Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2016
Baca: Mazmur 143:1-12
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Apa yang selalu ada di pikiran Saudara ketika menjalani kehidupan sehari-hari? Hal-hal duniawikah yang memenuhi pikiran Saudara, ataukah kita mengikuti nasihat rasul paulus: "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Ingatlah, arah hidup seseorang sangat ditentukan oleh pola pikirnya! Apa yang memenuhi pikiran kita akan menentukan arah hidup kita. Jika pikiran kita selalu dipenuhi hal-hal duniawi, perkataan dan tindakan kita akan terbentuk menjadi duniawi, yang kita pikirkan pun semata-mata tentang mengumpulkan harta duniawi, jabatan dan kekuasaan, padahal firman Tuhan memeringatkan dengan keras: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak
Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Jika kita menginginkan Tuhan dan kehendak-Nya menjadi fokus dalam hidup ini maka kita harus mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan setiap hari. Mengapa kita harus menempatkan Tuhan dan kehendak-Nya sebagai yang terutama dalam hidup ini? Supaya langkah hidup kita senantiasa dipimpin dan dituntun oleh Tuhan, sebab kalau kita melakukan segala sesuatu menurut kehendak sendiri tanpa melibatkan Tuhan dan tanpa mengikuti kehendak-Nya, cepat atau lambat kita pasti akan jatuh dan tersesat. Oleh karena itu apa saja yang hendak kita kerjakan dan rencanakan biarlah kita serahkan sepenuhnya kepada kehendak Tuhan terlebih dahulu. "Sebenarnya kamu harus berkata: 'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.'" (Yakobus 4:15), sebab tak seorang pun yang tahu apa yang ada di depannya, atau apa yang akan terjadi di kemudian hari.
Sebagai pengikut Kristus sudah selayaknya kita meneladani Tuhan Yesus yang menempatkan kehendak Bapa sebagai yang terutama. "...Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 5:30).
Apakah yang menjadi fokus hidup Saudara? Semata-mata hanya tertuju kepada perkara-perkara dunia, ataukah fokus kepada kehendak Tuhan?
Wednesday, June 22, 2016
Tuesday, June 21, 2016
JANGAN MALAS BERDOA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2016
Baca: Mazmur 141:1-10
"Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang." Mazmur 141:2
Doa bukan hanya berbicara tentang setumpuk permohonan dan permintaan yang kita sampaikan kepada Tuhan, atau sikap tubuh kita saat berdoa, tetapi yang terutama sekali adalah sikap hati kita saat mencari Tuhan.
Berdoa sesungguhnya adalah hal yang sangat mudah dilakukan siapa pun, tetapi tidak semua orang mau melakukannya kecuali ketika sedang terdesak masalah berat, di mana saat itulah orang mengerahkan kekuatan begitu rupa, rela bangun tengah malam dan duduk bersimpuh berdoa dan meratap. "Ya TUHAN, aku memanggil nama-Mu dari dasar lobang yang dalam. Engkau mendengar suaraku! Janganlah Kaututupi telinga-Mu terhadap kesahku dan teriak tolongku!" (Ratapan 3:55-56). Doa benar-benar mendorong kita fokus kepada Tuhan dan mengarahkan pandangan hanya kepada-Nya. Kita bisa menonton televisi selama berjam-jam tanpa merasa ngantuk dan capai, kita bisa menyediakan waktu menyalurkan hobi dan window shopping ke mal, tetapi kita seringkali mengabaikan jam-jam doa, kita mengalami kesulitan menyediakan waktu hanya beberapa menit saja untuk berdoa. Kita tidak tahan dan tidak betah berlama-lama untuk berdoa, padahal kekuatan orang percaya terletak di dalam doa.
Ketika mendapati Petrus dan kedua anak Zebedeus sedang tertidur saat diajak menemani-Nya berdoa di taman Getsemani, berkatalah Tuhan Yesus kepada mereka, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:40-41).
Kemalasan dan kenyamanan seringkali menjadi faktor penghalang kita untuk bertemu Tuhan dan juga sebagai penghambat berkat-berkat Tuhan! Kemalasan dan kenyamanan secara daging harus dilawan, tidak bisa dibiarkan! Jangan sampai kita menempatkan doa di urutan kesekian dalam hidup ini, sebab doa adalah basis utama segala berkat-berkat Tuhan yang telah disediakan-Nya.
Yakobus menegaskan, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Baca: Mazmur 141:1-10
"Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang." Mazmur 141:2
Doa bukan hanya berbicara tentang setumpuk permohonan dan permintaan yang kita sampaikan kepada Tuhan, atau sikap tubuh kita saat berdoa, tetapi yang terutama sekali adalah sikap hati kita saat mencari Tuhan.
Berdoa sesungguhnya adalah hal yang sangat mudah dilakukan siapa pun, tetapi tidak semua orang mau melakukannya kecuali ketika sedang terdesak masalah berat, di mana saat itulah orang mengerahkan kekuatan begitu rupa, rela bangun tengah malam dan duduk bersimpuh berdoa dan meratap. "Ya TUHAN, aku memanggil nama-Mu dari dasar lobang yang dalam. Engkau mendengar suaraku! Janganlah Kaututupi telinga-Mu terhadap kesahku dan teriak tolongku!" (Ratapan 3:55-56). Doa benar-benar mendorong kita fokus kepada Tuhan dan mengarahkan pandangan hanya kepada-Nya. Kita bisa menonton televisi selama berjam-jam tanpa merasa ngantuk dan capai, kita bisa menyediakan waktu menyalurkan hobi dan window shopping ke mal, tetapi kita seringkali mengabaikan jam-jam doa, kita mengalami kesulitan menyediakan waktu hanya beberapa menit saja untuk berdoa. Kita tidak tahan dan tidak betah berlama-lama untuk berdoa, padahal kekuatan orang percaya terletak di dalam doa.
Ketika mendapati Petrus dan kedua anak Zebedeus sedang tertidur saat diajak menemani-Nya berdoa di taman Getsemani, berkatalah Tuhan Yesus kepada mereka, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:40-41).
Kemalasan dan kenyamanan seringkali menjadi faktor penghalang kita untuk bertemu Tuhan dan juga sebagai penghambat berkat-berkat Tuhan! Kemalasan dan kenyamanan secara daging harus dilawan, tidak bisa dibiarkan! Jangan sampai kita menempatkan doa di urutan kesekian dalam hidup ini, sebab doa adalah basis utama segala berkat-berkat Tuhan yang telah disediakan-Nya.
Yakobus menegaskan, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Monday, June 20, 2016
TUHAN MEMANGGIL ORANG BERDOSA (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2016
Baca: Lukas 19:1-10
"Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Lukas 19:10
Zakheus adalah contoh lain orang yang mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan hidupnya mengalami perubahan 180 derajat. Dalam bahasa Ibrani nama Zakheus memiliki arti murni atau benar. Namun hal itu sangat kontradiktif dengan keseharian hidup Zakheus yang penuh ketidakmurnian dan ketidakbenaran.
Ditinjau dari segi materi Zakheus adalah orang yang sukses: kaya, punya jabatan dan kekuasaan. Selain mendapat gaji resmi dari pemerintah Romawi ia juga memperoleh gaji 'tidak resmi' yang merupakan ciri umum pejabat pemungut cukai, yang selalu identik dengan ketidakjujuran, manipulasi dan korupsi. Sebagai kepala pemungut cukai Zakheus punya jabatan dan kekuasaan karena memiliki banyak bawahan. Namun ia mengalami krisis identitas. Berlimpah harta, punya jabatan dan kekuasaan tidak membuatnya dihormati orang, sebaliknya ia malah dibenci dan dikucilkan lingkungan. Di ruang hatinya yang terdalam ada kehampaan dan kekosongan sehingga ia pun berupaya mencari sesuatu yang hilang itu! Begitu melihat Yesus sedang melintas kota Yerikho. "Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ." (ayat 3-4). Ia menghadapi kendala yang tidak mudah: kendala fisik (tubuhnya pendek) dan kendala sosial (dibenci, dimusuhi, dikucilkan). Namun hal itu tak mampu meredam hasratnya yang besar, bahkan ia rela memanjat pohon ara, hal yang tidak pantas dilakukan pejabat. Ketika orang lain tidak memedulikannya, mata Tuhan tertuju kepada Zakheus dan menyuruhnya segera turun karena Ia harus menumpang dirumahnya (ayat 5). Kata harus menyiratkan sebuah misi Ilahi Tuhan Yesus yaitu mencari dan menyelamatkan yang hilang.
Karena telah mengalami kasih Tuhan yang besar, harta kekayaan bukan lagi segala-galanya bagi Zakheus, terbukti dari kerelaannya membagikan hartanya kepada orang miskin secara sukarela, bahkan ia rela mengembalikan empat kali lipat.
Setelah mengalami kasih Tuhan hidup Zakheus diubahkan, harta bukan lagi segala-galanya, tapi Yesus adalah segala-galanya baginya!
Baca: Lukas 19:1-10
"Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Lukas 19:10
Zakheus adalah contoh lain orang yang mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan hidupnya mengalami perubahan 180 derajat. Dalam bahasa Ibrani nama Zakheus memiliki arti murni atau benar. Namun hal itu sangat kontradiktif dengan keseharian hidup Zakheus yang penuh ketidakmurnian dan ketidakbenaran.
Ditinjau dari segi materi Zakheus adalah orang yang sukses: kaya, punya jabatan dan kekuasaan. Selain mendapat gaji resmi dari pemerintah Romawi ia juga memperoleh gaji 'tidak resmi' yang merupakan ciri umum pejabat pemungut cukai, yang selalu identik dengan ketidakjujuran, manipulasi dan korupsi. Sebagai kepala pemungut cukai Zakheus punya jabatan dan kekuasaan karena memiliki banyak bawahan. Namun ia mengalami krisis identitas. Berlimpah harta, punya jabatan dan kekuasaan tidak membuatnya dihormati orang, sebaliknya ia malah dibenci dan dikucilkan lingkungan. Di ruang hatinya yang terdalam ada kehampaan dan kekosongan sehingga ia pun berupaya mencari sesuatu yang hilang itu! Begitu melihat Yesus sedang melintas kota Yerikho. "Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ." (ayat 3-4). Ia menghadapi kendala yang tidak mudah: kendala fisik (tubuhnya pendek) dan kendala sosial (dibenci, dimusuhi, dikucilkan). Namun hal itu tak mampu meredam hasratnya yang besar, bahkan ia rela memanjat pohon ara, hal yang tidak pantas dilakukan pejabat. Ketika orang lain tidak memedulikannya, mata Tuhan tertuju kepada Zakheus dan menyuruhnya segera turun karena Ia harus menumpang dirumahnya (ayat 5). Kata harus menyiratkan sebuah misi Ilahi Tuhan Yesus yaitu mencari dan menyelamatkan yang hilang.
Karena telah mengalami kasih Tuhan yang besar, harta kekayaan bukan lagi segala-galanya bagi Zakheus, terbukti dari kerelaannya membagikan hartanya kepada orang miskin secara sukarela, bahkan ia rela mengembalikan empat kali lipat.
Setelah mengalami kasih Tuhan hidup Zakheus diubahkan, harta bukan lagi segala-galanya, tapi Yesus adalah segala-galanya baginya!
Sunday, June 19, 2016
TUHAN MEMANGGIL ORANG BERDOSA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2016
Baca: Matius 9:9-13
"Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." Matius 9:13
Bukan perkara mudah bagi siapa pun untuk meninggalkan pekerjaan yang selama ini menjadi sumber penghasilan, lalu membuat keputusan mengikut Tuhan. Matius pasti terlebih dahulu menghitung untung ruginya atau menghitung resiko yang harus ditanggung sebelum membuat pilihan yang sangat berdampak bagi kehidupannya ini. Yang pasti, selain harus kehilangan pekerjaan, ia juga kehilangan penghasilan yang besar. Namun ternyata tidak ada keraguan sedikit pun dalam diri Matius. Ketika Yesus berkata kepadanya, "Ikutlah Aku", ia pun langsung mengikut Dia. Setelah mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan perubahan besar terjadi dalam dirinya, ia mengalami kehidupan yang baru. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Matius yang dulunya dikucilkan, dijauhi dan dimusuhi oleh banyak orang kini telah diterima dalam suatu komunitas, bahkan ia diangkat menjadi anak-anak Allah. Ia yang biasanya menggunakan penanya untuk menulis jumlah pemasukan uang yang ia dapatkan dari pemungut pajak, kini penanya Tuhan pakai untuk sebuah rencana yang besar yaitu menjadi mitra kerja-Nya. Injil Matius adalah buktinya! Tak seorang pun akan menduganya, seorang pemungut cukai yang punya reputasi buruk di mata masyarakat, dicap kejam, kikir dan berdosa akhirnya menjadi seorang penulis Injil, sebuah karya yang bernilai kekal, yang dibaca umat manusia di sepanjang sejarah.
Tidak ada perkara mustahil bagi Tuhan! Seburuk apa pun masa lalu kita jangan pernah merasa diri tidak layak untuk datang kepada Tuhan, karena tangan Tuhan selalu terbuka menyambut, menerima dan memulihkan kita! Tuhan memang sangat membenci semua jenis kejahatan, tetapi ia mengasihi orang yang melakukan, dengan maksud agar ia berbalik dan bertobat dari kejahatannya. Matius atau Lewi mendapatkan kasih dan anugerah berlimpah dari Tuhan Yesus yang nilainya tak bisa dibeli dengan harta apa pun!
"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." 1 Yohanes 1:9
Baca: Matius 9:9-13
"Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." Matius 9:13
Bukan perkara mudah bagi siapa pun untuk meninggalkan pekerjaan yang selama ini menjadi sumber penghasilan, lalu membuat keputusan mengikut Tuhan. Matius pasti terlebih dahulu menghitung untung ruginya atau menghitung resiko yang harus ditanggung sebelum membuat pilihan yang sangat berdampak bagi kehidupannya ini. Yang pasti, selain harus kehilangan pekerjaan, ia juga kehilangan penghasilan yang besar. Namun ternyata tidak ada keraguan sedikit pun dalam diri Matius. Ketika Yesus berkata kepadanya, "Ikutlah Aku", ia pun langsung mengikut Dia. Setelah mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan perubahan besar terjadi dalam dirinya, ia mengalami kehidupan yang baru. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Matius yang dulunya dikucilkan, dijauhi dan dimusuhi oleh banyak orang kini telah diterima dalam suatu komunitas, bahkan ia diangkat menjadi anak-anak Allah. Ia yang biasanya menggunakan penanya untuk menulis jumlah pemasukan uang yang ia dapatkan dari pemungut pajak, kini penanya Tuhan pakai untuk sebuah rencana yang besar yaitu menjadi mitra kerja-Nya. Injil Matius adalah buktinya! Tak seorang pun akan menduganya, seorang pemungut cukai yang punya reputasi buruk di mata masyarakat, dicap kejam, kikir dan berdosa akhirnya menjadi seorang penulis Injil, sebuah karya yang bernilai kekal, yang dibaca umat manusia di sepanjang sejarah.
