Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2012 -
Baca: Markus 9:14-29
"Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" Markus 9:23
Sebagai orang percaya, kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang hidup, yang tak terbatas kuasaNya dan Mahasanggup di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Karena kuasaNya yang tak terbatas, tidak ada mustahil bagi Dia. Sebesar apa pun persoalan atau masalah yang kita hadapi Tuhan sanggup menolong kita.
Ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini menyatakan bahwa ada seorang anak yang kerasukan roh hingga dia menjadi bisu, "Dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu membantingkannya ke
tanah; lalu mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan tubuhnya menjadi
kejang." (Markus 9:18a). Lalu anak ini dibawa kepada Tuhan Yesus. Tuhan berkata, "'...jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!' Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!'" (Markus 9:23-24). Dan mujizat pun terjadi, "...keluarlah roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncang anak itu
dengan hebatnya. Anak itu kelihatannya seperti orang mati, sehingga
banyak orang yang berkata: 'Ia sudah mati.' Tetapi Yesus memegang tangan anak itu dan membangunkannya, lalu ia bangkit sendiri.'" (Markus 9:26-27). Luar biasa!
Seringkali kita bertanya dalam hati, "Mungkinkah mujizat terjadi dalam hidupku? Sanggupkah Tuhan menyembuhkan sakitku?" Bukankah hal ini menunjukkan bahwa kita belum mengenal siapa Tuhan kita, betapa besar dan hebat kuasaNya? Ingat, kuasa Tuhan tidak pernah berubah! Kalau dahulu Dia sanggup melakukan mujizat, hari ini juga ia tetap sanggup. Alkitab menegaskan, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Karena itu buang segala keraguan dan kebimbangan yang ada. Perihal doa dan permohonan, Yakobus mengingatkan, "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang,
sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang
diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Jika kita percaya dengan sungguh akan kuasa Tuhan, Ia mewujudkan apa pun yang kita imani.
Jika bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil dan bagi orang percaya juga tidak ada yang mustahil, apakah yang membuat sesuatu menjadi mustahil bagi kita? Jawabnya adalah karena keraguan kita.
Tuesday, August 21, 2012
Monday, August 20, 2012
PERLOMBAAN IMAN: Fokus Kepada Kristus!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2012 -
Baca: Filipi 2:12-18
"Sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah." Filipi 2:16
Yakobus dalam suratnya berkata, "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Segala keinginan dan hawa nafsu bila sudah dibuahi akan menghasilkan dosa, dan bila dosa itu tidak segera kita bereskan di hadapan Tuhan akan membuat kita makin jauh dari Tuhan, artinya kita akan terlempar dari kompetisi iman. Alkitab menyatakan, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Jika ada dosa segeralah datang kepada Tuhan dan mohon pengampunan kepadaNya dengan sungguh, Dia pasti akan mengampuni dosa kita.
2. Kita harus memusatkan perhatian kepada Kristus. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus," (Ibrani 12:2). Artinya, fokus 'mata' kita hanya tertuju kepada Tuhan Yesus. Dalam Ibrani 12:14 disampaikan bahwa "...tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." Jadi hanya orang-orang yang hidup dalam kekudusan yang dapat melihat Tuhan. "Melihat Tuhan" di sini mungkin tidak harus kasat mata, tetapi 'mata iman' kita terarah kepadaNya yaitu kepada salib Kristus. Dengan memandang salib kristus kita tidak hanya diingatkan akan penderitaan dan pengorbanan Tuhan Yesus, tapi juga kemuliaanNya. Rasul Paulus mengingatkan kita, "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:8-9).
Dalam perlombaan iman kita diperhadapkan dengan ujian dan penderitaan. Namun kita tidak boleh menjadi lemah atau putus asa (baca Ibrani 12:3).
Kita harus tetap kuat dalam perlombaan iman ini, sebab penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (baca Roma 8:18).
Baca: Filipi 2:12-18
"Sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah." Filipi 2:16
Yakobus dalam suratnya berkata, "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Segala keinginan dan hawa nafsu bila sudah dibuahi akan menghasilkan dosa, dan bila dosa itu tidak segera kita bereskan di hadapan Tuhan akan membuat kita makin jauh dari Tuhan, artinya kita akan terlempar dari kompetisi iman. Alkitab menyatakan, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Jika ada dosa segeralah datang kepada Tuhan dan mohon pengampunan kepadaNya dengan sungguh, Dia pasti akan mengampuni dosa kita.
2. Kita harus memusatkan perhatian kepada Kristus. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus," (Ibrani 12:2). Artinya, fokus 'mata' kita hanya tertuju kepada Tuhan Yesus. Dalam Ibrani 12:14 disampaikan bahwa "...tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." Jadi hanya orang-orang yang hidup dalam kekudusan yang dapat melihat Tuhan. "Melihat Tuhan" di sini mungkin tidak harus kasat mata, tetapi 'mata iman' kita terarah kepadaNya yaitu kepada salib Kristus. Dengan memandang salib kristus kita tidak hanya diingatkan akan penderitaan dan pengorbanan Tuhan Yesus, tapi juga kemuliaanNya. Rasul Paulus mengingatkan kita, "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:8-9).
Dalam perlombaan iman kita diperhadapkan dengan ujian dan penderitaan. Namun kita tidak boleh menjadi lemah atau putus asa (baca Ibrani 12:3).
Kita harus tetap kuat dalam perlombaan iman ini, sebab penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (baca Roma 8:18).
Sunday, August 19, 2012
PERLOMBAAN IMAN: Tanggalkan Beban dan Dosa!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2012 -
Baca: Ibrani 12:1-17
"Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." Ibrani 12:1
Kejuaraan olahraga multi event terakbar sedunia yaitu Olimpiade London yang sedang berlangsung dari tanggal 27 Juli 2012 sampai 12 Agustus 2012 baru saja usai hingar-bingarnya. Semua atlet terbaik dari seluruh negara di penjuru dunia telah berkumpul di sana, saling berkompetisi untuk memperebutkan yang terbaik dari tiap-tiap cabang olahraga. Para juara telah memperoleh mahkotanya dalam wujud medali emas (emas, perak dan perunggu). Suatu prestasi yang sangat membanggakan karena mereka telah mengharumkan nama bangsa dan negaranya di kancah internasional.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata kompetisi atau perlombaan sama dengan persaingan; pertandingan untuk meraih yang terbaik; sistem pertandingan olahraga yang mengharuskan semua pihak saling bertanding. Dengan kata lain, esensi sebuah kompetisi adalah bersaing, bertanding, berlomba, dan saling mendahului satu dengan yang lain untuk meraih yang terbaik. Karena itu setiap orang yang masuk dalam sebuah kompetisi harus mempersiapkan dirinya sedemikian rupa supaya tampil sebagai pemenang. Tekun berlatih, pantang menyerah dan memiliki kesiapan mental adalah kunci untuk mencapai goal yaitu kemenangan. Tanpa itu semua, it's just in the sky (hanya angan-angan belaka)!
Dalam konsep kehidupan rohani orang percaya kita ini diibaratkan sebagai atlet-atlet yang sedang berkompetisi/berlomba untuk mendapatkan mahkota kehidupan bagi siapa saja yang berhasil memenangi pertandingan. Alkitab menasihatkan bahwa untuk bisa tampil sebagai pemenang dalam perlombaan iman ini langkah yang harus kita tempuh adalah: 1. Kita harus menanggalkan semua beban dan dosa. Apa yang menjadi beban dan pergumulan Saudara selama ini? Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bawa semua beban dan permasalahan hidup ini kepada Tuhan, Dia pasti akan menolong dan memberi pertolongan kepada kita. Seseorang yang berbeban berat dan letih lesu tidak akan mungkin berhasil dalam kompetisi/perlombaan iman, itu hanya akan menjadi penghalang bagi kita untuk melangkah maju! (Bersambung)
Baca: Ibrani 12:1-17
"Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." Ibrani 12:1
Kejuaraan olahraga multi event terakbar sedunia yaitu Olimpiade London yang sedang berlangsung dari tanggal 27 Juli 2012 sampai 12 Agustus 2012 baru saja usai hingar-bingarnya. Semua atlet terbaik dari seluruh negara di penjuru dunia telah berkumpul di sana, saling berkompetisi untuk memperebutkan yang terbaik dari tiap-tiap cabang olahraga. Para juara telah memperoleh mahkotanya dalam wujud medali emas (emas, perak dan perunggu). Suatu prestasi yang sangat membanggakan karena mereka telah mengharumkan nama bangsa dan negaranya di kancah internasional.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata kompetisi atau perlombaan sama dengan persaingan; pertandingan untuk meraih yang terbaik; sistem pertandingan olahraga yang mengharuskan semua pihak saling bertanding. Dengan kata lain, esensi sebuah kompetisi adalah bersaing, bertanding, berlomba, dan saling mendahului satu dengan yang lain untuk meraih yang terbaik. Karena itu setiap orang yang masuk dalam sebuah kompetisi harus mempersiapkan dirinya sedemikian rupa supaya tampil sebagai pemenang. Tekun berlatih, pantang menyerah dan memiliki kesiapan mental adalah kunci untuk mencapai goal yaitu kemenangan. Tanpa itu semua, it's just in the sky (hanya angan-angan belaka)!
Dalam konsep kehidupan rohani orang percaya kita ini diibaratkan sebagai atlet-atlet yang sedang berkompetisi/berlomba untuk mendapatkan mahkota kehidupan bagi siapa saja yang berhasil memenangi pertandingan. Alkitab menasihatkan bahwa untuk bisa tampil sebagai pemenang dalam perlombaan iman ini langkah yang harus kita tempuh adalah: 1. Kita harus menanggalkan semua beban dan dosa. Apa yang menjadi beban dan pergumulan Saudara selama ini? Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bawa semua beban dan permasalahan hidup ini kepada Tuhan, Dia pasti akan menolong dan memberi pertolongan kepada kita. Seseorang yang berbeban berat dan letih lesu tidak akan mungkin berhasil dalam kompetisi/perlombaan iman, itu hanya akan menjadi penghalang bagi kita untuk melangkah maju! (Bersambung)
Saturday, August 18, 2012
PIKIRAN POSITIF: Mendapatkan Hal-Hal yang Baik!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2012 -
Baca: 2 Korintus 8:16-24
"Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." 2 korintus 8:21
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa siapa kita adalah apa yang kita pikirkan. Dalam Amsal 23:7a dikatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." Oleh karena itu, kita harus menjaga pikiran kita agar tetap positif dan bersih. Mari kita belajar seperti Rasul Paulus yang senantiasa, "...memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." Jangan remehkan apa yang ada di dalam pikiran kita! Jika kita terus mengembangkan pikiran-pikiran negatif, suatu saat pasti akan menuai kegagalan, kemiskinan, kesusahan, kehancuran, sakit-penyakit, atau kekurangan. Mulai sekarang berpikirlah tentang hal-hal besar tentang keberhasilan, kesuksesan, kesembuhan, hidup yang diberkati.
Allah dengan jelas menasihatkan, "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Berpikiran positif berarti pikiran yang diubah dan dipenuhi oleh firman Tuhan. Perhatikan pula yang disampaikan Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Bila kita ingin memiliki hidup yang berkemenangan, berhasil dan diberkati Tuhan, kita harus selalu berpikiran positif karena pikiran kita dapat menentukan perkataan dan perbuatan kita. Bila pikiran kita senantiasa baik, maka kata-kata yang keluar dari mulut kita dan juga perbuatan kita pun akan baik. Demikian pula sebaliknya! Mengapa kita harus selalu berpikiran positif? Dengan berpikiran positif berarti kita memiliki pikiran Kristus, sebab "Tuhan itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat." (Mazmur 25:8).
Ini menegaskan bahwa segala yang baik dan benar itu datangnya dari Tuhan dan bila kita ingin mendapatkan hal-hal yang baik dari Dia, pikiran kita pun harus sesuai dengan firmanNya!
Baca: 2 Korintus 8:16-24
"Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." 2 korintus 8:21
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa siapa kita adalah apa yang kita pikirkan. Dalam Amsal 23:7a dikatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." Oleh karena itu, kita harus menjaga pikiran kita agar tetap positif dan bersih. Mari kita belajar seperti Rasul Paulus yang senantiasa, "...memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." Jangan remehkan apa yang ada di dalam pikiran kita! Jika kita terus mengembangkan pikiran-pikiran negatif, suatu saat pasti akan menuai kegagalan, kemiskinan, kesusahan, kehancuran, sakit-penyakit, atau kekurangan. Mulai sekarang berpikirlah tentang hal-hal besar tentang keberhasilan, kesuksesan, kesembuhan, hidup yang diberkati.
Allah dengan jelas menasihatkan, "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Berpikiran positif berarti pikiran yang diubah dan dipenuhi oleh firman Tuhan. Perhatikan pula yang disampaikan Tuhan kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Bila kita ingin memiliki hidup yang berkemenangan, berhasil dan diberkati Tuhan, kita harus selalu berpikiran positif karena pikiran kita dapat menentukan perkataan dan perbuatan kita. Bila pikiran kita senantiasa baik, maka kata-kata yang keluar dari mulut kita dan juga perbuatan kita pun akan baik. Demikian pula sebaliknya! Mengapa kita harus selalu berpikiran positif? Dengan berpikiran positif berarti kita memiliki pikiran Kristus, sebab "Tuhan itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat." (Mazmur 25:8).
Ini menegaskan bahwa segala yang baik dan benar itu datangnya dari Tuhan dan bila kita ingin mendapatkan hal-hal yang baik dari Dia, pikiran kita pun harus sesuai dengan firmanNya!
Friday, August 17, 2012
PENGHAMBAT BERKAT BAGI BANGSA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2012 -
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini kita memperingati hari kemerdekaan bangsa kita yang ke-67 tahun. Bagi manusia umur 67 tahun adalah usia lanjut, tapi bagi suatu negara masih tergolong sangat muda jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah merdeka ratusan tahun, semisal Amerika Serikat yang merdeka sejak 4 Juli 1776. Namun kita patut bersyukur kepada Tuhan karena bangsa kita telah terbebas dari perbudakan dan penjajahan bangsa lain. Ini adalah anugerah Tuhan yang tak ternilai dan patut disyukuri!
Sayang, meski telah mencapai usia 67 tahun, negara ini belum juga berhasil menegakkan kebenaran, keadilan maupun mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sana-sini masih banyak ketimpangan dalam hal pemerataan pembangunan; belum lagi korupsi yang kian mewabah dan sepertinya telah menjadi trend di kalangan pejabat tinggi negara, maraknya demo, kekerasan atau pertikaian antargolongan, padahal dunia mengakui Indonesia sangat kaya hasil bumi dan laut nya, juga komoditas pariwisata plus sumber daya manusianya sehingga menjadi pengekspor TKI terbesar di dunia.
Mengapa bisa terjadi? Ini dikarenakan banyak pemimpin negara kita yang hidup tidak takut akan Tuhan, akibatnya berkat-berkat Tuhan menjadi terhalang. Dosa bangsa ini menghambat segala yang baik dari tuhan! Itulah sebabnya seluruh umat Kristiani di dunia dan Indonesia terpanggil doa bersama bagi dunia, teristimewa bagi kebangkitan bangsa Indonesia dalam tajuk World Prayer Assembly (WPA) beberapa waktu lalu. Kita berdoa bagi para pemimpin bangsa ini supaya memiliki hati yang taat kepada Tuhan, berdoa bagi kesejahteraan kota di mana kita tinggal. Ayat nas menyatakan bila umat Tuhan merendahkan diri, berdoa dan mencari wajahNya, Ia akan turun tangan memulihkan bangsa kita! Hidup dalam pertobatan yang sungguh adalah kunci pemulihan!
Tuhan akan mencurahkan berkatNya bagi bangsa ini asal kita hidup dalam pertobatan!
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini kita memperingati hari kemerdekaan bangsa kita yang ke-67 tahun. Bagi manusia umur 67 tahun adalah usia lanjut, tapi bagi suatu negara masih tergolong sangat muda jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah merdeka ratusan tahun, semisal Amerika Serikat yang merdeka sejak 4 Juli 1776. Namun kita patut bersyukur kepada Tuhan karena bangsa kita telah terbebas dari perbudakan dan penjajahan bangsa lain. Ini adalah anugerah Tuhan yang tak ternilai dan patut disyukuri!
Sayang, meski telah mencapai usia 67 tahun, negara ini belum juga berhasil menegakkan kebenaran, keadilan maupun mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sana-sini masih banyak ketimpangan dalam hal pemerataan pembangunan; belum lagi korupsi yang kian mewabah dan sepertinya telah menjadi trend di kalangan pejabat tinggi negara, maraknya demo, kekerasan atau pertikaian antargolongan, padahal dunia mengakui Indonesia sangat kaya hasil bumi dan laut nya, juga komoditas pariwisata plus sumber daya manusianya sehingga menjadi pengekspor TKI terbesar di dunia.
Mengapa bisa terjadi? Ini dikarenakan banyak pemimpin negara kita yang hidup tidak takut akan Tuhan, akibatnya berkat-berkat Tuhan menjadi terhalang. Dosa bangsa ini menghambat segala yang baik dari tuhan! Itulah sebabnya seluruh umat Kristiani di dunia dan Indonesia terpanggil doa bersama bagi dunia, teristimewa bagi kebangkitan bangsa Indonesia dalam tajuk World Prayer Assembly (WPA) beberapa waktu lalu. Kita berdoa bagi para pemimpin bangsa ini supaya memiliki hati yang taat kepada Tuhan, berdoa bagi kesejahteraan kota di mana kita tinggal. Ayat nas menyatakan bila umat Tuhan merendahkan diri, berdoa dan mencari wajahNya, Ia akan turun tangan memulihkan bangsa kita! Hidup dalam pertobatan yang sungguh adalah kunci pemulihan!
Tuhan akan mencurahkan berkatNya bagi bangsa ini asal kita hidup dalam pertobatan!
Thursday, August 16, 2012
PENGALAMAN ADALAH GURU TERBAIK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2012 -
Baca: 2 Samuel 12:1-25
"Lalu berkatalah Daud kepada Natan: 'Aku sudah berdosa kepada Tuhan.' Dan Natan berkata kepada Daud: 'Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.'" 2 Samuel 12:13
Setiap orang pernah melakukan kesalahan, namun hendaknya kita mampu memperbaiki kesalahan itu dan berusaha untuk tidak mengulanginya. Jadikan itu sebagai pengalaman yang berharga karena pengalaman adalah guru yang terbaik. Makna dari "pengalaman adalah guru terbaik" adalah adanya suatu kejadian atau peristiwa yang menimpa hidup kita di masa lalu, baik menyenangkan atau pun tidak menyenangkan, kemudian kita menjadikannya sebagai suatu pelajaran, peringatan dan motivasi yang berharga dalam menyikapi dan menentukan langkah perjalanan hidup kita selanjutnya.
