Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2017
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
"Kami juga menasihati kamu, saudara-saudara, tegorlah mereka yang hidup
dengan tidak tertib, hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka
yang lemah, sabarlah terhadap semua orang." 1 Tesalonika 5:14
Adalah fakta jika banyak orang suka sekali menegur orang lain, tapi tidak senang ditegur. Kita mudah sekali melihat kesalahan dan kelemahan orang lain, tapi tak mudah melihat kesalahan dan kelemahan diri sendiri. Dan yang tak kalah pentingnya adalah cara menegur pun keliru, tidak sesuai firman Tuhan. Berhati-hatilah! Sebab jika cara kita menegur salah dapat berakibat fatal: orang menjadi tersinggung, marah, kecewa, ngambek, sakit hati atau terluka. Ada juga yang berniat baik menegur, tapi menyuruh orang lain menyampaikannya karena merasa sungkan menegur langsung. Dalam ayat 14 ini setidaknya ada empat hal yang perlu ditegaskan: tegurlah mereka yang hidup tidak tertib, hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka yang lemah, dan sabarlah terhadap semua orang.
Siapa yang pantas menegur? Orang yang hidup sungguh-sungguh di dalam Tuhan dan memiliki kasih. Jangan sekali-kali kita menegur orang lain karena iri hati, jengkel atau marah, melainkan karena kita mengasihi mereka. Kita menegur karena ada kasih dalam hati kita. Dalam menegur, kasih saja tidaklah cukup, kita sendiri harus hidup benar. Kalau kita sendiri tidak hidup dalam kebenaran kita tidak pantas menegur orang lain. Itu bisa mendatangkan cela bagi diri sendiri, atau senjata makan tuan.
Bagaimana cara menegur yang tepat? Ketika menegur gunakan kata-kata yang bermuatan kasih, dengan kata-kata yang tepat, dan pada saat yang tepat pula. Dunia saat ini penuh dengan orang-orang yang dengan sembarangan menegur sesamanya dengan tujuan untuk mempermalukan dan merendahkan. Siapa yang perlu ditegur? Orang yang melakukan kesalahan atau pelanggaran. Janganlah menegur orang hanya karena mereka berbeda prinsip dengan kita, atau tidak menuruti kemauan dan kehendak kita, tapi tegurlah orang yang berbuat salah atau menyimpang dari firman Tuhan, bukan orang yang kita anggap salah.
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara
kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang
akan yang lain..." Kolose 3:16
Friday, August 25, 2017
Thursday, August 24, 2017
JANGANLAH MENJADI SETERU SALIB
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2017
Baca: Filipi 3:17-21
"Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus." Filipi 3:18
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata seteru memiliki arti: musuh perseorangan (orang dengan seorang); musuh pribadi. Mengenai salib, ada yang menyenangi salib karena menganggap salib tak dapat dipisahkan dari kasih, karena di atas salib itu ada orang yang mau mati bukan karena manusia baik, melainkan demi keselamatan manusia berdosa. Bagi sebagian orang salib segala-galanya, karena salib ia diselamatkan, dosanya diampuni, dan ia dibenarkan. Demikianlah sikap yang benar tentang salib, bahwa karena salib kita diangkat sebagai anak Allah. Pada salib ada pengharapan dan kepastian bahwa yang sakit disembuhkan, yang lemah dikuatkan dan yang susah dihiburkan.
Siapa yang dimaksudkan rasul Paulus sebagai seteru salib itu? Seteru salib bukanlah sekedar orang yang tidak percaya, tapi yang Paulus maksudkan adalah orang yang tidak peduli terhadap kuasa salib, yaitu mereka yang sudah mengenal dan tahu tentang kebenaran, dan mengalami kuasa salib, tapi tidak hidup dalam kebenaran, alias tetap hidup dalam dosa. Itu artinya sama saja menolak dan meremehkan salib Kristus. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan hendaklah kita menjadi orang-orang yang menghargai salib Kristus, karena kita ada sebagaimana kita saat ini hanya karena darah Kristus yang tercurah di atas kayu salib.
Seteru salib adalah orang yang tidak siap memikul salib. Artinya orang yang hanya mau enaknya saja, mau menerima berkat, mau menerima mujizat, tapi ketika dihdapkan pada ujian dan tantangan, mereka secepat kilat bersungut-sungut kepada Tuhan, menjadi kevewa dan bahkan meninggalkan Tuhan. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Seteru salib adalah orang yang tidak menjadikan salib sebagai tujuan hidupnya, tujuan hidupnya semata-mata kepentingan diri sendiri dan berorientasi kepada perkara-perkara duniawi.
"Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia." Galatia 6:14
Baca: Filipi 3:17-21
"Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus." Filipi 3:18
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata seteru memiliki arti: musuh perseorangan (orang dengan seorang); musuh pribadi. Mengenai salib, ada yang menyenangi salib karena menganggap salib tak dapat dipisahkan dari kasih, karena di atas salib itu ada orang yang mau mati bukan karena manusia baik, melainkan demi keselamatan manusia berdosa. Bagi sebagian orang salib segala-galanya, karena salib ia diselamatkan, dosanya diampuni, dan ia dibenarkan. Demikianlah sikap yang benar tentang salib, bahwa karena salib kita diangkat sebagai anak Allah. Pada salib ada pengharapan dan kepastian bahwa yang sakit disembuhkan, yang lemah dikuatkan dan yang susah dihiburkan.
Siapa yang dimaksudkan rasul Paulus sebagai seteru salib itu? Seteru salib bukanlah sekedar orang yang tidak percaya, tapi yang Paulus maksudkan adalah orang yang tidak peduli terhadap kuasa salib, yaitu mereka yang sudah mengenal dan tahu tentang kebenaran, dan mengalami kuasa salib, tapi tidak hidup dalam kebenaran, alias tetap hidup dalam dosa. Itu artinya sama saja menolak dan meremehkan salib Kristus. Sebagai orang-orang yang telah diselamatkan hendaklah kita menjadi orang-orang yang menghargai salib Kristus, karena kita ada sebagaimana kita saat ini hanya karena darah Kristus yang tercurah di atas kayu salib.
Seteru salib adalah orang yang tidak siap memikul salib. Artinya orang yang hanya mau enaknya saja, mau menerima berkat, mau menerima mujizat, tapi ketika dihdapkan pada ujian dan tantangan, mereka secepat kilat bersungut-sungut kepada Tuhan, menjadi kevewa dan bahkan meninggalkan Tuhan. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Seteru salib adalah orang yang tidak menjadikan salib sebagai tujuan hidupnya, tujuan hidupnya semata-mata kepentingan diri sendiri dan berorientasi kepada perkara-perkara duniawi.
"Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia." Galatia 6:14
Wednesday, August 23, 2017
TETAPLAH KERJAKAN KESELAMATANMU!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2017
Baca: Efesus 2:1-10
"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah," Efesus 2:8
Keselamatan adalah anugerah dan diberikan secara cuma-cuma bagi orang yang percaya! Ada ayat-ayat lain di Alkitab yang menguatkan pernyataan ini: "dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24); "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9). Timbul pertanyaan: "Kalau keselamatan itu anugerah dan diberikan secara cuma-cuma, mengapa harus dikerjakan?" Seperti yang rasul Paulus nasihatkan, "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir," (Filipi 2:12).
Orang-orang dunia mengerjakan berbagai amal demi untuk memperoleh keselamatan. Tetapi bagi orang percaya, melakukan perbuatan baik adalah wujud syukur atas keselamatan yang telah dianugerahkan kepadanya melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Keselamatan itu anugerah, namun kita perlu meresponsnya dengan tindakan iman. Alkitab menyatakan bahwa kita diselamatkan karena kasih karunia dan bukan hasil usaha sendiri (ayat nas), maka sudah sepatutnya anugerah keselamatan itu ditanggapi dengan tindakan iman.
Keselamatan itu memang anugerah, tapi untuk memperoleh mahkota perlu kerja keras dan perjuangan yang tidak gampang, "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24). Kita yang sudah diselamatkan tetap perlu berjuang seumur hidup kita untuk memperoleh mahkota; dan karena kita telah diselamatkan, maka kita harus terus mengerjakan keselamatan itu sampai tercapai goal yaitu kita semakin diubahkan menjadi serupa seperti Kristus (baca 2 Korintus 3:18).
Mengerjakan keselamatan berarti kita sungguh-sungguh berjuang "...supaya tiada beraib dan tiada bercela..." (Filipi 2:15), ketika Tuhan datang menjemput kita!
Baca: Efesus 2:1-10
"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah," Efesus 2:8
Keselamatan adalah anugerah dan diberikan secara cuma-cuma bagi orang yang percaya! Ada ayat-ayat lain di Alkitab yang menguatkan pernyataan ini: "dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24); "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9). Timbul pertanyaan: "Kalau keselamatan itu anugerah dan diberikan secara cuma-cuma, mengapa harus dikerjakan?" Seperti yang rasul Paulus nasihatkan, "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir," (Filipi 2:12).
Orang-orang dunia mengerjakan berbagai amal demi untuk memperoleh keselamatan. Tetapi bagi orang percaya, melakukan perbuatan baik adalah wujud syukur atas keselamatan yang telah dianugerahkan kepadanya melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Keselamatan itu anugerah, namun kita perlu meresponsnya dengan tindakan iman. Alkitab menyatakan bahwa kita diselamatkan karena kasih karunia dan bukan hasil usaha sendiri (ayat nas), maka sudah sepatutnya anugerah keselamatan itu ditanggapi dengan tindakan iman.
Keselamatan itu memang anugerah, tapi untuk memperoleh mahkota perlu kerja keras dan perjuangan yang tidak gampang, "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24). Kita yang sudah diselamatkan tetap perlu berjuang seumur hidup kita untuk memperoleh mahkota; dan karena kita telah diselamatkan, maka kita harus terus mengerjakan keselamatan itu sampai tercapai goal yaitu kita semakin diubahkan menjadi serupa seperti Kristus (baca 2 Korintus 3:18).
Mengerjakan keselamatan berarti kita sungguh-sungguh berjuang "...supaya tiada beraib dan tiada bercela..." (Filipi 2:15), ketika Tuhan datang menjemput kita!
Tuesday, August 22, 2017
MEMEDULIKAN ORANG YANG HINA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2017
Baca: Matius 25:31-46
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku." Matius 25:45
Banyak orang Kristen sudah merasa diri sebagai orang yang 'rohani' atau memiliki tingkat kerohanian yang mumpuni oleh karena sudah rajin beribadah, terlibat aktif dalam pelayanan, bahkan sudah melayani di atas mimbar, baik itu sebagai pengkhotbah, pemimpin pujian atau singer. Menurut hemat manusia mereka bisa dikatakan sudah cukup teruji, dan tentunya berharap bahwa apa yang dilakukannya akan menyenangkan hati Tuhan dan Tuhan akan memberikan pujian terhadapnya.
Perhatikan apa yang Tuhan Yesus katakan, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku." (ayat 41b-43). Mendengar perkataan Tuhan Yesus ini semua orang pasti akan terperanjat dan menyangkal, bahwa selama ini mereka tak pernah melihat Tuhan Yesus dalam keadaan seperti yang disebutkan itu: "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?" (ayat 44). Banyak anak Tuhan sudah berbuat baik, namun tidak dinyatakan kepada orang yang paling hina. Memang berbuat baik kepada orang yang dipandang hina, kotor dan rendah tak mendapat pujian manusia. Sedikit orang mau melakukannya.
