Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Desember 2010 -
Baca: Pengkotbah 7:1-22
"Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya." Pengkotbah 7:2
Setiap kita pasti pernah melayat ke rumah duka atau menghadiri upacara pemakaman seseorang, entah itu salah satu anggota keluarga kita, rekan bisnis, kenalan atau pun tetangga kita. Beberapa waktu yang lalu penulis menghadiri upacara pemakaman seorang sahabat rohani yang telah dipanggil pulang ke rumah Bapa di sorga di usia yang relatif masih sangat muda yaitu 24 tahun, meninggalkan dunia ini karena sakit. Kami semua sangat kehilangan dia. Rona kesedihan pun terpancar di setiap wajah yang hadir. Yang perlu kita renungkan setiap kali kita melayat orang yang meninggal adalah bukan masalah tata cara upacara pemakamannya atau bagaimana seseorang itu meninggal, melainkan makna rohani yang kita dapatkan seperti yang dikatakan oleh Salomo, di mana lebih baik pergi ke rumah duka dari pada pergi ke rumah pesta. Di rumah duka kita kembali diingatkan bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara. Kematian adalah sesuatu yang pasti dan akan dialami oleh semua orang. Kematian tidak mengenal usia dan juga status, tua atau muda, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan. Dan tak seorang pun yang tahu kapan hari kematian itu datang. Setiap hari bisa saja menjadi hari terakhir bagi kita.
Menjalani hidup ini seperti seseorang yang sedang berkemah. "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini," (2 Korintus 5:1-2). Jadi, kematian bukanlah akhir dari kehidupan manusia. Kematian hanyalah alat Tuhan untuk membawa kita dari dunia yang fana menuju kepada kehidupan yang baru yaitu di sorga yang baka. Bagi orang percaya kematian bukanlah suatu hal yang menakutkan, karena setiap kita yang ada di dalam Kristus, meski telah mati (jasmani), kita akan hidup (baca Yohanes 11:25).
Pertanyaannya sekarang: sudahkah kita ada di dalam Kristus? Jika belum, mengapa kita masih menunda-nunda waktu untuk datang kepada Dia?
Dosa akan membawa seseorang pada kematian kekal, tapi kehidupan kekal tersedia bagi setiap orang yang percaya kepada Kristus!
Sunday, December 12, 2010
Saturday, December 11, 2010
BAIK ATAU BURUK: Tetap Mengucap Syukur
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Desember 2010 -
Baca: Ayub 2:1-13
"Tetapi jawab Ayub kepadanya (isterinya - Red.): 'Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?' Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya." Ayub 2:10
Adalah sangat mudah mengucap syukur ketika keadaan selalu baik dan semuanya normal saja. Tetapi jika keadaan berbalik 180 derajat, ada kesesakan, penderitaan, sakit-penyakit dan sebagainya, masih bisakah kita menaikkan pujian syukur kepada Tuhan? Atau mungkin kita akan bersikap seperti isteri Ayub? Ketika Ayub mengalami masalah dan penderitaan yang bertubi-tubi, hingga semua yang dimilikinya ludes, isterinya berkata kepada Ayub, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (ayat 9).
Mengarungi lautan kehidupan di dunia ini tidak selalu mulus dan tenang, kadang ada riak-riak kecil, deburan ombak, hembusan angin, bahkan gelombang yang besar dan sangat ganas. Orang dunia bilang bahwa hidup ini seperti roda yang berputar, kadang di atas kadang di bawah, ada suka ada duka. Dalam hal ini Ayub berkata, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Seringkali kita menuntut Tuhan untuk melakukan apa yang kita mau/kehendaki, sehingga ketika terjadi sesuatu dalam kehidupan kita yang tidak seperti yang kita inginkan kita langsung marah dan kecewa kepada Tuhan. Iman kita mulai goyah dan kita mulai malas berdoa, malas beribadah dan sebagainya. Kemudian kita mulai mereka-reka jalan sendiri yang menurut pemikiran kita baik, padahal belum tentu baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Mari kita belajar dari Ayub, yang meski harus mengalami ujian berat masih bisa menyikapinya dengan pikiran yang positif: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21). Belajarlah menerima keadaan apa pun, karena Tuhan tahu yang terbaik bagi kita.
Bila saat ini kita sedang mengalami hal-hal buruk, berhentilah mengomel. Rasul Petrus juga menasihati, "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7b). Jangan sampai hal-hal buruk ini dimanfaatkan Iblis untuk merampas damai sejahtera kita. Mohon pertolongan Roh Kudus supaya kita diberi kekuatan untuk menjalaninya.
Tuhan berkata, "Aku akan membuat padang gurun menjadi telaga dan memancarkan air dari tanah kering." Yesaya 41:18b
Baca: Ayub 2:1-13
"Tetapi jawab Ayub kepadanya (isterinya - Red.): 'Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?' Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya." Ayub 2:10
Adalah sangat mudah mengucap syukur ketika keadaan selalu baik dan semuanya normal saja. Tetapi jika keadaan berbalik 180 derajat, ada kesesakan, penderitaan, sakit-penyakit dan sebagainya, masih bisakah kita menaikkan pujian syukur kepada Tuhan? Atau mungkin kita akan bersikap seperti isteri Ayub? Ketika Ayub mengalami masalah dan penderitaan yang bertubi-tubi, hingga semua yang dimilikinya ludes, isterinya berkata kepada Ayub, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (ayat 9).
Mengarungi lautan kehidupan di dunia ini tidak selalu mulus dan tenang, kadang ada riak-riak kecil, deburan ombak, hembusan angin, bahkan gelombang yang besar dan sangat ganas. Orang dunia bilang bahwa hidup ini seperti roda yang berputar, kadang di atas kadang di bawah, ada suka ada duka. Dalam hal ini Ayub berkata, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Seringkali kita menuntut Tuhan untuk melakukan apa yang kita mau/kehendaki, sehingga ketika terjadi sesuatu dalam kehidupan kita yang tidak seperti yang kita inginkan kita langsung marah dan kecewa kepada Tuhan. Iman kita mulai goyah dan kita mulai malas berdoa, malas beribadah dan sebagainya. Kemudian kita mulai mereka-reka jalan sendiri yang menurut pemikiran kita baik, padahal belum tentu baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Mari kita belajar dari Ayub, yang meski harus mengalami ujian berat masih bisa menyikapinya dengan pikiran yang positif: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21). Belajarlah menerima keadaan apa pun, karena Tuhan tahu yang terbaik bagi kita.
Bila saat ini kita sedang mengalami hal-hal buruk, berhentilah mengomel. Rasul Petrus juga menasihati, "...kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7b). Jangan sampai hal-hal buruk ini dimanfaatkan Iblis untuk merampas damai sejahtera kita. Mohon pertolongan Roh Kudus supaya kita diberi kekuatan untuk menjalaninya.
Tuhan berkata, "Aku akan membuat padang gurun menjadi telaga dan memancarkan air dari tanah kering." Yesaya 41:18b
Friday, December 10, 2010
JANGAN KECEWA MENERIMA TEGURAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Desember 2010 -
Baca: Amsal 3:1-12
"Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihiNya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi." Amsal 3:12
Tak satu pun orangtua di dunia ini yang menginginkan anak-anaknya menjadi orang yang gagal atau menderita di kemudian hari. Semuanya berharap anak-anaknya menjadi orang yang berhasil dalam studi, karir dan juga rumah tangga. Itulah sebabnya orangtua selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, bahkan mereka pun rela mengorbankan apa saja demi anak. Kasih, perhatian, perlindungan dan terkadang juga teguran diberikan orangtua kepada anak.
Dalam kehidupan rohani, Tuhan pun bertindak demikian. Di satu sisi Tuhan senantiasa melimpahkan kasih, kemurahan, pemeliharaan, penyertaan dan pertolongan kepada kita; di sisi lain Dia juga akan memberikan teguran atau hajaran kepada kita bila kita melakukan pelanggaran atau dosa di hadapanNya. Tujuan teguran itu adalah agar kita menjadi jera dan tidak lagi mengulangi kesalahan sehingga kita dapat bertumbuh ke arah yang benar sesuai dengan kehendakNya. Teguran Tuhan kepada kita dapat berupa masalah atau persoalan: sakit penyakit, krisis keuangan, masalah keluarga dan sebagainya. Tuhan mengijinkan hal itu terjadi agar kita segera menyadari kesalahan dan berbalik ke jalanNya yang benar. Oleh sebab itu "...janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatanNya." (ayat 11). Daud pernah melakukan pelanggaran besar di hadapan Tuhan, berzinah dengan Betsyeba. Kemudian Tuhan memakai Natan untuk menegur Daud. Akhirnya Daud pun menyesal dan bertobat, katanya, " 'Aku sudah berdosa kepada Tuhan.' Dan Natan berkata kepada Daud: 'Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati. Walaupun demikian, karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista Tuhan, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati.' " (2 Samuel 12:13-14).
Kunci utama ketika kita menerima teguran dari Tuhan adalah bertobat. Pengakuan diri kita telah melakukan dosa di hadapan Tuhan itu sangat penting dan itu adalah kunci untuk mengalami pemulihan dan berkat dari Tuhan. Jadi bila kita mendapat teguran dari Tuhan jangan menjadi kecewa atau marah, ini berarti Tuhan sangat mengasihi kita. "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:7).
Bersyukurlah bila kita ditegur Tuhan, karena hal itu mendatangkan kebaikan bagi kita.
Baca: Amsal 3:1-12
"Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihiNya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi." Amsal 3:12
Tak satu pun orangtua di dunia ini yang menginginkan anak-anaknya menjadi orang yang gagal atau menderita di kemudian hari. Semuanya berharap anak-anaknya menjadi orang yang berhasil dalam studi, karir dan juga rumah tangga. Itulah sebabnya orangtua selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, bahkan mereka pun rela mengorbankan apa saja demi anak. Kasih, perhatian, perlindungan dan terkadang juga teguran diberikan orangtua kepada anak.
Dalam kehidupan rohani, Tuhan pun bertindak demikian. Di satu sisi Tuhan senantiasa melimpahkan kasih, kemurahan, pemeliharaan, penyertaan dan pertolongan kepada kita; di sisi lain Dia juga akan memberikan teguran atau hajaran kepada kita bila kita melakukan pelanggaran atau dosa di hadapanNya. Tujuan teguran itu adalah agar kita menjadi jera dan tidak lagi mengulangi kesalahan sehingga kita dapat bertumbuh ke arah yang benar sesuai dengan kehendakNya. Teguran Tuhan kepada kita dapat berupa masalah atau persoalan: sakit penyakit, krisis keuangan, masalah keluarga dan sebagainya. Tuhan mengijinkan hal itu terjadi agar kita segera menyadari kesalahan dan berbalik ke jalanNya yang benar. Oleh sebab itu "...janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatanNya." (ayat 11). Daud pernah melakukan pelanggaran besar di hadapan Tuhan, berzinah dengan Betsyeba. Kemudian Tuhan memakai Natan untuk menegur Daud. Akhirnya Daud pun menyesal dan bertobat, katanya, " 'Aku sudah berdosa kepada Tuhan.' Dan Natan berkata kepada Daud: 'Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati. Walaupun demikian, karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista Tuhan, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati.' " (2 Samuel 12:13-14).
Kunci utama ketika kita menerima teguran dari Tuhan adalah bertobat. Pengakuan diri kita telah melakukan dosa di hadapan Tuhan itu sangat penting dan itu adalah kunci untuk mengalami pemulihan dan berkat dari Tuhan. Jadi bila kita mendapat teguran dari Tuhan jangan menjadi kecewa atau marah, ini berarti Tuhan sangat mengasihi kita. "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:7).
Bersyukurlah bila kita ditegur Tuhan, karena hal itu mendatangkan kebaikan bagi kita.
Thursday, December 9, 2010
ABRAHAM: Percaya Penuh Pada Janji Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Desember 2010 -
Baca: Roma 4:18-25
"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup." Roma 4:19
Tuhan berkata kepada Abram, " 'Cuba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firmanNya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.' " (Kejadian 15:5). Itulah janji Tuhan kepada Abram bahwa Dia akan membuat keturunannya seperti debu tanah banyaknya dan juga seperti bintang-bintang yang bertebaran di langit.
Saat Tuhan berjanji, Abram sudah berumur kira-kira seratus tahun dan Sarai pun rahimnya sudah tertutup karena sudah berusia lanjut. Itulah sebabnya mereka sempat tertawa mendengar apa yang dikatakan Tuhan. Secara manusia itu adalah seperti 'mission impossible'! Namun pada akhirnya janji Tuhan itu digenapiNya: "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Abraham menamai anaknya yang baru lahir itu Ishak, yang dilahirkan Sara baginya." (Kejadian 21:2-3). Ketika Tuhan berjanji, apakah dengan serta merta janji itu langsung digenapi? Abraham membutuhkan penantian yang melelahkan dan itu tidak mudah. Perlu waktu bertahun-tahun untuk dapat menikmati janji Tuhan. Adalah tidak mudah bagi Abraham untuk percaya kepada janji Tuhan, apalagi usianya sudah tua dan fisiknya pun semakin lemah. Secara logika Abraham punya alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan, namun "...sekalipun tidak ada dasar untuk berharap,...Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: 'Demikianlah banyaknya nanti keurunanmu,' " (Roma 4:18). Di tengah keadaan yang tidak mendukung pun Abraham tidak menjadi bimbang meski janji Tuhan tidak langsung digenapi.
Seringkali kita dihadapkan pada situasi-situasi yang tidak menjadi lebih baik ketika kita sedang menantikan janji Tuhan, sementara orang-orang di luar Tuhan sepertinya begitu mudah mendapatkan apa yang diinginkan. Akibatnya kita tidak lagi bersemangat menjalani hidup ini, kita terus menggerutu kepada Tuhan, padahal masa-masa sukar yang kita jalani itu adalah proses ujian bagi iman kita.
Tetaplah kuat menantikan janji Tuhan, karena "...Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:21)
Baca: Roma 4:18-25
"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup." Roma 4:19
Tuhan berkata kepada Abram, " 'Cuba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.' Maka firmanNya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.' " (Kejadian 15:5). Itulah janji Tuhan kepada Abram bahwa Dia akan membuat keturunannya seperti debu tanah banyaknya dan juga seperti bintang-bintang yang bertebaran di langit.
Saat Tuhan berjanji, Abram sudah berumur kira-kira seratus tahun dan Sarai pun rahimnya sudah tertutup karena sudah berusia lanjut. Itulah sebabnya mereka sempat tertawa mendengar apa yang dikatakan Tuhan. Secara manusia itu adalah seperti 'mission impossible'! Namun pada akhirnya janji Tuhan itu digenapiNya: "Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. Abraham menamai anaknya yang baru lahir itu Ishak, yang dilahirkan Sara baginya." (Kejadian 21:2-3). Ketika Tuhan berjanji, apakah dengan serta merta janji itu langsung digenapi? Abraham membutuhkan penantian yang melelahkan dan itu tidak mudah. Perlu waktu bertahun-tahun untuk dapat menikmati janji Tuhan. Adalah tidak mudah bagi Abraham untuk percaya kepada janji Tuhan, apalagi usianya sudah tua dan fisiknya pun semakin lemah. Secara logika Abraham punya alasan kuat untuk meragukan janji Tuhan, namun "...sekalipun tidak ada dasar untuk berharap,...Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: 'Demikianlah banyaknya nanti keurunanmu,' " (Roma 4:18). Di tengah keadaan yang tidak mendukung pun Abraham tidak menjadi bimbang meski janji Tuhan tidak langsung digenapi.
Seringkali kita dihadapkan pada situasi-situasi yang tidak menjadi lebih baik ketika kita sedang menantikan janji Tuhan, sementara orang-orang di luar Tuhan sepertinya begitu mudah mendapatkan apa yang diinginkan. Akibatnya kita tidak lagi bersemangat menjalani hidup ini, kita terus menggerutu kepada Tuhan, padahal masa-masa sukar yang kita jalani itu adalah proses ujian bagi iman kita.
Tetaplah kuat menantikan janji Tuhan, karena "...Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:21)
Wednesday, December 8, 2010
SETIA DARI PERKARA YANG KECIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Desember 2010 -
Baca: Mazmur 18:21-30
"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," Mazmur 18:26
Penulis sering mendengar keluhan dari banyak anak muda Kristen perihal pelayanan mereka di gereja. Keluh mereka, "Pelayanan di gereja cuma begitu-begitu saja, tidak ada peningkatan. Sudah capai melayani, yang hadir cuma sedikit. Malas ah jadi singer terus." Kemalasan seringkali melanda anak-anak Tuhan, apalagi bila disinggung tentang pelayanan. Kita ogah-ogahan dan tidak setia terhadap tugas yang dipercayakan. Kita inginnya melayani Tuhan dalam skala yang lebih besar, langsung di atas mimbar atau terlibat dalam pelayanan yang besar dan spektakuler sehingga banyak orang mengenal siapa kita. Benar apa kata Alkitab bahwa tidak mudah menemukan orang yang setia sebagaimana juga dikatakan oleh Salomo, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya." (Amsal 20:6).
Harus kita ketahui bahwa setiap hal yang besar akan datang dari hal-hal yang kecil. Ketika kita setia dalam perkara yang kecil, yang mungkin tidak berarti di mata manusia, itu sebenarnya adalah proses memperkuat kapasitas diri kita untuk dapat dipercaya mengemban tugas dan tanggungjawab yang lebih besar. Contoh tak asing bagi kita adalah perumpamaan tentang talenta: ada 3 orang hamba yang dipercayakan harta oleh tuannya. Yang pertama diberi 5 talenta, kedua diberi 2 talenta dan yang ketiga diberi 1 talenta sesuai dengan kesanggupan mereka masing-masing (baca Matius 25:15). Hamba pertama dan kedua dengan setia mengembangkan talenta yang dipercayakan kepada mreka, dan beroleh laba. Ketika tuannya datang mereka beroleh pujian: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:23).
Tidak demikian dengan hamba yang ketiga. Dia tidak mau mengembangkan talenta yang dipercayakan kepadanya walaupun jumlahnya kecil, sehingga ketika tuannya datang, apa yang diberikan kepada hamba itu diambil darinya. Dan hamba yang tidak setia itu akhirnya dicampakkan "...ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:30).
Apakah kita sudah cukup setia dengan apa yang saat ini Tuhan percayakan kepada kita?
Baca: Mazmur 18:21-30
"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," Mazmur 18:26
Penulis sering mendengar keluhan dari banyak anak muda Kristen perihal pelayanan mereka di gereja. Keluh mereka, "Pelayanan di gereja cuma begitu-begitu saja, tidak ada peningkatan. Sudah capai melayani, yang hadir cuma sedikit. Malas ah jadi singer terus." Kemalasan seringkali melanda anak-anak Tuhan, apalagi bila disinggung tentang pelayanan. Kita ogah-ogahan dan tidak setia terhadap tugas yang dipercayakan. Kita inginnya melayani Tuhan dalam skala yang lebih besar, langsung di atas mimbar atau terlibat dalam pelayanan yang besar dan spektakuler sehingga banyak orang mengenal siapa kita. Benar apa kata Alkitab bahwa tidak mudah menemukan orang yang setia sebagaimana juga dikatakan oleh Salomo, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya." (Amsal 20:6).
Harus kita ketahui bahwa setiap hal yang besar akan datang dari hal-hal yang kecil. Ketika kita setia dalam perkara yang kecil, yang mungkin tidak berarti di mata manusia, itu sebenarnya adalah proses memperkuat kapasitas diri kita untuk dapat dipercaya mengemban tugas dan tanggungjawab yang lebih besar. Contoh tak asing bagi kita adalah perumpamaan tentang talenta: ada 3 orang hamba yang dipercayakan harta oleh tuannya. Yang pertama diberi 5 talenta, kedua diberi 2 talenta dan yang ketiga diberi 1 talenta sesuai dengan kesanggupan mereka masing-masing (baca Matius 25:15). Hamba pertama dan kedua dengan setia mengembangkan talenta yang dipercayakan kepada mreka, dan beroleh laba. Ketika tuannya datang mereka beroleh pujian: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:23).
Tidak demikian dengan hamba yang ketiga. Dia tidak mau mengembangkan talenta yang dipercayakan kepadanya walaupun jumlahnya kecil, sehingga ketika tuannya datang, apa yang diberikan kepada hamba itu diambil darinya. Dan hamba yang tidak setia itu akhirnya dicampakkan "...ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:30).
