Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2015
Baca: Yesaya 25:1-5
"Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya," Yesaya 25:4
Bukan hal yang mengejutkan lagi jika di zaman sekarang ini banyak orang yang kurang memiliki kepedulian terhadap sesamanya, karena Alkitab sudah mencatat "...bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang...tidak tahu mengasihi..." (2 Timotius 3:1-4). Ada yang berpikiran membantu orang miskin adalah pemborosan. Seringkali terjadi orang kaya menindas dan berlaku semena-mena terhadap orang miskin. Berhati-hatilah, sebab ada tertulis: "Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya;" (Amsal 17:5). Keberadaan orang-orang miskin di hadapan Tuhan sangat berharga. Terhadap mereka Tuhan memposisikan diri-Nya sebagai tempat pengungsian, perlindungan, penolong, pelepas dan pemelihara.
Ketika melayani di bumi sebagian besar pelayanan Yesus Ia tujukan kepada orang-orang miskin, yang di dalam masyarakat Yahudi keberadaannya kurang dianggap dan dipandang sebelah mata. Ingat, di dalam kehidupan ini berlaku hukum tabur tuai. Kalau kita memberi kepada orang kaya mereka pasti bisa langsung membalas pemberian kita. Itulah hukum dunia! Tetapi kalau kita memberi kepada orang miskin tentunya sulit bagi mereka membalas pemberian kita. Dalam hal ini Tuhanlah yang akan membalas perbuatan baik yang kita lakukan tanpa pamrih itu. Terhadap orang yang suka menolong dan memperhatikan orang miskin Tuhan akan mendengar dan menolong ketika ia berseru-seru pada waktu kesesakan,. Tetapi "Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru." (Amsal 21:13).
Sebagai orang percaya marilah kita mempraktekkan kasih dengan perbuatan nyata, dan prioritas utama dalam pemeliharaan terhadap orang yang miskin dan lemah adalah saudara-saudara kita seiman terlebih dahulu. Ketika kita memperhatikan dan menolong mereka sama artinya kita melakukan itu untuk Tuhan.
"Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita
kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu,
bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" 1 Yohanes 3:17
Saturday, November 21, 2015
Friday, November 20, 2015
PERHATIKAN ORANG MISKIN, BUKAN MENINDAS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2015
Baca: Ulangan 15:1-11
"Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu." Ulangan 15:11
Siapa itu orang miskin? Secara umum orang miskin berarti tidak berharta, serba kekurangan dan berpenghasilan sangat rendah. Hampir di setiap negara pasti ada penduduk miskin atau berekonomi lemah, tak terkecuali di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia sampai dengan periode September 2014 telah mencapai 27,73 juta orang atau 10,96 persen dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Sungguh berita menyedihkan! Di satu sisi banyak sekali petinggi negara bergelimang harta di bawah garis kemiskinan. Akibatnya terjadi kesenjangan sosial yang sangat mencolok, di mana jurang pemisah antara si kaya dan si miskin pun semakin dalam.
Jika kita melihat orang lain yang hidupnya dalam kekurangan, menderita dan miskin, apa yang kita perbuat? Banyak orang yang berkecukupan materi bersikap cuek dan masa bodoh, bahkan sering kita jumpai orang kaya bukannya menolong dan membantu orang miskin tetapi malah menindas dan bersikap semena-mena. Perhatikan! Salah satu faktor yang menghalangi doa-doa kita dijawab Tuhan adalah kita menutup mata dan telinga terhadap jeritan orang-orang miskin. Jangan pernah menyalahkan Tuhan apabila saat kita sendiri dalam kesesakan bersertu kepada Tuhan Ia tidak menjawab dan mengabaikan. Sebaliknya, "Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah! TUHAN akan meluputkan dia pada waktu celaka." (Mazmur 41:2). Tuhan menghendaki kita punya kepedulian terhadap mereka yang miskin, sebab "Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki." (Amsal 28:27).
Sesungguhnya bermurah hati kepada orang miskin sama artinya "...berbuat baik kepada diri sendiri," (Amsal 11:17), asalkan hal itu dilakukan dengan hati yang tulus, sukacita, penuh kasih dan motivasi benar, bukan karena terpaksa, karena desakan dari pihak lain, apalagi disertai motivasi terselubung mencari pujian dan hormat manusia. (Bersambung)
Baca: Ulangan 15:1-11
"Sebab orang-orang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu." Ulangan 15:11
Siapa itu orang miskin? Secara umum orang miskin berarti tidak berharta, serba kekurangan dan berpenghasilan sangat rendah. Hampir di setiap negara pasti ada penduduk miskin atau berekonomi lemah, tak terkecuali di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia sampai dengan periode September 2014 telah mencapai 27,73 juta orang atau 10,96 persen dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Sungguh berita menyedihkan! Di satu sisi banyak sekali petinggi negara bergelimang harta di bawah garis kemiskinan. Akibatnya terjadi kesenjangan sosial yang sangat mencolok, di mana jurang pemisah antara si kaya dan si miskin pun semakin dalam.
Jika kita melihat orang lain yang hidupnya dalam kekurangan, menderita dan miskin, apa yang kita perbuat? Banyak orang yang berkecukupan materi bersikap cuek dan masa bodoh, bahkan sering kita jumpai orang kaya bukannya menolong dan membantu orang miskin tetapi malah menindas dan bersikap semena-mena. Perhatikan! Salah satu faktor yang menghalangi doa-doa kita dijawab Tuhan adalah kita menutup mata dan telinga terhadap jeritan orang-orang miskin. Jangan pernah menyalahkan Tuhan apabila saat kita sendiri dalam kesesakan bersertu kepada Tuhan Ia tidak menjawab dan mengabaikan. Sebaliknya, "Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah! TUHAN akan meluputkan dia pada waktu celaka." (Mazmur 41:2). Tuhan menghendaki kita punya kepedulian terhadap mereka yang miskin, sebab "Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki." (Amsal 28:27).
Sesungguhnya bermurah hati kepada orang miskin sama artinya "...berbuat baik kepada diri sendiri," (Amsal 11:17), asalkan hal itu dilakukan dengan hati yang tulus, sukacita, penuh kasih dan motivasi benar, bukan karena terpaksa, karena desakan dari pihak lain, apalagi disertai motivasi terselubung mencari pujian dan hormat manusia. (Bersambung)
Thursday, November 19, 2015
BERKAT TUHAN SECARA MATERI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2015
Baca: Mazmur 67:1-8
"Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya," Mazmur 67:2
Jika diajukan satu pertanyaan kepada orang percaya: "Apa tema khotbah yang paling disukai dan ditunggu-tunggu?" Hampir semua orang akan menjawab: berkat, kesuksesan atau keberhasilan. Ketika hal inilah yang selalu menjadi topik utama dalam setiap perbincangan di antara orang percaya. Adakah di antara kita yang menolak berkat dari Tuhan dengan berkata, "Stop Tuhan...Jangan memberkati aku terus-menerus, ini sudah lebih dari cukup."? Namun yang sering kita katakan, "Berkat Tuhan kok cuma segini doang?" Kita protes dan komplain kepada Tuhan karena merasa belum diberkati jika keadaan kita tetap saja tidak ada peningkatan. Kita berkata demikian karena kita menilai dan mengukur berkat Tuhan semata-mata berdasarkan besarnya materi atau kekayaan.
Sesungguhnya berkat utama dan terbesar bagi orang percaya adalah pengampunan dosa dan keselamatan, sementara berkat materi atau kekayaan hanyalah 'bonus' yang diberikan Tuhan bagi orang percaya, sehingga "...engkau akan tercengang dan akan berbesar hati, sebab kelimpahan dari seberang laut akan beralih kepadamu, dan kekayaan bangsa-bangsa akan datang kepadamu." (Yesaya 60:5). Tuhan memberkati umat-Nya dengan kelimpahan materi bukan tanpa maksud. Ini adalah bagian dari cara Tuhan memulihkan keadaan umat-Nya supaya dapat hidup selayaknya sebagai anak-anak Raja dan menjadi kesaksian bagi dunia; artinya berkat tersebut bukan hanya untuk diri sendiri, tapi harus menjadi saluran berkat bagi jiwa-jiwa. "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat." (Kejadian 12:2), dan juga untuk mendukung pekerjaan Tuhan di muka bumi ini, sebab untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia sangat membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Belajarlah dari jemaat Makedonia. Meski keadaan mereka tidak berlebih tapi hati mereka terbeban untuk mendukung pelayanan penginjilan, bahkan "Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan." (2 Korintus 8:5a).
"supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." Mazmur 67:3
Baca: Mazmur 67:1-8
"Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya," Mazmur 67:2
Jika diajukan satu pertanyaan kepada orang percaya: "Apa tema khotbah yang paling disukai dan ditunggu-tunggu?" Hampir semua orang akan menjawab: berkat, kesuksesan atau keberhasilan. Ketika hal inilah yang selalu menjadi topik utama dalam setiap perbincangan di antara orang percaya. Adakah di antara kita yang menolak berkat dari Tuhan dengan berkata, "Stop Tuhan...Jangan memberkati aku terus-menerus, ini sudah lebih dari cukup."? Namun yang sering kita katakan, "Berkat Tuhan kok cuma segini doang?" Kita protes dan komplain kepada Tuhan karena merasa belum diberkati jika keadaan kita tetap saja tidak ada peningkatan. Kita berkata demikian karena kita menilai dan mengukur berkat Tuhan semata-mata berdasarkan besarnya materi atau kekayaan.
Sesungguhnya berkat utama dan terbesar bagi orang percaya adalah pengampunan dosa dan keselamatan, sementara berkat materi atau kekayaan hanyalah 'bonus' yang diberikan Tuhan bagi orang percaya, sehingga "...engkau akan tercengang dan akan berbesar hati, sebab kelimpahan dari seberang laut akan beralih kepadamu, dan kekayaan bangsa-bangsa akan datang kepadamu." (Yesaya 60:5). Tuhan memberkati umat-Nya dengan kelimpahan materi bukan tanpa maksud. Ini adalah bagian dari cara Tuhan memulihkan keadaan umat-Nya supaya dapat hidup selayaknya sebagai anak-anak Raja dan menjadi kesaksian bagi dunia; artinya berkat tersebut bukan hanya untuk diri sendiri, tapi harus menjadi saluran berkat bagi jiwa-jiwa. "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat." (Kejadian 12:2), dan juga untuk mendukung pekerjaan Tuhan di muka bumi ini, sebab untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia sangat membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Belajarlah dari jemaat Makedonia. Meski keadaan mereka tidak berlebih tapi hati mereka terbeban untuk mendukung pelayanan penginjilan, bahkan "Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan." (2 Korintus 8:5a).
"supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." Mazmur 67:3
Wednesday, November 18, 2015
HIDUP BERUBAH: Melupakan Masa Lalu
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 November 2015
Baca: Filipi 3:1b-16
"Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," Filipi 3:8b
Rasul Paulus menegaskan, "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17), artinya kita harus menanggalkan manusia lama dan hidup sebagai manusia yang baru. Salah satu upaya menanggalkan manusia lama adalah melupakan masa lalu seperti yang dilakukan rasul Paulus ini, "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Masa lalu sudah berlalu dan tak mungkin terulang kembali karena waktu terus berjalan maju. Ada sebagian orang yang membangga-banggakan masa lalu karena diwarnai prestasi dan kejayaan. Tetapi ada pula yang sulit sekali melupakan masa lalu karena penuh kegagalan atau hal-hal yang menyayat hati sehingga menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Jika kita terus dibayang-bayangi oleh masa lalu sampai kapan pun kita tidak akan pernah move on.
Sejak berjumpa Kristus Paulus mengalami perubahan hidup sehingga bisa berkata bahwa masa lalu atau segala sesuatu yang telah ia raih di luar Kristus tak lebih dari sampah yang tidak berguna, "...apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:7-8a). Hidup kita pun akan berubah jika kita punya penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan mengalami jamahan tangan Tuhan, sebab jamahan-Nya selalu membawa perubahan, pemulihan, kesembuhan dan mujizat. Paulus, yang dulunya adalah penganiaya jemaat, kini mengabdikan seluruh hidupnya bagi Kristus dan rela mati bagi Dia.
Supaya dapat mengalami perubahan hidup yang sesungguhnya kita harus turut disalibkan bersama Kristus, memiliki penyerahan diri kepada Tuhan, punya tekad kuat untuk meninggalkan masa lalu atau kehidupan lama. Jika kita sudah meninggalkan kehidupan lama jangan menoleh ke belakang lagi seperti isteri Lot, yang akhirnya menjadi tiang garam (baca Kejadian 19:26).
"...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20a. Inilah arti perubahan hidup.
Baca: Filipi 3:1b-16
"Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," Filipi 3:8b
Rasul Paulus menegaskan, "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17), artinya kita harus menanggalkan manusia lama dan hidup sebagai manusia yang baru. Salah satu upaya menanggalkan manusia lama adalah melupakan masa lalu seperti yang dilakukan rasul Paulus ini, "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Masa lalu sudah berlalu dan tak mungkin terulang kembali karena waktu terus berjalan maju. Ada sebagian orang yang membangga-banggakan masa lalu karena diwarnai prestasi dan kejayaan. Tetapi ada pula yang sulit sekali melupakan masa lalu karena penuh kegagalan atau hal-hal yang menyayat hati sehingga menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Jika kita terus dibayang-bayangi oleh masa lalu sampai kapan pun kita tidak akan pernah move on.
Sejak berjumpa Kristus Paulus mengalami perubahan hidup sehingga bisa berkata bahwa masa lalu atau segala sesuatu yang telah ia raih di luar Kristus tak lebih dari sampah yang tidak berguna, "...apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:7-8a). Hidup kita pun akan berubah jika kita punya penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan mengalami jamahan tangan Tuhan, sebab jamahan-Nya selalu membawa perubahan, pemulihan, kesembuhan dan mujizat. Paulus, yang dulunya adalah penganiaya jemaat, kini mengabdikan seluruh hidupnya bagi Kristus dan rela mati bagi Dia.
Supaya dapat mengalami perubahan hidup yang sesungguhnya kita harus turut disalibkan bersama Kristus, memiliki penyerahan diri kepada Tuhan, punya tekad kuat untuk meninggalkan masa lalu atau kehidupan lama. Jika kita sudah meninggalkan kehidupan lama jangan menoleh ke belakang lagi seperti isteri Lot, yang akhirnya menjadi tiang garam (baca Kejadian 19:26).
"...aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." Galatia 2:20a. Inilah arti perubahan hidup.
Tuesday, November 17, 2015
TINDAKAN IMAN MENGHASILKAN MUJIZAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 November 2015
Baca: Keluaran 15:22-27
"Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Keluaran 15:25
Hal pertama yang dilakukan umat Israel ketika mereka mendapati air di Mara pahit rasanya dan tidak dapat diminum adalah mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut. Begitu pula yang diperbuat banyak orang Kristen ketika merasakan hal-hal pahit dalam hidupnya (kehancuran rumah tangga, kegagalan studi, bisnis yang pailit dan sebagainya) langsung mengeluh, menggerutu, mengomel, bersungut-sungut, marah dan mencari kambing hitam. Langkah mereka terus dibayang-bayangi kegagalan dan kehancuran karena terus membesar-besarkan masalah yang ada, sehingga mereka tidak bisa melihat sisi positif setiap peristiwa yang terjadi.
Berbeda yang dilakukan Musa. Ketika menghadapi masalah ia tahu apa yang harus diperbuatanya: "Musa berseru-seru kepada TUHAN," (ayat 25). Dalam Mazmur 50:15 dikatakan, "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." Tuhan pun menjawab seruan Musa dengan memberikan jalan keluar untuk masalahnya dengan menunjukkan kepadanya sepotong kayu. Tanpa menunggu lama, Musa "...melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Untuk melihat dan mengalami perkara-perkara ajaib dari Tuhan perlu sekali kita berdoa dengan iman dan mempraktekkan iman tersebut dengan perbuatan yang nyata, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Jadi iman selalu bekerjasama dengan perbuatan!