Umumnya kita berbuat baik kepada orang yang juga berbuat baik kepada kita, alias mereka yang memiliki kontribusi bagi kita. Perbuatan baik cenderung didasarkan pada untung-rugi. Atau kita berlomba-lomba untuk berbuat baik kepada orang yang kaya, terpandang, atau orang besar, supaya kita beroleh perhatian. Tuhan memperingatkan kita dengan keras agar kita memiliki kepedulian kepada orang-orang miskin dan hina papa.
Kepedulian kita sangat berarti bagi orang-orang yang miskin papa. Inilah ujian kasih yang sesungguhnya! Semua yang kita lakukan untuk mereka, Tuhan perhitungkan.
Baca: Matius 25:31-46
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku." Matius 25:45
Banyak orang Kristen sudah merasa diri sebagai orang yang 'rohani' atau memiliki tingkat kerohanian yang mumpuni oleh karena sudah rajin beribadah, terlibat aktif dalam pelayanan, bahkan sudah melayani di atas mimbar, baik itu sebagai pengkhotbah, pemimpin pujian atau singer. Menurut hemat manusia mereka bisa dikatakan sudah cukup teruji, dan tentunya berharap bahwa apa yang dilakukannya akan menyenangkan hati Tuhan dan Tuhan akan memberikan pujian terhadapnya.
Perhatikan apa yang Tuhan Yesus katakan, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku." (ayat 41b-43). Mendengar perkataan Tuhan Yesus ini semua orang pasti akan terperanjat dan menyangkal, bahwa selama ini mereka tak pernah melihat Tuhan Yesus dalam keadaan seperti yang disebutkan itu: "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?" (ayat 44). Banyak anak Tuhan sudah berbuat baik, namun tidak dinyatakan kepada orang yang paling hina. Memang berbuat baik kepada orang yang dipandang hina, kotor dan rendah tak mendapat pujian manusia. Sedikit orang mau melakukannya.
Umumnya kita berbuat baik kepada orang yang juga berbuat baik kepada kita, alias mereka yang memiliki kontribusi bagi kita. Perbuatan baik cenderung didasarkan pada untung-rugi. Atau kita berlomba-lomba untuk berbuat baik kepada orang yang kaya, terpandang, atau orang besar, supaya kita beroleh perhatian. Tuhan memperingatkan kita dengan keras agar kita memiliki kepedulian kepada orang-orang miskin dan hina papa.
Kepedulian kita sangat berarti bagi orang-orang yang miskin papa. Inilah ujian kasih yang sesungguhnya! Semua yang kita lakukan untuk mereka, Tuhan perhitungkan.
Monday, August 21, 2017
SESUAI DENGAN WAKTU TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2017
Baca: Kejadian 37:1-11
"Katanya: 'Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku.'" Kejadian 37:9b
Waktu Tuhan berbeda dengan waktu manusia, cara Tuhan bukanlah cara manusia, jalan dan rancangan Tuhan berbeda pula dengan jalan dan rancangan manusia. Tuhan mempunyai rancangan terhadap setiap kehidupan orang percaya. Tetapi adakalanya rencana itu baru terwujud kebenarannya atau tergenapi setelah beberapa waktu kemudian sesuai dengan waktu-Nya. Itulah yang seringkali tidak kita mengerti! Karena ketidakmengertian ini akhirnya kita mengambil jalan pintas sendiri, atau terlalu cepat mengeluarkan pendapat atau komentar terhadap orang lain.
Peristiwa seperti di atas menimpa kehidupan Yusuf. Ia bermimpi tentang masa depannya yang cerah dan gemilang, tapi semua saudaranya dan termasuk orangtuanya tak mempercayainya. Yusuf terlalu dini menceritakan semua mimpinya sehingga hal itu menimbulkan kecemburuan dan kebencian dalam diri saudara-saudaranya. Sebelum mimpi itu terwujud Yusuf harus mengalami proses demi proses, penderitaan demi penderitaan: sempat dimasukkan ke dalam penjara. Semua orang mencemooh, menghina dan mencaci. Mungkin mereka berkata, "Ah, kasihan Yusuf, mimpinya tak terwujud. Pasti ada yang tak beres dengan hidupnya." Yusuf tak dapat membantah perkataan dan tudingan miring semua orang yang ditujukan terhadapnya, ia pun tak sanggup membela diri karena fakta saat itu benar adanya. Tapi Yusuf tak putus asa, penderitaan tak membuatnya kecewa kepada Tuhan, ia tetap berkeyakinan bahwa apa yang datangnya dari Tuhan, lambat atau cepat, pasti digenapi-Nya. Rencana Tuhan itu tidak pernah gagal seperti yang Ayub katakan, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Apa yang terlihat saat ini bukanlah merupakan titik akhir rencana Tuhan. Orang yang dewasa rohani pasti sanggup melihat dengan mata iman bahwa di balik semua penderitaan pasti ada berkat yang Tuhan sediakan. Orang yang berada dalam 'ujian' adalah orang yang sedang dipersiapkan Tuhan untuk menerima berkat-Nya yang besar.
Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya! (Pengkhotbah 3:11).
Baca: Kejadian 37:1-11
"Katanya: 'Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku.'" Kejadian 37:9b
Waktu Tuhan berbeda dengan waktu manusia, cara Tuhan bukanlah cara manusia, jalan dan rancangan Tuhan berbeda pula dengan jalan dan rancangan manusia. Tuhan mempunyai rancangan terhadap setiap kehidupan orang percaya. Tetapi adakalanya rencana itu baru terwujud kebenarannya atau tergenapi setelah beberapa waktu kemudian sesuai dengan waktu-Nya. Itulah yang seringkali tidak kita mengerti! Karena ketidakmengertian ini akhirnya kita mengambil jalan pintas sendiri, atau terlalu cepat mengeluarkan pendapat atau komentar terhadap orang lain.
Peristiwa seperti di atas menimpa kehidupan Yusuf. Ia bermimpi tentang masa depannya yang cerah dan gemilang, tapi semua saudaranya dan termasuk orangtuanya tak mempercayainya. Yusuf terlalu dini menceritakan semua mimpinya sehingga hal itu menimbulkan kecemburuan dan kebencian dalam diri saudara-saudaranya. Sebelum mimpi itu terwujud Yusuf harus mengalami proses demi proses, penderitaan demi penderitaan: sempat dimasukkan ke dalam penjara. Semua orang mencemooh, menghina dan mencaci. Mungkin mereka berkata, "Ah, kasihan Yusuf, mimpinya tak terwujud. Pasti ada yang tak beres dengan hidupnya." Yusuf tak dapat membantah perkataan dan tudingan miring semua orang yang ditujukan terhadapnya, ia pun tak sanggup membela diri karena fakta saat itu benar adanya. Tapi Yusuf tak putus asa, penderitaan tak membuatnya kecewa kepada Tuhan, ia tetap berkeyakinan bahwa apa yang datangnya dari Tuhan, lambat atau cepat, pasti digenapi-Nya. Rencana Tuhan itu tidak pernah gagal seperti yang Ayub katakan, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Apa yang terlihat saat ini bukanlah merupakan titik akhir rencana Tuhan. Orang yang dewasa rohani pasti sanggup melihat dengan mata iman bahwa di balik semua penderitaan pasti ada berkat yang Tuhan sediakan. Orang yang berada dalam 'ujian' adalah orang yang sedang dipersiapkan Tuhan untuk menerima berkat-Nya yang besar.
Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya! (Pengkhotbah 3:11).
Sunday, August 20, 2017
ORANG PERCAYA BUKAN ANAK GAMPANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2017
Baca: Ibrani 12:1-17
"Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?" Ibrani 12:9
Jangan pernah kita menganggap enteng atau sepele jika kita dihadapkan pada masalah atau penderitaan, dan jangan anggap pula bahwa hal itu sebagai hal yang kebetulan saja. Semua itu bukanlah suatu peristiwa atau kejadian yang tanpa sebab musabab. Kita harus memiliki kepekaan rohani, bahwa hal-hal itu diatur oleh bapa setiap hari bagi kita demi kebaikan kita juga. Ini adalah cara Bapa untuk mendidik kita agar kita tak tersesat jalan dan beroleh hidup yang kekal. Sebagai Bapa yang baik Dia tak ingin jiwa kita binasa oleh ketidaktaatan kita terhadap perintah-perintah-Nya.
Dengan masalah atau penderitaan yang kita alami Bapa mendidik kita agar kita dapat hidup dengan iman yang benar-benar tertuju kepada Tuhan Yesus. Karena itu beban-beban dan dosa harus ditinggalkan semua seperti tertulis: "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa." (Ibrani 12:2-3). Oleh karena itu "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:7-8). Tetaplah mengucap syukur jika kita ditegur Tuhan melalui masalah atau penderitaan, itu artinya Tuhan sangat mengasihi dan memperhatikan kita.
Banyak anak Tuhan yang ngambek dan tidak bisa menerima keadaan ketika menghadapi masalah dan penderitaan. Mereka berpikir Tuhan itu jahat dan tidak mengasihi dirinya. Namun, "... Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula." (Ayub 5:18).
Teguran Tuhan atas kita adalah bukti bahwa kita ini anak yang dikasihi-Nya!
Baca: Ibrani 12:1-17
"Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?" Ibrani 12:9
Jangan pernah kita menganggap enteng atau sepele jika kita dihadapkan pada masalah atau penderitaan, dan jangan anggap pula bahwa hal itu sebagai hal yang kebetulan saja. Semua itu bukanlah suatu peristiwa atau kejadian yang tanpa sebab musabab. Kita harus memiliki kepekaan rohani, bahwa hal-hal itu diatur oleh bapa setiap hari bagi kita demi kebaikan kita juga. Ini adalah cara Bapa untuk mendidik kita agar kita tak tersesat jalan dan beroleh hidup yang kekal. Sebagai Bapa yang baik Dia tak ingin jiwa kita binasa oleh ketidaktaatan kita terhadap perintah-perintah-Nya.
Dengan masalah atau penderitaan yang kita alami Bapa mendidik kita agar kita dapat hidup dengan iman yang benar-benar tertuju kepada Tuhan Yesus. Karena itu beban-beban dan dosa harus ditinggalkan semua seperti tertulis: "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa." (Ibrani 12:2-3). Oleh karena itu "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:7-8). Tetaplah mengucap syukur jika kita ditegur Tuhan melalui masalah atau penderitaan, itu artinya Tuhan sangat mengasihi dan memperhatikan kita.
Banyak anak Tuhan yang ngambek dan tidak bisa menerima keadaan ketika menghadapi masalah dan penderitaan. Mereka berpikir Tuhan itu jahat dan tidak mengasihi dirinya. Namun, "... Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula." (Ayub 5:18).
Teguran Tuhan atas kita adalah bukti bahwa kita ini anak yang dikasihi-Nya!