Apakah kita sudah cukup setia dengan apa yang saat ini Tuhan percayakan kepada kita?
Tuesday, December 7, 2010
PERCAYA PENUH PADA KASIH SETIA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Desember 2010 -
Baca: Mazmur 13:1-6
"...kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatanMu." Mazmur 13:6a
Berita tentang berbagai macam masalah dan kesusahan setiap hari menjadi menu utama di berbagai media massa dan televisi. Semua hal yang buruk itu tidak hanya terjadi di negara kita tetapi melanda semua negara di dunia ini. Dampak dari semua keadaan itu begitu luar biasa. Orang 'kecil' kian menjerit karena krisis ekonomi, dan hampir semua orang dilanda kesusahan dan ketakutan karena bencana alam dan terorisme. Keadaan manusia kian tertekan dan terjepit. Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap dalam menghadapi kondisi yang tidak baik ini?
Adalah manusiawi jika banyak orang menjadi takut dan kuatir. Hari ini firman Tuhan menasihatkan agar kita bisa menjaga sikap hati dengan benar. Jangan bersikap seperti orang dunia yang terus dihinggapi rasa takut dan kuatir karena Tuhan berjanji untuk menopang dan memlihara umatNya dari kesukaran yang ada. JanjiNya adalah ya dan amin, "Janji Tuhan adalah janji yag murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Mari kita mencontoh Daud. Mazmur pasal 13 ini merupakan ungkapan isi hati Daud saat ia mengalami pergumulan yang sangat berat. Hari-hari Daud penuh kegelisahan karena ia terus dikejar-kejar Saul yang hendak membunuhya. Bisa dibayangkan betapa tidak tenangnya perasaan Daud karena dihantui oleh bahaya kematian. Selain itu Daud juga harus menghadapi bani Amalek, suatu bangsa yang menjadi musuh bangsa Israel. Daud benar-benar dalam tekanan yang hebat. Wajar bila Daud sempat putus asa dan mengeluh kepada Tuhan, "Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajahMu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?" (Mazmur 13:2-3).
Kita pun pasti pernah mengalami seperti yang dialami Daud. Tap, apakah kita juga bisa bertindak seperti Daud yang selalu mengingat-ingat segala perbuatan baik Tuhan? Atau, ketika masalah datang kita malah kian menjauh dari Tuhan dengan perasaan kecewa? Meski sempat mengeluh Daud tetap yakin bahwa Tuhan sanggup melepaskan dia dan itu telah terbukti.
Oleh sebab itu "Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepadaNya, dan Ia akan bertindak;" Mazmur 37:5
Baca: Mazmur 13:1-6
"...kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatanMu." Mazmur 13:6a
Berita tentang berbagai macam masalah dan kesusahan setiap hari menjadi menu utama di berbagai media massa dan televisi. Semua hal yang buruk itu tidak hanya terjadi di negara kita tetapi melanda semua negara di dunia ini. Dampak dari semua keadaan itu begitu luar biasa. Orang 'kecil' kian menjerit karena krisis ekonomi, dan hampir semua orang dilanda kesusahan dan ketakutan karena bencana alam dan terorisme. Keadaan manusia kian tertekan dan terjepit. Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap dalam menghadapi kondisi yang tidak baik ini?
Adalah manusiawi jika banyak orang menjadi takut dan kuatir. Hari ini firman Tuhan menasihatkan agar kita bisa menjaga sikap hati dengan benar. Jangan bersikap seperti orang dunia yang terus dihinggapi rasa takut dan kuatir karena Tuhan berjanji untuk menopang dan memlihara umatNya dari kesukaran yang ada. JanjiNya adalah ya dan amin, "Janji Tuhan adalah janji yag murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Mari kita mencontoh Daud. Mazmur pasal 13 ini merupakan ungkapan isi hati Daud saat ia mengalami pergumulan yang sangat berat. Hari-hari Daud penuh kegelisahan karena ia terus dikejar-kejar Saul yang hendak membunuhya. Bisa dibayangkan betapa tidak tenangnya perasaan Daud karena dihantui oleh bahaya kematian. Selain itu Daud juga harus menghadapi bani Amalek, suatu bangsa yang menjadi musuh bangsa Israel. Daud benar-benar dalam tekanan yang hebat. Wajar bila Daud sempat putus asa dan mengeluh kepada Tuhan, "Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajahMu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?" (Mazmur 13:2-3).
Kita pun pasti pernah mengalami seperti yang dialami Daud. Tap, apakah kita juga bisa bertindak seperti Daud yang selalu mengingat-ingat segala perbuatan baik Tuhan? Atau, ketika masalah datang kita malah kian menjauh dari Tuhan dengan perasaan kecewa? Meski sempat mengeluh Daud tetap yakin bahwa Tuhan sanggup melepaskan dia dan itu telah terbukti.
Oleh sebab itu "Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepadaNya, dan Ia akan bertindak;" Mazmur 37:5
Monday, December 6, 2010
HAL BANGSA ISRAEL: Mata Yang Tertuju Hanya Pada Berkat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Desember 2010 -
Baca: Keluaran 13:17-22
"Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." Keluaran 13:22
Peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah perbudakan di Mesir menuju tanah Perjanjian, yaitu Kanaan, sangat menarik untuk disimak dan dijadikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Di sepanjang perjalanan Tuhan menyatakan kasih dan perlindunganNya sehingga dengan mata kepala mereka sendiri mereka melihat betapa Tuhan sangat memperhatikan mereka. Bukti penyertaan Tuhan diwarnai tanda khusus yang berupa tiang awan dan tiang api. "Tuhan berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam" (ayat 21). Dengan itu mereka tidak mengalami panas terik yang begitu menyengat pada siang hari, dan pada malam hari mereka tidak mengalami kedinginan.
Mujizat dan penyertaan Tuhan ini sebagai bukti bahwa Tuhan sangat peduli dan mengasihi bangsa Israel. Dia rindu supaya bangsa Israel mengarahkan pandangannya hanya kepada Tuhan yang sanggup melakukan perkara-perkara besar dan ajaib. Namun kenyataannya mereka tetap tidak bisa mengucap syukur, dan selalu saja memberontak. Mata mereka hanya tertuju pada berkat-berkatNya saja (hal-hal jasmaniah). Bila tidak ada air mereka langsung mengeluh dan bersungut-sungut. "Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa bangsa itu kepada Musa dan berkata: 'Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?'" (Keluaran 17:3). Bahkan mereka pun membuat patung lembu emas untuk mereka sembah. Akibatnya banyak yang tewas di padang gurun. Mengapa mereka mengalami kebinasaan? Karena mata mereka tidak tertuju kepada Tuhan dan tidak mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh, melainkan hanya mencari berkatNya saja.
Bukankah keadaan ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang Kristen di zaman ini? Banyak yang beribadah ke gereja bukan untuk mencari Tuhan, tapi yang mereka cari adalah berkat-berkatNya saja. Dan ketika belum mengalami berkat-berkat Tuhan mereka mudah kecewa dan tidak lagi sungguh-sungguh mencari Tuhan.
Arahkan pandangan kepada Tuhan dan utamakan Dia, pasti berkatNya tersedia bagi kita!
Baca: Keluaran 13:17-22
"Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." Keluaran 13:22
Peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah perbudakan di Mesir menuju tanah Perjanjian, yaitu Kanaan, sangat menarik untuk disimak dan dijadikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Di sepanjang perjalanan Tuhan menyatakan kasih dan perlindunganNya sehingga dengan mata kepala mereka sendiri mereka melihat betapa Tuhan sangat memperhatikan mereka. Bukti penyertaan Tuhan diwarnai tanda khusus yang berupa tiang awan dan tiang api. "Tuhan berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam" (ayat 21). Dengan itu mereka tidak mengalami panas terik yang begitu menyengat pada siang hari, dan pada malam hari mereka tidak mengalami kedinginan.
Mujizat dan penyertaan Tuhan ini sebagai bukti bahwa Tuhan sangat peduli dan mengasihi bangsa Israel. Dia rindu supaya bangsa Israel mengarahkan pandangannya hanya kepada Tuhan yang sanggup melakukan perkara-perkara besar dan ajaib. Namun kenyataannya mereka tetap tidak bisa mengucap syukur, dan selalu saja memberontak. Mata mereka hanya tertuju pada berkat-berkatNya saja (hal-hal jasmaniah). Bila tidak ada air mereka langsung mengeluh dan bersungut-sungut. "Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa bangsa itu kepada Musa dan berkata: 'Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?'" (Keluaran 17:3). Bahkan mereka pun membuat patung lembu emas untuk mereka sembah. Akibatnya banyak yang tewas di padang gurun. Mengapa mereka mengalami kebinasaan? Karena mata mereka tidak tertuju kepada Tuhan dan tidak mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh, melainkan hanya mencari berkatNya saja.
Bukankah keadaan ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang Kristen di zaman ini? Banyak yang beribadah ke gereja bukan untuk mencari Tuhan, tapi yang mereka cari adalah berkat-berkatNya saja. Dan ketika belum mengalami berkat-berkat Tuhan mereka mudah kecewa dan tidak lagi sungguh-sungguh mencari Tuhan.
Arahkan pandangan kepada Tuhan dan utamakan Dia, pasti berkatNya tersedia bagi kita!
Sunday, December 5, 2010
MEMILIKI KEKUATAN SEPERTI KUDA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Desember 2010 -
Baca: Ayub 39:22-28
"Engkaukah yang memberi tenaga kepada kuda? Engkaukah yang mengenakan surat pada tengkuknya?" Ayub 39:22
Kuda melambangkan kekuatan, kecepatan dan juga ketangkasan. Semua yang ada pada kuda (kekuatan, kecepatan, ketangkasan) itu berasal dari Tuhan; Dia yang melengkapinya. Tuhan pernah berkata kepada Ayub, "Engkaukah yang memberi tenaga kepada kuda? Engkaukah yang mengenakan surai pada tengkuknya?" Maksud perkataan Tuhan ini adalah untuk menegaskan kepada Ayub bahwa Ialah yang memberi kekuatan kepada kuda. Kalau kuda saja diberi kekuatan dan kelebihan yang luar biasa oleh Tuhan, apalagi kita anak-anakNya; Dia pasti sanggup memberikan segala yang kita perlukan.
Mengapa Tuhan memberikan suatu contoh tentang kuda? Itu bukan tanpa maksud. Kuda memiliki kecepatan berlari untuk menghindari pemangsa. Di samping itu kuda mempumyai keseimbangan dan insting yang kuat untuk melawan atau melarikan diri. Itulah sebabnya kuda bisa tidur meski dalam keadaan beridiri. Nilai lebih dari kuda adalah tenaganya yang besar. Seringkali kita merasa tidak punya kekuatan atau kemampuan untuk melayani Tuhan. Kita punya banyak dalih untuk menghindarkan diri dari pekerjaan Tuhan. Namun sebenarnya kita malas dan tidak mau bertindak! Tenaga kita lebih banyak kita habiskan untuk nonton tv, shopping, bersantai dan sebagainya. Sesungguhnya kalau kita meminta kekuatan dan kemampuan kepada Tuhan, Dia pasti akan memberikannya sebagaimana Ia berikan kepada kuda. (Nah, bukankah kita lebih dari kuda?) FirmanNya berkata, "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tidak berdaya." (Yesaya 40:29). Dibutuhkan keberanian untuk percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan segala perkara di dalam kehidupan kita.
Saat ini Tuhan mencari orang-orang yang punya hati dan mau bertanggung jawab dengan apa yang Tuhan berikan. Hargailah setiap talenta dan pemberian Tuhan itu sebagai sesuatu yang sangat berharga. Jangan anggap remeh! Di hari-hari akhir ini Iblis terus melipatgandakan kekuatannya untuk menjerat orang-orang yang lemah, karena hari penghukuman itu akan segera tiba!
Maka dari itu kita harus punya kekuatan dan lompatan yang lebih dari kuda: lompatan dalam hal iman, lompatan dalam hal doa, lompatan dalam pelayanan dan lain-lain; jika tidak, kita akan tertinggal.
Baca: Ayub 39:22-28
"Engkaukah yang memberi tenaga kepada kuda? Engkaukah yang mengenakan surat pada tengkuknya?" Ayub 39:22
Kuda melambangkan kekuatan, kecepatan dan juga ketangkasan. Semua yang ada pada kuda (kekuatan, kecepatan, ketangkasan) itu berasal dari Tuhan; Dia yang melengkapinya. Tuhan pernah berkata kepada Ayub, "Engkaukah yang memberi tenaga kepada kuda? Engkaukah yang mengenakan surai pada tengkuknya?" Maksud perkataan Tuhan ini adalah untuk menegaskan kepada Ayub bahwa Ialah yang memberi kekuatan kepada kuda. Kalau kuda saja diberi kekuatan dan kelebihan yang luar biasa oleh Tuhan, apalagi kita anak-anakNya; Dia pasti sanggup memberikan segala yang kita perlukan.
Mengapa Tuhan memberikan suatu contoh tentang kuda? Itu bukan tanpa maksud. Kuda memiliki kecepatan berlari untuk menghindari pemangsa. Di samping itu kuda mempumyai keseimbangan dan insting yang kuat untuk melawan atau melarikan diri. Itulah sebabnya kuda bisa tidur meski dalam keadaan beridiri. Nilai lebih dari kuda adalah tenaganya yang besar. Seringkali kita merasa tidak punya kekuatan atau kemampuan untuk melayani Tuhan. Kita punya banyak dalih untuk menghindarkan diri dari pekerjaan Tuhan. Namun sebenarnya kita malas dan tidak mau bertindak! Tenaga kita lebih banyak kita habiskan untuk nonton tv, shopping, bersantai dan sebagainya. Sesungguhnya kalau kita meminta kekuatan dan kemampuan kepada Tuhan, Dia pasti akan memberikannya sebagaimana Ia berikan kepada kuda. (Nah, bukankah kita lebih dari kuda?) FirmanNya berkata, "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tidak berdaya." (Yesaya 40:29). Dibutuhkan keberanian untuk percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan segala perkara di dalam kehidupan kita.
Saat ini Tuhan mencari orang-orang yang punya hati dan mau bertanggung jawab dengan apa yang Tuhan berikan. Hargailah setiap talenta dan pemberian Tuhan itu sebagai sesuatu yang sangat berharga. Jangan anggap remeh! Di hari-hari akhir ini Iblis terus melipatgandakan kekuatannya untuk menjerat orang-orang yang lemah, karena hari penghukuman itu akan segera tiba!
Maka dari itu kita harus punya kekuatan dan lompatan yang lebih dari kuda: lompatan dalam hal iman, lompatan dalam hal doa, lompatan dalam pelayanan dan lain-lain; jika tidak, kita akan tertinggal.
Saturday, December 4, 2010
JALAN-JALAN TUHAN: Ajaib dan Berbeda
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Desember 2010 -
Baca: Yesaya 55:8-13
"Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman Tuhan," Yesaya 55:8
Salah satu hal terindah dalam kehidupan orang percaya adalah kita belajar untuk mengenal jalan-jalan Tuhan yang luar biasa. Namun jalan Tuhan pada kenyataannya adalah sangat bertentangan dengan jalan-jalan kita. Jalan Tuhan itu terkadang aneh atau ganjil menurut penilaian kita dan hal itu sulit digambarkan atau dibayangkan. "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu." (ayat 9). Jalan-jalan Tuhan juga acapkali bertentangan dengan apa yang kita harapkan dan inginkan.
Mengapa Tuhan mendesain jalan-jalanNya sedemikian rupa? Kita yang belum memiliki keintiman dengan Tuhan akan beranggapan bahwa jalan-jalan Tuhan itu sama atau sesuai dengan keinginan dan kehendak kita sendiri. Bila yang terjadi itu sesuai dengan keinginan dan kehendak kita, maka dengan cepat kita akan menyimpulkan, "Inilah jalan Tuhan. Sebaliknya, jika jalan-jalan Tuhan itu tidak seperti yang kita harapkan, kita pun akan berkata, "Ini bukan jalan Tuhan." Di dalam Alkitab kita akan menemukan betapa jalan-jalan Tuhan itu justru sangat bertentangan dengan segala keinginan dan juga logika kita. Contoh: ketika terjadi kekeringan dan kelaparan, Tuhan membawa Elia ke sungai Kerit dan burung-burung gagak memberinya makan. Setelah itu kita renungkan, apa yang dialami Elia itu sungguh tidak masuk akal. Tetapi itulah jalan Tuhan yang benar-benar tak dapat kita selami.
Dunia berprinsip: setiap kejahatan juga harus dibalas dengan kejahatan, bahkan pembalasan lebih kejam dari perbuatan. Bagaimana jalan Tuhan? Jalan Tuhan adalah agar kita mengasihi musuh atau orang yang membenci kita. Dikatakan, "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil." (Matius 5:39-41).
Jalan Tuhan dirancang agar kita senantiasa tinggal di dalam Dia dan belajar tunduk melakukan kehendakNya!
Baca: Yesaya 55:8-13
"Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman Tuhan," Yesaya 55:8
Salah satu hal terindah dalam kehidupan orang percaya adalah kita belajar untuk mengenal jalan-jalan Tuhan yang luar biasa. Namun jalan Tuhan pada kenyataannya adalah sangat bertentangan dengan jalan-jalan kita. Jalan Tuhan itu terkadang aneh atau ganjil menurut penilaian kita dan hal itu sulit digambarkan atau dibayangkan. "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu." (ayat 9). Jalan-jalan Tuhan juga acapkali bertentangan dengan apa yang kita harapkan dan inginkan.
Mengapa Tuhan mendesain jalan-jalanNya sedemikian rupa? Kita yang belum memiliki keintiman dengan Tuhan akan beranggapan bahwa jalan-jalan Tuhan itu sama atau sesuai dengan keinginan dan kehendak kita sendiri. Bila yang terjadi itu sesuai dengan keinginan dan kehendak kita, maka dengan cepat kita akan menyimpulkan, "Inilah jalan Tuhan. Sebaliknya, jika jalan-jalan Tuhan itu tidak seperti yang kita harapkan, kita pun akan berkata, "Ini bukan jalan Tuhan." Di dalam Alkitab kita akan menemukan betapa jalan-jalan Tuhan itu justru sangat bertentangan dengan segala keinginan dan juga logika kita. Contoh: ketika terjadi kekeringan dan kelaparan, Tuhan membawa Elia ke sungai Kerit dan burung-burung gagak memberinya makan. Setelah itu kita renungkan, apa yang dialami Elia itu sungguh tidak masuk akal. Tetapi itulah jalan Tuhan yang benar-benar tak dapat kita selami.
Dunia berprinsip: setiap kejahatan juga harus dibalas dengan kejahatan, bahkan pembalasan lebih kejam dari perbuatan. Bagaimana jalan Tuhan? Jalan Tuhan adalah agar kita mengasihi musuh atau orang yang membenci kita. Dikatakan, "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil." (Matius 5:39-41).
Jalan Tuhan dirancang agar kita senantiasa tinggal di dalam Dia dan belajar tunduk melakukan kehendakNya!
Friday, December 3, 2010
MEMILIKI BUAH-BUAH ROH: Bekal Melayani Jiwa-Jiwa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Desember 2010 -
Baca: 2 Timotius 4:1-18
"Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Tuhan Yesus memberikan amanat agung kepada setiap orang percaya (Kristen): "...pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20a).
Banyak dari kita yang tidak mau melaksanakan amanat Tuhan ini dengan dalih bukan seorang pendeta atau penginjil dan merasa tidak punya karunia menginjil, padahal ada banyak cara bagi kita untuk bisa terlibat dalam penginjilan. Saat ini hampir semua agama berlomba-lomba menarik jiwa-jiwa baru masuk dalam agamanya. Kalau agama lain saja begitu giat 'menginjil' kepada orang lain, lebih-lebih kita sebagai murid-muridNya, tidakkah kita tergerak untuk menjangkau jiwa-jiwa bagi Yesus? Harus kita akui tidak mudah melayani orang lain, karena sebelum melangkah dan menjangkau orang lain kehidupan kita harus mempunyai buah-buah Roh terlebih dahulu, yaitu karakter Kristus yang makin hari makin nyata di dalam perkataan dan perbuatan. Ada pun buah Roh itu adalah: "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Galatia 5:22-23a). Bila dalam diri kita ada buah-buah Roh, dipastikan kita memiliki integritas di setiap aspek kehidupan kita, artinya perkataan dan perbuatan kita itu selaras. Bila kita hanya bisa berkata-kata namun tidak mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana kita bisa menginjili orang lain?