Dalam menghadapi masalah apa pun berhentilah bersungut-sungut! Berdoalah kepada Tuhan dan bertindaklah dengan iman. Adalah sia-sia kita berkata memiliki iman jika perbuatan kita sendiri tidak menunjukkan iman. Tindakan melemparkan kayu ke dalam air adalah perwujudan iman. Kalau tidak punya iman mana mungkin Musa mau melakukannya, bukankah yang dilempar itu hanya kayu biasa? Tapi karena Tuhan yang menyediakan, Musa pun peka apa yang menjadi maksud Tuhan. Ini berbicara tentang ketaatan. Setiap ketaatan selalu mendatangkan berkat dan mujizat! Air yang pahit berubah menjadi manis. Kayu itu tidak berkuasa mengubah air yang pahit menjadi manis, tetapi tindakan iman Musa dan campur tangan Tuhan itulah yang menghasilkan mujizat.
Iman adalah pintu gerbang menuju karya adikodrati. Ilahi dinyatakan.
Baca: Keluaran 15:22-27
"Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Keluaran 15:25
Hal pertama yang dilakukan umat Israel ketika mereka mendapati air di Mara pahit rasanya dan tidak dapat diminum adalah mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut. Begitu pula yang diperbuat banyak orang Kristen ketika merasakan hal-hal pahit dalam hidupnya (kehancuran rumah tangga, kegagalan studi, bisnis yang pailit dan sebagainya) langsung mengeluh, menggerutu, mengomel, bersungut-sungut, marah dan mencari kambing hitam. Langkah mereka terus dibayang-bayangi kegagalan dan kehancuran karena terus membesar-besarkan masalah yang ada, sehingga mereka tidak bisa melihat sisi positif setiap peristiwa yang terjadi.
Berbeda yang dilakukan Musa. Ketika menghadapi masalah ia tahu apa yang harus diperbuatanya: "Musa berseru-seru kepada TUHAN," (ayat 25). Dalam Mazmur 50:15 dikatakan, "Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." Tuhan pun menjawab seruan Musa dengan memberikan jalan keluar untuk masalahnya dengan menunjukkan kepadanya sepotong kayu. Tanpa menunggu lama, Musa "...melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Untuk melihat dan mengalami perkara-perkara ajaib dari Tuhan perlu sekali kita berdoa dengan iman dan mempraktekkan iman tersebut dengan perbuatan yang nyata, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Jadi iman selalu bekerjasama dengan perbuatan!
Dalam menghadapi masalah apa pun berhentilah bersungut-sungut! Berdoalah kepada Tuhan dan bertindaklah dengan iman. Adalah sia-sia kita berkata memiliki iman jika perbuatan kita sendiri tidak menunjukkan iman. Tindakan melemparkan kayu ke dalam air adalah perwujudan iman. Kalau tidak punya iman mana mungkin Musa mau melakukannya, bukankah yang dilempar itu hanya kayu biasa? Tapi karena Tuhan yang menyediakan, Musa pun peka apa yang menjadi maksud Tuhan. Ini berbicara tentang ketaatan. Setiap ketaatan selalu mendatangkan berkat dan mujizat! Air yang pahit berubah menjadi manis. Kayu itu tidak berkuasa mengubah air yang pahit menjadi manis, tetapi tindakan iman Musa dan campur tangan Tuhan itulah yang menghasilkan mujizat.
Iman adalah pintu gerbang menuju karya adikodrati. Ilahi dinyatakan.
Monday, November 16, 2015
CEPAT BERUBAH SIKAP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 November 2015
Baca: Keluaran 15:1-21
"Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur," Keluaran 15:11
Banyak orang Kristen beranggapan bahwa setelah mengikut Tuhan semua masalah, penderitaan, kesusahan, pencobaan, kesukaran, tantangan dan sebagainya pasti berlalu dan tidak ada lagi, sehingga ketika kembali dihadapkan pada situasi-situasi yang sulit mereka pun tidak siap; dampaknya bisa langsung ditebak: bersungut-sungut, mengomel, menyalahkan Tuhan dan akhirnya memberontak kepada Tuhan. Rasul Paulus mengingatkan, "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).
Bangsa Israel mengalami hal yang serupa: mengalami mujizat dan pertolongan Tuhan yang ajaib. "Kereta Firaun dan pasukannya dibuang-Nya ke dalam laut; para perwiranya yang pilihan dibenamkan ke dalam Laut Teberau. Samudera raya menutupi mereka; ke air yang dalam mereka tenggelam seperti batu." (Keluaran 15:4-5). Karena memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang mereka pun bersorak-sorai penuh sukacita memuliakan Tuhan. "TUHAN itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku. Ia Allahku, kupuji Dia, Ia Allah bapaku, kuluhurkan Dia. TUHAN itu pahlawan perang; TUHAN, itulah nama-Nya." (Keluaran 15:2-3). Mereka berpikir sisa perjalanan menuju Kanaan mulus tanpa aral. Namun setelah menempuh perjalanan ke padang gurun Syur tiga hari lamanya mereka tidak mendapatkan air sehingga kehausan, bahkan sampai di Mara mereka mendapati air yang rasanya pahit.
Bagaimana sikap bangsa Israel? Apakah tetap bisa memuji-muji Tuhan? Tidak! Dengan secepat kilat sikap mereka berubah! Mereka kembali bersungut-sungut, mengeluh dan kecewa. Mereka tidak bisa menerima keadaan itu.
Ketika masalah kembali terjadi kita seringkali begitu mudah melupakan kebesaran kuasa Tuhan!
Baca: Keluaran 15:1-21
"Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur," Keluaran 15:11
Banyak orang Kristen beranggapan bahwa setelah mengikut Tuhan semua masalah, penderitaan, kesusahan, pencobaan, kesukaran, tantangan dan sebagainya pasti berlalu dan tidak ada lagi, sehingga ketika kembali dihadapkan pada situasi-situasi yang sulit mereka pun tidak siap; dampaknya bisa langsung ditebak: bersungut-sungut, mengomel, menyalahkan Tuhan dan akhirnya memberontak kepada Tuhan. Rasul Paulus mengingatkan, "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).
Bangsa Israel mengalami hal yang serupa: mengalami mujizat dan pertolongan Tuhan yang ajaib. "Kereta Firaun dan pasukannya dibuang-Nya ke dalam laut; para perwiranya yang pilihan dibenamkan ke dalam Laut Teberau. Samudera raya menutupi mereka; ke air yang dalam mereka tenggelam seperti batu." (Keluaran 15:4-5). Karena memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang mereka pun bersorak-sorai penuh sukacita memuliakan Tuhan. "TUHAN itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku. Ia Allahku, kupuji Dia, Ia Allah bapaku, kuluhurkan Dia. TUHAN itu pahlawan perang; TUHAN, itulah nama-Nya." (Keluaran 15:2-3). Mereka berpikir sisa perjalanan menuju Kanaan mulus tanpa aral. Namun setelah menempuh perjalanan ke padang gurun Syur tiga hari lamanya mereka tidak mendapatkan air sehingga kehausan, bahkan sampai di Mara mereka mendapati air yang rasanya pahit.
Bagaimana sikap bangsa Israel? Apakah tetap bisa memuji-muji Tuhan? Tidak! Dengan secepat kilat sikap mereka berubah! Mereka kembali bersungut-sungut, mengeluh dan kecewa. Mereka tidak bisa menerima keadaan itu.
Ketika masalah kembali terjadi kita seringkali begitu mudah melupakan kebesaran kuasa Tuhan!
Sunday, November 15, 2015
JANGAN REMEHKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2015
Baca: Markus 6:1-6a
"Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon?...Lalu mereka kecewa dan menolak Dia." Markus 6:3
Adalah sifat manusia selalu memandang dan menilai segala sesuatu dari sisi luarnya saja, karena itu mereka menghormati dan menghargai sesamanya berdasarkan status sosial. Sementara orang yang tampak biasa cenderung diremehkan dan disepelekan.
Hal ini juga dialami Yesus, Putera Allah yang datang dari sorga ke dunia dalam wujud sebagai manusia biasa dan menjadi saudara dari orang biasa, Ia pun dipandang rendah. Yesus dinilai tak lebih dari anak tukang kayu, suatu profesi yang tidak terpandang di mata manusia. Janganlah sekali-kali kita meremehkan atau memandang rendah orang lain yang secara kasat mata tampak sederhana dan tak punya keistimewaan apa-apa seperti yang diperbuat orang-orang Nazaret yang menghina Yesus, "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?" (ayat 2). Bukankah banyak orang Kristen berlaku demikian? Memilih-milih pembicara saat datang beribadah. Bila yang berkotbah hamba Tuhan terkenal dan tampak perlente kita begitu menghormati, mengagumi dan mengidolakannya. Tetapi ketika yang berkotbah hamba Tuhan sederhana, kurang terkenal, biasa dan tidak ada istimewanya menurut pemandangan kita, kita pun kurang menghargai dan menyepelekan dia. Bila yang kita cari dan kagumi adalah manusia suatu saat kita pasti kecewa, karena manusia bisa bisa saja menipu dan mengenakan 'topeng'. Manusia yang dari luar tampak hebat dan luar biasa belum tentu hidupnya dikenan oleh Tuhan.
Samuel pun memiliki penilaian yang salah ketika diutus Tuhan untuk memilih salah satu anak Isai untuk diurapi menjadi raja. Begitu melihat Eliab, yang fisiknya gagah perkasa, ia pun berpikir, "Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapi-Nya." (1 Samuel 16:6). Namun justru Daudlah, anak bungsu Isai yang pekerjaannya sebagai penggembala domba dan sangat sederhana, yang dipilih Tuhan menjadi raja, karena Daud memiliki kehidupan yang berkenan di hati Tuhan.
"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." 1 Samuel 16:7b
Baca: Markus 6:1-6a
"Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon?...Lalu mereka kecewa dan menolak Dia." Markus 6:3
Adalah sifat manusia selalu memandang dan menilai segala sesuatu dari sisi luarnya saja, karena itu mereka menghormati dan menghargai sesamanya berdasarkan status sosial. Sementara orang yang tampak biasa cenderung diremehkan dan disepelekan.
Hal ini juga dialami Yesus, Putera Allah yang datang dari sorga ke dunia dalam wujud sebagai manusia biasa dan menjadi saudara dari orang biasa, Ia pun dipandang rendah. Yesus dinilai tak lebih dari anak tukang kayu, suatu profesi yang tidak terpandang di mata manusia. Janganlah sekali-kali kita meremehkan atau memandang rendah orang lain yang secara kasat mata tampak sederhana dan tak punya keistimewaan apa-apa seperti yang diperbuat orang-orang Nazaret yang menghina Yesus, "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?" (ayat 2). Bukankah banyak orang Kristen berlaku demikian? Memilih-milih pembicara saat datang beribadah. Bila yang berkotbah hamba Tuhan terkenal dan tampak perlente kita begitu menghormati, mengagumi dan mengidolakannya. Tetapi ketika yang berkotbah hamba Tuhan sederhana, kurang terkenal, biasa dan tidak ada istimewanya menurut pemandangan kita, kita pun kurang menghargai dan menyepelekan dia. Bila yang kita cari dan kagumi adalah manusia suatu saat kita pasti kecewa, karena manusia bisa bisa saja menipu dan mengenakan 'topeng'. Manusia yang dari luar tampak hebat dan luar biasa belum tentu hidupnya dikenan oleh Tuhan.
Samuel pun memiliki penilaian yang salah ketika diutus Tuhan untuk memilih salah satu anak Isai untuk diurapi menjadi raja. Begitu melihat Eliab, yang fisiknya gagah perkasa, ia pun berpikir, "Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapi-Nya." (1 Samuel 16:6). Namun justru Daudlah, anak bungsu Isai yang pekerjaannya sebagai penggembala domba dan sangat sederhana, yang dipilih Tuhan menjadi raja, karena Daud memiliki kehidupan yang berkenan di hati Tuhan.
"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." 1 Samuel 16:7b
Saturday, November 14, 2015
BERPALING DARI INJIL YANG SEJATI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2015
Baca: Galatia 1:11-24
"Di hadapan Allah kutegaskan: apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta." Galatia 1:20
Injil lain yang diajarkan guru-guru palsu telah terkontaminasi dengan tradisi, yang menyatakan bahwa jalan menuju keselamatan adalah iman, melakukan hukum Taurat dan tradisi. Mereka menyatakan bahwa anugerah keselamatan Tuhan Yesus harus ditambah dengan sesuatu yang lain lagi. Tradisi dalam konteks jemaat di Galatia adalah perihal sunat. Inilah yang membuat Paulus terheran-heran, mengapa jemaat Galatia begitu mudahnya percaya dan berpaling kepada Injil lain yang diajarkan guru-guru palsu. Padahal jemaat Galatia telah mendapatkan hak istimewa diajar langsung oleh guru terbesar gereja mula-mula yaitu rasul Paulus, yang telah mengajarkan Injil Kristus dengan setia dan tanpa pamrih.
Kondisi seperti inilah yang mungkin sedang terjadi dan masih dilakukan banyak orang Kristen sampai hari ini. Ada bentuk-bentuk tradisi yang masih saja mengikat hidup mereka dan enggan sekali dilepaskan. Kamus Besar Bahasa Indonesia menulis bahwa tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam kehidupan masyarakat. Sering dijumpai ketika hendak pindahan rumah mereka masih mencari hari 'baik' dengan bertanya kepada dukun atau orang pintar; ketika mau menikahkan anaknya para orangtua masih mencocokkan 'weton', melihat peruntungan ke suhu-suhu, percaya kepada primbon-primbon, hongsui/feng shui, ramalan bintang dan sebagainya, sementara mereka masih juga menjalankan ibadah sebagaimana biasanya.
Apa yang dilakukan ini sama artinya masih enggan meninggalkan 'Mesir', lambang dari cara hidup dunia, dan tetap saja 'menjamah apa yang najis'. Menjamah yang najis bukan semata-mata berbicara tentang dosa perzinahan secara fisik tapi juga perzinahan secara rohani, atau tidak sepenuhnya percaya kepada kuasa Tuhan dan memberhalakan sesuatu. Ini berbahaya sekali! Apa pun alsannya, tindakan kompromi terhadap cara hidup dunia adalah bertentangan dengan kebenaran Injil.
Kita telah ditebus oleh darah Kristus, berarti telah menerima kasih karunia Allah; karena itu Tuhan menuntut adanya pemisahan dari perkara-perkara duniawi supaya kita tidak terkontaminasi.
Baca: Galatia 1:11-24
"Di hadapan Allah kutegaskan: apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta." Galatia 1:20
Injil lain yang diajarkan guru-guru palsu telah terkontaminasi dengan tradisi, yang menyatakan bahwa jalan menuju keselamatan adalah iman, melakukan hukum Taurat dan tradisi. Mereka menyatakan bahwa anugerah keselamatan Tuhan Yesus harus ditambah dengan sesuatu yang lain lagi. Tradisi dalam konteks jemaat di Galatia adalah perihal sunat. Inilah yang membuat Paulus terheran-heran, mengapa jemaat Galatia begitu mudahnya percaya dan berpaling kepada Injil lain yang diajarkan guru-guru palsu. Padahal jemaat Galatia telah mendapatkan hak istimewa diajar langsung oleh guru terbesar gereja mula-mula yaitu rasul Paulus, yang telah mengajarkan Injil Kristus dengan setia dan tanpa pamrih.
Kondisi seperti inilah yang mungkin sedang terjadi dan masih dilakukan banyak orang Kristen sampai hari ini. Ada bentuk-bentuk tradisi yang masih saja mengikat hidup mereka dan enggan sekali dilepaskan. Kamus Besar Bahasa Indonesia menulis bahwa tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam kehidupan masyarakat. Sering dijumpai ketika hendak pindahan rumah mereka masih mencari hari 'baik' dengan bertanya kepada dukun atau orang pintar; ketika mau menikahkan anaknya para orangtua masih mencocokkan 'weton', melihat peruntungan ke suhu-suhu, percaya kepada primbon-primbon, hongsui/feng shui, ramalan bintang dan sebagainya, sementara mereka masih juga menjalankan ibadah sebagaimana biasanya.