Saturday, August 19, 2017
SAAT TUJUAN HIDUP MULAI BERGESER
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2017
Baca: Yohanes 5:30-47
"...sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." Yohanes 5:30b
Setiap orang pasti memiliki tujuan hidup. Karena memiliki tujuan hidup kita terdorong untuk menjalani hari-hari dengan penuh kehati-hatian dengan mata yang tertuju kepada apa yang hendak dicapai. Iblis senang sekali mengaburkan dan merengut tujuan hidup dari setiap orang percaya dan membawanya kepada suatu keadaan yang dipenuhi dengan kebimbangan dan keragu-raguan. Ketika orang hidup dalam kebimbangan dan keraguan saat itulah ia tidak lagi percaya penuh akan Tuhan dan janji firman-Nya. Itulah permulaan orang mulai kehilangan tujuan hidupnya!
Kita harus mengerti tujuan Bapa mengutus Tuhan Yesus ke dunia yaitu untuk menebus dan menyelamatkan kita dari penghukuman kekal, menyembuhkan segala penyakit kita dan untuk menghapus segala kutuk. Semua perkara itu dapat disimpulkan secara ringkas: "Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu." (1 Yohanes 3:8b). Sebagai umat tebusan-Nya seharusnya kita mengerti akan kebenaran ini. Apa respons Saudara?
"Karena bagiku hidup adalah Kristus... jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:21-22
Baca: Yohanes 5:30-47
"...sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." Yohanes 5:30b
Setiap orang pasti memiliki tujuan hidup. Karena memiliki tujuan hidup kita terdorong untuk menjalani hari-hari dengan penuh kehati-hatian dengan mata yang tertuju kepada apa yang hendak dicapai. Iblis senang sekali mengaburkan dan merengut tujuan hidup dari setiap orang percaya dan membawanya kepada suatu keadaan yang dipenuhi dengan kebimbangan dan keragu-raguan. Ketika orang hidup dalam kebimbangan dan keraguan saat itulah ia tidak lagi percaya penuh akan Tuhan dan janji firman-Nya. Itulah permulaan orang mulai kehilangan tujuan hidupnya!
Keberhasilan hidup dinilai oleh dunia dari apa yang dimiliki seseorang, seperti kekayaan, reputasi, kekuasaan, jabatan, popularitas dan sebagainya. Jika orang percaya merasa tidak memiliki semuanya itu mereka menganggap diri sebagai orang yang gagal mencapai tujuan hidup. Tetapi ukuran keberhasilan hidup seseorang di mata Tuhan adalah bagaimana ia memiliki hidup yang berkenan kepada-Nya.
Tuhan Yesus memiliki satu tujuan hidup yaitu melakukan kehendak Bapa
yang mengutus-Nya (ayat nas). Ini bukanlah merupakan kata-kata belaka,
tapi Dia membuktikan dengan tindakan nyata pada waktu Dia menghadapi
penyaliban-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi
bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi."
(Lukas 22:42). Sesungguhnya Tuhan Yesus tidak ingin minum cawan dosa
segenap dunia, tetapi Dia menyerahkan sepenuhnya kepada kehendak
Bapa-Nya, dan bahkan Ia taat sampai mati di atas kayu salib.
Kita harus mengerti tujuan Bapa mengutus Tuhan Yesus ke dunia yaitu untuk menebus dan menyelamatkan kita dari penghukuman kekal, menyembuhkan segala penyakit kita dan untuk menghapus segala kutuk. Semua perkara itu dapat disimpulkan secara ringkas: "Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu." (1 Yohanes 3:8b). Sebagai umat tebusan-Nya seharusnya kita mengerti akan kebenaran ini. Apa respons Saudara?
"Karena bagiku hidup adalah Kristus... jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:21-22
Friday, August 18, 2017
KEGAGALAN: Ketidaktaatan dan Kekerasan Hati
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2017
Baca: Ibrani 3:7-19
"Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun," Ibrani 3:7-8
Tuhan telah berjanji kepada umat Israel: "Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8). Namun tidak semua umat Israel dapat menikmati Kanaan, sebagian dari mereka gagal mencapainya dan harus meninggal di padang gurun. Kegagalan itu bukan berarti Tuhan ingkar terhadap janji-Nya atau berlaku kejam terhadap mereka. Ingat, Tuhan tidak pernah merancang kecelakaan atau hal-hal yang jahat bagi umat-Nya, tapi rancangan-Nya adalah "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Kalau pada akhirnya ada sebagian bangsa Israel yang gagal mencapai Tanah Perjanjian penyebabnya adalah keputusan dan pilihan mereka sendiri, sekalipun mereka adalah bangsa pilihan Tuhan, "Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun. Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat," (1 Korintus 10:5-6). Secara individu ada banyak dari bangsa Israel yang mengeraskan hati dan tidak mau tunduk kepada tuntunan Tuhan, padahal selama menempuh perjalanan di padang gurun hari-hari mereka dipenuhi dengan mujizat dan perbuatan ajaib dari Tuhan. Bahkan Alkitab mencatat: "Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini." (Ulangan 8:4).
Kegagalan bangsa Israel ini adalah sebuah pelajaran berharga bagi orang percaya! Tuhan tidak menghendaki kita bernasib sama seperti mereka yang binasa, Ia mau kita bersungguh-sungguh dalam mengikut Tuhan, setia sampai akhir! Tak ingin menuai kegagalan dan kebinasaan? Perhatikanlah hidupmu mulai dari sekarang!
Sebagian umat Israel harus menelan pil pahit yaitu binasa di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian karena mereka mengeraskan hati dan tidak taat!
Baca: Ibrani 3:7-19
"Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun," Ibrani 3:7-8
Tuhan telah berjanji kepada umat Israel: "Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8). Namun tidak semua umat Israel dapat menikmati Kanaan, sebagian dari mereka gagal mencapainya dan harus meninggal di padang gurun. Kegagalan itu bukan berarti Tuhan ingkar terhadap janji-Nya atau berlaku kejam terhadap mereka. Ingat, Tuhan tidak pernah merancang kecelakaan atau hal-hal yang jahat bagi umat-Nya, tapi rancangan-Nya adalah "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Kalau pada akhirnya ada sebagian bangsa Israel yang gagal mencapai Tanah Perjanjian penyebabnya adalah keputusan dan pilihan mereka sendiri, sekalipun mereka adalah bangsa pilihan Tuhan, "Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun. Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat," (1 Korintus 10:5-6). Secara individu ada banyak dari bangsa Israel yang mengeraskan hati dan tidak mau tunduk kepada tuntunan Tuhan, padahal selama menempuh perjalanan di padang gurun hari-hari mereka dipenuhi dengan mujizat dan perbuatan ajaib dari Tuhan. Bahkan Alkitab mencatat: "Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini." (Ulangan 8:4).
Kegagalan bangsa Israel ini adalah sebuah pelajaran berharga bagi orang percaya! Tuhan tidak menghendaki kita bernasib sama seperti mereka yang binasa, Ia mau kita bersungguh-sungguh dalam mengikut Tuhan, setia sampai akhir! Tak ingin menuai kegagalan dan kebinasaan? Perhatikanlah hidupmu mulai dari sekarang!
Sebagian umat Israel harus menelan pil pahit yaitu binasa di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian karena mereka mengeraskan hati dan tidak taat!
Thursday, August 17, 2017
MERDEKA: Tidak Lagi Diperbudak
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2017
Baca: Galatia 5:1-15
"Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." Galatia 5:1
Haleluyah! Kita sebagai orang percaya yang juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI patut bersukacita dan bersyukur kepada Tuhan Yesus, karea pada hari ini bangsa kita memperingati Hari Kemerdekaan. Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-72! Di samping bersyukur, perlu sekali kita mengkaji ulang melalui firman Tuhan tentang arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Merdeka berarti secara fisik tidak ada bangsa lain yang menjajah lagi. Berbicara mengenai kemerdekaan juga tidak terlepas dari hal kelepasan, ketenangan, kedamaian, sukacita dan kesejahteraan. Semua 72 tahun bangsa Indonesia mengenyam kemerdekaan sudahkah kita benar-benar mengalami kemerdekaan yang sejati? Ini yang patut untuk kita renungkan.
Peringatan Hari Kemerdekaan RI di tahun 2017 ini terasa sangat berbeda, karena kita merayakan hari ulang tahun kemerdekaan di tengah situasi bangsa yang sedang karut marut. Ada banyak sekali ujian dan cobaan menimpa bangsa ini: mulai dari banyaknya bencana alam yang terjadi, semakin meningkatnya tingkat kriminalitas, pemerintah juga diguncang oleh berbagai penyimpangan, bahkan isu SARA yang mengarah kepada perpecahan dan ketidakharmonisan begitu marak terjadi. Sungguh sangat memprihatinkan! Firman Tuhan sudah memperingatkan: "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Galatia 5:13). Kemerdekaan tidak akan berarti apa-apa jika kemerdekaan yang telah diraih dengan penuh perjuangan oleh para pahlawan bangsa tersebut tidak diisi dengan hal-hal yang baik dan positif.
Pula dalam kekristenan, karena kita telah dimerdekakan oleh Kristus melalui pengorban-Nya di kayu salib, maka kita harus memiliki kesadaran tinggi untuk tidak mau diperbudak lagi oleh dosa. Karena itu kita harus mengerjakan keselamatan yang telah dianugerahkan Tuhan itu dengan hati yang takut dan gentar (baca Filipi 2:12).
Jangan sia-siakan kemerdekaan, tapi pergunakan kemerdekaan itu untuk hidup lebih berkenan kepada Tuhan!
Baca: Galatia 5:1-15
"Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." Galatia 5:1
Haleluyah! Kita sebagai orang percaya yang juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI patut bersukacita dan bersyukur kepada Tuhan Yesus, karea pada hari ini bangsa kita memperingati Hari Kemerdekaan. Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-72! Di samping bersyukur, perlu sekali kita mengkaji ulang melalui firman Tuhan tentang arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Merdeka berarti secara fisik tidak ada bangsa lain yang menjajah lagi. Berbicara mengenai kemerdekaan juga tidak terlepas dari hal kelepasan, ketenangan, kedamaian, sukacita dan kesejahteraan. Semua 72 tahun bangsa Indonesia mengenyam kemerdekaan sudahkah kita benar-benar mengalami kemerdekaan yang sejati? Ini yang patut untuk kita renungkan.
Peringatan Hari Kemerdekaan RI di tahun 2017 ini terasa sangat berbeda, karena kita merayakan hari ulang tahun kemerdekaan di tengah situasi bangsa yang sedang karut marut. Ada banyak sekali ujian dan cobaan menimpa bangsa ini: mulai dari banyaknya bencana alam yang terjadi, semakin meningkatnya tingkat kriminalitas, pemerintah juga diguncang oleh berbagai penyimpangan, bahkan isu SARA yang mengarah kepada perpecahan dan ketidakharmonisan begitu marak terjadi. Sungguh sangat memprihatinkan! Firman Tuhan sudah memperingatkan: "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Galatia 5:13). Kemerdekaan tidak akan berarti apa-apa jika kemerdekaan yang telah diraih dengan penuh perjuangan oleh para pahlawan bangsa tersebut tidak diisi dengan hal-hal yang baik dan positif.