Untuk bisa melayani dan membawa orang lain kepada Kristus kita harus bisa menjadi orang yang rendah hati dan sabar, karena kerendahan hati dan kesabaran memberi kesempatan orang lain menerima semua perkataan yang kita ucapkan, sebab orang yang kita layani itu ibarat 'bayi-bayi' rohani yang baru lahir dan membutuhkan perhatian secara khusus. Jadi kita harus sabar dan telaten melayani mereka sepanjang waktu. Selain itu kita juga harus punya kepekaan akan pergumulan orang lain dan akan kehendak Tuhan. Dikatakan, "...nyatakanlah apa yang salah, tegarlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Tanpa memiliki buah-buah Roh, hidup kita hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang yang kita layani!
Baca: 2 Timotius 4:1-18
"Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Tuhan Yesus memberikan amanat agung kepada setiap orang percaya (Kristen): "...pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20a).
Banyak dari kita yang tidak mau melaksanakan amanat Tuhan ini dengan dalih bukan seorang pendeta atau penginjil dan merasa tidak punya karunia menginjil, padahal ada banyak cara bagi kita untuk bisa terlibat dalam penginjilan. Saat ini hampir semua agama berlomba-lomba menarik jiwa-jiwa baru masuk dalam agamanya. Kalau agama lain saja begitu giat 'menginjil' kepada orang lain, lebih-lebih kita sebagai murid-muridNya, tidakkah kita tergerak untuk menjangkau jiwa-jiwa bagi Yesus? Harus kita akui tidak mudah melayani orang lain, karena sebelum melangkah dan menjangkau orang lain kehidupan kita harus mempunyai buah-buah Roh terlebih dahulu, yaitu karakter Kristus yang makin hari makin nyata di dalam perkataan dan perbuatan. Ada pun buah Roh itu adalah: "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Galatia 5:22-23a). Bila dalam diri kita ada buah-buah Roh, dipastikan kita memiliki integritas di setiap aspek kehidupan kita, artinya perkataan dan perbuatan kita itu selaras. Bila kita hanya bisa berkata-kata namun tidak mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana kita bisa menginjili orang lain?
Untuk bisa melayani dan membawa orang lain kepada Kristus kita harus bisa menjadi orang yang rendah hati dan sabar, karena kerendahan hati dan kesabaran memberi kesempatan orang lain menerima semua perkataan yang kita ucapkan, sebab orang yang kita layani itu ibarat 'bayi-bayi' rohani yang baru lahir dan membutuhkan perhatian secara khusus. Jadi kita harus sabar dan telaten melayani mereka sepanjang waktu. Selain itu kita juga harus punya kepekaan akan pergumulan orang lain dan akan kehendak Tuhan. Dikatakan, "...nyatakanlah apa yang salah, tegarlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Tanpa memiliki buah-buah Roh, hidup kita hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang yang kita layani!
Thursday, December 2, 2010
BAGAIKAN RAJAWALI: Hal Mengerti Kehendak Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Desember 2010 -
Baca: Mazmur 119:17-32
"Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari TauratMu." Mazmur 119:18
Masalah dan situasi-situasi sulit mungkin diijinkan Tuhan dengan tujuan untuk melatih iman kita. Dia ingin mendewasakan kita. Tuhan tidak pernah salah atas setiap tindakanNya karena Dia tahu sejauh mana kekuatan dan kemampuan kita. "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Oleh karenanya milikilah hati yang dapat menanggapi dengan benar setiap pencobaan yang sedang kita alami. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan dan membiarkan kita! Mari camkan itu. Selalu ada rencanaNya yang indah.
Kembali kepada burung rajawali, ia memiliki pandangan mata yang sangat tajam. Ia bisa melihat ke arah depan dan samping pada waktu yang bersamaan. Rajawali bisa melihat ikan dalam air meski dari jarak yang sangat jauh saat sedang terbang melayang tinggi. Rajawali benar-benar memiliki ketajaman yang luar biasa dalam hal melihat. Memiliki ketajaman dalam hal melihat adalah kerinduan Tuhan bagi anak-anakNya. Mata yang tajam akan melihat kehendak Tuhan sehingga kita bisa membedakan mana yang baik dan tidak baik, mana yang benar dan tidak benar seperti tertulis: "Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Mata yang tajam pasti dapat melihat setiap kesempatan yang ada dan menggunakannya sebaik mungkin. Apalagi menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat ini, bukan waktunya untuk santai atau bermalas-malasan lagi, sebaliknya "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16).
Jadi kita butuh mata setajam rajawali yang bisa mencermati dan melihat keadaan sekitar. Kita juga harus menggunakan mata kita untuk melihat hal-hal yang baik, karena mata kita adalah jendela hati kita; apa yang kita lihat akan mempengaruhi keadaan hati kita.
Mata rohani yang tajam pasti dapat mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup ini.
Baca: Mazmur 119:17-32
"Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari TauratMu." Mazmur 119:18
Masalah dan situasi-situasi sulit mungkin diijinkan Tuhan dengan tujuan untuk melatih iman kita. Dia ingin mendewasakan kita. Tuhan tidak pernah salah atas setiap tindakanNya karena Dia tahu sejauh mana kekuatan dan kemampuan kita. "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Oleh karenanya milikilah hati yang dapat menanggapi dengan benar setiap pencobaan yang sedang kita alami. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan dan membiarkan kita! Mari camkan itu. Selalu ada rencanaNya yang indah.
Kembali kepada burung rajawali, ia memiliki pandangan mata yang sangat tajam. Ia bisa melihat ke arah depan dan samping pada waktu yang bersamaan. Rajawali bisa melihat ikan dalam air meski dari jarak yang sangat jauh saat sedang terbang melayang tinggi. Rajawali benar-benar memiliki ketajaman yang luar biasa dalam hal melihat. Memiliki ketajaman dalam hal melihat adalah kerinduan Tuhan bagi anak-anakNya. Mata yang tajam akan melihat kehendak Tuhan sehingga kita bisa membedakan mana yang baik dan tidak baik, mana yang benar dan tidak benar seperti tertulis: "Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Mata yang tajam pasti dapat melihat setiap kesempatan yang ada dan menggunakannya sebaik mungkin. Apalagi menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat ini, bukan waktunya untuk santai atau bermalas-malasan lagi, sebaliknya "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:15-16).
Jadi kita butuh mata setajam rajawali yang bisa mencermati dan melihat keadaan sekitar. Kita juga harus menggunakan mata kita untuk melihat hal-hal yang baik, karena mata kita adalah jendela hati kita; apa yang kita lihat akan mempengaruhi keadaan hati kita.
Mata rohani yang tajam pasti dapat mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup ini.
Wednesday, December 1, 2010
BAGAIKAN RAJAWALI: Hal Didikan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Desember 2010 -
Baca: Ulangan 32:9-13
"Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya," Ulangan 32:11a
Ayat di atas menggambarkan tentang perhatian dan kasih Tuhan kepada umat Israel yang diumpamakan seperti induk rajawali dengan anaknya.
Mungkin banyak yang tidak mengetahui kehidupan burung rajawali. Burung rajawali suka sekali membongkar-bongkar sarangnya dan membiarkan anak-anaknya terjun bebas. Kisahnya demikian: bila waktunya sudah sangat tepat, induk rajawali akan melatih anak-anaknya untuk terbang. Dibongkarnya sarangnya lapis demi lapis sampai tersisa lapisan yang kasar dan keras. Lalu induk rajawali akan menerjunkan anaknya, memaksa mereka mengembangkan sayap dan melatih ototnya untuk terbang. Tentu saja anak-anak rajawali itu tidak langsung bisa terbang, berkali-kali mereka akan meluncur dengan cepat ke tanah dan seolah-olah si induk membiarkan mereka untuk jatuh dan mati. Namun sebelum menyentuh tanah, si induk segera menyambar dan membawanya naik kembali. Inilah proses yang harus dialami anak-anak rajawali. Lambat laun mereka menjadi terlatih dan dapat terbang bebas tanpa merasa takut lagi.
Itulah yang juga Tuhan kerjakan dalam kehidupan anak-anakNya. Adakalanya Ia memproses dan membentuk kita, dibongkarnya semua 'sarang' yang selama ini membuat kita merasa nyaman. Bukan berarti Tuhan bertindak kejam terhadap kita. Dia membongkar semua kenyamanan yang ada karena kasihNya kepada kita, bukan karena Dia tega terhadap kita. Kenyamanan seringkali membuat seseorang menjadi malas dan terlena: malas berdoa, malas melayani Tuhan, malas beribadah dan sebagainya. Bila kenyamanan itu dibiarkan bisa mengakibatkan kematian rohani.
Seperti induk rajawali yang menyelamatkan anaknya sebelum terbentur ke tanah, lebih-lebih lagi Tuhan terhadap kita. Saat tertentu Ia ijinkan kita mengalami kondisi yang tidak baik dan sangat menyesakkan yang menurut kita itu sangat tidak enak. Acapkali kita marah, bersungut-sungut, mengeluh, menyalahkan Tuhan serta berpikir bahwa Tuhan telah meninggalkan kita, padahal tak sedetik pun Tuhan melepaskan pandanganNya terhadap kita. Dia sangat tahu kapan saat yang tepat untuk menolong dan melepaskan kita. Itu adalah bentuk didikan Tuhan dan semuanya mendatangkan kebaikan bagi kita. (Bersambung)
Baca: Ulangan 32:9-13
"Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya," Ulangan 32:11a
Ayat di atas menggambarkan tentang perhatian dan kasih Tuhan kepada umat Israel yang diumpamakan seperti induk rajawali dengan anaknya.
Mungkin banyak yang tidak mengetahui kehidupan burung rajawali. Burung rajawali suka sekali membongkar-bongkar sarangnya dan membiarkan anak-anaknya terjun bebas. Kisahnya demikian: bila waktunya sudah sangat tepat, induk rajawali akan melatih anak-anaknya untuk terbang. Dibongkarnya sarangnya lapis demi lapis sampai tersisa lapisan yang kasar dan keras. Lalu induk rajawali akan menerjunkan anaknya, memaksa mereka mengembangkan sayap dan melatih ototnya untuk terbang. Tentu saja anak-anak rajawali itu tidak langsung bisa terbang, berkali-kali mereka akan meluncur dengan cepat ke tanah dan seolah-olah si induk membiarkan mereka untuk jatuh dan mati. Namun sebelum menyentuh tanah, si induk segera menyambar dan membawanya naik kembali. Inilah proses yang harus dialami anak-anak rajawali. Lambat laun mereka menjadi terlatih dan dapat terbang bebas tanpa merasa takut lagi.
Itulah yang juga Tuhan kerjakan dalam kehidupan anak-anakNya. Adakalanya Ia memproses dan membentuk kita, dibongkarnya semua 'sarang' yang selama ini membuat kita merasa nyaman. Bukan berarti Tuhan bertindak kejam terhadap kita. Dia membongkar semua kenyamanan yang ada karena kasihNya kepada kita, bukan karena Dia tega terhadap kita. Kenyamanan seringkali membuat seseorang menjadi malas dan terlena: malas berdoa, malas melayani Tuhan, malas beribadah dan sebagainya. Bila kenyamanan itu dibiarkan bisa mengakibatkan kematian rohani.
Seperti induk rajawali yang menyelamatkan anaknya sebelum terbentur ke tanah, lebih-lebih lagi Tuhan terhadap kita. Saat tertentu Ia ijinkan kita mengalami kondisi yang tidak baik dan sangat menyesakkan yang menurut kita itu sangat tidak enak. Acapkali kita marah, bersungut-sungut, mengeluh, menyalahkan Tuhan serta berpikir bahwa Tuhan telah meninggalkan kita, padahal tak sedetik pun Tuhan melepaskan pandanganNya terhadap kita. Dia sangat tahu kapan saat yang tepat untuk menolong dan melepaskan kita. Itu adalah bentuk didikan Tuhan dan semuanya mendatangkan kebaikan bagi kita. (Bersambung)
Tuesday, November 30, 2010
ROH KUDUS SEBAGAI ROH YANG KUDUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 November 2010 -
Baca: Roma 6:15-23
"Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan." Roma 6:19b
Roh kudus selalu bersedih, berdukacita dan meratapi dosa yang kita perbuat. Alkitab sendiri memperingatkan agar setiap orang percaya tidak mendukakan Roh kudus, "Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan." (Efesus 4:30). Tuhan menghendaki agar kita hidup kudus yaitu kekudusan yang meliputi seluruh aspek kehidupan kita, karena Tuhan tidak pernah berkompromi dengan dosa. Oleh karenanya kita dituntut suatu tanggung jawab untuk menjaga kekudusan pribadi dan gereja secara utuh. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan dan telah berubah status -bukan lagi sebagai hamba dosa tetapi hamba kebenaran, yang kini disebut sebagai anak-anak Allah- tidak ada alasan kita untuk berbuat dosa.
Perhatikan satu kisah dalam Perjanjian Lama yaitu tentang Akhan. Akhan mencuri dan menyimpan barang-barang jarahan dari bangsa lain yang dikhususkan bagi Allah, dan menyembunyikan di bawah kemahnya. Allah sangat membenci tindakan Akhan itu, lalu Ia menyuruh orang Israel untuk mengumpulkan dan membakar barang-barang yang disembunyikannya serta seluruh hartanya termasuk ternak dan keluarganya, bahkan Dia memerintahkan mereka untuk melemparinya dengan batu sampai mati.
Tuhan tidak membenci Akhan karena ia menyimpan barang-barang yang indah dan berharga, tetapi perbuatan mencuri dan menyembunyikan barang-barang yang sebenarnya dikhususkan bagi Tuhan itulah yang Dia benci karena hal itu mencemarkan kekudusanNya (baca Yosua 7). Mungkin Akhan punya motivasi yang baik dalam hatinya dan bermaksud hendak membagi-bagikan barang-barang itu kepada orang-orang yang membutuhkan, atau mungkin ia akan menyumbangkannya untuk pembangunan Bait Suci; tetapi apa pun alasannya, perbuatan Akhan itu merupakan kekejian di mata Tuhan. Maka karena perbuatan Akhan seluruh keluarganya pun turut menanggung akibatnya.
Tuhan tidak pernah berkompromi dengan dosa, karena Dia adalah kudus!
Baca: Roma 6:15-23
"Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan." Roma 6:19b
Roh kudus selalu bersedih, berdukacita dan meratapi dosa yang kita perbuat. Alkitab sendiri memperingatkan agar setiap orang percaya tidak mendukakan Roh kudus, "Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan." (Efesus 4:30). Tuhan menghendaki agar kita hidup kudus yaitu kekudusan yang meliputi seluruh aspek kehidupan kita, karena Tuhan tidak pernah berkompromi dengan dosa. Oleh karenanya kita dituntut suatu tanggung jawab untuk menjaga kekudusan pribadi dan gereja secara utuh. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan dan telah berubah status -bukan lagi sebagai hamba dosa tetapi hamba kebenaran, yang kini disebut sebagai anak-anak Allah- tidak ada alasan kita untuk berbuat dosa.
Perhatikan satu kisah dalam Perjanjian Lama yaitu tentang Akhan. Akhan mencuri dan menyimpan barang-barang jarahan dari bangsa lain yang dikhususkan bagi Allah, dan menyembunyikan di bawah kemahnya. Allah sangat membenci tindakan Akhan itu, lalu Ia menyuruh orang Israel untuk mengumpulkan dan membakar barang-barang yang disembunyikannya serta seluruh hartanya termasuk ternak dan keluarganya, bahkan Dia memerintahkan mereka untuk melemparinya dengan batu sampai mati.
Tuhan tidak membenci Akhan karena ia menyimpan barang-barang yang indah dan berharga, tetapi perbuatan mencuri dan menyembunyikan barang-barang yang sebenarnya dikhususkan bagi Tuhan itulah yang Dia benci karena hal itu mencemarkan kekudusanNya (baca Yosua 7). Mungkin Akhan punya motivasi yang baik dalam hatinya dan bermaksud hendak membagi-bagikan barang-barang itu kepada orang-orang yang membutuhkan, atau mungkin ia akan menyumbangkannya untuk pembangunan Bait Suci; tetapi apa pun alasannya, perbuatan Akhan itu merupakan kekejian di mata Tuhan. Maka karena perbuatan Akhan seluruh keluarganya pun turut menanggung akibatnya.
Tuhan tidak pernah berkompromi dengan dosa, karena Dia adalah kudus!
Monday, November 29, 2010
BERTEKUN SAMPAI AKHIR MENDATANGKAN UPAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 November 2010 -
Baca: Wahyu 14:6-13
"Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus." Wahyu 14:12
Kepada jemaat di Kolose Paulus menasihati, "...kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit,..." (Kolose 1:23). Seberapa jauh kita bertekun di dalam Tuhan? Seberapa tekun kita dalam doa, membaca serta merenungkan firman Tuhan? Sudahkah kita bertekun menjalankan ibadah kita? Bertekunkah kita dalam mengerjakan tugas-tugas pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada kita?
Berbicara tentang ketekunan, mari kita belajar dari seorang Salomo (baca 2 Tawarikh 8:1-8). Sepintas kalau kita perhatikan, apa yang dilakukan Salomo dalam menjalankan ibadah terlalu rumit. Ada saja korban yang harus dipersembahkan kepada Tuhan setiap hari, ada juga yang dipersembahkan pada hari-hari khusus: Sabat, bulan baru, hari raya dan sebagainya. Meski demikian Salomo melakukan semua itu dengan sukacita. Salomo dengan tekun dan setia menjalankan ibadahnya kepada Tuhan, tidak setengah-setengah dan tanpa keluh kesah.
Kehidupan kita sebagai orang percaya sudah seharusnya mencontoh apa yang dilakukan Salomo, bukan saja harus membangun ibadah kita, tapi juga harus memelihara dan menjaga kehidupan ibadah kita. Itu juga membutuhkan ketekunan dan kesetiaan kita. Di dalam ketekunan terkadandung unsur kemauan yaitu niat untuk beribadah dengan sungguh. Bukan hanya sekedar beribadah atau beribadah hanya sebagai kegiatan Mingguan atau kebiasaan saja, namun kita harus menjadikan ibadah itu sebagi suatu kebutuhan, sama seperti orang yang bernafas setiap hari. Mengapa kita harus bertekun dalam ibadah? Sebab dalam ketekunan selalu ada janji yang Tuhan sediakan, seperti dikatakan, "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36).
Pada akhirnya, ketekunan inilah yang menjadi salah satu kunci kesuksesan orang Kristen atau tolok ukur kekristenan kita. Firman Tuhan menegaskan bahwa apa pun jerih payah yang kita lakukan untuk Tuhan tidak akan pernah sia-sia! Salomo dalam Amsalnya berkata, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan,..." (Amsal 14:23). Sudahkah kita bertekun?
Baca: Wahyu 14:6-13
"Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus." Wahyu 14:12
Kepada jemaat di Kolose Paulus menasihati, "...kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit,..." (Kolose 1:23). Seberapa jauh kita bertekun di dalam Tuhan? Seberapa tekun kita dalam doa, membaca serta merenungkan firman Tuhan? Sudahkah kita bertekun menjalankan ibadah kita? Bertekunkah kita dalam mengerjakan tugas-tugas pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada kita?
Berbicara tentang ketekunan, mari kita belajar dari seorang Salomo (baca 2 Tawarikh 8:1-8). Sepintas kalau kita perhatikan, apa yang dilakukan Salomo dalam menjalankan ibadah terlalu rumit. Ada saja korban yang harus dipersembahkan kepada Tuhan setiap hari, ada juga yang dipersembahkan pada hari-hari khusus: Sabat, bulan baru, hari raya dan sebagainya. Meski demikian Salomo melakukan semua itu dengan sukacita. Salomo dengan tekun dan setia menjalankan ibadahnya kepada Tuhan, tidak setengah-setengah dan tanpa keluh kesah.
Kehidupan kita sebagai orang percaya sudah seharusnya mencontoh apa yang dilakukan Salomo, bukan saja harus membangun ibadah kita, tapi juga harus memelihara dan menjaga kehidupan ibadah kita. Itu juga membutuhkan ketekunan dan kesetiaan kita. Di dalam ketekunan terkadandung unsur kemauan yaitu niat untuk beribadah dengan sungguh. Bukan hanya sekedar beribadah atau beribadah hanya sebagai kegiatan Mingguan atau kebiasaan saja, namun kita harus menjadikan ibadah itu sebagi suatu kebutuhan, sama seperti orang yang bernafas setiap hari. Mengapa kita harus bertekun dalam ibadah? Sebab dalam ketekunan selalu ada janji yang Tuhan sediakan, seperti dikatakan, "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36).
