Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2018
Baca: Mazmur 37:27-29
"...Ia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya." Mazmur 37:28a
Ada saat di mana kita pernah menghadapi situasi-situasi sulit yang dapat menyebabkan kita merasa sendiri, sepi, ditinggalkan, dan tak dipedulikan: ada orangtua yang mulai terserang rasa sepi tatkala anak-anaknya sudah berumah tangga dan tidak lagi tinggal bersamanya; ada anak-anak yang harus menjalani hari-harinya dengan luka hati yang terus membekas karena ditelantarkan oleh orangtuanya; ada pula isteri yang harus menanggung hidup yang teramat berat yang membuatnya menangis sepanjang malam, karena telah ditinggalkan atau dikhianati oleh suami tercinta yang pergi dengan wanita lain.
Contoh di atas menunjukkan bahwa rasa sepi atau merasa sendiri dapat melanda semua orang, tanpa terkecuali, dan tanpa mengenal usia dan status, terlebih-lebih ketika dihadapkan pada masalah berat dan tiada seorang pun dapat menolong. Dalam situasi seperti itu sikap mengasihani diri sendiri muncul dan kita pun mulai berpikir Tuhan telah meninggalkan kita dan tidak lagi peduli dengan keadaan kita. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut sehingga kita tidak lagi merasa sepi, sendiri dan ditinggalkan? 1. Mendekatlah kepada Tuhan. Bangunlah keintiman dengan Tuhan secara personal melalui saat teduh setiap hari. Saat kita tinggal dekat dengan Tuhan melalui doa, kita akan merasakan ketenangan. Daud menyatakan bahwa hanya dekat Tuhan saja ia akan merasa tenang, sebab ia tahu bahwa Tuhan adalah keselamatan hidupnya (Mazmur 62:2). Karena itu "Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!" (Yesaya 55:6) dan nyatakanlah semua masalahmu, pergumulanmu, bebanmu dan keluh kesahmu kepada-Nya.
2. Pegang janji firman Tuhan. Adalah salah besar jika kita berpikir bahwa Tuhan meninggalkan kita dan tidak memedulikan kita. Justru kita yang seringkali meninggalkan Tuhan dan tidak lagi melibatkan Dia dalam hidup ini. Keberadaan orang percaya adalah berharga di mata Tuhan: "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4), karena itu "...TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan-Nya;" (Mazmur 94:14).
"TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." Mazmur 34:19
Tuesday, October 30, 2018
Monday, October 29, 2018
SAHABAT PASTI BERGAUL KARIB
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2018
Baca: Yohanes 15:9-17
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." Yohanes 15:14
Arti bersahabat pastilah memiliki hubungan yang sangat karib atau akrab, bukan hanya sekedar tahu atau kenal. Begitu pula yang menjadi sahabatnya Tuhan tentunya adalah orang-orang yang bergaul karib dengan-Nya. Tuhan menegaskan bahwa seseorang layak disebut sahabat-Nya jika ia taat melakukan apa yang Ia perintahkan (ayat nas). Sekalipun seseorang tampak aktif dalam kegiatan-kegiatan di gereja (pelayanan), menjadi pengikut Kristus selama bertahun-tahun, atau bahkan sudah mengeyam pendidikan di sekolah teologia, jika ia tidak taat melakukan kehendak Tuhan, ia pun belum memenuhi kriteria untuk menjadi sahabat Tuhan.
Perhatikan apa yang Tuhan katakan kepada Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi: "...sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali." (Yohanes 3:5-7). Untuk menjadi sahabat Tuhan tidak cukup hanya bermodalkan pengetahuan Alkitab, tapi ia harus mengenal Tuhan secara pribadi. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Jadi, setiap orang harus mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi dan bergaul karib dengan-Nya. "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14).
Sungguh ajaib! Tuhan yang Mahabesar, pencipta alam semesta ini, mau bergaul karib dan mau menjadi sahabat manusia yang hanya berasal dari debu. Ini menunjukkan bahwa Tuhan mengutamakan suatu hubungan yang dekat. Puncak dari hubungan ini terjadi ketika kita masuk dalam pesta perjamuan kawin Anak Domba: "Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia." (Wahyu 19:7). Tak mungkin orang menjadi mempelai Kristus bila ia tak memiliki hubungan karib dengan-Nya.
Ketaatan adalah syarat mutlak untuk bisa dekat dengan Tuhan!
Baca: Yohanes 15:9-17
"Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." Yohanes 15:14
Arti bersahabat pastilah memiliki hubungan yang sangat karib atau akrab, bukan hanya sekedar tahu atau kenal. Begitu pula yang menjadi sahabatnya Tuhan tentunya adalah orang-orang yang bergaul karib dengan-Nya. Tuhan menegaskan bahwa seseorang layak disebut sahabat-Nya jika ia taat melakukan apa yang Ia perintahkan (ayat nas). Sekalipun seseorang tampak aktif dalam kegiatan-kegiatan di gereja (pelayanan), menjadi pengikut Kristus selama bertahun-tahun, atau bahkan sudah mengeyam pendidikan di sekolah teologia, jika ia tidak taat melakukan kehendak Tuhan, ia pun belum memenuhi kriteria untuk menjadi sahabat Tuhan.
Perhatikan apa yang Tuhan katakan kepada Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi: "...sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali." (Yohanes 3:5-7). Untuk menjadi sahabat Tuhan tidak cukup hanya bermodalkan pengetahuan Alkitab, tapi ia harus mengenal Tuhan secara pribadi. "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Jadi, setiap orang harus mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi dan bergaul karib dengan-Nya. "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14).
Sungguh ajaib! Tuhan yang Mahabesar, pencipta alam semesta ini, mau bergaul karib dan mau menjadi sahabat manusia yang hanya berasal dari debu. Ini menunjukkan bahwa Tuhan mengutamakan suatu hubungan yang dekat. Puncak dari hubungan ini terjadi ketika kita masuk dalam pesta perjamuan kawin Anak Domba: "Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia." (Wahyu 19:7). Tak mungkin orang menjadi mempelai Kristus bila ia tak memiliki hubungan karib dengan-Nya.
Ketaatan adalah syarat mutlak untuk bisa dekat dengan Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)