Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2013 -
Baca: Matius 6:19-24
"Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." Matius 6:21
Banyak orang menggantungkan harapannya pada harta kekayaan yang mereka miliki karena mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang (kekayaan), mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi sebagai orang percaya kita harus belajar untuk tidak berakar pada apa yang kita miliki, atau berpegang pada hal-hal duniawi. Untuk menjadi bebas dari harta benda duniawi bukanlah perkara yang gampang. Tidak semua 'orang dunia' itu orang yang kikir, bahkan banyak di antara mereka lebih dermawan dibandingkan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Sementara masih banyak dijumpai orang Kristen yang 'menggenggam' hartanya begitu rupa, padahal Alkitab dengan jelas mencatat bahwa orang kikir adalah salah satu orang yang kelak tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10). Ada pula orang kristen kaya yang suka memberi, tetapi disertai dengan motivasi yang tidak benar yaitu ingin dipuji oleh orang lain. Tuhan Yesus mengajarkan, "...apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu,
seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di
lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:2).
Kiranya benar bahwa di mana harta seseorang berada di situ juga hatinya berada (ayat nas). Orang-orang kaya seringkali membanggakan harta yang mereka miliki dan hatinya pun terikat kepada hartanya, bahkan harta tersebut telah menjadi tuannya, seperti orang muda yang pergi meninggalkan yesus dengan sedih hati karena tidak rela jika ia harus membagikan hartanya kepada orang miskin (baca Matius 19:16-26). Bukankah masih ada orang Kristen yang lebih mencintai hartanya daripada mengasihi Tuhan? Lebih mengutamakan mengejar materi daripada mengejar perkara-perkara rohani? Tuhan Yesus berkata, "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia
akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia
kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat
mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24).
Siapakah yang menjadi tuan Saudara? Mari kita belajar untuk memberikan semua yang kita punya untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan karena semua itu berasal dari Dia. Adalah tidak mudah bagi orang-orang yang memiliki kekayaan berlimpah untuk menjalani kehidupan yang sederhana. Mereka selalu memiliki keinginan yang sangat besar untuk meraup kekayaan lebih, lebih dari lebih semampu yang mereka bisa lakukan. Hendaknya kita bisa belajar dari Agur bin Yake yang berkata, "Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan
kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang
menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa
TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama
Allahku." (Amsal 30:7-9).
Jadikan Yesus sebagai Tuan dalam hidup ini, karena Dia adalah yang terutama dari segala yang ada di dunia ini!
Tuesday, April 16, 2013
Monday, April 15, 2013
MATA TERARAH KEPADA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 April 2013 -
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," 2 Korintus 4:18
Ada kata bijak mengatakan bahwa musuh terberat kita adalah diri sendiri. Hal ini nyata benar ketika kita membiarkan diri ini dikendalikan hanya oleh kelima indera kita dari pada tunduk kepada pimpinan Roh Tuhan. Akhirnya kedagingan dan indera kita yang mendominasi sehingga kita pun terpaku pada realita atau kenyataan yang ada bukannya tertuju kepada firman Tuhan. Ketika kita membicarakan ketidakpercayaan atau sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah Tuhan sampaikan dalam firmannya kita sedang memimpin diri kita kepada kegagalan. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:6-7). Secara tubuh jasmani kehidupan kita bisa dikendalikan oleh keinginan lima indera yang ada. Hanya jika kita membawa kelima indera kita dalam penyerahan kepada Roh Kudus dan firman Tuhan lah kita mampu untuk melangkah dalam keyakinan iman.
Jangan memandang kepada situasi yang ada atau masalah yang sedang kita hadapi, tetapi arahkanlah pandangan kita kepada Allah yan perkasa di dalam Yesus Kristus. Inilah yang dilakukan Daud: "Mataku tetap terarah kepada Tuhan," (Mazmur 25:15). Saat berada dalam pergumulan yang sangat berat Ayub pun bersikap: "Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis," (Ayub 16:20). Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. Karena itu, kita harus menyerahkan imajinasi dan pikiran-pikiran negatif kita yang bertentangan dengan firman kepada Tuhan. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b), sehingga ia tetap kuat dan bertahan ditengah ujian dan penderitaan yang mendera, "sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7).
Seringkali kita membayangkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah seperti Goliat, raksasa dari Filistin yang sepertinya sulit untuk ditaklukkan. Kemudian kita menjadi gelisah dan tawar hati, lalu kita menyerah kepada keadaan yang ada. Kita tidak boleh digerakkan oleh perasaan atau pemikiran kita, atau bagaimana situasi yang terlihat di hadapan kita. Kita harusnya digerakkan pada apa yang dikatakan Tuhan dalam firmanNya seperti Daud yang berpegang teguh pada kebenaran firmannya, sehingga Goliat pun terkapar di tangannya. Biarkanlah angin bertiup dan badai menyerang! Tuhan Yesus adalah Batu Karang kita sampai selama-lamanya.
Selama kita berdiri pada Batu Karang yang teguh, apa pun yang kita lihat, apa pun yang terjadi tidak dapat menggoyahkan kita.
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan," 2 Korintus 4:18
Ada kata bijak mengatakan bahwa musuh terberat kita adalah diri sendiri. Hal ini nyata benar ketika kita membiarkan diri ini dikendalikan hanya oleh kelima indera kita dari pada tunduk kepada pimpinan Roh Tuhan. Akhirnya kedagingan dan indera kita yang mendominasi sehingga kita pun terpaku pada realita atau kenyataan yang ada bukannya tertuju kepada firman Tuhan. Ketika kita membicarakan ketidakpercayaan atau sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah Tuhan sampaikan dalam firmannya kita sedang memimpin diri kita kepada kegagalan. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:6-7). Secara tubuh jasmani kehidupan kita bisa dikendalikan oleh keinginan lima indera yang ada. Hanya jika kita membawa kelima indera kita dalam penyerahan kepada Roh Kudus dan firman Tuhan lah kita mampu untuk melangkah dalam keyakinan iman.
Jangan memandang kepada situasi yang ada atau masalah yang sedang kita hadapi, tetapi arahkanlah pandangan kita kepada Allah yan perkasa di dalam Yesus Kristus. Inilah yang dilakukan Daud: "Mataku tetap terarah kepada Tuhan," (Mazmur 25:15). Saat berada dalam pergumulan yang sangat berat Ayub pun bersikap: "Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis," (Ayub 16:20). Tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan. Karena itu, kita harus menyerahkan imajinasi dan pikiran-pikiran negatif kita yang bertentangan dengan firman kepada Tuhan. Inilah yang dilakukan rasul Paulus, "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b), sehingga ia tetap kuat dan bertahan ditengah ujian dan penderitaan yang mendera, "sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat." (2 Korintus 5:7).
Seringkali kita membayangkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah seperti Goliat, raksasa dari Filistin yang sepertinya sulit untuk ditaklukkan. Kemudian kita menjadi gelisah dan tawar hati, lalu kita menyerah kepada keadaan yang ada. Kita tidak boleh digerakkan oleh perasaan atau pemikiran kita, atau bagaimana situasi yang terlihat di hadapan kita. Kita harusnya digerakkan pada apa yang dikatakan Tuhan dalam firmanNya seperti Daud yang berpegang teguh pada kebenaran firmannya, sehingga Goliat pun terkapar di tangannya. Biarkanlah angin bertiup dan badai menyerang! Tuhan Yesus adalah Batu Karang kita sampai selama-lamanya.
Selama kita berdiri pada Batu Karang yang teguh, apa pun yang kita lihat, apa pun yang terjadi tidak dapat menggoyahkan kita.
Sunday, April 14, 2013
DAMAI SEJAHTERA KRISTUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 April 2013 -
Baca: Kolose 3:1-17
"Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah." Kolose 3:15
Kita yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak berarti bebas dari masalah. Kita dapat saja mengalami permasalahan apa pun tapi tetap merasakan damai sejahtera Tuhan dalam hati kita. Mungkin saja kita menangis di tanah pekuburan karena kehilangan orang yang kita cintai, atau menitikkan air mata saat terbaring di tempat tidur karena sakit, tetapi kita masih memiliki damai sejahtera dan ketenangan dalam hati kita tanpa harus menyalahkan Tuhan. Sebagai manusia kita mungkin kuatir akan sesuatu, tetapi segera setelah kesulitan menyerang kita harus secepatnya datang dalam doa kepada Tuhan dan meminta kepada Dia supaya memberikan kedamaian dalam hati. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Namun, berapa kali kita merasa takut dan kehilangan damai sejahtera ketika badai persoalan menerpa?
Saudara, seberat apa pun beban yang menindih, kita tidak akan kehilangan damai sejahtera asal kita senantiasa melekat kepada Tuhan, karena Dia adalah Sumber damai sejahtera itu. Ada tertulis: "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17). Oleh sebab itu, "...marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun." (Roma 14:19). Apa yang Saudara kejar dan yang menjadi prioritas dalam hidup ini? Uang, kekayaan, popularitas? Sampai kapan kita hanya memikirkan kepentingan duniawi ini? "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9), sementara perkara-perkara rohani yang membawa kita kepada kehidupan yang dipenuhi dengan damai sejahtera, sukacita, ketenangan sejati kita kesampingkan.
Tidak ada seorang pun dan apa pun yang ada di dunia ini yang dapat memberikan damai sejahtera bagi kita. Hanya Tuhan, yang dengan kekuatannya yang ajaib mampu berkata, "Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10). Penyertaan Tuhan akan menjadi kekuatan kita di segala situasi. Untuk itulah kita bisa tenang dan damai sebab tanganNya yang berkuasa senantiasa menopang kita.
"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti," Yesaya 48:18
Baca: Kolose 3:1-17
"Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah." Kolose 3:15
Kita yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak berarti bebas dari masalah. Kita dapat saja mengalami permasalahan apa pun tapi tetap merasakan damai sejahtera Tuhan dalam hati kita. Mungkin saja kita menangis di tanah pekuburan karena kehilangan orang yang kita cintai, atau menitikkan air mata saat terbaring di tempat tidur karena sakit, tetapi kita masih memiliki damai sejahtera dan ketenangan dalam hati kita tanpa harus menyalahkan Tuhan. Sebagai manusia kita mungkin kuatir akan sesuatu, tetapi segera setelah kesulitan menyerang kita harus secepatnya datang dalam doa kepada Tuhan dan meminta kepada Dia supaya memberikan kedamaian dalam hati. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Namun, berapa kali kita merasa takut dan kehilangan damai sejahtera ketika badai persoalan menerpa?
Saudara, seberat apa pun beban yang menindih, kita tidak akan kehilangan damai sejahtera asal kita senantiasa melekat kepada Tuhan, karena Dia adalah Sumber damai sejahtera itu. Ada tertulis: "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17). Oleh sebab itu, "...marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun." (Roma 14:19). Apa yang Saudara kejar dan yang menjadi prioritas dalam hidup ini? Uang, kekayaan, popularitas? Sampai kapan kita hanya memikirkan kepentingan duniawi ini? "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkotbah 5:9), sementara perkara-perkara rohani yang membawa kita kepada kehidupan yang dipenuhi dengan damai sejahtera, sukacita, ketenangan sejati kita kesampingkan.
Tidak ada seorang pun dan apa pun yang ada di dunia ini yang dapat memberikan damai sejahtera bagi kita. Hanya Tuhan, yang dengan kekuatannya yang ajaib mampu berkata, "Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10). Penyertaan Tuhan akan menjadi kekuatan kita di segala situasi. Untuk itulah kita bisa tenang dan damai sebab tanganNya yang berkuasa senantiasa menopang kita.
"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti," Yesaya 48:18
Saturday, April 13, 2013
FIRMAN TUHAN MENYEMBUHKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 April 2013 -
Baca: Amsal 4:1-27
"Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka." Amsal 4:22
Dalam dunia ini, tidak ada seorang pun yang dapat mengelak dari sakit-penyakit. Penyakit tidak menyerang orang dengan spesifikasi tertentu, seperti warna kulit, usia, profesi, jabatan atau kaya miskin. Demikian juga dengan orang Kristen, kita tidak dapat mengelak atau kebal dari sakit-penyakit, baik itu penyakit yang menyerang secara fisik maupun roh/jiwa. Seseorang yang sakit secara roh menunjukkan beberapa gejala seperti suka bergosip, iri hati, dendam, menyimpan kepahitan, mudah tersakiti dan beberapa tingkah laku negatif lainnya. Apakah hal ini hanya dialami oleh orang kristen 'awam'? Apakah sakit semacam ini tidak dialami oleh para pelayan Tuhan? Apakah mereka kebal terhadap penyakit-penyakit yang demikian? Tidak! Justru banyak di antara mereka yang juga sakit secara roh. Kita dapat melihatnya dari reaksi mereka ketika melihat gereja lain yang lebih bertumbuh; ketika menyaksikan keberhasilan dari pelayanan hamba Tuhan lain; ketika rekan sepelayanan lebih dipakai Tuhan dan sebagainya, hati mereka langsung diliputi oleh rasa iri hati, marah, tersinggung dan sepertinya tidak bisa menerima hal ini, lalu berbagai cara ditempuh untuk menjatuhkan hamba Tuhan itu.
Sesungguhnya Tuhan telah memberitahukan langkah yang kita tempuh supaya kita tidak menderita 'sakit' rohani. Tuhan telah mengatakan, "Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu, aku memimpin engkau di jalan yang lurus." (Amsal 4:11). Oleh karena itu, "Berpeganglah pada didikan, janganlah melepaskannya, peliharalah dia, karena dialah hidupmu. Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan orang jahat." (Amsal 4:13-14). Meskipun kita telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, semua itu akan menjadi sia-sia jika kita tidak menyimpan firmanNya di dalam hati kita dan melakukannya. Hal ini akan membuat kita menderita berbagai penyakit, meskipun tidak semua orang yang menderita sakit adalah orang yang mengabaikan firman Tuhan. Terkadang Tuhan ijinkan seseorang mengalami sakit sebagai proses untuk menguji iman dan ketekunannya seperti yang dialami oleh Ayub. Ayub pun menyadari akan hal ini sehingga ia pun dapat berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Banyak orang di dunia ini yang takut menghadapi kematian secara fisik; bukan hanya itu saja, mereka juga lupa terhadap perkara-perkara rohani yang dapat mengakibatkan kematian 'kekal' yang sesungguhnya jauh lebih menakutkan dan mengerikan. Maka dari itu mulai sekarang dan jangan tunggu sampai besok, "Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup." (Amsal 4:4). Itulah kunci mengalami kesembuhan sempurna!
Firman Tuhan itu sangat kuat dan menjadi hidup dan penyembuh bagi mereka yang melekat kepadaNya.
Baca: Amsal 4:1-27
"Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka." Amsal 4:22
Dalam dunia ini, tidak ada seorang pun yang dapat mengelak dari sakit-penyakit. Penyakit tidak menyerang orang dengan spesifikasi tertentu, seperti warna kulit, usia, profesi, jabatan atau kaya miskin. Demikian juga dengan orang Kristen, kita tidak dapat mengelak atau kebal dari sakit-penyakit, baik itu penyakit yang menyerang secara fisik maupun roh/jiwa. Seseorang yang sakit secara roh menunjukkan beberapa gejala seperti suka bergosip, iri hati, dendam, menyimpan kepahitan, mudah tersakiti dan beberapa tingkah laku negatif lainnya. Apakah hal ini hanya dialami oleh orang kristen 'awam'? Apakah sakit semacam ini tidak dialami oleh para pelayan Tuhan? Apakah mereka kebal terhadap penyakit-penyakit yang demikian? Tidak! Justru banyak di antara mereka yang juga sakit secara roh. Kita dapat melihatnya dari reaksi mereka ketika melihat gereja lain yang lebih bertumbuh; ketika menyaksikan keberhasilan dari pelayanan hamba Tuhan lain; ketika rekan sepelayanan lebih dipakai Tuhan dan sebagainya, hati mereka langsung diliputi oleh rasa iri hati, marah, tersinggung dan sepertinya tidak bisa menerima hal ini, lalu berbagai cara ditempuh untuk menjatuhkan hamba Tuhan itu.
Sesungguhnya Tuhan telah memberitahukan langkah yang kita tempuh supaya kita tidak menderita 'sakit' rohani. Tuhan telah mengatakan, "Aku mengajarkan jalan hikmat kepadamu, aku memimpin engkau di jalan yang lurus." (Amsal 4:11). Oleh karena itu, "Berpeganglah pada didikan, janganlah melepaskannya, peliharalah dia, karena dialah hidupmu. Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan orang jahat." (Amsal 4:13-14). Meskipun kita telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, semua itu akan menjadi sia-sia jika kita tidak menyimpan firmanNya di dalam hati kita dan melakukannya. Hal ini akan membuat kita menderita berbagai penyakit, meskipun tidak semua orang yang menderita sakit adalah orang yang mengabaikan firman Tuhan. Terkadang Tuhan ijinkan seseorang mengalami sakit sebagai proses untuk menguji iman dan ketekunannya seperti yang dialami oleh Ayub. Ayub pun menyadari akan hal ini sehingga ia pun dapat berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).
Banyak orang di dunia ini yang takut menghadapi kematian secara fisik; bukan hanya itu saja, mereka juga lupa terhadap perkara-perkara rohani yang dapat mengakibatkan kematian 'kekal' yang sesungguhnya jauh lebih menakutkan dan mengerikan. Maka dari itu mulai sekarang dan jangan tunggu sampai besok, "Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup." (Amsal 4:4). Itulah kunci mengalami kesembuhan sempurna!
Firman Tuhan itu sangat kuat dan menjadi hidup dan penyembuh bagi mereka yang melekat kepadaNya.
Friday, April 12, 2013
JANGAN MEMBERONTAK!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 April 2013 -
Baca: Yesaya 1:10-20
"'Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.' Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya." Yesaya 1:20
Sebagai manusia kita tidak bisa sepenuhnya menghindar dari permasalahan, tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana reaksi kita terhadap permasalahan yang sedang terjadi. Tidak perlu memberontak ketika kita menghadapi masalah sehingga kita tidak menghadapi "kematian". Ketidaktaatan Saul yang adalah awal kehancurannya adalah sebuah pelajaran penting bagi kita. Saul membuka pintu dan mengundang kejahatan masuk dalam hatinya, yang akhirnya membawanya kepada ketidaksetiaan dan kecemburuan terhadap Daud. Pada akhirnya Saul mengakui, "Aku telah berbuat dosa, pulanglah, anakku Daud,... Sesungguhnya, perbuatanku itu bodoh dan aku sesat sama sekali." (1 Samuel 26:21). Ketidaktaatan adalah semangat yang salah. Hal ini adalah sikap yang memberontak terhadap apa yang diperintahkan Tuhan.
