Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2010 -
Baca: Lukas 5:1-11
"Guru, telah sepanjang malam kami (Simon dan para nelayan) bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Lukas 5:5
Acapkali manusia berpegang pada pengalaman masa lalu sebagai pedoman mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan permasalahan yang ada. Sering pula orang berpikir menurut pengalamannya, contoh: jika seseorang menderita sakit parah yang didiagnosa dokter tak dapat sembuh, maka si penderita dalam waktu dekat pasti akan mati; seseorang yang ekonominya bangkrut tentu tak mungkin dapat bangkit kembali.
Ketahuilah, Tuhan tidak membutuhkan pengalaman manusia untuk melakukan suatu perkara, "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37). Contoh: Sarai yang sudah tua pun sanggup dibuka rahimnya oleh Tuhan sehingga ia dapat memberikan keturunan; wanita yang mengalami pendarahan 12 tahun, dan menurut pengalaman tidak dapat disembuhkan, menjadi sembuh ketika bertemu Yesus dan menjamah jumbai jubahNya. Jadi, janganlah sekali-kali mengukur segala sesuatu berdasarkan pengalaman kita. Dalam segala hal arahkan mata dan pengharapan sepenuhnya kepada Allah yang hidup dalam nama Tuhan Yesus Kristus yang sanggup melakukan segala sesuatu.
Adapun Petrus dan Andreas adalah nelayan ulung. Keduanya sudah 'kenyang' pengalaman menangkap ikan, tetapi suatu malam mereka gagal sama sekali. Yesus memperhatikan mereka yang tampak lelah dan kecewa itu, dan ingin menunjukkan bahwa apa yang tak dapat diperbuat manusia dapat dilakukan olehNya. Ia berkata kepada Simon (Petrus), "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4). Mungkin Petrus tak membanggakan pengalamannya, dia taat perintah Yesus: "...karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." (Lukas 5:5). Karena ketaatannya ia "...menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak." (Lukas 5:6).
Ketaatan akan firmanNya membuat segala perkara terjadi, bukan karena pengalaman manusia.
Thursday, June 17, 2010
Wednesday, June 16, 2010
YESUS SAHABAT SEJATI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2010 -
Baca: Yohanes 15:13-17
"Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." Yohanes 15:13
Berbahagialah bila saat ini kita memiliki sahabat. Jaga dan peliharalah persahabatan itu, karena sahabat sejati langka. Tidak mudah menemukan sahabat di tengah-tengah dunia yang egois ini.
Dikatakan, "Manusia akan mencintai dirinya sendiri...tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2a, 3-4). Mungkin kita memiliki banyak teman atau kenalan di kantor, sekolah atau di tempat olahraga, namun berapa banyak teman yang kita nilai sebagai teman sejati atau sahabat, yang kepadanya kita dapat membagikan pikiran terdalam dan perasaan yang paling intim? Kebanyakan pertemuan didasari kepentingan tertentu atau untung rugi, jarang sekali yang benar-benar tulus. Benar kata Salomo, "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Sebaliknya, sahabat adalah orang yang memahami dan menerima kita apa adanya, ia "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17). Sungguh, kehadiran sahabat dalam hidup sangat berarti.
Sama pentingnya dengan persahabatan antarteman, bahkan lebih penting lagi, kita harus memiliki persahabatan dengan Tuhan. Mungkin kita mengenal Tuhan sebagai Bapa, Raja, Juruselamat dan sumber segala berkat, namun apakah kita mengenalNya sebagai sahabat? Mungkin kita berpikir bersahabat dengan Tuhan. Tidak! Sesungguhnya Tuhan ingin menghabiskan waktu dengan kita, berjalan bersama kita, mendengar masalah kita, bahkan ingin selalu ada di dekat kita. Dia ingin berbicara dengan kita setiap saat, rindu bersekutu dengan kita dalam segala hal. Adalah anugerah yang luar biasa bila kita memiliki Yesus sebagai sahabat, kita tak akan kesepian lagi karena Dia Jehovah Sammah (Mahahadir). "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Untuk menjadi sahabat Yesus kit aharus memiliki persekutuan karib denganNya!
Baca: Yohanes 15:13-17
"Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." Yohanes 15:13
Berbahagialah bila saat ini kita memiliki sahabat. Jaga dan peliharalah persahabatan itu, karena sahabat sejati langka. Tidak mudah menemukan sahabat di tengah-tengah dunia yang egois ini.
Dikatakan, "Manusia akan mencintai dirinya sendiri...tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2a, 3-4). Mungkin kita memiliki banyak teman atau kenalan di kantor, sekolah atau di tempat olahraga, namun berapa banyak teman yang kita nilai sebagai teman sejati atau sahabat, yang kepadanya kita dapat membagikan pikiran terdalam dan perasaan yang paling intim? Kebanyakan pertemuan didasari kepentingan tertentu atau untung rugi, jarang sekali yang benar-benar tulus. Benar kata Salomo, "Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." (Amsal 19:4). Sebaliknya, sahabat adalah orang yang memahami dan menerima kita apa adanya, ia "...menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." (Amsal 17:17). Sungguh, kehadiran sahabat dalam hidup sangat berarti.
Sama pentingnya dengan persahabatan antarteman, bahkan lebih penting lagi, kita harus memiliki persahabatan dengan Tuhan. Mungkin kita mengenal Tuhan sebagai Bapa, Raja, Juruselamat dan sumber segala berkat, namun apakah kita mengenalNya sebagai sahabat? Mungkin kita berpikir bersahabat dengan Tuhan. Tidak! Sesungguhnya Tuhan ingin menghabiskan waktu dengan kita, berjalan bersama kita, mendengar masalah kita, bahkan ingin selalu ada di dekat kita. Dia ingin berbicara dengan kita setiap saat, rindu bersekutu dengan kita dalam segala hal. Adalah anugerah yang luar biasa bila kita memiliki Yesus sebagai sahabat, kita tak akan kesepian lagi karena Dia Jehovah Sammah (Mahahadir). "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Untuk menjadi sahabat Yesus kit aharus memiliki persekutuan karib denganNya!
Tuesday, June 15, 2010
KEKRISTENAN DAN PENGAMPUNAN: Satu Kesatuan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2010 -
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Mengasihi musuh atau orang yang bersalah adalah sebuah keharusan bagi kita sebagai umat Tuhan, karena Tuhan telah mendemonstrasikan bagaimana Ia mengasihi dan mengampuni orang-orang yang menyalibkanNya. Banyak orang beranggapan pengampunan itu ada batasnya, contohnya: mengampuni tiga kali orang lain yang berbuat kesalahan dirasa sudah cukup. Namun, Tuhan Yesus ingin memperjelas ajaranNya tentang pengampunan yang sesungguhnya.
Ketika Petrus datang kepada Tuhan dan bertanya berapa kali ia harus mengampuni orang yang bersalah terhadapnya, Ia menjawab, "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh tujuh kali." (ayat 22). Apa maknanya? Apakah kita harus menghitung sampai 490 kali kalau mau mengampuni? Sama sekali tidak. Artinya, kita harus mengampuni sebagaimana Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak terbatas jumlahnya. Tertulis: "...hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Anugerah pengampunan dari Tuhan inilah yang harus menjadi ukuran pengampunan kita kepada sesama yang berbuah salah kepada kita.
Pemazmur berkata, "sejauh timur dan barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anak-anakNya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." (Mazmur 103:12-14). Ayat ini menunjukkan betapa Tuhan begitu penuh kemurahan dan belas kasih kepada kita, sehingga Dia mau mengampuni kesalahan kita dan menjauhkan pelanggaran-pelanggaran kita sejauh timur dari barat. Allah rela membayar pelanggaran kita dengan bersedia menanggungkan dosa-dosa kita di dalam diri PuteraNya Yesus Kristus. Ketika Yesus menundukkan kepala menyerahkan nyawa di atas kayu salib, Ia berseru sudah selesai (baca Yohanes 19:30). Artinya: lunas (hutang maut telah dibayar lunas). Pengampunan Tuhan sempurna dan melimpah.
Betapa sering kita tidak menghargai pengampunanNya, sehingga kita begitu sulit mengampuni orang lain.
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Mengasihi musuh atau orang yang bersalah adalah sebuah keharusan bagi kita sebagai umat Tuhan, karena Tuhan telah mendemonstrasikan bagaimana Ia mengasihi dan mengampuni orang-orang yang menyalibkanNya. Banyak orang beranggapan pengampunan itu ada batasnya, contohnya: mengampuni tiga kali orang lain yang berbuat kesalahan dirasa sudah cukup. Namun, Tuhan Yesus ingin memperjelas ajaranNya tentang pengampunan yang sesungguhnya.
Ketika Petrus datang kepada Tuhan dan bertanya berapa kali ia harus mengampuni orang yang bersalah terhadapnya, Ia menjawab, "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh tujuh kali." (ayat 22). Apa maknanya? Apakah kita harus menghitung sampai 490 kali kalau mau mengampuni? Sama sekali tidak. Artinya, kita harus mengampuni sebagaimana Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak terbatas jumlahnya. Tertulis: "...hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Anugerah pengampunan dari Tuhan inilah yang harus menjadi ukuran pengampunan kita kepada sesama yang berbuah salah kepada kita.
Pemazmur berkata, "sejauh timur dan barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anak-anakNya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." (Mazmur 103:12-14). Ayat ini menunjukkan betapa Tuhan begitu penuh kemurahan dan belas kasih kepada kita, sehingga Dia mau mengampuni kesalahan kita dan menjauhkan pelanggaran-pelanggaran kita sejauh timur dari barat. Allah rela membayar pelanggaran kita dengan bersedia menanggungkan dosa-dosa kita di dalam diri PuteraNya Yesus Kristus. Ketika Yesus menundukkan kepala menyerahkan nyawa di atas kayu salib, Ia berseru sudah selesai (baca Yohanes 19:30). Artinya: lunas (hutang maut telah dibayar lunas). Pengampunan Tuhan sempurna dan melimpah.
Betapa sering kita tidak menghargai pengampunanNya, sehingga kita begitu sulit mengampuni orang lain.
Monday, June 14, 2010
MENGASIHI MUSUH. Mungkinkah?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2010 -
Baca: Lukas 6:27:36
"Aku (Tuhan - red.) berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;" Lukas 6:27
Sebagai anak-anak Allah kita harus memiliki sifat-sifat Allah. Ada pun salah satu sifat Allah adalah Mahapengampun, seperti kata Pemazmur, "Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni..." (Mazmur 86:5), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Seperti Yesus, agar Ia layak menjadi Putera Kerjaan Allah, Ia tidak membalas meskipun dicaci-maki, dihujat, diejek, diludahi dan dipermalukan; Ia sanggup mengampuni dan mengasihi musuh-musuhNya. Ia berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat," (Lukas 23:34). Ia telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa. Menjadi Kristen berarti menjadi pengikut Kristus, dan sudah sepatutnya kita mengikuti jejakNya dan meneladani kehidupanNya. Alkitab dengan tegas menyatakan; "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Tuhan menghendaki agar kita mengasihi musuh-musuh kita. Kata-kata Yesus dari atas salib bukan kata-kata kutuk atau keluhan atau tentang penghinaan atas kematianNya yang terkutuk, tetapi adalah doa untuk mereka yang menyalibkan Dia, Putera Allah yang benar, tanpa dosa. Stefanus adalah contoh orang yang mengikuti teladan Yesus. Ketika ia dilempari batu dan hampir menghembuskan nafas terakhir, ia berdoa, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kisah 7:60).
Kalau kita mengasihi dan berbuat baik kepada orang yang mengasihi kita, apakah jasa kita? Yang dikehendakiNya: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Banyak orang Kristen meremehkan pengajaranNya ini. Mungkin ada kasih, tapi terhadap kawan sendiri, grup sendiri atau denominasi sendiri. Terhadap saudara seiman yang tak dikenal secara pribadi saja kita sulit mengasihi, apalagi musuh?
Betapa sedih hati Yesus melihat orang Kristen tak dapat mengikuti teladanNya!
Baca: Lukas 6:27:36
"Aku (Tuhan - red.) berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;" Lukas 6:27
Sebagai anak-anak Allah kita harus memiliki sifat-sifat Allah. Ada pun salah satu sifat Allah adalah Mahapengampun, seperti kata Pemazmur, "Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni..." (Mazmur 86:5), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18).
Seperti Yesus, agar Ia layak menjadi Putera Kerjaan Allah, Ia tidak membalas meskipun dicaci-maki, dihujat, diejek, diludahi dan dipermalukan; Ia sanggup mengampuni dan mengasihi musuh-musuhNya. Ia berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat," (Lukas 23:34). Ia telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa. Menjadi Kristen berarti menjadi pengikut Kristus, dan sudah sepatutnya kita mengikuti jejakNya dan meneladani kehidupanNya. Alkitab dengan tegas menyatakan; "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Tuhan menghendaki agar kita mengasihi musuh-musuh kita. Kata-kata Yesus dari atas salib bukan kata-kata kutuk atau keluhan atau tentang penghinaan atas kematianNya yang terkutuk, tetapi adalah doa untuk mereka yang menyalibkan Dia, Putera Allah yang benar, tanpa dosa. Stefanus adalah contoh orang yang mengikuti teladan Yesus. Ketika ia dilempari batu dan hampir menghembuskan nafas terakhir, ia berdoa, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kisah 7:60).
Kalau kita mengasihi dan berbuat baik kepada orang yang mengasihi kita, apakah jasa kita? Yang dikehendakiNya: "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu." (Lukas 6:27-28). Banyak orang Kristen meremehkan pengajaranNya ini. Mungkin ada kasih, tapi terhadap kawan sendiri, grup sendiri atau denominasi sendiri. Terhadap saudara seiman yang tak dikenal secara pribadi saja kita sulit mengasihi, apalagi musuh?
Betapa sedih hati Yesus melihat orang Kristen tak dapat mengikuti teladanNya!
Sunday, June 13, 2010
SALIB KRISTUS: Mengubah Pahit Menjadi Manis
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2010 -
Baca: Keluaran 15:22-27
"Musa berseru-seru kepada Tuhan, dan Tuhan menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Keluaran 15:25a
Respons kebanyakan orang ketika menghadapi masalah adalah bersungut-sungut dan menggerutu. Bangsa Israel pun berbuat demikian. Hari demi hari yang keluar dari mulut mereka sungut-sungut belaka. Itulah sebabnya Tuhan mengijinkan bangsa Israel mengalami proses yang begitu lama di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian, harus berputar-putar selama 40 tahun. Bangsa Israel harus mengalami didikan Tuhan begitu lama karena sikap hati mereka yang tidak benar. Mereka tidak pernah puas dengan apa yang diterima dan dialaminya. Sukar untuk mengucap syukur, dan mengingat-ingat kebaikan Tuhan tidak pernah mereka lakukan walaupun selama itu mereka mengalami pertolongan Tuhan dan melihat pekerjaan-pekerjaan besarNya dinyatakan di tengah-tengah mereka.
Suatu ketika bangsa Israel berjalan di padang gurun Syur dan selama tiga hari di situ mereka tidak mendapatkan air untuk diminum. Kemudian "Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara. (Ayat 23). Sesungguhnya, melalui peritiwa ini Tuhan hendak mengajar mereka agar tidak mengandalkan kekuatan sendiri, sebaliknya mau belajar bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Lalu Musa berdoa, "...dan Tuhan menunjukkan kepadadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Barulah dapat mereka minum setelah Tuhan sendiri bertindak. Kayu berbicara tentang salib Kristus. Kayu itu membawa kesembuhan, kehidupan dan keselamatan jiwa.
Seburuk apa pun keadaan kita: kepahitan, kesulitan, masalah, kegagalan, akan berubah menjadi manis dan indah apabila kita bertemu salib Kristus. Melalui salib itulah Kristus memikul penderitaan kita dan melenyapkan segala kutuk. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita,..." (Galatia 3:13). Berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut! Bila kita sungguh-sungguh mendengarkan suaraNya dan melakukan yang benar di mata Tuhan niscaya hidup kita dipulihkan.
Akhirnya di Elim, bangsa Israel menemuan 12 mata air dan 70 pohon korma!
Baca: Keluaran 15:22-27
"Musa berseru-seru kepada Tuhan, dan Tuhan menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Keluaran 15:25a
Respons kebanyakan orang ketika menghadapi masalah adalah bersungut-sungut dan menggerutu. Bangsa Israel pun berbuat demikian. Hari demi hari yang keluar dari mulut mereka sungut-sungut belaka. Itulah sebabnya Tuhan mengijinkan bangsa Israel mengalami proses yang begitu lama di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian, harus berputar-putar selama 40 tahun. Bangsa Israel harus mengalami didikan Tuhan begitu lama karena sikap hati mereka yang tidak benar. Mereka tidak pernah puas dengan apa yang diterima dan dialaminya. Sukar untuk mengucap syukur, dan mengingat-ingat kebaikan Tuhan tidak pernah mereka lakukan walaupun selama itu mereka mengalami pertolongan Tuhan dan melihat pekerjaan-pekerjaan besarNya dinyatakan di tengah-tengah mereka.
Suatu ketika bangsa Israel berjalan di padang gurun Syur dan selama tiga hari di situ mereka tidak mendapatkan air untuk diminum. Kemudian "Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara. (Ayat 23). Sesungguhnya, melalui peritiwa ini Tuhan hendak mengajar mereka agar tidak mengandalkan kekuatan sendiri, sebaliknya mau belajar bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Lalu Musa berdoa, "...dan Tuhan menunjukkan kepadadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." Barulah dapat mereka minum setelah Tuhan sendiri bertindak. Kayu berbicara tentang salib Kristus. Kayu itu membawa kesembuhan, kehidupan dan keselamatan jiwa.
Seburuk apa pun keadaan kita: kepahitan, kesulitan, masalah, kegagalan, akan berubah menjadi manis dan indah apabila kita bertemu salib Kristus. Melalui salib itulah Kristus memikul penderitaan kita dan melenyapkan segala kutuk. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita,..." (Galatia 3:13). Berhentilah mengeluh dan bersungut-sungut! Bila kita sungguh-sungguh mendengarkan suaraNya dan melakukan yang benar di mata Tuhan niscaya hidup kita dipulihkan.
Akhirnya di Elim, bangsa Israel menemuan 12 mata air dan 70 pohon korma!
Saturday, June 12, 2010
GEMBALA YANG BAIK: Mengasihi dan memperhatikan Domba
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2010 -
Baca: Yohanes 10:11-18
"Akulah (Tuhan - red.) gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;” Yohanes 10:11
Pengorbanan Kristus di atas kayu salib bukti nyata Ia sangat mengasihi kita, sehingga diberikannya hidupNya bagi kita demi perlindungan dan keselamatan kita. Hal ini semakin menegaskan bahwa Ia adalah Gembala yang baik. "Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;"
Sebagai domba-dombaNya tidak ada perkara yang harus kita takutkan dan kuatirkan di dalam hidup ini karena segala yang kita perlukan telah dipersiapkan dan disediakan oleh Gembala kita. Ia pun mengajar kita berdoa demikian: "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" (Matius 6:11). Dewasa ini dunia diliputi krisis di segala bidang; kesulitan demi kesulitan dialami banyak orang, tantangan dan ujian menghalangi perjalanan kita, namun kita harus yakin bahwa Tuhan ada di pihak kita karena kita adalah milikNya, domba-dombaNya. Tuhan berkata, "...Aku mengenal domba-dombaKu..." (Yohanes 10:14). Dia tahu benar masalah dan pergumulan kita, keberadaan kita di bawah pengawasanNya selalu. Jadi, Ia tahu ke mana Ia memimpin dan membimbing kita, Ia tahu padang rumput yang hijau, Ia tahu tempat di mana kita dapat beristirahat dan kapan kita merasa letih dan haus.
Kemudian pemazmur berkata, "Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; Pialaku penuh melimpah." (Mazmur 23:5). Janganlah takut akan lawan-lawan yang ada, karena Tuhan telah mempersiapkan dan menyediakan setiap kebutuhan kita di hadapan para lawan kita. Bahkan, tidak hanya menyediakan apa yang kita perlukan, Ia juga akan mengurapi kepala kita dengan minyak suci dari sorga, yaitu Roh Kudus yang penuh kuasa, untuk menyertai dan menopang kita. Tidak ada yang lebih indah selain diurapi oleh Tuhan. Pialaku penuh melimpah. Ini berbicara tentang sukacita yang tak terkatakan, sukacita Tuhan yang menadi kekuatan bagi kita setiap hari; sukacita sejati yang tak terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang ada.
