Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2013 -
Baca: 1 Timotius 1:12-17
"Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal." 1 Timotius 1:16b
Keberadaan orang Kristen di tengah dunia adalah sebagai garam dan terang dunia (baca Matius 5:13-14). Artinya kita harus bisa menjadi berkat dan kesaksian bagi orang-orang dunia. Bagaimana kita bisa menjadi berkat dan kesaksian bagi mereka, bila hidup kita tidak menunjukkan perubahan dan masih mengenakan manusia lama? Padahal di dalam Kristus, kita "...adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Adapun tanda bahwa kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus adalah berubah dan berbuah. Oleh karena itu "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8). Tidak berubah dan berbuah adalah penghambat utama pertumbuhan iman dan bagi kemajuan pekerjaan Tuhan. Jadi, kendala utama pertumbuhan iman kita dan juga kemajuan pekerjaan Tuhan sesungguhnya bukan faktor luar, tapi faktor intern: kehidupan anak-anak Tuhan sendiri.
Efesus 2:8: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah," Jelas dinyatakan bahwa kita diselamatkan bukan karena hasil perjuangan (perbuatan) kita, tapi semata-mata karena anugerah Tuhan. Namun perubahan hidup adalah proses yang harus kita kerjakan dan merupakan tanggung jawab kita. Tuhan memang berkuasa untuk mengubah hidup seseorang, tapi butuh respons dari pihak kita untuk memiliki kerelaan dibentuk dan dubah oleh Tuhan. Jadi, di dalam diri kita juga harus ada tekad yang kuat untuk berubah, bukan pasif atau berpangku tangan sambil menunggu perubahan turun dari langit. "...karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar,
bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang
waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." (Filipi 2:12-13).
Tuhan memberikan keselamatan bagi kita melalui karya kudusNya di atas kayu salib, sedangkan bagian kita adalah mengerjakan keselamatan itu seumur hidup kita sebagai proses dengan hati yang takut akan Tuhan, sehingga hidup kita makin hari makin diperbarui di dalam Dia.
Tuesday, July 23, 2013
Monday, July 22, 2013
HATI YANG TERLUKA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2013 -
Baca: Yesaya 43:1-7
"Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," Yesaya 43:4
Jangan pernah berkata bahwa luka-luka hati kita tak mungkin disembuhkan! Atau bahkan ada di antara kita yang sudah hopeless dengan berkata, "Hidupku sudah tidak ada artinya lagi, tidak ada harapan dan masa depan. Hidupku sudah hancur!" Di dalam Tuhan selalu ada masa depan dan harapan. Pemazmur berkata, "Sebab bukan untuk seterusnya orang miskin dilupakan, bukan untuk selamanya hilang harapan orang sengsara." (Mazmur 9:19). Jadi, bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Ayat nas hari ini juga menegaskan bahwa kita ini berharga di mata Tuhan: "...Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku." (Yesaya 43:1) dan Tuhan memiliki rencana yang indah atas hidup kita.
Bagaimana caranya supaya luka-luka hati kita disembuhkan? Satu-satunya jalan adalah datang kepada Tuhan Yesus, merendahkan diri di hadapanNya, mengakuinya dengan jujur dan memohon pengampunan dariNya, Dia pasti akan memulihkan hati kita. Inilah janji Tuhan, "Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan," (Yehezkiel 34:16). Pemazmur berkata, "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Bangun kembali hubungan yang karib dengan Tuhan melalui doa setiap hari, baca firman Tuhan dan tetaplah mengucap syukur kepadaNya. Kita juga harus melepaskan pengampunan kepada orang lain yang telah menyakiti kita, memperlakukan tidak adil dan yang telah membuat kita menderita. Itu adalah syarat untuk kita bisa diampuni oleh Tuhan. Ini memang tidak mudah, tapi percayalah dengan pertolongan Roh kudus kita pasti akan dimampukan.
Milikilah tekad seperti Paulus, "...tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Yang lalu biarlah berlalu, arahkan pandangan ke depan dan tatap hari esok bersama dengan Tuhan!
Jangan biarkan luka-luka hati kita ini menjadi penghalang untuk mengalami berkat dan kemenangan yang Tuhan sediakan!
Baca: Yesaya 43:1-7
"Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," Yesaya 43:4
Jangan pernah berkata bahwa luka-luka hati kita tak mungkin disembuhkan! Atau bahkan ada di antara kita yang sudah hopeless dengan berkata, "Hidupku sudah tidak ada artinya lagi, tidak ada harapan dan masa depan. Hidupku sudah hancur!" Di dalam Tuhan selalu ada masa depan dan harapan. Pemazmur berkata, "Sebab bukan untuk seterusnya orang miskin dilupakan, bukan untuk selamanya hilang harapan orang sengsara." (Mazmur 9:19). Jadi, bagi orang percaya "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18). Ayat nas hari ini juga menegaskan bahwa kita ini berharga di mata Tuhan: "...Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku." (Yesaya 43:1) dan Tuhan memiliki rencana yang indah atas hidup kita.
Bagaimana caranya supaya luka-luka hati kita disembuhkan? Satu-satunya jalan adalah datang kepada Tuhan Yesus, merendahkan diri di hadapanNya, mengakuinya dengan jujur dan memohon pengampunan dariNya, Dia pasti akan memulihkan hati kita. Inilah janji Tuhan, "Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan," (Yehezkiel 34:16). Pemazmur berkata, "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Bangun kembali hubungan yang karib dengan Tuhan melalui doa setiap hari, baca firman Tuhan dan tetaplah mengucap syukur kepadaNya. Kita juga harus melepaskan pengampunan kepada orang lain yang telah menyakiti kita, memperlakukan tidak adil dan yang telah membuat kita menderita. Itu adalah syarat untuk kita bisa diampuni oleh Tuhan. Ini memang tidak mudah, tapi percayalah dengan pertolongan Roh kudus kita pasti akan dimampukan.
Milikilah tekad seperti Paulus, "...tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Yang lalu biarlah berlalu, arahkan pandangan ke depan dan tatap hari esok bersama dengan Tuhan!
Jangan biarkan luka-luka hati kita ini menjadi penghalang untuk mengalami berkat dan kemenangan yang Tuhan sediakan!
Sunday, July 21, 2013
HATI YANG TERLUKA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2013 -
Baca: Mazmur 147:1-20
"Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" Mazmur 147:3
Di era tahun 1990-an ada lagu yang begitu booming dan digemari banyak orang berjudul 'Hati yang luka' yang dibawakan biduanita cantik Betharia Sonatha. Lagu bergenre mellow ini sangat laris di pasaran dan hampir tiap hari terdengar di radio. Ini mengisahkan tentang luka hati yang dialami oleh wanita yang disakiti laki-laki. Akibat perlakuan tidak baik ini si wanita terluka hatinya. Hati yang terluka ini biasa disebut juga luka-luka batin.
Dalam kehidupan ini pun seringkali terjadi peristiwa-peristiwa yang menimbulkan goresan-goresan luka dalam diri seseorang. Goresan-goresan luka yang ada itu kian membentuk suatu sikap tertentu dalam diri orang tersebut. Bukan hanya orang-orang di luar Tuhan yang pernah merasakan luka-luka hati, tapi ada banyak orang Kristen juga, bahkan mungkin lebih kronis. Luka hati adalah rasa sakit di dalam hati yang diakibatkan perlakuan tidak baik oleh pihak luar, entah berupa intimidasi, ketidakadilan, penghinaan, tidak dikasihi, tidak diperhatikan, kekerasan fisik (penganiayaan), pelecehan seksual, penolakan sejak kandungan, kebencian, kepahitan, tekanan dan sebagainya.
Alkitab menggambarkan keadaan orang yang terluka hatinya itu sebagai orang yang robek jiwanya, patah hati, remuk jiwa, hancur hati dan sebagainya. Menyerang hati dan membuatnya terluka adalah cara yang dilakukan Iblis untuk menghambat kemajuan seseorang serta menghalangi orang percaya mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Bukan hanya itu, Iblis juga selalu berusaha mengungkit-ungkit semua pengalaman-pengalaman buruk yang terjadi di masa lalu supaya kita terus dihantui oleh trauma yang berkepanjangan, sehingga kita juga akan terus merasa bersalah dan dipenuhi oleh pikiran-pikiran negatif lainnya. Ketika orang Kristen mulai terluka hatinya akan timbul rasa kecewa, benci, sakit hati, pahit, dendam, depresi, tidak bisa mengampuni, tawar, apatis dan akhirnya menjadi ragu dan sangsi akan kuasa Tuhan.
Tuhan menasihati Yosua, "Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." (Yosua 1:9), sebab "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10) dan itu sangat merugikan.
Baca: Mazmur 147:1-20
"Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" Mazmur 147:3
Di era tahun 1990-an ada lagu yang begitu booming dan digemari banyak orang berjudul 'Hati yang luka' yang dibawakan biduanita cantik Betharia Sonatha. Lagu bergenre mellow ini sangat laris di pasaran dan hampir tiap hari terdengar di radio. Ini mengisahkan tentang luka hati yang dialami oleh wanita yang disakiti laki-laki. Akibat perlakuan tidak baik ini si wanita terluka hatinya. Hati yang terluka ini biasa disebut juga luka-luka batin.
Dalam kehidupan ini pun seringkali terjadi peristiwa-peristiwa yang menimbulkan goresan-goresan luka dalam diri seseorang. Goresan-goresan luka yang ada itu kian membentuk suatu sikap tertentu dalam diri orang tersebut. Bukan hanya orang-orang di luar Tuhan yang pernah merasakan luka-luka hati, tapi ada banyak orang Kristen juga, bahkan mungkin lebih kronis. Luka hati adalah rasa sakit di dalam hati yang diakibatkan perlakuan tidak baik oleh pihak luar, entah berupa intimidasi, ketidakadilan, penghinaan, tidak dikasihi, tidak diperhatikan, kekerasan fisik (penganiayaan), pelecehan seksual, penolakan sejak kandungan, kebencian, kepahitan, tekanan dan sebagainya.
Alkitab menggambarkan keadaan orang yang terluka hatinya itu sebagai orang yang robek jiwanya, patah hati, remuk jiwa, hancur hati dan sebagainya. Menyerang hati dan membuatnya terluka adalah cara yang dilakukan Iblis untuk menghambat kemajuan seseorang serta menghalangi orang percaya mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Bukan hanya itu, Iblis juga selalu berusaha mengungkit-ungkit semua pengalaman-pengalaman buruk yang terjadi di masa lalu supaya kita terus dihantui oleh trauma yang berkepanjangan, sehingga kita juga akan terus merasa bersalah dan dipenuhi oleh pikiran-pikiran negatif lainnya. Ketika orang Kristen mulai terluka hatinya akan timbul rasa kecewa, benci, sakit hati, pahit, dendam, depresi, tidak bisa mengampuni, tawar, apatis dan akhirnya menjadi ragu dan sangsi akan kuasa Tuhan.
Tuhan menasihati Yosua, "Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi." (Yosua 1:9), sebab "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." (Amsal 24:10) dan itu sangat merugikan.
Saturday, July 20, 2013
JANGAN MENJADI BODOH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2013 -
Baca: Amsal 9:1-18
"buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup, dan ikutilah jalan pengertian." Amsal 9:6
Kepada jemaat di Efesus rasul Paulus menegur dengan keras, "...janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Selaku orang Kristen mungkin kita akan tersinggung jika dikatakan orang bodoh. Tapi kenyataannya memang tidak sedikit orang Kristen yang demikian. Menurut pendapat orang kebanyakan, kata bodoh berarti tidak mudah memahami, tidak berpengetahuan, berpendidikan rendah atau tidak pernah mengecap bangku sekolah. Sedangkan lawan katanya adalah pintar. Maksud dari ayat tersebut di atas sama sekali tidak menyinggung seberapa tinggi tingkat pendidikan atau kecerdasan seseorang, namun menggambarkan tentang keadaan di saat seseorang tidak menyadari sesuatu hal sehingga ia melakukan tindakan-tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Jadi ini lebih menekankan pada kualitas hidup seseorang.
Dalam menjalani hidup ini kita selalu dihadapan pada pilihan-pilihan. Ketika kita membuat pilihan yang benar berarti kita tahu mana yang harus kita lakukan dan mana yang tidak seharusnya kita perbuat. Kalau kita sudah tahu bahwa hal itu salah, berdampak buruk, merugikan dan bertentangan dengan firman Tuhan, tapi masih saja kita perbuat, inilah yang disebut kebodohan atau tindakan bodoh karena kita telah salah melangkah. Dan jika kita tidak segera menyadarinya dan terus saja melakukan kebodohan, kita ini disebut sebagai orang yang bebal, sebab "...hati orang bebal menyeru-nyerukan kebodohan." (Amsal 12:23).
Firman Tuhan tak pernah berhenti mengingatkan kita supaya kita tidak berlaku bodoh, karena Tuhan memiliki rencana dan rancangan yang baik bagi anak-anakNya: masa depan yang penuh harapan, bukan rancangan kecelakaan (baca Yeremia 29:11); hidup yang diberkati; keberhasilan bukan kegagalan; rumah tangga yang bahagia, bukan berantakan; tetapi seringkali rencana Tuhan kita gagalkan melalui perbuatan-perbuatan bodoh kita. Seperti yang dialami oleh Adam dan Hawa yang diperdaya oleh Iblis akibat dari kebodohannya, mereka harus menanggung akibat-akibat dari ketidaktaatannya.
Selama masih bersandar pada pengertian sendiri, hidup dalam daging dan tidak tunduk pada pimpinan Roh Tuhan, kita disebut sebagai orang bodoh!
Baca: Amsal 9:1-18
"buanglah kebodohan, maka kamu akan hidup, dan ikutilah jalan pengertian." Amsal 9:6
Kepada jemaat di Efesus rasul Paulus menegur dengan keras, "...janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:17). Selaku orang Kristen mungkin kita akan tersinggung jika dikatakan orang bodoh. Tapi kenyataannya memang tidak sedikit orang Kristen yang demikian. Menurut pendapat orang kebanyakan, kata bodoh berarti tidak mudah memahami, tidak berpengetahuan, berpendidikan rendah atau tidak pernah mengecap bangku sekolah. Sedangkan lawan katanya adalah pintar. Maksud dari ayat tersebut di atas sama sekali tidak menyinggung seberapa tinggi tingkat pendidikan atau kecerdasan seseorang, namun menggambarkan tentang keadaan di saat seseorang tidak menyadari sesuatu hal sehingga ia melakukan tindakan-tindakan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Jadi ini lebih menekankan pada kualitas hidup seseorang.
Dalam menjalani hidup ini kita selalu dihadapan pada pilihan-pilihan. Ketika kita membuat pilihan yang benar berarti kita tahu mana yang harus kita lakukan dan mana yang tidak seharusnya kita perbuat. Kalau kita sudah tahu bahwa hal itu salah, berdampak buruk, merugikan dan bertentangan dengan firman Tuhan, tapi masih saja kita perbuat, inilah yang disebut kebodohan atau tindakan bodoh karena kita telah salah melangkah. Dan jika kita tidak segera menyadarinya dan terus saja melakukan kebodohan, kita ini disebut sebagai orang yang bebal, sebab "...hati orang bebal menyeru-nyerukan kebodohan." (Amsal 12:23).
Firman Tuhan tak pernah berhenti mengingatkan kita supaya kita tidak berlaku bodoh, karena Tuhan memiliki rencana dan rancangan yang baik bagi anak-anakNya: masa depan yang penuh harapan, bukan rancangan kecelakaan (baca Yeremia 29:11); hidup yang diberkati; keberhasilan bukan kegagalan; rumah tangga yang bahagia, bukan berantakan; tetapi seringkali rencana Tuhan kita gagalkan melalui perbuatan-perbuatan bodoh kita. Seperti yang dialami oleh Adam dan Hawa yang diperdaya oleh Iblis akibat dari kebodohannya, mereka harus menanggung akibat-akibat dari ketidaktaatannya.
Selama masih bersandar pada pengertian sendiri, hidup dalam daging dan tidak tunduk pada pimpinan Roh Tuhan, kita disebut sebagai orang bodoh!
Friday, July 19, 2013
SERUPA KRISTUS: Dewasa Rohani!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2013 -
Baca: Ibrani 5:11-14
"Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." Ibrani 5:13
Kedisiplinan dalam diri seseorang akan membuahkan penguasaan diri dan "...orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Oleh karena itu firman Tuhan menasihati, "Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Seseorang yang punya kedisiplinan rohani tidak akan pernah berhenti untuk belajar. Ia akan belajar dari proses hidup yang dijalaninya, belajar dari pengalaman hidup orang lain, rela untuk ditegur dan dikoreksi oleh firman Tuhan sehingga menyadari akan kekurangan atau kelemahannya dan segera berbenah.
Dapat memiliki kedisiplinan rohani bukanlah mimpi atau mujizat tapi perlu suatu upaya untuk mewujudkan melalui proses ketekunan dan kerja keras dari pihak kita. Tuhan Yesus adalah teladan bagi kita dalam hal Pribadi yang memiliki kedisiplinan tinggi. Apa pun yang menjadi kehendak dan perintah Bapa dikerjakanNya dengan penuh ketaatan. Sebagaimana Kristus taat melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa di sorga, kita pun harus mengikuti jejakNya. Kita tidak perlu berdebat akan hal ini karena firman Tuhan tidak untuk diperdebatkan, tapi untuk dilakukan. Bukan bergantung pada banyak sedikitnya ayat-ayat yang kita hafalkan atau teori teologia yang kita pelajari, tetapi seberapa karib kita dengan Tuhan dan meluangkan waktu dalam hadiratNya, hidup dalam pimpinan Roh kudus dan melakukan firmanNya, bukan hanya sebagai pendengar atau pembaca saja, karena jika demikian "...kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).