Ada pepatah mengatakan: "Keledai akan terperosok ke lubang yang sama." Jika kita tidak mau belajar dari pengalaman, suatu saat kita akan melakukan kesalahan yang sama bahkan mungkin lebih parah dari yang sebelumnya dan itu justru akan membawa kita kepada kehancuran. Hal ini pernah terjadi dalam kehidupan raja Daud. Ia jatuh dalam dosa perzinahan dengan Batsyeba, padahal Batsyeba adalah isteri Uria, panglimanya sendiri (baca 2 Samuel 11). Apa yang dilakukan Daud ini adalah suatu kekejian di hadapan Tuhan, dan serapat-rapatnya Daud ini menyimpan dosa di depan manusia, di hadapan Tuhan semua itu terbuka jelas. "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Tuhan tidak tinggal diam sehingga Ia mengutus Natan untuk menegur dan memperingatkan Daud. Akhirnya Daud menyesal dan Tuhan pun mengampuni kesalahannya, namun setiap dosa selalu membawa konsekuensi, "...anak yang lahir bagimu itu akan mati." (2 Samuel 12:14).
Pengalaman Daud kiranya menjadi guru terbaik bagi kita sekalian, karena belajar dari pengalaman orang lain adalah cara yang paling mudah dan efisien. Ingat! Setiap perbuatan dosa selalu membawa dampak yang sangat mengerikan, oleh karena itu jangan main-main dengan dosa.
Segeralah bertobat, pasti Tuhan mengampuni dan memulikan keadaan kita!
Baca: 2 Samuel 12:1-25
"Lalu berkatalah Daud kepada Natan: 'Aku sudah berdosa kepada Tuhan.' Dan Natan berkata kepada Daud: 'Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.'" 2 Samuel 12:13
Setiap orang pernah melakukan kesalahan, namun hendaknya kita mampu memperbaiki kesalahan itu dan berusaha untuk tidak mengulanginya. Jadikan itu sebagai pengalaman yang berharga karena pengalaman adalah guru yang terbaik. Makna dari "pengalaman adalah guru terbaik" adalah adanya suatu kejadian atau peristiwa yang menimpa hidup kita di masa lalu, baik menyenangkan atau pun tidak menyenangkan, kemudian kita menjadikannya sebagai suatu pelajaran, peringatan dan motivasi yang berharga dalam menyikapi dan menentukan langkah perjalanan hidup kita selanjutnya.
Ada pepatah mengatakan: "Keledai akan terperosok ke lubang yang sama." Jika kita tidak mau belajar dari pengalaman, suatu saat kita akan melakukan kesalahan yang sama bahkan mungkin lebih parah dari yang sebelumnya dan itu justru akan membawa kita kepada kehancuran. Hal ini pernah terjadi dalam kehidupan raja Daud. Ia jatuh dalam dosa perzinahan dengan Batsyeba, padahal Batsyeba adalah isteri Uria, panglimanya sendiri (baca 2 Samuel 11). Apa yang dilakukan Daud ini adalah suatu kekejian di hadapan Tuhan, dan serapat-rapatnya Daud ini menyimpan dosa di depan manusia, di hadapan Tuhan semua itu terbuka jelas. "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Tuhan tidak tinggal diam sehingga Ia mengutus Natan untuk menegur dan memperingatkan Daud. Akhirnya Daud menyesal dan Tuhan pun mengampuni kesalahannya, namun setiap dosa selalu membawa konsekuensi, "...anak yang lahir bagimu itu akan mati." (2 Samuel 12:14).
Pengalaman Daud kiranya menjadi guru terbaik bagi kita sekalian, karena belajar dari pengalaman orang lain adalah cara yang paling mudah dan efisien. Ingat! Setiap perbuatan dosa selalu membawa dampak yang sangat mengerikan, oleh karena itu jangan main-main dengan dosa.
Segeralah bertobat, pasti Tuhan mengampuni dan memulikan keadaan kita!
Wednesday, August 15, 2012
DIPERCAYA TUHAN DAN SESAMA: Perkara Besar Terjadi!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2012 -
Baca: 1 Tawarikh 17:16-27
"Ya Tuhan, oleh karena hamba-Mu ini dan menurut hati-Mu Engkau telah melakukan segala perkara yang besar ini dengan memberitahukan segala perkara yang besar itu." 1 Tawarikh 17:19
Bagaimana supaya kita bisa menjadi orang kepercayaan, baik di hadapan Tuhan dan juga manusia? Supaya dapat menjadi orang kepercayaan, kita harus terlebih dahulu membuktikan diri bahwa kita ini layak dipercaya. Ini berbicara tentang kesetiaan, ketekunan dan loyalitas! Ada harga yang harus kita bayar! Jika kita tidak setia, tidak tekun, tidak loyal dan tidak bersungguh-sungguh, bagaimana kita bisa dipercaya untuk hal-hal yang lebih besar. Tuhan Yesus berkata, "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12a). Abraham, Musa, Daud, Yosua, Rasul Paulus adalah beberapa dari sekian banyak tokoh Alkitab yang dipercaya Tuhan dan karenanya perkara-perkara yang besar dan dahsyat senantiasa mengikuti perjalanan hidup mereka.
Jika Tuhan mempercayai kita, Ia juga akan menyertai, menguatkan, menolong dan memberikan kita kemampuan untuk mengerjakan segala perkara melalui kuasa Roh KudusNya dan menunjukkan jalan atau cara yang harus kita tempuh. Sebagaimana "Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel." (Mazmur 103:7). Ia juga memakai apa yang kita miliki, bukan dengan apa yang tidak kita miliki, sebagai modal dalam mewujudkan apa yang Ia percayakan.
Haruslah selalu kita ingat bahwa jika kita dipercaya oleh Tuhan bukan karena kita hebat, semua semata-mata karena kemurahan dan anugerahNya atas kita. Karena itu kita harus menangkap setiap kepercayaan yang ada dengan iman yang sungguh kepada Tuhan dan mengerjakannya dengan penuh ketaatan. Jangan sekali-kali melepaskan setiap kepercayaan yang ada, peliharalah itu dengan baik, karena ada upah besar menanti!
"...aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." 2 Timotius 1:12
Baca: 1 Tawarikh 17:16-27
"Ya Tuhan, oleh karena hamba-Mu ini dan menurut hati-Mu Engkau telah melakukan segala perkara yang besar ini dengan memberitahukan segala perkara yang besar itu." 1 Tawarikh 17:19
Bagaimana supaya kita bisa menjadi orang kepercayaan, baik di hadapan Tuhan dan juga manusia? Supaya dapat menjadi orang kepercayaan, kita harus terlebih dahulu membuktikan diri bahwa kita ini layak dipercaya. Ini berbicara tentang kesetiaan, ketekunan dan loyalitas! Ada harga yang harus kita bayar! Jika kita tidak setia, tidak tekun, tidak loyal dan tidak bersungguh-sungguh, bagaimana kita bisa dipercaya untuk hal-hal yang lebih besar. Tuhan Yesus berkata, "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12a). Abraham, Musa, Daud, Yosua, Rasul Paulus adalah beberapa dari sekian banyak tokoh Alkitab yang dipercaya Tuhan dan karenanya perkara-perkara yang besar dan dahsyat senantiasa mengikuti perjalanan hidup mereka.
Jika Tuhan mempercayai kita, Ia juga akan menyertai, menguatkan, menolong dan memberikan kita kemampuan untuk mengerjakan segala perkara melalui kuasa Roh KudusNya dan menunjukkan jalan atau cara yang harus kita tempuh. Sebagaimana "Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel." (Mazmur 103:7). Ia juga memakai apa yang kita miliki, bukan dengan apa yang tidak kita miliki, sebagai modal dalam mewujudkan apa yang Ia percayakan.
Haruslah selalu kita ingat bahwa jika kita dipercaya oleh Tuhan bukan karena kita hebat, semua semata-mata karena kemurahan dan anugerahNya atas kita. Karena itu kita harus menangkap setiap kepercayaan yang ada dengan iman yang sungguh kepada Tuhan dan mengerjakannya dengan penuh ketaatan. Jangan sekali-kali melepaskan setiap kepercayaan yang ada, peliharalah itu dengan baik, karena ada upah besar menanti!
"...aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." 2 Timotius 1:12
Tuesday, August 14, 2012
DIPERCAYA TUHAN DAN SESAMA: Modal Sukses!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2012 -
Baca: Kolose 1:24-29
"Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu," Kolose 1:25
Menjadi orang kepercayaan adalah modal sukses bagi setiap orang, suatu prestasi yang tidak bisa dianggap sepele. Ketika kita dipercaya oleh pimpinan di tempat bekerja, dipercaya oleh dosen menjadi asistennya di kampus, dipercaya oleh masyarakat menjadi wakilnya di lembaga pemerintah adalah sesuatu yang sangat membanggakan. Terlebih yang mempercayakan tugas dan tanggung jawab itu adalah Tuhan, itu suatu anugerah yang tak ternilai harganya; menjadi orang kepercayaan bukanlah hal yang mudah.
Rasul Paulus merespons kepercayaan dari Tuhan dengan segenap hati dan penuh sukacita: "Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat. Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku." (1 Kolose 1:24, 28, 29). Ia sadar bahwa memperoleh kepercayaan dari Tuhan bukan berarti perjalanan hidup ini akan menjadi mudah, mulus dan tanpa rintangan. Adakalanya hidup ini akan menjadi mudah, mulus dan tanpa rintangan. Adakalanya kita harus diperhadapkan pada ujian dan tantangan yang berat. Tapi Rasul Paulus tetap kuat dan bersukacita; mengapa? Karena jika Tuhan mempercayai kita, kuasaNya akan senantiasa menyertai kita, dan melalui kita Ia akan mengerjakan perkara-perkara yang besar, heran, ajaib dan penuh mujizat. Tuhan berkata kepada Paulus, "'Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.' Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9).
Ingat! Tidak semua orang beroleh kesempatan untuk dipercaya oleh Tuhan, karena itu jika saat ini kita dipercaya Tuhan, jangan pernah sia-siakan.
Mari kita kerjakan kepercayaan itu dengan setia, sepenuh hati dan segenap keberadaan hidup kita, karena beroleh kepercayaan dari Tuhan adalah modal untuk mengalami campur tanganNya!
Baca: Kolose 1:24-29
"Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu," Kolose 1:25
Menjadi orang kepercayaan adalah modal sukses bagi setiap orang, suatu prestasi yang tidak bisa dianggap sepele. Ketika kita dipercaya oleh pimpinan di tempat bekerja, dipercaya oleh dosen menjadi asistennya di kampus, dipercaya oleh masyarakat menjadi wakilnya di lembaga pemerintah adalah sesuatu yang sangat membanggakan. Terlebih yang mempercayakan tugas dan tanggung jawab itu adalah Tuhan, itu suatu anugerah yang tak ternilai harganya; menjadi orang kepercayaan bukanlah hal yang mudah.
Rasul Paulus merespons kepercayaan dari Tuhan dengan segenap hati dan penuh sukacita: "Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat. Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku." (1 Kolose 1:24, 28, 29). Ia sadar bahwa memperoleh kepercayaan dari Tuhan bukan berarti perjalanan hidup ini akan menjadi mudah, mulus dan tanpa rintangan. Adakalanya hidup ini akan menjadi mudah, mulus dan tanpa rintangan. Adakalanya kita harus diperhadapkan pada ujian dan tantangan yang berat. Tapi Rasul Paulus tetap kuat dan bersukacita; mengapa? Karena jika Tuhan mempercayai kita, kuasaNya akan senantiasa menyertai kita, dan melalui kita Ia akan mengerjakan perkara-perkara yang besar, heran, ajaib dan penuh mujizat. Tuhan berkata kepada Paulus, "'Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.' Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9).
Ingat! Tidak semua orang beroleh kesempatan untuk dipercaya oleh Tuhan, karena itu jika saat ini kita dipercaya Tuhan, jangan pernah sia-siakan.
Mari kita kerjakan kepercayaan itu dengan setia, sepenuh hati dan segenap keberadaan hidup kita, karena beroleh kepercayaan dari Tuhan adalah modal untuk mengalami campur tanganNya!
Monday, August 13, 2012
PERKATAAN KITA BERKUASA!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2012 -
Baca: Amsal 12:1-28
"Setiap orang dikenyangkan dengan kebaikan oleh karena buah perkataan, dan orang mendapat balasan dari pada yang dikerjakan tangannya." Amsal 12:14
Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya dengan kata-katanya yang diucapkan melalui mulutNya. "Jadilah terang." (Kejadian 1:3), maka terang itu jadi. "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air." (Kejadian 1:6), maka terjadilah apa yang diperkatakan Allah itu. Perkataan adalah unsur yang penting dalam proses penciptaan alam semesta ini. Jadi semua kata yang ke luar dari mulut Allah berkuasa. Juga ketika Yesus berada di bumi, semua perkataanNya penuh kuasa. Dengan berkata-kata Dia sanggup menyembuhkan sakit-penyakit, membangkitkan Lazarus yang sudah mati empat hari (baca Yohanes 11:43-44), angin ribut diredakan (baca Markus 4:39).
Karena kita ini diciptakan menurut gambar dan rupaNya, maka setiap perkataan yang ke luar dari mulut kita pun mengandung kuasa. Apa pun yang kita perkatakan akan berdampak terhadap masa depan kita. Maka marilah kita bersedia tak henti-hentinya diingatkan agar berhati-hati dengan perkataan kita. Perhatikan kata Yakobus, "Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar" (Yakobus 3:4-5a).
Masihkah kita semborono dengan perkataan kita? Dengan perkataan, kita daat membangun masa depan yang baik, tapi dapat pula menghancurkan masa depan kita sendiri. Dengan perkataan, kita dapat menguatkan, menghibur, melemahkan dan juga menyakiti orang lain. Janganlah jemu-jemu memperkatakan yang positif, karena apa yang kita percayai, bila kita ucapkan dengan iman, cepat atau lambat akan terwujud dalam alam nyata. Ucapkan janji firman Tuhan setiap hari dan berhentilah memperkatan yang negatif! Karena perkataan kita besar kuasanya, maka apa pun yang kita ucapkan harus selalu dalam pimpinan Roh Kudus dan sesuai dengan firman Tuhan.
"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Filipi 4:8
Baca: Amsal 12:1-28
"Setiap orang dikenyangkan dengan kebaikan oleh karena buah perkataan, dan orang mendapat balasan dari pada yang dikerjakan tangannya." Amsal 12:14
Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya dengan kata-katanya yang diucapkan melalui mulutNya. "Jadilah terang." (Kejadian 1:3), maka terang itu jadi. "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air." (Kejadian 1:6), maka terjadilah apa yang diperkatakan Allah itu. Perkataan adalah unsur yang penting dalam proses penciptaan alam semesta ini. Jadi semua kata yang ke luar dari mulut Allah berkuasa. Juga ketika Yesus berada di bumi, semua perkataanNya penuh kuasa. Dengan berkata-kata Dia sanggup menyembuhkan sakit-penyakit, membangkitkan Lazarus yang sudah mati empat hari (baca Yohanes 11:43-44), angin ribut diredakan (baca Markus 4:39).
Karena kita ini diciptakan menurut gambar dan rupaNya, maka setiap perkataan yang ke luar dari mulut kita pun mengandung kuasa. Apa pun yang kita perkatakan akan berdampak terhadap masa depan kita. Maka marilah kita bersedia tak henti-hentinya diingatkan agar berhati-hati dengan perkataan kita. Perhatikan kata Yakobus, "Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar" (Yakobus 3:4-5a).
Masihkah kita semborono dengan perkataan kita? Dengan perkataan, kita daat membangun masa depan yang baik, tapi dapat pula menghancurkan masa depan kita sendiri. Dengan perkataan, kita dapat menguatkan, menghibur, melemahkan dan juga menyakiti orang lain. Janganlah jemu-jemu memperkatakan yang positif, karena apa yang kita percayai, bila kita ucapkan dengan iman, cepat atau lambat akan terwujud dalam alam nyata. Ucapkan janji firman Tuhan setiap hari dan berhentilah memperkatan yang negatif! Karena perkataan kita besar kuasanya, maka apa pun yang kita ucapkan harus selalu dalam pimpinan Roh Kudus dan sesuai dengan firman Tuhan.
"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Filipi 4:8
Sunday, August 12, 2012
BANGUNLAH PAGI-PAGI, JANGAN LAMBAT!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." Mazmur 5:4
Membiasakan diri untuk bangun pagi-pagi adalah pekerjaan yang tidak mudah bagi kebanyakan orang, perlu latihan dan disiplin yang keras. Banyak kali kita bangun serba terburu-buru dan mepet dengan jadwal ke kantor atau beraktivitas. Bangun pagi saja begitu susah kita lakukan, apalagi disertai dengan bersaat teduh seperti yang dilakukan oleh Daud, yang senantiasa mengatur persembahan kepada Tuhan dan memuji-muji Tuhan pada waktu pagi (baca juga Mazmur 59:17). Namun, bangun pagi-pagi adalah gambaran dari sebuah kerja keras yang merupakan motto orang-orang yang berhasil dalam hidupnya. Dengan kata lain, orang-orang yang berhasil adalah mereka yang sangat menghargai waktu dan kerja keras. Mereka tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang ada; tiap detik, menit, jam tak pernah luput dari hal-hal yang bermakna dan berkualitas.
Tuhan Yesus selama pelayanan di bumi juga bangun pagi-pagi untuk berdoa kepada Bapa di sorga. Tertulis: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Sebelum bertemu dan berbicara dengan banyak orang Ia terlebih dahulu mencari hadirat Bapa. Harus kita akui bahwa dengan bangun pagi-pagi kita dapat mengerjakan lebih banyak perkara dibanding jika kita selalu bangun dengan terlambat. Orang-orang pilihan Tuhan di dalam Alkitab juga melakukan hal yang sama. Ketika Sodom dan Gomora dimusnahkan Tuhan, Abraham "...pagi-pagi pergi ke tempat ia berdiri di hadapan Tuhan itu," (Kejadian 19:27) dan melihat kejadian tersebut; Yosua juga bangun pagi-pagi saat bersama para imam mengelilingi tembok Yerikho (Yosua 6:12), dan mjizat pun terjadi. Bahkan Salomo dalam amsalnya juga menyinggung tentang kebiasaan dari isteri yang cakap: "Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan." (Amsal 31:15).
