniel berdoa 3x sehari termasuk ketika berada dalam ancaman. Doa adalah hal terpenting di dalam hidup kekristenan kita. Karena itu kita harus berdoa senantiasa, tidak tergantung pada waktu, tidak dibatasi oleh tempat, di mana saja dan kapan saja. Doa adalah sarana untuk kita bertemu dengan Tuhan, berkomunikasi dengan Dia, serta mencurahkan seluruh pengharapan kita kepadanya. Dan kita berharap Tuhan berkenan menjawab setiap permohonan doa kita. Persoalannya, tidak sedikit orang percaya yang menjadi bimbang ketika doa mereka belum menerima jawaban. Apa kendalanya? Iman. Kita harus berdoa dengan iman. Sebelum melihat bukti kita harus sudah percaya bahwa Tuhan pasti menjawab doa kita. Itulah iman! (baca Yakobus 1:6-7).
Banyak dari kita yang berdoa dengan tidak sungguh-sungguh, hanya asal-asalan atau rutinitas belaka. Berdoa dengan hati hancur, itulah yang berkenan bagi Tuhan. Ini membuktikan kesungguhan hati kita. Tertulis: "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Ketika doa belum dijawab Tuhan, jangan putus asa, apalagi berhenti berdoa. Justru kita harus berdoa dengan tidak berkeputusan dan tidak jemu-jemu (baca Lukas 18:1). Dan kunci utama agar doa kita beroleh jawaban dari Tuhan adalah kita harus hidup dalam kebenarannya, karena doa orang benar itu besar kuasanya.
...sebaliknya, dosa adalah penghalang utama untuk memperoleh jawaban doa!
Wednesday, August 10, 2011
PENGALAMAN ADALAH GURU YANG TERBAIK!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2011 -
Baca: 1 Korintus 10:1-10
"Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun." 1 Korintus 10:5
Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Dari pengalaman, kita bisa belajar tentang banyak hal, baik itu tentang kegagalan dan juga keberhasilan, dan bisa menjadi suatu evaluasi bagi kita.
Firman Tuhan yang kita baca hari ini adalah peristiwa yang terjadi dan dialami oleh bangsa Israel yang dapat kita jadikan pelajaran berharga dalam perjalanan hidup kekristenan kita saat ini. Bangsa Israel dipanggil Tuhan keluar dari Mesir dan dibawa kepada rencanaNya yang indah yaitu masuk ke Tanah Perjanjian (Kanaan). Tetapi sayang, di tengah perjalanan sebagian besar dari mereka mati di padang gurun. Ada tertulis: "...banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Pasti ada sebabnya mengapa mereka tidak bisa masuk ke Kanaan! Alkitab mencatat bahwa mereka melakukan hal-hal yang jahat (1 Korintus 10:6). Meski dalam perjalanan dipelihara Tuhan begitu rupa, mereka tidak tahu bersyukur. Terus saja menyalahkan Tuhan! Padahal mereka diberi manna dari sorga setiap hari dan ketika minta daging, Tuhan pun memberikan burung puyuh. Bahkan mereka makan daging puyuh itu sampai kekenyangan hingga tersedak. Akibatnya puluhan ribu orang mati karena kerakusan mereka sendiri. Tidak hanya itu, mereka juga menyembah berhala (1 Korintus 10:7). Ketika tidak sabar menantikan Musa turun dari gunung Sinai, "...mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban," (Keluaran 32:8). Tidak sabar menantikan jawaban dari Tuhan, mereka berpaling kepada berhala!
Sampai hari ini masih banyak orang Kristen yang karena belum beroleh jawaban doa dari Tuhan secepat kilat lari mencari pertolongan kepada berhala: pergi ke klenteng, Gunung Kawi, dukun dan sebagainya. Hal ini sangat jahat di mata Tuhan karena berhubungan dengan kuasa kegelapan atau si Iblis yang adalah musuh Allah. Jika kita berhubungan dengan Iblis, kita telah memposisikan diri kita sebagai musuh Tuhan. Bertobatlah sebelum semuanya terlambat! Jangan sampai pengalaman bangsa Israel ini terjadi dan menimpa kita.
Tanah Perjanjian disediakan Tuhan bagi orang-orang yang setia dan hidup benar!
Baca: 1 Korintus 10:1-10
"Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun." 1 Korintus 10:5
Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Dari pengalaman, kita bisa belajar tentang banyak hal, baik itu tentang kegagalan dan juga keberhasilan, dan bisa menjadi suatu evaluasi bagi kita.
Firman Tuhan yang kita baca hari ini adalah peristiwa yang terjadi dan dialami oleh bangsa Israel yang dapat kita jadikan pelajaran berharga dalam perjalanan hidup kekristenan kita saat ini. Bangsa Israel dipanggil Tuhan keluar dari Mesir dan dibawa kepada rencanaNya yang indah yaitu masuk ke Tanah Perjanjian (Kanaan). Tetapi sayang, di tengah perjalanan sebagian besar dari mereka mati di padang gurun. Ada tertulis: "...banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Pasti ada sebabnya mengapa mereka tidak bisa masuk ke Kanaan! Alkitab mencatat bahwa mereka melakukan hal-hal yang jahat (1 Korintus 10:6). Meski dalam perjalanan dipelihara Tuhan begitu rupa, mereka tidak tahu bersyukur. Terus saja menyalahkan Tuhan! Padahal mereka diberi manna dari sorga setiap hari dan ketika minta daging, Tuhan pun memberikan burung puyuh. Bahkan mereka makan daging puyuh itu sampai kekenyangan hingga tersedak. Akibatnya puluhan ribu orang mati karena kerakusan mereka sendiri. Tidak hanya itu, mereka juga menyembah berhala (1 Korintus 10:7). Ketika tidak sabar menantikan Musa turun dari gunung Sinai, "...mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban," (Keluaran 32:8). Tidak sabar menantikan jawaban dari Tuhan, mereka berpaling kepada berhala!
Sampai hari ini masih banyak orang Kristen yang karena belum beroleh jawaban doa dari Tuhan secepat kilat lari mencari pertolongan kepada berhala: pergi ke klenteng, Gunung Kawi, dukun dan sebagainya. Hal ini sangat jahat di mata Tuhan karena berhubungan dengan kuasa kegelapan atau si Iblis yang adalah musuh Allah. Jika kita berhubungan dengan Iblis, kita telah memposisikan diri kita sebagai musuh Tuhan. Bertobatlah sebelum semuanya terlambat! Jangan sampai pengalaman bangsa Israel ini terjadi dan menimpa kita.
Tanah Perjanjian disediakan Tuhan bagi orang-orang yang setia dan hidup benar!
Tuesday, August 9, 2011
KUMPULKAN HARTA DI SORGA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2011 -
Baca: Amsal 11
"Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut." Amsal 11:4
Rasul Paulus menasihati, "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:6-8). Memang benarlah bahwa kita tidak membawa apa pun ketika lahir ke dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ketika meninggal. Ayub juga menyadari akan hal ini. "Dengan telanjang aku keluar dari kandungna ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21). Namun hal ini bukan berarti Tuhan tidak menghendaki anak-anakNya hidup dalam kelimpahan. Dia juga tidak menghendaki anak-anakNya hidup dalam kemiskinan demi menunjukkan tingkat kerohaniannya yang tinggi pada dunia.
Dahulu, yang menjadi salah satu ukuran kekayaan seseorang adalah pakaian yang dikenakannya. Orang kaya pasti akan melengkapi pakaiannya dengan berbagai aksesoris berlapis emas. Ada pun bahan pakaian mereka itu terbuat dari wol, sedangkan wol adalah bahan yang paling disukai oleh ngengat, sehingga mereka pun mengalami kesulitan mencegah pakaian mereka dari gigitan ngengat. Dan kita semua tahu bahwa hampir semua jenis harta kekayaan selalu menjadi incaran para pencuri. Karena itu banyak orang berusaha menguburkan hartanya yang berharga tersebut di bawah tanah di luar rumahnya atau ladangnya, namun "...pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Kata 'membongkar' dalam arti harfiahnya: menggali, yaitu kegiatan menggali tanah di ladang orang lain. Tatkala kita mengumpulkan harta di dunia ini demi keuntungan diri sendiri atau untuk sekedar show off atau memboroskannya dengan tiada batas, sesungguhnya kita sudah menjadikan harta kita sebagai berhala.
Kita harus ingat bahwa tak ada satu pun dari harta kita yang aman dari pencuri meski kita menjaganya secara ekstra; harta yang telah kita usahakan seumur hidup itu tetap saja tidak akan kita bawa saat kita mati kelak. Karena itu "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9).
Ketika kita menggunakan harta kita untuk tujuan Kerajaan Allah, kita sedang melakukan investasi sorgawi; dan di sorga tidak ada ngengat, karat dan juga pencuri.
Baca: Amsal 11
"Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut." Amsal 11:4
Rasul Paulus menasihati, "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:6-8). Memang benarlah bahwa kita tidak membawa apa pun ketika lahir ke dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ketika meninggal. Ayub juga menyadari akan hal ini. "Dengan telanjang aku keluar dari kandungna ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21). Namun hal ini bukan berarti Tuhan tidak menghendaki anak-anakNya hidup dalam kelimpahan. Dia juga tidak menghendaki anak-anakNya hidup dalam kemiskinan demi menunjukkan tingkat kerohaniannya yang tinggi pada dunia.
Dahulu, yang menjadi salah satu ukuran kekayaan seseorang adalah pakaian yang dikenakannya. Orang kaya pasti akan melengkapi pakaiannya dengan berbagai aksesoris berlapis emas. Ada pun bahan pakaian mereka itu terbuat dari wol, sedangkan wol adalah bahan yang paling disukai oleh ngengat, sehingga mereka pun mengalami kesulitan mencegah pakaian mereka dari gigitan ngengat. Dan kita semua tahu bahwa hampir semua jenis harta kekayaan selalu menjadi incaran para pencuri. Karena itu banyak orang berusaha menguburkan hartanya yang berharga tersebut di bawah tanah di luar rumahnya atau ladangnya, namun "...pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Kata 'membongkar' dalam arti harfiahnya: menggali, yaitu kegiatan menggali tanah di ladang orang lain. Tatkala kita mengumpulkan harta di dunia ini demi keuntungan diri sendiri atau untuk sekedar show off atau memboroskannya dengan tiada batas, sesungguhnya kita sudah menjadikan harta kita sebagai berhala.
Kita harus ingat bahwa tak ada satu pun dari harta kita yang aman dari pencuri meski kita menjaganya secara ekstra; harta yang telah kita usahakan seumur hidup itu tetap saja tidak akan kita bawa saat kita mati kelak. Karena itu "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9).
Ketika kita menggunakan harta kita untuk tujuan Kerajaan Allah, kita sedang melakukan investasi sorgawi; dan di sorga tidak ada ngengat, karat dan juga pencuri.
Monday, August 8, 2011
KUMPULKAN HARTA DI SORGA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2011 -
Baca: Matius 6:19-24
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." Matius 6:19
Secara alamiah manusia memiliki dorongan yang kuat untuk mencari, mengejar dan menikmati benda-benda atau materi di dunia ini. Terlebih lagi dalam keadaan ekonomi yang sangat sulit seperti sekarang ini semua orang dituntut untuk bekerja lebih keras lagi demi mendapatkan penghasilan lebih dan materi yang sebanyak-banyaknya. Kini tidak sedikit orang lebih mengejar materi atau perkara dunia ini daripada perkara-perkara rohani. Alkitab menasihati, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Hal mengejar materi atau harta ini juga terjadi pada zaman Yesus di mana para pemimpin agama memiliki kecenderungan menjadi sangat materialistis, tamak, bahkan ada kalanya mereka licik dalam memenuhi ambisi mereka. Itulah sebabnya Tuhan Yesus sangat mengecam orang-orang Farisi yang dikenal sebagai hamba-hamba uang (baca Lukas 16:14). "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang." (Matius 23:14a). Mengapa Tuhan Yesus mengecam mereka? Karena mereka begitu serakah, demi materi mereka menghalalkan segala cara. Ini juga yang terjadi pada anak-anak imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Sebagai anak-anak imam besar mereka telah menyalahgunakan otoritas ayahnya dengan tidak menghargai korban persembahan. Mereka mengambil porsi yang lebih untuk diri sendiri, bahkan mereka berani bertindak lebih jauh lagi dengan melakukan perzinahan dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan (Baca 1 Samuel 2:22).