Sungguh berkat luar biasa memiliki Tuhan Yesus sebagai Gembala kita!
Baca: Yohanes 10:11-18
"Akulah (Tuhan - red.) gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;” Yohanes 10:11
Pengorbanan Kristus di atas kayu salib bukti nyata Ia sangat mengasihi kita, sehingga diberikannya hidupNya bagi kita demi perlindungan dan keselamatan kita. Hal ini semakin menegaskan bahwa Ia adalah Gembala yang baik. "Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;"
Sebagai domba-dombaNya tidak ada perkara yang harus kita takutkan dan kuatirkan di dalam hidup ini karena segala yang kita perlukan telah dipersiapkan dan disediakan oleh Gembala kita. Ia pun mengajar kita berdoa demikian: "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" (Matius 6:11). Dewasa ini dunia diliputi krisis di segala bidang; kesulitan demi kesulitan dialami banyak orang, tantangan dan ujian menghalangi perjalanan kita, namun kita harus yakin bahwa Tuhan ada di pihak kita karena kita adalah milikNya, domba-dombaNya. Tuhan berkata, "...Aku mengenal domba-dombaKu..." (Yohanes 10:14). Dia tahu benar masalah dan pergumulan kita, keberadaan kita di bawah pengawasanNya selalu. Jadi, Ia tahu ke mana Ia memimpin dan membimbing kita, Ia tahu padang rumput yang hijau, Ia tahu tempat di mana kita dapat beristirahat dan kapan kita merasa letih dan haus.
Kemudian pemazmur berkata, "Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; Pialaku penuh melimpah." (Mazmur 23:5). Janganlah takut akan lawan-lawan yang ada, karena Tuhan telah mempersiapkan dan menyediakan setiap kebutuhan kita di hadapan para lawan kita. Bahkan, tidak hanya menyediakan apa yang kita perlukan, Ia juga akan mengurapi kepala kita dengan minyak suci dari sorga, yaitu Roh Kudus yang penuh kuasa, untuk menyertai dan menopang kita. Tidak ada yang lebih indah selain diurapi oleh Tuhan. Pialaku penuh melimpah. Ini berbicara tentang sukacita yang tak terkatakan, sukacita Tuhan yang menadi kekuatan bagi kita setiap hari; sukacita sejati yang tak terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang ada.
Sungguh berkat luar biasa memiliki Tuhan Yesus sebagai Gembala kita!
Friday, June 11, 2010
HATI PENUH BELAS KASIHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2010 -
Baca: Matius 9:35-36
"Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.” Matius 9:36
Yesus adalah Pribadi penuh kasih. Ketika melihat banyak orang yang tampak lelah dan terlantar seperti domba tidak bergembala, "...tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka,..." Bisa dibayangkan menderitanya bila ada domba tak bergembala, ia pasti akan kelaparan dan kehausan karena kekurangan makanan dan air; pastilah ia juga dalam bahaya jika ada binatang buas hendak menerkamnya, karena ia tak memiliki pembela yang melindunginya.
Domba tak bergembala itu ibarat berada di ujung tanduk! Demikian juga jiwa manusia akan tersesat jika mereka terpisah dari 'Gembala yang baik'. Sebaliknya, bila kita berada di dekat Gembala yang baik ini kita akan merasa aman dan tenang; ini seperti yang dialami Daud dan ia berkata, "...Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namaNya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:2-4)
Di dunia ini manusia takkan menemukan kasih seperti kasih Tuhan karena manusia umumnya egois dan tidak peduli terhadap sesama, seperti sikap Kain ketika Allah menanyakan keberadaan Habel (adiknya). Ia menjawab, "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" (Kejadian 4:9). Tuhan mencari orang-orang yang mau berkorban dan punya belas kasihan terhadap jiwa-jiwa yang tersesat. Maukah kita berkorban waktu, tenaga dan juga materi untuk mengabarkan Injil kepada mereka, sehingga mereka diselamatkan dan bertemu Gembala yang baik itu? Tuhan pun mencari ketika Ia berencana memusnahkan Yerusalem karena Yerusalem dipenuhi perbuatan-perbuatan dosa yang menjijikkan dengan berkata, "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapanKu, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya." (Yehezkiel 22:30).
Sebagai orang percaya kita harus punya hati penuh belas kasih bagi jiwa-jiwa; sayangnya belum semua orang Kristen mempunyai beban ini.
Baca: Matius 9:35-36
"Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.” Matius 9:36
Yesus adalah Pribadi penuh kasih. Ketika melihat banyak orang yang tampak lelah dan terlantar seperti domba tidak bergembala, "...tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka,..." Bisa dibayangkan menderitanya bila ada domba tak bergembala, ia pasti akan kelaparan dan kehausan karena kekurangan makanan dan air; pastilah ia juga dalam bahaya jika ada binatang buas hendak menerkamnya, karena ia tak memiliki pembela yang melindunginya.
Domba tak bergembala itu ibarat berada di ujung tanduk! Demikian juga jiwa manusia akan tersesat jika mereka terpisah dari 'Gembala yang baik'. Sebaliknya, bila kita berada di dekat Gembala yang baik ini kita akan merasa aman dan tenang; ini seperti yang dialami Daud dan ia berkata, "...Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namaNya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:2-4)
Di dunia ini manusia takkan menemukan kasih seperti kasih Tuhan karena manusia umumnya egois dan tidak peduli terhadap sesama, seperti sikap Kain ketika Allah menanyakan keberadaan Habel (adiknya). Ia menjawab, "Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?" (Kejadian 4:9). Tuhan mencari orang-orang yang mau berkorban dan punya belas kasihan terhadap jiwa-jiwa yang tersesat. Maukah kita berkorban waktu, tenaga dan juga materi untuk mengabarkan Injil kepada mereka, sehingga mereka diselamatkan dan bertemu Gembala yang baik itu? Tuhan pun mencari ketika Ia berencana memusnahkan Yerusalem karena Yerusalem dipenuhi perbuatan-perbuatan dosa yang menjijikkan dengan berkata, "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapanKu, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya." (Yehezkiel 22:30).
Sebagai orang percaya kita harus punya hati penuh belas kasih bagi jiwa-jiwa; sayangnya belum semua orang Kristen mempunyai beban ini.
Thursday, June 10, 2010
MELAYANI TANPA PAMRIH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2010 -
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"Sampai pada saat ini kami (Paulus dan Apolos) lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup menggembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat.” 1 Korintus 4:11, 12a
Banyak terjadi bahwa semakin berhasil dan tenar seseorang dalam pelayanannya di masyarakat maupun dalam bidang kerohanian, semakin jauh dari tujuan semula. Awalnya setiap orang melayani orang untuk pertumbuhan rohani, nama Kristus saja yang ditonjolkan dan disanjung. Tapi seiring berjalannya waktu, di mana pelayanannya semakin maju dan sukses, pribadi si pelayanlah yang mulai dicari dan disanjung orang.
Adalah fakta bahwa kesuksesan dapat mencuri kemuliaan nama Tuhan, apalagi jika pelayanan dilakukan di kota-kota besar, makin kaburlah batas keagungan Tuhan yang hendak diberitakan dengan ketenaran si pembawa berita itu sendiri. Sementara di daerah terpencil, pelosok atau pedalaman, pelayanan yang dilakukan para hamba Tuhan sangat jauh dari perhatian dunia. Masih banyak yang mengalami seperti Paulus: lapar, haus, telanjang, dipukul, dianiaya dan hidup mengembara. Mereka pun bekerja begitu berat tak ubahnhya seperti Paulus, "...kami melakukan pekerjaan tangan yang berat." Sekalipun mereka jauh dari kelimpahan harta benda, mereka tetap sungguh-sungguh setia melayani jiwa-jiwa yang haus akan firman Tuhan. Jiwa-jiwa yang dilayani umumnya orang-orang kurang mampu, namun hamba Tuhan yang tinggal di desa-desa atau pedalaman mempunyai kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bila mereka melihat banyak jiwa menyerahkan diri kepada Kristus.
Mereka ini adalah hamba-hamba Tuhan yang bekerja bagi Kerajaan Allah tanpa pamrih. Mereka tak dipandang dan diabaikan oleh dunia; tak ada manusia melihat dan menghargai perjuangan mereka dalam pelayanan. Namun ada sepasang mata memperhatikan pengabdian tulus ini: "Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3). Mata Tuhan melihat dengan jelas hamba-hambaNya yang bekerja mengabarkan Injil dengan tekun dan tetap menjaga sikap hati dengan benar. Sebaliknya mata Tuhan juga menembus setiap hati hati hamba-hambaNya yang melayani demi kepentingan dirinya sendiri atau untuk mencari nama.
Sebagai hambaNya, mari kita berkata, "...bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan,..." 2 Korintus 4:5
Baca: 1 Korintus 4:6-21
"Sampai pada saat ini kami (Paulus dan Apolos) lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup menggembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat.” 1 Korintus 4:11, 12a
Banyak terjadi bahwa semakin berhasil dan tenar seseorang dalam pelayanannya di masyarakat maupun dalam bidang kerohanian, semakin jauh dari tujuan semula. Awalnya setiap orang melayani orang untuk pertumbuhan rohani, nama Kristus saja yang ditonjolkan dan disanjung. Tapi seiring berjalannya waktu, di mana pelayanannya semakin maju dan sukses, pribadi si pelayanlah yang mulai dicari dan disanjung orang.
Adalah fakta bahwa kesuksesan dapat mencuri kemuliaan nama Tuhan, apalagi jika pelayanan dilakukan di kota-kota besar, makin kaburlah batas keagungan Tuhan yang hendak diberitakan dengan ketenaran si pembawa berita itu sendiri. Sementara di daerah terpencil, pelosok atau pedalaman, pelayanan yang dilakukan para hamba Tuhan sangat jauh dari perhatian dunia. Masih banyak yang mengalami seperti Paulus: lapar, haus, telanjang, dipukul, dianiaya dan hidup mengembara. Mereka pun bekerja begitu berat tak ubahnhya seperti Paulus, "...kami melakukan pekerjaan tangan yang berat." Sekalipun mereka jauh dari kelimpahan harta benda, mereka tetap sungguh-sungguh setia melayani jiwa-jiwa yang haus akan firman Tuhan. Jiwa-jiwa yang dilayani umumnya orang-orang kurang mampu, namun hamba Tuhan yang tinggal di desa-desa atau pedalaman mempunyai kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bila mereka melihat banyak jiwa menyerahkan diri kepada Kristus.
Mereka ini adalah hamba-hamba Tuhan yang bekerja bagi Kerajaan Allah tanpa pamrih. Mereka tak dipandang dan diabaikan oleh dunia; tak ada manusia melihat dan menghargai perjuangan mereka dalam pelayanan. Namun ada sepasang mata memperhatikan pengabdian tulus ini: "Mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik." (Amsal 15:3). Mata Tuhan melihat dengan jelas hamba-hambaNya yang bekerja mengabarkan Injil dengan tekun dan tetap menjaga sikap hati dengan benar. Sebaliknya mata Tuhan juga menembus setiap hati hati hamba-hambaNya yang melayani demi kepentingan dirinya sendiri atau untuk mencari nama.
Sebagai hambaNya, mari kita berkata, "...bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan,..." 2 Korintus 4:5
Wednesday, June 9, 2010
JANGAN LUPAKAN KEBAIKAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2010 -
Baca: Mazmur 103:1-22
"Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikanNya!” Mazmur 103:2
Kita seringkali terpaku pada keadaan dan penderitaan yang kita alami: sakit penyakit atau persoalan rumah tangga yang pelik. Kita begitu cemas, kuatir dan takut, rasanya hari-hari yang ada begitu gelap. Wajah kita terus murung tiada tawa. Jangankan memuji-muji Tuhan, tersenyum pun berat rasanya. Masalah yang ada laksana gunung yang besar menindih kita, kita jadi lupa segala kebaikan Tuhan dan juga perbuatan-perbuatanNya yang ajaib.
Raja Daud mengajak kita untuk mengingat-ingat apa yang sudah Tuhan perbuat: "Dia (Tuhan) yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali." (ayat 3-5). Tuhan selalu mengampuni? Berapa kali kita melanggar firmanNya dan Tuhan selalu mengampuni? Berapa kali kita dalam kondisi lemah tak berdaya karena sakit dan Tuhan menyembuhkan? Bukankah kita ini orang-orang yang semestinya dimurkai dan binasa, tetapi karena kasihNya Ia rela mati di atas kayu salib menyelamatkan kita? Kenangkan betapa besar kasih setia dan rahmatNya atas kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita walaupun kita sering meninggalkanNya. Berapa kali kita diluputkan dari segala marabahaya? Daud mengakui, "Dalam kesesakan aku telah berseru kepada Tuhan, Tuhan telah menjawab aku dengan memberi kelegaan." (Mazmur 118:5).
Siapakah seperti Tuhan, setiap saat tak jemu-jemu memberi pertolongan? Saat menghadapi jalan buntu, pertolongan manusia tak mungkin diperoleh, Tuhan telah mengulurkan tanganNya dan dengan caraNya yang ajaib menolong kita. Ingat kasih kita yang mula-mula waktu bertemu Yesus dan kita diselamatkan. Mungkin kasih itu telah padam oleh segala kesibukan dan masalah sehari-hari, namun kembalilah dan ingatlah kebaikanNya selama ini, yang dengan perbuatan baik kita tak cukup membalasNya.
Sungguh, aku berkata kepada Tuhan: "Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!" Mazmur 16:2
Baca: Mazmur 103:1-22
"Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikanNya!” Mazmur 103:2
Kita seringkali terpaku pada keadaan dan penderitaan yang kita alami: sakit penyakit atau persoalan rumah tangga yang pelik. Kita begitu cemas, kuatir dan takut, rasanya hari-hari yang ada begitu gelap. Wajah kita terus murung tiada tawa. Jangankan memuji-muji Tuhan, tersenyum pun berat rasanya. Masalah yang ada laksana gunung yang besar menindih kita, kita jadi lupa segala kebaikan Tuhan dan juga perbuatan-perbuatanNya yang ajaib.
Raja Daud mengajak kita untuk mengingat-ingat apa yang sudah Tuhan perbuat: "Dia (Tuhan) yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali." (ayat 3-5). Tuhan selalu mengampuni? Berapa kali kita melanggar firmanNya dan Tuhan selalu mengampuni? Berapa kali kita dalam kondisi lemah tak berdaya karena sakit dan Tuhan menyembuhkan? Bukankah kita ini orang-orang yang semestinya dimurkai dan binasa, tetapi karena kasihNya Ia rela mati di atas kayu salib menyelamatkan kita? Kenangkan betapa besar kasih setia dan rahmatNya atas kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita walaupun kita sering meninggalkanNya. Berapa kali kita diluputkan dari segala marabahaya? Daud mengakui, "Dalam kesesakan aku telah berseru kepada Tuhan, Tuhan telah menjawab aku dengan memberi kelegaan." (Mazmur 118:5).
Siapakah seperti Tuhan, setiap saat tak jemu-jemu memberi pertolongan? Saat menghadapi jalan buntu, pertolongan manusia tak mungkin diperoleh, Tuhan telah mengulurkan tanganNya dan dengan caraNya yang ajaib menolong kita. Ingat kasih kita yang mula-mula waktu bertemu Yesus dan kita diselamatkan. Mungkin kasih itu telah padam oleh segala kesibukan dan masalah sehari-hari, namun kembalilah dan ingatlah kebaikanNya selama ini, yang dengan perbuatan baik kita tak cukup membalasNya.
Sungguh, aku berkata kepada Tuhan: "Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!" Mazmur 16:2
Tuesday, June 8, 2010
TETAP DI JALUR YANG BENAR
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2010 -
Baca: Matius 7:12-14
"karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” Matius 7:14
Ayat nas ini berbicara tentang jalan menuju kehidupan kekal (Kerajaan Sorga). Jalan itu sangat sesak dan sempit, karena itu hanya sedikit orang yang mau menempuh dan melewati jalan itu.
Siapa pun yang hendak menempuh jalan yang benar harus tahan terhadap segala tekanan Ketika seseorang memutuskan untuk hidup dalam kebenaran (bicara benar, bertindak benar, berhenti berbuat dosa, hidup jujur, berhenti dari hidup yang mementingkan diri sendiri, memutuskan untuk hidup radikal yang bersungguh-sungguh bagi Tuhan) justru ia semakin diperhadapkan dengan banyak tantangan: dicibir teman sendiri dan orang lain, serta dianggap aneh dan sok suci. Itulah pekerjaan Iblis yang terus berusaha mempersulit kehidupan orang-orang yang memutuskan hidup di jalur yang benar. Iblis bertujuan menekan orang-orang benar supaya mengalami patah semangat dan akhirnya menyerah, lalu berhenti hidup benar.
Sebaliknya, "...lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya." (Matius 7:13). Adalah sangat mudah jatuh ke dalam dosa dan binasa, karena jalan menuju ke sana begitu lebar dan luas. Bahkan orang dijamin tidak akan pernah kesepian melewati jalan itu karena di sana ada banyak teman. Hari-hari ini dunia penuh dengan kompromi. Orang lebih suka hidup menurut keinginan sendiri, santai, acuh tak acuh dan tidak mau bayar harga untuk perkara-perkara rohani. Saat ini kita diingatkan agar mau berjuang melawan tipu muslihat Iblis: paket yang dikemas begitu menarik dan indah namun berujung kebinasaan kekal. Untuk bisa menang dalam 'peperangan' ini kita harus terus melekat kepada Tuhan.
Alkitab tidak pernah menjanjikan perjalanan hidup yang bebas dari pencobaan. Tetapi Dia berjanji kita tidak akan menghadapi pencobaan itu sendiri, karena ada Roh Kudus yang menyertai dan menolong kita. Jadi jangan lakukan apa yang dunia lakukan! Jangan lagi terlibat gosip-gosip dan pergaulan salah hanya karena merasa kesepian.
Tetaplah di jalur yang benar, meski sesak dan sukar, menuju kepada keselamatan kekal!
Baca: Matius 7:12-14
"karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” Matius 7:14
Ayat nas ini berbicara tentang jalan menuju kehidupan kekal (Kerajaan Sorga). Jalan itu sangat sesak dan sempit, karena itu hanya sedikit orang yang mau menempuh dan melewati jalan itu.
Siapa pun yang hendak menempuh jalan yang benar harus tahan terhadap segala tekanan Ketika seseorang memutuskan untuk hidup dalam kebenaran (bicara benar, bertindak benar, berhenti berbuat dosa, hidup jujur, berhenti dari hidup yang mementingkan diri sendiri, memutuskan untuk hidup radikal yang bersungguh-sungguh bagi Tuhan) justru ia semakin diperhadapkan dengan banyak tantangan: dicibir teman sendiri dan orang lain, serta dianggap aneh dan sok suci. Itulah pekerjaan Iblis yang terus berusaha mempersulit kehidupan orang-orang yang memutuskan hidup di jalur yang benar. Iblis bertujuan menekan orang-orang benar supaya mengalami patah semangat dan akhirnya menyerah, lalu berhenti hidup benar.
Sebaliknya, "...lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya." (Matius 7:13). Adalah sangat mudah jatuh ke dalam dosa dan binasa, karena jalan menuju ke sana begitu lebar dan luas. Bahkan orang dijamin tidak akan pernah kesepian melewati jalan itu karena di sana ada banyak teman. Hari-hari ini dunia penuh dengan kompromi. Orang lebih suka hidup menurut keinginan sendiri, santai, acuh tak acuh dan tidak mau bayar harga untuk perkara-perkara rohani. Saat ini kita diingatkan agar mau berjuang melawan tipu muslihat Iblis: paket yang dikemas begitu menarik dan indah namun berujung kebinasaan kekal. Untuk bisa menang dalam 'peperangan' ini kita harus terus melekat kepada Tuhan.
Alkitab tidak pernah menjanjikan perjalanan hidup yang bebas dari pencobaan. Tetapi Dia berjanji kita tidak akan menghadapi pencobaan itu sendiri, karena ada Roh Kudus yang menyertai dan menolong kita. Jadi jangan lakukan apa yang dunia lakukan! Jangan lagi terlibat gosip-gosip dan pergaulan salah hanya karena merasa kesepian.
Tetaplah di jalur yang benar, meski sesak dan sukar, menuju kepada keselamatan kekal!
