Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2019
Baca: Amsal 9:1-18
"Karena oleh aku umurmu diperpanjang, dan tahun-tahun hidupmu ditambah." Amsal 9:11
Semua manusia pada umumnya akan mengalami kegentaran dan kengerian bila memikirkan bagaimana menghadapi kematian. Banyak orang gagah perkasa berani berperang di medan pertempuran dan tidak takut menghadapi binatang buas, tapi bila mereka mengingat apa yang ada di balik kematian, mereka pun menjadi gentar. Banyak orang yang sewaktu hidupnya bermulut besar mengatakan bahwa ia tidak percaya kepada Tuhan, dan tidak percaya akan adanya sorga dan neraka, tapi begitu maut mengintip dan ajal sudah hampir menjemput, ketakutan yang luar biasa terjadi dalam batinnya. Mereka minta segera dipanggilkan hamba Tuhan atau pemimpin rohani untuk berdoa baginya, barulah mereka bertobat. Syukur jika masih ada kesempatan... bagaimana jika tidak?
Sekaya dan sehebat apa pun manusia takkan dapat 'membeli' umur panjang. Umur panjang tak dapat dicari dengan usaha manusia, karena hanya Tuhanlah yang empunya. Tuhan adalah sumber segala-galanya, Dialah yang memberi umur panjang, Dia pula yang "...membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga. Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang
miskin dari lumpur, untuk mendudukkan dia bersama-sama dengan para
bangsawan, dan membuat dia memiliki kursi kehormatan. Sebab TUHAN
mempunyai alas bumi; dan di atasnya Ia menaruh daratan." (1 Samuel 2:7-8). Bagaimana pun panjangnya umur manusia, semua pasti ada batasnya dan pada akhirnya kita semua harus menghadap Sang Pencipta. Kematian jasmani bukan apa-apa, tetapi kematian kekal itulah yang sangat mengerikan dan menakutkan semua orang.
Bagaimana caranya memperoleh hidup kekal dan tak kehilangan nyawa, artinya nyawanya tidak binasa karena siksaan abadi di neraka? Kita harus mencari Tuhan. "Karena siapa mendapatkan aku, mendapatkan hidup, dan TUHAN berkenan akan dia. Tetapi siapa tidak mendapatkan aku, merugikan dirinya; semua orang yang membenci aku, mencintai maut." (Amsal 8:35-36). Jelas sekali bahwa barangsiapa tidak memiliki Kristus di dalam hidupnya semakin mendekatkan dirinya kepada maut.
Mumpung masih hidup, bertobatlah dan percayalah kepada Kristus!
Saturday, June 29, 2019
Friday, June 28, 2019
KUALITAS HIDUP YANG TERUJI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2019
Baca: Mazmur 18:1-20
"Terpujilah TUHAN, seruku; maka akupun selamat dari pada musuhku." Mazmur 18:4
Jangan pernah bermimpi akan terluput dari segala macam krisis atau masalah selama kita masih hdiup di dunia ini. Krisis atau masalah coraknya bermacam-macam, datang tanpa bisa diduga, tanpa permisi, dan sewaktu-waktu. Yang terpenting adalah bagaimana reaksi kita dalam menyikapi masalah atau krisis yang ada. Daud, yang hidup melekat kepada Tuhan, juga tak luput dari krisis atau masalah, namun ia telah siap sebelum krisis atau masalah menyerang, karena ia sudah 'tinggal' di dalam firman-Nya, sehingga dalam situasi yang buruk sekalipun, dengan penuh keyakinan, ia dapat berkata, "Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!" (Mazmur 18:3).
Apa yang terjadi esok tak seorang pun yang tahu! Bisa saja hari ini semuanya tampak tenang dan wajar, sampai suatu ketika krisis datang menyerang dengan tiba-tiba, sehingga keadaan yang semula tenang berubah menjadi lautan yang bergelora. Saat itulah orang lain akan memperhatikan bagaimana orang yang menyebut diri sebagai orang percaya itu bereaksi. Saat itu terbukalah keadaan rohani kita yang sesungguhnya. Respons kita terhadap krisis ini akan menyingkapkan kadar iman kita, kualitas hubungan kita dengan Tuhan. Tentu saja dalam keadaan yang normal semua orang dapat memuji-muji Tuhan, mengucap syukur dan mengutip ayat-ayat firman Tuhan.