Pada akhirnya, ketekunan inilah yang menjadi salah satu kunci kesuksesan orang Kristen atau tolok ukur kekristenan kita. Firman Tuhan menegaskan bahwa apa pun jerih payah yang kita lakukan untuk Tuhan tidak akan pernah sia-sia! Salomo dalam Amsalnya berkata, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan,..." (Amsal 14:23). Sudahkah kita bertekun?
Sunday, November 28, 2010
TUHAN TAHU KEBERADAAN KITA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 November 2010 -
Baca: Mazmur 139:13-24
"Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" Mazmur 139:23
Bila kita sadar bahwa hidup kita ini selalu dalam pengawasan Tuhan, masihkah kita berani untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa? Selama ini kita begitu gampangnya membicarakan kejelekan-kejelekan orang lain, mencemooh para hamba Tuhan, mendendam, mengumpat atau merancangkan kejahatan terhadap orang lain dan sebagainya, padahal "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembuyi di hadapanNya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepadaNya kita harus memberikan pertanggung jawab." (Ibrani 4:13).
Bila segala hal akan kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan di depan takhta pengadilanNya kelak, masihkah kita ogah-ogahan atau asal-asalan di dalam menjalankan peran kita masing-masing? Masihkah kita baru mau melayani Tuhan dengan giat kalau kita dipuji orang lain? Masihkah kita ngambek dari pelayanan bila hati kita sedang jengkel terhadap rekan yang tidak menghargai pelayanan dan pengorbanan kita? Atau kita lebih suka menghabiskan waktu untuk perkara-perkara dunia ini, dari pada berkorban untuk Tuhan? Ingat, tidak ada satu sudut pun dalam kehidupan kita ini yang berada di luar pengetahuan Tuhan!
Puji Tuhan! Hari ini kita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Mari kita gunakan kesempatan ini untuk memulai sebuah lembaran hidup yang baru, yang kita tulis dengan tinta emas, kisah-kisah yang manis, menjadi berkat bagi orang lain dengan terlebih lagi menyenangkan Tuhan. Dan bila saat ini kita berada dalam kondisi yang tidak baik: dalam kesendirian, menderita karena sakit, diabaikan dan dipandang sebelah mata oleh orang lain, ingatlah bahwa Tuhan hadir di sana. Jangan biarkan beratnya penderitaan itu melumpuhkan kepekaan hati kita terhadap keberadaan Tuhan di dalam kehidupan kita. Ubahlah sikap pesimis menjadi sikap optimis, sambil benar-benar mengawasi setiap perkataan dan perbuatan kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk larut di dunia ini, karena tangan Tuhan senantiasa terbuka untuk memeluk kita.
"Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu." Mazmur 121:4-5
Baca: Mazmur 139:13-24
"Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" Mazmur 139:23
Bila kita sadar bahwa hidup kita ini selalu dalam pengawasan Tuhan, masihkah kita berani untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa? Selama ini kita begitu gampangnya membicarakan kejelekan-kejelekan orang lain, mencemooh para hamba Tuhan, mendendam, mengumpat atau merancangkan kejahatan terhadap orang lain dan sebagainya, padahal "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembuyi di hadapanNya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepadaNya kita harus memberikan pertanggung jawab." (Ibrani 4:13).
Bila segala hal akan kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan di depan takhta pengadilanNya kelak, masihkah kita ogah-ogahan atau asal-asalan di dalam menjalankan peran kita masing-masing? Masihkah kita baru mau melayani Tuhan dengan giat kalau kita dipuji orang lain? Masihkah kita ngambek dari pelayanan bila hati kita sedang jengkel terhadap rekan yang tidak menghargai pelayanan dan pengorbanan kita? Atau kita lebih suka menghabiskan waktu untuk perkara-perkara dunia ini, dari pada berkorban untuk Tuhan? Ingat, tidak ada satu sudut pun dalam kehidupan kita ini yang berada di luar pengetahuan Tuhan!
Puji Tuhan! Hari ini kita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Mari kita gunakan kesempatan ini untuk memulai sebuah lembaran hidup yang baru, yang kita tulis dengan tinta emas, kisah-kisah yang manis, menjadi berkat bagi orang lain dengan terlebih lagi menyenangkan Tuhan. Dan bila saat ini kita berada dalam kondisi yang tidak baik: dalam kesendirian, menderita karena sakit, diabaikan dan dipandang sebelah mata oleh orang lain, ingatlah bahwa Tuhan hadir di sana. Jangan biarkan beratnya penderitaan itu melumpuhkan kepekaan hati kita terhadap keberadaan Tuhan di dalam kehidupan kita. Ubahlah sikap pesimis menjadi sikap optimis, sambil benar-benar mengawasi setiap perkataan dan perbuatan kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk larut di dunia ini, karena tangan Tuhan senantiasa terbuka untuk memeluk kita.
"Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu." Mazmur 121:4-5
Saturday, November 27, 2010
TUHAN TAHU KEBERADAAN KITA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 November 2010 -
Baca: Mazmur 139:1-12
"Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku;" Mazmur 139:1
Tuhan itu menyelidiki dan mengenal setiap kita dengan baik, bahkan sampai kepada hal-hal terkecil pun dalam kehidupan kita, karena Dia Mahatahu. Maka dari itu kita harus memperhatikan dengan seksama bagaimana kita hidup. Jangan sampai kita berperilaku tidak benar yang bisa mendatangkan murka Tuhan.
Sebagai seorang raja, Daud pasti setuju dengan pernyataan ini: "Seperti tingginya langit dan dalamnya bumi, demikianlah hati raja-raja tidak terduga!" (Amsal 25:3). Apa yang ada di pikiran dan hati seorang raja tak seorang rakyatnya pun tahu. Akan tetapi, raja-raja itu sama sekali tidak sanggup untuk menyembunyikan hati dan pikiran mereka dari hadapan Tuhan. Tuhan mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam hati dan pikiran kita, lebih dari kita sendiri tahu. Kok bisa? Sebab Tuhan adalah Pencipta kita, Dia itu Mahasempurna. Daud menambahkan, "Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh." (Mazmur 139:2). Ini menunjukkan bahwa Tuhan itu sangat peduli kepada kita. Saat kita duduk, Dia melihat dan memperhatikan; manakala kita berdiri, Dia juga ada di sana. Jadi, tidak ada satu tindakan pun atau gerak-gerik kita yang terlepas dari pengamatan Tuhan. Termasuk apa saja yang ada di pikiran kita, yang sedang kita pikirkan, bahkan pikiran-pikiran yang masih berupa imajinasi, angan-angan atau niat dalam diri kita, Dia sangat tahu secara rinci. Alkitab menyatakan, "Tuhan menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9a).
Daud juga berkata, "Engkau memeriksa aku, kalau akau berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (Mazmur 139:3). Ke mana pun kita pergi Tuhan ada di sana untuk dan mengawasi kita. Jadi kehidupan kita secara total, mulai dari pikiran atau pun yang sudah berupa perbuatan nyata, semuanya berada dalam pengawasan Tuhan. Lalu, "Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tanganMu ke atasku." (Mazmur 139:5). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menghendaki kita salah jalan atau tersesat, karena itulah tanganNya selalu menuntun, membimbing, menopang serta melindungi kita. Di sini dapat disimpulkan bahwa kapan pun dan di mana pun kita berada, kita selalu berada dalam pengawasan Tuhan. Dan tidak ada tempat di mana Tuhan tidak hadir.
Jadi, milikilah rasa hormat dan hati yang takut akan Dia!
Baca: Mazmur 139:1-12
"Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku;" Mazmur 139:1
Tuhan itu menyelidiki dan mengenal setiap kita dengan baik, bahkan sampai kepada hal-hal terkecil pun dalam kehidupan kita, karena Dia Mahatahu. Maka dari itu kita harus memperhatikan dengan seksama bagaimana kita hidup. Jangan sampai kita berperilaku tidak benar yang bisa mendatangkan murka Tuhan.
Sebagai seorang raja, Daud pasti setuju dengan pernyataan ini: "Seperti tingginya langit dan dalamnya bumi, demikianlah hati raja-raja tidak terduga!" (Amsal 25:3). Apa yang ada di pikiran dan hati seorang raja tak seorang rakyatnya pun tahu. Akan tetapi, raja-raja itu sama sekali tidak sanggup untuk menyembunyikan hati dan pikiran mereka dari hadapan Tuhan. Tuhan mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam hati dan pikiran kita, lebih dari kita sendiri tahu. Kok bisa? Sebab Tuhan adalah Pencipta kita, Dia itu Mahasempurna. Daud menambahkan, "Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh." (Mazmur 139:2). Ini menunjukkan bahwa Tuhan itu sangat peduli kepada kita. Saat kita duduk, Dia melihat dan memperhatikan; manakala kita berdiri, Dia juga ada di sana. Jadi, tidak ada satu tindakan pun atau gerak-gerik kita yang terlepas dari pengamatan Tuhan. Termasuk apa saja yang ada di pikiran kita, yang sedang kita pikirkan, bahkan pikiran-pikiran yang masih berupa imajinasi, angan-angan atau niat dalam diri kita, Dia sangat tahu secara rinci. Alkitab menyatakan, "Tuhan menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9a).
Daud juga berkata, "Engkau memeriksa aku, kalau akau berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi." (Mazmur 139:3). Ke mana pun kita pergi Tuhan ada di sana untuk dan mengawasi kita. Jadi kehidupan kita secara total, mulai dari pikiran atau pun yang sudah berupa perbuatan nyata, semuanya berada dalam pengawasan Tuhan. Lalu, "Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tanganMu ke atasku." (Mazmur 139:5). Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menghendaki kita salah jalan atau tersesat, karena itulah tanganNya selalu menuntun, membimbing, menopang serta melindungi kita. Di sini dapat disimpulkan bahwa kapan pun dan di mana pun kita berada, kita selalu berada dalam pengawasan Tuhan. Dan tidak ada tempat di mana Tuhan tidak hadir.
Jadi, milikilah rasa hormat dan hati yang takut akan Dia!
Friday, November 26, 2010
ALLAH ITU MAHAKUDUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 November 2010 -
Baca: Wahyu 4:1-11
"Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang." Wahyu 4:8b
Ketika memuliakan Tuhan, para malaikat menyerukan bahwa Tuhan itu kudus. Kata kekudusan ini menunjukkan kesempurnaanNya yang tanpa batas. Sifat kudusNya adalah ringkasan dari semua sifat Tuhan, seperti Mahakuasa, Mahahadir, tidak berubah, Mahatahu dan sebagainya. Jadi kekudusan Tuhan adalah mahkota dari semua sifat yang menunjukkan siapa Dia, sebagaimana nyanyian yang dinaikkan Musa dan seluruh umat Israel, "Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya Tuhan; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusanMu, menakutkan karena perbuatanMu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?" (Keluaran 15:11). Tuhan adalah patokan mutlak untuk kekudusan, tidak aada yang lain, karena Dia tidak pernah membuat kesalahan atau melakukan sesuatu yang salah, tidak ada keputusanNya yang keliru; Ia tanpa cela, tanpa cacat, tanpa dosa, sepenuhnya benar, benar-benar kudus secara mutlak. Siapa pun untuk bisa masuk dalam hadirat Tuhan harus hidup kudus.
Munginkah manusia itu kudus? Karunia kekudusan itu diberikan Tuhan kepada setiap orang yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Sebaliknya, setiap orang yang menolak Yesus Kristus akan dicampakkan ke tempat yang disiapkan bagi Iblis dan para malaikatnya, ke luar jauh dari hadirat Tuhan. Ditegaskan, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Tuhan sangat membenci dosa; tidak ada kata kompromi terhadap dosa.
Adalah sia-sia ibadah kita, pelayanan kita, penyembahan kita, persembahan kita dan sebagainya jika kita masih melakukan perbuatan-perbuatan dosa yang mungkin bisa kita sembunyikan di depan manusia, tapi di hadapan Tuhan semuanya tampak jelas dan telanjang.
"Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepadaKu korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu. Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari padaKu keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar." (Amos 5:21-23).
Baca: Wahyu 4:1-11
"Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang." Wahyu 4:8b
Ketika memuliakan Tuhan, para malaikat menyerukan bahwa Tuhan itu kudus. Kata kekudusan ini menunjukkan kesempurnaanNya yang tanpa batas. Sifat kudusNya adalah ringkasan dari semua sifat Tuhan, seperti Mahakuasa, Mahahadir, tidak berubah, Mahatahu dan sebagainya. Jadi kekudusan Tuhan adalah mahkota dari semua sifat yang menunjukkan siapa Dia, sebagaimana nyanyian yang dinaikkan Musa dan seluruh umat Israel, "Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya Tuhan; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusanMu, menakutkan karena perbuatanMu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?" (Keluaran 15:11). Tuhan adalah patokan mutlak untuk kekudusan, tidak aada yang lain, karena Dia tidak pernah membuat kesalahan atau melakukan sesuatu yang salah, tidak ada keputusanNya yang keliru; Ia tanpa cela, tanpa cacat, tanpa dosa, sepenuhnya benar, benar-benar kudus secara mutlak. Siapa pun untuk bisa masuk dalam hadirat Tuhan harus hidup kudus.
Munginkah manusia itu kudus? Karunia kekudusan itu diberikan Tuhan kepada setiap orang yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Sebaliknya, setiap orang yang menolak Yesus Kristus akan dicampakkan ke tempat yang disiapkan bagi Iblis dan para malaikatnya, ke luar jauh dari hadirat Tuhan. Ditegaskan, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Tuhan sangat membenci dosa; tidak ada kata kompromi terhadap dosa.
Adalah sia-sia ibadah kita, pelayanan kita, penyembahan kita, persembahan kita dan sebagainya jika kita masih melakukan perbuatan-perbuatan dosa yang mungkin bisa kita sembunyikan di depan manusia, tapi di hadapan Tuhan semuanya tampak jelas dan telanjang.
"Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepadaKu korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu. Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari padaKu keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar." (Amos 5:21-23).
Thursday, November 25, 2010
PENYEMBAHAN YANG SALAH: Tak Berkenan Pada Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 November 2010 -
Baca: Imamat 10:1-7
"Maka keluarlah api dari hadapan Tuhan, lalu menghanguskan keduanya (Nadab dan Abihu - Red.), sehingga mati di hadapan Tuhan." Imamat 10:2
Anak-anak imam Harun yaitu Nadab dan Abihu sejak kecil telah dipersiapkan dikuduskan untuk menjadi imam di kemudian hari. Jadi anak-anak imam besar Harun harus mengalami proses didikan dan latihan yang tidak mudah selama bertahun-tahun. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu itu pun tiba, mereka harus ditahbiskan sebagai imam.
Namun disesalkan, dalam menjalankan tugas pertama sebagai imam, mereka mempersembahkan 'api asing'. Tertulis begini: "...Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan Tuhan api yang asing tidak diperintahkanNya kepada mereka." (ayat 1). Nadab dan Abihu tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai imam, memimpin umat dalam penyembahan. Mereka mengabaikan perintah Tuhan sehubungan dengan penyembahan yang semestinya dan Tuhan pun langsung membinasakan keduanya. Setelah menanti-nanti sepanjang hidup mereka untuk memimpin umat Israel dalam penyembahan, mereka harus kehilangan hak itu sama sekali karena satu tindakan salah pada hari pertama sebagai imam.
Contoh lainnya adalah raja Saul yang juga melakukan dosa serupa (baca 1 Samuel 13:8-14). Saul telah menyimpang dari aturan penyembahan yang sudah ditentukan Tuhan. Karena tidak sabar menanti kedatangan Samuel, Saul berkata kepada rakyatnya, " 'Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.' Lalu ia mempersembahkan korban bakaran." (1 Samuel 13:9). Saul dengan beraninya mengambil alih tugas yang seharusnya dilakukan oleh seorang imam. Akhirnya Saul harus menanggung akibat dari kesalahannya itu: ia kehilangan takhta. Dikatakan, "...sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. Tuhan telah memilih seorang yang berkenan di hatiNya dan Tuhan telah menunjuk dia menjadi raja atas umatNya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan kepadamu." (1 Samuel 13:14).
Nadab, Abihu dan Saul melakukan tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan.
Maksud hati mempersembahkan korban sebagai penyembahan kepada Tuhan, tapi mereka melakukan dengan cara yang tidak benar dan Tuhan pun tidak menerima penyembahan mereka!
Baca: Imamat 10:1-7
"Maka keluarlah api dari hadapan Tuhan, lalu menghanguskan keduanya (Nadab dan Abihu - Red.), sehingga mati di hadapan Tuhan." Imamat 10:2
Anak-anak imam Harun yaitu Nadab dan Abihu sejak kecil telah dipersiapkan dikuduskan untuk menjadi imam di kemudian hari. Jadi anak-anak imam besar Harun harus mengalami proses didikan dan latihan yang tidak mudah selama bertahun-tahun. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu itu pun tiba, mereka harus ditahbiskan sebagai imam.
Namun disesalkan, dalam menjalankan tugas pertama sebagai imam, mereka mempersembahkan 'api asing'. Tertulis begini: "...Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan Tuhan api yang asing tidak diperintahkanNya kepada mereka." (ayat 1). Nadab dan Abihu tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai imam, memimpin umat dalam penyembahan. Mereka mengabaikan perintah Tuhan sehubungan dengan penyembahan yang semestinya dan Tuhan pun langsung membinasakan keduanya. Setelah menanti-nanti sepanjang hidup mereka untuk memimpin umat Israel dalam penyembahan, mereka harus kehilangan hak itu sama sekali karena satu tindakan salah pada hari pertama sebagai imam.
Contoh lainnya adalah raja Saul yang juga melakukan dosa serupa (baca 1 Samuel 13:8-14). Saul telah menyimpang dari aturan penyembahan yang sudah ditentukan Tuhan. Karena tidak sabar menanti kedatangan Samuel, Saul berkata kepada rakyatnya, " 'Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.' Lalu ia mempersembahkan korban bakaran." (1 Samuel 13:9). Saul dengan beraninya mengambil alih tugas yang seharusnya dilakukan oleh seorang imam. Akhirnya Saul harus menanggung akibat dari kesalahannya itu: ia kehilangan takhta. Dikatakan, "...sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. Tuhan telah memilih seorang yang berkenan di hatiNya dan Tuhan telah menunjuk dia menjadi raja atas umatNya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan kepadamu." (1 Samuel 13:14).
Nadab, Abihu dan Saul melakukan tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan.
Maksud hati mempersembahkan korban sebagai penyembahan kepada Tuhan, tapi mereka melakukan dengan cara yang tidak benar dan Tuhan pun tidak menerima penyembahan mereka!
Wednesday, November 24, 2010
PENYEMBAHAN YANG SALAH: Tak Berkenan Pada Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2010 -
Baca: Ulangan 6:1-25
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." Ulangan 6:5
Kita dipanggil untuk menyembah Tuhan. Jelas dikatakan bahwa kita harus menyembah Tuhan dengan benar, yaitu dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan kita. Itulah sebabnya penyembahan kepada Tuhan harus menjadi pusat perhatian dalam kehidupan orang percaya. Kita tidak diperkenankan menyembah Tuhan dengan asal-asalan atau seenaknya karena Dia adalah Tuhan, yang menciptakan kita.
Sangat disesalkan bila banyak orang Kristen tidak menyembah Tuhan dengan sungguh-sungguh. Salah satu contohnya adalah saat mereka melakukan ibadah di Gereja. Masih ada yang bersenda-gurau, mengobrol, atau tangannya sibuk memencet-mencet handphone atau bermain BBM, padahal hamba Tuhan sedang menyampaikan kotbah. Dalam memuji Tuhan pun tidak ada ekspresi dan tak bersemangat, sementara worsip leader sudah bermandi peluh mendorong jemaat untuk masuk hadirat Tuhan. Seharusnya kita sadar, bahwa ketika kita beribadah itu artinya kita sedang menghadap Sang Khalik.
