Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 September 2013 -
Baca: Matius 20:20-28
"...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Matius 20:28
Ciri pelayan Tuhan yang baik adalah memiliki keintiman dengan Tuhan, "...yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam." (Mazmur 1:2), memiliki rasa haus dan lapar akan kebenaran seperti Daud: "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3), senantiasa bertekun membaca Kitab Suci (baca 1 Timotius 4:13) dan setiap hari "...menyelidiki Kitab Suci..." (Kisah 17:11). Jika sudah terdidik dan mendisiplinkan diri pada hal-hal rohani, hidup pelayan Tuhan pun otomatis akan bertumbuh secara rohani. Bila hanya terlatih mempelajari firman secara teori namun tidak terlatih dalam ibadah, kita akan seperti ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang hanya bisa mengajarkan kebenaran tetapi mereka sendiri tidak hidup dalam kebenaran. Jadi belajar dan beribadah, teori dan praktek harus mendapatkan porsi seimbang.
Mari kita tunaikan tugas pelayanan kita dengan penuh tanggungjawab, sebab "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37), dan "Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai." (Yohanes 4:35). Yang harus kita miliki adalah 'hati' dalam melayani jiwa-jiwa. Bukankah banyak pelayan Tuhan yang maunya malah memerintah, inginnya dilayani, dihormati, dipuji dan dihargai oleh orang lain? Mereka ingin beroleh prioritas dan diutamakan. FirmanNya menyatakan dengan tegas: "dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" (Matius 20:26-27).
Tuhan Yesus telah meninggalkan teladan utama bagi kita bagaiman menjadi seorang hamba yang benar. Dia, "...yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:6-8).
Sudahkah kita menjadi pelayan Tuhan yang benar?
Wednesday, September 11, 2013
Tuesday, September 10, 2013
PELAYAN TUHAN YANG BENAR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 September 2013 -
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini." 1 Timotius 4:6
Banyak orang Kristen yang turut terlibat dalam pelayanan. Ini adalah berita bagus! Namun seringkali kita kurang memahami arti kata pelayan itu sendiri. Tugas seorang pelayan adalah melayani majikan dengan menyediakan makanan di atas mejanya. Jika kita menyebut diri sebagai pelayan Tuhan berarti kita menjadikan Tuhan Yesus sebagai majikan dan Tuan kita, sedangkan kita adalah pelayanNya. Kita harus melayani Tuhan Yesus dengan sepenuh hati dan tanpa sungut-sungut.
Sebagai seorang pelayan Kristus yang baik kita harus senantiasa mengingatkan kebenaran yang telah kita terima dan membagikannya kepada saudara seiman lainnya (ayat nas). Arti mengingatkan di sini adalah mengajarkannya sehingga tertanam dalam pikiran dan hati saudara seiman. Dengan menyimpan di dalam pikiran dan hati, kita berpotensi untuk memiliki gaya hidup yang selaras dengan firman Tuhan. "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya," (Yosua 1:8). Mengapa kita harus bertindak hati-hati? Karena di akhir zaman ini ada banyak sekali ajaran yang menyesatkan sehingga orang lebih memilih percaya kepada takhayul, dongeng dan nasihat paranormal, plus kejahatan dunia yang kian merajalela. Ini adalah tugas yang tidak ringan bagi para pelayan Tuhan! Kita tidak boleh jemu-jemu saling menegur dan mengingatkan. Firman Tuhan akan berfungsi sebagai alarm bagi kita.
Seorang pelayan Tuhan harus memiliki kecakapan dan terdidik dalam hal pengajaran. Bukan semata-mata cakap memahami Injil, tapi haruslah juga mampu untuk melakukan atau mempraktekkan firman yang diterimanya dalam setiap aspek kehidupannya. Mereka "...harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat." (1 Timotius 3:10). Oleh karena itu "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b), seperti yang rasul Paulus lakukan: "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27). (Bersambung)
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini." 1 Timotius 4:6
Banyak orang Kristen yang turut terlibat dalam pelayanan. Ini adalah berita bagus! Namun seringkali kita kurang memahami arti kata pelayan itu sendiri. Tugas seorang pelayan adalah melayani majikan dengan menyediakan makanan di atas mejanya. Jika kita menyebut diri sebagai pelayan Tuhan berarti kita menjadikan Tuhan Yesus sebagai majikan dan Tuan kita, sedangkan kita adalah pelayanNya. Kita harus melayani Tuhan Yesus dengan sepenuh hati dan tanpa sungut-sungut.
Sebagai seorang pelayan Kristus yang baik kita harus senantiasa mengingatkan kebenaran yang telah kita terima dan membagikannya kepada saudara seiman lainnya (ayat nas). Arti mengingatkan di sini adalah mengajarkannya sehingga tertanam dalam pikiran dan hati saudara seiman. Dengan menyimpan di dalam pikiran dan hati, kita berpotensi untuk memiliki gaya hidup yang selaras dengan firman Tuhan. "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya," (Yosua 1:8). Mengapa kita harus bertindak hati-hati? Karena di akhir zaman ini ada banyak sekali ajaran yang menyesatkan sehingga orang lebih memilih percaya kepada takhayul, dongeng dan nasihat paranormal, plus kejahatan dunia yang kian merajalela. Ini adalah tugas yang tidak ringan bagi para pelayan Tuhan! Kita tidak boleh jemu-jemu saling menegur dan mengingatkan. Firman Tuhan akan berfungsi sebagai alarm bagi kita.
Seorang pelayan Tuhan harus memiliki kecakapan dan terdidik dalam hal pengajaran. Bukan semata-mata cakap memahami Injil, tapi haruslah juga mampu untuk melakukan atau mempraktekkan firman yang diterimanya dalam setiap aspek kehidupannya. Mereka "...harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat." (1 Timotius 3:10). Oleh karena itu "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b), seperti yang rasul Paulus lakukan: "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27). (Bersambung)
Monday, September 9, 2013
PEMIMPIN YANG RENDAH HATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 September 2013 -
Baca: Filipi 3:17-21
"Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu." Filipi 3:17
Apa yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Filipi pada ayat nas bukanlah dimaksudkan untuk menguasai orang lain atau supaya ia dikultuskan dan dianut, karena ia bukanlah orang yang gila hormat. Tetapi maksudnya adalah agar setiap orang yang dilayani benar-benar meneladani apa yang dilakukan paulus, di mana ia berusaha hidup seturut dengan kehendak Tuhan dan menjadikan kristus sebagai teladan hidupnya. "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1). Dalam hal ini Paulus ingin orang lain mengikuti jejaknya sebagai pengikut Kristus. Jadi fokus utamanya adalah menjadi pengikut Kristus, bukan Paulus.
Salah satu sikap hidup Paulus yang patut kita teladani adalah perihal kerendahan hati. Meski telah menjadi pemberita Injil dan pemimpin rohani yang dipakai Tuhan scara luar biasa, dan juga memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi -bila dibandingkan dengan orang lain- Paulus tetaplah orang yang rendah hati. Ia sadar di hadapan Tuhan dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak ada apa-apanya. Ia sama sekali tidak menganggap dirinya pemimpin yang harus dihormati dan dipuja. Paulus ingat apa yang disampaikan Yesus, "Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Matius 23:10-12). Karena itu Paulus berusaha mengikuti teladan Kristus. Ketahuilah bahwa "...kerendahan hati mendahului kehormatan." (Amsal 15:33).
Banyak pemimpin di dunia ini cenderung meninggikan diri, merasa selalu benar, menganggap orang lain lebih rendah, selalu ingin dilayani dan dinomorsatukan. Pemimpin yang demikian pasti akan ditinggalkan oleh pengikutnya karena ia tidak bisa menjadi panutan atau teladan yang baik. Selama berada di bumi, Tuhan "...datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Paulus mengembalikan segala hormat, pujian dan kemuliaan hanya bagi Tuhan; kita pun harus meneladaninya!
Baca: Filipi 3:17-21
"Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu." Filipi 3:17
Apa yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat di Filipi pada ayat nas bukanlah dimaksudkan untuk menguasai orang lain atau supaya ia dikultuskan dan dianut, karena ia bukanlah orang yang gila hormat. Tetapi maksudnya adalah agar setiap orang yang dilayani benar-benar meneladani apa yang dilakukan paulus, di mana ia berusaha hidup seturut dengan kehendak Tuhan dan menjadikan kristus sebagai teladan hidupnya. "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1). Dalam hal ini Paulus ingin orang lain mengikuti jejaknya sebagai pengikut Kristus. Jadi fokus utamanya adalah menjadi pengikut Kristus, bukan Paulus.
Salah satu sikap hidup Paulus yang patut kita teladani adalah perihal kerendahan hati. Meski telah menjadi pemberita Injil dan pemimpin rohani yang dipakai Tuhan scara luar biasa, dan juga memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi -bila dibandingkan dengan orang lain- Paulus tetaplah orang yang rendah hati. Ia sadar di hadapan Tuhan dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak ada apa-apanya. Ia sama sekali tidak menganggap dirinya pemimpin yang harus dihormati dan dipuja. Paulus ingat apa yang disampaikan Yesus, "Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Matius 23:10-12). Karena itu Paulus berusaha mengikuti teladan Kristus. Ketahuilah bahwa "...kerendahan hati mendahului kehormatan." (Amsal 15:33).
Banyak pemimpin di dunia ini cenderung meninggikan diri, merasa selalu benar, menganggap orang lain lebih rendah, selalu ingin dilayani dan dinomorsatukan. Pemimpin yang demikian pasti akan ditinggalkan oleh pengikutnya karena ia tidak bisa menjadi panutan atau teladan yang baik. Selama berada di bumi, Tuhan "...datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Paulus mengembalikan segala hormat, pujian dan kemuliaan hanya bagi Tuhan; kita pun harus meneladaninya!
Sunday, September 8, 2013
MENANTI DENGAN PENUH IMAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 September 2013 -
Baca: Mazmur 40:1-18
"Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong." Mazmur 40:2
Bagi kebanyakan orang menanti adalah suatu pekerjaan yang sangat membosankan, suatu kondisi yang paling tidak menyenangkan. Menanti sering membuat seseorang mudah terpancing emosi, marah, kecewa, kesal, tersinggung dan juga jengkel karena merasa dipermainkan, apalagi menanti sesuatu yang tidak jelas kepastiannya. Seringkali keadaan kita runyam oleh omongan orang lain yang melemahkan.
Tak terkecuali dalam pengiringan kita akan Tuhan. Kita begitu mudahnya termakan oleh intimidasi Iblis yang berbisik, "Percuma menantikan pertolongan dari Tuhan, buktinya sudah berdoa bertahun-tahun tetap tidak ada jawaban. Lebih baik mencari pertolongan kepada orang pintar, pertolongannya secepat kilat." Akhirnya kita pun memutar haluan, tidak lagi tekun menanti-nantikan Tuhan. Pada dasarnya di dalam suatu penantian, ketekunan dan kesabaran kita diuji. Kita dilatih untuk bersikap tenang, tidak terburu-buru dan senantiasa berpikiran positif. Melalui 'menanti' ini kita juga diajar untuk mengerti keadaan orang lain, terlebih-lebih kita dididik untuk memahami kehendak Tuhan dan menyadari bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita.
Sebagai orang percaya, apa saja yang kita nantikan? Kita menantikan jawaban atas doa-doa kita dan juga janji-janji Tuhan digenapi dalam kehidupan kita yang meliput berkat, pemulihan, kesembuhan dan sebagainya. Alkitab nasihatkan mengenai hal ini: "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Jangan pernah berhenti berdoa dan percayalah kepada Tuhan, karena pertolongan Tuhan akan dinyatakan tepat waktuNya. Bila kita diijinkan untuk mengalami masa-masa penantian berarti Tuhan sedang mempersiapkan kita menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas, sebab penantian "...menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan." (Roma 5:3-4).
Tetaplah mengucap syukur di segala keadaan sambil terus memahami kehendak dan rencana Tuhan supaya kita dapat berkata, "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39).
Baca: Mazmur 40:1-18
"Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong." Mazmur 40:2
Bagi kebanyakan orang menanti adalah suatu pekerjaan yang sangat membosankan, suatu kondisi yang paling tidak menyenangkan. Menanti sering membuat seseorang mudah terpancing emosi, marah, kecewa, kesal, tersinggung dan juga jengkel karena merasa dipermainkan, apalagi menanti sesuatu yang tidak jelas kepastiannya. Seringkali keadaan kita runyam oleh omongan orang lain yang melemahkan.
Tak terkecuali dalam pengiringan kita akan Tuhan. Kita begitu mudahnya termakan oleh intimidasi Iblis yang berbisik, "Percuma menantikan pertolongan dari Tuhan, buktinya sudah berdoa bertahun-tahun tetap tidak ada jawaban. Lebih baik mencari pertolongan kepada orang pintar, pertolongannya secepat kilat." Akhirnya kita pun memutar haluan, tidak lagi tekun menanti-nantikan Tuhan. Pada dasarnya di dalam suatu penantian, ketekunan dan kesabaran kita diuji. Kita dilatih untuk bersikap tenang, tidak terburu-buru dan senantiasa berpikiran positif. Melalui 'menanti' ini kita juga diajar untuk mengerti keadaan orang lain, terlebih-lebih kita dididik untuk memahami kehendak Tuhan dan menyadari bahwa waktu Tuhan bukanlah waktu kita.
Sebagai orang percaya, apa saja yang kita nantikan? Kita menantikan jawaban atas doa-doa kita dan juga janji-janji Tuhan digenapi dalam kehidupan kita yang meliput berkat, pemulihan, kesembuhan dan sebagainya. Alkitab nasihatkan mengenai hal ini: "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Jangan pernah berhenti berdoa dan percayalah kepada Tuhan, karena pertolongan Tuhan akan dinyatakan tepat waktuNya. Bila kita diijinkan untuk mengalami masa-masa penantian berarti Tuhan sedang mempersiapkan kita menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas, sebab penantian "...menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan." (Roma 5:3-4).
Tetaplah mengucap syukur di segala keadaan sambil terus memahami kehendak dan rencana Tuhan supaya kita dapat berkata, "...janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39).
Saturday, September 7, 2013
TUHAN ADALAH PERLINDUNGANKU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 September 2013 -
Baca: Mazmur 27:1-14
"TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" Mazmur 27:1
Tak seorang pun tahu perihal hari esok! Karena itu Alkitab menasihati: "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Manusia hanya bisa meramal, merancang dan membuat perkiraan-perkiraan, tapi hanya Tuhan yang tahu pasti. "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21), sebab "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita..." (Ulangan 29:29). Mari jalani hidup ini dengan penuh penyerahan diri kepada Tuhan. Kita tahu bahwa hidup penuh tantangan, ujian dan ketidakmengertian kita akan masa depan, sehingga banyak orang menempuh segala cara untuk mencoba melihat masa depannya dengan bertanya kepada dukun, paranormal dan sebagainya dengan harapan beroleh kekuatan, perlindungan dan jaminan. Namun sebagai orang percaya kita punya Tuhan Yesus yang senantiasa menjaga, melindungi dan menyertai kita.
Dalam Mazmur 27 Daud menyatakan bahwa ada banyak tantangan yang datang dari mana saja yang mungkin terjadi dalam kehidupan orang percaya. Tantangan itu bisa datang dari orang-orang di sekitar yang berniat jahat untuk menjatuhkan dan menghancurkan kita (ayat 2); masalah atau persoalan yang sedang terjadi dan kita alami (ayat 3); ditinggalkan oleh orang-orang terdekat dan yang kita kasihi (ayat 10); orang-orang yang iri dengki yang berusaha memfitnah kita (ayat 12) dan masih banyak lagi. Sikap dalam menghadapi semua itu adalah harus tetap percaya kepada Tuhan dan terus bertekun mencari Dia. "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17); dan yang terutama sekali adalah kita harus menjaga hidup ini supaya tidak menyimpang dari jalan-jalan Tuhan.
Hidup dalam ketaatan adalah kunci untuk beroleh perlindungan dari Tuhan, "Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai." (Mazmur 5:13).
Semakin mendekat kepada Tuhan semakin kita beroleh kekuatan dan mampu tegak berdiri di atas persoalan, karena Dia adalah perlindungan kita!
Baca: Mazmur 27:1-14
"TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" Mazmur 27:1
Tak seorang pun tahu perihal hari esok! Karena itu Alkitab menasihati: "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu." (Amsal 27:1). Manusia hanya bisa meramal, merancang dan membuat perkiraan-perkiraan, tapi hanya Tuhan yang tahu pasti. "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana." (Amsal 19:21), sebab "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita..." (Ulangan 29:29). Mari jalani hidup ini dengan penuh penyerahan diri kepada Tuhan. Kita tahu bahwa hidup penuh tantangan, ujian dan ketidakmengertian kita akan masa depan, sehingga banyak orang menempuh segala cara untuk mencoba melihat masa depannya dengan bertanya kepada dukun, paranormal dan sebagainya dengan harapan beroleh kekuatan, perlindungan dan jaminan. Namun sebagai orang percaya kita punya Tuhan Yesus yang senantiasa menjaga, melindungi dan menyertai kita.