Pula dalam kekristenan, karena kita telah dimerdekakan oleh Kristus melalui pengorban-Nya di kayu salib, maka kita harus memiliki kesadaran tinggi untuk tidak mau diperbudak lagi oleh dosa. Karena itu kita harus mengerjakan keselamatan yang telah dianugerahkan Tuhan itu dengan hati yang takut dan gentar (baca Filipi 2:12).
Jangan sia-siakan kemerdekaan, tapi pergunakan kemerdekaan itu untuk hidup lebih berkenan kepada Tuhan!
Wednesday, August 16, 2017
MENOLAK BAHTERA KESELAMATAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2017
Baca: Matius 24:37-44
"Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." Matius 24:44
Sesungguhnya, Tuhan dengan sangat sabar menunggu mereka untuk bertobat, meski berkali-kali diperingatkan akan datangnya air bah, tapi mereka tetap mengeraskan hati. Ada tertulis, "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Karena menolak terlibat dalam proyek keselamatan bersama Nuh dan menolak berita keselamatan yang disampaikan Nuh, akhirnya mereka harus mengalami kebinasaan tenggelam dalam air bah.
Kebinasaan itu adalah pilihan hidup mereka sendiri. Berbeda dengan Nuh sekeluarga, yang diselamatkan karena kesetiaan dan ketaatannya mengerjakan panggilan Tuhan untuk mempersiapkan bahtera itu. Bahtera adalah jalan keselamatan agar keluarga Nuh dan semua orang yang masuk ke dalam bahtera tersebut terluput dari malapetaka. Bahtera itu adalah kasih karunia Tuhan bagi manusia di zaman itu, namun semua orang menolak apa yang baik yang Tuhan sediakan, kecuali Nuh. Fakta mengenai kisah Nuh dan orang-orang sezamannya ini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kita orang percaya. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menyebut-nyebut Nuh dalam pengajaran-Nya, sebab pola hidup manusia di akhir zaman ini tidak jauh berbeda dengan manusia pada zaman Nuh, yang tidak lagi memperdulikan keselamatan jiwanya. "Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." (Matius 24:38-39).
Selagi ada waktu dan kesempatan marilah kita terus memperbaiki diri dan bertobat. Keselamatan kekal atau kebinasaan kekal adalah akibat pilihan dan juga keputusan-keputusan yang kita ambil saat menjalani hidup saat ini.
Pemazmur berkata, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Baca: Matius 24:37-44
"Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." Matius 24:44
Sesungguhnya, Tuhan dengan sangat sabar menunggu mereka untuk bertobat, meski berkali-kali diperingatkan akan datangnya air bah, tapi mereka tetap mengeraskan hati. Ada tertulis, "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Karena menolak terlibat dalam proyek keselamatan bersama Nuh dan menolak berita keselamatan yang disampaikan Nuh, akhirnya mereka harus mengalami kebinasaan tenggelam dalam air bah.
Kebinasaan itu adalah pilihan hidup mereka sendiri. Berbeda dengan Nuh sekeluarga, yang diselamatkan karena kesetiaan dan ketaatannya mengerjakan panggilan Tuhan untuk mempersiapkan bahtera itu. Bahtera adalah jalan keselamatan agar keluarga Nuh dan semua orang yang masuk ke dalam bahtera tersebut terluput dari malapetaka. Bahtera itu adalah kasih karunia Tuhan bagi manusia di zaman itu, namun semua orang menolak apa yang baik yang Tuhan sediakan, kecuali Nuh. Fakta mengenai kisah Nuh dan orang-orang sezamannya ini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kita orang percaya. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menyebut-nyebut Nuh dalam pengajaran-Nya, sebab pola hidup manusia di akhir zaman ini tidak jauh berbeda dengan manusia pada zaman Nuh, yang tidak lagi memperdulikan keselamatan jiwanya. "Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." (Matius 24:38-39).
Selagi ada waktu dan kesempatan marilah kita terus memperbaiki diri dan bertobat. Keselamatan kekal atau kebinasaan kekal adalah akibat pilihan dan juga keputusan-keputusan yang kita ambil saat menjalani hidup saat ini.
Pemazmur berkata, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Tuesday, August 15, 2017
MENOLAK BAHTERA KESELAMATAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2017
Baca: Lukas 17:20-37
"Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia:" Lukas 17:26
Jauh sebelum air bah melanda bumi sesungguhnya Bapa telah mempersiapkan 'bahtera' keselamatan bagi umat manusia, di mana Ia mengutus Nuh untuk membuat bahtera dengan ukuran dan bentuk yang telah direncanakan-Nya. Nuh pun merespons panggilan Bapa dan taat melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepadanya (baca Kejadian 6:13-22). Demikian juga jelang kedatangan Kristus untuk yang kedua kalinya di mana akan terjadi penghukuman dan keadilan, Bapa jauh sebelumnya telah mempersiapkan suatu 'bangunan' yang merupakan suatu 'bahtera keselamatan' bagi umat manusia yang mau bertobat dan percaya kepada-Nya. Bangunan yang merupakan 'bahtera keselamatan' itu dibangun di atas 'batu penjuru' yaitu Yesus Kristus. "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan. Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: 'Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan.' Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan." (1 Petrus 2:6-8).
Ironisnya umat manusia banyak yang menolak 'bahtera keselamatan' yang Bapa telah sediakan. Keadaan ini sama seperti di zaman Nuh, Tuhan bukan hanya berniat untuk menyelamatkan Nuh dan keluarganya saja, tetapi juga orang-orang yang mau masuk ke dalam bahtera, tetapi mereka menolak dan tidak mau taat. Orang-orang di zaman Nuh sibuk dengan urusan makan dan minum, kawin dan mengawinkan sehingga mereka tidak lagi memperdulikan keselamatan, "...sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua." (Lukas 17:27).
Alkitab menyatakan bahwa Nuh disebut pemberita kebenaran (baca 2 Petrus 2:5). Artinya pada waktu membuat bahtera Nuh juga berusaha mengajak orang-orang untuk turut ambil bagian dalam proyek 'bahtera keselamatan' itu, memberitakan kebenaran dan menyerukan pertobatan, tapi semua orang menolaknya mentah-mentah. (Bersambung)
Baca: Lukas 17:20-37
"Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia:" Lukas 17:26
Jauh sebelum air bah melanda bumi sesungguhnya Bapa telah mempersiapkan 'bahtera' keselamatan bagi umat manusia, di mana Ia mengutus Nuh untuk membuat bahtera dengan ukuran dan bentuk yang telah direncanakan-Nya. Nuh pun merespons panggilan Bapa dan taat melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepadanya (baca Kejadian 6:13-22). Demikian juga jelang kedatangan Kristus untuk yang kedua kalinya di mana akan terjadi penghukuman dan keadilan, Bapa jauh sebelumnya telah mempersiapkan suatu 'bangunan' yang merupakan suatu 'bahtera keselamatan' bagi umat manusia yang mau bertobat dan percaya kepada-Nya. Bangunan yang merupakan 'bahtera keselamatan' itu dibangun di atas 'batu penjuru' yaitu Yesus Kristus. "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan. Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: 'Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan.' Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan." (1 Petrus 2:6-8).
Ironisnya umat manusia banyak yang menolak 'bahtera keselamatan' yang Bapa telah sediakan. Keadaan ini sama seperti di zaman Nuh, Tuhan bukan hanya berniat untuk menyelamatkan Nuh dan keluarganya saja, tetapi juga orang-orang yang mau masuk ke dalam bahtera, tetapi mereka menolak dan tidak mau taat. Orang-orang di zaman Nuh sibuk dengan urusan makan dan minum, kawin dan mengawinkan sehingga mereka tidak lagi memperdulikan keselamatan, "...sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua." (Lukas 17:27).
Alkitab menyatakan bahwa Nuh disebut pemberita kebenaran (baca 2 Petrus 2:5). Artinya pada waktu membuat bahtera Nuh juga berusaha mengajak orang-orang untuk turut ambil bagian dalam proyek 'bahtera keselamatan' itu, memberitakan kebenaran dan menyerukan pertobatan, tapi semua orang menolaknya mentah-mentah. (Bersambung)
Monday, August 14, 2017
PENOLAKAN TERHADAP KRISTUS: Mendatangkan Hukuman (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2017
Baca: 2 Tesalonika 1:3-12
"Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya," 2 Tesalonika 1:9
Pada hari kedatangan Kristus yang kedua kali kelak setiap manusia akan dihadapkan pada pengadilan! Seperti tertulis: "Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." (2 Korintus 5:10).
Setiap kejahatan akan mendapatkan balasan, begitu pula setiap kebajikan serta ketaatan kepada Injil Kristus akan memperoleh upahnya. "Sebab memang adil bagi Allah untuk membalaskan penindasan kepada mereka yang menindas kamu dan untuk memberikan kelegaan kepada kamu yang ditindas, dan juga kepada kami, pada waktu Tuhan Yesus dari dalam sorga menyatakan diri-Nya bersama-sama dengan malaikat-malaikat-Nya, dalam kuasa-Nya, di dalam api yang bernyala-nyala, dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya," (2 Tesalonika 1:6-9).
Saat Kristus masih berada di bumi Ia selalu mengajarkan kebenaran dan bagaimana harus memiliki hati yang takut akan Tuhan. Sampai hari ini pun Injil Kristus terus diberitakan, tapi yang sangat disesalkan masih banyak orang yang mengeraskan hati dan dengan sengaja menolak Kristus dan Injil-Nya. Mereka tak menyadari bahwa pada akhirnya mereka akan dihakimi dengan seadil-adilnya. Setiap orang akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Tuhan! "...orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu. Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya." (Wahyu 20:12b-13). Pada akhirya "...setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu." (Wahyu 20:15).
"Ia yang memberi kesaksian tentang semuanya ini, berfirman: 'Ya, Aku datang segera!' Amin, datanglah, Tuhan Yesus!" Wahyu 22:20
Baca: 2 Tesalonika 1:3-12
"Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya," 2 Tesalonika 1:9
Pada hari kedatangan Kristus yang kedua kali kelak setiap manusia akan dihadapkan pada pengadilan! Seperti tertulis: "Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat." (2 Korintus 5:10).
Setiap kejahatan akan mendapatkan balasan, begitu pula setiap kebajikan serta ketaatan kepada Injil Kristus akan memperoleh upahnya. "Sebab memang adil bagi Allah untuk membalaskan penindasan kepada mereka yang menindas kamu dan untuk memberikan kelegaan kepada kamu yang ditindas, dan juga kepada kami, pada waktu Tuhan Yesus dari dalam sorga menyatakan diri-Nya bersama-sama dengan malaikat-malaikat-Nya, dalam kuasa-Nya, di dalam api yang bernyala-nyala, dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya," (2 Tesalonika 1:6-9).
Saat Kristus masih berada di bumi Ia selalu mengajarkan kebenaran dan bagaimana harus memiliki hati yang takut akan Tuhan. Sampai hari ini pun Injil Kristus terus diberitakan, tapi yang sangat disesalkan masih banyak orang yang mengeraskan hati dan dengan sengaja menolak Kristus dan Injil-Nya. Mereka tak menyadari bahwa pada akhirnya mereka akan dihakimi dengan seadil-adilnya. Setiap orang akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Tuhan! "...orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu. Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya." (Wahyu 20:12b-13). Pada akhirya "...setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu." (Wahyu 20:15).