Orang Kristen yang hidupnya sembrono dan tidak punya kedisiplinan adalah bukti bahwa ia belum dewasa rohani atau masih kanak-kanak rohani, sebab orang yang dewasa rohani pasti akan meninggalkan sifat kanak-kanaknya (baca 1 Korintus 13:11)
Serupa dengan Kristus berarti tumbuh sebagai orang Kristen yang dewasa rohani, punya pancaindera terlatih, tidak lagi berkompromi dengan dosa, serta menggunakan karunia dan talenta yang dimiliki untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan dan melayani Dia!
Baca: Ibrani 5:11-14
"Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." Ibrani 5:13
Kedisiplinan dalam diri seseorang akan membuahkan penguasaan diri dan "...orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Oleh karena itu firman Tuhan menasihati, "Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Seseorang yang punya kedisiplinan rohani tidak akan pernah berhenti untuk belajar. Ia akan belajar dari proses hidup yang dijalaninya, belajar dari pengalaman hidup orang lain, rela untuk ditegur dan dikoreksi oleh firman Tuhan sehingga menyadari akan kekurangan atau kelemahannya dan segera berbenah.
Dapat memiliki kedisiplinan rohani bukanlah mimpi atau mujizat tapi perlu suatu upaya untuk mewujudkan melalui proses ketekunan dan kerja keras dari pihak kita. Tuhan Yesus adalah teladan bagi kita dalam hal Pribadi yang memiliki kedisiplinan tinggi. Apa pun yang menjadi kehendak dan perintah Bapa dikerjakanNya dengan penuh ketaatan. Sebagaimana Kristus taat melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa di sorga, kita pun harus mengikuti jejakNya. Kita tidak perlu berdebat akan hal ini karena firman Tuhan tidak untuk diperdebatkan, tapi untuk dilakukan. Bukan bergantung pada banyak sedikitnya ayat-ayat yang kita hafalkan atau teori teologia yang kita pelajari, tetapi seberapa karib kita dengan Tuhan dan meluangkan waktu dalam hadiratNya, hidup dalam pimpinan Roh kudus dan melakukan firmanNya, bukan hanya sebagai pendengar atau pembaca saja, karena jika demikian "...kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).
Orang Kristen yang hidupnya sembrono dan tidak punya kedisiplinan adalah bukti bahwa ia belum dewasa rohani atau masih kanak-kanak rohani, sebab orang yang dewasa rohani pasti akan meninggalkan sifat kanak-kanaknya (baca 1 Korintus 13:11)
Serupa dengan Kristus berarti tumbuh sebagai orang Kristen yang dewasa rohani, punya pancaindera terlatih, tidak lagi berkompromi dengan dosa, serta menggunakan karunia dan talenta yang dimiliki untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan dan melayani Dia!
Thursday, July 18, 2013
SERUPA KRISTUS: Memiliki Roh yang Menyala!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2013 -
Baca: Filipi 3:1-16
"dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Filipi 3:14
Selama mengikut Tuhan, sudahkan kita memiliki kedisiplinan rohani? Ataukah kita hanya menjadi orang Kristen yang ala kadarnya atau sekedar menjalankan ibadah sebagai kegiatan rutin belaka? Tanda seseorang memiliki kedisiplinan rohani adalah memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Kedisiplinan selalu dimulai dengan roh yang selalu berkobar untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Ia tidak kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan! Banyak orang Kristen yang akhir-akhir ini telah kehilangan kasih mula-mula seperti yang terjadi pada jemaat di Efesus, sehingga Tuhan pun menegurnya dengan keras, "...Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan." (Wahyu 2:4-5a). Memiliki roh yang berkobar bukan hanya saat-saat di mana segala sesuatunya lancar dan menyenangkan, namun di segala musim hidup kita.
Rasul Paulus adalah contoh pribadi yang rohnya terus menyala bagi Tuhan: "...aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah 20:24); ia berusaha untuk selalu menyelesaikan panggilannya sampai garis akhir, bahkan nyawanya pun rela dia berikan, karena Tuhan telah terlebih dahulu mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa-dosanya. Tekad Paulus hanya satu: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22). Maka dari itu "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Rasul Paulus dengan sepenuh hati meninggalkan semua masa lalu dan kehidupan lamanya yang selama ini hanya menjadi penghalang baginya untuk maju di dalam Tuhan.
Semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita dalam perlombaan rohani ini harus benar-benar kita tanggalkan, dan arahkan pandangan kita kepada Tuhan!
Baca: Filipi 3:1-16
"dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Filipi 3:14
Selama mengikut Tuhan, sudahkan kita memiliki kedisiplinan rohani? Ataukah kita hanya menjadi orang Kristen yang ala kadarnya atau sekedar menjalankan ibadah sebagai kegiatan rutin belaka? Tanda seseorang memiliki kedisiplinan rohani adalah memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11).
Kedisiplinan selalu dimulai dengan roh yang selalu berkobar untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Ia tidak kehilangan kasih mula-mula kepada Tuhan! Banyak orang Kristen yang akhir-akhir ini telah kehilangan kasih mula-mula seperti yang terjadi pada jemaat di Efesus, sehingga Tuhan pun menegurnya dengan keras, "...Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan." (Wahyu 2:4-5a). Memiliki roh yang berkobar bukan hanya saat-saat di mana segala sesuatunya lancar dan menyenangkan, namun di segala musim hidup kita.
Rasul Paulus adalah contoh pribadi yang rohnya terus menyala bagi Tuhan: "...aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah 20:24); ia berusaha untuk selalu menyelesaikan panggilannya sampai garis akhir, bahkan nyawanya pun rela dia berikan, karena Tuhan telah terlebih dahulu mengorbankan nyawaNya untuk menebus dosa-dosanya. Tekad Paulus hanya satu: "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22). Maka dari itu "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku," (Filipi 3:13). Rasul Paulus dengan sepenuh hati meninggalkan semua masa lalu dan kehidupan lamanya yang selama ini hanya menjadi penghalang baginya untuk maju di dalam Tuhan.
Semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita dalam perlombaan rohani ini harus benar-benar kita tanggalkan, dan arahkan pandangan kita kepada Tuhan!
Wednesday, July 17, 2013
SERUPA KRISTUS: Butuh Kedisiplinan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2013 -
Baca: 2 Korintus 3:1-18
"Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar." 2 Korintus 3:18b
Sasaran hidup orang percaya adalah menjadi serupa dengan Kristus yaitu dengan mengaplikasikan karakterNya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan 1 Yohanes 2:6: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." Dengan demikian kita dapat berkata, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20).
Untuk mencapai sasaran itu dibutuhkan kedisiplinan rohani yang tinggi. Pada hakekatnya disiplin dapat dilatih. Melalui disiplin terhadap diri sendiri diharapkan tumbuh penguasaan diri dan karakter yang baik. Jika dalam diri seseorang ada penguasaan diri dan karakter yang baik (buah-buah Roh), ini akan berdampak pada sikap dan perbuatannya yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi standar hidup orang Kristen adalah wajib hidup sama seperti Kristus. Inilah yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita! Namun tidak sedikit orang Kristen yang berkata, "Ah impossible kita dapat hidup benar, apalagi bisa sama seperti Kristus di tengah-tengah dunia yang seperti ini." Tapi Alkitab menegaskan: "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23), sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Jadi sadarilah bahwa dalam diri orang percaya berdiam Roh Kudus, "...yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Roh kudus yang akan menuntun, menguatkan dan memapukan kita hidup dalam kebenaran.
Kesimpulannya: untuk dapat hidup sama seperti Kristus hidup bukanlah perkara yang tidak mungkin bagi orang percaya. Tetapi diperlukan adanya tekad, komitmen, kemauan dan disiplin yang tinggi untuk mewujudkannya!
Tanpa tekad, komitmen, kemauan dan disiplin, sulit sekali mewujudkan hidup serupa Dia!
Baca: 2 Korintus 3:1-18
"Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar." 2 Korintus 3:18b
Sasaran hidup orang percaya adalah menjadi serupa dengan Kristus yaitu dengan mengaplikasikan karakterNya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan 1 Yohanes 2:6: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." Dengan demikian kita dapat berkata, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20).
Untuk mencapai sasaran itu dibutuhkan kedisiplinan rohani yang tinggi. Pada hakekatnya disiplin dapat dilatih. Melalui disiplin terhadap diri sendiri diharapkan tumbuh penguasaan diri dan karakter yang baik. Jika dalam diri seseorang ada penguasaan diri dan karakter yang baik (buah-buah Roh), ini akan berdampak pada sikap dan perbuatannya yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi standar hidup orang Kristen adalah wajib hidup sama seperti Kristus. Inilah yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita! Namun tidak sedikit orang Kristen yang berkata, "Ah impossible kita dapat hidup benar, apalagi bisa sama seperti Kristus di tengah-tengah dunia yang seperti ini." Tapi Alkitab menegaskan: "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23), sebab "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Jadi sadarilah bahwa dalam diri orang percaya berdiam Roh Kudus, "...yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13). Roh kudus yang akan menuntun, menguatkan dan memapukan kita hidup dalam kebenaran.
Kesimpulannya: untuk dapat hidup sama seperti Kristus hidup bukanlah perkara yang tidak mungkin bagi orang percaya. Tetapi diperlukan adanya tekad, komitmen, kemauan dan disiplin yang tinggi untuk mewujudkannya!
Tanpa tekad, komitmen, kemauan dan disiplin, sulit sekali mewujudkan hidup serupa Dia!
Tuesday, July 16, 2013
PERTOBATAN YANG SEJATI (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2013 -
Baca: 2 Petrus 3:1-16
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan berarti mau hidup dipimpin oleh Roh Tuhan dan tidak lagi hidup menurut jalan kita sendiri atau sekehendak hati kita. Dalam Amsal 3:5-6 dikatakan: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Jika kita hidup seturut dengan firman Tuhan dan mau hidup dipimpin oleh Roh kudus, perjalanan kita tidak akan tersesat. "Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." (Amsal 10:17).
Ketiga, kita berbalik dari perilaku yang jahat. Kita berbalik dari mengasihi dosa kepada membenci dosa dan hidup dalam kebenaran, artinya hidup dalam ketaatan. Ketika hidup dalam ketaatan, kita sedang hidup dalam perjanjian berkat Tuhan; kita akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Dengan kata lain kita menikmati berkat-berkat yang disediakan Tuhan sebagai upah dari ketaatan kita. Berbalik dari perilaku yang jahat berarti menanggalkan 'manusia lama' dan mengenakan 'manusia baru' seperti tertulis: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Berbalik dari perilaku yang jahat juga berarti tegas terhadap dosa dan tidak berkompromi dengan dosa lagi. Maka, "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11). Kasih Tuhan itu tidak terbatas, dengan penuh kesabaran Ia menunggu anak-anakNya berbalik dari jalan-jalan yang jahat. Kasih Tuhan itu tidak terbatas, dengan penuh kesabaran Ia menunggu anak-anakNya berbalik dari jalan-jalan yang jahat. Karena itu jangan sia-siakan waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan!
Sudahkah kita mengalami pertobatan sejati? Pertobatan sejati pasti menghasilkan buah-buah Roh dan itu akan berdampak bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Baca: 2 Petrus 3:1-16
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan berarti mau hidup dipimpin oleh Roh Tuhan dan tidak lagi hidup menurut jalan kita sendiri atau sekehendak hati kita. Dalam Amsal 3:5-6 dikatakan: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Jika kita hidup seturut dengan firman Tuhan dan mau hidup dipimpin oleh Roh kudus, perjalanan kita tidak akan tersesat. "Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat." (Amsal 10:17).
Ketiga, kita berbalik dari perilaku yang jahat. Kita berbalik dari mengasihi dosa kepada membenci dosa dan hidup dalam kebenaran, artinya hidup dalam ketaatan. Ketika hidup dalam ketaatan, kita sedang hidup dalam perjanjian berkat Tuhan; kita akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan. Dengan kata lain kita menikmati berkat-berkat yang disediakan Tuhan sebagai upah dari ketaatan kita. Berbalik dari perilaku yang jahat berarti menanggalkan 'manusia lama' dan mengenakan 'manusia baru' seperti tertulis: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Berbalik dari perilaku yang jahat juga berarti tegas terhadap dosa dan tidak berkompromi dengan dosa lagi. Maka, "...barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!" (Wahyu 22:11). Kasih Tuhan itu tidak terbatas, dengan penuh kesabaran Ia menunggu anak-anakNya berbalik dari jalan-jalan yang jahat. Kasih Tuhan itu tidak terbatas, dengan penuh kesabaran Ia menunggu anak-anakNya berbalik dari jalan-jalan yang jahat. Karena itu jangan sia-siakan waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan!
Sudahkah kita mengalami pertobatan sejati? Pertobatan sejati pasti menghasilkan buah-buah Roh dan itu akan berdampak bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Monday, July 15, 2013
PERTOBATAN YANG SEJATI (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2013 -
Baca: Matius 4:12-17
"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" Matius 4:17
Seruan untuk bertobat adalah perkataan pertama yang disampaikan Tuhan Yesus pada saat Ia memulai pelayananNya di bumi. Berita tentang pertobatan ini pula yang diseru-serukan Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea, di awal pelayanannya kepada umat Israel. Jadi hidup dalam pertobatan adalah kehendak Tuhan bagi semua orang, terlebih-lebih kita yang mengaku percaya kepadaNya, sebab yang menjadi dasar pertobatan sejati adalah iman kepada Tuhan Yesus Kristus.
Untuk menuju pertobatan sejati ada langkah-langkah yang harus kita perhatikan: Pertama, kita harus menyadari bahwa diri kita ini adalah orang berdosa. Ada banyak orang yang menganggap dirinya yang benar dan suci sehingga ia merasa bahwa dirinya tidak perlu bertobat. Pengakuan jujur sebagai orang berdosa yang memerlukan pengampunan dosa dari Tuhan Yesus adalah langkah awal pertobatan. Pengakuan kita adalah bukti bahwa kita mau merendahkan diri di hadapan Tuhan, sebab "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita." (1 Yohanes 1:8). Apabila kita mau datang kepada Tuhan Yesus dan mengakui dosa-dosa kita, "...maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9), bahkan dikatakan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Kita harus percaya dan mengakui bahwa Yesus telah mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita, dikuburkan dan bangkit pada hari yang ketiga.
Kedua, kita pun harus mengaku dengan mulut dan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, sebab "... dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." (Yesaya 1:18). Jadi kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita, tapi semata-mata karena anugerahNya. Tertulis: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9).
Percaya kepada Tuhan Yesus berarti menyerahkan segenap hidup ini kepadaNya.
Baca: Matius 4:12-17
"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" Matius 4:17
Seruan untuk bertobat adalah perkataan pertama yang disampaikan Tuhan Yesus pada saat Ia memulai pelayananNya di bumi. Berita tentang pertobatan ini pula yang diseru-serukan Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea, di awal pelayanannya kepada umat Israel. Jadi hidup dalam pertobatan adalah kehendak Tuhan bagi semua orang, terlebih-lebih kita yang mengaku percaya kepadaNya, sebab yang menjadi dasar pertobatan sejati adalah iman kepada Tuhan Yesus Kristus.
Untuk menuju pertobatan sejati ada langkah-langkah yang harus kita perhatikan: Pertama, kita harus menyadari bahwa diri kita ini adalah orang berdosa. Ada banyak orang yang menganggap dirinya yang benar dan suci sehingga ia merasa bahwa dirinya tidak perlu bertobat. Pengakuan jujur sebagai orang berdosa yang memerlukan pengampunan dosa dari Tuhan Yesus adalah langkah awal pertobatan. Pengakuan kita adalah bukti bahwa kita mau merendahkan diri di hadapan Tuhan, sebab "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita." (1 Yohanes 1:8). Apabila kita mau datang kepada Tuhan Yesus dan mengakui dosa-dosa kita, "...maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9), bahkan dikatakan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Kita harus percaya dan mengakui bahwa Yesus telah mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita, dikuburkan dan bangkit pada hari yang ketiga.
Kedua, kita pun harus mengaku dengan mulut dan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, sebab "... dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." (Yesaya 1:18). Jadi kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita, tapi semata-mata karena anugerahNya. Tertulis: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9).
Percaya kepada Tuhan Yesus berarti menyerahkan segenap hidup ini kepadaNya.
Sunday, July 14, 2013
MASA DAN MERIBA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2013 -
Baca: Mazmur 124:1-8
"Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 124:8
Saat dalam pergumulan yang berat sedikit orang yang mampu menguasai dirinya. Kebanyakan tidak sanggup menahan mulut dari perkataan-perkataan negatif. Kita lebih sering mengumbar omongan kesana kemari, curhat sana sini yang ujung-ujungnya malah menggosip dan membicarakan orang lain. Itu tidak akan menyelesaikan masalah, malah memperburuk, sehingga beban kita pun kian menumpuk. Mampukah kita berdoa demikian; "Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!"? (Mazmur 141:3), sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19).
Sangatlah perlu kita belajar dari sikap dan tindakan Musa yang bijak dan tenang menghadapi situasi yang genting. Musa tahu kepada siapa dia harus berkeluh-kesah dan menyampaikan isi hatinya. Ia tidak kehilangan pengharapan sebab sangat percaya bahwa pengharapan di dalam Tuhan itu tidak pernah mengecewakan. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Maka ia pun akan segera datang kepada Tuhan dan bertanya kepadaNya, "Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!" (Keluaran 17:4), dan Tuhan pun pasti memperhatikan seruan Musa.
Untuk mengalami pertolongan Tuhan ada bagian yang harus dikerjakan Musa yaitu taat melakukan perintah Tuhan. Andaikata ia tidak taat dan bersikap sama seperti bangsa Israel, ceritanya pasti akan lain. Sebagai umat pilihanNya kita pun dituntut untuk hidup dalam ketaatan. Ketaatan adalah pintu gerbang bagi mujizat Tuhan untuk dinyatakan! Ketika kita taat melakukan kehendak Tuhan, pertolonganNya yang ajaib pasti tersedia bagi kita. Berserahlah kepada Tuhan dan libatkan Dia dalam setiap aspek kehidupan kita. Ketika masa-masa sukar datang melanda hidup kita, janganlah bersungut-sungut!