Tidak ada perkara mustahil bagi Tuhan! Seburuk apa pun masa lalu kita jangan pernah merasa diri tidak layak untuk datang kepada Tuhan, karena tangan Tuhan selalu terbuka menyambut, menerima dan memulihkan kita! Tuhan memang sangat membenci semua jenis kejahatan, tetapi ia mengasihi orang yang melakukan, dengan maksud agar ia berbalik dan bertobat dari kejahatannya. Matius atau Lewi mendapatkan kasih dan anugerah berlimpah dari Tuhan Yesus yang nilainya tak bisa dibeli dengan harta apa pun!
"Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." 1 Yohanes 1:9
Saturday, June 18, 2016
TUHAN MEMANGGIL ORANG BERDOSA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2016
Baca: Markus 2:13-17
"Ia melihat Lewi anak Alfeus duduk di rumah cukai lalu Ia berkata kepadanya: 'Ikutlah Aku!' Maka berdirilah Lewi lalu mengikuti Dia." Markus 2:14
Siapakah Lewi? Lewi adalah nama lain dari Matius. Dalam bahasa Ibrani Matius berarti pemberian Tuhan. Ia tinggal di Kapernaum dan ayahnya bernama Alfeus. Profesi Lewi atau Matius adalah pemungut cukai. Ia ditunjuk oleh pemerintah Romawi untuk memungut pajak dari masyarakat, dari pedagang dan yang melalui wilayah kerjanya, lalu ia mengambil komisi dari pajak yang dipungutnya itu.
Kebanyakan pemungut cukai memungut lebih dari yang seharusnya sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar. Itulah sebabnya masa itu pemungut cukai dianggap 'setara' dengan orang-orang yang kotor, hina dan berdosa di mata masyarakat Yahudi karena dianggap sebagai pengkhianat bangsa; keturunan Yahudi tetapi bekerja dan menjadi antek-antek pemerintahan Romawi. Mereka diibaratkan 'lintah darat' yang 'menghisap darah' bangsanya sendiri dan memihak pemerintahan Romawi. Tidaklah heran jika pemungut cukai dibenci dan dikucilkan orang-orang sebangsanya.
Timbul pertanyaan dalam diri orang-orang Yahudi: apakah tidak salah Tuhan Yesus memanggil orang seperti ini? Padahal Tuhan sendiri tahu siapa itu Lewi dan apa profesinya, namun Ia justru memanggil orang itu untuk menjadi murid-Nya. Tindakan Tuhan Yesus yang mau makan bersama dengan Lewi dan para pemungut cukai lainnya tentu mengundang kontroversial, sehingga menimbulkan kecurigaan dan reaksi keras dalam diri ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi yang selalu menganggap diri sendiri paling benar dan suka sekali menghakimi orang lain. "Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (ayat 16). Menanggapi hal itu Tuhan Yesus memberikan jawaban yang lebih mencengangkan lagi, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ayat 17). Tuhan dengan sangat gamblang menjelaskan kepada mereka tentang maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia yaitu memanggil orang yang berdosa.
Sebagai Tabib yang ajaib Tuhan Yesus datang untuk mengobati, menyembuhkan dan memulihkan orang-orang yang 'sakit'.
Baca: Markus 2:13-17
"Ia melihat Lewi anak Alfeus duduk di rumah cukai lalu Ia berkata kepadanya: 'Ikutlah Aku!' Maka berdirilah Lewi lalu mengikuti Dia." Markus 2:14
Siapakah Lewi? Lewi adalah nama lain dari Matius. Dalam bahasa Ibrani Matius berarti pemberian Tuhan. Ia tinggal di Kapernaum dan ayahnya bernama Alfeus. Profesi Lewi atau Matius adalah pemungut cukai. Ia ditunjuk oleh pemerintah Romawi untuk memungut pajak dari masyarakat, dari pedagang dan yang melalui wilayah kerjanya, lalu ia mengambil komisi dari pajak yang dipungutnya itu.
Kebanyakan pemungut cukai memungut lebih dari yang seharusnya sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar. Itulah sebabnya masa itu pemungut cukai dianggap 'setara' dengan orang-orang yang kotor, hina dan berdosa di mata masyarakat Yahudi karena dianggap sebagai pengkhianat bangsa; keturunan Yahudi tetapi bekerja dan menjadi antek-antek pemerintahan Romawi. Mereka diibaratkan 'lintah darat' yang 'menghisap darah' bangsanya sendiri dan memihak pemerintahan Romawi. Tidaklah heran jika pemungut cukai dibenci dan dikucilkan orang-orang sebangsanya.
Timbul pertanyaan dalam diri orang-orang Yahudi: apakah tidak salah Tuhan Yesus memanggil orang seperti ini? Padahal Tuhan sendiri tahu siapa itu Lewi dan apa profesinya, namun Ia justru memanggil orang itu untuk menjadi murid-Nya. Tindakan Tuhan Yesus yang mau makan bersama dengan Lewi dan para pemungut cukai lainnya tentu mengundang kontroversial, sehingga menimbulkan kecurigaan dan reaksi keras dalam diri ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi yang selalu menganggap diri sendiri paling benar dan suka sekali menghakimi orang lain. "Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (ayat 16). Menanggapi hal itu Tuhan Yesus memberikan jawaban yang lebih mencengangkan lagi, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ayat 17). Tuhan dengan sangat gamblang menjelaskan kepada mereka tentang maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia yaitu memanggil orang yang berdosa.
Sebagai Tabib yang ajaib Tuhan Yesus datang untuk mengobati, menyembuhkan dan memulihkan orang-orang yang 'sakit'.
Friday, June 17, 2016
PENYESATAN DI AKHIR ZAMAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2016
Baca: 2 Tesalonika 2:1-12
"Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa," 2 Tesalonika 2:3
Selama berada di dunia ini perjalanan hidup kekristenan kita tidak akan selalu berjalan dengan mulus, sebab ada banyak sekali tantangan, rintangan yang selalu menghadang langkah kita. Faktor-faktor inilah yang membuat banyak orang Kristen tidak lagi fokus kepada tujuan, mata mereka tidak lagi terarah kepada sasaran melainkan mulai menyimpang dari arah yang sesungguhnya. Ada pula yang terseret arus dunia yang sangat menyesatkan. Akhir-akhir ini kita sering mendengar kabar atau berita yang aneh-aneh tentang berbagai jenis penyesatan yang menyerang iman Kristen. Ada gereja-gereja atau persekutuan doa yang tidak lagi memberitakan Injil Kristus secara murni, tetapi Injil sudah diselewengkan dan terkontaminasi dengan logika.
Sebenarnya kita tidak perlu terkejut lagi karena Alkitab sudah menyatakan jauh sebelumnya bahwa penyesatan, kedurhakaan dan berbagai penyimpangan akan banyak terjadi sebelum hari kedatangan Tuhan tiba, bahkan hal itu tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi melainkan secara terang-terangan. Mengapa hal ini Tuhan ijinkan terjadi? Tujuannya adalah untuk menguji iman dan kesungguhan orang percaya dalam mengiring Tuhan. "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12).
Bukan waktunya lagi orang Kristen hidup santai-santai. Mari tingkatkan kualitas iman kita. Jangan sampai kita terjebak dalam rutinitas ibadah dan pelayanan, melainkan usahakanlah kita benar-benar menjadi pelaku firman, sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Salah satu faktor orang Kristen mudah sekali disesatkan dan diombang-ambingkan adalah karena mereka tidak tergembala dengan baik dan tidak tertanam di gereja lokal, yang dikarenakan mereka suka sekali pindah-pindah gereja dan tidak memiliki komitmen!
Tingkatkan ibadah dan tertanamlah di gereja lokal agar tidak mudah disesatkan!
Baca: 2 Tesalonika 2:1-12
"Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa," 2 Tesalonika 2:3
Selama berada di dunia ini perjalanan hidup kekristenan kita tidak akan selalu berjalan dengan mulus, sebab ada banyak sekali tantangan, rintangan yang selalu menghadang langkah kita. Faktor-faktor inilah yang membuat banyak orang Kristen tidak lagi fokus kepada tujuan, mata mereka tidak lagi terarah kepada sasaran melainkan mulai menyimpang dari arah yang sesungguhnya. Ada pula yang terseret arus dunia yang sangat menyesatkan. Akhir-akhir ini kita sering mendengar kabar atau berita yang aneh-aneh tentang berbagai jenis penyesatan yang menyerang iman Kristen. Ada gereja-gereja atau persekutuan doa yang tidak lagi memberitakan Injil Kristus secara murni, tetapi Injil sudah diselewengkan dan terkontaminasi dengan logika.
Sebenarnya kita tidak perlu terkejut lagi karena Alkitab sudah menyatakan jauh sebelumnya bahwa penyesatan, kedurhakaan dan berbagai penyimpangan akan banyak terjadi sebelum hari kedatangan Tuhan tiba, bahkan hal itu tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi melainkan secara terang-terangan. Mengapa hal ini Tuhan ijinkan terjadi? Tujuannya adalah untuk menguji iman dan kesungguhan orang percaya dalam mengiring Tuhan. "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12).
Bukan waktunya lagi orang Kristen hidup santai-santai. Mari tingkatkan kualitas iman kita. Jangan sampai kita terjebak dalam rutinitas ibadah dan pelayanan, melainkan usahakanlah kita benar-benar menjadi pelaku firman, sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Salah satu faktor orang Kristen mudah sekali disesatkan dan diombang-ambingkan adalah karena mereka tidak tergembala dengan baik dan tidak tertanam di gereja lokal, yang dikarenakan mereka suka sekali pindah-pindah gereja dan tidak memiliki komitmen!
Tingkatkan ibadah dan tertanamlah di gereja lokal agar tidak mudah disesatkan!
Thursday, June 16, 2016
TEGURAN YANG MENDATANGKAN KEBAIKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2016
Baca: Amsal 19:1-29
"jikalau orang yang berpengertian ditegur, ia menjadi insaf." Amsal 19:25
Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan atau pelanggaran, sebab nobody perfect. Akibatnya tentu kita tak luput dari teguran: ditegur orangtua, guru atau dosen, ditegur pimpinan di tempat kerja, ditegur oleh pemimpin rohani atau hamba Tuhan di gereja, bahkan ditegur sendiri oleh Tuhan. Adapun respons tiap-tiap orang ketika menerima teguran itu berbeda-beda, ada yang bisa menerima dengan lapang dada, tapi tidak sedikit yang mengeraskan hati, tersinggung, marah dan bersikeras tidak mau mengakui kesalahan.
Teguran Tuhan terhadap umat-Nya ada berbagai cara: melalui firman-Nya, masalah, peristiwa atau situasi yang terjadi. Meski demikian jangan selalu beranggapan bahwa ketika orang lain sedang mengalami masalah berat atau sakit-penyakit artinya orang tersebut sedang ditegur Tuhan karena telah berbuat dosa. Tidak selalu seperti itu! Bila saat ini kita menerima teguran Tuhan dalam bentuk apa pun, belajarlah untuk tetap mengucap syukur, karena setiap teguran-Nya selalu mendatangkan kebaikan bagi kita: membuat hidup kita jauh lebih baik, memurnikan iman, dan bukti bahwa Dia sangat mengasihi dan memedulikan kita. Justru ketika kita bebas dari teguran Tuhan berarti kita ini adalah anak-anak gampang. "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:6, 8). Sebagai anak-anak Tuhan sudah selayaknya kita menerima didikan-Nya dalam bentuk teguran. Jangan sekali-kali berusaha lari dari teguran, sebab "Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." (Amsal 10:17).
Petiklah pelajaran dari kisah anak yang hilang yang memilih hidup menurut kehendak sendiri karena ia ingin hidup bebas dari teguran bapanya. Apa yang ia alami? Keadaannya tidak bertambah baik, malah semakin buruk; akhirnya keadaanlah yang menegur dia. Seringkali ketika ada masalah dan penderitaan yang berat barulah kita menyadari kesalahan kita.
"Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi." Amsal 29:1
Baca: Amsal 19:1-29
"jikalau orang yang berpengertian ditegur, ia menjadi insaf." Amsal 19:25
Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan atau pelanggaran, sebab nobody perfect. Akibatnya tentu kita tak luput dari teguran: ditegur orangtua, guru atau dosen, ditegur pimpinan di tempat kerja, ditegur oleh pemimpin rohani atau hamba Tuhan di gereja, bahkan ditegur sendiri oleh Tuhan. Adapun respons tiap-tiap orang ketika menerima teguran itu berbeda-beda, ada yang bisa menerima dengan lapang dada, tapi tidak sedikit yang mengeraskan hati, tersinggung, marah dan bersikeras tidak mau mengakui kesalahan.
Teguran Tuhan terhadap umat-Nya ada berbagai cara: melalui firman-Nya, masalah, peristiwa atau situasi yang terjadi. Meski demikian jangan selalu beranggapan bahwa ketika orang lain sedang mengalami masalah berat atau sakit-penyakit artinya orang tersebut sedang ditegur Tuhan karena telah berbuat dosa. Tidak selalu seperti itu! Bila saat ini kita menerima teguran Tuhan dalam bentuk apa pun, belajarlah untuk tetap mengucap syukur, karena setiap teguran-Nya selalu mendatangkan kebaikan bagi kita: membuat hidup kita jauh lebih baik, memurnikan iman, dan bukti bahwa Dia sangat mengasihi dan memedulikan kita. Justru ketika kita bebas dari teguran Tuhan berarti kita ini adalah anak-anak gampang. "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:6, 8). Sebagai anak-anak Tuhan sudah selayaknya kita menerima didikan-Nya dalam bentuk teguran. Jangan sekali-kali berusaha lari dari teguran, sebab "Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." (Amsal 10:17).
Petiklah pelajaran dari kisah anak yang hilang yang memilih hidup menurut kehendak sendiri karena ia ingin hidup bebas dari teguran bapanya. Apa yang ia alami? Keadaannya tidak bertambah baik, malah semakin buruk; akhirnya keadaanlah yang menegur dia. Seringkali ketika ada masalah dan penderitaan yang berat barulah kita menyadari kesalahan kita.
"Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi." Amsal 29:1
Wednesday, June 15, 2016
PILIHAN HIDUP MENENTUKAN MASA DEPAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2016
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Jadi sekarang, marilah kita pergi menghadap untuk memberitahukan hal itu ke istana raja." 2 Raja-Raja 7-9c
Pergumulan yang dihadapi keempat orang kusta itu tidak berhenti sampai di situ, mereka kembali dihadapkan pada pilihan: ketika mendapati tentara Aram sudah lari tunggang-langgang dengan meninggalkan harta bendanya, mereka harus memilih untuk diam dan menikmati semua jarahan, tapi dengan resiko bila ketahuan orang mereka akan menerima hukuman yang berat; ataukah mereka memilih untuk memberitahukan kepada raja agar seluruh penduduk kota juga dapat menikmati jarahan. "Mereka pergi, lalu berseru kepada penunggu pintu gerbang kota dan menceritakan kepada orang-orang itu, katanya: 'Kami sudah masuk ke tempat perkemahan orang Aram, dan ternyata tidak ada orang di sana, dan tidak ada suara manusia kedengaran, hanya ada kuda dan keledai tertambat dan kemah-kemah ditinggalkan dengan begitu saja.'" (ayat 10).
Pergumulan yang dihadapi keempat orang kusta adalah sebuah gambaran bahwa dalam kehidupan ini seringkali kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak mudah, dimana masing-masing pilihan menghasilkan sebuah konsekuensi atau dampak, baik itu positif atau negatif, menuntun kita kepada keberhasilan atau kegagalan, masa depan cerah atau masa depan suram, membawa kepada kehidupan atau kematian. "Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal." (Ulangan 11:26-28). Keempat orang kusta itu berani mempertaruhkan nyawanya dengan mendatangi perkemahan tentara Aram dimana akhirnya mereka pun mendapatkan upahnya yaitu jarahan yang melimpah, bahkan ketika mereka memilih untuk memberitahukan hal itu kepada raja, mereka pun menjadi penyelamat bagi bangsanya dari bencana kelaparan.
Pilihan hidup yang kita ambil ini akan menentukan hidup kita di masa depan.
Pilihlah hal-hal yang positif: "Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu," Ulangan 30:19b
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Jadi sekarang, marilah kita pergi menghadap untuk memberitahukan hal itu ke istana raja." 2 Raja-Raja 7-9c
Pergumulan yang dihadapi keempat orang kusta itu tidak berhenti sampai di situ, mereka kembali dihadapkan pada pilihan: ketika mendapati tentara Aram sudah lari tunggang-langgang dengan meninggalkan harta bendanya, mereka harus memilih untuk diam dan menikmati semua jarahan, tapi dengan resiko bila ketahuan orang mereka akan menerima hukuman yang berat; ataukah mereka memilih untuk memberitahukan kepada raja agar seluruh penduduk kota juga dapat menikmati jarahan. "Mereka pergi, lalu berseru kepada penunggu pintu gerbang kota dan menceritakan kepada orang-orang itu, katanya: 'Kami sudah masuk ke tempat perkemahan orang Aram, dan ternyata tidak ada orang di sana, dan tidak ada suara manusia kedengaran, hanya ada kuda dan keledai tertambat dan kemah-kemah ditinggalkan dengan begitu saja.'" (ayat 10).
Pergumulan yang dihadapi keempat orang kusta adalah sebuah gambaran bahwa dalam kehidupan ini seringkali kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak mudah, dimana masing-masing pilihan menghasilkan sebuah konsekuensi atau dampak, baik itu positif atau negatif, menuntun kita kepada keberhasilan atau kegagalan, masa depan cerah atau masa depan suram, membawa kepada kehidupan atau kematian. "Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal." (Ulangan 11:26-28). Keempat orang kusta itu berani mempertaruhkan nyawanya dengan mendatangi perkemahan tentara Aram dimana akhirnya mereka pun mendapatkan upahnya yaitu jarahan yang melimpah, bahkan ketika mereka memilih untuk memberitahukan hal itu kepada raja, mereka pun menjadi penyelamat bagi bangsanya dari bencana kelaparan.
Pilihan hidup yang kita ambil ini akan menentukan hidup kita di masa depan.
Pilihlah hal-hal yang positif: "Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu," Ulangan 30:19b
Tuesday, June 14, 2016
PILIHAN HIDUP MENENTUKAN MASA DEPAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2016
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Jika mereka membiarkan kita hidup, kita akan hidup, dan jika mereka mematikan kita, kita akan mati. Lalu pada waktu senja bangkitlah mereka masuk ke tempat perkemahan orang Aram." 2 Raja-Raja 7:4b-5a
Dalam pembacaan firman Tuhan hari ini kita menyimak sebuah percakapan empat orang kusta yang sedang duduk di luar pintu gerbang kota Samaria, yang saat itu sedang dikepung oleh raja Benhadad dari kerajaan Aram.
Keempat orang kusta berada di luar pintu gerbang kota karena pada waktu itu orang yang sakit kusta dianggap najis dan harus dikucilkan, diasingkan dari masyarakat lainnya. Kemungkinan besar pengepungan itu sudah berjalan 7 tahun lamanya sehingga menimbulkan kelaparan yang sangat hebat di seluruh negeri. Akibat kelaparan ini semua orang mengalami penderitaan yang luar biasa karena terbatasnya bahan makanan...kalaupun ada harganya pun selangit: "...sesukat tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat jelai akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria." (2 Raja-Raja 7:1). Bahkan ada ibu-ibu yang sepakat untuk saling memakan anak-anak mereka sendiri, hal itu terpaksa dilakukan karena mereka tidak sanggup menahan laparnya!
Keempat orang kusta itu sedang dihadapkan pada pilihan hidup yang berat: apakah memilih untuk tetap duduk-duduk di depan pintu gerbang sampai ajal menjemput, memutuskan untuk nekat masuk kota tetapi akan berakhir dengan kematian karena di kota juga sedang terjadi kelaparan, atau memilih untuk menyeberang ke perkemahan tentara Aram. Bila mereka memilih pilihan yang terakhir ini ada dua kemungkinan yang terjadi: mereka akan dibiarkan hidup atau mati terbunuh oleh musuh. Akhirnya mereka memilih untuk mendatangi perkemahan tentara Aram! Apa yang mereka pilih adalah yang terbaik dari semua pilihan yang ada. Dengan penuh pengharapan mereka melangkah menuju perkemahan tentara Aram pada waktu senja. Apa yang terjadi? Di luar dugaan perkemahan itu sudah ditinggalkan secara buru-buru oleh tentara Aram: kuda, keledai, makanan, minuman, emas, perak dan pakaian, ditinggalkannya. Pilihan hidup yang telah diambil keempat orang kusta itu ternyata membuahkan hasil yang jauh dari dugaan atau prediksi semula! Andai mereka tetap duduk-duduk di luar pintu gerbang kota dan pasrah kepada nasib, kematian pasti cepat menjemputnya... (Bersambung)
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Jika mereka membiarkan kita hidup, kita akan hidup, dan jika mereka mematikan kita, kita akan mati. Lalu pada waktu senja bangkitlah mereka masuk ke tempat perkemahan orang Aram." 2 Raja-Raja 7:4b-5a
Dalam pembacaan firman Tuhan hari ini kita menyimak sebuah percakapan empat orang kusta yang sedang duduk di luar pintu gerbang kota Samaria, yang saat itu sedang dikepung oleh raja Benhadad dari kerajaan Aram.
Keempat orang kusta berada di luar pintu gerbang kota karena pada waktu itu orang yang sakit kusta dianggap najis dan harus dikucilkan, diasingkan dari masyarakat lainnya. Kemungkinan besar pengepungan itu sudah berjalan 7 tahun lamanya sehingga menimbulkan kelaparan yang sangat hebat di seluruh negeri. Akibat kelaparan ini semua orang mengalami penderitaan yang luar biasa karena terbatasnya bahan makanan...kalaupun ada harganya pun selangit: "...sesukat tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat jelai akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria." (2 Raja-Raja 7:1). Bahkan ada ibu-ibu yang sepakat untuk saling memakan anak-anak mereka sendiri, hal itu terpaksa dilakukan karena mereka tidak sanggup menahan laparnya!
Keempat orang kusta itu sedang dihadapkan pada pilihan hidup yang berat: apakah memilih untuk tetap duduk-duduk di depan pintu gerbang sampai ajal menjemput, memutuskan untuk nekat masuk kota tetapi akan berakhir dengan kematian karena di kota juga sedang terjadi kelaparan, atau memilih untuk menyeberang ke perkemahan tentara Aram. Bila mereka memilih pilihan yang terakhir ini ada dua kemungkinan yang terjadi: mereka akan dibiarkan hidup atau mati terbunuh oleh musuh. Akhirnya mereka memilih untuk mendatangi perkemahan tentara Aram! Apa yang mereka pilih adalah yang terbaik dari semua pilihan yang ada. Dengan penuh pengharapan mereka melangkah menuju perkemahan tentara Aram pada waktu senja. Apa yang terjadi? Di luar dugaan perkemahan itu sudah ditinggalkan secara buru-buru oleh tentara Aram: kuda, keledai, makanan, minuman, emas, perak dan pakaian, ditinggalkannya. Pilihan hidup yang telah diambil keempat orang kusta itu ternyata membuahkan hasil yang jauh dari dugaan atau prediksi semula! Andai mereka tetap duduk-duduk di luar pintu gerbang kota dan pasrah kepada nasib, kematian pasti cepat menjemputnya... (Bersambung)
Monday, June 13, 2016
PEKA AKAN KEHADIRAN ROH KUDUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2016
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" 1 Korintus 3:16
Berbicara tentang negeri Belanda, kincir angin pasti tak luput dari bahan pembicaraan, karena sebutan lain dari negeri Belanda adalah negeri kincir angin. Hampir semua orang pasti tahu tentang kincir angin yang merupakan sebuah alat yang berbentuk baling-baling besar ataupun kecil tergantung dari kegunaannya, di mana baling-balingnya akan berputar dan bergerak ketika ada angin yang mendorongnya. Kincir angin memanfaatkan energi angin untuk diubah menjadi kekuatan mekanik. Kegunaan kincir angin adalah: sebagai pembangkit listrik, membantu penyaluran air dalam irigasi dan sebagainya. Kincir angin akan memiliki nilai guna apabila setiap bagiannya dapat bekerja dengan baik, terutama sekali baling-baling yang adalah bagian paling vital, karena instrumen ini berfungsi untuk menangkap angin yang sewaktu-waktu datang, baik itu berupa angin yang sangat kencang atau pun yang berhembus sangat lembut, sepoi-sepoi. Apa pun jenis angin yang berhembus, asal baling-baling kincir angin tersebut tidak rusak, pasti dapat ditangkapnya.
Angin adalah salah satu simbol atau lambang kehadiran Roh Kudus, sedangkan kincir angin adalah gambaran kehidupan orang percaya. Seringkali kita tidak bisa 'menangkap' dan merasakan kehadiran Roh Kudus karena 'baling-baling' kehidupan kita tidak dapat berfungsi dengan baik, alias rusak. Kita tidak lagi memiliki kepekaan rohani karena kehidupan rohani kita tidak kita pelihara dengan baik. Tubuh kita adalah bait Allah, tempat Roh Kudus berdiam dan "Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:17).
Jika kita senantiasa menjaga dan memelihara kerohanian kita dengan baik kita tidak akan kehilangan kepekaan akan suara Roh Kudus, sebaliknya kita akan memiliki pancaindera yang semakin terlatih. Caranya? Milikilah persekutuan yang karib dengan Tuhan setiap hari, dan jangan sekali-kali menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah!
Karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus kita harus merawatnya dengan baik, supaya kita peka akan kehadiran-Nya.
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" 1 Korintus 3:16
Berbicara tentang negeri Belanda, kincir angin pasti tak luput dari bahan pembicaraan, karena sebutan lain dari negeri Belanda adalah negeri kincir angin. Hampir semua orang pasti tahu tentang kincir angin yang merupakan sebuah alat yang berbentuk baling-baling besar ataupun kecil tergantung dari kegunaannya, di mana baling-balingnya akan berputar dan bergerak ketika ada angin yang mendorongnya. Kincir angin memanfaatkan energi angin untuk diubah menjadi kekuatan mekanik. Kegunaan kincir angin adalah: sebagai pembangkit listrik, membantu penyaluran air dalam irigasi dan sebagainya. Kincir angin akan memiliki nilai guna apabila setiap bagiannya dapat bekerja dengan baik, terutama sekali baling-baling yang adalah bagian paling vital, karena instrumen ini berfungsi untuk menangkap angin yang sewaktu-waktu datang, baik itu berupa angin yang sangat kencang atau pun yang berhembus sangat lembut, sepoi-sepoi. Apa pun jenis angin yang berhembus, asal baling-baling kincir angin tersebut tidak rusak, pasti dapat ditangkapnya.
Angin adalah salah satu simbol atau lambang kehadiran Roh Kudus, sedangkan kincir angin adalah gambaran kehidupan orang percaya. Seringkali kita tidak bisa 'menangkap' dan merasakan kehadiran Roh Kudus karena 'baling-baling' kehidupan kita tidak dapat berfungsi dengan baik, alias rusak. Kita tidak lagi memiliki kepekaan rohani karena kehidupan rohani kita tidak kita pelihara dengan baik. Tubuh kita adalah bait Allah, tempat Roh Kudus berdiam dan "Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:17).
Jika kita senantiasa menjaga dan memelihara kerohanian kita dengan baik kita tidak akan kehilangan kepekaan akan suara Roh Kudus, sebaliknya kita akan memiliki pancaindera yang semakin terlatih. Caranya? Milikilah persekutuan yang karib dengan Tuhan setiap hari, dan jangan sekali-kali menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah!
Karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus kita harus merawatnya dengan baik, supaya kita peka akan kehadiran-Nya.
Sunday, June 12, 2016
ORANG PERCAYA: Dalam Jaminan Tuhan (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2016
Baca: Efesus 1:3-14
"Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya," Efesus 1:14
Tuhan Yesus menegaskan, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Kata kebenaran di sini adalah aleiteia yang artinya the truth, kebenaran yang asasi.
2. Roh Kudus. Ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus seketika itu juga kita dimeteraikan oleh Roh Kudus. "di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." (Efesus 1:13b). Roh Kudus adalah meterai yang sah. Di zaman itu meterai memiliki makna bahwa yang di meteraikan menjadi milik yang memetraikan. Meterai yang sudah dipakai tidak bisa diperjualbelikan lagi, karena meterai tersebut dipegang secara rahasia oleh pemiliknya yang umumnya orang-orang the have. Setiap pemilik memiliki meterai yang berbeda-beda yang sudah dicap. Meterai Roh Kudus juga sebagai tanda bahwa kita menjadi milik Tuhan sepenuhnya, dan karena kita adalah milik Tuhan maka kita akan dijaga, dipelihara dan dilindungi Tuhan seperti biji mata-Nya sendiri. "...sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya..." (Zakharia 2:8).