"Ia yang memberi kesaksian tentang semuanya ini, berfirman: 'Ya, Aku datang segera!' Amin, datanglah, Tuhan Yesus!" Wahyu 22:20
Sunday, August 13, 2017
PENOLAKAN TERHADAP KRISTUS: Mendatangkan Hukuman (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2017
Baca: 2 Tesalonika 1:3-12
"dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita." 2 Tesalonika 1:8
Pada dasarnya setiap orang bertanggung jawab sebagai penggubah bagi dirinya sendiri. Ibarat sebuah buku sejarah, tiap-tiap orang menorehkan tinta di buku kehidupannya. Tinta kehidupan tersebut adalah pilihan demi pilihan, keputusan demi keputusan, serta segala tindakan yang dilakukan berdasarkan pilihan dan keputusan yang diambilnya tersebut. Ada tertulis: "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." (Wahyu 20:12). Kata perbuatan mereka menunjuk kepada perbuatan masing-masing individu, bukan perbuatan orang lain. Artinya bahwa penghakiman dilaksanakan atas setiap individu.
Sejak dari semula Bapa tidak menghendaki dan tidak merencanakan manusia untuk dimasukkan ke dalam penghukuman kekal atau masuk ke dalam neraka. Namun manusia sendirilah yang menghukum dirinya sendiri sehingga mereka masuk ke dalam neraka, oleh karena mereka menolak jalan keselamatan dari Bapa. Dengan penuh kasih Bapa telah menawarkan keselamatan, kehidupan kekal dan hidup berkelimpahan juga di bumi. Bapa telah memberikan Putera-Nya, Yesus Kristus sebagai satu-satunya jalan untuk memperoleh keselamatan kekal. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah." (Yohanes 16, 18). Kristus datang dengan tujuan supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (baca Yohanes 10:10b).
Tetapi manusia dalam kepicikannya, kebodohannya, kesombongannya, keegoisannya menolak anugerah atau kasih karunia yang disediakan oleh Bapa. Menolak berita Injil secara otomatis menolak Kristus, padahal Dia adalah satu-satunya jalan menuju kepada kehidupan kekal! (Bersambung)
Baca: 2 Tesalonika 1:3-12
"dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita." 2 Tesalonika 1:8
Pada dasarnya setiap orang bertanggung jawab sebagai penggubah bagi dirinya sendiri. Ibarat sebuah buku sejarah, tiap-tiap orang menorehkan tinta di buku kehidupannya. Tinta kehidupan tersebut adalah pilihan demi pilihan, keputusan demi keputusan, serta segala tindakan yang dilakukan berdasarkan pilihan dan keputusan yang diambilnya tersebut. Ada tertulis: "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." (Wahyu 20:12). Kata perbuatan mereka menunjuk kepada perbuatan masing-masing individu, bukan perbuatan orang lain. Artinya bahwa penghakiman dilaksanakan atas setiap individu.
Sejak dari semula Bapa tidak menghendaki dan tidak merencanakan manusia untuk dimasukkan ke dalam penghukuman kekal atau masuk ke dalam neraka. Namun manusia sendirilah yang menghukum dirinya sendiri sehingga mereka masuk ke dalam neraka, oleh karena mereka menolak jalan keselamatan dari Bapa. Dengan penuh kasih Bapa telah menawarkan keselamatan, kehidupan kekal dan hidup berkelimpahan juga di bumi. Bapa telah memberikan Putera-Nya, Yesus Kristus sebagai satu-satunya jalan untuk memperoleh keselamatan kekal. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah." (Yohanes 16, 18). Kristus datang dengan tujuan supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (baca Yohanes 10:10b).
Tetapi manusia dalam kepicikannya, kebodohannya, kesombongannya, keegoisannya menolak anugerah atau kasih karunia yang disediakan oleh Bapa. Menolak berita Injil secara otomatis menolak Kristus, padahal Dia adalah satu-satunya jalan menuju kepada kehidupan kekal! (Bersambung)
Saturday, August 12, 2017
DEMAS: Tergoda Kemilau Dunia (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2017
Baca: Yakobus 4:1-10
"Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." Yakobus 4:4
Demas yang dulunya adalah teman sekerja Paulus dalam pelayanan, yang dulunya memiliki orientasi hidup untuk menyenangkan hati Tuhan, kini berubah haluan 180 derajat yaitu hidup untuk kesenangan diri sendiri. Bagaimana mungkin seorang pekerja Tuhan dapat meninggalkan pelayanan dan memilih dunia? Sepertinya sulit untuk dipercaya, namun ini sebuah kenyataan. Oleh karena itu kita harus memperhatikan nasihat Tuhan Yesus: "Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat." (Lukas 21:34).
Tuhan mendidik kita dengan keras untuk tidak 'bersentuhan' dengan dunia, dengan suatu tujuan: "Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus," (Titus 2:12-13). Rasul Yohanes menyatakan bahwa jika orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada pada diri orang tersebut (baca 1 Yohanes 2:15).
Demas tentunya juga mengetahui bahwa kasih Tuhan jauh melebihi dari apa pun yang ada di dunia ini, namun setelah melihat kemewahan kota metropolitan Tesalonika ia memutuskan untuk meninggalkan pelayanan. Mungkin ketika kita pertama kali percaya pada Tuhan kita memiliki roh yang menyala-nyala untuk mengasihi Tuhan dan melayani-Nya. Namun ketika kita mulai menyepelekan kasih Tuhan, kita mulai membuka diri akan cinta dunia, kasih mula-mula itu pun menjadi pudar. Berhati-hatilah! Kemewahan dan kenikmatan dunia hanya sementara, tetapi orang yang melakukan kehendak Tuhan tetap hidup selama-lamanya (baca 1 Yohanes 2:17).
"Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!" Galatia 3:3-4
Baca: Yakobus 4:1-10
"Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." Yakobus 4:4
Demas yang dulunya adalah teman sekerja Paulus dalam pelayanan, yang dulunya memiliki orientasi hidup untuk menyenangkan hati Tuhan, kini berubah haluan 180 derajat yaitu hidup untuk kesenangan diri sendiri. Bagaimana mungkin seorang pekerja Tuhan dapat meninggalkan pelayanan dan memilih dunia? Sepertinya sulit untuk dipercaya, namun ini sebuah kenyataan. Oleh karena itu kita harus memperhatikan nasihat Tuhan Yesus: "Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat." (Lukas 21:34).
Tuhan mendidik kita dengan keras untuk tidak 'bersentuhan' dengan dunia, dengan suatu tujuan: "Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus," (Titus 2:12-13). Rasul Yohanes menyatakan bahwa jika orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada pada diri orang tersebut (baca 1 Yohanes 2:15).
Demas tentunya juga mengetahui bahwa kasih Tuhan jauh melebihi dari apa pun yang ada di dunia ini, namun setelah melihat kemewahan kota metropolitan Tesalonika ia memutuskan untuk meninggalkan pelayanan. Mungkin ketika kita pertama kali percaya pada Tuhan kita memiliki roh yang menyala-nyala untuk mengasihi Tuhan dan melayani-Nya. Namun ketika kita mulai menyepelekan kasih Tuhan, kita mulai membuka diri akan cinta dunia, kasih mula-mula itu pun menjadi pudar. Berhati-hatilah! Kemewahan dan kenikmatan dunia hanya sementara, tetapi orang yang melakukan kehendak Tuhan tetap hidup selama-lamanya (baca 1 Yohanes 2:17).
"Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!" Galatia 3:3-4
Friday, August 11, 2017
DEMAS: Tergoda Kemilau Dunia (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2017
Baca: 2 Timotius 4:9-18
"karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku." 2 Timotius 4:10a
Dunia saat ini adalah dunia yang begitu gencar menawarkan segala hal yang menyenangkan daging: kemewahan, kenikmatan, pesta pora dan sebagainya. Jika orang percaya tidak sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, melekat kepada-Nya dan berakar kuat dalam firman-Nya, ia akan mudah terbuai oleh dunia dan meninggalkan Tuhan. Tidak sedikit orang Kristen memulai hidup kekristenannya dengan sangat baik, menempatkan Kristus di atas segala-galanya dan melayani Tuhan dengan sepenuh hati, tapi seiring berjalannya waktu kasihnya kepada Tuhan mulai memudar, Tuhan tidak lagi menjadi prioritas hidup. Apa penyebabnya? Karena hati mulai bercabang, mata silau dengan dunia. Ibadah dan pelayanan tak lagi dilakukan dengan sepenuh hati, tak lebih dari sekedar rutinitas agamawi. Rasul Paulus memperingatkan, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12).
Demas adalah salah satu contoh: seorang yang bukan sebatas jemaat awam, tapi ia adalah orang yang sudah menyandang status sebagai pelayan Tuhan, yang memulai segala sesuatu dengan roh, tapi mengakhiri hidup dalam kedagingan karena terpesona dengan kenikmatan dunia ini. Oleh karena hatinya terpaut pada dunia Demas pun rela meninggalkan pelayanan, meninggalkan rasul Paulus. Agenda pelayanan sudah tidak ada lagi dalam kamus hidup Demas, yang ada adalah agenda dunia, bagaimana hidup menyenangkan dan memuaskan keinginan dagingnya. Ada tertulis: "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:16).
Mengasihi dunia ada beberapa: 1. Keinginan mata. Ada tertulis: "...demikianlah mata manusia tak akan puas." (Amsal 27:20). 2. Keinginan daging. Keinginan daging selalu berkaitan erat dengan nafsu, kemabukan dan segala sesuatu yang bertentangan dengan keinginan Roh (baca Galatia 5:17). Rasul Paulus memperingatkan, "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24), "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya," (Galatia 6:8). 3. Keangkuhan hidup. Karena pengaruh dunia, orang tidak lagi bermegah di dalam Tuhan. (Bersambung)
Baca: 2 Timotius 4:9-18
"karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku." 2 Timotius 4:10a
Dunia saat ini adalah dunia yang begitu gencar menawarkan segala hal yang menyenangkan daging: kemewahan, kenikmatan, pesta pora dan sebagainya. Jika orang percaya tidak sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, melekat kepada-Nya dan berakar kuat dalam firman-Nya, ia akan mudah terbuai oleh dunia dan meninggalkan Tuhan. Tidak sedikit orang Kristen memulai hidup kekristenannya dengan sangat baik, menempatkan Kristus di atas segala-galanya dan melayani Tuhan dengan sepenuh hati, tapi seiring berjalannya waktu kasihnya kepada Tuhan mulai memudar, Tuhan tidak lagi menjadi prioritas hidup. Apa penyebabnya? Karena hati mulai bercabang, mata silau dengan dunia. Ibadah dan pelayanan tak lagi dilakukan dengan sepenuh hati, tak lebih dari sekedar rutinitas agamawi. Rasul Paulus memperingatkan, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12).
Demas adalah salah satu contoh: seorang yang bukan sebatas jemaat awam, tapi ia adalah orang yang sudah menyandang status sebagai pelayan Tuhan, yang memulai segala sesuatu dengan roh, tapi mengakhiri hidup dalam kedagingan karena terpesona dengan kenikmatan dunia ini. Oleh karena hatinya terpaut pada dunia Demas pun rela meninggalkan pelayanan, meninggalkan rasul Paulus. Agenda pelayanan sudah tidak ada lagi dalam kamus hidup Demas, yang ada adalah agenda dunia, bagaimana hidup menyenangkan dan memuaskan keinginan dagingnya. Ada tertulis: "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:16).
