Saturday, November 15, 2014

MEMBALAS KASIH TUHAN: Hidup yang Berbuah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2014

Baca:  Filipi 1:20-26

"Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."  Filipi 1:22a

Matius 20:28:  "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani"  Itulah sebabnya pikiran Kristus dipenuhi kerinduan untuk melayani jiwa-jiwa dengan penuh belas kasihan, artinya Ia selalu berbuat sesuatu untuk menyelamatkan orang lain,  "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu."  (Matius 11:28).

     Selain harus hidup dalam ketaatan, membalas kasih Tuhan yang teramat besar adalah melalui komitmen kita untuk hidup menghasilkan buah, seperti komitmen rasul Paulus,  "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."  Hidup yang berbuah menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain.  Untuk bisa berbuah kita harus melekat kepada Tuhan Yesus, karena Dia adalah satu-satunya pokok anggur, tempat ranting-ranting dapat melekat dan berbuah.  Melalui  'buah'  yang dihasilkan, orang dunia akan melihat kita.  "Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka."  (Matius 7:20).  Jadi,  "Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku."  (Yohanes 15:8).  Buah apa saja yang harus kita hasilkan?  1.  Buah Jiwa.  Orang lain akan rindu mengenal Kristus lebih dalam karena dampak positif yang memancar dari kehidupan orang percaya.  Keteladanan hidup seseorang berbicara lebih tajam daripada sekedar teori.  Karena itu kita harus berusaha menjadi teladan dalam segala hal.  "Jadilah teladan...dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  (1 Timotius 4:12b).  2.  Buah Pelayanan.  Tuhan memberi kita talenta:  ada yang diberikan lima, dua dan satu talenta.  Talenta itu harus kita kembangkan dan maksimalkan.

     Apapun pengorbanan yang kita berikan kepada Tuhan:  waktu, tenaga, pikiran dan materi, sangat berarti untuk mendukung pekabaran Injil, sehingga  "...Injil itu berbuah dan berkembang di seluruh dunia,"  (Kolose 1:6b).  Jerih lelah kita untuk melayani Tuhan tidak akan pernah sia-sia!

Waktu dan kesempatan kita untuk berkarya di dunia ada batasnya, maka jangan sia-siakan dan menunda-nunda waktu lagi untuk membalas kasih Tuhan.

Friday, November 14, 2014

MEMBALAS KASIH TUHAN: Melakukan Perintah-Nya

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2014

Baca:  Mazmur 116:1-19

"Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?"  Mazmur 116:12

Sebelum memasuki hari baru ini mari renungkan sejenak kebaikan dan kemurahan Tuhan dalam hidup Saudara:  berapa kali Tuhan menolong Saudara?  Berapa kali Tuhan menyembuhkan Saudara?  Berapa kali Saudara jatuh tetapi tangan Tuhan menopang Saudara?  Berapa kali Tuhan menjawab doa-doa Saudara?  Jawabnya:  tak terhitung.  Sampai kapan pun kita tidak akan sanggup menghitung kebaikan dan kesetiaan Tuhan yang terjadi di sepanjang perjalanan hidup kita, seperti lagu  'Kasih Tuhan'  yang dinyanyikan oleh Maria Shandy:  "Bagaikan langit yang membentang begitu luas kasih Tuhan, tiada terhitung pertolongan-Mu dalam hidupku.  Bagaikan dalamnya samudra begitu dalam kasih Tuhan, tiada terhitung kesetiaan-Mu dalam hidupku."

     Setelah mengalami begitu banyak kebaikan dan kemurahan Tuhan, adakah dalam hati kita timbul pertanyaan:  "Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?"  (ayat nas).  Cukupkah kita mengucap syukur kepada Tuhan lewat bibir atau ucapan saja, tanpa melakukan sesuatu sebagai wujud respons kita atas kebaikan-Nya?  Rasul Paulus menasihatkan,  "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,"  (Filipi 2:5).  Apa yang ada di dalam pikiran Tuhan Yesus?  Pikiran Tuhan Yesus dipenuhi oleh keinginan dan kerinduan-Nya untuk senantiasa menyenangkan hati Bapa.  Tuhan Yesus menyenangkan hati Bapa melalui ketaatan-Nya melakukan kehendak Bapa.  Tuhan Yesus berkata,  "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya."  (Yohanes 4:34).  Karena itu,  "...dalam keadaan sebagai manusia, Ia (Yesus) telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).  Bukti nyata ketaatan Tuhan Yesus adalah Ia rela memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang melalui kematian-Nya di atas kayu salib.

     Hati Tuhan akan disenangkan apabila kita menaati firman-Nya dengan sepenuh hati.  Ketika kita taat artinya kita mengasihi Tuhan,  "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku."  (Yohanes 14:15).

Sudahkah kita membalas kebaikan Tuhan melalui ketaatan kita?

Thursday, November 13, 2014

ANUGERAH TUHAN: Jangan Disia-siakan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2014

Baca:  Galatia 2:15-21

"Aku tidak menolak kasih karunia Allah."  Galatia 2:21a

Bukti lain menyia-nyiakan kasih karunia Tuhan adalah  "...jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran,"  (Ibrani 10:26).  Orang yang tidak mempraktekkan firman yang sudah dibaca dan didengarnya telah menipu diri sendiri.  Inilah penyebab kegagalan kita mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidup ini.  Firman seperti ini diibaratkan benih yang ditabur di tanah yang berbatu-batu dan di tengah semak duri,  "...ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad....lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah."  (Matius 13:20-22).  Kalau kita mau tinggal di dalam firman-Nya kita akan mengerti hak-hak kita sebagai orang percaya, mengetahui janji-janji Tuhan dan semakin memahami,  "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,..  Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan,"  (Efesus 3:18, 20).  Jadi bukan karena Tuhan tidak mau mengerjakan mujizat-Nya, melainkan karena kita sendiri tidak taat dan tidak mau mempraktekkan firman-Nya.

     Kita disebut pula telah menyia-nyiakan kasih karunia Tuhan ketika kita tidak bisa mengucap syukur di segala keadaan.  Pemazmur memperingatkan,  "Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku;"  (Mazmur 50:23).  Karena itu  "...hendaklah hatimu melimpah dengan syukur."  (Kolose 2:7).  Jangan sampai kita seperti 9 orang kusta yang pergi meninggalkan Yesus begitu saja setelah mereka disembuhkan.  Tidak pernahkah kita disembuhkan, diberkati, dipulihkan dan ditolong oleh Tuhan di sepanjang hidup ini sehingga mulut kita serasa terkunci untuk bersyukur?  Rasul Paulus berkata,  "...karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang,"  (1 Korintus 15:10).

     Jangan sekali-kali melupakan kasih dan kebaikan Tuhan!  Ucapan syukur itu kuasa yang mendatangkan kekuatan.  Ketika kita tahu bersyukur kepada Tuhan, maka tantangan seberat apa pun pasti dapat kita lalui bersama Roh Kudus.

"Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai."  Mazmur 5:13

Wednesday, November 12, 2014

ANUGERAH TUHAN: Jangan Disia-siakan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 November 2014

Baca:  2 Korintus 6:1-10

"Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima."  2 Korintus 6:1

Rasul Paulus menegaskan bahwa orang percaya adalah teman-teman sekerja, mitra kerja untuk menggenapi rencana Tuhan di atas muka bumi ini.  Karena itulah kasih karunia yang sedemikian besar kita terima dari Tuhan jangan pernah disia-siakan.  Kapan kita disebut menyia-nyiakan dan melupakan kasih karunia atau anugerah Tuhan?  Ketika kita dengan sengaja memilih untuk bersahabat dengan dunia dan hidup menurut cara-cara dunia.  Yakobus mengingatkan,  "Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah."  (Yakobus 4:4).