Bukankah saat ini banyak orang telah menyalahgunakan jabatan untuk meraih keuntungan atau memperkaya diri sendiri? Wakil rakyat yang duduk di kursi pemerintahan terlibat suap dan korupsi. Mereka seringkali menghalalkan berbagai cara mengatasnamakan rakyat, padahal itu semua hanyalah akal-akalan mereka untuk mengeruk keuntungan. Banyak ayat dalam Alkitab yang memperingatkan kita supaya tidak mengumpulkan kekayaan demi kepentingan diri sendiri. Salomo berkata, "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini!" (Amsal 23:4).
(Bersambung)
Baca: Matius 6:19-24
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." Matius 6:19
Secara alamiah manusia memiliki dorongan yang kuat untuk mencari, mengejar dan menikmati benda-benda atau materi di dunia ini. Terlebih lagi dalam keadaan ekonomi yang sangat sulit seperti sekarang ini semua orang dituntut untuk bekerja lebih keras lagi demi mendapatkan penghasilan lebih dan materi yang sebanyak-banyaknya. Kini tidak sedikit orang lebih mengejar materi atau perkara dunia ini daripada perkara-perkara rohani. Alkitab menasihati, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Hal mengejar materi atau harta ini juga terjadi pada zaman Yesus di mana para pemimpin agama memiliki kecenderungan menjadi sangat materialistis, tamak, bahkan ada kalanya mereka licik dalam memenuhi ambisi mereka. Itulah sebabnya Tuhan Yesus sangat mengecam orang-orang Farisi yang dikenal sebagai hamba-hamba uang (baca Lukas 16:14). "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang." (Matius 23:14a). Mengapa Tuhan Yesus mengecam mereka? Karena mereka begitu serakah, demi materi mereka menghalalkan segala cara. Ini juga yang terjadi pada anak-anak imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Sebagai anak-anak imam besar mereka telah menyalahgunakan otoritas ayahnya dengan tidak menghargai korban persembahan. Mereka mengambil porsi yang lebih untuk diri sendiri, bahkan mereka berani bertindak lebih jauh lagi dengan melakukan perzinahan dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan (Baca 1 Samuel 2:22).
Bukankah saat ini banyak orang telah menyalahgunakan jabatan untuk meraih keuntungan atau memperkaya diri sendiri? Wakil rakyat yang duduk di kursi pemerintahan terlibat suap dan korupsi. Mereka seringkali menghalalkan berbagai cara mengatasnamakan rakyat, padahal itu semua hanyalah akal-akalan mereka untuk mengeruk keuntungan. Banyak ayat dalam Alkitab yang memperingatkan kita supaya tidak mengumpulkan kekayaan demi kepentingan diri sendiri. Salomo berkata, "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini!" (Amsal 23:4).
(Bersambung)
Sunday, August 7, 2011
MELAKUKAN PERKARA-PERKARA BESAR: Bukan Mimpi!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2011 -
Baca: Mazmur 60
"Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita." Mazmur 60:14
Memiliki impian besar dan melakukan perkara-perkara yang besar bukanlah hal yang mustahil bagi orang percaya! Tuhan Yesus sendiri menegaskan, "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12a). Seringkali kita merasa tidak mampu dan berkata, "Ah, mana mungkin! Aku tidak punya sesuatu yang bisa kubanggakan."
Musa, pada waktu awal dipanggil Tuhan untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir sempat menolak karena merasa tidak mampu dan tidak fasih bicara. Namun akhirnya Musa merespons panggilan Tuhan ini dan mampu memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Ketika malaikat Tuhan berfirman kepada Gideon, "Tuhan menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani." (Hakim-Hakim 6:12), Gideon merasa dirinya tidak layak. Tapi bila kita baca kisah selanjutnya, Gideon mampu mengalahkan bangsa Midian. Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! Karena kita memiliki Allah yang besar, dan dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa! Sekaranglah waktunya untuk kita bermimpi besar, mendoakan hal-hal besar dan mengerjakan perkara-perkara besar bagi kemuliaan Tuhan dan juga sesama kita. Selagi ada kesempatan jangan menundanya! Jangan sia-siakan setiap talenta dan juga karunia yang sudah Tuhan percayakan kepada kita.
Ingatlah bahwa hidup kita di dunia ini singkat, dan sudah tidak ada harapan dan juga kesempatan di dunia orang mati, seperti disampaikan Salomo, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangkan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkhotbah 9:10). Satu perkara yang harus kita ingat: jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri. Jaminan bagi orang percaya untuk melakukan perkara-perkara besar dan mendoakan hal-hal besar adalah pasti, karena apa pun yang kita minta dalam nama Yesus, Ia akan melakukannya.
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," Efesus 3:20
Baca: Mazmur 60
"Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita." Mazmur 60:14
Memiliki impian besar dan melakukan perkara-perkara yang besar bukanlah hal yang mustahil bagi orang percaya! Tuhan Yesus sendiri menegaskan, "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12a). Seringkali kita merasa tidak mampu dan berkata, "Ah, mana mungkin! Aku tidak punya sesuatu yang bisa kubanggakan."
Musa, pada waktu awal dipanggil Tuhan untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir sempat menolak karena merasa tidak mampu dan tidak fasih bicara. Namun akhirnya Musa merespons panggilan Tuhan ini dan mampu memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Ketika malaikat Tuhan berfirman kepada Gideon, "Tuhan menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani." (Hakim-Hakim 6:12), Gideon merasa dirinya tidak layak. Tapi bila kita baca kisah selanjutnya, Gideon mampu mengalahkan bangsa Midian. Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan! Karena kita memiliki Allah yang besar, dan dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa! Sekaranglah waktunya untuk kita bermimpi besar, mendoakan hal-hal besar dan mengerjakan perkara-perkara besar bagi kemuliaan Tuhan dan juga sesama kita. Selagi ada kesempatan jangan menundanya! Jangan sia-siakan setiap talenta dan juga karunia yang sudah Tuhan percayakan kepada kita.
Ingatlah bahwa hidup kita di dunia ini singkat, dan sudah tidak ada harapan dan juga kesempatan di dunia orang mati, seperti disampaikan Salomo, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangkan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkhotbah 9:10). Satu perkara yang harus kita ingat: jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri. Jaminan bagi orang percaya untuk melakukan perkara-perkara besar dan mendoakan hal-hal besar adalah pasti, karena apa pun yang kita minta dalam nama Yesus, Ia akan melakukannya.
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," Efesus 3:20
Saturday, August 6, 2011
BUKTIKAN DENGAN PERBUATAN: Jangan Hanya berkata-kata!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2011 -
Baca: Amsal 17
"Orang bebal tidak layak mengucapkan kata-kata yang bagus, apalagi orang mulia mengucapkan kata-kata dusta." Amsal 17:7
Menjadi pengikut Kristus berarti seluruh kehidupan kita meneladani apa yang Kristus perbuat. Tertulis: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Jadi perlu bukti nyata melalui kehidupan kita sehari-hari, bukan hanya berkata-kata atau berkoar-koar!
Sesungguhnya kehidupan kekristenan kita ini ibarat sebuah kebun. Kebun itu akan bermanfaat apabila di dalamnya ditanami dengan sayur-mayur atau tanaman yang dapat menghasilkan buah, sehingga dapat dikonsumsi oleh banyak orang. Oleh karena itu kebun tersebut harus dirawat dengan baik: dibersihkan, dibajak tanahnya dan ditanami benih yang baik. Sebaliknya jika kebun itu tidak dibersihkan dan dibiarkan begitu saja, maka semak belukar yang akan memenuhinya. Tanah itu pun menjadi sia-sia dan tiada guna! Seorang Kristen yang hanya pandai berkata-kata tapi tidak melakukan apa yang dikatakannya bisa diibaratkan seperti kebun yang penuh dengan semak belukar saja, karena kualitas hidup seseorang itu dapat dilihat dari buahnya: "...tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur." (Lukas 6:43-44). Salomo menyatakan bahwa orang yang bebal (tidak takut akan Tuhan) itu tidak patut mengucapkan kata-kata yang bagus, karena ia akan dianggap dusta oleh orang yang mendengarnya. Mengapa? Karena apa yang diucapkan itu tidak cocok dengan perbuatannya! Begitu pula jika ada orang benar yang mengucapkan kata-kata dusta, maka ia tidak berguna bagi sesamanya.
Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa suatu perbuatan lebih tajam daripada kata-kata yang banyak. Apakah perbuatan kita sudah mencerminkan bahwa kita ini anak-anak Tuhan? Kita harus membuktikan itu melalui perbuatan! Jadi, "...seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati." (Yakobus 2:26).
Orang yang melakukan firman diibaratkan sebuah kebun yang di dalamnya tumbuh pohon-pohonan yang berbuah dan membawa manfaat bagi banyak orang!
Baca: Amsal 17
"Orang bebal tidak layak mengucapkan kata-kata yang bagus, apalagi orang mulia mengucapkan kata-kata dusta." Amsal 17:7
Menjadi pengikut Kristus berarti seluruh kehidupan kita meneladani apa yang Kristus perbuat. Tertulis: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Jadi perlu bukti nyata melalui kehidupan kita sehari-hari, bukan hanya berkata-kata atau berkoar-koar!
Sesungguhnya kehidupan kekristenan kita ini ibarat sebuah kebun. Kebun itu akan bermanfaat apabila di dalamnya ditanami dengan sayur-mayur atau tanaman yang dapat menghasilkan buah, sehingga dapat dikonsumsi oleh banyak orang. Oleh karena itu kebun tersebut harus dirawat dengan baik: dibersihkan, dibajak tanahnya dan ditanami benih yang baik. Sebaliknya jika kebun itu tidak dibersihkan dan dibiarkan begitu saja, maka semak belukar yang akan memenuhinya. Tanah itu pun menjadi sia-sia dan tiada guna! Seorang Kristen yang hanya pandai berkata-kata tapi tidak melakukan apa yang dikatakannya bisa diibaratkan seperti kebun yang penuh dengan semak belukar saja, karena kualitas hidup seseorang itu dapat dilihat dari buahnya: "...tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur." (Lukas 6:43-44). Salomo menyatakan bahwa orang yang bebal (tidak takut akan Tuhan) itu tidak patut mengucapkan kata-kata yang bagus, karena ia akan dianggap dusta oleh orang yang mendengarnya. Mengapa? Karena apa yang diucapkan itu tidak cocok dengan perbuatannya! Begitu pula jika ada orang benar yang mengucapkan kata-kata dusta, maka ia tidak berguna bagi sesamanya.
Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa suatu perbuatan lebih tajam daripada kata-kata yang banyak. Apakah perbuatan kita sudah mencerminkan bahwa kita ini anak-anak Tuhan? Kita harus membuktikan itu melalui perbuatan! Jadi, "...seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati." (Yakobus 2:26).
Orang yang melakukan firman diibaratkan sebuah kebun yang di dalamnya tumbuh pohon-pohonan yang berbuah dan membawa manfaat bagi banyak orang!
Friday, August 5, 2011
TUHAN MENYERTAI PERJALANAN KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2011 -
Baca: Yeremia 10:17-25
"Aku tahu, ya Tuhan, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa menetapkan langkahnya." Yeremia 10:23
Tidak ada seorang pun yang menjalani hidup ini tanpa tujuan; semua orang memiliki sasaran atau impian yang hendak diraih. Dan untuk sampai kepada tujuan, kita harus menempuh jalan yang lurus atau benar, jalan yang ditunjukkan Tuhan kepada kita, karena jika Tuhan yang menyuruh kita untuk melewati jalan itu, Dia juga yang akan menuntun dan memampukan kita. Ada tertulis, "Dibawa-Nya mereka menempuh jalan yang lurus, sehingga sampai ke kota tempat kediaman orang." (Mazmur 107:7).
Perjalanan bangsa Israel dari Mesir (perbudakan) menuju ke Tanah Perjanjian (Kanaan) adalah gambaran perjalanan hidup orang percaya. Suatu perjalanan yang tidak mudah, tidak nyaman, naik-turun, penuh dengan tantangan, melewati onak duri, panas terik dan juga dinginnya malam. Ketika perjalanan sampai di Mara, "...mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya." (Keluaran 15:23a). Bahkan pemazmur juga menyatakan, "Singa dan ular tedung akan kaulangkahi, engkau akan menginjak anak singa dan ular naga." (Mazmur 91:13). Setiap langkah mereka diwarnai dengan bahaya maut yang mengancam. Namun itulah satu-satunya jalan menuju Kanaan.
Percayalah bahwa dalam perjalanan hidup ini kita tidak sendirian, ada Tuhan yang menyertai kita dan penyertaanNya itu sempurna; Ia sangat peduli dan menyediakan apa pun yang kita perlukan. Kita tidak perlu takut, kita akan aman dalam perlindungan Tuhan! Seperti yang diungkapkan Daud, "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4). Oleh karena itu dalam menempuh perjalanan ini kita harus menjaga pikiran dan mengarahkannya hanya kepada Tuhan. Buang semua pikiran-pikiran negatif yang ada! Jadi, "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Begitu juga dengan ucapan kita, haruslah benar, membangun, menghibur dan menguatkan orang lain (Efesus 4:29).