Apa yang dilakukan ini sama artinya masih enggan meninggalkan 'Mesir', lambang dari cara hidup dunia, dan tetap saja 'menjamah apa yang najis'. Menjamah yang najis bukan semata-mata berbicara tentang dosa perzinahan secara fisik tapi juga perzinahan secara rohani, atau tidak sepenuhnya percaya kepada kuasa Tuhan dan memberhalakan sesuatu. Ini berbahaya sekali! Apa pun alsannya, tindakan kompromi terhadap cara hidup dunia adalah bertentangan dengan kebenaran Injil.
Kita telah ditebus oleh darah Kristus, berarti telah menerima kasih karunia Allah; karena itu Tuhan menuntut adanya pemisahan dari perkara-perkara duniawi supaya kita tidak terkontaminasi.
Friday, November 13, 2015
BERPALING DARI INJIL YANG SEJATI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2015
Baca: Galatia 1:6-10
"Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil." Galatia 1:6-7
Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Galatia karena ia mendengar ada guru-guru palsu yang menanamkan ajaran sesat atau 'injil lain' ke tengah-tengah jemaat. Mereka dengan sengaja menghasut jemaat agar menolak ajaran kebenaran yang disampaikan Paulus dan melawan dia dengan mempertanyakan status kerasulannya. Itulah sebabnya di awal suratnya rasul Paulus menegaskan bahwa dirinya adalah "...seorang rasul, bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah, Bapa, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati," (ayat 1).
Disebut 'injil lain' karena ajaran yang disampaikan guru-guru palsu tersebut telah menyimpang dari esensi Injil sejati yang menegaskan bahwa manusia dibenarkan melalui iman kepada Yesus Kristus. "Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus." (Galatia 2:16). Sementara guru-guru palsu mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh bukan hanya melalui iman kepada Kristus saja, tapi perlu ditambahi dengan menaati hukum taurat, melakukan tradisi Yahudi dan juga merayakan hari-hari raya. Semua ajaran atau gagasan yang bersumber dari pikiran manusia, agama dan juga tradisi tidak bisa dicampuradukkan dengan isi Injil yang sejati. Jika hal itu dikompromikan sama artinya memutarbalikkan Injil Kristus. "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia." (Galatia 1:8-9).
Terkutuk berarti berada di bawah hukuman Allah atau akan dimurkai Allah. Karena hasutan guru-guru palsu, keyakinan jemaat di Galatia terhadap Injil Kristus menjadi goyah dan mereka pun melakukan tindakan kompromi.
"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu:" Efesus 2:8-9
Baca: Galatia 1:6-10
"Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil." Galatia 1:6-7
Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Galatia karena ia mendengar ada guru-guru palsu yang menanamkan ajaran sesat atau 'injil lain' ke tengah-tengah jemaat. Mereka dengan sengaja menghasut jemaat agar menolak ajaran kebenaran yang disampaikan Paulus dan melawan dia dengan mempertanyakan status kerasulannya. Itulah sebabnya di awal suratnya rasul Paulus menegaskan bahwa dirinya adalah "...seorang rasul, bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah, Bapa, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati," (ayat 1).
Disebut 'injil lain' karena ajaran yang disampaikan guru-guru palsu tersebut telah menyimpang dari esensi Injil sejati yang menegaskan bahwa manusia dibenarkan melalui iman kepada Yesus Kristus. "Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus." (Galatia 2:16). Sementara guru-guru palsu mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh bukan hanya melalui iman kepada Kristus saja, tapi perlu ditambahi dengan menaati hukum taurat, melakukan tradisi Yahudi dan juga merayakan hari-hari raya. Semua ajaran atau gagasan yang bersumber dari pikiran manusia, agama dan juga tradisi tidak bisa dicampuradukkan dengan isi Injil yang sejati. Jika hal itu dikompromikan sama artinya memutarbalikkan Injil Kristus. "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia." (Galatia 1:8-9).
Terkutuk berarti berada di bawah hukuman Allah atau akan dimurkai Allah. Karena hasutan guru-guru palsu, keyakinan jemaat di Galatia terhadap Injil Kristus menjadi goyah dan mereka pun melakukan tindakan kompromi.
"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu:" Efesus 2:8-9
Thursday, November 12, 2015
MENJAUHLAH...BERSIKAPLAH TEGAS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 November 2015
Baca: Yesaya 52:1-12
"Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu, hai orang-orang yang mengangkat perkakas rumah TUHAN!" Yesaya 52:11
Secara umum kata menjauh memiliki arti pergi atau berjalan ke arah yang lebih jauh, atau menghindar jauh. Melalui nabi Yesaya Tuhan memberi peringatan kepada orang-orang Yahudi yang berada di negeri pembuangan di Babel supaya mereka menjauhkan diri dan tidak berkompromi dengan kehidupan orang-orang Babel, yang adalah penyembah berhala. Tuhan menuntut umat-Nya untuk tetap hidup dalam ketaatan, setia melayani Dia dan tidak menyimpang dari jalan-jalan-Nya di mana pun dan kapan pun.
Tuhan tidak menghendaki kita memiliki kehidupan yang setali tiga uang dengan orang-orang dunia. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2). Dalam hal ini dibutuhkan sikap yang tegas; jika tidak, kita akan terbawa arus dunia ini, sebab dosa adalah sesuatu yang mudah sekali menjalar atau menular. Bila kita dengan sengaja bergaul dengan orang-orang yang tidak saleh berarti kita sedang membuka celah kepada mereka untuk mempengaruhi hidup kita. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Pergaulan dan persahabatan dengan dunia adalah hal yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Walaupun kita telah ditebus oleh darah Kristus tapi bila kita sendiri tidak mau melangkah keluar dan bertindak tegas maka sulitlah bagi kita untuk menyucikan diri. Cepat atau lambat kita akan tersesat di dalamnya.
Oleh karena itu Tuhan memperingatkan kita dengan sangat keras, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu," (2 Korintus 6:17-18a), artinya Tuhan tidak begitu saja memerintahkan kita untuk keluar dan memisahkan diri dari dunia, tapi Ia juga akan memberikan suatu jaminan bagi kita: Dia akan menjadi Bapa kita. "...jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:11).
Jangan lagi berkompromi dengan dosa supaya Tuhan tidak membuang kita!
Baca: Yesaya 52:1-12
"Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu, hai orang-orang yang mengangkat perkakas rumah TUHAN!" Yesaya 52:11
Secara umum kata menjauh memiliki arti pergi atau berjalan ke arah yang lebih jauh, atau menghindar jauh. Melalui nabi Yesaya Tuhan memberi peringatan kepada orang-orang Yahudi yang berada di negeri pembuangan di Babel supaya mereka menjauhkan diri dan tidak berkompromi dengan kehidupan orang-orang Babel, yang adalah penyembah berhala. Tuhan menuntut umat-Nya untuk tetap hidup dalam ketaatan, setia melayani Dia dan tidak menyimpang dari jalan-jalan-Nya di mana pun dan kapan pun.
Tuhan tidak menghendaki kita memiliki kehidupan yang setali tiga uang dengan orang-orang dunia. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2). Dalam hal ini dibutuhkan sikap yang tegas; jika tidak, kita akan terbawa arus dunia ini, sebab dosa adalah sesuatu yang mudah sekali menjalar atau menular. Bila kita dengan sengaja bergaul dengan orang-orang yang tidak saleh berarti kita sedang membuka celah kepada mereka untuk mempengaruhi hidup kita. "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20). Pergaulan dan persahabatan dengan dunia adalah hal yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Walaupun kita telah ditebus oleh darah Kristus tapi bila kita sendiri tidak mau melangkah keluar dan bertindak tegas maka sulitlah bagi kita untuk menyucikan diri. Cepat atau lambat kita akan tersesat di dalamnya.
Oleh karena itu Tuhan memperingatkan kita dengan sangat keras, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu," (2 Korintus 6:17-18a), artinya Tuhan tidak begitu saja memerintahkan kita untuk keluar dan memisahkan diri dari dunia, tapi Ia juga akan memberikan suatu jaminan bagi kita: Dia akan menjadi Bapa kita. "...jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:11).
Jangan lagi berkompromi dengan dosa supaya Tuhan tidak membuang kita!
Wednesday, November 11, 2015
SUCIKAN DIRI DARI KECEMARAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 November 2015
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." 2 Timotius 2:21
Semua orang pasti memiliki perabot di rumahnya, yang dikenal dengan sebutan perabot rumah tangga, suatu istilah yang digunakan untuk barang-barang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan, tempat duduk, tempat tidur, tempat mengerjakan sesuatu dalam bentuk meja atau tempat menaruh barang di permukaannya; aneka macam furnitur sebagai tempat penyimpanan yang biasanya dilengkapi dengan pintu, laci dan rak; lemari pakaian, lemari buku dan sebagainya. Perabot rumah tangga biasanya terbuat dari kayu, bambu, logam, besi, plastik yang masing-masing akan ditempatkan sesuai fungsinya. Perabot-perabot yang menurut kita sangat penting, menarik dan berkualitas pasti tidak akan kita taruh di tempat sembarangan, tapi di tempat strategis supaya bisa dilihat banyak orang.
Begitu pula dengan kehidupan orang percaya, jika kita mau menyucikan diri dari hal-hal jahat, tidak terlibat dalam perkara-perkara yang cemar sebagaimana yang rasul Paulus katakan, maka kita akan menjadi perabot Tuhan untuk maksud dan tujuan yang mulia. Kita akan dipilih, dikhususkan dan dipandang layak untuk dipakai Tuhan, serta disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,...semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yesaya 43:4, 7). Nasihat rasul Paulus ini bukan semata-mata ditujukan kepada Timotius, anak rohani sekaligus rekan kerja sepelayanannya, yang menjadi penilik atau penatua jemaat di Efesus, tetapi juga ditujukan untuk semua orang percaya yang terpanggil untuk melayani Tuhan dengan tugas yang berbeda-beda.
Arti kata menyucikan diri (ayat nas) berarti membersihkan secara menyeluruh, komplet, lengkap. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku, karena itu "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
"Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." 1 Tesalonika 4:7
Baca: 2 Timotius 2:14-26
"Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." 2 Timotius 2:21
Semua orang pasti memiliki perabot di rumahnya, yang dikenal dengan sebutan perabot rumah tangga, suatu istilah yang digunakan untuk barang-barang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan, tempat duduk, tempat tidur, tempat mengerjakan sesuatu dalam bentuk meja atau tempat menaruh barang di permukaannya; aneka macam furnitur sebagai tempat penyimpanan yang biasanya dilengkapi dengan pintu, laci dan rak; lemari pakaian, lemari buku dan sebagainya. Perabot rumah tangga biasanya terbuat dari kayu, bambu, logam, besi, plastik yang masing-masing akan ditempatkan sesuai fungsinya. Perabot-perabot yang menurut kita sangat penting, menarik dan berkualitas pasti tidak akan kita taruh di tempat sembarangan, tapi di tempat strategis supaya bisa dilihat banyak orang.
Begitu pula dengan kehidupan orang percaya, jika kita mau menyucikan diri dari hal-hal jahat, tidak terlibat dalam perkara-perkara yang cemar sebagaimana yang rasul Paulus katakan, maka kita akan menjadi perabot Tuhan untuk maksud dan tujuan yang mulia. Kita akan dipilih, dikhususkan dan dipandang layak untuk dipakai Tuhan, serta disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,...semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan!" (Yesaya 43:4, 7). Nasihat rasul Paulus ini bukan semata-mata ditujukan kepada Timotius, anak rohani sekaligus rekan kerja sepelayanannya, yang menjadi penilik atau penatua jemaat di Efesus, tetapi juga ditujukan untuk semua orang percaya yang terpanggil untuk melayani Tuhan dengan tugas yang berbeda-beda.
Arti kata menyucikan diri (ayat nas) berarti membersihkan secara menyeluruh, komplet, lengkap. Tidak ada istilah kompromi atau suam-suam kuku, karena itu "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
"Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." 1 Tesalonika 4:7
Tuesday, November 10, 2015
MEMPELAI KRISTUS: Menjaga Kesucian
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 November 2015
Baca: Wahyu 19:6-10
"Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia." Wahyu 19:7
Kepada jemaat di Korintus rasul Paulus berkata, "...aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." (2 Korintus 11:2). Bagaimana perasaan mempelai laki-laki jika ia mendapati mempelai wanitanya ternyata sudah tidak suci atau tidak perawan lagi? Tentunya ia akan sangat kecewa, cemburu dan marah. Artinya mempelai wanita itu tidak bisa menjaga diri dan telah gagal mempertahankan kesucian hidupnya.
Mempertahankan kesucian hidup di tengah dunia yang dipenuhi kecemaran bukanlah perkara mudah. Godaan-godaan dunia yang menawarkan kenikmatan sesaat, menyilaukan mata, dan menjanjikan materi yang melimpah membuat pertahanan iman orang percaya menjadi runtuh. "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14). Akhirnya mereka pun 'pindah ke lain hati', tidak lagi setia kepada Tuhan dan lebih memilih dunia. Alkitab memperingatkan dengan keras: "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah...Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!" (Yakobus 4:4-5).
Dalam masa-masa penantian jelang kedatangan Tuhan ini kita harus membentengi diri dengan perisai iman dan pedang Roh yaitu firman Tuhan, supaya kita mampu bertahan di tengah godaan dunia ini. Rasul Yohanes menggambarkan sang mempelai "...memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!" (Wahyu 19:8). Lenan halus melambangkan perbuatan-perbuatan kebenaran, artinya tidak sekedar cantik fisik tetapi harus hidup berkenan kepada Tuhan. Karena itu "...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14). Selain itu mempelai wanita haruslah orang yang senantiasa menyembah Tuhan, Dialah yang harus menjadi fokus utama pujian, penyembahan dan kekaguman, bukan pribadi yang lain.
"sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus," Filipi 1:10
Baca: Wahyu 19:6-10
"Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia." Wahyu 19:7
Kepada jemaat di Korintus rasul Paulus berkata, "...aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." (2 Korintus 11:2). Bagaimana perasaan mempelai laki-laki jika ia mendapati mempelai wanitanya ternyata sudah tidak suci atau tidak perawan lagi? Tentunya ia akan sangat kecewa, cemburu dan marah. Artinya mempelai wanita itu tidak bisa menjaga diri dan telah gagal mempertahankan kesucian hidupnya.
Mempertahankan kesucian hidup di tengah dunia yang dipenuhi kecemaran bukanlah perkara mudah. Godaan-godaan dunia yang menawarkan kenikmatan sesaat, menyilaukan mata, dan menjanjikan materi yang melimpah membuat pertahanan iman orang percaya menjadi runtuh. "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14). Akhirnya mereka pun 'pindah ke lain hati', tidak lagi setia kepada Tuhan dan lebih memilih dunia. Alkitab memperingatkan dengan keras: "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah...Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!" (Yakobus 4:4-5).
Dalam masa-masa penantian jelang kedatangan Tuhan ini kita harus membentengi diri dengan perisai iman dan pedang Roh yaitu firman Tuhan, supaya kita mampu bertahan di tengah godaan dunia ini. Rasul Yohanes menggambarkan sang mempelai "...memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!" (Wahyu 19:8). Lenan halus melambangkan perbuatan-perbuatan kebenaran, artinya tidak sekedar cantik fisik tetapi harus hidup berkenan kepada Tuhan. Karena itu "...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14). Selain itu mempelai wanita haruslah orang yang senantiasa menyembah Tuhan, Dialah yang harus menjadi fokus utama pujian, penyembahan dan kekaguman, bukan pribadi yang lain.
"sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus," Filipi 1:10
Monday, November 9, 2015
MEMPELAI KRISTUS: Bukan Kanak-Kanak
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2015
Baca: Kidung Agung 8:8-10
"Kami mempunyai seorang adik perempuan, yang belum mempunyai buah dada. Apakah yang akan kami perbuat dengan adik perempuan kami pada hari ia dipinang?" Kidung Agung 8:8
Dalam kekristenan orang Kristen diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu Kristen kanak-kanak rohani dan Kristen dewasa rohani. Kedewasaan rohani tidak ada sangkut pautnya dengan usia seseorang, tidak juga ditentukan berapa lama ia sudah menjadi Kristen. Kedewasaan rohani seseorang terbentuk melalui proses di mana ia mau membayar harga untuk bergaul karib dengan Tuhan, secara konsisten berjalan dengan-Nya, tunduk kepada pimpinan Roh Kudus dan komitmennya untuk membangun dasar iman melalui perenungan firman Tuhan setiap hari. Yang menjadi tanda bahwa seseorang telah mencapai kedewasaan rohani adalah adanya perubahan hidup. "Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33b), yaitu buah yang sesuai dengan pertobatan.
Masa sekarang adalah masa-masa akhir di mana kita sedang menanti kedatangan Kristus kali yang ke-2. Yang harus dipahami adalah kedatangan Kristus ke dunia kelak tidak lagi sama seperti ketika Ia datang sebagai bayi yang lahir di Betlehem, tetapi sebagai mempelai laki-laki sorga yang hendak menjemput mempelai wanita-Nya. Menurut undang-undang perkawinan di Indonesia yaitu undang-undang RI no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, tepatnya di pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun, sedangkan pihak wanitanya sudah mencapai umur 16 tahun. Itu artinya untuk menjadi mempelai wanita haruslah sudah cukup umur, bukan di bawah umur (kanak-kanak).
Jadi siapa yang akan menjadi mempelai wanita-Nya? Seperti halnya laki-laki hanya akan menikah dengan wanita yang sudah cukup umur, begitu pula dengan Kristus, Ia hanya akan memilih orang-orang Kristen yang dewasa rohani untuk menjadi 'mempelai-Nya', bukan yang masih kanak-kanak rohani. Karena itu "Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!" (1 Korintus 14:20).
Mari terus bertumbuh di dalam Tuhan sampai kita mencapai kedewasaan rohani, hingga kita layak menjadi mempelai Kristus.
Baca: Kidung Agung 8:8-10
"Kami mempunyai seorang adik perempuan, yang belum mempunyai buah dada. Apakah yang akan kami perbuat dengan adik perempuan kami pada hari ia dipinang?" Kidung Agung 8:8
Dalam kekristenan orang Kristen diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu Kristen kanak-kanak rohani dan Kristen dewasa rohani. Kedewasaan rohani tidak ada sangkut pautnya dengan usia seseorang, tidak juga ditentukan berapa lama ia sudah menjadi Kristen. Kedewasaan rohani seseorang terbentuk melalui proses di mana ia mau membayar harga untuk bergaul karib dengan Tuhan, secara konsisten berjalan dengan-Nya, tunduk kepada pimpinan Roh Kudus dan komitmennya untuk membangun dasar iman melalui perenungan firman Tuhan setiap hari. Yang menjadi tanda bahwa seseorang telah mencapai kedewasaan rohani adalah adanya perubahan hidup. "Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33b), yaitu buah yang sesuai dengan pertobatan.
Masa sekarang adalah masa-masa akhir di mana kita sedang menanti kedatangan Kristus kali yang ke-2. Yang harus dipahami adalah kedatangan Kristus ke dunia kelak tidak lagi sama seperti ketika Ia datang sebagai bayi yang lahir di Betlehem, tetapi sebagai mempelai laki-laki sorga yang hendak menjemput mempelai wanita-Nya. Menurut undang-undang perkawinan di Indonesia yaitu undang-undang RI no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, tepatnya di pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun, sedangkan pihak wanitanya sudah mencapai umur 16 tahun. Itu artinya untuk menjadi mempelai wanita haruslah sudah cukup umur, bukan di bawah umur (kanak-kanak).
Jadi siapa yang akan menjadi mempelai wanita-Nya? Seperti halnya laki-laki hanya akan menikah dengan wanita yang sudah cukup umur, begitu pula dengan Kristus, Ia hanya akan memilih orang-orang Kristen yang dewasa rohani untuk menjadi 'mempelai-Nya', bukan yang masih kanak-kanak rohani. Karena itu "Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!" (1 Korintus 14:20).
Mari terus bertumbuh di dalam Tuhan sampai kita mencapai kedewasaan rohani, hingga kita layak menjadi mempelai Kristus.
Sunday, November 8, 2015
MEMPELAI KRISTUS: Sedia dan Berjaga
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2015
Baca: Matius 25:1-13
"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki." Matius 25:1
Melalui perumpamaan sepuluh gadis ini setiap orang percaya diingatkan agar senantiasa peka terhadap situasi zaman dan memperhatikan keadaan rohani mereka masing-masing, mengingat kedatangan Tuhan sudah sangat dekat, di mana kedatangan-Nya pada saat yang tidak diketahui dan tidak diduga. Oleh karena itu kita harus bertekun dalam iman dan selalu berjaga-jaga, supaya bila hari itu tiba kita dalam keadaan siap sedia.
Hubungan antara orang percaya dengan Kristus digambarkan seperti hubungan antara mempelai laki-laki dan wanitanya. Orang percaya adalah mempelai wanita, dan Kristus sebagai mempelai laki-laki. Dalam perumpamaan ini ada sepuluh gadis yang sedang menanti-nantikan kedatangan mempelai laki-laki. Lima gadis yang bijaksana membawa pelita dan persediaan minyak dalam buli-buli, artinya mereka dalam keadaan siap. Sementara lima gadis yang bodoh membawa pelita tapi tidak membawa persediaan minyak. Ada tertulis: "Dapatkah seorang dara melupakan perhiasannya, atau seorang pengantin perempuan melupakan ikat pinggangnya?" (Yeremia 2:32). Minyak adalah lambang persekutuan yang karib dengan Tuhan, iman yang sejati dan kebenaran hidup. Namun kelima gadis yang bodoh itu lupa membuat persiapan yang cukup untuk menyambut kedatangan mempelai laki-laki. Akibat ketidaksiapan tersebut lima gadis yang bodoh itu harus mengalami nasib yang tragis karena mengalami penolakan: "...Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu." (Matius 25:12), dan akhirnya mereka pun tidak dapat masuk ke ruang pesta perjamuan kawin.
Alkitab menyatakan bahwa kedatangan Tuhan sudah sangat dekat. "Ya, Aku datang segera!" (Wahyu 22:20), tanpa ditunda-tunda lagi. Siap sediakah kita menyambut kedatangan Kristus, sang mempelai laki-laki? Menunggu memang suatu pekerjaan yang sangat membosankan, karena itu banyak orang mengalami kegagalan dalam proses menunggu ini: merasa sudah capai dan tidak tahan lagi, akhirnya kesetiaan menjadi luntur dan 'gelora api cinta' itu pun menjadi padam.
"Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." Matius 25:13
Baca: Matius 25:1-13
"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki." Matius 25:1
Melalui perumpamaan sepuluh gadis ini setiap orang percaya diingatkan agar senantiasa peka terhadap situasi zaman dan memperhatikan keadaan rohani mereka masing-masing, mengingat kedatangan Tuhan sudah sangat dekat, di mana kedatangan-Nya pada saat yang tidak diketahui dan tidak diduga. Oleh karena itu kita harus bertekun dalam iman dan selalu berjaga-jaga, supaya bila hari itu tiba kita dalam keadaan siap sedia.
Hubungan antara orang percaya dengan Kristus digambarkan seperti hubungan antara mempelai laki-laki dan wanitanya. Orang percaya adalah mempelai wanita, dan Kristus sebagai mempelai laki-laki. Dalam perumpamaan ini ada sepuluh gadis yang sedang menanti-nantikan kedatangan mempelai laki-laki. Lima gadis yang bijaksana membawa pelita dan persediaan minyak dalam buli-buli, artinya mereka dalam keadaan siap. Sementara lima gadis yang bodoh membawa pelita tapi tidak membawa persediaan minyak. Ada tertulis: "Dapatkah seorang dara melupakan perhiasannya, atau seorang pengantin perempuan melupakan ikat pinggangnya?" (Yeremia 2:32). Minyak adalah lambang persekutuan yang karib dengan Tuhan, iman yang sejati dan kebenaran hidup. Namun kelima gadis yang bodoh itu lupa membuat persiapan yang cukup untuk menyambut kedatangan mempelai laki-laki. Akibat ketidaksiapan tersebut lima gadis yang bodoh itu harus mengalami nasib yang tragis karena mengalami penolakan: "...Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu." (Matius 25:12), dan akhirnya mereka pun tidak dapat masuk ke ruang pesta perjamuan kawin.
Alkitab menyatakan bahwa kedatangan Tuhan sudah sangat dekat. "Ya, Aku datang segera!" (Wahyu 22:20), tanpa ditunda-tunda lagi. Siap sediakah kita menyambut kedatangan Kristus, sang mempelai laki-laki? Menunggu memang suatu pekerjaan yang sangat membosankan, karena itu banyak orang mengalami kegagalan dalam proses menunggu ini: merasa sudah capai dan tidak tahan lagi, akhirnya kesetiaan menjadi luntur dan 'gelora api cinta' itu pun menjadi padam.
"Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." Matius 25:13
Saturday, November 7, 2015
TAK SEMANGAT JALANI HIDUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2015
Baca: Mazmur 143:1-12
"Jawablah aku dengan segera, ya TUHAN, sudah habis semangatku! Jangan sembunyikan wajah-Mu terhadap aku, sehingga aku seperti mereka yang turun ke liang kubur." Mazmur 143:7
Pesta olahraga akbar se-Asia Tenggara atau Sea Games ke-28 di Singapura sudah selesai digelar Juni lalu, di mana Thailand tampil perkasa sebagai juara umum dengan merebut 95 medali emas. Sementara kontingen Indonesia harus puas di urutan ke-5 dengan 47 medali emas; inilah prestasi terburuk sepanjang sejarah keiikutsertaan Indonesia di ajang ini.
Dalam setiap pertandingan olahraga semua atlet pasti akan menunjukkan semangat yang tinggi. Tanpa semangat mustahil seorang atlet meraih prestasi yang maksimal. Jadi semangat adalah kunci utama dalam sebuah pertandingan. Orang yang bersemangat akan terlihat dari setiap tindakan dan juga tercermin dari mimik wajahnya, sebab suasana hati akan tercermin melalui pancaran wajah; berseri-seri, antusias dan enerjik. Beda sekali dengan orang yang tak punya semangat, ia pasti akan tampak lesu, ogah-ogahan, muram, dan tak ada gairah dalam melakukan segala sesuatu. Kalau kita ingin maju dan berhasil harus memiliki semangat dalam menjalankan hidup ini, sesulit apa pun ujian dan tantangan yang ada. Semangat adalah sebuah keputusan iman ketika kita mampu melihat sisi positif atau kebaikan di balik setiap masalah. Itulah sebabnya semangat tidak mungkin kita temukan dalam diri orang yang suka mengeluh dan bersungut-sungut. Mengapa kita harus selalu semangat dalam menjalani hari-hari? Karena "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Ternyata, orang yang bersemangat akan mampu menanggung penderitaannya.
Jika menyadari bahwa kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi dunia, maka sekecil apa pun tugas yang dipercayakan, baik itu pekerjaan dan juga pelayanan, kita akan mengerjakannya dengan semangat. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Kalau kita punya semangat, sebesar dan seberat apa pun masalah akan mampu kita hadapi.
"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Filipi 4:13
Baca: Mazmur 143:1-12
"Jawablah aku dengan segera, ya TUHAN, sudah habis semangatku! Jangan sembunyikan wajah-Mu terhadap aku, sehingga aku seperti mereka yang turun ke liang kubur." Mazmur 143:7
Pesta olahraga akbar se-Asia Tenggara atau Sea Games ke-28 di Singapura sudah selesai digelar Juni lalu, di mana Thailand tampil perkasa sebagai juara umum dengan merebut 95 medali emas. Sementara kontingen Indonesia harus puas di urutan ke-5 dengan 47 medali emas; inilah prestasi terburuk sepanjang sejarah keiikutsertaan Indonesia di ajang ini.
Dalam setiap pertandingan olahraga semua atlet pasti akan menunjukkan semangat yang tinggi. Tanpa semangat mustahil seorang atlet meraih prestasi yang maksimal. Jadi semangat adalah kunci utama dalam sebuah pertandingan. Orang yang bersemangat akan terlihat dari setiap tindakan dan juga tercermin dari mimik wajahnya, sebab suasana hati akan tercermin melalui pancaran wajah; berseri-seri, antusias dan enerjik. Beda sekali dengan orang yang tak punya semangat, ia pasti akan tampak lesu, ogah-ogahan, muram, dan tak ada gairah dalam melakukan segala sesuatu. Kalau kita ingin maju dan berhasil harus memiliki semangat dalam menjalankan hidup ini, sesulit apa pun ujian dan tantangan yang ada. Semangat adalah sebuah keputusan iman ketika kita mampu melihat sisi positif atau kebaikan di balik setiap masalah. Itulah sebabnya semangat tidak mungkin kita temukan dalam diri orang yang suka mengeluh dan bersungut-sungut. Mengapa kita harus selalu semangat dalam menjalani hari-hari? Karena "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Ternyata, orang yang bersemangat akan mampu menanggung penderitaannya.
Jika menyadari bahwa kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi dunia, maka sekecil apa pun tugas yang dipercayakan, baik itu pekerjaan dan juga pelayanan, kita akan mengerjakannya dengan semangat. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Kalau kita punya semangat, sebesar dan seberat apa pun masalah akan mampu kita hadapi.
"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Filipi 4:13
Friday, November 6, 2015
HIDUP DALAM KEGELISAHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 November 2015
Baca: Mazmur 116:1-19
"Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." Mazmur 116:7
Ada banyak orang mengeluh susah tidur di malam hari. Kedengarannya memang agak lucu karena tidur itu suatu pekerjaan yang paling mudah untuk dilakukan, tapi kok ada orang yang susah untuk tidur. Itulah faktanya! Penyakit sulit tidur disebut insomnia: ketidakmampuan seseorang untuk tidur selama periode yang seharusnya, di saat orang lain biasanya tidur dengan lelap. Ada beberapa sebab mengapa seseorang mengalami gangguan sulit tidur atau insomnia, salah satunya adalah faktor psikis yaitu stres.
Sesungguhnya stres sudah menjadi bagian hidup manusia sejak dari dahulu. Terlebih di masa-masa sekarang ini ketika hidup sudah menjadi terasa lebih berat karena masalah-masalah yang ada, banyak orang menjadi mudah stres. Salah satu tanda stres adalah gelisah yang berlebihan. Gelisah berarti tidak tenteram, selalu merasa kuatir, tidak tenang, tidak sabar lagi menanti, cemas. Daud pun mengalaminya karena terus dikejar-kejar oleh Saul yang berusaha membunuhnya. "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?" (Mazmur 42:6). Pengkotbah menyatakan bahwa ketenangan hidup lebih dari apa pun, tak bisa dinilai dengan uang. Apalah artinya punya harta melimpah tapi hidup dalam kegelisahan dan ketidaktenangan setiap hari? "Segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin." (Pengkotbah 4:6). Bagaimanapun juga masalah dan penderitaan adalah bagian dari hidup manusia, karena tak ada manusia di bumi ini yang tidak pernah berhadapan dengan masalah. Tetapi tetap tenang dan tidak gelisah adalah sebuah keputusan dan pilihan hidup.
Jika kita mau mempercayakan hidup dan menyerahkan semua persoalan kepada Tuhan, kita tidak akan gelisah dan tetap tenang dalam menjalani hidup ini, sebab kita percaya "...tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;" (Yesaya 59:1). Kunci terbebas dari stres dan mengalami ketenangan hidup adalah senantiasa dekat dengan Tuhan.
"Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku." Mazmur 62:6
Baca: Mazmur 116:1-19
"Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." Mazmur 116:7
Ada banyak orang mengeluh susah tidur di malam hari. Kedengarannya memang agak lucu karena tidur itu suatu pekerjaan yang paling mudah untuk dilakukan, tapi kok ada orang yang susah untuk tidur. Itulah faktanya! Penyakit sulit tidur disebut insomnia: ketidakmampuan seseorang untuk tidur selama periode yang seharusnya, di saat orang lain biasanya tidur dengan lelap. Ada beberapa sebab mengapa seseorang mengalami gangguan sulit tidur atau insomnia, salah satunya adalah faktor psikis yaitu stres.