Dimeteraikan Roh Kudus artinya sudah tuntas, takkan dikoreksi lagi, apalagi sampai dibatalkan, sebab di dalam Kristus segala janji Allah adalah ya dan amin. Karena kita telah dimeteraikan oleh Roh-Nya kita pun memiliki tanggung jawab besar di hadapan Tuhan, tidak bisa lagi hidup sembrono, sebaliknya harus berusaha hidup berkenan kepada Tuhan dan semakin memiliki kepekaan rohani. "...mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14), "...dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kalau Roh Kudus menjadi jaminan kita, ini merupakan satu keterikatan untuk kita mendapatkan keseluruhannya, karena Ia memeteraikan kita bukan untuk kurun waktu tertentu, tetapi seumur hidup. Jadi Roh Kudus akan terus berkarya di dalam kita sampai kita memperoleh seluruhnya.
Adakah jaminan yang lebih besar dari semua ini? "Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya." Ibrani 10:35
Baca: Efesus 1:3-14
"Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya," Efesus 1:14
Tuhan Yesus menegaskan, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Kata kebenaran di sini adalah aleiteia yang artinya the truth, kebenaran yang asasi.
2. Roh Kudus. Ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus seketika itu juga kita dimeteraikan oleh Roh Kudus. "di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu." (Efesus 1:13b). Roh Kudus adalah meterai yang sah. Di zaman itu meterai memiliki makna bahwa yang di meteraikan menjadi milik yang memetraikan. Meterai yang sudah dipakai tidak bisa diperjualbelikan lagi, karena meterai tersebut dipegang secara rahasia oleh pemiliknya yang umumnya orang-orang the have. Setiap pemilik memiliki meterai yang berbeda-beda yang sudah dicap. Meterai Roh Kudus juga sebagai tanda bahwa kita menjadi milik Tuhan sepenuhnya, dan karena kita adalah milik Tuhan maka kita akan dijaga, dipelihara dan dilindungi Tuhan seperti biji mata-Nya sendiri. "...sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya..." (Zakharia 2:8).
Dimeteraikan Roh Kudus artinya sudah tuntas, takkan dikoreksi lagi, apalagi sampai dibatalkan, sebab di dalam Kristus segala janji Allah adalah ya dan amin. Karena kita telah dimeteraikan oleh Roh-Nya kita pun memiliki tanggung jawab besar di hadapan Tuhan, tidak bisa lagi hidup sembrono, sebaliknya harus berusaha hidup berkenan kepada Tuhan dan semakin memiliki kepekaan rohani. "...mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14), "...dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kalau Roh Kudus menjadi jaminan kita, ini merupakan satu keterikatan untuk kita mendapatkan keseluruhannya, karena Ia memeteraikan kita bukan untuk kurun waktu tertentu, tetapi seumur hidup. Jadi Roh Kudus akan terus berkarya di dalam kita sampai kita memperoleh seluruhnya.
Adakah jaminan yang lebih besar dari semua ini? "Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya." Ibrani 10:35
Saturday, June 11, 2016
ORANG PERCAYA: Dalam Jaminan Tuhan (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2016
Baca: Efesus 1:3-14
"supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya."
Adalah sia-sia menaruh pengharapan dan menggantungkan hidup kita kepada dunia karena dunia penuh ketidakpastian. Segala hal yang terjadi sulit sekali diprediksi dan mudah sekali berubah. Sangatlah wajar jika dunia penuh dengan orang-orang yang mudah kuatir, cemas, panik, bingung, frustasi dan putus asa. Celah inilah yang dimanfaatkan Iblis untuk melemahkan, memorakporandakan dan menghancurkan pertahanan iman, sehingga mudah "...diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan," (Efesus 4:14).
Meski berada di tengah dunia yang serba tidak pasti, tidak seharusnya orang percaya menjadi lemah, sebab di dalam Tuhan kita "...menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28), dan mendapatkan jaminan yang pasti. Jaminan hidup orang percaya bukan berasal dari manusia atau dunia, melainkan dari Tuhan di atas segala tuan, Raja di atas segala raja. Karena Tuhan yang menjamin, jaminan tersebut bukan hanya dalam bidang kehidupan tertentu, tetapi meliputi seluruh aspek (menyeluruh), bahkan dikaruniakannya kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9), sehingga rasul Paulus dapat berkata, "...aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." (2 Timotius 1:12). Rasul Paulus tahu kepada siapa ia percaya dan menaruh pengharapan, sebab jaminan di dalam Tuhan adalah jaminan yang pasti dan tidak bisa diganggu gugat siapa pun.
Jaminan hidup orang percaya adalah: 1. Keselamatan. Kekristenan dimulai dengan karya Tuhan Yesus di kayu salib. Tanpa penebusan darah Kristus tidak ada kebenaran sejati dan keselamatan. "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). (Bersambung)
Baca: Efesus 1:3-14
"supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya."
Adalah sia-sia menaruh pengharapan dan menggantungkan hidup kita kepada dunia karena dunia penuh ketidakpastian. Segala hal yang terjadi sulit sekali diprediksi dan mudah sekali berubah. Sangatlah wajar jika dunia penuh dengan orang-orang yang mudah kuatir, cemas, panik, bingung, frustasi dan putus asa. Celah inilah yang dimanfaatkan Iblis untuk melemahkan, memorakporandakan dan menghancurkan pertahanan iman, sehingga mudah "...diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan," (Efesus 4:14).
Meski berada di tengah dunia yang serba tidak pasti, tidak seharusnya orang percaya menjadi lemah, sebab di dalam Tuhan kita "...menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan," (Ibrani 12:28), dan mendapatkan jaminan yang pasti. Jaminan hidup orang percaya bukan berasal dari manusia atau dunia, melainkan dari Tuhan di atas segala tuan, Raja di atas segala raja. Karena Tuhan yang menjamin, jaminan tersebut bukan hanya dalam bidang kehidupan tertentu, tetapi meliputi seluruh aspek (menyeluruh), bahkan dikaruniakannya kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9), sehingga rasul Paulus dapat berkata, "...aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." (2 Timotius 1:12). Rasul Paulus tahu kepada siapa ia percaya dan menaruh pengharapan, sebab jaminan di dalam Tuhan adalah jaminan yang pasti dan tidak bisa diganggu gugat siapa pun.
Jaminan hidup orang percaya adalah: 1. Keselamatan. Kekristenan dimulai dengan karya Tuhan Yesus di kayu salib. Tanpa penebusan darah Kristus tidak ada kebenaran sejati dan keselamatan. "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). (Bersambung)
Friday, June 10, 2016
HIDUP KRISTEN SEPERTI POHON ZAITUN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2016
Baca: Mazmur 52:1-11
"Tetapi aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya." Mazmur 54:10
Kehidupan orang percaya seringkali Alkitab ibaratkan seperti pohon atau tanaman yang harus mengalami pertumbuhan fase demi fase: mulai dari bertunas, berakar, bertumbuh dan kemudian berbuah.
Inilah kehidupan Kristen yang normal yaitu kehidupan yang terus bertumbuh secara rohani, "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Artinya hidup Kristen adalah hidup yang terus berproses, dinamis, bergerak maju, aktif dan tidak statis. Namun banyak orang yang sudah mengikut Tuhan atau menjadi Kristen selama bertahun-tahun kehidupan rohaninya tidak mengalami perubahan yang berarti, tidak ada kemajuan, seperti berjalan di tempat. Jika demikian berarti kekristenan mereka sudah mati, walau secara kasat mata masih tampak melakukan aktivitas kerohanian yang mungkin tak lebih dari sekedar rutinitas.
Kehidupan rohani orang percaya seharusnya seperti pohon Zaitun, jenis pohon yang dapat bertahan hidup ribuan tahun lamanya. Ini berbicara tentang kesetiaan kita mengiring Tuhan. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b). Semakin kita setia kepada Tuhan, semakin kita melekat kepada-Nya, semakin kita beroleh kekuatan untuk menghadapi angin, badai dan gelombang kehidupan. Maka kita harus seperti pohon zaitun yang tertanam di rumah Tuhan, yang sekali tertanam akan tetap tertanam sampai selama-lamanya. Akar pohon zaitun pun sangat kuat sehingga tidak mudah dicabut atau dipindahkan ke tempat lain, itulah sebabnya ia dapat hidup dalam waktu yang sangat lama. Pohon zaitun adalah pohon yang menghasilkan minyak yang pada masa itu sering dipakai untuk mengurapi raja, di samping untuk keperluan hidup sehari-hari, dimana semua orang membutuhkannya. Hidup Kristen adalah hidup yang harus menghasilkan buah yang baik yang dapat dinikmati banyak orang, menjadi berkat bagi orang lain.
"Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau,...mereka berjalan makin lama makin kuat," Mazmur 84:6, 8
Baca: Mazmur 52:1-11
"Tetapi aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya." Mazmur 54:10
Kehidupan orang percaya seringkali Alkitab ibaratkan seperti pohon atau tanaman yang harus mengalami pertumbuhan fase demi fase: mulai dari bertunas, berakar, bertumbuh dan kemudian berbuah.
Inilah kehidupan Kristen yang normal yaitu kehidupan yang terus bertumbuh secara rohani, "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Artinya hidup Kristen adalah hidup yang terus berproses, dinamis, bergerak maju, aktif dan tidak statis. Namun banyak orang yang sudah mengikut Tuhan atau menjadi Kristen selama bertahun-tahun kehidupan rohaninya tidak mengalami perubahan yang berarti, tidak ada kemajuan, seperti berjalan di tempat. Jika demikian berarti kekristenan mereka sudah mati, walau secara kasat mata masih tampak melakukan aktivitas kerohanian yang mungkin tak lebih dari sekedar rutinitas.
Kehidupan rohani orang percaya seharusnya seperti pohon Zaitun, jenis pohon yang dapat bertahan hidup ribuan tahun lamanya. Ini berbicara tentang kesetiaan kita mengiring Tuhan. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b). Semakin kita setia kepada Tuhan, semakin kita melekat kepada-Nya, semakin kita beroleh kekuatan untuk menghadapi angin, badai dan gelombang kehidupan. Maka kita harus seperti pohon zaitun yang tertanam di rumah Tuhan, yang sekali tertanam akan tetap tertanam sampai selama-lamanya. Akar pohon zaitun pun sangat kuat sehingga tidak mudah dicabut atau dipindahkan ke tempat lain, itulah sebabnya ia dapat hidup dalam waktu yang sangat lama. Pohon zaitun adalah pohon yang menghasilkan minyak yang pada masa itu sering dipakai untuk mengurapi raja, di samping untuk keperluan hidup sehari-hari, dimana semua orang membutuhkannya. Hidup Kristen adalah hidup yang harus menghasilkan buah yang baik yang dapat dinikmati banyak orang, menjadi berkat bagi orang lain.
"Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau,...mereka berjalan makin lama makin kuat," Mazmur 84:6, 8
Thursday, June 9, 2016
JEMAAT SMIRNA: Miskin Tapi Kaya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2016
Baca: Wahyu 2:8-11
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Kota Smirna, dekat Turki, di utara kota Efesus, adalah kota yang indah, kota perdagangan yang sangat kaya dan maju di zamannya. Di kota itu banyak dibangun kul-kuil megah untuk penyembahan kepada sang kaisar. Kuil-kuil tersebut adalah lambang kemajuan dan perkembangan kota Smirna yang juga merupakan kota pelabuhan yang sangat strategis. Sebagai kota perdagangan yang maju Smirna sangat terkenal sebagai pengekspor minyak wangi. Nama Smirna berasal dari kata mur yaitu bahan pembuat minyak wangi, sedangkan kata mur sendiri berarti pahit rasanya. Ini sangat cocok dengan keadaan jemaat Smirna yang kala itu mengalami hal-hal pahit karena penderitaan yang dialami, suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan keadaan kota yang kaya dan berkelimpahan. Keadaan jemaat Smirna sangat memrihatinkan karena mereka hidup dalam kekurangan; bukan karena mereka malas bekerja, tetapi karena mendapat tekanan dari pemerintah setempat sebab mereka tidak mau menyembah kaisar.
Meski berada dalam situasi yang sangat sulit karena kehilangan akses ekonomi, mereka tetap setia kepada Tuhan, kasihnya tidak berubah sedikit pun. Tuhan berkata, "Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu-namun engkau kaya" (ayat 9). Kemiskinan dalam bahasa Yunani ptocheia (tidak memiliki apa pun). Secara materi mereka melarat namun kaya dalam iman! Kondisi ini jauh berbeda dari jemaat Laodikia yang secara materi kaya namun secara rohani melarat, malang dan miskin (baca Wahyu 3:17). Sesungguhnya Tuhan tidak menghendaki umat-Nya hidup dalam kemiskinan karena rancangan-Nya adalah kehidupan yang berkelimpahan, namun jika Tuhan ijinkan penderitaan itu terjadi berarti ada maksud dan rencana yang indah di balik semuanya itu!
Baik dalam kelimpahan atau kekurangan, kaya atau miskin, biarlah kita tetap setia mengikut Tuhan sampai akhir. Jemaat Smirna menderita karena tidak kompromi dengan dosa, tidak mau menyembah berhala. Secara fisik miskin, tetapi mereka kaya rohani, kaya di mata Tuhan, suatu kekayaan yang bersifat kekal, di mana "...ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:20).
Kekayaan dunia hanya sementara, tapi kekayaan rohani itu kekal!
Baca: Wahyu 2:8-11
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Kota Smirna, dekat Turki, di utara kota Efesus, adalah kota yang indah, kota perdagangan yang sangat kaya dan maju di zamannya. Di kota itu banyak dibangun kul-kuil megah untuk penyembahan kepada sang kaisar. Kuil-kuil tersebut adalah lambang kemajuan dan perkembangan kota Smirna yang juga merupakan kota pelabuhan yang sangat strategis. Sebagai kota perdagangan yang maju Smirna sangat terkenal sebagai pengekspor minyak wangi. Nama Smirna berasal dari kata mur yaitu bahan pembuat minyak wangi, sedangkan kata mur sendiri berarti pahit rasanya. Ini sangat cocok dengan keadaan jemaat Smirna yang kala itu mengalami hal-hal pahit karena penderitaan yang dialami, suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan keadaan kota yang kaya dan berkelimpahan. Keadaan jemaat Smirna sangat memrihatinkan karena mereka hidup dalam kekurangan; bukan karena mereka malas bekerja, tetapi karena mendapat tekanan dari pemerintah setempat sebab mereka tidak mau menyembah kaisar.