     Saat ini dunia sedang mengarah dan bergerak ke arah kesudahan zaman, dan ini benar-benar dimanfaatkan Iblis untuk mempengaruhi setiap segi kehidupan manusia supaya makin menjauh dari Tuhan.  Iblis memberikan pengaruh melalui berbagai bentuk kesenangan daging, akhirnya banyak orang terpedaya dan masuk dalam perangkapnya.  Ditambah beratnya beban hidup dan masalah yang datang bertubi-tubi membuat banyak orang tidak tahan dan tidak lagi mau bersabar menantikan Tuhan.  Lalu mereka bersungut-sungut, mengeluh, kecewa, berani menyalahkan Tuhan dan akhirnya menyerah kepada keadaan yang ada.  Mereka pun terdorong untuk mencari pertolongan kepada dunia ini:  lari kepada dukun, paranormal, ke gunung Kawi, kuburan dan sebagainya.

     Mereka melupakan kasih karunia yang Tuhan berikan, padahal firman-Nya menegaskan:  "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."  (1 Korintus 10:13).  Sebagai orang percaya, apa pun tantangannya jangan pernah menyerah dan putus asa.  "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  (Filipi 4:13).

"Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna."  2 Korintus 12:9

Tuesday, November 11, 2014

BERLIMPAH KASIH KARUNIA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 November 2014

Baca:  1 Timotius 1:12-17

"Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus."  1 Timotius 1:14

Hidup orang percaya adalah hidup yang dipenuhi kasih karunia Allah.  Kasih karunia atau disebut juga anugerah adalah:  pemberian Allah yang tidak pantas kita terima, kebaikan Allah yang tanpa pamrih, walaupun kita merupakan orang berdosa yang selayaknya menerima hukuman, namun Ia memandang kita dengan penuh kasih dan mengampuni kita.  Yesus adalah anugerah terbesar dari Allah!  "Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus."  (Roma 5:17).

     Melalui karya Kristus di Kalvari kita beroleh pengampunan dosa sehingga pintu-pintu berkat terbuka bagi kita.  "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga."  (Efesus 1:3), artinya sorga dan segala berkat yang terkandung di dalamnya menjadi suatu kepastian bagi kita,  "...oleh karena iman dalam Yesus Kristus janji itu diberikan kepada mereka yang percaya."  (Galatia 3:22).  Kita bisa mengenal Tuhan dan percaya kepada-Nya adalah juga karena kasih karunia, sebab  "Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman."  (Yohanes 6:44).  Kita datang dalam keadaan kotor dan tidak layak, tetapi Bapa mau menerima pertobatan kita.

     "...di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya,"  (Efesus 1:13-14).  Roh Kudus inilah yang menyertai perjalanan hidup orang percaya, dan penyertaan-Nya atas kita bukan hanya semusim dua musim, tapi sampai kepada akhir zaman.  Bersama-Nya kita beroleh kekuatan dan kemampuan untuk melewati segala sesuatu, karena Ia adalah Roh yang lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia  (baca  1 Yohanes 4:4b).

Kasih karunia Tuhan yang teramat besar dan mulia telah dicurahkan atas hidup orang percaya, sudah selayaknya kita berlimpah syukur dan menghargainya!

Monday, November 10, 2014

PEMBERITA INJIL: Harus Mau Berproses

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 November 2014

Baca:  1 Korintus 9:15-23

"Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku."  1 Korintus 9:16

Syarat pertama menjadi pemberita Injil adalah percaya kepada Tuhan Yesus.  "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah."  (Yohanes 6:29).  Bagaimana mungkin kita memberitakan Injil kepada orang lain dan melayani Tuhan dengan benar, sementara kita sendiri belum percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi?  Mungkinkah orang buta menuntun orang buta?  Tidak mungkin!  Nah, selain percaya kepada Tuhan Yesus, berikutnya adalah harus hidup dalam pertobatan.  Tuhan berkata,  "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu."  (1 Korintus 6:17).  Jadi, bukan berarti kita menunggu sempurna dulu baru mau melibatkan diri dalam pelayanan.

     Memberitakan Injil berkenaan dengan komitmen:  komitmen hidup benar  (penyangkalan diri)  dan komitmen untuk berkorban  (waktu, tenaga, pikiran, bahkan materi).  Karena itu kita harus punya kerelaan untuk di proses, dibentuk dan diperbaharui oleh Tuhan.  Proses itu berlangsung seumur hidup, hingga  "...roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita."  (1 Tesalonika 5:23), dan proses itu laksana tanah liat di tangan tukang periuk.  "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya. Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku,"  (Yeremia 18:4, 6).

     Proses pasti terasa sakit dan butuh waktu yang tidak singkat.  Cara Tuhan membentuk dan memroses kita adalah melalui firman-Nya,  "Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?"  (Yeremia 23:29), dan melalui peristiwa-peristiwa yang diijinkanNya terjadi.

Percaya kepada Tuhan Yesus dan hidup dalam pertobatan adalah syarat menjadi pemberita Injil!

Sunday, November 9, 2014

URGEN: Beritakan Injil!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2014

Baca:  Matius 24:3-14

"Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya."  Matius 24:14

Pemberitaan Injil adalah aktivitas yang sangat penting dan utama sebelum hari kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya.  Karena itu selagi kita masih bernafas, diberi kesehatan dan memiliki banyak waktu dan kesempatan, mari kita maksimalkan setiap talenta untuk mengerjakan Amanat Agung ini.  Tuhan Yesus mengingatkan,  "Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai."  (Yohanes 4:35).  Kita tidak harus menjadi pendeta terlebih dahulu untuk memberitakan Injil!

     Semua orang percaya tanpa terkecuali:  tua atau muda, jemaat baru atau sudah lama, para pendeta atau jemaat awam dapat mengerjakan bagiannya untuk melayani Tuhan dengan tingkat pelayanan yang berbeda-beda, mulai dari yang paling kecil/sederhana sampai kepada hal-hal yang besar.  Pelayanan dasar memberitakan Injil kepada orang lain adalah melalui kesaksian hidup kita.  Inilah pelayanan yang sangat efektif yang dapat menjangkau semua orang.  "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  (1 Timotius 4:12b).  Karena itu kita tidak perlu ragu, takut atau berkecil hati untuk melayani Tuhan karena Tuhan tidak pernah memberikan perintah kepada kita tanpa terlebih dahulu memperlengkapi dan membekali kita.  "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."  (Kisah 1:8).  Kuasa Roh Kudus inilah yang akan menyertai, menguatkan dan memampukan kita untuk mengerjakan tugas ini.

     Karena penyertaan Roh Tuhan, Musa yang sebelumnya minder dan merasa tidak mampu, dipakai Tuhan memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir.  Begitu pula dengan kedua belas orang yang dipilih Tuhan untuk menjadi murid-murid-Nya, mereka adalah orang-orang biasa dan tidak terpelajar.  Mungkin di pemandangan manusia kita ini tidak kaya, tidak terkenal dan bahkan mungkin kita dianggap bodoh oleh dunia, tapi Tuhan mau dan sanggup memakai kita untuk menjadi penjala jiwa di akhir zaman ini.

"Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit."  Matius 9:37

Saturday, November 8, 2014

MELAYANI sebagai GAYA HIDUP

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2014

Baca:  Matius 4:23-25

"Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu." Matius 4:23

Ayat nas di atas menyatakan bahwa selama berada di bumi Yesus tidak pernah berhenti bekerja.  Mengapa?  Karena  "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga."  Yohanes 5:17).  Sebagai pengikut Kristus mutlak bagi kita meneladani Dia.  Sebagaimana  "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani"  (Matius 20:28)  maka kita pun memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama yaitu menjadikan pelayanan sebagai gaya hidupKarena itu kita harus menjadi anak-anak Tuhan yang aktif, artinya selalu dapat menggunakan kesempatan sebaik mungkin untuk melayani Tuhan dan juga sesama.

