Monday, January 4, 2016

BERUBAH MENJADI LEBIH BAIK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Januari 2016

Baca:  1 Tesalonika 5:1-11

"Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar."  1 Tesalonika 5:6

Semakin bertambahnya tahun semakin bertambah pula usia kita;  semakin bertambahnya tahun berarti semakin dekat pula hari kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus.  Dalam menghadapi tahun yang baru ini tidak ada kata lain selain kita harus memiliki semangat baru, tekad baru dan komitmen baru yang bertujuan agar kehidupan kita jauh lebih baik dari tahun sebelumnya.  Harus ada perubahan positif dalam diri kita!

     Perubahan itu bukanlah sekedar perubahan fisik semata, tetapi haruslah terutama hal kerohanian.  Kalau tahun lalu kita malas dan ogah-ogahan melayani Tuhan, di tahun baru ini mari bertekad untuk bersungguh-sungguh lagi melayani-Nya.  Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.”  (Roma 12:11),  sebab  “…dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.”  (1 Korintus 15:58).  Kalau di waktu lalu kita sayang dan selalu hitung-hitungan bila hendak menabur untuk pekerjaan Tuhan, di tahun ini kita berkomitmen memberi yang terbaik.  Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.”  (Amsal 3:9-10).

     Hidup adalah perubahan!  Kalau dahulu kita melakukan banyak kesalahan, seharusnya di tahun ini kita belajar untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut;  kalau dahulu mudah sekali melihat kekurangan orang lain dan suka menghakimi, kini belajar untuk selalu mengoreksi diri.  Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain.”  (Galatia 6:4).  Adalah mustahil kita berubah jika tidak ada kemauan untuk berubah dan tidak mau membayar harga.  Hidup kita akan berubah bila kita mau diajar, dibentuk dan dipimpin oleh Roh Kudus.  Saat kita dipimpin-Nya kita akan dimampukan untuk tidak lagi hidup dalam kedagingan.  Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,”  (Efesus 5:18).

Hidup kita akan jauh lebih baik bila kita mau dipimpin oleh Roh Kudus setiap hari!

Sunday, January 3, 2016

TAHUN BARU: Mengandalkan Tuhan (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Januari 2016

Baca:  2 Tawarikh 20:20-37

"Dengar, hai Yehuda dan penduduk Yerusalem! Percayalah kepada TUHAN, Allahmu, dan kamu akan tetap teguh! Percayalah kepada nabi-nabi-Nya, dan kamu akan berhasil!"  2 Tawarikh 20:20

Untuk menyatakan kehendak dan rencana-Nya Tuhan dapat memakai siapa pun yang karib dengan Dia, seperti tertulis:  "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).  Jadi  "...Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi."  (Amos 3:7).  Yosafat merespons apa yang disampaikan hamba Tuhan itu dengan sebuah ketaatan.

     Ketika berhadapan dengan musuh, Yosafat dan rakyatnya melakukan tindakan yang secara manusia tidak masuk akal.  "...ia berunding dengan rakyat, ia mengangkat orang-orang yang akan menyanyi nyanyian untuk TUHAN dan memuji TUHAN dalam pakaian kudus yang semarak pada waktu mereka keluar di muka orang-orang bersenjata, sambil berkata: 'Nyanyikanlah nyanyian syukur bagi TUHAN, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!'"  (2 Tawarikh 20:21).  Ketika mereka bersorak-sorai memuji Tuhan perkara ajaib pun terjadi.  Ada kuasa dalam puji-pujian karena Tuhan bersemayam di atas pujian umat-Nya!  (baca  Mazmur 22:4).  Jika Tuhan di pihak kita siapakah lawan kita?  Jika Tuhan berperang bagi kita, adakah yang mustahil bagi Dia?  Tidak!  Tuhan sanggup mengubah air mata menjadi sukacita, penderitaan menjadi kemenangan yang gilang gemilang.  Sesuai dengan arti nama Yosafat, Tuhan tampil sebagai hakim yang membela perkara umat-Nya.

     Banyak orang Kristen ketika menghadapi masalah mudah sekali berputus asa dan tawar hati.  Mulut mereka serasa terkunci dan enggan memuji Tuhan.  Ada pula yang nekat mengambil jalan pintas dan menyelesaikan masalah dengan kekuatan sendiri.  "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."  (Amsal 3:5).  Orang dunia boleh saja merasa pesimis menghadapi tahun 2016, tetapi sebagai anak-anak Tuhan  "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat..."  (2 Korintus 5:7).

Mari jalani hari-hari di tahun 2016 dengan penuh iman, karena tidak ada yang mustahil bagi setiap orang yang senantiasa berjalan bersama Tuhan!

Saturday, January 2, 2016

TAHUN BARU: Mengandalkan Tuhan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Januari 2016

Baca:  2 Tawarikh 20:1-9

"Dan Yehuda berkumpul untuk meminta pertolongan dari pada TUHAN. Mereka datang dari semua kota di Yehuda untuk mencari TUHAN."  2 Tawarikh 20:4

Adalah sia-sia menggantungkan harapan hidup kepada manusia dan segala yang ada di dunia ini.  kekayaan melimpah takkan sanggup menolong dan menjamin hidup kita.

     Tanpa disadari seringkali kita berjalan dengan kekuatan sendiri karena merasa mampu, pintar, kuat, kaya dan berpengalaman.  Acapkali ketika menghadapi masalah berat, yang timbul di hati dan pikiran adalah mencari pertolongan kepada sesama.  Alkitab menyatakan bahwa orang yang mengandalkan sesamanya disebut orang yang terkutuk, tetapi orang yang mengandalkan Tuhan adalah orang yang diberkati.  "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah."  (Yeremia 17:7-8).  Mengandalkan Tuhan berarti percaya kepada Tuhan dan mengimani janji-janji-Nya apa pun keadaannya.

     Yosafat adalah contoh orang yang mengandalkan Tuhan.  Nama Yosafat memiliki arti Tuhan adalah hakim.  Ia adalah anak Asa, seorang raja yang takut akan Tuhan, sedangkan ibunya bernama Azuba.  Yosafat  "...hidup mengikuti jejak Asa, ayahnya; ia tidak menyimpang dari padanya dan melakukan apa yang benar di mata TUHAN."  (1 Raja-Raja 22:43).  Setiap kali hendak maju berperang Yosafat selalu meminta petunjuk Tuhan sehingga ketika kerajaannya diserang bani Moab, bani Amon dan orang-orang Meunim, ia tahu benar kepada siapa harus bersandar dan berharap.  Yosafat membuat keputusan mencari Tuhan dan menyerukan seluruh rakyat untuk berpuasa;  dan saat mereka merendahkan diri di hadapan Tuhan, Tuhan pun menyatakan kehendak-Nya melalui Yahaziel yang dipenuhi Roh-Nya.  Berserulah Yahaziel kepada seluruh umat,  "Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah."  (2 Tawarikh 20:15).  Mereka diperintahkan untuk tidak takut, karena Tuhan yang berperang ganti mereka.

Kemenangan tersedia bagi orang-orang yang senantiasa mengandalkan Tuhan!

Friday, January 1, 2016

TAHUN BARU: Mengandalkan Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Januari 2016

Baca:  Yesaya 31:1-9

"Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN."  Yesaya 31:1

Hari ini adalah hari pertama di tahun yang baru.  Jika memperhatikan apa yang sedang terjadi di dunia saat ini, secara manusia kita pasti mengalami ketakutan dan kekuatiran.  Goncangan terjadi bukan hanya di bidang ekonomi saja, tapi hampir di segala aspek kehidupan terjadi goncangan.  Apa yang akan terjadi esok hari?  Keadaan akan semakin membaik atau bertambah buruk tak seorang pun manusia yang tahu.  Kita hanya bisa menebak, menerka dan mereka-reka.  Karena itu  "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu."  (Amsal 27:1).

     Menghadapi masa-masa sukar seperti ini apa yang harus kita lakukan?  Apakah kita tetap mengeraskan hati dengan bersandar kepada kekuatan dan kemampuan diri sendiri, atau berharap kepada sesama yang mungkin dapat diandalkan?  Alkitab memperingatkan dengan keras:  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk."  (Yeremia 17:5-6).  Kekuatan manusia sangat terbatas dan kita pasti akan kecewa bila berharap kepadanya.  "Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?"  (Yesaya 2:22).

