Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 November 2013 -
Baca: Filipi 4:1-9
"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia,
semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap
didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah
semuanya itu." Filipi 4:8
Mari kita belajar seperti Paulus, di mana ia "...tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," (2 Korintus 4:18), dan "...hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7). Jangan biarkan Iblis menyerang pikiran dan hati kita dengan menanamkan benih-benih keraguan dan kebimbangan.
Semua hal yang negatif: keraguan, kebimbangan, kekuatiran, ketakutan dan sebagainya berasal dari Iblis. Karena itu kita harus melawan Iblis agar ia "...lari dari padamu!" (Yakobus 4:7). Kita harus berjaga-jaga terhadap setiap pikiran negatif yang menyerang supaya tidak memasuki pikiran kita karena, selama kita masih bimbang, ragu dan kuatir, doa-doa kita takkan ada faedahnya. Ketika kita berdoa kepada Tuhan, lalu di tengah jalan timbul rasa bimbang dan ragu di dalam pikiran dan hati kita, berarti kita sedang berputar haluan yaitu berpaling dari Tuhan dan membatalkan doa kita sendiri. Maka dari itu, "Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku; janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu. Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka." (Amsal 4:20-22). Buanglah semua pikiran negatif yang tidak mendukung iman kita. Sebaliknya arahkan hati dan pikiran kita kepada firman Tuhan, maka pada saatnya Dia akan menggenapi firmanNya.
Bagaimana supaya firman Tuhan tergenapi dalam kehidupan kita? Jika firman itu dekat dengan kita, kita akan memiliki dasar yang kuat untuk mengalami penggenapan janji Tuhan. Tetapi bila firman Tuhan itu jauh dari kita, janji-janjiNya juga semakin menjauh dari kehidupan kita karena Tuhan bekerja dan berkarya melalui firmanNya (baca Yesaya 55:11); dan jika kita setia terhadap firmanNya, Tuhan pun akan setia terhadap kita.
Mantapkan iman percaya kita dalam menyatakan permohonan kepada Tuhan, serta renungkan firmanNya yang menjanjikan jawaban sesuai kebutuhan kita; pada saat yang tepat, pertolongan Tuhan pasti nyata atas kita!
Sunday, November 3, 2013
Saturday, November 2, 2013
BERDOA SECARA EFEKTIF (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 November 2013 -
Baca: Matius 7:7-11
"Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." Matius 7:11b
Ketika kita mengerti kehendak Tuhan melalui firmanNya kita akan yakin dengan apa yang sedang kita doakan. Maka, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Dengan menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari kita akan semakin memahami apa yang menjadi kehendakNya untuk dilakukan, sehingga kita pun dapat memanfaatkan dengan baik setiap janji Tuhan untuk setiap kebutuhan kita.
Tuhan berkata, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Matius 7:7). "...Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya." (Matius 6:8). Sebelum kita berdoa dan meminta sesuatu kepada Tuhan Ia telah mengetahui semua kebutuhan kita, namun yang dikehendakiNya adalah kita menyatakan kebutuhan tersebut dan meminta kepadaNya melalui doa-doa kita. Terhadap apa pun yang sedang kita doakan "...percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang kita butuhkan itu telah disediakan Tuhan bagi kita dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Secara kasat mata mungkin tak tampak, namun sesungguhnya semua telah disediakan Tuhan bagi kita. Rasul Paulus menyatakan, "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." (Efesus 1:3).
Hal-hal yang ada di alam roh akan dinyatakan secara fisik melalui iman percaya kita, karena iman memiliki kuasa untuk mencipta yaitu menciptakan yang belum ada menjadi ada, yang belum tampak menjadi kenyataan dalam hidup kita, sebab "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Memang hal ini tidak bisa dipahami oleh pikiran dan logika kita, namun sebagai orang percaya, kita harus berjalan dengan iman setiap hari, bukan berdasarkan pada apa yang terjadi dan yang terlihat secara lahiriah. (Bersambung)
Baca: Matius 7:7-11
"Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." Matius 7:11b
Ketika kita mengerti kehendak Tuhan melalui firmanNya kita akan yakin dengan apa yang sedang kita doakan. Maka, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Dengan menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari kita akan semakin memahami apa yang menjadi kehendakNya untuk dilakukan, sehingga kita pun dapat memanfaatkan dengan baik setiap janji Tuhan untuk setiap kebutuhan kita.
Tuhan berkata, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Matius 7:7). "...Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya." (Matius 6:8). Sebelum kita berdoa dan meminta sesuatu kepada Tuhan Ia telah mengetahui semua kebutuhan kita, namun yang dikehendakiNya adalah kita menyatakan kebutuhan tersebut dan meminta kepadaNya melalui doa-doa kita. Terhadap apa pun yang sedang kita doakan "...percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang kita butuhkan itu telah disediakan Tuhan bagi kita dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Secara kasat mata mungkin tak tampak, namun sesungguhnya semua telah disediakan Tuhan bagi kita. Rasul Paulus menyatakan, "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." (Efesus 1:3).
Hal-hal yang ada di alam roh akan dinyatakan secara fisik melalui iman percaya kita, karena iman memiliki kuasa untuk mencipta yaitu menciptakan yang belum ada menjadi ada, yang belum tampak menjadi kenyataan dalam hidup kita, sebab "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Memang hal ini tidak bisa dipahami oleh pikiran dan logika kita, namun sebagai orang percaya, kita harus berjalan dengan iman setiap hari, bukan berdasarkan pada apa yang terjadi dan yang terlihat secara lahiriah. (Bersambung)
Friday, November 1, 2013
BERDOA SECARA EFEKTIF (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 November 2013 -
Baca: Yakobus 1:1-8
"Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin." Yakobus 1:6
Dalam hal berdoa kepada Tuhan diperlukan suatu ketegasan dan kepastian terhadap apa yang kita doakan. Sebagaimana disampaikan oleh Yakobus, jika seseorang bimbang atau ragu-ragu dalam berdoa, ia tidak akan menerima sesuatu apa pun dari Tuhan. Seringkali kita tidak tahu secara persis tentang apa yang sedang kita doakan. Kita berdoa hanya sekedarnya daripada tidak berdoa. Ada jenis doa yang berisikan pujian dan penyembahan kita kepada Tuhan, tetapi ada pula doa yang berisikan permohonan tentang apa yang kita perlukan dan ini membutuhkan jawaban dari Tuhan.
Doa yang tidak jelas isinya bisa digambarkan seperti seseorang yang pergi ke sebuah pasar swalayan dengan tujuan membeli barang-barang tertentu. Tidak mungkin kita hanya berkeliling atau berputar-putar menyusuri setiap lorong dengan troli barang tanpa membeli sesuatu apa pun. Hal ini juga berlaku pada doa. Adalah lebih baik kita berdoa secara singkat namun isi doa kita jelas dan kita tahu benar apa yang sedang kita doakan, daripada kita berdoa berjam-jam dengan bertele-tele tanpa suatu tujuan yang jelas dan pasti. Dikatakan, "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan." (Matius 6:7).
Bagaimana supaya doa kita kian efektif dan mampu menyentuh hati Tuhan? Kita harus terlebih dahulu tinggal di dalam firmanNya. Tuhan berkata, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Semakin kita tinggal di dalam firmanNya semakin kita mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan di tengah situasi yang sedang kita hadapai. Akhirnya kita pun tidak asal-asalan dalam berdoa, melainkan selaras dengan apa yang dijanjikan Tuhan dalam firmanNya sehingga kita pun memiliki keyakinan yang kuat bahwa Tuhan akan menjawab doa kita dan memberikan apa yang sedang kita perlukan, tepat pada waktunya. (Bersambung)
Baca: Yakobus 1:1-8
"Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin." Yakobus 1:6
Dalam hal berdoa kepada Tuhan diperlukan suatu ketegasan dan kepastian terhadap apa yang kita doakan. Sebagaimana disampaikan oleh Yakobus, jika seseorang bimbang atau ragu-ragu dalam berdoa, ia tidak akan menerima sesuatu apa pun dari Tuhan. Seringkali kita tidak tahu secara persis tentang apa yang sedang kita doakan. Kita berdoa hanya sekedarnya daripada tidak berdoa. Ada jenis doa yang berisikan pujian dan penyembahan kita kepada Tuhan, tetapi ada pula doa yang berisikan permohonan tentang apa yang kita perlukan dan ini membutuhkan jawaban dari Tuhan.
Doa yang tidak jelas isinya bisa digambarkan seperti seseorang yang pergi ke sebuah pasar swalayan dengan tujuan membeli barang-barang tertentu. Tidak mungkin kita hanya berkeliling atau berputar-putar menyusuri setiap lorong dengan troli barang tanpa membeli sesuatu apa pun. Hal ini juga berlaku pada doa. Adalah lebih baik kita berdoa secara singkat namun isi doa kita jelas dan kita tahu benar apa yang sedang kita doakan, daripada kita berdoa berjam-jam dengan bertele-tele tanpa suatu tujuan yang jelas dan pasti. Dikatakan, "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan." (Matius 6:7).
Bagaimana supaya doa kita kian efektif dan mampu menyentuh hati Tuhan? Kita harus terlebih dahulu tinggal di dalam firmanNya. Tuhan berkata, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Semakin kita tinggal di dalam firmanNya semakin kita mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan di tengah situasi yang sedang kita hadapai. Akhirnya kita pun tidak asal-asalan dalam berdoa, melainkan selaras dengan apa yang dijanjikan Tuhan dalam firmanNya sehingga kita pun memiliki keyakinan yang kuat bahwa Tuhan akan menjawab doa kita dan memberikan apa yang sedang kita perlukan, tepat pada waktunya. (Bersambung)
Thursday, October 31, 2013
KARENA TUHAN, KITA SANGGUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Oktober 2013 -
Baca: Filipi 4:10-19
"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Filipi 4:13
Rasul Paulus telah memberikan teladan hidup yang luar biasa bukan hanya bagi orang-orang yang hidup sezamannya, tapi juga bagi kita yang hidup di masa-masa akhir zaman ini. Salah satu teladan hidup yang menonjol dalam diri Paulus adalah semangat hidupnya dalam melayani Tuhan. Ia tidak pernah menunjukkan sikap pesimis yang penuh keluh kesah, gerutuan ataupun kekecewaan meski dalam pelayanan ia harus menghadapi banyak sekali ujian, tantangan, aniaya dan juga penderitaan. Sebaliknya ia selalu optimis, memberikan kemenangan di dalam Tuhan sehingga ia selalu sanggup menasihati orang-orang agar mereka kuat dalam menghadapi segala tantangan hidup dan tetap memiliki roh yang menyala-nyala dalam melayani Tuhan. "...syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana." (2 Korintus 2:14).
Meski kehidupannya telah dipakai Tuhan secara luar biasa sebagai pemberita Injil dan menjadi kesaksian bagi banyak orang, tidak dengan serta-merta ia menjadi sombong atau membanggakan diri sendiri. "Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia." (Galatia 6:14). Fokus Paulus adalah melakukan yang terbaik bagi Tuhan dan terus maju mengerjakan panggilan Tuhan apa pun keadaannya, bahkan ia terus "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:14).
Kekuatan, keuletan dan kegigihan yang dimiliki Paulus bukan karena ia tidak punya kelemahan atau kekurangan, itu semata-mata karena Roh Kudus yang bekerja di dalam dia. Dengan jujur ia mengakui penuh kelemahan dan kekurangan tapi ia tidak mau tenggelam dalam kelemahan yang ada. Justru dalam kelemahanlah ia percaya bahwa kuasa Tuhan makin sempurna dinyatakan. "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9).
"Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup...kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah." 2 Korintus 3:5
Baca: Filipi 4:10-19
"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Filipi 4:13
Rasul Paulus telah memberikan teladan hidup yang luar biasa bukan hanya bagi orang-orang yang hidup sezamannya, tapi juga bagi kita yang hidup di masa-masa akhir zaman ini. Salah satu teladan hidup yang menonjol dalam diri Paulus adalah semangat hidupnya dalam melayani Tuhan. Ia tidak pernah menunjukkan sikap pesimis yang penuh keluh kesah, gerutuan ataupun kekecewaan meski dalam pelayanan ia harus menghadapi banyak sekali ujian, tantangan, aniaya dan juga penderitaan. Sebaliknya ia selalu optimis, memberikan kemenangan di dalam Tuhan sehingga ia selalu sanggup menasihati orang-orang agar mereka kuat dalam menghadapi segala tantangan hidup dan tetap memiliki roh yang menyala-nyala dalam melayani Tuhan. "...syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana." (2 Korintus 2:14).
Meski kehidupannya telah dipakai Tuhan secara luar biasa sebagai pemberita Injil dan menjadi kesaksian bagi banyak orang, tidak dengan serta-merta ia menjadi sombong atau membanggakan diri sendiri. "Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia." (Galatia 6:14). Fokus Paulus adalah melakukan yang terbaik bagi Tuhan dan terus maju mengerjakan panggilan Tuhan apa pun keadaannya, bahkan ia terus "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:14).
Kekuatan, keuletan dan kegigihan yang dimiliki Paulus bukan karena ia tidak punya kelemahan atau kekurangan, itu semata-mata karena Roh Kudus yang bekerja di dalam dia. Dengan jujur ia mengakui penuh kelemahan dan kekurangan tapi ia tidak mau tenggelam dalam kelemahan yang ada. Justru dalam kelemahanlah ia percaya bahwa kuasa Tuhan makin sempurna dinyatakan. "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9).
"Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup...kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah." 2 Korintus 3:5
Wednesday, October 30, 2013
KEBERANIAN ADIKODRATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 4:1-22
"Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar." Kisah 4:20
Pasca hari Pentakosta ada perubahan hidup yang luar biasa dalam diri murid-murid Tuhan Yesus. Mereka yang dulunya selalu dihinggapi rasa was-was, ragu dan takut berubah menjadi orang-orang pemberani karena Roh Kudus yang bekerja di dalam mereka.
Sebelum terangkat ke sorga Yesus berkata, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Hal itu tergenapi di hari Pentakosta, hari di mana Roh Kudus dicurahkan atas umat Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Kuasa adikodrati inilah yang memberikan keberanian kepada Petrus dan Yohanes untuk berbicara secara lantang di hadapan Mahkamah Agama, bersaksi tentang Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sehingga "Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka;" (Kisah 4:13).
Keberanian ini juga yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya, berani menghadapi segala sesuatu yang paling sulit sekali pun dalam kehidupan ini. Banyak orang tidak tahan terhadap badai permasalahan yang sedang terjadi karena di dalam diri mereka tidak ada kuasa; tetapi di dalam kita ada kuasa Roh Kudus yang memampukan kita untuk tetap berdiri dan tak tergoyahkan. Dengan Roh Kudus kita punya kuasa untuk menghancurkan pekerjaan-pekerjaan Iblis. Karena itu jangan pernah takut dan malu untuk bersaksi tentang Yesus Kristus kepada orang-orang yang belum percaya. Keberanian bukan berarti tidak ada ujian dan tantangan, melainkan karena penyertaan Roh Kudus dalam hidup kita, di mana penyertaanNya sampai kepada kesudahaan zaman (baca Matius 28:20b). Dunia dengan segala cara berusaha menentang dan menghambat pemberitaan Injil. Di mana Injil diberitakan di situ pasti ada tekanan. Namun kita harus terus maju!
Jadilah orang-orang Kristen yang berani, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." 1 Yohanes 4:4
Baca: Kisah Para Rasul 4:1-22
"Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar." Kisah 4:20
Pasca hari Pentakosta ada perubahan hidup yang luar biasa dalam diri murid-murid Tuhan Yesus. Mereka yang dulunya selalu dihinggapi rasa was-was, ragu dan takut berubah menjadi orang-orang pemberani karena Roh Kudus yang bekerja di dalam mereka.
Sebelum terangkat ke sorga Yesus berkata, "...kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Hal itu tergenapi di hari Pentakosta, hari di mana Roh Kudus dicurahkan atas umat Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Kuasa adikodrati inilah yang memberikan keberanian kepada Petrus dan Yohanes untuk berbicara secara lantang di hadapan Mahkamah Agama, bersaksi tentang Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sehingga "Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka;" (Kisah 4:13).