Ingin menjadi orang yang diberkati? Jangan malas, hargai waktu dengan baik.
"Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ratapan 3:22-23
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." Mazmur 5:4
Membiasakan diri untuk bangun pagi-pagi adalah pekerjaan yang tidak mudah bagi kebanyakan orang, perlu latihan dan disiplin yang keras. Banyak kali kita bangun serba terburu-buru dan mepet dengan jadwal ke kantor atau beraktivitas. Bangun pagi saja begitu susah kita lakukan, apalagi disertai dengan bersaat teduh seperti yang dilakukan oleh Daud, yang senantiasa mengatur persembahan kepada Tuhan dan memuji-muji Tuhan pada waktu pagi (baca juga Mazmur 59:17). Namun, bangun pagi-pagi adalah gambaran dari sebuah kerja keras yang merupakan motto orang-orang yang berhasil dalam hidupnya. Dengan kata lain, orang-orang yang berhasil adalah mereka yang sangat menghargai waktu dan kerja keras. Mereka tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang ada; tiap detik, menit, jam tak pernah luput dari hal-hal yang bermakna dan berkualitas.
Tuhan Yesus selama pelayanan di bumi juga bangun pagi-pagi untuk berdoa kepada Bapa di sorga. Tertulis: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Sebelum bertemu dan berbicara dengan banyak orang Ia terlebih dahulu mencari hadirat Bapa. Harus kita akui bahwa dengan bangun pagi-pagi kita dapat mengerjakan lebih banyak perkara dibanding jika kita selalu bangun dengan terlambat. Orang-orang pilihan Tuhan di dalam Alkitab juga melakukan hal yang sama. Ketika Sodom dan Gomora dimusnahkan Tuhan, Abraham "...pagi-pagi pergi ke tempat ia berdiri di hadapan Tuhan itu," (Kejadian 19:27) dan melihat kejadian tersebut; Yosua juga bangun pagi-pagi saat bersama para imam mengelilingi tembok Yerikho (Yosua 6:12), dan mjizat pun terjadi. Bahkan Salomo dalam amsalnya juga menyinggung tentang kebiasaan dari isteri yang cakap: "Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan." (Amsal 31:15).
Ingin menjadi orang yang diberkati? Jangan malas, hargai waktu dengan baik.
"Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ratapan 3:22-23
Saturday, August 11, 2012
MUNGKINKAH BERSUKACITA DI SEGALA KEADAAN? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 92:1-16
"Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya Tuhan, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai." Mazmur 92:5
Jika setiap hari muka kita murung, ditekuk dan sama sekali tidak menyiratkan sukacita, apakah bedanya kita dengan orang-orang di luar Tuhan? Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila dalam kehidupan kita sehari-hari tidak ada kemenangan dan sukacita?
Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus menasihati, "...saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!" (2 Korintus 13:11). Kata 'sempurna' yang dimaksud adalah semakin dewasa dalam menyikapi segala sesuatu, dan di segala keadaan tetap bisa bersukacita karena kita tahu kepada siapa kita berharap dan percaya bahwa perbuatan tangan Tuhan selalu heran dan ajaib, dan kita yakin bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Oleh karena itu belajarlah mengucap syukur dalam segala hal, bahkan hal-hal yang tidak menyenangkan pun harus kita syukuri. Yang tidak boleh kita lupakan adalah selalu mengingat-ingat kebaikan Tuhan! Pemazmur berkata, "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." (Mazmur 77:12). Memang sangat mudah bersukacita ketika kita sedang dalam kelimpahan atau tanpa masalah. Bagaimana saat tekanan hidup melanda dan badai hidup datang menerpa? Tuhan menghendaki kita mampu bersyukur karena di situlah akan terpancar kepercayaan kita kepada Tuhan. Inilah yang disebut korban syukur.
Seorang Kristen yang dewasa pasti menghasilkan buah-buah Roh dalam hidupnya dan salah satu buah Roh itu adalah sukacita. Artinya jika hidup kita senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus, sukacita dan menjadi bagian dari karakter kita. Jadi dalam keadaan apa pun jangan putus asa dan kehilangan harapan, percayakan segalnaya pada Tuhan dan tetaplah bersukacita.
Sukacita sejati datangnya dari Tuhan, bukan tergantung dari kondisi yang kita alami; karena itu melekatlah kepada Tuhan senantiasa.
Baca: Mazmur 92:1-16
"Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya Tuhan, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai." Mazmur 92:5
Jika setiap hari muka kita murung, ditekuk dan sama sekali tidak menyiratkan sukacita, apakah bedanya kita dengan orang-orang di luar Tuhan? Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila dalam kehidupan kita sehari-hari tidak ada kemenangan dan sukacita?
Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus menasihati, "...saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!" (2 Korintus 13:11). Kata 'sempurna' yang dimaksud adalah semakin dewasa dalam menyikapi segala sesuatu, dan di segala keadaan tetap bisa bersukacita karena kita tahu kepada siapa kita berharap dan percaya bahwa perbuatan tangan Tuhan selalu heran dan ajaib, dan kita yakin bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Oleh karena itu belajarlah mengucap syukur dalam segala hal, bahkan hal-hal yang tidak menyenangkan pun harus kita syukuri. Yang tidak boleh kita lupakan adalah selalu mengingat-ingat kebaikan Tuhan! Pemazmur berkata, "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." (Mazmur 77:12). Memang sangat mudah bersukacita ketika kita sedang dalam kelimpahan atau tanpa masalah. Bagaimana saat tekanan hidup melanda dan badai hidup datang menerpa? Tuhan menghendaki kita mampu bersyukur karena di situlah akan terpancar kepercayaan kita kepada Tuhan. Inilah yang disebut korban syukur.
Seorang Kristen yang dewasa pasti menghasilkan buah-buah Roh dalam hidupnya dan salah satu buah Roh itu adalah sukacita. Artinya jika hidup kita senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus, sukacita dan menjadi bagian dari karakter kita. Jadi dalam keadaan apa pun jangan putus asa dan kehilangan harapan, percayakan segalnaya pada Tuhan dan tetaplah bersukacita.
Sukacita sejati datangnya dari Tuhan, bukan tergantung dari kondisi yang kita alami; karena itu melekatlah kepada Tuhan senantiasa.
Friday, August 10, 2012
MUNGKINKAH BERSUKACITA DI SEGALA KEADAAN? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu." Mazmur 5:12
Ada banyak alasan untuk tidak bersukacita: ada masalah berat, sakit-penyakit, sulit mencari pekerjaan, harga-harga kebutuhan hidup yang makin mahal, biaya pendidikan kian melangit dan sebagainya sehingga banyak orang Kristen hidupnya dikendalikan oleh ketakutan, kekuatiran, kecemasan dan keputusasaan. Padahal, kehendak Tuhan bagi anak-anakNya adalah "Bersukacitalah senantiasa..." (1 Tesalonika 5:16). Kata 'senantiasa' berarti selalu, di segala keadaan dan terus-menerus. Namun, mana mungkin kita bisa bersukacita senantiasa di tengah dunia yang serbasulit dan penuh problematika ini?
Bersukacita senantiasa bagi orang percaya adalah sangat mungkin! Memang, kita tidak akan mampu bersukacita dengan kekuatan sendiri. Untuk dapat bersukacita senantiasa kita harus tinggal di dalam Tuhan: "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:10-11). Tinggal di dalam Tuhan dan mengasihi namaNya akan beroleh sukacita. Jadi, rahasia beroleh sukacita di segala keadaan adalah ada di dalam Tuhan, sebab Dia adalah sumber sukacita.
Rasul Paulus berkata, "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Bila fokus kita hanya tertuju pada besarnya masalah dan situasi yang ada, kita akan kehilangan sukacita. Tetapi Paulus enantiasa mengarahkan pandangan kepada hal-hal yang tidak kelihatan. Iulah sebabnya di segala keadaan (di penjara, tertindas, terjepit, teraniaya, mengalami kapal karam) ia tetap bisa bersukacita, karena ia tahu bahwa "...penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami." (Korintus 4:17).
(Bersambung)
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu." Mazmur 5:12
Ada banyak alasan untuk tidak bersukacita: ada masalah berat, sakit-penyakit, sulit mencari pekerjaan, harga-harga kebutuhan hidup yang makin mahal, biaya pendidikan kian melangit dan sebagainya sehingga banyak orang Kristen hidupnya dikendalikan oleh ketakutan, kekuatiran, kecemasan dan keputusasaan. Padahal, kehendak Tuhan bagi anak-anakNya adalah "Bersukacitalah senantiasa..." (1 Tesalonika 5:16). Kata 'senantiasa' berarti selalu, di segala keadaan dan terus-menerus. Namun, mana mungkin kita bisa bersukacita senantiasa di tengah dunia yang serbasulit dan penuh problematika ini?
Bersukacita senantiasa bagi orang percaya adalah sangat mungkin! Memang, kita tidak akan mampu bersukacita dengan kekuatan sendiri. Untuk dapat bersukacita senantiasa kita harus tinggal di dalam Tuhan: "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:10-11). Tinggal di dalam Tuhan dan mengasihi namaNya akan beroleh sukacita. Jadi, rahasia beroleh sukacita di segala keadaan adalah ada di dalam Tuhan, sebab Dia adalah sumber sukacita.
Rasul Paulus berkata, "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Bila fokus kita hanya tertuju pada besarnya masalah dan situasi yang ada, kita akan kehilangan sukacita. Tetapi Paulus enantiasa mengarahkan pandangan kepada hal-hal yang tidak kelihatan. Iulah sebabnya di segala keadaan (di penjara, tertindas, terjepit, teraniaya, mengalami kapal karam) ia tetap bisa bersukacita, karena ia tahu bahwa "...penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami." (Korintus 4:17).
(Bersambung)
Thursday, August 9, 2012
TUHAN: Pendengar dan Penolong Kita!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 142:1-8
"Aku mencurahkan keluhanku ke hadapan-Nya, kesesakanku kuberitahukan ke hadapan-Nya." Mazmur 142:3
Ketika sedang tertimpa masalah yang rumit dan berbeban berat acapkali kita membutuhkan orang lain untuk berbagi, berkeluh-kesah, mengadu dan membagi beban hidup kita. Kita mencurahkan segala unek-unek kita kepada hamba Tuhan, saudara seiman, teman atau sahabat sehingga hati kita terasa plong atau lega. Namun ada pula yang enggan dan malu menceritakan masalah kita kepada orang lain, semua kita pendam sendiri dan akhirnya kita pun merasakan beban itu semakin berat untuk kita pikul. Daud pun mengalaminya: "Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala seperti api, ketika aku berkeluh kesah; aku berbicara dengan lidahku:" (Mazmur 39:4).
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang begitu peduli dengan keberadaan kita, bahkan Dia bersedia menjadi tempat untuk kita mencurahkan isi hati, mengadu dan mengeluh. Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Di dalam Yesaya 25:4 dikatakan, "Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya," Karena itu, seberat apa pun permasalahan yang kita alami bawalah kepada Tuhan dan curahkan segala isi hati Saudara kepadaNya. Dia tidak hanya siap menjadi Pendengar keluhan kita, tapi juga sebagai Penolong yang sejati, karena "Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;" (Yesaya 59:1).
Jika ada saudara seiman yang sedang berbeban berat dan membutuhkan tempat untuk berkeluh-kesah, kita pun tidak boleh tinggal diam. Tuhan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada kita untuk memperhatikan, menopang, menolong dan menguatkan mereka. Kita harus mau memberikan diri, waktu, tenaga dan telinga untuk mendengar keluh-kesah mereka, dan itu sungguh sangat berarti bagi mereka.
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Baca: Mazmur 142:1-8
"Aku mencurahkan keluhanku ke hadapan-Nya, kesesakanku kuberitahukan ke hadapan-Nya." Mazmur 142:3
Ketika sedang tertimpa masalah yang rumit dan berbeban berat acapkali kita membutuhkan orang lain untuk berbagi, berkeluh-kesah, mengadu dan membagi beban hidup kita. Kita mencurahkan segala unek-unek kita kepada hamba Tuhan, saudara seiman, teman atau sahabat sehingga hati kita terasa plong atau lega. Namun ada pula yang enggan dan malu menceritakan masalah kita kepada orang lain, semua kita pendam sendiri dan akhirnya kita pun merasakan beban itu semakin berat untuk kita pikul. Daud pun mengalaminya: "Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala seperti api, ketika aku berkeluh kesah; aku berbicara dengan lidahku:" (Mazmur 39:4).
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan yang begitu peduli dengan keberadaan kita, bahkan Dia bersedia menjadi tempat untuk kita mencurahkan isi hati, mengadu dan mengeluh. Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Di dalam Yesaya 25:4 dikatakan, "Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya," Karena itu, seberat apa pun permasalahan yang kita alami bawalah kepada Tuhan dan curahkan segala isi hati Saudara kepadaNya. Dia tidak hanya siap menjadi Pendengar keluhan kita, tapi juga sebagai Penolong yang sejati, karena "Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;" (Yesaya 59:1).
Jika ada saudara seiman yang sedang berbeban berat dan membutuhkan tempat untuk berkeluh-kesah, kita pun tidak boleh tinggal diam. Tuhan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada kita untuk memperhatikan, menopang, menolong dan menguatkan mereka. Kita harus mau memberikan diri, waktu, tenaga dan telinga untuk mendengar keluh-kesah mereka, dan itu sungguh sangat berarti bagi mereka.
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Wednesday, August 8, 2012
TERCATAT DALAM BUKU KEHIDUPAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2012 -
Baca: Filipi 4:1-9
"Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan." Filipi 4:3b
Alangkah tragisnya hidup ini, jika ternyata nama kita kelak tidak tercatat dalam kitab kehidupan, apalagi saat ini nanti kita sudah tidak bisa memperbaiki keadaan. Kita patut bersyukur bila saat ini diingatkan.
Tidak perlu takut dan putus asa, justru hal ini menjadi pendorong bagi kita untuk mempersiapkan diri. Mumpung masih ada kesempatan marilah melakukan yang terbaik supaya nama kita juga tertulis pada kitab kehidupan itu. Jadi, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang." (Kolose 3:23-25).
Inilah langkah agar nama kita tercatat dalam kitab kehidupan: 1. Percaya kepada Yesus Kristus. "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah langkah awal agar nama kita tercatat dalam kitab kehidupan, karena "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Pemilik kitab kehidupan itu adalah Tuhan Yesus sendiri karena kitab kehidupan itu juga disebut kitab kehidupan dari Anak Domba, yang adalah nama lain Tuhan Yesus Kristus. Jadi Ialah yang menentukan siapa saja yang layak dicatat di buku itu. 2. Menjadi pelaku firman dan hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Percaya saja tidak cukup, tapi kita juga harus hidup dalam kebenaran dan menanggalkan 'manusia lama' kita. Dengan karunia dan talenta yang ada mari persembahkan hidup kita untuk melayani Tuhan sampai akhir hidup kita.
Jerih lelah melayani Tuhan dan mempertahankan hidup tidak bercela tidak akan sia-sia karena nama kita akan tertulis dalam kitab kehidupan!
Baca: Filipi 4:1-9
"Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan." Filipi 4:3b
Alangkah tragisnya hidup ini, jika ternyata nama kita kelak tidak tercatat dalam kitab kehidupan, apalagi saat ini nanti kita sudah tidak bisa memperbaiki keadaan. Kita patut bersyukur bila saat ini diingatkan.
Tidak perlu takut dan putus asa, justru hal ini menjadi pendorong bagi kita untuk mempersiapkan diri. Mumpung masih ada kesempatan marilah melakukan yang terbaik supaya nama kita juga tertulis pada kitab kehidupan itu. Jadi, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang." (Kolose 3:23-25).
Inilah langkah agar nama kita tercatat dalam kitab kehidupan: 1. Percaya kepada Yesus Kristus. "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah langkah awal agar nama kita tercatat dalam kitab kehidupan, karena "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Pemilik kitab kehidupan itu adalah Tuhan Yesus sendiri karena kitab kehidupan itu juga disebut kitab kehidupan dari Anak Domba, yang adalah nama lain Tuhan Yesus Kristus. Jadi Ialah yang menentukan siapa saja yang layak dicatat di buku itu. 2. Menjadi pelaku firman dan hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Percaya saja tidak cukup, tapi kita juga harus hidup dalam kebenaran dan menanggalkan 'manusia lama' kita. Dengan karunia dan talenta yang ada mari persembahkan hidup kita untuk melayani Tuhan sampai akhir hidup kita.
Jerih lelah melayani Tuhan dan mempertahankan hidup tidak bercela tidak akan sia-sia karena nama kita akan tertulis dalam kitab kehidupan!
Tuesday, August 7, 2012
TERCATAT DALAM BUKU KEHIDUPAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2012 -
Baca: Wahyu 20:11-15
"Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu." Wahyu 20:15
Seringkali kita bertanya dalam hati mengapa orang-orang di luar Tuhan sepertinya hidup mujur tanpa masalah meski mereka hidup tidak sesuai dengan firman Tuhan (hidup dalam daging dan mengumbar hawa nafsu); sedangkan perjuangan kita setiap hari untuk hidup dalam kebenaran, menabur kebaikan, setia melayani Tuhan rasa-rasanya tidak ada hasil alias sia-sia. Hal ini juga pernah dirasakan oleh pemazmur yang berkata, "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." (Mazmur 73:13-14). Namun kita diingatkan: "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;" (Mazmur 37:1).
Sesungguhnya tidak ada kata sia-sia kita hidup dalam kebenaran; karena segala sesuatu yang kita yang lakukan untuk Tuhan dan juga sesama ada di bawah pengawasan Tuhan, secara mendetail dicatat dan diperhitungkan oleh Tuhan. Secara terperinci Tuhan mencatatnya dalam sebuah buku yang disebut dengan kitab kehidupan. Tertulis: "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." (Wahyu 20:12). Bukan saja dicatat di dalam kitab kehidupan, namun segala perbuatan yang kita lakukan di bumi ini juga akan mendapat upah dan pahala yang setimpal. Kepada jemaat di Galatia, Rasul Paulus juga mengingatkan bahwa "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7b-8).
Oleh karena itu, selama kita masih hidup di dunia ini dan memiliki banyak kesempatan, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jangan tunda-tunda waktu lagi sebelum semuanya terlambat dan nasi menjadi bubur, karena waktu terus berjalan maju dan kita tidak memutarnya kembali.