Arahkan pandangan kepada Tuhan: pada saatnya kita pasti mencapai Tanah Perjanjian itu!
Baca: Yeremia 10:17-25
"Aku tahu, ya Tuhan, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa menetapkan langkahnya." Yeremia 10:23
Tidak ada seorang pun yang menjalani hidup ini tanpa tujuan; semua orang memiliki sasaran atau impian yang hendak diraih. Dan untuk sampai kepada tujuan, kita harus menempuh jalan yang lurus atau benar, jalan yang ditunjukkan Tuhan kepada kita, karena jika Tuhan yang menyuruh kita untuk melewati jalan itu, Dia juga yang akan menuntun dan memampukan kita. Ada tertulis, "Dibawa-Nya mereka menempuh jalan yang lurus, sehingga sampai ke kota tempat kediaman orang." (Mazmur 107:7).
Perjalanan bangsa Israel dari Mesir (perbudakan) menuju ke Tanah Perjanjian (Kanaan) adalah gambaran perjalanan hidup orang percaya. Suatu perjalanan yang tidak mudah, tidak nyaman, naik-turun, penuh dengan tantangan, melewati onak duri, panas terik dan juga dinginnya malam. Ketika perjalanan sampai di Mara, "...mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya." (Keluaran 15:23a). Bahkan pemazmur juga menyatakan, "Singa dan ular tedung akan kaulangkahi, engkau akan menginjak anak singa dan ular naga." (Mazmur 91:13). Setiap langkah mereka diwarnai dengan bahaya maut yang mengancam. Namun itulah satu-satunya jalan menuju Kanaan.
Percayalah bahwa dalam perjalanan hidup ini kita tidak sendirian, ada Tuhan yang menyertai kita dan penyertaanNya itu sempurna; Ia sangat peduli dan menyediakan apa pun yang kita perlukan. Kita tidak perlu takut, kita akan aman dalam perlindungan Tuhan! Seperti yang diungkapkan Daud, "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4). Oleh karena itu dalam menempuh perjalanan ini kita harus menjaga pikiran dan mengarahkannya hanya kepada Tuhan. Buang semua pikiran-pikiran negatif yang ada! Jadi, "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Begitu juga dengan ucapan kita, haruslah benar, membangun, menghibur dan menguatkan orang lain (Efesus 4:29).
Arahkan pandangan kepada Tuhan: pada saatnya kita pasti mencapai Tanah Perjanjian itu!
Thursday, August 4, 2011
HIDUP KRISTEN: Pohon yang Menghasilkan Buah!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2011 -
Baca: Mazmur 1:1-3
"Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya," Mazmur 1:3a
Dalam kisah kemarin Tuhan sangat kecewa karena kehidupan kita tidak menghasilkan buah seperti yang Dia kehendaki. Kita mengecewakan Dia, padahal Dia sebagai pemilik kebun anggur telah merawat kebun itu dengan baik: tanahnya dicangkul dan diratakan, kerikil dan batu-batu yang ada dibuang, di tengah-tengahnya juga didirikan sebuah menara jaga, digalinya juga lubang untuk tempat pemerasan anggur. Apa lagi yang kurang? Jika demikian, kehidupan kita setali tiga uang dengan bangsa Israel sebagai pokok anggur yang ditanam Tuhan, tetapi telah mengecewakan dan gagal menjadi berkat bagi bangsa lain.
Perhatikan pembacaan firman kita hari ini: "Berbahagialah orang... yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Pohon ini menghasilkan buah, daunnya tidak pernah layu dan apa saja yang diperbuatnya berhasil. Ini adalah gambaran orang Kristen yang senantiasa melekat kepada Tuhan dan yang senantiasa merenungkan firman Tuhan siang dan malam. Suatu kehidupan yang berdampak, menjadi berkat bagi orang lain. Simak juga Yeremia 17:7-8, "...orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah." (Yeremia 17:7-8).
Apalah artinya sebuah pohon berdaun rimbun jika tanpa buah. Itu menjadi sia-sia! Yang Tuhan kehendaki adalah hidup yang menghasilkan buah, artinya hidup kita menjadi berkat dan berdampak bagi orang lain. Oleh karena itu hidup kekristenan adalah hidup yang terus berproses, makin hari makin dewasa, makin hari makin berakar di dalam firman, bertumbuh di dalam Tuhan dan semakin serupa dengan Dia. Semua ini secara otomatis akan disertai dengan perubahan karakter dalam hidup kita.
"Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." Matius 7:19
Baca: Mazmur 1:1-3
"Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya," Mazmur 1:3a
Dalam kisah kemarin Tuhan sangat kecewa karena kehidupan kita tidak menghasilkan buah seperti yang Dia kehendaki. Kita mengecewakan Dia, padahal Dia sebagai pemilik kebun anggur telah merawat kebun itu dengan baik: tanahnya dicangkul dan diratakan, kerikil dan batu-batu yang ada dibuang, di tengah-tengahnya juga didirikan sebuah menara jaga, digalinya juga lubang untuk tempat pemerasan anggur. Apa lagi yang kurang? Jika demikian, kehidupan kita setali tiga uang dengan bangsa Israel sebagai pokok anggur yang ditanam Tuhan, tetapi telah mengecewakan dan gagal menjadi berkat bagi bangsa lain.
Perhatikan pembacaan firman kita hari ini: "Berbahagialah orang... yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Pohon ini menghasilkan buah, daunnya tidak pernah layu dan apa saja yang diperbuatnya berhasil. Ini adalah gambaran orang Kristen yang senantiasa melekat kepada Tuhan dan yang senantiasa merenungkan firman Tuhan siang dan malam. Suatu kehidupan yang berdampak, menjadi berkat bagi orang lain. Simak juga Yeremia 17:7-8, "...orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah." (Yeremia 17:7-8).
Apalah artinya sebuah pohon berdaun rimbun jika tanpa buah. Itu menjadi sia-sia! Yang Tuhan kehendaki adalah hidup yang menghasilkan buah, artinya hidup kita menjadi berkat dan berdampak bagi orang lain. Oleh karena itu hidup kekristenan adalah hidup yang terus berproses, makin hari makin dewasa, makin hari makin berakar di dalam firman, bertumbuh di dalam Tuhan dan semakin serupa dengan Dia. Semua ini secara otomatis akan disertai dengan perubahan karakter dalam hidup kita.
"Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." Matius 7:19
Wednesday, August 3, 2011
POHON ARA YANG TIDAK BERBUAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2011 -
Baca: Lukas 13:6-9
"Seorang yang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya." Lukas 13:6
Membaca perikop ini kita akan teringat sebuah nyanyian nabi Yesaya tentang kebun anggur. Tertulis, "Kekasihku itu mempunyai kebun anggur di lereng bukit yang subur. Ia mencangkulnya dan membuang batu-batunya, dan menanaminya dengan pokok anggur pilihan; ia mendirikan sebuah menara jaga di tengah-tengahnya dan menggali lobang tempat memeras anggur; lalu dinantinya supaya kebuh itu menghasilkan buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya ialah buah anggur yang asam." (Yesaya 5:1b-2). Ini adalah ratapan nabi Yesaya mengenai kegagalan bangsa Israel yang digambarkan seperti pohon anggur yang gagal menghasilkan buah anggur yang baik, justru yang dihasilkan adalah buah anggur yang asam. Ratapan inilah yang mengilhami Yesus dalam mengisahkan perumpamaan pada perikop ini (Lukas 13:6-9).
Secara geografis daerah Palestina dikenal sebagai wilayah pegunungan yang sangat subur, sehingga tanaman buah-buahan banyak tumbuh di sana: zaitun, anggur, delima dan juga pohon ara. Karena kondisi tanahnya yang sangat subur, pohon ara pun dapat bertumbuh subur di mana-mana. Tapi pohon ara dalam perikop ini sungguh aneh dan lain daripada yang lain, karena pohon ara ini ditanam secara khusus di dalam kebun anggur. Artinya pohon ara ini beroleh perlakuan yang sangat istimewa dari pemilik kebun anggur. Tetapi kenyataannya pohon ara tersebut tetap saja tidak menghasilkan buah. Dikatakan, "Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya." (Lukas 13:7a). Pada tahun pertama masih bisa dimaklumi, mungkin masih terlalu muda untuk berbuah. Tahun kedua belum juga berbuah, mungkin perlu ditambah pupuknya dan dicangkul lagi tanahnya sehingga belum juga berbuah. Namun sampai pada tahun ketiga pohon ara itu tetap saja tidak menghasilkan buah. Pohon ara itu telah mengecewakan! Lalu pemilik kebun itu berkata dengan tegas, "Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!" (Lukas 13:7b).
Ini adalah gambaran dari kehidupan kita orang percaya; kita yang sesungguhnya berada di luar anugerahNya oleh kasihNya kita secara khusus dipilih, dipanggil menjadi umatNya, dan diangkat sebagai anak-anak Allah dan diselamatkan. Suatu anugerah yang luar biasa! (Bersambung)
Baca: Lukas 13:6-9
"Seorang yang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya." Lukas 13:6
Membaca perikop ini kita akan teringat sebuah nyanyian nabi Yesaya tentang kebun anggur. Tertulis, "Kekasihku itu mempunyai kebun anggur di lereng bukit yang subur. Ia mencangkulnya dan membuang batu-batunya, dan menanaminya dengan pokok anggur pilihan; ia mendirikan sebuah menara jaga di tengah-tengahnya dan menggali lobang tempat memeras anggur; lalu dinantinya supaya kebuh itu menghasilkan buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya ialah buah anggur yang asam." (Yesaya 5:1b-2). Ini adalah ratapan nabi Yesaya mengenai kegagalan bangsa Israel yang digambarkan seperti pohon anggur yang gagal menghasilkan buah anggur yang baik, justru yang dihasilkan adalah buah anggur yang asam. Ratapan inilah yang mengilhami Yesus dalam mengisahkan perumpamaan pada perikop ini (Lukas 13:6-9).
Secara geografis daerah Palestina dikenal sebagai wilayah pegunungan yang sangat subur, sehingga tanaman buah-buahan banyak tumbuh di sana: zaitun, anggur, delima dan juga pohon ara. Karena kondisi tanahnya yang sangat subur, pohon ara pun dapat bertumbuh subur di mana-mana. Tapi pohon ara dalam perikop ini sungguh aneh dan lain daripada yang lain, karena pohon ara ini ditanam secara khusus di dalam kebun anggur. Artinya pohon ara ini beroleh perlakuan yang sangat istimewa dari pemilik kebun anggur. Tetapi kenyataannya pohon ara tersebut tetap saja tidak menghasilkan buah. Dikatakan, "Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya." (Lukas 13:7a). Pada tahun pertama masih bisa dimaklumi, mungkin masih terlalu muda untuk berbuah. Tahun kedua belum juga berbuah, mungkin perlu ditambah pupuknya dan dicangkul lagi tanahnya sehingga belum juga berbuah. Namun sampai pada tahun ketiga pohon ara itu tetap saja tidak menghasilkan buah. Pohon ara itu telah mengecewakan! Lalu pemilik kebun itu berkata dengan tegas, "Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!" (Lukas 13:7b).
Ini adalah gambaran dari kehidupan kita orang percaya; kita yang sesungguhnya berada di luar anugerahNya oleh kasihNya kita secara khusus dipilih, dipanggil menjadi umatNya, dan diangkat sebagai anak-anak Allah dan diselamatkan. Suatu anugerah yang luar biasa! (Bersambung)
Tuesday, August 2, 2011
MEMAHAMI DAN MENGENALI JALAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2011 -
Baca: Mazmur 25
"Segala jalan Tuhan adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." Mazmur 25:10
Kepada Musa Tuhan memperkenalkan jalan-jalanNya yang ajaib. Adalah tidak mudah memahami dan mengerti jalan-jalan Tuhan itu, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dan bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9).
Seringkali kita memaksa Tuhan untuk mengikuti kehendak dan rencana kita tapi kita sendiri tidak mau mengikuti jalan-jalan Tuhan. Jalan Tuhan itu sulit dimengerti dan serasa tidak masuk akal. Orang yang hanya terfokus pada perbuatan-perbuatan Tuhan, akan mudah kecewa dan bersungut-sungut kepada Tuhan seperti bangsa Israel. Pemazmur berkata, "Nenek moyang kami di Mesir tidak mengerti perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib, tidak ingat besarnya kasih setia-Mu, tetapi mereka memberontak terhadap yang Mahatinggi di tepi Laut Teberau." (Mazmur 106:7). Sekalipun mereka telah melihat dan mengecap perbuatan Tuhan, mereka belum juga mengerti jalan-jalan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan berkata, "Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kata-Ku: 'Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalan-Ku.' Sebab itu Aku bersumpah dalam murka-Ku: 'Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.' " (Mazmur 95:10-11).