Bila krisis datang melanda, sengsaralah orang yang tak hidup karib dengan Tuhan, yang baru mencari Dia kala tembok pertahanannya hampir runtuh. Reaksi yang mula-mula timbul pastilah kepahitan hati; dan kemudian kita marah kepada Tuhan, menyalahkan Dia, dan menganggap bahwa Dialah yang menjadi penyebabnya. "Jalanku ditutup-Nya dengan tembok, sehingga aku tidak dapat melewatinya, dan jalan-jalanku itu dibuat-Nya gelap. Ia telah menanggalkan kemuliaanku dan merampas mahkota di kepalaku. Ia membongkar aku di semua tempat, sehingga aku lenyap, dan seperti pohon harapanku dicabut-Nya." (Ayub 19:8-10). Berbeda dengan orang yang kualitas imannya teruji, yang di tengah krisis melanda ia mampu berkata, "Bangkitlah, ya TUHAN, di dalam kuasa-Mu! Kami mau menyanyikan dan memazmurkan keperkasaan-Mu." (Mazmur 21:14).
Kualitas iman seseorang akan teruji kualitasnya saat krisis atau masalah datang!
Baca: Mazmur 18:1-20
"Terpujilah TUHAN, seruku; maka akupun selamat dari pada musuhku." Mazmur 18:4
Jangan pernah bermimpi akan terluput dari segala macam krisis atau masalah selama kita masih hdiup di dunia ini. Krisis atau masalah coraknya bermacam-macam, datang tanpa bisa diduga, tanpa permisi, dan sewaktu-waktu. Yang terpenting adalah bagaimana reaksi kita dalam menyikapi masalah atau krisis yang ada. Daud, yang hidup melekat kepada Tuhan, juga tak luput dari krisis atau masalah, namun ia telah siap sebelum krisis atau masalah menyerang, karena ia sudah 'tinggal' di dalam firman-Nya, sehingga dalam situasi yang buruk sekalipun, dengan penuh keyakinan, ia dapat berkata, "Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!" (Mazmur 18:3).
Apa yang terjadi esok tak seorang pun yang tahu! Bisa saja hari ini semuanya tampak tenang dan wajar, sampai suatu ketika krisis datang menyerang dengan tiba-tiba, sehingga keadaan yang semula tenang berubah menjadi lautan yang bergelora. Saat itulah orang lain akan memperhatikan bagaimana orang yang menyebut diri sebagai orang percaya itu bereaksi. Saat itu terbukalah keadaan rohani kita yang sesungguhnya. Respons kita terhadap krisis ini akan menyingkapkan kadar iman kita, kualitas hubungan kita dengan Tuhan. Tentu saja dalam keadaan yang normal semua orang dapat memuji-muji Tuhan, mengucap syukur dan mengutip ayat-ayat firman Tuhan.
Bila krisis datang melanda, sengsaralah orang yang tak hidup karib dengan Tuhan, yang baru mencari Dia kala tembok pertahanannya hampir runtuh. Reaksi yang mula-mula timbul pastilah kepahitan hati; dan kemudian kita marah kepada Tuhan, menyalahkan Dia, dan menganggap bahwa Dialah yang menjadi penyebabnya. "Jalanku ditutup-Nya dengan tembok, sehingga aku tidak dapat melewatinya, dan jalan-jalanku itu dibuat-Nya gelap. Ia telah menanggalkan kemuliaanku dan merampas mahkota di kepalaku. Ia membongkar aku di semua tempat, sehingga aku lenyap, dan seperti pohon harapanku dicabut-Nya." (Ayub 19:8-10). Berbeda dengan orang yang kualitas imannya teruji, yang di tengah krisis melanda ia mampu berkata, "Bangkitlah, ya TUHAN, di dalam kuasa-Mu! Kami mau menyanyikan dan memazmurkan keperkasaan-Mu." (Mazmur 21:14).
Kualitas iman seseorang akan teruji kualitasnya saat krisis atau masalah datang!
Subscribe to:
Posts (Atom)