Dalam Mazmur 27 Daud menyatakan bahwa ada banyak tantangan yang datang dari mana saja yang mungkin terjadi dalam kehidupan orang percaya. Tantangan itu bisa datang dari orang-orang di sekitar yang berniat jahat untuk menjatuhkan dan menghancurkan kita (ayat 2); masalah atau persoalan yang sedang terjadi dan kita alami (ayat 3); ditinggalkan oleh orang-orang terdekat dan yang kita kasihi (ayat 10); orang-orang yang iri dengki yang berusaha memfitnah kita (ayat 12) dan masih banyak lagi. Sikap dalam menghadapi semua itu adalah harus tetap percaya kepada Tuhan dan terus bertekun mencari Dia. "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17); dan yang terutama sekali adalah kita harus menjaga hidup ini supaya tidak menyimpang dari jalan-jalan Tuhan.
Hidup dalam ketaatan adalah kunci untuk beroleh perlindungan dari Tuhan, "Sebab Engkaulah yang memberkati orang benar, ya TUHAN; Engkau memagari dia dengan anugerah-Mu seperti perisai." (Mazmur 5:13).
Semakin mendekat kepada Tuhan semakin kita beroleh kekuatan dan mampu tegak berdiri di atas persoalan, karena Dia adalah perlindungan kita!
Friday, September 6, 2013
MERAGUKAN TUHAN YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 September 2013 -
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya." Matius 28:6a
Sampai saat ini masih banyak orang meragukan keilahian Kristus, tidak percaya bahwa Ia adalah Tuhan dan Juruselamat. Selalu timbul pertanyaan: benarkah Yesus disalibkan dan bangkit dari kematian? Benarkah Dia menebus dosa manusia? Banyak orang Kristen turut terprovokasi sehingga menjadi ragu-ragu terhadap imannya sendiri. "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18).
Sebagai orang percaya kita tidak perlu meragukan Tuhan kita Yesus Kristus. Dia adalah penebus dosa kita seperti tertulis: "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21). Ditegaskan pula bahwa "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Orang dunia boleh saja ragu akan Yesus Kristus, tapi kita harus yakin bahwa Ia sudah bangkit dan kebangkitanNya ini menjadi dasar iman kita yang teguh. Perihal kematianNya nabi Yesaya sudah menubuatkan, "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:5). Begitu juga tentang kebangkitanNya: "Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: 'Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah.'" (Matius 27:54). Kubur kosong membuktikan bahwa Yesus telah bangkit dan makin dipertegas di mana Ia juga menampakkan diri kepada murid-murid dan banyak orang (baca 1 Korintus 15:4-6). Jadi setelah membayar hukuman atas dosa kita melalui kematianNya, Yesus bangkit.
Dengan demikian kematian dan kebangkitan Kristus menjadi hal yang sangat prinsipal bagi orang percaya.
Rasul Paulus menulis, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu." 1 Korintus 15:14.
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya." Matius 28:6a
Sampai saat ini masih banyak orang meragukan keilahian Kristus, tidak percaya bahwa Ia adalah Tuhan dan Juruselamat. Selalu timbul pertanyaan: benarkah Yesus disalibkan dan bangkit dari kematian? Benarkah Dia menebus dosa manusia? Banyak orang Kristen turut terprovokasi sehingga menjadi ragu-ragu terhadap imannya sendiri. "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah." (1 Korintus 1:18).
Sebagai orang percaya kita tidak perlu meragukan Tuhan kita Yesus Kristus. Dia adalah penebus dosa kita seperti tertulis: "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21). Ditegaskan pula bahwa "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Orang dunia boleh saja ragu akan Yesus Kristus, tapi kita harus yakin bahwa Ia sudah bangkit dan kebangkitanNya ini menjadi dasar iman kita yang teguh. Perihal kematianNya nabi Yesaya sudah menubuatkan, "Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:5). Begitu juga tentang kebangkitanNya: "Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: 'Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah.'" (Matius 27:54). Kubur kosong membuktikan bahwa Yesus telah bangkit dan makin dipertegas di mana Ia juga menampakkan diri kepada murid-murid dan banyak orang (baca 1 Korintus 15:4-6). Jadi setelah membayar hukuman atas dosa kita melalui kematianNya, Yesus bangkit.
Dengan demikian kematian dan kebangkitan Kristus menjadi hal yang sangat prinsipal bagi orang percaya.
Rasul Paulus menulis, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu." 1 Korintus 15:14.
Thursday, September 5, 2013
RASUL PAULUS: Punya Kepekaan Rohani!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 September 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 17:16-34
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala." Kisah 17:16
Hati Paulus sangat sedih ketika melihat bahwa kota Athena dipenuhi patung-patung berhala. Kesedihannya berhubungan dengan sesuatu yang berlawanan dengan rohnya. Itulah sebabnya roh Paulus bergejolak. Ia tidak bisa menerima keadaan tersebut.
Kesedihan Paulus menyiratkan bahwa ia memiliki kepekaan rohani terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Banyaknya patung berhala menandakan bahwa orang-orang di Atena menyembah kepada dewa-dewa, bukan kepada Allah yang benar dan berkuasa. Karena itu dengan sangat geram Paulus berkata, "Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu." (Kisah 17:22-23). Kepekaan rohani membuat seseorang berduka terhadap perbuatan yang mendukakan Roh Kudus; berduka terhadap setiap dosa dan pelanggaran.
Adakah kita punya kepekaan terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar kita? Kita melihat sekarang ini banyak orang sudah tidak lagi mengindahkan perkara-perkara rohani. Mereka lebih cenderung mengejar kesenangan duniawi. Jika kita tidak peka terhadap situasi-situasi di sekitar, hidup kita akan mudah di ombang-ambingkan oleh ilah zaman ini dan kita akan terbawa arus di dalamnya. Apalagi ada banyak orang Kristen yang lebih memikirkan berkat dan materi daripada berusaha bagaimana memiliki kehidupan yang menyenangkan hati Tuhan. Padahal sebagai pengikut Kristus kita memiliki tanggung jawab yang tidak mudah; kita dipanggil untuk memiliki kehidupan yang berbeda dengan dunia ini yaitu hidup dalam kekudusan sebagaimana tertulis; "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Tanpa kekudusan kita tidak akan mampu mengemban tugas sebagai saksi Kristus di tengah dunia.
Kepekaan rohani membuat seseorang bersikap tegas terhadap dosa dan berkomitmen untuk melayani Tuhan dengan sungguh!
Baca: Kisah Para Rasul 17:16-34
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala." Kisah 17:16
Hati Paulus sangat sedih ketika melihat bahwa kota Athena dipenuhi patung-patung berhala. Kesedihannya berhubungan dengan sesuatu yang berlawanan dengan rohnya. Itulah sebabnya roh Paulus bergejolak. Ia tidak bisa menerima keadaan tersebut.
Kesedihan Paulus menyiratkan bahwa ia memiliki kepekaan rohani terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Banyaknya patung berhala menandakan bahwa orang-orang di Atena menyembah kepada dewa-dewa, bukan kepada Allah yang benar dan berkuasa. Karena itu dengan sangat geram Paulus berkata, "Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu." (Kisah 17:22-23). Kepekaan rohani membuat seseorang berduka terhadap perbuatan yang mendukakan Roh Kudus; berduka terhadap setiap dosa dan pelanggaran.
Adakah kita punya kepekaan terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar kita? Kita melihat sekarang ini banyak orang sudah tidak lagi mengindahkan perkara-perkara rohani. Mereka lebih cenderung mengejar kesenangan duniawi. Jika kita tidak peka terhadap situasi-situasi di sekitar, hidup kita akan mudah di ombang-ambingkan oleh ilah zaman ini dan kita akan terbawa arus di dalamnya. Apalagi ada banyak orang Kristen yang lebih memikirkan berkat dan materi daripada berusaha bagaimana memiliki kehidupan yang menyenangkan hati Tuhan. Padahal sebagai pengikut Kristus kita memiliki tanggung jawab yang tidak mudah; kita dipanggil untuk memiliki kehidupan yang berbeda dengan dunia ini yaitu hidup dalam kekudusan sebagaimana tertulis; "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Tanpa kekudusan kita tidak akan mampu mengemban tugas sebagai saksi Kristus di tengah dunia.
Kepekaan rohani membuat seseorang bersikap tegas terhadap dosa dan berkomitmen untuk melayani Tuhan dengan sungguh!
Wednesday, September 4, 2013
DAUD: Punya Kepekaan rohani!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 September 2013 -
Baca: Mazmur 119:97-104
"Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu." Mazmur 119:101
Daud adalah contoh orang yang memiliki kepekaan rohani. Dalam segala hal ia senantiasa melibatkan dan meminta petunjuk Tuhan sebelum mengambil keputusan apa pun.
Suatu ketika orang-orang Filistin mendengar bahwa Daud telah diurapi menjadi raja Israel. Mereka pun berniat mencarinya dan hendak mencabut nyawanya. Menghadapi ancaman tersebut Daud tidak langsung bertindak dengan mengumpulkan bala tentaranya dan menyusun strategi perang, tapi ia merendahkan diri di hadapan Tuhan dan meminta nasihatNya, "'Apakah aku harus maju melawan orang Filistin itu? Akan Kauserahkankah mereka ke dalam tanganku?' TUHAN menjawab Daud: 'Majulah, sebab Aku pasti akan menyerahkan orang Filistin itu ke dalam tanganmu.'" (2 Samuel 5:19). Setelah mendengar suara Tuhan dan mengerti kehendakNya ia melaksanakan perintah Tuhan. Hal ini membuktikan bahwa Daud sangat menghargai pikiran dan perasaan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan berkata, "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22b).
Apa yang dilakukan Daud sehingga ia menjadi orang yang begitu peka rohaninya? 1. Hati yang terbuka terhadap teguran. Hati Daud mudah hancur. Ketika ditegur oleh Natan karena dosa perzinahannya dengan Betsyeba, Daud pun menyesali dosanya. "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4). Daud senantiasa rindu dibaharui oleh Tuhan supaya ia tidak lengah rohani atau jatuh dalam kesalahan lagi. 2. Daud senantiasa merenungkan firman Tuhan. Dia melakukannya bukan karena kebiasaan atau kewajiban, tapi karena kasihnya kepada Tuhan. "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97).
Jika kita mengasihi Tuhan kita pasti rindu selalu dekat denganNya dan mendengar suaraNya sehingga hidup kita bisa seirama dengan kehendak Tuhan.
Hati yang rela dibentuk dan senantiasa membangun kekariban dengan Tuhan adalah langkah menuju kepekaan rohani.
Baca: Mazmur 119:97-104
"Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu." Mazmur 119:101
Daud adalah contoh orang yang memiliki kepekaan rohani. Dalam segala hal ia senantiasa melibatkan dan meminta petunjuk Tuhan sebelum mengambil keputusan apa pun.
Suatu ketika orang-orang Filistin mendengar bahwa Daud telah diurapi menjadi raja Israel. Mereka pun berniat mencarinya dan hendak mencabut nyawanya. Menghadapi ancaman tersebut Daud tidak langsung bertindak dengan mengumpulkan bala tentaranya dan menyusun strategi perang, tapi ia merendahkan diri di hadapan Tuhan dan meminta nasihatNya, "'Apakah aku harus maju melawan orang Filistin itu? Akan Kauserahkankah mereka ke dalam tanganku?' TUHAN menjawab Daud: 'Majulah, sebab Aku pasti akan menyerahkan orang Filistin itu ke dalam tanganmu.'" (2 Samuel 5:19). Setelah mendengar suara Tuhan dan mengerti kehendakNya ia melaksanakan perintah Tuhan. Hal ini membuktikan bahwa Daud sangat menghargai pikiran dan perasaan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan berkata, "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22b).
Apa yang dilakukan Daud sehingga ia menjadi orang yang begitu peka rohaninya? 1. Hati yang terbuka terhadap teguran. Hati Daud mudah hancur. Ketika ditegur oleh Natan karena dosa perzinahannya dengan Betsyeba, Daud pun menyesali dosanya. "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4). Daud senantiasa rindu dibaharui oleh Tuhan supaya ia tidak lengah rohani atau jatuh dalam kesalahan lagi. 2. Daud senantiasa merenungkan firman Tuhan. Dia melakukannya bukan karena kebiasaan atau kewajiban, tapi karena kasihnya kepada Tuhan. "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97).
Jika kita mengasihi Tuhan kita pasti rindu selalu dekat denganNya dan mendengar suaraNya sehingga hidup kita bisa seirama dengan kehendak Tuhan.
Hati yang rela dibentuk dan senantiasa membangun kekariban dengan Tuhan adalah langkah menuju kepekaan rohani.
Tuesday, September 3, 2013
KRISTEN DEWASA: Peka Rohani!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 September 2013 -
Baca: Efesus 4:1-16
"sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13).
Tuhan menghendaki kita menjadi orang-orang Kristen yang makin hari makin bertumbuh di dalam kedewasaan rohani. Orang yang dewasa telah meninggalkan sifat kanak-kanaknya (baca 1 Korintus 13:11). Di dalam Ibrani 5:13-14 dikatakan, "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." Orang yang dewasa rohani memiliki pancaindera yang terlatih sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang berkenan kepada Tuhan dan mana yang tidak berkenan. Inilah yang disebut dengan kepekaan rohani.
Apa itu kepekaan rohani? Kemampuan memahami pimpinan atau kegerakan Roh Kudus, mengerti kehendak Tuhan, merespons kasih dan kebaikanNya, serta menyadari kesalahan dan pelanggaran yang telah diperbuat. Orang yang memiliki kepekaan rohani akan memiliki kehidupan yang selaras dengan firman Tuhan dan seirama dengan hati Tuhan. Kepada jemaat di Filipi rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Bagaimana supaya kita punya kepekaan rohani? Terus melatihnya dengan belajar mengutamakan perkara-perkara rohani sebagaimana rasul Paulus sampaikan, "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada,...Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:1-2), karena kepekaan rohani tidak terjadi dalam semalam. Artinya kita harus terus berproses untuk menjadi pribadi yang peka rohani. Proses itu harus kita kerjakan dari hari ke sehari, seumur hidup kita, selama kita masih bernafas.
Semakin kita mengutamakan perkara rohani semakin dengan sendirinya kita akan memikirkan Tuhan dan firmanNya setiap hari.
Mari merindukan untuk selalu menyenangkan hati Tuhan dengan melakukan apa kehendakNya sebagai balasan kebaikan dan kasih Tuhan yang telah kita terima.
Baca: Efesus 4:1-16
"sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13).
Tuhan menghendaki kita menjadi orang-orang Kristen yang makin hari makin bertumbuh di dalam kedewasaan rohani. Orang yang dewasa telah meninggalkan sifat kanak-kanaknya (baca 1 Korintus 13:11). Di dalam Ibrani 5:13-14 dikatakan, "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." Orang yang dewasa rohani memiliki pancaindera yang terlatih sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang berkenan kepada Tuhan dan mana yang tidak berkenan. Inilah yang disebut dengan kepekaan rohani.
Apa itu kepekaan rohani? Kemampuan memahami pimpinan atau kegerakan Roh Kudus, mengerti kehendak Tuhan, merespons kasih dan kebaikanNya, serta menyadari kesalahan dan pelanggaran yang telah diperbuat. Orang yang memiliki kepekaan rohani akan memiliki kehidupan yang selaras dengan firman Tuhan dan seirama dengan hati Tuhan. Kepada jemaat di Filipi rasul Paulus menasihati, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Bagaimana supaya kita punya kepekaan rohani? Terus melatihnya dengan belajar mengutamakan perkara-perkara rohani sebagaimana rasul Paulus sampaikan, "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada,...Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:1-2), karena kepekaan rohani tidak terjadi dalam semalam. Artinya kita harus terus berproses untuk menjadi pribadi yang peka rohani. Proses itu harus kita kerjakan dari hari ke sehari, seumur hidup kita, selama kita masih bernafas.
Semakin kita mengutamakan perkara rohani semakin dengan sendirinya kita akan memikirkan Tuhan dan firmanNya setiap hari.
Mari merindukan untuk selalu menyenangkan hati Tuhan dengan melakukan apa kehendakNya sebagai balasan kebaikan dan kasih Tuhan yang telah kita terima.
Monday, September 2, 2013
TENANGLAH DAN JANGAN TAKUT! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 September 2013 -
Baca: Mazmur 116:1-19
"Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." Mazmur 116:7
Untuk membuktikan bahwa sosok yang berjalan di atas air itu Yesus, Petrus berseru kepadaNya, "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air. Kata Yesus: 'Datanglah!' Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus." (Matius 14:28-29). Sayang, saat merasakan angin yang kencang Petrus takut dan mulai tenggelam, lalu berteriak, "Tuhan, tolonglah aku!" (Matius 14:30).
Ketika menghadapi persoalan hidup yang berat seringkali kita bersikap seperti murid-murid Yesus. Reaksi pertama kita adalah takut, kuatir dan bimbang, padahal kita tahu bahwa Tuhan sanggup menolong dan memberi jalan ke luar untuk setiap persoalan kita, tapi kita tetap saja terpengaruh situasi yang ada. Akhirnya mata hati kita tidak lagi tertuju kepada Tuhan melainkan makin tenggelam dan larut dalam masalah, sehingga kita tidak lagi menyadari kehadiran Tuhan. Kita berpikir bahwa Tuhan begitu jauh meninggalkan kita, padahal Ia sangat dekat, hanya sejauh doa kita. "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8). Seruan dan permohonan Petrus saat tenggelam benar-benar lahir dari pengakuan imannya kepada Yesus. Petrus sadar bahwa di luar Tuhan ia tidak bisa berbuat apa-apa, kekuatannya sangat terbatas. Satu-satunya Pribadi yang sanggup menolongnya hanyalah Tuhan Yesus.