Mengasihi dunia ada beberapa: 1. Keinginan mata. Ada tertulis: "...demikianlah mata manusia tak akan puas." (Amsal 27:20). 2. Keinginan daging. Keinginan daging selalu berkaitan erat dengan nafsu, kemabukan dan segala sesuatu yang bertentangan dengan keinginan Roh (baca Galatia 5:17). Rasul Paulus memperingatkan, "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24), "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya," (Galatia 6:8). 3. Keangkuhan hidup. Karena pengaruh dunia, orang tidak lagi bermegah di dalam Tuhan. (Bersambung)
Thursday, August 10, 2017
BERLAKULAH ADIL, SETIA DAN RENDAH HATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2017
Baca: Mikha 6:1-16
"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" Mikha 6:8
Mikha adalah orang Moresyet, suatu kota yang berada di dekat daerah Gat (baca Mikha 1:14). Arti nama Mikha adalah 'siapa Tuhan seperti Engkau.' Mikha hidup dan melayani pada zaman Yotam, Ahas dan Hizkia. Melalui Mikha, hamba-Nya ini, Tuhan mempunyai tuntutan terhadap umat-Nya: berlaku adil, setia dan rendah hati.
Adil berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus dan tulus; suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Adil berarti juga sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak: keputusan hakim yang berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; sepatutnya; tidak sewenang-wenang. Secara terminologi, adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran; ini berkenaan dengan hal yang patut diterima oleh seseorang (baca Keluaran 23:6) dan mengarah kepada hubungan sesama manusia, antara tuan dengan hamba, atasan dengan bawahan, orangtua dengan anak, suami dengan isteri, pimpinan dengan karyawan, pemerintah dengan rakyatnya. Dunia dipenuhi ketidakadilan, keadilan diputarbalikkan, keadilan dapat dibeli dengan uang. Meski demikian orang percaya dituntut untuk menjadi teladan dalam hal berlaku adil.
Setia adalah berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan sebagainya); patuh; taat. Kesetiaan yang dimaksud bukan hanya berkaitan dengan hubungan kita dengan Tuhan, tapi juga hubungan kita dengan sesama manusia. Kesetiaan ibarat barang berharga, sangat mahal dan langka untuk ditemukan, sebab "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2). Kesetiaan adalah salah satu karakter yang Tuhan cari dalam diri orang percaya. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6).
Rendah hati adalah karakter yang Tuhan senangi, dan Ia benci dengan keangkuhan. "Ia tidak suka kepada kegagahan kuda, Ia tidak senang kepada kaki laki-laki;" (Mazmur 147:10). Kegagahan kuda dan kaki laki-laki berbicara tentang manusia yang mengandalkan kekuatan sendiri (sombong).
Sudahkah kita mempraktekkan apa yang menjadi tuntutan Tuhan ini?
Baca: Mikha 6:1-16
"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" Mikha 6:8
Mikha adalah orang Moresyet, suatu kota yang berada di dekat daerah Gat (baca Mikha 1:14). Arti nama Mikha adalah 'siapa Tuhan seperti Engkau.' Mikha hidup dan melayani pada zaman Yotam, Ahas dan Hizkia. Melalui Mikha, hamba-Nya ini, Tuhan mempunyai tuntutan terhadap umat-Nya: berlaku adil, setia dan rendah hati.
Adil berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus dan tulus; suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Adil berarti juga sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak: keputusan hakim yang berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; sepatutnya; tidak sewenang-wenang. Secara terminologi, adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran; ini berkenaan dengan hal yang patut diterima oleh seseorang (baca Keluaran 23:6) dan mengarah kepada hubungan sesama manusia, antara tuan dengan hamba, atasan dengan bawahan, orangtua dengan anak, suami dengan isteri, pimpinan dengan karyawan, pemerintah dengan rakyatnya. Dunia dipenuhi ketidakadilan, keadilan diputarbalikkan, keadilan dapat dibeli dengan uang. Meski demikian orang percaya dituntut untuk menjadi teladan dalam hal berlaku adil.
Setia adalah berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan sebagainya); patuh; taat. Kesetiaan yang dimaksud bukan hanya berkaitan dengan hubungan kita dengan Tuhan, tapi juga hubungan kita dengan sesama manusia. Kesetiaan ibarat barang berharga, sangat mahal dan langka untuk ditemukan, sebab "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2). Kesetiaan adalah salah satu karakter yang Tuhan cari dalam diri orang percaya. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6).
Rendah hati adalah karakter yang Tuhan senangi, dan Ia benci dengan keangkuhan. "Ia tidak suka kepada kegagahan kuda, Ia tidak senang kepada kaki laki-laki;" (Mazmur 147:10). Kegagahan kuda dan kaki laki-laki berbicara tentang manusia yang mengandalkan kekuatan sendiri (sombong).
Sudahkah kita mempraktekkan apa yang menjadi tuntutan Tuhan ini?
Wednesday, August 9, 2017
HIDUP ORANG PERCAYA PENUH MUJIZAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2017
Baca: Kisah Para Rasul 5:12-16
"Dan oleh rasul-rasul diadakan banyak tanda dan mujizat di antara orang banyak. Semua orang percaya selalu berkumpul di Serambi Salomo dalam persekutuan yang erat." Kisah 5:12
Semua orang pasti excited mendengar kata mujizat. Mujizat adalah salah satu faktor pendorong dan penyemangat orang datang ke gereja. Mereka mencari Tuhan dengan harapan ingin mendapatkan mujizat: sakit disembuhkan, masalah terselesaikan, ekonomi keluarga dipulihkan. Namun di sisi lain ada juga orang-orang skeptis mendengar kata mujizat. Skeptis adalah kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dan lain-lain). Mereka menganggap mujizat adalah cerita masa lalu di zaman Alkitab. Benarkah demikian? Ketahuilah, mujizat sampai hari ini dan untuk selamanya tetap ada! Karena Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang tidak berubah. "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8).
Namun yang harus menjadi fokus utama kita dalam mengikut Tuhan adalah Pribadi-Nya, bukan semata-mata karena kita mengingini mujizat-Nya. Kita tidak perlu memikirkan mujizat, karena selama kita mengikut Tuhan dengan sungguh-sungguh dan hidup taat melakukan kehendak-Nya, hari-hari yang kita jalani pasti akan dipenuhi dengan mujizat. Mujizat dan tanda-tanda ajaib adalah bagian dari paket keselamatan yang Tuhan sediakan bagi orang yang percaya kepada-Nya. Namun ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah melakukan mujizat seperti yang kita mau dan harapkan, tapi Tuhan membuat mujizat sesuai dengan kehendak-Nya. Mungkin kita bertanya, "Mengapa aku tidak pernah mengalami mujizat?" Bukannya Tuhan tidak sanggup atau tidak mau membuat mujizat, tapi kita sendiri yang seringkali mengharapkan melakukan mujizat menurut kehendak kita. Kita mendikte Tuhan untuk mengikuti kemauan dan keinginan kita!
Alkitab menyatakan bahwa tanda-tanda ajaib dan mujizat senantiasa menyertai perjalanan hidup orang percaya yang berlaku benar di hadapan Tuhan. "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20).
Taat melakukan firman Tuhan dan memiliki iman adalah kunci mengalami mujizat!
Baca: Kisah Para Rasul 5:12-16
"Dan oleh rasul-rasul diadakan banyak tanda dan mujizat di antara orang banyak. Semua orang percaya selalu berkumpul di Serambi Salomo dalam persekutuan yang erat." Kisah 5:12
Semua orang pasti excited mendengar kata mujizat. Mujizat adalah salah satu faktor pendorong dan penyemangat orang datang ke gereja. Mereka mencari Tuhan dengan harapan ingin mendapatkan mujizat: sakit disembuhkan, masalah terselesaikan, ekonomi keluarga dipulihkan. Namun di sisi lain ada juga orang-orang skeptis mendengar kata mujizat. Skeptis adalah kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dan lain-lain). Mereka menganggap mujizat adalah cerita masa lalu di zaman Alkitab. Benarkah demikian? Ketahuilah, mujizat sampai hari ini dan untuk selamanya tetap ada! Karena Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang tidak berubah. "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8).
Namun yang harus menjadi fokus utama kita dalam mengikut Tuhan adalah Pribadi-Nya, bukan semata-mata karena kita mengingini mujizat-Nya. Kita tidak perlu memikirkan mujizat, karena selama kita mengikut Tuhan dengan sungguh-sungguh dan hidup taat melakukan kehendak-Nya, hari-hari yang kita jalani pasti akan dipenuhi dengan mujizat. Mujizat dan tanda-tanda ajaib adalah bagian dari paket keselamatan yang Tuhan sediakan bagi orang yang percaya kepada-Nya. Namun ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah melakukan mujizat seperti yang kita mau dan harapkan, tapi Tuhan membuat mujizat sesuai dengan kehendak-Nya. Mungkin kita bertanya, "Mengapa aku tidak pernah mengalami mujizat?" Bukannya Tuhan tidak sanggup atau tidak mau membuat mujizat, tapi kita sendiri yang seringkali mengharapkan melakukan mujizat menurut kehendak kita. Kita mendikte Tuhan untuk mengikuti kemauan dan keinginan kita!
Alkitab menyatakan bahwa tanda-tanda ajaib dan mujizat senantiasa menyertai perjalanan hidup orang percaya yang berlaku benar di hadapan Tuhan. "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20).
Taat melakukan firman Tuhan dan memiliki iman adalah kunci mengalami mujizat!
Tuesday, August 8, 2017
ORANG PERCAYA SEBAGAI AHLI WARIS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2017
Baca: Roma 8:12-17
"Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." Roma 8:17
Kalau bapa yang ada di dunia saja berpikir tentang warisan yang hendak diberikan bagi anak-anaknya, apalagi Bapa kita yang di sorga. Inilah warisan yang Bapa sediakan bagi kita orang percaya: 1. Kerajaan Sorga. Ada orang yang suka mengatakan janji-janji, tapi sulit sekali untuk menepatinya. Harus diakui bahwa dunia ini penuh dengan janji palsu, janji yang tidak pernah digenapi. Namun Tuhan kita adalah Tuhan yang berjanji dan memberikan kepastian dalam janji-Nya. Janji Tuhan adalah ya dan amin. Tuhan Yesus berkata, "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Sorga adalah sebuah kepastian bagi orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. 2. Kemenangan. Di dunia ini ada banyak sekali tantangan, bahkan Iblis tidak pernah berhenti mencari cara untuk menghancurkan hidup orang percaya. Kita tidak perlu takut karena di dalam kita ada Roh Kudus, Dialah yang akan membawa kita kepada kemenangan: menang atas persoalan dan menang atas Iblis. "...syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya." (2 Korintus 2:14). 3. Berkat. "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Tak perlu kita hidup dalam kekuatiran. Selama kita mencari dahulu kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya maka semua akan ditambahkan di dalam hidup kita. Pegang teguh kebenaran firman ini! "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19).