Banyak orang Kristen tidak lagi taat dan setia ketika doa mereka belum beroleh jawaban. Kita harus mengerti bahwa ketaatan adalah prinsip dari kehidupan Kristiani. Ketaatan bukanlah kebutuhan tunggal, tetapi ketaatan adalah sebuah semangat yang menggambarkan pola hidup kita. Kita harus memiliki semangat ketaatan seperti yang dimiliki oleh Tuhan Yesus kepada BapaNya. Tuhan Yesus berkata, "Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu." (Ibrani 10:9), bahkan Ia menambahkan, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Ketaatan adalah prinsip utama dari kehidupan Kristus. Kita sering berkata kepada Tuhan dalam doa-doa kita bahwa kita mau melakukan apa yang menjadi kehendakNya. Tetapi bagaimana prakteknya? Banyak yang kita lakukan bukanlah menurut kehendakNya melainkan menurut kehendak kita sendiri. Kita seringkali tidak suka jika disinggung terus perihal ketaatan, tetapi sebagai anak-anak Tuhan kita tidak bisa mengabaikannya karena hal ini adalah prinsip yang berasal dari Alkitab. Tuhan akan memberikan upah bagi anak-anakNya yang mau hidup taat. "Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu." (Yesaya 1:19), sebaliknya, "'...jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.' Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya.'" (Yesaya 1:20).
Tuhan sangat tegas pada poin ketaatan ini. Saat ini Tuhan memberikan pilihan kepada kita: pemberontakan yang membawa kepada kehancuran, atau ketaatan yang membawa kepada hidup yang diberkati. Tuhan Yesus Kristus adalah contoh yang sempurna tentang ketaatan kepada Bapa; ketaatanNya bukanlah ucapan belaka, namun sebuah bukti nyata dari perbuatan, "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Jadilah orang Kristen yang taat dan jangan sekali-kali memberontak kepada Tuhan karena akan berakibat fatal!
Baca: Yesaya 1:10-20
"'Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.' Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya." Yesaya 1:20
Sebagai manusia kita tidak bisa sepenuhnya menghindar dari permasalahan, tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana reaksi kita terhadap permasalahan yang sedang terjadi. Tidak perlu memberontak ketika kita menghadapi masalah sehingga kita tidak menghadapi "kematian". Ketidaktaatan Saul yang adalah awal kehancurannya adalah sebuah pelajaran penting bagi kita. Saul membuka pintu dan mengundang kejahatan masuk dalam hatinya, yang akhirnya membawanya kepada ketidaksetiaan dan kecemburuan terhadap Daud. Pada akhirnya Saul mengakui, "Aku telah berbuat dosa, pulanglah, anakku Daud,... Sesungguhnya, perbuatanku itu bodoh dan aku sesat sama sekali." (1 Samuel 26:21). Ketidaktaatan adalah semangat yang salah. Hal ini adalah sikap yang memberontak terhadap apa yang diperintahkan Tuhan.
Banyak orang Kristen tidak lagi taat dan setia ketika doa mereka belum beroleh jawaban. Kita harus mengerti bahwa ketaatan adalah prinsip dari kehidupan Kristiani. Ketaatan bukanlah kebutuhan tunggal, tetapi ketaatan adalah sebuah semangat yang menggambarkan pola hidup kita. Kita harus memiliki semangat ketaatan seperti yang dimiliki oleh Tuhan Yesus kepada BapaNya. Tuhan Yesus berkata, "Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu." (Ibrani 10:9), bahkan Ia menambahkan, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Ketaatan adalah prinsip utama dari kehidupan Kristus. Kita sering berkata kepada Tuhan dalam doa-doa kita bahwa kita mau melakukan apa yang menjadi kehendakNya. Tetapi bagaimana prakteknya? Banyak yang kita lakukan bukanlah menurut kehendakNya melainkan menurut kehendak kita sendiri. Kita seringkali tidak suka jika disinggung terus perihal ketaatan, tetapi sebagai anak-anak Tuhan kita tidak bisa mengabaikannya karena hal ini adalah prinsip yang berasal dari Alkitab. Tuhan akan memberikan upah bagi anak-anakNya yang mau hidup taat. "Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu." (Yesaya 1:19), sebaliknya, "'...jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.' Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya.'" (Yesaya 1:20).
Tuhan sangat tegas pada poin ketaatan ini. Saat ini Tuhan memberikan pilihan kepada kita: pemberontakan yang membawa kepada kehancuran, atau ketaatan yang membawa kepada hidup yang diberkati. Tuhan Yesus Kristus adalah contoh yang sempurna tentang ketaatan kepada Bapa; ketaatanNya bukanlah ucapan belaka, namun sebuah bukti nyata dari perbuatan, "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Jadilah orang Kristen yang taat dan jangan sekali-kali memberontak kepada Tuhan karena akan berakibat fatal!
Thursday, April 11, 2013
LEBIH DARI PADA SAHABAT SEJATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 April 2013 -
Baca: Ibrani 13:1-1-25
"Karena Allah telah berfirman: 'Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.'" Ibrani 13:5b
Tuhan Yesus lebih daripada seorang sahabat sejati. Alkitab berkata, "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." (Amsal 18:24). Tidak ada sahabat di dunia ini yang lebih berharga dari Tuhan Yesus. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Syukur kepada Allah, kita tidak hanya mempunyai Yesus yang adalah sahabat kita, namun yang juga memberikan nyawaNya untuk kita. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Kala nyawaNya saja rela Dia berikan, maka dalam segala perkara Dia pasti peduli dan tidak akan pernah mengabaikan kita, "Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?'" (Ibrani 13:6). Percayalah bahwa, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Ini yang disebut juga sebagai hidup yang berkelimpahan bersama dengan Tuhan, yaitu bahwa kita mencari Tuhan dan firmanNya pada saat-saat kesusahan dan Ia akan menyelamatkan kita dari segala situasi dalam hidup kita. Hidup berkelimpahan dengan Tuhan adalah melangkah dalam kemenangan hari demi hari dalam situasi apa pun. Jika kita hidup dalam hidup yang berkelimpahan kita tidak akan kuatir tentang masa depan; kita tidak takut dengan penderitaan, bahkan kematian sekali pun seperti kata Daud, "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4).
Jika kita berjalan dalam jalan Tuhan kita akan melangkah dengan mata yang senantiasa tertuju kepadaNya karena kita yakin akan janji penyertaanNya, "Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau." (Yesaya 43:2). Jangan pernah ragukan kasih Tuhan, Dia adalah sahabat sejati kita. Bersama Yesus kita sanggup melewati semua karena Dia ada di setiap musim hidup kita. Kita tidak akan berjalan sendirian menjalani kehidupan ini karena Dia adalah Imanuel, Allah yang menyertai kita, bahkan penyertaanNya atas kita sampai kepada kesudahan zaman. Halleluya!
Kasih sejati Tuhan memelihara hidup kita; Ia lebih sejati dari seorang sahabat sejati mana pun, sebab Ia rela memberikan nyawaNya bagi kita.
Baca: Ibrani 13:1-1-25
"Karena Allah telah berfirman: 'Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.'" Ibrani 13:5b
Tuhan Yesus lebih daripada seorang sahabat sejati. Alkitab berkata, "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara." (Amsal 18:24). Tidak ada sahabat di dunia ini yang lebih berharga dari Tuhan Yesus. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Syukur kepada Allah, kita tidak hanya mempunyai Yesus yang adalah sahabat kita, namun yang juga memberikan nyawaNya untuk kita. "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28).
Kala nyawaNya saja rela Dia berikan, maka dalam segala perkara Dia pasti peduli dan tidak akan pernah mengabaikan kita, "Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?'" (Ibrani 13:6). Percayalah bahwa, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Ini yang disebut juga sebagai hidup yang berkelimpahan bersama dengan Tuhan, yaitu bahwa kita mencari Tuhan dan firmanNya pada saat-saat kesusahan dan Ia akan menyelamatkan kita dari segala situasi dalam hidup kita. Hidup berkelimpahan dengan Tuhan adalah melangkah dalam kemenangan hari demi hari dalam situasi apa pun. Jika kita hidup dalam hidup yang berkelimpahan kita tidak akan kuatir tentang masa depan; kita tidak takut dengan penderitaan, bahkan kematian sekali pun seperti kata Daud, "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4).
Jika kita berjalan dalam jalan Tuhan kita akan melangkah dengan mata yang senantiasa tertuju kepadaNya karena kita yakin akan janji penyertaanNya, "Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau." (Yesaya 43:2). Jangan pernah ragukan kasih Tuhan, Dia adalah sahabat sejati kita. Bersama Yesus kita sanggup melewati semua karena Dia ada di setiap musim hidup kita. Kita tidak akan berjalan sendirian menjalani kehidupan ini karena Dia adalah Imanuel, Allah yang menyertai kita, bahkan penyertaanNya atas kita sampai kepada kesudahan zaman. Halleluya!
Kasih sejati Tuhan memelihara hidup kita; Ia lebih sejati dari seorang sahabat sejati mana pun, sebab Ia rela memberikan nyawaNya bagi kita.
Wednesday, April 10, 2013
ARTI HIDUP BERKELIMPAHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 April 2013 -
Baca: Yohanes 17:1-26
"Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia." Yohanes 17:14
Tuhan Yesus mengatakan bahwa meskipun kita orang percaya hidup di dunia, namun kita bukan berasal dari dunia. Ketika kita dilahirkan kembali kita tidak akan melakukan hal-hal yang sama dilakukan oleh orang dunia. Inilah kunci untuk mengalami hidup yang berkelimpahan di dalam Tuhan.
Jadi hidup berkelimpahan juga berarti bahwa harus kita memisahkan diri dari dunia. Jalan hidup kita seharusnya berbeda dari orang yang tidak mempunyai Kristus di dalam hidupnya. Alkitab mengatakan, "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8), dan rasul Petrus dalam suratnya juga menyatakan bahwa "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9).
Ketika seseorang dipenuhi oleh Roh kudus ia akan berbicara, berpikir dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jika hidup kita sejalan dengan firman Tuhan kita pun tidak akan mempunyai tingkah laku yang duniawi. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Jika hati dan pikiran Saudara dikuasi oleh Roh Kudus dan sesuai dengan pikiran Kristus, maka "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:7). Hidup yang berkelimpahan berarti hidup sejalan dengan firman Tuhan. Kita tidak dapat mengikuti Kristus kecuali jika kita berjalan dalam jalan yang sama dengan jalanNya. Oleh karena itu kita harus memisahkan diri dari 'jalan dunia' ini. Ada tertulis: "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3). Sebagai orang-orang yang 'bukan' dari dunia ini kita harus bertindak tegas terhadap segala dosa, maka "Jauhkanlah dirimu dari segala kejahatan." (1 Tesalonika 5:21-22).
Hidup yang berkelimpahan adalah menikmati persekutuan yang intim dengan Bapa kita di sorga melalui doa dan merenungkan firmanNya sehingga kita akan memenuhi tujuan utama Tuhan untuk hidup kita. Tujuan utamaNya adalah kita diutus menjadi saksiNya dan memberitakan firmanNya kepada dunia. Jika kita tidak dapat mewartakan firmanNya lewat berkhotbah, kita dapat mewartakan Injil kerajaanNya lewat berbagai cara lainnya. Salah satunya: "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9).
Kita harus bersinar seterang cahaya dalam kegelapan, menceritakan kepada dunia apa yang telah Tuhan lakukan bagi kita.
Baca: Yohanes 17:1-26
"Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia." Yohanes 17:14
Tuhan Yesus mengatakan bahwa meskipun kita orang percaya hidup di dunia, namun kita bukan berasal dari dunia. Ketika kita dilahirkan kembali kita tidak akan melakukan hal-hal yang sama dilakukan oleh orang dunia. Inilah kunci untuk mengalami hidup yang berkelimpahan di dalam Tuhan.
Jadi hidup berkelimpahan juga berarti bahwa harus kita memisahkan diri dari dunia. Jalan hidup kita seharusnya berbeda dari orang yang tidak mempunyai Kristus di dalam hidupnya. Alkitab mengatakan, "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (Efesus 5:8), dan rasul Petrus dalam suratnya juga menyatakan bahwa "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9).
Ketika seseorang dipenuhi oleh Roh kudus ia akan berbicara, berpikir dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jika hidup kita sejalan dengan firman Tuhan kita pun tidak akan mempunyai tingkah laku yang duniawi. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus," (Filipi 2:5). Jika hati dan pikiran Saudara dikuasi oleh Roh Kudus dan sesuai dengan pikiran Kristus, maka "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:7). Hidup yang berkelimpahan berarti hidup sejalan dengan firman Tuhan. Kita tidak dapat mengikuti Kristus kecuali jika kita berjalan dalam jalan yang sama dengan jalanNya. Oleh karena itu kita harus memisahkan diri dari 'jalan dunia' ini. Ada tertulis: "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3). Sebagai orang-orang yang 'bukan' dari dunia ini kita harus bertindak tegas terhadap segala dosa, maka "Jauhkanlah dirimu dari segala kejahatan." (1 Tesalonika 5:21-22).
Hidup yang berkelimpahan adalah menikmati persekutuan yang intim dengan Bapa kita di sorga melalui doa dan merenungkan firmanNya sehingga kita akan memenuhi tujuan utama Tuhan untuk hidup kita. Tujuan utamaNya adalah kita diutus menjadi saksiNya dan memberitakan firmanNya kepada dunia. Jika kita tidak dapat mewartakan firmanNya lewat berkhotbah, kita dapat mewartakan Injil kerajaanNya lewat berbagai cara lainnya. Salah satunya: "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9).
Kita harus bersinar seterang cahaya dalam kegelapan, menceritakan kepada dunia apa yang telah Tuhan lakukan bagi kita.
Tuesday, April 9, 2013
PENJAGA BAGI SESAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 April 2013 -
Baca: Kejadian 4:1-16
"Firman TUHAN kepada Kain: 'Di mana Habel, adikmu itu?' Jawabnya: 'Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?'" Kejadian 4:9
Pertanyaan-pertanyaan ini sering menjadi dilema dalam kehidupan manusia: "Apakah saya adalah penjaga saudara saya? Haruskah saya peduli kepada orang lain? Apakah saya mempunyai kewajiban moral kepada orang lain?" Meskipun Kain telah membunuh Habel, dia tetap bertanya kepada Allah, "Apakah aku penjaga adikku?" Banyak di antara kita yang tanpa sadar telah membunuh saudara-saudari seiman kita secara spiritual. Kita telah membunuh mereka dengan sikap atau kata-kata pedas kita. Kita pun membunuh saudara-saudari kita dengan tindakan kita yang tanpa kasih sehingga mereka kecewa dan terluka, sehingga akhirnya mereka pun meninggalkan gereja atau pun persekutuan. Apabila kita tidak peduli dengan orang lain, kita tidak akan mampu memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah.
Ketika Allah akan menumpahkan amarahNya ke atas orang-orang Yerusalem, Ia berkata, "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya." (Yehezkiel 22:30). Demikian juga dengan kekristenan masa kini, di mana banyak di antara kita yang tidak lagi mau peduli kepada orang lain. Mencintai diri sendiri adalah prioritas yang lebih diutamakan dibandingkan mencintai Tuhan.
Ketika Tuhan Yesus dan murid-murid selesai makan, Ia bertanya kepada Simon Petrus sampai tiga kali tentang menggembalakan domba-dombaNya. "Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: 'Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?' Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: 'Apakah engkau mengasihi Aku?' Dan ia berkata kepada-Nya: 'Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.' Kata Yesus kepadanya: 'Gembalakanlah domba-domba-Ku'". (Yohanes 21:17). Sebagai hasilnya, Petrus mengasihi Tuhan Yesus selama dia hidup sampai kepada kematiannya. Meski sempat gagal dalam mengiring Tuhan, Petrus akhirnya membuktikan diri sebagai orang yang setia kepada Tuhan dan mengerjakan tugas yang diamanatkan kepadanya sebagai penjala jiwa sampai akhir hidupnya.
Saat ini Tuhan Yesus mengundang kita, "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri." (1 Petrus 5:2-3).
Orang yang mengasihi Tuhan dengan sungguh pasti akan menjaga dan mengasihi jiwa orang lain dengan tulus.
Baca: Kejadian 4:1-16
"Firman TUHAN kepada Kain: 'Di mana Habel, adikmu itu?' Jawabnya: 'Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?'" Kejadian 4:9
Pertanyaan-pertanyaan ini sering menjadi dilema dalam kehidupan manusia: "Apakah saya adalah penjaga saudara saya? Haruskah saya peduli kepada orang lain? Apakah saya mempunyai kewajiban moral kepada orang lain?" Meskipun Kain telah membunuh Habel, dia tetap bertanya kepada Allah, "Apakah aku penjaga adikku?" Banyak di antara kita yang tanpa sadar telah membunuh saudara-saudari seiman kita secara spiritual. Kita telah membunuh mereka dengan sikap atau kata-kata pedas kita. Kita pun membunuh saudara-saudari kita dengan tindakan kita yang tanpa kasih sehingga mereka kecewa dan terluka, sehingga akhirnya mereka pun meninggalkan gereja atau pun persekutuan. Apabila kita tidak peduli dengan orang lain, kita tidak akan mampu memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah.
Ketika Allah akan menumpahkan amarahNya ke atas orang-orang Yerusalem, Ia berkata, "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya." (Yehezkiel 22:30). Demikian juga dengan kekristenan masa kini, di mana banyak di antara kita yang tidak lagi mau peduli kepada orang lain. Mencintai diri sendiri adalah prioritas yang lebih diutamakan dibandingkan mencintai Tuhan.
Ketika Tuhan Yesus dan murid-murid selesai makan, Ia bertanya kepada Simon Petrus sampai tiga kali tentang menggembalakan domba-dombaNya. "Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: 'Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?' Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: 'Apakah engkau mengasihi Aku?' Dan ia berkata kepada-Nya: 'Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.' Kata Yesus kepadanya: 'Gembalakanlah domba-domba-Ku'". (Yohanes 21:17). Sebagai hasilnya, Petrus mengasihi Tuhan Yesus selama dia hidup sampai kepada kematiannya. Meski sempat gagal dalam mengiring Tuhan, Petrus akhirnya membuktikan diri sebagai orang yang setia kepada Tuhan dan mengerjakan tugas yang diamanatkan kepadanya sebagai penjala jiwa sampai akhir hidupnya.
Saat ini Tuhan Yesus mengundang kita, "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri." (1 Petrus 5:2-3).
Orang yang mengasihi Tuhan dengan sungguh pasti akan menjaga dan mengasihi jiwa orang lain dengan tulus.
Monday, April 8, 2013
RENCANA PENYELAMATAN ALLAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 April 2013 -
Baca: Kisah Para Rasul 4:1-22
"Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." Kisah 4:12
Ingatlah bahwa keselamatan adalah rencana Allah, bukan rencana manusia. Hanya rencana Allah, dan bukan rencana-rencana lain, yang dapat menyelamatkan jiwa kita yang terhilang serta menjadikan kita sebagai anak-anakNya. Memang banyak jalan menuju Roma, tetapi hanya ada satu jalan yang bisa memimpin kita kepada Allah. Jalan keselamatan Allah itu adalah melalui PutraNya yaitu Yesus Kristus. Tuhan Yesus sendiri berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6).