Baca: Wahyu 20:11-15
"Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu." Wahyu 20:15
Seringkali kita bertanya dalam hati mengapa orang-orang di luar Tuhan sepertinya hidup mujur tanpa masalah meski mereka hidup tidak sesuai dengan firman Tuhan (hidup dalam daging dan mengumbar hawa nafsu); sedangkan perjuangan kita setiap hari untuk hidup dalam kebenaran, menabur kebaikan, setia melayani Tuhan rasa-rasanya tidak ada hasil alias sia-sia. Hal ini juga pernah dirasakan oleh pemazmur yang berkata, "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." (Mazmur 73:13-14). Namun kita diingatkan: "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;" (Mazmur 37:1).
Sesungguhnya tidak ada kata sia-sia kita hidup dalam kebenaran; karena segala sesuatu yang kita yang lakukan untuk Tuhan dan juga sesama ada di bawah pengawasan Tuhan, secara mendetail dicatat dan diperhitungkan oleh Tuhan. Secara terperinci Tuhan mencatatnya dalam sebuah buku yang disebut dengan kitab kehidupan. Tertulis: "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu." (Wahyu 20:12). Bukan saja dicatat di dalam kitab kehidupan, namun segala perbuatan yang kita lakukan di bumi ini juga akan mendapat upah dan pahala yang setimpal. Kepada jemaat di Galatia, Rasul Paulus juga mengingatkan bahwa "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7b-8).
Oleh karena itu, selama kita masih hidup di dunia ini dan memiliki banyak kesempatan, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jangan tunda-tunda waktu lagi sebelum semuanya terlambat dan nasi menjadi bubur, karena waktu terus berjalan maju dan kita tidak memutarnya kembali.
Monday, August 6, 2012
PERCAYALAH KEPADA TUHAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 62:1-13
"Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita." Mazmur 62:9
Meski telah menyandang status sebagai orang percaya masih ada juga orang Kristen yang tidak memiliki iman dan percaya yang total kepada Tuhan. Mereka lebih cenderung mengandalkan uang, harta, kekayaan, kepintaran dan kekuatan sendiri. Tuhan tidak menjadi yang utama dalam hidupnya. Mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang mereka dapat membeli segalanya. Benarkah? Memang dalam hidup ini kita membutuhkan uang, tapi uang bukanlah segala-galanya karena uang tidak sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah. Dapatkah keselamatan, kebahagiaan, ketentraman, sukacita, damai sejahtera atau kesehatan kita beli dengan uang?
Pembacaan firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan hidup yang sejati dan beroleh pertolongan di segala keadaan tidak ada jalan lain selain harus percaya kepada Tuhan. Artinya kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan karena Dialah pemegang kendali hidup kita. Hidup kita ini hanya ditentukan oleh perkataan Tuhan dan kuasaNya. Karena itu dalam segala perkara kita harus berserah kepada kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan adalah yang terbaik bagi kita. "Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya." (Amsal 16:9). Jika Tuhan yang berkehendak, siapa yang dapat menahannya? Dengan tegas Tuhan mengatakan, "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan," (Yesaya 46:10). Tapi mengapa masih ada orang Kristen yang ragu dan tidak percaya kepada Tuhan? Dalam menghadapi persoalan yang rumit kita malah lari mencari pertolongan secara instan kepada manusia.
Alkitab mengatakan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!" (Yeremia 17:5). Percaya kepada Tuhan berarti membawa segala sesuatu kepadaNya dalam doa. Tuhan berkata, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Matius 7:7).
Tidak ada pilihan selain percaya saja kepada Tuhan karena bagi Dia tidak ada perkara yang mustahil.
Baca: Mazmur 62:1-13
"Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita." Mazmur 62:9
Meski telah menyandang status sebagai orang percaya masih ada juga orang Kristen yang tidak memiliki iman dan percaya yang total kepada Tuhan. Mereka lebih cenderung mengandalkan uang, harta, kekayaan, kepintaran dan kekuatan sendiri. Tuhan tidak menjadi yang utama dalam hidupnya. Mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang mereka dapat membeli segalanya. Benarkah? Memang dalam hidup ini kita membutuhkan uang, tapi uang bukanlah segala-galanya karena uang tidak sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah. Dapatkah keselamatan, kebahagiaan, ketentraman, sukacita, damai sejahtera atau kesehatan kita beli dengan uang?
Pembacaan firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan hidup yang sejati dan beroleh pertolongan di segala keadaan tidak ada jalan lain selain harus percaya kepada Tuhan. Artinya kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan karena Dialah pemegang kendali hidup kita. Hidup kita ini hanya ditentukan oleh perkataan Tuhan dan kuasaNya. Karena itu dalam segala perkara kita harus berserah kepada kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan adalah yang terbaik bagi kita. "Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya." (Amsal 16:9). Jika Tuhan yang berkehendak, siapa yang dapat menahannya? Dengan tegas Tuhan mengatakan, "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan," (Yesaya 46:10). Tapi mengapa masih ada orang Kristen yang ragu dan tidak percaya kepada Tuhan? Dalam menghadapi persoalan yang rumit kita malah lari mencari pertolongan secara instan kepada manusia.
Alkitab mengatakan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!" (Yeremia 17:5). Percaya kepada Tuhan berarti membawa segala sesuatu kepadaNya dalam doa. Tuhan berkata, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Matius 7:7).
Tidak ada pilihan selain percaya saja kepada Tuhan karena bagi Dia tidak ada perkara yang mustahil.
Sunday, August 5, 2012
MENGHANCURKAN PEKERJAAN IBLIS (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2012 -
Baca: Roma 16:17-20
"Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!" Roma 16:20
Iman yang dimaksud adalah percaya penuh kepada Tuhan Yesus. Iman inilah yang mampu menghancurkan pekerjaan Iblis. Tertulis: "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" (1 Yohanes 5:4-5). 6. Ketopong keselamatan. Ketopong berfungsi untuk melindungi kepala kita. Di dalam kepala ada otak untuk berpikir. Jadi ketopong ini akan menjaga pikiran kita dari panah-panah musuh. Pikiran kita adalah pusat dari segala sesuatu. Melalui pikiran, kita dapat mengarahkan perisai dan pedang dan juga semua gerakan dari tubuh kita untuk menghindar atau melawan musuh. Karena itu kita harus menjaga dan melindungi pikiran kita sedemikian rupa karena kita tahu bahwa pikiran kita adalah medan peperangan antara daging dan roh. Karena itu kita harus bisa "...menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b) sehingga kita "...memiliki pikiran Kristus." (1 Korintus 2:16b). 'Area pikiran' kita inilah yang selalu menjadi sasaran empuk si Iblis untuk menyerang. Saat kita mengenakan ketopong keselamatan ini sebenaranya kita sedang mengenakan 'pikiran' Kristus. 7. Pedang Roh. Pedang adalah untuk bertahan dan juga menyerang. Pedang dapat menahan prajurit dari serangan musuh dan digunakan untuk melukai atau membunuh lawan. Pedang dibawa di tangan kanan dan merupakan lambang dari kuasa dan otoritas. Pedang Roh adalah firman Tuhan yang dipertajam dan dihidupkan oleh Roh kudus. Tertulis: "...firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Selain firman, pedang Roh kita adalah doa dan permohonan. Karena itu, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18b). Kalau kita senantiasa berjaga-jaga, Iblis tidak akan mampu menyerang kita.
Dengan perlengkapan senjata Allah ini, kita siap menghancurkan pekerjaan Iblis!
Baca: Roma 16:17-20
"Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!" Roma 16:20
Iman yang dimaksud adalah percaya penuh kepada Tuhan Yesus. Iman inilah yang mampu menghancurkan pekerjaan Iblis. Tertulis: "sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" (1 Yohanes 5:4-5). 6. Ketopong keselamatan. Ketopong berfungsi untuk melindungi kepala kita. Di dalam kepala ada otak untuk berpikir. Jadi ketopong ini akan menjaga pikiran kita dari panah-panah musuh. Pikiran kita adalah pusat dari segala sesuatu. Melalui pikiran, kita dapat mengarahkan perisai dan pedang dan juga semua gerakan dari tubuh kita untuk menghindar atau melawan musuh. Karena itu kita harus menjaga dan melindungi pikiran kita sedemikian rupa karena kita tahu bahwa pikiran kita adalah medan peperangan antara daging dan roh. Karena itu kita harus bisa "...menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b) sehingga kita "...memiliki pikiran Kristus." (1 Korintus 2:16b). 'Area pikiran' kita inilah yang selalu menjadi sasaran empuk si Iblis untuk menyerang. Saat kita mengenakan ketopong keselamatan ini sebenaranya kita sedang mengenakan 'pikiran' Kristus. 7. Pedang Roh. Pedang adalah untuk bertahan dan juga menyerang. Pedang dapat menahan prajurit dari serangan musuh dan digunakan untuk melukai atau membunuh lawan. Pedang dibawa di tangan kanan dan merupakan lambang dari kuasa dan otoritas. Pedang Roh adalah firman Tuhan yang dipertajam dan dihidupkan oleh Roh kudus. Tertulis: "...firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Selain firman, pedang Roh kita adalah doa dan permohonan. Karena itu, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18b). Kalau kita senantiasa berjaga-jaga, Iblis tidak akan mampu menyerang kita.
Dengan perlengkapan senjata Allah ini, kita siap menghancurkan pekerjaan Iblis!
Saturday, August 4, 2012
MENGHANCURKAN PEKERJAAN IBLIS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2012 -
Baca: Efesus 6:10-20
"Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu." Efesus 6:13
Untuk tampil sebagai pemenang saat berperang melawan kuasa kegelapan Rasul Paulus menasihatkan beberapa hal: 1. Berdiri tegap. Artinya tidak boleh pesimis, kepala tertunduk dan takut, tapi harus tegas, "Bersikaplah sebagai laki-laki!" (1 Korintus 16:13c, d). 2. Berikatpinggangkan kebenaran. Pinggang adalah gambaran dari kekuatan dan semangat, sedangkan sabuk yang dikenakan di pinggang berfungsi untuk menjaga agar senjata tetap pada tempatnya. Kita harus tetap hidup dalam kebenaran dan tidak berkompromi dengan dosa sedikitpun. 3. Berbajuzirahkan keadilan. Baju zirah berfungsi untuk melindungi organ-organ vital seorang prajurit (jantung, paru-paru, hati dan sebagainya) dari serangan senjata musuh. Dengan terlindunginya organ-organ vital, seorang prajurit akan semakin yakin dalam menghadapi musuh tanpa rasa takut sedikit pun. Baju zirah keadilan menjaga dan melindungi hati dan pikiran kita dari hal-hal yang berlawanan dengan kebenaran. Hati kita harus terbebas dari kekecewaan, ketidakadilan, kepahitan, sakit hati/dendam, kebencian, motivasi yang salah dan sebagainya, karena semuanya itu hanya akan merusak persekutuan di antara umat Tuhan dan akan menjadi titik lemah yang bisa dimanfaatkan Iblis untuk menyerang. 4. Berkasutkan kerelaan memberitakan injil. Artinya kita harus makin giat melayani Tuhan dengan roh yang menyala-nyala dan memiliki kehidupan yang bisa menjadi kesaksian bagi orang lain. Rasul Paulus menasihati, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Kita harus mengerjakan tugas pemberitaan Injil ini dengan sungguh-sungguh. 5. Berperisai iman. Perisai berfungsi untuk melindungi diri dari serangan musuh dan juga menggambarkan perlindungan dan keamanan. Dalam peperangan, perisai harus digunakan secara aktif. Kita pun harus memiliki iman yang aktif. Dikatakan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Iman yang aktif inilah yang mampu melindungi kita dari serangan Iblis.
Baca: Efesus 6:10-20
"Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu." Efesus 6:13
Untuk tampil sebagai pemenang saat berperang melawan kuasa kegelapan Rasul Paulus menasihatkan beberapa hal: 1. Berdiri tegap. Artinya tidak boleh pesimis, kepala tertunduk dan takut, tapi harus tegas, "Bersikaplah sebagai laki-laki!" (1 Korintus 16:13c, d). 2. Berikatpinggangkan kebenaran. Pinggang adalah gambaran dari kekuatan dan semangat, sedangkan sabuk yang dikenakan di pinggang berfungsi untuk menjaga agar senjata tetap pada tempatnya. Kita harus tetap hidup dalam kebenaran dan tidak berkompromi dengan dosa sedikitpun. 3. Berbajuzirahkan keadilan. Baju zirah berfungsi untuk melindungi organ-organ vital seorang prajurit (jantung, paru-paru, hati dan sebagainya) dari serangan senjata musuh. Dengan terlindunginya organ-organ vital, seorang prajurit akan semakin yakin dalam menghadapi musuh tanpa rasa takut sedikit pun. Baju zirah keadilan menjaga dan melindungi hati dan pikiran kita dari hal-hal yang berlawanan dengan kebenaran. Hati kita harus terbebas dari kekecewaan, ketidakadilan, kepahitan, sakit hati/dendam, kebencian, motivasi yang salah dan sebagainya, karena semuanya itu hanya akan merusak persekutuan di antara umat Tuhan dan akan menjadi titik lemah yang bisa dimanfaatkan Iblis untuk menyerang. 4. Berkasutkan kerelaan memberitakan injil. Artinya kita harus makin giat melayani Tuhan dengan roh yang menyala-nyala dan memiliki kehidupan yang bisa menjadi kesaksian bagi orang lain. Rasul Paulus menasihati, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Kita harus mengerjakan tugas pemberitaan Injil ini dengan sungguh-sungguh. 5. Berperisai iman. Perisai berfungsi untuk melindungi diri dari serangan musuh dan juga menggambarkan perlindungan dan keamanan. Dalam peperangan, perisai harus digunakan secara aktif. Kita pun harus memiliki iman yang aktif. Dikatakan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Iman yang aktif inilah yang mampu melindungi kita dari serangan Iblis.
Friday, August 3, 2012
MENGHANCURKAN PEKERJAAN IBLIS (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2012 -
Baca: Efesus 6:10-20
"Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;" Efesus 6:11
Kehidupan orang percaya tak lepas dari peperangan. Melawan siapa? Apakah melawan mertua yang galak, tetangga yang sok usik, atasan yang bawel, rekan sepelayanan yang jadi saingan terberat? Bukan. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa "...karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (ayat 12). Iblislah yang harus kita perangi! Karena ia selalu ingin menghancurkan kehidupan anak-anak Tuhan: "Pencuri (Iblis - Red.) datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Iblis selalu mengincar kelemahan dan kelengahan orng percaya, dengan "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8).
Iblis sangat benci terhadap orang Kristen yang rajin beribadah, tekun berdoa, tekun membaca Alkitab dan aktif dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Karena itu ia selalu berusaha menjauhkan kita dari kasih karunia Tuhan dengan menebarkan ketakutan, kekuatiran, kekecewaan, kepahitan, kebencian, putus asa dan hal-hal negatif lainnya yang membuat kita makin ragu dan tidak percaya akan kuasa firman Tuhan. Menghadapi pekerjaan Iblis ini kita tidak boleh tinggal diam, apalagi menyerah kalah, karena "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4b) dan "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus memberikan kunci untuk bisa menang melawan Iblis: kita harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah sebagai pertahanan (ayat 11) dan pada saat yang tepat kita juga harus bertindak aktif untuk menyerang (ayat 13). Di akhir zaman ini Iblis tidak asal-asalan dalam menyerang kehidupan orang percaya, justru ia akan menghimpun kekuatan yang berlipat-lipat dan semakin giat dengan menerapkan 1001 macam cara.
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" 1 Korintus 10:12
Baca: Efesus 6:10-20
"Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;" Efesus 6:11
Kehidupan orang percaya tak lepas dari peperangan. Melawan siapa? Apakah melawan mertua yang galak, tetangga yang sok usik, atasan yang bawel, rekan sepelayanan yang jadi saingan terberat? Bukan. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa "...karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (ayat 12). Iblislah yang harus kita perangi! Karena ia selalu ingin menghancurkan kehidupan anak-anak Tuhan: "Pencuri (Iblis - Red.) datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Iblis selalu mengincar kelemahan dan kelengahan orng percaya, dengan "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8).
Iblis sangat benci terhadap orang Kristen yang rajin beribadah, tekun berdoa, tekun membaca Alkitab dan aktif dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Karena itu ia selalu berusaha menjauhkan kita dari kasih karunia Tuhan dengan menebarkan ketakutan, kekuatiran, kekecewaan, kepahitan, kebencian, putus asa dan hal-hal negatif lainnya yang membuat kita makin ragu dan tidak percaya akan kuasa firman Tuhan. Menghadapi pekerjaan Iblis ini kita tidak boleh tinggal diam, apalagi menyerah kalah, karena "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4b) dan "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus memberikan kunci untuk bisa menang melawan Iblis: kita harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah sebagai pertahanan (ayat 11) dan pada saat yang tepat kita juga harus bertindak aktif untuk menyerang (ayat 13). Di akhir zaman ini Iblis tidak asal-asalan dalam menyerang kehidupan orang percaya, justru ia akan menghimpun kekuatan yang berlipat-lipat dan semakin giat dengan menerapkan 1001 macam cara.
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" 1 Korintus 10:12
Thursday, August 2, 2012
TUHAN SANGGUP: Mengubah Pahit Menjadi Manis (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2012 -
Baca: Keluaran 15:22-27
"Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu." Keluaran 15:27
Berapa banyak dari kita yang tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan sehingga yang keluar dari mulut kita hanyalah omelan dan persungutan, "Mengapa Tuhan membiarkan aku dalam kesulitan? Mengapa Tuhan tidak segera menolongku?" Kita tidak tahan dan gampang putus asa ketika situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan atau menyesakkan terjadi. Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita bersikap demikian. Mari belajar seperti Musa yang bertindak dengan benar dan tetap bisa menjaga hati saat masalah datang.
Musa tidak menyalahkan Tuhan atau lari dari masalah tapi ia datang kepada Tuhan, berdoa dengan sepenuh hati dan berharap kepadaNya saja karena ia percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan perbuatan-perbuatan yang dahsyat dan ajaib. Tatkala menyeberangi laut Teberau Musa diperintahkan Tuhan mengulurkan tangannya ke atas laut, maka terkuaklah "...air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:21-22). Musa pun percaya bahwa tidaklah terlalu sulit bagi Tuhan untuk mengubah air yang pahit menjadi manis.
