Tuesday, October 11, 2016

BERKAT ROHANI DI BALIK UJIAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Oktober 2016 

Baca:  Mazmur 119:73-80

"Aku tahu, ya TUHAN, bahwa hukum-hukum-Mu adil, dan bahwa Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan."  Mazmur 119:75

Setiap anak Tuhan diajar untuk bisa berbesar hati di segala situasi, bukan hanya dalam berkat tapi juga saat dihadapkan pada ujian hidup, sebab melalui ujian-ujian tersebut iman kita semakin dimantapkan dan kita pun beroleh berkat yang telah Tuhan persiapkan.

     Setiap ujian yang ada seolah-olah tampak menyakitkan pada permulaannya, tetapi Yakobus justru memerhitungkan hal itu sebagai suatu kebahagiaan.  "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan."  (Yakobus 1:2-3).  Melalui ujian-ujian Tuhan mengijinkan karakter kita diperhalus dan semakin mengarahkan hati kita kepada Tuhan dalam doa, sehingga mata rohani kita dapat melihat kebaikan di balik ujian, dan kita pun semakin dibawa kepada rencana-Nya yaitu  "...kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar."  (2 Korintus 3:18b).  Ujian-ujian yang kita alami juga dapat membimbing kita untuk lebih bersandar kepada Tuhan dan kian berpegang teguh kepada janji-janji firman-Nya.  "Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun."  (Yakobus 1:4).  Pemazmur semakin sadar dan mengerti kehendak Tuhan tatkala dihadapkan pada ujian.  "Tangan-Mu telah menjadikan aku dan membentuk aku, berilah aku pengertian, supaya aku dapat belajar perintah-perintah-Mu."  (Mazmur 119:73).  Kalau tangan Tuhan sendiri yang menjadikan kita dan membentuk kita, masakan Dia punya maksud jahat di balik ujian?

     Jika saat ini Tuhan menghajar kita melalui ujian bukan berarti Dia tidak mengasihi kita dan hendak menghancurkan hidup kita, sebaliknya Tuhan menyadarkan kita bahwa kita adalah anak-anak yang dikasihi-Nya.  Tuhan menghajar kita karena Dia adalah setia dan adil, Ia ingin kita berbalik dari pelanggaran-pelanggaran kita.

"Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya."  Ibrani 12:11

Monday, October 10, 2016

PERKATAAN YANG MENJADI BERKAT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Oktober 2016 

Baca:  Ulangan 32:1-4

"Pasanglah telingamu, hai langit, aku mau berbicara, dan baiklah bumi mendengarkan ucapan mulutku."  Ulangan 32:1

Alkitab menyatakan bahwa apa yang keluar dari mulut adalah luapan dari dalam hati  (baca  Matius 12:34).  Jika hati dipenuhi oleh hal-hal negatif, yang keluar dari mulut pun perkataan yang negatif, demikian pula sebaliknya.  Karena itu rasul Paulus menasihati,  "Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan."  (2 Timotius 2:16).

     Mengapa kita harus menghindari omongan kosong dan tak suci?  Karena hanya akan menambah kefasikan, sia-sia dan tak bermanfaat.  Dalam hidup sehari-hari perkataan-perkataan manis yang terlontar dari mulut seseorang biasanya hanya bualan semata, bukan keluar secara tulus dari dalam hati.  Semakin banyak kita mengubar ucapan atau memerkatakan hal-hal yang sia-sia semakin banyak pula kesalahan yang terjadi, sebab  "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi."  (Amsal 10:19).  Maka berhati-hatilah dan berpikirlah 1000x jika hendak berbicara, sebab setiap kata sia-sia yang kita ucapkan harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan pada saatnya.  "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum."  (Matius 12:36-37).  Orang Kristen yang sudah mengerti kebenaran firman ini akan mampu mengontrol setiap ucapannya.  Rasul Petrus menulis,  "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;"  (1 Petrus 4:11).

     Hendaklah kita belajar dari Musa, yang berusaha sedemikian rupa menjaga setiap ucapan atau perkataannya, sehingga yang keluar dari mulutnya adalah perkataan yang menyenangkan, membangun, menguatkan dan menyejukkan, sebab yang diperkatakannya adalah firman Tuhan.  Roh Tuhan yang bekerja di dalam diri Musa memberikan ilham dan hikmat kepadanya untuk mengucapkan perkataan-perkataan yang senantiasa menjadi berkat bagi orang lain yang mendengarnya.

"Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang."  Kolose 4:6