Keberanian ini juga yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya, berani menghadapi segala sesuatu yang paling sulit sekali pun dalam kehidupan ini. Banyak orang tidak tahan terhadap badai permasalahan yang sedang terjadi karena di dalam diri mereka tidak ada kuasa; tetapi di dalam kita ada kuasa Roh Kudus yang memampukan kita untuk tetap berdiri dan tak tergoyahkan. Dengan Roh Kudus kita punya kuasa untuk menghancurkan pekerjaan-pekerjaan Iblis. Karena itu jangan pernah takut dan malu untuk bersaksi tentang Yesus Kristus kepada orang-orang yang belum percaya. Keberanian bukan berarti tidak ada ujian dan tantangan, melainkan karena penyertaan Roh Kudus dalam hidup kita, di mana penyertaanNya sampai kepada kesudahaan zaman (baca Matius 28:20b). Dunia dengan segala cara berusaha menentang dan menghambat pemberitaan Injil. Di mana Injil diberitakan di situ pasti ada tekanan. Namun kita harus terus maju!
Jadilah orang-orang Kristen yang berani, "...sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." 1 Yohanes 4:4
Tuesday, October 29, 2013
KESEMPATAN DI BALIK KESUKARAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2013 -
Baca: Bilangan 13:1-33
"Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" Bilangan 13:30
Kita harus menyadari bahwa selama kaki kita masih menginjak bumi, masalah dan kesukaran selalu ada di mana saja dan kapan saja. Itu bisa menimpa siapa saja tanpa memandang bulu. Akankah kita terus larut dalam masalah dan kesukaran yang ada? Tawar hati hanya akan membuat semangat hidup kita padam dan iman menjadi lemah. Mata rohani pun menjadi buta sehingga kita tak mampu melihat kebesaran kuasa Tuhan. Tuhan menjadi tampak kecil sedangkan persoalan kian menjadi besar.
Inilah yang terjadi pada bangsa Israel ketika mendengar laporan negatif dari sepuluh orang pengintai. Bangsa Israel menangis dengan suara nyaring, menyesali diri, menyalahkan pemimpin, bahkan menyalahkan Tuhan dan meminta untuk kembali ke Mesir (baca Bilangan 14:1-4). Namun Kaleb dan Yosua tampil sebagai pribadi yang berbeda. Keduanya memiliki Roh yang berbeda, di mana mereka mampu melihat kesempatan di balik kesukaran yang ada meskipun secara kasat mata mustahil bisa mengalahkan musuh, karena penduduk Kanaan memiliki perawakan tinggi-tinggi seperti raksasa. Namun Kaleb dan Yosua tidak terbawa arus, keduanya tetap menguatkan hati dan tidak memusatkan perhatian pada masalah dan kesukaran, tapi mengarahkan mata rohaninya kepada Tuhan yang hidup, yang memiliki rencana yang indah bagi kehidupan mereka. Visi inilah yang membuat keduanya mampu menguasai keadaan dan bersikap tenang. Mereka sangat percaya akan rencana Tuhan membawa bangsa Israel ke luar dari Mesir ke "...suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus." (Keluaran 3:8); bukan untuk mati di padang gurun, tetapi mewarisi tanah Kanaan, tanah Perjanjian.
Dalam kesukaran selalu ada kesempatan yang terbuka ketika kita menaruh pengharapan kepada Tuhan, bukan mengandalkan kekuatan dan kemampuan manusia, karena kuasa Tuhan sangat tak terbatas, sementara kekuatan manusia sangatlah terbatas!
"Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku?" Yeremia 32:27
Baca: Bilangan 13:1-33
"Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" Bilangan 13:30
Kita harus menyadari bahwa selama kaki kita masih menginjak bumi, masalah dan kesukaran selalu ada di mana saja dan kapan saja. Itu bisa menimpa siapa saja tanpa memandang bulu. Akankah kita terus larut dalam masalah dan kesukaran yang ada? Tawar hati hanya akan membuat semangat hidup kita padam dan iman menjadi lemah. Mata rohani pun menjadi buta sehingga kita tak mampu melihat kebesaran kuasa Tuhan. Tuhan menjadi tampak kecil sedangkan persoalan kian menjadi besar.
Inilah yang terjadi pada bangsa Israel ketika mendengar laporan negatif dari sepuluh orang pengintai. Bangsa Israel menangis dengan suara nyaring, menyesali diri, menyalahkan pemimpin, bahkan menyalahkan Tuhan dan meminta untuk kembali ke Mesir (baca Bilangan 14:1-4). Namun Kaleb dan Yosua tampil sebagai pribadi yang berbeda. Keduanya memiliki Roh yang berbeda, di mana mereka mampu melihat kesempatan di balik kesukaran yang ada meskipun secara kasat mata mustahil bisa mengalahkan musuh, karena penduduk Kanaan memiliki perawakan tinggi-tinggi seperti raksasa. Namun Kaleb dan Yosua tidak terbawa arus, keduanya tetap menguatkan hati dan tidak memusatkan perhatian pada masalah dan kesukaran, tapi mengarahkan mata rohaninya kepada Tuhan yang hidup, yang memiliki rencana yang indah bagi kehidupan mereka. Visi inilah yang membuat keduanya mampu menguasai keadaan dan bersikap tenang. Mereka sangat percaya akan rencana Tuhan membawa bangsa Israel ke luar dari Mesir ke "...suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus." (Keluaran 3:8); bukan untuk mati di padang gurun, tetapi mewarisi tanah Kanaan, tanah Perjanjian.
Dalam kesukaran selalu ada kesempatan yang terbuka ketika kita menaruh pengharapan kepada Tuhan, bukan mengandalkan kekuatan dan kemampuan manusia, karena kuasa Tuhan sangat tak terbatas, sementara kekuatan manusia sangatlah terbatas!
"Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku?" Yeremia 32:27
Monday, October 28, 2013
KESEMPATAN DI TENGAH KESUKARAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2013 -
Baca: Bilangan 13:1-33
"Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita." Bilangan 13:31
Sebelum menduduki Tanah Perjanjian Tuhan memerintahkan Musa mengirimkan beberapa orang untuk menyelidiki tanah tersebut, "Suruhlah beberapa orang mengintai tanah Kanaan, yang akan Kuberikan kepada orang Israel; dari setiap suku nenek moyang mereka haruslah kausuruh seorang, semuanya pemimpin-pemimpin di antara mereka." (Bilangan 13:2). Akhirnya Musa pun menyuruh orang-orang sesuai dengan perintah Tuhan, dan orang-orang itu adalah kepala-kepala di antara orang Israel. Jumlah mereka ada 12 orang banyaknya, dan "Sesudah lewat empat puluh hari pulanglah mereka dari pengintaian negeri itu," (Bilangan 13:25). Masing-masing dari mereka memberikan laporan hasil investigasi selama 40 hari tersebut.
Inilah laporan mereka: sepuluh orang memberikan laporan yang membuat banyak orang merinding mendengarnya. Apa yang disampaikan mereka itu benar-benar membuat ciut nyali, mematahkan semangat dan menciptakan ketakutan yang luar biasa. "Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita." (Bilangan 13:31). Mengapa mereka berkata demikian? Inilah alasannya: "Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:32-33). Sepuluh orang begitu membesar-besarkan masalah dan kesulitan yang sedang dihadapi sehingga fokus mereka hanya tertuju kepada ketidakberdayaan, ketidakmampuan, keterbatasan dan kemustahilan. Mereka tidak mampu melihat sedikitpun kesempatan di balik kesukaran. Bagi mereka kesukaran adalah bencana dan akhir dari segalanya. Hal ini berdampak buruk bagi orang-orang yang mendengarnya.
Sebagian besar umat Israel turut terintimidasi perkataan-perkataan negatif yang ke luar dari mulut sepuluh orang pengintai itu. Padahal "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). (Bersambung)
Baca: Bilangan 13:1-33
"Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita." Bilangan 13:31
Sebelum menduduki Tanah Perjanjian Tuhan memerintahkan Musa mengirimkan beberapa orang untuk menyelidiki tanah tersebut, "Suruhlah beberapa orang mengintai tanah Kanaan, yang akan Kuberikan kepada orang Israel; dari setiap suku nenek moyang mereka haruslah kausuruh seorang, semuanya pemimpin-pemimpin di antara mereka." (Bilangan 13:2). Akhirnya Musa pun menyuruh orang-orang sesuai dengan perintah Tuhan, dan orang-orang itu adalah kepala-kepala di antara orang Israel. Jumlah mereka ada 12 orang banyaknya, dan "Sesudah lewat empat puluh hari pulanglah mereka dari pengintaian negeri itu," (Bilangan 13:25). Masing-masing dari mereka memberikan laporan hasil investigasi selama 40 hari tersebut.
Inilah laporan mereka: sepuluh orang memberikan laporan yang membuat banyak orang merinding mendengarnya. Apa yang disampaikan mereka itu benar-benar membuat ciut nyali, mematahkan semangat dan menciptakan ketakutan yang luar biasa. "Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita." (Bilangan 13:31). Mengapa mereka berkata demikian? Inilah alasannya: "Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:32-33). Sepuluh orang begitu membesar-besarkan masalah dan kesulitan yang sedang dihadapi sehingga fokus mereka hanya tertuju kepada ketidakberdayaan, ketidakmampuan, keterbatasan dan kemustahilan. Mereka tidak mampu melihat sedikitpun kesempatan di balik kesukaran. Bagi mereka kesukaran adalah bencana dan akhir dari segalanya. Hal ini berdampak buruk bagi orang-orang yang mendengarnya.
Sebagian besar umat Israel turut terintimidasi perkataan-perkataan negatif yang ke luar dari mulut sepuluh orang pengintai itu. Padahal "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10). (Bersambung)
Sunday, October 27, 2013
TIDAK BERANI BERKATA 'TIDAK'
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2013 -
Baca: Mazmur 36:1-13
"Kejahatan dirancangkannya di tempat tidurnya, ia menempatkan dirinya di jalan yang tidak baik; apa yang jahat tidak ditolaknya." Mazmur 36:5
Perhatikan teguran Tuhan kepada jemaat di Laodikia ini, "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Bukankah banyak orang Kristen yang kondisinya suam-suam kuku, tidak dingin atau panas? Ibadah memang rajin, tapi mereka tetap saja berkompromi dengan dosa. Mereka sulit sekali berkata 'tidak' terhadap dunia ini.
Ketidakberanian dan ketidaktegasan untuk berkata 'tidak' kepada dosa seringkali menjadi penyebab utama kita tidak bisa maju di dalam Tuhan. Akhirnya kekristenan kita tetap saja standar, biasa-biasa saja dan tidak berdampak terhadap orang lain. Apalagi dalam budaya timur seringkali kita merasa sungkan dan sulit sekali menolak ajakan orang lain, walaupun kita tahu ajakan itu untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari kebenaran. Sungguh benar ayat nas di atas: "...apa yang jahat tidak ditolaknya."
Sebagai anak-anak Tuhan, yaitu anak-anak terang, kita harus bersikap tegas terhadap pilihan-pilihan yang seringkali menjerumuskan kita ke dalam dosa; memiliki keberanian untuk berkata 'tidak' terhadap segala bentuk kejahatan meski terkadang kita harus berhadapan dengan resiko yang tidak mudah. Contoh Yusuf, karena takut akan Tuhan ia dengan penuh ketegasan menolak bujuk rayu isteri Potifar. "'Marilah tidur dengan aku.' Tetapi Yusuf menolak...Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah? Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia." (baca Kejadain 39:7-10). Dan karena keberanian menolak rayuan isteri Potifar ini Yusuf harus menanggung resiko yaitu difitnah dan akhirnya dijebloskan ke dalam penjara. Ada harga yang harus dibayar untuk hidup dalam kebenaran! Mampukah kita bersikap seperti Yusuf ini? Atau malah sebaliknya, kita tak berdaya dan dengan gampanya berkata 'ya' meski kita tahu benar bahwa perbuatan itu dosa? Mana yang harus Saudara pilih: takut kepada manusia atau kepada Tuhan?
Berkompromi dengan dosa bukti bahwa kita ini hanyalah Kristen-Kristenan!
Baca: Mazmur 36:1-13
"Kejahatan dirancangkannya di tempat tidurnya, ia menempatkan dirinya di jalan yang tidak baik; apa yang jahat tidak ditolaknya." Mazmur 36:5
Perhatikan teguran Tuhan kepada jemaat di Laodikia ini, "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Bukankah banyak orang Kristen yang kondisinya suam-suam kuku, tidak dingin atau panas? Ibadah memang rajin, tapi mereka tetap saja berkompromi dengan dosa. Mereka sulit sekali berkata 'tidak' terhadap dunia ini.
Ketidakberanian dan ketidaktegasan untuk berkata 'tidak' kepada dosa seringkali menjadi penyebab utama kita tidak bisa maju di dalam Tuhan. Akhirnya kekristenan kita tetap saja standar, biasa-biasa saja dan tidak berdampak terhadap orang lain. Apalagi dalam budaya timur seringkali kita merasa sungkan dan sulit sekali menolak ajakan orang lain, walaupun kita tahu ajakan itu untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari kebenaran. Sungguh benar ayat nas di atas: "...apa yang jahat tidak ditolaknya."
Sebagai anak-anak Tuhan, yaitu anak-anak terang, kita harus bersikap tegas terhadap pilihan-pilihan yang seringkali menjerumuskan kita ke dalam dosa; memiliki keberanian untuk berkata 'tidak' terhadap segala bentuk kejahatan meski terkadang kita harus berhadapan dengan resiko yang tidak mudah. Contoh Yusuf, karena takut akan Tuhan ia dengan penuh ketegasan menolak bujuk rayu isteri Potifar. "'Marilah tidur dengan aku.' Tetapi Yusuf menolak...Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah? Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia." (baca Kejadain 39:7-10). Dan karena keberanian menolak rayuan isteri Potifar ini Yusuf harus menanggung resiko yaitu difitnah dan akhirnya dijebloskan ke dalam penjara. Ada harga yang harus dibayar untuk hidup dalam kebenaran! Mampukah kita bersikap seperti Yusuf ini? Atau malah sebaliknya, kita tak berdaya dan dengan gampanya berkata 'ya' meski kita tahu benar bahwa perbuatan itu dosa? Mana yang harus Saudara pilih: takut kepada manusia atau kepada Tuhan?
Berkompromi dengan dosa bukti bahwa kita ini hanyalah Kristen-Kristenan!
Saturday, October 26, 2013
HARGA SEBUAH PENANTIAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2013 -
Baca: Matius 7:7-11
"Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." Matius 7:8
Saat ini masih ada orang Kristen yang bermalas-malasan membaca Alkitab. Mereka membaca Alkitab hanya saat beribadah saja, sedangkan di luar jam-jam itu Alkitab sama sekali tidak disentuhnya. Itu adalah kerugian besar! Pemazmur menegaskan bahwa "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Begitu juga pesan Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Itulah sebabnya Daud pun berkata, "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97). Jadi membaca dan merenungkan firman Tuhan serta melakukannya setiap hari adalah kunci mengalami hidup yang berkemenangan, diberkati, berhasil dan beruntung.
Firman Tuhan dipenuhi janji-janji Tuhan yang akan dinyatakan dalam kehidupan orang percaya. Ada pun janji Tuhan itu adalah ya dan amin. Salah satu janji Tuhan yang tertulis dalam firmanNya adalah: "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Matius 7:7). Janji Tuhan tersebut cepat atau lambat pasti akan digenapi asalkan kita berjalan di jalur yang benar (sesuai dengan firmanNya). Dalam Yesaya 40:31 dikatakan, "...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah."
Nasihat ini bukan sekedar untuk menghibur tetapi untuk kita praktekkan dalam kehidupan setiap hari. Namun untuk melakukannya dibutuhkan iman yang aktif, karena dalam masa penantian ini ada harga yang harus kita bayar: kesabaran, ketekunan, dan kesetiaan.
Sudahkah kita sabar, tekun dan setia mengerjakan bagian kita?
Baca: Matius 7:7-11
"Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." Matius 7:8
Saat ini masih ada orang Kristen yang bermalas-malasan membaca Alkitab. Mereka membaca Alkitab hanya saat beribadah saja, sedangkan di luar jam-jam itu Alkitab sama sekali tidak disentuhnya. Itu adalah kerugian besar! Pemazmur menegaskan bahwa "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:2-3). Begitu juga pesan Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Itulah sebabnya Daud pun berkata, "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97). Jadi membaca dan merenungkan firman Tuhan serta melakukannya setiap hari adalah kunci mengalami hidup yang berkemenangan, diberkati, berhasil dan beruntung.