Karena kita adalah ahli waris, "...Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Efesus 1:3
Baca: Roma 8:12-17
"Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." Roma 8:17
Kalau bapa yang ada di dunia saja berpikir tentang warisan yang hendak diberikan bagi anak-anaknya, apalagi Bapa kita yang di sorga. Inilah warisan yang Bapa sediakan bagi kita orang percaya: 1. Kerajaan Sorga. Ada orang yang suka mengatakan janji-janji, tapi sulit sekali untuk menepatinya. Harus diakui bahwa dunia ini penuh dengan janji palsu, janji yang tidak pernah digenapi. Namun Tuhan kita adalah Tuhan yang berjanji dan memberikan kepastian dalam janji-Nya. Janji Tuhan adalah ya dan amin. Tuhan Yesus berkata, "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:2-3). Sorga adalah sebuah kepastian bagi orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. 2. Kemenangan. Di dunia ini ada banyak sekali tantangan, bahkan Iblis tidak pernah berhenti mencari cara untuk menghancurkan hidup orang percaya. Kita tidak perlu takut karena di dalam kita ada Roh Kudus, Dialah yang akan membawa kita kepada kemenangan: menang atas persoalan dan menang atas Iblis. "...syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya." (2 Korintus 2:14). 3. Berkat. "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10b). Tak perlu kita hidup dalam kekuatiran. Selama kita mencari dahulu kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya maka semua akan ditambahkan di dalam hidup kita. Pegang teguh kebenaran firman ini! "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19).
Karena kita adalah ahli waris, "...Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Efesus 1:3
Monday, August 7, 2017
ORANG PERCAYA SEBAGAI AHLI WARIS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2017
Baca: Galatia 4:1-11
"Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah." Galatia 4:7
Satu perkara yang acapkali menjadi biang permasalahan atau sumber konflik, perpecahan, sengketa di dalam sebuah keluarga adalah persoalan warisan. Bahkan ada orang yang sampai tega membunuh saudara kandungnya hanya karena mengincar warisan. Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Sesungguhnya warisan adalah sesuatu yang baik, karena apa yang orangtua miliki diturunkan kepada anak-anaknya, sehingga anak-anaknya mendapatkan berkat dari orangtuanya. Namun ada banyak orang yang hidupnya hanya menanti dan mengandalkan warisan orangtua, sehingga warisan yang sebenarnya adalah sesuatu yang baik akhirnya menjadi sumber petaka di dalam keluarga. Letak persoalannya bukan pada warisan itu, tetapi pada pola pikir yang hanya memikirkan warisan, bahkan sampai menimbulkan sifat serakah.
Warisan yang sejati bukanlah hanya harta yang berhubungan dengan kebendaan, warisan yang sejati adalah bagaimana orangtua mewariskan iman kepada anak-anaknya. "Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya," (Amsal 13:22). Warisan yang sejati adalah bagaimana orangtua menanamkan prinsip-prinsip kebenaran firman Tuhan sehingga anak-anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang takut akan Tuhan, sebagaimana yang disampaikan Musa: "Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun...supaya panjang umurmu dan umur anak-anakmu di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepada mereka, selama ada langit di atas bumi." (Ulangan 11:19, 21).
Di dalam bacaan hari ini dijelaskan bahwa hidup orang Kristen adalah hidup yang terbebas dari perhambaan. Ini terjadi karena Kristus telah mengorbankan nyawa-Nya di atas kayu salib bagi kita. "Ia (Kristus - Red) diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak." (Galatia 4:5). Jadi karena status kita bukan lagi hamba, melainkan diangkat sebagai anak, maka kita adalah orang-orang yang berhak menerima warisan dari Bapa karena kita adalah ahli-ahli waris (ayat nas). (Bersambung)
Baca: Galatia 4:1-11
"Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah." Galatia 4:7
Satu perkara yang acapkali menjadi biang permasalahan atau sumber konflik, perpecahan, sengketa di dalam sebuah keluarga adalah persoalan warisan. Bahkan ada orang yang sampai tega membunuh saudara kandungnya hanya karena mengincar warisan. Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Sesungguhnya warisan adalah sesuatu yang baik, karena apa yang orangtua miliki diturunkan kepada anak-anaknya, sehingga anak-anaknya mendapatkan berkat dari orangtuanya. Namun ada banyak orang yang hidupnya hanya menanti dan mengandalkan warisan orangtua, sehingga warisan yang sebenarnya adalah sesuatu yang baik akhirnya menjadi sumber petaka di dalam keluarga. Letak persoalannya bukan pada warisan itu, tetapi pada pola pikir yang hanya memikirkan warisan, bahkan sampai menimbulkan sifat serakah.
Warisan yang sejati bukanlah hanya harta yang berhubungan dengan kebendaan, warisan yang sejati adalah bagaimana orangtua mewariskan iman kepada anak-anaknya. "Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya," (Amsal 13:22). Warisan yang sejati adalah bagaimana orangtua menanamkan prinsip-prinsip kebenaran firman Tuhan sehingga anak-anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang takut akan Tuhan, sebagaimana yang disampaikan Musa: "Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun...supaya panjang umurmu dan umur anak-anakmu di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepada mereka, selama ada langit di atas bumi." (Ulangan 11:19, 21).
Di dalam bacaan hari ini dijelaskan bahwa hidup orang Kristen adalah hidup yang terbebas dari perhambaan. Ini terjadi karena Kristus telah mengorbankan nyawa-Nya di atas kayu salib bagi kita. "Ia (Kristus - Red) diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak." (Galatia 4:5). Jadi karena status kita bukan lagi hamba, melainkan diangkat sebagai anak, maka kita adalah orang-orang yang berhak menerima warisan dari Bapa karena kita adalah ahli-ahli waris (ayat nas). (Bersambung)
Sunday, August 6, 2017
ADA SUKACITA BESAR DI SORGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2017
Baca: Lukas 15:11-32
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." Lukas 15:32
Ketika anak bungsunya pulang (setelah lama terhilang) kembali ke rumah, orangtuanya mengadakan pesta untuk menyambut kepulangannya. Ini menggambarkan ada sukacita di sorga kalau ada satu orang bertobat. "...akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Lukas 15:7).
Pertobatan yang bagaimanakah yang membuat Tuhan bersukacita? Kalau hanya mengaku bertobat karena ada altar call di gereja belumlah membuat sorga bersukacita. Pertobatan yang dapat membuat sorga bersukacita adalah pertobatan yang benar menurut ukuran Tuhan. Pertobatan yang benar adalah pertobatan seperti si anak bungsu, yaitu dari kehidupan yang dikuasai oleh keinginan diri sendiri berbalik kepada kehidupan yang mau tunduk sepenuhnya kepada otoritas bapanya. Penundukan diri adalah ciri dari orang yang bersedia hidup dalam otoritas Tuhan, yaitu orang-orang yang pasti diperkenankan masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Sorga. Pertobatan yang benar yang membuat orang mengalami kelahiran baru bukanlah satu kali pertobatan, tetapi sebuah proses pertobatan terus menerus dan seumur hidup. Untuk pertobatan seperti ini dibutuhkan pencerahan oleh kebenaran firman Tuhan setiap hari, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Kebeneran firman Tuhan yang mencerahi pikiran ditindaklanjuti oleh perubahan berpikir ("metanoia"). Metanoia mengekspresikan perubahan intelektual dan spiritual yang terjadi ketika seorang pendosa berbalik kepada Tuhan. Arti kata metanoia adalah memiliki pikiran lain atau mengubah pikiran orang dalam sikap dan tujuan perihal dosa. Atau, berpikir tentang sesuatu secara berbeda dari sebelumnya. "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20).
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Baca: Lukas 15:11-32
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." Lukas 15:32
Ketika anak bungsunya pulang (setelah lama terhilang) kembali ke rumah, orangtuanya mengadakan pesta untuk menyambut kepulangannya. Ini menggambarkan ada sukacita di sorga kalau ada satu orang bertobat. "...akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Lukas 15:7).
Pertobatan yang bagaimanakah yang membuat Tuhan bersukacita? Kalau hanya mengaku bertobat karena ada altar call di gereja belumlah membuat sorga bersukacita. Pertobatan yang dapat membuat sorga bersukacita adalah pertobatan yang benar menurut ukuran Tuhan. Pertobatan yang benar adalah pertobatan seperti si anak bungsu, yaitu dari kehidupan yang dikuasai oleh keinginan diri sendiri berbalik kepada kehidupan yang mau tunduk sepenuhnya kepada otoritas bapanya. Penundukan diri adalah ciri dari orang yang bersedia hidup dalam otoritas Tuhan, yaitu orang-orang yang pasti diperkenankan masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Sorga. Pertobatan yang benar yang membuat orang mengalami kelahiran baru bukanlah satu kali pertobatan, tetapi sebuah proses pertobatan terus menerus dan seumur hidup. Untuk pertobatan seperti ini dibutuhkan pencerahan oleh kebenaran firman Tuhan setiap hari, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Kebeneran firman Tuhan yang mencerahi pikiran ditindaklanjuti oleh perubahan berpikir ("metanoia"). Metanoia mengekspresikan perubahan intelektual dan spiritual yang terjadi ketika seorang pendosa berbalik kepada Tuhan. Arti kata metanoia adalah memiliki pikiran lain atau mengubah pikiran orang dalam sikap dan tujuan perihal dosa. Atau, berpikir tentang sesuatu secara berbeda dari sebelumnya. "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20).
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Saturday, August 5, 2017
MENJADI ANAK YANG TERHILANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2017
Baca: Lukas 15:11-32
"Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." Lukas 15:18-19
Perumpamaan tentang anak yang hilang menggambarkan seorang anak yang tidak menyukai hidup dalam dominasi orang tua. Ia berkeinginan hidup bebas dari pengawasan dan bebas menggunakan harta milik yang diklamin sebagai miliknya. "Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya." (ayat 13). Model anak seperti ini banyak dijumpai, tak terkecuali pada mereka yang berstatus 'Kristen'.
Ada banyak orang Kristen tidak merasa dirinya masuk kategori 'anak yang hilang', sebab menurut mereka anak yang hilang adalah mereka yang meninggalkan gereja dan hidup dalam hingar bingar duniawi. Selama masih pergi ke gereja, terlibat dalam pelayanan dan tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, kita berpikir kita hidup dalam pertobatan dan tidak masuk kategori anak yang hilang. Benarkah? Sesungguhnya pertobatan yang Tuhan kehendaki lebih dari itu, yaitu kita sungguh-sungguh memberi diri hidup dalam penguasaan Tuhan dan kendali Roh Kudus sepenuhnya. Selama masih hidup menurut kehendak diri sendiri kita tergolong sebagai anak yang terhilang, meski secara lahiriah tampak beribadah. "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh," (Galatia 5:25).
Ciri nyata anak yang terhilang adalah hidup dalam kendali diri sendiri. Mereka menggunakan waktu, tenaga, uang, dan apa yang dimiliki sesuka hati untuk kepentingan diri sendiri dan menurut selera sendiri, bukan menurut kehendak Tuhan. Pertobatan adalah kesediaan datang kepada Bapa dan bersedia hidup dalam kekuasaan atau dominasi Bapa. Si bungsu yang bertobat berkata, "Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:18-19). Kesediaannya untuk tidak menggunakan haknya sebagai anak dan rela diperlakukan sebagai hamba oleh bapa adalah bukti kesungguhannya bertobat.
