Tuesday, August 13, 2019

ADA TUHAN, TAK PERLU KITA TAKUT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2019

Baca:  Yesaya 41:8-20

"Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: 'Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.'"  Yesaya 41:13

Banyak hal yang membuat seseorang mengalami ketakutan, kegentaran dan cemas:  musibah, bencana alam, krisis, terorisme, perampokan, pembunuhan, ancaman, kegagalan, ataupun persaingan antar individu di segala aspek kehidupan.  Bagi orang percaya yang benar-benar hidup melekat kepada Tuhan tak sepatutnya mengalami ketakutan yang berlarut-larut, sebab ada jaminan perlindungan dan keselamatan dari Tuhan.

     Suatu ketika, murid-murid sedang berada di dalam perahu dan Kristus juga turut serta, tapi Ia sedang tidur di buritan di sebuah tilam.  Tiba-tiba taufan dahsyat mengamuk dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu sehingga perahu hampir penuh dengan air dan nyaris tenggelam.  Murid-murid menjadi sangat takut dan segeralah mereka membangunkan Tuhan:  "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?"  (Markus 4:38b).  Tuhan segera bangun dan menghardik angin itu dan danau pun menjadi tenang.  Berkatalah Tuhan kepada mereka,  "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"  (Markus 4:40).  Para murid mengira bahwa Tuhan tidak mempedulikan dan membiarkan mereka binasa.  Mereka lupa dengan mujizat-mujizat yang Guru sudah perbuat.  Menghadapi amukan taufan yang sangat dahsyat iman mereka langsung melemah, karena takut perahunya akan tenggelam.  Ketakutan seringkali membuat kita meragukan kuasa Tuhan;  Ketakutan membuat kita mengalami kepanikan.  Padahal dibutuhkan ketenangan untuk menghadapi suatu masalah, sebab  "...dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu."  (Yesaya 30:15).

     Ketakutan apa yang saat ini sedang menyerang Saudara?  Ingatlah selalu firman Tuhan dan pegang teguh janji Tuhan ini:  "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."  (Ibrani 13:5b).  Tuhan juga menegaskan,  "Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: 'Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.'"  (ayat nas).  Kalau Tuhan sendiri yang berkata:  Jangan takut!  Akulah yang menolong engkau!, masihkah kita ragu dan takut menghadapi hari-hari yang kita jalani?

Bersama dengan Tuhan kita cakap menghadapi dan menanggung segala sesuatu!

Monday, August 12, 2019

SULITNYA MENEMUKAN ORANG JUJUR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2019

Baca:  Mikha 7:1-6

"Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia."  Mikha 7:2a

Kalau kita mau berterus terang, di zaman seperti sekarang ini sulit rasanya mendapati orang yang benar-benar jujur.  Kata  'jujur' bisa didefinisikan:  1.  Hati yang lurus, tidak berbohong, berkata apa adanya.  2.  Tidak curang.  3.  Tulus ikhlas, tidak munafik atau bermuka dua.  Kejujuran itu lahir dari hati yang bersih, dan kemudian terefleksi melalui perkataan dan perbuatannya.  Mengapa kejujuran sulit ditemukan?  Karena kebanyakan orang lebih mementingkan diri sendiri demi memperkaya diri sendiri, dan akhirnya orang akan menghalalkan segala cara, berkata bohong, menipu, mencuri atau sebagainya.

     Mikha, utusan Tuhan, menyatakan dalam tulisannya tentang kemerosotan akhlak umat Israel.  "Mereka semuanya mengincar darah, yang seorang mencoba menangkap yang lain dengan jaring. Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat; pemuka menuntut, hakim dapat disuap; pembesar memberi putusan sekehendaknya, dan hukum, mereka putar balikkan!"  (Mikha 7:2b-3).  Apa yang ditulis oleh Mikha ini tak jauh berbeda dengan keadaan manusia di masa sekarang ini.  Apa pun situasi dan keadaannya, orang percaya dituntut untuk menunjukkan kualitas hidup yang tidak terbawa oleh arus dunia ini.  Orang percaya dituntut untuk menjadi orang yang jujur di segala bidang kehidupan, sebab tanpa kejujuran tak mungkin kita akan mengalami kebahagiaan hidup.  Contoh:  bila dalam suatu keluarga, suami sudah tidak lagi berlaku jujur terhadap isteri atau sebaliknya, bisa dipastikan bahwa hubungan antar anggota keluarga akan dipenuhi dengan kecurigaan karena ada kepura-puraan atau ada sesuatu yang disembunyikan, dan tidak ada lagi kesatuan hati.  Dampaknya?  Tidak ada sukacita dan damai sejahtera.

     Orang boleh saja mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang jujur, tapi jika terhadap manusia yang kelihatan saja ia tidak bisa jujur, mustahil kalau dia bisa jujur terhadap Tuhan yang tidak dapat dilihatnya.  Salomo menasihati,  "Sebab itu tempuhlah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar. Karena orang jujurlah akan mendiami tanah, dan orang yang tak bercelalah yang akan tetap tinggal di situ,"  (Amsal 2:20-21).

Jalan orang jujur adalah menjauhi segala jenis kejahatan  (Amsal 16:17).