     Mengapa kita harus terlibat aktif dalam pelayanan?  Karena ini adalah sebuah perintah dari Tuhan:  "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk."  (Markus 16:15).  Injil harus diberitakan ke seluruh penjuru bumi ini  "...karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya,"  (Roma 1:16).  Keselamatan manusia ditentukan oleh iman kepada Yesus, sebab  "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  (Kisah 4:12).  Yesus menegaskan,  "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."  (Yohanes 16:6b).  Itulah sebabnya tugas memberitkan Injil adalah tugas yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

     Sungguh disayangkan, di hari-hari menjelang kedatangan Tuhan yang sudah semakin dekat ini masih banyak sekali orang Kristen yang tidak peka rohaninya, sehingga mereka menganggap remeh tugas pemberitaan Injil ini.  Jangankan memberitakan Injil, turut terlibat dalam pelayanan di gereja lokal saja kita enggan.  Kita maunya hanya dilayani, tapi tidak mau melayani.

Sampai kapan kita mengeraskan hati untuk tidak merespons panggilan Tuhan ini?

Friday, November 7, 2014

MENGHADAPI UJIAN: Latihan dan Kesetiaan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2014

Baca:  Zakharia 13:7-9

"Aku akan menguji mereka, seperti orang menguji emas."  Zakharia 13:9b

Agar kita benar-benar siap menghadapi ujian kehidupan kita harus melatih diri.  Rasul Paulus menasihati,  "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya. Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya."  (1 Timotius 4:7b-10).  Karena itu jangan sekali-kali kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah  (baca  Ibrani 10:25).  Semakin kita melatih diri dalam ibadah semakin kita kuat berakar di dalam Tuhan.

     Banyak orang Kristen berkeinginan hidup dalam kebenaran:  berkarakter seperti Kristus, ingin menjadi suami atau isteri yang baik, ingin menjadi pelayan Tuhan yang setia dan menjadi berkat bagi orang lain.  Kesemuanya adalah keinginan yang mulia.  Tapi jika kita tidak mau melatih diri, keinginan tersebut sulit untuk terwujud.  Dalam istilah kekristenan tidak ada istilah karbitan atau cara instan.  Untuk mencapainya ada harga yang harus dibayar!  Kita harus bertekun mengerjakan bagian kita, karena tidak ada perkara-perkara besar akan dinyatakan sebelum kita lulus ujian, termasuk ujian  'kesetiaan dalam perkara-perkara kecil',  Memang setiap ujian dan pencobaan itu sakit, berat dan memahitkan hati, tapi melalui ujian kita belajar untuk menghargai sebuah mujizat.

     Melalui ujian pula Tuhan hendak mengajar kita memiliki kerendahan hati.  Banyak orang ketika berhasil dan berlimpah materi menjadi tinggi hati.  Namun ketika berada di situasi-situasi sulit mereka baru belajar rendah hati dan menyadari akan keterbatasan diri.  Ujian dan masalah mengajar seseorang bergantung penuh kepada Tuhan, sebab kekayaan dan uang tidak dapat menolong dan menyelamatkan kita.  Itulah sebabnya bila tidak disikapi dengan benar, ujian dan masalah seringkali membawa kita makin jauh dari Tuhan, tapi ketika kita punya sikap hati yang benar kita selalu dapat mengambil sikap positif dari setiap ujian yang datang.

"Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."  Ayub 23:10

Thursday, November 6, 2014

MENGHADAPI UJIAN: Menguji Diri Sendiri

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 November 2014

Baca:  Yakobus 1:2-8

"sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan."  Yakobus 1:3

Semua orang pasti tidak suka mendengar kata ujian, masalah atau pergumulan.  Umumnya kita lebih suka mendengar kata-kata tentang berkat, mujizat, kemenangan dan perkara-perkara besar lainnya, karena hal-hal itulah yang sedang dicari dan diinginkan oleh manusia.  Namun kita lupa bahwa setiap berkat, mujizat, kemenangan, kesembuhan dan perkara-perkara besar selalu didahului dan diawali oleh ujian, masalah dan juga pergumulan yang tidak mudah.  Namun justru di balik hal-hal yang tidak menyenangkan inilah terkandung berkat, mujizat dan kemenangan besar.

     Kata ujian memiliki arti sesuatu yang dipakai untuk menguji kualitas sesuatu, misal kepandaian, kemampuan, hasil belajar dari seseorang.  Karena itu dalam dunia pendidikan ada yang namanya ujian akhir yaitu ujian untuk menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan seorang siswa;  ada pula ujian masuk perguruan tinggi negeri yaitu ujian memasuki suatu universitas negeri.  Bagi seorang siswa ujian adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, menegangkan, tapi sangat menentukan, sebab di balik ujian pasti ada hasil;  dan untuk mencapai hasil maksimal, yang sesuai dengan harapan dan keinginan, setiap siswa pasti akan mempersiapkan diri begitu rupa:  ada yang rajin mengikuti try out;  bagi yang berkantong tebal akan mengikuti bimbingan belajar atau memanggil guru private.  Orang yang mampu menghadapi ujian dengan baik pasti mendapatkan hasil yang baik pula.  Sebaliknya, yang tidak mempersiapkan diri dengan baik sedari awal, yang hanya belajar keras saat menjelang ujian dengan  'SKS'  (sistem kebut semalam), akan mendapatkan hasil yang pasti tidak akan pernah maksimal, mengecewakan dan mungkin akan gagal.

     Jadi sebelum menghadapi ujian perlu sekali kita menguji diri sendiri terlebih dahulu, artinya mengukur dan menilai sejauh mana kesiapan kita dalam menghadapi ujian.  Mungkin secara mental kita sudah siap, tapi ketika kita diuji ternyata banyak materi yang belum kita ketahui.  Atau sebaliknya kita sudah tahu materi, tapi ketika ujian datang ternyata kita secara mental belum siap:  panik, was-was, kuatir dan takut.

"Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik."  1 Tesalonika 5:21

Wednesday, November 5, 2014

SETIA SETIAP SAAT (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 November 2014

Baca:  Titus 3:1-14

"...taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik."  Titus 3:1

Seseorang dalam keadaan siap sedia dapat terlihat dari setiap tindakan dan perbuatannya.  Ia bukanlah pemalas tapi orang yang tekun mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya;  tak pernah berhenti mengisi hati dan pikirannya dengan firman Tuhan setiap hari, seperti yang diperbuat Daud:  "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari."  (Mazmur 119:97), sebab  "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku."  (Mazmur 119:105), sehingga kita tidak akan menyimpang ke kanan atau ke kiri.

     Orang yang siap sedia pasti akan menggunakan waktu dan kesempatan yang ada sebaik mungkin, sebab sadar bahwa  "...akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja."  (Yohanes 9:4).  Karenanya ia terus bersemangat dan memiliki roh yang menyala-nyala dalam melayani Tuhan di tengah situasi yang tidak mendukung sekalipun.  Nasihat Paulus kepada Timotius,  "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran."  (2 Timotius 4:2).  Didasari oleh hati yang berbeban terhadap jiwa-jiwa yang belum diselamatkan membuat orang tidak bisa menahan diri untuk selalu bersaksi dan memberitakan Injil kepada orang lain, entah itu di lingkungan tempat tinggal, sekolah, kantor, di pabrik dan lain-lain.  Inilah yang kurang disadari bahwa sesungguhnya dunia ini adalah ladang pelayanan bagi orang percaya.

     Orang yang siap sedia pasti memiliki hati yang takut akan Tuhan, sehingga akan berpikir seribu kali untuk berbuat dosa, sebab sadar bahwa  "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu,"  (Ibrani 2:2-3).  Sehingga tidak mau lagi berkompromi dengan dosa sekecil apa pun.  Dosa membuat hidup seseorang dihantui oleh rasa bersalah, takut, kuatir, gelisah dan tertekan.  Berbeda bila kita memiliki hati yang takut akan Tuhan, artinya kita terus melekat kepada Tuhan, kita akan beroleh kekuatan menghadapi segala perkara karena selalu dalam keadaan siap sedia setiap saat!

Orang yang siap sedia akan mampu berdiri meski berada di tengah badai!