     Nabi Yesaya memperingatkan bangsa Israel untuk tidak mencari pertolongan ke Mesir, mengandalkan kuda, kereta dan pasukan berkuda,  "Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa. Apabila TUHAN mengacungkan tangan-Nya, tergelincirlah yang membantu dan jatuhlah yang dibantu, dan mereka sekaliannya habis binasa bersama-sama."  (Yesaya 31:3).

Satu-satunya yang dapat kita andalkan dalam menjalani kehidupan ini hanyalah Tuhan, bukan yang lain!

Thursday, December 31, 2015

MEMPERBAHARUI KOMITMEN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Desember 2015

Baca:  Yosua 24:14-28

"Kepada TUHAN, Allah kita, kami akan beribadah, dan firman-Nya akan kami dengarkan."  Yosua 24:24

Hari ini kita berada di penghujung tahun 2015, di ambang tahun yang baru.  Sudah menjadi tradisi menjelang pergantian tahun orang-orang tampak hiruk-pikuk menyambut momen ini.  Mereka berkumpul menjelang tengah malam pergantian tahun dengan menggelar pesta, konser musik, pawai keliling kota dengan terompet dan juga kembang api.  Tak ketinggalan pusat-pusat perbelanjaan juga turut memeriahkan acara tutup tahun dengan memberikan discount besar-besaran;  hotel-hotel berbintang pun menggunakan kesempatan emas ini dengan menawarkan paket promo bagi keluarga yang merayakan tahun baru dengan menginap di hotel tersebut.

     Bagi orang percaya momen pergantian tahun ini seharusnya menjadi kesempatan instropeksi diri, bukan pesta pora atau berhura-hura.  Banyak perkara sudah terlewati sepanjang tahun 2015 ini, dan jika kita bisa menjalaninya serta mampu tegak berdiri sampai detik ini jangan pernah berkata bahwa semua itu karena kebetulan atau karena kuat dan gagah kita, melainkan karena Tuhan yang ada di samping kita:  menuntun, menyertai, menopang dan bahkan menggendong kita.  Karena itu tidak ada kata lain selain mengucap syukur kepada Tuhan!  Kegagalan, keterpurukan, doa-doa yang tidak terjawab sepanjang tahun ini seringkali merupakan akibat dari keputusan-keputusan salah yang telah kita ambil atau pilihan-pilihan hidup yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.  Jangan pernah mengambinghitamkan orang lain atau keadaan, terlebih-lebih menyalahkan Tuhan, sebab pilihan kita menentukan kehidupan kita di kemudian hari.  Marilah mencontoh Yosua yang berani membuat keputusan untuk beribadah kepada Tuhan, tidak seperti kebanyakan orang yang lebih memilih untuk tidak taat dan menuruti keinginan diri sendiri.

     Yang lalu biarlah berlalu!  Jadikan hal itu sebagai pelajaran berharga dan guru terbaik.  Bersyukurlah jika kita masih beroleh kesempatan dari Tuhan untuk memperbaharui komitmen kita.

"Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!"  Ibrani 4:7

Wednesday, December 30, 2015

YOSUA: Memilih Yang Benar

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Desember 2015

Baca:  Yosua 24:14-28

"Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!"  Yosua 24:15b

Yosua masih berusia muda ketika keluar dari Mesir.  Ia adalah asisten pribadi Musa yang setia selama empat puluh tahun pengembaraan di padang gurun, dan termasuk dalam 12 orang yang ditugaskan Musa mengintai negeri Kanaan selama 40 hari  (baca  Bilangan 13).

     Ia dan Kaleb adalah dua orang yang memberikan laporan hasil pengintaiannya secara positif.  Dari laporan tersebut terlihat bahwa Yosua adalah orang muda yang penuh iman.  Apapun iman itu timbul dari pendengaran firman  (baca  Roma 10:17).  Artinya iman di dalam diri Yosua terbentuk bukan secara kebetulan, atau terjadi secara instan, melainkan ada harga yang telah ia bayar yaitu melalui persekutuan yang karib dengan Tuhan.  Karena memiliki hati yang takut akan Tuhan dan beribadah kepada-Nya dengan sungguh ia pun dipercaya Tuhan untuk memimpin bangsa Israel menggantikan Musa.  "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkau akan masuk bersama-sama dengan bangsa ini ke negeri yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyang mereka untuk memberikannya kepada mereka, dan engkau akan memimpin mereka sampai mereka memilikinya."  (Ulangan 31:7).

     Tuhan menghendaki kita pun membuat pilihan hidup yang benar seperti Yosua yaitu beribadah kepada Tuhan.  Definisi ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan untuk mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, bukan sekedar melakukan kegiatan atau aktivitas gerejawi.  "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan,"  (Yesaya 29:13).  Ibadah sejati adalah hidup yang dipersembahkan kepada Allah.  "...kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati."  (Roma 12:1).  Hidup yang dipersembahkan berarti:  di mana pun, kapan pun dan dalam situasi apa pun kita mau tunduk sepenuhnya dalam pimpinan Roh Tuhan;  yang kudus berarti kita mau dipisahkan dan dikhususkan untuk Tuhan.

Seseorang beribadah kepada Tuhan apabila hidup dalam ketaatan dan tidak berkompromi dengan dosa.

Tuesday, December 29, 2015

MEMBUAT PILIHAN: Kehidupan Atau Kematian?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Desember 2015

Baca:  Ulangan 30:15-20

"...kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu,"  Ulangan 30:19

Kitab Ulangan adalah kitab yang berisi amanat perpisahan Musa yang mengulas kembali dan memperbaharui perjanjian Tuhan dengan bangsa Israel.  Waktu itu mereka sudah mencapai tahap akhir dari pengembaraannya di padang gurun dan siap memasuki Kanaan.

     Musa hendak menegaskan dan meyakinkan orang-orang Israel bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan, mengingatkan lagi bagaimana Tuhan memimpin dan menyertai mereka melalui padang gurun dengan peristiwa-peristiwa besar yang telah dikerjakan-Nya sebelum ia menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada Yosua.  Musa juga mendorong mereka terus berjuang sampai janji Tuhan tergenapi yaitu Kanaan.  Karena itu Musa memperhadapkan mereka kepada pilihan hidup:  jika mengasihi Tuhan dengan sungguh ada upah yang tersedia  (kehidupan, berkat dan keberuntungan).  Sebaliknya jika mereka tidak taat  (memberontak)  kepada Tuhan, dampaknya adalah kematian, kegagalan dan kutuk.  Pesan Musa ini juga berlaku untuk setiap orang percaya!

     Hidup di masa-masa akhir ini kita dihadapkan pada ujian dan tantangan yang semakin berat.  Iblis dengan segala tipu dayanya semakin meningkatkan intensitas kinerjanya,  "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8)  dengan menawarkan segala kenyamanan dan kenikmatan duniawi.  Karena itu Tuhan menuntut sebuah ketegasan dalam diri setiap orang percaya untuk membuat pilihan hidup yang benar.  Di hadapan kita ada dua pilihan yang sangat kontradiktif:  kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk, keberhasilan dan kegagalan.  Mana yang Saudara pilih?  Kita tidak dapat berdiri di tengah-tengah, bersikap kompromi, suam-suam kuku, tidak ada istilah fifty-fifty.  Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang baik dan berlimpah kasih, karena itu Ia tidak menginginkan anak-anak-Nya mengalami kematian, melainkan kehidupan dan keberhasilan.  Tuhan mau kita memilih kehidupan yaitu dengan mengasihi Dia, beribadah kepada-Nya dan taat melakukan kehendak-Nya.

Pilihan kita hari ini menentukan masa depan kita!  Karena itu jangan tunda-tunda waktu lagi, pilihlah hidup yang benar!

Monday, December 28, 2015

YEREMIA: Teguran Bermuatan Kasih

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Desember 2015

Baca:  Yeremia 2:1-37

"pernahkah suatu bangsa menukarkan allahnya meskipun itu sebenarnya bukan allah? Tetapi umat-Ku menukarkan Kemuliaannya dengan apa yang tidak berguna."  Yeremia 2:11

Yeremia diperintahkan Tuhan menegur umat Israel yang telah meninggalkan kasihnya yang mula-mula kepada Tuhan dan berpaling kepada allah lain.  Dengan keberanian Ilahi Yeremia melangkah maju mengerjakan perintah Tuhan kepadanya meski ada harga yang harus dibayar:  dimusuhi, dijauhi, dicibir, dilawan dan ditentang oleh orang-orang sebangsanya, termasuk para kerabat dan orang-orang di kampung halamannya.  "...orang-orang Anatot yang ingin mencabut nyawaku dengan mengatakan: 'Janganlah bernubuat demi nama TUHAN, supaya jangan engkau mati oleh tangan kami!'"  (Yeremia 11:21).  Raja sangat marah kepada Yeremia yang dengan terang-terangan mengecam dan menelanjangi dosa-dosa bangsanya.  Karena memberitakan kebenaran Tuhan yeremia harus mengalami tekanan dan nyawanya pun terancam.  Namun ia tidak menyerah, terus maju dan tetap setia mengerjakan tugas yang dipercayakan Tuhan kepadanya.

