Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 April 2013 -
Baca: Ibrani 6:9-20
"Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan
kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada
orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." Ibrani 6:10
Seringkali kita mendengar banyak orang Kristen yang selalu berkeluh kesah, "Aku sudah melayani Tuhan sekian tahun, setia beribadah, tapi tak pernah absen di setiap persekutuan, toh hidupku tetap saja seperti ini, tidak ada kemajuan. Sedangkan mereka yang biasa-biasa saja hidupnya lebih enak. Kalau begitu lebih baik jadi orang Kristen tidak usah repot-repot terlibat dalam pelayanan."
Fenomena seperti ini sedang melanda kehidupan anak-anak Tuhan. Kita mau melayani asalkan ada upah yang memadai atau beroleh penghargaan yang sesuai. Adalah tidak salah menerima upah dan penghargaan karena jerih payah yang telah kita lakukan. Namun jangan sampai besar/kecilnya upah yang kita terima menjadi tolak ukur kita dalam melayani Tuhan. Jika upahnya besar kita akan bersungguh-sungguh, tapi jika upahnya sedikit (menurut ukuran kita) kita pun akan mengerjakannya dengan setengah hati. Demikiankah sikap hidup orang Kristen? Bukankah firman Tuhan menasihati, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Ini berbicara tentang pekerjaan yang kita lakukan di segala bidang kehidupan, apa pun bentuknya, baik itu di kantor, pabrik, sekolah, terlebih-lebih di bidang pelayanan pekerjaan Tuhan.
Haruskah kita selalu diliputi oleh rasa marah, kecewa, tidak puas atau dongkol dalam mengerjakan segala sesuatunya? Renungkan: manusia bisa saja lupa, menutup mata dan mengecewakan sesamanya, tapi ada Pribadi yang tidak pernah lupa terhadap apa yang kita kerjakan. Dia adalah Tuhan. Pelayanan, pekerjaan dan perbuatan kasih yang kita lakukan demi kemuliaan nama Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama tidak ada yang luput di pemandangan mataNya dan tidak ada yang tidak Ia perhitungkan. Tidak ada yang sia-sia! Rasul Paulus menasihati, "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan
goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa
dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Dalam hal ini rasul Paulus tidak hanya berteori tapi ia telah memberikan teladan hidup bagi kita semua. Dalam melayani Tuhan ia tidak pernah mengeluh, bersungut-sungut, apalagi sampai hitung-hitungan untung-rugi. Meski diperhadapkan dengan banyak ujian ia tetap memiliki roh yang menyala-nyala bagi Tuhan. Inilah komitmennya, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22).
Apa yang dipercayakan Tuhan kepada Saudara saat ini? Lakukanlah itu dengan setia. Ingat! Tujuan hidup kita adalah untuk memuliakan nama Tuhan. Maka dari itu apa pun yang kita perbuat saat ini janganlah untuk menyenangkan hati manusia, namun untuk menyenangkan hati Tuhan. Jangan sekali-kali berharap kepada manusia, tapi berharaplah hanya kepada Tuhan karena manusia sewaktu-waktu bisa mengecewakan, meninggalkan dan tidak menghargai apa yang telah kita kerjakan, tetapi Tuhan sekali-kali tidak akan pernah meninggalkan kita.
"Aku akan memberi upahmu dengan tepat," (Yesaya 61:8b), karena itu jangan pernah merasa lelah bekerja di ladangnya Tuhan.
Sunday, April 28, 2013
Saturday, April 27, 2013
SUKACITA DI SORGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2013 -
Baca: Lukas 15:1-32
"...akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." Lukas 15:7
Ada tertulis: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:12-13). Inilah misi yang diberikan Bapa kepada AnakNya, Yesus Kristus.
Jika orang-orang Farisi dan Saduki serta ahli-ahli Taurat sangat 'alergi' terhadap orang-orang yang dianggapnya berdosa, Tuhan Yesus justru menjangkau dan melayani orang-orang berdosa, bukan menghakimi, mencela dan menjauhi mereka seperti yang dilakukan orang-orang Farisi dan Saduki, juga ahli-ahli Taurat. Setiap kali Tuhan Yesus dekat dengan para pendosa, mereka langsung mengkritik Yesus habis-habisan, contoh: ketika para pemungut cukai dan orang-orang berdosa datang kepada Yesus, "Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: 'Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.'" (Lukas 15:2). Oleh karena itu Tuhan Yesus memberikan perumpamaan supaya mereka mengerti benar akan maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia. Ada tiga perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus yaitu tentang domba yang hilang, dirham yang hilang dan juga anak yang hilang. Meski mempunyai seratus ekor domba, jika ada seekor dombanya yang hilang si gembala pasti akan pergi mencari dombanya yang sesat itu, "Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira," (Lukas 15:5). Begitu juga seorang wanita yang kehilangan satu dari sepuluh dirhamnya, pasti akan berupaya dengan sekuat tenaga untuk mencarinya, dan ketika dirhamnya ditemukan kembali bersukacitalah wanita itu. Seorang ayah meluapkan kegembiraannya yang tiada tara ketika melihat anaknya yang hilang telah kembali ke rumah, bahkan ia memberi perintah kepada hamba-hambanya untuk memakaian kepadanya jubah yang terbaik, cincin dan juga sepatu. Tidak hanya itu, "...ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." (Lukas 15:23).
Inilah yang dirasakan Tuhan Yesus ketika ada seorang berdosa bertobat dan berbalik kepada Tuhan. Saat itu pula sorga dipenuhi dengan sorak-sorai sukacita. Tangan Tuhan selalu terbuka menyambut anak-anakNya yang terhilang, yang mau kembali kepadaNya. Sungguh, "Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya." (Mazmur 145:8). Oleh karena itu selagi masih ada waktu dan kesempatan jangan pernah sia-siakan anugerah keselamatan yang Dia berikan. Jangan menunda-nunda waktu untuk bertobat karena kita tidak tahu berapa lama lagi kita hidup di dunia ini, sebab jika sudah terlambat, kita tidak punya waktu lagi untuk memperbaikinya, yang ada hanyalah penyesalan tiada arti.
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Baca: Lukas 15:1-32
"...akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." Lukas 15:7
Ada tertulis: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:12-13). Inilah misi yang diberikan Bapa kepada AnakNya, Yesus Kristus.
Jika orang-orang Farisi dan Saduki serta ahli-ahli Taurat sangat 'alergi' terhadap orang-orang yang dianggapnya berdosa, Tuhan Yesus justru menjangkau dan melayani orang-orang berdosa, bukan menghakimi, mencela dan menjauhi mereka seperti yang dilakukan orang-orang Farisi dan Saduki, juga ahli-ahli Taurat. Setiap kali Tuhan Yesus dekat dengan para pendosa, mereka langsung mengkritik Yesus habis-habisan, contoh: ketika para pemungut cukai dan orang-orang berdosa datang kepada Yesus, "Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: 'Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.'" (Lukas 15:2). Oleh karena itu Tuhan Yesus memberikan perumpamaan supaya mereka mengerti benar akan maksud dan tujuan-Nya datang ke dunia. Ada tiga perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus yaitu tentang domba yang hilang, dirham yang hilang dan juga anak yang hilang. Meski mempunyai seratus ekor domba, jika ada seekor dombanya yang hilang si gembala pasti akan pergi mencari dombanya yang sesat itu, "Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira," (Lukas 15:5). Begitu juga seorang wanita yang kehilangan satu dari sepuluh dirhamnya, pasti akan berupaya dengan sekuat tenaga untuk mencarinya, dan ketika dirhamnya ditemukan kembali bersukacitalah wanita itu. Seorang ayah meluapkan kegembiraannya yang tiada tara ketika melihat anaknya yang hilang telah kembali ke rumah, bahkan ia memberi perintah kepada hamba-hambanya untuk memakaian kepadanya jubah yang terbaik, cincin dan juga sepatu. Tidak hanya itu, "...ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." (Lukas 15:23).
Inilah yang dirasakan Tuhan Yesus ketika ada seorang berdosa bertobat dan berbalik kepada Tuhan. Saat itu pula sorga dipenuhi dengan sorak-sorai sukacita. Tangan Tuhan selalu terbuka menyambut anak-anakNya yang terhilang, yang mau kembali kepadaNya. Sungguh, "Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya." (Mazmur 145:8). Oleh karena itu selagi masih ada waktu dan kesempatan jangan pernah sia-siakan anugerah keselamatan yang Dia berikan. Jangan menunda-nunda waktu untuk bertobat karena kita tidak tahu berapa lama lagi kita hidup di dunia ini, sebab jika sudah terlambat, kita tidak punya waktu lagi untuk memperbaikinya, yang ada hanyalah penyesalan tiada arti.
"Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." 2 Petrus 3:9
Friday, April 26, 2013
LEBIH SUKA MENJADI 'TUAN'
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 April 2013 -
Baca: Lukas 17:7-10
"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Mana yang Saudara pilih? Menjadi tuan atau hamba? Memerintah atau diperintah? Tanpa harus di-survey terlebih dahulu banyak orang pasti akan memilih menjadi tuan daripada hamba, memerintah daripada diperintah. Karena menjadi tuan atau bos berarti mempunyai wewenang dan kuasa untuk memerintah, serta dihormati oleh bawahan. Namun tidak mudah bagi seseorang yang menempati posisi 'di atas' dan terhormat untuk mau merendahkan diri dan berbaur dengan mereka yang ada di bawahnya.
Orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang mengerti betul firman Tuhan lebih menunjukkan sikapnya sebagai 'tuan' daripada seorang hamba Tuhan. Mereka suka sekali mendapatkan pujian dan penghormatan dari sesamanya, "mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi." (Matius 23:6-7). Bukan hanya itu, mereka juga memandang rendah orang-orang berdosa. Sementara menjadi hamba berarti harus siap untuk diperintah serta melayani di mana pun dan kapan pun tanpa punya hak untuk membantah atau mengelak. Jarang sekali orang mau menjadi 'hamba' bagi orang lain. Tapi, inilah yang dilakukan oleh Yesus. Sesungguhnya Dia punya hak penuh untuk memerintah dan dilayani karena Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan. Namun hal ini tidak dilakukan oleh Yesus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6). Justru Dia datang ke dalam dunia ini "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Saat melayani di bumi Yesus harus mengalami penolakan, cibiran dan fitnahan. Namun Dia tetap membuka tanganNya untuk menolong, menyembuhkan dan memberkati mereka. Bahkan saat di olok-olok, diludahi, dianiaya, disiksa dan sampai mati di atas Kalvari tiada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya yang menunjukkan bahwa Dia kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan dendam terhadap mereka. Justru Dia berdoa, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).
Dewasa ini banyak orang Kristen yang terlibat dalam pelayanan memposisikan dirinya sebagai 'tuan' daripada hamba. Kita cenderung minta dilayani daripada melayani. Mudah menggerutu dan bersungut-sungut bila tidak mendapatkan fasilitas yang memadai atau tidak nyaman; kita maunya langsung terlibat dalam pelayanan besar yang bisa dilihat oleh banyak orang. Ada pula yang berani pasang 'tarif'. 'Hati hamba' telah kehilangan esensinya.
"Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" Matius 20:26-27
Baca: Lukas 17:7-10
"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Lukas 17:10
Mana yang Saudara pilih? Menjadi tuan atau hamba? Memerintah atau diperintah? Tanpa harus di-survey terlebih dahulu banyak orang pasti akan memilih menjadi tuan daripada hamba, memerintah daripada diperintah. Karena menjadi tuan atau bos berarti mempunyai wewenang dan kuasa untuk memerintah, serta dihormati oleh bawahan. Namun tidak mudah bagi seseorang yang menempati posisi 'di atas' dan terhormat untuk mau merendahkan diri dan berbaur dengan mereka yang ada di bawahnya.
Orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang mengerti betul firman Tuhan lebih menunjukkan sikapnya sebagai 'tuan' daripada seorang hamba Tuhan. Mereka suka sekali mendapatkan pujian dan penghormatan dari sesamanya, "mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi." (Matius 23:6-7). Bukan hanya itu, mereka juga memandang rendah orang-orang berdosa. Sementara menjadi hamba berarti harus siap untuk diperintah serta melayani di mana pun dan kapan pun tanpa punya hak untuk membantah atau mengelak. Jarang sekali orang mau menjadi 'hamba' bagi orang lain. Tapi, inilah yang dilakukan oleh Yesus. Sesungguhnya Dia punya hak penuh untuk memerintah dan dilayani karena Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan. Namun hal ini tidak dilakukan oleh Yesus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." (Filipi 2:6). Justru Dia datang ke dalam dunia ini "...bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Saat melayani di bumi Yesus harus mengalami penolakan, cibiran dan fitnahan. Namun Dia tetap membuka tanganNya untuk menolong, menyembuhkan dan memberkati mereka. Bahkan saat di olok-olok, diludahi, dianiaya, disiksa dan sampai mati di atas Kalvari tiada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya yang menunjukkan bahwa Dia kecewa, mengeluh, bersungut-sungut dan dendam terhadap mereka. Justru Dia berdoa, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).
Dewasa ini banyak orang Kristen yang terlibat dalam pelayanan memposisikan dirinya sebagai 'tuan' daripada hamba. Kita cenderung minta dilayani daripada melayani. Mudah menggerutu dan bersungut-sungut bila tidak mendapatkan fasilitas yang memadai atau tidak nyaman; kita maunya langsung terlibat dalam pelayanan besar yang bisa dilihat oleh banyak orang. Ada pula yang berani pasang 'tarif'. 'Hati hamba' telah kehilangan esensinya.
"Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;" Matius 20:26-27
Thursday, April 25, 2013
DOA YANG TIDAK TERJAWAB
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 April 2013 -
Baca: Yakobus 4:1-10
"Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." Yakobus 4:3
Setiap kita pasti memiliki pergumulan yang kita bawa kepada Tuhan melalui doa kita. Kita pun merindukan doa-doa kita beroleh jawaban dari Tuhan. Untuk menggerakkan hati Tuhan kita pun tidak hanya berdoa, tapi juga melibatkan diri dalam berbagai aktivitas rohani: ibadah dan juga pelayanan. Namun sepertinya jelas bahwa ada doa-doa kita tidak dijawab oleh Tuhan. Mengapa? Apabila doa kita berisikan motivasi yang tidak benar Tuhan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang kita lakukan, tetapi Ia senantiasa memperhatikan sikap hati atau motivasi di balik apa yang kita lakukan. "Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi TUHANlah yang menguji hati." (Amsal 16:2). Apabila di dalam hati kita ada dosa yang belum dibereskan, doa kita seakan-akan terhenti di langit-langit kamar, walaupun "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Ada beberapa hal yang menyebabkan doa-doa kita tidak beroleh jawaban, di antaranya adalah: jika kita tidak dapat mengampuni sesama kita dan tetap menyimpan dendam dan kebencian di dalam hati, doa kita pasti akan diabaikan Tuhan. Inilah yang merusak hubungan kita dengan Tuhan. Oleh karena itu "...jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25). Banyak orang tidak mau mengampuni atau berdamai dengan orang lain karena gengsi dengan berkata, "Dia yang bersalah, masakan aku yang harus minta maaf? Kalau dia tidak datang padaku dan minta maaf, sampai kapan pun aku tidak akan memaafkan!"
Tuhan juga akan memalingkan wajahNya terhadap doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang kikir, yang menutup mata terhadap orang lemah (miskin). Tertulis: "Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru." (Amsal 21:13). Sebaliknya, orang yang "...menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17). Artinya seruan dan doa orang yang suka menolong dan menaruh belas kasihan terhadap orang miskin akan diperhatikan dan dijawab Tuhan. Jika kita membaca Matius 25:35-45 kita akan menemukan bahwa Tuhan mengidentifikasikan diriNya dengan orang yang hina dan miskin. Karena itu jangan pernah bertindak semena-mena, apalagi sampai menghina orang miskin (baca Amsal 17:5a).
Tidak mengampuni orang lain dan menutup mata terhadap orang miskin adalah dua penyebab doa kita tidak dijawab Tuhan!
Baca: Yakobus 4:1-10
"Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." Yakobus 4:3
Setiap kita pasti memiliki pergumulan yang kita bawa kepada Tuhan melalui doa kita. Kita pun merindukan doa-doa kita beroleh jawaban dari Tuhan. Untuk menggerakkan hati Tuhan kita pun tidak hanya berdoa, tapi juga melibatkan diri dalam berbagai aktivitas rohani: ibadah dan juga pelayanan. Namun sepertinya jelas bahwa ada doa-doa kita tidak dijawab oleh Tuhan. Mengapa? Apabila doa kita berisikan motivasi yang tidak benar Tuhan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang kita lakukan, tetapi Ia senantiasa memperhatikan sikap hati atau motivasi di balik apa yang kita lakukan. "Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi TUHANlah yang menguji hati." (Amsal 16:2). Apabila di dalam hati kita ada dosa yang belum dibereskan, doa kita seakan-akan terhenti di langit-langit kamar, walaupun "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Ada beberapa hal yang menyebabkan doa-doa kita tidak beroleh jawaban, di antaranya adalah: jika kita tidak dapat mengampuni sesama kita dan tetap menyimpan dendam dan kebencian di dalam hati, doa kita pasti akan diabaikan Tuhan. Inilah yang merusak hubungan kita dengan Tuhan. Oleh karena itu "...jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (Markus 11:25). Banyak orang tidak mau mengampuni atau berdamai dengan orang lain karena gengsi dengan berkata, "Dia yang bersalah, masakan aku yang harus minta maaf? Kalau dia tidak datang padaku dan minta maaf, sampai kapan pun aku tidak akan memaafkan!"