Kalau kita tidak mengenali jalan-jalan Tuhan, kita tidak akan memiliki pengalaman berjalan bersama Tuhan; kita tidak akan tahu bagaimana hidup berjalan dengan Tuhan. Dengan memahami jalan Tuhan kita juga akan semakin mengenal pribadiNya, dan dengan mengenal pribadiNya kita akan mengetahui kehendak dan rencanaNya, apa yang Tuhan inginkan untuk kita kerjakan di dalam hidup kita. Tuhan berkata, "Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." (Yesaya 43:19). Terkadang jalan Tuhan itu terasa berat untuk kita jalani, tetapi selalu ada rencanaNya yang indah dan semua itu mendatangkan kebaikan bagi kita.
Karena menolak jalan di padang gurun yang telah dibukakan Tuhan, bangsa Israel pun tidak bisa menikmati Tanah Perjanjian!
Baca: Mazmur 25
"Segala jalan Tuhan adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." Mazmur 25:10
Kepada Musa Tuhan memperkenalkan jalan-jalanNya yang ajaib. Adalah tidak mudah memahami dan mengerti jalan-jalan Tuhan itu, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dan bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9).
Seringkali kita memaksa Tuhan untuk mengikuti kehendak dan rencana kita tapi kita sendiri tidak mau mengikuti jalan-jalan Tuhan. Jalan Tuhan itu sulit dimengerti dan serasa tidak masuk akal. Orang yang hanya terfokus pada perbuatan-perbuatan Tuhan, akan mudah kecewa dan bersungut-sungut kepada Tuhan seperti bangsa Israel. Pemazmur berkata, "Nenek moyang kami di Mesir tidak mengerti perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib, tidak ingat besarnya kasih setia-Mu, tetapi mereka memberontak terhadap yang Mahatinggi di tepi Laut Teberau." (Mazmur 106:7). Sekalipun mereka telah melihat dan mengecap perbuatan Tuhan, mereka belum juga mengerti jalan-jalan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan berkata, "Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kata-Ku: 'Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalan-Ku.' Sebab itu Aku bersumpah dalam murka-Ku: 'Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.' " (Mazmur 95:10-11).
Kalau kita tidak mengenali jalan-jalan Tuhan, kita tidak akan memiliki pengalaman berjalan bersama Tuhan; kita tidak akan tahu bagaimana hidup berjalan dengan Tuhan. Dengan memahami jalan Tuhan kita juga akan semakin mengenal pribadiNya, dan dengan mengenal pribadiNya kita akan mengetahui kehendak dan rencanaNya, apa yang Tuhan inginkan untuk kita kerjakan di dalam hidup kita. Tuhan berkata, "Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." (Yesaya 43:19). Terkadang jalan Tuhan itu terasa berat untuk kita jalani, tetapi selalu ada rencanaNya yang indah dan semua itu mendatangkan kebaikan bagi kita.
Karena menolak jalan di padang gurun yang telah dibukakan Tuhan, bangsa Israel pun tidak bisa menikmati Tanah Perjanjian!
Monday, August 1, 2011
HAL BANGSA ISRAEL: Hanya Terfokus Pada Perbuatan Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Agustus 2011 -
Baca: Mazmur 103
"Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel." Mazmur 103:7
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan, karena itulah mereka dikasihi dan dipelihara Tuhan secara luar biasa. Meski demikian mereka begitu mudahnya kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan, bahkan mereka menyalahkan Tuhan, bahkan mereka memberontak kepadaNya dan menyembah ilah-ilah lain. "Mereka membangkitkan cemburu-Ku dengan yang bukan Allah, mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka. Sebab itu Aku akan membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan bangsa yang bebal." (Ulangan 32:21).
Fokus bangsa Israel hanya tertuju kepada perkara-perkara yang kelihatan; mereka hanya ingin menikmati perbuatan-perbuatan Tuhan tetapi tidak pernah merindukan pribadiNya, tidak pernah memahami rencana dan jalan-jalan Tuhan di balik itu semua. Itulah sebabnya kepada bangsa Israel Tuhan hanya bisa menyatakan perbuatan-perbuatanNya, tidak lebih dari itu, karena hati mereka yang bebal. Bangsa Israel hanya bisa mengenal Tuhan melalui perbuatan-perbuatanNya, melalui berbagai macam mujizat yang dapat mereka saksikan dan alami setiap hari selama 40 tahun di padang gurun, dan hanya melalui perbuatanNya saja mereka mengenal Tuhan.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan orang percaya saat ini! Banyak dari kita yang hanya menginginkan perbuatan-perbuatan Tuhan dinyatakan dalam kehidupan kita; yang kita inginkan hanya mujizatNya, pertolonganNya, kesembuhanNya dan juga berkat-berkatNya. Ketika banyak orang berbondong-bondong mengikut Yesus, berkatalah Ia, "...:sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Akibatnya ketika kenyataan tidak seperti yang diharapkan, kita mudah kecewa, tidak lagi berdoa dengan sungguh-sungguh, bahkan ada yang undur dan meninggalkan Tuhan. Kita mengukur kekristenan dengan berkat dan materi yang ada. Ketika sedang keberkatan kita begitu berapi-api mengikuti Tuhan, tetapi ketika badai permasalahan datang menerpa, semangat kita untuk Tuhan berangsur luntur, kita pun komplain: "Mengapa Tuhan ijinkan hal ini terjadi? Mengapa Tuhan tinggal diam dan tidak bertindak?" (Bersambung)
Baca: Mazmur 103
"Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel." Mazmur 103:7
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan, karena itulah mereka dikasihi dan dipelihara Tuhan secara luar biasa. Meski demikian mereka begitu mudahnya kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan, bahkan mereka menyalahkan Tuhan, bahkan mereka memberontak kepadaNya dan menyembah ilah-ilah lain. "Mereka membangkitkan cemburu-Ku dengan yang bukan Allah, mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka. Sebab itu Aku akan membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan bangsa yang bebal." (Ulangan 32:21).
Fokus bangsa Israel hanya tertuju kepada perkara-perkara yang kelihatan; mereka hanya ingin menikmati perbuatan-perbuatan Tuhan tetapi tidak pernah merindukan pribadiNya, tidak pernah memahami rencana dan jalan-jalan Tuhan di balik itu semua. Itulah sebabnya kepada bangsa Israel Tuhan hanya bisa menyatakan perbuatan-perbuatanNya, tidak lebih dari itu, karena hati mereka yang bebal. Bangsa Israel hanya bisa mengenal Tuhan melalui perbuatan-perbuatanNya, melalui berbagai macam mujizat yang dapat mereka saksikan dan alami setiap hari selama 40 tahun di padang gurun, dan hanya melalui perbuatanNya saja mereka mengenal Tuhan.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan orang percaya saat ini! Banyak dari kita yang hanya menginginkan perbuatan-perbuatan Tuhan dinyatakan dalam kehidupan kita; yang kita inginkan hanya mujizatNya, pertolonganNya, kesembuhanNya dan juga berkat-berkatNya. Ketika banyak orang berbondong-bondong mengikut Yesus, berkatalah Ia, "...:sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Akibatnya ketika kenyataan tidak seperti yang diharapkan, kita mudah kecewa, tidak lagi berdoa dengan sungguh-sungguh, bahkan ada yang undur dan meninggalkan Tuhan. Kita mengukur kekristenan dengan berkat dan materi yang ada. Ketika sedang keberkatan kita begitu berapi-api mengikuti Tuhan, tetapi ketika badai permasalahan datang menerpa, semangat kita untuk Tuhan berangsur luntur, kita pun komplain: "Mengapa Tuhan ijinkan hal ini terjadi? Mengapa Tuhan tinggal diam dan tidak bertindak?" (Bersambung)
Sunday, July 31, 2011
BERUSAHALAH DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2011 -
Baca: 2 Petrus 1:3-15
"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung." 2 Petrus 1:10
Petrus mengingatkan kita tentang panggilan Tuhan yang harus kita kerjakan dengan sungguh-sungguh. Tidak ada kata setengah-setengah dalam menjalani kehidupan kekristenan; sebaliknya kita harus mengerjakan keselamatan itu dengan takut dan gentar (baca Filipi 2:12). Karena itu Petrus menasihati agar kita berusaha dengan sungguh-sungguh, "...untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang." (2 Petrus 1:5-7). Kata sungguh-sungguh berarti melakukan dengan sepenuh hati, tidak asal-asalan atau main-main. Berusaha dengan sungguh-sungguh juga berarti bahwa kita berusaha tidak dengan kekuatan sendiri dalam melakukan apa yang difirmankan, tetapi mengacu pada respons kita terhadap panggilan Tuhan itu.
Rasul Paulus telah menerima panggilan Tuhan sejak berada dalam kandungan ibunya (baca Galatia 1:15-16). Namun, dalam perjalanan hidupnya, Paulus, yang saat itu masih bernama Saulus, justru memusuhi Kristus dengan cara menganiaya para pengikut Tuhan. Dengan segala cara Saulus berusaha untuk menumpas umat Tuhan sampai pada akhirnya Tuhan sendiri yang menegur dia ketika melakukan perjalanan ke Damsyik. Sejak saat itu hidup Saulus diubahkan dan mengalami kelahiran baru, sehingga namanya pun diganti menjadi Paulus.
Paulus menyadari bahwa dipanggil Tuhan adalah kasih karunia yang luar biasa. Karena itu tidak ada alasan baginya untuk tidak bersungguh-sungguh dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini. Ia mulai bersungguh-sungguh dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini. Ia mulai menyadari akan artinya hidup: "...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20a). Paulus mengabdikan seluruh hidupnya untuk Kristus. Apakah kita menjalankan ibadah dan pelayanan hanya untuk sekedar berpartisipasi ataukah kita sadar akan panggilan Tuhan?
Bila kita merespons panggilanNya, kita akan bersungguh-sungguh dalam mengiring Tuhan; apapun yang terjadi kita tidak akan pernah undur, tapi roh kita makin kuat dan makin menyala-nyala bagi Dia.
Baca: 2 Petrus 1:3-15
"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung." 2 Petrus 1:10
Petrus mengingatkan kita tentang panggilan Tuhan yang harus kita kerjakan dengan sungguh-sungguh. Tidak ada kata setengah-setengah dalam menjalani kehidupan kekristenan; sebaliknya kita harus mengerjakan keselamatan itu dengan takut dan gentar (baca Filipi 2:12). Karena itu Petrus menasihati agar kita berusaha dengan sungguh-sungguh, "...untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang." (2 Petrus 1:5-7). Kata sungguh-sungguh berarti melakukan dengan sepenuh hati, tidak asal-asalan atau main-main. Berusaha dengan sungguh-sungguh juga berarti bahwa kita berusaha tidak dengan kekuatan sendiri dalam melakukan apa yang difirmankan, tetapi mengacu pada respons kita terhadap panggilan Tuhan itu.
Rasul Paulus telah menerima panggilan Tuhan sejak berada dalam kandungan ibunya (baca Galatia 1:15-16). Namun, dalam perjalanan hidupnya, Paulus, yang saat itu masih bernama Saulus, justru memusuhi Kristus dengan cara menganiaya para pengikut Tuhan. Dengan segala cara Saulus berusaha untuk menumpas umat Tuhan sampai pada akhirnya Tuhan sendiri yang menegur dia ketika melakukan perjalanan ke Damsyik. Sejak saat itu hidup Saulus diubahkan dan mengalami kelahiran baru, sehingga namanya pun diganti menjadi Paulus.
Paulus menyadari bahwa dipanggil Tuhan adalah kasih karunia yang luar biasa. Karena itu tidak ada alasan baginya untuk tidak bersungguh-sungguh dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini. Ia mulai bersungguh-sungguh dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini. Ia mulai menyadari akan artinya hidup: "...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20a). Paulus mengabdikan seluruh hidupnya untuk Kristus. Apakah kita menjalankan ibadah dan pelayanan hanya untuk sekedar berpartisipasi ataukah kita sadar akan panggilan Tuhan?
Bila kita merespons panggilanNya, kita akan bersungguh-sungguh dalam mengiring Tuhan; apapun yang terjadi kita tidak akan pernah undur, tapi roh kita makin kuat dan makin menyala-nyala bagi Dia.
