Tuesday, October 15, 2013

CARA HIDUP YANG SIA-SIA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Oktober 2013 -

Baca:  1 petrus 1:13-25

"Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."  1 Petrus 1:18-19

Sebagai orang percaya kita adalah umat pilihan Tuhan.  Keberadaan kita di tengah dunia ini berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan.  Dikatakan,  "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,"  (Yesaya 43:4).  Karena itulah Allah mengutus dan mengorbankan PuteraNya Yesus Kristus supaya kita memiliki masa depan dan harapan, di mana kita sebelumnya berada di bawah cengkeraman dosa dan terancam untuk mengalami kematian kekal,  "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."  (Roma 6:23).

     Dosa membuat kehidupan kita berada dalam kesia-siaan.  Tapi kini semua telah berubah;  kita yang sebelumnya memiliki cara hidup yang sia-sia telah ditebus Tuhan bukan dengan perak atau emas, melainkan dengan darahNya yang mahal, yang tak bernoda dan tak bercacat, sehingga hidup kita menjadi berarti dan bermakna.  Cara hidup atas perbuatan sia-sia itu yang bagaimana?  Yang hanya mementingan diri sendiri!  Dalam Filipi 2:2-4 tertulis:  "...hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga."  Banyak orang Kristen yang hidupnya hanya untuk diri sendiri, egois, tidak peduli orang lain.  Ini tabiat 'manusia lama' yang harus ditanggalkan, sebab di dalam Kristus kita ini adalah  "...ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).

     Yang Tuhan kehendaki adalah kita dapat menjadi berkat bagi orang lain.  Selanjutnya, apabila kita tidak memiliki dasar hidup yang benar, apa yang menjadi dasar hidup kita?  Uang, harta, kekayaan, popularitas atau jabatan?  Jika itu yang menjadi dasar hidup kita, suatu saat kita akan kecewa karena semuanya tidak akan bertahan lama, sewaktu-waktu bisa lenyap dan sirna.  (Bersambung)

Monday, October 14, 2013

MENJADI PENJAGA BAGI SESAMA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Oktober 2013 -

Baca:  Yehezkiel 3:16-21

"Hai anak manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel. Bilamana engkau mendengarkan sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka atas nama-Ku."  Yehezkiel 3:17

Tuhan memilih dan menyelamatkan kita adalah suatu kondisi yang bukan untuk kita nikmati sendiri, melainkan untuk sebuah misi. 

    Keberadaan setiap orang Kristen adalah 'penjaga' bagi sesamanya.  Artinya kita memiliki tanggung jawab memberitakan Injil atau kabar keselamatan ini kepada orang-orang yang belum percaya.  Kita tidak boleh tinggal diam dan bersikap masa bodoh!  Kita harus memiliki keberanian bersaksi kepada mereka.  Dengan kekuatan sendiri mustahil kita berani untuk itu, namun di dalam kita ada Roh Kudus dan  "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban."  (2 Timotius 1:7).  Jadi tidak ada alasan untuk tidak melangkah mengerjakan tugas ini, sebab kita telah menerima kuasa untuk menjadi saksi-saksi Kristus  (baca  Kisah 1:8).  Beritakan kepada orang-orang yang belum percaya bahwa  "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  (Kisah 4:12).  Jadi barangsiapa percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan diselamatkan  (baca  Roma 10:9-10).  Memang, kita tidak dapat membuat orang lain bertobat, itu adalah bagian Tuhan melalui kuasa Roh KudusNya.  Namun tugas kita adalah melayani, memberitahu, menegur dan mengingatkan orang-orang yang belum percaya kepada Tuhan atau mereka yang hidupnya bertentangan dengan firman Tuhan;  tentunya dengan cara yang bijaksana dan tepat, bukan menghakimi, sampai Roh Kudus menjamah hati mereka dan menuntun mereka kepada Tuhan.  Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan kita untuk memiliki kepedulian terhadap orang lain.

     Kerinduan Tuhan agar Yehezkiel menjadi 'penjaga' bagi sesamanya ini juga kerinduan Tuhan bagi kita.  Inilah yang disebut Amanat Agung Tuhan!  Jika kita melihat orang lain jatuh dan hidup dalam kejahatan, sementara kita dengan sengaja membiarkannya, hal itu akan menjadi tanggung jawab kita di hadapan Tuhan.

Sudahkah kita mengerjakan tugas dari Tuhan ini?

Sunday, October 13, 2013

PENGHALANG KASIH KEPADA SESAMA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Oktober 2013 -

Baca:  1 Korintus 13:1-13

"Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing."  1 Korintus 13:1

Banyak hal dalam hidup ini yang acapkali menghalangi kita untuk berbuat kasih kepada orang lain.  Ada saja ganjalan yang membuat kita tidak bebas mengasihi sesama kita.  Untuk dapat menyatakan kasih dengan benar kepada sesama, hati kita harus terlebih dahulu terbebas dari kepentingan diri sendiri, ambisi, motivasi yang keliru, iri hati, kebencian dan sebagainya.  Jika di dalam diri kita masih terselip adanya kepentingan diri sendiri, mustahil kita dapat mengasihi orang lain dengan tulus, sampai kapan pun kasih itu tidak akan pernah sampai.  Ketika kita hanya berfokus pada diri sendiri, memikirkan dan memperhatikan kepentingan sendiri, saat itu pula kepentingan orang lain pasti akan kita abaikan dan korbankan.  Dalam keadaan yang demikian kasih kita kepada sesama akan dingin dan mati.

     Rasul Paulus memperingatkan,  "...hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga."  (Filipi 2:2-4).  Sifat mementingkan diri sendiri identik dengan keangkuhan atau kesombongan, di mana seseorang merasa tidak membutuhkan orang lain sehingga memandang rendah orang lain.  Sikap ini akan menghalangi hubungan kita dengan orang lain.

     Sifat mementingkan diri sendiri, kesombongan, keangkuhan, kecongkakan bukan berasal dari Tuhan, melainkan tabiat khas dari si Iblis, selain adanya ambisi tertentu dari manusia.  Ambisi adalah keinginan yang mendorong seseorang menggunakan segala cara untuk mewujudkan keinginannya.  Ambisi semacam ini adalah ambisi yang keliru dan bersifat negatif, adakalanya berkaitan dengan kekuasaan atau jabatan yang seringkali menggiurkan banyak orang, yang akhirnya membuat orang bersaing secara tidak sehat dengan saling menjegal dan menjatuhkan.

Dalam kondisi seperti ini mustahil orang bisa mengasihi orang lain.

Saturday, October 12, 2013

BUKTI MENGASIHI SESAMA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Oktober 2013 -

Baca:  Yakobus 2:1-13

"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik."  Yakobus 2:8

Definisi dari kasih adalah bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dengan memberikan PuteraNya, Yesus Kristus, datang ke dunia dan mati di atas Kalvari sebagai perdamaian bagi dosa-dosa kita  (baca  1 Yohanes 4:10).  Karena kasihNya, dosa-dosa kita diampuni, dan kita pun beroleh keselamatan.  Setiap orang percaya yang telah menerima kasih Allah ini jugalah yang beroleh kuasa untuk mengasihi sesamanya.  Kasih adalah karakter Allah sendiri yang mengalir ke dalam hati orang percaya sehingga kita beroleh kesanggupan untuk mengasihi orang lain.  Jadi kasih itu bukan berasal dari diri kita sendiri, tapi berasal dari kasih Allah;  dan  "...jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi."  (1 Yohanes 4:11).  Kita yang sudah menerima kasih dari Allah wajib dan harus membagikannya kepada sesama sesuai dengan hati Allah.  Karena itu kasih harus merupakan life style kita.

     Kita dikatakan telah mempraktekkan kasih Tuhan kepada sesama apabila di dalam hati kita tidak ada kebencian.  "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya."  (1 Yohanes 4:20).  Kebencian dan kasih merupakan dua hal yang sangat bertolak belakang.  Mustahil kita mengatakan mengasihi Tuhan jika dalam praktek sehari-hari kita masih membenci orang lain;  jika demikian kita disebut pendusta.  Mengasihi sesama juga berarti tidak mudah menghakimi orang lain  (baca  Matius 7:1-2):  menghakimi berarti tidak melihat keadaan diri sendiri, namun cenderung melihat kehidupan orang lain dengan penuh kritikan.  Hanya kasih Tuhan sanggup menolong kita untuk tidak menghakimi orang lain.

     Bukti lain bahwa kita mengasihi orang lain adalah ketika kita tidak berbuat jahat, melainkan selalu berbuat baik kepada sesama kita.  Ketika kita memiliki kasih Yesus kita diberikan kesanggupan untuk berbuat baik, karena orang Kristen haruslah memiliki kehidupan yang meneladani Kristus dalam segala aspek kehidupan ini.  Kasih itu tidak berpura-pura menjadi baik!

Mengasihi sesama berarti tidak ada kebencian, tidak menghakimi dan selalu berbuat kebaikan!