Tuhan juga akan memalingkan wajahNya terhadap doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang kikir, yang menutup mata terhadap orang lemah (miskin). Tertulis: "Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru." (Amsal 21:13). Sebaliknya, orang yang "...menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17). Artinya seruan dan doa orang yang suka menolong dan menaruh belas kasihan terhadap orang miskin akan diperhatikan dan dijawab Tuhan. Jika kita membaca Matius 25:35-45 kita akan menemukan bahwa Tuhan mengidentifikasikan diriNya dengan orang yang hina dan miskin. Karena itu jangan pernah bertindak semena-mena, apalagi sampai menghina orang miskin (baca Amsal 17:5a).
Tidak mengampuni orang lain dan menutup mata terhadap orang miskin adalah dua penyebab doa kita tidak dijawab Tuhan!
Wednesday, April 24, 2013
MENGALAMI PROSES PEMURNIAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 April 2013 -
Baca: Keluaran 25:31-40
"Haruslah engkau membuat kandil dari emas murni; dari emas tempaan harus kandil itu dibuat, baik kakinya baik batangnya; kelopaknya-dengan tombolnya dan kembangnya-haruslah seiras dengan kandil itu." Keluaran 25:31
Siapakah kita sebelum mengenal Kristus? Kita adalah orang-orang berdosa yang seharusnya menerima hukuman dan dimurkai Allah. Sungguh, "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak." (Roma 3:10-12). Namun Allah begitu mengasihi kita, dan bukti kasihNya adalah "...Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya." (1 Yohanes 4:9). Ini membuktikan bahwa kita ini berharga di mataNya. FirmanNya, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Kalau tidak demikian, Yesus tidak perlu jauh-jauh datang dari sorga dan mengorbankan nyawaNya di atas kayu salib untuk menyelamatkan kita.
Seiring berjalannya waktu seringkali kita lupa akan kasih Tuhan yang luar biasa ini. Kita begitu mudahnya memberontak dan menyalahkan Tuhan. Terlebih-lebih saat masalah atau kesesakan terjadi dalam hidup ini kita langsung berkata, "Tuhan itu tidak adil. Tuhan tidak mengasihiku." Sebagai anak-anak Tuhan, selayaknyakah kita berkata demikian? Memang terkadang Tuhan ijinkan masalah terjadi dan menerpa kita sebagai bagian dari kasihNya juga. Dia ingin membentuk dan memproses kita, karena "...Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:6-7). Ini sama dengan kandil yang menjadi salah satu perkakas penting di dalam Kemah Suci. Kandil itu harus terbuat dari emas yang murni dan merupakan hasil tempaan. Berarti emas itu terlebih dahulu harus diproses begitu rupa. Ditempa berarti dipukul secara bertubi-tubi, mungkin dengan palu atau godam. Andai emas itu bisa bersuara pastilah ia akan berteriak karena kesakitan. Tapi setelah proses itu selesai, kandil yang terbuat dari emas tempaan itu pun menjadi perkakas yang indah dan menyala di Kemah Suci.
Supaya kehidupan kita seperti kandil yang menyala bagi kemuliaan nama Tuhan, kita pun harus melewati 'tempaan' yang mungkin akan kita rasakan sakitnya. Namun jangan putus asa dan menyerah sebab Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk menjadi karya yang indah dan luar biasa. Karena itu berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut!
"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Roma 8:28
Baca: Keluaran 25:31-40
"Haruslah engkau membuat kandil dari emas murni; dari emas tempaan harus kandil itu dibuat, baik kakinya baik batangnya; kelopaknya-dengan tombolnya dan kembangnya-haruslah seiras dengan kandil itu." Keluaran 25:31
Siapakah kita sebelum mengenal Kristus? Kita adalah orang-orang berdosa yang seharusnya menerima hukuman dan dimurkai Allah. Sungguh, "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak." (Roma 3:10-12). Namun Allah begitu mengasihi kita, dan bukti kasihNya adalah "...Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya." (1 Yohanes 4:9). Ini membuktikan bahwa kita ini berharga di mataNya. FirmanNya, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Kalau tidak demikian, Yesus tidak perlu jauh-jauh datang dari sorga dan mengorbankan nyawaNya di atas kayu salib untuk menyelamatkan kita.
Seiring berjalannya waktu seringkali kita lupa akan kasih Tuhan yang luar biasa ini. Kita begitu mudahnya memberontak dan menyalahkan Tuhan. Terlebih-lebih saat masalah atau kesesakan terjadi dalam hidup ini kita langsung berkata, "Tuhan itu tidak adil. Tuhan tidak mengasihiku." Sebagai anak-anak Tuhan, selayaknyakah kita berkata demikian? Memang terkadang Tuhan ijinkan masalah terjadi dan menerpa kita sebagai bagian dari kasihNya juga. Dia ingin membentuk dan memproses kita, karena "...Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:6-7). Ini sama dengan kandil yang menjadi salah satu perkakas penting di dalam Kemah Suci. Kandil itu harus terbuat dari emas yang murni dan merupakan hasil tempaan. Berarti emas itu terlebih dahulu harus diproses begitu rupa. Ditempa berarti dipukul secara bertubi-tubi, mungkin dengan palu atau godam. Andai emas itu bisa bersuara pastilah ia akan berteriak karena kesakitan. Tapi setelah proses itu selesai, kandil yang terbuat dari emas tempaan itu pun menjadi perkakas yang indah dan menyala di Kemah Suci.
Supaya kehidupan kita seperti kandil yang menyala bagi kemuliaan nama Tuhan, kita pun harus melewati 'tempaan' yang mungkin akan kita rasakan sakitnya. Namun jangan putus asa dan menyerah sebab Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk menjadi karya yang indah dan luar biasa. Karena itu berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut!
"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Roma 8:28
Tuesday, April 23, 2013
PENGHARAPAN DI DALAM TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 April 2013 -
Baca: Mazmur 130:1-8
"Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan." Mazmur 130:7
Penantian kita akan Allah adalah sebuah kesadaran yang sangat indah dan terpelihara oleh Roh kudus yang ada di dalam kita, yang kita terima dari Tuhan Yesus terkasih. Tertulis: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Hal ini membuat kita yakin bahwa kita selalu hidup di dalam kasih Tuhan itu dan karena kasihNya juga kita memiliki hubungan yang erat dengan Allah. Umat Kristen terdahulu mempunyai keyakinan penuh kepada firman Tuhan sehingga mereka pun menunggu dengan setia dan penuh pengharapan di dalam Allah. Begitu juga kita yang hidup di zaman sekarang ini juga harus selalu berpadanan dengan firmanNya, bahkan kita harusnya memiliki kebanggaan lebih karena Kristus Yesus! Terpujilah nama Tuhan! Dalam penantian kita akan Allah, hendaklah hal ini menjadi keyakinan kita: di dalam Kristus kita bisa memiliki hubungan layaknya seorang Bapa dengan anaknya. Hal ini menjadi jaminan bahwa penantian kita akan Dia tidak akan sia-sia.
Rasul Paulus mengatakan, "...kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya...dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:22, 24). Sangatlah menakjubkan karena kita sementara menunggu sebuah penantian yang berbeda, yaitu bahwa kita sedang menunggu akan datangnya sebuah pembebasan, kemudian kita melihat penantian tersebut menjadi nyata dan pewahyuanNya secara menyeluruh terjadi atas kita. Tuhan Yesus berkata, "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." (Yohanes 15:4). Alkitab tidak hanya berbicara tentang kita di dalam Kristus, tetapi juga tentang misteri tertinggi akan kasih yang membebaskan. Selama kita memelihara agar tetap tinggal di dalam Kristus dari hari ke hari, Ia akan memperlihatkan kepada kita dengan caraNya yang ajaib bahwa "...sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:4).
Karena itu dalam menjalani hidup ini kita harus memiliki tekad demikian: "Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan." (Roma 14:8). Kita sekarang bisa berkata sama seperti rasul Paulus, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20). Hidup kita di dalam Kristus saat berada di dunia ini dan hidup kita nantinya di sorga bersama Kristus adalah dua hal yang saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Pengharapan yang pasti akan Allah ditandai dengan hidup dalam iman kepada Yesus Kristus.
Baca: Mazmur 130:1-8
"Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan." Mazmur 130:7
Penantian kita akan Allah adalah sebuah kesadaran yang sangat indah dan terpelihara oleh Roh kudus yang ada di dalam kita, yang kita terima dari Tuhan Yesus terkasih. Tertulis: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Hal ini membuat kita yakin bahwa kita selalu hidup di dalam kasih Tuhan itu dan karena kasihNya juga kita memiliki hubungan yang erat dengan Allah. Umat Kristen terdahulu mempunyai keyakinan penuh kepada firman Tuhan sehingga mereka pun menunggu dengan setia dan penuh pengharapan di dalam Allah. Begitu juga kita yang hidup di zaman sekarang ini juga harus selalu berpadanan dengan firmanNya, bahkan kita harusnya memiliki kebanggaan lebih karena Kristus Yesus! Terpujilah nama Tuhan! Dalam penantian kita akan Allah, hendaklah hal ini menjadi keyakinan kita: di dalam Kristus kita bisa memiliki hubungan layaknya seorang Bapa dengan anaknya. Hal ini menjadi jaminan bahwa penantian kita akan Dia tidak akan sia-sia.
Rasul Paulus mengatakan, "...kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya...dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (Roma 3:22, 24). Sangatlah menakjubkan karena kita sementara menunggu sebuah penantian yang berbeda, yaitu bahwa kita sedang menunggu akan datangnya sebuah pembebasan, kemudian kita melihat penantian tersebut menjadi nyata dan pewahyuanNya secara menyeluruh terjadi atas kita. Tuhan Yesus berkata, "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." (Yohanes 15:4). Alkitab tidak hanya berbicara tentang kita di dalam Kristus, tetapi juga tentang misteri tertinggi akan kasih yang membebaskan. Selama kita memelihara agar tetap tinggal di dalam Kristus dari hari ke hari, Ia akan memperlihatkan kepada kita dengan caraNya yang ajaib bahwa "...sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:4).
Karena itu dalam menjalani hidup ini kita harus memiliki tekad demikian: "Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan." (Roma 14:8). Kita sekarang bisa berkata sama seperti rasul Paulus, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20). Hidup kita di dalam Kristus saat berada di dunia ini dan hidup kita nantinya di sorga bersama Kristus adalah dua hal yang saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Pengharapan yang pasti akan Allah ditandai dengan hidup dalam iman kepada Yesus Kristus.
Monday, April 22, 2013
MENANTI PEMBEBASAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 April 2013 -
Baca: Lukas 2:25-40
"Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya," Lukas 2:25
Tanda dari seseorang yang menanti-nantikan Tuhan adalah konsisten dalam menjaga hidupnya agar tetap berkenan kepada Tuhan. Dalam menanti-nantikan penghiburan dan pembebasan bagi Israel Simeon tetap hidup dalam kebenaran dan kesalehan. Karena itu ia beroleh pernyataan bahwa "...ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan." (Lukas 2:26). Di situ ada pula Hana, "Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem." (Lukas 2:37, 38). Simeon dan Hana adalah contoh orang-orang yang menantikan Tuhan dengan sungguh: berlaku benar dalam apa pun yang diperbuat dan berjalan sesuai dengan firmanNya meskipun dikelilingi oleh situasi dan keadaan yang mungkin tidak mendukungnya, sampai janji Tuhan dinyatakan atasnya.
Tentang pembebasan ini Zakharia yang dipenuhi oleh Roh Kudus bernubuat: "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya," (Lukas 1:68). Dan jika pembebasan atas Israel telah datang dan telah selesai dikerjakan, apakah kita harus terus menunggu? Ya, kita masih harus menunggu. Tetapi penantian kita mencakup dua hal: Pertama, pembebasan dari dosa, yang telah dipenuhi melalui pengorbanan Yesus Kristus yang telah mati di atas kayu salib sehingga kita dibebaskan dari kutuk dosa. Rasul Paulus berkata, "Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita," (Kolose 2:13). Kedua, penantian akan janji Tuhan digenapi dalam kehidupan orang percaya di waktu sekarang dan juga penantian akan kedatangannya untuk menjemput kita sebagai mempelaiNya.
Yang terpenting adalah bagaimana sikap hati kita dalam menanti-nantikan Tuhan. Adakah kita penuh kesabaran dan ketekunan dalam menantikan Dia, ataukan penantian kita dipenuhi dengan keluh kesah dan sungut-sungut, yang membuat kita makin tidak berpadanan dengan firman Tuhan? Pemazmur menasihati, "Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan!" (Mazmur 27:14).
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Efesus 1:3
Baca: Lukas 2:25-40
"Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya," Lukas 2:25
Tanda dari seseorang yang menanti-nantikan Tuhan adalah konsisten dalam menjaga hidupnya agar tetap berkenan kepada Tuhan. Dalam menanti-nantikan penghiburan dan pembebasan bagi Israel Simeon tetap hidup dalam kebenaran dan kesalehan. Karena itu ia beroleh pernyataan bahwa "...ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan." (Lukas 2:26). Di situ ada pula Hana, "Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem." (Lukas 2:37, 38). Simeon dan Hana adalah contoh orang-orang yang menantikan Tuhan dengan sungguh: berlaku benar dalam apa pun yang diperbuat dan berjalan sesuai dengan firmanNya meskipun dikelilingi oleh situasi dan keadaan yang mungkin tidak mendukungnya, sampai janji Tuhan dinyatakan atasnya.
Tentang pembebasan ini Zakharia yang dipenuhi oleh Roh Kudus bernubuat: "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya," (Lukas 1:68). Dan jika pembebasan atas Israel telah datang dan telah selesai dikerjakan, apakah kita harus terus menunggu? Ya, kita masih harus menunggu. Tetapi penantian kita mencakup dua hal: Pertama, pembebasan dari dosa, yang telah dipenuhi melalui pengorbanan Yesus Kristus yang telah mati di atas kayu salib sehingga kita dibebaskan dari kutuk dosa. Rasul Paulus berkata, "Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita," (Kolose 2:13). Kedua, penantian akan janji Tuhan digenapi dalam kehidupan orang percaya di waktu sekarang dan juga penantian akan kedatangannya untuk menjemput kita sebagai mempelaiNya.
Yang terpenting adalah bagaimana sikap hati kita dalam menanti-nantikan Tuhan. Adakah kita penuh kesabaran dan ketekunan dalam menantikan Dia, ataukan penantian kita dipenuhi dengan keluh kesah dan sungut-sungut, yang membuat kita makin tidak berpadanan dengan firman Tuhan? Pemazmur menasihati, "Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan!" (Mazmur 27:14).
"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga." Efesus 1:3
Sunday, April 21, 2013
FEBE: Teladan Wanita Kristen
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 April 2013 -
Baca: Roma 16:1-2
"Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri." Roma 16:2b
Hari ini, 21 April merupakan salah satu hari bersejarah bangsa Indonesia. Ya....kita memperingati hari Kartini. Kartini adalah nama seorang wanita yang dianggap sebagai pelopor gerakan emansipasi wanita di Indonesia, suatu usaha menuntut persamaan hak kaum wanita terhadap pria di segala bidang kehidupan. Emansipasi ini bertujuan memberi wanita kesempatan belajar, bekerja dan berkarya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dialah R.A. Kartini yang lahir di Rembang (Jepara) 21 April 1879, sang pelopor. Setelah menamatkan Sekolah Dasar Kartini tidak diperbolehkan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Ia dipingit karena hendak dinikahkan. Meski demikian hal itu tidak menyurutkan niat Kartini muda untuk terus belajar. Ia tetap rajin membaca buku-buku untuk menambah pengetahuan. Kartini menjadi seorang yang maju pola pikirnya sehingga ia pun rindu para wanita Indonesia berpikiran maju seperti dirinya. Kartini juga sering menulis surat kepada teman-temannya yang ada di negeri Belanda, salah satunya adalah JH Abendanon. Surat-surat yang dikirim Kartini dikumpulkan dan dibukukan serta diberi judul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' oleh JH Abendanon. Inilah sekelumit tentang Kartini. Berkat perjuangannya, wanita-wanita indonesia tidak lagi terbelakang. Wanita tidak lagi hanya berperan di seputar rumah dan dapur tapi di segala bidang kehidupan yang ada. Mereka memiliki hak-hak yang sama dengan pria. Kini wanita bisa berprofesi apa pun asal mereka mampu.
Pada kesempatan ini mari kita belajar dari salah satu wanita yang tercatat dalam Alkitab yang patut kita teladani: Febe, yang berarti 'berseri-seri atau bersinar'. Sesuai dengan arti namanya, kehidupan Febe bersinar dan menjadi teladan bagi banyak orang. Ia adalah seorang pelayan Tuhan di Kenkrea, sebuah kota pelabuahan di sebelah timur Korintus. Sebagai pemimpin jemaat Febe membuktikan bahwa dia memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan kaum pria. Bila dilihat dari namanya Febe bukanlah seorang Yahudi, tapi ia orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dan hidupnya telah diubahkan. Febe bukan hanya percaya saja, tapi juga memiliki komitmen untuk melayani Tuhan. Keberadaannya sebagai pelayan jemaat adalah bukti bahwa Febe bukanlah orang Kristen yang biasa-biasa saja, tapi dia seorang Kristen yang 'di atas rata-rata', sehingga ia pun dipercaya untuk menjadi pemimpin.
Selain sebagai pemimpin, Febe adalah sosok pribadi yang dikenal murah hati. Ia suka membantu orang lain dan juga pekerjaan Tuhan yang diakui juga oleh Paulus, "...ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri." Adakah kita punya kemurahan hati seperti Febe ini? Ada tertulis, "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri." (Amsal 11:7). Itulah sebabnya rasul Paulus mendorong agar orang-orang percaya di Roma menyambut dan menerima kehadiran Febe dengan baik, bahkan "...berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya." Febe pun menuai apa yang telah ditaburnya! Sungguh, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23).