Meski berada dalam situasi yang sangat sulit karena kehilangan akses ekonomi, mereka tetap setia kepada Tuhan, kasihnya tidak berubah sedikit pun. Tuhan berkata, "Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu-namun engkau kaya" (ayat 9). Kemiskinan dalam bahasa Yunani ptocheia (tidak memiliki apa pun). Secara materi mereka melarat namun kaya dalam iman! Kondisi ini jauh berbeda dari jemaat Laodikia yang secara materi kaya namun secara rohani melarat, malang dan miskin (baca Wahyu 3:17). Sesungguhnya Tuhan tidak menghendaki umat-Nya hidup dalam kemiskinan karena rancangan-Nya adalah kehidupan yang berkelimpahan, namun jika Tuhan ijinkan penderitaan itu terjadi berarti ada maksud dan rencana yang indah di balik semuanya itu!
Baik dalam kelimpahan atau kekurangan, kaya atau miskin, biarlah kita tetap setia mengikut Tuhan sampai akhir. Jemaat Smirna menderita karena tidak kompromi dengan dosa, tidak mau menyembah berhala. Secara fisik miskin, tetapi mereka kaya rohani, kaya di mata Tuhan, suatu kekayaan yang bersifat kekal, di mana "...ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:20).
Kekayaan dunia hanya sementara, tapi kekayaan rohani itu kekal!
Wednesday, June 8, 2016
JEMAAT EFESUS: Kehilangan Kasih Mula-Mula (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2016
Baca: Wahyu 2:1-7
"Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula." Wahyu 2:4
Segala sesuatu yang dikerjakan tanpa kasih, terlebih-lebih dalam hal ibadah dan pelayanan, tidak akan mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan! Rasul Paulus menyatakan bahwa sehebat-hebatnya orang, jika ia tidak memiliki kasih, keberadaannya sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemercing, sama sekali tidak berguna atau tidak ada faedahnya (baca 1 Korintus 13:1-3). Karena itu kasih harus mendasari seluruh aspek kehidupan orang percaya! Melihat kenyataan bahwa kasih yang mula-mula telah hilang dari jemaat Efesus Tuhan Yesus memperingatkan, "Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat." (Wahyu 2:5).
Perhatikan 3 perkara ini: mengingat, bertobat dan melakukan seperti semula. Jemaat Efesus tidak sadar bahwa walaupun tampak giat melayani pekerjaan Tuhan sesungguhnya mereka telah jauh dari hadirat-Nya. Tuhan memeringatkan agar segera bertobat! Pertobatan yang dimaksudkan bukan untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, karena mereka sudah lama menjadi orang percaya, melainkan suatu tindakan meninggalkan kehidupan lama yang tidak berkenan kepada Tuhan, dan segera melakukan apa yang dilakukan semula yaitu melakukan segala sesuatu dengan kasih. Jika mereka tetap mengabaikan peringatan Tuhan ini ada konsekuensinya: Tuhan akan mengambil kaki dian dari tempatnya. Kaki dian adalah tempat bagi sumber terang dan terang itu adalah Tuhan sendiri: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12).
Kaki dian adalah lambang kehadiran Tuhan! Bila kaki dian diambil, sebagai pertanda bahwa Tuhan tidak lagi hadir, maka keadaan gereja tidak akan jauh berbeda dengan bangunan lainnya, tidak mempunyai nilai apa-apa dan tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai terang di tengah kegelapan dunia ini.
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" 1 Korintas 10:12
Baca: Wahyu 2:1-7
"Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula." Wahyu 2:4
Segala sesuatu yang dikerjakan tanpa kasih, terlebih-lebih dalam hal ibadah dan pelayanan, tidak akan mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan! Rasul Paulus menyatakan bahwa sehebat-hebatnya orang, jika ia tidak memiliki kasih, keberadaannya sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemercing, sama sekali tidak berguna atau tidak ada faedahnya (baca 1 Korintus 13:1-3). Karena itu kasih harus mendasari seluruh aspek kehidupan orang percaya! Melihat kenyataan bahwa kasih yang mula-mula telah hilang dari jemaat Efesus Tuhan Yesus memperingatkan, "Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat." (Wahyu 2:5).
Perhatikan 3 perkara ini: mengingat, bertobat dan melakukan seperti semula. Jemaat Efesus tidak sadar bahwa walaupun tampak giat melayani pekerjaan Tuhan sesungguhnya mereka telah jauh dari hadirat-Nya. Tuhan memeringatkan agar segera bertobat! Pertobatan yang dimaksudkan bukan untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, karena mereka sudah lama menjadi orang percaya, melainkan suatu tindakan meninggalkan kehidupan lama yang tidak berkenan kepada Tuhan, dan segera melakukan apa yang dilakukan semula yaitu melakukan segala sesuatu dengan kasih. Jika mereka tetap mengabaikan peringatan Tuhan ini ada konsekuensinya: Tuhan akan mengambil kaki dian dari tempatnya. Kaki dian adalah tempat bagi sumber terang dan terang itu adalah Tuhan sendiri: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12).
Kaki dian adalah lambang kehadiran Tuhan! Bila kaki dian diambil, sebagai pertanda bahwa Tuhan tidak lagi hadir, maka keadaan gereja tidak akan jauh berbeda dengan bangunan lainnya, tidak mempunyai nilai apa-apa dan tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai terang di tengah kegelapan dunia ini.
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" 1 Korintas 10:12
Tuesday, June 7, 2016
JEMAAT EFESUS: Kehilangan Kasih Mula-Mula (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2016
Baca: Wahyu 2:1-7
"Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu." Wahyu 2:2a
Jemaat di Efesus merupakan jemaat terbesar di antara ketujuh jemaat di Asia kecil. Kota Efesus (di Yunani) adalah pusat perkembangan politik dan juga kota perdagangan yang maju; di sana pula terdapat tempat peyembahan berhala dan banyak sekali kuil dibangun. Perlu diketahui, rasul Paulus pernah tinggal di kota itu dalam kurun waktu yang cukup lama, sekitar 3 tahun (baca Kisah 20:31). Tuhan memberikan acungan jempol atau pujian kepada jemaat Efesus oleh karena kesungguhan mereka dalam beribadah dan melayani pekerjaan-Nya. Pernyataan 'Aku tahu segala pekerjaanmu' menunjukkan bahwa Tuhan tahu apa pun yang umat-Nya kerjakan (ibadah dan pelayanan), sebab Dia mahatahu. Tak seorang pun manusia dapat bersandiwara atau mengelabui Tuhan, sebab "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Kalau Tuhan memuji kinerja suatu jemaat berarti mereka benar-benar layak mendapatkan pujian, sebab pujian tersebut bukan keluar dari mulut manusia yang basa-basi atau tendensius, tetapi Tuhan sendiri yang mengatakannya.
Luar biasa! Tidak pernah sia-sia kita berjerih lelah beribadah dan melayani Tuhan sebab semua diperhitungkan-Nya. Yang harus diperhatikan adalah motivasi atau sikap hati kita melakukannya, "...sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Ungkapan 'jerih payah' menunjuk kepada suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, sampai berkeringat dan penuh pengorbanan. Artinya jemaat Efesus adalah jemaat yang tidak suka bermalas-malasan, tidak kenal lelah, bersemangat, tidak hitung-hitungan dan penuh totalitas dalam melayani pekerjaan Tuhan. Mereka juga sangat kokoh memegang ajaran firman Tuhan, terlihat dari sikap yang tidak mau berkompromi dengan ajaran yang menyimpang.
Meski demikian, mengapa Tuhan masih menegur jemaat ini? Karena tanpa disadari mereka telah terjebak kepada pelayanan yang bersifat legalistik atau agamawi. Ibadah dan pelayanan yang selama ini mereka lakukan tak lebih dari sekedar rutinitas yang terjadwal, tanpa didasari kasih atau telah kehilangan kasih mula-mula! (Bersambung)
Baca: Wahyu 2:1-7
"Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu." Wahyu 2:2a
Jemaat di Efesus merupakan jemaat terbesar di antara ketujuh jemaat di Asia kecil. Kota Efesus (di Yunani) adalah pusat perkembangan politik dan juga kota perdagangan yang maju; di sana pula terdapat tempat peyembahan berhala dan banyak sekali kuil dibangun. Perlu diketahui, rasul Paulus pernah tinggal di kota itu dalam kurun waktu yang cukup lama, sekitar 3 tahun (baca Kisah 20:31). Tuhan memberikan acungan jempol atau pujian kepada jemaat Efesus oleh karena kesungguhan mereka dalam beribadah dan melayani pekerjaan-Nya. Pernyataan 'Aku tahu segala pekerjaanmu' menunjukkan bahwa Tuhan tahu apa pun yang umat-Nya kerjakan (ibadah dan pelayanan), sebab Dia mahatahu. Tak seorang pun manusia dapat bersandiwara atau mengelabui Tuhan, sebab "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Kalau Tuhan memuji kinerja suatu jemaat berarti mereka benar-benar layak mendapatkan pujian, sebab pujian tersebut bukan keluar dari mulut manusia yang basa-basi atau tendensius, tetapi Tuhan sendiri yang mengatakannya.
Luar biasa! Tidak pernah sia-sia kita berjerih lelah beribadah dan melayani Tuhan sebab semua diperhitungkan-Nya. Yang harus diperhatikan adalah motivasi atau sikap hati kita melakukannya, "...sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9). Ungkapan 'jerih payah' menunjuk kepada suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, sampai berkeringat dan penuh pengorbanan. Artinya jemaat Efesus adalah jemaat yang tidak suka bermalas-malasan, tidak kenal lelah, bersemangat, tidak hitung-hitungan dan penuh totalitas dalam melayani pekerjaan Tuhan. Mereka juga sangat kokoh memegang ajaran firman Tuhan, terlihat dari sikap yang tidak mau berkompromi dengan ajaran yang menyimpang.
Meski demikian, mengapa Tuhan masih menegur jemaat ini? Karena tanpa disadari mereka telah terjebak kepada pelayanan yang bersifat legalistik atau agamawi. Ibadah dan pelayanan yang selama ini mereka lakukan tak lebih dari sekedar rutinitas yang terjadwal, tanpa didasari kasih atau telah kehilangan kasih mula-mula! (Bersambung)
Monday, June 6, 2016
TUHAN YANG TIDAK DIANGGAP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2016
Baca: Yohanes 1:35-51
"Kata Natanael kepadanya: 'Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?'" Yohanes 1:46
Nazaret adalah kampung kecil yang terletak di daerah Galilea. Di sanalah Tuhan Yesus tumbuh dan dibesarkan.
Karena berasal dari daerah kecil banyak orang meremehkan dan merendahkan Yesus, bahkan ketika Ia pulang kampung dan mengajar di rumah ibadat orang-orang memandang sebelah mata. Mengapa? Karena mereka hanya tahu bahwa Yesus itu tak lebih dari anak seorang tukang kayu. Mereka kenal orangtua dan saudara-saudara-Nya tetapi mereka tidak tahu siapa Yesus sesungguhnya dan dari mana Ia datang. Begitu melihat Yesus mengajar, takjub dan terheran-heranlah mereka. "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" (Matius 13:54b-56). Keraguan juga dikemukakan Natanael, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Bagi manusia Yesus sungguh tidak ada harganya dan dipandang sebelah mata, bahkan ditolak di kampung halamannya sendiri. "Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya." (Matius 13:57). Karena ketidakpercayaan itu tidak banyak mujizat yang Tuhan Yesus kerjakan di tempat asalnya.
Di masa sekarang ini pun banyak sekali orang yang meremehkan dan tidak menganggap Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Kalau pun orang datang mencari Yesus itu bukan karena telah melihat tanda-tanda, melainkan semata-mata ingin mendapatkan berkat materi atau mujizat. "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Yang dimaksud melihat 'tanda-tanda' adalah memahami maksud dan tujuan Tuhan Yesus datang ke dunia!
Sebagian besar orang hanya berpikir bagaimana Tuhan memenuhi kebutuhan hidupnya, tapi begitu tidak mendapatkan apa yang diinginkan dan harapkan, semangat mencari Tuhan pun luntur, dan Ia tidak lagi dianggap!
Baca: Yohanes 1:35-51
"Kata Natanael kepadanya: 'Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?'" Yohanes 1:46
Nazaret adalah kampung kecil yang terletak di daerah Galilea. Di sanalah Tuhan Yesus tumbuh dan dibesarkan.
Karena berasal dari daerah kecil banyak orang meremehkan dan merendahkan Yesus, bahkan ketika Ia pulang kampung dan mengajar di rumah ibadat orang-orang memandang sebelah mata. Mengapa? Karena mereka hanya tahu bahwa Yesus itu tak lebih dari anak seorang tukang kayu. Mereka kenal orangtua dan saudara-saudara-Nya tetapi mereka tidak tahu siapa Yesus sesungguhnya dan dari mana Ia datang. Begitu melihat Yesus mengajar, takjub dan terheran-heranlah mereka. "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" (Matius 13:54b-56). Keraguan juga dikemukakan Natanael, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Bagi manusia Yesus sungguh tidak ada harganya dan dipandang sebelah mata, bahkan ditolak di kampung halamannya sendiri. "Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya." (Matius 13:57). Karena ketidakpercayaan itu tidak banyak mujizat yang Tuhan Yesus kerjakan di tempat asalnya.
Di masa sekarang ini pun banyak sekali orang yang meremehkan dan tidak menganggap Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Kalau pun orang datang mencari Yesus itu bukan karena telah melihat tanda-tanda, melainkan semata-mata ingin mendapatkan berkat materi atau mujizat. "...sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Yohanes 6:26). Yang dimaksud melihat 'tanda-tanda' adalah memahami maksud dan tujuan Tuhan Yesus datang ke dunia!
Sebagian besar orang hanya berpikir bagaimana Tuhan memenuhi kebutuhan hidupnya, tapi begitu tidak mendapatkan apa yang diinginkan dan harapkan, semangat mencari Tuhan pun luntur, dan Ia tidak lagi dianggap!
Sunday, June 5, 2016
PENINGGIAN DATANGNYA DARI TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2016
Baca: Mazmur 75:1-11
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu," Mazmur 75:7
Ketika semua saudara Daud tak satu pun yang dipilih Tuhan, bertanyalah Samuel kepada Isai: "Inikah anakmu semuanya?" Rupanya apa yang dipandang baik dan layak di mata manusia untuk dipilih menjadi raja ternyata ditolak oleh Tuhan; dan ketika tinggal Daud sendiri yang belum diperkenalkan, Isai pun menjawab dengan penuh keragu-raguan: "Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba." (1 Samuel 16:11). Perhatikan apa yang difirmankan Tuhan kepada Samuel setelah melihat Daud: "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia. Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud." (1 Samuel 16:12-13). Daud dipilih dan diurapi Tuhan melalui Samuel; Tuhan tidak melihat penampilan luar seseorang, tetapi Ia lebih melihat hati dan karakternya.