Sepahit apa pun masalah yang kita alami: sakit-penyakit, masalah keuangan, masalah keluarga dan sebagainya, berhentilah bersungut-sungut. Sebaliknya, tetaplah bertahan dan bersabar menantikan pertolongan dari Tuhan, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11a) dan milikilah keyakinan seperti rasul Paulus yang sanggup berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Ketika Musa percaya kepada Tuhan, apa yang disediakan Tuhan jauh melebihi apa yang terpikirkan; saat tiba di Elim, di sana terdapat dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma!
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Baca: Keluaran 15:22-27
"Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air itu." Keluaran 15:27
Berapa banyak dari kita yang tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan sehingga yang keluar dari mulut kita hanyalah omelan dan persungutan, "Mengapa Tuhan membiarkan aku dalam kesulitan? Mengapa Tuhan tidak segera menolongku?" Kita tidak tahan dan gampang putus asa ketika situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan atau menyesakkan terjadi. Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita bersikap demikian. Mari belajar seperti Musa yang bertindak dengan benar dan tetap bisa menjaga hati saat masalah datang.
Musa tidak menyalahkan Tuhan atau lari dari masalah tapi ia datang kepada Tuhan, berdoa dengan sepenuh hati dan berharap kepadaNya saja karena ia percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan perbuatan-perbuatan yang dahsyat dan ajaib. Tatkala menyeberangi laut Teberau Musa diperintahkan Tuhan mengulurkan tangannya ke atas laut, maka terkuaklah "...air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka." (Keluaran 14:21-22). Musa pun percaya bahwa tidaklah terlalu sulit bagi Tuhan untuk mengubah air yang pahit menjadi manis.
Sepahit apa pun masalah yang kita alami: sakit-penyakit, masalah keuangan, masalah keluarga dan sebagainya, berhentilah bersungut-sungut. Sebaliknya, tetaplah bertahan dan bersabar menantikan pertolongan dari Tuhan, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11a) dan milikilah keyakinan seperti rasul Paulus yang sanggup berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Ketika Musa percaya kepada Tuhan, apa yang disediakan Tuhan jauh melebihi apa yang terpikirkan; saat tiba di Elim, di sana terdapat dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma!
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Wednesday, August 1, 2012
TUHAN SANGGUP: Mengubah Pahit Menjadi Manis (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Agustus 2012 -
Baca: Keluaran 15:22-27
"Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara." Keluaran 15:23
Perjalanan kekristenan kita tidak selamanya berjalan mulus tanpa pencobaan, masalah, ujian dan tantangan. Adakalanya kita harus melewati jalan yang penuh kerikil, berbatu, terjal, curam, berliku. Pengalaman hidup yang manis dan pahit pun harus kita rasakan.
Ketahuilah satu hal ini: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Pengalaman ini juga dialami oleh bangsa Israel, "...tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat air. Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya." (Keluaran 15:22b-23a). Kita bisa bayangkan rasa pahit itu bagaimana, suatu rasa yang tidak enak seperti rasa empedu, suatu gambaran dari kesukaran dan kesesakan. Tentunya itu berbeda dari rasa manis seperti gula dan madu yang menggambarkan suatu kehidupan yang menyenangkan dan indah.
Bagaimana sikap hati kita tatkala dihadapkan pada yang 'pahit' ini? Tetapkah kita bisa mengucap syukur atau berlaku seperti bangsa Israel yang tak berhenti untuk bersungut-sungut dengan berkata, "Apakah yang akan kami minum?" (Keluaran 15:24). Bangsa Israel lupa begitu saja dengan pertolongan-pertolongan Tuhan di waktu-waktu sebelumnya. Mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan mereka terhadap kuasa Tuhan. Tetapi Musa sama sekali tidak terpengaruh oleh persungutan mereka dan tetap berharap kepada Tuhan. Ketika ia berseru-seru kepada Tuhan, Tuhan memberikan jalan ke luar dengan menunjukkan kepadanya sepotong kayu, lalu "...Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25a). Oleh pertolongan Tuhan air yang pahit itu berubah menjadi manis dan mereka pun dapat meminum air itu.
Asal kita percaya kepada Tuhan tidak ada perkara yang mustahil, dan perkara besar pasti terjadi karena Dia Mahakuasa!
Baca: Keluaran 15:22-27
"Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara." Keluaran 15:23
Perjalanan kekristenan kita tidak selamanya berjalan mulus tanpa pencobaan, masalah, ujian dan tantangan. Adakalanya kita harus melewati jalan yang penuh kerikil, berbatu, terjal, curam, berliku. Pengalaman hidup yang manis dan pahit pun harus kita rasakan.
Ketahuilah satu hal ini: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Pengalaman ini juga dialami oleh bangsa Israel, "...tiga hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat air. Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya." (Keluaran 15:22b-23a). Kita bisa bayangkan rasa pahit itu bagaimana, suatu rasa yang tidak enak seperti rasa empedu, suatu gambaran dari kesukaran dan kesesakan. Tentunya itu berbeda dari rasa manis seperti gula dan madu yang menggambarkan suatu kehidupan yang menyenangkan dan indah.
Bagaimana sikap hati kita tatkala dihadapkan pada yang 'pahit' ini? Tetapkah kita bisa mengucap syukur atau berlaku seperti bangsa Israel yang tak berhenti untuk bersungut-sungut dengan berkata, "Apakah yang akan kami minum?" (Keluaran 15:24). Bangsa Israel lupa begitu saja dengan pertolongan-pertolongan Tuhan di waktu-waktu sebelumnya. Mengeluh, mengomel dan bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan mereka terhadap kuasa Tuhan. Tetapi Musa sama sekali tidak terpengaruh oleh persungutan mereka dan tetap berharap kepada Tuhan. Ketika ia berseru-seru kepada Tuhan, Tuhan memberikan jalan ke luar dengan menunjukkan kepadanya sepotong kayu, lalu "...Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25a). Oleh pertolongan Tuhan air yang pahit itu berubah menjadi manis dan mereka pun dapat meminum air itu.
Asal kita percaya kepada Tuhan tidak ada perkara yang mustahil, dan perkara besar pasti terjadi karena Dia Mahakuasa!
Tuesday, July 31, 2012
KESUNGGUHAN RAJA ASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2012 -
Baca: 2 Tawarikh 15:1-19
"Bilamana kamu mencari-Nya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkan-Nya, kamu akan ditinggalkan-Nya." 2 Tawarikh 15:2c
Sudah menjadi sifat manusia bila sedang dalam masalah dan kesesakan baru ingat kepada Tuhan.
Suatu ketika bangsa Israel sedang berada dalam kesulitan yang hebat. Kekacauan terjadi di mana-mana, "Bangsa menghancurkan bangsa, kota menghancurkan kota," (ayat 6a). Mengapa hal ini bisa terjadi? Itu semua karena kesalahan dari bangsa Israel sendiri sehingga "...Allah mengacaukan mereka dengan berbagai-bagai kesesakan." (ayat 6b). Mereka menjalani kehidupan yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan: menyembah kepada dewa-dewa dan patung. Untunglah keadaan itu tidak berlarut-larut. Raja Asa segera sadar setelah menerima tegoran dari Azarya bin Oded. Raja Asa dan rakyatnya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan untuk bertobat, sehingga "...dalam kesesakan mereka berbalik kepada Tuhan, Allah orang Israel. Mereka mencari-Nya, dan Ia berkenan ditemui oleh mereka." (ayat 4). Tidak hanya itu, raja pun Asa memerintahkan rakyatnya untuk "...menyingkirkan dewa-dewa kejijikan dari seluruh tanah Yehuda dan Benyamin dan dari kota-kota yang direbutnya di pegunungan Efraim. Ia membaharui mezbah Tuhan yang ada di depan balai Bait Suci Tuhan." (ayat 8). Melihat kesungguhan mereka untuk berbalik ke jalan yang benar hati Tuhan pun tergerak untuk menolong dan memulihkan keadaan bangsa Israel. Kalau kita memiliki kemauan keras untuk mencapai sesuatu kita akan mendapatkannya, bahkan segala tantangan dan hambatan akan mampu kita lewati. Bila kita memiliki kesungguhan hati untuk mencari Tuhan kita pun akan menemukan Dia. Karena kesungguhannya mencari Tuhan, maka "Tidak ada perang sampai pada tahun ketiga puluh lima pemerintahan Asa." (2 Tawarikh 15:19).
Jika saat ini kita sedang dalam pergumulan yang berat, datang kepada Tuhan Yesus, Ia akan segera menolong dan memulihkan asal kita datang kepadaNya dengan kesungguhan hati.
Jika saat ini kita jauh dari jalan Tuhan, datang kepadaNya dan segeralah bertobat karena tanganNya sealu terbuka untuk kita, hidup kita pasti dipulihkan!
Baca: 2 Tawarikh 15:1-19
"Bilamana kamu mencari-Nya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkan-Nya, kamu akan ditinggalkan-Nya." 2 Tawarikh 15:2c
Sudah menjadi sifat manusia bila sedang dalam masalah dan kesesakan baru ingat kepada Tuhan.
Suatu ketika bangsa Israel sedang berada dalam kesulitan yang hebat. Kekacauan terjadi di mana-mana, "Bangsa menghancurkan bangsa, kota menghancurkan kota," (ayat 6a). Mengapa hal ini bisa terjadi? Itu semua karena kesalahan dari bangsa Israel sendiri sehingga "...Allah mengacaukan mereka dengan berbagai-bagai kesesakan." (ayat 6b). Mereka menjalani kehidupan yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan: menyembah kepada dewa-dewa dan patung. Untunglah keadaan itu tidak berlarut-larut. Raja Asa segera sadar setelah menerima tegoran dari Azarya bin Oded. Raja Asa dan rakyatnya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan untuk bertobat, sehingga "...dalam kesesakan mereka berbalik kepada Tuhan, Allah orang Israel. Mereka mencari-Nya, dan Ia berkenan ditemui oleh mereka." (ayat 4). Tidak hanya itu, raja pun Asa memerintahkan rakyatnya untuk "...menyingkirkan dewa-dewa kejijikan dari seluruh tanah Yehuda dan Benyamin dan dari kota-kota yang direbutnya di pegunungan Efraim. Ia membaharui mezbah Tuhan yang ada di depan balai Bait Suci Tuhan." (ayat 8). Melihat kesungguhan mereka untuk berbalik ke jalan yang benar hati Tuhan pun tergerak untuk menolong dan memulihkan keadaan bangsa Israel. Kalau kita memiliki kemauan keras untuk mencapai sesuatu kita akan mendapatkannya, bahkan segala tantangan dan hambatan akan mampu kita lewati. Bila kita memiliki kesungguhan hati untuk mencari Tuhan kita pun akan menemukan Dia. Karena kesungguhannya mencari Tuhan, maka "Tidak ada perang sampai pada tahun ketiga puluh lima pemerintahan Asa." (2 Tawarikh 15:19).
Jika saat ini kita sedang dalam pergumulan yang berat, datang kepada Tuhan Yesus, Ia akan segera menolong dan memulihkan asal kita datang kepadaNya dengan kesungguhan hati.
Jika saat ini kita jauh dari jalan Tuhan, datang kepadaNya dan segeralah bertobat karena tanganNya sealu terbuka untuk kita, hidup kita pasti dipulihkan!
Monday, July 30, 2012
SUKA MENOLONG, AKAN MENUAI!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2012 -
Baca: Galatia 6:1-10
"Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." Galatia 6:2
Berbuat baik seperti orang menabur benih. Pada saatnya ia akan menuai, tidak akan hilang. Suatu saat ia akan mendapatkannya kembali asal tidak jemu-jemu melakukannya.
Setiap perbuatan baik yang kita lakukan kepada orang lain selalu ada upahnya. Memang saat menabur kita tidak langsung menuai, semua ada waktnya. Kalau tidak menuai semasa hidup, kita akan mendapatkannya nanti di sorga. Ingat, keturunan kita pun juga akan menuai dari apa yang telah kita perbuat bagi sesama. Karena itu selama masih hidup di dunia ini banyak-banyaklah berbuat baik. "Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga." (2 Korintus 9:6).
Siapa yang perlu kita tolong? Kita perlu menolong orang lain tanpa melihat warna kulit, keturunan, pendidikan, agama dan latar belakang hidupnya. Tanpa juga melihat apakah orang yang kita tolong itu akan membalas balik perbuatan baik kita atau tidak. Namun Alkitab dengan tegas menasihatkan bahwa yang perlu kita tolong terlebih dahulu adalah saudara seiman: "Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:10). Terlebih utama lagi kita harus memperhatikan dan menolong mereka yang mengajar kita tentang firman Tuhan, yang telah membimbing dan menuntun kita kepada kebenaran: para hamba Tuhan, penginjil, pelayan Tuhan: "Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu." (Galatia 6:6). Kita dapat menolong para hamba Tuhan itu bukan saja dalam bentuk uang atau materi, tetapi juga rasa hormat dan menjunjung mereka dalam kasih (baca 1 Tesalonika 5:12-13). Karena itu kita harus berusaha mencukupkan kebutuhan para hamba Tuhan yang bekerja di ladang Tuhan seperti yang diperbuat oleh jemaat di Makedonia (baca 2 Korintus 11:9). Ingat, segala pengorbanan yang kita lakukan untuk mereka itu tidak akan pernah sia-sia!
"Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." Galatia 6:9
Baca: Galatia 6:1-10
"Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." Galatia 6:2
Berbuat baik seperti orang menabur benih. Pada saatnya ia akan menuai, tidak akan hilang. Suatu saat ia akan mendapatkannya kembali asal tidak jemu-jemu melakukannya.
Setiap perbuatan baik yang kita lakukan kepada orang lain selalu ada upahnya. Memang saat menabur kita tidak langsung menuai, semua ada waktnya. Kalau tidak menuai semasa hidup, kita akan mendapatkannya nanti di sorga. Ingat, keturunan kita pun juga akan menuai dari apa yang telah kita perbuat bagi sesama. Karena itu selama masih hidup di dunia ini banyak-banyaklah berbuat baik. "Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga." (2 Korintus 9:6).
Siapa yang perlu kita tolong? Kita perlu menolong orang lain tanpa melihat warna kulit, keturunan, pendidikan, agama dan latar belakang hidupnya. Tanpa juga melihat apakah orang yang kita tolong itu akan membalas balik perbuatan baik kita atau tidak. Namun Alkitab dengan tegas menasihatkan bahwa yang perlu kita tolong terlebih dahulu adalah saudara seiman: "Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:10). Terlebih utama lagi kita harus memperhatikan dan menolong mereka yang mengajar kita tentang firman Tuhan, yang telah membimbing dan menuntun kita kepada kebenaran: para hamba Tuhan, penginjil, pelayan Tuhan: "Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu." (Galatia 6:6). Kita dapat menolong para hamba Tuhan itu bukan saja dalam bentuk uang atau materi, tetapi juga rasa hormat dan menjunjung mereka dalam kasih (baca 1 Tesalonika 5:12-13). Karena itu kita harus berusaha mencukupkan kebutuhan para hamba Tuhan yang bekerja di ladang Tuhan seperti yang diperbuat oleh jemaat di Makedonia (baca 2 Korintus 11:9). Ingat, segala pengorbanan yang kita lakukan untuk mereka itu tidak akan pernah sia-sia!
"Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." Galatia 6:9
Sunday, July 29, 2012
KESABARAN TUHAN TERHADAP ORANG BERDOSA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juli 2012 -
Baca: Yohanes 8:1-11
"Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." Yohanes 8:11
Saat ini dunia benar-benar telah berada di penghujung zaman. Dalam suratnya kepada Timotius, Rasul Paulus dengan sangat jelas menyatakan tentang keadaan manusia pada akhir zaman, di antaranya: akan mencintai dirinya sendiri, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, tidak dapat mengekang diri, garang (baca 2 Timotius 3:1-4), dan ini benar-benar terjadi di sekitar kita. Sering kita lihat di TV orang-orang tidak segan main hakim sendiri menganiaya pelaku kejahatan, bahkan sampai membakarnya hidup-hidup. Belas kasihan benar-benar sudah tidak ada lagi.
Selama pelayanan di bumi Tuhan Yesus tidak pernah berhenti melayani jiwa-jiwa; kasihNya, kebaikanNya dan kemurahanNya terhadap orang-orang begitu luar biasa, tanpa pandang bulu. Orang-orang yang sakit, buta, lumpuh disembuhkan, bahkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari dibangkitkanNya. Namun adakalanya Yesus mengeluarkan kata-kata pedas untuk menguji iman dan kesungguhan mereka seperti yang Ia katakan kepada perempuan Kanaan, "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (Matius 15:26).
Hati Yesus penuh kasih dan belas kasihan, tak terkecuali terhadap orang berdosa. Suatu ketika ada seorang wanita yang tertangkap basah berbuat zinah. Oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi wanita itu dibawa kepada Yesus dengan tujuan meminta persetujuanNya untuk menghukumnya. Apa tindakan Yesus? Mengijinkan orang-orang untuk main hakim sendiri? Tidak, Yesus tidak menuruti permintaan orang-orang itu, bahkan Ia menantang mereka, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (Yohanes 8:7). Akhirnya tak satu pun dari mereka berani menghakimi wanita itu. Tuhan Yesus menunjukkan kesabaranNya terhadap orang berdosa dengan tujuan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat. Karena itu jangan menghakimi orang lain!
"Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum." (Yesaya 42:3).
Baca: Yohanes 8:1-11
"Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." Yohanes 8:11
Saat ini dunia benar-benar telah berada di penghujung zaman. Dalam suratnya kepada Timotius, Rasul Paulus dengan sangat jelas menyatakan tentang keadaan manusia pada akhir zaman, di antaranya: akan mencintai dirinya sendiri, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, tidak dapat mengekang diri, garang (baca 2 Timotius 3:1-4), dan ini benar-benar terjadi di sekitar kita. Sering kita lihat di TV orang-orang tidak segan main hakim sendiri menganiaya pelaku kejahatan, bahkan sampai membakarnya hidup-hidup. Belas kasihan benar-benar sudah tidak ada lagi.
Selama pelayanan di bumi Tuhan Yesus tidak pernah berhenti melayani jiwa-jiwa; kasihNya, kebaikanNya dan kemurahanNya terhadap orang-orang begitu luar biasa, tanpa pandang bulu. Orang-orang yang sakit, buta, lumpuh disembuhkan, bahkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari dibangkitkanNya. Namun adakalanya Yesus mengeluarkan kata-kata pedas untuk menguji iman dan kesungguhan mereka seperti yang Ia katakan kepada perempuan Kanaan, "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (Matius 15:26).
