Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Februari 2012 -
Baca: Keluaran 14:15-31
"Demikianlah pada hari itu Tuhan menyelamatkan orang Israel dari tangan orang Mesir. Dan orang Israel melihat orang Mesir mati terhantar di pantai laut." Keluaran 14:30
Bangsa Israel sedang menghadapi persoalan yang sangat pelik karena mereka berhadapan dengan Laut Teberau dan di belakang mereka ada pasukan Firaun yang datang mengejar. Mereka tidak hanya menghadapi persoalan di depan yang keadaannya belum pasti, tetapi juga menghadapi persoalan di belakang yaitu masa lalu mereka saat diperbudak di Mesir. Kita tahu bahwa bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan, umat kesayangan Tuhan sendiri. Meski demikian mereka juga mengalami persoalan. Jadi, persoalan adalah realita dan janganlah heran bila setiap kita juga diperhadapkan dengan persoalan, karena hidup ini tak ubahnya seperti sekolah di mana ada ujian demi ujian, dan Tuhan mengajarkan kita untuk tidak lari dari masalah, melainkan harus kita hadapi.
Bagaimana reaksi bangsa Israel ketika menghadapi persoalan yang berat ini? 1. Mereka menjadi takut. Tertulis: "Ketika Firaun telah dekat, orang Israel menoleh, maka tampaklah orang Mesir bergerak menyusul mereka. Lalu sangat ketakutanlah orang Israel dan mereka berseru-seru kepada Tuhan," (Keluaran 14:10). Takut adalah reaksi yang normal, tapi seharusnya ketakutan itu memotivasi kita untuk mencari Tuhan dan berseru-seru kepadaNya, karena "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Seberat apa pun persoalan yang kita alami, di dalam Tuhan pasti ada jalan keluarnya. Jangan biarkan ketakutan itu membelenggu hidup kita! 2. Mereka saling menyalahkan. Keluh mereka kepada Musa, "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang Kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir?" (Keluaran 14:11). Bangsa Israel memiliki rencana untuk berbalik ke Mesir dengan mengatakan lebih baik menjadi budak saja daripada mati sia-sia di padang gurun.
Ketika permasalahan datang seringkali kita langsung mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain. Tidak sedikit pula yang kecewa dan berkata, "Percuma melayani Tuhan, toh masalah tidak henti-hentinya menerpa."
Berhentilah bersungut-sungut! Tetaplah yakin bahwa Tuhan selalu memberikan jalan keluar dan pertolonganNya tepat pada waktuNya!
Thursday, February 23, 2012
Wednesday, February 22, 2012
BERPERANG MELAWAN MUSUH!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Februari 2012 -
Baca: 1 Petrus 5:8-11
"Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama." 1 Petrus 5:9
Menurut kamus bahasa Indonesia, kata perang berarti permusuhan antara dua negara; pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau lebih; perkelahian atau konflik. Jadi suatu negara berperang karena mereka memiliki musuh. Apalagi kalau musuhnya itu menyerang, maka yang diserang pasti akan mengangkat senjata dan melakukan pembalasan. Tujuannya adalah supaya musuhnya hancur lebur dan ia keluar sebagai pemenang. Di setiap peperangan para tentara pasti memperlengkapi dirinya dengan senjata yang canggih. Tidak ada tentara yang terjun ke medan perang tanpa senjata apa pun, karena bisa-bisa ia akan mati konyol. Begitu juga dengan kehidupan orang percaya; kita ini sedang berada di medan peperangan. Sebagai laskar-laskar Kristus kita harus selalu sigap dan berjaga-jaga. Jadi tidak ada istilah santai-santai bagi kita karena musuh ada di sekitar kita dan terus mengincar kita.
Siapakah musuh kita? Teman kerja, tetangga, mertua yang galak, bos kitakah di kantor? Bukan! Musuh kita adalah Iblis. Tertulis, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Perus 5:8). Iblis tidak pernah diam dan istirahat, dia terus berjalan keliling seperti singa kelaparan yang sedang mencari mangsa yang dapat ditelannya. Apa yang harus kita lakukan? Diam saja, lari dan menyembunyikan diri? Kita tidak disuruh diam saja, lari atau menyembunyikan diri, tetapi firman Tuhan memerintahkan kita untuk melawan Iblis dengan iman yang teguh sebagaimana dikatakan, "Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!" (Yakobus 4:7).
Oleh sebab itu kita harus senantiasa sadar dan terus berjaga-jaga. Jangan sampai kita lengah, apalagi sampai tertidur. Sadar dan berjaga-jaga artinya kita harus terus-menerus berdoa. Ingat! Taktik Iblis adalah perang gerilya yaitu menyerang saat musuh sedang lengah. Iblis yang adalah musuh kita akan lari bila kita lawan dalam nama Tuhan Yesus, sebaliknya bila kita diam saja maka dia akan menyerang kita dengan leluasa dan merajalela.
Tekun di dalam doa dan terus berpaut pada Tuhan adalah kunci untuk mengalahkan musuh!
Baca: 1 Petrus 5:8-11
"Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama." 1 Petrus 5:9
Menurut kamus bahasa Indonesia, kata perang berarti permusuhan antara dua negara; pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau lebih; perkelahian atau konflik. Jadi suatu negara berperang karena mereka memiliki musuh. Apalagi kalau musuhnya itu menyerang, maka yang diserang pasti akan mengangkat senjata dan melakukan pembalasan. Tujuannya adalah supaya musuhnya hancur lebur dan ia keluar sebagai pemenang. Di setiap peperangan para tentara pasti memperlengkapi dirinya dengan senjata yang canggih. Tidak ada tentara yang terjun ke medan perang tanpa senjata apa pun, karena bisa-bisa ia akan mati konyol. Begitu juga dengan kehidupan orang percaya; kita ini sedang berada di medan peperangan. Sebagai laskar-laskar Kristus kita harus selalu sigap dan berjaga-jaga. Jadi tidak ada istilah santai-santai bagi kita karena musuh ada di sekitar kita dan terus mengincar kita.
Siapakah musuh kita? Teman kerja, tetangga, mertua yang galak, bos kitakah di kantor? Bukan! Musuh kita adalah Iblis. Tertulis, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Perus 5:8). Iblis tidak pernah diam dan istirahat, dia terus berjalan keliling seperti singa kelaparan yang sedang mencari mangsa yang dapat ditelannya. Apa yang harus kita lakukan? Diam saja, lari dan menyembunyikan diri? Kita tidak disuruh diam saja, lari atau menyembunyikan diri, tetapi firman Tuhan memerintahkan kita untuk melawan Iblis dengan iman yang teguh sebagaimana dikatakan, "Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!" (Yakobus 4:7).
Oleh sebab itu kita harus senantiasa sadar dan terus berjaga-jaga. Jangan sampai kita lengah, apalagi sampai tertidur. Sadar dan berjaga-jaga artinya kita harus terus-menerus berdoa. Ingat! Taktik Iblis adalah perang gerilya yaitu menyerang saat musuh sedang lengah. Iblis yang adalah musuh kita akan lari bila kita lawan dalam nama Tuhan Yesus, sebaliknya bila kita diam saja maka dia akan menyerang kita dengan leluasa dan merajalela.
Tekun di dalam doa dan terus berpaut pada Tuhan adalah kunci untuk mengalahkan musuh!
Tuesday, February 21, 2012
AMBISI YANG SALAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Februari 2012 -
Baca: Matius 23:1-12
"...barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." Matius 23:12
Setiap manusia boleh saja memiliki ambisi, dan memang harus memiliki ambisi dalam hidupnya. Memiliki ambisi akan menjadi suatu dorongan atau memacu seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang lebih baik. Jika seseorang tidak memiliki ambisi ia tidak memiliki gairah dalam mengisi kehidupannya.
Pada dasarnya memiliki ambisi itu bagus selama masih bisa dikendalikan dengan baik. Jika tidak, ambisi tersebut akan menghasilkan sikap ambisius. Ambisi yang positif mendorong seseorang untuk menghasilkan karya yang lebih baik dan meraih prestasi lebih baik dari sebelumnya. Sebaliknya, ambisi yang negatif adalah ambisi yang tidak sebanding dengan potensi yang dimilikinya sehingga seseorang akan menempuh segala cara untuk mewujudkan ambisinya itu. Di balik ambisi yang negatif, seseorang tak mau kalah dengan orang lain, ingin memperoleh popularitas, ingin memperoleh pujian dari dunia, ingin memperoleh kedudukan yang tinggi dengan kekuatan sendiri dan sebagainya. Kalau ambisi sudah melampaui kehendak Tuhan dan sudah keluar dari jalur firman Tuhan, ambisi ini tidak benar dan akan mendatangkan kehancuran. Tuhan mengatakan, "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri?" (Yeremia 45:5a).
Tuhan tidak senang terhadap orang-orang yang memiliki ambisi untuk mencari hal-hal yang besar bagi dirinya sendiri hal ini akan mendatangkan dosa, karena orang yang mencari hal-hal bagi dirinya senidiri tentu tak mau disaingi oleh orang lain sehingga timbullah iri hati, kebencian dan fitnah. Pula tidak menutup kemungkina bahwa dia ingin menjatuhkan lawannya dengan berbagai usaha yang konkrit maupun secara tidak langsung. Maka kita harus dapat membedakan antara ambisi dan kehendak Tuhan. Kehendak dan rencana Tuhan dalam setiap hidup orang percaya akan terjadi tanpa suatu ambisi. Kalau Tuhan merencanakan tak seorang pun dapat menggagalkannya. Namun jika Tuhan meredahkan kita, siapa pula sanggup menghalagi Dia? Begitu juga jika Tuhan yang mengangkat kita, siapa gerangan yang mampu menahan kehendakNya atas kita?
Kedudukan tinggi, popularitas atau keimpahan tak peru dikejar dengan ambisi! Asal kita hidup seturut kehendak Tuhan, berkatNya tersedia untuk kita!
Baca: Matius 23:1-12
"...barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." Matius 23:12
Setiap manusia boleh saja memiliki ambisi, dan memang harus memiliki ambisi dalam hidupnya. Memiliki ambisi akan menjadi suatu dorongan atau memacu seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang lebih baik. Jika seseorang tidak memiliki ambisi ia tidak memiliki gairah dalam mengisi kehidupannya.
Pada dasarnya memiliki ambisi itu bagus selama masih bisa dikendalikan dengan baik. Jika tidak, ambisi tersebut akan menghasilkan sikap ambisius. Ambisi yang positif mendorong seseorang untuk menghasilkan karya yang lebih baik dan meraih prestasi lebih baik dari sebelumnya. Sebaliknya, ambisi yang negatif adalah ambisi yang tidak sebanding dengan potensi yang dimilikinya sehingga seseorang akan menempuh segala cara untuk mewujudkan ambisinya itu. Di balik ambisi yang negatif, seseorang tak mau kalah dengan orang lain, ingin memperoleh popularitas, ingin memperoleh pujian dari dunia, ingin memperoleh kedudukan yang tinggi dengan kekuatan sendiri dan sebagainya. Kalau ambisi sudah melampaui kehendak Tuhan dan sudah keluar dari jalur firman Tuhan, ambisi ini tidak benar dan akan mendatangkan kehancuran. Tuhan mengatakan, "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri?" (Yeremia 45:5a).
Tuhan tidak senang terhadap orang-orang yang memiliki ambisi untuk mencari hal-hal yang besar bagi dirinya sendiri hal ini akan mendatangkan dosa, karena orang yang mencari hal-hal bagi dirinya senidiri tentu tak mau disaingi oleh orang lain sehingga timbullah iri hati, kebencian dan fitnah. Pula tidak menutup kemungkina bahwa dia ingin menjatuhkan lawannya dengan berbagai usaha yang konkrit maupun secara tidak langsung. Maka kita harus dapat membedakan antara ambisi dan kehendak Tuhan. Kehendak dan rencana Tuhan dalam setiap hidup orang percaya akan terjadi tanpa suatu ambisi. Kalau Tuhan merencanakan tak seorang pun dapat menggagalkannya. Namun jika Tuhan meredahkan kita, siapa pula sanggup menghalagi Dia? Begitu juga jika Tuhan yang mengangkat kita, siapa gerangan yang mampu menahan kehendakNya atas kita?
Kedudukan tinggi, popularitas atau keimpahan tak peru dikejar dengan ambisi! Asal kita hidup seturut kehendak Tuhan, berkatNya tersedia untuk kita!
Monday, February 20, 2012
DIKUASAI OLEH INDERA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Februari 2012 -
Baca: 1 Korintus 9:24-27
"Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal." 1 Korintus 9:25a
Diri sendiri seringkali menjadi musuh terberat dan terbesar bagi kita. Semua pasti merasakan betapa sulitnya menaklukkan diri sendiri; salah satu contoh sederhana adalah hal berdoa. Adalah tidak mudah bagi kita mengajak tubuh ini untuk berdoa atau bersaat teduh. Rasa-rasanya tubuh ini tak berdaya, apalagi bila rasa kantuk dan malas datang menyerang. Benar apa yang dikatakan Alkitab: "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Ini menunjukkan betapa mudah kita dikendalikan oleh daging atau kelima indera kita.
Firman Tuhan menasihatkan agar kita tidak dikuasai oleh daging atau indera kita yang dapat mengikat kita pada perkara-perkara dunia ini, dan bukan pada firman Tuhan. Kita terlalu sering yakin pada indera kita dan bukan pada apa yang dikatakan oleh Alkitab. Apa buktinya? Kita sering membicarakan kekuatiran, ketidakpercayaan, ketakutan, keragu-raguan atau hal-hal yang bertolak belakang dengan apa yang Tuhan katakan dalam firmanNya. Itu semua terjadi karena hidup kita dikendalikan oleh indera kita atau apa yang nampak oleh mata. Ada tertulis: "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:6-7).
Sebagai orang percaya, kita juga dapat dikendalikan dan dikuasai oleh kelima indera kita jika kita tidak menyerahkan semuanya di bawah kuasa Roh Kudus dan firman Tuhan, karena hal ini akan menghalangi perjalanan iman kita. Inilah yang dilakukan Rasul Paulus: "Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus." (2 Korintus 10:5). Karena dikendalikan oleh indera, kita menjadi mudah lemah dan putus asa. Masalah yang kita alami seringkali kita bayangkan seperti raksasa yang siap menerkam kita dan sepertinya tidak ada jalan keluarnya. Penguasaan diri itu sangat penting sehingga kita tidak akan mudah digoyahkan oleh apa yang kita lihat dan rasakan!
Karena itu serahkan hidup ini sepenuhnya kepada Tuhan dan mohon pimpinan Roh Kudus!
Baca: 1 Korintus 9:24-27
"Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal." 1 Korintus 9:25a
Diri sendiri seringkali menjadi musuh terberat dan terbesar bagi kita. Semua pasti merasakan betapa sulitnya menaklukkan diri sendiri; salah satu contoh sederhana adalah hal berdoa. Adalah tidak mudah bagi kita mengajak tubuh ini untuk berdoa atau bersaat teduh. Rasa-rasanya tubuh ini tak berdaya, apalagi bila rasa kantuk dan malas datang menyerang. Benar apa yang dikatakan Alkitab: "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Ini menunjukkan betapa mudah kita dikendalikan oleh daging atau kelima indera kita.
Firman Tuhan menasihatkan agar kita tidak dikuasai oleh daging atau indera kita yang dapat mengikat kita pada perkara-perkara dunia ini, dan bukan pada firman Tuhan. Kita terlalu sering yakin pada indera kita dan bukan pada apa yang dikatakan oleh Alkitab. Apa buktinya? Kita sering membicarakan kekuatiran, ketidakpercayaan, ketakutan, keragu-raguan atau hal-hal yang bertolak belakang dengan apa yang Tuhan katakan dalam firmanNya. Itu semua terjadi karena hidup kita dikendalikan oleh indera kita atau apa yang nampak oleh mata. Ada tertulis: "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:6-7).
Sebagai orang percaya, kita juga dapat dikendalikan dan dikuasai oleh kelima indera kita jika kita tidak menyerahkan semuanya di bawah kuasa Roh Kudus dan firman Tuhan, karena hal ini akan menghalangi perjalanan iman kita. Inilah yang dilakukan Rasul Paulus: "Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus." (2 Korintus 10:5). Karena dikendalikan oleh indera, kita menjadi mudah lemah dan putus asa. Masalah yang kita alami seringkali kita bayangkan seperti raksasa yang siap menerkam kita dan sepertinya tidak ada jalan keluarnya. Penguasaan diri itu sangat penting sehingga kita tidak akan mudah digoyahkan oleh apa yang kita lihat dan rasakan!
Karena itu serahkan hidup ini sepenuhnya kepada Tuhan dan mohon pimpinan Roh Kudus!
Sunday, February 19, 2012
TUHAN YANG MENYELESAIKAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Februari 2012 -
Baca: Mazmur 138:1-8
"Tuhan akan menyelesaikannya bagiku! Ya Tuhan, kasih setia-Mu untuk selama-lamanya; janganlah Kautinggalkan perbuatan tangan-Mu!" Mazmur 138:8
Daud bisa berkata, "Tuhan akan menyelesaikan bagiku!" karena ia tahu bahwa Tuhan adalah pemegang kendali hidupnya dan Dia pasti akan mengarahkannya untuk suatu tujuan akhir yang sempurna. Tuhan berkata, Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Tuhan itu Mahakuasa sehingga Ia dapat mengatur setiap peristiwa demi peristiwa dalam kehidupan kita sesuai dengan rencanaNya. Seringkali kita sulit untuk menerima cara kerja Tuhan yang sepertinya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, terlebih lagi bila peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup kita begitu menyakitkan. Tetapi sebenarnya di atas segala peristiwa yang terjadi dalam hidup kita Tuhanlah yang memegang kendali dan melakukan apa yang Ia kehendaki. Contohnya adalah Yusuf yang diperlakukan dengan jahat oleh saudara-saudaranya. Dalam peristiwa tersebut seolah-olah Tuhan tidak peduli dan membiarkan Yusuf hidup dalam penderitaan. Tetapi pada akhir peristiwa itu nyata benar apa yang direncanakan Tuhan dalam hidup Yusuf. Hal itu diakui Yusuf bahwa melalui perbuatan saudara-saudaranya Tuhan turut bekerja. Yusuf berkata, "Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. Jadi bukanah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir." (Kejadian 45:7-8).
Yusuf mengakui bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya adalah karena campur tangan Tuhan. Mungkin kita berpikir bahwa hanya terhadap Yusuf saja Tuhan menyatakan jalan-jalanNya yang ajaib, padahal Tuhan pun memiliki rencana yang indah atas hidup kita.
"Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4).