Friday, October 11, 2013

PENGHALANG KASIH KEPADA TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Oktober 2013 -

Baca:  Mazmur 31:1-25

"Kasihilah TUHAN, hai semua orang yang dikasihi-Nya!"  Mazmur 31:24a

Hal lain yang menghalangi seseorang mengasihi Tuhan adalah kesombongan, menganggap diri sendiri kuat, pintar, mampu, cantik, tampan, gagah dan sebagainya, sehingga kita merasa bahwa dengan kekuatan sendiri sanggup mengatasi segala sesuatunya.  Kesombongan itu berakar dari segala sesuatu yang dapat dibanggakan dan diandalkan.  Tidak seharusnya kita bersikap demikian!  Mari menyadari bahwa kekuatan kita sangat terbatas.  Sadarilah bahwa di luar Tuhan sesungguhnya kita tidak dapat berbuat apa-apa.  Karena itu firman Tuhan dengan keras menyatakan,  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5), sebaliknya,  "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!"  (Yeremia 17:7).  Siapakah kita ini?  Nabi Yesaya mengingatkan bahwa keberadaan manusia itu  "...tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?"  (Yesaya 2:22).

     Selain itu harta kekayaan juga seringkali menggeser posisi Tuhan dalam hidup seseorang.  Karena uang dan harta kekayaan yang dimilikilah seseorang tidak lagi mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati.  Mereka lebih mencintai hartanya daripada mengasihi Tuhan.  Sungguh benar apa yang dikatakan firman Tuhan,  "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."  (Matius 6:21).  Ketika hati seseorang melekat kepada uang dan harta kekayaannya, secara otomatis dia tidak lagi mengutamakan perkara-perkara rohani.  Uang dan harta kekayaan menjadi andalannya.  Mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang dan kekayaan, mereka bisa mendapatkan segalanya dan memuaskan segala keinginannya.  Baca kisah tentang orang muda yang kaya (Matius 19:16-26) dan juga orang kaya yang bodoh (Lukas 12:13-21).

     Memiliki banyak uang dan harta melimpah bukanlah dosa selama berada di bawah kendali kita.  Sebaliknya bila mamon tersebut menguasai kita dan menjadi tuan atas kita, ia akan menjadi sebuah bencana bagi kita.  "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."  (1 Timotius 6:10).

Dosa, kesombongan, kekayaan menghalangi orang mengasihi Tuhan sepenuhnya!

Thursday, October 10, 2013

PENGHALANG KASIH KEPADA TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Oktober 2013 -

Baca:  2 Yohanes 1:4-11

"Dan inilah kasih itu, yaitu bahwa kita harus hidup menurut perintah-Nya. Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih, sebagaimana telah kamu dengar dari mulanya."  2 Yohanes 1:6

Apakah Saudara mengasihi Tuhan dengan sungguh?  Kita pasti menjawab 'ya'.  Apakah buktinya?  Kita aktif beribadah dan tidak pernah absen, bahkan sudah terlibat dalam pelayanan.  Dapatkah itu dijadikan sebuah ukuran kasih seseorang kepada Tuhan?  Ada tertulis:  "Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia."  (1 Yohanes 2:4-5).  Jadi, ketaatan adalah tanda utama bahwa seseorang mengasihi Tuhan.

     Ada beberapa hal yang seringkali menjadi penghalang bagi seseorang untuk mengasihi Tuhan.  Utamanya adalah dosa.  Dosa adalah penghalang utama bagi seseorang untuk mengasihi Tuhan.  "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu."  (Yesaya 59:1-2).  Sebelum dosa masuk dalam kehidupan manusia hubungan antara Tuhan dengan manusia sangat dekat dan tidak ada penghalang apa pun.  Namun setelah manusia jatuh dalam dosa mereka menjadi sangat malu, takut untuk bertemu Tuhan, bersembunyi dan akhirnya mereka pun terusir dari Taman Eden.

     Selama kita hidup dalam dosa dan pelanggaran mustahil kita dapat mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh.  Ketidaktaatan kita adalah bukti nyata bahwa kita tidak mengasihi Tuhan.  Untuk bisa mendekat kepada Tuhan dan mengasihi Dia tanpa halangan kita harus benar-benar bertobat.  Banyak orang merasa diri benar dan sulit sekali mengakui dosa-dosanya.  Alkitab menyatakan,  "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."  (1 Yohanes 1:8-9).  (Bersambung)

Wednesday, October 9, 2013

KASIH TUHAN KEPADA KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Oktober 2013 -

Baca:  Efesus 3:14-21

"Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,"  Efesus 3:18

Sebelum melangkah lebih jauh hari ini coba renungkan betapa besar kasih Tuhan dalam kehidupan kita!  Detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun kasih Tuhan kepada kita tidak pernah berubah.  Sungguh, kita tak dapat menghitung  "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,"  (ayat nas).  Banyak cerita tentang cinta kasih yang ada di dunia ini, namun kesemuanya itu tidak bisa dibandingkan dengan kasih Tuhan.  Kasih Tuhan itu sangat jauh berbeda dari kasih lain yang ada di dunia ini.

     Inilah garis besar karakteristik kasih Tuhan kepada umatNya:  1.  Tak berubah.  Artinya kasih Tuhan mengalir terus-menerus tiada berhenti sampai selama-lamanya.  "Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!"  (Mazmur 117:2).  Kasih manusia bersifat sementara, mudah sekali berubah, sangat bergantung pada situasi dan kondisi;  tetapi kasih Tuhan tidak dapat dipengaruhi oleh apa pun.  Bahkan kita tidak dapat mempengaruhi kasih Tuhan dengan perbuatan-perbuatan baik kita.  Tuhan mengasihi kita sebelum ada perbuatan baik yang kita lakukan bagiNya.

     2.  Sempurna.  Artinya kasih Tuhan itu sepenuhnya, benar-benar, lengkap dan utuh.  Karena itu jangan sekali-kali kita mengukur besarnya kasih Tuhan dengan keadaan yang kita alami, namun ingatlah dan renungkanlah pengorbanan Kristus di atas kayu salib.  Salib adalah bukti nyata betapa sempurnanya kasih Tuhan kepada kita.

     3.  Tak Bersyarat"Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita."  (1 Yohanes 4:19), bahkan  "...Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."  (Roma 5:8).  Ini sangat berbeda dengan kasih manusia yang bersyarat.  Seringkali kita hanya mau mengasihi orang-orang yang mengasihi kita, jika tidak, kita pun tidak lagi mau mengasihi.  Namun Tuhan sedemikian rupa mengasihi kita dengan  "...tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua,"  (Roma 8:32).  Apa pun juga yang ada di dunia ini tidak ada yang sanggup memisahkan kita dari kasih Tuhan.

Tidak alasan bagi kita untuk meragukan kasih Tuhan dalam hidup ini!

Tuesday, October 8, 2013

HIDUP YANG DIPERKENAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2013 -

Baca:  2 Korintus 6:1-10

"Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau."  2 Korintus 6:2

Orang Kristen sejati tidak identik dengan orang yang pandai berkotbah, memiliki jam terbang pelayanan yang padat, memiliki karunia-karunia luar biasa, menjadi penulis buku-buku rohani, pengarang lagu rohani dan juga penyanyi rohani yang terkenal, ataupun yang dapat berkata-kata tentang kasih Tuhan dengan bahasa yang bagus dan indah di hadapan khalayak ramai, melainkan seseorang yang di dalam dirinya ada kasih Kristus yang dinyatakan melalui perkataan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari.  Artinya ia benar-benar meneladani Kristus dalam hidupnya.  Ketika kita mempraktekkan kasih atau benar-benar hidup di dalam kasih, kita akan menjadi kesaksian dan berkat bagi orang lain.  Kehidupan kekristenan tanpa ada kasih di dalamnya adalah sebuah kehidupan yang kosong dan tanpa makna.  Kita patut bersyukur karena kita adalah umat yang dikasihi Allah,  "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."  (Yohanes 3:16).

     Yesus diutus datang ke dunia untuk menyatakan kasih Bapa yang kekal kepada kita.  OlehNya kita beroleh dan menikmati kasih yang sejati.  Dengan kasih Tuhan kita akan hidup di dalam berkat-berkatNya, pemulihan, kelepasan, terbebas dari dosa.  Karena kasih Tuhan inilah kita beroleh kesanggupan mengekspresikan sifat Allah yang penuh kasih kepada sesama kita.  Karena kasih Tuhan kita menerima perkenanan dari Tuhan.  Karena kasih Tuhanlah kita dikenan oleh Tuhan.  Kita tidak mungkin mendapatkan perkenanan dari Tuhan jika kita tidak mendapatkan kasih Tuhan terlebih dahulu.

     Kini bukan waktunya lagi bagi kita menjadi orang-orang Kristen yang biasa yang hanya percaya kepada Tuhan Yesus saja, tapi kita harus mengejar bagaimana kita menjadi orang Kristen yang bisa dipercaya oleh Tuhan Yesus.  Beroleh kepercayaan dari Tuhan adalah sesuatu yang sangat tak ternilai harganya.  Oleh karena itu jangan sia-siakan setiap kepercayaan yang Dia berikan untuk kita.  Lakukan itu dengan setia dan penuh ketaatan, karena tidak semua orang beroleh kesempatan itu!

Dipercaya Tuhan berarti kita istimewa di mata Tuhan dan sangat dikasihiNya!

Monday, October 7, 2013

MENGASIHI BERARTI MENGAMPUNI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2013 -

Baca:  Markus 11:20-26

"Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu."  Markus 11:26

Ada banyak orang Kristen yang berkata,  "Aku akan taat melakukan apa saja yang diperintahkan Tuhan, tapi mohon Tuhan mentoleransi yang satu ini saja, yaitu aku tidak bisa mengampuni si A itu.  Dia sudah membuat hidupku menderita seperti ini.  Jangankan mengampuni, melihat mukanya saja aku sudah muak!"  Benarkah sikap yang demikian?