Hati Yesus penuh kasih dan belas kasihan, tak terkecuali terhadap orang berdosa. Suatu ketika ada seorang wanita yang tertangkap basah berbuat zinah. Oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi wanita itu dibawa kepada Yesus dengan tujuan meminta persetujuanNya untuk menghukumnya. Apa tindakan Yesus? Mengijinkan orang-orang untuk main hakim sendiri? Tidak, Yesus tidak menuruti permintaan orang-orang itu, bahkan Ia menantang mereka, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (Yohanes 8:7). Akhirnya tak satu pun dari mereka berani menghakimi wanita itu. Tuhan Yesus menunjukkan kesabaranNya terhadap orang berdosa dengan tujuan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat. Karena itu jangan menghakimi orang lain!
"Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum." (Yesaya 42:3).
Saturday, July 28, 2012
GEREJA BERTUMBUH: Melalui Firman Tuhan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juli 2012 -
Baca: 2 Timotius 3:10-17
"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." 2 Timotius 3:16
Rasul Paulus melanjutkan, "Demi nama Tuhan aku minta dengan sangat kepadamu, supaya surat ini dibacakan kepada semua saudara." (1 Tesalonika 5:27).
Kunci berikutnya adalah firman Tuhan. Gereja lahir karena pemberitaan firman Tuhan, jemaat dapat bertumbuh dalam iman dan makin dewasa rohaninya juga karena firman Tuhan, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Ayat nas menyatakan bahwa segala tulisan yang ada di dalam Injil bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran. Itulah sebabnya firman Tuhan harus menempati di tempat utama dalam pelayanan gereja. Gereja mula-mula bertumbuh karena jemaatnya "...bertekun dalam pengajaran rasul-rasul..." (Kisah 2:42a). Gereja akan menjadi lemah dan jemaat akan mudah terombang-ambing oleh angin pengajaran lain bila pemberitaan firman sangat lemah di dalam gereja. Jika kita memperhatikan kekristenan di zaman para rasul, yang menjadi daya tarik utama orang-orang untuk percaya kepada Tuhan yesus bukan karena mereka menerima tip yang berupa uang, barang, hadiah atau sembako, tapi murni karena pemberitaan Injil yang disampaikan oleh para rasul. Contoh: melalui kotbah yang disampaikan Rasul Paulus untuk Barnabas "...datanglah hampir seluruh kota itu berkumpul untuk mendengar firman Allah." (Kisah 13:44). Karena begitu pentingnya pengajaran firman Tuhan bagi jemaat, tak henti-hentinya Rasul Paulus mengingatkan Timotius, "Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar." (1 Timotius 4:13).
Di akhir zaman ini banyak sekali penyesat-penyesat yang berusaha memutarbalikkan Injil dan tidak sedikit orang Kristen yang terpengaruh dan terseret di dalamnya. Jika jemaat tidak dibekali dengan pendalaman firman Tuhan yang kuat akan sangat berbahaya.
Karena itu para hamba Tuhan harus benar-benar menyampaikan firman sesuai tuntunan Roh Kudus, bukan ditafsir menurut akal dan kepintaran manusia.
Baca: 2 Timotius 3:10-17
"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." 2 Timotius 3:16
Rasul Paulus melanjutkan, "Demi nama Tuhan aku minta dengan sangat kepadamu, supaya surat ini dibacakan kepada semua saudara." (1 Tesalonika 5:27).
Kunci berikutnya adalah firman Tuhan. Gereja lahir karena pemberitaan firman Tuhan, jemaat dapat bertumbuh dalam iman dan makin dewasa rohaninya juga karena firman Tuhan, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Ayat nas menyatakan bahwa segala tulisan yang ada di dalam Injil bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran. Itulah sebabnya firman Tuhan harus menempati di tempat utama dalam pelayanan gereja. Gereja mula-mula bertumbuh karena jemaatnya "...bertekun dalam pengajaran rasul-rasul..." (Kisah 2:42a). Gereja akan menjadi lemah dan jemaat akan mudah terombang-ambing oleh angin pengajaran lain bila pemberitaan firman sangat lemah di dalam gereja. Jika kita memperhatikan kekristenan di zaman para rasul, yang menjadi daya tarik utama orang-orang untuk percaya kepada Tuhan yesus bukan karena mereka menerima tip yang berupa uang, barang, hadiah atau sembako, tapi murni karena pemberitaan Injil yang disampaikan oleh para rasul. Contoh: melalui kotbah yang disampaikan Rasul Paulus untuk Barnabas "...datanglah hampir seluruh kota itu berkumpul untuk mendengar firman Allah." (Kisah 13:44). Karena begitu pentingnya pengajaran firman Tuhan bagi jemaat, tak henti-hentinya Rasul Paulus mengingatkan Timotius, "Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar." (1 Timotius 4:13).
Di akhir zaman ini banyak sekali penyesat-penyesat yang berusaha memutarbalikkan Injil dan tidak sedikit orang Kristen yang terpengaruh dan terseret di dalamnya. Jika jemaat tidak dibekali dengan pendalaman firman Tuhan yang kuat akan sangat berbahaya.
Karena itu para hamba Tuhan harus benar-benar menyampaikan firman sesuai tuntunan Roh Kudus, bukan ditafsir menurut akal dan kepintaran manusia.
Friday, July 27, 2012
GEREJA BERTUMBUH: Melalui Persekutuan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juli 2012 -
Baca: Efesus 2:11-22
"Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," Efesus 2:19
Kepada jemaat Tesalonika paulus berkata, "Sampaikanlah salam kami kepada semua saudara dengan cium yang kudus." (1 Tesalonika 5:26). Cium kudus adalah ucapan lazim gereja mula-mula untuk menyatakan kasih dan persekutuan yang erat di antara jemaat Tuhan.
Kunci kedua adalah persekutuan. Jemaat bukan sekedar perkumpulan organisasi saja, tapi lebih dari pada itu; setiap anggota jemaat menyadari bahwa mereka adalah 'satu tubuh' di dalam Kristus. Kesatuan dan kebersamaan orang-orang percaya di dalam Kristus inilah yang disebut persekutuan. Karena orang-orang percaya merupakan satu tubuh di mana setiap orang percaya adalah anggota tubuh itu, maka orang-orang Kristen dituntut untuk hidup sesuai dengan panggilan mereka. Dikatakan, "Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh." (1 Korintus 12:20). Jadi tubuh Kristus tidaklah terdiri dari satu anggota saja, melainkan banyak anggota yang telah dipersatukan dalam Kristus sebagai Kepala jemaat.
Gereja yang bertumbuh dikenal melalui persekutuan jemaatnya yang saling mengasihi. Mengasihi bukan hanya sekedar simpati atau dalam perkataan saja, tapi kasih itu dinyatakan dalam perbuatan nyata (baca 1 Yohanes 3:18). Dalam sebuah persekutuan masing-masing anggota harus saling melayani. Tuhan Yesus telah memberikan teladan kepada kita di mana ia rela membasuh kaki murid-muridNya dan berkata, "...Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yohanes 13:15). Sebagai sesama anggota tubuh Kristus kita juga harus saling menanggung beban. "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2). Jadi "...jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita." (1 Korintus 12:26). Karena itu, jangan sampai ada kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah di antara jemaat Tuhan (baca Efesus 4:31), sebaliknya kita harus selalu ramah, penuh kasih mesra dan saling mengampuni.
Mustahil gereja bertumbuh jadi kesaksian bagi dunia jika jemaatnya tidak bersatu atau berjalan sendiri-sendiri!
Baca: Efesus 2:11-22
"Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," Efesus 2:19
Kepada jemaat Tesalonika paulus berkata, "Sampaikanlah salam kami kepada semua saudara dengan cium yang kudus." (1 Tesalonika 5:26). Cium kudus adalah ucapan lazim gereja mula-mula untuk menyatakan kasih dan persekutuan yang erat di antara jemaat Tuhan.
Kunci kedua adalah persekutuan. Jemaat bukan sekedar perkumpulan organisasi saja, tapi lebih dari pada itu; setiap anggota jemaat menyadari bahwa mereka adalah 'satu tubuh' di dalam Kristus. Kesatuan dan kebersamaan orang-orang percaya di dalam Kristus inilah yang disebut persekutuan. Karena orang-orang percaya merupakan satu tubuh di mana setiap orang percaya adalah anggota tubuh itu, maka orang-orang Kristen dituntut untuk hidup sesuai dengan panggilan mereka. Dikatakan, "Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh." (1 Korintus 12:20). Jadi tubuh Kristus tidaklah terdiri dari satu anggota saja, melainkan banyak anggota yang telah dipersatukan dalam Kristus sebagai Kepala jemaat.
Gereja yang bertumbuh dikenal melalui persekutuan jemaatnya yang saling mengasihi. Mengasihi bukan hanya sekedar simpati atau dalam perkataan saja, tapi kasih itu dinyatakan dalam perbuatan nyata (baca 1 Yohanes 3:18). Dalam sebuah persekutuan masing-masing anggota harus saling melayani. Tuhan Yesus telah memberikan teladan kepada kita di mana ia rela membasuh kaki murid-muridNya dan berkata, "...Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yohanes 13:15). Sebagai sesama anggota tubuh Kristus kita juga harus saling menanggung beban. "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2). Jadi "...jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita." (1 Korintus 12:26). Karena itu, jangan sampai ada kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah di antara jemaat Tuhan (baca Efesus 4:31), sebaliknya kita harus selalu ramah, penuh kasih mesra dan saling mengampuni.
Mustahil gereja bertumbuh jadi kesaksian bagi dunia jika jemaatnya tidak bersatu atau berjalan sendiri-sendiri!
Thursday, July 26, 2012
GEREJA BERTUMBUH: Melalui Doa!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2012 -
Baca: 1 Tesalonika 5:23-28
"Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita." 1 Tesalonika 5:23
Setiap hamba Tuhan pasti hatinya sangat sedih jika melihat gereja yang dilayaninya tampak lengang, jemaatnya sangat sedikit dan hanya bangku kosong di jam-jam ibadah. Yah dirindukan dan diharapkan setiap hamba Tuhan, khususnya gembala sidang, adalah gerejanya terus mengalami pertumbuhan, bukan hanya kuantitas tapi juga kualitas jemaatnya. Kita pun selaku jemaat pasti sangat berharap gereja tempat kita beribadah berkembang pesat, bukan adem ayem saja dan stagnan. Apalagi Tuhan Yesus yang adalah Kepala Gereja pasti sangat menginginkan gerejaNya makin hari makin bertumbuh sehingga banyak jiwa-jiwa diselamatkan dan dimenangkan untuk Kerajaan Allah.
Bagaimana supaya gereja dapat bertumbuh? Ada beberapa hal yang penting yang harus kita perhatikan supaya gereja kita bertumbuh yang disampaikan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika, "Saudara-saudara, doakanlah kami." (1 Tesalonika 5:25). Kunci pertama adalah doa. Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang berdoa. Doa adalah nafas hidup orang percaya, artinya tanpa doa kita akan mengalami kematian rohani. Gereja yang meremehkan kuasa doa lambat laun akan mati. Hanya melalui doa, gereja beroleh kuasa dan kekuatan menghadapi setiap tantangan. Sehebat apa pun program tanpa disertai doa pasti tidak akan berdampak. Gereja mula-mula bertumbuh begitu cepat karena senantiasa bertekun di dalam doa. "Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." (Kisah 2:42b), sehingga "...tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (Kisah 2:47b).
Karena itu Rasul Paulus menasihatkan, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus." (Efesus 6:18b), dan Yakobus menegaskan, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b).
Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengatakan bahwa "Rumah-Ku akan disebut rumah doa." (Matius 21:13a).
Baca: 1 Tesalonika 5:23-28
"Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita." 1 Tesalonika 5:23
Setiap hamba Tuhan pasti hatinya sangat sedih jika melihat gereja yang dilayaninya tampak lengang, jemaatnya sangat sedikit dan hanya bangku kosong di jam-jam ibadah. Yah dirindukan dan diharapkan setiap hamba Tuhan, khususnya gembala sidang, adalah gerejanya terus mengalami pertumbuhan, bukan hanya kuantitas tapi juga kualitas jemaatnya. Kita pun selaku jemaat pasti sangat berharap gereja tempat kita beribadah berkembang pesat, bukan adem ayem saja dan stagnan. Apalagi Tuhan Yesus yang adalah Kepala Gereja pasti sangat menginginkan gerejaNya makin hari makin bertumbuh sehingga banyak jiwa-jiwa diselamatkan dan dimenangkan untuk Kerajaan Allah.
Bagaimana supaya gereja dapat bertumbuh? Ada beberapa hal yang penting yang harus kita perhatikan supaya gereja kita bertumbuh yang disampaikan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika, "Saudara-saudara, doakanlah kami." (1 Tesalonika 5:25). Kunci pertama adalah doa. Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang berdoa. Doa adalah nafas hidup orang percaya, artinya tanpa doa kita akan mengalami kematian rohani. Gereja yang meremehkan kuasa doa lambat laun akan mati. Hanya melalui doa, gereja beroleh kuasa dan kekuatan menghadapi setiap tantangan. Sehebat apa pun program tanpa disertai doa pasti tidak akan berdampak. Gereja mula-mula bertumbuh begitu cepat karena senantiasa bertekun di dalam doa. "Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." (Kisah 2:42b), sehingga "...tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (Kisah 2:47b).
Karena itu Rasul Paulus menasihatkan, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus." (Efesus 6:18b), dan Yakobus menegaskan, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b).
Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengatakan bahwa "Rumah-Ku akan disebut rumah doa." (Matius 21:13a).
Wednesday, July 25, 2012
TUGAS KITA ADALAH BERSAKSI!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2012 -
Baca: Markus 5:1-20
"Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau" Markus 5:19
Sebelum Yesus naik ke sorga Ia meninggalkan pesan kepada murid-muridNya, "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Setelah kuasa Roh Kudus turun di hari Pentakosta, "...penuhlah mereka dengan Roh kudus,..." (Kisah 2:4). Sejak saat itu para murid Yesus mengalami perubahan hidup yang luar biasa, mereka tidak lagi takut atau ragu, melainkan dengan penuh keberanian bersaksi tentang Kristus kepada siapa pun yang dijumpainya, dan melayani Tuhan dengan semangat yang menyala-nyala.
Menjadi saksi Kristus adalah tugas setiap orang percaya tanpa terkecuali. Bersaksi berarti memberi kesaksian atas apa yang dialami, dilihat dan dirasakannya secara pribadi, bukan menceritakan pengalaman orang lain. Tuhan Yesus pernah menyampaikan perihal seseorang yang telah disembuhkan secara ajaib dari kuasa setan yang telah menguasainya sekian lama, bahkan membuatnya tidak normal: ia berada di kuburan siang malam dan berteriak-teriak sambil memukul-mukul badannya dengan batu. Setelah disembuhkan dan dipulihkan, orang itu rindu untuk mengikut Tuhan Yesus, tapi Tuhan melarangnya dan menganjurkan dia untuk pulang ke rumah dan bersaksi kepada orang-orang di kampungnya, "Orang itupun pergilah dan mulai memberitakan di daerah Dekapolis segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya dan mereka semua menjadi heran." (Markus 5:20).
Sudahkah kita bersaksi kepada orang lain tentang Tuhan Yesus? Ataukah kita enggan bersaksi karena menyadari bahwa kehidupan kita sendiri belum bisa menjadi kesaksian bagi orang lain? Setiap kita pasti pernah mengalami pertolongan Tuhan: disembuhkan dari sakit, dipulihkan rumah tangganya dan sebagainya. Inilah yang harus kita saksikan kepada orang lain. Jadi tugas kita hanya bersaksi, sedangkan yang membuat orang lain menjadi percaya kepada Tuhan Yesus adalah pekerjaan Roh Kudus.
Jangan tunda waktu menceritakan kebaikan Tuhan atas kita kepada orang lain.
Baca: Markus 5:1-20
"Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau" Markus 5:19
Sebelum Yesus naik ke sorga Ia meninggalkan pesan kepada murid-muridNya, "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Setelah kuasa Roh Kudus turun di hari Pentakosta, "...penuhlah mereka dengan Roh kudus,..." (Kisah 2:4). Sejak saat itu para murid Yesus mengalami perubahan hidup yang luar biasa, mereka tidak lagi takut atau ragu, melainkan dengan penuh keberanian bersaksi tentang Kristus kepada siapa pun yang dijumpainya, dan melayani Tuhan dengan semangat yang menyala-nyala.
Menjadi saksi Kristus adalah tugas setiap orang percaya tanpa terkecuali. Bersaksi berarti memberi kesaksian atas apa yang dialami, dilihat dan dirasakannya secara pribadi, bukan menceritakan pengalaman orang lain. Tuhan Yesus pernah menyampaikan perihal seseorang yang telah disembuhkan secara ajaib dari kuasa setan yang telah menguasainya sekian lama, bahkan membuatnya tidak normal: ia berada di kuburan siang malam dan berteriak-teriak sambil memukul-mukul badannya dengan batu. Setelah disembuhkan dan dipulihkan, orang itu rindu untuk mengikut Tuhan Yesus, tapi Tuhan melarangnya dan menganjurkan dia untuk pulang ke rumah dan bersaksi kepada orang-orang di kampungnya, "Orang itupun pergilah dan mulai memberitakan di daerah Dekapolis segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya dan mereka semua menjadi heran." (Markus 5:20).
Sudahkah kita bersaksi kepada orang lain tentang Tuhan Yesus? Ataukah kita enggan bersaksi karena menyadari bahwa kehidupan kita sendiri belum bisa menjadi kesaksian bagi orang lain? Setiap kita pasti pernah mengalami pertolongan Tuhan: disembuhkan dari sakit, dipulihkan rumah tangganya dan sebagainya. Inilah yang harus kita saksikan kepada orang lain. Jadi tugas kita hanya bersaksi, sedangkan yang membuat orang lain menjadi percaya kepada Tuhan Yesus adalah pekerjaan Roh Kudus.
Jangan tunda waktu menceritakan kebaikan Tuhan atas kita kepada orang lain.
Tuesday, July 24, 2012
ORANG KAYA SUKAR MASUK SORGA? (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2012 -
Baca: Lukas 12:13-21
"Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah." Lukas 12:21
Fakta telah membuktikan bahwa harta kekayaan seringkali membuat seseorang menjadi sombong atau tinggi hati, lupa bahwa semua itu karena anugerah Tuhan semata. Hal ini diakui oleh Daud, "Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya." (1 Tawarikh 29:12). Tidak ada alasan apa pun bagi kita untuk bermegah atau meninggikan diri.
