Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Februari 2017
Baca: Mazmur 47:1-10
"Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai!" Mazmur 47:2
Pujian kepada Tuhan adalah bagian yang tak terpisahkan dari iman Kristiani. Jika ada orang Kristen yang tidak suka memuji Tuhan berarti kehidupan rohaninya tidak normal. Sejak dari awal penciptaan Tuhan telah mendesain kita untuk menjadi umat pemuji dan penyembah. Satu alasan pokok yang mengharuskan kita memuji Tuhan adalah karena Tuhan bertahta di atas pujian umat-Nya, "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Selaras dengan hal itu maka menghampiri Tuhan harus melalui puji-pujian, karena Dia adalah penguasa tertinggi, Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan, yang patut dan berhak menerima pujian dari umat-Nya dan seharusnya memuji Tuhan adalah suatu kesukaan bagi kita.
Apa itu pujian? Pujian adalah ungkapan hati yang berlimpah dengan syukur kepada Tuhan karena kasih setia-Nya, kebaikan-Nya, anugerah-Nya, pertolongan-Nya, kemenangan-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib. Berkenaan dengan kata memuji berarti kita memperkatakan dengan baik untuk mengungkapkan selamat, memberi applaus, untuk meninggikan. Oleh karena itu pada saat memuji Tuhan kita harus benar-benar mengerti dan meresapi setiap kata yang kita nyanyikan, sebab kalau tidak, kita akan cenderung memuji dengan bibir saja, padahal hati kita jauh dari Tuhan seperti nubuat Yesaya: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku," (Markus 7:6-7).
Dengan demikian pada saat memuji Tuhan hati kita harus benar-benar terbebas dari hal-hal yang jahat. Selain itu sikap tubuh kita pun juga turut menentukan, maka dari itu kita tidak bisa memuji Tuhan dengan sikap tubuh yang asal-asalan karena kita sedang menghadap Tuhan. Ingat, pujian adalah ekspresi yang keluar dari perasaan terima kasih...maka pujian tidak akan menjadi pujian jika tidak diekspresikan ke luar. Salah satu hal yang paling sederhana dan alami untuk merespons karya Tuhan dalam hidup ini adalah melalui nyanyian, suatu ekspresi spontan dari perasaan sukacita karena Tuhan. Daud berkata, "Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau," (Mazmur 119:64).
Bagaimana dengan Saudara? Sudahkah pujian keluar dari mulut kita setiap hari?
Saturday, February 4, 2017
Friday, February 3, 2017
DOA DAN KERJA SEBAGAI SATU KESATUAN (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Februari 2017
Baca: Pengkhotbah 11:1-8
"Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik." Pengkhotbah 11:6
Orang yang hari-harinya dipenuhi dengan kerja, kerja dan kerja tanpa diimbangi doa akan cenderung mengandalkan kekuatan sendiri dan melupakan Tuhan. Ia pun akan beranggapan semua yang diraihnya adalah jerih payahnya, bukan campur tangan Tuhan. Renungkan: kalau pun kita bisa mengolah gandum menjadi tepung, lalu mengolahnya menjadi roti untuk dimakan, kita harus sadar bahwa kita tidak bisa menciptakan benih gandum itu.
Benih itu berasal dari Tuhan, dan karena tangan Tuhanlah benih itu bisa tumbuh, bukan kita yang menumbuhkannya. Begitu pula kalau kita berhasil dalam usaha, studi atau pekerjaan adalah karena Tuhan yang turut bekerja di dalamnya. Karena itu "...janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (Ulangan 8:17-18). Sesibuk apa pun kita bekerja jangan pernah lupakan jam-jam doa. Senantiasalah melibatkan Tuhan di setiap pekerjaan dan usaha kita, niscaya Tuhan akan memberkatinya. Pemazmur berkata, "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga." (Mazmur 127:1).
Jika ada di antara kita yang suka bermalas-malasan, tidak mau berbuat sesuatu, tapi berharap Tuhan mencukupi segala kebutuhan hidupnya, mulai hari ini bertobatlah! "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (Amsal 6:6-8). Kita sepatutnya malu kepada semut, serangga yang lemah dan berukuran jauh lebih kecil dibandingkan manusia, tetapi memiliki etos kera yang sangat baik.
Harus ada keseimbangan dalam menjalani hidup: selain berdoa, kita harus bekerja!
Baca: Pengkhotbah 11:1-8
"Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik." Pengkhotbah 11:6
Orang yang hari-harinya dipenuhi dengan kerja, kerja dan kerja tanpa diimbangi doa akan cenderung mengandalkan kekuatan sendiri dan melupakan Tuhan. Ia pun akan beranggapan semua yang diraihnya adalah jerih payahnya, bukan campur tangan Tuhan. Renungkan: kalau pun kita bisa mengolah gandum menjadi tepung, lalu mengolahnya menjadi roti untuk dimakan, kita harus sadar bahwa kita tidak bisa menciptakan benih gandum itu.
Benih itu berasal dari Tuhan, dan karena tangan Tuhanlah benih itu bisa tumbuh, bukan kita yang menumbuhkannya. Begitu pula kalau kita berhasil dalam usaha, studi atau pekerjaan adalah karena Tuhan yang turut bekerja di dalamnya. Karena itu "...janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (Ulangan 8:17-18). Sesibuk apa pun kita bekerja jangan pernah lupakan jam-jam doa. Senantiasalah melibatkan Tuhan di setiap pekerjaan dan usaha kita, niscaya Tuhan akan memberkatinya. Pemazmur berkata, "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga." (Mazmur 127:1).
Jika ada di antara kita yang suka bermalas-malasan, tidak mau berbuat sesuatu, tapi berharap Tuhan mencukupi segala kebutuhan hidupnya, mulai hari ini bertobatlah! "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (Amsal 6:6-8). Kita sepatutnya malu kepada semut, serangga yang lemah dan berukuran jauh lebih kecil dibandingkan manusia, tetapi memiliki etos kera yang sangat baik.
Harus ada keseimbangan dalam menjalani hidup: selain berdoa, kita harus bekerja!
Subscribe to:
Posts (Atom)