Saturday, July 30, 2011
IMAN SEORANG WANITA: Ia Pulih dan Sembuh
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2011 -
Baca: Markus 5:25-34
"Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk." Markus 5:26
Ada seorang wanita yang mengalami penderitaan begitu berat dalam hidupnya. Selama dua belas tahun, bukan seminggu, sebulan atau setahun (waktu yang sangat lama), ia menderita pendarahan. Darah yang seharusnya berada di dalam tubuh keluar terus sehingga keadaannya sudah sangat buruk. Berbagai usaha telah ia lakukan demi mendapatkan kesembuhan tapi selalu saja gagal. Bahkan sudah banyak tabib yang ia datangi tapi hasilnya tetap nihil, justru ia makin menderita karena sakit tidak kunjung sembuh dan semua harta yang ada padanya sudah ludes untuk biaya pengobatan. Secara manusia wanita ini sudah tidak tahan dan putus pengharapan. Harapan untuk hidup rasa-rasanya sudah sangat tipis. Tak bisa dibayangkan betapa menderitanya wanita itu. Jika orang lain yang mengalaminya belum tentu dapat bertahan, bisa saja mereka akan mengakhiri hidupnya alias bunuh diri. Tetapi wanita ini tidak menyerah pada keadaan.
Selalu ada jalan jika kita mau berusaha. Setiap orang pasti memiliki masalah dalam hidupnya, tetapi yang menjadikan seseorang tampil sebagai pemenang adalah bagaimana cara ia mengatasi masalahnya. Perempuan itu mendengar kabar tentang Yesus, lalu timbullah iman di dalam hatinya. Ada tertulis bahwa "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Melalui kesaksian banyak orang timbullah iman dalam diri wanita ini dan ia pun mulai melangkah dalam ketekunan. Harapannya kembali timbul, dan karena pengharapannya itu ia mampu menerobos ribuan orang yang sedang mengerumuni Yesus. Wanita ini tidak mempedulikan kodisi fisiknya yang lemah tetapi ia tetap bertekun dan berusaha menjamah jubah Yesus. Mata wanita itu hanya tertuju kepada Yesus.
Untuk berjumpa dengan Yesus ada banyak sekali penghalang karena Yesus selalu dikelilingi oleh banyak orang. Ia juga tidak peduli dengan cemoohan dan hinaan orang-orang di sekitarnya. Karena fokusnya adalah bertemu Yesus ia beroleh kekuatan. Wanita itu percaya dengan iman bahwa Yesus sanggup melakukan perkara besar. Iman adalah hal yang paling penting, karena tanpa iman tidak seorang pun dapat berkenan kepada Tuhan.
Masalah seberat apa pun, jika kita bersama Yesus kita pasti akan keluar sebagai pemenang.
Baca: Markus 5:25-34
"Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk." Markus 5:26
Ada seorang wanita yang mengalami penderitaan begitu berat dalam hidupnya. Selama dua belas tahun, bukan seminggu, sebulan atau setahun (waktu yang sangat lama), ia menderita pendarahan. Darah yang seharusnya berada di dalam tubuh keluar terus sehingga keadaannya sudah sangat buruk. Berbagai usaha telah ia lakukan demi mendapatkan kesembuhan tapi selalu saja gagal. Bahkan sudah banyak tabib yang ia datangi tapi hasilnya tetap nihil, justru ia makin menderita karena sakit tidak kunjung sembuh dan semua harta yang ada padanya sudah ludes untuk biaya pengobatan. Secara manusia wanita ini sudah tidak tahan dan putus pengharapan. Harapan untuk hidup rasa-rasanya sudah sangat tipis. Tak bisa dibayangkan betapa menderitanya wanita itu. Jika orang lain yang mengalaminya belum tentu dapat bertahan, bisa saja mereka akan mengakhiri hidupnya alias bunuh diri. Tetapi wanita ini tidak menyerah pada keadaan.
Selalu ada jalan jika kita mau berusaha. Setiap orang pasti memiliki masalah dalam hidupnya, tetapi yang menjadikan seseorang tampil sebagai pemenang adalah bagaimana cara ia mengatasi masalahnya. Perempuan itu mendengar kabar tentang Yesus, lalu timbullah iman di dalam hatinya. Ada tertulis bahwa "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Melalui kesaksian banyak orang timbullah iman dalam diri wanita ini dan ia pun mulai melangkah dalam ketekunan. Harapannya kembali timbul, dan karena pengharapannya itu ia mampu menerobos ribuan orang yang sedang mengerumuni Yesus. Wanita ini tidak mempedulikan kodisi fisiknya yang lemah tetapi ia tetap bertekun dan berusaha menjamah jubah Yesus. Mata wanita itu hanya tertuju kepada Yesus.
Untuk berjumpa dengan Yesus ada banyak sekali penghalang karena Yesus selalu dikelilingi oleh banyak orang. Ia juga tidak peduli dengan cemoohan dan hinaan orang-orang di sekitarnya. Karena fokusnya adalah bertemu Yesus ia beroleh kekuatan. Wanita itu percaya dengan iman bahwa Yesus sanggup melakukan perkara besar. Iman adalah hal yang paling penting, karena tanpa iman tidak seorang pun dapat berkenan kepada Tuhan.
Masalah seberat apa pun, jika kita bersama Yesus kita pasti akan keluar sebagai pemenang.
Friday, July 29, 2011
MENYENANGKAN DIRI SENDIRI vs MENYENANGKAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juli 2011 -
Baca: Roma 15:1-13
"Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya." Roma 15:2
Pada dasarnya setiap orang memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri (egosentris), terlebih lagi di akhir zaman ini: "...pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. ...tidak tahu bererima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi..." (2 Timotius 3:1-3). Demi menyenangkan diri sendiri berbagai upaya dilakukan, tidak peduli berapa besar kocek yang harus dikeluarkan. Contoh sederhana adalah masalah hobi. Seseorang yang memiliki hobi mengoleksi benda-benda antik, berapa pun harganya pasti dibeli. Demi hobinya ini ia rela memburunya sampai ke luar negeri, ke ujung dunia pun dicari. Itu semua ditempuh banyak orang demi menyenangkan diri sendiri. Menyenangkan diri sendiri adalah pekerjaan yang mudah dan semua orang pasti bisa melakukannya. Tetapi bagaimana untuk menyenangkan hati orang lain? Tidak semua orang mau melakukannya karena hal itu dirasa berat. Terlebih lagi menyenangkan hati Tuhan!
Paulus memberikan teladan hidup kepada kita betapa ia memiliki kepedulian terhadap orang lain. Ia sadar, sebagai seorang hamba tugasnya adalah melayani, bukan untuk dilayani. Oleh karena itu Paulus berusaha agar hidupnya menjadi berkat bagi orang lain; ia tidak mencari hormat bagi diri sendiri. Inilah pernyataan Paulus, "Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat." (1 Korintus 10:33). Paulus berusaha menyenangkan hati orang lain dan melakukan segala sesuatunya dengan tulus ikhlas tanpa ada 'udang di balik batu' atau kepura-puraan. Dasarnya adalah dia ingin menyenangkan hati Tuhan melalui pelayanannya tersebut.
Jadi, "jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia." (Efesus 6:6-7).
Sudahkah kehidupan kita menyenangkan hati Tuhan? Atau malah Tuhan kecewa dan sedih karena kita lebih mementingkan kesenangan diri sendiri?
Baca: Roma 15:1-13
"Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya." Roma 15:2
Pada dasarnya setiap orang memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri (egosentris), terlebih lagi di akhir zaman ini: "...pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. ...tidak tahu bererima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi..." (2 Timotius 3:1-3). Demi menyenangkan diri sendiri berbagai upaya dilakukan, tidak peduli berapa besar kocek yang harus dikeluarkan. Contoh sederhana adalah masalah hobi. Seseorang yang memiliki hobi mengoleksi benda-benda antik, berapa pun harganya pasti dibeli. Demi hobinya ini ia rela memburunya sampai ke luar negeri, ke ujung dunia pun dicari. Itu semua ditempuh banyak orang demi menyenangkan diri sendiri. Menyenangkan diri sendiri adalah pekerjaan yang mudah dan semua orang pasti bisa melakukannya. Tetapi bagaimana untuk menyenangkan hati orang lain? Tidak semua orang mau melakukannya karena hal itu dirasa berat. Terlebih lagi menyenangkan hati Tuhan!
Paulus memberikan teladan hidup kepada kita betapa ia memiliki kepedulian terhadap orang lain. Ia sadar, sebagai seorang hamba tugasnya adalah melayani, bukan untuk dilayani. Oleh karena itu Paulus berusaha agar hidupnya menjadi berkat bagi orang lain; ia tidak mencari hormat bagi diri sendiri. Inilah pernyataan Paulus, "Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat." (1 Korintus 10:33). Paulus berusaha menyenangkan hati orang lain dan melakukan segala sesuatunya dengan tulus ikhlas tanpa ada 'udang di balik batu' atau kepura-puraan. Dasarnya adalah dia ingin menyenangkan hati Tuhan melalui pelayanannya tersebut.
Jadi, "jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia." (Efesus 6:6-7).
Sudahkah kehidupan kita menyenangkan hati Tuhan? Atau malah Tuhan kecewa dan sedih karena kita lebih mementingkan kesenangan diri sendiri?
Thursday, July 28, 2011
KEHENDAK TUHAN ADALAH YANG UTAMA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juli 2011 -
Baca: Matius 12:46-50
"Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku." Matius 12:50
Kita harus punya prinsip bahwa apa yang kita lakukan harus sesuai dengan kehendak Tuhan. Jika kita melakukan sesuai dengan kehendak Tuhan, kita percaya bahwa kita pasti berhasil, bahkan kita akan mengalami hidup yang berkelimpahan, sebab "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Pada kenyataannya banyak orang tidak mengalami hidup yang berkelimpahan karena mereka tidak melakukan segala sesuatu berdasarkan kehendak Tuhan.
Bagaimana supaya kita dapat mengerti kehendak Tuhan? Untuk dapat mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya kita harus memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. Bila kita karib dengan Tuhan, kita pasti akan tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita, sebab "Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Tuhan Yesus sendiri, yang adalah Tuhan dan Juruselamat, tidak melakukan segala sesuatu menurut diriNya sendiri melainkan menurut kehendak Bapa. Ia berkata, "Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku." (Yohanes 6:38). Inilah yang disebut dengan bergaul karib, yaitu suatu hubungan yang sangat dekat dan sangat pribadi, suatu hubungan yang berdasarkan kasih. Walaupn Yesus mempunyai kehendak, keinginan bahkan mempunyai otoritas secara pribadi, Ia tetap mengutamakan kehendak BapaNya karena Dia tahu bahwa kehendak BapaNya itulah yang terbaik. Kita pun harus tinggal di dalam firmanNya: membaca, mendengar dan merenungkan firmanNya, yang akan membuat kita semakin mengerti kehendakNya. Inilah yang dilakukan Maria, memilih bagian yang terbaik yaitu duduk di kakiNya dan mendengarkan firmanNya (baca Lukas 10:38-42).
Orang yang melakukan kehedak Tuhan harus hidup dalam kebenaranNya yaitu kebenaran akan firman Tuhan. Kebenaran firman Tuhan adalagh kebenaran yang memerdekakan kita. Ketika kita melakukan kehendak Tuhan, kita akan menyenangkan hati Tuhan dan ketika kita menyenangkan hati Tuhan, firmanNya akan digenapi dalam hidup kita.
Sudahkah kita melakukan kehendak Tuhan? Ataukah selama ini kita masih melakukan kehendak diri sendiri?
Baca: Matius 12:46-50
"Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku." Matius 12:50
Kita harus punya prinsip bahwa apa yang kita lakukan harus sesuai dengan kehendak Tuhan. Jika kita melakukan sesuai dengan kehendak Tuhan, kita percaya bahwa kita pasti berhasil, bahkan kita akan mengalami hidup yang berkelimpahan, sebab "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Pada kenyataannya banyak orang tidak mengalami hidup yang berkelimpahan karena mereka tidak melakukan segala sesuatu berdasarkan kehendak Tuhan.