      Saudaraku, tidak ada ketaatan setengah-setengah!  Tuhan pun tidak bisa kita sogok dengan seabrek aktivitas rohani supaya Ia memberi kelonggaran kepada kita untuk tidak mengampuni seseorang.  Yang Tuhan kehendaki adalah segeralah berdamai dan bereskan itu terlebih dahulu.  Ada tertulis:  "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu."  (Markus 11:25).  Jika kita mengaku bahwa kita ini mengasihi Tuhan dan menyebut diri sendiri orang Kristen yang taat, maka kita akan melakukan apa pun yang menjadi kehendak Tuhan.  "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku."  (Yohanes 14:15).  Namun kita baru dapat mengampuni seseorang bila kita hidup dalam ketaatan dan mengasihi Tuhan dengan sungguh, serta menyadari bahwa dosa dan pelanggaran kita telah diampuni lebih dulu oleh Tuhan.  Jadi jika kita disakiti dan dilukai orang janganlah menyimpan sakit hati dan dendam di dalam hati.  Ampunilah mereka!  Mengampuni adalah bukti kita memiliki kasih.  Ketika kita memahami  "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus,"  (Efesus 3:18), kita pun akan menyadari makna sebuah pengampunan.

     Memberi pengampunan sama sekali tidak ada kerugiannya, bahkan ada berkat-berkat di balik pengampunan yang kita berikan kepada orang lain;  jawaban doa dan respons Tuhan terhadap doa kita sangat berkaitan dengan pengampunan kita kepada orang lain.  Bagaimana mungkin Tuhan memperhatikan doa-doa kita bila di dalam hati kita masih ada kebencian, sakit hati dan dendam?  Dengan mengampuni hubungan kita dengan orang lain tidak akan ada ganjalan, serta ada damai sejahtera di hati.  Kebencian, dendam, sakit hati adalah strategi Iblis untuk menghancurkan hidup kita.

Masihkah kita tidak mau mengampuni orang lain?

Sunday, October 6, 2013

MENGASIHI BERARTI MENGAMPUNI (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Oktober 2013 -

Baca:  Matius 18:21-35

"Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali."  Matius 18:22

Bisakah kita dikatakan memiliki kasih sementara kita masih menyimpan dendam, sakit hati dan tidak bisa mengampuni orang lain?  "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya."  (1 Yohanes 4:20).

     Ada tidaknya kasih dalam diri seseorang akan terefleksi dalam kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi kehidupannya, baik itu dalam perkataan, sikap dan juga perbuatan.  Jadi kasih bukan hanya berbicara tentang apa yang ada di dalam hati, melainkan mencakup seluruh keberadaan hidupnya yang terwujud dalam perbuatan kesehariannya, baik itu kasih kepada Tuhan dan juga kepada sesama yang kesemuanya harus dilakukan dengan sukacita, tanpa keterpaksaan.  Salah satu bukti lain akan kasih yang tak boleh diabaikan adalah hal mengampuni orang lain.  Mengapa mengampuni sangat penting bagi orang Kristen?  Karena Tuhan telah terlebih dahulu menunjukkan kasihNya dengan mengorbankan nyawaNya di Kalvari untuk mengampuni dosa-dosa kita.  Pengampunan inilah yang menjadi dasar kekristenan.  Kita diselamatkan, diangkat sebagai anak-anak Allah, diberkati, disembuhkan, dipulihkan, mengalami mujizat dan penggenapan janji-janji Tuhan dengan diawali sebuah pengampunan yang dikerjakan Tuhan di kayu salib;  dan pengampunanNya itu sempurna, tak terbatas.  "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba."  (Yesaya 1:18).  Itulah sebabnya mengampuni adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya tanpa kecuali.

     Sebesar apa pun kesalahan orang, sebanyak apa pun kejahatan orang, apa pun persoalannya, kita harus bisa memberikan pengampunan yang tidak terbatas jumlahnya.  Kalau kita sadar bahwa dosa kita sudah diampuni oleh Tuhan, masakan kita tetap mengeraskan hati untuk tidak memberikan pengampunan kepada orang lain?  Dengan tegas Tuhan berkata,  "...jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."  (Matius 6:14-15).  (Bersambung)

Saturday, October 5, 2013

TUHAN YESUS: Teladan Kasih Utama!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Oktober 2013 -

Baca:  1 Yohanes 4:7-21

"Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya."  1 Yohanes 4:21

Tanda utama bagi pengikut Kristus adalah memiliki kasih, kasih yang bukan hanya digembar-gemborkan di atas mimbar atau terpampang di spanduk-spanduk semata, melainkan kasih yang harus dilakukan.

     Tuhan Yesus adalah teladan utama bagi kita sehingga kita pun wajib mengikuti dan meneladani Dia;  jika tidak, layakkah kita disebut sebagai orang Kristen?  Mengasihi orang lain  yang mengasihi kita adalah hal yang biasa, semua orang bisa melakukannya.  Namun inilah perintah Tuhan:  "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."  (Matius 22:39).  Ini berarti sasaran kasih adalah siapa saja, yang baik terhadap kita maupun yang membenci atau memusuhi kita.  Juga  "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu."  (Lukas 6:27-28).  Tuhan Yesus adalah Pribadi yang paling banyak dihina, dihujat, dicaci, dicela, diludahi dan disakiti lebih daripada siapa pun yang pernah hidup di dunia ini.  Sedari Ia lahir raja Herodes sudah berniat hendak membunuhNya.  Juga semasa pelayananNya di bumi orang-orang Farisi, Saduki dan ahli-ahli Taurat pun mencela serta menggunakan berbagai cara untuk menjatuhkan, menyingkirkan, bahkan berniat menghabisiNya.  Puncaknya Yesus harus mati di kayu salib.  Namun di saat-saat terakhir hidupNya di kayu salib pun Ia masih dihina:  "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya."  (Matius 27:42).  Alkitab pun menyatakan,  "Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya."  (Yohanes 1:11).

     Meski mengalami penderitaan begitu hebat Yesus tidak membiarkan hatiNya dikuasai sakit hati, dendam atau kebencian.  Ia mengijinkan kasih Bapa mengalir dan menguasai hatiNya sehingga dapat berkata,  "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."  (Lukas 23:34).  Andaikata sebaliknya, tidak akan ada jalan keselamatan dan penebusan dosa bagi manusia.  Maka mari kita ikuti jejakNya.

"Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."  1 Yohanes 2:6

Friday, October 4, 2013

ORANG PERCAYA: Hidup Dalam Kasih (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2013 -

Baca:  Lukas 10:25-37

"Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya."  Lukas 10:34

Selanjutnya, memiliki hati yang rela berkorban.  Orang Samaria yang murah hati ini tanpa pamrih menolong orang lain yang sedang dalam penderitaan, meski orang yang ditolongnya itu adalah orang Israel, yang adalah seteru bangsanya;  bukan dengan perkataan saja, melainkan dengan perbuatan yang nyata.  "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran."  (1 Yohanes 3:17-18).

     Pada saat orang lain tertimpa musibah, adakah hati kita tergerak memberikan pertolongan?  Inilah yang disebut empati:  memiliki perasaan yang sama seperti perasaan orang yang sedang mengalami penderitaan dengan tidak mempersoalkan siapa, mengapa dan di mana.  Menunjukkan kasih terhadap sesama bukan dengan cara mengatakan hal-hal yang muluk-muluk atu janji-janji, tetapi harus dengan tindakan kasih yang nyata.  Yang dimaksud dengan sesama manusia bukan hanya teman, atau satu suku, pendidikan sama, agama sama dan sebagainya, tetapi semua umat manusia yang Tuhan ijinkan untuk kita temui dan menjadi berkat bagi mereka, termasuk orang yang membenci kita sekalipun.

     Bagi orang percaya mengasihi bukanlah pilihan yang bisa ditawar, namun perbuatan yang wajib dilakukan dan harus menjadi gaya hidup kita.  Acapkali kita mau mengasihi orang yang mengasihi terlebih dahulu, atau kita hanya mengasihi orang lain yang menguntungkan kita saja, jika tidak, kasih kita pun berakhir.  "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian."  (Lukas 6:32-34).

"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih."  1 Yohanes 4:8

Thursday, October 3, 2013

ORANG PERCAYA: Hidup Dalam Kasih (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2013 -

Baca:  Yohanes 13:31-35

"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi."  Yohanes 13:34

Sebagai manusia kita adalah makhluk sosial, artinya kita diciptakan untuk hidup berpasangan dan berinteraksi dengan orang lain.  Dalam hal ini kasih diperlukan, sebab kasih itu di butuhkan oleh semua orang yang ada di dunia ini.  Tanpa kasih dunia ini akan dipenuhi oleh pergolakan, kacau-balau, bahkan diwarnai oleh pertumpahan darah, tetapi dengan kasih segala bentuk permusuhan dapat ditundukkan di bawah kaki Kristus.

     Bagaimana caranya hidup di dalam kasih?  Pertama, saling berbagi.  Kita patut mencontoh kehidupan gereja mula-mula di mana mereka hidup rukun dan sungguh-sungguh mempraktekkan kasih.  Jemaat saling terikat oleh kasih yang sangat mendalam sehingga rela untuk berbagi.  Milik seseorang bukan lagi sebagai miliknya sendiri, tetapi milik bersama.  "...segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing."  (Kisah 2:44-45).  Kedua, saling menolong.  Kita selalu membutuhkan orang lain untuk saling menolong, menopang dan melengkapi.  Karena kita tak pernah lepas dari situasi-situasi sulit, kesesakan, penderitaan, kerepotan, sakit-penyakit dan kelemahan-kelemahan lainnya, maka kita memerlukan pertolongan dari orang lain  "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus."  (Galatia 6:2).  Rasul Paulus juga menambahkan,  "Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu."  (Efesus 4:2b).