Di segala keadaan, bukan hanya saat-saat sukar dan bermasalah, seharusnya mata hati kita terus tertuju kepada Tuhan dan firmanNya. Jangan sampai situasi di sekitar kita membelokkan iman dan pengharapan kita kepada Tuhan. Ketika kita mulai terpengaruh, rasa takut dan bimbang menguasai hati dan pikiran kita sehingga iman dan firman yang ada di dalam diri kita tidak dapat berfungsi secara efektif. Sebaliknya ketika mata rohani kita tetap fokus dan kita bergantung penuh kepada Yesus kita akan dimampukan untuk terus berjalan di atas 'air', melewati angin dan badai kehidupan. Karena itu bangunlah kekariban denganNya dan renungkan firmanNya setiap hari supaya iman kita makin kuat.
Jangan pernah merasa sendiri dalam menjalani hidup ini, ada Tuhan yang selalu menyertai kita; dengan suaraNya yang lembut Ia selalu mengingatkan, "Aku ini, jangan takut!"
Baca: Mazmur 116:1-19
"Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." Mazmur 116:7
Untuk membuktikan bahwa sosok yang berjalan di atas air itu Yesus, Petrus berseru kepadaNya, "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air. Kata Yesus: 'Datanglah!' Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus." (Matius 14:28-29). Sayang, saat merasakan angin yang kencang Petrus takut dan mulai tenggelam, lalu berteriak, "Tuhan, tolonglah aku!" (Matius 14:30).
Ketika menghadapi persoalan hidup yang berat seringkali kita bersikap seperti murid-murid Yesus. Reaksi pertama kita adalah takut, kuatir dan bimbang, padahal kita tahu bahwa Tuhan sanggup menolong dan memberi jalan ke luar untuk setiap persoalan kita, tapi kita tetap saja terpengaruh situasi yang ada. Akhirnya mata hati kita tidak lagi tertuju kepada Tuhan melainkan makin tenggelam dan larut dalam masalah, sehingga kita tidak lagi menyadari kehadiran Tuhan. Kita berpikir bahwa Tuhan begitu jauh meninggalkan kita, padahal Ia sangat dekat, hanya sejauh doa kita. "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8). Seruan dan permohonan Petrus saat tenggelam benar-benar lahir dari pengakuan imannya kepada Yesus. Petrus sadar bahwa di luar Tuhan ia tidak bisa berbuat apa-apa, kekuatannya sangat terbatas. Satu-satunya Pribadi yang sanggup menolongnya hanyalah Tuhan Yesus.
Di segala keadaan, bukan hanya saat-saat sukar dan bermasalah, seharusnya mata hati kita terus tertuju kepada Tuhan dan firmanNya. Jangan sampai situasi di sekitar kita membelokkan iman dan pengharapan kita kepada Tuhan. Ketika kita mulai terpengaruh, rasa takut dan bimbang menguasai hati dan pikiran kita sehingga iman dan firman yang ada di dalam diri kita tidak dapat berfungsi secara efektif. Sebaliknya ketika mata rohani kita tetap fokus dan kita bergantung penuh kepada Yesus kita akan dimampukan untuk terus berjalan di atas 'air', melewati angin dan badai kehidupan. Karena itu bangunlah kekariban denganNya dan renungkan firmanNya setiap hari supaya iman kita makin kuat.
Jangan pernah merasa sendiri dalam menjalani hidup ini, ada Tuhan yang selalu menyertai kita; dengan suaraNya yang lembut Ia selalu mengingatkan, "Aku ini, jangan takut!"
Sunday, September 1, 2013
TENANGLAH DAN JANGAN TAKUT! (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 September 2013 -
Baca: Matius 14:22-23
"Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: 'Tenanglah! Aku ini, jangan takut!'" Matius 14:27
Kita sudah memasuki bulan September. Masihkah kita selalu takut dan ragu-ragu? Mari belajar dari pengalaman murid-murid Yesus. Dalam Injil Matius tercatat dua kali mereka mengalami ketakutan yang luar biasa diterpa angin dan ombak pada perahu mereka.
Pertama, Matius 8:23-27. "Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang," (Matius 8:24). Waktu itu Yesus ada bersama-sama dengan mereka namun sedang tidur. Maka segeralah mereka membangunkan Yesus untuk minta pertolongan, lalu Dia "...menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali." (Matius 8:26b).
Kedua, ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini, murid-murid tertimpa masalah yang sama. Bedanya, Yesus sedang tidak bersama dengan mereka karena Ia "...naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri." (Matius 14:23). Jadi dalam pergumulan yang berat ini mereka sepertinya harus berjuang sendirian melawan badai dan ombak tanpa penyertaan Tuhan, padahal "Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai..." (Matius 14:24). Perahu yang mereka naiki telah berada jauh di tengah danau sehingga tidak mungkin meminta pertolongan kepada Yesus. Tidaklah mengherankan mereka menjadi sangat ketakutan yang kian menjadi-jadi ketika tiba-tiba mereka melihat sesosok manusia mendekati mereka dengan berjalan di atas air. Spontan mereka pun berteriak, "Itu hantu!" (Matius 14:26). Mereka tidak menyadari bahwa yang berjalan di atas air dan mendekat kepada mereka adalah Yesus dan bukan hantu. Kemudian Tuhan Yesus menenangkan mereka dengan berkata, "Aku ini, jangan takut!" (Matius 14:27). Kata Aku ini menunjuk tentang keberadaan Yesus yang adalah manifestasi diri dari Allah sendiri, sebagaimana Tuhan menyatakan diriNya kepada Musa dengan berkata, "AKU ADALAH AKU." (Keluaran 3:14). Ini adalah penegasan bahwa Dia adalah Tuhan yang sangat peduli; Tuhan yang senantiasa hadir di tengah-tengah umatNya untuk memberi pertolongan; Dia adalah Imanuel, Tuhan yang selalu beserta kita, bahkan penyertaanNya atas kita "...senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). (Bersambung)
Baca: Matius 14:22-23
"Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: 'Tenanglah! Aku ini, jangan takut!'" Matius 14:27
Kita sudah memasuki bulan September. Masihkah kita selalu takut dan ragu-ragu? Mari belajar dari pengalaman murid-murid Yesus. Dalam Injil Matius tercatat dua kali mereka mengalami ketakutan yang luar biasa diterpa angin dan ombak pada perahu mereka.
Pertama, Matius 8:23-27. "Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang," (Matius 8:24). Waktu itu Yesus ada bersama-sama dengan mereka namun sedang tidur. Maka segeralah mereka membangunkan Yesus untuk minta pertolongan, lalu Dia "...menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali." (Matius 8:26b).
Kedua, ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini, murid-murid tertimpa masalah yang sama. Bedanya, Yesus sedang tidak bersama dengan mereka karena Ia "...naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri." (Matius 14:23). Jadi dalam pergumulan yang berat ini mereka sepertinya harus berjuang sendirian melawan badai dan ombak tanpa penyertaan Tuhan, padahal "Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai..." (Matius 14:24). Perahu yang mereka naiki telah berada jauh di tengah danau sehingga tidak mungkin meminta pertolongan kepada Yesus. Tidaklah mengherankan mereka menjadi sangat ketakutan yang kian menjadi-jadi ketika tiba-tiba mereka melihat sesosok manusia mendekati mereka dengan berjalan di atas air. Spontan mereka pun berteriak, "Itu hantu!" (Matius 14:26). Mereka tidak menyadari bahwa yang berjalan di atas air dan mendekat kepada mereka adalah Yesus dan bukan hantu. Kemudian Tuhan Yesus menenangkan mereka dengan berkata, "Aku ini, jangan takut!" (Matius 14:27). Kata Aku ini menunjuk tentang keberadaan Yesus yang adalah manifestasi diri dari Allah sendiri, sebagaimana Tuhan menyatakan diriNya kepada Musa dengan berkata, "AKU ADALAH AKU." (Keluaran 3:14). Ini adalah penegasan bahwa Dia adalah Tuhan yang sangat peduli; Tuhan yang senantiasa hadir di tengah-tengah umatNya untuk memberi pertolongan; Dia adalah Imanuel, Tuhan yang selalu beserta kita, bahkan penyertaanNya atas kita "...senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). (Bersambung)
Saturday, August 31, 2013
MELAYANI SAMPAI GARIS AKHIR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2013 -
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Tak henti-hentinya rasul Paulus mendorong dan menguatkan Timotius supaya terus maju dalam memberitakan Injil. Memang seyogianya Timotius meneladani pemimpin rohaninya itu, yang meski dipenjara tak surut semangatnya berkarya bagi Tuhan. Paulus sadar bahwa "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18), sehingga ia dapat menasihati, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Selagi masih ada kesempatan mari tunaikan tugas pelayanan kita sebaik mungkin, jangan disia-siakan. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4), "Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat," (2 Timotius 4:3). Jadi tugas memberitakan Injil Kristus dan menyatakan kebenaran secara tegas adalah tugas Ilahi yang bersifat wajib dan sangat mendesak, karena jemaat akhir zaman ini kian tertidur rohaninya dan makin disibukkan oleh perkara-perkara duniawi. Bukan hanya itu, mereka juga lebih suka "...mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." (2 Timotius 4:3-4).
Sudahkah kita menjalankan tugas pelayanan kita dengan benar? Butuh komitmen tinggi, kesetiaan, kesabaran dan kesungguhan hati untuk menjadi seorang pelayan Tuhan! Selain itu kita pun harus punya dasar iman dan pengajaran yang kuat yang diperoleh dengan cara bertekun membaca, meneliti dan merenungkan firman Tuhan. Terpenting, kita harus hidup di dalam firman dan menjadi pelaku firman Tuhan, "...supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang." (1 Timotius 4:15). Menjadi pelayan tuhan berarti terlebih dahulu memberikan teladan hidup bagi orang lain.
Jadilah pelayan Tuhan yang berkenan kepada Tuhan: motivasi benar, memberi yang terbaik dan hidup dalam kebenaran sampai akhir hidup kita!
Baca: 2 Timotius 4:1-8
"Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!" 2 Timotius 4:5
Tak henti-hentinya rasul Paulus mendorong dan menguatkan Timotius supaya terus maju dalam memberitakan Injil. Memang seyogianya Timotius meneladani pemimpin rohaninya itu, yang meski dipenjara tak surut semangatnya berkarya bagi Tuhan. Paulus sadar bahwa "...penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18), sehingga ia dapat menasihati, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Selagi masih ada kesempatan mari tunaikan tugas pelayanan kita sebaik mungkin, jangan disia-siakan. "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4), "Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat," (2 Timotius 4:3). Jadi tugas memberitakan Injil Kristus dan menyatakan kebenaran secara tegas adalah tugas Ilahi yang bersifat wajib dan sangat mendesak, karena jemaat akhir zaman ini kian tertidur rohaninya dan makin disibukkan oleh perkara-perkara duniawi. Bukan hanya itu, mereka juga lebih suka "...mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." (2 Timotius 4:3-4).
Sudahkah kita menjalankan tugas pelayanan kita dengan benar? Butuh komitmen tinggi, kesetiaan, kesabaran dan kesungguhan hati untuk menjadi seorang pelayan Tuhan! Selain itu kita pun harus punya dasar iman dan pengajaran yang kuat yang diperoleh dengan cara bertekun membaca, meneliti dan merenungkan firman Tuhan. Terpenting, kita harus hidup di dalam firman dan menjadi pelaku firman Tuhan, "...supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang." (1 Timotius 4:15). Menjadi pelayan tuhan berarti terlebih dahulu memberikan teladan hidup bagi orang lain.
Jadilah pelayan Tuhan yang berkenan kepada Tuhan: motivasi benar, memberi yang terbaik dan hidup dalam kebenaran sampai akhir hidup kita!
Friday, August 30, 2013
MELAYANI SAMPAI GARIS AKHIR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2013 -
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." 1 Timotius 4:16a
Dewasa ini makin banyak anak Tuhan turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Ini adalah berita baik! Namun menjadi pelayan Tuhan yang benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada harga yang harus kita bayar! Kita tidak bisa melayani Tuhan dengan asal-asalan atau sekedar latah karena ikut-ikutan. Melayani Tuhan adalah tugas yang sangat mulia, karena itu kita harus melakukannya dengan kesungguhan hati dan komitmen yang tinggi.
Timotius adalah seorang pemuda yang bertalenta dan memiliki kehidupan rohani yang mumpuni. Komitmennya dalam melayani Tuhan tak diragukan lagi. Itulah sebabnya rasul Paulus tak henti-hentinya berdoa untuk Timotius supaya ia tetap memiliki semangat dalam melayani Tuhan. "...kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (1 Timotius 1:6). Ada banyak alasan bagi Timotius untuk menjadi lemah dan patah semangat melayani karena banyak tantangan dan ujian menghadang langkahnya dalam mengemban Amanat Agung Tuhan ini. Apalagi saat itu Paulus selaku pembina rohani Timotius sedang dipenjara oleh karena Injil; secara manusia mental Timotius pasti terpengaruh dan terganggu!
Orang berpendapat bahwa orang muda itu masih 'hijau', minim pengalaman, belum banyak mengenyam asam garam kehidupan, sehingga mereka memandang Timotius dengan sebelah mata. Mereka berpendapat orang muda belum layak menjadi pemimpin rohani. Belum lagi permasalahan yang ada dalam jemaat di Efesus yang begitu kompleks. Ibarat suatu penyakit, maka penyakit jemaat Efesus itu stadium empat atau sudah kronis. Pada saat itu ada banyak pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat menebarkan ajarannya yang menyimpang dari kebenaran Injil, sehingga jemaat mulai terjebak dengan takhayul dan dongeng-dongeng. Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Inilah tantangan tersendiri bagi Timotius untuk menunjukkan kualitas hidupnya sebagai pelayan Tuhan muda! (Bersambung)
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." 1 Timotius 4:16a
Dewasa ini makin banyak anak Tuhan turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Ini adalah berita baik! Namun menjadi pelayan Tuhan yang benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada harga yang harus kita bayar! Kita tidak bisa melayani Tuhan dengan asal-asalan atau sekedar latah karena ikut-ikutan. Melayani Tuhan adalah tugas yang sangat mulia, karena itu kita harus melakukannya dengan kesungguhan hati dan komitmen yang tinggi.
Timotius adalah seorang pemuda yang bertalenta dan memiliki kehidupan rohani yang mumpuni. Komitmennya dalam melayani Tuhan tak diragukan lagi. Itulah sebabnya rasul Paulus tak henti-hentinya berdoa untuk Timotius supaya ia tetap memiliki semangat dalam melayani Tuhan. "...kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (1 Timotius 1:6). Ada banyak alasan bagi Timotius untuk menjadi lemah dan patah semangat melayani karena banyak tantangan dan ujian menghadang langkahnya dalam mengemban Amanat Agung Tuhan ini. Apalagi saat itu Paulus selaku pembina rohani Timotius sedang dipenjara oleh karena Injil; secara manusia mental Timotius pasti terpengaruh dan terganggu!
Orang berpendapat bahwa orang muda itu masih 'hijau', minim pengalaman, belum banyak mengenyam asam garam kehidupan, sehingga mereka memandang Timotius dengan sebelah mata. Mereka berpendapat orang muda belum layak menjadi pemimpin rohani. Belum lagi permasalahan yang ada dalam jemaat di Efesus yang begitu kompleks. Ibarat suatu penyakit, maka penyakit jemaat Efesus itu stadium empat atau sudah kronis. Pada saat itu ada banyak pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat menebarkan ajarannya yang menyimpang dari kebenaran Injil, sehingga jemaat mulai terjebak dengan takhayul dan dongeng-dongeng. Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Inilah tantangan tersendiri bagi Timotius untuk menunjukkan kualitas hidupnya sebagai pelayan Tuhan muda! (Bersambung)
Thursday, August 29, 2013
MENJADI TERANG DI TENGAH DUNIA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2013 -
Baca: Yohanes 1:1-18
"ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya." Yohanes 1:7
Sebagai orang percaya di dalam kita ada terang ilahi yang harus terpancar. Tugas kita bercahaya di tengah dunia yang diliputi kegelapan. Inilah panggilan hidup kita! "Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya." (Yohanes 1:5).
