Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Maret 2016
Baca: 1 Tesalonika 2:1-12
"Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya." 1 Tesalonika 2:7
Selain dipanggil menjadi penjaga orang-orang yang hidup jauh dari Tuhan, kita dipanggil menjadi 'penjaga' Saudara seiman yang sedang lemah imannya dan undur dari Tuhan. "Jikalau seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat
curang, dan Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati.
Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya
dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan
diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas
nyawanya dari padamu." (Yehezkiel 3:20). Saudara seiman adalah keluarga kita, kawan sewarga orang-orang kudus dan anggota keluarga kerajaan Allah (baca Efesus 2:19), jadi kita harus selalu menjaga kerukunan dengan saling mengasihi, memerhatikan, menasihati, mendukung, menguatkan, supaya kita bertumbuh dalam iman.
Mari belajar dari rasul Paulus yang memosisikan dirinya seperti 'ibu' bagi orang-orang yang dilayani, dengan penuh kesabaran ia mengasuh dan merawat jiwa-jiwa yang dipercayakan Tuhan kepadanya. "...seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak
Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya." (1 Tesalonika 2:11-12). Rasul Paulus mampu menjalankan perannya sebagai 'penjaga' bagi sesama dengan kasih yang tulus tanpa disertai maksud yang tidak murni, tanpa tipu daya, bukan untuk menyukakan manusia, bukan mencari pujian bagi diri sendiri, tapi semata-mata karena kerinduannya yang besar untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.
Semakin kita dewasa secara rohani seharusnya semakin besar kepekaan kita terhadap kebutuhan orang lain, baik itu kebutuhan fisik, teristimewa kebutuhan rohani. Jangan berkata sudah melayani Tuhan jika kita tidak memiliki hati yang terbeban terhadap orang lain. Itulah arti pelayanan sejati!
"Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita,
ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka,
dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia." Yakobus 1:27
Saturday, March 19, 2016
Friday, March 18, 2016
MENJADI PENJAGA JIWA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Maret 2016
Baca: Yehezkiel 3:16-21
"Hai anak manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel. Bilamana engkau mendengarkan sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka atas nama-Ku." Yehezkiel 3:17
Di zaman seperti sekarang ini kebanyakan orang cenderung bersikap egois, mementingkan diri sendiri, tidak mempedulikan orang lain. Sikapnya seperti Kain ketika Tuhan bertanya kepadanya, "Di mana Habel, adikmu itu?" (Kejadian 4:9). Dengan nada kesal Kain menjawab, "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" (Kejadian 4:9).
Sering kita jumpai banyak orang Kristen yang begitu giat melayani pekerjaan Tuhan, terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani, tapi dalam kehidupan sehari-harinya mereka berlaku cuek, individualistis dan tidak peduli dengan orang lain, tidak mau direpotkan oleh orang lain, tidak mau 'bersentuhan' dengan orang lain. Jika demikian apalah artinya kita tampak rohani di gereja, bahkan beratribut sebagai pelayan Tuhan jika kita tidak mau melayani jiwa-jiwa, atau tidak ada buah-buah yang kita hasilkan. "Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya." (Lukas 6:44a).
Sebagaimana Yehezkiel dipanggil Tuhan untuk menjadi 'penjaga' Israel, demikian pula setiap orang percaya. Menjadi 'penjaga' bagi orang lain berarti mempraktekkan kasih seperti yang Tuhan Yesus teladankan; menjadi 'penjaga' bagi orang lain berarti peduli terhadap keselamatan orang lain. Menjadi 'penjaga' bagi orang lain tidak harus selalu berkorban uang atau materi, tapi termasuk juga memberikan perhatian, waktu, tenaga dan pikiran untuk mereka. Kita dipanggil Tuhan untuk menjadi 'penjaga' atas siapa saja? Atas orang yang hidup menyimpang dari kebenaran (yaitu jahat). Tuhan berkata, "Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! --dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu." (Yehezkiel 3:18). Bila ada orang-orang di sekitar kita yang hidup dalam kejahatan, kita yang tahu akan kebenaran memiliki tanggung jawab untuk menasihati, menegur dan memeringatkan mereka supaya mereka segera bertobat dan meninggalkan kejahatannya, bukan malah bersikap masa bodoh. (Bersambung)
Baca: Yehezkiel 3:16-21
"Hai anak manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel. Bilamana engkau mendengarkan sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka atas nama-Ku." Yehezkiel 3:17
Di zaman seperti sekarang ini kebanyakan orang cenderung bersikap egois, mementingkan diri sendiri, tidak mempedulikan orang lain. Sikapnya seperti Kain ketika Tuhan bertanya kepadanya, "Di mana Habel, adikmu itu?" (Kejadian 4:9). Dengan nada kesal Kain menjawab, "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" (Kejadian 4:9).
Sering kita jumpai banyak orang Kristen yang begitu giat melayani pekerjaan Tuhan, terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani, tapi dalam kehidupan sehari-harinya mereka berlaku cuek, individualistis dan tidak peduli dengan orang lain, tidak mau direpotkan oleh orang lain, tidak mau 'bersentuhan' dengan orang lain. Jika demikian apalah artinya kita tampak rohani di gereja, bahkan beratribut sebagai pelayan Tuhan jika kita tidak mau melayani jiwa-jiwa, atau tidak ada buah-buah yang kita hasilkan. "Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya." (Lukas 6:44a).
Sebagaimana Yehezkiel dipanggil Tuhan untuk menjadi 'penjaga' Israel, demikian pula setiap orang percaya. Menjadi 'penjaga' bagi orang lain berarti mempraktekkan kasih seperti yang Tuhan Yesus teladankan; menjadi 'penjaga' bagi orang lain berarti peduli terhadap keselamatan orang lain. Menjadi 'penjaga' bagi orang lain tidak harus selalu berkorban uang atau materi, tapi termasuk juga memberikan perhatian, waktu, tenaga dan pikiran untuk mereka. Kita dipanggil Tuhan untuk menjadi 'penjaga' atas siapa saja? Atas orang yang hidup menyimpang dari kebenaran (yaitu jahat). Tuhan berkata, "Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! --dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu." (Yehezkiel 3:18). Bila ada orang-orang di sekitar kita yang hidup dalam kejahatan, kita yang tahu akan kebenaran memiliki tanggung jawab untuk menasihati, menegur dan memeringatkan mereka supaya mereka segera bertobat dan meninggalkan kejahatannya, bukan malah bersikap masa bodoh. (Bersambung)
Thursday, March 17, 2016
KEKUATAN MANUSIA: Menghalangi Tuhan Bekerja
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Maret 2016
Baca: 1 Korintus 1:18-31
"supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." 1 Korintus 1:29
Di dunia ini ada banyak orang pintar, hebat, jenius dengan berbagai titel yang mentereng, banyak pula orang kaya dan berkedudukan tinggi. Banyak di antara mereka terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.
Inilah yang harus diperhatikan: segala kelebihan yang dimiliki (pintar, hebat, jenius, kaya dan berkedudukan) jangan sampai membuat kita memegahkan diri. Jangan sampai kita tampak melayani Tuhan tapi sesungguhnya diri sendiri yang dikedepankan, lalu kehebatan, kekuatan dan kemampuan diri yang digembar-gemborkan di hadapan semua orang. Kita harus ingat bahwa talenta, karunia, bakat alami dan kelebihan-kelebihan yang kita miliki adalah anugerah dari Tuhan, karena itu harus dipergunakan untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk memperbesar ego sendiri. Jika kita melayani Tuhan dengan mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri, serta membangga-banggakan apa yang kita punyai, kita sedang menghalangi pekerjaan Tuhan dan juga menghalangi kuasa-Nya bekerja di dalam kita. Fokus utama pelayan Tuhan adalah memberitakan Injil, memberitakan kuasa salib Kristus, dan mempermuliakan nama Tuhan, bukan memberitakan dan mengedepankan kelebihan pribadi. Rasul Paulus berkata, "Sebab Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan Injil; dan itupun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia." (1 Korintus 1:17). Ketika kita cenderung mengandalkan kepintaran, kehebatan dan kemampuan manusia, saat itulah kita sedang merampok kuasa dari salib Kristus.
Sesungguhnya Tuhan tidak memerlukan kita karena sesuatu yang kita miliki. Tuhan memerlukan kita sebagai mitra kerja-Nya dan hanya sebagai sarana untuk menyalurkan kuasa-Nya kepada orang lain. Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk membangga-banggakan diri. Jika kita meninggikan diri sendiri berarti kita telah merendahkan kuasa salib Kristus.
"...aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia." Galatia 6:14
Baca: 1 Korintus 1:18-31
"supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." 1 Korintus 1:29
Di dunia ini ada banyak orang pintar, hebat, jenius dengan berbagai titel yang mentereng, banyak pula orang kaya dan berkedudukan tinggi. Banyak di antara mereka terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan.
Inilah yang harus diperhatikan: segala kelebihan yang dimiliki (pintar, hebat, jenius, kaya dan berkedudukan) jangan sampai membuat kita memegahkan diri. Jangan sampai kita tampak melayani Tuhan tapi sesungguhnya diri sendiri yang dikedepankan, lalu kehebatan, kekuatan dan kemampuan diri yang digembar-gemborkan di hadapan semua orang. Kita harus ingat bahwa talenta, karunia, bakat alami dan kelebihan-kelebihan yang kita miliki adalah anugerah dari Tuhan, karena itu harus dipergunakan untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk memperbesar ego sendiri. Jika kita melayani Tuhan dengan mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri, serta membangga-banggakan apa yang kita punyai, kita sedang menghalangi pekerjaan Tuhan dan juga menghalangi kuasa-Nya bekerja di dalam kita. Fokus utama pelayan Tuhan adalah memberitakan Injil, memberitakan kuasa salib Kristus, dan mempermuliakan nama Tuhan, bukan memberitakan dan mengedepankan kelebihan pribadi. Rasul Paulus berkata, "Sebab Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan Injil; dan itupun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia." (1 Korintus 1:17). Ketika kita cenderung mengandalkan kepintaran, kehebatan dan kemampuan manusia, saat itulah kita sedang merampok kuasa dari salib Kristus.
Sesungguhnya Tuhan tidak memerlukan kita karena sesuatu yang kita miliki. Tuhan memerlukan kita sebagai mitra kerja-Nya dan hanya sebagai sarana untuk menyalurkan kuasa-Nya kepada orang lain. Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk membangga-banggakan diri. Jika kita meninggikan diri sendiri berarti kita telah merendahkan kuasa salib Kristus.
"...aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia." Galatia 6:14
Wednesday, March 16, 2016
DAMPAK SEBUAH KEPEMIMPINAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Maret 2016
Baca: 2 Tawarikh 36:11-21
"Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahnya, dan tidak merendahkan diri di hadapan nabi Yeremia, yang datang membawa pesan TUHAN." 2 Tawarikh 36:12
Zedekia adalah paman Yoyakhin. Ketika menjabat sebagai raja ia masih berumur 21 tahun dan memerintah selama 11 tahun atas kerajaan Yehuda. Selama menjadi pemimpin ia berlaku jahat di mata Tuhan: sifatnya keras, tegar tengkuk, suka memberontak (ayat 12), menajiskan rumah Tuhan (ayat 14), mempengaruhi imam dan rakyat untuk berlaku tidak setia kepada Tuhan, mengolok-olok dan merendahkan utusan Tuhan (ayat 14-16).
Karena pengaruh buruk sang pemimpin, sebagian besar umat Yehuda pun mengikuti jejaknya yaitu hidup dalam ketidaktaatan. Tuhan memperingatkan namun mereka tetap saja mengeraskan hati dan tidak mau bertobat, bahkan mereka berani mengolok-olok, mengejek dan menghina firman yang disampaikan oleh para utusan Tuhan tersebut. Akhirnya "TUHAN menggerakkan raja orang Kasdim melawan mereka. Raja itu membunuh teruna mereka dengan pedang dalam rumah kudus mereka, dan tidak menyayangkan teruna atau gadis, orang tua atau orang ubanan- semua diserahkan TUHAN ke dalam tangannya." (ayat 17), bahkan, "Seluruh perkakas rumah Allah, yang besar dan yang kecil, serta harta benda dari rumah TUHAN, harta benda raja dan harta benda para panglimanya, semuanya dibawanya ke Babel." (ayat 18). Tuhan menjatuhkan hukuman atas bangsa Yehuda sebagai akibat dari ketidaktaatan mereka sendiri, bukan karena Tuhan tidak mengasihi atau berlaku jahat tetapi sebagai pembelajaran agar mereka segera menyadari kesalahan dan segera bertobat. Lebih tragis lagi nasib Zedekia, "Mereka menangkap raja dan membawa dia kepada raja Babel di Ribla, yang menjatuhkan hukuman atas dia. Orang menyembelih anak-anak Zedekia di depan matanya, kemudian dibutakannyalah mata Zedekia, lalu dia dibelenggu dengan rantai tembaga dan dibawa ke Babel." (2 Raja-Raja 25:6-7).
Hajaran Tuhan adalah bukti Ia sangat mengasihi umat-Nya. "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6).
Tuhan tidak bisa dipermainkan! Setiap ketidaktaatan selalu mendatangkan akibat!
Baca: 2 Tawarikh 36:11-21
"Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahnya, dan tidak merendahkan diri di hadapan nabi Yeremia, yang datang membawa pesan TUHAN." 2 Tawarikh 36:12
Zedekia adalah paman Yoyakhin. Ketika menjabat sebagai raja ia masih berumur 21 tahun dan memerintah selama 11 tahun atas kerajaan Yehuda. Selama menjadi pemimpin ia berlaku jahat di mata Tuhan: sifatnya keras, tegar tengkuk, suka memberontak (ayat 12), menajiskan rumah Tuhan (ayat 14), mempengaruhi imam dan rakyat untuk berlaku tidak setia kepada Tuhan, mengolok-olok dan merendahkan utusan Tuhan (ayat 14-16).
Karena pengaruh buruk sang pemimpin, sebagian besar umat Yehuda pun mengikuti jejaknya yaitu hidup dalam ketidaktaatan. Tuhan memperingatkan namun mereka tetap saja mengeraskan hati dan tidak mau bertobat, bahkan mereka berani mengolok-olok, mengejek dan menghina firman yang disampaikan oleh para utusan Tuhan tersebut. Akhirnya "TUHAN menggerakkan raja orang Kasdim melawan mereka. Raja itu membunuh teruna mereka dengan pedang dalam rumah kudus mereka, dan tidak menyayangkan teruna atau gadis, orang tua atau orang ubanan- semua diserahkan TUHAN ke dalam tangannya." (ayat 17), bahkan, "Seluruh perkakas rumah Allah, yang besar dan yang kecil, serta harta benda dari rumah TUHAN, harta benda raja dan harta benda para panglimanya, semuanya dibawanya ke Babel." (ayat 18). Tuhan menjatuhkan hukuman atas bangsa Yehuda sebagai akibat dari ketidaktaatan mereka sendiri, bukan karena Tuhan tidak mengasihi atau berlaku jahat tetapi sebagai pembelajaran agar mereka segera menyadari kesalahan dan segera bertobat. Lebih tragis lagi nasib Zedekia, "Mereka menangkap raja dan membawa dia kepada raja Babel di Ribla, yang menjatuhkan hukuman atas dia. Orang menyembelih anak-anak Zedekia di depan matanya, kemudian dibutakannyalah mata Zedekia, lalu dia dibelenggu dengan rantai tembaga dan dibawa ke Babel." (2 Raja-Raja 25:6-7).
