Friday, August 16, 2019

HATI YANG TERBEBAN UNTUK BANGSA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2019

Baca:  Nehemia 1:1-11

"Ketika kudengar berita ini, duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit,"  Nehemia 1:4

Ada banyak faktor yang membuat seseorang menangis dan biasanya orang menangis untuk hal-hal yang berhubungan langsung dengan diri sendiri, semisal:  menangis karena menderita sakit, menangis karena ada saudara atau kerabatnya yang meninggal, menangis karena tertimpa musibah atau bencana, menangis karena diputus oleh kekasih, menangis karena gagal dalam ujian, menangis karena terkena PHK dan sebagainya.

     Berbeda dengan tangisan karena kepedihan hati yang dirasakan oleh Nehemia ini, sebab ia menangis karena mendengar berita tentang Yerusalem dan penduduknya yang sedang tertimpa kesusahan besar.  Nama  'Nehemia' berarti menyenangkan Tuhan.  Di mana Nehemia saat itu?  Ia tinggal jauh dari Yerusalem karena menjadi salah seorang yang diangkut ke pembuangan di Babel, tapi pada waktu itu ia hidup nyaman dengan jabatan sebagai juru minuman raja pada masa pemerintahan Artahsasta, raja Persia.  Begitu mendengar apa yang menimpa bangsanya, hati Nehemia terasa teriris-iris, ia pun menangisi bangsanya.  Pernahkah hati Saudara menangis pilu ketika melihat dan mendengar begitu banyak masalah menimpa bangsa Indonesia yang kita cintai ini?  Bencana alam terjadi di mana-mana, pertikaian dan konflik antar golongan  (perpecahan)  masih saja terjadi, dan jika dibiarkan dapat mengancam kesatuan dan persatuan bangsa.

     Melalui Nehemia kita diajar punya hati yang terbeban bagi bangsa.  Jangan pernah berkata:  "Kamu suku apa?  Apa warna kulitmu?"  Sebaliknya mari saling bergandengan tangan, sehati sepikir, berdoa kepada Tuhan untuk kesejahteraan negeri tercinta Indonesia.  Ketika Nehemia berdoa untuk Yerusalem, doanya pun dijawab oleh Tuhan!  Oleh karena campur tangan Tuhan tembok Yerusalem dapat dibangun dan kota Yerusalem dipulihkan kembali.  Bila orang percaya berdoa sungguh-sungguh kepada Tuhan untuk bangsa Indonesia, seburuk apa pun keadaannya, Tuhan sanggup memulihkan.

"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka."  2 Tawarikh 7:14

Thursday, August 15, 2019

PERTOLONGAN YANG TERTUNDA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2019

Baca:  Markus 5:21-43

"Anakmu sudah mati, apa perlunya lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru?"  Markus 5:35

Yairus adalah kepada rumah ibadat atau pemimpin sinagoga.  Itu artinya ia mempunyai kedudukan sosial yang tinggi di mata masyarakat.  Nama  'Ýairus'  memiliki arti:  yang diterangi Tuhan.  Ia mempunyai seorang anak perempuan yang hampir mati, maka ketika itu segeralah ia memohon agar Tuhan datang ke rumahnya untuk menolong.  Tuhan pun merespons permintaan Yairus tersebut, lalu pergilah Dia dengan orang itu.

     Di dalam bacaan kisah ini ada terselip satu peristiwa lain, yaitu wanita yang sakit pendarahan selama 12 tahun.  Saat dalam perjalanan ke rumah Yairus wanita ini berusaha menjamah jubah Tuhan dengan berkata,  "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh. Seketika itu juga berhentilah pendarahannya"  (Markus 5:28-29).  Merasa ada seseorang yang menjamah jubah-Nya, Tuhan pun menghentikan langkahnya, mendekati wanita itu dan berkata,  "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!"  (Markus 5:34).  Ketika bertemu dengan wanita yang sakit pendarahan itu seolah-olah Yairus terlupakan oleh Tuhan, karena Dia lebih fokus kepada wanita itu, padahal Yairus juga memiliki kebutuhan yang sangat mendesak dan tidak bisa ditunda-tunda karena ini berhubungan dengan nyawa anaknya.  Sekalipun demikian Yairus tidak tersinggung atau marah kepada Tuhan yang seolah-olah menunda waktu untuk menolong.

     Yairus tidak mengeluh, apalagi marah kepada Tuhan.  Ia tetap sabar dalam menantikan pertolongan dari Tuhan.  Sementara Yairus menunggu Tuhan datanglah orang dari keluarganya yang membawa kabar buruk yaitu anaknya sudah mati.  Namun perlu diketahui bahwa iman itu tidak tergantung kepada apa yang manusia katakan, tapi apa yang Tuhan katakan:  "Jangan takut, percaya saja!"  (Markus 5:36).  Sesampainya Tuhan di rumah Yairus dilihatnya banyak orang ribut, menangis dan meratapi kematian anak Yairus.  Sekalipun tidak ada lagi harapan, Yairus tetap percaya kepada Tuhan.  Tuhan bertindak menurut waktu-Nya.  "...dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: 'Talita kum,' yang berarti: 'Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah! Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan, sebab umurnya sudah dua belas tahun.'"  (Markus 5:41-42).  

Tidak ada kata terlambat, pertolongan Tuhan selalu tepat pada waktu-Nya!