Banyak orang Kristen yang hanya menjadi terang di tengah lingkungan yang juga terang. Kita bersinar di antara sesama anak Tuhan, jadi secara otomatis terang kita tidak tampak nyata. Sementara ketika berada di tengah-tengah dunia yang gelap kita justru larut di dalam kegelapan, turut terlibat dalam perbuatan-perbuatan gelap. Firman Tuhan menegaskan, "...sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8). Sebagai anak-anak terang tidak seharusnya kita berkompromi dengan kegelapan dunia ini. Sebaliknya hidup kita harus bercahaya sehingga orang-orang di luar Tuhan dapat melihatnya, karena kita memiliki kehidupan yang berbeda. Jadi "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Karena tugas kita adalah sebagai terang dunia berarti kita harus menjadi saksi Kristus yang adalah Terang sejati. Sebagai saksi Kristus kita tidak berhak mendapatkan pujian dan hormat dari manusia melebihi Terang Kristus yang kita jadikan subyek kesaksian kita. Jadi Tuhan Yesus haruslah menjadi yang terutama di dalam hidup ini, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Tujuan kita bersaksi adalah membawa orang lain kepada terang sejati, artinya membuat orang lain menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Begitulah sesungguhnya maksud Tuhan menempatkan kita di dunia yang gelap ini, yaitu agar terang Tuhan bercahaya di tengah-tengah dunia, sehingga dunia mempermuliakan Tuhan Yesus Sang Terang Sejati itu. Bagaimana kita dapat menerangi dunia ini dengan terang Kristus? Yaitu melalui perbuatan dan tindakan kita yang menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi orang lain!
Inilah kehendak Tuhan itu: "...supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," Filipi 2:15
Baca: Yohanes 1:1-18
"ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya." Yohanes 1:7
Sebagai orang percaya di dalam kita ada terang ilahi yang harus terpancar. Tugas kita bercahaya di tengah dunia yang diliputi kegelapan. Inilah panggilan hidup kita! "Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya." (Yohanes 1:5).
Banyak orang Kristen yang hanya menjadi terang di tengah lingkungan yang juga terang. Kita bersinar di antara sesama anak Tuhan, jadi secara otomatis terang kita tidak tampak nyata. Sementara ketika berada di tengah-tengah dunia yang gelap kita justru larut di dalam kegelapan, turut terlibat dalam perbuatan-perbuatan gelap. Firman Tuhan menegaskan, "...sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8). Sebagai anak-anak terang tidak seharusnya kita berkompromi dengan kegelapan dunia ini. Sebaliknya hidup kita harus bercahaya sehingga orang-orang di luar Tuhan dapat melihatnya, karena kita memiliki kehidupan yang berbeda. Jadi "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini," (Roma 12:2).
Karena tugas kita adalah sebagai terang dunia berarti kita harus menjadi saksi Kristus yang adalah Terang sejati. Sebagai saksi Kristus kita tidak berhak mendapatkan pujian dan hormat dari manusia melebihi Terang Kristus yang kita jadikan subyek kesaksian kita. Jadi Tuhan Yesus haruslah menjadi yang terutama di dalam hidup ini, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30). Tujuan kita bersaksi adalah membawa orang lain kepada terang sejati, artinya membuat orang lain menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Begitulah sesungguhnya maksud Tuhan menempatkan kita di dunia yang gelap ini, yaitu agar terang Tuhan bercahaya di tengah-tengah dunia, sehingga dunia mempermuliakan Tuhan Yesus Sang Terang Sejati itu. Bagaimana kita dapat menerangi dunia ini dengan terang Kristus? Yaitu melalui perbuatan dan tindakan kita yang menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi orang lain!
Inilah kehendak Tuhan itu: "...supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia," Filipi 2:15
Wednesday, August 28, 2013
MENJADI TERANG DI TENGAH DUNIA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2013 -
Baca: Yohanes 8:12-20
"Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." Yohanes 8:12
Coba bayangkan bila dunia ini gelap gulita, tanpa secercah cahaya sedikit pun. Pasti tidak akan ada kehidupan karena manusia tidak bisa melakukan apa-apa, dan tidak ada makhluk yang dapat hidup. Karena itu berfirmanlah Tuhan, "Jadilah terang. Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam." (Kejadian 1:3-5a). Tuhan pun melengkapi dengan benda-benda langit: matahari, bulan dan bintang. Dengan adanya terang, makhluk hidup dapat bertumbuh dan ada kehidupan, manusia pun dapat melakukan aktivitasnya. Sungguh, semua orang membutuhkan terang atau cahaya. Memang, kita memiliki mata yang berfungsi untuk melihat, tetapi apabila tidak ada terang atau cahaya, mata kita pun tidak dapat berfungsi untuk melihat.
Saat ini dunia masih diliputi oleh kegelapan rohani karena dunia telah dipenuhi oleh segala macam kejahatan dan dosa. Akibatnya banyak orang mata rohaninya menjadi buta sehingga mereka tidak dapat melihat kebenaran. Kegelapan inilah yang menuntun manusia kepada kematian kekal. Itulah sebabnya dunia sangat membutuhkan terang sejati. Adapun terang sejati itu adalah Tuhan Yesus kristus: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (ayat nas). Dua ribu tahun silam Yesus menyinari dunia ini dengan terangNya yang ajaib. Seluruh waktu, tenaga dan hidupnya Dia curahkan untuk melayani jiwa-jiwa dengan penuh kasih: mengajar, menyembuhkan orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati. Bukan hanya itu, ia pun rela menyerahkan nyawaNya, mati di atas Kalvari untuk menebus dosa seluruh umat manusia.
Kini Tuhan Yesus menyerahkan tongkat estafet itu kepada kita, anak-anakNya, untuk melanjutkan tugasNya menyinari dunia ini dengan terang sorgawi. Tuhan Yesus berkata, "Kamu adalah terang dunia. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14, 16).
Tuhan Yesus adalah Terang Sejati bagi dunia!
Baca: Yohanes 8:12-20
"Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." Yohanes 8:12
Coba bayangkan bila dunia ini gelap gulita, tanpa secercah cahaya sedikit pun. Pasti tidak akan ada kehidupan karena manusia tidak bisa melakukan apa-apa, dan tidak ada makhluk yang dapat hidup. Karena itu berfirmanlah Tuhan, "Jadilah terang. Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam." (Kejadian 1:3-5a). Tuhan pun melengkapi dengan benda-benda langit: matahari, bulan dan bintang. Dengan adanya terang, makhluk hidup dapat bertumbuh dan ada kehidupan, manusia pun dapat melakukan aktivitasnya. Sungguh, semua orang membutuhkan terang atau cahaya. Memang, kita memiliki mata yang berfungsi untuk melihat, tetapi apabila tidak ada terang atau cahaya, mata kita pun tidak dapat berfungsi untuk melihat.
Saat ini dunia masih diliputi oleh kegelapan rohani karena dunia telah dipenuhi oleh segala macam kejahatan dan dosa. Akibatnya banyak orang mata rohaninya menjadi buta sehingga mereka tidak dapat melihat kebenaran. Kegelapan inilah yang menuntun manusia kepada kematian kekal. Itulah sebabnya dunia sangat membutuhkan terang sejati. Adapun terang sejati itu adalah Tuhan Yesus kristus: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (ayat nas). Dua ribu tahun silam Yesus menyinari dunia ini dengan terangNya yang ajaib. Seluruh waktu, tenaga dan hidupnya Dia curahkan untuk melayani jiwa-jiwa dengan penuh kasih: mengajar, menyembuhkan orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati. Bukan hanya itu, ia pun rela menyerahkan nyawaNya, mati di atas Kalvari untuk menebus dosa seluruh umat manusia.
Kini Tuhan Yesus menyerahkan tongkat estafet itu kepada kita, anak-anakNya, untuk melanjutkan tugasNya menyinari dunia ini dengan terang sorgawi. Tuhan Yesus berkata, "Kamu adalah terang dunia. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14, 16).
Tuhan Yesus adalah Terang Sejati bagi dunia!
Tuesday, August 27, 2013
ORANG KRISTEN HARUS BIJAK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2013 -
Baca: Efesus 5:1-21
"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," Efesus 5:15
Menghadapi hari-hari yang semakin sukar dan jahat ini dibutuhkan sebuah hati yang bijak supaya kita mampu menjalaninya, dengan tidak keluar dari koridor Tuhan. Karena itu milikilah hati yang bijaksana.
Orang Kristen dapat disebut bijak apabila ia: 1. Selalu mawas diri. Banyak orang mengalami kegagalan dalam hidupnya karena tidak bisa berlaku secara bijaksana. Hikmat dari Tuhan melalui firmanNyalah yang akan memampukan kita untuk berlaku bijaksana dan membuat pancaindera kita semakin peka dan terlatih, "...sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kata perhatikanlah dengan saksama (ayat nas) meminta kita selalu berjaga-jaga, melihat dan mengawasi keadaan sekitar kita, jangan sampai kita tertidur secara rohani dan tidak mawas diri. Orang yang mawas diri senantiasa melakukan pengujian tentang apa yang berkenan bagi Tuhan. Paulus menasihati jemaat Tesalonika akan hal ini, "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." (1 Tesalonika 5:21).
2. Dapat mengatur waktu dengan baik. "...pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Efektivitas hidup seseorang sangat ditentukan dari waktu yang diaturnya dengan baik. Siapa pun kita, tanpa terkecuali, mendapatkan waktu yang sama dari Tuhan yaitu 24 jam dalam sehari. Meskipun demikian tiap-tiap orang memiliki efektivitas dan produktivitas yang berbeda-beda. Semua tergantung bagaimana kita mengatur waktu dengan bijak. Ingat, waktu terus berjalan dan tidak bisa terulang kembali. Karena itu jangan sia-siakan waktu yang ada. Hidup kita sangatlah singkat, jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Isilah untuk hal-hal yang berguna.
3. Mengerti kehendak Tuhan. "...usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Orang bijak adalah yang mengerti kehendak Tuhan. Apa tandanya? Tidak lagi hidup menurut keinginan daging, melainkan menurut pimpinan Roh Kudus (baca Galatia 5:16).
"Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini;...sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus, dan orang benar menempuhnya," Hosea 14:10
Baca: Efesus 5:1-21
"Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," Efesus 5:15
Menghadapi hari-hari yang semakin sukar dan jahat ini dibutuhkan sebuah hati yang bijak supaya kita mampu menjalaninya, dengan tidak keluar dari koridor Tuhan. Karena itu milikilah hati yang bijaksana.
Orang Kristen dapat disebut bijak apabila ia: 1. Selalu mawas diri. Banyak orang mengalami kegagalan dalam hidupnya karena tidak bisa berlaku secara bijaksana. Hikmat dari Tuhan melalui firmanNyalah yang akan memampukan kita untuk berlaku bijaksana dan membuat pancaindera kita semakin peka dan terlatih, "...sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kata perhatikanlah dengan saksama (ayat nas) meminta kita selalu berjaga-jaga, melihat dan mengawasi keadaan sekitar kita, jangan sampai kita tertidur secara rohani dan tidak mawas diri. Orang yang mawas diri senantiasa melakukan pengujian tentang apa yang berkenan bagi Tuhan. Paulus menasihati jemaat Tesalonika akan hal ini, "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." (1 Tesalonika 5:21).
2. Dapat mengatur waktu dengan baik. "...pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Efektivitas hidup seseorang sangat ditentukan dari waktu yang diaturnya dengan baik. Siapa pun kita, tanpa terkecuali, mendapatkan waktu yang sama dari Tuhan yaitu 24 jam dalam sehari. Meskipun demikian tiap-tiap orang memiliki efektivitas dan produktivitas yang berbeda-beda. Semua tergantung bagaimana kita mengatur waktu dengan bijak. Ingat, waktu terus berjalan dan tidak bisa terulang kembali. Karena itu jangan sia-siakan waktu yang ada. Hidup kita sangatlah singkat, jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Isilah untuk hal-hal yang berguna.
3. Mengerti kehendak Tuhan. "...usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Orang bijak adalah yang mengerti kehendak Tuhan. Apa tandanya? Tidak lagi hidup menurut keinginan daging, melainkan menurut pimpinan Roh Kudus (baca Galatia 5:16).
"Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini;...sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus, dan orang benar menempuhnya," Hosea 14:10
Monday, August 26, 2013
ORANG KRISTEN HARUS BIJAK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2013 -
Baca: Mazmur 90:1-17
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Menjadi orang yang berhasil, punya kedudukan tinggi, pintar, terkenal dan kaya raya adalah impian dari semua orang; inilah dunia, di mana setiap individu selalu menilai orang lain berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Hanya sedikit orang yang punya kerinduan untuk menjadi orang yang bijaksana. Namun Alkitab mengatakan demikian, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Tuhan menghendaki setiap kita memiliki hati yang bijak, menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana. Bijaksana tidak selalu berkaitan dengan kecerdasan atau kepintaran seseorang. Banyak orang yang cerdas dan berintelejensi tinggi hidup secara tidak bijaksana. Itulah sebabnya firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:7).
Untuk bisa menjadi orang yang bijaksana tiada jalan lain selain harus melekat kepada Tuhan, menyediakan banyak waktu untuk bersekutu denganNya dan merenungkan firmanNya. Semakin kita menyukai Taurat Tuhan semakin kita dibentuk menjadi pribadi yang bijak. Inilah yang dirasakan Daud, "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu." (Mazmur 119:97-100). Karena itu Musa pun berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (ayat nas).
Membaca banyak buku ilmu pengetahuan apa pun sangat bagus, karena membuat wawasan kita bertambah. Namun jangan pernah lupa membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Bangsa Israel beroleh teguran keras dari Tuhan karena mereka melupakan ajaranNya, "...hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana?" (Ulangan 32:6).
Langkah awal menjadi orang Kristen yang bijak adalah mencintai firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam. Sudahkah kita melakukannya setiap hari?
Baca: Mazmur 90:1-17
"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Mazmur 90:12
Menjadi orang yang berhasil, punya kedudukan tinggi, pintar, terkenal dan kaya raya adalah impian dari semua orang; inilah dunia, di mana setiap individu selalu menilai orang lain berdasarkan apa yang terlihat secara kasat mata. Hanya sedikit orang yang punya kerinduan untuk menjadi orang yang bijaksana. Namun Alkitab mengatakan demikian, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Tuhan menghendaki setiap kita memiliki hati yang bijak, menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana. Bijaksana tidak selalu berkaitan dengan kecerdasan atau kepintaran seseorang. Banyak orang yang cerdas dan berintelejensi tinggi hidup secara tidak bijaksana. Itulah sebabnya firman Tuhan memperingatkan, "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:7).
Untuk bisa menjadi orang yang bijaksana tiada jalan lain selain harus melekat kepada Tuhan, menyediakan banyak waktu untuk bersekutu denganNya dan merenungkan firmanNya. Semakin kita menyukai Taurat Tuhan semakin kita dibentuk menjadi pribadi yang bijak. Inilah yang dirasakan Daud, "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu." (Mazmur 119:97-100). Karena itu Musa pun berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (ayat nas).
Membaca banyak buku ilmu pengetahuan apa pun sangat bagus, karena membuat wawasan kita bertambah. Namun jangan pernah lupa membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Bangsa Israel beroleh teguran keras dari Tuhan karena mereka melupakan ajaranNya, "...hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana?" (Ulangan 32:6).
Langkah awal menjadi orang Kristen yang bijak adalah mencintai firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan malam. Sudahkah kita melakukannya setiap hari?
Sunday, August 25, 2013
HAMBA KECIL BERIMAN BESAR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2013 -
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-27
"Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir." 2 Raja-Raja 5:14
Naaman pun tergerak hati dan mengikuti anjuran dari hamba kecil itu, lalu meminta ijin kepada raja Aram untuk pergi kepada nabi Allah itu. Ia pun pergi dengan membawa banyak persembahan: "...sepuluh talenta perak dan enam ribu syikal emas dan sepuluh potong pakaian." (2 Raja-Raja 5:5b).
Setelah bertemu Elisa, abdi Allah itu, Naaman berharap beroleh kesembuhan dengan cara terhormat, misalkan melalui penumpangan tangan; atau mungkin dia berharap kesembuhan itu langsung turun dari sorga. Namun Naaman kembali dihadapkan pada ujian kerendahan hati, karena ternyata apa yang disampaikan abdi Allah itu di luar dugaannya: "Elisa menyuruh seorang suruhan kepadanya mengatakan: 'Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir.'" (2 Raja-Raja 5:10). Naaman diminta mandi di sungai Yordan! Ini membuatnya tersinggung sehingga ia pun menolak perintah Elisa, "'Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?' Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati." (2 Raja-Raja 5:12). Ada pergumulan hebat dalam diri Naaman, antara ego, keangkuhan dan juga iman. Namun atas desakan pegawai-pegawainya Naaman pun melakukan apa yang diperintahkan Elisa. "Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu." Setelah tujuh kali membenamkan diri di sungai itu, mujizat terjadi: Naaman sembuh, bahkan "...pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir."
Kesaksian seorang budak kecil disertai kerendahan hati dan ketaatan Naaman akhirnya menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak. Panglima raja Aram itu pun disembuhkan dari penyakit kustanya. Kuncinya adalah iman yang disertai dengan perbuatan! Sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Iman seorang hamba kecil sanggup membawa dampak besar bagi orang lain!
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-27
"Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir." 2 Raja-Raja 5:14
Naaman pun tergerak hati dan mengikuti anjuran dari hamba kecil itu, lalu meminta ijin kepada raja Aram untuk pergi kepada nabi Allah itu. Ia pun pergi dengan membawa banyak persembahan: "...sepuluh talenta perak dan enam ribu syikal emas dan sepuluh potong pakaian." (2 Raja-Raja 5:5b).