Hajaran Tuhan adalah bukti Ia sangat mengasihi umat-Nya. "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6).
Tuhan tidak bisa dipermainkan! Setiap ketidaktaatan selalu mendatangkan akibat!
Tuesday, March 15, 2016
DAMPAK SEBUAH KEPEMIMPINAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Maret 2016
Baca: 2 Raja-Raja 24:18-20; 2 Raja-Raja 25:1-21
"Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN tepat seperti yang dilakukan Yoyakim." 2 Raja-Raja 24-19
Berbicara tentang kepemimpinan berarti berbicara pula tentang pengaruh, sebagaiman disampaikan John C. Maxwell: "Kepemimpinan adalah pengaruh." Seorang neurologist kenamaan Amerika, Dr. Philip Pulaski juga berpendapat: "Orang yang berpengaruh adalah dia yang membawa dampak dalam kehidupan orang lain"
Menurut sifatnya, dampak kepemimpinan terbagi dua: positif dan negatif. Seorang pemimpin yang menjalankan tugas kepemimpinan dengan sikap dan karakter yang positif pasti akan menularkan pengaruh yang positif bagi bawahan atau pengikutnya. Sebaliknya seorang pemimpin yang berkarakter negatif pengaruhnya pun akan bersifat negatif. Pemimpin yang bijak pasti akan menyadari bahwa tugas memimpin adalah sebuah tanggung jawab moral dan kepercayaan yang tidak bisa diukur dengan uang atau materi. Karena itu tugas kepemimpinan harus dikerjakan dengan sikap hati yang benar, bukan untuk disalahgunakan seperti yang dilakukan oleh kebanyakan pemimpin di zaman sekarang ini, di mana "...pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25).
Seorang pemimpin yang menjalankan tugasnya dengan sikap hati yang benar akan mampu mengimpartasikan kehidupan, sebab segala sesuatu itu bersumber dari hati (baca Matius 15:19). Karena itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kepemimpinan yang berhasil adalah kepemimpinan yang meninggalkan sebuah teladan hidup. Karena itu rasul Paulus menasihati, "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b). Kerajaan Yehuda yang ketika itu dipimpin oleh Zedekia sedang mengalami krisis keteladanan, sebab selaku pemimpin, Zedekia tidak memberikan teladan hidup yang baik; sebaliknya "Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN..." (2 Raja-Raja 24:19).
Jadilah pemimpin yang mengimpartasikan hal-hal yang bisa menjadi panutan, bukan menjadi batu sandungan!
Baca: 2 Raja-Raja 24:18-20; 2 Raja-Raja 25:1-21
"Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN tepat seperti yang dilakukan Yoyakim." 2 Raja-Raja 24-19
Berbicara tentang kepemimpinan berarti berbicara pula tentang pengaruh, sebagaiman disampaikan John C. Maxwell: "Kepemimpinan adalah pengaruh." Seorang neurologist kenamaan Amerika, Dr. Philip Pulaski juga berpendapat: "Orang yang berpengaruh adalah dia yang membawa dampak dalam kehidupan orang lain"
Menurut sifatnya, dampak kepemimpinan terbagi dua: positif dan negatif. Seorang pemimpin yang menjalankan tugas kepemimpinan dengan sikap dan karakter yang positif pasti akan menularkan pengaruh yang positif bagi bawahan atau pengikutnya. Sebaliknya seorang pemimpin yang berkarakter negatif pengaruhnya pun akan bersifat negatif. Pemimpin yang bijak pasti akan menyadari bahwa tugas memimpin adalah sebuah tanggung jawab moral dan kepercayaan yang tidak bisa diukur dengan uang atau materi. Karena itu tugas kepemimpinan harus dikerjakan dengan sikap hati yang benar, bukan untuk disalahgunakan seperti yang dilakukan oleh kebanyakan pemimpin di zaman sekarang ini, di mana "...pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25).
Seorang pemimpin yang menjalankan tugasnya dengan sikap hati yang benar akan mampu mengimpartasikan kehidupan, sebab segala sesuatu itu bersumber dari hati (baca Matius 15:19). Karena itu "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kepemimpinan yang berhasil adalah kepemimpinan yang meninggalkan sebuah teladan hidup. Karena itu rasul Paulus menasihati, "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b). Kerajaan Yehuda yang ketika itu dipimpin oleh Zedekia sedang mengalami krisis keteladanan, sebab selaku pemimpin, Zedekia tidak memberikan teladan hidup yang baik; sebaliknya "Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN..." (2 Raja-Raja 24:19).
Jadilah pemimpin yang mengimpartasikan hal-hal yang bisa menjadi panutan, bukan menjadi batu sandungan!
Monday, March 14, 2016
PENAJAMAN YANG MENDEWASAKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Maret 2016
Baca: Amsal 27:1-27
"Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." Amsal 27:17
Ketika mengalami masalah, penderitaan, tekanan, himpitan dan berbagai gesekan yang terjadi umumnya kita meresponsnya secara negatif: menyalahkan keadaan, orang lain, bahkan berani menyalahkan Tuhan. Padahal adakalanya Tuhan memakai situasi dan orang-orang di sekitar kita sebagai sarana memroses, membentuk dan mendewasakan kita.
Alkitab menggambarkan proses ini seperti besi menajamkan besi. Ketika besi menajamkan besi pasti akan menimbulkan sebuah gesekan yang melukai dan menimbulkan api. Api berbicara tentang emosi, kemarahan, sakit hati, kepahitan, kejengkelan, kebencian dan berbagai luka yang menyakitkan. Melalui peristiwa atau hubungan dengan orang-orang di sekitar sesungguhnya Tuhan sedang menggarap kita karena Dia adalah Sang Penjunan, yang tahu persis cara membentuk hidup seseorang. "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Tujuan Tuhan menajamkan kita adalah supaya kita semakin matang, semakin sempurna, semakin berkenan dan semakin serupa dengan Kristus. Karena itu kita patut bersyukur untuk setiap masalah atau peristiwa yang terjadi dalam hidup ini, termasuk kehadiran orang-orang di sekitar kita. Jangan pernah menyalahkan keadaan atau mengambinghitamkan orang lain ketika harus melewati proses ini. Yusuf tidak pernah menyalahkan saudara-saudaranya meski mereka telah menyakiti dan membuat hidupnya menderita, bahkan bisa berkata, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar." (Kejadian 50:20).
Seringkali kita berpikiran bahwa dengan membaca Alkitab atau mendengarkan khotbah saja secara otomatis dapat membuat kita dewasa rohani, lalu kita mengeksklusifkan diri dan tidak mau bergaul dengan orang lain untuk menghindari gesekan dengan sesama. Itu salah! Karakter kita justru terbentuk ketika kita membangun hubungan dengan orang lain, saat itulah kita mengalami penajaman.
Proses penajaman bisa terjadi di mana pun, kapan pun dan melalui siapa pun!
Baca: Amsal 27:1-27
"Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." Amsal 27:17
Ketika mengalami masalah, penderitaan, tekanan, himpitan dan berbagai gesekan yang terjadi umumnya kita meresponsnya secara negatif: menyalahkan keadaan, orang lain, bahkan berani menyalahkan Tuhan. Padahal adakalanya Tuhan memakai situasi dan orang-orang di sekitar kita sebagai sarana memroses, membentuk dan mendewasakan kita.
Alkitab menggambarkan proses ini seperti besi menajamkan besi. Ketika besi menajamkan besi pasti akan menimbulkan sebuah gesekan yang melukai dan menimbulkan api. Api berbicara tentang emosi, kemarahan, sakit hati, kepahitan, kejengkelan, kebencian dan berbagai luka yang menyakitkan. Melalui peristiwa atau hubungan dengan orang-orang di sekitar sesungguhnya Tuhan sedang menggarap kita karena Dia adalah Sang Penjunan, yang tahu persis cara membentuk hidup seseorang. "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Tujuan Tuhan menajamkan kita adalah supaya kita semakin matang, semakin sempurna, semakin berkenan dan semakin serupa dengan Kristus. Karena itu kita patut bersyukur untuk setiap masalah atau peristiwa yang terjadi dalam hidup ini, termasuk kehadiran orang-orang di sekitar kita. Jangan pernah menyalahkan keadaan atau mengambinghitamkan orang lain ketika harus melewati proses ini. Yusuf tidak pernah menyalahkan saudara-saudaranya meski mereka telah menyakiti dan membuat hidupnya menderita, bahkan bisa berkata, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar." (Kejadian 50:20).
Seringkali kita berpikiran bahwa dengan membaca Alkitab atau mendengarkan khotbah saja secara otomatis dapat membuat kita dewasa rohani, lalu kita mengeksklusifkan diri dan tidak mau bergaul dengan orang lain untuk menghindari gesekan dengan sesama. Itu salah! Karakter kita justru terbentuk ketika kita membangun hubungan dengan orang lain, saat itulah kita mengalami penajaman.
Proses penajaman bisa terjadi di mana pun, kapan pun dan melalui siapa pun!
Sunday, March 13, 2016
KEDATANGAN TUHAN SEPERTI PENCURI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Maret 2016
Baca: 2 Petrus 3:1-16
"Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri." 2 Petrus 3:10a
Alkitab menggambarkan bahwa hari Tuhan atau kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya seperti seorang mempelai laki-laki yang datang untuk menjemput mempelai perempuannya. Tapi kedatangan Tuhan juga diumpamakan seperti pencuri. Setiap kali berbicara tentang hari kedatangan Tuhan banyak orang Kristen penasaran, harap-harap cemas, tapi ada pula yang bosan mendengarnya. Mereka bersikap apatis setiap kali mendengar khotbah tentang hari kedatangan Tuhan. Pikirnya, "Sejak dulu selalu diceritakan kalau Tuhan akan datang, mana buktinya?" Masalahnya bukan soal waktu atau kapan Tuhan akan datang, melainkan kesiapan kita menyambut hari itu.
Bagi orang percaya, yang mengasihi Tuhan dan sungguh-sungguh melayani Tuhan, hari kedatangan-Nya adalah hari yang sangat dinanti-nantikan, seperti seorang mempelai perempuan yang sudah tidak sabar menanti kedatangan sang mempelai laki-laki sorgawi, yang akan membawanya ke pesta perjamuan kawin Anak Domba. Tetapi bagi mereka yang tidak percaya dan hidup dalam dosa, kedatangan Tuhan akan seperti pencuri. Apa maksudnya? Hari kedatangan Tuhan akan menjadi hari yang sangat mengejutkan karena mereka dalam keadaan tidak siap. "Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12b). Bagi mereka, kedatangan-Nya menjadi sebuah kerugian besar, karena mereka akan kehilangan segala-galanya: uang, kekayaan, popularitas, pangkat dan sebagainya yang selama ini dibangga-banggakan dan diandalkan. Segala gemerlap, kesenangan dan kenikmatan duniawi yang membuat mereka nyaman dan terlena harus mereka tinggalkan.
Akhirnya hari kedatangan Tuhan menjadi hari yang sangat menakutkan dan menyisakan penyesalan mendalam. Penghakiman, penderitaan dan penghukuman kekal juga siap menanti mereka yang selama hidupnya mengeraskan hati, tidak mau percaya kepada Tuhan Yesus dan menolak Injil Kristus.
Jangan sampai kedatangan Tuhan seperti pencuri yang mengejutkan kita! Maka jangan tunda-tunda waktu untuk bertobat! Bila terlambat, penyesalan tiada guna.
Baca: 2 Petrus 3:1-16
"Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri." 2 Petrus 3:10a
Alkitab menggambarkan bahwa hari Tuhan atau kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya seperti seorang mempelai laki-laki yang datang untuk menjemput mempelai perempuannya. Tapi kedatangan Tuhan juga diumpamakan seperti pencuri. Setiap kali berbicara tentang hari kedatangan Tuhan banyak orang Kristen penasaran, harap-harap cemas, tapi ada pula yang bosan mendengarnya. Mereka bersikap apatis setiap kali mendengar khotbah tentang hari kedatangan Tuhan. Pikirnya, "Sejak dulu selalu diceritakan kalau Tuhan akan datang, mana buktinya?" Masalahnya bukan soal waktu atau kapan Tuhan akan datang, melainkan kesiapan kita menyambut hari itu.
Bagi orang percaya, yang mengasihi Tuhan dan sungguh-sungguh melayani Tuhan, hari kedatangan-Nya adalah hari yang sangat dinanti-nantikan, seperti seorang mempelai perempuan yang sudah tidak sabar menanti kedatangan sang mempelai laki-laki sorgawi, yang akan membawanya ke pesta perjamuan kawin Anak Domba. Tetapi bagi mereka yang tidak percaya dan hidup dalam dosa, kedatangan Tuhan akan seperti pencuri. Apa maksudnya? Hari kedatangan Tuhan akan menjadi hari yang sangat mengejutkan karena mereka dalam keadaan tidak siap. "Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12b). Bagi mereka, kedatangan-Nya menjadi sebuah kerugian besar, karena mereka akan kehilangan segala-galanya: uang, kekayaan, popularitas, pangkat dan sebagainya yang selama ini dibangga-banggakan dan diandalkan. Segala gemerlap, kesenangan dan kenikmatan duniawi yang membuat mereka nyaman dan terlena harus mereka tinggalkan.
Akhirnya hari kedatangan Tuhan menjadi hari yang sangat menakutkan dan menyisakan penyesalan mendalam. Penghakiman, penderitaan dan penghukuman kekal juga siap menanti mereka yang selama hidupnya mengeraskan hati, tidak mau percaya kepada Tuhan Yesus dan menolak Injil Kristus.
Jangan sampai kedatangan Tuhan seperti pencuri yang mengejutkan kita! Maka jangan tunda-tunda waktu untuk bertobat! Bila terlambat, penyesalan tiada guna.
Saturday, March 12, 2016
MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Maret 2016
Baca: 1 Tesalonika 3:1-13
"Kiranya Dia menguatkan hatimu, supaya tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudus-Nya." 1 Tesalonika 3:13
Berbicara tentang akhir zaman seringkali menjadikan orang penasaran, kapan sih Tuhan Yesus datang kembali? Yang menjadi persoalan bukan soal hari atau kapan Tuhan akan datang, tetapi bagaimana kesiapan orang percaya menyambut kedatangan-Nya itu. "...jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Lukas 18:8). Dalam ajaran-Nya Tuhan Yesus berulangkali mengingatkan bahwa Dia akan pergi dan kemudian datang kembali untuk menjemput umat-Nya. "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:3). Tanpa ditunda-tunda lagi Tuhan Yesus akan datang segera!
