Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Desember 2018
Baca: Mazmur 122:1-9
"Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: 'Mari kita pergi ke rumah TUHAN.'" Mazmur 122:1
Setiap orang memiliki alasan berbeda-beda untuk bersukacita. Ada yang bersukacita karena menjadi pemenang undian berhadiah; ada yang sampai tak bisa berkata-kata karena mendapatkan uang kaget: rumahnya 'dibedah' atau hutangnya dibayar lunas (seperti di acara salah satu stasiun televisi); bersukacita karena naik pangkat; karena lulus kuliah dengan predikat summa cumlaude; atau bersukacita karena bisa melanglang buana. Tetapi sukacita karena alasan-alasan tersebut di atas umumnya bersifat tak permanen (sementara), sebab semua yang ada di dunia ini takkan bisa memberikan sukacita sejati.
Daud sesungguhnya punya alasan untuk bersukacita karena hal-hal lahiriah karena ia adalah raja yang memiliki semua yang dibutuhkan: harta, pangkat/kedudukan, popularitas dan sebagainya. Meski demikian ia tak menggantungkan harapan hidupnya kepada hal-hal lahiriah tersebut. Bagi Daud sukacita sejati justru ia rasakan saat berada di rumah Tuhan. Mengapa? Karena di rumah Tuhan ia mendapatkan segala hal yang diperlukan: kelepasan, kelegaan, kemenangan, pertolongan dan mujizat. Tuhan berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Mari kita bawa semua beban dan persoalan hidup ke rumah Tuhan, di situlah kita mendapatkan jawaban. "TUHAN, aku cinta pada rumah kediaman-Mu dan pada tempat kemuliaan-Mu bersemayam." (Mazmur 26:8).
Namun yang paling utama, Daud mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan di bait-Nya yang kudus. Bertemu dengan Tuhan berarti mendapatkan segalanya karena Dia adalah sumber segala-galanya. Daud bersukacita karena Tuhan telah menyelamatkan hidupnya dan telah merancang hal-hal yang luar biasa sejak ia masih dalam kandungan. "mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya
tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya." (Mazmur 139:16). Sukacita Daud makin melimpah-limpah karena di rumah Tuhan ia dikenyangkan dengan makanan rohani, yaitu firman Tuhan.
Lebih baik satu hari di pelataran rumah Tuhan, daripada seribu hari di tempat lain! Mazmur 84:11
Tuesday, December 4, 2018
Monday, December 3, 2018
HIDUP BENAR DIANGGAP SOK SUCI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Desember 2018
Baca: Mazmur 73:1-28
"Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." Mazmur 73:13-14
Manakala kita menjalani hidup dalam kesalehan, menjaga langkah agar tidak menyimpang dari kehendak Tuhan, apakah dengan sendirinya perjalanan hidup kita akan melenggang mulus? Ternyata tidak. Terkadang yang terjadi justru sebaliknya, ketika seseorang tampil 'beda' dengan hidup menurut kehendak Tuhan (hidup saleh), justru kerapkali malah menjadi bahan tertawaan atau ejekan, dipandang sebelah mata, dijauhi dan dibilang sok rohani atau sok suci. Karena tak tahan dengan cibiran orang, tidak tahan dengan tekanan orang-orang sekitar, tidak sedikit dari kita yang menyerah dan akhirnya memilih untuk berkompromi saja dengan cara hidup dunia atau mengikuti arus yang ada.
Sungguh, hidup saleh menjadi hal yang sulit didapati di dunia saat ini. "...orang saleh telah habis, telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2), karena kebanyakan orang hidup menurut kehendaknya sendiri dan menyimpang jauh dari kebenaran. Akibatnya kesalehan hidup mempunyai ruang gerak semakin sempit, yaitu hanya sebatas ruang gedung gereja dan pelayanan, sementara di luar dalam hidup keseharian, orang kembali kepada kehidupan lama. Pergumulan ini juga dialami pemazmur, sampai-sampai ia berpikir bahwa sia-sia memiliki kesalehan hidup (ayat nas) karena ia harus mengalami tekanan setiap hari. Timbullah rasa cemburu begitu melihat keberadaan orang fasik yang sepertinya hidup mujur. "Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain." (Mazmur 73:3-5).
Benarkah? "Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan! Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina." (Mazmur 73:19-20). Kemujuran orang fasik itu hanya sekejap mata, pada saatnya mereka akan menuai apa yang ditaburnya.
Apa pun situasinya biarlah kita tetap hidup dalam kebenaran, bukan karena kita sok suci, melainkan karena hidup kita telah disucikan melalui pengorbanan Kristus!
Baca: Mazmur 73:1-28
"Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." Mazmur 73:13-14
Manakala kita menjalani hidup dalam kesalehan, menjaga langkah agar tidak menyimpang dari kehendak Tuhan, apakah dengan sendirinya perjalanan hidup kita akan melenggang mulus? Ternyata tidak. Terkadang yang terjadi justru sebaliknya, ketika seseorang tampil 'beda' dengan hidup menurut kehendak Tuhan (hidup saleh), justru kerapkali malah menjadi bahan tertawaan atau ejekan, dipandang sebelah mata, dijauhi dan dibilang sok rohani atau sok suci. Karena tak tahan dengan cibiran orang, tidak tahan dengan tekanan orang-orang sekitar, tidak sedikit dari kita yang menyerah dan akhirnya memilih untuk berkompromi saja dengan cara hidup dunia atau mengikuti arus yang ada.
Sungguh, hidup saleh menjadi hal yang sulit didapati di dunia saat ini. "...orang saleh telah habis, telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia." (Mazmur 12:2), karena kebanyakan orang hidup menurut kehendaknya sendiri dan menyimpang jauh dari kebenaran. Akibatnya kesalehan hidup mempunyai ruang gerak semakin sempit, yaitu hanya sebatas ruang gedung gereja dan pelayanan, sementara di luar dalam hidup keseharian, orang kembali kepada kehidupan lama. Pergumulan ini juga dialami pemazmur, sampai-sampai ia berpikir bahwa sia-sia memiliki kesalehan hidup (ayat nas) karena ia harus mengalami tekanan setiap hari. Timbullah rasa cemburu begitu melihat keberadaan orang fasik yang sepertinya hidup mujur. "Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain." (Mazmur 73:3-5).
Benarkah? "Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan! Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina." (Mazmur 73:19-20). Kemujuran orang fasik itu hanya sekejap mata, pada saatnya mereka akan menuai apa yang ditaburnya.
Apa pun situasinya biarlah kita tetap hidup dalam kebenaran, bukan karena kita sok suci, melainkan karena hidup kita telah disucikan melalui pengorbanan Kristus!
Subscribe to:
Posts (Atom)