Milikilah penguasaan diri, datanglah kepada Tuhan, lakukan kehendak Tuhan, maka Tuhan akan melihat kuasaNya dan melakukan perkara yang ajaib atas kita!
Baca: Mazmur 124:1-8
"Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi." Mazmur 124:8
Saat dalam pergumulan yang berat sedikit orang yang mampu menguasai dirinya. Kebanyakan tidak sanggup menahan mulut dari perkataan-perkataan negatif. Kita lebih sering mengumbar omongan kesana kemari, curhat sana sini yang ujung-ujungnya malah menggosip dan membicarakan orang lain. Itu tidak akan menyelesaikan masalah, malah memperburuk, sehingga beban kita pun kian menumpuk. Mampukah kita berdoa demikian; "Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!"? (Mazmur 141:3), sebab "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19).
Sangatlah perlu kita belajar dari sikap dan tindakan Musa yang bijak dan tenang menghadapi situasi yang genting. Musa tahu kepada siapa dia harus berkeluh-kesah dan menyampaikan isi hatinya. Ia tidak kehilangan pengharapan sebab sangat percaya bahwa pengharapan di dalam Tuhan itu tidak pernah mengecewakan. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Maka ia pun akan segera datang kepada Tuhan dan bertanya kepadaNya, "Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!" (Keluaran 17:4), dan Tuhan pun pasti memperhatikan seruan Musa.
Untuk mengalami pertolongan Tuhan ada bagian yang harus dikerjakan Musa yaitu taat melakukan perintah Tuhan. Andaikata ia tidak taat dan bersikap sama seperti bangsa Israel, ceritanya pasti akan lain. Sebagai umat pilihanNya kita pun dituntut untuk hidup dalam ketaatan. Ketaatan adalah pintu gerbang bagi mujizat Tuhan untuk dinyatakan! Ketika kita taat melakukan kehendak Tuhan, pertolonganNya yang ajaib pasti tersedia bagi kita. Berserahlah kepada Tuhan dan libatkan Dia dalam setiap aspek kehidupan kita. Ketika masa-masa sukar datang melanda hidup kita, janganlah bersungut-sungut!
Milikilah penguasaan diri, datanglah kepada Tuhan, lakukan kehendak Tuhan, maka Tuhan akan melihat kuasaNya dan melakukan perkara yang ajaib atas kita!
Saturday, July 13, 2013
MASA DAN MERIBA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2013 -
Baca: Keluaran 17:1-7
"Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?" Keluaran 17:7
Selama perjalanannya di padang gurun bangsa Israel harus singgah dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Meski demikian di mana pun kaki mereka melangkah, tak sedetik pun Tuhan meninggalkan dan membiarkan mereka berjalan sendiri, baik itu siang maupun malam. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam." (Keluaran 13:21).
Pertolongan dan kasih Tuhan senantiasa menyertai bangsa Israel. Namun mereka tidak pernah berhenti mengeluh, bersungut-sungut dan saling menyalahkan. Tak terkecuali saat mereka tiba di Masa dan di Meriba ketika di situ tidak ada air untuk diminum. Seperti biasa mereka langsung berteriak, "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." (ayat 2), lalu "bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?" (ayat 3). Mereka pun menyalahkan Musa selaku pemimpinnya. Kemudian Musa datang kepada Tuhan dan berseru kepadaNya, dan sungguh terbukti bahwa "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya,...Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." (Mazmur 145:18-19). Tuhan memerintahkan Musa untuk memukul gunung batu itu dengan tongkatnya. Musa taat, maka terjadilah mujizat: dari gunung batu itu keluarlah air sehingga bangsa Israel dapat minum dan mereka kehausan.
Apa yang Saudara alami saat ini? Sedang dalam kekurangan dan masalahkah? Bagaimana sikap Saudara menghadapi itu semua?
Apakah kita bertindak seperti bangsa Israel, di mana ucapan atau perkataan kita berisi keluh kesah, umpatan, omelan, sungut, ketidakpuasan, kekecewaan, lalu mengkambinghitamkan orang lain atau bahkan menyalahkan Tuhan?
Baca: Keluaran 17:1-7
"Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?" Keluaran 17:7
Selama perjalanannya di padang gurun bangsa Israel harus singgah dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Meski demikian di mana pun kaki mereka melangkah, tak sedetik pun Tuhan meninggalkan dan membiarkan mereka berjalan sendiri, baik itu siang maupun malam. "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam." (Keluaran 13:21).
Pertolongan dan kasih Tuhan senantiasa menyertai bangsa Israel. Namun mereka tidak pernah berhenti mengeluh, bersungut-sungut dan saling menyalahkan. Tak terkecuali saat mereka tiba di Masa dan di Meriba ketika di situ tidak ada air untuk diminum. Seperti biasa mereka langsung berteriak, "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." (ayat 2), lalu "bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?" (ayat 3). Mereka pun menyalahkan Musa selaku pemimpinnya. Kemudian Musa datang kepada Tuhan dan berseru kepadaNya, dan sungguh terbukti bahwa "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya,...Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." (Mazmur 145:18-19). Tuhan memerintahkan Musa untuk memukul gunung batu itu dengan tongkatnya. Musa taat, maka terjadilah mujizat: dari gunung batu itu keluarlah air sehingga bangsa Israel dapat minum dan mereka kehausan.
Apa yang Saudara alami saat ini? Sedang dalam kekurangan dan masalahkah? Bagaimana sikap Saudara menghadapi itu semua?
Apakah kita bertindak seperti bangsa Israel, di mana ucapan atau perkataan kita berisi keluh kesah, umpatan, omelan, sungut, ketidakpuasan, kekecewaan, lalu mengkambinghitamkan orang lain atau bahkan menyalahkan Tuhan?
Friday, July 12, 2013
TIDAK TEROMBANG AMBING (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2013 -
Baca: Ibrani 10:19-25
"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." Ibrani 10:25
Seorang olahragawan selalu menyediakan waktu untuk berlatih; tiada hari terlewatkan tanpa latihan. Untuk apa? Supaya fisiknya tetap terjaga, kuat dan bugar, sehingga pada saat pertandingan ia mampu mengalahkan lawan dan tampil sebagai pemenang.
Tapi kita harus ingat bahwa "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Maka ibadah pun perlu dilatih setiap hari menjadi proses yang tak berkeputusan supaya kerohanian kita makin kuat. Melatih diri dalam ibadah berarti memberi diri untuk makin karib dengan Tuhan. Bagaimana rohani bisa kuat jika kita sering menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah, jarang berdoa dan membaca Alkitab? Sedangkan jalan terbaik supaya kita tidak terombang ambing oleh ajaran-ajaran sesat adalah "...kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu," (Yohanes 15:7), sehingga pancaindera kita kian peka, mampu membedakan mana kebenaran atau yang sesat, baik atau jahat, gelap atau terang dan sebagainya. Jadi firman Tuhan adalah dasar melawan ajaran-ajaran yang menyesatkan. Paulus menasihati Timotius, "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar. Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu,...awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." (1 Timotius 4:13, 14, 16a).
Memperlengkapi diri dengan penyelidikan akan firman Tuhan secara mendalam selain membangun dasar yang kuat bagi diri sendiri juga akan menjadi modal bagi kita untuk membangun dan mengajarkan firman itu kepada orang lain, agar mereka juga tidak disesatkan oleh ajaran palsu yang ada. Dengan kekuatan sendiri kita tidak mampu melawan ajaran-ajaran sesat itu. Kita harus belajar kuat dalam pengajaran dan ibadah, sehingga seberat apa pun pencobaan atau rupa-rupa pengajaran menyerang kita tetap mampu berdiri dan tidak tergoyahkan.
Orang yang senantiasa melatih diri dalam ibadah tidak mudah diombangambingkan ajaran sesat, sebab ia telah terlatih dan memiliki kepekaan rohani.
Baca: Ibrani 10:19-25
"Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." Ibrani 10:25
Seorang olahragawan selalu menyediakan waktu untuk berlatih; tiada hari terlewatkan tanpa latihan. Untuk apa? Supaya fisiknya tetap terjaga, kuat dan bugar, sehingga pada saat pertandingan ia mampu mengalahkan lawan dan tampil sebagai pemenang.
Tapi kita harus ingat bahwa "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Maka ibadah pun perlu dilatih setiap hari menjadi proses yang tak berkeputusan supaya kerohanian kita makin kuat. Melatih diri dalam ibadah berarti memberi diri untuk makin karib dengan Tuhan. Bagaimana rohani bisa kuat jika kita sering menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah, jarang berdoa dan membaca Alkitab? Sedangkan jalan terbaik supaya kita tidak terombang ambing oleh ajaran-ajaran sesat adalah "...kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu," (Yohanes 15:7), sehingga pancaindera kita kian peka, mampu membedakan mana kebenaran atau yang sesat, baik atau jahat, gelap atau terang dan sebagainya. Jadi firman Tuhan adalah dasar melawan ajaran-ajaran yang menyesatkan. Paulus menasihati Timotius, "...bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar. Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu,...awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu." (1 Timotius 4:13, 14, 16a).
Memperlengkapi diri dengan penyelidikan akan firman Tuhan secara mendalam selain membangun dasar yang kuat bagi diri sendiri juga akan menjadi modal bagi kita untuk membangun dan mengajarkan firman itu kepada orang lain, agar mereka juga tidak disesatkan oleh ajaran palsu yang ada. Dengan kekuatan sendiri kita tidak mampu melawan ajaran-ajaran sesat itu. Kita harus belajar kuat dalam pengajaran dan ibadah, sehingga seberat apa pun pencobaan atau rupa-rupa pengajaran menyerang kita tetap mampu berdiri dan tidak tergoyahkan.
Orang yang senantiasa melatih diri dalam ibadah tidak mudah diombangambingkan ajaran sesat, sebab ia telah terlatih dan memiliki kepekaan rohani.
Thursday, July 11, 2013
TIDAK TEROMBANG AMBING (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2013 -
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan," 1 Timotius 4:1
Di hari-hari menjelang kedatanganNya Tuhan sedang dan akan melakukan penampian atas semua orang dengan tujuan menguji kualitas iman mereka, sebab "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12), sehingga akan terpampang jelas perbedaan antara orang benar dan fasik, orang yang hidup dalam kekudusan dan yang dalam kecemaran, yang sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan dan yang main-main dengan dosa.
Penampian akan diawali di "...rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah? Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?" (1 Petrus 4:17-18). Mari kita perhatikan hidup ini dengan saksama dan pergunakan waktu yang ada secara bijak. Pada saatnya "...kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya." (Maleakhi 3:18).
Mengapa kita harus bersungguh-sungguh di dalam Tuhan? Sebab jika kita tidak berakar kuat di dalam Tuhan, hanya setengah-setengah alias suam-suam kuku, kita tidak akan mampu menangkis serangan Iblis. Dewasa ini banyak orang jatuh dan makin mudah diombangambingkan oleh ajaran-ajaran sesat yang sangat bertentangan dengan firman Tuhan; orang lebih suka mempelajari filsafat-filsafat dunia daripada membaca dan mempelajari Alkitab; lebih suka mendengarkan ajaran-ajaran yang memuaskan telinga dan membukanya bagi dongeng/takhayul; lebih suka meminta nasihat paranormal/dukun daripada hamba Tuhan. Injil Kristus diserang, didebat dan diputarbalikkan! Karena itu rasul Paulus menasihati kita, "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b).
Melatih diri dalam hal ibadah artinya disiplin, tekun, setia mengerjakan perkara-perkara rohani seperti berbakti di gereja, bersaat teduh dan juga terlibat dalam pelayanan.
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan," 1 Timotius 4:1
Di hari-hari menjelang kedatanganNya Tuhan sedang dan akan melakukan penampian atas semua orang dengan tujuan menguji kualitas iman mereka, sebab "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12), sehingga akan terpampang jelas perbedaan antara orang benar dan fasik, orang yang hidup dalam kekudusan dan yang dalam kecemaran, yang sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan dan yang main-main dengan dosa.
Penampian akan diawali di "...rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah? Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?" (1 Petrus 4:17-18). Mari kita perhatikan hidup ini dengan saksama dan pergunakan waktu yang ada secara bijak. Pada saatnya "...kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya." (Maleakhi 3:18).
Mengapa kita harus bersungguh-sungguh di dalam Tuhan? Sebab jika kita tidak berakar kuat di dalam Tuhan, hanya setengah-setengah alias suam-suam kuku, kita tidak akan mampu menangkis serangan Iblis. Dewasa ini banyak orang jatuh dan makin mudah diombangambingkan oleh ajaran-ajaran sesat yang sangat bertentangan dengan firman Tuhan; orang lebih suka mempelajari filsafat-filsafat dunia daripada membaca dan mempelajari Alkitab; lebih suka mendengarkan ajaran-ajaran yang memuaskan telinga dan membukanya bagi dongeng/takhayul; lebih suka meminta nasihat paranormal/dukun daripada hamba Tuhan. Injil Kristus diserang, didebat dan diputarbalikkan! Karena itu rasul Paulus menasihati kita, "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b).
Melatih diri dalam hal ibadah artinya disiplin, tekun, setia mengerjakan perkara-perkara rohani seperti berbakti di gereja, bersaat teduh dan juga terlibat dalam pelayanan.
Wednesday, July 10, 2013
Kasih Kristus: Dasar Hidup Suami Isteri (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2013 -
Baca: Kolose 3:18-25
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Ada banyak kasus kekerasan rumah tangga terjadi di mana suami suka bertindak kasar, memukul dan menganiaya isterinya sampai babak belur hingga kasus KDRT ini sampai ke ranah hukum. Apakah ini bisa dikatakan suami mengasihi isterinya? Ada lagi kasus isteri menggugat cerai suaminya karena telah menelantarkan keluarganya. Uang hasil kerja keras yang seharusnya untuk membiayai kebutuhan keluarga disalahgunakan suami untuk berfoya-foya, selingkuh, mabuk-mabukan, berjudi, sampai narkoba. Memprihatinkan sekali! Perhatikan ayat ini baik-baik! "...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." (1 Timotius 5:8). Jadi, jika ada suami yang tidak bertanggung jawab terhadap isteri dan anak-anaknya, apalagi sampai menelantarkannya, Alkitab menegaskan bahwa ia disebut murtad dan dinilai lebih buruk dari orang yang tidak beriman.
Kedua, bagaimana dengan tanggung jawab isteri? "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat." (Efesus 5:22-23a). Perintah ini mutlak ditaati oleh isteri, sekalipun mungkin suaminya adalah orang yang berkarakter buruk. Isteri harus tetap menunjukkan kasih dan dengan rendah hati tunduk pada suami. Jika isteri melakukan tugasnya dengan benar sesuai dengan firman Tuhan, ia telah menyenangkan hati Tuhan dan bisa menjadi kesaksian bagi suaminya, supaya "...jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu." (1 Petrus 3:1-2). Kadangkala ada pula isteri yang bekerja yang punya jabatan lebih tinggi dari suami, kurang menghargai dan tidak mau tunduk pada suaminya karena merasa dirinya punya penghasilan lebih besar dibandingkan suaminya.
Maka setiap keluarga Kristen harus mengetahui apa yang harus dilakukan untuk bertumbuh dalam firman dan menghormati Tuhan.
Suami isteri yang menghormati Kristus dan firmanNya akan mewariskan nilai-nilai rohani kepada anak-anaknya dan menjadi berkat bagi banyak orang!
Baca: Kolose 3:18-25
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Ada banyak kasus kekerasan rumah tangga terjadi di mana suami suka bertindak kasar, memukul dan menganiaya isterinya sampai babak belur hingga kasus KDRT ini sampai ke ranah hukum. Apakah ini bisa dikatakan suami mengasihi isterinya? Ada lagi kasus isteri menggugat cerai suaminya karena telah menelantarkan keluarganya. Uang hasil kerja keras yang seharusnya untuk membiayai kebutuhan keluarga disalahgunakan suami untuk berfoya-foya, selingkuh, mabuk-mabukan, berjudi, sampai narkoba. Memprihatinkan sekali! Perhatikan ayat ini baik-baik! "...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." (1 Timotius 5:8). Jadi, jika ada suami yang tidak bertanggung jawab terhadap isteri dan anak-anaknya, apalagi sampai menelantarkannya, Alkitab menegaskan bahwa ia disebut murtad dan dinilai lebih buruk dari orang yang tidak beriman.
Kedua, bagaimana dengan tanggung jawab isteri? "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat." (Efesus 5:22-23a). Perintah ini mutlak ditaati oleh isteri, sekalipun mungkin suaminya adalah orang yang berkarakter buruk. Isteri harus tetap menunjukkan kasih dan dengan rendah hati tunduk pada suami. Jika isteri melakukan tugasnya dengan benar sesuai dengan firman Tuhan, ia telah menyenangkan hati Tuhan dan bisa menjadi kesaksian bagi suaminya, supaya "...jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu." (1 Petrus 3:1-2). Kadangkala ada pula isteri yang bekerja yang punya jabatan lebih tinggi dari suami, kurang menghargai dan tidak mau tunduk pada suaminya karena merasa dirinya punya penghasilan lebih besar dibandingkan suaminya.
Maka setiap keluarga Kristen harus mengetahui apa yang harus dilakukan untuk bertumbuh dalam firman dan menghormati Tuhan.
Suami isteri yang menghormati Kristus dan firmanNya akan mewariskan nilai-nilai rohani kepada anak-anaknya dan menjadi berkat bagi banyak orang!