Apakah kita sudah siap menyambut kedatangan Tuhan? Selagi ada waktu dan kesempatan marilah kita mempersiapkan diri sebaik mungkin seperti lima gadis yang bijaksana. Adalah sia-sia menjadi orang Kristen sekian lama jika pada waktu Dia datang Dia menolak kita, sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:21-23).
Yang berhak masuk ke pesta perjamuan kawin Anak Domba adalah orang-orang percaya yang melakukan kehendak Bapa. Jadi kunci untuk dapat tinggal di tempat di mana Tuhan Yesus berada adalah ketaatan, bukan berapa lama kita menjadi Kristen atau seberapa aktif kita terlibat dalam pelayanan. Bagi orang percaya melayani Tuhan adalah sebua keharusan, tapi jika pelayanan itu hanya sebatas aktivitas jasmaniah, apalagi disertai motivasi tidak benar, maka pelayanannya tidak akan mendapatkan upah di sorga.
Tuhan datang untuk menjemput umat-Nya yang hidup dalam ketaatan!
Baca: 1 Tesalonika 3:1-13
"Kiranya Dia menguatkan hatimu, supaya tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudus-Nya." 1 Tesalonika 3:13
Berbicara tentang akhir zaman seringkali menjadikan orang penasaran, kapan sih Tuhan Yesus datang kembali? Yang menjadi persoalan bukan soal hari atau kapan Tuhan akan datang, tetapi bagaimana kesiapan orang percaya menyambut kedatangan-Nya itu. "...jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Lukas 18:8). Dalam ajaran-Nya Tuhan Yesus berulangkali mengingatkan bahwa Dia akan pergi dan kemudian datang kembali untuk menjemput umat-Nya. "Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada." (Yohanes 14:3). Tanpa ditunda-tunda lagi Tuhan Yesus akan datang segera!
Apakah kita sudah siap menyambut kedatangan Tuhan? Selagi ada waktu dan kesempatan marilah kita mempersiapkan diri sebaik mungkin seperti lima gadis yang bijaksana. Adalah sia-sia menjadi orang Kristen sekian lama jika pada waktu Dia datang Dia menolak kita, sebab "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:21-23).
Yang berhak masuk ke pesta perjamuan kawin Anak Domba adalah orang-orang percaya yang melakukan kehendak Bapa. Jadi kunci untuk dapat tinggal di tempat di mana Tuhan Yesus berada adalah ketaatan, bukan berapa lama kita menjadi Kristen atau seberapa aktif kita terlibat dalam pelayanan. Bagi orang percaya melayani Tuhan adalah sebua keharusan, tapi jika pelayanan itu hanya sebatas aktivitas jasmaniah, apalagi disertai motivasi tidak benar, maka pelayanannya tidak akan mendapatkan upah di sorga.
Tuhan datang untuk menjemput umat-Nya yang hidup dalam ketaatan!
Friday, March 11, 2016
TUHAN SIAP MENOPANG KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Maret 2016
Baca: Yesaya 30:18-26
"dan telingamu akan mendengar perkataan ini dari belakangmu: 'Inilah jalan, berjalanlah mengikutinya,' entah kamu menganan atau mengiri." Yesaya 30:21
Dalam menempuh perjalanan hidup ini kita seringkali dihadapkan pada ujian, tantangan dan rintangan, dan tidak bisa dipungkiri hal itu membuat kita lemah, patah semangat dan frustasi. Saat berada di situasi sulit seperti itu terkadang kita baru menyadari bahwa kehadiran Tuhan dan pimpinan-Nya sangat kita butuhkan. Melalui firman-Nya Tuhan menuntun dan memimpin langkah kita, karena "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Firman Tuhan ibarat kompas yang memberikan arah ke mana kita harus melangkah dan berjalan.
Dalam memimpin langkah umat-Nya Tuhan tidak selalu berada di depan, terkadang Ia sepertinya meninggalkan kita, dan tidak mempedulikan kita, padahal sesungguhnya Ia berada tepat di belakang kita untuk mengawasi, mendukung dan menopang, dan bahkan menggendong kita ketika jalan yang kita tempuh itu jalan yang berkelok-kelok, tidak rata dan mungkin jalan itu tidak kita kenal. Karena itu kita tidak perlu takut dan kuatir sebab Tuhan selalu punya cara untuk memimpin kita, seperti seorang Gembala yang berjalan di depan dan kawanan domba mengikuti-Nya; tetapi terkadang juga Ia berada di belakang dan tak terlihat oleh kita. Mengapa Tuhan perlu berada di belakang kita? Karena Tuhan lebih tahu segala hal yang ada di depan kita. Itulah sebabnya kita perlu ditopang dan didorong agar terus maju. Ketika di depan ada rintangan biasanya kita mudah sekali menjadi lemah, putus asa dan menyerah di tengah jalan, itulah sebabnya Tuhan perlu menopang dan mendorong kita. Adakalanya Tuhan perlu berada di belakang, di mana kita tidak mudah melihat-Nya, supaya kita belajar percaya dan bergantung penuh kepada Tuhan. Jangan seperti Tomas yang baru mau percaya bila ia sudah melihat bukti secara kasat mata (baca Yohanes 20:25).
Tuhan mau kita belajar bergantung sepenuhnya kepada-Nya! Maksud Tuhan berada di belakang adalah hendak melatih iman kita. Relakan diri untuk dipimpin oleh Tuhan, sebab hanya Dialah yang tahu jalan mana yang harus kita tempuh.
Dari sudut mana pun Tuhan memimpin, "...Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." Mazmur 23:3
Baca: Yesaya 30:18-26
"dan telingamu akan mendengar perkataan ini dari belakangmu: 'Inilah jalan, berjalanlah mengikutinya,' entah kamu menganan atau mengiri." Yesaya 30:21
Dalam menempuh perjalanan hidup ini kita seringkali dihadapkan pada ujian, tantangan dan rintangan, dan tidak bisa dipungkiri hal itu membuat kita lemah, patah semangat dan frustasi. Saat berada di situasi sulit seperti itu terkadang kita baru menyadari bahwa kehadiran Tuhan dan pimpinan-Nya sangat kita butuhkan. Melalui firman-Nya Tuhan menuntun dan memimpin langkah kita, karena "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105). Firman Tuhan ibarat kompas yang memberikan arah ke mana kita harus melangkah dan berjalan.
Dalam memimpin langkah umat-Nya Tuhan tidak selalu berada di depan, terkadang Ia sepertinya meninggalkan kita, dan tidak mempedulikan kita, padahal sesungguhnya Ia berada tepat di belakang kita untuk mengawasi, mendukung dan menopang, dan bahkan menggendong kita ketika jalan yang kita tempuh itu jalan yang berkelok-kelok, tidak rata dan mungkin jalan itu tidak kita kenal. Karena itu kita tidak perlu takut dan kuatir sebab Tuhan selalu punya cara untuk memimpin kita, seperti seorang Gembala yang berjalan di depan dan kawanan domba mengikuti-Nya; tetapi terkadang juga Ia berada di belakang dan tak terlihat oleh kita. Mengapa Tuhan perlu berada di belakang kita? Karena Tuhan lebih tahu segala hal yang ada di depan kita. Itulah sebabnya kita perlu ditopang dan didorong agar terus maju. Ketika di depan ada rintangan biasanya kita mudah sekali menjadi lemah, putus asa dan menyerah di tengah jalan, itulah sebabnya Tuhan perlu menopang dan mendorong kita. Adakalanya Tuhan perlu berada di belakang, di mana kita tidak mudah melihat-Nya, supaya kita belajar percaya dan bergantung penuh kepada Tuhan. Jangan seperti Tomas yang baru mau percaya bila ia sudah melihat bukti secara kasat mata (baca Yohanes 20:25).
Tuhan mau kita belajar bergantung sepenuhnya kepada-Nya! Maksud Tuhan berada di belakang adalah hendak melatih iman kita. Relakan diri untuk dipimpin oleh Tuhan, sebab hanya Dialah yang tahu jalan mana yang harus kita tempuh.
Dari sudut mana pun Tuhan memimpin, "...Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." Mazmur 23:3
Thursday, March 10, 2016
JANGAN PERNAH MEREMEHKAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Maret 2016
Baca: Amsal 16:1-9
"Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu." Amsal 16:3
Salah satu sifat manusia adalah tidak mau dipandang remeh. Oleh sebab itu manusia berusaha mengatasi semua persoalan yang ada dengan kekuatan dan kemampuan sendiri. Biasanya yang bersikap demikian adalah orang-orang yang secara finasial cukup kuat alias kaya, atau mereka yang memiliki koneksi atau relasi dengan orang-orang 'besar'. Dengan mengandalkan kekuatan, kepintaran, uang atau harta, dan juga mengandalkan sesamanya, seringkali seseorang begitu mudahnya meremehkan Tuhan. Tak terkecuali orang Kristen, meskipun tampak setia beribadah dan melayani Tuhan, namun dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari mereka punya sikap yang meremehkan Tuhan.
Pengalaman dapat meloloskan diri dan mampu melewati berbagai kesulitan hidup dengan mengandalkan uang atau relasi membuat orang memandang kecil arti kehadiran Tuhan. Dalam diri mereka terbentuklah pola pikir baru: segala persoalan hidup dapat diselesaikan tanpa melibatkan Tuhan. Akhirnya mereka akan menempatkan materi sebagai sandaran dan andalan, padahal hidup manusia tidaklah bergantung pada uang atau harta kekayaan. "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh;" (Amsal 11:28), apalagi mereka yang hidup mengandalkan sesamanya, suatu saat pasti akan kecewa, sebab manusia itu "... tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22). "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Yesus sendiri menegaskan, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Jika demikian, masihkan kita bersikeras mengandalkan kekuatan sendiri, tidak mau mengakui kebesaran kuasa Tuhan dan tetap meremehkan-Nya?
Orang yang senantiasa mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia di segala aspek kehidupan adalah yang menyadari tidak dapat berbuat apa-apa di luar Tuhan, sehingga tanpa malu mengatakan ia sangat membutuhkan Tuhan, karena hari-hari manusia sepenuhnya ada di tangan Tuhan, tiada hari yang tidak berada dalam kendali-Nya.
"Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya." Amsal 16:9
Baca: Amsal 16:1-9
"Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu." Amsal 16:3
Salah satu sifat manusia adalah tidak mau dipandang remeh. Oleh sebab itu manusia berusaha mengatasi semua persoalan yang ada dengan kekuatan dan kemampuan sendiri. Biasanya yang bersikap demikian adalah orang-orang yang secara finasial cukup kuat alias kaya, atau mereka yang memiliki koneksi atau relasi dengan orang-orang 'besar'. Dengan mengandalkan kekuatan, kepintaran, uang atau harta, dan juga mengandalkan sesamanya, seringkali seseorang begitu mudahnya meremehkan Tuhan. Tak terkecuali orang Kristen, meskipun tampak setia beribadah dan melayani Tuhan, namun dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari mereka punya sikap yang meremehkan Tuhan.
Pengalaman dapat meloloskan diri dan mampu melewati berbagai kesulitan hidup dengan mengandalkan uang atau relasi membuat orang memandang kecil arti kehadiran Tuhan. Dalam diri mereka terbentuklah pola pikir baru: segala persoalan hidup dapat diselesaikan tanpa melibatkan Tuhan. Akhirnya mereka akan menempatkan materi sebagai sandaran dan andalan, padahal hidup manusia tidaklah bergantung pada uang atau harta kekayaan. "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh;" (Amsal 11:28), apalagi mereka yang hidup mengandalkan sesamanya, suatu saat pasti akan kecewa, sebab manusia itu "... tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22). "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Yesus sendiri menegaskan, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b). Jika demikian, masihkan kita bersikeras mengandalkan kekuatan sendiri, tidak mau mengakui kebesaran kuasa Tuhan dan tetap meremehkan-Nya?
Orang yang senantiasa mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia di segala aspek kehidupan adalah yang menyadari tidak dapat berbuat apa-apa di luar Tuhan, sehingga tanpa malu mengatakan ia sangat membutuhkan Tuhan, karena hari-hari manusia sepenuhnya ada di tangan Tuhan, tiada hari yang tidak berada dalam kendali-Nya.
"Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya." Amsal 16:9
Wednesday, March 9, 2016
TUHAN DI SETIAP RENCANA HIDUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Maret 2016
Baca: Yakobus 4:13-17
"Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." Yakobus 4:15
Perencanaan adalah hal penting dalam menjalani sebuah kehidupan. Dengan perencanaan yang baik dan matang langkah hidup seseorang akan semakin teratur dan makin terarah kepada suatu sasaran yang hendak dituju. Hidup yang terencana adalah bukti bahwa seseorang sangat menghargai waktu dan semua potensi yang Tuhan berikan. Namun sebuah perencanaan jika tidak disertai tekad dan usaha mewujudkannya tidak akan lebih dari sekedar motto dan angan-angan belaka, karena orang yang berhasil adalah yang hidupnya terencana dengan baik dan punya kemauan keras mewujudkan rencananya.
Sebuah perencanaan hidup akan semakin sempurna apabila Tuhan terlibat di dalamnya. Yakobus mengingatkan agar jangan pernah kita melupakan Tuhan dalam setiap perencanaan hidup. Di zaman yang serba modern ini kebanyakan orang tidak lagi melibatkan Tuhan dalam setiap perencanaan hidup, karena merasa diri mampu menentukan langkah hidupnya. Dengan pengalaman, kepintaran, kekuatan, kecanggihan teknologi, uang atau kekayaan yang dimiliki mereka mengira bahwa semua yang direncanakan pasti akan berhasil. "Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati." (Amsal 16:2). Orang yang melupakan Tuhan dalam setiap rencana hidupnya sama artinya meremehkan Tuhan, mengabaikan kehadiran-Nya, menganggap seolah-olah Tuhan tidak ada dan tidak punya kuasa. Yang menjadi akar persoalan adalah kesombongan.
Orang yang sombong dan angkuh meyakini bahwa ia mampu mengatasi semua persoalan hidupnya dengan kekuatan yang dimiliki, padahal ada banyak hal di dunia ini yang unpredictable. Apa yang akan terjadi esok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan? Tak seorang pun tahu. "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Kehidupan ini tidak selurus dan semulus yang kita bayangkan, terkadang ada 'kejutan-kejutan' yang tidak pernah kita harapkan, sementara kita hanya bisa menduga-duga dan mengira.
"Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana." Amsal 19:21
Baca: Yakobus 4:13-17
"Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." Yakobus 4:15
Perencanaan adalah hal penting dalam menjalani sebuah kehidupan. Dengan perencanaan yang baik dan matang langkah hidup seseorang akan semakin teratur dan makin terarah kepada suatu sasaran yang hendak dituju. Hidup yang terencana adalah bukti bahwa seseorang sangat menghargai waktu dan semua potensi yang Tuhan berikan. Namun sebuah perencanaan jika tidak disertai tekad dan usaha mewujudkannya tidak akan lebih dari sekedar motto dan angan-angan belaka, karena orang yang berhasil adalah yang hidupnya terencana dengan baik dan punya kemauan keras mewujudkan rencananya.
Sebuah perencanaan hidup akan semakin sempurna apabila Tuhan terlibat di dalamnya. Yakobus mengingatkan agar jangan pernah kita melupakan Tuhan dalam setiap perencanaan hidup. Di zaman yang serba modern ini kebanyakan orang tidak lagi melibatkan Tuhan dalam setiap perencanaan hidup, karena merasa diri mampu menentukan langkah hidupnya. Dengan pengalaman, kepintaran, kekuatan, kecanggihan teknologi, uang atau kekayaan yang dimiliki mereka mengira bahwa semua yang direncanakan pasti akan berhasil. "Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati." (Amsal 16:2). Orang yang melupakan Tuhan dalam setiap rencana hidupnya sama artinya meremehkan Tuhan, mengabaikan kehadiran-Nya, menganggap seolah-olah Tuhan tidak ada dan tidak punya kuasa. Yang menjadi akar persoalan adalah kesombongan.
Orang yang sombong dan angkuh meyakini bahwa ia mampu mengatasi semua persoalan hidupnya dengan kekuatan yang dimiliki, padahal ada banyak hal di dunia ini yang unpredictable. Apa yang akan terjadi esok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan? Tak seorang pun tahu. "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Kehidupan ini tidak selurus dan semulus yang kita bayangkan, terkadang ada 'kejutan-kejutan' yang tidak pernah kita harapkan, sementara kita hanya bisa menduga-duga dan mengira.
"Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana." Amsal 19:21
Tuesday, March 8, 2016
ORANG KRISTEN SEBAGAI ORANG PERCAYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Maret 2016
Baca: Yohanes 1:1-18
"Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;" Yohanes 1:12
Ketika mendengar kata 'Kristen' yang langsung timbul di dalam pikiran semua orang adalah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus atau pengikut Kristus. Dalam kitab Perjanjian Baru kata Kristen ini muncul sebanyak tiga kali yaitu di Kisah Para Rasul 11:26, Kisah Para Rasul 26:8, dan 1 Petrus 4:16. Orang-orang menyebut pengikut Kristus sebagai Kristen untuk pertama kalinya di Anthiokia, awalnya sebagai nada ejekan dan penghinaan karena mendapati bahwa sikap dan perbuatan mereka sehari-hari sama seperti Guru-nya. Memang adalah suatu keharusan orang Kristen memiliki kehidupan yang sama seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Kamus Webster pun mendefinisikan orang Kristen sebagai orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Kristus, atau percaya kepada agama yang berdasarkan pengajaran Yesus Kristus.
Orang Kristen disebut orang percaya karena percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya. Percaya kepada Tuhan Yesus berarti percaya segala sesuatu mengenai Dia: perkataan-Nya, janji-Nya dan yang diperbuat-Nya. Karena itu orang percaya tidak boleh lagi hidup mengandalkan kekuatan sendiri dan bersandar kepada pengertian sendiri. "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:5, 7).
Percaya kepada Tuhan Yesus berarti mau membayar harga dalam hidupnya dan hidup menurut kehendak-Nya. Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Percaya kepada Kristus berarti menghargai pengorbanan Kristus di kayu salib, karena "...di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." (Kolose 1:14). Percaya kepada Tuhan Yesus berarti menghargai pengorbanan Kristus di kayu salib dengan tidak lagi berkompromi dengan dosa dan hidup sebagai manusia baru.
Percaya kepada Tuhan Yesus harus dibuktikan melalui kehidupan yang menghasilkan buah-buah sesuai dengan pertobatan secara nyata!
Baca: Yohanes 1:1-18
"Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;" Yohanes 1:12
Ketika mendengar kata 'Kristen' yang langsung timbul di dalam pikiran semua orang adalah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus atau pengikut Kristus. Dalam kitab Perjanjian Baru kata Kristen ini muncul sebanyak tiga kali yaitu di Kisah Para Rasul 11:26, Kisah Para Rasul 26:8, dan 1 Petrus 4:16. Orang-orang menyebut pengikut Kristus sebagai Kristen untuk pertama kalinya di Anthiokia, awalnya sebagai nada ejekan dan penghinaan karena mendapati bahwa sikap dan perbuatan mereka sehari-hari sama seperti Guru-nya. Memang adalah suatu keharusan orang Kristen memiliki kehidupan yang sama seperti Kristus. "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Kamus Webster pun mendefinisikan orang Kristen sebagai orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Kristus, atau percaya kepada agama yang berdasarkan pengajaran Yesus Kristus.
Orang Kristen disebut orang percaya karena percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya. Percaya kepada Tuhan Yesus berarti percaya segala sesuatu mengenai Dia: perkataan-Nya, janji-Nya dan yang diperbuat-Nya. Karena itu orang percaya tidak boleh lagi hidup mengandalkan kekuatan sendiri dan bersandar kepada pengertian sendiri. "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:5, 7).
Percaya kepada Tuhan Yesus berarti mau membayar harga dalam hidupnya dan hidup menurut kehendak-Nya. Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Percaya kepada Kristus berarti menghargai pengorbanan Kristus di kayu salib, karena "...di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." (Kolose 1:14). Percaya kepada Tuhan Yesus berarti menghargai pengorbanan Kristus di kayu salib dengan tidak lagi berkompromi dengan dosa dan hidup sebagai manusia baru.
Percaya kepada Tuhan Yesus harus dibuktikan melalui kehidupan yang menghasilkan buah-buah sesuai dengan pertobatan secara nyata!
Monday, March 7, 2016
DIBANGUN DI ATAS BATU KARANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Maret 2016
Baca: Matius 16:13-20
"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." Matius 16:18
Di zaman sekarang ini kita melihat banyak sekali gedung gereja dibangun, bahkan ada gedung gereja yang sanggup menampung jemaat yang jumlahnya ribuan. Itu adalah berita yang sangat menggembirakan, membuktikan bahwa gereja semakin hari semakin berkembang secara pesat. Kita berharap perkembangan tersebut bukan hanya dari segi kuantitas atau jumlah saja, tetapi yang terpenting adalah kualitas setiap jemaatnya.
Marilah kita simak pernyataan Tuhan ini: "Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku?" (Yesaya 66:1). Gedung gereja secara fisik merupakan tempat jemaat berkumpul untuk berbakti dan beribadah kepada Tuhan. Namun yang dimaksudkan Tuhan Yesus dengan 'gereja' sesungguhnya adalah jemaat itu sendiri. Tuhan tidak menginginkan rumah atau gedung yang fana, yang Ia kehendaki adalah setiap jemaat dibangun di atas fondasi yang kuat dan teguh yaitu batu karang, yang adalah gambaran Kristus sendiri yang telah disalibkan, mati, bangkit dan kemudian naik ke sorga kembali kepada Bapa. Inilah yang seharusnya menjadi fondasi sebuah pembangunan gereja Tuhan. Jadi gereja yang sejati adalah gereja yang menghargai pengorbanan Kristus yang telah menebus dan menyelamatkannya. "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).
Tanpa fondasi yang benar ini keberadaan gereja tidak berarti apa-apa dan takkan memberi dampak bagi dunia ini. Gedung gereja secara fisik pun harus didirikan di atas 'Batu Karang Kristus' dengan tujuan hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Bila gereja bertujuan kemegahan diri, kesombongan, mengeruk kekayaan atau mencari popularitas, keberadaan gedung gereja tidak ada bedanya dengan gedung-gedung biasa lainnya di mana Roh Tuhan tak mendiaminya, sehingga jemaat tak akan mengalami kuasa Tuhan.
Jangan sekali-kali mendirikan gereja atas dasar ambisi atau motivasi pribadi!
Baca: Matius 16:13-20
"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." Matius 16:18
Di zaman sekarang ini kita melihat banyak sekali gedung gereja dibangun, bahkan ada gedung gereja yang sanggup menampung jemaat yang jumlahnya ribuan. Itu adalah berita yang sangat menggembirakan, membuktikan bahwa gereja semakin hari semakin berkembang secara pesat. Kita berharap perkembangan tersebut bukan hanya dari segi kuantitas atau jumlah saja, tetapi yang terpenting adalah kualitas setiap jemaatnya.
Marilah kita simak pernyataan Tuhan ini: "Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku?" (Yesaya 66:1). Gedung gereja secara fisik merupakan tempat jemaat berkumpul untuk berbakti dan beribadah kepada Tuhan. Namun yang dimaksudkan Tuhan Yesus dengan 'gereja' sesungguhnya adalah jemaat itu sendiri. Tuhan tidak menginginkan rumah atau gedung yang fana, yang Ia kehendaki adalah setiap jemaat dibangun di atas fondasi yang kuat dan teguh yaitu batu karang, yang adalah gambaran Kristus sendiri yang telah disalibkan, mati, bangkit dan kemudian naik ke sorga kembali kepada Bapa. Inilah yang seharusnya menjadi fondasi sebuah pembangunan gereja Tuhan. Jadi gereja yang sejati adalah gereja yang menghargai pengorbanan Kristus yang telah menebus dan menyelamatkannya. "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).
Tanpa fondasi yang benar ini keberadaan gereja tidak berarti apa-apa dan takkan memberi dampak bagi dunia ini. Gedung gereja secara fisik pun harus didirikan di atas 'Batu Karang Kristus' dengan tujuan hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Bila gereja bertujuan kemegahan diri, kesombongan, mengeruk kekayaan atau mencari popularitas, keberadaan gedung gereja tidak ada bedanya dengan gedung-gedung biasa lainnya di mana Roh Tuhan tak mendiaminya, sehingga jemaat tak akan mengalami kuasa Tuhan.
Jangan sekali-kali mendirikan gereja atas dasar ambisi atau motivasi pribadi!
Sunday, March 6, 2016
MENJADI PENJALA JIWA BAGI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Maret 2016
Baca: Lukas 5:1-11
"Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Lukas 5:10
Adalah kesalahan besar jika keberhasilan seseorang dalam pelayanan adalah karena hasil usaha, kepintaran atau kerja kerasnya sendiri. Ada banyak pelayan Tuhan merasa diri punya jasa besar atau andil besar bagi perkembangan gereja dan jemaat yang dilayani. Jika kita mampu memenangkan banyak jiwa bagi Tuhan itu bukan karena siapa kita, tapi semata-mata karena Roh Tuhan yang berkerja di dalam kita. Karena tanpa panggilan Tuhan kita tidak akan mampu menjadi penjala jiwa. Tuhan berkata, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19).
Keberadaan seorang pelayan Tuhan digambarkan seperti murid-murid Tuhan Yesus, adalah nelayan-nelayan ulung sarat pengalaman, yang semalam suntuk telah bekerja keras namun tidak mendapatkan seekor ikan pun. "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga. Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak." (Lukas 5:5-6). Namun ketika mereka mau menaati apa perintah Tuhan barulah mereka dapat menangkap sejumlah ikan besar. Ijazah teologia, jam terbang atau pengalaman, kekuatan dan kepintaran manusia tidak menjamin sepenuhnya seseorang akan berhasil dalam pelayanan jika tanpa disertai ketaatan dan pertolongan Roh Tuhan. Jadi jangan pernah samakan pekerjaan Tuhan atau pelayanan seperti pekerjaan duniawi atau sekuler. Untuk pekerjaan duniawi kita bisa saja hanya mengandalkan ijazah, pengetahuan, keterampilan atau pengalaman saja, tetapi untuk melayani pekerjaan Tuhan dibutuhkan lebih dari itu, yaitu hati yang terpanggil dan terbeban untuk pekerjaan-Nya. Jika kita tidak terpanggil dan terbeban kita akan mudah sekali kecewa, frustasi dan mundur di tengah jalan.
Untuk terjun ke ladang pekerjaan Tuhan ada harga yang harus dibayar yaitu mengasihi Tuhan dengan sungguh, berkomitmen untuk menyalibkan keinginan daging dan melayani jiwa-jiwa dengan kasih.
Modal utama melayani pekerjaan Tuhan adalah hati yang terbeban dan kuasa Roh Kudus, karena tanpa penyertaan Roh Tuhan kita tidak akan mampu berbuat apa-apa, dan kita bukan siapa-siapa!
Baca: Lukas 5:1-11
"Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Lukas 5:10
Adalah kesalahan besar jika keberhasilan seseorang dalam pelayanan adalah karena hasil usaha, kepintaran atau kerja kerasnya sendiri. Ada banyak pelayan Tuhan merasa diri punya jasa besar atau andil besar bagi perkembangan gereja dan jemaat yang dilayani. Jika kita mampu memenangkan banyak jiwa bagi Tuhan itu bukan karena siapa kita, tapi semata-mata karena Roh Tuhan yang berkerja di dalam kita. Karena tanpa panggilan Tuhan kita tidak akan mampu menjadi penjala jiwa. Tuhan berkata, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19).
Keberadaan seorang pelayan Tuhan digambarkan seperti murid-murid Tuhan Yesus, adalah nelayan-nelayan ulung sarat pengalaman, yang semalam suntuk telah bekerja keras namun tidak mendapatkan seekor ikan pun. "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga. Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak." (Lukas 5:5-6). Namun ketika mereka mau menaati apa perintah Tuhan barulah mereka dapat menangkap sejumlah ikan besar. Ijazah teologia, jam terbang atau pengalaman, kekuatan dan kepintaran manusia tidak menjamin sepenuhnya seseorang akan berhasil dalam pelayanan jika tanpa disertai ketaatan dan pertolongan Roh Tuhan. Jadi jangan pernah samakan pekerjaan Tuhan atau pelayanan seperti pekerjaan duniawi atau sekuler. Untuk pekerjaan duniawi kita bisa saja hanya mengandalkan ijazah, pengetahuan, keterampilan atau pengalaman saja, tetapi untuk melayani pekerjaan Tuhan dibutuhkan lebih dari itu, yaitu hati yang terpanggil dan terbeban untuk pekerjaan-Nya. Jika kita tidak terpanggil dan terbeban kita akan mudah sekali kecewa, frustasi dan mundur di tengah jalan.
Untuk terjun ke ladang pekerjaan Tuhan ada harga yang harus dibayar yaitu mengasihi Tuhan dengan sungguh, berkomitmen untuk menyalibkan keinginan daging dan melayani jiwa-jiwa dengan kasih.