Monday, June 7, 2010
MENYUKAI FIRMAN TUHAN, IMAN SEMAKIN KUAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2010 -
Baca: Mazmur 119:1-16
"Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapanMu; firmanMu tidak akan kulupakan.” Mazmur 119:16
Penulis banyak menerima curhat saudara seiman yang mengeluhkan iman mereka yang begitu mudah goyah, lemah dan tidak kuat, lebih-lebih saat berada dalam masalah berat. Apakah kita rindu memiliki iman yang kuat dan teguh? Satu-satunya cara adalah kita harus menyukai firman Tuhan.
Bukankah banyak orang Kristen tidak suka dan malas membaca Alkitab? Atau mungkin membaca Alkitab hanya saat berada di gereja atau di persekutuan? Kalau sudah di rumah, "Mana sempat?" Namun jelas dikatakan bahwa "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Semakin kita dekat dengan Tuhan dan semakin mengenal Dia, semakin kuat pula iman kita bertumbuh. Bagaimana kita dapat mengenal Tuhan lebih dalam? Dengan mempelajari firmanNya! Daud, di sepanjang perjalanan hidupnya, tak pernah lepas dari masalah, tekanan, bahkan ancaman, tapi hal itu tidak membuatnya menjadi lemah dan putus asa, sebaliknya ia semakin kuat menaruh iman percayanya kepada Tuhan. Kuncinya? Daud menyukai firman Tuhan. Ia berkata, "Betapa kucintai TauratMu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97), sehingga Daud pun bisa menyikapi persoalan yang ada dengan mata iman: "...aku tertindas itu baik bagiku, suaya aku belajar ketetapan-ketetapanMu." (Mazmur 119:71). "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Semakin karib dengan Tuhan, makin kita mampu berjalan melalui segala cobaan dengan keyakinan di dalam Dia. Jika kita menjadikan Yesus titik fokus perjalanan iman kita, Dia akan mendewasakan dan menyempurnakan iman kita. Tuhan menghendaki dan menginginkan agar kita berjalan dalam iman yang terus bertumbuh, dan iman seperti itu akan kita peroleh hanya dengan mempelajari dan hidup dalam firman. Jika kita menginginkan iman yang kuat kita harus mendisiplinkan diri menyediakan banyak bagi firman Tuhan, setiap hari.
Sesibuk apa pun kita, mari meluangkan waktu untuk sesuatu yang paling penting yaitu mendalami firmanNya.
Baca: Mazmur 119:1-16
"Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapanMu; firmanMu tidak akan kulupakan.” Mazmur 119:16
Penulis banyak menerima curhat saudara seiman yang mengeluhkan iman mereka yang begitu mudah goyah, lemah dan tidak kuat, lebih-lebih saat berada dalam masalah berat. Apakah kita rindu memiliki iman yang kuat dan teguh? Satu-satunya cara adalah kita harus menyukai firman Tuhan.
Bukankah banyak orang Kristen tidak suka dan malas membaca Alkitab? Atau mungkin membaca Alkitab hanya saat berada di gereja atau di persekutuan? Kalau sudah di rumah, "Mana sempat?" Namun jelas dikatakan bahwa "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus." (Roma 10:17). Semakin kita dekat dengan Tuhan dan semakin mengenal Dia, semakin kuat pula iman kita bertumbuh. Bagaimana kita dapat mengenal Tuhan lebih dalam? Dengan mempelajari firmanNya! Daud, di sepanjang perjalanan hidupnya, tak pernah lepas dari masalah, tekanan, bahkan ancaman, tapi hal itu tidak membuatnya menjadi lemah dan putus asa, sebaliknya ia semakin kuat menaruh iman percayanya kepada Tuhan. Kuncinya? Daud menyukai firman Tuhan. Ia berkata, "Betapa kucintai TauratMu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97), sehingga Daud pun bisa menyikapi persoalan yang ada dengan mata iman: "...aku tertindas itu baik bagiku, suaya aku belajar ketetapan-ketetapanMu." (Mazmur 119:71). "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu;" (Mazmur 34:20).
Semakin karib dengan Tuhan, makin kita mampu berjalan melalui segala cobaan dengan keyakinan di dalam Dia. Jika kita menjadikan Yesus titik fokus perjalanan iman kita, Dia akan mendewasakan dan menyempurnakan iman kita. Tuhan menghendaki dan menginginkan agar kita berjalan dalam iman yang terus bertumbuh, dan iman seperti itu akan kita peroleh hanya dengan mempelajari dan hidup dalam firman. Jika kita menginginkan iman yang kuat kita harus mendisiplinkan diri menyediakan banyak bagi firman Tuhan, setiap hari.
Sesibuk apa pun kita, mari meluangkan waktu untuk sesuatu yang paling penting yaitu mendalami firmanNya.
Sunday, June 6, 2010
IMAN DAN PERBUATAN: Satu Kesatuan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2010 -
Baca: Yakobus 2:14-26
"Demikian juga halnya dengan iman: Jika itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Yakobus 2:17
Adalah dua unsur penting dalam iman: seseorang dapat dikatakan memiliki iman bila ia percaya meski belum melihat bukti; selain itu, seorang beriman taat melakukan kehendak Tuhan, apa pun resikonya. Jadi, iman juga harus disertai perbuatan atau tindakan nyata. Bila tidak, "...iman itu pada hakekatnya adalah mati.".
Jika kita berbicara mengenai iman tetapi tidak bertindak sesuai dengan apa yang kita percayai, hal itu adalah sia-sia. Iman yang sejati bukanlah sekedar perkataan, namun harus diwujudkan ke dalam gaya hidup kita. Iman yang disertai dengan tindakan pasti membuahkan hasil. Contohnya adalah Rahab, perempuan sundal dalam Alkitab. Sebagai penduduk kota Yerikho, Rahab telah mendengar tentang kuasa Allah Israel yang mengalahkan banyak bangsa, dan ia tahu orang Israel sedang menuju Yerikho sementara Allah menyerahkan kota itu ke tangan mereka. Ketika dua orang pengintai Israel datang ke Yerikho, Rahab melihat itu sebagai kesempatan emas dan ia bertindak. Ia menolong dua orang pengintai itu dengan menyembunyikan mereka di rumahnya. Atas tindakan berani Rahab ini dua pengintai itu berhasil lolos. Namun sebelum para pengintai itu pergi, Rahab memohon agar ia dan seisi keluarganya diselamatkan bila mereka (orang Israel) menyerbu kota Yerikho. Para pengintai itu pun setuju dan mereka membuat suatu kesepakatan. Para pengintai memerintahkan Rahab untuk mengikatkan tali kirmizi pada jendela rumah (baca Yosua 2:21). Perintah itu pun dilakukan oleh Rahab. Tali berwarna merah itu menjadi simbol pengharapan dan jaminan keselamatan baginya.
Ketaatan Rahab mengaitkan tali kirmizi menunjukkan imannya pada perkataan para pengintai itu, yang secara tidak langsung merupakan janji Tuhan. Karena iman pengharapan yang ditaruhnya pada Allahnya yang 'baru', dan disertai tindakan nyata sebagai respons terhadap imannya, Rahab dan seluruh keluarganya diselamatkan ketika orang Israel menguasai dan menghancurkan kota Yerikho. Pelajaran dari hidup Rahab sudah jelas: iman yang disertai tindakan selalu membuahkan hasil!
Jika iman kita dalah iman sejati, ia akan tampak dengan sendirinya melalui perbuatan kita.
Baca: Yakobus 2:14-26
"Demikian juga halnya dengan iman: Jika itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Yakobus 2:17
Adalah dua unsur penting dalam iman: seseorang dapat dikatakan memiliki iman bila ia percaya meski belum melihat bukti; selain itu, seorang beriman taat melakukan kehendak Tuhan, apa pun resikonya. Jadi, iman juga harus disertai perbuatan atau tindakan nyata. Bila tidak, "...iman itu pada hakekatnya adalah mati.".
Jika kita berbicara mengenai iman tetapi tidak bertindak sesuai dengan apa yang kita percayai, hal itu adalah sia-sia. Iman yang sejati bukanlah sekedar perkataan, namun harus diwujudkan ke dalam gaya hidup kita. Iman yang disertai dengan tindakan pasti membuahkan hasil. Contohnya adalah Rahab, perempuan sundal dalam Alkitab. Sebagai penduduk kota Yerikho, Rahab telah mendengar tentang kuasa Allah Israel yang mengalahkan banyak bangsa, dan ia tahu orang Israel sedang menuju Yerikho sementara Allah menyerahkan kota itu ke tangan mereka. Ketika dua orang pengintai Israel datang ke Yerikho, Rahab melihat itu sebagai kesempatan emas dan ia bertindak. Ia menolong dua orang pengintai itu dengan menyembunyikan mereka di rumahnya. Atas tindakan berani Rahab ini dua pengintai itu berhasil lolos. Namun sebelum para pengintai itu pergi, Rahab memohon agar ia dan seisi keluarganya diselamatkan bila mereka (orang Israel) menyerbu kota Yerikho. Para pengintai itu pun setuju dan mereka membuat suatu kesepakatan. Para pengintai memerintahkan Rahab untuk mengikatkan tali kirmizi pada jendela rumah (baca Yosua 2:21). Perintah itu pun dilakukan oleh Rahab. Tali berwarna merah itu menjadi simbol pengharapan dan jaminan keselamatan baginya.
Ketaatan Rahab mengaitkan tali kirmizi menunjukkan imannya pada perkataan para pengintai itu, yang secara tidak langsung merupakan janji Tuhan. Karena iman pengharapan yang ditaruhnya pada Allahnya yang 'baru', dan disertai tindakan nyata sebagai respons terhadap imannya, Rahab dan seluruh keluarganya diselamatkan ketika orang Israel menguasai dan menghancurkan kota Yerikho. Pelajaran dari hidup Rahab sudah jelas: iman yang disertai tindakan selalu membuahkan hasil!
Jika iman kita dalah iman sejati, ia akan tampak dengan sendirinya melalui perbuatan kita.
Saturday, June 5, 2010
TUHAN MEMBUKA PINTU-PINTU BERKAT
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2010 -
Baca: Maleakhi 3:6-12
"Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman Tuhan semesta alam.” Maleakhi 3:11
Dalam kehidupan rohani ada hukum timbal balik. Ketika kita menabur dalam ketaatan kepada firman Tuhan, Tuhan memberkati kita sebagai balasannya: "...carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33);
Ketika kita menjadikan Tuhan prioritas utama dalam hidup, tidak ada hal yang perlu kita kuatirkan, semuanya akan ditambahkan bagi kita. Pintu-pintu berkat akan dibukakan untuk kita! Saat kita taat persepuluhan Tuhan berkata, "Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu..." Apa artinya menghardik belalang pelahap? Banyak hal yang bisa menyebabkan krisis dalam kehidupan kita secara mendadak dan tak terduga, contoh: krisis ekonomi atau krisis kesehatan, tapi bila kita setia dalam hal persepuluhan, Tuhan akan menjaga dan menjauhkan kita dari 'serangga dan hama' tersebut.
Seringkali kita kuatir akan hidup kita. Perhatikan! Kekuatiran adalah kebalikan dari iman. Hati kita tidak bisa dipenuhi dengan iman dan kekuatiran pada waktu bersamaan. Tuhan tau apa kebutuhan kita dan selalu menyediakan yang kita perlukan karena Dia rindu memberkati kita dengan pemberian-pemberian yang baik. Dikatakan: "Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tau memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya." (Matius 7:9-11).
Tuhan telah memberi kita banyak pemberian, dan pemberianNya yang terbesar adalah ketika Dia rela mati di atas kayu salib menebus dosa-dosa kita.
Banyak orang Kristen tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan, serta tidak taat persepuluhan, sehingga terlibat hutang untuk mendapatkan apa yang sesungguhnya sudah Tuhan sediakan. Siapa yang salah?
Baca: Maleakhi 3:6-12
"Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman Tuhan semesta alam.” Maleakhi 3:11
Dalam kehidupan rohani ada hukum timbal balik. Ketika kita menabur dalam ketaatan kepada firman Tuhan, Tuhan memberkati kita sebagai balasannya: "...carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33);
Ketika kita menjadikan Tuhan prioritas utama dalam hidup, tidak ada hal yang perlu kita kuatirkan, semuanya akan ditambahkan bagi kita. Pintu-pintu berkat akan dibukakan untuk kita! Saat kita taat persepuluhan Tuhan berkata, "Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu..." Apa artinya menghardik belalang pelahap? Banyak hal yang bisa menyebabkan krisis dalam kehidupan kita secara mendadak dan tak terduga, contoh: krisis ekonomi atau krisis kesehatan, tapi bila kita setia dalam hal persepuluhan, Tuhan akan menjaga dan menjauhkan kita dari 'serangga dan hama' tersebut.
Seringkali kita kuatir akan hidup kita. Perhatikan! Kekuatiran adalah kebalikan dari iman. Hati kita tidak bisa dipenuhi dengan iman dan kekuatiran pada waktu bersamaan. Tuhan tau apa kebutuhan kita dan selalu menyediakan yang kita perlukan karena Dia rindu memberkati kita dengan pemberian-pemberian yang baik. Dikatakan: "Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tau memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya." (Matius 7:9-11).
Tuhan telah memberi kita banyak pemberian, dan pemberianNya yang terbesar adalah ketika Dia rela mati di atas kayu salib menebus dosa-dosa kita.
Banyak orang Kristen tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan, serta tidak taat persepuluhan, sehingga terlibat hutang untuk mendapatkan apa yang sesungguhnya sudah Tuhan sediakan. Siapa yang salah?
Friday, June 4, 2010
MERENCANAKAN MASA DEPAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2010 -
Baca: Kejadian 41:46-57
"maka Yusuf mengumpulkan segala bahan makanan ketujuh tahun kelimpahan yang ada di tanah Mesir, lalu disimpannya di kota-kota; hasil daerah sekitar tiap-tiap kota disimpan di dalam kota itu.” Kejadian 41:48
Setiap orang pasti memiliki ribuan angan atau rencana untuk masa depannya: pekerjaan mapan, keluarga bahagia, punya kendaraan dan rumah tinggal yang layak dan sebagainya. Tidak peduli apakah akan terwujud atau tidak, yang penting harus berusaha telebih dahulu dan merencanakan segala sesuatunya sebaik mungkin.
Apabila kita tidak mempunyai rencana, bagaimana kita akan tau kapan kita berhasil? Tanpa ada sasaran atau target di kepala kita, bagaimana mungkin kita tahu bahwa kita sedang melangkah ke arah yang tepat atau benar? Selagi kita dianugerahi kesehatan yang baik dari Tuhan berarti kita juga memiliki kesempatan untuk berusaha dan bekerja. Jangan pernah bermalas-malasan atau menyia-nyiakan waktu yang ada untuk hal-hal yang tidak berguna. Dikatakan: "Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa." (Amsal 20:4). Maka kita harus hidup dengan persiapan dan perencanaan yang baik, agar kita tidak terpuruk dan siap terhadap kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Yusuf adalah contoh orang yang memiliki perencanaan yang baik dalam hidupnya. Ketika ia dipercaya menjadi penguasa Mesir seperti dikatakan Firaun kepadanya, "Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu.... Dengan ini aku melantik engkau menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir." (Kejadian 41:40-41), Yusuf mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan dengan hikmat yang luar biasa, karena Roh Tuhan menyertainya. Ia memerintahkan rakyat Mesir mempersiapkan diri menyongsong kelaparan yang akan terjadi. Selama tahun-tahun kelimpahan ia mengumpulkan semua kelebihan dan menyimpannya untuk persediaan kelak. "Demikianlah Yusuf menimbun gandum seperti pasir di laut, sangat banyak, sehingga orang berhenti menghitungnya, karena memang tidak terhitung." (Kejadian 41:49).
Ketika kelaparan hebat terjadi 7 tahun, di Mesir ada persediaan makanan melimpah.
Baca: Kejadian 41:46-57
"maka Yusuf mengumpulkan segala bahan makanan ketujuh tahun kelimpahan yang ada di tanah Mesir, lalu disimpannya di kota-kota; hasil daerah sekitar tiap-tiap kota disimpan di dalam kota itu.” Kejadian 41:48
Setiap orang pasti memiliki ribuan angan atau rencana untuk masa depannya: pekerjaan mapan, keluarga bahagia, punya kendaraan dan rumah tinggal yang layak dan sebagainya. Tidak peduli apakah akan terwujud atau tidak, yang penting harus berusaha telebih dahulu dan merencanakan segala sesuatunya sebaik mungkin.
Apabila kita tidak mempunyai rencana, bagaimana kita akan tau kapan kita berhasil? Tanpa ada sasaran atau target di kepala kita, bagaimana mungkin kita tahu bahwa kita sedang melangkah ke arah yang tepat atau benar? Selagi kita dianugerahi kesehatan yang baik dari Tuhan berarti kita juga memiliki kesempatan untuk berusaha dan bekerja. Jangan pernah bermalas-malasan atau menyia-nyiakan waktu yang ada untuk hal-hal yang tidak berguna. Dikatakan: "Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa." (Amsal 20:4). Maka kita harus hidup dengan persiapan dan perencanaan yang baik, agar kita tidak terpuruk dan siap terhadap kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Yusuf adalah contoh orang yang memiliki perencanaan yang baik dalam hidupnya. Ketika ia dipercaya menjadi penguasa Mesir seperti dikatakan Firaun kepadanya, "Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu.... Dengan ini aku melantik engkau menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir." (Kejadian 41:40-41), Yusuf mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan dengan hikmat yang luar biasa, karena Roh Tuhan menyertainya. Ia memerintahkan rakyat Mesir mempersiapkan diri menyongsong kelaparan yang akan terjadi. Selama tahun-tahun kelimpahan ia mengumpulkan semua kelebihan dan menyimpannya untuk persediaan kelak. "Demikianlah Yusuf menimbun gandum seperti pasir di laut, sangat banyak, sehingga orang berhenti menghitungnya, karena memang tidak terhitung." (Kejadian 41:49).
Ketika kelaparan hebat terjadi 7 tahun, di Mesir ada persediaan makanan melimpah.
Thursday, June 3, 2010
MEMILIKI REKENING SORGAWI (2)
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2010 -
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.” 2 Korintus 9:6
Memberikan persepuluhan juga salah satu cara bersyukur kepada Tuhan. Tuhan sangat menghargai dan memelihara orang-orang yang setia memberikan persepuluhan. Dia akan "...membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:10). Kata tingkap di sini berarti pintu air. BerkatNya tidak hanya menetes, tetapi melimpah atas kita. Selain itu Tuhan juga akan "...menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu,..." (Maleakhi 3:11).
2. Persembahan khusus, yaitu pemberian yang kita lakukan ketika Roh Kudus mendorong kita untuk memberi, di luar persepuluhan. Pemberian ini kita berikan kepada seseorang atau untuk suatu pelayanan. Roh Kudus akan memberitahu atau menggerakkan hati kita untuk siapa persembahan itu kita berikan. Alkitab menulis: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Seungguhnya apa yang kita berikan akan kembali pada kita juga. Tuhan membuka jalan untuk mengembalikan kemurahan kita. Persembahan khusus ini juga termasuk sedekah yaitu memberikan bantuan kepada orang-orang miskin. Ada tertulis: "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17). Bersedekah kepada orang miskin sama artinya memberi kepada Tuhan. "Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku" (Matius 25:35-36). "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini; kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40).
Sudahkah kita menyimpan harta kita di rekening sorga?
Selagi ada waktu mari kita menabur sebanyak-banyaknya!
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.” 2 Korintus 9:6
Memberikan persepuluhan juga salah satu cara bersyukur kepada Tuhan. Tuhan sangat menghargai dan memelihara orang-orang yang setia memberikan persepuluhan. Dia akan "...membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:10). Kata tingkap di sini berarti pintu air. BerkatNya tidak hanya menetes, tetapi melimpah atas kita. Selain itu Tuhan juga akan "...menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu,..." (Maleakhi 3:11).
2. Persembahan khusus, yaitu pemberian yang kita lakukan ketika Roh Kudus mendorong kita untuk memberi, di luar persepuluhan. Pemberian ini kita berikan kepada seseorang atau untuk suatu pelayanan. Roh Kudus akan memberitahu atau menggerakkan hati kita untuk siapa persembahan itu kita berikan. Alkitab menulis: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Seungguhnya apa yang kita berikan akan kembali pada kita juga. Tuhan membuka jalan untuk mengembalikan kemurahan kita. Persembahan khusus ini juga termasuk sedekah yaitu memberikan bantuan kepada orang-orang miskin. Ada tertulis: "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu." (Amsal 19:17). Bersedekah kepada orang miskin sama artinya memberi kepada Tuhan. "Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku" (Matius 25:35-36). "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini; kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40).