Tuesday, July 9, 2013
KASIH KRISTUS: Dasar Hidup Suami Isteri (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2013 -
Baca: Efesus 5:22-23
"Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya." Efesus 5:33
Membangun mahligai rumah tangga ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan oleh para muda-mudi, sebab situasi dan kondisi berumah tangga sangat berbeda jauh dengan masa pacaran. Dibutuhkan kesiapan mental dan juga materi supaya perkawinan yang dibangun dapat membuahkan kebahagiaan dan langgeng, apalagi menurut penelitian angka perceraian di Indonesia tergolong cukup tinggi. Bukankah ini sangat memprihatinkan?
Ada beberapa hal yang seringkali menjadi penyebab retaknya sebuah rumah tangga: ketidakharmonisan antarpasangan, beda prinsip, perselingkuhan dan juga faktor ekonomi. Kalau kita perhatikan, perceraian dalam rumah tangga tak lepas dari persoalan yang mendasar dalam kehidupan pasangan suami isteri, dan tidak menutup kemungkinan terjadi dan melanda keluarga-keluarga Kristen pula. Apabila keluarga Kristen tidak lagi berpusatkan pada Kristus dan tidak menjadikan kasih Kristus sebagai dasar dalam membina hubungan rumah tangga, maka akan sangat berbahaya! Karena itu marilah kita senantiasa berpegang teguh pada firman Tuhan supaya rumah tangga kita dapat terbangun sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Kita dapat memahami dasar-dasar perintah Tuhan dalam membangun rumah tangga yang berpusatkan pada Kristus dengan mengingat beberapa hal: pertama, perihal tanggung jawab pada suami. Tertulis: "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya," (Efesus 5:25). Jadi seorang suami harus mengasihi isterinya di segala keadaan. Itulah yang menjadi kehendak Tuhan bagi para suami. Alkitab juga mengingatkan bahwa doa-doa suami akan menjadi terhalang apabila ia tidak mengasihi isterinya dengan sungguh. "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7).
Doa-doa Saudara ingin dijawab Tuhan? Kasihilah isteri dengan tulus, sebagaimana Kristus mengasihi Saudara!
Baca: Efesus 5:22-23
"Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya." Efesus 5:33
Membangun mahligai rumah tangga ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan oleh para muda-mudi, sebab situasi dan kondisi berumah tangga sangat berbeda jauh dengan masa pacaran. Dibutuhkan kesiapan mental dan juga materi supaya perkawinan yang dibangun dapat membuahkan kebahagiaan dan langgeng, apalagi menurut penelitian angka perceraian di Indonesia tergolong cukup tinggi. Bukankah ini sangat memprihatinkan?
Ada beberapa hal yang seringkali menjadi penyebab retaknya sebuah rumah tangga: ketidakharmonisan antarpasangan, beda prinsip, perselingkuhan dan juga faktor ekonomi. Kalau kita perhatikan, perceraian dalam rumah tangga tak lepas dari persoalan yang mendasar dalam kehidupan pasangan suami isteri, dan tidak menutup kemungkinan terjadi dan melanda keluarga-keluarga Kristen pula. Apabila keluarga Kristen tidak lagi berpusatkan pada Kristus dan tidak menjadikan kasih Kristus sebagai dasar dalam membina hubungan rumah tangga, maka akan sangat berbahaya! Karena itu marilah kita senantiasa berpegang teguh pada firman Tuhan supaya rumah tangga kita dapat terbangun sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Kita dapat memahami dasar-dasar perintah Tuhan dalam membangun rumah tangga yang berpusatkan pada Kristus dengan mengingat beberapa hal: pertama, perihal tanggung jawab pada suami. Tertulis: "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya," (Efesus 5:25). Jadi seorang suami harus mengasihi isterinya di segala keadaan. Itulah yang menjadi kehendak Tuhan bagi para suami. Alkitab juga mengingatkan bahwa doa-doa suami akan menjadi terhalang apabila ia tidak mengasihi isterinya dengan sungguh. "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7).
Doa-doa Saudara ingin dijawab Tuhan? Kasihilah isteri dengan tulus, sebagaimana Kristus mengasihi Saudara!
Monday, July 8, 2013
RAJA YANG TERTOLAK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2013 -
Baca: 1 Samuel 15:1-35
"Dan TUHAN menyesal, karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel." 1 Samuel 15:35b
Menjadi raja Israel bukanlah posisi sembarangan dan tidak semua orang beroleh kesempatan terhormat ini. Sayang, Saul menyalahgunakan kepercayaan ini dan gagal mengemban tugasnya dengan baik. Terpilihnya Saul menjadi raja seharusnya menyadarkannya bahwa Tuhan punya rencana yang indah dalam hidupnya dan meresponsnya dengan sikap hati dan karakter yang berkenan, sehingga mampu membawa bangsanya makin mengasihi Tuhan dan diberkati, namun yang dilakukan Saul justru sebaliknya, mengecewakan Tuhan dengan perbuatan-perbuatannya yang bodoh. Itulah sebabnya Roh Tuhan meninggalkan Saul dan akhirnya Tuhan pun menyesal menjadikannya sebagai raja.
Saul bukan saja melakukan perzinahan rohani dengan meminta nasihat dukun, ia juga gagal dalam ujian kesabaran dan ketaatan. Suatu ketika ia diperintahkan Samuel pergi ke Gilgal dan harus menunggu abdi Allah itu selama 7 hari di sana. Tapi ketika dilihatnya bahwa Samuel tidak kunjung tiba, sementara ia dan rakyatnya terdesak karena serangan orang-orang Filistin, kesabaran Saul pun hilang, apalagi rakyat mulai pergi meninggalkannya. Saat itulah ego Saul muncul dengan berkata, "'Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.' Lalu ia mempersembahkan korban bakaran." (1 Samuel 13:9), padahal mempersembahkan korban kepada Tuhan bukanlah wewenangnya, tapi tugas dan tanggung jawab imam (dalam hal ini Samuel). Ketika ditegur Samuel, Saul malah mengkambinghitamkan rakyatnya, tidak dengan rendah hati mengakui kesalahannya, menganggap diri selalu benar. Pelanggaran demi pelanggaran dilakukan Saul sejak awal ia memerintah sampai akhir hidupnya sehingga "TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang lebih baik dari padamu." (1 Samuel 15:28).
Karakter Saul ini sangat kontras bila dibandingkan dengan Daud yang selalu terbuka terhadap teguran. Hati Daud mudah hancur dan bertobat dengan sungguh di hadapan Tuhan setiap kali melakukan pelanggaran.
Karena ketidaktaatannya Saul harus lengser dan digantikan oleh Daud yang lebih berkenan kepada Tuhan!
Baca: 1 Samuel 15:1-35
"Dan TUHAN menyesal, karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel." 1 Samuel 15:35b
Menjadi raja Israel bukanlah posisi sembarangan dan tidak semua orang beroleh kesempatan terhormat ini. Sayang, Saul menyalahgunakan kepercayaan ini dan gagal mengemban tugasnya dengan baik. Terpilihnya Saul menjadi raja seharusnya menyadarkannya bahwa Tuhan punya rencana yang indah dalam hidupnya dan meresponsnya dengan sikap hati dan karakter yang berkenan, sehingga mampu membawa bangsanya makin mengasihi Tuhan dan diberkati, namun yang dilakukan Saul justru sebaliknya, mengecewakan Tuhan dengan perbuatan-perbuatannya yang bodoh. Itulah sebabnya Roh Tuhan meninggalkan Saul dan akhirnya Tuhan pun menyesal menjadikannya sebagai raja.
Saul bukan saja melakukan perzinahan rohani dengan meminta nasihat dukun, ia juga gagal dalam ujian kesabaran dan ketaatan. Suatu ketika ia diperintahkan Samuel pergi ke Gilgal dan harus menunggu abdi Allah itu selama 7 hari di sana. Tapi ketika dilihatnya bahwa Samuel tidak kunjung tiba, sementara ia dan rakyatnya terdesak karena serangan orang-orang Filistin, kesabaran Saul pun hilang, apalagi rakyat mulai pergi meninggalkannya. Saat itulah ego Saul muncul dengan berkata, "'Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.' Lalu ia mempersembahkan korban bakaran." (1 Samuel 13:9), padahal mempersembahkan korban kepada Tuhan bukanlah wewenangnya, tapi tugas dan tanggung jawab imam (dalam hal ini Samuel). Ketika ditegur Samuel, Saul malah mengkambinghitamkan rakyatnya, tidak dengan rendah hati mengakui kesalahannya, menganggap diri selalu benar. Pelanggaran demi pelanggaran dilakukan Saul sejak awal ia memerintah sampai akhir hidupnya sehingga "TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang lebih baik dari padamu." (1 Samuel 15:28).
Karakter Saul ini sangat kontras bila dibandingkan dengan Daud yang selalu terbuka terhadap teguran. Hati Daud mudah hancur dan bertobat dengan sungguh di hadapan Tuhan setiap kali melakukan pelanggaran.
Karena ketidaktaatannya Saul harus lengser dan digantikan oleh Daud yang lebih berkenan kepada Tuhan!
Sunday, July 7, 2013
RAJA YANG TERTOLAK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2013 -
Baca: 1 Samuel 8:1-22
"Dan Samuel menyampaikan segala firman TUHAN kepada bangsa itu, yang meminta seorang raja kepadanya," 1 Samuel 8:10
Alkitab mencatat bahwa Saul dipilih menjadi raja Israel atas permintaan bangsa Israel, bukan karena Tuhan sendiri yang memilihnya seperti halnya terhadap Daud. Para tua-tua Israel berkata, "'Berikanlah kepada kami seorang raja untuk memerintah kami,'" perkataan itu mengesalkan Samuel, maka berdoalah Samuel kepada TUHAN." (1 Samuel 8:6). Dan Tuhan pun berfirman kepada Samuel, "Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka." (1 Samuel 8:7).
Keinginan bangsa Israel memiliki raja menurut kehendak mereka adalah bukti bahwa mereka lebih mengandalkan kekuatan sendiri daripada mengandalkan Tuhan dan memohon petunjukNya. Ada tertulis: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Akhirnya, sesuai pemufakatan, terpilihlah Saul menjadi raja Israel.
Selama memerintah sebagai raja, Saul tidak menunjukkan sikap hati yang benar. Ia sangat sombong dan di segala hal ia cenderung menuruti keinginannya sendiri daripada mencari kehendak Tuhan. Saul tidak hidup menurut pimpinan Roh Tuhan. Apa buktinya? Ketika sedang dalam masalah yang berat ia tidak sepenuh hati mencari Tuhan, tapi malah meminta nasihat seorang dukun di En-Dor, "Carilah bagiku seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah; maka aku hendak pergi kepadanya dan meminta petunjuk kepadanya.' Para pegawainya menjawab dia: 'Di En-Dor ada seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah.'" (1 Samuel 28:7). Saul telah melakukan perzinahan rohani! Apa yang diperbuatnya ini sangat menista Tuhan dan merupakan kejijikan bagiNya. Firman Tuhan tegas berkata, "Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 19:31).
Apa yang dilakukan Saul ini membuktikan bahwa ia sangat meremehkan Tuhan dan sama sekali tidak memiliki rasa takut akan Tuhan!
Baca: 1 Samuel 8:1-22
"Dan Samuel menyampaikan segala firman TUHAN kepada bangsa itu, yang meminta seorang raja kepadanya," 1 Samuel 8:10
Alkitab mencatat bahwa Saul dipilih menjadi raja Israel atas permintaan bangsa Israel, bukan karena Tuhan sendiri yang memilihnya seperti halnya terhadap Daud. Para tua-tua Israel berkata, "'Berikanlah kepada kami seorang raja untuk memerintah kami,'" perkataan itu mengesalkan Samuel, maka berdoalah Samuel kepada TUHAN." (1 Samuel 8:6). Dan Tuhan pun berfirman kepada Samuel, "Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka." (1 Samuel 8:7).
Keinginan bangsa Israel memiliki raja menurut kehendak mereka adalah bukti bahwa mereka lebih mengandalkan kekuatan sendiri daripada mengandalkan Tuhan dan memohon petunjukNya. Ada tertulis: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Akhirnya, sesuai pemufakatan, terpilihlah Saul menjadi raja Israel.
Selama memerintah sebagai raja, Saul tidak menunjukkan sikap hati yang benar. Ia sangat sombong dan di segala hal ia cenderung menuruti keinginannya sendiri daripada mencari kehendak Tuhan. Saul tidak hidup menurut pimpinan Roh Tuhan. Apa buktinya? Ketika sedang dalam masalah yang berat ia tidak sepenuh hati mencari Tuhan, tapi malah meminta nasihat seorang dukun di En-Dor, "Carilah bagiku seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah; maka aku hendak pergi kepadanya dan meminta petunjuk kepadanya.' Para pegawainya menjawab dia: 'Di En-Dor ada seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah.'" (1 Samuel 28:7). Saul telah melakukan perzinahan rohani! Apa yang diperbuatnya ini sangat menista Tuhan dan merupakan kejijikan bagiNya. Firman Tuhan tegas berkata, "Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 19:31).
Apa yang dilakukan Saul ini membuktikan bahwa ia sangat meremehkan Tuhan dan sama sekali tidak memiliki rasa takut akan Tuhan!
Saturday, July 6, 2013
BERIBADAH KEPADA TUHAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2013 -
Baca: Yosua 24:14-28
"...takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia." Yosua 24:14a
Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Artinya hidup dalam pimpinan Roh Kudus, tidak menuruti keinginan daging dan menanggalkan manusia lama kita, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging," (Galatia 5:17). Pertanyaannya: apakah kita hanya idup (bernafas) di hari Minggu atau ketika ada ibadah saja? Tentunya tidak. Setiap saat, detik, menit, jam, hari demi hari selama kita masih bernafas kita harus mempersembahkan hidup kita sebagai ibadah kepada Tuhan, tetapi di mana pun, kapan pun dan di segala keadaan. Dengan demikian keberadaan hidup kita senantiasa membawa kemuliaan bagi nama Tuhan.
Seseorang dapat dikatakan beribadah kepada Tuhan apabila ia memiliki kekariban atau hubungan intim dengan Tuhan. Bagaimana bisa dikatakan beribadah jika kita berdoa, memuji dan menyembah Tuhan serta membaca Alkitab hanya di gereja saja? Beribadah kepada Tuhan juga berarti memiliki hati yang takut akan Dia, artinya menghormati Tuhan dengan hidup menurut jalan-jalanNya atau taat melakukan firmanNya di mana pun kita berada. "Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat." (Amsal 8:13).
Sudahkah kita menjadi pelaku-pelaku firman? "...dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Haruslah ada tindakan nyata yang menunjukkan bahwa kita takut akan Tuhan, bukan hanya lips service. Kita pun dapat dikategorikan sebagai orang yang beribadah kepada Tuhan apabila kita melakukannya dengan penuh kesungguhan hati dan tidak setengah-setengah, sebab "Terkutuklah orang yang melaksanakan pekerjaan TUHAN dengan lalai," (Yeremia 48:10). Bukankah masih ada yang main-main saat beribadah? Bersenda gurau, memainkan hp, bahkan telepon-teleponan saat ibadah berlangsung.
Ada harga yang harus dibayar jika kita ingin ibadah yang kita lakukan berkenan kepada Tuhan!
Baca: Yosua 24:14-28
"...takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia." Yosua 24:14a
Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Artinya hidup dalam pimpinan Roh Kudus, tidak menuruti keinginan daging dan menanggalkan manusia lama kita, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging," (Galatia 5:17). Pertanyaannya: apakah kita hanya idup (bernafas) di hari Minggu atau ketika ada ibadah saja? Tentunya tidak. Setiap saat, detik, menit, jam, hari demi hari selama kita masih bernafas kita harus mempersembahkan hidup kita sebagai ibadah kepada Tuhan, tetapi di mana pun, kapan pun dan di segala keadaan. Dengan demikian keberadaan hidup kita senantiasa membawa kemuliaan bagi nama Tuhan.
Seseorang dapat dikatakan beribadah kepada Tuhan apabila ia memiliki kekariban atau hubungan intim dengan Tuhan. Bagaimana bisa dikatakan beribadah jika kita berdoa, memuji dan menyembah Tuhan serta membaca Alkitab hanya di gereja saja? Beribadah kepada Tuhan juga berarti memiliki hati yang takut akan Dia, artinya menghormati Tuhan dengan hidup menurut jalan-jalanNya atau taat melakukan firmanNya di mana pun kita berada. "Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat." (Amsal 8:13).
Sudahkah kita menjadi pelaku-pelaku firman? "...dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Haruslah ada tindakan nyata yang menunjukkan bahwa kita takut akan Tuhan, bukan hanya lips service. Kita pun dapat dikategorikan sebagai orang yang beribadah kepada Tuhan apabila kita melakukannya dengan penuh kesungguhan hati dan tidak setengah-setengah, sebab "Terkutuklah orang yang melaksanakan pekerjaan TUHAN dengan lalai," (Yeremia 48:10). Bukankah masih ada yang main-main saat beribadah? Bersenda gurau, memainkan hp, bahkan telepon-teleponan saat ibadah berlangsung.
Ada harga yang harus dibayar jika kita ingin ibadah yang kita lakukan berkenan kepada Tuhan!
Friday, July 5, 2013
BERIBADAH KEPADA TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2013 -
Baca: Ulangan 6:1-25
"Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah." Ulangan 6:13
Banyak orang Kristen berpikiran bahwa yang dimaksud dengan ibadah hanyalah sebatas kegiatan-kegiatan di dalam gereja atau di persekutuan, di mana ada susunan liturgi yang harus diikuti: ada pujian, penyembahan, membaca Alkitab dan mendengarkan hamba Tuhan berkhotbah, serta berdoa. Akibatnya kita mendapati mereka memiliki dua sisi kehidupan yang berbeda, yaitu saat mereka berada di dalam gereja untuk mengikuti acara kebaktian dan saat mereka berada di luar jam-jam ibadah.