     Di balik teguran-teguran kerasnya kepada orang Israel hati Yeremia hancur dan penuh kasih.  Ia mencucurkan air mata, berdukacita karena kejahatan mereka.  "Aduh, dadaku, dadaku! Aku menggeliat sakit! Aduh, dinding jantungku! Jantungku berdebar-debar, aku tidak dapat berdiam diri, sebab aku mendengar bunyi sangkakala, pekik perang."  (Yeremia 4:19),  "Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata, maka siang malam aku akan menangisi orang-orang puteri bangsaku yang terbunuh! Sekiranya di padang gurun aku mempunyai tempat penginapan bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan, maka aku akan meninggalkan bangsaku dan menyingkir dari pada mereka! Sebab mereka sekalian adalah orang-orang berzinah, suatu kumpulan orang-orang yang tidak setia."  (Yeremia 9:1-2).

     Ayat-ayat ini jelas menandakan bahwa dengan landasan kasih Yeremia menegur dan memeringatkan bangsanya.  Tujuannya supaya mereka sadar atas kesalahannya dan segera bertobat, kembali ke jalan yang benar.

Bersikap tegas dan tidak berkompromi dengan dosa sedikit pun adalah sikap yang harus dimiliki setiap orang percaya.

Sunday, December 27, 2015

YEREMIA: Mengerjakan Panggilan Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Desember 2015

Baca:  Yeremia 1:1-19

"Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan."  Yeremia 1:7

Yeremia adalah anak imam Hilkia dari Anatot.  Ia menerima panggilan Tuhan menjadi nabi saat usianya masih sangat belia, bahkan Alkitab menyatakan bahwa Tuhan telah memilih dia sejak masih dalam kandungan ibunya.  "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa."  (ayat 5).

     Respons Yeremia terhadap panggilan Tuhan ini tidak jauh berbeda seperti Musa tatkala dipanggil memimpin bangsa Israel, yaitu merasa belum siap dan tidak memiliki rasa percaya diri:  "Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda."  (ayat 6).  Jika Tuhan turut bekerja, usia muda bukanlah halangan untuk dipakai menjadi alat kemuliaan-Nya, melainkan merupakan anugerah dan suatu keistimewaan beroleh kesempatan dan kepercayaan dari Tuhan.  Karena itu  "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  (1 Timotius 4:12).  Masa pelayanan Yeremia sebagai nabi adalah masa-masa yang sangat sulit, karena pada waktu itu bangsa Israel sedang mengalami kemerosotan rohani:  ketidaktaatan, kejahatan, kedurhakaan, penindasan dan berbagai jenis penyimpangan terjadi di mana-mana.  Yeremia menggambarkan bangsa Israel seperti isteri yang tidak lagi setia kepada suaminya, melakukan perzinahan.  Tugas teramat berat dan berresiko harus diemban Yeremia, di mana ia harus berani melawan arus orang-orang kebanyakan yang tidak taat demi menegakkan kebenaran.

     Dengan kekuatan sendiri mustahil Yeremia mampu, tapi Tuhan  "...mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: 'Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.'"  (Yeremia 1:9).

Dengan kekuatan adikodrati Yeremia berani mengerjakan panggilan Tuhan!

Saturday, December 26, 2015

YESUS KRISTUS: Hadiah Terbesar Dari Allah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Desember 2015

Baca:  Lukas 1:26-38

"Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan."  Lukas 1:32-33

Ada hal menarik dalam kisah kelahiran Yesus Kristus ini, di mana berita tentang kelahiran Sang Juruselamat ini diterima pertamakali justru oleh para gembala yang tinggal di padang, melalui seorang malaikat yang diutus oleh Allah sendiri.  Kita tahu bahwa penggembala domba adalah profesi yang sangat rendah dan sederhana, tetapi Allah menunjukkan kepedulian-Nya terhadap orang-orang yang dipandang sebelah mata oleh dunia.  "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan."  (Lukas 2:10-12).

     Mungkin saat ini kita merasa diri sebagai orang yang terabaikan, disepelekan, tidak dianggap dan dipandang rendah oleh orang lain.  Jangan berkecil hati dan putus asa!  Natal adalah bukti bagaimana Allah sangat memedulikan kita dengan memberikan Yesus Kristus sebagai hadiah terbesar, termahal, terbaik dan terindah.  Berbicara tentang hadiah seringkali pikiran kita hanya tertuju kepada berkat materi semata, seperti uang, mobil, rumah dan sebagainya.  Padahal Yesus Kristus adalah sumber berkat, segala kuasa ada di tangan-Nya.  Tertulis:  "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!"  (Filipi 2:9-11).

     Memiliki Yesus Kristus dalam hidup ini berarti memiliki segala-galanya, karena di dalam Dia ada kuasa untuk memberkati, memulihkan, menyembuhkan, dan menyelamatkan.  Dia Imanuel, Allah menyertai kita  (baca  Matius 1:23).  Seberat apa pun perjalanan hidup yang kita tempuh Tuhan Yesus yang tidak pernah meninggalkan kita.

Yesus Kristus datang ke dunia untuk membawa kabar sukacita dan pengharapan yang pasti bagi kita orang percaya!

Friday, December 25, 2015

NATAL: Anugerah Keselamatan Dari Allah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Desember 2015

Baca:  Lukas 2:8-20

"Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud."  Lukas 2:11

Kalau kita bisa merayakan Natal di tahun 2015 ini adalah karena kasih Tuhan yang teramat besar bagi kita.  Berbicara tentang natal, yang pertama-tama dimengerti oleh kebanyakan orang Kristen adalah memeringati hari kelahiran Yesus Kristus, tidak lebih.  Berbagai acara diadakan untuk menyambut natal.  Umumnya gereja menggelar perayaan besar-besaran lengkap dengan pernak-pernik hiasan pohon natal, penyalaan lilin, drama dan sinterklas.  Ada juga yang beranggapan bahwa natal identik dengan hadiah, karenanya mereka memanfaatkan momen ini untuk bertukar kado atau memberikan hadiah kepada sanak keluarga.  Tidak sedikit orang Kristen yang menunggu-nunggu momen natal sebagai kesempatan emas untuk bepergian jauh bersama keluarga karena mereka beroleh liburan yang cukup panjang.  Jika kita memaknai natal hanya sebatas perayaan, hiasan, hadiah atau liburan, berarti kita telah kehilangan makna esensial dari natal.

     Natal tidak bisa dipisahkan dari anugerah, di mana Allah memberikan anugerah terbesar bagi umat manusia yaitu Yesus Kristus.  "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia."  (Yohanes 3:16-17).  Mengapa Allah rela memberikan Putera-Nya  (Yesus Kristus)  bagi dunia?  Ini adalah bukti nyata Allah sangat mengasihi manusia, Ia tidak menghendaki kita semua mengalami kebinasaan kekal.  "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak."  (Roma 3:10), maka upahnya adalah maut  (baca  Roma 6:23).

     Itulah sebabnya Allah memberikan Yesus Kristus menjadi Juruselamat dunia yang akan membebaskan manusia dari hukuman dosa.  Penebusan dosa dilakukan melalui karya kematian-Nya di kayu salib, dan setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak mengalami kebinasaan kekal.

"Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  Kisah 4:12

Thursday, December 24, 2015

BERINTEGRITAS: Bahagia Keturunannya

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Desember 2015

Baca:  Amsal 20:1-30

"Orang benar yang bersih kelakuannya--berbahagialah keturunannya."  Amsal 20:7

Dalam surat kepada Timotius rasul Paulus menyatakan:  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).