Sudahkah kita menyimpan harta kita di rekening sorga?
Selagi ada waktu mari kita menabur sebanyak-banyaknya!
Wednesday, June 2, 2010
MEMILIKI REKENING SORGAWI (1)
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2010 -
Baca: Matius 6:19-21
"Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” Matius 6:20
Saat ini para jutawan atau orang-orang kaya bingung dengan uangnya: di mana dapat menyimpan uang dengan aman? Ditabung di bank? Jangan-jangan banknya akan dilikuidasi atau bermasalah seperti bank Century; disimpan di rumah takut pencuri atau perampok. Ketakutan dan kegelisahan terus menghantui pikiran orang-orang berduit.
Ternyata susah juga memiliki uang yang berlimpah, hati jadi tidak tenang. Sungguh benar yang dikatakan Alkitab: "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Semua orang berharap uang yang mereka simpan di bank aman dan berbunga, padahal suatu ketika bisa terjadi inflasi tinggi sehingga uang akan menurun. Oleh karenanya firmanNya menasihati kita: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Lalu, di manakah kita dapat menyimpan uang kita dengan aman dan juga bisa bertambah atau berlipat? Agar uang kita semakin bertambah kita harus menanamkannya dalam 'rekening' kerajaan Allah. Sebagai anak-anak Tuhan kita adalah warga kerajaan sorga, di mana setiap kita memiliki rekening di bank sorga, tempat di mana kita dapat menyimpan harta dengan aman, tidak dapat dicuri, bahkan simpanan kita itu akan membawa imbalan yang melimpah dan kekal.
Ada pun cara menyimpan uang di bank sorga adalah melalui: 1. Perpuluhan, yang merupakan bagian dari perjanjian berkat Tuhan dan langkah awal untuk menanamkan modal di rekening sorgawi. Tuhan adalah pemilik dan sumber dari segala sesuatu, namun Dia mengijinkan kita memegang sebagian besar kerja keras kita. Dia memberi kita porsi yang lebih besar (90%) dan sisanya (10%) adalah milik Tuhan. Dengan ketaatan kita memberi persepuluhan Tuhan berjanji akan memberkati kita dengan melimpah. Persepuluhan mengajar kita untuk membayar kewajiban kita terlebih dahulu. Kita akan menuai apa yang kita tabur, namun Tuhan melatih kita menanam semacam 'benih uang' dalam perpuluhan. Jadi "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,..." (Maleakhi 3:10). (Bersambung)
Baca: Matius 6:19-21
"Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” Matius 6:20
Saat ini para jutawan atau orang-orang kaya bingung dengan uangnya: di mana dapat menyimpan uang dengan aman? Ditabung di bank? Jangan-jangan banknya akan dilikuidasi atau bermasalah seperti bank Century; disimpan di rumah takut pencuri atau perampok. Ketakutan dan kegelisahan terus menghantui pikiran orang-orang berduit.
Ternyata susah juga memiliki uang yang berlimpah, hati jadi tidak tenang. Sungguh benar yang dikatakan Alkitab: "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Semua orang berharap uang yang mereka simpan di bank aman dan berbunga, padahal suatu ketika bisa terjadi inflasi tinggi sehingga uang akan menurun. Oleh karenanya firmanNya menasihati kita: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19). Lalu, di manakah kita dapat menyimpan uang kita dengan aman dan juga bisa bertambah atau berlipat? Agar uang kita semakin bertambah kita harus menanamkannya dalam 'rekening' kerajaan Allah. Sebagai anak-anak Tuhan kita adalah warga kerajaan sorga, di mana setiap kita memiliki rekening di bank sorga, tempat di mana kita dapat menyimpan harta dengan aman, tidak dapat dicuri, bahkan simpanan kita itu akan membawa imbalan yang melimpah dan kekal.
Ada pun cara menyimpan uang di bank sorga adalah melalui: 1. Perpuluhan, yang merupakan bagian dari perjanjian berkat Tuhan dan langkah awal untuk menanamkan modal di rekening sorgawi. Tuhan adalah pemilik dan sumber dari segala sesuatu, namun Dia mengijinkan kita memegang sebagian besar kerja keras kita. Dia memberi kita porsi yang lebih besar (90%) dan sisanya (10%) adalah milik Tuhan. Dengan ketaatan kita memberi persepuluhan Tuhan berjanji akan memberkati kita dengan melimpah. Persepuluhan mengajar kita untuk membayar kewajiban kita terlebih dahulu. Kita akan menuai apa yang kita tabur, namun Tuhan melatih kita menanam semacam 'benih uang' dalam perpuluhan. Jadi "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam,..." (Maleakhi 3:10). (Bersambung)
Tuesday, June 1, 2010
ROH KUDUS YANG DIJANJIKAN ITU DIGENAPI
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juni 2010 -
Baca: Kisah 2:1-13
“Maka penuhlah mereka (para rasul) dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” Kisah 2:4
Rencana Allah adalah sempurna, tidak seperti rencana manusia yang seringkali tiba-tiba atau mendadak. Dan yang pasti rencanaNya tidak pernah gagal, Ayub pun mengakui: “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.” (Ayub 42:2).
Seperti halnya kelahiran Kristus ke dunia yang telah dinubuatkan ratusan tahun sebelumnya oleh para nabi, demikian pula pencurahan Roh Kudus. Ratusan tahun sebelum Kristus dilahirkan, Allah telah berfirman kepada nabi Yoel tentang pencurahan Roh Kudus yang kita kenal dengan Pentakosta, demikian firmanNya, “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki perempuan akan bernubuat, orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan RohKu pada hari-hari itu.” (Yoel 2:28-29). Sebagaimana diperintahkan Tuhan Yesus, para rasul dengan setia berkumpul di Yerusalem menanti-nantikan Roh Kudus yang dijanjikan itu. Janji Tuhan adalah ya dan amin! “Janji Tuhan adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam peleburan di tanah.” (Mazmur 12:7). Nubuat itu digenapiNya; Roh Kudus hadir demikian dahsyatnya seperti bunyi deru angin yang keras dan seperti nyala api yang bertebaran. "Maka penuhnya mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya."
Kuasa Roh Kudus adalah kuasa Roh Allah sendiri yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan; Ia bukan roh yang statis dan mati. Karena itu barangsiapa dipenuhi Roh Kudus, di dalam dirinya ada suatu kekuatan baru dan semangat yang besar untuk memberitakan Injil. Setelah Roh Kudus memenuhi hidup para murid, mereka memiliki keberanian dan tak takut akan rintangan yang menghambat untuk memuliakan Tuhan.
Kuasa Roh Kuduslah yang sanggup memulihkan dan mengubahkan kehidupan!
Baca: Kisah 2:1-13
“Maka penuhlah mereka (para rasul) dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” Kisah 2:4
Rencana Allah adalah sempurna, tidak seperti rencana manusia yang seringkali tiba-tiba atau mendadak. Dan yang pasti rencanaNya tidak pernah gagal, Ayub pun mengakui: “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.” (Ayub 42:2).
Seperti halnya kelahiran Kristus ke dunia yang telah dinubuatkan ratusan tahun sebelumnya oleh para nabi, demikian pula pencurahan Roh Kudus. Ratusan tahun sebelum Kristus dilahirkan, Allah telah berfirman kepada nabi Yoel tentang pencurahan Roh Kudus yang kita kenal dengan Pentakosta, demikian firmanNya, “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki perempuan akan bernubuat, orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan RohKu pada hari-hari itu.” (Yoel 2:28-29). Sebagaimana diperintahkan Tuhan Yesus, para rasul dengan setia berkumpul di Yerusalem menanti-nantikan Roh Kudus yang dijanjikan itu. Janji Tuhan adalah ya dan amin! “Janji Tuhan adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam peleburan di tanah.” (Mazmur 12:7). Nubuat itu digenapiNya; Roh Kudus hadir demikian dahsyatnya seperti bunyi deru angin yang keras dan seperti nyala api yang bertebaran. "Maka penuhnya mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya."
Kuasa Roh Kudus adalah kuasa Roh Allah sendiri yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan; Ia bukan roh yang statis dan mati. Karena itu barangsiapa dipenuhi Roh Kudus, di dalam dirinya ada suatu kekuatan baru dan semangat yang besar untuk memberitakan Injil. Setelah Roh Kudus memenuhi hidup para murid, mereka memiliki keberanian dan tak takut akan rintangan yang menghambat untuk memuliakan Tuhan.
Kuasa Roh Kuduslah yang sanggup memulihkan dan mengubahkan kehidupan!
Monday, May 31, 2010
DIPERCAYA TUHAN: Harus Menjadi Teladan
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2010 -
Baca: Kolose 1:24-29
“Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firmanNya dengan sepenuhnya kepada kamu,” Kolose 1:25
Setiap perintah atau tugas yang kita terima pasti dapat kita kerjakan karena di dalam kita ada kuasa yang terbatas yaitu kuasa Roh Kudus. Intim dengan Tuhan adalah kunci untuk hidup kudus. Pemazmur berkata, “Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjianNya diberitahukanNya kepada mereka.” (Mazmur 25:14).
Di zaman Perjanjian Lama Tuhan menyatakan kehendakNya kepada orang yang Ia percayai yaitu para nabiNya. Nabi adalah orang yang dipakai Tuhan menyampaikan isi hatiNya. Mengapa seorang nabi bisa dipercaya sebagai ‘penyambung lidah’ Tuhan? Karena mereka senantiasa menjaga hubungan yang karib dengan Tuhan, sehingga mereka sangat peka akan suaraNya. Ketika kita mendisiplinkan diri membangun keintiman dengan Tuhan kita sedang melatih kepekaan mendengarkan suaraNya. Melalui Roh Kudus Ia mengingatkan, menegur dan mengarahkan kita ketika jalan kita mulai serong.
Tuhan mempercayakan sesuatu kepada orang yang aktif, tekun dan setia, bukan kepada yang pasif dan bermalas-malasan. Untuk menjadi orang kepercayaan Tuhan ada harga yang harus kita bayar! Rasul Paulus berkata, “...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” (1 Korintus 9:27). Paulus melatih dan mendisiplinkan hidupnya agar ia bisa menjadi teladan bagi orang lain, sama seperti seorang atlit yang tiada hari tanpa berlatih dan bekerja keras. Practice makes perfect! Tanpa mau berjerih lelah mustahil kita memperoleh hasil maksimal.
Bagaimana Tuhan akan mempercayakan sesuatu pada kita, bila kita malas membaca, merenungkan dan mempraktekkan firmanNya, malas terlibat pelayanan dan tidak mau mengembangkan talenta yang ada? Ingat, setiap talenta yang ada di dalam diri orang percaya harus dikembangkan, bila tidak, ada konsekuensi yang harus kita tanggung (baca Matius 25:26-30). Jadi kita harus berani menolak semua jenis kopromi terhadap dosa supaya hidup kita bisa menjadi teladan.
Semakin hidup kita menjadi teladan, semakin besar pula kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita.
Baca: Kolose 1:24-29
“Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firmanNya dengan sepenuhnya kepada kamu,” Kolose 1:25
Setiap perintah atau tugas yang kita terima pasti dapat kita kerjakan karena di dalam kita ada kuasa yang terbatas yaitu kuasa Roh Kudus. Intim dengan Tuhan adalah kunci untuk hidup kudus. Pemazmur berkata, “Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjianNya diberitahukanNya kepada mereka.” (Mazmur 25:14).
Di zaman Perjanjian Lama Tuhan menyatakan kehendakNya kepada orang yang Ia percayai yaitu para nabiNya. Nabi adalah orang yang dipakai Tuhan menyampaikan isi hatiNya. Mengapa seorang nabi bisa dipercaya sebagai ‘penyambung lidah’ Tuhan? Karena mereka senantiasa menjaga hubungan yang karib dengan Tuhan, sehingga mereka sangat peka akan suaraNya. Ketika kita mendisiplinkan diri membangun keintiman dengan Tuhan kita sedang melatih kepekaan mendengarkan suaraNya. Melalui Roh Kudus Ia mengingatkan, menegur dan mengarahkan kita ketika jalan kita mulai serong.
Tuhan mempercayakan sesuatu kepada orang yang aktif, tekun dan setia, bukan kepada yang pasif dan bermalas-malasan. Untuk menjadi orang kepercayaan Tuhan ada harga yang harus kita bayar! Rasul Paulus berkata, “...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” (1 Korintus 9:27). Paulus melatih dan mendisiplinkan hidupnya agar ia bisa menjadi teladan bagi orang lain, sama seperti seorang atlit yang tiada hari tanpa berlatih dan bekerja keras. Practice makes perfect! Tanpa mau berjerih lelah mustahil kita memperoleh hasil maksimal.
Bagaimana Tuhan akan mempercayakan sesuatu pada kita, bila kita malas membaca, merenungkan dan mempraktekkan firmanNya, malas terlibat pelayanan dan tidak mau mengembangkan talenta yang ada? Ingat, setiap talenta yang ada di dalam diri orang percaya harus dikembangkan, bila tidak, ada konsekuensi yang harus kita tanggung (baca Matius 25:26-30). Jadi kita harus berani menolak semua jenis kopromi terhadap dosa supaya hidup kita bisa menjadi teladan.
Semakin hidup kita menjadi teladan, semakin besar pula kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita.
Sunday, May 30, 2010
DIPERCAYA TUHAN: Keharusan Hidup Kudus dan Benar
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2010 -
Baca: 1 Korintus 4:1-5
“Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah.” 1 Korintus 4:1
Sebuah kepercayaan mahal harganya! Seorang pemimpin perusahaan tidak akan dengan serta merta memberikan kepercayaan atu tanggung jawab penuh kepada karyawan sebelum ia melihat kualitas orang itu. Seorang tuan dapat berkata kepada hambanya, “Baik sekali perbuatanmu itu hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:23), adalah karena si tuan telah melihat ketekunan dan kesetiaan hambanya dalam perkara kecil sehingga ia memberikan kepercayaan atau tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar. Jadi, ketekunan dan kesetiaan merupakan unsur penting dalam membangun sebuah kepercayaan.
Rasul Paulus dipakai Tuhan secara luar biasa untuk memberitakan Injil ke seluruh penjuru dunia. Meski menghadapi aniaya, tekanan dan penderitaan yang begitu hebat ia tidak pernah kecewa tawar hati apalagi sampai give up dalam pelayanan. Ia tetap setia dan taat mengerjakan panggilannya. Bagi Paulus, adalah suatu kehormatan bila ia beroleh kepercayaan dari Tuhan mewartakan Injil. Katanya, “Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati.” (2 Korintus 4:1). Paulus juga berusaha agar hidupnya menjadi teladan bagi banyak orang, sehingga melalui hidupnya orang-orang dapat melihat bahwa ia benar-benar orang yang dipercayakan rahasia Allah.
Orang Kristen adalah juga hamba-hamba Kristus seperti Paulus, yang mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai pemberita Injil. Namun tidak semua layak dan bisa dipercaya menjadi pemberita Injil karena hidupnya masih ‘setali tiga uang’ dengan orang-orang dunia. Syarat utama menjadi orang kepercayaan Tuhan bukan dari postur, kekayaan atau jabatannya, tetapi harus hidup kudus dan benar. Ini mutlak! Meskipun tidak mudah dilakukan, itulah yang harus kita penuhi. Asal kita mau taat dan bergantung sepenuhnya kepada Tuhan tidak ada perkara yang sukar. Yesus, dengan ketaatan dan hubunganNya dengan Bapa yang begitu erat, dapat hidup dalam kekudusan dan kebenaran. (Bersambung)
Baca: 1 Korintus 4:1-5
“Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah.” 1 Korintus 4:1
Sebuah kepercayaan mahal harganya! Seorang pemimpin perusahaan tidak akan dengan serta merta memberikan kepercayaan atu tanggung jawab penuh kepada karyawan sebelum ia melihat kualitas orang itu. Seorang tuan dapat berkata kepada hambanya, “Baik sekali perbuatanmu itu hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:23), adalah karena si tuan telah melihat ketekunan dan kesetiaan hambanya dalam perkara kecil sehingga ia memberikan kepercayaan atau tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar. Jadi, ketekunan dan kesetiaan merupakan unsur penting dalam membangun sebuah kepercayaan.
Rasul Paulus dipakai Tuhan secara luar biasa untuk memberitakan Injil ke seluruh penjuru dunia. Meski menghadapi aniaya, tekanan dan penderitaan yang begitu hebat ia tidak pernah kecewa tawar hati apalagi sampai give up dalam pelayanan. Ia tetap setia dan taat mengerjakan panggilannya. Bagi Paulus, adalah suatu kehormatan bila ia beroleh kepercayaan dari Tuhan mewartakan Injil. Katanya, “Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati.” (2 Korintus 4:1). Paulus juga berusaha agar hidupnya menjadi teladan bagi banyak orang, sehingga melalui hidupnya orang-orang dapat melihat bahwa ia benar-benar orang yang dipercayakan rahasia Allah.
Orang Kristen adalah juga hamba-hamba Kristus seperti Paulus, yang mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai pemberita Injil. Namun tidak semua layak dan bisa dipercaya menjadi pemberita Injil karena hidupnya masih ‘setali tiga uang’ dengan orang-orang dunia. Syarat utama menjadi orang kepercayaan Tuhan bukan dari postur, kekayaan atau jabatannya, tetapi harus hidup kudus dan benar. Ini mutlak! Meskipun tidak mudah dilakukan, itulah yang harus kita penuhi. Asal kita mau taat dan bergantung sepenuhnya kepada Tuhan tidak ada perkara yang sukar. Yesus, dengan ketaatan dan hubunganNya dengan Bapa yang begitu erat, dapat hidup dalam kekudusan dan kebenaran. (Bersambung)
Saturday, May 29, 2010
HATI BAPA
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2010 -
Baca: Mazmur 8:1-10
“apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” Mazmur 8:5
Daud mengakui betapa baiknya hati Bapa sehingga Ia mengingat dan mengindahkan kita. Ini membuktikan kita mendapat tempat istimewa di hatiNya, padahal kita adalah debu; tetapi yang membedakan kita dengan ciptaanNya yang lain adalah diciptakanNya kita menurut rupa dan gambarNya: “...Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tanganMu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:” (ayat 6-7).
Inilah puncak kebaikan hati Bapa kepada kita: “...Ia telah menggaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yohanes 3:16-17). Ini menunjukkan bahwa hati Bapa penuh kasih sehingga Ia memiliki rencana dan rancangan yang selalu baik kepada kita. Ada pun yang direncanakan Allah di dalam hatiNya adalah keselamatan seluruh umat manusia, dan Bapa telah menggenapinya melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib.
Adalah anugerah yang luar biasa bila kita dipilih dan diselamatkan oleh darah Kristus. Kita juga diangkat menjadi anak-anak Allah, dan “jikalau kamu anak maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.” (Galatia 4:7b). Namun tidak semua orang meresponsnya, banyak yang menolak Kristus. Meskipun demikian hati Bapa penuh kesabaran menantikan umatNya berbalik kepadaNya: “Tuhan tidak lalai menepati janjiNya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Petrus 3:9).
Bapa di sorga sabar terhadap kita karena Dia tidak menghendaki anak-anakNya mengalami kebinasaan kekal. Sudah seharusnya sebagai anak-anakNya kita memiliki ‘hati bapa’, yaitu hati yang penuh kasih.
Dunia sedang menantikan kita menunjukkan ‘hati Bapa’ (kasih) itu, sehingga Tuhan dipermuliakan melalui kita!
Baca: Mazmur 8:1-10
“apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” Mazmur 8:5
Daud mengakui betapa baiknya hati Bapa sehingga Ia mengingat dan mengindahkan kita. Ini membuktikan kita mendapat tempat istimewa di hatiNya, padahal kita adalah debu; tetapi yang membedakan kita dengan ciptaanNya yang lain adalah diciptakanNya kita menurut rupa dan gambarNya: “...Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tanganMu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:” (ayat 6-7).
Inilah puncak kebaikan hati Bapa kepada kita: “...Ia telah menggaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yohanes 3:16-17). Ini menunjukkan bahwa hati Bapa penuh kasih sehingga Ia memiliki rencana dan rancangan yang selalu baik kepada kita. Ada pun yang direncanakan Allah di dalam hatiNya adalah keselamatan seluruh umat manusia, dan Bapa telah menggenapinya melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib.
Adalah anugerah yang luar biasa bila kita dipilih dan diselamatkan oleh darah Kristus. Kita juga diangkat menjadi anak-anak Allah, dan “jikalau kamu anak maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.” (Galatia 4:7b). Namun tidak semua orang meresponsnya, banyak yang menolak Kristus. Meskipun demikian hati Bapa penuh kesabaran menantikan umatNya berbalik kepadaNya: “Tuhan tidak lalai menepati janjiNya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Petrus 3:9).