Saat berada di dalam gedung gereja mereka sepertinya khusuk (alim), taat kepada firman Tuhan, perkataan yang keluar dari mulut pun begitu Alkitabiah. Kemudian perilaku dan karakter mereka pun langsung berubah total saat berada di luar jam-jam ibadah, entah itu di rumah, kantor, sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Topeng-topeng mulai ditanggalkan dan kelihatanlah warna aslinya. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5a). Tuhan menentang keras orang-orang yang "...datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan," (Yesaya 29:13). Apalah arti semuanya itu!
Sesungguhnya, ibadah yang sejati bukan sekedar mengikuti acara-acara ibadah di gereja atau persekutuan, namun meliputi seluruh keberadaan hidup kita yang dilandasi oleh ketaatan dan sikap hati sebagai seorang hamba. Kita tahu bahwa tugas utama seorang hamba adalah untuk melayani dengan sepenuh hati, bukan minta dilayani, dihargai dan dihormati seperti tertulis: "Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10). Inilah sikap yang harus kita miliki dalam beribadah yaitu sikap seorang hamba yang sepenuh hati melayani Tuhan, yang di dalamnya terkandung unsur rasa takut dan hormat akan Dia. Sudahkah kita memiliki 'hati hamba' saat beribadah kepada Tuhan?
Ataukah ibadah kita selama ini hanya sebatas aktivitas jasmaniah semata?
Baca: Ulangan 6:1-25
"Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah." Ulangan 6:13
Banyak orang Kristen berpikiran bahwa yang dimaksud dengan ibadah hanyalah sebatas kegiatan-kegiatan di dalam gereja atau di persekutuan, di mana ada susunan liturgi yang harus diikuti: ada pujian, penyembahan, membaca Alkitab dan mendengarkan hamba Tuhan berkhotbah, serta berdoa. Akibatnya kita mendapati mereka memiliki dua sisi kehidupan yang berbeda, yaitu saat mereka berada di dalam gereja untuk mengikuti acara kebaktian dan saat mereka berada di luar jam-jam ibadah.
Saat berada di dalam gedung gereja mereka sepertinya khusuk (alim), taat kepada firman Tuhan, perkataan yang keluar dari mulut pun begitu Alkitabiah. Kemudian perilaku dan karakter mereka pun langsung berubah total saat berada di luar jam-jam ibadah, entah itu di rumah, kantor, sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Topeng-topeng mulai ditanggalkan dan kelihatanlah warna aslinya. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5a). Tuhan menentang keras orang-orang yang "...datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan," (Yesaya 29:13). Apalah arti semuanya itu!
Sesungguhnya, ibadah yang sejati bukan sekedar mengikuti acara-acara ibadah di gereja atau persekutuan, namun meliputi seluruh keberadaan hidup kita yang dilandasi oleh ketaatan dan sikap hati sebagai seorang hamba. Kita tahu bahwa tugas utama seorang hamba adalah untuk melayani dengan sepenuh hati, bukan minta dilayani, dihargai dan dihormati seperti tertulis: "Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Lukas 17:10). Inilah sikap yang harus kita miliki dalam beribadah yaitu sikap seorang hamba yang sepenuh hati melayani Tuhan, yang di dalamnya terkandung unsur rasa takut dan hormat akan Dia. Sudahkah kita memiliki 'hati hamba' saat beribadah kepada Tuhan?
Ataukah ibadah kita selama ini hanya sebatas aktivitas jasmaniah semata?
Thursday, July 4, 2013
BAHAYA MEROKOK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juli 2013 -
Baca: 1 Korintus 6:12-20
"Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" 1 Korintus 6:20
Akhirnya tanggal 31 Mei di seluruh dunia di sepakati sebagai hari tanpa asap rokok. Hal ini sebagai peringatan bagi masyarakat dunia akan bahaya merokok.
Meski semua orang paham betul bahwa merokok sangat merugikan dan tidak ada benefit-nya bagi kesehatan tubuh, banyak orang masih enggan untuk berkata good bye pada rokok. Perlu diketahui bahwa di dalam rokok terkandung zat-zat yang berbahaya, di antaranya adalah nikotin. Zat ini mengandung candu yang menyebabkan orang ketagihan untuk terus-menerus mengisap rokok sehingga ada yang berkata kalau tidak merokok mulutnya terasa pahit. Bahkan ada yang mengatakan lebih baik tidak makan daripada tidak merokok. Begitu sulit melepaskan diri dari ikatan rokok. Hal ini menandakan orang itu sudah kecanduan, diperhamba atau diperbudak oleh batang rokok.
Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita membiarkan diri diperhamba oleh sesuatu apa pun. Kalau tahu bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan dan juga dapat memperhamba kita, masihkan kita bersikeras untuk tetap merokok? Rasul Paulus dengan tegas berkata, "...aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh sesuatu apapun." Ingatlah bahwa "...tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?" (1 Korintus 6:19-20). Apabila kesehatan tubuh kita terganggu atau rusak karena sakit-penyakit, apakah kita dapat memuliakan Tuhan dengan tubuh kita? Jadi sudah sangat jelas merokok adalah tindakan merusak tubuh sendiri, padahal tubuh kita ini adalah bait Tuhan dan "...bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:17b). Selain itu asap rokok yang dihasilkan perokok juga dapat merugikan orang-orang yang ada di sekitarnya karena mereka turut mengisap racun yang terkandung di dalamnya. Jelas ini membawa dampak yang kurang baik bagi orang lain.
"...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." Roma 12:1
Baca: 1 Korintus 6:12-20
"Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" 1 Korintus 6:20
Akhirnya tanggal 31 Mei di seluruh dunia di sepakati sebagai hari tanpa asap rokok. Hal ini sebagai peringatan bagi masyarakat dunia akan bahaya merokok.
Meski semua orang paham betul bahwa merokok sangat merugikan dan tidak ada benefit-nya bagi kesehatan tubuh, banyak orang masih enggan untuk berkata good bye pada rokok. Perlu diketahui bahwa di dalam rokok terkandung zat-zat yang berbahaya, di antaranya adalah nikotin. Zat ini mengandung candu yang menyebabkan orang ketagihan untuk terus-menerus mengisap rokok sehingga ada yang berkata kalau tidak merokok mulutnya terasa pahit. Bahkan ada yang mengatakan lebih baik tidak makan daripada tidak merokok. Begitu sulit melepaskan diri dari ikatan rokok. Hal ini menandakan orang itu sudah kecanduan, diperhamba atau diperbudak oleh batang rokok.
Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita membiarkan diri diperhamba oleh sesuatu apa pun. Kalau tahu bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan dan juga dapat memperhamba kita, masihkan kita bersikeras untuk tetap merokok? Rasul Paulus dengan tegas berkata, "...aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh sesuatu apapun." Ingatlah bahwa "...tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?" (1 Korintus 6:19-20). Apabila kesehatan tubuh kita terganggu atau rusak karena sakit-penyakit, apakah kita dapat memuliakan Tuhan dengan tubuh kita? Jadi sudah sangat jelas merokok adalah tindakan merusak tubuh sendiri, padahal tubuh kita ini adalah bait Tuhan dan "...bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:17b). Selain itu asap rokok yang dihasilkan perokok juga dapat merugikan orang-orang yang ada di sekitarnya karena mereka turut mengisap racun yang terkandung di dalamnya. Jelas ini membawa dampak yang kurang baik bagi orang lain.
"...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." Roma 12:1
Wednesday, July 3, 2013
BAHAYA MEROKOK (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juli 2013 -
Baca: 1 Korintus 6:12-20
"Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun." 1 Korintus 6:12
Firman Tuhan adalah pedoman hidup orang percaya, karena "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Semakin kita mempelajari firman Tuhan dan merenungkannya semakin kita mengerti isi hati Tuhan, kehendakNya, rencanaNya dan juga janji-janjiNya sehingga pancaindera kita pun makin "...terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14), karena di dalamnya tertulis hal-hal yang harus kita lakukan dan juga yang tidak seharusnya kita perbuat. Contoh yang tidak boleh dilakukan: saling memfitnah, berzinah, membunuh, mencuri, menghakimi orang lain, berkata dusta dan sebagainya.
Seiring dengan perkembangan zaman, akhir-akhir ini timbul pertanyaan bahkan perdebatan di antara orang percaya tentang hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan anak-anak Tuhan tetapi tidak tercantum di dalam Alkitab. Salah satunya adalah tentang kebiasaan merokok. Memang, kita tidak akan menemukan ayat di dalam firman Tuhan yang melarang orang Kristen untuk merokok. Boleh jadi pada masa di mana Alkitab ditulis, manusia belum mengenal 'rokok'. Namun mari kita perhatikan dengan seksama apa yang disampaikan oleh rasul Paulus di hadapan jemaat di Korintus, "Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun." (ayat nas).
Berkenaan dengan merokok ini, maka kita patut bertanya: apakah kegunaan dari rokok? Ahli kesehatan telah membuktikan bahwa merokok sangat membahayakan kesehatan seseorang, bahkan bagi perokok pasif sekalipun. Produsen rokok pun telah memperingatkan pada bungkus rokok tentang bahaya merokok. Jadi tidak ada alasan kita tidak tahu akan hal itu.
Adapun bahaya merokok antara lain adalah: dapat menyebabkan kanker, gangguan pada pernafasan, serangan jantung, impotensi, gangguan pada kehamilan dan janin, dan sebagainya.
Baca: 1 Korintus 6:12-20
"Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun." 1 Korintus 6:12
Firman Tuhan adalah pedoman hidup orang percaya, karena "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Semakin kita mempelajari firman Tuhan dan merenungkannya semakin kita mengerti isi hati Tuhan, kehendakNya, rencanaNya dan juga janji-janjiNya sehingga pancaindera kita pun makin "...terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:14), karena di dalamnya tertulis hal-hal yang harus kita lakukan dan juga yang tidak seharusnya kita perbuat. Contoh yang tidak boleh dilakukan: saling memfitnah, berzinah, membunuh, mencuri, menghakimi orang lain, berkata dusta dan sebagainya.
Seiring dengan perkembangan zaman, akhir-akhir ini timbul pertanyaan bahkan perdebatan di antara orang percaya tentang hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan anak-anak Tuhan tetapi tidak tercantum di dalam Alkitab. Salah satunya adalah tentang kebiasaan merokok. Memang, kita tidak akan menemukan ayat di dalam firman Tuhan yang melarang orang Kristen untuk merokok. Boleh jadi pada masa di mana Alkitab ditulis, manusia belum mengenal 'rokok'. Namun mari kita perhatikan dengan seksama apa yang disampaikan oleh rasul Paulus di hadapan jemaat di Korintus, "Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun." (ayat nas).
Berkenaan dengan merokok ini, maka kita patut bertanya: apakah kegunaan dari rokok? Ahli kesehatan telah membuktikan bahwa merokok sangat membahayakan kesehatan seseorang, bahkan bagi perokok pasif sekalipun. Produsen rokok pun telah memperingatkan pada bungkus rokok tentang bahaya merokok. Jadi tidak ada alasan kita tidak tahu akan hal itu.
Adapun bahaya merokok antara lain adalah: dapat menyebabkan kanker, gangguan pada pernafasan, serangan jantung, impotensi, gangguan pada kehamilan dan janin, dan sebagainya.
Tuesday, July 2, 2013
MENGAPA HARUS ADA PENDERITAAN? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2013 -
Baca: Yohanes 9:1-41
"Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia." Yohanes 9:3
Bermuara pada apa pun keadaan kita, biarlah kita memiliki pengertian yang berbeda dan memandang semua masalah dan penderitaan yang kita alami dari sudut pandang rohani.
Ayat nas menegaskan bahwa penderitaan adakalanya diijinkan terjadi supaya pekerjaan-pekerjaan Tuhan dinyatakan seperti yang dialami oleh orang yang buta sejak lahir, yang disembuhkan Tuhan dengan caraNya yang ajaib. "...Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta," (Yohanes 9:6). Secara manusia orang yang buta sejak lahir tidak mungkin disembuhkan, tapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Penderitaan yang dialami oleh orang buta itu adalah kesempatan baginya untuk mengalami kuasa dan kebesaran Tuhan.
Maria dan Marta dalam peristiwa lain sebenarnya punya alasan untuk kecewa dan marah kepada Tuhan, karena ketika kabar tentang adiknya (Lazarus) yang sedang sakit sampai kepada Tuhan, Tuhan justru dengan "...sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada;" (Yohanes 11:6), sampai pada akhirnya Lazarus meninggal. Pasti semua orang akan berkata, "Nasi sudah menjadi bubur." Namun dalam setiap perkara tidak ada satu pun yang kebetulan, Tuhan tetaplah Pribadi yang memegang kendali hidup kita. Manusia seringkali berkata bahwa semuanya sudah terlambat, tapi tidak bagi Tuhan! Karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Maksud dari semuanya itu adalah supaya kuasa dan kemuliaan Tuhan dinyatakan dengan menyadari bahwa kekuatan manusia itu sangat terbatas, karena itu jangan pernah membatasi kuasa Tuhan yang tak terbatas itu dengan keterbatasan kita.
Penderitaan adalah juga cara Tuhan untuk menegur dan mengingatkan kita agar karakter kita makin dilebur dan dimurnikan. Ayub yang sempat pahit hati karena penderitaan akhirnya menyadari dan hatinya pun diubahkan, sehingga ia dapat berkata, "Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Melalui penderitaan, Tuhan hendak memurnikan iman dan ketaatan kita supaya kita bisa menjadi alatNya untuk menyaksikan perbuatanNya yang heran dan ajaib!
Baca: Yohanes 9:1-41
"Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia." Yohanes 9:3
Bermuara pada apa pun keadaan kita, biarlah kita memiliki pengertian yang berbeda dan memandang semua masalah dan penderitaan yang kita alami dari sudut pandang rohani.
Ayat nas menegaskan bahwa penderitaan adakalanya diijinkan terjadi supaya pekerjaan-pekerjaan Tuhan dinyatakan seperti yang dialami oleh orang yang buta sejak lahir, yang disembuhkan Tuhan dengan caraNya yang ajaib. "...Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta," (Yohanes 9:6). Secara manusia orang yang buta sejak lahir tidak mungkin disembuhkan, tapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Penderitaan yang dialami oleh orang buta itu adalah kesempatan baginya untuk mengalami kuasa dan kebesaran Tuhan.
Maria dan Marta dalam peristiwa lain sebenarnya punya alasan untuk kecewa dan marah kepada Tuhan, karena ketika kabar tentang adiknya (Lazarus) yang sedang sakit sampai kepada Tuhan, Tuhan justru dengan "...sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada;" (Yohanes 11:6), sampai pada akhirnya Lazarus meninggal. Pasti semua orang akan berkata, "Nasi sudah menjadi bubur." Namun dalam setiap perkara tidak ada satu pun yang kebetulan, Tuhan tetaplah Pribadi yang memegang kendali hidup kita. Manusia seringkali berkata bahwa semuanya sudah terlambat, tapi tidak bagi Tuhan! Karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Maksud dari semuanya itu adalah supaya kuasa dan kemuliaan Tuhan dinyatakan dengan menyadari bahwa kekuatan manusia itu sangat terbatas, karena itu jangan pernah membatasi kuasa Tuhan yang tak terbatas itu dengan keterbatasan kita.
Penderitaan adalah juga cara Tuhan untuk menegur dan mengingatkan kita agar karakter kita makin dilebur dan dimurnikan. Ayub yang sempat pahit hati karena penderitaan akhirnya menyadari dan hatinya pun diubahkan, sehingga ia dapat berkata, "Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Melalui penderitaan, Tuhan hendak memurnikan iman dan ketaatan kita supaya kita bisa menjadi alatNya untuk menyaksikan perbuatanNya yang heran dan ajaib!
Monday, July 1, 2013
MENGAPA HARUS ADA PENDERITAAN? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2013 -
Baca: 1 Petrus 2:18-25
"Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung." 1 Petrus 2:19
Kita perlu menyadari bahwa dalam kehidupan ini sering kita dihadapkan pada masalah, penderitaan, kesusahan. Itu adalah bagian dari kehidupan manusia yang tak terelakkan. Sukacita, dukacita, kesenangan, kesusahan silih berganti datang dan pergi di dalam kehidupan kita. Yesus juga mengingatkan, "Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia." (Yohanes 16:33b).
Orang-orang dunia tidak bisa menerima masalah, sebab bagi mereka masalah adalah bencana bagi kehidupannya. Namun sebagai orang percaya masalah dan penderitaan seharusnya tidak membuat kita putus asa dan kian terpuruk dengan merenungi nasib dan mengasihani diri sendiri, karena hal itu hanya akan melipatgandakan rasa sakit yang kita rasakan, bahkan membuat penderitaan terasa lebih berat untuk ditanggung dari yang seharusnya. Kita harus selalu memiliki pengertian bahwa setiap masalah yang datang bisa bermakna positif dan mendatangkan kebaikan bagi kita. Ada penderitaan yang membawa maut, tapi ada juga penderitaan yang memberi faedah atau manfaat.
Penderitaan karena pelanggaran dan dosa itulah yang membawa maut, "Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah." (1 Petrus 2:20). Tetapi penderitaan karena melakukan kehendak Tuhan akan membawa kita kepada kedewasaan rohani. Jika dalam hidup ini tidak ada masalah atau penderitaan, manusia pasti memilih hidup untuk tidak bergantung kepada Tuhan sepenuhnya: menjadi sombong dan lebih bergantung pada kekayaan, kepintaran dan kekuatannya sendiri. Jadi, masalah dan penderitaan yang ada bukan hanya untuk melindungi dan menjauhkan kita dari kecenderungan hidup tidak bergantung kepada Tuhan, tapi juga untuk mematikan perbuatan-perbuatan daging kita, "...karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa." (1 Petrus 4:1), sehingga kita makin mengerti kehendak Tuhan.
"Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." Mazmur 119:71
Baca: 1 Petrus 2:18-25
"Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung." 1 Petrus 2:19
Kita perlu menyadari bahwa dalam kehidupan ini sering kita dihadapkan pada masalah, penderitaan, kesusahan. Itu adalah bagian dari kehidupan manusia yang tak terelakkan. Sukacita, dukacita, kesenangan, kesusahan silih berganti datang dan pergi di dalam kehidupan kita. Yesus juga mengingatkan, "Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia." (Yohanes 16:33b).