Firman Tuhan dipenuhi janji-janji Tuhan yang akan dinyatakan dalam kehidupan orang percaya. Ada pun janji Tuhan itu adalah ya dan amin. Salah satu janji Tuhan yang tertulis dalam firmanNya adalah: "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Matius 7:7). Janji Tuhan tersebut cepat atau lambat pasti akan digenapi asalkan kita berjalan di jalur yang benar (sesuai dengan firmanNya). Dalam Yesaya 40:31 dikatakan, "...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah."
Nasihat ini bukan sekedar untuk menghibur tetapi untuk kita praktekkan dalam kehidupan setiap hari. Namun untuk melakukannya dibutuhkan iman yang aktif, karena dalam masa penantian ini ada harga yang harus kita bayar: kesabaran, ketekunan, dan kesetiaan.
Sudahkah kita sabar, tekun dan setia mengerjakan bagian kita?
Friday, October 25, 2013
HAMBA YANG SETIA ATAU JAHAT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2013 -
Baca: Pengkotbah 9:1-12
"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." Pengkotbah 9:10
Inilah konsekuensi yang harus diterima oleh hamba yang jahat dan malas: "Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:28, 30). Sebaliknya terhadap hamba yang setia dan tekun mengembangkan talenta yang dipercayakan, tuannya berkata, "...Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:23). Kita termasuk hamba yang mana? Hamba yang baik dan setia atau hamba yang jahat dan malas?
Karena itu biarlah kita lakukan dengan setia dan penuh tanggung jawab segala tugas yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Jangan sekalipun kita menganggap remeh atau sepele! Jangan pula kita kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan! Banyak orang Kristen yang pada awalnya begitu menyala-nyala dalam melayani Tuhan, namun seiring berjalannya waktu, terlebih-lebih saat menghadapi masalah dan ujian, semangatnya perlahan-lahan mengendur, makin hari makin merosot dan mengalami kemunduran. Mereka telah kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan, lari dari tanggung jawab, dan akhirnya meninggalkan pelayanan. Janganlah kita lupa bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan di dunia ini pada saatnya harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Tidak semua orang beroleh kepercayaan dari Tuhan, maka adalah berkat dan anugerah yang tak ternilai jika saat ini kita dipercaya Tuhan untuk mengembangkan talenta itu! Mungkin saja saat ini kita belum mengalami penggenapan janji-janji Tuhan sepenuhnya atau kenyataan yang kita alami belum seperti yang kita harapkan, namun Tuhan tidak pernah tertidur, jerih lelah kita tidak akan pernah sia-sia!
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Baca: Pengkotbah 9:1-12
"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." Pengkotbah 9:10
Inilah konsekuensi yang harus diterima oleh hamba yang jahat dan malas: "Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Matius 25:28, 30). Sebaliknya terhadap hamba yang setia dan tekun mengembangkan talenta yang dipercayakan, tuannya berkata, "...Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:23). Kita termasuk hamba yang mana? Hamba yang baik dan setia atau hamba yang jahat dan malas?
Karena itu biarlah kita lakukan dengan setia dan penuh tanggung jawab segala tugas yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Jangan sekalipun kita menganggap remeh atau sepele! Jangan pula kita kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan! Banyak orang Kristen yang pada awalnya begitu menyala-nyala dalam melayani Tuhan, namun seiring berjalannya waktu, terlebih-lebih saat menghadapi masalah dan ujian, semangatnya perlahan-lahan mengendur, makin hari makin merosot dan mengalami kemunduran. Mereka telah kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan, lari dari tanggung jawab, dan akhirnya meninggalkan pelayanan. Janganlah kita lupa bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan di dunia ini pada saatnya harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Tidak semua orang beroleh kepercayaan dari Tuhan, maka adalah berkat dan anugerah yang tak ternilai jika saat ini kita dipercaya Tuhan untuk mengembangkan talenta itu! Mungkin saja saat ini kita belum mengalami penggenapan janji-janji Tuhan sepenuhnya atau kenyataan yang kita alami belum seperti yang kita harapkan, namun Tuhan tidak pernah tertidur, jerih lelah kita tidak akan pernah sia-sia!
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Thursday, October 24, 2013
HAMBA YANG SETIA ATAU JAHAT (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2013 -
Baca: Matius 25:14-30
"Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." Matius 25:21
Kita sudah sering mendengar dan membaca tentang perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus ini, perumpamaan tentang talenta yang menggambarkan betapa pentingnya sebuah kesetiaan dan ketekunan yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya.
Sebagai anak-anak Tuhan kita masing-masing mendapatkan karunia dari Tuhan sebagai modal melayaniNya. Karunia-karunia yang kita dapatkan dari Tuhan ini digambarkan sebagai talenta. Talenta berbicara tentang kecakapan, kemampuan, kemahiran, waktu dan juga kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita. Setiap talenta yang dipercayakan Tuhan telah disesuaikanNya dengan kemampuan masing-masing. Jadi besarnya talenta masing-masing orang berbeda-beda. "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya," (Matius 25:15). Meski besarnya talenta tersebut berbeda-beda, setiap kita memiliki hak yang sama untuk menjadi hamba yang baik dan setia, tergantung kepada kesetiaan dan ketekunan kita sendiri. Setiap talenta adalah kepercayaan; berapa pun talenta yang diberikan kepada kita, apakah itu lima, dua atau satu sekalipun adalah kepercayaan. Dengan demikian "...tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (2 Timotius 3:17), dan "...untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin." (Ibrani 13:21).
Jadi setiap talenta yang telah kita terima dari Tuhan harus kita kembangkan. Apabila kita tidak mau mengembangkan talenta yang telah kita terima, atau dengan sengaja mengabaikannya seperti yang dilakukan oleh hamba yang mendapatkan satu talenta, di mana ia "...pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya." (Matius 25:18), ada konsekuensi yang harus kita tanggung. Terhadap orang yang mendapatkan satu talenta tapi tidak mau mengembangkannya, si tuan menyebut dia sebagai hamba yang jahat dan malas. Maukah kita disebut sebagai anak-anak Tuhan yang jahat dan malas? (Bersambung)
Baca: Matius 25:14-30
"Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." Matius 25:21
Kita sudah sering mendengar dan membaca tentang perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus ini, perumpamaan tentang talenta yang menggambarkan betapa pentingnya sebuah kesetiaan dan ketekunan yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya.
Sebagai anak-anak Tuhan kita masing-masing mendapatkan karunia dari Tuhan sebagai modal melayaniNya. Karunia-karunia yang kita dapatkan dari Tuhan ini digambarkan sebagai talenta. Talenta berbicara tentang kecakapan, kemampuan, kemahiran, waktu dan juga kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita. Setiap talenta yang dipercayakan Tuhan telah disesuaikanNya dengan kemampuan masing-masing. Jadi besarnya talenta masing-masing orang berbeda-beda. "Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya," (Matius 25:15). Meski besarnya talenta tersebut berbeda-beda, setiap kita memiliki hak yang sama untuk menjadi hamba yang baik dan setia, tergantung kepada kesetiaan dan ketekunan kita sendiri. Setiap talenta adalah kepercayaan; berapa pun talenta yang diberikan kepada kita, apakah itu lima, dua atau satu sekalipun adalah kepercayaan. Dengan demikian "...tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (2 Timotius 3:17), dan "...untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin." (Ibrani 13:21).
Jadi setiap talenta yang telah kita terima dari Tuhan harus kita kembangkan. Apabila kita tidak mau mengembangkan talenta yang telah kita terima, atau dengan sengaja mengabaikannya seperti yang dilakukan oleh hamba yang mendapatkan satu talenta, di mana ia "...pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya." (Matius 25:18), ada konsekuensi yang harus kita tanggung. Terhadap orang yang mendapatkan satu talenta tapi tidak mau mengembangkannya, si tuan menyebut dia sebagai hamba yang jahat dan malas. Maukah kita disebut sebagai anak-anak Tuhan yang jahat dan malas? (Bersambung)
Wednesday, October 23, 2013
MENOLAK UNDANGAN TUHAN (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2013 -
Baca: Matius 10:34-42
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." Matius 10:38
Alasan yang ke-2 adalah: pekerjaan. Perhatikan ini: "Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya;" (Lukas 14:19). Ini berbicara tentang pekerjaan, karir atau bisnis. Seringkali karena kesibukan kita dalam bekerja, berkarir dan berbisnis kita tidak punya waktu berdoa dan merenungkan firman Tuhan, jam-jam ibadah kita abaikan. Kita juga menolak melayani Tuhan dengan alasan sibuk dan tidak ada waktu luang sedikit pun. Kita lebih mementingkan pekerjaan daripada bersekutu dengan Tuhan.
Pekerjaan, karir atau bisnis adalah salah satu cara Tuhan memberkati hidup kita. Tetapi apabila itu kita anggap lebih penting daripada beribadah kepada Tuhan, maka akan menjadi berhala bagi kita. Itu akan membuat seseorang makin jauh dari panggilan Tuhan. Padahal, "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah-sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur." (Mazmur 127:1-2). Ketaatan kita kepada Tuhan harus menjadi prioritas utama dalam hidup. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
Alasan selanjutnya adalah: karena keluarga. "Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang." (Lukas 14:20). Keluarga adalah orang-orang yang sangat kita kasihi, suami, isteri dan anak-anak adalah bagian hidup kita. Bersama mereka kita menjalani hari-hari suka maupun duka. Mereka sungguh sangat berarti! Tanpa support mereka kita tidak takkan mampu meraih semua harapan dan keinginan. Meski demikian kita harus tetap menempatkan Tuhan sebagai segala-galanya bagi kita. Seringkali keinginan menyenangkan suami, isteri atau anak-anak melebihi ketaatan dan kasih kita kepada Tuhan. "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:37-38).
Utamakan Dia lebih dari apa pun di dunia ini agar kehidupan kita berkenan kepada Tuhan!
Baca: Matius 10:34-42
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." Matius 10:38
Alasan yang ke-2 adalah: pekerjaan. Perhatikan ini: "Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya;" (Lukas 14:19). Ini berbicara tentang pekerjaan, karir atau bisnis. Seringkali karena kesibukan kita dalam bekerja, berkarir dan berbisnis kita tidak punya waktu berdoa dan merenungkan firman Tuhan, jam-jam ibadah kita abaikan. Kita juga menolak melayani Tuhan dengan alasan sibuk dan tidak ada waktu luang sedikit pun. Kita lebih mementingkan pekerjaan daripada bersekutu dengan Tuhan.
Pekerjaan, karir atau bisnis adalah salah satu cara Tuhan memberkati hidup kita. Tetapi apabila itu kita anggap lebih penting daripada beribadah kepada Tuhan, maka akan menjadi berhala bagi kita. Itu akan membuat seseorang makin jauh dari panggilan Tuhan. Padahal, "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah-sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur." (Mazmur 127:1-2). Ketaatan kita kepada Tuhan harus menjadi prioritas utama dalam hidup. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
Alasan selanjutnya adalah: karena keluarga. "Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang." (Lukas 14:20). Keluarga adalah orang-orang yang sangat kita kasihi, suami, isteri dan anak-anak adalah bagian hidup kita. Bersama mereka kita menjalani hari-hari suka maupun duka. Mereka sungguh sangat berarti! Tanpa support mereka kita tidak takkan mampu meraih semua harapan dan keinginan. Meski demikian kita harus tetap menempatkan Tuhan sebagai segala-galanya bagi kita. Seringkali keinginan menyenangkan suami, isteri atau anak-anak melebihi ketaatan dan kasih kita kepada Tuhan. "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:37-38).
Utamakan Dia lebih dari apa pun di dunia ini agar kehidupan kita berkenan kepada Tuhan!
Tuesday, October 22, 2013
MENOLAK UNDANGAN TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Oktober 2013 -
Baca: Matius 22:1-14
"Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." Matius 22:14
Kalau kita menyadari bahwa hidup ini adalah karena kasih karunia Tuhan semata, maka seharusnya kita memiliki respons yang benar akan keselamatan yang Tuhan berikan dan juga panggilanNya. Sampai saat ini pintu anugerah keselamatan dan berkat-berkatNya masih terbuka dan tersedia untuk siapa pun yang mau datang memenuhi undangan Tuhan. Tapi masih banyak dari kita yang tidak mengalami dan menikmati berkat-berkat Tuhan sepenuhnya, padahal kita telah percaya dan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Yang menjadi persoalan adalah kita memiliki banyak sekali alasan untuk menghindari undangan Tuhan. Alasan-alasan inilah yang dijadikan senjata oleh Iblis untuk menjauhkan orang percaya dari kasih karunia Tuhan. Alasan dan dalih sesungguhnya adalah bentuk dari pelemparan tanggung jawab. Orang yang suka mencari-cari alasan atau dalih adalah orang yang tidak punya rasa tanggung jawab dan sulit untuk bisa dipercaya.
Inilah yang seringkali menjadi alassan banyak orang untuk menolak dan menghindari undangan Tuhan Yesus: 1. Karena harta kekayaan. Mereka berkata, "Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan." (Lukas 14:18). Ladang berbicara tentang harta kekayaan. Seringkali banyak orang lebih mengasihi harta kekayaannya daripada mengasihi Tuhan, hatinya melekat kepada harta dan tidak lagi kepada Tuhan; lebih mengutamakan perkara-perkara duniawi daripada rohani; uang, rumah mewah, mobil, perhiasan dan sebagainya telah membutakan mata rohani mereka. Kita bisa belajar dari pengalaman orang muda yang kaya (baca Matius 19:16-26), yang lebih memilih meninggalkan Yesus daripada harus membagi hartanya kepada orang miskin. Kita patut bersyukur jika Tuhan melimpahkan berkat melimpah, namun semua itu tidak boleh menjadi berhala dalam hidup kita atau mengalihkan fokus kita dari Tuhan. Jika itu terjadi, itu merupakan kejahatan di mata Tuhan.
Di zaman sekarang ini orang lebih beriorientasi mengejar harta siang dan malam, sementara ibadah, pelayanan dan menabur tidak mereka pedulikan sama sekali. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). (Bersambung)
Baca: Matius 22:1-14
"Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." Matius 22:14
Kalau kita menyadari bahwa hidup ini adalah karena kasih karunia Tuhan semata, maka seharusnya kita memiliki respons yang benar akan keselamatan yang Tuhan berikan dan juga panggilanNya. Sampai saat ini pintu anugerah keselamatan dan berkat-berkatNya masih terbuka dan tersedia untuk siapa pun yang mau datang memenuhi undangan Tuhan. Tapi masih banyak dari kita yang tidak mengalami dan menikmati berkat-berkat Tuhan sepenuhnya, padahal kita telah percaya dan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Yang menjadi persoalan adalah kita memiliki banyak sekali alasan untuk menghindari undangan Tuhan. Alasan-alasan inilah yang dijadikan senjata oleh Iblis untuk menjauhkan orang percaya dari kasih karunia Tuhan. Alasan dan dalih sesungguhnya adalah bentuk dari pelemparan tanggung jawab. Orang yang suka mencari-cari alasan atau dalih adalah orang yang tidak punya rasa tanggung jawab dan sulit untuk bisa dipercaya.
Inilah yang seringkali menjadi alassan banyak orang untuk menolak dan menghindari undangan Tuhan Yesus: 1. Karena harta kekayaan. Mereka berkata, "Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan." (Lukas 14:18). Ladang berbicara tentang harta kekayaan. Seringkali banyak orang lebih mengasihi harta kekayaannya daripada mengasihi Tuhan, hatinya melekat kepada harta dan tidak lagi kepada Tuhan; lebih mengutamakan perkara-perkara duniawi daripada rohani; uang, rumah mewah, mobil, perhiasan dan sebagainya telah membutakan mata rohani mereka. Kita bisa belajar dari pengalaman orang muda yang kaya (baca Matius 19:16-26), yang lebih memilih meninggalkan Yesus daripada harus membagi hartanya kepada orang miskin. Kita patut bersyukur jika Tuhan melimpahkan berkat melimpah, namun semua itu tidak boleh menjadi berhala dalam hidup kita atau mengalihkan fokus kita dari Tuhan. Jika itu terjadi, itu merupakan kejahatan di mata Tuhan.