Setelah bertemu Elisa, abdi Allah itu, Naaman berharap beroleh kesembuhan dengan cara terhormat, misalkan melalui penumpangan tangan; atau mungkin dia berharap kesembuhan itu langsung turun dari sorga. Namun Naaman kembali dihadapkan pada ujian kerendahan hati, karena ternyata apa yang disampaikan abdi Allah itu di luar dugaannya: "Elisa menyuruh seorang suruhan kepadanya mengatakan: 'Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir.'" (2 Raja-Raja 5:10). Naaman diminta mandi di sungai Yordan! Ini membuatnya tersinggung sehingga ia pun menolak perintah Elisa, "'Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?' Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati." (2 Raja-Raja 5:12). Ada pergumulan hebat dalam diri Naaman, antara ego, keangkuhan dan juga iman. Namun atas desakan pegawai-pegawainya Naaman pun melakukan apa yang diperintahkan Elisa. "Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu." Setelah tujuh kali membenamkan diri di sungai itu, mujizat terjadi: Naaman sembuh, bahkan "...pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir."
Kesaksian seorang budak kecil disertai kerendahan hati dan ketaatan Naaman akhirnya menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak. Panglima raja Aram itu pun disembuhkan dari penyakit kustanya. Kuncinya adalah iman yang disertai dengan perbuatan! Sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Iman seorang hamba kecil sanggup membawa dampak besar bagi orang lain!
Saturday, August 24, 2013
HAMBA KECIL BERIMAN BESAR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2013 -
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-27
"Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya." 2 Raja-Raja 5:3
Naaman adalah salah satu tokoh di dalam Alkitab, namanya tidak asing di telinga orang Kristen. Ia sangat terkenal, berkuasa, berpengaruh dan dihormati oleh banyak orang. Sebagai panglima raja Aram bisa dikatakan sebagai tangan kanan raja, karena itu ia sangat dikasihi oleh raja. Naaman bukan hanya seorang jenderal, tapi juga seorang pahlawan perang yang gagah perkasa. Kontribusinya bagi negara tak diragukan lagi.
Meski memiliki posisi tinggi dan terpandang ada satu 'noda' dalam hidup Naaman, yaitu penyakit kusta yang dideritanya. Siapa pun orangnya dan setinggi apa pun pangkatnya jika terserang penyakit ini pasti dijauhi banyak orang; apalagi di kalangan orang Ibrani penyakit kusta dianggap najis dan berbahaya karena dapat menular kepada orang lain. Maka dari itu orang yang menderita sakit ini harus diasingkan dari masyarakat luas. Tidak seorang pun yang diperbolehkan bersentuhan dengannya. "Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya." (Imamat 13:46).
Di rumah Naaman ada anak perempuan kecil dari Israel yang merupakan tawanan yang dibawa oleh gerombolan orang Aram saat terjadi perang, dan ia dijadikan hamba bagi isteri Naaman. Melihat tuannya sakit kusta, hamba kecil ini pun memberanikan diri menyampaikan usulannya kepada isteri Naaman, "Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya." (2 Raja-Raja 5:3). Nabi yang dimaksudkan adalah Elisa. Sebagai anak Yahudi, ia tahu banyak tentang mujizat-mujizat yang dilakukan Elisa. Ia pun bersaksi kepada majikan perempuannya tentang kedahsyatan kuasa Allah bangsa Israel yang dinyatakan melalui Elisa. Hamba kecil ini sangat percaya jika tuannya mau datang kepada abdi Allah itu pasti akan sembuh. Mungkin orang akan berpikir, "Masakan seorang tuan yang berpangkat jenderal dan terpandang harus mendengarkan saran seorang budak kecil?" Memang ini tidak mudah, dibutuhkan kerendahan hati. Namun yang ada di benak Naaman hanyalah bagaimana ia bisa sembuh dari sakit kustanya. Maka Naaman tidak perlu merasa gengsi atau jaim ('jaga image'). (Bersambung)
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-27
"Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya." 2 Raja-Raja 5:3
Naaman adalah salah satu tokoh di dalam Alkitab, namanya tidak asing di telinga orang Kristen. Ia sangat terkenal, berkuasa, berpengaruh dan dihormati oleh banyak orang. Sebagai panglima raja Aram bisa dikatakan sebagai tangan kanan raja, karena itu ia sangat dikasihi oleh raja. Naaman bukan hanya seorang jenderal, tapi juga seorang pahlawan perang yang gagah perkasa. Kontribusinya bagi negara tak diragukan lagi.
Meski memiliki posisi tinggi dan terpandang ada satu 'noda' dalam hidup Naaman, yaitu penyakit kusta yang dideritanya. Siapa pun orangnya dan setinggi apa pun pangkatnya jika terserang penyakit ini pasti dijauhi banyak orang; apalagi di kalangan orang Ibrani penyakit kusta dianggap najis dan berbahaya karena dapat menular kepada orang lain. Maka dari itu orang yang menderita sakit ini harus diasingkan dari masyarakat luas. Tidak seorang pun yang diperbolehkan bersentuhan dengannya. "Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya." (Imamat 13:46).
Di rumah Naaman ada anak perempuan kecil dari Israel yang merupakan tawanan yang dibawa oleh gerombolan orang Aram saat terjadi perang, dan ia dijadikan hamba bagi isteri Naaman. Melihat tuannya sakit kusta, hamba kecil ini pun memberanikan diri menyampaikan usulannya kepada isteri Naaman, "Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya." (2 Raja-Raja 5:3). Nabi yang dimaksudkan adalah Elisa. Sebagai anak Yahudi, ia tahu banyak tentang mujizat-mujizat yang dilakukan Elisa. Ia pun bersaksi kepada majikan perempuannya tentang kedahsyatan kuasa Allah bangsa Israel yang dinyatakan melalui Elisa. Hamba kecil ini sangat percaya jika tuannya mau datang kepada abdi Allah itu pasti akan sembuh. Mungkin orang akan berpikir, "Masakan seorang tuan yang berpangkat jenderal dan terpandang harus mendengarkan saran seorang budak kecil?" Memang ini tidak mudah, dibutuhkan kerendahan hati. Namun yang ada di benak Naaman hanyalah bagaimana ia bisa sembuh dari sakit kustanya. Maka Naaman tidak perlu merasa gengsi atau jaim ('jaga image'). (Bersambung)
Friday, August 23, 2013
JANGAN BERBUAT DOSA LAGI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2013 -
Baca: Mazmur 32:1-11
"Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," Mazmur 32:5
Dengan segala iming-iming yang menggiurkan: harta kekayaan, nasib baik, usaha laris dan sebagainya, Iblis memasang jeratnya dan banyak orang terperangkap di dalamnya. Mereka berduyun-duyun datang dan meminta pertolongan kepada Iblis dan bala tentaranya. Mereka pun lebih percaya kepada kuasa-kuasa gelap yang dapat memberikan pertolongan secara instan daripada harus menunggu jawaban dari Tuhan. Jangan berkata bahwa perbuatan semacam ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang belum percaya, ada juga orang Kristen yang turut terlibat meski mereka juga masih aktif menghadiri jam-jam peribadatan. Satu-satunya jalan untuk terlepas dari kuasa kegelapan yang membelenggu adalah membereskannya di hadapan Tuhan Yesus, karena Dia satu-satunya Pribadi yang sanggup membebaskan kita dari kutuk dosa. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib! Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu.'" (Galatia 3:13-14).
Di dalam Kristus kita bukan lagi menjadi hamba dosa, melainkan hamba kebenaran. Kita tidak lagi berada dalam kegelapan, melainkan telah dipindahkan kepada terangNya yang ajaib. Karena itu kita tidak layak untuk berbuat dosa lagi atau turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan gelap. Selain itu kita disebut juga berbuat dosa jika kita tidak mau berbuat baik, "...jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17). Apalah artinya kita hanya berteori tentang hal-hal yang baik dalam pikiran dan hati, bila kita tidak mau melakukannya?
Jadi setiap anak Tuhan harus berbuat baik, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Buang semua pikiran jahat karena itu juga termasuk pelanggaran firman Tuhan; meski belum melakukan tetapi jika di dalam pikiran dan hati kita tersimpan segala yang jahat, itu sudah disebut dosa (baca Matius 15:19).
Tinggalkan dosa, mari hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus!
Baca: Mazmur 32:1-11
"Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," Mazmur 32:5
Dengan segala iming-iming yang menggiurkan: harta kekayaan, nasib baik, usaha laris dan sebagainya, Iblis memasang jeratnya dan banyak orang terperangkap di dalamnya. Mereka berduyun-duyun datang dan meminta pertolongan kepada Iblis dan bala tentaranya. Mereka pun lebih percaya kepada kuasa-kuasa gelap yang dapat memberikan pertolongan secara instan daripada harus menunggu jawaban dari Tuhan. Jangan berkata bahwa perbuatan semacam ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang belum percaya, ada juga orang Kristen yang turut terlibat meski mereka juga masih aktif menghadiri jam-jam peribadatan. Satu-satunya jalan untuk terlepas dari kuasa kegelapan yang membelenggu adalah membereskannya di hadapan Tuhan Yesus, karena Dia satu-satunya Pribadi yang sanggup membebaskan kita dari kutuk dosa. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib! Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu.'" (Galatia 3:13-14).
Di dalam Kristus kita bukan lagi menjadi hamba dosa, melainkan hamba kebenaran. Kita tidak lagi berada dalam kegelapan, melainkan telah dipindahkan kepada terangNya yang ajaib. Karena itu kita tidak layak untuk berbuat dosa lagi atau turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan gelap. Selain itu kita disebut juga berbuat dosa jika kita tidak mau berbuat baik, "...jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17). Apalah artinya kita hanya berteori tentang hal-hal yang baik dalam pikiran dan hati, bila kita tidak mau melakukannya?
Jadi setiap anak Tuhan harus berbuat baik, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (baca Yakobus 2:17). Buang semua pikiran jahat karena itu juga termasuk pelanggaran firman Tuhan; meski belum melakukan tetapi jika di dalam pikiran dan hati kita tersimpan segala yang jahat, itu sudah disebut dosa (baca Matius 15:19).
Tinggalkan dosa, mari hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus!
Thursday, August 22, 2013
JANGAN BERBUAT DOSA LAGI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2013 -
Baca: 1 Yohanes 3:1-10
"Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah." 1 Yohanes 3:4
Hari - hari ini adalah masa-masa akhir menjelang kedatangan Tuhan yang kian mendekat. Semakin dekat semakin meningkat pula dosa dan kejahatan manusia. Bukankah saat ini jelas terpampang nyata bahwa moralitas manusia kian merosot? Hal ini tak beda jauh dengan kehidupan orang-orang zaman Nuh dahulu, di mana "...kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata," (Kejadian 6:5), sampai-sampai "...menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya." (Kejadian 6:6).
Haruskah kita turut terbawa arus dunia ini dan menjadi sama dengan orang-orang dunia? Kita harus menyadari status kita saat ini: "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang. Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (Efesus 5:8, 11). Alkitab dengan keras menyatakan: "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
Banyak orang berpikir bahwa dosa dapat ditebus dan ditutupi dengan perbuatan baik atau amal jariah kita, atau bisa diselesaikan dengan tatacara manusia. Tidak sama sekali! Manusia yang berdosa tidak bisa menebus dosanya sendiri, sebab tidak mungkin dosa diselesaikan dengan dosa. Karena dosa inilah manusia harus terpisah dari Allah, sebab dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah, yaitu setiap firman yang tertulis di dalam Alkitab. Segala perbuatan manusia yang bertentangan atau berlawanan dengan firman Tuhan disebut dosa. Ada tertulis: "barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya." (1 Yohanes 3:8). Jadi dosa adalah karakter dasar dari Iblis, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran sama sekali, "Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." (Yohanes 8:44). (Bersambung)
Baca: 1 Yohanes 3:1-10
"Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah." 1 Yohanes 3:4
Hari - hari ini adalah masa-masa akhir menjelang kedatangan Tuhan yang kian mendekat. Semakin dekat semakin meningkat pula dosa dan kejahatan manusia. Bukankah saat ini jelas terpampang nyata bahwa moralitas manusia kian merosot? Hal ini tak beda jauh dengan kehidupan orang-orang zaman Nuh dahulu, di mana "...kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata," (Kejadian 6:5), sampai-sampai "...menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya." (Kejadian 6:6).
Haruskah kita turut terbawa arus dunia ini dan menjadi sama dengan orang-orang dunia? Kita harus menyadari status kita saat ini: "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang. Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (Efesus 5:8, 11). Alkitab dengan keras menyatakan: "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11).
Banyak orang berpikir bahwa dosa dapat ditebus dan ditutupi dengan perbuatan baik atau amal jariah kita, atau bisa diselesaikan dengan tatacara manusia. Tidak sama sekali! Manusia yang berdosa tidak bisa menebus dosanya sendiri, sebab tidak mungkin dosa diselesaikan dengan dosa. Karena dosa inilah manusia harus terpisah dari Allah, sebab dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah, yaitu setiap firman yang tertulis di dalam Alkitab. Segala perbuatan manusia yang bertentangan atau berlawanan dengan firman Tuhan disebut dosa. Ada tertulis: "barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya." (1 Yohanes 3:8). Jadi dosa adalah karakter dasar dari Iblis, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran sama sekali, "Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." (Yohanes 8:44). (Bersambung)
Wednesday, August 21, 2013
MENGKOREKSI DIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2013 -
Baca: Kejadian 3:1-24
"Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." Kejadian 3:12
Sepenggal ayat nas di atas menggambarkan keadaan manusia saat pertama kali jatuh dalam dosa. ketika ditanya Tuhan, "Mengapa hal ini bisa terjadi?", tindakan pertama yang dilakukan adalah menyalahkan orang lain dan saling melempar tanggung jawab atas ketidaktaatan yang mereka perbuat. Adam berusaha membela diri dengan menyalahkan Hawa yang telah memberinya buah dari pohon kehidupan itu. Hawa pun tidak mau jika ia disalahkan sepenuhnya, "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." (Kejadian 3:13). Akhirnya si ular yang merupakan trouble maker pun tak bisa mengelak walau sebenarnya ia hanya sebagai sarana yang dipakai Iblis untuk memperdaya manusia. Jadi bukanlah hal yang mengejutkan bila banyak orang saling mempersalahkan dan melempar tanggung jawab apabila kedapatan melakukan kesalahan atau pelanggaran. Contoh nyata adalah para koruptor di negeri ini. Ketika ada satu orang yang tertangkap, ia pun 'berkicau', tidak mau disalahkan sendirian, dan bila ternyata ada banyak orang turut terlibat mereka akan saling menuding, melempar kesalahan dan ingin 'cuci tangan'.
Peristiwa serupa sering juga terjadi dalam kehidupan orang percaya. Adalah tidak mudah bagi seseorang untuk legowo atau berjiwa besar mengakui setiap kesalahan atau pelanggaran yang telah diperbuat. Kita cenderung menyalahkan rekan pelayanan dan rekan kerja, suami menyalahkan isteri, isteri menyalahkan suami, orangtua menyalahkan anak dan juga sebaliknya. Siapa yang menuai keuntungan dalam hal ini? Tak lain dan tak bukan adalah si Iblis. Iblis akan tertawa lepas karena ia telah berhasil menjalankan misinya: memecah belah dan menghancurkan kehidupan orang Kristen. Iblis tidak harus memeras keringat dalam bekerja, namun sudah banyak orang menjadi korbannya. Padahal Iblis hanya berusaha mencari celah kecil untuk bisa menerobos.
Mari, berhenti saling menyalahkan! Biarlah masing-masing senantiasa mengoreksi diri dan dengan rendah hati mengakui kesalahan di hadapan Tuhan supaya Iblis tidak menari-nari di atasnya.
"Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN." Ratapan 3:41
Baca: Kejadian 3:1-24
"Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." Kejadian 3:12
Sepenggal ayat nas di atas menggambarkan keadaan manusia saat pertama kali jatuh dalam dosa. ketika ditanya Tuhan, "Mengapa hal ini bisa terjadi?", tindakan pertama yang dilakukan adalah menyalahkan orang lain dan saling melempar tanggung jawab atas ketidaktaatan yang mereka perbuat. Adam berusaha membela diri dengan menyalahkan Hawa yang telah memberinya buah dari pohon kehidupan itu. Hawa pun tidak mau jika ia disalahkan sepenuhnya, "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." (Kejadian 3:13). Akhirnya si ular yang merupakan trouble maker pun tak bisa mengelak walau sebenarnya ia hanya sebagai sarana yang dipakai Iblis untuk memperdaya manusia. Jadi bukanlah hal yang mengejutkan bila banyak orang saling mempersalahkan dan melempar tanggung jawab apabila kedapatan melakukan kesalahan atau pelanggaran. Contoh nyata adalah para koruptor di negeri ini. Ketika ada satu orang yang tertangkap, ia pun 'berkicau', tidak mau disalahkan sendirian, dan bila ternyata ada banyak orang turut terlibat mereka akan saling menuding, melempar kesalahan dan ingin 'cuci tangan'.
Peristiwa serupa sering juga terjadi dalam kehidupan orang percaya. Adalah tidak mudah bagi seseorang untuk legowo atau berjiwa besar mengakui setiap kesalahan atau pelanggaran yang telah diperbuat. Kita cenderung menyalahkan rekan pelayanan dan rekan kerja, suami menyalahkan isteri, isteri menyalahkan suami, orangtua menyalahkan anak dan juga sebaliknya. Siapa yang menuai keuntungan dalam hal ini? Tak lain dan tak bukan adalah si Iblis. Iblis akan tertawa lepas karena ia telah berhasil menjalankan misinya: memecah belah dan menghancurkan kehidupan orang Kristen. Iblis tidak harus memeras keringat dalam bekerja, namun sudah banyak orang menjadi korbannya. Padahal Iblis hanya berusaha mencari celah kecil untuk bisa menerobos.