Ada tiga tahapan dari rangkaian rencana penyelamatan Allah bagi manusia: Pertama, melalui perngorbanan Yesus Kristus di kayu salib, di mana Ia membuang jauh semua dosa dan pelanggaran kita serta menjauhkan kita dari maut yang merupakan upah dosa, "Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya." (Ibrani 9:26). Kedua, Tuhan Yesus setelah kebangkitanNya, pergi ke sorga kepada Allah untuk menyelamatkan kita dari kuasa dosa. Kita diperdamaikan dengan Allah dan dilayakkan untuk datang kepadaNya, "Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita. Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri." (Ibrani 9:24-25). Ketiga, Tuhan Yesus akan datang kembali ke dunia untuk yang kedua kalinya sebagai Raja di atas segala raja untuk menyelamatkan kita dari dosa masa kini. "...Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28).
Tidakkah hal ini hebat dan luar biasa? Bahkan untuk kita, orang yang terhilang karena dosa sekalipun, Allah tetap mengasihi kita. Bagi Allah pertobatan orang berdosa sangatlah penting, sehingga Ia berfirman, "...di mana-mana semua mereka harus bertobat. Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati." (Kis 17:30-31).
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk memanggil orang yang benar agar masuk dalam pertobatan, tetapi juga orang berdosa.
Baca: Kisah Para Rasul 4:1-22
"Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." Kisah 4:12
Ingatlah bahwa keselamatan adalah rencana Allah, bukan rencana manusia. Hanya rencana Allah, dan bukan rencana-rencana lain, yang dapat menyelamatkan jiwa kita yang terhilang serta menjadikan kita sebagai anak-anakNya. Memang banyak jalan menuju Roma, tetapi hanya ada satu jalan yang bisa memimpin kita kepada Allah. Jalan keselamatan Allah itu adalah melalui PutraNya yaitu Yesus Kristus. Tuhan Yesus sendiri berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6).
Ada tiga tahapan dari rangkaian rencana penyelamatan Allah bagi manusia: Pertama, melalui perngorbanan Yesus Kristus di kayu salib, di mana Ia membuang jauh semua dosa dan pelanggaran kita serta menjauhkan kita dari maut yang merupakan upah dosa, "Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya." (Ibrani 9:26). Kedua, Tuhan Yesus setelah kebangkitanNya, pergi ke sorga kepada Allah untuk menyelamatkan kita dari kuasa dosa. Kita diperdamaikan dengan Allah dan dilayakkan untuk datang kepadaNya, "Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita. Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri." (Ibrani 9:24-25). Ketiga, Tuhan Yesus akan datang kembali ke dunia untuk yang kedua kalinya sebagai Raja di atas segala raja untuk menyelamatkan kita dari dosa masa kini. "...Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28).
Tidakkah hal ini hebat dan luar biasa? Bahkan untuk kita, orang yang terhilang karena dosa sekalipun, Allah tetap mengasihi kita. Bagi Allah pertobatan orang berdosa sangatlah penting, sehingga Ia berfirman, "...di mana-mana semua mereka harus bertobat. Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati." (Kis 17:30-31).
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk memanggil orang yang benar agar masuk dalam pertobatan, tetapi juga orang berdosa.
Sunday, April 7, 2013
AMAN DAN DAMAI DI DALAM TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 April 2013 -
Baca: Yesaya 26:1-21
"Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya." Yesaya 26:3
Allah di dalam nama Yesus Kristus adalah tempat perlindungan yang paling aman, bahkan di tengah kesulitan yang dahsyat sekali pun. Keamanan -meskipun dalam situasi yang sulit- akan menjadi milik setiap orang yang tahu bahwa Allah adalah pembebasnya. Putus asa pun tidak akan dialami.
Saat keadaan aman dan segala sesuatu berjalan dengan baik, untuk berkata bahwa kita beriman dan percaya kepada Tuhan adalah mudah dilakukan, tetapi ketika berada dalam penderitaan dan kesesakan sangatlah mungkin kita melupakan perkataan iman kita tersebut. Mempercayai dengan sungguh bahwa Yesus Kristus adalah tempat perlindungan yang paling aman dan membuat seseorang berada dalam sebuah kedamaian yang sempurna atau ketiadaan rasa panik, sebab ia tahu Tuhan akan menjaganya. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi orang percaya untuk merasa takut dan gelisah, karena dalam firmanNya tertulis: "Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal." (Yesaya 26:4).
Mengagungkan dan memuji nama Tuhan haruslah kita lakukan oleh karena Dia adalah Pribadi yang berkuasa. Bibir mulut kita haruslah berkata, "Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya, perlindungan terhadap angin ribut, naungan terhadap panas terik..." (Yesaya 25:4). Meskipun masalah dan kesulitan sedang mengamuk di sekelilingnya, orang yang menjadikan Tuhan sebagai tempat perlindungan akan tetap merasakan aman dan damai yang sempurna. Namun seringkali ketika berada dalam kesulitan yang berat kita lebih cenderung melihat kepada kesulitan itu sendiri daripada berpaling kepada Tuhan yang adalah tempat perlindungan kita. Hal ini membuat kita lebih mendengar kepada bunyi guruh dan akan terus melihat kilatan petir. Semua ini akan melemahkan iman dan membuat kita merasa takut. Jangan mau diperdaya oleh Iblis, sebab di dalam Tuhan Yesus "...kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Apa pun yang terjadi dalam hidup ini, menjaga pikiran untuk selalu tinggal di dalam Tuhan Yesus Kristus serta memelihara firmanNya dalam hati adalah dua hal yang sangat penting. Dalam perlindunganNya kita akan beristirahat dalam damai, bahkan melihat kuasa Tuhan bekerja untuk kita. Yang perlu diingat adalah Tuhan Yesus tidak pernah berjanji bahwa kita tidak akan pernah menghadapi badai hidup. Akan tetapi oleh karena namaNya dan melalui firmanNya dan sebuah tempat perlindungan yang tersedia bagi kita dalam waktu kesukaran.
"Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa, akan berkata kepada TUHAN: "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai." Mazmur 91:1-2
Baca: Yesaya 26:1-21
"Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya." Yesaya 26:3
Allah di dalam nama Yesus Kristus adalah tempat perlindungan yang paling aman, bahkan di tengah kesulitan yang dahsyat sekali pun. Keamanan -meskipun dalam situasi yang sulit- akan menjadi milik setiap orang yang tahu bahwa Allah adalah pembebasnya. Putus asa pun tidak akan dialami.
Saat keadaan aman dan segala sesuatu berjalan dengan baik, untuk berkata bahwa kita beriman dan percaya kepada Tuhan adalah mudah dilakukan, tetapi ketika berada dalam penderitaan dan kesesakan sangatlah mungkin kita melupakan perkataan iman kita tersebut. Mempercayai dengan sungguh bahwa Yesus Kristus adalah tempat perlindungan yang paling aman dan membuat seseorang berada dalam sebuah kedamaian yang sempurna atau ketiadaan rasa panik, sebab ia tahu Tuhan akan menjaganya. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi orang percaya untuk merasa takut dan gelisah, karena dalam firmanNya tertulis: "Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal." (Yesaya 26:4).
Mengagungkan dan memuji nama Tuhan haruslah kita lakukan oleh karena Dia adalah Pribadi yang berkuasa. Bibir mulut kita haruslah berkata, "Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya, perlindungan terhadap angin ribut, naungan terhadap panas terik..." (Yesaya 25:4). Meskipun masalah dan kesulitan sedang mengamuk di sekelilingnya, orang yang menjadikan Tuhan sebagai tempat perlindungan akan tetap merasakan aman dan damai yang sempurna. Namun seringkali ketika berada dalam kesulitan yang berat kita lebih cenderung melihat kepada kesulitan itu sendiri daripada berpaling kepada Tuhan yang adalah tempat perlindungan kita. Hal ini membuat kita lebih mendengar kepada bunyi guruh dan akan terus melihat kilatan petir. Semua ini akan melemahkan iman dan membuat kita merasa takut. Jangan mau diperdaya oleh Iblis, sebab di dalam Tuhan Yesus "...kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Apa pun yang terjadi dalam hidup ini, menjaga pikiran untuk selalu tinggal di dalam Tuhan Yesus Kristus serta memelihara firmanNya dalam hati adalah dua hal yang sangat penting. Dalam perlindunganNya kita akan beristirahat dalam damai, bahkan melihat kuasa Tuhan bekerja untuk kita. Yang perlu diingat adalah Tuhan Yesus tidak pernah berjanji bahwa kita tidak akan pernah menghadapi badai hidup. Akan tetapi oleh karena namaNya dan melalui firmanNya dan sebuah tempat perlindungan yang tersedia bagi kita dalam waktu kesukaran.
"Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa, akan berkata kepada TUHAN: "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai." Mazmur 91:1-2
Saturday, April 6, 2013
TUHAN TEMPAT PERLINDUNGAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 April 2013 -
Baca: Mazmur 18:1-20
"Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!" Mazmur 18:3
Ketika umat Israel menyeberangi sungai Yordan menuju Kanaan, Tanah Perjanjian, Tuhan memerintahkan mereka untuk membangun sebuah kota perlindungan, supaya jika ada orang yang Israel yang tanpa sengaja membunuh seseorang, orang Israel tersebut dapat melarikan diri dan berlindung di dalam kota perlindungan. Di dalam kota perlindungan orang ini terselamatkan dari bahaya. "Tetapi jika terjadi bahwa pembunuh itu keluar dari batas kota perlindungan, tempat ia melarikan diri, dan penuntut darah mendapat dia di luar batas kota perlindungannya, dan penuntut darah membunuh pembunuh itu, maka tidaklah ia berhutang darah, sebab pembunuh itu wajib tinggal di kota perlindungan sampai matinya imam besar, tetapi sesudah matinya imam besar bolehlah pembunuh itu kembali ke tanah kepunyaannya sendiri." (Bilangan 35:26-28).
Tuhan adalah "Kota Perlindungan" bagi orang yang percaya kepadaNya, Ia adalah "menara yang kuat dan perkasa". "Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat." (Amsal 18:10). Tapi bagi orang-orang kaya atau berlimpah dengan harta, seringkali yang menjadi tempat perlindungan bagi mereka adalah kekayaannya, seperti tertulis: "Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya dan seperti tembok yang tinggi menurut anggapannya." (Amsal 18:11). Padahal Alkitab memperingatkan kepada orang-orang kaya di dunia ini "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17). Apa pun yang ada di dunia ini tidak bisa diharapkan. Hanya Tuhan yang sanggup menjamin hidup kita karena Ia sangat mempedulikan hidup kita, dan berjanji untuk membebaskan kita dari setiap masalah yang sedang kita alami. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Ketika menghadapi ujian atau permasalahan hidup kita tahu bagaimana bereaksi terhadap janji Tuhan. Reaksi yang benar adalah memakai iman untuk percaya dan bertindak sesuai dengan firmanNya. Berlindung dalam firmanNya serta percaya kepadaNya akan membawa kita kepada kemenangan atas permasalahan hidup ini.
Daud tahu bagaimana bertindak ketika dia melarikan diri dari Saul dan bersembunyi di dalam gua. Tindakan Daud ketika berada dalam kesesakannya adalah menguatkan imannya kepada Tuhan dan memohon kepadaNya dengan sepenuh hati, "Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu." (Mazmur 57:2).
Dalam setiap keadaan kita harus percaya kepada Tuhan dan menjadikanNya sebagai tempat perlindungan kita.
Baca: Mazmur 18:1-20
"Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!" Mazmur 18:3
Ketika umat Israel menyeberangi sungai Yordan menuju Kanaan, Tanah Perjanjian, Tuhan memerintahkan mereka untuk membangun sebuah kota perlindungan, supaya jika ada orang yang Israel yang tanpa sengaja membunuh seseorang, orang Israel tersebut dapat melarikan diri dan berlindung di dalam kota perlindungan. Di dalam kota perlindungan orang ini terselamatkan dari bahaya. "Tetapi jika terjadi bahwa pembunuh itu keluar dari batas kota perlindungan, tempat ia melarikan diri, dan penuntut darah mendapat dia di luar batas kota perlindungannya, dan penuntut darah membunuh pembunuh itu, maka tidaklah ia berhutang darah, sebab pembunuh itu wajib tinggal di kota perlindungan sampai matinya imam besar, tetapi sesudah matinya imam besar bolehlah pembunuh itu kembali ke tanah kepunyaannya sendiri." (Bilangan 35:26-28).
Tuhan adalah "Kota Perlindungan" bagi orang yang percaya kepadaNya, Ia adalah "menara yang kuat dan perkasa". "Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat." (Amsal 18:10). Tapi bagi orang-orang kaya atau berlimpah dengan harta, seringkali yang menjadi tempat perlindungan bagi mereka adalah kekayaannya, seperti tertulis: "Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya dan seperti tembok yang tinggi menurut anggapannya." (Amsal 18:11). Padahal Alkitab memperingatkan kepada orang-orang kaya di dunia ini "...agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17). Apa pun yang ada di dunia ini tidak bisa diharapkan. Hanya Tuhan yang sanggup menjamin hidup kita karena Ia sangat mempedulikan hidup kita, dan berjanji untuk membebaskan kita dari setiap masalah yang sedang kita alami. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20). Ketika menghadapi ujian atau permasalahan hidup kita tahu bagaimana bereaksi terhadap janji Tuhan. Reaksi yang benar adalah memakai iman untuk percaya dan bertindak sesuai dengan firmanNya. Berlindung dalam firmanNya serta percaya kepadaNya akan membawa kita kepada kemenangan atas permasalahan hidup ini.
Daud tahu bagaimana bertindak ketika dia melarikan diri dari Saul dan bersembunyi di dalam gua. Tindakan Daud ketika berada dalam kesesakannya adalah menguatkan imannya kepada Tuhan dan memohon kepadaNya dengan sepenuh hati, "Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu." (Mazmur 57:2).
Dalam setiap keadaan kita harus percaya kepada Tuhan dan menjadikanNya sebagai tempat perlindungan kita.
Friday, April 5, 2013
PERKATAAN TUHAN YESUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 April 2013 -
Baca: Yohanes 15:1-8
"Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
Beberapa orang Kristen tidak tahu bagaimana caranya untuk berdoa secara efektif. Agar kita dapat berdoa secara efektif kita harus mengetahui isi firman Tuhan dan firman itu harus tinggal di dalam kita. Tuhan Yesus mengatakan bahwa didengar dan dikabulkannya sebuah doa atau tidak, lebih bergantung kepada kita daripada kepada Tuhan. Ini adalah syarat dari Tuhan: "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu,". Jadi jika firman Tuhan tinggal di dalam kita, kita akan tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kemudian kita akan berdoa sesuai dengan firman tersebut. Jika firmanNya tidak tinggal di dalam kita, maka untuk sementara kita berdoa di dalam kegelapan. Pemazmur mengatakan, "Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh." (Mazmur 119:130). Firman Tuhanlah yang menerangi langkah hidup kita, "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105).
Perlunya mempelajari firman Tuhan, khususnya pada hal-hal yang sedang kita pergumulkan atau doakan, bertujuan untuk memberikan terang pada kita tentang bagaimana cara berdoa atau apa yang harus didoakan. Ketika kita mempelajari Firman Tuhan kita dapat menemukan perintah yang diberikan Tuhan Yesus mengenai doa. Tuhan Yesus mengatakn, "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga," (Matius 5:43-45). Mendoakan musuh adalah hal pertama yang Tuhan Yesus sebutkan dalam hubungannya dengan berdoa. Tidak hanya kita harus berdoa untuk musuh kita, namun kita juga harus mengasihi musuh kita supaya kita bisa menjadi anak-anak Bapa di sorga. Dengan kata lain Tuhan Yesus menyatakan bahwa jika kita tidak mengasihi dan tidak berdoa untuk musuh kita, yaitu mengampuni mereka, maka kita bukanlah anak-anak Bapa di sorga. Kesimpulannya: jika kita adalah anak-anak Bapa di sorga, namun tidak mendoakan musuh kita, maka kita tidak sedang berjalan dalam terang firman Tuhan. Jadi kita tidak punya hak untuk meminta atau menuntut hak-hak kita akan kepenuhan berkat Tuhan.
Tentu saja sangatlah sulit untuk mengasihi musuh kita dengan kekuatan sendiri, tetapi kita bisa mengasihi musuh kita dengan kasih Tuhan melalui Roh Kudus yang mampukan kita untuk melakukan itu. Jika kita tidak mengasihi musuh kita, mustahil kita akan diberkati Tuhan dengan melimpah.
Doa kita akan dijawab Tuhan dan apa yang kita minta disediakanNya apabila kita mau mengasihi dan mengampuni musuh kita, "... karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." Roma 5:5
Baca: Yohanes 15:1-8
"Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Yohanes 15:7
Beberapa orang Kristen tidak tahu bagaimana caranya untuk berdoa secara efektif. Agar kita dapat berdoa secara efektif kita harus mengetahui isi firman Tuhan dan firman itu harus tinggal di dalam kita. Tuhan Yesus mengatakan bahwa didengar dan dikabulkannya sebuah doa atau tidak, lebih bergantung kepada kita daripada kepada Tuhan. Ini adalah syarat dari Tuhan: "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu,". Jadi jika firman Tuhan tinggal di dalam kita, kita akan tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kemudian kita akan berdoa sesuai dengan firman tersebut. Jika firmanNya tidak tinggal di dalam kita, maka untuk sementara kita berdoa di dalam kegelapan. Pemazmur mengatakan, "Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh." (Mazmur 119:130). Firman Tuhanlah yang menerangi langkah hidup kita, "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105).
Perlunya mempelajari firman Tuhan, khususnya pada hal-hal yang sedang kita pergumulkan atau doakan, bertujuan untuk memberikan terang pada kita tentang bagaimana cara berdoa atau apa yang harus didoakan. Ketika kita mempelajari Firman Tuhan kita dapat menemukan perintah yang diberikan Tuhan Yesus mengenai doa. Tuhan Yesus mengatakn, "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga," (Matius 5:43-45). Mendoakan musuh adalah hal pertama yang Tuhan Yesus sebutkan dalam hubungannya dengan berdoa. Tidak hanya kita harus berdoa untuk musuh kita, namun kita juga harus mengasihi musuh kita supaya kita bisa menjadi anak-anak Bapa di sorga. Dengan kata lain Tuhan Yesus menyatakan bahwa jika kita tidak mengasihi dan tidak berdoa untuk musuh kita, yaitu mengampuni mereka, maka kita bukanlah anak-anak Bapa di sorga. Kesimpulannya: jika kita adalah anak-anak Bapa di sorga, namun tidak mendoakan musuh kita, maka kita tidak sedang berjalan dalam terang firman Tuhan. Jadi kita tidak punya hak untuk meminta atau menuntut hak-hak kita akan kepenuhan berkat Tuhan.
Tentu saja sangatlah sulit untuk mengasihi musuh kita dengan kekuatan sendiri, tetapi kita bisa mengasihi musuh kita dengan kasih Tuhan melalui Roh Kudus yang mampukan kita untuk melakukan itu. Jika kita tidak mengasihi musuh kita, mustahil kita akan diberkati Tuhan dengan melimpah.