     Ketika seseorang  'tinggal'  dalam firman-Nya kuasa firman itu akan bekerja secara dahsyat:  mengajar, menegur, memerbaiki dan mendidik, sehingga karakter hidupnya makin diperbaharui dari hari ke sehari, kepekaan rohaninya pun semakin bertambah-tambah sehingga pancainderanya pun semakin  "...terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  (Ibrani 5:14).  Tinggal di dalam firman berarti menjadi pelaku firman.  Orang yang taat melakukan firman Tuhan bisa dipastikan memiliki kelakuan yang bersih.  Bersih kelakuannya dalam Alkitab versi English Amplified ditulis sebagai integrity atau integritas.  Definisi integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan;  kejujuran.  Orang yang memiliki integritas berarti memiliki kualitas hidup yang baik, jasmani dan rohani.  Secara Alkitabiah orang yang berintegritas memiliki hati yang takut akan Tuhan, menghormati Tuhan, memihak kepada kebenaran dan tidak berkompromi dengan dosa.  Orang yang berintegritas berarti orang yang tidak plin plan dalam perkataan dan perbuatan  (bisa dipercaya).  Bukti nyata integritas seseorang adalah mengerjakan segala sesuatu dengan kualitas yang terbaik, bukan ala kadarnya.  "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga,"  (Pengkhotbah 9:10), dan  "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  (Kolose 3:23).

     Tidak ada kata  'rugi'  bagi setiap orang yang melakukan firman Tuhan, berkelakuan bersih atau punya integritas, sebab Tuhan menyediakan upahnya yaitu hidupnya akan berbahagia dan diberkati, bahkan berkat itu akan turun sampai ke anak cucu;  blessed are his children after him  (terberkatilah keturunannya).

Daud berkata,  "Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;"  Mazmur 37:25

Wednesday, December 23, 2015

MATERI BUKAN SUMBER KEBAHAGIAAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Desember 2015

Baca:  Lukas 11:27-28

"Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya."  Lukas 11:28

Semua orang tanpa terkecuali pasti mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya.  Tetapi berbicara tentang kebahagiaan, sebagian besar orang akan menilai dan mengukurnya dari sisi materi atau apa yang terlihat secara kasat mata.  Kita berpikir jika seseorang bergelimang harta benda, memiliki rumah dan mobil mewah, terkenal seperti selebriti atau berpangkat tinggi, hari-hari yang dijalani pasti dipenuhi oleh gelak tawa dan kebahagiaan.  Benarkah demikian?  Faktanya tidaklah demikian.  Banyak orang kaya dan terkenal hidupnya merana dan tidak bahagia.  Ternyata kekayaan, harta benda, uang dan segala hal yang ada di dunia ini tidak mampu memberikan jaminan kebahagiaan yang sejati.  Semuanya hanya bersifat semu belaka!

     Suatu ketika Tuhan Yesus bertemu dengan orang yang sedang kerasukan setan, yang membuatnya tidak bisa berbicara  (bisu).  Lalu tergeraklah hati Tuhan Yesus untuk menjamah orang itu dan mengusir roh jahat tersebut.  Mujizat pun terjadi!  Melihat kejadian itu banyak orang menjadi takjub, tetapi ada pula yang tidak suka dan benci dengan tindakan Tuhan Yesus dengan mengatakan bahwa Ia melakukan itu dengan kuasa Beelzebul, atau penghulu setan.  Tetapi ada seorang wanita yang datang kepada Tuhan dengan berkata,  "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau. Tetapi Ia berkata: 'Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.'"  (Lukas 11:27-28).  Tuhan Yesus dengan sangat jelas menyatakan bahwa kebahagiaan hidup seseorang tidak ditentukan oleh faktor materi.  Sumber kebahagiaan hidup yang sejati adalah ketika seseorang  "...mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya." 

     Ketaatan melakukan firman Tuhan dan memraktekkan dalam kehidupan sehari-hari itulah sumber kebahagiaan sejati.  Yakobus menulis:  "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya."  (Yakobus 1:25).

Ingin memiliki hidup yang penuh kebahagiaan?  Jadilah pelaku firman Tuhan!

Tuesday, December 22, 2015

APA YANG PATUT DISOMBONGKAN?

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Desember 2015

Baca:  Yesaya 2:6-22

"Manusia yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan;"  Yesaya 2:17

Salah satu sifat yang sangat dibenci Tuhan adalah sombong, yaitu menghargai diri secara berlebihan, congkak atau pongah.  Sombong berarti pula suatu keadaan perasaan merasa diri lebih dari orang lain, yang akhirnya meninbulkan sikap menyepelekan dan menganggap remeh orang lain.  Karena kesombongannya Iblis memberontak dan ingin menyamai Tuhan;  dan karena pemberontakan tersebut mereka dihalau dari hadapan Tuhan.  "Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi! Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur."  (Yesaya 14:12-15).

      Banyak orang yang sombong.  Tidak hanya orang-orang dunia yang belum mengenal Tuhan, tetapi ada anak-anak Tuhan, bahkan mereka yang sudah terlibat dalam pelayanan berlaku demikian.  banyak faktor yang membuat orang berlaku sombong:  merasa pintar, merasa hebat, merasa populer, merasa kaya, ganteng atau cantik, punya jabatan atau pangkat tinggi, pelayanan lebih berhasil, dan masih banyak lagi.  Alkitab menyatakan,  "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman."  (Amsal 16:5).  Penulis Amsal juga menulis bahwa mata sombong merupakan salah satu dari tujuh perkara yang sangat dibenci Tuhan  (baca  Amsal 6:16-19).  Kita tahu mata berfungsi untuk memandang atau melihat.  Jadi mata sombong berarti memandang rendah orang lain, atau menganggap diri sendiri lebih dari orang lain.

     Siapakah kita ini sehingga merasa diri lebih dari orang lain?  Di hadapan Tuhan semua manusia adalah sama.  Sebagai manusia kita ini  "...tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?"  (Yesaya 2:22).

Jangan sombong!  Tanpa Tuhan kita tidak bisa berbuat apa-apa dan bukan siapa-siapa!

Monday, December 21, 2015

TIDAK BERMEGAH SECARA DUNIAWI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Desember 2015

Baca:  Mazmur 20:1-10

"...tetapi kita bermegah dalam nama TUHAN, Allah kita."  Mazmur 20:8

Ada tertulis:  "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah."  (1 Petrus 2:19-20).  Jika kita harus mengalami masalah, penderitaan, dibenci, dikucilkan, dianiaya karena melakukan kehendak Tuhan atau karena memberitakan Injil, inilah yang seharusnya membuat kita bangga dan patut untuk bermegah.  "sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna. Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku."  (2 Korintus 12:9).

     Ketika kita menyadari keterbatasan, kekurangan dan kelemahan kita, saat itulah kita belajar untuk bersandar, berharap dan mengandalkan Tuhan, bukan yang lain, karena hanya Tuhanlah satu-satunya kekuatan kita.  "jika aku lemah, maka aku kuat."  Sebab  "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."  (Roma 8:28).  Ketika mengalami jalan buntu kita sadar bahwa hanya Tuhan satu-satunya jalan keluar untuk setiap permasalahan hidup ini.  Dalam kelemahanlah kita belajar untuk tidak memegahkan diri, melainkan belajar untuk memiliki kerendahan hati.  Kalau saat ini kita diberkati dengan materi lebih jangan pernah berkata bahwa semua karena tangan kita, tapi Tuhanlah yang memercayakan kepada kita.  "Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya."  (1 Tawarikh 29:12).  Kalau kita berhasil dalam usaha dan karir, semua karena campur tangan Tuhan, Dia yang membuka pintu kesempatan untuk kita.  Ketika berada  'di atas'  seringkali kita lupa dan merasa tidak membutuhkan siapa-siapa.

     Dalam kelemahan, kita belajar untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan.

"Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya,"  Yeremia 9:23

Sunday, December 20, 2015

TIDAK BERMEGAH SECARA DUNIAWI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Desember 2015

Baca:  2 Korintus 11:16-33

"Karena banyak orang yang bermegah secara duniawi, aku mau bermegah juga."  2 Korintus 11:8

Di zaman sekarang ini banyak orang cenderung bersikap sombong dan angkuh, merasa diri lebih pintar dan lebih hebat dari orang lain sehingga sulit sekali bisa menghargai orang lain.  Itulah keadaan manusia di akhir zaman, seperti yang disampaikan oleh rasul Paulus.  "Mereka akan membual dan menyombongkan diri,...tidak dapat mengekang diri,...berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah."  (2 Timotius 3:2-4).  Kapan pun ketika beroleh kesempatan untuk berbicara di hadapan orang lain umumnya kita tidak dapat menahan bibir untuk berbicara panjang lebar tentang segala hal yang bisa dibanggakan secara lahiriah.  Jarang sekali kita mengakui kelemahan dan kekurangan kita, sebaliknya kita bersemangat menceritakan segala kelebihan-kelebihan yang ada:  kepintaran, kekuatan, kekayaan, jabatan, prestasi yang telah dicapai dan sebagainya, mulai dari A sampai Z, tanpa ada yang tertinggal.