Baca: Mazmur 138:1-8
"Tuhan akan menyelesaikannya bagiku! Ya Tuhan, kasih setia-Mu untuk selama-lamanya; janganlah Kautinggalkan perbuatan tangan-Mu!" Mazmur 138:8
Daud bisa berkata, "Tuhan akan menyelesaikan bagiku!" karena ia tahu bahwa Tuhan adalah pemegang kendali hidupnya dan Dia pasti akan mengarahkannya untuk suatu tujuan akhir yang sempurna. Tuhan berkata, Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Tuhan itu Mahakuasa sehingga Ia dapat mengatur setiap peristiwa demi peristiwa dalam kehidupan kita sesuai dengan rencanaNya. Seringkali kita sulit untuk menerima cara kerja Tuhan yang sepertinya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, terlebih lagi bila peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup kita begitu menyakitkan. Tetapi sebenarnya di atas segala peristiwa yang terjadi dalam hidup kita Tuhanlah yang memegang kendali dan melakukan apa yang Ia kehendaki. Contohnya adalah Yusuf yang diperlakukan dengan jahat oleh saudara-saudaranya. Dalam peristiwa tersebut seolah-olah Tuhan tidak peduli dan membiarkan Yusuf hidup dalam penderitaan. Tetapi pada akhir peristiwa itu nyata benar apa yang direncanakan Tuhan dalam hidup Yusuf. Hal itu diakui Yusuf bahwa melalui perbuatan saudara-saudaranya Tuhan turut bekerja. Yusuf berkata, "Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. Jadi bukanah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir." (Kejadian 45:7-8).
Yusuf mengakui bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya adalah karena campur tangan Tuhan. Mungkin kita berpikir bahwa hanya terhadap Yusuf saja Tuhan menyatakan jalan-jalanNya yang ajaib, padahal Tuhan pun memiliki rencana yang indah atas hidup kita.
"Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4).
Saturday, February 18, 2012
TUHAN TAK PERNAH MENGULUR WAKTU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Februari 2012 -
Baca: Lukas 18:1-8
"Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" Lukas 18:7
Pada umumnya sifat manusia memang gampang putus asa dan tidak sabar, apalagi saat menantikan jawaban atas doa yang dipanjatkan kepada Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menasihati agar kita tidak bosan-bosannya berdoa sampai doa kita beroleh jawaban dari Tuhan. "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1).
Kita seringkali kecewa, putus asa dan berkecil hati karena doa kita seolah-olah tidak sampai ke telinga Tuhan, bahkan rasanya langit menjadi setebal tembaga yang menghalangi doa kita. Hal ini juga dialami oleh Daud: "Lesu aku karena berseru-seru, kerongkonganku kering; mataku nyeri karena mengharapkan Allahku. Janganlah sembunyikan wajah-Mu kepada hamba-Mu, sebab aku tersesak; segeralah menjawab aku!" (Mazmur 69:4, 18). Walaupun kita belum meliha tanda-tanda terkabulnya doa kita, Tuhan menghendaki kita untuk tetap berdoa dengan tidak jemu-jemu. Sesungguhya Tuhan tidak mengulur-ulur waktu, tetapi kadangkala kita harus belajar bersabar untuk memperoleh segala sesuatu menurut rencana dan waktu Tuhan.
Apa yang kita butuhkan itu sebenarnya sudah disediakan Tuhan, hanya perlu waktu sedikit lagi jawabanNya dinyatakan bagi kita. Seorang petani yang menabur benih juga tak akan menuai seketika itu juga. Benih yang ditaburkan tak akan tumbuh daam waktu semalam saja, tapi butuh waktu beberapa hari. Apalagi menuai hasil panen, memerlukan waktu beberapa bulan, kadang sampai beberapa tahun. Tapi petani tetapi sabar menanti waktunya. Demikian juga halnya dengan doa, adakalanya doa memerlukan waktu yang lama sampai hasilnya dapat kita nikmati. Tak perlu kita putus asa! Tuhan Yesus berkata, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Lukas 11:10). Bagi kita yang masih belum menerima apa yang kita doakan, tetaplah bersabar! Tunggu sampai Tuhan bertidak! Mungkin Tuhan ingin menguji kesetiaan dan kesabaran kita.
Setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya di dalam Tuhan. Karena itu jangan berhenti berdoa, berserulah terus sampai Tuhan menjawab doa kita!
Baca: Lukas 18:1-8
"Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" Lukas 18:7
Pada umumnya sifat manusia memang gampang putus asa dan tidak sabar, apalagi saat menantikan jawaban atas doa yang dipanjatkan kepada Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menasihati agar kita tidak bosan-bosannya berdoa sampai doa kita beroleh jawaban dari Tuhan. "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1).
Kita seringkali kecewa, putus asa dan berkecil hati karena doa kita seolah-olah tidak sampai ke telinga Tuhan, bahkan rasanya langit menjadi setebal tembaga yang menghalangi doa kita. Hal ini juga dialami oleh Daud: "Lesu aku karena berseru-seru, kerongkonganku kering; mataku nyeri karena mengharapkan Allahku. Janganlah sembunyikan wajah-Mu kepada hamba-Mu, sebab aku tersesak; segeralah menjawab aku!" (Mazmur 69:4, 18). Walaupun kita belum meliha tanda-tanda terkabulnya doa kita, Tuhan menghendaki kita untuk tetap berdoa dengan tidak jemu-jemu. Sesungguhya Tuhan tidak mengulur-ulur waktu, tetapi kadangkala kita harus belajar bersabar untuk memperoleh segala sesuatu menurut rencana dan waktu Tuhan.
Apa yang kita butuhkan itu sebenarnya sudah disediakan Tuhan, hanya perlu waktu sedikit lagi jawabanNya dinyatakan bagi kita. Seorang petani yang menabur benih juga tak akan menuai seketika itu juga. Benih yang ditaburkan tak akan tumbuh daam waktu semalam saja, tapi butuh waktu beberapa hari. Apalagi menuai hasil panen, memerlukan waktu beberapa bulan, kadang sampai beberapa tahun. Tapi petani tetapi sabar menanti waktunya. Demikian juga halnya dengan doa, adakalanya doa memerlukan waktu yang lama sampai hasilnya dapat kita nikmati. Tak perlu kita putus asa! Tuhan Yesus berkata, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." (Lukas 11:10). Bagi kita yang masih belum menerima apa yang kita doakan, tetaplah bersabar! Tunggu sampai Tuhan bertidak! Mungkin Tuhan ingin menguji kesetiaan dan kesabaran kita.
Setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya di dalam Tuhan. Karena itu jangan berhenti berdoa, berserulah terus sampai Tuhan menjawab doa kita!
Friday, February 17, 2012
MENEGUR DENGAN BIJAKSANA!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Februari 2012 -
Baca: Amsal 25:1-28
"Teguran orang yang bijak adalah seperti cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar." Amsal 25:12
Ketika ada orang lain yang berbuat kesalahan, adalah tugas kita untuk menegor dan mengingatkan mereka. Menegor orang lain yang berbuat kesalahan adalah sebuah keharusan supaya mereka segera sadar atas kesalahannya dan kembali ke jalur yang benar. Tetapi kita tidak boleh asal menegor!
Banyak orang yang menjadi kecewa, 'nelangsa', tersinggung, marah dan sakit hati karena menerima tegoran dari orang lain. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena tegoran tersebut sangat tidak bijaksana, diutarakan dengan kata-kata yang pedas, kasar dan tidak pada 'sikon' yang tepat. Seringkali dalam menegor kita pun memiliki kecenderungan untuk menghakimi, mempermalukan atau menyalahkan orang tersebut. Akibatnya orang yang ditegor itu bukannya menerima, malah menjadi down dan frustasi. Rasul Paulus menasihatkan, jika ada yang berbuat salah "...janganlah anggap dia sebagai musuh, tetapi tegorlah dia sebagai seorang saudara." (2 Tesalonika 3:15). Jadi "...nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Sebagai orang percaya, nasihat atau tegoran yang kita berikan harusah dilakukan dengan bijaksana dan kasih. Ucapan dan tindakan kita harus benar-benar terkendali dan menurut tuntunan Roh Kudus, jangan seperti orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Tertulis: "Hati orang benar menimbang-nimbang jawabannya, tetapi orang fasik mencurahkan hal-hal yang jahat." (Amsal 15:28). Perkataan yang kita ucapkan hendaknya selalu sedap dan bermuatan kasih sehingga yang mendengarnya akan merasakan keteduhan dan damai sejahtera. Dalam Amsal 16:24 dikatakan, "Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang." Setiap persoalan haruslah diselesaikan dengan penuh kesabaran sebagaimana yang Tuhan Yesus ajarkan, karena "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32).
Sebelum menegor orang lain, adalah sangat bijak bila kita mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu: apakah tutur kata kita sudah mencerminkan karakter Kristus? Terlebih lagi perbuatan kita, supaya kita tidak menjadi batu sandungan bagi mereka.
Baca: Amsal 25:1-28
"Teguran orang yang bijak adalah seperti cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar." Amsal 25:12
Ketika ada orang lain yang berbuat kesalahan, adalah tugas kita untuk menegor dan mengingatkan mereka. Menegor orang lain yang berbuat kesalahan adalah sebuah keharusan supaya mereka segera sadar atas kesalahannya dan kembali ke jalur yang benar. Tetapi kita tidak boleh asal menegor!
Banyak orang yang menjadi kecewa, 'nelangsa', tersinggung, marah dan sakit hati karena menerima tegoran dari orang lain. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena tegoran tersebut sangat tidak bijaksana, diutarakan dengan kata-kata yang pedas, kasar dan tidak pada 'sikon' yang tepat. Seringkali dalam menegor kita pun memiliki kecenderungan untuk menghakimi, mempermalukan atau menyalahkan orang tersebut. Akibatnya orang yang ditegor itu bukannya menerima, malah menjadi down dan frustasi. Rasul Paulus menasihatkan, jika ada yang berbuat salah "...janganlah anggap dia sebagai musuh, tetapi tegorlah dia sebagai seorang saudara." (2 Tesalonika 3:15). Jadi "...nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Sebagai orang percaya, nasihat atau tegoran yang kita berikan harusah dilakukan dengan bijaksana dan kasih. Ucapan dan tindakan kita harus benar-benar terkendali dan menurut tuntunan Roh Kudus, jangan seperti orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Tertulis: "Hati orang benar menimbang-nimbang jawabannya, tetapi orang fasik mencurahkan hal-hal yang jahat." (Amsal 15:28). Perkataan yang kita ucapkan hendaknya selalu sedap dan bermuatan kasih sehingga yang mendengarnya akan merasakan keteduhan dan damai sejahtera. Dalam Amsal 16:24 dikatakan, "Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang." Setiap persoalan haruslah diselesaikan dengan penuh kesabaran sebagaimana yang Tuhan Yesus ajarkan, karena "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32).
Sebelum menegor orang lain, adalah sangat bijak bila kita mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu: apakah tutur kata kita sudah mencerminkan karakter Kristus? Terlebih lagi perbuatan kita, supaya kita tidak menjadi batu sandungan bagi mereka.
Thursday, February 16, 2012
JANGAN KECEWA DAN PUTUS-ASA!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Februari 2012 -
Baca: Matius 15:21-28
"Tetapi Yesus menjawab: 'Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.'" Matius 15:26
Kita pasti terkejut jika mendengar perkataan Tuhan Yesus pada ayat nas di atas. Bukankah Tuhan Yesus dikenal sebagai Pribadi yang lemah lembut, penuh kasih dan memperhatikan orang-orang yang lemah, menderita dan membutuhkan pertolongan? Tetapi ketika ada seorang perempuan yang sedang dalam kesesakan karena anaknya sedang dirasuk setan dan membutuhkan uluran tanganNya justru Tuhan Yesus bersikap kasar dengan perkataan yang sangat menyakitkan hati.
Jika kita berada di posisi perempuan itu kita pasti akan sedih, kecewa dan meninggalkan Dia. Apalagi Tuhan Yesus berkata, "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." (Matius 15:24). Namun, suatu sikap hati yang luar biasa ditunjukkan oleh perempuan itu, ia tidak putus asa dan tetap menantikan jawaban dari Tuhan. Sesungguhnya Dia hanya ingin menguji iman perempuan itu. Setelah imannya teruji, Tuhan Yesus pun berkata, "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki. Dan seketika itu juga anaknya sembuh." (Matius 15:28).
Mungkin saat ini kita sedang mengalami pergumulan seperti perempuan itu; kita berseru-seru kepada Tuhan, tapi sepertinya Dia tidak menghiraukan seruan kita, bahkan sepertinya Dia meninggalkan kita; keadaan kita tidak bertambah baik dan malah semakin buruk, sepertinya Tuhan menjawab, "Makanan anak-anak tidak patut diberikan kepada anjing." Jangan kecewa dan putus asa! Tuhan sedang menguji iman kita dan kesungguhan hati kita. Daud pun mengalami hal yang sama ketika ia sedang dalam kesesakan dan membutuhkan pertolongan; sepertinya Tuhan tidak peduli dan membiarkan Daud bergumul dengan masalahnya. Seru Daud, "Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?" (Mazmur 13:2-3). Bukannya Tuhan mengulur-ulur waktu untuk menolong kita, namun Dia ingin supaya kita memiliki iman yang hidup.
"sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." Yakobus 1:3
Baca: Matius 15:21-28
"Tetapi Yesus menjawab: 'Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.'" Matius 15:26
Kita pasti terkejut jika mendengar perkataan Tuhan Yesus pada ayat nas di atas. Bukankah Tuhan Yesus dikenal sebagai Pribadi yang lemah lembut, penuh kasih dan memperhatikan orang-orang yang lemah, menderita dan membutuhkan pertolongan? Tetapi ketika ada seorang perempuan yang sedang dalam kesesakan karena anaknya sedang dirasuk setan dan membutuhkan uluran tanganNya justru Tuhan Yesus bersikap kasar dengan perkataan yang sangat menyakitkan hati.
Jika kita berada di posisi perempuan itu kita pasti akan sedih, kecewa dan meninggalkan Dia. Apalagi Tuhan Yesus berkata, "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." (Matius 15:24). Namun, suatu sikap hati yang luar biasa ditunjukkan oleh perempuan itu, ia tidak putus asa dan tetap menantikan jawaban dari Tuhan. Sesungguhnya Dia hanya ingin menguji iman perempuan itu. Setelah imannya teruji, Tuhan Yesus pun berkata, "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki. Dan seketika itu juga anaknya sembuh." (Matius 15:28).
Mungkin saat ini kita sedang mengalami pergumulan seperti perempuan itu; kita berseru-seru kepada Tuhan, tapi sepertinya Dia tidak menghiraukan seruan kita, bahkan sepertinya Dia meninggalkan kita; keadaan kita tidak bertambah baik dan malah semakin buruk, sepertinya Tuhan menjawab, "Makanan anak-anak tidak patut diberikan kepada anjing." Jangan kecewa dan putus asa! Tuhan sedang menguji iman kita dan kesungguhan hati kita. Daud pun mengalami hal yang sama ketika ia sedang dalam kesesakan dan membutuhkan pertolongan; sepertinya Tuhan tidak peduli dan membiarkan Daud bergumul dengan masalahnya. Seru Daud, "Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?" (Mazmur 13:2-3). Bukannya Tuhan mengulur-ulur waktu untuk menolong kita, namun Dia ingin supaya kita memiliki iman yang hidup.
"sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan." Yakobus 1:3
Wednesday, February 15, 2012
KASIH YANG TIDAK MEMANJAKAN!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Februari 2012 -
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Tetapi Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat." 2 Tesalonika 3:3
Tuhan adalah kasih. Hal ini ditegaskan juga oleh pemazmur, "Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan Tuhan untuk selama-amanya." (Mazmur 117:2). Meski demikian, kasihNya tidak selalu memanjakan kita. Apa yang kita minta tidak selalu Dia berikan, tetapi apa yang kita perlukan pasti disediakanNya.
Kasih Tuhan adalah kasih yang mendidik dan mendisiplinkan seperti tertulis: "Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu..." (Wahyu 3:19). Adakah seorang anak yang tidak mengalami didikan keras dari orangtuanya? Begitu pula kita sebagai anggota keluarga Tuhan pasti akan mengalami didikan dari Tuhan sendiri. Adapun didikan dan pembentukan terhadap tiap-tiap orang itu beragam dan tidak selalu sama. Oleh karena itu jangan putus asa dan tawar hati apabila saat ini Tuhan mendidik kita, baik melalui masalah, penderitaan, sakit-penyakit, kesesakan dan sebagainya.
Dalam Amsal 3:11-12 dikatakan: "Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi." Dengan cara inilah Tuhan hendak mendewasakan kita. Banyak di antara kita yang memberontak dan lari dari didikan Tuhan. Kita berpikir bahwa Tuhan itu tidak adil dan tidak mengasihi kita. Ingat! Seringkali cara Tuhan itu tidak terpahami dan jalan-jalanNya tak terselami oleh kita. "Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya." (Roma 11:33b).
Kita tidak perlu takut terhadap apa pun yang sedang terjadi dan menimpa hidup kita. Jika semua itu diijinkan Tuhan terjadi pasti akan mendatangkan kebaikan bagi kita. Ada rencanaNya yang indah di balik didikan Tuhan yang keras itu. Yang pasti, "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarakan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).
Mengalami didikan dari Tuhan menunjukkan bahwa kita ini bukan anak gampang!
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Tetapi Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat." 2 Tesalonika 3:3
Tuhan adalah kasih. Hal ini ditegaskan juga oleh pemazmur, "Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan Tuhan untuk selama-amanya." (Mazmur 117:2). Meski demikian, kasihNya tidak selalu memanjakan kita. Apa yang kita minta tidak selalu Dia berikan, tetapi apa yang kita perlukan pasti disediakanNya.
Kasih Tuhan adalah kasih yang mendidik dan mendisiplinkan seperti tertulis: "Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu..." (Wahyu 3:19). Adakah seorang anak yang tidak mengalami didikan keras dari orangtuanya? Begitu pula kita sebagai anggota keluarga Tuhan pasti akan mengalami didikan dari Tuhan sendiri. Adapun didikan dan pembentukan terhadap tiap-tiap orang itu beragam dan tidak selalu sama. Oleh karena itu jangan putus asa dan tawar hati apabila saat ini Tuhan mendidik kita, baik melalui masalah, penderitaan, sakit-penyakit, kesesakan dan sebagainya.
Dalam Amsal 3:11-12 dikatakan: "Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi." Dengan cara inilah Tuhan hendak mendewasakan kita. Banyak di antara kita yang memberontak dan lari dari didikan Tuhan. Kita berpikir bahwa Tuhan itu tidak adil dan tidak mengasihi kita. Ingat! Seringkali cara Tuhan itu tidak terpahami dan jalan-jalanNya tak terselami oleh kita. "Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya." (Roma 11:33b).
Kita tidak perlu takut terhadap apa pun yang sedang terjadi dan menimpa hidup kita. Jika semua itu diijinkan Tuhan terjadi pasti akan mendatangkan kebaikan bagi kita. Ada rencanaNya yang indah di balik didikan Tuhan yang keras itu. Yang pasti, "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarakan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13).
Mengalami didikan dari Tuhan menunjukkan bahwa kita ini bukan anak gampang!