Sesungguhnya stres sudah menjadi bagian hidup manusia sejak dari dahulu. Terlebih di masa-masa sekarang ini ketika hidup sudah menjadi terasa lebih berat karena masalah-masalah yang ada, banyak orang menjadi mudah stres. Salah satu tanda stres adalah gelisah yang berlebihan. Gelisah berarti tidak tenteram, selalu merasa kuatir, tidak tenang, tidak sabar lagi menanti, cemas. Daud pun mengalaminya karena terus dikejar-kejar oleh Saul yang berusaha membunuhnya. "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?" (Mazmur 42:6). Pengkotbah menyatakan bahwa ketenangan hidup lebih dari apa pun, tak bisa dinilai dengan uang. Apalah artinya punya harta melimpah tapi hidup dalam kegelisahan dan ketidaktenangan setiap hari? "Segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin." (Pengkotbah 4:6). Bagaimanapun juga masalah dan penderitaan adalah bagian dari hidup manusia, karena tak ada manusia di bumi ini yang tidak pernah berhadapan dengan masalah. Tetapi tetap tenang dan tidak gelisah adalah sebuah keputusan dan pilihan hidup.
Jika kita mau mempercayakan hidup dan menyerahkan semua persoalan kepada Tuhan, kita tidak akan gelisah dan tetap tenang dalam menjalani hidup ini, sebab kita percaya "...tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;" (Yesaya 59:1). Kunci terbebas dari stres dan mengalami ketenangan hidup adalah senantiasa dekat dengan Tuhan.
"Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku." Mazmur 62:6
Thursday, November 5, 2015
KEKUATAN DI TENGAH GEJOLAK DUNIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 November 2015
Baca: Mazmur 46:1-12
"Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang, Ia memperdengarkan suara-Nya, dan bumipun hancur. TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub." Mazmur 46:7-8
Coba perhatikan keadaan dunia saat ini... unpredictable! Keadaan ekonomi, cuaca/iklim yang superekstrem dan sektor-sektor lain dalam kehidupan ini mudah sekali berubah dan tergoncang. Ya, dunia memang sedang digoncang! Tuhan berkata, "...Aku akan menggoncangkan langit dan bumi, laut dan darat; Aku akan menggoncangkan segala bangsa,..." (Hagai 2:7-8). Bahkan apa yang disampaikan oleh pemazmur bahwa bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang, saat ini benar-benar terjadi.
Dunia boleh saja bergejolak dan bergoncang, "...sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya." (Mazmur 46:3-4), namun sebagai orang percaya kita harus tetap memegang teguh janji firman Tuhan bahwa "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28). Di tengah gejolak hidup seringkali kita melakukan tindakan 'tarik ulur' dengan Tuhan: suatu saat menyerahkan semua masalah kepada Tuhan, tapi begitu pertolongan Tuhan sepertinya berlambat kita pun menarik kembali semua masalah itu dan berusaha mengatasinya dengan kekuatan sendiri. Akibatnya kita tetap saja hidup dalam ketakutan dan kekuatiran. Maka supaya kuat menghadapi gejolak dunia kita harus memperkokoh fondasi di setiap area kehidupan kita. Fondasi itu adalah firman Tuhan. "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Matius 24:35).
Ketika seseorang tinggal di dalam firman-Nya ia seperti rumah yang dibangun di atas dasar yang teguh. "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." (Matius 7:24-25).
Inilah janji Tuhan Yesus: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." Ibrani 13:5
Baca: Mazmur 46:1-12
"Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang, Ia memperdengarkan suara-Nya, dan bumipun hancur. TUHAN semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub." Mazmur 46:7-8
Coba perhatikan keadaan dunia saat ini... unpredictable! Keadaan ekonomi, cuaca/iklim yang superekstrem dan sektor-sektor lain dalam kehidupan ini mudah sekali berubah dan tergoncang. Ya, dunia memang sedang digoncang! Tuhan berkata, "...Aku akan menggoncangkan langit dan bumi, laut dan darat; Aku akan menggoncangkan segala bangsa,..." (Hagai 2:7-8). Bahkan apa yang disampaikan oleh pemazmur bahwa bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan goncang, saat ini benar-benar terjadi.
Dunia boleh saja bergejolak dan bergoncang, "...sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya." (Mazmur 46:3-4), namun sebagai orang percaya kita harus tetap memegang teguh janji firman Tuhan bahwa "...kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." (Ibrani 12:28). Di tengah gejolak hidup seringkali kita melakukan tindakan 'tarik ulur' dengan Tuhan: suatu saat menyerahkan semua masalah kepada Tuhan, tapi begitu pertolongan Tuhan sepertinya berlambat kita pun menarik kembali semua masalah itu dan berusaha mengatasinya dengan kekuatan sendiri. Akibatnya kita tetap saja hidup dalam ketakutan dan kekuatiran. Maka supaya kuat menghadapi gejolak dunia kita harus memperkokoh fondasi di setiap area kehidupan kita. Fondasi itu adalah firman Tuhan. "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Matius 24:35).
Ketika seseorang tinggal di dalam firman-Nya ia seperti rumah yang dibangun di atas dasar yang teguh. "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." (Matius 7:24-25).
Inilah janji Tuhan Yesus: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." Ibrani 13:5
Wednesday, November 4, 2015
GEJOLAK DUNIA: Membuat Orang Kuatir
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 November 2015
Baca: Mazmur 40:1-18
"Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku, ya Allahku, janganlah berlambat!" Mazmur 40:18b
Dunia sudah sangat jelas tidak semakin baik. Hampir setiap hari kita dihadapkan pada peristiwa-peristiwa mengejutkan. Beberapa waktu lalu cuaca panas ekstrem melanda beberapa tempat di India yang mengakibatkan ribuan orang meninggal. Belum lagi wabah MERS (Middle East Respiratory Sindrome) atau sindrom pernafasan Timur Tengah yang melanda Korea Selatan, yang bermula hanya dari satu orang sakit sesudah kembali dari kawasan Timur Tengah. Karena penyebaran virus MERS ini masyarakat dilanda kekuatiran yang berlebihan sehingga hal ini berdampak pada sejumlah bidang kehidupan, seperti pariwisata dan retail, karena warga Korea berusaha menghindar dari tempat-tempat umum, terutama pasar swalayan, karena takut tertular virus ini.
Keadaan dunia yang tidak menentu ini mau tidak mau memengaruhi kehidupan orang percaya, bahkan menimbulkan kekuatiran, meski firman Tuhan tidak pernah berhenti untuk memperingatkan agar kita tidak kuatir... tapi faktanya kita tetap saja dilanda rasa kuatir. Sampai kapan pun hidup dalam kekuatiran sama sekali tidak mendatangkan kebaikan bagi kita. "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang," (Amsal 12:25). Ada yang perlu dikoreksi dalam hidup ini jika kita merasa sulit melepaskan diri dari belenggu kekuatiran; itu tandanya kita tidak tinggal di dalam firman Tuhan, padahal firman Tuhan penting sekali untuk menumbuhkan iman kita bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang bukan saja menyelamatkan hidup kita, tetapi Dia juga Tuhan yang sanggup memelihara kehidupan kita setiap hari, sebab iman itu timbul dan pendengaran akan firman Tuhan (baca Roma 10:17).
Jika kita mencintai firman-Nya dan merenungkan itu siang dan malam maka firman yang telah kita dengar dan baca akan tertanam di dalam hati dan memberi kekuatan untuk kita tidak terjebak dalam dosa kekuatiran. Tuhan berkata, "...firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11).
Kekuatiran adalah pertanda tidak mengimani janji-janji Tuhan.
Baca: Mazmur 40:1-18
"Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku, ya Allahku, janganlah berlambat!" Mazmur 40:18b
Dunia sudah sangat jelas tidak semakin baik. Hampir setiap hari kita dihadapkan pada peristiwa-peristiwa mengejutkan. Beberapa waktu lalu cuaca panas ekstrem melanda beberapa tempat di India yang mengakibatkan ribuan orang meninggal. Belum lagi wabah MERS (Middle East Respiratory Sindrome) atau sindrom pernafasan Timur Tengah yang melanda Korea Selatan, yang bermula hanya dari satu orang sakit sesudah kembali dari kawasan Timur Tengah. Karena penyebaran virus MERS ini masyarakat dilanda kekuatiran yang berlebihan sehingga hal ini berdampak pada sejumlah bidang kehidupan, seperti pariwisata dan retail, karena warga Korea berusaha menghindar dari tempat-tempat umum, terutama pasar swalayan, karena takut tertular virus ini.
Keadaan dunia yang tidak menentu ini mau tidak mau memengaruhi kehidupan orang percaya, bahkan menimbulkan kekuatiran, meski firman Tuhan tidak pernah berhenti untuk memperingatkan agar kita tidak kuatir... tapi faktanya kita tetap saja dilanda rasa kuatir. Sampai kapan pun hidup dalam kekuatiran sama sekali tidak mendatangkan kebaikan bagi kita. "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang," (Amsal 12:25). Ada yang perlu dikoreksi dalam hidup ini jika kita merasa sulit melepaskan diri dari belenggu kekuatiran; itu tandanya kita tidak tinggal di dalam firman Tuhan, padahal firman Tuhan penting sekali untuk menumbuhkan iman kita bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang bukan saja menyelamatkan hidup kita, tetapi Dia juga Tuhan yang sanggup memelihara kehidupan kita setiap hari, sebab iman itu timbul dan pendengaran akan firman Tuhan (baca Roma 10:17).
Jika kita mencintai firman-Nya dan merenungkan itu siang dan malam maka firman yang telah kita dengar dan baca akan tertanam di dalam hati dan memberi kekuatan untuk kita tidak terjebak dalam dosa kekuatiran. Tuhan berkata, "...firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11).
Kekuatiran adalah pertanda tidak mengimani janji-janji Tuhan.
Tuesday, November 3, 2015
DOA YANG ALAMI TEROBOSAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 November 2015
Baca: 1 Samuel 2:1-10
"Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur," 1 Samuel 2:8a
Firman Tuhan hari ini merupakan nyanyian nubuatan atas pembelaan Tuhan terhadap orang-orang yang tetap setia kepada-Nya. Segala sesuatu yang diijinkan terjadi dalam hidup Hana sungguh-sungguh mendatangkan kebaikan dalam hidupnya. Ia membawa pergumulan hidupnya yang berat kepada Tuhan yaitu ingin memiliki keturunan. Ia berkeyakinan hanya Tuhan yang sanggup menolong. Walaupun terus dibuat sakit hati oleh Penina (madunya) ia terus-menerus berdoa, dan perjuangan itu pun tidak sia-sia, Tuhan menjawab doanya. "Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: 'Aku telah memintanya dari pada TUHAN.'" (1 Samuel 1:20).
Hana mengalami terobosan di dalam doanya karena ia memiliki penyerahan diri secara penuh kepada Tuhan. Saat itu ia bernazar bahwa jika Tuhan mengabulkan permohonannya dengan memberi keturunan maka ia akan menyerahkan anak itu kepada Tuhan. Menyerahkan anak pertama bukanlah perkara mudah, apalagi anak tersebut adalah anak yang sangat ditunggu-tunggu, harta paling berharga dalam hidupnya; tetapi Hana mau menyerahkan apa yang paling berharga dalam hidupnya kepada Tuhan, dan janji pun ditepatinya (baca 1 Samuel 1:28). Meski berada dalam situasi sulit Hana tetap beribadah kepada Tuhan dengan setia. Ada banyak orang Kristen, ketika doa-doanya belum dijawab Tuhan begitu mudahnya berubah sikap, tidak lagi setia beribadah, kendor dalam melayani Tuhan, bahkan berani meninggalkan Tuhan.
Ketekunan Hana membuahkan hasil, bahkan Tuhan memberkatinya dengan double portion, "...sehingga dia mengandung dan melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan lagi." (ayat 21). Sungguh benar apa yang dikatakan rasul Paulus, "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Karena itu jangan pernah jemu berdoa. Berdoalah terus untuk masalah dan kebutuhan Saudara.
Ketika kita berseru-seru kepada Tuhan siang dan malam, Ia akan mengakhiri kesusahan dan penderitaan kita pada saat yang tepat, serta keadilan pasti ditegakkan-Nya!
Baca: 1 Samuel 2:1-10
"Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur," 1 Samuel 2:8a
Firman Tuhan hari ini merupakan nyanyian nubuatan atas pembelaan Tuhan terhadap orang-orang yang tetap setia kepada-Nya. Segala sesuatu yang diijinkan terjadi dalam hidup Hana sungguh-sungguh mendatangkan kebaikan dalam hidupnya. Ia membawa pergumulan hidupnya yang berat kepada Tuhan yaitu ingin memiliki keturunan. Ia berkeyakinan hanya Tuhan yang sanggup menolong. Walaupun terus dibuat sakit hati oleh Penina (madunya) ia terus-menerus berdoa, dan perjuangan itu pun tidak sia-sia, Tuhan menjawab doanya. "Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: 'Aku telah memintanya dari pada TUHAN.'" (1 Samuel 1:20).
Hana mengalami terobosan di dalam doanya karena ia memiliki penyerahan diri secara penuh kepada Tuhan. Saat itu ia bernazar bahwa jika Tuhan mengabulkan permohonannya dengan memberi keturunan maka ia akan menyerahkan anak itu kepada Tuhan. Menyerahkan anak pertama bukanlah perkara mudah, apalagi anak tersebut adalah anak yang sangat ditunggu-tunggu, harta paling berharga dalam hidupnya; tetapi Hana mau menyerahkan apa yang paling berharga dalam hidupnya kepada Tuhan, dan janji pun ditepatinya (baca 1 Samuel 1:28). Meski berada dalam situasi sulit Hana tetap beribadah kepada Tuhan dengan setia. Ada banyak orang Kristen, ketika doa-doanya belum dijawab Tuhan begitu mudahnya berubah sikap, tidak lagi setia beribadah, kendor dalam melayani Tuhan, bahkan berani meninggalkan Tuhan.
Ketekunan Hana membuahkan hasil, bahkan Tuhan memberkatinya dengan double portion, "...sehingga dia mengandung dan melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan lagi." (ayat 21). Sungguh benar apa yang dikatakan rasul Paulus, "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Karena itu jangan pernah jemu berdoa. Berdoalah terus untuk masalah dan kebutuhan Saudara.
Ketika kita berseru-seru kepada Tuhan siang dan malam, Ia akan mengakhiri kesusahan dan penderitaan kita pada saat yang tepat, serta keadilan pasti ditegakkan-Nya!
Monday, November 2, 2015
DOA YANG ALAMI TEROBOSAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 November 2015
Baca: 1 Samuel 1:1-28
"Orang itu dari tahun ke tahun pergi meninggalkan kotanya untuk sujud menyembah dan mempersembahkan korban kepada TUHAN semesta alam di Silo." 1 Samuel 1:3
Ada sebuah contoh tentang orang yang tidak pernah jemu berdoa kepada Tuhan sampai beroleh jawaban: ia adalah Hana, isteri Elkana, orang Lewi yang tinggal di daerah Efraim. Wanita ini menghadapi masalah yang sangat berat yaitu kandungannya tertutup alias mandul. Secara manusia dan juga menurut ilmu kedokteran seorang wanita yang mandul mustahil memiliki keturunan. Pada zaman itu kemandulan dianggap aib di kalangan wanita Israel. Tak bisa dibayangkan betapa berat beban yang harus Hana tanggung.