Selagi ada kesempatan mari kita giat melayani Tuhan, sebab apa pun yang kita perbuat bagi Tuhan dan juga sesama itu tidak akan pernah sia-sia!
Baca: Roma 16:1-2
"Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri." Roma 16:2b
Hari ini, 21 April merupakan salah satu hari bersejarah bangsa Indonesia. Ya....kita memperingati hari Kartini. Kartini adalah nama seorang wanita yang dianggap sebagai pelopor gerakan emansipasi wanita di Indonesia, suatu usaha menuntut persamaan hak kaum wanita terhadap pria di segala bidang kehidupan. Emansipasi ini bertujuan memberi wanita kesempatan belajar, bekerja dan berkarya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dialah R.A. Kartini yang lahir di Rembang (Jepara) 21 April 1879, sang pelopor. Setelah menamatkan Sekolah Dasar Kartini tidak diperbolehkan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Ia dipingit karena hendak dinikahkan. Meski demikian hal itu tidak menyurutkan niat Kartini muda untuk terus belajar. Ia tetap rajin membaca buku-buku untuk menambah pengetahuan. Kartini menjadi seorang yang maju pola pikirnya sehingga ia pun rindu para wanita Indonesia berpikiran maju seperti dirinya. Kartini juga sering menulis surat kepada teman-temannya yang ada di negeri Belanda, salah satunya adalah JH Abendanon. Surat-surat yang dikirim Kartini dikumpulkan dan dibukukan serta diberi judul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' oleh JH Abendanon. Inilah sekelumit tentang Kartini. Berkat perjuangannya, wanita-wanita indonesia tidak lagi terbelakang. Wanita tidak lagi hanya berperan di seputar rumah dan dapur tapi di segala bidang kehidupan yang ada. Mereka memiliki hak-hak yang sama dengan pria. Kini wanita bisa berprofesi apa pun asal mereka mampu.
Pada kesempatan ini mari kita belajar dari salah satu wanita yang tercatat dalam Alkitab yang patut kita teladani: Febe, yang berarti 'berseri-seri atau bersinar'. Sesuai dengan arti namanya, kehidupan Febe bersinar dan menjadi teladan bagi banyak orang. Ia adalah seorang pelayan Tuhan di Kenkrea, sebuah kota pelabuahan di sebelah timur Korintus. Sebagai pemimpin jemaat Febe membuktikan bahwa dia memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan kaum pria. Bila dilihat dari namanya Febe bukanlah seorang Yahudi, tapi ia orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dan hidupnya telah diubahkan. Febe bukan hanya percaya saja, tapi juga memiliki komitmen untuk melayani Tuhan. Keberadaannya sebagai pelayan jemaat adalah bukti bahwa Febe bukanlah orang Kristen yang biasa-biasa saja, tapi dia seorang Kristen yang 'di atas rata-rata', sehingga ia pun dipercaya untuk menjadi pemimpin.
Selain sebagai pemimpin, Febe adalah sosok pribadi yang dikenal murah hati. Ia suka membantu orang lain dan juga pekerjaan Tuhan yang diakui juga oleh Paulus, "...ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri." Adakah kita punya kemurahan hati seperti Febe ini? Ada tertulis, "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri." (Amsal 11:7). Itulah sebabnya rasul Paulus mendorong agar orang-orang percaya di Roma menyambut dan menerima kehadiran Febe dengan baik, bahkan "...berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya." Febe pun menuai apa yang telah ditaburnya! Sungguh, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan," (Amsal 14:23).
Selagi ada kesempatan mari kita giat melayani Tuhan, sebab apa pun yang kita perbuat bagi Tuhan dan juga sesama itu tidak akan pernah sia-sia!
Saturday, April 20, 2013
SIAPAKAH KITA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 April 2013 -
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" 1 Korintus 4:7
Ketika Tuhan Yesus dan murid-muridNya mendekati Yerusalem melewati Betfage yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang muridNya untuk pergi ke pedesaan lebih dahulu untuk mencari seekor keledai betina beserta anaknya dan membawanya kepada Yesus. Kedua murid itu melakukan seperti apa yang diperintahkan Yesus kepada mereka. "Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan Yesuspun naik ke atasnya. Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan. Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: 'Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!'" (Matius 21:7-9).
Marilah kita sejenak berimajinasi membayangkan peristiwa ini. Ketika keledai muda yang ditumpangi Yesus mendengar teriakan Hosana dan melihat ranting-ranting yang disebar di jalanan, bertanyalah ia kepada Yesus, "Apakah teriakan Hosana ini untukku atau untuk-Mu?", atau si keledai muda itu berkata kepada ibunya, "Bu, akulah keledai pilihan, orang-orang bersorak-sorai menyambutku, jadi aku ini lebih baik dari engkau." Jika ini terjadi, keledai muda tidak mengenali siapa sesungguhnya yang menumpanginya.
Banyak di antara kita yang adalah pelayan Tuhan menjadi sangat sombong dan membanggakan diri karena telah dipakai Tuhan secara luar biasa. Kita begitu tersanjung dengan pujian manusia. Padahal kedaulatan Tuhan dalam memilih siapa yang akan dipakaiNya tidak ada hubungannya sama sekali dengan kita. Rasul Paulus mengatakan, "Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Ia juga menasihati, "Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." (1 Korintus 4:6). Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanyalah milik Tuhan. Jangan sampai kita mencuri kemuliaanNya karena kita ini bukanlah siapa-siapa!
Teriakan Hosana bukan untuk kita, juga ranting-ranting yang tersebar bukanlah untuk kita meskipun kita menemukan itu di bawah kaki kita.
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" 1 Korintus 4:7
Ketika Tuhan Yesus dan murid-muridNya mendekati Yerusalem melewati Betfage yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang muridNya untuk pergi ke pedesaan lebih dahulu untuk mencari seekor keledai betina beserta anaknya dan membawanya kepada Yesus. Kedua murid itu melakukan seperti apa yang diperintahkan Yesus kepada mereka. "Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan Yesuspun naik ke atasnya. Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan. Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: 'Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!'" (Matius 21:7-9).
Marilah kita sejenak berimajinasi membayangkan peristiwa ini. Ketika keledai muda yang ditumpangi Yesus mendengar teriakan Hosana dan melihat ranting-ranting yang disebar di jalanan, bertanyalah ia kepada Yesus, "Apakah teriakan Hosana ini untukku atau untuk-Mu?", atau si keledai muda itu berkata kepada ibunya, "Bu, akulah keledai pilihan, orang-orang bersorak-sorai menyambutku, jadi aku ini lebih baik dari engkau." Jika ini terjadi, keledai muda tidak mengenali siapa sesungguhnya yang menumpanginya.
Banyak di antara kita yang adalah pelayan Tuhan menjadi sangat sombong dan membanggakan diri karena telah dipakai Tuhan secara luar biasa. Kita begitu tersanjung dengan pujian manusia. Padahal kedaulatan Tuhan dalam memilih siapa yang akan dipakaiNya tidak ada hubungannya sama sekali dengan kita. Rasul Paulus mengatakan, "Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." (Roma 12:3). Ia juga menasihati, "Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." (1 Korintus 4:6). Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanyalah milik Tuhan. Jangan sampai kita mencuri kemuliaanNya karena kita ini bukanlah siapa-siapa!
Teriakan Hosana bukan untuk kita, juga ranting-ranting yang tersebar bukanlah untuk kita meskipun kita menemukan itu di bawah kaki kita.
Friday, April 19, 2013
BENAR KARENA IMAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 April 2013 -
Baca: Roma 3:21-31
"Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat." Roma 3:28
Kita dibenarkan oleh iman di dalam Yesus Kristus yang telah mati bagi kita. Kita akan dapat mengerti tentang panggilan Abraham jika kita melihatnya dalam kerangka yang benar. Bangsa-bangsa di dunia bukan hanya melupakan Allah, tetapi mereka juga adalah penyembah berhala. Seluruh dunia menyembah allah yang salah dan keluarga Abraham pun adalah salah satu dari penyembah berhala. Di hadapan umat Israel Yosua berkata, "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain. Tetapi Aku mengambil Abraham, bapamu itu, dari seberang sungai Efrat, dan menyuruh dia menjelajahi seluruh tanah Kanaan. Aku membuat banyak keturunannya dan memberikan Ishak kepadanya." (Yosua 24:2-3).
Kisah Abraham ini sangat berbeda dari kisah Henokh atau pun Nuh, orang-orang yang hidup benar di tengah-tengah orang yang memberontak kepada Tuhan. Baik Henokh maupun Nuh memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang yang bangkit melawan mereka; mereka pun menolak untuk menjadi sama dengan orang-orang di sekitar mereka. Bagaimana dengan Abraham? Dia tidak jauh berbeda dari orang-orang yang menyembah ilah-ilah lain. Jadi Abraham dulunya adalah penyembah berhala, namun Allah memilih Abraham. Sangatlah jelas bahwa dalam diri Abraham tidak ada keinginan untuk mencari tau tentang alasan pemilihan ini, karena alasan pemilihan ini sesungguhnya hanya berada di dalam diri Allah. Jika Abraham tidak sama dengan orang-orang sekitarnya yang menyembah ilah-ilah lain, Abraham mungkin saja menjadi tinggi hati karena perbedaan dirinya dari orang-orang di sekitarnya. Tetapi dia adalah seorang penyembah ilah-ilah lain sama seperti orang-orang di sekitarnya. Alasan inilah yang membuat Abraham tidak dapat membanggakan dirinya. "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8).
Adakah kita lebih baik dari Abraham? Tidak sama sekali. Semuanya sudah tertulis: "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Kita pun mengerti ketika Alkitab mengatakan, "Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi." (Roma 3:21). Jadi kita diselamatkan semata-mata oleh karena kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus.
"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." Roma 3:23-24
Baca: Roma 3:21-31
"Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat." Roma 3:28
Kita dibenarkan oleh iman di dalam Yesus Kristus yang telah mati bagi kita. Kita akan dapat mengerti tentang panggilan Abraham jika kita melihatnya dalam kerangka yang benar. Bangsa-bangsa di dunia bukan hanya melupakan Allah, tetapi mereka juga adalah penyembah berhala. Seluruh dunia menyembah allah yang salah dan keluarga Abraham pun adalah salah satu dari penyembah berhala. Di hadapan umat Israel Yosua berkata, "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain. Tetapi Aku mengambil Abraham, bapamu itu, dari seberang sungai Efrat, dan menyuruh dia menjelajahi seluruh tanah Kanaan. Aku membuat banyak keturunannya dan memberikan Ishak kepadanya." (Yosua 24:2-3).
Kisah Abraham ini sangat berbeda dari kisah Henokh atau pun Nuh, orang-orang yang hidup benar di tengah-tengah orang yang memberontak kepada Tuhan. Baik Henokh maupun Nuh memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang yang bangkit melawan mereka; mereka pun menolak untuk menjadi sama dengan orang-orang di sekitar mereka. Bagaimana dengan Abraham? Dia tidak jauh berbeda dari orang-orang yang menyembah ilah-ilah lain. Jadi Abraham dulunya adalah penyembah berhala, namun Allah memilih Abraham. Sangatlah jelas bahwa dalam diri Abraham tidak ada keinginan untuk mencari tau tentang alasan pemilihan ini, karena alasan pemilihan ini sesungguhnya hanya berada di dalam diri Allah. Jika Abraham tidak sama dengan orang-orang sekitarnya yang menyembah ilah-ilah lain, Abraham mungkin saja menjadi tinggi hati karena perbedaan dirinya dari orang-orang di sekitarnya. Tetapi dia adalah seorang penyembah ilah-ilah lain sama seperti orang-orang di sekitarnya. Alasan inilah yang membuat Abraham tidak dapat membanggakan dirinya. "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8).
Adakah kita lebih baik dari Abraham? Tidak sama sekali. Semuanya sudah tertulis: "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak." (Roma 3:10). Kita pun mengerti ketika Alkitab mengatakan, "Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi." (Roma 3:21). Jadi kita diselamatkan semata-mata oleh karena kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus.
"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." Roma 3:23-24
Thursday, April 18, 2013
BERTUMBUH DALAM KASIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 April 2013 -
Baca: 1 Tesalonika 3:1-13
"Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu." 1 Tesalonika 3:12
Kasih Tuhan yang bertumbuh di dalam hati kita tidak terjadi begitu saja. Pertumbuhannya menuntut usaha dari pihak kita. Kita harus menanam dan memupuk kasih itu di dalam hati kita. Meningkatkan pertumbuhan kasih Tuhan dalam hati kita, sama seperti menjaga dan memelihara sebuah taman. Kita harus menjaga tanaman-tanaman kecil yang kita tanam tersebut agar bisa bertumbuh dengan baik dan akhirnya bisa berbuah. Tak lupa, kita juga harus memberinya pupuk dan membersihkan setiap hama yang menyerang. Demikian juga dengan buah dari kasih Tuhan; kita harus menyirami kasih Tuhan di dalam hati kita dengan menyediakan waktu untuk bersekutu dalam doa dan merenungkan firmanNya.
Agar kasih itu dapat bertumbuh dengan bebas, taman hati kita harus terbebas dari ilalang keegoisan. Kita harus belajar dan menjaga hati kita dengan menempatkan orang lain lebih utama dari pada diri kita sendiri. Kita tidak boleh mengeraskan hati sehingga kasih Tuhan dapat berkembang tanpa hambatan. Tuhan Yesus berkata, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Inilah buktinya bahwa kita adalah murid-murid Tuhan. Perhatikanlah apa yang dikatakan Paulus, "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." (Roma 12:9-10).
Banyak di antara kita yang tidak menyadari bahwa kita adalah pembunuh. Mungkin kita pun akan bertanya, bagaimana bisa saya dikatakan seorang pembunuh? "Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya." (1 Yohanes 3:15). Mari belajar dari Tuhan Yesus Kristus. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:16-17). Hal ini benar adanya. Bagaimana kasih Tuhan bisa ada di dalam diri kita jika kita tidak berbelas kasih kepada saudara kita yang menderita dan membutuhkan pertolongan?
Renungkan: "...barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." 1 Yohanes 4:20
Baca: 1 Tesalonika 3:1-13
"Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang, sama seperti kami juga mengasihi kamu." 1 Tesalonika 3:12
Kasih Tuhan yang bertumbuh di dalam hati kita tidak terjadi begitu saja. Pertumbuhannya menuntut usaha dari pihak kita. Kita harus menanam dan memupuk kasih itu di dalam hati kita. Meningkatkan pertumbuhan kasih Tuhan dalam hati kita, sama seperti menjaga dan memelihara sebuah taman. Kita harus menjaga tanaman-tanaman kecil yang kita tanam tersebut agar bisa bertumbuh dengan baik dan akhirnya bisa berbuah. Tak lupa, kita juga harus memberinya pupuk dan membersihkan setiap hama yang menyerang. Demikian juga dengan buah dari kasih Tuhan; kita harus menyirami kasih Tuhan di dalam hati kita dengan menyediakan waktu untuk bersekutu dalam doa dan merenungkan firmanNya.
Agar kasih itu dapat bertumbuh dengan bebas, taman hati kita harus terbebas dari ilalang keegoisan. Kita harus belajar dan menjaga hati kita dengan menempatkan orang lain lebih utama dari pada diri kita sendiri. Kita tidak boleh mengeraskan hati sehingga kasih Tuhan dapat berkembang tanpa hambatan. Tuhan Yesus berkata, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Inilah buktinya bahwa kita adalah murid-murid Tuhan. Perhatikanlah apa yang dikatakan Paulus, "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." (Roma 12:9-10).
Banyak di antara kita yang tidak menyadari bahwa kita adalah pembunuh. Mungkin kita pun akan bertanya, bagaimana bisa saya dikatakan seorang pembunuh? "Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya." (1 Yohanes 3:15). Mari belajar dari Tuhan Yesus Kristus. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:16-17). Hal ini benar adanya. Bagaimana kasih Tuhan bisa ada di dalam diri kita jika kita tidak berbelas kasih kepada saudara kita yang menderita dan membutuhkan pertolongan?
Renungkan: "...barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." 1 Yohanes 4:20
Wednesday, April 17, 2013
BEKERJA DAN BERISTIRAHAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 April 2013 -
Baca: Lukas 5:12-16
"Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa." Lukas 5:16
Tuhan Yesus adalah figur teladan dalam hal bekerja karena Ia adalah pekerja keras. Dia berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Saat diutus Bapa di bumi Ia sangat sibuk setiap harinya dalam melakukan pekerjaan untuk Kerajaan Allah. Tuhan Yesus menyembuhkan yang sakit, mewartakan pembebasan bagi yang terbelenggu dan membebaskan mereka yang terpenjarakan oleh kegelapan, dan banyak lagi hal yang lainnya. Dia bekerja dari sejak terbitnya matahari sampai terbenamnya. Tertulis: "Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Iapun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka." (Lukas 4:40). Meski bekerja keras selama berada di bumi bukan berarti Tuhan Yesus tidak pernah beristirahat, Ia juga membutuhkan istirahat untuk tubuhNya supaya Ia bisa berdoa kepada BapaNya. Ayat nas di atas menyatakan bahwa Tuhan Yesus mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa. Yesus adalah Putera Tunggal Allah, tetapi Ia sering menyendiri ke tempat yang tersembunyi dan berdoa.
Sangatlah perlu bagi kita untuk memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan. Seringkali kita sulit untuk berkata "tidak" kepada teman sehingga kesempatan untuk menyendiri dengan Tuhan menjadi terlewatkan. Terkadang pula kita terlalu menyibukkan diri dengan padatnya jadwal pelayanan sampai-sampai kita tidak punya waktu beristirahat demi menjaga kesehatan kita, baik itu secara spiritual maupun fisik. Seringkali hal beristirahat ini kita abaikan, padahal istirahat adalah hal penting bagi kita agar tetap menjadi kuat dan bugar. Lalu bagaimana Tuhan Yesus menyelesaikan semua tugas diberikan Bapa kepadaNya? Dia mempunyai 24 jam sama seperti kita semua. Tetapi rahasianya ada pada ketaatanNya untuk melakukan kehendak BapaNya. Tuhan Yesus bekerja dan juga beristirahat, bukan hanya bekerja, bekerja dan terus bekerja tanpa beristirahat. Saat istirahat inilah tuhan Yesus bersekutu dengan Bapa.