Tuesday, February 14, 2012
TUHAN ADALAH PERLINDUNGAN YANG SEJATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Februari 2012 -
Baca: Keluaran 12:1-28
"Dan darah itu menjadi tanda bagimu pada rumah-rumah di mana kamu tinggal: Apabila Aku melihat darah itu, maka Aku akan lewat dari pada kamu. Jadi tidak akan ada tulah kemusnahan di tengah-tengah kamu, apabila Aku menghukum tanah Mesir." Keluaran 12:13
Semua orang yang ada di dunia ini membutuhkan perlindungan dalam hidupnya, baik itu perlindungan dari segala marabahaya, sakit penyakit dan juga maut yang setiap saat bisa mengancam hidup manusia. Tidak sedikit orang yang menjadikan kuasa gelap sebagai benteng perlindungan mereka. Namun bagi kita orang percaya, yang menjadi perlindungan kita adalah Tuhan Yesus Kristus. Pemazmur berkata, "Demikianlah Tuhan adalah tempat perlindungan bagi orang yang terinjak, tempat perlindungan pada waktu kesesakan." (Mazmur 9:10).
Gambaran yang luar biasa tentang perlindungan Tuhan adalah perayaan Paskah di Israel, di mana setiap keluarga harus mengambil anak domba atau kambing jantan yang tidak bercela, berumur setahun dan yang dikurung selama empat belas hari; lalu disembelih pada waktu senja dan darahnya diambil sedikit dan dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas pintu rumah-rumah di mana orang memakan daging dari domba atau kambing tersebut. Dagingnya harus dibakar dan dimakan dengan roti yang tidak beragi beserta sayur pahit. Dan pada saat Tuhan melawat Mesir untuk menghukumnya dengan jalan membunuh semua anak sulung, baik anak sulung manusia maupun binatang, maka darah yang dibubuhkan pada tiang dan ambang atas dari pintu rumah tersebut tidak akan kena tulah atau luput dari kebinasaan. Darah domba telah menjadi perlindungan bagi bangsa Israel di tanah Mesir.
Yesus Kristus adalah Anak Domba Allah yang menyerahkan darahNya di atas kayu salib untuk menjadi perlindungan kita. Darah Kristus telah membebaskan kita dari kutuk maut. Di sepanjang perjalanan hidup bangsa Israel, perlindungan Tuhan benar-benar nyata dan sempurna, bahkan Ia berulang kali meyakinkan umatNya bahwa hanya Dia saja perlindungan mereka. "Seperti burung yang berkepak-kepak melindungi sarangnya, demikianlah Tuhan semesta alam akan melindungi Yerusalem, ya, melindungi dan menyelamatkannya, memeliharanya dan menjauhkan celaka." (Yesaya 31:15).
Hanya Tuhan Yesus saja satu-satunya perlindungan kita, bukan yang lain.
Baca: Keluaran 12:1-28
"Dan darah itu menjadi tanda bagimu pada rumah-rumah di mana kamu tinggal: Apabila Aku melihat darah itu, maka Aku akan lewat dari pada kamu. Jadi tidak akan ada tulah kemusnahan di tengah-tengah kamu, apabila Aku menghukum tanah Mesir." Keluaran 12:13
Semua orang yang ada di dunia ini membutuhkan perlindungan dalam hidupnya, baik itu perlindungan dari segala marabahaya, sakit penyakit dan juga maut yang setiap saat bisa mengancam hidup manusia. Tidak sedikit orang yang menjadikan kuasa gelap sebagai benteng perlindungan mereka. Namun bagi kita orang percaya, yang menjadi perlindungan kita adalah Tuhan Yesus Kristus. Pemazmur berkata, "Demikianlah Tuhan adalah tempat perlindungan bagi orang yang terinjak, tempat perlindungan pada waktu kesesakan." (Mazmur 9:10).
Gambaran yang luar biasa tentang perlindungan Tuhan adalah perayaan Paskah di Israel, di mana setiap keluarga harus mengambil anak domba atau kambing jantan yang tidak bercela, berumur setahun dan yang dikurung selama empat belas hari; lalu disembelih pada waktu senja dan darahnya diambil sedikit dan dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas pintu rumah-rumah di mana orang memakan daging dari domba atau kambing tersebut. Dagingnya harus dibakar dan dimakan dengan roti yang tidak beragi beserta sayur pahit. Dan pada saat Tuhan melawat Mesir untuk menghukumnya dengan jalan membunuh semua anak sulung, baik anak sulung manusia maupun binatang, maka darah yang dibubuhkan pada tiang dan ambang atas dari pintu rumah tersebut tidak akan kena tulah atau luput dari kebinasaan. Darah domba telah menjadi perlindungan bagi bangsa Israel di tanah Mesir.
Yesus Kristus adalah Anak Domba Allah yang menyerahkan darahNya di atas kayu salib untuk menjadi perlindungan kita. Darah Kristus telah membebaskan kita dari kutuk maut. Di sepanjang perjalanan hidup bangsa Israel, perlindungan Tuhan benar-benar nyata dan sempurna, bahkan Ia berulang kali meyakinkan umatNya bahwa hanya Dia saja perlindungan mereka. "Seperti burung yang berkepak-kepak melindungi sarangnya, demikianlah Tuhan semesta alam akan melindungi Yerusalem, ya, melindungi dan menyelamatkannya, memeliharanya dan menjauhkan celaka." (Yesaya 31:15).
Hanya Tuhan Yesus saja satu-satunya perlindungan kita, bukan yang lain.
Monday, February 13, 2012
HARTA DUNIA BUKAN TUJUAN AKHIR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Februari 2012 -
Baca: Pengkhotbah 5:7-19
"Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur." Pengkhotbah 5:11
Apa yang menjadi tujuan hidup Saudara? Apakah mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya mumpung masih hidup? Jika seseorang sudah memiliki kekayaan yang melimpah, berbahagiakah hidupnya? Salomo, seorang raja yang sangat terkenal dengan hikmah dan kekayaan yang melimpah, menyatakan bahwa kekayaan duniawi itu adalah kesia-siaan.
Ternyata memiliki kekayaan tidak dengan serta-merta membuat seseorang hidup dalam kebahagiaan. Salomo berkata, "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan peghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkhotbah 5:9). Ayat nas di atas juga menegaskan bahwa "...kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur." Orang kaya selalu tidak tenang dalam hidupnya, tidur pun tidak bisa nyenyak, sebab mereka selalu memikirkan kekayaannya. Sungguh benar apa yang dikatakan Alkitab, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Dan oleh karena ketidakpuasannya, orang kaya selalu berupaya bagaimana cara meningkatkan kekayaannya. Banyak sekali fakta orang-orang kaya tersandung dalam berbagai kasus penipuan, korupsi dan sebagainya. Hal ini semata karena mereka ingin memperoleh kekayaan dengan jalan pintas di luar anugerah Tuhan. Firman Tuhan tak pernah berhenti untuk mengingatkan "...kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17).
Harta kekayaan bukanlah tujuan akhir hidup ini karena semua yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Apakah semua harta yang kita miliki tersebut akan kita bawa pada saat kita mati? "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Jika saat ini kita dipercaya Tuhan untuk memiliki kekayaan lebih, ini adalah kesempatan bagi kita untuk "...berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi" (1 Timotius 6:18). Jadi megumpulkan harta di sorga itu lebih utama bagi orang percaya!
Karena itu "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Baca: Pengkhotbah 5:7-19
"Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur." Pengkhotbah 5:11
Apa yang menjadi tujuan hidup Saudara? Apakah mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya mumpung masih hidup? Jika seseorang sudah memiliki kekayaan yang melimpah, berbahagiakah hidupnya? Salomo, seorang raja yang sangat terkenal dengan hikmah dan kekayaan yang melimpah, menyatakan bahwa kekayaan duniawi itu adalah kesia-siaan.
Ternyata memiliki kekayaan tidak dengan serta-merta membuat seseorang hidup dalam kebahagiaan. Salomo berkata, "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan peghasilannya. Inipun sia-sia." (Pengkhotbah 5:9). Ayat nas di atas juga menegaskan bahwa "...kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur." Orang kaya selalu tidak tenang dalam hidupnya, tidur pun tidak bisa nyenyak, sebab mereka selalu memikirkan kekayaannya. Sungguh benar apa yang dikatakan Alkitab, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Dan oleh karena ketidakpuasannya, orang kaya selalu berupaya bagaimana cara meningkatkan kekayaannya. Banyak sekali fakta orang-orang kaya tersandung dalam berbagai kasus penipuan, korupsi dan sebagainya. Hal ini semata karena mereka ingin memperoleh kekayaan dengan jalan pintas di luar anugerah Tuhan. Firman Tuhan tak pernah berhenti untuk mengingatkan "...kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati." (1 Timotius 6:17).
Harta kekayaan bukanlah tujuan akhir hidup ini karena semua yang ada di dunia ini hanyalah sementara. Apakah semua harta yang kita miliki tersebut akan kita bawa pada saat kita mati? "Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7). Jika saat ini kita dipercaya Tuhan untuk memiliki kekayaan lebih, ini adalah kesempatan bagi kita untuk "...berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi" (1 Timotius 6:18). Jadi megumpulkan harta di sorga itu lebih utama bagi orang percaya!
Karena itu "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Sunday, February 12, 2012
MENANTI TUHAN DENGAN SETIA DAN BERJAGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Februari 2012 -
Baca: Lukas 12:35-48
"Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang." Lukas 12:43
Di hari-hari akhir ini bukan saatnya untuk kita tidur, bermalas-malasan atau berpangku tangan. Tuhan Yesus menasihatkan agar kita selalu siap, berjaga-jaga, semangat melayani dan menjaga agar lampu kita tetap menyala. Seperti seseorang yang sedang menunggu tuannya kembali dari pesta kawin, maka ketika Ia datang dan mengetuk pintu, kita dapat dengan segera membuka pintu bagiNya. Tuhan Yesus berkata, "Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka." (Lukas 12:38).
Masa-masa penantian adalah masa yang sangat menentukan bagi kita. Kita tahu bahwa pekerjaan menanti itu sangat menjemukan, apalagi yang dinanti-nanti tidak kunjung datang. Banyak orang menjadi tidak sabar dalam hal menanti sehingga mereka pun tidak lagi tahan dan akhirnya berubah sikap. Tuhan menghendaki agar kita selalu dalam kondisi siap sedia dan berjaga-jaga. Dikatakan, "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35). Kita bisa belajar dari kehidupan Nuh, yang tekun bekerja dan mempersiapkan bahtera, padahal dia tidak tahu kapan air bah itu datang. Alkitab menyatakan, "Karena iman, maka Nuh -dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan- dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya." (Ibrani 11:7). Nuh taat melakukan segala yang diperintahkan Tuhan kepadanya, sementara orang-orang sezamannya tidak peduli. Akhirnya, ketika air bah itu datang, Nuh dan seisi rumahnya diselamatkan. Oleh karena itu "Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." (Lukas 12:40)
Mari kita gunakan waktu-waktu yang singkat ini untuk bekerja dan berkarya bagi Tuhan. Apa pun tugas dan panggilan kita biarlah kita kerjakan itu dengan setia. Selagi ada waktu untuk hidup, alangkah indahnya jika kita bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
"Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal ini menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkotbah 9:12).
Baca: Lukas 12:35-48
"Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang." Lukas 12:43
Di hari-hari akhir ini bukan saatnya untuk kita tidur, bermalas-malasan atau berpangku tangan. Tuhan Yesus menasihatkan agar kita selalu siap, berjaga-jaga, semangat melayani dan menjaga agar lampu kita tetap menyala. Seperti seseorang yang sedang menunggu tuannya kembali dari pesta kawin, maka ketika Ia datang dan mengetuk pintu, kita dapat dengan segera membuka pintu bagiNya. Tuhan Yesus berkata, "Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka." (Lukas 12:38).
Masa-masa penantian adalah masa yang sangat menentukan bagi kita. Kita tahu bahwa pekerjaan menanti itu sangat menjemukan, apalagi yang dinanti-nanti tidak kunjung datang. Banyak orang menjadi tidak sabar dalam hal menanti sehingga mereka pun tidak lagi tahan dan akhirnya berubah sikap. Tuhan menghendaki agar kita selalu dalam kondisi siap sedia dan berjaga-jaga. Dikatakan, "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35). Kita bisa belajar dari kehidupan Nuh, yang tekun bekerja dan mempersiapkan bahtera, padahal dia tidak tahu kapan air bah itu datang. Alkitab menyatakan, "Karena iman, maka Nuh -dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan- dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya." (Ibrani 11:7). Nuh taat melakukan segala yang diperintahkan Tuhan kepadanya, sementara orang-orang sezamannya tidak peduli. Akhirnya, ketika air bah itu datang, Nuh dan seisi rumahnya diselamatkan. Oleh karena itu "Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." (Lukas 12:40)
Mari kita gunakan waktu-waktu yang singkat ini untuk bekerja dan berkarya bagi Tuhan. Apa pun tugas dan panggilan kita biarlah kita kerjakan itu dengan setia. Selagi ada waktu untuk hidup, alangkah indahnya jika kita bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
"Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal ini menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkotbah 9:12).
Saturday, February 11, 2012
YESUS JALAN SATU-SATUNYA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Februari 2012 -
Baca: Roma 5:1-11
"Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!" Roma 5:10
Tuhan Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan bagi manusia untuk dapat diperdamaikan dengan Allah. Dia adalah satu-satunya jalan menuju sorga. Tuhan Yesus berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:6-7).
Ketika seseorang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, ia akan menerima hidup yang kekal, diperdamaikan dengan Allah dan dipulihkan persekutuannya dengan Dia, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16), tetapi "...barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." (Yohanes 3:36). Karena Allah adalah Roh, maka kita tidak berhubungan dengan Dia melalui pancaindera atau dengan pikiran kita. Namun roh manusia dapat berhubungan dengan Allah dan mengalami kenyataan melalui kelahiran baru. Ini dinyatakan Tuhan Yesus kepada Nikodemus, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." (Yohanes 3:3). Tentang kelahiran baru, simak ayat ini: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami." (2 Korintus 5:17-18).
Jika kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, roh kita dilahirkan kembali dan kita bukanlah manusia yang sama lagi, melainkan kita menjadi ciptaan baru! Inilah pernyataan Paulus, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku," (Galatia 2:20a).
Yang menjadi bukti nyata bahwa kita telah diperdamaikan dengan Allah adalah kita hidup sebagai 'manusia baru' dan Kristus benar-benar nyata di dalam hidup kita!
Baca: Roma 5:1-11
"Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!" Roma 5:10
Tuhan Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan bagi manusia untuk dapat diperdamaikan dengan Allah. Dia adalah satu-satunya jalan menuju sorga. Tuhan Yesus berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:6-7).
Ketika seseorang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, ia akan menerima hidup yang kekal, diperdamaikan dengan Allah dan dipulihkan persekutuannya dengan Dia, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16), tetapi "...barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." (Yohanes 3:36). Karena Allah adalah Roh, maka kita tidak berhubungan dengan Dia melalui pancaindera atau dengan pikiran kita. Namun roh manusia dapat berhubungan dengan Allah dan mengalami kenyataan melalui kelahiran baru. Ini dinyatakan Tuhan Yesus kepada Nikodemus, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." (Yohanes 3:3). Tentang kelahiran baru, simak ayat ini: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami." (2 Korintus 5:17-18).
Jika kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, roh kita dilahirkan kembali dan kita bukanlah manusia yang sama lagi, melainkan kita menjadi ciptaan baru! Inilah pernyataan Paulus, "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku," (Galatia 2:20a).
Yang menjadi bukti nyata bahwa kita telah diperdamaikan dengan Allah adalah kita hidup sebagai 'manusia baru' dan Kristus benar-benar nyata di dalam hidup kita!
Friday, February 10, 2012
TUHAN MENCARI YANG HILANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Februari 2012 -
Baca: Lukas 19:1-10
"Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham." Lukas 19:9
Zakheus dikenal sebagai seorang kepala pemungut cukai dan bisa dipastikan bahwa ia sangatlah kaya. Tidak jauh berbeda dengan pemungut cukai lainnya, ia dikenal tamak dan suka memeras orang lain. Sangatlah wajar jika profesinya sebagai pemungut cukai ini membuatnya sangat dibenci oleh banyak orang, karena di mana-mana pemungut cukai memiliki reputasi yang buruk. Pada suatu ketika Tuhan Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Keberadaan Yesus ini di dengar oleh Zakheus, karena itu "Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ." (Lukas 19:3-4). Betapa besar kuasa Tuhan Yesus sehingga kehadiranNya menarik banyak orang untuk melihat dan datang kepadaNya. Dalam Yohanes 6:44 dikatakan, "Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkikan pada akhir zaman."
Tak seorang pun memerintahkan Zakheus untuk melihat Tuhan Yesus, tetapi ia ditarik sendiri oleh Bapa kepada PuteraNya. Ada rasa lapar dan haus di dalam hati Zakheus untuk bertemu dengan Yesus. Tuhan Yesus tahu apa yang ada di dalam hati Zakheus. Ada tertulis: "Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." (Matius 5:6). Tuhan Yesus tidak mengkhotbahi, menegur atau mencela Zakheus karena dosa-dosanya. Dia hanya mengatakan beberapa kata sederhana, "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." (Lukas 19:5). Perkataan Tuhan Yesus ini sudah meluluhlantakkan hati Zakheus karena selama ini yang ia terima hanyalah cibiran dan tatapan sinis dari orang lain. Karena itu "...Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita." (Lukas 19:6). Melihat hal ini banyak orang tidak suka dan bersungut-sungut karena Yesus justru menumpang di rumah orang berdosa.
Tuhan tidak melihat buruknya masa lalu seseorang asal dia bertobat dengan sungguh, sebab "...Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Lukas 19:10
Baca: Lukas 19:1-10
"Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham." Lukas 19:9
Zakheus dikenal sebagai seorang kepala pemungut cukai dan bisa dipastikan bahwa ia sangatlah kaya. Tidak jauh berbeda dengan pemungut cukai lainnya, ia dikenal tamak dan suka memeras orang lain. Sangatlah wajar jika profesinya sebagai pemungut cukai ini membuatnya sangat dibenci oleh banyak orang, karena di mana-mana pemungut cukai memiliki reputasi yang buruk. Pada suatu ketika Tuhan Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Keberadaan Yesus ini di dengar oleh Zakheus, karena itu "Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ." (Lukas 19:3-4). Betapa besar kuasa Tuhan Yesus sehingga kehadiranNya menarik banyak orang untuk melihat dan datang kepadaNya. Dalam Yohanes 6:44 dikatakan, "Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkikan pada akhir zaman."
Tak seorang pun memerintahkan Zakheus untuk melihat Tuhan Yesus, tetapi ia ditarik sendiri oleh Bapa kepada PuteraNya. Ada rasa lapar dan haus di dalam hati Zakheus untuk bertemu dengan Yesus. Tuhan Yesus tahu apa yang ada di dalam hati Zakheus. Ada tertulis: "Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." (Matius 5:6). Tuhan Yesus tidak mengkhotbahi, menegur atau mencela Zakheus karena dosa-dosanya. Dia hanya mengatakan beberapa kata sederhana, "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." (Lukas 19:5). Perkataan Tuhan Yesus ini sudah meluluhlantakkan hati Zakheus karena selama ini yang ia terima hanyalah cibiran dan tatapan sinis dari orang lain. Karena itu "...Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita." (Lukas 19:6). Melihat hal ini banyak orang tidak suka dan bersungut-sungut karena Yesus justru menumpang di rumah orang berdosa.