Kalau kita baca di dalam Perjanjian Lama, Tuhan bertindak sangat tegas terhadap orang-orang yang tidak menyembah Dia sebagaimana mestinya. Contoh: Ketika bangsa Israel menyemba anak lembu emas (baca Keluaran 32:1-35), Tuhan sangat marah kepada mereka, akibatnya ada kira-kira tiga ribu orang bangsa Israel yang tewas. Namun Tuhan masih menunjukkan belas kasihanNya sehingga Ia tidak memusnahkan mereka semua. Namun ini cukup menunjukkan betapa Tuhan sangat benci terhadap penyembahan yang salah. Ditulis di situ: "...Tuhan menulahi bangsa itu, karena mereka telah menyuruh membuat anak lembu buatan Harun itu." (Keluaran 32:35). Tidak ada Tuhan lain yang layak disembah! Tetapi bangsa Israel telah mengubah Tuhan menjadi sebuah patung lembu emas buatan tangan manusia. Padahal firmanNya tegas menyatakan, "...janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena Tuhan, yang namaNya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu." (Keluaran 34:14).
Bangsa Israel telah menolak menyembah Tuhan dan berpaling kepada allah yang palsu, dan tidak bisa diterima. Bukankah sampai sekarang pun banyak orang Kristen yang menyembah kepada patung, batu, pohon besar, kuburan dan sebagainya? (Bersambung)
Baca: Ulangan 6:1-25
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." Ulangan 6:5
Kita dipanggil untuk menyembah Tuhan. Jelas dikatakan bahwa kita harus menyembah Tuhan dengan benar, yaitu dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan kita. Itulah sebabnya penyembahan kepada Tuhan harus menjadi pusat perhatian dalam kehidupan orang percaya. Kita tidak diperkenankan menyembah Tuhan dengan asal-asalan atau seenaknya karena Dia adalah Tuhan, yang menciptakan kita.
Sangat disesalkan bila banyak orang Kristen tidak menyembah Tuhan dengan sungguh-sungguh. Salah satu contohnya adalah saat mereka melakukan ibadah di Gereja. Masih ada yang bersenda-gurau, mengobrol, atau tangannya sibuk memencet-mencet handphone atau bermain BBM, padahal hamba Tuhan sedang menyampaikan kotbah. Dalam memuji Tuhan pun tidak ada ekspresi dan tak bersemangat, sementara worsip leader sudah bermandi peluh mendorong jemaat untuk masuk hadirat Tuhan. Seharusnya kita sadar, bahwa ketika kita beribadah itu artinya kita sedang menghadap Sang Khalik.
Kalau kita baca di dalam Perjanjian Lama, Tuhan bertindak sangat tegas terhadap orang-orang yang tidak menyembah Dia sebagaimana mestinya. Contoh: Ketika bangsa Israel menyemba anak lembu emas (baca Keluaran 32:1-35), Tuhan sangat marah kepada mereka, akibatnya ada kira-kira tiga ribu orang bangsa Israel yang tewas. Namun Tuhan masih menunjukkan belas kasihanNya sehingga Ia tidak memusnahkan mereka semua. Namun ini cukup menunjukkan betapa Tuhan sangat benci terhadap penyembahan yang salah. Ditulis di situ: "...Tuhan menulahi bangsa itu, karena mereka telah menyuruh membuat anak lembu buatan Harun itu." (Keluaran 32:35). Tidak ada Tuhan lain yang layak disembah! Tetapi bangsa Israel telah mengubah Tuhan menjadi sebuah patung lembu emas buatan tangan manusia. Padahal firmanNya tegas menyatakan, "...janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena Tuhan, yang namaNya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu." (Keluaran 34:14).
Bangsa Israel telah menolak menyembah Tuhan dan berpaling kepada allah yang palsu, dan tidak bisa diterima. Bukankah sampai sekarang pun banyak orang Kristen yang menyembah kepada patung, batu, pohon besar, kuburan dan sebagainya? (Bersambung)
Tuesday, November 23, 2010
BEGITU PENTINGKAH DOA BAGI KITA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2010 -
Baca: Mazmur 141:1-10
"Biarlah doaku adalah bagiMu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang." Mazmur 141:2
Setiap kita pasti berharap agar doa-doa yang kita panjatkan selalu didengar dan dijawab Tuhan. Kenyataannya tidak semua doa kita itu dijawab Tuhan. Akibatnya banyak orang Kristen yang menjadi kecewa, mogok melayani, dan tidak lagi mau berdoa. Sangat menyedihkan lagi ada juga yang akhirnya putar haluan, lari mencari pertolongan di luar kuasa Tuhan.
Doa adalah nafas hidup orang percaya. Ketika kita dalam masalah atau pergumulan yang berat, yang kita butuhkan adalah doa. Baik itu doa yang kita panjatkan sendiri kepada Tuhan atau melalui dukungan doa dari saudara kita seiman lainnya. Begitu pentingkah doa itu bagi kita? Doa lahir karena kita menyadari akan keterbatasan dan ketidak berdayaan kita dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada. Karena itu kita sangat membutuhkan pertolongan dari Tuhan melalui doa kita. Dalam Yakobus 5:16b dikatakan: "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Jadi, di dalam doa terkandung mujizat yang luar biasa bagi orang percaya. Karena itu jangan malas untuk berdoa! Sesibuk apa pun, berdisiplinlah menyediakan waktu untuk berdoa. Keberhasilan kita dalam rumah tangga, pekerjaan dan juga pelayanan sangat ditentukan oleh ketekunan kita dalam doa. Pelayanan pekerjaan Tuhan (penginjilan) di atas muka bumi ini tidak akan berhasil jika tidak didahului oleh para pendoa syafaat yang siang malam mengetuk pintu hati Tuhan melalui doa-doa mereka. Ketahuilah bahwa Tuhan Yesus sendiri tidak pernah lalai untuk berdoa dan membangun kekariban dengan Bapa di sorga. Itulah kunci keberhasilan pelayanan Yesus saat Ia berada di bumi. Mengapa Yesus perlu berdoa keapda BapaNya? Karena Yesus hendak memberikan teladan kepada kita bahwa dalam wujudNya sebagai manusia Dia bergantung sepenuhnya kepada kuasa dari Bapa, bukan mengandalkan kekuatanNya sendiri.
Seberapa sering kita berdoa? Atau malah kita berkata, "Mana sempat, keburu telat!". Untuk kegiatan lain saja kita sempat-sempatkan, apakah untuk berdoa saja kita tidak punya waktu?
"Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!" Yesaya 55:6
Baca: Mazmur 141:1-10
"Biarlah doaku adalah bagiMu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang." Mazmur 141:2
Setiap kita pasti berharap agar doa-doa yang kita panjatkan selalu didengar dan dijawab Tuhan. Kenyataannya tidak semua doa kita itu dijawab Tuhan. Akibatnya banyak orang Kristen yang menjadi kecewa, mogok melayani, dan tidak lagi mau berdoa. Sangat menyedihkan lagi ada juga yang akhirnya putar haluan, lari mencari pertolongan di luar kuasa Tuhan.
Doa adalah nafas hidup orang percaya. Ketika kita dalam masalah atau pergumulan yang berat, yang kita butuhkan adalah doa. Baik itu doa yang kita panjatkan sendiri kepada Tuhan atau melalui dukungan doa dari saudara kita seiman lainnya. Begitu pentingkah doa itu bagi kita? Doa lahir karena kita menyadari akan keterbatasan dan ketidak berdayaan kita dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada. Karena itu kita sangat membutuhkan pertolongan dari Tuhan melalui doa kita. Dalam Yakobus 5:16b dikatakan: "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Jadi, di dalam doa terkandung mujizat yang luar biasa bagi orang percaya. Karena itu jangan malas untuk berdoa! Sesibuk apa pun, berdisiplinlah menyediakan waktu untuk berdoa. Keberhasilan kita dalam rumah tangga, pekerjaan dan juga pelayanan sangat ditentukan oleh ketekunan kita dalam doa. Pelayanan pekerjaan Tuhan (penginjilan) di atas muka bumi ini tidak akan berhasil jika tidak didahului oleh para pendoa syafaat yang siang malam mengetuk pintu hati Tuhan melalui doa-doa mereka. Ketahuilah bahwa Tuhan Yesus sendiri tidak pernah lalai untuk berdoa dan membangun kekariban dengan Bapa di sorga. Itulah kunci keberhasilan pelayanan Yesus saat Ia berada di bumi. Mengapa Yesus perlu berdoa keapda BapaNya? Karena Yesus hendak memberikan teladan kepada kita bahwa dalam wujudNya sebagai manusia Dia bergantung sepenuhnya kepada kuasa dari Bapa, bukan mengandalkan kekuatanNya sendiri.
Seberapa sering kita berdoa? Atau malah kita berkata, "Mana sempat, keburu telat!". Untuk kegiatan lain saja kita sempat-sempatkan, apakah untuk berdoa saja kita tidak punya waktu?
"Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!" Yesaya 55:6
Monday, November 22, 2010
KASIH SEJATI: Dasar Ketaatan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2010 -
Baca: Roma 5:1-11
"Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." Roma 5:8
Karena terlalu beratnya penderitaan yang harus Ia tanggung, sampai-sampai Yesus berdoa sebanyak tiga kali dengan kata-kata yang sama yaitu, "Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari padaKu, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Oleh karena ketaatanNya, Yesus menyerahkan bebanNya sepenuhnya ke dalam tangan Bapa. Dan karena ketaatanNya, Yesus beroleh peninggian dari Bapa: dikaruniai nama di atas segala nama dan diberikan padaNya kuasa, baik di bumi maupun di sorga. Taat berarti kita memegang erat firman itu, menaruhnya dalam hati dan menjadikannya bagian dalam hidup kita. Dengan kata lain kita menerapkan prinsip-prinsip firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Allah menyatakan, "...hendaklah kamu mejadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).
Mengapa kita harus taat? Ketaatan sejati dimulai dari kasih Tuhan kepada kita; Tuhan tidak menuntut kita taat terlebih dahulu, namun Dialah yang mengasihi kita lebih dulu dan rela mati untuk kita ketika kita masih berdosa (ayat nas). Suatu anugerah yang luar biasa! Inilah yang harus menjadi dasar ketaatan kita kepada Tuhan. Kita taat kepada Tuhan bukan karena terpaksa, tapi karena kita menyadari betapa Dia sangat mengasihi kita, bahkan rela mengorbankan nyawaNya untuk kita. Dunia juga mempraktekkan ketaatan, tetapi ketaatan yang di dalamnya ada unsur keterpaksaan, orang taat karena beroleh imbalan atau upah. Tetapi sebagai orang percaya kita harus taat kepada Tuhan apa pun kondisinya. Jangan sampai hanya karena masalah, sakit, penderitaan atau kesesakan yang terjadi, kita berubah sikap tidak lagi taat kepadaNya.
Selalu ada upah untuk setiap ketaatan kita kepada Tuhan, "...supaya sukacitaKu ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:11). Ketika kita taat kepada Tuhan kita akan tinggal dalam kasihNya yang sejati, berarti ada jaminan pemeliharaan, dan janji penyertaanNya dinyatakan sempurna atas kita hari lepas hari!
Bila kita sadar betapa besar kasih Tuhan kepada kita, maka diri kita akan dipenuhi kasih yang sejati dan itu akan membuat kita hidup dalam ketaatan.
Baca: Roma 5:1-11
"Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." Roma 5:8
Karena terlalu beratnya penderitaan yang harus Ia tanggung, sampai-sampai Yesus berdoa sebanyak tiga kali dengan kata-kata yang sama yaitu, "Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari padaKu, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Oleh karena ketaatanNya, Yesus menyerahkan bebanNya sepenuhnya ke dalam tangan Bapa. Dan karena ketaatanNya, Yesus beroleh peninggian dari Bapa: dikaruniai nama di atas segala nama dan diberikan padaNya kuasa, baik di bumi maupun di sorga. Taat berarti kita memegang erat firman itu, menaruhnya dalam hati dan menjadikannya bagian dalam hidup kita. Dengan kata lain kita menerapkan prinsip-prinsip firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Allah menyatakan, "...hendaklah kamu mejadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).
Mengapa kita harus taat? Ketaatan sejati dimulai dari kasih Tuhan kepada kita; Tuhan tidak menuntut kita taat terlebih dahulu, namun Dialah yang mengasihi kita lebih dulu dan rela mati untuk kita ketika kita masih berdosa (ayat nas). Suatu anugerah yang luar biasa! Inilah yang harus menjadi dasar ketaatan kita kepada Tuhan. Kita taat kepada Tuhan bukan karena terpaksa, tapi karena kita menyadari betapa Dia sangat mengasihi kita, bahkan rela mengorbankan nyawaNya untuk kita. Dunia juga mempraktekkan ketaatan, tetapi ketaatan yang di dalamnya ada unsur keterpaksaan, orang taat karena beroleh imbalan atau upah. Tetapi sebagai orang percaya kita harus taat kepada Tuhan apa pun kondisinya. Jangan sampai hanya karena masalah, sakit, penderitaan atau kesesakan yang terjadi, kita berubah sikap tidak lagi taat kepadaNya.
Selalu ada upah untuk setiap ketaatan kita kepada Tuhan, "...supaya sukacitaKu ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:11). Ketika kita taat kepada Tuhan kita akan tinggal dalam kasihNya yang sejati, berarti ada jaminan pemeliharaan, dan janji penyertaanNya dinyatakan sempurna atas kita hari lepas hari!
Bila kita sadar betapa besar kasih Tuhan kepada kita, maka diri kita akan dipenuhi kasih yang sejati dan itu akan membuat kita hidup dalam ketaatan.
Sunday, November 21, 2010
KASIH SEJATI: Dasar Ketaatan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2010 -
Baca: Yohanes 15:9-11
"Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasihNya." Yohanes 15:10
Dari pembacaan firman Tuhan hari ini ada tiga unsur penting yang terkandung di dalamnya yaitu kasih, ketaatan dan sukacita. Berbicara tentang kasih erat hubungannya dengan kekristenan. Ayat 9 berbicara tentang kasih Allah kepada AnakNya yang tunggal yaitu Yesus Kristus, kasih Yesus Kristus kepada Bapa dan juga kasih Yesus Kristus kepada umatNya.
Kasih yang bagaimana? Dunia mengenal kasih tapi bukan kasih yang sejati, melainkan kasih yang bersyarat. Banyak orang berkata, "Aku mengasihi kamu karena kamu mengasihi aku. Aku akan berbuat baik kepadamu karena selama ini kamu berbuat baik padaku." dan sebagainya. Prinsip dunia: mengasihi setelah memperoleh imbalan; memberi setelah menerima. Itulah praktek kasih menurut pola dunia. Jadi, di manakah kita dapat menemukan kasih yang sejati itu? Kasih sejati timbul atau berasal dari sumber kasih itu sendiri yaitu Allah. Kasih sejati yang dimaksud bukan sekedar luapan emosi, tapi merupakan suatu pribadi. Jadi kasih itu bukanlah sekedar sifat atau bentuk emosi tertentu dari Allah, tetapi kasih adalah eksistensi Allah itu sendiri yang dinyatakan secara total melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib, mati untuk menebus dosa kita. Ada tertulis: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Bagaimana suypaya kita dapat mengalami atau hidup di dalam kasih Tuhan? Dikatakan demikian: "Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasihNya." (Yohanes 15:10). Untuk dapat hidup di dalam kasih Tuhan kita harus menuruti perintah Tuhan dan taat kepada kehendakNya. Kasih itu berkaitan dengan ketaatan. Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan kepada kita dalam hal ketaatan. Sejauh mana ketaatan Tuhan Yesus terhadap Bapa? Ketaatan Tuhan Yesus terhadap Bapa adalah sampai kematianNya di atas kayu salib (baca Filipi 2:5-11). Secara manusia Yesus tidak sanggup menghadapi pergumulan yang sedang Ia jalani yaitu harus mengalami penderitaan yang berat, bahkan sampai mati di atas kayu salib demi menanggung dosa kita. (Bersambung)
Baca: Yohanes 15:9-11
"Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasihNya." Yohanes 15:10
Dari pembacaan firman Tuhan hari ini ada tiga unsur penting yang terkandung di dalamnya yaitu kasih, ketaatan dan sukacita. Berbicara tentang kasih erat hubungannya dengan kekristenan. Ayat 9 berbicara tentang kasih Allah kepada AnakNya yang tunggal yaitu Yesus Kristus, kasih Yesus Kristus kepada Bapa dan juga kasih Yesus Kristus kepada umatNya.
Kasih yang bagaimana? Dunia mengenal kasih tapi bukan kasih yang sejati, melainkan kasih yang bersyarat. Banyak orang berkata, "Aku mengasihi kamu karena kamu mengasihi aku. Aku akan berbuat baik kepadamu karena selama ini kamu berbuat baik padaku." dan sebagainya. Prinsip dunia: mengasihi setelah memperoleh imbalan; memberi setelah menerima. Itulah praktek kasih menurut pola dunia. Jadi, di manakah kita dapat menemukan kasih yang sejati itu? Kasih sejati timbul atau berasal dari sumber kasih itu sendiri yaitu Allah. Kasih sejati yang dimaksud bukan sekedar luapan emosi, tapi merupakan suatu pribadi. Jadi kasih itu bukanlah sekedar sifat atau bentuk emosi tertentu dari Allah, tetapi kasih adalah eksistensi Allah itu sendiri yang dinyatakan secara total melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib, mati untuk menebus dosa kita. Ada tertulis: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Bagaimana suypaya kita dapat mengalami atau hidup di dalam kasih Tuhan? Dikatakan demikian: "Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasihNya." (Yohanes 15:10). Untuk dapat hidup di dalam kasih Tuhan kita harus menuruti perintah Tuhan dan taat kepada kehendakNya. Kasih itu berkaitan dengan ketaatan. Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan kepada kita dalam hal ketaatan. Sejauh mana ketaatan Tuhan Yesus terhadap Bapa? Ketaatan Tuhan Yesus terhadap Bapa adalah sampai kematianNya di atas kayu salib (baca Filipi 2:5-11). Secara manusia Yesus tidak sanggup menghadapi pergumulan yang sedang Ia jalani yaitu harus mengalami penderitaan yang berat, bahkan sampai mati di atas kayu salib demi menanggung dosa kita. (Bersambung)
Saturday, November 20, 2010
BARNABAS: Contoh Teladan Yang Baik
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2010 -
Baca: Kisah Para Rasul 11:19-30
"karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan." Kisah 11:24
Adalah bijak bila kita belajar atau meneladani orang-orang yang dipakai Tuhan secara luar biasa, apakah rahasia yang membuat mereka sukses, maju dan berlimpah dalam hal-hal lahiriah. Terlebih lagi kita perlu belajar dari kehidupan rohani orang tersebut: iman, kesetiaan, semangat dan lain-lain, yang membuat mereka menjadi pahlawan iman.
Salah satu contoh adalah Barnabas, tokoh Alkitab yang dapat kita jadikan teladan dalam kehidupan rohani kita. Alkitab mencatat: "Ia (Barnabas) menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul." (Kisah 4:37). Ini menunjukkan bahwa Barnabas adalah seorang yang murah hati dan suka memberi. Kepeduliannya terhadap perkara-perkara rohani sangat besar. Buktinya ia rela menjual sebidang tanah miliknya untuk membantu pekerjaan Tuhan (pekabaran Injil) sebagaimana diamanatkan Salomo, "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9). Barnabas tidak mementingkan diri sendiri, tapi senantiasa menunjukkan kebaikannya kepada orang lain. Itulah sebabnya orang-orang di Antiokhia sangat suka kepada Barnabas. Tercatat demikian: "Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan, karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman." (Kisah 11:23-24a). Kehidupan Barnabas menjadi kesaksian bagi orang lain sehingga banyak orang menjadi percaya kepada Kristus. Lalu, Barnabas pergi ke Tarsus untuk menolong pelayanan Saulus (nama Paulus sebelumnya) dan membawanya ke Antiokhia untuk melayani bersama-sama jiwa-jiwa. Keduanya mengajar banyak orang di sana dan "Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." (Kisah 11:26b).
Sungguh, pelayanan Barnabas di Antiokhia membawa dampak yang sangat luar biasa karena ada kuasa Roh Kudus yang menyertainya; ia juga tidak mencari nama atau popularitas, tapi semua dilakukan semata-mata demi hormat dan kemuliaan nama Tuhan. Inilah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang percaya dan terlebih lagi para pelayan Tuhan yang rindu dipakai Tuhan untuk bekerja di ladangNya yang sudah menguning dan siap dipanen ini.