Sudahkah kita bertobat setiap hari dan tunduk kepada kehendak Bapa?
Baca: Lukas 15:11-32
"Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." Lukas 15:18-19
Perumpamaan tentang anak yang hilang menggambarkan seorang anak yang tidak menyukai hidup dalam dominasi orang tua. Ia berkeinginan hidup bebas dari pengawasan dan bebas menggunakan harta milik yang diklamin sebagai miliknya. "Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya." (ayat 13). Model anak seperti ini banyak dijumpai, tak terkecuali pada mereka yang berstatus 'Kristen'.
Ada banyak orang Kristen tidak merasa dirinya masuk kategori 'anak yang hilang', sebab menurut mereka anak yang hilang adalah mereka yang meninggalkan gereja dan hidup dalam hingar bingar duniawi. Selama masih pergi ke gereja, terlibat dalam pelayanan dan tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, kita berpikir kita hidup dalam pertobatan dan tidak masuk kategori anak yang hilang. Benarkah? Sesungguhnya pertobatan yang Tuhan kehendaki lebih dari itu, yaitu kita sungguh-sungguh memberi diri hidup dalam penguasaan Tuhan dan kendali Roh Kudus sepenuhnya. Selama masih hidup menurut kehendak diri sendiri kita tergolong sebagai anak yang terhilang, meski secara lahiriah tampak beribadah. "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh," (Galatia 5:25).
Ciri nyata anak yang terhilang adalah hidup dalam kendali diri sendiri. Mereka menggunakan waktu, tenaga, uang, dan apa yang dimiliki sesuka hati untuk kepentingan diri sendiri dan menurut selera sendiri, bukan menurut kehendak Tuhan. Pertobatan adalah kesediaan datang kepada Bapa dan bersedia hidup dalam kekuasaan atau dominasi Bapa. Si bungsu yang bertobat berkata, "Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:18-19). Kesediaannya untuk tidak menggunakan haknya sebagai anak dan rela diperlakukan sebagai hamba oleh bapa adalah bukti kesungguhannya bertobat.
Sudahkah kita bertobat setiap hari dan tunduk kepada kehendak Bapa?
Friday, August 4, 2017
ROH YANG LEBIH BESAR DARI APA PUN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2017
Baca: 1 Yohanes 4:1-6
"...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." 1 Yohanes 4:4
Alkitab menyatakan bahwa dunia sekarang ini sedang lenyap dengan segala keinginannya: keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (baca 1 Yohanes 2:16). Artinya semua keinginan duniawi dapat melenyapkan hidup seseorang: semakin menjauh dari Tuhan dan membawanya kepada jurang kebinasaan, tetapi "...orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17).
Setiap orang percaya pasti punya kerinduan untuk hidup seturut dengan firman Tuhan, namun yang seringkali menjadi persoalan adalah: "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41), ditambah lagi dengan kuatnya arus dunia ini sehingga kita pun gagal dan gagal lagi untuk hidup dalam kebenaran. Bagi orang percaya yang hidup bergantung penuh kepada Tuhan, bukan saja akan diberi kerinduan untuk melakukan kehendak-Nya, tapi juga diberi kekuatan untuk melakukan kehendak Tuhan. Kekuatan itu datangnya dari Roh Kudus, Ia yang akan memampukan dan menguatkan kita untuk melawan arus duniawi sehingga kita dapat melawan arus dunia ini dan hidup menurut kehendak Tuhan, sebab "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (ayat nas). Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk berkata: aku tidak sanggup, aku lemah, aku tak mampu melakukan ini dan itu, karena Roh Kudus yang adalah Roh Kebenaran akan memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran (baca Yohanes 16:13). Di tengah badai, masalah, dan pergumulan yang berat Tuhan tidak pernah membiarkan kita bergumul sendirian, Ia memberikan Roh-Nya untuk menguatkan kita. "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Bahkan Roh Kudus akan menyertai kita dalam menjalani hidup sampai kepada akhir zaman (baca Matius 28:20b).
Ada banyak perkara yang terjadi di dunia ini yang tidak kita mengerti, namun Roh Kudus hadir untuk mengajar kita dan memberi pengertian kepada kita (baca Yohanes 14:26), sehingga kita dapat mengambil sisi positif di setiap peristiwa.
Bersama Roh Kudus kita mampu menjalani hidup dengan kepala tegak berdiri!
Baca: 1 Yohanes 4:1-6
"...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." 1 Yohanes 4:4
Alkitab menyatakan bahwa dunia sekarang ini sedang lenyap dengan segala keinginannya: keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (baca 1 Yohanes 2:16). Artinya semua keinginan duniawi dapat melenyapkan hidup seseorang: semakin menjauh dari Tuhan dan membawanya kepada jurang kebinasaan, tetapi "...orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17).
Setiap orang percaya pasti punya kerinduan untuk hidup seturut dengan firman Tuhan, namun yang seringkali menjadi persoalan adalah: "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41), ditambah lagi dengan kuatnya arus dunia ini sehingga kita pun gagal dan gagal lagi untuk hidup dalam kebenaran. Bagi orang percaya yang hidup bergantung penuh kepada Tuhan, bukan saja akan diberi kerinduan untuk melakukan kehendak-Nya, tapi juga diberi kekuatan untuk melakukan kehendak Tuhan. Kekuatan itu datangnya dari Roh Kudus, Ia yang akan memampukan dan menguatkan kita untuk melawan arus duniawi sehingga kita dapat melawan arus dunia ini dan hidup menurut kehendak Tuhan, sebab "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (ayat nas). Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk berkata: aku tidak sanggup, aku lemah, aku tak mampu melakukan ini dan itu, karena Roh Kudus yang adalah Roh Kebenaran akan memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran (baca Yohanes 16:13). Di tengah badai, masalah, dan pergumulan yang berat Tuhan tidak pernah membiarkan kita bergumul sendirian, Ia memberikan Roh-Nya untuk menguatkan kita. "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Bahkan Roh Kudus akan menyertai kita dalam menjalani hidup sampai kepada akhir zaman (baca Matius 28:20b).
Ada banyak perkara yang terjadi di dunia ini yang tidak kita mengerti, namun Roh Kudus hadir untuk mengajar kita dan memberi pengertian kepada kita (baca Yohanes 14:26), sehingga kita dapat mengambil sisi positif di setiap peristiwa.
Bersama Roh Kudus kita mampu menjalani hidup dengan kepala tegak berdiri!
Thursday, August 3, 2017
ORANG PERCAYA: Memiliki Benih Ilahi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2017
Baca: 1 Yohanes 3:7-10
"Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah." 1 Yohanes 3:9
Seseorang disebut Kristen bukan semata karena ia lahir dari rahim seorang ibu yang beragama Kristen, tetapi orang disebut Kristen ketika ia membuat keputusan untuk percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dan bertobat, yaitu meninggalkan kehidupan lamanya dan mengikut Kristus. Demikianlah ia mengalami kelahiran baru, manusia lamanya mati digantikan oleh manusia baru. Ia dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana yaitu firman Tuhan.
Di dalam diri kita ada benih Ilahi, maka seharusnya orang Kristen tidak mudah untuk disesatkan dan diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran sesat dari semua perkara yang ada di dunia ini. Mengapa? Sebab orang yang lahir dari Tuhan atau memiliki benih Ilahi hatinya senantiasa melekat kepada Kristus dan berakar kuat di dalam firman. Karena memiliki benih Ilahi jugalah orang Kristen mutlak hidup dalam kebenaran. "Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar; barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya." (ayat 7b-8a). Patut dipertanyakan status kekristenannya jika ada orang Kristen yang masih terus hidup dalam dosa, hidup tak beda jauh dengan orang-orang di luar Tuhan, sebab jelas dikatakan barangsiapa berbuat dosa berasal dari Iblis. Bahkan hidup Kristiani yang sejati itu bukan sekedar tidak lagi berbuat dosa, tapi harus benci dosa.
Orang Kristen yang menyadari bahwa di dalam dirinya ada benih Ilahi akan senantiasa hidup dalam kasih karena Bapa adalah kasih. Oleh sebab itu orang yang lahir dari Bapa pasti mewarisi sifat-sifat Bapa-Nya. Ada tertulis: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Kemudian ia akan menjadikan kasih sebagai gaya hidup sehari-hari, kasih yang bukan sekedar kata-kata, melainkan dimulai dari hati yang menyadari bahwa kita mengasihi karena Bapa lebih dahulu mengasihi kita, lalu diteruskan dengan mengekespresikan kasih itu dalam tindakan nyata, sehingga keberadaannya menjadi berkat bagi dunia ini!
Seorang Kristen sejati tercermin dari kehidupan nyata, yaitu hidup benar dan penuh kasih!
Baca: 1 Yohanes 3:7-10
"Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah." 1 Yohanes 3:9
Seseorang disebut Kristen bukan semata karena ia lahir dari rahim seorang ibu yang beragama Kristen, tetapi orang disebut Kristen ketika ia membuat keputusan untuk percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dan bertobat, yaitu meninggalkan kehidupan lamanya dan mengikut Kristus. Demikianlah ia mengalami kelahiran baru, manusia lamanya mati digantikan oleh manusia baru. Ia dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana yaitu firman Tuhan.
Di dalam diri kita ada benih Ilahi, maka seharusnya orang Kristen tidak mudah untuk disesatkan dan diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran sesat dari semua perkara yang ada di dunia ini. Mengapa? Sebab orang yang lahir dari Tuhan atau memiliki benih Ilahi hatinya senantiasa melekat kepada Kristus dan berakar kuat di dalam firman. Karena memiliki benih Ilahi jugalah orang Kristen mutlak hidup dalam kebenaran. "Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar; barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya." (ayat 7b-8a). Patut dipertanyakan status kekristenannya jika ada orang Kristen yang masih terus hidup dalam dosa, hidup tak beda jauh dengan orang-orang di luar Tuhan, sebab jelas dikatakan barangsiapa berbuat dosa berasal dari Iblis. Bahkan hidup Kristiani yang sejati itu bukan sekedar tidak lagi berbuat dosa, tapi harus benci dosa.
Orang Kristen yang menyadari bahwa di dalam dirinya ada benih Ilahi akan senantiasa hidup dalam kasih karena Bapa adalah kasih. Oleh sebab itu orang yang lahir dari Bapa pasti mewarisi sifat-sifat Bapa-Nya. Ada tertulis: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Kemudian ia akan menjadikan kasih sebagai gaya hidup sehari-hari, kasih yang bukan sekedar kata-kata, melainkan dimulai dari hati yang menyadari bahwa kita mengasihi karena Bapa lebih dahulu mengasihi kita, lalu diteruskan dengan mengekespresikan kasih itu dalam tindakan nyata, sehingga keberadaannya menjadi berkat bagi dunia ini!
Seorang Kristen sejati tercermin dari kehidupan nyata, yaitu hidup benar dan penuh kasih!
Subscribe to:
Posts (Atom)