Tuesday, November 4, 2014

SETIA SETIAP SAAT (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 November 2014

Baca:  Markus 13:33-37

"Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba."  Markus 13:33

Saat berada di taman Getsemani Tuhan Yesus menegur murid-murid-Nya yang sedang tertidur,  "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."  (Matius 26:40-41).  Tuhan Yesus memperingatkan agar di segala situasi jangan sampai kita dikalahkan oleh kedagingan kita sehingga kita enggan beranjak dari comfort zone dan mengabaikan perkara-perkara rohani.

     Di tengah situasi dunia yang kian tidak menentu mau tidak mau kita harus siap menghadapinya.  Belum lagi kecerobohan dan kelengahan sendiri juga dapat mengantarkan kita kepada pencobaan demi pencobaan, seperti tertulis:  "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut."  (Yakobus 1:14).  Orang yang berjaga-jaga akan selalu dalam keadaan siap sedia menghadapi segala kemungkinan yang terjadi dengan hati tenang, sebab ia tahu bahwa,  "...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu."  (Yesaya 30:15).  Kita tenang bukan karena kita merasa diri kuat dan mampu, tapi karena kita percaya dan senantiasa mengandalkan Tuhan.  "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah."  (Yeremia 17:7-8).

     Saat kita mengandalkan Tuhan, tangan-Nya yang kuat itu akan menopang dan menuntun langkah-langkah kita.  Berbeda sekali dengan orang yang hatinya menjauh dari pada Tuhan, hari-harinya akan diwarnai ketakutan dan kekuatiran, dan ketika masalah datang secara tiba-tiba ia dalam kondisi tidak siap sedia.

Bertekun dalam doa adalah tanda bahwa seseorang dalam keadaan yang selalu siap sedia!

Monday, November 3, 2014

TETAPLAH WASPADA!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 November 2014

Baca:  2 Yohanes 1:4-11

"Waspadalah, supaya kamu jangan kehilangan apa yang telah kami kerjakan itu, tetapi supaya kamu mendapat upahmu sepenuhnya."  2 Yohanes 1:8

Sampai hari ini di dunia ini selalu diwarnai goncangan-goncangan:  ada bencana, teror bom, ada konflik di mana-mana, bahkan peperangan.  Dunia benar-benar tidak aman.  Karena itu semua orang benar-benar harus ekstra waspada.  Untuk mengantisipasi segala kemungkinan buruk terjadi, akhirnya semua orang berusaha membentengi diri dengan menggunakan alat penangkal.  Pemeriksaan, pengawasan dan penjagaan keamanan di berbagai tempat pun semakin diperketat.  Di hotel, mall, bandara atau tempat-tempat umum lainnya petugas keamanan dilengkapi dengan detektor logam, yaitu alat pendeteksi logam, untuk memastikan setiap orang yang akan memasuki area tertentu bebas dari benda berbahaya, seperti pistol, senjata tajam dan juga bom.

     Pengawasan dan pengamanan secara fisik saja begitu sangat penting, terlebih-lebih pengawasan dan pengamanan secara roh bagi orang percaya, karena  "Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat."  (1 Yohanes 5:19), di mana  "...si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8).  Agar tetap berada dalam kewaspadaan, kita harus makin mendekat kepada Tuhan, sebab  "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku."  (Mazmur 62:2).  Daud menyadari"...lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik."  (Mazmur 84:11).  Karena itu  "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat."  (Ibrani 10:25).

     Di tengah situasi-situasi sulit yang menghimpit dunia jangan sekali-kali kita menjauh dari Tuhan, karena saat kita dekat dengan Dia pasti ada perlindungan, pertolongan, mujizat dan kemenangan.  "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?"  (Roma 8:31)

Tanpa kewaspadaan tinggi kita tidak akan sanggup bertahan, karena itu melekatlah kepada Tuhan! 

Sunday, November 2, 2014

MENGAPA TIDAK BERJAGA-JAGA? (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 November 2014

Baca:  1 Tesalonika 5:1-11

"Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman--maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan, seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin--mereka pasti tidak akan luput."  1 Tesalonika 5:3

Kurangnya pengenalan yang benar tentang Tuhan adalah akibat dangkalnya pengenalan kita tentang firmanNya.  Kita pun menjadi kurang peka secara rohani.  Kita tidak menyadari bahwa hari-hari yang sedang kita jalani ini sedang berada di penghujung zaman, artinya kedatangan Tuhan sudah teramat dekat.

     Dibutuhkan sikap berjaga-jaga setiap waktu, sebab  "...hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam."  (1 Tesalonika 5:2).  Kita berpikir bahwa situasi dan keadaan tampak baik-baik saja dan tidak ada sesuatu yang perlu dikuatirkan,  "Semuanya damai dan aman..."  (ayat nas).  Alkitab memperingatkan:  "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba."  (Pengkotbah 9:12).  Namun bila kita senantiasa tinggal di dalam firman Tuhan  (membaca, merenungkan siang-malam dan melakukannya)  maka kita akan semakin menyadari bahwa kekuatan kita sangat terbatas.  Keamanan, ketenangan dan ketenteraman sejati hanya dapat kita temukan di dalam Tuhan.  Tidak ada jalan lain yang membuat kita tegak berdiri di masa-masa akhir selain kita harus berjaga-jaga senantiasa di dalam Tuhan dan tidak lagi hidup semborono, sebab kita tahu nasihat Alkitab:  "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."  (Efesus 5:15-16).

     3.  Ketika kita salah dalam bergaul.  "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33b).  Penulis Amsal juga mengingatkan,  "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang."  (Amsal 13:20).  Pergaulan salah membawa seseorang makin terbawa arus dunia ini sehingga lebih menuruti keinginan daging.

Berjaga-jagalah senantiasa karena tak seorang pun tahu apa yang akan terjadi esok, sebab hari-hari ini adalah jahat!

Saturday, November 1, 2014

MENGAPA TIDAK BERJAGA-JAGA? (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 November 2014

Baca:  Kolose 4:1-6

"Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur."  Kolose 4:2

Berjaga-jaga berarti waspada terhadap segala kemungkinan, terutama dalam hal-hal negatif.  Berjaga-jaga juga berarti sikap bersiap-siap, awas atau berhati-hati.  Mengapa kita harus selalu berjaga-jaga?  Karena hari-hari yang kita jalani ini penuh kejutan, perubahan, percepatan atau hal-hal tak terduga yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu.  Tak ada seorang pun tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari, karena itu  "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu."  (Amsal 27:1).  Samuel Taylor Coleridge dengan sangat bijak berkata,  "Kita tidak tahu bagaimana hari esok, yang bisa kita lakukan ialah berbuat sebaik-baiknya dan berbahagia pada hari ini."

     Ada beberapa faktor mengapa orang tidak berjaga-jaga:  1.  Terlalu percaya diri atau over confidence.  Rasa percaya diri yang berlebihan membuat orang merasa dirinya cukup kuat sehingga dalam segala hal mengandalkan kekuatan sendiri.  Orang yang demikian sulit sekali menerima nasihat dan teguran orang lain.  Alkitab memperingatkan:  "...janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri... Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak,"  (Amsal 3:5, 7).  Rasul Paulus juga memperingatkan,  "...siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!"  (1 Korintus 10:12);  "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri;"  (Galatia 6:4).  Jika saat ini kita tegak berdiri dan menang atas pencobaan, jangan takabur, sebab Iblis tidak akan pernah menghentikan usahanya sebelum misinya berhasil yaitu mencuri, membunuh dan membinasakan  (baca  Yohanes 10:10a).  2.  Kurangnya pengenalan akan Tuhan dan firman-Nya.  "Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu."  (Hosea 4:6).  Seseorang yang tidak memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan  (pribadi, kuasa, kasih, kehendak-Nya dan sebaginya)  akan cenderung mengisi hari-harinya dengan perbuatan-perbuatan sia-sia.  Ia lupa bahwa setiap tindakan ada konsekuensinya.

Jangan merasa diri kuat, tapi makin mendekatlah kepada Tuhan supaya kita dapat bertahan!