Bapa di sorga sabar terhadap kita karena Dia tidak menghendaki anak-anakNya mengalami kebinasaan kekal. Sudah seharusnya sebagai anak-anakNya kita memiliki ‘hati bapa’, yaitu hati yang penuh kasih.
Dunia sedang menantikan kita menunjukkan ‘hati Bapa’ (kasih) itu, sehingga Tuhan dipermuliakan melalui kita!
Friday, May 28, 2010
DIDIKAN MENDATANGKAN KEBAIKAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2010 -
Baca: Ibrani 12:5-11
“Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya” Ibrani 12:11
Adakah seorang anak yang tidak pernah dihajar atau dididik oleh orangtuanya? Setiap anak pasti mengalami didikan dari orangtua dengan harapan ia memiliki karakter yang baik seperti yang mereka harapkan dan suatu saat kelak menjadi seorang yang berhasil.
Adakalanya orangtua harus bertindak tegas dan kalau perlu menghajar anaknya bila mereka mulai memberontak atau keluar jalur. Kepada orangtua dituliskan: “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.” (Amsal 13:24). Begitu pula dalam kehidupan rohani, sebagai anak-anakNya kita pun harus mau dididik oleh Tuhan. Kita tahu bahwa selain Pribadi yang Pengasih dan Penyayang, Tuhan adalah Pribadi yang Mahaadil. Dia akan menegur dan mendidik kita, bahkan tak segan-segan ‘menghajar’ kita apabila kita melakukan kesalahan atau doasa. TujuanNya mendidik dan menghajar kita adalah agar kita semakin bertumbuh ke arah yang benar-benar sesuai firmanNya. Maka “...janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.” (Ibrani 12:5b-6).
Ada banyak cara Tuhan mendidik dan menghajar kita, salah satunya melalui sakit penyakit, krisis keuangan atau toko sepi. Dengan diijinkanNya masalah itu terjadi kita semakin mengerti dan peka akan kesalahan yang kita perbuat, sehingga kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan segera berbalik ke jalanNya yang benar. Tuhan akan mendidik kita sedemikian rupa agar kita dapat tetap berada di dalam rencanaNya.
Jadi, jika saat ini kita menerima didikan Tuhan berupa hajaran-hajaran keras bukan berarti Tuhan tidak mengasihi kita, justru menunjukkan bahwa Dia menganggap kita sebagai anak yang sangat Ia kasihi. “Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.” (Ibrani 12:8).
Didikan dan hajaran Tuhan membuktikan Dia sangat mengasihi kita, maka dari itu jangan mengeluh dan memberontak!
Baca: Ibrani 12:5-11
“Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya” Ibrani 12:11
Adakah seorang anak yang tidak pernah dihajar atau dididik oleh orangtuanya? Setiap anak pasti mengalami didikan dari orangtua dengan harapan ia memiliki karakter yang baik seperti yang mereka harapkan dan suatu saat kelak menjadi seorang yang berhasil.
Adakalanya orangtua harus bertindak tegas dan kalau perlu menghajar anaknya bila mereka mulai memberontak atau keluar jalur. Kepada orangtua dituliskan: “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.” (Amsal 13:24). Begitu pula dalam kehidupan rohani, sebagai anak-anakNya kita pun harus mau dididik oleh Tuhan. Kita tahu bahwa selain Pribadi yang Pengasih dan Penyayang, Tuhan adalah Pribadi yang Mahaadil. Dia akan menegur dan mendidik kita, bahkan tak segan-segan ‘menghajar’ kita apabila kita melakukan kesalahan atau doasa. TujuanNya mendidik dan menghajar kita adalah agar kita semakin bertumbuh ke arah yang benar-benar sesuai firmanNya. Maka “...janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.” (Ibrani 12:5b-6).
Ada banyak cara Tuhan mendidik dan menghajar kita, salah satunya melalui sakit penyakit, krisis keuangan atau toko sepi. Dengan diijinkanNya masalah itu terjadi kita semakin mengerti dan peka akan kesalahan yang kita perbuat, sehingga kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan segera berbalik ke jalanNya yang benar. Tuhan akan mendidik kita sedemikian rupa agar kita dapat tetap berada di dalam rencanaNya.
Jadi, jika saat ini kita menerima didikan Tuhan berupa hajaran-hajaran keras bukan berarti Tuhan tidak mengasihi kita, justru menunjukkan bahwa Dia menganggap kita sebagai anak yang sangat Ia kasihi. “Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.” (Ibrani 12:8).
Didikan dan hajaran Tuhan membuktikan Dia sangat mengasihi kita, maka dari itu jangan mengeluh dan memberontak!
Thursday, May 27, 2010
SIA-SIA DI LUAR TUHAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Mei 2010 -
Baca: Mazmur 127:1-5
“Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;” Mazmur 127:1a
Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 3 hal yang dicari oleh semua orang di dunia ini, yaitu kebahagaiaan, keamanan dan kekayaan.
1. Kebahagiaan. Semua orang mendambakan kebahagiaan dalam hidup. Berbagai cara ditempuh untuk mendapatkan kebahagiaan. Orang berpikir kebahagiaan bisa didapat ketika punya uang, mobil, rumah mewah, istri cantik atau suami yang tampan. Kenyataannya banyak orang kaya hidupnya tidak bahagia dan merana, selebritis kawin-cerai karena perkawinannya tidak bahagia padahal mereka serba berkelimpahan. Ada juga yang mencari kebahagiaan dengan narkoba atau seks bebas. Adalah sia-sia bila kita mencari kebahagiaan di dunia ini karena kebahagiaan yang ditawarkan dunia adalah semu belaka. Salomo berkata, “Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” Rumah melambangkan kebahagiaan, suatu tempat di mana kita merasa diterima dan dikasihi. Kita perlu membangun dan medasarkan kehidupan kita di dalam Tuhan. Itulah kunci memperoleh kebahagiaan.
2. Keamanan. Adakah tempat yang aman di dunia ini? Tidak ada! Perasaan aman dan damai ada di hati orang yang mempercayakan hidupnya kepada Tuhan. Rasa aman tidaklah ditentukan oleh sesuatu yang berada di luar kita, melainkan siapa yang ‘bertahta’ dalam hidup kita. Perihal rasa aman ini Salomo memiliki pengalaman: “Jikalau bukan Tuhan yang mengawal kita, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” (ayat 1b).
3. Kekayaan. Salomo adalah seorang raja yang sangat kaya, bahkan kekayaannya “...melebihi semua raja di bumi...” (1 Raja-Raja 10:23). Namun ia sadar bahwa kemampuan menikmati kekayaan dan menikmati hidup adalah karunia atau pemberian Tuhan. Adalah sia-sia bila kita memiliki kekayaan bilamana kita tidak dapat menikmatinya! (ayat 2a). Selalu ada rencanaNya di balik berkat yang Tuhan limpahkan atas hidup kita yaitu supaya kita juga menjadi berkat bagi orang lain. Tetapi jangan sampai kekayaan itu menjadi ‘ilah’ lain dalam hidup kita, sebaliknya “Muliakanlah Tuhan dengan hartamu...” (Amsal 3:9).
Kebahagiaan, rasa aman, berkat disediakan bagi orang yang mengandalkan Tuhan!
Baca: Mazmur 127:1-5
“Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;” Mazmur 127:1a
Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 3 hal yang dicari oleh semua orang di dunia ini, yaitu kebahagaiaan, keamanan dan kekayaan.
1. Kebahagiaan. Semua orang mendambakan kebahagiaan dalam hidup. Berbagai cara ditempuh untuk mendapatkan kebahagiaan. Orang berpikir kebahagiaan bisa didapat ketika punya uang, mobil, rumah mewah, istri cantik atau suami yang tampan. Kenyataannya banyak orang kaya hidupnya tidak bahagia dan merana, selebritis kawin-cerai karena perkawinannya tidak bahagia padahal mereka serba berkelimpahan. Ada juga yang mencari kebahagiaan dengan narkoba atau seks bebas. Adalah sia-sia bila kita mencari kebahagiaan di dunia ini karena kebahagiaan yang ditawarkan dunia adalah semu belaka. Salomo berkata, “Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” Rumah melambangkan kebahagiaan, suatu tempat di mana kita merasa diterima dan dikasihi. Kita perlu membangun dan medasarkan kehidupan kita di dalam Tuhan. Itulah kunci memperoleh kebahagiaan.
2. Keamanan. Adakah tempat yang aman di dunia ini? Tidak ada! Perasaan aman dan damai ada di hati orang yang mempercayakan hidupnya kepada Tuhan. Rasa aman tidaklah ditentukan oleh sesuatu yang berada di luar kita, melainkan siapa yang ‘bertahta’ dalam hidup kita. Perihal rasa aman ini Salomo memiliki pengalaman: “Jikalau bukan Tuhan yang mengawal kita, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” (ayat 1b).
3. Kekayaan. Salomo adalah seorang raja yang sangat kaya, bahkan kekayaannya “...melebihi semua raja di bumi...” (1 Raja-Raja 10:23). Namun ia sadar bahwa kemampuan menikmati kekayaan dan menikmati hidup adalah karunia atau pemberian Tuhan. Adalah sia-sia bila kita memiliki kekayaan bilamana kita tidak dapat menikmatinya! (ayat 2a). Selalu ada rencanaNya di balik berkat yang Tuhan limpahkan atas hidup kita yaitu supaya kita juga menjadi berkat bagi orang lain. Tetapi jangan sampai kekayaan itu menjadi ‘ilah’ lain dalam hidup kita, sebaliknya “Muliakanlah Tuhan dengan hartamu...” (Amsal 3:9).
Kebahagiaan, rasa aman, berkat disediakan bagi orang yang mengandalkan Tuhan!
Wednesday, May 26, 2010
PENGHARAPAN PASTI DI DALAM TUHAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2010 -
Baca: Roma 8:18-25
“Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan.” Roma 8:24a
Semua orang pasti memiliki banyak keinginan dan juga harapan dalam hidupnya. Tak seorang pun mau menjalani hari-hari tanpa ada harapan yang hendak dicapai. Jika tanpa pengharapan orang akan menjalani hidupnya asal-asalan, monoton dan tanpa semangat.
Siapakah di antara kita yang tidak ingin menjadi orang yang sukses, mapan dan bermasa depan cerah? Itulah sebabnya kita mulai merancang/merencanakan segala sesuatunya sejak dini, agar apa yang kita harapkan menjadi kenyataan. Sebagai orangtua kita pasti memiliki pengharapan yang besar terhadap anak-anak kita: sukses dalam studi juga karir. Begitu juga bagi si lajang, ia memiliki harapan-harapan dalam hidupnya: pekerjaan yang mapan, punya rumah dan mobil, serta memiliki pasangan hidup sesuai yang diinginkan. Itu adalah gambaran pengharapan semua orang selama hidup di dunia ini, padahal kita tahu bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara (tidak kekal).
Maka dari itu adalah bijak bagi kita sebagai orang percaya untuk tidak menggantungkan pengharapan kepada hal-hal yang kelihatan, karena tidak ada satu hal pun yang bisa kita harapkan dan andalkan di dunia ini, “...sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.” (ayat 24b-25). Lalu kepada siapa kita menaruh pengharapan itu? Hanya satu saja yang bisa menjadi pengharapan kita yaitu pengharapan di dalam Yesus Kristus. Dia berkata, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10b). Jadi, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:7).
Bila kita berharap kepada Yesus pengharapan itu tidak pernah mengecewakan (baca Roma 5:5), karena Dia tak pernah lalai menepati janjiNya! Dan saat kita menaruh pengharapan kita padaNya kita beroleh kekuatan dan semakin kokoh meski berada di tengah badai pencobaan, karena pengharapan itu seperti sauh yang kuat (baca Ibrani 6:19).
Jangan pernah sedikit pun melepaskan pengharapan kita kepada Tuhan, karena ada kemuliaan yang Ia sediakan (baca Efesus 1:18).
Baca: Roma 8:18-25
“Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan.” Roma 8:24a
Semua orang pasti memiliki banyak keinginan dan juga harapan dalam hidupnya. Tak seorang pun mau menjalani hari-hari tanpa ada harapan yang hendak dicapai. Jika tanpa pengharapan orang akan menjalani hidupnya asal-asalan, monoton dan tanpa semangat.
Siapakah di antara kita yang tidak ingin menjadi orang yang sukses, mapan dan bermasa depan cerah? Itulah sebabnya kita mulai merancang/merencanakan segala sesuatunya sejak dini, agar apa yang kita harapkan menjadi kenyataan. Sebagai orangtua kita pasti memiliki pengharapan yang besar terhadap anak-anak kita: sukses dalam studi juga karir. Begitu juga bagi si lajang, ia memiliki harapan-harapan dalam hidupnya: pekerjaan yang mapan, punya rumah dan mobil, serta memiliki pasangan hidup sesuai yang diinginkan. Itu adalah gambaran pengharapan semua orang selama hidup di dunia ini, padahal kita tahu bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara (tidak kekal).
Maka dari itu adalah bijak bagi kita sebagai orang percaya untuk tidak menggantungkan pengharapan kepada hal-hal yang kelihatan, karena tidak ada satu hal pun yang bisa kita harapkan dan andalkan di dunia ini, “...sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.” (ayat 24b-25). Lalu kepada siapa kita menaruh pengharapan itu? Hanya satu saja yang bisa menjadi pengharapan kita yaitu pengharapan di dalam Yesus Kristus. Dia berkata, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10b). Jadi, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15:7).
Bila kita berharap kepada Yesus pengharapan itu tidak pernah mengecewakan (baca Roma 5:5), karena Dia tak pernah lalai menepati janjiNya! Dan saat kita menaruh pengharapan kita padaNya kita beroleh kekuatan dan semakin kokoh meski berada di tengah badai pencobaan, karena pengharapan itu seperti sauh yang kuat (baca Ibrani 6:19).
Jangan pernah sedikit pun melepaskan pengharapan kita kepada Tuhan, karena ada kemuliaan yang Ia sediakan (baca Efesus 1:18).
Tuesday, May 25, 2010
MEMBERI UNTUK MENJADI BERKAT
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2010 -
Baca: 2 Korintus 8:1-15
“Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.” 2 Korintus 8:12
Memberi banyak sekali ragamnya, tapi pemberian yang berkenan di hati Tuhan adalah pemberian berdasarkan kerelaan, bukan karena keterpaksaan, apalagi ada motivasi terselubung di balik itu. Ada orang memberi dengan harapan diketahui orang lain sehingga ia beroleh pujian dan sebagainya.
Suatu ketika banyak orang berbondong-bondong mengikuti Yesus sampai jauh malam. Kira-kira ada lima ribu orang laki-laki tidak termasuk anak-anak dan wanita. Mereka pasti lapar; hari sudah larut malam, di manakah mereka bisa membeli roti? Tetapi “...ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan;” (Yohanes 6:9a). Umumnya anak-anak mempunyai hati polos dan bersih. Jika rela memberi dia pun akan memberi, sebaliknya jika dia sedang tidak ingin memberi, dengan terus terang dia tak memberi. Alkitab tidak mencatat bahwa anak itu keberatan atau menggerutu saat memberikan roti dan ikannya kepada murid-murid Yesus. Pasti ia rela hati menyerahkan perbekalannya walaupun hanya itu yang ia miliki. Ia pun tidak mengerti apa yang akan diperbuat Tuhan terhadap roti dan ikannya itu. Tetapi akhir kisah itu menceritakan roti dan ikan anak itu menjadi berkat ajaib bagi lima ribu orang lebih. Andai yang empunya roti dan ikan itu orang dewasa belum tentu ia rela menyerahkannya. Mungkin ia akan berkata, “Enak saja, ini kan perbekalanku sendiri. Untuk diri sendiri saja belum tentu cukup, masakan mau diminta dan dibagikan kepada orang lain? Apakah sudah gila?”
Di masa-masa sulit sekarang ini tidak mudah orang mau memberi atau membagi. Kebanyakan orang jadi egois dan kasihnya menjadi dingin. Ketika Tuhan meminta sesuatu dari kita, kita tak mengerti bahwa ketaatan kita itu akan membawa berkat bagi kita sendiri dan juga orang lain. Apabila kita rela memberikan apa yang kita miliki kepadaNya dan mempercayaiNya dengan iman yang tulus, Dia akan membuat milik kita menjadi berlimpah. Tuhan punya catatan secara rinci mengenai apa yang kita lakukan dengan setia dan taat, termasuk dalam hal memberi.
Karena itu, “Berilah dan kamu akan diberi...” (baca Lukas 6:38).
Baca: 2 Korintus 8:1-15
“Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.” 2 Korintus 8:12
Memberi banyak sekali ragamnya, tapi pemberian yang berkenan di hati Tuhan adalah pemberian berdasarkan kerelaan, bukan karena keterpaksaan, apalagi ada motivasi terselubung di balik itu. Ada orang memberi dengan harapan diketahui orang lain sehingga ia beroleh pujian dan sebagainya.
Suatu ketika banyak orang berbondong-bondong mengikuti Yesus sampai jauh malam. Kira-kira ada lima ribu orang laki-laki tidak termasuk anak-anak dan wanita. Mereka pasti lapar; hari sudah larut malam, di manakah mereka bisa membeli roti? Tetapi “...ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan;” (Yohanes 6:9a). Umumnya anak-anak mempunyai hati polos dan bersih. Jika rela memberi dia pun akan memberi, sebaliknya jika dia sedang tidak ingin memberi, dengan terus terang dia tak memberi. Alkitab tidak mencatat bahwa anak itu keberatan atau menggerutu saat memberikan roti dan ikannya kepada murid-murid Yesus. Pasti ia rela hati menyerahkan perbekalannya walaupun hanya itu yang ia miliki. Ia pun tidak mengerti apa yang akan diperbuat Tuhan terhadap roti dan ikannya itu. Tetapi akhir kisah itu menceritakan roti dan ikan anak itu menjadi berkat ajaib bagi lima ribu orang lebih. Andai yang empunya roti dan ikan itu orang dewasa belum tentu ia rela menyerahkannya. Mungkin ia akan berkata, “Enak saja, ini kan perbekalanku sendiri. Untuk diri sendiri saja belum tentu cukup, masakan mau diminta dan dibagikan kepada orang lain? Apakah sudah gila?”
Di masa-masa sulit sekarang ini tidak mudah orang mau memberi atau membagi. Kebanyakan orang jadi egois dan kasihnya menjadi dingin. Ketika Tuhan meminta sesuatu dari kita, kita tak mengerti bahwa ketaatan kita itu akan membawa berkat bagi kita sendiri dan juga orang lain. Apabila kita rela memberikan apa yang kita miliki kepadaNya dan mempercayaiNya dengan iman yang tulus, Dia akan membuat milik kita menjadi berlimpah. Tuhan punya catatan secara rinci mengenai apa yang kita lakukan dengan setia dan taat, termasuk dalam hal memberi.
Karena itu, “Berilah dan kamu akan diberi...” (baca Lukas 6:38).
Monday, May 24, 2010
SIAPA MASUK KERAJAAN SORGA?
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2010 -
Baca: Matius 7:21-23
“Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu di sorga.” Matius 7:21
Menjadi orang Kristen atau anggota jemaat gereja yang besar dan terkenal bukanlah jaminan seseorang masuk dalam Kerajaan Sorga, apabila syarat-syarat yang dikehendaki Tuhan tidak dikerjakannya, Dikatakan untuk dapat masuk dalam KerajaanNya yang kekal kita harus melakukan kehendak Bapa (menjadi pelaku firman), tidak cukup hanya dengan berseru: Tuhan, Tuhan! saja. Selain melakukan kehendak Bapa kita juga harus menantikan Dia yang akan datang kembali untuk menyatakan diriNya.
Simaklah firman ini: “demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.” (Ibrani 9:28). Ayat ini berbicara mengenai kedatanganNya yang kedua kali untuk menganugerahkan keselamatan bagi orang yang setia menantikan Dia. Dalam menantikan Tuhan terkandung unsur berjaga-jaga, tekun dan setia. Jadi kesimpulannya, kerajaanNya disediakan bagi para pelaku firman dan yang setia menanti-nantikan Tuhan.
