Tuesday, December 10, 2013

BERUBAH DAN BERBUAH (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Desember 2013 -

Baca:  Mazmur 92:1-15

"Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar, untuk memberitakan, bahwa TUHAN itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya."  Mazmur 92:15

Tuhan memanggil dan menyelamatkan kita dengan tujuan supaya kita memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang dunia.  Dengan demikian kebenaran kita itu berdampak dan menjadi kesaksian bagi kemuliaan namaNya.

     Kita dapat dikatakan  'berbeda'  bila ada perubahan hidup yang benar-benar nampak dan bisa dilihat oleh orang lain dengan ditandai buah-buah Roh.  "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan."  (Matius 3:8).  Berubah dan berbuah merupakan kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya.  Inilah kehendak Tuhan itu:  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."  (Roma 12:2), dan  "Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku."  (Yohanes 15:8).

     Mengapa setiap orang percaya harus berubah dan berbuah?  Seorang Kristen dapat dikatakan berubah apabila karakternya juga berubah.  "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu."  (1 Korintus 13:11).  Berubah berarti bergerak menuju ke arah Kristus dengan meninggalkan sifat kanak-kanak dan bertumbuh menjadi dewasa rohani.  Bukankah masih banyak orang Kristen yang sudah bertahun-tahun mengikut Tuhan dan ditinjau dari sudut umur pun sudah dewasa (tua), namun mereka tetap saja memiliki kerohanian yang kerdil?  "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil."  (Ibrani 5:12-13).

     Jangan terus menjadi bayi atau kanak-kanak rohani!  Jadilah orang Kristen yang makin hari makin dewasa.  Perubahan karakter adalah salah satu tandanya.  (Bersambung)

Monday, December 9, 2013

MENANTIKAN JANJI TUHAN: Menjaga Perbuatan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Desember 2013 -

Baca:  Amsal 4:1-27

"Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan."  Amsal 4:27

Saat dilanda persoalan atau pergumulan yang hebat banyak dari kita yang cenderung mengalami kemerosotan rohani.  Kita tidak mampu lagi menjaga kualitas hidup rohani kita.  Semakin besar masalah menerpa bukannya makin mendekat kepada Tuhan, tapi kita semakin menjauh.  Bahkan kita menunjukkan sikap yang memberontak kepada Tuhan dengan mengomel, mengumpat, kecewa, jengkel, marah dan menyalahkan Tuhan.  Hal ini pun berimbas pada keseharian kita:  malas berdoa, malas baca Alkitab, malas beribadah.  Kemudian kita mencoba menyelesaikan permasalahan dengan kekuatan sendiri, mencari pertolongan kepada manusia, dan akhirnya kembali kepada kehidupan lama.  Kita tidak lagi hidup menurut pimpinan Roh Kudus, melainkan menuruti keinginan daging.  Alkitab menegaskan,  "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya."  (Galatia 5:24).

     Kalau kita kembali kepada kehidupan lama, siapa yang diuntungkan?  Iblis!  Ia  (Iblis)  akan lebih mudah menyerang kehidupan kita sehingga kita makin terpuruk dan jatuh.  Karena itu dalam menantikan janji Tuhan kerohanian kita jangan sampai loyo dan semangat melayani Tuhan jangan mengendor.  Dalam Roma 12:11 dikatakan,  "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  Sesulit apa pun situasinya mari tetap mengutamakan Tuhan dan melayani Dia dengan sepenuh hati.  Janganlah seperti Esau yang rela menjual hak kesulungannya demi sepiring makanan  (baca  Ibrani 12:16-17).  Akhirnya penyesalan pun tiada guna.  Jangan pula seperti para pengikut Daud saat Ziklag terbakar, yang hendak melempari Daud dengan batu.  Namun Daud dalam keadaan terjepit dan pergumulan yang berat dapat menjaga sikap dan perilakunya dengan menguatkan kepercayaannya kepada Tuhan  (baca  1 Samuel 30:6).

     Daud melakukan tindakan yang benar:  datang kepada Tuhan dan menyerahkan segala permasalahan kepadaNya.  Ia tidak bertindak mengandalkan kekuatannya sendiri.

Masa-masa penantian adalah masa yang sangat menentukan, karena itu jagalah perilaku dan tetap hidup benar di hadapan Tuhan supaya janjiNya dinyatakan bagi kita tepat pada waktuNya.

Sunday, December 8, 2013

MENANTIKAN JANJI TUHAN: Menjaga Ucapan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Desember 2013 -

Baca:  Mazmur 39:1-14

"Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku;"  Mazmur 39:2

Ketika apa yang kita harapkan tidak menjadi kenyataan seringkali yang keluar dari mulut kita adalah kata-kata negatif sebagai ungkapan rasa kesal, kecewa dan marah.  Berhati-hatilah, sebab ucapan kita ibarat benih, suatu saat akan tumbuh, berkembang dan menghasilkan buah.  Ada tertulis:  "Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya."  (Amsal 18:20).  Pilihan ada pada kita:  memperkatakan yang baik atau buruk.  Bila sampai hari ini kita belum melihat apa yang baik janganlah bersungut-sungut atau mengomel, tetap perkatakan yang positif, ucapkanlah berkat, maka suatu saat berkat atau hal-hal positif itu akan benar-benar terjadi dalam hidup kita.  Ada kalimat bijak:  'Your word will save your world!'  Artinya perkataan kita dapat menyelamatkan dunia, perkataan kita dapat membentuk hidup kita.  Jika kita memperkatakan yang positif, maka yang positif ini akan mempengaruhi pikiran dan tindakan kita.  Begitu pula sebaliknya!  Karena itu  "Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang."  (Kolose 4:6).

     Sebagai orang percaya kita memiliki kuasa perkataan yaitu perkataan di dalam nama Yesus.  Itu bukanlah perkataan biasa, melainkan perkataan yang mengandung kuasa dahsyat bila diucapkan dengan iman,  "... bahwasanya seperti yang kamu katakan di hadapan-Ku, demikianlah akan Kulakukan kepadamu."  (Bilangan 14:28).  Ini berarti Tuhan akan mengerjakan apa yang kita perkatakan.  Jika Tuhan yang melakukan, tidak ada yang mustahil, karena Ia sanggup menjadikan yang tidak ada menjadi ada.  Namun kadang yang kita lihat dan alami justru sebaliknya, yaitu kesulitan demi kesulitan.  Jangan berkecil hati, percayalah dan terus perkatakanlah, maka seperti Tuhan menggenapi janjiNya kepada Yusuf, hal yang sama akan dilakukanNya bagi kita.

     Sebesar apa pun persoalan kita hari-hari ini jangan sampai menyurutkan iman kita sehingga kita tidak berani berkata-kata positif.  Perkatakan firman setiap hari, maka kuasa Tuhan akan bekerja dalam hidup kita.  Sesuatu yang luar biasa pasti akan terjadi!

"...tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya."  Markus 11:23

Saturday, December 7, 2013

MENANTIKAN JANJI TUHAN: Menjaga Ucapan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Desember 2013 -

Baca:  Habakuk 3:1-19

"namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku."  Habakuk 3:18

Setiap kita pasti mengharapkan janji-janji Tuhan yang tertulis dalam Alkitab tergenapi dalam hidup kita meski hal itu membutuhkan proses penantian;  dalam menantikan janji Tuhan tersebut mungkin kita mengalami pergumulan yang tidak mudah:  masalah, kesesakan, situasi, keadaan sulit acapkali melemahkan iman dan membuat kita kehilangan fokus, padahal kita butuh iman yang teguh dan juga tindakan sebagai langkah iman.

     Habakuk mengalami situasi yang buruk dan berada di tengah-tengah keadaan yang tidak pasti, di mana pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang.  Secara manusia tidak ada harapan!  Jadi sebenarnya Habakuk punya alasan untuk menjadi lemah, kecewa dan putus asa, namun ia tetap menaruh pengharapan kepada Tuhan.  Hal yang sama dilakukan Daud saat Ziklag terbakar, di mana ia tetap  "...menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya."  (1 Samuel 30:6b).

     Kita harus menyadari bahwa untuk dapat menerima janji Tuhan dibutuhkan tindakan dari pihak kita, sebab  "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati."  (Yakobus 2:17), karena  "...iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna."  (Yakobus 2:22).  Maka kita harus melakukan sesuatu yang sesuai dengan kehendak Tuhan.  Mungkin saja keadaan di sekitar kita begitu buruk, tidak ada sesuatu pun yang baik nampaknya, tapi kita harus tetap percaya kepada Tuhan dan melangkah dengan iman.

     Kita pun harus bisa menjaga sikap kita sembari menantikan janji Tuhan tersebut, antara lain menjaga lidah atau ucapan kita.  Lidah memegang peranan yang sangat penting dalam hidup seseorang,  "...walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar."  (Yakobus 3:5a).  Banyak orang Kristen tidak menyadari akan hal ini.  Akibatnya kita mudah sekali memperkatakan hal-hal yang buruk dan negatif.  Alkitab dengan tegas menyatakan,  "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya."  (Amsal 18:21).  (Bersambung)

Friday, December 6, 2013

RAHASIA HIDUP DANIEL (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Desember 2013 -

Baca:  Daniel 2:1-49

"Lalu raja memuliakan Daniel: dianugerahinyalah dengan banyak pemberian yang besar, dan dibuatnya dia menjadi penguasa atas seluruh wilayah Babel dan menjadi kepala semua orang bijaksana di Babel."  Daniel 2:48

Rahasia hidup Daniel kedua adalah memiliki pergaulan yang baik.  Ia tidak sembarangan bergaul dan sangat selektif memiliki teman, sebab ia sadar bahwa  "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33).  Karena itulah Daniel membangun hubungan dengan teman-teman yang sama-sama takut akan Tuhan dan memiliki kerohanian yang baik pula, sehingga mereka dapat saling mendukung, menasihati, mengingatkan dan menguatkan.  "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya."  (Amsal 27:17).  Berhati-hatilah dalam bergaul!  Dengan siapa kita bergaul dan siapa teman-teman di sekitar kita sangat mempengaruhi pola pikir dan juga menentukan perjalanan hidup kita, akan seperti apa kita dikemudian hari, sebab  "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang."  (Amsal 13:20).  Daniel pun memilih Hananya, Misael dan Azarya sebagai sahabat-sahabatnya. 