Mari, berhenti saling menyalahkan! Biarlah masing-masing senantiasa mengoreksi diri dan dengan rendah hati mengakui kesalahan di hadapan Tuhan supaya Iblis tidak menari-nari di atasnya.
"Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN." Ratapan 3:41
Tuesday, August 20, 2013
MELAYANI SAMPAI GARIS AKHIR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2013 -
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." 1 Timotius 4:16a
Dewasa ini makin banyak anak Tuhan yang turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Ini adalah berita baik! Namun menjadi pelayan Tuhan yang benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada harga yang harus kita bayar! Kita tidak bisa melayani Tuhan dengan asal-asalan atau sekedar latah karena ikut-ikutan. Melayani Tuhan adalah tugas yang sangat mulia, karena itu kita harus melakukannya dengan kesungguhan hati dan komitmen yang tinggi.
Timotius adalah seorang pemuda yang bertalenta dan memiliki kehidupan rohani yang mumpuni. Komitmennya dalam melayani Tuhan tak diragukan lagi. Itulah sebabnya rasul Paulus tak henti-hentinya berdoa untuk Timotius supaya ia tetap memiliki semangat dalam melayani Tuhan. "...kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (2 Timotius 1:6). Ada banyak alasan bagi Timotius untuk menjadi lemah dan patah semangat melayani karena banyak tantangan dan ujian menghadang langkahnya dalam mengemban Amanat Agung Tuhan ini. Apalagi saat itu Paulus selaku pembina rohani Timotius sedang dipenjara oleh karena Injil; secara manusia mental Timotius pasti terpengaruh dan terganggu!
Orang berpendapat bahwa orang muda itu masih 'hijau', minim pengalaman, belum banyak mengenyam asam garam kehidupan, sehinga mereka memandang Timotius dengan sebelah mata. Mereka berpendapat bahwa orang muda belum layak menjadi pemimpin rohani. Belum lagi permasalahan yang ada dalam jemaat di Efesus yang begitu kompleks. Ibarat suatu penyakit, maka penyakit jemaat Efesus itu stadium empat atau sudah kronis. Pada saat itu ada banyak pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat menebarkan ajarannya yang menyimpang dari kebenaran injil, sehingga jemaat mulai terjebak dengan takhayul dan dongeng-dongeng. Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Inilah tantangan tersendiri bagi Timotius untuk menunjukkan kualitas hidupnya sebagai pelayan Tuhan muda! (Bersambung)
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." 1 Timotius 4:16a
Dewasa ini makin banyak anak Tuhan yang turut terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Ini adalah berita baik! Namun menjadi pelayan Tuhan yang benar bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada harga yang harus kita bayar! Kita tidak bisa melayani Tuhan dengan asal-asalan atau sekedar latah karena ikut-ikutan. Melayani Tuhan adalah tugas yang sangat mulia, karena itu kita harus melakukannya dengan kesungguhan hati dan komitmen yang tinggi.
Timotius adalah seorang pemuda yang bertalenta dan memiliki kehidupan rohani yang mumpuni. Komitmennya dalam melayani Tuhan tak diragukan lagi. Itulah sebabnya rasul Paulus tak henti-hentinya berdoa untuk Timotius supaya ia tetap memiliki semangat dalam melayani Tuhan. "...kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu." (2 Timotius 1:6). Ada banyak alasan bagi Timotius untuk menjadi lemah dan patah semangat melayani karena banyak tantangan dan ujian menghadang langkahnya dalam mengemban Amanat Agung Tuhan ini. Apalagi saat itu Paulus selaku pembina rohani Timotius sedang dipenjara oleh karena Injil; secara manusia mental Timotius pasti terpengaruh dan terganggu!
Orang berpendapat bahwa orang muda itu masih 'hijau', minim pengalaman, belum banyak mengenyam asam garam kehidupan, sehinga mereka memandang Timotius dengan sebelah mata. Mereka berpendapat bahwa orang muda belum layak menjadi pemimpin rohani. Belum lagi permasalahan yang ada dalam jemaat di Efesus yang begitu kompleks. Ibarat suatu penyakit, maka penyakit jemaat Efesus itu stadium empat atau sudah kronis. Pada saat itu ada banyak pengajar-pengajar sesat yang menyusup di antara jemaat menebarkan ajarannya yang menyimpang dari kebenaran injil, sehingga jemaat mulai terjebak dengan takhayul dan dongeng-dongeng. Rasul Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Inilah tantangan tersendiri bagi Timotius untuk menunjukkan kualitas hidupnya sebagai pelayan Tuhan muda! (Bersambung)
MILIKILAH IMPIAN BESAR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2013 -
Baca: Mazmur 107:23-32
"mereka melihat pekerjaan-pekerjaan TUHAN, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di tempat yang dalam." Mazmur 107:24
Tuhan sudah menyediakan berkatNya, tapi perlu upaya keras untuk meraihnya sebab berkatNya yang besar tersedia di tempat yang "dalam". Hanya di laut yang dalam para nelayan akan menangkap ikan-ikan besar. Inilah perintah Tuhan kepada Simon Petrus, "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4).
Ukuran masalah yang kita hadapi biasanya menentukan pula level kerohanian yang akan kita capai; karena Tuhan tahu kemampuan kita, Ia pun mengijinkan masalah terjadi sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Jika kita menyadari akan hal ini kita akan terus melangkah maju bersama Tuhan, karena kita percaya bahwa "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Itulah sebabnya Tuhan pun menghendaki kita untuk memimpikan apa saja dan menginginkan apa saja, "...tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Perlu diingat bahwa mimpi tidak akan pernah menjadi kenyataan tanpa tindakan dan usaha kita mewujudkannya. Orang-orang yang berhasil adalah orang-orang yang mengawalinya dengan sebuah mimpi besar yang membuat mereka menjadi orang-orang yang rajin, tekun, tidak gampang menyerah pada tantangan yang menghambat impiannya. Mereka tidak berpangku tangan, mengharap berkat turun dari langit. Ketika kita melakukan yang terbaik, yakinlah Tuhan akan melakukan yang tidak sanggup kita lakukan. "Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa," (Mazmur 60:14).
Mungkin saat ini kita sedang terpuruk dan gagal. Jangan putus asa dan tawar hati. Ayo bangkit! Sekali lagi, bangkitlah! Mari kita arahkan mata kita kepada kuasa Tuhan yang tak terbatas itu! Yosua, karena mengandalkan Tuhan, mampu melewati setiap rintangan dan berhasil membawa bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian.
Kunci meraih impian besar: andalkan Tuhan dalam segala perkara, sebab "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," Efesus 3:20
Baca: Mazmur 107:23-32
"mereka melihat pekerjaan-pekerjaan TUHAN, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di tempat yang dalam." Mazmur 107:24
Tuhan sudah menyediakan berkatNya, tapi perlu upaya keras untuk meraihnya sebab berkatNya yang besar tersedia di tempat yang "dalam". Hanya di laut yang dalam para nelayan akan menangkap ikan-ikan besar. Inilah perintah Tuhan kepada Simon Petrus, "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4).
Ukuran masalah yang kita hadapi biasanya menentukan pula level kerohanian yang akan kita capai; karena Tuhan tahu kemampuan kita, Ia pun mengijinkan masalah terjadi sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Jika kita menyadari akan hal ini kita akan terus melangkah maju bersama Tuhan, karena kita percaya bahwa "...dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Itulah sebabnya Tuhan pun menghendaki kita untuk memimpikan apa saja dan menginginkan apa saja, "...tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Perlu diingat bahwa mimpi tidak akan pernah menjadi kenyataan tanpa tindakan dan usaha kita mewujudkannya. Orang-orang yang berhasil adalah orang-orang yang mengawalinya dengan sebuah mimpi besar yang membuat mereka menjadi orang-orang yang rajin, tekun, tidak gampang menyerah pada tantangan yang menghambat impiannya. Mereka tidak berpangku tangan, mengharap berkat turun dari langit. Ketika kita melakukan yang terbaik, yakinlah Tuhan akan melakukan yang tidak sanggup kita lakukan. "Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa," (Mazmur 60:14).
Mungkin saat ini kita sedang terpuruk dan gagal. Jangan putus asa dan tawar hati. Ayo bangkit! Sekali lagi, bangkitlah! Mari kita arahkan mata kita kepada kuasa Tuhan yang tak terbatas itu! Yosua, karena mengandalkan Tuhan, mampu melewati setiap rintangan dan berhasil membawa bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian.
Kunci meraih impian besar: andalkan Tuhan dalam segala perkara, sebab "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," Efesus 3:20
Monday, August 19, 2013
MILIKILAH IMPIAN BESAR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2013 -
Baca: Amsal 21:1-31
"Orang bijak dapat memanjat kota pahlawan-pahlawan, dan merobohkan benteng yang mereka percayai." Amsal 21:22
Bermimpi berarti memiliki sesuatu dalam pikiran sebelum diwujudkan menjadi kenyataan. Mimpi jenis ini bukanlah mimpi sebagai 'kembang tidur', tetapi mimpi yang didalamnya berisikan cita-cita dan kerinduan untuk menggapai sesuatu, yang terkadang sulit dipahami oleh akal sehat kita. bermimpi di sini artinya berpikir besar mencita-citakan hal-hal yang besar dan hebat dengan memaksimalkan potensi yang ada di dalam diri. Segala sesuatu, apa saja yang berhasil diwujudkan oleh seseorang, berawal dari mimpi, cita-cita, angan-angan, yang ditanamkan Tuhan dalam hati dan pikirannya, yang terjadi bukan tanpa rintangan atau masalah. Justru melalui masalahlah kita dibentuk menjadi pribadi yang kuat sehingga kita tidak menyerah kepada keadaan dan tetap melangkah maju menggapai impian tersebut. Namun umumnya setiap kali masalah datang, banyak yang menunjukkan reaksi yang negatif: mengeluh, frustasi, marah, kecewa dan putus asa. Kita seringkali tidak menyadari bahwa di balik besarnya masalah justru tersimpan kesempatan yang memungkinkan kita memiliki masa depan yang besar pula.
Tanpa melewati Goliat, Daud tidak akan pernah menjadi raja! Ketika kita berhasil mengalahkan 'raksasa', kita sedang menapaki anak tangga baru yang lebih tinggi dalam kehidupan kita. Bermimpi bukanlah menanti badai berlalu, melainkan berani menghadapi badai dengan penuh keberanian. "Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu;" (1 Samuel 17:48). Yusuf harus melewati masa-masa tersulit dalam hidupnya: dijual menjadi budak, difitnah dan dipenjarakan karena mimpinya yang besar. Meski demikian, ia tetap berpegang pada visi yang diterima dari Tuhan dengan hidup seturut kehendakNya, sampai saatnya Tuhan bertindak sehingga mimpi yang besar itu menjadi kenyataan dan hidup Yusuf pun menjadi kesaksian dan berkat bagi banyak orang.
Bagi orang yang 'kualitas rohani'nya 'biasa-biasa' saja, menghadapi masalah yang kecil saja mudah kecewa dan putus asa, karena itulah hidup mereka pun hanya biasa-biasa saja; mereka menginginkan berkat yang besar tapi tidak mau menghadapi tantangan yang besar pula dan lebih memilih untuk lari dari masalah. (Bersambung)
Baca: Amsal 21:1-31
"Orang bijak dapat memanjat kota pahlawan-pahlawan, dan merobohkan benteng yang mereka percayai." Amsal 21:22
Bermimpi berarti memiliki sesuatu dalam pikiran sebelum diwujudkan menjadi kenyataan. Mimpi jenis ini bukanlah mimpi sebagai 'kembang tidur', tetapi mimpi yang didalamnya berisikan cita-cita dan kerinduan untuk menggapai sesuatu, yang terkadang sulit dipahami oleh akal sehat kita. bermimpi di sini artinya berpikir besar mencita-citakan hal-hal yang besar dan hebat dengan memaksimalkan potensi yang ada di dalam diri. Segala sesuatu, apa saja yang berhasil diwujudkan oleh seseorang, berawal dari mimpi, cita-cita, angan-angan, yang ditanamkan Tuhan dalam hati dan pikirannya, yang terjadi bukan tanpa rintangan atau masalah. Justru melalui masalahlah kita dibentuk menjadi pribadi yang kuat sehingga kita tidak menyerah kepada keadaan dan tetap melangkah maju menggapai impian tersebut. Namun umumnya setiap kali masalah datang, banyak yang menunjukkan reaksi yang negatif: mengeluh, frustasi, marah, kecewa dan putus asa. Kita seringkali tidak menyadari bahwa di balik besarnya masalah justru tersimpan kesempatan yang memungkinkan kita memiliki masa depan yang besar pula.
Tanpa melewati Goliat, Daud tidak akan pernah menjadi raja! Ketika kita berhasil mengalahkan 'raksasa', kita sedang menapaki anak tangga baru yang lebih tinggi dalam kehidupan kita. Bermimpi bukanlah menanti badai berlalu, melainkan berani menghadapi badai dengan penuh keberanian. "Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu;" (1 Samuel 17:48). Yusuf harus melewati masa-masa tersulit dalam hidupnya: dijual menjadi budak, difitnah dan dipenjarakan karena mimpinya yang besar. Meski demikian, ia tetap berpegang pada visi yang diterima dari Tuhan dengan hidup seturut kehendakNya, sampai saatnya Tuhan bertindak sehingga mimpi yang besar itu menjadi kenyataan dan hidup Yusuf pun menjadi kesaksian dan berkat bagi banyak orang.
Bagi orang yang 'kualitas rohani'nya 'biasa-biasa' saja, menghadapi masalah yang kecil saja mudah kecewa dan putus asa, karena itulah hidup mereka pun hanya biasa-biasa saja; mereka menginginkan berkat yang besar tapi tidak mau menghadapi tantangan yang besar pula dan lebih memilih untuk lari dari masalah. (Bersambung)
Sunday, August 18, 2013
LETIH DAN LESU ROHANI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2013 -
Baca: Yesaya 31:1-9
"Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa." Yesaya 31:3a
Akhir-akhir ini banyak di antara kita yang dilanda oleh rasa letih, lelah, lemah dan lesu, bukan hanya secara fisik, tapi juga rohani. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai masalah yang mendera hidup: sakit-penyakit berkepanjangan, krisis keuangan rumah tangga, kesibukan bekerja, adalah antara lain penyebab kita tidak lagi berapi-api mengejar perkara-perkara rohani. Ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan harapan, kita pun langsung berpikir bahwa Tuhan tidak lagi memperhatikan kita dan meninggalkan kita. Orang-orang yang di sekitar kita pun dapat membuat kita terpancing emosi, jengkel, sedih dan kecewa. Tapi begitu pun keadaannya kita harus menyadari bahwa problema adalah hal yang tak terhindarkan yang harus kita lalui dalam perjalanan hidup ini. Sesungguhnya yang perlu kita lakukan untuk mengatasi segala rasa letih, lelah dan lesu rohani kita adalah dengan mengubah cara pandang kita terhadap setiap persoalan yang terjadi.
Rasul Paulus juga mengalami banyak penderitaan, tetapi ia kuat dan rohnya tetap menyala-nyala bagi Tuhan, karena ia berkeyakinan bahwa berada di dunia ini hanyalah untuk sementara waktu, "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga," (Filipi 3:20). Sorga adalah tempat tinggal sesungguhnya bagi orang percaya! Karena itu ia senantiasa menanti-nantikan Tuhan dengan bertekun mengerjakan tugas pelayanannya. Dibandingkan dengan kemuliaan yang telah menatinya kelak, semua masalah dan penderitaan apa pun di dunia ini tidak berarti apa-apa baginya. Paulus berkata, "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18).
Jangan biarkan masalah dan penderitaan yang terjadi membuat kita mengalami kemerosotan rohani. Jika kondisi seperti ini sedang melanda Saudara, segeralah datang kepada Tuhan dan nyatakan semua dalam doa, karena hanya Dia yang dapat memberikan kekuatan yang sesungguhnya.
"...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." Yesaya 40:31
Baca: Yesaya 31:1-9
"Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa." Yesaya 31:3a
Akhir-akhir ini banyak di antara kita yang dilanda oleh rasa letih, lelah, lemah dan lesu, bukan hanya secara fisik, tapi juga rohani. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai masalah yang mendera hidup: sakit-penyakit berkepanjangan, krisis keuangan rumah tangga, kesibukan bekerja, adalah antara lain penyebab kita tidak lagi berapi-api mengejar perkara-perkara rohani. Ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan harapan, kita pun langsung berpikir bahwa Tuhan tidak lagi memperhatikan kita dan meninggalkan kita. Orang-orang yang di sekitar kita pun dapat membuat kita terpancing emosi, jengkel, sedih dan kecewa. Tapi begitu pun keadaannya kita harus menyadari bahwa problema adalah hal yang tak terhindarkan yang harus kita lalui dalam perjalanan hidup ini. Sesungguhnya yang perlu kita lakukan untuk mengatasi segala rasa letih, lelah dan lesu rohani kita adalah dengan mengubah cara pandang kita terhadap setiap persoalan yang terjadi.