Doa kita akan dijawab Tuhan dan apa yang kita minta disediakanNya apabila kita mau mengasihi dan mengampuni musuh kita, "... karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." Roma 5:5
Thursday, April 4, 2013
KEKUATAN KATA-KATA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 April 2013 -
Baca: Amsal 18:1-21
"Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya." Amsal 18:20
Banyak orang meremehkan kuasa dari sebuah perkataan sehingga banyak kata sembrono keluar dari mulutnya. Alkitab dengan keras mengingatkan, "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Bila kita mempergunakan mulut kita untuk memperkatakan hal-hal yang positif (firman Tuhan) dan mendeklarasikan apa yang kita percayai, maka hidup kita pasti akan mengalami perubahan sesuai dengan firman yang kita perkatakan. Karena itu sediakanlah waktu setiap hari untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan, supaya "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji..." (Filipi 4:8) senantiasa mengisi perbendaharaan hati kita, sehingga yang keluar dari mulut kita pun adalah hal-hal yang selaras dengan firmanNya, "Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati." (Matius 12:34).
Kita harus memahami bahwa perkataan kita akan memimpin kita pada jalan yang benar atau juga mengarahkan kita pada jalan yang salah. Kehidupan dan kematian ditentukan pula oleh lidah, maka orang-orang yang selalu memperkatakan perkataan yang buruk akan menerima akibat dari perkataan mereka; dan itu adalah suatu pilihan! Kita bisa memilih untuk memperkatakan hal-hal positif yang berdampak positif bagi kita, atau hal-hal negatif yang senantiasa mewarnai dan mendominasi setiap perkataan kita. Perkataan manusia adalah seperti bejana yang diisi dengan hal-hal yang baik atau buruk; perkataan yang dikuasai oleh Roh Kudus akan tinggal bersama dengan kita dan akan mengubah hidup kita. Saat sedikit dari kita yang menyadari bahwa kata-kata yang kita dengar dapat memimpin atau merusak jalan hidup kita; dengan kata-kata kita bisa membangun kepercayaan diri seseorang atau menghancurkan iman mereka; kata-kata yang pedas dan tidak menyenangkan dapat menyakiti orang lain. Akan tetapi perkataan yang lembut dan penuh kasih akan membuat orang lain gembira, dipulihkan, dikuatkan dan dipimpin kepada kemenangan.
Setiap saat kita dihadapkan pada keputusan yang sangat penting: "Apa yang kita pilih untuk dikatakan?" Bagaimana caranya kita menata perkataan kita yang nantinya akan menentukan masa depan kita? Akankah kita membangun lingkungan dengan kebahagiaan atau akankah kita merusak segalanya dengan perkataan kita? Perkataan kita mengandung kuasa dan berkat dari Tuhan, untuk itulah kita harus benar-benar memperhatikan perkataan kita. Begitu pula dalam hal menegur orang lain, kita pun harus berhati-hati dan tidak boleh sembarangan, apalagi dengan kata-kata yang menyakitkan, sebab "Teguran orang yang bijak adalah seperti cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar." (Amsal 25:12).
Perkataan yang baik dan penuh kasih berasal dari Tuhan, sebab perkataanNya tidak pernah merusak kehidupan seseorang.
Baca: Amsal 18:1-21
"Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya." Amsal 18:20
Banyak orang meremehkan kuasa dari sebuah perkataan sehingga banyak kata sembrono keluar dari mulutnya. Alkitab dengan keras mengingatkan, "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Bila kita mempergunakan mulut kita untuk memperkatakan hal-hal yang positif (firman Tuhan) dan mendeklarasikan apa yang kita percayai, maka hidup kita pasti akan mengalami perubahan sesuai dengan firman yang kita perkatakan. Karena itu sediakanlah waktu setiap hari untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan, supaya "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji..." (Filipi 4:8) senantiasa mengisi perbendaharaan hati kita, sehingga yang keluar dari mulut kita pun adalah hal-hal yang selaras dengan firmanNya, "Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati." (Matius 12:34).
Kita harus memahami bahwa perkataan kita akan memimpin kita pada jalan yang benar atau juga mengarahkan kita pada jalan yang salah. Kehidupan dan kematian ditentukan pula oleh lidah, maka orang-orang yang selalu memperkatakan perkataan yang buruk akan menerima akibat dari perkataan mereka; dan itu adalah suatu pilihan! Kita bisa memilih untuk memperkatakan hal-hal positif yang berdampak positif bagi kita, atau hal-hal negatif yang senantiasa mewarnai dan mendominasi setiap perkataan kita. Perkataan manusia adalah seperti bejana yang diisi dengan hal-hal yang baik atau buruk; perkataan yang dikuasai oleh Roh Kudus akan tinggal bersama dengan kita dan akan mengubah hidup kita. Saat sedikit dari kita yang menyadari bahwa kata-kata yang kita dengar dapat memimpin atau merusak jalan hidup kita; dengan kata-kata kita bisa membangun kepercayaan diri seseorang atau menghancurkan iman mereka; kata-kata yang pedas dan tidak menyenangkan dapat menyakiti orang lain. Akan tetapi perkataan yang lembut dan penuh kasih akan membuat orang lain gembira, dipulihkan, dikuatkan dan dipimpin kepada kemenangan.
Setiap saat kita dihadapkan pada keputusan yang sangat penting: "Apa yang kita pilih untuk dikatakan?" Bagaimana caranya kita menata perkataan kita yang nantinya akan menentukan masa depan kita? Akankah kita membangun lingkungan dengan kebahagiaan atau akankah kita merusak segalanya dengan perkataan kita? Perkataan kita mengandung kuasa dan berkat dari Tuhan, untuk itulah kita harus benar-benar memperhatikan perkataan kita. Begitu pula dalam hal menegur orang lain, kita pun harus berhati-hati dan tidak boleh sembarangan, apalagi dengan kata-kata yang menyakitkan, sebab "Teguran orang yang bijak adalah seperti cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar." (Amsal 25:12).
Perkataan yang baik dan penuh kasih berasal dari Tuhan, sebab perkataanNya tidak pernah merusak kehidupan seseorang.
Wednesday, April 3, 2013
PERSEMBAHAN YANG HIDUP
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 April 2013 -
Baca: Roma 12:1-8
"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." Roma 12:1
Sekarang bukan waktunya untuk terlena, melainkan waktu untuk sadar dan berhati-hati. Saat ini adalah waktu bagi kita untuk mengalahkan dan menyelesaikan masalah kehidupan serta kegelisahan kita dengan bermodalkan iman kepada Tuhan Yesus. Kehidupan yang indah ini harus dijalani dalam langkah iman sesuai dengan apa yang akan diajarkan oleh Tuhan kita melalui firmanNya. Oleh Roh Kudus kita dimampukan untuk tetap kuat melangkah menjalani hari-hari dalam kehidupan ini dan dalam menunggu kepenuhan harapan dan kebenaran. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan dan kehendakNya melalui Yesus Kristus, Allah memanggil kita untuk menjadi anak-anakNya serta memuji rahmatNya yang mulia yang diberikan kepada kita secara cuma-cuma.
Sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus sudah seharusnya kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, karena ini adalah langkah iman kita untuk merespons kasih dan pengorbananNya; mempersembahkan tubuh kita untuk dipakai sebagai senjata kebenaran dan hidup dipimpin oleh Roh Kudus, sebab "Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." (Roma 8:2). Jika kebiasaan-kebiasaan manusia lama kita telah diubahkan menjadi kehidupan baru yang kudus, kita akan memiliki kehidupan yang sejati dalam kelimpahan oleh karena Kristus. Oleh Roh kudus kita dilahirkan kembali. "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa." (Roma 6:6-7). Dengan demikian "...kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:4). Ingatlah bahwa di dalam Kristus kita ini adalah ciptaan baru!
Selama kita masih hidup dalam daging dan menuruti segala keinginannya, kita belum layak disebut sebagai saksi-saksi, padahal Tuhan memanggil kita untuk menjadi terang dunia, yang menyinari setiap orang di sekitar kita; dan terang kita itu harus memancar serta bercahaya di tengah-tengah dunia yang gelap ini sehingga mereka pun melihat perbuatan-perbuatan baik kita dan memuliakan Bapa di Sorga. Jika perbuatan baik kita tidak bisa dilihat oleh orang lain, bagaimana kita bisa menjadi terang bagi mereka?
Kita harus menjalankan hidup dalam kasih, sama seperti Kristus telah mengasihi dan memberikan diriNya untuk kita sebagai persembahan yang berbau harum di hadapan Allah.
Baca: Roma 12:1-8
"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." Roma 12:1
Sekarang bukan waktunya untuk terlena, melainkan waktu untuk sadar dan berhati-hati. Saat ini adalah waktu bagi kita untuk mengalahkan dan menyelesaikan masalah kehidupan serta kegelisahan kita dengan bermodalkan iman kepada Tuhan Yesus. Kehidupan yang indah ini harus dijalani dalam langkah iman sesuai dengan apa yang akan diajarkan oleh Tuhan kita melalui firmanNya. Oleh Roh Kudus kita dimampukan untuk tetap kuat melangkah menjalani hari-hari dalam kehidupan ini dan dalam menunggu kepenuhan harapan dan kebenaran. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan dan kehendakNya melalui Yesus Kristus, Allah memanggil kita untuk menjadi anak-anakNya serta memuji rahmatNya yang mulia yang diberikan kepada kita secara cuma-cuma.
Sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus sudah seharusnya kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, karena ini adalah langkah iman kita untuk merespons kasih dan pengorbananNya; mempersembahkan tubuh kita untuk dipakai sebagai senjata kebenaran dan hidup dipimpin oleh Roh Kudus, sebab "Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." (Roma 8:2). Jika kebiasaan-kebiasaan manusia lama kita telah diubahkan menjadi kehidupan baru yang kudus, kita akan memiliki kehidupan yang sejati dalam kelimpahan oleh karena Kristus. Oleh Roh kudus kita dilahirkan kembali. "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa." (Roma 6:6-7). Dengan demikian "...kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:4). Ingatlah bahwa di dalam Kristus kita ini adalah ciptaan baru!
Selama kita masih hidup dalam daging dan menuruti segala keinginannya, kita belum layak disebut sebagai saksi-saksi, padahal Tuhan memanggil kita untuk menjadi terang dunia, yang menyinari setiap orang di sekitar kita; dan terang kita itu harus memancar serta bercahaya di tengah-tengah dunia yang gelap ini sehingga mereka pun melihat perbuatan-perbuatan baik kita dan memuliakan Bapa di Sorga. Jika perbuatan baik kita tidak bisa dilihat oleh orang lain, bagaimana kita bisa menjadi terang bagi mereka?
Kita harus menjalankan hidup dalam kasih, sama seperti Kristus telah mengasihi dan memberikan diriNya untuk kita sebagai persembahan yang berbau harum di hadapan Allah.
Tuesday, April 2, 2013
AKANKAH TUHAN MENGABAIKAN DOA KITA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 April 2013 -
Baca: Lukas 18:1-8
"Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya?" Lukas 18:7
Menjadi tetap sabar dan tidak putus asa seringkali susah dilakukan ketika seseorang menunggu terjawabnya sebuah doa. Oleh karenanya Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk berdoa terus-menerus. "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Kita harus berdoa setiap hari dan setiap saat, karena jika tidak demikian kita tidak akan menikmati persekutuan yang harmonis dengan Tuhan. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, kita sering sekali menjadi kecewa dan berkecil hati, lalu tidak lagi tekun berdoa, kita biarkan hari-hari kita berlalu tanpa doa sebab kita berpikir bahwa doa kita tidak akan didengar oleh Bapa di Sorga. Bahkan langit dan cakrawala tampak seperti sebuah penghalang bagi doa yang kita naikkan. Tetapi yang Tuhan Yesus inginkan bagi kita adalah kita tetap berdoa meskipun belum ada hasil dari doa yang dipanjatkan. Kepada jemaat di Tesalonika rasul Paulus juga menasihati, "Tetaplah berdoa." (1 Tesalonika 5:17).
Menyerahkan hidup ke dalam tangan Tuhan Yesus tidak hanya membuat Bapa di Sorga mendengar doa kita, tetapi Ia juga akan menjawabnya. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Tuhan tidak pernah menunda-nunda untuk menjawab doa-doa kita karena Dia tahu apa yang terbaik bagi kita. Kita harus belajar untuk memahami bahwa waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Tapi kita pun harus percaya bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Sebenarnya apa yang kita perlukan sudah disediakan, namun akan diberikan sesuai dengan waktu Tuhan. Ketika benih ditaburkan benih tersebut tidak akan bertumbuh dalam satu malam sebab ia membutuhkan waktu untuk bertumbuh. Hasil dari benih yang ditanam itu dapat dituai setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Demikian juga dengan doa kita, kadangkala kita harus berdoa dalam waktu yang lama sampai tiba waktunya untuk menerima hasil dari doa tersebut.
Jangan pernah berkecil hati dan putus asa, demikian kata Tuhan Yesus, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Lukas 11:10). Untuk setiap kita yang belum menerima jawaban doa hendaklah kita bersabar dan menunggu waktu Tuhan. Sangatlah mungkin Tuhan ingin kita membuktikan kepadaNya kesetiaan dan ketahanan kita dalam menghadapi masa-masa sukar; atau mungkin saja Tuhan ingin membangun karakter kita lewat ujian yang sedang kita hadapi yang akan membuat kita memiliki karakter sebagai anak-anak Allah.
Sebesar apa pun permasalahan yang kita hadapi, di dalam Tuhan selalu ada jalan keluaranya; maka dari itu jangan berhenti berdoa kepadaNya!
Baca: Lukas 18:1-8
"Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya?" Lukas 18:7
Menjadi tetap sabar dan tidak putus asa seringkali susah dilakukan ketika seseorang menunggu terjawabnya sebuah doa. Oleh karenanya Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk berdoa terus-menerus. "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Kita harus berdoa setiap hari dan setiap saat, karena jika tidak demikian kita tidak akan menikmati persekutuan yang harmonis dengan Tuhan. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, kita sering sekali menjadi kecewa dan berkecil hati, lalu tidak lagi tekun berdoa, kita biarkan hari-hari kita berlalu tanpa doa sebab kita berpikir bahwa doa kita tidak akan didengar oleh Bapa di Sorga. Bahkan langit dan cakrawala tampak seperti sebuah penghalang bagi doa yang kita naikkan. Tetapi yang Tuhan Yesus inginkan bagi kita adalah kita tetap berdoa meskipun belum ada hasil dari doa yang dipanjatkan. Kepada jemaat di Tesalonika rasul Paulus juga menasihati, "Tetaplah berdoa." (1 Tesalonika 5:17).
Menyerahkan hidup ke dalam tangan Tuhan Yesus tidak hanya membuat Bapa di Sorga mendengar doa kita, tetapi Ia juga akan menjawabnya. "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Lukas 18:7). Tuhan tidak pernah menunda-nunda untuk menjawab doa-doa kita karena Dia tahu apa yang terbaik bagi kita. Kita harus belajar untuk memahami bahwa waktu kita bukanlah waktu Tuhan. Tapi kita pun harus percaya bahwa "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Sebenarnya apa yang kita perlukan sudah disediakan, namun akan diberikan sesuai dengan waktu Tuhan. Ketika benih ditaburkan benih tersebut tidak akan bertumbuh dalam satu malam sebab ia membutuhkan waktu untuk bertumbuh. Hasil dari benih yang ditanam itu dapat dituai setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Demikian juga dengan doa kita, kadangkala kita harus berdoa dalam waktu yang lama sampai tiba waktunya untuk menerima hasil dari doa tersebut.
Jangan pernah berkecil hati dan putus asa, demikian kata Tuhan Yesus, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Lukas 11:10). Untuk setiap kita yang belum menerima jawaban doa hendaklah kita bersabar dan menunggu waktu Tuhan. Sangatlah mungkin Tuhan ingin kita membuktikan kepadaNya kesetiaan dan ketahanan kita dalam menghadapi masa-masa sukar; atau mungkin saja Tuhan ingin membangun karakter kita lewat ujian yang sedang kita hadapi yang akan membuat kita memiliki karakter sebagai anak-anak Allah.
Sebesar apa pun permasalahan yang kita hadapi, di dalam Tuhan selalu ada jalan keluaranya; maka dari itu jangan berhenti berdoa kepadaNya!
Monday, April 1, 2013
BERTEKUN MENCARI TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 April 2013 -
Baca: Mazmur 42:1-12
"TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku." Mazmur 42:9
Hari ini adalah pertama kita menapakkan kaki di bulan April, tiada terasa telah tiga bulan lamanya kita melewati tahun 2013. Masihkah kita konsisten bertekun menyediakan waktu secara pribadi untuk Tuhan di dalam doa dan merenungkan firmanNya seperti yang telah kita kerjakan selama ini? Ataukah tanpa kita sadari kita telah meninggalkan jam-jam doa pribadi kita oleh karena kesibukan?
Di tengah kehidupan dunia yang hiruk-pikuk ini ada begitu banyak pengaruh yang membuat kita tidak lagi bertekun di dalam Tuhan. Pekerjaan, hobi dan aktivitas-aktivitas jasmani lain telah menguras waktu dan tenaga kita sehingga kita pun mengabaikan persekutuan kita dengan Tuhan. Banyak orang berpikir bahwa menyediakan waktu untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan adalah sebuah pemborosan waktu. Benarkah? Tidak benar! Justru semakin kita bertekun di dalam Tuhan hidup kita makin diperbaharui dari hari ke hari sehingga kita memiliki kehidupan yang berkualitas. Jadi tidak ada kata sia-sia (mubazir) jika kita berjerih lelah dan bertekun di dalam perkara-perkara rohani atau ibadah. Alkitab dengan tegas meminta: "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Bertekun di dalam doa dan firmanNya adalah sama seperti orang yang membangun rumahnya di atas batu, "Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." (Matius 7:25). Memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan merupakan fondasi yang kuat bagi kehidupan rohani kita. Bagaimana jika kita mengabaikan persekutuan kita dengan Tuhan? Sudah pasti kita tidak akan memiliki kekuatan rohani untuk menghadapi setiap tantangan dan badai kehidupan yang datang menyerang kita. Daud mengingatkan kita (ayat nas) bahwa di sepanjang hari Tuhan telah mencurahkan kasih setiaNya kepada kita, maka sudah seharusnya pada malam hari (di waktu pribadi) kita mempersembahkan korban syukur bagi Tuhan melalui doa kita.
Milikilah kerinduan untuk mendekat kepada Tuhan seperti Daud. "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3). Kedekatannya dengan Tuhan adalah kunci kekuatan Daud dalam menghadapi setiap masalah, bukan karena kekuasaan yang dimilikinya sebagai raja. Daud sadar bahwa ia tidak bisa hidup tanpa penyertaan Tuhan. Itulah sebabnya ia memohon kepada Tuhan, "Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!" (Mazmur 51:13).
Di luar Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa dan kita ini bukan siapa-siapa, karena itu "Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!" Mazmur 105:4
Baca: Mazmur 42:1-12
"TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku." Mazmur 42:9
Hari ini adalah pertama kita menapakkan kaki di bulan April, tiada terasa telah tiga bulan lamanya kita melewati tahun 2013. Masihkah kita konsisten bertekun menyediakan waktu secara pribadi untuk Tuhan di dalam doa dan merenungkan firmanNya seperti yang telah kita kerjakan selama ini? Ataukah tanpa kita sadari kita telah meninggalkan jam-jam doa pribadi kita oleh karena kesibukan?