Agar bisa melakukan kehendak Bapa dan menantikan kedatanganNya kita harus mengadakan pemisahan hidup dengan dunia ini. FirmanNya keras berkata: “Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.” (2 Korintus 6:17). Memisahkan diri dari dunia bukan berarti mengadakan permusuhan dengan orang-orang ‘di luar’ Tuhan, tetapi memmisahkan diri dari pola hidup dunia sehingga hidup kita benar-benar berbeda dari orang dunia. Ada orang Kristen yang hidup mengabdi kepada Kristus dan juga dunia secara bersamaan. Berkata mengasihi Tuhan tapi juga masih mengasihi dunia! Tuhan berkata, “...karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku memuntahkan engkau dari mulutKu.” (Wahyu 3:16).
Untuk dapat mewarisi Kerajaan Sorga kita harus mengabdi kepada Kristus dengan sepenuh hati, serta hidup di dalam ketaatan sampai akhir!
Baca: Matius 7:21-23
“Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu di sorga.” Matius 7:21
Menjadi orang Kristen atau anggota jemaat gereja yang besar dan terkenal bukanlah jaminan seseorang masuk dalam Kerajaan Sorga, apabila syarat-syarat yang dikehendaki Tuhan tidak dikerjakannya, Dikatakan untuk dapat masuk dalam KerajaanNya yang kekal kita harus melakukan kehendak Bapa (menjadi pelaku firman), tidak cukup hanya dengan berseru: Tuhan, Tuhan! saja. Selain melakukan kehendak Bapa kita juga harus menantikan Dia yang akan datang kembali untuk menyatakan diriNya.
Simaklah firman ini: “demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.” (Ibrani 9:28). Ayat ini berbicara mengenai kedatanganNya yang kedua kali untuk menganugerahkan keselamatan bagi orang yang setia menantikan Dia. Dalam menantikan Tuhan terkandung unsur berjaga-jaga, tekun dan setia. Jadi kesimpulannya, kerajaanNya disediakan bagi para pelaku firman dan yang setia menanti-nantikan Tuhan.
Agar bisa melakukan kehendak Bapa dan menantikan kedatanganNya kita harus mengadakan pemisahan hidup dengan dunia ini. FirmanNya keras berkata: “Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.” (2 Korintus 6:17). Memisahkan diri dari dunia bukan berarti mengadakan permusuhan dengan orang-orang ‘di luar’ Tuhan, tetapi memmisahkan diri dari pola hidup dunia sehingga hidup kita benar-benar berbeda dari orang dunia. Ada orang Kristen yang hidup mengabdi kepada Kristus dan juga dunia secara bersamaan. Berkata mengasihi Tuhan tapi juga masih mengasihi dunia! Tuhan berkata, “...karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku memuntahkan engkau dari mulutKu.” (Wahyu 3:16).
Untuk dapat mewarisi Kerajaan Sorga kita harus mengabdi kepada Kristus dengan sepenuh hati, serta hidup di dalam ketaatan sampai akhir!
Sunday, May 23, 2010
PROSES PEMBENTUKAN TANAH HATI BARU
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2010 -
Baca: Pengkotbah 3:1-15
“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.” Pengkotbah 3:1
Adalah perlu bagi orang percaya untuk bersungguh-sungguh memperhatikan dan merenungkan firman Tuhan setiap saat. Mengapa? Selain memang perintah Tuhan yang harus kita taati, hal itu juga dapat menolong kita sendiri di saat kita mengalami hal-hal yang tak menyenangkan. Jadi apabila hal-hal yang tidak mengenakkan terjadi dalam hidup kita, kita tidak lagi kecewa, frustasi dan menggerutu kepada Tuhan, sebab Alkitab sudah menyatakan dari semula bahwa “ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;” (Pengkotbah 3:4).
Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk membuka tanah baru: “Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari Tuhan, sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan.” (Hosea 10:12b). Membuka tanah baru berarti harus terlebih dahulu membajak, menggali dan kemudian mengairi tanah itu. Lalu kerikil dan bebatuan yang ada harus disingkirkan, sehingga tanah yang keras menjadi lunak dan siap untuk ditaburi benih. Juga segala rumput-rumput liar (ilalang) yang semula tumbuh harus dibabat habis dan dibakar.
Begitu juga kehidupan kita. Hal-hal yang tidak baik dan dapat merusak harus dibersihkan sampai tuntas sehingga ‘tanah’ hati kita benar-benar dalam kondisi yang baik. Segala sifat dan kebiasaan buruk harus ditinggalkan, diganti dengan sifat dan karakter Kristus. Jadi “ada waktu merombak, ada waktu untuk membangun;” (Pengkotbah 3:3b). Setelah tanah hati kita dibuka, tiba waktunya mencari Tuhan sampai Ia datang dan menghujani kita dengan keadilanNya. Ini membutuhkan ‘waktu’. Dalam masa-masa penantian inilah kita harus bersabar dan bertekun sampai Tuhan menggenapi janjiNya.
Sekarang ini bukan saatnya membuang-buang waktu dengan percuma untuk hal-hal yang tak berguna. Setiap detik, menit, jam dan hari dari kehidupan kita harus kita pergunakan secermat mungkin untuk mencari perkara-perkara sorgawi yang berguna bagi keselamatan jiwa kita dan sesama.
Ingin menikmati keadilan dan janji-janji Tuhan? “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” (Kolose 3:2).
Baca: Pengkotbah 3:1-15
“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.” Pengkotbah 3:1
Adalah perlu bagi orang percaya untuk bersungguh-sungguh memperhatikan dan merenungkan firman Tuhan setiap saat. Mengapa? Selain memang perintah Tuhan yang harus kita taati, hal itu juga dapat menolong kita sendiri di saat kita mengalami hal-hal yang tak menyenangkan. Jadi apabila hal-hal yang tidak mengenakkan terjadi dalam hidup kita, kita tidak lagi kecewa, frustasi dan menggerutu kepada Tuhan, sebab Alkitab sudah menyatakan dari semula bahwa “ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;” (Pengkotbah 3:4).
Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk membuka tanah baru: “Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari Tuhan, sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan.” (Hosea 10:12b). Membuka tanah baru berarti harus terlebih dahulu membajak, menggali dan kemudian mengairi tanah itu. Lalu kerikil dan bebatuan yang ada harus disingkirkan, sehingga tanah yang keras menjadi lunak dan siap untuk ditaburi benih. Juga segala rumput-rumput liar (ilalang) yang semula tumbuh harus dibabat habis dan dibakar.
Begitu juga kehidupan kita. Hal-hal yang tidak baik dan dapat merusak harus dibersihkan sampai tuntas sehingga ‘tanah’ hati kita benar-benar dalam kondisi yang baik. Segala sifat dan kebiasaan buruk harus ditinggalkan, diganti dengan sifat dan karakter Kristus. Jadi “ada waktu merombak, ada waktu untuk membangun;” (Pengkotbah 3:3b). Setelah tanah hati kita dibuka, tiba waktunya mencari Tuhan sampai Ia datang dan menghujani kita dengan keadilanNya. Ini membutuhkan ‘waktu’. Dalam masa-masa penantian inilah kita harus bersabar dan bertekun sampai Tuhan menggenapi janjiNya.
Sekarang ini bukan saatnya membuang-buang waktu dengan percuma untuk hal-hal yang tak berguna. Setiap detik, menit, jam dan hari dari kehidupan kita harus kita pergunakan secermat mungkin untuk mencari perkara-perkara sorgawi yang berguna bagi keselamatan jiwa kita dan sesama.
Ingin menikmati keadilan dan janji-janji Tuhan? “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” (Kolose 3:2).
Saturday, May 22, 2010
SIAP MENGHADAPI KEMATIAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2010 -
Baca: Ibrani 11:13-16
“Tetapi sekarang mereka (saksi-saksi iman – red.) merindukan tanah air yang lebih baik, yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.” Ibrani 11:16
Teknologi tingkat tinggi, peralatan dokter supercanggih, obat-obatan atau ramuan yang berkhasiat dan secerdas apa pun manusia tak ada yang mampu menahan, membatasi dan menghentikan manusia untuk tidak mengalami proses yang namanya kematian, yang dialami semua manusia tanpa kecuali, tidak mengenal profesi, jenis kelamin dan usia.
“Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,” (Ibrani 9:27). Jika pada saatnya Tuhan memanggil ‘pulang’ tak seorang pun dapat mengelak. Apa pun yang kita miliki saat itu (uang, deposito, perhiasan, mobil, rumah mewah dan lainnya) akan kita tinggalkan. Ayub berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil,...” (Ayub 1:21). Akibatnya banyak orang tidak siap dan mengalami ketakutan luar biasa saat harus menghadapi kematian. Tetapi bagi kita orang percaya, kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari kehidupan yang baru. Paulus berkata, “...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.” (2 Korintus 5:1). Tuhan sendiri juga menegaskan, “Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” (Yohanes 14:2).
Jadi, yang paling penting bukan bagaimana caranya menghindari kematian itu, melainkan bagaimana agar ketika kematian itu menjemput kita, kita dalam kondisi sudah siap. Apa yang harus kita lakukan agar kita siap menghadapi kematian? Pertama, kita harus percaya di dalam hati dan mengaku dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan (baca Roma 10:9-10). Kedua, kita harus hidup dalam pertobatan setiap hari, karena “Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.” (Galatia 5:24).
Ada kehidupan baru setelah kematian, siapakah kita?
Baca: Ibrani 11:13-16
“Tetapi sekarang mereka (saksi-saksi iman – red.) merindukan tanah air yang lebih baik, yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.” Ibrani 11:16
Teknologi tingkat tinggi, peralatan dokter supercanggih, obat-obatan atau ramuan yang berkhasiat dan secerdas apa pun manusia tak ada yang mampu menahan, membatasi dan menghentikan manusia untuk tidak mengalami proses yang namanya kematian, yang dialami semua manusia tanpa kecuali, tidak mengenal profesi, jenis kelamin dan usia.
“Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,” (Ibrani 9:27). Jika pada saatnya Tuhan memanggil ‘pulang’ tak seorang pun dapat mengelak. Apa pun yang kita miliki saat itu (uang, deposito, perhiasan, mobil, rumah mewah dan lainnya) akan kita tinggalkan. Ayub berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil,...” (Ayub 1:21). Akibatnya banyak orang tidak siap dan mengalami ketakutan luar biasa saat harus menghadapi kematian. Tetapi bagi kita orang percaya, kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari kehidupan yang baru. Paulus berkata, “...jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.” (2 Korintus 5:1). Tuhan sendiri juga menegaskan, “Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” (Yohanes 14:2).
Jadi, yang paling penting bukan bagaimana caranya menghindari kematian itu, melainkan bagaimana agar ketika kematian itu menjemput kita, kita dalam kondisi sudah siap. Apa yang harus kita lakukan agar kita siap menghadapi kematian? Pertama, kita harus percaya di dalam hati dan mengaku dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan (baca Roma 10:9-10). Kedua, kita harus hidup dalam pertobatan setiap hari, karena “Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.” (Galatia 5:24).
Ada kehidupan baru setelah kematian, siapakah kita?
Friday, May 21, 2010
TUHAN YANG MENYERTAI KITA
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2010 -
Baca: 2 Tawarikh 32:1-23
“ ‘Yang menyertai dia (raja Asyur – red.) adalah tangan manusia, tetapi yang menyertai kita adalah Tuhan, Allah kita, yang membantu kita dan melakukan peperangan kita.’ Oleh kata-kata Hizkia, raja Yehuda itu, rakyat mendapat kepercayaannya kembali.” 2 Tawarikh 32:8
Tidak semua pemimpin bisa menjadi panutan bagi pengikutnya. Seringkali pemimpin hanya mengumbar ucapan dan memaksa bawahannya agar mau mengikuti kehendaknya. Tetapi pemimpin yang benar selalu memberi teladan terlebih dahulu kepada pengikutnya, sehingga tanpa dipaksa pun para pengikutnya akan mengikuti jejaknya.
Hizkia adalah seorang pemimpin yang patut menjadi panutan. “Ia melakukan apa yang baik, apa yang jujur, dan apa yang benar di hadapan Tuhan, Allahnya. Dalam setiap usaha yang dimulainya untuk pelayanannya terhadap rumah Allah, dan untuk pelaksanaan Taurat dan perintah Allah, ia mencari Allahnya. Semuanya dilakukannya dengan segenap hati, sehingga segala usahanya berhasil.” (2 Tawarikh 31:20b-21). Namun orang yang setia dan benar di hadapan Tuhan bukan berarti terbebas dari masalah, justru acapkali ia harus mengalami proses demi proses dari Tuhan, baik itu penderitaan atau kesesakan. Hal ini juga dialami Hizkia “Setelah peristiwa yang menunjukkan kesetiaan Hizkia itu datanglah Sanherib, raja Asyur, menyerbu Yehuda. Ia mengepung kota-kota berkubu, dan berniat merebutnya.” (2 Tawarikh 32:1). Di tengah kesesakan yang dialami, Hizkia tidak tawar hati. Sesuai arti namaya, Allah itu kuat, Hizkia memiliki sikap hati yang benar menanggapi serangan dan kepungan musuh. Ia tidak mengeluh atau pun menggerutu kepada Tuhan, sebaliknya ia sangat yakin Tuhan bisa diandalkan. Karena itulah dia mampu memberi semangat dan menenangkan hati para tentaranya dengan perkataan iman, “Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Janganlah takut dan terkejut terhadap raja Asyur serta seluruh laskar yang menyertainya, karena yang menyertai kita lebih banyak dari pada yang menyertai dia.” (2 Tawarikh 32:7).
Kalau saja kita dapat bersikap seperti Hizkia dalam menghadapi ‘peperangan’ hidup ini, kemenangan pasti akan kita raih. Namun masih banyak orang Kristen yang jadi pecundang karena tidak mengandalkan Tuhan sepenuhnya.
Hizkia meraih kemenangan yang gilang-gemilang karena penyertaan Tuhan!
Baca: 2 Tawarikh 32:1-23
“ ‘Yang menyertai dia (raja Asyur – red.) adalah tangan manusia, tetapi yang menyertai kita adalah Tuhan, Allah kita, yang membantu kita dan melakukan peperangan kita.’ Oleh kata-kata Hizkia, raja Yehuda itu, rakyat mendapat kepercayaannya kembali.” 2 Tawarikh 32:8
Tidak semua pemimpin bisa menjadi panutan bagi pengikutnya. Seringkali pemimpin hanya mengumbar ucapan dan memaksa bawahannya agar mau mengikuti kehendaknya. Tetapi pemimpin yang benar selalu memberi teladan terlebih dahulu kepada pengikutnya, sehingga tanpa dipaksa pun para pengikutnya akan mengikuti jejaknya.
Hizkia adalah seorang pemimpin yang patut menjadi panutan. “Ia melakukan apa yang baik, apa yang jujur, dan apa yang benar di hadapan Tuhan, Allahnya. Dalam setiap usaha yang dimulainya untuk pelayanannya terhadap rumah Allah, dan untuk pelaksanaan Taurat dan perintah Allah, ia mencari Allahnya. Semuanya dilakukannya dengan segenap hati, sehingga segala usahanya berhasil.” (2 Tawarikh 31:20b-21). Namun orang yang setia dan benar di hadapan Tuhan bukan berarti terbebas dari masalah, justru acapkali ia harus mengalami proses demi proses dari Tuhan, baik itu penderitaan atau kesesakan. Hal ini juga dialami Hizkia “Setelah peristiwa yang menunjukkan kesetiaan Hizkia itu datanglah Sanherib, raja Asyur, menyerbu Yehuda. Ia mengepung kota-kota berkubu, dan berniat merebutnya.” (2 Tawarikh 32:1). Di tengah kesesakan yang dialami, Hizkia tidak tawar hati. Sesuai arti namaya, Allah itu kuat, Hizkia memiliki sikap hati yang benar menanggapi serangan dan kepungan musuh. Ia tidak mengeluh atau pun menggerutu kepada Tuhan, sebaliknya ia sangat yakin Tuhan bisa diandalkan. Karena itulah dia mampu memberi semangat dan menenangkan hati para tentaranya dengan perkataan iman, “Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Janganlah takut dan terkejut terhadap raja Asyur serta seluruh laskar yang menyertainya, karena yang menyertai kita lebih banyak dari pada yang menyertai dia.” (2 Tawarikh 32:7).
Kalau saja kita dapat bersikap seperti Hizkia dalam menghadapi ‘peperangan’ hidup ini, kemenangan pasti akan kita raih. Namun masih banyak orang Kristen yang jadi pecundang karena tidak mengandalkan Tuhan sepenuhnya.
Hizkia meraih kemenangan yang gilang-gemilang karena penyertaan Tuhan!
Thursday, May 20, 2010
MAKIN TUA MAKIN MEMPERHATIKAN HAL ROHANI
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2010 -
Baca: Amsal 16:20-33
“Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran.” Amsal 16:31
Banyak orang menjadi gelisah, panik dan takut ketika menghadapi kenyataan dirinya sudah menjadi tua. Seperti istilah ‘sudah tua’ menjadi momok bagi banyak orang. Mereka menganggap usia adalah sesuatu yang negatif. Oleh karenanya berbagai upaya ditempuh untuk mempertahankan kemudaannya. Ada yang melakukan operasi plastik atau tubuh dipermak di sana-sini; berapa pun biaya yang harus dikeluarkan tidak jadi masalah asal keinginannya terwujud dan memuaskan.
Mengapa harus takut ketika usia kita semakin tua? Padahal Alkitab menyatakan: “Hiasan orang muda ialah kekuatannya, dan keindahan orang tua ialah uban.” (Amsal 20:29). Usia tua dapat menjadi masa yang menyenangkan dari hidup ini, terlebih bagi kita yang telah menemukan ‘jalan sejati’ dan kepuasan batin karena kasih dan persekutuan yang karib dengan Allah Bapa melalui iman kepada PutraNya, Yesus Kristus. Bagi kita yang telah ‘ditagkap’ oleh Kristus, usia senja kita dapat lebih tepat disebut sebagai masa keemasan. Mengapa bisa demikian? Sebab kita telah memasuki masa tenang bersama Kristus, dan telah banyak memperoleh hikmat melalui pengalaman pahit dan manis dari kehidupan ini sebagai proses pembentukan dari Tuhan. Jadi di usia tua ini tidak seharusnya seseorang menjadi lemah, sebaliknya semakin hari justru harus semakin kuat di dalam roh. Hal ini dialami Paulus sehingga ia dapat berkata, “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” (2 Korintus 4:16-18).
Jadi di usia yang semakin tua seharusnya kita tidak lagi terlalu memperhatikan hal-hal lahiriah, tetapi semakin memperhatikan keadaan batin atau kerohanian kita.
Perhatikanlah: “Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?” Galatia 3:3b
Baca: Amsal 16:20-33
“Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran.” Amsal 16:31
Banyak orang menjadi gelisah, panik dan takut ketika menghadapi kenyataan dirinya sudah menjadi tua. Seperti istilah ‘sudah tua’ menjadi momok bagi banyak orang. Mereka menganggap usia adalah sesuatu yang negatif. Oleh karenanya berbagai upaya ditempuh untuk mempertahankan kemudaannya. Ada yang melakukan operasi plastik atau tubuh dipermak di sana-sini; berapa pun biaya yang harus dikeluarkan tidak jadi masalah asal keinginannya terwujud dan memuaskan.
Mengapa harus takut ketika usia kita semakin tua? Padahal Alkitab menyatakan: “Hiasan orang muda ialah kekuatannya, dan keindahan orang tua ialah uban.” (Amsal 20:29). Usia tua dapat menjadi masa yang menyenangkan dari hidup ini, terlebih bagi kita yang telah menemukan ‘jalan sejati’ dan kepuasan batin karena kasih dan persekutuan yang karib dengan Allah Bapa melalui iman kepada PutraNya, Yesus Kristus. Bagi kita yang telah ‘ditagkap’ oleh Kristus, usia senja kita dapat lebih tepat disebut sebagai masa keemasan. Mengapa bisa demikian? Sebab kita telah memasuki masa tenang bersama Kristus, dan telah banyak memperoleh hikmat melalui pengalaman pahit dan manis dari kehidupan ini sebagai proses pembentukan dari Tuhan. Jadi di usia tua ini tidak seharusnya seseorang menjadi lemah, sebaliknya semakin hari justru harus semakin kuat di dalam roh. Hal ini dialami Paulus sehingga ia dapat berkata, “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” (2 Korintus 4:16-18).
Jadi di usia yang semakin tua seharusnya kita tidak lagi terlalu memperhatikan hal-hal lahiriah, tetapi semakin memperhatikan keadaan batin atau kerohanian kita.