     Hal ketiga adalah Daniel berkomitmen untuk memelihara kehidupan doanya setiap hari.  Ia senantiasa menyediakan waktu khusus untuk Tuhan tiga kali sehari berlutut, berdoa dan memuji-muji Tuhan.  Tertulis:  "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya."  (Daniel 6:11).  Sebagai pejabat pemerintahan tentunya Daniel punya banyak aktivitas dan kesibukan;  meski demikian ia tidak pernah lalai menyediakan waktu untuk bersekutu dengan Tuhan.  Di segala keadaan Daniel tetap tekun berdoa.  Hal ini menunjukkan bahwa ia senantiasa mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia di segala aspek hidupnya.

     "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?"  (Lukas 18:7).  Itulah sebabnya apa saja yang dikerjakan Daniel senantiasa berhasil dan beruntung, karena tangan Tuhan selalu campur tangan.

"Dan Daniel ini mempunyai kedudukan tinggi pada zaman pemerintahan Darius dan pada zaman pemerintahan Koresh, orang Persia itu."  Daniel 6:29

Thursday, December 5, 2013

RAHASIA HIDUP DANIEL (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Desember 2013 -

Baca:  Daniel 1:1-21

"Dalam tiap-tiap hal yang memerlukan kebijaksanaan dan pengertian, yang ditanyakan raja kepada mereka, didapatinya bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya."  Daniel 1:20

Hari ini kita belajar dari seorang muda yang mampu  'mengalahkan'  dunia.  Daniel adalah orang muda yang memiliki roh luar biasa dan memiliki kualitas hidup di atas rata-rata.  Dalam bahasa Ibrani nama  'Daniel'  memiliki arti  'Tuhanlah hakimku'.  Kata  'hakim'  sendiri memiliki makna yang sangat luar biasa, suatu gambaran tentang kebijaksanaan yang di dalamnya terkandung hikmat, kekudusan, intelektual dan juga integritas.  Daniel adalah salah seorang dari orang-orang muda pilihan yang ditangkap dan dibawa oleh Nebukadnezar, raja Babel, pada waktu Yerusalem runtuh.  "...orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim."  (Daniel 1:4).  Di negeri Babel, oleh pemimpin pegawai istana, nama Daniel diganti menjadi Beltsazar.

     Meski berada di negeri pembuangan, grafik kehidupan Daniel bukannya makin merosot, justru sebaliknya makin hari makin naik seperti janji firmanNya,  "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun,"  (Ulangan 28:13).  Keberhasilan Daniel didapat bukan karena melakukan kecurangan, suap atau kompromi, tapi karena ia memiliki kualitas hidup yang  'berbeda'  dari orang lain.  Inilah yang dilakukan Daniel:  pertama, ia berkomitmen untuk hidup kudus.  Bukanlah perkara yang mudah bagi anak muda untuk tidak menajiskan diri dari perkara-perkara duniawi.  "Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya."  (Daniel 1:8).

     Daniel bersikap tegas dan tidak mau berkompromi sedikit pun dengan dosa dan tetap berkomitmen untuk menjaga kekudusan hidupnya.  Apa kuncinya?  "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.  (Mazmur 119:9).  (Bersambung) 

Wednesday, December 4, 2013

ORANG PERCAYA: Mengalahkan Dunia (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Desember 2013 -

Baca:  Yesaya 42:1-9

"Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa,"  Yesaya 42:6

Ada tertulis:  "...iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna."  (Yakobus 2:22).  Jadi  "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati."  (Yakobus 2:17).  Ini menunjukkan ada harga yang harus kita bayar untuk bisa mengalahkan dunia dan menjadi orang-orang yang berdampak.  Pertanyaannya:  "Siapakah kita menjadi perhatian dunia?"  Kita bisa mengalahkan dan bahkan mengubah dunia di mana pun kita berada, tempat di mana kita berinteraksi langsung.  Inilah yang dimaksud  "...kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."  (Kisah 1:8).  Jadi kita tidak harus menjangkau tempat yang jauh-jauh, namun di lingkungan terdekat sudahkah kita menjadi berkat?

     Siap atau tidak siap, mau tidak mau, Tuhan ingin kita menjadi berkat supaya melalui perbuatan kita namaNya dipermuliakan.  "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."  (Matius 5:16).  Kalau yang kita lakukan itu tidak baik, lebih jelek atau  'setali tiga uang'  dengan orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, apa istimewanya kita?  Pasti orang dunia tidak akan mau melihat kita.  Satu-satunya jalan adalah memiliki kehidupan dan karya yang lebih baik dari orang dunia, barulah mereka akan tertarik membicarakan kita, melihat kita dan akhirnya datang kepada kita.

     Akhirnya, bagaimana kita bersikap dan bertindak akan menentukan  'kualitas dan posisi'  kita di mata dunia.  Karena itu kita harus mengarahkan iman kita kepada Tuhan, mengisi pikiran dengan hal-hal yang positif.  "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."  (Filipi 4:8), dan praktekkan iman itu dalam perbuatan nyata.

Orang Kristen yang benar mampu mengalahkan dunia dengan iman dan perbuatannya!

Tuesday, December 3, 2013

ORANG PERCAYA: Mengalahkan Dunia (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Desember 2013 -

Baca:  1 Yohanes 5:1-5

"sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita."  1 Yohanes 5:4

Ada banyak orang Kristen yang terheran-heran dan kasak-kusuk ketika melihat rekan sesama orang Kristen melakukan pekerjaan dengan sangat baik, rajin, jujur, disiplin, tekun sehingga menjadi orang yang berhasil bukan hanya dalam bidang konvensional saja, dalam hal pelayanan pun dipakai Tuhan secara luar biasa.  Aneh bukan?!!  Sesungguhnya itu adalah hal yang wajar.  Sebaliknya jika ada orang Kristen yang malas, yang melakukan pekerjaan dengan sangat buruk, pelayanannya amburadul dan tidak bisa menjadi kesaksian yang baik, kita menganggapnya sebagai hal yang lumrah dan biasa.  Inilah yang seharusnya membuat kita terkejut dan terheran-heran.

     Sejak semula Tuhan memiliki rancangan luar biasa bagi setiap orang percaya.  "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).  Kita dirancang Tuhan untuk menjadi pribadi luar biasa dan berbeda dari orang-orang di luar Tuhan.  Bukan menjadi looser, tapi winner.  Perlu kita sadari bahwa di dalam diri setiap orang percaya terdapat potensi Ilahi, suatu benih luar biasa yang merupakan modal bagi kita untuk menjadi pribadi luar biasa dan memiliki kehidupan yang luar biasa pula.  Benih itu adalah iman kita.  Iman inilah yang memampukan kita untuk  'mengalahkan'  dunia.  Tapi ingat, benih tidak akan tumbuh dan menghasilkan buah yang lebat jika ia dibiarkan begitu saja.  Jadi benih itu harus ditumbuhkan terlebih dahulu:  dirawat, diberi pupuk, diairi, dibersihkan ranting-rantingnya.  Karena itulah keberadaan kita di tengah dunia ini harus berdampak positif.  Dengan kata lain kita harus bisa menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi orang-orang di luar Tuhan, bukan batu sandungan.

     Bila sampai saat ini kita belum bisa mengalahkan dunia, melainkan hanya menjadi pribadi yang biasa-biasa saja, bukan pribadi yang luar biasa, pasti ada yang salah dalam diri kita, artinya masalahnya ada pada diri kita sendiri.  Seringkali kita menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan yang ada, bahkan kita complain dan berani menyalahkan Tuhan.  (Bersambung)

Monday, December 2, 2013

MENGASIHI TUHAN: Banyak Keuntungan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Desember 2013 -

Baca:  1 Korintus 2:6-16

"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  1 Korintus 2:9

Bisakah kita disebut mengasihi Tuhan bila kita sendiri tidak bisa mengasihi orang lain, hati kita dipenuhi dengan kebencian, kepahitan, dendam, sakit hati dan tidak mau mengampuni?  Tertulis:  "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya."  (1 Yohanes 4:20-21).  Artinya, orang Kristen hanya akan dapat mengasihi saudara-saudaranya seiman dengan benar setelah ia lebih dahulu mengasihi Tuhan dengan benar.  Mustahil mengasihi Tuhan dengan benar bila masih membenci saudara seiman lainnya.

     Ada banyak keuntungan jika kita mengasihi Tuhan dengan sungguh:  1.  Tidak hidup dalam ketakutan.  "Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih."  (1 Yohanes 4:18).  Semakin besar kasih kita kepada Tuhan semakin hilang pula rasa takut yang menyerang kita.  Sebaliknya semakin kita memusatkan pikiran kepada perkara-perkara duniawi ini kita akan sangat mudah dikuasai oleh ketakutan.  Karena itu Tuhan mengingatkan kita untuk tidak takut, meainkan makin percaya dan mengasihi Dia lebih lagi.  Inilah janjiNya,  "Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit."  (Matius 10:30-31).  Ia menegaskan,  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).  2.  Mampu mengatasi semua persoalan.  Tuhan berkata,  "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;"  (Mazmur 34:20).