Di zaman sekarang ini orang lebih beriorientasi mengejar harta siang dan malam, sementara ibadah, pelayanan dan menabur tidak mereka pedulikan sama sekali. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). (Bersambung)
Monday, October 21, 2013
MENOLAK UNDANGAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Oktober 2013 -
Baca: Lukas 14:15-24
"Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf." Lukas 14:18a
Perikop dari pembacaan firman hari ini adalah perumpamaan tentang orang-orang yang berdalih. Dalam perumpamaan ini Tuhan Yesus menggambarkan hal Kerajaan Sorga seperti seorang Tuan yang sedang mengadakan jamuan yang besar dan mengundang banyak orang untuk datang di pestanya. Biasanya orang akan antuasias ketika diundang ke sebuah pesta. Pesta atau jamuan besar itu identik dengan makanan enak dan acara meriah. Namun dalam kisah ini respons orang-orang yang diundang justru sangat mengejutkan, sekaligus mengecewakan. Mereka malah menolak undangan itu dengan berbagai dalih atau alasan, padahal si Tuan yang empunya acara ini berkata, "...rumahku harus penuh." (ayat 23). Menolak undangan berarti kehilangan kesempatan untuk menikmati perjamuan.
Inilah gambaran dari orang-orang yang menganggap remeh berita salib! Memang, "...pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18). Mereka secara terang-terangan menolak anugerah keselamatan yang ditawarkan Allah melalui PuteraNya Yesus Kristus. Padahal "...begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah." (Yohanes 3:16-19). Tidak sedikit pula orang yang dengan sengaja melecehkan dan mempermainkan nama Yesus Kristus. Padahal hanya oleh iman di dalam Yesus Kristus kita diselematkan.
Kita yang sudah menerima anugerah keselamatan dari Tuhan pun acapkali menyia-nyiakannya dengan tidak mengerjakan keselematan itu dengan hati yang takut dan gentar (baca Filipi 2:12-13). Kita tidak lagi merespons dengan benar keselamatan yang telah kita terima dengan cuma-cuma itu dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan, dan menganggapnya sebagai hal yang biasa! (Bersambung)
Baca: Lukas 14:15-24
"Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf." Lukas 14:18a
Perikop dari pembacaan firman hari ini adalah perumpamaan tentang orang-orang yang berdalih. Dalam perumpamaan ini Tuhan Yesus menggambarkan hal Kerajaan Sorga seperti seorang Tuan yang sedang mengadakan jamuan yang besar dan mengundang banyak orang untuk datang di pestanya. Biasanya orang akan antuasias ketika diundang ke sebuah pesta. Pesta atau jamuan besar itu identik dengan makanan enak dan acara meriah. Namun dalam kisah ini respons orang-orang yang diundang justru sangat mengejutkan, sekaligus mengecewakan. Mereka malah menolak undangan itu dengan berbagai dalih atau alasan, padahal si Tuan yang empunya acara ini berkata, "...rumahku harus penuh." (ayat 23). Menolak undangan berarti kehilangan kesempatan untuk menikmati perjamuan.
Inilah gambaran dari orang-orang yang menganggap remeh berita salib! Memang, "...pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18). Mereka secara terang-terangan menolak anugerah keselamatan yang ditawarkan Allah melalui PuteraNya Yesus Kristus. Padahal "...begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah." (Yohanes 3:16-19). Tidak sedikit pula orang yang dengan sengaja melecehkan dan mempermainkan nama Yesus Kristus. Padahal hanya oleh iman di dalam Yesus Kristus kita diselematkan.
Kita yang sudah menerima anugerah keselamatan dari Tuhan pun acapkali menyia-nyiakannya dengan tidak mengerjakan keselematan itu dengan hati yang takut dan gentar (baca Filipi 2:12-13). Kita tidak lagi merespons dengan benar keselamatan yang telah kita terima dengan cuma-cuma itu dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan, dan menganggapnya sebagai hal yang biasa! (Bersambung)
Sunday, October 20, 2013
BATU HIDUP atau BATU MATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Oktober 2013 -
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan." 1 Petrus 2:8
Keberadaan orang percaya digambarkan sebagai batu-batu hidup yang dipergunakan untuk pembangunan rumah rohani. Dengan demikian setiap kita memiliki peran dan fungsi. Tertulis: "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib; kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:9-10).
Menjadi batu yang hidup berarti memiliki kehidupan yang berpadanan dengan panggilan Tuhan. "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Jadi, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Hidup di dalam kekudusan berarti tidak "...menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran." (Roma 6:13).
Sebaliknya jika kita tetap hidup dalam ketidaktaatan dan ketidaksetiaan dalam melakukan kehendak Tuhan dan memiliki gaya hidup yang duniawi, maka keberadaan kita sama seperti batu-batu yang mati. Artinya kita telah gagal dalam menjalankan peran dan fungsi kita sebagai anak-anak Tuhan. Kita tidak lagi mencerminkan umat tebusan Tuhan dan imamat yang rajani, melainkan telah menjadi batu sandungan bagi orang lain, apalagi jika saat dalam masalah dan penderitaan kita mengeluh, bersungut-sungut, mengumpat, ikut-ikutan mencari pertolongan kepada dunia, mata rohani tidak lagi tertuju kepada Tuhan Yesus, selaku Batu Penjuru kita, sehingga orang-orang dunia pun tidak melihat Kristus ada di dalam kita.
Kita menjadi batu-batu yang mati!
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan." 1 Petrus 2:8
Keberadaan orang percaya digambarkan sebagai batu-batu hidup yang dipergunakan untuk pembangunan rumah rohani. Dengan demikian setiap kita memiliki peran dan fungsi. Tertulis: "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib; kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan." (1 Petrus 2:9-10).
Menjadi batu yang hidup berarti memiliki kehidupan yang berpadanan dengan panggilan Tuhan. "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Jadi, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Hidup di dalam kekudusan berarti tidak "...menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran." (Roma 6:13).
Sebaliknya jika kita tetap hidup dalam ketidaktaatan dan ketidaksetiaan dalam melakukan kehendak Tuhan dan memiliki gaya hidup yang duniawi, maka keberadaan kita sama seperti batu-batu yang mati. Artinya kita telah gagal dalam menjalankan peran dan fungsi kita sebagai anak-anak Tuhan. Kita tidak lagi mencerminkan umat tebusan Tuhan dan imamat yang rajani, melainkan telah menjadi batu sandungan bagi orang lain, apalagi jika saat dalam masalah dan penderitaan kita mengeluh, bersungut-sungut, mengumpat, ikut-ikutan mencari pertolongan kepada dunia, mata rohani tidak lagi tertuju kepada Tuhan Yesus, selaku Batu Penjuru kita, sehingga orang-orang dunia pun tidak melihat Kristus ada di dalam kita.
Kita menjadi batu-batu yang mati!
Saturday, October 19, 2013
TUHAN YESUS SEBAGAI BATU PENJURU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Oktober 2013 -
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan." 1 Petrus 2:6
Rasul Petrus menegaskan bahwa Yesus disebut sebagai batu yang terpilih dan merupakan batu penjuru yang mahal, sehingga barangsiapa percaya kepadaNya tidak akan dipermalukan (ayat nas).
Mengapa Tuhan Yesus disebut sebagai batu pilihan? Karena Dia telah dipilih secara khusus oleh Allah dan ditentukan sebagai pondasi kehidupan serta dasar keselamatan bagi setiap orang yang percaya kepadaNya. Tertulis: "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi, "...jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Hal ini menunjukkan bahwa "...tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus." (1 Korintus 3:11).
Batu penjuru adalah batu yang menentukan arah sebuah bangunan, batu yang pertama kali diletakkan yang menjadi patokan pembangunan. Sebagai batu penjuru Tuhan Yesus adalah pusat dari segala aspek kehidupan kita; Dia adalah batu yang menentukan arah kehidupan kita. Karena itu kita harus menjadikan Tuhan Yesus sebagai prioritas dan tujuan hidup kita karena Dia adalah Pemegang kendali hidup kita; artinya Dia harus menjadi pusat dan tujuan hidup kita karena Dia adalah Alfa dan Omega, "...yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa." (Wahyu 1:8). Dialah yang mengawali seluruh kehidupan ini dan juga yang menjadi tujuan akhir dari kehidupan ini. Seluruh keberadaan hidup kita pada hakekatnya menuju ke arah Yesus. Jika kita mengaku sebagai orang Kristen tapi tidak mengarahkan hidup sepenuhnya kepada Yesus sama artinya kita sedang berusaha melepaskan diri dari bangunan tersebut. Yesus menegaskan, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:5b-6). (Bersambung)
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan." 1 Petrus 2:6
Rasul Petrus menegaskan bahwa Yesus disebut sebagai batu yang terpilih dan merupakan batu penjuru yang mahal, sehingga barangsiapa percaya kepadaNya tidak akan dipermalukan (ayat nas).
Mengapa Tuhan Yesus disebut sebagai batu pilihan? Karena Dia telah dipilih secara khusus oleh Allah dan ditentukan sebagai pondasi kehidupan serta dasar keselamatan bagi setiap orang yang percaya kepadaNya. Tertulis: "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi, "...jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Hal ini menunjukkan bahwa "...tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus." (1 Korintus 3:11).
Batu penjuru adalah batu yang menentukan arah sebuah bangunan, batu yang pertama kali diletakkan yang menjadi patokan pembangunan. Sebagai batu penjuru Tuhan Yesus adalah pusat dari segala aspek kehidupan kita; Dia adalah batu yang menentukan arah kehidupan kita. Karena itu kita harus menjadikan Tuhan Yesus sebagai prioritas dan tujuan hidup kita karena Dia adalah Pemegang kendali hidup kita; artinya Dia harus menjadi pusat dan tujuan hidup kita karena Dia adalah Alfa dan Omega, "...yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa." (Wahyu 1:8). Dialah yang mengawali seluruh kehidupan ini dan juga yang menjadi tujuan akhir dari kehidupan ini. Seluruh keberadaan hidup kita pada hakekatnya menuju ke arah Yesus. Jika kita mengaku sebagai orang Kristen tapi tidak mengarahkan hidup sepenuhnya kepada Yesus sama artinya kita sedang berusaha melepaskan diri dari bangunan tersebut. Yesus menegaskan, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yohanes 15:5b-6). (Bersambung)
Friday, October 18, 2013
HIDUP ADALAH UNTUK KRISTUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Oktober 2013 -
Baca: 2 Korintus 5:1-10
"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya," 2 Korintus 5:10
Rasul Paulus memiliki keyakinan kokoh akan Injil yang diberitakannya, "...karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16).
Baginya kematian berarti meninggalkan semua penderitaan, masalah dan kesesakan yang menjadi bagian hidup manusia di muka bumi ini. "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18). Jadi, "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini," (2 Korintus 5:1-2). Namun ia pun merasa terbeban tinggal lebih lama di dunia ini. Bukan bertujuan menikmati hidup tapi bekerja bagi Kristus, melayani Dia dan menghasilkan buah pelayanannya. Inilah pilihan yang harus dihadapi Paulus yaitu antara melayani Kristus di dunia ini atau tinggal bersama Dia di sorga.
Bagi kebanyakan orang yang tidak mengerti akan panggilan hidupnya, hidup adalah untuk mengejar materi atau kekayaan, mengutamakan diri sendiri, serta memuaskan segala keinginan daging. Akhirnya kematian bukan lagi sebagai keuntungan, tapi musibah dan malapetaka. Oleh karena itu manusia selalu ketakutan menghadapi kematian, bahkan menyebut dan membicarakannya saja mereka enggan. Namun bagi orang percaya yang merespons panggilan hidupnya sebagai kesempatan melayani Kristus, memberi buah bagiNya dan memuliakanNya melalui perkataan dan perbuatan, akan berkata bahwa mati adalah keuntungan.
Kita yang masih diberi hidup sampai detik ini sudahkah mengisi hari-hari dengan takut akan Tuhan dan mempersembahkan hidup bagi Dia? Marilah pergunakan setiap talenta dan karunia kita untuk melayani Tuhan dan menghasilkan buah sesuai pertobatan.
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." Yohanes 9:4
Baca: 2 Korintus 5:1-10
"Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya," 2 Korintus 5:10
Rasul Paulus memiliki keyakinan kokoh akan Injil yang diberitakannya, "...karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16).
Baginya kematian berarti meninggalkan semua penderitaan, masalah dan kesesakan yang menjadi bagian hidup manusia di muka bumi ini. "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18). Jadi, "...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini," (2 Korintus 5:1-2). Namun ia pun merasa terbeban tinggal lebih lama di dunia ini. Bukan bertujuan menikmati hidup tapi bekerja bagi Kristus, melayani Dia dan menghasilkan buah pelayanannya. Inilah pilihan yang harus dihadapi Paulus yaitu antara melayani Kristus di dunia ini atau tinggal bersama Dia di sorga.
Bagi kebanyakan orang yang tidak mengerti akan panggilan hidupnya, hidup adalah untuk mengejar materi atau kekayaan, mengutamakan diri sendiri, serta memuaskan segala keinginan daging. Akhirnya kematian bukan lagi sebagai keuntungan, tapi musibah dan malapetaka. Oleh karena itu manusia selalu ketakutan menghadapi kematian, bahkan menyebut dan membicarakannya saja mereka enggan. Namun bagi orang percaya yang merespons panggilan hidupnya sebagai kesempatan melayani Kristus, memberi buah bagiNya dan memuliakanNya melalui perkataan dan perbuatan, akan berkata bahwa mati adalah keuntungan.
Kita yang masih diberi hidup sampai detik ini sudahkah mengisi hari-hari dengan takut akan Tuhan dan mempersembahkan hidup bagi Dia? Marilah pergunakan setiap talenta dan karunia kita untuk melayani Tuhan dan menghasilkan buah sesuai pertobatan.
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." Yohanes 9:4
Thursday, October 17, 2013
HIDUP ADALAH UNTUK KRISTUS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Oktober 2013 -
Baca: Filipi 1:12-26
"Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus--itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu." Filipi 1:23-24
Dalam perjalanan hidup ini acapkali kita diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang sangat berat, baik dalam hal membuat keputusan, memilih pasangan hidup, memilih sekolah yang bagus, memilih pekerjaan yang sesuai, mengerjakan tugas pelayanan dan sebagainya. Terlebih-lebih jika kita diperhadapkan dengan dua pilihan yang sama beratnya dan sangat menentukan masa depan hidup kita. Rasul Paulus pun diperhadapkan dengan dua pilihan yang dilematis, namun bukan pilihan seperti buah simalakama, melainkan dua pilihan yang mengandung berkat luar biasa, yaitu: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21).
Rasul Paulus menulis surat ini tidak sedang dalam keadaan yang baik dan menyenangkan, melainkan saat ia berada di penjara. Namun hal itu tidak membuatnya sedih, kecewa dan putus pengharapan, justru rohnya makin menyala-nyala bagi Tuhan. Ia pun berprinsip jika Tuhan menghendakinya untuk hidup lebih lama lagi di dunia ini berarti ada suatu kesempatan baginya untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan, melayani Dia dan memberikan Injil lebih lagi. "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:22a). Jadi hidup yang dijalani Paulus bukan lagi hidup untuk diri sendiri, namun untuk Kristus sepenuhnya. Bagi Paulus Kristus adalah segala-galanya, melebihi apa pun yang ada di dunia ini. "...apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:7-8a). Sebaliknya, andai pun penguasa Romawi harus menjatuhkan hukuman mati kepadanya bukanlah malapetaka bagi Paulus, justru ini adalah berkat yang luar biasa baginya, karena Paulus tahu benar bahwa setelah kematian ada kehidupan yang sesungguhnya. Ia tahu ke mana akan pergi dan di mana ia akan berada.
Jadi, kematian bagi Paulus merupakan sebuah keuntungan yang besar, sebab ia akan segera bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus, Sang Juruselamat, di dalam Kerajaan Sorga dan memerintah bersama Dia. (Bersambung)
Baca: Filipi 1:12-26
"Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus--itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu." Filipi 1:23-24
Dalam perjalanan hidup ini acapkali kita diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang sangat berat, baik dalam hal membuat keputusan, memilih pasangan hidup, memilih sekolah yang bagus, memilih pekerjaan yang sesuai, mengerjakan tugas pelayanan dan sebagainya. Terlebih-lebih jika kita diperhadapkan dengan dua pilihan yang sama beratnya dan sangat menentukan masa depan hidup kita. Rasul Paulus pun diperhadapkan dengan dua pilihan yang dilematis, namun bukan pilihan seperti buah simalakama, melainkan dua pilihan yang mengandung berkat luar biasa, yaitu: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21).
