Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2017
Baca: Filemon 1:8-22
"Kalau engkau menganggap aku temanmu seiman, terimalah dia seperti aku sendiri." Filemon 1:17
Dalam lingkungan masyarakat, ketika seseorang sudah mendapatkan stigma negatif dari lingkungan karena kesalahan yang diperbuat di masa lalu, sulit rasanya untuk bisa lepas meski orang tersebut sudah bertobat dan menjalani hidup yang baru. Apa yang diperbuatnya masih saja serbasalah karena orang lain masih memandangnya dengan sebelah mata, tidak mudah percaya dan selalu menaruh curiga. Kata stigma diartikan sebagai tanda penolakan sosial berupa rasa malu atau aib yang dikenakan kepada seseorang karena pernah melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran.
Yang patut disesalkan, banyak orang Kristen yang juga bersikap demikian ketika ada saudara seiman melakukan kesalahan atau berbuat dosa. Mereka bersikap sinis dan cenderung menghakimi. Berbeda dengan sikap rasul Paulus saat menghadapi orang yang telah melakukan kesalahan seperti Onesimus ini, tidak menghakimi atau menyudutkan, tetapi dengan sabar membimbing, mengarahkan dan menuntunnya kepada pertobatan. Perhatian dan sikap kasih yang Paulus tunjukkan mampu membangkitkan semangat Onesimus sehingga ia merasa dihargai dan diterima keberadaannya kembali. Tak bisa disalahkan dan wajar jika Filemon masih tampak ragu-ragu untuk menerima Onesimus kembali, namun Paulus bersedia memberikan jaminan kepadanya: "Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku-- aku, Paulus, menjaminnya dengan tulisan tanganku sendiri: Aku akan
membayarnya-- agar jangan kukatakan: 'Tanggungkanlah semuanya itu
kepadamu!' --karena engkau berhutang padaku, yaitu dirimu sendiri." (Filemon 1:18-19).
Saat Filemon bersedia menerima Onesimus kembali dan menganggapnya sebagai saudara, status Onesimus tidak lagi sebagai budak. Perubahan hidup Onesimus tidak terjadi secara instan tetapi melalui proses pembentukan yang mungkin menyakitkan. Onesimus bagaikan sebuah bejana yang bersedia untuk dibentuk oleh Tuhan. Kita tidak dapat menjadi bejana yang sesuai kehendak Tuhan jika kita tetap mengeraskan hati.
Dibutuhkan penyerahan diri secara penuh kepada Tuhan untuk menjadi pribadi yang lebih baik!
Friday, October 27, 2017
Thursday, October 26, 2017
ONESIMUS: Hati yang Mau Dibentuk (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2017
Baca: Filemon 1:8-22
"--dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku." Filemon 1:11
Nama Filemon dalam bahasa Yunani berarti penuh kasih. Filemon adalah seorang warga kota Kolose yang disebut dalam Perjanjian Baru. Di kota Kolose ini Filemon merupakan orang yang sangat terkemuka dan memiliki banyak budak. Salah satu budak yang bekerja di rumah Filemon adalah Onesimus. Adapun nama Onesimus memiliki arti: berguna atau berfaedah. Namun hubungan antara Filemon dengan Onesimus sempat kurang baik karena Onesimus pergi melarikan diri dari Kolose dan membawa harta milik tuannya itu. Tentu saja tindakan Onesimus itu sangat merugikan Filemon, sang tuan.
Bukan hal yang kebetulan jika dalam masa pelariannya itu Onesimus bertemu dengan rasul Paulus di dalam penjara. Melalui pelayanan Paulus ini akhirnya Onesimus menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan kehidupan Onesimus pun mengalami perubahan 180 derajat. Perjumpaannya dengan Paulus benar-benar menjadi titik balik dari kehidupan Onesimus. Sejak saat itu rasul Paulus menyebut dia sebagai anak (ayat 10) dan buah hati (ayat 12). Walaupun demikian rasul Paulus tidak dengan serta merta menahan Onesimus untuk kepentingannya sendiri, sebaliknya ia menyuruh Onesimus untuk kembali pulang kepada Filemon, tuannya. "Sebenarnya aku mau menahan dia di sini sebagai gantimu untuk melayani aku selama aku dipenjarakan karena Injil, tetapi tanpa persetujuanmu, aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela. Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya," (ayat 13-15).
Melalui suratnya rasul Paulus meminta dengan sangat kepada Filemon agar bersedia untuk memaafkan segala kesalahan yang telah diperbuat Onesimus di masa lalu dan mau menerimanya kembali, namun "...bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih," (ayat 16). Bahkan Paulus yang telah membujuk Onesimus untuk kembali kepada tuannya itu bertujuan supaya stigma negatif yang terlanjur melekat kepadanya dapat dipulihkan kembali, dan tuannya pun dapat melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ia sudah berubah.
Baca: Filemon 1:8-22
"--dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku." Filemon 1:11
Nama Filemon dalam bahasa Yunani berarti penuh kasih. Filemon adalah seorang warga kota Kolose yang disebut dalam Perjanjian Baru. Di kota Kolose ini Filemon merupakan orang yang sangat terkemuka dan memiliki banyak budak. Salah satu budak yang bekerja di rumah Filemon adalah Onesimus. Adapun nama Onesimus memiliki arti: berguna atau berfaedah. Namun hubungan antara Filemon dengan Onesimus sempat kurang baik karena Onesimus pergi melarikan diri dari Kolose dan membawa harta milik tuannya itu. Tentu saja tindakan Onesimus itu sangat merugikan Filemon, sang tuan.
Bukan hal yang kebetulan jika dalam masa pelariannya itu Onesimus bertemu dengan rasul Paulus di dalam penjara. Melalui pelayanan Paulus ini akhirnya Onesimus menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan kehidupan Onesimus pun mengalami perubahan 180 derajat. Perjumpaannya dengan Paulus benar-benar menjadi titik balik dari kehidupan Onesimus. Sejak saat itu rasul Paulus menyebut dia sebagai anak (ayat 10) dan buah hati (ayat 12). Walaupun demikian rasul Paulus tidak dengan serta merta menahan Onesimus untuk kepentingannya sendiri, sebaliknya ia menyuruh Onesimus untuk kembali pulang kepada Filemon, tuannya. "Sebenarnya aku mau menahan dia di sini sebagai gantimu untuk melayani aku selama aku dipenjarakan karena Injil, tetapi tanpa persetujuanmu, aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela. Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya," (ayat 13-15).
Melalui suratnya rasul Paulus meminta dengan sangat kepada Filemon agar bersedia untuk memaafkan segala kesalahan yang telah diperbuat Onesimus di masa lalu dan mau menerimanya kembali, namun "...bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih," (ayat 16). Bahkan Paulus yang telah membujuk Onesimus untuk kembali kepada tuannya itu bertujuan supaya stigma negatif yang terlanjur melekat kepadanya dapat dipulihkan kembali, dan tuannya pun dapat melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ia sudah berubah.
Subscribe to:
Posts (Atom)