Daud dinyatakan sebagai orang yang berkenan kepada Tuhan karena sikap dan komitmennya untuk hidup bergaul karib dengan Tuhan. Kitab Mazmur yang sebagian besar adalah hasil tulisannya bukti betapa ia sangat dekat dengan Tuhan dan mengasihi-Nya. Ia juga memiliki hati yang mudah dibentuk oleh Tuhan. Ketika jatuh dalam dosa, dengan hati hancur ia datang kepada Tuhan, mengakui dan menyesali dosa dan kesalahan yang telah diperbuatnya, serta sungguh-sungguh bertobat. Ia adalah orang yang berpegang teguh kepada ketetapan Tuhan dan punya hati mengampuni. Hal itu terlihat dari sikapnya yang membiarkan raja Saul untuk tetap hidup walaupun ia mempunyai kesempatan dua kali untuk membunuhnya, sekalipun Saul-lah yang membuat hidup Daud menderita dan Saul-lah yang selalu berusaha membunuhnya. Ini pernyataan Daud, "tetapi aku tidak mau menjamah orang yang diurapi TUHAN." (1 Samuel 26:23).
Meskipun sudah menjadi raja dengan segala kemewahan dan agenda kerja yang teramat padat Daud tetap menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam hidupnya dan menghormati hadirat Tuhan lebih dari segala-galanya (baca Mazmur 84:11).
"Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." Kisah 13:22
Baca: Mazmur 75:1-11
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu," Mazmur 75:7
Ketika semua saudara Daud tak satu pun yang dipilih Tuhan, bertanyalah Samuel kepada Isai: "Inikah anakmu semuanya?" Rupanya apa yang dipandang baik dan layak di mata manusia untuk dipilih menjadi raja ternyata ditolak oleh Tuhan; dan ketika tinggal Daud sendiri yang belum diperkenalkan, Isai pun menjawab dengan penuh keragu-raguan: "Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba." (1 Samuel 16:11). Perhatikan apa yang difirmankan Tuhan kepada Samuel setelah melihat Daud: "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia. Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud." (1 Samuel 16:12-13). Daud dipilih dan diurapi Tuhan melalui Samuel; Tuhan tidak melihat penampilan luar seseorang, tetapi Ia lebih melihat hati dan karakternya.
Daud dinyatakan sebagai orang yang berkenan kepada Tuhan karena sikap dan komitmennya untuk hidup bergaul karib dengan Tuhan. Kitab Mazmur yang sebagian besar adalah hasil tulisannya bukti betapa ia sangat dekat dengan Tuhan dan mengasihi-Nya. Ia juga memiliki hati yang mudah dibentuk oleh Tuhan. Ketika jatuh dalam dosa, dengan hati hancur ia datang kepada Tuhan, mengakui dan menyesali dosa dan kesalahan yang telah diperbuatnya, serta sungguh-sungguh bertobat. Ia adalah orang yang berpegang teguh kepada ketetapan Tuhan dan punya hati mengampuni. Hal itu terlihat dari sikapnya yang membiarkan raja Saul untuk tetap hidup walaupun ia mempunyai kesempatan dua kali untuk membunuhnya, sekalipun Saul-lah yang membuat hidup Daud menderita dan Saul-lah yang selalu berusaha membunuhnya. Ini pernyataan Daud, "tetapi aku tidak mau menjamah orang yang diurapi TUHAN." (1 Samuel 26:23).
Meskipun sudah menjadi raja dengan segala kemewahan dan agenda kerja yang teramat padat Daud tetap menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam hidupnya dan menghormati hadirat Tuhan lebih dari segala-galanya (baca Mazmur 84:11).
"Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." Kisah 13:22
Saturday, June 4, 2016
PENINGGIAN DATANGNYA DARI TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2016
Baca: 1 Samuel 16:1-13
"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." 1 Samuel 16:7b
Daud adalah tokoh yang tidak asing dalam iman kristiani. Nama Daud dalam bahasa Ibrani artinya dikasihi. Alkitab menggambarkan Daud muda seperti ini: "...kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok." (1 Samuel 16:12).
Aktivitas keseharian Daud banyak dihabiskan di padang rumput menggembalakan domba. Ia adalah anak bungsu dari delapan bersaudara di keluarga Isai. Meski masih muda Daud adalah anak pemberani, yang dibuktikan ketika ia melindungi kambing dombanya dari serangan binatang-binatang buas. "Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini." (1 Samuel 17:34b-36a). Selain itu Daud juga memiliki talenta yang luar biasa dalam hal bermain kecapi. Setiap kali ia memainkannya urapan Tuhan turun ke atasnya sehingga raja Saul pun kagum dibuatnya.
Meski memiliki banyak kelebihan Daud tetaplah orang yang rendah hati dan senantiasa takut akan Tuhan. Apakah Daud kemudian menjadi anak kebanggaan bagi keluarganya? Ternyata tidak sama sekali. Keberadaan Daud justru diabaikan dan dipandang sebelah mata oleh saudara-saudaranya, termasuk oleh orangtuanya sendiri. Penolakan itu terungkap jelas dari mazmur yang ditulisnya: "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku." (Mazmur 27:10). Alkitab juga mencatat bagaimana Daud pernah diabaikan, dilupakan dan tidak dianggap oleh Isai (ayahnya) ketika Tuhan memerintahkan Samuel untuk mengurapi seorang raja baru sebagai pengganti Saul. Ketujuh saudara Daud telah terlebih dahulu menghadap Samuel, tetapi tak satu pun dari mereka yang dipilih oleh Tuhan meski secara kasat mata penampilan mereka sangat meyakinkan dan menimbulkan decak kagum, "Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: 'Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya.'" (1 Samuel 16:7).
Apa yang dipandang baik oleh manusia belum tentu baik di mata Tuhan!
Baca: 1 Samuel 16:1-13
"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." 1 Samuel 16:7b
Daud adalah tokoh yang tidak asing dalam iman kristiani. Nama Daud dalam bahasa Ibrani artinya dikasihi. Alkitab menggambarkan Daud muda seperti ini: "...kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok." (1 Samuel 16:12).
Aktivitas keseharian Daud banyak dihabiskan di padang rumput menggembalakan domba. Ia adalah anak bungsu dari delapan bersaudara di keluarga Isai. Meski masih muda Daud adalah anak pemberani, yang dibuktikan ketika ia melindungi kambing dombanya dari serangan binatang-binatang buas. "Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh hambamu ini." (1 Samuel 17:34b-36a). Selain itu Daud juga memiliki talenta yang luar biasa dalam hal bermain kecapi. Setiap kali ia memainkannya urapan Tuhan turun ke atasnya sehingga raja Saul pun kagum dibuatnya.
Meski memiliki banyak kelebihan Daud tetaplah orang yang rendah hati dan senantiasa takut akan Tuhan. Apakah Daud kemudian menjadi anak kebanggaan bagi keluarganya? Ternyata tidak sama sekali. Keberadaan Daud justru diabaikan dan dipandang sebelah mata oleh saudara-saudaranya, termasuk oleh orangtuanya sendiri. Penolakan itu terungkap jelas dari mazmur yang ditulisnya: "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku." (Mazmur 27:10). Alkitab juga mencatat bagaimana Daud pernah diabaikan, dilupakan dan tidak dianggap oleh Isai (ayahnya) ketika Tuhan memerintahkan Samuel untuk mengurapi seorang raja baru sebagai pengganti Saul. Ketujuh saudara Daud telah terlebih dahulu menghadap Samuel, tetapi tak satu pun dari mereka yang dipilih oleh Tuhan meski secara kasat mata penampilan mereka sangat meyakinkan dan menimbulkan decak kagum, "Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: 'Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya.'" (1 Samuel 16:7).
Apa yang dipandang baik oleh manusia belum tentu baik di mata Tuhan!
Friday, June 3, 2016
SEPERTI MUSUH DALAM SELIMUT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2016
Baca: Mazmur 55:1-24
"Kalau musuhku yang mencela aku, aku masih dapat menanggungnya; kalau pembenciku yang membesarkan diri terhadap aku, aku masih dapat menyembunyikan diri terhadap dia." Mazmur 55:13
Mazmur 55 ini kemungkinan besar ditulis oleh Daud, setelah puteranya Absalom mengkhianatinya dengan berusaha merebut takhtanya (baca 2 Samuel 15). Jadi yang mengkhianati dan berbuat jahat kepada Daud bukanlah orang jauh, bukan musuh yang sesungguhnya, tetapi orang yang sangat dekat dengan dia dan yang dikasihinya. Betapa perih hati Daud! Pengkhianatan, gosip, fitnah, iri hati dan sebagainya seringkali datang bukan dari musuh jauh, tetapi datang dari orang-orang terdekat dengan kita, ibaratnya musuh dalam selimut! Ini adalah sebuah kenyataan dan Saudara pun mungkin pernah mengalami dan merasakan itu, "Tetapi engkau orang yang dekat dengan aku, temanku dan orang kepercayaanku: kami yang bersama-sama bergaul dengan baik, dan masuk rumah Allah di tengah-tengah keramaian." (Mazmur 55:14-15).
Pengalaman pahit seperti yang dialami Daud ini bisa saja terjadi di mana pun: di tempat kerja, di lingkungan sekitar rumah tinggal, di sekolah, atau bahkan di gereja tempat kita berjemaat. Di luar dugaan, orang-orang terdekat dapat menyakiti kita dengan segala perbuatan yang bersifat seperti musuh. Para hamba Tuhan atau pelayan Tuhan yang sepintas tampak sehati sepikir dalam melayani Tuhan ternyata juga saling menjatuhkan dan iri hati. Firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah percaya kepada teman, janganlah mengandalkan diri kepada kawan!" (Mikha 7:5). Tuhan Yesus sendiri ketika ditangkap oleh musuh-musuh-Nya ditinggalkan oleh murid-murid-Nya yang telah bergaul karib dengan-Nya setiap hari, seperti tertulis: "Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri." (Matius 26:56b). Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas murid-Nya, tega menjual Tuhan Yesus dengan tiga puluh uang perak.
Bila Saudara saat ini sedang ditinggalkan atau mungkin telah disakiti orang-orang terdekat, jangan pernah kecewa dan menyimpan sakit hati!
Tuhan berjanji, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." Ibrani 13:5b
Baca: Mazmur 55:1-24
"Kalau musuhku yang mencela aku, aku masih dapat menanggungnya; kalau pembenciku yang membesarkan diri terhadap aku, aku masih dapat menyembunyikan diri terhadap dia." Mazmur 55:13
Mazmur 55 ini kemungkinan besar ditulis oleh Daud, setelah puteranya Absalom mengkhianatinya dengan berusaha merebut takhtanya (baca 2 Samuel 15). Jadi yang mengkhianati dan berbuat jahat kepada Daud bukanlah orang jauh, bukan musuh yang sesungguhnya, tetapi orang yang sangat dekat dengan dia dan yang dikasihinya. Betapa perih hati Daud! Pengkhianatan, gosip, fitnah, iri hati dan sebagainya seringkali datang bukan dari musuh jauh, tetapi datang dari orang-orang terdekat dengan kita, ibaratnya musuh dalam selimut! Ini adalah sebuah kenyataan dan Saudara pun mungkin pernah mengalami dan merasakan itu, "Tetapi engkau orang yang dekat dengan aku, temanku dan orang kepercayaanku: kami yang bersama-sama bergaul dengan baik, dan masuk rumah Allah di tengah-tengah keramaian." (Mazmur 55:14-15).
Pengalaman pahit seperti yang dialami Daud ini bisa saja terjadi di mana pun: di tempat kerja, di lingkungan sekitar rumah tinggal, di sekolah, atau bahkan di gereja tempat kita berjemaat. Di luar dugaan, orang-orang terdekat dapat menyakiti kita dengan segala perbuatan yang bersifat seperti musuh. Para hamba Tuhan atau pelayan Tuhan yang sepintas tampak sehati sepikir dalam melayani Tuhan ternyata juga saling menjatuhkan dan iri hati. Firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah percaya kepada teman, janganlah mengandalkan diri kepada kawan!" (Mikha 7:5). Tuhan Yesus sendiri ketika ditangkap oleh musuh-musuh-Nya ditinggalkan oleh murid-murid-Nya yang telah bergaul karib dengan-Nya setiap hari, seperti tertulis: "Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri." (Matius 26:56b). Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas murid-Nya, tega menjual Tuhan Yesus dengan tiga puluh uang perak.
Bila Saudara saat ini sedang ditinggalkan atau mungkin telah disakiti orang-orang terdekat, jangan pernah kecewa dan menyimpan sakit hati!
Tuhan berjanji, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." Ibrani 13:5b
Thursday, June 2, 2016
WALAU SERIBU REBAH DISISIKU (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2016
Baca: Mazmur 91:1-16
"sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu." Mazmur 91:11
Badai kehidupan biarlah membuat kita semakin terdorong meningkatkan kualitas kerohanian kita: semakin giat beribadah dan melayani Tuhan, sebab kita yang setia dan tetap berpegang teguh kepada firman-Nya akan mampu melewati semuanya. "malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu;" (ayat 10).
Tidak ada yang dapat terjadi kepada hamba yang setia kepada Tuhan, kecuali hal itu diijinkan-Nya. Kebenaran ini tidak menyatakan bahwa tidak akan pernah ada masa-masa sukar atau tidak menyenangkan, tetapi selama kita mengandalkan Tuhan dan menjadikan Dia sebagai tempat perlindungan, segala sesuatu yang terjadi pada kita diarahkan Tuhan demi kebaikan kita (baca Roma 8:28). Firman Tuhan tidak pernah menjanjikan akan menjauhkan kita dari kesukaran atau badai kehidupan, melainkan akan memberikan kekuatan, pertolongan dan jalan keluar untuk setiap pergumulan hidup yang kita hadapi, bahkan Tuhan akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melayani, melindungi, menjaga dan mengawasi kita. "Dan kepada siapakah di antara malaikat itu pernah Ia berkata: 'Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu?' Bukankah mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?" (Ibrani 1:13-14). Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego memiliki pengalaman akan hal ini. Daniel berkata, "Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku,..." (Daniel 6:23). Begitu pula Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang tetap aman terselamatkan walaupun dibuang ke dapur perapian yang dipanaskan tujuh kali lipat.
Kita tidak perlu takut menghadapi dunia yang semakin tidak karuan ini sebab Tuhan ada di pihak kita. "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku." (Mazmur 91:14).
Hati yang senantiasa melekat kepada Tuhan adalah kunci untuk menerima pembelaan dan perlindungan dari Tuhan!
Baca: Mazmur 91:1-16
"sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu." Mazmur 91:11
Badai kehidupan biarlah membuat kita semakin terdorong meningkatkan kualitas kerohanian kita: semakin giat beribadah dan melayani Tuhan, sebab kita yang setia dan tetap berpegang teguh kepada firman-Nya akan mampu melewati semuanya. "malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu;" (ayat 10).