Rasul Paulus juga mengalami banyak penderitaan, tetapi ia kuat dan rohnya tetap menyala-nyala bagi Tuhan, karena ia berkeyakinan bahwa berada di dunia ini hanyalah untuk sementara waktu, "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga," (Filipi 3:20). Sorga adalah tempat tinggal sesungguhnya bagi orang percaya! Karena itu ia senantiasa menanti-nantikan Tuhan dengan bertekun mengerjakan tugas pelayanannya. Dibandingkan dengan kemuliaan yang telah menatinya kelak, semua masalah dan penderitaan apa pun di dunia ini tidak berarti apa-apa baginya. Paulus berkata, "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." (Roma 8:18).
Jangan biarkan masalah dan penderitaan yang terjadi membuat kita mengalami kemerosotan rohani. Jika kondisi seperti ini sedang melanda Saudara, segeralah datang kepada Tuhan dan nyatakan semua dalam doa, karena hanya Dia yang dapat memberikan kekuatan yang sesungguhnya.
"...orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." Yesaya 40:31
Saturday, August 17, 2013
MENGHARGAI JASA PAHLAWAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2013 -
Baca: 2 Samuel 23:8-39
"Inilah nama para pahlawan yang mengiringi Daud: Isybaal, orang Hakhmoni, kepala triwira ("Kelompok Tiga", para Pahlawan - Red.); ia mengayunkan tombaknya melawan delapan ratus orang yang tertikam mati dalam satu pertempuran." 2 Samuel 23:8
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini pekik kemerdekaan bergema di seluruh persada tanah air. Kita, seluruh bangsa Indonesia, sedang merayakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa ini. Dirgahayu RI! Tepat pada tanggal 17 Agustus, enam puluh delapan tahun silam, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dari penjajahan bangsa asing. Selama kurun waktu yang lama bangsa ini berada dalam cengkeraman bangsa-bangsa lain... tak bisa dibayangkan betapa menderitanya rakyat pada waktu itu. Dalam teks pembukaan UUD 1945 alinea pertama dikatakan, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan..." Kemerdekaan kini telah menjadi milik bangsa Indonesia! Merdeka berarti bebas dari belenggu, bebas dari tekanan, bebas dari perbudakan! Namun satu hal yang harus kita ketahui ialah kemerdekaan bangsa ini tidak didapat semudah membalikkan telapak tangan! Ini diperoleh dengan pertumpahan darah para pendahulu kita, yaitu para pahlawan bangsa, yang telah berjuang dan rela mengorbankan jiwa raganya demi membela bangsa.
Hari ini kita membaca nama-nama orang yang memiliki peran besar dalam kemenangan Daud saat bangsanya bertempur melawan bangsa-bangsa lain. Mereka adalah pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa. Namun di atas semuanya itu kemenangan Daud adalah karena campur tangan Tuhan. "Demikianlah diberikan TUHAN kemenangan yang besar." (2 Samuel 23:12b). Pemazmur pun mengakui, "Sebab bukan kepada panahku aku percaya, dan pedangkupun tidak memberi aku kemenangan, tetapi Engkaulah yang memberi kami kemenangan terhadap para lawan kami," (Mazmur 44:7-8).
Kita pun patut bersyukur kepada Tuhan, karena pertolonganNyalah kita dapat meraih kemerdekaan. Tak boleh kita lupa juga menghargai jasa para pahlawan, di mana mereka telah memberikan modal yang tak ternilai harganya bagi kita, yaitu kemerdekaan.
Tugas kita adalah mengisi kemerdekaan ini dengan melakukan yang terbaik bagi bangsa sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan.
Baca: 2 Samuel 23:8-39
"Inilah nama para pahlawan yang mengiringi Daud: Isybaal, orang Hakhmoni, kepala triwira ("Kelompok Tiga", para Pahlawan - Red.); ia mengayunkan tombaknya melawan delapan ratus orang yang tertikam mati dalam satu pertempuran." 2 Samuel 23:8
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini pekik kemerdekaan bergema di seluruh persada tanah air. Kita, seluruh bangsa Indonesia, sedang merayakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa ini. Dirgahayu RI! Tepat pada tanggal 17 Agustus, enam puluh delapan tahun silam, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dari penjajahan bangsa asing. Selama kurun waktu yang lama bangsa ini berada dalam cengkeraman bangsa-bangsa lain... tak bisa dibayangkan betapa menderitanya rakyat pada waktu itu. Dalam teks pembukaan UUD 1945 alinea pertama dikatakan, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan..." Kemerdekaan kini telah menjadi milik bangsa Indonesia! Merdeka berarti bebas dari belenggu, bebas dari tekanan, bebas dari perbudakan! Namun satu hal yang harus kita ketahui ialah kemerdekaan bangsa ini tidak didapat semudah membalikkan telapak tangan! Ini diperoleh dengan pertumpahan darah para pendahulu kita, yaitu para pahlawan bangsa, yang telah berjuang dan rela mengorbankan jiwa raganya demi membela bangsa.
Hari ini kita membaca nama-nama orang yang memiliki peran besar dalam kemenangan Daud saat bangsanya bertempur melawan bangsa-bangsa lain. Mereka adalah pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa. Namun di atas semuanya itu kemenangan Daud adalah karena campur tangan Tuhan. "Demikianlah diberikan TUHAN kemenangan yang besar." (2 Samuel 23:12b). Pemazmur pun mengakui, "Sebab bukan kepada panahku aku percaya, dan pedangkupun tidak memberi aku kemenangan, tetapi Engkaulah yang memberi kami kemenangan terhadap para lawan kami," (Mazmur 44:7-8).
Kita pun patut bersyukur kepada Tuhan, karena pertolonganNyalah kita dapat meraih kemerdekaan. Tak boleh kita lupa juga menghargai jasa para pahlawan, di mana mereka telah memberikan modal yang tak ternilai harganya bagi kita, yaitu kemerdekaan.
Tugas kita adalah mengisi kemerdekaan ini dengan melakukan yang terbaik bagi bangsa sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan.
Friday, August 16, 2013
PENGUDUSAN BAGI ORANG PERCAYA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2013 -
Baca: 1 Tesalonika 4:1-12
"Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu," 1 Tesalonika 4:3
Pengudusan sebagai proses mengartikan ada harga yang harus kita bayar. Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Menyangkal diri berarti harus menang terhadap segala bentuk keinginan daging. Ada upaya dan kerja keras secara terus-menerus untuk mematikan perbuatan daging. Bagaimana caranya?
Ada langkah-langkah yang harus kita tempuh: 1. Karib dengan Tuhan. Adakah kita memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan? Bersekutu berarti menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Bersekutu dengan Tuhan berarti menjadi satu dengan Dia dalam segala aspek kehidupan kita. Persekutuan yang intim dilukiskan seperti ranting yang melekat pada Pokok Anggur. Oleh karena itu "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). 2. Tinggal di dalam firman. Kita harus menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani setiap hari supaya kerohanian kita makin bertumbuh, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Semakin tinggal di dalam firmanNya semakin dibersihkan segala kotoran dan hal-hal yang tidak berkenan di dalam hidup kita, dan kita kian berakar kuat di dalam Tuhan sehingga tidak mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran yang menyesatkan.
Adalah tidak sulit bersekutu dengan Tuhan melalui firmanNya, sebab "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8); kita pun dapat menikmati firman itu melalui pendengaran dan juga penglihatan kita (bertekun membaca, mempelajari, merenungkan dan mendengarkan melalui khotbah). Di situ Roh Kudus akan bekerja sehingga kita beroleh kekuatan untuk mengalahkan segala kedagingan dan hidup di dalam kekudusan senantiasa!
Hidup kudus adalah kehendak Tuhan bagi kita!
Baca: 1 Tesalonika 4:1-12
"Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu," 1 Tesalonika 4:3
Pengudusan sebagai proses mengartikan ada harga yang harus kita bayar. Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Menyangkal diri berarti harus menang terhadap segala bentuk keinginan daging. Ada upaya dan kerja keras secara terus-menerus untuk mematikan perbuatan daging. Bagaimana caranya?
Ada langkah-langkah yang harus kita tempuh: 1. Karib dengan Tuhan. Adakah kita memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan? Bersekutu berarti menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Bersekutu dengan Tuhan berarti menjadi satu dengan Dia dalam segala aspek kehidupan kita. Persekutuan yang intim dilukiskan seperti ranting yang melekat pada Pokok Anggur. Oleh karena itu "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). 2. Tinggal di dalam firman. Kita harus menjadikan firman Tuhan sebagai makanan rohani setiap hari supaya kerohanian kita makin bertumbuh, sebab "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Dan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Semakin tinggal di dalam firmanNya semakin dibersihkan segala kotoran dan hal-hal yang tidak berkenan di dalam hidup kita, dan kita kian berakar kuat di dalam Tuhan sehingga tidak mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran yang menyesatkan.
Adalah tidak sulit bersekutu dengan Tuhan melalui firmanNya, sebab "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu." (Roma 10:8); kita pun dapat menikmati firman itu melalui pendengaran dan juga penglihatan kita (bertekun membaca, mempelajari, merenungkan dan mendengarkan melalui khotbah). Di situ Roh Kudus akan bekerja sehingga kita beroleh kekuatan untuk mengalahkan segala kedagingan dan hidup di dalam kekudusan senantiasa!
Hidup kudus adalah kehendak Tuhan bagi kita!
Thursday, August 15, 2013
PENGUDUSAN BAGI ORANG PERCAYA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2013 -
Baca: Roma 6:15-23
"Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." Roma 6:18
Apa itu kudus? Secara umum kudus berarti tanpa dosa dan noda, tanpa cela. Hidup kudus inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi orang percaya, "tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16).
Untuk menjadi kudus setiap anak Tuhan harus mengalami apa yang disebut dengan pengudusan yang maksudnya adalah ditahirkan, dipisahkan dari dunia, dijauhkan dari dosa dan dikhususkan bagi Tuhan, dengan tujuan supaya kita mempunyai persekutuan yang karib dengan Tuhan dan layak untuk melayani Dia, seperti tertulis: "Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku." (Imamat 20:26). Kita yang sebelumnya hidup sebagai hamba dosa, dengan menyerahkan seluruh anggota tubuh kita untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, kini tidak lagi...tetapi kita menyerahkan seluruh anggota tubuh kita untuk dipakaiNya sebagai senjata kebenaran (baca Roma 6:13).
Secara garis besar pengudusan bagi orang percaya ada dua cara yaitu pengudusan seketika dan pengudusan sebagai proses. Pengudusan sebagai peristiwa seketika terjadi saat kita bertobat, mengakui segala dosa-dosa kita, lalu kita mengaku, percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, sehingga pada saat itu pula kita dikuduskanNya. Melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib ditebuslah dosa-dosa kita dan kita pun dipindahkan dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib, dan menjadi bagian dari orang-orang kudusNya. Tuhan berkata, "Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu." (Yesaya 43:25). Jadi, "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah." (Efesus 2:19). Setelah kita dikuduskan melalui pengorbanan Tuhan Yesus di atas kayu salib, selanjutnya kita masuk dalam pengudusan sebagai proses. Adapun proses ini adalah bagian yang harus dikerjakan oleh setiap orang percaya seumur hidupnya. Meski sudah dibebaskan dari dosa dan dikuduskan oleh darah Kristus, dalam kehidupan sehari-hari kita seringkali jatuh bangun dan masih bisa berbuat dosa. (Bersambung)
Baca: Roma 6:15-23
"Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." Roma 6:18
Apa itu kudus? Secara umum kudus berarti tanpa dosa dan noda, tanpa cela. Hidup kudus inilah yang menjadi kehendak Tuhan bagi orang percaya, "tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16).
Untuk menjadi kudus setiap anak Tuhan harus mengalami apa yang disebut dengan pengudusan yang maksudnya adalah ditahirkan, dipisahkan dari dunia, dijauhkan dari dosa dan dikhususkan bagi Tuhan, dengan tujuan supaya kita mempunyai persekutuan yang karib dengan Tuhan dan layak untuk melayani Dia, seperti tertulis: "Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku." (Imamat 20:26). Kita yang sebelumnya hidup sebagai hamba dosa, dengan menyerahkan seluruh anggota tubuh kita untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, kini tidak lagi...tetapi kita menyerahkan seluruh anggota tubuh kita untuk dipakaiNya sebagai senjata kebenaran (baca Roma 6:13).
Secara garis besar pengudusan bagi orang percaya ada dua cara yaitu pengudusan seketika dan pengudusan sebagai proses. Pengudusan sebagai peristiwa seketika terjadi saat kita bertobat, mengakui segala dosa-dosa kita, lalu kita mengaku, percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, sehingga pada saat itu pula kita dikuduskanNya. Melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib ditebuslah dosa-dosa kita dan kita pun dipindahkan dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib, dan menjadi bagian dari orang-orang kudusNya. Tuhan berkata, "Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu." (Yesaya 43:25). Jadi, "...kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah." (Efesus 2:19). Setelah kita dikuduskan melalui pengorbanan Tuhan Yesus di atas kayu salib, selanjutnya kita masuk dalam pengudusan sebagai proses. Adapun proses ini adalah bagian yang harus dikerjakan oleh setiap orang percaya seumur hidupnya. Meski sudah dibebaskan dari dosa dan dikuduskan oleh darah Kristus, dalam kehidupan sehari-hari kita seringkali jatuh bangun dan masih bisa berbuat dosa. (Bersambung)
Wednesday, August 14, 2013
YESUS KRISTUS: Penebus Dosa Manusia!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2013 -
Baca: Kolose 1:1-14
"di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." Kolose 1:14
Sebelum kita bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita sesungguhnya berada di dalam cengkeraman kuasa kegelapan. Kita berada di bawah kekuasaan kerajaan Iblis dan diperbudak oleh dosa seperti tertulis: "Dahulu memang kamu hamba dosa," (Roma 6:17), dan sedang berjalan menuju kepada kebinasaan kekal. Namun syukur kepada Allah, karena kasihNya "...Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Jadi inisiatif keselamatan itu datangnya dari Allah sendiri. Dia membebaskan kita dari cengkeraman kuasa dosa dan memerdekakan kita dari dosa melalui PuteraNya Yesus Kristus. Kepada setiap orang yang percaya dan beriman kepada Yesus Kristus Kasih Allah dinyatakan. Tuhan Yesus menyampaikan hal ini dalam doaNya kepada Bapa, "...memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka." (Yohanes 17:25-26). Ini menunjukkan bahwa setiap orang yang berada di luar Kristus (tidak berada di dalam Dia) belum ditebus dan belum beroleh pengampunan dosa. Jika di luar Tuhan Yesus kita dapat menerima pengampunan dosa, Dia tidak perlu mati di atas kayu salib; melalui pengorbanan Kristus kita diperdamaikan dengan Allah dan tidak lagi berada di bawah kuasa hukum dosa.
Kita ditebus bukan dengan barang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah Kristus yang mahal, yang tak bernoda dan tak bercacat (baca 1 Petrus 1:18-19). Jadi "...tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan." (Ibrani 9:22b). Namun, darah binatang tidak dapat menebus dosa manusia, "Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa." (Ibrani 10:4). Di zaman Perjanjian Lama darah binatang sebagai korban penebusan dosa hanyalah lambang dari korban yang sesungguhnya darah Kristus.
Dosa manusia hanya dapat ditebus oleh Darah Anak Domba Allah yaitu darah Yesus Kristus saja!
Baca: Kolose 1:1-14
"di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." Kolose 1:14
Sebelum kita bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita sesungguhnya berada di dalam cengkeraman kuasa kegelapan. Kita berada di bawah kekuasaan kerajaan Iblis dan diperbudak oleh dosa seperti tertulis: "Dahulu memang kamu hamba dosa," (Roma 6:17), dan sedang berjalan menuju kepada kebinasaan kekal. Namun syukur kepada Allah, karena kasihNya "...Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).
Jadi inisiatif keselamatan itu datangnya dari Allah sendiri. Dia membebaskan kita dari cengkeraman kuasa dosa dan memerdekakan kita dari dosa melalui PuteraNya Yesus Kristus. Kepada setiap orang yang percaya dan beriman kepada Yesus Kristus Kasih Allah dinyatakan. Tuhan Yesus menyampaikan hal ini dalam doaNya kepada Bapa, "...memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka." (Yohanes 17:25-26). Ini menunjukkan bahwa setiap orang yang berada di luar Kristus (tidak berada di dalam Dia) belum ditebus dan belum beroleh pengampunan dosa. Jika di luar Tuhan Yesus kita dapat menerima pengampunan dosa, Dia tidak perlu mati di atas kayu salib; melalui pengorbanan Kristus kita diperdamaikan dengan Allah dan tidak lagi berada di bawah kuasa hukum dosa.
Kita ditebus bukan dengan barang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah Kristus yang mahal, yang tak bernoda dan tak bercacat (baca 1 Petrus 1:18-19). Jadi "...tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan." (Ibrani 9:22b). Namun, darah binatang tidak dapat menebus dosa manusia, "Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa." (Ibrani 10:4). Di zaman Perjanjian Lama darah binatang sebagai korban penebusan dosa hanyalah lambang dari korban yang sesungguhnya darah Kristus.