Modal utama melayani pekerjaan Tuhan adalah hati yang terbeban dan kuasa Roh Kudus, karena tanpa penyertaan Roh Tuhan kita tidak akan mampu berbuat apa-apa, dan kita bukan siapa-siapa!
Saturday, March 5, 2016
HABAKUK: Tidak Terpengaruh Situasi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Maret 2016
Baca: Habakuk 3:1-19
"namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." Habakuk 3:18
Dalam pasal 3 ini disebutkan bahwa Habakuk berdoa dengan nada ratapan, hal yang tidak dituliskan di pasal-pasal sebelumnya. Awalnya ia tidak mengerti maksud Tuhan yang sepertinya menutup mata terhadap kefasikan, serta membiarkan bangsanya ditindas bangsa lain, namun akhirnya terjawab sudah pergumulan Habakuk selama ini, bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan orang-orang yang hidup benar di hadapan-Nya, karena itu meski kegelapan masih melingkupi bangsanya Habakuk tidak membiarkan diri larut dalam kepedihan yang berkepanjangan.
Di dalam Tuhan selalu ada masa depan dan harapan. Walau sepertinya berlambat-lambat, saatnya pasti akan tiba, karena janji Tuhan adalah ya dan amin. "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Tidak selamanya orang jahat berada di atas angin, pada saatnya mereka akan menuai akibatnya. "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Oleh karena itu habakuk berketetapan hati untuk tetap mengarahkan pandangan kepada Tuhan dan mempercayai janji firman-Nya. Ini bukanlah perkara yang mudah, diperlukan iman dan penyerahan diri penuh. Dengan mata iman, Habakuk mampu melihat jauh ke depan melampaui realita dan kemustahilan yang ada. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18).
Ini adalah bukti kedewasaan rohani. Sekalipun situasi tidak mendukung, Habakuk tetap bisa bersukacita dan mengucap syukur.
Iman yang sejati tidak pernah terpengaruh situasi dan kondisi, karena arah pandangnya selalu tertuju kepada Tuhan.
Baca: Habakuk 3:1-19
"namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." Habakuk 3:18
Dalam pasal 3 ini disebutkan bahwa Habakuk berdoa dengan nada ratapan, hal yang tidak dituliskan di pasal-pasal sebelumnya. Awalnya ia tidak mengerti maksud Tuhan yang sepertinya menutup mata terhadap kefasikan, serta membiarkan bangsanya ditindas bangsa lain, namun akhirnya terjawab sudah pergumulan Habakuk selama ini, bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan orang-orang yang hidup benar di hadapan-Nya, karena itu meski kegelapan masih melingkupi bangsanya Habakuk tidak membiarkan diri larut dalam kepedihan yang berkepanjangan.
Di dalam Tuhan selalu ada masa depan dan harapan. Walau sepertinya berlambat-lambat, saatnya pasti akan tiba, karena janji Tuhan adalah ya dan amin. "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Tidak selamanya orang jahat berada di atas angin, pada saatnya mereka akan menuai akibatnya. "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Oleh karena itu habakuk berketetapan hati untuk tetap mengarahkan pandangan kepada Tuhan dan mempercayai janji firman-Nya. Ini bukanlah perkara yang mudah, diperlukan iman dan penyerahan diri penuh. Dengan mata iman, Habakuk mampu melihat jauh ke depan melampaui realita dan kemustahilan yang ada. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18).
Ini adalah bukti kedewasaan rohani. Sekalipun situasi tidak mendukung, Habakuk tetap bisa bersukacita dan mengucap syukur.
Iman yang sejati tidak pernah terpengaruh situasi dan kondisi, karena arah pandangnya selalu tertuju kepada Tuhan.
Friday, March 4, 2016
HABAKUK: Dalam Keluh Kesah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Maret 2016
Baca: Habakuk 1:1-17
"Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: 'Penindasan!' tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi." Habakuk 1:2-3
Meski sebagai utusan Tuhan Habakuk tetaplah manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan, yang terkadang mengeluhkan pelbagai masalah yang menimpanya. "Mengapa ini terjadi? Kapan penderitaan ini segera berlalu? Mengapa orang jahat sepertinya hidup mujur?"
Pergumulan inilah yang dirasakan Habakuk ketika dengan mata kepala sendiri ia melihat kejahatan, kekerasan dan ketidakadilan begitu merajalela di negerinya. Sementara posisi orang benar terjepit, "...sebab orang fasik mengepung orang benar;" (ayat 4). Ia pun mengungkapkan rasa kecewanya kepada Tuhan yang seolah-olah menutup mata dan berdiam diri melihat penderitaan orang benar, sampai-sampai ia mempertanyakan di mana keadilan Tuhan. "Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?" (ayat 13). Pergumulan semacam ini timbul karena manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan dan rancangan-Nya. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kefasikan, tetapi Ia selalu punya waktu yang tepat untuk menyelesaikannya.
Akhirnya Tuhan membiarkan dan memakai orang Kasdim menindas mereka. "Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir." (Habakuk 1:9). Sesungguhnya yang menjadi alasan utama Habakuk berkeluh kesah kepada Tuhan bukanlah kelakuan orang Kasdim itu, melainkan kebejatan moral yang dilakukan bangsanya sendiri, yang mengaku menyembah Tuhan tetapi berlaku fasik.
Tuhan tidak pernah membiarkan kefasikan, pada saatnya Ia pasti bertindak!
Baca: Habakuk 1:1-17
"Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: 'Penindasan!' tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi." Habakuk 1:2-3
Meski sebagai utusan Tuhan Habakuk tetaplah manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan, yang terkadang mengeluhkan pelbagai masalah yang menimpanya. "Mengapa ini terjadi? Kapan penderitaan ini segera berlalu? Mengapa orang jahat sepertinya hidup mujur?"
Pergumulan inilah yang dirasakan Habakuk ketika dengan mata kepala sendiri ia melihat kejahatan, kekerasan dan ketidakadilan begitu merajalela di negerinya. Sementara posisi orang benar terjepit, "...sebab orang fasik mengepung orang benar;" (ayat 4). Ia pun mengungkapkan rasa kecewanya kepada Tuhan yang seolah-olah menutup mata dan berdiam diri melihat penderitaan orang benar, sampai-sampai ia mempertanyakan di mana keadilan Tuhan. "Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?" (ayat 13). Pergumulan semacam ini timbul karena manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan dan rancangan-Nya. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kefasikan, tetapi Ia selalu punya waktu yang tepat untuk menyelesaikannya.
Akhirnya Tuhan membiarkan dan memakai orang Kasdim menindas mereka. "Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir." (Habakuk 1:9). Sesungguhnya yang menjadi alasan utama Habakuk berkeluh kesah kepada Tuhan bukanlah kelakuan orang Kasdim itu, melainkan kebejatan moral yang dilakukan bangsanya sendiri, yang mengaku menyembah Tuhan tetapi berlaku fasik.
Tuhan tidak pernah membiarkan kefasikan, pada saatnya Ia pasti bertindak!
Thursday, March 3, 2016
JANGAN BANYAK ALASAN DAN DALIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Maret 2016
Baca: Lukas 14:15-24
"Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf." Lukas 14:18a
Tuhan Yesus memberikan suatu perumpamaan tentang orang-orang yang berdalih, yang memiliki 1001 alasan untuk lari dan menghindarkan diri dari panggilan Tuhan. "Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang." (ayat 16). Inilah reaksi orang-orang yang diundang untuk datang ke perjamuan besar, yaitu tidak merespons undangan tersebut dengan berbagai alasan, dalih atau kesibukan: "Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang." (ayat 18b-20).
Ladang berbicara tentang pekerjaan, bisnis atau karir; lima pasang lembu kebiri gambaran tentang kekayaan; kawin ini berkaitan dengan pasangan hidup atau keluarga. Bukankah di masa sekarang ini banyak orang menghindari panggilan Tuhan dengan alasan sibuk bekerja, meeting dengan klien atau rekan bisnis, capai karena lembur kerja. Mereka lebih memilih menghabiskan waktu untuk perkara duniawi daripada perkara-perkara rohani. Mereka lebih mengasihi uang atau hartanya daripada mengasihi Tuhan. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang rela meninggalkan Tuhan Yesus, menjual iman demi pacar atau pasangan hidup. Alkitab menyatakan, "Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Matius 19:30).
Jangan sampai kemewahan dan fasilitas yang dunia tawarkan membuat kita tidak bergairah lagi mengikut Tuhan. Waktu-waktu ini sudah berada di penghujung zaman, marilah kita bekerja untuk Tuhan karena banyak orang di luar sana sedang berjalan menuju kepada kebinasaan kekal. Kalau tidak sekarang, kapan lagi kita mau bersaksi?
Milikilah tekad seperti Paulus, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:22a
Baca: Lukas 14:15-24
"Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf." Lukas 14:18a
Tuhan Yesus memberikan suatu perumpamaan tentang orang-orang yang berdalih, yang memiliki 1001 alasan untuk lari dan menghindarkan diri dari panggilan Tuhan. "Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang." (ayat 16). Inilah reaksi orang-orang yang diundang untuk datang ke perjamuan besar, yaitu tidak merespons undangan tersebut dengan berbagai alasan, dalih atau kesibukan: "Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang." (ayat 18b-20).
Ladang berbicara tentang pekerjaan, bisnis atau karir; lima pasang lembu kebiri gambaran tentang kekayaan; kawin ini berkaitan dengan pasangan hidup atau keluarga. Bukankah di masa sekarang ini banyak orang menghindari panggilan Tuhan dengan alasan sibuk bekerja, meeting dengan klien atau rekan bisnis, capai karena lembur kerja. Mereka lebih memilih menghabiskan waktu untuk perkara duniawi daripada perkara-perkara rohani. Mereka lebih mengasihi uang atau hartanya daripada mengasihi Tuhan. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang rela meninggalkan Tuhan Yesus, menjual iman demi pacar atau pasangan hidup. Alkitab menyatakan, "Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Matius 19:30).
Jangan sampai kemewahan dan fasilitas yang dunia tawarkan membuat kita tidak bergairah lagi mengikut Tuhan. Waktu-waktu ini sudah berada di penghujung zaman, marilah kita bekerja untuk Tuhan karena banyak orang di luar sana sedang berjalan menuju kepada kebinasaan kekal. Kalau tidak sekarang, kapan lagi kita mau bersaksi?
Milikilah tekad seperti Paulus, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:22a
Wednesday, March 2, 2016
HIDUP MANUSIA SEPERTI UAP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Maret 2016
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Manusia adalah makhluk yang terbatas kekuatan dan kemampuannya. Bukti nyata keterbatasan manusia adalah memprediksi apa yang akan terjadi. Jangankan minggu, bulan atau tahun, dalam hitungan detik, menit dan jam saja manusia tidak tahu apa yang akan terjadi didepannya. "...sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:14). Selain tidak tahu apa yang akan terjadi, manusia juga tidak tahu kapan hari kematian akan menjemput. Hidup manusia di dunia ini hanyalah seperti uap, yang sebentar ada dan berlalunya teramat cepat.
Banyak orang berpikir bahwa kematian adalah akhir segalanya. Salah besar! Setelah kematian, manusia masih akan dihadapkan pada kekekalan, baik itu kebinasaan kekal atau kehidupan kekal. Ketika seseorang hidup sembrono dan hanya disibukkan dengan segala urusan duniawi tanpa mempedulikan perkara-perkara rohani, itu adalah tanda bahwa ia menganggap remeh kekekalan setelah kematian. Padahal semua yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Keberhasilan dan kejayaan hidup semasa di dunia tidak menjamin seseorang akan berhasil dan berjaya dalam kekekalan. Apalah gunanya berlimpah harta di dunia bila kita tidak kaya (miskin) di hadapan Tuhan. Inilah yang terjadi pada diri orang kaya yang bodoh, yang lupa bahwa kematian sewaktu-waktu dapat menjemputnya. "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Jika kita menyadari bahwa hidup ini singkat kita pasti berusaha untuk hidup berkenan kepada Tuhan. Setiap hari yang kita lakukan dan perbuat adalah bagaimana kita melakukan hal-hal yang baik. "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17).
Bila kita menjalani hidup dengan hati yang takut akan Tuhan kita tidak akan takut akan hari esok, bahkan kematian pun menjadi suatu keuntungan di dalam Kristus!
Baca: Lukas 12:13-21
"Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?" Lukas 12:20
Manusia adalah makhluk yang terbatas kekuatan dan kemampuannya. Bukti nyata keterbatasan manusia adalah memprediksi apa yang akan terjadi. Jangankan minggu, bulan atau tahun, dalam hitungan detik, menit dan jam saja manusia tidak tahu apa yang akan terjadi didepannya. "...sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:14). Selain tidak tahu apa yang akan terjadi, manusia juga tidak tahu kapan hari kematian akan menjemput. Hidup manusia di dunia ini hanyalah seperti uap, yang sebentar ada dan berlalunya teramat cepat.
Banyak orang berpikir bahwa kematian adalah akhir segalanya. Salah besar! Setelah kematian, manusia masih akan dihadapkan pada kekekalan, baik itu kebinasaan kekal atau kehidupan kekal. Ketika seseorang hidup sembrono dan hanya disibukkan dengan segala urusan duniawi tanpa mempedulikan perkara-perkara rohani, itu adalah tanda bahwa ia menganggap remeh kekekalan setelah kematian. Padahal semua yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Keberhasilan dan kejayaan hidup semasa di dunia tidak menjamin seseorang akan berhasil dan berjaya dalam kekekalan. Apalah gunanya berlimpah harta di dunia bila kita tidak kaya (miskin) di hadapan Tuhan. Inilah yang terjadi pada diri orang kaya yang bodoh, yang lupa bahwa kematian sewaktu-waktu dapat menjemputnya. "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkhotbah 9:12).
Jika kita menyadari bahwa hidup ini singkat kita pasti berusaha untuk hidup berkenan kepada Tuhan. Setiap hari yang kita lakukan dan perbuat adalah bagaimana kita melakukan hal-hal yang baik. "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17).
Bila kita menjalani hidup dengan hati yang takut akan Tuhan kita tidak akan takut akan hari esok, bahkan kematian pun menjadi suatu keuntungan di dalam Kristus!
Tuesday, March 1, 2016
MARI MENGHITUNG HARI!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Maret 2016
Baca: Mazmur 90:1-17
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Para penggemar musik pop Indonesia pasti tidak asing dengan lagu berjudul 'Menghitung Hari' yang dilantunkan dengan sangat apik oleh salah seorang diva pop Indonesia, Kris Dayanti. Lagu karya Melly Goeslaw ini begitu populer di tahun 1999 yang melambungkan nama "KD" ke puncak popularitas.