Di tengah kehidupan dunia yang hiruk-pikuk ini ada begitu banyak pengaruh yang membuat kita tidak lagi bertekun di dalam Tuhan. Pekerjaan, hobi dan aktivitas-aktivitas jasmani lain telah menguras waktu dan tenaga kita sehingga kita pun mengabaikan persekutuan kita dengan Tuhan. Banyak orang berpikir bahwa menyediakan waktu untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan adalah sebuah pemborosan waktu. Benarkah? Tidak benar! Justru semakin kita bertekun di dalam Tuhan hidup kita makin diperbaharui dari hari ke hari sehingga kita memiliki kehidupan yang berkualitas. Jadi tidak ada kata sia-sia (mubazir) jika kita berjerih lelah dan bertekun di dalam perkara-perkara rohani atau ibadah. Alkitab dengan tegas meminta: "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Bertekun di dalam doa dan firmanNya adalah sama seperti orang yang membangun rumahnya di atas batu, "Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." (Matius 7:25). Memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan merupakan fondasi yang kuat bagi kehidupan rohani kita. Bagaimana jika kita mengabaikan persekutuan kita dengan Tuhan? Sudah pasti kita tidak akan memiliki kekuatan rohani untuk menghadapi setiap tantangan dan badai kehidupan yang datang menyerang kita. Daud mengingatkan kita (ayat nas) bahwa di sepanjang hari Tuhan telah mencurahkan kasih setiaNya kepada kita, maka sudah seharusnya pada malam hari (di waktu pribadi) kita mempersembahkan korban syukur bagi Tuhan melalui doa kita.
Milikilah kerinduan untuk mendekat kepada Tuhan seperti Daud. "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?" (Mazmur 42:2-3). Kedekatannya dengan Tuhan adalah kunci kekuatan Daud dalam menghadapi setiap masalah, bukan karena kekuasaan yang dimilikinya sebagai raja. Daud sadar bahwa ia tidak bisa hidup tanpa penyertaan Tuhan. Itulah sebabnya ia memohon kepada Tuhan, "Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!" (Mazmur 51:13).
Di luar Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa dan kita ini bukan siapa-siapa, karena itu "Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!" Mazmur 105:4
Sunday, March 31, 2013
BERITAKAN KEBANGKITAN KRISTUS!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Maret 2013 -
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring." Matius 28:6
Siapa yang pertama kali mengabarkan tentang kebangkitan Yesus Kristus? Apakah para murid-murid Yesus? Bukan. Alkitab menyatakan bahwa yang menjadi pembawa berita tentang kebangkitan Yesus adalah malaikat Tuhan sendiri, yang "Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju." (Matius 28:3).
Mengapa demikian? Karena kematian Yesus di Golgota telah menggoncang iman para muridNya sehingga mereka pun melepaskan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembawa kabar baik (Injil); ada yang kembali ke profesi semula sebagai nelayan dan ada pula yang menyembunyikan diri. Itulah sebabnya Tuhan mengutus malaikatNya memberitakan kabar sukacita ini. Dan kalau malaikat yang menyampaikan sudah tentu beritanya adalah benar. Jadi tidak ada alasan untuk ragu, apalagi tidak percaya.
Kubur yang kosong adalah bukti nyata bahwa Yesus telah bangkit. Kebangkitan Yesus dari kematian bukanlah rekayasa atau dongeng 1001 mimpi, melainkan sebuah kebenaran. Ini adalah pengenapan dari apa yang dikatakan Yesus kepada murid-muridNya, "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." (Matius 17:22-23). Hal ini menunjukkan bahwa firman Tuhan adalah ya dan amin. Tidak ada janji firmanNya yang tidak Dia tepati. KebangkitanNya membuktikan bahwa Yesus bukan hanya sebagai Juruselamat, tetapi juga sebagai Tuhan yang hidup dan berkuasa! Maut dan kematian tidak berkuasa lagi atas Dia. Ini adalah berita sukacita besar bagi orang percaya! Sebab apabila Yesus tidak bangkit dari kubur, maka sia-sialah iman kepercayaan kita dan sia-sialah pemberitaan Injil di muka bumi ini. Rasul Paulus menegaskan, "...jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus." (1 Korintus 15:17-18). Dan inilah pesan Tuhan kepada kita, "Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku," (Matius 28:10).
Kebangkitan Yesus memberi pengharapan yang pasti dan kabar sukacita ini harus kita beritakan kepada dunia; sudahkah kita melakukannya?
Baca: Matius 28:1-10
"Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring." Matius 28:6
Siapa yang pertama kali mengabarkan tentang kebangkitan Yesus Kristus? Apakah para murid-murid Yesus? Bukan. Alkitab menyatakan bahwa yang menjadi pembawa berita tentang kebangkitan Yesus adalah malaikat Tuhan sendiri, yang "Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju." (Matius 28:3).
Mengapa demikian? Karena kematian Yesus di Golgota telah menggoncang iman para muridNya sehingga mereka pun melepaskan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembawa kabar baik (Injil); ada yang kembali ke profesi semula sebagai nelayan dan ada pula yang menyembunyikan diri. Itulah sebabnya Tuhan mengutus malaikatNya memberitakan kabar sukacita ini. Dan kalau malaikat yang menyampaikan sudah tentu beritanya adalah benar. Jadi tidak ada alasan untuk ragu, apalagi tidak percaya.
Kubur yang kosong adalah bukti nyata bahwa Yesus telah bangkit. Kebangkitan Yesus dari kematian bukanlah rekayasa atau dongeng 1001 mimpi, melainkan sebuah kebenaran. Ini adalah pengenapan dari apa yang dikatakan Yesus kepada murid-muridNya, "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." (Matius 17:22-23). Hal ini menunjukkan bahwa firman Tuhan adalah ya dan amin. Tidak ada janji firmanNya yang tidak Dia tepati. KebangkitanNya membuktikan bahwa Yesus bukan hanya sebagai Juruselamat, tetapi juga sebagai Tuhan yang hidup dan berkuasa! Maut dan kematian tidak berkuasa lagi atas Dia. Ini adalah berita sukacita besar bagi orang percaya! Sebab apabila Yesus tidak bangkit dari kubur, maka sia-sialah iman kepercayaan kita dan sia-sialah pemberitaan Injil di muka bumi ini. Rasul Paulus menegaskan, "...jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus." (1 Korintus 15:17-18). Dan inilah pesan Tuhan kepada kita, "Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku," (Matius 28:10).
Kebangkitan Yesus memberi pengharapan yang pasti dan kabar sukacita ini harus kita beritakan kepada dunia; sudahkah kita melakukannya?
Saturday, March 30, 2013
KEMATIAN YESUS KRISTUS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Maret 2013 -
Baca: 1 Yohanes 2:1-6
"Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia." 1 Yohanes 2:2
Kita patut bersyukur karena mendapatkan jalan terlepas dari hukuman Allah yaitu melalui Kristus, yang rela datang ke dunia dan menyerahkan nyawaNya, mati ganti kita. Dia satu-satunya jalan keselamatan itu! "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi setiap orang yang percaya kepadaNya tidak lagi berada di bawah penghukuman Allah.
Banyak orang beranggapan bahwa dengan berbuat baik dan beramal sebanyak-banyaknya pasti beroleh keselamatan atau masuk sorga. Benarkah? Perhatikan ayat ini: "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman." (2 Timotius 1:9). Jadi kita diselamatkan oleh kasih karunia di dalam Yesus Kristus, bukan karena perbuatan baik kita (baca juga Efesus 2:8). Namun kita yang telah diselamatkan di dalam Yesus Kristus wajib dan harus berbuat baik.
Dengan mengingat kembali pengorbanan Kristus di atas kayu salib, seharusnya kita sebagai umat tebusanNya tidak lagi hidup sembrono karena dosa-dosa kita telah dibayar lunas olehNya. "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Dahulu sebelum kita percaya kepada Yesus, kita adalah hamba-hamba dosa, namun sekarang kita memiliki status baru yaitu hamba-hamba kebenaran. Jadi kita harus hidup benar dan berkenan kepada Tuhan, tidak lagi menyerahkan anggota-anggota tubuh kita sebagai senjata kelaliman, melainkan sebagai senjata kebenaran (baca Roma 6:13).
Jangan hanya terharu biru sembari menitikan air mata tatkala membayangkan penderitaan Kristus di kayu salib, tapi bagaimana komitmen kita membalas kasih dan pengorbananNya melalui tindakan nyata!
Baca: 1 Yohanes 2:1-6
"Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia." 1 Yohanes 2:2
Kita patut bersyukur karena mendapatkan jalan terlepas dari hukuman Allah yaitu melalui Kristus, yang rela datang ke dunia dan menyerahkan nyawaNya, mati ganti kita. Dia satu-satunya jalan keselamatan itu! "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi setiap orang yang percaya kepadaNya tidak lagi berada di bawah penghukuman Allah.
Banyak orang beranggapan bahwa dengan berbuat baik dan beramal sebanyak-banyaknya pasti beroleh keselamatan atau masuk sorga. Benarkah? Perhatikan ayat ini: "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman." (2 Timotius 1:9). Jadi kita diselamatkan oleh kasih karunia di dalam Yesus Kristus, bukan karena perbuatan baik kita (baca juga Efesus 2:8). Namun kita yang telah diselamatkan di dalam Yesus Kristus wajib dan harus berbuat baik.
Dengan mengingat kembali pengorbanan Kristus di atas kayu salib, seharusnya kita sebagai umat tebusanNya tidak lagi hidup sembrono karena dosa-dosa kita telah dibayar lunas olehNya. "...kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Dahulu sebelum kita percaya kepada Yesus, kita adalah hamba-hamba dosa, namun sekarang kita memiliki status baru yaitu hamba-hamba kebenaran. Jadi kita harus hidup benar dan berkenan kepada Tuhan, tidak lagi menyerahkan anggota-anggota tubuh kita sebagai senjata kelaliman, melainkan sebagai senjata kebenaran (baca Roma 6:13).
Jangan hanya terharu biru sembari menitikan air mata tatkala membayangkan penderitaan Kristus di kayu salib, tapi bagaimana komitmen kita membalas kasih dan pengorbananNya melalui tindakan nyata!
Friday, March 29, 2013
KEMATIAN YESUS KRISTUS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Maret 2013 -
Baca: Roma 5:1-11
"Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah." Roma 5:6
Peristiwa kematian manusia sesungguhnya sesuatu yang sangat alamiah dan merupakan bagian siklus kehidupan. Namun mengapa kematian Yesus Kristus di kayu salib terasa istimewa dan dirayakan di seluruh dunia? Bukankah kematianNya tidak jauh berbeda dengan kematian manusia lainnya, bahkan terlihat begitu tragis dan menyedihkan? Meski cara kematian Yesus merupakan salah satu kematian yang tragis dan menyedihkan, tapi membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia di muka bumi ini.
Kematian Yesus Kristus tidak bisa kita samakan atau bandingkan dengan kematian para nabi, rasul atau pun tokoh-tokoh besar dan ternama manapun di dunia. Dalam Roma 5:10 dikatakan, "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!" (Roma 5:10). Kematian Yesus Kristus adalah hakekat keselamatan bagi umat manusia karena melalui kematianNya kita diperdamaikan dengan Allah. Alkitab menegaskan bahwa "...oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri," (Ibrani 10:19). Oleh darah Yesus yang tercurah di kalvari kita dilayakkan untuk masuk ke dalam tempat kudus Allah. Sebagai manusia berdosa seharusnya kita dihukum dan dimurkai Allah, tapi melalui kematian Yesus Kristus kita beroleh pengampunan dosa dan mendapatkan keselamatan kekal, "...karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah." (Roma 5:9).
Jadi tanpa melalui kematian Yesus Kristus di kayu salib semua umat manusia akan mengalami kebinasaan kekal, sebab "...semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah," (Roma 2:23). Kita tahu bahwa dosa telah merusak seluruh aspek kehidupan manusia dan dosa itu mendatangkan murka dan hukuman Allah atas manusia, "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23).
Yesus Kristus rela mati bagi kita supaya kita diselamatkan!
Baca: Roma 5:1-11
"Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah." Roma 5:6
Peristiwa kematian manusia sesungguhnya sesuatu yang sangat alamiah dan merupakan bagian siklus kehidupan. Namun mengapa kematian Yesus Kristus di kayu salib terasa istimewa dan dirayakan di seluruh dunia? Bukankah kematianNya tidak jauh berbeda dengan kematian manusia lainnya, bahkan terlihat begitu tragis dan menyedihkan? Meski cara kematian Yesus merupakan salah satu kematian yang tragis dan menyedihkan, tapi membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia di muka bumi ini.
Kematian Yesus Kristus tidak bisa kita samakan atau bandingkan dengan kematian para nabi, rasul atau pun tokoh-tokoh besar dan ternama manapun di dunia. Dalam Roma 5:10 dikatakan, "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!" (Roma 5:10). Kematian Yesus Kristus adalah hakekat keselamatan bagi umat manusia karena melalui kematianNya kita diperdamaikan dengan Allah. Alkitab menegaskan bahwa "...oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri," (Ibrani 10:19). Oleh darah Yesus yang tercurah di kalvari kita dilayakkan untuk masuk ke dalam tempat kudus Allah. Sebagai manusia berdosa seharusnya kita dihukum dan dimurkai Allah, tapi melalui kematian Yesus Kristus kita beroleh pengampunan dosa dan mendapatkan keselamatan kekal, "...karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah." (Roma 5:9).
Jadi tanpa melalui kematian Yesus Kristus di kayu salib semua umat manusia akan mengalami kebinasaan kekal, sebab "...semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah," (Roma 2:23). Kita tahu bahwa dosa telah merusak seluruh aspek kehidupan manusia dan dosa itu mendatangkan murka dan hukuman Allah atas manusia, "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23).
Yesus Kristus rela mati bagi kita supaya kita diselamatkan!
Thursday, March 28, 2013
RUMAH IDAMAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Maret 2013 -
Baca: Amsal 24:1-34
"Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan," Amsal 24:3
Di 'rumah idaman' seorang suami menyatakan kasihnya yang tulus kepada isterinya. Dikatakan, "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya" (Efesus 5:28b). Begitu juga dengan isteri, ia harus tunduk dan taat kepada suaminya. Tertulis, "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat." (Efesus 22-23a). Tak terkecuali, anak juga memiliki kewajiban yaitu taat kepada orangtua sebagaimana dinasihatkan, "Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi." (Efesus 6:1-3). Suami, isteri dan anak harus memahami akan hal ini sebagai awal terbangunnya sebuah 'rumah idaman'.
Jika masing-masing anggota keluarga membangun 'rumah'nya dengan hati, berarti ia menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab. Suami sebagai kepala sekaligus ayah akan bertanggung jawab untuk memelihara keperluan jasmani keluarganya. Alkitab memperingatkan, "...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." (1 Timotius 5:8). Ia juga harus memperkenalkan Tuhan kepada keluarganya dan mengajarkan Alkitab terus-menerus, serta membimbing mereka untuk mengasihi Tuhan, juga mendisiplinkan seluruh anggota keluarga sesuai dengan firman Tuhan sehingga mereka memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tentang peran isteri (ibu), Salomo dengan sangat gamblang mencatatnya dalam Amsal 31:10-31, di mana si isteri beroleh pujian dari suami dan juga anak-anaknya karena ia mampu menjalankan perannya dengan sangat baik, maka "Ia lebih berharga dari pada permata." (Amsal 31:10b). Itulah sebabnya anak berkewajiban untuk membahagiakan orangtuanya di hari tua mereka.
Kunci utama memiliki 'rumah idaman' adalah mengutamakan Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala hal, dan masing-masing anggota keluarga menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan firman Tuhan!
Baca: Amsal 24:1-34
"Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan," Amsal 24:3
Di 'rumah idaman' seorang suami menyatakan kasihnya yang tulus kepada isterinya. Dikatakan, "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya" (Efesus 5:28b). Begitu juga dengan isteri, ia harus tunduk dan taat kepada suaminya. Tertulis, "Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat." (Efesus 22-23a). Tak terkecuali, anak juga memiliki kewajiban yaitu taat kepada orangtua sebagaimana dinasihatkan, "Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi." (Efesus 6:1-3). Suami, isteri dan anak harus memahami akan hal ini sebagai awal terbangunnya sebuah 'rumah idaman'.
Jika masing-masing anggota keluarga membangun 'rumah'nya dengan hati, berarti ia menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab. Suami sebagai kepala sekaligus ayah akan bertanggung jawab untuk memelihara keperluan jasmani keluarganya. Alkitab memperingatkan, "...jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman." (1 Timotius 5:8). Ia juga harus memperkenalkan Tuhan kepada keluarganya dan mengajarkan Alkitab terus-menerus, serta membimbing mereka untuk mengasihi Tuhan, juga mendisiplinkan seluruh anggota keluarga sesuai dengan firman Tuhan sehingga mereka memiliki hati yang takut akan Tuhan. Tentang peran isteri (ibu), Salomo dengan sangat gamblang mencatatnya dalam Amsal 31:10-31, di mana si isteri beroleh pujian dari suami dan juga anak-anaknya karena ia mampu menjalankan perannya dengan sangat baik, maka "Ia lebih berharga dari pada permata." (Amsal 31:10b). Itulah sebabnya anak berkewajiban untuk membahagiakan orangtuanya di hari tua mereka.
Kunci utama memiliki 'rumah idaman' adalah mengutamakan Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala hal, dan masing-masing anggota keluarga menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan firman Tuhan!
Wednesday, March 27, 2013
RUMAH IDAMAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 127:1-5
"Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;" Mazmur 127:1
Memiliki rumah adalah idaman semua orang, terlebih bagi kita yang tinggal di kawasan perkotaan, di mana harga tanah dan rumah sangat mahal. Bagi orang yang berpenghasilan sangat minim atau pas-pasan sulit rasanya untuk bisa membeli rumah. Jangankan memiliki rumah sendiri, untuk membayar kontrak rumah saja setengah mati. Akhirnya mereka harus indekos atau berpindah-pindah tempat untuk mengontrak rumah.