     Orang benar adalah orang yang melakukan kehendak Tuhan dan mengasihiNya.  Terhadap orang benar Tuhan akan menyatakan kasih, pemeliharaan dan pertolonganNya.

Jika Tuhan di pihak kita, kita akan tampil sebagai pemenang karena Dia turut bekerja dalam perkara hidup kita.

Sunday, December 1, 2013

MENGASIHI TUHAN: Melakukan KehendakNya!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Desember 2013 -

Baca:  Matius 22:34-40

"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu."  Matius 22:37

Waktu bergulir begitu cepatnya, tiada terasa kaki kita telah memasuki bulan penghujung di tahun 2013.  Masihkah kita secara konsisten mengasihi Tuhan?

     Adalah mudah bagi setiap orang Kristen untuk mengatakan bahwa dirinya mengasihi Tuhan.  Namun dalam prakteknya tidaklah semudah yang dikatakan.  Mengasihi Tuhan harus diwujudkan dengan perbuatan atau tindakan nyata.  Tuhan berkata,  "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya."  (Yohanes 14:21).  Tanda utama yang membuktikan bahwa seseorang mengasihi Tuhan adalah ketika ia hidup dalam ketaatan.  Karena itu setiap anak Tuhan harus giat mengembangkan hubungan secara pribadi dengan Tuhan.  Membangun keintiman dengan Tuhan adalah langkah awal untuk mengasihi Tuhan.  Semakin kita intim dengan Tuhan semakin kita mengenal PribadiNya dan semakin kita dikenal oleh Tuhan, seperti tertulis,  "Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah."  (1 Korintus 8:3).  Namun ada tercatat demikian:  "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"  (Matius 7:21-23).  Orang yang bernubuat, mengusir setan dan mengadakan mujizat bukanlah orang Kristen biasa atau jemaat awam, tapi sudah terlibat dalam pelayanan atau hamba Tuhan yang memiliki 'jam terbang' pelayanan sangat tinggi.  Tapi Tuhan menegaskan bahwa Ia tidak mengenal mereka.

     Ternyata keaktifan seseorang dalam melayani pekerjaan Tuhan tidak menjamin bahwa ia dikenal oleh Tuhan secara pribadi, bila ia sendiri tidak hidup dalam ketaatan dan melakukan kehendakNya.  (Bersambung)

Saturday, November 30, 2013

MULTIPLIKASI BERKAT YUSUF

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 November 2013 -

Baca:  Kejadian 41:37-57

"Sebelum datang tahun kelaparan itu, lahirlah bagi Yusuf dua orang anak laki-laki, yang dilahirkan oleh Asnat, anak Potifera, imam di On."  Kejadian 41:50

Jika memperhatikan kisah perjalanan hidup Yusuf yang penuh liku dan diwarnai banyak penderitaan, serta kemudian ada happy ending yang dialaminya, pemazmur berkata,  "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;"  (Mazmur 34:20).  Yusuf mengalami kebahagiaan di akhir hidupnya.  "Dari dalam gelap akan terbit terang!"  (2 Korintus 4:6).

     Sejak masih tinggal di rumah Yusuf sudah harus mengalami penderitaan oleh karena mimpi-mimpinya dan perlakuan istimewa ayahnya, yang membuat saudara-saudaranya membenci dan berkeinginan membunuhnya.  Yusuf pun dibuang ke dalam sumur kering kemudian dijual ke Mesir kepada Potifar.  Berakhirkah penderitaan Yusuf?  Tidak.  Di rumah Potifar Yusuf difitnah secara keji oleh isteri Potifar sehingga ia harus dijebloskan ke dalam penjara.  Di dalam penjara inilah Yusuf bertemu dengan juru roti dan juru minuman Firaun yang juga sama-sama dipenjara, dan Yusuf mengartikan mimpi kedua hamba Firaun tersebut.  Suatu kali bermimpilah Firaun dan tidak ada seorang pun orang berilmu di Mesir yang sanggup mengartikan mimpi tersebut.  Atas informasi juru minuman sampailah Yusuf di istana Firaun.  Dengan hikmat Tuhan Yusuf mengartikan mimpi Firaun sang raja hingga akhirnya ia diangkat sebagai penguasa di tanah Mesir.

     Kasih dan kemurahan Tuhan tidak berhenti sampai di situ.  Saat berada di Mesir lahirlah dua anak laki-laki bagi Yusuf:  "Yusuf memberi nama Manasye kepada anak sulungnya itu, sebab katanya: 'Allah telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku.' Dan kepada anaknya yang kedua diberinya nama Efraim, sebab katanya: 'Allah membuat aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku.'"  (Kejadian 41:51-52).  Kebaikan dan kemurahan yang diterima dari Tuhan membuatnya lupa atas segala kesukaran dan kesengsaraan di masa lalu.  Yusuf mengalami multiplikasi berkat dalam hidupnya.  Mimpi yang dialami Yusuf benar-benar menjadi kenyataan.  Itu adalah upah ketekunan, kesabaran dan ketaatannya kepada Tuhan.

Seberat apa pun keadaan kita tetaplah kuat dan belajarlah untuk selalu taat, sebab  "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,"  Pengkotbah 3:11

Friday, November 29, 2013

MENCARI TUHAN: Ada Kehidupan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 November 2013 -

Baca:  Yesaya 55:1-13

"Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!"  yesaya 55:6

Renungan kita hari ini menegur dan mengingatkan kita agar tidak menyia-nyiakan waktu.  Kesempatan yang ada mari kita gunakan untuk terus menerus mencari Tuhan.  Mencari Tuhan adalah sebuah keputusan penting bagi orang percaya, terlebih saat kita berada dalam situasi-situasi yang sulit.  Ketika jalan yang kita tempuh terbentur tembok yang tebal alias jalan buntu, sedangkan berbagai upaya telah kita lakukan dan kesemuanya berujung kepada kegagalan, tiada jalan lain selain kita harus datang kepada Tuhan dan mencari wajahNya.  Mencari Tuhan berarti menyadari akan keterbatasan dan ketidakberdayaan kita, lalu dengan penuh kerendahan hati mencariNya.  Mencari Tuhan juga berarti berharap dan mengandalkan Dia saja.

     Mengapa kita harus mencari Tuhan?  Karena Dia adalah sumber pertolongan sejati.  Sementara segala hal yang ada di dunia ini tak bisa memberikan jawaban dan jaminan yang pasti bagi kita.  Karena itu jangan sekali-kali kita menggantungkan harapan pada uang, kekayaan, jabatan, pengalaman, kepintaran atau kemampuan, semuanya adalah sia-sia.  Gantungkan harapan sepenuhnya kepada Tuhan sebab Dia selalu punya jalan ajaib untuk menolong kita.  Dia tidak pernah kehabisan cara melepaskan kita dari berbagai masalah.  "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."  (Yesaya 55:9).  Apa yang didapatkan bila bersungguh hati mencari Tuhan?  "...kamu yang mencari Allah, biarlah hatimu hidup kembali!"  (Yesaya 55:9).  Juga melalui nabi Amos Tuhan mengingatkan bangsa Israel agar mereka mencari Dia,  "Carilah Aku, maka kamu akan hidup!"  (Amos 5:4, 6a).

     Perjalanan hidup bangsa Israel hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita yang hidup di zaman sekarang ini.  Ketika mereka mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh ada keamanan, perlindungan dan kemenangan.  Namun, ketika mereka meninggalkan Tuhan, berkompromi dengan dosa dan mencari pertolongan kepada ilah lain, kekalahan demi kekalahan harus mereka alami.

"Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya Tuhan."

Thursday, November 28, 2013

MENEMPUH JALAN YANG BENAR (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 November 2013 -

Baca:  Mazmur 119:1-32

"Aku telah memilih jalan kebenaran, telah menempatkan hukum-hukum-Mu di hadapanku."  Mazmur 119:30

Tak seorang pun dari kita ingin mengalami kegagalan, berantakan, amburadul dan pada akhirnya mengalami kebinasaan.  Kita semua pasti ingin berhasil, diberkati dan menuju kepada kehidupan kekal.  Inilah jalan yang telah ditempuh oleh pemazmur  (ayat nas)  yaitu memilih jalan kebenaran dengan menempatkan firman Tuhan sebagai pedoman hidupnya.

     Adapun jalan kebenaran itu adalah Tuhan Yesus.  Dia berkata,  "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."  (Yohanes 14:6).  Percaya dan beriman kepada Tuhan Yesus adalah langkah awal dan merupakan fondasi hidup orang percaya.  Inilah kunci hidup berkemenangan dan berkelimpahan:  "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan."  (Yohanes 10:10).  Alkitab menyatakan,  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Jadi keberadaan orang Kristen adalah ciptaan baru, yaitu sebagai manusia baru.  Karena itu jangan lagi kembali kepada kehidupan yang lama atau menempuh jalan yang salah.  Kalau kita kembali ke  'manusia lama'  berarti langkah kita menuju ke jalan yang menurun, artinya kehancuran dan kebinasaan sedang menanti!  Kita harus memiliki tekad seperti rasul Paulus:  "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,"  (Filipi 3:13).  Mari kenakan  'manusia baru'  setiap hari dengan hidup menurut pimpinan Roh Kudus.  "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun,"  (Ulangan 28:1, 13). 

     Masa depan yang penuh harapan, keberhasilan, kemenangan dan hidup yang berkelimpahan akan menjadi kenyataan asal kita mau menempuh jalan yang benar yaitu jalan sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.

"Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."  Amsal 3:6

Wednesday, November 27, 2013

MENEMPUH JALAN YANG BENAR (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 November 2013 -

Baca:  Matius 7:12-14

"karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."  Matius 7:14

Ingatkah Saudara akan lagu rohani lama berikut ini?  "Di dunia ada dua jalan, lebar dan sempit, mana kau pilih?  Yang lebar api, jiwamu mati, tapi yang sempit jiwa berglori."  Melalui lagu ini kita diingatkan bahwa dalam perjalanan hidup ini kita diperhadapkan dengan pilihan-pilihan.  Jika kita membuat pilihan hidup yang benar atau menempuh jalan yang benar, kita akan mengalami berhasilan dan keberuntungan.  Sebaliknya jika jalan yang kita tempuh itu salah, kita akan menuai kegagalan dan kehancuran.  "Sebab itu tempuhlah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar."  (Amsal 2:20)  dan  "Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan orang jahat. Jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya, menyimpanglah dari padanya dan jalanlah terus."  (Amsal 4:14-15).  Ini menunjukkan bahwa keberhasilan atau kegagalan seseorang di kemudian hari sangat ditentukan oleh langkahnya sendiri, bukan ditentukan oleh langkah orang lain.

     Untuk menggapai keberhasilan jalan yang harus kita tempuh tidak mudah dan tentu ada "harganya".  Terkadang kita harus melewati kerikil, bebatuan yang cadas, serta jalan yang mendaki.  Itu terasa berat, sangat melelahkan dan kita pun harus bermandi peluh.  Namun semuanya akan terbayar lunas ketika kita sudah mencapai puncak, di mana terpampang nyata di hadapan kita suatu pemandangan yang menakjubkan, hamparan hijau yang membentang, bahkan kita pun dapat melihat kemegahan kota dengan gedung-gedung pencakar langit serta gemerlap lampu-lampunya.  Namun sedikit orang yang menempuhnya!  Sebaliknya jalan yang menurun, yang mudah dilalui dan tidak memerlukan kerja keras banyak orang yang menempuhnya.  Padahal mereka tidak tahu ada bahaya sedang menanti.  "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut."  (Amsal 14:12).  Benarlah bahwa  "...lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;"  (Matius 7:13).

     Manakah jalan yang akan kita tempuh?  Ingat, pilihan kita hari ini menentukan akan seperti apa masa depan kita.  Sebelum semuanya terlambat buatlah pilihan-pilihan hidup yang benar.  (Bersambung)

Tuesday, November 26, 2013

ORANG PERCAYA: Melakukan Kehendak Tuhan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 November 2013 -

Baca:  Yohanes 14:15-31

"Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku..."  Yohanes 14:23

Ketika kita mengasihi seseorang atau pasangan kita, segala cara akan kita tempuh untuk memenuhi setiap keinginan dan kehendak orang yang kita cintai.  Atas dasar cinta inilah segala sesuatu tidak ada yang dirasa berat, bahkan kita akan rela mengorbankan apa saja.  Begitu juga jika kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan kita akan melakukan apa pun yang menjadi kehendakNya.  Seringkali kita begitu mudah berkata,  "Aku mengasihi Tuhan!"  Namun kita tidak mau melakukan kehendakNya dengan alasan bahwa kehendak Tuhan itu sangat berat.  "Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat, sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia."  (1 Yohanes 5:3-4a).  Dengan kekuatan sendiri memang kita tidak akan mampu melakukan kehendak Tuhan dengan sempurna.  Bukankah di dalam diri orang percaya ada Roh kudus?  "...yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;"  (Yohanes 16:13).

     Tujuan kehendak Tuhan sesungguhnya semata-mata untuk kebaikan kita.  Tidak ada satu pun yang merugikan, apalagi mencelakai kita.  Seringkali kita beranggapan bahwa kehendak Tuhan bertujuan mengekang dan membatasi kebebasan kita.  Padahal Tuhan memberikan 'rambu-rambu' atau aturan-aturan justru untuk memberkati dan melindungi kita dari hal-hal yang jahat.  Ketika kita taat melakukan kehendak Tuhan ada banyak keuntungan dan berkat yang tersedia bagi kita.  Jadi tidak ada kata rugi atau sia-sia!  Itulah sebabnya Daud berkata,  "aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku."  (Mazmur 40:9).  Karena itu kita harus punya banyak waktu bersekutu dengan Tuhan supaya kita dapat mengerti kehendak Tuhan.

     Banyak orang kristen membuang-buang waktu mereka untuk hal-hal yang tak berfaedah.  Firman Tuhan mengingatkan,  "...perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."  (Efesus 5:15-16).  Perhatikanlah Maria yang lebih memilih  "...duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,"  (Lukas 10:39b), itu adalah langkah awal mencari kehendak Tuhan.

Tanpa ketaatan melakukan kehendak Tuhan kekristenan kita tidak ada artinya!

Monday, November 25, 2013

ORANG PERCAYA: Melakukan Kehendak Tuhan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 November 2013 -

Baca:  Matius 7:15-23

"Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga."  Matius 7:21

Seberapa lama kita menjadi Kristen, seberapa sibuk kita melayani pekerjaan Tuhan, seberapa pintar kita memainkan alat musik di gereja, seberapa bagus suara kita saat memimpin pujian atau seberapa tinggi ilmu teologia kita tidak menjadi jaminan bahwa kehidupan kita berkenan pada Tuhan dan menyenangkan hatiNya.  Yang menyita perhatian Tuhan dan membuat mataNya tertuju kepada kita adalah ketaatan kita dalam melakukan kehendakNya.  "Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar,"  (Mazmur 34:16).  Namun bukanlah perkara yang mudah melakukan kehendak Tuhan dalam hidup ini, terlebih-lebih kita berada di tengah-tengah dunia yang dipenuhi keinginan daging, keinginan mata dan segala keangkuhan hidup  (baca  1 Yohanes 2:16).

     Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak aturan-aturan yang dibuat dengan tujuan untuk ditaati.  Contohnya rambu-rambu lalu lintas.  Banyak orang patuh pada rambu-rambu hanya karena mereka takut pada polisi/petugas atau takut kena tilang/hukuman.  Jadi yang mendasari mereka untuk taat kepada peraturan bukanlah kesadaran dari dalam diri sendiri.  Tuhan senang jika anak-anakNya melakukan kehendakNya dan taat kepadaNya bukan karena takut kepadaNya, mengira Ia Pribadi yang kejam dengan murka yang menyala-nyala, siap menghukum siapa saja yang melanggar firmanNya.  Namun sebagai Bapa yang baik Dia lebih senang jika Ia dikasihi, dihormati dan dipercayai daripada ditakuti.  Tanda seorang anak mengasihi menghormati dan mempercayai Bapanya adalah melalui ketaatannya.  Sebaliknya bukti anak yang tidak mengasihi, tidak menghormati dan tidak menghargai bapanya adalah ketidaktaatan.

     Pertanyaan:  sudahkah aktivas-aktivitas rohani yang kita lakukan selama ini berjalan beriringan dengan ketaatan kita melakukan kehendak Tuhan?  Orang kristen disebut juga sebagai orang percaya.  Tapi bila pengiringan kita kepada Tuhan tidak disertai ketaatan kita akan disebut sebagai orang yang tidak percaya, sebab ketidaktaatan adalah bukti ketidakpercayaan, sekalipun kita percaya dalam hati bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat.  (Bersambung)

Sunday, November 24, 2013

FIRMAN TUHAN: Tidak Pernah Kembali Sia-Sia

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2013 -

Baca:  Yehezkiel 12:1-28

"Tidak satupun dari firman-Ku akan ditunda-tunda. Apa yang Kufirmankan akan terjadi, demikianlah firman Tuhan ALLAH."  Yehezkiel 12:28

Rasul Paulus menegaskan bahwa Injil adalah  "...kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya,...  Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: 'Orang benar akan hidup oleh iman.'"  (Roma 1:16-17).  Injil adalah buah pikiran atau isi hati Tuhan sendiri.  Di dalamnya terkandung hikmat Tuhan, janji Tuhan, rencana Tuhan, jalan Tuhan, tuntunan, bimbingan dan pedoman hidup bagi orang percaya.  Dikatakan:  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).  Seluruh jawaban dari permasalahan hidup yang dialami manusia ada di dalam firman Tuhan:  mulai dari masalah yang sangat simple sampai kepada masalah yang paling complicated.  Jadi tidak ada masalah yang tidak terselesaikan ketika kita menjadikan firman Tuhan sebagai pegangan hidup kita.  Firman Tuhan adalah solusi terbaik.

     Daud mengalami pengalaman luar biasa bersama Tuhan.  Di setiap pergumulan yang dihadapi ia senantiasa berpegang teguh pada firman Tuhan.  "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku."  (Mazmur 119:105).  Akhirnya terbukti bahwa  "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti."  (Mazmur 46:2).  Serahkan semua permasalahan kepada Tuhan sebab Dia sama sekali tidak merasa terganggu.  Abraham pun mengalami penggenapan janji Tuhan secara luar biasa, sekalipun janji itu tidak masuk akal.  Tuhan berjanji bahwa keturunannya akan seperti bintang dan debu tanah banyaknya, padahal usia Abraham 100 tahun dan Sara 90 tahun ketika itu.  Tetapi tiada yang mustahil bagi Tuhan, semua yang dijanjikanNya ditepati.

     Nantikanlah janji Tuhan dengan setia, jangan terpengaruh situasi dan keadaan, karena apa yang difirmankan Tuhan tidak akan pernah kembali dengan sia-sia.