Orang kaya sulit masuk ke dalam Kerajaan Sorga selama hatinya hanya terpaut kepada harta kekayaannya dan tidak lagi mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati. Ketika Tuhan Yesus berkata kepada anak muda yang kaya, "'...pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.' Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya." (Matius 19:21-22), ternyata anak muda ini lebih mencintai hartanya dari pada Tuhan. Ia enggan melepaskan keterikatannya pada harta. Namun ini bukan berarti seseorang harus dalam posisi miskin terlebih dahulu baru bisa masuk sorga. Juga bukan berarti bahwa orang miskin pasti akan masuk sorga. Yang menjadi pokok persoalan adalah hati kita, karena harta kekayaan seringkali memperhamba manusia. Itulah sebabnya Salomo dalam doanya berkata, "Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:8b-9).
Tuhan tidak melarang seseorang menjadi kaya karena Ia sendiri ingin memberkati umatNya. Yang tidak dikehendaki adalah kita menjadi sombong dan hati kita terikat pada harta semata. Firman Tuhan mengingatkan, "...walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12:15).
Apalah gunanya memiliki harta melimpah jika akhirnya harus mengalami kebinasaan kekal; karena itu muliakan Tuhan dengan hartamu (baca Amsal 3:9).
Baca: Lukas 12:13-21
"Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah." Lukas 12:21
Fakta telah membuktikan bahwa harta kekayaan seringkali membuat seseorang menjadi sombong atau tinggi hati, lupa bahwa semua itu karena anugerah Tuhan semata. Hal ini diakui oleh Daud, "Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya." (1 Tawarikh 29:12). Tidak ada alasan apa pun bagi kita untuk bermegah atau meninggikan diri.
Orang kaya sulit masuk ke dalam Kerajaan Sorga selama hatinya hanya terpaut kepada harta kekayaannya dan tidak lagi mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati. Ketika Tuhan Yesus berkata kepada anak muda yang kaya, "'...pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.' Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya." (Matius 19:21-22), ternyata anak muda ini lebih mencintai hartanya dari pada Tuhan. Ia enggan melepaskan keterikatannya pada harta. Namun ini bukan berarti seseorang harus dalam posisi miskin terlebih dahulu baru bisa masuk sorga. Juga bukan berarti bahwa orang miskin pasti akan masuk sorga. Yang menjadi pokok persoalan adalah hati kita, karena harta kekayaan seringkali memperhamba manusia. Itulah sebabnya Salomo dalam doanya berkata, "Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:8b-9).
Tuhan tidak melarang seseorang menjadi kaya karena Ia sendiri ingin memberkati umatNya. Yang tidak dikehendaki adalah kita menjadi sombong dan hati kita terikat pada harta semata. Firman Tuhan mengingatkan, "...walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12:15).
Apalah gunanya memiliki harta melimpah jika akhirnya harus mengalami kebinasaan kekal; karena itu muliakan Tuhan dengan hartamu (baca Amsal 3:9).
Monday, July 23, 2012
ORANG KAYA SUKAR MASUK SORGA? (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2012 -
Baca: Matius 19:16-26
"Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Matius 19:24
Menyimak pernyataan ayat firman Tuhan di atas semua orang pasti terkejut. Terbesitlah suatu pernyataan di hati kita: "Apakah untuk bisa masuk ke dalam Kerajaan Sorga kita harus terlebih dahulu jadi orang yang miskin atau dalam keadaan yang serba pas-pasan?" Jawabannya: tidaklah demikian!
Sejak dari semula Tuhan memiliki rencana yang indah bagi kehidupan setiap orang percaya sebagaimana tertulis: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi rencana Tuhan bagi kita adalah hari depan yang penuh harapan, 'MDC' (masa depan cerah), bukan 'MDS' (masa depan suram). Tuhan ingin setiap anakNya mengalami berkat-berkatNya sehingga hidupnya pun menjadi berkat bagi orang lain dan dapat membantu pekerjaan Tuhan di muka bumi ini.
Namun seringkali terjadi kekayaan atau materi yang dimiliki seseorang dapat mengubah sikap hati dan membuatnya lupa diri, bahkan tidak sedikit yang semakin jauh dari Tuhan. Tuhan tidak lagi sebagai yang utama dalam hidup. Keberadaan Tuhan sebagai Sang Pemberi berkat telah tergantikan oleh harta/kekayaannya. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Padahal ketika masih hidup pas-pasan banyak orang Kristen yang begitu tekun mencari Tuhan, rajin beribadah dan aktif di persekutuan. Dalam segala hal mereka senantiasa mengandalkan Tuhan. Tetapi setelah hidupnya dipulihkan dan diberkati, secara perlahan mulai berubah, hatinya tidak lagi melekat kepada Tuhan karena sudah merasa nyaman dengan kekayaan yang dimilikinya. Sepertinya Tuhan sudah tidak terlalu diperlukan lagi. Rasul Paulus berpesan kepada Timotius, "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi" (1 Timotius 6:17-18). (Bersambung)
Baca: Matius 19:16-26
"Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Matius 19:24
Menyimak pernyataan ayat firman Tuhan di atas semua orang pasti terkejut. Terbesitlah suatu pernyataan di hati kita: "Apakah untuk bisa masuk ke dalam Kerajaan Sorga kita harus terlebih dahulu jadi orang yang miskin atau dalam keadaan yang serba pas-pasan?" Jawabannya: tidaklah demikian!
Sejak dari semula Tuhan memiliki rencana yang indah bagi kehidupan setiap orang percaya sebagaimana tertulis: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi rencana Tuhan bagi kita adalah hari depan yang penuh harapan, 'MDC' (masa depan cerah), bukan 'MDS' (masa depan suram). Tuhan ingin setiap anakNya mengalami berkat-berkatNya sehingga hidupnya pun menjadi berkat bagi orang lain dan dapat membantu pekerjaan Tuhan di muka bumi ini.
Namun seringkali terjadi kekayaan atau materi yang dimiliki seseorang dapat mengubah sikap hati dan membuatnya lupa diri, bahkan tidak sedikit yang semakin jauh dari Tuhan. Tuhan tidak lagi sebagai yang utama dalam hidup. Keberadaan Tuhan sebagai Sang Pemberi berkat telah tergantikan oleh harta/kekayaannya. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Padahal ketika masih hidup pas-pasan banyak orang Kristen yang begitu tekun mencari Tuhan, rajin beribadah dan aktif di persekutuan. Dalam segala hal mereka senantiasa mengandalkan Tuhan. Tetapi setelah hidupnya dipulihkan dan diberkati, secara perlahan mulai berubah, hatinya tidak lagi melekat kepada Tuhan karena sudah merasa nyaman dengan kekayaan yang dimilikinya. Sepertinya Tuhan sudah tidak terlalu diperlukan lagi. Rasul Paulus berpesan kepada Timotius, "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi" (1 Timotius 6:17-18). (Bersambung)
Sunday, July 22, 2012
BERKAT ROHANI: Lebih Berharga dari Berkat Jasmani!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2012 -
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." 2 Korintus 4:18
Pada umumnya orang beranggapan bahwa berkat dari Tuhan itu identik dengan uang atau kekayaan (materi) yang tampak terlihat jelas secara kasat mata, sehingga kita pun menyimpulkan bahwa keadaan seseorang diberkati Tuhan selalu ditandai dengan melimpahnya harta kekayaan yang dimilikinya: seperti rumah yang berada di kawasan elit, memiliki mobil yang mewah, anak-anak sekolah di luar negeri, atau memiliki pabrik atau usaha yang mapan dan sebagainya. Sebaliknya pula, keadaan orang yang tidak diberkati Tuhan akan ditandai dengan kehidupannya yang serba pas-pasan, tinggal di kos atau rumah kontrakan, atau tidak punya kendaraan.
Benarkah demikian? Kita tidak dapat mengukur dan menilai berkat Tuhan dari sudut materi semata semata atau apa yang kelihatan. Bagaimana pun kondisi kehidupan kita, baik itu kaya, miskin, sehat, sakit, berlimpah atau dalam kekurangan, seharusnya tidak mempengaruhi kondisi hati kita. Berkat Tuhan bisa datang dalam segala bentuk; berkat tidak harus berarti materi, tetapi lebih besar daripada sekedar menerima materi, tidak peduli apa pun kondisi kita, sepanjang kita menerima janji Tuhan dan mampu mengucap syukur kepadaNya atas apa pun yang terjadi. Inilah pengertian yang benar dari hidup yang diberkati oleh Tuhan meskipun keadaan yang ada sepertinya kelihatan kurang baik di pemandangan manusia. Sesungguhnya wujud nyata dari berkat Tuhan sangat beragam, walau umumnya orang lebih mudah melihat dan mengukur besarnya berkat Tuhan dari aspek lahiriah saja yaitu materi, sedangkan berkat Tuhan yang tidak berupa uang atau kekayaan akhirnya kurang kita hargai.
Bukankah berkat rohani: keselamatan, perlindungan, kesehatan, sukacita, damai sejahtera, kebahagiaan, umur panjang dan sebagainya lebih berharga daripada uang atau kekayaan yang kita miliki? Ingat, berkat rohani tidak akan pernah bisa dibeli dengan berapa pun jumlah uang atau kekayaan yang ada pada kita.
Kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya harta di dunia, melainkan bagaimana bisa tetap mengucap syukur dan memuliakan Tuhan dengan keadaan yang ada!
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." 2 Korintus 4:18
Pada umumnya orang beranggapan bahwa berkat dari Tuhan itu identik dengan uang atau kekayaan (materi) yang tampak terlihat jelas secara kasat mata, sehingga kita pun menyimpulkan bahwa keadaan seseorang diberkati Tuhan selalu ditandai dengan melimpahnya harta kekayaan yang dimilikinya: seperti rumah yang berada di kawasan elit, memiliki mobil yang mewah, anak-anak sekolah di luar negeri, atau memiliki pabrik atau usaha yang mapan dan sebagainya. Sebaliknya pula, keadaan orang yang tidak diberkati Tuhan akan ditandai dengan kehidupannya yang serba pas-pasan, tinggal di kos atau rumah kontrakan, atau tidak punya kendaraan.
Benarkah demikian? Kita tidak dapat mengukur dan menilai berkat Tuhan dari sudut materi semata semata atau apa yang kelihatan. Bagaimana pun kondisi kehidupan kita, baik itu kaya, miskin, sehat, sakit, berlimpah atau dalam kekurangan, seharusnya tidak mempengaruhi kondisi hati kita. Berkat Tuhan bisa datang dalam segala bentuk; berkat tidak harus berarti materi, tetapi lebih besar daripada sekedar menerima materi, tidak peduli apa pun kondisi kita, sepanjang kita menerima janji Tuhan dan mampu mengucap syukur kepadaNya atas apa pun yang terjadi. Inilah pengertian yang benar dari hidup yang diberkati oleh Tuhan meskipun keadaan yang ada sepertinya kelihatan kurang baik di pemandangan manusia. Sesungguhnya wujud nyata dari berkat Tuhan sangat beragam, walau umumnya orang lebih mudah melihat dan mengukur besarnya berkat Tuhan dari aspek lahiriah saja yaitu materi, sedangkan berkat Tuhan yang tidak berupa uang atau kekayaan akhirnya kurang kita hargai.
Bukankah berkat rohani: keselamatan, perlindungan, kesehatan, sukacita, damai sejahtera, kebahagiaan, umur panjang dan sebagainya lebih berharga daripada uang atau kekayaan yang kita miliki? Ingat, berkat rohani tidak akan pernah bisa dibeli dengan berapa pun jumlah uang atau kekayaan yang ada pada kita.
Kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya harta di dunia, melainkan bagaimana bisa tetap mengucap syukur dan memuliakan Tuhan dengan keadaan yang ada!
Saturday, July 21, 2012
ORANG KRISTEN: Harus Bisa Menjaga Perkataan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2012 -
Baca: Kolose 4:1-6
"Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." Kolose 4:6
Topik hari ini adalah mengingatkan kita agar berhati-hati dengan mulut/ucapan kita, karena kekuatan dari perkataan adalah sangat luar biasa. Apalagi kita sebagai anak-anak Tuhan harus bisa menjadi teladan/kesaksian bagi orang-orang di luar Tuhan, salah satunya melalui ucapan mulut kita. "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Banyak orang Kristen yang ketika berada di luar 'area suci' (gereja) tidak bisa menguasai mulutnya: masih suka mengumpat, berkata-kata kasar, jorok, membicarakan kelemahan/kekurangan pendeta (gosip) dan sebagainya. Dalam amsal 20:19 dikatakan, "Siapa mengumpat, membuka rahasia, sebab itu janganlah engkau bergaul dengan orang yang bocor mulut." Mulut kita bisa menjadi sangat powerful (berkuasa). Ada banyak orang yang beroleh kekuatan dan dibangkitkan semangat hidupnya akibat mendengarkan perkataan dari orang lain. Sebaliknya ada pula yang menjadi terluka, hancur, frustasi dan putus asa oleh karena terbunuh oleh perkataan yang disampaikan oleh orang lain.
Lalu, bagaimana seharusnya perkataan orang Kristen itu? 1. Perkataan penuh kasih. Artinya suatu perkataan yang penuh dengan keramahan dan didasari oleh kasih setelah terlebih dahulu dipertimbangkan dengan matang, sehingga orang lain yang mendengarnya dibangun, dikuatkan, dihibur serta didorong ke arah yang baik. Karena itu "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." (Efesus 4:29). 2. Perkataan yang menyampaikan firman. Tertulis: "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (1 Petrus 4:11a). Ini bukan berarti kita menggurui atau sok pintar, tetapi perkataan kita hendaknya sesuai dengan firman Tuhan, bermuatan kesaksian dan nasihat sehingga orang yang mendengarnya diberkati.
Bagaimana dengan perkataan Saudara selama ini?
Baca: Kolose 4:1-6
"Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." Kolose 4:6
Topik hari ini adalah mengingatkan kita agar berhati-hati dengan mulut/ucapan kita, karena kekuatan dari perkataan adalah sangat luar biasa. Apalagi kita sebagai anak-anak Tuhan harus bisa menjadi teladan/kesaksian bagi orang-orang di luar Tuhan, salah satunya melalui ucapan mulut kita. "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Banyak orang Kristen yang ketika berada di luar 'area suci' (gereja) tidak bisa menguasai mulutnya: masih suka mengumpat, berkata-kata kasar, jorok, membicarakan kelemahan/kekurangan pendeta (gosip) dan sebagainya. Dalam amsal 20:19 dikatakan, "Siapa mengumpat, membuka rahasia, sebab itu janganlah engkau bergaul dengan orang yang bocor mulut." Mulut kita bisa menjadi sangat powerful (berkuasa). Ada banyak orang yang beroleh kekuatan dan dibangkitkan semangat hidupnya akibat mendengarkan perkataan dari orang lain. Sebaliknya ada pula yang menjadi terluka, hancur, frustasi dan putus asa oleh karena terbunuh oleh perkataan yang disampaikan oleh orang lain.
Lalu, bagaimana seharusnya perkataan orang Kristen itu? 1. Perkataan penuh kasih. Artinya suatu perkataan yang penuh dengan keramahan dan didasari oleh kasih setelah terlebih dahulu dipertimbangkan dengan matang, sehingga orang lain yang mendengarnya dibangun, dikuatkan, dihibur serta didorong ke arah yang baik. Karena itu "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." (Efesus 4:29). 2. Perkataan yang menyampaikan firman. Tertulis: "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (1 Petrus 4:11a). Ini bukan berarti kita menggurui atau sok pintar, tetapi perkataan kita hendaknya sesuai dengan firman Tuhan, bermuatan kesaksian dan nasihat sehingga orang yang mendengarnya diberkati.
Bagaimana dengan perkataan Saudara selama ini?
Friday, July 20, 2012
HORMAT DAN PUJIAN UNTUK DIRI SENDIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2012 -
Baca: 2 Korintus 10:12-18
"Sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan uji, melainkan orang yang dipuji Tuhan." 2 Korintus 10:18
Apa tujuan Saudara melayani Tuhan atau terlibat pelayanan pekerjaan Tuhan? Memberikan yang terbaik untuk Tuhan sesuai dengan talenta dan karunia yang Dia beri, ingin tampil dan dilihat banyak orang, atau supaya terkenal dan beroleh pujian dari orang lain?
Firman Tuhan dengan tegas menyatakan bahwa setiap kita, terlebih para pelayan Tuhan, tidak diperkenankan mencari penghargaan, hormat dan pujian dari orang lain ketika kita melayani pekerjaan Tuhan. Itu sangat dibenci oleh Tuhan! Dia berkata, "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah mencarinya! Sebab, sesungguhnya, Aku mendatangkan malapetaka atas segala makhluk,..." (Yeremia 45:5). Bila kita berusaha untuk menjadi yang terbesar di dalam pelayanan, kita tidak akan pernah dapat mencapainya karena hal itu sangat bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dalam Kerajaan Sorga justru mereka yang dianggap 'kecil' di pemandangan manusialah akan menjadi yang terbesar (baca Lukas 9:48c). Nabi Yesaya pun telah menubuatkan, "Yang paling kecil akan menjadi kaum yang besar, dan yang paling lemah akan menjadi bangsa yang kuat; Aku, Tuhan, akan melaksanakannya dengan segera pada waktunya." (Yesaya 60:22). Karena itulah Rasul Paulus sangat berhati-hati dalam pelayanan, tak membiarkan dirinya terlena oleh sanjungan manusia, apalagi sampai memuji diri sendiri atau membanggakan diri. Ia berusaha rendah hati dan sebisa mungkin tidak meninggikan diri, tapi memberikan segala hormat, pujian dan kemuliaan hanya bagi Tuhan. Inilah pernyataannya, "juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus." (1 Tesalonika 2:6).
Keberhasilan seseorang dalam pelayanan adalah karena campur tangan Tuhan, bukan karena kuat dan gagahnya. Seorang pelayan Tuhan yang benar tidak akan memperhatikan penghormatan dan pujian dari manusia. Ia akan berusaha menarik perhatian orang hanya kepada Tuhan Yesus, bukan pada dirinya sendiri.
Tujuan utama pelayanan adalah memuliakan nama Tuhan, bukan mencari hormat dan pujian bagi diri sendiri!
Baca: 2 Korintus 10:12-18
"Sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan uji, melainkan orang yang dipuji Tuhan." 2 Korintus 10:18
Apa tujuan Saudara melayani Tuhan atau terlibat pelayanan pekerjaan Tuhan? Memberikan yang terbaik untuk Tuhan sesuai dengan talenta dan karunia yang Dia beri, ingin tampil dan dilihat banyak orang, atau supaya terkenal dan beroleh pujian dari orang lain?