Kita hanya perlu menyendiri dan berdoa sebelum kita memulai hari baru, sama seperti yang dilakukan Tuhan Yesus. "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Adalah lebih baik kita memulai hari yang baru bersama dengan Tuhan dan Roh Kudus terlebih dulu. Saat ini banyak orang Kristen yang memulai hari barunya dengan tergesa-gesa tanpa berdoa karena mereka dikejar-kejar oleh target dan pekerjaannya, sehingga Tuhan pun diabaikannya.
Menyendiri bersama Tuhan dan Roh Kudus sebelum memulai segala sesuatu adalah bukti bahwa kita memiliki penyerahan diri penuh kepadaNya.
Baca: Lukas 5:12-16
"Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa." Lukas 5:16
Tuhan Yesus adalah figur teladan dalam hal bekerja karena Ia adalah pekerja keras. Dia berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17). Saat diutus Bapa di bumi Ia sangat sibuk setiap harinya dalam melakukan pekerjaan untuk Kerajaan Allah. Tuhan Yesus menyembuhkan yang sakit, mewartakan pembebasan bagi yang terbelenggu dan membebaskan mereka yang terpenjarakan oleh kegelapan, dan banyak lagi hal yang lainnya. Dia bekerja dari sejak terbitnya matahari sampai terbenamnya. Tertulis: "Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Iapun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka." (Lukas 4:40). Meski bekerja keras selama berada di bumi bukan berarti Tuhan Yesus tidak pernah beristirahat, Ia juga membutuhkan istirahat untuk tubuhNya supaya Ia bisa berdoa kepada BapaNya. Ayat nas di atas menyatakan bahwa Tuhan Yesus mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa. Yesus adalah Putera Tunggal Allah, tetapi Ia sering menyendiri ke tempat yang tersembunyi dan berdoa.
Sangatlah perlu bagi kita untuk memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan. Seringkali kita sulit untuk berkata "tidak" kepada teman sehingga kesempatan untuk menyendiri dengan Tuhan menjadi terlewatkan. Terkadang pula kita terlalu menyibukkan diri dengan padatnya jadwal pelayanan sampai-sampai kita tidak punya waktu beristirahat demi menjaga kesehatan kita, baik itu secara spiritual maupun fisik. Seringkali hal beristirahat ini kita abaikan, padahal istirahat adalah hal penting bagi kita agar tetap menjadi kuat dan bugar. Lalu bagaimana Tuhan Yesus menyelesaikan semua tugas diberikan Bapa kepadaNya? Dia mempunyai 24 jam sama seperti kita semua. Tetapi rahasianya ada pada ketaatanNya untuk melakukan kehendak BapaNya. Tuhan Yesus bekerja dan juga beristirahat, bukan hanya bekerja, bekerja dan terus bekerja tanpa beristirahat. Saat istirahat inilah tuhan Yesus bersekutu dengan Bapa.
Kita hanya perlu menyendiri dan berdoa sebelum kita memulai hari baru, sama seperti yang dilakukan Tuhan Yesus. "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Adalah lebih baik kita memulai hari yang baru bersama dengan Tuhan dan Roh Kudus terlebih dulu. Saat ini banyak orang Kristen yang memulai hari barunya dengan tergesa-gesa tanpa berdoa karena mereka dikejar-kejar oleh target dan pekerjaannya, sehingga Tuhan pun diabaikannya.
Menyendiri bersama Tuhan dan Roh Kudus sebelum memulai segala sesuatu adalah bukti bahwa kita memiliki penyerahan diri penuh kepadaNya.
Tuesday, April 16, 2013
SIAPAKAH TUANMU?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2013 -
Baca: Matius 6:19-24
"Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." Matius 6:21
Banyak orang menggantungkan harapannya pada harta kekayaan yang mereka miliki karena mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang (kekayaan), mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi sebagai orang percaya kita harus belajar untuk tidak berakar pada apa yang kita miliki, atau berpegang pada hal-hal duniawi. Untuk menjadi bebas dari harta benda duniawi bukanlah perkara yang gampang. Tidak semua 'orang dunia' itu orang yang kikir, bahkan banyak di antara mereka lebih dermawan dibandingkan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Sementara masih banyak dijumpai orang Kristen yang 'menggenggam' hartanya begitu rupa, padahal Alkitab dengan jelas mencatat bahwa orang kikir adalah salah satu orang yang kelak tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10). Ada pula orang kristen kaya yang suka memberi, tetapi disertai dengan motivasi yang tidak benar yaitu ingin dipuji oleh orang lain. Tuhan Yesus mengajarkan, "...apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:2).
Kiranya benar bahwa di mana harta seseorang berada di situ juga hatinya berada (ayat nas). Orang-orang kaya seringkali membanggakan harta yang mereka miliki dan hatinya pun terikat kepada hartanya, bahkan harta tersebut telah menjadi tuannya, seperti orang muda yang pergi meninggalkan yesus dengan sedih hati karena tidak rela jika ia harus membagikan hartanya kepada orang miskin (baca Matius 19:16-26). Bukankah masih ada orang Kristen yang lebih mencintai hartanya daripada mengasihi Tuhan? Lebih mengutamakan mengejar materi daripada mengejar perkara-perkara rohani? Tuhan Yesus berkata, "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24).
Siapakah yang menjadi tuan Saudara? Mari kita belajar untuk memberikan semua yang kita punya untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan karena semua itu berasal dari Dia. Adalah tidak mudah bagi orang-orang yang memiliki kekayaan berlimpah untuk menjalani kehidupan yang sederhana. Mereka selalu memiliki keinginan yang sangat besar untuk meraup kekayaan lebih, lebih dari lebih semampu yang mereka bisa lakukan. Hendaknya kita bisa belajar dari Agur bin Yake yang berkata, "Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:7-9).
Jadikan Yesus sebagai Tuan dalam hidup ini, karena Dia adalah yang terutama dari segala yang ada di dunia ini!
Baca: Matius 6:19-24
"Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." Matius 6:21
Banyak orang menggantungkan harapannya pada harta kekayaan yang mereka miliki karena mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang (kekayaan), mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi sebagai orang percaya kita harus belajar untuk tidak berakar pada apa yang kita miliki, atau berpegang pada hal-hal duniawi. Untuk menjadi bebas dari harta benda duniawi bukanlah perkara yang gampang. Tidak semua 'orang dunia' itu orang yang kikir, bahkan banyak di antara mereka lebih dermawan dibandingkan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Sementara masih banyak dijumpai orang Kristen yang 'menggenggam' hartanya begitu rupa, padahal Alkitab dengan jelas mencatat bahwa orang kikir adalah salah satu orang yang kelak tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10). Ada pula orang kristen kaya yang suka memberi, tetapi disertai dengan motivasi yang tidak benar yaitu ingin dipuji oleh orang lain. Tuhan Yesus mengajarkan, "...apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:2).
Kiranya benar bahwa di mana harta seseorang berada di situ juga hatinya berada (ayat nas). Orang-orang kaya seringkali membanggakan harta yang mereka miliki dan hatinya pun terikat kepada hartanya, bahkan harta tersebut telah menjadi tuannya, seperti orang muda yang pergi meninggalkan yesus dengan sedih hati karena tidak rela jika ia harus membagikan hartanya kepada orang miskin (baca Matius 19:16-26). Bukankah masih ada orang Kristen yang lebih mencintai hartanya daripada mengasihi Tuhan? Lebih mengutamakan mengejar materi daripada mengejar perkara-perkara rohani? Tuhan Yesus berkata, "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24).
Siapakah yang menjadi tuan Saudara? Mari kita belajar untuk memberikan semua yang kita punya untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan karena semua itu berasal dari Dia. Adalah tidak mudah bagi orang-orang yang memiliki kekayaan berlimpah untuk menjalani kehidupan yang sederhana. Mereka selalu memiliki keinginan yang sangat besar untuk meraup kekayaan lebih, lebih dari lebih semampu yang mereka bisa lakukan. Hendaknya kita bisa belajar dari Agur bin Yake yang berkata, "Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:7-9).
Jadikan Yesus sebagai Tuan dalam hidup ini, karena Dia adalah yang terutama dari segala yang ada di dunia ini!
Monday, April 15, 2013
MATA TERARAH KEPADA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 April 2013 -
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," 2 Korintus 4:18
Ada kata bijak mengatakan bahwa musuh terberat kita adalah diri sendiri. Hal ini nyata benar ketika kita membiarkan diri ini dikendalikan hanya oleh kelima indera kita dari pada tunduk kepada pimpinan Roh Tuhan. Akhirnya kedagingan dan indera kita yang mendominasi sehingga kita pun terpaku pada realita atau kenyataan yang ada bukannya tertuju kepada firman Tuhan. Ketika kita membicarakan ketidakpercayaan atau sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah Tuhan sampaikan dalam firmannya kita sedang memimpin diri kita kepada kegagalan. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:6-7). Secara tubuh jasmani kehidupan kita bisa dikendalikan oleh keinginan lima indera yang ada. Hanya jika kita membawa kelima indera kita dalam penyerahan kepada Roh Kudus dan firman Tuhan lah kita mampu untuk melangkah dalam keyakinan iman.
Jangan memandang kepada situasi yang ada atau masalah yang sedang kita hadapi, tetapi arahkanlah pandangan kita kepada Allah yan perkasa di dalam Yesus Kristus. Inilah yang dilakukan Daud: "Mataku tetap terarah kepada Tuhan," (Mazmur 25:15). Saat berada dalam pergumulan yang sangat berat Ayub pun bersikap: "Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis," (Ayub 16:20). Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. Karena itu, kita harus menyerahkan imajinasi dan pikiran-pikiran negatif kita yang bertentangan dengan firman kepada Tuhan. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b), sehingga ia tetap kuat dan bertahan ditengah ujian dan penderitaan yang mendera, "sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7).
Seringkali kita membayangkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah seperti Goliat, raksasa dari Filistin yang sepertinya sulit untuk ditaklukkan. Kemudian kita menjadi gelisah dan tawar hati, lalu kita menyerah kepada keadaan yang ada. Kita tidak boleh digerakkan oleh perasaan atau pemikiran kita, atau bagaimana situasi yang terlihat di hadapan kita. Kita harusnya digerakkan pada apa yang dikatakan Tuhan dalam firmanNya seperti Daud yang berpegang teguh pada kebenaran firmannya, sehingga Goliat pun terkapar di tangannya. Biarkanlah angin bertiup dan badai menyerang! Tuhan Yesus adalah Batu Karang kita sampai selama-lamanya.
Selama kita berdiri pada Batu Karang yang teguh, apa pun yang kita lihat, apa pun yang terjadi tidak dapat menggoyahkan kita.
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," 2 Korintus 4:18
Ada kata bijak mengatakan bahwa musuh terberat kita adalah diri sendiri. Hal ini nyata benar ketika kita membiarkan diri ini dikendalikan hanya oleh kelima indera kita dari pada tunduk kepada pimpinan Roh Tuhan. Akhirnya kedagingan dan indera kita yang mendominasi sehingga kita pun terpaku pada realita atau kenyataan yang ada bukannya tertuju kepada firman Tuhan. Ketika kita membicarakan ketidakpercayaan atau sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah Tuhan sampaikan dalam firmannya kita sedang memimpin diri kita kepada kegagalan. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:6-7). Secara tubuh jasmani kehidupan kita bisa dikendalikan oleh keinginan lima indera yang ada. Hanya jika kita membawa kelima indera kita dalam penyerahan kepada Roh Kudus dan firman Tuhan lah kita mampu untuk melangkah dalam keyakinan iman.
Jangan memandang kepada situasi yang ada atau masalah yang sedang kita hadapi, tetapi arahkanlah pandangan kita kepada Allah yan perkasa di dalam Yesus Kristus. Inilah yang dilakukan Daud: "Mataku tetap terarah kepada Tuhan," (Mazmur 25:15). Saat berada dalam pergumulan yang sangat berat Ayub pun bersikap: "Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis," (Ayub 16:20). Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. Karena itu, kita harus menyerahkan imajinasi dan pikiran-pikiran negatif kita yang bertentangan dengan firman kepada Tuhan. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b), sehingga ia tetap kuat dan bertahan ditengah ujian dan penderitaan yang mendera, "sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7).
Seringkali kita membayangkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah seperti Goliat, raksasa dari Filistin yang sepertinya sulit untuk ditaklukkan. Kemudian kita menjadi gelisah dan tawar hati, lalu kita menyerah kepada keadaan yang ada. Kita tidak boleh digerakkan oleh perasaan atau pemikiran kita, atau bagaimana situasi yang terlihat di hadapan kita. Kita harusnya digerakkan pada apa yang dikatakan Tuhan dalam firmanNya seperti Daud yang berpegang teguh pada kebenaran firmannya, sehingga Goliat pun terkapar di tangannya. Biarkanlah angin bertiup dan badai menyerang! Tuhan Yesus adalah Batu Karang kita sampai selama-lamanya.
Selama kita berdiri pada Batu Karang yang teguh, apa pun yang kita lihat, apa pun yang terjadi tidak dapat menggoyahkan kita.
Sunday, April 14, 2013
DAMAI SEJAHTERA KRISTUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 April 2013 -
Baca: Kolose 3:1-17
"Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah." Kolose 3:15
Kita yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak berarti bebas dari masalah. Kita dapat saja mengalami permasalahan apa pun tapi tetap merasakan damai sejahtera Tuhan dalam hati kita. Mungkin saja kita menangis di tanah pekuburan karena kehilangan orang yang kita cintai, atau menitikkan air mata saat terbaring di tempat tidur karena sakit, tetapi kita masih memiliki damai sejahtera dan ketenangan dalam hati kita tanpa harus menyalahkan Tuhan. Sebagai manusia kita mungkin kuatir akan sesuatu, tetapi segera setelah kesulitan menyerang kita harus secepatnya datang dalam doa kepada Tuhan dan meminta kepada Dia supaya memberikan kedamaian dalam hati. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Namun, berapa kali kita merasa takut dan kehilangan damai sejahtera ketika badai persoalan menerpa?
Saudara, seberat apa pun beban yang menindih, kita tidak akan kehilangan damai sejahtera asal kita senantiasa melekat kepada Tuhan, karena Dia adalah Sumber damai sejahtera itu. Ada tertulis: "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17). Oleh sebab itu, "...marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun." (Roma 14:19). Apa yang Saudara kejar dan yang menjadi prioritas dalam hidup ini? Uang, kekayaan, popularitas? Sampai kapan kita hanya memikirkan kepentingan duniawi ini? "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9), sementara perkara-perkara rohani yang membawa kita kepada kehidupan yang dipenuhi dengan damai sejahtera, sukacita, ketenangan sejati kita kesampingkan.
Tidak ada seorang pun dan apa pun yang ada di dunia ini yang dapat memberikan damai sejahtera bagi kita. Hanya Tuhan, yang dengan kekuatannya yang ajaib mampu berkata, "Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10). Penyertaan Tuhan akan menjadi kekuatan kita di segala situasi. Untuk itulah kita bisa tenang dan damai sebab tanganNya yang berkuasa senantiasa menopang kita.
"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti," Yesaya 48:18
Baca: Kolose 3:1-17
"Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah." Kolose 3:15
Kita yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak berarti bebas dari masalah. Kita dapat saja mengalami permasalahan apa pun tapi tetap merasakan damai sejahtera Tuhan dalam hati kita. Mungkin saja kita menangis di tanah pekuburan karena kehilangan orang yang kita cintai, atau menitikkan air mata saat terbaring di tempat tidur karena sakit, tetapi kita masih memiliki damai sejahtera dan ketenangan dalam hati kita tanpa harus menyalahkan Tuhan. Sebagai manusia kita mungkin kuatir akan sesuatu, tetapi segera setelah kesulitan menyerang kita harus secepatnya datang dalam doa kepada Tuhan dan meminta kepada Dia supaya memberikan kedamaian dalam hati. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Namun, berapa kali kita merasa takut dan kehilangan damai sejahtera ketika badai persoalan menerpa?
Saudara, seberat apa pun beban yang menindih, kita tidak akan kehilangan damai sejahtera asal kita senantiasa melekat kepada Tuhan, karena Dia adalah Sumber damai sejahtera itu. Ada tertulis: "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17). Oleh sebab itu, "...marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun." (Roma 14:19). Apa yang Saudara kejar dan yang menjadi prioritas dalam hidup ini? Uang, kekayaan, popularitas? Sampai kapan kita hanya memikirkan kepentingan duniawi ini? "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9), sementara perkara-perkara rohani yang membawa kita kepada kehidupan yang dipenuhi dengan damai sejahtera, sukacita, ketenangan sejati kita kesampingkan.
Tidak ada seorang pun dan apa pun yang ada di dunia ini yang dapat memberikan damai sejahtera bagi kita. Hanya Tuhan, yang dengan kekuatannya yang ajaib mampu berkata, "Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10). Penyertaan Tuhan akan menjadi kekuatan kita di segala situasi. Untuk itulah kita bisa tenang dan damai sebab tanganNya yang berkuasa senantiasa menopang kita.