"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal."  Ayub 42:2

Saturday, November 23, 2013

BERTAHAN DI TENGAH KESUKARAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2013 -

Baca:  Daniel 6:1-29

"Sesudah itu raja memberi perintah, lalu diambillah Daniel dan dilemparkan ke dalam gua singa."  Daniel 6:17

Dalam doa juga terkandung kuasa menghasilkan sesuatu yang mustahil menjadi mungkin.  Hana adalah wanita mandul yang secara manusia mustahil dapat memiliki anak.  Tapi karena ia terus bertekun di dalam doa perkara yang ajaib pun terjadi.  Tuhan mendengarkan seruan doanya sehingga  "...mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki."  (1 Samuel 1:20a).  Kata Hana,  "Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya."  (1 Samuel 1:27).  Jadi doa yang dilakukan dengan iman dan penuh keyakinan sangat besar kuasanya.  saat menghadapi kesukaran kita harus makin meningkatkan jam-jam doa kita.  Daniel pun melakukan hal ini:  "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya."  (Daniel 6:11).

     Meski harus dimasukkan ke dalam gua singa Daniel terluputkan dari maut karena tangan Tuhan sanggup mengatupkan mulut singa-singa itu.  Kita tidak akan mampu bertahan di tengah kesukaran bila kita mengandalkan kekuatan kita yang sangat terbatas ini.  Sungguh benar apa yang dikatakan oleh pemazmur,  "Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi."  (Mazmur 121:2).  2.  Kita harus memegang teguh janji Tuhan.  Janji manusia seringkali berujung kepada ingkar dan mengecewakan, namun bila Tuhan yang berjanji cepat atau lambat pasti akan digenapi, sebab  "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?"  (Bilangan 23:19).  Itulah sebabnya Daud berkata,  "Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau."  (Mazmur 119:11).  Karena keteguhannya dalam meegang janji Tuhan ini Daud memiliki keberanian Ilahi saat berhadapan dengan Goliat, karena ia sangat percaya akan kebesaran dan kuasa Tuhan.

Di tengah kesukaran dan goncangan yang terjadi mari makin melekat kepada Tuhan melalui doa dan iman percaya kita kepadaNya, Sebab  "...inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita."  1 Yohanes 5:4b

Friday, November 22, 2013

BERTAHAN DI TENGAH KESUKARAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2013 -

Baca:  Timotius 3:1-9

"Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar."  2 Timotius 3:1

Kepada Timotius rasul Paulus mengingatkan bahwa pada hari-hari terakhir menjelang kedatangan Tuhan yang kedua kalinya akan datang masa yang sukar.  Bukankah apa yang disampaikan oleh rasul Paulus ini benar-benar sedang kita rasakan? Saat ini semua umat manusia di belahan bumi mana pun tanpa terkecuali mengalami masa-masa sukar di segala aspek kehidupan ini.  Keberadaan kita ini tak ubahnya seperti seorang prajurit yang sedang bertempur di medan peperangan, sehingga kita tidak boleh bersikap santai, berleha-leha, apalagi sampai tertidur, sebab jika kita lengah sedikit saja kita akan menjadi korban perang.  Maka dari itu  "...hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya."  (Efesus 6:10).

     Situasi-situasi sukar yang sedang terjadi tentunya membuat banyak orang menjadi lemah, takut, kuatir dan putus asa.  Namun sebagai anak-anak Tuhan yang mempunyai sandaran firman Tuhan tentunya kita memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang dunia, karena melalui firmannya Tuhan telah memberikan kepada kita kiat-kiat dalam menghadapi masa-masa sukar itu.  Hal yang harus kita lakukan agar dapat bertahan di tengah kesukaran yang terjadi adalah:  1.  Kita harus berdoa.  Doa merupakan salah satu kebenaran penting yang dilakukan dan diajarkan Tuhan Yesus kepada semua orang percaya.  Tanpa doa, kita akan mengalami kematian rohani karena doa adalah nafas hidup kita, juga sebagai sarana mendekat kepada Tuhan dan berbicara denganNya.  Tuhan Yesus menasihati kita untuk terus berdoa dengan tidak jemu-jemu.  Di segala keadaan kita harus tetap berdoa  (baca  1 Tesalonika 5:17).  Mengapa demikian?  Sebab  "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."  (Yakobus 5:16b).  Di dalam doa ada kuasa mengubah ketakutan menjadi kekuatan.  Yosafat, ketika bangsanya diserang bani Moab dan Amon, menjadi sangat takut, lalu ia mengambil keputusan mencari Tuhan.  Bahkan,  "Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa."  (2 Tawarikh 20:3).

     Ketakutan yang ada dalam diri Yosafat berubah menjadi kekuatan yang dahsyat.  Ia dengan penuh keberanian maju berperang dan akhirnya tampil sebagai pemenang oleh karena Tuhan turut bekerja dengan caraNya yang heran dan ajaib.  (Bersambung)

Thursday, November 21, 2013

IBADAH YANG SUNGGUH: Mendatangkan Berkat (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2013 -

Baca:  Hagai 1:1-4

"Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN."  Hagai 1:8

Mengapa kita harus beribadah kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh?  Karna di balik ibadah ada berkat-berkat yang luar biasa, baik berkat jasmani maupun rohani.

     Di dalam Keluaran 23:25 tertulis:  "Tetapi kamu harus beribadah kepada TUHAN, Allahmu; maka Ia akan memberkati roti makananmu dan air minumanmu dan Aku akan menjauhkan penyakit dari tengah-tengahmu."  Roti dan air berbicara tentang kebutuhan hidup kita.  Tuhan akan mencukupkan apa yang kita perlukan asal kita beribadah kepada Tuhan dengan sungguh.  Firmannya menyatakan,  "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  (Matius 6:33).  Asal kita mengutamakan Tuhan tidak ada hal-hal yang perlu kita kuatirkan, karena Tuhan akan mengerjakan bagiannya yaitu menyediakan apa yang kita perlukan:  apa yang hendak kita makan, minum dan pakai.  Marilah kita mengoreksi diri, mungkin selama ini kita kurang serius menjalankan ibadah kita sehingga berkat-berkat Tuhan sepertinya tertahan.  "Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? demikianlah firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri."  (Hagai 1:9).

     Nasihat Rasul Paulus:  "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."  (1 Timotius 4:8).  Ketika kita beribadah dengan sungguh Tuhan menggenapi janji-janjiNya saat kita masih berada di dunia ini, terlebih lagi untuk hidup yang akan datang ada mahkota kehidupan dan kehidupan kekal disediakan.  Melalui ibadah hubungan kita dengan sesama anggota keluarga Kerajaan Allah pun makin erat dan rukun.  Di mana ada umat Tuhan hidup rukun di situ pula Tuhan akan mencurahkan berkat-berkatNya  (baca Mazmur 133).

Tuhan akan membuat perbedaan antara orang yang sungguh beribadah kepadaNya dan yang tidak.  Karena itu tetap setialah beribadah kepadaNya!

Wednesday, November 20, 2013

IBADAH YANG SUNGGUH: Mendatangkan Berkat! (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2013 -

Baca:  Mazmur 122:1-9

"Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: 'Mari kita pergi ke rumah TUHAN.'"  Mazmur 122:1

Daud adalah salah satu tokoh di antara banyak tokoh di dalam Alkitab yang memiliki kehidupan yang luar biasa.  Bagaimana Daud bisa seperti itu?  Apa rahasianya?  Karena Daud sangat dekat dengan Tuhan.

     Daud memiliki kehidupan rohani yang berkualitas.  Kesungguhannya dalam beribadah kepada Tuhan tak diragukan lagi.  Tiada hari terlewatkan tanpa membangun keintiman dengan Tuhan.  Di mana pun dan kapan pun ia suka sekali memuji-muji Tuhan.  "Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku."  (Mazmur 34:2).  Berdoa serta merenungkan firman Tuhan siang dan malam adalah gaya hidup Daud setiap hari.  Ia berkata,  "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik."  (Mazmur 84:11).  Ini menunjukkan bahwa Daud sangat mengasihi Tuhan.  Karena kasihnya kepada Tuhan Daud lebih menyukai berada di pelataran Tuhan meskipun itu hanya satu hari dibandingkan seribu hari berada di tempat lain.  Dengan kata lain Daud rindu berada di dalam hadirat Tuhan.

     Ayat nas menyatakan betapa daud memiliki respons yang baik ketika orang lain mengajaknya untuk beribadah kepada Tuhan, bahkan sangat bersukacita.  Bagaimana dengan kita?  Ada banyak orang Kristen yang justru memiliki respons sebaliknya ketika diajak untuk beribadah.  Mereka tidak semangat, malas, ogah-ogahan dan cenderung bersikap skeptis, apalagi jika dihimbau untuk turut terlibat dalam pelayanan.  Mereka lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan urusan pribadi sehingga urusan rohani menjadi urusan nomor sekian.  Dengan berbagai alasan mereka pun berusaha menghindarkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah yang ada dengan alasan banyak pekerjaan, terlalu sibuk atau sangat lelah.  Firman Tuhan mengingatkan kita,  "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat."  (Ibrani 10:25).  (Bersambung)

Tuesday, November 19, 2013

AMAN DAN TENTRAM PALSU (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2013 -

Baca:  Amsal 14:1-35

"Dalam takut akan TUHAN ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya."  Amsal 14:26

Maukah kita ini disebut orang-orang munafik?  Tentu tidak.  Maka kita harus mengerti apa itu ibadah yang berkenan kepada Tuhan, yaitu ibadah yang disertai ketaatan melakukan firmannya.  Jadi  "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat."  (Penghkotbah 4:17).  Tuhan Yesus berkata,  "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku."  (Yohanes 14:15).