Jika menyadari masa hidup manusia di dunia ini sangat singkat dan berlalunya begitu cepat, pemazmur menasihati agar kita menghitung hari-hari yang ada sedemikian rupa. "Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh. Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (ayat 9-10). Menghitung hari berarti menghargai setiap hari yang Tuhan beri, sebab di dalam setiap hari selalu ada rencana Tuhan, ada pelajaran berharga yang mendatangkan kebaikan bagi kita. Selain itu ada berkat yang Tuhan sediakan bagi kita. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Jangan sampai kita kehilangan berkat Tuhan yang selalu baru setiap hari. Karena itu sebelum memulai segala sesuatu di pagi hari utamakanlah Tuhan dan kerajaan-Nya terlebih dahulu, seperti yang biasa Daud lakukan. "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu,..." (Mazmur 5:4).
Menghitung hari berarti senantiasa memperbaharui komitmen kita untuk memilih berjalan bersama Tuhan dan mengikuti kemana pun Ia menuntun langkah kita. Menghitung hari berarti juga kita tidak akan membiarkan waktu yang ada berlalu dengan percuma, atau mengisinya untuk hal-hal yang sia-sia, melainkan kita pergunakan waktu yang ada untuk segala sesuatu yang bermanfaat kepada kekekalan. Karenanya jadikanlah setiap hari sebagai hari untuk bekerja, berkarya dan mengabdikan hidup sepenuhnya untuk melayani Tuhan.
"Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal," Yohanes 6:27
Baca: Mazmur 90:1-17
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Para penggemar musik pop Indonesia pasti tidak asing dengan lagu berjudul 'Menghitung Hari' yang dilantunkan dengan sangat apik oleh salah seorang diva pop Indonesia, Kris Dayanti. Lagu karya Melly Goeslaw ini begitu populer di tahun 1999 yang melambungkan nama "KD" ke puncak popularitas.
Jika menyadari masa hidup manusia di dunia ini sangat singkat dan berlalunya begitu cepat, pemazmur menasihati agar kita menghitung hari-hari yang ada sedemikian rupa. "Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas-Mu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh. Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (ayat 9-10). Menghitung hari berarti menghargai setiap hari yang Tuhan beri, sebab di dalam setiap hari selalu ada rencana Tuhan, ada pelajaran berharga yang mendatangkan kebaikan bagi kita. Selain itu ada berkat yang Tuhan sediakan bagi kita. "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Jangan sampai kita kehilangan berkat Tuhan yang selalu baru setiap hari. Karena itu sebelum memulai segala sesuatu di pagi hari utamakanlah Tuhan dan kerajaan-Nya terlebih dahulu, seperti yang biasa Daud lakukan. "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu,..." (Mazmur 5:4).
Menghitung hari berarti senantiasa memperbaharui komitmen kita untuk memilih berjalan bersama Tuhan dan mengikuti kemana pun Ia menuntun langkah kita. Menghitung hari berarti juga kita tidak akan membiarkan waktu yang ada berlalu dengan percuma, atau mengisinya untuk hal-hal yang sia-sia, melainkan kita pergunakan waktu yang ada untuk segala sesuatu yang bermanfaat kepada kekekalan. Karenanya jadikanlah setiap hari sebagai hari untuk bekerja, berkarya dan mengabdikan hidup sepenuhnya untuk melayani Tuhan.
"Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal," Yohanes 6:27
Monday, February 29, 2016
JANGAN SUKA PROTES
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Februari 2016
Baca: Roma 9:1-29
"Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" Roma 9:21
Salah satu sikap negatif yang dimiliki oleh hampir banyak orang adalah kurang bersyukur atau tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki atau diterimanya. Wujud nyata dari sikap kurang bersyukur atau tidak pernah puas adalah mengeluh, menggerutu, bersungut-sungut, mengomel, bahkan berani protes kepada Tuhan.
Protes adalah pernyataan tidak menyetujui, menentang atau menyangkal. Orang protes kepada Tuhan karena merasa keadaan hidupnya tidak sama dengan orang lain, atau orang lain lebih baik dan lebih beruntung darinya. Kita merasa bahwa Tuhan telah berlaku tidak adil atau pilih kasih. Lalu dalam hati timbul rasa kecewa dan pahit yang mendalam. Siapakah kita ini sehingga berani protes kepada Tuhan? "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?'" (Roma 9:20). Jika kita merenungkan betapa besar kasih dan anugerah Tuhan dalam hidup ini tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengucap syukur kepada-Nya. Dijadikan apa saja kita, seharusnya hati kita tetap berlimpah dengan ucapan syukur, karena Tuhan tahu yang terbaik bagi kehidupan kita. Seandainya kita diberi kelimpahan secara materi, tapi tubuh jasmani kita selalu sakit-sakitan, besar kemungkinan kita akan mengeluh dan protes kepada Tuhan. Uang, kekayaan, pangkat dan segala kenyamanan yang ada bukan menjadi jaminan bagi seseorang untuk tidak protes kepada Tuhan, malahan bisa membuat hatinya makin menjauh dari Tuhan.
Ucapkan syukur atas keberadaan Saudara saat ini. Bukankah tukang periuk berhak membentuk tanah liat menurut kehendak hatinya? Entah membuat perabot untuk tujuan yang mulia atau pun perabot untuk tujuan yang biasa. Mengomel, bersungut-sungut, menggerutu dan memrotes Tuhan bukanlah jalan keluarnya! Jalan yang terbaik adalah tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuhan dan tetap mengucap syukur.
"Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Roma 9:15
Baca: Roma 9:1-29
"Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" Roma 9:21
Salah satu sikap negatif yang dimiliki oleh hampir banyak orang adalah kurang bersyukur atau tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki atau diterimanya. Wujud nyata dari sikap kurang bersyukur atau tidak pernah puas adalah mengeluh, menggerutu, bersungut-sungut, mengomel, bahkan berani protes kepada Tuhan.
Protes adalah pernyataan tidak menyetujui, menentang atau menyangkal. Orang protes kepada Tuhan karena merasa keadaan hidupnya tidak sama dengan orang lain, atau orang lain lebih baik dan lebih beruntung darinya. Kita merasa bahwa Tuhan telah berlaku tidak adil atau pilih kasih. Lalu dalam hati timbul rasa kecewa dan pahit yang mendalam. Siapakah kita ini sehingga berani protes kepada Tuhan? "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk aku demikian?'" (Roma 9:20). Jika kita merenungkan betapa besar kasih dan anugerah Tuhan dalam hidup ini tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengucap syukur kepada-Nya. Dijadikan apa saja kita, seharusnya hati kita tetap berlimpah dengan ucapan syukur, karena Tuhan tahu yang terbaik bagi kehidupan kita. Seandainya kita diberi kelimpahan secara materi, tapi tubuh jasmani kita selalu sakit-sakitan, besar kemungkinan kita akan mengeluh dan protes kepada Tuhan. Uang, kekayaan, pangkat dan segala kenyamanan yang ada bukan menjadi jaminan bagi seseorang untuk tidak protes kepada Tuhan, malahan bisa membuat hatinya makin menjauh dari Tuhan.
Ucapkan syukur atas keberadaan Saudara saat ini. Bukankah tukang periuk berhak membentuk tanah liat menurut kehendak hatinya? Entah membuat perabot untuk tujuan yang mulia atau pun perabot untuk tujuan yang biasa. Mengomel, bersungut-sungut, menggerutu dan memrotes Tuhan bukanlah jalan keluarnya! Jalan yang terbaik adalah tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuhan dan tetap mengucap syukur.
"Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Roma 9:15
Sunday, February 28, 2016
ANUGERAH KESELAMATAN: Jangan Disia-siakan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Februari 2016
Baca: 2 Korintus 6:1-10
"Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima." 2 Korintus 6:1
Rasul Paulus menasihati jemaat di Korintus supaya mereka jangan menyia-nyiakan kasih karunia yang telah diterimanya. Kasih karunia yang dimaksudkan adalah hal keselamatan sebagai anugerah dari Allah melalui Putera-Nya, Yesus Kristus. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8).
Kasih karunia atau anugerah adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kita yang sesungguhnya tidak layak kita terima karena keberadaan kita sebagai orang berdosa. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Karena kita telah diselamatkan, adalah wajib bagi kita untuk berjuang begitu rupa mempertahankan dan mengerjakan keselamatan yang telah kita terima. "...karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda," (Filipi 2:12-15).
Banyak orang Kristen kurang menghargai dan memandang rendah karya keselamatan Kristus di kayu salib. Terbukti dari cara hidup yang masih sembrono, tetap saja berkompromi dengan dosa, terbawa arus dunia ini. Sampai kapan kita berlaku demikian? Jangan menunda-nunda waktu untuk hidup benar! Jangan menunda-nunda waktu untuk melayani Tuhan! Jangan biarkan waktu berlalu percuma dengan mengisi waktu dengan hal-hal fana. Tertulis: "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Kapan kita harus melakukan pekerjaan baik itu? Sekarang, bukan esok, lusa atau nanti! "Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2b).
Kerjakan keselamatanmu dengan hati takut dan gentar sampai Tuhan datang!
Baca: 2 Korintus 6:1-10
"Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima." 2 Korintus 6:1
Rasul Paulus menasihati jemaat di Korintus supaya mereka jangan menyia-nyiakan kasih karunia yang telah diterimanya. Kasih karunia yang dimaksudkan adalah hal keselamatan sebagai anugerah dari Allah melalui Putera-Nya, Yesus Kristus. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8).
Kasih karunia atau anugerah adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kita yang sesungguhnya tidak layak kita terima karena keberadaan kita sebagai orang berdosa. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Karena kita telah diselamatkan, adalah wajib bagi kita untuk berjuang begitu rupa mempertahankan dan mengerjakan keselamatan yang telah kita terima. "...karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda," (Filipi 2:12-15).
Banyak orang Kristen kurang menghargai dan memandang rendah karya keselamatan Kristus di kayu salib. Terbukti dari cara hidup yang masih sembrono, tetap saja berkompromi dengan dosa, terbawa arus dunia ini. Sampai kapan kita berlaku demikian? Jangan menunda-nunda waktu untuk hidup benar! Jangan menunda-nunda waktu untuk melayani Tuhan! Jangan biarkan waktu berlalu percuma dengan mengisi waktu dengan hal-hal fana. Tertulis: "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Kapan kita harus melakukan pekerjaan baik itu? Sekarang, bukan esok, lusa atau nanti! "Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2b).
Kerjakan keselamatanmu dengan hati takut dan gentar sampai Tuhan datang!
Saturday, February 27, 2016
BERKAT TUHAN ADALAH PASTI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Februari 2016
Baca: Mazmur 115:1-18
"memberkati orang-orang yang takut akan TUHAN, baik yang kecil maupun yang besar." Mazmur 115:13
Berkat adalah topik yang paling menarik dan selalu punya pusat perhatian bagi orang Kristen. Siapa pun tidak ada yang akan menolak berkat dari Tuhan karena berkat adalah sesuatu yang selalu ditunggu-tunggu dan diharapkan. Bagi orang percaya berkat Tuhan adalah sesuatu yang pasti.
Untuk mengalami berkat Tuhan pemazmur memberikan kuncinya yaitu takut akan Tuhan. Berbicara tentang berkat bukan berarti mengiring Tuhan akan terbebas dari masalah dan persoalan; bukan berarti di depan kita tidak akan ada tantangan; bukan berarti kita akan melihat langit selalu biru. Inilah yang tidak dipahami oleh banyak orang Kristen. Kita hanya menuntut berkat tetapi tidak mau mengikuti jalan Tuhan, padahal "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." (Mazmur 25:10). Berkat Tuhan adalah pasti bagi orang yang takut akan Dia. Berkat Tuhan juga pasti bagi orang yang mau melakukan sesuatu bagi Tuhan atau bekerja bagi Dia. "supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." (Mazmur 67:3). Mengapa kita harus bekerja? "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Jika Bapa dan Tuhan Yesus saja bekerja sampai sekarang, masakan kita hanya berpangku tangan dan bermalas-malasan? "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Eesus 2:10).
Orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang mau berjalan dalam tuntunan Tuhan. Artinya memiliki keberanian untuk tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, apa pun keadaannya. Tuhan Yesus tunduk sepenuhnya-Nya kepada kehendak Bapa sehingga Ia berkata: "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39).
Untuk menikmati berkat Tuhan tidak ada jalan lain, kita harus hidup takut akan Tuhan dan mengikuti jalan-Nya. "Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku." Mazmur 25:4.
Baca: Mazmur 115:1-18
"memberkati orang-orang yang takut akan TUHAN, baik yang kecil maupun yang besar." Mazmur 115:13
Berkat adalah topik yang paling menarik dan selalu punya pusat perhatian bagi orang Kristen. Siapa pun tidak ada yang akan menolak berkat dari Tuhan karena berkat adalah sesuatu yang selalu ditunggu-tunggu dan diharapkan. Bagi orang percaya berkat Tuhan adalah sesuatu yang pasti.
Untuk mengalami berkat Tuhan pemazmur memberikan kuncinya yaitu takut akan Tuhan. Berbicara tentang berkat bukan berarti mengiring Tuhan akan terbebas dari masalah dan persoalan; bukan berarti di depan kita tidak akan ada tantangan; bukan berarti kita akan melihat langit selalu biru. Inilah yang tidak dipahami oleh banyak orang Kristen. Kita hanya menuntut berkat tetapi tidak mau mengikuti jalan Tuhan, padahal "Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." (Mazmur 25:10). Berkat Tuhan adalah pasti bagi orang yang takut akan Dia. Berkat Tuhan juga pasti bagi orang yang mau melakukan sesuatu bagi Tuhan atau bekerja bagi Dia. "supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." (Mazmur 67:3). Mengapa kita harus bekerja? "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Jika Bapa dan Tuhan Yesus saja bekerja sampai sekarang, masakan kita hanya berpangku tangan dan bermalas-malasan? "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Eesus 2:10).
Orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang mau berjalan dalam tuntunan Tuhan. Artinya memiliki keberanian untuk tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, apa pun keadaannya. Tuhan Yesus tunduk sepenuhnya-Nya kepada kehendak Bapa sehingga Ia berkata: "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39).
Untuk menikmati berkat Tuhan tidak ada jalan lain, kita harus hidup takut akan Tuhan dan mengikuti jalan-Nya. "Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku." Mazmur 25:4.
Friday, February 26, 2016
TUHAN YANG MENUMBUHKAN BENIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Februari 2016
Baca: 1 Korintus 3:1-9
"Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah." 1 Korintus 1:3-9
Adalah suatu anugerah jika kita dipanggil Tuhan untuk melayani Dia atau bekerja di ladang-Nya. Tuhan memilih dan memakai kita untuk menjadi alat-Nya bukan karena kita lebih hebat, lebih kuat dan lebih pintar dibandingkan dengan orang lain.