"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti," Yesaya 48:18
Saturday, April 13, 2013
FIRMAN TUHAN MENYEMBUHKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 April 2013 -
Baca: Amsal 4:1-27
"Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka." Amsal 4:22
Dalam dunia ini, tidak ada seorang pun yang dapat mengelak dari sakit-penyakit. Penyakit tidak menyerang orang dengan spesifikasi tertentu, seperti warna kulit, usia, profesi, jabatan atau kaya miskin. Demikian juga dengan orang Kristen, kita tidak dapat mengelak atau kebal dari sakit-penyakit, baik itu penyakit yang menyerang secara fisik maupun roh/jiwa. Seseorang yang sakit secara roh menunjukkan beberapa gejala seperti suka bergosip, iri hati, dendam, menyimpan kepahitan, mudah tersakiti dan beberapa tingkah laku negatif lainnya. Apakah hal ini hanya dialami oleh orang kristen 'awam'? Apakah sakit semacam ini tidak dialami oleh para pelayan Tuhan? Apakah mereka kebal terhadap penyakit-penyakit yang demikian? Tidak! Justru banyak di antara mereka yang juga sakit secara roh. Kita dapat melihatnya dari reaksi mereka ketika melihat gereja lain yang lebih bertumbuh; ketika menyaksikan keberhasilan dari pelayanan hamba Tuhan lain; ketika rekan sepelayanan lebih dipakai Tuhan dan sebagainya, hati mereka langsung diliputi oleh rasa iri hati, marah, tersinggung dan sepertinya tidak bisa menerima hal ini, lalu berbagai cara ditempuh untuk menjatuhkan hamba Tuhan itu.
Sesungguhnya Tuhan telah memberitahukan langkah yang kita tempuh supaya kita tidak menderita 'sakit' rohani. Tuhan telah mengatakan, "Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu, aku memimpin engkau di jalan yang lurus." (Amsal 4:11). Oleh karena itu, "Berpeganglah pada didikan, janganlah melepaskannya, peliharalah dia, karena dialah hidupmu. Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan orang jahat." (Amsal 4:13-14). Meskipun kita telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, semua itu akan menjadi sia-sia jika kita tidak menyimpan firmanNya di dalam hati kita dan melakukannya. Hal ini akan membuat kita menderita berbagai penyakit, meskipun tidak semua orang yang menderita sakit adalah orang yang mengabaikan firman Tuhan. Terkadang Tuhan ijinkan seseorang mengalami sakit sebagai proses untuk menguji iman dan ketekunannya seperti yang dialami oleh Ayub. Ayub pun menyadari akan hal ini sehingga ia pun dapat berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Banyak orang di dunia ini yang takut menghadapi kematian secara fisik; bukan hanya itu saja, mereka juga lupa terhadap perkara-perkara rohani yang dapat mengakibatkan kematian 'kekal' yang sesungguhnya jauh lebih menakutkan dan mengerikan. Maka dari itu mulai sekarang dan jangan tunggu sampai besok, "Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup." (Amsal 4:4). Itulah kunci mengalami kesembuhan sempurna!
Firman Tuhan itu sangat kuat dan menjadi hidup dan penyembuh bagi mereka yang melekat kepadaNya.
Baca: Amsal 4:1-27
"Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka." Amsal 4:22
Dalam dunia ini, tidak ada seorang pun yang dapat mengelak dari sakit-penyakit. Penyakit tidak menyerang orang dengan spesifikasi tertentu, seperti warna kulit, usia, profesi, jabatan atau kaya miskin. Demikian juga dengan orang Kristen, kita tidak dapat mengelak atau kebal dari sakit-penyakit, baik itu penyakit yang menyerang secara fisik maupun roh/jiwa. Seseorang yang sakit secara roh menunjukkan beberapa gejala seperti suka bergosip, iri hati, dendam, menyimpan kepahitan, mudah tersakiti dan beberapa tingkah laku negatif lainnya. Apakah hal ini hanya dialami oleh orang kristen 'awam'? Apakah sakit semacam ini tidak dialami oleh para pelayan Tuhan? Apakah mereka kebal terhadap penyakit-penyakit yang demikian? Tidak! Justru banyak di antara mereka yang juga sakit secara roh. Kita dapat melihatnya dari reaksi mereka ketika melihat gereja lain yang lebih bertumbuh; ketika menyaksikan keberhasilan dari pelayanan hamba Tuhan lain; ketika rekan sepelayanan lebih dipakai Tuhan dan sebagainya, hati mereka langsung diliputi oleh rasa iri hati, marah, tersinggung dan sepertinya tidak bisa menerima hal ini, lalu berbagai cara ditempuh untuk menjatuhkan hamba Tuhan itu.
Sesungguhnya Tuhan telah memberitahukan langkah yang kita tempuh supaya kita tidak menderita 'sakit' rohani. Tuhan telah mengatakan, "Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu, aku memimpin engkau di jalan yang lurus." (Amsal 4:11). Oleh karena itu, "Berpeganglah pada didikan, janganlah melepaskannya, peliharalah dia, karena dialah hidupmu. Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan orang jahat." (Amsal 4:13-14). Meskipun kita telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, semua itu akan menjadi sia-sia jika kita tidak menyimpan firmanNya di dalam hati kita dan melakukannya. Hal ini akan membuat kita menderita berbagai penyakit, meskipun tidak semua orang yang menderita sakit adalah orang yang mengabaikan firman Tuhan. Terkadang Tuhan ijinkan seseorang mengalami sakit sebagai proses untuk menguji iman dan ketekunannya seperti yang dialami oleh Ayub. Ayub pun menyadari akan hal ini sehingga ia pun dapat berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Banyak orang di dunia ini yang takut menghadapi kematian secara fisik; bukan hanya itu saja, mereka juga lupa terhadap perkara-perkara rohani yang dapat mengakibatkan kematian 'kekal' yang sesungguhnya jauh lebih menakutkan dan mengerikan. Maka dari itu mulai sekarang dan jangan tunggu sampai besok, "Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup." (Amsal 4:4). Itulah kunci mengalami kesembuhan sempurna!
Firman Tuhan itu sangat kuat dan menjadi hidup dan penyembuh bagi mereka yang melekat kepadaNya.
Friday, April 12, 2013
JANGAN MEMBERONTAK!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 April 2013 -
Baca: Yesaya 1:10-20
"'Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.' Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya." Yesaya 1:20
Sebagai manusia kita tidak bisa sepenuhnya menghindar dari permasalahan, tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana reaksi kita terhadap permasalahan yang sedang terjadi. Tidak perlu memberontak ketika kita menghadapi masalah sehingga kita tidak menghadapi "kematian". Ketidaktaatan Saul yang adalah awal kehancurannya adalah sebuah pelajaran penting bagi kita. Saul membuka pintu dan mengundang kejahatan masuk dalam hatinya, yang akhirnya membawanya kepada ketidaksetiaan dan kecemburuan terhadap Daud. Pada akhirnya Saul mengakui, "Aku telah berbuat dosa, pulanglah, anakku Daud,... Sesungguhnya, perbuatanku itu bodoh dan aku sesat sama sekali." (1 Samuel 26:21). Ketidaktaatan adalah semangat yang salah. Hal ini adalah sikap yang memberontak terhadap apa yang diperintahkan Tuhan.
Banyak orang Kristen tidak lagi taat dan setia ketika doa mereka belum beroleh jawaban. Kita harus mengerti bahwa ketaatan adalah prinsip dari kehidupan Kristiani. Ketaatan bukanlah kebutuhan tunggal, tetapi ketaatan adalah sebuah semangat yang menggambarkan pola hidup kita. Kita harus memiliki semangat ketaatan seperti yang dimiliki oleh Tuhan Yesus kepada BapaNya. Tuhan Yesus berkata, "Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu." (Ibrani 10:9), bahkan Ia menambahkan, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Ketaatan adalah prinsip utama dari kehidupan Kristus. Kita sering berkata kepada Tuhan dalam doa-doa kita bahwa kita mau melakukan apa yang menjadi kehendakNya. Tetapi bagaimana prakteknya? Banyak yang kita lakukan bukanlah menurut kehendakNya melainkan menurut kehendak kita sendiri. Kita seringkali tidak suka jika disinggung terus perihal ketaatan, tetapi sebagai anak-anak Tuhan kita tidak bisa mengabaikannya karena hal ini adalah prinsip yang berasal dari Alkitab. Tuhan akan memberikan upah bagi anak-anakNya yang mau hidup taat. "Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu." (Yesaya 1:19), sebaliknya, "'...jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.' Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya.'" (Yesaya 1:20).
Tuhan sangat tegas pada poin ketaatan ini. Saat ini Tuhan memberikan pilihan kepada kita: pemberontakan yang membawa kepada kehancuran, atau ketaatan yang membawa kepada hidup yang diberkati. Tuhan Yesus Kristus adalah contoh yang sempurna tentang ketaatan kepada Bapa; ketaatanNya bukanlah ucapan belaka, namun sebuah bukti nyata dari perbuatan, "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Jadilah orang Kristen yang taat dan jangan sekali-kali memberontak kepada Tuhan karena akan berakibat fatal!
Baca: Yesaya 1:10-20
"'Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.' Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya." Yesaya 1:20
Sebagai manusia kita tidak bisa sepenuhnya menghindar dari permasalahan, tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana reaksi kita terhadap permasalahan yang sedang terjadi. Tidak perlu memberontak ketika kita menghadapi masalah sehingga kita tidak menghadapi "kematian". Ketidaktaatan Saul yang adalah awal kehancurannya adalah sebuah pelajaran penting bagi kita. Saul membuka pintu dan mengundang kejahatan masuk dalam hatinya, yang akhirnya membawanya kepada ketidaksetiaan dan kecemburuan terhadap Daud. Pada akhirnya Saul mengakui, "Aku telah berbuat dosa, pulanglah, anakku Daud,... Sesungguhnya, perbuatanku itu bodoh dan aku sesat sama sekali." (1 Samuel 26:21). Ketidaktaatan adalah semangat yang salah. Hal ini adalah sikap yang memberontak terhadap apa yang diperintahkan Tuhan.
Banyak orang Kristen tidak lagi taat dan setia ketika doa mereka belum beroleh jawaban. Kita harus mengerti bahwa ketaatan adalah prinsip dari kehidupan Kristiani. Ketaatan bukanlah kebutuhan tunggal, tetapi ketaatan adalah sebuah semangat yang menggambarkan pola hidup kita. Kita harus memiliki semangat ketaatan seperti yang dimiliki oleh Tuhan Yesus kepada BapaNya. Tuhan Yesus berkata, "Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu." (Ibrani 10:9), bahkan Ia menambahkan, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Ketaatan adalah prinsip utama dari kehidupan Kristus. Kita sering berkata kepada Tuhan dalam doa-doa kita bahwa kita mau melakukan apa yang menjadi kehendakNya. Tetapi bagaimana prakteknya? Banyak yang kita lakukan bukanlah menurut kehendakNya melainkan menurut kehendak kita sendiri. Kita seringkali tidak suka jika disinggung terus perihal ketaatan, tetapi sebagai anak-anak Tuhan kita tidak bisa mengabaikannya karena hal ini adalah prinsip yang berasal dari Alkitab. Tuhan akan memberikan upah bagi anak-anakNya yang mau hidup taat. "Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu." (Yesaya 1:19), sebaliknya, "'...jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.' Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya.'" (Yesaya 1:20).
Tuhan sangat tegas pada poin ketaatan ini. Saat ini Tuhan memberikan pilihan kepada kita: pemberontakan yang membawa kepada kehancuran, atau ketaatan yang membawa kepada hidup yang diberkati. Tuhan Yesus Kristus adalah contoh yang sempurna tentang ketaatan kepada Bapa; ketaatanNya bukanlah ucapan belaka, namun sebuah bukti nyata dari perbuatan, "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Jadilah orang Kristen yang taat dan jangan sekali-kali memberontak kepada Tuhan karena akan berakibat fatal!
Thursday, April 11, 2013
LEBIH DARI PADA SAHABAT SEJATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 April 2013 -
Baca: Ibrani 13:1-1-25
"Karena Allah telah berfirman: 'Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.'" Ibrani 13:5b
Tuhan Yesus lebih daripada seorang sahabat sejati. Alkitab berkata, "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." (Amsal 18:24). Tidak ada sahabat di dunia ini yang lebih berharga dari Tuhan Yesus. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Syukur kepada Allah, kita tidak hanya mempunyai Yesus yang adalah sahabat kita, namun yang juga memberikan nyawaNya untuk kita. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Kala nyawaNya saja rela Dia berikan, maka dalam segala perkara Dia pasti peduli dan tidak akan pernah mengabaikan kita, "Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?'" (Ibrani 13:6). Percayalah bahwa, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Ini yang disebut juga sebagai hidup yang berkelimpahan bersama dengan Tuhan, yaitu bahwa kita mencari Tuhan dan firmanNya pada saat-saat kesusahan dan Ia akan menyelamatkan kita dari segala situasi dalam hidup kita. Hidup berkelimpahan dengan Tuhan adalah melangkah dalam kemenangan hari demi hari dalam situasi apa pun. Jika kita hidup dalam hidup yang berkelimpahan kita tidak akan kuatir tentang masa depan; kita tidak takut dengan penderitaan, bahkan kematian sekali pun seperti kata Daud, "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4).
Jika kita berjalan dalam jalan Tuhan kita akan melangkah dengan mata yang senantiasa tertuju kepadaNya karena kita yakin akan janji penyertaanNya, "Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau." (Yesaya 43:2). Jangan pernah ragukan kasih Tuhan, Dia adalah sahabat sejati kita. Bersama Yesus kita sanggup melewati semua karena Dia ada di setiap musim hidup kita. Kita tidak akan berjalan sendirian menjalani kehidupan ini karena Dia adalah Imanuel, Allah yang menyertai kita, bahkan penyertaanNya atas kita sampai kepada kesudahan zaman. Halleluya!
Kasih sejati Tuhan memelihara hidup kita; Ia lebih sejati dari seorang sahabat sejati mana pun, sebab Ia rela memberikan nyawaNya bagi kita.
Baca: Ibrani 13:1-1-25
"Karena Allah telah berfirman: 'Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.'" Ibrani 13:5b
Tuhan Yesus lebih daripada seorang sahabat sejati. Alkitab berkata, "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." (Amsal 18:24). Tidak ada sahabat di dunia ini yang lebih berharga dari Tuhan Yesus. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Syukur kepada Allah, kita tidak hanya mempunyai Yesus yang adalah sahabat kita, namun yang juga memberikan nyawaNya untuk kita. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Kala nyawaNya saja rela Dia berikan, maka dalam segala perkara Dia pasti peduli dan tidak akan pernah mengabaikan kita, "Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?'" (Ibrani 13:6). Percayalah bahwa, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Ini yang disebut juga sebagai hidup yang berkelimpahan bersama dengan Tuhan, yaitu bahwa kita mencari Tuhan dan firmanNya pada saat-saat kesusahan dan Ia akan menyelamatkan kita dari segala situasi dalam hidup kita. Hidup berkelimpahan dengan Tuhan adalah melangkah dalam kemenangan hari demi hari dalam situasi apa pun. Jika kita hidup dalam hidup yang berkelimpahan kita tidak akan kuatir tentang masa depan; kita tidak takut dengan penderitaan, bahkan kematian sekali pun seperti kata Daud, "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4).
Jika kita berjalan dalam jalan Tuhan kita akan melangkah dengan mata yang senantiasa tertuju kepadaNya karena kita yakin akan janji penyertaanNya, "Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau." (Yesaya 43:2). Jangan pernah ragukan kasih Tuhan, Dia adalah sahabat sejati kita. Bersama Yesus kita sanggup melewati semua karena Dia ada di setiap musim hidup kita. Kita tidak akan berjalan sendirian menjalani kehidupan ini karena Dia adalah Imanuel, Allah yang menyertai kita, bahkan penyertaanNya atas kita sampai kepada kesudahan zaman. Halleluya!
Kasih sejati Tuhan memelihara hidup kita; Ia lebih sejati dari seorang sahabat sejati mana pun, sebab Ia rela memberikan nyawaNya bagi kita.
Wednesday, April 10, 2013
ARTI HIDUP BERKELIMPAHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 April 2013 -
Baca: Yohanes 17:1-26
"Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia." Yohanes 17:14
Tuhan Yesus mengatakan bahwa meskipun kita orang percaya hidup di dunia, namun kita bukan berasal dari dunia. Ketika kita dilahirkan kembali kita tidak akan melakukan hal-hal yang sama dilakukan oleh orang dunia. Inilah kunci untuk mengalami hidup yang berkelimpahan di dalam Tuhan.
Jadi hidup berkelimpahan juga berarti bahwa harus kita memisahkan diri dari dunia. Jalan hidup kita seharusnya berbeda dari orang yang tidak mempunyai Kristus di dalam hidupnya. Alkitab mengatakan, "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8), dan rasul Petrus dalam suratnya juga menyatakan bahwa "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9).
Ketika seseorang dipenuhi oleh Roh kudus ia akan berbicara, berpikir dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jika hidup kita sejalan dengan firman Tuhan kita pun tidak akan mempunyai tingkah laku yang duniawi. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Jika hati dan pikiran Saudara dikuasi oleh Roh Kudus dan sesuai dengan pikiran Kristus, maka "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:7). Hidup yang berkelimpahan berarti hidup sejalan dengan firman Tuhan. Kita tidak dapat mengikuti Kristus kecuali jika kita berjalan dalam jalan yang sama dengan jalanNya. Oleh karena itu kita harus memisahkan diri dari 'jalan dunia' ini. Ada tertulis: "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3). Sebagai orang-orang yang 'bukan' dari dunia ini kita harus bertindak tegas terhadap segala dosa, maka "Jauhkanlah dirimu dari segala kejahatan." (1 Tesalonika 5:21-22).