     Peringatan selanjutnya ditujukan kepada orang-orang yang merasa tenteram di Samaria.  Samaria adalah ibukota kerajaan Israel bagian utara.  Kota Samaria lambang kemakmuran dan kekuasaan.  Ketika itu orang-orang di Samaria berlimpah harta dan kekayaan.  Daerah Basan terkenal dengan hasil peternakannya yang bernilai sangat tinggi, sehingga kehidupan orang-orang di Samaria secara ekonomi bisa dikatakan makmur.  Sayang, dengan kekayaan yang dimiliki mereka bertindak semena-mena terhadap sesamanya:  memeras orang lemah dan menginjak orang miskin.  "Dengarlah firman ini, hai lembu-lembu Basan, yang ada di gunung Samaria, yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin, yang mengatakan kepada tuan-tuanmu: bawalah ke mari, supaya kita minum-minum! Tuhan ALLAH telah bersumpah demi kekudusan-Nya: sesungguhnya, akan datang masanya bagimu, bahwa kamu diangkat dengan kait dan yang tertinggal di antara kamu dengan kail ikan."  (Amos 4:1-2).  Mereka lebih mempercayakan hidupnya kepada harta kekayaan daripada bersandar kepada Tuhan.

     Orang-orang Israel tidak lagi menjadikan Tuhan sebagai sumber pertolongan.  Mereka lebih memilih mencari pertolongan kepada manusia atau bangsa lain yang mereka sangka lebih bisa diandalkan dan diharapkan.  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5).

"Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan."  Wahyu 2:5a

Monday, November 18, 2013

AMAN DAN TENTRAM PALSU (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 November 2013 -

Baca:  Amos 6:1-14

"Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tenteram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang!"  Amos 6:1

Melalui nabi Amos Tuhan memperingatkan dengan keras orang-orang Israel agar mereka tidak terlena dengan kenyamanan yang sedang mereka rasakan:  nyaman di Sion, merasa tenteram di gunung Samaria dan atas orang-orang terkemuka yang seringkali mereka andalkan.  Apa maksudnya?

     Sion adalah kota pusat peribadatan bangsa Yehuda.  Ini berbicara tentang kegiatan-kegiatan ibadah yang dilakukan orang percaya.  Seringkali kita berpikir bahwa kita sudah melakukan yang terbaik bagi Tuhan.  Kita tidak pernah absen memenuhi bangku-bangku gereja di hari Minggu, aktif di persekutuan, rutin berpuasa, memberi banyak persembahan, bahkan sudah terlibat dalam pelayanan.  Kita pun akhirnya berpikir bahwa segala sesuatu yang kita lakukan ini sudah menyenangkan hati Tuhan dan berkenan di hadapanNya.  Ingat!  Tuhan sama sekali tidak tertarik dengan kegiatan rohani kita apabila hal itu tidak disertai dengan ketaatan kita dalam melakukan kehendakNya.  Tuhan berkata,  "Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar."  (Amos 5:21-23).

     Perhatikan kehidupan ahli-ahli Taurat dan juga orang-orang Farisi!  Bukankah secara kasat mata mereka adalah orang-orang yang rajin beribadah, mengerti firman Tuhan, dan sudah terjun dalam pelayanan?  Tetapi apa kata Tuhan?  "...turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya."  (Matius 23:3).  Ternyata segala ibadah yang mereka lakukan adalah sia-sia di hadapan Tuhan, sebab disertai motivasi tidak benar yaitu supaya dipuji dan dihormati manusia, padahal mereka sendiri tidak hidup dalam ketaatan.  Ibadah yang demikian merupan kebencian bagi Tuhan.  (Bersambung)

Sunday, November 17, 2013

ORANG PERCAYA: Harus Percaya Diri

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 November 2013 -

Baca:  1 Yohanes 4:1-6

"Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia."  1 Yohanes 4:4

Perasaan minder, tidak percaya diri, mengasihani diri sendiri, putus asa dan gampang menyerah pada keadaan seringkali mewarnai perjalanan hidup orang percaya.  Tidak seharusnya kita bersikap demikian!  Sebab sesungguhnya orang-orang percaya di tengah dunia ini bukanlah orang-orang yang biasa;  kita ini di atas rata-rata, bukan pecundang, melainkan pemenang.

     Sejak awal kita diciptakan, Tuhan sudah memiliki rancangan yang luar biasa.  "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."  (Kejadian 1:26).  Ini akan membangkitkan semangat kita menjalani hidup jika menyadari bahwa kita ini diciptakan serupa dan segambar dengan Allah.  Tuhan pun menegaskan,  "...Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).  Di dalam Roma 8:37 dikatakan:  "...kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."  Orang-orang yang berhasil dan para pemenang adalah orang-orang yang memiliki sikap percaya diri.  Tanpa rasa percaya diri mustahil orang mampu meraih apa yang menjadi impian dalam hidupnya.

     Jadi memiliki rasa percaya diri yang berarti memiliki rasa optimis dan senantiasa berpikiran positif adalah salah satu modal menggapai kesuksesan.  Karena itu  "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."  (Filipi 4:8).  Dampak dari itu semua adalah membawa kita pada semangat untuk menjalani hidup ini dalam situasi apa pun.

Kita harus punya rasa percaya diri karena kita adalah istimewa di pemandangan Tuhan!

Saturday, November 16, 2013

ACUH DAN TAK BERGAIRAH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 November 2013 -

Baca:  Zefanya 2:1-3

"Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh,"  Zefanya 2:1

Hari-hari ini 'penyakit' suam-suam kuku dan acuh tak acuh terhadap perkara-perkara rohani menyerang banyak orang.  Yang menjadi salah satu faktor penyebabnya adalah tekanan ekonomi.  Tidak bisa dipungkiri, tingginya biaya kebutuhan hidup membuat banyak orang dihantui rasa kuatir.  Keadaan ini tidak hanya melanda orang-orang dunia tapi juga dialami oleh banyak anak Tuhan, padahal firman Tuhan tak henti-hentinya mengingatkan,  "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?"  (Matius 6:25).  Kenyataannya kekuatiran timbul dalam hati dan pikiran kita.  Hal ini tak ubahnya benih yang ditaburkan di tengah semak duri yaitu  "...orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah."  (Matius 13:22).

     Rasa kuatir akan kebutuhan hidup  (ekonomi)  ini membuat kita tidak lagi punya gairah dan kerinduan mencari Tuhan.  Hal ini juga dialami bangsa Israel sehingga Tuhan harus menegur mereka dengan keras melalui nabi Zefanya.  Bangsa Israel cuek dan bersikap acuh tak acuh terhadap hal-hal rohani.  Mereka tidak lagi bergairah mencari Tuhan, perkara-perkara rohani mereka kesampingkan.  Kita pun sama, disibukkan dengan pekerjaan yang menyita hampir seluruh waktu kita.  Dari pagi sampai malam yang ada di pikiran kita hanyalah bagaimana mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, bagaimana supaya harta dan kekayaan kita makin berlimpah.  24 jam waktu yang diberikan Tuhan kita habiskan untuk mengejar perkara-perkara duniawi.  Seminar-seminar kiat jitu menjadi kaya mendadak, menjadi miliarder tanpa modal dan sebagainya diserbu orang.  Sementara untuk bersekutu dengan Tuhan dan mencari wajahNya kita sama sekali tidak punya gairah dan semangat sedikit pun.  Akhirnya semua ibadah kita hanyalah sebatas rutinitas belaka.

     Sampai kapan ini akan terjadi?  Mari, selagi ada waktu dan kesempatan milikilah kesungguhan mencari Tuhan.

"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  Roma 12:11

Friday, November 15, 2013

BERKAT-BERKAT PADANG GURUN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 November 2013 -

Baca:  Mazmur 136:1-26

"Kepada Dia yang memimpin umat-Nya melalui padang gurun! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya."  Mazmur 136:16

Selama melewati padang gurun bangsa Israel justru mengalami mujizat-mujizat luar biasa.  Tuhan menyediakan segala sesuatu yang mereka butuhkan.  Alkitab menyatakan,  "Empat puluh tahun lamanya Engkau memberikan mereka makan di padang gurun. Mereka tidak berkekurangan, pakaian mereka tidak rusak, dan kaki mereka tidak bengkak."  (Nehemia 9:21).  Penyertaan Tuhan tidak pernah berkurang dan kasihNya tidak pernah berubah sedikit pun meskipun bangsa Israel berulangkali menyakiti hati Tuhan dengan ketidaktaatan mereka.  Di sepanjang perjalanan mereka tidak pernah berhenti mengeluh, bersungut-sungut, mengomel, menyalahkan pemimpin, bahkan menyalahkan Tuhan.  Terhadap mereka Tuhan berkata,  "Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk."  (Keluaran 32:9).

     Berkat-berkat apa saja yang dialami bangsa Israel ketika berada di padang gurun?  Mari membahas dua hal saja:  1.  Berkat pemeliharaan.  Selama 40 tahun di padang gurun bangsa Israel tidak pernah kekurangan makanan karena Tuhan selalu menyediakan manna setiap pagi yang  "... warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti rasa kue madu."  (Keluaran 16:31), serta burung puyuh di waktu petang.  Selain itu mereka juga melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Tuhan memberi mereka minum dengan cara yang ajaib.  Sungguh, Tuhan selalu punya cara yang ajaib untuk menolong mereka.

     2.  Berkat perlindungan.  Padang gurun adalah tempat yang sangat ekstrem dan ganas.  Siang hari begitu panas, malam hari sangat dingin.  Tetapi  "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam."  (Keluaran 13:21).  Ini membuktikan bahwa Tuhan sangat mengasihi umatNya.  Sungguh,  "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti."  (Mazmur 46:2).  Sayang, sebagian besar umat Israel harus mati di padang gurun sebelum mereka mencapai Tanah Perjanjian oleh karena ketidaktaatan mereka sendiri.

Di padang gurun pun Tuhan selalu punya cara ajaib untuk menolong umatNya!