Rasul Paulus menulis surat ini tidak sedang dalam keadaan yang baik dan menyenangkan, melainkan saat ia berada di penjara. Namun hal itu tidak membuatnya sedih, kecewa dan putus pengharapan, justru rohnya makin menyala-nyala bagi Tuhan. Ia pun berprinsip jika Tuhan menghendakinya untuk hidup lebih lama lagi di dunia ini berarti ada suatu kesempatan baginya untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan, melayani Dia dan memberikan Injil lebih lagi. "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:22a). Jadi hidup yang dijalani Paulus bukan lagi hidup untuk diri sendiri, namun untuk Kristus sepenuhnya. Bagi Paulus Kristus adalah segala-galanya, melebihi apa pun yang ada di dunia ini. "...apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya." (Filipi 3:7-8a). Sebaliknya, andai pun penguasa Romawi harus menjatuhkan hukuman mati kepadanya bukanlah malapetaka bagi Paulus, justru ini adalah berkat yang luar biasa baginya, karena Paulus tahu benar bahwa setelah kematian ada kehidupan yang sesungguhnya. Ia tahu ke mana akan pergi dan di mana ia akan berada.
Jadi, kematian bagi Paulus merupakan sebuah keuntungan yang besar, sebab ia akan segera bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus, Sang Juruselamat, di dalam Kerajaan Sorga dan memerintah bersama Dia. (Bersambung)
Wednesday, October 16, 2013
CARA HIDUP YANG SIA-SIA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Oktober 2013 -
Baca: Galatia 3:1-14
"Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!" Galatia 3:4
Adakalanya kita tak ubahnya seperti "...orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Matius 7:26).
Adapun dasar hidup yang benar bagi orang percaya adalah firman Tuhan. Jika firman Tuhan yang menjadi dasar hidup kita, kita akan mengalami campur tangan Tuhan yang luar biasa, sebab firmanNya adalah ya dan amin, karena "...firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Jadi, "... seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:" (Yesaya 14:24), dan "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan," (Yesaya 46:10). Kita juga dikatakan memiliki cara hidup yang sia-sia apabila kita tidak menyelesaikan apa yang sudah kita mulai. Kepada jemaat di Galatia rasul Paulus menegur dengan keras, "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3). Seseorang dikatakan bodoh bukan karena ia tidak berbuat apa-apa; mungkin ia melakukan segala sesuatu, namun tidak pernah menyelesaikannya sampai akhir sehingga apa yang dikerjakan itu pun menjadi tidak berguna. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7), agar "...supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Ingin menjadi pribadi yang berdampak bagi orang lain, hidup berkemenangan dan makin berkenan kepada Tuhan? Mulai dari sekarang tinggalkan cara hidup yang sia-sia. Tuhan memanggil kita untuk menjadi kepala, bukan ekor (Ulangan 28:13); untuk menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-16). Karena itu jangna hanya berfokus pada diri sendiri, tapi berusahalah supaya kehidupan kita menjadi berkat dan berdampak bagi orang lain. Jadikan firman Tuhan sebagai pedoman hidup dan andalkan Tuhan dalam segala hal, serta kerjakan segala perkara yang dipercayakan kepada kita dengan setia sampai akhir.
Jangan sia-siakan pengorbanan Kristus dengan melakukan hal yang sia-sia lagi!
Baca: Galatia 3:1-14
"Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia-sia!" Galatia 3:4
Adakalanya kita tak ubahnya seperti "...orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Matius 7:26).
Adapun dasar hidup yang benar bagi orang percaya adalah firman Tuhan. Jika firman Tuhan yang menjadi dasar hidup kita, kita akan mengalami campur tangan Tuhan yang luar biasa, sebab firmanNya adalah ya dan amin, karena "...firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Jadi, "... seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:" (Yesaya 14:24), dan "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan," (Yesaya 46:10). Kita juga dikatakan memiliki cara hidup yang sia-sia apabila kita tidak menyelesaikan apa yang sudah kita mulai. Kepada jemaat di Galatia rasul Paulus menegur dengan keras, "Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3). Seseorang dikatakan bodoh bukan karena ia tidak berbuat apa-apa; mungkin ia melakukan segala sesuatu, namun tidak pernah menyelesaikannya sampai akhir sehingga apa yang dikerjakan itu pun menjadi tidak berguna. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7), agar "...supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Ingin menjadi pribadi yang berdampak bagi orang lain, hidup berkemenangan dan makin berkenan kepada Tuhan? Mulai dari sekarang tinggalkan cara hidup yang sia-sia. Tuhan memanggil kita untuk menjadi kepala, bukan ekor (Ulangan 28:13); untuk menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-16). Karena itu jangna hanya berfokus pada diri sendiri, tapi berusahalah supaya kehidupan kita menjadi berkat dan berdampak bagi orang lain. Jadikan firman Tuhan sebagai pedoman hidup dan andalkan Tuhan dalam segala hal, serta kerjakan segala perkara yang dipercayakan kepada kita dengan setia sampai akhir.
Jangan sia-siakan pengorbanan Kristus dengan melakukan hal yang sia-sia lagi!
Tuesday, October 15, 2013
CARA HIDUP YANG SIA-SIA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Oktober 2013 -
Baca: 1 petrus 1:13-25
"Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." 1 Petrus 1:18-19
Sebagai orang percaya kita adalah umat pilihan Tuhan. Keberadaan kita di tengah dunia ini berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan. Dikatakan, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Karena itulah Allah mengutus dan mengorbankan PuteraNya Yesus Kristus supaya kita memiliki masa depan dan harapan, di mana kita sebelumnya berada di bawah cengkeraman dosa dan terancam untuk mengalami kematian kekal, "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23).
Dosa membuat kehidupan kita berada dalam kesia-siaan. Tapi kini semua telah berubah; kita yang sebelumnya memiliki cara hidup yang sia-sia telah ditebus Tuhan bukan dengan perak atau emas, melainkan dengan darahNya yang mahal, yang tak bernoda dan tak bercacat, sehingga hidup kita menjadi berarti dan bermakna. Cara hidup atas perbuatan sia-sia itu yang bagaimana? Yang hanya mementingan diri sendiri! Dalam Filipi 2:2-4 tertulis: "...hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." Banyak orang Kristen yang hidupnya hanya untuk diri sendiri, egois, tidak peduli orang lain. Ini tabiat 'manusia lama' yang harus ditanggalkan, sebab di dalam Kristus kita ini adalah "...ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Yang Tuhan kehendaki adalah kita dapat menjadi berkat bagi orang lain. Selanjutnya, apabila kita tidak memiliki dasar hidup yang benar, apa yang menjadi dasar hidup kita? Uang, harta, kekayaan, popularitas atau jabatan? Jika itu yang menjadi dasar hidup kita, suatu saat kita akan kecewa karena semuanya tidak akan bertahan lama, sewaktu-waktu bisa lenyap dan sirna. (Bersambung)
Baca: 1 petrus 1:13-25
"Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." 1 Petrus 1:18-19
Sebagai orang percaya kita adalah umat pilihan Tuhan. Keberadaan kita di tengah dunia ini berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan. Dikatakan, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Karena itulah Allah mengutus dan mengorbankan PuteraNya Yesus Kristus supaya kita memiliki masa depan dan harapan, di mana kita sebelumnya berada di bawah cengkeraman dosa dan terancam untuk mengalami kematian kekal, "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23).
Dosa membuat kehidupan kita berada dalam kesia-siaan. Tapi kini semua telah berubah; kita yang sebelumnya memiliki cara hidup yang sia-sia telah ditebus Tuhan bukan dengan perak atau emas, melainkan dengan darahNya yang mahal, yang tak bernoda dan tak bercacat, sehingga hidup kita menjadi berarti dan bermakna. Cara hidup atas perbuatan sia-sia itu yang bagaimana? Yang hanya mementingan diri sendiri! Dalam Filipi 2:2-4 tertulis: "...hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." Banyak orang Kristen yang hidupnya hanya untuk diri sendiri, egois, tidak peduli orang lain. Ini tabiat 'manusia lama' yang harus ditanggalkan, sebab di dalam Kristus kita ini adalah "...ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Yang Tuhan kehendaki adalah kita dapat menjadi berkat bagi orang lain. Selanjutnya, apabila kita tidak memiliki dasar hidup yang benar, apa yang menjadi dasar hidup kita? Uang, harta, kekayaan, popularitas atau jabatan? Jika itu yang menjadi dasar hidup kita, suatu saat kita akan kecewa karena semuanya tidak akan bertahan lama, sewaktu-waktu bisa lenyap dan sirna. (Bersambung)
Monday, October 14, 2013
MENJADI PENJAGA BAGI SESAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Oktober 2013 -
Baca: Yehezkiel 3:16-21
"Hai anak manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel. Bilamana engkau mendengarkan sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka atas nama-Ku." Yehezkiel 3:17
Tuhan memilih dan menyelamatkan kita adalah suatu kondisi yang bukan untuk kita nikmati sendiri, melainkan untuk sebuah misi.
Keberadaan setiap orang Kristen adalah 'penjaga' bagi sesamanya. Artinya kita memiliki tanggung jawab memberitakan Injil atau kabar keselamatan ini kepada orang-orang yang belum percaya. Kita tidak boleh tinggal diam dan bersikap masa bodoh! Kita harus memiliki keberanian bersaksi kepada mereka. Dengan kekuatan sendiri mustahil kita berani untuk itu, namun di dalam kita ada Roh Kudus dan "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Jadi tidak ada alasan untuk tidak melangkah mengerjakan tugas ini, sebab kita telah menerima kuasa untuk menjadi saksi-saksi Kristus (baca Kisah 1:8). Beritakan kepada orang-orang yang belum percaya bahwa "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi barangsiapa percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan diselamatkan (baca Roma 10:9-10). Memang, kita tidak dapat membuat orang lain bertobat, itu adalah bagian Tuhan melalui kuasa Roh KudusNya. Namun tugas kita adalah melayani, memberitahu, menegur dan mengingatkan orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan atau mereka yang hidupnya bertentangan dengan firman Tuhan; tentunya dengan cara yang bijaksana dan tepat, bukan menghakimi, sampai Roh Kudus menjamah hati mereka dan menuntun mereka kepada Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan kita untuk memiliki kepedulian terhadap orang lain.
Kerinduan Tuhan agar Yehezkiel menjadi 'penjaga' bagi sesamanya ini juga kerinduan Tuhan bagi kita. Inilah yang disebut Amanat Agung Tuhan! Jika kita melihat orang lain jatuh dan hidup dalam kejahatan, sementara kita dengan sengaja membiarkannya, hal itu akan menjadi tanggung jawab kita di hadapan Tuhan.
Sudahkah kita mengerjakan tugas dari Tuhan ini?
Baca: Yehezkiel 3:16-21
"Hai anak manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel. Bilamana engkau mendengarkan sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka atas nama-Ku." Yehezkiel 3:17
Tuhan memilih dan menyelamatkan kita adalah suatu kondisi yang bukan untuk kita nikmati sendiri, melainkan untuk sebuah misi.
Keberadaan setiap orang Kristen adalah 'penjaga' bagi sesamanya. Artinya kita memiliki tanggung jawab memberitakan Injil atau kabar keselamatan ini kepada orang-orang yang belum percaya. Kita tidak boleh tinggal diam dan bersikap masa bodoh! Kita harus memiliki keberanian bersaksi kepada mereka. Dengan kekuatan sendiri mustahil kita berani untuk itu, namun di dalam kita ada Roh Kudus dan "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Jadi tidak ada alasan untuk tidak melangkah mengerjakan tugas ini, sebab kita telah menerima kuasa untuk menjadi saksi-saksi Kristus (baca Kisah 1:8). Beritakan kepada orang-orang yang belum percaya bahwa "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi barangsiapa percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan diselamatkan (baca Roma 10:9-10). Memang, kita tidak dapat membuat orang lain bertobat, itu adalah bagian Tuhan melalui kuasa Roh KudusNya. Namun tugas kita adalah melayani, memberitahu, menegur dan mengingatkan orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan atau mereka yang hidupnya bertentangan dengan firman Tuhan; tentunya dengan cara yang bijaksana dan tepat, bukan menghakimi, sampai Roh Kudus menjamah hati mereka dan menuntun mereka kepada Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan kita untuk memiliki kepedulian terhadap orang lain.
Kerinduan Tuhan agar Yehezkiel menjadi 'penjaga' bagi sesamanya ini juga kerinduan Tuhan bagi kita. Inilah yang disebut Amanat Agung Tuhan! Jika kita melihat orang lain jatuh dan hidup dalam kejahatan, sementara kita dengan sengaja membiarkannya, hal itu akan menjadi tanggung jawab kita di hadapan Tuhan.
Sudahkah kita mengerjakan tugas dari Tuhan ini?
Sunday, October 13, 2013
PENGHALANG KASIH KEPADA SESAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Oktober 2013 -
Baca: 1 Korintus 13:1-13
"Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." 1 Korintus 13:1
Banyak hal dalam hidup ini yang acapkali menghalangi kita untuk berbuat kasih kepada orang lain. Ada saja ganjalan yang membuat kita tidak bebas mengasihi sesama kita. Untuk dapat menyatakan kasih dengan benar kepada sesama, hati kita harus terlebih dahulu terbebas dari kepentingan diri sendiri, ambisi, motivasi yang keliru, iri hati, kebencian dan sebagainya. Jika di dalam diri kita masih terselip adanya kepentingan diri sendiri, mustahil kita dapat mengasihi orang lain dengan tulus, sampai kapan pun kasih itu tidak akan pernah sampai. Ketika kita hanya berfokus pada diri sendiri, memikirkan dan memperhatikan kepentingan sendiri, saat itu pula kepentingan orang lain pasti akan kita abaikan dan korbankan. Dalam keadaan yang demikian kasih kita kepada sesama akan dingin dan mati.
Rasul Paulus memperingatkan, "...hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:2-4). Sifat mementingkan diri sendiri identik dengan keangkuhan atau kesombongan, di mana seseorang merasa tidak membutuhkan orang lain sehingga memandang rendah orang lain. Sikap ini akan menghalangi hubungan kita dengan orang lain.
Sifat mementingkan diri sendiri, kesombongan, keangkuhan, kecongkakan bukan berasal dari Tuhan, melainkan tabiat khas dari si Iblis, selain adanya ambisi tertentu dari manusia. Ambisi adalah keinginan yang mendorong seseorang menggunakan segala cara untuk mewujudkan keinginannya. Ambisi semacam ini adalah ambisi yang keliru dan bersifat negatif, adakalanya berkaitan dengan kekuasaan atau jabatan yang seringkali menggiurkan banyak orang, yang akhirnya membuat orang bersaing secara tidak sehat dengan saling menjegal dan menjatuhkan.
Dalam kondisi seperti ini mustahil orang bisa mengasihi orang lain.
Baca: 1 Korintus 13:1-13
"Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." 1 Korintus 13:1
Banyak hal dalam hidup ini yang acapkali menghalangi kita untuk berbuat kasih kepada orang lain. Ada saja ganjalan yang membuat kita tidak bebas mengasihi sesama kita. Untuk dapat menyatakan kasih dengan benar kepada sesama, hati kita harus terlebih dahulu terbebas dari kepentingan diri sendiri, ambisi, motivasi yang keliru, iri hati, kebencian dan sebagainya. Jika di dalam diri kita masih terselip adanya kepentingan diri sendiri, mustahil kita dapat mengasihi orang lain dengan tulus, sampai kapan pun kasih itu tidak akan pernah sampai. Ketika kita hanya berfokus pada diri sendiri, memikirkan dan memperhatikan kepentingan sendiri, saat itu pula kepentingan orang lain pasti akan kita abaikan dan korbankan. Dalam keadaan yang demikian kasih kita kepada sesama akan dingin dan mati.
Rasul Paulus memperingatkan, "...hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:2-4). Sifat mementingkan diri sendiri identik dengan keangkuhan atau kesombongan, di mana seseorang merasa tidak membutuhkan orang lain sehingga memandang rendah orang lain. Sikap ini akan menghalangi hubungan kita dengan orang lain.