Jadilah anak-anak Tuhan yang penuh Roh Kudus agar pelayanan kita berdampak positif!
Baca: Kisah Para Rasul 11:19-30
"karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan." Kisah 11:24
Adalah bijak bila kita belajar atau meneladani orang-orang yang dipakai Tuhan secara luar biasa, apakah rahasia yang membuat mereka sukses, maju dan berlimpah dalam hal-hal lahiriah. Terlebih lagi kita perlu belajar dari kehidupan rohani orang tersebut: iman, kesetiaan, semangat dan lain-lain, yang membuat mereka menjadi pahlawan iman.
Salah satu contoh adalah Barnabas, tokoh Alkitab yang dapat kita jadikan teladan dalam kehidupan rohani kita. Alkitab mencatat: "Ia (Barnabas) menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul." (Kisah 4:37). Ini menunjukkan bahwa Barnabas adalah seorang yang murah hati dan suka memberi. Kepeduliannya terhadap perkara-perkara rohani sangat besar. Buktinya ia rela menjual sebidang tanah miliknya untuk membantu pekerjaan Tuhan (pekabaran Injil) sebagaimana diamanatkan Salomo, "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9). Barnabas tidak mementingkan diri sendiri, tapi senantiasa menunjukkan kebaikannya kepada orang lain. Itulah sebabnya orang-orang di Antiokhia sangat suka kepada Barnabas. Tercatat demikian: "Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan, karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman." (Kisah 11:23-24a). Kehidupan Barnabas menjadi kesaksian bagi orang lain sehingga banyak orang menjadi percaya kepada Kristus. Lalu, Barnabas pergi ke Tarsus untuk menolong pelayanan Saulus (nama Paulus sebelumnya) dan membawanya ke Antiokhia untuk melayani bersama-sama jiwa-jiwa. Keduanya mengajar banyak orang di sana dan "Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." (Kisah 11:26b).
Sungguh, pelayanan Barnabas di Antiokhia membawa dampak yang sangat luar biasa karena ada kuasa Roh Kudus yang menyertainya; ia juga tidak mencari nama atau popularitas, tapi semua dilakukan semata-mata demi hormat dan kemuliaan nama Tuhan. Inilah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang percaya dan terlebih lagi para pelayan Tuhan yang rindu dipakai Tuhan untuk bekerja di ladangNya yang sudah menguning dan siap dipanen ini.
Jadilah anak-anak Tuhan yang penuh Roh Kudus agar pelayanan kita berdampak positif!
Friday, November 19, 2010
MENGANDALKAN MANUSIA DAN PELECEHAN TERHADAP TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2010 -
Baca: Yeremia 17:5-8
"Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan." Yeremia 17:5
Untuk menjadi orang yang sukses atau berhasil di segala bidang kehidupan dibutuhkan kerja keras atau usaha yang tidak mudah. Kita harus tekun dan tidak mudah putus asa. Namun banyak orang yang tidak menyadari akan hal ini sehingga mereka berusaha mencari jalan yang mudah atau instan untuk meraih suatu kesuksesan atau keberhasilan.
Alkitab menegaskan bahwa kesuksesan atau keberhasilan yang diraih secara instan atau gampang pada akhirnya tidak akan mendatangkan berkat bagi seseorang, seperti dikatakan Salomo, "Milik yang diperoleh dengan cepat pada mulanya, akhirnya tidak diberkati." (Amsal 20:21). Orang yang mencari pertolongan kepada manusia, dukun, orang pintar dan sebaginya adalah orang yang ingin mendapatkan berkat secara cepat dan instan. Ini tidak dibenarkan firman Tuhan. Mengandalkan manusia dan menaruh pengharapan kepadanya adalah perbuatan yang terkutuk (baca ayat nas). Itu berarti kita tidak mempercayai kuasa Tuhan yang tak terbatas itu, artinya kita sedang merendahkan atau melecehkan kuasa Tuhan. Tuhan menghendaki agar kita mengandalkan Dia dalam segala hal. Ditegaskan, "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" (Yeremia 17:7). Sudah seharusnya kita menaruh pengharapan sepenuhnya kepada Tuhan karena hanya Dia yang Mahakuasa!
Janganlah sekali-kali menggantungkan harapan kepada manusia, karena Tuhan telah memperlengkapi kita masing-masing dengan akal budi dan juga keahlian (bakat). Potensi yang ada dalam diri harus kita maksimalkan. Oleh karena itu kita harus mau bekerja dan berusaha. Tidak ada istilah berpaku tangan atau menanti uluran tangan orang lain. Dengan bekerjalah manusia menemukan dirinya sebagai manusia yang segambar dengan Allah karena Allah juga bekerja, seperti dikatakan oleh Tuhan Yesus, "BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Bahkan dengan kerja Rasul Paulus menentang orang yang tidak mau bekerja, yang hidupnya menggantungkan harapan kepada orang lain, "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10b). Jangan sia-siakan potensi yang Tuhan beri dan andalkan Dia senantiasa.
"Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" Yesaya 2:22
Baca: Yeremia 17:5-8
"Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan." Yeremia 17:5
Untuk menjadi orang yang sukses atau berhasil di segala bidang kehidupan dibutuhkan kerja keras atau usaha yang tidak mudah. Kita harus tekun dan tidak mudah putus asa. Namun banyak orang yang tidak menyadari akan hal ini sehingga mereka berusaha mencari jalan yang mudah atau instan untuk meraih suatu kesuksesan atau keberhasilan.
Alkitab menegaskan bahwa kesuksesan atau keberhasilan yang diraih secara instan atau gampang pada akhirnya tidak akan mendatangkan berkat bagi seseorang, seperti dikatakan Salomo, "Milik yang diperoleh dengan cepat pada mulanya, akhirnya tidak diberkati." (Amsal 20:21). Orang yang mencari pertolongan kepada manusia, dukun, orang pintar dan sebaginya adalah orang yang ingin mendapatkan berkat secara cepat dan instan. Ini tidak dibenarkan firman Tuhan. Mengandalkan manusia dan menaruh pengharapan kepadanya adalah perbuatan yang terkutuk (baca ayat nas). Itu berarti kita tidak mempercayai kuasa Tuhan yang tak terbatas itu, artinya kita sedang merendahkan atau melecehkan kuasa Tuhan. Tuhan menghendaki agar kita mengandalkan Dia dalam segala hal. Ditegaskan, "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" (Yeremia 17:7). Sudah seharusnya kita menaruh pengharapan sepenuhnya kepada Tuhan karena hanya Dia yang Mahakuasa!
Janganlah sekali-kali menggantungkan harapan kepada manusia, karena Tuhan telah memperlengkapi kita masing-masing dengan akal budi dan juga keahlian (bakat). Potensi yang ada dalam diri harus kita maksimalkan. Oleh karena itu kita harus mau bekerja dan berusaha. Tidak ada istilah berpaku tangan atau menanti uluran tangan orang lain. Dengan bekerjalah manusia menemukan dirinya sebagai manusia yang segambar dengan Allah karena Allah juga bekerja, seperti dikatakan oleh Tuhan Yesus, "BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Bahkan dengan kerja Rasul Paulus menentang orang yang tidak mau bekerja, yang hidupnya menggantungkan harapan kepada orang lain, "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10b). Jangan sia-siakan potensi yang Tuhan beri dan andalkan Dia senantiasa.
"Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" Yesaya 2:22
Thursday, November 18, 2010
KESATUAN HATI MENDATANGKAN KUASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 November 2010 -
Baca: Mazmur 133:1-3
"Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun." Mazmur 133:1
Kita patut berbangga menjadi bagian dari bangsa yang besar yaitu bangsa Indonesia, yang sangat menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa. Perihal persatuan dan kesatuan ini pun tercantum dalam sila ke-3 Pancasila, dasar negara kita. Ada pepatah Jawa yang mengatakan, "Cara agawe bubrah, rukun agawe santosa". Ungkapan ini menggambarkan betapa pentingnya persatuan atau kesatuan hati itu. Alkitab juga menegaskan ada keuntungan atau berkat jika ada kesatuan hati.
Mengapa kesatuan hati itu sangat penting dan bagaimana cara untuk mewujudkannya? Kesatuan hati memiliki nilai istimewa di penilaian Tuhan. Bagi Tuhan, kesatuan hati itu sesuatu yang baik dan sangat indah. Daud melukiskannya demikian: "Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion." (ayat 2-3a). Jadi, kesatuan hati adalah sesuatu yang dapat mengerakkan hati Tuhan untuk memberikan apa yang kita minta. Dikatakan, "Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh BapaKu yang di sorga." (Matius 18:19). Terlebih lagi jika kesatuan hati terjalin di antara anak-anak Tuhan atau sesama anggota tubuh Kristus, pasti akan mendatangkan kuasa yang dahsyat! Sebaliknya, pertikaian dan perselisihan di antara anak Tuhan hanya akan membuat Iblis bersorak-sorai, karena pekerjaan Iblis hanyalah untuk memecah-belah sehingga berkat Tuhan pun terhambat turun.
Bagaimana caranya supaya kita dapat bersatu? Kesatuan hati akan terwujud bila kita tidak melihat perbedaan yang ada. Setiap orang pasti memiliki perbedaan-perbedaan, baik dari segi fisik, sifat, hobi atau minat, pola pikir dan sebagainya. Namun perbedaan itu tidak boleh membuat kita merasa tidak memerlukan orang lain. Kita juga harus dapat melihat kesamaan-kesamaan yang ada. Di dalam Kristus kita adalah satu; satu baptisan, satu Allah dan Bapa (baca Efesus 4:5). Mari kita bangun kesatuan hati di antara orang-orang percaya dan jangan mau diperalat Iblis!
"Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," Efesus 2:19.
Baca: Mazmur 133:1-3
"Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun." Mazmur 133:1
Kita patut berbangga menjadi bagian dari bangsa yang besar yaitu bangsa Indonesia, yang sangat menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa. Perihal persatuan dan kesatuan ini pun tercantum dalam sila ke-3 Pancasila, dasar negara kita. Ada pepatah Jawa yang mengatakan, "Cara agawe bubrah, rukun agawe santosa". Ungkapan ini menggambarkan betapa pentingnya persatuan atau kesatuan hati itu. Alkitab juga menegaskan ada keuntungan atau berkat jika ada kesatuan hati.
Mengapa kesatuan hati itu sangat penting dan bagaimana cara untuk mewujudkannya? Kesatuan hati memiliki nilai istimewa di penilaian Tuhan. Bagi Tuhan, kesatuan hati itu sesuatu yang baik dan sangat indah. Daud melukiskannya demikian: "Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion." (ayat 2-3a). Jadi, kesatuan hati adalah sesuatu yang dapat mengerakkan hati Tuhan untuk memberikan apa yang kita minta. Dikatakan, "Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh BapaKu yang di sorga." (Matius 18:19). Terlebih lagi jika kesatuan hati terjalin di antara anak-anak Tuhan atau sesama anggota tubuh Kristus, pasti akan mendatangkan kuasa yang dahsyat! Sebaliknya, pertikaian dan perselisihan di antara anak Tuhan hanya akan membuat Iblis bersorak-sorai, karena pekerjaan Iblis hanyalah untuk memecah-belah sehingga berkat Tuhan pun terhambat turun.
Bagaimana caranya supaya kita dapat bersatu? Kesatuan hati akan terwujud bila kita tidak melihat perbedaan yang ada. Setiap orang pasti memiliki perbedaan-perbedaan, baik dari segi fisik, sifat, hobi atau minat, pola pikir dan sebagainya. Namun perbedaan itu tidak boleh membuat kita merasa tidak memerlukan orang lain. Kita juga harus dapat melihat kesamaan-kesamaan yang ada. Di dalam Kristus kita adalah satu; satu baptisan, satu Allah dan Bapa (baca Efesus 4:5). Mari kita bangun kesatuan hati di antara orang-orang percaya dan jangan mau diperalat Iblis!
"Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," Efesus 2:19.
Wednesday, November 17, 2010
ALLAH MEMELIHARA HIDUP KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 November 2010 -
Baca: Amsal 2:1-22
"Ia menyediakan pertolongan bagi orang yang jujur, menjadi perisai bagi orang yang tidak bercela lakunya, sambil menjaga jalan keadilan dan memelihara jalan orang-orangNya yang setia." Amsal 2:7-8
Ayat nas di atas menjadi kekuatan dan penghiburan bagi kita. Dinyatakan di situ bahwa Allah senantiasa menyediakan pertolongan bagi umatNya. Tidak hanya menjaga, Dia juga akan memelihara kita.
Banyak bagian dalam Alkitab yang menyatakan betapa Tuhan sangat peduli dan perhatian terhadap kita. Salah satunya adalah seperti yang diungkapkan Daud, "Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku." (Mazmur 23:1). Kata 'takkan kekurangan aku' berarti tak hanya dipelihara Tuhan, tapi Ia juga memenuhi dan mencukupkan segala keperluan kita. Adapun bukti terbesar pemeliharaan, perhatian dan kepedulian Allah kepada kita adalah pengorbanan melalui PuteraNya, Yesus Kristus. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Tidak ada yang harus kita kuatirkan! Tuhan Yesus berkata, "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?" (Matius 6:25). Burung-burung di udara saja Tuhan pelihara, bunga bakung di ladang didandaniNya begitu indah, tidakkah Ia akan memelihara dan mendandani kita begitu rupa? Bapa di sorga tahu benar apa yang kita butuhkan. Asal kita mengutamakan Tuhan, "...semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Jangan pernah berpikir bagaimana cara Tuhan menolong kita, terkadang caraNya tidak masuk akal. Pertolongan dan pemeliharaan Tuhan itu ajaib dan tak terselami oleh pikiran atau logika kita. Contoh: Elia dipelihara Tuhan dengan caraNya yang ajaib (baca 1 Raja-Raja 17:1-6).
Kadangkala kita tidak setia, namun Tuhan tetap setia. Ia tetap mengasihi kita, dan kasihNya kepada kita bukan kasih 'musiman', tapi untuk selama-lamanya. Amin! Tidak ada kuasa mana pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus!
"Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkannya orang benar itu goyah." Mazmur 55:23
Baca: Amsal 2:1-22
"Ia menyediakan pertolongan bagi orang yang jujur, menjadi perisai bagi orang yang tidak bercela lakunya, sambil menjaga jalan keadilan dan memelihara jalan orang-orangNya yang setia." Amsal 2:7-8
Ayat nas di atas menjadi kekuatan dan penghiburan bagi kita. Dinyatakan di situ bahwa Allah senantiasa menyediakan pertolongan bagi umatNya. Tidak hanya menjaga, Dia juga akan memelihara kita.
Banyak bagian dalam Alkitab yang menyatakan betapa Tuhan sangat peduli dan perhatian terhadap kita. Salah satunya adalah seperti yang diungkapkan Daud, "Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku." (Mazmur 23:1). Kata 'takkan kekurangan aku' berarti tak hanya dipelihara Tuhan, tapi Ia juga memenuhi dan mencukupkan segala keperluan kita. Adapun bukti terbesar pemeliharaan, perhatian dan kepedulian Allah kepada kita adalah pengorbanan melalui PuteraNya, Yesus Kristus. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Tidak ada yang harus kita kuatirkan! Tuhan Yesus berkata, "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?" (Matius 6:25). Burung-burung di udara saja Tuhan pelihara, bunga bakung di ladang didandaniNya begitu indah, tidakkah Ia akan memelihara dan mendandani kita begitu rupa? Bapa di sorga tahu benar apa yang kita butuhkan. Asal kita mengutamakan Tuhan, "...semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Jangan pernah berpikir bagaimana cara Tuhan menolong kita, terkadang caraNya tidak masuk akal. Pertolongan dan pemeliharaan Tuhan itu ajaib dan tak terselami oleh pikiran atau logika kita. Contoh: Elia dipelihara Tuhan dengan caraNya yang ajaib (baca 1 Raja-Raja 17:1-6).
Kadangkala kita tidak setia, namun Tuhan tetap setia. Ia tetap mengasihi kita, dan kasihNya kepada kita bukan kasih 'musiman', tapi untuk selama-lamanya. Amin! Tidak ada kuasa mana pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus!
"Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkannya orang benar itu goyah." Mazmur 55:23
Tuesday, November 16, 2010
KERAJAAN YANG TIDAK TERGONCANGKAN: Perihal Jaminan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 November 2010 -
Baca: Ibrani 12:25-29
"...karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepadaNya, dengan hormat dan takut," Ibrani12:28
Keadaan dunia saat ini sungguh tidak bertambah baik. Banyak sekali kejadian-kejadian yag mengejutkan, entah itu bencana, krisis atau fenomena alam yang menyimpan misteri. Goncangan terjadi di segala bidang kehidupan. Akibatnya banyak orang tergoncang karena keadaan yang tidak baik ini. Ketakutan, kekuatiran atau rasa putus asa menyerang pikiran semua orang. Hal ini tidak hanya dialami oleh orang-orang di luar Tuhan saja, tapi orang percaya (orang Kristen) pun tidak luput dari goncangan yang ada.
Sebagai anak-anak Tuhan janganlah kita terkejut bila mendengar berita atau melihat kejadian-kejadian yang menggoncangkan ini. Hal ini bukanlah berita baru sebab Alkitab sudah menyatakannya. Kita sebagai anak-anaknya tidak seharusnya menjadi takut dan putus asa, sebab ada jaminan pemeliharaan Tuhan bagi kita. Di dalam Yesus Kristus kita akan menerima kerjaaan yang tidak tergoncangkan. Untuk dapat tinggal di dalam area kerajaanNya yang tidak tergoncangkan ini kita harus mengarahkan pandangan kita hanya kepada Yesus. Jadi, "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, ...Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa." (ayat 2-3). Mengapa orang Kristen mudah stres dan tergoncang ketika ada masalah? Karena fokus kita hanya tertumpu pada masalah dan situasi yang ada, bukan mengarahkan pandangan kepada Tuhan yang dahsyat.
Mari kita belajar mengaktifkan 'mata iman' supaya kita dapat melihat pekerjaanNya yang ajaib di tengah goncangan. Bila kita berjalan dengan 'mata iman', kita akan menyadari bahwa ada Roh Tuhan di dalam kita seperti tertulis: "...Alah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). dan RohNya itu "...lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4).
Dunia boleh saja bergoncang hebat. Asal kita tetap melekat kepada Tuhan dan mengandalkanNya dalam segala hal, maka kita berada di dalam kerajaanNya yang tidak tergoncangkan.
Baca: Ibrani 12:25-29
"...karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepadaNya, dengan hormat dan takut," Ibrani12:28
Keadaan dunia saat ini sungguh tidak bertambah baik. Banyak sekali kejadian-kejadian yag mengejutkan, entah itu bencana, krisis atau fenomena alam yang menyimpan misteri. Goncangan terjadi di segala bidang kehidupan. Akibatnya banyak orang tergoncang karena keadaan yang tidak baik ini. Ketakutan, kekuatiran atau rasa putus asa menyerang pikiran semua orang. Hal ini tidak hanya dialami oleh orang-orang di luar Tuhan saja, tapi orang percaya (orang Kristen) pun tidak luput dari goncangan yang ada.
Sebagai anak-anak Tuhan janganlah kita terkejut bila mendengar berita atau melihat kejadian-kejadian yang menggoncangkan ini. Hal ini bukanlah berita baru sebab Alkitab sudah menyatakannya. Kita sebagai anak-anaknya tidak seharusnya menjadi takut dan putus asa, sebab ada jaminan pemeliharaan Tuhan bagi kita. Di dalam Yesus Kristus kita akan menerima kerjaaan yang tidak tergoncangkan. Untuk dapat tinggal di dalam area kerajaanNya yang tidak tergoncangkan ini kita harus mengarahkan pandangan kita hanya kepada Yesus. Jadi, "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, ...Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa." (ayat 2-3). Mengapa orang Kristen mudah stres dan tergoncang ketika ada masalah? Karena fokus kita hanya tertumpu pada masalah dan situasi yang ada, bukan mengarahkan pandangan kepada Tuhan yang dahsyat.
Mari kita belajar mengaktifkan 'mata iman' supaya kita dapat melihat pekerjaanNya yang ajaib di tengah goncangan. Bila kita berjalan dengan 'mata iman', kita akan menyadari bahwa ada Roh Tuhan di dalam kita seperti tertulis: "...Alah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). dan RohNya itu "...lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4).