Keberhasilan kita dalam pelayanan bukan karena kuat dan gagah kita, tapi karena Roh Tuhan yang bekerja di dalam kita. Jangan berkata bahwa suatu gereja menjadi besar karena kitalah donatur terbesarnya; sekelompok jemaat sangat berkembang karena hasil usaha dan jerih lelah kita; suatu pelayanan misi tidak akan berjalan tanpa kita; kesembuhan dan mujizat terjadi karena kita yang melayani dan berdoa. Rasul Paulus berkata, "Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan." (ayat 6). Yang terpenting bukan siapa pendetanya, siapa gembalanya, siapa pengkhotbahnya atau penginjilnya, melainkan Tuhan sendiri yang memberi pertumbuhan. Semua pelayan Tuhan, baik itu pendeta, gembala, penginjil, pemimpin pujian, guru sekolah minggu hanyalah kawan sekerja yang bekerjasama dengan Tuhan untuk memelihara, menjaga dan mengembangkan jemaat atau gereja di dunia ini. Tanpa pertolongan Roh kudus apa yang dapat kita capai dalam pelayanan kita? Kemampuan, talenta dan juga karunia, Tuhanlah yang memberi. Ibarat mendirikan sebuah rumah, kita adalah seorang tukang, sedangkan Tuhan adalah pemberi modal, menyediakan bahan bangunan dan alat-alat pertukangannya, peralatannya. Jika Tuhan tidak menyediakan modal, tidak menyediakan bahan dan alat-alatnya, mungkinkah kita bisa membangun sebuah rumah? Tidak seharusnya kita menjadi sombong dan memegahkan diri karena kita tak lebih dari seorang hamba atau pelayan yang bertugas untuk melayani Tuan kita.
"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10). Tanpa pertolongan Roh Kudus kita tidak mungkin bisa memenangkan jiwa bagi Tuhan.
Boleh saja kita mahir dalam berkhotbah dan mengajar, tapi kalau Tuhan tidak menumbuhkan benih firman yang kita tabur, semua usaha kita akan sia-sia!
Baca: 1 Korintus 3:1-9
"Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah." 1 Korintus 1:3-9
Adalah suatu anugerah jika kita dipanggil Tuhan untuk melayani Dia atau bekerja di ladang-Nya. Tuhan memilih dan memakai kita untuk menjadi alat-Nya bukan karena kita lebih hebat, lebih kuat dan lebih pintar dibandingkan dengan orang lain.
Keberhasilan kita dalam pelayanan bukan karena kuat dan gagah kita, tapi karena Roh Tuhan yang bekerja di dalam kita. Jangan berkata bahwa suatu gereja menjadi besar karena kitalah donatur terbesarnya; sekelompok jemaat sangat berkembang karena hasil usaha dan jerih lelah kita; suatu pelayanan misi tidak akan berjalan tanpa kita; kesembuhan dan mujizat terjadi karena kita yang melayani dan berdoa. Rasul Paulus berkata, "Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan." (ayat 6). Yang terpenting bukan siapa pendetanya, siapa gembalanya, siapa pengkhotbahnya atau penginjilnya, melainkan Tuhan sendiri yang memberi pertumbuhan. Semua pelayan Tuhan, baik itu pendeta, gembala, penginjil, pemimpin pujian, guru sekolah minggu hanyalah kawan sekerja yang bekerjasama dengan Tuhan untuk memelihara, menjaga dan mengembangkan jemaat atau gereja di dunia ini. Tanpa pertolongan Roh kudus apa yang dapat kita capai dalam pelayanan kita? Kemampuan, talenta dan juga karunia, Tuhanlah yang memberi. Ibarat mendirikan sebuah rumah, kita adalah seorang tukang, sedangkan Tuhan adalah pemberi modal, menyediakan bahan bangunan dan alat-alat pertukangannya, peralatannya. Jika Tuhan tidak menyediakan modal, tidak menyediakan bahan dan alat-alatnya, mungkinkah kita bisa membangun sebuah rumah? Tidak seharusnya kita menjadi sombong dan memegahkan diri karena kita tak lebih dari seorang hamba atau pelayan yang bertugas untuk melayani Tuan kita.
"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10). Tanpa pertolongan Roh Kudus kita tidak mungkin bisa memenangkan jiwa bagi Tuhan.
Boleh saja kita mahir dalam berkhotbah dan mengajar, tapi kalau Tuhan tidak menumbuhkan benih firman yang kita tabur, semua usaha kita akan sia-sia!
Thursday, February 25, 2016
TENANG MENGHADAPI SEGALA HAL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Februari 2016
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7
Hari-hari ini banyak orang mudah sekali terpancing emosi dalam bertindak alias tidak tenang. Karena tidak tenang kita pun sering keliru dalam membuat keputusan, sehingga ini berimbas kepada tindakan yang ceroboh.
Rasul Petrus menasihati orang percaya untuk bisa menguasai diri dan tetap tenang di segala situasi supaya dapat berdoa. Ketika kita dalam posisi tidak tenang, panik, gelisah, emosi, jengkel, marah, galau atau gundah gulana tentunya akan sulit untuk berdoa. Ada banyak hal di dunia ini yang membuat orang tidak bisa tenang dalam menjalani hidup: masalah, tekanan, tuntutan pekerjaan, pengaruh lingkungan dan masih banyak lagi. Sampai kapan pun dunia tidak akan pernah memberikan rasa tenang bagi kita. Karena itu rasa tenang dalam diri orang percaya seharusnya tidak ditentukan oleh situasi atau keadaan yang terjadi di sekitarnya, sebab rasa tenang itu sesungguhnya merupakan sebuah keputusan atau ketetapan hati. Sedahsyat apa pun badai gelombang menerpa kita bisa membuat keputusan untuk tetap tenang. Mengapa kita harus selalu tenang? "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Milikilah reaksi dan sikap positif untuk setiap situasi atau masalah yang terjadi. Bila sikap kita positif maka hati dan pikiran kita dipenuhi oleh "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji..." (Filipi 4:8).
Selalu berpikiran positif itulah yang membuat kita tetap tenang, karena kita tahu benar bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, dan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan kita, karena di dalam Tuhan selalu ada jalan keluarnya. Kegagalan seringkali kita alami bukan karena kita terlalu lemah atau masalah yang terlalu besar, tetapi karena kita sendiri tidak tenang menghadapinya.
Dalam situasi apa pun, "Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut..." Yesaya 7:4
Baca: 1 Petrus 4:7-11
"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7
Hari-hari ini banyak orang mudah sekali terpancing emosi dalam bertindak alias tidak tenang. Karena tidak tenang kita pun sering keliru dalam membuat keputusan, sehingga ini berimbas kepada tindakan yang ceroboh.
Rasul Petrus menasihati orang percaya untuk bisa menguasai diri dan tetap tenang di segala situasi supaya dapat berdoa. Ketika kita dalam posisi tidak tenang, panik, gelisah, emosi, jengkel, marah, galau atau gundah gulana tentunya akan sulit untuk berdoa. Ada banyak hal di dunia ini yang membuat orang tidak bisa tenang dalam menjalani hidup: masalah, tekanan, tuntutan pekerjaan, pengaruh lingkungan dan masih banyak lagi. Sampai kapan pun dunia tidak akan pernah memberikan rasa tenang bagi kita. Karena itu rasa tenang dalam diri orang percaya seharusnya tidak ditentukan oleh situasi atau keadaan yang terjadi di sekitarnya, sebab rasa tenang itu sesungguhnya merupakan sebuah keputusan atau ketetapan hati. Sedahsyat apa pun badai gelombang menerpa kita bisa membuat keputusan untuk tetap tenang. Mengapa kita harus selalu tenang? "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Milikilah reaksi dan sikap positif untuk setiap situasi atau masalah yang terjadi. Bila sikap kita positif maka hati dan pikiran kita dipenuhi oleh "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji..." (Filipi 4:8).
Selalu berpikiran positif itulah yang membuat kita tetap tenang, karena kita tahu benar bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, dan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan kita, karena di dalam Tuhan selalu ada jalan keluarnya. Kegagalan seringkali kita alami bukan karena kita terlalu lemah atau masalah yang terlalu besar, tetapi karena kita sendiri tidak tenang menghadapinya.
Dalam situasi apa pun, "Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut..." Yesaya 7:4
Wednesday, February 24, 2016
ORANG PERCAYA: Tidak Perlu Takut
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Februari 2016
Baca: Mazmur 56:1-14
"Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut." Mazmur 56:4-5
Di hari-hari seperti sekarang ini tak bisa dipungkiri banyak orang dihantui rasa takut. Banyak faktor yang membuat orang menjadi takut: keadaan ekonomi yang buruk, nilai mata uang rupiah yang merosot, bencana alam terjadi di mana-mana sehingga orang menjadi takut terhadap masa depan hidupnya. Kata takut berarti merasa gentar atau ngeri menghadapi sesuatu yang dianggapnya akan mendatangkan bencana. Jika ketakutan dibiarkan berlarut-larut sehingga menjadi sangat berlebihan akan menimbulkan phobia, yaitu rasa ketakutan yang berlebihan terhadap suatu benda, situasi atau kejadian yang ditandai dengan keinginan untuk lari atau menjauhi sesuatu yang ditakuti tersebut.
Punya rasa takut adalah hal yang manusiawi, tetapi jika kita terus hidup dalam ketakutan setiap hari adalah tidak wajar, apalagi bagi kita orang percaya. Ketakutan yang terus dipelihara akan berdampak sangat buruk bagi diri sendiri. "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:25-26). Jangan biarkan roh ketakutan membelenggu hidup kita! Kalau kita percaya sungguh kepada Tuhan, percaya akan firman-Nya dan memegang teguh setiap janji-Nya tentu kita tidak akan hidup dalam ketakutan lagi.
Kunci agar terbebas dari ketakutan adalah hidup dalam kebenaran. Asal kita melakukan apa yang baik dan benar, taat melakukan yang Tuhan kehendaki maka kita akan hidup dalam damai sejahtera, ketenangan dan ketenteraman. "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17). Jika Tuhan ada di pihak orang benar, "Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:5b). Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi, semua kembali pada seberapa besar iman percaya kita terhadap janji Tuhan.
Bersama Tuhan kita cakap menanggung segala sesuatunya, sebab "...tangan kanan-Mu memegang aku." Mazmur 139:10
Baca: Mazmur 56:1-14
"Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut." Mazmur 56:4-5
Di hari-hari seperti sekarang ini tak bisa dipungkiri banyak orang dihantui rasa takut. Banyak faktor yang membuat orang menjadi takut: keadaan ekonomi yang buruk, nilai mata uang rupiah yang merosot, bencana alam terjadi di mana-mana sehingga orang menjadi takut terhadap masa depan hidupnya. Kata takut berarti merasa gentar atau ngeri menghadapi sesuatu yang dianggapnya akan mendatangkan bencana. Jika ketakutan dibiarkan berlarut-larut sehingga menjadi sangat berlebihan akan menimbulkan phobia, yaitu rasa ketakutan yang berlebihan terhadap suatu benda, situasi atau kejadian yang ditandai dengan keinginan untuk lari atau menjauhi sesuatu yang ditakuti tersebut.
Punya rasa takut adalah hal yang manusiawi, tetapi jika kita terus hidup dalam ketakutan setiap hari adalah tidak wajar, apalagi bagi kita orang percaya. Ketakutan yang terus dipelihara akan berdampak sangat buruk bagi diri sendiri. "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:25-26). Jangan biarkan roh ketakutan membelenggu hidup kita! Kalau kita percaya sungguh kepada Tuhan, percaya akan firman-Nya dan memegang teguh setiap janji-Nya tentu kita tidak akan hidup dalam ketakutan lagi.
Kunci agar terbebas dari ketakutan adalah hidup dalam kebenaran. Asal kita melakukan apa yang baik dan benar, taat melakukan yang Tuhan kehendaki maka kita akan hidup dalam damai sejahtera, ketenangan dan ketenteraman. "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17). Jika Tuhan ada di pihak orang benar, "Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:5b). Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi, semua kembali pada seberapa besar iman percaya kita terhadap janji Tuhan.
Bersama Tuhan kita cakap menanggung segala sesuatunya, sebab "...tangan kanan-Mu memegang aku." Mazmur 139:10
Tuesday, February 23, 2016
TIDAK TERPENGARUH KEADAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Februari 2016
Baca: Mazmur 13:1-6
"Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu." Mazmur 13:6a
Adakalanya dalam perjalanan hidup ini kita harus melewati masa-masa yang sangat sulit dan kelam seperti Daud. Setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan, lari dari satu tempat ke tempat lain, bersembunyi dari satu lembah ke lembah lain (karena terus dikejar-kejar Saul yang menginginkan kematiannya) maka sampailah Daud kepada raja Akhis, orang Filistin, dan menetap di sana untuk beberapa waktu lamanya. Di sana ia pun beroleh kepercayaan dari raja Akhis sehingga raja memberikan daerah Ziklag kepada Daud dan pengikutnya untuk didiami (baca 1 Samuel 30:1-25).
Suatu ketika terjadilah peperangan antara orang Filistin dan orang-orang Israel, dan raja Akhis mengajak Daud untuk turut berperang. Tetapi keberadaan Daud dalam team perang ini menimbulkan kecurigaan orang-orang Filistin, mereka meragukan loyalitas Daud, pikir mereka: Jangan-jangan Daud tidak berperang dengan sepenuh hati, lalu berubah haluan memihak kepada bangsanya sendiri." Maka mereka pun sepakat memulangkan Daud beserta orang-orangnya kembali ke Ziklag. Apa yang terjadi? Ternyata Ziklag telah dibumihanguskan oleh orang-orang Amalek, semua harta benda dijarah, isteri-isteri dan anak-anak mereka ditawan. Peristiwa ini benar-benar memilukan hati, sampai-sampai para pengikutnya hendak melempari Daud dengan batu. "Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya." (1 Samuel 30:6). Secara manusia Daud punya alasan menjadi lemah, kecewa dan frustasi, tetapi ada sikap yang patut kita teladani yaitu Daud tidak terprovokasi oleh situasi yang ada, melainkan menguatkan hatinya untuk tetap percaya kepada Tuhan. Terbukti Daud menyuruh imam Abyatar untuk mengambilkan baju efod untuknya (baca 1 Samuel 30:7). Baju Efod adalah pakaian khusus untuk seorang imam besar sebagai pertanda bahwa ia sedang mencari kehendak Tuhan atau meminta petunjuk dari Tuhan.
Mencari hadirat Tuhan adalah cara terbaik untuk membangun iman. Dalam keadaan terjepit umumnya orang mudah sekali panik, tidak lagi berpikir jernih, menyalahkan orang lain dan keadaan, bahkan berani menyalahkan Tuhan.
"kepada TUHAN aku percaya dengan tidak ragu-ragu." Mazmur 26:1
Baca: Mazmur 13:1-6
"Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu." Mazmur 13:6a
Adakalanya dalam perjalanan hidup ini kita harus melewati masa-masa yang sangat sulit dan kelam seperti Daud. Setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan, lari dari satu tempat ke tempat lain, bersembunyi dari satu lembah ke lembah lain (karena terus dikejar-kejar Saul yang menginginkan kematiannya) maka sampailah Daud kepada raja Akhis, orang Filistin, dan menetap di sana untuk beberapa waktu lamanya. Di sana ia pun beroleh kepercayaan dari raja Akhis sehingga raja memberikan daerah Ziklag kepada Daud dan pengikutnya untuk didiami (baca 1 Samuel 30:1-25).