Tuhan tidak melihat buruknya masa lalu seseorang asal dia bertobat dengan sungguh, sebab "...Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Lukas 19:10
Thursday, February 9, 2012
TIDAK PERNAH INGKAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Februari 2012 -
Baca: Yesaya 49:8-26
"Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau." Yesaya 49:15
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan, umat kesayangan Tuhan. Hal ini dinyatakan Tuhan sendiri dalam firmanNya, "Sebab engkaulah umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh Tuhan, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya." (Ulangan 7:6). Bangsa Israel akan dipilih sampai pada penyempurnaan akhir dari zaman ini, sampai Tuhan memenuhi setiap janji yang Ia buat dengan mereka. Walaupun seringkali mereka memberontak dan tidak taat kepada Tuhan, Tuhan tak pernah mengingkari perjanjianNya. Ada tertulis: "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Seorang ibu bisa saja melupakan bayi atau anak kandungnya, tetapi Tuhan takkan pernah melupakan bangsa Israel sedikit pun.
Dari semula Tuhan telah memilih suatu umat yang mau mengasihi, melayani dan taat kepadaNya. Itulah sebabnya Dia membuat suatu janji kepada umat pilihanNya tersebut, suatu perjanjian yang kekal yang akan berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya, sebagaimana janjiNya kepada Abraham, "Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu." (Kejadian 17:7). Tuhan adalah setia, Dia tidak akan pernah mengingkari perjanjian dengan umatNya dan tidak akan meninggalkan umat pilihanNya itu. Meskipun bangsa Israel seringkali berpaling dariNya dan hidup dalam ketidaktaatan, Dia tak akan membinasakan mereka sampai habis; namun bukan berarti mereka bebas dari hukuman. Tuhan pun menyembunyikan wajahNya dari bangsa Israel oleh karena pelanggaran-pelanggaran mereka. Tertulis: "Hanya sesaat lamanya Aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang besar Aku mengambil engkau kembali." (Yesaya 54:7).
Jangan sekali pun ragu akan kasih Tuhan! KasihNya sungguh sangat tak terbatas. Karena itu jangan kecewakan Tuhan!
Sebagai umat pilihanNya kita harus memashyurkan perbuatan-perbuatanNya yang perkasa dan menjadi kesaksian bagi dunia!
Baca: Yesaya 49:8-26
"Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau." Yesaya 49:15
Bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan, umat kesayangan Tuhan. Hal ini dinyatakan Tuhan sendiri dalam firmanNya, "Sebab engkaulah umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh Tuhan, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya." (Ulangan 7:6). Bangsa Israel akan dipilih sampai pada penyempurnaan akhir dari zaman ini, sampai Tuhan memenuhi setiap janji yang Ia buat dengan mereka. Walaupun seringkali mereka memberontak dan tidak taat kepada Tuhan, Tuhan tak pernah mengingkari perjanjianNya. Ada tertulis: "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" (Bilangan 23:19). Seorang ibu bisa saja melupakan bayi atau anak kandungnya, tetapi Tuhan takkan pernah melupakan bangsa Israel sedikit pun.
Dari semula Tuhan telah memilih suatu umat yang mau mengasihi, melayani dan taat kepadaNya. Itulah sebabnya Dia membuat suatu janji kepada umat pilihanNya tersebut, suatu perjanjian yang kekal yang akan berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya, sebagaimana janjiNya kepada Abraham, "Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu." (Kejadian 17:7). Tuhan adalah setia, Dia tidak akan pernah mengingkari perjanjian dengan umatNya dan tidak akan meninggalkan umat pilihanNya itu. Meskipun bangsa Israel seringkali berpaling dariNya dan hidup dalam ketidaktaatan, Dia tak akan membinasakan mereka sampai habis; namun bukan berarti mereka bebas dari hukuman. Tuhan pun menyembunyikan wajahNya dari bangsa Israel oleh karena pelanggaran-pelanggaran mereka. Tertulis: "Hanya sesaat lamanya Aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang besar Aku mengambil engkau kembali." (Yesaya 54:7).
Jangan sekali pun ragu akan kasih Tuhan! KasihNya sungguh sangat tak terbatas. Karena itu jangan kecewakan Tuhan!
Sebagai umat pilihanNya kita harus memashyurkan perbuatan-perbuatanNya yang perkasa dan menjadi kesaksian bagi dunia!
Wednesday, February 8, 2012
NAMA BAIK LEBIH BERHARGA DARI KEKAYAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Februari 2012 -
Baca: Amsal 22:1-16
"Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas." Amsal 22:1
Siapakah yang disebut orang kaya? Menurut penilaian dunia, seseorang bisa dikatakan kaya apabila ia memiliki banyak uang atau harta kekayaan tanpa mempedulikan nama baik. Bagi dunia, harta kekayaan tak memerlukan adanya reputasi yang baik. Meskipun kekayaan yang dimiliki itu berasal dari kecurangan, korupsi atau dukun, tak jadi masalah, orang-orang dunia tetap menyebutnya kaya. Tetapi Akitab dengan tegas menyatakan demikian: "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar,..." (ayat nas).
Bagi orang percaya, memiliki harta yang melimpah bukanlah tujuan utama hidup ini. Tertulis: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Jadi, memiliki nama baik di hadapan Tuhan adalah seorang yang hidupnya senantiasa menyenangkan hati Tuhan, setia dan taat melakukan segala firmanNya, dan "Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan." (Amsal 22:4). Jadi, apabila kita mempunyai nama baik sesuai dengan penilaian Tuhan berarti kita mempunyai kekayaan besar. Tuhan juga berkata, "Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah." (1 Samuel 2:30b).
Kekayaan yang berasal dari Tuhan itu mendatangkan sukacita dan kedamaian karena bukan berasal dari kecurangan, manipulasi, suap atau korupsi. Ada tertulis demikian: "Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya." (Amsal 10:22). Sebaliknya kekayaan yang diperoleh secara instan dan melalui 'jalan yang tidak wajar' akan mendatangkan kecemasan. Salomo menasihati, "...orang yang ingin cepat menjadi kaya, tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 28:20), oleh karena itu "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini." (Amsal 23:4).
Adalah sia-sia memiliki kekayaan yang melimpah bila kita tidak memiliki 'nama baik'.
Baca: Amsal 22:1-16
"Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas." Amsal 22:1
Siapakah yang disebut orang kaya? Menurut penilaian dunia, seseorang bisa dikatakan kaya apabila ia memiliki banyak uang atau harta kekayaan tanpa mempedulikan nama baik. Bagi dunia, harta kekayaan tak memerlukan adanya reputasi yang baik. Meskipun kekayaan yang dimiliki itu berasal dari kecurangan, korupsi atau dukun, tak jadi masalah, orang-orang dunia tetap menyebutnya kaya. Tetapi Akitab dengan tegas menyatakan demikian: "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar,..." (ayat nas).
Bagi orang percaya, memiliki harta yang melimpah bukanlah tujuan utama hidup ini. Tertulis: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Jadi, memiliki nama baik di hadapan Tuhan adalah seorang yang hidupnya senantiasa menyenangkan hati Tuhan, setia dan taat melakukan segala firmanNya, dan "Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan." (Amsal 22:4). Jadi, apabila kita mempunyai nama baik sesuai dengan penilaian Tuhan berarti kita mempunyai kekayaan besar. Tuhan juga berkata, "Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah." (1 Samuel 2:30b).
Kekayaan yang berasal dari Tuhan itu mendatangkan sukacita dan kedamaian karena bukan berasal dari kecurangan, manipulasi, suap atau korupsi. Ada tertulis demikian: "Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya." (Amsal 10:22). Sebaliknya kekayaan yang diperoleh secara instan dan melalui 'jalan yang tidak wajar' akan mendatangkan kecemasan. Salomo menasihati, "...orang yang ingin cepat menjadi kaya, tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 28:20), oleh karena itu "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini." (Amsal 23:4).
Adalah sia-sia memiliki kekayaan yang melimpah bila kita tidak memiliki 'nama baik'.
Tuesday, February 7, 2012
PERSIMPANGAN JALAN YANG MENENTUKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Februari 2012 -
Baca: 1 Samuel 10:1-16
"Lalu Samuel mengambil buli-buli berisi minyak, dituangnyalah ke atas kepala Saul, diciumnyalah dia sambil berkata: "Bukankah TUHAN telah mengurapi engkau menjadi raja atas umat-Nya Israel? Engkau akan memegang tampuk pemerintahan atas umat Tuhan...;" 1 Samuel 10:1
Perjalanan hidup seseorang sangat ditentukan oleh pilihan-pilihan hidup yang diambilnya. Hidup ini penuh dengan jalan cadas dan berliku-liku. Adakalanya kita diperhadapkan dengan persimpangan-persimpanan jalan yang membahayakan. Jangan sampai kita tersesat!
Salah memilih jalan di persimpangan dapat mengubah keadaan kita seumur hidup. Ketika tiba-tiba datang badai menerpa dan kita diperhadapkan dengan suatu pilihan yang harus kita jalani, mana yang akan kita tempuh? Apakah kita terus berjalan menurut kehendak kita sendiri ataukah kita datang kepada Tuhan dan memohon tuntunanNya seperti doa Daud ini? "Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, tunjukkanlah itu kepadaku." (Mazmur 25:4). Bila setiap hari kita berjalan dengan Tuhan dan menyerahkan jalan hidup kita sepenuhnya ke dalam pimpinanNya untuk menentukan jalan mana yang harus kita tempuh, kita dengan yakin dapat berkata, "Tuhan, pimpin aku, ke mana pun jalan yang hendak Kautunjukkan." Pada awalnya Saul dan Daud tak jauh berbeda. Kedua pemuda ini sama-sama diurapi Tuhan dan sama-sama memiliki paras yang elok. Tertulis: "...Saul, seorang muda yang elok rupanya; tidak ada seorangpun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya." (1 Samuel 9:2). Demikian juga Daud, "Ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok." (1 Samuel 16:12b).
Apakah Tuhan memilih kedua pemuda ini karena faktor fisik? Tentu tidak! Alkitab menegaskan, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Baik Saul maupun Daud memulai kariernya dengan penuh kerendahan hati dan dimahkotai menjadi raja pada usia yang hampir sama pula, hingga suatu saat mereka dihadapkan pada persimpangan, jalan mana yang harus dipilih. Dari jalan yang ditempuhnya ini karir Daud terus menanjak dan kehormatan ia dapatkan. Sebaliknya, karena menempuh jalan yang salah, Saul jatuh terjerumus dan akhir hidupnya pun menjadi sangat tragis.
"Siapa bersih kelakuannya, aman jalannya,..." Amsal 10:9
Baca: 1 Samuel 10:1-16
"Lalu Samuel mengambil buli-buli berisi minyak, dituangnyalah ke atas kepala Saul, diciumnyalah dia sambil berkata: "Bukankah TUHAN telah mengurapi engkau menjadi raja atas umat-Nya Israel? Engkau akan memegang tampuk pemerintahan atas umat Tuhan...;" 1 Samuel 10:1
Perjalanan hidup seseorang sangat ditentukan oleh pilihan-pilihan hidup yang diambilnya. Hidup ini penuh dengan jalan cadas dan berliku-liku. Adakalanya kita diperhadapkan dengan persimpangan-persimpanan jalan yang membahayakan. Jangan sampai kita tersesat!
Salah memilih jalan di persimpangan dapat mengubah keadaan kita seumur hidup. Ketika tiba-tiba datang badai menerpa dan kita diperhadapkan dengan suatu pilihan yang harus kita jalani, mana yang akan kita tempuh? Apakah kita terus berjalan menurut kehendak kita sendiri ataukah kita datang kepada Tuhan dan memohon tuntunanNya seperti doa Daud ini? "Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, tunjukkanlah itu kepadaku." (Mazmur 25:4). Bila setiap hari kita berjalan dengan Tuhan dan menyerahkan jalan hidup kita sepenuhnya ke dalam pimpinanNya untuk menentukan jalan mana yang harus kita tempuh, kita dengan yakin dapat berkata, "Tuhan, pimpin aku, ke mana pun jalan yang hendak Kautunjukkan." Pada awalnya Saul dan Daud tak jauh berbeda. Kedua pemuda ini sama-sama diurapi Tuhan dan sama-sama memiliki paras yang elok. Tertulis: "...Saul, seorang muda yang elok rupanya; tidak ada seorangpun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya." (1 Samuel 9:2). Demikian juga Daud, "Ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok." (1 Samuel 16:12b).
Apakah Tuhan memilih kedua pemuda ini karena faktor fisik? Tentu tidak! Alkitab menegaskan, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Baik Saul maupun Daud memulai kariernya dengan penuh kerendahan hati dan dimahkotai menjadi raja pada usia yang hampir sama pula, hingga suatu saat mereka dihadapkan pada persimpangan, jalan mana yang harus dipilih. Dari jalan yang ditempuhnya ini karir Daud terus menanjak dan kehormatan ia dapatkan. Sebaliknya, karena menempuh jalan yang salah, Saul jatuh terjerumus dan akhir hidupnya pun menjadi sangat tragis.
"Siapa bersih kelakuannya, aman jalannya,..." Amsal 10:9
Monday, February 6, 2012
SUDAH TERUJIKAH KESETIAAN KITA?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Februari 2012 -
Baca: Markus 14:66-72
"Tetapi ia menyangkalnya dan berkata: 'Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang engkau maksud.' Lalu ia pergi keserambi muka (dan berkokoklah ayam)." Markus 14:68
Menjelang hari penyalibanNya Tuhan Yesus mempersiapkan diri dengan berdoa. Ia mengajak serta Petrus, Yakobus dan juga Yohanes ke taman Getsemani. Setiba di situ Yesus maju sedikit beberapa langkah dan berdoa sendiri kepada Bapa. Ia pun berpesan agar ketiga muridNya itu tetap berjaga-jaga. Namun ketika Yesus datang kembali Ia menjumpai ketiganya sedang tertidur, "Dan Ia berkata kepada: 'Simon, sedang tidurkah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam?'" (Markus 14:37b).
Peristiwa di atas terjadi sampai tiga kali ketika Tuhan Yesus menjumpai mereka sedang tidur. Petrus yang semula begitu yakin akan dirinya, bahwa ia tidak akan meninggalkan Tuhan Yesus sekali pun murid-murid yang lain meninggalkannya (bahkan ia berani mati untuk Tuhan Yesus), kini dijumpai tertidur dan tidak mau berdoa. Bukankah hal ini tidak jauh berbeda dengan kehidupan anak-anak Tuhan saat ini yang merasa diri sudah yakin akan kekuatan diri sendiri, sehingga menjadi lengah dan tidak mau berdoa lagi? Tuhan Yesus mengingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Petrus mengandalkan kekuatan sendiri, berjalan menurut kehendak dan jalan pikirannya sendiri. Keadaannya tentu berbeda jika ia mengandalkan Roh Kudus, di mana Roh Kudus yang akan memimpinnya seperti tertulis: "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13a).
Meninggalkan jam-jam doa akan membawa kita semakin jauh dari Tuhan, bahkan dapat menyebabkan kita meningalkan Tuhan. Ketika Tuhan Yesus ditangkap, murid-muridNya meninggalkan Dia, tak terkecuali Petrus, dan pada waktu Tuhan Yesus dibawa menghadap Imam Besar, "...Petrus mengikuti Dia dari jauh, sampai ke dalam halaman Imam Besar,..." (Markus 14:54). Baru saja Petrus berkata bahwa ia tak akan meninggalkan Tuhan Yesus -bahkan berani mati bersama Tuhan Yesus-, sebelum ayam berkokok dua kali sudah menyagkalNya tiga kali. Petrus tidak hanya menyangkal, bahkan "...mengutuk dan bersumpah: 'Aku tidak kenal orang yang kamu sebut-sebut ini!'" (Markus 14:71).
Bagaimana dengan kita? Benarkah kita setia kepada Tuhan ataukah kita sudah menyangkalNya melalui perbuatan kita tanpa kita sadari?
Baca: Markus 14:66-72
"Tetapi ia menyangkalnya dan berkata: 'Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang engkau maksud.' Lalu ia pergi keserambi muka (dan berkokoklah ayam)." Markus 14:68
Menjelang hari penyalibanNya Tuhan Yesus mempersiapkan diri dengan berdoa. Ia mengajak serta Petrus, Yakobus dan juga Yohanes ke taman Getsemani. Setiba di situ Yesus maju sedikit beberapa langkah dan berdoa sendiri kepada Bapa. Ia pun berpesan agar ketiga muridNya itu tetap berjaga-jaga. Namun ketika Yesus datang kembali Ia menjumpai ketiganya sedang tertidur, "Dan Ia berkata kepada: 'Simon, sedang tidurkah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam?'" (Markus 14:37b).
Peristiwa di atas terjadi sampai tiga kali ketika Tuhan Yesus menjumpai mereka sedang tidur. Petrus yang semula begitu yakin akan dirinya, bahwa ia tidak akan meninggalkan Tuhan Yesus sekali pun murid-murid yang lain meninggalkannya (bahkan ia berani mati untuk Tuhan Yesus), kini dijumpai tertidur dan tidak mau berdoa. Bukankah hal ini tidak jauh berbeda dengan kehidupan anak-anak Tuhan saat ini yang merasa diri sudah yakin akan kekuatan diri sendiri, sehingga menjadi lengah dan tidak mau berdoa lagi? Tuhan Yesus mengingatkan, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Petrus mengandalkan kekuatan sendiri, berjalan menurut kehendak dan jalan pikirannya sendiri. Keadaannya tentu berbeda jika ia mengandalkan Roh Kudus, di mana Roh Kudus yang akan memimpinnya seperti tertulis: "...Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran;" (Yohanes 16:13a).
Meninggalkan jam-jam doa akan membawa kita semakin jauh dari Tuhan, bahkan dapat menyebabkan kita meningalkan Tuhan. Ketika Tuhan Yesus ditangkap, murid-muridNya meninggalkan Dia, tak terkecuali Petrus, dan pada waktu Tuhan Yesus dibawa menghadap Imam Besar, "...Petrus mengikuti Dia dari jauh, sampai ke dalam halaman Imam Besar,..." (Markus 14:54). Baru saja Petrus berkata bahwa ia tak akan meninggalkan Tuhan Yesus -bahkan berani mati bersama Tuhan Yesus-, sebelum ayam berkokok dua kali sudah menyagkalNya tiga kali. Petrus tidak hanya menyangkal, bahkan "...mengutuk dan bersumpah: 'Aku tidak kenal orang yang kamu sebut-sebut ini!'" (Markus 14:71).
Bagaimana dengan kita? Benarkah kita setia kepada Tuhan ataukah kita sudah menyangkalNya melalui perbuatan kita tanpa kita sadari?
Sunday, February 5, 2012
ROH KUDUS: Mengalahkan Roh Jahat!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Februari 2012 -
Baca: 1 Yohanes 4:1-6
"Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." 1 Yohanes 4:4
Setiap orang percaya yang sudah lahir baru mempunyai Roh Tuhan atau Roh Kudus di dalam hatinya. Tertulis demikian: "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16). Roh Kudus yang ada di dalam diri kita, anak-anak Tuhan, menjadi kunci kemenangan kita sehingga kita dapat mengalahkan nabi-nabi palsu yang ada. Ini berarti kita dapat mengalahkan roh-roh jahat atau penghulu-penghulu di udara, sebab di dalam diri nabi-nabi palsu berdiam roh-roh jahat. Namun mengapa masih banyak di antara kita yang ternyata kalah dan tak berdaya ketika menghadapi tipu muslihat Iblis? Ini disebabkan kita belum tahu bahwa kemenangan Tuhan Yesus atas kuasa dosa adalah kemenangan kita juga. Kita tak berani sepenuhnya berdiri di atas kebenaran firman Tuhan untuk melawan si Iblis, padahal kemenangan itu adalah hak setiap orang percaya.