Orang-orang dunia tidak bisa menerima masalah, sebab bagi mereka masalah adalah bencana bagi kehidupannya. Namun sebagai orang percaya masalah dan penderitaan seharusnya tidak membuat kita putus asa dan kian terpuruk dengan merenungi nasib dan mengasihani diri sendiri, karena hal itu hanya akan melipatgandakan rasa sakit yang kita rasakan, bahkan membuat penderitaan terasa lebih berat untuk ditanggung dari yang seharusnya. Kita harus selalu memiliki pengertian bahwa setiap masalah yang datang bisa bermakna positif dan mendatangkan kebaikan bagi kita. Ada penderitaan yang membawa maut, tapi ada juga penderitaan yang memberi faedah atau manfaat.
Penderitaan karena pelanggaran dan dosa itulah yang membawa maut, "Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah." (1 Petrus 2:20). Tetapi penderitaan karena melakukan kehendak Tuhan akan membawa kita kepada kedewasaan rohani. Jika dalam hidup ini tidak ada masalah atau penderitaan, manusia pasti memilih hidup untuk tidak bergantung kepada Tuhan sepenuhnya: menjadi sombong dan lebih bergantung pada kekayaan, kepintaran dan kekuatannya sendiri. Jadi, masalah dan penderitaan yang ada bukan hanya untuk melindungi dan menjauhkan kita dari kecenderungan hidup tidak bergantung kepada Tuhan, tapi juga untuk mematikan perbuatan-perbuatan daging kita, "...karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa." (1 Petrus 4:1), sehingga kita makin mengerti kehendak Tuhan.
"Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." Mazmur 119:71
Sunday, June 30, 2013
MENJADI PENJALA MANUSIA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2013 -
Baca: Lukas 5:1-11
"Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Lukas 5:10b
Pertimbangan Tuhan Yesus memilih murid-muridNya ternyata bukanlah sembarangan. Salah satunya adalah saat Tuhan memilih Petrus. Tuhan Yesus memilih Petrus bukan karena ia tampan, cerdas dan punya kedudukan, melainkan karena ia memiliki karakter hidup yang luar biasa. Meski hanya berprofesi sebagai seorang nelayan atau penjala ikan, di dalam diri Petrus tersimpan potensi yang besar.
Apa saja kualitas yang ada di dalam diri Petrus, sehingga Tuhan memilih dan memanggilnya untuk menjadi alat kemuliaanNya? Pertama, Petrus adalah orang yang taat. Telah sepanjang malam mengarungi danau Genesaret Petrus tidak mendapatkan ikan sama sekali. Namun ketika Tuhan Yesus menyuruhnya untuk menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai, "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (ayat 4), Petrus taat melakukan apa yang diperintahkan Tuhan Yesus kepadanya, padahal ia punya alasan yang kuat untuk menolak perintah Tuhan itu sebab ia adalah seorang nelayan yang sudah sarat pengalaman. Tapi simak respons Petrus ini: "...karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." (ayat 5). Pada saat Petrus taat, dia menangkap begitu banyak ikan sehingga jalanya terkoyak.
Kedua, Petrus adalah orang yang rendah hati. Darimana kita tahu bahwa Petrus punya kerendahan hati? Ayat 8 menyatakan: "...iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: 'Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.'" Pengakuan yang jujur dari Petrus yang mengatakan bahwa dirinya seorang berdosa menyiratkan bahwa ia orang yang rendah hati; ia menyadari siapa dirinya, orang yang tidak layak di hadapan Tuhan. Tidak mudah bagi seseorang untuk tersungkur di bawah kaki orang lain kecuali dia punya kerendahan hati. Petrus merendahkan dirinya di hadapan Yesus karena ia tahu siapa yang ada di hadapannya. Itulah sebabnya ia yang tadinya memanggil Yesus dengan sebutan 'Guru' kini memanggilNya 'Tuhan'. Satu bentuk pengagungan dan penghormatan yang ia tujukan kepada Yesus. Selain itu, kata 'tersungkur di depan Yesus' menunjukkan bahwa petrus sedang menyembah dan memuji Tuhan!
Punya ketaatan, kerendahan hati dan senantiasa mengagungkan Tuhan adalah sikap yang diperlukan bagi seorang penjala manusia, dan itu ada pada Petrus!
Baca: Lukas 5:1-11
"Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Lukas 5:10b
Pertimbangan Tuhan Yesus memilih murid-muridNya ternyata bukanlah sembarangan. Salah satunya adalah saat Tuhan memilih Petrus. Tuhan Yesus memilih Petrus bukan karena ia tampan, cerdas dan punya kedudukan, melainkan karena ia memiliki karakter hidup yang luar biasa. Meski hanya berprofesi sebagai seorang nelayan atau penjala ikan, di dalam diri Petrus tersimpan potensi yang besar.
Apa saja kualitas yang ada di dalam diri Petrus, sehingga Tuhan memilih dan memanggilnya untuk menjadi alat kemuliaanNya? Pertama, Petrus adalah orang yang taat. Telah sepanjang malam mengarungi danau Genesaret Petrus tidak mendapatkan ikan sama sekali. Namun ketika Tuhan Yesus menyuruhnya untuk menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai, "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (ayat 4), Petrus taat melakukan apa yang diperintahkan Tuhan Yesus kepadanya, padahal ia punya alasan yang kuat untuk menolak perintah Tuhan itu sebab ia adalah seorang nelayan yang sudah sarat pengalaman. Tapi simak respons Petrus ini: "...karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." (ayat 5). Pada saat Petrus taat, dia menangkap begitu banyak ikan sehingga jalanya terkoyak.
Kedua, Petrus adalah orang yang rendah hati. Darimana kita tahu bahwa Petrus punya kerendahan hati? Ayat 8 menyatakan: "...iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: 'Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.'" Pengakuan yang jujur dari Petrus yang mengatakan bahwa dirinya seorang berdosa menyiratkan bahwa ia orang yang rendah hati; ia menyadari siapa dirinya, orang yang tidak layak di hadapan Tuhan. Tidak mudah bagi seseorang untuk tersungkur di bawah kaki orang lain kecuali dia punya kerendahan hati. Petrus merendahkan dirinya di hadapan Yesus karena ia tahu siapa yang ada di hadapannya. Itulah sebabnya ia yang tadinya memanggil Yesus dengan sebutan 'Guru' kini memanggilNya 'Tuhan'. Satu bentuk pengagungan dan penghormatan yang ia tujukan kepada Yesus. Selain itu, kata 'tersungkur di depan Yesus' menunjukkan bahwa petrus sedang menyembah dan memuji Tuhan!
Punya ketaatan, kerendahan hati dan senantiasa mengagungkan Tuhan adalah sikap yang diperlukan bagi seorang penjala manusia, dan itu ada pada Petrus!
Saturday, June 29, 2013
MENYIA-NYIAKAN PANGGILAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2013 -
Baca: Efesus 1:15-23
"Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus," Efesus 1:18
Yudas Iskariot dan juga ratu Wasti sesungguhnya adalah orang-orang yang sangat istimewa dan beroleh panggilan hidup yang luar biasa. Sayang seribu sayang, mereka kurang menghargai panggilan Tuhan dalam hidupnya sehingga mereka tidak dapat menjalankan tugas dalam panggilannya secara maksimal.
Yudas Iskariot adalah salah satu dari 12 murid yang dipanggil oleh Yesus sendiri. "Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan." (Matius 10:1). Sebagai orang pilihan Tuhan ia diperlengkapi kuasa untuk mengusir roh-roh jahat, menyembuhkan segala penyakit dan juga kelemahan tubuh lainnya. Modal yang sangat luar biasa! Sebagai rasul, hari-hari Yudas Iskariot terasa istimewa karena selalu dekat dengan Tuhan. Ia termasuk murid yang diutus berdua-dua memberitakan Injil Kerajaan Allah. Ia memulai pelayanannya dengan baik. Tetapi suatu saat tipu daya kekayaan telah menyilaukan hatinya sehingga ia berani mengkhianati Yesus. "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya." (Matius 26:15). Ia rela menjual Tuhannya hanya dengan 30 keping perak, yang saat itu adalah sama dengan harga seorang budak. Yudas Iskariot lebih memilih 'mamon' dari pada Tuhan dan tidak lagi mengerjakan panggilan hidupnya. Akhir kehidupan Yudas Iskariot pun sangat mengenaskan, ia frustasi dan gantung diri.
Kemudian ratu Wasti. Sebagai permaisuri, Wasti hidup berkelimpahan, tidak kekurangan apa pun. Namun ia kurang bisa mensyukuri keadaannya dan lebih memilih mencari kesenangan pribadi. Ia lupa, bukan karena kecantikannya yang membuatnya dipilih menjadi ratu di kerajaan besar, namun karena kasih karunia Tuhan. Dengan mudahnya ratu Wasti menolak undangan raja Ahasyweros yang disampaikan sida-sida kepadanya yang membuat raja sangat murka sehingga mahkotanya sebagai ratu dicopot.
Jangan pernah sia-siakan panggilan Tuhan dalam hidupmu!
Baca: Efesus 1:15-23
"Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus," Efesus 1:18
Yudas Iskariot dan juga ratu Wasti sesungguhnya adalah orang-orang yang sangat istimewa dan beroleh panggilan hidup yang luar biasa. Sayang seribu sayang, mereka kurang menghargai panggilan Tuhan dalam hidupnya sehingga mereka tidak dapat menjalankan tugas dalam panggilannya secara maksimal.
Yudas Iskariot adalah salah satu dari 12 murid yang dipanggil oleh Yesus sendiri. "Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan." (Matius 10:1). Sebagai orang pilihan Tuhan ia diperlengkapi kuasa untuk mengusir roh-roh jahat, menyembuhkan segala penyakit dan juga kelemahan tubuh lainnya. Modal yang sangat luar biasa! Sebagai rasul, hari-hari Yudas Iskariot terasa istimewa karena selalu dekat dengan Tuhan. Ia termasuk murid yang diutus berdua-dua memberitakan Injil Kerajaan Allah. Ia memulai pelayanannya dengan baik. Tetapi suatu saat tipu daya kekayaan telah menyilaukan hatinya sehingga ia berani mengkhianati Yesus. "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya." (Matius 26:15). Ia rela menjual Tuhannya hanya dengan 30 keping perak, yang saat itu adalah sama dengan harga seorang budak. Yudas Iskariot lebih memilih 'mamon' dari pada Tuhan dan tidak lagi mengerjakan panggilan hidupnya. Akhir kehidupan Yudas Iskariot pun sangat mengenaskan, ia frustasi dan gantung diri.
Kemudian ratu Wasti. Sebagai permaisuri, Wasti hidup berkelimpahan, tidak kekurangan apa pun. Namun ia kurang bisa mensyukuri keadaannya dan lebih memilih mencari kesenangan pribadi. Ia lupa, bukan karena kecantikannya yang membuatnya dipilih menjadi ratu di kerajaan besar, namun karena kasih karunia Tuhan. Dengan mudahnya ratu Wasti menolak undangan raja Ahasyweros yang disampaikan sida-sida kepadanya yang membuat raja sangat murka sehingga mahkotanya sebagai ratu dicopot.
Jangan pernah sia-siakan panggilan Tuhan dalam hidupmu!
Friday, June 28, 2013
MENYIA-NYIAKAN PANGGILAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 1:15-26
"Biarlah perkemahannya menjadi sunyi, dan biarlah tidak ada penghuni di dalamnya: dan: Biarlah jabatannya diambil orang lain." Kisah 1:20
Jangan pernah bangga dengan status kita sebagai orang kristen bila kehidupan kita tidak berpadanan dengan panggilan Tuhan, sebab keberadaan kita di dunia ini adalah mengerjakan panggilan Tuhan.
Istilah 'dipanggil' memiliki beberapa pengertian, di antaranya: dikembalikan pada kedudukan semula atau didekatkan kembali kepada Allah. "...kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya." (Kolose 1:21). Kita yang dahulu berada di dalam kegelapan kita masuk ke dalam terangNya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Selain itu dipanggil berarti pula dikhususkan bagi Tuhan untuk tugas tertentu. Jadi secara garis besar panggilan Tuhan kepada orang percaya itu meliputi panggilan umum dan panggilan khusus. Panggilan umum bagi setiap orang percaya adalah menjadi garam dunia dan juga terang dunia (baca Matius 5:13-16). Adapun panggilan khusus yang dimaksud ialah panggilan untuk melayani sesuai dengan karunia yang diberikan kepada kita.
Jika saat ini kita sedang dipanggil Tuhan untuk tujuan 'khusus', itu berarti berkat tersendiri bagi kita, sebab kesempatan tersebut tidak didapat oleh semua orang, hanya orang-orang tertentu saja! Ada banyak orang sedang berlomba-lomba dan berjuang sedemikian rupa untuk mendapatkan kepercayaan itu. Namun di sisi lain justru ada orang-orang tertentu yang sudah dipanggil dan dipilih malah menyia-nyiakan kesempatan yang istimewa itu; mereka tidak lagi setia dalam menjalankan tugas dan menyalahgunakan jabatan yang dipercayakan kepadanya, padahal Tuhan "...memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9). Ada beberapa contoh orang yang tertulis di dalam Alkitab yang berlaku demikian, menyia-nyiakan panggilan hidupnya, di antaranya adalah Yudas Iskariot dan juga ratu Wasti. (Bersambung)
Baca: Kisah Para Rasul 1:15-26
"Biarlah perkemahannya menjadi sunyi, dan biarlah tidak ada penghuni di dalamnya: dan: Biarlah jabatannya diambil orang lain." Kisah 1:20
Jangan pernah bangga dengan status kita sebagai orang kristen bila kehidupan kita tidak berpadanan dengan panggilan Tuhan, sebab keberadaan kita di dunia ini adalah mengerjakan panggilan Tuhan.
Istilah 'dipanggil' memiliki beberapa pengertian, di antaranya: dikembalikan pada kedudukan semula atau didekatkan kembali kepada Allah. "...kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya." (Kolose 1:21). Kita yang dahulu berada di dalam kegelapan kita masuk ke dalam terangNya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9). Selain itu dipanggil berarti pula dikhususkan bagi Tuhan untuk tugas tertentu. Jadi secara garis besar panggilan Tuhan kepada orang percaya itu meliputi panggilan umum dan panggilan khusus. Panggilan umum bagi setiap orang percaya adalah menjadi garam dunia dan juga terang dunia (baca Matius 5:13-16). Adapun panggilan khusus yang dimaksud ialah panggilan untuk melayani sesuai dengan karunia yang diberikan kepada kita.
Jika saat ini kita sedang dipanggil Tuhan untuk tujuan 'khusus', itu berarti berkat tersendiri bagi kita, sebab kesempatan tersebut tidak didapat oleh semua orang, hanya orang-orang tertentu saja! Ada banyak orang sedang berlomba-lomba dan berjuang sedemikian rupa untuk mendapatkan kepercayaan itu. Namun di sisi lain justru ada orang-orang tertentu yang sudah dipanggil dan dipilih malah menyia-nyiakan kesempatan yang istimewa itu; mereka tidak lagi setia dalam menjalankan tugas dan menyalahgunakan jabatan yang dipercayakan kepadanya, padahal Tuhan "...memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9). Ada beberapa contoh orang yang tertulis di dalam Alkitab yang berlaku demikian, menyia-nyiakan panggilan hidupnya, di antaranya adalah Yudas Iskariot dan juga ratu Wasti. (Bersambung)
Thursday, June 27, 2013
PERSEMBAHAN YANG TIDAK SUNGGUH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2013 -
Baca: Yesaya 1:10-20
"Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan." Yesaya 1:13
Sebagai anak-anak Tuhan kita pasti memiliki kerinduan selalu memberi yang terbaik dan berkorban bagi Tuhan dengan apa yang bisa kita perbuat dan dengan apa yang kita miliki. Kita rela mencurahkan waktu, tenaga, pikiran bahkan materi untuk membantu pekerjaan Tuhan atau terlibat dalam pelayanan, menjadi donatur gereja, menjadi orangtua asuh, menolong orang tidak mampu dan sebagainya dengan harapan perbuatan ini berkenan dan menyenangkan hatiNya. Pertanyaannya: apakah Tuhan benar-benar disenangkan dengan persembahan dan korban dari umatNya? Perhatikan ayat ini: "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat." (Pengkotbah 4:17). Ternyata tidak selamanya Tuhan berkenan dengan persembahan-persembahan umatNya!
Tuhan sangat memperhatikan sikap hati kita dalam memberi dan juga perbuatan-perbuatan kita. Tuhan tidak bisa kita suap dengan persembahan kita sementara kita masih saja hidup dalam ketidaktaatan atau berkompromi dengan dosa. Karena itu "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah!" Perhatikan langkah hidup kita terlebih dahulu sebelum datang ke rumah Tuhan dan mempersembahkan korban kepadaNya. Dengan keras Tuhan berkata, "Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat," (Yesaya 1:16).
Jika kita masih saja berbuat dosa, ibadah dan persembahan kita menjadi sesuatu yang keji bagi Tuhan. Jalan-jalan Tuhan itu kudus, karena itu Ia juga menghendaki kita hidup dalam kekudusan sehingga ibadah dan persembahan kita akan menjadi korban yang harum bagi Tuhan dan menyenangkan hatiNya.
Berhentilah berbuat jahat dan jadilah pelaku firman setiap hari, maka Tuhan akan mengindahkan setiap persembahan dan juga ibadah kita!
