Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 April 2020
Baca: Amsal 11:1-31
"Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut." Amsal 11:4
Secara alamiah manusia memiliki dorongan yang kuat untuk mencari, mengejar dan menikmati benda atau materi di dunia ini. Banyak orang menganggap bahwa harta atau materi adalah yang terpenting dalam hidup ini, karena itu mereka berlomba-lomba untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Hal mengejar materi atau harta ini juga terjadi di zaman di mana Kristus berada di bumi: para pemimpin agama (ahli-ahli Taurat dan orang Farisi) justru menjadi sangat materialistis dan tamak. Karena itu Tuhan mengecam mereka yang menggunakan kedok 'pelayanan' demi memperkaya diri.
Rasul Paulus menasihati, "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:6-7). Kita harus ingat bahwa kita ini tidak membawa apa pun saat lahir ke dunia ini dan tidak membawa apa pun juga ketika kita dipanggil pulang (meninggal). Ketika hartanya ludes, Ayub tetap bisa mengucap syukur karena ia sadar bahwa harta yang dimilikinya itu hanyalah titipan Tuhan, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga
aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil,
terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:21). Pada zaman dahulu ukuran kekayaan orang dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan, yang biasanya dilengkapi dengan berbagai aksesoris berlapiskan emas dengan bahan pakaian yang terbuat dari kain lenan halus atau wol (padahal wol adalah bahan yang paling disukai oleh ngengat). Harta kekayaan juga selalu menjadi incaran pencuri, karena itu orang zaman dahulu berusaha menyimpan hartanya di bawah tanah, di luar rumah atau ladang, namun pencuri tetap saja bisa mencuri, membongkar dan mencurinya. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19).
Firman Tuhan memperingatkan kita untuk mengumpulkan harta di sorga, bukan harta di bumi, itulah yang akan membawa kita sampai kepada kekekalan.
Jangan pernah menyandarkan hidup kepada harta duniawi. Itu sia-sia belaka! Sebab harta duniawi tak bisa menolong, apalagi menyelamatkan hidup kita.
Sunday, April 19, 2020
Saturday, April 18, 2020
MEMBIASAKAN DIRI BERDOA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 April 2020
Baca: Lukas 22:39-46
"...pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia." Lukas 22:39
Sudah sering ditulis bagaimana Kristus telah memberikan satu teladan kepada orang percaya berkenaan dengan kehidupan doa-Nya. Sesibuk apa pun pelayanan-Nya Ia tak pernah mengabaikan jam-jam doa, Ia sangat disiplin dalam hal membangun persekutuan yang karib dengan Bapa. Bagi Kristus, Bapa adalah segalanya. Keintiman dengan Bapa inilah yang menjadi kekuatan dalam pelayanan Kristus.
Alkitab tidak pernah mencatat bahwa Kristus merasa bosan atau jemu untuk berdoa. Justru Dia begitu teguh menjalankan waktu-waktu secara tetap untuk bersekutu dengan Bapa melalui doa. Berbicara kepada Bapa melalui doa bukanlah sekedar rutinitas atau kebiasaan bagi Kristus, melainkan suatu kerinduan yang dalam untuk mencari hadirat-Nya, mengejar perkenanan-Nya, dan memahami kehendak-Nya, "...Aku hidup oleh Bapa," (Yohanes 6:57). Saat berada di Yerusalem Kristus biasa berdoa di taman Getsemani di bukit Sion. Kata 'biasa' menunjukkan keteraturan, kedisiplinan dan konsistensi untuk berdoa di situ. Di tempat itu pula Kristus biasa berkumpul dengan murid-murid-Nya dan mengajar mereka. Kristus sangat disiplin dalam hal menggunakan waktu, Ia berdoa secara teratur di pagi hari kala hari masih tampak gelap guna mempersiapkan hati dan mempertajam kepekaan-Nya untuk mendengar suara Bapa.
Daniel pun memiliki tempat dan waktu yang khusus di mana ia secara teratur berdoa, seperti tertulis: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Kedisiplinan dalam berdoa inilah yang menjadi kekuatan hidup Daniel yang membuatnya memiliki kualitas hidup di atas rata-rata dan punya roh yang luar biasa, sehingga ia tetap berkemenangan meski berada dalam situasi yang gawat. Di saat raja Darius melarang seluruh rakyatnya menyembah apa pun selain kepadanya, Daniel punya keberanian untuk berkata tidak. Kehidupan Daniel pun menjadi kesaksian bagi banyak orang karena ia sangat dekat dengan Tuhan melalui doa-doanya.
Berdoa secara teratur dan penuh kedisiplinan adalah kunci mengalami hidup berkemenangan!
Baca: Lukas 22:39-46
"...pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia." Lukas 22:39
Sudah sering ditulis bagaimana Kristus telah memberikan satu teladan kepada orang percaya berkenaan dengan kehidupan doa-Nya. Sesibuk apa pun pelayanan-Nya Ia tak pernah mengabaikan jam-jam doa, Ia sangat disiplin dalam hal membangun persekutuan yang karib dengan Bapa. Bagi Kristus, Bapa adalah segalanya. Keintiman dengan Bapa inilah yang menjadi kekuatan dalam pelayanan Kristus.
Alkitab tidak pernah mencatat bahwa Kristus merasa bosan atau jemu untuk berdoa. Justru Dia begitu teguh menjalankan waktu-waktu secara tetap untuk bersekutu dengan Bapa melalui doa. Berbicara kepada Bapa melalui doa bukanlah sekedar rutinitas atau kebiasaan bagi Kristus, melainkan suatu kerinduan yang dalam untuk mencari hadirat-Nya, mengejar perkenanan-Nya, dan memahami kehendak-Nya, "...Aku hidup oleh Bapa," (Yohanes 6:57). Saat berada di Yerusalem Kristus biasa berdoa di taman Getsemani di bukit Sion. Kata 'biasa' menunjukkan keteraturan, kedisiplinan dan konsistensi untuk berdoa di situ. Di tempat itu pula Kristus biasa berkumpul dengan murid-murid-Nya dan mengajar mereka. Kristus sangat disiplin dalam hal menggunakan waktu, Ia berdoa secara teratur di pagi hari kala hari masih tampak gelap guna mempersiapkan hati dan mempertajam kepekaan-Nya untuk mendengar suara Bapa.
Daniel pun memiliki tempat dan waktu yang khusus di mana ia secara teratur berdoa, seperti tertulis: "Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya." (Daniel 6:11). Kedisiplinan dalam berdoa inilah yang menjadi kekuatan hidup Daniel yang membuatnya memiliki kualitas hidup di atas rata-rata dan punya roh yang luar biasa, sehingga ia tetap berkemenangan meski berada dalam situasi yang gawat. Di saat raja Darius melarang seluruh rakyatnya menyembah apa pun selain kepadanya, Daniel punya keberanian untuk berkata tidak. Kehidupan Daniel pun menjadi kesaksian bagi banyak orang karena ia sangat dekat dengan Tuhan melalui doa-doanya.
Berdoa secara teratur dan penuh kedisiplinan adalah kunci mengalami hidup berkemenangan!
Subscribe to:
Posts (Atom)