Hidup yang berkelimpahan adalah menikmati persekutuan yang intim dengan Bapa kita di sorga melalui doa dan merenungkan firmanNya sehingga kita akan memenuhi tujuan utama Tuhan untuk hidup kita. Tujuan utamaNya adalah kita diutus menjadi saksiNya dan memberitakan firmanNya kepada dunia. Jika kita tidak dapat mewartakan firmanNya lewat berkhotbah, kita dapat mewartakan Injil kerajaanNya lewat berbagai cara lainnya. Salah satunya: "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9).
Kita harus bersinar seterang cahaya dalam kegelapan, menceritakan kepada dunia apa yang telah Tuhan lakukan bagi kita.
Baca: Yohanes 17:1-26
"Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia." Yohanes 17:14
Tuhan Yesus mengatakan bahwa meskipun kita orang percaya hidup di dunia, namun kita bukan berasal dari dunia. Ketika kita dilahirkan kembali kita tidak akan melakukan hal-hal yang sama dilakukan oleh orang dunia. Inilah kunci untuk mengalami hidup yang berkelimpahan di dalam Tuhan.
Jadi hidup berkelimpahan juga berarti bahwa harus kita memisahkan diri dari dunia. Jalan hidup kita seharusnya berbeda dari orang yang tidak mempunyai Kristus di dalam hidupnya. Alkitab mengatakan, "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8), dan rasul Petrus dalam suratnya juga menyatakan bahwa "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9).
Ketika seseorang dipenuhi oleh Roh kudus ia akan berbicara, berpikir dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jika hidup kita sejalan dengan firman Tuhan kita pun tidak akan mempunyai tingkah laku yang duniawi. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Jika hati dan pikiran Saudara dikuasi oleh Roh Kudus dan sesuai dengan pikiran Kristus, maka "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:7). Hidup yang berkelimpahan berarti hidup sejalan dengan firman Tuhan. Kita tidak dapat mengikuti Kristus kecuali jika kita berjalan dalam jalan yang sama dengan jalanNya. Oleh karena itu kita harus memisahkan diri dari 'jalan dunia' ini. Ada tertulis: "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3). Sebagai orang-orang yang 'bukan' dari dunia ini kita harus bertindak tegas terhadap segala dosa, maka "Jauhkanlah dirimu dari segala kejahatan." (1 Tesalonika 5:21-22).
Hidup yang berkelimpahan adalah menikmati persekutuan yang intim dengan Bapa kita di sorga melalui doa dan merenungkan firmanNya sehingga kita akan memenuhi tujuan utama Tuhan untuk hidup kita. Tujuan utamaNya adalah kita diutus menjadi saksiNya dan memberitakan firmanNya kepada dunia. Jika kita tidak dapat mewartakan firmanNya lewat berkhotbah, kita dapat mewartakan Injil kerajaanNya lewat berbagai cara lainnya. Salah satunya: "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9).
Kita harus bersinar seterang cahaya dalam kegelapan, menceritakan kepada dunia apa yang telah Tuhan lakukan bagi kita.
Tuesday, April 9, 2013
PENJAGA BAGI SESAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 April 2013 -
Baca: Kejadian 4:1-16
"Firman TUHAN kepada Kain: 'Di mana Habel, adikmu itu?' Jawabnya: 'Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?'" Kejadian 4:9
Pertanyaan-pertanyaan ini sering menjadi dilema dalam kehidupan manusia: "Apakah saya adalah penjaga saudara saya? Haruskah saya peduli kepada orang lain? Apakah saya mempunyai kewajiban moral kepada orang lain?" Meskipun Kain telah membunuh Habel, dia tetap bertanya kepada Allah, "Apakah aku penjaga adikku?" Banyak di antara kita yang tanpa sadar telah membunuh saudara-saudari seiman kita secara spiritual. Kita telah membunuh mereka dengan sikap atau kata-kata pedas kita. Kita pun membunuh saudara-saudari kita dengan tindakan kita yang tanpa kasih sehingga mereka kecewa dan terluka, sehingga akhirnya mereka pun meninggalkan gereja atau pun persekutuan. Apabila kita tidak peduli dengan orang lain, kita tidak akan mampu memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah.
Ketika Allah akan menumpahkan amarahNya ke atas orang-orang Yerusalem, Ia berkata, "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya." (Yehezkiel 22:30). Demikian juga dengan kekristenan masa kini, di mana banyak di antara kita yang tidak lagi mau peduli kepada orang lain. Mencintai diri sendiri adalah prioritas yang lebih diutamakan dibandingkan mencintai Tuhan.
Ketika Tuhan Yesus dan murid-murid selesai makan, Ia bertanya kepada Simon Petrus sampai tiga kali tentang menggembalakan domba-dombaNya. "Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: 'Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?' Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: 'Apakah engkau mengasihi Aku?' Dan ia berkata kepada-Nya: 'Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.' Kata Yesus kepadanya: 'Gembalakanlah domba-domba-Ku'". (Yohanes 21:17). Sebagai hasilnya, Petrus mengasihi Tuhan Yesus selama dia hidup sampai kepada kematiannya. Meski sempat gagal dalam mengiring Tuhan, Petrus akhirnya membuktikan diri sebagai orang yang setia kepada Tuhan dan mengerjakan tugas yang diamanatkan kepadanya sebagai penjala jiwa sampai akhir hidupnya.
Saat ini Tuhan Yesus mengundang kita, "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri." (1 Petrus 5:2-3).
Orang yang mengasihi Tuhan dengan sungguh pasti akan menjaga dan mengasihi jiwa orang lain dengan tulus.
Baca: Kejadian 4:1-16
"Firman TUHAN kepada Kain: 'Di mana Habel, adikmu itu?' Jawabnya: 'Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?'" Kejadian 4:9
Pertanyaan-pertanyaan ini sering menjadi dilema dalam kehidupan manusia: "Apakah saya adalah penjaga saudara saya? Haruskah saya peduli kepada orang lain? Apakah saya mempunyai kewajiban moral kepada orang lain?" Meskipun Kain telah membunuh Habel, dia tetap bertanya kepada Allah, "Apakah aku penjaga adikku?" Banyak di antara kita yang tanpa sadar telah membunuh saudara-saudari seiman kita secara spiritual. Kita telah membunuh mereka dengan sikap atau kata-kata pedas kita. Kita pun membunuh saudara-saudari kita dengan tindakan kita yang tanpa kasih sehingga mereka kecewa dan terluka, sehingga akhirnya mereka pun meninggalkan gereja atau pun persekutuan. Apabila kita tidak peduli dengan orang lain, kita tidak akan mampu memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah.
Ketika Allah akan menumpahkan amarahNya ke atas orang-orang Yerusalem, Ia berkata, "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya." (Yehezkiel 22:30). Demikian juga dengan kekristenan masa kini, di mana banyak di antara kita yang tidak lagi mau peduli kepada orang lain. Mencintai diri sendiri adalah prioritas yang lebih diutamakan dibandingkan mencintai Tuhan.
Ketika Tuhan Yesus dan murid-murid selesai makan, Ia bertanya kepada Simon Petrus sampai tiga kali tentang menggembalakan domba-dombaNya. "Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: 'Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?' Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: 'Apakah engkau mengasihi Aku?' Dan ia berkata kepada-Nya: 'Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.' Kata Yesus kepadanya: 'Gembalakanlah domba-domba-Ku'". (Yohanes 21:17). Sebagai hasilnya, Petrus mengasihi Tuhan Yesus selama dia hidup sampai kepada kematiannya. Meski sempat gagal dalam mengiring Tuhan, Petrus akhirnya membuktikan diri sebagai orang yang setia kepada Tuhan dan mengerjakan tugas yang diamanatkan kepadanya sebagai penjala jiwa sampai akhir hidupnya.
Saat ini Tuhan Yesus mengundang kita, "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri." (1 Petrus 5:2-3).
Orang yang mengasihi Tuhan dengan sungguh pasti akan menjaga dan mengasihi jiwa orang lain dengan tulus.
Monday, April 8, 2013
RENCANA PENYELAMATAN ALLAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 April 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 4:1-22
"Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." Kisah 4:12
Ingatlah bahwa keselamatan adalah rencana Allah, bukan rencana manusia. Hanya rencana Allah, dan bukan rencana-rencana lain, yang dapat menyelamatkan jiwa kita yang terhilang serta menjadikan kita sebagai anak-anakNya. Memang banyak jalan menuju Roma, tetapi hanya ada satu jalan yang bisa memimpin kita kepada Allah. Jalan keselamatan Allah itu adalah melalui PutraNya yaitu Yesus Kristus. Tuhan Yesus sendiri berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6).
Ada tiga tahapan dari rangkaian rencana penyelamatan Allah bagi manusia: Pertama, melalui perngorbanan Yesus Kristus di kayu salib, di mana Ia membuang jauh semua dosa dan pelanggaran kita serta menjauhkan kita dari maut yang merupakan upah dosa, "Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya." (Ibrani 9:26). Kedua, Tuhan Yesus setelah kebangkitanNya, pergi ke sorga kepada Allah untuk menyelamatkan kita dari kuasa dosa. Kita diperdamaikan dengan Allah dan dilayakkan untuk datang kepadaNya, "Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita. Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri." (Ibrani 9:24-25). Ketiga, Tuhan Yesus akan datang kembali ke dunia untuk yang kedua kalinya sebagai Raja di atas segala raja untuk menyelamatkan kita dari dosa masa kini. "...Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28).
Tidakkah hal ini hebat dan luar biasa? Bahkan untuk kita, orang yang terhilang karena dosa sekalipun, Allah tetap mengasihi kita. Bagi Allah pertobatan orang berdosa sangatlah penting, sehingga Ia berfirman, "...di mana-mana semua mereka harus bertobat. Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati." (Kis 17:30-31).
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk memanggil orang yang benar agar masuk dalam pertobatan, tetapi juga orang berdosa.
Baca: Kisah Para Rasul 4:1-22
"Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." Kisah 4:12
Ingatlah bahwa keselamatan adalah rencana Allah, bukan rencana manusia. Hanya rencana Allah, dan bukan rencana-rencana lain, yang dapat menyelamatkan jiwa kita yang terhilang serta menjadikan kita sebagai anak-anakNya. Memang banyak jalan menuju Roma, tetapi hanya ada satu jalan yang bisa memimpin kita kepada Allah. Jalan keselamatan Allah itu adalah melalui PutraNya yaitu Yesus Kristus. Tuhan Yesus sendiri berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6).
Ada tiga tahapan dari rangkaian rencana penyelamatan Allah bagi manusia: Pertama, melalui perngorbanan Yesus Kristus di kayu salib, di mana Ia membuang jauh semua dosa dan pelanggaran kita serta menjauhkan kita dari maut yang merupakan upah dosa, "Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya." (Ibrani 9:26). Kedua, Tuhan Yesus setelah kebangkitanNya, pergi ke sorga kepada Allah untuk menyelamatkan kita dari kuasa dosa. Kita diperdamaikan dengan Allah dan dilayakkan untuk datang kepadaNya, "Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita. Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri." (Ibrani 9:24-25). Ketiga, Tuhan Yesus akan datang kembali ke dunia untuk yang kedua kalinya sebagai Raja di atas segala raja untuk menyelamatkan kita dari dosa masa kini. "...Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28).
Tidakkah hal ini hebat dan luar biasa? Bahkan untuk kita, orang yang terhilang karena dosa sekalipun, Allah tetap mengasihi kita. Bagi Allah pertobatan orang berdosa sangatlah penting, sehingga Ia berfirman, "...di mana-mana semua mereka harus bertobat. Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati." (Kis 17:30-31).
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk memanggil orang yang benar agar masuk dalam pertobatan, tetapi juga orang berdosa.
Sunday, April 7, 2013
AMAN DAN DAMAI DI DALAM TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 April 2013 -
Baca: Yesaya 26:1-21
"Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya." Yesaya 26:3
Allah di dalam nama Yesus Kristus adalah tempat perlindungan yang paling aman, bahkan di tengah kesulitan yang dahsyat sekali pun. Keamanan -meskipun dalam situasi yang sulit- akan menjadi milik setiap orang yang tahu bahwa Allah adalah pembebasnya. Putus asa pun tidak akan dialami.
Saat keadaan aman dan segala sesuatu berjalan dengan baik, untuk berkata bahwa kita beriman dan percaya kepada Tuhan adalah mudah dilakukan, tetapi ketika berada dalam penderitaan dan kesesakan sangatlah mungkin kita melupakan perkataan iman kita tersebut. Mempercayai dengan sungguh bahwa Yesus Kristus adalah tempat perlindungan yang paling aman dan membuat seseorang berada dalam sebuah kedamaian yang sempurna atau ketiadaan rasa panik, sebab ia tahu Tuhan akan menjaganya. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi orang percaya untuk merasa takut dan gelisah, karena dalam firmanNya tertulis: "Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal." (Yesaya 26:4).
Mengagungkan dan memuji nama Tuhan haruslah kita lakukan oleh karena Dia adalah Pribadi yang berkuasa. Bibir mulut kita haruslah berkata, "Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya, perlindungan terhadap angin ribut, naungan terhadap panas terik..." (Yesaya 25:4). Meskipun masalah dan kesulitan sedang mengamuk di sekelilingnya, orang yang menjadikan Tuhan sebagai tempat perlindungan akan tetap merasakan aman dan damai yang sempurna. Namun seringkali ketika berada dalam kesulitan yang berat kita lebih cenderung melihat kepada kesulitan itu sendiri daripada berpaling kepada Tuhan yang adalah tempat perlindungan kita. Hal ini membuat kita lebih mendengar kepada bunyi guruh dan akan terus melihat kilatan petir. Semua ini akan melemahkan iman dan membuat kita merasa takut. Jangan mau diperdaya oleh Iblis, sebab di dalam Tuhan Yesus "...kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Apa pun yang terjadi dalam hidup ini, menjaga pikiran untuk selalu tinggal di dalam Tuhan Yesus Kristus serta memelihara firmanNya dalam hati adalah dua hal yang sangat penting. Dalam perlindunganNya kita akan beristirahat dalam damai, bahkan melihat kuasa Tuhan bekerja untuk kita. Yang perlu diingat adalah Tuhan Yesus tidak pernah berjanji bahwa kita tidak akan pernah menghadapi badai hidup. Akan tetapi oleh karena namaNya dan melalui firmanNya dan sebuah tempat perlindungan yang tersedia bagi kita dalam waktu kesukaran.
"Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa, akan berkata kepada TUHAN: "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai." Mazmur 91:1-2
Baca: Yesaya 26:1-21
"Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya." Yesaya 26:3
Allah di dalam nama Yesus Kristus adalah tempat perlindungan yang paling aman, bahkan di tengah kesulitan yang dahsyat sekali pun. Keamanan -meskipun dalam situasi yang sulit- akan menjadi milik setiap orang yang tahu bahwa Allah adalah pembebasnya. Putus asa pun tidak akan dialami.
Saat keadaan aman dan segala sesuatu berjalan dengan baik, untuk berkata bahwa kita beriman dan percaya kepada Tuhan adalah mudah dilakukan, tetapi ketika berada dalam penderitaan dan kesesakan sangatlah mungkin kita melupakan perkataan iman kita tersebut. Mempercayai dengan sungguh bahwa Yesus Kristus adalah tempat perlindungan yang paling aman dan membuat seseorang berada dalam sebuah kedamaian yang sempurna atau ketiadaan rasa panik, sebab ia tahu Tuhan akan menjaganya. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi orang percaya untuk merasa takut dan gelisah, karena dalam firmanNya tertulis: "Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal." (Yesaya 26:4).
Mengagungkan dan memuji nama Tuhan haruslah kita lakukan oleh karena Dia adalah Pribadi yang berkuasa. Bibir mulut kita haruslah berkata, "Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya, perlindungan terhadap angin ribut, naungan terhadap panas terik..." (Yesaya 25:4). Meskipun masalah dan kesulitan sedang mengamuk di sekelilingnya, orang yang menjadikan Tuhan sebagai tempat perlindungan akan tetap merasakan aman dan damai yang sempurna. Namun seringkali ketika berada dalam kesulitan yang berat kita lebih cenderung melihat kepada kesulitan itu sendiri daripada berpaling kepada Tuhan yang adalah tempat perlindungan kita. Hal ini membuat kita lebih mendengar kepada bunyi guruh dan akan terus melihat kilatan petir. Semua ini akan melemahkan iman dan membuat kita merasa takut. Jangan mau diperdaya oleh Iblis, sebab di dalam Tuhan Yesus "...kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Apa pun yang terjadi dalam hidup ini, menjaga pikiran untuk selalu tinggal di dalam Tuhan Yesus Kristus serta memelihara firmanNya dalam hati adalah dua hal yang sangat penting. Dalam perlindunganNya kita akan beristirahat dalam damai, bahkan melihat kuasa Tuhan bekerja untuk kita. Yang perlu diingat adalah Tuhan Yesus tidak pernah berjanji bahwa kita tidak akan pernah menghadapi badai hidup. Akan tetapi oleh karena namaNya dan melalui firmanNya dan sebuah tempat perlindungan yang tersedia bagi kita dalam waktu kesukaran.
"Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa, akan berkata kepada TUHAN: "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai." Mazmur 91:1-2
Saturday, April 6, 2013
TUHAN TEMPAT PERLINDUNGAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 April 2013 -
Baca: Mazmur 18:1-20
"Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!" Mazmur 18:3
Ketika umat Israel menyeberangi sungai Yordan menuju Kanaan, Tanah Perjanjian, Tuhan memerintahkan mereka untuk membangun sebuah kota perlindungan, supaya jika ada orang yang Israel yang tanpa sengaja membunuh seseorang, orang Israel tersebut dapat melarikan diri dan berlindung di dalam kota perlindungan. Di dalam kota perlindungan orang ini terselamatkan dari bahaya. "Tetapi jika terjadi bahwa pembunuh itu keluar dari batas kota perlindungan, tempat ia melarikan diri, dan penuntut darah mendapat dia di luar batas kota perlindungannya, dan penuntut darah membunuh pembunuh itu, maka tidaklah ia berhutang darah, sebab pembunuh itu wajib tinggal di kota perlindungan sampai matinya imam besar, tetapi sesudah matinya imam besar bolehlah pembunuh itu kembali ke tanah kepunyaannya sendiri." (Bilangan 35:26-28).