Sifat mementingkan diri sendiri, kesombongan, keangkuhan, kecongkakan bukan berasal dari Tuhan, melainkan tabiat khas dari si Iblis, selain adanya ambisi tertentu dari manusia. Ambisi adalah keinginan yang mendorong seseorang menggunakan segala cara untuk mewujudkan keinginannya. Ambisi semacam ini adalah ambisi yang keliru dan bersifat negatif, adakalanya berkaitan dengan kekuasaan atau jabatan yang seringkali menggiurkan banyak orang, yang akhirnya membuat orang bersaing secara tidak sehat dengan saling menjegal dan menjatuhkan.
Dalam kondisi seperti ini mustahil orang bisa mengasihi orang lain.
Saturday, October 12, 2013
BUKTI MENGASIHI SESAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Oktober 2013 -
Baca: Yakobus 2:1-13
"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik." Yakobus 2:8
Definisi dari kasih adalah bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dengan memberikan PuteraNya, Yesus Kristus, datang ke dunia dan mati di atas Kalvari sebagai perdamaian bagi dosa-dosa kita (baca 1 Yohanes 4:10). Karena kasihNya, dosa-dosa kita diampuni, dan kita pun beroleh keselamatan. Setiap orang percaya yang telah menerima kasih Allah ini jugalah yang beroleh kuasa untuk mengasihi sesamanya. Kasih adalah karakter Allah sendiri yang mengalir ke dalam hati orang percaya sehingga kita beroleh kesanggupan untuk mengasihi orang lain. Jadi kasih itu bukan berasal dari diri kita sendiri, tapi berasal dari kasih Allah; dan "...jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi." (1 Yohanes 4:11). Kita yang sudah menerima kasih dari Allah wajib dan harus membagikannya kepada sesama sesuai dengan hati Allah. Karena itu kasih harus merupakan life style kita.
Kita dikatakan telah mempraktekkan kasih Tuhan kepada sesama apabila di dalam hati kita tidak ada kebencian. "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20). Kebencian dan kasih merupakan dua hal yang sangat bertolak belakang. Mustahil kita mengatakan mengasihi Tuhan jika dalam praktek sehari-hari kita masih membenci orang lain; jika demikian kita disebut pendusta. Mengasihi sesama juga berarti tidak mudah menghakimi orang lain (baca Matius 7:1-2): menghakimi berarti tidak melihat keadaan diri sendiri, namun cenderung melihat kehidupan orang lain dengan penuh kritikan. Hanya kasih Tuhan sanggup menolong kita untuk tidak menghakimi orang lain.
Bukti lain bahwa kita mengasihi orang lain adalah ketika kita tidak berbuat jahat, melainkan selalu berbuat baik kepada sesama kita. Ketika kita memiliki kasih Yesus kita diberikan kesanggupan untuk berbuat baik, karena orang Kristen haruslah memiliki kehidupan yang meneladani Kristus dalam segala aspek kehidupan ini. Kasih itu tidak berpura-pura menjadi baik!
Mengasihi sesama berarti tidak ada kebencian, tidak menghakimi dan selalu berbuat kebaikan!
Baca: Yakobus 2:1-13
"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik." Yakobus 2:8
Definisi dari kasih adalah bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dengan memberikan PuteraNya, Yesus Kristus, datang ke dunia dan mati di atas Kalvari sebagai perdamaian bagi dosa-dosa kita (baca 1 Yohanes 4:10). Karena kasihNya, dosa-dosa kita diampuni, dan kita pun beroleh keselamatan. Setiap orang percaya yang telah menerima kasih Allah ini jugalah yang beroleh kuasa untuk mengasihi sesamanya. Kasih adalah karakter Allah sendiri yang mengalir ke dalam hati orang percaya sehingga kita beroleh kesanggupan untuk mengasihi orang lain. Jadi kasih itu bukan berasal dari diri kita sendiri, tapi berasal dari kasih Allah; dan "...jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi." (1 Yohanes 4:11). Kita yang sudah menerima kasih dari Allah wajib dan harus membagikannya kepada sesama sesuai dengan hati Allah. Karena itu kasih harus merupakan life style kita.
Kita dikatakan telah mempraktekkan kasih Tuhan kepada sesama apabila di dalam hati kita tidak ada kebencian. "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20). Kebencian dan kasih merupakan dua hal yang sangat bertolak belakang. Mustahil kita mengatakan mengasihi Tuhan jika dalam praktek sehari-hari kita masih membenci orang lain; jika demikian kita disebut pendusta. Mengasihi sesama juga berarti tidak mudah menghakimi orang lain (baca Matius 7:1-2): menghakimi berarti tidak melihat keadaan diri sendiri, namun cenderung melihat kehidupan orang lain dengan penuh kritikan. Hanya kasih Tuhan sanggup menolong kita untuk tidak menghakimi orang lain.
Bukti lain bahwa kita mengasihi orang lain adalah ketika kita tidak berbuat jahat, melainkan selalu berbuat baik kepada sesama kita. Ketika kita memiliki kasih Yesus kita diberikan kesanggupan untuk berbuat baik, karena orang Kristen haruslah memiliki kehidupan yang meneladani Kristus dalam segala aspek kehidupan ini. Kasih itu tidak berpura-pura menjadi baik!
Mengasihi sesama berarti tidak ada kebencian, tidak menghakimi dan selalu berbuat kebaikan!
Friday, October 11, 2013
PENGHALANG KASIH KEPADA TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Oktober 2013 -
Baca: Mazmur 31:1-25
"Kasihilah TUHAN, hai semua orang yang dikasihi-Nya!" Mazmur 31:24a
Hal lain yang menghalangi seseorang mengasihi Tuhan adalah kesombongan, menganggap diri sendiri kuat, pintar, mampu, cantik, tampan, gagah dan sebagainya, sehingga kita merasa bahwa dengan kekuatan sendiri sanggup mengatasi segala sesuatunya. Kesombongan itu berakar dari segala sesuatu yang dapat dibanggakan dan diandalkan. Tidak seharusnya kita bersikap demikian! Mari menyadari bahwa kekuatan kita sangat terbatas. Sadarilah bahwa di luar Tuhan sesungguhnya kita tidak dapat berbuat apa-apa. Karena itu firman Tuhan dengan keras menyatakan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5), sebaliknya, "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Siapakah kita ini? Nabi Yesaya mengingatkan bahwa keberadaan manusia itu "...tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22).
Selain itu harta kekayaan juga seringkali menggeser posisi Tuhan dalam hidup seseorang. Karena uang dan harta kekayaan yang dimilikilah seseorang tidak lagi mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati. Mereka lebih mencintai hartanya daripada mengasihi Tuhan. Sungguh benar apa yang dikatakan firman Tuhan, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Ketika hati seseorang melekat kepada uang dan harta kekayaannya, secara otomatis dia tidak lagi mengutamakan perkara-perkara rohani. Uang dan harta kekayaan menjadi andalannya. Mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang dan kekayaan, mereka bisa mendapatkan segalanya dan memuaskan segala keinginannya. Baca kisah tentang orang muda yang kaya (Matius 19:16-26) dan juga orang kaya yang bodoh (Lukas 12:13-21).
Memiliki banyak uang dan harta melimpah bukanlah dosa selama berada di bawah kendali kita. Sebaliknya bila mamon tersebut menguasai kita dan menjadi tuan atas kita, ia akan menjadi sebuah bencana bagi kita. "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10).
Dosa, kesombongan, kekayaan menghalangi orang mengasihi Tuhan sepenuhnya!
Baca: Mazmur 31:1-25
"Kasihilah TUHAN, hai semua orang yang dikasihi-Nya!" Mazmur 31:24a
Hal lain yang menghalangi seseorang mengasihi Tuhan adalah kesombongan, menganggap diri sendiri kuat, pintar, mampu, cantik, tampan, gagah dan sebagainya, sehingga kita merasa bahwa dengan kekuatan sendiri sanggup mengatasi segala sesuatunya. Kesombongan itu berakar dari segala sesuatu yang dapat dibanggakan dan diandalkan. Tidak seharusnya kita bersikap demikian! Mari menyadari bahwa kekuatan kita sangat terbatas. Sadarilah bahwa di luar Tuhan sesungguhnya kita tidak dapat berbuat apa-apa. Karena itu firman Tuhan dengan keras menyatakan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5), sebaliknya, "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Siapakah kita ini? Nabi Yesaya mengingatkan bahwa keberadaan manusia itu "...tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?" (Yesaya 2:22).
Selain itu harta kekayaan juga seringkali menggeser posisi Tuhan dalam hidup seseorang. Karena uang dan harta kekayaan yang dimilikilah seseorang tidak lagi mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati. Mereka lebih mencintai hartanya daripada mengasihi Tuhan. Sungguh benar apa yang dikatakan firman Tuhan, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Ketika hati seseorang melekat kepada uang dan harta kekayaannya, secara otomatis dia tidak lagi mengutamakan perkara-perkara rohani. Uang dan harta kekayaan menjadi andalannya. Mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang dan kekayaan, mereka bisa mendapatkan segalanya dan memuaskan segala keinginannya. Baca kisah tentang orang muda yang kaya (Matius 19:16-26) dan juga orang kaya yang bodoh (Lukas 12:13-21).
Memiliki banyak uang dan harta melimpah bukanlah dosa selama berada di bawah kendali kita. Sebaliknya bila mamon tersebut menguasai kita dan menjadi tuan atas kita, ia akan menjadi sebuah bencana bagi kita. "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10).
Dosa, kesombongan, kekayaan menghalangi orang mengasihi Tuhan sepenuhnya!
Thursday, October 10, 2013
PENGHALANG KASIH KEPADA TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Oktober 2013 -
Baca: 2 Yohanes 1:4-11
"Dan inilah kasih itu, yaitu bahwa kita harus hidup menurut perintah-Nya. Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih, sebagaimana telah kamu dengar dari mulanya." 2 Yohanes 1:6
Apakah Saudara mengasihi Tuhan dengan sungguh? Kita pasti menjawab 'ya'. Apakah buktinya? Kita aktif beribadah dan tidak pernah absen, bahkan sudah terlibat dalam pelayanan. Dapatkah itu dijadikan sebuah ukuran kasih seseorang kepada Tuhan? Ada tertulis: "Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia." (1 Yohanes 2:4-5). Jadi, ketaatan adalah tanda utama bahwa seseorang mengasihi Tuhan.
Ada beberapa hal yang seringkali menjadi penghalang bagi seseorang untuk mengasihi Tuhan. Utamanya adalah dosa. Dosa adalah penghalang utama bagi seseorang untuk mengasihi Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Sebelum dosa masuk dalam kehidupan manusia hubungan antara Tuhan dengan manusia sangat dekat dan tidak ada penghalang apa pun. Namun setelah manusia jatuh dalam dosa mereka menjadi sangat malu, takut untuk bertemu Tuhan, bersembunyi dan akhirnya mereka pun terusir dari Taman Eden.
Selama kita hidup dalam dosa dan pelanggaran mustahil kita dapat mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh. Ketidaktaatan kita adalah bukti nyata bahwa kita tidak mengasihi Tuhan. Untuk bisa mendekat kepada Tuhan dan mengasihi Dia tanpa halangan kita harus benar-benar bertobat. Banyak orang merasa diri benar dan sulit sekali mengakui dosa-dosanya. Alkitab menyatakan, "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:8-9). (Bersambung)
Baca: 2 Yohanes 1:4-11
"Dan inilah kasih itu, yaitu bahwa kita harus hidup menurut perintah-Nya. Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih, sebagaimana telah kamu dengar dari mulanya." 2 Yohanes 1:6
Apakah Saudara mengasihi Tuhan dengan sungguh? Kita pasti menjawab 'ya'. Apakah buktinya? Kita aktif beribadah dan tidak pernah absen, bahkan sudah terlibat dalam pelayanan. Dapatkah itu dijadikan sebuah ukuran kasih seseorang kepada Tuhan? Ada tertulis: "Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia." (1 Yohanes 2:4-5). Jadi, ketaatan adalah tanda utama bahwa seseorang mengasihi Tuhan.
Ada beberapa hal yang seringkali menjadi penghalang bagi seseorang untuk mengasihi Tuhan. Utamanya adalah dosa. Dosa adalah penghalang utama bagi seseorang untuk mengasihi Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Sebelum dosa masuk dalam kehidupan manusia hubungan antara Tuhan dengan manusia sangat dekat dan tidak ada penghalang apa pun. Namun setelah manusia jatuh dalam dosa mereka menjadi sangat malu, takut untuk bertemu Tuhan, bersembunyi dan akhirnya mereka pun terusir dari Taman Eden.
Selama kita hidup dalam dosa dan pelanggaran mustahil kita dapat mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh. Ketidaktaatan kita adalah bukti nyata bahwa kita tidak mengasihi Tuhan. Untuk bisa mendekat kepada Tuhan dan mengasihi Dia tanpa halangan kita harus benar-benar bertobat. Banyak orang merasa diri benar dan sulit sekali mengakui dosa-dosanya. Alkitab menyatakan, "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:8-9). (Bersambung)
Wednesday, October 9, 2013
KASIH TUHAN KEPADA KITA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Oktober 2013 -
Baca: Efesus 3:14-21
"Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," Efesus 3:18
Sebelum melangkah lebih jauh hari ini coba renungkan betapa besar kasih Tuhan dalam kehidupan kita! Detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun kasih Tuhan kepada kita tidak pernah berubah. Sungguh, kita tak dapat menghitung "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (ayat nas). Banyak cerita tentang cinta kasih yang ada di dunia ini, namun kesemuanya itu tidak bisa dibandingkan dengan kasih Tuhan. Kasih Tuhan itu sangat jauh berbeda dari kasih lain yang ada di dunia ini.
Inilah garis besar karakteristik kasih Tuhan kepada umatNya: 1. Tak berubah. Artinya kasih Tuhan mengalir terus-menerus tiada berhenti sampai selama-lamanya. "Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!" (Mazmur 117:2). Kasih manusia bersifat sementara, mudah sekali berubah, sangat bergantung pada situasi dan kondisi; tetapi kasih Tuhan tidak dapat dipengaruhi oleh apa pun. Bahkan kita tidak dapat mempengaruhi kasih Tuhan dengan perbuatan-perbuatan baik kita. Tuhan mengasihi kita sebelum ada perbuatan baik yang kita lakukan bagiNya.
2. Sempurna. Artinya kasih Tuhan itu sepenuhnya, benar-benar, lengkap dan utuh. Karena itu jangan sekali-kali kita mengukur besarnya kasih Tuhan dengan keadaan yang kita alami, namun ingatlah dan renungkanlah pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Salib adalah bukti nyata betapa sempurnanya kasih Tuhan kepada kita.
3. Tak Bersyarat. "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yohanes 4:19), bahkan "...Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Ini sangat berbeda dengan kasih manusia yang bersyarat. Seringkali kita hanya mau mengasihi orang-orang yang mengasihi kita, jika tidak, kita pun tidak lagi mau mengasihi. Namun Tuhan sedemikian rupa mengasihi kita dengan "...tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua," (Roma 8:32). Apa pun juga yang ada di dunia ini tidak ada yang sanggup memisahkan kita dari kasih Tuhan.
Tidak alasan bagi kita untuk meragukan kasih Tuhan dalam hidup ini!
Baca: Efesus 3:14-21
"Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," Efesus 3:18
Sebelum melangkah lebih jauh hari ini coba renungkan betapa besar kasih Tuhan dalam kehidupan kita! Detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun kasih Tuhan kepada kita tidak pernah berubah. Sungguh, kita tak dapat menghitung "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (ayat nas). Banyak cerita tentang cinta kasih yang ada di dunia ini, namun kesemuanya itu tidak bisa dibandingkan dengan kasih Tuhan. Kasih Tuhan itu sangat jauh berbeda dari kasih lain yang ada di dunia ini.
Inilah garis besar karakteristik kasih Tuhan kepada umatNya: 1. Tak berubah. Artinya kasih Tuhan mengalir terus-menerus tiada berhenti sampai selama-lamanya. "Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!" (Mazmur 117:2). Kasih manusia bersifat sementara, mudah sekali berubah, sangat bergantung pada situasi dan kondisi; tetapi kasih Tuhan tidak dapat dipengaruhi oleh apa pun. Bahkan kita tidak dapat mempengaruhi kasih Tuhan dengan perbuatan-perbuatan baik kita. Tuhan mengasihi kita sebelum ada perbuatan baik yang kita lakukan bagiNya.
2. Sempurna. Artinya kasih Tuhan itu sepenuhnya, benar-benar, lengkap dan utuh. Karena itu jangan sekali-kali kita mengukur besarnya kasih Tuhan dengan keadaan yang kita alami, namun ingatlah dan renungkanlah pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Salib adalah bukti nyata betapa sempurnanya kasih Tuhan kepada kita.