Inilah fenomena kehidupan! Jika kita ditanya rumah yang bagaimana yang menjadi idaman kita, maka kita pasti mendambakan rumah yang layak huni: di kawasan real estate yang lokasinya bebas dari banjir dan juga kemacetan, nyaman, aman plus fasilitas yang memadai. Mungkin ada yang mengatakan kita bermimpi! Namun tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya! Itu tergantung pada tangan kita. Ini berbicara tentang ketekunan dan kerja keras kita dalam memenuhi kebutuhan hidup. "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Asal kita mau bekerja dengan rajin, tidak bermalas-malasan, rajin menabung dan terutama sekali senantiasa mengutamakan Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala perkara, niscaya apa yang kita impikan dan harapkan pasti akan terwujud. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
'Rumah idaman' sesungguhnya bukan hanya berbicara tentang sebuah rumah atau bangunan secara fisik yang dilengkapi dengan berbagai macam perabot rumah tangga yang mahal-mahal (house), namun lebih ditekanan kepada keluarga atau pribadi-pribadi yang tinggal di dalamnya. Rumah idaman adalah home, yaitu tempat di mana sebuah keluarga mendapatkan kenyamanan, kedamaian, sukacita dan penghiburan; tempat di mana kita beroleh kekuatan kala masalah atau badai kehidupan datang menerpa; tempat di mana kita mempraktekkan kasih Kristus kepada seluruh anggota keluarga dalam wujud nyata; tempat di mana kita dibentuk, diproses dan diajar, ibarat sekolah dan gereja 'kecil' bagi anak-anak; tempat dimana para orangtua mengajarkan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan dan memberikan teladan hidup. (Bersambung)
Baca: Mazmur 127:1-5
"Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;" Mazmur 127:1
Memiliki rumah adalah idaman semua orang, terlebih bagi kita yang tinggal di kawasan perkotaan, di mana harga tanah dan rumah sangat mahal. Bagi orang yang berpenghasilan sangat minim atau pas-pasan sulit rasanya untuk bisa membeli rumah. Jangankan memiliki rumah sendiri, untuk membayar kontrak rumah saja setengah mati. Akhirnya mereka harus indekos atau berpindah-pindah tempat untuk mengontrak rumah.
Inilah fenomena kehidupan! Jika kita ditanya rumah yang bagaimana yang menjadi idaman kita, maka kita pasti mendambakan rumah yang layak huni: di kawasan real estate yang lokasinya bebas dari banjir dan juga kemacetan, nyaman, aman plus fasilitas yang memadai. Mungkin ada yang mengatakan kita bermimpi! Namun tidak ada perkara yang mustahil bagi orang percaya! Itu tergantung pada tangan kita. Ini berbicara tentang ketekunan dan kerja keras kita dalam memenuhi kebutuhan hidup. "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4). Asal kita mau bekerja dengan rajin, tidak bermalas-malasan, rajin menabung dan terutama sekali senantiasa mengutamakan Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala perkara, niscaya apa yang kita impikan dan harapkan pasti akan terwujud. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
'Rumah idaman' sesungguhnya bukan hanya berbicara tentang sebuah rumah atau bangunan secara fisik yang dilengkapi dengan berbagai macam perabot rumah tangga yang mahal-mahal (house), namun lebih ditekanan kepada keluarga atau pribadi-pribadi yang tinggal di dalamnya. Rumah idaman adalah home, yaitu tempat di mana sebuah keluarga mendapatkan kenyamanan, kedamaian, sukacita dan penghiburan; tempat di mana kita beroleh kekuatan kala masalah atau badai kehidupan datang menerpa; tempat di mana kita mempraktekkan kasih Kristus kepada seluruh anggota keluarga dalam wujud nyata; tempat di mana kita dibentuk, diproses dan diajar, ibarat sekolah dan gereja 'kecil' bagi anak-anak; tempat dimana para orangtua mengajarkan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan dan memberikan teladan hidup. (Bersambung)
Tuesday, March 26, 2013
SUKA MENUNDA WAKTU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Maret 2013 -
Baca: Amsal 22:1-16
"Si pemalas berkata: 'Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan.'" Amsal 22:13
Suka menunda-nunda belajar atau mengerjakan PR (pekerjaan rumah) seringkali menjadi kebiasaan anak-anak yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Akibatnya ketika ujian tiba mereka kelabakan, mencari pinjaman catatan kesana-kemari dan belajar dengan SKS (sistem kebut semalam). Hasilnya pasti berbeda dengan siswa yang belajar tekun, tanpa menunda-nunda waktu. Ada banyak karyawan yang juga masih suka menunda-nunda mengerjakan tugasnya, apalagi jika pimpinan tidak di tempat mereka lebih memilih berleha-leha daripada sesegera mungkin merampungkan pekerjaannya. Seringkali alasannya adalah sangat klasik: capai, mengantuk dan sebagainya.
Sesungguhnya orang yang memiliki kebiasaan menunda-nunda waktu dalam mengerjakan segala sesuatu adalah bukti bahwa ia adalah seorang pemalas. Fakta membuktikan bahwa seorang pemalas selalu punya kiat jitu untuk berdalih atau mengemukakan 1001 alasan seperti ayat nas di atas. Sungguh, "Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia," (Amsal 13:4), dan karena ia tidak langsung bertindak, maka "Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat tidurnya." (Amsal 26:14). Kebiasaan menunda-nunda waktu jika terus dipelihara akan sangat merugikan diri si pelaku karena ia tidak akan pernah maju dan makin jauh tertinggal dari rekan-rekannya. Sampai kapan kita akan seperti itu? Menunggu sampai kita terpuruk dan gagal? Berubahlah mulai dari sekarang, "...waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2).
Untuk mengerjakan kehendak Tuhan dan segala hal yang ada di dunia ini diperlukan kesungguhan dan kerja keras, bukan tindakan yang ala kadarnya. Yosua tidak sabar melihat orang Israel yang suka menunda-nunda waktu, "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" (Yosua 18:3).
Hidup adalah kesempatan yang Tuhan berikan, dan apa yang kita lakukan sekarang akan menentukan masa depan kita!
Baca: Amsal 22:1-16
"Si pemalas berkata: 'Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan.'" Amsal 22:13
Suka menunda-nunda belajar atau mengerjakan PR (pekerjaan rumah) seringkali menjadi kebiasaan anak-anak yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Akibatnya ketika ujian tiba mereka kelabakan, mencari pinjaman catatan kesana-kemari dan belajar dengan SKS (sistem kebut semalam). Hasilnya pasti berbeda dengan siswa yang belajar tekun, tanpa menunda-nunda waktu. Ada banyak karyawan yang juga masih suka menunda-nunda mengerjakan tugasnya, apalagi jika pimpinan tidak di tempat mereka lebih memilih berleha-leha daripada sesegera mungkin merampungkan pekerjaannya. Seringkali alasannya adalah sangat klasik: capai, mengantuk dan sebagainya.
Sesungguhnya orang yang memiliki kebiasaan menunda-nunda waktu dalam mengerjakan segala sesuatu adalah bukti bahwa ia adalah seorang pemalas. Fakta membuktikan bahwa seorang pemalas selalu punya kiat jitu untuk berdalih atau mengemukakan 1001 alasan seperti ayat nas di atas. Sungguh, "Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia," (Amsal 13:4), dan karena ia tidak langsung bertindak, maka "Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat tidurnya." (Amsal 26:14). Kebiasaan menunda-nunda waktu jika terus dipelihara akan sangat merugikan diri si pelaku karena ia tidak akan pernah maju dan makin jauh tertinggal dari rekan-rekannya. Sampai kapan kita akan seperti itu? Menunggu sampai kita terpuruk dan gagal? Berubahlah mulai dari sekarang, "...waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu." (2 Korintus 6:2).
Untuk mengerjakan kehendak Tuhan dan segala hal yang ada di dunia ini diperlukan kesungguhan dan kerja keras, bukan tindakan yang ala kadarnya. Yosua tidak sabar melihat orang Israel yang suka menunda-nunda waktu, "Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak pergi menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" (Yosua 18:3).
Hidup adalah kesempatan yang Tuhan berikan, dan apa yang kita lakukan sekarang akan menentukan masa depan kita!
Monday, March 25, 2013
MENIKMATI HASIL PEKERJAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Maret 2013 -
Baca: Ulangan 28:1-14
"Tuhan akan memerintahkan berkat ke atasmu di dalam lumbungmu dan di dalam segala usahamu; Ia akan memberkati engkau di negeri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu." Ulangan 28:8
Apakah Saudara mencintai pekerjaan/profesi yang Saudara tekuni saat ini? entah itu di dunia kerja konvensional atau mungkin sebagai fulltimer di ladang Tuhan. Ada yang berkata, "Aku sangat cocok dan menikmati pekerjaan ini." Namun tidak sedikit orang yang mengeluhkan pekerjaannya dengan alasan jenuh, bosan tidak cocok, tertekan, frustasi tidak puas dan sebagainya sehingga mereka melakukan pekerjaannya dengan keterpaksaan dan setengah hati. Pasti ada perbedaan hasil antara orang yang merasa cocok dengan pekerjaannya dan yang tidak cocok.
Berada dalam pekerjaan yang tepat dan karir yang cocok adalah kunci keberhasilan seseorang karena ia pasti akan bekerja dengan giat, tidak hitung-hitungan dan sepenuh hati, sehingga yang dihasilkannya pun bisa optimal. Sebaliknya banyak orang menyalahkan rekan kerja, lingkungan, pimpinan atau bahkan keluarga karena frustasi dengan pekerjaan yang mereka jalani. Seharusnya pekerjaan yang kita geluti adalah sebagai sumber sukacita dan saluran bagi Tuhan untuk mencurahkan berkat-berkatNya.
Oleh karena itu kita harus bisa menikmati (mencintai) pekerjaan kita dan melakukannya dengan penuh antusias sehingga kita pun dapat menikmati hasil pekerjaan tersebut, seperti tertullis: "Mereka tidak akan mendirikan sesuatu, supaya orang lain mendiaminya, dan mereka tidak akan menanam sesuatu, supaya orang lain memakan buahnya; sebab umur umat-Ku akan sepanjang umur pohon, dan orang-orang pilihan-Ku akan menikmati pekerjaan tangan mereka." (Yesaya 65:22). Bahkan rasul Paulus menasihati: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:23-24a). Tuhan menyediakan berkatNya bagi orang-orang yang mau bekerja dengan baik dan dengan sekuat tenaga.
Jadi, hanya dengan mencintai pekerjaan kitalah kita akan mendapatkan sukacita dan berkat dari Tuhan!
Baca: Ulangan 28:1-14
"Tuhan akan memerintahkan berkat ke atasmu di dalam lumbungmu dan di dalam segala usahamu; Ia akan memberkati engkau di negeri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu." Ulangan 28:8
Apakah Saudara mencintai pekerjaan/profesi yang Saudara tekuni saat ini? entah itu di dunia kerja konvensional atau mungkin sebagai fulltimer di ladang Tuhan. Ada yang berkata, "Aku sangat cocok dan menikmati pekerjaan ini." Namun tidak sedikit orang yang mengeluhkan pekerjaannya dengan alasan jenuh, bosan tidak cocok, tertekan, frustasi tidak puas dan sebagainya sehingga mereka melakukan pekerjaannya dengan keterpaksaan dan setengah hati. Pasti ada perbedaan hasil antara orang yang merasa cocok dengan pekerjaannya dan yang tidak cocok.
Berada dalam pekerjaan yang tepat dan karir yang cocok adalah kunci keberhasilan seseorang karena ia pasti akan bekerja dengan giat, tidak hitung-hitungan dan sepenuh hati, sehingga yang dihasilkannya pun bisa optimal. Sebaliknya banyak orang menyalahkan rekan kerja, lingkungan, pimpinan atau bahkan keluarga karena frustasi dengan pekerjaan yang mereka jalani. Seharusnya pekerjaan yang kita geluti adalah sebagai sumber sukacita dan saluran bagi Tuhan untuk mencurahkan berkat-berkatNya.
Oleh karena itu kita harus bisa menikmati (mencintai) pekerjaan kita dan melakukannya dengan penuh antusias sehingga kita pun dapat menikmati hasil pekerjaan tersebut, seperti tertullis: "Mereka tidak akan mendirikan sesuatu, supaya orang lain mendiaminya, dan mereka tidak akan menanam sesuatu, supaya orang lain memakan buahnya; sebab umur umat-Ku akan sepanjang umur pohon, dan orang-orang pilihan-Ku akan menikmati pekerjaan tangan mereka." (Yesaya 65:22). Bahkan rasul Paulus menasihati: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:23-24a). Tuhan menyediakan berkatNya bagi orang-orang yang mau bekerja dengan baik dan dengan sekuat tenaga.
Jadi, hanya dengan mencintai pekerjaan kitalah kita akan mendapatkan sukacita dan berkat dari Tuhan!
Sunday, March 24, 2013
PUJIAN MELEPASKAN BELENGGU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 30:1-13
"Aku akan memuji Engkau, ya Tuhan, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan tidak memberi musuh-musuhku bersukacita atas aku." Mazmur 30:2
Banyak orang-orang di luar Tuhan berkata, "Orang Kristen itu aneh. Setiap ibadah di gereja selalu bernyanyi, ada yang sambil bertepuk tangan dan bergoyang-goyang. Di persekutuan mereka juga selalu bernyanyi." Memang, puji-pujian tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Kristen. Jika ada orang Kristen yang tidak suka memuji Tuhan atau hanya memuji Tuhan saat berada di gereja, berarti ia orang Kristen yang 'tidak normal'. Normalnya, orang Kristen pasti suka memuji Tuhan di mana pun dan kapan pun. Bahkan Daud memuji-muji Tuhan tujuh kali dalam sehari (baca Mazmur 119:164). Jangan anggap remeh puji-pujian bagi Tuhan itu! Ada kuasa yang dahsyat saat kita memuji Tuhan sebab Ia bersemayam di atas pujian yang dinaikkan oleh umatNya (baca Mazmur 22:4).
Kapan waktu yang tepat memuji Tuhan? Saat lagi happy, tidak ada masalah, sehat, menerima berkat? Tidak. Memuji Tuhan itu di segala keadaan dan setiap waktu, terutama waktu dalam kesesakan dan pergumulan berat. Mengapa? Karena dengan memuji-muji Tuhan iman kita kembali dibangkitkan; segala kekuatiran dan ketakutan sirna oleh karena hati dan pikiran kita tertuju kepada Tuhan. Dahsyatnya kuasa puji-pujian itu dirasakan oleh Paulus dan Silas. Saat mereka dijebloskan dalam penjara karena memberitakan Injil, "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka...terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua." (Kisah 16:25-26). Meski sedang terjepit dan dalam ujian yang berat Paulus tetap tegar dan masih bisa memuji-muji Tuhan. Ketika mereka menaikkan pujian Tuhan hadir dan melawatnya. Perkara besar pun terjadi: Gempa bumi, sendi-sendi penjara goyah, pintu terbuka dan belenggu terlepaskan.
Apa yang sedang membelenggu Saudara: sakit-penyakit, kegagalan, kemiskinan? Angkatlah suaramu dan pujilah Tuhan! Ada kuasa yang memerdekakan kita saat kita memuji-muji Tuhan.
Memuji-muji Tuhan adalah kunci yang menggerakkan pintu sorga terbuka dan tanganNya terulur bagi kita!
Baca: Mazmur 30:1-13
"Aku akan memuji Engkau, ya Tuhan, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan tidak memberi musuh-musuhku bersukacita atas aku." Mazmur 30:2
Banyak orang-orang di luar Tuhan berkata, "Orang Kristen itu aneh. Setiap ibadah di gereja selalu bernyanyi, ada yang sambil bertepuk tangan dan bergoyang-goyang. Di persekutuan mereka juga selalu bernyanyi." Memang, puji-pujian tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Kristen. Jika ada orang Kristen yang tidak suka memuji Tuhan atau hanya memuji Tuhan saat berada di gereja, berarti ia orang Kristen yang 'tidak normal'. Normalnya, orang Kristen pasti suka memuji Tuhan di mana pun dan kapan pun. Bahkan Daud memuji-muji Tuhan tujuh kali dalam sehari (baca Mazmur 119:164). Jangan anggap remeh puji-pujian bagi Tuhan itu! Ada kuasa yang dahsyat saat kita memuji Tuhan sebab Ia bersemayam di atas pujian yang dinaikkan oleh umatNya (baca Mazmur 22:4).
Kapan waktu yang tepat memuji Tuhan? Saat lagi happy, tidak ada masalah, sehat, menerima berkat? Tidak. Memuji Tuhan itu di segala keadaan dan setiap waktu, terutama waktu dalam kesesakan dan pergumulan berat. Mengapa? Karena dengan memuji-muji Tuhan iman kita kembali dibangkitkan; segala kekuatiran dan ketakutan sirna oleh karena hati dan pikiran kita tertuju kepada Tuhan. Dahsyatnya kuasa puji-pujian itu dirasakan oleh Paulus dan Silas. Saat mereka dijebloskan dalam penjara karena memberitakan Injil, "...kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka...terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua." (Kisah 16:25-26). Meski sedang terjepit dan dalam ujian yang berat Paulus tetap tegar dan masih bisa memuji-muji Tuhan. Ketika mereka menaikkan pujian Tuhan hadir dan melawatnya. Perkara besar pun terjadi: Gempa bumi, sendi-sendi penjara goyah, pintu terbuka dan belenggu terlepaskan.
Apa yang sedang membelenggu Saudara: sakit-penyakit, kegagalan, kemiskinan? Angkatlah suaramu dan pujilah Tuhan! Ada kuasa yang memerdekakan kita saat kita memuji-muji Tuhan.
Memuji-muji Tuhan adalah kunci yang menggerakkan pintu sorga terbuka dan tanganNya terulur bagi kita!
Saturday, March 23, 2013
TUHAN MENYEMBUNYIKAN WAJAHNYA? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Maret 2013 -
Baca: Ayub 23:1-17
"Tetapi Ia tidak pernah berubah - siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga." Ayub 23:13
Pelanggaran dan dosa adalah penyebab utama Tuhan serasa jauh dan menyembunyikan wajahNya. Satu-satunya jalan memulihkan hubungan denganNya adalah pertobatan sungguh.
2. Mengungkapkan isi hati melalui doa. Ketika kita merasa sendiri dan seolah-olah Tuhan tidak ada bersama kita, ungkapkan apa yang sedang bergejolak di dalam hati dan pikiran kita kepada Tuhan melalui doa, seperti Daud, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Ayub juga demikian, "Sesungguhnya, kalau aku berjalan ke timur, Ia tidak di sana; atau ke barat, tidak kudapati Dia; di utara kucari Dia, Ia tidak tampak, aku berpaling ke selatan, aku tidak melihat Dia." (Ayub 23:8-9). Asal kita mencari Tuhan dengan segenap hati Dia akan menjawab segala keraguan kita dari sorgaNya yang kudus, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Inilah janji Tuhan: tidak akan pernah membiarkan dan meninggalkan kita! Kita harus percaya bahwa Tuhan selalu ada di setiap pergumulan yang kita hadapi. Manusia bisa saja dengan mudahnya lupa, ingkar dan mengecewakan sesamanya, tetapi Tuhan bukanlah manusia. Segala yang Dia janjikan pasti akan ditepati dan digenapinya sebab firmanNya ya dan amin. Maka dari itu arahkan hati, pikiran dan pandangan kita hanya kepada Tuhan karena Dia sungguh baik dan sangat mengasihi kita. Apa pun masalah kita, Dia tahu persis karena Dia adalah Pengendali segala sesuatu. Seburuk dan segelap apa pun perjalanan yang harus kita tempuh, tidak akan mengubah janji penyertaanNya.
Ayub mengalami pergumulan yang sangat berat seolah-olah Tuhan meninggalkan dan menyembunyikan wajahNya. Namun ia tidak patah arang dan putus asa, ia tetap menguatkan iman percayanya kepada Tuhan.
Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, Dia menyembunyikan wajahNya ketika kita melakukan dosa!
Baca: Ayub 23:1-17
"Tetapi Ia tidak pernah berubah - siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga." Ayub 23:13
Pelanggaran dan dosa adalah penyebab utama Tuhan serasa jauh dan menyembunyikan wajahNya. Satu-satunya jalan memulihkan hubungan denganNya adalah pertobatan sungguh.
2. Mengungkapkan isi hati melalui doa. Ketika kita merasa sendiri dan seolah-olah Tuhan tidak ada bersama kita, ungkapkan apa yang sedang bergejolak di dalam hati dan pikiran kita kepada Tuhan melalui doa, seperti Daud, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Ayub juga demikian, "Sesungguhnya, kalau aku berjalan ke timur, Ia tidak di sana; atau ke barat, tidak kudapati Dia; di utara kucari Dia, Ia tidak tampak, aku berpaling ke selatan, aku tidak melihat Dia." (Ayub 23:8-9). Asal kita mencari Tuhan dengan segenap hati Dia akan menjawab segala keraguan kita dari sorgaNya yang kudus, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Inilah janji Tuhan: tidak akan pernah membiarkan dan meninggalkan kita! Kita harus percaya bahwa Tuhan selalu ada di setiap pergumulan yang kita hadapi. Manusia bisa saja dengan mudahnya lupa, ingkar dan mengecewakan sesamanya, tetapi Tuhan bukanlah manusia. Segala yang Dia janjikan pasti akan ditepati dan digenapinya sebab firmanNya ya dan amin. Maka dari itu arahkan hati, pikiran dan pandangan kita hanya kepada Tuhan karena Dia sungguh baik dan sangat mengasihi kita. Apa pun masalah kita, Dia tahu persis karena Dia adalah Pengendali segala sesuatu. Seburuk dan segelap apa pun perjalanan yang harus kita tempuh, tidak akan mengubah janji penyertaanNya.
Ayub mengalami pergumulan yang sangat berat seolah-olah Tuhan meninggalkan dan menyembunyikan wajahNya. Namun ia tidak patah arang dan putus asa, ia tetap menguatkan iman percayanya kepada Tuhan.
Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, Dia menyembunyikan wajahNya ketika kita melakukan dosa!
Friday, March 22, 2013
TUHAN MENYEMBUNYIKAN WAJAHNYA? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 143:1-12
"Jawablah aku dengan segera, ya Tuhan, sudah habis semangatku! Jangan sembunyikan wajah-Mu terhadap aku," Mazmur 143:7
Saat dalam penderitaan dan kesesakan seringkali yang timbul adalah pikiran-pikiran negatif: takut, kuatir, cemas, kecewa. Tidak sedikit yang mulai ragu dan sangsi akan penyertaan Tuhan. Kita pun mulai marah dan bertanya dalam hati seperti yang disampaikan pemazmur dalam ayat nas di atas. Kita berpikir Tuhan telah meninggalkan dan membiarkan kita serta menyembunyikan wajahNya. Benarkah demikian?
FirmanNya menegaskan, "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:15-16). Tuhan sangat mengasihi kita dan Dia tidak akan pernah meninggalkan kita, umat pilihanNya, karena Dia adalah Imanuel, Tuhan yang menyertai kita, bahkan Ia akan menyertai kita "...senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b).
Pengorbanan Kristus di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Ia sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia serahkan. Apa yang harus kita lakukan supaya Tuhan tidak menyembunyikan wajahNya dari kita? 1. Mengoreksi diri. Mungkin selama ini ada pelanggaran dan dosa yang telah kita perbuat, namun "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Jika demikian kita harus segera datang kepada Tuhan untuk memohon ampun atas pelanggaran yang telah kita perbuat, seperti yang dilakukan Daud ini, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." (Mazmur 51:3-5). Alkitab menyatakan bahwa jika kita dengan jujur mengakui dosa-dosa kita, Tuhan akan mengampuni kita (baca 1 Yohanes 1:9). (Bersambung)
Baca: Mazmur 143:1-12
"Jawablah aku dengan segera, ya Tuhan, sudah habis semangatku! Jangan sembunyikan wajah-Mu terhadap aku," Mazmur 143:7
Saat dalam penderitaan dan kesesakan seringkali yang timbul adalah pikiran-pikiran negatif: takut, kuatir, cemas, kecewa. Tidak sedikit yang mulai ragu dan sangsi akan penyertaan Tuhan. Kita pun mulai marah dan bertanya dalam hati seperti yang disampaikan pemazmur dalam ayat nas di atas. Kita berpikir Tuhan telah meninggalkan dan membiarkan kita serta menyembunyikan wajahNya. Benarkah demikian?
FirmanNya menegaskan, "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:15-16). Tuhan sangat mengasihi kita dan Dia tidak akan pernah meninggalkan kita, umat pilihanNya, karena Dia adalah Imanuel, Tuhan yang menyertai kita, bahkan Ia akan menyertai kita "...senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b).
Pengorbanan Kristus di atas kayu salib adalah bukti nyata betapa Ia sangat mengasihi kita sehingga nyawaNya pun rela Dia serahkan. Apa yang harus kita lakukan supaya Tuhan tidak menyembunyikan wajahNya dari kita? 1. Mengoreksi diri. Mungkin selama ini ada pelanggaran dan dosa yang telah kita perbuat, namun "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Jika demikian kita harus segera datang kepada Tuhan untuk memohon ampun atas pelanggaran yang telah kita perbuat, seperti yang dilakukan Daud ini, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." (Mazmur 51:3-5). Alkitab menyatakan bahwa jika kita dengan jujur mengakui dosa-dosa kita, Tuhan akan mengampuni kita (baca 1 Yohanes 1:9). (Bersambung)
Thursday, March 21, 2013
STOP SALING MENYALAHKAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Maret 2013 -
Baca: Yakobus 5:7-11
"Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum." Yakobus 5:9a
Bersungut-sungut dan saling menyalahkan adalah sifat yang sangat menonjol dari bangsa Israel. Setiap menghadapi kesulitan atau masalah mereka tidak pernah mengoreksi diri terlebih dahulu sebab-musababnya, melainkan langsung menyalahkan orang lain dan bersungut-sungut. "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Mereka menyalahkan Musa, menyalahkan keadaan dan selalu membanding-bandingkan dengan keadaan sebelumnya. Melihat apa yang diperbuat oleh bangsa Israel ini Tuhan menjadi sangat marah sehingga mereka harus langsung menanggung akibatnya: mati dipagut ular, dibinasakan oleh malaikat maut, dan puncaknya gagal memasuki Tanah Perjanjian, kecuali Yosua dan Kaleb.
Bukankah tindakan ini juga sering dilakukan oleh banyak orang Kristen? Memang lebih mudah menyalahkan orang lain daripada melihat keberadaan diri sendiri. Kita cenderung tidak mau dipersalahkan. Kita merasa paling benar! Ketika penyakit, suami isteri saling menyalahkan, orangtua dan anak saling menyalahkan, bahkan tidak jarang kita juga menyalahkan Tuhan. Yakobus menasihati, "Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (Yakobus 5:10-11).
Mari belajar dari Ayub, ketika dalam ujian dan penderitaan ia dipersalahkan oleh isterinya, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (Ayun 2:9), namun ia mampu menjaga hatinya dan tidak menyalahkan Tuhan karena ia sadar itu adalah proses yang diijinkan Tuhan terjadi.
Bersungut-sungut dan suka menyalahkan orang lain adalah tanda ketidakdewasaan rohani seseorang!
Baca: Yakobus 5:7-11
"Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum." Yakobus 5:9a
Bersungut-sungut dan saling menyalahkan adalah sifat yang sangat menonjol dari bangsa Israel. Setiap menghadapi kesulitan atau masalah mereka tidak pernah mengoreksi diri terlebih dahulu sebab-musababnya, melainkan langsung menyalahkan orang lain dan bersungut-sungut. "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Mereka menyalahkan Musa, menyalahkan keadaan dan selalu membanding-bandingkan dengan keadaan sebelumnya. Melihat apa yang diperbuat oleh bangsa Israel ini Tuhan menjadi sangat marah sehingga mereka harus langsung menanggung akibatnya: mati dipagut ular, dibinasakan oleh malaikat maut, dan puncaknya gagal memasuki Tanah Perjanjian, kecuali Yosua dan Kaleb.
Bukankah tindakan ini juga sering dilakukan oleh banyak orang Kristen? Memang lebih mudah menyalahkan orang lain daripada melihat keberadaan diri sendiri. Kita cenderung tidak mau dipersalahkan. Kita merasa paling benar! Ketika penyakit, suami isteri saling menyalahkan, orangtua dan anak saling menyalahkan, bahkan tidak jarang kita juga menyalahkan Tuhan. Yakobus menasihati, "Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (Yakobus 5:10-11).
Mari belajar dari Ayub, ketika dalam ujian dan penderitaan ia dipersalahkan oleh isterinya, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (Ayun 2:9), namun ia mampu menjaga hatinya dan tidak menyalahkan Tuhan karena ia sadar itu adalah proses yang diijinkan Tuhan terjadi.
Bersungut-sungut dan suka menyalahkan orang lain adalah tanda ketidakdewasaan rohani seseorang!
Wednesday, March 20, 2013
BANYAK MEMBERI, BANYAK BERKAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Maret 2013 -
Baca: Amsal 11:1-31
"Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." Amsal 11:25
Sudah menjadi sifat alamiah manusia jika maunya hanya menerima atau mendapat, tapi tidak mau kehilangan atau memberi. Kita berpikir bahwa semakin kita berhemat untuk diri sendiri, ditambah dengan menerima dari orang lain, maka kita akan semakin bertambah-tambah dan berkelimpahan. Itu yang ada dalam pemikiran manusia dan juga menjadi prinsip hidup orang dunia.
Tetapi, prinsip dunia ini sangat bertolak belakang dengan prinsip Kerajaan Allah, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." (Amsal 11:24). Alkitab menegaskan bahwa justru orang yang banyak memberi kepada orang lain akan menerima kelimpahan, sebaliknya orang yang kikir, yang menghemat begitu rupa akan selalu berkekurangan. "Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan." (Amsal 28:22). Jadi "Berilah dan kamu akan diberi:" (Lukas 6:38).
Mengapa kita diharuskan memberi terlebih dahulu jika ingin mendapatkan? Karena ini perintah Tuhan! Dan selalu ada upah bagi yang taat melakukan perintah Tuhan, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Jika kita ingin mendapat sesuatu kita harus rela kehilangan. Kita akan diberkati secara melimpah jika kita setia mengerjakan bagian kita, yaitu memberi persepuluhan (baca Maleakhi 3:10), memperhatikan orrang yang kekurangan (baca Amsal 28:27) dan sebagainya. Sebagai anak-anak Tuhan, semangat dalam memberi harus lebih besar dari semangat menerima, sebab tujuan Tuhan memberkati kita adalah untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain. Memberi adalah kasih dalam tindakan nyata, bukan hanya lewat ucapan.
Jika kita rela melepaskan apa yang ada di tangan kita, maka Tuhan akan rela juga melepaskan apa yang ada di tanganNya bagi kita.
Baca: Amsal 11:1-31
"Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." Amsal 11:25
Sudah menjadi sifat alamiah manusia jika maunya hanya menerima atau mendapat, tapi tidak mau kehilangan atau memberi. Kita berpikir bahwa semakin kita berhemat untuk diri sendiri, ditambah dengan menerima dari orang lain, maka kita akan semakin bertambah-tambah dan berkelimpahan. Itu yang ada dalam pemikiran manusia dan juga menjadi prinsip hidup orang dunia.
Tetapi, prinsip dunia ini sangat bertolak belakang dengan prinsip Kerajaan Allah, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." (Amsal 11:24). Alkitab menegaskan bahwa justru orang yang banyak memberi kepada orang lain akan menerima kelimpahan, sebaliknya orang yang kikir, yang menghemat begitu rupa akan selalu berkekurangan. "Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan." (Amsal 28:22). Jadi "Berilah dan kamu akan diberi:" (Lukas 6:38).
Mengapa kita diharuskan memberi terlebih dahulu jika ingin mendapatkan? Karena ini perintah Tuhan! Dan selalu ada upah bagi yang taat melakukan perintah Tuhan, "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7). Jika kita ingin mendapat sesuatu kita harus rela kehilangan. Kita akan diberkati secara melimpah jika kita setia mengerjakan bagian kita, yaitu memberi persepuluhan (baca Maleakhi 3:10), memperhatikan orrang yang kekurangan (baca Amsal 28:27) dan sebagainya. Sebagai anak-anak Tuhan, semangat dalam memberi harus lebih besar dari semangat menerima, sebab tujuan Tuhan memberkati kita adalah untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain. Memberi adalah kasih dalam tindakan nyata, bukan hanya lewat ucapan.
Jika kita rela melepaskan apa yang ada di tangan kita, maka Tuhan akan rela juga melepaskan apa yang ada di tanganNya bagi kita.
Tuesday, March 19, 2013
BERHASIL: Siapa Yang Kita Miliki
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Maret 2013 -
Baca: Kejadian 39:1-23
"Tetapi Tuhan menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu." Kejadian 39:2
Sudah menjadi hal yang lumrah jika orang-orang dunia selalu mengukur atau menilai keberhasilan orang lain berdasarkan apa yang mereka punyai. Orang dikatakan berhasil karena memiliki rumah megah, mobil mewah, jabatan tinggi, terkenal.
Perhatikan ayat nas: Yusuf disebut orang yang selalu berhasil, padahal bukankah ia hanya sebagai budak di rumah Potifar? Memang cara pandang orang percaya dan orang dunia itu berbeda. Keberhasilan bagi orang percaya bukan berdasarkan atas apa yang ia miliki, tetapi bergantung pada 'siapa' yang ia miliki dalam hidup ini. Yusuf disebut sebagai orang berhasil, bahkan akhirnya dipercaya sebagai penguasa Mesir karena ia memiliki Tuhan yang hidup, yang senantiasa menyertai hidupnya.
Bangsa Israel selalu berhasil mengalahkan bangsa-bangsa lain dalam peperangan, saat mereka melibatkan Tuhan. Firaun dan pasukannya tak berdaya di depan bangsa Israel oleh karena Tuhan yang berperang ganti mereka. "Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14). Ketika bangsa Israel mengelilingi tembok Yerikho selama tujuh kali dengan meniup sangkakala, tembok itu pun runtuh. Bani Moab, Amon dan orang Meunim bertekuk lutut ketika Yosafat dan rakyatnya bersorak-sorai menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. Itu semua karena siapa? "...bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah." (2 Tawarikh 20:15). Kunci keberhasilan mereka bukan pada kekuatan angkatan perang dan senjata canggihnya, kereta dan kuda, tapi semata-mata karena Tuhan ada di tengah-tengah mereka. "Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan Tuhan." (Amsal 21:31).
Oleh karena itu andalkan Tuhan dalam segala hal. Dialah yang menjadi jaminan hidup kita sepenuhnya. Ketika Tuhan Yesus menyertai langkah hidup kita, perkara-perkara besar dan ajaib pasti akan terjadi sehingga hidup kita menjadi kesaksian banyak orang.
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," Efesus 3:20
Baca: Kejadian 39:1-23
"Tetapi Tuhan menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu." Kejadian 39:2
Sudah menjadi hal yang lumrah jika orang-orang dunia selalu mengukur atau menilai keberhasilan orang lain berdasarkan apa yang mereka punyai. Orang dikatakan berhasil karena memiliki rumah megah, mobil mewah, jabatan tinggi, terkenal.
Perhatikan ayat nas: Yusuf disebut orang yang selalu berhasil, padahal bukankah ia hanya sebagai budak di rumah Potifar? Memang cara pandang orang percaya dan orang dunia itu berbeda. Keberhasilan bagi orang percaya bukan berdasarkan atas apa yang ia miliki, tetapi bergantung pada 'siapa' yang ia miliki dalam hidup ini. Yusuf disebut sebagai orang berhasil, bahkan akhirnya dipercaya sebagai penguasa Mesir karena ia memiliki Tuhan yang hidup, yang senantiasa menyertai hidupnya.
Bangsa Israel selalu berhasil mengalahkan bangsa-bangsa lain dalam peperangan, saat mereka melibatkan Tuhan. Firaun dan pasukannya tak berdaya di depan bangsa Israel oleh karena Tuhan yang berperang ganti mereka. "Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Keluaran 14:14). Ketika bangsa Israel mengelilingi tembok Yerikho selama tujuh kali dengan meniup sangkakala, tembok itu pun runtuh. Bani Moab, Amon dan orang Meunim bertekuk lutut ketika Yosafat dan rakyatnya bersorak-sorai menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. Itu semua karena siapa? "...bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah." (2 Tawarikh 20:15). Kunci keberhasilan mereka bukan pada kekuatan angkatan perang dan senjata canggihnya, kereta dan kuda, tapi semata-mata karena Tuhan ada di tengah-tengah mereka. "Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan Tuhan." (Amsal 21:31).
Oleh karena itu andalkan Tuhan dalam segala hal. Dialah yang menjadi jaminan hidup kita sepenuhnya. Ketika Tuhan Yesus menyertai langkah hidup kita, perkara-perkara besar dan ajaib pasti akan terjadi sehingga hidup kita menjadi kesaksian banyak orang.
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita," Efesus 3:20
Monday, March 18, 2013
IRI HATI: Sumber Konflik
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Maret 2013 -
Baca: 2 Korintus 12:11-21
"Aku kuatir akan adanya perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan, dan kerusuhan." 2 Korintus 12:20b
Jika kita memperhatikan keadaan dunia saat ini banyak terjadi kekacauan, termasuk di Indonesia. Konflik, permusuhan, sengketa, baku hantam hampir setiap hari menghiasi layar kaca kita. Mengapa hal ini sering terjadi? Banyak faktor yang menyebabkan hal-hal tersebut di atas terjadi, salah satu penyebabnya adalah iri hati. Iri hati seringkali menjadi penyebab tercabiknya kerukunan dan persatuan suatu komunitas.
Karena iri hati, saudara bisa menjadi musuh. Kain tega membunuh adiknya sendiri (Habel) karena tersulut rasa iri hati, di mana persembahan Habel diterima oleh Tuhan, sedangkan persembahannya tidak (baca Kejadian 4:1-16). Karena orang lain lebih berhasil dalam pekerjaannya, seseorang menjadi panas hati sehingga ia merancang kejahatan untuk menghancurkannya; orang yang tekun bekerja di kantor dicap sebagai orang yang suka 'cari muka' pada pimpinannya. Jangan katakan kalau rasa iri hati itu hanya dilakukan oleh orang-orang dunia, banyak juga orang Kristen yang belum terbebas dari roh iri hati. Melihat rekan sepelayanan lebih dipakai Tuhan kita pun menjadi berang dan berusaha untuk menghasut orang lain dengan gosip-gosip miring tentang dia. Dalam suratnya, Yakobus menulis: "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Itulah kenyataan yang terjadi dan sedang melanda kehidupan manusia. Tidak sepatutnya di antara umat Tuhan saling iri hati karena itu hanya akan mendatangkan segala macam perbuatan jahat. Siapa yang akan berjingkrak kegirangan jika di antara orang Kristen saling iri hati? Pastinya Iblis! Kita harus sadar, ditinjau dari sudut mana pun iri hati sama sekali tidak mendatangkan kebaikan, sebaliknya hanya akan merusak dan menghancurkan diri kita, juga orang lain.