Untuk dapat memperoleh apa yang telah menjadi hak kita (yaitu kemenangan) kita harus percaya tentang kemenangan yang telah dibuat Tuhan Yesus dan kekalahan si Iblis. Jadi sebetulnya kita tak peru berperang lagi melawan si Iblis sebab Alkitab sudah dengan tegas menyatakan bahwa Iblis telah dikalahkan oleh Kristus. Meski demikian, setiap hari kehidupan orang percaya tak pernah lepas dari peperangan rohani, tapi bukan peperangan mengalahkan Iblis itu sendiri, tapi melawan tipu muslihatnya.
Oleh karena itu "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah (kuasa kegelapan - Red), melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:11-12). Roh-roh jahat ini berlagak seakan-akan masih berkuasa dan ingin menipu kita dengan tipu muslihatnya. Sehingga seringkali tipu muslihat Iblis ini membuat anak-anak Tuhan menjadi takut dan tawar hati.
Kristus telah mengalahkan Iblis: "Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" 1 Korintus 15:54-55
Baca: 1 Yohanes 4:1-6
"Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." 1 Yohanes 4:4
Setiap orang percaya yang sudah lahir baru mempunyai Roh Tuhan atau Roh Kudus di dalam hatinya. Tertulis demikian: "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3:16). Roh Kudus yang ada di dalam diri kita, anak-anak Tuhan, menjadi kunci kemenangan kita sehingga kita dapat mengalahkan nabi-nabi palsu yang ada. Ini berarti kita dapat mengalahkan roh-roh jahat atau penghulu-penghulu di udara, sebab di dalam diri nabi-nabi palsu berdiam roh-roh jahat. Namun mengapa masih banyak di antara kita yang ternyata kalah dan tak berdaya ketika menghadapi tipu muslihat Iblis? Ini disebabkan kita belum tahu bahwa kemenangan Tuhan Yesus atas kuasa dosa adalah kemenangan kita juga. Kita tak berani sepenuhnya berdiri di atas kebenaran firman Tuhan untuk melawan si Iblis, padahal kemenangan itu adalah hak setiap orang percaya.
Untuk dapat memperoleh apa yang telah menjadi hak kita (yaitu kemenangan) kita harus percaya tentang kemenangan yang telah dibuat Tuhan Yesus dan kekalahan si Iblis. Jadi sebetulnya kita tak peru berperang lagi melawan si Iblis sebab Alkitab sudah dengan tegas menyatakan bahwa Iblis telah dikalahkan oleh Kristus. Meski demikian, setiap hari kehidupan orang percaya tak pernah lepas dari peperangan rohani, tapi bukan peperangan mengalahkan Iblis itu sendiri, tapi melawan tipu muslihatnya.
Oleh karena itu "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah (kuasa kegelapan - Red), melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:11-12). Roh-roh jahat ini berlagak seakan-akan masih berkuasa dan ingin menipu kita dengan tipu muslihatnya. Sehingga seringkali tipu muslihat Iblis ini membuat anak-anak Tuhan menjadi takut dan tawar hati.
Kristus telah mengalahkan Iblis: "Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" 1 Korintus 15:54-55
Saturday, February 4, 2012
KUASA INJIL TIDAK PERNAH BERUBAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Februari 2012 -
Baca: Kisah Para Rasul 14:1-20
"Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya." Kisah 14:15b
Biasanya keselamatan sealu dikaitkan dengan pengampunan dosa melalui pengorbanan darah Kristus di atas kayu salib dan juga 'kelahiran baru' di dalam Dia. Memang benar, sebab pengampunan dosa dan juga lahir baru adalah dua hal penting yang saling terkait.
Sesungguhnya keselamatan itu mempunyai aspek yang sangat luas. Keselamatan juga berarti sukacita, damai sejahtera, kelepasan, perlindungan, kemenangan, pemulihan dan juga kesembuhan jasmani dan rohani. Kita melihat dan menyaksikan di acara KKR, ketika Injil keselamatan diberitakan, kuasa Tuhan dinyatakan sehingga terjadi banyak mujizat: yang buta melihat, yang lumpuh berjalan dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah yang terjadi di Listra. Ketika rasul Paulus memberitakan Injil di situ, "...ada seorang yang duduk saja, karena lemah kakinya dan lumpuh sejak ia dilahirkan dan belum pernah dapat berjalan. Ia duduk mendengarkan, ketika Paulus berbicara. Dan Paulus menatap dia dan melihat, bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan. Lalu kata Paulus dengan suara nyaring: 'Berdirilah tegak di atas kakimu!' Dan orang itu melonjak berdiri, lalu berjalan kian ke mari." (Kisah 14:8-10). Luar biasa! Kuasa Injil keselamatan benar-benar nyata. Setelah mendengar Injil orang yang lumpuh itu mengalami mujizat kesembuhan. Begitu berkuasanyakah Injil itu? Alkitab menegaskan demikian: "...Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya...Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: 'Orang benar akan hidup oleh iman.'" (Roma 1:16-17).
Apabila kita memberitakan Injil yang sama yang diberitakan Paulus pastilah akan terjadi pelepasan kuasa Tuhan dari sorga. Sayangnya banyak orang meremehkan kuasa Tuhan; mereka beprikir bahwa zaman mujizat itu sudah lewat. Perhatikanlah ini: "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Kuasa Injil tak pernah berubah di sepanjang abad.
Mujizat Tuhan selalu ada dan tetap terjadi asal kita percaya dengan penuh iman karena Injil Kristus tak pernah berubah kuasaNya!
Baca: Kisah Para Rasul 14:1-20
"Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya." Kisah 14:15b
Biasanya keselamatan sealu dikaitkan dengan pengampunan dosa melalui pengorbanan darah Kristus di atas kayu salib dan juga 'kelahiran baru' di dalam Dia. Memang benar, sebab pengampunan dosa dan juga lahir baru adalah dua hal penting yang saling terkait.
Sesungguhnya keselamatan itu mempunyai aspek yang sangat luas. Keselamatan juga berarti sukacita, damai sejahtera, kelepasan, perlindungan, kemenangan, pemulihan dan juga kesembuhan jasmani dan rohani. Kita melihat dan menyaksikan di acara KKR, ketika Injil keselamatan diberitakan, kuasa Tuhan dinyatakan sehingga terjadi banyak mujizat: yang buta melihat, yang lumpuh berjalan dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah yang terjadi di Listra. Ketika rasul Paulus memberitakan Injil di situ, "...ada seorang yang duduk saja, karena lemah kakinya dan lumpuh sejak ia dilahirkan dan belum pernah dapat berjalan. Ia duduk mendengarkan, ketika Paulus berbicara. Dan Paulus menatap dia dan melihat, bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan. Lalu kata Paulus dengan suara nyaring: 'Berdirilah tegak di atas kakimu!' Dan orang itu melonjak berdiri, lalu berjalan kian ke mari." (Kisah 14:8-10). Luar biasa! Kuasa Injil keselamatan benar-benar nyata. Setelah mendengar Injil orang yang lumpuh itu mengalami mujizat kesembuhan. Begitu berkuasanyakah Injil itu? Alkitab menegaskan demikian: "...Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya...Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: 'Orang benar akan hidup oleh iman.'" (Roma 1:16-17).
Apabila kita memberitakan Injil yang sama yang diberitakan Paulus pastilah akan terjadi pelepasan kuasa Tuhan dari sorga. Sayangnya banyak orang meremehkan kuasa Tuhan; mereka beprikir bahwa zaman mujizat itu sudah lewat. Perhatikanlah ini: "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Kuasa Injil tak pernah berubah di sepanjang abad.
Mujizat Tuhan selalu ada dan tetap terjadi asal kita percaya dengan penuh iman karena Injil Kristus tak pernah berubah kuasaNya!
Friday, February 3, 2012
MASIH MENYIMPAN KEPAHITAN?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Februari 2012 -
Baca: Efesus 4:17-32
"Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." Efesus 4:31
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan akhirnya tahun pun berganti tahun menunjukkan bahwa segala sesuatu ada akhirnya dan selalu berubah. Bila segala sesuatu harus ada akhirnya dan berganti dengan suasana baru, bagaimana dengan keadaan dan suasana hati kita? Apakah juga sudah mengalami pembaharuan? Jika di masa-masa lalu terjadi kegeraman, pertikaian, saling membenci, saling memfitnah di antara keluarga, teman, rekan sepelayanan atau di mana saja, apakah sampai hari ini rasa itu masih tertanam di dalam kita, sehingga timbul suatu akar pahit? Apakah kita terus diam saja dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa, padahal di hati kita masih berkemelut rasa dendam, pahit dan sakit hati?
Sebagai anak-anak Tuhan kita tidak boleh terus-menerus menyimpan akar pahit itu. Harus segera dibereskan! Kita harus dengan rendah hati datang kepada Tuhan Yesus dan membuka hati kita untuk dijamah dan diselidiki oleh Roh Kudus sehingga kita menyadari segala perbuatan salah kita dan bukan sebaliknya: kita tetap merasa benar dan menyalahkan orang lain. Jika telah diperdamaikan atau ditegur oleh pihak lain demi kebaikan kita janganah kita marah dan dendam. Ingat, "Apabila kamu menjadi marah, janganah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26-27). Sebaliknya "...hendakah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Jangan pernah berharap Tuhan akan mengampuni kita apabila kita tidak mau mengampuni orang lain. Ditegaskan kembali demikian: "...jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang. Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15).
Tuhan tidak menghendaki kita memiliki dendam dan terus-menerus menyimpan akar pahit. Kita harus bersikap ramah, penuh kasih mesra dan saling mengampuni satu sama lain.
Kita yang telah beroleh pengampunan dari Tuhan juga harus mau membuka hati untuk mengampuni orang lain, dan buanglah semua kepahitan yang ada!
Baca: Efesus 4:17-32
"Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." Efesus 4:31
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan akhirnya tahun pun berganti tahun menunjukkan bahwa segala sesuatu ada akhirnya dan selalu berubah. Bila segala sesuatu harus ada akhirnya dan berganti dengan suasana baru, bagaimana dengan keadaan dan suasana hati kita? Apakah juga sudah mengalami pembaharuan? Jika di masa-masa lalu terjadi kegeraman, pertikaian, saling membenci, saling memfitnah di antara keluarga, teman, rekan sepelayanan atau di mana saja, apakah sampai hari ini rasa itu masih tertanam di dalam kita, sehingga timbul suatu akar pahit? Apakah kita terus diam saja dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa, padahal di hati kita masih berkemelut rasa dendam, pahit dan sakit hati?
Sebagai anak-anak Tuhan kita tidak boleh terus-menerus menyimpan akar pahit itu. Harus segera dibereskan! Kita harus dengan rendah hati datang kepada Tuhan Yesus dan membuka hati kita untuk dijamah dan diselidiki oleh Roh Kudus sehingga kita menyadari segala perbuatan salah kita dan bukan sebaliknya: kita tetap merasa benar dan menyalahkan orang lain. Jika telah diperdamaikan atau ditegur oleh pihak lain demi kebaikan kita janganah kita marah dan dendam. Ingat, "Apabila kamu menjadi marah, janganah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26-27). Sebaliknya "...hendakah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Jangan pernah berharap Tuhan akan mengampuni kita apabila kita tidak mau mengampuni orang lain. Ditegaskan kembali demikian: "...jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang. Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15).
Tuhan tidak menghendaki kita memiliki dendam dan terus-menerus menyimpan akar pahit. Kita harus bersikap ramah, penuh kasih mesra dan saling mengampuni satu sama lain.
Kita yang telah beroleh pengampunan dari Tuhan juga harus mau membuka hati untuk mengampuni orang lain, dan buanglah semua kepahitan yang ada!
Thursday, February 2, 2012
BENIH UNTUK DITABUR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Februari 2012 -
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" 2 Korintus 9:10
Di dalam kehidupan ini semuanya tak lepas dari hukum tabur-tuai. Berbicara mengenai tuaian, kita diajak untuk mengetahui prinsip menabur dan menuai. Alkitab menyatakan bahwa, "Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam" (Kejadian 8:22). Di sini kita melihat bahwa prinsip menabur dan menuai itu akan selalu berlangsung terus-menerus selama bumi masih ada.
Segala sesuatu dalam kehidupan ini berasal dari benih, baik itu tanaman, binatang atau juga manusia. Perihal benih, Tuhan Yesus mengatakan tentang diriNya, "Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." (Yohanes 12:24). Jikalau kita ingin biji (benih) yang kita taburkan menghasilkan buah yang banyak, ia harus mati, artinya ditanam ke dalam tanah. Tuhan Yesus mengumpamakan dirinya sebagai benih atau biji gandum. Karena itu Dia harus mati, karena jika tidak, Dia tetap tinggal seorang; namun apabila Dia mati dan bangkit kembali akan memunculkan banyak anak Tuhan, yaitu orang percaya, di muka bumi ini.
Firman Tuhan adalah benih yang harus ditaburkan dalam hati setiap manusia. Jika benih firman itu jatuh di tanah hati yang baik tentunya akan bertumbuh dengan baik dan pada akhirnya menghasilkan buah yang lebat. Karena itu kita yang telah menerima segala sesuatu dari Tuhan melalui firmanNya harus pula memberi atau menabur. Dalam ayat nas dikatakan bahwa, "Ia yang menyediakan benih bagi penabur," Ada pun benih dalam kerajaan Tuhan adalah firmanNya. Firman Tuhan adalah sumber kehidupan manusia, oleh karena itu patuhilah firman itu diberitakan ke seluruh penjuru dunia dan merupakan tugas dan tanggungjawab kita. FirmanNya berkata, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Siapa pun yang menabur benih firman Tuhan akan juga menuai segala kebajikan dan kehidupan kekal dari hasil taburan tersebut.
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" 2 Korintus 9:10
Di dalam kehidupan ini semuanya tak lepas dari hukum tabur-tuai. Berbicara mengenai tuaian, kita diajak untuk mengetahui prinsip menabur dan menuai. Alkitab menyatakan bahwa, "Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam" (Kejadian 8:22). Di sini kita melihat bahwa prinsip menabur dan menuai itu akan selalu berlangsung terus-menerus selama bumi masih ada.
Segala sesuatu dalam kehidupan ini berasal dari benih, baik itu tanaman, binatang atau juga manusia. Perihal benih, Tuhan Yesus mengatakan tentang diriNya, "Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." (Yohanes 12:24). Jikalau kita ingin biji (benih) yang kita taburkan menghasilkan buah yang banyak, ia harus mati, artinya ditanam ke dalam tanah. Tuhan Yesus mengumpamakan dirinya sebagai benih atau biji gandum. Karena itu Dia harus mati, karena jika tidak, Dia tetap tinggal seorang; namun apabila Dia mati dan bangkit kembali akan memunculkan banyak anak Tuhan, yaitu orang percaya, di muka bumi ini.
Firman Tuhan adalah benih yang harus ditaburkan dalam hati setiap manusia. Jika benih firman itu jatuh di tanah hati yang baik tentunya akan bertumbuh dengan baik dan pada akhirnya menghasilkan buah yang lebat. Karena itu kita yang telah menerima segala sesuatu dari Tuhan melalui firmanNya harus pula memberi atau menabur. Dalam ayat nas dikatakan bahwa, "Ia yang menyediakan benih bagi penabur," Ada pun benih dalam kerajaan Tuhan adalah firmanNya. Firman Tuhan adalah sumber kehidupan manusia, oleh karena itu patuhilah firman itu diberitakan ke seluruh penjuru dunia dan merupakan tugas dan tanggungjawab kita. FirmanNya berkata, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Siapa pun yang menabur benih firman Tuhan akan juga menuai segala kebajikan dan kehidupan kekal dari hasil taburan tersebut.
Wednesday, February 1, 2012
MENGALAMI BERKAT-BERKAT ABRAHAM
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Februari 2012 -
Baca: Galatia 3:1-14
"Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu." Galatia 3:14
Abraham adalah salah satu tokoh besar dalam Alkitab yang diberkati Tuhan secara melimpah-limpah. Berkat-berkat itu tidak hanya menjadi milik Abraham secara pribadi, tetapi bisa sampai pula kepada bangsa-bangsa termasuk kita sebagaimana tertulis: "...dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:3). Ayat nas di atas menyatakan bahwa di dalam Kristus berkat Abraham bisa sampai kepada bangsa-bangsa. Semua yang dijanjikan Tuhan telah digenapiNya sehingga Abraham hidup dalam kelimpahan.
Mengapa Abraham diberkati Tuhan? 1. Taat pada perintah Tuhan. Ketika Tuhan berfirman, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1), Abraham taat terhadap perintah Tuhan. "Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan Tuhan kepadanya," (Kejadian 12:4a). Ketaatan Abraham adalah bukti bahwa ia sangat mengasihi Tuhan; bahkan ketika Tuhan menyuruh dia untuk menyerahkan anaknya yaitu Ishak, Abraham pun rela mempersembahkannya bagi Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa Abraham mengasihi Tuhan lebih dari apa pun juga. Demikian pula dalam kehidupan kita. Apabila kita taat dan dengar-dengaran akan firmanNya, berkat Abraham akan nyata dalam hidup kita. Banyak dari kita yang menutup telinga terhadap firman Tuhan dan membuka telinga kepada kekuatiran. Namun sesungguhnya kita harus percaya bahwa firman Tuhan itu lebih daripada fakta yang ada, sehingga cepat atau lambat janjiNya pasti akan digenapi dalam hidup kita.
2. Senantiasa membangun mezbah bagi Tuhan. Abraham selalu membuat mezbah di semua tempat yang ia datangi sebagai tanda syukur dan kasihnya kepada Tuhan. Tertulis: "Ketika itu Tuhan menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: 'Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.' Maka didirikannya di situ mezbah bagi Tuhan yang telah menampakkan diri kepadanya." (Kejadian 12:7). Membangun mezbah berarti membangun keintiman dengan Tuhan, mengundang hadirat Tuhan hadir. Sudahkah kita membangun mezbah bagi Tuhan di tengah-tengah keluarga kita, usaha kita dan sebagainya?
Ketaatan dan memiliki keintiman dengan Tuhan adalah kunci mengalami berkat-berkat Abraham!
Baca: Galatia 3:1-14
"Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu." Galatia 3:14
Abraham adalah salah satu tokoh besar dalam Alkitab yang diberkati Tuhan secara melimpah-limpah. Berkat-berkat itu tidak hanya menjadi milik Abraham secara pribadi, tetapi bisa sampai pula kepada bangsa-bangsa termasuk kita sebagaimana tertulis: "...dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:3). Ayat nas di atas menyatakan bahwa di dalam Kristus berkat Abraham bisa sampai kepada bangsa-bangsa. Semua yang dijanjikan Tuhan telah digenapiNya sehingga Abraham hidup dalam kelimpahan.