Friday, October 31, 2014

HIDUP PENUH KEJUTAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2014

Baca:  Ayub 14:1-22

"Seperti bunga ia berkembang, lalu layu, seperti bayang-bayang ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan."  (Ayub 14:2).

Suatu kenyataan hidup yang tak dapat dipungkiri bahwa perjalanan hidup manusia di dunia ini selalu diwarnai dengan kejutan-kejutan:  kadang ada tawa, sekejap kemudian berganti dengan tangis;  ada keberhasilan, tapi tidak sedikit pula yang harus menelan pahitnya kegagalan.  Kejutan demi kejutan kadangkala seperti sebuah hantaman palu yang datang secara bertubi-tubi.  Kejutan ini bisa menghampiri siapa saja, baik itu orang Kristen awam atau bahkan seorang hamba Tuhan sekalipun.

     Kejutan juga menghampiri orang yang paling dekat dengan Tuhan Yesus sekalipun yaitu sebuah keluarga di kota Betania yang sangat mengasihi dan dikasihi Tuhan, yaitu keluarga Marta, Maria dan Lazarus  (baca  Yohanes 11:44).  Kejutan yang amat menyakitkan sengaja diijinkan Tuhan terjadi dan menimpa keluarga ini karena keterlambatan Tuhan Yesus tiba di rumah mereka.  Kematian menimpa salah seorang anggota keluarga ini yaitu Lazarus.  Kita tahu bahwa kematian seseorang selalu membawa kepedihan hati dan duka yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.  Memang, kejutan yang berupa masalah atau pun penderitaan itu bisa menimpa setiap orang, tak terkecuali orang percaya.  Namun satu hal yang menguatkan kita adalah Tuhan tidak pernah merancangkan kecelakaan, melainkan rancangan damai sejahtera untuk memberikan hari depan yang penuh harapan  (baca  Yeremia 29:11).  Di tengah kejutan-kejutan yang terjadi dalam kehidupan ini kita harus percaya  "...bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."  (Roma 8:28).

     Jika Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatunya tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya.  Lazarus, yang walaupun sudah empat hari mati dan dikuburkan, Tuhan sanggup membangkitkannya.  Sungguh, Tuhan Yesus adalah kebangkitan dan hidup  (baca  Yohanes 11:25).  Rasul Paulus menyatakan bahwa Tuhan turut bekerja dalam  'segala sesuatu'.  Kata  'segala sesuatu'  artinya di semua aspek kehidupan kita tanpa terkecuali.

Tuhan memakai setiap  'kejutan'  yang ada untuk menyatakan kuasa-Nya!

Thursday, October 30, 2014

HANYA MENJADI PENONTON

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2014

Baca:  Yohanes 6:1-15

"Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat
penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit."
  Yohanes 6:2

Gemuruh dan gegap gempita kejuaraan sepakbola piala dunia 2014 di Brasil telah usai pada bulan Juli lalu.  Hasilnya tim sepakbola Jerman telah membuktikan diri sebagai yang terbaik dan berhasil mencetak sejarah sebagai wakil Eropa pertama yang bisa menjadi juara dunia di benua Amerika.  Selama kejuaraan berlangsung emosi para penggemar sepakbola di seluruh penjuru dunia benar-benar terkuras.  Ada yang bersukacita ketika tim jagoannya menang;  ada pula yang kecewa, sedih, menangis, bakan sampai meluapkan kemarahan saat melihat tim yang mereka bangga-banggakan tersingkir secara dramatis di babak-babak awal.  Itulah ekspresi dari pada penonton pertandingan sepakbola.

     Mereka sepertinya terlihat aktif dengan apa yang ditontonnya, namun sesungguhnya mereka tidak memberikan sumbangsih apa pun.  Bagi yang melihat langsung di stadion, kontribusi mereka hanya sebatas selembar tiket yang telah dibeli.  Sementara mereka yang melihat di dalam setiap pertandingan sehingga dengan mudahnya berkomentar, melontarkan kritikan pedas, bahkan ada yang sampai memaki-maki pemain, padahal mereka hanya menonton dan tidak turut ambil bagian dalam pertandingan.

     Begitu pula ketika Tuhan Yesus berangkat ke Galilea ada banyak orang berbondong-bondong mengikuti Dia, oleh karena mereka melihat mujizat, tapi mereka tidak mengalami dan merasakan mujizat itu, alias menonton saja.  Bukankah ada banyak orang Kristen yang demikian?  Hanya puas sebagai penonton, sekedar melihat dan mendengar orang lain mengalami mujizat dan dipakai Tuhan secara luar biasa, tapi dirinya sendiri tidak punya kerinduan mendalam kepada Tuhan.  Jangankan turut terlibat dalam pelayanan, keberadaannya di gereja saja hanya sebatas simpatisan.  Mereka tetap saja menjadi jemaat yang pasif dan tidak memiliki rasa haus dan lapar terhadap perkara-perkara rohani.  Namun ketika mereka berada dalam masalah dan mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan, secepat kilat langsung melontarkan komentar, menghakimi orang lain, melontarkan kritikan kepada saudara seiman atau bahkan kepada hamba Tuhan.

Jangan jadi orang Kristen yang bermental penonton!

Wednesday, October 29, 2014

KETAATAN: Jalan Tepat Menuju Berkat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2014

Baca:  Imamat 26:1-13

"Jikalau kamu hidup menurut ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada perintah-Ku serta melakukannya, maka Aku akan memberi kamu hujan pada masanya, sehingga tanah itu memberi hasilnya dan pohon-pohonan di ladangmu akan memberi buahnya."  Imamat 26:3-4

Banyak orang Kristen yang merasa mengikut Tuhan itu tidak enak, banyak tantangannya, tidak boleh ini itu, pokoknya tidak bebas.  Benarkah?  Justru Tuhan memberikan aturan-aturan semata-mata untuk kebaikan kita.  Jadi ketaatan adalah jalan aman yang meluputkan kita dari hal-hal buruk sebagai akibat dari sebuah pelanggaran, sebab  "...Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya."  (Galatia 6:7).  Dalam Ayub 9:4 dikatakan:  "Allah itu bijak dan kuat, siapakah dapat berkeras melawan Dia, dan tetap selamat?"

     Selain itu ketaatan juga akan membawa kita kepada kehidupan yang diberkati, sebaliknya, ketidaktaatan mengantarkan kita kepada hukuman atau kutuk.  "...setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal,"  (Ibrani 2:2).  Tuhan mengaruniakan berkat-berkat-Nya kepada siapa saja yang mau berjalan bersama Dia dalam ketaatan penuh, meski kadangkala harus melewatinya dengan dengan deraian air mata.  Orang yang menabur ketaatan suatu saat pasti akan menuai berkat.  "Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya."  (Mazmur 126:5-6).

     Sangat disesalkan banyak yang memilih menempuh jalan sendiri.  Kita tidak mau mengikuti jalan Tuhan.  Kita berpikir jalan yang telah kita pilih pasti terbaik bagi kita, padahal  "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut."  (Amsal 14:12).  Namun tatkala kita mau berserah sepenuhnya kepada Tuhan Dia akan memberikan jauh lebih banyak daripada yang kita pikirkan.  Penyerahan diri kepada Tuhan akan menuntun kita untuk meraih apa yang Tuhan sediakan bagi kita dan pastinya berkat Tuhan itu  "...jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan,"  (Efesus 3:20).

"Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan."  Amsal 13:13

Tuesday, October 28, 2014

TUHAN YESUS: Teladan Utama Ketaatan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2014

Baca:  Lukas 22:39-46

"Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi."  Lukas 22:42

Rasul Yohanes dalam suratnya menulis;  "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  (1 Yohanes 2:6).  Dengan kata lain setiap orang percaya wajib hidup dalam ketaatan dan menempatkan Tuhan Yesus sebagai teladan utama.  Tuhan Yesus berkata,  "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya."  (Yohanes 4:34), bahkan  "...dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).