Selain dipandang rendah oleh orang lain atau lingkungan sekitar, ia juga terus mendapatkan perlakuan kurang baik dari Penina, isteri lain dari Elkana, yang telah memiliki anak. "Tetapi madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena TUHAN telah menutup kandungannya." (ayat 6). Penina memanfaatkan tiap kesempatan untuk selalu menyakiti hati Hana. Lengkap sudah penderitaan yang harus dialami Hana! Jika kita perhatikan secara teliti dikatakan bahwa Tuhan telah menutup kandungan Hana, artinya kemandulan Hana disebutkan sebagai tindakan langsung dari Tuhan, karena Tuhan mempunyai rencana yang indah di balik masalah itu. Dengan cara yang sama terkadang Tuhan menuntun kita pada situasi-situasi sulit, tidak ada jalan keluar, yang membuat kita kecewa dan merasa tidak sanggup menghadapinya supaya kita belajar bergantung penuh kepada Tuhan dan kehendak-Nya, sampai kepada satu titik di mana kita bisa berkata, "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28).
Meski menghadapi kemustahilan Hana tidak menyerah begitu saja kepada keadaan. Alkitab menyatakan bahwa dari tahun ke tahun Hana pergi ke bait suci di Silo untuk berdoa, menyembah dan mempersembahkan korban kepada Tuhan. Kalimat dari tahun ke tahun menunjukkan kurun waktu yang tidak singkat. Dibutuhkan keiggihan, kesabaran, ketekunan dan iman yang kuat supaya kita bisa secara konsisten berdoa di segala situasi. Banyak orang gagal dalam ujian 'menunggu' ini sehingga akhirnya mereka menyerah di tengah jalan sebelum doanya beroleh jawaban. (Bersambung)
Baca: 1 Samuel 1:1-28
"Orang itu dari tahun ke tahun pergi meninggalkan kotanya untuk sujud menyembah dan mempersembahkan korban kepada TUHAN semesta alam di Silo." 1 Samuel 1:3
Ada sebuah contoh tentang orang yang tidak pernah jemu berdoa kepada Tuhan sampai beroleh jawaban: ia adalah Hana, isteri Elkana, orang Lewi yang tinggal di daerah Efraim. Wanita ini menghadapi masalah yang sangat berat yaitu kandungannya tertutup alias mandul. Secara manusia dan juga menurut ilmu kedokteran seorang wanita yang mandul mustahil memiliki keturunan. Pada zaman itu kemandulan dianggap aib di kalangan wanita Israel. Tak bisa dibayangkan betapa berat beban yang harus Hana tanggung.
Selain dipandang rendah oleh orang lain atau lingkungan sekitar, ia juga terus mendapatkan perlakuan kurang baik dari Penina, isteri lain dari Elkana, yang telah memiliki anak. "Tetapi madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena TUHAN telah menutup kandungannya." (ayat 6). Penina memanfaatkan tiap kesempatan untuk selalu menyakiti hati Hana. Lengkap sudah penderitaan yang harus dialami Hana! Jika kita perhatikan secara teliti dikatakan bahwa Tuhan telah menutup kandungan Hana, artinya kemandulan Hana disebutkan sebagai tindakan langsung dari Tuhan, karena Tuhan mempunyai rencana yang indah di balik masalah itu. Dengan cara yang sama terkadang Tuhan menuntun kita pada situasi-situasi sulit, tidak ada jalan keluar, yang membuat kita kecewa dan merasa tidak sanggup menghadapinya supaya kita belajar bergantung penuh kepada Tuhan dan kehendak-Nya, sampai kepada satu titik di mana kita bisa berkata, "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28).
Meski menghadapi kemustahilan Hana tidak menyerah begitu saja kepada keadaan. Alkitab menyatakan bahwa dari tahun ke tahun Hana pergi ke bait suci di Silo untuk berdoa, menyembah dan mempersembahkan korban kepada Tuhan. Kalimat dari tahun ke tahun menunjukkan kurun waktu yang tidak singkat. Dibutuhkan keiggihan, kesabaran, ketekunan dan iman yang kuat supaya kita bisa secara konsisten berdoa di segala situasi. Banyak orang gagal dalam ujian 'menunggu' ini sehingga akhirnya mereka menyerah di tengah jalan sebelum doanya beroleh jawaban. (Bersambung)
Sunday, November 1, 2015
JANGAN PERNAH JEMU BERDOA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 November 2015
Baca: Lukas 18:1-8
"Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" Lukas 18:8
Apakah Saudara kehilangan semangat dan tidak berselera lagi menjalani aktivitas di pagi ini? Biasanya pada waktu pagi Saudara mengatur persembahan bagi Tuhan melalui saat teduh, mengapa pagi ini tidak Saudara lakukan? Jawabnya mungkin sudah jemu. Secara umum kata jemu berarti sudah tidak suka lagi karena terlalu sering dilakukan, bosan. Mengapa jemu? Mungkin karena doa-doa Saudara belum juga dijawab Tuhan hingga sekarang. Jawaban itu menyiratkan rasa frustasi dan putus asa karena merasa bahwa saat teduh yang selama ini dilakukan sepertinya tiada hasil. Benarkah demikian?
Sebagai pengikut Kristus sejati kita harus bertekun di dalam iman dan tidak pernah berhenti membangun persekutuan denganNya. Tuhan menghendaki agar kita berdoa dengan tidak jemu-jemu apa pun keadaannya. Mengapa? Karena doa adalah kekuatan kita yang dapat melindungi kita dari si jahat. Bila doa-doa Saudara belum beroleh jawaban jangan pernah menyerah dan putus asa; jangan pernah merasa jemu berdoa. Berdoalah terus-menerus sampai doa Saudara dijawab Tuhan, sebab ada tertulis: "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (ayat 7). Doa yang tidak jemu-jemu adalah bukti bahwa kita punya iman. Jangan memberi celah kepada Iblis yang tidak pernah berhenti menghasut, melemahkan dan memprovokasi kita dengan hal-hal negatif. Jangan pula silau mata dengan tawaran-tawaran dunia yang menjanjikan pertolongan instan yang membuat kehidupan doa kita semakin berkurang. Belajarlah memahami bahwa waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Pemazmur menasihati, "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14).
Dalam pembacaan firman hari ini Tuhan memberikan contoh kegigihan seorang janda yang tidak pernah jemu datang kepada hakim yang lalim agar perkaranya dibela. Janda itu tidak pernah merasa malu atau sungkan, tetapi ia punya tekad yang sangat kuat.
Karena terus datang kepadanya hakim yang lalim itu pun akhirnya luluh hati dan membenarkan perkara janda itu!
Baca: Lukas 18:1-8
"Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" Lukas 18:8
Apakah Saudara kehilangan semangat dan tidak berselera lagi menjalani aktivitas di pagi ini? Biasanya pada waktu pagi Saudara mengatur persembahan bagi Tuhan melalui saat teduh, mengapa pagi ini tidak Saudara lakukan? Jawabnya mungkin sudah jemu. Secara umum kata jemu berarti sudah tidak suka lagi karena terlalu sering dilakukan, bosan. Mengapa jemu? Mungkin karena doa-doa Saudara belum juga dijawab Tuhan hingga sekarang. Jawaban itu menyiratkan rasa frustasi dan putus asa karena merasa bahwa saat teduh yang selama ini dilakukan sepertinya tiada hasil. Benarkah demikian?
Sebagai pengikut Kristus sejati kita harus bertekun di dalam iman dan tidak pernah berhenti membangun persekutuan denganNya. Tuhan menghendaki agar kita berdoa dengan tidak jemu-jemu apa pun keadaannya. Mengapa? Karena doa adalah kekuatan kita yang dapat melindungi kita dari si jahat. Bila doa-doa Saudara belum beroleh jawaban jangan pernah menyerah dan putus asa; jangan pernah merasa jemu berdoa. Berdoalah terus-menerus sampai doa Saudara dijawab Tuhan, sebab ada tertulis: "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (ayat 7). Doa yang tidak jemu-jemu adalah bukti bahwa kita punya iman. Jangan memberi celah kepada Iblis yang tidak pernah berhenti menghasut, melemahkan dan memprovokasi kita dengan hal-hal negatif. Jangan pula silau mata dengan tawaran-tawaran dunia yang menjanjikan pertolongan instan yang membuat kehidupan doa kita semakin berkurang. Belajarlah memahami bahwa waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Pemazmur menasihati, "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14).
Dalam pembacaan firman hari ini Tuhan memberikan contoh kegigihan seorang janda yang tidak pernah jemu datang kepada hakim yang lalim agar perkaranya dibela. Janda itu tidak pernah merasa malu atau sungkan, tetapi ia punya tekad yang sangat kuat.
Karena terus datang kepadanya hakim yang lalim itu pun akhirnya luluh hati dan membenarkan perkara janda itu!
Saturday, October 31, 2015
YESUS HAKIM YANG ADIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2015
Baca: Yohanes 5:19-30
"Bapa tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia." Yohanes 5:22-23
Adakah keadilan di dunia ini? Tidak. Yang ada ialah keadilan direkayasa dan kebenaran diputarbalikkan. banyak sekali kasus hukum yang berakhir dengan kemenangan di pihak orang bersalah yang punya uang dan kuasa, sementara orang yang tidak bersalah harus menelan pil kekecewaan sebagai pihak yang dipersalahkan karena tidak ada yang membela. Di zaman sekarang ini sungguh tak terbantahkan bahwa uang dan pangkat seringkali menjadi penentu kebenaran dan keadilan manusia.
Selagi hidup mungkin kita bisa tertawa lebar dan bersukacita di atas penderitaan orang lain, tapi akan datang waktunya keadilan dan kebenaran benar-benar ditegakkan. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan adalah Hakim yang adil, yang karena keadilan-Nya akan membalas setiap perbuatan manusia. Setiap ketaatan dan ketidaktaatan pasti mendapatkan ganjaran. Ketika mendengar kata penghakiman jangan pernah beranggapan hanya dosa-dosa berat saja yang akan dihakimi, tapi perkataan sia-sia pun tak luput. Ia berkata, "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37).
Penghakiman atas seluruh manusia telah diserahkan Bapa kepada Putera-Nya, Yesus Kristus. "Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya." (Matius 13:41). Saat itulah semua manusia akan terkejut dan sangat menyesal karena mereka akan melihat Yesus Kristus duduk di takhta penghakiman, karena selama hidup di dunia mereka menolak, membenci, menghujat dan tidak percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat.
"Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup." Yohanes 5:24
Baca: Yohanes 5:19-30
"Bapa tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia." Yohanes 5:22-23
Adakah keadilan di dunia ini? Tidak. Yang ada ialah keadilan direkayasa dan kebenaran diputarbalikkan. banyak sekali kasus hukum yang berakhir dengan kemenangan di pihak orang bersalah yang punya uang dan kuasa, sementara orang yang tidak bersalah harus menelan pil kekecewaan sebagai pihak yang dipersalahkan karena tidak ada yang membela. Di zaman sekarang ini sungguh tak terbantahkan bahwa uang dan pangkat seringkali menjadi penentu kebenaran dan keadilan manusia.
Selagi hidup mungkin kita bisa tertawa lebar dan bersukacita di atas penderitaan orang lain, tapi akan datang waktunya keadilan dan kebenaran benar-benar ditegakkan. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan adalah Hakim yang adil, yang karena keadilan-Nya akan membalas setiap perbuatan manusia. Setiap ketaatan dan ketidaktaatan pasti mendapatkan ganjaran. Ketika mendengar kata penghakiman jangan pernah beranggapan hanya dosa-dosa berat saja yang akan dihakimi, tapi perkataan sia-sia pun tak luput. Ia berkata, "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum." (Matius 12:36-37).
Penghakiman atas seluruh manusia telah diserahkan Bapa kepada Putera-Nya, Yesus Kristus. "Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya." (Matius 13:41). Saat itulah semua manusia akan terkejut dan sangat menyesal karena mereka akan melihat Yesus Kristus duduk di takhta penghakiman, karena selama hidup di dunia mereka menolak, membenci, menghujat dan tidak percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat.
"Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup." Yohanes 5:24
Friday, October 30, 2015
HANYA MEMANFAATKAN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2015
Baca: 1 Samuel 2:27-36
"Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah." 1 Samuel 2:30b
Selaku imam, kelakuan Hofni dan Pinehas benar-benar kelewatan, bahkan Alkitab menyebut keduanya sebagai orang-orang dursila, berkelakuan jahat. Mereka telah menyalahgunakan jabatannya sebagai imam hanya untuk memuaskan hawa nafsu dan keinginan daging mereka. Sementara Eli (ayahnya), selaku imam besar, tetap saja bersikap lunak dan tidak mendisiplinkan anak-anaknya dengan keras, padahal ia melihat dengan mata kepala sendiri perbuatan anak-anaknya. selaku imam besar seharusnya ia berwenang memecat mereka dari jabatan sebagai imam.
Kisah hari ini menunjukkan bahwa umat Israel sudah tidak lagi menghormati Tuhan dan menganggap remeh kekudusan-Nya. Padahal firman-Nya berkata, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Tetapi begitu menghadapi situasi genting dan terdesak mereka baru teringat kepada tabut perjanjian Tuhan; mereka mencari Tuhan dan memanfaatkan Dia hanya sebagai pemenuh kebutuhan belaka. Dengan membawa tabut perjanjian ke tengah-tengah perkemahan mereka berharap Tuhan segera turun tangan dan menolong mereka. Namun yang terjadi justru sebaliknya! Murka Tuhan datang! Akibatnya mereka mengalami kekalahan yang memalukan dan dipecundangi oleh bangsa Filistin.
Di zaman sekarang ini banyak orang Kristen berlaku seperti bangsa Israel. Ketika mengalami masalah berat mereka tampak giat beribadah dan berdoa, tapi begitu masalahnya beres secepat kilat pula mereka meninggalkan Tuhan, kemudian kembali hidup dalam ketidaktaatan. Ada pula yang berani 'menyogok' Tuhan dengan berbagai macam persembahan dengan harapan Tuhan memuluskan proyek bisnisnya. Ibadah dan pelayanan yang disertai motivasi tidak benar adalah jahat di mata Tuhan. Tuhan menghendaki kita beribadah dan melayani Dia dengan hati yang tulus karena mengasihi-Nya, bukan karena maksud-maksud terselubung; inilah yang akan mendatangkan berkat.
Tuhan tidak bisa dipermainkan! Asal kita setia dan taat kepada-Nya Ia akan hadir dengan segala otoritas-Nya!
Baca: 1 Samuel 2:27-36
"Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah." 1 Samuel 2:30b
Selaku imam, kelakuan Hofni dan Pinehas benar-benar kelewatan, bahkan Alkitab menyebut keduanya sebagai orang-orang dursila, berkelakuan jahat. Mereka telah menyalahgunakan jabatannya sebagai imam hanya untuk memuaskan hawa nafsu dan keinginan daging mereka. Sementara Eli (ayahnya), selaku imam besar, tetap saja bersikap lunak dan tidak mendisiplinkan anak-anaknya dengan keras, padahal ia melihat dengan mata kepala sendiri perbuatan anak-anaknya. selaku imam besar seharusnya ia berwenang memecat mereka dari jabatan sebagai imam.
Kisah hari ini menunjukkan bahwa umat Israel sudah tidak lagi menghormati Tuhan dan menganggap remeh kekudusan-Nya. Padahal firman-Nya berkata, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Tetapi begitu menghadapi situasi genting dan terdesak mereka baru teringat kepada tabut perjanjian Tuhan; mereka mencari Tuhan dan memanfaatkan Dia hanya sebagai pemenuh kebutuhan belaka. Dengan membawa tabut perjanjian ke tengah-tengah perkemahan mereka berharap Tuhan segera turun tangan dan menolong mereka. Namun yang terjadi justru sebaliknya! Murka Tuhan datang! Akibatnya mereka mengalami kekalahan yang memalukan dan dipecundangi oleh bangsa Filistin.
Di zaman sekarang ini banyak orang Kristen berlaku seperti bangsa Israel. Ketika mengalami masalah berat mereka tampak giat beribadah dan berdoa, tapi begitu masalahnya beres secepat kilat pula mereka meninggalkan Tuhan, kemudian kembali hidup dalam ketidaktaatan. Ada pula yang berani 'menyogok' Tuhan dengan berbagai macam persembahan dengan harapan Tuhan memuluskan proyek bisnisnya. Ibadah dan pelayanan yang disertai motivasi tidak benar adalah jahat di mata Tuhan. Tuhan menghendaki kita beribadah dan melayani Dia dengan hati yang tulus karena mengasihi-Nya, bukan karena maksud-maksud terselubung; inilah yang akan mendatangkan berkat.
