Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Oktober 2017
Baca: Kisah Para Rasul 4:32-37
"Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka; karena
semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu,
dan hasil penjualan itu mereka bawa..." Kisah 4:34
Hidup yang menjadi berkat adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya. "...Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus." (Kisah 4:36), adalah salah satu contoh orang yang hidupnya menjadi berkat atau kesaksian bagi orang lain. Orang yang menjadi berkat adalah orang yang menerima beban Ilahi, sehingga ia memiliki empati ketika melihat satu kebutuhan yang dirasakan oleh orang lain atau lingkungan, dan kemudian mengabdikan diri dalam pelayanan.
Ketika gereja mulai bertumbuh banyak sekali petobat baru, dimana kebanyakan adalah orang-orang yang berasal dari keluarga sederhana, secara materi pas-pasan dan bisa dikatakan hidup dalam kekurangan. Untuk dapat melayani mereka diperlukan orang yang memiliki hati yang terbeban. Muncullah Yusuf (para rasul lebih suka menyebutnya Barnabas), anak penghiburan, yang ketika melihat kebutuhan jemaat hatinya terbeban sehingga ia rela menjual ladang miliknya dan kemudian uang hasil penjualan tersebut diserahkan kepada para rasul untuk membantu jemaat yang hidup berkekurangan. "Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan
mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu,
supaya ada keseimbangan." (2 Korintus 8:13-14).
Orang yang menyadari betapa besar kasih Tuhan dalam hidupnya pasti tidak akan berdiam diri, melainkan berusaha melakukan sesuatu untuk membalas kasih-Nya. Dan bukti kasihnya kepada Tuhan adalah kerelaannya untuk berkorban seperti yang dilakukan oleh Yusuf Barnabas, yang rela menjual tanahnya. Tanah atau ladang adalah sesuatu yang sangat berharga. Artinya Yusuf rela mempersembahkan sesuatu yang berharga yang dimilikinya untuk melayani jiwa-jiwa. Hal itu menunjukkan bahwa ia menempatkan pekerjaan Tuhan dan kepentingan sesama lebih dari kepentingan diri sendiri. Yusuf sadar benar bahwa Tuhan Yesus adalah Raja di atas segala raja, Tuhan segala tuan, yang berhak dan layak untuk menerima segala yang terbaik dari hidup kita.
Thursday, October 5, 2017
Wednesday, October 4, 2017
JANGAN LARI DARI PANGGILAN KUDUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2017
Baca: Keluaran 32:15-35
"Kamu ini telah berbuat dosa besar, tetapi sekarang aku akan naik menghadap TUHAN, mungkin aku akan dapat mengadakan pendamaian karena dosamu itu." Keluaran 32:30
Ketika Musa berkata kepada Harun, "'Apakah yang dilakukan bangsa ini kepadamu, sehingga engkau mendatangkan dosa yang sebesar itu kepada mereka?' Tetapi jawab Harun: 'Janganlah bangkit amarah tuanku; engkau sendiri tahu, bahwa bangsa ini jahat semata-mata.'" (Keluaran 32:21-22). Apakah kedurhakaan yang dilakukan oleh umat Israel sepenuhnya merupakan kesalahan Harun? Tidak. Sesungguhnya, tindakan untuk meninggalkan Tuhan dan mencondongkan diri kepada berhala adalah berasal dari keinginan umat Israel sendiri, karena mereka ingin hidup sesuka hati. Terlihat dari apa yang mereka perbuat setelah menyembah patung anak lembu emas, yaitu mempersembahkan korban bakaran, "...sesudah itu duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria." (Keluaran 32:6).
Sikap bangsa Israel yang meninggalkan Tuhan ini pada hakekatnya merupakan upaya untuk membebaskan diri dari panggilan hidup kudus supaya dapat menuruti keinginan daging dan hidup dalam hawa nafsu duniawi, seperti yang pernah dialami selama tinggal di Mesir. Tidak tahan karena ditinggalkan Musa bukanlah alasan utama! Mereka beranggapan bahwa hidup menurut pola dunia adalah hal yang sangat menyenangkan. Sebagai bangsa pilihan Tuhan bangsa Israel dipanggil dengan identitas yang baru, yang berarti harus menjalani hidup yang 'berbeda' dari bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Tuhan. Artinya mereka harus hidup dalam pertobatan setiap hari, menjauhkan diri dari segala kecemaran atau penyangkalan diri terhadap hawa nafsu.
Melihat kedurhakaan umat Israel itu Tuhan berencana untuk membinasakan mereka, namun Musa tampil sebagai jurusyafaat memohon agar Tuhan tidak membinasakan umat-Nya. "Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu." (Keluaran 32:12b). Musa percaya bahwa Tuhan itu berlimpah kasih setia. "Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati;" (Mazmur 30:6). Itulah sebabnya Tuhan tidak sampai membinasakan semua umat Israel, termasuk Harun dan Hur.
Kedurhakaan bangsa Israel adalah bukti mereka adalah bangsa yang tegar tengkuk!
Baca: Keluaran 32:15-35
"Kamu ini telah berbuat dosa besar, tetapi sekarang aku akan naik menghadap TUHAN, mungkin aku akan dapat mengadakan pendamaian karena dosamu itu." Keluaran 32:30
Ketika Musa berkata kepada Harun, "'Apakah yang dilakukan bangsa ini kepadamu, sehingga engkau mendatangkan dosa yang sebesar itu kepada mereka?' Tetapi jawab Harun: 'Janganlah bangkit amarah tuanku; engkau sendiri tahu, bahwa bangsa ini jahat semata-mata.'" (Keluaran 32:21-22). Apakah kedurhakaan yang dilakukan oleh umat Israel sepenuhnya merupakan kesalahan Harun? Tidak. Sesungguhnya, tindakan untuk meninggalkan Tuhan dan mencondongkan diri kepada berhala adalah berasal dari keinginan umat Israel sendiri, karena mereka ingin hidup sesuka hati. Terlihat dari apa yang mereka perbuat setelah menyembah patung anak lembu emas, yaitu mempersembahkan korban bakaran, "...sesudah itu duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria." (Keluaran 32:6).
Sikap bangsa Israel yang meninggalkan Tuhan ini pada hakekatnya merupakan upaya untuk membebaskan diri dari panggilan hidup kudus supaya dapat menuruti keinginan daging dan hidup dalam hawa nafsu duniawi, seperti yang pernah dialami selama tinggal di Mesir. Tidak tahan karena ditinggalkan Musa bukanlah alasan utama! Mereka beranggapan bahwa hidup menurut pola dunia adalah hal yang sangat menyenangkan. Sebagai bangsa pilihan Tuhan bangsa Israel dipanggil dengan identitas yang baru, yang berarti harus menjalani hidup yang 'berbeda' dari bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Tuhan. Artinya mereka harus hidup dalam pertobatan setiap hari, menjauhkan diri dari segala kecemaran atau penyangkalan diri terhadap hawa nafsu.
Melihat kedurhakaan umat Israel itu Tuhan berencana untuk membinasakan mereka, namun Musa tampil sebagai jurusyafaat memohon agar Tuhan tidak membinasakan umat-Nya. "Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu." (Keluaran 32:12b). Musa percaya bahwa Tuhan itu berlimpah kasih setia. "Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati;" (Mazmur 30:6). Itulah sebabnya Tuhan tidak sampai membinasakan semua umat Israel, termasuk Harun dan Hur.
Kedurhakaan bangsa Israel adalah bukti mereka adalah bangsa yang tegar tengkuk!
Subscribe to:
Posts (Atom)