Firman Tuhan dengan tegas menyatakan bahwa setiap kita, terlebih para pelayan Tuhan, tidak diperkenankan mencari penghargaan, hormat dan pujian dari orang lain ketika kita melayani pekerjaan Tuhan. Itu sangat dibenci oleh Tuhan! Dia berkata, "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah mencarinya! Sebab, sesungguhnya, Aku mendatangkan malapetaka atas segala makhluk,..." (Yeremia 45:5). Bila kita berusaha untuk menjadi yang terbesar di dalam pelayanan, kita tidak akan pernah dapat mencapainya karena hal itu sangat bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dalam Kerajaan Sorga justru mereka yang dianggap 'kecil' di pemandangan manusialah akan menjadi yang terbesar (baca Lukas 9:48c). Nabi Yesaya pun telah menubuatkan, "Yang paling kecil akan menjadi kaum yang besar, dan yang paling lemah akan menjadi bangsa yang kuat; Aku, Tuhan, akan melaksanakannya dengan segera pada waktunya." (Yesaya 60:22). Karena itulah Rasul Paulus sangat berhati-hati dalam pelayanan, tak membiarkan dirinya terlena oleh sanjungan manusia, apalagi sampai memuji diri sendiri atau membanggakan diri. Ia berusaha rendah hati dan sebisa mungkin tidak meninggikan diri, tapi memberikan segala hormat, pujian dan kemuliaan hanya bagi Tuhan. Inilah pernyataannya, "juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus." (1 Tesalonika 2:6).
Keberhasilan seseorang dalam pelayanan adalah karena campur tangan Tuhan, bukan karena kuat dan gagahnya. Seorang pelayan Tuhan yang benar tidak akan memperhatikan penghormatan dan pujian dari manusia. Ia akan berusaha menarik perhatian orang hanya kepada Tuhan Yesus, bukan pada dirinya sendiri.
Tujuan utama pelayanan adalah memuliakan nama Tuhan, bukan mencari hormat dan pujian bagi diri sendiri!
Thursday, July 19, 2012
HIDUP KUDUS DAN TAK BERCELA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2012 -
Baca: Ibrani 9:11-28
"betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup." Ibrani 9:14
Tuhan memilih kita untuk tujuan pengudusan. Sering kita mendengar kata kudus, dan sebagai orang Kristen kita pun sadar bahwa kita disebut orang-orang kudus, bahkan kita mengakui bahwa hidup kita telah dikuduskan oleh darah Kristus. Tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari kita sering tidak menjalani kehidupan yang kudus. Kita masih hidup menurut keinginan daging dan mengumbar hawa nafsu. Ke mana-mana kita memakai label 'Kristen' sementara perilaku kita tidak mencerminkan Kristus, padahal Alkitab menegaskan: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Seorang Kristen sudah seharusnya memiliki kehidupan yang senantiasa memancarkan karakter Kristus sehingga orang lain melihat Kristus ada di dalam kita.
Sebagai orang Kristen kita diharapkan untuk hidup kudus dan tidak lagi berkompromi dengan dunia ini. Ingat, ketika kita percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi, saat itu kita "...dimeteraikan dengan Roh kudus," (Efesus 1:13). Kuasa Roh Kudus inilah yang senantiasa menuntun dan membimbing kita kepada segala kebenaran. Namun kuasa itu tidak akan menyertai kita jika kita tidak menjalani kehidupan yang kudus. Kehendak Tuhan atas kita adalah hidup yang kudus, tak bercacat dan cela sampai Ia datang menjemput kita.
Saat ini dunia sedang dalam situasi yang semakin buruk dan jahat; jika kita tidak terus berada dalam kekudusan kita tidak akan dapat bergerak maju bersama dengan Tuhan, kita akan makin terbawa oleh arus dunia ini. Perhatikan! "...hari Tuhan akan tiba seperti pencuri...betapa suci dan salehnya kamu harus hidup." (2 Petrus 3:10a-11). Apa yang harus kita kerjakan supaya kita dapat menjalani kehidupan yang kudus di dalam Tuhan? (Baca dalam 2 Petrus 1:5-8).
Marilah makin hari makin intim dengan Tuhan; salah satu tanda bahwa seseorang itu intim dengan Tuhan adalah tidak mau berbuat dosa lagi.
Baca: Ibrani 9:11-28
"betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup." Ibrani 9:14
Tuhan memilih kita untuk tujuan pengudusan. Sering kita mendengar kata kudus, dan sebagai orang Kristen kita pun sadar bahwa kita disebut orang-orang kudus, bahkan kita mengakui bahwa hidup kita telah dikuduskan oleh darah Kristus. Tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari kita sering tidak menjalani kehidupan yang kudus. Kita masih hidup menurut keinginan daging dan mengumbar hawa nafsu. Ke mana-mana kita memakai label 'Kristen' sementara perilaku kita tidak mencerminkan Kristus, padahal Alkitab menegaskan: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Seorang Kristen sudah seharusnya memiliki kehidupan yang senantiasa memancarkan karakter Kristus sehingga orang lain melihat Kristus ada di dalam kita.
Sebagai orang Kristen kita diharapkan untuk hidup kudus dan tidak lagi berkompromi dengan dunia ini. Ingat, ketika kita percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi, saat itu kita "...dimeteraikan dengan Roh kudus," (Efesus 1:13). Kuasa Roh Kudus inilah yang senantiasa menuntun dan membimbing kita kepada segala kebenaran. Namun kuasa itu tidak akan menyertai kita jika kita tidak menjalani kehidupan yang kudus. Kehendak Tuhan atas kita adalah hidup yang kudus, tak bercacat dan cela sampai Ia datang menjemput kita.
Saat ini dunia sedang dalam situasi yang semakin buruk dan jahat; jika kita tidak terus berada dalam kekudusan kita tidak akan dapat bergerak maju bersama dengan Tuhan, kita akan makin terbawa oleh arus dunia ini. Perhatikan! "...hari Tuhan akan tiba seperti pencuri...betapa suci dan salehnya kamu harus hidup." (2 Petrus 3:10a-11). Apa yang harus kita kerjakan supaya kita dapat menjalani kehidupan yang kudus di dalam Tuhan? (Baca dalam 2 Petrus 1:5-8).
Marilah makin hari makin intim dengan Tuhan; salah satu tanda bahwa seseorang itu intim dengan Tuhan adalah tidak mau berbuat dosa lagi.
Wednesday, July 18, 2012
ISTIMEWA DAN PILIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2012 -
Baca: Efesus 1:3-14
"Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya." Efesus 1:4
Banyak orang Kristen tidak menyadari bahwa keberadaannya di bumi sangat berbeda dari orang-orang dunia pada umumnya. Kita bukan orang 'biasa-biasa' saja, tapi kita adalah orang-orang yang sangat istimewa di pemandangan Tuhan dan merupakan umat pilihan.
Apa buktinya kalau kita adalah orang-orang pilihanNya? Kita semua telah dipilih sebelum dunia dijadikan (ayat nas). Luar biasa! Hal ini juga disampaikan Tuhan kepada Yeremia, "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa." (Yeremia 1:5). Lalu dalam Perjanjian Baru kembali ditegaskan bahwa "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib." (1 Petrus 2:9). Kriteria Tuhan dalam memilih seseorang sudah pasti berbeda dari cara manusia memilih. Yang jelas Tuhan tidak akan pernah salah dalam memilih dan ia juga tidak pernah menyesali apa yang telah dipilihNya.
Sebagai umat pilihan Tuhan kita pun dituntut memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang dunia. Untuk apakah Tuhan memilih kita? Dia memilih kita dengan tujuan untuk pengudusan, artinya kita ini dikhususkan dan dipisahkan. Melalui karya penebusan Kristus di atas kayu salib kita beroleh pengampunan dosa, kita yang sebelumnya berada dalam kegelapan masuk kepada terangNya yang ajaib. Oleh karena itu Rasul Petrus menasihatkan, "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," (1 Petrus 1:14-15).
Banyak orang Kristen hidup semborono, memandang rendah pengorbanan Yesus sehingga hidupnya tidak jauh berbeda dari orang-orang dunia sehingga hidupnya tidak menjadi kesaksian, padahal kita telah dipilih Tuhan begitu rupa!
Baca: Efesus 1:3-14
"Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya." Efesus 1:4
Banyak orang Kristen tidak menyadari bahwa keberadaannya di bumi sangat berbeda dari orang-orang dunia pada umumnya. Kita bukan orang 'biasa-biasa' saja, tapi kita adalah orang-orang yang sangat istimewa di pemandangan Tuhan dan merupakan umat pilihan.
Apa buktinya kalau kita adalah orang-orang pilihanNya? Kita semua telah dipilih sebelum dunia dijadikan (ayat nas). Luar biasa! Hal ini juga disampaikan Tuhan kepada Yeremia, "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa." (Yeremia 1:5). Lalu dalam Perjanjian Baru kembali ditegaskan bahwa "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib." (1 Petrus 2:9). Kriteria Tuhan dalam memilih seseorang sudah pasti berbeda dari cara manusia memilih. Yang jelas Tuhan tidak akan pernah salah dalam memilih dan ia juga tidak pernah menyesali apa yang telah dipilihNya.
Sebagai umat pilihan Tuhan kita pun dituntut memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang dunia. Untuk apakah Tuhan memilih kita? Dia memilih kita dengan tujuan untuk pengudusan, artinya kita ini dikhususkan dan dipisahkan. Melalui karya penebusan Kristus di atas kayu salib kita beroleh pengampunan dosa, kita yang sebelumnya berada dalam kegelapan masuk kepada terangNya yang ajaib. Oleh karena itu Rasul Petrus menasihatkan, "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," (1 Petrus 1:14-15).
Banyak orang Kristen hidup semborono, memandang rendah pengorbanan Yesus sehingga hidupnya tidak jauh berbeda dari orang-orang dunia sehingga hidupnya tidak menjadi kesaksian, padahal kita telah dipilih Tuhan begitu rupa!
Tuesday, July 17, 2012
MENCUKUPKAN DIRI DENGAN APA YANG ADA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2012 -
Baca: Filipi 4:11
"...sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." Filipi 4:11
Sudah menjadi sifat manusia tidak puas dengan apa yang ada atau dimilikinya. Inginnya mendapatkan lebih dan lebih seperti ada tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9a). Sifat tidak puas terhadap uang atau kekayaan telah mendorong banyak orang untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum atau bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan, dan rasa-rasanya tradisi tidak punya malu ini sudah kian mewabah di berbagai kalangan. Itulah sebabnya sejak dulu Yohanes Pembaptis memperingatkan para pemungut pajak (yaitu orang-orang yang bekerja di kantor pajak), "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." (Lukas 3:13), dan juga para prajurit (yaitu karyawan, pegawai), "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Lukas 3:14b).
Mari belajar dari sikap hidup Rasul paulus yang di segala keadaan tetap bisa mengucap syukur: "Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan." (Filipi 4:12). Mengapa Rasul Paulus tetap bisa puas dan bersyukur? Karena dia tahu bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Bagi Paulus kepuasan bukan lagi ditentukan oleh kekurangan atau kelebihan, melainkan menerima dengan sukacita berapa pun porsi berkat yang Tuhan tetapkan untuk kita.
Ketidakpuasan yang tanpa batas dalam diri seseorang akan membawa kepada keserakahan dan ketamakan, akibatnya orang akan selalu merasa kurang dan tidak pernah cukup. Meski telah mengecap pertolongan dan kebaikan Tuhan, bangsa Israel tidak pernah merasa puas sehingga yang keluar dari mulutnya hanyalah keluh kesah dan persungutan. Maka, mari belajar untuk mengucap syukur di segala keadaan!
"Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." 1 Timotius 6:6-7
Baca: Filipi 4:11
"...sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." Filipi 4:11
Sudah menjadi sifat manusia tidak puas dengan apa yang ada atau dimilikinya. Inginnya mendapatkan lebih dan lebih seperti ada tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya." (Pengkotbah 5:9a). Sifat tidak puas terhadap uang atau kekayaan telah mendorong banyak orang untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum atau bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan, dan rasa-rasanya tradisi tidak punya malu ini sudah kian mewabah di berbagai kalangan. Itulah sebabnya sejak dulu Yohanes Pembaptis memperingatkan para pemungut pajak (yaitu orang-orang yang bekerja di kantor pajak), "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." (Lukas 3:13), dan juga para prajurit (yaitu karyawan, pegawai), "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Lukas 3:14b).
Mari belajar dari sikap hidup Rasul paulus yang di segala keadaan tetap bisa mengucap syukur: "Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan." (Filipi 4:12). Mengapa Rasul Paulus tetap bisa puas dan bersyukur? Karena dia tahu bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Bagi Paulus kepuasan bukan lagi ditentukan oleh kekurangan atau kelebihan, melainkan menerima dengan sukacita berapa pun porsi berkat yang Tuhan tetapkan untuk kita.
Ketidakpuasan yang tanpa batas dalam diri seseorang akan membawa kepada keserakahan dan ketamakan, akibatnya orang akan selalu merasa kurang dan tidak pernah cukup. Meski telah mengecap pertolongan dan kebaikan Tuhan, bangsa Israel tidak pernah merasa puas sehingga yang keluar dari mulutnya hanyalah keluh kesah dan persungutan. Maka, mari belajar untuk mengucap syukur di segala keadaan!
"Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." 1 Timotius 6:6-7
Monday, July 16, 2012
IMAN: Kunci Mengalahkan Ketakutan! (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2012 -
Baca: Markus 4:35-41
"Lalu Ia berkata kepada mereka: 'Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?'" Markus 4:40
Dalam suratnya kepada Timotius, Rasul Paulus menegaskan bahwa Tuhan tidak memberikan kepada kita roh ketakutan. Artinya bahwa roh ketakutan itu bukan berasal dari Tuhan melainkan dari Iblis yang berusaha untuk melemahkan dan menghancurkan kehidupan orang percaya.
Jika seseorang terus dikuasai oleh rasa takut, ia tidak akan dapat melangkah maju menggapai berkat Tuhan karena yang tertanam di hatinya hanyalah: "Tidak mungkin, terlalu sukar, aku pasti tidak mampu" seperti yang dialami oleh 10 pengintai yang diutus Musa. Mereka dan orang-orang yang terpengaruh laporannya akhirnya tidak bisa menikmati janji Tuhan. Sebaliknya Kaleb dan Yosua dapat mencapai tanah Perjanjian karena keduanya dapat mengalahkan roh ketakutan itu. Ketakutan yang terus dipelihara hanya akan membawa kita kepada kegagalan, dan menghalangi kita untuk melihat perkara-perkara besar yang dikerjakan Tuhan. Tidak seharusnya anak-anak Tuhan menjalani hari-harinya dengan penuh ketakutan sebab Tuhan Yesus sudah memberikan kepada kita seorang Penolong yaitu Roh Kudus, di mana "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4b). Ada dasar yang sangat kuat bagi kita untuk tidak takut menghadapi apa pun, yaitu Roh Kudus yang ada di dalam kita, dimana Ia lebih besar daripada roh apa pun yang ada di dunia ini; itulah sumber kekuatan kita.
Begitu banyak peristiwa yang sedang terjadi di dunia ini; krisis, bencana alam, huru-hara, ataupun yang diprediksi akan terjadi di waktu-waktu mendatang. Jangan takut dan gemetar! Tetap kuatkan iman dan percayakan hidup kita kepada Tuhan. Para murid menjadi sangat ketakutan ketika ada "...taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu," (Markus 4:37). Bukankah hidup kita ini ibarat perahu yang sedang berlayar di tengah lautan luas, yang kadangkala dihantam ombak dan gelombang besar? Ketakutan datang ketika kita mengandalkan kekuatan sendiri.
Bila kita memiliki iman dan percaya penuh kebenaran firmanNya, kita dapat melewati badai apa pun dengan penuh kemenangan, karena Tuhan di pihak kita!
Baca: Markus 4:35-41
"Lalu Ia berkata kepada mereka: 'Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?'" Markus 4:40
Dalam suratnya kepada Timotius, Rasul Paulus menegaskan bahwa Tuhan tidak memberikan kepada kita roh ketakutan. Artinya bahwa roh ketakutan itu bukan berasal dari Tuhan melainkan dari Iblis yang berusaha untuk melemahkan dan menghancurkan kehidupan orang percaya.
Jika seseorang terus dikuasai oleh rasa takut, ia tidak akan dapat melangkah maju menggapai berkat Tuhan karena yang tertanam di hatinya hanyalah: "Tidak mungkin, terlalu sukar, aku pasti tidak mampu" seperti yang dialami oleh 10 pengintai yang diutus Musa. Mereka dan orang-orang yang terpengaruh laporannya akhirnya tidak bisa menikmati janji Tuhan. Sebaliknya Kaleb dan Yosua dapat mencapai tanah Perjanjian karena keduanya dapat mengalahkan roh ketakutan itu. Ketakutan yang terus dipelihara hanya akan membawa kita kepada kegagalan, dan menghalangi kita untuk melihat perkara-perkara besar yang dikerjakan Tuhan. Tidak seharusnya anak-anak Tuhan menjalani hari-harinya dengan penuh ketakutan sebab Tuhan Yesus sudah memberikan kepada kita seorang Penolong yaitu Roh Kudus, di mana "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4b). Ada dasar yang sangat kuat bagi kita untuk tidak takut menghadapi apa pun, yaitu Roh Kudus yang ada di dalam kita, dimana Ia lebih besar daripada roh apa pun yang ada di dunia ini; itulah sumber kekuatan kita.
Begitu banyak peristiwa yang sedang terjadi di dunia ini; krisis, bencana alam, huru-hara, ataupun yang diprediksi akan terjadi di waktu-waktu mendatang. Jangan takut dan gemetar! Tetap kuatkan iman dan percayakan hidup kita kepada Tuhan. Para murid menjadi sangat ketakutan ketika ada "...taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu," (Markus 4:37). Bukankah hidup kita ini ibarat perahu yang sedang berlayar di tengah lautan luas, yang kadangkala dihantam ombak dan gelombang besar? Ketakutan datang ketika kita mengandalkan kekuatan sendiri.
Bila kita memiliki iman dan percaya penuh kebenaran firmanNya, kita dapat melewati badai apa pun dengan penuh kemenangan, karena Tuhan di pihak kita!
Subscribe to:
Posts (Atom)