Tuhan tidak bisa dipermainkan! Asal kita setia dan taat kepada-Nya Ia akan hadir dengan segala otoritas-Nya!
Thursday, October 29, 2015
HANYA MEMANFAATKAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2015
Baca: 1 Samuel 4:1b-22
"Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita." 1 Samuel 4:3
Tatkala Eli menjabat sebagai imam di Israel, orang-orang Israel sedang dalam situasi yang genting karena mereka mendapat serangan dari bangsa Filistin, dan dalam pertempuran tersebut mereka seringkali harus menelan pil kekalahan. Menyadari hal itu tua-tua Israel pun mengusulkan supaya mereka membawa tabut perjanjian Tuhan dari Silo ke tengah-tengah perkemahan mereka dengan harapan bahwa dengan mengandalkan tabut perjanjian tersebut bangsa Israel dapat mengalahkan musuh. Tetapi faktanya? Bangsa Israel justru mengalami kekalahan yang jauh lebih besar, "...dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang pasukan berjalan kaki." (ayat 10). Bangsa Israel bukan hanya gagal memperoleh kemenangan dengan adanya tabut perjanjian tersebut, bahkan tabut perjanjian itu juga dirampas oleh musuh, ibarat peribahasa 'sudah jatuh tertimpa tangga pula.'
Mengapa hal itu terjadi? Bukankah tabut perjanjian adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya? Bangsa Israel mengira bahwa tabut perjanjian itu akan menjadi jaminan bahwa Tuhan berkenan menyatakan kebesaran dan kuasa-Nya tanpa syarat. Apakah dengan kekalahan ini berarti Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang gagal dan tidak punya kuasa? Sekali-kali tidak! Kegagalan bangsa Israel sama sekali bukanlah kegagalan tabut perjanjian atau kegagalan Tuhan. Kegagalan terjadi karena mereka telah menyalahgunakan tabut perjanjian Tuhan. Mereka hanya memanfaatkan dan memperalat tabut perjanjian Tuhan di kala perlu saja.
Bangsa Israel menderita kekalahan karena mereka tidak hidup dalam ketaatan dan cenderung menyepelekan Tuhan. Menurut peraturan, sebelum mengangkut tabut perjanjian Tuhan para imam harus terlebih dahulu mempersembahkan korban bakaran. Setelah berdoa mereka baru mengangkut tabut perjanjian itu dengan hati-hati dan penuh hormat. Namun dalam peristiwa itu tabut perjanjian tersebut malah diangkut oleh dua anak imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Tentang kehidupan anak-anak imam Eli ini Alkitab dengan jelas mencatat: "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN," (1 Samuel 2:12). (Bersambung)
Baca: 1 Samuel 4:1b-22
"Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita." 1 Samuel 4:3
Tatkala Eli menjabat sebagai imam di Israel, orang-orang Israel sedang dalam situasi yang genting karena mereka mendapat serangan dari bangsa Filistin, dan dalam pertempuran tersebut mereka seringkali harus menelan pil kekalahan. Menyadari hal itu tua-tua Israel pun mengusulkan supaya mereka membawa tabut perjanjian Tuhan dari Silo ke tengah-tengah perkemahan mereka dengan harapan bahwa dengan mengandalkan tabut perjanjian tersebut bangsa Israel dapat mengalahkan musuh. Tetapi faktanya? Bangsa Israel justru mengalami kekalahan yang jauh lebih besar, "...dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang pasukan berjalan kaki." (ayat 10). Bangsa Israel bukan hanya gagal memperoleh kemenangan dengan adanya tabut perjanjian tersebut, bahkan tabut perjanjian itu juga dirampas oleh musuh, ibarat peribahasa 'sudah jatuh tertimpa tangga pula.'
Mengapa hal itu terjadi? Bukankah tabut perjanjian adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya? Bangsa Israel mengira bahwa tabut perjanjian itu akan menjadi jaminan bahwa Tuhan berkenan menyatakan kebesaran dan kuasa-Nya tanpa syarat. Apakah dengan kekalahan ini berarti Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang gagal dan tidak punya kuasa? Sekali-kali tidak! Kegagalan bangsa Israel sama sekali bukanlah kegagalan tabut perjanjian atau kegagalan Tuhan. Kegagalan terjadi karena mereka telah menyalahgunakan tabut perjanjian Tuhan. Mereka hanya memanfaatkan dan memperalat tabut perjanjian Tuhan di kala perlu saja.
Bangsa Israel menderita kekalahan karena mereka tidak hidup dalam ketaatan dan cenderung menyepelekan Tuhan. Menurut peraturan, sebelum mengangkut tabut perjanjian Tuhan para imam harus terlebih dahulu mempersembahkan korban bakaran. Setelah berdoa mereka baru mengangkut tabut perjanjian itu dengan hati-hati dan penuh hormat. Namun dalam peristiwa itu tabut perjanjian tersebut malah diangkut oleh dua anak imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Tentang kehidupan anak-anak imam Eli ini Alkitab dengan jelas mencatat: "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN," (1 Samuel 2:12). (Bersambung)
Wednesday, October 28, 2015
KARUNIA ROHANI: Harus Terus Dikobarkan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2015
Baca: 1 Korintus 14:1-25
"Demikian pula dengan kamu: Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat." 1 Korintus 14:12
Ada berbagai karunia rohani yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya. "Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita." (Roma 12:6-8). Karunia-karunia ini harus dikembangkan dan dikobarkan selalu di dalam kasih, karena tanpa kasih semuanya akan menjadi sia-sia.
Dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menunjuk kata melayani adalah diakoneo, yang berasal dari kata diakonos yang berarti pelayan, abdi, utusan. Jadi secara garis besar melayani berarti melakukan pekerjaan sebagai seorang pelayan sesuai dengan karunia yang dimilikinya sebagaimana yang dinasihatkan oleh rasul Petrus, "Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." (1 Petrus 4:10-11). Untuk mengetahui karunia apa yang ada di dalam diri kita dan bagaimana supaya karunia tersebut dapat berkembang secara efektif tidak ada jalan lain selain kita harus melibatkan diri dalam pelayanan, bukan hanya puas menjadi jemaat yang pasif, apalagi cuma jadi seorang simpatisan di gereja. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Jika ada orang percaya yang tidak mau melayani berarti ia telah meremehkan dan menyepelekan karunia rohani yang diberikan Tuhan. Karena merupakan pemberian Tuhan maka kita pun harus dengan sungguh hati dan tulus ikhlas melaksanakannya. Kesungguhan dan ketulusan kita akan menentukan efektivitas karunia rohani yang dikaruniakan Tuhan atas kita.
Mari melayani Tuhan dengan roh menyala-nyala sesuai karunia yang dimiliki!
Baca: 1 Korintus 14:1-25
"Demikian pula dengan kamu: Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari pada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun Jemaat." 1 Korintus 14:12
Ada berbagai karunia rohani yang diberikan Tuhan kepada setiap orang percaya. "Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita." (Roma 12:6-8). Karunia-karunia ini harus dikembangkan dan dikobarkan selalu di dalam kasih, karena tanpa kasih semuanya akan menjadi sia-sia.
Dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menunjuk kata melayani adalah diakoneo, yang berasal dari kata diakonos yang berarti pelayan, abdi, utusan. Jadi secara garis besar melayani berarti melakukan pekerjaan sebagai seorang pelayan sesuai dengan karunia yang dimilikinya sebagaimana yang dinasihatkan oleh rasul Petrus, "Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah." (1 Petrus 4:10-11). Untuk mengetahui karunia apa yang ada di dalam diri kita dan bagaimana supaya karunia tersebut dapat berkembang secara efektif tidak ada jalan lain selain kita harus melibatkan diri dalam pelayanan, bukan hanya puas menjadi jemaat yang pasif, apalagi cuma jadi seorang simpatisan di gereja. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Jika ada orang percaya yang tidak mau melayani berarti ia telah meremehkan dan menyepelekan karunia rohani yang diberikan Tuhan. Karena merupakan pemberian Tuhan maka kita pun harus dengan sungguh hati dan tulus ikhlas melaksanakannya. Kesungguhan dan ketulusan kita akan menentukan efektivitas karunia rohani yang dikaruniakan Tuhan atas kita.
Mari melayani Tuhan dengan roh menyala-nyala sesuai karunia yang dimiliki!
Tuesday, October 27, 2015
KARUNIA ROHANI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2015
Baca: Roma 12:3-8
"Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita:" Roma 12:6
Supaya dapat menjalankan Amanat Agung dari Tuhan setiap kita perlu sekali menerima karunia-karunia Roh Kudus. Dalam bahasa Yunani karunia disebut dengan charisma yang berhubungan erat dengan kata anugerah, yaitu pemberian Tuhan dalam bentuk kemampuan yang ditujukan bagi pelayanan. Karunia rohani merupakan kekuatan adikodrati dari Tuhan yang hanya diberikan kepada orang percaya yang sudah lahir baru, sebab "...manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani." (1 Korintus 2:14).
Apakah karunia rohani itu sama dengan bakat alamiah? Karunia rohani diberikan Tuhan berdasarkan kasih karunia-Nya saat seseorang mengalami kelahiran baru (pertobatan). "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. (Kisah 2:38). Karunia-karunia rohani diberikan bukan untuk ajang pamer, unjuk kebolehan atau kebanggaan pribadi, tapi bertujuan untuk kepentingan pelayanan. Tuhan memberikan karunia-Nya yang berbeda-beda kepada tiap-tiap orang untuk saling melengkapi, bukan untuk persaingan. Karena itu kita tidak boleh merasa iri hati, tidak puas dengan yang kita punyai, membandingkan diri dengan orang lain, memaksakan diri ingin memiliki karunia seperti orang lain atau menuntut orang lain memiliki karunia sama seperti kita. Karunia rohani tidak bisa dibeli, dituntut atau diminta sebagai upah, karena merupakan anugerah Tuhan yang diberikan seturut dengan kehendak dan rencana-Nya. "Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya." (1 Korintus 12:11). Jadi "...kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." (Efesus 4:7).
Sementara bakat-bakat alamiah diberikan oleh Tuhan melalui orangtua atau diturunkan oleh orangtua pada saat kita dilahirkan; dan umumnya bakat-bakat alamiah tersebut dipergunakan untuk hal-hal yang sifatnya duniawi. (Bersambung)
Baca: Roma 12:3-8
"Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita:" Roma 12:6
Supaya dapat menjalankan Amanat Agung dari Tuhan setiap kita perlu sekali menerima karunia-karunia Roh Kudus. Dalam bahasa Yunani karunia disebut dengan charisma yang berhubungan erat dengan kata anugerah, yaitu pemberian Tuhan dalam bentuk kemampuan yang ditujukan bagi pelayanan. Karunia rohani merupakan kekuatan adikodrati dari Tuhan yang hanya diberikan kepada orang percaya yang sudah lahir baru, sebab "...manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani." (1 Korintus 2:14).
Apakah karunia rohani itu sama dengan bakat alamiah? Karunia rohani diberikan Tuhan berdasarkan kasih karunia-Nya saat seseorang mengalami kelahiran baru (pertobatan). "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. (Kisah 2:38). Karunia-karunia rohani diberikan bukan untuk ajang pamer, unjuk kebolehan atau kebanggaan pribadi, tapi bertujuan untuk kepentingan pelayanan. Tuhan memberikan karunia-Nya yang berbeda-beda kepada tiap-tiap orang untuk saling melengkapi, bukan untuk persaingan. Karena itu kita tidak boleh merasa iri hati, tidak puas dengan yang kita punyai, membandingkan diri dengan orang lain, memaksakan diri ingin memiliki karunia seperti orang lain atau menuntut orang lain memiliki karunia sama seperti kita. Karunia rohani tidak bisa dibeli, dituntut atau diminta sebagai upah, karena merupakan anugerah Tuhan yang diberikan seturut dengan kehendak dan rencana-Nya. "Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya." (1 Korintus 12:11). Jadi "...kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." (Efesus 4:7).
Sementara bakat-bakat alamiah diberikan oleh Tuhan melalui orangtua atau diturunkan oleh orangtua pada saat kita dilahirkan; dan umumnya bakat-bakat alamiah tersebut dipergunakan untuk hal-hal yang sifatnya duniawi. (Bersambung)
Monday, October 26, 2015
KUALITAS HIDUP HAMBA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2015
Baca: Lukas 12:35-48
"Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang." Lukas 12:37a
Kualitas hidup lain yang harus dimiliki hamba adalah kerendahan hati. Hamba melakukan tugasnya bukan untuk mempromosikan diri, mencari popularitas atau pujian. "Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10). Kristus telah memberikan teladan bagaimana Ia tidak mempertahankan reputasi-Nya, melainkan mengosongkan diri untuk melayani manusia (baca Filipi 2:6-8). Tidak perlu sakit hati dan kecewa jika pelayanan kita tidak dianggap dan tidak dihargai manusia, sebab Tuhan tidak pernah melewatkan pelayanan sekecil apa pun yang kita lakukan untuk-Nya, semua diperhitungkan-Nya.
Kualitas hidup yang juga diharapkan si tuan dari hambanya adalah senantiasa menantikan kepulangan tuannya dengan siap sedia dan berjaga-jaga. "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35). Pinggang yang berikat adalah tanda kesiapan bekerja dan melayani; pelita yang menyala menunjukkan semangat yang tidak pernah padam meski tuannya pulang larut atau bahkan dini hari. Yesus mengilustrasikan tuan itu pulang dari pesta perkawinan yang menurut tradisi Yahudi berlangsung pada malam hari. Malam hari menegaskan waktu kedatangan Tuhan yang tidak diduga-duga (di mana umumnya malam hari banyak orang tertidur pulas dan lengah), sehingga banyak hamba tidak lagi berjaga-jaga menantikan kedatangan tuannya; hal itu membuat mereka tidak lagi bersungguh-sungguh bekerja, dan kemudian berubah menjadi hamba yang jahat.
Hari-hari ini adalah hari menjelang kedatangan Tuhan, sudahkah kita siap sedia menyongsong kedatangan-Nya? Karena "...Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." (Lukas 12:40). Cepat atau lambat Tuhan pasti segera datang! Tetaplah setia menantikan kedatangan-Nya dan terus mengerjakan tugas yang dipercayakan kepada kita dengan penuh tanggung jawab.
Tetap setia, tekun, rendah hati, siap sedia dan selalu berjaga-jaga adalah kualitas hidup hamba sejati!
Baca: Lukas 12:35-48
"Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang." Lukas 12:37a
Kualitas hidup lain yang harus dimiliki hamba adalah kerendahan hati. Hamba melakukan tugasnya bukan untuk mempromosikan diri, mencari popularitas atau pujian. "Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10). Kristus telah memberikan teladan bagaimana Ia tidak mempertahankan reputasi-Nya, melainkan mengosongkan diri untuk melayani manusia (baca Filipi 2:6-8). Tidak perlu sakit hati dan kecewa jika pelayanan kita tidak dianggap dan tidak dihargai manusia, sebab Tuhan tidak pernah melewatkan pelayanan sekecil apa pun yang kita lakukan untuk-Nya, semua diperhitungkan-Nya.
Kualitas hidup yang juga diharapkan si tuan dari hambanya adalah senantiasa menantikan kepulangan tuannya dengan siap sedia dan berjaga-jaga. "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35). Pinggang yang berikat adalah tanda kesiapan bekerja dan melayani; pelita yang menyala menunjukkan semangat yang tidak pernah padam meski tuannya pulang larut atau bahkan dini hari. Yesus mengilustrasikan tuan itu pulang dari pesta perkawinan yang menurut tradisi Yahudi berlangsung pada malam hari. Malam hari menegaskan waktu kedatangan Tuhan yang tidak diduga-duga (di mana umumnya malam hari banyak orang tertidur pulas dan lengah), sehingga banyak hamba tidak lagi berjaga-jaga menantikan kedatangan tuannya; hal itu membuat mereka tidak lagi bersungguh-sungguh bekerja, dan kemudian berubah menjadi hamba yang jahat.