     Sudahkah kita menunjukkan kasih kita kepada orang lain dalam wujud nyata?  Ataukah kita diam saja dan sengaja menghindar ketika melihat orang lain sedang dalam kesusahan, karena takut direpotkan?  Belajarlah dari kisah seorang Samaria yang baik hati, di mana ia telah menunjukkan kasihnya kepada orang lain yang sedang dalam penderitaan.  "Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya."  (Lukas 10:34).  (Bersambung)

Wednesday, October 2, 2013

BERJALAN DALAM KEBENARAN TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2013 -

Baca:  Matius 24:37-44

"Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia."  Matius 24:37

Keselamatan yang dialami oleh Nuh dan keluarganya adalah upah dari ketaatannya.  Nuh telah terbukti mampu hidup dalam kebenaran meski berada di tengah-tengah dunia yang dipenuhi dengan kejahatan.

     "Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah."  (Kejadian 6:9).  Ketika orang-orang sezamannya lebih memilih hidup menurut keinginan daging dan memuaskan hawa nafsunya, Nuh justru secara konsisten berjalan dalam kehendak Tuhan.  Ia senantiasa membangun persekutuan yang karib dengan Tuhan;  dan terhadap orang yang bergaul karib denganNya Tuhan menyatakan diriNya sebagai sahabat, sehingga  "...perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka."  (Mazmur 25:14).  Isi hati, kehendak dan rencana Tuhan pun disampaikan kepada Nuh:  "...sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong langit; segala yang ada di bumi akan mati binasa."  (Kejadian 6:17).

     Meskipun orang-orang di sekitarnya mencemooh, mencibir, mengintimidasi, mentertawakan dan menilai tindakan Nuh membuat bahtera adalah konyool, karena waktu itu tidak ada tanda akan turun hujan, tak sedikit pun melemahkan dan menggoyahkan imannya.  Nuh  "...dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan-dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya;  (Ibrani 11:7).  Tanpa memiliki iman yang teguh serta penyerahan hidup penuh kepada Tuhan mustahil Nuh dapat mengerjakan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya.  Hal ini membuktikan bahwa ia memiliki integritas!  Nuh berprinsip  "...harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia."  (Kisah 5:29).  Walaupun keadaan dan situasi sekitar sama sekali tidak mendukungnya untuk hidup dalam kebenaran, Nuh berani melawan arus!

    Di tengah dunia yang dipenuhi ketidakbenaran dan kejahatan, inilah kehendak Tuhan,  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,"  (Roma 12:2).

Sudahkah kita menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini?  Ataukah kita malah berkompromi dengan kehidupan duniawi?

Tuesday, October 1, 2013

TUHAN YESUS: Sumber Mujizat

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2013 -

Baca:  Markus 1:29-34

"Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya."  Markus 1:31

Saudara rindu mengalami mujizat?  Undanglah Tuhan Yesus datang ke "rumah" Saudara, karena di mana ada Yesus di situ selalu ada mujizat.  Kesembuhan, pemulihan, berkat dan perkara-perkara besar lainnya pasti dinyatakan.

     Zakheus mengalami titik balik dalam hidupnya setelah Tuhan Yesus datang ke rumahnya.  Pertobatan terjadi dan hidup Zakheus diubahkan sehingga ia berkomitmen:  "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat."  (Lukas 19:8).  Begitu juga saat Ia bertandang ke rumah Simon Petrus di mana "Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus."  (Markus 1:30).  Alkitab menyatakan bahwa Tuhan Yesus mengulurkan tanganNya atas perempuan itu sehingga lenyaplah demamnya.  Ibu mertua Petrus mengalami kesembuhan secara sempurna.  Dua kasus ini menunjukkan bahwa ketika Tuhan Yesus hadir dalam rumah seseorang, sesuatu yang luar biasa pasti terjadi.

     Apa yang sedang Saudara pergumulkan saat ini?  Mungkin keluarga Saudara sedang didera berbagai masalah silih berganti.  Jangan menyerah pada keadaan!  Sudahkah Saudara mengundang Tuhan Yesus?  Bangunlah mezbah keluarga setiap hari di mana seluruh anggota keluarga berdoa, membaca dan merenungkan firmanNya, serta menaikkan puji-pujian bagi Dia.  Ini adalah cara untuk mengundang Dia hadir!.  "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."  (Matius 18:20)  dan  "...ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya."  (Mazmur 133:3b).

     Jika Tuhan melawat keluarga kita, kehadiranNya pasti akan membawa perubahan.  Mengubah yang sakit menjadi sembuh;  mengubah yang buruk menjadi baik;  mengubah yang hopeless menjadi hopeful;  mengubah yang mustahil menjadi ya dan amin.

"...Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku."  Wahyu 3:20

Monday, September 30, 2013

HIDUP SESUAI PANGGILAN TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2013 -

Baca:  2 Petrus 1:1-15

"Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh."  2 Petrus 1:10a

Hidup yang sesuai dengan panggilan Tuhan adalah hidup dengan roh yang menyala-nyala dalam melayani Tuhan.  "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  (Roma 12:11).  Selagi ada kesempatan mari kita melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh.  Sekecil apa pun pekerjaan yang dipercayakan Tuhan kepada kita, lakukan itu dengan setia, jangan dengan omelan dan bersungut-sungut.

     Tertulis:  "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."  (Lukas 16:10).  Ketika kita setia dari hal-hal kecil, pada saatnya Tuhan pasti akan mempercayakan kepada kita perkara yang lebih besar.  Kita dapat melayani Tuhan sesuai dengan profesi kita masing-masing.  "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  (Kolose 3:23).  Yang tak boleh kita lupakan dalam melayani Tuhan adalah motivasi dan sikap hati harus benar dan tulus, baik itu di hadapan manusia, terlebih lagi di hadapan Tuhan.  Jangan sampai kita mencari nama, pujian dan hormat dari manusia, mencari keuntungan diri sendiri dan saling menjatuhkan sesama pelayan Tuhan.  Kita bukan melayani manusia, tapi yang kita layani adalah Tuhan yang adalah Tuan kita.  Jangan pula mengandalakan kekuatan dan kepintaran diri sendiri, tapi milikilah penyerahan penuh kepada Roh Kudus karena tanpaNya pelayanan kita akan sia-sia.

     Hidup sesuai dengan panggilan Tuhan berarti menyadari bahwa sebagai anak-anak Tuhan kita adalah satu di dalam tubuh Kristus.  Oleh karenanya kita harus saling mengasihi dan bertolong-tolongan satu dengan yang lain,  "...bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran."  (1 Yohanes 3:18).  Jadi,  "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,"  (Efesus 2:19).

Sudahkah hidup kita sesuai panggilan Tuhan?  Jika belum, berubahlah sekarang!

Sunday, September 29, 2013

HIDUP SESUAI PANGGILAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2013 -

Baca:  1 Petrus 2:1-10

"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:"  1 Petrus 2:9

Keberadaan orang percaya di tengah-tengah dunia bukanlah suatu kebetulan atau tanpa sebuah tujuan.  Tuhan menempatkan kita di bumi dengan maksud dan tujuan yang sangat mulia.  Kita adalah umat pilihan Tuhan:  dipilih, dikhususkan dan dipanggil untuk rencanaNya yang indah yaitu  "...supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia,"  (ayat nas).

     Kita tidak boleh asal-asalan menjalani hidup kekristenan kita.  Sebab  "kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan."  (1 Petrus 2:10).  Kita yang dulunya berada dalam kegelapan kini telah dipindahkan ke dalam terangNya yang ajaib;  kita yang dulunya adalah hamba dosa kini menjadi hamba kebenaran  (baca  Roma 6:17-18);  status kita pun berubah menjadi anak-anak Allah.  "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah,"  (Roma 8:17);  itu semua karena pengorbanan Kristus di atas kayu salib!

     Kepada jemaat di Efesus rasul Paulus mengingatkan,  "...supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu."  (Efesus 4:1).  Hidup yang sesuai dengan panggilan Tuhan berarti hidup yang seturut kehendak dan rencana Tuhan.  Dengan kata lain kita harus memiliki kehidupan yang 'berbeda' dengan dunia ini.  Jika orang-orang dunia lebih memilih hidup menurut keinginan daging (memuaskan hawa nafsunya), kita tidak boleh terbawa arus kehidupan dunia ini, sebab  "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya."  (Galalita 5:24).  Kita harus hidup dalam kesalehan yaitu hidup menurut jalan-jalan Tuhan, tidak menyimpang dari kebenaran firman Tuhan dan menurut pimpinan Roh Kudus.  Ini bukanlah pekerjaan mudah, ada harga yang harus kita bayar di mana kita harus menanggalkan 'manusia lama' kita dan mengenakan 'manusia baru'.  (Bersambung)

Saturday, September 28, 2013

TEMPAT KEDIAMAN TUHAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2013 -

Baca:  Mazmur 100:1-5

"Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!"  Mazmur 100:2

Ingin bertemu dengan Tuhan?  Jangan tinggalkan jam-jam peribadatan.  Firman Tuhan menasihati,  "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat."  (Ibrani 10:25).

