Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2017
Baca: Matius 23:1-36
"Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan
kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka,
karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya." Matius 23:3
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah contoh orang yang tahu banyak tentang firman Tuhan, bahkan bisa dibilang sangat expert dalam hal Taurat Musa. Bahkan mereka juga mengajarkan apa yang diketahuinya kepada orang-orang Yahudi. Hebat? Ya, di hadapan manusia mungkin tampak hebat, tapi sesungguhnya mereka tidak melakukan apa yang dipelajari dan ajarkan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengecam keras orang-orang yang demikian dan menyebut mereka sebagai orang-orang munafik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata munafik memiliki arti: berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; atau bermuka dua. Mereka mengenal kebenaran dengan baik tapi mereka sendiri tidak hidup dalam kebenaran. Berkenaan dalam hal ini yakobus menulis: "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17). Yang dimaksud tahu di sini (Yunani: eidon) adalah melihat, merasa, mengunjungi. Ini berkaitan dengan apa yang bisa ditangkap oleh pancaindera; artinya orang telah melihat dan tahu bagaimana cara untuk berbuat baik (melakukan kebenaran). Jadi ia seharusnya dapat melakukan hal itu dengan mudah, namun dengan sengaja tidak mau melakukannya. Jangan pernah membanggakan diri karena kita tahu banyak tentang Alkitab atau menjadi aktivis gereja jika hal itu hanya sekedar tahu secara teori atau mungkin sangat ahli, tetapi tidak melakukan firman Tuhan.
Alkitab menyatakan: "Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33b). Contoh sederhana melakukan perbuatan baik: mengunjungi janda-janda dan yatim piatu dalam kesusahan mereka atau menolong orang yang lemah; tapi yang dilakukan oleh ahli Taurat dan Farisi: "...kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang." (Matius 23:14).
Jika kita tahu bahwa hal itu adalah kehendak Tuhan, tapi kita tidak mau melakukannya, betapa berdosanya kita.
Friday, March 24, 2017
Thursday, March 23, 2017
SEBERAT APA PUN, JANGAN PERNAH KECEWA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Maret 2017
Baca: Yohanes 16:1-4a
"Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku." Yohanes 16:1
Kecewa terhadap sesama manusia adalah hal yang biasa terjadi karena manusia mudah sekali berubah. Ketika kenyataan tidak sesuai harapan, kita kecewa; ketika orang lain ingkar janji, kita kecewa. Banyak hal seringkali membuat kita kecewa. Itulah manusia, mudah sekali kecewa dan mengecewakan! Yang tidak sepatutnya adalah kecewa kepada Tuhan! Namun kecewa kepada Tuhan seringkali dilakukan oleh banyak orang percaya.
Pernahkah Tuhan mengecewakan kita? Tak sekalipun Tuhan mengecewakan kita: kasih-Nya, kuasa-Nya, cinta-Nya dan perkataan-Nya tak pernah berubah. Sebaliknya, coba hitung berapa kali kita mengecewakan Tuhan? Sungguh, tiada terhitung banyaknya kita mengecewakan Tuhan. Ketika doa-doa kita belum dijawab, ketika dihadapkan pada masalah atau situasi yang berat kita pun langsung kecewa kepada Tuhan. Ketika diperintahkan Tuhan Yesus untuk menjual seluruh hartanya dan membagi-bagikannya kepada orang miskin, seorang muda yang kaya "...menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya." (Markus 10:22). Begitu pula ketika Tuhan Yesus pulang ke kampung halaman-Nya di Nazaret bukannya disambut dengan antusias, tetapi "...mereka kecewa dan menolak Dia." (Markus 6:3).
Ketika berada di penjara dan dalam tekanan berat rasa kecewa sempat timbul dalam hati Yohanes Pembaptis. Apa sebabnya? Mungkin karena Tuhan Yesus tidak secara terus terang menyatakan diri bahwa Ia adalah Mesias yang sedang dinanti-nantikan oleh umat, sehingga Yohanes pun menyuruh murid-muridnya untuk bertanya langsung: "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?" (Matius 11:3). Kata kecewa dalam bahasa Yunani skandalisthe (bentuk pasif dari skandalizo) yang artinya tersinggung, terlukai perasaannya, tersandung oleh seseorang atau sesuatu. Namun dalam perkembangannya Yohanes Pembaptis menyadari dan memahami siapa sesungguhnya Tuhan Yesus.
Dalam keadaan apa pun jangan pernah kecewa kepada Tuhan Yesus, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." Ibrani 13:8
Baca: Yohanes 16:1-4a
"Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku." Yohanes 16:1
Kecewa terhadap sesama manusia adalah hal yang biasa terjadi karena manusia mudah sekali berubah. Ketika kenyataan tidak sesuai harapan, kita kecewa; ketika orang lain ingkar janji, kita kecewa. Banyak hal seringkali membuat kita kecewa. Itulah manusia, mudah sekali kecewa dan mengecewakan! Yang tidak sepatutnya adalah kecewa kepada Tuhan! Namun kecewa kepada Tuhan seringkali dilakukan oleh banyak orang percaya.
Pernahkah Tuhan mengecewakan kita? Tak sekalipun Tuhan mengecewakan kita: kasih-Nya, kuasa-Nya, cinta-Nya dan perkataan-Nya tak pernah berubah. Sebaliknya, coba hitung berapa kali kita mengecewakan Tuhan? Sungguh, tiada terhitung banyaknya kita mengecewakan Tuhan. Ketika doa-doa kita belum dijawab, ketika dihadapkan pada masalah atau situasi yang berat kita pun langsung kecewa kepada Tuhan. Ketika diperintahkan Tuhan Yesus untuk menjual seluruh hartanya dan membagi-bagikannya kepada orang miskin, seorang muda yang kaya "...menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya." (Markus 10:22). Begitu pula ketika Tuhan Yesus pulang ke kampung halaman-Nya di Nazaret bukannya disambut dengan antusias, tetapi "...mereka kecewa dan menolak Dia." (Markus 6:3).
Ketika berada di penjara dan dalam tekanan berat rasa kecewa sempat timbul dalam hati Yohanes Pembaptis. Apa sebabnya? Mungkin karena Tuhan Yesus tidak secara terus terang menyatakan diri bahwa Ia adalah Mesias yang sedang dinanti-nantikan oleh umat, sehingga Yohanes pun menyuruh murid-muridnya untuk bertanya langsung: "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?" (Matius 11:3). Kata kecewa dalam bahasa Yunani skandalisthe (bentuk pasif dari skandalizo) yang artinya tersinggung, terlukai perasaannya, tersandung oleh seseorang atau sesuatu. Namun dalam perkembangannya Yohanes Pembaptis menyadari dan memahami siapa sesungguhnya Tuhan Yesus.
Dalam keadaan apa pun jangan pernah kecewa kepada Tuhan Yesus, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." Ibrani 13:8
Subscribe to:
Posts (Atom)