Dunia boleh saja bergoncang hebat. Asal kita tetap melekat kepada Tuhan dan mengandalkanNya dalam segala hal, maka kita berada di dalam kerajaanNya yang tidak tergoncangkan.
Monday, November 15, 2010
PERSEMBAHAN ASAL-ASALAN: Dibenci Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2010 -
Baca: Maleakhi 1:6-14
"Kamu membawa roti cemar ke atas mezbahKu, tetapi berkata: 'Dengan cara bagaimanakah kami mencemarkannya?' Dengan cara menyangka: 'Meja Tuhan boleh dihinakan!' " Maleakhi 1:7
Bagaimanakah cara kita memberi sesuatu kepada Tuhan? Baik itu persembahan waktu, tenaga dan juga materi (uang). Ketika kolektan berkeliling dengan kantong persembahan, sudahkah kita menyiapkan persembahan terbaik? Apakah kita hanya menaruh sedikit uang ke dalam kantong tanpa banyak berpikir, dengan lembaran uang yang paling lusuh dan kotor pula? Ataukah kita hanya menulis sehelai cek untuk Tuhan pada tanggal tertentu setiap bulan dan membayar Dia seperti kita melunasi tagihan-tagihan lainya?
Cara kita memberi merupakan perhatian mendalam bagi Tuhan. Dia sangat peduli pada cara kita mempersembahkan sesuatu kepadaNya. Dia tidak akan menerima pemberian yang tidak didasari hati yang tulus, apalagi persembahan yang diberikan dengan asal-asalan. Tuhan jijik dan akan menolak persembahan semacam itu. Seperti perbuatan umat Israel. Memang mereka membawa persembahan kepada Tuhan, tapi yang mereka persembahkan bukanlah yang terbaik, tapi bisa dikatakan persembahan 'sisa-sisa'. Tertulis: "Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? Firman Tuhan semesta alam" (ayat 8). Bangsa Israel membawa persembahan kepada Tuhan berupa hewan-hewan yang sakit, cacat, timpang, anak lembu buta dan terluka yang tidak bermanfaat bagi mereka. Itu sangat menyakitkan hati Tuhan dan Dia pun berkata, "Aku tidak suka kepada kamu,...dan Aku tidak berkenan menerima persembahan dari tanganmu." (ayat 10b).
Bagaimana dengan kita? Marilah menaruh hormat kepada Tuhan! Tidak sedikit orang Kristen yang masih hitung-hitungan jika hendak memasukkan rupiah ke kantong kolekte. Rasanya kita tidak rela merogoh kocek lebih untuk Tuhan. Tapi kalau untuk makan di restoran mahal dengan teman-teman? Nah, bukankah berkat yang kita terima itu berasal dari Tuhan? Juga dalam hal waktu, Tuhan hanya kita beri sisa-sisa; waktu kita habis untuk pekerjaan dan hobi!
Dalam segala hal kita harus belajar memberi yang terbaik bagi Tuhan. Ini wujud penyembahan kita kepada Tuhan!
Baca: Maleakhi 1:6-14
"Kamu membawa roti cemar ke atas mezbahKu, tetapi berkata: 'Dengan cara bagaimanakah kami mencemarkannya?' Dengan cara menyangka: 'Meja Tuhan boleh dihinakan!' " Maleakhi 1:7
Bagaimanakah cara kita memberi sesuatu kepada Tuhan? Baik itu persembahan waktu, tenaga dan juga materi (uang). Ketika kolektan berkeliling dengan kantong persembahan, sudahkah kita menyiapkan persembahan terbaik? Apakah kita hanya menaruh sedikit uang ke dalam kantong tanpa banyak berpikir, dengan lembaran uang yang paling lusuh dan kotor pula? Ataukah kita hanya menulis sehelai cek untuk Tuhan pada tanggal tertentu setiap bulan dan membayar Dia seperti kita melunasi tagihan-tagihan lainya?
Cara kita memberi merupakan perhatian mendalam bagi Tuhan. Dia sangat peduli pada cara kita mempersembahkan sesuatu kepadaNya. Dia tidak akan menerima pemberian yang tidak didasari hati yang tulus, apalagi persembahan yang diberikan dengan asal-asalan. Tuhan jijik dan akan menolak persembahan semacam itu. Seperti perbuatan umat Israel. Memang mereka membawa persembahan kepada Tuhan, tapi yang mereka persembahkan bukanlah yang terbaik, tapi bisa dikatakan persembahan 'sisa-sisa'. Tertulis: "Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? Firman Tuhan semesta alam" (ayat 8). Bangsa Israel membawa persembahan kepada Tuhan berupa hewan-hewan yang sakit, cacat, timpang, anak lembu buta dan terluka yang tidak bermanfaat bagi mereka. Itu sangat menyakitkan hati Tuhan dan Dia pun berkata, "Aku tidak suka kepada kamu,...dan Aku tidak berkenan menerima persembahan dari tanganmu." (ayat 10b).
Bagaimana dengan kita? Marilah menaruh hormat kepada Tuhan! Tidak sedikit orang Kristen yang masih hitung-hitungan jika hendak memasukkan rupiah ke kantong kolekte. Rasanya kita tidak rela merogoh kocek lebih untuk Tuhan. Tapi kalau untuk makan di restoran mahal dengan teman-teman? Nah, bukankah berkat yang kita terima itu berasal dari Tuhan? Juga dalam hal waktu, Tuhan hanya kita beri sisa-sisa; waktu kita habis untuk pekerjaan dan hobi!
Dalam segala hal kita harus belajar memberi yang terbaik bagi Tuhan. Ini wujud penyembahan kita kepada Tuhan!
Sunday, November 14, 2010
MEMUJI TUHAN: Gaya Hidup Orang Benar
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2010 -
Baca: Mazmur 132:1-18
"Biarlah imam-imamMu berpakaian kebenaran, dan bersorak-sorai orang-orang yang Kaukasihi!" Mazmur 132:9
Tuhan menciptakan kita untuk kemuliaan namaNya, artinya melalui kehidupan kita, kita dapat meninggikan dan memuliakan nama Tuhan. Jadi kita diciptakan untuk memuji Dia. Banyak orang Kristen yang tidak mengerti akan hal ini. Contoh sederhana: saat ibadah di gereja ada yang malas memuji Tuhan, malu mengangkat tangan dan mulut pun terasa terkunci. Takut dikatakan fanatik! Justru mereka yang tidak sungguh-sungguh memuji Tuhan dan mengolok-olok teman lain dengan kata fanatik, dialah yang harus bertobat.
Mari perhatikan. Pujian adalah bidang kehidupan orang percaya. Alkitab menegaskan, "Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan! Haleluya!" (Mazmur 150:6). Hanya orang mati saja yang tidak dapat memuji Tuhan. Selama kita masih bernafas kita harus menggunakan setiap nafas kita untuk memuji Tuhan. Atau mungkin kita berkata, "Ah, memuji Tuhan itu tidak harus bersuara atau bersorak-sorai. Cukup di dalam hati saja." Memuji Tuhan di dalam hati saja tidak cukup. Kita harus memiliki pujian di mulut kita seperti kata Daud, "Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepadaNya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Jadi kita tak dapat bersorak-sorai dan berdiam diri sekaligus dalam waktu yang bersamaan.
Pujian dapat menggerakkan kuasa sorga dinyatakan dalam kehidupan kita. Saat pujian dinaikkan, saat itu pula kemuliaan Tuhan melawat kita, karena "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Kita harus berusaha menyingkirkan semua hambatan yang membuat kita merasa canggung atau enggan memuji Tuhan, serta mempersilahkan Roh Kudus bekerja melalui diri kita. Ketika kita bersemangat dan memiliki totalitas saat memuji Tuhan kita akan tampak asing, dianggap aneh atau bahkan diejek dan direndahkan oleh orang-orang yang tidak mengerti kebenaran firman Tuhan. Sebaliknya kita patut bersyukur karena kita akan tampak indah di hadapan Tuhan.
Karena itu pujilah Tuhan di setiap waktu, jangan hanya saat berada di gereja atau di persekutuan, tetapi dijam-jam pribadi kita di rumah dan di mana pun kita berada. Latihlah mulut dan hati kita untuk memuji Tuhan karena kita diciptakan untuk tujuan itu.
"Berbahagialah bangsa yang tahu bersorak-sorai, ya Tuhan, mereka hidup dalam cahaya wajahMu;" Mazmur 89:16
Baca: Mazmur 132:1-18
"Biarlah imam-imamMu berpakaian kebenaran, dan bersorak-sorai orang-orang yang Kaukasihi!" Mazmur 132:9
Tuhan menciptakan kita untuk kemuliaan namaNya, artinya melalui kehidupan kita, kita dapat meninggikan dan memuliakan nama Tuhan. Jadi kita diciptakan untuk memuji Dia. Banyak orang Kristen yang tidak mengerti akan hal ini. Contoh sederhana: saat ibadah di gereja ada yang malas memuji Tuhan, malu mengangkat tangan dan mulut pun terasa terkunci. Takut dikatakan fanatik! Justru mereka yang tidak sungguh-sungguh memuji Tuhan dan mengolok-olok teman lain dengan kata fanatik, dialah yang harus bertobat.
Mari perhatikan. Pujian adalah bidang kehidupan orang percaya. Alkitab menegaskan, "Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan! Haleluya!" (Mazmur 150:6). Hanya orang mati saja yang tidak dapat memuji Tuhan. Selama kita masih bernafas kita harus menggunakan setiap nafas kita untuk memuji Tuhan. Atau mungkin kita berkata, "Ah, memuji Tuhan itu tidak harus bersuara atau bersorak-sorai. Cukup di dalam hati saja." Memuji Tuhan di dalam hati saja tidak cukup. Kita harus memiliki pujian di mulut kita seperti kata Daud, "Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepadaNya tetap di dalam mulutku." (Mazmur 34:2). Jadi kita tak dapat bersorak-sorai dan berdiam diri sekaligus dalam waktu yang bersamaan.
Pujian dapat menggerakkan kuasa sorga dinyatakan dalam kehidupan kita. Saat pujian dinaikkan, saat itu pula kemuliaan Tuhan melawat kita, karena "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Kita harus berusaha menyingkirkan semua hambatan yang membuat kita merasa canggung atau enggan memuji Tuhan, serta mempersilahkan Roh Kudus bekerja melalui diri kita. Ketika kita bersemangat dan memiliki totalitas saat memuji Tuhan kita akan tampak asing, dianggap aneh atau bahkan diejek dan direndahkan oleh orang-orang yang tidak mengerti kebenaran firman Tuhan. Sebaliknya kita patut bersyukur karena kita akan tampak indah di hadapan Tuhan.
Karena itu pujilah Tuhan di setiap waktu, jangan hanya saat berada di gereja atau di persekutuan, tetapi dijam-jam pribadi kita di rumah dan di mana pun kita berada. Latihlah mulut dan hati kita untuk memuji Tuhan karena kita diciptakan untuk tujuan itu.
"Berbahagialah bangsa yang tahu bersorak-sorai, ya Tuhan, mereka hidup dalam cahaya wajahMu;" Mazmur 89:16
Saturday, November 13, 2010
BERGAUL DENGAN ORANG YANG TEPAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2010 -
Baca: 1 Korintus 5:9-13
"Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul." 1 Korintus 5:9
Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus menasihatkan: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Alasannya ialah pergaulan yang buruk akan merusak pribadi kita.
Dengan siapa kita bergaul atau membangun hubungan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kehidupan rohani kita. Bersekutu atau bersahabat dengan orang-orang yang rohani akan turut mempercepat kita menuju kepada kedewasaan iman dan membawa kita kepada kemenangan. Sebaliknya, bila kita lebih banyak menghabiskan waktu berhubungan dengan orang-orang yang tidak rohani, kita akan tersesat semakin jauh dari Tuhan dan kita akan terjun bebas menuju kekalahan. Itulah sebabnya Alkitab memberikan penjelasan tentang pentingnya membina hubungan dengan orang-orang yang tepat bagi kita.
Tuhan menghendaki agar kita memisahkan diri dari dunia ini. "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17). Kita diperintahkan untuk memisahkan diri dari pergaulan dunia. Ini tidak berbicara tentang pelayanan pekabaran Injil. Tuhan Yesus sendiri melayani orang-orang yang berdosa. Justru kita harus berbaur dengan mereka: bersaksi, melayani dan berdoa bagi mereka. Tetapi yang dimaksud di sini adalah tentang orang-orang yang kita pilih untuk menjadi orang terdekat atau sahabat kita. Jika kita ingin bertumbuh dalam perkara-perkara rohani, pilihlah orang-orang yang mengasihi Tuhan dan memiliki komitmen untuk hidup benar sesuai dengan firman Tuhan, karena "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17). Janganlah memilih teman atau sahabat yang perkataan dan perbuatannya tidak rohani dan cenderung membawa kita semakin jauh dari Tuhan. Karena semakin kita bergaul dengan mereka, semakin kita membuka diri terhadap godaan Iblis. Kita akan semakin akrab dengan dosa dan bisa dipastikan dalam waktu singkat kita akan terjerumus ke dalamnya.
Oleh karena itu pilihlah teman atau sahabat kita dengan bijaksana, jangan semborono.
Salomo memperingatkan. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20)
Baca: 1 Korintus 5:9-13
"Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul." 1 Korintus 5:9
Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus menasihatkan: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Alasannya ialah pergaulan yang buruk akan merusak pribadi kita.
Dengan siapa kita bergaul atau membangun hubungan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kehidupan rohani kita. Bersekutu atau bersahabat dengan orang-orang yang rohani akan turut mempercepat kita menuju kepada kedewasaan iman dan membawa kita kepada kemenangan. Sebaliknya, bila kita lebih banyak menghabiskan waktu berhubungan dengan orang-orang yang tidak rohani, kita akan tersesat semakin jauh dari Tuhan dan kita akan terjun bebas menuju kekalahan. Itulah sebabnya Alkitab memberikan penjelasan tentang pentingnya membina hubungan dengan orang-orang yang tepat bagi kita.
Tuhan menghendaki agar kita memisahkan diri dari dunia ini. "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." (2 Korintus 6:17). Kita diperintahkan untuk memisahkan diri dari pergaulan dunia. Ini tidak berbicara tentang pelayanan pekabaran Injil. Tuhan Yesus sendiri melayani orang-orang yang berdosa. Justru kita harus berbaur dengan mereka: bersaksi, melayani dan berdoa bagi mereka. Tetapi yang dimaksud di sini adalah tentang orang-orang yang kita pilih untuk menjadi orang terdekat atau sahabat kita. Jika kita ingin bertumbuh dalam perkara-perkara rohani, pilihlah orang-orang yang mengasihi Tuhan dan memiliki komitmen untuk hidup benar sesuai dengan firman Tuhan, karena "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17). Janganlah memilih teman atau sahabat yang perkataan dan perbuatannya tidak rohani dan cenderung membawa kita semakin jauh dari Tuhan. Karena semakin kita bergaul dengan mereka, semakin kita membuka diri terhadap godaan Iblis. Kita akan semakin akrab dengan dosa dan bisa dipastikan dalam waktu singkat kita akan terjerumus ke dalamnya.
Oleh karena itu pilihlah teman atau sahabat kita dengan bijaksana, jangan semborono.
Salomo memperingatkan. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20)
Friday, November 12, 2010
WUJUD KASIH GEMBALA YANG BAIK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 November 2010 -
Baca: Yehezkiel 34:1-31
"Kamu adalah domba-dombaKu, domba gembalaanKu, dan Aku adalah Allahmu, demikianlah firman Tuhan Allah." Yehezkiel 34:31
Andaikan kita menjadi gembala dan suatu saat kita harus diperhadapkan dengan suatu pilihan yang berat: melindungi domba kita dari binatang buas tapi kita harus mati, atau kita membiarkan domba itu mati asal kita selamat, mana yang kita pilih? Jujur sebagai manusia kita pasti memilih menyelamatkan diri sendiri daripada harus berkorban nyawa hanya demi domba-domba kita. Gembala upahan pun melakukan hal yang sama, di mana "...ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu." (Yohanes 10:12).
Semua orang pasti tidak mau mati demi seekor domba, karena nyawa domba itu tidak sebanding dengan nyawa manusia. Tetapi Tuhan Yesus justru datang dengan tujuan mati untuk domba-dombaNya. Kalau manusia saja tidak pantas mati bagi domba, maka sangat tidak layak Raja di atas raja mau mati bagi manusia; namun Tuhan Yesus melakukan hal yang tidak lazim itu. Inilah yang disebut anugerah. Dan melalui perumpamaan dalam Lukas 15:1-7 Tuhan Yesus mengajarkan bahwa Dia Allah rela turun dari sorga untuk mencari domba yang hilang, walaupun hanya seekor saja yang hilang, padahal ia masih punya sembilan puluh sembilan ekor yang lain. Apalah artinya seekor dibanding dengan sembilan puluh sembilan ekor?
Satu domba yang tersesat adalah gambaran dari manusia yang berdosa dan tersesat. Orang lain mungkin melupakan atau membuang kita, tetapi Tuhan tetap peduli; Ia mencari dan menyelamatkan kita walau kita sebenarnya adalah orang-orang yang tidak layak dicari, bahkan sebaliknya layak dibuang. Namun kasih Tuhan begitu besar, bahkan Dia rela menderita dan mati di kayu salib. Ini bukti bahwa Dia adalah gembala yag baik. Tidak hanya itu, Dia menuntun domba-dombanya masuk ke kandang dan membawanya ke padang rumput hijau dengan tongkat dan gadanya. Dia pun mengenal kita secara pribadi, seperti tertulis: "...Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawaKu bagi domba-dombaKu." (Yohanes 10:14). Ini menunjukkan suatu hubungan yang intim, penuh cinta kasih. Bukan sekedar mengenal, tapi Dia tahu segala penderitaan dan pergumulan kita.
Tuhan Yesus adalah gembala kita yang sejati, yang mengenal kita.
Baca: Yehezkiel 34:1-31
"Kamu adalah domba-dombaKu, domba gembalaanKu, dan Aku adalah Allahmu, demikianlah firman Tuhan Allah." Yehezkiel 34:31
Andaikan kita menjadi gembala dan suatu saat kita harus diperhadapkan dengan suatu pilihan yang berat: melindungi domba kita dari binatang buas tapi kita harus mati, atau kita membiarkan domba itu mati asal kita selamat, mana yang kita pilih? Jujur sebagai manusia kita pasti memilih menyelamatkan diri sendiri daripada harus berkorban nyawa hanya demi domba-domba kita. Gembala upahan pun melakukan hal yang sama, di mana "...ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu." (Yohanes 10:12).
Semua orang pasti tidak mau mati demi seekor domba, karena nyawa domba itu tidak sebanding dengan nyawa manusia. Tetapi Tuhan Yesus justru datang dengan tujuan mati untuk domba-dombaNya. Kalau manusia saja tidak pantas mati bagi domba, maka sangat tidak layak Raja di atas raja mau mati bagi manusia; namun Tuhan Yesus melakukan hal yang tidak lazim itu. Inilah yang disebut anugerah. Dan melalui perumpamaan dalam Lukas 15:1-7 Tuhan Yesus mengajarkan bahwa Dia Allah rela turun dari sorga untuk mencari domba yang hilang, walaupun hanya seekor saja yang hilang, padahal ia masih punya sembilan puluh sembilan ekor yang lain. Apalah artinya seekor dibanding dengan sembilan puluh sembilan ekor?
Satu domba yang tersesat adalah gambaran dari manusia yang berdosa dan tersesat. Orang lain mungkin melupakan atau membuang kita, tetapi Tuhan tetap peduli; Ia mencari dan menyelamatkan kita walau kita sebenarnya adalah orang-orang yang tidak layak dicari, bahkan sebaliknya layak dibuang. Namun kasih Tuhan begitu besar, bahkan Dia rela menderita dan mati di kayu salib. Ini bukti bahwa Dia adalah gembala yag baik. Tidak hanya itu, Dia menuntun domba-dombanya masuk ke kandang dan membawanya ke padang rumput hijau dengan tongkat dan gadanya. Dia pun mengenal kita secara pribadi, seperti tertulis: "...Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawaKu bagi domba-dombaKu." (Yohanes 10:14). Ini menunjukkan suatu hubungan yang intim, penuh cinta kasih. Bukan sekedar mengenal, tapi Dia tahu segala penderitaan dan pergumulan kita.
Tuhan Yesus adalah gembala kita yang sejati, yang mengenal kita.