Suatu ketika terjadilah peperangan antara orang Filistin dan orang-orang Israel, dan raja Akhis mengajak Daud untuk turut berperang. Tetapi keberadaan Daud dalam team perang ini menimbulkan kecurigaan orang-orang Filistin, mereka meragukan loyalitas Daud, pikir mereka: Jangan-jangan Daud tidak berperang dengan sepenuh hati, lalu berubah haluan memihak kepada bangsanya sendiri." Maka mereka pun sepakat memulangkan Daud beserta orang-orangnya kembali ke Ziklag. Apa yang terjadi? Ternyata Ziklag telah dibumihanguskan oleh orang-orang Amalek, semua harta benda dijarah, isteri-isteri dan anak-anak mereka ditawan. Peristiwa ini benar-benar memilukan hati, sampai-sampai para pengikutnya hendak melempari Daud dengan batu. "Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya." (1 Samuel 30:6). Secara manusia Daud punya alasan menjadi lemah, kecewa dan frustasi, tetapi ada sikap yang patut kita teladani yaitu Daud tidak terprovokasi oleh situasi yang ada, melainkan menguatkan hatinya untuk tetap percaya kepada Tuhan. Terbukti Daud menyuruh imam Abyatar untuk mengambilkan baju efod untuknya (baca 1 Samuel 30:7). Baju Efod adalah pakaian khusus untuk seorang imam besar sebagai pertanda bahwa ia sedang mencari kehendak Tuhan atau meminta petunjuk dari Tuhan.
Mencari hadirat Tuhan adalah cara terbaik untuk membangun iman. Dalam keadaan terjepit umumnya orang mudah sekali panik, tidak lagi berpikir jernih, menyalahkan orang lain dan keadaan, bahkan berani menyalahkan Tuhan.
"kepada TUHAN aku percaya dengan tidak ragu-ragu." Mazmur 26:1
Monday, February 22, 2016
TUHAN ADALAH KEKUATAN KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Februari 2016
Baca: Yesaya 40:12-31
"...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya;" Yesaya 40:31
Saat berbagai persoalan hidup mendera, semua orang berharap mendapatkan jalan keluar atau solusi sesegera mungkin. Kita berharap Tuhan tidak menunda-nunda waktu untuk menolong dan menjawab doa kita.
Semua orang menginginkan segala sesuatu yang serba instan, padahal jalan Tuhan tidak ada yang instan, semua melalui proses. Ketidaksabaran menantikan Tuhan bertindak adalah faktor yang menyebabkan kita gagal melihat dan mengalami perkara-perkara besar dari Tuhan. Nabi Habakuk menasihati, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Mengapa kita harus menanti-nantikan Tuhan? Karena waktu Tuhan bukanlah waktu kita. Melalui kesabaran dan ketekunanlah seseorang akan menerima apa yang dijanjikan-Nya, sebab segala sesuatu yang dijanjikan Tuhan tidak ada yang terlambat, dan juga tidak terlalu cepat. Jangan merasa lelah dan putus asa saat menantikan pertolongan Tuhan, sebab orang yang menanti-nantikan Dia mendapat kekuatan baru. "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29), sehingga kita sanggup melewati badai persoalan sebesar apa pun. Itulah sebabnya nabi Yesaya mendorong kita untuk tetap menantikan Tuhan, karena kekuatan orang percaya bukan berasal dari apa yang ada di dunia ini, tapi berasal dari Tuhan.
Burung rajawali tatkala ada badai menyerang tidak terbang menghindar sejauh mungkin dari badai itu, tetapi ia membiarkan dirinya berada di dalam badai dengan membentangkan kedua sayapnya untuk mengikuti ke mana arah putaran badai itu. Dengan menyerap kekuatan badai tersebut si rajawali dapat terbang semakin tinggi di angkasa. Terbang bersama badai adalah cara untuk melatih sayapnya sehingga ia semakin kuat dan kokoh. Kedahsyatan badai justru berdampak positi bagi burung rajawali itu sendiri.
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Timotius 1:7
Baca: Yesaya 40:12-31
"...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya;" Yesaya 40:31
Saat berbagai persoalan hidup mendera, semua orang berharap mendapatkan jalan keluar atau solusi sesegera mungkin. Kita berharap Tuhan tidak menunda-nunda waktu untuk menolong dan menjawab doa kita.
Semua orang menginginkan segala sesuatu yang serba instan, padahal jalan Tuhan tidak ada yang instan, semua melalui proses. Ketidaksabaran menantikan Tuhan bertindak adalah faktor yang menyebabkan kita gagal melihat dan mengalami perkara-perkara besar dari Tuhan. Nabi Habakuk menasihati, "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Mengapa kita harus menanti-nantikan Tuhan? Karena waktu Tuhan bukanlah waktu kita. Melalui kesabaran dan ketekunanlah seseorang akan menerima apa yang dijanjikan-Nya, sebab segala sesuatu yang dijanjikan Tuhan tidak ada yang terlambat, dan juga tidak terlalu cepat. Jangan merasa lelah dan putus asa saat menantikan pertolongan Tuhan, sebab orang yang menanti-nantikan Dia mendapat kekuatan baru. "Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (Yesaya 40:29), sehingga kita sanggup melewati badai persoalan sebesar apa pun. Itulah sebabnya nabi Yesaya mendorong kita untuk tetap menantikan Tuhan, karena kekuatan orang percaya bukan berasal dari apa yang ada di dunia ini, tapi berasal dari Tuhan.
Burung rajawali tatkala ada badai menyerang tidak terbang menghindar sejauh mungkin dari badai itu, tetapi ia membiarkan dirinya berada di dalam badai dengan membentangkan kedua sayapnya untuk mengikuti ke mana arah putaran badai itu. Dengan menyerap kekuatan badai tersebut si rajawali dapat terbang semakin tinggi di angkasa. Terbang bersama badai adalah cara untuk melatih sayapnya sehingga ia semakin kuat dan kokoh. Kedahsyatan badai justru berdampak positi bagi burung rajawali itu sendiri.
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Timotius 1:7
Sunday, February 21, 2016
JANGAN MENYEBARKAN GOSIP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Februari 2016
Baca: Mazmur 39:1-14
"Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku." Mazmur 39:2
Memperbincangkan orang lain berkenaan dengan kelemahan, kekurangan, kesalahan atau keburukannya, walaupun sebenarnya kita tidak tahu persis kebenarannya, bagi sebagian orang merupakan hal yang sangat menarik, menyenangkan dan menimbulkan kepuasan tersendiri. Itulah gosip! Gosip adalah obrolan dan cerita negatif tentang orang lain, pergunjingan. Bagi penggosip, menggosip adalah aktivitas menghibur, apalagi ditambahi 'bumbu-bumbu' yang sedap; namanya juga 'gosip', semakin digosok semakin sip!
Mendengar kata orang fasik kita sering mengidentikkan dengan orang-orang yang melakukan tindak kejahatan, seperti membunuh, mencuri, merampok, memukul, menghujat Tuhan dan sebagainya. Ketahuilah bahwa orang yang suka memfitnah, bergosip, 'bocor mulut', menghakimi sesama adalah termasuk juga orang fasik. Selama ini secara tidak sadar banyak orang Kristen berkompromi, bahkan turut terlibat dengan orang-orang yang kesukaannya menggosip. Rasanya puas sekali berkumpul dengan teman mengupas tuntas kejelekan orang lain. Adalah berbahaya jika kita tak mampu mengekang lidah, yang "...walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar...ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." (Yakobus 3:5, 8).
Kalau mata tidak melihat sendiri dan telinga tidak mendengar langsung jangan sekali-kali menyebarkan fitnah atau menyebarkan berita yang belum tentu tentu kebenarannya. Tidak seharusnya menyebarkan berita yang bukan urusan kita! Tugas orang Kristen memberitakan firman Tuhan dan bersaksi tentang Kristus, bukan bergosip. Jangan mau diperalat Iblis menjadi penyambung lidah untuk perkara-perkara yang tidak benar. "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" (Mazmur 34:14).
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Baca: Mazmur 39:1-14
"Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku." Mazmur 39:2
Memperbincangkan orang lain berkenaan dengan kelemahan, kekurangan, kesalahan atau keburukannya, walaupun sebenarnya kita tidak tahu persis kebenarannya, bagi sebagian orang merupakan hal yang sangat menarik, menyenangkan dan menimbulkan kepuasan tersendiri. Itulah gosip! Gosip adalah obrolan dan cerita negatif tentang orang lain, pergunjingan. Bagi penggosip, menggosip adalah aktivitas menghibur, apalagi ditambahi 'bumbu-bumbu' yang sedap; namanya juga 'gosip', semakin digosok semakin sip!
Mendengar kata orang fasik kita sering mengidentikkan dengan orang-orang yang melakukan tindak kejahatan, seperti membunuh, mencuri, merampok, memukul, menghujat Tuhan dan sebagainya. Ketahuilah bahwa orang yang suka memfitnah, bergosip, 'bocor mulut', menghakimi sesama adalah termasuk juga orang fasik. Selama ini secara tidak sadar banyak orang Kristen berkompromi, bahkan turut terlibat dengan orang-orang yang kesukaannya menggosip. Rasanya puas sekali berkumpul dengan teman mengupas tuntas kejelekan orang lain. Adalah berbahaya jika kita tak mampu mengekang lidah, yang "...walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar...ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." (Yakobus 3:5, 8).
Kalau mata tidak melihat sendiri dan telinga tidak mendengar langsung jangan sekali-kali menyebarkan fitnah atau menyebarkan berita yang belum tentu tentu kebenarannya. Tidak seharusnya menyebarkan berita yang bukan urusan kita! Tugas orang Kristen memberitakan firman Tuhan dan bersaksi tentang Kristus, bukan bergosip. Jangan mau diperalat Iblis menjadi penyambung lidah untuk perkara-perkara yang tidak benar. "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" (Mazmur 34:14).
"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" 1 Petrus 4:11
Saturday, February 20, 2016
MUJIZAT BAGI KELUARGA: Memahami Waktu Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Februari 2016
Baca: Yohanes 2:1-11
"Kata Yesus kepadanya: 'Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.'" Yohanes 2:4
Mujizat pasti terjadi apabila Tuhan senantiasa hadir di tengah-tengah keluarga kita. Secara garis besar mujizat Tuhan bagi umat-Nya meliputi: mujizat Ilahi: mujizat supranatural yang dilakukan Tuhan dalam hidup orang percaya, contoh: kusta menjadi tahir, wanita pendarahan 12 tahun sembuh, buta sejak lahir dicelikkan; mujizat pelipatgandaan: kesanggupan Tuhan memberkati dari yang sedikit menjadi berkelimpahan seperti yang dialami oleh janda Sarat, lima roti dan dua ikan mengenyangkan lima ribu orang bahkan bersisa 12 bakul; mujizat pelepasan: kesanggupan Tuhan melepaskan kita dari setiap persoalan dan kesesakan. Di dalam Tuhan tidak ada persoalan yang tidak ada jalan keluarnya, sebab "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2); mujizat penyertaan: Tuhan adalah Imanuel, apa pun yang terjadi Dia tidak pernah meninggalkan dan membiarkan kita, Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau. Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?'" (Ibrani 13:5b-6).
Ada pertanyaan: mengapa mujizat Tuhan seolah-olah menjauh? Mengapa ekonomi kita belum dipulihkan? Mengapa sakit belum sembuh? Seringkali yang menghalangi kita untuk mengalami penggenapan janji Tuhan adalah ketidaksabaran kita menantikan waktu Tuhan. Kalimat 'saat-Ku belum tiba' adalah penegasan bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita. Betapa sering kita memaksa Tuhan mengikuti waktu kita; dan ketika pertolongan Tuhan seperti terlambat kita pun berusaha mengatasi masalah dengan kekuatan sendiri atau mencari pertolongan instan kepada manusia.
Milikilah hati yang berserah kepada Tuhan, karena kehendak dan waktu Tuhan adalah yang terbaik. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkhotbah 3:11). Terkadang kehendak Tuhan itu sulit dimengerti, namun tetaplah taat melakukan kehendak-Nya, sebab ada upah untuk setiap ketaatan kita.
Ketika kita taat dan sabar menantikan waktu Tuhan, di situlah mujizat dinyatakan!
Baca: Yohanes 2:1-11
"Kata Yesus kepadanya: 'Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.'" Yohanes 2:4
Mujizat pasti terjadi apabila Tuhan senantiasa hadir di tengah-tengah keluarga kita. Secara garis besar mujizat Tuhan bagi umat-Nya meliputi: mujizat Ilahi: mujizat supranatural yang dilakukan Tuhan dalam hidup orang percaya, contoh: kusta menjadi tahir, wanita pendarahan 12 tahun sembuh, buta sejak lahir dicelikkan; mujizat pelipatgandaan: kesanggupan Tuhan memberkati dari yang sedikit menjadi berkelimpahan seperti yang dialami oleh janda Sarat, lima roti dan dua ikan mengenyangkan lima ribu orang bahkan bersisa 12 bakul; mujizat pelepasan: kesanggupan Tuhan melepaskan kita dari setiap persoalan dan kesesakan. Di dalam Tuhan tidak ada persoalan yang tidak ada jalan keluarnya, sebab "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2); mujizat penyertaan: Tuhan adalah Imanuel, apa pun yang terjadi Dia tidak pernah meninggalkan dan membiarkan kita, Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman. "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau. Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?'" (Ibrani 13:5b-6).
Ada pertanyaan: mengapa mujizat Tuhan seolah-olah menjauh? Mengapa ekonomi kita belum dipulihkan? Mengapa sakit belum sembuh? Seringkali yang menghalangi kita untuk mengalami penggenapan janji Tuhan adalah ketidaksabaran kita menantikan waktu Tuhan. Kalimat 'saat-Ku belum tiba' adalah penegasan bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita. Betapa sering kita memaksa Tuhan mengikuti waktu kita; dan ketika pertolongan Tuhan seperti terlambat kita pun berusaha mengatasi masalah dengan kekuatan sendiri atau mencari pertolongan instan kepada manusia.
Milikilah hati yang berserah kepada Tuhan, karena kehendak dan waktu Tuhan adalah yang terbaik. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkhotbah 3:11). Terkadang kehendak Tuhan itu sulit dimengerti, namun tetaplah taat melakukan kehendak-Nya, sebab ada upah untuk setiap ketaatan kita.
Ketika kita taat dan sabar menantikan waktu Tuhan, di situlah mujizat dinyatakan!
Subscribe to:
Posts (Atom)