Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Januari 2019
Baca: 1 Petrus 4:12-19
"Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam
penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita
pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya." 1 Petrus 4:13
Tak satu pun manusia di dunia ini yang mau hidup menderita tak terkecuali orang percaya. Itulah sebabnya kebanyakan orang Kristen merasa 'alergi' dan kurang senang jika mendengar khotbah hamba Tuhan yang bertemakan penderitaan. Ayat-ayat di Alkitab yang berbicara tentang penderitaan seringkali dilewati dan tak dibacanya, padahal firman Tuhan jelas menyatakan: "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:29). Jadi setiap orang percaya dipanggil untuk menderita bagi Kristus.
Panggilan untuk menderita bagi Kristus inilah yang menjadi momok bagi orang percaya! Tentunya tidak mudah mencari orang yang bersedia menjawab panggilan ini, terlebih hidup di zaman yang semakin menuntut orang untuk menjadi berhasil dan sukses. Seringkali keberhasilan dan kesuksesan dijadikan ukuran atau tanda bagi seseorang apakah ia diberkati Tuhan. Akhirnya fokus kita hanya pada berkat, kenyamanan, fasilitas dan sebagainya. Perhatikan apa yang rasul Petrus tulis: "...karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga
mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, --karena barangsiapa
telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa--, supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah." (1 Petrus 4:1-2).
Banyak orang menjadi sangat terkejut karena setelah percaya kepada Kristus seolah-olah badai hidup tidak pernah reda, padahal mereka berharap perjalanan hidupnya akan menjadi mulus dan berkecukupan secara materi. Mereka pun menjadi apatis dan tidak lagi bersemangat melayani Tuhan. Kita mulai membanding-bandingkan dengan kehidupan orang-orang di luar Tuhan, seperti yang diperbuat bangsa Israel ketika dibawa Tuhan ke luar dari Mesir dan harus melewati padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian (Keluaran 14:11-12). Tak ada kekristenan tanpa salib!
Penderitaan adalah bagian hidup orang percaya, tapi percayalah penderitaan yang kita alami tak sebanding dengan kemuliaan yang Tuhan sediakan! Roma 8:18
Thursday, January 17, 2019
Wednesday, January 16, 2019
TUHAN HADIR DALAM KEMULIAAN-NYA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2019
Baca: 2 Tawarikh 5:2-14
"'Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.' Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan," 2 Tawarikh 5:13b
Pembicaraan tentang Tabut Tuhan tak dapat dipisahkan dari kekudusan hidup. "Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi. Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus." (Imamat 11:44-45). Karena Tuhan adalah kudus maka Ia pun memerintahkan agar umat-Nya hidup dalam kekudusan. Inilah kunci untuk mengalami lawatan dan kehadiran Tuhan di setiap peribadatan.
Ada banyak hamba Tuhan dan pelayan Tuhan yang menganggap remeh kekudusan ini sehingga mereka melayani ibadah tanpa memiliki persiapan yang baik, asal-asalan, dan sembarangan. Melayani di rumah Tuhan itu bukanlah hal kebiasaan, punya talenta, kemampuan, atau mahir tentang pengetahuan Alkitab, namun haruslah ada kekudusan sebagai harga mati! Jika para pelayan Tuhan tidak hidup dalam kekudusan, bagaimana mungkin mereka bisa membawa jemaat bertemu Tuhan? Tertulis: "Lalu para imam keluar dari tempat kudus. Para imam yang ada pada waktu itu semuanya telah menguduskan diri, lepas dari giliran rombongan masing-masing." (2 Tawarikh 5:11). Para imam adalah orang-orang yang dipercaya untuk melayani di Bait Tuhan.
Rasul Paulus pun menasihati, "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:2). Di dalam kekudusan itulah Tuhan akan menyatakan kemuliaan dan kuasa-Nya. Tuhan memang Mahahadir (Omni Present), namun belum tentu semua orang mengalami dan merasakan kehadiran-Nya secara pribadi (Manifest Present). Adalah tragis sekali bila kita sudah berjerih lelah melayani Tuhan dan beribadah kepada-Nya tapi tidak mengalami kehadiran Tuhan secara pribadi. Ibadah yang kita lakukan akhirnya takkan lebih dari sekedar formalitas tanpa kita merasakan jamahan dan hadirat Tuhan.
Ibadah tanpa kekudusan hidup tak menghasilkan kuasa, karena Tuhan tidak hadir!
Baca: 2 Tawarikh 5:2-14
"'Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.' Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan," 2 Tawarikh 5:13b
Pembicaraan tentang Tabut Tuhan tak dapat dipisahkan dari kekudusan hidup. "Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi. Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus." (Imamat 11:44-45). Karena Tuhan adalah kudus maka Ia pun memerintahkan agar umat-Nya hidup dalam kekudusan. Inilah kunci untuk mengalami lawatan dan kehadiran Tuhan di setiap peribadatan.
Ada banyak hamba Tuhan dan pelayan Tuhan yang menganggap remeh kekudusan ini sehingga mereka melayani ibadah tanpa memiliki persiapan yang baik, asal-asalan, dan sembarangan. Melayani di rumah Tuhan itu bukanlah hal kebiasaan, punya talenta, kemampuan, atau mahir tentang pengetahuan Alkitab, namun haruslah ada kekudusan sebagai harga mati! Jika para pelayan Tuhan tidak hidup dalam kekudusan, bagaimana mungkin mereka bisa membawa jemaat bertemu Tuhan? Tertulis: "Lalu para imam keluar dari tempat kudus. Para imam yang ada pada waktu itu semuanya telah menguduskan diri, lepas dari giliran rombongan masing-masing." (2 Tawarikh 5:11). Para imam adalah orang-orang yang dipercaya untuk melayani di Bait Tuhan.
Rasul Paulus pun menasihati, "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:2). Di dalam kekudusan itulah Tuhan akan menyatakan kemuliaan dan kuasa-Nya. Tuhan memang Mahahadir (Omni Present), namun belum tentu semua orang mengalami dan merasakan kehadiran-Nya secara pribadi (Manifest Present). Adalah tragis sekali bila kita sudah berjerih lelah melayani Tuhan dan beribadah kepada-Nya tapi tidak mengalami kehadiran Tuhan secara pribadi. Ibadah yang kita lakukan akhirnya takkan lebih dari sekedar formalitas tanpa kita merasakan jamahan dan hadirat Tuhan.
Ibadah tanpa kekudusan hidup tak menghasilkan kuasa, karena Tuhan tidak hadir!
Subscribe to:
Posts (Atom)