Bagaimana supaya kita dapat mengerti kehendak Tuhan? Untuk dapat mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya kita harus memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan. Bila kita karib dengan Tuhan, kita pasti akan tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita, sebab "Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Tuhan Yesus sendiri, yang adalah Tuhan dan Juruselamat, tidak melakukan segala sesuatu menurut diriNya sendiri melainkan menurut kehendak Bapa. Ia berkata, "Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku." (Yohanes 6:38). Inilah yang disebut dengan bergaul karib, yaitu suatu hubungan yang sangat dekat dan sangat pribadi, suatu hubungan yang berdasarkan kasih. Walaupn Yesus mempunyai kehendak, keinginan bahkan mempunyai otoritas secara pribadi, Ia tetap mengutamakan kehendak BapaNya karena Dia tahu bahwa kehendak BapaNya itulah yang terbaik. Kita pun harus tinggal di dalam firmanNya: membaca, mendengar dan merenungkan firmanNya, yang akan membuat kita semakin mengerti kehendakNya. Inilah yang dilakukan Maria, memilih bagian yang terbaik yaitu duduk di kakiNya dan mendengarkan firmanNya (baca Lukas 10:38-42).
Orang yang melakukan kehedak Tuhan harus hidup dalam kebenaranNya yaitu kebenaran akan firman Tuhan. Kebenaran firman Tuhan adalagh kebenaran yang memerdekakan kita. Ketika kita melakukan kehendak Tuhan, kita akan menyenangkan hati Tuhan dan ketika kita menyenangkan hati Tuhan, firmanNya akan digenapi dalam hidup kita.
Sudahkah kita melakukan kehendak Tuhan? Ataukah selama ini kita masih melakukan kehendak diri sendiri?
Wednesday, July 27, 2011
KEHENDAK TUHAN ADALAH YANG UTAMA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juli 2011 -
Baca: Mazmur 143
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata." Mazmur 143:10
Di kalangan orang-orang percaya kata kehendak Tuhan sudah menjadi hal yang biasa dan seringkali digemakan. Ketika mengharapkan sesuatu, semisal perihal jodoh/pasangan hidup, kita sering berkata: "Ya...biarlah kehendak Tuhan yang jadi." Ada pula yang dalam banyak hal selalu menggunakan kata kehendak Tuhan ini sebagai senjata supaya kelihatan rohaniah atau Alkitabiah, "Kalau Tuhan kehendaki saya akan aktif dalam pelayanan ini. Saya sih ikut kehendak Tuhan saja dalam hal ini." Namun penggunaan kata kehendak Tuhan yang serampangan ini akan menimbulkan satu pertanyaan: apa sebenarnya kehendak Tuhan itu dan bagaimana kita bisa memahami kehendak Tuhan tersebut?
Dalam kehidupan ini, sadar atau tidak sadar, kita seringkali merasa jauh lebih kuat, lebih pintar, lebih hebat dan lebih tahu daripada Tuhan. Padahal sebenarnya kita ini adalah orang-orang yang lemah dan tak berdaya. Kita selalu berusaha mengatasi setiap persoalan dengan mengandalkan kekuatan dan kepintaran sendiri. Di setiap perencanaan hidup pun jarang sekali kita melibatkan Tuhan dan bertanya kepadaNya, padahal "Tuhan mengetahui rancangan-rancangan manusia; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka." (Mazmur 94:11), karena itu Salomo menasihati, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5).
Kita tidak pernah tahu akan apa yang terjadi di depan kita; besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan dan sebagainya, tetapi Tuhan sudah tahu apa yang akan terjadi, bahkan Dia melangkah lebih jauh dari apa yang ada di pikiran kita, karena Dia Omniscience (Mahatahu); Allah yang menciptakan kita, merancang hidup kita dan membentuk hidup kita. Oleh karena itu kita harus belajar untuk mengerti kehendak Tuhan. Namun seringkali kita melakukan segala sesuatu karena menuruti kehendak diri sendiri, bukan menurut kehendak Tuhan. Kita harus menyadari bahwa kehendak kita tidak pasti, yang pasti hanya satu yaitu kehendak Tuhan. Tertulis, "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21).
Kita merasa yakin bahwa apa yang akan kita lakukan dan rancangan itu pasti akan berhasil. Kenyataannya? Kita banyak mengalami kegagalan.
Mari lakukan segala sesuatu menurut kehendak Tuhan, bukan kehendak manusiawi kita.
Baca: Mazmur 143
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata." Mazmur 143:10
Di kalangan orang-orang percaya kata kehendak Tuhan sudah menjadi hal yang biasa dan seringkali digemakan. Ketika mengharapkan sesuatu, semisal perihal jodoh/pasangan hidup, kita sering berkata: "Ya...biarlah kehendak Tuhan yang jadi." Ada pula yang dalam banyak hal selalu menggunakan kata kehendak Tuhan ini sebagai senjata supaya kelihatan rohaniah atau Alkitabiah, "Kalau Tuhan kehendaki saya akan aktif dalam pelayanan ini. Saya sih ikut kehendak Tuhan saja dalam hal ini." Namun penggunaan kata kehendak Tuhan yang serampangan ini akan menimbulkan satu pertanyaan: apa sebenarnya kehendak Tuhan itu dan bagaimana kita bisa memahami kehendak Tuhan tersebut?
Dalam kehidupan ini, sadar atau tidak sadar, kita seringkali merasa jauh lebih kuat, lebih pintar, lebih hebat dan lebih tahu daripada Tuhan. Padahal sebenarnya kita ini adalah orang-orang yang lemah dan tak berdaya. Kita selalu berusaha mengatasi setiap persoalan dengan mengandalkan kekuatan dan kepintaran sendiri. Di setiap perencanaan hidup pun jarang sekali kita melibatkan Tuhan dan bertanya kepadaNya, padahal "Tuhan mengetahui rancangan-rancangan manusia; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka." (Mazmur 94:11), karena itu Salomo menasihati, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5).
Kita tidak pernah tahu akan apa yang terjadi di depan kita; besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan dan sebagainya, tetapi Tuhan sudah tahu apa yang akan terjadi, bahkan Dia melangkah lebih jauh dari apa yang ada di pikiran kita, karena Dia Omniscience (Mahatahu); Allah yang menciptakan kita, merancang hidup kita dan membentuk hidup kita. Oleh karena itu kita harus belajar untuk mengerti kehendak Tuhan. Namun seringkali kita melakukan segala sesuatu karena menuruti kehendak diri sendiri, bukan menurut kehendak Tuhan. Kita harus menyadari bahwa kehendak kita tidak pasti, yang pasti hanya satu yaitu kehendak Tuhan. Tertulis, "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21).
Kita merasa yakin bahwa apa yang akan kita lakukan dan rancangan itu pasti akan berhasil. Kenyataannya? Kita banyak mengalami kegagalan.
Mari lakukan segala sesuatu menurut kehendak Tuhan, bukan kehendak manusiawi kita.
Tuesday, July 26, 2011
MEMPERHATIKAN ORANG LEMAH: Memiutangi Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2011 -
Baca: Mazmur 41
"Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah! Tuhan akan meluputkan dia pada waktu celaka." Mazmur 41:2
Siapakah orang baik itu? Ada yang menjawab, "Orang yang baik adalah orang yang selalu ramah dan santun dalam bertutur kata. Orang yang baik tidak memiliki musuh karena ia tidak pernah menyakiti orang lain, sehingga di mana pun berada disukai banyak orang." Dan masih banyak lagi pendapat tentang orang yang yang baik. Salomo dalam amsalnya berkata, "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rejekinya dengan si miskin." (Amsal 22:9).
Orang yang baik adalah orang yang mau menolong orang lain yang kekurangan atau lebih lemah dari dia meskipun saat itu mungkin dia ada dalam kekurangan, namun di dalam kekurangannya itu ia masih mau menolong dan memperhatikan orang yang lebih lemah dari dirinya. Itulah orang yang baik, dan Tuhan pun tidak akan menutup mata terhadap apa pun yang diperbuatnya. Dia akan memberkati dia dengan berlimpah-limpah sesuai dengan janji firmanNya. Di dalam Amsal 19:17 juga dikatakan, "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu." Jadi jika kita menolong atau menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah atau lebih miskin dari kita, yang berhutang kepada kita bukanlah orang yang kita tolong itu tetapi Tuhan yang berhutang kepada kita, dan Dia pasti akan mengembalikan atau membalasnya kepada kita sampai berkelimpahan.
Adalah tidak sia-sia jika memperhatikan orang yang lemah dan kekurangan karena Tuhan berjanji untuk memberkati siapa pun yang suka menolong orang lain. Dikatakan, "Tuhan akan melindungi dia dan memelihara nyawanya, sehingga ia disebut berbahagia di bumi; Engkau takkan membiarkan dia dipermainkan musuhnya!" (Mazmur 41:3). Tuhan akan menyelamatkan dan melindungi kita dan Dia juga tidak akan membiarkan kita dipermainkan oleh musuh. Juga "Tuhan membantu dia di ranjangnya waktu sakit; di tempat tidurnya Kaupulihkannya sama sekali dari sakitnya." (Mazmur 41:4). Tuhan akan menyembuhkan kita dari sakit penyakit. Oleh karena itu mari kita mempraktekkan pelayanan kasih ini dalam hidup sehari-hari; meskipun kita sedang lemah kita tetap harus membantu orang yang lebih lemah dari kita.
Kalau saat ini kita sudah diberkati Tuhan dengan berlimpah, itu adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri dan merupakan kesempatan bagi kita untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Baca: Mazmur 41
"Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah! Tuhan akan meluputkan dia pada waktu celaka." Mazmur 41:2
Siapakah orang baik itu? Ada yang menjawab, "Orang yang baik adalah orang yang selalu ramah dan santun dalam bertutur kata. Orang yang baik tidak memiliki musuh karena ia tidak pernah menyakiti orang lain, sehingga di mana pun berada disukai banyak orang." Dan masih banyak lagi pendapat tentang orang yang yang baik. Salomo dalam amsalnya berkata, "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rejekinya dengan si miskin." (Amsal 22:9).
Orang yang baik adalah orang yang mau menolong orang lain yang kekurangan atau lebih lemah dari dia meskipun saat itu mungkin dia ada dalam kekurangan, namun di dalam kekurangannya itu ia masih mau menolong dan memperhatikan orang yang lebih lemah dari dirinya. Itulah orang yang baik, dan Tuhan pun tidak akan menutup mata terhadap apa pun yang diperbuatnya. Dia akan memberkati dia dengan berlimpah-limpah sesuai dengan janji firmanNya. Di dalam Amsal 19:17 juga dikatakan, "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu." Jadi jika kita menolong atau menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah atau lebih miskin dari kita, yang berhutang kepada kita bukanlah orang yang kita tolong itu tetapi Tuhan yang berhutang kepada kita, dan Dia pasti akan mengembalikan atau membalasnya kepada kita sampai berkelimpahan.
Adalah tidak sia-sia jika memperhatikan orang yang lemah dan kekurangan karena Tuhan berjanji untuk memberkati siapa pun yang suka menolong orang lain. Dikatakan, "Tuhan akan melindungi dia dan memelihara nyawanya, sehingga ia disebut berbahagia di bumi; Engkau takkan membiarkan dia dipermainkan musuhnya!" (Mazmur 41:3). Tuhan akan menyelamatkan dan melindungi kita dan Dia juga tidak akan membiarkan kita dipermainkan oleh musuh. Juga "Tuhan membantu dia di ranjangnya waktu sakit; di tempat tidurnya Kaupulihkannya sama sekali dari sakitnya." (Mazmur 41:4). Tuhan akan menyembuhkan kita dari sakit penyakit. Oleh karena itu mari kita mempraktekkan pelayanan kasih ini dalam hidup sehari-hari; meskipun kita sedang lemah kita tetap harus membantu orang yang lebih lemah dari kita.
Kalau saat ini kita sudah diberkati Tuhan dengan berlimpah, itu adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri dan merupakan kesempatan bagi kita untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Monday, July 25, 2011
Pikul Salib dan Bertanding Dalam Iman!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2011 -
Baca: Efesus 1:15-23
"Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang kudus," Efesus 1:18
Seringkali banyak dari kita yang salah mengerti dengan istilah panggilan Tuhan. Ketika mendengar kata tersebut kita selalu menghubung-hubungkan dengan pelayanan di gereja, menjadi hamba Tuhan atau pendeta, masuk ke sekolah Alkitab atau seminari, menjadi worship leader, singer, team kunjungan rumah sakit dan sebagainya, padahal bukan hanya sebatas itu. Kita dapat memenuhi panggilan Tuhan dengan tetap berada pada bidang pekerjaan atau profesi kita masing-masing selama bidang tersebut tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan. Alkitab menyatakan, "Alkitab memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus. Karena itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak Allah yang telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu." (1 Tesalonika 4:7-8).