Mengapa Abraham diberkati Tuhan? 1. Taat pada perintah Tuhan. Ketika Tuhan berfirman, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1), Abraham taat terhadap perintah Tuhan. "Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan Tuhan kepadanya," (Kejadian 12:4a). Ketaatan Abraham adalah bukti bahwa ia sangat mengasihi Tuhan; bahkan ketika Tuhan menyuruh dia untuk menyerahkan anaknya yaitu Ishak, Abraham pun rela mempersembahkannya bagi Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa Abraham mengasihi Tuhan lebih dari apa pun juga. Demikian pula dalam kehidupan kita. Apabila kita taat dan dengar-dengaran akan firmanNya, berkat Abraham akan nyata dalam hidup kita. Banyak dari kita yang menutup telinga terhadap firman Tuhan dan membuka telinga kepada kekuatiran. Namun sesungguhnya kita harus percaya bahwa firman Tuhan itu lebih daripada fakta yang ada, sehingga cepat atau lambat janjiNya pasti akan digenapi dalam hidup kita.
2. Senantiasa membangun mezbah bagi Tuhan. Abraham selalu membuat mezbah di semua tempat yang ia datangi sebagai tanda syukur dan kasihnya kepada Tuhan. Tertulis: "Ketika itu Tuhan menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: 'Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.' Maka didirikannya di situ mezbah bagi Tuhan yang telah menampakkan diri kepadanya." (Kejadian 12:7). Membangun mezbah berarti membangun keintiman dengan Tuhan, mengundang hadirat Tuhan hadir. Sudahkah kita membangun mezbah bagi Tuhan di tengah-tengah keluarga kita, usaha kita dan sebagainya?
Ketaatan dan memiliki keintiman dengan Tuhan adalah kunci mengalami berkat-berkat Abraham!
Tuesday, January 31, 2012
PEMUDA EUTHIKUS: Iman Paulus bekerja!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Januari 2012 -
Baca: Kisah 20:7-12
"Sementara itu mereka mengantarkan orang muda itu hidup ke rumahnya, dan mereka semua merasa sangat terhibur." Kisah 20:12
Pernahkah Saudara mengantuk saat ibadah? Jujur kita jawab: pernah atau mungkin malah sering, apalagi kalau jam ibadahnya di siang hari, benar-benar tak bisa ditahan rasa kantuknya; belum lagi cara si pengkotbah menyampaikan firman Tuhan yang begitu membosankan.
Rasa kantuk yang luar biasa juga dialami oleh seorang pemuda yang bernama Euthikus, yang "...duduk di jendela. Karena Paulus amat lama berbicara, orang muda itu tidak dapat menahan kantuknya." (Kisah 20:9a). Euthikus sedang berada dalam rasa kantuk yang berat saat ia mendengarkan Paulus berkhotbah, padahal Paulus berkhotbah dengan berapi-api dan suara yang menggelegar, tetapi tetap saja ia tidak dapat mengusir beban kantuk yang begitu berat, menggelayuti kedua matanya. Setelah mencoba dengan sekuat tenaga untuk bertahan menghadapi serangan kantuk itu akhirnya Euthikus sudah tidak tahan lagi dan tertidur lelap, sampai terjatuh dari tingkat tiga ke bawah. Melihat kejadian ini semua orang menjadi gempar, ia pasti mati. Rasul Paulus merasa bertanggung jawab atas musibah yang menimpa Euthikus ini. Simak pernyataannya, "Jangan ribut, sebab ia masih hidup." (Kisah 20:10). Mengapa Paulus begitu yakin bahwa Euthikus masih hidup? Pasti Paulus tidak asal bicara. Ia bukannya tidak tahu cara membedakan antara orang mati dan hidup. Iman! Inilah yang membuat Paulus merasa yakin bahwa pemuda itu hidup dan dapat dibangkitkan lagi. Ada tertulis: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Paulus sedang memperkatakan iman! Iman memampukan seseorang menentang alam logika manusia. Dengan iman, Paulus percaya meski segala sesuatunya belum terlihat secara kasat mata; dan terbukti: Euthikus bangkit kembali. Itu bukan karena Paulus, tapi karena iman yang ada di dalam diri Paulus.
Sebagai orang percaya kita pun harus belajar memandang dengan mata iman. Iman di sini bukan sekedar untuk mempercayai bahwa Tuhan Yesus adalah Juruselamat, tetapi juga iman untuk menghadapi segala persoalan yang terjadi dalam kehidupan kita. Mari kita jalani hari ini dengan penuh iman kepada Tuhan. Yakinlah bahwa tiada yang mustahil bagi Dia!
Tidak ada cara lain untuk mengalami dan merasakan perbuatan-perbuatan ajaib dari Tuhan kecuali kita berjalan dalam iman setiap hari!
Baca: Kisah 20:7-12
"Sementara itu mereka mengantarkan orang muda itu hidup ke rumahnya, dan mereka semua merasa sangat terhibur." Kisah 20:12
Pernahkah Saudara mengantuk saat ibadah? Jujur kita jawab: pernah atau mungkin malah sering, apalagi kalau jam ibadahnya di siang hari, benar-benar tak bisa ditahan rasa kantuknya; belum lagi cara si pengkotbah menyampaikan firman Tuhan yang begitu membosankan.
Rasa kantuk yang luar biasa juga dialami oleh seorang pemuda yang bernama Euthikus, yang "...duduk di jendela. Karena Paulus amat lama berbicara, orang muda itu tidak dapat menahan kantuknya." (Kisah 20:9a). Euthikus sedang berada dalam rasa kantuk yang berat saat ia mendengarkan Paulus berkhotbah, padahal Paulus berkhotbah dengan berapi-api dan suara yang menggelegar, tetapi tetap saja ia tidak dapat mengusir beban kantuk yang begitu berat, menggelayuti kedua matanya. Setelah mencoba dengan sekuat tenaga untuk bertahan menghadapi serangan kantuk itu akhirnya Euthikus sudah tidak tahan lagi dan tertidur lelap, sampai terjatuh dari tingkat tiga ke bawah. Melihat kejadian ini semua orang menjadi gempar, ia pasti mati. Rasul Paulus merasa bertanggung jawab atas musibah yang menimpa Euthikus ini. Simak pernyataannya, "Jangan ribut, sebab ia masih hidup." (Kisah 20:10). Mengapa Paulus begitu yakin bahwa Euthikus masih hidup? Pasti Paulus tidak asal bicara. Ia bukannya tidak tahu cara membedakan antara orang mati dan hidup. Iman! Inilah yang membuat Paulus merasa yakin bahwa pemuda itu hidup dan dapat dibangkitkan lagi. Ada tertulis: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Paulus sedang memperkatakan iman! Iman memampukan seseorang menentang alam logika manusia. Dengan iman, Paulus percaya meski segala sesuatunya belum terlihat secara kasat mata; dan terbukti: Euthikus bangkit kembali. Itu bukan karena Paulus, tapi karena iman yang ada di dalam diri Paulus.
Sebagai orang percaya kita pun harus belajar memandang dengan mata iman. Iman di sini bukan sekedar untuk mempercayai bahwa Tuhan Yesus adalah Juruselamat, tetapi juga iman untuk menghadapi segala persoalan yang terjadi dalam kehidupan kita. Mari kita jalani hari ini dengan penuh iman kepada Tuhan. Yakinlah bahwa tiada yang mustahil bagi Dia!
Tidak ada cara lain untuk mengalami dan merasakan perbuatan-perbuatan ajaib dari Tuhan kecuali kita berjalan dalam iman setiap hari!
Monday, January 30, 2012
KASIH TUHAN TIADA BERKESUDAHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Januari 2012 -
Baca: Hosea 11:1-11
"Makin Kupanggil mereka (Israel - Red.), makin pergi mereka itu dari hadapan-Ku; mereka mempersembahkan korban kepada para Baal, dan membakar korban kepada patung-patung." Hosea 11:2
Manusia yang hanya berasal dari debu tak mungkin mampu memahami, menyelami dan mengerti pikiran Tuhan yang Mahabesar dan tak terukur itu. Menurut pemikiran manusia -karena Tuhan adalah Pribadi yang Mahakudus- tentunya mereka yang bersalah, berbuat dosa dan menyeleweng dari jalan-jalanNya pasti segera dibinasakanNya. Namun pikiran manusia bukanlah pikiran Tuhan! Tertulis: "Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk menghanguskan." (Hosea 11:9b). Tak semudah cara manusia berpikir bahwa Tuhan akan membinasakan umat yang menyimpang dari jalan-jalanNya. Akan tetapi Tuhan itu panjang sabar dan senantiasa memberi kesempatan kepada manusia untuk kembali bertobat. Memang Tuhan sangat sedih dan menyesal jika umat yang dipilih dan dikasihiNya itu semakin dipanggil semakin menjauh dari hadapanNya.
Sudah sangat jelas bahwa bangsa Israel kala itu adalah bangsa yang degil dan tegar tengkuk, namun kasih Tuhan tidak berkesudahan. Dalam kekecewaanNya Tuhan berkata, "Padahal Akulah yang mengajar Efraim berjalan dan mengangkat mereka di tangan-Ku, tetapi mereka tidak mau insaf, bahwa Aku menyembuhkan mereka. Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan, dengan ikatan kasih. Bagi mereka Aku seperti orang yang mengangkat kuk dari tulang rahang mereka; Aku membungkuk kepada mereka untuk memberi mereka makan." (Hosea 11:3-4).
Pengalaman bangsa Israel ini menjadi pelajaran berharga bagi kita. Mari kita belajar untuk menghargai betapa besar kasih Tuhan kepada kita. Mengertilah bahwa apabila persoalan atau kesesakan datang menimpa hidup kita, itu bukan berarti Tuhan tidak mengasihi kita. Tuhan ingin melalui 'proses hidup' ini kita dapat kembali mengingat kasih dan kebaikanNya. Mungkin selama ini kita telah melangkah jauh dari hadapanNya, dan melalui masalah dan penderitaan yang kita alami ini tali kasih Tuhan ingin menarik dan mengait hati kita untuk kembai bersimpuh di hadapan kakiNya untuk menerima kembali pemulihan dari Tuhan.
Kasih tidak selamanya memanjakan, tetapi adakalanya mendidik dan mendisiplinkan. Kasih yang tegas harus Tuhan lakukan agar kita tidak tersesat jauh!
Baca: Hosea 11:1-11
"Makin Kupanggil mereka (Israel - Red.), makin pergi mereka itu dari hadapan-Ku; mereka mempersembahkan korban kepada para Baal, dan membakar korban kepada patung-patung." Hosea 11:2
Manusia yang hanya berasal dari debu tak mungkin mampu memahami, menyelami dan mengerti pikiran Tuhan yang Mahabesar dan tak terukur itu. Menurut pemikiran manusia -karena Tuhan adalah Pribadi yang Mahakudus- tentunya mereka yang bersalah, berbuat dosa dan menyeleweng dari jalan-jalanNya pasti segera dibinasakanNya. Namun pikiran manusia bukanlah pikiran Tuhan! Tertulis: "Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk menghanguskan." (Hosea 11:9b). Tak semudah cara manusia berpikir bahwa Tuhan akan membinasakan umat yang menyimpang dari jalan-jalanNya. Akan tetapi Tuhan itu panjang sabar dan senantiasa memberi kesempatan kepada manusia untuk kembali bertobat. Memang Tuhan sangat sedih dan menyesal jika umat yang dipilih dan dikasihiNya itu semakin dipanggil semakin menjauh dari hadapanNya.
Sudah sangat jelas bahwa bangsa Israel kala itu adalah bangsa yang degil dan tegar tengkuk, namun kasih Tuhan tidak berkesudahan. Dalam kekecewaanNya Tuhan berkata, "Padahal Akulah yang mengajar Efraim berjalan dan mengangkat mereka di tangan-Ku, tetapi mereka tidak mau insaf, bahwa Aku menyembuhkan mereka. Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan, dengan ikatan kasih. Bagi mereka Aku seperti orang yang mengangkat kuk dari tulang rahang mereka; Aku membungkuk kepada mereka untuk memberi mereka makan." (Hosea 11:3-4).
Pengalaman bangsa Israel ini menjadi pelajaran berharga bagi kita. Mari kita belajar untuk menghargai betapa besar kasih Tuhan kepada kita. Mengertilah bahwa apabila persoalan atau kesesakan datang menimpa hidup kita, itu bukan berarti Tuhan tidak mengasihi kita. Tuhan ingin melalui 'proses hidup' ini kita dapat kembali mengingat kasih dan kebaikanNya. Mungkin selama ini kita telah melangkah jauh dari hadapanNya, dan melalui masalah dan penderitaan yang kita alami ini tali kasih Tuhan ingin menarik dan mengait hati kita untuk kembai bersimpuh di hadapan kakiNya untuk menerima kembali pemulihan dari Tuhan.
Kasih tidak selamanya memanjakan, tetapi adakalanya mendidik dan mendisiplinkan. Kasih yang tegas harus Tuhan lakukan agar kita tidak tersesat jauh!
Sunday, January 29, 2012
DAMPAK DUA KATA SEDERHANA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Januari 2012 -
Baca: Yakobus 5:12-20
"Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman." Yakobus5:12b
Perkataan mengandung kuasa, karena itu kita perlu berhati-hati. Perkataan seseorang menggambarkan apa yang ada di dalam hatinya, sekaligus menunjukkan siapa dia sesungguhnya sebagaimana tertulis: "Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedangkan pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik." (Matius 7:17-18). Dengan kata lain, seseorang yang jahat atau baik ditandai melalui kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Ayat nas di atas menggambarkan betapa hebatnya kuasa dari dua kata yaitu ya dan tidak. Dua kata sederhana ini ternyata memiliki dampak yang luar biasa bagi yang memperkatakannya; baik atau buruk tergantung pada siapa dan kapan kata-kata itu dipergunakan. Untuk bisa berkata tidak terhadap dosa atau perkara-perkara yang tidak sesuai dengan firman Tuhan dibutuhkan keberanian dan ketegasan. Perhatikan apa yang dikatakan oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego di hadapan raja Nebukadnezar, "Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Daniel 3:17-18). Tiga orang muda ini berani berkata tidak terhadap raja, berani menolak untuk tidak menyembah patung emas yang didirikan oleh raja Nebukadnezar. Suatu keputusan yang membawa resiko pada diri orang yang mengucapkannya: mereka harus dibuang ke dapur perapian yang dibuat tujuh kali lebih panas dari yang biasa (baca Daniel 3:19). Hal ini juga dialami oleh Daniel, yang karena berani berkata tidak terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh raja, ia dimasukkan ke dalam gua singa.
Seseorang yang berani berkata tidak terhadap dosa beroleh pembelaan dari Tuhan. Sadrakh, Mesakh, Abenego dan juga Daniel mengalami mujizat yang luar biasa.
Di akhir zaman ini Tuhan mencari orang-orang yang memiliki keberanian berkata tidak terhadap dosa. Sebaliknya berkatalah ya terhadap perkara-perkara rohani yang dari Tuhan, karena di balik dua kata sederhana itu ada dampak yang luar biasa!
Baca: Yakobus 5:12-20
"Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman." Yakobus5:12b
Perkataan mengandung kuasa, karena itu kita perlu berhati-hati. Perkataan seseorang menggambarkan apa yang ada di dalam hatinya, sekaligus menunjukkan siapa dia sesungguhnya sebagaimana tertulis: "Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedangkan pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik." (Matius 7:17-18). Dengan kata lain, seseorang yang jahat atau baik ditandai melalui kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Ayat nas di atas menggambarkan betapa hebatnya kuasa dari dua kata yaitu ya dan tidak. Dua kata sederhana ini ternyata memiliki dampak yang luar biasa bagi yang memperkatakannya; baik atau buruk tergantung pada siapa dan kapan kata-kata itu dipergunakan. Untuk bisa berkata tidak terhadap dosa atau perkara-perkara yang tidak sesuai dengan firman Tuhan dibutuhkan keberanian dan ketegasan. Perhatikan apa yang dikatakan oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego di hadapan raja Nebukadnezar, "Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Daniel 3:17-18). Tiga orang muda ini berani berkata tidak terhadap raja, berani menolak untuk tidak menyembah patung emas yang didirikan oleh raja Nebukadnezar. Suatu keputusan yang membawa resiko pada diri orang yang mengucapkannya: mereka harus dibuang ke dapur perapian yang dibuat tujuh kali lebih panas dari yang biasa (baca Daniel 3:19). Hal ini juga dialami oleh Daniel, yang karena berani berkata tidak terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh raja, ia dimasukkan ke dalam gua singa.
Seseorang yang berani berkata tidak terhadap dosa beroleh pembelaan dari Tuhan. Sadrakh, Mesakh, Abenego dan juga Daniel mengalami mujizat yang luar biasa.
Di akhir zaman ini Tuhan mencari orang-orang yang memiliki keberanian berkata tidak terhadap dosa. Sebaliknya berkatalah ya terhadap perkara-perkara rohani yang dari Tuhan, karena di balik dua kata sederhana itu ada dampak yang luar biasa!
Saturday, January 28, 2012
WAKTU SUNGGUH SANGAT BERHARGA!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Januari 2012 -
Baca: Pengkhotbah 3:10-15
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." Pengkotbah 3:1
Begitu berharganya waktu sehingga orang mengatakan 'waktu adalah uang'. Ini menunjukkan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berarti dan bernilai bagi kehidupan manusia.
Ada tiga fase waktu yaitu kemarin, yang adalah kenangan di mana semuanya tak mungkin terulang; hari ini atau sekarang adalah kenyataan yang sedang kita jalani dan merupakan anugerah dari Tuhan; sedangkan esok adalah harapan dan itu masih misteri atau rahasia Tuhan. Jadi kita yang beroleh kesempatan menjalani hidup sampai hari ini pergunakan itu sebaik-baiknya dan jangan sia-siakan, karena "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (ayat nas). Sesibuk apa pun pekerjaan dan aktivitas kita, jangan pernah lupa memberi waktu kita untuk Tuhan. Tuhan berkata, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?" (Matius 26:40). Dalam sehari berapa lama kita bersekutu dengan Tuhan: berdoa, membaca dan merenugkan firman Tuhan? Ataukah kita berdoa hanya saat bangun tidur, mau makan dan hendak beranjak tidur? Pemazmur menasihatkan agar kita senantiasa menyukai firman Tuhan dan merenungkanNya itu siang dan malam (baca Mazmur 1:2). Waktu-waktu yang ada hendaknya kita gunakan juga untuk memperhatikan jam-jam ibadah kita. "...ibadah itu berguna dalam segaa hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Oleh karena itu, "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati; dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25).
Hal lain yang tak boleh kita abaikan juga adalah memberi waktu untuk keluarga: memberi perhatian kepada suami, isteri dan anak. Seringkali karena sibuk kita melupakan waktu untuk keluarga. Kesibukan membuat banyak orang terpisah dari keluarganya. Anak-anak memberontak dan akhirnya terjerumus narkoba dan sebagainya karena kurangnya perhatian dari orangtua. Selain itu, sebagai makhluk sosial kita tidak bisa hidup sendiri, kita memerlukan orang lain atau sesama kita. "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17).