     Di dalam BaitNya yang kudus Tuhan akan menyatakan kasih setiaNya dan mengenyangkan umatNya dengan segala kebaikan.  "Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus."  (Mazmur 65:5).  Maka milikilah kerinduan dan roh yang menyala-nyala untuk datang ke Rumah Tuhan, seperti Daud,  "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik."  (Mazmur 84:2, 3, 11).

     Seringkali kita lupa bahwa tubuh kita adalah tempat kediaman Tuhan juga sebagaimana rasul Paulus katakan,  "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu."  (1 Korintus 3:16-17), atau  "...tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!"  (1 Korintus 6:19-20).  Oleh karena itu kita harus mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan sebagai ibadah yang sejati  (baca  Roma 12:1).  "Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya."  (Roma 6:12).

Tuhan itu tidak jauh dari kita, karena itu datanglah kepadaNya setiap waktu!

Friday, September 27, 2013

TEMPAT KEDIAMAN TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2013 -

Baca:  Mazmur 11:1-7

"TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus; TUHAN, takhta-Nya di sorga; mata-Nya mengamat-amati, sorot mata-Nya menguji anak-anak manusia."  Mazmur 11:4

Setiap orang pasti memiliki tempat di mana ia bisa tinggal, baik itu rumah sendiri, kontrakan, kos-kosan dan sebagainya.  Dengan adanya tempat tinggal yang tetap keberadaan kita akan jelas, sehingga orang lain pun akan dengan mudah menemui kita atau datang berkunjung.  Tentunya akan berbeda jika kita tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, orang lain akan susah mencari dan menjumpai kita.  Begitu juga dengan Tuhan kita, Ia pun memiliki tempat kediaman sehingga sewaktu-waktu kita bisa datang kepadaNya dan menemuiNya.  Setiap saat Tuhan selalu siap untuk kita temui.  Memang Tuhan adalah Mahahadir, namun Ia juga memiliki tempat di mana Ia tinggal.

     Adapun tempat kediaman Tuhan yang pertama adalah di dalam Kerajaan Sorga.  Sorga adalah takhtaNya, di sanalah Tuhan bersemayam  (baca  Mazmur 2:4).  Dari sorga Tuhan mengawasi segala perbuatan dan tindak-tanduk manusia, serta menguji setiap pekerjaan manusia.  Jadi  "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab."  (Ibrani 4:13).  Dari sorga pula Tuhan mendengarkan, memperhatikan dan menjawab setiap seruan doa umatNya.  Tertulis:  "dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka. Sekarang mata-Ku terbuka dan telinga-Ku menaruh perhatian kepada doa dari tempat ini."  (2 Tawarikh 7:14-15).  Bukan hanya itu, di dalam sorga juga tersedia segala berkat-berkat Tuhan:  "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga."  (Efesus 1:3).

     Tempat kediaman Tuhan berikutnya adalah di dalam Bait SuciNya.  Perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus ketika Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Suci,  "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan."  (Yohanes 2:16).  Dia menyebut Bait Suci atau gereja sebagai rumah Bapa.  Artinya Tuhan senantiasa ada di BaitNya yang kudus.  (Bersambung)

Thursday, September 26, 2013

KESEMPATAN ADALAH BERKAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 September 2013 -

Baca:  Amsal 20:1-30

"Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa."  Amsal 20:4

Ada dua kata bijak yang menyatakan bahwa kesempatan itu tidak datang untuk keduakalinya.  Ini menunjukkan bahwa kesempatan begitu sangat berharga.  Maka kita harus mempergunakan setiap kesempatan yang ada sebaik mungkin.  Mengapa?  Karena waktu terus melaju dan kita tidak bisa memutarnya kembali.  Selagi musim menabur tiba gunakan kesempatan untuk menabur, supaya ketika musim menuai datang kita pun mendapatkan tuaian seperti yang diharapkan.

     Salomo mengingatkan agar kita tidak mudah membuang-buang waktu atau kesempatan yang ada, karena orang yang suka membuang-buang waktu identik dengan orang yang malas, yang kesukaannya menunda-nunda mengerjakan suatu hal yang seharusnya bisa segera diselesaikan.  Kita perlu belajar dari semut!  "...pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen."  (Amsal 6:6-8).  Jadi waktu dan kesempatan adalah berkat dari Tuhan yang tak ternilai harganya bagi kita.  Waktu itu bisa pagi, siang, petang, bahkan pada malam hari.  Ratapan 3:22-23 menulis:  "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!"  Ketika di padang gurun bangsa Israel menikmati berkat Tuhan berupa manna atau roti dari sorga setiap pagi sehingga mereka tidak mengalami kelaparan.  "Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu."  (Keluaran 16:15), dan pada waktu petang Tuhan mengirimkan burung puyuh kepada mereka.

     Pemazmur berkata,  "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur."  (Mazmur 127:2).  Pada malam hari, bahkan ketika kita tidur pun Tuhan menyediakan berkatNya.  Artinya di setiap waktu dan kesempatan selalu ada berkat Tuhan tersedia bagi kita.

Mulai sekarang gunakan setiap kesempatan yang Tuhan beri sebaik mungkin jika kita rindu berkat-berkatNya dicurahkan atas hidup kita.  

Wednesday, September 25, 2013

JANGAN MENABUR RUMPUT!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 September 2013 -

Baca: Mazmur 129:1-8

"Mereka seperti rumput di atas sotoh, yang menjadi layu, sebelum dicabut,"  Mazmur 129:6

Orang Kristen seringkali menggunakan prinsip ekonomi dalam menabur yaitu inginnya menabur sesedikit mungkin tapi mengharapkan tuaian yang sebesar-besarnya.  Ada juga yang tidak ingin menabur atau memberi, maunya hanya menerima saja.  Itu adalah cara pikir duniawi yang berbeda dengan prinsip firman Tuhan.  "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."  (Lukas 6:38).  Artinya siapa menabur sedikit akan menuai sedikit dan yang menabur banyak akan menuai banyak pula.  Orang yang menabur banyak tidak akan mengalami kerugian atau hidup dalam kekurangan, apalagi kalau untuk tuaian yang bersifat kekal.  "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum."  (Amsal 11:24-25).

     Orang yang menabur sedikit tapi ingin menuai banyak itu sama halnya dengan menabur benih rumput.  Rumput memiliki ciri mudah layu, mudah dicabut, kering, tidak tahan cuaca dan tidak memiliki banyak kegunaan.  Apabila rumput sudah kering tidak ada alternatif lain selain dibakar dalam nyala api.  Memang, sedikit benih rumput pada saatnya akan menuai padang rumput dan bunga-bunganya, namun Alkitab menegaskan bahwa semuanya tidak bisa bertahan lama, ia akan kering dan layu,  "Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya."  (Yesaya 40:8).

     Mana yang Saudar pilih?  Menabur sedikit, ala kadarnya dan hasil tuaiannya pun tidak berguna, atau kita mau menabur banyak dengan benih berkualitas disertai motivasi yang benar dan menghasilkan tuaian yang berlipatkali ganda?  Mari menabur benih yang baik dan berkualitas baik dalam pelayanan maupun kehidupan sehari-hari.  Jangan sampai waktu dan kesempatan terlewatkan begitu saja.  Berkat materi yang kita miliki pun jangan sampai menjadi penghalang bagi kita untuk lebih banyak menabur!

Taburlah benih yang baik dan berkualitas untuk Tuhan dan juga sesama, maka tuaian besar menanti kita!

Tuesday, September 24, 2013

MENABUR: Perhatikan Kualitas Benihnya! (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 September 2013 -

Baca:  Matius 13:1-23

"...dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat."  Matius 13:23

Inilah janji Tuhan kepada Abraham,  "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat."  (Kejadian 12:2).  Abraham menanti-nantikan janji Tuhan itu dengan iman dan penuh kesabaran.  Ia pun menabur ketaatan, kesetiaan, kasih dan melakukan yang terbaik bagi Tuhan sampai akhirnya ia menuai.  Abraham mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya meski itu membutuhkan waktu penantian yang tidak singkat.  Janji-janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya.  Dikatakan,  "Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu."  (Ibrani 10:36).  Pemazmur pun berkata,  "Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu."  (Mazmur 119:38).

     Pertanyaan:  benih jenis apa yang Saudara tabur saat ini?  Apakah kita menabur untuk tuaian yang tahan lama atau tidak?  Biarlah kita semakin giat menabur, khususnya untuk hal-hal yang berhubungan dengan Roh, karena inilah taburan yang dapat bertahan lama atau bersifat kekal, sebab  "barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu."  (Galatia 6:8).  Mari kita menabur waktu, tenaga, pikiran, materi, talenta dan seluruh keberadaan hidup kita untuk melayani Tuhan dan mendukung pekerjaanNya di bumi ini.  Pada saatnya kita pasti akan menuai berkat/upah dari Tuhan.

     Ada banyak orang Kristen yang begitu hitung-hitungan dengan Tuhan sehingga mereka enggan untuk berkorban.  Jangankan berkorban materi, berkorban waktu dan tenaga untuk melayani Tuhan saja kita ogah-ogahan.  Banyak sekali alasan dan dalih yang kita kemukakan:  sibuk, tidak bisa meninggalkan pekerjaan, nanti saja kalau sudah berhasil atau kalau anak-anak sudah menikah.  Atau kita sudah menabur untuk Tuhan, baik itu melalui pelayanan ataupun berkorban secara materi, tapi mungkin secara asal-asalan, terpaksa, tidak sepenuh hati dan tidak disertai motivasi yang benar.