Baca: Yesaya 1:10-20
"Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan." Yesaya 1:13
Sebagai anak-anak Tuhan kita pasti memiliki kerinduan selalu memberi yang terbaik dan berkorban bagi Tuhan dengan apa yang bisa kita perbuat dan dengan apa yang kita miliki. Kita rela mencurahkan waktu, tenaga, pikiran bahkan materi untuk membantu pekerjaan Tuhan atau terlibat dalam pelayanan, menjadi donatur gereja, menjadi orangtua asuh, menolong orang tidak mampu dan sebagainya dengan harapan perbuatan ini berkenan dan menyenangkan hatiNya. Pertanyaannya: apakah Tuhan benar-benar disenangkan dengan persembahan dan korban dari umatNya? Perhatikan ayat ini: "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat." (Pengkotbah 4:17). Ternyata tidak selamanya Tuhan berkenan dengan persembahan-persembahan umatNya!
Tuhan sangat memperhatikan sikap hati kita dalam memberi dan juga perbuatan-perbuatan kita. Tuhan tidak bisa kita suap dengan persembahan kita sementara kita masih saja hidup dalam ketidaktaatan atau berkompromi dengan dosa. Karena itu "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah!" Perhatikan langkah hidup kita terlebih dahulu sebelum datang ke rumah Tuhan dan mempersembahkan korban kepadaNya. Dengan keras Tuhan berkata, "Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat," (Yesaya 1:16).
Jika kita masih saja berbuat dosa, ibadah dan persembahan kita menjadi sesuatu yang keji bagi Tuhan. Jalan-jalan Tuhan itu kudus, karena itu Ia juga menghendaki kita hidup dalam kekudusan sehingga ibadah dan persembahan kita akan menjadi korban yang harum bagi Tuhan dan menyenangkan hatiNya.
Berhentilah berbuat jahat dan jadilah pelaku firman setiap hari, maka Tuhan akan mengindahkan setiap persembahan dan juga ibadah kita!
Wednesday, June 26, 2013
BERSERU-SERU KEPADA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2013 -
Baca: Yeremia 33:1-13
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Berseru kepada Tuhan adalah hal yang kita lakukan apabila kita sedang dihadapkan pada masalah yang berat dan jalan buntu. Ketika doa-doa kita serasa tidak kunjung dijawab dan ketika daya upaya kita sudah tidak memungkinkan, hanya ini yang bisa kita lakukan yaitu berteriak dan berseru-seru memanggil nama Tuhan dengan segenap kekuatan kita. Janji firmanNya: ketika kita mau berseru kepada Tuhan, Dia akan menjawab kita, bahkan lebih dari yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kita ketahui. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Bartimeus, seorang pengemis buta, ketika mendengar bahwa Tuhan Yesus sedang lewat, mulai berseru, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:47). Meski ditegor oleh banyak orang supaya ia diam, ia semakin keras berseru, "Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:48). Mendengar seruan Bartimeus Yesus pun mengulurkan tanganNya dan memberi pertolongan. "Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya." (Markus 10:52b). Juga Daud, sebelum menjadi raja, kehidupannya diwarnai dengan penderitaan yang disebabkan oleh orang-orang terdekatnya. Salah satunya adalah Saul yang adalah mertuanya sendiri. Bagi Daud, Saul bukan sekedar mertua, tetapi juga seorang raja, pemimpin, panutan yang seharusnya mengayomi, tapi Saul justru berbuat yang sebaliknya yaitu ingin melenyapkan Daud. Dalam keadaan terjepit Daud pun berseru-seru kepada Tuhan, "Aku berseru kepada Allah, Yang Mahatinggi, kepada Allah yang menyelesaikannya bagiku." (Mazmur 57:3).
Saudara sedang berbeban berat? Datanglah kepada Tuhan dan berserulah kepadaNya dengan iman, jangan sekali-kali mencari pertolongan di luar Dia.
"Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." Mazmur 50:15
Baca: Yeremia 33:1-13
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Berseru kepada Tuhan adalah hal yang kita lakukan apabila kita sedang dihadapkan pada masalah yang berat dan jalan buntu. Ketika doa-doa kita serasa tidak kunjung dijawab dan ketika daya upaya kita sudah tidak memungkinkan, hanya ini yang bisa kita lakukan yaitu berteriak dan berseru-seru memanggil nama Tuhan dengan segenap kekuatan kita. Janji firmanNya: ketika kita mau berseru kepada Tuhan, Dia akan menjawab kita, bahkan lebih dari yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kita ketahui. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Bartimeus, seorang pengemis buta, ketika mendengar bahwa Tuhan Yesus sedang lewat, mulai berseru, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:47). Meski ditegor oleh banyak orang supaya ia diam, ia semakin keras berseru, "Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:48). Mendengar seruan Bartimeus Yesus pun mengulurkan tanganNya dan memberi pertolongan. "Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya." (Markus 10:52b). Juga Daud, sebelum menjadi raja, kehidupannya diwarnai dengan penderitaan yang disebabkan oleh orang-orang terdekatnya. Salah satunya adalah Saul yang adalah mertuanya sendiri. Bagi Daud, Saul bukan sekedar mertua, tetapi juga seorang raja, pemimpin, panutan yang seharusnya mengayomi, tapi Saul justru berbuat yang sebaliknya yaitu ingin melenyapkan Daud. Dalam keadaan terjepit Daud pun berseru-seru kepada Tuhan, "Aku berseru kepada Allah, Yang Mahatinggi, kepada Allah yang menyelesaikannya bagiku." (Mazmur 57:3).
Saudara sedang berbeban berat? Datanglah kepada Tuhan dan berserulah kepadaNya dengan iman, jangan sekali-kali mencari pertolongan di luar Dia.
"Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." Mazmur 50:15
Tuesday, June 25, 2013
PENGENALAN YANG SALAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2013 -
Baca: Matius 12:22-37
"Tetapi ketika orang Farisi mendengarnya, mereka berkata: 'Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan.'" Matius 12:24
Menjadi Kristen lama atau bertahun-tahun tidak menjamin seseorang memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan. Banyak yang kerohaniannya tidak pernah bertumbuh dan tetap begitu-begitu saja, sekalipun "...ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." (Ibrani 5:12-13). Rasul Petrus menasihati, "...bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus." (2 Petrus 3:18).
Memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan berarti tahu siapa Tuhan, memahami jalan-jalanNya, kuasaNya dan juga kehendakNya. Jika kita tidak memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan, kita akan bertindak seperti orang-orang Farisi. Ketika melihat Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta dan bisu yang kerasukan setan, orang-orang Farisi yang secara teori paham benar tentang firman Tuhan malah menuduh, "Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan." (ayat nas). Ini sangat berbahaya! Apabila cara pandang yang salah ini tidak segera dibereskan, sampai kapan pun kita akan menjalani hidup kekristenan kita dengan paradigma yang salah seperti orang-orang Farisi. Tuhan Yesus menyembuhkan dengan kuasa Allah, tetapi mereka mengira bahwa Dia menyembuhkan orang sakit dengan kuasa Beelzebul. Keterlaluan sekali!
Peristiwa seperti ini juga dialami murid-murid Yesus ketika melihatNya berjalan di atas air. Mereka terkejut dan mengira bahwa Dia adalah hantu. Aneh sekali! Padahal mereka telah sekian lama berkumpul tetapi mereka tidak dapat membedakan antara Tuhan dan hantu. "Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: 'Tenanglah! Aku ini, jangan takut!'" (Matius 14:27). Pada saat murid-murid mengalami ketakutan akibat ketidaktahuannya, Tuhan Yesus tidak marah, tetapi Ia menenangkan mereka supaya tidak takut. Sejauh mana kita mengenal Tuhan Yesus secara pribadi?
Untuk memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan, kita harus karib dengan Dia dan senantiasa merenungkan firmanNya!
Baca: Matius 12:22-37
"Tetapi ketika orang Farisi mendengarnya, mereka berkata: 'Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan.'" Matius 12:24
Menjadi Kristen lama atau bertahun-tahun tidak menjamin seseorang memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan. Banyak yang kerohaniannya tidak pernah bertumbuh dan tetap begitu-begitu saja, sekalipun "...ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." (Ibrani 5:12-13). Rasul Petrus menasihati, "...bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus." (2 Petrus 3:18).
Memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan berarti tahu siapa Tuhan, memahami jalan-jalanNya, kuasaNya dan juga kehendakNya. Jika kita tidak memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan, kita akan bertindak seperti orang-orang Farisi. Ketika melihat Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta dan bisu yang kerasukan setan, orang-orang Farisi yang secara teori paham benar tentang firman Tuhan malah menuduh, "Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan." (ayat nas). Ini sangat berbahaya! Apabila cara pandang yang salah ini tidak segera dibereskan, sampai kapan pun kita akan menjalani hidup kekristenan kita dengan paradigma yang salah seperti orang-orang Farisi. Tuhan Yesus menyembuhkan dengan kuasa Allah, tetapi mereka mengira bahwa Dia menyembuhkan orang sakit dengan kuasa Beelzebul. Keterlaluan sekali!
Peristiwa seperti ini juga dialami murid-murid Yesus ketika melihatNya berjalan di atas air. Mereka terkejut dan mengira bahwa Dia adalah hantu. Aneh sekali! Padahal mereka telah sekian lama berkumpul tetapi mereka tidak dapat membedakan antara Tuhan dan hantu. "Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: 'Tenanglah! Aku ini, jangan takut!'" (Matius 14:27). Pada saat murid-murid mengalami ketakutan akibat ketidaktahuannya, Tuhan Yesus tidak marah, tetapi Ia menenangkan mereka supaya tidak takut. Sejauh mana kita mengenal Tuhan Yesus secara pribadi?
Untuk memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan, kita harus karib dengan Dia dan senantiasa merenungkan firmanNya!
Monday, June 24, 2013
MENJUNJUNG NILAI KEBENARAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2013 -
Baca: Amsal 15:1-33
"Jalan orang fasik adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi siapa mengejar kebenaran, dikasihi-Nya." Amsal 15:9
Di zaman akhir ini kehidupan orang percaya benar-benar berada dalam proses penampian. Karena itu kita harus benar-benar memperhatikan hidup kita. Jika tidak tahan uji kita akan tertinggal, sebab "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12). Jadi tidak ada lagi istilah main-main dengan kekristenan kita. Ketika orang-orang di luar sana makin disibukkan dengan perkara-perkara daging (duniawi) dan tidak lagi menjunjung nilai-nilai kebenaran, kita harus memiliki kehidupan yang sebaliknya, yaitu berjuang untuk tetap hidup dalam kebenaran.
Mungkinkah hidup benar di tengah-tengah dunia yang penuh kompromi terhadap ketidakbenaran dan segala bentuk kejahatan ini? Perhatikan: "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4).
Bidan Sifra dan Pua (Keluaran 1:15) adalah contoh orang-orang yang memiliki hati takut akan Tuhan serta menjunjung nilai kebenaran meski orang lain lebih memilih untuk berkompromi dengan dosa. Sebagai bidan mereka sangat dibutuhkan oleh banyak orang pada saat persalinan. Suatu ketika mereka beroleh mandat dari raja Firaun untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang dilahirkan oleh perempuan Ibrani, dengan maksud membinasakan satu generasi umat Tuhan dan ingin melenyapkan orang-orang Ibrani keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Suatu perintah yang tidak berperikemanusiaan! Sifra dan Pua dihadapkan pada buah simalakama: taat kepada raja berarti berkompromi dengan dosa, tidak taat kepada raja resikonya mereka sendiri yang akan mati. Namun keduanya memilih untuk "...takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir..." (Keluaran 1:17). Karena hidup dalam kebenaran, Tuhan pun menyatakan kasihNya kepada dua bidan itu. Mereka terlindungi dari murka raja, bahkan diberkati Tuhan dan "...Ia membuat mereka berumah tangga." (Keluaran 1:21).
Tuhan menjaga orang-orang yang hidup dalam kebenaran!
Baca: Amsal 15:1-33
"Jalan orang fasik adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi siapa mengejar kebenaran, dikasihi-Nya." Amsal 15:9
Di zaman akhir ini kehidupan orang percaya benar-benar berada dalam proses penampian. Karena itu kita harus benar-benar memperhatikan hidup kita. Jika tidak tahan uji kita akan tertinggal, sebab "Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Matius 3:12). Jadi tidak ada lagi istilah main-main dengan kekristenan kita. Ketika orang-orang di luar sana makin disibukkan dengan perkara-perkara daging (duniawi) dan tidak lagi menjunjung nilai-nilai kebenaran, kita harus memiliki kehidupan yang sebaliknya, yaitu berjuang untuk tetap hidup dalam kebenaran.
Mungkinkah hidup benar di tengah-tengah dunia yang penuh kompromi terhadap ketidakbenaran dan segala bentuk kejahatan ini? Perhatikan: "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah." (Yakobus 4:4).
Bidan Sifra dan Pua (Keluaran 1:15) adalah contoh orang-orang yang memiliki hati takut akan Tuhan serta menjunjung nilai kebenaran meski orang lain lebih memilih untuk berkompromi dengan dosa. Sebagai bidan mereka sangat dibutuhkan oleh banyak orang pada saat persalinan. Suatu ketika mereka beroleh mandat dari raja Firaun untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang dilahirkan oleh perempuan Ibrani, dengan maksud membinasakan satu generasi umat Tuhan dan ingin melenyapkan orang-orang Ibrani keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Suatu perintah yang tidak berperikemanusiaan! Sifra dan Pua dihadapkan pada buah simalakama: taat kepada raja berarti berkompromi dengan dosa, tidak taat kepada raja resikonya mereka sendiri yang akan mati. Namun keduanya memilih untuk "...takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir..." (Keluaran 1:17). Karena hidup dalam kebenaran, Tuhan pun menyatakan kasihNya kepada dua bidan itu. Mereka terlindungi dari murka raja, bahkan diberkati Tuhan dan "...Ia membuat mereka berumah tangga." (Keluaran 1:21).
Tuhan menjaga orang-orang yang hidup dalam kebenaran!
Sunday, June 23, 2013
SIMSON: Akhir Hidup yang Tragis!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2013 -
Baca: Hakim-Hakim 16:23-31
"Biarlah kiranya aku mati bersama-sama orang Filistin ini." Hakim-Hakim 16:30
Karena kecerobohannya sendiri Simson harus menanggung akibatnya: kehilangan kekuatan, dibelenggu, dipenjara, dicungkil matanya dan menjadi tontonan bangsa kafir! Ia dipermalukan di depan banyak orang. Mereka berkata, "Telah diserahkan oleh allah kita ke dalam tangan kita Simson, musuh kita." (Hakim-Hakim 16:23).
Alkitab mencatat bahwa Simson merupakan salah satu pahlawan iman yang besar dan "...memerintah sebagai hakim atas orang Israel dalam zaman orang Filistin, dua puluh tahun lamanya." (Hakim-Hakim 15:20). Namun Simson tidak konsisten mengerjakan panggilan Tuhan, malah berkompromi dengan dosa, tidak lagi hidup menurut pimpinan Roh Tuhan tapi menuruti keinginan daging. Galatia 5:19-21 menyebutkan bahwa yang termasuk perbuatan daging antara lain percabulan, kecemaran dan hawa nafsu. Simson yang telah dipanggil sebagai nazir (seseorang yang dipisahkan, disucikan, dikhususkan untuk tujuan mulia) bagi Tuhan justru jatuh dalam dosa yang demikian. Firman Tuhan menegaskan, "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24). Akibat menuruti kedagingannya akhirnya Simson mengabaikan perjanjiannya dengan Tuhan dan melangkah keluar dari panggilan hidup yang sudah Tuhan tetapkan. Ia menyalahgunakan kekuatan dan kelebihan fisik yang diberikan Tuhan untuk memuaskan hawa nafsunya. Menjelang akhir hidupnya Simson menyadari kesalahannya dan berseru kepada Tuhan, "Ya Tuhan ALLAH, ingatlah kiranya kepadaku dan buatlah aku kuat, sekali ini saja, ya Allah, supaya dengan satu pembalasan juga kubalaskan kedua mataku itu kepada orang Filistin." (Hakim-Hakim 16:28). Namun semuanya sudah terlambat walau "Yang mati dibunuhnya pada waktu matinya itu lebih banyak dari pada yang dibunuhnya pada waktu hidupnya." (Hakim-Hakim 16:30b), tapi hidup Simson harus berakhir dengan tragis.
Ini peringatan bagi kita para pelayan Tuhan! Melayani Tuhan adalah anugerah tak ternilai. Karena itu jangan pernah sia-siakan panggilan Tuhan dalam hidup kita.
Mohon pimpinan Roh Kudus selalu supaya kita dapat mengerjakan tugas pelayanan kita sampai garis akhir hidup kita!
Baca: Hakim-Hakim 16:23-31
"Biarlah kiranya aku mati bersama-sama orang Filistin ini." Hakim-Hakim 16:30
Karena kecerobohannya sendiri Simson harus menanggung akibatnya: kehilangan kekuatan, dibelenggu, dipenjara, dicungkil matanya dan menjadi tontonan bangsa kafir! Ia dipermalukan di depan banyak orang. Mereka berkata, "Telah diserahkan oleh allah kita ke dalam tangan kita Simson, musuh kita." (Hakim-Hakim 16:23).
Alkitab mencatat bahwa Simson merupakan salah satu pahlawan iman yang besar dan "...memerintah sebagai hakim atas orang Israel dalam zaman orang Filistin, dua puluh tahun lamanya." (Hakim-Hakim 15:20). Namun Simson tidak konsisten mengerjakan panggilan Tuhan, malah berkompromi dengan dosa, tidak lagi hidup menurut pimpinan Roh Tuhan tapi menuruti keinginan daging. Galatia 5:19-21 menyebutkan bahwa yang termasuk perbuatan daging antara lain percabulan, kecemaran dan hawa nafsu. Simson yang telah dipanggil sebagai nazir (seseorang yang dipisahkan, disucikan, dikhususkan untuk tujuan mulia) bagi Tuhan justru jatuh dalam dosa yang demikian. Firman Tuhan menegaskan, "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24). Akibat menuruti kedagingannya akhirnya Simson mengabaikan perjanjiannya dengan Tuhan dan melangkah keluar dari panggilan hidup yang sudah Tuhan tetapkan. Ia menyalahgunakan kekuatan dan kelebihan fisik yang diberikan Tuhan untuk memuaskan hawa nafsunya. Menjelang akhir hidupnya Simson menyadari kesalahannya dan berseru kepada Tuhan, "Ya Tuhan ALLAH, ingatlah kiranya kepadaku dan buatlah aku kuat, sekali ini saja, ya Allah, supaya dengan satu pembalasan juga kubalaskan kedua mataku itu kepada orang Filistin." (Hakim-Hakim 16:28). Namun semuanya sudah terlambat walau "Yang mati dibunuhnya pada waktu matinya itu lebih banyak dari pada yang dibunuhnya pada waktu hidupnya." (Hakim-Hakim 16:30b), tapi hidup Simson harus berakhir dengan tragis.