     Hidup meneladani Kristus berarti:  memiliki hati seperti hati-Nya yang dipenuhi belas kasihan; berpikir seperti Kristus berpikir, sebagaimana rasul Paulus berkata,  "Tetapi kami memiliki pikiran Kristus."  (1 Korintus 2:16);  mengasihi sama seperti Kristus mengasihi,  "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi."  (Yohanes 13:35);  melayani seperti Kristus melayani jiwa-jiwa;  taat kepada kehendak-Nya sebagaimana Kristus taat kepada kehendak Bapa dengan berkata,  "...bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi."

     Dalam mengarungi bahtera kehidupan ini setiap detik, setiap menit, setiap jam kita selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan.  Tak bisa dipungkiri, dalam kondisi ini kita pasti menghadapi dilema apakah kita memilih untuk hidup menurut kehendak sendiri atau menuruti kehendak Tuhan.  Namun sebagai anak-anak Tuhan ketaatan adalah jalan yang sangat tepat untuk kita pilih:  seperti seorang anak yang harus taat kepada kehendak orangtuanya, seperti karyawan yang sepatutnya taat kepada pimpinan, dan juga seperti prajurit yang sepenuhnya taat kepada perintah komandannya.  Terlebih lagi kita sebagai anak-anak Tuhan kita harus memiliki ketaatan penuh kepada kehendak Tuhan.  Hal terbaik dan terbesar dalam kehidupan orang percaya adalah ketika ia mampu berkata,  "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku."  (Galatia 2:19b-20).

Hidup dalam ketaatan berarti menaklukkan kehendak sendiri kepada kehendak Tuhan.

Monday, October 27, 2014

WARGA SORGA: Gaya Hidup Sorgawi (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2014

Baca:  Ibrani 12:1-14

"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan,"  Ibrani 12:2

Bagaimana supaya kita benar-benar memiliki kehidupan yang mencerminkan warga Kerajaan Sorga?  Kita harus melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Tuhan Yesus  (ayat nas).  Bila mata kita tertuju kepada Tuhan Yesus maka kita akan mencari dan memikirkan perkara yang di atas, di mana Kristus ada  (baca  Kolose 3:1-2).  Dengan kata lain kita harus mengutamakan perkara-perkara rohani, mendahulukan kerajaan Allah dan kebenarannya dengan tunduk dan taat kepada undang-undang yang berlaku di sorga yaitu firman Tuhan.  "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."  (Ibrani 12:5-6).  Segala tindakan dan perbuatan kita harus sesuai dengan firman Tuhan.

     Kita memperoleh status istimewa sebagai warga sorga ini bukan karena usaha dan hasil dari perbuatan baik kita, tapi semata-mata karena anugerah Tuhan.  Bila menyadari hal ini maka kita tidak akan menjadi warga yang hidup dengan sembarangan, sebaliknya kita akan menghargainya begitu rupa dan bertekad untuk meresponsnya dengan tindakan nyata.  Memang hal ini tidak mudah, karena di satu sisi kita dituntut untuk hidup seturut kehendak Tuhan demi mempertahankan status kita sebagai warga sorgawi, tetapi di pihak lain kita dihadapkan pada ujian dan tantangan dari dunia ini.  "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia."  (1 Yohanes 2:16).

     Dan inilah kehendak Tuhan atas orang percaya,  "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu."  (1 Yohanes 2:15).  Sebagai warga sorgawi kita dituntut Tuhan untuk tidak terbawa oleh arus dunia ini  (baca  Ibrani 2:1), melainkan harus mampu menjalankan peran kita sebagai utusan-utusan-Nya.  Karena itu di segala keadaan, bahkan di tengah badai sekalipun, kita harus tetap tegak berdiri.

Karena kewargaan kita adalah warga sorga, maka sudah seharusnya kita menghadirkan  'atmosfir'  sorgawi di tengah-tengah dunia ini.

Sunday, October 26, 2014

WARGA SORGA: Gaya Hidup Sorgawi (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2014

Baca:  Filipi 3:17-21

"Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat,"  Filipi 3:20

Setiap orang yang tinggal di seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke dan memiliki KTP  (Kartu Tanda Penduduk)  setempat adalah warga negara Indonesia, artinya memiliki kewargaan Indonesia.  Sebagai warga negara Indonesia, setiap kita memiliki hak dan kewajiban yang kesemuanya diatur dalam undang-undang.  Kalau kita teliti pasal demi pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945, di situ dijelaskan secara terinci tentang hak dan kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia.  Contoh:  Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya  (pasal 27 ayat 1);  Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2);  Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara  (pasal 27 ayat 3).  Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1).  Selain hak, kita juga tidak boleh melupakan kewajiban kita selaku warga negara Indonesia, seperti membayar pajak, patuh dan taat kepada hukum yang berlaku.

     Selain kewargaan di dunia yang sifatnya hanya sementara ini, setiap orang percaya sesungguhnya memiliki kewargaan lain sebagaimana ditegaskan oleh rasul Paulus bahwa kewargaan kita adalah di dalam sorga.  Apakah dengan demikian kita bisa bersikap semau gue, dengan hidup tidak tertib dan mengabaikan tanggung jawab kita selaku warga negara Indonesia, tempat di mana kita tinggal?  Alkitab menyatakan,  "Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya."  (Roma 13:1-2).  Justru sebagai warga negara Indonesia yang baik kita dipanggil untuk tunduk dan bertanggung jawab kepada pemerintah sebab setiap pemerintahan di dunia ini ditetapkan oleh Allah.

Oleh karena kewargaan kita adalah sorga, maka adalah suatu keharusan kita memiliki gaya hidup yang benar-benar mencerminkan warga sorga.

Saturday, October 25, 2014

ORANG PERCAYA: Keluarga Surgawi

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2014

Baca:  Efesus 2:11-22

"Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,"  Efesus 2:19

Ketika seorang bayi dilahirkan, secara otomatis ia akan menjadi anggota baru dalam sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan mungkin ada kakak.  Begitu juga ketika seseorang bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat ia dilahirkan kembali dan diubahkan hidupnya.  Inilah yang disebut dengan kelahiran baru atau dilahirkan kembali secara roh.  Dengan demikian ia punya kehidupan yang baru.  "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Sejak saat itu ia menjadi anggota baru dalam keluarga yang baru yaitu keluarga Kerajaan Allah.

     Sebagai anggota keluarga sorgawi sudah seharusnya kita memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang dunia.  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."  (Roma 12:2).  Dengan menyandang status anggota keluarga sorgawi terjadilah suatu perubahan besar.  Perubahan apa?  Kita yang dahulu jauh dari Allah kini menjadi dekat dengan-Nya.  "Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu 'jauh', sudah menjadi 'dekat' oleh darah Kristus."  (Efesus 2:13).  Kita yang dahulu hidup dalam perseteruan dengan Allah sekarang telah diperdamaikan dengan-Nya.  "Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya..."  (2 Korintus 5:18).  Kita yang dahulu hidup dalam kegelapan kini di panggil-Nya  "...keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:"  (1 Petrus 2:9).  Kita yang dahulu terbuang oleh karena dosa dan pelanggaran kita sekarang menjadi orang-orang pilihan dan sangat berharga di mata Tuhan.  Kita yang tadinya warga dunia sekarang menjadi warga Sorga.

     Memang secara jasmani kita masih hidup di dunia ini, tapi kita bukan lagi orang-orang duniawi yang hidup menurut keinginan daging kita, melainkan hidup menurut pimpinan Roh Kudus.

Sebagai anggota keluarga sorgawi kita mengemban misi menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi dunia ini!

Friday, October 24, 2014

ANANIAS DAN SAFIRA: Tidak Tulus Iklas

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2014

Baca:  Kisah Rasul Paulus 5:1-11

"Dengan setahu isterinya ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul."  Kisah 5:2

Sekilas Ananias dan Safira adalah sosok orang yang tampak sangat rohani, karena mereka memiliki kepedulian terhadap pekerjaan Tuhan.  Buktinya?  Setelah menjual sebidang tanahnya mereka tidak melupakan Tuhan begitu saja, tapi mereka memberikan persembahan kepada Tuhan.  "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,"  (Amsal 3:9).  Namun mengapa Tuhan tidak berkenan dengan persembahan ini?  Bahkan menjadi bumerang bagi mereka yaitu keduanya harus menanggung akibat yang sangat fatal yang berujung kepada kematian.