     Banyak orang cenderung bermegah secara duniawi yaitu memegahkan diri dengan apa yang dimiliki untuk menunjukkan siapa  'aku'  yang akhirnya mengarah kepada kesombongan.  "Orang ini memegahkan kereta dan orang itu memegahkan kuda,"  (Mazmur 20:8).  Rasul Paulus menasihati,  "...supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah...Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan."  (1 Korintus 1:29, 31).  Sesungguhnya rasul Paulus memiliki banyak hal untuk bermegah, punya alasan untuk membanggakan diri karena dia adalah seorang pemberita Injil yang hebat dan dipakai Tuhan secara luar biasa, juga dengan latar belakang pendidikan yang mumpuni;  meski demikian ia tidak bersikap seperti yang dilakukan oleh orang-orang dunia pada umumnya.  "Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah."  (Filipi 3:4).  Justru sebaliknya ia berkata,  "Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku."  (2 Korintus 11:30).

     'Kelemahan'  yang dimaksudkan bukanlah sesuatu yang seringkali menjadi titik lemah atau faktor penyebab seseorang mengalami jatuh bangun dalam dosa.  Kelemahan ini berbicara tentang masalah, tekanan, kesukaran, penderitaan atau pergumulan yang disebabkan ketika seseorang hidup dalam kebenaran.  (Bersambung)

Saturday, December 19, 2015

BARNABAS: Semangat Melayani Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Desember 2015

Baca:  Kisah Para Rasul 11:19-26

"Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan, karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman."  Kisah 11:23-24

Nama Barnabas tidaklah terlalu asing di telinga kebanyakan orang Kristen tapi tidak semua tahu betul siapa Barnabas.

     Barnabas berasal dari suku Lewi, keluarga imam yang turun-temurun bertugas di Bait Tuhan  (suku Lewi adalah suku Israel yang dikhususkan Tuhan untuk melayani-Nya di Bait Suci).  "Demikianlah harus engkau mentahirkan mereka dari tengah-tengah orang Israel, supaya orang Lewi itu menjadi kepunyaan-Ku."  (Bilangan 8:14).  Tetapi setelah keluarganya pindah ke Siprus Barnabas tidak lagi bertugas di Bait Tuhan, ia menjadi anggota gereja di Yerusalem  (bagian dari jemaat mula-mula).  Kita tahu bahwa jemaat mula-mula adalah cikal bakal gereja Tuhan, kumpulan orang-orang yang sangat mengasihi Tuhan.  Karena kasihnya kepada Tuhan dan sesama mereka rela menjual harta miliknya untuk dipersembahkan kepada Tuhan dan dibagikan kepada saudara seiman yang memerlukan.  "Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus. Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul."  (Kisah 4:36-37).

Bukan kebetulan jika para rasul menyebut Barnabas sebagai anak penghiburan, karena ia telah menunjukkan kualitas hidup rohani yang baik dan mampu menjadi berkat bagi orang lain.  "Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman."  (ayat nas).  Melalui kesaksian hidupnya ia mampu membawa sejumlah orang kepada Tuhan.  Barnabas juga dipakai Tuhan untuk melihat potensi besar dalam diri Paulus yang waktu itu masih bernama Saulus.  Ketika banyak orang takut dan ragu menerima Paulus yang bereputasi buruk sebagai penganiaya jemaat Tuhan, justru  "...Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus."  (Kisah 9:27).

Barnabas menjadi penyemangat orang lain untuk melayani Tuhan berkat totalitasnya dalam pelayanan dan hidup yang menjadi kesaksian.

Friday, December 18, 2015

BERKAT KARENA MENJADI UMAT PILIHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Desember 2015

Baca:  Mazmur 65:1-14

"Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu!"  Mazmur 65:5a

Kalau Tuhan sudah memilih dan menetapkan kita berarti ada maksud-Nya di balik pemilihan tersebut, yaitu untuk menggenapi rencana-Nya melakukan  'pekerjaan baik'  sebagaimana yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Efesus.

     Pekerjaan baik yang dimaksudkan bukan hanya berkenaan dengan pekerjaan rohani atau aktivitas-aktivitas kerohanian saja, tetapi di berbagai bidang pekerjaan dan profesi Tuhan menghendaki supaya kita menghasilkan buah yang sifatnya kekal.  Karena itu,  "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  (Kolose 3:23).  Jika kita mengerjakan segala sesuatu seperti untuk Tuhan, kehidupan kita akan menjadi lebih bermakna dibandingkan dengan orang-orang di luar Tuhan.  Menjadi pribadi yang berbeda dengan kualitas hidup di atas rata-rata adalah kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya.  Kalau kehidupan kita serupa dengan orang dunia, lalu apa implikasinya  (efek)  dari pilihan Tuhan ini??

     Pemazmur menyatakan ada berkat-berkat luar biasa disediakan Tuhan bagi umat pilihan-Nya.  "Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus."  (Mazmur 65:5b).  Kita akan dikenyangkan dan dipuaskan dengan segala yang baik dari Tuhan.  "Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan,"  (Mazmur 103:5).  Berkat, mujizat, kesehatan, kesembuhan, kemenangan, masa depan yang penuh harapan dan perkara-perkara positif lainnya akan menjadi bagian hidup kita.  Ada jaminan perlindungan, pemeliharaan, pembelaan Tuhan, bahkan segala berkat rohani di dalam sorga dikaruniakan-Nya  (baca  Efesus 1:3).  Alkitab menyatakan:  "...Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus."  (Roma 14:17).

     Respons terhadap panggilan dan pilihan Tuhan adalah komitmen meninggalkan kehidupan lama dan siap melaksanakan tugas dari Tuhan, sebab dipilih-Nya berarti dipercaya untuk suatu tugas sangat mulia:  menjadi duta-duta Kristus di tengah dunia ini.

Menjadi umat pilihan berarti kita dikhususkan dan dipisahkan untuk tugas mulia, dan berkat disediakan Tuhan bagi setiap kita yang meresponsnya!

Thursday, December 17, 2015

ORANG PERCAYA: Umat Pilihan Tuhan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Desember 2015

Baca:  Efesus 1:3-14

"Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya."  Efesus 1:4

Didasari oleh kasih-Nya yang besar Tuhan Yesus rela mati demi memilih dan menyelamatkan kita.  Kalau bukan karena kasih Dia tidak mungkin datang ke dunia.

     Kasih-Nya adalah kasih yang sempurna dan tanpa pamrih, sebab  "...Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:8).  Inilah kasih yang sejati dan terbesar, yaitu kasih yang disertai dengan pengorbanan.  "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya."  (Yohanes 15:13).  Ingatlah selalu bahwa status kita sebelumnya adalah hamba dosa, tapi Tuhan telah memerdekakan kita dari dosa sehingga kita menjadi hamba kebenaran.  Bukan hanya itu, Tuhan juga tidak lagi menyebut kita sebagai hamba, melainkan sebagai sahabat-Nya.  "...sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku."  (Yohanes 15:15).

     Apa tujuan Tuhan memilih kita?  "...supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap,"  (Yohanes 15:16b), dan  "...untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."  (Efesus 2:10).  Kalau kita mengerti tujuan dan maksud Tuhan ini kita tidak akan kendor dalam melayani Tuhan, melainkan dengan roh yang menyala-nyala.  Ibadah pun tidak akan kita lakukan dengan asal-asalan, tapi dengan hati yang takut akan Tuhan.  Semua karena anugerah jika Tuhan memilih dan melayakkan kita untuk turut ambil bagian dalam pekerjaan-Nya yang agung dan mulia.  Sekali lagi semua ini anugerah-Nya.  Kalau untuk pekerjaan apa pun seseorang harus melakukan jasa terlebih dahulu baru mendapatkan upah, berbeda dengan Tuhan:  Ia membayar kita terlebih dahulu dengan darah-Nya untuk menyelamatkan kita, barulah setelah itu kita diminta untuk melakukan pekerjaan baik yang telah Ia persiapkan.  Sayang, tidak semua orang merespons panggilan dan pilihan Tuhan ini, melainkan menolak dan menyia-nyiakannya.