Thursday, November 14, 2013

UJIAN PADANG GURUN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 November 2013 -

Baca:  Ulangan 8:1-20

"Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak."  Ulangan 8:2

Bagi bangsa Israel padang gurun adalah tempat transisi menuju Tanah Perjanjian, sekaligus tempat latihan perang prajurit-prajurit Tuhan.  Sebelum memasuki Tanah Perjanjian, yang penuh berkat, berlimpah susu dan madu, Tuhan membawa kita ke padang gurun untuk mempersiapkan kita menjadi pribadi-pribadi tangguh dan berkualitas, sehingga pada saatnya kita menjadi prajurit Tuhan yang siap terjun ke medan peperangan di Tanah Perjanjian.

     Apa tujuan Tuhan membawa umatNya melewati padang gurun terlebih dahulu?  Ia ingin kita memiliki kerendahan hati.  Ulangan 8:2:  "Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu."  (ayat nas), karena itu  "...Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN."  (Ulangan 8:3).  Tuhan membenci dosa kesombongan.  Betapa banyak orang Kristen merasa mampu dengan mengandalkan kekuatan, kepintaran dan segala hal yang dimiliki sehingga tidak bersandar kepada Tuhan sepenuhnya.  Selain itu Tuhan hendak menguji isi hati, apakah kita sungguh-sungguh berpegang pada firman Tuhan,  "dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak."  (Ulangan 8:2).

     Adakalanya masalah diijinkan terjadi karena Tuhan hendak mengetahui motivasi kita dalam mengikut Dia:  apakah kita sungguh-sungguh menanti-nantikan Tuhan dan menaati firmanNya dengan sepenuh hati atau tidak.  Seringkali kita giat mencari Tuhan saat dalam masalah saja, tapi ketika masalah sudah selesai kita pun meninggalkan Tuhan.  Tetaplah mengucap syukur ketika harus melewati padang gurun karena Tuhan memiliki rencana yang indah di balik itu!

Wednesday, November 13, 2013

UJIAN PADANG GURUN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 November 2013 -

Baca:  Matius 4:1-11

"Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis."  Matius 4:1

Perjalanan hidup orang percaya takkan pernah lepas dari proses pembentukan Tuhan.  Ada pun proses itu bertujuan memurnikan kita dan menguatkan iman kita.  Proses pembentukan Tuhan ini sering disebut dengan 'padang gurun'.  Tuhan Yesus pun harus melewati 'padang gurun' sebelum Ia memulai pelayananNya.

     Bagi kebanyakan orang padang gurun adalah tempat yang sangat tidak enak sehingga mereka berusaha menghindarinya.  Namun bagi umat Tuhan padang gurun adalah tempat di mana karakter kita makin dibentuk dan kita dibawa Tuhan kepada pengalaman-pengalaman rohani yang luar biasa.  Mungkin saat ini kita sedang merasakan cobaan hidup yang berat, percayalah bahwa Tuhan  "...sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b)  dan  "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia."  (1 Korintus 10:13a).  Sebagaimana Tuhan menyertai dan memelihara bangsa Issrael di padang gurun, Ia pun akan menyertai dan memelihara kita.

     Beberapa macam ujian:  pertama, ujian kebutuhan hidup.  Iblis berkata,  "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti."  (Matius 4:3).  Roti berbicara tentang kebutuhan hidup.  Saat itu Iblis tahu bahwa Yesus sedang berpuasa 40 hari 40 malam dan pastilah Ia merasa lapar.  Karena itu Iblis 'memberi jalan ke luar' agar Yesus mau mengubah batu menjadi roti agar mendapatkan makanan.  Namun Yesus tidak menuruti, Ia berkata,  "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."  (Matius 4:4).  Masalah ekonomi acapkali menjadi penyebab banyak orang Kristen meninggalkan Tuhan, bahkan ada yang sampai nekat mencari pertolongan kuasa gelap.  Kedua, ujian kemewahan dunia.  Iblis juga menawarkan dunia dengan segala kemewahannya kepada Yesus,  "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku."  (Matius 4:9), asal Dia mau menuruti permintaannya.  Akhirnya dengan keras Yesus berkata,  "Enyahlah, Iblis!"  (Matius 4:10).  Hari-hari ini ada banyak orang yang rela menjual iman dan keselamatannya karena tergiur mendapatkan jabatan, pasangan hidup dan segala hal yang ditawarkan oleh dunia ini.  (Bersambung)

Tuesday, November 12, 2013

DEWASA ROHANI: Tidak Tergantung Usia (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 November 2013 -

Baca:  2 Tawarikh 34:1-7

"Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan hidup seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri."  2 Tawarikh 34:2

Kedewasaan rohani Daud terbentuk melalui proses panjang yang merupakan dampak kedekatannya dengan Tuhan.  Sejak usia muda Daud sudah mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh.  Ia senantiasa membangun keintiman dengan Tuhan.  "TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu."  (Mazmur 119:97)  dan  "...pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku."  (Mazmur 42:9).  Daud juga mencintai firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam.  "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari."  (Mazmur 119:97).  Ini membuktikan bahwa Daud sangat mengasihi Tuhan dan sungguh-sungguh mencari Dia.  Kehidupan Daud pun berkenan pada Tuhan dan ia pun menjadi kesaksian bagi bangsanya.  Tuhan pun berkata,  "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku."  (Kisah 13:22).

     Contoh lain adalah Yosia.  Meski berusia muda ia mampu menjadi pemimpin yang baik bagi bangsanya dan menjadi teladan dalam hal kerohanian.  Ini terjadi karena Yosia mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh.  Ia pun sanggup melakukan reformasi rohani atas bangsanya.  Ia menyerukan pertobatan nasional dengan jalan membersihkan penyembahan berhala:  segala perkakas yang telah dibuat untuk baal dibakarnya, orang-orang yang terlibat di dalamnya pun diberhentikan, tugu-tugu dan tiang-tiang berhala dimusnahkan  (baca  2 Raja-Raja 23:1-30).  Melalui kehidupan Yosia ini seluruh rakyat dibimbing kepada kebenaran dan memiliki hati takut akan Tuhan.  "Sebelum dia tidak ada raja seperti dia yang berbalik kepada TUHAN dengan segenap hatinya, dengan segenap jiwanya dan dengan segenap kekuatannya, sesuai dengan segala Taurat Musa; dan sesudah dia tidak ada bangkit lagi yang seperti dia."  (2 Raja-Raja 23:25).

"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  1 Timotius 4:12

Monday, November 11, 2013

DEWASA ROHANI: Tidak Tergantung Usia (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 November 2013 -

Baca:  Mazmur 119:97-104

"Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu."  Mazmur 119:100

Banyak orang berpendapat bahwa semakin tua usia seseorang semakin dewasa pula kerohaniannya.  Benarkah demikian?  Jawabannya:  tidak selalu demikian.  Ada banyak orang yang sudah masuk kategori dewasa atau tua umurnya tapi masih saja belum dewasa rohani, alias masih sebagai kanak-kanak rohani.

     Perlu digarisbawahi di sini bahwa kedewasaan rohani seseorang itu tidak selalu sejalan dengan kedewasaan secara usia atau fisik.  Begitu juga lamanya seseorang dalam mengikut Tuhan atau menjadi Kristen tidak menjamin bahwa orang itu memiliki kedewasaan rohani.  Memang secara teori seharusnya demikian, namun faktanya tidaklah seperti itu;  semuanya sangat bergantung pada kesungguhan kita dalam mengejar perkara-perkara rohani.  Tanpa kesungguhan kita mencari Tuhan, orang yang sudah lama menjadi Kristen pun akan kalah dewasa secara rohani dengan orang muda yang sungguh-sungguh mencari Tuhan dalam hidupnya.  Tidak sedikit orang muda Kristen yang justru memiliki kedewasaan rohani dan jauh lebih mumpuni bila dibandingkan dengan mereka yang berusia tua.  Ada tertulis:  "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  (Ibrani 5:12-14).

     Jadi bukan perkara yang mustahil bila orang muda malah bisa menjadi teladan dalam hal kerohanian, bahkan menjadi pemimpin rohani.  Oleh karena itu jangan sekali-kali kita memandang sebelah mata terhadap anak-anak muda Kristen bila kita sendiri tidak bersungguh-sungguh di dalam Tuhan!  Daud adalah contoh orang muda yang memiliki kedewasaan rohani sehingga ia pun dapat berkata,  "Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu."  (ayat nas).  Dalam hal ini Daud bukan asal bicara, tapi benar-benar terbukti!  (Bersambung)

Sunday, November 10, 2013

SALOMO: Gagal Ujian Berkat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 November 2013 -

Baca:  1 Raja-Raja 11:1-13

"Sebab itu TUHAN menunjukkan murka-Nya kepada Salomo, sebab hatinya telah menyimpang dari pada TUHAN, Allah Israel, yang telah dua kali menampakkan diri kepadanya,"  1 Raja-Raja 11:9

Hikmat yang diberikan Tuhan untuk memperlengkapi Salomo sebagai pemimpin Israel berdampak positif dalam kehidupannya:  Salomo menjadi sangat terkenal dengan kebijaksanaannya.  Imbasnya adalah ke seluruh aspek kehidupannya, Salomo menjadi orang yang cakap di segala bidang, makin hari makin berhasil dan makin hari makin diberkati.  Akhirnya Salomo pun berlimpah dengan harta dan kekayaan.  Takhta, kekuasaan dan harta ada dalam genggamannya;  namun biasanya seseorang yang memiliki takhta dan harta kehidupannya tak jauh pula dari wanita.  Terbukti  "...raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het,"  (1 Raja-Raja 11:1).