Jika kita menabur dengan tujuan menyenangkan manusia, dan bukan untuk menyenangkan hati Tuhan, yang kita tuai adalah sebatas pujian manusia itu!

Monday, September 23, 2013

MENABUR: Perhatikan Kualitas Benihnya! (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 September 2013 -

Baca:  Pengkotbah 11:1-8

"Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai."  Pengkotbah 11:4

Kehidupan di muka bumi ini tidak bisa lepas dari musim menabur dan menuai.  Ketika menabur kita tidak akan dapat sekaligus menuai, ada waktu yang tidak singkat yang dibutuhkan untuk sampai pada masa penuaian.

     Demikian pula kehidupan kita sebagai orang percaya.  Jikalau kita menabur hal-hal rohani atau jasmani, dalam waktu tertentu kita pasti menuainya, bahkan untuk hal-hal rohani penuaiannya berlangsung terus sampai kita masuk ke dalam Kerajaan Allah.  Ada tertulis,  "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu."  (Galatia 6:8).  Maka dari itu ada hal-hal penting yang perlu kita perhatikan.  Salah satunya adalah memilih jenis benih yang hendak kita tabur, sebab kualitas benih yang akan kita tanam akan menentukan hasil tuaian atau panenan.  Jenis benih yang akan kita tanam haruslah jenis benih yang baik dan berkualitas.  Kita harus pastikan bahwa kita akan memperoleh tuaian yang baik apabila benih yang kita tabur adalah baik pula.  Alangkah baiknya pula jika benih yang kita tanam adalah jenis pohon yang dapat bertahan lama alias tidak mudah mati dalam waktu singkat, tapi semakin lama semakin kuat dan semakin banyak buahnya sehingga kita tidak perlu menanam lagi.  Contohnya:  kita menanam buah alpukat, rambutan atau mangga.  Memang untuk menghasilkan buah dibutuhkan waktu yang cukup lama, namun pohon tersebut tidak langsung mati setelah dipanen, justru semakin lama semakin kuat dan tetap menghasilkan buah pada musimnya.

     Karena itu janganlah kita menabur dengan sembarangan benih, tanamlah benih atau pohon yang dapat bertahan lama.  Inilah yang dilakukan oleh Abraham, di mana ia  "...menanam sebatang pohon tamariska di Bersyeba, dan memanggil di sana nama TUHAN, Allah yang kekal.  (Kejadian 21:33).  Apa istimewanya jenis pohon ini?  Pohon tamariska memiliki masa hidup yang cukup lama, bisa mencapai puluhan tahun:  kayunya sangat kuat dan berdaun sangat lebat, bahkan pada zaman dahulu sering digunakan untuk menaungi kemah atau dipakai sebagai atap untuk rumah Tuhan.  Pohon tamariska melambangkan janji Tuhan yang teruji dan tidak pernah berubah.  (Bersambung)

Sunday, September 22, 2013

MASALAH: Melihat Intervensi Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 September 2013 -

Baca:  Mazmur 136:1-26

"Kepada Dia yang seorang diri melakukan keajaiban-keajaiban besar! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya."  Mazmur 136:4

Tuhan juga hendak memakai masalah untuk mengoreksi dan menegur kita supaya kita berubah.  Mungkin selama ini kita mengandalkan kekuatan sendiri dan berlaku sombong, maka melalui maslah yang terjadi Tuhan ingin mengajar kita menjadi orang yang rendah hati, menyadari keterbatasan dan kelemahan kita sehingga kita pun belajar bergantung sepenuhnya kepada Tuhan.  Selama masih banyak perkara-perkara buruk dalam kita, tiada hentinya Tuhan akan membentuk, memproses dan memurnikan kita melalui masalah sampai kita timbul seperti emas.  Namun seringkali yang menjadi masalah bukanlah situasi yang ada atau pun orang-orang yang ada di sekitar kita, melainkan keadaan hati kita sendiri.  Bangsa Israel tetap saja punya sikap yang tidak benar  (bersungut-sungut, mengomel, menyalahkan Musa, bahkan menyalahkan Tuhan)  saat berada di padang gurun, padahal di setiap langkah hidup mereka Tuhan senantiasa menyatakan pertolonganNya yang heran dan ajaib.

     Dengan masalah yang terjadi Tuhan juga hendak membuka mata rohani kita supaya kita dapat melihat campur tanganNya.  Sadrakh, Mesakh dan Abednego merasakan campur tangan Tuhan saat mereka dimasukkan ke dalam dapur perapian yang menyala-nyala.  Jadi, apa pun masalah yang sedang terjadi, majulah terus, lewati dan hadapi semua dengan iman, maka kita akan merasakan tangan Tuhan turun menyelesaikannya dengan cara yang ajaib bagi kita.  "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  (1 Korintus 2:9).

     Satu hal yang harus kita percayai adalah Tuhan itu berdaulat mutlak atas hidup kita.  Semua yang terjadi dalam hidup kita selalu ada di dalam kontrol dan kuasaNya, bahkan juga untuk hal-hal yang sukar dimengerti dan dipahami oleh pikiran kita.  Jadi mengucap syukurlah di segala keadaan, itulah yang dikehendaki Tuhan!

"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."  Roma 8:28

Saturday, September 21, 2013

MASALAH: Kesempatan Praktek Firman

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 September 2013 -

Baca:  Mazmur 34:1-23

"Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;"  Mazmur 34:20

Mazmur 34 ini ditulis oleh orang yang sangat dekat dengan Tuhan.  Meskipun demikian ia menyadari bahwa ia tetap bukanlah orang yang kebal masalah.  Siapa pun kita, di dalam Tuhan atau di luar Tuhan, semuanya pasti tak luput dari masalah.  Hanya orang mati yang tidak punya masalah.  Jadi jangalah heran, terkejut atau kecewa jika dalam pengiringan kita kepada Tuhan ada masalah yang menerpa.  Yang penting kita menyadari bahwa kekristenan adalah IMANUEL.  Tuhan beserta kita, bahkan penyertaanNya atas kita sampai kepada akhir zaman  (baca  Matius 28:20b).

     Daud menyatakan bahwa ada dua macam orang yaitu orang benar dan orang fasik.  Saat keduanya dalam masalah, apa yang membedakannya?  Ketika orang benar dalam masalah, ada tangan Tuhan yang akan memberikan pertolongan.  "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya."  (Mazmur 34:18).  Sedangkan bagi orang fasik, kemalangan justru akan mematikannya karena tidak ada pembelaan dari Tuhan.  Saat orang benar menghadapi masalah ada Tuhan yang menyertainya, tetapi orang fasik akan menghadapi masalahnya seorang diri.

     Tuhan tidak mendisain kita untuk bebas dari masalah, melainkan untuk memiliki persekutuan yang karib dengan Dia.  Karena itu bangunlah kekariban dengan Tuhan dengan merenungkan firmannya siang dan malam.  Pada awalnya firman yang kita terima adalah logos, dan belum hidup dalam kita.  Saat firmanNya berkata jangan kuatir, jangan takut dan sebagainya, sementara hidup kita baik-baik saja, bisakah kita mengaplikasikan firman itu?  Tuhan mau setiap firman yang Dia berikan menjadi solusi untuk setiap masalah yang datang.  Jadi masalah diijinkan Tuhan terjadi sebagai kesempatan bagi kita mempraktekkan firman.  Ini berbicara tentang respons kita terhadap masalah.  Bila kita menanggapi setiap masalah dengan sikap yang benar, kita akan melihat kuasa firman itu bekerja dalam kita.

Banyak orang Kristen malas membaca firman Tuhan sehingga hatinya dipenuhi oleh hal-hal negatif;  ketika masalah datang, ia pun gagal sebagai pemenang!

Friday, September 20, 2013

JANJI TUHAN PASTI TERGENAPI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 September 2013 -

Baca:  Yohanes 10:1-10

"Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan."  Yohanes 10:10b

Banyak orang Kristen berpikir dan bertanya-tanya dalam hati:  ketika mereka membuat keputusan untuk hidup benar, bersungguh-sungguh di dalam Tuhan dan melakukan kehendakNya, serasa masalah dan tantangan justru datang mendera dan kian menjadi-jadi.  Semisal:  makin dijauhi oleh keluarga, dicibir dan dihindari oleh teman-teman terdekat, perlakuan semena-mena dari atasan dan sebagainya, serasa berkat dan janji Tuhan kian menjauh dari kehidupan mereka.  Mereka pun mulai melemah dan timbul keinginan untuk kembali kepada kehidupan lama.  Haruskah mereka bersikap demikian?  Kita harus tetap berkeyakinan bahwa rencana Tuhan tidak akan dapat digagalkan oleh siapa pun dan seburuk apa pun keadaan yang terjadi.  Inilah pernyataan Ayub,  "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal."  (Ayub 42:2).

     Merupakan tugas dan tanggung jawab kita untuk tetap memegang teguh setiap janji Tuhan dengan menjaga setiap ucapan dan perkataan kita selaras dengan firmanNya.  Pasalnya, janji Tuhan tidak dapat tergenapi begitu saja tanpa kita secara konsisten benar-benar menjaga ucapan dan perbuatan kita, serta menantikannya dengan sungguh sampai janji itu menjadi milik kita, sebab  "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya."  (Amsal 18:21).  Selama kita hidup dalam kehendak dan mengutamakan Tuhan lebih dari apa pun juga, tidak ada yang bisa mencuri firmanNya yang berkata,  "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."  (Matius 6:33).  Hidup orang percaya berada dalam kerajaan Allah yang tak tergoncangkan, jadi situasi apa pun takkan mampu menggoncang dan menggoyahkan.  Kerajaan Allah pun mempunyai aturan-aturan, dan tugas kita mengikut aturan-aturan tersebut, yang tak lain tak bukan adalah firman Tuhan.  Jadi kita harus melakukan apa yang Tuhan perintahkan kepada kita.  Itu saja!