3. Tak Bersyarat. "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yohanes 4:19), bahkan "...Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Ini sangat berbeda dengan kasih manusia yang bersyarat. Seringkali kita hanya mau mengasihi orang-orang yang mengasihi kita, jika tidak, kita pun tidak lagi mau mengasihi. Namun Tuhan sedemikian rupa mengasihi kita dengan "...tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua," (Roma 8:32). Apa pun juga yang ada di dunia ini tidak ada yang sanggup memisahkan kita dari kasih Tuhan.
Tidak alasan bagi kita untuk meragukan kasih Tuhan dalam hidup ini!
Tuesday, October 8, 2013
HIDUP YANG DIPERKENAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2013 -
Baca: 2 Korintus 6:1-10
"Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau." 2 Korintus 6:2
Orang Kristen sejati tidak identik dengan orang yang pandai berkotbah, memiliki jam terbang pelayanan yang padat, memiliki karunia-karunia luar biasa, menjadi penulis buku-buku rohani, pengarang lagu rohani dan juga penyanyi rohani yang terkenal, ataupun yang dapat berkata-kata tentang kasih Tuhan dengan bahasa yang bagus dan indah di hadapan khalayak ramai, melainkan seseorang yang di dalam dirinya ada kasih Kristus yang dinyatakan melalui perkataan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya ia benar-benar meneladani Kristus dalam hidupnya. Ketika kita mempraktekkan kasih atau benar-benar hidup di dalam kasih, kita akan menjadi kesaksian dan berkat bagi orang lain. Kehidupan kekristenan tanpa ada kasih di dalamnya adalah sebuah kehidupan yang kosong dan tanpa makna. Kita patut bersyukur karena kita adalah umat yang dikasihi Allah, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Yesus diutus datang ke dunia untuk menyatakan kasih Bapa yang kekal kepada kita. OlehNya kita beroleh dan menikmati kasih yang sejati. Dengan kasih Tuhan kita akan hidup di dalam berkat-berkatNya, pemulihan, kelepasan, terbebas dari dosa. Karena kasih Tuhan inilah kita beroleh kesanggupan mengekspresikan sifat Allah yang penuh kasih kepada sesama kita. Karena kasih Tuhan kita menerima perkenanan dari Tuhan. Karena kasih Tuhanlah kita dikenan oleh Tuhan. Kita tidak mungkin mendapatkan perkenanan dari Tuhan jika kita tidak mendapatkan kasih Tuhan terlebih dahulu.
Kini bukan waktunya lagi bagi kita menjadi orang-orang Kristen yang biasa yang hanya percaya kepada Tuhan Yesus saja, tapi kita harus mengejar bagaimana kita menjadi orang Kristen yang bisa dipercaya oleh Tuhan Yesus. Beroleh kepercayaan dari Tuhan adalah sesuatu yang sangat tak ternilai harganya. Oleh karena itu jangan sia-siakan setiap kepercayaan yang Dia berikan untuk kita. Lakukan itu dengan setia dan penuh ketaatan, karena tidak semua orang beroleh kesempatan itu!
Dipercaya Tuhan berarti kita istimewa di mata Tuhan dan sangat dikasihiNya!
Baca: 2 Korintus 6:1-10
"Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau." 2 Korintus 6:2
Orang Kristen sejati tidak identik dengan orang yang pandai berkotbah, memiliki jam terbang pelayanan yang padat, memiliki karunia-karunia luar biasa, menjadi penulis buku-buku rohani, pengarang lagu rohani dan juga penyanyi rohani yang terkenal, ataupun yang dapat berkata-kata tentang kasih Tuhan dengan bahasa yang bagus dan indah di hadapan khalayak ramai, melainkan seseorang yang di dalam dirinya ada kasih Kristus yang dinyatakan melalui perkataan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya ia benar-benar meneladani Kristus dalam hidupnya. Ketika kita mempraktekkan kasih atau benar-benar hidup di dalam kasih, kita akan menjadi kesaksian dan berkat bagi orang lain. Kehidupan kekristenan tanpa ada kasih di dalamnya adalah sebuah kehidupan yang kosong dan tanpa makna. Kita patut bersyukur karena kita adalah umat yang dikasihi Allah, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Yesus diutus datang ke dunia untuk menyatakan kasih Bapa yang kekal kepada kita. OlehNya kita beroleh dan menikmati kasih yang sejati. Dengan kasih Tuhan kita akan hidup di dalam berkat-berkatNya, pemulihan, kelepasan, terbebas dari dosa. Karena kasih Tuhan inilah kita beroleh kesanggupan mengekspresikan sifat Allah yang penuh kasih kepada sesama kita. Karena kasih Tuhan kita menerima perkenanan dari Tuhan. Karena kasih Tuhanlah kita dikenan oleh Tuhan. Kita tidak mungkin mendapatkan perkenanan dari Tuhan jika kita tidak mendapatkan kasih Tuhan terlebih dahulu.
Kini bukan waktunya lagi bagi kita menjadi orang-orang Kristen yang biasa yang hanya percaya kepada Tuhan Yesus saja, tapi kita harus mengejar bagaimana kita menjadi orang Kristen yang bisa dipercaya oleh Tuhan Yesus. Beroleh kepercayaan dari Tuhan adalah sesuatu yang sangat tak ternilai harganya. Oleh karena itu jangan sia-siakan setiap kepercayaan yang Dia berikan untuk kita. Lakukan itu dengan setia dan penuh ketaatan, karena tidak semua orang beroleh kesempatan itu!
Dipercaya Tuhan berarti kita istimewa di mata Tuhan dan sangat dikasihiNya!
Monday, October 7, 2013
MENGASIHI BERARTI MENGAMPUNI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2013 -
Baca: Markus 11:20-26
"Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." Markus 11:26
Ada banyak orang Kristen yang berkata, "Aku akan taat melakukan apa saja yang diperintahkan Tuhan, tapi mohon Tuhan mentoleransi yang satu ini saja, yaitu aku tidak bisa mengampuni si A itu. Dia sudah membuat hidupku menderita seperti ini. Jangankan mengampuni, melihat mukanya saja aku sudah muak!" Benarkah sikap yang demikian?
Saudaraku, tidak ada ketaatan setengah-setengah! Tuhan pun tidak bisa kita sogok dengan seabrek aktivitas rohani supaya Ia memberi kelonggaran kepada kita untuk tidak mengampuni seseorang. Yang Tuhan kehendaki adalah segeralah berdamai dan bereskan itu terlebih dahulu. Ada tertulis: "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25). Jika kita mengaku bahwa kita ini mengasihi Tuhan dan menyebut diri sendiri orang Kristen yang taat, maka kita akan melakukan apa pun yang menjadi kehendak Tuhan. "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15). Namun kita baru dapat mengampuni seseorang bila kita hidup dalam ketaatan dan mengasihi Tuhan dengan sungguh, serta menyadari bahwa dosa dan pelanggaran kita telah diampuni lebih dulu oleh Tuhan. Jadi jika kita disakiti dan dilukai orang janganlah menyimpan sakit hati dan dendam di dalam hati. Ampunilah mereka! Mengampuni adalah bukti kita memiliki kasih. Ketika kita memahami "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18), kita pun akan menyadari makna sebuah pengampunan.
Memberi pengampunan sama sekali tidak ada kerugiannya, bahkan ada berkat-berkat di balik pengampunan yang kita berikan kepada orang lain; jawaban doa dan respons Tuhan terhadap doa kita sangat berkaitan dengan pengampunan kita kepada orang lain. Bagaimana mungkin Tuhan memperhatikan doa-doa kita bila di dalam hati kita masih ada kebencian, sakit hati dan dendam? Dengan mengampuni hubungan kita dengan orang lain tidak akan ada ganjalan, serta ada damai sejahtera di hati. Kebencian, dendam, sakit hati adalah strategi Iblis untuk menghancurkan hidup kita.
Masihkah kita tidak mau mengampuni orang lain?
Baca: Markus 11:20-26
"Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." Markus 11:26
Ada banyak orang Kristen yang berkata, "Aku akan taat melakukan apa saja yang diperintahkan Tuhan, tapi mohon Tuhan mentoleransi yang satu ini saja, yaitu aku tidak bisa mengampuni si A itu. Dia sudah membuat hidupku menderita seperti ini. Jangankan mengampuni, melihat mukanya saja aku sudah muak!" Benarkah sikap yang demikian?
Saudaraku, tidak ada ketaatan setengah-setengah! Tuhan pun tidak bisa kita sogok dengan seabrek aktivitas rohani supaya Ia memberi kelonggaran kepada kita untuk tidak mengampuni seseorang. Yang Tuhan kehendaki adalah segeralah berdamai dan bereskan itu terlebih dahulu. Ada tertulis: "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25). Jika kita mengaku bahwa kita ini mengasihi Tuhan dan menyebut diri sendiri orang Kristen yang taat, maka kita akan melakukan apa pun yang menjadi kehendak Tuhan. "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku." (Yohanes 14:15). Namun kita baru dapat mengampuni seseorang bila kita hidup dalam ketaatan dan mengasihi Tuhan dengan sungguh, serta menyadari bahwa dosa dan pelanggaran kita telah diampuni lebih dulu oleh Tuhan. Jadi jika kita disakiti dan dilukai orang janganlah menyimpan sakit hati dan dendam di dalam hati. Ampunilah mereka! Mengampuni adalah bukti kita memiliki kasih. Ketika kita memahami "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18), kita pun akan menyadari makna sebuah pengampunan.
Memberi pengampunan sama sekali tidak ada kerugiannya, bahkan ada berkat-berkat di balik pengampunan yang kita berikan kepada orang lain; jawaban doa dan respons Tuhan terhadap doa kita sangat berkaitan dengan pengampunan kita kepada orang lain. Bagaimana mungkin Tuhan memperhatikan doa-doa kita bila di dalam hati kita masih ada kebencian, sakit hati dan dendam? Dengan mengampuni hubungan kita dengan orang lain tidak akan ada ganjalan, serta ada damai sejahtera di hati. Kebencian, dendam, sakit hati adalah strategi Iblis untuk menghancurkan hidup kita.
Masihkah kita tidak mau mengampuni orang lain?
Sunday, October 6, 2013
MENGASIHI BERARTI MENGAMPUNI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Oktober 2013 -
Baca: Matius 18:21-35
"Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." Matius 18:22
Bisakah kita dikatakan memiliki kasih sementara kita masih menyimpan dendam, sakit hati dan tidak bisa mengampuni orang lain? "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20).
Ada tidaknya kasih dalam diri seseorang akan terefleksi dalam kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi kehidupannya, baik itu dalam perkataan, sikap dan juga perbuatan. Jadi kasih bukan hanya berbicara tentang apa yang ada di dalam hati, melainkan mencakup seluruh keberadaan hidupnya yang terwujud dalam perbuatan kesehariannya, baik itu kasih kepada Tuhan dan juga kepada sesama yang kesemuanya harus dilakukan dengan sukacita, tanpa keterpaksaan. Salah satu bukti lain akan kasih yang tak boleh diabaikan adalah hal mengampuni orang lain. Mengapa mengampuni sangat penting bagi orang Kristen? Karena Tuhan telah terlebih dahulu menunjukkan kasihNya dengan mengorbankan nyawaNya di Kalvari untuk mengampuni dosa-dosa kita. Pengampunan inilah yang menjadi dasar kekristenan. Kita diselamatkan, diangkat sebagai anak-anak Allah, diberkati, disembuhkan, dipulihkan, mengalami mujizat dan penggenapan janji-janji Tuhan dengan diawali sebuah pengampunan yang dikerjakan Tuhan di kayu salib; dan pengampunanNya itu sempurna, tak terbatas. "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Itulah sebabnya mengampuni adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya tanpa kecuali.
Sebesar apa pun kesalahan orang, sebanyak apa pun kejahatan orang, apa pun persoalannya, kita harus bisa memberikan pengampunan yang tidak terbatas jumlahnya. Kalau kita sadar bahwa dosa kita sudah diampuni oleh Tuhan, masakan kita tetap mengeraskan hati untuk tidak memberikan pengampunan kepada orang lain? Dengan tegas Tuhan berkata, "...jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). (Bersambung)
Baca: Matius 18:21-35
"Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." Matius 18:22
Bisakah kita dikatakan memiliki kasih sementara kita masih menyimpan dendam, sakit hati dan tidak bisa mengampuni orang lain? "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20).
Ada tidaknya kasih dalam diri seseorang akan terefleksi dalam kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi kehidupannya, baik itu dalam perkataan, sikap dan juga perbuatan. Jadi kasih bukan hanya berbicara tentang apa yang ada di dalam hati, melainkan mencakup seluruh keberadaan hidupnya yang terwujud dalam perbuatan kesehariannya, baik itu kasih kepada Tuhan dan juga kepada sesama yang kesemuanya harus dilakukan dengan sukacita, tanpa keterpaksaan. Salah satu bukti lain akan kasih yang tak boleh diabaikan adalah hal mengampuni orang lain. Mengapa mengampuni sangat penting bagi orang Kristen? Karena Tuhan telah terlebih dahulu menunjukkan kasihNya dengan mengorbankan nyawaNya di Kalvari untuk mengampuni dosa-dosa kita. Pengampunan inilah yang menjadi dasar kekristenan. Kita diselamatkan, diangkat sebagai anak-anak Allah, diberkati, disembuhkan, dipulihkan, mengalami mujizat dan penggenapan janji-janji Tuhan dengan diawali sebuah pengampunan yang dikerjakan Tuhan di kayu salib; dan pengampunanNya itu sempurna, tak terbatas. "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Itulah sebabnya mengampuni adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya tanpa kecuali.
Sebesar apa pun kesalahan orang, sebanyak apa pun kejahatan orang, apa pun persoalannya, kita harus bisa memberikan pengampunan yang tidak terbatas jumlahnya. Kalau kita sadar bahwa dosa kita sudah diampuni oleh Tuhan, masakan kita tetap mengeraskan hati untuk tidak memberikan pengampunan kepada orang lain? Dengan tegas Tuhan berkata, "...jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). (Bersambung)
Saturday, October 5, 2013
TUHAN YESUS: Teladan Kasih Utama!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Oktober 2013 -
Baca: 1 Yohanes 4:7-21
"Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." 1 Yohanes 4:21
Tanda utama bagi pengikut Kristus adalah memiliki kasih, kasih yang bukan hanya digembar-gemborkan di atas mimbar atau terpampang di spanduk-spanduk semata, melainkan kasih yang harus dilakukan.
Tuhan Yesus adalah teladan utama bagi kita sehingga kita pun wajib mengikuti dan meneladani Dia; jika tidak, layakkah kita disebut sebagai orang Kristen? Mengasihi orang lain yang mengasihi kita adalah hal yang biasa, semua orang bisa melakukannya. Namun inilah perintah Tuhan: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Matius 22:39). Ini berarti sasaran kasih adalah siapa saja, yang baik terhadap kita maupun yang membenci atau memusuhi kita. Juga "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Tuhan Yesus adalah Pribadi yang paling banyak dihina, dihujat, dicaci, dicela, diludahi dan disakiti lebih daripada siapa pun yang pernah hidup di dunia ini. Sedari Ia lahir raja Herodes sudah berniat hendak membunuhNya. Juga semasa pelayananNya di bumi orang-orang Farisi, Saduki dan ahli-ahli Taurat pun mencela serta menggunakan berbagai cara untuk menjatuhkan, menyingkirkan, bahkan berniat menghabisiNya. Puncaknya Yesus harus mati di kayu salib. Namun di saat-saat terakhir hidupNya di kayu salib pun Ia masih dihina: "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya." (Matius 27:42). Alkitab pun menyatakan, "Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya." (Yohanes 1:11).
Meski mengalami penderitaan begitu hebat Yesus tidak membiarkan hatiNya dikuasai sakit hati, dendam atau kebencian. Ia mengijinkan kasih Bapa mengalir dan menguasai hatiNya sehingga dapat berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34). Andaikata sebaliknya, tidak akan ada jalan keselamatan dan penebusan dosa bagi manusia. Maka mari kita ikuti jejakNya.
