Wednesday, June 12, 2019

MELAYANI TUHAN: Hidup Dekat Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2019

Baca:  Yehezkiel 44:4-16

"Tetapi mengenai imam-imam orang Lewi dari bani Zadok yang menjalankan tugas-tugas di tempat kudus-Ku waktu orang Israel sesat dari pada-Ku, merekalah yang akan mendekat kepada-Ku untuk menyelenggarakan kebaktian dan bertugas di hadapan-Ku untuk mempersembahkan kepada-Ku lemak dan darah..."  Yehezkiel 44:15

Banyak orang dengan bangganya mengaku diri sebagai pelayan Tuhan karena merasa sudah terlibat pelayanan di gereja.  Perhatikan apa yang Tuhan katakan:  "Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa."  (Yohanes 12:26).  Faktanya?  Tak semua pelayan Tuhan memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan, padahal syarat utama bagi pelayan Tuhan adalah mendekat kepada-Nya.

     Betapa banyak pelayan Tuhan yang menjadikan pelayanan di gereja hanya sebatas rutinitas atau sekedar ajang unjuk kebolehan atau pengembangan talenta saja.  Seringkali kita terlalu sibuk dengan kegiatan-kegiatan yang disebut pelayanan, tapi kita sendiri tak pernah mau menyediakan waktu secara pribadi dengan Tuhan, duduk diam di bawah kaki Tuhan seperti Maria.  Padahal Tuhan sangat rindu pada penyembahan kita.  Alkitab menyatakan bahwa Tuhan akan mendekat kepada kita kalau kita mendekat kepada-Nya  (Yakobus 4:8).  Namun kita lebih senang bekerja di antara kerumunan orang banyak di luar halaman, enggan memberi waktu untuk dekat dengan Tuhan di tempat-Nya yang kudus.  Dapatkah kita berkata seperti pemazmur:  "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik."  (Mazmur 84:11).

     Sangatlah tidak mungkin seseorang melayani Tuhan jika ia hidup jauh dari hadirat-Nya.  "Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus."  (Mazmur 65:5).  Jelas sekali ada berkat yang besar bagi orang yang senantiasa dekat dengan Tuhan, yaitu ia akan dikenyangkan dengan segala yang baik di Bait-Nya yang kudus:  ada kemenangan, ada berkat, ada pemulihan.

"Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!"  Yesaya 55:6

Tuesday, June 11, 2019

JURANG TAK TERSEBERANGI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2019

Baca:  Lukas 16:19-31

"Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini."  Lukas 16:24

Kisah tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin tidaklah asing di telinga kita.  Kisah ini hendaknya semakin menyadarkan kita bahwa sorga dan neraka itu benar-benar ada.  Jadi, neraka itu bukanlah cerita fiksi yang bertujuan untuk menakut-nakuti orang.  Tak bisa dibayangkan penderitaan yang akan dialami oleh orang yang sudah berpulang dalam keadaan penuh dosa, karena belum menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya.  Ketika nafas terakhir terhembus, melayanglah rohnya keluar dari tubuh;  betapa terkejutnya ia setelah mata rohani tercelik, karena ia melihat adanya jurang pemisah yang teramat besar antara sorga dan neraka.  Orang yang terbuang ke neraka hanya bisa meratap... semuanya sudah terlambat!  "Sudah lewat musim menuai, sudah berakhir musim kemarau, tetapi kita belum diselamatkan juga!"  (Yeremia 8:20).

     Penyesalan yang terlambat sungguh sangat menyiksa!  Orang kaya  (bacaan)  diliputi rasa cemas memikirkan keluarganya yang belum bertobat, sebab ia tahu mereka akan mengalami siksa tiada tara, seperti dirinya yang berseru kepada bapa Abraham.  Orang berdosa yang tersiksa di neraka, yang ingin melepaskan diri dari siksaan dan lari ke sorga, takkan mungkin, sebab  "...di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang."  (Lukas 16:26).  Ia benar-benar tersiksa karena penyesalan yang tak kunjung berakhir, karena telah menyia-nyiakan kasih karunia dan kesempatan yang telah Tuhan berikan.  Menyesal sangat, karena tiap saat melihat betapa indahnya sorga dan betapa dahsyatnya penderitaan di neraka.

     Bagi kita yang masih hidup di dunia ini dan yang telah beroleh anugerah keselamatan dari Tuhan, tidakkah kita tergerak hati untuk menjangkau jiwa-jiwa yang belum diselamatkan?  Apakah kita hanya ingin menikmati keselamatan itu untuk diri sendiri, dan membiarkan keluarga, teman atau sahabat kita mengalami kebinasaan kekal?

Selagi ada waktu dan kesempatan marilah kita berlomba-lomba menjangkau jiwa-jiwa yang masih tersesat, sebab bila terlambat, penyesalan tiada guna!