     Jika kita rindu firman Tuhan digenapi dalam hidup ini, lakukan bagian kita.  Di dalam kita sudah ada talenta dan karunia, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bisa mengerjakan kehendakNya!

Cepat atau lambat setiap ketaatan pasti mendatangkan upah dari Tuhan!

Thursday, September 19, 2013

BAIT TUHAN BUKAN LADANG BISNIS

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 September 2013 -

Baca:  Matius 21:12-17

"Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun."  Matius 21:13

Bait Tuhan adalah tempat kudus, di mana Tuhan hadir melawat umatNya.  "TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus;"  (Mazmur 11:4).  Kita tidak boleh sembarangan bila berada di baitNya yang kudus.  "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah"  (Pengkotbah 4:17).  Ada orang-orang yang melakukan tindakan tidak terpuji, melakukan praktek jual beli di halaman Bait Tuhan, padahal mereka tahu bahwa Bait Tuhan adalah tempat umat beribadah kepada Tuhan.  Menjadikan Bait Tuhan sebagai tempat berjual-beli adalah suatu hal yang tidak pantas dan itu merupakan sebuah penghinaan terhadap Tuhan, karena mereka telah mencemari BaitNya yang kudus.  Melihat kejadian itu bangkitlah amarah Yesus dan Ia pun bertindak tegas terhadap orang-orang yang menggunakan Bait Tuhan tersebut sebagai tempat berdagang atau melakukan transaksi bisnis.  "Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati."  (Matius 21:12b).

     Secara fisik, bait Tuhan harus dirawat dan dijaga kebersihannya supaya orang yang berada di dalamnya merasa nyaman, apalagi secara rohani, karena Bait Tuhan adalah tempat berjumpa dan dijumpai Tuhan;  tempat kita memberikan pelayanan pujian dan penyembahan kepada Tuhan;  tempat di mana kebenaran firman Tuhan disampaikan;  namun masih ada orang-orang yang menyalahgunkan fungsi Bait Tuhan.  Mengatasnamakan pelayanan, mereka menjadikan Bait Tuhan sebagai ladang bisnis, mencari uang dan mengeruk keuntungan materi semata.  Tujuan dan motivasi dalam melayani bukan lagi untuk kemuliaan nama Tuhan, tapi untuk ambisi dan kepentingan pribadi.  Karena itu Yesus berkata,  "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan."  (Yohanes 2:16).  Ketika BaitNya beralih fungsi, Tuhan pasti tidak akan tinggal diam.  Ia tidak mau ada kenajisan di dalamnya;  Bait-Nya harus tetap kudus.  Bait Tuhan tidak berbicara soal bangunan atau gedung,  "Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri."  (Yohanes 2:21).

"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?"  (1 Korintus 3:16).

Wednesday, September 18, 2013

TIDAK PERCAYA MUJIZAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 September 2013 -

Baca:  Yesaya 25:1-5

"sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancangan-Mu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu."  Yesaya 25:1

Banyak orang Kristen yang berpikiran keliru berkenaan dengan mujizat Tuhan.  Mereka berpikir bahwa mujizat Tuhan itu hanya berlaku pada zaman dahulu saja, yaitu zaman para nabi-nabi di Perjanjian Lama dan juga era Tuhan Yesus hadir di tengah-tengah dunia; mujizat hanyalah cerita lalu yang usang.  Akibatnya mereka tidak lagi percaya dan cenderung skeptis terhadap mujizat-mujizat yang terjadi saat ini.  Bukankah kita sering melihat dan menyaksikan di acara-acara KKR banyak orang sakit mengalami mujizat, beroleh kesembuhan secara ajaib?  Bukan hanya di KKR saja, tak terhitung jumlahnya saudara kita seiman yang mengalami pemulihan dari Tuhan ketika mereka berdoa dengan penuh iman.  Ini membuktikan bahwa  "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."  (Yakobus 5:16b).  Itu semua karena pertolongan Tuhan.  Jadi Tuhan masih melakukan mujizat.  MujizatNya masih terjadi dan akan terus terjadi.

     Bila ada orang Kristen yang tidak pernah mengalami mujizat bukanlah karena Tuhan tidak sanggup melakukannyam tetapi karena mereka tidak percaya pada mujizat itu sendiri.  Tuhan kita adalah Tuhan yang tidak pernah berubah kuasaNya.  "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya."  (Ibrani 13:8).  Dia adalah Allah Sang Pembuat keajaiban.  "Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban; Engkau telah menyatakan kuasa-Mu di antara bangsa-bangsa."  (Mazmur 77:15).  Jadi  "Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu, menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat keajaiban?"  (Keluaran 15:11). 

     Tidak ada perkara yang tak sanggup Tuhan lakukan!  Kalau kita percaya bahwa Tuhan Yesus penuh kuasa, berkuasa, tapi kita tidak percaya mujizatNya, maka kita adalah orang-orang yang paling bodoh dan malang di muka bumi ini.  Sampai kapan kita tetap mengeraskan hati dan tidak percaya mujizat Tuhan?

"Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  1 Korintus 2:9

Tuesday, September 17, 2013

JATUH DALAM DOSA DAN PENCOBAAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 September 2013 -

Baca:  Yakobus 1:12-18

"Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya."  Yakobus 1:14

Musuh kedua kita dalam peperangan rohani adalah kedagingan kita sendiri, karena seringkali membuat kita mudah jatuh ke dalam pencobaan.  Keinginan daging yang membuka celah dan akhirnya menyeret kita.  "Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut."  (Yakobus 1:15).  Musuh inilah yang tidak kita sadari tetapi sangat berbahaya.  Kedagingan atau kelemahan tubuh kita seringkali dimanfaatkan Iblis untuk membangkitkan keinginan kita melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan.  Apalagi setiap hari kita dihadapkan pada tawaran-tawaran dunia yang menggiurkan dan meninabobokan.  Melalui berbagai media, cetak maupun elektronik, aneka ragam informasi disuguhkan kepada kita:  mulai dari berita yang menakutkan, menghibur, sampai hal-hal yang membangkitkan hawa nafsu.  Sesungguhnya  "...dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya,"  (1 Yohanes 2:17).  Akibatnya kita lebih banyak mendapatkan input yang bersifat duniawi daripada informasi atau berita yang bersifat sorgawi.

     Alkitab menegaskan,  "...semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia."  (1 Yohanes 2:16).  Semakin kita terpikat dengan dunia ini semakin kita terikat dan menjadi sahabatnya.  "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah."  (Yakobus 4:4).  Bersahabat dengan dunia berarti mengutamakan perkara-perkara dunia ini dan mengabaikan perkara-perkara rohani.  Inilah yang dikehendaki Iblis bagi kita!  Karena itu jangan membuka celah terhadap keinginan daging kita yang menimbulkan pencobaan dan membuat kita jatuh dalam dosa.  Mustahil kita akan menang atas pencobaan jika kita tidak meningkatkan jam-jam doa kita untuk bersekutu dengan Tuhan.

     Dengan melekat kepada Tuhan setiap saat RohNya akan menolong kita dan menguatkan kita menghadapi setiap pencobaan yang ada.  "...Roh membantu kita dalam kelemahan kita;"  Roma 8:26

Monday, September 16, 2013

JATUH DALAM DOSA DAN PENCOBAAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 September 2013 -

Baca:  Matius 26:36-46

"Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."  Matius 26:41

Mengapa Tuhan menasihati kita supaya selalu berjaga-jaga dan berdoa?  Tentu supaya kita tidak jatuh ke dalam pencobaan, karena tidak ada seorang pun kebal terhadap dosa.  Kedagingan kita lemah sekali.  Buktinya?  Banyak orang Kristen yang seringkali jatuh dalam dosa dan kesalahan yang sama, padahal mereka selalu berusaha menghindarinya, tetapi selalu saja tidak punya kekuatan untuk melawan.  Rasul Paulus berkata,  "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat."  (Roma 7:19).

     Kita harus mencari penyebab mengapa kita mudah sekali jatuh dalam dosa.  Inilah yang disebut dengan peperangan rohani.  Kita tahu bahwa di setiap peperangan pasti ada musuh yang menjadi lawan kita.  Adakah seorang prajurit berleha-leha atau bersantai saat berada di medan peperangan?  "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya."  (2 Timotius 2:4).  Jika lengah sedikit ia pasti akan menjadi sasaran empuk musuh dan nyawanya akan terancam.