"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." 1 Yohanes 2:6
Baca: 1 Yohanes 4:7-21
"Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." 1 Yohanes 4:21
Tanda utama bagi pengikut Kristus adalah memiliki kasih, kasih yang bukan hanya digembar-gemborkan di atas mimbar atau terpampang di spanduk-spanduk semata, melainkan kasih yang harus dilakukan.
Tuhan Yesus adalah teladan utama bagi kita sehingga kita pun wajib mengikuti dan meneladani Dia; jika tidak, layakkah kita disebut sebagai orang Kristen? Mengasihi orang lain yang mengasihi kita adalah hal yang biasa, semua orang bisa melakukannya. Namun inilah perintah Tuhan: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Matius 22:39). Ini berarti sasaran kasih adalah siapa saja, yang baik terhadap kita maupun yang membenci atau memusuhi kita. Juga "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Tuhan Yesus adalah Pribadi yang paling banyak dihina, dihujat, dicaci, dicela, diludahi dan disakiti lebih daripada siapa pun yang pernah hidup di dunia ini. Sedari Ia lahir raja Herodes sudah berniat hendak membunuhNya. Juga semasa pelayananNya di bumi orang-orang Farisi, Saduki dan ahli-ahli Taurat pun mencela serta menggunakan berbagai cara untuk menjatuhkan, menyingkirkan, bahkan berniat menghabisiNya. Puncaknya Yesus harus mati di kayu salib. Namun di saat-saat terakhir hidupNya di kayu salib pun Ia masih dihina: "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya." (Matius 27:42). Alkitab pun menyatakan, "Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya." (Yohanes 1:11).
Meski mengalami penderitaan begitu hebat Yesus tidak membiarkan hatiNya dikuasai sakit hati, dendam atau kebencian. Ia mengijinkan kasih Bapa mengalir dan menguasai hatiNya sehingga dapat berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34). Andaikata sebaliknya, tidak akan ada jalan keselamatan dan penebusan dosa bagi manusia. Maka mari kita ikuti jejakNya.
"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." 1 Yohanes 2:6
Friday, October 4, 2013
ORANG PERCAYA: Hidup Dalam Kasih (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2013 -
Baca: Lukas 10:25-37
"Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya." Lukas 10:34
Selanjutnya, memiliki hati yang rela berkorban. Orang Samaria yang murah hati ini tanpa pamrih menolong orang lain yang sedang dalam penderitaan, meski orang yang ditolongnya itu adalah orang Israel, yang adalah seteru bangsanya; bukan dengan perkataan saja, melainkan dengan perbuatan yang nyata. "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:17-18).
Pada saat orang lain tertimpa musibah, adakah hati kita tergerak memberikan pertolongan? Inilah yang disebut empati: memiliki perasaan yang sama seperti perasaan orang yang sedang mengalami penderitaan dengan tidak mempersoalkan siapa, mengapa dan di mana. Menunjukkan kasih terhadap sesama bukan dengan cara mengatakan hal-hal yang muluk-muluk atu janji-janji, tetapi harus dengan tindakan kasih yang nyata. Yang dimaksud dengan sesama manusia bukan hanya teman, atau satu suku, pendidikan sama, agama sama dan sebagainya, tetapi semua umat manusia yang Tuhan ijinkan untuk kita temui dan menjadi berkat bagi mereka, termasuk orang yang membenci kita sekalipun.
Bagi orang percaya mengasihi bukanlah pilihan yang bisa ditawar, namun perbuatan yang wajib dilakukan dan harus menjadi gaya hidup kita. Acapkali kita mau mengasihi orang yang mengasihi terlebih dahulu, atau kita hanya mengasihi orang lain yang menguntungkan kita saja, jika tidak, kasih kita pun berakhir. "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-34).
"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." 1 Yohanes 4:8
Baca: Lukas 10:25-37
"Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya." Lukas 10:34
Selanjutnya, memiliki hati yang rela berkorban. Orang Samaria yang murah hati ini tanpa pamrih menolong orang lain yang sedang dalam penderitaan, meski orang yang ditolongnya itu adalah orang Israel, yang adalah seteru bangsanya; bukan dengan perkataan saja, melainkan dengan perbuatan yang nyata. "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:17-18).
Pada saat orang lain tertimpa musibah, adakah hati kita tergerak memberikan pertolongan? Inilah yang disebut empati: memiliki perasaan yang sama seperti perasaan orang yang sedang mengalami penderitaan dengan tidak mempersoalkan siapa, mengapa dan di mana. Menunjukkan kasih terhadap sesama bukan dengan cara mengatakan hal-hal yang muluk-muluk atu janji-janji, tetapi harus dengan tindakan kasih yang nyata. Yang dimaksud dengan sesama manusia bukan hanya teman, atau satu suku, pendidikan sama, agama sama dan sebagainya, tetapi semua umat manusia yang Tuhan ijinkan untuk kita temui dan menjadi berkat bagi mereka, termasuk orang yang membenci kita sekalipun.
Bagi orang percaya mengasihi bukanlah pilihan yang bisa ditawar, namun perbuatan yang wajib dilakukan dan harus menjadi gaya hidup kita. Acapkali kita mau mengasihi orang yang mengasihi terlebih dahulu, atau kita hanya mengasihi orang lain yang menguntungkan kita saja, jika tidak, kasih kita pun berakhir. "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:32-34).
"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." 1 Yohanes 4:8
Thursday, October 3, 2013
ORANG PERCAYA: Hidup Dalam Kasih (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2013 -
Baca: Yohanes 13:31-35
"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." Yohanes 13:34
Sebagai manusia kita adalah makhluk sosial, artinya kita diciptakan untuk hidup berpasangan dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini kasih diperlukan, sebab kasih itu di butuhkan oleh semua orang yang ada di dunia ini. Tanpa kasih dunia ini akan dipenuhi oleh pergolakan, kacau-balau, bahkan diwarnai oleh pertumpahan darah, tetapi dengan kasih segala bentuk permusuhan dapat ditundukkan di bawah kaki Kristus.
Bagaimana caranya hidup di dalam kasih? Pertama, saling berbagi. Kita patut mencontoh kehidupan gereja mula-mula di mana mereka hidup rukun dan sungguh-sungguh mempraktekkan kasih. Jemaat saling terikat oleh kasih yang sangat mendalam sehingga rela untuk berbagi. Milik seseorang bukan lagi sebagai miliknya sendiri, tetapi milik bersama. "...segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (Kisah 2:44-45). Kedua, saling menolong. Kita selalu membutuhkan orang lain untuk saling menolong, menopang dan melengkapi. Karena kita tak pernah lepas dari situasi-situasi sulit, kesesakan, penderitaan, kerepotan, sakit-penyakit dan kelemahan-kelemahan lainnya, maka kita memerlukan pertolongan dari orang lain "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2). Rasul Paulus juga menambahkan, "Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu." (Efesus 4:2b).
Sudahkah kita menunjukkan kasih kita kepada orang lain dalam wujud nyata? Ataukah kita diam saja dan sengaja menghindar ketika melihat orang lain sedang dalam kesusahan, karena takut direpotkan? Belajarlah dari kisah seorang Samaria yang baik hati, di mana ia telah menunjukkan kasihnya kepada orang lain yang sedang dalam penderitaan. "Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya." (Lukas 10:34). (Bersambung)
Baca: Yohanes 13:31-35
"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." Yohanes 13:34
Sebagai manusia kita adalah makhluk sosial, artinya kita diciptakan untuk hidup berpasangan dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini kasih diperlukan, sebab kasih itu di butuhkan oleh semua orang yang ada di dunia ini. Tanpa kasih dunia ini akan dipenuhi oleh pergolakan, kacau-balau, bahkan diwarnai oleh pertumpahan darah, tetapi dengan kasih segala bentuk permusuhan dapat ditundukkan di bawah kaki Kristus.
Bagaimana caranya hidup di dalam kasih? Pertama, saling berbagi. Kita patut mencontoh kehidupan gereja mula-mula di mana mereka hidup rukun dan sungguh-sungguh mempraktekkan kasih. Jemaat saling terikat oleh kasih yang sangat mendalam sehingga rela untuk berbagi. Milik seseorang bukan lagi sebagai miliknya sendiri, tetapi milik bersama. "...segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (Kisah 2:44-45). Kedua, saling menolong. Kita selalu membutuhkan orang lain untuk saling menolong, menopang dan melengkapi. Karena kita tak pernah lepas dari situasi-situasi sulit, kesesakan, penderitaan, kerepotan, sakit-penyakit dan kelemahan-kelemahan lainnya, maka kita memerlukan pertolongan dari orang lain "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2). Rasul Paulus juga menambahkan, "Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu." (Efesus 4:2b).
Sudahkah kita menunjukkan kasih kita kepada orang lain dalam wujud nyata? Ataukah kita diam saja dan sengaja menghindar ketika melihat orang lain sedang dalam kesusahan, karena takut direpotkan? Belajarlah dari kisah seorang Samaria yang baik hati, di mana ia telah menunjukkan kasihnya kepada orang lain yang sedang dalam penderitaan. "Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya." (Lukas 10:34). (Bersambung)
Wednesday, October 2, 2013
BERJALAN DALAM KEBENARAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2013 -
Baca: Matius 24:37-44
"Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." Matius 24:37
Keselamatan yang dialami oleh Nuh dan keluarganya adalah upah dari ketaatannya. Nuh telah terbukti mampu hidup dalam kebenaran meski berada di tengah-tengah dunia yang dipenuhi dengan kejahatan.
"Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9). Ketika orang-orang sezamannya lebih memilih hidup menurut keinginan daging dan memuaskan hawa nafsunya, Nuh justru secara konsisten berjalan dalam kehendak Tuhan. Ia senantiasa membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan; dan terhadap orang yang bergaul karib denganNya Tuhan menyatakan diriNya sebagai sahabat, sehingga "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Isi hati, kehendak dan rencana Tuhan pun disampaikan kepada Nuh: "...sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong langit; segala yang ada di bumi akan mati binasa." (Kejadian 6:17).
Meskipun orang-orang di sekitarnya mencemooh, mencibir, mengintimidasi, mentertawakan dan menilai tindakan Nuh membuat bahtera adalah konyool, karena waktu itu tidak ada tanda akan turun hujan, tak sedikit pun melemahkan dan menggoyahkan imannya. Nuh "...dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan-dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; (Ibrani 11:7). Tanpa memiliki iman yang teguh serta penyerahan hidup penuh kepada Tuhan mustahil Nuh dapat mengerjakan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Hal ini membuktikan bahwa ia memiliki integritas! Nuh berprinsip "...harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia." (Kisah 5:29). Walaupun keadaan dan situasi sekitar sama sekali tidak mendukungnya untuk hidup dalam kebenaran, Nuh berani melawan arus!
Di tengah dunia yang dipenuhi ketidakbenaran dan kejahatan, inilah kehendak Tuhan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Sudahkah kita menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini? Ataukah kita malah berkompromi dengan kehidupan duniawi?
Baca: Matius 24:37-44
"Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia." Matius 24:37
Keselamatan yang dialami oleh Nuh dan keluarganya adalah upah dari ketaatannya. Nuh telah terbukti mampu hidup dalam kebenaran meski berada di tengah-tengah dunia yang dipenuhi dengan kejahatan.
"Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9). Ketika orang-orang sezamannya lebih memilih hidup menurut keinginan daging dan memuaskan hawa nafsunya, Nuh justru secara konsisten berjalan dalam kehendak Tuhan. Ia senantiasa membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan; dan terhadap orang yang bergaul karib denganNya Tuhan menyatakan diriNya sebagai sahabat, sehingga "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14). Isi hati, kehendak dan rencana Tuhan pun disampaikan kepada Nuh: "...sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong langit; segala yang ada di bumi akan mati binasa." (Kejadian 6:17).
Meskipun orang-orang di sekitarnya mencemooh, mencibir, mengintimidasi, mentertawakan dan menilai tindakan Nuh membuat bahtera adalah konyool, karena waktu itu tidak ada tanda akan turun hujan, tak sedikit pun melemahkan dan menggoyahkan imannya. Nuh "...dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan-dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; (Ibrani 11:7). Tanpa memiliki iman yang teguh serta penyerahan hidup penuh kepada Tuhan mustahil Nuh dapat mengerjakan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Hal ini membuktikan bahwa ia memiliki integritas! Nuh berprinsip "...harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia." (Kisah 5:29). Walaupun keadaan dan situasi sekitar sama sekali tidak mendukungnya untuk hidup dalam kebenaran, Nuh berani melawan arus!
Di tengah dunia yang dipenuhi ketidakbenaran dan kejahatan, inilah kehendak Tuhan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Sudahkah kita menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini? Ataukah kita malah berkompromi dengan kehidupan duniawi?
Tuesday, October 1, 2013
TUHAN YESUS: Sumber Mujizat
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2013 -
Baca: Markus 1:29-34
"Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya." Markus 1:31
Saudara rindu mengalami mujizat? Undanglah Tuhan Yesus datang ke "rumah" Saudara, karena di mana ada Yesus di situ selalu ada mujizat. Kesembuhan, pemulihan, berkat dan perkara-perkara besar lainnya pasti dinyatakan.
Zakheus mengalami titik balik dalam hidupnya setelah Tuhan Yesus datang ke rumahnya. Pertobatan terjadi dan hidup Zakheus diubahkan sehingga ia berkomitmen: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." (Lukas 19:8). Begitu juga saat Ia bertandang ke rumah Simon Petrus di mana "Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus." (Markus 1:30). Alkitab menyatakan bahwa Tuhan Yesus mengulurkan tanganNya atas perempuan itu sehingga lenyaplah demamnya. Ibu mertua Petrus mengalami kesembuhan secara sempurna. Dua kasus ini menunjukkan bahwa ketika Tuhan Yesus hadir dalam rumah seseorang, sesuatu yang luar biasa pasti terjadi.
Apa yang sedang Saudara pergumulkan saat ini? Mungkin keluarga Saudara sedang didera berbagai masalah silih berganti. Jangan menyerah pada keadaan! Sudahkah Saudara mengundang Tuhan Yesus? Bangunlah mezbah keluarga setiap hari di mana seluruh anggota keluarga berdoa, membaca dan merenungkan firmanNya, serta menaikkan puji-pujian bagi Dia. Ini adalah cara untuk mengundang Dia hadir!. "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:20) dan "...ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:3b).
Jika Tuhan melawat keluarga kita, kehadiranNya pasti akan membawa perubahan. Mengubah yang sakit menjadi sembuh; mengubah yang buruk menjadi baik; mengubah yang hopeless menjadi hopeful; mengubah yang mustahil menjadi ya dan amin.
"...Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." Wahyu 3:20
Baca: Markus 1:29-34
"Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya." Markus 1:31
Saudara rindu mengalami mujizat? Undanglah Tuhan Yesus datang ke "rumah" Saudara, karena di mana ada Yesus di situ selalu ada mujizat. Kesembuhan, pemulihan, berkat dan perkara-perkara besar lainnya pasti dinyatakan.
Zakheus mengalami titik balik dalam hidupnya setelah Tuhan Yesus datang ke rumahnya. Pertobatan terjadi dan hidup Zakheus diubahkan sehingga ia berkomitmen: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." (Lukas 19:8). Begitu juga saat Ia bertandang ke rumah Simon Petrus di mana "Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus." (Markus 1:30). Alkitab menyatakan bahwa Tuhan Yesus mengulurkan tanganNya atas perempuan itu sehingga lenyaplah demamnya. Ibu mertua Petrus mengalami kesembuhan secara sempurna. Dua kasus ini menunjukkan bahwa ketika Tuhan Yesus hadir dalam rumah seseorang, sesuatu yang luar biasa pasti terjadi.
Apa yang sedang Saudara pergumulkan saat ini? Mungkin keluarga Saudara sedang didera berbagai masalah silih berganti. Jangan menyerah pada keadaan! Sudahkah Saudara mengundang Tuhan Yesus? Bangunlah mezbah keluarga setiap hari di mana seluruh anggota keluarga berdoa, membaca dan merenungkan firmanNya, serta menaikkan puji-pujian bagi Dia. Ini adalah cara untuk mengundang Dia hadir!. "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:20) dan "...ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:3b).
Jika Tuhan melawat keluarga kita, kehadiranNya pasti akan membawa perubahan. Mengubah yang sakit menjadi sembuh; mengubah yang buruk menjadi baik; mengubah yang hopeless menjadi hopeful; mengubah yang mustahil menjadi ya dan amin.
"...Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." Wahyu 3:20
Subscribe to:
Posts (Atom)