Tuhan adalah "Kota Perlindungan" bagi orang yang percaya kepadaNya, Ia adalah "menara yang kuat dan perkasa". "Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat." (Amsal 18:10). Tapi bagi orang-orang kaya atau berlimpah dengan harta, seringkali yang menjadi tempat perlindungan bagi mereka adalah kekayaannya, seperti tertulis: "Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya dan seperti tembok yang tinggi menurut anggapannya." (Amsal 18:11). Padahal Alkitab memperingatkan kepada orang-orang kaya di dunia ini "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17). Apa pun yang ada di dunia ini tidak bisa diharapkan. Hanya Tuhan yang sanggup menjamin hidup kita karena Ia sangat mempedulikan hidup kita, dan berjanji untuk membebaskan kita dari setiap masalah yang sedang kita alami. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Ketika menghadapi ujian atau permasalahan hidup kita tahu bagaimana bereaksi terhadap janji Tuhan. Reaksi yang benar adalah memakai iman untuk percaya dan bertindak sesuai dengan firmanNya. Berlindung dalam firmanNya serta percaya kepadaNya akan membawa kita kepada kemenangan atas permasalahan hidup ini.
Daud tahu bagaimana bertindak ketika dia melarikan diri dari Saul dan bersembunyi di dalam gua. Tindakan Daud ketika berada dalam kesesakannya adalah menguatkan imannya kepada Tuhan dan memohon kepadaNya dengan sepenuh hati, "Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu." (Mazmur 57:2).
Dalam setiap keadaan kita harus percaya kepada Tuhan dan menjadikanNya sebagai tempat perlindungan kita.
Baca: Mazmur 18:1-20
"Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!" Mazmur 18:3
Ketika umat Israel menyeberangi sungai Yordan menuju Kanaan, Tanah Perjanjian, Tuhan memerintahkan mereka untuk membangun sebuah kota perlindungan, supaya jika ada orang yang Israel yang tanpa sengaja membunuh seseorang, orang Israel tersebut dapat melarikan diri dan berlindung di dalam kota perlindungan. Di dalam kota perlindungan orang ini terselamatkan dari bahaya. "Tetapi jika terjadi bahwa pembunuh itu keluar dari batas kota perlindungan, tempat ia melarikan diri, dan penuntut darah mendapat dia di luar batas kota perlindungannya, dan penuntut darah membunuh pembunuh itu, maka tidaklah ia berhutang darah, sebab pembunuh itu wajib tinggal di kota perlindungan sampai matinya imam besar, tetapi sesudah matinya imam besar bolehlah pembunuh itu kembali ke tanah kepunyaannya sendiri." (Bilangan 35:26-28).
Tuhan adalah "Kota Perlindungan" bagi orang yang percaya kepadaNya, Ia adalah "menara yang kuat dan perkasa". "Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat." (Amsal 18:10). Tapi bagi orang-orang kaya atau berlimpah dengan harta, seringkali yang menjadi tempat perlindungan bagi mereka adalah kekayaannya, seperti tertulis: "Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya dan seperti tembok yang tinggi menurut anggapannya." (Amsal 18:11). Padahal Alkitab memperingatkan kepada orang-orang kaya di dunia ini "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17). Apa pun yang ada di dunia ini tidak bisa diharapkan. Hanya Tuhan yang sanggup menjamin hidup kita karena Ia sangat mempedulikan hidup kita, dan berjanji untuk membebaskan kita dari setiap masalah yang sedang kita alami. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Ketika menghadapi ujian atau permasalahan hidup kita tahu bagaimana bereaksi terhadap janji Tuhan. Reaksi yang benar adalah memakai iman untuk percaya dan bertindak sesuai dengan firmanNya. Berlindung dalam firmanNya serta percaya kepadaNya akan membawa kita kepada kemenangan atas permasalahan hidup ini.
Daud tahu bagaimana bertindak ketika dia melarikan diri dari Saul dan bersembunyi di dalam gua. Tindakan Daud ketika berada dalam kesesakannya adalah menguatkan imannya kepada Tuhan dan memohon kepadaNya dengan sepenuh hati, "Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu." (Mazmur 57:2).
Dalam setiap keadaan kita harus percaya kepada Tuhan dan menjadikanNya sebagai tempat perlindungan kita.
Friday, April 5, 2013
PERKATAAN TUHAN YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 April 2013 -
Baca: Yohanes 15:1-8
"Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
Beberapa orang Kristen tidak tahu bagaimana caranya untuk berdoa secara efektif. Agar kita dapat berdoa secara efektif kita harus mengetahui isi firman Tuhan dan firman itu harus tinggal di dalam kita. Tuhan Yesus mengatakan bahwa didengar dan dikabulkannya sebuah doa atau tidak, lebih bergantung kepada kita daripada kepada Tuhan. Ini adalah syarat dari Tuhan: "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu,". Jadi jika firman Tuhan tinggal di dalam kita, kita akan tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kemudian kita akan berdoa sesuai dengan firman tersebut. Jika firmanNya tidak tinggal di dalam kita, maka untuk sementara kita berdoa di dalam kegelapan. Pemazmur mengatakan, "Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh." (Mazmur 119:130). Firman Tuhanlah yang menerangi langkah hidup kita, "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105).
Perlunya mempelajari firman Tuhan, khususnya pada hal-hal yang sedang kita pergumulkan atau doakan, bertujuan untuk memberikan terang pada kita tentang bagaimana cara berdoa atau apa yang harus didoakan. Ketika kita mempelajari Firman Tuhan kita dapat menemukan perintah yang diberikan Tuhan Yesus mengenai doa. Tuhan Yesus mengatakn, "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga," (Matius 5:43-45). Mendoakan musuh adalah hal pertama yang Tuhan Yesus sebutkan dalam hubungannya dengan berdoa. Tidak hanya kita harus berdoa untuk musuh kita, namun kita juga harus mengasihi musuh kita supaya kita bisa menjadi anak-anak Bapa di sorga. Dengan kata lain Tuhan Yesus menyatakan bahwa jika kita tidak mengasihi dan tidak berdoa untuk musuh kita, yaitu mengampuni mereka, maka kita bukanlah anak-anak Bapa di sorga. Kesimpulannya: jika kita adalah anak-anak Bapa di sorga, namun tidak mendoakan musuh kita, maka kita tidak sedang berjalan dalam terang firman Tuhan. Jadi kita tidak punya hak untuk meminta atau menuntut hak-hak kita akan kepenuhan berkat Tuhan.
Tentu saja sangatlah sulit untuk mengasihi musuh kita dengan kekuatan sendiri, tetapi kita bisa mengasihi musuh kita dengan kasih Tuhan melalui Roh Kudus yang mampukan kita untuk melakukan itu. Jika kita tidak mengasihi musuh kita, mustahil kita akan diberkati Tuhan dengan melimpah.
Doa kita akan dijawab Tuhan dan apa yang kita minta disediakanNya apabila kita mau mengasihi dan mengampuni musuh kita, "... karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." Roma 5:5
Baca: Yohanes 15:1-8
"Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
Beberapa orang Kristen tidak tahu bagaimana caranya untuk berdoa secara efektif. Agar kita dapat berdoa secara efektif kita harus mengetahui isi firman Tuhan dan firman itu harus tinggal di dalam kita. Tuhan Yesus mengatakan bahwa didengar dan dikabulkannya sebuah doa atau tidak, lebih bergantung kepada kita daripada kepada Tuhan. Ini adalah syarat dari Tuhan: "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu,". Jadi jika firman Tuhan tinggal di dalam kita, kita akan tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kemudian kita akan berdoa sesuai dengan firman tersebut. Jika firmanNya tidak tinggal di dalam kita, maka untuk sementara kita berdoa di dalam kegelapan. Pemazmur mengatakan, "Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh." (Mazmur 119:130). Firman Tuhanlah yang menerangi langkah hidup kita, "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105).
Perlunya mempelajari firman Tuhan, khususnya pada hal-hal yang sedang kita pergumulkan atau doakan, bertujuan untuk memberikan terang pada kita tentang bagaimana cara berdoa atau apa yang harus didoakan. Ketika kita mempelajari Firman Tuhan kita dapat menemukan perintah yang diberikan Tuhan Yesus mengenai doa. Tuhan Yesus mengatakn, "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga," (Matius 5:43-45). Mendoakan musuh adalah hal pertama yang Tuhan Yesus sebutkan dalam hubungannya dengan berdoa. Tidak hanya kita harus berdoa untuk musuh kita, namun kita juga harus mengasihi musuh kita supaya kita bisa menjadi anak-anak Bapa di sorga. Dengan kata lain Tuhan Yesus menyatakan bahwa jika kita tidak mengasihi dan tidak berdoa untuk musuh kita, yaitu mengampuni mereka, maka kita bukanlah anak-anak Bapa di sorga. Kesimpulannya: jika kita adalah anak-anak Bapa di sorga, namun tidak mendoakan musuh kita, maka kita tidak sedang berjalan dalam terang firman Tuhan. Jadi kita tidak punya hak untuk meminta atau menuntut hak-hak kita akan kepenuhan berkat Tuhan.
Tentu saja sangatlah sulit untuk mengasihi musuh kita dengan kekuatan sendiri, tetapi kita bisa mengasihi musuh kita dengan kasih Tuhan melalui Roh Kudus yang mampukan kita untuk melakukan itu. Jika kita tidak mengasihi musuh kita, mustahil kita akan diberkati Tuhan dengan melimpah.
Doa kita akan dijawab Tuhan dan apa yang kita minta disediakanNya apabila kita mau mengasihi dan mengampuni musuh kita, "... karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." Roma 5:5
Thursday, April 4, 2013
KEKUATAN KATA-KATA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 April 2013 -
Baca: Amsal 18:1-21
"Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya." Amsal 18:20
Banyak orang meremehkan kuasa dari sebuah perkataan sehingga banyak kata sembrono keluar dari mulutnya. Alkitab dengan keras mengingatkan, "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Bila kita mempergunakan mulut kita untuk memperkatakan hal-hal yang positif (firman Tuhan) dan mendeklarasikan apa yang kita percayai, maka hidup kita pasti akan mengalami perubahan sesuai dengan firman yang kita perkatakan. Karena itu sediakanlah waktu setiap hari untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan, supaya "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji..." (Filipi 4:8) senantiasa mengisi perbendaharaan hati kita, sehingga yang keluar dari mulut kita pun adalah hal-hal yang selaras dengan firmanNya, "Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati." (Matius 12:34).
Kita harus memahami bahwa perkataan kita akan memimpin kita pada jalan yang benar atau juga mengarahkan kita pada jalan yang salah. Kehidupan dan kematian ditentukan pula oleh lidah, maka orang-orang yang selalu memperkatakan perkataan yang buruk akan menerima akibat dari perkataan mereka; dan itu adalah suatu pilihan! Kita bisa memilih untuk memperkatakan hal-hal positif yang berdampak positif bagi kita, atau hal-hal negatif yang senantiasa mewarnai dan mendominasi setiap perkataan kita. Perkataan manusia adalah seperti bejana yang diisi dengan hal-hal yang baik atau buruk; perkataan yang dikuasai oleh Roh Kudus akan tinggal bersama dengan kita dan akan mengubah hidup kita. Saat sedikit dari kita yang menyadari bahwa kata-kata yang kita dengar dapat memimpin atau merusak jalan hidup kita; dengan kata-kata kita bisa membangun kepercayaan diri seseorang atau menghancurkan iman mereka; kata-kata yang pedas dan tidak menyenangkan dapat menyakiti orang lain. Akan tetapi perkataan yang lembut dan penuh kasih akan membuat orang lain gembira, dipulihkan, dikuatkan dan dipimpin kepada kemenangan.
Setiap saat kita dihadapkan pada keputusan yang sangat penting: "Apa yang kita pilih untuk dikatakan?" Bagaimana caranya kita menata perkataan kita yang nantinya akan menentukan masa depan kita? Akankah kita membangun lingkungan dengan kebahagiaan atau akankah kita merusak segalanya dengan perkataan kita? Perkataan kita mengandung kuasa dan berkat dari Tuhan, untuk itulah kita harus benar-benar memperhatikan perkataan kita. Begitu pula dalam hal menegur orang lain, kita pun harus berhati-hati dan tidak boleh sembarangan, apalagi dengan kata-kata yang menyakitkan, sebab "Teguran orang yang bijak adalah seperti cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar." (Amsal 25:12).
Perkataan yang baik dan penuh kasih berasal dari Tuhan, sebab perkataanNya tidak pernah merusak kehidupan seseorang.
Baca: Amsal 18:1-21
"Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya." Amsal 18:20
Banyak orang meremehkan kuasa dari sebuah perkataan sehingga banyak kata sembrono keluar dari mulutnya. Alkitab dengan keras mengingatkan, "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Bila kita mempergunakan mulut kita untuk memperkatakan hal-hal yang positif (firman Tuhan) dan mendeklarasikan apa yang kita percayai, maka hidup kita pasti akan mengalami perubahan sesuai dengan firman yang kita perkatakan. Karena itu sediakanlah waktu setiap hari untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan, supaya "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji..." (Filipi 4:8) senantiasa mengisi perbendaharaan hati kita, sehingga yang keluar dari mulut kita pun adalah hal-hal yang selaras dengan firmanNya, "Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati." (Matius 12:34).
Kita harus memahami bahwa perkataan kita akan memimpin kita pada jalan yang benar atau juga mengarahkan kita pada jalan yang salah. Kehidupan dan kematian ditentukan pula oleh lidah, maka orang-orang yang selalu memperkatakan perkataan yang buruk akan menerima akibat dari perkataan mereka; dan itu adalah suatu pilihan! Kita bisa memilih untuk memperkatakan hal-hal positif yang berdampak positif bagi kita, atau hal-hal negatif yang senantiasa mewarnai dan mendominasi setiap perkataan kita. Perkataan manusia adalah seperti bejana yang diisi dengan hal-hal yang baik atau buruk; perkataan yang dikuasai oleh Roh Kudus akan tinggal bersama dengan kita dan akan mengubah hidup kita. Saat sedikit dari kita yang menyadari bahwa kata-kata yang kita dengar dapat memimpin atau merusak jalan hidup kita; dengan kata-kata kita bisa membangun kepercayaan diri seseorang atau menghancurkan iman mereka; kata-kata yang pedas dan tidak menyenangkan dapat menyakiti orang lain. Akan tetapi perkataan yang lembut dan penuh kasih akan membuat orang lain gembira, dipulihkan, dikuatkan dan dipimpin kepada kemenangan.
Setiap saat kita dihadapkan pada keputusan yang sangat penting: "Apa yang kita pilih untuk dikatakan?" Bagaimana caranya kita menata perkataan kita yang nantinya akan menentukan masa depan kita? Akankah kita membangun lingkungan dengan kebahagiaan atau akankah kita merusak segalanya dengan perkataan kita? Perkataan kita mengandung kuasa dan berkat dari Tuhan, untuk itulah kita harus benar-benar memperhatikan perkataan kita. Begitu pula dalam hal menegur orang lain, kita pun harus berhati-hati dan tidak boleh sembarangan, apalagi dengan kata-kata yang menyakitkan, sebab "Teguran orang yang bijak adalah seperti cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar." (Amsal 25:12).
Perkataan yang baik dan penuh kasih berasal dari Tuhan, sebab perkataanNya tidak pernah merusak kehidupan seseorang.
Wednesday, April 3, 2013
PERSEMBAHAN YANG HIDUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 April 2013 -
Baca: Roma 12:1-8
"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." Roma 12:1
Sekarang bukan waktunya untuk terlena, melainkan waktu untuk sadar dan berhati-hati. Saat ini adalah waktu bagi kita untuk mengalahkan dan menyelesaikan masalah kehidupan serta kegelisahan kita dengan bermodalkan iman kepada Tuhan Yesus. Kehidupan yang indah ini harus dijalani dalam langkah iman sesuai dengan apa yang akan diajarkan oleh Tuhan kita melalui firmanNya. Oleh Roh Kudus kita dimampukan untuk tetap kuat melangkah menjalani hari-hari dalam kehidupan ini dan dalam menunggu kepenuhan harapan dan kebenaran. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan dan kehendakNya melalui Yesus Kristus, Allah memanggil kita untuk menjadi anak-anakNya serta memuji rahmatNya yang mulia yang diberikan kepada kita secara cuma-cuma.
Sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus sudah seharusnya kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, karena ini adalah langkah iman kita untuk merespons kasih dan pengorbananNya; mempersembahkan tubuh kita untuk dipakai sebagai senjata kebenaran dan hidup dipimpin oleh Roh Kudus, sebab "Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." (Roma 8:2). Jika kebiasaan-kebiasaan manusia lama kita telah diubahkan menjadi kehidupan baru yang kudus, kita akan memiliki kehidupan yang sejati dalam kelimpahan oleh karena Kristus. Oleh Roh kudus kita dilahirkan kembali. "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa." (Roma 6:6-7). Dengan demikian "...kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:4). Ingatlah bahwa di dalam Kristus kita ini adalah ciptaan baru!
Selama kita masih hidup dalam daging dan menuruti segala keinginannya, kita belum layak disebut sebagai saksi-saksi, padahal Tuhan memanggil kita untuk menjadi terang dunia, yang menyinari setiap orang di sekitar kita; dan terang kita itu harus memancar serta bercahaya di tengah-tengah dunia yang gelap ini sehingga mereka pun melihat perbuatan-perbuatan baik kita dan memuliakan Bapa di Sorga. Jika perbuatan baik kita tidak bisa dilihat oleh orang lain, bagaimana kita bisa menjadi terang bagi mereka?