Apa maksud panggilan Tuhan bagi kita? Dan apa yang harus kita kerjakan untuk memenuhi panggilanNya itu? Tertulis, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." (Lukas 9:23). Bila kita menyadari bahwa setiap orang percaya harus menyangkal diri dan memikul salib, maka kita pun harus rela membayar harga. Jika saat ini kita diijinkan menglami ujian atau penderitaan, kita pun harus bisa tetap mengucap syukur karena itu adalah bagian dari proses pendewasaan iman. Kita harus dapat memandang hal itu sebagai salib yang harus kita pikul dan itu merupakan bagian dari panggilanNya, sebab penderitaan itu tidak seberapa bila dibandingkan dengan kemuliaan yang akan kita terima kelak (baca Roma 8:18). Dalam hal penyangkalan diri, sudahkah kita menaklukkan kehendak diri sendiri kepada kehendak Tuhan? Sudahkah kita menyalibkan segala keinginan daging dan hidup menurut Roh? Tuhan juga memanggil kita untuk bertanding dalam iman dan berjuang merebut hidup kekal (baca 1 Timotius 6:12).
Kita tahu bahwa kehidupan kekal hanya dapat kita peroleh melalui iman kepada Kristus. Oleh karena itu kita harus berjuang untuk mempertahankan iman dan mengerjakan keselamatan itu dengan hati yang takut dan gentar, sampai Tuhan datang kali yang kedua.
Jangan sampai gagal di tengah jalan karena kita tidak taat mengerjakan panggilan dan tidak memelihara iman.
Baca: Efesus 1:15-23
"Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang kudus," Efesus 1:18
Seringkali banyak dari kita yang salah mengerti dengan istilah panggilan Tuhan. Ketika mendengar kata tersebut kita selalu menghubung-hubungkan dengan pelayanan di gereja, menjadi hamba Tuhan atau pendeta, masuk ke sekolah Alkitab atau seminari, menjadi worship leader, singer, team kunjungan rumah sakit dan sebagainya, padahal bukan hanya sebatas itu. Kita dapat memenuhi panggilan Tuhan dengan tetap berada pada bidang pekerjaan atau profesi kita masing-masing selama bidang tersebut tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan. Alkitab menyatakan, "Alkitab memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus. Karena itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak Allah yang telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu." (1 Tesalonika 4:7-8).
Apa maksud panggilan Tuhan bagi kita? Dan apa yang harus kita kerjakan untuk memenuhi panggilanNya itu? Tertulis, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." (Lukas 9:23). Bila kita menyadari bahwa setiap orang percaya harus menyangkal diri dan memikul salib, maka kita pun harus rela membayar harga. Jika saat ini kita diijinkan menglami ujian atau penderitaan, kita pun harus bisa tetap mengucap syukur karena itu adalah bagian dari proses pendewasaan iman. Kita harus dapat memandang hal itu sebagai salib yang harus kita pikul dan itu merupakan bagian dari panggilanNya, sebab penderitaan itu tidak seberapa bila dibandingkan dengan kemuliaan yang akan kita terima kelak (baca Roma 8:18). Dalam hal penyangkalan diri, sudahkah kita menaklukkan kehendak diri sendiri kepada kehendak Tuhan? Sudahkah kita menyalibkan segala keinginan daging dan hidup menurut Roh? Tuhan juga memanggil kita untuk bertanding dalam iman dan berjuang merebut hidup kekal (baca 1 Timotius 6:12).
Kita tahu bahwa kehidupan kekal hanya dapat kita peroleh melalui iman kepada Kristus. Oleh karena itu kita harus berjuang untuk mempertahankan iman dan mengerjakan keselamatan itu dengan hati yang takut dan gentar, sampai Tuhan datang kali yang kedua.
Jangan sampai gagal di tengah jalan karena kita tidak taat mengerjakan panggilan dan tidak memelihara iman.
Sunday, July 24, 2011
BERTANDING DAN MEMELIHARA IMAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2011 -
Baca: 1 Timotius 6:11-21
"Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal." 1 Tomotius 6:12a
Ibadah adalah perkara yang sangat penting bagi orang percaya. Karena itu dalam menjalankan ibadah harus sepenuh hati; jangan sampai kita beribadah kepada Tuhan dengan setengah hati, asal-asalan atau hanya sebagai rutinitas belaka. Alkitab menyatakan, "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8) dan "...ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Mari perhatikan dengan sungguh ibadah Saudara. Jangan sembarangan, apalagi menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah yang ada (baca Ibrani 10:25). Mari gunakan waktu yang ada untuk melayani Tuhan. Dan apa saja yang dipercayakan Tuhan lakukan itu dengan penuh kesetiaan. Kehidupan kita harus menghasilkan buah-buah Roh secara nyata (baca Galatia 5:22-23).
Hidup kekristenan ibarat berada di arena pertandingan, namun "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24). 3. Bertanding dalam iman. Kita tidak akan tahu seberapa kuat iman kita sebelum kita masuk dalam pertandingan yang sesungguhnya. Jadi "Saudara-saudaraku yang kekasih,... aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus." (Yudas 3). Di tengah ujian dan penderitaan yang ada, tetaplah kuat! Jangan sampai kita undur di tengah jalan. Sebaliknya tetaplah "...taat; ...kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar,..." (baca Filipi 2:12).
Mari kita belajar dari Paulus. Meski dihadapkan pada aniaya, penderitaan, ancaman dan segala bentuk kesukaran dia tetap maju, karena dia tahu bahwa Tuhan telah menyediakan upahnya yaitu mahkota kehidupan bagi setiap orang yang setia sampai akhir. Jadi, tetaplah fight!
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7).
Baca: 1 Timotius 6:11-21
"Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal." 1 Tomotius 6:12a
Ibadah adalah perkara yang sangat penting bagi orang percaya. Karena itu dalam menjalankan ibadah harus sepenuh hati; jangan sampai kita beribadah kepada Tuhan dengan setengah hati, asal-asalan atau hanya sebagai rutinitas belaka. Alkitab menyatakan, "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8) dan "...ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Mari perhatikan dengan sungguh ibadah Saudara. Jangan sembarangan, apalagi menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah yang ada (baca Ibrani 10:25). Mari gunakan waktu yang ada untuk melayani Tuhan. Dan apa saja yang dipercayakan Tuhan lakukan itu dengan penuh kesetiaan. Kehidupan kita harus menghasilkan buah-buah Roh secara nyata (baca Galatia 5:22-23).
Hidup kekristenan ibarat berada di arena pertandingan, namun "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24). 3. Bertanding dalam iman. Kita tidak akan tahu seberapa kuat iman kita sebelum kita masuk dalam pertandingan yang sesungguhnya. Jadi "Saudara-saudaraku yang kekasih,... aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus." (Yudas 3). Di tengah ujian dan penderitaan yang ada, tetaplah kuat! Jangan sampai kita undur di tengah jalan. Sebaliknya tetaplah "...taat; ...kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar,..." (baca Filipi 2:12).
Mari kita belajar dari Paulus. Meski dihadapkan pada aniaya, penderitaan, ancaman dan segala bentuk kesukaran dia tetap maju, karena dia tahu bahwa Tuhan telah menyediakan upahnya yaitu mahkota kehidupan bagi setiap orang yang setia sampai akhir. Jadi, tetaplah fight!
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7).
Saturday, July 23, 2011
JAUHI DOSA DAN KEJAR KEBENARAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2011 -
Baca: 1 Timotius 6:11-21
"...jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." 1 Timotius 6:11
Tuhan memanggil kita bukan hanya sebatas untuk diselamatkan, melainkan lebih daripada itu, yaitu supaya kita memiliki kehidupan yang semakin hari semakin serupa dengan Kristus. Jadi, Tuhan "...memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Tuhan menghendaki kita hidup di dalam kekudusan, "...sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15).
Kekudusan mungkin hal yang sering kita bicarakan, namun juga sekaligus hal yang sering dihindari. Hidup kudus bagi setiap orang percaya bukan sekedar saran, anjuran atau nasihat saja, tetapi sebuah keharusan atau perintah, dan itu menuntut ketaatan kita yang telah dipanggil sebagai anak-anakNya.
Untuk menjadi kudus atau serupa dengan Kristus diperlukan proses yang harus kita kerjakan terus-menerus: 1. Menjauhi segala kejahatan. Tuhan memerintahkan kita untuk lari menjauhi dosa. Bukankah perintah ini sering kita dengar? Meski demikian kita masih saja mengeraskan hati dan tidak mau taat. Dalam 1 Korintus 6:18 dikatakakn: "Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah. -dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar:..." (1 Korintus 6:18-20a) dan juga "...jauhilah penyembahan berhala!" (1 Korintus 10:14).. Termasuk juga tentang cinta uang: "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang." (1 Timotius 6:10a). Firman Tuhan memperingatkan kita agar menjauhi itu semua (percabulan, penyembahan berhala dan cinta uang). Menjauhi berarti ada tindakan dari kita untuk lari menjauh, bukan hanya diam. Apabila kita hanya diam, semuanya itu tidak akan lari dari kita, namun akan kian mendekat. 2. Mengejar perkara-perkara rohani (kebenaran). Apa saja yang harus kita kejar? Keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bukankah masih banyak orang Kristen yang menganggap remeh atau sepele jam-jam ibadah? (Bersambung)
Baca: 1 Timotius 6:11-21
"...jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." 1 Timotius 6:11
Tuhan memanggil kita bukan hanya sebatas untuk diselamatkan, melainkan lebih daripada itu, yaitu supaya kita memiliki kehidupan yang semakin hari semakin serupa dengan Kristus. Jadi, Tuhan "...memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Tuhan menghendaki kita hidup di dalam kekudusan, "...sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15).
Kekudusan mungkin hal yang sering kita bicarakan, namun juga sekaligus hal yang sering dihindari. Hidup kudus bagi setiap orang percaya bukan sekedar saran, anjuran atau nasihat saja, tetapi sebuah keharusan atau perintah, dan itu menuntut ketaatan kita yang telah dipanggil sebagai anak-anakNya.
Untuk menjadi kudus atau serupa dengan Kristus diperlukan proses yang harus kita kerjakan terus-menerus: 1. Menjauhi segala kejahatan. Tuhan memerintahkan kita untuk lari menjauhi dosa. Bukankah perintah ini sering kita dengar? Meski demikian kita masih saja mengeraskan hati dan tidak mau taat. Dalam 1 Korintus 6:18 dikatakakn: "Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah. -dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar:..." (1 Korintus 6:18-20a) dan juga "...jauhilah penyembahan berhala!" (1 Korintus 10:14).. Termasuk juga tentang cinta uang: "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang." (1 Timotius 6:10a). Firman Tuhan memperingatkan kita agar menjauhi itu semua (percabulan, penyembahan berhala dan cinta uang). Menjauhi berarti ada tindakan dari kita untuk lari menjauh, bukan hanya diam. Apabila kita hanya diam, semuanya itu tidak akan lari dari kita, namun akan kian mendekat. 2. Mengejar perkara-perkara rohani (kebenaran). Apa saja yang harus kita kejar? Keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bukankah masih banyak orang Kristen yang menganggap remeh atau sepele jam-jam ibadah? (Bersambung)
Friday, July 22, 2011
DANIEL: Berani Melawan Arus
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2011 -
Baca: Daniel 1
"Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pimpinan pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya." Daniel 1:8
Membaca kisah tentang Daniel di dalam Alkitab sungguh menjadi sumber inspirasi bagi kehidupan orang percaya. Meski masih muda Daniel memiliki spirit of excellence (semangat untuk mencapai yang terbaik). Alkitab mencatat bahwa Daniel "...sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya." (ayat 20).
Pada awalnya Daniel hanyalah seorang tawanan yang dibawa oleh Nebukadnezar ke Babel. Namun ia bersama tiga orang rekannya (Sadrakh, Mesakh dan Abednego) tetap mempertahankan jati dirinya sebagai umat Tuhan, hidup benar di mataNya sehingga mereka mengalami promosi dariNya. Dan seorang tawanan menjadi pembantu-pembantu raja di negeri asing: dari raja Nebukadnezar, Belsyazar sampai Darius, Daniel diangkat menjadi orang ke-2 setelah raja membawahi 120 pejabat setingkat Gubernur.
Berkat dan promosi disediakan Tuhan bagi orang-orang yang hidup benar. Daniel beroleh peninggian dari Tuhan karena ia memiliki kehidupan yang berkualitas. Meski berada di tengah lingkungan masyarakat yang menyembah berhala Daniel berani melawan arus, tetap hidup kudus. Menjalani hidup kudus di gereja, di retreat atau di persekutuan dengan orang-orang percaya tidaklah terlalu sukar. Bayangkan jika kita hidup di tengah-tengah lingkungan yang jahat, rusak moralnya, di mana melakukan dosa sudah menjadi hal yang biasa, bisakah kita mempertahankan kekudusan dan hidup benar? Daniel hidup di lingkungan yang setiap hari sarat dengan pesta pora dan hawa nafsu. Tapi sejak menjejakkan kaki di lingkungan istana, Daniel berketetapan hati untuk tidak hanyut dalam pola hidup istana. Berani menolak dosa, tidak mau menyembah kepada raja meski nyawa yang menjadi taruhannya. Bahkan dari hal yang terkecil sekalipun (soal makanan), ia tidak mau memberi celah bagi tipu muslihat Iblis.