     Siapakah yang menjadi musuh kita dalam peperangan rohani ini?  Pertama, musuh kita adalah si Iblis.  Ia adalah penyebab seseorang jatuh dalam dosa.  Tiada hentinya ia  "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."  (1 Petrus 5:8).  Tujuannya adalah untuk mencuri, membunuh dan membinasakan manusia  (baca  Yohanes 10:10a), serta menjauhkan orang-orang percaya dari kasih karunia Tuhan.  Siang dan malam tak henti-hentinya Iblis mendakwa, menghasut, menuduh, menyalahkan, mngungkit-ungkit masa lalu dan sebagainya sehingga kita memiliki citra diri yang buruk.  Dengan segala tipu dayanya Iblis menanamkan hal-hal yang negatif di dalam pikiran dan hati kita yang membuat kita kehilangan pengharapan, timbul keraguan, ketakutan, lalu kita pun mulai menyalahkan Tuhan.  Akhirnya,  "...yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul."  (Ayub 3:25-26).  (Bersambung)

Sunday, September 15, 2013

MELAYANI TUHAN: Mendapatkan Upah! (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 September 2013 -

Baca:  Amsal 10:1-32

"Upah pekerjaan orang benar membawa kepada kehidupan,"  Amsal 10:16

Upah apa saja yang akan kita terima bila kita bekerja bagi Tuhan?  Upah terbesar yang akan kita terima adalah upah yang sifatnya kekal yaitu sorga.  Upah tersebut akan kita terima setelah kematian yaitu nanti pada saat hari Tuhan dinyatakan atas kita.  "Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga;"  (Lukas 6:2).  Maka berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut dalam melayani Tuhan meski harus diperhadapkan dengan masalah atau ujian, sebab  "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."  (Roma 8:18).  Lalu, selama kita hidup di bumi ini?  Tuhan pun akan menyediakan berkat-berkatNya.  Kita akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dalam kehidupan ini, bahkan  "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia."  (1 Korintus 2:9).

     Yang terpenting adalah kerjakan bagian kita, maka Tuhan akan mengerjakan bagianNya.  Melayani Tuhan bukan berarti harus berada di belakang mimbar atau terjun langsung sebagai fulltimer di gereja.  Kita bisa melayani Tuhan sesuai profesi kita masing-masing.  Di mana pun kita berada dan kapan pun waktunya biarlah kita memiliki kehidupan yang senantiasa melayani Tuhan.  "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya."  (Kolose 3:23-24).  Sikap, tindakan, perbuatan dan perkataan kita harus menyenangkan hati Tuhan dan bisa menjadi kesaksian bagi orang lain.  Seringkali manusia lebih terkesan dengan apa yang nampak dari luar, tetapi Tuhan lebih tertarik dengan motivasi dan kemurnian hati di balik setiap pekerjaan dan pelayanan yang kita lakukan.

     Ketika Tuhan memberi upah Ia melakukannya berdasarkan kualitas, bukan karena orang itu kaya, pintar, gagah, tampan atau cantik.  Jadi setiap orang memiliki kesempatan yang sama menerima upahnya.  Jika Tuhan yang berjanji, janjiNya itu pasti akan ditepati.

Tetaplah semangat mengiring Tuhan, ada upah disediakan untuk saat ini dan nanti!

Saturday, September 14, 2013

MELAYANI TUHAN: Mendapatkan Upah! (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 September 2013 -

Baca:  Wahyu 22:6-17

"Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya."  Wahyu 22:12

Kita patut bersyukur kepada Allah, oleh karena iman kita di dalam Yesus Kristus kita beroleh keselamatan secara cuma-cuma.  Tertulis:  "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,"  (Efesus 2:8).  Jadi kita harus menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang baik di dalam diri manusia yang membuat kita layak untuk diselamatkan.  Keselamatan yang kita terima itu bukan karena kita melakukan perbuatan baik.  "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita,"  (2 Timotius 1:9).  Jadi  "...jangan ada orang yang memegahkan diri."  (Efesus 2:9).  Setiap kita yang telah beroleh kasih karunia ini (keselamatan) wajib untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang telah dipersiapkan oleh Allah sebelumnya  (baca  Efesus 2:10).

     Untuk selanjutnya, masih ada upah yang disediakan Tuhan bagi orang-orang yang percaya.  Namun upah akan diberikan bagi mereka yang bekerja bagi Tuhan,  "Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya."  (Matius 16:27).  Marilah kita mengerjakan keselamatan yang telah kita terima itu dengan ketaatan, dan gunakan waktu yang ada untuk bekerja bagi Tuhan dan melayani Dia.  Hendaknya yang mendorong dan memotivasi kita untuk berkarya bagi Tuhan bukan semata-mata karena upah, melainkan karena kita mengasihi Tuhan yang rela mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa-dosa kita.  Jerih lelah kita untuk melayani Tuhan itu tidak akan pernah sia-sia.  Sekecil apa pun yang kita perbuat kepada salah seorang yang kecil di bumi dan juga untuk Kerajaan Allah, Tuhan berkata,  "Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya."  (Matius 10:42b).  Rasul Paulus juga menyatakan,  "Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri."  (1 Korintus 3:8).

     Sudahkah kita menjadi kawan sekerja Allah?  "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja."  (Yohanes 9:4).  (Bersambung)

Friday, September 13, 2013

RASUL PAULUS: Hidup Bagi Injil Kristus!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 September 2013 -

Baca:  Galatia 1:11-24

"Mereka hanya mendengar, bahwa ia yang dahulu menganiaya mereka, sekarang memberitakan iman, yang pernah hendak dibinasakannya."  Galatia 1:23

Sering kita jumpai banyak pelayan Tuhan yang lebih mengutamakan penampilan lahiriah.  Mereka dianggap berhasil atau dipakai Tuhan secara luar biasa bila secara kasat mata bergelimang materi:  kaya, bermobil mewah, mengenakan pakaian atau aksesoris mahal dan bermerek.  Alkitab menyatakan,  "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."  (1 Samuel 16:7b).

     Dalam melayani Tuhan Paulus adalah seorang yang apa adanya.  Ia tidak malu mengakui kelemahan dan kekurangannya.  Dengan jujur ia mengakui bahwa dirinya adalah mantan orang berdosa,  "aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman...di antara mereka akulah yang paling berdosa."  (1 Timotius 1:13, 15).  Berbeda dengan orang-orang Kristen di zaman sekarang ini yang kebanyakan berusaha menyembunyikan kekurangan dan kelemahannya karena takut reputasinya menjadi rusak.  Rasul Paulus menyadari bahwa beroleh kesempatan melayani Tuhan adalah suatu anugerah yang tak ternilai harganya.  Karena itu ia berkomitmen untuk bekerja mati-matian demi Injil.  Ke mana pun ia pergi, di mana pun berada, dan kapan pun waktunya, tak henti-hentinya ia bersaksi tentang salib Kristus dan juga membagikan kasih yang telah diterimanya dari Tuhan.  Meski didera oleh berbagai macam kesulitan, ujian, aniaya dan penderitaan, tak menyurutkan langkahnya untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan.  Dalam mengerjakan panggilan Tuhan ini Paulus tidak mencari nama besar atau pujian dari manusia.  Ia selalu memperkenalkan Yesus Kristus yang telah menyelamatkan manusia dari kuasa dosa dan maut.  Jadi tujuan utamanya adalah membawa orang sebanyak-banyaknya kepada Kristus dan diselamatkan.

     Seorang pelayan Tuhan sejati akan mengagungkan dan mengutamakan Tuhan, semua hanya untuk kemuliaan nama Tuhan.  Yang tak dilupakan Paulus adalah keseimbangan antara perkataan dan perbuatan.  Ia tidak hanya berbicara, namun juga mempraktekkan apa yang dikatakannya!

"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,"  2 Timotius 4:2

Thursday, September 12, 2013

RASUL PAULUS: Hidup yang Diubahkan!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 September 2013 -

Baca:  Kisah Para Rasul 9:1-19a

"Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel."  Kisah 9:15

Hari ini kita belajar dari seorang yang telah diubahkan hidupnya dan menjadi pelayan Tuhan yang luar biasa:  Rasul Paulus, dahulu bernama Saulus, dilahirkan di Tarsus.  Secara keturunan ia terlahir sebagai bangsa Yahudi dan tumbuh sebagai seorang ahli Taurat.

     Sebelum bertemu dengan Yesus dan bertobat ia adalah seorang pemeluk agama Yahudi yang taat dan sangat membenci pengikut Kristus.  Namun pertemuannya dengan Yesus telah mengubah hidupnya secara drastis:  "Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: 'Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?' Jawab Saulus: 'Siapakah Engkau, Tuhan?' Kata-Nya: 'Akulah Yesus yang kauaniaya itu.'"  (Kisah 9:3-5).  Setelah itu  "Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum."  (Kisah 9:9).  Pengalaman adikodrati ini telah membuka mati hati Paulus bahwa ia telah dipanggil Tuhan untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa kafir dan dipilih Tuhan untuk melaksanakan Amanat Agung Tuhan.  Firman Tuhan kepada Paulus,  "Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam!"  (Kisah 18:9).  Ini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki rencana indah atas hidupnya.  Ia pun berkomitmen untuk mengabdikan seluruh hidupnya bagi Injil.  Pertobatannya mengubah pandangan hidupnya secara total.

     Dalam melayani Tuhan rasul Paulus bukanlah orang yang mengedepankan penampilan lahiriahnya, melainkan pada sesuatu yang ada di dalam dirinya:  karakter, sikap dan kepribadiannya.  Tidak ada kepura-puraan dalam pelayanan Paulus, atau melayani demi kepentingan pribadi dan dengan motivasi yang tidak benar.  Yang ada dalam benaknya hanyalah bagaimana ia bisa memuliakan Kristus, yang telah mati bagi dirinya:  "Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah...Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.  Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."  (Filipi 1:20-22a).

Hidup Paulus berubah total setelah bertemu dengan Yesus!