Dosa manusia hanya dapat ditebus oleh Darah Anak Domba Allah yaitu darah Yesus Kristus saja!
Tuesday, August 13, 2013
ISI PIKIRAN: Menunjukkan Siapa Kita!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2013 -
Baca: Matius 12:33-37
"Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." Matius 12:35
Bagi orang percaya berpikir benar merupakan hal yang sangat penting. Amsal 23:7 menulis, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." Hal ini menunjukkan bahwa pkiran kita itu berkuasa dan memiliki kesanggupan untuk mencipta. Karena itulah kita harus berhati-hati dengan apa yang kita pikirkan. Jika tahu bahwa pikiran kita akan mempengaruhi keberadaan hidup kita kelak, maka memenuhi pikiran dengan hal-hal yang positif dan benar haruslah menjadi prioritas kita setiap waktu.
Ada ribuan perkara yang disuguhkan kepada kita setiap hari, positif maupun negatif. Kita harus bisa menyaring dan memilah-milah mana yang patut masuk ke dalam pikiran kita dan mana yang harus dibuang jauh-jauh. Sebagai anak-anak Tuhan kita harus memilih memikirkan perkara yang benar dan yang berkenan kepada Tuhan. Inilah yang disebut dengan peperangan atau pergumulan. "...pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN..." (Ulangan 30:19-20). Jadi, apakah kita memilih pikiran yang membawa kepada berkat dan kemenangan, atau yang membawa kepada kegagalan dan kehancuran? Ketika kita memikirkan hal-hal yang berasal dari daging, secara otomatis kita akan berjalan dalam daging, mustahil dapat hidup dalam pimpinan Roh. "...jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13).
Pikiran itu menghasilkan buah, oleh karena itu pikirkanlah semua yang baik, maka buah kehidupan kita akan baik pula. Sebelum pikiran kita benar-benar dibereskan di hadapan Tuhan, sampai kapan pun hidup kita tidak akan pernah beres.
"Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" Mazmur 139:23
Baca: Matius 12:33-37
"Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." Matius 12:35
Bagi orang percaya berpikir benar merupakan hal yang sangat penting. Amsal 23:7 menulis, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." Hal ini menunjukkan bahwa pkiran kita itu berkuasa dan memiliki kesanggupan untuk mencipta. Karena itulah kita harus berhati-hati dengan apa yang kita pikirkan. Jika tahu bahwa pikiran kita akan mempengaruhi keberadaan hidup kita kelak, maka memenuhi pikiran dengan hal-hal yang positif dan benar haruslah menjadi prioritas kita setiap waktu.
Ada ribuan perkara yang disuguhkan kepada kita setiap hari, positif maupun negatif. Kita harus bisa menyaring dan memilah-milah mana yang patut masuk ke dalam pikiran kita dan mana yang harus dibuang jauh-jauh. Sebagai anak-anak Tuhan kita harus memilih memikirkan perkara yang benar dan yang berkenan kepada Tuhan. Inilah yang disebut dengan peperangan atau pergumulan. "...pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN..." (Ulangan 30:19-20). Jadi, apakah kita memilih pikiran yang membawa kepada berkat dan kemenangan, atau yang membawa kepada kegagalan dan kehancuran? Ketika kita memikirkan hal-hal yang berasal dari daging, secara otomatis kita akan berjalan dalam daging, mustahil dapat hidup dalam pimpinan Roh. "...jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (Roma 8:13).
Pikiran itu menghasilkan buah, oleh karena itu pikirkanlah semua yang baik, maka buah kehidupan kita akan baik pula. Sebelum pikiran kita benar-benar dibereskan di hadapan Tuhan, sampai kapan pun hidup kita tidak akan pernah beres.
"Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;" Mazmur 139:23
Monday, August 12, 2013
PIKIRKAN PERKARA YANG DI ATAS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2013 -
Baca: Roma 7:13-26
"Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." Roma 7:19
Langkah selanjutnya, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2). Pikiran adalah pemimpin atau pelapor dari semua tindakan kita. Artinya semua tindakan kita adalah akibat langsung dari apa yang terkandung di dalam pikiran kita. Jika yang ada dalam pikiran kita adalah hal-hal yang negatif, maka kita akan mempunyai kehidupan yang negatif pula. Jadi pikiran kita adalah medan peperangan. Inilah 'area' yang sangat rawan dan berbahaya, yang seringkali dimanfaatkan Iblis untuk menyerang kita, karena ia tahu bahwa pikiran memegang pengaruh besar dalam kehidupan kita.
Iblis tahu apa yang kita sukai dan yang tidak kita sukai. Karena itu Iblis berusaha memasukkan hal-hal negatif ke dalam pikiran kita. Ada tertulis: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya," (Markus 7:20). Pikiran yang terisi oleh hal-hal yang negatif pada saatnya akan keluar melalui ucapan dan tindakan kita. Jadi memikirkan perkara yang di bumi berarti membiarkan Iblis merajai pikiran kita sehingga kita tidak beroleh kekuatan untuk melawan segala kedagingan.
Sementara, memikirkan perkara yang di atas berarti mengisi pikiran dengan firman Tuhan, sehingga "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji," (Filipi 4:8) itulah yang terkandung di dalam pikiran kita. Dan ini akan terefleksikan dalam setiap tindakan kita sehari-hari. Perbuatan kita akan selaras dengan firman Tuhan. Semakin pikiran kita diperbaharui oleh firman Tuhan, semakin terkikis pula tabiat-tabiat manusia lama kita, sebab pikiran kita telah dikendalikan sepenuhnya oleh Roh Kudus. Ini berarti kita memberi keleluasaan Roh Kudus untuk bekerja di dalam kita. Ia pun akan memberi kekuatan kepada kita supaya kita dapat melawan tipu muslihat Iblis. Maka kita harus tegas menolak dan tidak membiarkan pikiran kita dikuasai oleh keinginan duniawi. Ingat! Kita adalah tuan dari pikiran kita sendiri, dan tidak ada satu pun hal kecil yang dapat masuk ke dalam pikiran kita tanpa seijin kita.
Memikirkan perkara di atas berarti "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," 2 Korintus 10:5b
Baca: Roma 7:13-26
"Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." Roma 7:19
Langkah selanjutnya, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2). Pikiran adalah pemimpin atau pelapor dari semua tindakan kita. Artinya semua tindakan kita adalah akibat langsung dari apa yang terkandung di dalam pikiran kita. Jika yang ada dalam pikiran kita adalah hal-hal yang negatif, maka kita akan mempunyai kehidupan yang negatif pula. Jadi pikiran kita adalah medan peperangan. Inilah 'area' yang sangat rawan dan berbahaya, yang seringkali dimanfaatkan Iblis untuk menyerang kita, karena ia tahu bahwa pikiran memegang pengaruh besar dalam kehidupan kita.
Iblis tahu apa yang kita sukai dan yang tidak kita sukai. Karena itu Iblis berusaha memasukkan hal-hal negatif ke dalam pikiran kita. Ada tertulis: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya," (Markus 7:20). Pikiran yang terisi oleh hal-hal yang negatif pada saatnya akan keluar melalui ucapan dan tindakan kita. Jadi memikirkan perkara yang di bumi berarti membiarkan Iblis merajai pikiran kita sehingga kita tidak beroleh kekuatan untuk melawan segala kedagingan.
Sementara, memikirkan perkara yang di atas berarti mengisi pikiran dengan firman Tuhan, sehingga "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji," (Filipi 4:8) itulah yang terkandung di dalam pikiran kita. Dan ini akan terefleksikan dalam setiap tindakan kita sehari-hari. Perbuatan kita akan selaras dengan firman Tuhan. Semakin pikiran kita diperbaharui oleh firman Tuhan, semakin terkikis pula tabiat-tabiat manusia lama kita, sebab pikiran kita telah dikendalikan sepenuhnya oleh Roh Kudus. Ini berarti kita memberi keleluasaan Roh Kudus untuk bekerja di dalam kita. Ia pun akan memberi kekuatan kepada kita supaya kita dapat melawan tipu muslihat Iblis. Maka kita harus tegas menolak dan tidak membiarkan pikiran kita dikuasai oleh keinginan duniawi. Ingat! Kita adalah tuan dari pikiran kita sendiri, dan tidak ada satu pun hal kecil yang dapat masuk ke dalam pikiran kita tanpa seijin kita.
Memikirkan perkara di atas berarti "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," 2 Korintus 10:5b
Sunday, August 11, 2013
CARILAH PERKARA YANG DI ATAS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2013 -
Baca: Kolose 3:1-4
"Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah." Kolose 3:3
Sebelum bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi kita semua tidak luput dari melakukan dosa. Kita hidup dengan menuruti dorongan hawa nafsu dan segala keinginannya. Pendek kata hidup kita diperbudak dan dibelenggu oleh dosa. Namun setelah kita menjadi anak-anak Tuhan dan hidup baru di dalam Kristus (baca 2 Korintus 5:17), kita pun harus memiliki cara hidup yang berbeda dari hidup sebelumnya. Jika sebelumnya kita lebih memperhatikan perkara-perkara duniawi dan hidup di dalamnya, kini kita harus lebih memusatkan diri terhadap hal-hal rohani.
Keberadaan kita sebagai 'manusia lama' diibaratkan seperti pakaian yang sudah usang dan kumal yang sudah kita tanggalkan, dan sekarang kita sedang mengenakan pakaian yang baru. Mungkinkah seseorang hendak memakai baju baru tanpa terlebih dahulu melepaskan bajunya yang lama, kotor dan bau? Maka yang harus kita lakukan saat ini sebagai 'manusia baru' di dalam Kristus adalah, pertama: "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada," (Kolose 3:1). Mencari perkara rohani berarti harus memiliki rasa haus dan lapar akan firman Tuhan setiap hari, memiliki kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan lebih lagi, seperti yang Daud rindukan, "Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya." (Mazmur 27:4), serta memiliki komitmen untuk melakukan kehendak Tuhan. Memang itu bukanlah hal yang mudah karena ada banyak tantangan yang menghadang, seperti masalah hidup, lebih-lebih situasi dan kondisi yang terjadi di sekitar kita yang seringkali membuat kita lemah. Gemerlap dan hingar-bingar dunia ini yang menawarkan segala kenikmatan, kekayaan dengan segala tipu dayanya pun dapat menghimpit dan mempengaruhi kita sehingga kita pun menjadi tak berdaya. "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14).
Karena itu rasul Paulus menasihati jemaat di Kolose agar mereka selalu waspada dan menyadari betapa perkara-perkara rohani itu jauh lebih berharga daripada hal-hal duniawi, yang hanya bersifat sementara dan fana ini. (Bersambung)
Baca: Kolose 3:1-4
"Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah." Kolose 3:3
Sebelum bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi kita semua tidak luput dari melakukan dosa. Kita hidup dengan menuruti dorongan hawa nafsu dan segala keinginannya. Pendek kata hidup kita diperbudak dan dibelenggu oleh dosa. Namun setelah kita menjadi anak-anak Tuhan dan hidup baru di dalam Kristus (baca 2 Korintus 5:17), kita pun harus memiliki cara hidup yang berbeda dari hidup sebelumnya. Jika sebelumnya kita lebih memperhatikan perkara-perkara duniawi dan hidup di dalamnya, kini kita harus lebih memusatkan diri terhadap hal-hal rohani.
Keberadaan kita sebagai 'manusia lama' diibaratkan seperti pakaian yang sudah usang dan kumal yang sudah kita tanggalkan, dan sekarang kita sedang mengenakan pakaian yang baru. Mungkinkah seseorang hendak memakai baju baru tanpa terlebih dahulu melepaskan bajunya yang lama, kotor dan bau? Maka yang harus kita lakukan saat ini sebagai 'manusia baru' di dalam Kristus adalah, pertama: "...carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada," (Kolose 3:1). Mencari perkara rohani berarti harus memiliki rasa haus dan lapar akan firman Tuhan setiap hari, memiliki kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan lebih lagi, seperti yang Daud rindukan, "Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya." (Mazmur 27:4), serta memiliki komitmen untuk melakukan kehendak Tuhan. Memang itu bukanlah hal yang mudah karena ada banyak tantangan yang menghadang, seperti masalah hidup, lebih-lebih situasi dan kondisi yang terjadi di sekitar kita yang seringkali membuat kita lemah. Gemerlap dan hingar-bingar dunia ini yang menawarkan segala kenikmatan, kekayaan dengan segala tipu dayanya pun dapat menghimpit dan mempengaruhi kita sehingga kita pun menjadi tak berdaya. "...tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14).
Karena itu rasul Paulus menasihati jemaat di Kolose agar mereka selalu waspada dan menyadari betapa perkara-perkara rohani itu jauh lebih berharga daripada hal-hal duniawi, yang hanya bersifat sementara dan fana ini. (Bersambung)
Saturday, August 10, 2013
KE MANA KITA AKAN LARI? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2013 -
Baca: Yunus 3:1-10
"Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah." Yunus 3:3
Semua awak dan penumpang kapal menjadi panik dan takut. Singkat cerita, mereka membuang undi untuk mencari siapa yang patut disalahkan sebagai penyebab terjadinya malapetaka ini. Bukanlah kebetulan jika undi itu pun jatuh kepada Yunus. Akhirnya Yunus pun menceritakan tentang pelariannya dan karena dialah Tuhan menjadi murka. Di tengah rasa frustasi dan penyesalannya karena ia tahu dirinyalah penyebab ini semua, Yunus berkata kepada orang-orang, "Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu." (Yunus 1:12).
Rencana Tuhan tidak pernah gagal! Atas campur tanganNya seekor ikan besar menelan Yunus dan ia pun harus tinggal di dalamnya tiga hari tiga malam lamanya. Saat berada dalam perut ikan Yunus menyesali perbuatannya dan minta ampun kepada Tuhan karena telah memberontak dan lari dari panggilanNya. Ia berkenan akan doa penyesalan Yunus, lalu "... berfirmanlah TUHAN kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat." (Yunus 2:10). Tuhan memberi kesempatan kedua kepada Yunus untuk mengerjakan panggilanNya, "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu." (Yunus 3:2).
Sejauh apa pun kita berlari untuk menjauh dari hadiratNya, jika Ia berkenan memakai kita untuk sebuah rencana-Nya maka Ia akan selalu punya cara yang luar biasa untuk memanggil kita kembali sampai kita berkata 'ya' dan melangkah mengerjakan panggilanNya itu. Mungkin saat ini banyak dari kita yang sedang melarikan diri dan menghindar dari panggilan Tuhan untuk melayani Dia dengan berbagai alasan: sibuk, tidak ada waktu, tidak punya talenta dan sebagainya. Ingat! Melayani Tuhan adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita, jangan sia-siakan itu. Tidak semua orang beroleh kesempatan dan kepercayaan! Biarlah pengalaman hidup Yunus ini menjadi pelajaran berharga bagi kita. Jangan menunggu sampai Tuhan menegur kita dengan keras. Juga, jangan sekali-kali berkompromi dengan dosa, sebab Tuhan Mahatahu.
"Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." 2 Tawarikh 16:9a
Baca: Yunus 3:1-10
"Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah." Yunus 3:3
Semua awak dan penumpang kapal menjadi panik dan takut. Singkat cerita, mereka membuang undi untuk mencari siapa yang patut disalahkan sebagai penyebab terjadinya malapetaka ini. Bukanlah kebetulan jika undi itu pun jatuh kepada Yunus. Akhirnya Yunus pun menceritakan tentang pelariannya dan karena dialah Tuhan menjadi murka. Di tengah rasa frustasi dan penyesalannya karena ia tahu dirinyalah penyebab ini semua, Yunus berkata kepada orang-orang, "Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu." (Yunus 1:12).
Rencana Tuhan tidak pernah gagal! Atas campur tanganNya seekor ikan besar menelan Yunus dan ia pun harus tinggal di dalamnya tiga hari tiga malam lamanya. Saat berada dalam perut ikan Yunus menyesali perbuatannya dan minta ampun kepada Tuhan karena telah memberontak dan lari dari panggilanNya. Ia berkenan akan doa penyesalan Yunus, lalu "... berfirmanlah TUHAN kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat." (Yunus 2:10). Tuhan memberi kesempatan kedua kepada Yunus untuk mengerjakan panggilanNya, "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu." (Yunus 3:2).
Sejauh apa pun kita berlari untuk menjauh dari hadiratNya, jika Ia berkenan memakai kita untuk sebuah rencana-Nya maka Ia akan selalu punya cara yang luar biasa untuk memanggil kita kembali sampai kita berkata 'ya' dan melangkah mengerjakan panggilanNya itu. Mungkin saat ini banyak dari kita yang sedang melarikan diri dan menghindar dari panggilan Tuhan untuk melayani Dia dengan berbagai alasan: sibuk, tidak ada waktu, tidak punya talenta dan sebagainya. Ingat! Melayani Tuhan adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita, jangan sia-siakan itu. Tidak semua orang beroleh kesempatan dan kepercayaan! Biarlah pengalaman hidup Yunus ini menjadi pelajaran berharga bagi kita. Jangan menunggu sampai Tuhan menegur kita dengan keras. Juga, jangan sekali-kali berkompromi dengan dosa, sebab Tuhan Mahatahu.
"Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." 2 Tawarikh 16:9a
Subscribe to:
Posts (Atom)