Waktu dan kesempatan yang baik tidak pernah datang untuk kedua kalinya, karena itu pergunakanlah dengan baik.
Baca: Pengkhotbah 3:10-15
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." Pengkotbah 3:1
Begitu berharganya waktu sehingga orang mengatakan 'waktu adalah uang'. Ini menunjukkan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berarti dan bernilai bagi kehidupan manusia.
Ada tiga fase waktu yaitu kemarin, yang adalah kenangan di mana semuanya tak mungkin terulang; hari ini atau sekarang adalah kenyataan yang sedang kita jalani dan merupakan anugerah dari Tuhan; sedangkan esok adalah harapan dan itu masih misteri atau rahasia Tuhan. Jadi kita yang beroleh kesempatan menjalani hidup sampai hari ini pergunakan itu sebaik-baiknya dan jangan sia-siakan, karena "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (ayat nas). Sesibuk apa pun pekerjaan dan aktivitas kita, jangan pernah lupa memberi waktu kita untuk Tuhan. Tuhan berkata, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?" (Matius 26:40). Dalam sehari berapa lama kita bersekutu dengan Tuhan: berdoa, membaca dan merenugkan firman Tuhan? Ataukah kita berdoa hanya saat bangun tidur, mau makan dan hendak beranjak tidur? Pemazmur menasihatkan agar kita senantiasa menyukai firman Tuhan dan merenungkanNya itu siang dan malam (baca Mazmur 1:2). Waktu-waktu yang ada hendaknya kita gunakan juga untuk memperhatikan jam-jam ibadah kita. "...ibadah itu berguna dalam segaa hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Oleh karena itu, "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati; dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25).
Hal lain yang tak boleh kita abaikan juga adalah memberi waktu untuk keluarga: memberi perhatian kepada suami, isteri dan anak. Seringkali karena sibuk kita melupakan waktu untuk keluarga. Kesibukan membuat banyak orang terpisah dari keluarganya. Anak-anak memberontak dan akhirnya terjerumus narkoba dan sebagainya karena kurangnya perhatian dari orangtua. Selain itu, sebagai makhluk sosial kita tidak bisa hidup sendiri, kita memerlukan orang lain atau sesama kita. "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." (Amsal 27:17).
Waktu dan kesempatan yang baik tidak pernah datang untuk kedua kalinya, karena itu pergunakanlah dengan baik.
Friday, January 27, 2012
INGIN KAYA DAN CINTA UANG
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2012 -
Baca: 1 Timotius 6:2b-10
"Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." 1 Timotius 6:7
Hidup orang percaya sepenuhnya tergantung pada iman di dalam janji-janji Tuhan. Perlu kita sadari bahwa selama kita hidup di bumi ini kita akan mengalami banyak pergumulan dan juga peperangan rohani. Namun Alkitab tegas menyatakan bahwa iman orang percaya mampu mengalahkan dunia. Tertulis: "Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" (1 Yohanes 5:4b-5).
Apa yang dimaksud dengan kata 'dunia' di sini? Yaitu segala sistem atau cara hidup dunia: berlaku curang, mementingkan diri sendiri, mengumpulkan harta dengan dengan cara yang tidak benar, menekan orang lemah dan mengambil keuntungan dari orang lain adalah beberapa contoh cara hidup dunia. Hanya imanlah yang mampu menaklukkan kecenderungan yang ada di dalam diri kita yang selalu ingin melakukan perkara-perkara duniawi itu sehingga kita mampu menjalani hidup sesuai dengan cara Tuhan. Salah satu contoh adalah sifat ingin memiliki atau mengingini sesuatu. Memiliki keinginan terhadap sesuatu itu tidaklah salah; jika diarahkan kepada perkara yang tepat dan benar itu akan menghasilkan hal-hal luar biasa. Sebaliknya, jika sifat mengingini ini terarah pada hal-hal yang negatif akan membawa seseorang kepada kehancuran. Perhatikan ini: "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:9-10).
Ingin cepat kaya dan cinta terhadap uang adalah hal yang diingini oleh manusia. Keinginan seseorang untuk menjadi kaya dan cinta uang akhirnya akan menghancurkan kehidupannya sendiri. Karena itu Salomo menasihati, "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini." (Amsal 23:4).
Karena memburu uanglah banyak orang makin tersesat dan meninggalkan imannya, artinya mereka tidak bisa bertahan dan ujung-ujungnya adalah mengalami kebinasaan kekal, karena mereka lebih mengasihi harta dan uang daripada mencari Tuhan!
Baca: 1 Timotius 6:2b-10
"Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." 1 Timotius 6:7
Hidup orang percaya sepenuhnya tergantung pada iman di dalam janji-janji Tuhan. Perlu kita sadari bahwa selama kita hidup di bumi ini kita akan mengalami banyak pergumulan dan juga peperangan rohani. Namun Alkitab tegas menyatakan bahwa iman orang percaya mampu mengalahkan dunia. Tertulis: "Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" (1 Yohanes 5:4b-5).
Apa yang dimaksud dengan kata 'dunia' di sini? Yaitu segala sistem atau cara hidup dunia: berlaku curang, mementingkan diri sendiri, mengumpulkan harta dengan dengan cara yang tidak benar, menekan orang lemah dan mengambil keuntungan dari orang lain adalah beberapa contoh cara hidup dunia. Hanya imanlah yang mampu menaklukkan kecenderungan yang ada di dalam diri kita yang selalu ingin melakukan perkara-perkara duniawi itu sehingga kita mampu menjalani hidup sesuai dengan cara Tuhan. Salah satu contoh adalah sifat ingin memiliki atau mengingini sesuatu. Memiliki keinginan terhadap sesuatu itu tidaklah salah; jika diarahkan kepada perkara yang tepat dan benar itu akan menghasilkan hal-hal luar biasa. Sebaliknya, jika sifat mengingini ini terarah pada hal-hal yang negatif akan membawa seseorang kepada kehancuran. Perhatikan ini: "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:9-10).
Ingin cepat kaya dan cinta terhadap uang adalah hal yang diingini oleh manusia. Keinginan seseorang untuk menjadi kaya dan cinta uang akhirnya akan menghancurkan kehidupannya sendiri. Karena itu Salomo menasihati, "Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini." (Amsal 23:4).
Karena memburu uanglah banyak orang makin tersesat dan meninggalkan imannya, artinya mereka tidak bisa bertahan dan ujung-ujungnya adalah mengalami kebinasaan kekal, karena mereka lebih mengasihi harta dan uang daripada mencari Tuhan!
Thursday, January 26, 2012
MEMBERI PERSEMBAHAN DENGAN SUKARELA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2012 -
Baca: Keluaran 35:4-29
"Semua laki-laki dan perempuan, yang terdorong hatinya akan membawa sesuatu untuk segala pekerjaan yang diperintahkan Tuhan dengan perantaraan Musa untuk dilakukan - mereka itu, yakni orang Israel, membawanya sebagai pemberian sukarela bagi Tuhan." Keluaran 35:29
Melalui Musa Tuhan memberitahukan hal-hal yang harus dilakukan oleh jemaat, di antaranya ialah persembahan sukarela yang keluar dari hati yang tergerak, bukan karena terpaksa atau dengan sedih hati. Dari pembacaan firman Tuhan hari ini kita mengetahui bahwa setiap orang mempersembahkan barang-barang yang dimilikinya seperti: "...setiap orang yang terdorong hatinya harus membawanya sebagai persembahan khusus kepada Tuhan: emas, perak, tembaga, kain ungu tua, kain ungu muda, kain kirmizi, lenan halus, bulu kamabing; penaga, minyak untuk penerangan, rempah-rempah untuk minyak urapan dan untuk ukupan dari wangi-wangian, permata krisopras dan permata tatahan untuk baju efod dan untuk tutup dada." (Keluaran 35:5b-9). Alkitab tidak menyebutkan bahwa mereka membawa persembahan kepada Tuhan dengan suatu motivasi tertentu atau ada 'udang di balik batu'.
Tidak sedikit orang yang memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan (menolong orang yang sedang dalam kesusahan, membantu korban bencana, menjadi donatur untuk yayasan-yayasan sosial dan sebagainya) oleh karena mereka memiiki motivasi-motivasi tertentu, tidak tulus ikhlas: supaya terkenal, beroleh pujian dan decak kagum dari orang yang melihatnya dan lain-lain. Tuhan tidak menghendaki persembahan yang demikian. Jadi, "...jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu." (Matius 6:3).
Tuhan mau apa pun yang kita persembahkan, baik itu untuk pekerjaan Tuhan atau menolong orang lain, kita memberikannya dengan hati yang tulus murni. Akitab menyatakan, "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." (2 Korintus 9:7-8).
Memberi dengan sukarela dan tulus hati menyenangkan hati Tuhan!
Baca: Keluaran 35:4-29
"Semua laki-laki dan perempuan, yang terdorong hatinya akan membawa sesuatu untuk segala pekerjaan yang diperintahkan Tuhan dengan perantaraan Musa untuk dilakukan - mereka itu, yakni orang Israel, membawanya sebagai pemberian sukarela bagi Tuhan." Keluaran 35:29
Melalui Musa Tuhan memberitahukan hal-hal yang harus dilakukan oleh jemaat, di antaranya ialah persembahan sukarela yang keluar dari hati yang tergerak, bukan karena terpaksa atau dengan sedih hati. Dari pembacaan firman Tuhan hari ini kita mengetahui bahwa setiap orang mempersembahkan barang-barang yang dimilikinya seperti: "...setiap orang yang terdorong hatinya harus membawanya sebagai persembahan khusus kepada Tuhan: emas, perak, tembaga, kain ungu tua, kain ungu muda, kain kirmizi, lenan halus, bulu kamabing; penaga, minyak untuk penerangan, rempah-rempah untuk minyak urapan dan untuk ukupan dari wangi-wangian, permata krisopras dan permata tatahan untuk baju efod dan untuk tutup dada." (Keluaran 35:5b-9). Alkitab tidak menyebutkan bahwa mereka membawa persembahan kepada Tuhan dengan suatu motivasi tertentu atau ada 'udang di balik batu'.
Tidak sedikit orang yang memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan (menolong orang yang sedang dalam kesusahan, membantu korban bencana, menjadi donatur untuk yayasan-yayasan sosial dan sebagainya) oleh karena mereka memiiki motivasi-motivasi tertentu, tidak tulus ikhlas: supaya terkenal, beroleh pujian dan decak kagum dari orang yang melihatnya dan lain-lain. Tuhan tidak menghendaki persembahan yang demikian. Jadi, "...jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu." (Matius 6:3).
Tuhan mau apa pun yang kita persembahkan, baik itu untuk pekerjaan Tuhan atau menolong orang lain, kita memberikannya dengan hati yang tulus murni. Akitab menyatakan, "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." (2 Korintus 9:7-8).
Memberi dengan sukarela dan tulus hati menyenangkan hati Tuhan!
Wednesday, January 25, 2012
BUKIT DAN GUNUNG: Bukanlah Tempat Perlindungan!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Januari 2012 -
Baca: Yeremia 3:14-25
"Sesungguhnya, bukit-bukit pengorbanan adalah tipu daya, yakni keramaian di atas bukit-bukit itu! Sesungguhnya, hanya pada Tuhan, Allah kita, ada keselamatan Israel!" Yeremia 3:23
Biasanya bukit-bukit dan gunung-gunung yang tinggi menjadi kebanggaan bangsa-bangsa; dan menurut pemikiran mereka apabila musuh datang menyerang, mereka akan lari secepatnya ke bukit atau gunung, dan apabila musuh telah tiada mereka akan kembali ke ladangnya untuk bekerja. Jadi bukit-bukit dan gunung-gunung menjadi harapan semua orang untuk berlindung dan menyelamatkan diri dari segala marabahaya.
Tetapi Yeremia menegaskan bahwa semua itu adalah tipu daya belaka dan sia-sia. Ada tertulis: "Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tenteram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang!" (Amos 6:1). Bukankah masih banyak orang pergi ke gunung-gunung, gua-gua dan juga makam-makam untuk mencari pertolongan dan berkah. Kalau pun di situ mereka beroleh jawaban, itu hanyalah tipu muslihat Iblis, hanya sementara dan semu belaka, yang akhirnya akan datang membawanya kepada kehancuran. Memang manusia memiliki kecenderungan mengandalkan kekuatan diri sendiri dan bergantung pada sesuatu yang kelihatan. Bukit dan gunung-gunung yang kokoh dan tinggi menjulang bisa berbicara tentang uang yang ada di banak, emas, mobil dan aset-aset berharga yang kita miliki, dokter yang selalu kita andalkan, suami atau isteri, anak-anak atau juga sahabat. Betapa banyak 'gunung-gunung' mengelilingi kita untuk tempat kita berlindung dan berlari kepadanya ketika kesesakan datang. Nampaknya begitu kokoh dan bisa kita banggakan. Namun Wahyu 16:20 mengatakan, "Dan semua pulau hilang lenyap, dan tidak ditemukan lagi gunung-gunung."
Demikianlah gunung-gunung pengharapan kita itu tidak kekal dan mudah lenyap. Ada sumber pertolongan yang jauh lebih hebat dari gunung-gunung yang tampak, yaitu Tuhan. Dialah satu-satunya penolong hidup kita. "Allah yang abadi adalah tempat perlindunganmu, dan di bawahmu ada lengan-lengan yang kekal." (Ulangan 33:27a).
Lengan Tuhan yang kuat dan perkasalah yang menjadi sumber pertolongan kita, bukan bukit-bukit atau gunung-gunung!
Baca: Yeremia 3:14-25
"Sesungguhnya, bukit-bukit pengorbanan adalah tipu daya, yakni keramaian di atas bukit-bukit itu! Sesungguhnya, hanya pada Tuhan, Allah kita, ada keselamatan Israel!" Yeremia 3:23
Biasanya bukit-bukit dan gunung-gunung yang tinggi menjadi kebanggaan bangsa-bangsa; dan menurut pemikiran mereka apabila musuh datang menyerang, mereka akan lari secepatnya ke bukit atau gunung, dan apabila musuh telah tiada mereka akan kembali ke ladangnya untuk bekerja. Jadi bukit-bukit dan gunung-gunung menjadi harapan semua orang untuk berlindung dan menyelamatkan diri dari segala marabahaya.
Tetapi Yeremia menegaskan bahwa semua itu adalah tipu daya belaka dan sia-sia. Ada tertulis: "Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tenteram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang!" (Amos 6:1). Bukankah masih banyak orang pergi ke gunung-gunung, gua-gua dan juga makam-makam untuk mencari pertolongan dan berkah. Kalau pun di situ mereka beroleh jawaban, itu hanyalah tipu muslihat Iblis, hanya sementara dan semu belaka, yang akhirnya akan datang membawanya kepada kehancuran. Memang manusia memiliki kecenderungan mengandalkan kekuatan diri sendiri dan bergantung pada sesuatu yang kelihatan. Bukit dan gunung-gunung yang kokoh dan tinggi menjulang bisa berbicara tentang uang yang ada di banak, emas, mobil dan aset-aset berharga yang kita miliki, dokter yang selalu kita andalkan, suami atau isteri, anak-anak atau juga sahabat. Betapa banyak 'gunung-gunung' mengelilingi kita untuk tempat kita berlindung dan berlari kepadanya ketika kesesakan datang. Nampaknya begitu kokoh dan bisa kita banggakan. Namun Wahyu 16:20 mengatakan, "Dan semua pulau hilang lenyap, dan tidak ditemukan lagi gunung-gunung."
Demikianlah gunung-gunung pengharapan kita itu tidak kekal dan mudah lenyap. Ada sumber pertolongan yang jauh lebih hebat dari gunung-gunung yang tampak, yaitu Tuhan. Dialah satu-satunya penolong hidup kita. "Allah yang abadi adalah tempat perlindunganmu, dan di bawahmu ada lengan-lengan yang kekal." (Ulangan 33:27a).
Lengan Tuhan yang kuat dan perkasalah yang menjadi sumber pertolongan kita, bukan bukit-bukit atau gunung-gunung!
Tuesday, January 24, 2012
KECEMASAN DI HARI TUA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2012 -
Baca: Mazmur 71:1-24
"Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis." Mazmur 71:9
Bertambah hari umur manusia tidak semakin berkurang, tapi makin bertambah. Pada saatnya kita akan menjadi tua: keriput, kekuatan tubuh berangsur-angsur merosot, menjadi lemah dan aktivitas pun sudah sangat terbatas. Tidak sedikit orang takut menjadi tua sehingga berbagai upaya dilakukan agar supaya tetap awet muda. Ada yang menempuh jalan operasi plastik (permak wajah) ke luar negeri dengan biaya yang selangit. Sebesar apa pun biaya yang harus dikeluarkan, ia rela, yang penting hasilnya memuaskan: tetap cantik dan awet muda.
Banyak orang dihinggapi rasa cemas dan kuatir ketika mereka menginjak masa tua. Mungkin karena anak-anaknya sudah tinggal jauh dari mereka, atau jika masih ada di dekatnya, ia merasa anaknya sudah tak membutuhkan dirinya lagi. Banyak sekali orang-orang tua yang harus menghabiskan sisa hidupnya di panti jompo: ada yang memang sudah tidak memiliki sanak famili alias sebatang kara, ada pula yang memang sengaja dititipkan oleh anak-anaknya karena mereka merasa kerepotan dan tidak sanggup merawat oleh karena sibuk.
Rasa cemas ini juga sempat menyerang Daud karena ia tahu benar bahwa tak mungkin seseorang tetap muda dan tetap perkasa. Namun pada akhirnya Daud yakin benar bahwa Tuhan tidak pernah meninggakan orang yang dikasihiNya. Ia mengerti benar bahwa satu-satunya tempat bersandar adalah Tuhan saja. Daud tak pernah berharap pada anak-anaknya, dia pun tidak takut ditinggalkan oleh anak-anaknya. Yang ia takutkan adalah bila ia ditinggalkan Tuhan. Ituah sebabnya Daud memohon, "Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis." (ayat nas). Dalam doanya Daud juga berkata, "Sebab Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah. Kepada-Mulah aku bertopang mulai dari kandungan, Engkau telah mengeluarkan aku dari perut ibuku; Engkau yang selalu kupuji-puji. Bagi banyak orang aku seperti tanda ajaib, karena Engkaulah tempat perlindunganku yang kuat." (Mazmur 71:5-7).
Jangan cemas akan hari tua, sebab "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu." Yesaya 46:4a
Baca: Mazmur 71:1-24
"Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis." Mazmur 71:9
Bertambah hari umur manusia tidak semakin berkurang, tapi makin bertambah. Pada saatnya kita akan menjadi tua: keriput, kekuatan tubuh berangsur-angsur merosot, menjadi lemah dan aktivitas pun sudah sangat terbatas. Tidak sedikit orang takut menjadi tua sehingga berbagai upaya dilakukan agar supaya tetap awet muda. Ada yang menempuh jalan operasi plastik (permak wajah) ke luar negeri dengan biaya yang selangit. Sebesar apa pun biaya yang harus dikeluarkan, ia rela, yang penting hasilnya memuaskan: tetap cantik dan awet muda.