     Alkitab menyatakan bahwa mereka telah mendustai Tuhan dengan menahan sebagian dari hasil penjualan tanahnya.  Apa yang dilakukan Ananias dan Safira adalah bukti bahwa keduanya tidak menghormati Tuhan.  Pada waktu itu jemaat mula-mula memiliki kehidupan yang patut diacungi jempol, karena mereka memiliki gaya hidup suka memberi.  Bagi mereka  "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima."  (Kisah 20:35b).  Jemaat Tuhan  "...sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul."  (Kisah 4:32, 37).  Jika orang lain memberi dengan penuh kerelaan dan sukacita, lain halnya dengan Ananias dan Safira yang memberi persembahan kepada Tuhan dengan terpaksa, tidak tulus alias setengah hati, yaitu dengan menahan sebagian dari hasil penjualan tanahnya.  Mereka memberi persembahan semata-mata demi gengsi atau sekedar ikut-ikutan supaya dilihat dan dipuji oleh orang lain yang melihatnya.  Mereka lupa bahwa  "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita."  (1 Tawarikh 28:9).

     Ananias dan Safira lebih memilih takut kepada manusia daripada kepada Tuhan;  mereka lebih memilih untuk hidup menurut kehendak sendiri sehingga mengabaikan pimpinan Roh Kudus dan tidak lagi menghargai Dia.

Tanpa didasari ketulusan, kerelaan hati dan kasih, persembahan kita tidak akan berkenan kepada Tuhan!

Thursday, October 23, 2014

MUNAFIK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2014

Baca:  Mazmur 28:1-9

"...yang ramah dengan teman-temannya, tetapi yang hatinya penuh kejahatan."  Mazmur 28:3

Apa itu munafik?  Munafik memiliki arti:  bermuka dua, orang yang perkataannya berbeda dengan isi hatinya, penuh dengan kepura-puraan, apa yang diucapkan tidak sesuai dengan perbuatannya.  Dalam Perjanjian Baru  (PB)  kata munafik diterjemahkan dari kata Yunani, hupokrithes, yang diartikan:  seorang pemain drama atau sandiwara.  Peran/karakter yang mereka lakoni di atas panggung sangat bertolak belakang dengan kenyataan sehari-hari.

     Kemunafikan adalah hidup yang sedang in dalam kehidupan masyarakat di zaman sekarang ini, yang akhirnya menghasilkan budaya berpura-pura.  Munafik berarti penuh kepalsuan atau kepura-puraan.  Inilah yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.  Mereka sangat expert dalam hal Alkitab atau Taurat, tapi sayang hal ini tidak selaras dengan perbuatan.  Itulah sebabnya Tuhan Yesus sangat mengecam mereka dan menyebutnya sebagai orang-orang yang munafik, karena hanya bisa mengajar orang lain tapi ia sendiri tidak melakukan apa yang mereka ajarkan, bahkan perbuatan mereka sangat bertolak belakang.  Pelayanan hanya mereka jadikan topeng belaka.  Tuhan Yesus berkata,  "Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya."  (Matius 23:3).  Hidup dalam kemunafikan adalah tanda bahwa seseorang tidak sungguh-sungguh bertobat dan tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan.  Karena tidak ingin kehilangan pamor atau reputasi, dengan segala upaya mereka berusaha menutupi segala kebobrokannya dengan menampilkan hidup yang seolah-olah rohani  (suci)  melalui aktivitas-aktivitas keagamaan dengan tujuan supaya dipuji, dihormati dan dihargai oleh orang lain.  "...di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan."  (Matius 23:28).

     Apakah selama ini kita menjalani kehidupan kekristenan kita dengan penuh kepura-puraan?  Ibadah dan pelayanan yang kita lakukan jangan sampai hanya sebatas aktivitas jasmaniah, sementara hati dan perbuatan kita sangat jauh dari kebenaran.

Buanglah segala kemunafikan, sebab Tuhan sangat benci orang yang demikian!

Wednesday, October 22, 2014

IBADAH SETENGAH HATI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2014

Baca:  2 Tawarikh 25:1-28

"Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, hanya tidak dengan segenap hati."  2 Tawarikh 25:2

Tuhan sangat tidak senang dengan orang-orang yang melakukan segala sesuatu setengah hati, terlebih-lebih dalam hal ibadah dan pelayanan.  Mungkin secara kasat mata tampak berapi-api melayani Tuhan, tapi jika hati kita mendua dan tidak melakukannya dengan segenap hati, maka tidak berkenan di hati Tuhan.  Inilah juga yang dilakukan raja Amazia.

     Perhatikan ayat 14 ini:  "Ketika Amazia kembali, setelah mengalahkan orang-orang Edom itu, ia mendirikan para allah bani Seir, yang dibawanya pulang, sebagai allahnya. Ia sujud menyembah kepada allah-allah itu dan membakar korban untuk mereka."  Ternyata selain beribadah kepada Tuhan yang hidup Amazia juga menyembah berhala, bahkan ia mempersembahkan korban kepada mereka.  Zaman sekarang ini pun banyak orang Kristen yang secara lahiriah beribadah kepada Tuhan, sibuk melayani pekerjaan Tuhan, ternyata di sisi lain tetap menjalin persahabatan dengan dunia dan enggan memisahkan diri darinya.  Sikap demikian menyedihkan hati Tuhan!  Yakobus memperingatkan,  "Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah."  (Yakobus 4:4).

     Sebagai anak-anak Tuhan kita tidak hanya dituntut untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, tetapi juga dipanggil untuk beribadah dan melayani Dia dengan sepenuh hati.  Jangan sampai kita terbawa oleh arus dunia ini dan silau dengan tawaran-tawaran dunia yang begitu menggiurkan dan menjanjikan kenikmatan.  Kilauan dunia inilah yang acapkali menawan hati kita dan mengalihkan perhatian kita dari kehidupan ibadah yang benar.  Akhirnya ibadah dan pelayanan yang kita lakukan hanya sebatas formalitas dan rutinitas belaka.  Jika demikian,  "...Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia."  (Matius 15:8-9).

"Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena TUHAN, yang nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu."  Keluaran 34:14

Tuesday, October 21, 2014

KELUARGA TAKUT AKAN TUHAN: Banyak Berkatnya (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2014

Baca:  Mazmur 127:1-5

"sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur."  Mazmur 127:2b

Meski sebagai sel terkecil dari masyarakat, keberadaan keluarga justru memiliki peranan yang sangat vital.  Jika sebuah keluarga dalam keadaan baik, harmonis dan diberkati, hal ini akan berdampak positif kepada masyarakat secara luas.  Sebaliknya bila dari sel terkecil ini  (keluarga)  sudah punya banyak sekali masalah, hal itu juga akan berdampak buruk bagi masyarakat luar.  Contoh:  ada banyak kasus kenakalan remaja berawal dari keadaan keluarga yang broken home.  Karena itu kita harus mendasari keluarga kita dengan iman yang kuat dengan menanamkan hati yang takut akan Tuhan.

     Takut akan Tuhan itu keputusan dan pilihan hidup karena kita memiliki kehendak bebas  (free will).  Bila kita rindu keluarga kita diberkati dan dipelihara Tuhan, tidak ada pilihan lain selain harus takut akan Tuhan.  Inilah berkat keluarga yang takut akan Tuhan:  "Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu;"  (Mazmur 128:3a).  Pohon anggur adalah tanaman yang banyak ditanam di Israel karena air buah anggur merupakan minuman yang sangat menyegarkan.  Bila isteri seperti pohon anggur yang subur berarti tidak hanya berdaun lebat, tapi juga menghasilkan buah yang dapat dinikmati oleh seisi keluarga;  inilah isteri yang cakap, yang  "...adalah mahkota suaminya,"  (Amsal 12:4) dan  "...Ia lebih berharga dari pada permata."  (Amsal 31:10).  Keberadaan isteri yang demikian tentunya sebagai dampak dari suami yang mampu menjadi imam bagi keluarganya.  Berkat berikutnya adalah  "anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu!"  (Mazmur 128:3b).  Pohon zaitun adalah pohon yang sangat kuat dan tidak mudah roboh.  Dari pohon itu juga dihasilkan minyak yang sangat harum.  Melalui keteladanan yang ditunjukkan oleh orangtua yang takut akan Tuhan, anak-anak pun akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang mengasihi Tuhan dan memiliki iman yang kuat sehingga mereka tidak mudah terbawa oleh arus dunia ini.