"...berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh."  2 Petrus 1:10

Wednesday, December 16, 2015

ORANG PERCAYA: Umat Pilihan Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Desember 2015

Baca:  2 Tesalonika 2:13-17

"...sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai."  2 Tesalonika 2:13

Menjadi orang percaya atau orang Kristen bukanlah kebetulan terjadi, sebab  "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu."  (Yohanes 15:16a), dan  "Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku,"  (Yohanes 6:44).  Artinya kita adalah orang-orang pilihan Tuhan yang dipanggil masuk ke dalam kehendak dan rencana-Nya.  Ini menunjukkan bahwa kita istimewa dan berharga di mata Tuhan karena dipilih di antara jutaan umat manusia di muka bumi ini.  Bukankah banyak yang lebih pandai, lebih kaya, lebih kuat, lebih bertalenta, lebih segala-galanya dibandingkan dengan kita, tapi mengapa Tuhan memilih kita?  Jelas Tuhan memilih kita bukan karena kuat dan gagah kita, namun semata-mata karena anugerah-Nya.  Karena itulah tidak ada alasan bagi kita menjadi sombong!

     Banyak orang Kristen yang beranggapan keliru bahwa jika telah dipilih Tuhan untuk diselamatkan berarti perjalanan hidup kita akan terbebas dari masalah, mulus tanpa hambatan;  kita pun bisa menjalani hidup dengan semau gue, bermalas-malasan, berbuat dosa pun tidak apa-apa, toh nantinya kita akan selamat dan dijamin tetap masuk sorga.  Itu pemahaman yang salah!  Rasul Paulus memeringatkan,  "...karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia,"  (Filipi 2:12-15).

     Pemilihan Tuhan atas kita seharusnya membuat kita lebih bersyukur, menghormati Tuhan dan semakin mengasihi Dia.  Kita yang seharusnya dimurkai dan binasa karena dosa dan pelanggaran dipilih dan diselamatkan oleh Tuhan.

"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,"  Efesus 2:8

Tuesday, December 15, 2015

HAL PEMIMPIN: Pentingnya Keteladanan Hidup

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Desember 2015

Baca:  Matius 20:20-28

"Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka."  Matius 20:25

Di dunia ini banyak pemimpin yang memergunakan kekuasaannya untuk menguasai dan melakukan tindakan semena-mena terhadap bawahan.  Apa pun perintah dan kehendaknya, suka tidak suka, mau tidak mau harus ditaati oleh bawahan oleh pengikutnya karena ia merasa punya kuasa atau kedudukan tinggi.  Tetapi ada satu hal yang sering dilupakan dan diabaikan oleh pemimpin yaitu keteladanan hidup.  Sungguh, dunia sedang mengalami krisis keteladanan.  Dunia berprinsip bahwa pemimpin haruslah pemerintah dan dilayani.  Prinsip itu sangat bertolak belakang dengan prinsip yang diajarkan Tuhan Yesus.

     Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu memberikan teladan hidup.  Dalam hal ini Tuhan Yesus bukan hanya sekedar mengajar bagaimana seharusnya menjadi seorang pemimpin yang baik, tapi Ia juga memberikan satu teladan hidup.  Keteladanan yang diberikan melalui perbuatan nyata akan jauh lebih bermakna dibandingkan dengan berjuta-juta kata.  Tuhan Yesus berkata,  "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."  (Matius 20:26-28).  Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki hati hamba, mau melayani dan bukan hanya semata-mata dilayani.  Inilah kepemimpinan yang berdampak!  Kenneth Blanchard, seorang penulis terkenal Amerika mengatakan:  "Kunci dari kepemimpinan yang sukses adalah pengaruh, bukan wewenang."  Pengaruh di sini berbicara tentang keteladanan hidup, bagaimana seorang pemimpin mampu menjadi berkat dan kesaksian yang baik, menjadi panutan bagi bawahan atau pengikutnya.

     Yesus menunjukkan teladan kepemimpinan dengan memberikan teladan hidup, yaitu melayani dan bukan untuk dilayani, bahkan rela mengorbankan nyawa-Nya.

Teladan hidup akan lebih berdampak ketimbang banyak bicara, tanpa disuruh pun banyak orang pasti akan mengikuti jejaknya!

Monday, December 14, 2015

TUHAN YESUS GURU AGUNG KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Desember 2015

Baca:  Yohanes 13:12-20

"Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan."  Yohanes 13:13

Di kalangan orang Kristen awam, sebutan Yesus sebagai Guru mungkin kurang familiar di telinga.  Umumnya mereka lebih sering mendengar nama Yesus sebagai Tuhan, Juruselamat atau Penebus dosa.  Kata guru tentunya memiliki keterkaitan dengan murid dan juga ajaran.  Di hadapan murid-murid-Nya Tuhan Yesus mengatakan,  "Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan."  (ayat nas).  Menurut Wikipedia Indonesia, definisi guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

     Mengapa Tuhan Yesus disebut sebagai Guru Agung?  Karena Dia mengajar orang-orang di mana pun berada, tidak terbatas ruang dan waktu:  di tepi laut, di atas bukit, di atas perahu, di dekat sumur, di rumah atau saat dalam perjalanan.  Ajaran Tuhan Yesus bersifat Alkitabiah, artinya semua yang Dia ajarkan berasal dari Kitab Suci, yaitu  "...firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ..."  (Ibrani 4:12a).  Dari manakah Tuhan Yesus beroleh hikmat untuk mengajar?  Dari Bapa di sorga!  "Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku,"  (Yohanes 14:10).  Karena itu Tuhan Yesus menjadi orang yang paling berhikmat yang pernah hidup di muka bumi ini.  Selain mengajar, membimbing, melatih, dan mendidik murid-murid-Nya Tuhan Yesus juga memberikan teladan hidup.  Dengan kata lain Tuhan Yesus mempraktekkan apa yang Ia ajarkan.  "sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu."  (Yohanes 13:15).

     Sebagai pengikut-Nya kita pun wajib meneladani kehidupan Tuhan Yesus.  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).

Sebagai Guru Agung Tuhan Yesus bukan sekedar mengajarkan tentang Kerajaan Allah dan kebenaran, tetapi Dia memberi teladan hidup dalam kebenaran kepada umat-Nya.

Sunday, December 13, 2015

KEROHANIAN YANG TERUS BERTUMBUH (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Desember 2015

Baca:  Ibrani 6:1-8

"Sebab tanah yang menghisap air hujan yang sering turun ke atasnya, dan yang menghasilkan tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi mereka yang mengerjakannya, menerima berkat dari Allah;"  Ibrani 6:7

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah air.  Sebagian besar tanaman tidak akan tumbuh dengan baik jika ditanam di tempat yang tandus dan tak berair, kalaupun tumbuh pasti tidak akan bertahan lama.  Karena itu di daerah agraris seperti Indonesia banyak dibangun saluran irigasi, suatu sistem untuk mengairi lahan untuk menunjang pertanian.

     Alkitab menggambarkan bahwa tanaman yang ditanam di tepi aliran air pasti akan tumbuh dengan baik dan  "...menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."  (Mazmur 1:3).  Ini adalah gambaran dari hidup orang yang senantiasa melekat kepada Tuhan dan berakar kuat di dalam Dia.  Akar adalah bagian penting dari tanaman, selain batang dan daun, yang tumbuh menuju inti bumi, berfungsi untuk memperkokoh berdirinya tanaman, menyerap air dan zat hara  (mineral), serta menyimpan cadangan makanan  (pada umbi-umbian).  Selain itu akar juga berfungsi sebagai alat pernafasan, menyerap udara dari dalam tanah yang dimungkinkan karena pada tanah terdapat pori-pori.

     Kerohanian kita pun akan bertumbuh jika tinggal dekat dengan Sumber Air Hidup, Tuhan Yesus.  Artinya seberapa besar kehausan kita akan Air Hidup akan menentukan sejauh mana pertumbuhan rohani kita.  "Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair."  (Mazmur 63:2).  Air juga merupan salah satu lambang dari Roh kudus.  "Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup. Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya;"  (Yohanes 7:38-39).  Kalau kita mau tunduk sepenuhnya dalam pimpinan Roh Kudus, mengalir bersama-Nya, kita akan dibawa kepada kehidupan yang berkemenangan dan berdampak.