Kita harus menjalankan hidup dalam kasih, sama seperti Kristus telah mengasihi dan memberikan diriNya untuk kita sebagai persembahan yang berbau harum di hadapan Allah.
Baca: Roma 12:1-8
"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." Roma 12:1
Sekarang bukan waktunya untuk terlena, melainkan waktu untuk sadar dan berhati-hati. Saat ini adalah waktu bagi kita untuk mengalahkan dan menyelesaikan masalah kehidupan serta kegelisahan kita dengan bermodalkan iman kepada Tuhan Yesus. Kehidupan yang indah ini harus dijalani dalam langkah iman sesuai dengan apa yang akan diajarkan oleh Tuhan kita melalui firmanNya. Oleh Roh Kudus kita dimampukan untuk tetap kuat melangkah menjalani hari-hari dalam kehidupan ini dan dalam menunggu kepenuhan harapan dan kebenaran. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan dan kehendakNya melalui Yesus Kristus, Allah memanggil kita untuk menjadi anak-anakNya serta memuji rahmatNya yang mulia yang diberikan kepada kita secara cuma-cuma.
Sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus sudah seharusnya kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, karena ini adalah langkah iman kita untuk merespons kasih dan pengorbananNya; mempersembahkan tubuh kita untuk dipakai sebagai senjata kebenaran dan hidup dipimpin oleh Roh Kudus, sebab "Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." (Roma 8:2). Jika kebiasaan-kebiasaan manusia lama kita telah diubahkan menjadi kehidupan baru yang kudus, kita akan memiliki kehidupan yang sejati dalam kelimpahan oleh karena Kristus. Oleh Roh kudus kita dilahirkan kembali. "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa." (Roma 6:6-7). Dengan demikian "...kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:4). Ingatlah bahwa di dalam Kristus kita ini adalah ciptaan baru!
Selama kita masih hidup dalam daging dan menuruti segala keinginannya, kita belum layak disebut sebagai saksi-saksi, padahal Tuhan memanggil kita untuk menjadi terang dunia, yang menyinari setiap orang di sekitar kita; dan terang kita itu harus memancar serta bercahaya di tengah-tengah dunia yang gelap ini sehingga mereka pun melihat perbuatan-perbuatan baik kita dan memuliakan Bapa di Sorga. Jika perbuatan baik kita tidak bisa dilihat oleh orang lain, bagaimana kita bisa menjadi terang bagi mereka?
Kita harus menjalankan hidup dalam kasih, sama seperti Kristus telah mengasihi dan memberikan diriNya untuk kita sebagai persembahan yang berbau harum di hadapan Allah.
Tuesday, April 2, 2013
AKANKAH TUHAN MENGABAIKAN DOA KITA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 April 2013 -
Baca: Lukas 18:1-8
"Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya?" Lukas 18:7
Menjadi tetap sabar dan tidak putus asa seringkali susah dilakukan ketika seseorang menunggu terjawabnya sebuah doa. Oleh karenanya Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk berdoa terus-menerus. "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Kita harus berdoa setiap hari dan setiap saat, karena jika tidak demikian kita tidak akan menikmati persekutuan yang harmonis dengan Tuhan. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, kita sering sekali menjadi kecewa dan berkecil hati, lalu tidak lagi tekun berdoa, kita biarkan hari-hari kita berlalu tanpa doa sebab kita berpikir bahwa doa kita tidak akan didengar oleh Bapa di Sorga. Bahkan langit dan cakrawala tampak seperti sebuah penghalang bagi doa yang kita naikkan. Tetapi yang Tuhan Yesus inginkan bagi kita adalah kita tetap berdoa meskipun belum ada hasil dari doa yang dipanjatkan. Kepada jemaat di Tesalonika rasul Paulus juga menasihati, "Tetaplah berdoa." (1 Tesalonika 5:17).
Menyerahkan hidup ke dalam tangan Tuhan Yesus tidak hanya membuat Bapa di Sorga mendengar doa kita, tetapi Ia juga akan menjawabnya. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Tuhan tidak pernah menunda-nunda untuk menjawab doa-doa kita karena Dia tahu apa yang terbaik bagi kita. Kita harus belajar untuk memahami bahwa waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Tapi kita pun harus percaya bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Sebenarnya apa yang kita perlukan sudah disediakan, namun akan diberikan sesuai dengan waktu Tuhan. Ketika benih ditaburkan benih tersebut tidak akan bertumbuh dalam satu malam sebab ia membutuhkan waktu untuk bertumbuh. Hasil dari benih yang ditanam itu dapat dituai setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Demikian juga dengan doa kita, kadangkala kita harus berdoa dalam waktu yang lama sampai tiba waktunya untuk menerima hasil dari doa tersebut.
Jangan pernah berkecil hati dan putus asa, demikian kata Tuhan Yesus, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Lukas 11:10). Untuk setiap kita yang belum menerima jawaban doa hendaklah kita bersabar dan menunggu waktu Tuhan. Sangatlah mungkin Tuhan ingin kita membuktikan kepadaNya kesetiaan dan ketahanan kita dalam menghadapi masa-masa sukar; atau mungkin saja Tuhan ingin membangun karakter kita lewat ujian yang sedang kita hadapi yang akan membuat kita memiliki karakter sebagai anak-anak Allah.
Sebesar apa pun permasalahan yang kita hadapi, di dalam Tuhan selalu ada jalan keluaranya; maka dari itu jangan berhenti berdoa kepadaNya!
Baca: Lukas 18:1-8
"Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya?" Lukas 18:7
Menjadi tetap sabar dan tidak putus asa seringkali susah dilakukan ketika seseorang menunggu terjawabnya sebuah doa. Oleh karenanya Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk berdoa terus-menerus. "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Kita harus berdoa setiap hari dan setiap saat, karena jika tidak demikian kita tidak akan menikmati persekutuan yang harmonis dengan Tuhan. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, kita sering sekali menjadi kecewa dan berkecil hati, lalu tidak lagi tekun berdoa, kita biarkan hari-hari kita berlalu tanpa doa sebab kita berpikir bahwa doa kita tidak akan didengar oleh Bapa di Sorga. Bahkan langit dan cakrawala tampak seperti sebuah penghalang bagi doa yang kita naikkan. Tetapi yang Tuhan Yesus inginkan bagi kita adalah kita tetap berdoa meskipun belum ada hasil dari doa yang dipanjatkan. Kepada jemaat di Tesalonika rasul Paulus juga menasihati, "Tetaplah berdoa." (1 Tesalonika 5:17).
Menyerahkan hidup ke dalam tangan Tuhan Yesus tidak hanya membuat Bapa di Sorga mendengar doa kita, tetapi Ia juga akan menjawabnya. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Tuhan tidak pernah menunda-nunda untuk menjawab doa-doa kita karena Dia tahu apa yang terbaik bagi kita. Kita harus belajar untuk memahami bahwa waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Tapi kita pun harus percaya bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Sebenarnya apa yang kita perlukan sudah disediakan, namun akan diberikan sesuai dengan waktu Tuhan. Ketika benih ditaburkan benih tersebut tidak akan bertumbuh dalam satu malam sebab ia membutuhkan waktu untuk bertumbuh. Hasil dari benih yang ditanam itu dapat dituai setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Demikian juga dengan doa kita, kadangkala kita harus berdoa dalam waktu yang lama sampai tiba waktunya untuk menerima hasil dari doa tersebut.
Jangan pernah berkecil hati dan putus asa, demikian kata Tuhan Yesus, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Lukas 11:10). Untuk setiap kita yang belum menerima jawaban doa hendaklah kita bersabar dan menunggu waktu Tuhan. Sangatlah mungkin Tuhan ingin kita membuktikan kepadaNya kesetiaan dan ketahanan kita dalam menghadapi masa-masa sukar; atau mungkin saja Tuhan ingin membangun karakter kita lewat ujian yang sedang kita hadapi yang akan membuat kita memiliki karakter sebagai anak-anak Allah.
Sebesar apa pun permasalahan yang kita hadapi, di dalam Tuhan selalu ada jalan keluaranya; maka dari itu jangan berhenti berdoa kepadaNya!
Monday, April 1, 2013
BERTEKUN MENCARI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 April 2013 -
Baca: Mazmur 42:1-12
"TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku." Mazmur 42:9
Hari ini adalah pertama kita menapakkan kaki di bulan April, tiada terasa telah tiga bulan lamanya kita melewati tahun 2013. Masihkah kita konsisten bertekun menyediakan waktu secara pribadi untuk Tuhan di dalam doa dan merenungkan firmanNya seperti yang telah kita kerjakan selama ini? Ataukah tanpa kita sadari kita telah meninggalkan jam-jam doa pribadi kita oleh karena kesibukan?
Di tengah kehidupan dunia yang hiruk-pikuk ini ada begitu banyak pengaruh yang membuat kita tidak lagi bertekun di dalam Tuhan. Pekerjaan, hobi dan aktivitas-aktivitas jasmani lain telah menguras waktu dan tenaga kita sehingga kita pun mengabaikan persekutuan kita dengan Tuhan. Banyak orang berpikir bahwa menyediakan waktu untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan adalah sebuah pemborosan waktu. Benarkah? Tidak benar! Justru semakin kita bertekun di dalam Tuhan hidup kita makin diperbaharui dari hari ke hari sehingga kita memiliki kehidupan yang berkualitas. Jadi tidak ada kata sia-sia (mubazir) jika kita berjerih lelah dan bertekun di dalam perkara-perkara rohani atau ibadah. Alkitab dengan tegas meminta: "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Bertekun di dalam doa dan firmanNya adalah sama seperti orang yang membangun rumahnya di atas batu, "Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." (Matius 7:25). Memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan merupakan fondasi yang kuat bagi kehidupan rohani kita. Bagaimana jika kita mengabaikan persekutuan kita dengan Tuhan? Sudah pasti kita tidak akan memiliki kekuatan rohani untuk menghadapi setiap tantangan dan badai kehidupan yang datang menyerang kita. Daud mengingatkan kita (ayat nas) bahwa di sepanjang hari Tuhan telah mencurahkan kasih setiaNya kepada kita, maka sudah seharusnya pada malam hari (di waktu pribadi) kita mempersembahkan korban syukur bagi Tuhan melalui doa kita.
Milikilah kerinduan untuk mendekat kepada Tuhan seperti Daud. "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3). Kedekatannya dengan Tuhan adalah kunci kekuatan Daud dalam menghadapi setiap masalah, bukan karena kekuasaan yang dimilikinya sebagai raja. Daud sadar bahwa ia tidak bisa hidup tanpa penyertaan Tuhan. Itulah sebabnya ia memohon kepada Tuhan, "Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!" (Mazmur 51:13).
Di luar Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa dan kita ini bukan siapa-siapa, karena itu "Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!" Mazmur 105:4
Baca: Mazmur 42:1-12
"TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku." Mazmur 42:9
Hari ini adalah pertama kita menapakkan kaki di bulan April, tiada terasa telah tiga bulan lamanya kita melewati tahun 2013. Masihkah kita konsisten bertekun menyediakan waktu secara pribadi untuk Tuhan di dalam doa dan merenungkan firmanNya seperti yang telah kita kerjakan selama ini? Ataukah tanpa kita sadari kita telah meninggalkan jam-jam doa pribadi kita oleh karena kesibukan?
Di tengah kehidupan dunia yang hiruk-pikuk ini ada begitu banyak pengaruh yang membuat kita tidak lagi bertekun di dalam Tuhan. Pekerjaan, hobi dan aktivitas-aktivitas jasmani lain telah menguras waktu dan tenaga kita sehingga kita pun mengabaikan persekutuan kita dengan Tuhan. Banyak orang berpikir bahwa menyediakan waktu untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan adalah sebuah pemborosan waktu. Benarkah? Tidak benar! Justru semakin kita bertekun di dalam Tuhan hidup kita makin diperbaharui dari hari ke hari sehingga kita memiliki kehidupan yang berkualitas. Jadi tidak ada kata sia-sia (mubazir) jika kita berjerih lelah dan bertekun di dalam perkara-perkara rohani atau ibadah. Alkitab dengan tegas meminta: "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Bertekun di dalam doa dan firmanNya adalah sama seperti orang yang membangun rumahnya di atas batu, "Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." (Matius 7:25). Memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan merupakan fondasi yang kuat bagi kehidupan rohani kita. Bagaimana jika kita mengabaikan persekutuan kita dengan Tuhan? Sudah pasti kita tidak akan memiliki kekuatan rohani untuk menghadapi setiap tantangan dan badai kehidupan yang datang menyerang kita. Daud mengingatkan kita (ayat nas) bahwa di sepanjang hari Tuhan telah mencurahkan kasih setiaNya kepada kita, maka sudah seharusnya pada malam hari (di waktu pribadi) kita mempersembahkan korban syukur bagi Tuhan melalui doa kita.
Milikilah kerinduan untuk mendekat kepada Tuhan seperti Daud. "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3). Kedekatannya dengan Tuhan adalah kunci kekuatan Daud dalam menghadapi setiap masalah, bukan karena kekuasaan yang dimilikinya sebagai raja. Daud sadar bahwa ia tidak bisa hidup tanpa penyertaan Tuhan. Itulah sebabnya ia memohon kepada Tuhan, "Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!" (Mazmur 51:13).
Di luar Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa dan kita ini bukan siapa-siapa, karena itu "Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!" Mazmur 105:4
Sunday, March 31, 2013
BERITAKAN KEBANGKITAN KRISTUS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Maret 2013 -
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring." Matius 28:6
Siapa yang pertama kali mengabarkan tentang kebangkitan Yesus Kristus? Apakah para murid-murid Yesus? Bukan. Alkitab menyatakan bahwa yang menjadi pembawa berita tentang kebangkitan Yesus adalah malaikat Tuhan sendiri, yang "Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju." (Matius 28:3).
Mengapa demikian? Karena kematian Yesus di Golgota telah menggoncang iman para muridNya sehingga mereka pun melepaskan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembawa kabar baik (Injil); ada yang kembali ke profesi semula sebagai nelayan dan ada pula yang menyembunyikan diri. Itulah sebabnya Tuhan mengutus malaikatNya memberitakan kabar sukacita ini. Dan kalau malaikat yang menyampaikan sudah tentu beritanya adalah benar. Jadi tidak ada alasan untuk ragu, apalagi tidak percaya.
Kubur yang kosong adalah bukti nyata bahwa Yesus telah bangkit. Kebangkitan Yesus dari kematian bukanlah rekayasa atau dongeng 1001 mimpi, melainkan sebuah kebenaran. Ini adalah pengenapan dari apa yang dikatakan Yesus kepada murid-muridNya, "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." (Matius 17:22-23). Hal ini menunjukkan bahwa firman Tuhan adalah ya dan amin. Tidak ada janji firmanNya yang tidak Dia tepati. KebangkitanNya membuktikan bahwa Yesus bukan hanya sebagai Juruselamat, tetapi juga sebagai Tuhan yang hidup dan berkuasa! Maut dan kematian tidak berkuasa lagi atas Dia. Ini adalah berita sukacita besar bagi orang percaya! Sebab apabila Yesus tidak bangkit dari kubur, maka sia-sialah iman kepercayaan kita dan sia-sialah pemberitaan Injil di muka bumi ini. Rasul Paulus menegaskan, "...jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus." (1 Korintus 15:17-18). Dan inilah pesan Tuhan kepada kita, "Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku," (Matius 28:10).
Kebangkitan Yesus memberi pengharapan yang pasti dan kabar sukacita ini harus kita beritakan kepada dunia; sudahkah kita melakukannya?
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring." Matius 28:6
Siapa yang pertama kali mengabarkan tentang kebangkitan Yesus Kristus? Apakah para murid-murid Yesus? Bukan. Alkitab menyatakan bahwa yang menjadi pembawa berita tentang kebangkitan Yesus adalah malaikat Tuhan sendiri, yang "Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju." (Matius 28:3).
Mengapa demikian? Karena kematian Yesus di Golgota telah menggoncang iman para muridNya sehingga mereka pun melepaskan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembawa kabar baik (Injil); ada yang kembali ke profesi semula sebagai nelayan dan ada pula yang menyembunyikan diri. Itulah sebabnya Tuhan mengutus malaikatNya memberitakan kabar sukacita ini. Dan kalau malaikat yang menyampaikan sudah tentu beritanya adalah benar. Jadi tidak ada alasan untuk ragu, apalagi tidak percaya.
Kubur yang kosong adalah bukti nyata bahwa Yesus telah bangkit. Kebangkitan Yesus dari kematian bukanlah rekayasa atau dongeng 1001 mimpi, melainkan sebuah kebenaran. Ini adalah pengenapan dari apa yang dikatakan Yesus kepada murid-muridNya, "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." (Matius 17:22-23). Hal ini menunjukkan bahwa firman Tuhan adalah ya dan amin. Tidak ada janji firmanNya yang tidak Dia tepati. KebangkitanNya membuktikan bahwa Yesus bukan hanya sebagai Juruselamat, tetapi juga sebagai Tuhan yang hidup dan berkuasa! Maut dan kematian tidak berkuasa lagi atas Dia. Ini adalah berita sukacita besar bagi orang percaya! Sebab apabila Yesus tidak bangkit dari kubur, maka sia-sialah iman kepercayaan kita dan sia-sialah pemberitaan Injil di muka bumi ini. Rasul Paulus menegaskan, "...jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus." (1 Korintus 15:17-18). Dan inilah pesan Tuhan kepada kita, "Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku," (Matius 28:10).
Kebangkitan Yesus memberi pengharapan yang pasti dan kabar sukacita ini harus kita beritakan kepada dunia; sudahkah kita melakukannya?
Subscribe to:
Posts (Atom)