Masih iri hatikah Saudara? Tidak ada jalan lain, harus segera bertobat, mohon pertolongan Roh Kudus dan milikilah penyerahan diri kepada Tuhan.
"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" 1 Korintus 3:3b
Baca: 2 Korintus 12:11-21
"Aku kuatir akan adanya perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan, dan kerusuhan." 2 Korintus 12:20b
Jika kita memperhatikan keadaan dunia saat ini banyak terjadi kekacauan, termasuk di Indonesia. Konflik, permusuhan, sengketa, baku hantam hampir setiap hari menghiasi layar kaca kita. Mengapa hal ini sering terjadi? Banyak faktor yang menyebabkan hal-hal tersebut di atas terjadi, salah satu penyebabnya adalah iri hati. Iri hati seringkali menjadi penyebab tercabiknya kerukunan dan persatuan suatu komunitas.
Karena iri hati, saudara bisa menjadi musuh. Kain tega membunuh adiknya sendiri (Habel) karena tersulut rasa iri hati, di mana persembahan Habel diterima oleh Tuhan, sedangkan persembahannya tidak (baca Kejadian 4:1-16). Karena orang lain lebih berhasil dalam pekerjaannya, seseorang menjadi panas hati sehingga ia merancang kejahatan untuk menghancurkannya; orang yang tekun bekerja di kantor dicap sebagai orang yang suka 'cari muka' pada pimpinannya. Jangan katakan kalau rasa iri hati itu hanya dilakukan oleh orang-orang dunia, banyak juga orang Kristen yang belum terbebas dari roh iri hati. Melihat rekan sepelayanan lebih dipakai Tuhan kita pun menjadi berang dan berusaha untuk menghasut orang lain dengan gosip-gosip miring tentang dia. Dalam suratnya, Yakobus menulis: "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Itulah kenyataan yang terjadi dan sedang melanda kehidupan manusia. Tidak sepatutnya di antara umat Tuhan saling iri hati karena itu hanya akan mendatangkan segala macam perbuatan jahat. Siapa yang akan berjingkrak kegirangan jika di antara orang Kristen saling iri hati? Pastinya Iblis! Kita harus sadar, ditinjau dari sudut mana pun iri hati sama sekali tidak mendatangkan kebaikan, sebaliknya hanya akan merusak dan menghancurkan diri kita, juga orang lain.
Masih iri hatikah Saudara? Tidak ada jalan lain, harus segera bertobat, mohon pertolongan Roh Kudus dan milikilah penyerahan diri kepada Tuhan.
"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" 1 Korintus 3:3b
Sunday, March 17, 2013
PEKERJA KERAS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Maret 2013 -
Baca: Amsal 10:1-32
"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." Amsal 10:4
Semua orang pasti berkeinginan menjadi orang yang berhasil: dalam studi, pekerjaan atau profesi. bagaimana supaya keinginan itu bisa terwujud? Seorang karyawan pasti berandai-andai bekerja di sebuah perusahaan bonafit, di mana ia akan mendapatkan gaji tinggi dan fasilitas memadai. Seorang siswa berpikir jika ia masuk sekolah unggulan atau favorit, kelak ia juga pasti akan bisa melanjutkan kuliah di PTN atau perguruan tinggi terbaik. Pebulutangkis juga berpikir jika ia bisa masuk pelatnas di Jakarta pasti akan berprestasi tinggi. Seringkali kita hanya melihat hasil atau sesuatu yang kelihatannya sudah enak dan mapan; tetapi pernahkah kita berpikir bahwa di balik itu semua dibutuhkan kerja keras? Seorang karyawan yang bekerja keras dan penuh dedikasi pasti akan mendapatkan upah yang sesuai. Tanpa belajar keras, seorang siswa mustahil memperoleh nilai yang bagus dan diterima di PTN atau perguruan tinggi terbaik. Demikian juga seorang atlit tanpa berlatih keras tidak akan mungkin meraih prestasi yang membanggakan.
Janganlah kita malas dalam mengerjakan segala sesuatu, sebab "Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan menderita lapar." (Amsal 19:15). Sebaliknya, jadilah seorang pekerja keras. Mengapa kita harus bekerja keras? Karena Tuhan kita adalah Tuhan yang bekerja, bukan Pribadi yang suka bermalas-malasan atau berpangku tangan saja. Ia berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17), bahkan "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel." (Mazmur 121:4). Kalau Tuhan sendiri saja bekerja keras, apakah kita sebagai umatNya hanya akan bermalas-malasan dan mau menerima hasilnya saja?
Tuhan menghendaki agar kita bekerja dengan sungguh sesuai kemampuan yang Dia berikan. Kepada orang yang diberi satu talenta, yang tidak mau bekerja dan mengembangkannya, dikatakan: "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas," (Matius 25:26). Kita disebut sebagai hamba yang jahat jika kita ini malas dan tidak mau bekerja!
"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga," Pengkotbah 9:10
Baca: Amsal 10:1-32
"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." Amsal 10:4
Semua orang pasti berkeinginan menjadi orang yang berhasil: dalam studi, pekerjaan atau profesi. bagaimana supaya keinginan itu bisa terwujud? Seorang karyawan pasti berandai-andai bekerja di sebuah perusahaan bonafit, di mana ia akan mendapatkan gaji tinggi dan fasilitas memadai. Seorang siswa berpikir jika ia masuk sekolah unggulan atau favorit, kelak ia juga pasti akan bisa melanjutkan kuliah di PTN atau perguruan tinggi terbaik. Pebulutangkis juga berpikir jika ia bisa masuk pelatnas di Jakarta pasti akan berprestasi tinggi. Seringkali kita hanya melihat hasil atau sesuatu yang kelihatannya sudah enak dan mapan; tetapi pernahkah kita berpikir bahwa di balik itu semua dibutuhkan kerja keras? Seorang karyawan yang bekerja keras dan penuh dedikasi pasti akan mendapatkan upah yang sesuai. Tanpa belajar keras, seorang siswa mustahil memperoleh nilai yang bagus dan diterima di PTN atau perguruan tinggi terbaik. Demikian juga seorang atlit tanpa berlatih keras tidak akan mungkin meraih prestasi yang membanggakan.
Janganlah kita malas dalam mengerjakan segala sesuatu, sebab "Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan menderita lapar." (Amsal 19:15). Sebaliknya, jadilah seorang pekerja keras. Mengapa kita harus bekerja keras? Karena Tuhan kita adalah Tuhan yang bekerja, bukan Pribadi yang suka bermalas-malasan atau berpangku tangan saja. Ia berkata, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." (Yohanes 5:17), bahkan "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel." (Mazmur 121:4). Kalau Tuhan sendiri saja bekerja keras, apakah kita sebagai umatNya hanya akan bermalas-malasan dan mau menerima hasilnya saja?
Tuhan menghendaki agar kita bekerja dengan sungguh sesuai kemampuan yang Dia berikan. Kepada orang yang diberi satu talenta, yang tidak mau bekerja dan mengembangkannya, dikatakan: "Hai kamu, hamba yang jahat dan malas," (Matius 25:26). Kita disebut sebagai hamba yang jahat jika kita ini malas dan tidak mau bekerja!
"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga," Pengkotbah 9:10
Saturday, March 16, 2013
URAPAN: Kuasa Tuhan Bekerja
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Maret 2013 -
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi." 2 Korintus 1:21
Kita sering mendengar banyak orang Kristen berkata, "Ayo beribadah di gereja A, hari ini yang berkhotbah seorang pendeta yang penuh urapan." 'Urapan' seringkali kita identikkan dengan gaya atau cara seorang hamba Tuhan dalam menyampaikan kotbahnya. Ketika seorang pendeta berkhotbah dengan berapi-api disertai bahasa-bahasa teologia yang tinggi, kita katakan pendeta itu dipenuhi urapan. Atau ketika seluruh jemaat memuji-muji Tuhan dengan suara yang riuh rendah, bahkan sampai menitikkan air mata, kita berkata, "Wah...worship leadernya dipenuhi urapan Tuhan.", dan sebagainya.
Kata 'urapan' itu sendiri berarti melumasi atau mengolesi dengan urap atau minyak. Ini berkaitan erat dengan kuasa Tuhan yang bekerja dalam hidup orang percaya. Dalam Perjanjian Lama, 'urapan' selalu berkaitan erat dengan fungsi dan jabatan yang dipercayakan Tuhan kepada orang-orang tertentu: urapan nabi, urapan iman dan urapan raja, dan selalu ada dampak yang dihasilkan dari seseorang yang diurapi karena urapan adalah lambang kuasa penyertaan Tuhan. Contohnya Daud. "Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud." (1 Samuel 16:13). Namun dalam Perjanjian Baru pengurapan diberikan kepada setiap orang percaya. Urapan berbicara tentang kuasa Roh Kudus. "...ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya." (Efesus 1:13-14) dan "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4).
Jadi urapan Tuhan bukan hanya diperuntukkan bagi hamba-hamba Tuhan, tetapi juga berlaku atas semua anak Tuhan. Di mana ada urapan Tuhan, sesuatu pasti terjadi, karena di dalam orang percaya ada Roh Kudus, maka sudah seharusnya kehidupan kita berubah dan berdampak. Perubahan itu tidak diukur dari penampilan luarnya, tapi melalui perbuatan nyata.
Orang yang diurapi Tuhan hidupnya pasti menjadi kesaksian bagi banyak orang!
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi." 2 Korintus 1:21
Kita sering mendengar banyak orang Kristen berkata, "Ayo beribadah di gereja A, hari ini yang berkhotbah seorang pendeta yang penuh urapan." 'Urapan' seringkali kita identikkan dengan gaya atau cara seorang hamba Tuhan dalam menyampaikan kotbahnya. Ketika seorang pendeta berkhotbah dengan berapi-api disertai bahasa-bahasa teologia yang tinggi, kita katakan pendeta itu dipenuhi urapan. Atau ketika seluruh jemaat memuji-muji Tuhan dengan suara yang riuh rendah, bahkan sampai menitikkan air mata, kita berkata, "Wah...worship leadernya dipenuhi urapan Tuhan.", dan sebagainya.
Kata 'urapan' itu sendiri berarti melumasi atau mengolesi dengan urap atau minyak. Ini berkaitan erat dengan kuasa Tuhan yang bekerja dalam hidup orang percaya. Dalam Perjanjian Lama, 'urapan' selalu berkaitan erat dengan fungsi dan jabatan yang dipercayakan Tuhan kepada orang-orang tertentu: urapan nabi, urapan iman dan urapan raja, dan selalu ada dampak yang dihasilkan dari seseorang yang diurapi karena urapan adalah lambang kuasa penyertaan Tuhan. Contohnya Daud. "Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud." (1 Samuel 16:13). Namun dalam Perjanjian Baru pengurapan diberikan kepada setiap orang percaya. Urapan berbicara tentang kuasa Roh Kudus. "...ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya." (Efesus 1:13-14) dan "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4).
Jadi urapan Tuhan bukan hanya diperuntukkan bagi hamba-hamba Tuhan, tetapi juga berlaku atas semua anak Tuhan. Di mana ada urapan Tuhan, sesuatu pasti terjadi, karena di dalam orang percaya ada Roh Kudus, maka sudah seharusnya kehidupan kita berubah dan berdampak. Perubahan itu tidak diukur dari penampilan luarnya, tapi melalui perbuatan nyata.
Orang yang diurapi Tuhan hidupnya pasti menjadi kesaksian bagi banyak orang!
Friday, March 15, 2013
MELAKUKAN PEKERJAAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Maret 2013 -
Baca: Mazmur 92:1-16
"Betapa besarnya pekerjaan-pekerjaan-Mu, ya TUHAN, dan sangat dalamnya rancangan-rancangan-Mu." Mazmur 92:6
Kepada jemaat di Efesus, Paulus mengingatkan bahwa "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Setiap orang percaya dipanggil untuk melakukan sebuah pekerjaan yang telah dipersiapkan Tuhan. Pekerjaan di sini berbicara tentang pelayanan yang harus kita kerjakan, baik itu untuk Tuhan dan juga terhadap sesama. Oleh sebab itu Paulus berkomitmen, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22a).
Pelayanan kepada Tuhan berarti percaya kepadaNya dan taat melakukan firmanNya. Ada tertulis: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (Yohanes 6:29). Ketika seseorang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat ia telah melakukan pekerjaan Allah yang paling mendasar. Namun kita tidak bisa hanya berhenti sampai di situ, iman percaya kita harus diwujudkan dengan perbuatan nyata, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Jadi kita harus membuktikan iman itu dengan ketaatan kita dalam melakukan firman Tuhan.
Tuhan Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak berbicara mengenai makanan jasmani, tapi sesuatu yang jauh lebih penting dari makanan jasmani yaitu makanan rohani atau perkara-perkara rohani. Bagi Tuhan Yesus melakukan kehendak Bapa merupakan kesukaan dan menjadi kebutuhan utamaNya, bahkan Ia taat sampai mati di atas kayu salib. Dewasa ini banyak orang Kristen yang lebih memprioritaskan urusan jasmaninya daripada mengejar perkara-perkara rohani. Jangankan menjadi berkat bagi sesamanya, untuk hidup taat saja susahnya bukan main; kita lebih suka menuruti keinginan daging daripada tunduk kepada Tuhan.
"Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa;" Wahyu 2:26
Baca: Mazmur 92:1-16
"Betapa besarnya pekerjaan-pekerjaan-Mu, ya TUHAN, dan sangat dalamnya rancangan-rancangan-Mu." Mazmur 92:6
Kepada jemaat di Efesus, Paulus mengingatkan bahwa "...kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:10). Setiap orang percaya dipanggil untuk melakukan sebuah pekerjaan yang telah dipersiapkan Tuhan. Pekerjaan di sini berbicara tentang pelayanan yang harus kita kerjakan, baik itu untuk Tuhan dan juga terhadap sesama. Oleh sebab itu Paulus berkomitmen, "...bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22a).
Pelayanan kepada Tuhan berarti percaya kepadaNya dan taat melakukan firmanNya. Ada tertulis: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (Yohanes 6:29). Ketika seseorang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat ia telah melakukan pekerjaan Allah yang paling mendasar. Namun kita tidak bisa hanya berhenti sampai di situ, iman percaya kita harus diwujudkan dengan perbuatan nyata, sebab "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Jadi kita harus membuktikan iman itu dengan ketaatan kita dalam melakukan firman Tuhan.
Tuhan Yesus berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34). Dalam hal ini Tuhan Yesus tidak berbicara mengenai makanan jasmani, tapi sesuatu yang jauh lebih penting dari makanan jasmani yaitu makanan rohani atau perkara-perkara rohani. Bagi Tuhan Yesus melakukan kehendak Bapa merupakan kesukaan dan menjadi kebutuhan utamaNya, bahkan Ia taat sampai mati di atas kayu salib. Dewasa ini banyak orang Kristen yang lebih memprioritaskan urusan jasmaninya daripada mengejar perkara-perkara rohani. Jangankan menjadi berkat bagi sesamanya, untuk hidup taat saja susahnya bukan main; kita lebih suka menuruti keinginan daging daripada tunduk kepada Tuhan.
"Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa;" Wahyu 2:26
Thursday, March 14, 2013
BALAS KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Maret 2013 -
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!" Roma 12:17
Yusuf sangat percaya bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28. Itulah sebabnya ia bisa mengampuni dan melupakan kejahatan yang diperbuat oleh saudara-saudaranya.
Yusuf juga percaya bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang tidak pernah tertidur terlelap, "Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3). Di tengah pergumulan yang begitu berat Yusuf tidak menyimpang dari jalan Tuhan dan mempertahankan hidup tidak bercela di hadapanNya. Akhirnya Yusuf mengalami penggenapan janji Tuhan seperti tertulis: "Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," (Ulangan 28:13). Andaikan Yusuf mengandalkan kekuatan sendiri dan melakukan pembalasan terhadap apa yang telah diperbuat oleh saudaranya, ia tidak akan mengalami peninggian dari Tuhan; mimpi yang pernah ia terima pun tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Kejahatan, kebencian dan dendam hanya akan menjadi penghalang berkat Tuhan dicurahkan. Sampai banyak ini masih banyak orang Kristen yang sulit sekali mengampuni orang lain, hatinya masih dipenuhi oleh rasa sakit hati, kepahitan, dendam. Bukankah hal ini menunjukkan bahwa kita belum bertobat dengan sungguh? Petobat sejati pasti menghasilkan buah-buah sesuai dengan pertobatannya (baca Matius 3:8). Adapun buah-buah itu adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (baca Galatia 5:22-23). Mengampuni bukan berarti kalah, justru merupakan jalan menuju kemenangan untuk meraih berkat-berkat Tuhan. Jadi "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21). Maka, percayalah bahwa orang benar tidak akan ditinggalkan oleh Tuhan, sebab Ia "...menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;" (Mazmur 37:23).
Kita harus bisa mengampuni dan melupakan kesalahan orang lain, seperti Yusuf.
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!" Roma 12:17
Yusuf sangat percaya bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28. Itulah sebabnya ia bisa mengampuni dan melupakan kejahatan yang diperbuat oleh saudara-saudaranya.
Yusuf juga percaya bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang tidak pernah tertidur terlelap, "Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3). Di tengah pergumulan yang begitu berat Yusuf tidak menyimpang dari jalan Tuhan dan mempertahankan hidup tidak bercela di hadapanNya. Akhirnya Yusuf mengalami penggenapan janji Tuhan seperti tertulis: "Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," (Ulangan 28:13). Andaikan Yusuf mengandalkan kekuatan sendiri dan melakukan pembalasan terhadap apa yang telah diperbuat oleh saudaranya, ia tidak akan mengalami peninggian dari Tuhan; mimpi yang pernah ia terima pun tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Kejahatan, kebencian dan dendam hanya akan menjadi penghalang berkat Tuhan dicurahkan. Sampai banyak ini masih banyak orang Kristen yang sulit sekali mengampuni orang lain, hatinya masih dipenuhi oleh rasa sakit hati, kepahitan, dendam. Bukankah hal ini menunjukkan bahwa kita belum bertobat dengan sungguh? Petobat sejati pasti menghasilkan buah-buah sesuai dengan pertobatannya (baca Matius 3:8). Adapun buah-buah itu adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (baca Galatia 5:22-23). Mengampuni bukan berarti kalah, justru merupakan jalan menuju kemenangan untuk meraih berkat-berkat Tuhan. Jadi "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:21). Maka, percayalah bahwa orang benar tidak akan ditinggalkan oleh Tuhan, sebab Ia "...menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;" (Mazmur 37:23).
Kita harus bisa mengampuni dan melupakan kesalahan orang lain, seperti Yusuf.
Subscribe to:
Posts (Atom)