"Pada kedua tepi sungai itu tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan, yang daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis;"  Yehezkiel 47:12

Saturday, December 12, 2015

KEROHANIAN YANG TERUS BERTUMBUH (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Desember 2015

Baca:  Kidung Agung 7:6-13

"Mari, kita pergi pagi-pagi ke kebun anggur dan melihat apakah pohon anggur sudah berkuncup, apakah sudah mekar bunganya, apakah pohon-pohon delima sudah berbunga! Di sanalah aku akan memberikan cintaku kepadamu!"  Kidung Agung 7:12

Kitab Kidung Agung berisikan tentang nyanyian atau kidung yang diberikan kepada Israel, di mana raja Salomo adalah penulisnya.  Kitab ini menggambarkan kisah kasih antara Salomo dan Sulamit  (gadis Sulam).  Sulamit digambarkan sebagai seorang gadis yang cantik parasnya, tapi berkulit hitam karena ia bekerja di kebun anggur.

     Suatu ketika Salomo mengajak Sulamit berjalan-jalan ke kebun anggur di waktu pagi untuk memeriksa apakah pohon anggurnya bertumbuh dengan baik.  Sebagaimana tanaman harus mengalami pertumbuhan supaya dapat berbuah, begitu pula kerohanian kita harus terus mengalami pertumbuhan.  Proses pertumbuhan itu tidak terjadi sekejap, tapi dari hari ke seharilah prosesnya.  Faktor-faktor penting yang menunjang pertumbuhan antara lain adalah tanah yang baik.  Sebelum ditanami tanah harus terlebih dahulu diolah.  Pengolahan tanah adalah proses di mana tanah digemburkan dan dilembekkan dengan menggunakan bajak atau garu yang ditarik dengan berbagai sumber tenaga, seperti tenaga manusia, hewan atau mesin  (traktor).  Melalui proses ini kerak tanah teraduk, akibatnya udara dan cahaya matahari menyentuh tanah lebih dalam sehingga meningkatkan kesuburannya.  "Pasanglah telinga dan dengarkanlah suaraku; perhatikanlah dan dengarkanlah perkataanku! Setiap harikah orang membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk menabur?"  (Yesaya 28:23-24).

     Selagi lagi ada waktu dan kesempatan yang baik marilah kita mempersiapkan tanah hati kita dengan baik, sebab pertumbuhan iman sangat ditentukan oleh keadaan hati kita saat menerima firman Tuhan.  "Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat."  (Markus 4:8).  Ada tertulis,  "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).

Tanpa menyediakan banyak waktu untuk membaca, mendengar dan merenungkan firman Tuhan, atau menyiapkan tanah hati untuk ditaburi firman-Nya, kerohanian kita tidak akan pernah bertumbuh dengan baik.

Friday, December 11, 2015

SIAPA YANG HARUS DIGEMBALAKAN? (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Desember 2015

Baca:  Mazmur 78:70-72

"Ia menggembalakan mereka dengan ketulusan hatinya, dan menuntun mereka dengan kecakapan tangannya."  Mazmur 78:72

Sebelum menjadi pemimpin suatu bangsa yang besar Daud harus melewati proses ujian kesetiaan dalam perkara-perkara kecil trlebih dahulu.  Misal ia harus menggembalakan kawanan domba milik ayahnya yang jumlahnya hanya 2-3 ekor banyaknya.  Meski demikian Daud dengan setia dan penuh ketulusan mengerjakan tugas itu tanpa ada persungutan, omelan ataupun keluh kesah, sampai akhirnya Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya seperti yang ditulis oleh Asaf:  "dipilih-Nya Daud, hamba-Nya, diambil-Nya dia dari antara kandang-kandang kambing domba; dari tempat domba-domba yang menyusui didatangkan-Nya dia, untuk menggembalakan Yakub, umat-Nya, dan Israel, milik-Nya sendiri."  (Mazmur 78:70-71).  Tuhan memilih Daud karena integritasnya sudah teruji sebagai gembala sehingga akhirnya ia layak memimpin umat Israel.  Tuhan mencari orang-orang yang setia dan tulus hati, yang bersedia untuk menggembalakan kawanan domba yang dipercayakan kepadanya.

     Selain menggembalakan keluarga, Tuhan juga mengutus kita menggembalakan orang-orang terdekat:  kerabat, saudara seiman, sahabat, teman sekolah, teman kerja dan juga tetangga di lingkungan kita.  Karena itu, di mana pun dan kapan pun waktunya, kita harus bisa menjadi berkat atau menjadi  'garam dan terang'  bagi dunia ini.  Jika ada saudara kita yang terjatuh, kita yang kuat harus siap menopangnya.  "Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah;"  (Ibrani 12:12).

     Di masa-masa seperti sekarang ini ujian dan tantangan semakin besar, bisa berupa masalah, penderitaan, kesesakan, termasuk juga pengaruh tipu daya dunia ini  (keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup), sehingga banyak anak Tuhan mengalami kejatuhan yang tadinya setia beribadah dan bersemangat melayani Tuhan sekarang kecewa, marah, mengalami kepahitan dan sebagainya karena mengalami masalah;  mereka menjadi suam-suam kuku dan akhirnya terbawa oleh arus dunia ini.  Apakah kita akan diam saja dan tidak berbuat sesuatu untuk menolong mereka?

Tuhan menghendaki kita memiliki hati gembala:  memperhatikan dan menuntun mereka supaya kembali ke jalan Tuhan, sehingga tidak tersesat dan terhilang.

Thursday, December 10, 2015

SIAPA YANG HARUS DIGEMBALAKAN? (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Desember 2015

Baca:  1 Petrus 5:1-11

"Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri."  1 Petrus 5:2

Domba-domba yang tidak digembalakan kemungkinan besar tersesat dan hilang seperti bangsa Israel di zaman nabi Yeremia.  "Umat-Ku tadinya seperti domba-domba yang hilang; mereka dibiarkan sesat oleh gembala-gembalanya, dibiarkan mengembara di gunung-gunung, mereka berjalan dari gunung ke bukit sehingga lupa akan tempat pembaringannya."  (Yeremia 50:6).  Daud juga mengalami hal serupa:  "Aku sesat seperti domba yang hilang, carilah hamba-Mu ini, sebab perintah-perintah-Mu tidak kulupakan."  (Mazmur 119:176).

     Seperti domba yang tersesat dan tidak mempunyai gembala adalah gambaran kehidupan kita sebelum percaya kepada Kristus dan diselamatkan.  Kita hidup jauh dari kasih Kristus, berjalan menurut kehendak sendiri dan menyimpang dari kebenaran.  "...dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu."  (1 Petrus 2:25).  Mengingat domba yang tersesat rentan ancaman dan bahaya, maka mereka sangat membutuhkan kehadiran gembala.  Sebagaimana rasul Petrus mendapatkan mandat dari Tuhan untuk menggembalakan domba-domba, maka tugas ini pun menjadi tanggung jawab semua orang percaya tanpa terkecuali.  Pertanyaannya:  siapa saja kawanan domba yang harus digembalakan?  Pertama adalah gereja inti yaitu keluarga kita.  Suami, selaku kepala rumah tangga, bertanggung jawab penuh menggembalakan seluruh anggota keluarga  (isteri dan anak-anak).  Keluarga adalah domba-domba yang Tuhan percayakan kepada kita.  Karena itu suami harus mengasihi isteri dan anak-anaknya, mampu membimbing, menuntun serta membawa seluruh keluarganya untuk lebih mengasihi Tuhan dan bertumbuh di dalam iman melalui teladan hidup yang ia tunjukkan sehari-hari.  Menggembalakan berarti bertanggung jawab memelihara, memenuhi kebutuhan termasuk juga mendisiplinkan mereka.

     Yang seringkali terjadi ada di antara kita yang tampak sibuk melayani domba-domba yang ada di luar sementara anggota keluarga sendiri diabaikan dan diterlantarkan.  (Bersambung)

Wednesday, December 9, 2015

DOMBA YANG TERSESAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Desember 2015

Baca:  Matius 18:12-14

"Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang."  Matius 18:14

Perubahan terbesar dalam diri Petrus terjadi setelah ia mengalami jamahan Roh Kudus di hari Pentakosta.  Dengan kata lain, kurang dari dua bulan setelah menyangkal Tuhan Yesus, Petrus mampu bangkit kembali.  Karena Roh Kudus yang bekerja di dalam dirinya Petrus beroleh keberanian untuk berdiri dan berkhotbah dengan penuh kuasa, serta tanpa kompromi di hadapan ribuan orang.  Ia juga menantang orang banyak untuk percaya dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.  Akhirnya ada sekitar tiga ribu orang dibaptis dan diselamatkan!  Hal ini menunjukkan bahwa Petrus merespons panggilan Tuhan untuk  'menggembalakan domba-domba'.