Hari-hari ini adalah hari menjelang kedatangan Tuhan, sudahkah kita siap sedia menyongsong kedatangan-Nya? Karena "...Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." (Lukas 12:40). Cepat atau lambat Tuhan pasti segera datang! Tetaplah setia menantikan kedatangan-Nya dan terus mengerjakan tugas yang dipercayakan kepada kita dengan penuh tanggung jawab.
Tetap setia, tekun, rendah hati, siap sedia dan selalu berjaga-jaga adalah kualitas hidup hamba sejati!
Sunday, October 25, 2015
KUALITAS HIDUP HAMBA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2015
Baca: 1 Korintus 9:15-19
"...aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang." 1 Korintus 9:19
Kata hamba yang dalam bahasa Yunani doulos memiliki arti orang yang sedang dalam status sebagai pelayan atau budak. Tugas utamanya adalah mengerjakan dan menyelesaikan segala pekerjaan yang diperintahkan oleh tuannya, dan tidak ada istilah malas atau ogah-ogahan lalu meninggalkan tugasnya di tengah jalan manakala sedang dalam situasi tidak nyaman atau sedang bermasalah sekalipun. Jadi tugas hamba sejati adalah membaktikan hidupnya bagi kesejahteraan dan kepentingan orang lain, dengan tidak memaksakan kebenarannya sendiri atau menuntut persamaan hak, tapi menerima segala sesuatu yang diberikan kepadanya dan berterima kasih atas hal itu. Suatu sikap penyerahan segala hak pribadi secara utuh diatur oleh tuannya.
Seringkali terjadi salah pemahaman di antara orang Kristen ketika mereka mendengar kata 'hamba' Tuhan, di mana pikiran langsung tertuju kepada para pendeta, penginjil atau fulltimer di gereja. Karena merasa diri sebagai jemaat awam kita pun menganggap bahwa kita bukanlah hamba Tuhan. Namun sebagai pengikut Kristus kita ini adalah hamba-hamba Tuhan. "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1).
Kualitas hidup yang harus dimiliki oleh seorang hamba supaya berkenan kepada Tuhan adalah: 1. Kesetiaan. Arti umum setia adalah: berpegang teguh pada janji atau pendirian, patuh dan taat di segala situasi. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6), sebab "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Terhadap hamba yang melayani dengan setia sampai akhir Tuhan tidak pernah menutup mata, Ia menyediakan upah-Nya. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b). 2. Ketekunan, berarti bersungguh-sungguh dan konsisten. "...kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Sampai kapan kita harus setia dan tekun melayani Tuhan, yang adalah Tuan kita? Yaitu sampai nafas kita berhenti berhembus. Jadi tidak ada istilah pensiun atau cuti dalam melayani Tuhan. (Bersambung)
Baca: 1 Korintus 9:15-19
"...aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang." 1 Korintus 9:19
Kata hamba yang dalam bahasa Yunani doulos memiliki arti orang yang sedang dalam status sebagai pelayan atau budak. Tugas utamanya adalah mengerjakan dan menyelesaikan segala pekerjaan yang diperintahkan oleh tuannya, dan tidak ada istilah malas atau ogah-ogahan lalu meninggalkan tugasnya di tengah jalan manakala sedang dalam situasi tidak nyaman atau sedang bermasalah sekalipun. Jadi tugas hamba sejati adalah membaktikan hidupnya bagi kesejahteraan dan kepentingan orang lain, dengan tidak memaksakan kebenarannya sendiri atau menuntut persamaan hak, tapi menerima segala sesuatu yang diberikan kepadanya dan berterima kasih atas hal itu. Suatu sikap penyerahan segala hak pribadi secara utuh diatur oleh tuannya.
Seringkali terjadi salah pemahaman di antara orang Kristen ketika mereka mendengar kata 'hamba' Tuhan, di mana pikiran langsung tertuju kepada para pendeta, penginjil atau fulltimer di gereja. Karena merasa diri sebagai jemaat awam kita pun menganggap bahwa kita bukanlah hamba Tuhan. Namun sebagai pengikut Kristus kita ini adalah hamba-hamba Tuhan. "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1).
Kualitas hidup yang harus dimiliki oleh seorang hamba supaya berkenan kepada Tuhan adalah: 1. Kesetiaan. Arti umum setia adalah: berpegang teguh pada janji atau pendirian, patuh dan taat di segala situasi. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6), sebab "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" (Amsal 19:22). Terhadap hamba yang melayani dengan setia sampai akhir Tuhan tidak pernah menutup mata, Ia menyediakan upah-Nya. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b). 2. Ketekunan, berarti bersungguh-sungguh dan konsisten. "...kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36). Sampai kapan kita harus setia dan tekun melayani Tuhan, yang adalah Tuan kita? Yaitu sampai nafas kita berhenti berhembus. Jadi tidak ada istilah pensiun atau cuti dalam melayani Tuhan. (Bersambung)
Saturday, October 24, 2015
MELAYANI DENGAN HATI HAMBA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2015
Baca: Yesaya 49:1-7
"Engkau adalah hamba-Ku, Israel, dan olehmu Aku akan menyatakan keagungan-Ku." Yesaya 49:3
Dunia mendefinisikan kebesaran seseorang ketika berkedudukan tinggi, kaya raya dan juga terkenal. Ketika ia mampu memerintah orang lain atau meminta pelayanan orang lain itu menunjukkan ia adalah orang 'besar'. Tetapi Tuhan Yesus justru mengajarkan hal yang jauh berbeda, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya." (Markus 10:43-44). Tuhan mengukur 'kebesaran' seseorang bukan berdasarkan status sosial, popularitas atau kuasanya, namun berdasarkan berapa banyak orang yang sudah ia layani. Inilah yang tidak disukai oleh kebanyakan orang karena mereka maunya dilayani, bukan melayani. Kita cenderung ingin dihormati, dihargai, diutamakan dan dianggap penting. Kita ingin jadi pemimpin dan bukan hamba.
Rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:5-7). Tuhan Yesus sendiri menyebut diri-Nya sebagai hamba, bahkan Ia rela melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dipandang remeh dan rendah oleh kebanyakan orang, seperti membasuh kaki murid-murid-Nya, "Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu." (Yohanes 13:4-5); Ia dekat dengan orang-orang 'kecil' dan punya empati tinggi terhadap orang-orang yang membutuhkan: menyembuhkan orang buta, mentahirkan orang kusta, membebaskan orang kerasukan setan dan sebagainya.
Hamba sejati selalu melihat kesempatan menolong orang lain. Tidak ada yang lebih rendah dibandingkan apa yang telah Yesus perbuat, karena Dia datang memang untuk melayani, bukan minta dilayani.
Dia melayani justru karena kebesaran-Nya, karena itu kita wajib meneladani Dia.
Baca: Yesaya 49:1-7
"Engkau adalah hamba-Ku, Israel, dan olehmu Aku akan menyatakan keagungan-Ku." Yesaya 49:3
Dunia mendefinisikan kebesaran seseorang ketika berkedudukan tinggi, kaya raya dan juga terkenal. Ketika ia mampu memerintah orang lain atau meminta pelayanan orang lain itu menunjukkan ia adalah orang 'besar'. Tetapi Tuhan Yesus justru mengajarkan hal yang jauh berbeda, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya." (Markus 10:43-44). Tuhan mengukur 'kebesaran' seseorang bukan berdasarkan status sosial, popularitas atau kuasanya, namun berdasarkan berapa banyak orang yang sudah ia layani. Inilah yang tidak disukai oleh kebanyakan orang karena mereka maunya dilayani, bukan melayani. Kita cenderung ingin dihormati, dihargai, diutamakan dan dianggap penting. Kita ingin jadi pemimpin dan bukan hamba.
Rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:5-7). Tuhan Yesus sendiri menyebut diri-Nya sebagai hamba, bahkan Ia rela melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dipandang remeh dan rendah oleh kebanyakan orang, seperti membasuh kaki murid-murid-Nya, "Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu." (Yohanes 13:4-5); Ia dekat dengan orang-orang 'kecil' dan punya empati tinggi terhadap orang-orang yang membutuhkan: menyembuhkan orang buta, mentahirkan orang kusta, membebaskan orang kerasukan setan dan sebagainya.
Hamba sejati selalu melihat kesempatan menolong orang lain. Tidak ada yang lebih rendah dibandingkan apa yang telah Yesus perbuat, karena Dia datang memang untuk melayani, bukan minta dilayani.
Dia melayani justru karena kebesaran-Nya, karena itu kita wajib meneladani Dia.
Friday, October 23, 2015
DUA BELAS JAM UNTUK BERKARYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2015
Baca: Yohanes 11:1-11
"Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." Yohanes 11:9
Ketika Lazarus sedang sakit Tuhan Yesus berhekendak menengoknya dan kembali ke Yudea, akan tetapi murid-murid-Nya berusaha melarang-Nya sebab mereka kuatir orang-orang Yudea akan membunuh-Nya. Tetapi perhatikan jawaban Tuhan Yesus kepada mereka, "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." (ayat nas). Apa maksud perkataan Tuhan Yesus ini? Tuhan hendak mengatakan bahwa selagi ada kesempatan, jangan pernah sia-siakan; dua belas jam dalam satu hari (siang hari) adalah waktu untuk bekerja dan berkarya, sebab "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Setiap orang mempunyai waktu '12 jam' dengan satu tanggung jawab masing-masing. Dua belas jam pada siang hari adalah waktu yang tepat bagi kita menyelesaikan tugas-tugas dari Tuhan, waktu bagi kita untuk turut berlomba dalam pertandingan iman. Karena itu mari kita pergunakan setiap kesempatan sebaik mungkin, dan berjuang begitu rupa, jangan sampai kita kedapatan 'tidur' secara rohani. "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh," (Efesus 5:15-18).
Yesus berkata, "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya." (Yohanes 11:11). Berbeda dengan orang fasik: "Berfoya-foya pada siang hari, mereka anggap kenikmatan." (2 Petrus 2:13) dan berjalan dalam gelap adalah kesukaan mereka, tetapi "...kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan." (1 Tesalonika 5:5). Selagi sehat, dan masih 'siang' marilah giat bekerja untuk Tuhan!
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." 2 Timotius 4:7
Baca: Yohanes 11:1-11
"Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." Yohanes 11:9
Ketika Lazarus sedang sakit Tuhan Yesus berhekendak menengoknya dan kembali ke Yudea, akan tetapi murid-murid-Nya berusaha melarang-Nya sebab mereka kuatir orang-orang Yudea akan membunuh-Nya. Tetapi perhatikan jawaban Tuhan Yesus kepada mereka, "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini." (ayat nas). Apa maksud perkataan Tuhan Yesus ini? Tuhan hendak mengatakan bahwa selagi ada kesempatan, jangan pernah sia-siakan; dua belas jam dalam satu hari (siang hari) adalah waktu untuk bekerja dan berkarya, sebab "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Setiap orang mempunyai waktu '12 jam' dengan satu tanggung jawab masing-masing. Dua belas jam pada siang hari adalah waktu yang tepat bagi kita menyelesaikan tugas-tugas dari Tuhan, waktu bagi kita untuk turut berlomba dalam pertandingan iman. Karena itu mari kita pergunakan setiap kesempatan sebaik mungkin, dan berjuang begitu rupa, jangan sampai kita kedapatan 'tidur' secara rohani. "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh," (Efesus 5:15-18).
Yesus berkata, "Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya." (Yohanes 11:11). Berbeda dengan orang fasik: "Berfoya-foya pada siang hari, mereka anggap kenikmatan." (2 Petrus 2:13) dan berjalan dalam gelap adalah kesukaan mereka, tetapi "...kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan." (1 Tesalonika 5:5). Selagi sehat, dan masih 'siang' marilah giat bekerja untuk Tuhan!
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." 2 Timotius 4:7
Thursday, October 22, 2015
HATI YANG TERBEBAN UNTUK PELAYANAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2015
Baca: Matius 4:18-22
"Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Matius 4:19
Orang yang menempatkan pelayanan bagi Tuhan sebagai prioritas dalam hidupnya dan melayani Dia dengan sepenuh hati adalah orang-orang pilihan Tuhan, sebab ada tertulis: "...banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Itu adalah tanda kedewasaan rohani, sebab kedewasaan rohani tidak pernah berhenti pada kepentingan diri sendiri tetapi mau belajar memikul tanggung jawab yaitu mengaplikasikan iman, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Tidak lagi hanya minta dilayani dan diberkati terus, tapi sudah melangkah untuk memberi diri untuk melayani.
Mari belajar dari rasul Paulus yang mengalami titik balik dalam hidupnya pasca perjumpaannya dengan Kristus, di mana semenjak itu fokus hidupnya tidak lagi berpusat pada kepentingan diri sendiri tapi memberi segenap hidupnya untuk melayani Tuhan dan sesama. "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22a). Orang Kristen yang dewasa rohani tidak akan banyak alasan dan dalih, tetapi akan merespons panggilan ini dengan melayani Tuhan sepenuh hati. Apa pun latar belakang dan bagaimana pun kondisi kita, tidak ada alasan untuk tidak melayani Tuhan, karena Tuhan bisa memakai siapa saja yang mempunyai hati terbeban. "...umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku." (Yesaya 43:21).
Melayani Tuhan bukan berarti harus sepenuhnya berkecimpung di dalam gereja atau menjadi fulltimer. Yang penting apa pun profesi dan pekerjaan kita hendaknya hati kita tertuju kepada pelayanan dan Tuhan. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan..." (Kolose 3:23). Namun jangan sampai kita tampak melayani Tuhan tapi hati kita hanya tertuju kepada bisnis. Lebih baik kita menjadi seorang pengusaha atau pebisnis yang memiliki hati melayani Tuhan daripada seorang pelayan Tuhan yang berhati bisnis, di mana segala sesuatunya berorientasi kepada uang dan pertimbangan untung-rugi. Pada saatnya "...kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah. (Roma 14:12).
"Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu;" 2 Korintus 6:2b
Baca: Matius 4:18-22
"Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Matius 4:19
Orang yang menempatkan pelayanan bagi Tuhan sebagai prioritas dalam hidupnya dan melayani Dia dengan sepenuh hati adalah orang-orang pilihan Tuhan, sebab ada tertulis: "...banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Matius 22:14). Itu adalah tanda kedewasaan rohani, sebab kedewasaan rohani tidak pernah berhenti pada kepentingan diri sendiri tetapi mau belajar memikul tanggung jawab yaitu mengaplikasikan iman, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Tidak lagi hanya minta dilayani dan diberkati terus, tapi sudah melangkah untuk memberi diri untuk melayani.
Mari belajar dari rasul Paulus yang mengalami titik balik dalam hidupnya pasca perjumpaannya dengan Kristus, di mana semenjak itu fokus hidupnya tidak lagi berpusat pada kepentingan diri sendiri tapi memberi segenap hidupnya untuk melayani Tuhan dan sesama. "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22a). Orang Kristen yang dewasa rohani tidak akan banyak alasan dan dalih, tetapi akan merespons panggilan ini dengan melayani Tuhan sepenuh hati. Apa pun latar belakang dan bagaimana pun kondisi kita, tidak ada alasan untuk tidak melayani Tuhan, karena Tuhan bisa memakai siapa saja yang mempunyai hati terbeban. "...umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku." (Yesaya 43:21).
Melayani Tuhan bukan berarti harus sepenuhnya berkecimpung di dalam gereja atau menjadi fulltimer. Yang penting apa pun profesi dan pekerjaan kita hendaknya hati kita tertuju kepada pelayanan dan Tuhan. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan..." (Kolose 3:23). Namun jangan sampai kita tampak melayani Tuhan tapi hati kita hanya tertuju kepada bisnis. Lebih baik kita menjadi seorang pengusaha atau pebisnis yang memiliki hati melayani Tuhan daripada seorang pelayan Tuhan yang berhati bisnis, di mana segala sesuatunya berorientasi kepada uang dan pertimbangan untung-rugi. Pada saatnya "...kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah. (Roma 14:12).
"Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu;" 2 Korintus 6:2b
Subscribe to:
Posts (Atom)