Wednesday, March 22, 2017

ADA BERKAT DI BALIK UCAPAN SYUKUR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Maret 2017

Baca:  Mazmur 111:1-10

"Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah."  Mazmur 111:1

Jika kita merenungkan kebenaran firman Tuhan dan semua yang telah Tuhan kerjakan dalam hidup ini seharusnya bibir kita takkan pernah berhenti berkata:  "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun."  (Mazmur 100:5), dan  "Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?"  (Mazmur 116:12).  Tiada kata lain selain bibir yang senantiasa memuliakan nama Tuhan  (ucapan syukur).  Tapi banyak orang Kristen yang lupa mengucap syukur, kecuali dalam keadaan baik  (terberkati);  padahal di balik ucapan syukur terkandung berkat yang luar biasa pula.

     Tuhan Yesus memberi makan 5000 orang laki-laki, tidak termasuk wanita dan anak-anaknya, hanya dengan 5 ketul roti dan 2 ikan, semuanya kenyang, dan bahkan masih tersisa 12 bakul.  Berawal dari ucapan syukur, mujizat pun terjadi!  "Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki."  (Yohanes 6:11).  Secara naluriah kita terdorong untuk mengucap syukur bila memiliki sesuatu yang berlebih, menerima dalam jumlah besar atau sedang surplus.  Ditinjau dari sudut mana pun 5 roti dan 2 ikan tidak akan pernah cukup untuk memberi makan 5000 orang!  Sangat tidak masuk akal!  Kita pasti akan berkata seperti Filipus,  "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja."  (Yohanes 6:7).  Bukankah kita cenderung merasa kuatir, lalu bersungut-sungut, mengomel ketika memiliki atau menerima sedikit?

     Dari sepuluh orang yang menderita kusta hanya satu orang Samaria saja yang tidak lupa mengucap syukur kepada Tuhan atas kesembuhan yang dialaminya, sedangkan sembilan orang lainnya pergi begitu saja setelah sembuh.  Karena ucapan syukur inilah ia tidak saja disembuhkan dari penyakitnya, tetapi juga beroleh berkat rohani yaitu anugerah keselamatan oleh karena imannya  (baca  Lukas 17:19).

Di segala keadaan jangan pernah lupa mengucap syukur kepada Tuhan, karena ucapan syukur adalah pintu gerbang menuju berkat!

Tuesday, March 21, 2017

PEMIMPIN BERHATI GEMBALA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Maret 2017

Baca:  1 Petrus 5:1-11

"Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu."  1 Petrus 5:3

Jika mendengar kata pemimpin yang acapkali muncul di bayangan adalah orang yang punya kuasa untuk mengatur, memerintah dan memegang kendali.  Karena punya otoritas atau kuasa, seorang pemimpin seringkali bertindak semena-mena, mau menang sendiri, tidak mau disalahkan, tidak mau menerima kritikan, apa yang diperintahkan harus dituruti seperti tertulis:  "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka."  (Matius 20:25).

     Berbicara tentang kepemimpinan, entah itu kepemimpinan suatu bangsa, sebuah perusahaan atau instansi, gereja, sekolah dan juga keluarga, kita berbicara tentang sebuah keteladanan hidup.  "Pemimpin itu memimpin dengan contoh, bukan dengan paksaan."  (Sun Tzu).  Bagaimana kita bisa menjadi teladan bagi banyak orang, atau menjadi panutan dalam hal melakukan kehendak Tuhan, itulah inti sebuah kepemimpinan.  Rasul Petrus memperingatkan bahwa seorang pemimpin sejati haruslah memiliki hati gembala seperti yang Tuhan Yesus teladankan.  Ketika memimpin umat, Tuhan Yesus memposisikan diri-Nya bukan seperti orang yang memerintah atau memimpin dengan tangan besi, melainkan sebagai Gembala yang sedang menggembalakan kawanan domba-Nya.  "Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku"  (Yohanes 10:14).  Seorang pemimpin sejati mengenal kawanan dombanya dengan baik, alias memiliki kepekaan.  "Telinga seorang pemimpin harus peka dengan suara orang lain."  (Woodrow Wilson).

     Seorang pemimpin harus menyadari bahwa orang-orang yang dipimpinnya itu bukanlah orang yang bisa diperlakukan seenaknya, melainkan kawanan domba yang dipercayakan Tuhan untuk dibimbing, dituntun dan diarahkan ke jalan yang benar.  Karena itu kita harus mampu menjadi teladan atau berkat bagi yang dipimpinnya, bukan hanya sekedar memerintah.  Inilah yang akan menimbulkan respek dari pengikutnya!

Jadilah pemimpin yang mampu memberikan teladan hidup bagi orang lain!