     Menggembalakan domba  (jiwa-jiwa)  itu bukan semata-mata tugas dan tanggung jawab seorang pendeta atau gembala sidang suatu gereja, melainkan semua orang percaya harus turut mengambil peranan di dalamnya.  Mengapa domba-domba harus digembalakan?  Karena domba-domba termasuk jenis hewan ternak yang mudah tersesat.  Mereka selalu merumput dengan posisi kepala menunduduk.  Dengan kebiasaan sering menunduk tersebut domba-domba kecenderung untuk mudah terpisah dari kawanannya.  Tatkala ia mengangkat kepalanya itulah ia baru menyadari telah terpisah jauh dari kawanannya.  Mudah terpisah dari kawanannya adalah kelemahan terbesar setiap domba, karena akan mendatangkan pelbagai jenis bahaya yang mengancam keselamatan jiwanya.  Sekali domba tersesat biasanya ia akan semakin terhilang.  Tindakan aktif dari sang gembala yang berusaha menemukan kembali domba-dombanya yang tersesat itulah yang dapat mengembalikan mereka pulang ke kandang.

     Perilaku domba-domba yang mudah tersesat ini menggambarkan kehidupan umat manusia.  Nabi Yesaya menyatakan:  "Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri,"  (Yesaya 53:6).  Tuhan tidak menghendaki umat kesayangan-Nya mengalami ketersesatan.  Itulah sebabnya dengan kasih-Nya Tuhan berkenan mencari domba-dombanya yang tersesat.

Tatkala Gembala yang baik menemukan  'domba'  yang tersesat itu ia akan digendong, dibalut luka-lukanya dan hidupnya pun dipulihkan!

Tuesday, December 8, 2015

MENGGEMBALAKAN DOMBA-DOMBA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Desember 2015

Baca:  Yohanes 21:15-19

"Kata Yesus kepadanya: 'Gembalakanlah domba-domba-Ku.'"  Yohanes 21:15

Petrus, dikenal sebagai murid yang sangat dekat dan dikasihi Tuhan Yesus, tapi pernah gagal dalam pengiringannya kepada Tuhan karena telah menyangkal Tuhan sebanyak 3x.  Bahkan, peristiwa Petrus menyangkal Tuhan Yesus tercatat dalam ke-4 kitab Injil:  Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.  Penyangkalan yang dilakukan Petrus ini bisa disamakan dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh Yudas Iskariot.  Yang membedakan:  Petrus segera menyadari kesalahannya dan bertobat, sementara Yudas Iskariot tidak, sampai akhirnya ia harus mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis yaitu bunuh diri.

     Setelah sadar akan kesalahannya karena telah menyangkal-Nya sebanyak tiga kali, Tuhan Yesus pun menguji kesungguhan kasih Petrus.  Di tempat yang sama yaitu di tepi Danau Galilea, tempat Tuhan Yesus memanggil Petrus untuk menjadi murid-Nya saat sedang menebarkan jalanya,  "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia."  (Matius 4:19), di situlah Tuhan Yesus kembali mengingatkan dan mempertanyakan seberapa besar kasih dan komitmen Petrus, sampai-sampai Tuhan mengulang pertanyaannya sebanyak tiga kali:  "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau."  Setelah mendengar jawaban Petrus, untuk ketiga kalinya pula Tuhan berkata kepada Petrus,  "Gembalakanlah domba-domba-Ku."  Hal itu menunjukkan bahwa Tuhan sudah mengampuni dan tidak lagi mengingat-ingat kesalahan Petrus di masa lalu.  Seperti kata pemazmur,  "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita."  (Mazmur 103:12).

     Suatu anugerah yang luar biasa jika Petrus beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahannya di masa lalu, dan kembali beroleh kepercayaan untuk melayani dan mengabdikan hidupnya bagi pekerjaan Tuhan.  Karena itu  "...Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya."  (Matius 16:18).

Setiap orang percaya yang mengaku diri mengasihi Tuhan memiliki tugas dan tanggung jawab menggembalakan kawanan domba.

Monday, December 7, 2015

ORANG PERCAYA: Kawanan Domba-Nya (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Desember 2015

Baca:  Yesaya 40:1-11

"Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati."  Yesaya 40:11

Salah satu ciri domba adalah tidak suka berada di tempat gelap.  Sebagai domba-domba Tuhan kita telah dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib  (baca  1 Petrus 2:9).  Karena itu kita harus hidup sebagai  "...anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran,...Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu."  (Efesus 5:8b, 11).

     Berbeda dengan kambing yang memiliki tanduk, domba tidak memiliki tanduk.  Tanduk adalah cula dua yang tumbuh di kepala  (pada lembu, kerbau, kambing dan sebagainya).  Ini berbicara tentang karakter.  Tidak bertanduk menggambarkan karakter yang lemah lembut dan tidak mudah terpancing emosi.  Dalam menyelesaikan masalah kita harus berkepala dingin dan  'tanduk'  kita tidak mudah keluar.  Domba juga hidup berkelompok.  Sebagai makhluk sosial kita pun tidak dapat hidup sendiri.  Kita membutuhkan orang lain.  Oleh karena itu  "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus."  (Galatia 6:2),  "...dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga."  (Filipi 2:3-4).

     Salah satu tanda utama bahwa kita kawanan domba Tuhan adalah kita mengenal dan mendengarkan suara-Nya.  "...Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku"  (Yohanes 10:14).  Tuhan berkata,  "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran."  (Hosea 6:6).

Jika kita rindu dituntun oleh Tuhan Yesus, Gembala yang baik, kita harus memiliki pengenalan yang benar akan Dia melalui persekutuan yang karib.  "Sebab itu umat-Ku akan mengenal nama-Ku..."  Yesaya 52:6

Sunday, December 6, 2015

ORANG PERCAYA: Kawanan Domba-Nya (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Desember 2015

Baca:  Yehezkiel 34:1-31

"Kamu adalah domba-domba-Ku, domba gembalaan-Ku, dan Aku adalah Allahmu, demikianlah firman Tuhan ALLAH."  Yehezkiel 34:31

Domba adalah jenis mamalia yang pertama kali dijinakkan dan dijadikan sebagai hewan ternak atau peliharaan oleh manusia.  Karena sudah diternakkan domba tidak lagi hidup di alam liar, sehingga kelangsungan hidupnya sangat tergantung sepenuhnya kepada manusia.  Beberapa ciri domba:  memiliki pandangan yang baik, pendengaran yang baik, indera penciuman yjuga baik, peka terhadap kebisingan, tidak suka berada di daerah yang gelap, memiliki naluri kuat untuk hidup berkelompok, tidak bertanduk.  Berbeda sekali dengan kebiasaan hidup kambing yang suka sekali jalan sendiri-sendiri  (individualistis), dan memiliki tanduk.

     Di zaman sekarang ini dunia dipenuhi orang-orang yang maunya hanya didengar alias suka bicara  (tidak mau menjadi pendengar yang baik), sulit sekali menerima pendapat, nasihat, apalagi teguran dari orang lain.  Bahkan ketika mendengar firman yang keras dari hamba Tuhan mereka mudah sekali tersinggung, kecewa dan marah.  Oleh karena itu Yakobus memperingatkan,  "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;"  (Yakobus 1:19).

     Sebagai domba-domba-Nya kita dituntut memiliki pandangan yang baik, sebab  "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu."  (Matius 6:22-23).  Mengapa kita harus memungsikan  'mata'  kita dengan baik?  Karena apa yang kita pandang dan lihat memiliki pengaruh besar terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan kita.  Begitu juga kita harus memiliki pendengaran yang baik, yaitu peka terhadap suara gembala kita.  "...mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala."  (Yohanes 10:16).  Bagaimana caranya?  Dengan menyediakan banyak waktu bersekutu dengan Tuhan dan mendengar suara-Nya.  "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid."  (Yesaya 50:4b).  Semakin kita banyak mendengar firman Tuhan langkah hidup kita pun akan semakin terarah dan berkenan pada Tuhan.  (Bersambung)