Ini peringatan bagi kita para pelayan Tuhan! Melayani Tuhan adalah anugerah tak ternilai. Karena itu jangan pernah sia-siakan panggilan Tuhan dalam hidup kita.
Mohon pimpinan Roh Kudus selalu supaya kita dapat mengerjakan tugas pelayanan kita sampai garis akhir hidup kita!
Saturday, June 22, 2013
SIMSON: Kecerobohan yang Menghancurkan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2013 -
Baca: Hakim-Hakim 16:4-22
"Sesudah itu Simson jatuh cinta kepada seorang perempuan dari lembah Sorek yang namanya Delila." Hakim-Hakim 16:4
Kisah Simson dan Delila sangat tidak asing, bahkan kita sudah mendengarkan cerita ini semasa kita masih bersekolah Minggu, bukan? Industri film Hollywood pun pernah merilis kisah legendaris ini ke layar lebar tahun 1950 dengan judul "Samson and Delilah".
Banyak pelajaran berharga kita dapatkan dari perjalanan hidup Simson ini. Simson adalah hakim ke 12 yang berkuasa di Israel pada zaman hakim-hakim. Ia anak dari Manoah, adapun ibunya awalnya mandul sampai akhirnya Tuhan mengutus malaikat menyatakan rencanaNya, "Sebab engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki; kepalanya takkan kena pisau cukur, sebab sejak dari kandungan ibunya anak itu akan menjadi seorang nazir Allah dan dengan dia akan mulai penyelamatan orang Israel dari tangan orang Filistin." (Hakim-Hakim 13:5) dan kemudian "...perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki dan memberi nama Simson kepadanya. Anak itu menjadi besar dan TUHAN memberkati dia." (Hakim-Hakim 13:24). Simson sudah dipilih Tuhan sejak masih dalam kandungan, karenanya Roh Tuhan menyertai hidup Simson sehingga ia tumbuh menjadi pemuda yang kuat dan gagah perkasa. Sayang, kemudian Simson mengabaikan panggilan Tuhan dalam hidupnya. Ia lebih mengandalkan kekuatan sendiri dan memilih memuaskan keinginan dagingnya. "Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging;" (Roma 8:5) dan "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:8).
Inilah awal kehancuran hidup Simson! Ia terpikat kemolekan perempuan kafir, yaitu Delila, sehingga tak mampu mengendalikan hawa nafsunya. "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji." (Amsal 31:30). Karena tipu daya Delila ia rela membocorkan rahasia kekuatannya, "Kepalaku tidak pernah kena pisau cukur, sebab sejak dari kandungan ibuku aku ini seorang nazir Allah. Jika kepalaku dicukur, maka kekuatanku akan lenyap dari padaku, dan aku menjadi lemah dan sama seperti orang-orang lain." (Hakim-Hakim 16:17), padahal Delila telah bersekongkol dengan penguasa Filistin. Tanpa disadari, Simson telah dijebak dan masuk dalam perangkap si musuh. (Bersambung)
Baca: Hakim-Hakim 16:4-22
"Sesudah itu Simson jatuh cinta kepada seorang perempuan dari lembah Sorek yang namanya Delila." Hakim-Hakim 16:4
Kisah Simson dan Delila sangat tidak asing, bahkan kita sudah mendengarkan cerita ini semasa kita masih bersekolah Minggu, bukan? Industri film Hollywood pun pernah merilis kisah legendaris ini ke layar lebar tahun 1950 dengan judul "Samson and Delilah".
Banyak pelajaran berharga kita dapatkan dari perjalanan hidup Simson ini. Simson adalah hakim ke 12 yang berkuasa di Israel pada zaman hakim-hakim. Ia anak dari Manoah, adapun ibunya awalnya mandul sampai akhirnya Tuhan mengutus malaikat menyatakan rencanaNya, "Sebab engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki; kepalanya takkan kena pisau cukur, sebab sejak dari kandungan ibunya anak itu akan menjadi seorang nazir Allah dan dengan dia akan mulai penyelamatan orang Israel dari tangan orang Filistin." (Hakim-Hakim 13:5) dan kemudian "...perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki dan memberi nama Simson kepadanya. Anak itu menjadi besar dan TUHAN memberkati dia." (Hakim-Hakim 13:24). Simson sudah dipilih Tuhan sejak masih dalam kandungan, karenanya Roh Tuhan menyertai hidup Simson sehingga ia tumbuh menjadi pemuda yang kuat dan gagah perkasa. Sayang, kemudian Simson mengabaikan panggilan Tuhan dalam hidupnya. Ia lebih mengandalkan kekuatan sendiri dan memilih memuaskan keinginan dagingnya. "Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging;" (Roma 8:5) dan "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:8).
Inilah awal kehancuran hidup Simson! Ia terpikat kemolekan perempuan kafir, yaitu Delila, sehingga tak mampu mengendalikan hawa nafsunya. "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji." (Amsal 31:30). Karena tipu daya Delila ia rela membocorkan rahasia kekuatannya, "Kepalaku tidak pernah kena pisau cukur, sebab sejak dari kandungan ibuku aku ini seorang nazir Allah. Jika kepalaku dicukur, maka kekuatanku akan lenyap dari padaku, dan aku menjadi lemah dan sama seperti orang-orang lain." (Hakim-Hakim 16:17), padahal Delila telah bersekongkol dengan penguasa Filistin. Tanpa disadari, Simson telah dijebak dan masuk dalam perangkap si musuh. (Bersambung)
Friday, June 21, 2013
PENGORBANAN DI BALIK KEMENANGAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 20:17-38
"Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." Kisah 20:24
Beberapa waktu lalu nama Indonesia kembali berkibar di kancah perbulutangkisan dunia. Keberhasilan ganda campuran Tantowi Ahmad/Lilyana Natasir menjadi juara All England kedua kalinya secara beruntun adalah prestasi yang sangat membanggakan. Kemenangan mereka ibarat tetesan embun bagi dunia olahraga Indonesia dan menjadi lecutan bagi atlet-atlet lain untuk meraih kemenangan dan membawa harum nama Indonesia. Semudah itukah kemenangan diraih? Tidak, karena kemenangan tidak jatuh dari langit! Selalu ada harga yang harus dibayar. Di balik kemenangan pasti ada pengorbanan: kerja keras, disiplin, keringat yang bercucuran, air mata, atau bahkan darah yang tercurah.
Demikian juga dengan keselamatan, kemenangan, kesembuhan, pemulihan, berkat dan lain-lain yang telah kita terima secara cuma-cuma, ini adalah buah pengorbanan Tuhan Yesus Kristus di atas kayu salib. "dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24). Yesus Kristus rela menderita dan menyerahkan nyawaNya supaya kita terbebas dari segala kutuk dosa. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!'" (Galatia 3:13). Rasul Petrus juga menegaskan, "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Sebuah pengorbanan yang tak ternilai harganya!
Banyak orang Kristen meremehkan pengorbanan Kristus di kayu salib. Terbukti kita masih berkompromi dengan dosa dan hidup untuk diri sendiri. Berbeda dengan Paulus yang merespons anugerah keselamatan yang diterimanya itu dengan bertekad, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21).
Paulus rela korbankan waktu, tenaga, seluruh hidupnya demi Injil sampai titik darah penghabisan!
Baca: Kisah Para Rasul 20:17-38
"Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." Kisah 20:24
Beberapa waktu lalu nama Indonesia kembali berkibar di kancah perbulutangkisan dunia. Keberhasilan ganda campuran Tantowi Ahmad/Lilyana Natasir menjadi juara All England kedua kalinya secara beruntun adalah prestasi yang sangat membanggakan. Kemenangan mereka ibarat tetesan embun bagi dunia olahraga Indonesia dan menjadi lecutan bagi atlet-atlet lain untuk meraih kemenangan dan membawa harum nama Indonesia. Semudah itukah kemenangan diraih? Tidak, karena kemenangan tidak jatuh dari langit! Selalu ada harga yang harus dibayar. Di balik kemenangan pasti ada pengorbanan: kerja keras, disiplin, keringat yang bercucuran, air mata, atau bahkan darah yang tercurah.
Demikian juga dengan keselamatan, kemenangan, kesembuhan, pemulihan, berkat dan lain-lain yang telah kita terima secara cuma-cuma, ini adalah buah pengorbanan Tuhan Yesus Kristus di atas kayu salib. "dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:24). Yesus Kristus rela menderita dan menyerahkan nyawaNya supaya kita terbebas dari segala kutuk dosa. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: 'Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!'" (Galatia 3:13). Rasul Petrus juga menegaskan, "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Sebuah pengorbanan yang tak ternilai harganya!
Banyak orang Kristen meremehkan pengorbanan Kristus di kayu salib. Terbukti kita masih berkompromi dengan dosa dan hidup untuk diri sendiri. Berbeda dengan Paulus yang merespons anugerah keselamatan yang diterimanya itu dengan bertekad, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21).
Paulus rela korbankan waktu, tenaga, seluruh hidupnya demi Injil sampai titik darah penghabisan!
Thursday, June 20, 2013
TUHAN YESUS: Teladan Utama Kesetiaan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2013 -
Baca: Filipi 2:1-11
"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Filipi 2:8
Tuhan Yesus adalah teladan utama kita dalam hal kesetiaan dan ketaatan. Saat berada di bumi Dia setia melakukan kehendak bapa, bahkan taat sampai mati di kayu salib. Tiada waktu yang terlewati tanpa mengerjakan kehendak Bapa. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Ketika dihadapkan dengan cawan kematian pun yesus berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Melakukan kehendak bapa adalah yang terutama dalam hidup Yesus. Karena kesetiaanNya ini maka "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11).
Adakah Tuhan menemukan kesetiaan itu dalam diri kita? Seringkali kita setia kepada Tuhan hanya waktu-waktu tertentu saja: saat diberkati, enak, menyenangkan atau saat segala sesuatunya berjalan dengan baik. Bagaimana saat badai persoalan datang? Saat itulah kesetiaan kita diuji. Sekecil apapun perkara yang dipercayakan Tuhan, meski mungkin itu dipandang sepele dan tidak berarti di pemandangan manusia, mari kita lakukan itu dengan setia. Kesetiaan kita pada hal-hal kecil sangat diperhitungkan oleh Tuhan. Dan bila kita setia dalam perkara kecil, pada saatnya Tuhan akan mempercayakan perkara yang jauh lebih besar kepada kita, sebab promosi dan peninggian itu datangnya dari Tuhan, bukan dari manusia (baca Mazmur 75:7-8). Ingat! Saat Tuhan membuka pintu bagi kita tidak ada kuasa mana pun yang sanggup menutupnya. Juga sebaliknya, bila Tuhan menutup pintu, maka tiada satu pun yang dapat membukanya. Maka dari itu, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Ada berkat luar biasa disediakan Tuhan bagi yang melakukan kehendakNya dan berpegang teguh pada kebenaran firmanNya dengan penuh kesetiaan!
Baca: Filipi 2:1-11
"Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Filipi 2:8
Tuhan Yesus adalah teladan utama kita dalam hal kesetiaan dan ketaatan. Saat berada di bumi Dia setia melakukan kehendak bapa, bahkan taat sampai mati di kayu salib. Tiada waktu yang terlewati tanpa mengerjakan kehendak Bapa. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Ketika dihadapkan dengan cawan kematian pun yesus berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Melakukan kehendak bapa adalah yang terutama dalam hidup Yesus. Karena kesetiaanNya ini maka "...Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11).
Adakah Tuhan menemukan kesetiaan itu dalam diri kita? Seringkali kita setia kepada Tuhan hanya waktu-waktu tertentu saja: saat diberkati, enak, menyenangkan atau saat segala sesuatunya berjalan dengan baik. Bagaimana saat badai persoalan datang? Saat itulah kesetiaan kita diuji. Sekecil apapun perkara yang dipercayakan Tuhan, meski mungkin itu dipandang sepele dan tidak berarti di pemandangan manusia, mari kita lakukan itu dengan setia. Kesetiaan kita pada hal-hal kecil sangat diperhitungkan oleh Tuhan. Dan bila kita setia dalam perkara kecil, pada saatnya Tuhan akan mempercayakan perkara yang jauh lebih besar kepada kita, sebab promosi dan peninggian itu datangnya dari Tuhan, bukan dari manusia (baca Mazmur 75:7-8). Ingat! Saat Tuhan membuka pintu bagi kita tidak ada kuasa mana pun yang sanggup menutupnya. Juga sebaliknya, bila Tuhan menutup pintu, maka tiada satu pun yang dapat membukanya. Maka dari itu, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23).
Ada berkat luar biasa disediakan Tuhan bagi yang melakukan kehendakNya dan berpegang teguh pada kebenaran firmanNya dengan penuh kesetiaan!
Wednesday, June 19, 2013
LULUS UJIAN KESETIAAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2013 -
Baca: Mazmur 18:21-30
"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," Mazmur 18:26
Rut adalah contoh orang yang begitu setia kepada mertuanya dan layak menjadi panutan semua menantu yang ada di dunia ini. Meski sudah ditinggal mati suaminya ia tetap setia kepada ibu mertuanya, Naomi, yang juga telah ditinggal mati suaminya. Sebenarnya Naomi mendesak Rut pulang ke negeri asalnya atau kembali ke sanak keluarganya, tetapi ia menolak dan tetap ingin berbakti kepada ibu mertuanya. "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan." (Rut 1:16-17a). Karena kesetiaannya Tuhan memperhatikan Rut sampai ia bertemu Boas yang kaya raya dan menjadikannya isteri. Kehidupan Rut dipulihkan dan diberkati karena campur tangan Tuhan!
Begitu juga dengan Yusuf. Sebelum dipercaya sebagai penguasa di Mesir ia harus melewati ujian kesetiaan. Ada harga yang harus dibayar! Penderitaan demi penderitaan harus dijalaninya: dimasukkan sumur, dijual sebagai budak, jadi pelayan di rumah Potifar, dipenjara. Meski demikian Yusuf tidak pernah bersungut-sungut dan mengeluh, ia tetap mengerjakan bagiannya dengan setia dan hidup tidak bercela di hadapan Tuhan. Dan "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11).
Yosua dan Kaleb, setia mengikuti Tuhan dengan berpegang teguh pada janji firmanNya ketika orang-orang Israel seangkatannya tidak setia dan hidup dalam ketidaktaatan, karena itu "...yang tinggal hidup dari orang-orang yang telah pergi mengintai negeri itu hanyalah Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune." (Bilangan 14:38), dan keduanya pun beroleh upah: menikmati Tanah Perjanjian.
Tak terkecuali Daud yang setia mengerjakan panggilannya mulai dari menggembalakan kambing domba yang hanya 2-3 ekor banyaknya. Tuhan melihat kesetiaan Daud sampai akhirnya Tuhan mempercayakan perkara-perkara yang besar kepada Daud, yaitu sebagai pemimpin atas seluruh Israel.
Kesetiaan adalah kunci untuk kita bisa dipercaya oleh Tuhan!
Baca: Mazmur 18:21-30
"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," Mazmur 18:26
Rut adalah contoh orang yang begitu setia kepada mertuanya dan layak menjadi panutan semua menantu yang ada di dunia ini. Meski sudah ditinggal mati suaminya ia tetap setia kepada ibu mertuanya, Naomi, yang juga telah ditinggal mati suaminya. Sebenarnya Naomi mendesak Rut pulang ke negeri asalnya atau kembali ke sanak keluarganya, tetapi ia menolak dan tetap ingin berbakti kepada ibu mertuanya. "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan." (Rut 1:16-17a). Karena kesetiaannya Tuhan memperhatikan Rut sampai ia bertemu Boas yang kaya raya dan menjadikannya isteri. Kehidupan Rut dipulihkan dan diberkati karena campur tangan Tuhan!
Begitu juga dengan Yusuf. Sebelum dipercaya sebagai penguasa di Mesir ia harus melewati ujian kesetiaan. Ada harga yang harus dibayar! Penderitaan demi penderitaan harus dijalaninya: dimasukkan sumur, dijual sebagai budak, jadi pelayan di rumah Potifar, dipenjara. Meski demikian Yusuf tidak pernah bersungut-sungut dan mengeluh, ia tetap mengerjakan bagiannya dengan setia dan hidup tidak bercela di hadapan Tuhan. Dan "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11).
Yosua dan Kaleb, setia mengikuti Tuhan dengan berpegang teguh pada janji firmanNya ketika orang-orang Israel seangkatannya tidak setia dan hidup dalam ketidaktaatan, karena itu "...yang tinggal hidup dari orang-orang yang telah pergi mengintai negeri itu hanyalah Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune." (Bilangan 14:38), dan keduanya pun beroleh upah: menikmati Tanah Perjanjian.
Tak terkecuali Daud yang setia mengerjakan panggilannya mulai dari menggembalakan kambing domba yang hanya 2-3 ekor banyaknya. Tuhan melihat kesetiaan Daud sampai akhirnya Tuhan mempercayakan perkara-perkara yang besar kepada Daud, yaitu sebagai pemimpin atas seluruh Israel.
Kesetiaan adalah kunci untuk kita bisa dipercaya oleh Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)