     Ternyata kehidupan yang diberkati Tuhan tidak menjamin seseorang akan semakin mengasihi Tuhan dan hidup dalam ketaatan.  Ada dua kemungkinan:  berkat dan kedudukan tinggi akan membuat seseorang semakin mengasihi Tuhan, atau malah sebaliknya membuat seseorang menjadi lupa diri, makin terlena dengan kenikmatan yang ada, dan akhirnya meninggalkan Tuhan dan berkompromi dengan dosa.  Inilah yang terjadi dalam diri salomo:  harta dan takhta membuatnya berubah, awalnya begitu mengasihi Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia, kini hatinya lebih condong kepada perkara-perkara duniawi.  Dengan harta yang melimpah Salomo berkesempatan memiliki banyak wanita dan memuaskan keinginan dagingnya, padahal Tuhan sudah mengingatkan,  "'Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka.'  Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta."  (1 Raja-Raja 11:2).  Bahkan Alkitab mencatat:  "Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada TUHAN."  (1 Raja-Raja 11:3).

     Karena harta, takhta dan wanita Salomo jatuh ke dalam penyembahan berhala.  Inilah yang menjadi awal kehancuran hidup Salomo!

Berkat melimpah membawa bumerang bagi Salomo, ia makin jauh dari Tuhan.

Saturday, November 9, 2013

BERKAT-BERKAT SALOMO (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2013 -

Baca:  1 Raja-Raja 4:21-34

"Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut, sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir."  1 Raja-Raja 4:29-30

Hikmat yang diminta Salomo dipandang baik di mata Tuhan.  "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya."  (Mazmur 111:10).  Ini menunjukkan bahwa Salomo lebih mengutamakan perkara-perkara rohani daripada perkara yang ada di dunia ini.  Tuhan berkata:  "...carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  (Matius 6:33).  Terbukti bahwa Tuhan menambahkan segala sesuatu dalam kehidupan Salomo,  "Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja."  (1 Raja-Raja 3:13).

     Ketika kita mengutamakan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia, apa yang menjadi kebutuhan kita pasti disediakanNya.  Bahkan  "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  (1 Korintus 2:9).  Berkat Tuhan selalu mengikuti kehidupan orang-orang yang takut akan Tuhan.  Tempat, keadaan, situasi, waktu, siapa pun dan apa pun tidak akan mampu menghentikan berkat-berkat Tuhan selama kita mengasihi Tuhan dan mengutamakan Dia, karena Dia adalah Sumber segala berkat.  Ketika Salomo hidup takut akan Tuhan berkat-berkat Tuhan selalu mengikutinya.  Alkitab menyatakan,  "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat."  (1 Raja-Raja 10:23).

     Jika sampai saat ini kita belum mengalami hidup yang terberkati jangan langsung marah dan menyalahkan Tuhan, tetapi yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri dan mengoreksi komitmen kita untuk mengejar perkara-perkara rohani lebih sungguh-sungguh lagi.  Sudahkah kita memiliki hati yang takut akan Tuhan dan utamakan Dia senantiasa?

Karena Tuhan  "...memberkati orang-orang yang takut akan TUHAN, baik yang kecil maupun yang besar."  Mazmur 115:13

Friday, November 8, 2013

BERKAT-BERKAT SALOMO (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2013 -

Baca:  1 Raja-Raja 3:16-28

"Ketika seluruh orang Israel mendengar keputusan hukum yang diberikan raja, maka takutlah mereka kepada raja, sebab mereka melihat, bahwa hikmat dari pada Allah ada dalam hatinya untuk melakukan keadilan."  1 Raja-Raja 3:28

Inilah jawaban Salomo,  "'Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?'  Lalu adalah baik di mata Tuhan bahwa Salomo meminta hal yang demikian."  (1 Raja-Raja 3:9-10).  Mungkin banyak orang akan berkata bahwa Salomo itu bodoh, disuruh Tuhan untuk meminta apa saja kok dia cuma menginginkan hikmat.

     Mengapa Salomo hanya meminta hikmat?  Karena hikmat adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan pemimpin dalam menjalankan tugasnya.  Tanpa hikmat seorang raja atau pemimpin tidak akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik.  Salomo tahu benar apa yang ia butuhkan saat itu dan hanya Tuhan yang sanggup memenuhi keinginannya itu.  "Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian."  (Amsal 2:6).  Salomo pun menulis:  "Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas. Ia lebih berharga dari pada permata; apapun yang kauinginkan, tidak dapat menyamainya."  (Amsal 3:13-15).  Dengan hikmat dari Tuhan Salomo dapat membuat keputusan dengan bijak, dapat membedakan mana yang baik dan yang jahat, serta dapat menegakkan kebenaran dan keadilan atas perkara yang terjadi pada bangsa Israel.  Dalam hal ini Salomo lebih mengutamakan kebutuhan terpenting berkenaan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin, karena sebagai pemimpin ia harus bisa menjadi panutan bagi rakyatnya dan harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadinya.

     Di zaman sekarang ini sulit sekali menemukan pemimpin yang demikian.  Kebanyakan orang yang sudah menduduki jabatan penting atau berada di 'atas' lebih memikirkan kepentingannya sendiri.  Dengan jabatan dan kekuasaan yang dimiliki mereka berusaha untuk memperkaya diri sendiri dengan menekan orang-orang yang lemah.  (Bersambung)

Thursday, November 7, 2013

BERKAT-BERKAT SALOMO (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2013 -

Baca:  1 Raja-Raja 3:1-15

"Dan Salomo menunjukkan kasihnya kepada TUHAN dengan hidup menurut ketetapan-ketetapan Daud, ayahnya; hanya, ia masih mempersembahkan korban sembelihan dan ukupan di bukit-bukit pengorbanan."  1 Raja-Raja 3:3

Jika mempelajari hidup Salomo, secara garis besar kita dapat mengklasifikasikan dalam tiga tahap yaitu tahap awal ketika ia memiliki rasa takut akan Tuhan, tahap kedua yaitu masa keemasan atau kejayaannya dan kemudian tahap akhir saat ia mengalami kemerosotan rohani.

     Di tahap awal ketika menjabat sebagai pemimpin tertinggi Israel menggantikan ayahnya (Daud), Salomo memiliki hati yang takut akan Tuhan.  Ia menunjukkan motivasi pelayanan yang baik.  Ketaatan dan kasihnya kepada Tuhan begitu menyala-nyala sehingga ia berusaha melakukan apa pun untuk memuliakan Tuhan.  Salomo selalu teringat akan nasihat terakhir ayahnya sebelum meninggal:  "Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan dan ketentuan-Nya, seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya engkau beruntung dalam segala yang kaulakukan dan dalam segala yang kautuju, dan supaya TUHAN menepati janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yakni: Jika anak-anakmu laki-laki tetap hidup di hadapan-Ku dengan setia, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, maka keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel."  (1 Raja-Raja 2:3-4).  Hal ini terlihat ketika Tuhan bertanya kepadanya,  "Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu."  (1 Raja-Raja 3:5).  Jika seseorang ditawari suatu pemberian oleh orang lain, terlebih-lebih yang menawari orang kaya atau memiliki kedudukan lebih tinggi, pada umumnya orang akan menggunakan jurus 'aji mumpung';  gayung pun bersambut, ia pasti akan menyodorkan daftar permintaan sesuai dengan keinginan hatinya.  Mungkin ia akan meminta uang dalam jumlah tertentu, rumah, mobil atau fasilitas-fasilitas lainnya.

     Salomo berbeda.  Ia tidak dengan serta-merta menggunakan kesempatan ini dengan meminta perkara-perkara yang memuaskan kedagingannya, padahal yang menawari itu adalah Tuhan, Si empunya langit dan bumi dan segala isinya.  Ia tidak meminta harta kekayaan, kekuasaan, kemenangan dan sebagainya.  (Bersambung)

Wednesday, November 6, 2013

DOA DALAM PENYERAHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 November 2013 -

Baca:  1 Petrus 5:1-11

"Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu."  1 Petrus 5:7

Pernahkah doa-doa Saudara tidak beroleh jawaban dari Tuhan, padahal Saudara sudah berdoa sekian lama?  Mungkin sering sekali.  Banyak faktor yang menyebabkan doa-doa kita tak dijawab Tuhan, salah satunya adalah karena doa kita tidak seperti yang Tuhan kehendaki, yaitu berdoa dengan penuh penyerahan diri.  Meski sudah berdoa tapi hati kita masih saja diliputi kekuatiran dan kebimbangan:  "Apakah Tuhan sanggup menolongku, memulihkan keluargaku dan menyembuhkan sakitku?"  Ini membuktikan bahwa kita tidak memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan.  Doa dalam penyerahan artinya menyerahkan semua permasalahan hidup kepada Tuhan, termasuk semua kekuatiran, keraguan, kegelisahan dan kebimbangan kepada Tuhan sepenuhnya.  Tuhan tidak menghendaki kita terus diliputi perasaan-perasaan negatif.  Ayub memiliki pengalaman  akan hal ini:  "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul."  (Ayub 3:25-26).

     Jadi kita harus segenap hati melepaskan semua masalah dan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan.  Bila kita sungguh-sungguh menyerahkan semuanya kepada Tuhan, kita tidak perlu kuatir lagi karena segala beban tidak lagi berada di atas pundak kita, tetapi ada di tangan Tuhan.  Sesunggunya kita tahu bahwa Tuhan itu berkuasa dan sanggup melakukan segala perkara, tetapi kita tidak memberiNya kesempatan untuk menyatakan kuasaNya.  Kita membatasi Tuhan untuk bertindak padahal kita sudah membawa semua pergumulan melalui doa;  namun ketika kita melangkah pergi kita mengambil kembali beban itu dan memikulnya di atas pundak kita.  Jadi kita sendiri yang sebenarnya tidak mau melepaskan diri dari masalah tersebut.  Tuhan Yesus tidak menghendaki kita terus diliputi oleh kekuatiran dan kegelisahan setiap hari.

     Sudahkah kita benar-benar memiliki penyerahan diri kepada Tuhan, ataukah penyerahan kita kepadaNya hanya basa-basi saja?

"Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;"  Mazmur 37:5