Banyak orang dihinggapi rasa cemas dan kuatir ketika mereka menginjak masa tua. Mungkin karena anak-anaknya sudah tinggal jauh dari mereka, atau jika masih ada di dekatnya, ia merasa anaknya sudah tak membutuhkan dirinya lagi. Banyak sekali orang-orang tua yang harus menghabiskan sisa hidupnya di panti jompo: ada yang memang sudah tidak memiliki sanak famili alias sebatang kara, ada pula yang memang sengaja dititipkan oleh anak-anaknya karena mereka merasa kerepotan dan tidak sanggup merawat oleh karena sibuk.
Rasa cemas ini juga sempat menyerang Daud karena ia tahu benar bahwa tak mungkin seseorang tetap muda dan tetap perkasa. Namun pada akhirnya Daud yakin benar bahwa Tuhan tidak pernah meninggakan orang yang dikasihiNya. Ia mengerti benar bahwa satu-satunya tempat bersandar adalah Tuhan saja. Daud tak pernah berharap pada anak-anaknya, dia pun tidak takut ditinggalkan oleh anak-anaknya. Yang ia takutkan adalah bila ia ditinggalkan Tuhan. Ituah sebabnya Daud memohon, "Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis." (ayat nas). Dalam doanya Daud juga berkata, "Sebab Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah. Kepada-Mulah aku bertopang mulai dari kandungan, Engkau telah mengeluarkan aku dari perut ibuku; Engkau yang selalu kupuji-puji. Bagi banyak orang aku seperti tanda ajaib, karena Engkaulah tempat perlindunganku yang kuat." (Mazmur 71:5-7).
Jangan cemas akan hari tua, sebab "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu." Yesaya 46:4a
Monday, January 23, 2012
JANGAN MENGANDALKAN MESIR!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2012 -
Baca: Yesaya 31:1-9
"Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari Tuhan." Yesaya 31:1
Kata 'Mesir' adalah lambang dunia; kuda, kereta dan pasukan berkuda adalah gambaran dari kekuatan dunia. Firman Tuhan mengingatkan agar kehidupan orang percaya tidak bergantung padanya, dan tidak bersandar atau mengandalkan apa pun yang ada di dunia ini.
Tertulislah demikian: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!" (Yeremia 17:5). Ini artinya Tuhan tidak menghendaki kita mengandalkan kekuatan dan pertolongan di luar Dia. Tuhan tidak menghendaki kita berharap kepada sesuatu di luar Dia seperti kekayaan, kepandaian dan kekuatan diri sendiri sebab semuanya serba terbatas. Bila kita mengandalkan atau mengharapkan kekayaan, kehormatan, popuaritas, jabatan, reputasi, prestise dan sebagainya, pada saatnya akan kecewa karena semuanya itu tidak ada yang kekal. Alkitab menegaskan, "Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang membantu dan jatuhlah yang dibantu, dan mereka sekaliannya habis binasa bersama-sama." (Yesaya 31:3). Kekecewaan tidak hanya berhenti sampai di situ; Iblis akan merasuki pikiran manusia dengan berbagai rohnya yaitu roh putus asa, pesimis, ketakutan, frustasi, dan akhirnya karena tak kuat menanggung beban mental ini seseorang bisa melakukan perbuatan yang nekat yaitu bunuh diri. Beberapa waktu yang lalu surat kabar lokal Surabaya mencatat beberapa nama artis Korea yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri padahal mereka masih muda, cantik dan juga populer. Tindakan bunuh diri tersebut didasari oleh kekecewaan, frustasi dan merasa gagal.
Hari ini kita diingatkan untuk tidak berharap pada dunia ini, sebaliknya mari kita andalkan Tuhan dan menaruh pengharapan itu hanya kepadaNya sebab pengharapan di dalam Dia tidak pernah mengecewakan!
"Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" Yeremia 17:7
Baca: Yesaya 31:1-9
"Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari Tuhan." Yesaya 31:1
Kata 'Mesir' adalah lambang dunia; kuda, kereta dan pasukan berkuda adalah gambaran dari kekuatan dunia. Firman Tuhan mengingatkan agar kehidupan orang percaya tidak bergantung padanya, dan tidak bersandar atau mengandalkan apa pun yang ada di dunia ini.
Tertulislah demikian: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!" (Yeremia 17:5). Ini artinya Tuhan tidak menghendaki kita mengandalkan kekuatan dan pertolongan di luar Dia. Tuhan tidak menghendaki kita berharap kepada sesuatu di luar Dia seperti kekayaan, kepandaian dan kekuatan diri sendiri sebab semuanya serba terbatas. Bila kita mengandalkan atau mengharapkan kekayaan, kehormatan, popuaritas, jabatan, reputasi, prestise dan sebagainya, pada saatnya akan kecewa karena semuanya itu tidak ada yang kekal. Alkitab menegaskan, "Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan allah, dan kuda-kuda mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang membantu dan jatuhlah yang dibantu, dan mereka sekaliannya habis binasa bersama-sama." (Yesaya 31:3). Kekecewaan tidak hanya berhenti sampai di situ; Iblis akan merasuki pikiran manusia dengan berbagai rohnya yaitu roh putus asa, pesimis, ketakutan, frustasi, dan akhirnya karena tak kuat menanggung beban mental ini seseorang bisa melakukan perbuatan yang nekat yaitu bunuh diri. Beberapa waktu yang lalu surat kabar lokal Surabaya mencatat beberapa nama artis Korea yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri padahal mereka masih muda, cantik dan juga populer. Tindakan bunuh diri tersebut didasari oleh kekecewaan, frustasi dan merasa gagal.
Hari ini kita diingatkan untuk tidak berharap pada dunia ini, sebaliknya mari kita andalkan Tuhan dan menaruh pengharapan itu hanya kepadaNya sebab pengharapan di dalam Dia tidak pernah mengecewakan!
"Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" Yeremia 17:7
Sunday, January 22, 2012
YESUS DATANG UNTUK ORANG BERDOSA!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2012 -
Baca: Matius 9:9-13
"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit." Matius 9:12
Rumah sakit dan puskesmas adalah tempat di mana orang yang menderita sakit mendapatkan pengobatan supaya ia sembuh. Banyak orang menolak untuk memeriksakan dirinya kepada dokter karena mereka menganggap dirinya masih cukup sehat. Tetapi sekali penyakitnya ketahuan, penyakit itu sudah sangat parah dan gawat sehingga terlambat untuk diobati.
Demikian pula dengan keselamatan; tidak sedikit orang menolak untuk datang kepada Tuhan Yesus karena mereka menganggap bahwa dirinya sudah cukup baik, tak ada kekurangan atau melakukan perbuatan dosa sedikit pun. Golongan yang menganggap dirinya lebih baik dari pada orang lain adalah orang-orang Farisi. Mereka (orang-orang Farisi) beranggapan bahwa orang berdosa itu tak mungkin akan menjadi baik dan bertobat. Ketika melihat Yesus makan bersama-sama dengan para pemungut cukai dan orang berdosa, orang Farisi menunjukkan ketidaksenangannya dengan berkata, "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdsoa?" (Matius 9:11).
Adalah mudah bagi kita untuk melihat kelemahan, kekuarangan dan juga dosa yang diperbuat oleh orang lain. Kita dengan gampanganya melontarkan kritikan atau menghakimi mereka dan menganggap diri kita ini lebih benar dari mereka. Tuhan Yesus berkata, "Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum;... Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?" (Lukas 6:37, 41). Tuhan Yesus juga menegaskan bahwa Ia datang "...bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:13).
Jadi, Tuhan Yesus datang ke dunia untuk mencari orang-orang berdosa dan bukan mencari orang-orang yang mengaku dirinya sudah benar. Orang-orang yang merasa dirinya benar sangatlah sulit untuk bertobat. Bukankah masih ada anak-anak Tuhan dan bahkan para pelayan Tuhan yang merasa dirinya lebih baik dan lebih benar dari orang lain, sehingga dalam hidupnya selalu mencela dan meghakimi orang lain?
Jangan sekali pun menghakimi orang lain, apalagi merasa diri kita benar. Sebaliknya kita harus merangkul orang lain yang belum diselamatkan dan membawanya kepada Tuhan Yesus.
Baca: Matius 9:9-13
"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit." Matius 9:12
Rumah sakit dan puskesmas adalah tempat di mana orang yang menderita sakit mendapatkan pengobatan supaya ia sembuh. Banyak orang menolak untuk memeriksakan dirinya kepada dokter karena mereka menganggap dirinya masih cukup sehat. Tetapi sekali penyakitnya ketahuan, penyakit itu sudah sangat parah dan gawat sehingga terlambat untuk diobati.
Demikian pula dengan keselamatan; tidak sedikit orang menolak untuk datang kepada Tuhan Yesus karena mereka menganggap bahwa dirinya sudah cukup baik, tak ada kekurangan atau melakukan perbuatan dosa sedikit pun. Golongan yang menganggap dirinya lebih baik dari pada orang lain adalah orang-orang Farisi. Mereka (orang-orang Farisi) beranggapan bahwa orang berdosa itu tak mungkin akan menjadi baik dan bertobat. Ketika melihat Yesus makan bersama-sama dengan para pemungut cukai dan orang berdosa, orang Farisi menunjukkan ketidaksenangannya dengan berkata, "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdsoa?" (Matius 9:11).
Adalah mudah bagi kita untuk melihat kelemahan, kekuarangan dan juga dosa yang diperbuat oleh orang lain. Kita dengan gampanganya melontarkan kritikan atau menghakimi mereka dan menganggap diri kita ini lebih benar dari mereka. Tuhan Yesus berkata, "Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum;... Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?" (Lukas 6:37, 41). Tuhan Yesus juga menegaskan bahwa Ia datang "...bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Matius 9:13).
Jadi, Tuhan Yesus datang ke dunia untuk mencari orang-orang berdosa dan bukan mencari orang-orang yang mengaku dirinya sudah benar. Orang-orang yang merasa dirinya benar sangatlah sulit untuk bertobat. Bukankah masih ada anak-anak Tuhan dan bahkan para pelayan Tuhan yang merasa dirinya lebih baik dan lebih benar dari orang lain, sehingga dalam hidupnya selalu mencela dan meghakimi orang lain?
Jangan sekali pun menghakimi orang lain, apalagi merasa diri kita benar. Sebaliknya kita harus merangkul orang lain yang belum diselamatkan dan membawanya kepada Tuhan Yesus.
Friday, January 20, 2012
HARUS MENINGGALKAN 'MESIR'
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2012 -
Baca: Keluaran 12:29-42
"Orang Mesir juga mendesak dengan keras kepala kepada bangsa itu, menyuruh bangsa itu pergi dengan segera dari negeri itu, sebab kata mereka: 'Nanti kami mati semuanya.'" Keluaran 12:33
Alkitab menyatakan bahwa semua yang diselamatkan oleh kasih anugerah Tuhan, ditebus dengan darah. Inilah yang dialami oleh bangsa Israel kala itu, bangsa yang sangat dikasihi Tuhan. Karena itu mereka harus segera meninggalkan Mesir.
Setiap orang yang telah ditebus dan diselamatkan Tuhan seperti bangsa Israel ini, sekali dibebaskan, harus segera mengambil tindakan tegas untuk keluar dari tempat itu. Penebusan melalui darah tidak hanya memisahkan yang hidup dari yang mati, tetapi darah itu juga memisahkan anak-anak Tuhan dari belenggu dunia ini. Akibat dari penebusan terjadilah pemisahan. Setelah terlepas dari maut yang mematikan setiap anak sulung bangsa Mesir, umat Israel harus bergegas keluar meninggalkan Mesir sesuai dengan perintah Tuhan, karena "...mereka diusir dari Mesir dan tidak dapat berlambat-lambat," (Keluaran 12:39). Sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus kita harus memisahkan diri dari 'Mesir' yang adalah gambaran dari kehidupan dunia ini.
Kini, dunia sangat membenci kita sebab kita bukan lagi menjadi miliknya seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Mungkin saja rekan kerja kita membenci kita karena Kristus, tetangga kanan kiri mulai mencibir, atau bahkan orang-orang terdekat (keluarga) juga mengasingkan dan mengucilka kita karena kita telah menjadi milik Kristus. Keadaan ini jangan membuat kita jadi lemah, justru kesempatan bagi kita untuk menjadi saksi Kristus di tengah-tengah mereka. Tuhan menghendaki agar kita yang menjadi milikNya benar-benar memiliki kehidupan yang 'berbeda', karena "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Darah Kristus sangat mahal, karena itu setiap orang yang telah ditebus tak boleh hidup seenaknya sendiri, harus benar-benar menjadi manusia baru: artinya kehidupan lama harus benar-benar kita tingggakan!
Baca: Keluaran 12:29-42
"Orang Mesir juga mendesak dengan keras kepala kepada bangsa itu, menyuruh bangsa itu pergi dengan segera dari negeri itu, sebab kata mereka: 'Nanti kami mati semuanya.'" Keluaran 12:33
Alkitab menyatakan bahwa semua yang diselamatkan oleh kasih anugerah Tuhan, ditebus dengan darah. Inilah yang dialami oleh bangsa Israel kala itu, bangsa yang sangat dikasihi Tuhan. Karena itu mereka harus segera meninggalkan Mesir.
Setiap orang yang telah ditebus dan diselamatkan Tuhan seperti bangsa Israel ini, sekali dibebaskan, harus segera mengambil tindakan tegas untuk keluar dari tempat itu. Penebusan melalui darah tidak hanya memisahkan yang hidup dari yang mati, tetapi darah itu juga memisahkan anak-anak Tuhan dari belenggu dunia ini. Akibat dari penebusan terjadilah pemisahan. Setelah terlepas dari maut yang mematikan setiap anak sulung bangsa Mesir, umat Israel harus bergegas keluar meninggalkan Mesir sesuai dengan perintah Tuhan, karena "...mereka diusir dari Mesir dan tidak dapat berlambat-lambat," (Keluaran 12:39). Sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus kita harus memisahkan diri dari 'Mesir' yang adalah gambaran dari kehidupan dunia ini.
Kini, dunia sangat membenci kita sebab kita bukan lagi menjadi miliknya seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Mungkin saja rekan kerja kita membenci kita karena Kristus, tetangga kanan kiri mulai mencibir, atau bahkan orang-orang terdekat (keluarga) juga mengasingkan dan mengucilka kita karena kita telah menjadi milik Kristus. Keadaan ini jangan membuat kita jadi lemah, justru kesempatan bagi kita untuk menjadi saksi Kristus di tengah-tengah mereka. Tuhan menghendaki agar kita yang menjadi milikNya benar-benar memiliki kehidupan yang 'berbeda', karena "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Darah Kristus sangat mahal, karena itu setiap orang yang telah ditebus tak boleh hidup seenaknya sendiri, harus benar-benar menjadi manusia baru: artinya kehidupan lama harus benar-benar kita tingggakan!
JEMAAT MAKEDONIA: Mengenal Kasih Karunia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Januari 2012 -
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya." 2 Korintus 8:98
Ketika tidak ada masalah dan pencobaan banyak dari kita yang masih bisa bersemangat dan berapi-api dalam mengiring Tuhan; tetapi kondisinya akan berbeda ketika ada persoalan untuk ujian datang menerpa hidup kita: terjadilah perubahan yang sangat drastis, kita tidak lagi bersemangat, ogah-ogahan dan bersikap acuh tak acuh terhadap perkara-perkara rohani. Semula tampaknya segenap kehidupan kita berperisaikan iman, tetapi ketika angin kecil bertiup gugurlah perisai itu.
Angin-angin kecil yang melambangkan pencobaan memang sebagai alat penguji kesungguhan dan iman kita. Kalau diterpa angin kecil saja perisai iman kita sudah gugur, bagaimana jadinya bila suatu saat badai dan gelombang besar menyerang? Ketika perisai iman mulai gugur, pikiran manusia kita mulai bekerja secara aktif. Kita mulai mencari-cari jalan keluar dengan kekuatan dan akal sendiri. Dan kita pun jadi lupa bahwa kita mempunyai Tuhan yang besar. Perhatikan kehidupan jemaat yang ada di Makedonia dalam kisah hari ini: meski menghadapi banyak persoalan, hatinya tetap berlimpah dengan syukur. Dikatakan, "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka." (2 Korintus 8:2, 3). Mengapa bisa seperti itu? Karena mereka telah mengenal kasih karunia Tuhan.
Jadi, setiap orang yang mengaku telah mengenal kasih karunia Tuhan Yesus tapi sikap dan perbuatannya tidak menunjukkan perubahan, orang itu sebenarnya belum mengenal kasih karunia Tuhan. Orang yang telah mengenal kasih karunia Tuhan pasti menghasilkan buah-buah roh dalam hidupnya: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan juga penguasaan diri. Orang yang telah mengenal kasih karunia Tuhan hatinya akan peka terhadap orang lain dan senantiasa menunjukkan kasih dan kemurahan hati seperti yang dilakukan oleh jemaat di Makedonia ini.
Mengasihi orang lain dalam tindakan nyata adalah bukti bahwa kita telah mengenal kasih karunia Tuhan!
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya." 2 Korintus 8:98
Ketika tidak ada masalah dan pencobaan banyak dari kita yang masih bisa bersemangat dan berapi-api dalam mengiring Tuhan; tetapi kondisinya akan berbeda ketika ada persoalan untuk ujian datang menerpa hidup kita: terjadilah perubahan yang sangat drastis, kita tidak lagi bersemangat, ogah-ogahan dan bersikap acuh tak acuh terhadap perkara-perkara rohani. Semula tampaknya segenap kehidupan kita berperisaikan iman, tetapi ketika angin kecil bertiup gugurlah perisai itu.
Angin-angin kecil yang melambangkan pencobaan memang sebagai alat penguji kesungguhan dan iman kita. Kalau diterpa angin kecil saja perisai iman kita sudah gugur, bagaimana jadinya bila suatu saat badai dan gelombang besar menyerang? Ketika perisai iman mulai gugur, pikiran manusia kita mulai bekerja secara aktif. Kita mulai mencari-cari jalan keluar dengan kekuatan dan akal sendiri. Dan kita pun jadi lupa bahwa kita mempunyai Tuhan yang besar. Perhatikan kehidupan jemaat yang ada di Makedonia dalam kisah hari ini: meski menghadapi banyak persoalan, hatinya tetap berlimpah dengan syukur. Dikatakan, "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka." (2 Korintus 8:2, 3). Mengapa bisa seperti itu? Karena mereka telah mengenal kasih karunia Tuhan.
Jadi, setiap orang yang mengaku telah mengenal kasih karunia Tuhan Yesus tapi sikap dan perbuatannya tidak menunjukkan perubahan, orang itu sebenarnya belum mengenal kasih karunia Tuhan. Orang yang telah mengenal kasih karunia Tuhan pasti menghasilkan buah-buah roh dalam hidupnya: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan juga penguasaan diri. Orang yang telah mengenal kasih karunia Tuhan hatinya akan peka terhadap orang lain dan senantiasa menunjukkan kasih dan kemurahan hati seperti yang dilakukan oleh jemaat di Makedonia ini.
Mengasihi orang lain dalam tindakan nyata adalah bukti bahwa kita telah mengenal kasih karunia Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)