Thursday, November 11, 2010
TUHAN YESUS: Gembala yang Baik
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 November 2010 -
Baca: Mazmur 79:1-13
"Maka kami ini, umatMu, dan kawanan domba gembalaanMu, akan bersyukur kepadaMu untuk selama-lamanya, dan akan memberitakan puji-pujian untukMu turun-temurun." Mazmur 79:13
Alkitab menggambarkan hubungan antara umat dengan Tuhan sebagai domba dan sang gembala. Suatu hubungan yang sangat karib.
Mengapa kita digambarkan sebagai domba, bukan yang lain? Pasti ada kebenaran yang terkandung di dalamnya. Domba merujuk pada: kelemahan, kerentanan dan ketidakberdayaan kita sebagai manusia. Hal ini untuk menegaskan ketergantungan mausia kepada Tuhan, dan Tuhan sebagai gembala adalah satu-satunya Pribadi yang dapat membimbing dan meuntun kita ke jalan yang benar. Daud berkata, "Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namaNya." (Mazmur 23:2b-3). Tanpa pertolongan dari sang gembala, kita adalah domba-domba yang mudah terhilang. Adalah tepat bila keberadaan kita sebagai manusia digambarkan sebagai domba yang lemah, bodoh, tak berdaya dan mudah tersesat. Karena itu kita sangat membutuhkan seorang gembala yang baik untuk menuntun dan menyertai perjalanan hidup kita.
Syukur bagi Tuhan, oleh karena anugerahNya semakin kita memiliki gembala yang baik yaitu Tuhan Yesus seperti yang dikatakanNya, "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;" (Yohanes 10:11). Apa artinya? 'Akulah' menyatakan bahwa Dia adalah satu-satunya Pribadi Ilahi sebagaimana Ia menyatakan diri kepada Musa, "Aku adalah Aku." (Keluaran 3:14a). Tidak ada gembala yang baik selain Dia. Sedangkan di dalam kata 'gembala' terkandung: kasih, perhatian dan juga kesabaran. Selain itu gembala juga berbicara tentang otoritas atau kedaulatan atas umat. Di dalam konteks Tuhan, Ia memiliki kedaulatan penuh atas hidup kita karena kita adalah domba-dombaNya dan Dia adalah gembala pemilik. Bukti bahwa Yesus adalah gembala yang baik adalah Ia rela memberikan nyawaNya untuk kita. Ini berbeda dengan gembala upahan yang hanya punya tujuan mencari keuntungan diri sendiri. Tuhan Yesus tidak demikian.
Ia berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b).
Baca: Mazmur 79:1-13
"Maka kami ini, umatMu, dan kawanan domba gembalaanMu, akan bersyukur kepadaMu untuk selama-lamanya, dan akan memberitakan puji-pujian untukMu turun-temurun." Mazmur 79:13
Alkitab menggambarkan hubungan antara umat dengan Tuhan sebagai domba dan sang gembala. Suatu hubungan yang sangat karib.
Mengapa kita digambarkan sebagai domba, bukan yang lain? Pasti ada kebenaran yang terkandung di dalamnya. Domba merujuk pada: kelemahan, kerentanan dan ketidakberdayaan kita sebagai manusia. Hal ini untuk menegaskan ketergantungan mausia kepada Tuhan, dan Tuhan sebagai gembala adalah satu-satunya Pribadi yang dapat membimbing dan meuntun kita ke jalan yang benar. Daud berkata, "Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namaNya." (Mazmur 23:2b-3). Tanpa pertolongan dari sang gembala, kita adalah domba-domba yang mudah terhilang. Adalah tepat bila keberadaan kita sebagai manusia digambarkan sebagai domba yang lemah, bodoh, tak berdaya dan mudah tersesat. Karena itu kita sangat membutuhkan seorang gembala yang baik untuk menuntun dan menyertai perjalanan hidup kita.
Syukur bagi Tuhan, oleh karena anugerahNya semakin kita memiliki gembala yang baik yaitu Tuhan Yesus seperti yang dikatakanNya, "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;" (Yohanes 10:11). Apa artinya? 'Akulah' menyatakan bahwa Dia adalah satu-satunya Pribadi Ilahi sebagaimana Ia menyatakan diri kepada Musa, "Aku adalah Aku." (Keluaran 3:14a). Tidak ada gembala yang baik selain Dia. Sedangkan di dalam kata 'gembala' terkandung: kasih, perhatian dan juga kesabaran. Selain itu gembala juga berbicara tentang otoritas atau kedaulatan atas umat. Di dalam konteks Tuhan, Ia memiliki kedaulatan penuh atas hidup kita karena kita adalah domba-dombaNya dan Dia adalah gembala pemilik. Bukti bahwa Yesus adalah gembala yang baik adalah Ia rela memberikan nyawaNya untuk kita. Ini berbeda dengan gembala upahan yang hanya punya tujuan mencari keuntungan diri sendiri. Tuhan Yesus tidak demikian.
Ia berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b).
Wednesday, November 10, 2010
PENABUR DAN BENIHNYA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 November 2010 -
Baca: Lukas 8:11-15
"Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah." Lukas 8:11
Dalam perumpamaan ini ada beberapa jenis tanah atau hati yaitu: 1. Pinggir jalan: gambaran tentang jenis hati yang sangat keras. Ketika firman disampaikan ia tidak memberikan respons yang benar; masih suka mengabaikan, meremehkan atau bahkan menolak dan tidak percaya kepada firman itu. Orang semacam ini sulit menerima teguran, nasihat, dan cenderung suka memberontak. Mereka masih hidup menurut keinginannya sendiri, bukan tunduk kepada pimpinan Tuhan; hidup dalam hawa nafsu daging. Alkitab menegaskan, "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya,..." (Galatia 6:8).
2. Tanah berbatu-batu. Benih itu memang tumbuh, tapi tidak mampu menghadapi tantangan yang ada. Ini berbicara tentang tumbuhan yang saat panas terik akan mati, ia tidak berakar kuat karena ada batu-batu penghalang. Benih akan tumbuh berakar kuat apabila batu-batu itu dibuang. Diambilkan peralatan berkebun, batu-batunya disingkirkan, tanahnya diolah, kemudian baru ditaburkan benihnya, pasti bisa tumbuh. Pada awalnya ia sangat semangat menerima firman, tetapi firman itu tidak mampu berakar kuat, hanya bertahan sebentar saja sehingga ketika masalah, penderitaan atau ujian menerpa, segera ia kecewa dan meninggalkan Tuhan (murtat). Karena itulah kita harus mau berubah meski itu sakit. Mohon pertolongan Roh Kudus untuk memampukan kita sehingga kita menjadi manusia baru. "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dan syukur." (Kolose 2:7).
3. Semak duri. Benih bisa saja tumbuh, tapi terhimpit oleh semak belukar, akibatnya tanaman itu akan mati. Ini gambaran seorang Kristen yang masih terikat dengan hal-hal yang bersifat duniawi; masih mencintai dan bersahabat dengan dunia ini. Mereka dapat saja terlihat seperti orang yang rohani, tapi kekuatiran dunia ini tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak bertumbuh.
4. Tanah yang baik. Karena tanahnya baik dan subur, maka benih itu tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah. Ialah seseorang yang mendengar firman kebenaran dan menyambutnya dengan sukacita, percaya dan mempraktekkannya, sekaligus menunjukkan pertumbuhan rohani yang baik sehingga ada buah-buah pertobatan yang dihasilkan.
Bagaimana respons kita terhadap benih firman Tuhan? Sudah baikkah tanah hati kita?
Baca: Lukas 8:11-15
"Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah." Lukas 8:11
Dalam perumpamaan ini ada beberapa jenis tanah atau hati yaitu: 1. Pinggir jalan: gambaran tentang jenis hati yang sangat keras. Ketika firman disampaikan ia tidak memberikan respons yang benar; masih suka mengabaikan, meremehkan atau bahkan menolak dan tidak percaya kepada firman itu. Orang semacam ini sulit menerima teguran, nasihat, dan cenderung suka memberontak. Mereka masih hidup menurut keinginannya sendiri, bukan tunduk kepada pimpinan Tuhan; hidup dalam hawa nafsu daging. Alkitab menegaskan, "...barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya,..." (Galatia 6:8).
2. Tanah berbatu-batu. Benih itu memang tumbuh, tapi tidak mampu menghadapi tantangan yang ada. Ini berbicara tentang tumbuhan yang saat panas terik akan mati, ia tidak berakar kuat karena ada batu-batu penghalang. Benih akan tumbuh berakar kuat apabila batu-batu itu dibuang. Diambilkan peralatan berkebun, batu-batunya disingkirkan, tanahnya diolah, kemudian baru ditaburkan benihnya, pasti bisa tumbuh. Pada awalnya ia sangat semangat menerima firman, tetapi firman itu tidak mampu berakar kuat, hanya bertahan sebentar saja sehingga ketika masalah, penderitaan atau ujian menerpa, segera ia kecewa dan meninggalkan Tuhan (murtat). Karena itulah kita harus mau berubah meski itu sakit. Mohon pertolongan Roh Kudus untuk memampukan kita sehingga kita menjadi manusia baru. "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dan syukur." (Kolose 2:7).
3. Semak duri. Benih bisa saja tumbuh, tapi terhimpit oleh semak belukar, akibatnya tanaman itu akan mati. Ini gambaran seorang Kristen yang masih terikat dengan hal-hal yang bersifat duniawi; masih mencintai dan bersahabat dengan dunia ini. Mereka dapat saja terlihat seperti orang yang rohani, tapi kekuatiran dunia ini tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak bertumbuh.
4. Tanah yang baik. Karena tanahnya baik dan subur, maka benih itu tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah. Ialah seseorang yang mendengar firman kebenaran dan menyambutnya dengan sukacita, percaya dan mempraktekkannya, sekaligus menunjukkan pertumbuhan rohani yang baik sehingga ada buah-buah pertobatan yang dihasilkan.
Bagaimana respons kita terhadap benih firman Tuhan? Sudah baikkah tanah hati kita?
Tuesday, November 9, 2010
PENABUR DAN BENIHNYA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2010 -
Baca: Matius 13:3-9
"Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!" Matius 13:9
Pengajaran dengan memakai perumpamaan adalah pelayanan khusus Yesus kepada muridNya. Tuhan Yesus menggunakan bentuk perumpamaan untuk menjelaskan rahasia Kerajaan Allah, suatu bentuk pengajaran yang mengambil contoh kehidupan sehari-hari untuk menjelaskan sebuah kebenaran rohani. Kebenaran tentang kerajaan Allah diberitakan dalam bentuk perumpamaan sehingga tidak semua orang dapat memahaminya, hanya dapat dimengerti oleh murid sejati. Terlebih bagi yang menolak kebenaran itu, mereka hanya bisa mendengar namun tidak akan mengerti. Hal itu ditujukan kepada bangsa Yahudi yang menolak kehadiran Kristus sebagai Juruselamat, walaupun tanda-tanda itu sebenarnya sudah lebih dari cukup.
Dalam perumpamaan yang kita baca hari ini diceritakan tentang seorang penabur dan benih yang ditaburnya. Seorang penabur menaburkan benihnya dan benih itu jatuh di berbagai jenis tanah. Benih pertama jatuh di pinggir jalan. Artinya, benih jatuh di tanah yang keras dan tidak akan bertahan lama karena segera datang burung-burung dan memakannya sampai habis. Benih kedua jatuh di tanah yang berbatu-batu, tidak banyak tanahnya. Benih itu memang tumbuh namun akan cepat layu dan menjadi kering kena terik matahari, juga karena lapisan tanahnya tipis sehingga benih tak mampu berakar dengan kuat. Benih ketiga jatuh di tengah semak berduri. Semak yang tumbuh semakin besar kian menghimpit pertumbuhan benih itu sehingga ia pun mati. Benih keempat jatuh di tanah yang baik dan benih itu pun bertumbuh dan dapat berbuah lebat. Ada yang 100x lipat, 60x lipat dan juga 30x lipat. Apakah arti perumpamaan ini? Benih berbicara tentang firman Tuhan (Injil). Sedangkan penabur yang dimaksud adalah para pelayan Tuhan, orang-orang yang dipercaya untuk menaburkan firman Tuhan atau memberitakan Injil Kerajaan Allah. Ada pun jenis-jenis tanah yang ditaburi benih itu menggambarkan keadaan hati setiap orang. Perbedaan jenis tanah menunjukkan perbedaan respons masing-masing orang terhadap firman yang mereka terima, sehingga keadaan tanah hati kita sangat menentukan apakah ada dampak dari firman yang kita terima.
Maka dari itu "Bukalah bagimua tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari Tuhan," (Hosea 10:12b). Begitu pentingnya hati sehingga Salomo pun menasihatkan, "Jangalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). (Bersambung)
Baca: Matius 13:3-9
"Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!" Matius 13:9
Pengajaran dengan memakai perumpamaan adalah pelayanan khusus Yesus kepada muridNya. Tuhan Yesus menggunakan bentuk perumpamaan untuk menjelaskan rahasia Kerajaan Allah, suatu bentuk pengajaran yang mengambil contoh kehidupan sehari-hari untuk menjelaskan sebuah kebenaran rohani. Kebenaran tentang kerajaan Allah diberitakan dalam bentuk perumpamaan sehingga tidak semua orang dapat memahaminya, hanya dapat dimengerti oleh murid sejati. Terlebih bagi yang menolak kebenaran itu, mereka hanya bisa mendengar namun tidak akan mengerti. Hal itu ditujukan kepada bangsa Yahudi yang menolak kehadiran Kristus sebagai Juruselamat, walaupun tanda-tanda itu sebenarnya sudah lebih dari cukup.
Dalam perumpamaan yang kita baca hari ini diceritakan tentang seorang penabur dan benih yang ditaburnya. Seorang penabur menaburkan benihnya dan benih itu jatuh di berbagai jenis tanah. Benih pertama jatuh di pinggir jalan. Artinya, benih jatuh di tanah yang keras dan tidak akan bertahan lama karena segera datang burung-burung dan memakannya sampai habis. Benih kedua jatuh di tanah yang berbatu-batu, tidak banyak tanahnya. Benih itu memang tumbuh namun akan cepat layu dan menjadi kering kena terik matahari, juga karena lapisan tanahnya tipis sehingga benih tak mampu berakar dengan kuat. Benih ketiga jatuh di tengah semak berduri. Semak yang tumbuh semakin besar kian menghimpit pertumbuhan benih itu sehingga ia pun mati. Benih keempat jatuh di tanah yang baik dan benih itu pun bertumbuh dan dapat berbuah lebat. Ada yang 100x lipat, 60x lipat dan juga 30x lipat. Apakah arti perumpamaan ini? Benih berbicara tentang firman Tuhan (Injil). Sedangkan penabur yang dimaksud adalah para pelayan Tuhan, orang-orang yang dipercaya untuk menaburkan firman Tuhan atau memberitakan Injil Kerajaan Allah. Ada pun jenis-jenis tanah yang ditaburi benih itu menggambarkan keadaan hati setiap orang. Perbedaan jenis tanah menunjukkan perbedaan respons masing-masing orang terhadap firman yang mereka terima, sehingga keadaan tanah hati kita sangat menentukan apakah ada dampak dari firman yang kita terima.
Maka dari itu "Bukalah bagimua tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari Tuhan," (Hosea 10:12b). Begitu pentingnya hati sehingga Salomo pun menasihatkan, "Jangalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). (Bersambung)
Monday, November 8, 2010
TAK MAMPU MEMBAYAR UTANG DOSA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2010 -
Baca: Lukas 7:36-50
"Dosanya (perempuan berdosa) yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih." Lukas 7:47
Suatu waktu, Simon (orang Farisi) mengundang Tuhan Yesus untuk makan di rumahnya. KedatanganNya ke rumah Simon itu didengar oleh seorang perempuan yang terkenal sebagai orang berdosa. Ia datang dengan membawa buli-buli pualam yang berisi minyak wangi dan berharga sangat mahal. Lalu, "Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kakiNya, lalu membasahi kakiNya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kakinya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu." (ayat 38).
Perempuan itu tidak punya keberanian di hadapan Yesus sebab ia sadar ia berlumuran dosa. Ia (perempuan itu) hanya bisa menangis saat bertemu dengan Yesus. Menangis adalah ungkapan kesedihan yang mendalam, dukacita atau pun ungkapan hati yang remuk dan hancur. Hal itu menggerakkan hati Yesus. Dalam Mazmur 34:19 dikatakan, "Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." Kehadiran perempuan 'berdosa' itu sangat tidak disenangi Simon, dan Tuhan Yesus pun tahu apa yang sedang berkecamuk di hati Simon. Karena itu Ia menyampaikan suatu perumpamaan: Ada dua orang berhutang kepada seorang pelepas uang masing-masing 500 dinar dan 50 dinar. Karena mereka tidak sanggup membayar, si pelepas uang pun membebaskan hutang kedua orang itu. Tanya Yesus pada Simon, "Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia (si pelepas)?' Jawab Simon: 'Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Kata Yesus kepadanya, 'Betul pendapatmu itu.' " (Lukas 7:42b-43). Begitu juga dengan perempuan itu, ia menyadari betapa hina dan besar dosanya. Dengan air mata, perempuan itu membasuh kaki Yesus dan menyeka dengan rambutnya. Bahkan tiada henti ia mencium kaki Yesus dan meminyaki kepalaNya dengan minyak. Tetapi Simon tidak melakukan hal itu.
Melalui perumpamaan ini sebenarnya Tuhan Yesus sedang menyindir Simon, orang Farisi, yang penuh dengan kepura-puraan merasa dirinya lebih suci. Pikirnya ia tidak seperti perempuan itu. Sesungguhnya, orang berhutang yang tidak bisa membayar itu adalah gambaran dari kita. Untuk membayar hutang dosa, apa pun caranya, kita tidak akan bisa.
Hanya melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib dosa-dosa kita diampuni dan hutang dosa itu lunas terbayar.
Baca: Lukas 7:36-50
"Dosanya (perempuan berdosa) yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih." Lukas 7:47
Suatu waktu, Simon (orang Farisi) mengundang Tuhan Yesus untuk makan di rumahnya. KedatanganNya ke rumah Simon itu didengar oleh seorang perempuan yang terkenal sebagai orang berdosa. Ia datang dengan membawa buli-buli pualam yang berisi minyak wangi dan berharga sangat mahal. Lalu, "Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kakiNya, lalu membasahi kakiNya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kakinya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu." (ayat 38).
Perempuan itu tidak punya keberanian di hadapan Yesus sebab ia sadar ia berlumuran dosa. Ia (perempuan itu) hanya bisa menangis saat bertemu dengan Yesus. Menangis adalah ungkapan kesedihan yang mendalam, dukacita atau pun ungkapan hati yang remuk dan hancur. Hal itu menggerakkan hati Yesus. Dalam Mazmur 34:19 dikatakan, "Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." Kehadiran perempuan 'berdosa' itu sangat tidak disenangi Simon, dan Tuhan Yesus pun tahu apa yang sedang berkecamuk di hati Simon. Karena itu Ia menyampaikan suatu perumpamaan: Ada dua orang berhutang kepada seorang pelepas uang masing-masing 500 dinar dan 50 dinar. Karena mereka tidak sanggup membayar, si pelepas uang pun membebaskan hutang kedua orang itu. Tanya Yesus pada Simon, "Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia (si pelepas)?' Jawab Simon: 'Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Kata Yesus kepadanya, 'Betul pendapatmu itu.' " (Lukas 7:42b-43). Begitu juga dengan perempuan itu, ia menyadari betapa hina dan besar dosanya. Dengan air mata, perempuan itu membasuh kaki Yesus dan menyeka dengan rambutnya. Bahkan tiada henti ia mencium kaki Yesus dan meminyaki kepalaNya dengan minyak. Tetapi Simon tidak melakukan hal itu.
Melalui perumpamaan ini sebenarnya Tuhan Yesus sedang menyindir Simon, orang Farisi, yang penuh dengan kepura-puraan merasa dirinya lebih suci. Pikirnya ia tidak seperti perempuan itu. Sesungguhnya, orang berhutang yang tidak bisa membayar itu adalah gambaran dari kita. Untuk membayar hutang dosa, apa pun caranya, kita tidak akan bisa.
Hanya melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib dosa-dosa kita diampuni dan hutang dosa itu lunas terbayar.
Subscribe to:
Posts (Atom)