Di akhir zaman ini jarang ditemukan orang yang demikian; kebanyakan orang ikut-ikutan dan terbawa arus dunia ini: tidak berani menolak dosa, malah tenggelam di dalamnya.
Hidup kudus adalah panggilan Tuhan bagi kehidupan orang percaya dan Daniel telah memberi teladan bagi kita.
Baca: Daniel 1
"Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pimpinan pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya." Daniel 1:8
Membaca kisah tentang Daniel di dalam Alkitab sungguh menjadi sumber inspirasi bagi kehidupan orang percaya. Meski masih muda Daniel memiliki spirit of excellence (semangat untuk mencapai yang terbaik). Alkitab mencatat bahwa Daniel "...sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya." (ayat 20).
Pada awalnya Daniel hanyalah seorang tawanan yang dibawa oleh Nebukadnezar ke Babel. Namun ia bersama tiga orang rekannya (Sadrakh, Mesakh dan Abednego) tetap mempertahankan jati dirinya sebagai umat Tuhan, hidup benar di mataNya sehingga mereka mengalami promosi dariNya. Dan seorang tawanan menjadi pembantu-pembantu raja di negeri asing: dari raja Nebukadnezar, Belsyazar sampai Darius, Daniel diangkat menjadi orang ke-2 setelah raja membawahi 120 pejabat setingkat Gubernur.
Berkat dan promosi disediakan Tuhan bagi orang-orang yang hidup benar. Daniel beroleh peninggian dari Tuhan karena ia memiliki kehidupan yang berkualitas. Meski berada di tengah lingkungan masyarakat yang menyembah berhala Daniel berani melawan arus, tetap hidup kudus. Menjalani hidup kudus di gereja, di retreat atau di persekutuan dengan orang-orang percaya tidaklah terlalu sukar. Bayangkan jika kita hidup di tengah-tengah lingkungan yang jahat, rusak moralnya, di mana melakukan dosa sudah menjadi hal yang biasa, bisakah kita mempertahankan kekudusan dan hidup benar? Daniel hidup di lingkungan yang setiap hari sarat dengan pesta pora dan hawa nafsu. Tapi sejak menjejakkan kaki di lingkungan istana, Daniel berketetapan hati untuk tidak hanyut dalam pola hidup istana. Berani menolak dosa, tidak mau menyembah kepada raja meski nyawa yang menjadi taruhannya. Bahkan dari hal yang terkecil sekalipun (soal makanan), ia tidak mau memberi celah bagi tipu muslihat Iblis.
Di akhir zaman ini jarang ditemukan orang yang demikian; kebanyakan orang ikut-ikutan dan terbawa arus dunia ini: tidak berani menolak dosa, malah tenggelam di dalamnya.
Hidup kudus adalah panggilan Tuhan bagi kehidupan orang percaya dan Daniel telah memberi teladan bagi kita.
Thursday, July 21, 2011
KRISIS KASIH DI MANA-MANA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2011 -
Baca: 2 Timotius 3:1-9
"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang." 2 Timotius 3:2a
Saat ini krisis kasih terjadi di mana-mana, entah dalam kehidupan masyarakat, bangsa, bahkan juga gereja. Ayat 2-4 menggambarkan keadaan manusia di akhir zaman ini. Intinya: manusia kini memiliki kencenderungan mencintai dirinya sendiri dan tidak lagi mengasihi orang lain. Kini karakter kasih sulit sekali ditemukan dalam diri manusia.
Kasih mudah diucapkan, tapi untuk mempraktekkan ada harga yang harus dibayar. Kebanyakan orang menjadikan kasih hanya sebagai slogan saja, tapi ketika dihadapkan pada dunia nyata, kasih hanyalah bayang-bayang dan yang sering muncul justru hal-hal sebaliknya. Bagaimana reaksi kita saat dibenci, difitnah dan disakiti oleh orang lain? Setiap kali kita diperlakukan secara buruk atau menyakitkan selalu timbul keinginan untuk membalas dengan perlakukan yang sama atau malah bahkan lebih buruk. Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Kasih adalah satu-satunya kekuatan yang mampu mengubah lawan menjadi kawan!
Ada banyak hal yang membuat kita tidak dapat menunjukkan kasih kepada sesama. Terkadang kita sudah berusaha mengasihi orang-orang yang membenci kita. Tetapi mereka terus memperlakukan kita dengan buruk sehingga kekuatan kita mulai melemah. Kasih kita menjadi semakin berkurang dan lambat laun menjadi pudar, dan sebagai gantinya, karakter-karakter lama kita kembali muncul. Supaya kita bisa mengasihi orang lain secara bijaksana di tengah situasi yang sulit, adalah baik merenungkan betapa besar kasih Allah kepada kita. Seharusnya hati kita menjadi hancur bila kita mengingat-ingat bagaimana Tuhan berulang-ulang mengampuni kita dan bersabar terhadap kita, padahal kita seringkali memberontak dan menyakiti Dia dengan ketidaktaatan kita. Lalu, bagaimana mungkin kita terus membenci orang lain sedangkan Allah terus-menerus menunjukkan kasihNya kepada kita, sekalipun kita berdosa padaNya? Bahkan, Ia rela menanggung penderitaan karena dosa-dosa kita sehingga kita beroleh keselamatan. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Allah adalah kasih; jika kita tidak mengasihi kita meyangkal Allah dan meragukan kasihNya dalam Yesus Kristus.
Baca: 2 Timotius 3:1-9
"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang." 2 Timotius 3:2a
Saat ini krisis kasih terjadi di mana-mana, entah dalam kehidupan masyarakat, bangsa, bahkan juga gereja. Ayat 2-4 menggambarkan keadaan manusia di akhir zaman ini. Intinya: manusia kini memiliki kencenderungan mencintai dirinya sendiri dan tidak lagi mengasihi orang lain. Kini karakter kasih sulit sekali ditemukan dalam diri manusia.
Kasih mudah diucapkan, tapi untuk mempraktekkan ada harga yang harus dibayar. Kebanyakan orang menjadikan kasih hanya sebagai slogan saja, tapi ketika dihadapkan pada dunia nyata, kasih hanyalah bayang-bayang dan yang sering muncul justru hal-hal sebaliknya. Bagaimana reaksi kita saat dibenci, difitnah dan disakiti oleh orang lain? Setiap kali kita diperlakukan secara buruk atau menyakitkan selalu timbul keinginan untuk membalas dengan perlakukan yang sama atau malah bahkan lebih buruk. Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus, "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Kasih adalah satu-satunya kekuatan yang mampu mengubah lawan menjadi kawan!
Ada banyak hal yang membuat kita tidak dapat menunjukkan kasih kepada sesama. Terkadang kita sudah berusaha mengasihi orang-orang yang membenci kita. Tetapi mereka terus memperlakukan kita dengan buruk sehingga kekuatan kita mulai melemah. Kasih kita menjadi semakin berkurang dan lambat laun menjadi pudar, dan sebagai gantinya, karakter-karakter lama kita kembali muncul. Supaya kita bisa mengasihi orang lain secara bijaksana di tengah situasi yang sulit, adalah baik merenungkan betapa besar kasih Allah kepada kita. Seharusnya hati kita menjadi hancur bila kita mengingat-ingat bagaimana Tuhan berulang-ulang mengampuni kita dan bersabar terhadap kita, padahal kita seringkali memberontak dan menyakiti Dia dengan ketidaktaatan kita. Lalu, bagaimana mungkin kita terus membenci orang lain sedangkan Allah terus-menerus menunjukkan kasihNya kepada kita, sekalipun kita berdosa padaNya? Bahkan, Ia rela menanggung penderitaan karena dosa-dosa kita sehingga kita beroleh keselamatan. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Allah adalah kasih; jika kita tidak mengasihi kita meyangkal Allah dan meragukan kasihNya dalam Yesus Kristus.
Wednesday, July 20, 2011
TAAT ADALAH BUKTI KITA MENGERTI KEHENDAK TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2011 -
Baca: 1 Petrus 4:1-6
"Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, -karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa-, supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah." 1 Petrus 4:1-2
Penderitaan dan sampai pada kematian yang dialami oleh Yesus telah dinubuatkan ribuan tahun sebelumnya (baca Yesaya 53:1-12). Dikatakan bahwa, "...Tuhan berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak Tuhan akan terlaksana olehnya." (Yesaya 53:10). Jadi, penderitaan dan kematian Yesus merupakan kehendak Allah yang tidak bisa dibatalkan oleh siapa pun. Hal itu adalah perwujudan kasih Allah kepada dunia ini, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yangtunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Sebagai orang percaya kita merindukan kehendak Tuhan terjadi dalam kehidupan kita, tetapi tanpa disadari kita sendirilah yang justru sering membatalkan kehendak Tuhan itu oleh karena ketidaktaatan kita atau pemberontakan kita.
Kehendak Bapa dalam diri Yesus tergenapi secara sempurna oleh sebab Yesus taat sepenuhnya kepada Bapa, bahkan Ia taat sampai mati di atas kayu salib. Secara fisik Yesus memang harus mengalami penderitaan yang luar biasa, tapi secara roh, kuasa Allah sungguh nyata dalam kehidupanNya.
Bagaimana kita mengerti kehendak Tuhan? Tidak ada jalan lain selain kita harus belajar untuk tunduk sepenuhnya pada pimpinan Roh Kudus dan tidak lagi hidup menuruti daging (baca Galatia 5:16), sebab orang yang hidup dalam kedagingan tidak mungkin berkenan kepada Tuhan. Roh Kudus akan berkarya dalam kehidupan kita jikalau kita taat melakukan kehendak Tuhan. Kita harus berani menghadapi banyak penderitaan. Bukan berarti kita harus hidup miskin, sengsara atau sakit-sakitan, tetapi kata menderita di sini dikarenakan kita melakukan kehendak Tuhan dan melawan dosa.
Saat ini kita hidup di penghujung zaman, saat di mana Tuhan sedang melakukan penampian dan hanya orang-orang yang melakukan kehendak Tuhanlah yang berhak menikmati janji-janjiNya!
Baca: 1 Petrus 4:1-6
"Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, -karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa-, supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah." 1 Petrus 4:1-2
Penderitaan dan sampai pada kematian yang dialami oleh Yesus telah dinubuatkan ribuan tahun sebelumnya (baca Yesaya 53:1-12). Dikatakan bahwa, "...Tuhan berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak Tuhan akan terlaksana olehnya." (Yesaya 53:10). Jadi, penderitaan dan kematian Yesus merupakan kehendak Allah yang tidak bisa dibatalkan oleh siapa pun. Hal itu adalah perwujudan kasih Allah kepada dunia ini, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yangtunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Sebagai orang percaya kita merindukan kehendak Tuhan terjadi dalam kehidupan kita, tetapi tanpa disadari kita sendirilah yang justru sering membatalkan kehendak Tuhan itu oleh karena ketidaktaatan kita atau pemberontakan kita.
Kehendak Bapa dalam diri Yesus tergenapi secara sempurna oleh sebab Yesus taat sepenuhnya kepada Bapa, bahkan Ia taat sampai mati di atas kayu salib. Secara fisik Yesus memang harus mengalami penderitaan yang luar biasa, tapi secara roh, kuasa Allah sungguh nyata dalam kehidupanNya.
Bagaimana kita mengerti kehendak Tuhan? Tidak ada jalan lain selain kita harus belajar untuk tunduk sepenuhnya pada pimpinan Roh Kudus dan tidak lagi hidup menuruti daging (baca Galatia 5:16), sebab orang yang hidup dalam kedagingan tidak mungkin berkenan kepada Tuhan. Roh Kudus akan berkarya dalam kehidupan kita jikalau kita taat melakukan kehendak Tuhan. Kita harus berani menghadapi banyak penderitaan. Bukan berarti kita harus hidup miskin, sengsara atau sakit-sakitan, tetapi kata menderita di sini dikarenakan kita melakukan kehendak Tuhan dan melawan dosa.
Saat ini kita hidup di penghujung zaman, saat di mana Tuhan sedang melakukan penampian dan hanya orang-orang yang melakukan kehendak Tuhanlah yang berhak menikmati janji-janjiNya!
Subscribe to:
Posts (Atom)