Perhatikanlah: “Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?” Galatia 3:3b
Wednesday, May 19, 2010
PUASA SANGGUP MENGUBAH
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Mei 2010 -
Baca: Yoel 2:12-17
“...berbaliklah kepadaKu dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Yoel 2:12
Puasa yang benar sangat besar kuasanya. Puasa yang benar menggerakkan tangan Tuhan untuk bertindak sehingga segala perkara dapat terjadi, dari yang tidak mungkin menjadi sangat mungkin; dan dari hal yang mustahil menjadi ya dan amin.
Mari kita pelajari lebih teliti Yoel 1:1-20, yang mengisahkan keadaan orang Israel waktu itu yang sangat memprihatinkan. Secara manusia tidak ada lagi alasan untuk berharap, sampai-sampai “Para petani menjadi malu, tukang-tukang kebun anggur meratap karena gandum dan karena jelai, sebab sudah musnah panen ladang. Pohon anggur sudah kering dan pohon ara sudah merana; pohon delima, juga pohon korma dan pohon apel, segala pohon di padang sudah mengering. Sungguh, kegirangan melayu dari antara anak-anak manusia.” (Yoel 1:11-12). Bisa kita bayangkan betapa hebat penderitaan yang mereka alami. Hasil ladang mereka musnah. Tiada jalan lain selain datang dan berseru-seru kepada Tuhan memohon belas kasihanNya, dan inilah jalan untuk dapat dipulihkan, yaitu berpuasa dengan sungguh. “Adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah para tua-tua dan seluruh penduduk negeri ke rumah Tuhan, Allahmu, dan berteriaklah kepada Tuhan.” (Yoel 1:14).
Bila mengalami sakit-penyakit yang begitu berat, keluarga hancur, gagal dalam bisnis dan studi yang secara manusia sudah tidak ada jalan atau menemui jalan buntu, jangan sekali-kali menyerah pada keadaan dan tawar hati! Selalu ada jalan dalam Tuhan. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri, adakah hal-hal yang tidak berkenan dalam kehidupan kita. Tuhan menghendaki kita merendahkan diri dan berpuasa kudus agar kita berbalik padaNya. “...berbaliklah kepadaKu dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Menangis dan mengaduh mempunyai arti bertobat dengan penuh penyesalan atas segala dosa dan kesalahan yang telah kita perbuat. Jadi kita tidak hanya asal berpuasa, atau berpuasa tetapi dengan maksud yang tidak benar (agar dipuji orang atau karena kebiasaan saja).
Puasa yang disertai dengan pertobatan yang sungguh benar-benar membawa pemulihan bagi bangsa Israel (baca Yoel 2:23-27).
Baca: Yoel 2:12-17
“...berbaliklah kepadaKu dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Yoel 2:12
Puasa yang benar sangat besar kuasanya. Puasa yang benar menggerakkan tangan Tuhan untuk bertindak sehingga segala perkara dapat terjadi, dari yang tidak mungkin menjadi sangat mungkin; dan dari hal yang mustahil menjadi ya dan amin.
Mari kita pelajari lebih teliti Yoel 1:1-20, yang mengisahkan keadaan orang Israel waktu itu yang sangat memprihatinkan. Secara manusia tidak ada lagi alasan untuk berharap, sampai-sampai “Para petani menjadi malu, tukang-tukang kebun anggur meratap karena gandum dan karena jelai, sebab sudah musnah panen ladang. Pohon anggur sudah kering dan pohon ara sudah merana; pohon delima, juga pohon korma dan pohon apel, segala pohon di padang sudah mengering. Sungguh, kegirangan melayu dari antara anak-anak manusia.” (Yoel 1:11-12). Bisa kita bayangkan betapa hebat penderitaan yang mereka alami. Hasil ladang mereka musnah. Tiada jalan lain selain datang dan berseru-seru kepada Tuhan memohon belas kasihanNya, dan inilah jalan untuk dapat dipulihkan, yaitu berpuasa dengan sungguh. “Adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah para tua-tua dan seluruh penduduk negeri ke rumah Tuhan, Allahmu, dan berteriaklah kepada Tuhan.” (Yoel 1:14).
Bila mengalami sakit-penyakit yang begitu berat, keluarga hancur, gagal dalam bisnis dan studi yang secara manusia sudah tidak ada jalan atau menemui jalan buntu, jangan sekali-kali menyerah pada keadaan dan tawar hati! Selalu ada jalan dalam Tuhan. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri, adakah hal-hal yang tidak berkenan dalam kehidupan kita. Tuhan menghendaki kita merendahkan diri dan berpuasa kudus agar kita berbalik padaNya. “...berbaliklah kepadaKu dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Menangis dan mengaduh mempunyai arti bertobat dengan penuh penyesalan atas segala dosa dan kesalahan yang telah kita perbuat. Jadi kita tidak hanya asal berpuasa, atau berpuasa tetapi dengan maksud yang tidak benar (agar dipuji orang atau karena kebiasaan saja).
Puasa yang disertai dengan pertobatan yang sungguh benar-benar membawa pemulihan bagi bangsa Israel (baca Yoel 2:23-27).
Tuesday, May 18, 2010
MERENDAHKAN DIRI DI HADAPAN TUHAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2010 -
Baca: Ezra 8:21-36
“Kemudian di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya kami merendahkan diri di hadapan Allah kami dan memohon kepadaNya jalan yang aman bagi kami, bagi anak2anak kami dan segala harta benda kami.” Ezra 8:21
Puasa sering dilakukan banyak orang Kristen, terutama ketika berada dalam kesesakan dan masalah yang berat. Tetapi tidak sedikit orang yang kurang mengerti arti puasa yang sesungguhnya. Bahkan ada orang yang berpuasa, tidak makan dan minum, karena ingin menguruskan badan atau diet.
Tujuan berpuasa sesungguhnya adalah untuk perkara-perkara rohani, terutama sekali adalah untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan. FirmanNya berkata, “Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikanNya pada waktunya.” (1 Petrus 5:6). Salah satu contoh puasa untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan adalah seperti firman yang kita baca hari ini, ketika Ezra hendak mempersiapkan diri memimpin rombongan orang Israel kembali ke Yerusalem setelah ditawan Babilon. Mereka harus menempuh perjalanan yang sangat jauh dan tidak mudah, banyak sekali bahaya yang menghadang dan juga serangan musuh. Mereka sangat membutuhkan pertolongan. Ezra diperhadapkan pada dua pilihan yaitu meminta pertolongan manusia atau mempercayakan diri pada kuasa Tuhan sepenuhnya. Ezra memilih berlindung dan mencari pertolongan kepada Tuhan saja. Lalu ia memaklumkan puasa kepada orang-orang Israel dan agar merendahkan diri di hadapan Tuhan, katanya, “...aku malu meminta tentara dan orang-orang berkuda kepada raja untuk mengawal kami terhadap musuh di jalan; sebab kami telah berkata kepada raja, demikian: ‘Tangan Allah kami melindungi semua orang yang mencari Dia demi keselamatan mereka, tetapi kuasa murkaNya menimpa semua orang yang meninggalkan Dia.’ Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami,” (Ezra 8:22-23).
Ezra tidak bertindak dengan akalnya sendiri atau bersandar pada kekuatan manusia/raja, tapi lebih mengandalkan Tuhan. Berarti ia merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui bahwa Tuhanlah yang lebih tahu akan apa yang ia perlukan.
Puasa yang didasari kerendahan hati pasti memperoleh jawaban dari Tuhan!
Baca: Ezra 8:21-36
“Kemudian di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya kami merendahkan diri di hadapan Allah kami dan memohon kepadaNya jalan yang aman bagi kami, bagi anak2anak kami dan segala harta benda kami.” Ezra 8:21
Puasa sering dilakukan banyak orang Kristen, terutama ketika berada dalam kesesakan dan masalah yang berat. Tetapi tidak sedikit orang yang kurang mengerti arti puasa yang sesungguhnya. Bahkan ada orang yang berpuasa, tidak makan dan minum, karena ingin menguruskan badan atau diet.
Tujuan berpuasa sesungguhnya adalah untuk perkara-perkara rohani, terutama sekali adalah untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan. FirmanNya berkata, “Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikanNya pada waktunya.” (1 Petrus 5:6). Salah satu contoh puasa untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan adalah seperti firman yang kita baca hari ini, ketika Ezra hendak mempersiapkan diri memimpin rombongan orang Israel kembali ke Yerusalem setelah ditawan Babilon. Mereka harus menempuh perjalanan yang sangat jauh dan tidak mudah, banyak sekali bahaya yang menghadang dan juga serangan musuh. Mereka sangat membutuhkan pertolongan. Ezra diperhadapkan pada dua pilihan yaitu meminta pertolongan manusia atau mempercayakan diri pada kuasa Tuhan sepenuhnya. Ezra memilih berlindung dan mencari pertolongan kepada Tuhan saja. Lalu ia memaklumkan puasa kepada orang-orang Israel dan agar merendahkan diri di hadapan Tuhan, katanya, “...aku malu meminta tentara dan orang-orang berkuda kepada raja untuk mengawal kami terhadap musuh di jalan; sebab kami telah berkata kepada raja, demikian: ‘Tangan Allah kami melindungi semua orang yang mencari Dia demi keselamatan mereka, tetapi kuasa murkaNya menimpa semua orang yang meninggalkan Dia.’ Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami,” (Ezra 8:22-23).
Ezra tidak bertindak dengan akalnya sendiri atau bersandar pada kekuatan manusia/raja, tapi lebih mengandalkan Tuhan. Berarti ia merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui bahwa Tuhanlah yang lebih tahu akan apa yang ia perlukan.
Puasa yang didasari kerendahan hati pasti memperoleh jawaban dari Tuhan!
Monday, May 17, 2010
DI ATAS BATU KARANG YANG TEGUH
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Mei 2010 -
Baca: Matius 16:13-20
“Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya.” Matius 16:18
Kita patut bersyukur karena saat ini banyak gedung gereja dibangun, mulai dari gereja yang besar dan megah sampai gereja sederhana yang ada di kampung-kampung atau pelosok. Namun sebelum kita membangun sebuah gedung gereja dalah penting bagi kita menyimak pertanyaan Tuhan: “Langit adalah takhtaKu dan bumi adalah tumpuan kakiKu; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagiKu, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentianKu?” (Yesaya 66:1).
Gedung gereja secara fisik adalah tempat berkumpulnya jemaat Tuhan untuk berbakti dan beribadah kepada Tuhan. Kumpulan jemaat inilah yang dimaksud Tuhan sebagai ‘gerejaNya’. Tuhan tidak mengingini rumah yang fana, yang hanya bertahan dalam kurun waktu tertentu, tetapi Dia ingin membangun rumah abadi, yang dibangun di atas fondasi yang kuat dan teguh, yang disediakan oleh Kristus sendiri sebagaimana dikatakanNya kepada Petrus: “...Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya.”
Tuhan berkata Ia mendirikan ‘jemaatNya’ di atas batu karang. Adapun batu karang yang dimaksud adalah gambaran diriNya sendiri, yang disalibkan, mati lalu bangkit, kemudian naik ke sorga kembali kepada Allah Bapa. Jadi setiap ‘gereja’ harus didirikan di atas pengorbanan Kristus di kayu salib dengan cucuran darah. Tanpa dasar yang kuat ini ‘gereja’ sia-sia dan tak berarti sama sekali. ‘Gereja’ alias jemaat harus benar-benar menghargai curahan darah Kristus yang telah menebusnya. “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus, yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Petrus 1:18-19). Gedung gereja secara prinsip harus didirikan di atas ‘Batu Karang Kristus’. Bila didirikan di atas motivasi lain (agar “wah” atau mencari nama) maka tak beda dengan gedung-gedung biasa.
Tanpa Roh Tuhan, ‘gereja’ tidak akan menghasilkan kuasa, jemaat pun tak mengalami apa-apa!
Baca: Matius 16:13-20
“Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya.” Matius 16:18
Kita patut bersyukur karena saat ini banyak gedung gereja dibangun, mulai dari gereja yang besar dan megah sampai gereja sederhana yang ada di kampung-kampung atau pelosok. Namun sebelum kita membangun sebuah gedung gereja dalah penting bagi kita menyimak pertanyaan Tuhan: “Langit adalah takhtaKu dan bumi adalah tumpuan kakiKu; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagiKu, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentianKu?” (Yesaya 66:1).
Gedung gereja secara fisik adalah tempat berkumpulnya jemaat Tuhan untuk berbakti dan beribadah kepada Tuhan. Kumpulan jemaat inilah yang dimaksud Tuhan sebagai ‘gerejaNya’. Tuhan tidak mengingini rumah yang fana, yang hanya bertahan dalam kurun waktu tertentu, tetapi Dia ingin membangun rumah abadi, yang dibangun di atas fondasi yang kuat dan teguh, yang disediakan oleh Kristus sendiri sebagaimana dikatakanNya kepada Petrus: “...Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya.”
Tuhan berkata Ia mendirikan ‘jemaatNya’ di atas batu karang. Adapun batu karang yang dimaksud adalah gambaran diriNya sendiri, yang disalibkan, mati lalu bangkit, kemudian naik ke sorga kembali kepada Allah Bapa. Jadi setiap ‘gereja’ harus didirikan di atas pengorbanan Kristus di kayu salib dengan cucuran darah. Tanpa dasar yang kuat ini ‘gereja’ sia-sia dan tak berarti sama sekali. ‘Gereja’ alias jemaat harus benar-benar menghargai curahan darah Kristus yang telah menebusnya. “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus, yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Petrus 1:18-19). Gedung gereja secara prinsip harus didirikan di atas ‘Batu Karang Kristus’. Bila didirikan di atas motivasi lain (agar “wah” atau mencari nama) maka tak beda dengan gedung-gedung biasa.
Tanpa Roh Tuhan, ‘gereja’ tidak akan menghasilkan kuasa, jemaat pun tak mengalami apa-apa!
Sunday, May 16, 2010
JANGAN TAKUT SAAT DALAM MASALAH
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2010 -
Baca: 2 Tawarikh 20:14-22
“Dalam peperangan ini tidak usah kamu bertempur. Hai Yehuda dan Yerusalem, tinggallah berdiri di tempatmu, dan lihatlah bagaimana Tuhan memberikan kemenangan kepadamu. Janganlah kamu takut dan terkejut.” 2 Tawarikh 20:17a-c
Setting bacaan hari ini adalah bangsa Yehuda yang berada dalam situasi sangat sulit karena dikepung musuh-musuhnya (bani Moab dan Amon). Adalah manusiawi bila raja Yosafat mengalami ketakutan. Bukankah kita juga demikian? Takut dan panik saat terhimpit masalah berat. Dalam keadaan kritis ini Yosafat “...mengambil keputusan untuk mencari Tuhan. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa.” (ayat 3).
Langkah yang tepat telah diambil oleh raja Yosafat dan rakyatnya, yaitu datang dan mencari pertolongan kepada Tuhan. Akhirnya Tuhan memberikan pertolongan, bahkan firmanNya menegaskan: “Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah.” (ayat 15b). Bangsa Yehuda tidak harus mengangkat senjata dan bermandi peluh di medan pertempuran; mereka hanya menaikkan pujian bagi Tuhan dan bersorak-sorai. Hasilnya: musuh dikalahkan dengan cara Tuhan yang ajaib ini!
Pujian membawa perubahan! Saat dalam masalah, kunci rapat-rapat mulutmu dari segala keluh kesah dan persungutan, sebaliknya buka mulutmu untuk pujian pengagungan bagi Tuhan. Banyak orang Kristen kalah dalam ‘peperangan’ karena mereka sendiri yang berperang. Mereka berusaha menyelesaikan setiap masalah dengan kekuatannya sendiri, tidak lagi bersandar dan mengandalkan Tuhan. “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya mejauh dari pada Tuhan!” (Yeremia 17:5), sebaliknya: “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan.” (Yeremia 17:7).
Ketahuilah, salah satu kesukaan Tuhan adalah mendemonstrasikan kemenanganNya dalam hidup kita. Jika kita menghadapi situasi sulit dan mustahil tetaplah tenang menantikanNya. Ketika kita bersabar menunggu kita sedang melatih iman kita. Pada saat yang tepat Dia akan bertindak dengan cara-caraNya yang ajaib.
Kemenangan disediakan Tuhan dalam setiap segi kehidupan kita, asal kita percaya penuh kepadaNya.
Baca: 2 Tawarikh 20:14-22
“Dalam peperangan ini tidak usah kamu bertempur. Hai Yehuda dan Yerusalem, tinggallah berdiri di tempatmu, dan lihatlah bagaimana Tuhan memberikan kemenangan kepadamu. Janganlah kamu takut dan terkejut.” 2 Tawarikh 20:17a-c
Setting bacaan hari ini adalah bangsa Yehuda yang berada dalam situasi sangat sulit karena dikepung musuh-musuhnya (bani Moab dan Amon). Adalah manusiawi bila raja Yosafat mengalami ketakutan. Bukankah kita juga demikian? Takut dan panik saat terhimpit masalah berat. Dalam keadaan kritis ini Yosafat “...mengambil keputusan untuk mencari Tuhan. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa.” (ayat 3).
Langkah yang tepat telah diambil oleh raja Yosafat dan rakyatnya, yaitu datang dan mencari pertolongan kepada Tuhan. Akhirnya Tuhan memberikan pertolongan, bahkan firmanNya menegaskan: “Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah.” (ayat 15b). Bangsa Yehuda tidak harus mengangkat senjata dan bermandi peluh di medan pertempuran; mereka hanya menaikkan pujian bagi Tuhan dan bersorak-sorai. Hasilnya: musuh dikalahkan dengan cara Tuhan yang ajaib ini!
Pujian membawa perubahan! Saat dalam masalah, kunci rapat-rapat mulutmu dari segala keluh kesah dan persungutan, sebaliknya buka mulutmu untuk pujian pengagungan bagi Tuhan. Banyak orang Kristen kalah dalam ‘peperangan’ karena mereka sendiri yang berperang. Mereka berusaha menyelesaikan setiap masalah dengan kekuatannya sendiri, tidak lagi bersandar dan mengandalkan Tuhan. “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya mejauh dari pada Tuhan!” (Yeremia 17:5), sebaliknya: “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan.” (Yeremia 17:7).
Ketahuilah, salah satu kesukaan Tuhan adalah mendemonstrasikan kemenanganNya dalam hidup kita. Jika kita menghadapi situasi sulit dan mustahil tetaplah tenang menantikanNya. Ketika kita bersabar menunggu kita sedang melatih iman kita. Pada saat yang tepat Dia akan bertindak dengan cara-caraNya yang ajaib.
Kemenangan disediakan Tuhan dalam setiap segi kehidupan kita, asal kita percaya penuh kepadaNya.
Saturday, May 15, 2010
BUKAN ORANG HUKUMAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2010 -
Baca: Roma 8:1-17
“Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” Roma 8:1
Mengapa seseorang harus dihukum? Tentunya karena melakukan pelanggaran terhadap hukum seperti korupsi, membunuh, mencuri atau merampok. Siapa pun pasti tidak ada yang mau menjadi pesakitan atau orang hukuman. Menjadi orang hukuman itu benar-benar menderita! Tinggal di hotel prodeo yang pengap, berdesakan, tiadak ada kebebasan, menanggung malu, dan terkadang harus mengalami kekerasan fisik (aniaya).
Penderitaan lahir batin harus dialami oleh orang hukuman. Begitu juga setiap pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan adalah dosa, dan “...upah dosa ialah maut;” (Roma 6:23a). “...sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” (Roma 5:12). Jadi seesungguhnya kita adalah orang-orang hukuman yang harus menerima murka Allah. Namun ada kabar baik bagi kita! “...sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang seharusnya kita tanggung telah ditanggung oleh Yesus Kristus. “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib,...” (1Petrus 2:24) dan “...darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.” (1 Yohanes 1:7).
Saat kita menerima Kristus sebagai Juruselamat, kasih karunia dan pengampunan Allah dicurahkan atas kita. Jadi jika kita menaruh iman pada darah Yesus seluruh dosa kita dibersihkan dengan sempurna. Kini belenggu dosa telah dipatahkan! Tidak ada penghukuman di dalam Yesus! Kita terbebas dari segala ketakutan. “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah.” (Roma 8:15a). Sebaliknya, penghukuman tetap berlaku bagi orang-orang yang tidak percaya dan menolak pengampunan yang diberikan Allah di dalam AnakNya, Yesus Kristus. Menyedihkan masih banyak orang yang tidak mau menerima keselamatan cuma-cuma melalui Kristus.
Tidak ingin dihukum? Percayalah kepada Yesus, karena tidak ada keselamatan selain di dalam Dia! (baca Kisah 4:12).
