Saturday, February 11, 2017

SEMAKIN PEKA AKAN SUARA TUHAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Februari 2017

Baca1 Samuel 3:1-21

"Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."  1 Samuel 3:10b

Nama Samuel adalah ekspresi dari bahasa Ibrani yang berarti  'Tuhan mendengar'.  Ini ekspresi sukacita Hana karena Tuhan mendengar pergumulan doanya.  "Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: 'Aku telah memintanya dari pada TUHAN.'"  (1 Samuel 1:20).  Samuel merupakan jawaban doa Hana yang terus-menerus dinaikkan kepada Tuhan di tengah kesusahan hati yang mendalam.  Ia dahulu tertutup kandungannya, mustahil punya keturunan, namun tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan.  "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?"  (Lukas 18:7).

     Samuel memulai pelayanannya sejak masih kecil sesuai janji ibunya untuk menyerahkan anaknya ke dalam pengasuhan imam Eli.  "Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN."  (1 Samuel 1:28).  Sejak itulah Samuel berada di lingkungan pastori dan belajar melayani Tuhan di bawah pengawasan imam Eli.  Setiap hari Samuel muda dibimbing imam Eli untuk tugas sucinya dan dilatih belajar mendengarkan suara Tuhan.  Karena keterbatasan pengetahuannya, pada awalnya Samuel tidak mengenal suara yang berbicara kepadanya.  Alkitab mencatat bahwa Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali namun ia belum menanggapinya karena belum mengenali suara Tuhan.  Imam Eli terus membimbing dan mengajari Samuel bagaimana memiliki kepekaan mendengar suara Tuhan.  "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar."  (ayat 9).  Ketika Tuhan memanggil Samuel lagi untuk ketiga kalinya ia pun menjawab:  "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."  (ayat nas).

     Seiring berjalannya waktu  "...Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satupun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur."  (1 Samuel 3:19).  Akhirnya Tuhan mempercayakan tanggung jawab pelayanan yang lebih besar kepada Samuel karena ia memiliki kepekaan akan suara Tuhan.

Peka suara Tuhan tidak terjadi secara instan, tapi melalui proses bergaul karib dengan-Nya setiap waktu.

Friday, February 10, 2017

UMAT PILIHAN: Dikasihi dan Dihajar (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Februari 2017

BacaAmos 3:1-8

"...sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu."  Amos 3:2

Sepintas kalau kita membaca Amos 3:2 ini  ("Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu.")  Kita pasti akan bertanya-tanya:  setelah Tuhan menyatakan bahwa kita ini adalah umat pilihan-Nya, kalimat selanjutnya,  "...Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu."  (ayat nas).  Apa maksudnya?  Seringkali kita berpikir bahwa jika Tuhan mengasihi kita dan memilih kita, Ia akan menuruti semua keinginan kita, melancarkan usaha dan bisnis kita, dan membebaskan kita dari situasi sulit dan masalah.

     Tidak berarti bapa yang baik dan mengasihi anaknya menuruti semua keinginan anak, atau memanjakannya.  Jika si anak melakukan kesalahan yang sangat fatal bapa pasti akan menegur, jika perlu memukulnya.  "Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati."  (Amsal 23:13-14), dan  "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya."  (Amsal 13:24).  Begitu pula dengan Tuhan, jika Dia menegur kita dengan keras bukan berarti Ia tidak mengasihi kita, justru bukti bahwa Tuhan sangat mengasihi umat-Nya, "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang."  (Ibrani 12:6, 8).

     Melalui nabi-nabi-Nya Tuhan berkali-kali memperingatkan bangsa Israel agar mereka bertobat dan kembali ke jalan-Nya, tetapi mereka tetap saja mengeraskan hati.  Di tengah kemerosotan moral bangsa Israel ini Tuhan tetap menunjukkan kasih dan kesabaran-Nya dengan mengutus Amos, seorang yang takut akan Tuhan, untuk menegur dan memperingatkan mereka.  Bagaimana responsnya?  Mereka malah berlaku jahat terhadap Amos dan mengusirnya secara terang-terangan.  "Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana!"  (Amos 7:12).

Karena mengacuhkan teguran, Tuhan menghukum bangsa Israel dengan menyerahkan mereka ke tangan bangsa Asyur!