     Ibarat peribahasa  "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya", maka  "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu."  (Amsal 22:6).

Kita akan menjadi keluarga yang diberkati Tuhan dan berbahagia bila seisi rumah  (suami, isteri dan anak-anak)  memiliki hati yang takut akan Tuhan!

Catatan:  
"Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya."  Kolose 3:18-21

Monday, October 20, 2014

KELUARGA TAKUT AKAN TUHAN: Banyak Berkatnya (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2014

Baca:  Mazmur 127:1-5

"Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;"  Mazmur 127:1

Orang dunia berprinsip bahwa sebuah keluarga akan berbahagia bila mereka memiliki uang dan harta kekayaan yang berlimpah.  Benarkah?  Sesungguhnya, apalah artinya berlimpah materi jika kita sendiri tidak menikmatinya.  Bukankah ada banyak orang kaya di dunia ini yang hidupnya justru tidak bahagia?  Hari-hari mereka dipenuhi kekuatiran, kecemasan, was-was, sakit-sakitan, konflik dan sebagainya.  Namun keluarga yang senantiasa mengandalkan Tuhan dan punya rasa takut akan Tuhan selain akan mengalami berkat-berkat Tuhan secara jasmani, juga akan menikmati berkat-berkat rohani yaitu kebahagiaan, ketenteraman, ketenangan, sukacita, perlindungan, dan damai sejahtera.

     Tempatkan Tuhan Yesus sebagai yang terutama dalam keluarga, maka Dia akan memimpin dan memberkati apa saja yang kita kerjakan.  Berkat-berkat yang disediakan Tuhan bagi keluarga yang takut akan Tuhan di antaranya:  "Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!"  (Mazmur 128:2).  Kita akan menikmati hasil dari setiap jerih payah kita.  Jerih payah tangan berbicara tentang pekerjaan, studi, usaha, bisnis dan sebagainya.  Banyak orang membanting tulang siang malam tanpa kenal lelah tidak dapat menikmati hasil jerih payahnya karena tidak melibatkan Tuhan.  "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur."  (Mazmur 127:2).

     Orang yang takut akan Tuhan tidak hidup bergantung dari apa yang diberikan dunia, namun dari apa yang disediakan Tuhan, sebab  "Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya."  (Amsal 10:22).  Orang yang takut akan Tuhan pasti mengerjakan segala sesuatu dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia, dari situlah Tuhan akan menyediakan berkat-Nya sebagai upah  (baca  Kolose 3:23).

"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  1 Korintus 2:9

Sunday, October 19, 2014

TAKUT AKAN TUHAN: Dasar Keluarga Kristen

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2014

Baca:  Mazmur 128:1-6

"Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu,"  Mazmur 128:5

Dalam membangun mahligai perkawinan setiap pasangan pasti memiliki impian-impian yang hendak diwujudkan bersama pasangannya.  Impian itu adalah sebuah keluarga yang harmonis, diberkati dan dipenuhi oleh kebahagiaan.  Memang untuk mewujudkan impian tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun hal itu juga bukanlah perkara yang mustahil asalkan kita mau menapaki hari-hari bersama dengan Tuhan.

     Dalam Mazmur 128 ini pemazmur memberikan dasar utama untuk memiliki keluarga yang diberkati dan berbahagia.  Dasar itu adalah takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya  (ayat 1), sebab  "Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya."  (Amsal 14:26).  Takut akan Tuhan merupakan unsur penting dalam kehidupan orang percaya.  Tanpa rasa takut akan Tuhan seseorang akan cenderung berpikir, berbicara dan berbuat menurut kehendak diri sendiri.  Alkitab memperingatkan,  "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;"  (Amsal 3:7).  Rasa takut akan Tuhan itu tumbuh ketika seseorang menyadari akan kekudusan, keadilan, dan kebenaran Tuhan, sehingga ia akan memandang Tuhan dengan penuh rasa hormat dan kagum.  Dari situ akhirnya seseorang memiliki ketetapan hati untuk tidak mengecewakan Tuhan melalui pikiran, perkataan dan perbuatannya;  dan dengan kerelaan hatinya sendiri, bukan karena terpaksa atau takut mengalami hukuman, serta berkomitmen untuk hidup menurut kehendak Tuhan dan menjauhi segala kejahatan.

     Rasa takut akan Tuhan ini harus menjadi landasan utama bagi setiap keluarga Kristen.  Dengan demikian suami dan isteri akan mampu menjalankan perannya sesuai dengan firman Tuhan, saling mendukung dan menguatkan sehingga mampu membawa anak-anak semakin mengasihi Tuhan melalui teladan hidup yang ditunjukkannya.  Dengan kata lain, keluarga yang takut akan Tuhan adalah keluarga yang senantiasa menerapkan prinsip-prinsip firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Rindu keluarga Saudara diberkati Tuhan dan berbahagia?  Milikilah hati yang takut akan Tuhan!

Saturday, October 18, 2014

TAKUT AKAN TUHAN: Memiliki Penguasaan Diri

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Oktober 2014

Baca:  2 Korintus 5:11-21

"Sebab jika kami tidak menguasai diri, hal itu adalah dalam pelayanan Allah, dan jika kami menguasai diri, hal itu adalah untuk kepentingan kamu."  2 Korintus 5:13

Perwujudan lain dari orang yang takut akan Tuhan adalah memiliki penguasaan diri.  Sebuah kapal besar yang berada di laut lepas pasti dikendalikan oleh kemudi.  Kemudi adalah bagian yang kecil dari sebuah kapal, namun bila kemudi tersebut dikendalikan dengan semestinya maka kemudi dapat mengarahkan kapal kepada suatu tujuan dengan selamat.  Demikian juga penguasaan diri sangat penting dalam perjalanan iman orang percaya.  Penguasaan diri bisa diartikan kemampuan untuk menahan dan menguasai diri sendiri dari segala keinginan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan.

     Sebagai manusia kita memiliki kecenderungan lost control.  Lalu bagaimana kita bisa menguasai diri kita?  Kita bisa menguasai diri jika mau tunduk kepada pimpinan Roh Kudus.  Kita bisa menguasai diri jika ada Roh Kudus di dalam hati kita karena penguasaan diri adalah salah satu dari sembilan buah roh  (baca  Galatia 5:22-23).  Roh Kudus akan memberi kita kekuatan dan kemampuan untuk bisa menguasai diri:  menguasai emosi, mengendalikan pikiran, perasaan dan tindakan kita.  Dalam 1 Petrus 4:7b dikatakan,  "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa."  Artinya kalau kita tidak bisa menguasai diri, kita takkan bisa tenang dan kalau tidak bisa tenang, kita pun tidak akan bisa berdoa.  Hanya orang yang bisa menguasai dirilah yang dapat bersikap tegas untuk tidak berkompromi dengan dosa dan terus mengenakan  'manusia baru'.

     Seseorang yang lain memiliki penguasaan diri tidak akan mudah menilai orang lain dengan kacamata manusia.  "Sebab kasih Kristus yang menguasai kami,"  (2 Korintus 5:14), sehingga kita pun tidak akan mudah menghakimi dan mencari-cari kesalahan orang lain.  Karena itu  "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi."  (Matius 7:1), dan mulai dari sekarang  "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain."  (Galatia 6:4).  Maka dari itu kuasailah dirimu di segala keadaan!

"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota."  Amsal 16:32