Tidak ada yang dapat terjadi kepada hamba yang setia kepada Tuhan, kecuali hal itu diijinkan-Nya. Kebenaran ini tidak menyatakan bahwa tidak akan pernah ada masa-masa sukar atau tidak menyenangkan, tetapi selama kita mengandalkan Tuhan dan menjadikan Dia sebagai tempat perlindungan, segala sesuatu yang terjadi pada kita diarahkan Tuhan demi kebaikan kita (baca Roma 8:28). Firman Tuhan tidak pernah menjanjikan akan menjauhkan kita dari kesukaran atau badai kehidupan, melainkan akan memberikan kekuatan, pertolongan dan jalan keluar untuk setiap pergumulan hidup yang kita hadapi, bahkan Tuhan akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melayani, melindungi, menjaga dan mengawasi kita. "Dan kepada siapakah di antara malaikat itu pernah Ia berkata: 'Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu?' Bukankah mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?" (Ibrani 1:13-14). Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego memiliki pengalaman akan hal ini. Daniel berkata, "Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku,..." (Daniel 6:23). Begitu pula Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang tetap aman terselamatkan walaupun dibuang ke dapur perapian yang dipanaskan tujuh kali lipat.
Kita tidak perlu takut menghadapi dunia yang semakin tidak karuan ini sebab Tuhan ada di pihak kita. "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku." (Mazmur 91:14).
Hati yang senantiasa melekat kepada Tuhan adalah kunci untuk menerima pembelaan dan perlindungan dari Tuhan!
Wednesday, June 1, 2016
WALAU SERIBU REBAH DI SISIKU (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juni 2016
Baca: Mazmur 91:1-16
"Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok." Mazmur 91:4
Pada hari-hari menjelang kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya, keadaan dunia ini tidak akan bertambah baik sebagaimana yang disampaikan oleh rasul Paulus, "Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar." (2 Timotius 3:1). Bahkan jauh sebelum itu Daud juga sudah menubuatkan tantangan dan kesukaran yang harus dihadapi oleh orang percaya, seperti tertulis di Mazmur 91 ini. Bukankah di hari-hari ini semuanya sudah dan sedang terjadi? Kejahatan di segala lini kehidupan kian merajalela, ada banyak keluarga yang hancur, narkoba mengancam di segala tempat, pelecehan seksual serta bencana alam yang menelan banyak korban terjadi di mana-mana, dan berbagai jenis penyakit baru bermunculan. Demikianlah fenomena yang terjadi di zaman sekarang ini yang sudah jauh-jauh hari Alkitab nyatakan.
Mazmur ini memberikan solusi sekaligus jaminan perlindungan dan keamanan kepada kita yang senantiasa hidup melekat kepada Tuhan, mengandalkan Dia dan hidup seturut kehendak-Nya setiap hari. "Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada TUHAN: 'Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.'" (Mazmur 91:1-2). Yang Mahatinggi menunjukkan bahwa Ia jauh lebih besar daripada segala ancaman dan bahaya apa pun yang sedang kita hadapi; Yang Mahakuasa menekankan betapa dahsyat kuasa-Nya untuk menghadapi dan membinasakan musuh. "...betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang." (Efesus 1:19-21).
Tuhan meyakinkan kita bahwa Dia selalu hadir dan menyertai kita di mana pun berada; Allahku mengungkapkan kebenaran bahwa Dia telah memilih untuk bergaul karib dengan orang-orang yang senantiasa mengandalkan-Nya. Inilah kebenaran firman Tuhan yang harus dipegang teguh oleh setiap orang percaya! (Bersambung)
Baca: Mazmur 91:1-16
"Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok." Mazmur 91:4
Pada hari-hari menjelang kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya, keadaan dunia ini tidak akan bertambah baik sebagaimana yang disampaikan oleh rasul Paulus, "Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar." (2 Timotius 3:1). Bahkan jauh sebelum itu Daud juga sudah menubuatkan tantangan dan kesukaran yang harus dihadapi oleh orang percaya, seperti tertulis di Mazmur 91 ini. Bukankah di hari-hari ini semuanya sudah dan sedang terjadi? Kejahatan di segala lini kehidupan kian merajalela, ada banyak keluarga yang hancur, narkoba mengancam di segala tempat, pelecehan seksual serta bencana alam yang menelan banyak korban terjadi di mana-mana, dan berbagai jenis penyakit baru bermunculan. Demikianlah fenomena yang terjadi di zaman sekarang ini yang sudah jauh-jauh hari Alkitab nyatakan.
Mazmur ini memberikan solusi sekaligus jaminan perlindungan dan keamanan kepada kita yang senantiasa hidup melekat kepada Tuhan, mengandalkan Dia dan hidup seturut kehendak-Nya setiap hari. "Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada TUHAN: 'Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.'" (Mazmur 91:1-2). Yang Mahatinggi menunjukkan bahwa Ia jauh lebih besar daripada segala ancaman dan bahaya apa pun yang sedang kita hadapi; Yang Mahakuasa menekankan betapa dahsyat kuasa-Nya untuk menghadapi dan membinasakan musuh. "...betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang." (Efesus 1:19-21).
Tuhan meyakinkan kita bahwa Dia selalu hadir dan menyertai kita di mana pun berada; Allahku mengungkapkan kebenaran bahwa Dia telah memilih untuk bergaul karib dengan orang-orang yang senantiasa mengandalkan-Nya. Inilah kebenaran firman Tuhan yang harus dipegang teguh oleh setiap orang percaya! (Bersambung)
Tuesday, May 31, 2016
MEMPERSIAPKAN DIRI: Mengumpulkan Harta Sorga
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2016
Baca: Pengkhotbah 8:2-8
"Tiada seorangpun berkuasa menahan angin dan tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian." Pengkhotbah 8:8a
Kematian adalah realitas yang tidak pernah bisa diprediksi kapan terjadi dan dialami oleh semua orang, ia tidak mengenal usia dan status. Karena itu jangan pernah berkata aku masih muda, masih sehat, masih kaya dan banyak uang, urusan mati itu tidak penting. Justru karena kematian itu bisa datang sewaktu-waktu maka kita harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12). Karena itu hidup dalam pertobatan sejati harus dilakukan mulai dari sekarang, setiap saat dan setiap hari ketika menyadari kita telah menyimpang dari kehendak Tuhan!
Jika selama ini tujuan hidup kita hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan jasmaniah dan semata-mata memuaskan keinginan daging, kini kita harus memerbaharui tujuan hidup kita dengan meneladani Yesus yang memiliki tujuan hidup menyenangkan hati Bapa melalui ketaatan-Nya. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Kita harus berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir bagi kita dan besok sudah tidak ada kesempatan lagi. Dengan demikian kita akan menghargai waktu sedemikian rupa dan menjadikan setiap hari sebagai suatu kesempatan yang berharga untuk kita memerbaiki hidup dengan fokus kepada perkara-perkara di atas, bukan yang di bumi, sebagaimana Tuhan Yesus sampaikan: "...kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:20).
Mengumpulkan harta di sorga sama artinya berusaha memiliki hidup tidak bercacat dan tidak bercela di hadapan Tuhan, hidup yang tidak melukai hati Tuhan melalui perkataan dan perbuatan. Inilah hidup yang mengutamakan dan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya!
Bagi orang percaya yang telah mengumpulkan harta di sorga, kematian tidak lagi menakutkan, melainkan sebuah keuntungan besar karena bertemu dengan Tuhan!
Baca: Pengkhotbah 8:2-8
"Tiada seorangpun berkuasa menahan angin dan tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian." Pengkhotbah 8:8a
Kematian adalah realitas yang tidak pernah bisa diprediksi kapan terjadi dan dialami oleh semua orang, ia tidak mengenal usia dan status. Karena itu jangan pernah berkata aku masih muda, masih sehat, masih kaya dan banyak uang, urusan mati itu tidak penting. Justru karena kematian itu bisa datang sewaktu-waktu maka kita harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12). Karena itu hidup dalam pertobatan sejati harus dilakukan mulai dari sekarang, setiap saat dan setiap hari ketika menyadari kita telah menyimpang dari kehendak Tuhan!
Jika selama ini tujuan hidup kita hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan jasmaniah dan semata-mata memuaskan keinginan daging, kini kita harus memerbaharui tujuan hidup kita dengan meneladani Yesus yang memiliki tujuan hidup menyenangkan hati Bapa melalui ketaatan-Nya. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Kita harus berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir bagi kita dan besok sudah tidak ada kesempatan lagi. Dengan demikian kita akan menghargai waktu sedemikian rupa dan menjadikan setiap hari sebagai suatu kesempatan yang berharga untuk kita memerbaiki hidup dengan fokus kepada perkara-perkara di atas, bukan yang di bumi, sebagaimana Tuhan Yesus sampaikan: "...kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:20).
Mengumpulkan harta di sorga sama artinya berusaha memiliki hidup tidak bercacat dan tidak bercela di hadapan Tuhan, hidup yang tidak melukai hati Tuhan melalui perkataan dan perbuatan. Inilah hidup yang mengutamakan dan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya!
Bagi orang percaya yang telah mengumpulkan harta di sorga, kematian tidak lagi menakutkan, melainkan sebuah keuntungan besar karena bertemu dengan Tuhan!
Monday, May 30, 2016
TIADA LAGI AIR MATA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2016
Baca: Mazmur 6:1-11
"Lesu aku karena mengeluh; setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku." Mazmur 6:7
Air mata bisa dikatakan bagian hidup manusia, mulai dari manusia dilahirkan sampai ia menutup mata, hidup manusia selalu diwarnai air mata yang tak kunjung habis. Kelahiran bayi ditengah-tengah keluarga diawali tangisan dan tetesan air mata; begitu keluar dari rahim ibunya ia sudah mulai menangis, air mata pertama sebagai pertanda kehadirannya di dunia. Ketika diperhadapkan dengan masalah dan pergumulan hidup yang berat air mata kembali mewarnai hari-hari manusia, seperti yang dirasakan pemazmur: "...aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku." (ayat nas); dan ketika manusia sudah menyelesaikan 'kontraknya' di dunia alias meninggal dunia, perpisahan itu ditutup pula dengan derai air mata oleh keluarga, sahabat, teman, kerabat dan orang-orang terdekat.
Tetapi, pada saatnya air mata itu akan berhenti mengalir; kapan itu? Ialah pada hari yang penuh kemenangan dan kebahagiaan, pada saat Pengantin pria menjemput mempelai wanita-Nya masuk ke perjamuan kawin Anak Domba, "Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:4). Ini berlaku bagi orang-orang yang setia sampai garis akhir, mereka yang hidup dalam kemurnian seperti perawan, "...orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi...Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela." (Wahyu 14:4-5). Janji Tuhan ya dan amin! Maka dari itu, selagi masih ada kesempatan kita harus mengerjakan pekerjaan Tuhan, menyelesaikan tugas dan panggilan-Nya di sepanjang hidup ini, karena pada saatnya kita akan menerima kehidupan kekal sebagai upah kesetiaan dan ketekunan kita dalam memelihara iman.
Namun mereka yang menolak Kristus dan hidup menyimpang dari kebenaran dan mengalami penderitaan abadi, dan air matanya tidak akan pernah berhenti mengalir, "Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi." (Matius 13:42).
Tuhan akan menghapus air mata orang benar, diganti sukacita kekal!
Baca: Mazmur 6:1-11
"Lesu aku karena mengeluh; setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku." Mazmur 6:7
Air mata bisa dikatakan bagian hidup manusia, mulai dari manusia dilahirkan sampai ia menutup mata, hidup manusia selalu diwarnai air mata yang tak kunjung habis. Kelahiran bayi ditengah-tengah keluarga diawali tangisan dan tetesan air mata; begitu keluar dari rahim ibunya ia sudah mulai menangis, air mata pertama sebagai pertanda kehadirannya di dunia. Ketika diperhadapkan dengan masalah dan pergumulan hidup yang berat air mata kembali mewarnai hari-hari manusia, seperti yang dirasakan pemazmur: "...aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku." (ayat nas); dan ketika manusia sudah menyelesaikan 'kontraknya' di dunia alias meninggal dunia, perpisahan itu ditutup pula dengan derai air mata oleh keluarga, sahabat, teman, kerabat dan orang-orang terdekat.
Tetapi, pada saatnya air mata itu akan berhenti mengalir; kapan itu? Ialah pada hari yang penuh kemenangan dan kebahagiaan, pada saat Pengantin pria menjemput mempelai wanita-Nya masuk ke perjamuan kawin Anak Domba, "Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:4). Ini berlaku bagi orang-orang yang setia sampai garis akhir, mereka yang hidup dalam kemurnian seperti perawan, "...orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi...Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela." (Wahyu 14:4-5). Janji Tuhan ya dan amin! Maka dari itu, selagi masih ada kesempatan kita harus mengerjakan pekerjaan Tuhan, menyelesaikan tugas dan panggilan-Nya di sepanjang hidup ini, karena pada saatnya kita akan menerima kehidupan kekal sebagai upah kesetiaan dan ketekunan kita dalam memelihara iman.
Namun mereka yang menolak Kristus dan hidup menyimpang dari kebenaran dan mengalami penderitaan abadi, dan air matanya tidak akan pernah berhenti mengalir, "Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi." (Matius 13:42).
Tuhan akan menghapus air mata orang benar, diganti sukacita kekal!
Sunday, May 29, 2016
KEGAGALAN BANGSA ISRAEL: Peringatan Bagi Kita (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2016
Baca: Ibrani 3:7-19
"janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya." Ibrani 3:8-9
Tak seorang pun dari kita mengingini kegagalan dalam hidup, baik itu dalam pekerjaan atau bisnis, atau dalam membangun mahligai rumah tangga, studi, kejuaraan olahraga dan sebagainya. Kegagalan menjadi momok semua orang! Gagal dalam bidang-bidang jasmaniah semacam ini mungkin dampaknya hanya untuk sementara waktu selama hidup di dunia ini, tetapi jika gagal masuk ke tempat perhentian kekal, gagal masuk di kemah abadi yang Tuhan sediakan yaitu Kerajaan Sorga, ini adalah kegagalan total yang dampaknya kekal.
Kegagalan sebagian besar umat Israel mencapai Tanah Perjanjian merupakan gambaran perjalanan hidup orang percaya dalam mencapai Kerajaan Sorga. Kalau kita berlaku seperti mereka yaitu melakukan hal-hal jahat, mengeraskan hati, menyembah berhala, bersungut-sungut, hidup dalam percabulan dan pemberontakan, Tuhan tidak akan mengijinkan kita masuk ke tempat perhentian-Nya. "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Sesungguhnya Tuhan tidak menghendaki seorang pun dari umat-Nya binasa, melainkan Ia ingin semua orang mau berbalik ke jalan yang benar dan bertobat. Namun semua kembali kepada keputusan dan pilihan kita masing-masing: menyia-nyiakan keselamatan yang telah kita terima, atau tetap mengerjakan keselamatan dengan hati yang takut dan gentar, memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan setia kepada-Nya sampai akhir.
"Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu" (Ibrani 3:7-8), supaya kita tidak kehilangan berkat yang telah Tuhan sediakan bagi kita, sebab jika semuanya sudah terlambat, penyesalan pun tiada guna.
"setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu," Ibrani 2:2-3
Baca: Ibrani 3:7-19
"janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya." Ibrani 3:8-9
Tak seorang pun dari kita mengingini kegagalan dalam hidup, baik itu dalam pekerjaan atau bisnis, atau dalam membangun mahligai rumah tangga, studi, kejuaraan olahraga dan sebagainya. Kegagalan menjadi momok semua orang! Gagal dalam bidang-bidang jasmaniah semacam ini mungkin dampaknya hanya untuk sementara waktu selama hidup di dunia ini, tetapi jika gagal masuk ke tempat perhentian kekal, gagal masuk di kemah abadi yang Tuhan sediakan yaitu Kerajaan Sorga, ini adalah kegagalan total yang dampaknya kekal.
Kegagalan sebagian besar umat Israel mencapai Tanah Perjanjian merupakan gambaran perjalanan hidup orang percaya dalam mencapai Kerajaan Sorga. Kalau kita berlaku seperti mereka yaitu melakukan hal-hal jahat, mengeraskan hati, menyembah berhala, bersungut-sungut, hidup dalam percabulan dan pemberontakan, Tuhan tidak akan mengijinkan kita masuk ke tempat perhentian-Nya. "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Sesungguhnya Tuhan tidak menghendaki seorang pun dari umat-Nya binasa, melainkan Ia ingin semua orang mau berbalik ke jalan yang benar dan bertobat. Namun semua kembali kepada keputusan dan pilihan kita masing-masing: menyia-nyiakan keselamatan yang telah kita terima, atau tetap mengerjakan keselamatan dengan hati yang takut dan gentar, memiliki roh yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan setia kepada-Nya sampai akhir.
"Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu" (Ibrani 3:7-8), supaya kita tidak kehilangan berkat yang telah Tuhan sediakan bagi kita, sebab jika semuanya sudah terlambat, penyesalan pun tiada guna.
"setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu," Ibrani 2:2-3
Saturday, May 28, 2016
KEGAGALAN BANGSA ISRAEL: Peringatan Bagi Kita (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2016
Baca: 1 Korintus 10:1-14
"Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba." 1 Korintus 10:11
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan untuk menjadi ahli waris anugerah-Nya sehingga keberadaannya diharapkan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain, sebagaimana janji Tuhan kepada Abraham: "...olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:3b). Apa yang Tuhan janjikan terbukti ditepati-Nya, maka diberkatilah Ishak, Yakub (yang disebut 'Israel') dan ke-12 suku yang ada. Tidak berhenti sampai di situ, Tuhan juga melepaskan mereka dari perbudakan di Mesir dan memimpin mereka menuju ke Tanah Perjanjian, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Kendatipun demikian mereka tidak merespons anugerah Tuhan ini dengan sikap hati yang benar, terbukti mereka terus-menerus mengeluh, bersungut-sungut, menggerutu dan memberontak di sepanjang perjalanan menuju Tanah Perjanjian, sampai-sampai Tuhan menyebut mereka tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9), padahal mereka telah mengecap berkat-berkat Tuhan yang luar biasa, namun gagal menyenangkan hati Tuhan. Karena memberontak tersebut mereka harus melalui jalan berputar-putar di padang gurun selama 40 tahun. Bukan hanya itu, sebagian besar mengalami kebinasaan di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian. Kegagalan ini bukan disebabkan oleh Tuhan, melainkan mereka sendiri yang mengeraskan hati dan tidak mau taat kepada Tuhan walaupun selama 40 tahun telah melihat perbuatan-perbuatan Tuhan yang dahsyat. Tuhan sudah menyatakan mujizat-Nya agar mereka mau dengar-dengaran, tetapi mereka memilih untuk tidak percaya dan tetap mengeraskan hati, artinya kehendak bebas dan pilihan hidup tiap-tiap individu memegang peranan penting: taat dan tidak taat, dengar-dengaran atau mengeraskan hati.
Ketidaktaatan yang menyebabkan sebagian besar bangsa Israel gagal mencapai Kanaan adalah sebuah pelajaran berharga dan peringatan bagi kita agar terhindar dari kegagalan; semuanya bergantung pada keputusan dan pilihan hidup yang kita ambil.
Ketidaktaatan kepada Tuhan adalah penyebab utama kegagalan bangsa Israel!
Baca: 1 Korintus 10:1-14
"Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba." 1 Korintus 10:11
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan untuk menjadi ahli waris anugerah-Nya sehingga keberadaannya diharapkan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain, sebagaimana janji Tuhan kepada Abraham: "...olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:3b). Apa yang Tuhan janjikan terbukti ditepati-Nya, maka diberkatilah Ishak, Yakub (yang disebut 'Israel') dan ke-12 suku yang ada. Tidak berhenti sampai di situ, Tuhan juga melepaskan mereka dari perbudakan di Mesir dan memimpin mereka menuju ke Tanah Perjanjian, "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:8).
Kendatipun demikian mereka tidak merespons anugerah Tuhan ini dengan sikap hati yang benar, terbukti mereka terus-menerus mengeluh, bersungut-sungut, menggerutu dan memberontak di sepanjang perjalanan menuju Tanah Perjanjian, sampai-sampai Tuhan menyebut mereka tegar tengkuk (baca Keluaran 32:9), padahal mereka telah mengecap berkat-berkat Tuhan yang luar biasa, namun gagal menyenangkan hati Tuhan. Karena memberontak tersebut mereka harus melalui jalan berputar-putar di padang gurun selama 40 tahun. Bukan hanya itu, sebagian besar mengalami kebinasaan di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian. Kegagalan ini bukan disebabkan oleh Tuhan, melainkan mereka sendiri yang mengeraskan hati dan tidak mau taat kepada Tuhan walaupun selama 40 tahun telah melihat perbuatan-perbuatan Tuhan yang dahsyat. Tuhan sudah menyatakan mujizat-Nya agar mereka mau dengar-dengaran, tetapi mereka memilih untuk tidak percaya dan tetap mengeraskan hati, artinya kehendak bebas dan pilihan hidup tiap-tiap individu memegang peranan penting: taat dan tidak taat, dengar-dengaran atau mengeraskan hati.
Ketidaktaatan yang menyebabkan sebagian besar bangsa Israel gagal mencapai Kanaan adalah sebuah pelajaran berharga dan peringatan bagi kita agar terhindar dari kegagalan; semuanya bergantung pada keputusan dan pilihan hidup yang kita ambil.
Ketidaktaatan kepada Tuhan adalah penyebab utama kegagalan bangsa Israel!
Friday, May 27, 2016
TEGURAN YANG MENYELAMATKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2016
Baca: Yudas 1:17-23
"Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api." Yudas 22:23a
Menegur orang lain yang telah berbuat dosa atau melakukan kesalahan adalah tanggung jawab kita sebagai orang percaya. Apabila teguran tersebut membuat orang tersebut menyesali perbuatannya dan kemudian bertobat, itu sama artinya kita telah menyelamatkan mereka dengan jalan merampas mereka dari api sebagaimana yang disampaikan oleh Tuhan Yesus, "Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali." (Matius 18:15b). Problemnya: ada banyak orang Kristen yang bersikap cuek, masa bodoh dan berlagak pura-pura tidak tahu ketika melihat orang lain jatuh dalam dosa. Mereka berkata dalam hati: "Bukan urusan saya, resiko biar ditanggung sendiri." Firman Tuhan menyatakan, "...nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa." (Ibrani 3:13).
Menegur orang yang berbuat dosa atau kesalahan membutuhkan kesabaran yang sangat ekstra dan kita pun harus peka terhadap situasi dan kondisinya, tidak boleh sembarangan. Hal penting lain yang harus diperhatikan adalah sikap kita dalam menegur, berdoalah terlebih dahulu kepada Tuhan agar Ia memberikan hikmat bagaimana kita harus berkata-kata, sebab bila terlontar perkataan kasar, pedas dan menyakitkan, orang yang kita tegur bukannya akan menyadari kesalahannya dan kemudian bertobat, sebaliknya malah akan tersinggung, kecewa, sakit hati, dendam, kepahitan dan bisa-bisa ngambek, lalu meninggalkan Tuhan.
Jika teguran dengan cara pertama yaitu di bawah empat mata ternyata mengalami kegagalan, cara lain yang bisa kita tempuh adalah: "Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah..." (Matius 18:16-17a).
"Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak." Amsal 15:31
Baca: Yudas 1:17-23
"Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api." Yudas 22:23a
Menegur orang lain yang telah berbuat dosa atau melakukan kesalahan adalah tanggung jawab kita sebagai orang percaya. Apabila teguran tersebut membuat orang tersebut menyesali perbuatannya dan kemudian bertobat, itu sama artinya kita telah menyelamatkan mereka dengan jalan merampas mereka dari api sebagaimana yang disampaikan oleh Tuhan Yesus, "Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali." (Matius 18:15b). Problemnya: ada banyak orang Kristen yang bersikap cuek, masa bodoh dan berlagak pura-pura tidak tahu ketika melihat orang lain jatuh dalam dosa. Mereka berkata dalam hati: "Bukan urusan saya, resiko biar ditanggung sendiri." Firman Tuhan menyatakan, "...nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa." (Ibrani 3:13).
Menegur orang yang berbuat dosa atau kesalahan membutuhkan kesabaran yang sangat ekstra dan kita pun harus peka terhadap situasi dan kondisinya, tidak boleh sembarangan. Hal penting lain yang harus diperhatikan adalah sikap kita dalam menegur, berdoalah terlebih dahulu kepada Tuhan agar Ia memberikan hikmat bagaimana kita harus berkata-kata, sebab bila terlontar perkataan kasar, pedas dan menyakitkan, orang yang kita tegur bukannya akan menyadari kesalahannya dan kemudian bertobat, sebaliknya malah akan tersinggung, kecewa, sakit hati, dendam, kepahitan dan bisa-bisa ngambek, lalu meninggalkan Tuhan.
Jika teguran dengan cara pertama yaitu di bawah empat mata ternyata mengalami kegagalan, cara lain yang bisa kita tempuh adalah: "Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah..." (Matius 18:16-17a).
"Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak." Amsal 15:31
Thursday, May 26, 2016
MENYELESAIKAN MASALAH SECARA ALKITABIAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2016
Baca: Matius 18:15-20
"Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali." Matius 18:15
Dalam hidup sehari-hari sering kita jumpai ada orang-orang yang suka sekali membicarakan kelemahan dan kesalahan orang lain. Ketika melihat orang lain jatuh dalam dosa atau berbuat kesalahan mereka langsung menjadikan hal itu sebagai bahan gosip dan pergunjingan, sehingga orang yang berbuat dosa tersebut menjadi sangat malu.
Berhati-hatilah! "Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38b). Tidak selayaknya kita menghakimi dan menyudutkan orang yang berbuat kesalahan tersebut, sebaliknya kita harus berusaha agar ia tidak tenggelam dalam rasa bersalah, namun mengalami pemulihan. Caranya? Alkitab menyatakan bahwa kita harus menegurnya di bawah empat mata. Firman Tuhan tidak menyuruh kita sebagai penyiar berita dan menjadikannya sebagai konsumsi publik, tetapi kita diperintahkan untuk menegur yang bersangkutan di bawah empat mata, artinya tanpa ada campur tangan dari pihak ketiga. Kita harus bersikap sportif dan kesatria untuk berani menegur yang bersangkutan, bukan memerbincangkannya di belakang. Banyak kegagalan dilakukan oleh orang percaya yaitu menegur saudaranya di hadapan umum, sehingga hal itu menimbulkan rasa malu dan sakit hati dalam diri yang bersangkutan. Bila kita berada di posisi yang salah kita pun harus berjiwa besar untuk mengakui kesalahan, jangan lekas marah dan tersinggung bila ditegur.
Andaikan ajaran firman ini dipraktekkan dengan baik dan benar, kita percaya bahwa jemaat Tuhan akan hidup dalam kerukunan, penuh damai sejahtera tanpa ada dengki dan dendam. "Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:1-3).
Dibutuhkan hikmat dari Tuhan untuk membereskan persoalan dosa dan kesalahan orang lain, jika tidak, kita cenderung menyelesaikannya dengan akal manusia yang akhirnya berdampak buruk bagi orang lain dan juga diri sendiri!
Baca: Matius 18:15-20
"Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali." Matius 18:15
Dalam hidup sehari-hari sering kita jumpai ada orang-orang yang suka sekali membicarakan kelemahan dan kesalahan orang lain. Ketika melihat orang lain jatuh dalam dosa atau berbuat kesalahan mereka langsung menjadikan hal itu sebagai bahan gosip dan pergunjingan, sehingga orang yang berbuat dosa tersebut menjadi sangat malu.
Berhati-hatilah! "Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38b). Tidak selayaknya kita menghakimi dan menyudutkan orang yang berbuat kesalahan tersebut, sebaliknya kita harus berusaha agar ia tidak tenggelam dalam rasa bersalah, namun mengalami pemulihan. Caranya? Alkitab menyatakan bahwa kita harus menegurnya di bawah empat mata. Firman Tuhan tidak menyuruh kita sebagai penyiar berita dan menjadikannya sebagai konsumsi publik, tetapi kita diperintahkan untuk menegur yang bersangkutan di bawah empat mata, artinya tanpa ada campur tangan dari pihak ketiga. Kita harus bersikap sportif dan kesatria untuk berani menegur yang bersangkutan, bukan memerbincangkannya di belakang. Banyak kegagalan dilakukan oleh orang percaya yaitu menegur saudaranya di hadapan umum, sehingga hal itu menimbulkan rasa malu dan sakit hati dalam diri yang bersangkutan. Bila kita berada di posisi yang salah kita pun harus berjiwa besar untuk mengakui kesalahan, jangan lekas marah dan tersinggung bila ditegur.
Andaikan ajaran firman ini dipraktekkan dengan baik dan benar, kita percaya bahwa jemaat Tuhan akan hidup dalam kerukunan, penuh damai sejahtera tanpa ada dengki dan dendam. "Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:1-3).
Dibutuhkan hikmat dari Tuhan untuk membereskan persoalan dosa dan kesalahan orang lain, jika tidak, kita cenderung menyelesaikannya dengan akal manusia yang akhirnya berdampak buruk bagi orang lain dan juga diri sendiri!
Subscribe to:
Posts (Atom)