Baca: Roma 8:1-17
“Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” Roma 8:1
Mengapa seseorang harus dihukum? Tentunya karena melakukan pelanggaran terhadap hukum seperti korupsi, membunuh, mencuri atau merampok. Siapa pun pasti tidak ada yang mau menjadi pesakitan atau orang hukuman. Menjadi orang hukuman itu benar-benar menderita! Tinggal di hotel prodeo yang pengap, berdesakan, tiadak ada kebebasan, menanggung malu, dan terkadang harus mengalami kekerasan fisik (aniaya).
Penderitaan lahir batin harus dialami oleh orang hukuman. Begitu juga setiap pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan adalah dosa, dan “...upah dosa ialah maut;” (Roma 6:23a). “...sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” (Roma 5:12). Jadi seesungguhnya kita adalah orang-orang hukuman yang harus menerima murka Allah. Namun ada kabar baik bagi kita! “...sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang seharusnya kita tanggung telah ditanggung oleh Yesus Kristus. “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib,...” (1Petrus 2:24) dan “...darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.” (1 Yohanes 1:7).
Saat kita menerima Kristus sebagai Juruselamat, kasih karunia dan pengampunan Allah dicurahkan atas kita. Jadi jika kita menaruh iman pada darah Yesus seluruh dosa kita dibersihkan dengan sempurna. Kini belenggu dosa telah dipatahkan! Tidak ada penghukuman di dalam Yesus! Kita terbebas dari segala ketakutan. “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah.” (Roma 8:15a). Sebaliknya, penghukuman tetap berlaku bagi orang-orang yang tidak percaya dan menolak pengampunan yang diberikan Allah di dalam AnakNya, Yesus Kristus. Menyedihkan masih banyak orang yang tidak mau menerima keselamatan cuma-cuma melalui Kristus.
Tidak ingin dihukum? Percayalah kepada Yesus, karena tidak ada keselamatan selain di dalam Dia! (baca Kisah 4:12).
Friday, May 14, 2010
MEMILIKI HATI NURANI YANG MURNI
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2010 -
Baca: 2 Korintus 1:12-24
“Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah.” 2 Korintus 1:12
Ada kalimat mengatakan: “Tiada badai dan gelombang yang dahsyat, tiada nahkoda yang handal.” Masalah, penderitaan dan krisis yang terjadi akan menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Contohnya Rasul Paulus, hamba Tuhan yang telah malang melintang dalam pelayanan pemberitaan Injil. Karena Injil Kristus Paulus harus menanggung penderitaan. “Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati.” (ayat 8b-9a). Betapa pun hebatnya karakter dan pelayanan Paulus, ia tetaplah manusia biasa seperti kita, yang pada fase tertentu, bisa saja mengalami kelemahan. Namun hal ini tidak sampai membuat Paulus patah arang dan melarikan diri dari pelayanan yang dipercayakan Tuhan.
Apa rahasia kemenangan Paulus sehingga ia tidak sampai tergeletak? Paulus, bukan hanya berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada, melainkan juga masih bisa menolong dan memberi kekuatan kepada orang-orang yang dilayaninya. Luar biasa! Salah satu kuncinya adalah memiliki hati nurani yang murni! Hati nurani atau suara hati adalah kemampuan batin untuk mengetahui dengan roh kita, memberi persetujuan ketika kita berbuat benar, tetapi menuduh ketika kita berbuat salah. Paulus berkata, “Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia.” (Kisah 24:16).
Seseorang yang memiliki suara hati atau hati nurani yang baik dan murni dipastikan akan memiliki integritas, tidak munafik (bermuka dua) dan dapat dipercaya. Itulah sebabnya rasul Paulus dengan bersungguh hati melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Motivasinya tulus yaitu hanya ingin menyenangkan hati Tuhan, bukan manusia.
Paulus telah membuktikan ia setia menjalani ia setia menjalankan Amanat Agung Tuhan. Ia tidak berubah sikap meski harus mengalami penderitaan!
Baca: 2 Korintus 1:12-24
“Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah.” 2 Korintus 1:12
Ada kalimat mengatakan: “Tiada badai dan gelombang yang dahsyat, tiada nahkoda yang handal.” Masalah, penderitaan dan krisis yang terjadi akan menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Contohnya Rasul Paulus, hamba Tuhan yang telah malang melintang dalam pelayanan pemberitaan Injil. Karena Injil Kristus Paulus harus menanggung penderitaan. “Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati.” (ayat 8b-9a). Betapa pun hebatnya karakter dan pelayanan Paulus, ia tetaplah manusia biasa seperti kita, yang pada fase tertentu, bisa saja mengalami kelemahan. Namun hal ini tidak sampai membuat Paulus patah arang dan melarikan diri dari pelayanan yang dipercayakan Tuhan.
Apa rahasia kemenangan Paulus sehingga ia tidak sampai tergeletak? Paulus, bukan hanya berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada, melainkan juga masih bisa menolong dan memberi kekuatan kepada orang-orang yang dilayaninya. Luar biasa! Salah satu kuncinya adalah memiliki hati nurani yang murni! Hati nurani atau suara hati adalah kemampuan batin untuk mengetahui dengan roh kita, memberi persetujuan ketika kita berbuat benar, tetapi menuduh ketika kita berbuat salah. Paulus berkata, “Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia.” (Kisah 24:16).
Seseorang yang memiliki suara hati atau hati nurani yang baik dan murni dipastikan akan memiliki integritas, tidak munafik (bermuka dua) dan dapat dipercaya. Itulah sebabnya rasul Paulus dengan bersungguh hati melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Motivasinya tulus yaitu hanya ingin menyenangkan hati Tuhan, bukan manusia.
Paulus telah membuktikan ia setia menjalani ia setia menjalankan Amanat Agung Tuhan. Ia tidak berubah sikap meski harus mengalami penderitaan!
Thursday, May 13, 2010
YESUS NAIK KE SORGA: Perintah Memberitakan Injil
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2010 -
Baca: Yohanes 16:16-33
“Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa.” Yohanes 16:28
Kenaikan Tuhan Yesus ke sorga merupakan klimaks kehidupan Kristus di dunia. KehidupanNya, kematianNya, kebangkitanNya serta kenaikanNya semakin menegaskan KetuhananNya. 40 hari setelah bangkit Dia harus naik ke sorga. Ini membuktikan Dia adalah Tuhan dan Juruselamat yang diututs Bapa dan kembali kepada Bapa.
Dalam ayat nas jelas terkandung makna bahwa Yesus datang dari kekekalan dan kembali pada kekekalan. Setelah bangkit dari kematian Ia secara khusus menampakkan diri kepada kedua belas muridNya, dan sebelum Ia naik ke sorga Ia memerintahkan para murid untuk menunggu janji Bapa di Yerusalem agar mereka siap menjadi saksi Kristus (baca Kisah 1:12-14). Apa janji Bapa itu? Ialah seperti kata Yesus, “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.” (Yohanes 14:16-17). Di dalam Alkitab kita menemukan ribuan janji, tapi hanya satu janji tentang Roh Kudus yang disebut janji dari Bapa. Allah Bapa telah berjanji bahwa Ia akan mencurahkan RohNya ke atas semua orang (baca Yehezkiel 36:25-27 dan Yoel 2:28-29).
Sebelum terangkat ke sorga Tuhan memberikan perintah kepada muridNya agar pergi memberitakan Injil dan menjadikan segala bangsa muridNya. Namun, pergi saja tidak cukup, mereka harus memiliki kuasa agar dapat menjadi saksi Kristus di dunia. Kuasa ini sangat penting karena kita akan menghadapi peperangan. Ingat, peperangan itu bukanlah melawan darah dan daging, melainkan melawan penghulu-penghulu di udara yaitu roh-roh jahat yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Tanpa kuasa dari Allah bagaimana kita dapat membebaskan orang lain yang masih berada di bawah kuasa si jahat? Kuasa itu Roh Kudus. Tanpa penyertaan Roh Kudus pelayanan apa pun yang kita lakukan tidak akan berdampak apa-apa bagi orang lain.
“Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah.” Markus 16:19
Baca: Yohanes 16:16-33
“Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa.” Yohanes 16:28
Kenaikan Tuhan Yesus ke sorga merupakan klimaks kehidupan Kristus di dunia. KehidupanNya, kematianNya, kebangkitanNya serta kenaikanNya semakin menegaskan KetuhananNya. 40 hari setelah bangkit Dia harus naik ke sorga. Ini membuktikan Dia adalah Tuhan dan Juruselamat yang diututs Bapa dan kembali kepada Bapa.
Dalam ayat nas jelas terkandung makna bahwa Yesus datang dari kekekalan dan kembali pada kekekalan. Setelah bangkit dari kematian Ia secara khusus menampakkan diri kepada kedua belas muridNya, dan sebelum Ia naik ke sorga Ia memerintahkan para murid untuk menunggu janji Bapa di Yerusalem agar mereka siap menjadi saksi Kristus (baca Kisah 1:12-14). Apa janji Bapa itu? Ialah seperti kata Yesus, “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.” (Yohanes 14:16-17). Di dalam Alkitab kita menemukan ribuan janji, tapi hanya satu janji tentang Roh Kudus yang disebut janji dari Bapa. Allah Bapa telah berjanji bahwa Ia akan mencurahkan RohNya ke atas semua orang (baca Yehezkiel 36:25-27 dan Yoel 2:28-29).
Sebelum terangkat ke sorga Tuhan memberikan perintah kepada muridNya agar pergi memberitakan Injil dan menjadikan segala bangsa muridNya. Namun, pergi saja tidak cukup, mereka harus memiliki kuasa agar dapat menjadi saksi Kristus di dunia. Kuasa ini sangat penting karena kita akan menghadapi peperangan. Ingat, peperangan itu bukanlah melawan darah dan daging, melainkan melawan penghulu-penghulu di udara yaitu roh-roh jahat yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Tanpa kuasa dari Allah bagaimana kita dapat membebaskan orang lain yang masih berada di bawah kuasa si jahat? Kuasa itu Roh Kudus. Tanpa penyertaan Roh Kudus pelayanan apa pun yang kita lakukan tidak akan berdampak apa-apa bagi orang lain.
“Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah.” Markus 16:19
Wednesday, May 12, 2010
KEKESALAN HATI TUHAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2010 -
Baca: Bilangan 14:1-19
“Berapa lami lagi bangsa ini menista Aku, dan berapa lami lagi mereka tidak mau percaya kepadaKu, sekalipun sudah ada segala tanda mujizat yang Kulakukan di tengah-tengah mereka!” Bilangan 14:11
Tidak selamanya kasih Tuhan menyenangkan, menyanjung, membelai kita. Adakalanya kasih Tuhan keras berupa teguran dan hajaran, namun semuanya mendatangkan kebaikan bagi kita. Itulah sebabnya Salomo menasihati, “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatanNya.” (Amsal 3:11).
Perlukah kasih Tuhan yang ‘keras’ ini kita alami? Sangat perlu! Sebab bila kita tak pernah mengalami kasihNya yang keras berupa didikan, kita akan menjadi orang-orang Kristen yang manja, cengeng, mengasihi diri sendiri, selalu mengeluh, menggerutu dan tak mau menyadari kesalahan. Kasih Tuhan yang ‘keras’ ini merupakan proses untuk menguji dan membentuk kehidupan kita sebagai anak-anakNya. Tanpa kasih yang keras ini kita cenderung akan selalu melakukan hal-hal jahat dan memberontak kepada Tuhan, contohnya bangsa Israel. Di sepanjang perjalanan menuju Kanaan mereka tidak pernah berhenti mengeluh dan bersungut-sungut, padahal di setiap langkah hidup mereka, tapak demi tapak, Tuhan selalu menyatakan kebaikan dan pertolonganNya yang ajaib. Tetapi apa respon mereka? “Mengapakah Tuhan membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan istri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?” (Bilangan 14:3). Mereka menganggap Tuhan berlaku tidak adil dan membuat mereka makin sengsara. Bahkan ketika Tuhan membawa mereka sampai ke Kadesy, di padang gurun Paran, mereka tetap tidak berhenti menista Tuhan padalah Kadesy adalah jalan masuk terdekat menuju Kanaan.
Hati Tuhan benar-benar kesal melihat pemberontakan mereka, akibatnya Ia memproses mereka dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu 40 tahun di padang gurun, sehingga akhirnya mereka harus mengubur impiannya untuk dapat masuk ke Tanah Perjanjian. Hanya Kaleb dan Yosua, yang sepenuh hati percaya akan rencana Tuhan, dapat menikmati Kanaan.
Bila sedang dididik Tuhan jangan sekali-sekali memberontak, Dia tahu yang berbaik bagi kita.
Baca: Bilangan 14:1-19
“Berapa lami lagi bangsa ini menista Aku, dan berapa lami lagi mereka tidak mau percaya kepadaKu, sekalipun sudah ada segala tanda mujizat yang Kulakukan di tengah-tengah mereka!” Bilangan 14:11
Tidak selamanya kasih Tuhan menyenangkan, menyanjung, membelai kita. Adakalanya kasih Tuhan keras berupa teguran dan hajaran, namun semuanya mendatangkan kebaikan bagi kita. Itulah sebabnya Salomo menasihati, “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatanNya.” (Amsal 3:11).
Perlukah kasih Tuhan yang ‘keras’ ini kita alami? Sangat perlu! Sebab bila kita tak pernah mengalami kasihNya yang keras berupa didikan, kita akan menjadi orang-orang Kristen yang manja, cengeng, mengasihi diri sendiri, selalu mengeluh, menggerutu dan tak mau menyadari kesalahan. Kasih Tuhan yang ‘keras’ ini merupakan proses untuk menguji dan membentuk kehidupan kita sebagai anak-anakNya. Tanpa kasih yang keras ini kita cenderung akan selalu melakukan hal-hal jahat dan memberontak kepada Tuhan, contohnya bangsa Israel. Di sepanjang perjalanan menuju Kanaan mereka tidak pernah berhenti mengeluh dan bersungut-sungut, padahal di setiap langkah hidup mereka, tapak demi tapak, Tuhan selalu menyatakan kebaikan dan pertolonganNya yang ajaib. Tetapi apa respon mereka? “Mengapakah Tuhan membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan istri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?” (Bilangan 14:3). Mereka menganggap Tuhan berlaku tidak adil dan membuat mereka makin sengsara. Bahkan ketika Tuhan membawa mereka sampai ke Kadesy, di padang gurun Paran, mereka tetap tidak berhenti menista Tuhan padalah Kadesy adalah jalan masuk terdekat menuju Kanaan.
Hati Tuhan benar-benar kesal melihat pemberontakan mereka, akibatnya Ia memproses mereka dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu 40 tahun di padang gurun, sehingga akhirnya mereka harus mengubur impiannya untuk dapat masuk ke Tanah Perjanjian. Hanya Kaleb dan Yosua, yang sepenuh hati percaya akan rencana Tuhan, dapat menikmati Kanaan.
Bila sedang dididik Tuhan jangan sekali-sekali memberontak, Dia tahu yang berbaik bagi kita.
Tuesday, May 11, 2010
BERKAT BAGI PELAYAN TUHAN
- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2010 -
Baca: Yosua 21:1:3
“Tuhan telah memerintahkan dengan perantaraan Musa, supaya diberikan kepada kami kota-kota untuk didiami dan tanah-tanah penggembalaannya untuk ternak kami.” Yosua 21:2
Bangsa Israel terdiri atas 12 suku yaitu: suku Ruben, suku Simeon, suku Yehuda, suku Isakhar, suku Zebulon, suku Efraim, suku Manasye, suku Benjamin, suku Dan, suku Asyer, suku Gad dan suku Naftali. Ketika mencapai Tanah perjanjian masing-masing suku memperoleh tanah warisan, kecuali suku Lewi. Jadi satu-satunya suku dari dua belas suku di Israel yang tidak memperoleh tanah warisan adalah suku Lewi. Mengapa? Tuhan berfirman, “Demikianlah harus engkau mentahirkan mereka dari tengah-tengah orang Israel, supaya orang Lewi itu menjadi kepunyaanKu.” (Bilangan 8:14).
Suku Lewi tidak memperoleh tanah warisan karena Tuhan sudah memilih dan menetapkan suku ini secara khusus untuk melayani di Tabernakel atau Rumah Tuhan. Dengan demikian kehidupan suku Lewi dan keluarganya sangat bergantung pada berkat yang mereka terima dari persembahan yang dibawa oleh bangsa Israel ke rumah Tuhan ini, di mana besar kecilnya berkat itu sangat ditentukan oleh ketaatan atau ketidaktaatan bangsa Israel. Namun bukan berarti Tuhan membiarkan mereka, karena Tuhan juga memberkati mereka dengan memberikan kota-kota untuk mereka diami, plus tanah-tanah penggembalaan bagi ternak mereka.
Hari ini Tuhan hendak menegaskan Ia tidak pernah membiarkan orang-orang pilihanNya. Pengorbanan waktu, tenaga atau pun materi yang kita lakukan untuk melayani Tuhan, apa pun jenis pelayanan kita, pasti akan diperhitungkan oleh Tuhan. Jadi jerih payah kita untuk Tuhan itu tidak pernah sia-sia. Alkitab menyatakan, “Dalam tiap jerih payah ada keuntungan,” (Amsal 14:23a) dan Tuhan punya seribu satu macam cara untuk menolong dan mencukupi kebutuhan kita, contoh Elia dipelihara oleh Tuhan dengan caraNya yang sangat ajaib (baca 1 Raja-Raja 17:1-6). Akan halnya rasul Paulus, selain menjalankan tuganya sebagai pemberita Injil, ia juga masih bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ia tidak membebani orang lain.
Jangan sampai kita melayani Tuhan karena sedang ‘mengejar setoran’. Asal kita melayaniNya dengan sungguh, berkatNya pasti disediakan untuk kita.
Baca: Yosua 21:1:3
“Tuhan telah memerintahkan dengan perantaraan Musa, supaya diberikan kepada kami kota-kota untuk didiami dan tanah-tanah penggembalaannya untuk ternak kami.” Yosua 21:2
Bangsa Israel terdiri atas 12 suku yaitu: suku Ruben, suku Simeon, suku Yehuda, suku Isakhar, suku Zebulon, suku Efraim, suku Manasye, suku Benjamin, suku Dan, suku Asyer, suku Gad dan suku Naftali. Ketika mencapai Tanah perjanjian masing-masing suku memperoleh tanah warisan, kecuali suku Lewi. Jadi satu-satunya suku dari dua belas suku di Israel yang tidak memperoleh tanah warisan adalah suku Lewi. Mengapa? Tuhan berfirman, “Demikianlah harus engkau mentahirkan mereka dari tengah-tengah orang Israel, supaya orang Lewi itu menjadi kepunyaanKu.” (Bilangan 8:14).
Suku Lewi tidak memperoleh tanah warisan karena Tuhan sudah memilih dan menetapkan suku ini secara khusus untuk melayani di Tabernakel atau Rumah Tuhan. Dengan demikian kehidupan suku Lewi dan keluarganya sangat bergantung pada berkat yang mereka terima dari persembahan yang dibawa oleh bangsa Israel ke rumah Tuhan ini, di mana besar kecilnya berkat itu sangat ditentukan oleh ketaatan atau ketidaktaatan bangsa Israel. Namun bukan berarti Tuhan membiarkan mereka, karena Tuhan juga memberkati mereka dengan memberikan kota-kota untuk mereka diami, plus tanah-tanah penggembalaan bagi ternak mereka.
Hari ini Tuhan hendak menegaskan Ia tidak pernah membiarkan orang-orang pilihanNya. Pengorbanan waktu, tenaga atau pun materi yang kita lakukan untuk melayani Tuhan, apa pun jenis pelayanan kita, pasti akan diperhitungkan oleh Tuhan. Jadi jerih payah kita untuk Tuhan itu tidak pernah sia-sia. Alkitab menyatakan, “Dalam tiap jerih payah ada keuntungan,” (Amsal 14:23a) dan Tuhan punya seribu satu macam cara untuk menolong dan mencukupi kebutuhan kita, contoh Elia dipelihara oleh Tuhan dengan caraNya yang sangat ajaib (baca 1 Raja-Raja 17:1-6). Akan halnya rasul Paulus, selain menjalankan tuganya sebagai pemberita Injil, ia juga masih bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ia tidak membebani orang lain.
Jangan sampai kita melayani Tuhan karena sedang ‘mengejar setoran’. Asal kita melayaniNya dengan sungguh, berkatNya pasti disediakan untuk kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)